MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 77/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 86/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 90/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 91/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 92/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 93/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 94/PUU-XI/2013
PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA, PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL, PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI, TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.
ACARA PENGUCAPAN PUTUSAN DAN KETETAPAN
JAKARTA KAMIS, 30 JANUARI 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 77/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 86/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 90/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 91/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 92/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 93/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 94/PUU-XI/2013 PERIHAL 1. Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [Pasal 18 ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional [Pasal 67 ayat (1) dan Pasal 71] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan [Pasal 7 ayat (1) huruf b] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pengujian Peraturan Perundang-Undangan Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. PEMOHON 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Hendry Batoarung Ma’dika (Perkara 3/PUU-XI/2013) H. Lukman Hakim Musta’in (Perkara 77/PUU-XI/2013) Viktor Santoso Tandiasa, Denny Rudini, dan Kurniawan (Perkara 86/PUU-XI/2013) Safaruddin (Perkara 90/PUU-XI/2013) Habiburokhman (Perkara 91/PUU-X/2013) A. Muhammad Asrun, Samsul Huda, dan Hartanto (Perkara 92/PUU-XI/2013) Salim Alkatiri (Perkara 93/PUU-XI/2013) Muhammad Joni, Khairul Alwan Nasution, Fakhrurrozi, dkk (Perkara 94/PUU-XI/2013)
ACARA Pengucapan Putusan dan Ketetapan Kamis, 30 Januari 2014, Pukul 15.52 – 16.55 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Hamdan Zoelva Arief Hidayat Maria Farida Indrati Ahmad Fadlil Sumadi Patrialis Akbar Anwar Usman Harjono Muhammad Alim
Ery Satria Pamungkas Luthfi Widagdo Eddyono Fadzlun Budi SN Rizki Amalia Mardian Wibowo Dewi Nurul Savitri Sunardi
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anngota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti Panitera Pengganti Panitera Pengganti Panitera Pengganti Panitera Pengganti Panitera Pengganti Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon Perkara Nomor 86/PUU-XI/2013: 1. Kurniawan 2. Okta Heriyawan B. Pemohon Perkara Nomor 92/PUU-XI/2013: 1. Muhammad Asrun 2. Dhimas Pradana C. Pemohon Perkara Nomor 94/PUU-XI/2013: 1. 2. 3. 4. 5.
Muhammad Joni Mukhlis Ahmad Zulhaina Tanamas Triono Priyo Santoso Baginda Dipamora Siregar
D. DPR: 1. Agus Trimorowulan E. Pemerintah: 1. Bagus Prionggo 2. Rulita
(Kejaksaan Agung)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 15.52 WIB
1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi untuk pengucapan putusan dalam Perkara Nomor 3, Nomor 77, Nomor 86, Nomor 90, Nomor 91, Nomor 92, Nomor 93, dan Nomor 94/PUU-XI/2013 saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon Nomor Tidak hadir, ya. Nomor 77? Tidak hadir. Nomor 86?
2.
3
ada?
Hadir?
PEMOHON NOMOR 86/PUU-XI/2013: KURNIAWAN Hadir, Yang Mulia.
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Hadir, ya. Nomor 90? Tidak hadir. Nomor 91, 92, 93, 94 tidak hadir, ya.
4.
PEMOHON NOMOR 92/PUU-XI/2013: A. MUHAMMAD ASRUN 92, hadir.
5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Nomor?
6.
PEMOHON NOMOR 92/PUU-XI/2013: A. MUHAMMAD ASRUN 92.
7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA 92?
8.
PEMOHON NOMOR 92/PUU-XII/2013: A. MUHAMMAD ASRUN Ya.
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Soalnya di sana duduknya. 92 hadir, ya. 1
10.
PEMOHON NOMOR 94/PUU-XI/2013: MUHAMMAD JONI 94, hadir.
11.
KETUA: HAMDAN ZOELVA 94, hadir. Ya, Pemohon 86, 92, 94 hadir. Dari Pemerintah hadir?
12.
PEMERINTAH: RULITA Hadir, Yang Mulia.
13.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Hadir. DPR?
14.
DPR: AGUS TRIMOROWULAN Hadir, Yang Mulia.
