IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM ISMUBA (AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN BAHASA ARAB)
SEKOLAH MUHAMMADIYAH DI KOTA SALATIGA TAHUN 2012/2013
oleh MULYONO NIM. M1.11.033
PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
PERNYATAAN KEASLIAN
“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya tidak mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah diajukan untuk gelar atau ijasah pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga atau perguruan tinggi lainnya.”
Salatiga, 21 September 2013 Yang membuat pernyataan
Mulyono
iii
ABSTRAK Judul Tesis: Pendidikan Karakter dalam ISMUBA(Al-Islam, Kemuhammadiyahan Bahasa Arab) Sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat prospektif, dan didesain secara kualitatif. Tujuan yang hendak dicapai adalah terkuaknya konsep Pendidikan Karakter dalam ISMUBA dan implementasinya di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga dalam rangka membangun karakter bangsa. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk menjawab dua pertanyaan besar, yaitu: 1) Bagaimanakah konsep pendidikan karakter pada materi ISMUBA di Sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga?; dan, 2) Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga? Untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat, peneliti menggunakan berbagai pendekatan yang dipandang perlu, yakni pendekatan filosofis, fenomenologis, dan psikologis. Melalui pendekatan-pendekatan tersebut, peneliti mencoba menganalisis hasil temuan yang ada secara komparatif untuk menggabungkan teori pendidikan karakter dengan pembelajaran ISMUBA. Asumsi awal yang penulis pegang dalam rangka melakukan penelitian ini adalah: Pertama, adanya kesamaan tujuan antara pengajaran pendidikan karakter dengan pembelajaran ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga. Kedua, konsep pendidikan karakter, dapat disintesiskan dengan konsep ISMUBA, dalam rangka membangun karakter bangsa yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia. Ketiga, karena adanya kesamaan konsep dan adanya kemungkinan untuk disintesiskan dalam suatu program pembelajaran, maka implementasi ISMUBA dan Pendidikan Karakter di Sekolah Muhammadiyah Kota Salatiga, tentunya sudah berjalan baik. Berdasarkan hasil temuan di lapangan dan tela’ah dokumen yang ada, peneliti dapat menyimpulkan bahwa implementasi pendidikan karakter di sekolah Muhammadiyah Salatiga, telah berjalan secara alami, karena sistem pembelajaran karakter itu telah ada jauh sebelum pembelajaran karakter diwajibkan oleh pemerintah, meskipun para guru belum begitu paham mengenai sistem pembelajaran tersebut. Kata Kunci: Pendidikan Karakter, ISMUBA, dan Sekolah Muhammadiyah.
iv
Abstract The title of Thesis: Character Education in ISMUBA ( Al-Islam, Kemuhammadi yahan,Arabic Language) Muhammadiyah Schools in Salatiga.
This study is a prospective field study, and designed qualitatively. Goals to be achieved was the elucidation of the concept of character education in ISMUBA and its implementation in Muhammadiyah schools in Salatiga in order to build the nation's character . Therefore, this study aimed to answer two major questions, namely: 1) How does the concept of character education on the ISMUBA in Muhammadiyah schools in Salatiga? and 2) How is the implementation of character education in the process of Teaching and Learning in ISMUBA of Muhammadiyah schools in Salatiga? To obtain more accurate results of the study, researcher used a variety of approaches are deemed necessary, the philosophical approach, phenomenological, and psychological. Through these approaches, researcher tried to analyze the findings that there are comparatively combine theory for character education by teaching ISMUBA. Initial assumption that the author hold in order to conduct this research are: Firstly, the similarities between the goals of teaching character education with learning ISMUBA in Muhammadiyah schools in Salatiga. Secondly, the concept of character education can be synthesized with ISMUBA’s concept, in order to build the character of the nation in accordance to the characteristics of the Indonesian nation. Thirdly, since of the similarity of the concept and the possibility to be synthesized in a learning program, the implementation of ISMUBA and Character Education in School Muhammadiyah Salatiga, of course, has been running well. Based on findings in the field and study of documents, the researcher can conclude that the implementation of character education in Muhammadiyah’s Schools in Salatiga, has run naturally, because the character learning system that has existed long time before learning the character required by the government, although the teachers have not been so understand about the learning system. Keywords: Educational Character, ISMUBA, and Muhammadiyah’s School.
v
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad saw, keluarga, sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Tanpa adanya bantuan serta dorongan dari berbagai pihak yang secara moril maupun materiil, dimungkinkan tesis ini tidak akan dapat selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1.
Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku ketua STAIN Salatiga.
2.
Bapak Dr. H. Sa’adi, M. Ag, selaku Direktur Pascasarjana. Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag, selaku Asisten Direktur 1 dan Bapak Asfa Widiyanto, M. A., Ph. D, selaku Asisten Direktur 2.
3.
Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag dan Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag, selaku dosen pembimbing tesis yang dengan sabar serta tulus ikhlas memberikan waktu serta ilmunya dalam membimbing penulis dan juga memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
4.
Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M. Ag, selaku dosen pembimbing akademik.
5.
Staf pegawai program Pascasarjana beserta para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal kuliah hingga selesainya tesis ini.
6.
Pimpinan serta Staf Perpustakaan STAIN Salatiga yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan bahan-bahan referensi dalam penyelesaian tesis.
7.
Kepala SD Muhammadiyah Plus Salatiga, SMP Muhammadiyah Salatiga, SMK Muhammadiyah Salatiga, dan SMA Muhammadiyah Plus Salatiga, vi
serta para guru dan karyawan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian. 8.
Bapak H. Yudi Haryono, M.Pd. selaku Kepala Sekolah dimana penulis mengabdikan diri menjadi Pendidik di lembaga tersebut, yang selalu memberikan motivasi serta do’a kepada penulis.
9.
Istriku Umi Aemanah, anak-anakku Herlin Rahma Fauzia dan Annisa Rahma Fauzia, adik-adik, dan kakakku tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa materiil maupun do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
10. Kawan terbaik penulis, teman Pascasarjana kelas B angkatan 2011/2012 STAIN Salatiga yang selalu memberikan kesejukan dan dukungan moril kepada penulis. 11. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Dengan memohon ridha dan mengucapkan syukur alhamdulillah, karena hanya Allah SWT jualah penulis memohonkan semoga amal baik yang telah diberikan menjadi amal sholeh dan dapat diterima disisi-Nya. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi masyarakat. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat kepada kita semua. Amiin.
Salatiga, 21 September 2013 Penulis
Mulyono
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................
iii
ABSTRAK .......................................................................................................
iv
PRAKATA.......................................................................................................
vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1
A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Rumusan dan Batasan Masalah.....................................................
8
C. Signifikansi penelitian...................................................................
8
D. Kajian Pustaka............................................................................... 10 E. Metode Penelitian.......................................................................... 15 F. Sistematika Penulisan ................................................................... 19
BAB II PENDDIKAN KARAKTER DAN MUHAMMADIYAH................ 21 A. Pendidikan karakter....................................................................... 21 1. Pengertian Pendidikan Karakter …………………………….. 22 2. Pendidikan Karakter di Indonesia ........................................... 32 3. Pentingnya Pendidikan Karakter dan Ruang Lingkupnya…. .. 37 B. Pendidikan Muhammadiyah.......................................................... 43 1. Pendidikan Karakter di Sekolah Muhammadiyah………….. . 45 2. Pengelolaan Sekolah Muhammadiyah ………………………
47
C. ISMUBA Sebagai Kurikulum berkarakter di Sekolah Muhammadiyah……..................................................................... 51 BAB III KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PADA SEKOLAH MUHAMMADIYAH SALATIGA .................................. 58 A. Kota Salatiga ................................................................................. 58 B. Muhammadiyah di Salatiga .......................................................... 62 viii
1. Sebelum kemerdekaan ............................................................ 64 2. Orde Lama ............................................................................... 65 3. Orde Baru Hingga Era Reformasi ........................................... 67 C. Sekolah Muhammadiyah di Salatiga............................................. 69 D. Pendidikan Karakter dan ISMUBA di Sekolah Muhammadiyah . 72 E. Pendidikan Karakter dan ISMUBA di Sekolah Muhammadiyah Salatiga.......................................................................................... 79 1. Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah ..................................... 80 2. Sekolah Menengah Pertama/MTs. ........................................... 81 3. Sekolah Menengah Atas/MA, SMK ........................................ 82 F. Program-Program Pembentukan Karakter .................................... 87
BAB IV IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM ISMUBA SEKALAH-SEKOLAH MUHAMMADIYAH .................................. 91 A. Pemahaman Guru Terhadap Pendidikan Karakter ....................... 91 B. Implementasi Pendidikan Karakter Dalam ISMUBA .................. 96 1. Manfaat Karakter Dalam Mapel ISMUBA ............................. 98 2. Perencanaan Mapel ISMUBA Berbasis Karakter ................... 101 3. Pelaksanaan Mapel ISMUBA Berbasis Karakter.................... 110 4. Monev Mapel ISMUBA Berbasis Karakter ............................ 112 5. Kegiatan Penunjang Mapel Al-Islam Berbasis Karakter......... 114 C. Mapel ISMUBA sebagai Alternatif Pendidikan Karakter............ 117
BAB V KESIMPULAN................................................................................... 122 A. Kesimpulan ................................................................................. 122 B. Saran ........................................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 125 LAMPIRAN..................................................................................................... 130 BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 154 ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Silabus ...................................................................................................... 131
2.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ......................................................... 135
3.
Permohonan Ijin Penelitian....................................................................... 145
4.
Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian.............................................. 146
5.
Lembar Bimbingan Tesis.......................................................................... 150
6.
Berita acara ujian Tesis............................................................................. 152
x
PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Nama
: Mulyono
NIM
: M1.11.034
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi
: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Tanggal Ujian
: Selasa 1 Oktober 2013
Judul Tesis
: Pendidikan Karakter dalam ISMUBA (Al-Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab) Sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga
Panitia Munaqosah Tesis
1. Ketua Penguji
: Dr. H. Sa’adi, M.Ag.
2. Sekretaris
: Munajat, Ph.D.
3. Penguji I
: Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag.
4. Penguji II
: Dr. Imam Sutomo, M.Ag.
5. Penguji III
: Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag.
xi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak dicanangkan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2010 yang lalu, pendidikan karakter menjadi isu sentral dalam bidang pendidikan.1 Kementerian Pendidikan Nasional berusaha meng-‘godok’ formulasinya untuk diterapkan dalam sistem pendidikan. Formulasi pendidikan karakter – menurut Mendiknas – akan selesai di akhir tahun 2012, dan kemudian akan segera diimplementasikan selambat-lambatnya bulan Januari 2013. Seperti banyak diberitakan di mass media, bahwa pemerintah saat ini terus menggodok kurikulum nasional pendidikan yang baru. Rencananya, kurikulum itu akan selesai pada Februari tahun depan setelah mulai diuji publik pada Desember 2012 atau Januari 2013.2 Meski demikian, penyusunan kurikulum tahun ajaran 2011/2012, sudah diwajibkan untuk didasarkan pada komponen nilai-nilai karakter yang telah ditetapkan.3
1
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik, Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orang Tua, Yogyakarta: Arruzz Media, 2011, 232. 2 Indra Akuntono, Pendidikan Karakter, tak Perlu Jadi Mata Pelajaran, dalam: (Jakarta, Kompas. 24 September 2012). 3 Ada 18 nilai-nilai dibuat oleh Kemdikbud, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleran, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab. (Dirjen Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional, dalam: http://dikmen.kemdiknas.go.id/html/index.php?id =berita&kode=202. Diakses tanggal 11 Oktober 2012.
1
2
Fenomena maraknya perilaku anarkis,4 tawuran antar pelajar, bentrok antar
warga,
penyalahgunaan
narkotika,
pergaulan
bebas,
korupsi,
kriminalitas, kerusakan lingkungan, dan berbagai tindakan patologi sosial lainnya, menambah deretan permasalahan bangsa yang dihadapi. Menurut para pakar, berbagai tindakan patologi sosial yang terjadi di negeri ini, menunjukkan indikasi adanya masalah akut dalam bangunan karakter bangsa. Karenanya, pembangunan karakter bangsa, menjadi sangat berarti dan mendesak untuk segera dilakukan.5 Pentingnya pendidikan karakter, sebenarnya telah dicanangkan oleh founding
father
negeri
ini
sejak
dibentuk
dan
diprokramirkan
kemerdekaannya, pada tahun 1945 silam. Para bapak pendiri bangsa, menyadari betul bahwa tidaklah mudah untuk mendirikan sebuah Negara yang berdaulat, adil, dan makmur, karenanya paling tidak ada tiga hal yang harus dilakukan, yang sekaligus merupakan tantangan berat, yaitu: Pertama, mendirikan Negara yang bersatu dan berdaulat; Kedua, membangun bangsa; dan, Ketiga, membangun karakter. Ketiga hal penting di atas, tertuang dalam konsep Negara bangsa (nation-state) dan pembangunan karakter bangsa (nation and character building).6 4
Fenomena aksi kekerasan ini terjadi di mana-mana, sehingga para ahli mendefinisakannya dengan bermacam-macam nama: di sekolah, disebut school bullying, di tempat kerja disebut workplace bullying, dalam internet dan teknologi digital disebut cyber bullying, di lingkungan politik disebut political bullying, di lingkungan militer disebut military bullying, dalam perpeloncoan disebut hazing, dsb. Novan Ardy Wiyani, Save Our Children from School Bullying, Yogyakarta: Arruz Media, 2012, 14. 5 Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter: Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat, Yogyakarta: Samudra Biru, 2011, 1-2. 6 Dalam pemerintahan SBY telah ditegaskan melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai
3
Kementerian
Pendidikan
Nasional,
melalui
Badan
Penelitian
Pendidikan Nasional, Pusat Kurikulum dan Perbukuan tahun 2011, telah memberikan panduan sederhana mengenai teknis pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, strategi pelaksanaan, pengembangan KTSP, contoh pelaksanaannya di sekolah dan cara membangun budaya sekolah. 7 Akan tetapi sampai sejauh ini, banyak kalangan menilai bahwa proyek besar ini, masih sebatas wacana yang belum jelas tata laksananya, bahkan ada pula yang menilai masih ambigu. Meski demikian, sekolah-sekolah tetap harus mempersiapkan diri untuk segera menerapkan kurikulum yang baru tersebut. Menurut Tri Marhaeni PA, masih banyak guru yang belum paham dan belum tahu, pendidikan karakter seperti apa yang diinginkan oleh pemerintah, mengingat setiap orang memiliki kecenderungan yang berbeda. Di samping itu, minimnya figure teladan dari para elit (apa yang ingin diajarkan tidak sesuai dengan kenyataan), menambah sulitnya penekanan pendidikan karakter terhadap para pelajar. 8
landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.” Sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta: Kemendiknas-Balitbang Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011, 1-5. 7 Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter…,. 5. Selain itu, para pakar juga berlomba-lomba membuat panduan pelaksanaan pendidikan karakter, misalnya: Akhmad Sudrajat. Ia membuat desain alternative pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Secara detail dapat dilihat di: Akhmad Sudrajat, dalam: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/. 8 Tri Marhaeni PA, Ambiguitas Pendidikan Karakter dalam, Semarang: Suara Merdeka, 18 September 2012.
4
Sementara itu, Muhammadiyah sejak dulu terkenal dengan lembaga pendidikan formalnya, yang senantiasa mampu membuat lompatan-lompatan kemajuan di Indonesia. Berdasarkan data terbaru (Profil Muhammadiyah), amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan berjumlah 5.797 buah, merupakan angka yang cukup fantastis untuk sebuah lembaga pendidikan yang dinaungi dalam satu payung organisasi dengan rincian ; 1132 Sekolah Dasar ; 1769 Madrasah Ibtidaiyah ; 1184 Sekolah Menengah Pertama; 534 Madrasah Tsanawiyah ; 511 Sekolah Menengah Atas ; 263 Sekolah Menengah Kejuruan ; 172 Madrasah Aliyah ; 67 Pondok Pesantren ; 55 Akademi ; 4 Politeknik ; 70 Sekolah Tinggi dan 36 Universitas yang tersebar di seluruh Indonesia.9 Menurut Prof. Dr. Imam Suprayogo, rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, besar dan banyaknya lembaga pendidikan Muhammadiyah itu, diangankan mampu memberikan nilai tambah dan lebih di tengah-tengah desakan perubahan global, seperti tuntutan Sekolah Berbasis Internasional (SBI), pendidikan yang mampu menciptakan lulusan profesional dan memiliki skill, serta pendidikan yang mampu mengakses dimensi-dimensi global dengan tanpa menyingkirkan dimensi kearifan lokal yang ada. Karena 9
Data ini secara rinci dikutip dari Rio Alvin, dalam: http://bangrio.multiply. com/journal/item/12?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem diakses pada tanggal 14 Oktober 2012. Sementara berdasarkan data resmi Muhammadiyah, jumlah lembaga pendidikan di bawah naungan Muhammadiyah adalah sebagai berikut: TK/TPQ, jumlah TK/TPQ Muhammadiyah adalah sebanyak 4623. SD/MI, jumlah data SD/MI Muhammadiyah adalah sebanyak 2604. SMP/MTs, jumlah SMP/MTs Muhammadiyah adalah sebanyak 1772. SMA/SMK/MA, jumlah SMA/MA/SMK Muhammadiyah adalah sebanyak 1143. Jumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah adalah sebanyak 172. Data resmi dari pusat data Muhammadiyah: http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah#AmalUsaha dikases pada tanggal 13 Oktober 2012.
5
itu, di tengah pengapnya sistem dan lembaga pendidikan Islam di Indonesia, yang kebanyakan adalah swasta dan senantiasa menuai kritik, maka Muhammadiyah harus berani tampil ke permukaan dengan senantiasa mengibarkan semangat pembaruan dan modernisasi dalam arti yang sesungguhnya.10 Seperti diketahui oleh khalayak ramai, bahwa Muhammadiyah memiliki materi “ISMUBA” (Al-Islam Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab) sebagai ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Jika dikaitkan dengan isu yang sedang berkembang saat ini, mengenai pendidikan karakter bangsa, sebenarnya materi tersebut merupakan lembaga pembentukan karakter bagi peserta didiknya. Menurut Dr. Tasman Hamami, MA. (Ketua Majelis Dikdasmen PWM Daerah Istimewa Yogyakarta), ISMUBA merupakan ciri khas sekolah Muhammadiyah sebagai sebuah keseimbangan intelektual dan keagamaan, harus terus ditanamkan dalam proses belajar mengajar.11 Menurut Dr. Suliswiyadi, M.Ag, dalam bukunya Pembelajaran Al-Islam Reflektif, bahwa Pendidikan ISMUBA memiliki tujuan untuk menumbuh kembangkan akidah melalui pengamalan dan pembiasaan tentang Al-Islam, mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlaqul karimah, yakni manusia yang berpengetahuan, 10
rajin
beribadah,
cerdas,
jujur,
berdisiplin,
serta
Imam Suprayogo, Catatan : Tulisan ini merupakan bahan diskusi di Univ.Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 17 Juli 2009, dalam: (http://rektor.uin-malang. ac.id/index.php/artikel/1055-beberapa-catatan-tentang-pendidikan-muhammadiyah.html, diakses pada tanggal 11 Oktober 2012). 11 Tasman Hamami, dalam: http://www.dikdasmenpwmdiy.or.id/opini/173, diakses pada tanggal 11 Oktober 2012.
6
mengembangkan budaya Islami dalam komunitas sekolah sesuai Al-Qur’an dan Al-Sunah. “ISMUBA” adalah pelajaran yang sangat penting karena menjadi ciri khas yang membedakan sekolah lainnya dengan sekolah Muhammadiyah.12 Sejalan dengan itu, di Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, juga banyak terdapat sekolah Muhammadiyah dari TK (Taman Kanak-kanak) sampai SMA (Sekolah Menengah Atas) dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Hingga tahun 2012 ini, Salatiga telah memiliki 1 TK Pembina dan beberapa TK ABA (Aisyiyah Bustanul Athfaal) lainnya, 1 buah SD (Sekolah Dasar), 1 buah SMP (Sekolah Menengah Pertama), 1 buah SMA dan 1 buah SMK, yang tergolong sekolah besar di Salatiga.13 Sebagai bagian dari lembaga pendidikan Muhammadiyah, tentunya dalam pembelajarannya ada ciri khusus ISMUBA untuk menciptakan karakter terbaik bagi setiap anak didiknya. Selain itu penyelenggaraan pendidikannya, juga mengikuti kebijakan pemerintah yang berlaku. Ketika pemerintah mewajibkan penerapan nilai-nilai pendidikan karakter, maka ISMUBA juga akan termasuk di dalamnya. Ada dua pertanyaan besar dalam konteks ini, yaitu: Pertama, seberapa relevankah ISMUBA dalam penciptaan karakter anak bangsa seperti yang diharapkan pemerintah? Kedua, bagaimanakah implementasi pendidikan karakter dalam ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah, khususnya di 12
Suliswiyadi, Pembelajaran Al-Islam Reflektif, UMMgl Press, GRAMASURYA,
2013, 72. 13
Pemerintah Kota Salatiga, dalam: www.pemkot-salatiga.go.id/InfoPenting.php?id =129&. Format PDF, diakses pada tanggal 14 Oktober 2012.
7
Kota Salatiga? Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, diperlukan penelitian sampling secara lebih mendalam tentang ISMUBA di sekolahsekolah Muhammadiyah. Karena lembaga pendidikan Muhammadiyah bersifat top down (berdasarkan keputusan majelis pendidikan dasar dan menengah/Dikdasamen dan berlaku di seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah di mana saja), maka paling tidak setiap sekolah Muhammadiyah akan memiliki cara kerja yang hampir sama. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul penelitian. “PENDIDIKAN
KARAKTER
DALAM
ISMUBA
SEKOLAH
MUHAMMADIYAH DI KOTA SALATIGA”. Sepanjang pengamatan penulis, ada beberapa masalah yang harus segera dicari jalan keluarnya, berkaitan dengan implementasi kurikulum pendidikan nasional 2013, yang terkait dengan pendidikan karakter yakni belum meratanya pemahaman konsep pendidikan karakter pada guru-guru mata pelajaran ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga tahun pelajaran 2012/2013. Akibat belum meratanya pemahaman tersebut, dan belum adanya program pelatihan-pelatihan implementasi pendidikan karakter di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga 2012/2013, maka sejauh ini implementasi di lapangan masih jauh dari harapan. Agar pembahasan dalam penelitian ini, menjadi fokus maka penulis memberikan batasan tentang konsep Pendidikan Karakter di sekolah-sekolah Muhammadiyah di kota Salatiga, yang meliputi: SD Muhammadiyah Plus, SMP Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah Plus dan SMK Muhammadiyah Salatiga. Dan materi
8
ISMUBA, yaitu Al-Islam (Ibadah, Akhlak, Aqidah, dan al-Qur’an), Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut: a. Bagaimanakah konsep pendidikan karakter pada materi ISMUBA di Sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga? b. Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter dalam proses Kegiatan
Belajar
Mengajar
ISMUBA
di
sekolah-sekolah
Muhammadiyah di Kota Salatiga?
C. Signifikansi Penelitian Penelitian ini dilakukan, selain untuk menjawab kedua pertanyaan besar tentang ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga, sebagaimana telah disampaikan pada latar belakang penelitian ini, ada beberapa tujuan yang dirasa penting maknanya, yaitu: 1. Untuk mencari benang merah antara konsep pendidikan karakter dengan ISMUBA, dalam rangka membentuk karakter bangsa. 2. Untuk mengetahui sejauh mana implementasi pendidikan karakter di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga, terutama dipotret dari materi ciri khusus lembaga pendidikan Muhammadiyah (ISMUBA).
