MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI DARI PIHAK TERKAIT (VII)
JAKARTA KAMIS, 13 MARET 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi dari Pihak Terkait (VII) Kamis, 13 Maret 2014, Pukul 11.20 – 12.10 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Arief Hidayat 2) Harjono 3) Ahmad Fadlil Sumadi 4) Maria Farida Indrati 5) Muhammad Alim 6) Patrialis Akbar Achmad Edi Subiyanto
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
ii
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Ibrahim Sumantri B. Pemerintah: 1. 2. 3. 4.
Agus Hariadi Budijono Umar Kasim Reytman Aruan
C. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. Ahmad Biky 2. Ary Lazuardy 3. Muhammad Isnur D. Saksi dari Pihak Terkait: 1. Indra Munaswar
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.20 WIB
1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kita mulai. Sidang dalam Perkara Nomor 96/PUU-XI/2013 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Sebelum kita mulai, perlu saya beritahukan, terutama pada Pemohon, ya. Ini adalah Sidang Pleno, tapi ada 2 orang Hakim yang berhalangan karena sakit, maka sidangnya Sidang Panel yang diperluas. Apakah Saudara ada keberatan atau bagaimana?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Tidak keberatan, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak keberatan, ya?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Tidak keberatan.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Berarti kalau begitu, kita lanjutkan. Baik, Pemohon hadir? Tolong dihidupkan.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Saya, Ibrahim Sumantri, Kuasa Hukum dari Pemohon, Yang Mulia, Pemohon berhalangan hadir.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Pemerintah?
8.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Hadir, Yang Mulia. 1
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Hadir. Kemudian, Pihak Terkait?
10.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: AHMAD BIKY Kami hadir, Yang Mulia.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Agenda pada pagi hari ini adalah mendengarkan keterangan Saksi dari Pihak Terkait, ya agenda tinggal itu. Kemudian karena sudah tidak ada ahli dan saksi, baik dari Pemohon maupun Pemerintah, maka ini adalah sidang yang terakhir, ya. Saya persilakan kepada Saksi Pihak Terkait untuk menuju mimbar untuk menyampaikan (…)
12.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD ISNUR Disumpah dulu.
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Disumpah dulu, ya?
14.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD ISNUR Sumpah dulu, Majelis.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya, lupa. Saya persilakan untuk maju, Saksi. Muslim ini? Ini daftarnya kok enggak ada ini, namanya siapa ini?
16.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD ISNUR Namanya Pak Indra Munaswar.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Betul, Muslim? Ya. Pihak Terkait, mestinya nama dan curriculum vitae dan identitasnya diserahkan pada kita, ya. Baik, kalau begitu, kita sumpah dulu. Beragama Islam. Yang Mulia, Pak Ahmad Fadlil, saya persilakan.
2
18.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Silakan, ahli apa saksi ini? Saksi ya, mengikuti kata-kata sumpahnya. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
19.
SAKSI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
20.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Cukup. Terima kasih.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih, langsung bisa menuju mimbar. Saudara Pihak Terkait, ini kesaksian akan dipandu atau Saksi dipersilakan untuk langsung memberikan kesaksiannya?
22.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD ISNUR Terima kasih, Majelis. Nanti Saksi akan bicara, memaparkan keterangannya secara langsung saja. Saksi juga sudah menyiapkan Powerpoint, uraian-uraian apa yang akan disampaikan. Mengenai curriculum vitae dan slideshow lebih lengkapnya, mohon maaf tadi karena ada permasalahan, terburu-buru, jadi kami belum sempat menge-print secara hardcopy, tapi mungkin kami akan susulkan ke bagian Kepaniteraan. Terima kasih, Majelis.
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Saksi waktunya tidak lebih dari 15 menit. Tapi sebelumnya, tolong bisa disampaikan supaya bisa direkam identitas Saksi. Saya persilakan.
