BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Perlakuan Pajak Berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 pada Transaksi Jasa Pengiriman Barang (cargo/paket) pada PT Dakota Buana Semesta Pajak Pertambaha Nilai secara umum di atur dalam Undang-undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Lalu mengenai tarifnya dijelaskan pada pasal 7 yang terdir idari 3 ayat, sebaga iberikut: “Pada ayat (1), dijelaskan bahwa: Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).” “Selanjutnya pada ayat (2) berbunyi: Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) di terapkan atas: a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan c. ekspor Jasa Kena Pajak.” “Terakhir pada ayat (3) menerangkan bahwa: Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di ubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
66
67
Sementara itu ada perlakuan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai seperti yang di atur dalam PMK No.38/PMK.011/2013. Pada PMK ini Pajak Pertambahan Nilai menggunakan mekanisme perhitungan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajaknya. Mekanisme ini digunakan untuk memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi pengusaha di bidang usaha tertentu. Misalnya bidang usaha tertentu tersebut adalah perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) seperti yang dijalankan oleh PT Dakot Buana Semesta. Dapat dilihat dari berbagai pertimbangan yang digunakan untuk membuat peraturan mengenai pedoman mekanisme Nilai Lain. Seperti yang sebelumnya dicantumkan pada Bab II, peneliti ingin menuangkan Historis Peraturan tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dalam bentuk tabel (lihat tabel 5.1). Tabel 2 Historis Peraturan tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Peraturan mengenai mekanisme Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Pertimbangan Dibuatnya Peeraturan tersebut
Bahwa dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemudahan dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dipandang perlu untuk menetapkan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Keputusan Menteri Keuangan Bahwa dalam rangka mewujudkan Nomor 292/KMK.04/1996 keadilan dan kemudahan dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dipandang perlu untuk mengubah Pasal 2 dan Pasal 3
68
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010
Peraturan Meteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 1 angka 17 Undangundang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari Pusat kepada Cabang dan sebaliknya, serta penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pedagang Perantara atau Juru Lelang, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nornor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas film cerita impor, perlu menetapkan Nilai Lain sabagai Dasar
69
Pengenaan Pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujuda daru luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan atas penyerahan film cerita impor; Peraturan Menteri Keuangan Bahwa dalam rangka lebih memberikan Nomor 38/PMK.011/2013 kepastian hukum dan kemudahan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan emas perhiasan oleh pabrikan emas perhiasan dan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Sumber: di olah oleh penliti dari ortax.org
Dari sisi historis dapat dilihat bahwa mekanisme pedoman perhitungan yang didasarkan pada jenis usaha PKP adalah perlakuan perpajakan yang tidak umum dan jarang diktehui untuk diterapkan. Pada penelitian ini PT Dakota Buana Semesta adalah industri yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang (pakte/cargo) sebagai tempat peneliti melakukan studi kasus, merupakan salah satu jasa yang di atur dalam PMK No.38/PMK.011/2013 untuk menggunakan Nilai Lain dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai nya yang dibebankan kepada konsumen. Di dalam PMK No.38/PMK.011/2013 perusahaan jasa pengiriman barang atau paket/cargo di atur pada Pasal 2 huruf j yaitu berbunyi:
70
“untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang di tagih atau jumlah yang seharusnya di tagih”.
Bapak Ahmad Syaipul, selaku Kepala Divisi Akuntansi dan Pajak pada PT Dakota Buana Semesta menjelaskan mengenai historis bagaimana PPN Nilai Lain menjadi kewajiban pajak yang harus dijalankan oleh perusahaan jasa pengiriman barang cargo/paket.
“jadi begini, saya coba untuk menceritakan sedikit bagaimana historis perusahaan cargo bisa dikenakan PPN 1%.... singkatnya kalau tidak menggunakan Nilai Lain, berarti yang dikenakan tarif normal PPN yaitu sebesar 10%. Berdasarkan serikat perusahaan jasa pengiriman barang cargo/paket, dalam hal ini PT Dakota Buana Semesta merupakan salah satu anggota dari ASPERINDO (Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia), margin keuntungan perusahaan cargo itu dapat dirata-ratakan sebesar 10% s.d 15%. Jadi kalau tidak menggunakan Nilai Lain untuk PPN yang seperti di atur dalam PMK No.38 tersebut, maka perusahaan cargo/paket tidak akan mendapat keuntungan, dan tidak akan berjalan. Dari situlah ASPERINDO bersepakat dengan pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak untuk mengenakan PPN pada cargo/paket hanya dengan tarif 1% atau 10% x 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), agar perusahaan
71
jasa pengiriman barang paket/cargo dapat terus berjalan. Seperti itu historisnya”. (Wawancara dengan Ahmad Syaipul, tanggal 13 Mei 2015).
