TIS GRA
April/Mei 2013
HealthNews Kisah inspiratif dan informative untuk para pasien
Berdiri
TEGAR
MCI (P) 040/01/2013
Kanker tulang telah merampas kaki kiri Do Thi Thanh Tam, tapi dia berhasil melawannya dan menemukan semangat baru untuk hidup
P
oliteknik apa yang harus aku pilih? Studi apa yang harus aku ambil? Manakah dari sekian teman yang aku kenal yang bisa berbuat sesuatu dan membuat kami tertawa? Hal ini terdengar seperti pemikiran duniawi dari seorang pemudi Singapura pada umumnya. Jika Anda menyebut Do Thi Thanh Tam, 21, sebagai seorang Kisah gadis biasa dari Singapura, dia akan tentang sangat senang dengan panggilan itu. HARAPAN Dia memang ingin menjadi orang Singapura, dan ingin orang memperlakukannya sebagaimana orang normal pada umumnya. Namun Tam, begitu dia biasa disapa teman-teman akrabnya, sesungguhnya jauh dari kesan biasa. Karena Tam sebenarnya adalah seorang pejuang kanker. Kanker telah merampas kaki kiri Tam. Bahkan hampir saja nyawanya ikut melayang. Pada Juli 2006, saat dia berusia 14 tahun, dokternya di Vietnam menemukan bahwa dia menderita kanker tulang di kaki kirinya. Kemoterapi pun akhirnya ditempuh namun hal itu tidak banyak membantu. Karena nyatanya, kankernya justru berkembang. Ibunda Tam berkata: “Kemanapun saya pergi, saya bertanya pada setiap orang yang saya kenal apakah ada di Ho Chi Minh City yang bisa menolong putri saya. Dan, sedihnya, ternyata tidak ada yang bisa.” Ibunda Tam adalah seorang single parent (orangtua tunggal) dengan dua anak. Dan Tam adalah anaknya yang kedua. Dia pernah melihat di sebuah koran berita tentang metode baru radioterapi yang disebut TomoTerapi yang ada di Singapura. Meskipun dia bukanlah seorang kaya raya, namun dia menganggap bahwa dia harus mencari cara agar putrinya bisa sembuh. Maka ibunya pun membeli tiket pesawat dan membawa Tam ke Singapura. Di sana barulah ibunya mengetahui bahwa TomoTerapi bukanlah jawaban yang tepat bagi Tam, dan mereka justru diarahkan untuk menemui Dr Ang Tam pada tahun 2007, Peng Tiam di Parkway Cancer tepat setelah operasi Centre. Pada saat itu, penyakit pemotongan kaki Tam sudah sangat parah. Di sebuah artikel yang ditulisnya, Dr Ang mengenang pertemuan pertamanya dengan Tam. “Dia berusia 14 tahun dan kondisinya sangat menyedihkan. Kanker tulang telah
Lanjut ke halaman berikutnya
EDISI BULAN INI: Perjalanan bersama para pejuang kanker | Jaringan GPs
Kisah tentang Harapan
Lanjutan halaman muka
Kanan: Tam dan ibunya di Korea. Kanan jauh: Tam dan temantemannya dari Nanyang Polytechnic.
Tersambunglah bersama kami di
www.facebook.com/ parkwaycancercentre Tim Editorial Fong Mue Chern Pauline Loh Nazir (Tan) Amir Vincent Tan Penerbit Preston Communications Percetakan Impress Printing Dilarang mengutip, memperbanyak, atau memperjualbalikan kembali sebagian atau seluruh isi majalah ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Informasi yang tersaji di majalah ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan saran dari praktisi kesehatan Anda.