24.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: INDRA MUNASWAR Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Nama saya Indra Munaswar, di organisasi saya di Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit (FSPTSK). Saya pernah menjadi Tim Kecil Perumusan 3
RUU Ketenagakerjaan yang menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Baik, Majelis Mahkamah Yang Terhormat dan hadirin yang saya hormati. Saya ingin memberikan keterangan kesaksian dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang dimohonkan oleh APINDO. Pertama, saya menyampaikan refleksi. Menurut hasil penelitian Profesor. Dr. Imam Soepomo, S.H., yang disampaikannya dalam makalahnya tahun 1970, menyimpulkan bahwa seluruh peraturan perundang-undangan perburuhan kita masih baru berfungsi sebagai: 1. Membebaskan manusia Indonesia dari perbudakan. 2. Membebaskan rakyat Indonesia yang telah bebas dari cengkeraman perbudakan untuk kepentingan pemerintah kolonial, para pembesar negeri, raja-raja, atau raja uang, dan raja industri, dan sebagainya. 3. Membebaskan kaum buruh Indonesia dari ketidakadilan. 4. Mendudukkan kaum buruh secara yuridis menurut hukum pada tempat yang sama dengan kaum majikan, sehingga mengakibatkan ketimpangan … keseimbangan yang ganjil atau timpang. Menurut Imam Soepomo, perundangan-undangan perburuhan itu belum sampai pada memberi kedudukan ekonomi yang baik kepada buruh. Karena itu, baru saja di sana-sini diinsyafi bahwa jalan yang terbaik untuk memberi kedudukan yang layak bagi buruh ialah dengan memberikan wewenang … membatasi wewenang majikan atau pengusaha sampai batas-batas yang wajar. Kemudian, dipertanyakan sendiri oleh Imam Soepomo, “Ataukah memang tidak mungkin perundangan dengan memberikan kedudukan ekonomis yang baik kepada kaum buruh dan harus diperjuangkan perbaikan kedudukan ekonomi dilakukan oleh buruh sendiri dan organisasi serikat buruhnya. Lanjut. Kemudian yang kedua, yang kami ingin sampaikan adalah keterlibatan saksi dalam proses penyelesaian Rancangan UndangUndang PPK atau RUU PPK Tahun 2002 yang sekarang menjadi UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003. 1. Saksi adalah salah seorang Tim Kecil dari unsur Serikat Pekerja/ Serikat Buruh yang terdiri dari: 1) Arif Sujito, dan 2) Chaerul Bey dari KSPSI. 3) Kus Haryanto (KSBSI). 4) H. Muhammad Rodja, dan 5) Ari Sunarijati dari FSPSI Reformasi. 6) Said Iqbal dari FSPMI. 7) Indra Munaswar dari FSPTSK. 8) Sebastian Salang dari FPBI, dan 9) Martin Sirait (SBMNI).
4
Sedangkan dari unsur APINDO: 1) Anton J. Supit. 2) Anthony Hilman. 3) Djimanto. 4) Endang Susilowati. 5) Hariyadi S. Sukamdani. 6) Hasanudin Rachman. 7) Hendri Zaenal. 8) Masrana 9) Muslim Lubis. 10) Naya Dwiyana 11) Rudy Sumampouw 12) Suryadi Sasmita. 13) Umbaran Dipodjoyo G. Sementara fasilitator adalah Rekso Ageng Herman (Anggota Pansus RUU PPK) dan Pakar: Gunawan Utomo dari Universitas Trisaksi, Jakarta. 2. Tim Kecil ini dibentuk atas inisiatif dari Anggota Pansus DPR-RI Rekso Ageng Herman dan dengan mandat dari Pansus DPR-RI dan dukungan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi setelah diadakan pendekatan-pendekatan dengan: a. Pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada 21 dan 22 Oktober 2002 di Hotel Ambara Jakarta. b. APINDO/KADIN pada tanggal 23 dan 24 Oktober 2002 di Hotel Sahid Jakarta. 3. Diskusi informal antara APINDO/KADIN dengan SP/SB dan sekaligus merumuskan pasal-pasal dimulai pada tanggal 6 November 2002 dan berakhir pada 1 Februari 2003. 4. Pasal-pasal yang dibahas oleh Tim Kecil adalah pasal-pasal krusial yang belum dapat diselesaikan oleh DPR-RI dan Pemerintah sebanyak 61 pasal dengan yang terikat dengan PHK … PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), sistem perlindungan terhadap pekerja dan perusahaan pemborong pekerjaan, sistem perlindungan terhadap pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja (labour supplier), kemudian mogok kerja, dan PHK. Nah, roh dari Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66 merupakan bentuk perlindungan negara terhadap pekerja, buruh agar terhindar dari: a. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM pekerja); b. Pelanggaran norma-norma (conduct) dalam hubungan perburuhan, baik konvensional maupun nonkonvensional; c. Perlakuan diskriminasi dalam segala bentuk; d. Terjadinya praktik unfair labour practices. Fenomena praktik buruh kontrak, praktik memperkerjakan buruh dari Perusahaan Pemborong Pekerjaan (PPP) di dalam perusahaan pemberi pekerjaan, dan praktik mempekerjakan buruh dari perusahaan 5
Penyedia Jasa Pekerja (PJP) sudah marak terjadi jauh sebelum adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Karena itu, Tim Kecil unsur buruh sangat alot dan ngotot dalam merumuskan Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66 karena fakta membuktikan bahwa pekerja kontrak, pekerja dari PPP maupun dari PJP sangat diperlakukan tidak adil, diskriminatif, dan tidak punya masa depan dalam hubungan kerja. Para pekerja tersebut tidak mendapatkan hak-hak dasarnya dan sangat mudah di PHK tanpa punya hak untuk membela diri, itu pula yang terjadi sekarang ini meski sudah ada Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini merupakan bentuk dari penegakan hak memperoleh pekerjaan bagi setiap warga negara, sebagaimana dijamin oleh Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dan Piagam PBB mengenai hak asasi manusia menjadi mutlak, dan karenanya tidak ada hak bagi pengusaha dan pemerintah atau siapa pun juga untuk mencabut hak warga negara tersebut dengan semena-mena. Kehilangan pekerjaan bagi setiap pekerja/buruh merupakan permulaan dari masa pengangguran panjang yang mengakibatkan hilangnya hak-hak dasar pekerja/buruh, seperti: hak atas jaminan kepastian kerja (job security), hak atas jaminan penghasilan (income security), dan hak atas jaminan sosial (social security). Frasa demi hukum dalam Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66 merupakan bentuk keadilan dalam pembuatan perjanjian kerja. 