PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN SISWA BELUM CUKUP UMUR DI KELAS 1 MI DARUL HIKAM CUKILAN 01 KEC. SURUH KAB. SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh RAGIL RUSIDA NIM. 11508046
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
i
ii
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN SISWA BELUM CUKUP UMUR DI KELAS 1 MI DARUL HIKAM CUKILAN 01 KEC. SURUH KAB. SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh RAGIL RUSIDA NIM. 11508046
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
iii
iv
v
vi
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
(«! $Î/ õ8 ÎŽô³ è@Ÿw ¢Óo_ç6»tƒ ¼çmÝà Ïètƒ uqèd ur ¾ÏmÏZö/ew ß` »yJ ø)ä9 tA $s% øŒÎ)ur
ÒO ŠÏà tã íO ù=Ýà s9 x8 ÷ŽÅe³ 9$#žc
Î)
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran
kepadanya:
"Hai
anakku,
janganlah
kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman : 13)
PERSEMBAHAN Untuk orang tuaku yang selalu mendoakan dan mendukungku setiap waktu, Untuk kakak-kakakkuyang selama ini mensuportku. Untuk teman-teman PGMI 2008 yang selalu semangat,
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan taufiq-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam. Adapun judul skripsi ini adalah “PERILAKU BELAJAR SISWA BELUM CUKUP UMUR DI KELAS 1 MI DARUL HIKAM CUKILAN 01 KEC. SURUH KAB. SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013”. Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. Imam Sutomo, M.Ag., selaku ketua Stain yang telah menyetujui pembahasan skripsi ini.
2.
Miftachur Rif”ah, M. Ag, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh keikhlasan dan sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian penulisan skripsi ini.
3.
Segenap Bapak/Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.
ix
4.
Kepala Madrasah MI Darul Hikam Cukilan 01 kec. Suruh kab. Semarang yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di MI.
5.
Bapak /Ibu guru MI Darul Hikam Cukilan 01 kec.Suruh kab Semarang yang telah membantu dalam pengumpulan data yang penulis butuhkan.
6.
Bapak dan Ibu serta keluarga yang telah mendoakan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.
7.
Rekan-rekan seangkatan PGMI 2008 yang telah saling mendukung dan menyemangati. Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini jauh dari
kesempurnaan,
semua
itu
dukarenakan
keterbatasan
kemampuan
serta
pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempuranaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya serta bermanfaat bagi dunia pendidikan, bagi agama, nusa, dan bangsa. Amin. Salatiga, 26 Februari 2013 Penulis
x
ABSTRAK
Rusida, Ragil. 2013. (11508046) Problematika Pembelajaran Siswa Belum Cukup Umur di Kelas Satu MI Darul Hikam Cukilan 01 kec Suruh kab Semarang Tahun 2012/2013. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Miftachur Rif’ah, M. Ag. Kata Kunci: Problematika Pembelajaran, Siswa Belum Cukup Umur Problematika belajar yang dihadapi oleh siswa satu dengan yang lainnya memang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan siswa memiliki kepribadian, pengalaman, tujuan dan kondisi yang beragam. Dalam pembelajaran dihadapkan pada beragam permasalahan atau problematika. Salah satunya adalah usia anak yang belum cukup umur untuk masuk di Sekolah Dasar. Ini yang harus diperhatikan pada anak. (1)Bagaimana problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 Tahun ajaran 2012/2013? (2) Bagaimana langkah-langkah untuk mengatasi problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 Tahun ajaran 2012/2013? Guna menjawab pertanyaan tersebut peneliti melakukan penelitian kualitatif yang hasilnya menggunakan beberapa informan dengan menguraikan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Data penelitian yang terkumpul dianalisis menggunakan teknik analisis data. Hasil penelitian menunjukkan : (1) problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 adalah kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 kurang siap dalam menerima pelajaran dan problematika yang lain, terdapat perilaku yang kurang terkendali dalam pembelajaran saat di kelas. Sebagian dari mereka juga mengalami kesulitan dalam kelancaran membaca dan menulisnya. Karena untuk mencatat/menulis materi saja membutuhkan waktu cukup lama dalam menyelesaikan catatannya. Berdasarkan wawancara dan pengamatan pada saat observasi, problematika pembelajaran siswa belum cukup umur dikarenakan usia yang kurang, pengalaman belajar yang minim, belum pernah belajar di TK/RA serta perhatian dan motivasi dari orang tua yang kurang (2) langkah-langkah dalam mengatasi problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 adalah langkah pertama sekolah memberikan dukungan sumber belajar. Langkah kedua, guru memberikan bimbingan secara intensif, memberi motivasi, pengayaan dan remidial. Langkah ketiga, orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengetahui kesulitan belajar siswa dan menemukan solusinya.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................
i
LEMBAR BERLOGO ..............................................................................
ii
JUDUL .....................................................................................................
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................
iv
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN ...............................................................
vii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
viii
ABSTRAK ...............................................................................................
x
DAFTAR ISI ............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL.......................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Fokus Penelitin .....................................................................
6
C. Tujuan Penelitian..................................................................
6
xii
D. Kegunaan Penelitian .............................................................
7
E. Penegasan Istilah ..................................................................
7
F. Metode Penelitian ................................................................
8
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................
8
2.
Kehadiran Peneliti .........................................................
10
3.
Lokasi Penelitian ..........................................................
11
4.
Sumber Data .................................................................
11
5.
Prosedur Pengumpulan Data .........................................
13
6.
Analisis Data ................................................................
15
7.
Pengecekan Keabsahan Data..........................................
18
8.
Tahap-tahap Penelitian....................................................
20
G. Sistematika Penulisan ...........................................................
21
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Problematika Pembelajaran ................................
23
B. Usia Dini dan Kesiapan Belajarnya.......................................
27
C. Kesulitan Belajar dan Cara Mengatasinya .............................
34
BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ...................
41
1. Sejarah Singkat/Profil Sekolah .......................................
41
2. Letak Geografis...............................................................
43
3. Keadaan Guru, Karyawan, dan Murid .............................
44
4. Visi dan Misi .................................................................
47
xiii
5. Perumusan Tujuan Pendidikan..........................................
48
B. Paparan Data dan Temuan Masalah.......................................
49
1. Problematika Pembelajaran Siswa Belum Cukup Umur di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01................................................................................
52
2. Langkah-langkah untuk Mengatasi Problematika Pembelajaran Siswa Belum Cukup Umur di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01.......................................
55
BAB IV PEMBAHASAN A. Problematika Pembelajaran Siswa Belum Cukup Umur di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01................................................................. B. Langkah-langkah
untuk
63
Mengatasi
Problematika Pembelajaran Siswa Belum Cukup Umur di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01.............................. ......................
70
A. Kesimpulan .........................................................................
77
BAB V PENUTUP
1. Problematika Pembelajaran Siswa Belum Cukup Umur di Kelas 1 MI Darul Hikam
xiv
Cukilan 01................................................................. 2. Langkah-langkah Problematika
untuk
77
Mengatasi
PembelajaranSiswa
Belum
Cukup Umur di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01.............................. ......................
78
B. Saran ....................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xv
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 : Waktu Penelitian..........................................................
11
Tabel 1.2 : Tahap Pra Lapangan..................................................... 20
Tabel 1.3 : Tahap Pekerjaan Lapangan..........................................
21
Tabel 1.4 : Tahap Analisis Data.....................................................
21
Tabel 1.5 : Daftar Komite MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang........................................... 45
Tabel 1.6 : Daftar Guru dan Rincian Pembagian Tugas Mengajar MI Darul Hikam Cukilan 01 Tahun pelajaran 2012/2013........................................... 46
Tabel 1.7 : Daftar Jumlah Siswa MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2012/2013............................................ 47
Tabel 1.8 : Daftar Siswa Belum Cukup Umur dan Pekerjaan Orang Tua....................................................................... 51
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 : Komposisi Analisis Data Model Alir........................ 16
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kode Penelitian
Lampiran 2
Pedoman Penelitian
Lampiran 3
Transkip Penelitian
Lampiran 4
Catatan Lapangan Pengamatan
Lampiran 5
Reduksi Data
Lampiran 6
Triangulasi Data
Lampiran 7
Dokumentasi Sekolah
Lampiran 8
Surat Nota Pembimbing
Lampiran 9
Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 10 Surat Keterangan Penelitian Lampiran 11 Surat Keterangan Keaktifan Lampiran 12 Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 13 Riwayat Hidup
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan pembelajar yang luar biasa sejak lahir. Kemampuan paling penting dan berpengaruh bagi masa-masa pra sekolah dan tahun-tahun awal di sekolah dasar adalah kesinambungan kesiapan anak-anak untuk belajar (Dorothy Rich dalam Tri Budhi Satrio, 2008 :1). Kesuksesan masa depan anak tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masa kecilnya. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua berperan aktif dalam menata kehidupan buah hatinya sejak mereka masih kecil yaitu dalam menuntut ilmu. Berikut ini anjuran setiap muslim menuntut ilmu, berikut ini dalilnya Almath, M. Faiz dalam A Aziz Salim Basyarahil, (1991:15) :
ﻋﻦ أﺑﻲ ھﺮﯾﺮ ة ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻲ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺳﻠﻚ طﺮﯾﻘﺎﯾﻠﺘﻤﺲ ﻓﯿﮫ ﻋﻠﻤﺎ ﺳﮭﻞ ﷲ ﻟﮫ طﺮﯾﻘﺎ اﻟﻲ اﻟﺠﻨﺔ Dari Abu Hurairah ra ia berkata, bersabda Rasulullah saw, “barang siapa menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu, maka Alllah akan memudahkan jalannya menuju ke syurga.” (HR. Tarmidzi) Problematika pembelajaran dapat ditelusuri dari jalannya proses dasar pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh 3 faktor : bahan baku, instrumen, dan lingkungan.
19
Pembelajaran pada dasarnya merupakan usaha mengubah atau meningkatkan potensi seseorang. Pembelajaran mengubah sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mampu menjadi mampu dan lebih baik lagi melalui proses belajar yang dijalani. (http://kampuspendidikan.blogspot.com/2011/11/problematika-pembelajaran 24.html) Problematika belajar yang dihadapi oleh siswa satu dengan yang lainnya memang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan siswa memiliki kepribadian, pengalaman, tujuan dan kondisi yang beragam. Dalam pembelajaran dihadapkan pada beragam permasalahan atau problematika. Salah satunya adalah usia anak yang belum cukup umur untuk masuk di Sekolah Dasar. Tidak dipungkiri, masih banyak orang tua kerap kebingungan mengenal berapa sebenarnya usia yang pantas bagi anak-anak untuk mulai masuk Sekolah Dasar. Dalam UU Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar” (UU Depag RI, 2006:24). Artinya, batas minimum masuk Sekolah Dasar adalah 6 tahun. Usia anak dalam memasuki sekolah harus diperhatikan karena kesalahan dalam menentukan waktu anak mulai bersekolah bisa berakibat fatal di kemudian hari. Peraturan dari Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah dalam Maimunah Hasan (2010:343) menyebutkan bahwa sudah ada peraturan baku tentang usia anak masuk sekolah. Pada usia 4-5 tahun, anak-anak mestinya masuk taman Kanak-kanak atau TK, sedangkan bangku
20
sekolah dasar atau SD baru boleh didudukinya di usia 6 tahun. Secara umum, usia anak ideal untuk seorang anak bisa masuk sekolah adalah di atas 6 tahun. Mereka dinilai telah siap dalam segi intelektual, emosional, social dan spiritual untuk berada jauh dari orang tua dan mencoba mandiri dalam belajar. Bila anak berusia kurang dari 6 tahun dipaksakan untuk masuk SD mak dikhawatirkan akan mengalami gangguan pada usia selanjutnya. Menurut Anna Surti Arini, Psi, ahli Psikologis anak dalam Maimunah Hasan (2010:345), usia ideal anak masuk sekolah adalah antara 4-5 tahun untuk taman Kanak-kanak atau TK dan 5-7 tahun untuk Sekolah Dasar atau SD, meskipun saat ini ada beberapa anak sudah memiliki kesiapan belajar. Banyak anak-anak tidak siap bersekolah karena faktor umur yang belum cukup usia untuk masuk di kelas 1 MI atau SD, kurang dari batas usia minimum yaitu kurang dari enam tahun. Berarti anak yang belum cukup usia ini merupakan anak yang digolongkan dalam anak usia dini. Faktor yang menjadi kendala dalam anak usia ini adalah kesiapan untuk belajar karena tujuan pendidikan yang paling sulit diukur, oleh ukuran biasa. Kesiapan belajar merupakan fakta tidak diragukan bahwa beberapa jenis pembelajaran akan lebih mudah dan lebih siap pada usia tertentu daripada usia lain, atau lama belajar sebelumnya turut menentukan berlangsungnya lama belajar baru (Plus Nasar, 2008:32). Kesiapan belajar berpengaruh juga dalam perkembangan perilaku belajarnya, menurut thorndike dalam Hamzah (2008:7) pandangan tentang belajar menurut tingkah laku adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai
21
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Jadi, kesiapan belajar untuk memulai masuk di sekolah dasar sangat penting untuk diperlukan setiap siswa, karena hal itu sangat menunjang keberhasilan siswa. Sebenarnya, semua anak yang masuk sekolah itu siap belajar. Tergantung pada sekolah untuk merespon setiap tingkat kesiapan masing-masing anak, bukannya membuat anak bertanggung jawab memenuhi persyaratan masuk sekolah. Sekolah harus yakin bahwa semua anak yang ada di sekolah siap belajar sesuatu. Sekolah harus siap menerima anak yang aktif dengan keingin tahuan mereka dan keinginan belajar mereka. Daripada menolak anak-anak yang masuk di sekolah karena mereka terlalu muda atau tidak siap. Menurut ( Carol dan Barbara dalam Plus Nasar, 2008:49-50) Sistem sekolah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Tetapkan tanggal lahir yang pantas untuk masuk di sekolah dasar yan kebanyakan anak di kelas 1 berusia enam tahun 2. Ciptakan sekolah yang merespon terhadap kebutuhan masing-masing anak dengan mengusahakan para guru dan pengurus memahami perkembangan anak dan cara belajarnya. 3. Tawarkan kemajuan terus-menerus kepada anak-anak dari sekolah dasar kelas satu sampai ke kelas berikutnya.