menghancurkan separuh dari tulang panggul kirinya. Dokter pun menyarankan operasi untuk mengangkat tulang yang mengalami kanker namun ibunya tidak merasa yakin. Tam dibawa ke ruang praktek saya dengan commode with wheels (yaitu kursi roda yang di bagian kursinya terdapat toilet bagi pasien yang biasanya tidak dapat berjalan atau bergerak bebas-pen). Dia selalu kesakitan, bahkan makan dan mandi pun dilakukan di kursi tersebut.” Tipe kanker Tam, yaitu sarkoma osteogenik, memiliki kecenderungan menyebar. Jadi alih-alih terburu-buru menyarankan operasi, Dr Ang merekomendasikan sebuah program kemoterapi. Ternyata langkah tersebut tepat, karena X-ray yang dilakukan kemudian menunjukkan tulang Tam “lebih putih”, ini membuktikan bahwa tulang baru tengah terbentuk di titik kankernya. Tam juga dilaporkan mengalami rasa sakit yang lebih ringan. Periode kemoterapi tersebut memungkinkan tim medis untuk mempelajari kanker Tam dan memeriksa apakah obat akan efektif untuk mengurangi ukuran tumornya. Namun ternyata kankernya sudah terlalu luas untuk bisa mempertahankan kaki kirinya. Dan akhirnya diputuskan bahwa amputasi adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan jiwa Tam. Dan hari ini, enam tahun setelah amputasi dan kemoterapi, rasa sakit hanyalah kenangan bagi Tam. Sekarang dia bisa sangat mudah bergerak dan berjalan dengan tongkat penopangnya. Hidupnya benar-benar telah berubah. Sebelum kanker, cita-citanya adalah bisa sekolah di Vietnam dan jika memungkinkan membantu di perkebunan ibunya. Namun, karena kebutuhan mengharuskannya berobat di Singapura, maka Tam pun pindah ke Negara ini. Dengan suara lembut, Tam menuturkan dalam bahasa Inggris: “Keluargaku memutuskan aku harus menetap di Singapura karena lingkungan disini lebih mudah bagiku untuk beraktivitas. Di Vietnam, masih sulit bagi penyandang cacat untuk bepergian. Ibuku-lah yang selalu mengantarku kemana-mana. Tentu saja dengan kondisi ini akan sulit bagiku untuk melamar pekerjaan. Disini di Singapura, aku bisa jalanjalan dengan bus dan MRT sendirian.” “Aku mulai tinggal di Singapura sejak usia lima belas. Ibuku tidak bisa menemaniku tinggal disini karena ada perkebunan yang harus diurusnya juga di Vietnam. Jadi segalanya kuurus sendiri. Selama empat bulan aku kursus bahasa Inggris di sebuah lembaga agar dapat berkomunikasi dengan warga setempat. Tiga tahun lalu, kakakku datang kemari untuk belajar. Jadi sekarang aku sudah punya keluarga disini.” “Saat ini adalah tahun keduaku di Nanyang Polytechnic. Berdasarkan saran guruku, maka aku mengambil ilmu informatika finansial sehingga, ke depannya, aku sangat berharap bisa dapat pekerjaan di belakang meja di bank.” Tam sangat pemalu dan lembut dalam berbicara sehingga sangat sulit untuk menggambarkan dirinya –seorang wanita difabel (penyandang cacat) yang hidup mandiri sejak usia 15 tahun. Namun dia mengejutkan banyak orang saat dia berkisah tentang sahabat-sahabatnya. “Aku punya sekelompok sahabat, mereka berjumlah sembilan orang, di Nanyang Polytechnic. Kami berasal dari berbagai negara; ada yang dari Filipina, RRC, Singapura dan aku, dari Vietnam. Mereka sangat senang membantuku, misalnya mereka bersedia membelikan makan siang untukku di kantin.” Tam masih terus melakukan check-up kepada Dr Ang setiap 6 bulan sekali. “Dia selalu ramah. Bicaranya cukup cepat, tapi aku bisa menangkap maksudnya. Dia juga selalu berpikir positif. Dr Ang membahas tentang hasil tes darahku dan kata beliau hasilnya bagus.” Staf di PCC juga senantiasa ramah dan murah senyum kepada Tam. Tam berencana untuk mengejar gelar sarjana. Dia juga berharap bisa bekerja di sebuah bank di Singapura. Dia ber-
niat menjadi warga Negara Singapura, walaupun dia belum tahu bagaimana proses pengajuannya. Namun ini adalah rencana jangka panjangnya. Untuk saat ini, Tam hanya ingin bersyukur bahwa dia selamat, dan bisa menyambut hariharinya dengan gagah, dan berdiri tegar.
Kisah tentang Harapan
Perjalanan
Tentang Keluarga
bersama
Nancy & Noel Hawkes Noel sudah menjalani pengobatan kanker saat istrinya Nancy terdeteksi bahwa dia juga terserang penyakit yang sama. Mereka pun bergandengan tangan bersama melawan penyakit itu.
