perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS REMEDIASI MISKONSEPSI HUKUM NEWTON MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS PADA SISWA KELAS X MAN 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama: Pendidikan Fisika
Oleh: Naim Sulaiman NIM S831108044
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS REMEDIASI MISKONSEPSI HUKUM NEWTON MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS PADA SISWA KELAS X MAN 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
TESIS
Oleh: Naim Sulaiman S831108044
Komisi Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Dr. Sarwanto, M.Si. NIP. 196909011994031002
.............................
.... Februari 2013
Pembimbing II Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd. NIP. 195201161980031001
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal .... Februari 2013
Ketua Program Studi Pendidikan Sains Program Pasca Sarjana UNS
Dr. Mohammad Masykuri, M.Si. NIP.196811241994031001
commit to user ii
.... Februari 2013
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS REMEDIASI MISKONSEPSI HUKUM NEWTON MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS PADA SISWA KELAS X MAN 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
TESIS Oleh: Naim Sulaiman S831108044 Tim Penguji
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Dr. Mohammad Masykuri, M.Si. NIP. 196811241994031001
................................ .... Februari 2013
Sekretaris
Drs. Cari, M.A., M.Sc., Ph.D. NIP. 196103061985031002
................................ .... Februari 2013
Anggota Penguji
Dr. Sarwanto, M.Si. NIP. 196909011994031002
................................ .... Februari 2013
Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd. NIP. 195201161980031001
................................ .... Februari 2013
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal .... Februari 2013
Direktur Program Pascasarjana UNS
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. NIP. 196407071990101003
Dr. Mohammad Masykuri, M.Si. NIP.196811241994031001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa : 1. Tesis yang berjudul : HUKUM
NEWTON
MELALUI
MODEL
PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVIS PADA SISWA KELAS X MAN 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan (Permendiknas No. 17, tahun
2010) 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang
kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Sains PPs
UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang
diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Sains PPs
UNS. Apabila saya melakukan
pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 12 Februari 2013 Mahasiswa,
commit to user iv
Naim Sulaiman S831108044
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Naim Sulaiman. 2013. Efektivitas Remediasi Miskonsepsi Hukum Newton melalui Model Pembelajaran Konstruktivis pada Siswa Kelas X MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013. TESIS. Pembimbing I: Dr. Sarwanto, M.Si, II: Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd. Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK Hasil belajar siswa pada materi Hukum Newton masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya yaitu miskonsepsi. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi profil miskonsepsi; 2) menemukan penyebab miskonsepsi; 3) menentukan efektivitas remediasi miskonsepsi menggunkan model pembelajaran konstruktivis di kelas X MAN 2 Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Populasi penelitian seluruh siswa MAN 2 Surakarta tahun ajaran 2012/2013. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik Purposive Sampling. Remediasi kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran konstruktivis dan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Alat pengumpul data yang digunakan ada dua yaitu tes miskonsepsi dilengkapi CRI dan wawancara digunakan untuk mengetahui faktor faktor penyebab miskonsepsi. Profil miskonsepsi Hukum Newton yaitu: 1) keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam; 2) benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya; 3) jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan; 4) definisi gaya; 5) gaya muncul dari interaksi dua benda; 6) hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa; 7) hubungan gaya normal dan berat benda; 8) gaya gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas; 9) lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal; 10) besar gaya tegangan pada tali yang sama. Penyebab miskonsepsi Hukum Newton yaitu: 1) intuisi yang keliru; 2) bentuk matematis; 3) buku teks; 4) pembelajaran sebelumnya. Remediasi melalui model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa dengan yaitu . Kata Kunci: efektivitas, remediasi, konstruktivis, konvensional, miskonsepsi hukum newton.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Naim Sulaiman. 2013. The Effectiveness Misconception of Newton s Law Remediation through Constructivist Learning Model to the MAN 2 Surakarta Student Class X Academic Year 2012/2013. THESIS. Supervisor I: Dr. Sarwanto, M.Si, II: Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd. Science Education Studies Program, Graduate School, Sebelas Maret University of Surakarta. . ABSTRACT relatifly low. It is might be caused by misconceptions. This study aimed to: 1) identify the profile of misconceptions; 2) find the caused of misconceptions; and 3) determine the effectiveness of remediation of misconceptions by using the constructivist model of learning in class X MAN 2 Surakarta. The method used in this study is an experimental method. The population is all students of MAN 2 Surakarta academic year 2012/2013. The research sample is determined by using purposive sampling technique. Remediation class experiment was conducted by using the constructivist learning model and the control class was conducted by using conventional learning models. There are two kinds of data collection tool used: diagnostic tests with CRI; and interviews are used to determine the factors that cause misconceptions. The profile of misc i.e.: 1) the existence of force working on static objects; 2) the object in equilibrium always maintains its initial state; 3) if the net force working on the object is zero the object will move with a constant velocity; 4) the definition of force; 5) forces emerge from the interaction of two objects; 6) the relation of action reaction force of two different mass objects; 7) the relation of normal force and the weight of the object; 8) forces working on the object thrown vertically; 9) the trajectory of the object after the escape from the cycle path on a horizontal plane; and 10) the magnitude is caused by: 1) false intuition; 2) mathematical form; 3) text books; 4) previous learning. Remediation through constructivis learning model is effective in overcoming counts ) Keywords:
effectiveness, remediation, misconceptions of newton s law.
commit to user vi
constructivist,
conventional,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang Maha Memberi Pertolongan kepada setiap hamba-Nya, atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga tesis
Efektivitas Remediasi Miskonsepsi Hukum Newton
Melalui Model Pembelajaran Konstruktivis pada
Siswa Kelas X MAN 2
Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat diselesaikan dengan baik. Keberhasilan penulisan tesis ini, tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku direktur Program Pascasarjana (PPs) UNS.
2.
Dr. Mohammad Masykuri, M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana (PPs) UNS.
3.
Dr. Sarwanto, M.Si. selaku dosen Pembimbing I yang telah membimbing serta memberikan banyak masukan dalam penulisan tesis ini.
4.
Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd. selaku dosen Pembimbing II yang telah membimbing serta memberikan banyak masukan dalam penulisan tesis ini.
5.
Bapak dan Ibu dosen pengajar di Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana (PPs) UNS yang telah memberikan bekal ilmu selama di UNS.
6.
dan keberhasilan dan selalu memberikan semangat.
7.
Teman-teman di Program Studi Pendidikan Sains angkatan September 2011 khususnya kelas pendidikan fisika. Terima kasih yang sebesar-besarnya, sebaik-baik balasan hanyalah balasan
dari Allah SWT. Besar harapan peneliti semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Surakarta, Februari 2013
commit to user vii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... ii PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ....................... iv ABSTRAK .............................................................................................................. v ABSTRACT ............................................................................................................. vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 9 C. Pembatasan Masalah .................................................................................. 10 D. Perumusan Masalah ................................................................................... 11 E.
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 11
F.
Manfaat Penelitian ..................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 13 A. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 13 1.
Hakikat Belajar ....................................................................................... 13
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
Remediasi ............................................................................................... 14
3.
Miskonsepsi ............................................................................................ 15
4.
Pembelajaran Konstruktivis.................................................................... 16
5.
Pembelajaran Konvensional ................................................................... 17
6.
Materi Hukum Newton ........................................................................... 19
7.
Penelitian Relevan .................................................................................. 27
B. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 30 C. Hipotesis Penelitian.................................................................................... 33 Bab III METODOLOGI ....................................................................................... 35 A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 35 B. Jenis Penelitian........................................................................................... 35 C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 36 D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................................ 37 1.
Variabel Penelitian ................................................................................. 37
2.
Definisi Operasional ............................................................................... 37
E.
Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 41
F.
Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data ................................... 42
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 45 H. Teknik Analisis Data .................................................................................. 46 I.
Hipotesis Statistik ...................................................................................... 49
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 52 A. Deskripsi Data ............................................................................................ 52 1.
Profil Miskonsepsi.................................................................................. 52
2.
Penyebab Miskonsepsi................................................................................... 76
3.
Proporsi Penurunan Miskonsepsi ................................................................. 77
4.
Uji Hipotesis ........................................................................................... 78
B. Pembahasan................................................................................................ 79 C. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 86 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ........................................ 87 A. Kesimpulan ................................................................................................ 87 B. Implikasi ..................................................................................................... 89 C. Saran........................................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
No Tabel
Halaman
2.1. Komparasi Pembelajaran Konvensional dan Konstruktivis........................... 18 2.2. Miskonsepsi pada Materi Hukum Newton ..................................................... 26 3.1. Rencana Jadwal Penelitian Tahun 2012......................................................... 35 3.2. Rancangan Eksperimen .................................................................................. 36 3.3. Konsepsi Awal Siswa ..................................................................................... 39 3.4. Kisi-Kisi Tes Miskonsepsi ............................................................................ 44 4.1. Distribusi Profil Miskonsepsi Siswa Sebelum dan Sesudah Remediasi Menggunakan Pembelajaran Konstruktivis (Kelas Eksperimen) dan Pembelajaran Konvensional (Kelas Kontrol) Tiap Indikator 4.2. Distribusi Penyebab Miskonsepsi Tiap Indikator
............. 51
. ........................... 76
4.3. Distribusi Proporsi Penurunan Miskonsepsi antara Siswa yang Diremediasi dengan Menggunakan Pembelajaran Konstruktivis dan Pembelajaran Konvensional Tiap Indikator 4.4. Uji Hipotesis
........................................................... 77
................................................................................... 79
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-Kisi Tes Miskonsepsi ............................................................. 94 Lampiran 2 Tes Miskonsepsi............................................................................. 95 Lampiran 3 Silabus Pembelajaran ................................................................... 101 Lampiran 4 RPP Pembelajaran Konstruktivis ................................................ 103 Lampiran 5 RPP Pembelajaran Konvensional ................................................ 118 Lampiran 6 LKS .............................................................................................. 126 Lampiran 7 Lembar Pedoman Wawancara ..................................................... 135 Lampiran 8 Analisis Data ................................................................................ 138 Lampiran 9 Hasil Validasi ............................................................................... 139 Lampiran 10 Dokumentasi .............................................................................. 160 Lampiran 11 Lembar Jawaban Siswa .............................................................. 161 Lampiran 12 Lembar Wawancara Siswa ......................................................... 181 Lampiran 13 Administrasi ............................................................................... 183
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikasi kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari peringkat pendidikan di tingkat internasional. Semakin tinggi peringkat pendidikan suatu bangsa maka dapat dikatakan semakin maju bangsa tersebut. Berdasarkan data dalam Education for All (EFA) Global Monitoring Report 2011, peringkat pendidikan Indonesia di tingkat internasional berada pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei (Kompas, 2011). Ini membuktikan bahwa kualitas pendidikan negeri ini masih jauh dari harapan. Pemerintah telah mengalokasikan sekitar 20% APBN untuk pendidikan dan merumuskan kebijakan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan nasional seperti mulai dari perangkat yuridis, seperti Undang-Undang Guru dan Dosen, hingga kebijakan operasional seperti sertifikasi guru, PLPG, Program Pendidikan Guru (PPG), Dual Mode, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Ujian Nasional dan sebagainya. Adapun tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan tersebut dalam tataran teknis diperlukan upaya maksimal dari semua komponen yang terkait meliputi tenaga pendidik dan segala fasilitas yang mendukung proses transfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Proses transfer ilmu pengetahuan ini dikenal dengan nama proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar ini sebaiknya tidak berpusat pada guru tetapi juga melibatkan siswa secara aktif. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme: Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa yang membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri (Bettencourt dalam Suparno, 1997:65). Salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari dan dikuasai siswa di sekolah adalah fisika. Menurut Hugh D. Young (2002:1), dasar dari semua ilmu rekayasa dan teknologi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tujuan pengajaran fisika pada jenjang SMA/MA untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Untuk mencapai tujuan tersebut diharapkan siswa dapat menguasai konsep
konsep
fisika. Fakta di lapangan membuktikan tingkat penguasaan siswa terhadap konsep konsep fisika masih minim ini ditandai dengan rendahnya hasil belajar fisika siswa. Rendahnya hasil belajar fisika dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
rendahnya motivasi belajar siswa, pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat oleh guru, miskonsepsi, dan sebagainya. Menurut Suparno (2005:8):
epsi terdapat dalam semua bidang sains seperti fisika, kimia, biologi, dan bumi
antariksa. Dalam bidang fisika semua subbidang juga
mengalami miskonsepsi (Suparno, 2005:8). Menurut Suparno (2005:29), Penyebab miskonsepsi ada lima: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode
Pada dasarnya siswa bukanlah seperti kertas kosong yang dengan mudah diisi sesuai keinginan guru. Ketika peran akal sudah sempurna atau telah baligh siswa sudah memiliki informasi awal tentang sesuatu yang ada di sekitarnya. Informasi awal ini didapat melalui proses penginderaan terhadap objek atau didapat dari orang lain. Aktivitas pemindahan objek atau fakta melalui pancaindera ke dalam otak kemudian dikaitkan dengan informasi awal untuk menafsirkan fakta tersebut dikenal dengan berpikir. Jadi ada empat syarat agar proses berpikir bisa berlangsung yaitu harus ada fakta/objek, otak manusia yang normal, pancaindera dan informasi terdahulu. Kadang informasi awal atau prakonsepsi awal yang telah tertanam di pikiran siswa setelah melalui proses pembelajaran tentang objek atau fakta terindera tidak sesuai dengan konsep yang telah disepakati ilmuan. Pada tahap ini siswa dapat dikatakan telah mengalami miskonsepsi. Hal yang senada juga disampaikan oleh Sutrisno (2007:3):
Miskonsepsi adalah konsepsi
sesuai dengan konsepsi ilmuan secara umum
commit to user
konsepsi lain yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
berbagai kalangan tidak hanya siswa tapi juga pendidik selama pemahaman terhadap objek atau fakta terindera setelah melalui proses pembelajaran tidak sesuai dengan pemahaman ilmuan. Jadi miskonsepsi adalah konsep siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmuan setelah melalui proses pembelajaran. Salah satu materi yang siswa sering terjebak ke dalam miskonsepsi yaitu Hukum Newton padahal penguasaan materi ini sangat penting sebagai prinsip dasar dinamika untuk gerak lurus, gerak vertikal, dan gerak melingkar beraturan. Penelitian Brown (dalam Suparno, 2005:16): Banyak siswa memahami gaya sebagai suatu sifat yang ada dalam suatu benda, suatu sifat yang melekat pada benda itu. Oleh karena itu, siswa dengan mudah percaya bahwa benda yang berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan, jika terjadi gerak jatuh bebas karena benda yang berat mempunyai gaya lebih besar daripada yang ringan. Padahal dalam konsep Newton, gaya muncul dari interaksi antara benda-benda tersebut.
Berbagai upaya telah dirumuskan untuk mencegah dan memperbaiki miskonsepsi. Suparno (2005:55) merumuskan,
-langkah mengatasi
miskonsepsi sebagai berikut: 1) mencari atau mengungkapkan miskonsepsi yang dilakukan siswa, 2) menemukan penyebab miskonsepsi tersebut, 3) mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi
Salah satu upaya
yang cukup terkenal untuk memperbaiki miskonsepsi siswa dikenal dengan nama remediasi. Menurut Ischak dan Warji (1987:35-36)
emediasi adalah kegiatan
perbaikan yang bertujuan untuk memberikan bantuan berupa perlakuan pembelajaran kepada siswa yang lambat, mengalami kesulitan belajar agar secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
tuntas dapat menguasai bahan pelajaran yang diajarkan atau dipelajari. banyak jenis kegiatan remedial di antaranya melakukan pembelajaran kembali, melakukan aktivitas fisik, kegiatan kelompok, tutorial dan menggunakan sumber belajar lain. Melakukan pembelajaran kembali dengan model pembelajaran yang sesuai dapat mengatasi miskonsepsi dengan efektif. Model pembelajaran yang bersumber dari teori konstruktivisme bisa dijadikan alternatif terbaik untuk mengatasi miskonsepsi. Teori konstruktivisme masih mengakui eksistensi informasi awal yang telah tertanam di pikiran siswa sehingga diperlukan proses aktif di dalam pikiran siswa untuk mengubah informasi awal yang salah. Adapun model pembelajaran yang bersumber dari teori konstruktivisme dan biasa digunakan oleh pendidik yaitu model kooperatif, model inkuiri dan model konstruktivis. Pada saat muncul miskonsepsi diharapkan model pembelajaran konstruktivis memungkinkan guru untuk menyajikan konflik kognitif
melalui
peristiwa
anomali
sehingga
terjadi
ketidakseimbangan/disekuilibrasi dalam diri siswa. Peristiwa anomali akan memunculkan konflik kognitif dalam pikiran siswa sehingga menyadarkan siswa akan kekeliruan konsepsinya dan merekonstruksi konsepsi mereka menuju konsepsi ilmiah. Hasilnya, dalam pembelajaran fisika akan menimbulkan suasana belajar yang bermakna/meaningful learning. Belajar bermakna terjadi bila informasi terkait dengan konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif (Wilis, 1988:112). Pengubahan konsepsi yang dilakukan dengan menyajikan proses pembelajaran dengan model konstruktivis ini berpijak pada konstruktivisme Piagetian dan Vygotskian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Menurut Piaget, dalam Suparno (1997:33): Dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal/skemata. Setiap skema berperan dalam sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide dan pengalaman-pengalaman yang baru. Skemata mengatur, mengkoordinasi, dan mengintensifkan prinsip-prinsip dasar. Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat dikembangkan dan diubah, yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Bila pengalaman baru itu masih bersesuaian dengan skema yang dipunyai seseorang, maka skema itu hanya dikembangkan melalui proses asimilasi. Bila pengalaman baru itu sungguh berbeda dengan skema yang ada, sehingga skema yang lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman yang baru, skema lama diubah sampai ada keseimbangan lagi. Inilah proses akomodasi.