1. Pasal 59 ayat (7) berbunyi, “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.” Frasa demi hukum sudah sangat jelas diberlakukan dengan seketika atau serta-merta karena persyaratan tentang dapat diberlakukannya PKWT, terutama terumus secara konkret di dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), jadi tidak beralasan untuk terlebih dahulu dimintakan putusan pengadilan. Pasal 59 ayat (7) ini diperkuat dengan Pasal 52 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 yang berbunyi, “Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.” Ayat (1) huruf c berbunyi, “Adanya pekerjaan yang dijanjikan.” Dan, ayat (1) huruf d berbunyi, “Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
6
Dengan demikian, pekerjaan yang diperjanjikan bertentangan dengan Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), maka batal demi hukum. Dengan batalnya perjanjian kerja demi hukum, maka sesungguhnya tidak ada perjanjian antara pekerja dengan pengusaha. Dengan tidak ada perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dalam hubungan kerja, maka menurut penjelasan Pasal 60 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa syarat masa percobaan kerja dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam syarat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada. Dengan demikian, pekerja/buruh telah menjadi pekerja PKWTT terhitung sejak terjadinya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha. 2. Begitu pula dengan Pasal 65 dan Pasal 66. Lingkaran perlindungan terhadap pekerja dari Perusahaan Pemborong Pekerjaan atau perusahaan PPJP yang dipekerjakan dalam perusahaan pemberi pekerjaan, ada dalam Pasal 52 ayat (3) dan Pasal 60. Dari uraian tersebut di atas, jelas bahwa Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66 memberikan perlindungan secara adil kepada pekerja/buruh. Apalagi Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 27 Tahun 2011 tanggal 17 Januari 2012 telah memutuskan bahwa frasa perjanjian kerja waktu tertentu dalam Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali ditambahkan persyaratan sebagai berikut, “… dengan syarat adanya pengalihan perlindungan bagi hak-hak pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain. Demikian, Majelis Mahkamah Yang Terhormat, secara ringkas kami sampaikan. Dan untuk itu, kami ucapkan terima kasih. 25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak. Silakan Saksi kembali ke tempat duduk. Yang pertama, apakah Pihak Terkait ada pertanyaan atau klarifikasi kepada Saksinya?
26.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: ARI LAZUARDY Ada, Majelis.
7
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan.
28.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: ARI LAZUARDY Terima kasih. Saudara Saksi, selain sebagai Tim Kecil, Saudara Saksi juga merupakan Sekretaris Jenderal Pengurus Serikat Pekerja ya? Jadi dalam konteks ini, Saudara Saksi juga mungkin bisa diceritakan betapa pentingnya frasa demi hukum itu tetap ada. Melihat dari pengalaman yang terjadi, kasus-kasus yang Saudara Saksi alami anggota, khususnya di tingkat basis. Mungkin bisa diceritakan.
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan langsung.
30.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: INDRA MUNASWAR Kebetulan saya dari sektor industri yang padat karya. Praktik yang selama ini terjadi di dunia garmen dan dunia sepatu, ketika pekerjaan itu adalah pekerjaan yang terus-menerus, bersifat tetap, tidak pernah terputus, dalam praktiknya banyak diberlakukan dengan sistem PKWT. Kemudian, ada istilah menggunakan pemborong pekerjaan. Padahal dalam konteks Pasal 65 tentang Pemborong Pekerjaan itu, pekerjaan yang tidak bersentuhan langsung dengan … dengan kegiatan utama perusahaan, itu bunyi dari undang-undang. Tapi nyatanya, seorang pekerja memborong pekerjaan, sama bekerjanya, pekerjaannya dengan pekerja yang ada pada pemberi pekerjaan, perusahaan memberi pekerjaan. Begitu pun juga dengan Pasal 66, banyak di garmen, di tekstil, itu pekerja-pekerja itu dari perusahaan pengarah tenaga kerja atau PPJP. Tetapi, kalau kami menyebutkannya di lapangan, itu calo. Nah, mereka menjadi operator, padahal itu pekerjaan dari core utama dari perusahaan. Inilah yang terjadi selama ini, itulah yang kami tentang selama ini. Yang menjadi ironisnya, Majelis Mahkamah Yang Terhormat. Bahwa hal-hal semacam ini tidak ada penindakan sama sekali dari pengawasan ketenagakerjaan, pengawas perburuhan. Padahal ini adalah lingkup beliau, lingkup mereka. Karena apa? Ini penegakan hukum bukan pelanggaran hukum, bukannya perselisihan hubungan industrial. Mungkin itu.
8
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Masih ada? Cukup? Cukup ya. Dari meja Hakim? Cukup. Sekarang Pemohon, ada yang perlu diklarifikasi atau meminta keterangan lebih lanjut, saya persilakan.