ASPERINDO pada awalnya merupakan merupakan singkatan dari Asosiasi Perusahaan Nasional Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia, wadah dari Perusahaan-perusahaan Nasional yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang maupun dokumen. Diresmikan melalui MUNAS (I) tanggal 26 Maret 1986. ASPERINDO adalah merupakan kelanjutan dari organisasi himpunan sebelumnya yang bernama HIPPARI, singkatan dari Himpunan Perusahaan dan Pengantaran Barang Lewat Udara Dalam Negeri. HIPPARI yang dideklarasikan pada tanggal 17 Juni 1982 adalah merupakan wadah/himpunan dari perusahaan-perusahaan nasional yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang dan dokumen, baik yang bergerak di sektor “KURIR” maupun “CARGO”. Berubah menjadi ASPERINDO pada tanggal 26 Maret 1986 berhubung adanya 2 (dua) alasan mendasar, yaitu: 1.
Keinginan untuk secara khusus menghimpun perusahaan-perusahaan yang hanya bergerak di bidang jasa perkuriran.
2.
Memenuhi persyaratan untuk masuk bergabung kedalam organisasi KADIN (Kamar Dagang dan Industri) yang mempersyaratkan bentuk organisasi adalah “Asosiasi” dan bukan “Himpunan”.
72
Dalam perkembangannya kepanjangan dari ASPERINDO mengalami beberapa kali perubahan, yakni: 1986 : Asosiasi Perusahaan Nasional Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia. 1994 : Asosiasi Perusahaan Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia. 1997 : Asosiasi Perposan Indonesia. 1998 : Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia. 2001 : Melalui MUNAS V dilengkapi menjadi Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia. 2012 : Pada MUNAS VIII ASPERINDO tanggal 27 Maret 2012 dirubah dan dilengkapi menjadi “Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia”. Kemudian dari visi misi dari Asosiasi ASPERINDO, yaitu: Sebagai wadah komunikasi, konsultasi, dan sumber informasi, ASPERINDO memiliki tujuan: 1.
Membina rasa persatuan dan kebersamaan antara sesama anggota,
2.
Mewujudkan
aspirasi
anggota
di
dalam
mengembangkan
dan
meningkatkan usaha, 3.
Menjadi mitra Pemerintah didalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif.
(sumber: di olah oleh peneliti dari asperindo.org)
73
Melihat dari historis dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mekanismenya menggunakan Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain berdasarkan pada Peraturan Pemerintah dalam hal ini PMK No.38/PMK.011/2013, dan juga pendapat dari pelaku bisnis dalam hal ini PT Dakota Buana Semesta, lalu profil ASPERINDO sebagai himpunan dari perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) di Indonesia, bahwa sebenarnya aturan ini sudah ada atau berlaku dari tahun 1994 yakni pada KMK No.642/KMK.04/1994, terdapat pada Pasal 1 huruf h.:
“untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.”
Namun yang terjadi dilapangan, seperti yang dilakukan PT Dakota Buana Semesta sebagai Wajib Pajak yang bergerak jasa pengiriman barang (paket/cargo) dengan konsumennya, tidak semua sesuai dengan yang sudah dijelaskan pada peraturan yang ada. Terutama pada pihak konsumen sebagai lawan dari pihak penjual jasa, dalam hal ini adalah PT Dakota Buana Semesta, karena ada hal-hal yang tidak diketahui konsumen, mengenai kewajiban perpajakan seperti apa yang dikenakan pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket), dan juga apa akibatnya dari perlakuan pajak tersebut kepada konsumen dari Wajib Pajak yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain.
74
Seperti isi pada PMK No.38/PMK.011/2013 pada Pasal 3 huruf a.:
“Pajak Masukan yang berhubungan dengan, penyerahan jasa pengiriman paket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengiriman paket, tidak dapat dikreditkan.”
Dalam hal ini, karena perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) merupakan subjek pajak yang objek pajak PPN nya menggunakan DPP Nilai sesuai dengan PMK No.38/PMK.011/2013 yaitu sebesar 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih atau tarif efektifnya yaitu 1%, maka untuk PPN pajak masukan atas segala transaksi yang dijalankan oleh perusahaan pengiriman barang (cargo/paket) tidak dapat dikreditkan. Karena perlakuan perpajakan ini tidak umum diterapkan, maka dari itu ada beberapa konsumen atau pelanggan dari PT Dakota Buana Semesta pada saat diberikan Faktur Pajak atas transaksi yang terjadi, menanyakan kenapa Pajak Pertambahan Nilai yang diberikan tidak sesuai dengan tarif normal yaitu sebesar 10%. Kembali Bapak Ahmad Syaipul menambahkan penjelasan mengenai PPN Nilai Lain yang dijalankan oleh perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket), apa tujuan pemerintah memberlakukan suatu ketentuan berupa Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dalam transaksi ini.