9
Hasil penelitian ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi banyak pihak, baik secara teoritis maupun praktis, antara lain: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, pendidikan karakter dan pendidikan ISMUBA adalah pendidikan berbasis nilai. Untuk pendidikan ISMUBA, sudah jelas mampu membangun karakter Islami anak bangsa, sejak diterapkan di sekolah Muhammadiyah, namun beda halnya dengan pendidikan karakter, hal ini masih dalam taraf uji coba. Oleh karena itu, penelitian tentang pendidikan karakter yang dikomparasikan dengan pendidikan ISMUBA, akan sangat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana teori ini dapat diterapkan. Lalu, bagaimana juga dengan pendidikan ISMUBA. Ini semua akan sangat bermanfaat bagi para akademisi untuk mengembang teori pendidikan yang lebih baik di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Institusi Pendidikan Muhammadiyah (Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, Perguruan Tinggi Muhammadiyah, dan Sekolah-sekolah Muhammadiyah), melalui pemaparan tentang realita penerapan ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga, diharapkan akan menjadi bahan diskusi untuk perbaikan ke depan. b. Institusi STAIN Salatiga, melalui paparan ini, diharapkan STAIN Salatiga dapat melakukan berbagai terobosan untuk menjadikan lulusan PT-nya lebih mampu menghadapi berbagai bentuk perubahan
10
kebijakan dunia dalam dunia pendidikan, terutama yang berkaitan dengan persoalan Pendidikan Agama Islam.
D. Kajian Pustaka Pendidikan Karakter merupakan sebuah tema yang sedang dalam kajian berbagai pihak, terutama di dunia pendidikan. Oleh karenanya, saat ini demikian banyak bermunculan tulisan-tulisan ilmiah yang berkaitan dengannya, seperti tesis, makalah, artikel lepas, blog, dan tidak ketinggalan buku-buku dengan aneka sudut pandang. Namun dalam tinjauan pustaka ini, penulis hanya akan menyajikan data berupa buku dan hasil penelitian saja, sebagai berikut: Fatchul Mu’in (2011) dalam bukunya Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik menulis semacam esai tentang pentingnya pendidikan karakter di Indonesia. Permasalahan yang dimunculkan di dalamnya cukup kompleks, dimulai dari potret kebobrokan pendidikan kita yang tanpa karakter, dinamika sejarah pendidikan dalam membangun karakter, konstruksi manusia dalam pendidikan karakter, guru, orang tua, dan pemuda dalam pendidikan karakter, hingga kajian teoretis dan praktis tentang pendidikan karakter itu sendiri. Melalui tulisan panjangnya itu, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa ke depan, kita masih punya harapan, yaitu dengan mencipta generasi muda yang berkarakter, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang lebih baik. Dalam bagian kesimpulannya, Fatchul Mu’in bahkan mengatakan, “tujuan menjadikan anak-anak kita sebagai manusia yang peduli
11
dan solider, lebih dari memikirkan bagaimana cara agar anak kita menjadi kreatif-produktif, cerdas dan memiliki peran di masyarakat”.14 Muchlas Samani dan Hariyanto (2012), dalam bukunya Konsep dan Model Pendidikan Karakter tak jauh beda dengan buku sebelumnya (Fatchul Mu’in), mereka mengetengahkan dasar-dasar filosofis pendidikan karakter dalam lingkup pendidikan nasional, tapi bedanya buku ini disertai dengan model penerapannya di lapangan. Perlu diketahui bahwa Muchlas Samani sendiri adalah rektor Universitas Pendidikan Surabaya (Unnesa) 2007-2010, ia juga merupakan koordinator penyusunan desain induk pembangunan karakter bangsa dari kemendiknas RI sejak tahun 2009. Ia terlibat langsung dalam berbagai proyek rintisan pendidikan karakter pemerintah. Buku ini berbicara tentang teori, konsep, model dan contoh penerapan pendidikan karakter di sekolah. Selain itu, buku ini lebih disandarkan oleh penulisnya dengan keyakinan agama yang dianutnya, Islam, sebagai dasar nilai-nilai karakter yang dimunculkannya.15 Tim Penulis dari Yayasan Jati Dini Bangsa (2011), menyusun sebuah buku eksprimental Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan, dari proyek rintisan pendidikan karakter di berbagai daerah. Tim ini merupakan para pakar yang berperan penuh dalam proyek pengembangan model pendidikan karakter, yang rata-rata guru besar dari berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia. Hasilnya, bekerja sama dengan pemerintah,
14
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi…, 406. Muchlash Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012, 1-2. 15
12
kajian tentang pendidikan karakter diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo. Ada beberapa sekolah yang menjadi kelinci percobaannya, antara lain: SMP N 281, SMP N 268, SMP N 287, SMP Dian Didaktika, SMU Avivenna, dll. Buku ini merupakan hasil rekaman dari praktik implementasi pendidikan karakter di beberapa sekolah tersebut.16 Selanjutnya, buku berjudul Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah (2011), karya tiga orang penulis: Dharma Kesuma, Cepi Priatna dan Johar Permana, juga cukup menarik. Buku ini membahas tentang perlunya sinergi antara proses pembelajaran di perguruan tinggi dengan kebutuhan di dunia pendidikan, dalam rangka membangun karakter bangsa. Keseluruhan buku ini berisi tentang bagaimana desain, proses, dan evaluasi pendidikan karakter dalam latar sekolah.17 Tak jauh berbeda dengan tulisan di atas, Asmaun Sahlan dan Angga Teguh Prastyo (2012), dalam bukunya Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter juga memaparkan tentang tata cara pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, berdasarkan rujukan resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama RI. Isinya, lebih banyak berupa panduan. Buku ini lebih merupakan terjemahan atas berbagai bentuk aturan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah.18
16
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah: Dari Gagasan ke Tindakan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011, xiv. 17 Dharma Kesuma, Cepi Priatna, dan Johar Permana, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktek disekolah, PT Remaja Rosdakarya, 2011,vii – ix. 18 Asmaun Sahlan & Angga Teguh Prastyo, Desain Pembelajaran berbasis Karakter, Yogyakarta: Arruzz Media, 2012, 7.
13
Praktisi pendidikan Sofan Amri, Ahmad Jauhari dan Tatik Elisah (2012) dalam buku Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran memberikan contoh-contoh pembuatan silabus dan RPP masing-masing mata pelajaran untuk mensinergikannya dengan konsep pendidikan karakter. Buku ini menjadi lebih lengkap, karena pembahasannya dimulai dari strategi implementasi kurikulum pendidikan karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), hingga setelah siswa/siswi lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).19 Seakan saling melengkapi, buku berjudul, Menjadi Guru Berkarakter (Strategi Membangun Kompetensi & Karakter Guru) (2012), karya Agus Wibowo dan Hamrin, menekankan pada pembangunan karakter guru terlebih dahulu dalam rangka mengimplementasikan pendidikan karakater kepada peserta didiknya. Inti buku ini terlihat pada pentingnya interpersonal skills bagi guru. Interpersonal skills itu antara lain berkomunikasi, memotivasi, kerja tim, memediasi dan bernegosiasi.20 Sebuah artikel menarik untuk disertakan di sini adalah artikel berjudul Ambiguitas Pendidikan Karakter oleh Trie Marhaeni PA. Seolah mewakili kebingungan para guru dalam menerapkan konsep pendidikan Karakter di sekolah, Artikel ini membahas tentang ketidak-sinergisan antara keinginan pemerintah untuk menerapkan pendidikan karakter dengan realita di lapangan.
19
Sofan Amri, Ahmad Jauhari, dan Tatik Elisah, Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran: Strategi Analisis dan Pengembangan Karakter Siswa dalam Proses Pembelajaran, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2011, vi. 20 Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter Strategi Membangun Kompetensi & Karakter Guru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, viii.
14
Para pelajar kita miskin contoh dari para elite, sehingga penerapannya menemui kesulitan.21 Naniek Prihatiningtyas dalam penelitiannya Pengaruh Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter terhadap Pengembangan Soft Skill Mahasiswa Calon Teknisi Alat Berat (2009), melaporkan bahwa ada pengaruh signifikan antara
penerapan
Pendidikan
Berbasis
Karakter
(PBK)
terhadap
pengembangan soft skill Mahasiswa.22 Sholikah (2012), dalam penelitiannya tentang relevansi pemikiran pendidikan seorang tokoh nasional terhadap konsep pendidikan karakter, melaporkan beberapa temuan, yaitu: Pertama Karakter pendidik dan peserta didik menurut K.H. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian antara lain: a. Sikap mental atau karakter yang harus dimiliki pendidik dan peserta didik; b. Upaya yang dilakukan agar menjadi pendidik dan peserta didik yang berkarakter; c. Strategi mengajar yang dilakukan pendidik dan strategi belajar peserta didik. Ketiga bagian tersebut memiliki indikatorindikator yang sesuai dengan kompetensi pendidik menurut UU Sisdiknas tahun 2003 dan 18 nilai karakter menurut Pusat Kurikulum Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Kedua Relevansi pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy’ari dengan konteks pendidikan karakter di Indonesia meliputi beberapa komponen pendidikan karakter antara lain: 21
Tri Marhaeni PA, Ambiguitas Pendidikan Karakter dalam Suara Merdeka 18 September
2012. 22
Naniek Prihatiningtyas, “Pengaruh Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter Terhadap Pengembangan Soft Skill Mahasiswa Calon Teknisi Alat Berat” Tesis Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta: 2009.
15
makna dan tujuan pendidikan karakter, nilai-nilai karakter baik untuk pendidik maupun peserta didik, latar belakang pemikiran tentang pendidikan karakter, metode pendidikan karakter, media pendidikan karakter, dan evaluasi pendidikan karakter.23 Cukup banyak tulisan ilmiah yang senada dengan tema pendidikan karakter dari berbagai sumber yang terpublikasikan. Tulisan-tulisan tersebut nampak saling melengkapi satu sama lain. Akan tetapi, sejauh ini belum ditemukan satu tulisan ilmiah pun yang membahas tentang pendidikan karakter
yang
dikaitkan
dengan
ISMUBA
dalam
sekolah-sekolah
Muhammadiyah di Indonesia, apalagi di Kota Salatiga. Oleh sebab itu, penelitian tentang masalah ini, menjadi signifikan untuk dilakukan.
E. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kuatitatif yang dimaksud di sini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Lexy J. Moleong, bahwa penelitian ini adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. 24 Pemaknaan
23
Sholikah, “Pendidikan Karakter menurut K.H. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adab al‘Alim wa al-Muta’allim” Tesis, Program Studi Pendidikan Agama Islam Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang: 2012. 24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edidi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005, 6.
16
terhadap jenis penelitian ini mengikuti pemaknaan Sugiyono, bahwa metode penelitian yang digunakan untuk meneliti, obyeknya alamiah, di mana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan datanya secara triangulasi (gabungan), analisisnya bersifat induktif, dan hasil penelitiannya lebih menekankan makna dari pada generalisasi. 25
1. Metode Pengumpulan Data Sasaran penelitian ini adalah menguak konsep Pendidikan Karakter dalam ISMUBA di sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisa sejauh mana penerapan pendidikan karakter dalam ISMUBA yang menjadi ciri khas sekolah Muhammadiyah, khususnya di Salatiga, hingga diketahui bahwa konsep pendidikan karakter itu benar-benar dapat diterapkan dalam rangka membangun karakter bangsa. Untuk memperoleh data yang akurat mengenai obyek penelitian, maka penulis akan menggunakan ciri khas penelitian kualitatif, yaitu pengumpulan data melalui hasil pengamatan, wawancara, dan penelaahan dokumen.26 Pengamatan (observasi), dilakukan untuk memperoleh data tentang implementasi konsep pendidikan karakter oleh guru ISMUBA diterapkan dalam pembelajaran. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data mengenai pemahaman guru ISMUBA tentang pendidikan karakater. Penelaahan dokumen, dilakukan untuk mencari tahu rancangan proses 25 26
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005, 1. Lexy J. Moleong, Metodologi…, 9.
17
pembelajaran guru ISMUBA dalam upaya penerapan pendidikan karakter di sekolah.
2. Sumber Data Mengingat penelitian ini kajiannya bersifat gabungan (triangulasi) antara literatur dan lapangan, maka data primernya adalah data resmi berupa perangkat pembelajaran guru mata pelajaran ISMUBA di Sekolahsekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga tahun pelajaran 2012/2013. Data ini harus didukung oleh bukti penerapan di lapangan. Sementara data lapangannya, diambil dari data hasil observasi pembelajaran di kelas dan wawancara singkat dengan guru pengajar ISMUBA. Ini juga akan ditambah dengan pengamatan langsung, dan tak langsung kepada
siswa yang menerima materi ISMUBA. Sedangkan sumber data
sekundernya adalah data-data yang bisa mendukung data primer, yaitu artikel-artikel di berbagai media yang terkait dengan pendidikan karakter dan materi ISMUBA, hasil prestasi siswa berupa nilai akhir semester yang diikuti dengan tampilan akhlak mulia, dan lain sebagainya.
3. Pendekatan Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan multi disipliner
18
(multiple approach). Ada beberapa pendekatan yang akan digunakan, yaitu filosofis, fenomenologis, dan psikologis.27 Pendekatan filosofis dimaksudkan untuk memetakan konsep pendidikan karakter yang saat ini sedang menjadi pembahasan dunia pendidikan. Dalam hal ini, peneliti akan berusaha mencari akar filosofis pendidikan karakter dan pendidikan ISMUBA, kemudian menelusuri hakikat keduanya. Setelah diketahui secara pasti, barulah dibandingkan satu sama lain, dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Pendekatan fenomenologis digunakan untuk melihat penampakan riil di masyarakat, yang berkaitan dengan kebutuhan akan pendidikan karakter dan pendidikan ISMUBA. Telaah sekilas tentang konsep pendidikan karakter, menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat erat kaitannya dengan konsep psikologis, maka pendekatan psikologis, juga akan digunakan untuk mencari alasan mengapa pendidikan karakter dan pendidikan ISMUBA sangat penting untuk diterapkan, lalu keduanya dibandingkan.
27
Pendekatan filosofis adalah proses penelitian yang cermat, metodis, mendalam, evaluative, dan kritis. Pendekatan Fenomenologis adalah pendekatan yang mendasarkan analisisnya pada penampakan yang muncul ke permukaan, yang dapat diamati dan diidentifikasi. Menurut Kristensen, pendekatan ini merupakan pendekatan pelengkap dari pendekatan historis dan filosofis. Pendekatan psikologis adalah pendekatan penelitian yang didasarkan pada teori-teori psikologi. Ada dua macam prinsip dalam pendekatan ini, yaitu “lunak” dan “keras”. “Lunak” dalam arti memberikan toleransi atas suatu kebenaran yang diyakini di masyarakat, sementara “keras” bermakna harus ada pengujian ilmiah atas setiap pernyataan kebenaran yang diyakini. Peter Connolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yogyakarta: LKiS, 2002, 114 -201.
19
4. Metode Analisis Lebih lanjut, hasil perbandingan yang telah dibuat sebelumnya, akan dikaji ulang dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis).28 Isi pendidikan karakter akan dianalisa secara komparatif dengan isi ISMUBA, yaitu dengan mengindentifikasi, mensimplifikasi dan menilai data, berupa rumusan-rumusan ISMUBA dengan menggunakan pendekatan psikologis pendidikan karakter. Tentu saja penggunaan metode ini mensyaratkan adanya tiga hal, yaitu: obyektifitas, sistematis dan generalisasi.29 Content analysis dimaksudkan untuk menganalisa isi pendidikan karakter dalam ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Data hasil analisis ini akan dilihat bukti nyatanya dalam observasi langsung di kelas, mengenai konsep tulis dengan pelaksanaan di lapangan. Lalu, data yang diperoleh, akan dideskripsikan secara induktif dalam sebuah laporan hasil penelitian deskriptif.
F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran sekilas mengenai alur penelitian ini, berikut penulis sampaikan sistematika penulisan yang akan penulis lakukan: Pada bagian awal (Bab I), sebagaimana umumnya penelitian, maka berisi tentang hal-hal pokok, yaitu: Pendahuluan (Latar Belakang Masalah,
28 29
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996, 48. Noeng Muhadjir, Metodologi…, 49.
20
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan). Sebagai landasan teori mengenai pendidikan karakter, maka pada Bab II penelitian ini akan dibahas mengenai: Pendidikan Karakter dan Sekolah Muhammadiyah. Pada bab ini, akan diuraikan tentang teori-teori pendidikan karakter (Pengertian, Penerapan Pendidikan Karakter di Indonesia, Pentingnya Pendidikan Karakter, Sekolah Muhammadiyah hingga Sistem Pengelolaan Lembaga Pendidikan Muhammadiyah). Hal ini maksudkan untuk memberikan gambaran mengenai pendidikan karakter dan pendidikan Muhammadiyah. Pada Bab III, akan dimunculkan beberapa hasil temuan di lapangan mengenai Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga (Sekolah Muhammadiyah di Salatiga, Rumusan Kurikulum Berkarakter di Sekolah-sekolah Muhammadiyah Kota Salatiga, ISMUBA sebagai kurikulum berkarakter dan Penerapan Kurikulum Berkarakter dalam KBM). Point-point ini menjadi penting, sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan kritik dan deskripsi faktual mengenai kenyataan di lapangan terkait pendidikan karakter dan ISMUBA. Analisis mengenai pendidikan karakter dalam ISMUBA akan diletakkan pada Bab IV, dengan tema sentral: Imlementasi Pendidikan Karakter di Sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga. Diakhiri dengan kesimpulan dan saran pada Bab V, sebagai Penutup.
BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER DAN MUHAMMADIYAH
A. Pendidikan Karakter Teori pendidikan karakter sebenarnya merupakan teori pendidikan yang sudah sejak lama mengakar dalam sejarah umat manusia. Bahkan sebelum adanya lembaga pendidikan formal yang bernama sekolah, orang tua dengan berbagai cara telah berusaha mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang baik, menurut norma-norma yang berlaku dalam budaya mereka masing-masing.1 Khususnya di Indonesia, teori pendidikan karakter telah berjalan sepanjang sejarah pendidikan itu sendiri. Hampir seluruh stakeholder pendidikan telah menyadari betul bahwa pengelolaan lembaga pendidikan bukan sekedar bertujuan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik saja, melainkan pembentukan kecakapan dan sikap yang akan menjadi bekal hidup mereka di masa yang akan datang. Karenanya, suatu proses pembelajaran harus memahami bahwa semua pembelajaran mengimplikasikan adanya integrasi dua proses yang sangat berbeda, yaitu proses interaksi eksternal antara pembelajar dan lingkungan sosial, kultural atau materialnya, dan proses psikologis internal berwujud elaborasi dan akuisisi.2
1
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah: Dari Gagasan ke Tindakan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011, 10. 2 Knud Illeris, Cotemporary Theories of Learning: Teori-teori Pembelajaran Komtemporer, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2011, 11.
21
22
Dengan cara itu diharapkan suatu proses pembelajaran akan dapat menghasilkan out-put yang handal, sesuai dengan kebutuhan lingkungan di mana peserta didik itu tinggal. Kecakapan hidup dalam setiap situasi dan kondisi di mana peserta didik berada setelah selesai menjalankan suatu proses pendidikan, merupakan salah satu bagian dari tujuan pendidikan kararter itu ditanamkan. Banyak hal yang berkaitan dengan kecakapan hidup yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik agar mampu berdiri tegak di masyarakat dengan bermartabat, yang kesemuanya itu berkaitan dengan kepribadian. Persoalan karakter dalam pendidikan dengan demikian, bukanlah hal baru lagi dalam wacana pendidikan di Indonesia. Pembangunan karakter telah menjadi alasan utama mengapa proses pendidikan itu harus dilakukan di negeri ini. Namun sampai sejauh ini, masih banyak pendidik dan tenaga pendidikan yang merasa asing dengan istilah tersebut. Karenanya, untuk memahami lebih mendalam mengenai konsep pendidikan karakter, ada beberapa hal yang perlu diuraikan dalam sub bab ini, yaitu: pengertian pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan penddidikan karakter di Indonesia.
1. Pengertian Pendidikan Karakter Istilah ‘pendidikan karakter’ sudah cukup banyak dibahas oleh para pakar terutama di bidang pendidikan. Pemaknaan atas istilah tersebut tersebar luas sesuai dengan latar belakang pengetahuan mereka masing-
23
masing. Pada dasarnya istilah ‘pendidikan karakter’ ini berasal dari dua buah kata yang terpisah, yaitu “pendidikan” dan “karakter”. Untuk memahaminya, perlu diterjemahkan satu persatu agar tidak terjadi ambigu dalam memaknai istilah tersebut. Sebab pendidikan sendiri bisa dimaknai sebagai suatu proses pembentukan karakter, sedangkan karakter adalah hasil yang hendak dicapai melalui proses pendidikan. Kata pendidikan, jika ditinjau dari segi bahasa, maka akan terdapat berbagai macam makna. A.S. Hornby dalam kamusnya, memaknai kata pendidikan dalam tiga hal, yaitu: 1) a process of training and instruction, which is designed to give knowledge and develop skills; 2) the field of study dealing with how to teach; 3) the process of teaching somebody about something or how to do something. Berdasarkan keterangan tersebut, maka pendidikan diartikan sebagai sebuah proses pelatihan kepada seseorang (peserta didik) dalam rangka memindahkan (transfer) pengetahuan dan tata cara melakukan sesuatu.3 Doni Koesoema A (2007), menjelaskan bahwa kata pendidikan diambil dari kata education dalam bahasa Inggris, yang berasal dari kata educare dari bahasa Latin. Kata educare, dalam bahasa Latin berarti melatih, menjinakkan atau menyuburkan.4 Dengan demikian, pendidikan merupakan
sebuah
proses
yang
membantu
menumbuhkan,
mengembangkan, mendewasakan, dan membuat yang tidak tertata menjadi
3
A.S. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. New York: Oxford University Press, 1995, 369. 4 Doni Koesoemo A, Pendidikan Karakter: Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: Grasindo, 2007, 53.
