MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON, PEMERINTAH, SERTA PIHAK TERKAIT (IV)
JAKARTA SELASA, 18 JUNI 2013
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4.
Moh. Junaidi A.R. Mardhatillah Umar Aida Milasari Yogo Danianto
ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon, Pemerintah, serta Pihak Terkait (IV) Selasa, 18 Juni 2013, Pukul 10.55 – 12.26 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
M. Akil Mochtar Achmad Sodiki Hamdan Zoelva Harjono Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Maria Farida Indrati Muhammad Alim Arief Hidayat
Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Moh Junaidi 2. A.R. Mardhatillah Umar
3. Aida Milasari 4. Yogo Danianto
B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Pratiwi Febri 2. Tommy Albert Tobing
3. Dinda Nissa
C. Ahli dari Pemohon: 1. B.S. Mardiatmaja D. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. Tuti Rianingrum 3. Anna Elyana
4. Siswo Wiratno 5. Joko Santoso
E. Ahli dari Pemerintah: 1. Ade Armando F. Saksi dari Pemerintah: 1. Rizal Z. Tamin G. Pihak Terkait (UGM): 1. Indarto H. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. Tata Wijayanta (UGM) 2. Andi Sandi Antonius (UGM) 3. Tody Sasmitha Jiwa Utama (UGM) 4. Dian Agung Wicaksono (UGM)
5. 6. 7. 8. 9.
M. Adib Zain (UGM) Aminoto (UGM) Retno Murniati (UI) Djoko Suharto (ITB) Aminudin Aziz (UPI)
I. Ahli dari Pihak Terkait (IPB): 1. M. Fajrul Falaakh 2. Agus Pambagio
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.55 WIB
1.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sidang dalam perkara Nomor 33/PUU-XI/2013 pengujian undangundang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, Termohon, dan Terkait? Saya cek dahulu satu, satu. Pemohon hadir, ya? Hadir Pemohon?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: PRATIWI FEBRI Hadir, Yang Mulia.
3.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Oke. Dari Pemerintah, hadir?
4.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Hadir, Yang Mulia. Lengkap, kemudian Yang Mulia Pemerintah menghadirkan Ahli satu dan Saksi satu. Kemudian, sesuai dengan arahan Yang Mulia, pada persidangan yang lalu agar Pemerintah bisa merumuskan jawaban-jawaban yang disampaikan oleh Yang Mulia Hakim Konstitusi apakah mau disampaikan secara tertulis, atau dibacakan (…)
5.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Secara tertulis saja nanti disampaikan.
6.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Baik, terima kasih Yang Mulia.
7.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Saya re-check dahulu.
1
8.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Baik, terima kasih Yang Mulia.
9.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR DPR tidak hadir? Ada, DPR? Tidak ada, ya. Janjinya hadir terus, hari ini tidak hadir juga. Saya cek dari Pihak Terkait dari Universitas Gajah Mada, hadir?
10. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (UGM): TATA WIJAYANTA Terima kasih, Yang Mulia, hadir Kuasa Hukumnya dan satu dari Prinsipal, Ketua. 11. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Oke, dari Institut Pertanian Bogor? Hadir. Dari Universitas Indonesia? 12. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (UI): RETNO MURNIATI Hadir, Yang Mulia. 13. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Hadir, ya. Ya, lalu ada tambahan dua Pihak Terkait dan dari Institute Teknologi Bandung, ada? 14. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (ITB): DJOKO SUHARTO Hadir, Yang Mulia. Lima Kuasa Hukum dan tiga Prinsipal. 15. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Tiga Prinsipal. Lalu, dari Universitas Pendidikan Indonesia? 16. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (UPI): AMINUDIN AZIZ Hadir, Yang Mulia, ada tiga orang Kuasa Hukum.
2
17. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Oke, dari Pihak Terkait ini akan mengajukan Ahli. Pihak Terkait dari ITB, ya? IPB, akan mengajukan Ahli Fajrul Falaakh dan Ir. Agus Pambagio, betul? 18. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (UGM): TATA WIJAYANTA Hadir, hadir, Yang Mulia. 19. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Pemerintah, Ahli Pemerintah Prof. Dr. B.S. Mardiatmadja, betul? Eh, Pemohon, sorry, sorry. Pemohon, sudah hadir? 20. KUASA HUKUM PEMOHON: PRATIWI FEBRI Sudah, Yang Mulia. 21. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (UGM): TATA WIJAYANTA Sudah hadir. 22. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Pemerintah, belum? 23. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Sudah, Yang Mulia. 24. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Mana? Dr. Ahlinya mana? 25. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Dr. Ade Armando, sudah. Kemudian, Saksinya Prof. Dr. Rizal Z. Tamin. Sudah Yang Mulia, ada di belakang. 26. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Bernardus Soebroto Mardiatmadja, bukan?
3
27. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Tamin.
Bukan, Dr. Ade Armando dan Saksi Pemerintah Prof. Dr. Rizal Z.
28. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Dr. Ade Armando, ada? 29. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ada, Yang Mulia. 30. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Prof. Dr. Rizal Z. Tamin? 31. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ada. 32. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Oke, berdasarkan kebijakan Majelis persidangan, keterangan dari Pihak Terkait UPI, ITB, dan Universitas Indonesia, supaya diserahkan saja secara tertulis, ya, tertulis kepada kita secara lengkap. Tidak perlu disampaikan secara lisan karena kita menggunakan waktu untuk mendengar keterangan Ahli dari Pihak Terkait. Dan untuk UI juga sudah kita terima, ya. Tinggal nanti UPI dan ITB. Karena ini persidangannya sudah berlangsung untuk pemeriksaan Saksi-Saksi. Jadi, keterangan tertulisnya disampaikan kepada persidangan saja, ya. Baik, untuk Ahli dari Pemohon supaya maju ke depan untuk diambil sumpahnya, Prof. Dr. B.S. Mardiatmadja , ya, kemudian M. Fajrul Falaakh, kemudian Ir. Agus Pambagio. Pak B.S. Mardiatmadja, Katolik ya? Sebelah kanan, Pak. Kemudian, Fadjul Falaakh dan Agus Pambagio, agamanya Islam, ya? Lalu, dari Pemerintah Ade Armando dan Prof. Dr. Rizal Z. Tamin. Ini yang berempat agama Islam, ya? Tangganya lurus ke bawah Pak, ikuti lafal sumpah … Bapak sebentar ya, Islam dahulu. Yang beragama Islam, Pak Fadlil saya persilakan. 33. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Yang pertama untuk Ahli ya, yang Saksi mohon di (...) 4
34. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Yang Saksi. Oh … apa namanya (…) 35. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI (…)
Bergeser sedikit, Pak, nah, gitu. Silakan Pak Rohaniwan untuk
36. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ahli dahulu. 37. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ya, untuk yang beragama Islam, Ahli sumpahnya dimulai menurut agama Islam! “Bismillahhirahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.” 38. SELURUH AHLI YANG BERAGAMA ISLAM: Bismillahhirahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. 39. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Terima kasih. 40. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Saksi! 41. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Saksi menurut agama Islam ya, dimulai! “Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
5
42. SELURUH SAKSI YANG BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. 43. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, yang beragama Katolik, Ibu Maria saya persilakan untuk ahli. 44. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ikuti lafal janji yang saya ucapkan! “Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.” 45. AHLI DARI PEMOHON: B.S. MARDIATMADJA Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya. 46. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih. 47. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan duduk kembali tempat duduk yang sudah disiapkan. Kepada Pihak Terkait pada sidang yang lalu dari Mahkamah meminta statuta, apakah sudah diserahkan kepada persidangan? Masing-masing Pihak Terkait? Sudah ya? belum diserahkan, Pak? Jadi nanti kalau yang belum, mohon, Pak ya, untuk yang statutanya dari perguruan tinggi karena kita ingin melihat itu. Baik. Saya persilakan Ahli dari Pemohon Prof. Dr. B.S. Mardiatmadja untuk menggunakan mimbar, Pak, untuk menyampaikan keterangan ahlinya, saya kira tidak begitu panjang 10 menit paling lama untuk disampaikan. Silakan! 48. AHLI DARI PEMOHON: B. S. MARDIATMADJA Yang Mulia dan sidang yang kami muliakan, pertanyaanpertanyaan yang sudah diajukan kepada saya agak banyak, tapi karena diberikan waktu hanya 10 menit, saya akan menyingkat pada beberapa butir saja. Saya kira teks sudah tersedia bagi siapapun juga yang membutuhkannya. 6
Kalau judul dari Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 adalah tentang Pendidikan Tinggi, bagi saya sangat penting untuk mencermati beberapa hal. Yang pertama, definisi-definisi yang dipakai karena dari definisi-definisi itulah kita bisa menentukan apakah undang-undang ini tepat asas, tepat guna, dan kemudian akan membawa kita kepada yang dia maksudkan. Oleh sebab itu, bagi saya BAB I Pasal 1 menjadi sangat-sangat krusial. Oleh sebab itu, juga maka bagi saya intisari dari pendidikan perlu kita cemati bersama karena judulnya adalah pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi disebut tinggi tentu bukan karena gedungnya jauh lebih tinggi daripada taman kanak-kanak, bukan karena organisasinya jauh lebih banyak, tetapi tinggi dari sudut ilmu. Maka dari itu, pertanyaan yang besar adalah apakah seluruh undang-undang ini sedemikian disusun dan dikalimatkan sehingga akan mendukung peningkatan keilmiahan, sebab pada Pasal 1 ayat (1), “Pendidikan adalah usaha sadar …” dan seterusnya yang pertama-tama mementingkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Lalu ini masalahnya, pada angka (2) disebutkan,” Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program A, B, C,” dan seterusnya. Pada hemat saya di situ sudah ada soal karena dia tidak menyebutkan mengenai ilmu sejauh mana ia menajadi ilmu di dalam tingkat perguruan tinggi, tetapi lebih pada kumpulannya, pada pengorganisasiannya. Bagi saya ilmunya harus disebutkan, keilmiahan terletak di mana? Nanti dalam seluruh pasal-pasal, perihal keilmiahan tidak akan disinggung lagi. Bagi saya, mengingat ini dalam Pasal 1 menjadi sangat krusial. Apalagi karena pada angka 3, ilmu pengetahuan dirumuskan sebagai rangkaian pengetahuan, dan seterusnya, yang dilandasi oleh metode ilmiah, dan seterusnya untuk menerangkan gejala alam dan/atau kemasyarakatan tertentu, dan seterusnya itu dijajarkan dengan teknologi yang pada hemat saya diambil dari suatu aliran yang bersifat scientistic dan intellectualistic. Mengapa saya katakan demikian? Karena Howard Gardner dengan jelas mengatakan bahwa kecerdasan itu tidak hanya berkaitan dengan segi-segi intelektual. Tetapi ada sesuatu yang jauh lebih luas, ada kecerdasan intelektual memang, tapi ada kecerdasan-kecerdasan yang lain, emosional, spiritual, dan seterusnya yang dalam undang-undang ini sama sekali tidak mendapat perhatian. Kecuali itu, pada kaitan berikutnya, maka seluruh undang-undang ini berkaitan dengan pengorganisasiannya, bukan mengenai pengilmiahannya. Maka mengingat bahwa ini disebut Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi bahwa tidak menyentuh masalah pengilmiahannya, tetapi lebih pengorganisasiannya, mestinya ini bukan tentang pendidikan tinggi, tetapi tentang organisasi perguruan tinggi, bukan tentang pendidikan tinggi.