75
“Jadi begini, sebetulnya ini adalah solusi…. Karena margin keuntungan dari jasa pengiriman paket atau cargo itu di semua perusahaan yang ada di bawah naungan ASPERINDO itu adalah rata-rata 10%, oleh karena itu dicarilah solusi pengenaan pajak dengan
tarif efektif 1%, salah satunya
berasal dari situlah timbul PMK No.38.PMK.11/2013 yang menjelaskan objekobjek pajak yang dikenakan Nilai Lain. Jadi kalau pada perusahaan cargo atau paket PPN menggunakan tarif normal PPN yaitu 10%, maka perusahaan cargo seperti yg dijalankan oleh Dakota akan tergerus atau tidak dapat beroperasional lagi karena merugi…. Sedikit penjelasan, jadi begini kalau pajak terlalu besar kan sebenarnya yang dirugikan juga bukan perusahaan kan, melaikan konsumen… nanti kan kekuatan pasar atau kekuatan konsumen, kalau pajaknya tinggi apakah mampu konsumen untuk membayar? Kalau tidak secara otomatis perusahaan pun kan tidak mendapat penghasilan… kalau tidak dapat penghasilan lama-kelamaan perusahaan pun akan gulung tikar kan,
seperti
itu….
Nah
itu,
dasar
ditetapkannya
peraturan
PMK
No.38.PMK.11/2013 mengenai jasa pengiriman barang cargo/paket sebesar 1% tarif PPN efektifnya.” (Wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, tanggal 13 Mei 2015).
Penetapan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) ini ditetapkan melalui
76
Peraturan Menteri Keuangan No.38 tahun 2013 (sampai dengan perubahan terakhir: PMK No.38/PMK.011/2013). Pada peraturan ini pemerintah menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN atas transaksi jasa pengiriman barang (paket/cargo). Pengenaan PPN pada jasa pengiriman barang (paket/cargo) merupakan suatu pengenaan PPN untuk JKP (Jasa Kena Pajak). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih dikenal juga dengan istilah pajak atas konsumsi (tax of consumption) (Gunadi, 2001, 101-103). Jika kita melihat dari pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sendiri, adalah pajak yang dikenakan atas pengeluaran yang ditujukan untuk konsumsi (Untung Sukardji, 2009, 5). Pajak atas konsumsi adalah PPN di Indonesia dikenakan atas konsumsi pemakainan suatu barang. Pengertian PPN dalam bahasa Indonesia di ambil dari istilah value added tax (pajak nilai tambah). PPN mengenakan pengeluaran atas pemakaian atau konsumsi suatu barang. Dalam transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang kita lihat adalah konsumsi atas jasa yang dijual oleh PT Dakota Buana semesta sebagai perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang di dalam PMK No.38/PMK.011/2013 pada jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih sebesar 10%. Melalui wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, selaku kepala divisi akuntansi dan pajak PT Dakota Buana Semesta, menjelaskan bagaimana penerapan PPN Nilai Lain pada PT Dakota Buana Semesta.
77
“perlakuan pajak berdasarkan PMK No.38 itu pada transaksi jasa pengiriman paket di Dakota, intinya sih perusahaan mengikuti atau taat pada aturan pemerintah, dalam hal ini kan sesuai dengan PMK No.38 yang mengaturnya. Dengan adanya PMK itu di dalam transaksi pengiriman barang/paket yang jalankan atau kita terapkan, eeee dalam arti pada saat meneriman transaksi penyerahan jasa dan pembayaran dari konsumen kepada kita, di dalam bukti tanda terima (BTT), didalamnya sudah termasuk tarif efektif PPN dengan Nilai Lain sebesar 1%, yaitu 10% dari jumlah tagihan yang seharusnya ditagihkan, 10% dikalikan 10% yang menjadi 1%. Jadi kita melakukan sesuai dengan ketentuan, kita pungut PPN dari konsumen, lalu kita setor, dan terakhir kita laporkan dalam SPT masa yang setiap bulannya kita lakukan. Intinya kita sebagai Wajib Pajak perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang (paket/cargo) tidak keluar dari koridor peraturan yang telah di buat oleh pemerintah dalam hal ini PMK No.38 tahun 2013 tersebut.”(Wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, tanggal 13 Mei 2015).
Dari kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa, PT Dakota Buana Semesta sudah menjalankan kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai perpajakan pada perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo). Namun kembali, karena pajak dengan menggunakan Nilai Lain bukanlah pajak secara umum seperti biasa yang
78
diterapkan, maka banyak dari beberapa konsumen pelaku bisnis ini yang tidak mengetahui perlakuan pajak yang dikenakan pada perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) dan juga yang penting perlakuan pajak yang akan timbul bagi pihak konsumen.
4.2
Perhitungan
(Pengenaan)
Pajak
Berdasarkan
PMK
No.38/PMK.011/2013 pada Transaksi Jasa Pengiriman Barang (cargo/paket) pada PT Dakota Buana Semesta Mekanisme perhitungan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas penyerahan JKP (Jasa Kena Pajak) adalah dengan cara mengalikan tarif dengan DPP (Dasar Pengenaan Pajak). Ada beberapa macam Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan, sepert Harga Jual, Penggantian,Nilai Impor, Nilai Ekspor, dan Nilai Lain. Pernyatan ini disebutkan pada Pasal 1 angka 17 UU PPN tahun 2009, yang berbunyi:
“Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.”