32.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Terima kasih, Yang Mulia. Mungkin saya akan mengajukan … menanyakan saja, klarifikasi saja kepada Bapak Indra Munaswar. Tadi dikatakan bahwa berkaitan dengan PKWT itu jenis pekerjaan yang terusmenerus, gitu kan? Tidak sesuai, sementara waktu sifatnya hanya sekali. Atau pertanyaan saya dalam (suara tidak terdengar jelas) ini adalah apakah Pasal 59 ayat (1) berkaitan dengan jenis, dan sifat, atau dengan pekerjaan itu sudah jelas atau tidak? Begitu pun yang Pasal 59 ayat (2) mengenai jenis pekerjaan yang bersifat tetap. Karena dalam penjelasanya, misalkan yang lain cukup jelas. Untuk di Pasal 59 ayat (2) dikatakan itu berkaitan dengan proses produksi, gitu. Jadi, (suara tidak terdengar jelas) kita perlu terus-terusan, tapi enggak berjalan dengan (suara tidak terdengar jelas) itu boleh. Kita minta klarifikasinya seperti itu. Lalu yang kedua berkaitan dengan … apa namanya … jenis pekerjaan pokok atau (suara tidak terdengar jelas) core dan noncore. Apakah sudah dijelaskan dengan sempurna oleh pembentuk undangundang? Dalam penentuan … apakah kriteria pekerjaan ini bisa diformal atau tidak? Hanya sebatas dari kata normal di pasal ini. Terima kasih.
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, silakan.
34.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: INDRA MUNASWAR Baik. Terima Kasih, Majelis Mahkamah. Pasal 59 ayat (1) jelas berbunyi bahwa pekerjaan yang boleh diPKWT adalah pekerjaan yang tidak bersifat tetap, kan begitu. Sementara, ayat (2)-nya melarang untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tetap. Nah, yang bersifat tetap itu adalah jenis dan … jenis pekerjaannya … sifat dan jenis pekerjaannya. Ketika kami membahas, itu clear. Setelah kami berdiskusi panjang, berhari-hari tentang Pasal 59, Pasal 65, Pasal 66 itu cukup panjang, itu clear. Bahwa yang sifatnya terus-menerus itu adalah yang tidak terpotong-potong. Contoh misalnya kalau kita ambil (suara tidak terdengar jelas), itu pekerjaan yang bersifat tidak terusmenerus itu misalnya pemborongan pembangunan gedung. Kalau 9
gedung ini diperkirakan secara (suara tidak terdengar jelas) dibangun satu tahun, maka si pemborong atau si PT ini me-hire pekerjanya untuk satu tahun menjalankan pekerjaan ini. Atau misalnya kalau kita ke PHI perjalanan haji, itu diborongkan pekerjaan itu paling lama enam bulan dari mulai persiapan naik haji, sampai kembali jamaah ke Indonesia, setelah itu, enggak ada lagi pekerjaan haji. Atau kalau Anda misalnya berada di satu daerah di Jawa Timur, atau Jawa Tengah, atau di Sumatera, kebun tebu. Kebun tebu itu hanya diberi … apa … hanya … hanya dilaksanakan oleh para penebang tebu paling lama tiga bulan meski ratusan hektare, setelah itu, enggak ada lagi tebang tebu, yang ada adalah tanam … tanam tebu. Sementara, kalau misalnya di pabrik, itu sifat pekerjaan itu terus-menerus, enggak berhenti-henti. Apakah misalnya contoh sebagai operator jahit misalnya, kalau saya mengambil contoh jahit, ya dia terus-menerus menjahit, ndak terputus. Karena memang jenis perusahaannya adalah jenis perusahaan membuat pakaian jadi. Itu yang menjadi pekerjaan yang sifatnya bersifat tetap, itu tidak boleh, itu dilarang oleh undang-undang. Kemudian pertanyaan berikutnya, jenis pekerjaan (suara tidak terdengar jelas). Nah, ketika implementasi undang-undang ini mulai terjadi … mohon maaf, bahasa saya ini penyesatan, pengertian terhadap core/non core. Sampai-sampai hari ini terjadi disebutkan, “Oh, yang bukan … yang bukan core itu yang enggak ada … enggak ada … tidak ada hubungan dengan … dengan pekerjaan. Oke. Kalau begitu, perusahaan … sebuah perusahaan karena dia adalah core bisnisnya industri otomotif merakit mobil, maka ruang kerja perakitan mobil itulah yang core. Jadi, mulai dari direktur, sampai manager, staf-staf, berarti dia bisa di … bisa diPKWT atau … atau bisa di … di-labour supply. Apakah itu yang dimaksud? Padahal, yang dimaksud core adalah ketika akta (suara tidak terdengar jelas) perusahaan itu menyatakan bahwa jenis usaha saya adalah industri garmen, maka seluruh (suara tidak terdengar jelas) yang bergerak dalam dunia perusahaan saya adalah garmen ini dari mulai … dari … yaitu dari direktur utama sampai OB, ya itu adalah core bisnis saya. Ini disesatkan pengertian itu, selama ini saya tentang terus itu. Dan alhamdulillah, kasus-kasus yang saya tangani di PHI Jakarta itu menang semua soal kasus begini, enggak ada yang kalah sampai pihak Mahkamah Agung. Karena dalilnya jelas bahwa pekerjaan ini sampai-sampai seorang montir … apa … montir di sebuah perusahaan jasa angkutan, itu menjadi pekerja tetap putusan Mahkamah … pengadilan. Padahal kan dia bisa saja me … me … melakukan servis mobil ke bengkel. Tapi karena dia punya perusahaan angkutan untuk … untuk penerbangan, angkutan mobil di … di bandara, dia punya mobil banyak, dia punya bengkel sendiri, maka dia menjadi tetap. Jadi artinya, pengertian core and … core and … core dan bukan core adalah lihat di aktanya. Saya selalu tekankan di core and … core 10