22
4. Libatkan para orang tua dalam keputusan mengenai penempatan paling baik bagi anak-anak mereka. 5. Selenggarakan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dan tanggulangi kebutuhan dan minat masing-masing anak (holloway dan Marshal dalam Plus Nasar,2008:50). Berikan pelayanan menyeluruh dalam bidang kesehatan, gizi dan dukungan sosial bagi keluarga. Berdasarkan pengamatan sekilas yang penulis temukan di MI Darul Hikam Cukilan 01 Suruh Kabupaten Semarang adalah ada empat siswa yang usianya kurang dari batas minimum untuk masuk di kelas satu MI yaitu enam tahun. Di lapangan penulis juga menemukan dua orang siswa di kelas satu yang usianya lebih dari batas usia maksimum karena faktor cacat mental. Dan orang tua siswa lebih cenderung untuk memasukkan anak-anak mereka yang belum cukup umur di MI ini dikarenakan keterbatasan ekonomi dan kemauan anak sendiri. Persaingan untuk mendapatkan siswa inilah yang menjadikan faktor kenapa anak yang belum cukup umur itu diterima di MI Darul Hikam Cukilan 01. Dengan permasalahan tersebut bagaimana problematika pembelajaran siswa belum cukup umur pada saat proses pembelajaran berlangsung. Itulah yang menjadikan ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi di MI Darul Hikam Cukilan 01 ini. Oleh karena itu, berdasarkan paparan masalah yang terdapat dalam uraian di atas penulis merasa tertarik dan akan melakukan tindak lanjut penelitian
23
dengan memilih judul, “PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN SISWA BELUM CUKUP UMUR DI KELAS I MI DARUL HIKAM CUKILAN 01 KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013”.
B. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang masalah di atas, maka penulis tuliskan rumuskan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 tahun ajaran 2012/2013? 2. Bagaimana langkah-langkah untuk mengatasi problematika pembelajaran dari siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 tahun ajaran 2012/2013?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian yang telah penulis uraikan berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas1 MI Darul Hikam Cukilan 01 tahun ajaran 2012/2013. 2. Untuk mengetahui langkah-langkah mengatasi problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI tahun ajaran 2012/2013.
24
D. Kegunaan Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah wawasan khususnya bagi penulis dan masyarakat pada umumnya baik teoritis maupun praktis. 1. Teoritis Sebagai pengembangan kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 untuk menghadapi proses pembelajaran, dimulai dari pemahaman guru terhadap karakteristik siswa, cara guru dalam pelaksanaan kesiapan belajarnya, kesulitan/hambatan dan solusi/langkah-langkah untuk mengatasi problematika kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1MI Darul Hikam Cukilan 01. 2. Praktis Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam proses belajar mengajar mencangkup pemahaman guru, cara guru dalam pelaksanaan, kesulitan atau hambatan dan solusi atau langkah-langkah dalam mengatasi problematika kesiapan belajar siswa yang belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01.
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari adanya kemungkinan penafsiran yang salah tentang istilah yang digunakan dalam judul skripsi di atas, maka disini perlu dikemukakan batasan dan penjelasan judul sebagai berikut : 1. Problematika pembelajaran
25
Menurut Ahmad Sabri, (2005:33) problematika pembelajaran adalah kendala atau persoalan dalam proses belajar mengajar yang harus dipecahkan agar tercapai tujuan yang maksimal. 2. Siswa yang belum cukup umur Menurut Psikologis Perkembangan Mubin dan Ani Cahyadi (2006:89), dalam Tesis Roro Bintang Lukitaningrum menyebutkan bahwa siswa yang belum cukup umur adalah siswa yang belum matang usianya. Dalam UU Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 pasal 34 ayat 1 tentang anak masuk Sekolah Dasar yang menyatakan bahwa “setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar” (UU Depag RI, 2006:24). Artinya bahwa batas minimum anak masuk SD adalah 6 tahun, kurang dari batas usia minimum tersebut berarti anak tergolong anak usia dini atau belum cukup umur untuk masuk Sekolah Dasar.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Untuk mendapatkan pemahaman substantif terhadap permasalahan perilaku belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif cenderung menggunakan analisa induktif, dimana proses penelitian dan pemberian makna terhadap data dan informasi lebih ditonjolkan, dengan ciri utama pendekatan ini adalah bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta naturalistik.
26
Dalam kaitan ini Bodgan dan Taylor dalam Moleong (2009:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagian dari sesuatu keutuhan. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomenafenomena sosial dari sudut perspektif partisipan. Partisipan adalah orangorang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta memberi data, pendapat, pemikiran, dan persepsinya. Pemahaman diperoleh melalui analisis berbagai keterkaitan dari partisipan dan melalui penguraian “pemaknaan partisipan” tentang situasi-situasi dan peristiwa-peristiwa, pemaknaan partisipan meliputi perasaan, keyakinan, ide-ide, pemikiran dan kegiatan dari partisipan. Beberapa penelitian kualitatif diarahkan lebih dari sekedar memahami fenomena tetapi juga mengembangkan teori (Nana.Syaaodih Sukmadinata,2008:94). Sementara menurut Lodico, Spaulding, dan Voegtle dalam Emzir (2011:2) penelitian kualitatif juga disebut penelitian interpretif atau penelitian lapangan adalah suatu metodelogi yang dipinjam dari disiplin ilmu seperti sosiologi dan antropologi dan diadaptasi ke dalam setting pendidikan. Penelitian kualitatif menggunakan metode penalaran induktif dan sangat percaya bahwa terdapat banyak perspektif yang akan dapat diungkapkan. Penelitian kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pada
27
pemberian suara pada perasaan dan persepsi dari partisipan di bawah studi. Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa pengetahuan dihasilkan dari setting sosial dan bahwa pemahaman pengetahuan sosial adalah suatu proses ilmiah yang sah. 2. Kehadiran Penelitian Untuk mendapatkan data-data yang valid dan obyektif dengan apa yang akan diteliti maka, kehadiran peneliti dilapangan dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan. Kehadiran peneliti sebagai pengamat langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang akan diteliti sangat menentukan hasil penelitian, maka dengan cara riset lapangan sebagai pengamat penuh secara langsung pada lokasi penelitian peneliti dapat menemukan dan mengumpulkan data secara langsung. Jadi, dalam penelitian ini, instrumen penelitian adalah peneliti sendiri yang sekaligus sebagai pengumpul data. Sedangkan instrumen-instrumen yang lain merupakan instrumen pendukung atau instrumen pelengkap oleh karena itu kehadiran peneliti di lapangan sangatlah diperlukan. Adapun tujuan kehadiran peneliti dilapangan adalah untuk mengamati secara langsung keadaan/kegiatan yang berlangsung, fenomena-fenomena sosial dan gejala-gejala psikis yang terjadi di sekolah. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengamati langsung apakah kejadian-kejadian tersebut akan berbeda jauh atau relevan dengan hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara.
28
Menurut Emzir, (2011:15) peneliti harus menetapkan tingkat keterlibatannya dengan partisipan. Secara umum, karena hakikat penelitian kualitatif, peneliti memiliki hubungan yang akrab dengan partisipan. Unuk memperoleh suatu pengertian yang benar tentang realita, sebagaimana diterima oleh partisipan, peneliti harus menjadi bagian dari budaya yang akan diteliti. Untuk memotret pandangan partisipan, peneliti perlu mengembangkan suatu titik pandang orang dalam yang diteliti. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai tangal 25 Oktober s.d pertengahan Desember Tahun ajaran 2013. Tabel. 1.1 Waktu Penelitian No.
Waktu
Kegiatan
1.
September
Penyusunan Proposal
2.
Oktober
Permohonan ijin lokasi penelitian
3.
November
Pengumpulan Data
4.
Desember
Analisa Data
5.
Januari-Februari
Penyusunan Laporan
Adapun alasan penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut karena di MI ini menerima siswa belum cukup umur. 4. Sumber Data Menurut Lofland dalam Moleong (2008:157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah
29
data tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain, maka sumber data pada penelitian ini adalah : a. Kata-kata dan tindakan Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancari merupakan sumber data utama. Informan maupun partisipan dalam metode penelitian kualitatif adalah orang yang berikhtiar mengumpulkan data. Teknik pemilihan informan atau partisipan, peneliti menggunakan teknik purposeful sampling, yaitu sampel yang dipilih bergantung pada tujuan penelitian tanpa memperhatikan kemampuan generalisasinya. Sumber data berasal dari wawancara dengan kepala sekolah, guru, orang tua dan siswa belum cukup umur. Untuk pengamatan problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01. b. Sumber tertulis atau dokumentasi Walaupun dikatakan bahwa sumber di luar kata dan tindakan adalah merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Bahan tambahan dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku, sumber dari arsip-arsip sekolah, dokumen pribadi, dan dokumen resmi sekolah (Moleong,2008:159). Data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh pihak lembaga pendidikan yang meliputi : kondisi umum MI Darul Hikam Cukilan 01, profil sekolah dan data siswa kelas 1 MI yang belum cukup umur c. Foto
30
Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaaah segi-segi subjektif dsn hasilnya sering dianalisis secara induktif (Moleong, 2008:160). Ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang, dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdan dan Biklen dalam Moleong, 2008:160) Foto yang dimaksud dalam penelitian ini adalah album foto sekolah serta foto yang dihasilkan peneliti pada saat penelitian berlangsung di MI Darul Hikam Cukilan 01. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Observasi Metode observasi yaitu merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Nana Syaodih,2008:220). Yang dilakukan guna untuk mengamati dan mencatat kondisi objek dengan melihat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diterapkan oleh guru kepada siswa di kelas 1 MI . Metode observasi juga sebagai antisipasi jika ada keraguan pada peneliti mengenai data yang didapat dikarenakan kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara, sehingga untuk mengecek keabsahan data tersebut dengan memanfaatkan observasi. Karena teknik pengamatan ini merupakan pengalaman secara langsung sehingga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri,
31
kemudian mencatat perilaku dan kejadian pada keadaan sebanarnya (Moleong, 2008:174). Contoh bentuk lembar pedoman observasi: Catatan Nomor : Hari/Tanggal: Tempat : Sumber Data: ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... Peneliti menggunakan observasi nonpartisipan karena peneliti tidak terlibat karena sebagai pengamat independen (Sugiyono, 2011:145). Dalam penelitian ini peneliti mengamati aktivitas pembelajaran. Aktivitas pembelajaran digunakan untuk mengetahui problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01. b. Wawancara Wawancara, yang dimaksud adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Di lakukan guna untuk memperoleh informasi dan keterangan langsung dari informan. Dalam hal ini penulis mewawancarai pihak yang terkait yakni seperti guru kelas serta pihak lainnya seperti kepala sekolah yang bisa membantu dalam melengkapi skripsi ini. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
32
permasalahn yang harus diteliti, dan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2008:137). Sutrisno Hadi dalam Sugiyono, (2008:138) mengemukakan bahwa
anggapan
yang
perlu
dipegang
oleh
peneliti
dalam
menggunakan metode interview sebagai berikut : 1) Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. 2) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3) Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara terstruktur, karena peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informa siapa yang akan diperoleh. Wawancara ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya. Wawancara dilakukan dengan face to face kepada informan. 6. Analisis Data Menurut Emzir, (2011:85) yang dimaksud dengan analisis data adalah proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materimateri tersebut dan untuk menyajikan apa yang sudah ditemukan
33
kepada orang lain. Analisis melibatkan pekerjaan dengan data, penyusunan, dan pemecahannya ke dalam unit-unit yang dapat ditangani, perangkumannya, pencarian pola-pola, dan penemuan apa yang penting dan apa yang perlu dipelajari dan pembuatan keputusan. untuk mencari ada tidaknya pengaruh perilaku belajar siswa yang belum mencukupi umur dan problematika di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01. Data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka-angka. Data ini dikumpulkan dalam berbagai cara diantaranya wawancara, observasi, dan intisari dokumen. Untuk itu, analisa kualitatif menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam teks yang diperluas (Miles dalam Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992:16). Secara rinci dalam proses analisa data digambarkan sebagai berikut :
Masa pengumpulan data REDUKSI DATA
Antisipasi
Selama
Pasca
PENYAJIAN DATA =A NALIS IS Selama
Pasca
PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI Selama
Pasca
Gambar 1.1 Komponen analisis data: model alir
34
(Miles dalam Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992:18) Berdasarkan bagan di atas tentang analisis data, menurut Miles dalam Tjetjep Rohendi Rohidi, (1992:16-19) : a. Reduksi Data Reduksi data merupakan pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dalam penelitian ini reduksi data dapat dilakukan dengan cara menyususn ringkasan, membuang yang tidak perlu, memberi kode bagian yang penting dan sebagainya hingga laporan penelitian ini selesai. Ada beberapa hal yang menjadi kaitan dengan reduksi data yaitu klasifikasi data yang telah dikumpulkan, dipisah-pisahkan kemudian dikelompokkan menurut permasalahannya. Dilanjutkan dengan interpretasi data yang berfungsi untuk menganalisis data lebih lanjut, data dikelompokkan kemudian diasumsikan oleh peneliti dengan landasan tujuan penelitian. Contoh reduksi data pada lampiran 5 b.
Penyajian Data Sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang baik merupakan suatu cara utama bagi penyajian data yang shahih.
c.
Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
35
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari satu kegiatan konfigurasi yang utuh. Simpulan-simpulan juga diverifikasikan selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu kemungkinan setingkat pemikiran kembali yang melintas dalam penganalisis selama menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan di lapangan serta tukar pikiran dan akhirnya berusaha menarik kesimpulan. Dengan demikian, erifikas kesimpulan yang pada mulanya mengambang atau kabur menjadi lebih relevan. Penulis menggunakan tabel triangulasi yang terdapat pada lampiran 6 7.