Penelitian Vygotsky dalam Suparno dua macam konsep: konsep spontan dan konsep ilmiah. Konsep spontan diperoleh siswa dalam kehidupan sehari-hari dan konsep ilmiah diperoleh dari pelajaran di sekolah. Kedua konsep itu berhubungan terus-
gunakan
teori Vygotsky, Howe menyarankan agar guru atau pendidik tidak mengatakan
konsep spontan siswa, melainkan membantunya agar konsep itu diintegrasikan dengan konsep yang ilmiah. Intisari dari belajar konstruktivis adalah otak tidak menerima informasi dengan pasif melainkan dengan proses aktif dalam menginterpretasikan informasi kemudian membuat kesimpulan. Jadi untuk memperbaiki miskonsepsi siswa, pendidik harus membuktikan dengan meyakinkan bahwa konsep tersebut belum benar dengan menampilkan peristiwa anomali dan memberikan alternatif konsep yang benar yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan persoalan. Ketika siswa telah menyadari bahwa selama ini meyakini konsep yang keliru dan telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
membuktikan kekeliruan konsep tersebut serta telah memahami konsep yang benar melalui proses pembuktian maka dapat dipastikan dengan senang hati siswa akan melepas konsep yang keliru untuk diganti dengan konsep yang benar. Penggantian konsep yang keliru untuk diganti dengan konsep yang benar dilakukan melalui proses akomodasi kemudian disimpan di dalam otak. Secara teoritis dan praktis model pembelajaran konstruktivis dapat 1) tahap orientasi; 2) tahap elisitasi; 3) tahap restrukturisasi ide; 4) tahap penerapan; 5) tahap review (Suparno, 1997:70). Tahap orientasi bertujuan memotivasi siswa dalam mengikuti materi bisa dengan mengaitkan materi yang akan dibahas dengan pengalaman sehari-hari
siswa.
Tahap
elisitasi
atau
pengungkapan
ide
bertujuan
mengidentifikasi konsep awal siswa dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan ide mereka yang beranekaragam terhadap materi yang akan dipelajari. Tahap restrukturisasi ide merupakan proses pembuktian konsep yang salah untuk diganti dengan konsep yang benar. Tahap tantangan atau restrukturisasi yang merupakan tahap penyajian konsep, yaitu guru menyiapkan suasana ketika siswa diminta membandingkan pendapatnya dengan pendapat siswa lain dan mengemukakan keunggulan dari pendapat mereka. Selanjutnya guru mengusulkan peragaaan atau demonstrasi untuk menguji kebenaran pendapat mereka. Tahap penerapan atau penggunaan ide dalam banyak situasi, yaitu kegiatan yang siswa diberi kesempatan untuk menguji ide alternatif yang telah dibangun untuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi. Siswa diharapkan mampu mengevaluasi keunggulan model baru yang dia kembangkan. Tahap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
review atau melihat kembali, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari modelnya yang lama. Siswa juga diharapkan mengingat kembali kegiatan yang sudah mereka alami. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan implementasi model konstruktivis dalam pembelajaran fisika. Sadia (1996:211) melakukan studi dengan menerapkan model belajar konstruktivis dalam pembelajaran konsep energi, usaha, dan suhu. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pengembangan model pembelajaran konstruktivis. Penelitian ini menggunakan konflik kognitif sebagai strategi pengubahan miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah yang berpijak pada teori konstruktivis Piaget dan menggunakan metode diskusi yang berpijak pada teori konstruktivis Vygotsky. Putu (2003:120) juga menerapkan model pembelajaran konstruktivis untuk mereduksi miskonsepsi siswa dalam pembelajaran IPA. Penelitian ini menggunakan modul sebagai strategi pengubahan miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah yang berpijak pada teori konstruktivis. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran konstruktivis
memiliki
keunggulan
komparatif
terhadap
pembelajaran
konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil miskonsepsi siswa, penyebab miskonsepsi pada materi Hukum Newton dan mengatasi miskonsepsi tersebut dengan model pembelajaran konstruktivis di kelas X MAN 2 Surakarta tahun ajaran 2012/2013. Ada beberapa alasan diajukan penelitian ini yaitu: 1) masih banyak ditemukan miskonsepsi pada materi Hukum Newton tidak menutup kemungkinan pada siswa kelas X MAN 2 Surakarta, 2) perlu upaya mengatasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
miskonsepsi yaitu remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis di kelas X MAN 2 Surakarta, 3) masih minimnya penelitian serupa khususnya pada siswa kelas X MAN 2 Surakarta tahun ajaran 2012/2013. B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Peringkat Indonesia di tingkat internasional di bidang pendidikan masih rendah padahal segala pihak sudah berupaya semaksimal mungkin.
2.
Belum tercapainya secara maksimal target yang telah dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.
3.
Masih banyak terjadi tindakan yang tidak layak dilakukan oleh kaum terpelajar seperti tawuran antar pelajar, pelecehan hingga korupsi di tingkat birokrasi pendidikan.
4.
Fasilitas pendukung proses belajar mengajar yang masih minim.
5.
Kualitas tenaga pendidik yang masih harus terus ditingkatkan.
6.
Minat belajar fisika siswa yang masih perlu ditingkatkan.
7.
Hasil belajar fisika siswa yang masih rendah.
8.
Masih sedikit tenaga pendidik yang menyadari bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan oleh miskonsepsi.
9.
Tingkat miskonsepsi siswa khususnya pada materi fisika yang masih tinggi.
10. Tidak sedikit yang belum mengetahui bahwa menentukan profil miskonsepsi siswa dan penyebab miskonsepsi merupakan langkah awal dalam mengatasi miskonsepsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
11. Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi dan efektif mengatasi miskonsepsi siswa oleh tenaga pendidik masih rendah. 12. Komitmen yang tinggi bagi sebagian besar pendidik dalam mengadopsi pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru/teacher oriented. 13. Upaya mengatasi miskonsepsi (remediasi) bagi pendidik masih tergolong rendah. 14. Tidak sedikit tenaga pendidik yang melaksanakan remediasi dengan memberi ulang soal yang pernah diujikan. C. Pembatasan Masalah Mengingat adanya keterbatasan waktu dan dana maka harus dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: 1.
Permasalahan yang diteliti meliputi: profil miskonsepsi yang terdapat di dalam diri siswa, penyebab miskonsepsi dan strategi pengubahan miskonsepsi (remediasi).
2.
Materi dibatasi meliputi Hukum Newton yang diberikan pada kelas X semester I tahun ajaran 2012/2013.
3.
Efektivitas perlakuan untuk mereduksi miskonsepsi dilakukan dengan menggunakan
model
pembelajaran
konstruktivis
dan
pembelajaran
konvensional. 4.
Penelitian ini dibatasi pada siswa kelas X MAN 2 Surakarta periode 2012/2013 yang terdiri dari 8 kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
D. Perumusan Masalah 1.
Bagaimana profil miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta?
2.
Apa penyebab miskonsepsi yang dimiliki siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta?
3.
Sejauh mana efektivitas remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis dalam mengatasi miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Untuk mengidentifikasi profil miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta.
2.
Untuk mengidentifikasi penyebab miskonsepsi yang dimiliki siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta.
3.
Untuk
mengukur
efektivitas
remediasi dengan
model
pembelajaran
konstruktivis dalam mengatasi miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta. F. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga: 1.
Guru dapat: a. Mengetahui profil miskonsepsi siswa dan penyebab miskonsepsi pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta. b. Mengetahui langkah mengatasi miskonsepsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
c. Menjadikan alternatif pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 2.
Siswa dapat memahami konsep pada materi Hukum Newton sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal.
3.
Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Sains dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan referensi untuk selanjutnya.
commit to user
melakukan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1.
Hakikat Belajar Seseorang membangun pengetahuannya secara aktif. Pengetahuan ini
diperoleh melalui proses pembelajaran atau juga melalui interaksi dengan lingkungan tempat individu berada. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme. Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomen, pengalaman, dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomen yang sesuai. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperanan dalam perkembangan pengetahuannya (Suparno, 1997: 28-29). Dalam perkembangan manusia membentuk pengetahuan tidak hanya melalui aktivitas individual semata (teori Piaget) tetapi juga lewat pengaruh lingkungan sosial (teori Vygotsky). membentuk
pengetahuan
equilibrasi/equilibration
melalui
Piaget menyatakan bahwa manusia proses
asimilasi,
akomodasi,
dan
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga pengertian orang
1997: 31).
Dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti itu orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu 1) membentuk
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan baru atau 2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Equilibration adalah proses dari disequilibrium ke equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri seseorang melalui asimilasi dan akomodasi. Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalam luar dengan struktur dalamnya (skemata). Bila terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi (Suparno,1997:32-33). Vygotsky menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan tidak hanya melalui aktivitas individual semata tetapi juga dipengaruhi lingkungan belajar. Menurut Vigotsky belajar merupakan suatu perkembangan pengertian. Dia membedakan adanya dua pengertian yang spontan dan yang ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman anak sehari-hari. Pengertian ini tidak terdefinisikan dan terangkai secara sistematis logis. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas. Pengertian ini adalah pengertian formal yang terdefinisikan secara logis dalam suatu sistem yang lebih luas. Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari pengertian yang spontan ke yang lebih ilmiah (Fosnot dalam Suparno, 1997: 45). 2.
Remediasi Menurut Ischak dan Warji (1982: 35-36):
Remediasi adalah kegiatan
perbaikan yang bertujuan untuk memberikan bantuan berupa perlakuan pembelajaran kepada siswa yang lambat, mengalami kesulitan belajar agar secara tuntas dapat menguasai bahan pelajaran yang diajarkan atau dipelajari. Menurut Sutrisno (2007: 22)
emediasi adalah kegiatan yang
dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan siswa.
Secara
umum tujuan kegiatan remdiasi adalah sama dengan pembelajaran pada umumnya yakni memperbaiki miskonsepsi siswa sehingga dapat mencapai kompetensi yang telah ditetapkan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Ada banyak kegiatan remediasi yang dapat dijadikan alternatif oleh pendidik seperti melaksanakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
pembelajaran kembali, melakukan aktivitas fisik, kegiatan kelompok, tutorial dan menggunakan sumber belajar lain (Sutrisno, 2007: 30). 3.
Miskonsepsi Miskonsepsi adalah konsepsi-konsepsi lain yang tidak sesuai dengan
konsepsi ilmuan secara umum Suparno, 2005: 5):
(Sutrisno, 2007: 3). Menurut Fowler (dalam
Miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan
konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirakris konsep-konsep yang tidak benar. Filsafat konstrutivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk/dikonstruksi oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan tantangan dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang mengkonstruksikan pengetahuannya, maka tidak mustahil terjadi kesalahan dalam mengonstruksi pengetahuan tersebut (Suparno, 2005: 6). Jadi miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat merupakan pengetahuan awal dari siswa yang aktif mengamati keadaan lingkungannya, tantangan dan bahan yang dipelajari sehingga tidak sesuai dengan konsep ilmuan. Menurut Suparno (2005: 54)
iskonsepsi dapat disebabkan oleh siswa
sendiri, guru yang mengajar, buku teks, konteks, dan cara mengajar.
Penyebab
yang berasal dari siswa dapat bermacam-macam seperti prakonsepsi siswa sebelum memperoleh pelajaran, lingkungan masyarakat tempat siswa tinggal, teman, pengalaman hidup terlebih pengalaman menangkap pengertian, dan juga minat siswa. Begitu juga dari guru seperti guru yang salah mengajar dan salah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
mengerti bahan dapat mempunyai andil besar dalam menambah miskonsepsi siswa. Miskonsepsi terdapat dalam semua bidang sains, seperti fisika, biologi, kimia, dan astronomi. Miskonsepsi dalam bidang fisika pun memiliki banyak subbidang seperti mekanika, termodinamika, optika, bunyi, gelombang, listrik, magnet, dan fisika modern (Suparno, 2005: 7). 4.
Model Pembelajaran Konstruktivis Model
pembelajaran
konstruktivis
dikembangkan
dengan
landasan
konstruktivisme Piaget dan Vygotsky dengan beberapa ciri mengajar yang dirangkum oleh Driver dan Oldham yaitu terdiri dari lima fase. Fase pertama yaitu fase orientasi. Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari. Fase kedua disebut fase elisitasi. Pada fase ini siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster. Fase ketiga dikenal dengan nama restrukturisasi ide. Restrukturisasi ide mencakup klarifikasi ide, membangun ide yang baru, dan mengevaluasi ide. Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide
ide orang lain atau teman lewat
diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide
ide lain,
seseorang dapat teransang untuk merekonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau pertanyaan yang diajukan teman
idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-
teman.
Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru. Fase keempat disebut penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacammacam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan siswa lebih lengkap dan bahkan lebih rinci dengan segala macam pengecualiannya. Fase kelima disebut review atau proses perubahan ide. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lengkap. 5.
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru (teacher centered).
Sudjana (2001: 39 40) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru menekankan pentingnya aktivitas guru dalam membelajarkan peserta didik. Peserta didik berperan sebagai pengikut dan penerima pasif dari kegiatan yang dilaksanakan. Ciri pembelajaran ini adalah: 1) dominasi guru dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan peserta didik bersifat pasif dan hanya melakukan kegiatan melalui perbuatan pendidik, 2) bahan belajar terdiri atas konsep
konsep
dasar atau materi belajar yang tidak dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
sehingga peserta didik membutuhkan informasi yang tuntas dan gamblang dari guru, 3) pembelajaran tidak dilakukan secara berkelompok dan 4) pembelajaran tidak dilaksanakan melalui kegiatan laboratorium. Tabel. 2.1. Komparasi Pembelajaran Konvensional dan Konstruktivisme
Konvensional
Konstruktivis
Pembelajaran dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus. Penekanan pembelajaran pada keterampilan-keterampilan dasar (basic skills).
Pembelajaran menekankan konsep konsep esensial dimulai dari permasalahan yang bersifat umum dan menyeluruh.
Proses pembelajaran sangat terfokus pada buku pelajaran yang dipegang.
Pembelajaran lebih mengacu pada sumbersumber langsung dari apa yang telah diungkapkan pada buku pelajaran.
Guru memberikan informasi kepada siswa, dan siswa berperan sebagai penerima pasif dari pengetahuan yang diberikan.
Guru membuka dialog dengan siswa dan membantunya mengkonstruksi pengetahuan yang diterimanya.
Penilaian mengacu pada benar-salahnya siswa menjawab permasalahan yang dilontarkan guru.
Penilaian yang dilakukan mengacu pada kerja siswa, hasil oservasi dan hasil tes. Penilaian proses dan produk dilakukan secara berimbang.
Fokus utama pembelajaran pada pencapaian kurikulum. Pembelajaran menekankan pada pengulangan-pengulangan guna memantapkan konsep yang dimilikinya.
Menggali permasalahan yang dihadapi siswa menjadi fokus utama dalam pembelajaran. Siswa sangat interaktif membangun pengetahuannya dan berusaha terus untuk memperkaya struktur-struktur kognisinya.
Guru memberikan informasi satu arah dan memiliki otoritas penuh dalam pembelajaran. Pengetahuan bersifat pasif (inert).
Guru melakukan interaksi melalui proses negosiasi makna.
Siswa melakukan pembelajaran guna memecahkan permasalahan secara individual.
Siswa melakukan pembelajaran dalam memecahkan masalah secara berkelompok.
Pengetahuan bersifat dinamis.
(Anonim dalam Putu, 2003: 36) Keunggulan dari pembelajaran yang berpusat pada guru ini adalah: 1) bahan belajar dapat disampaikan secara tuntas, 2) dapat diikuti oleh peserta didik dalam jumlah besar, 3) pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan alokasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
waktu yang telah disediakan, 4) target materi relatif mudah dicapai. Sedangkan kelemahan yang terjadi adalah: 1) sangat membosankan karena mengurangi motivasi dan kreativitas siswa, 2) keberhasilan perubahan sikap dan prilaku peserta didik relatif sulit untuk diukur, 3) kualitas pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan adalah relatif rendah karena pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan target materi pembelajaran, pembelajaran kebanyakan menggunakan ceramah dan tanya jawab (Sudjana, 2001: 39-40). Perbandingan proses pembelajaran konvensional dan konstruktivis disajikan pada tabel 2.1. 6.
Materi Hukum Newton dan Miskonsepsi Hukum Newton a. Materi Hukum Newton Gaya, sebuah besaran vektor, adalah ukuran kuantitatif dari interaksi dua buah benda. Pada saat beberapa gaya bekerja pada sebuah benda, pengaruh dari geraknya adalah sama dengan ketika sebuah gaya tunggal, yang sama dengan jumlah vektor (resultan) dari gaya-gaya, bekerja pada sebuah benda (Young&Friedman, 2002: 114).