7
Karena menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan, lain dengan perguruan tinggi. Dan kita tahu bahwa Kabinet Pertama Republik Indonesia dengan sangat sadar memakai baik pengajaran maupun pendidikan untuk membedakan hal-hal itu. Apa yang memberatkan bagi studi pelajaran mempelajari UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi? Karena dalam cara mempergunakan manajemen di sini, maka keluarga perguruan tinggi, terutama mahasiswanya ditempatkan sebagai objek alat yang harus diatur begini dan harus diatur begitu. Undang-undang ini kurang memperhatikan metode didaktik, dan psikologis studi, dan perkembangan manusia, dan interaksi didik guru, murid. Sesuatu yang dari kata pendidikan mutlak harus ada. Dari usaha itu tidak akan terbentuk calon leader di masa depan sebagaimana dikatakan dalam undang-undang ini. Dengan kata lain, maka saya tidak menemukan pendidikan di dalam undang-undang ini, tetapi lebih pengorganisasian program-program studi. Dan itu lain dengan pendidikan kalau judulnya adalah Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi. Salah satu yang terhilangkan di dalam keseluruhan undangundang ini adalah pribadi manusia. Karena di sana pribadi manusia tidak dibicarakan lagi, tapi yang dibicarakan adalah pengorganisasian dari program-program, maka judul pendidikan tinggi menjadi tidak tepat. Penekanan manajemen yang begitu kuat dapat dibayangkan ingin disampaikan mengingat bahwa mengatur banyak orang, benar. Tetapi, itu tidak memaafkan bahwa pendidikan tidak dimasukkan. Maka, saya sebut di dalam teks saya terjadi suatu manajerialisme di dalam pendidikan tinggi. Itu mengakibatkan bahwa tujuan dari undang-undang yang dikatakan pada awal tidak akan tercapai. Yang akan tercapai adalah pemakaian orang-orang, entah itu dosen, entah itu mahasiswa untuk suatu tujuan organisasi, tujuan manajemen, sedangkan pendidikan dalam arti relasi antara dosen dan mahasiswa pun hampir tidak disentuh sama sekali dalam undang-undang ini. Kemudian pada akhir saya sebutkan, interaksi yang terus-menerus antara rumusan-rumusan abstrak dalam ilmu maupun antara praxis membutuhkan suatu sistem nilai yang diakui bersama dan sistem nilai yang diakui bersama itu kita sepakati, kita ambil dari Pancasila. Dalam undang-undang ini Pancasila hanya disebut dua kali, itu pun sebagai bahan bicara, bukan sebagai rujukan pembicaraan. Bagi saya, undang-undang ini tidak merupakan undang-undang yang disusun untuk Republik Indonesia. Terserah untuk mana, tapi tidak untuk Indonesia. Karena Pancasila hanya dua kali disebut, itu pun sebagai bahan studi, bukan sebagai rujukan untuk mengarahkan. Waktu saya hampir habis, maka saya tutup begini. Lebih dari cinta kasih, pengajaran tidak mendidik saja. Latihan keterampilan akan dapat 8
me-drill murid menjadi robot, juga mahasiswa. Sejumlah pasal penting dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 ini tidak tepat kalau dipandang dari sudut filsafat pendidikan dan humaniora yang oleh undang-undang ini didefinisikan secara tidak tepat juga. Namun karena sebenarnya titik pangkal dan warna dasarnya malah tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pancasila, maka saya berpendapat Undang-Undang 12 Tahun 2012 ini perlu ditinjau kembali secara menyeluruh. Sekian, terima kasih. 49. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan duduk, Pak Ahli Pemohon. Kemudian, Ahli dari Pemerintah dulu … Saksi dulu, Saksi Pemerintah. Silakan. Ini yang Ade Armando, ya? 50. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Prof. Rizal, Yang Mulia. 51. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ini Saksi, kan? 52. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Saksi, Yang Mulia. 53. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan, Pak Saksi. 54. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Bismillahirrahmaannirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, selanjutnya kita sebut Undang-Undang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Nomor 33 Tahun 2013, perkenankan kami sebagai Saksi Pihak Pemerintah memberikan keterangan sebagaimana yang disampaikan berikut ini. Adapun pokok-pokok permohonan yang ingin kami berikan keterangan adalah sebagai berikut. Otonomi pendidikan tinggi bukan merupakan keharusan dalam mencapai tujuan pendidikan tinggi berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan bentuk badan hukum pendidikan tidak boleh melanggar kewajiban negara. Konsep kekayaan negara akan mengganggu kegiatan 9
pendidikan. Institusi pendidikan yang tidak dilindungi sebagai objek kevalidan akan menimbulkan (…) 55. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Saudara Pemerintah, ini Ahli apa Saksi? 56. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Saksi, Pak. 57. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Kalau Saksi, tidak berpendapat. 58. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Oke. 59. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Menerangkan fakta. 60. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Ya. 61. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Apa yang dialami dan apa yang Saudara saksikan secara langsung akibat daripada Undang-Undang Nomor 12 ini? 62. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Baik. 63. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Jadi karena dia disumpah sebagai Saksi, kan begitu? 64. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Ya.
10
65. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Kalau Ahli, kita ulangi sumpahnya sebagai Ahli. Karena ini berpendapat. Beda, Pak. 66. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Oke, kami akan lanjutkan sebagai Saksi, Yang Mulia. 67. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Saksi, ya? 68. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Ya. 69. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan lanjut! 70. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Lanjut! Terhadap pokok permasalahan yang pertama dan pokok permasalahan yang kedua, perkenankan kami menyampaikan keterangan. Lanjut! Bahwa alinea keempat menyatakan … Pembukaan UndangUndang Dasar Tahun 1945, tujuan berbangsa dan bernegara dan membentuk Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga mengatakan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi juga menyatakan bahwa pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk wadah … watak serta peradaban dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Belum, Pak, masih tadi. Belum, tadi. Sebelumnya masih. Jadi, keempat rujukan ini penyelenggaraan pendidikan tinggi mensyaratkan hadirnya bagi bangsa ini perguruan tinggi yang baik dan bermutu yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Lanjut! Hampir seluruh negara di dunia meletakan pendidikan sebagai landasan kemajuan bangsanya. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak mengharuskan, tapi juga tidak melarang untuk mencapai tujuan (…) 11
71. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Saya ingatkan kepada Saksi ya, untuk tidak berpendapat karena Saudara Saksi, ya. Jadi nanti tidak didengar … tidak dipakai keterangannya kalau menyangkut itu bagian dari keterangan Ahli. Jadi, mungkin salah tampil ini. Harusnya Saudara ahli gitu. Sehingga bisa mengkonstantir [Sic!] undang-undang ini terhadap UndangUndang Dasar. Kalau saksi itu yang mengalami secara langsung dari proses pendidikan. 72. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Baik. Jadi, sebaiknya … oke … kami coba lanjutkan dulu, Yang Mulia. Jadi, yang kami rasakan bahwa membahas undang-undang ini kita harus tidak saja … apa namanya mengatur saat ini, tetapi juga merancang masa depan. Lanjut! Ada 3 alasan yang kami rasakan bahwa kita membutuhkan perguruan tinggi bermutu dan maju dan semua bangsa melakukannya. Yang pertama itu adalah untuk alasan pendidikan untuk mendidik calon pemimpin bangsa. Itu yang kami … apa namanya rasakan tidak ada yang lain yang bisa memberikan pendidikan lebih baik dalam dimensi character building dan national building bagi pemimpin bangsa kita. Yang kedua bahwa kita memerlukan penelitian dan pengembangan IPTEK untuk meningkatkan nilai tambah kekayaan sumber daya alam, keanekaragaman budaya, dan sumber daya manusia kita itu sangat kami rasakan. Dan yang ketiga bahwa dalam situasi sekarang yang ada kita memerlukan kekuatan moral dan pengetahuan dan mendapatkan legitimasi kuat di masyarakat dalam mengkomunikasikan kebenaran mendorong proses demokratisasi itu sangat kita rasakan di dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara pada saat ini. Lanjut! Di sini letak permasalahannya, Yang Mulia, yang kami rasakan bagaimana mewujudkan perguruan tinggi bermutu, maju, dan kuat, dan dirasakan selaku juga dosen di …apa namanya Institut Teknologi Bandung, ada 3 hal yang kita perlukan. Yang pertama itu dana yang cukup, yang kedua otonomi akademik sebagai kodrat kita dalam mencari dan menyampaikan kebenaran, yang ketiga yang ini yang paling kita rasakan sebagai pengelola pendidikan tinggi adalah otonomi nonakademik di dalam 4 aspek. Pertama, kita perlu mengelola perguruan tinggi, dan kebebasan mengatur organisasi, dan mengambil keputusan secara mandiri. Yang kedua, kita perlu menerapkan merit system dalam pengelolaan pegawai. Yang ketiga, kita perlu dengan efisien mengelola aset. Yang keempat, itu 12
mengelola keuangan dengan cara yang lebih fleksibel. Hal ini yang dirasakan oleh saksi yang sudah 35 tahun … apa namanya mengelola pendidikan tinggi dalam kapasitasnya sebagai guru besar dan juga pengelola satuan unit pendidikan di ITB. Lanjut! Kewenangan kita mengatur organisasi sendiri dan mengambil keputusan sendiri bagi siapa … bagi perguruan tinggi … bagi institusi manapun itu adalah hal yang esensial dan mendasar. Kita harus dapat mengambil keputusan dengan cepat. Lanjut! Kita harus mampu, di perguruan tinggi, memberikan penghargaan insentif dan mengoreksi kesalahan dengan disinsentif, kewenangan untuk menerima dan memberhentikan pegawai itu suatu yang mutlak kita sangat dirasakan oleh setiap institusi. Lanjut! Kita juga harus mampu dengan efektif dan efisien mengelola aset kita. Aset yang tidak produktif harus segera dihapus dan tidak membebani organisasi. Kalau kita berada pada posisi yang sekarang yang kita rasakan, menghapuskan aset itu adalah suatu proses yang lama, yang membebani organisasi. Yang keempat, waktu kita mengelola pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat kita memerlukan fleksibilitas yang tinggi. Kita tidak bisa memastikan pengeluaran itu setahun sebelumnya seperti diharuskan oleh keuangan negara saat ini. Kami tidak melanjutkan keterangannya karena waktunya yang singkat, Yang Mulia. Lanjut! Dari uraian di atas kita dapat merasakan bahwa otonomi akademik itu memerlukan dukungan otonomi nonakademik dan dia berjalan beriringan tanpa kewenangan kita mengelola keuangan pegawai dan aset kegiatan pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat kita tidak dapat berlangsung dengan baik dan bermutu dalam mencari dan menemukan kebenaran. Tanpa kewenangan pengambilan keputusan secara mandiri dan mengatur organisasi juga kita akan mengalami hambatan dalam mengomunikasikan kebenaran karena bukan saja oleh pemerintah dapat diintervensi dari banyak kelompok masyarakat lain. Yang ingin kami sampaikan di sini, yang sangat kami rasakan dalam … sebagai saksi tanpa otonomi akademik dan nonakademik dan dana yang memadai tadi sulit mewujudkan perguruan tinggi bermutu, maju, dan kuat. Lanjut! Permasalahan selanjutnya yang kita bahas adalah bagaimana memberikan otonomi? Hal ini telah mengalami kajian yang intensif semenjak tahun 1999, pada saat kita dulu mengupayakan suatu upaya untuk menjadikan perguruan tinggi ini bermutu. Aturan penyelenggaraan pemerintahan yang ada sekarang, baik itu keuangan negara, kepegawaian, kementerian negara tidak memungkinkan pemberian otonomi pengelolaan itu kalau PTN tetap menjadi bagian atau unit kerja pemerintah. Otonomi itu hanya dapat diberikan jika terpisah dari pemerintah atau di sini disampaikan dengan membentuk badan hukum sendiri. 13
Sebagai saksi, sejak Tahun 1997 pada saat itu juga kami apa namanya ... merencanakan otonomi ITB itu. Kita sudah melakukan berbagai pengkajian, BUMN, perusahaan jawatan tidak bisa diterima karena berkonotasi keuntungan perusahaan usaha. Yayasan juga kita pernah coba rundingkan, tetapi itu akan mengakibatkan hilangnya tanggung jawab negara, dan sampai saat ini bahwa badan hukum milik negara itu yang dengan penuh tanggung jawab negara untuk mendanainya suatu bantuan yang paling tepat. Lanjut! Pertama ada catatan waktu kita melakukan PTNBH ini, ya, secara selektif, devaluasi, tetapi di sana ada disertai dengan pemberian mandat, yaitu untuk mencapat tujuan yang sedikit terpisah dari tujuan umum yang ada dalam pendidikan tinggi pemerintah, itu menjadi perguruan tinggi unggul dalam kegiatan akademik dan bidang iptek tertentu. Hal ini merupakan persyaratan waktu nanti kita mengevaluasi statuta. Dan karakteristik yang perlu kita catat adalah nirlaba, milik negara, tidak dapat dialihkan kepemilikannya. 73. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Dipersingkat, Pak, ya. 74. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Tanggung jawab negara untuk membiayainya, ini bukan liberalisasi dan komersilisasi, tapi dia menghendaki pemisahan aset. Tapi kami ingin memberikan catatan bahwa itu hanya sekali, yaitu pada saat pembentukkannya. Dan yang lain yang juga kami rasakan penting Pemerintah tidak mengintervensi, tapi tetap bertanggung jawab dengan menetapkan wakilnya dalam majelis wali amanah. Lanjut! Sebenarnya pembahasan ini sudah lama sejak zaman kemerdekaan, Mr. Supomo, Mr. Sunarya Kolopaking, telah mengatakan bahwa PTN itu perlu badan hukum dan memiliki kemerdekaan. Jadi walaupun tidak dimuat secara eksplisit sebaiknya badan hukum, tetapi juga tidak apa namanya ... penggagasnya sudah menyampaikan dan juga tidak ada larangan. Lanjut! Terhadap pokok permohonan ketiga izinkan kami menyampaikan secara singkat. Lanjut! Karena tetapi didanai Pemerintah sangat kecil kemungkinan PTNBH itu merugi lalu dibubarkan bukan dipailitkan. Penyebab utama yang paling mungkin adalah mutunya sangat rendah sehingga tidak ada mahasiswa yang mau masuk dan tidak ada alasan negara untuk membiayanya, tapi ini kemungkinan yang sangat kecil. Yang kedua, pada saat pengikatan apa namanya ... hubungan kerja. Umumnya kegiatan yang kita lakukan sebagai Saksi kami ingin 14
menyampaikan, itu adalah kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang sesuai dengan kompetensi kita bukan bisnis untuk mencari keuntungan. Jadi karena didanai terus oleh negara kemungkinan peningkatan utang-piutang menjadi kecil. Kalaupun kita mendirikan badan usaha semua risiko harus kita jaga supaya berhenti pada batasan badan usaha kita. Tapi yang paling penting sebetulnya yang ingin dicapai adalah pengelolaan dana lestari. Lanjut! Disebutkan juga bahwa kita menyebutkan ada jenis sanksi, seperti tercantum di sana, peringatan tertulis, dan sebagainya. Kami merasakan dalam mengelola pendidikan tinggi itu sanksi itu dapat langsung diidentifikasi oleh yang memberinya. Dan itu juga secara tegas dinyatakan dalam Pasal 7 bahwa menteri lah yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi, termasuk tentunya adalah memberikan sanksi. Lanjut! Ini yang terakhir, Yang Mulia. Pemberian otonomi menurut hemat ... bukan berpendapat, tapi kita rasakan dalam mengelola itu bukan barang privat, bukan menjadikan pendidikan tinggi barang privat. Dalam mengatur pendanaan ada urutan tanggung jawab yang kami lihat ... rasakan di dalam undang-undang itu dan tanggung jawab itu berjenjang, dimulai dari Pemerintah, pemda, masyarakat, perguruan tinggi, dan yang terakhir dalam pasalnya bisa dilihat, baru mahasiswa. Sesuai dengan kemampuannya. Pemerintah melakukan rangkaian dari pemihakan pendanaan yang kami tidak akan bacakan, seleksi masuk, jaminan bukan diterima ujian masuk, didanai, dan sebagainya. Lanjut! Biaya mahasiswa pun tidak ditetapkan sendiri oleh perguruan tinggi, itu selalu melalui diskusi dengan Pemerintah dalam mengatur BUPTN. Yang terakhir, untuk memperbesar akses tidak hanya bantuan dana tetapi juga pendidikan tingginya sendiri dibangun seluruh Indonesia. Dengan demikian kami ingin menyampaikan tidak ada hak yang dilanggar. Izinkan kami menyampaikan kesimpulan, Yang Mulia. 75. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Jangan disimpulkan, Saudara. 76. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Ya, sorry. Bahwa catatan dari apa yang dirasakan tadi. Bahwa keterangan yang kami sanggup sampaikan adalah seperti tadi kita merasakan bahwa otonomi akademik dan nonakademik itu berjalan beriringan dan saling mendukung untuk mewujudkan tujan berpendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Badan hukum pendidikan tidak melanggar kewajiban negara, konsep kekayaan negera, tidak menggangu kegiatan pendidikan, kita 15
mulai mengurus bagaimana memisahkan kekayaan negara itu, kewenangan penjatuhan sanksi cukup jelas, dan otonomi tidak berakibat terlanggarnya hak atas pendidikan. Demikian yang dapat disampaikan oleh Saksi Pihak Pemerintah. Kami mohon maaf kalau ada yang tidak pas pada penyampaian ini. Kami mengharapkan keputusan yang seadil-adilnya. Assalamualaikum wr. wb. 77. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Waalaikumsalam. Salah masuk kamar, Bapak. Harusnya masuk kamar ahli, supaya lebih pas keterangannya, kan begitu? Jadi tidak susah juga membelok-belokkannya. Karena itu materinya memang keterangan ahli, tidak saksi. Tapi Pemerintahlah mengaturnya. Nah, sekarang kita akan mendengarkan Ahli dari Pemerintah. Saudara Dr. Ade Armando, 10 menit ya. Silakan, Pak. 78. AHLI DARI PEMERINTAH: ADE ARMANDO Bismillahirrahmaanirrahim, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terima kasih atas perkenaannya mempersilakan saya … memberikan pandangan tentang Undang-Undang Pendidikan Tinggi 2012. Saya berharap gugatan atas Undang-Undang Pendidikan tinggi ini tidak dipenuhi Mahkamah Konstitusi. Atas dasar tiga hal, pertimbangan keadilan sosial, pertimbangan kualitas pendidikan tinggi, dan demokratisasi di Indonesia. Saya percaya kalau gugatan dipenuhi, maka hak rakyat untuk menikmati pendidikan tinggi dan keadilan biaya pendidikan akan terhianati, kualitas pendidikan tinggi kita akan terjerembab, dan kemandirian perguruan tinggi sebagai pengawal dan demokratisasi dan kemajuan bangsa akan terpuruk. Di berbagai media, saya membaca para penggugat menyatakan Undang-Undang Dikti ini akan melahirkan otonomi perguruan tinggi, yang pada intinya adalah kemandirian kampus untuk melakukan komersialisasi pendidikan. Dengan otonomi ini, biaya pendidikan akan menjadi mahal, sehingga hanya orang kaya yang akan diuntungkan. Sebagai alternatif, kalangan yang menggugat ini menuntut pembatalan otonomi, sehingga tanggung jawab pendidikan tinggi dikembalikan ke pemerintah, perguruan tinggi kembali menjadi lembaga instansi pemerintah, dan biaya kuliah bisa ditekan serendah mungkin. Sebagian dari para penggugat bicara di media mengatakan bahwa seharusnya, sebagaimana misalnya di negara-negara Eropa Barat, mahasiswa bahkan bisa kuliah diberikan cuma-cuma. Saya kurang lebih mengerti dengan apa yang ingin disampaikan tersebut dan saya bersimpati dengan gagasan inti mereka. Tapi, saya ingin mengatakan bahwa tuduhan semacam itu atau penilaian semacam itu tidak berdasar.
16
Dalam pandangan saya, berbeda dengan tuduhan para penggungatnya, Undang-Undang Dikti ini justru berseberangan dengan komersialisasi pendidikan tinggi. Dan sebaliknya cenderung lebih adil dengan membuka akses lebih luas bagi masyarakat tidak mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi. Para pengkritik beragumen bahwa sejak menjelmanya perguruan tinggi negeri menjadi BHMN, komersialisasi PTN menjadi-jadi. Karena otonomi PTN berbentuk badan hukum milik negara sebelum ini, BHMN seperti UI, ITB, UNPAD, IPB, dan lainnya dengan semena-mena menaikkan uang pangkal, biaya kuliah. Sehingga diskriminatif terhadap siswa miskin. Gugatan semacam itu ada benarnya. Tetapi harus diingat, praktik eksploitasi mahasiswa itu bukan hasil dari Undang-Undang Pendidikan Tinggi Tahun 2012. Justru Undang-Undang Pendidikan Tinggi Tahun 2012 ini dilahirkan dengan muatan yang akan mencegah pola eksploitatif serupa, berulang. Undang-Undang Dikti ini secara jelas membatasi ruang gerak pengelola PTN badan hukum dalam menerapkan biaya kuliah. Undang-Undang Dikti ini melarang perguruan tinggi menetapkan sendiri uang kuliah mahasiswa. Mereka yang berpikir akan bisa memanfaatkan perguruan tinggi sebagai ladang emas untuk dikeruk kekayaannya harus gigit jari karena undang-undang ini menyatakan besar biaya kuliah per mahasiswa tidak bisa ditetapkan semena-mena oleh rektor. Undang-Undang mengamanatkan pemerintah untuk menetapkan standar satuan biaya per operasional pendidikan tinggi secara periodik yang akan digunakan sebagai dasar oleh masing-masing PTN badan hukum untuk menetapkan biaya kuliah di kampus masing-masing. Undang-Undang Dikti ini juga menyatakan PTNBH tidak boleh mengandalkan sebagian besar biaya pendidikan pada mahasiswa. Sekitar 70% dari biaya pendidikan harus diperoleh dari sumber nonmahasiswa. Misalnya melalui penelitian dan bentuk-bentuk pencarian dana dengan kerja sama dengan pihak luar. Undang-undang juga menyatakan pemerintah tidak bisa lepas tangan dari kewajibannya atas pendanaan pendidikan. Pemerintah harus tetap mendanai PTNBH sehingga tak perlu terjebak dalam kebutuhan untuk melakukan eksploitasi ekonomi atau terjerat dalam gurita kepentingan ekonomi dan politik. Di sisi lain, undang-undang juga membatasi peran pemerintah sehingga tak bisa mengintervensi otonomi pendidikan PTNBH. Lebih dari itu, dan ini saya rasa salah satu … apa namanya … hal yang penting dari undang-undang ini, dia menetapkan bahwa 20% bangku kuliah harus diisi oleh kalangan tidak mampu yang pembiayaan kuliahnya akan ditutupi dengan beasiswa dan pendanaan lainnya. Ini bukan pilihan menurut undang-undang, tapi kewajiban. Jadi UndangUndang Dikti ini jauh lebih progresif dari undang-undang lainnya.
17
Saat ini misalnya, tidak ada kewajiban bagi SD, SMP, SMU, untuk menyediakan sekian persen kursi untuk kaum tidak mampu. Yang ada wajib belajar. Tapi tidak ada kewajiban bahwa setiap sekolah di dalamnya harus ada 20% mahasiswa tidak mampu. Undang-Undang Dikti ini mewajibkannya, bukankah itu menurut saya luar biasa? Kewajiban kuota 20% bagi kalangan tidak mampu, luar biasa. Mengingat secara realistis saja, sebenarnya daya tampung perguruan tinggi terbatas, sehingga harus ada proses penyeleksian ketat untuk bisa masuk ke sana. Bila yang diterapkan kompetisi bebas seperti yang selama ini terjadi, hampir pasti peluang siswa kaya yang datang dari sekolah-sekolah menengah terbaik jauh lebih besar dari siswa miskin dengan segenap keterbatasan latar belakangnya. Data menunjukkan bahwa saat ini hanya sekian persen penduduk miskin berusia 19-20 tahun berada di perguruan tinggi di Indonesia. Kalau disempitkan ke PTN, jumlah akan jauh lebih kecil lagi. Kalangan miskin tidak akan mampu menjangkau perguruan tinggi. Bukan karena masalah kemampuan membayar, tapi karena secara alamiah mereka memang akan cenderung tersingkir dalam kompetisi. Mengingat keterbatasan fasilitas pendidikan yang mereka miliki. Dengan demikian, saya ingin katakan bahwa sebetulnya kalau tidak ada kewajiban kuota bagi mahasiswa miskin, sebetulnya peluang bagi mahasiswa miskin untuk masuk ke perguruan tinggi negeri akan sangat kecil. Justru undang-undang pendidikan tinggi ini mengatakan ada kewajiban kuota 20% … 20%. Dan inilah semacam affirmative action yang kita kenal di banyak negara dilakukan untuk membuka kesempatan lebih besar bagi rakyat kecil. Jadi tidak logis sama sekali, dalam pandangan saya, kalau undang-undang ini dianggap bertentangan dengan UndangUndang Dasar 1945 karena misalnya dituduh dilandasi semangat neoliberalisme dan komersialisasi pendidikan. Memang benar dengan skema Undang-Undang Dikti ini, uang kuliah mahasiswa rata-rata akan jauh lebih besar dibandingkan … atau bisa jadi jauh lebih besar dibandingkan 15-20 tahun lalu di masa uang kuliah di PTN adalah sangat murah. Saya adalah produk PTN tahun 80-an, saya ketika itu membayar hanya Rp30.000,00. per semester. 10 tahun yang lalu barangkali sekitar Rp1.000.000,00. per semester. Namun dalam perspektif keadilan sosial, justru gaya semacam itu yang menurut saya tidak adil. Justru Undang-Undang Dikti 2012 ini yang jauh lebih layak. Para mahasiswa UI dan PTN lainnya karena saya dari UI, maaf, saya sebut UI, dulu membayar murah uang kuliah karena biaya pendidikan mereka disubsidi besar-besaran oleh rakyat Indonesia. Mereka membayar murah karena disubsidi besar-besaran oleh masyarakat Indonesia. Padahal sebagian besar mahasiswa PTN itu datang dari kalangan keluarga berpenghasilan ke atas.
18
Singkat kata, kalau uang kuliah dibuat murah sebagaimana yang diminta, yang paling akan menikmati kemurahan itu adalah kaum elit. Orang miskin hanya akan menjadi penonton yang mensubsidi. Kini melalui Undang-Undang Dikti, subsidi dari uang rakyat itu harus dibatasi alirannya. Mahasiswa menengah dan kaya harus membayar lebih mahal, tapi itu pun dalam batas kewajaran yang ditetapkan oleh pemerintah. Saya harus menyebut, anak saya sendiri tahun ini baru masuk UI melalui jalur Vokasi. Saya tahu, saya memang harus membayar cukup besar untuk itu. Tapi bukankah itu lebih adil untuk … daripada saya meminta rakyat membiayai sebagian besar biaya kulaih anak saya? Saya rasa itulah yang adil. Para pengecam juga sering menyebut bahwa Undang-Undang Dikti ini bertentangan dan konvensi ekonomi sosial dan budaya yang sudah diratifikasi Indonesia. Itu keliru dalam pandangan saya. Konvensi Ekosos memang mewajibkan pemerintah untuk menyelenggarakan wajib belajar, tapi hanya untuk pendidikan dasar. Kalau kita baca konvensi tersebut soal pendidikan tinggi, konvensi menyatakan bahwa pendidikan tinggi harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan dengan segala cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap. Jadi yang ditekankan di situ adalah ketersediaan pendidikan secara merata atas dasar kemampuan. Dalam pandangan saya, Undang-Undang Dikti ini justru hendak menjalankan pola yang lebih adil sebagaimana dikatakan oleh kovensi tersebut. Terakhir, Undang-Undang Dikti ini bagi saya bukan saja penting untuk menjamin keadilan sosial, tapi juga dalam hal menjamin kualitas pendidikan tinggi dan demokratisasi. Di negara dengan ideologi apapun, perguruan tinggi memerlukan otonomi agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pusat penelitian, pendidikan, pengembangan, pengabdian pada masyarakat, serta dalam negara berkembang seperti Indonesia sebagai pusat pengawal demokrasi dan keadilan sosial, serta mengembangkan budaya bangsa. Otonomi merupakan prasyarat untuk itu semua. Otonomi merupakan prasyarat untuk mencapai keunggulan akademik. Suasana akademik harus memupuk inovasi, kreativitas, kebebasan berpikir. Hal ini hanya akan terjadi jika perguruan tunggi dikelola secara otonom dan akuntabel seperti yang diamanatkan oleh undang-undang ini. Hanya bila (suara tidak terdengar jelas) pendidikan perguruan tinggi didasari dengan kebebasan berbicara, menyampaikan gagasan, bertukar pikiran, meneliti, berkreasi, Indonesia akan … bisa mengharapkan berkembangnya perguruan tinggi yang akan mengawal Indonesia memasuki era demokratisasi dan kompetisi bebas dunia yang memberi tantangan jauh lebih besar dari masa-masa sebelumnya. Kebebasan akademik hanya akan terjamin apabila ada otonomi perguruan tinggi negeri dan otonomi hanya bisa tumbuh subur apabila 19
PTN perguruan tinggi negeri tidak diperlakukan sebagai jawatan atau instansi pemerintah. Para dosen dan para peneliti di perguruan tinggi negeri harus berpikir bukan sebagai pegawai dengan logika birokrasi pemerintahan. Indonesia membutuhkan perguruan tinggi negeri yang otonom dalam bentuk PTN badan hukum. Tanpa berkedudukan sebagai badan hukum. PTN di negara ini tidak akan mampu menjadi kekuatan untuk memperjuangkan kepentingan publik dan mengembangkan ilmu pengetahuan, Terima kasih. 79. KETUA: M. AKIL MOCHTAR silakan.
Berikutnya ahli dari Terkait. Yang pertama M. Fajrul Falaakh,
80. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera. Saya akan memberikan keterangan ini dalam 3 bagian, bagian yang pertama mengenai standing Pemohon. Para Pemohon memohon pembatalan keseluruhan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012 atau Undang-Undang Dikti, ini saya berpendapat permohonan itu seharusnya ditolak. Pemohon gagal membuktikan kerugian konstitusional yang diderita karena berlakunya Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Dikti. Pasal 2 menyatakan, “Pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, MKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.” Apa salahnya pasal ini sehingga Undang-Undang Dikti harus dihapus semuanya? Pasal 3 menetukan 7 asas pendidikan tinggi yaitu kebenaran ilmiah, penalaran, kejujuran, keterjangkauan. Kalau keterjangkauan dibatalkan, berarti bikin mahal dong pendidikan tinggi? Jadi ada … apa ini, logika yang tidak tepat dengan permohonan yang disampaikan. Bagian kedua, Pemohon memohon pembatalan status badan hukum pada perguruan tinggi negeri serta memohon pembatalan tentang pengakuan dan jaminan otonomi kampus di dalam Undang-Undang Dikti. Pemohon mendalilkan bahwa PTN badan hukum atau PTNBH, menurut Undang-Undang Dikti adalah sama dengan Undang-Undang BHP Tahun 2009 yang sudah dibatalkan MK. Seperti diketahui, Undang-Undang Dikti ini mengatur empat pilihan kelembagaan dalam pengelolaan pendidikan tinggi, yaitu PTN sebagai Satker Kemendikbud, perguruan tinggi negeri sebagai yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum atau BPK BLU. Kemudian PTNBH dan PTS sesuai dengan jenis badan hukum pembentukannya. Jadi, PTN diberi 3 pilihan, menjadi satuan kerja Kemendikbud, menggunakan model PPKBLU, atau PTNBH. 20
Pembatalan Undang-Undang Dikti justru menyebabkan ketidakjelasan status PTN, apakah PTN adalah Satker Kemendikbud? Menggunakan PPKBLU? Ataukah PTNBH? Implikasi dari pembatalan mengenai pilihan 3 pilihan bagi PTN tadi adalah lalu PTN dipandang sebagai pendidikan kedinasan dan saya belum pernah mendengar bahwa Kemendikbud punya formasi kepegawaian yang cukup untuk diisi para lulusan PTN seluruh Indonesia. PTN-PTN tidak dimaksudkan sebagai pendidikan kedinasan. Kalau mungkin Sekolah Staf Dinas Luar Negeri atau Akademi Imigrasi memang sekolah kedinasan untuk mengisi kementerian yang terkait. Menurut Undang-Undang Dikti, PTNBH berwenang membuka menyelenggarakan dan menutup program studi, mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen dan tenaga kependidikan, mengelola dana secara mandiri, transparan dan akuntabel, serta mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi. Tetapi PTN BH bukan hanya memiliki kepentingan sendiri karena dia juga tunduk kepada undang-undang. Misalnya PTNBH bukan perseroan terbatas, sehingga tidak memiliki pemegang saham dan tidak ada rapat umum pemegang saham. Pemohon seharusnya menyadari hal yang sangat elementer ini mengenai badan hukum. PTNBH harus berprinsip nirlaba, PTNBH ditugaskan untuk memberikan layanan pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat. Dan ketundukan badan hukum kepada undang-undang sama sekali bukanlah contradictio in terminis, (suara tidak terdengar jelas) badan hukum kepada undang-undang ini hal yang wajar saja. Misalnya perseroan terbatas oleh undang-undang diwajibkan untuk mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility. Sejak kapan dalam ilmu hukum diajarkan kalau sudah badan hukum lalu tidak tunduk kepada undang-undang? Tidak ada. Nah, subjek hukum perlu diketahui memiliki 2 unsur esensial, yaitu … saya kutip dari bahasa Belanda, rechtsbevoegdheid (kewenangan atau kecakapan hukum) dan handelingsbevoegdheid (kecakapan bertindak) ini yang elementer. Menurut Undang-Undang Dikti, PTNBH menyandang dua kategori otonomi, yaitu tiga otonomi akademik sebagai rechtsbevoegdheid (yang mencakup kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan. Serta dua otonomi pengelolaan perguruan tinggi, yaitu otonomi pengelolaan akademik dan otonomi pengelolaan nonakademik sebagai handelingsbevoegdheid. Sekedar ilustrasi, saya contohkan bahwa di Fakultas Hukum UGM, lebih dari sekitar 10 tahun yang lalu, pada saat itu statusnya PT BHMN. Dengan demikian sekarang sudah 10 tahun, kami dan berbagai teman … apa ini … menginisiasi memulai mata kuliah judicial review pascaamandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan cukup dengan SK Rektor. Dan karena kemudian mungkin di waktu itu … bukan mungkin ya, disebut saja lah buru-buru, nama resminya Judicial Review. 21
Belakangan dikritik, Majelis Yang Mulia. “Kok namanya Judicial Review?”, ganti saja, “Ya, sudah boleh. Pengujian peraturan perundang-undangan.” Tapi ketika hanya dibolehkan hanya 2 SKS, gantian saya yang komplain. Karena pengujian peraturan perundang-undangan berarti mencakup Pasal 24C di Mahkamah Konstitusi, Pasal 24A di Mahkamah Agung. Hanya 2 SKS itu punya kesempatan mengajarkan apa mengenai judicial review? Kan itu adalah contoh dari otonomi pengelolaan akademik. Nah, jadi kalau jaminan otonomi akademik dibatalkan, maka civitas akademik PTN BH kehilangan kebebasan untuk berfikir dan berpendapat akademik, kehilangan kebebasan untuk berfikir dan berpendapat di mimbar akademik, serta kehilangan otonomi keilmuwan. Gampangnya, Pak Dirjen Dikti, meskipun Bapak Profesor, kalau perguruan tinggi itu tidak memiliki otonomi, mungkin yang harus diajarkan sepenuhnya hanyalah teksbook dari Kemendikbud. Lupakan otonomi dan kepakaran keprofesoran semata-mata karena lembaga Anda apa boleh buat hanya Satker, kira-kira begitu. Nah, jadi, dengan demikian, kalau jaminan otonomi pengelolaan PTNBH dibatalkan, maka otonomi akademik tidak dapat teraktualisasi. Sebab, misalnya PTNBH akan kehilangan kebebasan untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup program studi. Kehilangan otonomi kampus, berarti kehilangan hak konstitusional. Padahal, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberi jaminan kepastian hukum atas status subjek hukum di muka hukum, termasuk pengadilan dan publik. Dengan demikian, menghilangkan otonomi pengelolaan perguruan tinggi, pendidikan tinggi … perguruan tinggi, berarti memasung otonomi akademik yang merupakan handelingsbevoegdheid pada subjek hukum yang dinyatakan memiliki rechtsbevoegdheid. Bagian terakhir tentang Pihak Terkait sebagai perguruan tinggi yang … Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Pihak Terkait ditetapkan sebagai PTN berbadan hukum dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 22 Undang-Undang Sisdiknas Tahun 1989 menyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi akademik dan otonomi pengelolaan lembaga. Berdasarkan UndangUndang Sisdiknas Tahun 1989, diterbitkanlah PP Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi dan PP Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum. Contoh, PP Nomor 154 Tahun 2000 adalah penetapan untuk DPP sebagai badan hukum. PP Nomor 153 Tahun 2000 adalah penetapan UGM sebagai badan hukum. PTBHMN adalah subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban tertentu di bidang pendidikan tinggi, harus berprinsip nirlaba. PTBHMN bukan badan usaha seperti Koperasi, maka dia tidak memiliki anggota. PTBHMN juga bukan perseroan terbatas, maka tidak ada pemegang saham dan RUPS pada PTNBH. 22
PT … penetapan PTBHMN dilakukan sebelum Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2003 diterbitkan, bukan untuk menghindari kerumitan Undang-Undang Keuangan Negara. PP penetapan masingmasing PTBHMN merujuk KUH Perdata staatsblad Tahun 1947 Nomor 23 Undang-Undang Sisdiknas Tahun 1989 dan PP yang tadi sudah saya sebutkan. Penting untuk mengelaborasi sedikit mengenai penetapan PTN berbadan hukum yang berdasarkan KUH Perdata. Bab 9 KUH Perdata mengatur badan susila, atau personas morales, atau ce de le llaman yang memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan-tindakan keperdataan. Pasal 1653 KUH Perdata menyebut 14 … empat jenis ce de le llaman, yaitu: 1. badan hukum yang didirikan oleh negara, 2. diakui oleh negara, 3. diperkenankan oleh negara, dan 4. badan hukum yang didirikan untuk maksud atau tujuan tertentu, 5. menurut konsekuensi berpikirnya, negara dapat membentuk suatu badan hukum untuk tujuan tertentu yang disebut “masyarakat hukum kepentingan” atau dalam istilah Belanda disebut (suara tidak terdengar jelas). Nah, sekarang Pasal 97 huruf c Undang-Undang Dikti menegaskan bahwa pengelolaan PTBHMN dan PTBHMN yang telah berubah menjadi BPKBLU ditetapkan sebagai PTNBH dan harus menyesuaikan dengan Undang-Undang Dikti paling lambat dua tahun. Maka Pihak Terkait tetap berstatus badan hukum, memiliki hak dan kewajiban tertentu di bidang pendidikan tinggi, harus berprinsip nirlaba, bukan badan usaha seperti Koperasi, atau perseroan terbatas. Status PTNBH dapat dirujuk kepada kebijakan Pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta menjelang Indonesia kembali berbentuk negara kesatuan pada tahun 1950 dan menjelang Pemerintah Republik Indonesia akan kembali beribukota di Yogyakarta. Dalam tulisan yang dikeluarkan di media massa hari ini, saya menyebutnya ini (suara tidak terdengar jelas) Yogya tentang otonomi kampus. Saat itu, acting Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta, yaitu Mr. Assaat Datuk Mudo mengatur dengan peraturan pemerintah bahwa UGM (Universitas Gadjah Mada) dapat berstatus badan hukum, masyarakat hukum, kepentingan, atau (suara tidak terdengar jelas) yang ditetapkan dalam PP. UGM sebagai suatu badan otonomi dapat mempunyai keuangan, dan milik sendiri, serta mengatur rumah tangga, dan kepentingan sendiri. Bisa dilihat PP Nomor 37 Tahun 1950, tanggal 14 Agustus 1950. Pemerintah, kalau ini tidak ada di website www … apa ini … www.legalitas.org. Mungkin karena ini Republik Indonesia Yogyakarta, banyak undang-undang dari periode Republik Indonesia Yogyakarta tidak
23
terunggah di website itu, tapi Undang-Undang Periode RIS yang terundang ini juga membuat ricuh para pengkaji. Nah, sumber keuangan dari UGM yang semacam itu, menurut PP ini adalah berasal dari APBN, uang kuliah, dan uang ujian yang dibayar mahasiswa serta trust fund yang dibentuk oleh/atau dengan bantuan pemerintah. Perguruan tinggi seperti UGM yang berbadan hukum itu diawasi oleh dewan kurator yang diangkat oleh menteri pendidikan. Menteri pendidikan dapat mengizinkan yayasan atau badan hukum lain menyelenggarakan pendidikan di UGM setelah memperoleh pertimbangan UGM. Menteri pendidikan, seingat saya pada waktu itu adalah Ki Mangunsarkoro, teman-teman yang membentuk Taman Siswa, juga mewajibkan UGM membebaskan biaya kuliah bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi tetapi diperkirakan dapat menyelesaikan pendidikan pada waktunya. Poin terakhir, Pemohon memohon pembatalan keseluruhan Undang-Undang Dikti Tahun 2012 yang berarti membatalkan kewenangan negara untuk mengatur dan membentuk badan hukum publik yang bersifat nirlaba di bidang pendidikan tinggi. Saya belum pernah mendengar atau membaca bahwa Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan juga putusan Mahkamah Konstitusi sendiri, melarang negara untuk mengatur dan membentuk badan hukum publik di bidang pendidikan tinggi, lebih-lebih bersifat nirlaba. Pemohon telah keliru mendalilkan bahwa otonomi pengelolaan PTNBH versi Undang-Undang Dikti adalah terlarang, dengan alasan sama dengan otonomi pengelolaan pendidikan formal versi Undang-Undang BHP Tahun 2009 yang telah dibatalkan MK. Putusan MK itu tanggal 31 Maret 2010, tidak membatalkan dasar hukum penetapan PTN sebagai badan hukum dan tidak membubarkan badan hukum di bidang pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 81. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ahli yang kedua, Saudara Agus Pambagio. Silakan. 82. AHLI DARI PIHAK TERKAIT: AGUS PAMBAGIO Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Terhormat, munculnya uji tentang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, dari sudut pandang saya sebagai ahli kebijakan publik, itu merupakan suatu langkah sebetulnya yang terburu-buru karena kalau melakukan uji publik sebuah peraturan perundang-undangan, itu khususnya undang-undang itu bisa 24
dilakukan oleh … kapan saja. Persoalannya, undang-undang ini belum pernah dijalankan, meskipun sudah disahkan, setelah juga UndangUndang BHP yang lalu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga memang ada kekosongan jika dilihat dari sudut pandang kebijakan ini mengkhawatirkan sektor pendidikan tinggi. Dalam JR yang dipermasalahkan oleh Pemohon, khususnya itu adalah Pasal 65, 73, 74, 86, dan 87. Nah, ini yang menjadi persoalan kan, hanya … yang dipersoalkan, maksud saya, adalah otonomi pengelolaan kampus, seleksi mahasiswa baru, akses mahasiswa miskin untuk mendapatkan pendidikan yang setara, dan kemandirian akademi kampus. Kalau kita lihat dari otonomi pengelolaan kampus, otonomi perguruan tinggi atau PTN negeri, dalam bidang akademik memiliki norma dan kebijakan operasional, yang menurut kami pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak akan tercapai tanpa otonomi nonakademik yang meliputi organisasi keuangan, kemahasiswaan, dan lain sebagainya. Jadi, hal ini memang menjadi pendorong agar PTN berbadan hukum itu yang sudah sesuai dengan Pasal 97 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, tidak terjebak dalam pola pengelolaan yang rumit, birokratis, dan politis. Karena sebagai perguruan tinggi, tidak bisa disamakan dengan organ-organ pemerintahan lain yang sangat rumit dan birokratis tadi. Tanpa diberikan otonomi, akan sulit sebuah PTNBH melaksanakan perintah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Otonomi perguruan tinggi negeri yang dilaksanakan berdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu, dan sebagainya tersebut, sulit bisa dikatakan bahwa dia akan menjadi sebuah organisasi profit. Karena sekali lagi, organisasi profit itu, unsurnya ada shares holders, sementara di perguruan tinggi tidak ada. Yang ada, stake holders. Jadi, dari sisi kebijakan pun, sepertinya tidak perlu dikhawatirkan bahwa sebuah perguruan tinggi akan menjadi sebuah … semacam perusahaan yang lalu memungut uang dan mencari keuntungan. Kalau kita bahas persoalan seleksi mahasiswa baru dan akses mahasiswa miskin untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang setara, dari sisi kebijakan, sebetulnya juga tidak menjadi persoalan. Sebagai contoh, berdasarkan data yang kami dapat dari kantor rektorat dari Institut Pertanian Bogor, itu ternyat 40% dari total mahasiswa baru diterima masuk itu, mahasiswa miskin, dimana orang tuanya itu berpenghasilan antara Rp500.000,00 sampai Rp2.500.000,00 per bulan. Asal dia lulus uji seleksi yang tentu sangat ketat karena standar-standar di perguruan tinggi negeri, tidak mudah. Jadi, ini mungkin nanti bisa dimonitor bahwa persentase ini pasti juga akan meningkat. Sekali lagi, kalau standarnya memang masuk dari … kualifikasi dari perguruan tinggi tersebut. Selain itu juga … apa namanya 25
… tes-tes yang dilakukan melalui SMPTN juga masih mendominasi dari jumlah mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi tersebut. Memang ada tes-tes seleksi lain yang tentunya bisa … Yang tadi sudah disampaikan juga oleh Saksi Ahli bahwa ini juga bisa memberikan pemerataan yang lebih baik kepada orang-orang yang memang mampu membayar sedikit lebih mahal, tapi asal tidak menutup kemungkinan bahwa yang miskin tidak bisa mengikuti perkuliahan. Yang saya pahami bahwa mahasiswa miskin yang sudah masuk ke perguruan tinggi negeri dan tidak bisa membiayai dirinya itu tidak boleh dikeluarkan, itu yang saya pahami oleh kebijakan dari masing-masing perguruan tinggi negeri. Jadi, tentu akan dicarikan dananya. Entah itu dari subsidi Pemerintah atau orang tua asuh dan sebagainya, pasti dia tidak akan keluar. Jadi, tidak ada diskriminasi kalau yang miskin tidak boleh mengikuti pendidikan perguruan tinggi. Dalam 5 tahun terakhir, 2008-2012 proporsi rata-rata penerimaan dana itu masih dikuasai oleh APBN. Hampir 41% lebih itu dari APBN, kemudian 32% lebih dari dana pihak ketiga, dan perguruan tinggi, ini saya ambil contoh dari IPB hanya 26 hampir 27%, dari penerimaan mahasiswa. Jadi, sekali lagi Pemerintah masih mendominir [Sic!] atau memberikan apa namanya … dukungan yang besar kepada masyarakat Indonesia yang akan mengikuti pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri yang ada. Jadi, sekali lagi kemandirian kampus dalam hal ini pendanaan dana untuk penyelenggaraan program dan kegiatan yang dananya dari APBN masih cukup tinggi dan sekaligus menunjukkan tanggung jawab negara terhadap penyelenggaraan pendidikan tinggi masih dominan. Jadi, sebagai apa namanya … ilustrasi saja, memang kemandirian akademik kampus dalam bidang nonakademik tidak mungkin dapat melepaskan tanggung jawab negara terhadap penyelenggaran pendidikan tinggi karena kegiatan perguruan tinggi termasuk PTNBH tidak bertujuan untuk mencari dana. Singkatnya karena waktu terbatas, sekali lagi bahwa UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012, dari kajian kami, dari sisi kebijakan publik, ini merupakan perbaikan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan atau BHP yang telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2009 lalu. Dan sejauh ini pun pihakpihak yang pada saat itu meminta uji kepada MK terhadap UndangUndang BHP, setelah kami tanyakan beberapa yang mengajukan judicial review saat itu, mereka katakan sudah tidak bermasalah dengan UndangUndang Nomor 12 ini. Jadi, menurut kami dari segi kebijakan memang undang-undang ini jelas sudah jauh lebih baik daripada Undang-Undang BHP yang sudah dibatalkan. Lalu, dari sudut pandang kebijakan publik juga peran kontrol atas Undang-Undang 12 Tahun 2012 ini sudah diakomodasi dengan baik pada bab VII, peran serta masyarakat Pasal 91. Jadi, jika nanti dalam perjalanannya undang-undang ini dirasa oleh semua pihak atau 26
masyarakat khususnya tidak berkenan atau tidak pas, gitu ya, publik bisa saja langsung mengajukan gugatan karena di situ … sudah … di Pasal 91 dijelaskan tentang bagi publik yang merasa bahwa Undang-Undang 12 Tahun 2012 yang nantinya merugikan publik dan menghambat hak warga negara untuk memperoleh pendidikan tinggi dapat dengan mudah disampaikan tanpa harus mempunyai legal standing. Artinya, gugatan bisa dilakukan secara perorangan. Nah, ini yang menurut saya kontrol ini sudah melekat pada Undang-Undang 12 Tahun 2012, jadi saya pikir kalau dilakukan sekarang dari segi kebijakan ini akan ada kekosongan lagi. Kemarin sudah 2009 sekarang 2013, sudah cukup lama publik dan juga mungkin perguruan tinggi dan Pemerintah dipusingkan karena ada kekosongan hukum. Mereka pasti akan ragu-ragu untuk mengembangkan perguruan tinggi itu dan juga ragu-ragu untuk mengaturnya lebih jauh supaya dapat memberikan pelayanan pendidikan tinggi kepada masyarakat. Jadi, jika uji materi Pemohonnya dikabulkan, itu yang saya khawatirkan dari sisi kebijakannya, tidak banyak sehingga saya mohon juga rasanya tidak perlu lagi undang-undang ini dikoreksi karena sekali lagi kita, publik butuh … apa namanya … kepastian hukum supaya apa yang dilaksanakan untuk melaksanakan pendidikan tinggi ini bisa dilaksanakan dengan baik. Kalau pun ada nanti, nanti, kalau sekarang itu masih terlampau dini untuk bisa dilakukan uji publik, lalu nanti keputusannya dibatalkan. Sekali lagi, saya hanya memberikan ulasan singkat, tetapi itu keberatan dari sisi tinjauan kebijakan publik. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 83. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Dari Pemohon ada hal yang mau didalami atau cukup? 84. KUASA HUKUM PEMOHON: PRATIWI FEBRI Ya, Majelis ada pertanyaan yang kami hendak ajukan kepada Prof. Mardi. 85. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan langsung. 86. KUASA HUKUM PEMOHON: PRATIWI FEBRI Ya, terima kasih.
27
87. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Singkat, jelas pertanyaanya. 88.
KUASA HUKUM PEMOHON: PRATIWI FEBRI Ya. Pak Mardi, sebagai Ahli filsafat pendidikan, tadi Anda menjelaskan terkait manajerialisme dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi. Nah, terkait hal tersebut saya ingin menyampaikan hal-hal yang selalu menjadi perdebatan, dan mungkin kami sebagai Pemohon juga kurang mengerti mengenai hal ini karena kami bukan ahli filsafat pendidikan dan bukan ahli pedagogi. Apakah dalam sebuah institusi pendidikan tinggi … terdapat dua otonomi tadi, itu selalu diulang-ulang, ada otonomi akademik dan otonomi tata kelola atau pengelolaan. Apakah kedua hal ini dikaitkan dengan filosofi pendidikan tinggi sendiri, apakah otonomi pengelolaan pendidikan tinggi merupakan syarat mutlak dalam mewujudkan otonomi akademik? Dan apabila yang satu lebih didahulukan dari yang lainnya, apa dampak yang ditimbulkan khususnya terhadap pemenuhan hak atas pendidikan? Itu pertanyaan dari kami. Terima kasih.
89. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan dijawab, di tempat duduk boleh, silakan! 90. AHLI DARI PEMOHON: B. S. MARDIATMADJA Terima kasih, Yang Mulia. Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan pendidikan tinggi pada dasarnya adalah sesuatu yang berkaitan dengan mendidik orang, mendidik manusia, maka dari itu perlu ada orangnya yang mendidik maupun yang dididik. Baru kemudian maka ada organisasinya. Dengan kata lain, maka yang primer adalah bahwa di sini ada relasi antara pendidik dan yang dididik. Menjadi pendidikan tinggi karena pendidikan itu pada level ilmiah dan baru sesudahnya diorganisir dan sesudahnya ada manajemennya. Hampir seluruh pendidikan Undang-Undang Nomor 12 tentang Pendidikan Tinggi berkaitan dengan manajemennya. Pertanyaan dari Pemohon adalah bagaimana dengan otonomi pendidikan, itu otonomi ilmu dengan otonomi tata kelola? Pada hemat saya, yang primer adalah otonomi pendidikan, otonomi keilmuan, sesudahnya baru otonomi tata kelola. Kalau otonomi tata kelola didahulukan dan ditempatkan di atas dari otonomi pendidikan dan keilmuan, maka memang akan menjadi suatu undang-undang tentang tata kelola, tetapi bukan tentang tata kelola perguruan tinggi sebagai pendidikan, apalagi sebagai pendidikan ilmiah.
28
Nah, itulah yang pada hemat saya merupakan kekurangan besar dari Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012. Sekian, terima kasih. 91. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Pemerintah? 92. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Cukup, Yang Mulia. 93. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Cukup ya. Dari meja Hakim, Pak Hamdan? Ya. 94. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Saya lanjutkan kepada Ahli tadi, ini ada penjelasan yang belum final. Apakah dengan demikian otonomi akademik hanya bisa ada kalau ada otonomi tata kelola? Ini pertanyaannya, langsung. 95. AHLI DARI PEMOHON: B. S. MARDIATMADJA Pertanyaannya saya kira dibalik, otonomi tata mengandaikan otonomi pendidikan dan keilmuan. Terima kasih.
kelola
96. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Cukup ya. Dari Ahli Pemerintah tadi ada mengatakan bahwa … dan termasuk Pihak Terkait, soal 20% untuk orang miskin yang miskinnya di Indonesia itu ukurannya juga enggak jelas, ada angka, ada yang benarbenar miskin juga. Kan ada kewajiban 20% itu, kalau kewajibannya tidak terpenuhi di dalam undang-undang ini ada konsekuensinya, enggak bagi perguruan tinggi itu? Misalnya uang yang dialokasikan itu dialihkan atau apa? Bisa dijawab enggak? Pemerintah? Ya. 97. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Terima kasih, Yang Mulia. Data statistik menunjukkan bahwa pada saat ini sebagian besar anak-anak kita yang pergi ke perguruan tinggi adalah berasal dari kelompok yang mampu. Mengapa hal itu terjadi? Karena yang tidak mampu secara akademik ini telah tersisihkan dari pendidikan SD-nya yang tidak baik, SMP-nya yang tidak baik, SMA-nya yang tidak baik, dan kesempatannya mempersiapkan diri untuk masuk ke
29
perguruan tinggi yang tidak sebaik kepada kelompok-kelompok yang mampu. Data statistiknya ada di Susenas (…) 98. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Kalau itu saya sudah tahu, Pak, betul itu memang. Tapi pertanyaannya kan undang-undang ini mewajibkan 20%, kalau 20% itu tidak tercapai dalam kerangka pelaksanaan undang-undang ini, konsekuensinya apa bagi perguruan tinggi itu? 99. SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Dalam hal ini perguruan tingginya harus berusaha mencari mahasiswa yang tidak mampu itu melalui pemihakan-pemihakan dengan turun ke daerah, melakukan kerja sama dengan semua SMA sedemikian rupa sehingga jumlah mahasiswa yang disyaratkan minimun itu tercapai. Seandainya perguruan tingginya tidak melaksanakan, maka Pemerintah dapat memerikan sanksi yang diatur, yaitu (…) 100.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya jadi begini saja, Pak. Supaya jadi pegangan Majelis karena ini kan kita menguji secara keseluruhan undang-undang ya, dijawab saja. Pemerintah kan, saksi pemerintah ini kan? Bisa dijawab, enggak itu secara tertulis supaya ada, supaya jelas, ya. 101.SAKSI DARI PEMERINTAH: RIZAL Z. TAMIN Bahwa dananya akan dikurangi, Yang Mulia, dan sebagainya. 102.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Dikurangi anggarannya? Karena di … di undang-undang itu konsekuensinya tidak ada, kan gitu. Kalau misalnya, 20% lalu secara statistik itu misalnya, 47% … eh 67% itu memang tidak mampu ditambah 20% kan 75%. Kan kira-kira seperti itu, gitu lho. Kalau sudah seperti itu apa masih perlu ada konsep-konsep yang pemisahan-pemisahan seperti itu? Kenapa enggak dianukan saja, secara umum misalnya, kan itu pikiranpikiran kita. Oleh karena itu, kita perlu mendengar jawaban secara pasti tentang konsekuensi 20% karena alokasi dananya, kan dari APBN untuk menunjang program itu? Kalau enggak tercapai targetnya kan, bagaimana itu? Itu … itu karena ini langsung. Pak Harjono?
30
103.HAKIM ANGGOTA: HARJONO Terima kasih, Pak Ketua. Saya ingin bertanya kira-kira road map yang akan ditempuh oleh Kementerian Pendidikan ini bagaimana? Karena saya melihat ada suatu … suatu apa ya … sementara sudut pandangan saya itu anomali, semoga saja tidak. Karena kalau itu diterangkan road map-nya barangkali keraguan itu sebagai sebuah anomali saya bisa hilang. Sekarang ini ada aspirasi yang berkembang supaya PTS-PTS itu dinegerikan. Jadi ada banyak PTS dinegerikan di daerah-daerah. Kalau toh itu terjadi satu proses penegerian dan saya kira itu fakta yang tidak bisa dianggap enteng oleh pemerintah karena banyak juga PTS yang kemudian mempunyai status negeri. Lalu dalam jenjang itu menjadi negeri, tapi sementara ujung-ujungnya itu, itu dipisahkan dengan badan hukum publik itu. Padahal itu adalah perguruan tinggi-perguruan tinggi yang quote on quote itu sudah punya satu … katakan saja nilai tinggilah. ITB, IPB, UI, UGM, Unair barangkali yang lain, itu dilepas. Apakah proses yang terjadi dari swasta-negeri kalau sudah baik ini akan bernasib itu semua kira-kira? Jadi, apakah Kementerian Pendidikan ini akan mengantarkan swasta-swasta yang baik dinegerikan, setelah negeri kemudian dilepas? Ini saya bicara tentang road map-nya. Pertanyaan itu untuk kementerian. Yang kedua adalah untuk ahli dari Pemerintah karena satu ahli tadi. Kalau Ahli melihat ketentuan undang-undang ini, agaknya tadi sudah disampaikan analisis-analisis bahwa di situ banyak tanggung jawabnya, negara, perguruan tinggi yang menempuh bentuk seperti yang sekarang dipermasalahkan ini, banyak tanggung jawab tanggung jawabnya. Kalau diimbang-imbang barangkali itu berat tanggung jawabnya itu. Kemudian yang saya ingin tanyakan adalah kenapa kemudian itu dipilih dan kemudian katakan saja diambil satu bentuk dalam situasi yang sebetulnya berat, begitu lho. Itu kan berat itu sebetulnya. Kenapa mau diambil alih, mau di-take over, begitu? Kewajibannya, lalu juga ada … masih kewajiban pemerintah dan kewajiban perguruan tingginya sendiri untuk melaksanakan tugas-tugas itu. Ini apakah kemudian take over ini kemudian just untuk mempertahankan nama saja yang sebetulnya itu tidak begitu terlalu … terlalu dominant? Ataukah ada pertimbangan-pertimbangan lain? Bukankah kalau itu kemudian banyak segi publiknya, yang itu yang berkaitan dengan kewajiban pemerintah, berkaitan dengan kewajiban dia, itu kenapa itu tidak menjadi titik beratnya? Kok justru yang sedikit ini lalu menjadikan satu … apa … pembenar bahwa itu pasti harus diberi nama tersendiri. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih.