Pada transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang berlaku yaitu tetap menggunakan Nilai Lain sebagai DPP (Dasar Pengenaan Pajak) untuk menghitung besarnya PPN jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang terutang.
79
Penggunaan Nilai Lain ini ditetapkan oleh Pemerintah pada PMK No.38/PMK.011/2013. Peneliti akan meninjau mengenai pengenaan perhitungan pajak yang terjadi pada PPN atas jasa pengiriman barang (cargo/paket) atas legal character dari PPN Nilai Lain itu sendiri. Mekanisme pengenaan PPN atas transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket) ini dapat dikatakan mempunyau suatu keunikan, karena pengenaan PPN nya sebesar 10% dari dari jumlah yang seharusnya di tagih, atau memiliki tarif efektif PPN sebesar 1%. Pengenaan PPN dengan menggunakan DPP Nilai Lain seperti yang dikenakan perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) ini kadang menjadi pertanyaan bagi para konsumen, karena tarif efektifnya hanya sebesar 1%. Berikut peneliti ingin memberikan ilustrasi dari transaksi yang terjadi pada PT Dakota Buana Semesta dengan mengambil dua sampel transaksi antara pihak PT Dakota Buana Semesta dengan pihak konsumennya, yang pertama yaitu dengan Bapak Pritono T. Sebagai berikut: 1. Konsumen / Pengirim : Bapak Priyono T Alamat Pengirim
: Niten Trirenggo, Bantul. Jogjakatra
Telp
: 0857-2904-1007
Datang pada PT Dakota Buana Semesta selaku perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) dengan membawa barang yang betujuan untuk dikirimkan kepada tujuan penerima yang dituju, dalam hal ini yaitu:
80
Penerima
: Bapak Edwind P
Alamat Penerima
: Rumah Zakat Cab Bogor, Jl. Pandawa Raya Blok 1B Komp Perum Indraprasta, Bantarjati, Bogor Utara.
Telp Penerima
: 0877-8151-6669
2. Kemudian atas tujuan tersebut, Bapak Priyono datang kepada kasir PT Dakota Buana Semesta, dengan membawa barang yang ingin dikirimkan dengan kelengkapan data pengirim dan penerima. 3. Selanjutnya kasir PT Dakota Buana Semesta menerima barang tersebut dengan dibantu bagian bongkar muat barang, untuk menentukan jenis berang dan menimbang berat barang yang akan dikirimkan. 4. Atas transaksi tersebut selanjutnya kasir membuat Bukti Tanda Terima (BTT) yang akan diberikan kepada konsumen sebagai bukti pengiriman barang dan juga berfungsi sebagai faktur pajak sederhana.
Bukti Tanda Terima (BTT)
GAMBAR 1 BUKTI TANDA TERIMA (BTT)
81
Di dalam Bukti Tanda Terima (BTT) tersebut diberikan perincian harga jasa pengiriman barang (paket/cargo) yang dikenakan kepada Bapak Priyono T (konsumen) oleh PT Dakota Buana Semesta (perusahaan jasa pengiriman barang paket/cargo), dengan rincian perhitungan sebagai berikut: - Biaya/Harga Jual Jasa (Include PPN)
: Rp 40.000,-
PPN Nilai Lain yang dikenakan atas transaksi tersebut adalah: Rp 40.000,- x 101/100 = Rp 39.604,- (harga sebelum dikenakan PPN / Exclude PPN) -
Perhitungan PPN dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain sesuai dengan PMK No.38/PMK.011/2013, sebagai berikut: Rp 39.604,- x 10% = Rp 3.960,- (DPP Nilai Lain) Rp 3.960,- x 10% = Rp 396,- (PPN DPP Nilai Lain)
-
Jadi, Harga Jual Jasa/Biaya yang dikenakan sebenarnya kepada Bapak Priyono T (konsumen) adalah Rp 39.604,- dan untuk PPN DPP Nilai Lain yang dikenakan yaitu sebesar Rp 396,- = Rp 40.000,-
Ilustrasi selanjutnya yaitu dengan PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL). Ilustrasinya sebagai berikut: 1. PT Anugerah Pharmindo Lestari adalah pelanggan PT Dakota Buana Semesta. Karena sebagai pelanggan untuk pengiriman barang yang yang dilakukan berbeda dengan contoh ilustrasi yang sebelumnya. Pada contoh
82
kasus ini, PT Anuegerah Pharmindo Lestari meminta kepada PT Dakota Semesta untuk menjemput dan mengambil barang yang diminta untuk dikirimkan kepada penerima barang sesuai permintaan dari PT Anugerah Pharmindo Lestari. Setelah itu, barang kiriman tersebut sebelumnya di bawa ke kantor PT DakotaBuana Semesta terlebih dahulu, dengan tujuan untuk melakukan pengecekan barang untuk jenis dan juga penimbangan berat barang yang akan dikirimkan, untuk menentukan harga jual jasa yang akan dikenakan pada PT Anugerah Pharmindo Lestari. Sehingga untuk itu sistem pembayarannya bersifat kredit kepada PT Dakota buana Semesta. Dari jenis transaksi yang terjadi, diterbitkanlah Invoice tagihan oleh PT Dakota buana Semesta kepada PT Anugerah Pharmindo Lestari, sebagai tagihan dari penggunaan jasa pengiriman barang yang dilakukan PT Dakota Buana Semesta. Berikut salah satu sampel Invoice atas transaksi tersebut:
GAMBAR 2 INVOICE TAGIHAN
83
2. Atas Invoice tersebut lalu bagi pihak PT Dakota Buana Semesta melakukan penagihan yang dilakukan oleh bagian penagihan (collector) kepada PT Anugerah Pharmindo Lestari. Dengan cara memberikan invoice tersebut, pada ilustrasi ini nomor invoice yang tercantum yaitu 0905/DBS/BKS/05/14, dengan nominal tagihan sebesar Rp 6.500.000,-. Dari nominal tagihan tersebut sudah termasuk PPN didalam nya (include PPN). Berikut perhitungannya: - Biaya/Harga Jual Jasa (Include PPN)
: Rp 6.500.000,-
PPN Nilai Lain yang dikenakan atas transaksi tersebut adalah: Rp 6.500.000,- x 101/100 = Rp 6.435.643,- (harga sebelum dikenakan PPN / Exclude PPN) -
Perhitungan PPN dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain sesuai dengan PMK No.38/PMK.011/2013, sebagai berikut: Rp 6.435.643,- x 10% = Rp 643.563,- (DPP Nilai Lain) Rp 643.563,- x 10% = Rp 64.356,- (PPN DPP Nilai Lain)
-
Jadi, Harga Jual Jasa/Biaya yang dikenakan sebenarnya kepada PT Anugerah Pharmindo Lestari (konsumen/pelanggan) adalah Rp 6.435.643,- dan untuk PPN DPP Nilai Lain yang dikenakan yaitu sebesar Rp 64.356,- = Rp 6.500.000,-
3. Dari transaksi tersebut terbitlah Faktur Pajak Keluaran yang dikeluarkan oleh PT Dakota Buana Semesta untuk PT Anugerah Pharmindo Lestari. Berikut terlampir Faktur Pajak Keluaran tersebut:
84
GAMBAR 3 FAKTUR PAJAK KELUARAN 4. Selanjutnya atas transaksi tersebut, PT Dakota Buana Semesta berkewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan atas PPN Keluaran yang timbul dari transaksi tersebut kepada Negara (Dirjen Pajak – Kantor Pelayanan Pajak) melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi yang ditunjuk
85
oleh Dirjen Pajak sebagai penerima pembayaran pajak.Selain itu juga berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 atas transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang tarif PPN nya menggunakan DPP Nilai Lain berpengaruh juga kepada Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh PT Dakota Buana Semesta. Untuk bukti pelaporan pajak tersebut dapat dilihat pada lampiran. 5. Kendala yang terjadi pada transaksi ini adalah PT Dakota Buana Semesta tidak menerima pembayaran atas invoice 0905/DBS/BKS/05/14, dengan nominal tagihan sebesar Rp 6.500.000,- sesauai dengan tagihan yang tercantum. Karena menurut pihak PT Anuegarh Pharmindo Lestari, perusahaan jasa, termasuk jasa pengiriman barang (paket/cargo) yang dijalankan oleh PT Dakota Buana Semesta merupakan objek pajak PPh pasal 23 berdasarkan Undang-Undang PPh No.36 Tahun 2008, yang berkewajiban untuk di potong PPh 23 atas jasa yang dilakukan. Sehingga, pada saat PT Anugerah Pharmindo Lestari membayarkan tagihannya kepada PT Dakota Buana Semesta dilampirkan juga bukti potong PPh pasal 23 atas invoice tagihan tersebut. Sehingga mempengaruhi penerimaan yang seharusnya PT Dakota Buana Semesta terima. Berikut perhitungan pemotongan PPh pasal 23 atas jasa yang dibuat oleh PT Anutgerah Pharmindo Lestari: - Biaya/Harga Jual Jasa (Include PPN)
: Rp 6.500.000,-
PPN Nilai Lain yang dikenakan atas transaksi tersebut adalah:
86
Rp 6.500.000,- x 101/100 = Rp 6.435.643,- (harga sebelum dikenakan PPN / Exclude PPN). Rp 6.435.643,- x 2% (Tarif PPh 23 – UU PPh No.36 Tahun 2008) = Rp. 128.713,- (Bukti Potong PPh pasal 23 terlampir) Sehingga untuk pembayaran yang dibayarkan oleh PT Anugerah Pharmindo Lestari kepada PT Dakota Buana Semesta tidak sesuai dengan invoice yang diterbitkan oleh PT Dakota Buana Semesta. Sebagai berikut: - Rp 6.500.000 – Rp 128.713 = Rp 6.371.287,Sesuai dengan PMK No.244/PMK.03/2008, yang menjelaskan lebih khusus mengenai isi dari dari PPh Pasal 23 menurut UU PPh No.36 Tahun 2008, bahwa jasa pengiriman barang (paket/cargo) bukan merupakan objek PPh Pasal 23.