Gambar 2.1 Beberapa contoh aplikasi gaya. Pada masing masing kasus, sebuah gaya bekerja oada sebuah benda dalam kotak bergaris putus putus. Beberapa orang di lingkungan eksternal dari kotak tersebut memberikan gaya pada benda (Serway, 2004: 113).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Ketika gulungan pegas ditarik, seperti gambar 2.1a, pegas akan meregang. Saat kereta yang diam ditarik cukup keras sehingga gaya geseknya terlampaui, seperti pada gambar 2.1b, kereta itu bergerak. Ketika bola ditendang, seperti gambar 2.1c, bola tersebut mengalami perubahan bentuk dan bergerak. Keadaan
keadaan seperti ini adalah contoh dari kelompok gaya
yang disebut gaya sentuh. Artinya, gaya
gaya itu membutuhkan sentuhan
fisik antara dua benda. Contoh gaya sentuh lainnya adalah gaya yang dikerjakan oleh molekul
molekul gas pada dinding bejana dan gaya yang
dikerjakan oleh kaki pada lantai. Kelompok gaya yang lain, yang dikenal sebagai gaya medan, tidak membutuhkan sentuhan fisik antara dua benda, namun beraksi dalam ruang yang kosong. Gaya gravitasi tarik
menarik antara dua benda, diilustrasikan
pada gambar 2.1d, adalah contoh gaya ini. Gaya gravitasi ini menjaga benda benda tetap mengelilingi Bumi dan planet
planet mengorbit mengelilingi
Matahari. Contoh umum lain dari gaya medan adalah gaya listrik yang dikerjakan suatu muatan listrik pada muatan listrik lainnya (Gambar 2.1e). Muatan ini mungkin adalah elektron dan proton yang membentuk atom hidrogen. Contoh ketiga dari gaya medan adalah gaya yang dikerjakan oleh suatu magnet batang pada sepotong besi (Gambar 2.1f) (Serway, 2009: 169 170). Hukum pertama Newton menyatakan bahwa ketika tidak ada gaya yang bekerja pada sebuah benda, atau ketika jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja padanya (gaya total) adalah nol, maka benda berada dalam kesetimbangan. Jika benda dalam keadaan awalnya diam, benda tersebut akan tetap diam; jika keadaan awalnya bergerak, gerakannya akan diteruskan dengan kecepatan tetap. Hukum ini hanya berlaku dalam kerangka acuan inersia (Young&Friedman, 2002: 114).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Gambar 2.2 Pada meja air hockey, udara bertiup melalui lubang lubang pada permukaan memungkinkan cakramnya bergerak hampir tanpa gesekan. Jika mejanya tidak bergerak dipercepat, maka cakram yang diletakkan di atas meja akan tetap diam (Serway, 2004: 114).
Sebuah cakram diletakkan pada suatu meja air hockey yang datar sempurna (Gambar 2.2). Diperkirakan cakram tersebut akan diam ditempat ia diletakkan. Pada kasus meja air hockey diletakkan pada kereta api berjalan dengan kecepatan tetap. Jika cakramnya diletakkan pada meja, maka cakram tersebut akan tetap berada di tempat ia diletakkan. Akan tetapi, jika kereta api dipercepat, maka cakramnya mulai bergerak sepanjang meja, sama seperti sekumpulan kertas pada dasbor mobil yang jatuh ke tempat duduk mobil saat mobil dipercepat. Hukum I Newton tentang gerak, yang terkadang disebut hukum inersia, mendefinisikan suatu kerangka acuan khusus yang disebut kerangka inersia. Hukum ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Jika sebuah benda tidak
berinteraksi dengan benda lainnya, maka dapat diidentifikasi suatu kerangka acuan pada saat benda itu memiliki percepatan nol. Kerangka acuan seperti ini disebut kerangka acuan inersia. Saat cakramnya berada di atas meja air hockey yang terletak di atas tanah, Kemudian diamati dari kerangka acuan inersia
tidak ada interaksi horizontal
antara cakram dengan benda lainnya. Didapatkan bahwa percepatannya adalah nol pada arah tersebut. Setiap kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap relatif terhadap kerangka acuan inersia adalah kerangka acuan inersia pula. Contohnya seorang pengamat berdiri di luar kereta api di atas tanah melihat cakramnya bergerak dengan kecepatan sama seperti kereta api sebelum kereta itu dipercepat (karena hampir tidak ada gesekan yang menghubungkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
cakram tersebut dengan kereta api). Dengan demikian, Hukum I Newton terpenuhi. walaupun pengamatan seseorang mengatakan sebaliknya. Kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap relatif terhadap bintang
bintang yang jauh adalah perkiraaan terbaik dari suatu kerangka
inersia. Bumi bukanlah kerangka inersia yang sesungguhnya karena, baik gerak orbitnya mengelilingi matahari maupun gerak rotasinya terhadap sumbunya menghasilkan percepatan sentripetal. Karena percepatannya sangat kecil dibandingkan
maka dapat diabaikan. Untuk alasan inilah diasumsikan bahwa
Bumi adalah kerangka inersia, seperti juga kerangka lainnya yang melekat padanya (Serway, 2009: 171
172).
Sifat-sifat inersia dari sebuah benda dapat digolongkan berdasarkan massanya. Percepatan dari sebuah benda berdasarkan aksi yang diberikan oleh kumpulan gaya adalah berbanding lurus dengan jumlah vektor gaya-gaya (gaya total) dan berbanding terbalik dengan massa benda. Hubungan ini merupakan hukum kedua Newton:
Seperti hukum pertama, hal ini hanya berlaku dalam kerangka acuan inersia. Satuan gaya didefinisikan dalam hubungan satuan massa dan percepatan. Dalam satuan SI satuan gaya adalah newton (N), sama dengan
.
Berat dari sebuah benda adalah gaya gravitasi yang dialaminya yang berasal dari bumi (atau benda lain yang menghasilkan gaya gravitasi). Berat adalah sebuah gaya dan karena itu juga merupakan besaran vektor. Besarnya berat dari sebuah benda pada lokasi tertentu adalah sama dengan hasil dari massa m dan besarnya percepatan yang berasal dari gravitasi g pada lokasi tersebut:
Berat dari sebuah benda tergantung dari lokasinya, tetapi massa tidak tergantung lokasinya (Young&Friedman, 2002: 114). Persamaan
tidak mengatakan bahwa
adalah suatu gaya.
Semua gaya yang bekerja pada benda ditambahkan secara vektor untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
menghasilkan gaya netto pada bagian kiri persamaan ini. Gaya netto ini kemudian disetarakan dengan hasil kali massa benda dan percepatan yang diakibatkan oleh gaya netto tersebut (Serway, 2009: 176).
pada saat dua benda berinteraksi, gaya yang bekerja pada benda satu terhadap yang lainnya besarnya sama dan arahnya berlawanan. Setiap gaya dalam pasangan aksi
reaksi hanya terjadi pada satu dari dua benda; gaya aksi dan
reaksi tidak pernah terjadi pada benda yang sama (Young&Friedman, 2002: 114). Jika sebuah benda berada dalam keadaan setimbang pada suatu kerangka acuan inersia, jumlah vektor gaya-gaya yang bekerja pada benda itu harus nol. Dalam bentuk komponen,
Free body diagram berguna untuk mengidentifikasi gaya
gaya yang
bekerja pada benda yang ditinjau. Hukum Ketiga Newton seringkali diperlukan juga pada soal aksi
soal kesetimbangan. Kedua buah gaya dalam suatu pasangan
reaksi tidak pernah bekerja pada benda yang sama. Ketika jumlah vektor dari gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda
tidak nol maka benda tersebut memiliki sebuah percepatan yang ditentukan oleh Hukum Kedua Newton:
Dalam bentuk komponen,
Gaya kontak antara dua benda selalu dapat dinyatakan dalam sebuah gaya normal
yang tegak lurus terhadap permukaan interaksinya, serta sebuah
gaya gesekan
yang sejajar terhadap permukaannya. Ketika luncuran terjadi,
maka
hampir sebanding dengan , dan konstanta kesebandingannya adalah
, koefisien gesekan kinetik:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Ketika tidak terdapat pergerakan relative maka gaya gesekan maksimum yang mungkin terjadi hampir sebanding dengan gaya normalnya. Konstanta kesebandingannya adalah
, koefisien gesekan statik:
Gaya gesekan statik aktual bisa berapa saja dari nol sampai dengan nilai maksimum ini bergantung pada keadaannya. Untuk sepasang permukaan tertentu,
biasanya lebih kecil dari
.
Dalam gerak melingkar homogen, vektor percepatannya terarah menuju pusat dari lingkarannya dan memiliki besar
. Gerak ini dikendalikan oleh
, persis seperti yang berlaku untuk semua soal dinamika lainnya. Gaya-gaya alam yang mendasar terdiri dari interaksi gravitasi, interaksi elektromagnetik, interaksi kuat, dan interaksi lemah. Interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah telah dipadukan ke dalam sebuah interaksi tunggal, interaksi elektrolemah (Young&Friedman, 2002: 149). b. Miskonsepsi Hukum Newton Beberapa siswa mempunyai miskonsepsi tentang gaya, karena mereka menghubungkan gaya dengan suatu aksi dan gerak. Mereka mengartikan bahwa setiap gaya mesti menyebabkan suatu gerakan. Akibatnya mereka berpikir bahwa bila tidak ada gerak sama sekali, juga tidak ada gaya. Misalnya, jika seseorang mendorong suatu kereta dan kereta itu bergerak, mereka mengatakan ada gaya yang bekerja pada kereta tersebut. Tetapi bila kereta itu tidak bergerak, mereka mengatakan tidak ada gaya yang berkerja pada kereta tersebut meskipun orang itu mendorong kereta dengan gaya yang besar. Menurut fisika meskipun kereta tidak bergerak tetapi ada gaya yang bekerja padanya (Suparno, 2005: 15). Beberapa siswa memandang gaya sebagai suatu dorongan atau tarikan yang harus dikerjakan oleh kegiatan otot. Bagi mereka, jika suatu benda tidak bergerak, benda itu tidak mempunyai gaya yang bekerja padanya (Arons dalam Suparno, 2005: 15).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Banyak siswa berpikir, gaya aksi dan reaksi dalam Hukum III Newton bekerja pada titik yang sama dari objek yang sama. Mereka menganggap gaya ke atas yang dilakukan meja pada benda A dan gaya yang dilakukan benda A pada meja bekerja pada satu titik yaitu titik antara meja dan benda A. Padahal menurut fisika, dua gaya itu bekerja pada objek yang berbeda. Bila kedua gaya aksi reaksi itu bekerja pada satu titik yang sama maka sama saja tidak ada gaya apapun karena mereka bekerja pada satu titik yang sama, dengan besar yang sama dan arah berlawanan sehingga saling melenyapkan (Suparno, 2005: 16). Banyak siswa memahami gaya sebagai suatu sifat yang ada dalam suatu benda, suatu sifat yang melekat pada benda itu. Oleh karena itu, siswa dengan mudah percaya bahwa benda yang berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan, jika terjadi gerak jatuh bebas karena benda yang berat mempunyai gaya lebih besar daripada yang ringan. Padahal dalam konsep Newton, gaya muncul dari interaksi antara benda-benda tersebut (Brown dalam Suparno, 2005: 16). Beberapa siswa memahami bahwa benda yang diam di atas meja, tidak mempunyai gaya yang bekerja pada benda tersebut. Alasanya karena benda itu diam saja di atas meja. Padahal menurut fisika benda itu mempunyai gaya yang bekerja pada meja. Benda itu tetap diam karena sebagai reaksinya meja melakukan gaya reaksi terhadap benda tersebut yang besarnya sama tetapi berlawanan arah (Suparno, 2005: 16). Banyak siswa sekolah menengah mempunyai pengertian bahwa besarnya gaya gesekan yang dialami benda yang berada di suatu permukaan hanya tergantung kekasaran permukaan itu. Tentu saja kekasaran permukaan itu mempengaruhi gaya gesekan tetapi ada beberapa unsur lain yang juga mempengaruhi besarnya gaya gesekan seperti massa benda itu sendiri dan gaya yang bekerja pada benda itu (Suparno, 2005: 17). Miskonsepsi pada materi hukum newton disajikan pada tabel 2.2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Tabel. 2.2. Miskonsepsi pada materi Hukum Newton No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Miskonsepsi Hukum Newton
SD
Ditemukan pada Level SMP SMA PT Guru
Gaya adalah sifat dari benda. Benda memilki gaya dan bila kehilangan gaya, akan berhenti bergerak. Gaya aksi reaksi terjadi pada satu titik di tempat yang sama. Gaya diperlukan untuk menjaga benda bergerak dengan kecepatan tetap. Gaya diperlukan untuk menjaga suatu benda bergerak. Gaya gesekan tergantung pada kekasaran benda. Gaya harus dikerjakan dengan kegiatan otot. Benda diam di atas meja berarti tidak ada gaya yang bekerja pada meja. Benda yang lebih besar mengeluarkan gaya yang lebih besar daripada benda yang kecil.
(Paul Suparno, 2005: 138
139)
Profil miskonsepsi materi gaya yang ditemukan oleh Dwi Fajar Saputri (2012) pada tingkat mahasiswa yaitu: 1) diagram vektor gaya normal; 2) massa berbeda dengan gaya berat; 3) massa selalu tetap, tidak dipengaruhi percepatan gravitasi; 4) diagram vektor gaya berat; 5) resultan gaya pada keadaan setimbang; 6) definisi pasangan gaya aksi reaksi; 7) besarnya pasangan gaya aksi reaksi; 8) hubungan antara berat dan waktu yang diperlukan pada saat benda jatuh bebas; 9) faktor
faktor yang mempengaruhi besarnya gaya
gesekan. Dari penelitian sebelumnya diduga profil miskonsepsi di kelas X MAN 2 Surakarta yaitu: 1) keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam; 2) benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya; 3) jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan; 4) definisi gaya; 5) gaya muncul dari
interaksi dua benda; 6)
hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa; 7) hubungan gaya normal dan berat benda; 8) gaya
gaya yang bekerja pada benda yang
dilemparkan ke atas; 9) lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal; 10) besar gaya tegangan pada tali yang sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
7. 1.
Penelitian Relevan Dwi Fajar Saputri (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mencari penyebab dan meremediasi miskonsepsi gaya menggunakan multimedia dan modul. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian ini akan melanjutkan remediasi konsep-konsep tentang gaya yang rawan miskonsepsi
dan
belum
diremediasi dalam
penelitian sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan menggunakan model pembelajaran konstruktivis dalam meremediasi miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton. 2.
Berdasarkan temuan Putu (2003: 120) dalam upaya penerapan model pembelajaran konstruktivis untuk mereduksi miskonsepsi siswa dalam pembelajaran IPA. Penelitian ini menggunakan modul sebagai strategi pengubahan miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah yang berpijak pada teori konstruktivis. Penelitian yang dilaksanakan memanfaatkan model pembelajaran konstruktivis dalam mereduksi miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton yang sebelumnya telah terbukti efektif mereduksi miskonsepsi siswa pada materi tekanan dalam penelitian I Putu.
3.
Sadia (1996:211) juga mengembangkan model pembelajaran konstruktivis dalam pembelajaran IPA. Penelitian ini menggunakan konflik kognitif sebagai strategi pengubahan miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah yang berpijak pada teori konstruktivis Piaget dan menggunakan metode diskusi yang berpijak pada teori konstruktivis Vygotsky.
4.
Bawaneh, Zain, dan Saleh (2010), menemukan bahwa strategi radical conceptual change yang berbasis pada konstruktivis Piaget efektif mereduksi miskonsepsi siswa dalam materi cahaya dan memiliki keunggulan komparatif terhadap pembelajaran konvensional.
5.
David R Geelan dan Michelle Mukherjee (2009) membuktikan bahwa pembelajaran dengan
media visual ilmiah efektif dalam meningkatkan
pemahaman siswa tentang konsep sains terutama konsep fisika dan kimia. Media yang digunakan untuk mevisualisasikan konsep ilmiah terdiri atas software (format flash dan video) dan hardware (proyektor dan komputer).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Berdasarkan penelitian Sadia (1996:211), Bawaneh, Zain, dan Saleh (2010), dan David R Geelan dan Michelle Mukherjee (2009), penelitian yang dilaksanakan memanfaatkan strategi pengubahan konsepsi dengan konflik kognitif melalui media visualisasi ilmiah yang terdiri dari Lembar Kerja Siswa (LKS) dan slide powerpoint yang dilengkapi animasi flash mengacu pada konsepsi awal siswa yang diduga mengalami miskonsepsi. Dengan berpedoman pada pra konsepsi ini, siswa diharapkan merasa lebih mudah dalam mereduksi miskonsepsinya menuju konsepsi ilmiah. Melalui ketiga penelitian ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran konstruktivis
memiliki keunggulan komparatif terhadap pembelajaran konvensional dalam mereduksi miskonsepsi siswa. 6. Kara (2007) mengungkap pengetahuan awal dan miskonsepsi siswa tentang Hukum Newton dengan metode gambar dan tes miskonsepsi yang dilengkapi CRI (Certainity of Response Index). Pada CRI ini siswa diminta untuk mengisi derajat kepastian dengan memilih 6 tingkatan dalam menyeleksi
dan memanfaatkan pengetahuan, konsep atau hukum untuk
menjawab soal. Opsi itu adalah: 1) tebakan, 2) hampir menebak, 3) ragu ragu, 4) yakin, 5) hampir pasti, 6) pasti. Jika derajat kepastiannya rendah (skala CRI 0
3) ini menunjukkan bahwa penentuan jawaban benar maka
siswa dianggap memiliki kekurangan pengetahuan dan jawaban salah diidentifikasikan mengalami miskonsepsi. Jika jawaban benar dengan derajat kepastian tinggi (skala CRI 4
6), siswa dianggap paham konsep
akan tetapi jika jawaban salah maka siswa mengalami miskonsepsi. Kesamaan terhadap penelitian yang akan dilakukan yaitu memiliki tujuan yang sama mengungkap miskonsepsi. Sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan menggunakan soal pilihan ganda dengan dilengkapi CRI dengan tujuan untuk membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dan kurang pengetahuan. 7. Hamza dan Wickman (2007) membuktikan bahwa teknik wawancara belum cukup
untuk
menggali
miskonsepsi,
perlu
dilihat
lagi
proses
pembelajarannya. Pembaharuan dalam penelitian yang dilakukan ini yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
sebelum melakukan wawancara, untuk menggali miskonsepsi siswa menggunakan tes miskonsepsi dilengkapi CRI. 8. Purba dan Depari (2008), membuktikan dengan menggunakan tes miskonsepsi beserta CRI (Certainity of Response Index) dapat mengungkap miskonsepsi mahasiswa tentang rangkaian listrik. Cara ini dianggap efektif untuk membedakan antara mahasisiwa yang mengalami miskonsepsi, kurang pengetahuan, dan yang benar
benar paham konsep. Penelitian yang
telah dilakukan memanfaatkan tes miskonsepsi beserta CRI untuk mengungkap miskonsepsi tentang konsep Hukum Newton. Adapun perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan yaitu pada konsep yang diteliti. Sedangkan kesamaannya terdapat pada penggunaan tes miskonsepsi dilengkapi CRI (Certainity of Response Index). 9.
