perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBELAJARAN IPAMENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA (Pembelajaran IPA Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II di SMP N 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama Pendidikan Fisika
Oleh: IKA CANDRA SAYEKTI NIM. S 831102025
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA (Pembelajaran IPA Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II diSMP N 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)
TESIS Oleh: IKA CANDRA SAYEKTI (S831102025)
Komisi Pembimbing Pembimbing I :
Pembimbing II :
Nama Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si. NIP. 19690901 199403 1 002
Dra. Suparmi,MA., Ph.D. NIP. 19520915 197603 1 001
Tanda Tangan
Tanggal
.......................
...............
.......................
................
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal .................2012 Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana,
Dr. M. Masykuri, commit to userM.Si. NIP. 19681124 199403 1 001 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA (Pembelajaran IPA Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II diSMP N 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012) TESIS Oleh: IKA CANDRA SAYEKTI (S831102025) Komisi Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Dr. M. Masykuri, M.Si. NIP.19681124 199403 1 001
.......................
...............
Sekretaris
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP.19520116 198003 1 001
.......................
................
Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si. NIP. 19690901 199403 1 002
........................
...............
Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. NIP. 19520915 197603 1 001
.........................
................
Anggota Penguji
Telah dipertahankan di dipan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal .................2012 Direktur Program Pascasarjana,
Ketua Program Studi Pendidikan Sains,
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. M. Masykuri, M.Si. NIP. 19610717 198601 1 001commit to userNIP. 19681124 199403 1 001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Yang menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis
yang
berjudul:
PENDEKATAN
“PEMBELAJARAN
INKUIRI
IPA
TERBIMBING
MENGGUNAKAN
MELALUI
METODE
EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA (Studi pada Pembelajaran IPA Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II SMP N 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas dari plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdaapt plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010) 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapakan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 7 Agustus 2012 Yang Membuat Pernyataan,
commit to user
iv
Ika Candra Sayekti S831102025
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO 1.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum jika mereka tidak mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. ArRa’du:11)
2.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhan-Mulah hendaknya kamu berharap (QS. Al Insyirah : 6-8)
3.
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan.(Hadits)
4.
Always do your best, what you plant now you will harvest later. ( Penulis )
5.
Jangan kau sia-siakan waktu yang terus berjalan karena keberhasilan tidak datang menghampirimu
tetapi kamulah
yang harus
mencari dan
mendapatkannya. Karena sesungguhnya semua usaha itu membutuhkan pengorbanan. (Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Tesis ini dipersembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibu tersayang di rumah, terima kasih atas doa, semangat, dan kepercayaan yang diberikan selama ini. 2. Adik-adikku tersayang (Fajar Dwi Pramuditya dan Aria Widhi Baskara) 3. Fahrizal Eko Setiono, terima kasih atas doa, semangat dan dukungannya selama ini. 4. Teman-teman Kos Arifah 5. Teman seperjuangan commit to user 6. Almamater
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahanrahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S.,selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si., selaku Sekretaris Program Pendidikan Sains, Program PascasarjanaUniversitas Sebelas Maret Surakarta dan sekaligus selaku pembimbing I, terima kasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan Tesis ini.
4.
Dra.Suparmi,
M.A.,
Ph.D.,
selaku
pembimbing
IIterimakasih
atas
bimbingannya dalam menyelesaikan Tesis ini. 5.
Dra. Rini Budiharti, M.Pd., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas waktu, kesempatan, dan kerjasamanya.
6.
Elvin Yusliana, M.Pd., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas waktu, kesempatan, dan kerjasamanya. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id
Segenap guru dan karyawan SMP N 14 Surakarta, teruntuk Bapak Lis, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
8.
Siswa kelas VIIISMPN 14 Surakarta, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
9.
Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a restu dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
10. Adikku tercinta yang senantiasa menjadi motivator. 11. Teman seperjuangan di Pendidikan Sains Minat Utama Fisika UNS.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih banyak kekurangan. Namun demikian besar harapan penulis semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Amin.
Surakarta,
Penulis
commit to user
viii
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ika Candra Sayekti. 2012. Pembelajaran IPA Menggunakan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa (Pembelajaran IPA Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II SMP N 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012). TESIS. Pembimbing I: Dr. Sarwanto, M.Si., II: Dra. Suparmi, M.A.,Ph.D. Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK IPA adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses yang menggunakan metode ilmiah. Namun, dewasa ini pembelajaran IPA belum dilaksanakan melalui metode yang menggunakan proses dan belum melibatkan siswa secara aktif untuk melakukan proses IPA dalam perolehan konsep IPA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan interaksi antara pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi, kemampuan analisis, dan sikap ilmiah erhadap prestasi belajar IPA siswa. Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dan dilaksanakan di SMP N 14 Surakarta. Populasi semua siswa kelas VIII Tahun Ajaran 2011/2012 terdiri dari 6 kelas. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Sampel sebanyak 2 kelas, kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen I mendapatkan perlakuan pembelajaran melalui metode eksperimen dan kelas VIIID sebagai kelas eksperimen II melalui metode demonstrasi. Pengambilan data melalui teknik tes untuk prestasi kognitif dan kemampuan analisis, angket untuk prestasi afektif dan sikap ilmiah, dan observasi untuk prestasi afektif. Teknik analisis data melalui anava tiga jalan dengan desain fatorial 2X2X2, dilanjutkan uji lanjut metode Scheffe. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: (1) tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa; (2) tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA; (3) ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA; (4) tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA; (5) tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar pada aspek kognitif, namun ada interaksi terhadap prestasi belajar pada aspek afektif; (6) tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA; (7) tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA. Kata kunci: inkuiri terbimbing, eksperimen, demonstrasi, kemampuan analisis, commit to user sikap ilmiah
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ika Candra Sayekti. 2012. Science Learning by Using Guided Inquiry Approach Through Experiment and Demonstration Methods Over Viewed From Students’ Analytical Skill And Scientific Attitudes (Study of Science Learning on Sound Topic 8th Grade Semester II SMP N 14 Surakarta Academic Year 2011/2012). A THESIS. Advisor I: Dr. Sarwanto, M.Si., II: Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. Science Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret University. ABSTRACT Science is a body knowledge formed by process through scientific method.Yet nowadays teachers still use didactic teaching by telling without giving emphasis on process to acquire knowledge.The learning process asked students to memorize information not how to find them an understanding that science wasboth a product, process, and attitude. The aims of the research were to know the effect among guided inquiry approach through experiment and demonstration methods, analytical skill, and scientific attitude and their interaction toward students’ achievement in science. The research used quasi experimental method and it was conducted at SMPN 14 Surakarta. The population was all of eighth grade in the academic year of 2011/2012 consisting of 6 classes. The sample was taken using cluster random sampling consisted of 2 classes, VIIIB as experiment learnt by experiment method and VIIID as experiment II learnt by demonstration method. The data was collected using test for cognitive achievement and analytical skill, questionnaire for scientific attitude and affective achievement, and observation sheet for affective achievement. The data was analyzed using Anova with 2X2X2 factor design and continued using Scheffe’. The result of the research showed that: (1) there was no effect of guided inquiry usage through experiment and demonstration method toward students’ achievement; (2) there was no effect of high and low of analytical skill toward students’ achievement; (3) there was effect of high and low of scientific attitudes toward students achievement; (4) there was no interaction between guided inquiry usage through experiment and demonstration method and analytical skill toward students’ achievement; (5)there was interaction between guided inquiry usage through experiment and demonstration approach and scientific attitude toward students’ achievement affective domain but there was no effect in cognitive one; (6) there was no interaction between analytical skill and scientific attitude toward students’ achievement; (7) there was no interaction among guided inquiry approach through experiment and demonstration methods, analytical skill, and scientific attitude toward students’ achievement. Keywords: guided inquiry, experiment, demonstration, analytical skill, scientific attitude
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................
iv
MOTTO…………………………………………………………………….
v
PERSEMBAHAN………………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vii
ABSTRAK....................................................................................................
ix
ABSTRACT....................................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
xx
BAB I PENDAHULUAN………………..……………………………....
1
A. Latar Belakang Masalah…………...……………………….....
1
B. Identifikasi Masalah………….…………...…………………...
12
C. Pembatasan Masalah ……….…………………...………….....
14
D. Rumusan Masalah………………………………………..........
14
E. Tujuan Penelitian ……………………………………...……...
15
F. Manfaat Penelitian……………………………………..……...
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….
18
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Kajian Teori……………………………………………...….
18
1. Pembelajaran IPA…………...…………………………..
18
2. Hakikat Belajar…….........................................................
24
3. Hakikat Mengajar.............................................................
40
4. Pendekatan Inkuiri Terbimbing.…..................................
42
5. Metode Pembelajaran …………..………..……………..
50
6. Metode Eksperimen…………………………………….
51
7. Metode Demonstrasi……………………………………
53
8. Kemampuan Analisis......…………………………….....
55
9. Sikap Ilmiah……...……………………………………..
58
10. Prestasi Belajar………………………………………….
60
11. Pokok Bahasan Bunyi......................................................
68
B. Penelitian yang Relevan .........................................................
96
C. Kerangka Berpikir………..……………………………….....
102
D. Hipotesis………………………………………......................
109
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………....
111
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………....
111
1. Tempat Penelitian ………………………………………
111
2. Waktu Penelitian ………………………………………..
111
B. Jenis Penelitian …………………………………………..
112
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ..........…………..
114
1. Populasi.......………………………………......................
114
2. Teknik Pengambilan Sampel............................................ commit to user
114
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Variabel Penelitian..................................................................
115
1.
Varibel Bebas…...……………………………................
115
2.
Variabel Moderator……………………………………..
116
3.
Variabel Terikat…………………………………………
117
E. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
117
1. Teknik Tes……………………………………………….
117
2. Teknik Angket…………………………………………...
118
3. Teknik Observasi…………………………………………
118
F. Instrumen Penelitian ……………………………………......
119
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian......................................
119
2. Instumen Pengambilan Data.............................................
119
G. Teknik Analisis Data ………………………………..............
127
1. Uji Prasyarat Analisis.........................................................
127
2. Pengujuan Hipotesis .........................................................
130
3. Uji Lanjut………………………………………………
133
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….……………....
134
A. Deskripsi Data……………………………………………….
134
1. Data Kemampuan Analisis Siswa………………………...
134
2. Data Sikap Ilmiah Siswa………………………………….
135
3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa……………………..
136
4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa………………………
140
B. Pengujian Prasyarat Analisis………………………………...
143
1. Uji Normalitas…………………………………………… commit to user
143
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Uji Homogentitas…………………………………………
144
C. Pengujian Hipotesis………………………………………….
144
1. Uji Anava…………………………………………………
144
2. Uji Lanjut…………………………………………………
150
D. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………...
151
1. Hipotesis Pertama………………………………………...
151
2. Hipotesis Kedua…………………………………………..
154
3. Hipotesis Ketiga…………………………………………..
156
4. Hipotesis Keempat………………………………………
158
5. Hipotesis Kelima…………………………………………
159
6. Hipotesis Keenam………………………………………...
161
7. Hipotesis Ketujuh………………………………………...
163
E. Keterbatasan Penelitian…………………………………… BAB VSIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN……………………....
164 166
A. Simpulan……………………………………………………..
166
B. Implikasi……………………………………………………..
168
C. Saran…………………………………………………….…...
169
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
172
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................
177
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel No Tabel 2.1.
Halaman Hal Piaget Functional Model and the Learning Cycle Approach…………………………………………………...
Tabel 2.2.
35
Kebutuhan Kemampuan Dasar untuk Melakukan Inkuiri Ilmiah dari Beberapa Tingkatan…...……………………….
45
Tabel 2.3.
Komponen Penting dalam Inkuiri Kelas…………………...
46
Tabel 2.4.
Komponen Pembelajaran Inkuiri…………………………
48
Tabel 2.5.
Kemampuan Analisis Siswa………………………………..
56
Tabel 2.6.
Kecepatan Bunyi dalam Berbagai Medium...........................
79
Tabel 2.7.
Taraf Intensitas Beberapa Sumber Bunyi…………………..
83
Tabel 2.8.
Deretan Nada dan Perbandingan Frekuensinya…………….