24
lebih tertata. Pendidikan adalah proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia, seperti kemampuan akademis, bakat, kemampuan fisik dan daya seni. Abudin Nata (2003) menjelaskan, bahwa dalam bahasa Arab, kata ‘pendidikan’ terambil dari beberapa kata, yaitu tarbiyah, ta’dib, ta’lim, tadris, tadzkiyah, dan tadzkirah. Kata-kata tersebut menghimpun makna kegiatan membina, memelihara, mengajarkan, menyucikan jiwa, dan mengingatkan seseorang terhadap hal-hal yang baik.5 Abdurrahman an-Nahlawi (1992), memberikan penjelasan bahwa pendidikan (al-Tarbiyah) adalah menjaga, memelihara sesuatu sedikit demi sedikit sehingga sempurna.6 Maksudnya adalah bahwa pendidikan merupakan proses yang mempunyai tujuan, sasaran dan obyek dalam rangka mengembangkan seluruh fitrah, potensi dan kesiapan yang bermacam-macam untuk menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya. Dalam pelaksanaannya menuntut adanya langkah-langkah yang secara bertahap harus dilalui dengan berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan urutan yang telah disusun secara sistematis fase demi fase. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, tampak ada perbedaan mencolok dalam memaknai kata pendidikan dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab. Bahasa Inggris lebih memaknai pendidikan sebagai suatu proses transfer, sementara dalam bahasa Arab, terlihat lebih mengarah 5
Abudin Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Rajawali Press, 2003, 9. Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, Bandung: CV Diponegoro, 1992, 31. 6
25
pada pembentukan jiwa seseorang ke arah yang lebih baik. Lebih lanjut dalam bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.7 Secara terminologi, pendidikan dimaknai oleh para tokoh secara bermacam-macam. John Dewey menyebut istilah pendidikan sebagai “a social continuity of life”.8 Ahmad D. Marimba memaknai pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.9 Suyudi menjelaskan bahwa pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam segala aspeknya. Pribadi yang dimaksud mencakup diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Aspeknya adalah aspek jasmani, akal dan hati.10 Menurut H.A.R. Tilaar, Pendidikan adalah suatu proses pembudayaan.11 Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
7
Anton Muliono, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka: 1991,
1089. 8 9
John Dewey, Freedom and Culture, New York: Capricorn Books, 1963, 3. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1989,
19. 10
Suyudi, Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur’an. Yogyakarta: Mikraj, 2005, 52. H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung: Rosdakarya, 2000, 56. 11
26
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.12 Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka sesungguhnya pendidikan itu adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja dalam rangka menumbuhkan potensi-potensi peserta didik, sebagai bekal hidupnya. Proses tersebut bisa berupa transfer ilmu pengetahuan, menumbuh-kembangkan keterampilan, dan pemberian teladan sikap, agar peserta didik nantinya siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama. Kesiapan itu membutuhkan suatu bekal keperibadian yang cukup yang disebut dengan karakter. Karakter merupakan istilah lama yang akhir-akhir ini banyak dibahas di dunia pendidikan. Kata “karakter” berasal dari bahasa latin, yaitu “kharakter”, “kharasein”, dan “kharak”, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, bermakna “tools for marking”, “to engrave, dan “pointed stake”. Kata ini banyak digunakan dalam bahasa Prancis sebagai “caractere” sekitar abad ke-14 M. Dalam bahasa Inggris, tertulis dengan kata “character”, dalam
bahasa
Indonsia,
dikenal
dengan
kata
“Karakter”.13 AS. Hornby dalam kamus Oxford-nya menjelaskan arti kata “character” secara luas atas segala yang berhubungan dengan kata tersebut sebagai berikut: a) all the mental or moral qualities that make a person,
12
Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional, Publikasi Internet, dalam: http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, diakses pada tanggal 10 November 2012. 13 Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter Strategi Mambangun Kompetensi dan Karakter Guru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2012, 41.
27
group, nation, etc. different from others; all the features that make a thing, a place, an event, etc. what it is and different from others (segala sesuatu yang bersifat mental atau moral yang membuat seseorang, kelompok, bangsa, dan lain sebagainya berbeda dengan lainnya; semua ciri yang membuat sesuatu, tempat, peristiwa, dan lain sebagainya apa pun itu dan berbeda dengan lainnya). b) interesting or unusual qualities or features; the ability to handle difficult or dangerous situations, moral strength (Ketertarikan atau kualitas yang tidak biasa atau sifat; sebuah kemampuan untuk menangani kondisi yang sulit atau situasi berbahaya; kekuatan moral; c) a person, especially an old or unpleasant one; a person who do not ordinary or typical, a very individual person (Seseorang, khususnya orang tua atau orang yang tidak menyenangkan; seseorang yang tidak luar biasa atau biasa saja, seseorang yang sangat indidual); d) a person in a novel, play, etc.; e) a person (especially good) reputation (seseorang dalam sebuah novel, berperan, dan lain-lain); f) a letter, sign, or mark used in a system of writing and printing (huruf, tanda, atau buatan yang digunakan dalam system penulisan dan percetakan).14 Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sedangkan berkarakter berarti berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Menurut Tadkiroatun Musfiroh, sebagaimana dikutip oleh Sofan Amri, dkk., karakter mengacu
14
A.S. Hornby, Oxford Advanced…, 186.
28
kepada serangkaian sikap (attitude), perilaku (behavior), motivasi (motivation), dan keterampilan (skill).15 Secara istilah jika dikaitkan dengan kata pendidikan, para ahli memaknainya dengan berbagai macam pengertian. Thomas Lickona (1991) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguhsungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Scerenko (1997) memaknai pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan, mendorong, dan memberdayakan ciri kepribadian posistif dengan keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa yang diamati dan dipelajari). Lockwood (1997) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai aktifitas berbasis sekolah yang mengungkap secara sistematis berbagai bentuk perilaku siswa, yang dirancang dan diterapkan sedemikian rupa dalam rangka membentuk kepribadian siswa. Karenanya, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.16
15
Sofan Amri, Ahmad Jauhari, dan Tatik Elisah, Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran: Strategi Analisis dan Pengembangan Karakter Siswa Dalam Proses Pembelajaran, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 3. 16 Thomas Lickona, Scerenco, dan Lockwood, sebagaimana dikutip oleh Muchlas Samani dan Hariyanto, dalam: Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2012, 44-45.
29
Zubaedi dalam bukunya “Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan” merumuskan sembilan pilar karakter yang dikemukakan oleh Ratna Megawangi. Ratna sebagai pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun karakter yang mulia yang selayaknya diajarkan kepada anak, yang kemudian disebut sembilan pilar yaitu: Cinta Tuhan dan kebenaran (love Allah, trust, reverence,loyalty), tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian (respon sibility, excellence, self-reliance, dicipline, orderliness), amanah (trustwor thiness, reliability, honesty),hormat dan santun (respect, courtessy, obe dience), kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama (love, compassion, caring,empathy,generousity,modertion,cooperation) percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah (confidence, assertivaness, creativity, resourcer fulness, courage, determination, and enthusiasm), keadilan dan kepemim pinan (justice, fairness, mercy, leadership ), baik dan rendah hati (kind ness, friendliness, humility, modesty), toleransi dan cinta damai (to lerance, flexibility, peacefulness, unity).17 Muchlas Samani dan Hariyanto (2012) menegaskan bahwa pendidikan karakter juga bisa dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
17
Ratna Megawangi dalam Zubaidi ,Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga pendidikan, Kencana Prenada Media Group, 2011, 81.
30
keputus baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.18 Ki Hajar Dewantara (2011) memandang karakter sebagai watak atau budi pekerti. Budi pekerti adalah bersatunya antara gerak pikiran perasaan dan kehendak atau kemauan, yang kemudian menimbulkan tenaga. Oleh karena itu, karakter adalah sifatnya jiwa manusia. Dengan adanya budi pekerti, manusia akan menjadi pribadi yang merdeka, sekaligus berkepribadian, dan dapat mengendalikan diri sendiri (mandiri). Setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, sebagaimana sidik jari yang tidak pernah ada yang sama, sekaligus merupakan ciri atau penanda dari setiap orang yang membedakan dirinya dengan yang lain.19 Sofan
Amri,
Ahmad
Jauhari
dan
Tatik
Elisah
(2011)
mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu sistem penanaman nilainilai
karakter
kepada
warga
sekolah
yang
meliputi
komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter adalah sesuatu yang dilakukan oleh guru yang mampu mempengaruhi perserta didik. Oleh karena itu, pada hakekatnya pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang bersumber pada budaya bangsa dalam rangka membina generasi muda.20 Lebih lanjut, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
18
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan…, 45. Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter (Strategi Membangun Kompetensi dan Karakter Guru), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, 42. 20 Sofan Amri, Ahmad Jauhari, Tatik Elisah, Implementasi Pendidikan Karakter…, 4-5. 19
31
pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.21 Pendidikan karakter, dalam arti luas pada dasarnya adalah menyiapkan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi antara faktor khas yang ada dalam diri seseorang dan lingkungan memberikan
kontribusi
maksimal
untuk
mengeluarkan
dan
mengembangkan kebajikan yang ada di dalam diri orang yang bersangkutan.22 Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.23 Tujuannya membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik. Adapun Kriteria manusia yang baik,warga masyarakat yang baik dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa dalam hubungannya dengan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, secara umum dinilai berdasarkan nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang khas dari tiap individu
21
Sofan Amri, Ahmad Jauhari, dan Tatik Elisah, Implementasi …, 52. Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah:…, 44. 23 Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran, Yogyakarta: Familia Grup Relasi Inti Media, 2003, 15. 22
32
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Cara tersebut dapat dibentuk melalui suatu proses panjang dan teratur dalam sebuah institusi pendidikan. Lalu, pendidikan karakter adalah suatu upaya menumbuhkan sifat-sifat yang baik terhadap peserta didik yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sifat-sifat yang baik dan berlaku di masyarakat tersebut, akan disesuaikan dengan kebutuhan di mana peserta didik itu tinggal, sehingga nantinya mereka akan mampu hidup mandiri, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan baik.
2. Pendidikan Karakter di Indonesia Bangsa
Indonesia
adalah
bangsa
yang
besar
dengan
keanekaragaman budaya, yang telah ditanamkan oleh nenek moyangnya sedemikian rupa, sehingga meninggalkan dan memunculkan peradaban yang luhur. Orang bisa melihat betapa megahnya Candi Borobudur dan Istana-istana kerajaan yang ada di Nusantara. Semua itu, tentunya merupakan hasil cipta karya anak bangsa yang memiliki karakter yang kuat dan berpendidikan. Jika dilihat dari masa Hindu-Budha, pendidikan di Indonesia telah terbentuk dengan nama “Karsyan”. Karsyan adalah tempat yang diperuntukkan bagi pertapa dan orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua bentuk, yaitu patapan dan mandala.
33
Adapun patapan adalah tempat bertapa, yang biasanya berupa gua/ceruk, batu-batu besar, atau bangunan yang bersifat artificial. Sementara mandala adalah tempat suci yang menjadi pusat segala kegiatan keagamaan. Pendidikan pada masa Hindu-Budha, lebih ditekankan pada pembentukan karakter yang disandarkan pada penyerahan diri pada Dewa untuk memperoleh kebijaksanaan, penggemblengan diri agar terlatih menjadi manusia yang berkarakter, bermoral, welas asih, dan bijak.24 Pada masa Islam, sistem pendidikan karsyan ini mengalami perubahan dengan terjadinya akulturasi budaya. Orang kemudian mengenal istilah pesantren, di mana guru dan murid berada dalam suatu lingkungan.25 Hal ini didukung oleh salah satu pendapat mengenai asalusul berdirinya Pesantren, yaitu pengambilalihan system pendidikan Hindu-Budha yang sebelumnya telah ada. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa system pendidikan seperti ini telah berkembang sebelum datangnya Islam, yang dimaksudkan untuk mengajarkan ajaran-ajaran agama Hindu dan Budha. Fakta lainnya bahwa tidak ditemukan system pendidikan yang sama di Negara-negara Islam, melainkan banyak terdapat di Negaranegara yang berbasis Hindu-Budha, seperti India, Myanmar dan Thailand.26 Beberapa prinsip yang diterapkan dalam pendidikan pesantren antara lain kebijaksanaan, bebas terpimpin, mandiri, kebersamaan, hubungan guru-santri-orang tua-masyarakat, ilmu pengetahuan yang 24 25 26
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter…, 78-79. Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter…, 79. Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam 4, Jakarta: Van Hoeve, 2003, 100.
34
diperoleh bergantung pada ketajaman akal kesucian hati dan berkah kyai, kemampuan mengatur diri sendiri, sederhana, metode pengajaran yang khas, dan ibadah.27 Baru setelah kedatangan Belanda, system pendidikan itu sedikit ada perubahan, meski tidak semuanya yang ikut berubah, tidak sedikit yang tetap mempertahankan kebudayaan lama. Di antara lembaga pendidikan yang berdiri mencontoh pola pendidikan modern yang dibawa oleh Belanda adalah Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam yang muncul pada masa pra kemerdekaan.28 Satu hal yang tidak pernah lepas dari pembicaraan mengenai pendidikan di Indonesia, yaitu masalah pembangunan karakter bangsa. Sejak awal, founding fathers negeri ini telah menekankan pentingnya pembangunan karakter bangsa. Seperti yang ditegaskan oleh Bung Karno, bahwa “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building), karena karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya serta bermartabat”.29 Sejalan dengan itu, berbagai tujuan pendidikan di Indonesia selalu dikaitkan dengan pembangunan karakter bangsa. Itu semua tertanam dalam undang-undang mengenai pendidikan nasional, misalnya UU No. 4 tahun 1950 jo. UU No. 12 tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan
27
Keberadaan pesantren ini, diakui sebagai system pendidikan di Indonesia yang tertua. Pada tahun 1989 saja, jumlah pesantren di Indonesia sudah mencapai angka 6.631 buah, yang tersebar di 27 provinsi. Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam …, 103. 28 Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter: Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat, Yogyakarta: Samudra Biri, 2011, 45. 29 Muchlash Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model …, 1-2.
35
Pengajaran di Sekolah, pasal 3 menegaskan bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk manusia susila yang cakap, warga negara yang demokratis, bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan tanah air. UU No. 2 tahun 1989, pasal 4 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan ruhani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. UU No. 20 tahun 2003, lebih melengkapi UU sebelumnya, dan dijabarkan secara lebih jelas pembentukan watak dan peradaban bangsa. Kesemua aturan kebijakan mengenai tujuan pendidikan nasional itu diarahkan pada pembentukan karakter bangsa Indonesia yang memang sejak dahulu telah ada, yaitu religius, modernis, dan nasionalis.30 Implementasi Pendidikan Karakter telah menjadi semacam kebijakan dari Kementerian Pendidikan Nasional, seiring dengan pergantian Menteri dari Bambang Sudibyo ke Muhammad Nuh. Dikatakan sebagai kebijakan, karena ini merupakan posisi atau pendirian atau bagian dari kegiatan tertentu yang teguh terhadap suatu aturan. Ia juga bisa berarti
30
Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter…, 49-50.
36
panduan yang baik bagi mereka yang akan melaksanakan maupun mereka yang akan mengamati.31 Kebijakan ini didasarkan pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang mengamanatkan program penguatan metodologi dan kurikulum dengan cara menyempurnakan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa. Karenanya, implementasi
kebijakan
ini
adalah
bagaimana
mengintegrasikan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dalam Pendidikan. Adapun dasar hukum yang digunakan dalam upaya pembinaan pendidikan karakter antara lain: Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Permendiknas No 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan, Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional
31
2012, 129.
Nanang Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
37
2010-2014, Renstra Kemendiknas Tahun 2010-2014, dan Renstra Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010 – 2014.32 Pentingnya Pembangunan karakter mendapat perhatian serius pada masa awal kemerdekaan (sejak 1945 hingga 1960-an), di mana Presiden Soekarno seringkali melontarkan semboyan revolusionernya.33 Bung Karno terkenal dengan semboyan “Mandiri di bidang Ekonomi”, “Berdaulat
di
bidang
Politik”,
dan
“Berkepribadian
di
bidang
Kebudayaan” (Manipol-Usdek). Bagi Bung Karno, dasar pembangunan karakter bangsa adalah Manipol-Usdek.34 Lain lagi di masa Soeharto, pendidikan karakter bangsa disesuaikan dengan kepentingan modal, yang dikembangkan melalui kekuatan militer.35 Ini terjadi hingga masa awal reformasi berjalan. Pada era pasca reformasi, pendidikan karakter kembali didengungkan untuk segera di terapkan kembali. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam RPJM dan RPJP-nya, menyinggung mengenai pembentukan karakter bangsa.
3. Pentingnya Pendidikan Karakter Ruang lingkupnya Pendidikan karakter dirasakan sangat penting untuk segera diimplementasikan dalam sistem pendidikan di Indonesia, mengingat beberapa hal, yaitu: Pertama, maraknya tawuran antar pelajar, kenakalan
32
Achmad Makhasin, Sekilas Tentang Pendidikan Karakter, dalam: http://sinma68. blogspot.com/2010/12/sekilas-tentang-pendidikan-berkarakter.html, diakses pada tanggal 16 November 2012. 33 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter…, 84. 34 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter…, 106. 35 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter…, 128.
38
remaja, pemerasan/kekerasan (bullying), supporter bonek, penyalahgunaan narkoba, dan lain sebagainya. Kedua, buruknya budaya berlalu lintas, budaya antre, budaya baca, budaya bersih, dan budaya sehat. Ketiga, makin suburnya budaya korupsi. Keempat, ketidak jujuran dari para pelajar yang demikian mencolok, terutama pada saat Ujian Nasional (UN), kasus-kasus mencontek hingga sengaja diberi jawaban oleh seseorang atau kelompok selalu terjadi.36 Akan
tetapi
sampai
sejauh
ini
masih
banyak
terjadi
kesalahpahaman dalam memaknai arti penting pendidikan karakter, terutama di tingkat satuan pendidikan ( sekolah ). Kesalahpahaman tersebut dapat diidentifikasi dengan beredarnya pemaknaan pendidikan karakter, misalnya: pertama Pendikan karakter sama dengan mata pelajaran agama dan PKn, sehingga hanya menjadi tanggung jawab guru agama dan PKn; kedua Pendidikan karakter sama dengan mata pelajaran budi pekerti, sehingga berupa mata pelajaran sendiri yang harus ditambahkan dalam kurikulum; ketiga Pendidikan karakter sama dengan pendidikan yang menjadi tanggung jawab keluarga, sehingga sekolah tidak diwajibkan untuk mengajarkannya; dan lain sebagainya.37 Oleh karena itu perlu pemahaman tentang ruang lingkup pendidikan karakter yakni untuk memetakan sejauh mana cakupan wilayah yang menjadi bidang garap pendidikan karakter, dan bagaimana implementasinya 36
dalam
proses
pembelajaran.
Berdasarkan
nilai
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan …, 2-3. Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2011, 5. 37
39
pentingnya pendidikan karakter dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, sebenarnya ruang lingkup pendidikan karakter itu sudah jelas, yaitu bagaimana
membentuk
peserta
didik
menjadi
lebih
berkarakter.
Berkarakter di sini berarti memiliki nilai-nilai karakter yang diinginkan. Banyak sekali nilai-nilai karakter yang diperlukan dalam menghadapi berbagai persoalan yang timbul di era informasi semacam ini, antara lain: Pertama, nilai karakter yang terkait dengan diri sendiri, misalnya: jujur, kerja keras, tegas, sabar, ulet, ceria, teguh, terbuka, visioner, tegar, mandiri, pemberani, reflektif, tanggung jawab, disiplin, dan lain sebagainya. Kedua, nilai-nilai karakter yang terkait dengan orang lain atau makhluk lainnya misalnya: senang membantu, toleransi, murah senyum, pemurah, kooperatif atau mampu bekerjasama, komunikatif, suka menyerukan kebaikan, mencegah kemunkaran, peduli pada alam dan manusia, adil, dan lain sebagainya. Ketiga, nilai-nilai karakter yang terkait dengan ketuhanan, misalnya: ikhlas, ihsan, iman, takwa, dan lain sebagainya.38 Pemerintah melalui Kemendiknas RI, telah merumuskan 18 nilai yang
harus
diterapkan
oleh
lembaga
sekolah
dalam
rangka
mengimplementasikan konsep pendidikan karakter yang dicanangkan. Kedelapanbelas nilai itu, bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9)
38
Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana, Pendidikan Karakter:.., 12.
40
Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab.39 Melalui kedelapanbelas nilai dalam pendidikan karakter di atas, diharapkan pendidikan di Indonesia akan mampu menciptakan generasigenerasi yang handal di masa yang akan datang sebagai way of life. Selain sebagai way of life, ia juga diharapkan dapat menjadi the agent of change.40 Tampaknya demikian luas cakupan yang hendak dicapai oleh pendidikan karakter. Namun pada dasarnya pendidikan karakter lebih dekat pada ranah keperibadian. Untuk memahami pendidikan karakter, akan lebih mudah jika dimulai dari ranah-ranah kepribadian yang ingin dikembangkan melalui pendidikan. Berdasarkan Taksonomi Bloom, dikenal tiga macam ranah pendidikan, yaitu head, heart dan hand, yang kemudian dikenal istilah kognitif, afektif dan psikomotor. Melalui ketiga ranah tersebut, dapat dilihat bahwa teori pendidikan karakter, telah tercakup dalam ranah afektif, yakni pembentukan sikap yang diinginkan dari hasil suatu proses pembelajaran.41 Proses pembentukan karakter pada seseorang selalu dipengaruhi dua faktor utama, yaitu faktor endogen (faktor-faktor khas yang ada dalam
39
Baca: Tim Penyusun Pusat Kurikulum, Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah, Jakarta: Kemendiknas, 2009, 9-10. 40 Asmaun Sahlan dan Angga Teguh Prastyo, Desain …, 15. 41 Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana, Penddikan Karakter:.., 45-46.
41
diri orang bersangkutan), dan faktor eksogen (faktor lingkungan). Kedua faktor tersebut selalu saling berinteraksi. Faktor endogen tentunya berada di luar jangkauan masyarakat. Ia dikendalikan dari dalam diri seseorang tanpa adanya campur tangan pihak lain. Bagian ini merupakan tanggung jawab individu, sementara yang menjadi tanggung jawab masyarakat adalah faktor-faktor yang dapat dipengaruhi, yakni faktor eksogen. Di sinilah peran pendidikan sebagai wadah pembentukan karakter.42 Menurut Fatchul Mu’in, karakter memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, karakter adalah “siapakah dan apakah kamu pada saat tidak ada orang yang sedang melihat kamu (character is what you are when nobody is looking); Kedua, karakter merupakan hasil nilai-nilai dan keyakinankeyakinan (character is the result of values and beliefs); Ketiga, karakter adalah sebuah kebiasaan yang menjadi sifat alamiah kedua (character is a habit that becomes second nature); Keempat, karakter bukanlah reputasi atau apa yang dipikirkan oleh orang lain terhadapmu (character is not reputation or what others think about you); Kelima, karakter bukanlah seberapa baik kamu daripada orang lain (character is not how much better you are than others); dan, Kelima, karakter tidak relative (character is ot relative).43 Untuk menumbuhkan kepribadian tertentu yang diinginkan, tentunya akan sangat banyak variasi dan pilihan materi yang dapat diberikan. Materi tersebut, bisa berupa ajaran agama, budaya, maupun 42
Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah: Dari Gagasan ke Tindakan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011, 43-44. 43 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter…, 161-162.
42
ideology suatu bangsa. Oleh karena itu, bidang garap pendidikan karakter adalah bagaimana membentuk karakter terbaik bagi peserta didik. Semua itu, dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya terintegrasi dalam proses pembelajaran setiap materi pelajaran. Selain itu, pembiasaan atas nilai-nilai yang baik dalam kehidupan. Berdasarkan grand desain pendidikan karakter yang dikembangkan oleh Depdiknas (2010), pendidikan karakter dalam diri peserta didik merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor) dalam konteks interaksi sosial cultural (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat) yang berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi pendidikan karakter, dengan demikian dapat dilompokkan ke dalam empat konfigurasi psikologis dan sosiokultural, yaitu: Olah Hati (Spiritual and Emotional Development), Olah Pikir (Intellectual Development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and Kinesthetic Development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity Development).44 Dengan demikian, maka ruang lingkup pendidikan karakter dapat dikaitkan dengan keempat konfigurasi di atas, yakni pendidikan dalam aspek emosional dan spiritual, pendidikan intelektual, pendidikan fisik dan kinestetik, dan pendidikan sikap dan kreatifitas. Kesemuanya itu diarahkan pada pembetukan karakter utama melalui proses pendidikan. Karakter utama yang diharapkan itu antara lain: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin,
44
Sofan Amri, Ahmad Jauhari, Tatik Elisah, Implementasi Pendidikan Karakter…, 5-6.