15.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Hadir. Ya, yang lainnya siapa ini? Apa ada Pemohon lain, enggak? Baik, ya. Kita mulai pengucapan putusan. Kita mulai dari Perkara Nomor 3/PUU-XI/2013. PUTUSAN Nomor 3/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh: [1.2] Nama Warga Negara Pekerjaan Alamat
: : : :
Hendry Batoarung Ma’dika Indonesia Wiraswasta Bua, Kelurahan Sangbua, Kecamatan Kesu’, Kabupaten Toraja Utara
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 8/UMMK/XI/2012, bertanggal 29 November 2012 memberi kuasa kepada Duin Palungkun, S.H., Advokat pada kantor Klinik Hukum Advokat – Duin Palungkun, S.H., & Rekan yang 2
berkantor di Jalan C.H.F. Mooy, Nomor 6, Kelapa Lima, Kupang, NTT bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------- Pemohon; [1.3] Membaca permohonan Pemohon; Mendengar keterangan Pemohon; Mendengar dan membaca keterangan Pemerintah; Mendengar dan membaca keterangan Dewan Perwakilan Rakyat; Memeriksa bukti-bukti Pemohon; Membaca kesimpulan Pemohon dan Pemerintah; 16.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Pendapat Mahkamah [3.13] Menimbang bahwa isu konstitusionalitas dalam permohonan a quo adalah, apakah frasa “segera” dalam Pasal 18 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 karena telah menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan diskriminasi dan bertentangan dengan asas persamaan kedudukan di hadapan hukum? [3.14] Menimbang bahwa terhadap isu konstitusional tersebut, menurut Mahkamah, walaupun seorang warga negara telah ditetapkan sebagai tersangka ataupun telah ditangkap karena suatu perbuatan tindak pidana, namun warga negara tersebut tetap memiliki hak konstitusioal yang dijamin oleh UUD 1945. Seorang warga negara yang ditangkap dan kemudian ditahan oleh penyidik yang berwenang memiliki kepentingan untuk menyiapkan segala jenis pembelaan dan perlindungan hukum. Sangatlah penting bagi pihak keluarga tersangka untuk mengetahui keberadaan tersangka serta alasan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka dalam waktu sesingkat mungkin untuk mempersiapkan segala bentuk perlindungan hukum bagi tersangka. Hal ini dijamin oleh UUD 1945. Menurut hukum acara pidana, setiap tersangka memiliki hak-hak yang diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP yang diantaranya adalah hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan dan diadili, hak mendapat bantuan hukum, serta hak untuk memilih penasihat hukum/advokat. Pemberitahuan kepada pihak keluarga tersangka adalah penting dan mendesak, salah satunya adalah dimaksudkan untuk mendukung tegaknya hakhak tersebut. Lagipula, dengan pemberitahuan yang segera kepada keluarga tersangka dapat diperoleh kepastian apakah yang bersangkutan ditahan, diculik, atau hilang; [3.15] Menimbang bahwa frasa “segera” pada pasal a quo dapat diartikan bahwa dalam hukum acara pidana, setelah dilakukan 3
penangkapan terhadap tersangka, pemberitahuan kepada keluarga tersangka harus disampaikan dalam waktu yang singkat agar tersangka dapat segera mendapatkan hak-haknya. Apabila pemberitahuan tersebut tidak segera disampaikan maka berpotensi menimbulkan pelanggaran terhadap hak tersangka, karena keberadaan dan status hukum dari yang bersangkutan tidak segera diketahui oleh keluarga. Menurut Mahkamah, tidak adanya rumusan yang pasti mengenai lamanya waktu yang dimaksud dengan kata “segera” dalam pasal a quo dapat menyebabkan pihak penyidik menafsirkan berbeda untuk setiap kasus yang ditangani. Hal seperti ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan oleh pihak penyidik; Bahwa menurut hukum acara pidana segala upaya paksa yang dilakukan dalam penyidikan maupun penuntutan oleh lembaga yang berwenang dapat dikontrol melalui lembaga praperadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP. Dalam ketentuan tersebut, tersangka memiliki hak untuk mengajukan praperadilan terhadap pelanggaran tertentu yang dilakukan oleh pihak penyidik dalam proses penyidikan, yang di dalamnya termasuk penangkapan dan penahanan. Apabila ketentuan yang dipermasalahkan tidak memiliki rumusan yang jelas maka hal tersebut menjadi permasalahan norma, bukan lagi hanya permasalahan pelanggaran dalam implementasi norma. Berdasarkan hal tersebut, menurut Mahkamah, Pasal 18 ayat (3) KUHAP tidak memenuhi asas kepastian hukum yang adil karena dalam pelaksanaan menimbulkan penafsiran yang berbeda. Penafsiran yang berbeda oleh para penegak hukum selanjutnya dapat menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap tersangka, sehingga menurut Mahkamah, dalil permohonan Pemohon beralasan menurut hukum, namun demikian, apabila ketentuan Pasal 18 ayat (3) KUHAP dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat maka justru dapat menghilangkan kewajiban penyidik untuk menyampaikan salinan surat perintah penangkapan tersebut, sehingga justru menimbulkan pelanggaran terhadap asas perlindungan hukum dan kepastian hukum. Oleh karena itu, demi kepastian hukum yang adil, Mahkamah perlu menafsirkan mengenai frasa “segera” pada ketentuan Pasal 18 ayat (3) KUHAP; Bahwa menurut Mahkamah, dengan mempertimbangkan perkembangan dalam sarana dan prasarana telekomunikasi serta surat menyurat, jangka waktu yang patut bagi penyidik untuk menyampaikan salinan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka adalah tidak lebih dari 3 x 24 jam sejak diterbitkan surat penangkapan tersebut. Walaupun demikian, dengan mempertimbangkan pula perbedaan jarak, cakupan dan kondisi geografis dari masing-masing wilayah di seluruh 4
Indonesia, terdapat kemungkinan dibutuhkan jangka waktu yang lebih dari 3 x 24 jam untuk penyampaian salinan surat perintah penangkapan kepada para keluarga tersangka yang berada di wilayah administratif yang berbeda, atau berada di kota/kabupaten atau provinsi yang berbeda dengan tempat tersangka tersebut ditangkap dan/atau ditahan, oleh karena itu dibutuhkan penafsiran yang dapat diterapkan secara umum untuk mengakomodasi perbedaan kondisi tersebut dengan tetap mengutamakan kepastian hukum. Dalam hal ini, waktu 7 (tujuh) hari merupakan tenggat waktu yang patut untuk menyampaikan salinan surat perintah penahanan tersebut. Berdasarkan pertimbangan hukum di atas maka sesuai dengan asas kepatutan dan kepastian hukum, frasa “segera” dalam rumusan Pasal 18 ayat (3) KUHAP yang menyatakan, “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.” haruslah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari”; [3.16] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 18 ayat (3) KUHAP beralasan menurut hukum untuk sebagian; 17.