85
Tabel 3.1.
Jadwal Kegiatan Penelitian…………………………………
112
Tabel 3.2.
Desain Faktorial….………..………………………………..
113
Tabel 3.3.
Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif…………….
123
Tabel 3.4.
Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis....
123
Tabel 3.5.
Keadaan Angket Kemampuan Afektif Siswa………………
126
Tabel 3.6.
Keadaan Angket Sikap Ilmiah Siswa………………………
126
Tabel 4.1
Deskripsi Data Kemampuan Analisis Siswa……………….
135
Tabel 4.2.
Deskripsi Frekuensi Kemampuan Analisis Siswa………….
135
Tabel 4.3.
Deskripsi Data Sikap Ilmiah Siswa………………………...
136
Tabel 4.4.
Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa…………………..
136
Tabel 4.5.
Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif IPA Siswa… commit to user
137
xv
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.6.(a)
digilib.uns.ac.id
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran………………...…………………….
Tabel 4.6.(b)
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Analisis……………………..………………...
Tabel 4.6.(c)
139
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis…...……...
Tabel 4.6.(f)
139
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Sikap Ilmiah……….…………...
Tabel 4.6.(g)
138
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran………………...
Tabel 4.6.(e)
138
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap Ilmiah……………………………………………………….
Tabel 4.6.(d)
138
139
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah …………………...…………………...…………….
139
Tabel 4.7.
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Afektif Siswa..
140
Tabel 4.8.(a)
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran………………...……………………………..
Tabel 4.8.(b)
Data Sebaran
Prestasi Belajar Afektif
Berdasarkan
Kemampuan Analisis……………………..………………... Tabel 4.8.(c)
141
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap Ilmiah……………………………………………………….
Tabel 4.8.(d)
141
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode commit to user
xvi
141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembelajaran dan Kemampuan Analisis…...……... Tabel 4.8.(e)
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Sikap Ilmiah……….…………...
Tabel 4.8.(f)
Data Sebaran
Prestasi Belajar Afektif
142
Berdasarkan
Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah …………………... Tabel 4.8.(g)
142
142
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah…...
142
Tabel 4.9.
Rangkuman Uji Normalitas………………………………...
143
Tabel 4.10.
Rangkuman Uji Homogenitas……………………………...
144
Tabel 4.11.
Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian……………………….
144
Tabel 4.12.
Rangkuman Uji Lajut Scheffe’ pada Metode Pembelajaran-
Tabel 4.13.
Sikap Ilmiah terhadap Prestasi Belajar Afektif……………
commit to user
xvii
151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Hal
Gambar No Gambar 2.1.
Terdengarnya Bunyi.........................................................
72
Gambar 2.2.
Gaya Pada Elemen Tali………………………………..
75
Gambar 2.3.
Perambatan Gelombang Longitudinal Melalui Tabung Berisi Gas………………………………………………..
80
Gambar 2.4.
Amplitudo Perpindahan…………………………………
81
Gambar 2.5.
Piston yang berosilasi memberikan energi ke udara di dalam tabung…………………………………………….
82
Gambar 2.6.
Resonansi Pada Garputala……………………………...
87
Gambar 2.7.
Resonansi Pada Ayunan Bandul……..………………...
87
Gambar 2.8.
Resonansi Kolom Udara….…….………………………
88
Gambar 2.9.
Hukum Pemantulan Bunyi………………………..…...
89
Gambar 2.10.
a. Pemanfaatan Gelombang Bunyi oleh Nelayan b. Skema Pemantulan Bunyi untuk Mengukur Kedalaman Laut……………………………………………………..
90
Gambar 2.11.
Interferensi Gelombang Bunyi pada Speaker…………
92
Gambar 2.12.
Efek Doppler dan Panjang Gelombang…………………
93
Gambar 2.13.
Pipa Organa Terbuka……………………………………
95
Gambar 2.14.
Pipa Organa Tertutup……………………………………
96
Gambar 4.1
(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif IPA Siswa Kelas Eksperimen…………………. commit to user
xviii
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif IPA Siswa Kelas Kontrol…...………………. Gambar 4.2
138
(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelas Eksperimen………………………..
140
(b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelas Eksperimen………………………..
commit to user
xix
140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran No.
Halaman
Lampiran 1.
Lembar Validasi Instrumen Penelitian..........................
177
Lampiran 2.
Silabus Satuan Pelajaran...............................................
270
Lampiran 3.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.............................
277
Lampiran 4.
Lembar Kerja Siswa....................................................
318
Lampiran 5
Kisi-Kisi penulisan Soal Uji CobaInstrumen Tes
.
Kognitif........................................................................
370
Lampiran 6.
Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif..................
372
Lampiran 7.
Lembar Jawab Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif.........................................................................
Lampiran 8.
382
Kunci Jawaban Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif.........................................................................
383
Lampiran 9.
Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif...
384
Lampiran10.
Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Kognitif...................
389
Lampiran 11.
Instrumen Kemampuan Kognitif..................................
391
Lampiran 12.
Lembar Jawab Instrumen Kemampuan Kognitif.........
399
Lampiran 13.
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Kognitif........
400
Lampiran 14.
Kisi-Kisi Angket Uji Coba Kemampuan Afektif.........
401
Lampiran 15.
Instrumen Angket Uji Coba Kemampuan Afektif........
403
Lampiran 16.
Pedoman Penskoran Instrumen Angket Uji Coba
Lampiran 17.
Kemampuan Afektif......................................................
406
Analisis Angket Uji Coba Kemampuan Afektif.......... commit to user
407
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 18.
Kisi-Kisi Angket Kemampuan Afektif........................
409
Lampiran 19.
Instrumen Angket Kemampuan Afektif........ ...............
410
Lampiran 20.
Penskoran Angket Kemampuan Afektif.. ...................
414
Lampiran 21.
Pedoman Observasi Afektif (Aktivitas)Siswa……....
415
Lampiran 22.
Lembar Observasi Penilaian Afektif (Aktivitas) Siswa
416
Lampiran 23.
Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis...
417
Lampiran 24
Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis..................
418
Lampiran 25.
Lembar Jawab Uji Coba Kemampuan Analisis............
427
Lampiran 26.
Kunci Jawab Uji Coba Kemampuan Analisis...............
428
Lampiran 27.
Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis.....
429
Lampiran 28.
Kisi-KisiInstrumen Kemampuan Analisis...................
430
Lampiran 29.
Instrumen Kemampuan Analisis..................................
431
Lampiran 30.
Lembar Jawab Instrumen Kemampuan Analisis..........
439
Lampiran 31.
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Analisis........
440
Lampiran 32.
Kisi-KisiInstrumenAngket Uji CobaSikap Ilmiah.....
441
Lampiran 33.
Instrumen Angket Uji Coba Sikap Ilmiah....................
442
Lampiran 34.
Pedoman Penskoran Instrumen Angket Uji Coba Sikap Ilmiah..................................................................
446
Lampiran 35.
Analisis Instrumen Angket Uji Coba Sikap Ilmiah.......
447
Lampiran 36.
Kisi-Kisi Instrumen Angket Sikap Ilmiah....................
449
Lampiran 37.
Instrumen Angket Sikap Ilmiah....................................
450
Lampiran 38.
Pedoman Penskoran Instrumen Angket Sikap Ilmiah..
454
Lampiran 39.
Data Induk Penelitan..................................................... commit to user
455
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 40.
Uji Normalitas...............................................................
457
Lampiran 41.
Uji Homogenitas...........................................................
458
Lampiran 42.
Uji Hipotesis..................................................................
459
Lampiran 43.
Uji Lanjut .....................................................................
460
Lampiran 44.
Lembar Perijinan...........................................................
461
commit to user
xxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu bangsa. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3, yang berbunyi: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Berdasarkan undang-undang tersebut, pendidikan memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang cakap dan berkarakter kuat. Namun, selama ini implementasi tujuan dan fungsi pendidikan sebagaimana amanah undang-undang tersebut belum sepenuhnya terealisasi. Hal tersebut disebabkan oleh pembangunan jati diri dan karakter bangsa yang semakin memudar akibat kurangnya keteladanan, pemberitaan media cetak dan elektronik yang tidak mendidik, serta pendidikan yang belum banyak memberi kontribusi optimal dalam pembentukan karakter pesera didik. Kenyataan ini menunjukkan lemahnya sikap, nilai dan moral siswa sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Sebagai contohnya tawuran antar pelajar yang merusak citra pelajar berprestasi lain. Untuk itu diperlukan kontribusi dari berbagai pihak khususnya pendidikan agar terbentuk manusia Indonesia yang berkarakter kuat dan cerdas sesuai harapan commit to user yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional. 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 Dalam upaya mendukung tujuan tersebut, perlu ditanamkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran ke dalam diri siswa yang bertujuan antara lain untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik. Adanya pembentukan karakter dan sikap yang baik dari siswa akan dapat membangun kehidupan bangsa yang lebih berhasil. Karena keberhasilan suatu bangsa dapat dicerminkan melalui kualitas sumber daya manusia di dalamya. Berdasarkan data yang dicatat Badan Pusat Statistik dan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional dalam Uliyati (2005) menunjukkan bahwa data tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih rendah yakni 61% penduduk Indonesia di atas 15 tahun hanya berpendidikan SD ke bawah. Selain itu angka partisipasi sekolah penduduk belum sesuai dengan yang diharapkan karena 19% penduduk usia sekolah tidak mengenyam bangku pendidikan. Angka-angka pada kutipan di atas
mengindikasikan
masih
rendahnya
kesadaran
masyarakat
terhadap
pendidikan yang berakibat pada rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Melihat kenyataan ini, maka pendidikan harus mendapat perhatian dan penanganan yang lebih baik dari semua pihak sehingga dapat memperoleh hasil yang diharapkan. Adapun berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2008 yang memuat angka indeks kualitas sumber daya manusia (Human Development Index-HDI) dari 176 negara di dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-102 (http://en.wikipedia.org/wiki/Education_Index). Hasil survey lainnya yaitu TIMSS (Trends in International Mathematics and commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 Science Study) tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat 26 dari 39 negara dengan nilai 427, padahal skor rata-rata internasional adalah 500. Kedua hasil survey tersebut menjadi indikator rendahnya kondisi dan kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari TIMSS kemampuan sampel dari siswa Indonesia belum memiliki kapabilitas yang cukup baik untuk memecahkan masalah ranah kognitif tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor kurikulum, guru, siswa, atau mungkin faktor lain yang terlibat dalam proses pembelajaran. Pada umumnya sekolah di Indonesia menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). “KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan” (BSNP, 2006: 3). KTSP merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan khususnya bagi guru dan kepala sekolah. Guru memegang peranan penting dalam menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, tidak hanya secara tertulis yang tertuang dalam silabus maupun RPP tetapi juga dalam hal pelaksanaan pembelajaran siswa di kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 236). Tapi pada kenyataannya masih ada guru di sekolah yang menyelenggarakan proses pembelajaran tidak terencana, tidak terarah, dan tidak terprogram. Fisika sebagai cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga meliputi metode ilmiah dan sikap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 ilmiah. NSES (2009) dalam Holmes (2011) menyatakan bahwa pembelajaran IPA adalah yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan kepada siswa. Pembelajaran
IPA
memberikan
kesempatan
siswa
untuk
mendeskripsikan objek dan kejadian, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, mengkonstruk penjelasan dari fenomena alam, menguji penjelasan dengan berbagai cara dan mengkomunikasikannya kepada orang lain. Jadi pengetahuan IPA diperoleh melalui proses dengan menggunakan metode ilmiah dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman belajar misalnya melalui membaca, diskusi, melakukan percobaan, membuat rangkuman, dan mengamati fenomena alam sehingga siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran.
