MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN PEMERINTAH (III)
JAKARTA KAMIS, 7 NOVEMBER 2013
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan [Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), ayat (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2), ayat (3), Pasal 58, Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Pemerintah (III) Kamis, 7 November 2013, Pukul 10.52 – 11.48 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Hamdan Zoelva Muhammad Alim Arief Hidayat Ahmad Fadlil Sumadi Patrialis Akbar Harjono Anwar Usman
Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Abdul Mu’ti B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. 2. 3. 4. 5.
Syaiful Bakhri Danang Wahyu Muhammad Nur Ansari Jamil Burhan Sartono Haryadi
C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4.
Agus Hariyadi Tiar Murbontoro Bahtiar Mualimin Abdi
D. DPR: 1. Ruhut Sitompul
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.52 WIB 1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 82/PUUXI/2013 saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, kenalkan diri dulu yang hadir.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum, wr. wb. Kuasa Termohon yang kami hormati, hadir Para Kuasa Pemohon, Syaiful Bakhri saya sendiri, Danang Wahyu Muhammad, Nur Ansari, Jamil Burhan, dan Sartono Haryadi. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih. Hari ini … sidang PUU tidak ada Termohon, Pemerintah dan DPR. Karena pemberi keterangan Pemerintah dan DPR itu. Jadi dalam statusnya bukan Termohon, ya. Dari DPR, silakan. Walaupun sudah dikenal.
4.
DPR: RUHUT SITOMPUL Terima kasih, Ketua Majelis Yang kami muliakan. Saya Ruhut Poltak Sitompul yang mewakili DPR bersama tenaga ahli kami baik dari kesekjenan maupun Komisi III. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih. Pemerintah?
6.
PEMERINTAH: AGUS HARIYADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum, wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Hadir dari Pemerintah, sebelah kanan saya Bapak Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan HAM beliau nanti sekaligus akan membacakan keterangan Pemerintah. Saya sendiri Agus Hariyadi dari Kementerian Hukum dan HAM, sebelah kiri saya Bapak Tiar Murbontoro, Direktur Hukum Kementerian Luar Negeri, dan yang paling ujung Bapak Bahtiar dari Kementerian Dalam Negeri. Di 1
belakang juga hadir teman-teman dari dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri serta dari Kementerian Hukum dasn HAM. Terima kasih, Yang Mulia. 7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Hari ini adalah sidang Pleno pertama dalam perkara ini untuk mendengarkan keterangan dari DPR dan keterangan dari Pemerintah mewakili presiden. Saya persilakan pertama dari DPR. Silakan.
8.
DPR: RUHUT SITOMPUL Assalamualaikum, wr. wb. Syalom, om swastiastu, amithaba. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap Permohonan Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013. Yang Mulia Mahkamah Konsitusi, Ketua dengan Wakil serta Anggota. Saya Ruhut Poltak Sitompul, kami 13 saya mewakili DPR bersama rekan-rekan. Kami lanjutkan, dengan ini DPR menyampaikan keterangan terhadap permohonan Pengujian Undang-Undang Ormas terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dalam Perkara Nomor 82/PUUXI/2013 sebagai berikut. Ketetuan Undng-Undang Ormas yang dimohonkan Pengujian Undang-Undang Dasar 1945 hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dianggap Pemohon telah dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang Ormas dan (c) keterangan DPR RI. Kedudukan hukum legal standing Pemohon. Mengenai kedudukan hukum Pemohon, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing atau tidak? Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Dua, pengujian atas Undang-Undang Ormas. a. Bahwa terhadap permohanan Pengujian Pasal 1 angka 1 Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Ormas terhadap Pasal 28D ayat (1) Undang Undang Dasar 1945, DPR memberikan keerangan sebagai berikut. Satu. Ketentuan di dalam pasal-pasal a quo tidaklah saling bertentangan dan bukan merupakan pembatasan perkembangan ormas, malah sebaliknya rumusan tersebut bertujuan agar ormas dapat terus bertahan hidup dan mandiri dalam hal menghidupi organisasinya serta semakin mendorong kemandirian ormas dan agar ormas dapat hidup secara berkelanjutan sekaligus mendorong agar organisasi 2
kemasyarakatan untuk berbadan hukum. Karena yang dapat mendirikan badan usaha adalah ormas yang berbadan hukum, perkumpulan, atau yayasan. Dua, ormas tidaklah digunakan sebagai wadah usaha dan tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung, tapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana ormas dapat menyertakan kekayaannya. Tiga, berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas. Tujuan filosofis dari pendirian ormas adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan untuk menjaga keberlangsungan ormas dan kemandirian ormas inilah, maka ormas tersebut dapat mendirikan badan usaha. Hasil keuntungan yang diperoleh dari badan usaha, ormas tersebut dapat digunakan untuk membayar operasional ormas secara berkelanjutan. Empat, hal ini juga dimaksudkan agar ormas tidak hanya menanti uluran bantuan dari pemerintah atau pihak lain, baik dalam maupun luar negeri untuk membiayai operasional ormas. Lima. Badan usaha yang didirikan oleh ormas harus tetap sesuai peraturan perundang-undangan. Misalnya, ormas berbadan hukum yayasan mendirikan badan usaha pendidikan sekolah atau perguruan tinggi. Maka pendirian badan usaha tersebut, harus tetap memenuhi aturan bidang pendidikan. Begitu pula jika ormas berbadan hukum yang akan mendirikan rumah sakit, harus tetap sesuai aturan bidang kesehatan dan lain-lain. Ormas dapat mengatur sendiri secara baik dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya, bagaimana pembagian hasil usaha yang disisihkan untuk organisasinya. Enam. Jika ormas memiliki sumber pendanaan tetap secara mandiri, hal tersebut akan meningkatkan independensi ormas dan mencegah ketergantungan ormas pada sumber pendanaan dari pihak lain, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, sehingga ormas tidak tergoda untuk melakukan kegiatan yang bertentangan dengan hukum untuk sekadar mencari biaya guna membiayai operasional organisasinya, atau sebagai upaya ormas untuk bertahan hidup. Tujuh. Rumusan pasal-pasal a quo juga merupakan wujud dari sinkronisasi dan harmonisasi dengan undang-undang terkait yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, yang mengatur bahwa pada dasarnya, yayasan dapat membentuk badan usaha untuk tujuan mencari keuntungan. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut, dapat dipakai untuk menjaga keberlangsungan hidup yayasan itu sendiri. Delapan. Oleh karena itu, DPR berpendapat bahwa Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 39 undang-undang a quo, tidaklah saling bertentangan dan tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945 .