Para Pejuang
Kanker
Nancy & Noel Hawkes
Tan Siok Cheng
Demi Buah Hatiku Nguyen Thi Ngoc Diem & Tan Siok Cheng Nguyen Thi Ngoc Diem, seorang model Vietnam, diserang kanker tidak hanya satu, bahkan dua kali. Begitu juga dengan Tan Siok Cheng, seorang warga Singapura. Namun kedua ibu ini berjuang bak pahlawan melawan penyakit mereka, demi buah hati tercinta.
Nguyen Thi Ngoc Diem
Pertarungan Seru Willy, My Linh & Thanh Tam Willy, My Linh dan Thanh Tam menghadapi ancaman hidup di usia muda. Namun hal itu memberi mereka sebuah kebulatan tekad untuk bertahan dan mengendalikan hidup mereka seutuhnya.
Willy and Dr Ang Peng Tiam
My Linh (kiri) bersama orang tuanya
Thanh Tam
Kisah tentang Harapan
Dari manapun mereka berasal, pejuang kanker memiliki sebuah kesamaan: Keberanian dan kekuatan untuk melawan penyakit yang ditakuti tersebut. Selama beberapa bulan ke depan, mereka akan berbagi kisah penuh inspirasi yang mereka lalui di televisi, dikemas dalam sebuah film dokumenter yang ditayangkan mingguan sejak 4 April lalu di Channel NewsAsia. Disponsori oleh Parkway Cancer Centre, ini adalah seri ketiga setelah Journey of Hope dan Edge of Life.
Cahaya di Kegelapan
Rosales Hidup Rosales hancur saat dia tahu dirinya terdiagnosa kanker paru-paru. Namun berbekal dorongan pasangannya dari Indonesia, dia memutuskan untuk berobat ke Singapura, dan menemukan kembali kekuatan untuk melalui itu semua. Rosales dan istrinya
Dan Cinta pun Mengalahkan U Win Htein & Daw Khin Zaw Meskipun dengan sumber daya terbatas, pensiunan guru Daw Khin Zaw dan mantan tentara U Win Htein berhasil mengatasi kanker di Myanmar. U Win Htein dan istrinya
Daw Khin Zaw dan suaminya
Secercah Harapan Too Hong Huat & Lim Hock Kee Too Hong Huat dan Lim Hock Kee diserang kanker di perutnya. Namun mereka tidak mau menyerah begitu saja, lalu mereka pergi berobat ke Singapura, dan berhasil melawannya. Lim Hock Kee
Too Hong Huat
Melayani Anda
P
Para dokter dari Parkway Cancer Centre dan Parkway Shenton mendapat kesempatan untuk bertemu di sebuah acara networking baru-baru ini
ada pekan pertama tahun baru Cina, Parkway Cancer Centre (PCC) menyelenggarakan sebuah acara networking untuk para Dokter Umum Parkway Shenton. Diadakan pada 16 Februari, acara tersebut memberikan kesempatan kepada para dokter untuk mendapatkan gambaran dari pusat serta beberapa kabar terbaru seputar onkologi, terutama dalam hal pencegahan dan perawatan lanjutan. Dalam sambutannya, Dr Koh Hau Tek, Direktur Medis Shenton Medical Group, menyatakan bahwa Great Eastern kini telah terkoneksi dengan PCC untuk layanan pemeriksaan kesehatan tertentu, dan klinik lainnya kini telah dibentuk tepat di seberang Lau Pa Sat, di Ogilvy Centre. Beberapa pemeriksaan kesehatan Shenton Medical Group yang dimaksud adalah Pap smear & Tes Tinja yang mengandung darah dan apabila terdeteksi ketidaknormalan di dalam tinja tersebut, dokter disarankan agar merujuk pasien ke ahli ginekologi atau ahli bedah kolorektal untuk diperiksa di Parkway Cancer Centre. Dokter baik hati itu juga menyebutkan bahwa tahun ini adalah tahun ular, dan bahwa hal itu dapat diartikan sebagai komunikasi dan simpati yang sehat, yaitu ciri-ciri yang sepatutnya diaplikasikan oleh para dokter dengan baik dalam praktik pekerjaan mereka sehari-hari. Kesempatan berbicara pertama kali diberikan kepada Dr Zee Ying Kiat, seorang konsultan di bagian onkologi medis di PCC, tentang pengobatan dan skenario penyelamatan terkait kanker kolorektal. Dia menyampaikan secara global, bahwa kanker kolorektal merupakan kanker ketiga yang paling banyak menyerang laki-laki dan kedua terbanyak pada wanita setelah kanker payudara, diperkirakan ada 608.000 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Di Singapura, kanker kolorektal termasuk yang banyak menyerang kaum pria, dan risiko berkembang itu meningkat secara