dan bukan core adalah lihat di aktanya, saya selalu tekankan di akta pendirian. Enggak bisa itu, enggak keluar. Perakitan otomotif merek Toyota, dia merakit. Nah, kalau untuk merakit, apa yang dia rakit? Dia misalnya membutuhkan spare part (komponen), dia enggak mungkin bikin pabrik ban, maka ban di-outsource. Dia enggak mungkin bikin knalpot, di-outsource pabrik knalpot. Kemudian, di … di … masuk ke dia, dibeli, dan dijadikanlah dirakit. Jadi artinya, ketika kita bicara jenis pekerjaan, pekerjaanpekerjaan yang sifatnya tetap dan tidak tetap itu, pertama adalah bahwa ketika dia perusahaan itu pekerjaannya terus-menerus, dia pegawai tetap, termasuk OB sekalipun. Bahkan termasuk cleaning service kalau dia tidak outsource, itu juga terus-menerus karena tiap harus membersihkan pekerjaan. Mungkin itu, Pak Majelis Yang Terhormat. 35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Masih ada Pemohon?
36.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Verifikasi lanjutan, Yang Mulia. Karena di sini saya baca penjelasannya, tadi kan di … walaupun dalam penjelasan dari Saksi Pak Indra ini … apa namanya … dikait-kaitkan antara Pasal 59 dan 65, tapi kami coba memahami, gitu ya. Dan (suara tidak terdengar jelas) ayat (1) dan ayat (2) dikaitkan, disatukan, kami coba memahami. Tapi di sini … apa namanya … di Pasal 59 ayat (2), itu berkaitan dengan tetap itu ada dalam penjelasannya dikatakan tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan dari suatu proses produksi. Nah, tadi itu kan jadi Bapak katakan security, cleaning service, itu bisa tetap kalau tidak di-outsource, gitu kan. Tetapi di sini, normanya sendiri mengatakan Pasal 59 adalah berkaitan dengan proses produksi. Itu satu yang pertama, itu yang klarifikasi dari kami. Yang kedua, kami ingin klarifikasi lebih lanjut berkaitan dengan … Bapak kan kebetulan sebagai anggota Tim Kecil dan kebetulan juga dari kami pun, dari APINDO ada yang menjadi tim kecil bahkan salah satu Pemohon, ya nama-namanya. Nah, pertanyaannya adalah apakah ketika dikatakan pada saat itu tidak ada masalah di dalam tataran tim, apakah setelah itu dalam pelaksanaannya (suara tidak terdengar jelas) terbuka, ini menjadi satu permasalahan atau tidak? Itu yang pertama. Yang kedua karena kami juga melihat begini, Pak, kebetulan Bapak dari tekstil, sandang, kulit, gitu kan, kita juga melihat bahwa banyak industri tekstil di Indonesia atau sepatu yang sifatnya itu orderan. Jadi ada pesanan dari luar negeri sekian banyak untuk … katakan … maaf, untuk merek Nike PT A, B, C itu yang bisa. Adidas, PT 11
E, F, G, hanya itu yang bisa, sifatnya tidak tentu. Apakah itu termasuk kriteria yang sifatnya musiman atau tidak? Nah, yang menurut kami itu kan … ini pendapat kami ya, Pak, ya. Mohon maaf. Ini pendapat kami, itu masuk musiman karena tidak pasti, gitu kan. Nah, tapi ada juga … mungkin Bapak berpendapat itu tetap menjahit, terus-terusan menjahit. Nah, kalau ndak ada order, mau apa pekerjaannya? Gitu kan. Jadi … apa namanya … kami coba masuk ke yang Bapak bidangnya di sana, gitu kan. Terus yang ke … jadi kami menilai, ini tidak pasti. Yang ketiga, berkaitan dengan anggaran dasar. Di akta notaris, kami mau mengklarifikasi kepada Bapak, akta notaris Pasal 3 masuk dalam tujuan perusahaan boleh menguraikan sebanyak-banyaknya, kecuali bidang khusus. Kayak untuk restoran, dia sendiri, yang lain boleh sebanyak-banyaknya, pertambangan dia sendiri. Tetapi, kami waktu mengajukan SIUP TDP, itu sudah dibatasi, hanya 3 bidang. Nah, sehingga tidak sesuai dengan akta. Apakah Bapak masih bertahan dengan aktanya? Itu yang pertama. Yang kedua, berkaitan dengan kebutuhan, saya lihat salah satu pembalap motor, saya tidak sebutkan namanya. Dia bilang, “Produsen motor ini hebat produksi motor, tapi untuk bannya tidak hebat, maka saya pesan ban dari sana.” Apakah kalau kita … industri motor, begitu industri melaksanakan … apa namanya … pesan ban dari perusahaan lain itu jadi salah, itu jadi … apa namanya … melanggar, gitu kan? Kirakira begitu yang bisa kami sampaikan. 37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, saya persilakan.