Pengecekan Keabsahan Data Menurut Moleong (2008:326-332) agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan pengecekan data, apakah data yang disajikan valid atau tidak, maka diperlukan teknik keabsahan/kevalidan data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik ketekunan pengamatan peneliti dan triangulasi. a. Ketekunan Pengamatan Peneliti Ketekunan pengamatan bertujuan untuk menemukan ciriciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal tersebut secara rinci. Teknik ini menuntut agar peneliti mampu menguraikan seca rnci bagaimana proses penemuan seara tetatif an penea secararinci terseu apat dilakukan. Melalui eknik ini peneliti berusaha
36
setekun mungkin untuk megti setiap unsur yang relevan dengan penelitian
ntuk
dapa
ditelaah
secara
rinci
dan
berkesinambungan. Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti mengamati terus menerus setiap hari mulai tanggal 15 November-25 November 2012. b. Triangulasi Menurut Moleong (2002:178) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap
menggunakan
teknik
data
tersebut.
pemeriksaan
yang
Triangulasi
ini
memanfaatkan
penggunaan sumber. Triangulasi dengan sumber ini berarti membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan data hasil wawancara dengan hasil pengamatan. 3. Membandingkan data wawancara dengan dokumen. Melalui teknik ini peneliti akan membandingkan setiap data yang didapatkan dengan data-data lainnya sehingga
37
menjadi
suatu
data
yang
valid
dan
bisa
dipertanggungjawabka. Hasil triangulasi dalam lampiran 8. Tahap-tahap Penelitian Moleong (2002:127-148) juga menyatakan dalam tahap-tahap penelitian kualitatif harus memuat : a. Tahap Pra Lapangan Tahap pra lapangan yaitu memperhatikan segala macam persoalan dan segala macam persiapan sebelum peneliti terjun kedalam kegiatan penelitian berupa : menyususn rancangan penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai keadaan, memilih dan memanfaatkan informan. Tabel 1.2 Tahap Pra Lapangan Waktu September
Kegiatan Menyusun rancangan penelitian Mengurus perijinan
Oktober
Awal November
Menjajagi dan menilai keadaan Memilih dan memanfaatkan informan
Hasil Membuat proposal penelitian Menyepakati dengan pihak sekolah untuk melakukan penelitian Telah disetujui melakukan penelitian. Melakukan pembicaraan dengan kepala sekolah untuk memilih informan.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan Pada bagian ini dibahas usaha peneliti agar secara sungguh-sungguh berusaha memahami latar penelitian selain peneliti benar-benar dengan segala daya dan tenaganya mempersiapkan dirinya menghadapi lapangan penelitian dengan mamahami latar penelitian dan persiapan
38
diri, memasuki lapangan, berperan sambil mengumpulkan data. Tabel 1.3 Tahap Pekerjaan Lapangan Waktu Pertengahan November
Kegiatan Memasuki lapangan
Pertengahan November
Berperan sambil mengumpulkan data
Hasil Mulai observasi keadaan sekolah dan pembelajaran yang berlangsung Melakukan wawancara dan pengamatan
c. Tahap Analisis Data Pada tahap ini dikemukakan konsep analisis data juga dipersoalkan bahwa analisis data itu dibimbing oleh usaha untuk menemukan data dan kesimpulan. Sejumlah petunjuk analisis data diberikan sebagai pegangan peneliti. Tabel 1.4 Tahap Analisis Data Waktu Pertengahan Desember Akhir Desember
Kegiatan Menemukan dan menyajikan data Menemukan kesimpulan
Hasil Reduksi data penyajian data Triangulasi data
dan
G. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mempermudah dalam mengkaji penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini: BAB I :
Dalam bab ini berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan Sistematika Penulisan yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data,
39
prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian. BAB II :
Dalam bab ini berisi tentang Kajian Pustaka dan Kerangka berfikir terdiri dari devinisi dari problematika pembelajaran, anak usia dini dan kesiapan belajarnya, kesulitan dalam belajar dan cara menanganinya.
BAB III :
Dalam bab ini berisi tentang Paparan Hasil Penelitian berisi tentang gambaran umum MI Darul Hikam Cukilan 01(letak geografis, subjek penelitian, visi, misi dan profil sekolah) serta hasil penelitian.
BAB IV :
Dalam bab ini berisi tentang pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan oleh peneliti.
BAB V :
Dalam bab ini merupakan tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
40
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar dan Problematika Pembelajaran 1. Belajar a. Definisi Belajar Menurut Sardiman, (2009:21) mendefinisikan : “belajar adalah berubah”. Dalam hal yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar merupakan aktivitas yang sangat penting bagi perkembangan individu. Belajar terjadi setiap saat dalam diri seseorang dimanapun dan kapanpun. Belajar tidak hanya dilakukan di bangku sekolah saja. Mengingat begitu pentingnya aktivitas belajar
41
bagi perkembangan individu, banyak para ahli yang mengembangkan masalah belajar karena mencangkup aspek yang sangat luas. Pandangan belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi stimulus dan respon. Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain: Thorndike, Watson, Hull, dan Skiner dalam Hamzah (2008:7-10) yaitu : Salah satunya menurut Thorndike salah seorang pendiri aliran tingkah laku belajar adalah “proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan atau gerakan). Jelasnya, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang kongkret (dapat diamati), atau yang non kongkret (tidak bisa diamati)”. Pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperolah arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa (Muhhibin Syah, 2010:68). Berikut ini firman Allah yang mewajibkan untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam surat ALZumar ayat 9 yang berbunyi :
42
(#qä9'ré& ã©.x‹ tGtƒ $yJ ¯RÎ) 3tb qßJ n=ôètƒ Ÿw tûïÏ%©!$#ur tb qçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$# “ ÈqtGó¡ o„ ö@ yd ö@ è% 3 ÇÒÈ É= »t7ø9F{ $# Artinya: Katakanlah apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran”(QS. Az Zumar: 9). Menurut Sumadi Suryabrata dalam Lilik Sriyanti (2011:18), hal-hal pokok yang ada dalam definisi belajar adalah : 1) Bahwa belajar membawa perubahan, baik yang yang aktual maupun potensial. 2) Bahwa perubahan pada pokoknya mendapatkannya kecakapan baru. 3) Perubahan terjadi karena adanya usaha/disengaja. b. Ciri-ciri Belajar Menurut Bharruddin dan Esa N.W dalam Lilik Sriyanti (2011:18), ciri-ciri belajar : 1) Belajar ditandai adanya perubahan tingkah laku 2) Perubahan perilaku dari hasil belajar itu relatif permanen 3) Perubahan
tingkah
laku
tidak
harus
diamati
pada
saat
berlangsungnya proses belajar, tetapi bisa jadi bersifat potensial. 4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman
43
5) Pengalaman atau latihan dapat memberikan penguatan c. Prinsip-prinsip Belajar Menurut Sardiman (2009:24) Prinsip-prinsip belajar : 1) Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya. 2) Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri para siswa. 3) Belajar akan lebih matang dan mantap serta efektif apabila didorong dengan motivasi dari dalam sekolah maupun luar lingkungan sekolah. d. Tujuan Belajar Menurut Sardiman (2009:25) tujuan belajar merupakan usaha pencapaian tujuan yang perlu diciptakan dengan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Lingkungan belajar ini sendiri dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing-masing akan mempengaruhi. Misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang akan diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta prasarana belajar mengajar yang tersedia. Komponen-komponen sistem lingkungan ini saling mempengaruhi secara variasi sehingga setiap peristiwa belajar memiliki profil yang unik dan kompleks. Untuk mencapai tujuan belajar tertentu harus diciptakan sistem lingkungan yang berbeda pula.
44
2. Definisi Problematika Pembelajaran Problematika berasal dari kata problem yang dapat diartikan sebagai pemasalahan atau masalah. (http://id.shvoong.com/humanities/theorycriticism/20/2002/pengertianmasalah). Sedangkan pembelajaran menurut Kunandar, (2007:287) adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Jadi, problematika pembelajaran adalah kendala atau persoalan dalam proses belajar mengajar yang harus dipecahkan agar tercapai tujuan maksimal.(Ahmad Sabri, 2005:33)
B. Anak Usia Dini dan Kesiapan Belajarnya 1. Anak Usia Dini a. Definisi dari anak usia dini : Menurut Psikologis Perkembangan anak (Mubin dan Ani Cahyadi,2006:89),
dalam
tesis
Roro
Bintang
Lukitaningrum
menyebutkan bahwa siswa belum cukup umur adalah siswa yang belum matang usianya. Menurut Biecler dan Snowman dalam Soemiarti Patmodewo, (2000:19) anak usia dini merupakan anak prasekolah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Di indonesia, pada umunya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan-5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak. Sistem pendidikan usia dini yang ideal adalah :
45
1) Proses belajar mengajar anak kelas 1 dilakukan seperti di TK, yaitu bermain sambil belajar dan belajar dengan mengajak anak banyak bergerak. 2) Proses belajar mengajar di kelas 2, dilakukan secara bertahap dan bisa diubah ke arah yang lebih formal seperti kakak-kakak kelasnya. Alhasil, ketika anak masuk kelas 3, dia sudah lebih siap menjadi anak pra remaja awal. Jika persepsi itu sudah dipahami semua kalangan dan dapat dijalankan dengan baik, maka yakinlah bahwa trauma dan ketakutan yang selama ini menghantui anak-anak yang baru masuk SD dan para orang tuanya, bisa ditekan semaksimal mungkin (Maimunah Hasan, 2010:365). b. Pola Perkembangan anak Pola perkembangan pada usia prasekolah yaitu 3-6 tahun menurut Maimunah Hasan (2010:134) : hal yang perlu diperhatikan pada anak usia ini adalah melatih kemampuan fisik, kemampuan berfikir, mendorong anak mau bergaul, dan mengembangkan anganangan. Aspek intektualnya mulai berkembang lebih nyata. Gangguan yang dapat timbul pada tahap ini adalah masalah pergaulan dengan teman, pasif dan takut berbuat sesuatu, takut mengemukakan sesuatu, kurang kemauan, masalah belajar, dan merasa bersalah.
46
2. Kesiapan Belajar a. Usia Usia sekolah dasar merupakan saat penting bagi anak untuk membentuk relasi sosial dengan teman sebaya. Keberhasilan ini akan sangat mendukung oleh adanya sikap kemandirian dan kepercayaan diri yang baik. Sebenarnya, beberapa kemampuan yang disebutkan tadi juga dapat dibentuk sejak awal. Sumber utamanya adalah dari bimbingan orang tua sebagai orang terdekat anak (Maimunah Hasan,2010:353). Menurut Imam Musbikin, (2009:106-107) mengatakan bahwa peran orang tua dalam membangun semangat belajar anak sangatlah penting. Pendampingan diperlukan selama anak masih bergantung pada peran kita, walaupun sekedar menanyakan bagaimana dia menyelesaikan tugas sekolah. Buatlah belajar menjadi proses yang menyenangkan. Tidak perlu banyak marah dan tekanan. Berilah anak selalu kesempatan kedua untuk memperbanyak dalam menuntut ilmu melalui bertanya, nilai rendah atau teguran guru. Menurut Soemiarti Patmonodewo (2000:123) peran orang tua dalam pendidikan anak sangatlah penting, karena orang tua merupakan guru pertama bagi anak-anaknya dan orang tua merupakan mitra kerja bagi guru anaknya. Dalam sebuah hadist dalam Imam Musbikin (2009:107), Rasulullah bersabda :
47
“Tuntulah ilmu. Sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orang tuanya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.” (HR. Arr-Rabii’). Menurut Sardiman, (2009:52) guru merupakan bagian pendidik yang penting dalam proses belajar mengajar untuk mendidik dan mengajar. Dari segi asal katanya, keduanya memiliki arti yang sedikit berbeda. “Mengajar” : memberikan pelajaran atau transfer of knowledge. Menurut umum “mengajar” diartikan sebagai usaha guru untuk
menyampaikan
dan
menanamkan
pengetahuan
kepada
siswa/anak didik. Sedangkan “Mendidik” : memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran dan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Menurut Bjorkland dalam Soemiarti Patmonodewo (2000:108) peran guru sangatlah penting karena guru sebagai pengamat, melakukan elaborasi, sebagai model, melakukan evaluasi dan melakukan perencanaan. Menurut Maimunah Hasan (2010:343) menyebutkan bahwa : “Sudah ada peraturan baku tentang usia anak masuk sekolah. Pada usia 4-5 tahun, anak-anak mestinya masuk Kanak-kanak atau TK, sedangkan bangku Sekolah Dasar atau SD baru boleh didudukinya di usia 6 tahun. Secara umum, usia ideal untuk seorang anak bisa masuk sekolah adalah di atas 6 tahun. “Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa anak-anak sudah melewati masa balita. Mereka dinilai telah siap dalam segi intelektual, emosional, social, dan spiritual untuk berada jauh dari orang tua dan mencoba mandiri dalam belajar. Bila anak berusia kurang dari 6 tahun dipaksakan
48
untuk masuk SD, maka dikhawatirkan akan mengalami gangguan perkembangan pada usia selanjutnya”. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan menyebutkan bahwa : “Pertimbangan seorang masuk SD adalah sesuai dengan tingkat perkembangan anak, yakni sesudah melewati masa balita. Oleh karena itu, pada usia enam tahun seorang anak dianggap layak untuk masuk sekolah. Menurut Fuad, ketentuan ini menjadi pegangan umum diseluruh dunia, yaitu usia ideal masuk sekolah adalah di atas balita” (Maimunah Hasan, 2010:344). Menurut Anna Surti Arini, Psi, ahli Psikologi anak dalam Maimunah Hasan, (2010:345) usia ideal anak masuk sekolah adalah antara 4-5 tahun untuk taman Kanak-kanak atau TK dan usia 6-7 tahun untuk Sekolah Dasar atau SD, meskipun saat ini ada beberapa anak di bawah usia ini sudah memiliki kesiapan sekolah. b.