substansial setelah usia 45 tahun. Bagaimanapun, sebagaimana jenis kanker lainnya, deteksi dini adalah kunci untuk pencegahan yang lebih baik. Pada stadium paling awal, pasien kanker kolorektal memiliki peluang sangat besar untuk diselamatkan, sedangkan pasien dengan kanker stadium lanjut yang telah menyebar ke bagian lain di tubuh biasanya memiliki kemungkinan selamat yang lebih rendah. Cara terbaik untuk mendeteksi kanker ini sejak awal, bahkan sebelum gejala terasa, adalah melakukan pemeriksaan yang layak yaitu dengan kolonoskopi atau alternatif lainnya yakni dengan memeriksakan adakah darah yang tersembunyi pada tinja. Ketika menjelaskan tentang pilihan pengobatan untuk kanker ini, Dr Zee berbiacara juga mengenai operasi, terutama kemajuan teknologi terbaru khususnya dalam teknik bedah. Sebagai contoh, dengan operasi berbasis robot, operasi dapat dilakukan dengan akurat dan waktu penyembuhan pun lebih singkat. Paparannya juga mencakup berbagai jenis obat yang dapat membantu mengatasi kanker kolorektal, yang ditunjukkan dengan fakta bahwa obat tersebut telah terbukti berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan kemungkinan seseorang untuk bertahan hidup. Kemajuan besar dalam inovasi obat anti-kanker dan cara kita berdamai dengan efek samping yang mungkin terjadi telah menunjukkan hasil yang lebih baik secara keseluruhan. Pembahasan berikutnya, yang disampaikan oleh Dr Quek Swee Chong, Direktur Klinis dan Konsultan Senior Ginekologi di Parkway Gynaecology Screening & Treatment Centre (Pusat Pemeriksaan & Pengobatan Ginekologi Parkway), adalah tentang Pap smear yang abnormal dan apa yang sebaiknya disampaikan para dokter kepada pasien. Dr Quek menekankan bahwa sebuah pemeriksaan Pap smear adalah tes yang mudah dan efektif yang telah dilakukan selama lebih dari 48 tahun. Dia menambahkan bahwa meskipun hasil Pap smear menunjukkan 90% normal, itu tidak berarti pasien benar-benar bersih. Sebaliknya, hasil pap smear yang buruk tidak selalu merupakan indikasi kanker. Oleh karena itulah seorang pasien, seharusnya tidak merasa khawatir hanya karena penjelasan dengan kata-kata yang tidak tepat. Dia menyoroti penelitian yang menunjukkan bahwa wanita yang menunggu hasil Pap smear memiliki tingkat stres lebih tinggi ketimbang mereka yang sedang menunggu operasi besar. Jadi, meski tesnya sederhana, ternyata tidak sama halnya dengan reaksi emosional si pasien. Dr Quek juga menyarankan beberapa kemungkinan jawaban kepada para dokter umum yang bisa jadi
Bursa
akan mendapat pertanyaan dari pasien dengan hasil Pap smear yang di luar normal, dan juga beberapa video tentang bagaimana melakukan tes tersebut dengan benar. Acara berikutnya adalah sesi tanya jawab interaktif. Seorang dokter bertanya apa yang sebaiknya dikatakan kepada pasiennya tanpa harus menimbulkan kecemasan, jika hasil Pap smear menunjukkan harus dilakukan pengulangan. Dr Quek dengan sederhana menyarankan dokter tersebut untuk menyampaikan yang sebenarnya dan katakan juga, “Hasilnya belum cukup. Kami harus melakukan Pap smear tambahan. Jadi belum ada yang bisa kami sampaikan untuk saat ini”. Dan seorang dokter tidak perlu menyampaikan hal-hal yang tidak perlu disampaikan. Dokter lainnya bertanya tentang bagaimana menangani situasi yang sulit – misalnya jika pasien mengetahui dirinya mengidap infeksi HPV sedangkan suaminya ada di sisinya. Dr Quek menjawab bahwa tidak semua jenis infeksi HPV disebabkan kontak seksual, dan HPV tidak selalu timbul karena perselingkuhan. Acara bincang-bincang hari itu benar-benar mengena bagi para dokter umum yang hadir. Seorang dokter berkata: “Topiknya sangat menarik dan relevan. Secara keseluruhan, acara ini sangat bermanfaat.” Dokter umum lainnya Dr Wong Hui Hua menambahkan: “Acara tadi interaktif sekali. Pembicaraan soal tes Pap smear oleh Dr Quek sangat berguna bagi kami.”