Berdasarkan contoh perhitungan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) pada PT Dakota Buana Semesta di atas dapat dikatakan teori mengenai pemakaian Nilai Lain sebagai DPP dimaksudkan untuk menghindari kredit pajak. Menurut Schenk dan Oldman (2007), salah satu alternatif untuk DPP adalah dengan menghindari penggunaan mekanisme kredit pajak, Pajak Keluaran (PK) dikurangi Pajak Masukan (PM). Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) ditetapkan pemerintah berupa sejumlah
87
besaran tertentu yang akan dikalikan dengan angka atau jumlah transaksinya yang akan menghasilkan jumlah pajak yang terhutang. Penggunaan Nilai Lain ini juga dapat dikatakan berupa pajak yang bersifat final, karena langsung mengenakaannya atau mengalikannya pada jumlah tertentu yang telah ditetapkan. Pada transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket), pengenaan pajaknya dikenakan langsung pada pengusa penjualan jasa pengiriman barang (cargo/paket) pada saat transaksi itu dilakukan. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain ini, peneliti ulangi kembali bahwa dapat dikatakan sebagai pengenaan pajak yang unik dalam PPN. Hal ini dikarenakan tanpa harus melalui mekanisme pengkreditan pajak yang biasanya digunakan dalam perhitungan PPN. Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Bapak Ahmad Syaipul, selaku Kepala Divisi Akuntansi dan Pajak pada PT Dakota Buana Semesta: “kalau secara umum, DPP Nilai Lain itu dikarenakan transaksi pengenaan PPN yang kalau kita bayangkan kan tidak sama seperti transaksi PPN pada umunya kan, bersifat unik gitu kan. Karena secara pemakaian JKP pada jasa yang di jual oleh kita (PT Dakota Buana Semesta) kan lebih mengarah ke Nilai Penggantian, sesuai yang kita cantumkan pada Faktur Pajak Keluaran yang kita berikan kepada konsumen. Tapi secara prakteknya itu tidak bisa menjadi dasar PPN. Jadi, karena pada prakteknya…. Tapi secara umum pemakaian DPP Nilai Lain itu digunakan untuk transaksi yang
88
unik-unik. Seperti yang sudah di atur pada PMK No. 38 tahun 2013 itu” (wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015)
4.3
Pengaruh Pajak Berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 pada Transaksi Jasa Pengiriman Barang (cargo/paket) pada PT Dakota Buana Semesta Mengenai mekanisme perhitungan PPN dengan menggunakan DPP Nilai
Lain seperti yang dilakukan oleh PT Dakota Buana Semesta sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang (paket/cargo), memiliki pengaruh pada perlakukan perpajakan yang akan selalu terikat, yaitu PPh pasal 23 atas jasa yang dijalankan oleh PT Dakota Buana Semesta. Pengaruh tersebut, berdasarkan yaitu setiap konsumen mengira bahwa transaksi jasa yang dilakukan oleh pihak pemberi jasa dalam hal ini PT Dakota Buana Semesta, wajib untuk di potong PPh 23, sesuai dengan Undang-undang PPh No.36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat 1 huruf c. nomor 2, yang tertulis sebagai berikut:
“sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah di potong Pajak Penghasilan sebagaimana di maksud dalam Pasal 21.”
89
Dari kutipan di atas mengindikasikan bahwa jasa pengiriman barang (cargo/paket) dapat dikategorikan secara umum sebagai jasa yang wajib di potong PPh 23 sesuai dengan Undang-undang PPh No.36 Tahun 2008. Melalui wawancara dengan Kepala Divisi Akuntansi dan Pajak PT Dakota Buana Semesta, yaitu dengan Bapak Syaipul, bahwa ada perlakukan perpajakan yang akan selalu terikat pada PPN yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket), yaitu adalah PPh pasal 23 atas jasa yang dijalankan oleh PT Dakota Buana Semesta.