38.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: INDRA MUNASWAR Terima kasih. Pertama, saya ingin kembali ke Pasal 50 ayat (2), memang harus terus-menerus sifat pekerjaan itu. Pekerjaan yang menjadi jenis pekerjaannya, terus-menerus. Yang tidak terus-menerus itu tadi saya sudah contohkan antara lain tebang tebu, bangun gedung, itu jelas diatur oleh BW, terus kemudian misalnya pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya sekali setelah itu hilang. Ketika pertanyaan itu disambung ke jenis pekerjaan yang tadi, katakanlah misalnya sepatu order, itu kan bicara bisnis, bukan bicara hubungan kerja. Kalau memang sebuah perusahaan tidak sanggup akan memprediksi usahanya akan menjadi puluhan tahun, misalnya, ngapain dia akan berusaha untuk mencari perusahaan mengusahakan seperti itu? Itu masalah bisnis dengan perusahaan … dengan perusahaan lain. Tetapi di sini adalah masalah kerja, jenis pekerjaan yang terus-menerus. Tidak akan mungkin ketika saya diminta oleh yang punya gedung ini
12
untuk membangun gedung ini, terus kemudian saya meng-hire pekerja saya tanpa putus. Lho ini sudah selesai, gedung (…) 39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tadi tidak ada … begini, saya potong sebentar. Tadi juga ditanyakan begini, perusahaan itu memang perusahaan di bidang tertentu, dalam arti misalnya garmen. Tapi pada suatu ketika mendekati hari raya lebaran, kebutuhan garmen itu meningkat, apakah pegawai atau buruh yang sifatnya tetap itu, kemudian dia bisa melakukan penambahan untuk yang sifatnya tidak tetap karena melonjaknya kebutuhan garmen mendekati lebaran, misalnya itu, tadi kan disinggung itu, ini gimana itu?
40.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: INDRA MUNASWAR Ya memang praktik begitu banyak terjadi Majelis … Mahkamah Yang Mulia. Tetapi ketika saya di-hire, maka saya bekerja di jenis pekerjaan apa? Oh, ternyata menjahit juga, maka tidak ada dalil lain ketika kita bicara undang-undang bahwa saya adalah pekerja tetap di sana. Itu sudah saya … kami buktikan, Majelis. Di beberapa kali pengadilan, kami … saya juga kebetulan aktif ikut berperkara di PHI, itu selalu. Karena yang dinilai oleh Majelis Hakim PHI itu jenis pekerjaannya, bukan bagaimana tentang bisnis antara saya sebagai pengusaha dengan buyer yang ada di luar, bukan itu, itu kami enggak … pekerja enggak punya konteksnya ke sana, yang jelas pekerja mengerjakan pekerjaannya secara terus-menerus. Itu begitu kan. Yang berikutnya, tadi disebutkan ban. Kalau kita melihat ambil contoh sebuah pabrik, saya sebut saja namanya pabrik otomotif misalnya motor Honda misalnya. Core bisnis dia adalah merakit motor merek Honda, bahkan dia tidak menjual, dia merakit. Modal utama dia hanya satu, mesin motor Honda, yang lain enggak akan mungkin saya akan efektif berbisnis merakit motor Honda ini kalau saya harus punya dulu pabrik ban, pabrik knalpot, pabrik karburator, pabrik velg, seluruh komponen motor itu, jok, enggak akan mungkin saya efektif, Pak. Oleh karenanya, untuk kebutuhan-kebutuhan itu, saya outsource ke pabrik ban, spec saya kasih. Saya minta dibuatkan ban jenis ini, ukuran ini, saya minta dibuatkan velg ukuran ini. Jadi, itulah yang sesungguhnya yang dimaksud oleh outsourcing, bukan orangnya … bukan orangnya. Itu yang akhirnya dalam praktik sehari-hari ini banyak hal-hal yang bertentangan yang tidak memberikan kepastian jaminan kerja sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945. Ini masalah besar bagi bangsa. Sementara pemerintah dalam konteks pengawasan sangat-sangat lemah, tidak pernah mengambil tindakan. Oleh karena sejak 2006 kami 13
dari kalangan buruh sudah … sudah berpikir dan merumuskan, walaupun belum … perlu adanya komisi pengawasan perburuhan yang identik sama dengan KPK, yang sifatnya penindakan. Kalau enggak, akan begini terus, nasib pekerja kita enggak … jangankan buruh-buruh seperti ini, sebuah perguruan tinggi dengan merek Islam di tengah-tengah kota Jakarta Selatan, itu me-PHK dosennya seenaknya saja, membuat kontrak seenaknya saja. Saya pegang kasus itu. Masa sebuah dewan kehormatan bisa mengeluarkan keputusan memecat dengan keterangan dari orang lain, yang bersangkutan tidak minta keterangan. Labelnya mah keren, Islam, punya kuburan juga sekarang di Karawang. Ini kan artinya apa, semakin kemari, kita disesatkan terus semuanya. Orang yang mengerti agama pun juga ikut sesat dalam masalah perburuhan. Ini kami berharap bahwa konteksnya Pasal 59, Pasal 65, 66, ini adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi seorang pekerja untuk dia dapat terus mendapatkan pekerjaan secara terus-menerus. Jadi, oleh karenanya apa yang tadi dimintakan klarifikasinya, saya … kalau akta, saya pernah melihat kok walaupun memang banyak boleh mengurai, tapi kan disebutkan apa bisnis-bisnisnya. Ketika disebutkan, itulah core bisnis dia, bukan berarti yang ada di lingkup dalam ruang produksi saja. Kalau di luar produksi saja, direktur utama juga di outsourcing dong, dia enggak kerja jadi operator kok. HRD harus di outsourcing dong? Dia tidak ada dalam ruangan pabrik kok, dia di luar … di luar kantor, manajer juga begitu. Artinya apa, kalau itu mau dibedahbedah, dipilah-pilah seperti itu, itu akan menimbulkan kekacauan hukum di dalam hubungan perburuhan. Mungkin demikian, Pak Majelis. 41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, cukup ya, Pemohon? Sekarang Pemerintah ada?