3
b. Bahwa terhadap permohonan pengujian Pasal 1 angka 1 dan Pasal 5 Undang-Undang Ormas terhadap Pasal 28. Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, DPR memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Di dalam praktik, banyak timbul terminologi untuk mendefinisikan organisasi yang bergerak di bidang sosial, dengan alasan dan sudut pandang tertentu, seperti organisasi sosial, organisasi kepemudaan, LSM, ornop, organisasi profesi, NGO, dan sebagainya. Namun terminologi-terminologi tersebut muncul di dalam praktik tanpa tolak ukur yang jelas karena bergantung pada pandangan setiap organisasi yang bersangkutan. 2. Dalam pandangan hukum, untuk bidang kegiatan sosial, hukum mengenal dua jenis peraturan organisasi, yaitu nonmembership organization (organisasi tanpa anggota), dan membership based organization (organisasi berdasarkan keanggotaan). Sedangkan untuk badan hukumnya, rechtspersoon, Indonesia mengenal dua jenis badan hukum yang khusus untuk bidang kegiatan sosial yaitu yayasan, stichting, dan perkumpulan, vergadering. Pembeda penting dari yayasan dan perkumpulan adalah bahwa yayasan adalah sekumpulan kekayaan yang disisihkan untuk tujuan sosial, sedangkan perkumpulan adalah sekumpulan orang yang berkumpul untuk tujuan sosial. Untuk badan hukum yayasan, sudah diatur melalui UndangUndang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, sedangkan untuk perkumpulan, dulu diatur dalam staatsblad 1870-64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum dan saat ini sudah diatur di dalam undang-undang a quo. 3. Posisi kerangka hukum yang serupa yang juga dianut di berbagai negara dunia, contohnya Amerika Serikat mengenal adanya NPO (nonprofit organization) dengan kriteria boleh mempunyai anggota, membership (onboard) dan boleh tidak beranggota, (board only). 4. Di dalam Undang-Undang Ormas, telah memberikan solusi untuk mengenali berbagai istilah terminologi tersebut dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dapat menaungi keseluruhan terminologi tersebut dengan yayasan dan perkumpulan sesuai bentuk badan hukumnya, serta memberikan perlindungan hukum dan pengaturan dalam bentuk undang-undang a quo. Masyarakat bebas untuk berserikat dengan berdasarkan enam pilar dasar yaitu kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan sesuai Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Ormas. Jadi, apa pun organisasi yang didirikan, advokat, notaris, wartawan, hobi, keagamaan, dan lain-lain, pada dasarnya didirikan
4
berdasarkan lingkup enam pilar dasar tersebut dan hal ini dijamin dan dilindungi Undang-Undang Ormas. c. Bahwa terhadap permohonan pengujian Pasal 38 undang-undang a quo terhadap Pasal 26E ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945, DPR memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Tujuan laporan pertanggungjawaban keuangan adalah menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi kepentingan para penyumbang, anggota, pengelola, kreditor, dan pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi ormas. Laporan keuangan merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial organisasi sebagai salah satu bentuk mekanisme pertanggungjawaban. 2. Sebagai organisasi di sektor publik, pertanggungjawaban keuangan ormas kepada masyarakat dan pihak-pihak lain yang memberikan sumber daya ormas merupakan elemen penting dari proses akuntabilitas publik. Kemampuan ormas dalam mengelola dana dari masyarakat akan dikomunikasikan melalui laporan pertanggungjawaban keuangan, dimana informasi mengenai aktiva, kewajiban, aktiva bersih, dan informasi mengenai hubungan antarunsur-unsur tersebut disampaikan. 3. Ormas harus memiliki kepemimpinan dan pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. Kepemimpinan yang baik dan diikuti oleh bagaimana organisasi itu dapat mengelola keuangannya dan … dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan kepada anggotanya. Dan jika dibutuhkan, dapat diketahui secara akuntabel sebagai bentuk keterbukaan dan menguji kepercayaan masyarakat pada organisasi yang berdiri. Pertanggungjawaban keuangan juga merupakan bagian dari pertanggungjawaban keuangan yang berasal dari bantuan pemerintah dan memberdayakan organisasi-organisasi yang mendukung pembangunan nasional ataupun pembangunan di daerah. 4. Dengan demikian, masyarakat dapat menilai jasa atau peran yang diberikan ormas kepada masyarakat dan kamampuannya untuk terus memberikan jasa tersebut. Cara pengelolaan melaksanakan tanggung jawab dan aspek lain dari kinerja ormas. 5. Rumusan dari Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Ormas, yaitu dalam hal ormas menghimpun dan mengelola dana dari iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, ormas wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan standar akuntansi secara umum atau sesuai dengan AD dan/atau anggaran rumah tangga. Rumusan ketentuan tersebut adalah tidak memaksakan bahwa ormas harus membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan 5