KETUA: HAMDAN ZOELVA KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo; [4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; [4.3] Pokok permohonan beralasan menurut hukum untuk sebagian. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493), dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik 5
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 1.1. Frasa “segera” dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari”; 1.2. Frasa “segera” dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari”; 2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya; 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. KETUK PALU 1X Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu M. Akil Mochtar, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, Hamdan Zoelva, Arief Hidayat, Muhammad Alim, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh tujuh, bulan Mei, tahun dua ribu tiga belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.05 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, Muhammad Alim, Anwar Usman, dan Patrialis Akbar, masingmasing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Ery Satria Pamungkas sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemerintah atau yang mewakili dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, tanpa dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya. Selanjutnya ketetapan.
6
KETETAPAN Nomor 77/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah mencatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, permohonan dari H. Lukman Hakim Musta’in, S.H., M.Hum, yang berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 22 Juli 2013 memberi kuasa kepada Muhammad Soleh, S.H., Imam Syafi’i, S.H., Samuel Hendrik Pangemanan, S.H., S.E., Abdul Holil, S.H., Ahmad Sahid, S.H., dan Adi Darmanto, S.H., masing-masing Advokat dan Advokat Magang yang tergabung pada kantor advokat “Sholeh and Partners” yang berkantor di Jalan Genteng Muhammadiyah Nomor 2b, Surabaya, dengan surat permohonan bertanggal 29 Juli 2013 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 Juli 2013 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 20 Agustus 2013 dengan Nomor 77/PUU-XI/2013, perihal Permohonan Pengujian Materiil Pasal 67 ayat (1) dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Bahwa terhadap permohonan Nomor 77/PUU-XI/2013 tersebut, Mahkamah Konstitusi telah menerbitkan: 1) Ketetapan Ketua Mahkamah Konstitusi Nomor 696/TAP.MK/2013 tentang Pembentukan Panel Hakim Untuk Memeriksa Permohonan Nomor 77/PUU-XI/2013, bertanggal 20 Agustus 2013; 2) Ketetapan Panel Hakim Nomor 698/TAP.MK/2013 tentang Penetapan Hari Sidang Pertama untuk pemeriksaan pendahuluan, bertanggal 20 Agustus 2013; c. Bahwa pada tanggal 11 September 2013 Mahkamah melalui Kepaniteraan telah menerima Perbaikan Permohonan Perkara Nomor 77/PUU-XI/2013, tertanggal 9 September 2013; d. Bahwa pada tanggal 16 Januari 2014 Mahkamah melalui Kepaniteraan telah menerima Surat Pencabutan Permohonan Perkara Nomor 77/PUUXI/2013, tertanggal 18 Desember 2013 yang ditandatangani oleh para Kuasa Hukum Pemohon yang pada pokoknya mengajukan pencabutan permohonan Perkara Nomor 77/PUU-XI/2013; e. Bahwa terhadap penarikan kembali permohonan tersebut, Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim pada 7
hari Senin, tanggal 27 Januari 2014 menetapkan bahwa penarikan kembali permohonan Nomor 77/PUU-XI/2013 beralasan hukum; f. Bahwa berdasarkan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang, ”Pemohon dapat menarik kembali Permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan”, dan ”Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Permohonan tidak dapat diajukan kembali”; Mengingat:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493); 3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); MENETAPKAN,
Menyatakan: 1. Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon; 2. Permohonan dengan register Nomor 77/PUU-XI/2013, ditarik kembali; 3. Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 67 ayat (1) sepanjang frasa “tanpa hak” dan Pasal 71 sepanjang frasa “tanpa ijin pemerintah atau pemerintah daerah” Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 8
2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Konstitusi untuk menerbitkan Akta Pembatalan Registrasi Permohonan dan mengembalikan berkas permohonan kepada Pemohon. KETUK PALU 1X Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, sebagai Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Muhammad Alim, Harjono, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh tujuh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.10 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, sebagai Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Muhammad Alim, Harjono, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Ery Satria Pamungkas sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemerintah atau yang mewakili dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, tanpa dihadiri Pemohon atau kuasanya. Putusan Nomor 86. PUTUSAN Nomor 86/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh: [1.2] 1. Nama Alamat
: Forum Kajian Hukum dan Konstitusi : Jalan Raya Jatiwaringin, Perumahan Permata Waringin Nomor 1, RT 003/002 Kelurahan Jatiwaringin, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Sebagai -------------------------------------------------- Pemohon I;
2. Nama : Joko Widarto, S.H., M.H. Pekerjaan : Dosen Universitas Esa Unggul Alamat : Kampung Guci RT 002/RW 002, Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat 9
Sebagai ----------------------------------------------- Pemohon II; 3. Nama : Kurniawan Pekerjaan : Mahasiswa Alamat : Komplek Bermis Nomor 94 RT 008/RW 011, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara Sebagai ------------------------------------------------ Pemohon III; Selanjutnya disebut sebagai ---------------------- para Pemohon; [1.3] Membaca permohonan para Pemohon; Mendengar keterangan para Pemohon; Memeriksa bukti-bukti para Pemohon; 18.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan para Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234, selanjutnya disebut UU 12/2011), yang menyatakan: “(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. ...; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. ... dst;” terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945); [3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan: a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo; b. kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon untuk mengajukan permohonan a quo; Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah 10
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, selanjutnya disebut UU MK), serta Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076, selanjutnya disebut UU 48/2009), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar; [3.4] Menimbang bahwa permohonan para Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas norma Undang-Undang, in casu Pasal 7 ayat (1) huruf b UU 12/2011 terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menjadi salah satu kewenangan Mahkamah, sehingga oleh karenanya Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo; Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama); b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang; c. badan hukum publik atau privat; d. lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu: a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK; b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; 11
[3.6] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 September 2007, serta putusan-putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu: a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya UndangUndang yang dimohonkan pengujian; c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.7] Menimbang bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut pada paragraf [3.5] dan paragraf [3.6] di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon dalam permohonan a quo sebagai berikut: [3.7.1] Bahwa Pemohon I adalah Perkumpulan yang bergerak dalam bidang kajian, pendidikan, penyuluhan tentang hukum dan konstitusi, serta berperan aktif dalam menegakkan konstitusionalisme dengan nama Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) yang dibentuk pada tahun 2011 dan secara sah pendiriannya berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan Nomor 1 Tahun 2012 oleh Notaris Reni Herlianti, S.H. dan mendapatkan Pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-220.AH.01.07 pada tanggal 13 November 2012 (vide bukti P-3); [3.7.2] Bahwa Pemohon II merupakan perseorangan warga negara Indonesia (vide bukti P-5), pengajar Hukum Tata Negara di Universitas Esa Unggul berdasarkan Surat Keputusan Yayasan Pendidikan Kemala Bangsa Nomor 007/KYK/SK-D/IV/2013 (vide bukti P-6) yang peduli terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan lembagalembaga negara, ide-ide konstitusionalisme, dan merupakan individu yang melakukan pemantauan terhadap penyimpangan yang terjadi dalam proses pelaksanaan nilai-nilai konstitusionalisme berdasarkan 12
UUD 1945. Pemohon II juga concern mengkampanyekan perlindungan nilai-nilai konstitusionalisme melalui pengajaran dan diskusidiskusi ilmiah agar sistem ketatanegaraan dapat berjalan dengan baik (vide bukti P-7); [3.7.3] Bahwa Pemohon III adalah perseorangan warga negara Indonesia pembayar pajak (vide bukti P-8) yang merupakan aktivis mahasiswa dan menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Periode 2013/2014 (vide bukti P9). Pemohon III juga sangat concern terhadap penerapan nilai dan semangat nasionalisme serta konstitusionalisme Indonesia dengan melakukan kegiatan kajian dan pemantauan terhadap penyimpangan yang terjadi dalam proses pelaksanaan nilai-nilai konstitusionalisme berdasarkan UUD 1945 (vide bukti P-10); [3.7.4] Bahwa para Pemohon mendalilkan memiliki kepentingan konstitusional atas diberlakukannya Pasal 7 ayat (1) huruf b UU 12/2011 karena pemberlakuan ketentuan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat berpotensi dirugikannya hak konstitusional para Pemohon yang telah dijamin oleh Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; [3.8] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan dikaitkan dengan putusan-putusan sebelumnya, serta dalil-dalil kerugian hak konstitusional yang dialami oleh para Pemohon sebagaimana diuraikan di atas, menurut Mahkamah, para Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia dan kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama memiliki hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945, yang merasa dirugikan akibat berlakunya norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Kerugian konstitusional tersebut bersifat aktual atau setidaknya bersifat potensial, spesifik, dan terdapat hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Dengan demikian, para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; [3.9] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan;
13
Pokok Permohonan [3.10] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan para Pemohon, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan mengenai formalitas permohonan para Pemohon, sebagai berikut: [3.11] Menimbang bahwa dalam permohonannya, para Pemohon mendalilkan bahwa kedudukan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berada di atas Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011, yang menyatakan, ”Jenis dan hierarki peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota” mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum dalam pengujian normanya, sehingga mencederai prinsip-prinsip negara hukum dan menyebabkan jaminan dan perlindungan hukum warga negara terabaikan. Para Pemohon mendalilkan, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat layak disetarakan dengan Undang-Undang, sehingga dapat dilakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi. Kemudian, para Pemohon dalam petitum permohonannya memohon Mahkamah: “untuk melakukan tafsir konstitusional terhadap Ketetapan MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang masih mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar disetarakan dengan Undang-Undang, sehingga dapat dilakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi.” [3.12] Menimbang bahwa dengan mempertimbangkan posita dan petitum permohonan yang dimohonkan para Pemohon, menurut Mahkamah, para Pemohon tidak jelas dan tidak konsisten dalam permohonan pengujian konstitusionalitasnya, khususnya mengenai adanya pertentangan norma yang dimohonkan untuk diuji terhadap UUD 1945. Walaupun pertentangan norma tersebut sudah diuraikan di dalam posita permohonan, akan tetapi dalam petitum tidak tercantum permohonan adanya pertentangan Undang-Undang terhadap UUD 1945; [3.13] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon a quo kabur, sehingga tidak memenuhi syarat formil permohonan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30 dan Pasal 31 ayat (1) UU MK. 14
19.
KETUA: HAMDAN ZOELVA KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo; [4.2] Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; [4.3] Permohonan para Pemohon kabur; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493), dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. KETUK PALU 1X Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, sebagai Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Harjono, Patrialis Akbar, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal delapan belas, bulan November, tahun dua ribu tiga belas, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.28 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, sebagai Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Harjono, Patrialis Akbar, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Luthfi Widagdo Eddyono sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. 15
Selanjutnya ketetapan, ya. Ketetapan Nomor 90. KETETAPAN Nomor 90/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah mencatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, permohonan dari Safruddin, S.H. dengan surat permohonan bertanggal 21 Oktober 2013 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 24 Oktober 2013 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 29 Oktober 2013 dengan Nomor 90/PUUXI/2013, perihal Permohonan Pengujian Pasal I angka 2 Pasal 15 ayat (2) huruf i, ayat (3) huruf f; angka 7 Pasal 27A ayat (1) dan ayat (7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan kedua atas Undangundang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 7, Pasal 24B dan Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Bahwa terhadap permohonan Nomor 90/PUU-XI/2013 tersebut, Mahkamah Konstitusi telah menerbitkan: 1) Ketetapan Ketua Mahkamah Konstitusi Nomor 963/TAP.MK/2013 tentang Pembentukan Panel Hakim Untuk Memeriksa Permohonan Nomor 90/PUU-XI/2013, bertanggal 29 Oktober 2013; 2) Ketetapan Ketua Panel Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 965/TAP.MK/2013 tentang Penetapan Hari Sidang Pertama untuk Pemeriksaan Pendahuluan, bertanggal 29 Oktober 2013; c. Bahwa Mahkamah telah menerima surat permohonan yang diajukan oleh Pemohon perihal Permohonan Pencabutan Perkara Nomor 90/PUU-XI/2013, bertanggal 24 Desember 2013; d. Bahwa terhadap pencabutan atau penarikan kembali permohonan tersebut, Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim, tanggal 10 Januari 2014 telah menetapkan bahwa penarikan kembali permohonan Nomor 90/PUUXI/2013 beralasan hukum; e. Bahwa berdasarkan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti 16
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang, ”Pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan”, dan ”Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan permohonan tidak dapat diajukan kembali”; Mengingat:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493); 3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); MENETAPKAN,
Menyatakan: 1. Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon; 2. Permohonan dengan register Nomor 90/PUU-XI/2013, ditarik kembali; 3. Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengujian: Pasal I angka 2 Pasal 15 ayat (2) huruf i, ayat (3) huruf f; angka 7 Pasal 27A ayat (1) dan ayat (7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456); 4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Konstitusi untuk menerbitkan Akta Pembatalan Registrasi Permohonan dan mengembalikan berkas permohonan kepada Pemohon; KETUK PALU 1X 17
Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu, Hamdan Zoelva, sebagai Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Harjono, Maria Farida Indrati, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Jumat, tanggal sepuluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.29 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, sebagai Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Harjono, Maria Farida Indrati, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Fadzlun Budi SN sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemerintah atau yang mewakili dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, tanpa dihadiri oleh Pemohon. Selanjutnya Perkara Nomor 91. Ini kepala ininya enggak ada ini, putusan dulu, ya. Diperbaiki. PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan oleh: [1.2] Nama Pekerjaan Alamat
: Habiburokhman, S.H., M.H. : Advokat : Gedung Arva Cikini Blok 60 M, Jalan Cikini Raya Nomor 60, Jakarta Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------- Pemohon;
[1.3] Membaca permohonan Pemohon; Mendengar keterangan Pemohon; Memeriksa bukti-bukti Pemohon; 20.
HAKIM ANGGOTA: ARIEF HIDAYAT PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah memohon pengujian formil dan materiil Peraturan 18
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456, selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MK) terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 24C ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945; [3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan: a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo; b. kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon untuk mengajukan permohonan a quo; Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, selanjutnya disebut UU MK), serta Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076, selanjutnya disebut UU 48/2009), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar; [3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terhadap UUD 1945 maka Mahkamah perlu mengutip kembali Putusan Mahkamah Nomor 138/PUUVII/2009, tanggal 8 Februari 2010, yang dalam salah satu pertimbangannya, yaitu Paragraf [3.13] menyatakan, “... Perpu melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru akan dapat menimbulkan: (a) status hukum baru, (b) hubungan 19
hukum baru, dan (c) akibat hukum baru. Norma hukum tersebut lahir sejak Perpu disahkan dan nasib dari norma hukum tersebut tergantung kepada persetujuan DPR untuk menerima atau menolak norma hukum Perpu, namun demikian sebelum adanya pendapat DPR untuk menolak atau menyetujui Perpu, norma hukum tersebut adalah sah dan berlaku seperti Undang-Undang. Oleh karena dapat menimbulkan norma hukum yang kekuatan mengikatnya sama dengan Undang-Undang maka terhadap norma yang terdapat dalam Perpu tersebut Mahkamah dapat menguji apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945. Dengan demikian Mahkamah berwenang untuk menguji Perpu terhadap UUD 1945 sebelum adanya penolakan atau persetujuan oleh DPR, dan setelah adanya persetujuan DPR karena Perpu tersebut telah menjadi Undang-Undang”. Dengan demikian Mahkamah memiliki kewenangan untuk menguji konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang terhadap UUD 1945; [3.5] Menimbang bahwa pada tanggal 12 November 2013 Mahkamah telah melaksanakan sidang pemeriksaan pendahuluan untuk mendengar penjelasan mengenai materi permohonan Pemohon dan dalam persidangan tersebut, Mahkamah telah melaksanakan kewajibannya untuk memberikan nasihat atas permohonan yang diajukan oleh Pemohon. Kemudian tanggal 26 November 2013, Mahkamah melaksanakan sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda mendengarkan penjelasan perbaikan permohonan Pemohon; [3.6] Menimbang bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna tanggal 19 Desember 2013 telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MK menjadi UndangUndang yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang dan telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, sehingga menurut Mahkamah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tersebut yang menjadi objek permohonan Pemohon sudah tidak ada; [3.7] Menimbang bahwa oleh karena objek permohonan sebagaimana dipertimbangkan dalam paragraf [3.6] di atas telah tidak ada maka kedudukan hukum (legal standing) dan pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan. 20
21.
KETUA: HAMDAN ZOELVA KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Permohonan Pemohon kehilangan objek; [4.2] Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, selanjutnya disebut UU MK), dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. KETUK PALU 1X Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Harjono, Maria Farida Indrati, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh tujuh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.35 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Harjono, Maria Farida Indrati, dan Patrialis Akbar, masingmasing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Rizki Amalia sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, tanpa dihadiri oleh Pemohon. Selanjutnya Perkara Nomor 92. 21
PUTUSAN Nomor 92/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh: [1.2] Nama Pemohon: 1. Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. 2. Heru Widodo, S.H., M.Hum. 3. Dorel Almir, S.H., M.Kn. 4. Daniel Tonapa Masiku, S.H. 5. Supriadi Adi, S.H. 6. Syamsuddin, S.H. 7. Dhimas Pradana, S.H. 8. Robikin Emhas, S.H., M.H. 9. Nurul Anifah, S.H. 10. Samsul Huda, S.H., M.H. 11. Hartanto, S.H. 12. Syarif Hidayatullah, S.H., MBA. yaitu para advokat dan konsultan hukum yang tergabung dalam “Forum Pengacara Konstitusi” beralamat di Menteng Square Ar03 Jalan Matraman Nomor 30, Jakarta Pusat; Selanjutnya disebut sebagai ------------------------- para Pemohon; [1.3] Membaca permohonan para Pemohon; Mendengar keterangan para Pemohon; Memeriksa bukti-bukti para Pemohon; 22.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan a quo adalah memohon pengujian konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Perpu 1/2013) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yaitu Pasal 1 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), yang menyatakan: 22
Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Pasal 1 ayat (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal 28D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” [3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan: a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo; b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan permohonan a quo; Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut: Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, selanjutnya disebut UU MK), serta Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076, selanjutnya disebut UU Nomor 48/2009), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar; [3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan para Pemohon adalah pengujian konstitusionalis Perpu terhadap UUD 1945 maka Mahkamah perlu mengutip Putusan Nomor 138/PUUVII/2009, bertanggal 8 Februari 2010, mengenai Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang pada paragraf [3.13] Putusan 23
Nomor 138/PUU-VII/2009 tersebut Mahkamah menyatakan, “...Perpu melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru akan dapat menimbulkan: (a) status hukum baru, (b) hubungan hukum baru, dan (c) akibat hukum baru. Norma hukum tersebut lahir sejak Perpu disahkan dan nasib dari norma hukum tersebut tergantung kepada persetujuan DPR untuk menerima atau menolak norma hukum Perpu, namun demikian sebelum adanya pendapat DPR untuk menolak atau menyetujui Perpu, norma hukum tersebut adalah sah dan berlaku seperti Undang-Undang. Oleh karena dapat menimbulkan norma hukum yang kekuatan mengikatnya sama dengan Undang-Undang maka terhadap norma yang terdapat dalam Perpu tersebut Mahkamah dapat menguji apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945. Dengan demikian Mahkamah berwenang untuk menguji Perpu terhadap UUD 1945 sebelum adanya penolakan atau persetujuan oleh DPR, dan setelah adanya persetujuan DPR karena Perpu tersebut telah menjadi Undang-Undang”; [3.5] Menimbang bahwa obyek permohonan para Pemohon dalam perkara a quo adalah sama dengan obyek permohonan yang telah diputus Mahkamah dalam Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013, bertanggal 30 Januari 2014, yang pada paragraf [3.6] Mahkamah menyatakan, “... bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna tanggal 19 Desember 2013 telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MK menjadi Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang dan telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, sehingga menurut Mahkamah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tersebut yang menjadi objek permohonan Pemohon sudah tidak ada;” Oleh karena obyek permohonan para Pemohon dalam permohonan Nomor 92/PUU-XI/2013 a quo telah dipertimbangkan dalam Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013, bertanggal 30 Januari 2014, terutama pada paragraf [3.6] yang pada pokoknya bahwa objek permohonan para Pemohon tidak ada, maka pertimbangan Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013 paragraf [3.6] tersebut secara mutatis mutandis berlaku terhadap perkara a quo; [3.6] Menimbang bahwa oleh karena permohonan para Pemohon kehilangan obyek maka Mahkamah tidak akan 24
mempertimbangkan lebih lanjut mengenai kedudukan hukum (legal standing) dan pokok permohonan para Pemohon; 23.
KETUA: HAMDAN ZOELVA KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Permohonan para Pemohon kehilangan obyek; [4.2] Kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493), dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. KETUK PALU 1X Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, Harjono, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh tujuh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.40 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, Harjono, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Mardian Wibowo sebagai Panitera Pengganti, 25
serta dihadiri oleh para Pemohon/kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. Selanjutnya Putusan Nomor 93. PUTUSAN Nomor 93/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh: [1.2] Nama
: dr. Salim Alkatiri
Tempat/tanggal lahir : Namlea, Pulau Buru, 30 Desember 1946 Warga Negara : Indonesia Alamat : Jalan Pedati Nomor 10 Kampung Melayu (Klinik Fatahillah) Jakarta Timur Pekerjaan : Dokter Selanjutnya disebut sebagai ----------------------------- Pemohon; [1.3] Membaca permohonan Pemohon; Mendengar keterangan Pemohon; Memeriksa bukti-bukti Pemohon; 24.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456, selanjutnya disingkat Perpu 1/2013) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (selanjutnya disingkat UUD 1945) yaitu Pasal 27 ayat (1), Pasal 28I ayat (2), yang menyatakan: Pasal 27 ayat (1) “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung 26
Pasal 28I ayat (2)
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”; “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”;
[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan permohonan a quo dan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan mengenai kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo, sebagai berikut: Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, selanjutnya disebut UU MK), serta Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076, selanjutnya disebut UU 48/2009), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar; [3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terhadap UUD 1945 maka Mahkamah perlu mengutip kembali Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009, bertanggal 8 Februari 2010, mengenai Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945, yang dalam salah satu pertimbangannya, yaitu paragraf [3.13] menyatakan, “...Perpu melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru akan dapat menimbulkan: (a) status hukum baru, (b) hubungan hukum baru, dan (c) akibat hukum 27
baru. Norma hukum tersebut lahir sejak Perpu disahkan dan nasib dari norma hukum tersebut tergantung kepada persetujuan DPR untuk menerima atau menolak norma hukum Perpu, namun demikian sebelum adanya pendapat DPR untuk menolak atau menyetujui Perpu, norma hukum tersebut adalah sah dan berlaku seperti Undang-Undang. Oleh karena dapat menimbulkan norma hukum yang kekuatan mengikatnya sama dengan Undang-Undang maka terhadap norma yang terdapat dalam Perpu tersebut Mahkamah dapat menguji apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945. Dengan demikian Mahkamah berwenang untuk menguji Perpu terhadap UUD 1945 sebelum adanya penolakan atau persetujuan oleh DPR, dan setelah adanya persetujuan DPR karena Perpu tersebut telah menjadi Undang-Undang”; [3.5] Menimbang bahwa objek permohonan Pemohon dalam perkara a quo adalah sama dengan objek permohonan yang telah diputus Mahkamah dalam Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013, bertanggal 30 Januari 2014, yang pada paragraf [3.6] Mahkamah menyatakan, “... bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna tanggal 19 Desember 2013 telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MK menjadi Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang dan telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, sehingga menurut Mahkamah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tersebut yang menjadi objek permohononan Pemohon sudah tidak ada;” Oleh karena objek permohonan Pemohon dalam permohonan Nomor 93/PUU-XI/2013 a quo telah dipertimbangkan dalam Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013, bertanggal 30 Januari 2014, terutama pada paragraf [3.6] maka pertimbangan Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013 paragraf [3.6] tersebut secara mutatis mutandis berlaku terhadap permohonan a quo; [3.6] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon kehilangan objek maka Mahkamah tidak akan mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan pokok permohonan Pemohon;
28
25.