Mohd Ali Bin Ibrahim & Mohamad Syazwan Bin Abu Bakar (2008) telah mendesain software pembelajaran materi listrik di sekolah dasar Malaysia berasaskan pembelajaran konstruktivis lima fase Nedham yaitu fase orientasi,
elisitasi,
restrukturisasi,
aplikasi,
dan
review.
Software
pembelajaran memadukan aplikasi Powerpoint 2003, Adobe Photoshop 7.0, Macromedia Flash 7.0, dan video yang berkaitan dengan topik listrik. Kelebihan software ini dapat meningkatkan minat belajar siswa karena tampilannya yang menarik. Sedangkan sisi kelemahannya yaitu video yang kurang sesuai topik listrik dan efek suara yang kurang pas akibat terbatasnya waktu dalam mendesain software tersebut. Adapun kesamaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini yaitu mendesain software berasaskan pembelajaran konstruktivis lima fase Nedham. Sedangkan perbedaannya terletak pada materi yang dibahas yaitu materi Hukum Newton tingkat SMA/MA. Penelitian yang telah dilakukan mencoba memperbaiki sisi kelemahan penelitian ini dengan mencari video yang sesuai dengan materi yang dibahas yaitu Hukum Newton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
B. Kerangka Berpikir 1.
Profil miskonsepsi siswa dan penyebab miskonsepsi pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta.
Miskonsepsi terjadi ketika pemahaman seseorang tentang suatu konsep tidak sesuai dengan pemahaman ilmuan setelah melalui proses pembelajaran. Miskonsepsi dalam bidang fisika pun memiliki banyak sub
bidang seperti
mekanika, dinamika, termodinamika, optika, bunyi, gelombang, listrik, magnet, dan fisika modern. Salah satu materi yang dipelajari dalam sub bidang dinamika yaitu Hukum Newton. Penyebab miskonsepsi ada lima: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Penyebab miskonsepsi pada materi gaya terdiri atas intuisi yang salah, persamaan matematis, pembatasan definisi, dan penafsiran pengalaman sehari
hari. Setelah dilakukan survei di MAN 2 Surakarta terhadap
proses pembelajaran khususnya materi fisika ternyata belum melibatkan siswa dalam penemuan konsep fisika. Dalam merancang dan mengimplementasikan program pembelajaran guru tidak memperhatikan prior knowledge yang dimiliki siswa. Proses pembelajaran berlangsung satu arah peran guru tidak lagi sebagai fasilitator dan mediator yang baik melainkan guru memegang otoritas pembelajaran. Kajian terhadap buku teks fisika membuktikan masih ada buku khususnya buku fisika SMP yang mendefinisikan gaya hanya sebatas tarikan dan dorongan. Siswa yang pernah mendapatkan definisi ini di SMP kemungkinan besar akan tetap membawa definisi ini di SMA sehingga memungkinkan munculnya miskonsepsi pada siswa tentang definisi gaya. Dari pembahasan di atas secara keseluruhan patut diduga bahwa profil miskonsepsi siswa pada materi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Hukum Newton yaitu: 1) keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam; 2) benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya; 3) jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan; 4) definisi gaya; 5) gaya muncul dari interaksi dua benda; 6) hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa; 7) hubungan gaya normal dan berat benda; 8) gaya
gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke
atas; 9) lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal; 10) besar gaya tegangan pada tali yang sama. Dari pembahasan sebelumnya diduga penyebab miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta yaitu intuisi yang salah, persamaan matematis, buku teks, dan pembelajaran sebelumnya. 2.
Efektivitas remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis dalam mengatasi miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta.
Model konstruktivis sangat memperhatikan struktur kognitif yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran dimulai. Asimilasi digunakan siswa sebagai suatu kerangka logis dalam rangka menginterpretasi informasi baru. Akomodasi digunakan dalam rangka memecahkan kontradiksi
kontradiksi sebagai bagian dari proses regulasi
diri yang lebih luas dan lebih kompleks. Proses akomodasi akan berlangsung jika terjadi modifikasi terhadap struktur kognitif yang telah ada agar cocok dengan data sensori baru yang diasimilasi. Model konstruktivis terdiri dari lima tahapan yaitu: 1) tahap orientasi; 2) tahap elisitasi/pengungkapan ide; 3) tahap tantangan/restrukturisasi ide; 4) tahap penerapan/penggunaan ide dalam banyak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
situasi; dan 5) tahap review/bagaimana ide itu berubah. Tahap orientasi bertujuan memotivasi siswa dalam mengikuti materi bisa dengan mengaitkan materi yang akan
dibahas
dengan
pengalaman
sehari
hari
siswa.
Tahap
elisitasi/pengungkapan ide bertujuan mengidentifikasi konsep awal siswa yang salah dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan ide mereka yang beranekaragam terhadap materi yang akan dipelajari. Tahap tantangan atau restrukturisasi ide merupakan proses pembuktian konsep yang salah untuk diganti dengan konsep yang benar. Tahap tantangan atau restrukturisasi ide yang merupakan tahap penyajian konsep, yaitu guru menyiapkan suasana di mana siswa diminta membandingkan pendapatnya dengan pendapat siswa lain dan mengemukakan keungulan dari pendapat mereka. Selanjutnya guru mengusulkan peragaaan atau demonstrasi untuk menguji kebenaran pendapat mereka. Pada tahap ini diharapkan siswa mengalami proses akomodasi yaitu dengan mengganti konsep yang keliru dengan konsep yang benar dan proses asimilasi yaitu menambah konsep yang benar di dalam pikiran siswa. Tahap penerapan/penggunaan ide dalam banyak situasi, yaitu kegiatan yang siswa diberi kesempatan untuk menguji ide alternatif yang telah dibangun untuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi. Siswa diharapkan mampu mengevaluasi keunggulan konsep baru yang dia kembangkan. Tahap review/proses perubahan ide, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari konsepnya yang lama. Siswa juga diharapkan mengingat kembali apa yang sudah mereka alami. Melalui pembelajaran model konstruktivis ini diharapkan mampu mereduksi miskonsepsi-miskonsepsi yang bersifat resistan yang dibawa siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
sebelum pembelajaran dimulai, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dari pembahasan di atas secara keseluruhan diduga bahwa remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa. C. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini yaitu remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Bab III METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Surakarta. Waktu pelaksanaan pada semester I tahun ajaran 2012/2013. Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Tahun 2012
1
2
3
Persiapan : a. Penetapan lokasi b. Penyusunan proposal c. Seminar proposal d. Perbaikan proposal e. Validasi instrumen f. Uji coba instrumen g. Perbaikan instrumen Pelaksanaan penelitian : a. Pemberian Tes Miskonsepsi 1 b. Pemberian Remediasi c. Pemberian Tes Miskonsepsi 2 d. Pengolahan Data Penyusunan tesis
commit to user 34
Desember
November
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Kegiatan Penelitian
Februari
No
Januari
Bulan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Berdasarkan tabel 3.1, pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap penyusunan tesis. Tahap persiapan dilakukan selama 9 bulan. Tahap pelaksanaan penelitian dilakukan selama 4 minggu. Tahap penyusunan tesis dilakukan selama 5 bulan. Uji instrumen dilaksanakan di kelas XB MAN 1 Surakarta pada tanggal 18 September 2012. Pelaksanaan tes miskonsepsi 1 di kelas XA dan XB MAN 2 Surakarta pada tanggal 17 Oktober 2012. Sosialisasi di kelas XA dan XB dilakukan masing
masing 2 pertemuan dari tanggal 18
Remediasi di kelas XA dan XB dilakukan masing tanggal 25 Oktober
24 Oktober 2012.
masing 3 pertemuan dari
5 November 2012. Tes miskonsepsi 2 di kelas XA dan XB
MAN 2 Surakarta dilaksanakan pada tanggal 7 November 2012. Wawancara terhadap masing
masing 5 siswa kelas XA dan XB dilaksanakan dari tanggal 7
8 November 2012. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini penelitian eksperimen. Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Control Group Pre-tes Post-test. Tes miskonsepsi 1 digunakan untuk mengukur miskonsepsi siswa sebelum diberi perlakuan sedangkan tes miskonsepsi 2 digunakan untuk mengukur miskonsepsi siswa setelah diberi perlakuan. Rancangan penelitian secara lengkap disajikan pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Rancangan Eksperimen Kelompok Eksperimen Kontrol
Tes Miskonsepsi 1
commit to user
Treatmen X O
Tes Miskonsepsi 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Keterangan: X = pembelajaran konstruktivis, O = pembelajaran konvensional,
= tes miskonsepsi 1 ,
= tes
miskonsepsi 2 C. Populasi dan Sampel Populasi target penelitian ini yaitu seluruh siswa MAN 2 Surakarta dan populasi terjangkaunya yaitu seluruh siswa kelas X MAN 2 Surakarta tahun ajaran 2012/2013. Teknik Sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Teknik sampling ini digunakan pada penelitian
penelitian yang lebih
mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian (Bungin, 2010: 115). Sampel penelitian meliputi siswa kelas XA dan XB. Pemilihan sampel ini dilakukan setelah melakukan wawancara dengan guru fisika MAN 2 Surakarta bahwa siswa yang memiliki NEM rendah sengaja ditempatkan di kelas XA dan XB dengan tujuan menaikkan kepercayaan diri siswa. Kemungkinan untuk menemukan siswa yang memiliki miskonsepsi di kelas XA dan XB cukup besar dan terbukti semua siswa di kedua kelas mengalami miskonsepsi yang terjaring dalam tes miskonsepsi 1 (lampiran 8). Kelas XA sebagai kelas eksperimen, berjumlah 29 siswa. Kelas XB sebagai kelas kontrol, berjumlah 28 orang. Hanya 24 siswa dari tiap kelas yang bisa diolah datanya karena ada beberapa siswa yang tidak hadir selama penelitian. Ada 5 siswa di kelas XA dan 4 siswa di kelas XB yang tidak hadir selama penelitian. Tiap kelas diambil 5 siswa yang memiliki jumlah miskonsepsi tinggi untuk dilakukan wawancara. Wawancara dilakukan untuk menemukan penyebab miskonsepsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1.
Variabel Penelitian a. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan jumlah miskonsepsi dalam materi Hukum Newton. b. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran konstruktivis yang dikenakan pada kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.
2.
Definisi Operasional
Untuk menggambarkan secara lebih operasional variabel dalam penelitian ini, berikut dikemukakan definisi operasional masing-masing variabel tersebut. a. Remediasi Remediasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan siswa. Remediasi dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional dan pembelajaran konstruktivis untuk membetulkan kekeliruan siswa berupa miskonsepsi dalam materi Hukum Newton. Remediasi dalam penelitian ini dilakukan setelah siswa mendapatkan materi Hukum Newton. b. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang tidak dilandasi oleh paham konstruktivisme, titik tolak pembelajaran tidak dimulai dari pengetahuan awal yang dimiliki siswa (prior knowledge). Pembelajaran dimulai dari penyajian informasi, pemberian ilustrasi dan contoh soal,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
latihan soal-soal sampai pada akhirnya guru merasakan apa yang diajarkan telah dimengerti oleh siswa. c. Model Pembelajaran Konstruktivis Model pembelajaran konstruktivis adalah model pembelajaran yang titik tolaknya didasarkan pada konsepsi yang dimiliki oleh siswa (prior knowledge). Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengadakan konflik kognitif dan diskusi kelas untuk mereduksi miskonsepsi yang muncul pada siswa. Keberhasilan pembelajaran terletak pada kemampuan siswa dalam mengubah miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. d. Miskonsepsi Siswa Miskonsepsi siswa adalah konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah yang disepakati oleh ilmuan. Konsepsi tersebut pada umumnya dibangun secara intuitif dalam upaya memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari
hari. Miskonsepsi dinyatakan dengan skor
yang diperoleh siswa dari ketidakmampuannya dalam memahami konsep dan prinsip fisika secara ilmiah yang diukur dengan tes miskonsepsi (tes miskonsepsi 1 dan 2). Data yang terkumpul untuk ubahan ini dalam peringkat interval. Miskonsepsi Hukum Newton yang akan diremediasi pada penelitian ini melanjutkan dari penelitian Dwi Fajar Saputri (2012) disajikan pada tabel 3.3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Tabel 3.3. Konsepsi Awal Siswa No.
1
Indikator
Membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam.
2
Membuktikan benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya (diam atau bergerak dengan kecepatan konstan).
3
Membuktikan jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan.
4
Mendefinisikan gaya.
Konsepsi Awal(Miskonsepsi)
Konsepsi Akhir
Sesuai dengan Hukum I Newton maka tidak ada gaya bekerja pada benda yang diam.
Ketika dalam kesetimbangan (benda diam atau bergerak dengan kecepatan konstan) maka gaya total adalah nol artinya pada benda bekerja gaya gaya tetapi resultannya nol.
Karena benda tidak bergerak maka tidak ada gaya bekerja pada benda. Benda akan berhenti jika gaya luar dilepaskan. Benda tidak mungkin mempertahankan geraknya oleh dirinya sendiri.
Jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan mengalami perlambatan.
6
Membuktikan gaya muncul dari interaksi dua benda. Menentukan hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa.
Jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan.
Jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan langsung berhenti. Sesuai dengan Hukum II Newton maka gaya adalah hasil kali massa dan percepatan. Gaya adalah dorongan.
5
Jika benda dalam kesetimbangan ( ) maka benda dalam keadaan awalnya diam, benda tersebut akan tetap diam; atau benda keadaan awalnya bergerak, gerakannya akan diteruskan dengan kecepatan tetap.
tarikan
Gaya adalah besaran vektor yang menunjukkan ukuran kuantitatif dari interaksi dua buah benda.
dan
Gaya merupakan sifat intrinsik benda.
Gaya muncul dari interaksi dua benda.
Benda yang lebih besar memberikan gaya yang lebih besar.
Berdasarkah Hukum III Newton maka benda bermassa besar mengerjakan suatu gaya pada benda bermassa kecil yang besarnya sama dengan yang dikerjakan benda bermassa kecil pada benda bermassa besar.
Benda yang lebih kecil memberikan gaya yang lebih besar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Gaya normal yang bekerja pada benda selalu sama besar dengan berat benda. 7
Menentukan hubungan gaya normal dan berat benda.
8
Menentukan gaya gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas.
9
Menentukan lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal.
10
Menentukan besarnya gaya tegangan pada tali yang sama.
Gaya normal yang bekerja pada benda selalu lebih besar daripada berat benda. Gaya normal yang bekerja pada benda selalu lebih kecil daripada berat benda. Gaya berat yang arahnya ke bawah bersama dengan sebuah gaya ke atas yang besarnya makin berkurang. Sebuah gaya ke atas yang berkurang besarnya secara tetap sejak benda itu lepas dari tangan sampai dia mencapai titik tertinggi, dan setelah itu sebuah gaya gravitasi ke bawah yang bertambah besarnya secara tetap akibat benda itu makin dekat ke bumi. Benda akan menjauhi lintasan dengan arah menyinggung lintasan. Benda akan bergerak dengan arah tegak lurus terhadap lintasan. Gaya tegangan tali besarnya berbeda tergantung massa benda yang dihubungkan.
Gaya normal adalah gaya yang bekerja pada bidang sentuh antara dua permukaan yang bersentuhan yang arahnya tegak lurus terhadap bidang sentuh.
Sebuah gaya gravitasi ke bawah yang tetap besarnya.
Searah dengan arah kecepatan yang tegak lurus dengan gaya sentripetal atau jari jari lingkaran.
Gaya tegangan tali untuk tali yang sama selalu sama besar dengan syarat massa tali diabaikan dan katrol dianggap licin.
e. Efektivitas Remediasi Menurut kamus bahasa Indonesia (2008:374) efektivitas adalah ada efeknya (pengaruh, akibat, kesannya). Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah efektivitas remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis dalam mengatasi miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta. Remediasi dikatakan efektif apabila proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang diremediasi melalui model pembelajaran konstruktivis lebih tinggi dibandingkan siswa yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diremediasi melalui pembelajaran konvensional. Proporsi penurunan miskonsepsi dihitung dengan uji z satu pihak. Kemudian efektivitas remediasi ditentukan dengan melihat harga
. Interpretasi hasil
disajikan pada gambar 3.1.
Gambar.3.1. Barometer Efektivitas Hattie (2009) E. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk menggali miskonsepsi siswa dalam penelitian ini menggunakan tes miskonsepsi (tes miskonsepsi 1 dan 2) tipe pilihan ganda dengan tiga pilihan dan wawancara. Berdasarkan jawaban siswa yang tidak benar dalam pilihan ganda, peneliti mewawancarai beberapa siswa. Tujuan dari wawancara untuk meneliti cara siswa berpikir dan penyebab mereka berpikir seperti itu (Suparno, 2005: 123). Wawancara yang digunakan yaitu clinical interview. Melalui metode ini diharapkan peneliti dapat menggali miskonsepsi siswa berdasarkan pemikiran siswa sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
F. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data Dalam penelitian ini digunakan dua macam instrumen yang meliputi: 1) instrumen yang berfungsi sebagai pendukung pembelajaran dalam kelas yaitu tenaga pengajar (peneliti), silabus, RPP dan perangkat strategi pengubahan konsepsi; 2) instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel terikat yaitu tes miskonsepsi dan wawancara. 1. Tenaga Pengajar. Pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen maupun kontrol dilakukan oleh tenaga pengajar dalam hal ini peneliti. 2. Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Hukum Newton terdiri dari dua jenis yaitu RPP berlandaskan model pembelajaran konstruktivis dan RPP
berlandaskan
model
pembelajaran
konvensional masing-masing
mencakup tiga kali pertemuan. 3. Media visualisasi ilmiah sebagai strategi pengubahan konsepsi. Media ini merupakan sekumpulan perangkat pembelajaran yang terdiri dari Lembar Kerja Siswa (LKS) dan slide powerpoint yang dilengkapi animasi flash mengacu pada karakteristik pembelajaran kontruktivis yang berangkat dari konsepsi awal siswa yang diduga mengalami miskonsepsi. Dengan berpedoman pada pra konsepsi ini, siswa diharapkan merasa lebih mudah dalam mereduksi miskonsepsinya menuju konsepsi ilmiah. Sistematika penyusunan media ini meliputi : (1). LKS yang terdiri atas: (a). gambar dan pertanyaan diskusi yang memancing konsepsi awal siswa; (b). pertanyaan aplikasi 1 yang memicu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
siswa menggunakan ide baru dalam situasi berbeda; (c). pertanyaan apikasi 2 untuk melihat perubahan ide siswa. (2). Slide power point yang berisi uraian ringkas konsep-konsep esensial untuk materi hukum newton dan simulasi media flash sederhana untuk mengatasi miskonsepsi siswa. 4. Tes miskonsepsi. Tipe soal adalah pilihan ganda dengan tiga pilihan. Tiga pilihan
digunakan
karena
menurut
Sutrisno
(1990)
paling
efektif
dibandingkan dengan 4 atau 5 pilihan. Tes ini digunakan sebagai tes miskonsepsi 1 untuk melihat miskonsepsi siswa sebelum remediasi dan tes miskonsepsi 2 untuk mengetahui perbedaan miskonsepsi kelompok kontrol dan eksperimen. Melalui alat ini diharapkan dapat mengungkapkan data penguasaan siswa terhadap konsep-konsep fisika untuk pokok bahasan Hukum Newton. Ranah kognitif yang diukur mengikuti taksonomi Bloom yang meliputi pemahaman (c2) dan aplikasi (c3). Untuk menjamin validitas isi dilakukan dengan menyusun kisi-kisi soal yang disajikan pada tabel 3.4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Tabel 3.4. Kisi-Kisi Tes Miskonsepsi Kompetensi Dasar
Indikator 1. Hukum I Newton a. Membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam. b. Membuktikan benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya(diam atau bergerak dengan kecepatan konstan). c. Jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan.
2.3.Menerap 2. Hukum II Newton a. Mendefinisikan gaya. kan Hukum Newton b. Membuktikan gaya muncul dari sebagai interaksi dua benda. prinsip dasar dinamika untuk gerak lurus, gerak 3. Hukum III Newton vertikal, dan a. Menentukan hubungan gaya aksi gerak reaksi dua benda berbeda massa. melingkar beraturan. 4.
Aplikasi a. Menentukan hubungan gaya normal dan berat benda.
Dimensi C2 C3
Jumlah Item
No. Soal
2
1,4
2
2,5
2
3,6
2
8,1
2
6,8
2
9,3
2
7,9
2
4,2
c. Menentukan lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran.
2
5,7
d. Menentukan besarnya gaya tegangan pada tali yang sama.
2
10, 10
b. Menentukan gaya gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas.
Cara pemberian skor terhadap jawaban siswa untuk setiap butir soal adalah sebagai berikut. Jika siswa tidak menjawab atau jawaban siswa salah diberi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
skor 0. Skor 1 diberikan bila jawaban siswa benar. Untuk membedakan jawaban berbentuk pilihan ganda antara siswa yang kekurangan pengetahuan (a lack of knowledge) dengan siswa yang mengalami miskonsepsi digunakan metode CRI (Certain of Response Index) dari Bayoko dan Kelly. Pada CRI ini siswa diminta untuk mengisi derajat kepastian dengan memilih 6 tingkatan dalam menyeleksi
dan memanfaatkan pengetahuan, konsep atau hukum
untuk menjawab soal. Opsi itu adalah: 1) tebakan; 2) hampir menebak; 3) ragu
ragu; 4) yakin; 5) hampir pasti; 6) pasti. Jika derajat kepastiannya
rendah (skala CRI 0
3) ini menunjukkan bahwa penentuan jawaban benar
maka siswa dianggap memiliki kekurangan pengetahuan dan jawaban salah diidentifikasikan mengalami miskonsepsi. Jika jawaban benar dengan derajat kepastian tinggi (skala CRI 4
6), siswa dianggap paham konsep akan tetapi
jika jawaban salah maka siswa mengalami miskonsepsi. G. Uji Validitas dan Reliabilitas Sebelum instrumen ini digunakan maka diteliti dulu kualitasnya melalui validitas isi kemudian dilakukan uji coba. Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau melalui expert judgement (Saifuddin, 2012:42). Validitas isi dilakukan oleh 2 Dosen yaitu : Sukarmin, M.Si., Ph.D dan Drs. Syukran Mursyid M.Pd. Tes yang divalidasi sebanyak 20 soal dengan 10 indikator. Setelah divalidasi isi dan diperbaiki kemudian diuji di kelas XB MAN 1 Surakarta. Hasil uji coba dianalisis dengan software ANATES untuk mengukur validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Terakhir diambil 10 soal yang terbaik berdasarkan 4 kriteria yaitu validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Validitas tes adalah ketepatan alat ukur dengan apa yang hendak diukur (Sutrisnohadi, 1991: 1). Reliabilitas tes adalah kemampuan mempertahankan kestabilan / kemantapan, keterpercayaan dan ketepatan dari suatu ramalan (Kerlinger, 1973: 709). Selain memenuhi validitas dan reliabilitas, suatu tes juga harus memiliki daya pembeda dan keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut, yaitu adanya soal-soal yang mudah, sedang dan sukar secara proporsional. Kualitas instrumen ditunjukkan oleh kesahihan (validitas) dan keterandalannya (reliabilitas) dalam mengungkapkan yang akan diukur. H. Teknik Analisis Data Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut: a. Profil miskonsepsi siswa dan penyebab miskonsepsi dianalisis secara deskriptif kualitatif dan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.5. Distribusi Profil Miskonsepsi Siswa Sebelum dan Sesudah Remediasi Menggunakan Pembelajaran Konstruktivis dan Pembelajaran Konvensional Tiap Indikator
Jumlah Siswa
Indikator
Profil Miskonsepsi
commit to user
Kelas Eksperimen Tes Tes misko miskonse nseps psi 1 i2
Kelas Kontrol Tes miskon sepsi 1
Tes miskon sepsi 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Tabel 3.6. Distribusi Penyebab Miskonsepsi Tiap Indikator
Indikator
Penyebab Miskonsepsi Bentuk Pembatasan Matematis Definisi
Intuisi yang Salah
Pembelajaran Sebelumnya
Tabel 3.7. Distribusi Proporsi Penurunan Miskonsepsi antara Siswa yang Diremediasi dengan Menggunakan Pembelajaran Konstruktivis dan Pembelajaran Konvensional Tiap Indikator
Proporsi Penurunan Miskonsepsi Remediasi Remediasi Menggunakan Menggunakan Pembelajaran Pembelajaran Konstruktivis Konvensional
Indikator
b. Hipotesis penelitian yaitu yaitu remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa dianalisis dengan analisis statistik. Remediasi dikatakan efektif apabila proporsi penurunan miskonsepsi
siswa
yang
diremediasi
melalui
model
pembelajaran
konstruktivis lebih tinggi dibandingkan siswa yang diremediasi melalui pembelajaran konvensional. Proporsi penurunan miskonsepsi siswa diuji dengan uji perbedaan proporsi dengan uji Z satu pihak karena untuk menguji hipotesis terhadap beda dua proporsi populasi dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dan rumusan hipotesis penelitian telah mengunggulkan model pembelajaran konstruktivis
dalam
menurunkan miskonsepsi. Adapun
langkah-langkah uji Z satu pihak sebagai berikut: -
Tentukan rumusan hipotesis
:
commit to user
dan
:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
= proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang diremediasi melalui model pembelajaran konstruktivis. = proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang diremediasi melalui model pembelajaran konvensional. -
Tentukan persentase penurunan miskonsepsi siswa pada kelas ekperimen (diremediasi dengan pembelajaran konstruktivis) dan kelas kontrol (diremediasi dengan pembelajaran konvensional) dengan melihat tabel hasil analisis konsepsi siswa tentang konsep hukum newton.
-
Tentukan besar proporsi siswa yang miskonsepsinya berubah menjadi konsepsi ilmiah di kelas ekperimen dan kontrol.
-
Tentukan nilai Z dengan rumus perbedaan proporsi: (Sudjana, 2002: 246)
Keterangan : = jumlah siswa di kelas eksperimen. = jumlah siswa di kelas kontrol. p = (p1 + p2) / 2 q=1
p
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
-
digilib.uns.ac.id
Tolak Ho jika : taraf nyata dan peluang
-
, dan terima Ho jika
dengan
=
didapat dari daftar distribusi normal baku dengan (Sudjana, 2002: 247
248).
Kemudian efektivitas remediasi ditentukan dengan melihat harga . Interpretasi hasil
disajikan pada gambar 3.2.
Gambar.3.2. Barometer Efektivitas Hattie (2009) I. Hipotesis Statistik : Remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis tidak efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa. : Remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Profil Miskonsepsi Tes miskonsepsi diberikan sebanyak dua kali kepada siswa kelas XA dan XB MAN 2 Surakarta. Sebanyak 48 siswa yaitu 24 siswa tiap kelas yang mengikuti kedua tes tersebut. Tes miskonsepsi terdiri dari 10 soal dengan 3 pilihan jawaban dilengkapi CRI (Certain of Response Index) untuk melihat tingkat kepastian jawaban dan membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dengan siswa yang kekurangan pengetahuan (a lack of knowledge). Siswa yang diduga miskonsepsi jika pilihan jawaban salah dan tingkat CRI pada rentang 4 6. Tes miskonsepsi 1 dilakukan untuk mengetahui siswa yang mengalami miskonsepsi. Tes miskonsepsi 2 dilakukan untuk mengetahui siswa yang mengalami miskonsepsi setelah diremediasi. Berdasarkan jawaban siswa pada tes miskonsepsi 1 dan tes miskonsepsi 2 dapat diketahui bahwa profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi dan ada juga yang homogen untuk tiap indikator. Langkah berikutnya setelah dilakukan tes miskonsepsi 1 yaitu melakukan remediasi. Remediasi yang dilakukan yaitu dengan model pembelajaran konstruktivis di kelas ekperimen (XA) dan dengan pembelajaran konvensional di kelas kontrol (XB). Sebanyak 24 siswa pada kelas XA dan 24 siswa pada kelas XB yang diremediasi.
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Tabel 4.1. Distribusi Profil Miskonsepsi Siswa Sebelum dan Sesudah Remediasi Menggunakan Pembelajaran Konstruktivis (Kelas Eksperimen) dan Pembelajaran Konvensional (Kelas Kontrol) Tiap Indikator Jumlah Siswa
Indikator
Profil Miskonsepsi
Membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam. Membuktikan benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya(diam atau bergerak dengan kecepatan konstan). Membuktikan jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan.
Sesuai dengan Hukum I Newton maka tidak ada gaya bekerja pada benda yang diam. Karena benda tidak bergerak maka tidak ada gaya bekerja pada benda. Benda akan berhenti jika gaya luar dilepaskan.
Mendefinisikan gaya. Membuktikan gaya muncul dari interaksi dua benda. Menentukan hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa. Menentukan hubungan normal dan benda.
gaya berat
Menentukan gaya gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas. Menentukan lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran
Kelas Eksperimen Tes Tes misko misko nsepsi nsepsi 1 2
Kelas Kontrol Tes misko nsepsi 1
Tes misko nsepsi 2
2
1
14
14
20
9
5
5
1
1
4
1
1
0
7
8
Jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan mengalami perlambatan. Jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan langsung berhenti.
15
12
13
14
6
4
6
6
Sesuai dengan Hukum II Newton maka gaya adalah hasil kali massa dan percepatan. Gaya adalah tarikan dan dorongan.
5
0
5
4
19
14
18
15
24
23
24
15
Benda tidak mungkin mempertahankan geraknya oleh dirinya sendiri.
Gaya merupakan sifat intrinsik benda.
Benda yang lebih besar memberikan gaya yang lebih besar. Benda yang lebih kecil memberikan gaya yang lebih besar. Gaya normal yang bekerja pada benda selalu sama besar dengan berat benda.
4
4
10
5
20
9
11
10
2
5
4
10
Gaya normal yang bekerja pada benda selalu lebih besar daripada berat benda.
15
14
15
9
1
0
1
1
21
20
17
17
3
1
2
2
5
1
8
5
Gaya berat yang arahnya ke bawah bersama dengan sebuah gaya ke atas yang besarnya makin berkurang. Sebuah gaya ke atas yang berkurang besarnya secara tetap sejak benda itu lepas dari tangan sampai dia mencapai titik tertinggi, dan setelah itu sebuah gaya gravitasi ke bawah yang bertambah besarnya secara tetap akibat benda itu makin dekat ke bumi. Benda akan menjauhi lintasan dengan arah menyinggung lintasan. Benda akan bergerak dengan arah tegak lurus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
pada bidang horizontal. Menentukan besarnya gaya tegangan pada tali yang sama.
terhadap lintasan. Gaya tegangan tali besarnya berbeda tergantung massa benda yang dihubungkan.
22
17
23
17
Tabel 4.1 Menunjukkan profil miskonsepsi siswa sebelum dan sesudah remediasi menggunakan model pembelajaran konstruktivis dan pembelajaran konvensional. Indikator pertama yaitu membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam. Profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. Sebelum remediasi ada 2 siswa menganggap tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam dengan menyandarkan pada persamaan Hukum I Newton
.
Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi siswa yang keliru dalam menafsirkan persamaan Hukum I Newton yang berasal dari sumber bacaan (buku teks). Berdasarkan Hukum I Newton, siswa menganggap gaya adalah besaran skalar sehingga menyimpulkan bahwa tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam berdasarkan persamaan . Siswa juga menganggap tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam dengan alasan benda tidak bergerak. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi siswa yang keliru. Intuisi ini berasal dari pengamatan siswa terhadap keadaan fisis benda yang diam ditambah dengan penafsiran yang keliru terhadap persamaan Hukum I Newton yang didapat dari sumber bacaan sehingga muncul anggapan tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam atau tidak bergerak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Berdasarkan profil miskonsepsi yang ditemukan pada indikator ini maka remediasi dilakukan menggunakan model pembelajaran konstruktivis. Remediasi dimulai dengan tahap orientasi yaitu melakukan demonstrasi yaitu meletakkan benda di atas meja kemudian mengajukan pertanyaan pada siswa tentang keberadaan gaya pada benda ini. Pertanyaan diajukan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi awal siswa. Didapatkan banyak siswa menganggap tidak ada gaya yang bekerja pada benda yang diam. Adapun alasan siswa dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu karena benda tidak bergerak maka dapat dipastikan tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut. Ada juga yang beralasan karena benda diam maka berlaku Hukum I Newton melihat persamaan
sehingga hanya dengan
siswa menyimpulkan gaya yang bekerja pada benda
diam sebesar nol (tidak ada gaya). Pada tahap elisitasi siswa menjawab soal dalam LKS secara berkelompok dengan tujuan mengetahui ide siswa secara jelas. Pada tahap restrukturisasi guru membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam melalui demonstrasi. Demonstrasi dilakukan dengan meletakkan bola besi di atas telapak tangan perwakilan kelompok siswa secara bergantian kemudian menanyakan keberadaan gaya pada bola besi yang diam di atas telapak tangan. Siswa merasakan tekanan pada telapak tangannya. Kemudian guru menjelaskan bahwa tekanan yang dirasakan telapak tangan oleh bola besi tersebut membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam. Pada kondisi ini bekerja dua gaya. Pertama gaya gravitasi yang arahnya ke pusat bumi. Gaya lain yang bekerja pada bola adalah gaya kontak dari telapak tangan yang arahnya ke atas. Benda tetap diam walaupun bekerja dua gaya padanya karena besar dua gaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
yang bekerja adalah sama dan berlawanan arah sehingga resultan gaya yang bekerja pada bola besarnya nol. Peristiwa ini sesuai dengan prinsip Hukum I Newton. Jadi persamaan
dalam kasus ini menyatakan bahwa ada gaya
yang bekerja pada benda diam yaitu gaya normal dan gaya gravitasi tetapi resultan kedua gaya tersebut sama dengan nol. Untuk menguji penggunaan ide siswa pada tahap aplikasi siswa diminta mengambar diagram benda bebas pada soal di LKS. Ide siswa dalam konteks ini yaitu ide yang diperoleh siswa setelah melalui tahap restrukturisasi.
Gambar 4.1(a). Hasil kerja siswa tentang gaya yang keliru.
(b). Hasil kerja siswa tentang gaya yang benar.
Tahap aplikasi siswa diberi kesempatan untuk menggambar gaya normal (N) dan gaya berat (w) yang bekerja pada benda diam. Hasilnya seperti tercantum dalam gambar 4.1a menunjukkan hasil kerja siswa yang keliru menggambar gaya dan gambar 4.1b menampilkan hasil kerja siswa yang benar menggambar gaya. Setelah penyampaian materi pada tahap restrukturisasi, masih ada siswa yang keliru dalam menggambar gaya
gaya yang bekerja pada benda diam (gambar
4.1a). Dapat dikatakan bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada indikator ini. Selain itu ada juga siswa yang benar dalam menggambarkan gaya bekerja pada benda diam (gambar 4.1b).
commit to user
gaya yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Tahap review siswa diminta menyimpulkan hasil pembelajaran pada indikator ini dalam LKS yang disediakan dengan tujuan melihat adanya perubahan ide siswa. Untuk menancapkan ide yang diperoleh siswa melalui pembelajaran konstruktivis akhirnya guru bersama siswa menyimpulkan bahwa ketika benda dalam kesetimbangan (diam atau bergerak dengan kecepatan konstan) maka gaya total adalah nol artinya pada benda bekerja gaya-gaya tetapi resultannya nol. Setelah remediasi ada 1 siswa yang masih menganggap tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam dengan menyandarkan pada persamaan Hukum I Newton
. Terjadi penurunan 1 siswa yang memiliki profil miskonsepsi
ini setelah remediasi. Ada 9 siswa setelah remediasi yang masih menganggap tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam dengan alasan benda tidak bergerak. Terjadi penurunan 11 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini setelah remediasi. Terdapat penurunan 12 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini setelah remediasi. Indikator kedua yaitu membuktikan benda dalam kesetimbangan
selalu
mempertahankan keadaan awalnya (diam atau bergerak dengan kecepatan konstan). Profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. Sebelum remediasi ada 1 siswa menganggap dalam keadaan setimbang benda akan berhenti jika gaya luar dilepaskan. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi yang keliru dalam memahami Hukum I
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Newton yang berasal dari pengalaman sehari
hari ditambah informasi keliru
yang diperoleh dari pembelajaran sebelumnya dalam mengaitkan pengalaman tersebut dengan konsep kesetimbangan dalam Hukum I Newton. Siswa memiliki anggapan bahwa sifat alamiah benda adalah diam yang didapatkan dari pengalaman sehari hari seperti ketika gaya dorong dilepaskan maka benda akan langsung berhenti. Siswa menganggap benda berhenti hanya disebabkan oleh gaya dorong yang dilepaskan tanpa mencari sifat alamiah benda yang sesungguhnya. Sifat alamiah benda yaitu selalu menolak perubahan dalam geraknya atau selalu mempertahankan keadaan awalnya. Sifat ini pertama kali dibuktikan oleh Galileo dalam percobaan dan menyimpulkan bahwa bukanlah sifat alamiah suatu benda untuk diam apabila benda itu sudah digerakkan. Dalam kata
ka
suatu benda, kecepatan tersebut akan terus dipertahankan selama faktor
faktor
sedang menjelajah ruang hampa dengan mesin mati akan tetap bergerak selamanya
Dari
Hukum I Newton dapat disimpulkan bahwa setiap benda yang terisolasi (yang tidak berinteraksi dengan lingkungannya) atau dalam kesetimbangan akan berada dalam kondisi diam atau bergerak dengan kecepatan tetap. Sifat alamiah benda untuk menolak semua upaya mengubah kecepatannya disebut inersia. Sebelum remediasi ada 1 siswa menganggap benda tidak mungkin mempertahankan geraknya oleh dirinya sendiri. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi keliru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
yang berasal dari pengalaman sehari
hari yang dipersepsikan keliru oleh siswa
seperti ketika gaya dorong dilepaskan pada benda maka benda akan berhenti. Siswa menganggap benda berhenti membuktikan bahwa benda tidak mungkin mempertahankan geraknya oleh dirinya sendiri. Padahal sifat alamiah benda yaitu menolak semua upaya mengubah kecepatannya sehingga benda memiliki kecenderungan mempertahankan keadaan geraknya. Upaya mereduksi miskonsepsi dilakukan melaui remediasi menggunakan model pembelajaran konstruktivis. Dimulai tahap orientasi mengajukan kasus orang yang mengemudi kemudian mendadak menginjak rem. Selanjutnya mengajukan pertanyaan tentang keadaan atau posisi orang tersebut setelah kejadian (menginjak rem) dibandingkan keadaan sebelumnya. Tahap elisitasi siswa diminta mendiskusikan untuk menjawab soal dalam LKS yang berhubungan dengan kasus ini. Tahap restrukturisasi guru menampilkan video pembuktian kasus ini yaitu benda
dalam
kesetimbangan
selalu
mempertahankan
keadaan
awalnya.
Pembuktian selanjutnya dilakukan melalui demonstrasi kelembaman. Demonstrasi dimulai dengan meletakkan bola besi di atas kertas yang berada di atas meja kemudian menarik kertas secara perlahan selanjutnya menghentikan tarikan. Didapatkan bahwa setelah tarikan dihentikan maka benda akan tetap bergerak ke arah tarikan. Hal ini membuktikan bahwa tarikan atau dorongan tidak mempengaruhi perubahan kecepatan benda. Perubahan dalam kecepatan benda disebabkan oleh sifat inersia benda tersebut yaitu sifat alamiah benda untuk menolak terjadinya perubahan dalam kecepatan dan tidak terpengaruh oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
lingkungan tempat benda itu berasal. Untuk menguji penggunaan ide siswa pada tahap aplikasi siswa diminta melakukan demonstrasi lanjutan yang tercantum dalam LKS. Untuk melihat perubahan ide siswa dalam berbagai situasi, pada tahap review siswa diminta menyimpulkan hasil demonstrasi yang tercantum dalam LKS. Akhirnya untuk menguatkan penanaman ide siswa ini, guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran konstruktivis pada indikator ini yaitu dalam kesetimbangan benda selalu mempertahankan keadaan awalnya (diam atau bergerak dengan kecepatan konstan) dan perubahan dalam kecepatan benda disebabkan oleh sifat inersia benda tersebut. Setelah remediasi ada 1 siswa yang masih menganggap dalam keadaan setimbang benda akan berhenti jika gaya luar dilepaskan. Tidak terjadi penurunan pada profil ini disebabkan siswa masih mempertahankan pemahaman sifat alamiah benda adalah diam dan kurangnya penekanan dalam tahap restrukturisasi bahwa sifat alamiah benda selalu mempertahankan keadaan awalnya. Setelah remediasi tidak ada siswa yang masih menganggap benda tidak mungkin mempertahankan geraknya oleh dirinya sendiri. Terjadi penurunan 1 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini. Terdapat penurunan 1 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini. Indikator ketiga yaitu membuktikan jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan. Profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. Sebelum remediasi ada 15 siswa menganggap jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan mengalami perlambatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Setelah wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi keliru terhadap kasus benda yang bergerak di angkasa jauh dari planet manapun. Siswa menganggap pada kasus ini ada gaya yang bekerja pada benda yaitu gaya gravitasi. Siswa tidak menyadari bahwa pada kasus ini benda berada dalam kesetimbangan karena berada di angkasa yang jauh dari planet manapun. Kondisi ini mengakibatkan tidak ada gaya yang bekerja pada benda sehingga benda yang semula bergerak lurus beraturan akan tetap bergerak lurus beraturan selama tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda. Ada 6 siswa menganggap jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan langsung berhenti. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi yang keliru dalam memahami Hukum I Newton yang berasal dari pengalaman sehari
hari ditambah
informasi keliru yang diperoleh dari pembelajaran sebelumnya dalam mengaitkan pengalaman tersebut dengan konsep kesetimbangan dalam Hukum I Newton. Siswa memiliki anggapan bahwa sifat alamiah benda adalah diam yang didapatkan dari pengalaman sehari hari seperti ketika gaya dorong dilepaskan maka benda akan langsung berhenti. Siswa menganggap benda berhenti hanya disebabkan oleh gaya dorong yang dilepaskan tanpa mencari sifat alamiah benda yang sesungguhnya. Sifat alamiah benda yaitu selalu menolak perubahan dalam
angkasa yang sedang menjelajah ruang hampa dengan mesin mati akan tetap bergerak selamanya diam. Dari Hukum I Newton dapat disimpulkan bahwa setiap benda yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
terisolasi (yang tidak berinteraksi dengan lingkungannya) atau ketika tidak ada gaya yang bekerja padanya maka benada akan berada dalam kondisi diam atau bergerak dengan kecepatan tetap. Sifat alamiah benda untuk menolak semua upaya mengubah kecepatannya disebut inersia. Remediasi dilakukan menggunakan model pembelajaran konstruktivis. Dimulai tahap orientasi dengan menampilkan simulasi animasi kasus dua mobil yang bergerak lurus beraturan dengan kecepatan yang berbeda. Selanjutnya menanyakan pada siswa besar gaya total kedua mobil. Pada tahap elisitasi banyak siswa yang menganggap kedua mobil memiliki gaya total yang berbeda sebanding dengan kecepatan tetap mobil. Tahap restrukturisasi guru mereduksi miskonsepsi siswa yaitu menjelaskan bahwa benda yang bergerak dengan kecepatan konstan berada dalam kesetimbangan sehingga gaya total yang bekerja pada benda besarnya nol. Kasus ini serupa dengan kasus tidak ada gaya yang bekerja pada benda yang bergerak lurus beraturan di angkasa yang jauh dari planet lain. Disebabkan sifat alamiah benda yang selalu menolak perubahan dalam geraknya sehingga dalam kasus pesawat yang menjelajah ruang hampa (angkasa) maka benda akan tetap bergerak lurus beraturan dengan kecepatan konstan selama faktor
faktor eksternal
penyebab perlambatan tidak ada. Tahap aplikasi dan tahap review siswa diminta menerapkan ide siswa dalam penyelesaian soal LKS. Akhirnya guru bersama siswa menyimpulkan bahwa jika gaya total yang bekerja pada benda besarnya nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Setelah remediasi ada 12 siswa yang masih menganggap jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan mengalami perlambatan. Terjadi penurunan 3 siswa yang memilki profil miskonsepsi ini. Ada 4 siswa setelah remediasi yang masih menganggap jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan langsung berhenti. Terjadi penurunan 2 siswa yang memilki profil miskonsepsi ini. Terdapat penurunan 5 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini. Indikator keempat yaitu mendefinisikan gaya sebagai besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. Sebelum remediasi ada 5 siswa mendefinisikan gaya sebagai
hasil kali massa dan percepatan berdasarkan persamaan Hukum II
Newton
. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki
profil
miskonsepsi ini disebabkan oleh
intuisi siswa yang keliru dalam
menafsirkan persamaan Hukum II Newton yang berasal dari sumber bacaan (buku teks). Siswa mendefinisikan gaya sebagai hasil kali massa dan percepatan. Persamaan
tidak mengatakan
adalah suatu gaya. Semua gaya yang
bekerja pada benda ditambahkan secara vektor untuk menghasilkan gaya netto pada bagian kiri persamaan ini. Gaya netto ini kemudian disetarakan dengan hasil kali massa benda dan percepatan yang diakibatkan oleh gaya netto tersebut. Hasil kali massa dan percepatan benda bukanlah definisi gaya. Ada 19 siswa sebelum remediasi yang mendefinisikan gaya sebagai tarikan dan dorongan. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
miskonsepsi ini disebabkan oleh pembatasan definisi yang dilakukan siswa. Pembatasan ini bersumber dari literatur yang pernah dibaca atau disampaikan kepada siswa seperti mendefinisikan gaya hanya sebatas tarikan dan dorongan padahal secara faktual gaya juga bekerja pada benda yang diam. Untuk mereduksi miskonsepsi pada indikator ini digunakan model pembelajaran konstruktivis. Dimulai tahap orientasi menampilkan kasus balok yang diam di atas meja. Kemudian menanyakan keberadaan gaya pada balok yang diam. Pada tahap elisitasi banyak siswa yang menjawab ada gaya yang bekerja pada balok. Tahap restrukturisasi guru memulai dengan pertanyaan tentang definisi gaya. Banyak siswa mendefinisikan gaya sebagai tarikan atau dorongan dan ada juga mendefinisikan gaya sebagai perkalian masssa dan percepatan. Guru melanjutkan pertanyaan tentang kasus balok yang diam di atas meja yang bekerja gaya tetapi balok tidak bergerak atau ditarik maupun didorong. Guru mengingatkan kembali tentang vektor gaya. Kemudian guru mendefinisikan gaya sebagai besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Tahap aplikasi dan tahap review siswa diberi kesempatan menerapkan ide ini dalam persoalan pada LKS. Akhirnya guru bersama siswa mendefinisikan gaya sebagai besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Setelah remediasi tidak ada lagi siswa yang mendefinisikan gaya sebagai hasil kali massa dan percepatan. Terjadi penurunan 5 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Masih ada 14 siswa yang mendefinisikan gaya sebatas tarikan dan dorongan. Terjadi penurunan 5 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini. Terdapat penurunan 10 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini. Indikator kelima yaitu membuktikan gaya muncul dari interaksi dua benda. Profil miskonsepsi yang dialami siswa homogen. Sebelum remediasi ada 24 siswa menganggap gaya merupakan sifat intrinsik benda. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang mengalami miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari sumber bacaan. Sumber bacaan masih menuliskan kalimat:
siswa
sebagai sifat intrinsik benda. Dengan kata lain siswa menganggap setiap benda memiliki gaya seperti benda memiliki massa atau manusia memiliki tubuh. Secara konseptual gaya itu tidak pernah dimiliki oleh benda manapun karena gaya itu muncul dari interaksi dua benda. Kembali pada definisi gaya sebagai besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Definisi tersebut menekankan bahwa gaya muncul dari interaksi dua benda atau dengan kata lain gaya bukan sifat intrinsik benda. Remediasi
menggunakan
model
pembelajaran
konstruktivis
untuk
mereduksi miskonsepsi pada indikator ini. Dimulai tahap orientasi menampilkan gambar seekor gajah dengan berat 2000 Newton kemudian menanyakan besar gaya yang dimiliki gajah tersebut. Pada tahap elisitasi hampir semua mengatakan gaya yang dimiliki gajah sebesar 2000 Newton. Tahap restrukturisasi guru menjelaskan bahwa gajah tidak memiliki gaya kemudian mengingatkan kembali definisi gaya. Selanjutnya guru menampilkan gaya
commit to user
gaya yang bekerja pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
gajah. Guru menjelasakan bahwa besar 2000 Newton merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua buah benda dalam kasus ini interaksi antara gajah dan bumi. Benda tidak pernah memiliki gaya karena gaya adalah besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Dengan kata lain gaya tidak pernah dimiliki oleh suatu benda tetapi muncul dari interaksi dua benda. Tahap aplikasi siswa diminta mengambar diagram benda bebas. Tahap review siswa diberi kesempatan menguji idenya dalam penyelesaian soal LKS. Akhirnya guru bersama siswa menyimpulkan bahwa benda tidak memiliki gaya karena gaya adalah besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Setelah remediasi masih ada 23 siswa yang menganggap gaya merupakan sifat intrinsik benda. Masih banyaknya siswa yang memilki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh pemikiran intuitif yang berasal dari pengamatan terus pada sumber bacaan yang masih mencantumkan kalimat: benda.
menerus i
Sehingga secara spontan bila menghadapi persoalan pembuktian gaya
muncul dari interaksi dua benda maka siswa tetap mempertahankan bahwa gaya merupakan sifat intrinsik benda atau benda memiliki gaya. Terjadi penurunan 1 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini. Indikator keenam yaitu menentukan hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa. Profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. Sebelum remediasi ada 4 siswa menganggap benda yang lebih besar memberikan gaya yang lebih besar. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari pembelajaran sebelumnya sehingga menganggap aplikasi Hukum III Newton berlaku pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
benda yang sama. Siswa menganggap gaya aksi
reaksi hanya berlaku pada
benda yang sama. Dalam kasus benda berbeda massa, siswa hanya melihat gaya yang bekerja pada benda bermassa kecil. Alhasil siswa menganggap benda yang lebih besar memberikan gaya yang lebih besar terhadap benda yang lebih kecil tanpa melihat gaya reaksi dari benda kecil terhadap benda besar. Secara teoritis Hukum III Newton menyatakan bahwa gaya aksi dan reaksi bekerja pada dua benda yang berbeda. Dua gaya yang bekerja pada satu benda meskipun besarnya sama dan arahnya berlawanan bukanlah pasangan gaya aksi
reaksi.
Ada 20 siswa sebelum remediasi menganggap benda yang lebih kecil memberikan gaya yang lebih besar. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari pengamatan terhadap keadaan fisis benda. Dalam kondisi dua benda berbeda massa berinteraksi (benda bermassa besar berada di atas benda bermassa kecil) siswa mengganggap saat interaksi benda bermassa kecil harus memberikan gaya lebih besar pada benda bermassa besar agar benda bermassa kecil dapat menahan benda bermassa besar yang berada di atasnya. Secara konseptual berdasarkan Hukum III Newton, pada saat interaksi gaya dikerjakan oleh kedua benda selalu sama besar dan saling berlawanan arah. Remediasi dilakukan untuk mereduksi miskonsepsi pada indikator ini menggunakan model pembelajaran konstruktivis. Pembelajaran dimulai dengan tahap orientasi menampilkan gambar tumpukkan
dua benda berbeda massa
(massa A > massa B) kemudian mengajukan pertanyaan tentang gaya yang benda A berikan pada B dibandingkan gaya yang diberikan B pada A saat interaksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Ternyata pada tahap elisitasi banyak siswa menganggap gaya yang diberikan benda bermassa A pada B lebih besar daripada gaya yang diberikan benda bermassa B pada A karena melihat faktor massa A > massa B. Pada tahap restrukturisasi guru menampilkan simulasi gaya yang terjadi pada dua benda yang berinteraksi kemudian menjelaskan pada saat dua benda berinteraksi, gaya yang bekerja pada benda satu terhadap yang lainnya besarnya sama dan arahnya berlawanan. Setiap gaya dalam pasangan aksi-reaksi hanya terjadi pada satu dari dua benda; gaya aksi dan reaksi tidak pernah terjadi pada benda yang sama. Hal ini sesuai dengan konsep Hukum III Newton. Tahap aplikasi dan tahap review siswa diberi kesempatan menerapkan ide ini dalam persoalan pada LKS. Akhirnya guru bersama siswa menyimpulkan pada saat dua benda interaksi, gaya yang bekerja pada benda satu terhadap yang lainnya besarnya sama dan arahnya berlawanan. Setelah remediasi masih ada 4 siswa yang menganggap benda yang lebih besar memberikan gaya yang lebih besar. Tidak terjadi penurunan siswa yang mengalami profil miskonsepsi ini. Hal ini disebabkan oleh masih kuatnya pemahaman siswa bahwa saat interaksi dua benda bermassa berbeda, benda yang bermassa besar selalu memberikan gaya yang lebih besar pada benda bermassa kecil. Perlu upaya intensif dalam memahamkan siswa tentang konsep Hukum III Newton bahwa gaya aksi
reaksi bekerja pada dua benda yang berbeda.
Sedangkan pada saat remediasi upaya ini dirasa kurang intensif akibat keterbatasn waktu dan masih banyaknya konsep terkait Hukum Newton yang perlu disampaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Setelah remediasi tidak ada siswa lagi yang menganggap benda yang lebih kecil memberikan gaya yang lebih besar. Terdapat penurunan 11 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini. Indikator ketujuh yaitu menentukan hubungan gaya normal dan berat benda. Profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. Sebelum remediasi ada 2 siswa menganggap gaya normal yang bekerja pada benda selalu sama besar dengan berat benda. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari sumber bacaan. Kebanyakan sumber bacaan fisika menampilkan contoh gaya normal yang arahnya selalu ke atas. Akibatnya siswa menganggap arah gaya normal selalu ke atas sehingga menarik kesimpulan bahwa gaya normal yang bekerja pada benda selalu sama besar dengan berat benda. Siswa melupakan definisi gaya normal yaitu gaya yang muncul dipermukaan sentuh dua benda yang arahnya tegak lurus permukaan sentuh. Jadi dari definisi ini arah gaya normal tidak selalu ke atas tetapi tergantung dari posisi benda yang berinteraksi. Sebelum remediasi ada 15 siswa menganggap gaya normal yang bekerja pada benda selalu lebih besar daripada berat benda. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari sumber bacaan. Siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini pernah melihat contoh soal di buku fisika SMA. Contoh soal tersebut menampilkan sebuah kotak yang diletakkan di atas meja kemudian ditekan ke arah bawah dan hasilnya gaya normal lebih besar daripada gaya berat kotak. Dari contoh soal tersebut siswa mengeneralisir bahwa gaya normal selalu lebih besar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
dari berat benda. Akan tetapi hal ini tidak berlaku secara umum. Jika kotak tersebut berada pada bidang miring maka gaya normal akan lebih kecil daripada berat kotak. Upaya mereduksi miskonsepsi pada indikator ini menggunakan model pembelajaran konstruktivis. Pembelajaran tahap orientasi dimulai melakukan demonstrasi dengan meletakkan bola besi di atas meja dan menampilkan gambar bola yang diam di atas meja kemudian mengajukan pertanyaan tentang besar dan arah gaya normal serta apakah gaya normal selalu sama besar dengan gaya berat baik besar ataupun arah. Pada tahap elisitasi banyak siswa yang menganggap gaya normal selalu sama besar dengan gaya berat baik besar ataupun arah. Tahap restrukturisasi guru menampilkan kasus gaya normal tidak sama besar dengan gaya berat yaitu kasus benda bergerak di bidang miring; benda yang dikenai gaya; kondisi percepatan tidak nol seperti dalam lift yang bergerak atau pesawat antariksa yang meluncur. Sebagai pembanding guru menampilkan kasus gaya normal sama besar dengan gaya berat yaitu kasus benda yang berada di permukaaan bumi; kasus tidak ada gaya yang bekerja pada benda (benda di angkasa yang jauh dari planet lain); kasus benda tidak dipercepat dalam arah vertikal. Kemudian guru menekankan bahwa gaya arah gaya normal tidak selalu ke atas. Selanjutnya mendefinisikan gaya normal sebagai gaya yang bekerja pada bidang sentuh antara dua permukaan yang bersentuhan yang arahnya tegak lurus terhadap bidang sentuh. Tahap aplikasi dan tahap review siswa diberi kesempatan menerapkan ide ini dalam persoalan pada LKS. Akhirnya guru bersama siswa mendefinisikan gaya normal yaitu gaya yang bekerja pada bidang sentuh antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
dua permukaan yang bersentuhan yang arahnya tegak lurus terhadap bidang sentuh. Setelah remediasi masih ada 5 siswa yang menganggap gaya normal yang bekerja pada benda selalu sama besar dengan berat benda. Terjadi peningkatan 3 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini. Peningkatan ini terjadi akibat masih kuatnya pemahaman siswa bahwa gaya normal selalu sama besar dengan berat benda dan kesimpulan ini dianggap berlaku umum oleh siswa. Padahal hal ini tidak berlaku umum. Jika sebuah benda berada pada bidang miring, atau jika ada gaya yang memilki komponen vertikal, atau jika ada percepatan pada arah vertikal dalam sistem, maka
. Penyampaian materi yang cenderung cepat juga
berpengaruh pada sulitnya mengubah pemahaman lama yang keliru dalam pikiran siswa. Setelah remediasi masih ada 14 siswa yang menganggap gaya normal yang bekerja pada benda selalu lebih besar dengan berat benda. Terjadi penurunan 1 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini. Masih banyaknya siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini akibat dari penyampaian konsep yang cenderung cepat sehingga konsep baru ini mudah terlepas dari ingatan siswa. Terdapat peningkatan 2 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini. Indikator kedelapan yaitu menentukan gaya
gaya yang bekerja pada benda
yang dilemparkan ke atas. Profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. Sebelum remediasi ada 1 siswa menganggap pada kasus ini bekerja gaya berat yang arahnya ke bawah bersama dengan sebuah gaya ke atas yang besarnya makin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
berkurang. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi siswa berasal dari pembelajaran sebelumnya. Siswa menganggap saat benda dilemparkan vertikal ke atas akan bekerja gaya gravitasi yang arahnya ke bawah dan gaya ke atas yang besarnya makin berkurang. Gaya ke atas yang berkurang ini akibat bergesekan dengan udara dan tarikan gravitasi bumi. Padahal gaya ke atas ini hanya bekerja pada saat benda berinteraksi dengan permukaan telapak tangan yang mendorongnya. Setelah lepas dari tangan gaya ke atas ini tidak bekerja karena gaya muncul dari interaksi dua benda, dalam konteksi ini interaksi antara benda dan permukaan telapak tangan. Ada 21 siswa menganggap pada kasus ini bekerja sebuah gaya ke atas yang berkurang besarnya secara tetap sejak benda itu lepas dari tangan sampai dia mencapai titik tertinggi, dan setelah itu sebuah gaya gravitasi ke bawah yang bertambah besarnya secara tetap akibat benda itu makin dekat ke bumi. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi siswa berasal dari pembelajaran sebelumnya. Siswa menganggap ada dua gaya bekerja pada benda yang bergerak vertikal ke atas. Siswa mengabaikan definisi gaya yaitu besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Penerapan definisi ini terhadap kasus benda yang dilemparkan ke atas akan menjelaskan bahwa ketika benda telah lepas dari tangan maka gaya dorong dari tangan tidak lagi bekerja pada benda sehingga hanya gaya gravitasi yang bekerja pada benda hingga benda tiba di permukaan bumi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Remediasi
menggunakan
model
pembelajaran
konstruktivis
untuk
mereduksi miskonsepsi pada indikator ini. Dimulai tahap orientasi melakukan demonstrasi melemparkan bola besi vertikal ke atas kemudian menampilkan gambar lintasan gerak benda dan gaya
gaya yang bekerja pada benda yang
dilemparkan ke atas dan mengajukan pertanyaan tentang keberadaan dan besar gaya
gaya yang bekerja pada benda tersebut. Tahap elisitasi banyak siswa
menganggap gaya gravitasi dan gaya ke atas bekerja pada benda selama gerakan. Pada tahap restrukturisasi guru mengingatkan kembali definisi gaya yaitu besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Penerapan definisi ini terhadap kasus benda yang dilemparkan ke atas akan menjelaskan bahwa ketika benda telah lepas dari tangan maka gaya dorong dari tangan tidak lagi bekerja pada benda sehingga hanya gaya gravitasi yang bekerja pada benda hingga benda tiba di permukaan bumi. Tahap aplikasi dan tahap review siswa diberi kesempatan menerapkan ide ini dalam persoalan pada LKS. Akhirnya guru bersama siswa menyimpulkan gaya yang bekerja pada benda yang bergerak vertikal ke atas sampai jatuh kembali ke tanah adalah sebuah gaya gravitasi ke bawah yang tetap besarnya sampai bola itu mencapai titik tertinggi, dan setelah itu gaya gravitasi ke bawah yang besarnya tetap. Setelah remediasi tidak ada lagi siswa yang menganggap pada kasus benda yang bergerak vertikal ke atas bekerja gaya berat yang arahnya ke bawah bersama dengan sebuah gaya ke atas yang besarnya makin berkurang. Terjadi penurunan 1 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Masih ada 20 siswa setelah remediasi yang menganggap pada kasus benda yang bergerak vertikal ke atas bekerja sebuah gaya ke atas yang berkurang besarnya secara tetap sejak benda itu lepas dari tangan sampai dia mencapai titik tertinggi, dan setelah itu sebuah gaya gravitasi ke bawah yang bertambah besarnya secara tetap akibat benda itu makin dekat ke bumi. Terjadi penurunan 1 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini. Terdapat penurunan 2 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini. Indikator kesembilan yaitu menentukan lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal. Profil miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. Sebelum remediasi ada 3 siswa menganggap pada kasus ini benda akan menjauhi lintasan dengan arah menyinggung lintasan. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan oleh intuisi diperoleh dari penerapan Hukum I Newton yang keliru. Siswa menganggap berdasarkan Hukum I Newton sifat alamiah benda yaitu selalu menolak perubahan dalam geraknya sehingga walaupun tali diputus maka arah gerak benda tetap seperti semula menyinggung lingkaran. Memang benar bahwa sifat alamiah benda adalah menolak perubahan dalam geraknya tetapi dalam konteks gerak melingkar beraturan perlu dilihat arah gerak awal benda dan penyebab benda bergerak melingkar. Arah gerak awal benda yaitu bergerak lurus atau menyinggung lingkaran. Lintasan benda berbentuk melingkar dibentuk oleh vektor gaya sentripetal yang mengarah ke pusat lingkaran dan vektor kecepatan yang tegak lurus lingkaran. Gaya sentripetal ini dihasilkan oleh interaksi antara tali yang ditarik dan benda sehingga arahnya menuju pusat tarikan. Vektor kecepatan ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
berasal dari gerak awal benda. Berdasarkan sifat alamiah benda yang memolak perubahan dalam gerak, ketika tali diputus (gaya sentripetal hilang) maka benda akan terus bergerak searah dengan arah gerak benda yang mula
mula yaitu tegak
lurus vektor gaya sentripetal. Ada 5 siswa sebelum remediasi yang menganggap pada kasus ini benda akan lepas sama sekali dan arahnya tegak lurus terhadap lintasan. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini disebabkan
oleh
intuisi
keliru
berasal
dari
pembelajaran
sebelumnya.
Pembelajaran sebelumnya menyatakan bahwa pada gerak melingkar beraturan ada dua gaya yang bekerja pada benda yaitu gaya sentripetal yang mengarah ke pusat lingkaran dan gaya sentrifugal yang mengarah ke arah luar. Sehingga siswa beranggapan ketika tali diputus (gaya sentripetal dihilangkan) maka arah benda tegak lurus lintasan mengikuti gaya sentrifugal. Secara konseptual gaya sentrifugal ini tidak pernah ada. Gaya muncul dari interaksi dua benda misalnya gaya sentripetal muncul dari interaksi antara tali yang ditarik dan benda. Sedangkan tidak ada interaksi dua benda yang menghasilkan gaya sentifugal jadi gaya sentrifugal tidak pernah ada. Upaya
mereduksi
miskonsepsi
pada
indikator
ini
dengan
model
pembelajaran konstruktivis. Dimulai tahap orientasi guru menampilkan animasi gerak melingkar dan mengajukan pertanyaan tentang arah gerak benda setelah tali diputus. Didapatkan pada tahap elisitasi siswa yang menganggap arahnya menyinggung lingkaran dan ada juga yang menganggap arahnya tegak lurus terhadap lingkaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Pada tahap restrukturisasi guru membuktikan arah gerak benda setelah tali diputus melalui simulasi animasi. Kemudian menjelaskan penyebab lintasan dalam gerak melingkar beraturan berbentuk lingkaran yaitu gaya sentripetal dengan arah ke dalam dan arah gerak benda searah dengan kecepatan dan tegak lurus terhadap gaya sentripetal. Gaya sentripetal ini dihasilkan oleh interaksi antara tali yang ditarik dan benda sehingga arahnya menuju pusat tarikan. Ketika gaya sentripetal dihilangkan yaitu dengan memutus tali maka arah benda akan mengikuti arah vektor kecepatan atau searah vektor kecepatan. Tahap aplikasi dan tahap review siswa diberi kesempatan menerapkan ide ini dalam persoalan pada LKS. Akhirnya guru bersama siswa menyimpulkan arah gerak bola ketika terlepas dari lintasan lingkaran searah dengan arah kecepatan yang tegak lurus dengan gaya sentripetal. Setelah remediasi hanya 1 siswa
yang menganggap ketika tali diputus
benda akan menjauhi lintasan dengan arah menyinggung lintasan. Terjadi penurunan 2 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini. Masih ada 1 siswa setelah remediasi yang menganggap ketika tali diputus benda akan bergerak dengan arah tegak lurus lintasan. Terjadi penurunan 3 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini. Terdapat penurunan 5 siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini. Indikator kesepuluh yaitu menentukan besarnya gaya tegangan pada tali yang sama. Profil miskonsepsi yang dialami siswa homogen. Sebelum remediasi ada 22 siswa menganggap gaya tegangan tali besarnya berbeda tergantung massa benda yang dihubungkan. Setelah dilakukan wawancara ternyata siswa yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
mengalami miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang diperoleh dari pengamatan terhadap keadaan fisis benda. Siswa selalu menganggap bahwa massa benda yang besar selalu menghasilkan gaya yang besar dengan mengabaikan proses interaksi antara benda. Penyederhanaan dalam penyelesaian sistem katrol ini didahului dengan mengasumsikan bahwa pengaruh gesekan antara katrol dengan tali penghubung dan gesekan antara benda dengan lintasan diabaikan. Selanjutnya faktor fisik tali penghubung seperti massa tali diabaikan. Konsekuensi dari penyederhanaan ini yaitu gaya tegangan tali besarnya sama walaupun kedua massa benda yang dihubungkan berbeda. Upaya mereduksi miskonsepsi pada indikator ini menggunakan model pembelajaran konstruktivis. Pembelajaran dimulai tahap orientasi menampilkan gambar dua benda yang dihubungkan katrol dan mengajukan pertanyaan jika massa tali dan katrol diabaikan dan katrol licin
kemudian
maka
bagaimana perbandingan T1 dan T2. Didapatkan pada tahap elisitasi siswa menganggap T2 > T1 dengan alasan
. Pada tahap restrukturisasi guru
menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada dua benda yang dihubungkan dengan katrol untuk menentukan besar gaya tegangan tali. Penyederhanaan dalam penyelesaian sistem katrol ini didahului dengan mengasumsikan bahwa pengaruh gesekan antara katrol dengan tali penghubung dan gesekan antara benda dengan lintasan diabaikan. Selanjutnya faktor fisik tali penghubung seperti massa tali diabaikan. Konsekuensi dari penyederhanaan ini yaitu gaya tegangan tali besarnya sama walaupun kedua massa benda yang dihubungkan berbeda. Tahap aplikasi dan tahap review siswa diberi kesempatan menerapkan ide ini dalam persoalan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
pada LKS. Akhirnya guru bersama siswa menyimpulkan
gaya tegangan tali
untuk tali yang sama selalu sama besar dengan syarat massa tali diabaikan dan katrol dianggap licin. Setelah remediasi masih ada 17 siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini. Terjadi penurunan 5 siswa yang memiliki profil miskonsepsi pada indikator ini. 2. Penyebab Miskonsepsi Tabel 4.2. Distribusi Penyebab Miskonsepsi Tiap Indikator Penyebab Miskonsepsi Indikator
Intuisi
Bentuk
yang
Matem -
Salah
atis
Pembel Buku
ajaran
Teks
sebelum nya
Membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam. Membuktikan benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya(diam atau bergerak dengan kecepatan konstan). Membuktikan jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan. Mendefinisikan gaya. Membuktikan gaya muncul dari interaksi dua benda. Menentukan hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa. Menentukan hubungan gaya normal dan berat benda. Menentukan gaya gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas. Menentukan lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal. Menentukan besarnya gaya tegangan pada tali yang sama.
Setelah dilakukan wawancara terhadap 5 siswa di kelas XA (kelas eksperimen) dan 5 siswa di kelas XB (kelas kontrol), penyebab miskonsepsi pada Hukum Newton dibagi menjadi 4 yaitu intuisi yang salah, persamaan matematis, buku teks, dan pembelajaran sebelumnya (seperti tercantum dalam tabel 4.2).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Siswa mengalami miskonsepsi pada semua indikator disebabkan oleh faktor intusisi yang salah. Intuisi keliru diperoleh siswa dari penafsiran persamaan matematis, buku teks, dan pembelajaran sebelumnya. 3. Proporsi Penurunan Miskonsepsi Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Penurunan Miskonsepsi antara Siswa yang Diremediasi dengan Menggunakan Pembelajaran Konstruktivis dan Pembelajaran Konvensional Tiap Indikator
Indikator
Membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam. Membuktikan benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya(diam atau bergerak dengan kecepatan konstan). Membuktikan jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan. Mendefinisikan gaya. Membuktikan gaya muncul dari interaksi dua benda. Menentukan hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa. Menentukan hubungan gaya normal dan berat benda. Menentukan gaya gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas. Menentukan lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal. Menentukan besarnya gaya tegangan pada tali yang sama. Rata
Proporsi Penurunan Miskonsepsi Remediasi Remediasi Menggunakan Menggunakan Pembelajaran Pembelajaran Konstruktivis Konvensional 41,67% -4,17% 4,17%
8,33%
20,83%
8,33%
8,33%
0%
20,83%
20,83%
4,17%
20,83%
-8,33%
-16,67%
41,67%
16,67%
45,83%
25%
29,17%
12,5%
Rata Proporsi Penurunan Miskonsepsi
Berdasarkan tabel 4.3 rata
rata proporsi penurunan miskonsepsi siswa
yang diremediasi dengan pembelajaran konstruktivis (kelas eksperimen) tiap indikator yaitu
. Rata
rata proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang
diremediasi dengan pembelajaran konvensional (kelas kontrol) tiap indikator yaitu
.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
4. Uji Hipotesis -
Didapatkan dan
-
yaitu
:
maka
:
ditolak
diterima. (Lihat Lampiran 8)
Dari perhitungan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang diremediasi dengan pembelajaran konstruktivis lebih besar daripada siswa yang diremediasi dengan pembelajaran konvensional.