standar akuntansi saja, tapi merupakan rumusan alternatif dengan kata atau, artinya bahwa boleh saja ormas membuat laporan pertanggungjawaban tidak sesuai dengan standar akuntansi selama hal itu sesuai dengan AD/ART. Jadi di sini ada dua pilihan, yaitu memakai standar akuntansi secara umum atau cukup sesuai dengan AD/ART saja. 6. Bahwa permohonan tidak cermat … bahwa Pemohon tidak cermat dalam membaca ketentuan pasal a quo sehingga uraian Pemohon tidak jelas sebagaimana organisasi sektor publik. Sudah sewajarnya apabila ormas membuat laporan pertanggungjawaban keuangan untuk disampaikan kepada masyarakat sebagai perwujudan atau elemen penting dari akuntanbilitas publik. Oleh karena itu, DPR berpandangan bahwa Pasal 38 undang-undang a quo tidak bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. d. Bahwa terhadap permohonan pengujian Pasal 33 ayat (1), ayat (2) dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Ormas a quo terhadap Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, DPR memberi keterangan sebagai berikut: 1. Bahwa ketentuan rumusan Pasal 33 dan Pasal 33 Undang-Undang Ormas adalah ketentuan yang berlaku secara umum atau keseluruhan bagi tiap warga negara Indonesia, namun ketentuan tersebut oleh Pemohon diterjemahkan menjadi seolah-olah ketentuan tersebut merupakan bukti nyata terdapat upaya pembentuk undang-undang untuk ikut campur yang terlalu berlebihan terhadap kemerdekaan berserikat, berkumpul yang sesungguhnya menjadi kewenangan absolut ormas. Permohonan juga … Pemohon juga menguraikan bahwa perbedaan agama, kehendak, atau pemikiran apapun, maka organisasi yang berhak menentukan apakah kriteria tertentu untuk masuk ke dalam organisasi tertentu. 2. Bahwa masyarakat pada dasarnya merupakan kumpulan dari individu-individu yang mendiami atau menguasai suatu wilayah dan melakuakn interaksi antara individu dengan lingkungannya sehingga akan menimbulkan saling ketergantungan karena pada hakikatnya manusia itu tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat menyelesaikan persoalannya serta memenuhi kebutuhannya sendiri, saling interaksi individu-individu inilah mereka akan membentuk kelompok-kelompok kecil untuk memenuhi kebutuhan mereka di dalam kelompok tersebut. Melalui kelompok yang didirikan bersama tersebut, rakyat yang secara individu tidak mampu atau sulit meraih hal-hal besar sendirian akan lebih mudah mengusahakannya secara berserikat. 3. Sedang dalam kebebasan berserikat merupakan hak yang paling penting di dalam suatu sistem demokrasi karena berserikat 6
4.
5.
6.
7.
8.
merupakan jantung dari sistem demokrasi. Dengan berserikat, maka warga negara dapat meraih hal-hal yang tidak mungkin dicapai ketika berdiri sebagai individu. Dalam kebebasan berserikat dijamin juga kebebasan berorganisasi yang kemudian juga dijamin kebebasan bagi warga negara untuk mendirikan atau bergabung dalam organisasi manapun. Bahwa sesuai dengan definisi yang diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Ormas bahwa pengertian ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila. Pengertian ormas tersebut dimaksudkan untuk mewadahi semua organisasi atau lembaga yang dibentuk masyarakat yang dibentuk dengan enam pilar dasar, yaitu kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan sebagai sarana untuk berpartisipasi aktif bagi anggota masyarakat. Setiap masyarakat berhak ataupun secara sukarela untuk mendirikan atau menjadi anggota ormas sesuai dengan enam pilar dasar kesamaan tersebut. Selama tidak ada kesamaan enam pilar dasar tersebut, maka masyarakat tidak akan mendirikan atau menjadi anggota suatu ormas yang berkaitan karena tidak ada kesamaan untuk mencapai tujuan di antara masyarakat itu sendiri. Bahwa suatu misal ada ormas yang berdiri atas kesamaan kepentingan profesi, misal profesi advokat, maka berdasarkan ketentuan pasal-pasal a quo setiap orang mempunyai jaminan hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi anggota ormas advokat tersebut selama orang-orang tersebut mempunyai kesamaan kepentingan yang sama dengan ormas advokat bersangkutan. Jika ormas tersebut tidak mempunyai kesamaan kepentingan profesi dengan ormas advokat bersangkutan, maka tentu saja orang tersebut tidak perlu untuk berserikat dan berkumpul menjadi anggotanya karena tidak ada kesamaan untuk mencapai tujuan. Bahwa DPR berpandangan ketentuan pasal-pasal a quo adalah sesuai dengan semangat penegakan Pasal 28C ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945, setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, negara. Dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Selain itu juga tidak ada relevansi antara ketentuan pasal-pasal a quo terhadap Pasal 28A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 7
e.