Kematangan Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan atau belajar. Kematangan adalah proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya sesuai dengan potensi yang ada. Antara kematangan dan/proses belajar terdapat interaksi yang erat yang mempengaruhi perkembangan. Pada permulaan kehidupan anak proses-proses yang timbul dengan sendirinya ke arah kematangan yang ingin dicapai lebih banyak terjadi. Semakin lama semakin banyak kehidupan anak dipengaruhi oleh proses-proses belajar yang kemudian akan bersamasama mempengaruhi. Pengaruh proses-proses belajar/latihan yang
49
tepat sangat diperlukan oleh anak. Bahwa dalam perkembangan ada saat-saat ketika anak siap untuk menerima sesuatu dari luar. Kematangan dicapai untuk disempurnakan dengan rangsanganrangsangan yang tepat. Keadaan ini sering disebut “masa kritis” yang harus dirangsang agar bisa berkembang selanjutnya dengan baik. Bila masa kritis tidak memperoleh rangsangan yang tepat misalnya dalam bentuk latihan/proses belajar, maka anak akan mengalami kesulitan (Singgih. D. Gunarsa, 2008:61). Menurut
Maimunah
Hasan,
(2010:352)
standar
yang
diberlakukan untuk menentukan anak layak mengikuti jenjang pendidikan tertentu adalah usia. Kebijakan mulai bergeser menjadi adanya syarat tertentu menyangkut kemampuan anak. Kemampuan dasar yang harus dimiliki anak sebelum masuk pada usia sekolah diantaranya adalah kemampuan koordinasi visual motorik. Hal ini salah satu yang wajib dikuasai anak dan yang mudah dikenali adalah kemampuan anak dalam mencongak dan menyalin tulisan dari papan tulis. Kemandirian menjadi hal yang tidak kalah pentingnya bagi anak dalam menjalani usia sekolahnya. Hal terakhir berkaitan dengan kemampuan anak untuk berpisah sesaat dari orang tuanya selama di sekolah. Menurut Chaplin dalam Samsunuwiyati Mar’at, (2010:6) mengartikan kematangan : 1) Sebagai perkembangan, proses pencapai kemasakan, usia masak.
50
2) Proses perkembangan yang dianggap berasal dari keturunan, merupakan tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun). Kematangan
mula-mula
merupakan
hasil
dari
adanya
perubahan-perubahan tertentu dan penyesuaian struktur pada diri individu, seperti adanya kematangan jaringan-jaringan tubuh, saraf dan kelenjar-kelenjar
yang
disebut
dengan
kematangan
biologis.
Kematangan terjadi pula pada aspek-aspek psikis ini meliputi keadaan berpikir, rasa dan kemauan serta kematangan pada psikis ini diperlukan adanya latihan-latihan tertentu. (Samsunuwiyati Mar’at, 2010:7). Menurut
Maimunah
Hasan
(2010:363-364)
anak
yang
menyelesaikan pendidikan di TK, rata-rata sudah mencapai usia ini sudah lebih siap untuk bersekolah, apalagi jika anak sudah melalui TK terlebih dahulu. Anak yang memasuki usia ini, dinilai telah siap dalam segi intelektual, emosional, sosial, dan spiritual, untuk berada jauh dari orang tua dan mencoba mandiri dalam belajar. c. Tanda-tanda Anak Siap Belajar Menurut Maimunah Hasan, (2010:362-363) tanda-tanda anak siap masuk sekolah : 1) Pastikan anak sudah siap menyebutkan namanya sendiri, alamat rumah, dan nomor telepon rumah. 2) Meskipun belum trampil, ia sudah bisa memakai dan melepaskan baju sendiri, terutama baju yang berkancing depan.
51
3) Bisa buang air kecil dan mencuci tangannya sendiri. 4) Senang bermain bersama teman sebayanya. 5) Memiliki perbendaharaan kata yang cukup banyak. 6) Tidak minder dan mempunyai perasaan positif terhadap diri sendiri. C. Kesulitan Belajar dan Cara Mengatasinya 1. Kesulitan Belajar a. Definisi Kesulitan atau Masalah Belajar Menurut Lilik Sriyanti (2011:126) tentang kesulitan belajar: Masalah belajar adalah kondisi yang dialami siswa dan menghambat usaha dalam mencapai tujuan belajar. Hambatan tersebut bisa datang di lingkungan dapat juga di dalam sendiri. Pada tingkat tertentu anak didik dapat mengatasi kesulitan belajarnya, tanpa harus melibatkan orang lain. Pada kasus-kasus tertentu, karena anak didik belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya, maka bantuan guru, dan orang lain sangat diperlukan. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar. b. Jenis-jenis atau Tipe Kesulitan Belajar Menurut Derek Wood dalam Ivan Taniputera, (2007:24) jenisjenis kesulitan belajar ada 3 yaitu : 1) Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa, misalnya : a) Keterlambatan dalam hal pengucapan bunyi bahasa.
52
b) Keterlambatan dalam hal mengekspresikan pikiran atau gagasan melalui bahasa yang baik dan benar. c) Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa. 2) Permasalahan dalam hal kemampuan akademik, misal : a) Keterlambatan dalam hal membaca. b) Keterlambatan dalam hal menulis. c) Keterlambatan dalam hal berhitung. 3) Kesulitan dalam mengkoordinasi gerakkan anggota tubuh dengan masalah berbicara, berbahasa dan kemampuan akademik, misal : dengan adanya kedua masalah tersebut gangguan koordinasi tubuh dapat mengakibatkan buruknya tulisan seseorang dan kesulitan mengeja serta mengingat. Weinberg Lilik Sriyanti (2011:128) mengemukakan beberapa golongan masalah belajar dalam beberapa tipe : 1) Tidak mempunyai motivasi belajar 2) Hambatan belajar
yang dialami anak
karena
mempunyai
kemampuan daya serap terhadap pembelajaran yang rendah. 3) Sangat cepat dalam belajar 4) Anak
menunjukkan
prestasi
di
bawah
kemampuan
yang
sebenarnya 5) Penempatan kelas yang tidak tepat dapat menjadi sumber terjadinya kesulitan belajar. 6) Kebiasaan belajar yang tidak baik.
53
c. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Menurut Nana Syaodih, (2004:162-165) faktor-faktor penyebab kesulitan belajar : 1) Faktor yang berasal dari dalam diri anak (internal) : a) Jasmani : mencangkup kondisi dan kesehatan jasmani dari anak, kondisi fisik yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pencecapan. b) Rohani : mencangkup tekanan batin yang mendalam, gangguan perasaan, frustasi, konflik-konflik psikis. 2) Faktor yang berasal dari luar anak (eksternal) : a) Lingkungan keluarga : faktor fisik dalam lingkungan keluarga yaitu, keadaan rumah dan ruangan tempat belajar, sarana prasarana belajar yang ada, suasana dalam rumah dan juga suasana lingkungan di sekitar rumah. Faktor sosial dalam keluarga yaitu, hubungan antar anggota keluarga, kasih sayang, ketrbukaan, kepercayaan, dan keakraban. b) Lingkungan sekolah : lingkungan fisik sekolah meliputi, linkungan sekolah, sarana dan prasarana belajar, sumber belajar, media belajar. Lingkungan sosial meliputi, hubungan siswa dengan teman, guru serta staf yang lain. Lingkungan akademis meliputi, suasana dan pelaksaan kegiatan belajar mengajar, berbagai kegiatan kurikuler.
54
c) Lingkungan masyarakat : warganya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan sumber-sumber belajar di dalamnya akan memberikan pengaruh positif terhadap semangat dan perkembangan belajar anak. 2. Mengidentifikasi kesulitan belajar Sebelum seorang guru mengambil kesimpulan bahwa seorang anak mengalami kesulitan belajar serta memerlukan perhatian khusus terlebih dahulu perlu mengetahui indikasi dari siswa yang memiliki kesulitan belajar. Kesulitan belajar bisa diindentifikasikan Partowisastro dalam Lilik Sriyanti (2011:134) : a. Siswa dikatakan mempunyai masalah belajar jika ia tidak memenuhi harapan yang disyaratkan sekolah. b. Masalah belajar timbul jika siswa berperilaku berada di bawah temanteman seusianya c. Kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh anak yang berintegensi rendah melainkan bisa terjadi pada mereka yang berintegensi tinggi. Beberapa gejala adanya kesulitan belajar anak didik dapat dilihat dari petunjuk-petunjuk berikut menurut Lilik Sriyanti (2011:135) : a. Menunjukkan prestasi belajar yang rendah b. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. c. Lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.
55
d. Anak didik menunjukkan sikap kurang wajar, misal acuh tak acuh, mudah tersinggung dan lain-lain. e. Anak didik menunjukkan perilaku yang tidak biasanya ditunjukkan pada orang lain. f. Anak didik yang tergolong IQ tinggi, secara potensial mereka seharusnya mendapat prestasi yang tinggi, tapi kenyataannya mendapatkan prestasi yang rendah g. Anak didik yang menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata pelajaran, tetapi di lain waktu prestasinya menurun drastis. 3. Diagnosis Kesulitan Belajar Usaha ini perlu dilakukan guru dengan penuh keuletan, kesabaran dan kerja keras. Guru tidak hanya dituntut menguasai berbagai tehnik pengumpulan data, tetapi juga harus mampu berhubungan dengan berbagai pihak yang terkait dengan persoalan anak (Lilik Sriyanti, 2011:137). Menurut Partowisastro dalam Lilik Sriyanti (2011:136-138) langkah-langkah yang tepat untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar : a. Menelaah Status Siswa : 1) Dimana letak kekuatan dan kelemahan 2) Bagaimana hubungan anggota keluarga, guru-guru, teman di kelas dan teman pergaulan di rumah.
56
3) Bagaimana sikap, keaktifan dalam mengikuti pelajaran pada setiap bidang studi dan sikapnya saat di rumah b. Memperkirakan sebab kesulitan belajar : 1) Kemampuan intelektualnya 2) Pengamatan visualnya 3) Bagaimana kemampuan penglihatan dan pendengarannya. 4) Kondisi fisiologisnya. 5) Kondisi lingkungan sosialnya 6) Hubungan dengan anggota keluarga, teman serta lingkungan lainnya. 7) Kondisi persepsi motoriknya 8) Harapan-harapan orang tuanya 9) Minat dan cita-citanya. 10) Sikap dan perilakunya dalam pergaulan. c. Menegakkan Diagnosis/Proses pemecahan kesulitan belajar : Ada beberapa treatment yang bisa diberikan : 1) Menekankan aspek intelektualnya 2) Menekankan/pendekatan pada aspek afektif dan motivasi. 3) Pendekatan melalui diagnostik umum. 4) Melalui konseling/prognosa. Usaha
Mengatasi
Kesulitan
Belajar
(Imam
Musbikin,
2010:188-191) : a. Menganalisis hasil diagnosis, menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang
57
benar mengenai kesulitan belajar. Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah dapat diketahui secara pasti. b. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan. Berdasarkan analisis, guru diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. c. Menyusun program perbaikan, khususnya program remidial theaching (pengajaran perbaikan). Dalam hal menyusun program pengajaran perbaikan guru perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut : 1) Tujuan pengajaran remidial 2) Materi pengajaran remidial 3) Metode pengajaran remidial 4) Alokasi waktu pengajaran remidial 5) Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remidial.
58
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Penelitian yang penulis lakukan ini untuk meneliti tentang perilaku belajar siswa yang belum mencukupi umur dan problematikanya di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01. Pada Bab ini penulis akan menyajikan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan di Madrasah tersebut, yaitu berupa gambaran umum tentang lokasi penelitian dan panyajian data hasil penelitian. A. Gambaran Umum Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Sejarah Singkat MI Darul Hikam Cukilan 01 Dalam rangka ikut berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, pada tahun 1947 atas inisiatif para tokoh masyarakat yang terdiri dari unsur pemuka agama, pemerintah, dan tokoh masyarakat, berdirilah sebuah lembaga pendidikan yang berada di Krajan II Desa Cukilan dengan nama Sekolah Rakyat, dimana lembaga pendidikan ini yang pertama kali berdiri di Desa Cukilan dengan nuansa pendidikan islami. Pada tahun 1950 lembaga pendidikan ini diubah menjadi MWB (Madrasah Wajib Belajar) berdasarkan piagam nomor : 1/14/5685 dari Jawatan Pendidikan Agama Jakarta, dengan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan
kurikulum sesuai dengan yang
berlaku pada suatu itu. Kemudian pada tahun 1957 sekolah ini berubah nama menjadi MI Darul Hikam.
59
Pada tahun 1977/1978 dengan adanya perubahan peraturan tentang lembaga kependidikan MI Darul Hikam yang semula berdiri sendiri bergabung dengan Yayasan Islamic Centre Sudirman Ambarawa dengan nama
MI
Cukilan
01,
dan
diperkuat
piagam
nomor
:
LK/3C/193/Pm.MI/1978 yang dikeluarkan kantor wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah tertanggal 2 Januari 1978. Pada tahun 1998/1999 MI Cukilan 01 bergabung dengan Lembaga Pendidikan Ma’arif kabupaten semarang dengan nama MI Darul Hikam Cukilan 01, sampai pada saat ini dan telah meluluskan peserta didiknya sebanyak 49 kali dengan predikat kelulusan 100%. MI Darul Hikam Cukilan 01 sampai saat ini telah terjadi pergantian kepala sekolah beberapa kali. Pada tahun pertama berdiri (bernama sekolah rakyat) sebagai kepala sekolah adalah K.H Nayiri. Sebagai kepala sekolah yang kedua yaitu Maksum HN, pada saat itu nama sekolah telah berubah menjadi MWB. Hingga sekolah ini bergabung dengan Yayasan Islamic Centre Ambarawa dengan nama MI Cukilan 01, kepala sekolah masih dijabat oleh Maksum HN. Menjelang bergabungnya sekolah ini dengan Lembaga Pendidikan Ma’arif Kabupaten Semarang kepala sekolah dijabat oleh H. Djamaludin sampai tahun 2005. Karena memasuki usia pensiun akhirnya kepala sekolah dilimpahkan kepada Ahmad Mahwan, S.Ag sebagai penggantinya hingga saat ini. Pada
tahun
2004
untuk
memenuhi
standar
kualifikasi
penyelenggara pendidikan MI Darul Hikam Cukilan 01 mengikuti
60
program Akreditasi tertanggal 11 Nopember 2004 dengan hasil terakreditasi peringkat B. Pada tahun 2009 mengikuti program Akreditasi lagi dengan piagam Akreditasi peringkat B yang berlaku dari tahun 2010 s/d 2015. Guna memenuhi standar
tenaga pendidikan MI Darul Hikam
Cukilan 01 tenaga pengajarnya diampu oleh para Sarjana pendidikan yang telah lulus seleksi. Dengan tenaga pengajar yang memenuhi syarat diharapkan MI Darul Hikam Cukilan 01 dari tahun ketahun senantiasa dapat menghasilkan lulusan yang berprestasi dan dapat memenuhi tuntutan perkembangan dunia pendidikan. 2. Letak Geografis MI Darul Hikam Cukilan 01 Madrasah Ibtidaiyah Darul Hikam Cukilan 01 Suruh Kabupaten Semarang adalah merupakan salah satu lembaga pendidikan setingkat Sekolah Dasar yang bercirikan Islam yang bergabung dengan Yayasan Lembaga Pendidikan Ma’arif Kabupaten Semarang dan berada dibawah naungan Kementerian Agama. Secara geografis MI Darul Hikam Cukilan 01 Suruh Kabupaten Semarang terletak di lingkungan pedesaan tepatnya terletak di Dusun Krajan II Rt.10 Rw.02 Desa Cukilan, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. MI Darul Hikam Cukilan 01 dibangun diatas tanah milik yayasan seluas 1978 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: a. Sebelah utara
: Masjid Jami’ Nurul Amin
b. Sebelah selatan
: jalan raya dan perumahan penduduk
61
c. Sebelah barat
: perumahan penduduk
d. Sebelah timur
: jalan ke masjid dan perumahan penduduk
Jarak MI Darul Hikam Cukilan 01 menuju kantor kecamatan kurang lebih 7,5 Km, sedangkan jarak dengan kota kabupaten kurang lebih 92 Km. 3. Keadaan Guru, Karyawan, dan Murid MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Sebagai pelaksana kurikulum dalam proses belajar mengajar guruguru yang mengajar di lingkungan MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang telah diupayakan sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Hal itu sesuai dengan harapan agar dapat bekerja secara maksimal dalam pencapaian tujuan walaupun masih ada beberapa bapak atau ibu guru yang masih mengampu bukan pada spesialisasinya atau profesinya. Diantara bapak/ibu guru tersebut juga ada yang disamping bertugas secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, juga bertanggung jawab terhadap tugas lain dan program ekstra kurikuler sesuai dengan bidangnya. Hal ini mengingat pada kebutuhan dan kondisi yang ada di Madrasah. Guru-guru yang ada di MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang secara keseluruhan memiliki latar belakang Pendidikan Perguruan Tinggi hal ini minimal memberikan jaminan bahwa mereka ini mengenal dan tahu persis akan ilmu keguruan. Selain itu, mereka juga memiliki keprofesionalan dalam bidangnya dan memiliki etos
62
kerja yang tinggi, sehingga dapat memudahkan dalam mencapai cita-cita sesuai dengan visi dan misi Madrasah. Adapun guru yang mengajar di MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ini belum semuanya berstatus Pegawai Negeri artinya masih ada guru honorer. Jumlah guru MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ada 8 (delapan) orang yang terdiri dari 1 (satu) guru PNS dan 7 Wiyata Bhakti. Tabel 1. 5 Daftar Komite MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang No.
Nama
Kedudukan
Unsur
1
K.H Djamaludin
Ketua I
Tokoh Agama
2
Ahmad Mahwan, S.Ag
Ketua II
Kepala Sekolah
3
Zamroni, S.T
Sekretaris I
Tokoh Pemuda
4
Siti Maslakah, S.PdI
Sekretaris II
Guru
5
Ahmad Miftahudin,S.Ag
Bendahara I
Guru
6
Sutoyo
Bendahara II
Tokoh Masyarakat
7
K. Thohadi
Anggota
Tokoh Masyarakat
8
Sholihin, S.PdI
Anggota
Guru
9
Nur Rohmad, S.PdI
Anggota
Guru
10
Muh. Pujiyono
Anggota
Pejabat Pemerintah
63
Tabel 1.6 Daftar Guru dan Rincian Pembagian Tugas Mengajar MI Darul Hikam Cukilan 01 Tahun pelajaran 2012/2013 No.
Nama
Tugas
Jabatan
Keterangan
Lain
1
Ahmad Mahwan, S.Ag
Kepala Sekolah
Guru PJK
2
Sholihin, S.PdI
Wali Kelas 4
Wakamad
3
Nur Rohmad, S.PdI
Wali Kelas 6
4
Ahmad Miftahudin, S.Ag
Wali Kelas 5
5
Zumar Marfu'i, S.PdI
Wali Kelas 3
6
Aminatun Zuhriyah
Wali Kelas 2
7
Siti Mukminah
Wali Kelas 1
8
Ahmad Triyono
Guru Bahasa Inggris, QH
Kelas I - VI
Bendahara
Kelas IV - VI
Guna membantu dalam memperlancar proses belajar mengajar, maka sebagai suatu instansi MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang tidak akan terlepas dari kegiatan administrasi, baik untuk melayani administrasi intern lembaga sendiri maupun dalam kaitannya dengan administrasi lintas sektoral dengan instansi-instansi lain baik pemerintah maupun non pemerintah. Dikarenakan jumlah siswa yang mengikuti proses pembelajaran jumlahnya yang banyak, maka mereka ini diklasifikasi sendiri-sendiri sesuai
tingkatannya.
Hal
ini
bertujuan
supaya
dalam
kegiatan
pembelajaran dapat berjalan lebih efektif, serta dapat mencapai prestasi yang maksimal baik secara akademik dan non akademik.
64
Jumlah murid MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2011/2012 seluruhnya ada 180 siswa yang terdiri dari 96 siswa laki-laki dan 84 siswa perempuan. Tabel 1.7 Daftar Jumlah Siswa MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2012/2013 No.
Kelas
Rombel
1 2 3 4 5 6
I II III IV V VI Jumlah
1 1 1 1 1 1 6
Jumlah Siswa Lk
Pr
13 18 17 16 9 13 86
14 17 17 16 13 10 87
Lk+Pr 27 35 34 32 22 23 173
Dari tabel tersebut terlihat bahwa siswa MI Darul Hikam Cukilan 01 ada 173 siswa. Dari jumlah tersebut penulis mengambil beberapa siswa sebagai sampel penelitian, yaitu tepatnya siswa kelas satu. 4. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan MI Darul Hikam Cukilan 01 a. Visi Harapan yang ingin dicapai oleh MI Darul Hikam Cukilan 01 adalah terwujudnya generasi Islam yang terampil Qiro’ah, tekun beribadah, berakhlak karimah, berprestasi dan berbudaya. b. Misi Untuk mewujudkan visi sekolah tindakan yang dilaksanakan adalah:
65
1) Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dalam pencapaian prestasi akademik dan non akademik 2) Mewujudkan pembelajaran dan pembiasaan dalam mempelajari Alqur’an dan menjalankan ajaran agama Islam. 3) Mewujudkan
pembentukan
karakter
Islami
yang
mampu
profesionalisme
tenaga
mengaktualisasikan diri dalam masyarakat. 4) Meningkatkan
pengetahuan
dan
kependidikan sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan 5) Menyelenggarakan tata kelola madrasah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. 5. Perumusan Tujuan Pendidikan Sekolah Secara umum, tujuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Darul Hikam Cukilan 01 adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, dan budi pekerti untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut. Bertolak dari tujuan umum pendidikan dasar tersebut, Madrasah Ibtidaiyah Darul Hikam Cukilan 01 mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Mengoptimalkan
proses
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan Pembelajaran Aktif (PAKEM, CTL). b. Mengembangkan potensi akademik, minat dan bakat siswa melalui layanan bimbingan dan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler c. Membiasakan perilaku Islami di lingkungan madrasah d. Meningkatkan prestasi akademik siswa dengan nilai rata-rata 7,0
66
e. Meningkatkan prestasi akademik siswa di bidang seni dan olehraga lewat kejuaraan dan kompetisi. f. Mengembangkan cinta budaya dengan kegiatan ekstra kurikuler.
B. Paparan Data dan Temuan Penelitian Perolehan data yang penulis sajikan ini adalah berasal dari wawancara kepada kepala sekolah, wali kelas atau guru yang mengajar dan orang tua serta siswa dikelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Untuk memperoleh data tentang problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang penulis menggunakan wawancara yang berisi tentang suatu pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan oleh peneliti kepada kepala sekolah, wali kelas, orang tua siswa belum cukup umur kelas 1 MI. Berikut ini penulis sajikan data responden yang menjadi objek penelitian di MI Darul Hikam Cukilan 01 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian mengenai siswa belum cukup umur dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut: “Alasan Penerimaan Siswa Baru Belum Cukup Umur di kelas 1 MI ini adalah karena kemauan dari anak tersebut, kurangnya ekonomi keluarga, pengawasan dan bimbingan yang lebih baik daripada anak tersebut hanya bermain di rumah, dan bantuan pendidikan gratis dan apabila siswa tersebut tidak masuk di MI ini maka Mi ini akan kekurangan murid” .(W/PSB/KS-AM/01/21-11-2012/R-01)
67
“Syarat penerimaan siswa baru untuk siswa belum cukup umur adalah walaupun belum cukup umur tapi sudah menduduki tingkat TK/RA dan minimnya ekonomi keluarga”. (W/PSB/KS-AM/01/21-11-2012/R-01) Berdasarkan hasil wawancara dengan KS-AM dapat diketahui bahwa alasan penerimaan siswa belum cukup umur
karena faktor yang menjadi
alasan adalah kemauan anak sendiri, faktor ekonomi keluarga dan persaingan untuk mendapatkan siswa baru dan dengan syarat sudah menduduki tingkat RA/TK, bagi yang belum memasuki tingkat tersebut ada syaratnya yaitu minimnya/kurangnya ekonomi keluarga Pendapat tersebut memiliki kesamaan dengan beberapa orang tua siswa belum cukup umur berikut hasil wawancaranya : “Alasan saya dalam memasukkan anak belum cukup umur karena kemauan anak sendiri, faktor ekonomi.” (W/PSB/OT-SI/03/23-112012/R-03) “Alasan saya memasukkan anak saya yang belum cukup umur karena faktor ekonomi dan kesibukan dalam bekerja.”(W/PSB/OT-SU/03/2411-2012/R-03) “Alasan saya memasukkan anak saya karena kemauan anak saya sendiri.”(W/PSB/OT-IS/03/25-11-2012/R-03) “Alasan saya memasukkan anak saya karena faktor ekonomi dan apabila tidak saya masukkan maka di rumah tidak ada yang bisa mengendalikannya saat bermain.”(W/PSB/OT-MU/03/26-11-2012/R03) Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa alasan beberapa orang tua siswa sama dengan apa yang disampaikan oleh kepala sekolah MI. Dalam penerimaan jumlah siswa belum cukup umur tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara WK-SM sebagai berikut :
68
“Jumlah penerimaan siswa belum cukup umur ada 4 orang siswa yang rata-rata umurnya kurang dari 6 tahun.” (W/PSB/WK-SM/02/21-112012/R-02) Dari hasil wawancara WK-SM, diketahui bahwa siswa belum cukup umur yang diterima berjumlah 4 orang yang rata-rata umurnya berkisar kurang dari 6 tahun. Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa, alasan dari orang tua siswa belum cukup umur adalah kurang mampu untuk menyekolahkan anak-anak mereka di TK/RA terlebih dahulu. Padahal mereka sebenarnya masih mampu untuk memasukkan anak mereka di TK/RA terlebih dahulu. Berikut hasil dokumentasi dan pekerjaan orang tua dari
masing-
masing siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01. Tabel 1.8 Daftar Siswa dan Pekerjaan Orang Tua Siswa Belum Cukup Umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 kec. Suruh kab. Semarang: No 1.
Nama Afiq Ardi Setyawan
L/p L
Umur
Nama
(Tahun)
Orang tua
5,7
Mukminin
Pekerjaan
dan Petani
Sikar 2.
Fitri Astuti
P
5,7
Almr.
Sarpan Pembantu
dan Suliyem 3.
Laila Sabila Ramadani
L
5,8
Tangga
Moch Yani dan Buruh Ismiyati
Rumah
dan
Bangunan Ibu
Rumah
Tangga 4.
M.Syarif H
L
5,8
Pitoyo Munzaro’ah
69
dan Buruh dan bekerja di warung makan.
Keteraga n
1. Problematika Pembelajaran Siswa Belum Cukup Umur di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 Hasil penelitian mengenai problematika pembelajaran siswa belum cukup umur dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut: Berikut ini hasil wawancara yang disampaikan WK-SM : “Kesiapan anak belum cukup umur memang berawal dengan berperilaku semaunya sendiri dan siswa tersebut belum dapat mengikuti pelajaran.”(W/KB/WK-SM/02/21-11-2012/R-02) “Daya konsentrasi anak belum cukup umur bergantung pada kesiapan belajar anak pada saat pembelajaran.” (W/KB/WKSM/02/21-11-2012/R-02) “Kesiapan belajar anak juga berpengaruh pada kematangan membaca dan menulis, di MI ini siswa belum cukup umur tersebut ada yang sudah bisa dalam membaca dan menulis ada juga yang masih sulit dalam belajar membaca dan menulis.” (W/KB/WKSM/02/21-11-2012/R-02) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa anak belum cukup umur tersebut belum mempunyai kesiapan dalam menerima pelajaran. Dikarenakan masih mempunyai kesulitan dalam kelancaran membaca dan menulis. Problematika siswa belum cukup umur tidak hanya itu, tetapi dari perilakunya. Berikut wawancara dari wali kelas : “Perilaku pada siswa belum cukup umur saat pembelajaran berlansung di dalam kelas mereka masih banyak bercerita dan bermain sendiri.” (W/PKB/WK-SM/02/21-11-2012/R-02) Dari hasil wawancara problematika perilaku kesiapan belajar anak belum cukup umur adalah perilaku ketidaksiapan mereka untuk belajar.
70
Ketidaksiapan siswa belum cukup umur disini dapat dilihat dari wawancara WK-SM kelas 1, diantaranya siswa tersebut masih sulit untuk dikendalikan. Dengan adanya perilaku tersebut guru menemukan kesulitan tersendiri untuk membimbing pada siswa belum cukup umur, berikut hasil wawancaranya : “Kesulitan guru dalam menghadapi siswa belum cukup umur adalah pada saat memberikan bimbingan dan pelayanan khusus kepada anak tersebut agar mereka siap untuk mendapatkan pelajaran membaca dan menulis terutama pada saat mereka mendapatkan kesulitan untuk memahami PRnya.”(W/PKB/WKSM/02/21-11-2012/R-02) “Problematika yang dihadapi guru saat pembelajaran berlansung adalah perilaku anak yang masih sulit untuk dikendalikan/kesiapan untuk belajarnya dan siswa tarsebut masih ada yang sulit dalam hal membaca, menulis dan berhitung.” (W/PKB/WK-SM/02/21-112012/R-02) Dari hasil wawancara guru kelas 1 MI, dapat diketahui bahwa problematika yang dihadapi anak belum cukup umur adalah perilaku kesiapan belajar siswa yang masih sulit dikendalikan. Dengan begitu guru masih sulit untuk membimbing dan memberi pelayanan khusus kepada siswa, terutama siswa belum cukup umur. Problematika yang dihadapi siswa adalah perilaku kesiapan belajarnya pada saat membaca, menulis, berhitung dan memahami saat diberi PR oleh gurunya. Tetapi, dari hasil pengamatan yang saya lakukan pada tanggal 28 November 2012 berbeda dengan hasil wawancara siswa belum cukup umur, berikut ini pengamatan saya : Dari keempat siswa belum cukup umur, ada 2 siswa belum cukup umur yang sudah bisa mengikuti pembelajaran membaca dan menulis. Walaupun mereka belum lancar dalam membaca dan menulis. Dan ada 1 orang siswa belum cukup umur yang lumayan lancar dalam membaca,
71
tetapi belum lancar dalam hal menulisnya. 1 orang lagi siswa belum cukup umur, dia belum dapat mengikuti pembelajaran atau belum siap dalam belajar, karena siswa tersebut masih kebanyakan bermain di dalam kelas. Dan siswa ini masih suka mengganggu temannya serta masih sering berlarian kesana kemari, padahal sudah ditegur oleh gurunya. Dari keempat siswa belum cukup umur ini juga masih membutuhkan waktu cukup banyak dalam menyelesaikan menulis materi. (P/CMKB/01/28-112012) Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa problematika perilaku kesiapan belajar dari keempat siswa belum cukup umur tersebut adalah mengendalikan perilakunya yang semaunya sendiri dalam berperilaku saat pembelajaran terutama sering bermain sendiri. Sebagian dari siswa tersebut mengalami kesulitan dalam kelancaran membaca dan menulisnya. Terutama dalam menulisnya sebagian dari mereka masih membutuhkan cukup banyak waktu untuk mencatat materi. Dari kesulitan yang dihadapi siswa tersebut juga sama dengan yang disampaikan oleh orang tua siswa belum cukup umur sebagai berikut : “Kesulitannya dalam mengerjakan PR adalah cara dalam menulisnya dan masih sulit dalam memahami PR tersebut.” (W/PKB/OT-SI/03/23-11-2012/R-03) “Kesulitannya pada saat mengerjakan PR dalam memahami dan dalam hal menulisnya.”(W/PKB/OT-SU/03/24-11-2012/R-03) “Kesulitannya adalah saat dia menulis.”(W/PKB/OT-IS/03/25-112012/R-03) “Kesulitannya pada hal menulis dan membaca.”.(W/PKB/OTMU/03/26-11-2012/R-03) Berdasarkan wawancara dan pengamatan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa problematika pembelajaran siswa tersebut
adalah
kurang siap dalam menerima pelajaran. Perilaku beberapa siswa belum cukup umur tersebut juga masih sulit untuk dikendalikan. Mereka masih
72
semaunya sendiri dalam berperilaku terutama masih sering bermain dan bercerita sendiri saat pembelajaran berlangsung, padahal guru sudah berulang kali menegurnya. Dengan demikian, guru masih sulit untuk mengendalikan
perilakunya
untuk
membimbing
dan
memberikan
pelayanan kepada siswa tersebut. Sebagian dari siswa tersebut mengalami kesulitan dalam kelancaran membaca dan menulisnya. Terutama dalam menulisnya sebagian dari mereka masih membutuhkan cukup banyak waktu untuk mencatat materi. 2. Langkah-langkah untuk mengatasi problematika
dari perilaku
kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 Hasil penelitian mengenai langkah-langkah untuk mengatasi problematika dari perilaku kesiapan belajar siswa belum cukup umur dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut: “Pelayanan dan fasilitas khusus diberikan kepada siswa berupa buku alfabet yang mempermudah siswa dalam belajar membaca mengenal huruf dan membaca, pelayanan khusus berupa bimbingan yang terus menerus”. (W/FPB/KS-AM/01/21-11-2012/R-01) “Kepala Sekolah bekerjasama dengan bertemu langsung/face to face dengan wali murid/orang tua siswa untuk menemukan dan mencari solusi yang baik.” (W/FKB/KS-AM/01/21-11-2012/R-01) Dari hasil wawancara KS-AM dapat diketahui bahwa langkahlangkah untuk mengatasi perilaku kesiapan belajar siswa belum cukup umur diantaranya memberikan fasilitas khusus berupa buku alfabet untuk membantu mengenal huruf dan memperlancar bacaannya. Selain itu KS-
73
AM juga bekerjasama langsung dengan wali murid siswa belum cukup umur untuk mengetahui kesulitan dan memberi solusi dengan apa yang dihadapi siswa tersebut. Kerjasama wali murid tidak hanya dengan kepala sekolah saja tetapi lebih cenderung bekerjasama dengan guru/selaku wali murid yang menghadapi langsung kesulitan yang dihadapi siswa saat proses pembelajaran. Ini dibuktikan dengan wawancara orang tua siswa sebagai berikut : “Saya selalu bekerjasama dengan Wali kelas 1, apabila anak saya mengalami kesulitan dan masalah yang dihadapinya untuk mencari solusi yang baik .” (W/FPB/OT-SI/03/23-11-2012/R-03) “Selalu bekerjasama dengan membicarakan kesulitan dalam belajar di sekolah.”(W/FKB/OT-SU/03/24-11-2012/R-03) “Dalam bekerjasama dengan Wali Kelas 1, saya selalu menanyakan perkembangan anak dan kesulitannya saat belajar di sekolah.”(W/FKB/OT-IS/03/25-11-2012/R-03) “Sesekali dengan bersilaturrokhim dan membicarakan kesulitan anak saya dalam belajar.”(W/FKB/OT-MU/03/26-11-2012/R-03) Dari pengamatan yang saya lakukan sebagai berikut : Dengan kesulitan siswa tersebut, guru ikut membantu dalam hal menulis terutama memberikan pelayanan khusus kepada anak didiknya yang belum cukup umur.Guru atau selaku Wali kelas 1memberikan motivasi berupa kata-kata atau pujian dan barang terhadap siswa belum cukup umur. Guru memberikan pelayanan khusus kepada anak yang belum cukup umur dengan selalu memperhatikan kesulitan-kesulitan mereka dalam memantau hasil pekerjaan mereka dan memepertanyakan kesulitan yang mereka hadapi. Pelayanan dan bimbingan yang intensif lebih diutamakan kepada siswa belum cukup umur, berupa les tambahan baik sebelum dan sesudah pembelajaran. (P/HM/01/28-11-2012)
74
Dari hasil pengamatan tersebut guru memberikan pelayanan dan bimbingan khusus secara kontinue kepada anak didiknya terutama anak belum cukup umur. Dan sekolah memberikan dukungan berupa sumber belajar siswa belum cukup umur. Tetapi, yang membedakan disini dari siswa belum cukup umur dan siswa yang lainnya adalah bimbingan dan pelayanan secara intensif pada siswa belum cukup umur. Langkah berikutnya untuk mengatasi problematika pembelajaran siswa belum cukup umur tidak hanya itu,
tetapi dengan memberikan
motivasi. Berikut wawancara dari KS-AM terhadap WK-SM : “Motivasi yang diberikan Kepala Sekolah kepada Wali Kelas berupa nasihat/kata-kata untuk lebih semangat dalam mendidik anak-anak dan untuk mengembangkan sekolah MI.” (W/HM/KSAM/01/21-11-2012/R-01) Motivasi juga diberikan WK-SM terhadap siswanya berikut wawancaranya : “Motivasi yang diberikan pada anak belum cukup umur selain katakata yang dapat membangkitkan semangat belajar mereka yaitu dengan memberikan hadiah berupa barang kalau anak tersebut dapat menjadi juara di kelasnya atau mendapatkan juara sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.” (W/HM/WK-SM/02/21-112012/R-02) “Dalam memacu anak untuk lebih siap dalam belajar maka guru selain memberikan bimbingan dan pelayanan khusus yaitu dengan memberikan motivasi kepada siswa tersebut berupa kata-kata yang dapat membangkitkan mereka untuk selalu rajin belajar dan memberikan motivasi berupa barang kalau mereka mendapatkan kejuaraan.” (W/HM/WK-SM/02/21-11-2012/R-02)
75
Dari hasil wawancara KS-AM terhadap WK-SM dan WK-SM terhadap siswanya dapat diketahui bahwa motivasi merupakan langkah untuk mengatasi perilaku kesiapan belajarnya. Motivasi yang diberikan tersebut berupa kata-kata untuk selalu rajin belajar dan berupa barang. Motivasi juga diberikan kepada mereka yang apabila nanti tidak naik kelas, berikut wawancara dari KS-AM : “Ketika anak belum cukup umur tidak naik kelas, saya sudah siap dan akan menanggung segala resikonya, karena dari pihak orang tua juga sependapat dengan saya dan saya akan selalu memberikan yang terbaik untuk siswa saya terutama pada anak belum cukup umur.”(W/HM/KS-AM/01/21-11-2012/R-01) Hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa kepala sekolah sudah siap dan memberikan motivasi kepada siswa yang apabila nanti siswa belum cukup umur tersebut tidak naik kelas. Dan ini disampaikan juga dari orang tua siswa tersebut, berikut wawancaranya : “Apabila anak belum cukup umur tersebut tidak naik kelas, maka guru memberikan motivasi tersendiri untuk siswa tersebut untuk lebih giat lagi dalam belajar dan lebih memberikan perhatian, pelayanan dan bimbingan secara kontinue dan bekerjasama dengan orang tuanya.” (W/HM/WK-SI/02/21-11-2012/R-02) “Apabila anak saya nanti tidak naik kelas, saya sudah siap apapun itu hasilnya dan akan lebih memberikan motivasi dan mendapingi di saat dia menghadapi ksulitan saat belajar .” (W/HM/OTIS/03/23-11-2012/R-03) “Sudah siap, saya akan selalu membantu dia apabila dia mengalami kesulitan belajar.”(W/HM/OT-SU/03/24-11-2012/R-03) “Sudah siap, saya akan memberikan dia perhatian dan dukungan penuh untuk belajar.”(W/HM/OT-MU/03/26-11-2012/R-03)
76
Motivasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh KS-AM dan WK-SM , tetapi juga dilakukan dengan orang tua siswa belum cukup umur berikut wawancaranya : “Cara saya dalam memotivasi anak saya dalam belajar dengan selalu mendampingi anak ketika dia belajar dan mengerjakan PR dan memberikan motivasi berupa kata-kata dan apabila dia mendapat nilai baik.” (W/HM/OT-SI/03/23-11-2012/R-03) “Dengan cara memberi hadiah kalau nilainya bagus.”(W/HM/OTSU/03/24-11-2012/R-03) “Memberi perhatian dan sanjungan pada anak.”(W/HM/OTIS/03/25-11-2012/R-03) “Dengan memberikan motivasi berupa barang mainan kalau dia mendapat nilai bagus.”(W/HM/OT-MU/03/26-11-2012/R-03) Dalam memotivasi juga pasti ada hukuman yang diberikan siswa, bagi yang melanggar peraturan, berikut wawancara WK-SM, sebagai berikut : “Hukuman yang diberikan siswa yang melanggar peraturan sekolah berupa tulisan (aku tidak akan mengulanginya lagi) dengan menulis kembali tulisan tersebut dalam satu lembar kertas penuh, dengan begitu siswa tersebut untuk memperlancarkan tulisannya dan membuatnya jera.”(W/HM/WK-SM/02/21-11-2012/R-02) Langkah berikutnya untuk mengatasi perilaku kesiapan belajar siswa belum cukup umur tidak hanya motivasi, berikut wawancara dari WK-SM sebagai berikut : “Pelayanan khusus diberikan kepada siswa terutama pada siswa belum cukup umur dengan mencongak selain itu memberikan les tambahan setiap pagi dan sepulang sekolah dengan dibantu kakak kelasnya yang juga mengalami hal yang sama yaitu belum cukup umur.” (W/FPB/WK-SM/02/21-11-2012/R-02)
77
“Pengembangan kognitif pada anak dilakukan dengan cara mencongak untuk mengingat dan membiasakan otak mereka dalam mengingat pembelajaran yang sudah diberikan kepada siswa.” (W/PPB/WK-SM/02/21-11-2012/R-02) “Dalam memberikan pendidikan yang tepat agar siswa aktif guru memberikan pemanasan otak dengan bertanya jawab dan mencongak dengan begitu anak akan lebih aktif untuk berbicara.” (W/PPB/WK-SM/02/21-11-2012/R-02) Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa siswa belum cukup umur tersebut diberikan bimbingan berupa pelayanan khusus oleh gurunya untuk pemanasan otak siswa setiap paginya yaitu mencongak dan tambahan les baik sebelum dan sesudah pelajaran. WK-SM mengatakan memberikan fasilitas seadanya yang ada di sekolah. Fasilitas tersebut diantaranya buku alfabet dari jilid 1-4 dengan teknik/metode yang berbeda-beda, berikut wawancaranya : “Media dan metode belajar pada saat pembelajaran membaca dengan memberikan buku alfabet jilid 1-4 ini berupa media sedangkan metodenya dengan tehnik berbeda-beda sesuai dengan masing-masing jilid.” (W/CMKB/WK-SM/02/21-11-2012/R-02) Tidak hanya itu juga WK-SM juga mengembangkan potensi siswanya, berikut wawancaranya : “Dalam mengembangkan potensi anak, guru memberikan waktu untuk anak dapat berkreasi sendiri dalam hal menggambar, mewarnai dan berhitung atau apapun selama sarana dan prasarana yang mereka butuhkan ada di sekolah .(W/PPB/WKSM/02/21-11-2012/R-02) Dari hasil wawancara tersebut, anak diberikan kesempatan dari guru untuk mengembangkan potensinya dengan berkreasi sendiri berupa menggambar, mewarnai atau apa saja yang tersedia di sekolah.
78
Selain itu langkah selanjutnya berupa pengayaan dan remidial kepada siswa berikut wawancaranya WK-SM : “Pengayaan diberikan kepada siswa yang sudah tuntas dalam pembelajaran, pengayaan tersebut berupa nasihat agar mereka lebih giat dan rajin dalam belajar sedangkan remidial diberikan kepada anak yang belum tuntas dalam pembelajaran, remidial diberikan berupa pelayanan dan bimbingan secara lebih kontinue dan bantuan tutor sebaya serta meningkatkan kerjasama dengan orang tua siswa tersebut untuk mengetahui kesulitan atau permasalahan yang ada .”(W/PR/WK-SM/02/21-11-2012/R-02) Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pengayaan diberikan oleh guru mereka kepada anak yang sudah tuntas dalam hasil belajarnya, dan remidial diberikan kepada anak yang belum tuntas hasil belajarnya, maka di sini guru lebih memberikan pelayanan, bimbingan dan bekerjasama dengan wali murid, bahkan guru meminta anak yang sudah tuntas tersebut sebagai tutor sebayanya. Dari orang tuanyapun juga memberikan motivasi dan dorongan terhadap anaknya untuk selalu belajar, berikut wawancaranya ; “Dia selalu belajar terutama dalam hal membaca.” (W/PPB/OTSI/03/23-11-2012/R-03) “Cara menangani anak malas belajar dengan memotivasi dia berupa ancaman yang positif dan memberinya berupa barang ketika dia dapat nilai bagus dan lancar dalam membaca dan menulis .” (W/CMKB/OT-SI/03/23-11-2012/R-03) “Terkadang dia belajar, terkadang tidak.”(W/PPB/OT-SU/03/2411-2012/R-03) “Memperingatkan dia agar selalu belajar.”(W/CMKB/OTSU/03/24-11-2012/R-03) “Dia sangat rajin belajar di rumah, terutama dalam hal membaca dan berhitung.”(W/PPB/OT-IS/03/25-11-2012/R-03) “Selalu mendampingi saat dia belajar di rumah dan membantu apabila mengalami kesulitan dalam mengerjakan PR.” (W/CMKB/OT-IS/03/25-11-2012/R-03)
79
“Terkadang belajar, terkadang tidak.”(W/PPB/OT-MU/03/26-112012/R-03) “Memberikan perhatian.”(W/CMKB/OT-MU/03/26-11-2012 /R-03) Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa langkah untuk mengatasi perilaku kesiapan belajar siswa belum cukup umur adalah mulai dari sekolah, guru dan wali kelas berperan dalam mengatasi problematika siswa belum cukup umur.
80
BAB IV PEMBAHASAN
A. Problematika Pembelajaran Siswa Belum Cukup Umur Di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 Problematika mengganggu,
pembelajaran
menghambat,
adalah
mempersulit
berbagai atau
permasalahan
bahkan
yang
mengakibatkan
kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Problematika yang dihadapi oleh siswa belum cukup umur memang berbeda-beda, mulai dari kepribadian, pengalaman belajar dan kondisi yang beragam salah satunya adalah kesiapan belajar dan berbagai macam perilaku siswa belum cukup umur. Kesiapan belajar siswa memang sangat diperlukan untuk semua siswa, terutama pada siswa baru yang akan memasuki sekolah di kelas 1. Di MI Darul Hikam Cukilan 01 ini sekolah memberi syarat kepada siswa belum cukup umur di kelas 1 MI. Salah satu syaratnya adalah siswa tersebut sudah melewati jenjang TK/RA terlebih dahulu, walaupun dari awalnya memang anak tersebut usianya kurang. Karena agar anak tersebut, lebih matang dan siap untuk menerima pelajaran nanti di Sekolah Dasar. Hal ini sependapat dengan paparan menurut Maimunah Hasan (2010:363-364) : Bahwa anak yang sudah menyelesaikan pendidikannya di TK, akan lebih siap untuk bersekolah di jenjang pendidikan selanjutnya. Karena dinilai telah siap dari segi intelektual, emosional, sosial dan spiritual untuk berada jauh dari orang tua dan mencoba mandiri dalam belajar.
81
Dari kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 ini terdapat sebagian anak yang kurang siap dalam belajar. Anak yang belum siap tersebut dikarenakan mereka masih belum mencapai usia untuk masuk di Sekolah Dasar/MI yaitu usia 6 tahun. Ini senada dengan pendapat mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan dalam Maimunah Hasan,(2010:344) yang
menyebutkan bahwa : Pertimbangan
seorang anak masuk SD adalah sesuai dengan tingkat perkembangan anak, yakni sesudah melewati masa balita. Yaitu pada usia enam tahun seorang anak dianggap layak untuk masuk sekolah. Menurutnya ketentuan ini menjadi pegangan umum, yaitu usia ideal masuk sekolah adalah di atas balita. Dan senada juga dengan Anna Surti Arini dalam Maimunah Hasan,(2010:345) yang berpendapat bahwa usia ideal anak masuk SD antara usia 6-7 tahun. Jadi, usia anak untuk masuk Sekolah Dasar adalah 6 Tahun, dan secara umum usia idealnya di atas 6 Tahun karena sudah melewati masa balita. Ini diperjelas dalam : UU Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar” (UU Depag RI, 2006:24). Artinya, batas minimum masuk Sekolah Dasar adalah 6 tahun. Di MI Darul Hikam Cukilan 01 ini ada beberapa siswa kelas 1 yang belum cukup umurnya untuk masuk di MI/Sekolah Dasar. Anak tersebut ratarata berusia kurang dari 6 tahun. Ini berarti siswa tersebut belum matang usianya dan disebut anak usia dini. Hal ini sependapat dengan pendapat :
82
Menurut Psikologis Perkembangan anak (Mubin dan Ani Cahyadi, 2006:89),dalam tesis Roro Bintang Lukitaningrum menyebutkan bahwa siswa belum cukup umur adalah siswa yang belum matang usianya. Jadi, usia anak yang matang, kesiapan belajarnya akan lebih siap dalam menerima suatu pelajaran dalam perkembangan kesiapan belajar anak selanjutnya. Dari pengamatan, ketiga siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 ini, mereka memang sudah dapat mengikuti pembelajaran dan sudah bisa terkendali, dari perilakunya yang kurang siap untuk belajar. Tetapi, ada satu siwa yang belum bisa mengikuti pembelajaran dengan baik karena belum bisa terkendali perilaku yang kurang siap dalam belajar. Perilaku anak tersebut dikarenakan masih sering bermain dan berbicara sendiri. Ini dikarenakan kurangnya motivasi dan perhatian serta dukungan dari orang tua untuk membimbing anak tersebut. Padahal, orang tua merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung siswa untuk belajar saat di rumah. Ini senada dengan pendapat : Menurut Imam Musbikin, (2009:106-107) mengatakan bahwa peran orang tua dalam membangun semangat belajar anak sangatlah penting. Pendampingan diperlukan selama anak masih bergantung pada peran kita, walaupun sekedar menanyakan bagaimana dia menyelesaikan tugas sekolah. Jadi, faktor yang mengganggu dari problematika pembelajaran siswa belum cukup umur adalah : 1. Usia yang belum melewati usia balita/ usia yang belum matang. 2. Siswa yang belum cukup umur tersebut, belum melewati masa TK/RA. 3. Bimbingan, perhatian dan dukungan dari orang tua yang kurang.
83
4. Bimbingan dan pelayanan guru yang kurang. Problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di MI ini adalah perilaku ketidaksiapan dalam menerima pelajaran. Ketidaksiapan disini, siswa masih sering bermain dan berbicara sendiri saat pembelajaran berlangsung, artinya siswa tersebut belum siap untuk menerima pembelajaran yang disampaikan oleh guru mereka. Dunia mereka memang masih dunia bermain sambil belajar. Tinggal bagaimana guru dan orang tua mereka tersebut yang harus
menyadari,
memperhatikan
dan
bekerja
ekstra/lebih
dalam
mengembangkan anak-anak mereka agar siap dalam menerima dan mengikuti pelajaran dengan baik. Ini sependapat dengan Maimunah Hasan mengenai anak usia dini yang ideal salah satu pendapatnya adalah proses belajar mengajar anak kelas 1, dilakukan seperti di TK, yaitu bermain sambil belajar dengan mengajak anak banyak bergerak. Proses pembelajaran sambil bermain juga akan berpengaruh besar dengan perkembangan siswa dalam kesiapan belajarnya untuk menuju kematangan dalam belajar. Ketidaksiapan mereka dalam belajar dikarenakan faktor dari dalam diri mereka yaitu kematangan usia/faktor dalam dari jasmani anak, guru atau orang tua mereka/faktor luar dari lingkungan keluarga anak dan sarana prasarana belajar, media belajar yang kurang mendukung dalam proses belajar mengajar. Ini sependapat menurut Nana Syaodih, (2004:162165) faktor-faktor penyebab kesulitan belajar. Dari hasil wawancara guru, guru menemukan kesulitan tersendiri untuk membimbing siswa belum cukup umur. Problematika yang dihadapi
84
anak belum cukup umur adalah perilaku kesiapan belajar siswa yang masih sulit dikendalikan, kesulitan lainnya yang dihadapi siswa adalah kesulitan belajar belajar kelancaran dalam membaca, menulis, berhitung dan memahami saat diberi PR oleh gurunya. Kesulitan guru saat membimbing dan mendidik saat pembelajaran adalah mengendalikan kesiapan belajar anak. Ini harus dipahami oleh guru bahwa kesiapan belajar untuk memulai pelajaran sangat diperlukan. Ini senada dengan Lilik Sriyanti, (2011:40) salah satu dari hukum kesiapan anak dalam belajar yang mengatakan : “Ketika anak yang sudah siap belajar, kemudian guru memfasilitasi dengan aktivitas belajar, maka hal tersebut akan memuaskan siswa. Siswa akan merasa puas bila saat dirinya dalam kondisi siap belajar, diberikan untuk kesempatan belajar.” Berdasarkan hukum ini perlu diambil pendidik/guru sebagai wawasan, bahwa aktivitas belajar siswa dan proses pembelajaran baru dilaksanakan setelah siswa benar-benar siap. Tanpa kesiapan dari siswa, tidak akan meraih maksimal,
bahkan
akan
menghambat
proses
belajar,
menimbulkan
ketegangan, merusak motivasi belajar dan menghilangkan gairah belajar. Walaupun bimbingan dan pelayanan dari guru sudah diterapkan. Namun,kesulitan/masalah belajar yang dihadapi siswa masih banyak dalam proses belajar mengajar terutama adalah dalam hal untuk memperlancar membaca dan menulisnya. Dari kesulitan yang ada, berarti siswa mempunyai masalah dalam dirinya/anak didik itu sendiri. Hal ini senada dengan Lilik Sriyanti (2011:126) : Masalah belajar adalah kondisi yang dialami siswa dan menghambat usaha dalam mencapai tujuan belajar. Hambatan tersebut bisa datang di lingkungan dapat juga di dalam dirinya sendiri. Kesulitan belajar
85
yang dialami siswa belum cukup umur di kelas 1 MI senada juga dengan pendapat Derek Wood, (2007:24) tentang jenis-jenis kesulitan belajar ada 3 yaitu : 4) Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa : Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa, ini sesuai dengan kesulitan siswa belum cukup umur dalam pemahaman PR. 5) Permasalahan dalam hal kemampuan akademik, hal ini juga yang menjadikan kesulitan siswa tersebut : d) Keterlambatan dalam hal membaca. e) Keterlambatan dalam hal menulis. f) Keterlambatan dalam hal berhitung. 6) Kesulitan dalam mengkoordinasi gerakkan anggota tubuh dengan masalah berbicara, berbahasa dan kemampuan akademik, dengan adanya kedua masalah tersebut gangguan koordinasi tubuh dapat mengakibatkan buruknya tulisan seseorang dan kesulitan mengeja serta mengingat. Kesulitan ini juga sama seperti siswa belum cukup umur di kelas 1 MI ini, mereka masih kesulitan dalam kelancaran membaca dan menulisnya, bahkan memerlukan waktu cukup lama dalam menulisnya. Ini juga dibuktikan dari wawancara orang tua dari siswa belum cukup umur yang menyebutkan bahwa, kesulitan yang dihadapinya adalah kelancaran dalam membaca, menulis dan berhitung serta pemahaman PR. Tidak itu juga, dari kesulitan menulis siswa tersebut dapat dilihat melalui pengamatan dan dokumentasi tulisan siswa belum cukup umur pada lampiran 7. Dari tulisan
86
tersebut siswa belum cukup umur juga membutuhkan waktu cukup lama dalam menulis materi pelajaran saat di sekolah Hal ini dapat disimpulkan bahwa
problematika pembelajaran
siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 ini dalam kesiapan belajarnya kurang siap dalam menerima pelajaran. Dikarenakan usia anak tersebut yang kurang, pengalaman belajar yang minim, karena belum pernah belajar di TK/RA serta perhatian dan motivasi dari orang tua yang kurang. Hal ini akan mengganggu kesiapan belajarnya. Problematika pembelajaran yang lain adalah perilaku kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 adalah terdapat perilaku ketidaksiapan mereka dalam belajar. Dalam arti, siswa mempunyai masalah/kesulitan dalam dirinya pada saat pembelajaran yaitu masih sering bermain/berperilaku semaunya sendiri dalam bermain dan berbicara pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dengan perilaku tersebut, menjadikan siswa mengalami kesulitan dalam hal kelancaran membaca dan menulisnya serta memahami PRnya. Selain itu, dari kesulitan siswa tersebut, mereka mengalami faktor kesulitan belajar yang juga berasal dari luar diri anak yaitu dalam lingkungan keluarga terutama dari orang tua siswa tersebut yang kurang memperhatikan keadaan belajar dan siswa kurang mendapatkan bimbingan serta bantuan saat belajar di rumah. Dalam pengamatan peneliti, sebagian dari siswa sering tidak mengerjakan PR, dikarenakan perhatian dan bimbingan orang tua yang kurang.
87
B. Langkah-langkah untuk Mengatasi Problematika Kesiapan Belajar Siswa Belum Cukup Umur di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 Dalam mengatasi problematika kesiapan belajar siswa belum cukup umur di Kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 ini adalah : 1. Peranan Sekolah Sekolah di MI Darul Hikam Cukilan 01 ini memberikan salah satu fasilitas sebagai media belajar yang secara khusus telah dibuat gurunya sendiri. Dari hasil wawancara guru/selaku wali kelas 1 mengatakan bahwa fasilitas tersebut diberikan siswa untuk mempermudah dalam suatu pembelajaran dalam hal membaca. Hal ini sependapat dengan Nana Syaodih, (2004:162-165) faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang berasal dari luar yaitu lingkungan sekolah lingkungan fisik sekolah meliputi, lingkungan sekolah, sarana dan prasarana belajar, sumber belajar, media belajar. Lingkungan sosial meliputi, hubungan siswa dengan teman, guru serta staf yang lain. Lingkungan akademis meliputi, suasana dan pelaksaan kegiatan belajar mengajar, berbagai kegiatan kurikuler. Jadi, lingkungan sekolah sangat berperan penting untuk menunjang dan mendukung perkembangan kesiapan belajarnya melalui dukungan sumber belajar yang memenuhi atau sesuai dengan kebutuhan siswa belum cukup umur. 2. Peranan Guru
88
a. Guru
memberikan
pelayanan
dan
bimbingan
secara
terus-
menerus/kontinue terhadap siswa tersebut. Peranan guru dalam mendidik anak memang sangat diperlukan untuk membantu siswa tersebut apabila mengalami kesulitan. Ini senada dengan wawancara guru atau selaku wali kelas yang mengatakan bahwa siswa belum cukup umur diberikan pelayanan dan bimbingan
secara
terus-menerus
atau
intensif
untuk
dapat
meningkatkan kesiapan belajar dalam kelancaran membaca dan menulis mereka. Hal ini senada dengan pendapat: Menurut Sardiman, (2009:52) guru merupakan bagian pendidik yang penting dalam proses belajar mengajar untuk mendidik dan mengajar. Menurutnya, “Mengajar” adalah memberikan pelajaran atau transfer of knowledge. Menurut umum “mengajar” diartikan sebagai usaha guru untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan kepada siswa/anak didik. Sedangkan “Mendidik” adalah memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran dan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Jadi, dalam mengajar menggunakan bimbingan dan pelayanan melalui latihan secara terus-menerus dan pembelajaran yang menyenangkan kepada siswa belum cukup umur kesiapan untuk belajar akan mengalami perkembangan. Dengan begitu, siswa akan lebih terkendali dengan perilaku semaunya sendiri dan mereka akan lebih siap serta bisa mengikuti pelajaran dengan baik bersama temantemannya. Hal ini akan dapat membiasakan siswa untuk lebih siap dalam belajarnya. Apalagi guru memberikan media dan metode yang
89
sesuai dengan kebutuhan siswa, salah satunya dengan belajar sambil bermain dengan metode cerita. Ini akan memberikan kesempatan tersendiri untuk siswa belum cukup umur untuk berperan aktif. Pembelajarannyapun akan lebih menyenangkan untuk siswa tersebut saat proses pembelajaran di sekolah. Hal ini sependapat mengenai kebiasaan siswa dalam salah satu perwujudan tingkah laku belajarnya
menurut Muhhibin Syah,
(2010:120-125) manifestasi atau perwujudan tingkah laku belajar yaitu siswa yang mengalami proses belajar, kebiasaannya akan tampak berubah apabila proses pembelajaran tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Dan secara otomatis, tingkah laku pembiasaan tersebut akan menetap. Dan senada dengan pendapat yang telah dipaparkan di Bab 2 tentang defini dan ciri-ciri belajar yaitu bahwa dengan melalui pembiasaan latihan-latihan dan pembelajaran yang menyenangkan akan memberikan perubahan tingkah laku belajar yang baik untuk siswa. Tidak hanya itu saja yang dilakukan oleh guru. b. Guru memberikan pengayaan dan remidial yang sesuai kepada siswa belum cukup umur. Dari hasil wawancara guru, pengayaan diberikan untuk mepertahankan prestasinya dengan selalu rajin belajar kepada siswa yang sudah tuntas dalam proses pembelajaran dan remidial diberikan kepada siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran, remidial diberikan kepada siswa belum cukup umur berupa bimbingan dan
90
pelayanan khusus dengan les tambahan dan tutor sebayanya. Hal ini sependapat
dengan
Lilik
Sriyanti
mengenai
treatment/cara
memberikan bantuan menurut Lilik Sriyanti (2011:138-141)Treatment merupakan perlakuan atau memberikan bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar, beberapa bentuk untuk memberi bantuan (treatment) adalah : a. Melalui bimbingan individual b. Bimbingan belajar kelompok c. Melalui remedial theaching untuk mapel tertentu d. Tutor sebaya atau tutor serumah e. Bimbingan mengenai cara belajar yang baik Dalam hal ini guru dapat mengatasi siswa, khususnya remidial dengan program pengajaran perbaikan, agar siswa mendapatkan pembelajaran dengan pengajaran yang sesuai. Berikut usaha untuk mengatasi kesulitan belajar dalam program perbaikan/remidial menurut Imam Musbikin, (2010:188-191) : Menyusun program perbaikan, khususnya program remidial theaching (pengajaran perbaikan). Dalam hal menyusun program pengajaran perbaikan guru perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut : a. Tujuan pengajaran remidial b. Materi pengajaran remidial c. Metode pengajaran remidial
91
d. Alokasi waktu pengajaran remidial e. Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remidial. Dari langkah-langkah tersebut, maka problematika perilaku kesiapan belajar siswa belum cukup umur sedikit atau bahkan dapat teratasi dengan baik. Hal ini senada dengan perubahan perilakunya setelah mereka sudah mendapatkan ilmu/belajar menurut Sardiman, (2009:21), “belajar adalah berubah”. Dalam hal yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan
tidak
hanya
berkaitan
dengan
penambahan
ilmu
pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Senada juga dengan pendapat menurut Muhhibin Syah, (2010:63) Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. 3. Peranan Orang tua
92
Orang tua bekerjasama dengan guru/wali kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01, hal ini untuk menemukan dan membahas permasalahan kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa belum cukup umur, baik di sekolah maupun di rumah. Dari hasil wawancara orang tua siswa dan wali kelas/guru kelas 1 bahwa dari keemapat orang tua siswa belum cukup umur memang bekerjasama dengan guru kelas 1 untuk mengetahui dan membahas kesulitan belajar siswa baik di sekolah maupun di rumah. Walaupun ada salah satu dari orang tua siswa tersebut yang sesekali bekerjasama dengan guru siswa tersebut untuk menanyakan kesulitan belajar anaknya. Hal ini, menunjukkan kurangnya perhatian dari orang tua siswa belum cukup umur. Padahal, peranan orang tua sangat penting untuk memotivasi dan mendorong siswa untuk semangat dalam belajar di rumah. Hal ini senada dengan menurut Soemiarti Patmonodewo (2000:123) peran orang tua dalam pendidikan anak sangatlah penting, karena orang tua merupakan guru pertama bagi anakanaknya dan orang tua merupakan mitra kerja bagi guru anaknya. Dan senada dengan Lilik Sriyanti, (2011:137) yang mengatakan bahwa usaha perlu dilakukan guru dengan penuh keuletan dan kesabaran dan kerja keras dan guru juga harus mampu berhubungan dengan berbagai pihak yang terkait dengan persoalan anak. Menurut Greenberg dalam Soemiarti Patmonodewo, (2000:126) percaya bahwa keterlibatan orang tua saat di rumah dalam pendidikan anaknya akan meringankan guru dalam membina kepercayaan diri anak, mengurangi masalah disiplin murid dan meningkatkan motivasi anak. Jadi, peranan orang tua juga sangat penting untuk menunjang perkembangan kesiapan belajar siswa belum cukup umur dan mengatasi kesulitan belajarnya melalui kerjasama dengan kepala
93
sekolah dan guru untuk mencari masalah dan solusinya tentang kesulitan belajar siswa belum cukup umur secara bersama-sama. Hal ini, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah untuk mengatasi problematika perilaku kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 adalah : a. Peranan Sekolah Peranan sekolah sangat berperan penting untuk menunjang dan mendorong siswa belum cukup umur dalam kesiapan belajarnya. b. Peranan Guru 1) Guru memberikan pelayanan dan bimbingan secara terusmenerus/kontinue terhadap siswa tersebut. 2) Guru memberikan pengayaan dan remidial yang sesuai kepada siswa belum cukup umur. 3) Guru memberikan motivasi kepada siswa belum cukup umur berupa kata-kata untuk selalu rajin belajar dan berupa barang kalau siswa tersebut mendapatkan juara. c. Peranan Orang Tua Peranan orang tua juga sangat penting untuk menunjang perkembangan kesiapan belajar siswa belum cukup umur dan mengatasi kesulitan belajarnya
melalui kerjasama dengan kepala
sekolah dan guru untuk mencari masalah dan solusinya tentang kesulitan belajar siswa belum cukup umur secara bersama-sama. Selain itu, orang tua memberikan motivasi berupa pujian dan barang.
94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: 1. Problematika pembelajaran siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 ini kurang siap dalam menerima pelajaran. Hal ini, berdasarkan wawancara dan pengamatan peneliti pada saat observasi, kurangnya kesiapan belajar siswa dikarenakan usia anak tersebut yang kurang, pengalaman belajar yang minim, karena belum pernah belajar di TK/RA serta perhatian dan motivasi dari orang tua yang kurang. Hal ini akan mengganggu kesiapan belajarnya dan terdapat perilaku yang kurang terkendali. Dalam arti, sebagian dari siswa tersebut masih sering bermain dan berbicara sendiri, walaupun guru sudah berulang kali menegurnya untuk mengikuti pelajaran. Hal ini, berarti siswa tersebut mempunyai masalah/kesulitan dalam dirinya pada saat menerima pelajaran. Dari kurangnya kesiapan belajar siswa tersebut sebagian dari mereka juga mengalami kesulitan dalam kelancaran membaca dan menulisnya. Karena untuk mencatat/menulis materi saja siswa tersebut membutuhkan waktu cukup lama dalam menyelesaikan mencatat materinya tersebut. Selain itu, kesulitan belajar siswa belum cukup umur juga mengalami kesulitan belajar yang berasal dari luar diri siswa yaitu dari lingkungan keluarga terutama orang tua siswa yang kurang memperhatikan keadaan belajar
95
dan kurang mendapatkan bimbingan serta bantuan dari orang tua siswa tersebut saat di rumah. Walaupun bimbingan dan pelayanan dari guru sudah diterapkan. Maka hambatan tersebut dapat teratasi apabila siswa, guru dan orang tua dapat berinteraksi dengan baik dan ketika mereka memberikan bimbingan, perhatian, dan bantuan untuk siswa belum cukup umur baik di sekolah maupun di rumah. 2. Langkah-langkah untuk mengatasi problematika perilaku kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI Darul Hikam Cukilan 01 adalah : langkah pertama sekolah memberikan dukungan sumber belajar siswa berupa fasilitas buku alfabet jilid 1-4 yang dibuat sendiri oleh gurunya untuk mempermudah siswa dalam membaca dengan teknik yang berbedabeda sesuai dengan jilidnya. Langkah kedua guru memberikan pelayanan dan bimbingan secara terus menerus, memberikan pengayaan dan remidial serta motivasi kepada siswa belum cukup umur di kelas 1 MI tersebut. Langkah ketiga orang tua siswa tersebut menjalin kerjasama dengan guru untuk mengetahui kesulitan belajar dan mencari solusi yang baik dalam menunjang perkembangan kesiapan belajar siswa belum cukup umur di kelas 1 MI tersebut.
B. Saran 1. Bagi MI Darul Hikam Cukilan 01 Mengingat sekolah ini menerima siswa belum cukup umur di kelas 1 MI, maka dalam proses pembelajaran, sekolah ini harus memaksimalkan
96
proses pembelajaran yang menuntut kelengkapan fasilitas agar dapat menunjang proses pembelajaran. Selain itu, guru juga harus lebih ekstra dalam mendidik, membimbing, membantu dan memotivasi siswa belum cukup umur. 2. Bagi Sekolah Lainnya Diharapkan memberikan suatu pelayanan dan bimbingan yang mendukung dengan fasilitas sumber belajar yang mendukung pula, apabila sekolah-sekolah menerima siswa belum cukup umur dalam proses pembelajaran karena ini menyangkut mental peserta didik dan kesiapan belajar anak tersebut.
97
DAFTAR PUSTAKA Basyarahil, A. Aziz Salim. 1991. 1100 Hadist. Jakarta: Gema Insani Press. Emzir, 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Depag, 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen RI. Daldiyono. 2009. How to be a Real and Sucoessful Student. Jakarta: PT.Gramedia. Gunarsa, Singgih. D. 2008. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung Mulia. Hasan, Maimunah. 2010. Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: Diva Press. Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Lukitaningrum, Roro Bintang. 2011. Faktor-faktor Kematangan Siswa dan Aplikasi Teori Kecerdasan Majemuk Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik SD Islam Terpadu Insan Rabbani Bekasi Barat. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Sekolah Tinggi Manajemen IMNI. Mar’at, Samsunuwiyati. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung:PT Remaja Rosda Karya. Moleong, Lexy. J.2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. _____________. 2008. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. _____________. 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Musbikin, Imam. 2009. Mengapa Anakku Malas Belajar Ya..?. Jogjakarta:Diva Press. Nasar, Pius. 2008. Anak Usia Dini. Jakarta: PT.Indeks. Patmonodewo, Soemiarti. 2000. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
98
Sabri, Ahmad. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Quantum Theaching. Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sastro, Tri Budhi. 2008. Sukses untuk Anak-anak Prasekolah. Jakarta: Macanan Jaya Cemerlang. Santi, Danar. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini antara Praktik dan Teori. Jakarta: PT.Indeks. Setiawan, Conny. R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Cikarang: Grasindo. Sriyanti, Lilik. 2011. Psikologi Belajar. Salatiga: STAIN Salatiga Perss. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers. Taniputera, Ivan. 2007. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar. Jogjakarta: KATAHATI Uno, Hamzah.B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. (http: //id.shvoong. com/humanities/theory-criticism/20/2002/pengertian masalah)
99