31
104.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Itulah ahli dari Pemerintah dan tadi pertanyaan untuk Pemerintah yang pertama ya, yang kedua untuk Ahli. Saya sedikit saja untuk Pak Fajrul ya, tadi ada asumsi yang disampaikan bahwa kalau undang-undang ini dibatalkan terjadi kekosongan, memperpanjang kekosongan hukum. Kemudian kalau misalnya, otonomi akademis dan otonomi nonakademis itu dibatalkan, maka perguruan tinggi itu ya, jadi satker saja, kan kira-kira seperti itu? Apa ya? Bukankah selama ini proses belajar-mengajar, sebelum undangundang ini lahir juga bisa menjalankan otonomi, terutama yang berkaitan dengan otonomi akademis secara bebas? Contoh, tadi juga dari contoh pelajaran judicial review yang dicontohkan oleh Pak Fajrul itu kan berlangsung sebelum undang-undang ini? Saya ingin memperdalam lagi pokok pikirannya kalau misalnya, terjadi pembatalan terhadap itu, maka perguruan-perguruan tinggi itu menjadi satker dari Kemendiknas atau Kemendikbud ini. Secara utuh itu pikirannya seperti apa, begitu? Karena tadi sekilas saja. Terima kasih. Silakan dijawab, yang Ahli Pemerintah tadi. Apa mau sekarang atau nanti, terserah. 105.PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Izin, Yang Mulia. Kalau diizinkan, Pemerintah. 106.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan. 107.PEMERINTAH: JOKO SANTOSO Terima kasih, Yang Mulia. Yang sa … saya hormati Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang pertama, memang benar beberapa PTS itu dijadikan perguruan tinggi negeri. Tujuannya adalah terutama untuk mengisi wilayah-wilayah di berbagai tempat yang memang masih memerlukan kehadiran perguruan tinggi negeri. Karena perguruan tinggi negeri ini merefleksikan kehadiran Pemerintah di seluruh wilayah negara kita. Antara lain kriterianya adalah angka partisipasi kasar. Untuk daerah-daerah yang angka partisipasi kasarnya masih rendah, maka di sanalah kita membuat penegerian beberapa perguruan tinggi swasta. Di sisi yang lain tentunya di daerah 3T, mereka yang terdepan, terluar, dan terbelakang, itu. Kalau pun di sana dinyatakan bahwasannya bentuk lain di dalam Undang-Undang Nomor 12 adalah PTNBH itu melalui evaluasi yang sangat 32
spesifik, sangat khusus, seperti diamanatkan oleh undang-undang tersebut, baru bisa menjadi PTNBH. Karena PTNBH sendiri tujuannya adalah secara spesifik untuk lebih meningkatkan daya saing kita, terutama di area keilmuan. Ini secara spesifik dinyatakan di dalam undang-undang tersebut. Kemudian mohon izin, Yang Mulia, tentang 20% tadi. Jadi, salah satu kriteria dari Pemerintah untuk memberikan BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) adalah seberapa besar jumlah dari siswa … mahasiswa yang tidak mampu yang belajar di universitas tersebut. Semakin besar jumlahnya, maka BOPTN-nya akan semakin besar. Kriteria yang lain tentunya juga mutu atau akreditasi dari perguruan tinggi tersebut. Itulah bagian-bagian penting yang dimasukkan di dalam evaluasi bagaimana Pemerintah bertanggung jawab melalui APBN dan disalurkan di dalam bentuk Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri. Untuk lengkapnya, nanti kami akan memberikan juga secara tertulis. Terima kasih, Yang Mulia. 108.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Silakan, Ahli Terkait? Yang Pemerintah tadi mau menjawab lagi Ahlinya? Cukup? Cukup. Baik, silakan Pak Fajrul. 109.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Ya, kalau saya bisa menjawab dengan singkat kalau UndangUndang Dikti ini dirobohkan seluruhnya, tidak ada rambu-rambu bagi PTNBH. Rambu-rambu bahwa Pemerintah nitip pesan PTNBH harus memberikan layanan pendidikan yang terjangkau. Rambu-rambu bahwa meskipun PTNBH harus nirlaba dan seterusnya, dan sebagainya. Malah hilang di situ, gitu. Kemudian yang berikutnya. Pada contoh yang saya tadi kemukakan adalah meskipun belum … belum berlaku Undang-Undang Dikti, tapi UGM dan lain-lain hari itu sudah ditetapkan sebagai berbadan hukum. Di antara implikasi yang cepat sekali dirasakan, mungkin lalu apa ini … apa … agak cepat waktu itu proses-proses untuk penetapan guru besar dan sebagainya. Lalu juga tentu saja perekrutan-perekrutan apa … dosen. Jadi, ada banyak … pada dasarnya otonomi, gitu. Saya sendiri sedang berpikir, kenapa ya otonominya untuk PTN di model PTNBH dan tidak model otonomi daerah. Ah, itu perdebatan lain lagi. Tapi saya kira di situ. Dan kalau melihatnya dari sisi yang saya sampaikan tadi mengenai status badan hukum, maka entah bahasannya adalah apa … otonomi akademik itu akan diaktualisasikan dalam otonomi tata kelola, atau 33
otonomi tata ka … kelola itu mengasumsikan otonomi akademik, yang jelas badan hukum punya dua unsur esensial antara rechtsbevoegdheid dan rechtshandeling heid. 110.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Oke. 111.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Terima kasih. 112.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Tapi, sekarang kan masih mengikuti keadaan yang sekarang, kan waktunya dua tahun transisional? Kan belum automatic? 113.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang Dikti? 114.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya. 115.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Tapi status badan hukumnya? 116.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Tapi status badan hukumnya kalau UGM, misalnya dengan peraturan pemerintah, toh? 117.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Ya, dengan peraturan pemerintah. 118.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, artinya belum berjalan kan sekarang kalau berdasarkan undang-undang (…)
34
119.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Sudah ditetapkan. 120.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Tidak berubah, gitu? 121.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Sudah ditetapkan sebagai badan hukum? 122.KETUA: M. AKIL MOCHTAR (…)
Ya, tapi kan harus menyesuaikan dengan undang-undang dalam
123.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Oh, ya. 124.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Dalam waktu dua tahun? 125.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Ya. 126.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Artinya ini belum operasional? 127.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Sebagian ada. 128.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Jadi secara asumsi, itu kan tidak sepenuhnya benar juga? Artinya, masih berjalan kan? 129.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Yang mana? 35
130.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya bahwa kalau pelaksanaan otonomi itu dibatalkan, maka perguruan tinggi itu hanya menjadi satker, gitu? Karena sekarang masih berjalan toh dengan peraturan pemerintah? 131.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Ah, kalimat saya adalah kalau pasal tentang pilihan kelembagaan itu dibatalkan, maka … apa ini … menimbulkan kekaburan karena lalu PTN-PTN itu akan berstatus yang mana? Apa menjadi sekolah pendi … apa ini … pendidikan ke … kedinasan? Saya tidak mengatakan bahwa yang sudah berbadan hukum, lalu berubah karena badan hukum tidak pernah dibatalkan, cukup negara membentuk badan hukum dengan peraturan pemerintah enggak perlu akta notaris apa segala macam. 132.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, nanti kan harus dalam waktu 2 tahun semuanya harus menyesuaikan dengan undang-undang ini. 133.AHLI DARI PIHAK TERKAIT: M. FAJRUL FALAAKH Ya. Jadi, rambunya mengikuti Undang-Undang Dikti, betul. 134.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya. Baiklah dari Mahkamah sebenarnya persidangan ini sudah dianggap cukup untuk kami harus segera mengambil keputusan, tapi kepada pihak apa masih ada hal yang mau diajukan lagi? 135.KUASA HUKUM PEMOHON: PRATIWI FEBRI Ya. Majelis Hakim, kami mohon tambahan waktu sekali persidangan lagi karena kami hendak menghadirkan ahli yang tadinya tidak dapat … tidak dapat hadir hari ini dan 2 orang saksi yang sudah bersedia. Itu terima kasih. 136.KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya. Minggu lalu juga begitu kan? Tapi belum bisa hadir. Jadi, kalau misalnya keterangan ahlinya sangat diperlukan guna mendukung dalil-dalil permohonan Saudara bisa juga secara tertulis kan begitu, disampaikan kepada persidangan ini.
36
Baiklah dengan memberikan kesempatan yang sama dari Pemerintah dan Terkait jika ingin mengajukan ahli tentu dengan menyesuaikan waktu juga, maksud saya waktu sidang, satu atau dua masih bisa nanti supaya waktunya cukup. Jangan sampai nanti sudah hadir, terus sudah disumpah, waktunya tidak cukup lalu memakan waktu yang percuma. Untuk memberikan kesempatan kepada Pemohon, Pemerintah, Terkait mengajukan saksi atau ahli … dan ahli sidang ini ditunda tanggal … hari Rabu, tanggal 3 Juli 2013, jam 10.30 WIB. Jadi, sidang ini ditunda hari Rabu, 3 Juli 2013, jam 10.30. Dengan demikian sidang dalam perkara Nomor 33/PUU-XI/2013 saya nyatakan selesai dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.26 WIB Jakarta, 18 Juni 2013 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
37