Melayani Anda
Dokter
Atas: Acara networking memberi kesempatan kepada para dokter untuk saling mengenal dan berbagi pengalaman keahlian – sambil ditemani sajian salad ikan segar.
Membangun Jaringan di Johor Bahru Para dokter dan spesialis dari Singapura dan Malaysia mendapat kesempatan bertemu dalam sebuah acara networking pada 19 Februari, ketika ParkwayHealth mengadakan makan malam persahabatan “Yee Sang” di Restoran Seafood Grand Straits Garden di Johor Bahru. Acara tersebut adalah dalam rangka untuk saling mengenal, sehingga mereka dapat lebih akrab dengan keahlian masing-masing dalam rangka memudahkan komunikasi dalam hal pekerjaan di masa mendatang. Dokter-dokter Malaysia mengatakan bahwa mereka senang bisa bertemu dengan rekan sejawat dari negeri seberang, dan menginginkan acara serupa yang bisa menghadirkan para ahli onkologi dari Singapura. Mereka yang hadir di acara makan malam tersebut termasuk para spesialis dari berbagai rumah sakit di Johor Bahru, para dokter Parkway Health dari Singapura dan Dr See Hui Ti dan Dr Zee Ying Kiat dari Parkway Cancer Centre.
Melayani Anda
Merawat lebih dari Kanker S
Mampu memberikan pengobatan holistik bagi pasien dan memberi perbedaan berarti dalam kehidupan mereka adalah hal yang menginspirasi Dr Zee Ying Kiat untuk menjadi ahli onkologi medis
ebagai mahasiswa kedokteran di London, Zee Ying Kiat muda, ditempatkan di bangsal kanker, menjadi saksi mata, secara fisik maupun emosional yang dihadapi para pasien kanker, dan keluarga mereka. Dia menemukan sebuah sumber inspirasi luar biasa tentang bagaimana seorang dokter ahli kanker (onkologi) bekerja tanpa kenal lelah dengan tim mereka dalam merawat para pasien kanker. Hal ini berkisar mulai dari menjelaskan diagnosis ke pasien yang baru terkonfirmasi kanker, membahas manfaat dan risiko dari pilihan pengobatan, mengelola gejala-gejalanya, dan bagaimana menghadapi ketakutan serta kecemasan mereka. Seorang ahli kanker akan selalu ada untuk bergabung dalam kegembiraan pasiennya dan lega ketika mengetahui bahwa kankernya menunjukkan respon positif terhadap pengobatan atau yang lebih baik lagi, terbebas dari kanker. Bahkan dalam situasi dimana pasien mendekati ajalnya, seorang ahli kanker yang cermat akan hadir dan memberikan kenyamanan bagi pasien dan orang terkasih mereka. Pengalaman tersebut, ujar Dr Zee, semakin meyakinkannya untuk menjadi dokter ahli kanker karena hal tersebut “meyakinkan saya bahwa spesialisasi ini akan memungkinkan saya bisa memberi pengobatan yang holistik kepada pasien” Dr Zee meraih gelar sarjana dengan gelar ganda dari University College London. Selama masa tersebut, dia juga dianugerahkan sebuah penghargaan Drummond Prize di bidang fisiologi. Setelah diterima sebagai Anggota dari The Royal College of Physicians (Inggris), dia kemudian bekerja di Royal Marsden Hospital, sebuah pusat kanker terkemuka dunia yang terletak di London, sebelum akhirnya menyelesaikan spesialis dalam Onkologi Medis di National University Cancer Institute, Singapura (NCIS). Dr Zee kembali ke Inggris dalam rangka program beasiswa belajar di The Christie Hospital dan Paterson Institute for Cancer Research (Institut Paterson untuk Penelitian Kanker) di Manchester, dimana fokusnya pada pengembangan obat anti-kanker. Selama waktu tersebut, dia melakukan studi langsung pada manusia tentang obat anti-kanker dengan tujuan akhir pengembangan obat kanker yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap pasien. Setelah kembali ke NCIS, dia melakukan penelitian lebih lanjut sebagai peneliti utama ataupun pendamping dalam uji coba baik lokal maupun internasional yang melibatkan terapi baru dengan