42.
PEMERINTAH: REYTMAN ARUAN Ada, Yang Mulia.
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada, silakan.
44.
PEMERINTAH: REYTMAN ARUAN Terima kasih, Yang Mulia. Kami ingin bertanya kepada Saksi, kalau … tapi bukan pendapat.
14
45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
46.
PEMERINTAH: REYTMAN ARUAN Karena Beliau kan sebagai Saksi Fakta. Kami ingin bertanya terkait dengan ketentuan Pasal 65 ayat (7). Di situ kan ada kata-kata demi hukum yang artinya konsekuensinya adalah ketika perusahaan penyedia jasa tidak memiliki ketentuan sebagai suatu badan hukum, maka demi hukum, hubungan kerja beralih dari perusahaan penyedia kepada perusahaan pemberi pekerjaan. Yang ingin kami tanyakan adalah apa yang menjadi latar belakang atau pendapat ketika Saudara Saksi sebagai salah satu Tim Kecil, sehingga kok bisa beralih hubungan hukum antara satu badan usaha secara otomatis demi hukum menjadi beralih kepada pemberi pekerjaan? Kenapa kok bisa sampai dirumuskan seperti itu pada saat itu, Pak, pada saat disusun? Demikian juga dengan … terkait dengan Pasal 66 ayat (4). Di situ juga kalau PK … perjanjian kerja waktu tertentu, artinya tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 59, demi hukum beralih. Ini hubungan kerjanya beralih dari perusahaan penyedia … pemborong pekerjaan kepada perusahaan pemberi pekerjaan. Ini apa yang menjadi latar belakang? Kenapa kok seperti itu? Ini bukan pendapat Bapak yang kami minta. Adalah ketika ini didiskusikan di Tim Kecil, ini apa yang terjadi pada saat itu? Terima kasih, Pak.
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, ini mestinya Pemerintah juga tahu persis, ya.
48.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: INDRA MUNASWAR Ya, saya baru mau omong begitu, Pak. Saya baru mau omong begitu.
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, cobalah, coba, Saksi.
50.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: INDRA MUNASWAR Ya karena memang Pemerintahlah itu. Jadi begini, waktu itu kan, begini, kita sudah melihat praktik-praktik yang merugikan pekerja ketika seorang perusahaan menggunakan tenaga kerja dari pemborong pekerjaan. Judulnya sih, pemborong pekerjaan. Judulnya. Tetapi 15
ternyata di dalam perusahaan itu, dia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerjanya si pemberi pekerjaan. Mestinya kan bukan. Contoh misalnya, ketika saya punya perusahaan, akan melebar … mengekspansi ruang produksi atau pabrik saya, maka masuklah pemborong pekerjaan di dalam perusahaan itu, dari mulai konstruksi sampai dengan pemasangan mesin. Itulah yang namanya jenis pemborong pekerjaan yang dimaksud oleh Pasal 65. Tetapi kemudian praktiknya, sebelum Undang-Undang Nomor 13 itu, justru si pekerja ini mengerjakan pekerjaan-pekerjaan utama dari sebuah (suara tidak terdengar jelas) ini. Nah, oleh karenanya, kita mengikat, dan itu memang tempurnya berat, Pak, tempurnya berat dengan pihak APINDO. Kita enggak mau pekerja itu diperlakukan sewenang-wenang seperti kayak budak belian yang bisa ditaruh di mana saja. Makanya di awal paparan saya tadi saya gunakan apa yang jadi pernah diucapkan oleh Pakar Hukum Perburuhan Indonesia, Prof. Imam Soepomo, itu maksudnya. Itu roh yang kami tangkap, agar pekerja tidak diperlakukan semena-mena. Karena dia tidak memenuhi persyaratan, kemudian ternyata dia melanggar dari apa yang seharusnya menjadi pekerjaan dia itu adalah pekerjaan yang bukan pekerjaan utama, kemudian dikerjakan pekerjaan utama, maka kan otomatis dia menjadi orang si pekerja itu sendiri. Bahkan lebih kacau lagi, perintah kerjanya bukan dari si pemborong pekerjaan. Perintah kerjanya dari si pemberi pekerjaan. Nah, makanya kita menggunakan demi hukum, hubungan kerja beralih. Kalau sudah begitu, juga akan kita lihat hak-hak pekerjanya. Kalau pekerja yang dipekerjakan pemberi pekerjaan misalnya dapat upah Rp1.000,00, dia Rp700,00. Ini dapat jaminan sosial, ini tidak. Ini dapat cuti lebaran, ini tidak. Ini dapat THR, ini