mengenai hak mempertahankan hidup dan Pasal 29 UndangUndang Dasar Tahun 1945 mengenai kemerdekaan memeluk agama masing-masing. Bahwa terhadap permohonan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Ormas yang mengatur mengenai mem … pemberdayaan ormas bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28E ayat (3), DPR memberi keterangan sebagai berikut: 1. Ke … kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran sebagaimana diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah bagian dari HAM. Adanya pengakuan dan penjaminan HAM tersebut menunjukkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai sebuah negara demokrasi. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan demokrasi dan HAM, maka diperlukan mem … pemberdayaan ormas dan pemerintah … oleh pemerintah sebagai salah satu pilar demokrasi di tingkat infrastruktur politik dalam sistem politik Indonesia. 2. Dalam hal pemberdayaan ormas dilakukan oleh pemerintah sebagai fasilitator, pengayom, pelayan, dan pengatur. Sedangkan masyarakat sebagai pembentuk, pelaku, dan pengontrol pemerintah. Dengan demikian masyarakat dan pemerintah saling berposisi sebagai mitra pembang … pembangun bangsa. Pemberdayaan ormas lebih dituntut pada peningkatan dan penguatan kemandirian profesionalitas, mandiri di dalam hal kreativitas, aktivitas, pendanaan, sumber daya pengelolaan, dan pengembangan organisasi. Sedangkan profesi dalam kinerja, akuntabilitas publik, produktivitas, e … edukatif, dan inovatif. 3. Sebagai fasilator … fasilitator, pemerintah menyiapkan fa … fasilitas bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta keterbi … keterlibatan ormas dalam kegiatan keseharian masyarakat. Tugas fasilitas ini harus dilihat sebagai kewajiban pemerintah untuk mendukung mem … pemberdayaan peran ormas di dalam peran masyarakat. Fasilitas dari pemerintah tersebut khususnya dalam bentuk dana dan berbagai kemudahan akses informasi pembangunan. Sedangkan di sisi lain, ormas melaksanakan kegiatan untuk mendukung program pembangunan nasional, serta berkewajiban memberikan pertanggungjawaban kepada pemerintah dan publik tentang dana yang diberikan dan apa yang dilakukannya dalam relas … dalam relasi dan kerja sama ini prinsip transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama yang harus menjadi pegangan kedua belah pihak. 4. Dengan demikian, pemberdayaan ormas oleh pemerintah haruslah diposisikan dan diperankan dalam kerangka perwujudan kemerdekaan berserikat dan berkumpul sebagai salah satu bentuk HAM yang demokratis yang tetap berada dalam koridor Pancasila 8
f.
sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai konstitusinya. 5. Berdasarkan argumentasi-argumentasi yang dikemukakan di atas, maka dalam hal ini DPR berpandangan bahwa pasal-pasal a quo tidak bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Terhadap keterangan Pemohon yang menganggap bawha rumusan pasal-pasal a quo merupakan ketentuan yang berpotensi menimbulkan tindakan korup yang dilakukan atas nama pemberdayaan ormas yang nantinya akan membawa kepentingan terselubung bagi pemerintah dan/atau pemerintah daerah adalah suatu hal yang dikemukakan Pemohon tanpa argumentasi yang mendasar. Terhadap permohonan ketentuan Pasal 57 ayat (2), ayat (3), dan Pasal 58 Undang-Undang Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, DPR memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa dalam hal ini Pemohon hanya membaca ketentuan pasal a quo secara sepotong-potong dan mengambil kesimpulan sendiri. Tidak ada satu pun ketentuan di dalam Pasal 57 dan Pasal 58 Undang-Undang Ormas yang mengindikasikan bahwa pemerintah berusaha untuk campur atas perselisihan internal yang dialami ormas, baik itu Pasal 57 dan Pasal 58 yang bunyinya dapat kita bacakan … dapat kita baca bersama. 2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 57 tersebut, jika terjadi perselisihan internal yang dialami ormas, maka mekanisme penyelesaiannya adalah tetap ditentukan diprioritaskan oleh mekanisme internal ormas itu sendiri sesuai dengan AD/ART-nya. Dalam hal penyelesaian sengketa internal tersebut tidak tercapai, maka pemerintah dapat memfasilitasi mediasi, itu pun hanya atas dasar permintaan para pihak yang bersengketa. Selama tidak ada permintaan para pihak, maka pemerintah tetap tidak boleh memasuki dan turut campur dalam penyelesaian sengketa tersebut. Fasilitasi mediasi dari pemerintah tersebut merupakan bentuk dari kepedulian terhadap keberlangsungan ormas. Sebagai fasilitator pemerintah menyiapkan fasilitas bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta keterlibatan ormas dalam kegiatan-kegiatan seharian masyarakat. Tugas fasilitasi ini harus dilihat sebagai kewajiban pemerintah untuk mendukung, memperdaya … pemberdayaan peran ormas dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, sudah sewajarnya pemerintah dapat memfasilitasi mediasi untuk penyelesaian sengketa ormas, itu pun hanya ketika diminta oleh para pihak yang bersengketa. 3. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban telah diatur dalam peraturan hukum yang disebut hubungan hukum. Dalam 9
hukum perdata diatur tentang hak dan kewajiban setiap orang yang mengadakan hubungan hukum yang meliputi peraturan yang bersifat tertulis berupa peraturan perundang-undangan dan yang tidak bersifat tertulis berupa peraturan hukum adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Ketika dalam kehidupan bermasyarakat timbul permasalahan hukum maka terhadap permasalahan hukum tersebut oleh pihak yang merasa kepentingan hukumnya dirugikan dapat mengajukan suatu tuntutan hak berupa gugatan perdata terhadap permasalahan hukum tersebut pada pengadilan negeri. Pihak yang merasa dirugikan hak perdatanya berhak untuk mengajukan perkaranya ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni dengan menyampaikan gugatan terhadap pihak dirasa merugikan. Hak mengajukan gugatan ini merupakan hak yang dijamin oleh hukum in casu tidak ada pemaksaan bahwa atas sengketa ormas harus diselesaikan lewat pengadilan negeri Pasal 8, Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang a quo, atau fasilitasi mediasi oleh Pemerintah Pasal 57 ayat (2). Semuanya tergantung daripada pihak yang bersengketa ingin memilih jalan yang mana untuk menyelesaikan sengketanya, yang jelas penyelesaian sengketa melalui mekanisme ADART-nya adalah tetap yang diprioritaskan dalam Ketentuan Undang-Undang a quo. Oleh karena itu DPR berpendapat bahwa Ketentuan Pasal 57 dan Pasal 58 Undang-Undang a quo telah sesuai dengan konstitusi dan tidak bertentangan. g. Terhadap permohonan Ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 DPR memberi keterangan sebagai berikut. 1. Pemohon dalam hal ini tidak memberikan argumentasi yang jelas dibagian mana terjadi pertentangan antara Ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Ormas dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. 2. Justru norma yang diatur di dalam Pasal 59 ayat (1) UndangUndang Ormas merupakan bentuk rumusan sinkronisasi dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Harmonisasi dalam pembentukan undang-undang bertujuan untuk mengharmoniskan aturan yang terdapat di materi muatan undang-undang, apabila terjadi tumpah tindih antara materi undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lainnya maka akan terjadi kekacauan dalam penegakan hukumnya (law enforcement). Selain itu terjadi dualisme yang akan mengacaukan prosedur penegakan hukum sendiri.