“Jadi begini ya…coba lihat ke sebelumnya atau yang terdahulu, dari timbulnya PMK No.38.PMK.11/2013. Ini banyak kegundahan dikalangan pelaku usaha mengenai jenis jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, di dalam UU tersebut kan hanya disebutkan mengenai jasa lainnya, tidak dijelaskan apa saja yang termasuk jasa lainya itu apa saja, oleh karena itu kan perlu penjelaans lebih mengenai jasa lainya tersebut, yang kemudian dituangkan dalam PMK jasa lainnya yaitu PMK No. 244/PMK.03/2008, di dalam PMK ini di jabarkan apa saja yang termasuk jasa-jasa laiinya yang sebelumnya disebutkan secara umum pada UU PPh No.38 Tahun 2008 pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2. Nah dari sini timbulah penafsiran-penafsiran yang berbeda mengenai jasa lain ini pada perusahaan cargo atau paket. Ada yang
90
menafsirkan seharusnya perusahaan cargo atau paket dikenakan pph 23 dan ada juga yang menafsirkan kalau tidak dikenakan/dipotong untuk pph 23 nya, jadi ada 2 persepsi. Contohnya kan seperti yang dialami Dakota kan…. Seperti PT APL, sudah kita coba jelaskan mengenai perundang-undangan dan peraturan-peraturan perpajakan mengenai Nilai Lain dan Jasa Lain yang terjadi pada transaksi perusahaan cargo atau paket, tetapi konsumen ini tetap pada pendiriannya bahwa seluruh usaha yang bergerak dibidang jasa wajib di potong PPh 23, tanpa memperhatikan peraturan-peraturan yang mendukung atau menjelaskan lebih lengkap menganai isi dari UU yang ada di atasnya, mungkin juga salah satu contoh konsumen seperti ini ingin mencari aman dalam persoalaan pajak, agar tidak terjadi sanksi dikemudian hari…. Padahal kan tidak semua jasa di potong PPh 23, seperti jasa cargo atau paket kan tidak tercantum di dalam PMK No. 244/PMK.03/2008 sebagai jasa lain, jadi seharusnya tidak dipotong PPh 23 untuk setiap usaha jasanya yang dijalankan.”(wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015)
Pada kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa pengenaan DPP Nilai Lain pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) juga berpengaruh pada objek perpajakan PPh pasal 23 atas jasa yang pada umumnya dikenakan atas jasa yang berikan/dilakukan oleh Wajib Pajak. Seperti yang sudah diungkapkan oleh Bapak Syaipul selaku kepala divisi akuntansi dan pajak PT Dakota Buana Semesta, sebelumnya atau yang
91
terdahulu dari timbulnya PMK No.38/PMK.011/2013 itu karena ada kegundahan dikalangan pelaku usaha mengenai jasa lainnya yang tercantum pada Undang-Undang PPh No.36 Tahun 2008 pada pasal 23 ayat (1) huruf c. Dijelaskan lebih lanjut pada PMK No.244/PMK.03/2008 pada Pasal (1) ayat 1:
“(1) Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.”
Kemudian juga dijelaskan lebih lengkap pada Pasal (1) ayat 2 yang berisi jenis-jenis jasa lainnya seperti yang di maksud dalam Undang-Undang PPh No.38 Tahun 2008: “(2) Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Jasa penilai (appraisal); b. Jasa aktuaris; c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d. Jasa perancang (design);
92
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT); f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas; g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; i. Jasa penebangan hutan; j. Jasa pengolahan limbah; k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services) l. Jasa perantara dan/atau keagenan; m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; n. Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; p. Jasa mixing film; q. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
93
s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; t. Jasa maklon; u. Jasa penyelidikan dan keamanan; v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; w. Jasa pengepakan; x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; y. Jasa pembasmian hama; z. Jasa kebersihan atau cleaning service; aa.
Jasa catering atau tata boga.
Di dalam PMK No.244/PMK.03/2008 pada Pasal 1 ayat (1) dan (2) menjelaskan tentang jasa lain apa saja yang wajib dikenakan PPh Pasal 23 ayat (1) huruf c. Undang-undang PPh No.36 Tahun 2008. Pada poin-poin PMK No.244/PMK.03/2008 pada Pasal 1 ayat (2) telah dijabarkan bahwa perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) tidak tergolong pada jenis jasa lainnya yang wajib di potong PPh Pasal 23 atas jasanya atau bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 23.
94
Namun dalam pelaksanaannya, pihak penjual jasa yaitu dalam hal ini PT Dakota Buana Semesta sebagai penyedia jasa pengiriman barang (cargo/paket) merasakan sudah tepatnya ketentuan yang berlaku berdasarkan PMK No 38?PMK.011/2013 dan juga pengaruhnya pada PMK No.244/PMK.03/2008. Tetapi pihak konsumen merasa belum terbuka atau belum transparan atas kebijakan atau peraturan yang berlaku, sehingga menyebabkan konsumen memiliki persepsi atau pemikiran masing-masing mengenai pengertian dari Undang-undang PPh No 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat (2) huruf c. dan juga PMK No.244/PMK.03/2008 pada Pasal 1 ayat (1) dan (2). Bapak Ahmad Syaipul, selaku kepala divisi akuntansi dan pajak PT Dakota Buana Semesta menjelaskan mengenai hal ini sebagai berikut:
“selama ini pada PT Dakota di dalam penerapannya pada dunia bisnis, karena kan intinya di PMK NO.38/PMK.11/2013 itu adalah tarifnya, tarif efektifnya 1%… kendala itu ada karena ada beberapa customer/konsumen yang belum familiar terhadap penggunaan Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak kepada jasa pengiriman cargo atau paket, nah efeknya dari konsumen dalam menafsirkan PPh pasal 23 yang menerangkan jenis jasa lainnya, jadi karena sifatnya jasa pengiriman jadi konsumen memiliki pemikiran bahwa ini kan perusahaan jasa, jadi seharusnya dikenakan PPh pasal 23 seperti itu….”(wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015).