tidak. Itu kan artinya menimbulkan diskriminasi. Nah, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kita melarang diskriminasi. Terjadi diskriminasi di suatu tempat yang sama. Itu jadi latar belakangnya. Juga Pasal 66 tentang PPJP. Ini diartikan outsourcing. Berarti perbudakan modern benar. Padahal bukan itu maksudnya. Ketika saya punya mobil, tetapi saya enggak mau me-hire sendiri, maka saya minta orang luar memberikan tenaga kerja untuk (suara tidak terdengar jelas) mobil saya. Tetapi ternyata di tempat saya, saya pekerjakan di ruang produksi. Dan bahkan perintahnya langsung oleh saya, tidak oleh si PPJP atau perusahaan pemberi pekerjaan. Nah, oleh karenanya, undang-undang ini untuk menguatkan perlindungannya, tekankan kalau ini yang terjadi, Anda mau tidak mau harus sepakat beralih hubungan kerja. Itu debatnya memang sangatsangat, sangat dalam. Sangat dalam, bahkan kami sering setengah kamar, seperempat kamar, tim lagi gitu dengan Pemerintah karena memang sebetulnya kita enggak mau ada pasal-pasal ini. Tetapi praktik 16
di lapangan, tidak ada perlindungan kepada para pekerja, pada buruh ini. Coba lihat sekarang. Kalau kita enggak tekan dengan demo, enggak berjalan itu serta-merta. Makanya demo menjadi pilihan utama bagi kami ketika perusahaan … kalau semuanya serba pengadilan, ya repot. Padahal konkret di Pasal 1 … Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6) itu jelas konkret kok. Tarik lagi ke Pasal 52. Jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini enggak boleh di-PKWT, tapi di-PKWT, maka batal demi hukum. Nah ketika batal demi hukum, maka menurut-menurut prinsip hukum, berarti tidak ada perjanjian. Ketika hubungan kerja saya terjadi, maka automatically sejak awal saya adalah pekerja tetap, itu Pasal 60. Jadi dengan demikian, rangkaian ketika kita melihat UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 itu enggak bisa melihat berdiri sendiri. Dan syukur alhamdulillah, Pak, pasal-pasal itu, itu selalu menjadi kunci kami, kemenangan kami. Bahkan Pasal 1338 itu kami patahkan dengan Pasal 1339 BW, itu kami patahkan. Boleh saja sukarela, tapi Pasal 1339, perjanjian dibuat secara tidak halal, batal demi hukum. Kita gunakan Pasal BW 1339. Dengan demikian, perlindungan terhadap pekerja sangat konkret. Sekali lagi kami ingin mengatakan di hadapan Majelis Mahkamah Yang Mulia ini, kuncinya adalah kelemahan Pemerintah melakukan pengawasan, akibatnya … terutama adalah pengawasan dari pihak pengawasan. Sekali lagi, kami ingin ulangi lagi bahwa sebaiknya memang di negara ini sudah ada Undang-Undang Pengawasan Perburuhan yang fungsinya bersifat seperti KPK yang terdiri Tripartit plus, ada Tripartitnya pasti, ada polisinya, ada kejaksaanya, ada pakarnya segala macam, dengan demikian sifatnya penindakan, tidak … tidak apa (…) 51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
52.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: INDRA MUNASWAR Tidak hanya sekadar. Kalau sekarang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan, para pengawas lebih berpegang kepada, “Kita kan pembinaan.” Sudah jelas-jelas melanggar, pembinaan, tidak ditindak. Itu banyak, saya sering bermasalah di tingkat pengawas ketenagakerjaan, itu. Terima kasih, Pak Majelis.
17
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Yang terakhir itu pendapat itu. Baik, Pemerintah cukup ya? Cukup, ya. Saya kembali mengingatkan, apakah Pemohon masih ada ahli? Sudah cukup ya? Cukup ya? Pemerintah sudah cukup, Pihak Terkait juga sudah cukup, ya? Baik, kalau begitu penyerahan kesimpulan ya, masing-masing pihak menyerahkan kesimpulan ke Kepaniteraan tidak melalui persidangan, paling lambat besok hari Kamis, 20 Maret tahun 2014, pukul 15.00 WIB, ya langsung di Kepaniteraan. Saya kira persidangan kali ini cukup, pagi hari ini. Untuk itu, maka saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.10 WIB Jakarta, 13 Maret 2014 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
18