43
Kerja
keras,
Kreatif,
Semangat Kebangsaan, Bersahabat/Komunikatif,
Mandiri, Cinta Cinta
Demokratis,
Tanah Damai,
Air,
Rasa
Ingin
Menghargai
Gemar
Membaca,
Tahu, Prestasi, Peduli
Lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung Jawab. Proses pembentukannya bisa di mana saja, baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat, sehingga peserta didik akan dapat memiliki karakter yang diharapkan, melalui proses pendidikan.
B. Pendidikan Muhammadiyah Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan, pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, atau 18 Nopember 1912 M di Yogyakarta. Secara umum, kehadiran organisasi ini dilatarbelakangi oleh dua kegelisahan yang dirasakan oleh K.H. Ahmad Dahlan, yaitu kegelisahan religious dan kegelisahan sosial. Kegelisahan religious karena melihat praktik keagamaan yang mekanistis tanpa kaitannya dengan perilaku sosial, disamping sarat dengan takhayul, bid’ah dan khurafat. Kegelisahan sosial disebabkan oleh suasana kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan umat yang nampak di Nusantara ketika itu. Oleh karena itu, dalam tataran praktisnya, Muhammadiyah melakukan empat langkah strategis, yaitu: 1) mendirikan sekolah untuk mencerdaskan umat; 2) membentuk mubaligh dan muballighat yang kemudian diterjunkan ke masyarakat luas untuk menyiarkan dakwah Islam yang menggembirakan; 3) menyiarkan agama Islam melalui media cetak, yang dibagikan secara cuma-cuma; 4)
44
melancarkan usaha untuk menolong kesenjangan umum yang menjadi cikal bakal PKU, rumah Yatim dan Miskin.45 Pendidikan adalah langkah praktis dan strategis yang paling pertama dan utama dalam Muhammadiyah. Karenanya, di mana-mana ada pendidikan berbasis Muhammadiyah. Hal ini tak terlepas dari tujuan berdirinya Muhammadiyah di Nusantara, yaitu “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.46 Ada tiga identitas gerakan Muhammadiyah, yaitu: 1) Gerakan Islam; 2) Gerakan Dakwah Islam; dan, 3) Gerakan Tajdid (Pembaharuan). Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, jelas bahwa Muhammadiyah dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sebagai hasil konkrit dari tela’ah dan pendalaman beliau terhadap Al-Qur’an al-Karim. Hasil pendalaman tersebut dapat ditelusuri melalui ajaran K.H. Ahmad Dahlan yang ditulis oleh K.H.R. Hadjid, yang dikenal dengan, “17 Kelompok Ayat-ayat Al-Qur’an”. Hasil tela’ah terhadap 17 kelompok ayat-ayat al-Qur’an yang dimaksud, menggambarkan secara jelas mengenai jiwa, ruh, nafas, dan semangat pengabdian Muhammadiyah kepada Allah SWT. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah, tercermin dalam segala upayanya yang dikaitkan dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar melalui berbagai jenis amal usahanya yang tersebar
luas.
Sementara
Muhammadiyah
sebagai
gerakan
tajdid,
dimaksudkan bahwa Muhammadiyah dalam gerakannya mengupayakan
45
Tim Penyusun/M. Yunan Yusuf, Yusron Razak, Sudarnoto Abdul Hakim (Ed.), Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, 250-252. 46 Tim Penyusun/M. Yunan Yusuf, Yusron Razak, Sudarnoto Abdul Hakim (Ed.), Ensiklopedi…, 386.
45
peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya, sebagai penafsiran pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan al-Sunnah.47 Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah menggabungkan antara system pendidikan asli Indonesia (pesantren) dengan system pendidikan modern. Pada prinsipnya sekolah ini memasukkan materi keagamaan di sekolah-sekolah umum dan memasukkan materi-materi umum ke sekolah agama. Perpaduan antara ilmu umum dan agama, dimaksudkan agar para siswa lulusannya kelak dapat memiliki ilmu umum sekaligus ilmu-ilmu agama, yang nantinya akan menjadi bekal hidupnya setelah harus terjun ke masyarakat.48
1. Pendidikan Karakter di Sekolah Muhammadiyah Kaitannya dengan pendidikan karakter dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah, telah ditetapkan beberapa materi khusus yang wajib diajarkan di setiap lembaga pendidikan Muhammadiyah. Materi-materi khusus tersebut dikenal dengan istilah ISMUBA. ISMUBA adalah singkatan dari Al-Islam, ke-Muhammadiyah-an, dan Bahasa Arab. ISMUBA adalah ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah. Menurut publikasi dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) ISMUBA Kota Surabaya, ISMUBA adalah kawasan pendidikan Muhammadiyah.
47
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2005, 135-137. 48 Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai…, 117118.
46
Lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak ada yang tidak mengajarkan butir-butir pelajaran Al-Islam, ke-Muhammadiyahan dan Bahasa Arab (Ismuba). Lebih lanjut ketiga pelajaran ini merupakan tulangpunggung
Persyarikatan
dalam
rangka
menyampaikan
dakwah
Muhammadiyah. Kaderisasi Muhammadiyah secara inhern berada dalam mata pelajaran Ismuba tersebut. Pelajaran Ismuba sebagai “benteng” moral dan ideologi peserta didik di perguruan Muhammadiyah.49 Pendidikan Karakter dalam Sekolah-sekolah Muhammadiyah pada dasarnya telah dirumuskan sejak awal, yang diletakkan pada cirri khusus lembaga pendidikan Muhammadiyah, yang dikenal dengan istilah ISMUBA. Muhammadiyah sedari dulu telah menjadikan agama sebagai basis pendidikan karakter. ISMUBA sendiri adalah singkatan dari AlIslam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab. Pengajaran materi ISMUBA ini, diyakini akan mampu menciptakan manusia-manusia yang berkarakter, meski memang tidak ditegaskan demikian. Jika dilihat dari sejarah pendidikan di dunia, maka basis agama memang telah mampu menjadi tolok ukur kepribadian umat manusia. Sebagai contoh, misalnya pendidikan yang diselenggarakan oleh manusia pada masa sebelum Masehi hingga awal Masehi. Catatan sejarah, jelas memberikan informasi bahwa penyelenggaraan pendidikan di Cina, pada awalnya merupakan pengaruh ajaran Konfusius yang menuntut adanya sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Ada enam macam sifat terpuji yang 49
Tim MGMP ISMUBA Kota Surabaya, dalam: http://mgmpismuba.wordpress.com/ 2009/07/25/ismuba-ciri-pendidikan-sekolah-muhammadiyah/, diakses pada tanggal 15 November 2012.
47
wajib dimiliki yaitu arif, suka berbuat baik, berakhlak budi, adil, setia dan selaras, yang dimanifestasikan dalam enam tindakan terpuji, yaitu menghormati orang tua, bersahabat dengan saudara, bersahabat dengan orang lain, bersikap baik dengan tetangga, memelihara hubungan baik dengan saudara ipar, dapat dipercaya dan bersikap empati. Untuk mencapai semua itu maka ditetapkanlah suatu kurikulum pendidikan yang tercakup dalam enam ilmu yang harus dipelajari, yaitu ritual keagamaan, musik, memanah, mengendarai kereta perang, menulis dan matematika.50 Dengan demikian pendidikan karakter di sekolah Muhammadiyah telah tergabung menjadi satu dalam ciri khusus yang membedakan antara sekolah Muhammadiyah dengan sekolah lainnya, yaitu Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, yang ditambah dengan bahasa Arab (ISMUBA).
2. Pengelolaan Sekolah Muhammadiyah Sekolah Muhammadiyah adalah lembaga pendidikan yang dikelola oleh masing-masing pimpinan dalam struktur organisasi Muhammadiyah, dari Pusat hingga ke Ranting. Sekolah-sekolah tersebut merupakan bagian dari Amal Usaha warga Muhammadiyah. Meski secara teknis di lapangan diserahkan kepada masing-masing pimpinan, namun secara keseluruhan dikendalikan oleh sebuah Majelis, yang bernama Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah.
50
Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter…, 14-16.
48
Dikdasmen adalah singkatan dari Pendidikan Dasar dan Menengah. Majelis Dikdasmen adalah pembantu Pimpinan Pusat yang membidangi aktifitas pendidikan dasar dan menengah. Pada awalnya majelis ini bernama “Qismul Arqo”, yang di dalamnya terdapat jenis dan jenjang pendidikan Madrasah Ibtida’iyah, Tsanawiyah sampai Aliyah. Sejak pertama kali didirikan, majelis ini berpedoman pada Firman Allah dalam al-Qur’an Surat Al-Mujadillah [58]: 11 dan Al-‘Alaq [96]: 1-5.51 Berdasarkan Surat Keputusan Pimpimpinan Pusat Muhammadiyah, No. 138/KEP/I.0/B/2008 tentang Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, dapat diketahui bahwa fungsi Majelis Dikdasmen dari tingkat Pusat sampai ke tingkat Cabang adalah sebagai penyelenggara amal usaha, program, dan kegiatan bidang pendidikan dasar dan menengah sesuai kebijakan Persyarikatan. Fungsi tersebut mencakup beberapa hal, yaitu: Pembinaan ideologi Muhammadiyah di sekolah, Perencanaan, pengorganisasian, pembimbingan, pengkoordinasian, dan pengawasan atas pengelolaan amal usaha, program, dan kegiatan, Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga professional, Pengembangan kualitas dan kuantitas amal usaha, Penelitian dan pengembangan bidang pendidikan dasar dan menengah. Penyampaian masukan kepada Pimpinan Persyarikatan sebagai
51
Tim Penyusun, Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi Raja Grafindo Persada, 2005, 84.
49
bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan bidang pendidikan dasar dan menengah.52 Sementara
tugas
pokok
Majelis
Dikdasmen
adalah
menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan bidang pendidikan dasar dan menengah sesuai kebijakan Persyarikatan. Tugas itu mencakup: Pembinaan
ideologi
Muhammadiyah
di
sekolah,
Perencanaan,
pengorganisasian, pembimbingan, pengkoordinasian, dan pengawasan atas pengelolaan amal usaha, program, dan kegiatan, Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga professional, Pengembangan kualitas dan kuantitas amal usaha, Penelitian dan pengembangan bidang pendidikan dasar dan menengah,
Penyampaian
sebagai bahan pertimbangan
masukan dalam
kepada Pimpinan Persyarikatan penetapan
kebijakan
bidang
pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan Majelis Dikdasmen tingkat Pusat bertugas Mengatur Pelaksanaan Tugas Majelis-majelis di bawahnya yang meliputi: pendirian dan pembubaran sekolah, pengangkatan dan pemberhentian guru dan karyawan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Wakil-Wakil Kepala Sekolah, pengangkatan dan pemberhentian Pengawas, penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah, penetapan Komite
52
SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah, No. 138 Tahun 2008 Tentang Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah di Lingkungan Muhammadiyah, tanggal 27 Syawal 1429 Hijriyah atau 27 Oktober 2008 Masehi, yang ditanda tangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. H. Haedar Nashier dan Drs. H. Rosyad Sholeh, dalam : http://majelisdikdasmenppm.blogspot.com/.
50
Sekolah, Menetapkan kurikulum nasional dan kurikulum Al-Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab, dan bahasa Inggris (ISMUBARIS). Majelis tingkat wilayah bertugas: Melaksanakan ketentuan Majelis tingkat Pusat, yang meliputi: Mengusulkan pendirian dan pembubaran sekolah kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sekolah SMA/SMK/MA/ Mu’allimin-Mu’allimat/SMALB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Mengangkat dan pemberhentikan Wakil-Wakil Kepala Sekolah SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/ SMALB dan bentuk lain yang sederajat, Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pengawas SMA/SMK/MA Mu’alimin-Mu’alimat/SMALB dan
bentuk
lain
yang
sederajat
kepada
Pimpinan
Wilayah
Muhammadiyah, Mengesahkan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah tingkat SMA/SMK/MA/Mu’allimin-Mu’allimat/SMALB dan bentuk lain yang sederajat. Majelis tingkat daerah bertugas: Melaksanakan ketentuan majelis tingkat wilayah, Mengusulkan pendirian dan pembubaran sekolah kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dengan persetujuan dan atas nama PimpinanDaerah pemberhentian
Muhammadiyah, guru
dan
Mengusulkan
karyawan
kepada
pengangkatan Pimpinan
dan
Daerah
Muhammadiyah, Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala SD/MI/SMP/MTs/SMPLB dan bentuk lain yang sederajat
kepada
Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Mengangkat dan Memberhentikan
51
Wakil-Wakil Kepala Sekolah SD/MI/SMP/MTs/SMPLB dan bentuk lain yang sederajat, Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pengawas SD/MI/SMP/MTs/SMPLB dan bentuk lain yang sederajat kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Mengesahkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah tingkat SD/MI/SMP/MTs/SMP LB dan bentuk lain yang sederajat.
C. ISMUBA sebagai Kurikulum Berkarakter di Sekolah Muhammadiyah Pendidikan Muhammadiyah memiliki visi membentuk manusia pembelajar yang bertakwa berakhlak mulia, berkemajuan, dan unggul dalam ilmu pengetahuan, IPTEK sebagai perwujudan dari tajdid dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagai upaya untuk mencapai visi pendidikan Muhammadiyah, pendidikan agama Islam dituangkan ke dalam kurikulum alIslam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab (ISMUBA). Kurikulum ISMUBA memuat standar isi, standar kompetisi lulusan, standar kompetensi, kompetensi dasar maupun standar proses pendidikan. Untuk mencapai semua itu dituangkan dalam silabus. Pembelajaran ISMUBA mencakup pendidikan di SMA, SMK, dan MA Muhammadiyah yang diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, aktif, dan menyenangkan. ISMUBA juga dikembangkan agar memberikan ruang bagi peserta didik untuk berprakarsa, melatih berfikir kritis, mengembangkan kreatifitas dan kemandirian sesuai perkembangan fisik dan psikologisnya untuk membentuk peserta didik yang berkarakter. Mengembangkan budaya
52
membaca, menulis, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dan normanorma ajaran Islam yang dipahami oleh Muhammadiyah. Untuk memenuhi standar proses pembelajaran ini, di samping ada keharusan bagi setiap pendidik untuk memberikan keteladanan, juga diperlukan ketersediaan sumber belajar bagi peserta didik, terutama buku pedoman pelajaran yang memadai. Sebagai upaya Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (Dikdasmen PWM DIY) menerbitkan buku teks pedoman pembelajaran ISMUBA sejak tahun 2008/2009, 2009/2010, dan 2010/2011. Buku teks ISMUBA ini terdiri dari: Pendidikan
al-Qur’an/al-
Hadits,
Aqidah,
Akhlak,
Ibadah,
Tarikh,
Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab. Peranan pendidikan Al-Islam dalam Muhammadiyah sangat penting, yakni dalam rangka membina pribadi generasi muda, agar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, dan menjunjung tinggi rasional dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Rasul53. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan merupakan pengembangan dari standar kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam untu SD/MI. SMP/MTs, SMA/MA/SMK berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 53
Tim Penyusun Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Jakarta: Majelis Dikdasmen, 2007, 1.
53
Tahun 2005, tentan standar Isi, sebagai ciri khas dan nilai tambah yang akan diterima oleh peserta didik pada satuan pendidikan Muhammadiyah. Dengan perluasan ini dan pendalaman ini, diharapkan para peserta didik pada satuan pendidikan Muhammadiyah akan memperoleh bekal yang lebih memadai bagi pertumbuhan pribadi sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga Negara yang baik berdasarkan nilai-nilai Pedoman Hidup Islami warga Muhammadiyah serta Matan, Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah. Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan bertujuan untuk: Pertama, Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Al-Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah; Kedua, Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlakul Karimah, yaitu jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya Islami dalam komunitas sekolah sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah; Ketiga, Menanamkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ajaran Islam serta mendakwahkannya secara berorganisasi sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah, melalui pemahaman gerakan, organisasi dan amal usahanya, dengan tujuan menanamkan rasa tanggung jawab ke dalam diri peserta didik,
54
dimaksudkan agar dapat menjadi kader Muhammadiyah yang merupakan pelopor, pelangsung, penerus dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah. Ruang lingkup Al-Islam dan Kemuhammadiyahan adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits, Aqidah, Akhlak, Fiqh/Ibadah dan Mu’amalah, Tarikh dan Kebudayaan Islam, dan Kemuhammadiyahan. Prinsip Pengembangan Kurikulum KTSP jenjang pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah dikembangkan oleh sekolah dan majelis dikdasmen/komite sekolah, berpedoman pada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP dan Pedoman Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah. Prinsip-prinsip yang dikembangkan adalah sebagai berikut: a) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; b) Beragam dan terpadu; c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; e) Menyeluruh dan berkesinambungan; f) Belajar sepanjang hayat; dan, g) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Dalam menggunakan
pelaksanaan prinsip-prinsip
kurikulum sebagai
di
setiap
berikut:
satuan
Pertama,
pendidikan Pelaksanaan
kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengeskpresikan dirinya secara Islami,
55
dinamis dan menyenangkan; Kedua, Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Allah SWT; b) belajar untuk memahami dan menghayati; c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; d) membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; Ketiga, Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapatkan pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ketauhidan, keindividuan, kesosialan, dan moral. Keempat, Kurikulum dilaksanakan dalam suasana peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat dengan prinsip uswatun hasanah, ing ngarsa sung tulada tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, tut wuri handayani (di depan memberikan contoh dan teladan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di belakang memberikan daya dan kekuatan) dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar. Kelima, Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan meultimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam terkadang menjadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sebagai sumber belajar, contoh
dan
teladan.
Keenam,
Kurikulum
dilaksanakan
dengan
mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah
56
untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian optimal. Ketujuh, Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri, diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan. Berdasarkan Surat Keputusan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Nomor 55, Tahun 2007, Tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, struktur pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan dan bahasa Arab dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah sebagai berikut: Satuan No
Al-Islam
Kemuhammadiyahan
Jumlah Jam
Pendidikan 1.
SD/MI
4-6
1-2
5-8
2.
SMP/MTs
4-6
1-2
5-8
3.
SMA/SMK
4-6
1-2
5-8
Struktur kurikulum disusun berdasarkan Standar Kompetensi dan Standar Kelulusan mata pelajaran dengan penjelasan sebagai berikut:
57
1. Pembelajaran pada kelas I-III dilaksanakan melalaui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV-VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. 2. Alokasi waktu 1 (satu jam pembelajaran untuk sekolah Dasar/Madrasah Ibtida’iyah adalah 35 (tiga puluh lima) menit; untuk sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah 40 (empat puluh menit) dan dan untuk sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruah 45 (empat puluh lima menit) menit. 3. Minggu efektif dalam satu tahun pembelajaran (dua semester) adalah 3438 minggu. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi arah dan landasan mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian. Berdasarkan uraian-uraian di atas, pada dasarnya ISMUBA adalah materi khusus yang di desain oleh lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai materi pembentuk karakter. Materi tersebut dirasakan sangat membekas, dan materi itulah pula yang diyakini mampu mengantarkan Muhammadiyah tetap berkembang hingga saat ini. Sehingga munculnya aturan pemerintah untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah-sekolah di Indonesia, bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak ada persoalan bahkan menjadi bahan penguat.
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PADA SEKOLAH MUHAMMADIYAH SALATIGA
Sebelum memaparkan lebih jauh mengenai pendidikan karakter di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga, terlebih dahulu diuraikan mengenai keberadaan sekolah-sekolah Muhammadiyah di kota ini. Hal ini penting karena ada yang khusus dan unik untuk disampaikan. Pertama, kota Salatiga merupakan kota kecil yang memiliki keanekaragaman budaya dan agama. Kedua, kota Salatiga ini terkenal dengan kota pendidikan. Ketiga, bagi sebagian orang, kota Salatiga lebih dikenal sebagai kota Nasrani, di mana kehadiran organisasi Muhammadiyah merupakan sesuatu yang tergolong istimewa. Ada dua hal penting yang di ketengahkan di sini, yaitu tentang kota Salatiga itu sendiri dan sejarah perkembangan sekolah Muhammadiyah di kota Salatiga.
A. Kota Salatiga Salah satu faktor yang mempengaruhi pembelajaran dalam dunia pendidikan adalah lingkungan. Lingkungan merupakan faktor di mana seseorang akan tumbuh dan berkembang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Sehebat apa pun pendidikan di rumah atau di sekolah dengan berbagai konsep dan penerapannya tapi jika seseorang bergaul di lingkungan yang kurang baik, maka bukan mustahil ia akan terpengaruh 58
59
juga. Dalam dunia pendidikan lingkungan yang dimaksud adalah tri-pusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.1 Berbicara tentang lingkungan pembelajaran, kota Salatiga secara umum sangat nyaman untuk proses pembelajaran. Kota Salatiga adalah sebuah kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu, berdekatan dengan gunung Merapi. Udaranya yang sejuk, membuat banyak orang enggan meninggalkannya ketika telah merasakan betapa tentram dan nyamannya tinggal di Kota ini. Kota Salatiga berdiri sejak tahun 750 Masehi. Berdasarkan Prasasti yang ada di Dukuh Plumpungan, Kota Salatiga merupakan wilayah Perdikan. Prasasti tersebut berisi ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu bernama Hampra yang kini bernama Salatiga. Perdikan berarti suatu daerah yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak atau upeti karena memiliki kekhususan. Sejarahwan memperkirakan bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya, yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali. Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak
1
Sofan Amri, Ahmad Jauhari, dan Tatik Elisah, Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran: Strategi Analisis dan Pengembangan Karakter Siswa dalam Proses Pembelajaran, Jakarta: Pustaka Publisher, 2011, 109.
60
berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan.2 Secara
geografis
kota
Salatiga
sangat
strategis
untuk
mengembangkan lembaga pendidikan bermutu tinggi yang bisa menjadi tujuan bagi wilayah-wilayah di sekitarnya. Hal ini nampak pada kondisi alamnya yang sejuk dan masyarakatnya yang rukun dalam kemajemukan. Secara sosiologis, keadaan semacam itu dapat dijadikan sebagai lingkungan pembelajaran dalam membangun karakter bangsa yang toleran dan penuh kedamaian dalam perbedaan. Salatiga adalah kota kecil di propinsi Jawa Tengah, mempunyai luas wilayah ± 56,78 km², terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan, berpenduduk 176.795 jiwa. Terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota Semarang dan Surakarta, mempunyai ketinggan 450-800 meter dari permukaan laut dan berhawa sejuk serta dikelilingi oleh keindahan alam berupa gunung (Merbabu, Telomoyo, Gajah Mungkur). Selain itu, Kota Salatiga dikenal sebagai kota pendidikan, olah raga, perdagangan, dan transit pariwisata.3 Kota Salatiga dikatakan sebagai kota pendidikan, karena kota sekecil ini memiliki empat perguruan tinggi, yaitu: Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Salatiga, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) “AMA” 2
Pemerintah Kota Salatiga, dalam website resminya: salatiga.go.id/Tenrang Sejarah.php. diakses pada tanggal 2 Desember 2012. 3 Pemerintah Kota Salatiga, dalam website resminya: salatiga.go.id/Tentang Sejarah.php. diakses pada tanggal 2 Desember 2012.
http://www.pemkothttp://www.pemkot-
61
Salatiga, Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STiBA) Satya Wacana, dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. UKSW sendiri dijuluki sebagai "Indonesia mini" dikarenakan mahasiswanya terdiri dari berbagai suku di Indonesia ada disana dan beragam budaya nusantara sering menjadi kegiatan rutin tahunan dilaksanakan oleh UKSW. Selain dikenal sebagai Kota Pendidikan, Kota Salatiga juga dikenal sebagai kota transit pariwisata dan olah raga karena kota Salatiga terletak di tengahtengah kabupaten semarang dan dikelilingi Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, Pegunungan Gajah Mungkur dan Gunung Ungaran, sehingga para wisatawan domestik diharapkan akan singgah di Salatiga. Kota Salatiga dikenal sebagai Kota Olah Raga hal ini dibuktikan dengan seringnya atlet-atlet Salatiga mendominasi kejuaraan baik tingkat nasional maupun internasional.4 Selain beberapa perguruan tinggi ternama yang ada di Salatiga, keberadaan Kota Salatiga sebagai kota pendidikan didukung juga oleh lembaga-lembaga pendidikan di bawahnya, antara lain: 7 (tujuh) perguruan tinggi swasta Kristen/Teologi, yaitu Sekolah Tinggi Teologi Efata, Sekolah Tinggi Theologi Jemaat Kristus, Sekolah Alkitab Nusantara, Akademi Theologi Maranatha, STT Sangkakala, STT Salatiga
4
http://www.pemkot-salatiga.go.id/TentangSelayangPandang.php
62
(Roncali). 1 (satu) sekolah tinggi teologi Katholik, yaitu Sekolah Tinggi Teologi Berea.5 Sementara untuk lembaga pendidikan tingkat menengah hingga dasar, tercatat ada satu Madrasah Aliyah Negeri, satu Madrasah Tsanawiyah Negeri, tiga Madrasah Tsanawiyah Swasta, sebelas Madrasah Ibtida’iyah Swasta, satu Madrasah Ibtida’iyah Negeri. SMA Negeri ada 3, SMA Swasta ada 5, SMP Negeri ada 10, SMP Swasta ada 11, SD Negeri ada 82, SD Swasta ada 12. Pendidikan Pra –Sekolah (Taman KanakKanak) swasta ada 76, Taman Kanak-Kanak Negeri ada 1.6 Jadi, pada dasarnya Kota Salatiga memiliki potensi yang luar biasa untuk menciptakan karakter bangsa melalui dunia pendidikan. Banyaknya lembaga pendidikan yang tersebar di kota kecil ini, telah membuktikan bahwa kota Salatiga memang layak dijadikan sebagai tempat menuntut ilmu dan membina karakter bangsa.
B. Muhammadiyah di Salatiga Muhammadiyah di Salatiga memang tergolong unik, sebab di tengah-tengah pandangan sebagian orang bahwa Salatiga adalah kota “Nasrani”, yang dilihat dari jumlah gereja yang mencapai 76 buah, sekolah tinggi teologia (katolik maupun protestan) 8 buah, 1 Universitas, 6 SMP 5
Badan Perencanaan Daerah, Profil Daerah Salatiga, BAPPEDA, Laporan Tahunan Tahun 2010, 43. Dalam, http://www.pemkot-salatiga.go.id/Data/Info/Bappeda/ProfilDaerah Salatiga.2010.pdf. diakses pada tanggal 2 Desember 2012. 6 Badan Perencanaan Daerah, Profil Daerah Salatiga, BAPPEDA, Laporan Tahunan Tahun 2010, 43. Dalam, http://www.pemkot-salatiga.go.id/Data/Info/Bappeda/ProfilDaerah Salatiga.2010.pdf. diakses pada tanggal 2 Desember 2012.
63
buah serta SMA dan SMK Kristen 3 buah, sekolah Muhammadiyah berkembang pesat dengan berbagai jenisnya. Dua buah lembaga pendidikan yang menjadi pilar penting amal usaha Muhammadiyah di kota Salatiga
saat
ini,
yaitu
SD
Muhammadiyah
Plus
dan
SMK
Muhammadiyah, merupakan rujukan alternatif yang cukup favorit di masyarakat. SD Muhammadiyah Plus Salatiga memiliki lebih dari 550 siswa tahun ini, sementara SMK mencapai angka 782 siswa pada tahun 2013 ini dari berbagai wilayah di sekitar kota Salatiga. Untuk tahap pendidikan usia dini, Muhammadiyah Salatiga memiliki 5 (lima) buah TK Aisyiyah, dan salah satunya berpredikat sebagai TK Pembina, dengan jumlah murid yang cukup banyak. Belum lagi ditambah dengan satu buah SMA dan SMP, yang juga menjadi alternatif sekolah Islam di Salatiga. Ini membuktikan bahwa sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga memang pantas untuk diperhitungkan. Berdasarkan catatan A. Hadits, salah satu di antara mantan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga yang juga pernah menjadi ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, Muhammadiyah Salatiga telah ada sebelum masa kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya HIS Muhammadiyah Salatiga yang kini berubah menjadi SD Muhammadiyah Plus Salatiga. Namun karena tidak ditemukannya dokumen-dokumen resmi yang berupa foto atau tulisan hasil kajian sejarah maka catatan mengenai sejarah Muhammadiyah di Salatiga, mulai dikumpulkan oleh
64
Hadits sejak tahun 1970-an, yaitu ketika ia mulai berinteraksi dengan pimpinan Muhammadiyah di Salatiga. Melalui para tokoh Muhammadiyah yang berhasil ditemuinya, Hadits mengelompokkan catatan mengenai sejarah Muhammadiyah Salatiga sejak orde Baru hingga orde Reformasi. Berikut catatan A. Hadits mengenai sejarah Muhammadiyah di kota Salatiga.7
1. Sebelum Kemerdekaan Berdirinya Muhammadiyah di Salatiga memang tidak diketahui secara pasti kapan dan oleh siapa. Akan tetapi menurut para tokoh sepuh Muhammadiyah, Muhammadiyah berdiri pada tahun 1930-an, dengan berdirinya HIS Muhammadiyah Salatiga sekitar tahun 1932 M. HIS Muhammadiyah Salatiga didirikan di atas tanah wakaf almarhum Tirtohusodo di Jl. Adi Sucipto Salatiga. Lokasi ini diakui sangat strategis dalam rangka kaderisasi dan dakwah Muhammadiyah, di tengah-tengah masyarakat Salatiga yang penuh dengan nuasa Kristen. Kehadiran tokoh Muhammadiyah yang didatangkan dari Yogyakarta, R. Muh. Djamil, membuat HIS Muhammadiyah Salatiga dilirik oleh masyarakat, termasuk di dalamnya masyarakat Kristen untuk menyekolahkan putra-putrinya di sekolah tersebut. Salah seorang tokoh yang berhasil dimunculkan oleh HIS Muhammadiyah adalah Mayor Karnoto (almarhum) dari Kecamatan 7
Abdullah Hadits, dalam: http://salatiga-kota.muhammadiyah.or.id/content-3-sdetsejarah.html, diakses pada tanggal 2 Desember 2012.
65
Jambu Kabupaten Semarang. Tercatat tokoh-tokoh Muhammadiyah yang berpengaruh di Salatiga dan sekitarnya, antara lain: H. As-nawi, H. Abdul Muin, Kiyai Irsyam, Kiyai Hasyim, K.H. Dachlan (suruh), K.H. Mansyur (Ambarawa), H. Qulyubi, H. Syamsul Hadi (Suruh), H. Suwiryo, dan
Suryani.
Para
tokoh
tersebut
telah
berjasa
mengembangkan organsiasi Muhammadiyah di Salatiga. Beberapa aktifitas mereka yang terekam dalam sejarah antara lain: mendirikan dan mengelola pendidikan formal HIS Muhammadiyah tahun 1932, mengadakan pengajian door to door, menyelenggarakan shalat Ied (11 orang) pada tahun 1933 di lapangan Kridanggo, mengikuti Kongres Muhammadiyah
pada
tahun
1935,
mendirikan
Mushalla
Muhammadiyah di Pungkursari pada tahun 1947 dan mendirikan Pandu Hisbul Wathan pada tahun 1949.
2. Orde Lama Di era orde lama, amal usaha Muhammadiyah yang sudah ada (HIS Muhammadiyah) di Salatiga tidak terlalu banyak mengalami kemajuan. Para tokoh Muhammadiyah lebih fokus mendirikan lembaga-lembaga baru, yaitu Panti Asuhan dan TK. Dengan demikian, HIS Muhammadiyah menjadi menurun kualitasnya, dan sarana pra sarana yang ada dijadikan sebagai lembaga pendidikan alternatif yakni dijadikan sebagai Madrasah Dinniyah.
66
Beberapa tokoh penting di Muhammadiyah Salatiga ketika itu antara lain: H. Azinar Ismail, H. Sugiyo, H. Mudoko, H. Shaleh Sudimin, K.H. Mahasin, Mukri, Djaelani, H. Asrori Arif, H. Sofwan Ahmadi BA, H.M. Bilal, Mahrus Anwar BA, Heru Pramono BA, dan Sukarman BA H. Sholehun, Nur Hamidi. Di antara mereka yang pernah menjabat sebagai ketua PDM Salatiga (waktu itu masih menjadi satu PDM Kab. Semarang dan Salatiga) yaitu: H. Mudoko, H. Azinar Ismail (asal Padang Sumatera Barat), H. Sholeh Sudimin, BA. Aktivitas Muhammadiyah masih meneruskan amal usaha sebelumnya yaitu pengajian dan mengelola SR (sekolah Rakyat) atau SD Muhammadiyah yang semula HIS Muhammadiyah. Kemudian amal usaha ini dikembangkan lagi dengan mendirikan Panti Asuhan Muhammadiyah
pada
tahun
1950.
Saat
itu
Panti
Asuhan
Muhammadiyah berada di Jalan Pahlawan atas biaya pribadi dari keluarga Bapak Sangidu seorang pengusaha Batik asal Surakarta. Panti tersebut dikelola oleh Bapak Suryani meski Panti itu kini sudah tidak ada lagi. Namun
sayangnya
lembaga
pendidikan
SR/SD
Muhammadiyah relatif tidak berkembang dengan baik. Sehingga diduga hal ini memaksa para tokoh Muhammadiyah untuk mendirikan lembaga pendidikan di bawahnya, yaitu TK Aisiyah I, sebagai lembaga yang nantinya diharapkan lulusannya akan melanjutkan pendidikan ke SR/SD Muhammadiyah. Selain itu untuk memanfaatkan
67
kondisi asset aset yang ada SR/SD Muhammadiyah digunakan untuk Madrasah Diniyah di sore hari.
3. Orde Baru hingga Era Reformasi Era orde baru bagi Muhammadiyah Salatiga adalah era bangkitnya kader muda. Pada awal era Orde Baru yaitu sekitar awal tahun
1970-an
di
Salatiga
berdiri
Komando
Kesiapsiagaan
Muhammadiyah (Kokam). Lahirnya Kokam ini merupakan wujud semangat
militerisasi
pemuda
Muhammadiyah.
Selain
itu
Muhammadiyah Salatiga juga melakukan terobosan menarik yakni dengan terpancarnya PTDI sebagai radio amatir yang bisa dijadikan sarana dakwah. Radio ini bertempat di kediaman Bapak H. Asrori Arif. Pada
era
ini
Salatiga
juga
kebanjiran
Muhammadiyah dari berbagai kota di sekitarnya
tokoh-tokoh terutama dari
Yogyakarta yang merupakan kota Muhammadiyah. Sekitar tahun 1971 para tokoh Muhammadiyah banyak yang datang ke Salatiga umumnya sebagai akademisi. Sehingga Muhammadiyah mulai menggeliat untuk mengembangkan amal usahanya yang dimulai dengan konsolidasi kepemimpinan Muhammadiyah. Munculnya friksi di kalangan tokoh Muhammadiyah yang membagi mereka ke dalam beberapa golongan merupakan tema sentral pada era ini. Para tokoh Muhammadiyah pada saat itu terbagi menjadi golongan yang diduga cenderung mengikuti paham inkarussunnah,
68
golongan mendekati klenik, dan golongan yang menganggap dirinya paling murni Muhammadiyah. Konsolidasi itu terwujud karena adanya tantangan
bersama
yang
harus
dihadapi,
yaitu:
“Peringatan
Pemerintah Daerah kepada Muhammadiyah yang akan menarik kembali pemberian sebidang tanah seluas 1500 M2 di Jalan Cempaka Salatiga manakala Muhammadiyah tidak dapat memanfaatkannya”. Menghadapi tantangan tersebut para tokoh Muhammadiyah berkumpul dan menyatukan sikap dan langkah dengan meninggalkan prasangka buruk terhadap kelompok yang dianggap berbeda paham dan akan berhidmat sepenuhnya pada Muhammadiyah sesuai dengan khittah-nya.
Selanjutnya
bersama-sama
mencari
solusi
untuk
mengatasi tantangan tersebut. Tanah tersebut kemudian dijadikan sekolah Muhammadiyah SMP Muhammadiyah Salatiga. Keberhasilan konsolidasi Muhammadiyah ini tidak terlepas dari peran para tokoh muda Muhammadiyah yang datang dari luar Salatiga. Para tokoh muda itu antara lain: Achmadi (Yogyakarta), Hadits (Batam), Sucipto DS (Klaten), Masyhuri (Klaten), M. Syatibi (Solo), Ahmad Muhdi (Klaten), H. M. Bilal (Klaten), H. Sardjito (Boyolali), dll. Mereka bersinergi dengan tokoh-tokoh tua dan tokohtokoh muda dari Salatiga seperti Djumadi, Machrus Anwar, Imam Sumarno, M.Bilal, HM. Tohari, Muhadi, Muinun, Suhudi, M. Syafi’i, dan lain-lain, bersama-sama mengembangkan Muhammadiyah di Salatiga.
69
Peristiwa penting yang perlu dicatat adalah pemisahan kepemimpinan Muhammadiyah yang semula satu pimpinan daerah yaitu PDM Kabupaten Semarang dan Kodya Salatiga menjadi PDM Salatiga pada tahun 1995. Pemisahan ini sebagai konsekuensi logis pemekaran wilayah kota Salatiga menjadi empat kecamatan yang disusul dengan berdirinya empat cabang Muhammadiyah yaitu: cabang Sidomukti, cabang Argomulyo, cabang Sidorejo, dan cabang Tingkir. Sedangkan PDM Kabupaten Semarang berdiri sendiri.
C. Sekolah Muhammadiyah di Salatiga Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sampai saat ini telah memiliki cukup banyak amal usaha di bidang pendidikan yaitu: 1 (satu) buah SMK, 1 (satu) buah SMA, 1 (satu) buah SMP, 1 (satu) buah SD dan 5 (lima) buah TK (Aisiyah). SMK Muhammadiyah berdiri pada tahun 1990, bertempat di Jl. KH. Ahmad Dahlan No. 2 Salatiga, melalui SK Depdikbud, Kanwil Prop. Jawa Tengah No. 384/103/I/1991, dengan NSS: 32-2-0362-04-004. SMK ini telah berkembang sangat pesat, hingga tahun 2012 telah memiliki 26 lokal dan 5 bengkel, 2 laboratorium bahasa dan 1 laboratorium komputer. Pada tahun 2008 STM/SMK Muhammadiyah Salatiga menerapkan Sistem
70
Manajemen Mutu ( SMM) ISO 9001:2000 dan pada tahun 2009 sampai dengan sekarang menerapkan SMM ISO 9001:2008.8 SMA Muhammadiyah Salatiga didirikan pada tahun 1976, di Jl. KH Ahmad Dahlan No. 1 Salatiga. Sekolah ini kini merupakan satusatunya seolah swasta Islam di Salatiga. Meski perkembangan jumlah siswanya akhir-akhir ini tidak terlalu menggembirakan namun sekolah ini pernah menjadi sekolah favorit di Salatiga antara tahun 1980-1990, sebelum munculnya banyak SMK di Salatiga. SMA Muhammadiyah Salatiga
juga
merupakan
sekolah
yang
tetap
istiqamah
dalam
mempertahankan jati dirinya di tengah-tengah maraknya SMA yang “malih rupa” menjadi SMK. Program pendidikan yang saat ini menjadi unggulan adalah Bahasa Asing, yaitu bahasa pemersatu umat Islam, Bahasa Arab. Bahasa Arab menjadi suatu kekhasan bagi sekolah Muhammadiyah yang satu ini. SMP Muhammadiyah Salatiga berdiri pada tahun 1975 di Jalan Cempaka No. 5-7 Salatiga. Pendirian sekolah ini dikuatkan oleh SK Perwakilan Kantor Pembinaan Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, dengan No. 243/c.2/i/74 tentang status diakuinya sebagai sekolah menengah swasta denga nomor NSS: 2020-36-20-40-18. Sekolah ini merupakan sekolah alternatif yang cukup menjanjikan, dengan jumlah siswa rata-rata sejah tahun 2004-2012 mencapai 300 lebih. Tahun ini (2013) saja jumlah 8
Blog. Resmi SMK Muhammadiyah Salatiga, http://smkmuhsala3.blogspot.com/ 2010/ 02/sejarah-singkat-berdirinya-stm.html, diakses pada tanggal 2 Desember 2012.
71
siswa mencapai 354 anak. Adapun program unggulannya adalah ISMUBA (Al-Islam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab). Selain itu pembiasaan ritual keagamaan menjadi kunci keberhasilan pendidikan di sekolah ini. Pembiasaan itu antara lain shalat berjamaah baik Dhuha maupun Dhuhur di Mushalla sekolah kunjungan ke rumah jika ada siswa yang lama tidak masuk sekolah atau sakit atau sebab-sebab lainnya, pengajian keliling dan kegiatan keagamaan di sekolah. Tidak diketahui secara pasti, kapan berdirinya SD Muhammadiyah Salatiga berdiri. Sekolah ini telah berganti nama beberapa kali sejak didirikan. Pada awalnya sekolah ini bernama HIS Muhammadiyah, kemudian menjadi SR Muhammadiyah, lalu SD Muhammadiyah, dan terakhir atas prakarsa PLPM (Pengembang Lembaga Pendidikan Muhammadiyah), sejak tahun 2005 sekolah ini berubah menjadi SD Muhammadiyah Plus Salatiga. Perubahan
dari
SD
Muhammadiyah
biasa
menjadi
SD
Muhammadiyah Plus ternyata banyak pengaruhnya di masyarakat. Masyarakat berbondong-bondong menyekolahkan putra-putri mereka ke sekolah tersebut sesui dengan perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat Salatiga, nampaknya yang paling dominan mempengaruhi di mana masyarakat Salatiga sudah lebih tertarik pada pendidikan yang bermutu meski harus mengeluarkan biaya cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan biaya yang tidak sedikit untuk mengenyam pendidikan di sekolah ini tapi masyarakat begitu antusias masuk di dalamnya. Hingga saat ini SD
72
Muhammadiyah Plus memiliki siswa rata-rata lima ratusan setiap tahunnya sejak perubahan nama tersebut.
D. Pendidikan Karakter dan ISMUBA di Sekolah Muhammadiyah Agama Islam merupakan pedoman kehidupan bagi setiap muslim dan muslimat sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw. Dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan as-sunnah, niscaya umat akan memperoleh kebaikan didunia dan akhirat,serta tidak akan tersesat untuk selama-lamanya. Pendidikan Al-Islam sangat penting peranannya dalam rangka membina pribadi generasi muda, menjadi insan beriman bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlaq mulia, dan menjunjung tinggi rasional dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Pendidikan dan pengembangan nilai karakter dalam Pendidikan Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dari semangat pengajaran surat alMa’un sebagaimana yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan. Dalam konteks pembelajarannya, KH. Ahmad Dahlan senantiasa memfokuskan makna normativitas nash-nash lebih kontekstual, Kontekstualisasi tersebut dijalankan dengan mengkaitkan dan mempertautkan secara langsung terhadap persoalan-persoalan sosial umat secara aktual. Semangat pengajaran surat al-Ma’un inilah yang pada ahirnya melahirkan nesadran kritis umat untuk melakukan berbagai amal nyata sebagai produk keberagamaan Muhammadiyah.
73
Tujuan pendidikan yang sempurna menurut gagasan awal pendiri muhammadiyah adalah melahirkan individu yang “berkarakter utuh” menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H.Ahmad Dahlan pendidkan karakter yang utuh merupakan hal yang tak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Inilah yang menjadi alasan K.H.Ahmad Dahlan berupaya melakukan rintisan pendidikan integralistik untuk membentuk karakter umat yang unggul. Indikator umat yang unggul (Khoira Ummah) sebagaimana produk pendidikan Muhammadiyah terwujudnya aspek kesalehan yang dalam pratiknya membentuk karakter diri, karakter sosial dan karater bangsa.Dari sini nampak bahwa hakekat pendidikan muhammadiyah melahirkan karakter yang utuh bukan sekedar pendidikan integral agama dan umum. Jendral Soedirman adalah kader muhammadiyah yang bangga mengenyam pendidikan HIK Muhammadiyah dan kemudian menjadi guru HIS Muhammadiyah di Cilacap sebelum berjuang sebagai tentara. Bekal kematangannya menjadi tentara pejuang diperolehnya dari pelajaran kepanduan Hizbul Wathon Muhammadiyah. Bukti Muhammadiyah mengkonstruksi pendidikan karakter adalah diamanatkan pada Rapat Kerja Nasional Pendidikan Muhammadiyah yang diikuti tiga lembaga Penyelenggara pendidikan dalam Muhammadiyah yakni Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, Majelis Pendidikan Tinggi dan ‘Aisyiyah dalam Rakernas merumuskan tujuan pendidikan Muhammadiyah sebagai berikut:
74
”Membentuk manusia Muslim yang beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, berdisiplin, bertanggung jawab, cinta tanah air, memejukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dan beramal menuju terwujudnya masyarakat yang utama, adil dan makmur yang diridhai Allah Swt”.9 Majelis Dikdasmen selanjutnya merumuskan kebijaksanaan di bidang Pendidikan Dasar dan Menengah dan melaksanakan programprogram yang dikenal dengan nama Lima Langkah Dikdasmen yang meliputi: 1) Dikdasmen melakukan pendataan ulang sekolah/madrasah/ pesantren Muhammadiyah yang memuat spesifikasi tiap wilayah/daerah agar didapatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. 2) Pengembangan Kurikulum melalui penataan ulang kurikulum Al-Islam, Kemuhammadiyahan, dan Bahasa Arab (ISMUBA) sebagai kekhasan sekolalah/madrasah/pesantren Muhammadiyah. 3) Peningkatan Sumber Daya Insani terutama tenaga guru dan kepala sekolah melalui pelatihan-pelatihan bidang studi. 4) Pengembangan Suasana Al-Islam dan ke-Muhammadiyahan
dilingkungan
Muhammadiyah
sebagai
wahana
Muhammadiyah
sebagai
gerakan
sekolah/madrasah/pesantren terwujudnya
Islam,
visi
Gerakan
dan
Dakwah
misi dan
GerakanTajdid. 5) Pengembangan Dana dengan melakukan kiat-kiat penggalian dana mandiri dilingkungan Pendidikan Dasar dan Menengah
9
.M. Yunan Yusuf, Yusron Razak, Sudarnoto Abdul Hakim, dalam Ensiklopedi Muhammadiyah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2005,87.
75
Muhammadiyah.10 Selain rumusan tujuan pendidikan hasil Rakernas Muhammadiyah sangat atensi terhadap pendidikan karakter dengan strategi pendalaman kegiatan intrakurikuler secara komplementer melalui ekstra kurikuler disekolah Muhammadiyah, berdasarkan Keputusan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bab. II Pasal 3 mengenai organisasi otonom sebagai berikut: 1) Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai organisasi Pelajar Muhammadiyah, berfungsi mengembangkan jiwa kepemimpinan siswa. 2) Hizbul Wathon (Cinta Tanah Air) adalah sebagai organisasi kepanduan di
lembaga
Muhammadiyah,
berfungsi
menumbuhkan
jiwa
nasionalisme dan patrotisme kebangsaan. 3) Tapak Suci Putra Muhammadiyah adalah organisasi beladiri di lembaga Muhammadiyah, berfungsi menumbuhkan jiwa keberanian dalam membela kebenaran.11 Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan secara spesifik bertujuan untuk: 1. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Al-Islam sehingga menjadi
10
.M. Yunan Yusuf,Yusron Razak,Sudarnoto Abdul Hakim, dalam Ensiklopedi , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2005,87. 11 SK Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Nomor 128 tahun 2008 Panduan Pembinaan Organisasi Otonom (ORTOM) di sekolah Muhammadiyah. Muhammadiyah
76
manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT, sesuai Al-Qur’an dan as-sunah. 2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlaqul karimah, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, prodoktif, kreatif, inovatif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya Islami dalam komunitas sekolah sesuai AlQur’an dan As-sunah. 3. Menanamkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ajaran Islam serta mendakwahkannya secara beroganisasi sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan as-sunah. Melalui pemahaman gerakan, organisasi dan amal usahanya, dengan tujuan menanamkan rasa tanggung jawab ke dalam diri peserta didik, dimaksudkan agar dapat menjadi kader Muhammadiyah yang merupakan pelopor, pelangsung, penerus dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.12 Berdasakan uraian diatas jelas bahwa Pendidikan yang dikelola Muhammadiyah oleh pendirinya yakni K.H. Ahmad Dahlan bertujuan membentuk karakter dan watak yang didasarkan pada nilai nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunah saw. Pembentukan karakter melalui sekolah merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan, bahkan jika berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggungjawab 12
Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Jakarta: PP Muhammadiyah, 2007, 2.
77
bukan hanya mencetak peserta didik yang unggul dalam dalam ilmu dan tekhnologi, tetapi juga dalam jati diri, karakter dan kepribadian. Dengan demikian tindakan yang terpenting adalah bagaimana menerapkan strategi pembudayaan karakter dalam konteks pembelajaran di sekolah. Pembelajaran merupakan bentuk konkret atau realisasi kurikulum sebagai dukumen tertulis di sekolah atau di kelas, maka aktivitas pembelajaran yang relevan dilaksanakan guru untuk pembentukan insan berkarakter tentu tidak dapat dilepaskan dari karakteristik kurikulum yang berlaku di sekolah, mengingat posisi kurikulum sebagai jantungnya pendidikan, maka sudah seharusnya kurikulum saat ini memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan karakter. Dengan demikian, apa pun aktivitas pembelajaran yang diupayakan guru haruslah mampu memfasilitasi pembentukan dan pengembangan peserta didik berkarakter. Salah satu cara yang relevan diterapkan adalah pengintegrasian karakter atau nilai-nilai ke dalam kegiatan pembelajaran setiap mata pelajaran yang tertera dalam kurikulum sekolah. Atas pertimbangan tersebut, maka pendidikan karakter tidak merupakan pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diintegrasikan dalam kurikulum dan berfungsi menjadi penguat kurikulum yang sudah ada. Pengintegrasian
nilai-nilai
karakter
ke
dalam
kegiatan
pembelajaran berarti memadukan, memasukkan, dan menerapkan nilainilai yang diyakini baik dan benar dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan membina tabiat atau kepribadian peserta didik
78
sesuai jati diri bangsa tatkala kegiatan pembelajaran berlangsung.
Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai pada setiap pelajaran perlu dikembangkan, diekplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif tetapi menyentuh pada pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. setiap guru diharapkan dapat menjadi guru pendidikan karakter dan setiap guru seharusnya berkompeten untuk mendidik karakter peserta didiknya, artinya setiap guru mata pelajaran memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik karakter siswanya. Usaha pembentukan watak melalui sekolah juga efektif melalui kurikulum tersembunyi seperti: 1) Penerapan tata tertib secara konsekuen, hal ini bertujuan mendidik dan melatih siswa unutk brdisiplin dan patuh pada aturan. 2) Upacara Bendera, kegiatan ini merupakan wahana yang yang menampilkan pesan tersembunyi dalam membentuk karakter cinta tanah air pada siswa. 3) Senantiasa mengumandangkan lagu-lagu wajib Kebangsaan. Pesan yang tersembunyi dari pembiasaan ini adalah pembentukan karakter dan jiwa patriotik kebangsaan. 4) Menyanyikan lagu “Sang Surya” setiap kegiatan Muhammadiyah, dengan penuh penghayatan, akan menumbuhkan karakter cinta agamanya, Rasulnya dan Muhammadiyah untuk taat dan menegakkan ajarannya. 5) Memasang gambar Tokoh dan Pahlawan Nasional seperti K.H. Ahmad Dahlan, Jendral Soedirman, RA Kartini, dan tokoh lain, dimaksudkan untuk
79
menjadi panutan dan siswa meneladaninya. 6) Penampilan guru. Perbuatan Guru harus baik, tutur katanya benar, sopan, pakaiannya rajin kerena akan ditiru siswanya. Dengan kata lain seluruh lingkungan sekolah Pendidik, Tenaga Kependidikan harus mampu menjadi “UswahHasanah”.
E. Pendidikan Karakter dan ISMUBA di Sekolah Muhammadiyah Salatiga Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa kota Salatiga adalah kota yang penuh dengan lembaga pendidikan termasuk di dalamnya lembaga pendidikan Muhammadiyah. Sampai sejauh ini, Muhammadiyah telah memiliki lembaga pendidikan, dari tingkat pra-sekolah hingga tingkat menengah atas. Dalam penelitian ini ada beberapa sekolah Muhammadiyah yang dijadikan sebagai objek penelitian, yaitu: SD Muhammadiyah Plus Salatiga, SMP Muhammadiyah Salatiga, SMA Muhammadiyah Plus Salatiga, dan SMK Muhammadiyah Salatiga. Pemilihan atas beberapa sekolah tersebut, melalui pertimbangan bahwa sekolah-sekolah tersebut merupakan sekolah-sekolah yang berada langsung di bawah kendali Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah. Sebab untuk sekolah-sekolah jenjang di bawahnya (TK/PAUD) berada di bawah kendali pimpinan Aisiyah. Namanya pun sudah berbeda yaitu Taman Kanak-kanak Aisiyah Bustanul Athfaal (ABA). Meski pada dasarnya TK ABA selalu berkoordinasi dan bekerjasama dengan
80
Dikdasmen maupun sekolah di atasnya, namun semua kebijakan diserahkan
kepada
pihak
Aisiyah,
sebagai
Organisasi
Otonom
Muhammadiyah (Ortom). Sejak
awal
sekolah-sekolah
Muhammadiyah
di
Salatiga
sebagaimana sekolah-sekolah Muhammadiyah lainnya, telah menjadikan ISMUBA sebagai langkah pembentukan karakter. Seluruh materi ISMUBA didesain sedemikian rupa untuk dapat dijadikan sebagai pola pembentukan karakter pelajar Muhammadiyah. Khususnya di sekolah Muhammadiyah Salatiga materi pembelajaran ISMUBA masih mengikuti instruksi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, berdasarkan Surat Keputusan Majelis
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah
(Dikdasmen)
Nomor:
55/KEP/I.4/B/2007, tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.13 Adapun standar isi ISMUBA adalah: 1. Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) a. Al-Quran Standar isi pelajaran al-Quran kelas I sampai kelas VI terdiri dari 12 Standar Kompetensi (SK) dan 44 Kompetensi Dasar (KD). b. Aqidah Standar isi pelajaran Aqidah kelas I sampai kelas VI terdiri dari 13 Kompetensi dasar (SK) dan 34 Kompetensi Dasar (KD).
13
Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Jakarta: PP Muhammadiyah, 2007, 99-102.
81
c. Akhlaq Standar isi pelajaran Akhlaq kelas I sampai kelas VI terdiri dari 12 Setandar Kompetensi (SK) dan 47 Kompetensi Dasar (KD). d. Fiqih Standar isi pelajaran Fiqih kelas I sampai kelas VI terdiri dari 14 Standar Kompetensi (SK) dan 35 Kompetensi Dasar (KD). e. Tarikh Standar isi pelajaran Tarikh kelas I sampai kelas VI terdiri dari 6 Standar Kompetensi (SK) dan 15 Kompetensi Dasar (KD). f. Kemuhammadiyahan Standar isi pelajaran Kemuhammadiyahan kelas I sampai kelas VI terdiri dari 15 Standar Kompetensi (SK) dan 26 Kompetensi Dasar (KD).
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) a. Al-Quran Standar isi pelajaran al-Quran kelas VII sampai kelas IX terdiri dari 8 Standar Kompetensi (SK) dan 32 Kompetensi Dasar (KD). b. Aqidah Standar isi pelajaran Aqidah kelas VII sampai kelas IX terdiri dari 8 Standar Kompetensi (SK) dan 33 Kompetensi Dasar (KD).
82
c. Akhlaq Standar isi pelajaran Akhlaq kelas VII sampai kelas IX terdiri dari 12 Kompetensi dasar (SK) dan 24 Kompetensi Dasar (KD). d. Fiqih Standar isi pelajaran Fiqih kelas VII sampai kelas IX terdiri dari 16 Kompetensi dasar (SK) dan 44 Kompetensi Dasar (KD). e. Tarikh Standar isi pelajaran Tarikh kelas VII sampai kelas IX terdiri dari 8 Standar Kompetensi (SK) dan 21 Kompetensi Dasar (KD). f. Kemuhammadiyahan Standar isi pelajaran Kemuhammadiyahan kelas VII sampai kelas IX terdiri dari 7 Standar Kompetensi (SK) dan 23 Kompetensi Dasar (KD).
3. Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) a. Al-Quran Standar isi pelajaran al-Quran kelas X sampai kelas XII terdiri dari 34 Standar Kompetensi (SK) dan 117 Kompetensi Dasar (KD). b. Aqidah Standar isi pelajaran Aqidah kelas X sampai kelas XII terdiri dari 10 Standar Kompetensi (SK) dan 27 Kompetensi Dasar (KD).
83
c. Akhlaq Standar isi pelajaran Akhlaq kelas X sampai kelas XII terdiri dari 14 Standar Kompetensi (SK) dan 42 Kompetensi Dasar (KD). d. Fiqih Standar isi pelajaran Fiqih kelas X sampai kelas XII terdiri dari 18 Stadar Kompetensi (SK) dan 49 Kompetensi Dasar (KD). e. Tarikh Standar isi pelajaran Tarikh kelas X sampai kelas XII terdiri dari 8 Standar Kompetensi (SK) dan 21 Kompetensi Dasar (KD). f. Kemuhammadiyahan Standar isi pelajaran Kemuhammadiyahan kelas X sampai kelas XII terdiri dari 14 Standar Kompetensi (SK) dan 41 Kompetensi Dasar (KD).
Adapun standar kompetensi lulusan, diuraikan sebagai berikut: 1. Sekolah Dasar/Madrasah Ibtida’iyah a. Al-Islam 1) Membaca Al-Qur’an sesuai dengan tajwid dan menghafal beberapa surat dan hadits pilihan; 2) Mengenal Rukun Iman dengan mengetahui alam ghaib, tandatanda orang beriman dan hal-hal yang merusak iman, sermasuk syirik;
84
3) Membiasakan Perilaku terpuji sebagaimana perilaku para Nabi dan Rasul serta menghindari perilaku tercela seperti sombong, tamak, dengki, dan pembohong; 4) Mengetahui tata cara berwudlu, shalat, puasa, zakat, dan haji sesuai dengan ketentuan Rasulullah SAW; dan, 5) Menceritakan kisah nabi dan rasul serta khulafaur rasyidin. b. Kemuhammadiyahan 1) Mengenal latar belakang berdirinya Muhammadiyah dan peranannya dalam mengisi kemerdekaan; 2) Mengenal ciri gerakan Muhammadiyah, struktur organisasi dan macam-macam amal usahanya; dan, 3) Menghafal dan mempraktekkan janji pelajar Muhammadiyah.
2. Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah a. Al-Islam 1) Membaca Al-Qur’an dengan fasih sesuai dengan ilmu tajwid dan menjelaskan isi kandungan QS Al-Baqarah, Al-Tin, AlInsyiroh, Al-Alaq serta hafal surat-surat dan hadits-hadits pilihan; 2) Meningkatkan pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun Iman pada Qodho dan Qadar serta Asmaul Husna;
85
3) Menjelaskan
dan
membiasakan
perilaku
terpuji
serta
husnudzan, qona’ah dan tasamuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti su’udzan, ananiyah, hasad, ghadzab dan namimah; 4) Menjelaskan tata cara thaharah, shalat, puasa, zakat dan haji; dan, 5) Memahami dan meneladani sejarah Nabi Muhammad SAW dan
sahabat
serta
menceritakan
sejarah
masuk
dan
berkembangnya Islam di Nusantara. b. Kemuhammadiyahan 1) Mengenal
sejarah
berdiri,
sifat-sifat
dan
ortom
Muhammadiyah; 2) Mengenal dan mempraktekkan nilai-nilai yang terkandung dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM), Muqaddimah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, dan Khittah Muhamadiyah; dan, 3) Mengenal dan mempraktekkan nilai-nilai yang terkandung dalam kepribadian Muhammadiyah dan pedoman Hidup Islami.
86
3. Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah. a. Al-Islam 1) Memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan fungsi manusia sebagai
khalifah,
domokrasi
serta
pengembangan
ilmu
pengetahuan dan Iptek dan hafal beberapa ayat dan hadits pilihan; 2) Meningkatkan keimanan kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitabkitab-Nya, hari akhir serta Qodho dan Qadar melalui pemahaman sifat dan Asmaul Husna; 3) Berperilaku terpuji seperti husnudzan, taubat, raja’, adil dan menghargai karya orang lain dan meninggalkan perilaku tercela seperti isyrof, tabzir, ghibah dan fitnah; 4) Memahami sumber hukum Islam dan hukum taklifi serta menjelaskan hukum mu’amalah dan hukum keluarga dalam Islam; 5) Memahami pelaksanaan ibadah shalat, shalat berjama’ah, shalat jum’at, shaum, zakat dan haji; 6) Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW sejak periode Makkah, Madinah, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah; dan, 7) Memahami sejarah perkembangan Islam di dunia dan di Indonesia. b. Kemuhammadiyahan 1) Mengetahui gerakan pembaharuan di dunia Islam; 2) Memahami sejarah dan latar belakang berdirinya Muhammadiyah;
87
3) Menghayati prinsip-prinsip gerakan Muhammadiyah meliputi Tafsir Muqaddimah, Anggaran Dasar (AD), Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH), Khittah perjuangan dan Kepribadian Muhammadiyah; 4) Memahami dan mengamalkan pedoman hidup Islami dalam Muhammadiyah; dan, 5) Aktif dalam organisasi Ikatan Remaja Muhammadiyah, trampil memimpin
musyawarah,
menyelenggarakan
administrasi
keuangan.
F. Program-program Pembentukan Karakter Di samping pembelajaran materi ciri khusus yang dikemas dalam mata pelajaran ISMUBA sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga juga menangani secara serius mengenai program-program pembentukan karakter, baik siswa maupun guru dan karyawan, sebagaimana tertera dalam rancangan program tahunan sebagai berikut: 1. Pembinaan Al-Islam dan Kemuhammadiyaham bagi siswa: a. Pesantren Ramadhan Pesantren Ramadhan dilakukan setiap bulan Ramadhan selama satu minggu untuk meningkatkan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT. Materi yang disampaikan dalam Pesantren Ramadhan adalah materi yang terkait dengan puasa, amalan selama bulan puasa, zakat fitrah dan pelaksanaan sholat idul fitri.
88
b. Keputrian (Kajian Al-Islam khusus putri). Kajian Al-Islam khusus putri dilaksanakan setiap minggu pada hari Jumat. Materi yang disampaikan berupa masalah-masalah yang berkaitan dengan keputrian (haid, nifas dan wiladah) serta bagaimana tata hubungan antara seorang perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim. c. Shalat Duha dan Jum’ah Berjama’ah. Sholat Duha dilakukan setiap hari pada jam istirahat pertama. Sedangkan sholat Jum’ah dilaksanakan di masjid terdekat dengan melibatkan guru sebagai khotib. d. Baca Tulis Al-Qur’an. Dilaksanakan seminggu sekali sesuai dengan jadwal yang ditentukan dibawah bimbingan guru ISMUBA dan tutor sebaya. e. Tilawatil Qur’an Dilaksanakan Seminggu sekali pada hari kamis sore sebagai bekal siswa ketika ada lomba Musabaqah Tilawatil al-Qur’an serta dijadikan bekal bagi siswa ketika berada ditengah-tengah masyarakat. f. Hafalan dan Praktek Ibadah Dilaksanakan di luar jam pelajaran sebagai kegiatan ekstrakulikuler dan dipantau lewat buku kegiatan yang diperiksa oleh guru ISMUBA secara berkala.
89
g. Shalat Dzuhur Berjama’ah Dilaksanakan pada hari Senin sampai Kamis, kemudian dilanjutkan dengan kultum yang disampaikan oleh siswa secara bergantian. h. Menjenguk teman Sakit dan Takziyah Setiap ada teman yang sedang mengalami kesusahan (sakit atau keluarganya meninggal), maka seluruh siswa diminta untuk berinfaq untuk selanjutnya digunakan membantu meringankan beban teman yang sedang terkena musibah tersebut dan bersama-sama menjenguk atau takziyah sebagai bentuk empati. i. Jum’at Infaq Setiap Jumat diadakan infaq seikhlasnya untuk membantu temanteman yang kurang beruntung dalam hal material.
2. Pembinaan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan bagi Guru dan Karyawan a. Darul Arqam. Dilaksanakan setiap tahun dengan peserta guru dan karyawan dengan mengambil lokasi di luar lingkungan sekolah untuk pendalaman materi tentang Al-Islam dan pemantapan visi misi organisasi. b. Pengajian Rutin Bulanan Dilaksanakan sebulan sekali pada pertengahan bulan secara anjangsana untuk menjalin Ukhuwah Islamiyah sesama warga sekolah dan bertujuan untuk menambah pengetahuan keIslaman.
90
c. Tadarus al-Qur’an Setiap bulan Ramadhan, Guru dan Karyawan dihimbau untuk tadarus alQuran setelah usai jam pelajaran untuk memperlancar bacaan al-Quran serta memperdalam isi al-Quran. d. Shalat Tarawih Berjama’ah. Dilaksanakan pada bulan Ramadhan ketika ada undangan dari Pimpinan Daerah untuk sholat tarwih berjamaah di amal usaha Muhammadiyah Kota Salatiga. e. Infaq/Shodaqoh Setiap guru dan karyawan di amal usaha Muhammadiyah akan berinfaq sebesar 2,5% dari gaji yang diterima untuk Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) dan ketika menerima Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi juga diminta infaq 2,5% dari SHU. Kegiatan-kegiatan tersebut secara umum diselenggarakan oleh sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga. Ada juga yang khusus dilakukan oleh sekolah-sekolah tertentu yang tidak diselenggarakan oleh sekolah lainnya, misalnya Home Stay (menginap beberapa malam di suatu tempat dengan program-program tadabur alam dan langsung berbaur dengan masyarakat). Kegiatan ini hanya dilakukan oleh SD Muhammadiyah Plus Salatiga. Kegiatan-kegiatan tersebut wajib diikuti oleh seluruh siswa-siswi dan guru karyawan di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga.
BAB IV
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM ISMUBA SEKOLAH-SEKOLAH MUHAMMADIYAH
Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil dan pembahasan tentang pemahaman guru terhadap pendidikan karakter, Implementasi Pendidikan Karakter dalam ISMUBA, yang meliputi perencanaan pembelajaran ISMUBA berbasis karakter, dan proses pembelajaran pendidikan karakter dalam mata pelajaran ISMUBA di sekolah Muhammadiyah Salatiga. Selanjutnya, akan ditutup dengan proyeksi ISMUBA dalam pendidikan karakter di sekolah Muhammadiyah pada umumnya.
A. Pemahaman Guru Terhadap Pendidikan Karakter Pendidikan Karakter – sebagaimana telah disinggung pada bab-bab sebelumnya – menjadi sangat penting dalam upaya membentuk karakter anak bangsa yang mampu hidup dalam keragaman, cerdas, berbudaya luhur, berhati baik, kreatif dan mandiri. Hal ini tertuang dalam fungsi pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah yang meliputi: (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar
91
92
agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.1 Sementara itu karakter peserta didik yang harus dimunculkan dalam suatu proses pendidikan antara lain sebagai berikut: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab.2 Karakter peserta didik semacam ini secara eksplisit telah ada dalam setiap materi ciri khas sekolah-sekolah Muhammadiyah sejak lama. Karakter ini diajarkan dan ditanamkan melalui pendidikan ISMUBA (Al-Islam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab).
Pemberlakuan kurikulum 2013
yang mewajibkan kemunculan karakter-karakter di atas, semakin menguatkan eksistensi
ciri
khas sekolah
Muhammadiyah.
Bagi
sekolah-sekolah
Muhammadiyah, pembelajaran karakter hanya tinggal ditegaskan saja dan munculkan di kertas, melalui perencanaan, pelaksanaan, monitoringevaluating, dan kegiatan-kegiatan penunjangnya.
1
Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendiknas, 2011, 8. 2 Tim Penyusun Pusat Kurikulum, Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah, Jakarta: Kemendiknas, 2009, 9-10.
93
Berdasarkan hasil wawancara, terungkap bahwa pemahaman guruguru ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga terhadap Pendidikan Karakter
masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari hasil
wawancara dengan guru-guru tersebut, misalnya pertanyaan yang berbunyi: “Menurut Anda apakah yang dimaksud dengan pendidikan karakter?” Guru B, D, dan F, hampir sama intinya menjawab: Menurut Saya, pendidikan karakter adalah pendidikan Akhlak. Karena pendidikan akhlak, maka pendidikan karakter ini sudah menjadi satu dengan materi akhlak dalam ISMUBA dan suri tauladan guru dalam memberikan materi pelajaran, baik formal maupun informal. Guru E, G, dan H, hampir senada menjawab: Menurut Saya, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti. Pendidikan ini berbeda dengan pendidikan moral, yang dahulu terdapat dalam sub materi pendidikan kewarganegaraan (PKn) atau Civic Education. Pendidikan ini mengarah pada persoalan bagaimana peserta didik dapat terjun ke masyarakat yang memiliki beragam budaya, suku, adat, ras, etnis dan agama.
Guru A dan C lebih dekat menjawab: Menurut Saya, pendidikan karakter adalah pendidikan kepribadian, di mana kepribadian ini sangat berguna bagi kehidupan peserta didik di masa yang akan datang, setelah keluar dari dunia pendidikan dan terjun ke masyarakat.
94
Pada pertanyaan kedua, “Menurut pendapat Bapak/Ibu, sejauh mana pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik kita?” Guru A, F, dan G, hampir sama intinya menjawab: Menurut Saya, pendidikan karakter sangat penting, sebagai bekal kemandirian peserta didik ke depan. Kita membutuhkan generasi bangsa yang berkarakter. Guru B, dan H, hampir senada menjawab: Menurut Saya pendidikan karakter tidak terlalu penting, sebab pendidikan semacam ini sudah terintegrasi ke dalam pendidikan agama, kewarganegaraan, dan bimbingan konseling. Guru D, C dan E lebih dekat menjawab: Menurut Saya pendidikan karakter penting dan tidak penting, sebab sejauh para guru tidak terlalu paham dengan kurikulum ini, model apa pun yang baru tidak akan berjalan. Indonesia ini terlalu sering merubah kurikulum, yang satu belum selesai yang lain sudah muncul. Pertanyaan ketiga, “Di mana saja pendidikan karakter harus diterapkan?” Semua sepakat, bahwa kalau memang ingin menerapkan pendidikan karakter, maka harus diterapkan di mana saja baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Itu artinya, seluruh masyarakat harus belajar tentang pendidikan karakter ini. Tidak bisa hanya dibebankan kepada sekolah. Hanya saja bagaimana menerapkan pendidikan karakter di masyarakat, itu belum
95
terjawab hingga kini. Butuh figur yang bisa dijadikan contoh, tapi sampai saat ini, hanya sedikit sekali figur-figur itu. Pertanyaan keempat, “Bagaimana cara menerapkan pendidikan karakter terhadap peserta didik?” Guru B, F, dan G, hampir sama intinya menjawab: Menurut Saya, dengan cara memasukkan nilai-nilai karakter dalam setiap materi pelajaran.
Guru C dan D, hampir senada menjawab: Menurut Saya, selain masuk dalam setiap materi, juga harus diawali dengan sikap guru dan perilaku sehari-hari yang dapat dijadikan contoh. Guru A, E dan H lebih dekat menjawab: Menurut Saya, materi Al-Islam dan kemuhammadiyahannya yang harus diperkuat. Karakter itu bisa digali melalui ajaran dari sana, sebab telah terdapat semua materi tentang karakter utama dalam materi-materi tersebut. Mungkin penekanannya saja yang harus diperkuat dan dipertegas. Pertanyaan kelima, “Karakter apa saja yang Bapak/Ibu harapkan tumbuh pada peserta didik?” Semua sepakat bahwa semua karakter utama yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah karakter yang baik dan diharapkan tumbuh dalam diri setiap peserta didik. Akan tetapi setiap peserta didik tentu berbeda-beda, sehingga paling tidak terdapat satu sampai empat karakter yang dimiliki.
96
Pertanyaan keenam, “Bagaimana Bapak/ibu mengajarkan pendidikan karakter terhadap peserta didik di sekolah?” Semua menjawab bahwa mereka selalu memasukkan nilai-nilai karakter dalam setiap materi pelajaran. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semua guru menyadari bahwa pendidikan karakter itu sangat penting bagi peserta didik, meskipun belum memahami benar tentang sistem pembelajaran karakter tersebut. Terutama dalam ISMUBA, pada dasarnya mereka telah menerapkan pembelajaran dan berupaya untuk menumbukan karakter tertentu pada setiap materi yang diajarkan. Persoalannya kemudian terletak pada sistem perencanaan pembelajaran yang berbasis karakter. Peneliti masih menemukan “pemaksaan”
adanya
karakter tertentu
dalam
pembuatan perangkat
pembelajaran yang terkesan dicocok-cocokkan dengan karakter yang ada. Akan tetapi, hal ini menjadi wajar, manakala melihat bahwa penetapan adanya karakter tersebut belakangan kemunculannya.
B. Implementasi Pendidikan Karakter dalam ISMUBA Mata pelajaran Al-Islam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab (ISMUBA) di sekolah-sekolah Muhammadiyah merupakan ciri khusus yang tidak pernah ditinggalkan. Sekolah-sekolah Muhammadiyah, apa pun bentuknya, wajib mengajarkan mata pelajaran tersebut. Hal ini disebabkan oleh misi pendidikan Muhammadiyah, yang telah dicanangkan sejak awal dan berkembang
sesuai
perubahan
zaman,
yang
meliputi:
Pertama,
97
Menyelenggarakan dan mengembangkan pembinaan kepribadian muslim dan kader Muhammadiyah melalui Pendidikan Al-Islam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab (ISMUBA) untuk mengantarkan peserta didik memiliki kepribadian Islam, kemampuan dalam bidang ISMUBA, kemandirian dan tanggungjawab. Kedua, Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan untuk mengantarkan lulusan yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta kecakapan hidup. Ketiga, Menciptakan dan mengembangkan lingkungan pendidikan yang Islami, menyenangkan, edukatif, harmonis, bersih, aman, tertib, inovatif dan kompetitif.3 Al-Islam adalah mata pelajaran ciri khusus di sekolah Muhammadiyah yang memuat beberapa materi, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits, Aqidah dan Akhlak, Fiqih Ibadah dan Mu’amalah, Tarikh, dan Bahasa Arab. Pendidikan Al-Islam diarahkan pada pengenalan, pemahaman dan penghayatan serta pengamalan ajaran Islam yang menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian hubungan manusia dengan Allah swt., hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pendidikan Kemuhammadiyahan diarahkan pada pemahaman dasardasar gerakan dan ideologi Muhammadiyah, seperti tafsir Muqaddimah Anggaran Dasar, MKCH, Khittah Perjuangan, Kepribadian Muhammadiyah 3
http://smpmuh1-yog.sch.id/index.php?pilih=hal&id=8
98
dan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, serta pengenalan, pemahaman, penghayatan dan partisipasi aktif peserta didik dalam berbagai gerakan dan kegiatan Muhammadiyah. Sementara
pembelajaran
bahasa
Arab,
diorientasikan
pada
pengenalan, pemahaman dan kemampuan serta kecintaan peserta didik terhadap Bahasa Arab, terutama kemampuan tingkat dasar dan menengah dalam membaca, menulis, mendengar dan berbicara dalam bahasa Arab. Dengan kemampuan Bahasa Arab, peserta didik diharapkan memiliki kemampuan memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits serta sumber-sumber yang berbahasa Arab. Secara filosofis, fenomenologis dan psikologis, pendidikan ISMUBA ini
mengacu
pada
tujuan
berdirinya
Muhammadiyah,
yaitu
untuk
memurnikan ajaran Islam yang sudah banyak berbaur dengan ajaran-ajaran non-Islam. Dengan adanya pengajaran materi ini, diharapkan siswa dapat memahami Islam secara benar, dan terdorong untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sesuai dengan tuntunan Kanjeng Nabi Muhammad SAW, sebagaimana tertuang dalam Muqaddimah dan Anggaran Dasar Muhammadiyah.
1. Manfaat Karakter dalam Mapel ISMUBA Kaitannnya dengan pendidikan karakter, tentu saja mata pelajaran ini mengharapkan terbentuknya karakter Islami, yakni manusia sempurna yang sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk ciptaan-Nya dalam
99
mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai hamba Allah swt yang bertakwa. Kedelapan belas unsur karakter utama yang diharapkan muncul dalam proses pendidikan nasional, semuanya telah tercakup dalam mata pelajaran tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya pada mata pelajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits berikut ini.4
Kelas/Semester
VII/1
Standar Kompetensi
1. MemahamiQS.Al-Baqarah ayat 1-20 dan Hadis Pilihan 1.1. Membaca QS Al-Baqarah ayat 1-20 dan menulis beberapa ayat 1.2.Mengartikan Mufrodad penting yang terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 1-20 1.3.Menjelaskan isi Kandungan QS Al-Baqarah Ayat 1-20
Kompetensi Dasar
Alokasi Waktu
2 X 40 menit ( 1 pertemuan)
Indikator
1. Membaca Q.S. Al-Baqarah ayat 1-20 dengan tartil 2. Menulis QS. Al-Baqarah ayat 1-5 dengan baik dan benar
Tujuan Pembelajaran Siswa dapat membaca tartil QS.Al-Baqarah ayat 1-20 dengan baik dan benar Siswa dapat menulis Q.S.Al-Baqarah ayat 1-5 dengan baik dan benar
Berdasarkan materi yang disampaikan (Q.S. Al-Baqarah [2]: 1-20), yang membahas mengenai kemurnian al-Qur’an, ciri-ciri orang bertaqwa
4
Data diambil dari Perangkat Pembelajaran, Bambang Susmoyo, Guru SMP Muhammadiyah Salatiga 2012.
100
dan ciri-ciri orang munafik, maka karakter yang diharapkan tumbuh melalui pembelajaran ini meliputi: Pertama, Religius, penuh keyakinan (tidak ragu-ragu/percaya diri), pada ayat 1,2,3 dan 5. Kedua, tekun (menjalani suatu perbuatan tanpa ada titik jemu) dan empati, peduli sosial (berbagi pada orang lain atas dasar kasih sayang), pada ayat 3. Ketiga, responsif (tidak terkejut/heran dalam melihat kebenaran dan sesuatu yang baik), pada ayat 6 dan 7). Keempat, Jujur dapat dipercaya (tidak munafik), pada ayat 8,9 dan 10. Kelima, Bertanggung jawab dan Cita Tanah Air, Peduli Lingkungan (tidak membuat kerusakan di muka bumi), pada ayat 11 dan 12. Keenam, menghargai prestasi, pada ayat 11-20). Melihat cakupan materi di atas, jelaslah bahwa banyak sekali karakter mulia yang dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran materi tersebut. Sekarang hanya tinggal menegaskannya saja, sehingga materi AlIslam ini sejalan dengan tuntutan pendidikan karakter. Penegasan itu tentunya akan berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, yang dilengkapi dengan kegitan penunjang. Dengan demikian, pendidikan karakter dalam Al-Islam, dapat dimanfaatkan sebagai penegas atas tujuan pembelajaran yang hendak dilakukan oleh para guru. Atau dengan kata lain, memberikan arah pembelajaran yang selama ini hanya disesuaikan berdasarkan pengetahuan para guru saja, yang sifatnya subyektif.
101
2. Perencanaan Mapel ISMUBA Berbasis Karakter Mengenai perencanaan pembelajaran, semua telah diatur melalui standar kelulusan yang harus direncanakan dengan matang oleh para pengajar. Perencanaan pembelajaran itu diarahkan untuk mencapai standar kelulusan yang ditetapkan. Adapun standar kelulusan untuk Al-Islam, diuraikan sebagai berikut: Pertama, Membaca Al-Quran dengan fasih dan benar sesuai ilmu tajwid, memahami isi kandungan serta hafal ayat dan surat serta hadits pilihan; Kedua,Beriman disertai dengan pemahaman terhadap Allah s.w.t., para Malaikat, kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, hari akhir, Qadla dan Qadar serta asmaul Husna. Ketiga, Terbiasa berperilaku dengan akhlak terpuji dan menjauhkan diri dari akhlak tercela dalam kehidupan seharihari; Keempat, Memahami rukun Islam dan mampu melaksanakan thaharah, shalat, puasa, berdo’a setelah shalat dan memahami tata-cara zakat dan haji; Kelima, Memahami serta meneladani sejarah hidup dan perjuangan Nabi Muhammad s.a.w. dan para sahabat serta memahami sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Kemudian, secara khusus untuk bahasa Arab, ditetapkan standar berikut: a.
Mampu menyimak, memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan (berbentuk gagasan atau dialog sederhana) tentang identitas diri/ta’aruf, rumahku, keluargaku, menanyakan alamat, jam, aktifitas di sekolah, aktifitas di rumah, profesi, cita-cita, pendidikan,
102
tanah air, kegiatan keagamaan (shalat berjama’ah, puasa, ’idain, zakat, haji, ta’awun), tokoh-tokoh Muhammadiyah dan lingkungan sekitar kita dengan memperhatikan penggunaan unsur-unsur bahasa; b.
Mampu berbicara, mengungkapkan pikiran, gagasan, perasaan, pengalaman serta informasi melalui kegiatan bercerita dan bertanya jawab
tentang
identitas
diri/ta’aruf,
rumahku,
keluargaku,
menanyakan alamat, jam, aktifitas di sekolah, aktifitas di rumah, profesi, cita-cita, pendidikan, tanah air, kegiatan keagamaan (shalat berjama’ah, puasa, ’idain, zakat, haji, ta’awun), tokoh-tokoh Muhammadiyah dan lingkungan sekitar kita dengan memperhatikan penggunaan unsur-unsur bahasa; c.
Mampu membaca, yaitu memahami berbagai ragam teks tulis dalam bentuk gagasan atau dialog sederhana, melalui kegiatan membaca, menganalisis dan menemukan pokok pikiran
tentang identitas
diri/ta’aruf, rumahku, keluargaku, menanyakan alamat, jam, aktifitas di sekolah, aktifitas di rumah, profesi, cita-cita, pendidikan, tanah air, kegiatan keagamaan (shalat berjama’ah, puasa, ’idain, zakat, haji, ta’awun), tokoh-tokoh Muhammadiyah dan lingkungan sekitar kita dengan memperhatikan penggunaan unsur-unsur bahasa; d.
Mampu menulis, mengungkapkan pikiran, gagasan, perasaan, pengalaman dan informasi melalui kegiatan menulis pikiran tentang identitas diri/ta’aruf, rumahku, keluargaku, menanyakan alamat, jam, aktifitas
di
sekolah,
aktifitas
di
rumah,
profesi,
cita-cita,
103
pendidikan,tanah air, kegiatan keagamaan (shalat berjama’ah, puasa, ’idain, zakat, haji, ta’awun), tokoh-tokoh Muhammadiyah dan lingkungan sekitar kita dengan memperhatikan penggunaan unsurunsur bahasa.5 Standar Kelulusan di atas merupakan standar kelulusan untuk ISMUBA SMP/MTs, sementara SMA/MA dan SD/MI, tak jauh berbeda, hanya cakupannya diperluas atau dipersempit saja, sesuai dengan tingkat kematangan usia siswa. Selanjutnya, perencanaan pembelajaran akan terkait erat dengan rencana pembelajaran. Untuk di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga, perencanaan pembelajaran ini umumnya telah dibuat dan diajukan kepada kepala sekolah untuk disahkan sebelum pembelajaran di awal tahun ajaran dimulai. Perencanaan itu biasa disebut perangkat pembelajaran, yang meliputi: Kalender Akademik, Program Tahunan dan Program Semester, Standar Komptensi dan Kompetensi Dasar, Silabus dan Rencana Pembelajaran. Namun terkait dengan rencana pembelajaran, dalam hal ini peneliti akan menekankan pada persoalan Rencana Program Pembelajaran (RPP) saja, dikarenakan keterbatasan ruang untuk dimunculkan di sini. Berikut ini salah satu contoh RPP yang dibuat oleh guru ISMUBA di sekolah Muhammadiyah di Salatiga Tahun Pelajaran 2012/2013:
5
KTSP Pendidikan Al-Islam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab (ISMUBA) SMP/MTs 2010.
104
Mata Pelajaran
:
Kemuhammadiyahan
Kelas /Semester
:
IX/1
Standar Kompetensi
:
F .8. Memahami Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah
Kompetensi Dasar
:
F.8. 1. Menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk Allah yang hidup berdasarkan Tauhid
Alokasi Waktu
:
1 X 40 menit ( 1 pertemuan)
Tujuan Pembelajarannya adalah agar Siswa dapat memahami Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM). Karakter yang diharapkan antara lain: Dapat dipercaya (Trustworthines); Rasa hormat dan perhatian (respect); Tekun (diligence); dan Tanggung jawab (responsibility). Materi Pembelajarannya: Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah pada Firman Allah Qs. Al-A’raf:7. “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
105
Metode Pembelajaran: Ceramah, Demonstrasi, Tanya jawab dan CTL. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran: Kegiatan Pendahuluan (Apersepsi, Guru memotivasi siswa mengenai PHIWM). Kegiatan Inti: Eksplorasi (Guru menjelaskan tentang Materi PHIWM). Elaborasi (Siswa menyimak, mendengarkan
penjelasan dari guru). Konfirmasi (Guru
bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diktahui siswa, Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan). Kegiatan Penutup (Guru bersama siswa melakukan refleksi mengenai kegiatan belajar dalam KD ini. Bermanfaat atau tidak? Menyenangkan atau tidak?). Sumber belajar: Buku Kemuhammadiyahan Kelas IX
, Majlis
Dikdasmen PP Muhammadiyah dan Mushaf Al-Quran. Penilaian berupa uraian tes tertulis: 1) Jelaskan maksud dari manusia sebagai makhluk bertauhid! 2) Tulis Ayat Al- Quran yang menyatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi sebagai Khalifah berikut artinya! 3) Tulis Ayat Al- Quran berkaitan dengan manusia sebagai mahluk bertauhid berikut artinya! Jika dilihat dari susunan yang telah dibuat, nampaknya penyusunan program pembelajaran tersebut di atas sudah cukup baik. Dalam hal ini, peneliti menggunakan sistematika pembelajaran berkarakter, sebagaimana disusun oleh Akhmad Sudrajat.6 sebagai berikut:
6
Akhmad Sudrajat, “Tentang Pendidikan”,dalam:http://akhmadsudrajat.wordpress.com
106
Pertama, Kegiatan Pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan, guru: a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses Pembelajaran; b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. Kaitannya dengan pembelajaran karakter, maka guru harus: a. Datang tepat waktu, untuk mencontohkan nilai karakter ‘disiplin’; b. Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas, untuk menanamkan nilai ‘santun’ dan peduli’; c. Berdoa sebelum membuka pelajaran, sebagai contoh nilai ‘religius’; d. Mengecek kehadiran siswa, sebagai contoh nilai ‘disiplin’ dan rajin; e. Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya, contoh nilai ‘religius’ dan ‘peduli’; f. Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu, contoh nilai disiplin; g. Menegur siswa yang terlambat dengan sopan, contoh nilai ‘disiplin’, ‘santun’, dan ‘peduli’; h. Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter i. Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD. Kedua, kegiatan inti. Sesuai Permen 41 Tahun 2007, Pembelajatan melalui 3 tahapan yakni: a. Eksplorasi (peserta didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap
107
melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa): 1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama); 2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (kreatif, kerja keras); 3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan); 4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (rasa percaya diri, mandiri); 5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (mandiri, kerjasama, kerja keras). b. Elaborasi (peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuandan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik lebih luas dan dalam): 1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (cinta ilmu, kreatif, logis); 2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan barubaik secara lisan maupun tertulis (kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun); 3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (kreatif, percaya diri, kritis); 4) Memfasilitasi peserta didik dalam
108
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab); 5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (jujur, disiplin, kerja keras, menghargai); 6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama); 7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama); 8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (percaya diri, saling menghargai,
mandiri,
kerjasama)
9)
Memfasilitasi
peserta
didik
melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama). c. Konfirmasi (peserta didik memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa). Adapun teknis penerapannya adalah sebagai berikut: 1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis); 2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (percaya diri, logis, kritis); 3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (memahami kelebihan dan kekurangan); 4) Memfasilitasi
109
peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ketiga, kegiatan penutup. Dalam kegiatan penutup, guru: a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (mandiri, kerjasama, kritis, logis); b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram (jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan); c.
Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis);
d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Dengan demikian, sistem pembelajaran berbasis pendidikan karakter, telah diterapkan di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga. Hanya saja, RPP seperti yang disusun oleh guru Sekolah Muhammadiyah di atas tadi, belum begitu lengkap sebagaimana dianjurkan oleh Akhmad Sudrajat. Namun umumnya guru mapel ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga, lebih suka bereksplorasi di lapangan, yang
110
pada dasarnya telah mencakup semuanya, meskipun tidak tertulis dalam RPP. Oleh karena itu, selanjutnya peneliti akan menguraikan hasil observasi pelaksanaan di lapangan.
3. Pelaksanaan Mapel ISMUBA Berbasis Karakter Hampir semua guru menyadari akan penting pendidikan karakter ditanamkan kepada peserta didik. Adanya sistem pendidikan karakter benar-benar menjadi arah bagi mereka dalam mengajar. Berikut ini hasil observasi di lapangan dalam berbagai proses pembelajaran ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Uraian ini berupa catatan peneliti ketika melakukan observasi: a.
Kegiatan Pendahuluan Pertama-tama guru mengucapkan salam. Kemudian guru memberikan motivasi untuk semangat dalam mempelajari materi yang biasa diampunya, yang diarahkan pada materi yang akan disampaikan. Lalu diakhiri dengan penegasan tentang karakter yang hendak dicapai melalui pembelajaran materi tersebut.
b.
Kegiatan Inti Masing-masing
materi
berbeda
penyampaian
awalnya,
misalnya Al-Qur’an dan Al-Hadits: Guru memilih siswa yang memiliki kemampuan membaca lebih baik di antara teman sekelasnya. Atau guru yang membacakan terlebih dahulu lalu memilih siswa yang dianggap
mampu
membaca
dengan
baik.
Untuk
materi
111
kemuhammadiyahan, guru biasanya menceritakan tentang sejarah Muhammadiyah terlebih dahulu kemudian diadakan tanya jawab. Untuk materi bahasa Arab, biasanya guru menayangkan slide dan meminta siswa untuk menirukan bacaannya, yang berisi kosa-kata penting dan baru, lalu meminta siswa mengingatnya, dan lain sebagainya. Selanjutnya, baru diteruskan pembahasan materi
yang
terkadang berupa ceramah, diskusi, atau sekedar tanya jawab. Dalam ceramah, masing-masing guru berbeda gayanya, sesuai kemampuan masing-masing. Sementara diskusi juga bermacam-macam cara ditempuh, ada kalanya di luar ruangan mencari tempat yang santai, atau dibuat seperti talk show. Sedangkan tanya jawabnya, dilakukan seperti biasa antara guru dan siswa.
c.
Kegiatan Penutup Kegiatan ini biasanya diisi dengan kesimpulan materi, penugasan dan penyampaian sinopsis dari materi yang akan datang. Tidak lupa guru memberikan motivasi untuk tetap semangat dalam belajar. Selain kegiatan belajar mengajar di kelas, di sekolah-sekolah
Muhammadiyah dibiasakan dengan memberikan contoh kepada siswa tentang berbagai karakter utama, misalnya disiplin. Jarang ada guru yang terlambat masuk kelas, kecuali ada hal-hal tertentu yang memaksa. Hal ini
112
tidak terlepas dari fungsi menejerial kepala sekolah dalam memimpin lembaga pendidikan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Demikian pula dengan kegiatan-kegiatan penunjang, misalnya shalat berjama’ah. Para guru dan karyawan berlomba-lomba untuk datang ke masjid, ketika suara adzan berkumandang. Sehinga, para siswa ikut mengikuti kebiasaan mereka. Dengan demikian, terbentuklah karakter responsif dan disiplin.
4. Monev Mapel ISMUBA Berbasis Karakter Sebagai sekolah swasta yang mengandalkan kekhasan dan mutu, maka
sekolah-sekolah
Muhammadiyah
di
Kota
Salatiga
sangat
memperhatikan kualitas lulusannya. Untuk itu, sudah pasti diperlukan adanya monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan. Ada tiga jalur monitoring dan evaluasi yang diterapkan di sekolahsekolah Muhammadiyah di kota Salatiga, yaitu Majelis Dikdasmen Muhammadiyah, Pejabat Struktural dan Masyarakat. a. Majelis Dikdasmen Minimal sebulan sekali, majelis Dikdasmen Muhammadiyah datang ke sekolah untuk memberikan pencerahan terkait berbagai hal, keagamaan, kemuhammadiyahan, maupun mutu pendidikan. Selain itu, kehadiran mereka juga untuk memonitor berbagai kegiatan yang telah dicanangkan dan memperbaiki hal-hal yang dianggap perlu.
113
b. Pejabat Struktural Pejabat Struktural yang dimaksud di sini, selain kepala sekolah, wakil kepala sekolah guru-guru senior, juga dinas terkait yang menaungi lembaga tersebut. Kaitannya dengan pendidikan karakter, setiap 2 atau 3 bulan, diadakan supervisi, di mana guru senior atau kepala dan wakil kepala sekolah akan mengobservasi jalannya proses belajar mengajar di kelas. Demikian juga dengan pihak dinas terkait. c. Masyarakat Di sekolah Muhammadiyah ada semacam keterbukaan untuk menciptakan rasa kepemilikan bersama antara sekolah dengan masyarakat, terutama orang tua/wali siswa. Di sini, masyarakat dapat memprotes atau mengusulkan kegiatan-kegiatan sekolah yang dianggap kurang baik atau penting untuk dilaksanakan. Sehingga, masyarakat juga dapat menentukan kualitas lulusan yang diharapkan. Monitoring dan Evaluasi tersebut didasarkan pada dua kriteria, yaitu umum dan khusus. Untuk kriteria umum, didasarkan pada hasil yang nampak di lapangan, yaitu perilaku siswa (bertambah baik atau bertambah buruk) dan prestasi siswa (meningkat atau menurun). Khusus ISMUBA (bertambah religius atau malah sebaliknya). Sedangkan kriteria khusus, merupakan tugas pejabat struktural (perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru, logis atau tidak, sudah tepat atau belum, sesuai dengan terapan di lapangan atau tidak, dst.).
114
Sejauh pengamatan di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga, semua sistem monitoring dan evaluasi ini sudah berjalan dengan baik. Hal ini juga didukung oleh berbagai kegiatan penunjang yang juga tidak lepas dari monitoring dan evaluasi dari pihak-pihak yang berwenang.
5. Kegiatan Penunjang Mapel Al-Islam Berbasis Karakter Berikut ini berbagai macam kegiatan penunjang ISMUBA yang dilakukan di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga, dalam rangka menciptakan
karakter
bangsa
yang
sesuai
dengan
ideologi
Muhammadiyah: NO
SEKOLAH
KEGIATAN
KARAKTER
MUH. 1.
SD
Sambutan Guru di Pintu Gerbang
Disiplin, santun dan penuh
Muhamma
Sekolah, di pagi hari, di mana
kasih sayang.
diyah Plus
peserta didik akan disambut dengan salam dan penuh suka cita oleh para guru dan karyawan. Shalat
Dhuha
dan
Dzuhur
Religius, tanggung jawab
berjama’ah Menjenguk warga sekolah yang
Empati
sakit. Infaq Jum’at untuk orang yang
Peduli Sosial
membutuhkan. Hari “Bakat Minat”, di mana ada
Kreatif,
bersahabat,
115
satu hari tertentu yang dikhususkan
komunikatif, kerja keras,
untuk menumbuhkan bakat dan
dan rasa ingin tahu, dll.
minat siswa. Festival Anak Sholeh
Menghargai
Prestasi,
gemar membaca, semangat kebangsaan, cinta tanah air, mandiri, dll. 2.
SMP
Sambutan Guru di Pintu Gerbang
Disiplin,
Muhamma
Sekolah, di pagi hari, di mana
sayang.
diyah
peserta didik akan disambut dengan
Penuh
kasih
penuh suka cita oleh para guru dan karyawan. Shalat
Dhuha
dan
Dzuhur
Religius, Tanggung Jawab.
berjama’ah Menjenguk warga sekolah yang
Empati
sakit. Infaq Jum’at untuk orang yang
Peduli Sosial.
membutuhkan. 3.
SMA
Sambutan Guru di Pintu Gerbang
Disiplin,
Muhamma
Sekolah, di pagi hari, di mana
Penuh
diyah
peserta didik akan disambut dengan
santun.
Bersahabat, Kasih
Sayang,
penuh suka cita oleh para guru dan karyawan. Shalat
Dhuha
dan
Dzuhur
Religius, Tanggung Jawab.
berjama’ah Menjenguk warga sekolah yang sakit.
Empati
116
Infaq Jum’at untuk orang yang
Peduli Sosial
membutuhkan.
4.
Hari “Bakat Minat”, di mana ada
Kreatif,
satu hari tertentu yang dikhususkan
Bersahabat/Komunikatif,
untuk menumbuhkan bakat dan
Kerja Keras, Rasa ingin
minat siswa.
tahu, Gemar Membaca, dll.
Hari Penghijauan, di mana siswa
Peduli lingkungan, cinta
diwajibkan menanam pohon atau
tanah
merawatnya.
kebangsaan, dll.
SMK
Sambutan Guru di Pintu Gerbang
Disiplin,
Muhamma
Sekolah, di pagi hari, di mana
Penuh
diyah
peserta didik akan disambut dengan
santun.
air,
semangat
Bersahabat, Kasih
Sayang,
penuh suka cita oleh para guru dan karyawan. Shalat
Dhuha
dan
Dzuhur
Religius, Tanggung Jawab.
berjama’ah Menjenguk warga sekolah yang
Empati
sakit.
Infaq Jum’at untuk orang yang
Peduli Sosial
membutuhkan.
Kegiatan kegiatan di atas, hanya diambil kegiatan yang didasarkan pada mata pelajaran ISMUBA saja, sedangkan kegiatan-kegiatan lainnya masih cukup banyak. Kegiatan-kegiatan tersebut, berada di bawah tanggung
jawab
Wakil
Kepala
Sekolah
Bidang
Al-Islam
dan
117
Kemuhammadiyahan. Berdasarkan data di atas, jelaslah bahwa kegiatan unggulan yang dilakukan di sekolah-sekolah Muhammadiyah, sangat mendukung proses pembelajaran untuk menumbuhkan karakter anak bangsa yang di samping sesuai dengan ideologi Muhammadiyah, juga sejalan dengan harapan pemerintah.
C. Mapel ISMUBA Sebagai Alternatif Pendidikan Karakter Tahun 2013 adalah awal sejarah baru bagi perjalanan kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Ini berkaitan dengan akan diberlakukannya kurikulum pendidikan karakter oleh pemerintah, setelah sekian lama di godog dan disosialisasikan. “Proyek besar” Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional RI Muhammad Nuh ini, akan segera diterapkan. Pertanyaannya kemudian, sudah siapkah sekolah menjalankan amanah perubahan kurikulum tersebut? Sementara semua orang tahu bahwa sekolah merupakan ujung tombak berlakunya setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dengan segala konsekuensi
yang harus dihadapi. Tapi
bagaimanapun juga, pendidikan karakter memang sangat mendesak, di tengahtengah kondisi masyarakat dan pelajar yang kian permisif. Sekolah harus bisa menjadi agent perubahan sebagaimana yang diharapkan dalam cita-cita pendidikan nasional. Sejauh ini, masih banyak sekolah yang belum memahami benar, mengenai konsep utuh pendidikan karakter. Tulisan Trie Marhaeni beberapa waktu lalu di Harian Suara Merdeka, yang bertajuk “Ambiguitas Pendidikan
118
Karakter”, sebenarnya mewakili kegalauan banyak pihak, terutama institusi sekolah. Meski sudah banyak sekali publikasi tentang hal ini, baik di media elektronik maupun cetak, nampaknya masih belum mampu memberikan pemahaman yang komprehensif. Salah satu simpulan yang cukup lengkap, baru bisa dipahami melalui tulisan Fatchul Mu’in (2011). Dalam uraiannya, Fatchul Mu’in memberikan penjelasan, yang disebutnya dengan ciri-ciri karakter sebagai berikut: Pertama, karakter adalah “siapakah dan apakah kamu pada saat tidak ada orang yang sedang melihat kamu (character is what you are when nobody is looking); Kedua, karakter merupakan hasil nilai-nilai dan keyakinankeyakinan (character is the result of values and beliefs); Ketiga, karakter adalah sebuah kebiasaan yang menjadi sifat alamiah kedua (character is a habit that becomes second nature); Keempat, karakter bukanlah reputasi atau apa yang dipikirkan oleh orang lain terhadapmu (character is not reputation or what others think about you); Kelima, karakter bukanlah seberapa baik kamu daripada orang lain (character is not how much better you are than others); dan, Kelima, karakter tidak relative (character is ot relative). Berdasarkan diselenggarakannya
uraian
tersebut,
pendidikan
jelas
karakter
di
bahwa
tujuan
utama
sekolah
adalah
untuk
memunculkan sifat alami (tidak dibuat-buat), yang dilandasi oleh keyakinan dalam diri peserta didik mengenai apa yang baik dan yang buruk, yang harus dilakukannya dan tidak dilakukan. Sifat semacam ini, tidak mudah untuk ditumbuhkan, kecuali dengan pembiasaan-pembiasaan yang memakan waktu
119
lama. Oleh karena itu, institusi sekolah diharapkan mampu menumbuhkan sifat-sifat alami yang telah ditetapkan. Selanjutnya yang perlu dipikirkan adalah apa yang harus dilakukan? Tentunya tak segampang mengajarkan atau mengisi muatan kurikulum mata pelajaran dengan nilai-nilai karakter saja, atau hanya dengan menyelipkan nilai-nilai tertentu dalam rencana program pembelajaran. Kita tidak akan berhasil dalam waktu sehari dua hari, kita juga tidak akan bisa jika hanya mengandalkan siswa, guru, dan istitusi sekolah saja, tetapi semua elemen masyarakat juga harus mendukung. Hal yang pertama-tama harus dilakukan adalah menanamkan pendidikan karakter terlebih dahulu kepada pendidik dan tenaga pendidikan. Hal ini penting, sebab mana mungkin mereka bisa menerapkan konsep-konsep pendidikan karakter, mana kala mereka sendiri tidak paham dan tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah maupun di sekolah. Umumnya peserta didik sekarang ini merupakan peserta didik yang cerdas, sebagai hasil dari alam gadget yang mereka geluti setiap saat. Jika sampai peserta didik mengetahui bahwa ajaran para gurunya tidak bisa dibuktikan dalam dunia nyata, maka mustahil mereka mau mengikuti. Kalau sekedar pengetahuan, mereka bisa dapatkan di mana saja dan kapan saja, yang mereka butuhkan adalah figur yang bisa digugu dan ditiru. Kemudian, pemerintah dengan seluruh jajarannya harus mampu menjadi teladan bagi masyarakat. Sekarang ini keadaannya justru sangat parah, pemerintah dengan para elitnya tidak bisa memberikan contoh nyata
120
yang dapat dijadikan pedoman pelaksanaan pendidikan karakter. Bahkan ada seloroh dari masyarakat, “Pendidikan karakter kok di sekolah, harusnya di parlemen, atau di institusi pemerintah. Merekalah yang lebih pantas menerima pendidikan karakter”. Selain itu, keluarga dan masyarakat juga harus mau belajar tentang konsep pendidikan karakter, dalam rangka mendukung program ini. Orang tua harus meningkatkan kontrol terhadap putra-puteri mereka, dan kegiatan-kegiatan positif yang berkaitan dengan hal ini, perlu sering diadakan di masyarakat. Dalam rangka membangun sekolah berkarakter, hingga saat ini penulis masih percaya kepada agama sebagai basis pendidikan karakter. Sebab, dari delapan belas nilai yang diusulkan pemerintah untuk diterapkan sebagai nilainilai pendidikan karakter (baca: Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Pusat Kurikulum Kemendiknas, 2011), semuanya telah tercakup dalam ajaranajaran agama yang ada di tanah air. Agama mengajarkan (Religiusitas) itu sudah pasti, Kejujuran, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, dan (Kreatif), merupakan ciri yang melekat dalam setia agama yang diakui di Indonesia. Mandiri, Demokratis, dan Rasa Ingin Tahu, adalah semangat yang umumnya dikembangkan dalam perilaku beragama. Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanah Air, senantiasa didengungkan dalam setiap khotbah keagamaan. Menghargai Prestasi dan Bersahabat/Komunikatif, merupakan indikator orang-orang yang beriman. Cinta
Damai, Gemar
Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan
121
bertanggung Jawab, adalah sugesti yang senantiasa diinjeksikan kepada para pemeluk agama oleh para pendakwahnya. Hanya saja, teknisnya bisa diambil point-point pendidikan karakter yang ada dalam ajaran agama. Atau, dengan memperbanyak materi dan pembiasaan dalam ajaran agama. Saya yakin, dengan cara ini, pendidikan karakter akan tetap jalan, pendidikan agama bisa lebih diperdalam. Ini mengingat, bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama. Agama adalah salah satu budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian, ISMUBA merupakan mata pelajaran yang sangat penting dalam membangun karakter bangsa yang diharapkan. Seluruh nilainilai karakter yang dijadikan sebagai ukuran keberhasilan pendidikan karakter, sebagaimana disampaikan oleh pusat kurikulum kemendiknas, telah tercover dalam pembelajaran ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah, khususnya di Salatiga. Ke depan, bukan tidak mungkin, materi ISMUBA dapat dijadikan sebagai model pembelajaran karakter di sekolah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melakukan penelusuran panjang mengenai Pendidikan Karakter dan ISMUBA, maka tibalah saatnya peneliti menarik kesimpulan. Berdasarkan hasil temuan melalui hasil pengamatan, pengolahan data observasi dan wawancara, tela’ah atas perangkat pembelajaran para guru mata pelajaran ISMUBA, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama, mengenai konsep pendidikan karakter dalam ISMUBA Sekolah Muhammadiyah di Kota Salatiga. Berdasarkan hasil tela’ah tentang isi kurikulum ISMUBA di sekolah-sekolah Muhammadiyah Salatiga dapat dikatakan bahwa pada dasarnya konsep pendidikan karakter telah ada dalam konsep pembelajaran ISMUBA. Konsepnya terletak pada bagaimana pendidikan ISMUBA dapat menumbuh-kembangkan karakter ideal bagi peserta didik. Karakter ideal yang diinginkan dalam pembelajaran ISMUBA adalah karakter religius, cinta ilmu, mampu bekerja sama, dan peduli. Karakter ini sesuai dengan karakter dalam ideologi-idieologi Muhammadiyah yang telah ditanamkan kepada setiap warga Muhammadiyah sejak organisasi ini berdiri hingga saat ini. Ideologi-ideologi tersebut termaktub dalam Anggaran Dasar, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup, dan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Kedua, berdasarkan hasil tela’ah atas perangkat pembelajaran dari masing-masing
guru
mata
pelajaran
122
ISMUBA
di
sekolah-sekolah
123
Muhammadiyah di Salatiga, dan observasi di lapangan maka ditemukan bahwa penerapan pendidikan karakter di sekolah-sekolah Muhammadiyah di Salatiga berjalan sangat baik. Semua guru telah melengkapi setiap perangkat kurikulum pembelajarannya dengan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut telah diterapkan dalam setiap kali kegiatan pembelajaran. Selain itu ada banyak kegiatan tambahan dalam rangka menunjang antara lain: 1) sambutan pagi oleh para guru dan karyawan di pintu gerbang sekolah; 2) shalat Dhuha dan Dzuhur berjama’ah; kunjungan bagi warga sekolah yang sakit; 3) Infaq Jum’at Peduli untuk yang membutuhkan; dan, 4) festivalfestival yang disesuaikan dengan even yang sedang terjadi. 5) Tapak Suci Putra Muhammadiyah, 6) Baca Tulis al-Qur’an, 7) Tadarus Al-Qur’an sebelum jam pertama dimulai. Semua ini dalam rangka menumbuhkan karakter peserta didik yang diinginkan yaitu karakter religius berdasarkan ideologi Muhammadiyah.
B. Saran Mata pelajaran ISMUBA adalah ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah. Melalui mata pelajaran inilah, ideologi Muhammadiyah dapat ditanamkan. Pelajaran ini juga merupakan ajang pengkaderan bagi peserta didik yang belajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Oleh karena sudah semestinya pembelajaran ISMUBA benar-benar diterapkan dengan baik di sekolah Muhammadiyah. Jika perlu bisa dilakukan tambahantambahan kegiatan yang lebih inovatif dalam rangka menarik minat peserta
124
didik untuk memperdalam materi ISMUBA di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Sebenarnya penelitian ini jauh dari sempurna, masih banyak yang belum ter-cover, untuk data dan sistem analisa. Dibutuhkan penelitian yang lebih komprehensif untuk menemukan jawaban yang relative lebih utuh. Karenanya penelitian ini dapat dilanjutkan dengan tema yang hampir sama, Mungkin fokusnya bisa pada berbagai fenomena yang terjadi dalam organisasi Muhammadiyah yang banyak terdapat di masyarakat, misalnya IMM, IRM, Aisiyah, dan lain sebagainya bila perlu amal usaha lainya yang dimilki oleh Persyarikatan tentu yang diketengahkan adalah mekanisme kerja dan pelaksana tugas melalui uji keselarasan dalam upaya pembentukan karakter bangsa.
125
DAFTAR PUSTAKA
A.,Doni Koesoemo.Pendidikan Karakter: Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: Grasindo, 2007. Akuntono, Indra. “Pendidikan Karakter, tak Perlu Jadi Mata Pelajaran.” Kompas. 24 September 2012. Amri, Sofan, Ahmad Jauhari, dan Tatik Elisah.Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran: Strategi Analisis dan Pengembangan Karakter Siswa dalam Proses Pembelajaran, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2011. An-Nahlawi, Abdurrahman.Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat,Bandung: CV Diponegoro, 1992. Connolly , Peter, ed.Aneka Pendekatan Studi Agama, Yogyakarta: LKiS, 2002. Fattah, Nanang. Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012. Hadits, Abdullah. “Sejarah”. 2 Desember 2012. http://salatiga-kota. Muham madiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah. html Hamami, Tasman. “ISMUBA Icon Sekolah Muhammadiyah”.11 Oktober 2012. http://www.dikdasmenpwmdiy.or.id/opini/173 Hornsby, A.S. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. New York: Oxford University Press, 1995. Illeris, Knud. Cotemporary Theories of Learning: Teori-teori Pembelajaran Komtemporer, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2011. Kesuma, Dharma, Cepi Priatna, dan Johar Permana.Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktek disekolah, PT Remaja Rosdakarya, 2011. Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah.Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Jakarta: PP Muhammadiyah, 2007.
126
Makhasin, Achmad.“Sekilas Tentang Pendidikan Karakter”.http://sinma68. blogspot.com/2010/12/sekilas-tentang-pendidikan-berkarakter.html, diakses pada tanggal 16 Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1989. Moleong, Lexy J..Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005. Mu’in, Fatchul.Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik, Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orang Tua, Yogyakarta: Arruzz Media, 2011. Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996. Muliono, Anton, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka: 1991. Mustakim, Bagus.Pendidikan Karakter: Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat, Yogyakarta: Samudra Biru, 2011. Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran, Yogyakarta: Familia Grup Relasi Inti Media, 2003. Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Rajawali Press, 2003. PA, Tri Marhaeni.“Ambiguitas Pendidikan Karakter.”Suara Merdeka, 18 September 2012. Pasha, Musthafa Kamal dan Ahmad Adaby Darban.Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2005. Pratamasari, Agustina. “Peran Muhammadiyah Dalam Pengembangan Islam Di Masyarakat.” Universitas Muhammadiyah Semarang, 14 Oktober 2012. http://bangrio.multiply.om/journal/item/12?&show_interstitial=1&u=%2Fj ournal%2Fitem
127
Prihatiningtyas, Naniek.“Pengaruh Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter Terhadap Pengembangan Soft Skill Mahasiswa Calon Teknisi Alat Berat.”Tesis. Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta: 2009. Sahlan, Asmaun dan Angga Teguh Prastyo.Desain Pembelajaran berbasis Karakter, Yogyakarta: Arruzz Media, 2012. Samani, Muchlash dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012. Sholikah, “Pendidikan Karakter menurut K.H. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim.” Tesis. Program Studi Pendidikan Agama Islam Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang: 2012. SK Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Nomor 128 tahun 2008 Panduan Pembinaan Organisasi Otonom (ORTOM) di sekolah Muhammadiyah. SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah, No. 138 Tahun 2008 Tentang Pedoman Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah di Lingkungan Muhammadiyah, tanggal 27 Syawal 1429 Hijriyahatau 27 Oktober 2008 Masehi, yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. H. Haedar Nashier dan Drs. H. Rosyad Sholeh, dalam : http://majelisdikdasmenppm.blogspot.com/. SMK Muhammadiyah Salatiga. “Sejarah Singkat Berdirinya STM”.2 Desember 2012.http://smkmuhsala3.blogspot.com/2010/02/sejarah-singkatberdirinya-stm.html. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005. Suliswiyadi. Pembelajaran Al-Islam GRAMASURYA, 2013.
Reflektif,
UMMgl
Press
dan
Suprayogo, Imam.“Catatan : Tulisan ini merupakan bahan diskusi di Univ.Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 17 Juli 2009, dalam: http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel/1055-beberapa-catatantentang-pendidikan-muhammadiyah.html, diakses pada tanggal Suyudi.Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qur’an. Yogyakarta: Mikraj, 2005.
128
Tilaar, H.A.R. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung: Rosdakarya, 2000. Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa.Pendidikan Karakter di Sekolah: Dari Gagasan ke Tindakan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011. Tim Penyusun Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah.Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Jakarta: Majelis Dikdasmen, 2007. Tim Penyusun Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah, Jakarta: Kemendiknas, 2009. Tim Penyusun.Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi Raja Grafindo Persada, 2005. Tim Penyusun. Ensiklopedi Islam 4, Jakarta: Van Hoeve, 2003. Tim
Penyusun. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Kemendiknas-Balitbang Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011.
Jakarta:
Wibowo, Agus dan Hamrin. Menjadi Guru Berkarakter Strategi Membangun Kompetensi & Karakter Guru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Wiyani, Novan Ardy.Save Our Children from School Bullying, Yogyakarta: Arruz Media, 2012. Yusuf, M. Yunan, Yusron Razak, Sudarnoto Abdul Hakim,dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Zubaidi. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga pendidikan, Kencana Prenada Media Group, 2011. http://dikmen.kemdiknas.go.id/html/index.php?id=berita&kode=202. tanggal 11 Oktober 2012.
Diakses
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah#AmalUsaha, “Muhammadiyah.” 13 Oktober 2012. http://mgmpismuba.wordpress.com/2009/07/25/ismuba-ciri-pendidikan-sekolahmuhammadiyah/, Tim MGMP ISMUBA Kota Surabaya. “ISMUBA Ciri Pendidikan Sekolah Muhammadiyah”. 15 November 2012.
129
http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf. “Undang Pendidikan Nasional.” 10 November 2012.
Undang
Sistem
http://www.pemkot-salatiga.go.id/Data/Info/Bappeda/ProfilDaerah Salatiga.2010.pdf. diakses pada tanggal 2 Desember 2012. http://www.pemkot-salatiga.go.id/InfoPenting.php?id =129&. Format Pemerintah Kota Salatiga, diakses pada tanggal 14 Oktober 2012.
PDF
http://www.pemkot-salatiga.go.id/ Tentang Sejarah.php. Salatiga. “Selayang Pandang”. 2 Desember 2012.
Kota
Pemerintah