KETUA: HAMDAN ZOELVA KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Permohonan Pemohon kehilangan objek; [4.2] Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493) dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima; KETUK PALU 1X Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, Patrialis Akbar, Muhammad Alim, Anwar Usman, dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh tujuh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.47 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, Patrialis Akbar, Muhammad Alim, Anwar Usman, dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Dewi Nurul Savitri sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, tanpa dihadiri oleh Pemohon. Terakhir Putusan Nomor 94. 29
PUTUSAN Nomor 94/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh: [1.2] 1. Nama : Muhammad Joni, SH., M.H Pekerjaan : Advokat dan Konsultan Hukum Alamat : Jalan Mapalus Nomor 11, Kelapa Gading, Jakarta Utara Sebagai ----------------------------------------------- Pemohon I; 2. Nama : DR. Khairul Alwan Nasution, M.M Pekerjaan : Advokat dan Konsultan Hukum Alamat : Jalan Bunga Cempaka II Nomor 12, Cipete Selatan Cilandak, Jakarta Selatan Sebagai ------------------------------------------------- Pemohon II; 3. Nama : Fakhrurrozi Pekerjaan : Swasta Alamat : Jalan Karya Sari Nomor 88 RT 04 RW 03, Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat Sebagai ------------------------------------------------ Pemohon III; 4. Nama : Mukhlis Ahmad, S.H Pekerjaan : Advokat dan Konsultan Hukum Alamat : Kp. Lembang RT 004 RW 005, Kelurahan Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung Sebagai ------------------------------------------------- Pemohon IV; 5. Nama : Zulhaina Tanamas, S.H Pekerjaan : Advokat dan Konsultan Hukum Alamat : Jalan Mapalus Nomor 11, Kelapa Gading, Jakarta Utara Sebagai -------------------------------------------------- Pemohon V; 6. Nama : Triono Priyo Santoso, S.H Pekerjaan : Advokat dan Konsultan Hukum Alamat : Jalan Bina Karya Nomor 18 RT 007 RW 001 Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit Sebagai ------------------------------------------------- Pemohon VI; 7. Nama : Hadi Ismanto, SH Pekerjaan : Advokat dan Konsultan Hukum 30
Alamat
: Jalan Tomang Banjir Kanal RT 009 RW 014 Kelurahan Tomang, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat Sebagai ------------------------------------------------ Pemohon VII; 8. Nama : Baginda Dipamora Siregar, SH Pekerjaan : Advokat dan Konsultan Hukum Alamat : Jalan Palapa 5 Nomor 9 Komplek Pertanian Pasar Minggu Jakarta Selatan Sebagai ----------------------------------------------- Pemohon VIII; Selanjutnya disebut sebagai ------------------------- para Pemohon; [1.3] Membaca permohonan para Pemohon; Mendengar keterangan para Pemohon; Memeriksa bukti-bukti para Pemohon; 26.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan para Pemohon adalah permohonan pengujian konstitusionalitas konsideran “Menimbang” huruf b, Pasal 1 angka 4 dan angka 5, Pasal 15 ayat (2) huruf i, Pasal 18B, Pasal 18C ayat (2) huruf d, Pasal 18C ayat (5), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27A ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (13), dan ayat (14) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Perpu 1/2013) terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (1), Pasal 24C ayat (6), dan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disingkat UUD 1945); [3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan permohonan a quo dan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan mengenai kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo, sebagai berikut: Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang31
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, selanjutnya disebut UU MK), serta Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076, selanjutnya disebut UU 48/2009), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar; [3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terhadap UUD 1945 maka Mahkamah perlu mengutip kembali Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009, bertanggal 8 Februari 2010, mengenai Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945, yang dalam salah satu pertimbangannya, yaitu paragraf [3.13] menyatakan, “...Perpu melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru akan dapat menimbulkan: (a) status hukum baru, (b) hubungan hukum baru, dan (c) akibat hukum baru. Norma hukum tersebut lahir sejak Perpu disahkan dan nasib dari norma hukum tersebut tergantung kepada persetujuan DPR untuk menerima atau menolak norma hukum Perpu, namun demikian sebelum adanya pendapat DPR untuk menolak atau menyetujui Perpu, norma hukum tersebut adalah sah dan berlaku seperti Undang-Undang. Oleh karena dapat menimbulkan norma hukum yang kekuatan mengikatnya sama dengan Undang-Undang maka terhadap norma yang terdapat dalam Perpu tersebut Mahkamah dapat menguji apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945. Dengan demikian Mahkamah berwenang untuk menguji Perpu terhadap UUD 1945 sebelum adanya penolakan atau persetujuan oleh DPR, dan setelah adanya persetujuan DPR karena Perpu tersebut telah menjadi Undang-Undang”; [3.5] Menimbang bahwa objek permohonan Pemohon dalam perkara a quo adalah sama dengan objek permohonan yang telah diputus Mahkamah dalam Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013, bertanggal 30 Januari 2014, yang pada paragraf [3.6] Mahkamah menyatakan, “... bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna tanggal 19 Desember 2013 telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MK menjadi Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 32
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang dan telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493, sehingga menurut Mahkamah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tersebut yang menjadi objek permohononan Pemohon sudah tidak ada;” Oleh karena objek permohonan Pemohon dalam permohonan Nomor 94/PUU-XI/2013 a quo telah dipertimbangkan dalam Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013, bertanggal 30 Januari 2014, terutama pada paragraf [3.6] maka pertimbangan Putusan Nomor 91/PUU-XI/2013 paragraf [3.6] tersebut secara mutatis mutandis berlaku terhadap permohonan a quo; [3.6] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon kehilangan objek maka Mahkamah tidak akan mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan pokok permohonan Pemohon; 27.
KETUA: HAMDAN ZOELVA KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Permohonan Pemohon kehilangan objek; [4.2] Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5493) dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); 33
AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima; KETUK PALU 1X Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, Patrialis Akbar, Muhammad Alim, Anwar Usman, dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh tujuh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh, bulan Januari, tahun dua ribu empat belas, selesai diucapkan pukul 16.52 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, Patrialis Akbar, Muhammad Alim, Anwar Usman, dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Sunardi sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. Demikian seluruh pengucapan putusan selesai dibacakan dan kepada Para Pemohon, Pemerintah yang hadir dapat mengambil … DPR, dapat mengambil putusan setelah sidang ini ditutup. Dengan demikian sidang hari ini selesai dan sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 16.55 WIB Jakarta, 30 Januari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
34