-
Didapatkan proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang diremediasi dengan pembelajaran konstruktivis lebih besar daripada siswa yang diremediasi dengan pembelajaran konvensional sehingga remediasi miskonsepsi Hukum Newton melalui model pembelajaran konstruktivis dikatakan efektif.
-
Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa diterima.
-
Interpretasi efektivitas remediasi miskonsepsi Hukum Newton melalui model pembelajaran konstruktivis ditentukan dengan melihat harga Setelah dibandingkan dengan batas
= 1,13.
batas efektivitas Hattie maka efektivitas
tergolong tinggi. Tabel 4.4. Uji Hipotesis dengan Uji Z satu pihak No.
1
Hipotesis
Kesimpulan
:Remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa.
1,13
commit to user
diterima
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
B. Pembahasan Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi profil dan penyebab miskonsepsi siswa pada materi Hukum Newton di kelas X MAN 2 Surakarta. Selanjutnya ditentukan efektivitas
remediasi miskonsepsi melalui model
pembelajaran konstruktivis di kelas eksperimen dengan pembanding pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Efektivitas remediasi ini terkait dengan proporsi penurunan miskonsepsi di kedua kelas. Dari analisis dekriptif kualitatif ditemukan profil miskonsepsi yang dimiliki siswa yaitu: 1) keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam; 2) benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya; 3) jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan; 4) definisi gaya; 5) gaya muncul dari interaksi dua benda; 6) hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa; 7) hubungan gaya normal dan berat benda; 8) gaya
gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas; 9) lintasan benda
setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal; 10) besar gaya tegangan pada tali yang sama. Profil miskonsepsi ini muncul disebabkan oleh 4 faktor yaitu intuisi yang salah, persamaan matematis, buku teks, dan pembelajaran sebelumnya. Siswa mengalami miskonsepsi pada semua indikator disebabkan oleh faktor intusisi yang salah. Intuisi keliru diperoleh siswa dari penafsiran persamaan matematis, buku teks, dan pembelajaran sebelumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Indikator pertama yaitu membuktikan keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam. Siswa mengalami miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi siswa yang keliru dalam menafsirkan persamaan Hukum I Newton yang berasal dari sumber bacaan (buku teks). Siswa menganggap benda yang diam berlaku Hukum I Newton sehingga menyimpulkan bahwa tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam berdasarkan persamaan
.
Ada juga siswa yang memiliki miskonsepsi berasal dari pengamatan terhadap keadaan fisis benda yang diam ditambah dengan penafsiran yang keliru terhadap persamaan Hukum I Newton yang didapat dari sumber bacaan sehingga muncul anggapan tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam atau tidak bergerak. Indikator kedua yaitu membuktikan benda dalam kesetimbangan
selalu
mempertahankan keadaan awalnya (diam atau bergerak dengan kecepatan konstan). Siswa yang mengalami miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi yang keliru dalam memahami Hukum I Newton yang berasal dari pengalaman sehari
hari ditambah informasi keliru yang diperoleh dari
pembelajaran sebelumnya dalam mengaitkan pengalaman tersebut dengan konsep kesetimbangan dalam Hukum I Newton. Siswa memiliki anggapan bahwa sifat alamiah benda adalah diam yang didapatkan dari pengalaman sehari hari seperti ketika gaya dorong dilepaskan maka benda akan langsung berhenti. Ada juga siswa mengalami miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang bersal dari pengalaman sehari
hari yang dipersepsikan keliru oleh
siswa seperti ketika gaya dorong dilepaskan pada benda maka benda akan berhenti. Siswa menganggap benda berhenti membuktikan bahwa benda tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
mungkin mempertahankan geraknya oleh dirinya sendiri. Padahal sifat alamiah benda yaitu menolak semua upaya mengubah kecepatannya sehingga benda memiliki kecenderungan mempertahankan keadaan geraknya. Indikator ketiga yaitu membuktikan jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan. Siswa memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru terhadap kasus benda yang bergerak di angkasa jauh dari planet manapun. Siswa menganggap pada kasus ini ada gaya yang bekerja pada benda yaitu gaya gravitasi sehingga benda akan mengalami perlambatan akibat pengaruh gaya ini. Ada juga siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi yang keliru dalam memahami Hukum I Newton yang berasal dari pengalaman sehari
hari ditambah informasi keliru yang diperoleh dari
pembelajaran sebelumnya dalam mengaitkan pengalaman tersebut dengan konsep kesetimbangan dalam Hukum I Newton. Siswa memiliki anggapan bahwa sifat alamiah benda adalah diam yang didapatkan dari pengalaman sehari hari seperti ketika gaya dorong dilepaskan maka benda akan langsung berhenti.
Siswa
menganggap benda berhenti hanya disebabkan oleh gaya dorong yang dilepaskan tanpa mencari sifat alamiah benda yang sesungguhnya. Indikator keempat yaitu mendefinisikan gaya sebagai besaran vektor yang merupakan ukuran kuantitatif interaksi dua benda. Siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi siswa yang keliru dalam menafsirkan persamaan Hukum II Newton yang berasal dari sumber bacaan (buku teks). Siswa mendefinisikan gaya sebagai hasil kali massa dan percepatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Ada juga siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh pembatasan definisi yang dilakukan siswa. Pembatasan ini bersumber dari literatur
yang
pernah
dibaca
atau
disampaikan
kepada
siswa
seperti
mendefinisikan gaya hanya sebatas tarikan dan dorongan padahal secara faktual gaya juga bekerja pada benda yang diam. Indikator kelima yaitu membuktikan gaya muncul dari interaksi dua benda. Siswa yang mengalami miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari sumber bacaan. Sumber bacaan masih menuliskan
sebagai sifat intrinsik benda. Dengan kata lain siswa menganggap setiap benda memiliki gaya seperti benda memiliki massa atau manusia memiliki tubuh. Indikator keenam yaitu menentukan hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa. Siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari pembelajaran sebelumnya sehingga menganggap aplikasi Hukum III Newton berlaku pada benda yang sama. Siswa menganggap gaya aksi
reaksi hanya berlaku pada benda yang sama. Dalam
kasus benda berbeda massa, siswa hanya melihat gaya yang bekerja pada benda bermassa kecil. Hasilnya, siswa menganggap benda yang lebih besar memberikan gaya yang lebih besar terhadap benda yang lebih kecil tanpa melihat gaya reaksi dari benda kecil terhadap benda besar. Ada juga siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari pengamatan terhadap keadaan fisis benda. Dalam kondisi dua benda berbeda massa berinteraksi (benda bermassa besar berada di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
atas benda bermassa kecil) siswa mengganggap saat interaksi benda bermassa kecil harus memberikan gaya lebih besar pada benda bermassa besar agar benda bermassa kecil dapat menahan benda bermassa besar yang berada di atasnya. Indikator ketujuh yaitu menentukan hubungan gaya normal dan berat benda. Siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari sumber bacaan. Kebanyakan sumber bacaan fisika menampilkan contoh gaya normal yang arahnya selalu ke atas. Akibatnya siswa menganggap arah gaya normal selalu ke atas sehingga menarik kesimpulan bahwa gaya normal yang bekerja pada benda selalu sama besar dengan berat benda. Ada juga siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang berasal dari sumber bacaan. Siswa yang memiliki profil miskonsepsi ini pernah melihat contoh soal di buku fisika SMA. Contoh soal tersebut menampilkan sebuah kotak yang diletakkan di atas meja kemudian ditekan ke arah bawah dan hasilnya gaya normal lebih besar daripada gaya berat kotak. Dari contoh soal tersebut siswa mengeneralisir bahwa gaya normal selalu lebih besar dari berat benda. Indikator kedelapan yaitu menentukan gaya
gaya yang bekerja pada benda
yang dilemparkan ke atas. Siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi siswa berasal dari pembelajaran sebelumnya. Siswa menganggap saat benda dilemparkan vertikal ke atas akan bekerja gaya gravitasi yang arahnya ke bawah dan gaya ke atas yang besarnya makin berkurang. Gaya ke atas yang berkurang ini akibat bergesekan dengan udara dan tarikan gravitasi bumi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Ada juga siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru siswa yang berasal dari pembelajaran sebelumnya. Siswa menganggap ada dua gaya bekerja pada benda yang bergerak vertikal ke atas. Indikator kesembilan yaitu menentukan lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal. Siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi diperoleh dari penerapan Hukum I Newton yang keliru. Siswa menganggap berdasarkan Hukum I Newton sifat alamiah benda yaitu selalu menolak perubahan dalam geraknya sehingga walaupun tali diputus maka arah gerak benda tetap seperti semula menyinggung lingkaran. Ada juga siswa yang memiliki miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru siswa yang berasal dari pembelajaran sebelumnya. Pembelajaran sebelumnya menyatakan bahwa pada gerak melingkar beraturan ada dua gaya yang bekerja pada benda yaitu gaya sentripetal yang mengarah ke pusat lingkaran dan gaya sentrifugal yang mengarah ke arah luar. Sehingga siswa beranggapan ketika tali diputus (gaya sentripetal dihilangkan) maka arah benda tegak lurus lintasan mengikuti gaya sentrifugal. Indikator kesepuluh yaitu menentukan besarnya gaya tegangan pada tali yang sama. Siswa yang mengalami miskonsepsi pada indikator ini disebabkan oleh intuisi keliru yang diperoleh dari pengamatan terhadap keadaan fisis benda. Siswa selalu menganggap bahwa massa benda yang besar selalu menghasilkan gaya yang besar dengan mengabaikan proses interaksi antara benda. Dari analisis data didapatkan rata
rata proporsi penurunan miskonsepsi
tiap indikator melalui remediasi menggunakan model pembelajaran konstruktivis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
(kelas eksperimen) yaitu sebesar
. Pada kelas kontrol yang diremediasi
menggunakan pembelajaran konvensional diperoleh rata penurunan miskonsepsi tiap indikator sebesar diuji dengan maka
. Setelah hipotesis kedua
didapatkan nilai :
ditolak dan
rata proporsi
:
yaitu diterima. Jadi dapat
disimpulkan proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang diremediasi dengan model pembelajaran konstruktivis lebih besar daripada siswa yang diremediasi dengan pembelajaran konvensional. Didapatkan proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang diremediasi dengan model pembelajaran konstruktivis lebih besar daripada siswa yang diremediasi dengan pembelajaran konvensional sehingga remediasi miskonsepsi Hukum Newton melalui model pembelajaran konstruktivis dikatakan efektif. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa diterima. Interpretasi efektivitas remediasi miskonsepsi Hukum Newton melalui model pembelajaran konstruktivis ditentukan dengan melihat harga Setelah dibandingkan dengan batas
= 1,13.
batas efektivitas Hattie maka efektivitas
tergolong tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
C. Keterbatasan Penelitian
Keakuratan dan ketepatan instrumen sangat mempengaruhi keberhasilan dalam menjaring miskonsepsi. Keterbatasan penelitian ini terletak pada keakuratan instrumen penelitian yaitu tes miskonsepsi yang dinilai berdasarkan tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda yang tercantum di lampiran 9. Hasil analisis soal menunjukkan kualitas instrumen masih jauh dari harapan walaupun kemudian diperbaiki. Penjaringan miskonsepsi tidak cukup dengan mengoreksi hasil kerja siswa yang tercantum dalam lembar jawaban tetapi juga memerlukan pendalaman lebih jauh melalui wawancara untuk mengetahui cara berpikir siswa dalam menjawab tes miskonsepsi. Keterbatasan waktu membatasi wawancara hanya terhadap 10 siswa sehingga tidak semua siswa yang mengalami miskonsepsi
bisa
diwawancarai. Miskonsepsi tidak hanya ditunujukkan dari pemahaman siswa yang keliru tetapi juga bisa terlihat dari perilaku siswa dalam aspek afektif dan aspek psikomotor. Penelitian ini hanya bisa mengungkap miskonsepsi siswa pada aspek kognitif sehingga aspek afektif dan aspek psikomotor belum tergarap khususnya pada siswa tingkat SMA/MA.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Profil miskonsepsi yang dimiliki siswa yaitu: 1) keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam; 2) benda dalam kesetimbangan
selalu
mempertahankan keadaan awalnya; 3) jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan; 4) definisi gaya; 5) gaya muncul dari interaksi dua benda; 6) hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa; 7) hubungan gaya normal dan berat benda; 8) gaya gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas; 9) lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran pada bidang horizontal; 10) besar gaya tegangan pada tali yang sama. 2. Faktor penyebab miskonsepsi yang dimiliki siswa yaitu intuisi yang salah, persamaan matematis, buku teks, dan pembelajaran sebelumnya. 3. Prosentase penurunan jumlah siswa yang diremediasi menggunakan model pembelajaran konstruktivis sebagai berikut: 1) keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam sebesar 41,67%; 2) benda dalam kesetimbangan selalu mempertahankan keadaan awalnya (diam atau bergerak dengan kecepatan konstan) sebesar 4,17%; 3) jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 20,83%; 4) definisi gaya sebesar 8,33%; 5) gaya muncul dari
interaksi dua benda sebesar
20,83%; 6) hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa sebesar
commit to user 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
4,17%; 7) hubungan gaya normal dan berat benda sebesar -8,33%; 8) gaya gaya yang bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas sebesar 41,67%; 9) lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran sebesar 45,83%; 10) besar gaya tegangan pada tali yang sama sebesar 29,17%. 4. Prosentase penurunan jumlah siswa yang diremediasi menggunakan pembelajaran konvensional sebagai berikut: 1) keberadaan gaya yang bekerja pada benda diam sebesar -4,17%; 2) benda dalam kesetimbangan
selalu
mempertahankan keadaan awalnya (diam atau bergerak dengan kecepatan konstan) sebesar 8,33%; 3) jika gaya total yang bekerja pada benda nol maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 8,33%; 4) definisi gaya sebesar 0%; 5) gaya muncul dari interaksi dua benda sebesar 20,83%; 6) hubungan gaya aksi reaksi dua benda berbeda massa sebesar 20,83%; 7) hubungan gaya normal dan berat benda sebesar -16,67%; 8) gaya
gaya yang
bekerja pada benda yang dilemparkan ke atas sebesar 16,67%; 9) lintasan benda setelah lepas dari lintasan lingkaran sebesar 25%; 10) besar gaya tegangan pada tali yang sama sebesar 12,5%. 5. Proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang diremediasi dengan model pembelajaran konstruktivis lebih besar daripada siswa yang diremediasi dengan pembelajaran konvensional. 6. Remediasi dengan model pembelajaran konstruktivis efektif dalam mengatasi miskonsepsi siswa dengan efektivitas tinggi. 7. Secara kualitatif miskonsepsi yang dimiliki siswa tidak berubah karena miskonsepsi bersifat resisten (tahan terhadap perubahan).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
B. Implikasi Penjaringan miskonsepsi yang dimiliki siswa menggunakan tes miskonsepsi dan wawancara. Fakta di lapangan membuktikan selain mengalami miskonsepsi, ada beberapa siswa yang memang tidak paham konsep ditunjukkan dari jawaban CRI dan hasil wawancara. Siswa yang tidak paham konsep ditandai jawaban keliru dan memilih CRI di rentang 1
3 serta diperkuat dengan jawaban ragu
ragu, tidak tahu yang diberikan siswa saat wawancara. Siswa yang mengalami miskonsepsi jawaban keliru dan memilih CRI di rentang 4
6 serta saat
wawancara cenderung mempertahankan jawaban keliru dengan yakin. Wawancara hanya dilakukan pada 10 siswa karena keterbatasan waktu. Sejumlah siswa yang diwawancara mengemukakan alasan beragam. Alasan yang beragam ini menyebabkan sulitnya menganalisis penyebab miskonsepsi pada siswa. Setelah
diremediasi
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
konstruktivis diperoleh siswa yang sebelum remediasi mengalami miskonsepsi tereduksi menjadi tidak mengalami miskonsepsi dan ada juga siswa yang sebelum dan sesudah remediasi tetap mengalami miskonsepsi. Hal ini mungkin terjadi karena model yang digunakan belum dapat memberikan pemahaman tentang konsep tertentu pada materi Hukum Newton. Sehingga jaminan terhadap efektivitas remediasi menjadi berkurang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
C. Saran Ketepatan instrumen sangat mempengaruhi keberhasilan dalam menjaring miskonsepsi pada penelitian selanjutnya. Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi juga sangat penting dalam mereduksi miskonsepsi siswa. Jumlah siswa yang diwawancara sebaiknya mendekati jumlah sampel sehingga mempermudah dalam proses generalisasi penyebab miskonsepsi. Penelitian tentang miskonsepsi Hukum Newton di tingkat SMA/MA sebaiknya dimulai di kelas XI jurusan IPA karena siswa sudah memilih jurusan IPA maka diharapkan miskonsepsi yang dimilki siswa benar
benar terungkap.
Miskonsepsi tidak hanya ditunujukkan dari pemahaman siswa yang keliru tetapi juga bisa terlihat dari perilaku siswa dalam aspek afektif dan aspek psikomotor. Sebaiknya penelitian selanjutnya menggarap miskonsepsi pada aspek afektif dan aspek psikomotor.
commit to user