target kanker kolorektal, kanker lambung, kanker hati, dan kanker pankreas. Karya-karyanya tersebut telah diterbitkan dalam jurnal-jurnal ilmiah kelas dunia seperti British Journal of Cancer, Journal of Clinical Oncology, Lancet Oncology dan Nature Reviews. Komitmen Dr Zee terhadap penelitian dan perawatan pasien berhasil membawanya meraih berbagai penghargaan, termasuk National Medical Research Council Clinician Investigator Support Grant, NCIS Investigator Protected Time Grant dan Excellent Service Award dari SPRING Singapura. Fokus Dr Zee tetap tertuju pada perawatan pasien secara terpusat. Sebagai dokter ahli spesialis kanker di Parkway Cancer Centre, aktivitas sehari-hari ayah dua putra ini bermula dan berakhir di rumah sakit dimana dia berkeliling melakukan
tugasnya. Meninjau pasien yang dirawat untuk pengobatan kanker, mengontrol gejala yang ada, atau untuk tes yang lebih darurat. Di antaranya, dia juga menemui pasien baru dan pasien tindak lanjut di kliniknya. Hal ini meliputi membantu pasien dan orang-orang tercinta mereka menghadapi berbagai aspek kanker – pengobatan, pengendalian gejala dan masalah emosional. Dr Zee yakin dengan pasti bahwa pasien kanker akan sangat baik apabila ditangani oleh sebuah tim dari multidisiplin ilmu yang meliputi ahli bedah, ahli onkologi radiasi, ahli patologi, ahli gizi, konselor, manajemen nyeri dan ahli pengobatan paliatif. Oleh karena itu, kata Dr Zee, “Banyak sekali koordinasi seringkali diperlukan untuk kedua jenis pasien baik pasien rawat inap maupun rawat jalan”. Di akhir hari, Dr Zee biasanya menghabiskan waktu di rumah dimana dia menikmati ramainya rumah yang diisi oleh empat generasi dalam satu atap. “Setelah benar-benar menikmati hidup multigenerasi sebagai anak muda, saya berharap anak-anak saya bisa merasakan hal yang sama,” ujarnya, sambil bercerita bahwa yang disebut dengan waktu keluarga adalah mulai dari kumpul-kumpul besar untuk makan bersama atau bahkan hanya sebuah perjalanan sederhana ke taman bermain bersama istri dan buah hati mereka. Jika Dr Zee ditanya apa yang membuatnya tetap menjalani profesinya ini, maka jawabannya adalah bahwa ini adalah keyakinannya, yaitu memberikan perbedaan yang berarti bagi pasien dan orang-orang yang mereka kasihi. “Menjadi seorang dokter ahli kanker tidak hanya soal meresepkan obat untuk mengobati kanker. Bagi saya, menjadi seorang ahli kanker berarti hadir untuk pasien sepanjang perjalanan mereka bersama kanker,” katanya. Mereka yang telah terdiagnosa kanker secara alamiah akan merasa kewalahan, takut, bingung, atau bahkan marah. Sebagian mereka meyakini bahwa kanker adalah sebuah vonis mati. Sedangkan yang lainnya ada yang mengalami gejala kanker yang menyedihkan tetapi takut akan efek samping pengobatan. Banyak juga yang khawatir terhadap dampak yang akan terjadi pada karier dan keluarga mereka. Pasien yang telah berhasil terobati bisa jadi cemas jika kankernya kembali menyerang. Di sisi lain, pasien yang telah mendekati ajal bisa jadi justru fokus pada pengendalian gejala-gejalanya. Mengingat berbagai aspek pengobatan bagi seseorang yang terkena kanker, tujuan Dr Zee adalah bisa memberikan perbedaan yang berarti bagi pasien dan orang-orang yang mereka kasihi dengan mendampingi mereka, memberikan informasi yang tepat dan membimbing mereka melalui pilihan pengobatan terbaik dan apa yang bisa diharapkan. “Mencapai tujuan ini untuk setiap pasien yang saya tangani setiap hari adalah apa yang saya sebut sebagai sebuah kesuksesan. Sensasi kepuasan yang saya rasakan saat pasien dan keluarga mereka mengungkapkan rasa terima kasih mereka benar-benar tidak terlukiskan dengan kata-kata,” kisahnya.