95
Selain itu juga, Bapak Ahmad Syaipul, selaku kepala divisi akuntansi dan pajak PT Dakota Buana Semesta mengatakan bahwa ada kesulitan yang terjadi pada saat dilapangan atas pelaksanaan dari PMK No 38/PMK.011/2013 dan PMK No.244/PMK.03/2008 ini. Hal ini mengenai PT Dakota Buana Semesta tergolong sebagai bukan Jasa atau Jasa Lainnya yang tercantum pada UndangUndang PPh Pasal 23 ayat (2) huruhf c, dan PMK No.244/PMK.03/2008. Berikut kutipan wawancara langsung dengan beliau:
“Kendalanya adanya persepsi atau menafsirkan jasa pengiriman barang cargo atau paket ini termasuk kedalam list objek pajak PPh Pasal 23…. itu ada yang mempersepsikan bahwa jasa pengiriman paket atau cargo ini sebagai jasa lainnya yang ada di dalam PPh Pasal 23 ayat (1) huruf c. nomor 2 itu lah kendala yang kita hadapi, ada sebagian customer kita yang seperti itu… contohnya seperti PT APL itu… karena salah menafsirkan jasa pengiriman barang paket atau cargo ini yang dihubungkan secara umum dengan objek pajak secara umum PPh 23” (wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015).
Lebih lanjut Bapak Ahmad Syaipul, menambahkan lagi mengenai pengaruh DPP Nilai Lain berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013:
96
“pengaruh adanya PMK ini kita di satu sisi diuntungkan dengan PPN 1% karena lebih kecil dibandingkan dengan tarif normal, tapi di sisi lain ada implikasinya pada PPN masukan dari pembelian barang dan jasa yang kita peroleh tidak bisa kita kreditkan, karena tidak bisa dikreditkan secara otomatis akan menambah cost, baik itu pembelian misalkan barang dan jasa itu kan meninggikan harga pokok, itu pun akibat dikapitalisasi ke dalam barang dan jasa yang di beli dan PPN yang tidak bisa dikreditkan otomatis cost menjadi besar atau meningkat, implikasinya nanti mempengaruhi tingkat laba yang di capai, jadi pengaruhnya kesitu….. misalkan beli aset, angka pembelian tersebut akan dikapitalisasi ke dalam harga perolehan aset, atau misalkan membeli barang atau jasa, contohnya jasa keamana,
otomatis cost untuk
biaya keamanan jadi makin besar…. Jadi kalau perusahaan margin pendapatan/laba nya kecil, biaya nya lebih besar dari pendapatan, bagi pihak intern dalam hal ini management menilai kinerja kita buruk dan juga bagi pihak perbankan sebagai kreditur apabila kita memiliki pinjaman, pasti akan menilai dari situ apakah perusahaan kita ini mampu untuk membayar pokok atau bunga kredit pinjaman kita…..” (wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015).
Pengenaan PPN dengan menggunakan DPP Nilai lain pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) berdasarkan dengan dikeluarkannya KMK 642/KMK.04/1994 sampai dengan perubahan terakhir yaitu PMK No
97
38/PMK.011/2013, merupakan sebuah solusi yang terbaik baik perusahaan jasa yang bergerak di bidang pengiriman barang (cargo/paket) dan juga bagi pemerintah dalam hal ini DJP. Besarnya PPN yang akan diperhitungan, dipungut, dan disetorkan atas jasa pengiriman barang (cargo/paket), adalah terhutang sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, yaitu berarti PPN yang dikeluarkan dengan bukti berupa Faktur Pajak Keluaran yang diberikan kepada konsumen sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajaknya. Kemudian untuk pelaporannya, pihak penjual jasa dalam penetilian ini PT Dakota Buana Semesta harus melaporkan PPN yang telah di pungut ke dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan terutangnya pajak dan dapat dilaporkan pada masa pajak berikutnya, paling lama akhir bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan atau akhir bulan berikutnya. Pernyataan ini dicantumkan dalam Undang-undang PPN No 42 Tahun 200, dan juga tentang penjelasan atas PMK Nomor 40/PMK.03/2010 yaitu bentu, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN.