MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 2/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 6/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH, DPR, DAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON SERTA PEMERINTAH (III)
JAKARTA SENIN, 18 FEBRUARI 2013
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 2/PUU-XI/2013 PERKARA NOMOR 6/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [Pasal 22 ayat (1) dan ayat (5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON PERKARA NOMOR 2/PUU-XI/2013 1. Priyo Puji Wasono 2. Deyantono Kok Young, dkk. PEMOHON PERKARA NOMOR 6/PUU-XI/2013 1. Mursyid 2. Anwar 3. Nazri Adlani, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah (III) Senin, 18 Februari 2013, Pukul 11.16 – 11.58 WIB Ruang Sidang Panel Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Moh. Mahfud MD. Achmad Sodiki Harjono Muhammad Alim M. Akil Mochtar Hamdan Zoelva Maria Farida Indrati Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman
Mardian Wibowo Fadzlun Budi S.N.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon Perkara Nomor 2/PUU-XI/2013: 1. Priyo Puji Wasono B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 2/PUU-XI/2013: 1. 2. 3. 4.
Ibnu Setyo Hastomo Veri Junaidi Anggara Wahyudi Djafar
C. Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XI/2013: 1. Mursyid D. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XI/2013: 1. Erik Kurniawan 2. Yance Arizona E. Pemerintah: 1. Agus Hariadi 2. Mualimin Abdi 3. Zudan Arif Fakrulloh
(Kementerian Hukum dan HAM) (Kementerian Hukum dan HAM) (Kementerian Dalam Negeri)
F. DPR: 1. Ruhut Sitompul 2. Agus T. 3. Dahlia T.
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.16 WIB 1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar tanggapan atau keterangan dari Pemerintah dan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam Perkara Pengujian Undang-Undang atau judicial review terregister dengan Nomor 2/PUU-XI/2013 dan Nomor 6/PUU-XI/2013 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, perkenalkan diri dulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 2/PUU-XI/2013: WAHYUDI DJAFAR Terima kasih, Yang Mulia. Sebelumnya, assalamualaikum wr.wb., selamat pagi, dan salam sejahtera untuk kita semua. Dari Pemohon Nomor 2 dalam persidangan kali ini hadir, saya sendiri Kuasa Hukum Wahyudi Djafar, di sebelah kiri saya ada Veri Junaidi, di sebelah kirinya ada Bapak Anggara Suwahju, dan di sebelah kiri Bapak Ibnu Setyo Hastomo. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan nomor berikutnya.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 6/PUU-XI/2013: YANCE ARIZONA Terima kasih, Yang Mulia. Dari Perkara Nomor 6, yang hadir saya sendiri Yance Arizona Kuasa Hukum, di samping saya Erik Kurniawan Kuasa Hukum, dan Mursyid Pemohon 1 dalam perkara ini. Terima kasih.
5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Dari DPR?
6.
DPR: RUHUT SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr.wb. Saya Ruhut Poltak Sitompul didampingi tenaga ahli dari Kesekjenan DPR. Terima kasih.
1
7.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, Pemerintah?
8.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi, dan salam sejahtera untuk kita semua. Hadir dari Pemerintah, saya sendiri Agus Hariadi dari Kementerian Hukum dan HAM, di sebelah kiri saya Bapak Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan HAM beliau nanti sekaligus akan membacakan opening statement Pemerintah, dan yang paling ujung Bapak Prof. Zudan Arif Fakrulloh dari Kementerian Dalam Negeri. Di belakang juga hadir staf dari Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri. Terima kasih, Yang Mulia.
9.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, baik. Hari ini kita hanya akan mendengar keterangan dari DPR dan Pemerintah karena belum ada pihak atau Pihak Pemohon 2 maupun 6 tidak mengajukan saksi maupun ahli. Saudara, hari ini kita dapat tamu terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi dari Republik Azerbaijan bersama kita berkunjung ke Indonesia sebagai sahabat dari Mahkamah Konstitusi Indonesia. Saya juga sudah pernah ke sana pada bulan Desember tahun 2011. Beliau adalah Mr. Farhad Abdullayev. Terima kasih, thank you. Dan hari ini Beliau punya acara khusus dengan MK, lalu besok akan berkunjung ke kantor beberapa lembaga negara, termasuk kantornya Pak Ruhut ke DPR, ke MPR, dan DPD besok, dan ke Mahkamah Agung, serta ke Departemen Kehakiman ke kantornya Pak Mualimin, dan nanti akan didampingi oleh Hakim-Hakim Konstitusi Indonesia selama kunjungannya di Indonesia ini. Beliau akan berada di sini sampai dengan tanggal 22. Saya persilakan DPR, untuk mengajukan keterangannya.
10.
DPR: RUHUT SITOMPUL Assalamualaikum wr.wb., salam sejahtera, Ketua dan Majelis yang kami muliakan, Pemohon, tamu kehormatan kita dari Azerbaijan, Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan, rekan-rekan yang mewakili Pemerintah. Perkenankanlah saya mau mewakili DPR (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia). Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 2/PUU-XI/2013, Nomor 6/PUU-XI/2013. 2
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Prof. Dr. Mahfud MD. dan Majelis yang kami hormati, saya Ruhut Poltak Sitompul mewakili DPR, kami 13 orang. Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD, selanjutnya disebut Undang-Undang Pemilu yang diajukan oleh pertama: Perkara Nomor 2/PUU-XI/2013, Priyo Puji Wasono dan kawan-kawan. Kesemuanya warga negara Indonesia, berdomisili di luar negeri sebagai Pemohon 1 sampai dengan Pemohon 31, selanjutnya disebut Para Pemohon. Dua. Perkara Nomor 6/PUU-XI/2013, Mursyid dan kawan-akwan kesemuanya warga negara Indonesia sebagai Pemohon 1 sampai dengan Pemohon 9, selanjutnya disebut Para Pemohon. Dengan ini, DPR-RI menyampaikan keterangan pendahuluan terhadap Permohonan Pengujian Undang-Undang Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 2/PUU-XI/2013 dan Nomor 6/PUU-XI/2013, yang secara lengkap akan kami sampaikan kemudian secara tertulis kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi melalui Panitera Mahkamah Konstitusi. Kami lewatkan a dan b, kami langsung keterangan DPR-RI. Terhadap dalil Para Pemohon, sebagaimana diuraikan dalam kedua permohonan a quo, DPR menyampaikan hal-hal sebagai berikut. Satu, kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon. Terhadap kedudukan hukum (legal standing) tersebut, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai, apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) atau tidak, sebagaimana yang diatur oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007. Dua, pengujian atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 26C ayat (2), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 281 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terhadap Permohonan Pengujian Pasal 22 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (5), dan Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. I. Perkara Nomor 2/PUU-XI/2013. A. Terkait dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 22 ayat (1) undang-undang a quo, tidak mengakomodasi secara khusus keberadaan pemilih di luar negeri yang secara de facto tidak berdomisili di provinsi atau kabupaten/kota, sebagaimana disebutkan di dalam pasal a quo, DPR-RI memberikan keterangan bahwa prinsip pembagian daerah pemilihan DPR-RI dalam Undang-Undang Pemilu, selalu dilakukan dengan basis wilayah, 3
baik provinsi maupun bagian provinsi yang memiliki kedekatan atau berbatasan, serta prinsip integralitas wilayah yang berarti daerah pemilihan harus integral secara geografis. Kesinambungan wilayah yang berarti satu daerah pemilihan harus utuh dan saling berhubungan secara geografis dan kohesivitas penduduk yang berarti satu daerah pemilihan hendaknya dapat menjaga kesatuan unsur sosial-budaya penduduk, sehingga dalam pembahasan Undang-Undang Pemilu terdahulu, salah satu alasan dapil luar negeri sulit diwujudkan adalah cakupan wilayah dapil luar negeri ada di wilayah negara lain. B. Bahwa daerah pemilihan bagi warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri, dianggap sebagai bagian dari Provinsi DKI Jakarta dan masuk dalam daerah pemilih DKI Jakarta II yang melingkupi Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Selatan, dan luar negeri. Demikian juga tercantum pada poin 11, lampiran undangundang a quo, dapat disampaikan bahwa daerah pemilihan luar negeri dimaksud … dimaksud ke DKI Jakarta II untuk mendekatkan warga Negara Indonesia yang tinggal di luar negeri dengan satuan wilayah Indonesia. Jika dibuat daerah pemilihan sendiri dan terpisah, tidak akan terintegrasi dengan satuan wilayah Indonesia. Selain itu, tidak semua warga Negara Indonesia yang tinggal di luar negeri, menetap secara permanen, kemudian secara teknis memang terdapat kesulitan bagi para calon di daerah pemilihan tersebut, maupun para pemilih di luar negeri, terutama dalam hal kampanye dialogis, meskipun disadari saat ini sudah berkembang teknologi elektronik. C. Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa penetapan lampiran undang-undang a quo ditetapkan tanpa menggunakan metode perhitungan yang jelas, untuk mendapatkan jumlah kursi di setiap provinsi dan daerah pemilihan secara proporsional, berdasarkan jumlah penduduk sesuai dengan sistem kesetaraan. Maaf. DPR-RI memberikan keterangan bahwa dalam pembahasan undang-undang ini, dipilih metode kuota, dengan varian largest remainder atau sisa suara terbanyak. Hal ini dilakukan untuk lebih memberikan peluang kepada partai untuk mendapatkan kursi. Metode ini digunakan pada Pemilu 2004, dimana banyak partai politik yang memperoleh ruang untuk memperoleh kursi di DPR dan DPRD, sehingga prinsip pluralitas Indonesia dapat dijaga. Selain pilihan atas satu metode adalah pilihan politik pembentuk undang-undang karena dalam proses pembahasan dan lobi antarfraksi serta pemerintah, berbagai metode diuji kelebihan dan kekurangannya. Bahwa setiap metode terdapat kelebihan dan kekurangan adalah benar. Namun demikian, pembentuk undangundang memilih menggunakan metode kuota largest remainder, seperti Pemilu 2004, dengan alasan agar partai politik peserta 4
pemilu memiliki peluang yang besar untuk memperoleh kursi dan diseimbangkan dengan aturan tentang ambas ... ambang batas (threshold). D. Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa keterwakilan warga Negara Indonesia di luar negeri dengan menggunakan Daerah Pemilihan Jakarta II sangat tidak efektif. DPR-RI memberikan keterangan bahwa keterwakilan warga Negara Indonesia di luar negeri, tidak harus dengan membentuk daerah pemilihan dan menentukan caleg sendiri. Karena pada dasarnya, semua anggota dewan merupakan wakil rakyat, baik tinggal di Indoensia maupun yang berada di luar negeri. Selain itu, alasan substantif, keterwakilan dalam praktiknya di parlemen akan mengacu pada pembidangan tugas, sehingga aspirasi dapat diperjuangkan oleh anggota dari daerah pemilihan mana saja, tergantung bidang kerjanya, dalam hal ini dapat diwakili oleh komisi yang ada di DPR-RI. Kemudian dengan adanya daerah pemilihan khusus di luar negeri, caleg atau anggota dewan secara teknis akan mengalami kesulitan terkait kampanye dan komunikasi dengan konstituen. Kemudian, alasan bahwa voters turnout rendah karena kurang terwakili, justru menjadi alasan bagi pembentuk undangundang bahwa dari pemilu ke pemilu, pemilih yang menggunakan hak pilihnya selalu kecil, meskipun berbagai metode pemunggutan suara dilakukan mulai dari diundang ke TPS di perwakilan tetap RI. Melalui surat, hingga didatangi ke kantong-kantong warga Negara Indonesia, tetapi tetap saja pemilih yang menggunakan hak pilihnya tidak cukup signifikan. Terhadap kurang efektifnya calon anggota dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta II, sesungguhnya akan tetap terjadi bagi calon yang secara khusus menjadi calon dari daerah pemilihan luar negeri. Karena persoalan teknis juga menjadi persoalan yang kompleks. Karena itu, pembentuk undang-undang saat ini belum membentuk daerah pemilihan luar negeri, meskpiun di masa yang akan datang, tidak tertutup kemungkinan untuk hal itu sepanjang infrastruktur dan sarana prasarana lainnya, termasuk kesiapan calon sudah terpenuhi. Selain itu, jika daerah pemilihan luar negeri diubah, maka akan terjadi kesulitan karena harus membongkar daerah pemilihan yang sudah ada, dan dapat menganggu tahapan pemilu. Hal ini dengan memerhatikan prinsip berkesinambungan daerah pemilihan pemilu sebelum 2009. II. Perkara Nomor 6/PUU-XI/2013. Terkait dengan dengan dalil Para Pemohon mengenai penetapan wilayah Daerah Pemilihan NAD pada lampiran undang5
undang a quo, berpotensi merugikan hak konstitusional Para Pemohon karena sebagai warga Suku Gayo yang dilahirkan di tanah Gayo tidak dapat memperjuangkan keutuhan nilai-nilai budaya akibat terbelahnya wilayah Gayo menjadi dua daerah pemilihan. Dapat kami jelaskan hal-hal sebagai berikut. A. Bahwa dalam membentuk suatu daerah pemilihan harus diperhatikan prinsip-prinsip dasar, yaitu: 1. Prinsip kesetaraan. Suara dimana prinsip ini menjadi prioritas utama meskipun disadari bahwa harus memerhatikan faktor Jawa, luar Jawa, sehingga terjadi keseimbangan dalam membagi daerah pemilihan yang dimaksud kesetaraan suara. Bahwa dalam pemilu, suara setiap warga negara adalah sama, tidak peduli mereka berasal dari ideologi, agama, etnis, daerah, atau dari kelas ekonomi yang berbeda. Berdasarkan hal itu, pembagian daerah pemilihan dilakukan dengan melihat penyebaran jumlah penduduk yang mendiami suatu wilayah, dan biasanya dibatasi oleh wilayah administrasi kabupaten/kota. 2. Prinsip integritas wilayah. Prinsip ini dimaksudkan bahwa pembentukan suatu daerah pemilihan harus integral, tanpa ada batas yang terputus, sehingga pemetaannya menjadi lebih mudah berdasarkan jumlah penduduk di wilayah tersebut. 3. Prinsip kesinambungan wilayah. Prinsip ini secara substansi hampir sama dengan prinsip integritas … integralitas wilayah. Penekanannya adalah bahwa suatu daerah pemilihan tidak sering berubah batas-batasnya dari suatu pemilu ke pemilu berikutnya. Hal ini dimaksudkan, agar terjadi hubungan kedekatan yang baik antara wakil rakyat dan konstituennya, sehingga terjadi sinergi dan kedekatan emosional dalam memetakan persoalan dan kebutuhan di daerah pemilihan tersebut. 4. Dalam penentuan daerah pemilihan memerhatikan prinsip kohesivitas, yang bermakna adanya hubungan kedekatan dalam suatu masyarakat di wilayah tersebut. Kohesivitas yang muncul bisa disebabkan oleh kesamaan suku, etnis, kesamaan agama, dan kesamaan sosiologis lainnya. Namun demikian, prinsip ini tidak perlu menjadi prinsip utama dalam pembentukan suatu daerah pemilihan karena tidak semua wilayah memiliki kedekatan emosional secara sosilogis. Jika hal itu menjadi prioritas utama, maka pembentukan daerah pemilihan akan menjadi sangat banyak dan terkotak-kotak. Sementara ketentuan bahwa alokasi kursi tiap daerah pemilihan untuk DPR-RI adalah 3 sampai 10 kursi. Untuk … oleh karena itu, prinsip kohesivitas ini meskipun penting, namun tidak menjadi prioritas utama dengan pemahaman bahwa Indonesia 6
merupakan negara kesatuan, serta masyarakat sudah sangat plural atau majemuk. B. Terkait dengan adanya keinginan membagi daerah pemilihan Aceh, khususnya yang memilih Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, dan Kabupaten Gayo Lues dapat dijelaskan bahwa secara prinsip pemecahan daerah pemilihan tersebut tidaklah tabu, sepanjang tidak melanggar ketentuan alokasi kursi 3 sampai 12. Namun demikian, harus diperhatikan bahwa jika alokasi kursinya menjadi tidak seimbang atau proporsional antardaerah pemilihan, maka hal itu akan memberikan dampak bagi kesetaraan suara yang dimiliki. Saat ini Aceh memiliki dua daerah pemilihan, yaitu Aceh yang pertama 7 kursi dan Aceh yang kedua 6 kursi. Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Tenggara berada di daerah pemilihan satu, sementara Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah berada di daerah pemilihan dua. Dengan komposisi seperti itu, terlihat bahwa empat kabupaten dimaksud akan membentuk satu daerah pemilihan sendiri, sehingga akan mengurangi alokasi kursi daerah pemilihan satu dan dua. Persoalannya adalah bagaimana proporsi jumlah penduduk yang berada di empat kabupaten tersebut? Jika proporsi jumlah penduduknya tidak mencapai alokasi kursi minimal 3 kursi, maka akan menjadi persoalan karena melanggar ketentuan undangundang. Selanjutnya, harus diperhatikan proporsi alokasi kursi antardaerah pemilihan, yaitu jika alokasi kursi masing-masing daerah pemilihan hanya minimal 3 kursi atau 4 kursi, maka hal itu menjadi kurang memberikan ruang bagi partai politik peserta pemilu bisa mewakili suatu dapil berdasarkan sistem pemilu yang digunakan, yaitu proporsional. Memang hal itu suatu sisi menjadi lebih baik karena ada kompetisi yang ketat antara partai politik peserta pemilu. Namun, pilihan politik pembentuk undang-undang berdasarkan prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan di atas menjadi pertimbangan utama, sekaligus memerhatikan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi seperti itu berlaku untuk semua wilayah, termasuk Jawa yang notabene sekitar 60% penduduk Indonesia berada, meskipun Jawa terdiri atas berbagai suku, namun pemilihan daerah pemilihan tidak serta-merta mewakili pembagian berdasarkan kohesivitas sosiologis masyarakat semata. Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1), ayat (5), dan Lampiran Undang-Undang Pemilu tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28I ayat (3), Pasal 281 ayat (3) Undang-Undang ... maaf, Pasal 28I ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7
Demikian keterangan DPR-RI kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutuskan, dan mengadili perkara a quo dan dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menerima keterangan DPR-RI secara keseluruhan. 2. Menyatakan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (5) beserta Lampiran UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28I ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Menyatakan Pasal 22 ayat (1) dan (5) beserta Lampiran UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tetap mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Demikian, Yang Mulia, saya Ruhut Poltak Sitompul mewakili 13 rekan saya. Pertama, Gede Pasek Suardika. Ke-2, Aziz Syamsuddin. Ke-3, Drs. Al Muzzammil Yusuf. Ke-4, Ir. Tjatur Sapto Edy. Ke-5, saya sendiri Ruhut Sitompul. Ke-6, Harry Wicaksono. Ke-8, H. Nudirman Munir. Ke-9, H. M. Nurdin. Ke-10, H. Adang Daradjatun. Ke-11, Yahdil Harapap. Ke12, Ahmad Yani. Ke-13, Martin Hutabarat. Dan yang ke-14, H. Syarifuddin Sudding, S.H. Demikian, Yang Mulia, terima kasih. Wabillahitaufik walhidayah wasalamualaikum wr.wb. 11.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, terima kasih, Pak Ruhut Sitompul telah mewakili DPR untuk menyampaikan tanggapan atau keterangan atas permohonan Nomor 2 dan Nomor 6 sekaligus. Berikutnya Pemerintah.
12.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb., selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Opening statement Pemerintah atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sehubungan permohonan pengujian ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh satu, Saudara Priyo Puji Wasono dan kawan-kawan, sebagaimana register Mahkamah Konstitusi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XI/2013. Yang kedua, Saudara Mursyid dan kawan-kawan, sebagaimana register di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 8
6/PUU-XI/2013. Selanjutnya, pemerintah akan menyampaikan penjelasan singkat terhadap kedua permohonan tersebut sebagai berikut. Satu, tentang pokok permohonan. Pada intinya, pokok permohonan yang diajukan oleh Para Pemohon, sebagaimana tadi yang sudah disampaikan oleh DPR, pada intinya Pemerintah tidak akan membacakan karena hal tersebut sama sebagaimana yang sudah disampaikan. Kemudian, yang kedua tentang kedudukan hukum atau legal standing Para Pemohon. Uraian tentang kedudukan hukum legal standing Para Pemohon, Pemerintah akan menjelaskan secara rinci dan lebih lengkap, sebagaimana nanti akan disampaikan pada Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi atau melalui persidangan berikutnya. Namun demikian, Pemerintah menyampaikan permohonan kepada Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilainya, apakah Para Pemohon mempunyai kedudukan hukum atau tidak, sebagaimana diatur di dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi? Yang Mulia Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi. Bahwa terhadap anggapan Para Pemohon sebagaimana didalilkan pada pokok permohonan Para Pemohon, Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Satu. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan dewan Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali. Pemilu diselenggarakan dengan menjamin prinsip keterwakilan. Yang artinya, setiap orang warga Negara Indonesia dijamin memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasinya di daerah pemilihannya pada setiap tingkatan pemerintahan dari pusat maupun daerah. Dua. Daerah pemilihan ialah batas wilayah dan/atau jumlah penduduk yang menjadi dasar penentuan jumlah kursi yang diperebutkan dan menjadi dasar penentuan jumlah suara untuk menentukan calon terpilih. Lingkup daerah pemilihan dapat ditentukan berdasarkan: a. wilayah administrasi pemerintahan, nasional, provinsi, atau kabupaten kota, b. jumlah penduduk, atau c. kombinasi, faktor wilayah dengan jumlah penduduk. Besaran daerah pemilihan merujuk pada jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan, yaitu apakah satu kursi atau berwakil tunggal? Ataukah lebih dari satu kursi atau berwakil banyak (multi-member constituencies). 9
Pilihan tentang lingkup dan besaran daerah pemilihan akan mempunyai implikasi yang sangat luas, tidak saja derajat keterwakilan rakyat, proporsionalitas, dan akuntabilitas wakil rakyat. Tetapi juga pada sistem kepartaian dan sistem perwakilan rakyat yang akan terbentuk. Makin besar lingkup dan besar daerah pemilihannya … saya ulang, Yang Mulia. Tetapi juga pada sistem kepartaian dan sistem perwakilan rakyat yang akan terbentuk. Tiga. Daerah pemilihan berfungsi untuk menjamin keterkaitan antara pemilihan dengan calon wakil rakyat yang akan mewakili mereka. Sehingga pemilihan bisa mengenali dan … sehingga pemilih bisa mengenali dan berhubungan dengan mereka secara lebih baik. Di samping itu, dalam fungsi lingkup daerah pemilihan dan pemilihan umum anggota legislatif ialah: a. menjadi batas geografis penentu jumlah suara yang diperhitungkan untuk menentukan calon terpilih, dan b. menentukan siapa yang mewakili oleh anggota lembaga legislatif. Dan karena itu, juga menunjukkan siapa saja yang dapat meminta pertanggungjawaban kepada anggota lembaga legislatif yang mana? Dengan kata lain, demokrasi keterwakilan di Indonesia menghendaki seseorang atau lebih untuk bertindak mewakili rakyat dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat lokal. Aspirasi dan kepentingan yang perlu diwakili tersebut, tidak hanya menyangkut penduduk atau orang, tetapi juga menyangkut daerah atau ruang. Empat. Tujuan pembagian daerah pemilihan dalam sebuah pemilu adalah untuk mengukur derajat legitimasi anggota legislatif, dimana dapat diukur secara kuantitatif sejumlah suara pemilih yang diperoleh setiap calon anggota legislatif. Selain itu, untuk membatasi lingkup wilayah pertanggungjawaban anggota legislatif terhadap konstituennya. Sehingga konstituen tahu siapa wakilnya, begitu pun sebaliknya. Yang tak kalah penting adalah penetapan daerah pemilihan bertujuan untuk menjaga konstituenitas anggota legislatif terhadap pemilihnya. Lima. Atas beberapa pertimbangan tersebut, maka penetapan daerah pemilihan perlu dibuat tersendiri di luar wilayah administrasi, sehingga memecah-mecah atau menggabung-gabungkan wilayah administrasi menjadi satu daerah pemilihan adalah sesuatu yang lazim dalam pemilu dengan sistem proporsional. Untuk konsteks Indonesia setelah perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, penerapan doktrin one person, one vote, dan one value, itu menjadi tak terhindarkan mengingat konstitusi menetapkan adanya lembaga DPD dalam sistem legislatif. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi dengan menggunakan sistem distrik berperwakilan banyak. Setiap provinsi dipilih 4 wakil. 10
Keberadaan DPD dimaksudkan untuk mengimbangi DPR yang merupakan wakil rakyat. Dengan demikian, dalam sistem perwakilan pasca-Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terdapat DPD yang mewakili daerah dan DPR yang mewakili orang. Oleh karena itu, penetapan daerah pemilihan (yang berbeda dengan wilayah administrasi) dalam pemilihan anggota DPR dan DPRD menjadi keharusan guna merealisasikan doktrin one man, one vote, dan one value karena keterwakilan mereka tidak ada lagi kaitannya dengan wilayah administrasi. Karena pada level nasional sudah ada DPD, melainkan semata-mata hanya untuk mewakili orang atau penduduk. Yang Mulia, sebagaimana ketentuan Pasal 22 ayat (4) UndangUndang Pemilu, DPR, DPD dan DPRD bahwa penentuan daerah pemilihan anggota DPR dilakukan dengan mengubah ketentuan daerah pemilihan pada pemilu terakhir, hal ini didasarkan pada penghitungan pembentukan daerah pemilihan berdasarkan prinsip kesetaraan nasional, prinsip integralitas wilayah, kesinambungan wilayah dan kohesivitas penduduk. Tujuh. Penentuan alokasi kursi di setiap daerah pemilihan untuk Pemilu DPR dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, ditetapkan sama dengan alokasi kursi pada Pemilu Tahun 2009. Secara faktual, alokasi kursi di setiap daerah pemilihan, ini seharusnya mengacu pada jumlah penduduk dengan mengacu pada prinsip one person, one vote, dan one value. Namun karena alokasi kursi pada Pamilu 2009 di setiap daerah pemilihan sudah terbentuk sedemikian rupa, sehingga dikhawatirkan jika terdapat perubahan besar dalam alokasi kursi di setiap daerah pemilihan yang akan menimbulkan gejolak politik yang tentunya akan mengganggu pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu Tahun 2014. Pemerintah sangat menghargai dan memahami bahwa sesuai dengan prinsip one person, one vote, dan one value, maka jumlah alokasi kursi di setiap daerah pemilihan sesuai dengan jumlah penduduk di daerah pemilihan tersebut. Namun pertimbangan stabilitas politik lebih menjadi pilihan Pemerintah dalam menentukan alokasi kursi di setiap daerah pemilihan. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terhadap permohonan sebagaimana dalam register 2/PUU-XI/2013, Pemerintah dapat menyampaikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa dimasukkannya daerah pemilihan yang berasal dari luar negeri sebagai bagian dari Provinsi DKI dan menjadi lingkup Daerah Pemilihan II DKI Jakarta pada prinsipnya sama sekali tidak mengurangi fungsi keterwakilan dari warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri. Karena setiap warga negara tetap dapat menilai dan menyampaikan aspirasinya melalui wakil yang telah dipilihnya, khususnya berkaitan dengan daerah pemilihan luar negeri yang dimasukkan ke dalam lingkup Daerah Pemilihan DKI Jakarta II, hal ini
11
dikarenakan suara pemilih di luar negeri tidak terkonsentrasi dalam suatu wilayah tersendiri. Suara pemilih luar negeri tersebar di bayak negara sebagai sebuah entitas kelompok pemilih. Pemilih luar negeri memang memiliki spesifikasi khusus yang tidak secara linear berhubungan dengan konstruksi daerah pemilihan pada umumnya. Pemasukan pemilih luar negeri ke dalam Daerah Pemilihan DKI Jakarta II merupakan kebijakan pembuat undang-undang agar suara pemilih luar negeri tetap memiliki wakilnya di parlemen. Terhadap permohonan dalam Perkara Register 6/PUU-XI/2013, Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa penentuan daerah pemilihan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tetang Pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD yang dinilai memecah-mecah atau menggabung-gabungkan wilayah administrasi menjadi satu daerah pemilihan adalah sesuatu yang lazim dalam pemilu sistem proporsional. Untuk konteks Indonesia setelah perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, hal ini juga tidak bertentangan dengan prinsip sebagaimana Pemerintah sudah sampaikan di atas, yaitu terkait dengan prinsip one person, one vote, one value. Selanjutnya, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Pemerintah berpendapat bahwa tentang berbagai pengaturan daerah pemilihan secara nasional adalah merupakan pendelegasian UndangUndang Dasar Tahun 1945 untuk diatur dengan undang-undang secara proporsional. Maka dalam hal ini, legal policy terkait dengan pilihan secara nasional yang demikian menurut Pemerintah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Lebih lanjut, menurut Pemerintah juga proses pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD telah sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, termasuk di dalamnya materinya, jenisnya, hierarki, materi muatannya, dan lembaga yang membentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, yaitu dalam hal ini berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Kebijakan daerah dilihat secara nasional, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, menurut Pemerintah sama sekali tidak mengabaikan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Pasal 18B ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Karena setiap orang, warga negara, dan partai politik peserta pemilu diperlakukan sama dan mendapatkan kesempatan yang sama melalui kompetisi secara demokratis dan pemilu yang merupakan kebutuhan dan kepentingan Bangsa Indonesia ke depan.
12
Dua belas, Yang Mulia. Pemerintah sangat menghargai usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya juga dalam hal ini adalah Para Pemohon, dalam ikut memberikan sumbangan dan partisipasi pemikiran dalam membangun pemahaman atas makna keterwakilan dan konstruksi daerah pemilihan dan alokasi kursinya. Demokrasi di Indonesia masih sangat membutuhkan pemikiran-pemikiran tersebut untuk perbaikan penyelenggaraan demokrasi dan pemilu pada masa mendatang. Di masa depan, pemikiran-pemikiran masyarakat tersebut akan menjadi sebuah rujukan yang sangat berharga bagi Pemerintah khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Atas dasar pemikiran tersebut, Pemerintah berharap kepada setiap orang, kepada masyarakat, termasuk juga Pemohon agar dapat terjadi dialog yang intens dengan Pemerintah yang secara terus-menerus agar supaya kehidupan demokrasi dan pemilihan umum di masa depan akan menjadi lebih baik. Terakhir, Yang Mulia, kesimpulan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan Pengujian Undang-Undang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan. 3. Menyatakan Ketentuan Pasal 22 ayat (1), ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, Anggota DPD, dan Anggota DPRD tidak bertentangan dengan Ketentuan Pasal 18B ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi atas berkenannya, diucapkan terima kasih. Kuasa Hukum Presiden, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Amir Syamsuddin, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Gamawan Fauzi. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 13.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Waalaikumsalam. Baik. Terima kasih, Pak Mualimin. Dengan demikian, sidang-sidang tentang dua perkara ini menurut Mahkamah Konstitusi sudah cukup bahan untuk mengambil keputusan. Tetapi kalau Pemohon, maupun DPR, atau Pemerintah masih ingin sidang dilanjutkan, misalnya karena ingin menampilkan saksi dan/atau ahli, kami persilakan. Bagaimana, Pemohon? 13
14.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 2/PUU-XI/2013: WAHYUDI DJAFAR Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pihak Pemohon kami masih akan menghadirkan beberapa orang ahli di dalam proses persidangan ini. Terima kasih.
15.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Kalau begitu … Pemohon nomor satunya?
16.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 6/PUU-XI/2013: YANCE ARIZONA Terima kasih, Yang Mulia. Kami dari Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XI/2013 juga akan mendatangkan ahli dan saksi.
17.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Silakan, Pak.
18.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Kepada Pemerintah, Indonesia di luar negeri.
19.
saya
minta
diberikan
data-data
orang
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Jumlahnya, Pak?
20.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Jumlahnya. Terima kasih.
21.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pada sidang yang akan datang, data-data masyarakat kita di berbagai negara.
14
Baik, sidang akan dibuka ... akan dibuka lagi nanti pada hari Selasa, tanggal 5 ... Selasa, tanggal 5 Maret 2013, jam 11.00 WIB, di tempat ini. Sidang hari ini dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.58 WIB Jakarta, 18 Februari 2013 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
15