10
3. Norma di dalam Pasal 59 ada satu Undang-Undang Ormas merupakan norma yang ingin ditegakkan dan larangan yang diberlaku khusus bagi ormas sesuai dengan konteks UndangUndang a quo, sedangkan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 merupakan ketentuan yang berlaku bagi setiap orang secara umum. Jika ormas atau anggota ormas melakukan perbuatan yang dilarang tersebut maka dapat saja dipidana sesuai dengan konteks Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 selama unsur-unsur perbuatan pidana yang terdapat dalam ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dapat terpenuhi secara keseluruhan. 4. Dengan demikian DPR berpandangan bahwa ketentuan antara Ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang a quo dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tidaklah bertentangan dan terharmonisasi dengan baik sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang Mulia, demikian keterangan DPR-RI kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutuskan, dan mengadili Perkara a quo, dan dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), ayat (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2), ayat (3), Pasal 58, Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya paragraf ke empat Pembukaan UndangUndang Dasar Tahun 1945, Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2. Menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), ayat (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2), ayat (3), Pasal 58, Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan tetap mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Demikian Ketua Majelis dan Majelis yang kami muliakan, saya Ruhut Poltak Sitompul bersama rekan-rekan saya Pieter Zulkifli, Azis Syamsuddin, Muzzammil Yusuf, Tjatur Sapto, Harry Witjaksono, Nudirman Munir, Nurdin, Adang Daradjatun, Yadil Harahap, Ahmad Yani, Martin Hutabarat, Sarifuddin Sudding. Terima kasih, wabilahitaufik walhidayah wassalamualaikum wr.wb. Syalom, Om Santi Santi Santi Om, Amithaba. 11
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih kepada DPR. Selanjutnya saya persilakan yang mewakili Presiden dari Pemerintah.
10.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati rekan-rekan saya Para Pemohon. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sebelum Pemerintah membaca keterangan Pemerintah, pertama-tama Pemerintah mengucapkan selamat kepada Bapak Dr. Hamdan Zoelva yang telah diangkat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi dan Prof. Dr. Arief Hidayat yang juga telah mendapat kepercayaan sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Sekali lagi saya ucapkan selamat. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sehubungan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang dimohonkan oleh Para Pemohon yang sudah hadir di hadapan kita. Presiden memberikan kuasa kepada Menteri Dalam Negeri yang dalam hal ini Gamawan Fauzi, kementerian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Bapak Amir Syamsudin yang dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan kuasa kepada saya selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan. Kemudian Menteri Dalam Negeri memberikan kuasa kepada rekan-rekan kami dalam Kementerian Dalam Negeri yang sudah hadir di hadapan Yang Mulia. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Dalam keterangan ini Pemerintah tidak akan membacakan pokok permohonan karena dianggap telah diketahui bersama oleh Pemerintah maupun Pemohon itu sendiri. Kemudian yang kedua, tentang kedudukan hukum Pemohon. Pemerintah juga memberikan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah Pemohon memiliki legal standing atau tidak. Namun demikian Pemerintah akan menguraikannya tentang kedudukan hukum Pemohon. Nanti akan disampaikan secara tertulis dalam keterangan yang akan disampaikan melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Kemudian, Yang Mulia. Langsung kepada penjelasan Pemerintah atas materi permohonan yang dimohonkan oleh Para Pemohon. Yang pertama, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kemerdekaan, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat bagi seluruh warga negara Indonesia dalam rangka memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak-haknya baik secara individu maupun kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tetap menghormati hak asasi warga negara lainnya 12
untuk memenuhi rasa keadilan sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis. Yang kedua, bahwa sejarah telah mencatat keberadaan ormas adalah sebagai salah satu wadah dalam upaya pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan segala bentuknya, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ormas-ormas tersebut antara lain adalah Budi Utomo, Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas yang lain yang lahir dan didirikan sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini berdiri. Hal ini membuktikan bahwa peran dan rekam jejak organisasi masyarakat yang telah berjuang secara iklas dan sukarela sehingga ormas telah menorehkan suatu upaya warga negara Indonesia yang punya nilai tinggi serta merupakan aset bangsa yang penting bagi perjalanan bangsa dan negara Republik Indonesia. Yang ketiga, bahwa dinamika perkembangan organisasi masyarakat dan perubahan sistem pemerintahan telah membawa paradigma baru dalam tata kelola organisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pertumbuhan jumlah ormas, sebarannya, maupun kegiatannya dalam kehidupan demokrasi makin menuntut peran, fungsi, dan tanggung jawab ormas untuk berpartisipasi dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Serta menjaga dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Empat, bahwa saat ini, Yang Mulia. Jumlah ormas yang terdaftar pada pemerintah dan pemerintah daerah sebanyak 139.957 ormas. Dengan rincian, Yang Mulia, pertama terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai ormas yang berbadan hukum jumlahnya adalah 48.000 ormas. Kemudian terdaftar sebagai organisasi sosial pada Kementerian Sosial berjumlah 25.406 ormas. Kemudian yang terdaftar di Kementerian Luar Negeri berjumlah adalah 108 ormas. Yang selanjutnya yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri berjumlah 65.577. Dengan jumlah ormas yang terdaftar sedemikian besar. Maka menurut Pemerintah perlu pengaturan, perlu penataan, dan perlu pemberdayaan agar ormas-ormas tersebut bersama-sama pemerintah dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan negara sebagaimana diamanatkan di dalam konstitusi kita. Yang kelima. Bahwa hal-hal tersebut di atas telah mendorong pemerintah untuk menciptakan iklim positif guna memberikan landsan dan arah bagi keberadaan ormas baru sebagai konsekuensi perkembangan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu dengan menerbitkan atau memberlakukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang memenuhi kaidah
13
ormas agar lebih sehat, demokratis, profesional, mandiri, transparan, dan akuntabel. Enam. Bahwa pemberlakukan Undang-Undang Ormas merupakan upaya pemerintah dalam rangka memberikan penghormatan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat, serta pemenuhan hak asasi manusia, utamanya dalam hal berserikat dan berkumpul, kebinekaan, kepastian hukum, bersifat nondiskriminatif, maupun dalam rangka memberikan perlindungan umum terhadap seluruh warga negara, khususnya masyarakat, yaitu anggota, organisasi masyarakat yang semakin berkembang. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Bahwa Undang-Undang Ormas adalah tidak dalam rangka untuk membelenggu kebebasan berserikat dan berkumpul menjadi terganggu, terhalang, tidak berkembang, bahkan menjadi tidak hidup sama sekali, juga tidak dalam rangka agar aparat penegak hukum dengan serta-merta di dalam melakukan penegakan hukum terhadap ormas-ormas yang ada di Indonesia. Hal demikian tentunya adalah di dalam melakukan penegakan hukum dalam implementasi penegakan norma yang ada di dalam Undang-Undang Ormas itu sendiri, tentunya aparat penegak hukum dibatasi daln dilandasi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Yang Mulia. Bahwa pengaturan organisasi kemasyarakatan di mana pun, maka akan tunduk pada satu aturan hukum agar tercapai keseimbangan antara hak dan kewajiban. Maka secara universal, ormas-ormas itu memiliki kewajiban bahwa organisasi kemasyarakatan, antara lain secara universal adalah bersifat nirlaba, sebagaimana pemerintahan juga diwajibkan untuk menjunjung prinsipprinsip transparansi, akuntabilistas, sehingga tujuan yang luhur dapat berjalan dengan baik dan bertanggung jawab. Selanjutnya, Yang Mulia. Terkait dengan pemahaman perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga negara Indonesia, sebagaimana dimaksudkan di dalam Alinea Keempat Pembukaan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Menurut pemerintah, justru Undang-Undang Ormas diperlukan untuk melindungi hak asasi warga negara, baik secara individu maupun secara kolektif, termasuk dalam hal berserikat dan berkumpul, sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi. Oleh karena itu, Undang-Undang Ormas tidak dalam rangka membelenggu, dan menggangu, atau membatasi hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Sejatinya, setiap warga negara atau organisasi-organisasi yang hidup dalam suatu negara tidak memiliki hak asasi manusia yang bersifat mutlak. Karena pada dasarnya, hak asasi juga dapat dibatasi, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 28J ayat (2). Selanjutnya, Yang Mulia. Terkait dengan ketentuan, sebagaimana pemerintah sudah sampaikan terkait dengan ketentuan Pasal 28J ayat (1), Pasal 28 ayat (2) yang tidak akan kami bacakan. Bahwa di sini pada tekanannya adalah kebebasan berorganisasi, berserikat, dan berkumpul 14
dalam negara hukum, maka tetap harus menjamin terciptanya tertib sosial dan tetap pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Yang Mulia. Bahwa pemerintah mempunyai kewenangan yang sah dan konstitusional, sebagaimana diatur di dalam Konstitusi untuk mengelola keseimbangan, keselarasan, dan keharmonisan dalam menggunakan hak dan kewajiban dalam berserikat dan berkumpul setiap warga negaranya. Undang-undang ini atau Undang-Undang Ormas tidak bersifat represif karena pemerintah dan pemerintah daerah tidak mempunyai kewenangan yang subjektif untuk membubarkan ormas yang telah berdiri. Karena keputusan membubarkan ormas, utamanya ormas yang telah berbadan hukum harus melalui putusan lembaga yudikatif, sebagaimana diatur di dalam Pasal 68 ayat (2) dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Ormas. Kewenangan subjektif pemerintah tidak dapat digunakan secara sewenang-wenang karena harus dikonfirmasi oleh lembaga yudikatif. Hal ini diatur dalam UndangUndang Ormas untuk memberikan perlindungan terhadap keberlangsungan kehidupan organisasi masyarakat. Selanjutnya, Yang Mulia. Terkait dengan pendirian ormas berdasarkan aspek keagamaan yang tidak menjadi dasar kesamaan dalam definisi, sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang Ormas. Menurut pemerintah, hal demikian bukan berarti masyarakat tidak dapat mendirikan ormas yang memiliki bidang kegiatan keagamaan karena aspek kesamaan aspirasi, kesamaan kehendak, kesamaan kebutuhan, kesamaan kepentingan, kesamaan kegiatan, dan kesamaan tujuan secara eksplisit bermakna mengakomodasi organisasiorganisasi yang berlatar belakang agama. Selanjutnya Yang Mulia, undang-undang ini juga telah mengatur tentang Organisasi Kemasyarakatan. Selanjutnya, yang sering kali kita sebut Ormas. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 angka 1 … oh, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Ormas, sehingga dalam pasal-pasal selanjutnya frasa organisasi masyarakat disebut Ormas. Jadi, ketika kita menyebut Ormas yang dimaksudkan adalah organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, NGO atau Ornog, OMS, Orsos, NPO, OKP, dan lain-lain, merupakan jenis-jenis organisasi kemasyarakatan yang termasuk rumpun organisasi kemaysrakatan. Meskipun jenis-jenis organisasi tersebut memiliki sifat-sifat yang spesifik atau khas, tetapi unsur-unsurnya, ciri-cirinya, sifat-sifatnya, wujud dan bentuknya termasuk dalam kategori organisasi kemasyarakatan. Selanjutnya, Yang Mulia. Bahwa ketentuan Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Ormas, sama sekali tidak mengurangi hak Ormas untuk mempertanggungjawabkan iuran anggota berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga masing-masing Ormas. Adapun kewajiban mempertanggungjawabkan iuran anggota, sesuai dengan standar akuntansi umum, tetap dalam koridor sesuai dengan anggaran dasar, 15
anggaran rumah tangga masing-masing Ormas, dalam rangka mendorong akuntabilitas tata kelola keuangan secara internal, guna mencegah terjadinya maladministrasi maupun unprofessional. Pun demikian Yang Mulia, Pemerintah tidak dapat mengintervensinya. Kemudian Yang Mulia, ketentuan Pasal 38 ayat (2) UndangUndang Ormas adalah dalam hal Ormas menggalang dana publik, maka Ormas wajib mempertanggungjawabkannya kepada publik. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban, Ormas yang menggunakan dana publik untuk mempertanggungjawabkannya kepada publik. Selanjutnya bahwa makna Ormas dikategorikan sebagai organisasi yang bersifat nirlaba, sebagaimana tercantum di dalam Pasal 5 Undang-Undang tentang Ormas, bukanlah dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak aspirasi kebutuhan kepentingan dan partisipasi Ormas, dalam memajukan organisasinya, akan tetapi lebih kepada bentuk kontrol dan apresiasi pemerintah terhadap dinamika perkembangan Ormas yang semakin kompleks. Kemudian terkait dengan ketentuan tersebut bahwa hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan arah keberadaan Ormas di Indonesia bahwa ketentuan a quo tidak mengurangi hak tiap-tiap Ormas untuk memiliki tujuan sebagaimana ditentukan di dalam ADART-nya masingmasing. Namun demikian tetap harus beriorientasi pada tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan di dalam konstitusi. Selanjutnya bahwa pada hakikatnya, pembentukan Ormas tidak dalam rangka untuk mencari keuntungan semata atau bersifat laba sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang a quo. Namun demikan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan Ormas tersebut maupun untuk mensejahterakan anggotanya, khususnya Ormas yang telah berbadan hukum, baik berbadan hukum yayasan maupun perkumpulan, maka Ormas dapat membentuk badan usaha, amal usaha, sebagaimana diatur di dalam Pasal 39 Undang-Undang Ormas itu sendiri. Dengan perkataan lain menurut Pemerintah, Pasal 4 tidak dapat dipertentangkan dengan Pasal 39 di dalam Undang-Undang Ormas itu sendiri. Terkait dengan lingkup Ormas, yang dianggap membatasi ruang gerak Ormas, menurut Pemerintah pengaturan tentang ruang lingkup Ormas, yang terdiri dari lingkup kabupaten, lingkup provinsi, dan lingkup nasional adalah terkait erat dengan teritori keberadaan Ormas itu sendiri. Justru Undang-Undang Ormas memberikan kemudahan seluas-luasnya kepada Ormas untuk dapat melakukan kegiatan di seluruh wilayah Indonesia, bahkan dapat membentuk cabang Ormas di luar negeri sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang Ormas, dengan perkataan lain kategorisasi ruang lingkup Ormas di dalam rangka untuk membatasi aktivitas, pengembangan, dan keberadaan Ormas itu sendiri.
16
Selanjutnya, Yang Mulia pengaturan dalam Undang-Undang Ormas, memang disarikan dan diharmonisasikan dengan peraturan lain. Hal ini tentunya agar tidak berbenturan, utamanya tidak dalam rangka membatasi kebebasan masyarakat, justru dengan pengaturan tersebut Undang-Undang Ormas telah harmonis dan sejalan dengan amanat konstitusi maupun peraturan perundang-undangan lain seperti KUHP, KUHAP, KUH Perdata, Undang-Undang Yayasan, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Anti Terorisme, Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang, serta Lagu Kebangsaan, Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual, Undang-Undang Kepolisian Negara, dan lain-lain yang belum kami identifikasi secara keseluruhan. Kemudian, Yang Mulia. Bahwa ketentuan yang terkait dengan Undang-Undang Ormas pada intinya telah memberikan pilihan kepada masyarakat yang akan mendirikan ormas, baik ormas yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Hal tersebut sesuai dengan ciri pemerintahan yang demokratis dengan memberikan kebebasan bagi warganya dalam membentuk ormas. Hal ini karena mengatur terkait dengan hak dan kewajiban kolektif warga negara. Oleh karenanya maka perlu diatur dengan undang-undang. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, terkait dengan pengaturan mengenai hak dan kewajiban ormas, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 huruf a, huruf c, dan huruf d, dan Pasal 21 Undang-Undang Ormas menurut pemerintah pada prinsipnya hal tersebut mengatur perlakuan ormas dalam menjalankan aktivitasnya di ruang publik, sehingga perlu diatur hak dan kewajiban ormas sebagai atau yang seimbang di hadapan hukum. Yang terakhir, Yang Mulia. Pemerintah sangat menghargai upaya dan usaha-usaha masyarakat dalam ikut memberikan sumbangan dan partisipasi, serta pemikirannya dalam membangun pemahaman tentang berbangsa dan bernegara. Pemikiran-pemikiran masyarakat tersebut akan menjadi sebuah rujukan bagi pemerintah untuk memperbaiki dan menyempurnakan kehidupan bernegara dan ... kehidupan bernegara pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, atas dasar pemikiran tersebut, Pemerintah mengharap adanya dialog antara masyarakat dan pemerintah yang terus terjaga agar satu sama lain dapat memberikan masukan yang positif. Kesimpulannya, Yang Mulia, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan untuk memutuskan perkara a quo sebagai berikut. Bahwa Pemerintah berketetapan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 telah sejalan dengan amanat konstitusi dan karenanya 17
ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah sejalan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian, Yang Mulia, apabila Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya. Atas perkenaan dan perhatian Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi diucapkan terima kasih. Jakarta, 6 November 2013. Hormat kami, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Amir Syamsuddin, ditandatangani Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Gamawan Fauzi. Demikian, Yang Mulia, terima kasih. Wabillahi taufik walhidayah, wassalamualaikum wr. wb. 11.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, ini sebelum dilanjut, saya ingin minta sedikit klarifikasi kepada Pemerintah, walaupun ini sudah kebiasaan lama. Kenapa mempergunakan nomenklatur keterangan pemerintah, tidak keterangan presiden? Karena di undang-undang itu kan meminta keterangan presiden, pembentuk undang-undang juga presiden, mungkin perlu dipikirkan, ya. Karena juga kuasa substitusi dari presiden bukan dari pemerintah atau-atau apa, mungkin ada alasannya, ya. Apa ... enggak apa-apa, dijawab.
12.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ya, memang semestinya demikian, Yang Mulia. Karena yang pertama barangkali kalau di sana keterangan presiden, maka Pemerintah setiap kali ada keterangan atau pengujian undang-undang, maka meminta tanda tangan presiden.
13.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Kan ada kuasanya?
14.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ya, padahal presiden sudah memberikan kuasa. Oleh karena itu, sebagaimana lazimnya menjadi keterangan pemerintah, tapi kalau Yang 18
Mulia berketetapan harus menjadi keterangan presiden, maka kita akan ubah keterangan (...) 15.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, enggak apa-apa, untuk dipikirkan saja.
16.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Baik, Yang Mulia.
17.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Untuk dipikirkan saja. Karena Anda mendapat kuasa dari presiden, jadi kuasa presiden. Ini yang untuk dipikirkan, terima kasih. Dari … apa, Pemohon ada pertanyaan? Anda meminta klarifikasi dulu?
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI Sudah cukup, Yang Mulia.
19.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sudah cukup. Baik. Jadi Para Hakim? Cukup, ya. Baik. Karena tidak ada yang mengajukan klarifikasi, jadi sidang ini hari ini selesai dan sidang ditunda pada hari Kamis, ditunda untuk selanjutnya pada hari Kamis, tanggal 14 November 2013. Hari Kamis, 14 November 2013 pukul 10.30, waktu jam 10.30 untuk mendengar keterangan saksi, ahli dari Pemohon serta dari Pemerintah. Sebelumnya, Pemohon mengajukan ahli atau saksi?
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI Mengajukan 5 ahli dan 2 saksi, Pak.
21.
KETUA: HAMDAN ZOELVA 5 ahli dan 2 saksi. Karena itu bawa sekaligus ya untuk sidang yang akan datang. 5 ahli dan … atau bawa saksinya sama 3 ahli, ya. 3 ahli sama 2 saksi, jadi 4 kita dengar dulu ya. 5, dicicil. Nanti bisa kelamaan, ya. Setelah itu baru … apa Pemerintah juga akan mengajukan ahli atau saksi nanti?
19
22.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Nanti kami rapatkan, Yang Mulia.
23.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Nanti akan dibicarakan. Baik. Karena itu sekali lagi sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Kamis, 14 November 2013, pukul 10.30 untuk mendengarkan 3 orang ahli dari Pemohon dan 2 saksi. Dengan demikian sidang hari ini selesai dan sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.48 WIB Jakarta, 7 November 2013 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
20