Namun,
masih
ada
sekolah
yang
melaksanakan
proses
pembelajaran hanya dengan sekedar transver pengetahuan dari guru ke siswa tanpa melibatkan siswa secara aktif untuk melakukan proses IPA dalam perolehan konsep IPA. Jadi, guru belum memperhatikan karakteristik IPA. Untuk dapat melangsungkan pembelajaran yang memenuhi karekteristik IPA diperlukan suatu pendekatan dan metode tertentu. Semua pendekatan dan metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Namun, tidak semua pendekatan dan metode pembelajaran dapat digunakan untuk membelajarkan IPA. Pendekatan pembelajaran yang dapat dipilih dalam pembelajaran IPA harus mampu mengungkap karekteristik IPA itu sendiri. Pendekatan yang dapat digunakan antara lain pendekatan: quantum learning, keterampilan proses, inkuiri terbimbing, inkuiri termodifikasi, inkuiri bebas, Contextual Teaching and Learning (CTL). Adapun metode pembelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA antara lain metode: eksperimen, demonstrasi, diskusi. Di SMP 14 Surakarta, pemilihan pendekatan belum menyesuaikan karakteristik IPA karena siswa lebih sering mendengarkan dan mencatat tanpa dilibatkan langsung memperoleh konsepnya sendiri. Jika pembelajaran dilakukan seperti itu, maka siswa pasif karena keterlibatannya kurang dan siswa akan cenderung belajar secara hafalan tanpa memiliki keterampilan belajar. Hal ini sejalan dengan pemikiran Sanjaya (2009: xiii) bahwa masih ada proses pembelajaran di dalam kelas yang diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi serta dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Melihat kenyataan tersebut, berarti pembelajaran belum dijalankan sesuai dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak menyukai Fisika dan menjadikan Fisika sebagai mata pelajaran yang susah untuk dipelajari (Naim, 2009). Hal tersebut menyebabkan sebagian besar siswa memperoleh nilai IPA masih rendah. Sehingga diperlukan upaya untuk memperbaiki opini umum masyarakat terutama siswa bahwa IPA itu sulit dan menjadikan IPA terutama Fisika sebagai salah satu pelajaran yang menyenangkan dan dinantikan. Untuk itu dipilih pendekatan inkuiri terbimbing yang sesuai dengan pembelajaran IPA. Pendekatan inkuri terbimbing menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar tidak lagi sebagai objek belajar yang hanya menerima pengetahuan dari guru. Selain itu inkuiri terbimbing mermberikan kesempatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 berpikir bagi siwa dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan metode ilmiah dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa. Pendekatan inkuiri serta metode eksperimen dan demonstrasi ini sejalan dengan teori belajar penemuan yang dikemukakan oleh Bruner. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik (Dahar, 1989: 103). Jadi siswa diharapkan terlibat aktif dalam pembelajaran melalui proses mentalnya sendiri dengan melakukan kegitan-kegiatan yang berorientasi ilmiah. Sehingga perolehan pengetahuan yang berupa konsep IPA diperoleh melalui proses bukan lagi melalui hafalan. Materi pelajaran IPA (Fisika) kelas VIII SMP semester II meliputi: Getaran dan Gelombang; Bunyi; dan Cahaya yang belum sepenuhnya diajarkan sesuai dengan karakteristik materinya. Pemilihan pendekatan maupun metode pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik materi itu sendiri. Jadi guru tidak boleh sembarang memilih pendekatan dan metode pembelajaran untuk menyampaikan materi kepada siswa. Materi yang dipilih dalam penelitian adalah Bunyi. Karena pada tahun sebelumnya, rata-rata nilai ulangan siswa masih di bawah KKM, yaitu 62,54. Materi Bunyi dapat diamati secara langsung baik melalui percobaan maupun pengamatan dalam gejala alam sehari-hari. Berkaitan dengan karakteristik tersebut maka metode yang dipilih adalah metode eksperimen dan metode demonstrasi. Melalui metode tersebut siswa diharapkan berpartisipasi dalam proses penemuan konsep. Penemuan yang baik dilandasi dengan sikap ilmiah yang baik dan diperlukan juga kemampuan siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 menganalisis fenomena Bunyi yang ditampilkan. Dengan demikian, siswa aktif menemukan konsep-konsep IPA untuk memperoleh pengalaman. Belajar penemuan ini sejalan dengan teori belajar penemuan oleh Jerome S. Bruner. Proses pembelajaran melalui metode eksperimen dan demonstrasi ini dapat dilakukan menggunakan laboratorium riil maupun laboratorium virtual. Laboratorium riil adalah laboratorium tempat khusus yang dilengkapi dengan alatalat dan bahan-bahan riil untuk melakukan percobaan. Jika alat atau bahan yang dibutuhkan tidak atau belum tersedia maka dapat dipilih laboratorium virtual dengan memanfaatkan media pembelajaran yang mendukung, seperti animasi pembelajaran. Sebagian besar sekolah sudah memiliki fasilitas cukup memadai. Namun, sarana dan media yang sudah ada belum dimanfaatkan secara optimal. Sehingga diupayakan pemanfaatan untuk menunjang proses belajar agar memperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Pemilihan materi Bunyi yang dapat diamati dan dieksperimenkan diharapkan sejalan dengan bentuk pengetahuan menurut teori Piaget. Bunyi merupakan materi yang dapat diperoleh melalui pengamatan secara fisik yang dapat dilakukan dengan eksperimen (physical knowledge) yang dilakukan secara berkelompok yang di dalamnya memerlukan kemampuan kerjasama baik antarsiswa maupun siswa dengan guru (social knowledge) dan dalam konten materi di dalamnya terdapat suatu persamaan matematis yang berbentuk kemampuan matematis (logico-mathematical knowledge). Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, di SD siswa pernah memperoleh materi tentang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 Bunyi. Perbedaannya terletak pada standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kata kerja operasional yang digunakan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar di SMP lebih tinggi daripada SD serta bahasan di SMP lebih luas. Sehingga diharapkan siswa dapat mengkaitkan antara konsep yang telah diperoleh dengan konsep baru yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan teori yang sudah dicetuskan oleh Ausubel tentang belajar bermakna. Karena belajar bermakna mengkaitkan konsep baru atau informasi baru terhadap konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Pemilihan pendekatan inkuiri dan metode pembelajaran eksperimen dan demonstrasi diharapkan
membantu siswa mencapai keberhasilan
proses
pembelajaran dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Namun, kenyataan di lapangan masih banyak guru yang menggunakan pola mengajar yang tradisional yaitu hanya mengajar menggunakan metoda ceramah dan bersifat satu arah (guru bicara, siswa mendengar) (Susanto, 2006). Kenyataan
ini
mengindikasikan bahwa kebanyakan guru mengajar di kelas dengan cara yang sama dan menggunakan cara yang monoton. Siswa hanya dijelaskan melalui ceramah dan jarang memfasilitasi siswa dengan percobaan untuk melatih proses berpikir siswa (Suardana, 2007). Hal ini menegaskan bahwa siswa menerima pelajaran hanya secara
teori. Siwa tidak diberikan kesempatan untuk
mengembangkan potensi dalam aspek lain sehingga pengembangan proses berpikir, sikap ilmiah dan keterampilan secara psikomotor siswa menjadi terbatas. Guru sebagai perancang dan pihak yang terlibat langsung dalam pembelajaran harus mampu mendesain pembelajaran sehingga dapat memberi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 kesempatan peserta didik untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Guru juga berperan membantu siswa dalam upaya pencapaian prestasi belajar yang optimal dan dapat memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya. “Guru, siswa, sarana, media yang tersedia serta lingkungan belajar di sekolah merupakan faktor terkait yang mempengaruhi proses pembelajaran dan selanjutnya akan menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan” (Sanjaya, 2009). Berdasarkan hal tersebut tidaklah mudah bagi guru untuk menciptakan suatu proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang mampu mengakomodasi keperluan seluruh siswa di dalamnya. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, ada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/ kondisi siswa baik secara jasmani maupun rohani misalnya sikap terhadap belajar, motivasi belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi, kreativitas, dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar siswa, yang meliputi: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, faktor sekolah seperti pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, guru, sarana, dan faktor masyarakat. Namun, di lapangan masih ada guru yang kurang memperhatikan faktor internal siswa yang sedang belajar. Kebanyakan orang memandang keberhasilan siswa dari segi hasil, yang ditunjukkan dengan nilai akhir siswa setelah mengikuti suatu ulangan, yang hanya mengindikasikan kemampuan kognitif produk siswa tanpa memperhatikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 penilaian afektif dan psikomotorik siswa. Guru pun masih mengabaikan penilaian dalam kedua aspek ini. Padahal ada banyak faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar untuk mencapai keberhasilan yang justru tidak begitu diperhatikan. Dampak yang terjadi, lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang kurang memiliki sikap positif sesuai dengan nilai yang berlaku dan kurang terampil untuk menjalani kehidupan dalam masyarakat lingkungaannya (Zakaria, 2008: 9). Slamet dalam Pardjono (2009) menyatakan bahwa “tingkat kecakapan berpikir
seseorang
akan
berpengaruh
terhadap
kesuksesan
hidupnya.”
Berdasarkan hal tersebut, guru di sekolah perlu menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengembangkan keterampilan berpikir yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang ada. Keterampilan kognitif Bloom yang direvisi bersifat dua dimensi. Salah satu dimensinya yaitu dimensi proses kognitif (cara berpikir) berisi enam kategori yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Berpikir tingkat tinggi terkait dengan kemampuan mengambil keputusan dan mengkonstruksi formulasi masalah, bersifat nonalgoritmik dan berakhir dengan berbagai solusi dan kriteria. Di sekolah metode ceramah yang biasa digunakan guru dalam pembelajaran tidak akan mampu membentuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kreativitas (Pardjono, 2009: 259). Aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi yang diamati adalah kemampuan analisis siswa. Faktor lain yang berpengaruh pada keberhasilan proses belajar adalah sikap ilmiah siswa. Sikap ilmiah siswa berbeda-beda. Hal ini terjadi karena setiap siswa mempunyai ketertarikan yang berbeda terhadap suatu pelajaran. Sikap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 ilmiah merupakan sikap-sikap yang melandasi proses IPA, antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya. Dewasa ini sikap ilmiah menjadi hal yang semakin langka. Contohnya disiplin, disiplin diri merupakan salah satu aspek utama bagi siswa dalam upaya mengembangkan pemahaman diri sesuai kecakapan, minat, pribadi, dan hasil belajar, mewujudkan peserta didik berperilaku baik dan berprestasi dan menaati tata tertib sekolah (Rachmawati, 2011:1). Meskipun demikian, fakta yang terjadi di lapangan tak seindah harapan. Tata tertib sekolah tertulis jelas tetapi masih banyak siswa yang melanggarnya. Pelanggaran tersebut antara lain: terlambat masuk sekolah; tidak mengenakan atribut sekolah lengkap; membawa rokok dan merokok di lingkungan sekolah; serta adanya perkelahian dan tawuran. Tak hanya itu, sikap jujur pun kini menjadi sangat mahal. Mulai dari lingkungan kelas. Masih ada siswa yang mencontek saat ulangan, hal ini menunjukkan sikap ketidakpercayaan pada diri sendiri terhadap kemampuan yang dimiliki. Tak hanya siswa, bahkan menurut Listyarti, guru dan oknum terkait melakukan kecurangan saat pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Berbagai cara dilakukan meskipun tidak jujur. Lagi-lagi hasil menjadi lebih diutamakan daripada proses, maka segala cara ditempuh untuk dapat meluluskan siswa. Akibatnya siswa enggan bekerja keras untuk menjadi lebih baik. Sikapsikap dapat dihindari dengan penanaman sikap ilmiah. Hal tersebut dapat ditanamkan sejak dini. Namun, sikap ilmiah tidak begitu diperhatikan oleh orang tua, bahkan guru di sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 Dengan adanya sikap ilmiah yang baik dan kemampuan analisis yang baik diharapkan dapat mewujudkan prestasi belajar yang baik pula. Namun, kedua aspek ini kurang diamati oleh guru di dalam kelas. Bahkan guru hampir tidak memperhatikan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa sebagai faktor yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Implementasi tujuan dan fungsi pendidikan sebagaimana amanah undangundang belum sepenuhnya terealisasi. 2. Pembangunan jati diri dan karakter bangsa semakin memudar, yang disebabkan antara lain: kurangnya keteladanan, pemberitaan media cetak dan elektronik yang tidak mendidik, pendidikan yang belum banyak memberi kontribusi optimal dalam pembentukan karakter pesera didik, dan lain-lain yang mengakibatkan keberhasilan bangsa masih rendah. 3. Kualitas pendidikan Indonesia masih rendah diindikasikan oleh hasil survey HDI, TIMSS, BPS dan Susenas. 4. Guru belum menggunakan pendekatan dan metode secara variatif untuk pemebelajaran IPA di sekolah. 5. Pemilihan pendekatan dam metode pembelajaran belum disesuaikan dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Masih banyak guru yang menggunakan pola mengajar yang tradisional yaitu hanya mengajar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 menggunakan metoda ceramah dan bersifat satu arah (guru bicara, siswa mendengar). 6. Masih adanya proses pembelajaran di dalam kelas yang diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi serta dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari 7. Kebanyakan siswa tidak menyukai IPA dan menjadikan IPA sebagai mata pelajaran yang susah untuk dipelajari. Selain itu adapula yang menganggap bahwa pelajaran Fisika menjadi pelajaran yang tidak menarik, tidak menyenangkan, bahkan dibenci yang berakibat rendahnya prestasi belajar siswa. 8. Belum diperhatikannya faktor eksternal dan internal yang menjadi faktor terkait yang mempengaruhi proses pembelajaran dan selanjutnya akan menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan. 9. Guru cenderung hanya menekankan prestasi belajar pada aspek kognitif saja. Aspek afektif dan psikomotorik yang mempengaruhi siswa dalam belajar untuk mencapai keberhasilan yang justru belum diperhatikan. 10. Aspek kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa kurang diamati dan diperhatikan oleh guru di dalam kelas, padahal aspek tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 11. Materi pelajaran IPA (Fisika) kelas VIII SMP semester II meliputi: Getaran dan Gelombang; Bunyi; dan Cahaya yang belum diajarkan sesuai dengan karakterisitik materi.
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat mencapai sasaran, maka penulis membatasi permasalahan penelitian ini pada : 1. Pembelajaran IPA dilakukan dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing. 2. Metode pembelajaran dilaksanakan melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi. 3. Kemampuan analisis siswa dibatasi pada komponen menginterpretasi informasi dan ide/gagasan, menganalisis dan mengevaluasi pendapat, Mengkonstruks pendapat untuk mendukung kesimpulan, memilih metodologi, mengintegrasi pengetahuan dan pengalaman, serta menyusun dan mendukung hipotesis. 4. Sikap ilmiah siswa dibatasi pada proses ilmiah yang mencakup sikap ingin tahu, jujur, disiplin, teliti, dan tanggung jawab. 5. Prestasi belajar siswa, meliputi aspek kognitif dan afektif. 6. Materi pelajaran dibatasi pada pokok bahasan Bunyi.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas maka commit to user perumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 1. Adakah pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa? 2. Adakah pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa? 3. Adakah pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa? 4. Adakah interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA? 5. Adakah interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA? 6. Adakah interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA? 7. Adakah interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA?
E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui: 1. pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 2. pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. 3. pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. 4. interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA. 5. Interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA. 6. interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA. 7. interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA.
F. Manfaat Penelitian Berdasarkan pada tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Menambah penelitian mengenai penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 b. Menambah penelitian mengenai kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa sebagai faktor pendukung pencapaian prestasi belajar IPA. c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan kepada guru IPA pada umumnya dan peneliti pada khususnya untuk mengembangkan pembelajaran IPA menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam upaya membentuk siswa aktif dan terampil dalam belajar. b. Memberikan
wawasan
pada
guru
perlunya
meningkatkan
pembelajaran di sekolah khususnya pada pengajaran IPA.
commit to user
mutu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pembelajaran IPA a. Hakikat Pembelajaran Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction merupakan istilah yang banyak digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Gagne dalam Sanjaya (2009: 102) dan Winataputra, dkk. (2008: 1.19), ”Instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated”. Berdasarkan kutipan ini pembelajaran merupakan kejadian atau perstiwa yang mempengaruhi peserta didik melalui suatu cara sedemikian sehingga proses pembelajaran terfasilitasi. Jadi menurut Gagne pembelajaran merujuk pada peristiwa guru merancang jalannya pembelajaran dan memberikan fasilitas untuk dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh siswa dalam mempelajari sesuatu. Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 dinyatakan bahwa, ”Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Menurut pendapat ini, dalam lingkungan sekolah pembelajaran diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara siswa sebagai perserta didik guru sebagai pendidik yang saling mempengaruhi satu sama lain dengan memanfaatkan segala sesuatu sebagai sumber belajar pada suatu lingkungan tempat siswa belajar”. Sagala (2009) commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
menyatakan pembelajaran merupakan setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Pengertian pembelajaran berdasarkan pendapat tersebut berarti keseluruhan proses dari perencanaan sampai dengan evaluasi yang secara sengaja dibuat, dirancang oleh guru untuk memfasilitasi siswa dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan belajar. Winatapura, dkk (2008) menyatakan, ”Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada peserta didik”. Dalam hal ini pembelajaran merupakan suatu proses untuk meningkatkan jumlah dan mutu belajar siswa. Adapun Dimyati dan Mudjiono (2006),
menyataan pembelajaran sebagai proses yang
diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran dirancang secara sengaja oleh guru untuk siswa agar dapat melakukan proses belajar dalam mencapai tujuan belajar yang meliputi pengetahuan (aspek kognitif), keterampilan (aspek psikomotorik), dan sikap (aspek afektif). Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah segala usaha sadar yang dirancang oleh guru untuk membuat siswa belajar untuk mencapai tujuan belajar. Tujuan belajar merupakan hasil belajar yang hendak dicapai oleh siswa setelah proses pembelajaran yaitu untuk mendapatkan pengetahuan
(aspek
kognitif), keterampilan commit to user
(aspek
psikomotorik),
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
pembentukan sikap (aspek afektif) melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi pada suatu lingkungan belajar. Terdapat
beberapa
faktor
yang
dapat
mempengaruhi
proses
pembelajaran. Sanjaya (2009), mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran. Pertama, faktor guru. Guru memegang peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Peran guru bagi siswa tidak dapat digantikan oleh perangkat lain karena siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang belajar tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas guru. Kedua, faktor siswa yang terdiri dari aspek latar belakang siswa dan faktor sifat yang dimiliki siswa. Aspek latar belakang siswa meliputi: jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dan lain-lain. Sedangkan faktor sifat yang dimiliki siswa meliputi: kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Setiap siswa merupakan individu yang unik, yang berbeda satu dari lainnya sehingga memiliki karakteristik, sifat, kemampuan, pengetahuan yang berbeda satu dengan yang lain yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran Ketiga, faktor sarana dan prasarana. Kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru dalam proses pembelajaran. Kelengkapan tersebut juga dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan siswa menentukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
pilihan dalam belajar alat dan media yang tersedia. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap akan mempermudah jalannya pembelajaran baik dari pihak guru maupun siswa. Dengan sarana dan prasarana yang lengkap diharapkan mampu meningkatkan kemauan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Fakor berikutnya adalah faktor lingkungan meliputi faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial psikologis. Faktor organisasi kelas meliputi jumlah siswa dalam satu kelas. Jumlah siswa dalam satu kelas seperti yang dianjurkan dalam Permen No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses bahwa jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar adalah 28 peserta didik untuk SD/MI dan 32 peserta didik untuk sekolah menengah. Adapun faktor iklim sosial psikologis dibedakan iklim sosial psikologis internal dan iklim sosial psikologis eksternal yang menyangkut keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Kelompok belajar dan lingkungan belajar yang baik akan memungkinkan iklim belajar menjadi kondusif dan tenang sehingga berdampak pada semangat belajar siswa. Apabila iklim belajar tidak tenang dan nyaman maka akan menghambat terjadinya proses pembelajaran di sekolah. b. Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau yang biasa disebut dengan sains (science) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah, mulai dari SD/ MI hingga SMA/ MA. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Dalam pengertian ini, science merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam dan perkembangannya tidak hanya ditunjukkan oleh fakta-fakta tapi juga timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Definisi Fisika tidak berbeda jauh dari definisi IPA, yang di dalamnya mencakup gejala-gejala alam. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut. Definisi Fisika menurut Jones dan Childers (1999) merupakan ilmu pengetahuan alam yang menggamarkan alam dasar dari alam semesta dan bagaimana interaksi terjadi di dalamnya dari penjelasan yang paling sederhana sampai yang beragam. Jadi, Fisika mempelajari fenomena alam yang dapat diamati dan dipelajari secara hirarki menurut urutan kompleksitas dari yang sederhana menuju ke keragaman yang kompleks. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadiankejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut yang bersifat fisik dan dapat dipelajari secara pengamatan dan eksperimen serta teori. Hasil-hasil Fisika diungkapkan dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. c. Pembelajaran IPA di SMP Berdasarkan struktur kurikulum (pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran) yang tercakup dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
tanggal 23 Mei 2006, tertulis bahwa “Kurikulum SMP/MTs meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan. Substansi mata pelajaran IPA SMP/MTs merupakan “IPA Terpadu””. Kenyataan yang terjadi di SMP N 14 Surakarta IPA belum diajarkan secara terintegrasi. Jadi, pelajaran Fisika berdiri sebagai bagian dari IPA. 1) Tujuan Pembelajaran IPA di SMP Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006, mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya; b) mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; c) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; d) melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi; e) meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam; f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; g) Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya Tujuan pembelajaran IPA berdasarkan peraturan menteri tersebut sangat baik. Melalui pembelajaran IPA diharapkan akan terbentuk rasa ingin tahu, sikap yang positif dari siswa; siswa dapat mengkaitkan ilmu yang diperoleh dengan fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari; memupuk sikap ilmiah; meningkatkan kesadaran terhadap kelestarian alam; dapat menguasai konsep dan prinsip IPA untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. 2) Ruang Lingkup IPAcommit SMP to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Bahan kajian IPA untuk SMP/MTs merupakan kelanjutan bahan kajian IPA SMP/ MTs meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a) makhluk hidup dan proses kehidupan; b) materi dan sifatnya; c) energi dan perubahannya; d) bumi dan alam semesta. Berdasarkan ruang lingkup bahan kajian IPA yang dipelajari di SMP, di dalamnya tercakup bahan kajian Fisika. Proses pembelajaran IPA Terpadu di sekolah yang digunakan dalam penelitian ini masih diajarkan secara terpisah, seperti misalnya IPA (Fisika), IPA (Biologi), dan IPA (Kimia). Sehingga, dalam penelitian hanya ditinjau dalam kajian Fisika. Di SMP N 14 Surakarta materi IPA masih disampaikan dengan ceramah. Untuk itu pada penelitian kali ini siswa akan diberikan pembelajaran Bunyi melalui eksperimen dan demonstrasi. 2. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar Belajar merupakan bagian paling fundamental dalam penyelenggaraan proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Keberhasilan siswa dalam suatu jenjang pendidikan sangat tergantung pada proses belajar yang dialaminya. Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya yang berhubungan dengan belajar. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang belajar. Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar, perlu dirumuskan secara jelas pengertian tentang belajar menurut pakar psikologi dan pakar pendidikan. Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Fajri dan Senja (2007) menyatakan bahwa, “belajar adalah usaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu keterampilan.” Berdasarkan pendapat tersebut jika seseorang melakukan usaha untuk memperoleh ilmu ataupun mendapatkan keterampilan baru maka dapat dikatakan proses belajar. Syah (2006) menyatakan, belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif dari diri siswa. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa belajar merupakan hasil pengalaman merupakan interaksi individu dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang dibentuk oleh individu itu sendiri dalam susunan kognitif yang dimilikinya. Sagala (2009) menyatakan, belajar merupakan proses terbentuknya tingkah laku baru yang disebabkan individu merespon lingkungannya melalui pengalaman pribadi. Menurut pendapat tersebut, belajar dihasilkan dari pengalaman dan interaksi individu terhadap lingkungannya yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang melalui suatu keterampilan baru yang diperoleh. Dengan demikian, untuk terjadinya proses belajar ada dua pihak yang terlibat, yaitu individu yang belajar dan lingkungan. Pengertian belajar yang lain diungkapkan oleh Bell-Gredler dalam Winataputra, dkk. (2008) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kompetensi, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
keterampilan dan sikap. Jadi belajar dalam hal ini diharapkan untuk memperoleh tiga ranah kemampuan yang diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang melibatkan interaksi antara individu yang belajar dengan lingkungan sehingga diperoleh suatu perubahan yang mencakup aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap), psikomotorik (keterampilan), serta aspek-aspek lain sebagai dampak pengiring dari pengalaman belajar yang dialami oleh individu yang diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan. b. Tujuan Belajar Proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, terutama di sekolah pada jam pelajaran. Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Siswa belajar karena didorong oleh keingintahuan dan kebutuhan yang tercipta karena adanya suatu tujuan dari belajar itu sendiri. Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting karena semua komponen dalam sistem pembelajaran ditujukan untuk mencapai tujuan belajar. Tujuan belajar adalah segala hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar penting bagi guru dan siswa. Sardiman (2004) merangkum tujuan belajar secara umum sebagai berikut: 1) untuk mendapatkan pengetahuan; 2) penanaman konsep dan keterampilan; dan 3) pembentukan sikap. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
memperoleh hasil belajar yang hendak dicapai oleh siswa setelah proses pembelajaran
yaitu
untuk
mendapatkan
pengetahuan
(aspek
kognitif),
keterampilan (aspek psikomotorik), dan pembentukan sikap (aspek afektif). c. Prinsip-Prinsip Belajar Prinsip belajar merupakan dasar-dasar dalam melakukan proses belajar. Ada berbagai prinsip yang dikemukakan oleh para ahli di bidang psikologi pendidikan yang diungkapkan oleh Sagala (2009) dapat dirangkum, antara lain: 1) Law of Effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respon terjadi dan diikuti dengan keadaan memuaskan; 2) Spread of Effect, yaitu reaksi emosional yang mengiringi kepuasan tidak terbatas kepada sumber utama pemberi kepuasan, tetapi kepuasan mendapat pengetahuan baru; 3) Law of Exercise, yaitu hubungan antara perangsang dan reaksi diperkuat dengan latihan dan penguasaan dan sebaliknya; 4) Law of Readiness, yaitu bila satuan-satuan dalam sistem syaraf telah siap berkonduksi, dan hubungan itu berlangsung, maka terjadinya hubungan itu akan memuaskan; 5) Law of Primacy, yaitu hasil belajar yang diperoleh melalui kesan pertama, akan sulit digoyahkan; 6) Law of Intensity, yaitu belajar memberi makna yang dalam apabila diupayakan melalui kegiatan yang dinamis; 7) Fenomena kejenuhan, yaitu ketika rentang waktu tertentu yang dipakai untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil; 8) Belongliness, yaitu keterkaitan bahan yang dipelajari pada situasi belajar, akan mempermudah berubahnya tingkah laku. Hasil belajar akan diperkuat apabila menumbuhkan rasa senang atau puas. Hasil belajar juga dapat lebih sempurna apabila sering diulang dan sering dilatih. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa prinsip-prinsip belajar akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Jadi semesta atau lingkungan yang mendukung akan membuat siswa terangsang dalam proses belajar sehingga hasil belajar siswa semakin baik. Belajar dialami oleh siswa yang sedang belajar untuk mencapai tujuan belajar. d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Siswa belajar untuk mencapai tujuan. Setiap siswa yang belajar memiliki sifat yang unik, artinya berbeda atara satu individu dengan individu yang lain. Perbedaan individual ini akan berpengaruh pada cara belajar maupun hasil belajar yang diperoleh. Tidak semua siswa yang belajar selalu mendapatkan hasil yang diharapkan, terkadang ada hal-hal yang bisa mengganggu siswa sehingga mengakibatkan kegagalan yang bisa menghambat kemajuan belajar. Kegagalan dan keberhasilan belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab. Susanto (2006) dan Slameto (2003) memiliki pendapat yang sama mengenai faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam proses belajar dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kondisi fisik seperti keterbatasan fisik, kondisi psikologis seperti kemampuan konsentrasi, faktor kelelahan, sedangkan faktor eksternal meliputi kondisi keluarga seperti kondisi rumah, faktor sekolah seperti metode pengajaran dan faktor masyarakat. Sejalan dengan pendapat di atas, Dimyati dan Mudjiono (2006), faktorfaktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua macam, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor dari dalam diri siswa dan faktor ekstern merupakan fakor dari luar diri siswa. Dari beberapa pendapat di atas, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar meliputi dua hal, yaitu faktor internal (faktor dari dalam siswa) dan faktor eksternal (faktor dari luar siswa). Faktor internal meliputi: sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, dan cita-cita siswa. Faktor eksternal belajar meliputi: guru sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum di sekolah. e. Teori Belajar Pada awal abad ke-20 berkembang pemikiran tentang belajar yang digali dari berbagai penelitian empiris. Terdapat berbagai macam teori belajar yang ada secara garis besar dibagi menjadi teori belajar behaviouristik, teori belajar kognitif, dan teori belajar sosial. Berdasarkan pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian, teori belajar yang mendasari adalah teori belajar kognitif. Teori belajar tersebut meliputi: teori penemuan oleh Bruner, teori belajar bermakna dari Ausubel, teori belajar perkembangan berpikir dari Piaget, dan teori peristiwa pembelajaran dari Robert Gagne. Ahli teori belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan tingkah laku yang tampak, malainkan sesuatu yang kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai dirinya. Penjelasan untuk masing-masing teori belajar adalah sebagai berikut: 1) Teori Belajar Menurut Jerome S. Bruner Teori belajar Jerome Bruner dikenal dengan teori belajar penemuan. Dasar pemikiran pandangan belajar ini memandang bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Oleh karena itu, yang terpenting dalam belajar adalah bagaimana cara seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi yang diterimanya secara aktif. Bruner memberi perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterima itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan berpikir pada siswa. Menurut Bruner pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif, yaitu: a) Proses perolehan informasi baru, dapat terjadi malalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengar/ melihat audiovisual, dan lain-lain; b) Proses mentransformasikan informasi yang diterima merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan; c) Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi yang telah diterima, agar dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari (Winataputra, 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Pembelajaran dengan menggunakan teori Bruner akan membantu siswa melakukan proses ilmiah sehingga dapat meningkatkan kemampuan ilmiah. Pendapat serupa bahwa pandangan Bruner ini dapat meningkatkan kemampuan ilmiah dan kemampuan berfikir dituliskan dalam sebuah jurnal internasional, ”The participants were asked using J. Bruner’s induction (open-ended experiment) method to gain scientific and mental skills” (Ozek & Gonen, 2005). Berdasarkan jurnal tersebut siswa diberi kebebasan untuk menuangkan pikiran dan kreativitasnya dalam pembelajaran melalui metode eksperimen untuk memperoleh kemampuan mental dan kemampuan ilmiah. Berdasarkan pandangan Bruner, maka ada empat aspek utama dalam pembelajaran, yaitu struktur mata pelajaran; kesiapan; intuisi; dan motivasi. Proses belajar akan lebih bermakna, berguna dan mudah diingat bila difokuskan pada memahami struktur mata pelajaran yang berisi ide, konsep dasar, hubungan antar konsep, atau contoh yang akan dipelajari. Dalam belajar guru harus memperhatikan kesiapan siswa untuk mempelajari materi baru atau yang bersifat lanjutan. Untuk menumbuhkan kesiapan anak seorang guru harus memberikan pengalaman tertentu yang berhubungan dengan pengetahuan atau keterampilan yang harus dikuasai. Motivasi merupakan variabel penting yang dapat membantu mendorong kemauan belajar siswa. Model penyajian pelajaran yang baik harus dirancang ke arah penguasaan keterampilan yang lebih kuat. Kurikulum yang dikembangkan diarahkan pada upaya mendidik siswa untuk memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) dan menemukan (diskoveri). Bruner meyakini bahwa belajar penemuan adalah proses commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
belajar yang menuntut guru menciptakan situasi belajar yang problematik, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendodrong siswa mencari jawaban sendiri, dan melakukan eksperimen. Jadi siswa harus aktif bukan hanya sekedar menerima penjelasan dari guru. Pendekatan belajar Bruner didasarkan dua asumsi, yaitu perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya, pengetahuan diperoleh pebelajar bila dalam
pembelajaran
ada interaksi secara aktif dengan
lingkungannya. Berikutnya adalah konstruksi pengetahuan diperoleh dengan menghubungkan informasi yang tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya. Teori belajar Bruner menjadi salah satu dasar pada penelitian ini. Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini tidak serta merta memberikan sebuah konsep IPA yang utuh kepada siswa. Melalui metode eksperimen, siswa mendapatkan pengetahuan dalam bentuk belajar penemuan konsep atau prinsip melalui pengamatan sedangkan melalui metode demonstrasi, siswa belajar penemuan melalui analisis pemecahan masalah untuk menemukan konsep. Dengan mengunakan metode eksperimen dan demonstrasi, siswa diajak berpikir secara induktif dan deduktif hingga ditemukan suatu kesimpulan yang tidak lain merupakan konsep atau pengetahuan baru. 2) Teori Belajar Menurut Ausubel Ausubel tidak setuju dengan ahli pendidikan lain yang menyatakan bahwa belajar bermakna hanya diperoleh melalui proses penemuan saja karena mereka menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan. Belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan menjelaskan hubungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
antara konsep-konsep dan mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Menurut Ausubel seperti yang diungkapkan Winataputra,dkk. (2008), menyatakan bahwa belajar terdiri atas dua tingkatan. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat disampaikan kepada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa mengkaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga terjadi belajar bermakna. Namun, jika siswa hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya maka cara ini dinamakan dengan belajar hafalan. Penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi dalam pembelajaran juga sesuai dengan teori belajar menurut Ausubel. Siswa pernah memperoleh materi tentang konsep Bunyi di SD. Sehingga diharapkan siswa dapat mengkaitkan antara konsep yang telah diperoleh dengan konsep baru yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan teori yang sudah dicetuskan oleh Ausubel tentang belajar bermakna, “…agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa”. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat yang menyatakan, “In order for learning to take place, active restructuring involving integration of new knowledge with old knowledge and beliefs on the part of the learner is required. Berdasarkan pendapat tersebut, belajar dibutuhkan rekonstruksi antara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
pengetahuan
baru
dan
pengetahuan
lama
untuk
mengidentifikasi
dan
menyelesaikan masalah, menggeneralisasikan serta dapat menyimpulkan dan mengatasi masalah. Sehingga belajar IPA dengan pendekatan inkuiri melalui metode eksperimen dan demonstrasi dapat bermakna dan dapat tersimpan lama dalam memori siswa. 3) Teori Belajar Piaget Piaget melalui teorinya tentang belajar mengemukakan bahwa setiap individu akan mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual yang terjadi dari bayi hingga remaja. Piaget meggambarkan fungsi intelektual ke dalam tiga perspektif, yaitu (a) proses mendasar bagaimana terjadinya perkembangan kognitif (asimilasi, akomodasi, dan equilibrium), (b) tahap-tahap perkembangan intelektual, (c) cara bagaimana pembentukan pengetahuan (Udin S. Winataputra, dkk., 2008) Asimilasi adalah proses perpaduan antara informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah dimiliki untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Diharapkan adanya kemampuan yang telah dimiliki, siswa dapat menyelesaikan masalah yang akan dihadapi. Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal dengan ciri-ciri tertentu dari situasi khusus yang berupa objek atau kejadian baru. Dalam proses ini, seseorang memerlukan modifikasi struktur internal yang ada dalam menghadapi reaksi terhadap tantangan lingkungan. Pada Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang memungkinkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
seseorang tumbuh, berkembang, dan berubah sementara untuk menjadi lebih mantap. Dalam pembelajaran secara spontan terjadi proes asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi sesuai sintak aktivitas yang dilakukan siswa. Untuk memfasilitasi asimilasi, sebelumnya siswa sudah memiliki bekal pengetahuan tentang Bunyi yang diajarkan pada jenjang SD, bahkan di SMP siswa juga memperoleh materi prasyarat sebagai penunjang materi tersebut. Diharapkan adanya kemampuan yang telah dimiliki, siswa dapat menyelesaikan masalah yang akan dihadapi dengan melakukan akomodasi/ penyesuaian dan pengorganisasian terhadap pengetahuan yang sudah diperoleh sehingga dapat menghasilkan tingkat berpikir yang lebih tinggi. Untuk mengorganisasikan pengetahuan tersebut, siswa harus melihat hubungan antara informasi baru dengan informasi yang sudah diperoleh sebelumnya melalui ekuilibrasi. Hal ini senada dengan Abraham: 45, dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Piaget Functional Model and the Learning Cycle Approach Piaget’s Functional Learning Cycle Teaching Learning Activities and Materials Model Model Asssimilation Exploration Data Collection and Analysis Accomodation Concept Invention Conclusion and/ or interpretation Organization Application Application Activities
Hal ini menjadi dasar penelitian yang dilakukan juga terdapat siklus pembelajaran mengeksplorasi, penemuan konsep dan penerapan. Menurut Piaget dalam Dahar (1989), perkembangan kognitif anak dibagi empat tahap. Tahap pertama adalah tahap sensori-motor (0-2 Tahun), pada tahap ini anak mengenal lingkungannya dengan menggunakan kemampuan panca commit to user inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Tahap kedua tingkat pra-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
operasional (pada usia 2-7 tahun), pada tahap ini disebut pra-operasional karena pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental seperti menambah atau mengurangi. Pada usia 2-4 tahun, anak mengalami sub-tingkat pra-logis. Anak pada tingkat ini memiliki penalaran transduktif, anak melihat hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Pada usia 4 -7 tahun anak mengalami tingkat berpikir intuitif. Ciri yang lain pada anak pada tingkat praoperasional adalah tidak dapat berpikir reversibel dan bersifat egosentris. Tahap selanjutnya, tingkat operasional konkret (pada usia 7-11 tahun). Pada tingkat ini anak mulai berpikir rasional. Dalam memecahkan masalah yang konkret anak dapat mengambil keputusan secara logis. Namun demikian anak pada tahap ini belum mampu untuk berpikir dengan materi yang abstrak. Tahap berikutnya, tingkat operasi formal (pada usia 11 tahun ke atas). Pada tahap ini, anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasioperasi yang lebih kompleks. Anak juga sudah memiliki kemampuan berpikir abstrak. Teori belajar Piaget tentang perkembangan intelektual sesuai untuk penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada siswa tingkat SMP yang menurut Piaget berada pada tingkat operasional formal. Pada tingkat ini siswa telah memiliki kemampuan berfikir abstrak. Implementasi teori ini dalam penelitian adalah dalam pembelajaran siswa dilatih untuk mampu menganalisis masalah untuk memperoleh konsep tertentu. Selain hal tersebut, menurut Piaget dalam Dahar (1989), ada tiga bentuk pengatahuan yang diperoleh. Pertama, pengetahuan fisik dan pengetahuan logikocommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
matematik. Pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada di luar dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal. Sumber pengetahuan fisik terutama terdapat dalam benda itu sendiri, yaitu dalam cara benda itu memberikan subjek kesempatan untuk diamati. Sedangkan pengetahuan logikomatematik terdiri atas hubungan yang diciptakan subjek dan diintroduksikan pada objek-objek. Bentuk yang lain adalah pengetahuan sosial. Pengetahuan sosial membutuhkan manusia. Tanpa interaksi dengan manusia tak mungkin bagi seorang anak untuk memperoleh pengetahuan sosial. Pengetahuan sosial dan fisik dibangun tidak langsung dari
keadaan nyata, tetapi dari kerangka logiko-
matematik dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pemilihan materi Bunyi yang dapat diamati dan dieksperimenkan sejalan dengan bentuk pengetahuan menurut teori Piaget. Bunyi merupakan materi yang dapat diperoleh melalui pengamatan secara fisik yang dapat dilakukan dengan eksperimen (physical knowledge) yang dilakukan secara berkelompok yang di dalamnya memerlukan kemampuan kerjasama baik antarsiswa maupun siswa dengan guru (social knowledge) dan dalam konten materi di dalamnya terdapat suatu persamaan matematis yang berbentuk kemampuan matematis (logicomathematical knowledge). 4) Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne Gagne seorang psikolog pendidikan memperkenalkan salah satu pandangannya tentang belajar, salah satunya adalah teori pemrosesan informasi. Gagne dalam Winataputra, dkk. (2008) menyatakan, “belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru”. Berdasarkan pendapat tersebut untuk memperoleh keterampilan baru memerlukan tahapan prasyarat yang mendukung. Menurut Gagne ada delapan tahap proses kognitif yang terjadi dalam belajar yang disebut sebagai fase-fase belajar. Fase tersebut dilakukan secara berurutan dan setiap tahap belajar perlu didukung faktor tertentu yang dapat memaksimalkan aktivitas belajar dalam diri siswa. Fase-fase belajar tersebut dirangkum dari Dahar (1989). Pertama adalah fase motivasi, pada fase ini siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan adanya harapan. Motivasi yang diberikan dalam pembelajaran Bunyi bisa melalui pertanyaan, fenomena atau kejadian yang bisa menarik perhatian siswa. Kedua adalah fase pengenalan, siswa memperhatikan aspek-aspek yang penting dalam proses pembelajaran Bunyi. Dalam hal ini guru dapat
membantu memusatkan perhatian siswa tersebut
terhadap informasi yang relevan dengan materi Bunyi. Ketiga adalah fase perolehan. Pada fase ini informasi relevan tentang Bunyi yang telah diperhatikan siswa tidak langsung disimpan dalam memori melainkan dikaitkan dengan informasi yang telah ada dalam memorinya agar menjadi bermakna. Dengan demikian, siswa dapat membentuk gambarangambaran tentang informasi tersebut. Fase keempat fase retensi, informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Hal ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (reherseal) atau praktek (practice) dan elaborasi. Pemindahan memori ini dapat dilakukan melalui commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
eksperimen, demonstrasi yang diberikan, latihan soal, juga melalui diskusi untuk memcahkan masalah. Fase berikutnya adalah fase pemanggilan. Fase ini menunjukkan bagian penting dalam belajar yaitu upaya memperoleh hubungan dengan informasi yang telah dipelajari dengan memanggil (recall) informasi tersebut dari memori jangka panjang. Materi yang terstruktur dengan baik akan lebih mudah dipanggil dari pada materi yang disajikan tidak teratur. Keenam, fase generalisasi atau transfer informasi merupakan upaya menerapkan suatu informasi ke dalam situasi-situasi baru. Seperti misalnya siswa menjadi tahu mengapa terdapat perbedaan bunyi yang terdengar pada pagi dan malam hari siswa juga menjadi tahu bagaimana dan mengapa bunyi bisa didengar. Fase ketujuh yaitu fase penampilan. Para siswa harus menunjukkan kemampuan yang mereka peroleh setelah belajar melalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah belajar tentang bunyi siswa mampu menunjukkan cara menciptakan berbagai Bunyi dengan benar ataupun dapat dilihat melalui latihan soal pada pokok bahasan Bunyi. Terakhir, fase umpan balik. Pada fase ini para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilannya sehingga mereka mengetahui sudah benar atau belumkah pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Umpan balik ini dapat memberikan reinforsemen (penguatan) sehingga siswa mengetahui sejauh mana kemampuan atau keberhasilan belajar yang sudah diperoleh selama proses pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
3. Hakikat Mengajar a. Pengertian Mengajar Mengajar merupakan pekerjaan yang sangat mulia sekaligus merupakan pekerjaan yang penuh tantangan. Ketika mengajar, guru berhadapan dengan individu-individu
yang
sedang
mengalami
proses
pertumbuhan
dan
perkembangan. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan
kondisi
atau
sistem
lingkungan
yang
mendukung
dan
memungkinkan untuk proses belajar. Menurut Sardiman (2004) menyatakan bahwa mengajar merupakan suatu aktivitas
mengorganisasi atau
mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan siswa, sehingga terjadi proses belajar. Hai senada diutarakan oleh Sagala (2009) yang mengungkapakan bahwa mengajar merupakan proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar. Mengajar dalam pengertian tersebut adalah proses menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi siswa. Sedangkan menurut Smith (1987) dalam Sanjaya (2009: 96), mengemukakan bahwa, “Teaching is imparting knowledge or skill”. Berdasarkan pendapat tersebut, belajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan kepada siswa. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu upaya menciptakan kondisi lingkungan dan suasana yang sesuai untuk berlangsungnya kegiatan belajar siswa dengan penanaman pengetahuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
ataupun keterampilan yang dapat membantu siswa agar dapat menjadi pelajar yang mandiri. b. Prinsip-Prinsip Mengajar Ada beberapa prinsip-prinsip mengajar yang dirangkum dari Slameto (2003). Pertama perhatian, di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian anak pada pelajaran yang disampaikan. Kedua aktivitas, dalam mengajar guru perlu menimbulkan aktivitas anak dalam berfikir maupun berbuat. Bila anak menjadi partisipan yang aktif, maka akan memiliki ilmu pengetahuan yang baik dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga apersepsi, setiap guru dalam mengajar perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak, ataupun pengalamannya. Keempat peragaan, ketika guru mengajar di depan kelas, guru harus dapat berusaha menunjukkan benda-benda yang asli. Bila mengalami kesulitan boleh menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau dengan menggunakan media lain seperti radio, TV, dan sebagainnya. Kelima repetisi, penjelasan suatu unit pelajaran perlu diulang-ulang sehingga pengertian itu makin lama semakin lebih jelas dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Keenam korelasi, Hubungan antara setiap mata pelajaran perlu diperhatikan, agar dapat memperluas dan memperdalam pengetahuan siswa itu sendiri. Prinsip lain adalah konsentrasi. Hubungan antara mata pelajaran dapat diperluas yaitu dapat dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga anak memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam. Prinsip sosialisasi memberikan
kesempatan
bekerja di dalam commit to user
kelompok
sehingga
dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
meningkatkan cara berpikir sehingga dapat memecahkan masalah dengan baik dan lancar. Prinsip individualisasi, guru diharapkan dapat mendalami perbedaan anak secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaan anak. Prinsip berikutnya adalah evaluasi. Evaluasi dapat memberikan motivasi bagi guru maupun siswa agar lebih giat belajar dan meningkatkan proses berfikir. Evaluasi dapat menggambarkan kemajuan anak, prestasinya, hasil rata-ratanya, tetapi dapat juga menjadi bahan umpan balik bagi guru. 4. Pendekatan Inkuiri Terbimbing Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang harus dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru agar tujuan pembelajaran tercapai. Maka dari itu, guru perlu mempertimbangkan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat untuk diterapkan. Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang menentukan keberhasilan proses belajar. SSagala
(2009)
menyatakan
bahwa,
“Pendekatan
pembelajaran
merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional tertentu”. Berdasarkan pendapat tersebut pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mempermudah guru dalam memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru untuk mencapai tujuan belajar. Sementara itu, Sanjaya (2009: 127) mengemukakan pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendapat tersebut menyatakan pendekatan merujuk pada cara pandang seseorang tentang terjadinya proses pembelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan adalah cara pandang yang diwujudkan dalam aktivitas menjadi jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dan diharapkan dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif yang tertuju pada pencapaian tujuan pembelajaran tertentu (konsep, prinsip, keterampilan, sikap serta dampak pengiring) yang ada dalam program pembelajaran. Terdapat beberapa pendekatan pembelajaran antara lain pendekatan keterampilan proses, pendekatan konsep, pendekatan konstruktivisme, pendekatan deduktif, pendekatan induktif, pendekatan ekspositori, pendekatan inkuiri terbimbing,
pendekatan
inkuiri
bebas,
pendekatan
inkuiri
bebas
yang
termodifikasi, dan pendekatan heuristik. Pendekatan pembelajaran dipilih dengan menyesuaikan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan pendekatan inkuiri terbimbing. Inkuiri yang dilakukan di dalam kelas dapat terjadi pada setiap jenjang pendidikan (National Research Council, 2000). Center of Inspired Teaching (2008) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang sering digunakan dalam bidang Sains dan Matematika. Novak dalam Haury (1993), “Inquiry is the [set] of behaviors involved in the struggle of human beings for reasonable explanations of phenomena about which they are curious." Berdasarkan pendapat tersebut inkuiri adalah seperangkat perbuatan yang melibatkan usaha manusia untuk memberikan penjelasan yang logis dari fenomena tentang apa yang ingin diketahui. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Hal senada diungkapkan oleh McBride et al, “inquiry is a process by which children actively investigated their world through questioning and seeking answer to their questions. Berdasarkan pendapat tersebut inkuiri adalah sebuah proses siswa melakukan investigasi secara aktif melalui bertanya dan menjawab pertanyaan yang mereka ajukan sendiri. Dalam hal ini siswa berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul di pikiran siswa melalui proses penyelidikan. Jadi inkuiri berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengatahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu yang dimiliki. Joyce dan Weil (1978) dalam Opara dan Oguzor (2011) mengemukakan bahwa, “esensi model inkuiri yaitu melibatkan siswa dalam masalah dengan melibatkan siswa dalam investigasi, membantu mereka mengidentifikasi konsep, dan mengajak mereka mendisain cara untuk mengatasi masalah terhadap penyelidikan yang dilakukan.” Dengan demikian siswa mampu memperoleh pengetahuan dari pengalamannya. Adapun Alberta (2004), menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan inkuiri merupakan proses yang melibatkan siswa untuk menyusun pertanyaan, menyelidiki secara luas dan kemudian dapat membangun pemahaman, pengertian dan pengetahuan baru. Berdasarkan kutipan tersebut siswa yang belajar dengan inkuiri melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses penggabungan aktivitas dan proses berpikir untuk mencari tahu dan menemukan sendiri pengetahuan atau jawaban dari suatu permasalahan untuk memperoleh pengetahuan baru. Inkuiri menekankan pada apa yang diketahui, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
mengapa tahu, dan bagaimana menjadi tahu (NSES, 2000). Jadi pendekatan ini mengembangkan aspek produk dan proses. National Research Council (2000), menyatakan bahwa inkuiri adalah aktivitas beragam yang melibatkan siswa dalam hal melakukan observasi; mengajukan pertanyaan; menguji buku dan sumber dari informasi lain untuk melihat apa yang sudah diketahui; merencanakan penyelidikan; melihat kembali apa yang sudah diketahui berdasarkan bukti percobaaan; menggunakan alat atau sarana
untuk
mengumpulkan,
menganalisis,
dan
menginterpretasi
data;
mengajukan jawaban, menjelaskan dan meramalkan; dan mengkomunikasikan hasilnya. Berdasarkan hal tersebut pendekatan inkuiri merupakan pendekatan yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan maksud inkuiri dalam standar pendidikan nasional (National Research Council). Adapun inkuiri dalam standar isi meliputi kemampuan dan pemahaman dalam inkuiri. Kemampuan dan pemahaman dalam inkuiri berkembang dalam tingktan kompleksitas yang berbeda dari TK sampai kelas XII. Berikut adalah standar isi untuk ilmu pengetahuan sebagai inkuiri: Tabel 2.2. Kebutuhan Kemampuan Dasar untuk Melakukan Inkuiri Ilmiah dari Beberapa Tingkatan TK (K-4) a. Mengajukan pertanyaan tentang objek, organisme, dan kejadian b. Merencanakan dan melakukan investigasi sederhana c. Menggunakan peralatan sederhana untuk mengumpulkan data dan memperluas pikiran sehat d. Menggunakan data untuk mengkonstruk penjelasan yang beralasan e. Mengkomunikasikan investigasi dan penjelasan Kelas V s.d VIII a. Mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab melalui investigasi ilmiah (engage) b. Mendesain dan melakukan investigasi ilmiah (explore) commit to user c. Menggunakan peralatan dan tehnik yang sesuai untuk mengumpulkan, menganalisis dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Tabel 2.2. (lanjutan) Kebutuhan Kemampuan Dasar untuk Melakukan Inkuiri Ilmiah dari Beberapa Tingkatan d. menginterpretasi data (explain) e. Mengembangkan diskripsi, penjelasan, prediksi, dan model menggunakan bukti (extend) f. Berfikir kritis dan logis untuk membuat hubungan antara bukti dan penjelasan g. Mengenali dan menganalisis penjelasan dan prediksi alternatif (evaluate) h. Mengkomunikasikan prosedur dan penjelasan ilmiah (communicate) i. Menggunakan matematik dalam semua aspek inkuiri ilmiah Kelas IX s.d XII a. Mengidentifikasi pertanyaan dan konsep yang membimbing investigasi ilmiah b. Mendesain dan melakukan investigasi ilmiah c. Menggunakan tekonlogi dan matematik untuk memperbaiki investigasi dan komunikasi d. Merumuskan dan merevisi penjelasan dan model ilmiah menggunakan logika dan bukti e. Mengenali dan menganalisis penjelasan dan model alternatif f. Mengkomunikasikan dan mempertahankan pendapat ilmiah Sumber: National Research Council, (2000)
Bagaimanapun banyaknya komponen dalam tiap tingkat kelas di atas, pada tiap tingkatan berisi komponen penting dalam inkuiri kelas yang dapat disajikan dalam Tabel 2.3. berikut: Tabel 2.3. Komponen Penting dalam Inkuiri Kelas a. Learner are engaged by scientifically oriented questions. b. Learners give priority to evidence, which allows them to develop and evaluate explanations that address scientifically oriented questions c. Learners formulate explanations from evidence to address scientifically oriented questions d. Learners evaluate their explanations in light of alternative explanations, particularl those reflecting scientific understanding. e. Learners communicate and justify their proposed explanation. Sumber: National Research Council, (2000)
Terdapat tiga jenis pembelajaran inkuiri. Pertama, inkuiri terbimbing. Guru menyusun pembelajaran pada jenis inkuiri ini. Guru mengajukan masalah dan memecahnya menjadi pertanyaan yang lebih sederhana dan bahkan menasehati tentang langkah yang siswa sebaiknya ambil untuk menjawab pertanyaan. Kedua, inkuiri bebas. Sebuah bentuk inkuiri yang mengajak siswa merumuskan masalah untuk diatasi, menasehati metode dan teknik, untuk mengatasi masalah seperti menjalankan investigasi untuk sebuah kesimpulan. Ketiga, inkuiri termodifikasi. Jenis inkuiri yang berada diantara inkuiri terbimbing commit to user dan inkuiri bebas. Guru menyediakan masalah dan meminta siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
melaksanakan investigasi yang boleh dalam kelompok. Guru berperan sebagai sumber yang memberikan bimbingan untuk menghindari kekurangan dari kemajuan siswa (Brown et al dalam Opara dan Oguzor, 2011). Berdasarkan pendapat tersebut inkuiri terbimbing guru masih memberikan bantuaan berupa petunjuk untuk memecahkan masalah, sedangkan inkuiri bebas guru hanya sebagai fasilitator, yang hanya membantu jika diminta siswa. Dalam penelitian ini dipilih pendekatan inkuiri terbimbing. “A guided inquiry-based approach allows for scaffolding of new scientific concepts with the learner’s existing mental model” (Trundle, 2009). Berdasarkan pendapat di atas, pendekatan inkuiri terbimbing membolehkan pembentukan konsep ilmiah baru dengan model mental yang sudah dimiliki siswa. Dalam pendekatan inkuiri terbimbing instruktur menyediakan masalah dan membiarkan siswa bekerja berdasarkan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah (Trowbridge dan Bybee, 1986). Jadi siswa dapat menggunakan keterampilan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Menurut Eggen dan Kauchak (2012), temuan terbimbing efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi siswa seraya membantu siswa mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik-topik yang jelas. Pendekatan ini menuntut guru untuk ahli dalam mengajukan pertanyaan dan membimbing pikiran siswa karena siswa membangun pemahamannya sendiri tentang apa yang dipelajari. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan inkuiri terbimbing merupakan pendekatan yang berupaya menanamkan dasardasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
melakukan penggabungan aktivitas dan proses berpikir seperti merumuskan masalah, merencanakan percobaan, melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data serta menarik kesimpulan untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuan atau jawaban dari suatu permasalahan di bawah bimbingan guru. Beberapa komponen yang digunakan dalam pembelajaran inkuiri seperti disajikan pada Tabel 2.4. berikut: Tabel 2.4 Komponen Pembelajaran Inkuiri Phase 1 Students engage with a scientific question, even, or phenomenon. This connects with what the already know, creates dissonance with their own ideas, and/or motivates them to learn more Phase 2 Students explore ideas though hands-on experiences, formulate and test hypotheses, solve problem, and create explanation for what they observe Phase 3 Students analyze and interpret data, synthesize their ideas, build models, and clarify concepts and explanations with teachers and other sources of scientific knowledge Phase 4 Student extend their new understanding and abilities and apply what they have learned to new situation Phase 5 Students, with their teachers, review and asses what they have learned and how they have learned Sumber: National Research Council, (2000)
Dalam penelitian ini digunakan inkuiri terbimbing dengan memberikan modifikasi pada sintak yang dilakukan, yaitu sebagai berikut: a) fase pertama, engagement; b) fase kedua, exploration; c) fase ketiga, explanation and communication; d) fase keempat, extension; e) fase kelima, evaluation. Melalui inkuiri siswa dapat mengembangkan proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Seperti merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data serta menarik kesimpulan. Inkuiri dapat menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan sebagainya. Bila siswa melakukan semua kegiatan di atas berarti siswa sedang melakukan inkuiri. Pendekatan inkuiri melibatkan seluruh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud perubahan perilaku. Inkuiri memiliki banyak keunggulan, beberapa di antaranya dapat dikemukakan sebagai berikut: a) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja keras atas inisiatifnya sendiri, bersikap objekif, jujur dan terbuka; b) mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri. c) memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik; d) situasi proses belajar menjadi lebih merangsang; e) dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu; f) memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri; g) dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Adapun kelemahan pendekatan inkuiri, yaitu: a) siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik; b) pada umumnya jumlah siswa banyak; c) guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan PBM lama; d) Pembelajaran dengan inkuiri membutuhkan lebih banyak waktu daripada dengan metode tradisional (McBride, et al, 2004). Meskipun banyak keunggulan dari inkuiri dibandingkan dengan kelemahannya namun Weich et al dalam McBride, et al (2004), mengungkap alasan
mengapa
guru
tidak
menggunakan
pendekatan
inkuiri
dalam
pembelajarannya, antara lain karena: a) kekurangan pelatihan; b) kekurangan waktu; c) kekurangan bahan; d) kekurangan pendukung; e) pendekanan inkuiri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
terlalu sulit dan sangat menghabiskan waktu. Sehingga guru banyak menganggap pendekatan ini kurang efektif digunakan dalam pembelajaran Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa guru gagal dalam menjalankan inkuiri. Hal ini disebabkan antara lain karena: a) guru tidak memiliki pemahaman yang menyeluruh terhadap usaha ilmiah karena guru mengajar masih menggunakan pendekatan didaktik yaitu mengajar dengan memberitahu; b) banyak pengenalan pembelajaran mengandalkan penggunaan persamaan untuk membimbing pemahaman konsep; c) kebanyakan siswa menganggap fisika pada tingkatan pengenalan digolongkan sebagai “pencarian persamaan yang benar” (Wenning, 2011). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya memahami inkuiri itu sendiri padahal dalam inkuiri lebih banyak menekankan keterampilan proses siswa. 5. Metode Pembelajaran Metode secara harafiah berarti suatu cara yang teratur atau yang telah dipikirkan secara mendalam untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar adalah penggunaan metode
yang
mengungkapkan
tepat
dalam
bahwa,
proses
“metode
belajar
adalah
mengajar.
cara
yang
Sanyaja
(2009)
digunakan
untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”. Berdasarkan hal tersebut metode merupakan suatu cara yang direncanakan yang kemudian diterapkan dalam pembelajaran di kelas agar supaya tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat terwujud.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Hal yang sejalan juga diungkapkan oleh Uno (2008), yang menyatakan metode pembelajaran sebagai cara yang digunakan guru, dalam menjalankan fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun menurut Situmorang, dkk. (2005), menyatakan metode pembelajaran sebagai cara yang telah direncanakan oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa metode merupakan cara atau upaya-upaya yang sistematis yang digunakan oleh guru untuk mengorganisasi kelas dan dalam menyajikan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Sehingga metode memegang peranan penting dalam rangkaian proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar ada banyak jenisnya di antaranya: metode ceramah, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode diskusi kelompok dan metode pemberian tugas. Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang digunakan adalah metode eksperimen dan metode demonstrasi. 6. Metode Eksperimen Menurut Suparno (2007), “Metode eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak siswa utnuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar.” Jadi metode ini lebih bertujuan untuk meyakinkan siswa bahwa apa yang dilakukan sesuai dengan teori yang ada. Adapun Trowbridge dan Bybee (2009) menyatakan metode eksperimen memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas melalui praktikum yang memerlukan keterampilan yang melibatkan prosedur dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
membutuhkan alat dan bahan. Metode ini melakukan belajar dengan pengalaman langsung dari siswa. Berdasarkan kedua pendapat di atas metode eksperimen memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan percobaan sendiri sehingga siswa mengalami sendiri proses penemuan suatu konsep dengan pantauan guru. Penggunaan metode eksperimen mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Siswa juga dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah (science thinking). Urutan proses pembelajaran menggunakan metode eksperimen yang dirangkum dari Forster (2009), meliputi: a) identifikasi masalah; b) pengajuan hipotesis; c) melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis; d) pengumpulan data; e) interpretasi data; f) menarik kesimpulan, dapat berupa menolak atau menerima hipotesis. Metode eksperimen juga tidak lepas dari kelebihan dan kelemahannya. Berkaitan dengan kelebihan metode ekperimen, dapat dirangkum dari Forster (2009), sebagai berikut: a) siswa mempelajari sendiri; b) membantu siswa menjadi ilmuwan sejati; c) melatih siswa dalam pemrosesan informasi; d) mengembangkan kebiasaan berpikir logis bagi siswa; e) melatih siswa bersikap jujur; f) membantu siswa menemukan hubungan antara bagian dan variabel. Disamping memiliki kelebihan, metode eksperimen juga memiliki kelemahan-kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Forster (2009), sebagai berikut: a) pelaksanaan metode ini memerlukan banyak waktu dan biaya; b) setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian; c) metode ini cocok hanya untuk siswa yang cerdas dan kreatif. Berdasarkan uraian mengenai pengertian, kelebihan dan kekurangan metode eksperimen di atas, metode eksperimen memiliki cukup banyak kelebihan dan masih ada beberapa kekurangan. Untuk itu dalam desain penelitian yang akan dilakukan guru memberikan batasan-batasan tertentu, misalkan: siswa disiapkan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang akan membantu siswa dalam pembelajaran sehingga untuk alokasi waktu bisa dibatasi sesuai jam pelajaran yang disediakan di sekolah. Guru juga perlu berupaya untuk mengantisipasi beberapa kelemahan lain dari metode eksperimen ini demi tercapainya tujuan pembelajaran yang baik. 7. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA terutama Fisika. Sanjaya (2009) menyatakan bahwa metode demonstrasi adalah metode pembelajaran
dengan
menyajikan
pelajaran
melalui memperagakan
dan
mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. Hal senada diungkapkan oleh Suparno (2007) yang menyatakan, “Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan pendekatan visual agar siswa dapat mengamati proses, informasi, peristiwa, alat dalam pelajaran Fisika”. Hal ini berarti bahwa dalam demonstrasi siswa dapat mengamati fenomena nyata dan dapat mengetahui prosedur kegiatan yang sesuai dengan pelajaran. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
bahwa metode demonstrasi adalah penyajian bahan pelajaran oleh guru baik yang berwujud benda maupun berupa prosedur tertentu yang dilakukan secara langsung atau menggunakan media pembelajaran yang dapat melibatkan peran serta siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Banyak hal yang harus dilakukan seorang guru dalam melaksanakan metode demonstrasi, diantaranya seperti yang diungkapkan Wenning, 2005) berikut : An interactive demonstration generally consists of a teacher manipulating (demonstrating) a scientific apparatus and then asking probing questions about what will happen (prediction) or how something might have happened (explanation). The teacher is in charge of conducting the demonstration, developing and asking probing questions, eliciting responses, soliciting further explanations, and helping students reach conclusions on the basis of evidence. Berdasarkan pendapat di atas, demonstrasi yang interaktif dapat terjadi ketika guru melakukan demonstrasi dan kemudian memberikan pertanyaan kepada siswa tentang apa yang akan terjadi (keterampilan memprediksi) atau menjelaskan bagaimana sesuatu dapat terjadi (keterampilan mengkomunikasikan). Dalam hal ini guru berperan untuk mengendalikan demonstrasi, mengembangkan dan bertanya melalui pertanyaan yang bertujuan untuk menguji pemahaman siswa, menimbulkan respon, melakukan penjelasan lebih jauh, dan membantu siswa dalam menyimpulkan berdasarkan bukti. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekadar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Sebagai suatu metode pembelajaran, demonstrasi juga tidak lepas dari kelebihan dan kelemahannya. Berkaitan dengan kelebihan metode demonstrasi, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
Suparno (2007) mengemukakannya sebagai berikut: a) murah karena peralatan yang digunakan sedikit; b) tidak menghabiskan waktu pelajaran (waktu yang diperlukan tidak lama); c) tidak membahayakan siswa bila menggunakan alat yang mudah pecah atau berbahaya; d) guru dapat memberikan pertanyaan rangsangan agar siswa berpikir kritis. Dengan demikian siswa akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran. Kelemahan metode demonstrasi seperti dirangkum dari Forstare (2009), antara lain: a) belum merupakan student centre jadi ini tidak memberikan fasilitas kepada perbedaan individu. Siswa baik cerdas sampai yang kurang mendapatkan perlakuan yang sama; b) tidak mampu melatih sikap ilmiah; c) siswa belum bisa mengamati percobaan yang detail yang ditunjukkan alat karena siswa mengamati dari jauh. Berdasarkan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan dari metode demonstrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi memiliki cukup banyak kelebihan sehingga dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Meskipun demikian, guru juga perlu berupaya untuk mengantisipasi beberapa kelemahan metode tersebut demi tercapainya tujuan pembelajaran dengan baik. 8. Kemampuan Analisis Analisis merupakan bagian dari kemampuan kognitif yang penting dalam berpikir kreatif. Analisis digunakan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan aktual diantara hubungan kalimat, pertanyaan, struktur, konsep, diskripsi, pendapat, alasan, informasi, dan alasan (Facione, 2011). Contohnya adalah mengidentifikasi persamaan dan perbedaan antara dua pendekatan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
solusi sebuah masalah yang diberikan, mengidentifikasi asumsi, membangun kesimpulan utama dari suatu masalah dan mengkritisinya, mensketsa hubungan antar kalimat atau paragraf dalam setiap kalimat dengan kalimat utama, dan lainlain. Kemampuan analisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengidentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan. Kemampuan analisis berdasarkan Sorfenfrei dan Buxton (2006), menyangkut kapasitas untuk: a) mengamati, mendengar, dan mengambil informasi yang relevan; b) menganalisis data dan merefleksikan implikasi untuk praktek; c) melihat isu dari banyak sudut pandang dan mengenali cara yang berbeda dalam berpikir; dan lain-lain. University of Wisconsin Colleges (2007) mengeluarkan standar assessmen untuk kemampuan analisis (analytical skill) yang mencakup tujuh komponen yang disajikan pada Tabel 2.5 sebagai berikut. Tabel 2.5. Kemampuan Analisis Siswa Components Competence Indicators Interpret · Interprets information and ideas (evidence, statement, graphics and information and equations) adequately ideas · Interprets the information and ideas accurately Analyze and Evaluate arguments
· · ·
Draw conclusions Accurately recognizes/ identifies fallacies and inconsistencies to user Detect bias, commit if presents
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 Tabel 2.5. (lanjutan) Kemampuan Analisis Siswa · The conclusion of the argument is reasonably clear although there may be some ambiguity about the precise nature of the conclusion · Most of the argument supports the conclusion but there is some Construct an extraneous material argument in · Argument is supported with some evidence appropriate to the support of a conclusion conclusion · Argument acknowledged some complexities connected with an isuue · Argument acknowledges some potential counterarguments then offers at least some indication of potensial responses. Selection of Methodologies The student indicates an understanding of the concept of multiple Selection of methodologies for solving problems Methodologies Application of the methodologies The selected method is correctly applied and documented (if applicable) with at most insignificant error Solution: · The proposed solution addresses the key aspects of the problem Integrate · Some thought has been given to implementation strategy knowledge and Knowledge: experiences at The student is able to identify and use basic knowledge (through using arrive at creative research, lecture, experimentation, class discussion and experience) to solutions arrive at a solution. Construc and · Hypothesis shows adequate understanding of concept support hypothesis · Hypothesis is testable Gather and assess information from printed sources, · Can articulate the reliability of all or most sources electronic sources and observation University of Wisconsin Colleges
Tahapan kemampuan analisis merupakan bagian dari kemampuan kognitif dari taksonomi Bloom yaitu menganalisis. Analyze (menganalisis), yaitu memecah materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan hubungan antara satu bagian dengan bagian lain dan dengan struktur atau maksud keseluruhan.
Proses
(mendiferensiasikan),
kognitif
yang
organizing
terkait
antara
lain:
differentiating
(mengorganisasikan),
attributing
(mengatribusikan). Kemampuan analisis memiliki peran penting terhadap tercapainya tujuan belajar. Selama ini, kemampuan analisis siswa belum diperhatikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan belajar commitsiswa. to userSiswa dalam belajar materi Bunyi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
membutuhkan kemampuan analisis karena materi ini mencakup informasi, data dan fakta yang harus dianalisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Dari uraian di atas yang dimaksud kemampuan analisis adalah keterampilan menguraikan sebuah
struktur
ke
dalam
komponen-komponen
agar
mengetahui
pengorganisasian struktur tersebut. Komponen kemampuan analisis yang dimaksud adalah mengintepretasi data, menjelaskan hubungan sebab akibat, mendiagnosis ada dan tidaknya keterkaitan antara pernyataan sebab dan akibat, menyimpulkan
informasi yang berupa data, tabel, dan
gambar, serta
mengklasifikasikan serangkaian informasi kedalam bagian-bagian yang terpisah. 9. Sikap Ilmiah Berdasarkan Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006, science merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam dan perkembangannya tidak hanya ditunjukkan oleh fakta-fakta tapi juga timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Jumadi (2003) menyatakan bahwa, “Science (IPA) sebagai sikap dapat dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA, antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya.” Sikap-sikap ini sering juga disebut sikap ilmiah atau sikap IPA (scientific attitudes). Beberapa pakar berpendapat bahwa sikap terdiri dari tiga komponen (Zakaria, 2010) yakni komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu objek. Kemampuan kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
menjadi pegangan seseorang. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk bertingkah laku atau berbuat dengan cara tertentu terhadap suatu objek. Sikap ilmiah secara umum dipelihara dan diperoleh siswa ketika berperilaku sebagai seorang ilmuwan. Jadi dengan siswa melakukan praktek sendiri seperti
layaknya ilmuwan
maka siswa akan
mengadopsi dan
menginternalisasi sikap-sikap ilmiah tersebut. Barnes and Dobly dalam Singh menyatakan, “Scientific attitudes can be regarded as a complex of values and norms which is held to be binding on the man of science. The norms are expressed in the forms of prescriptions, proscriptions, preferences and permissions. They are legitimatized in terms of institutional values.” Berdasarkan hal tersebut sikap ilmiah dapat dianggap sebagai nilai dan norma yang dipegang untuk mengikat manusia dalam ilmu pengetahuan alam. Norma ini dapat berbentuk aturan, larangan, pilihan, dan kebolehan. Norma dan nilai ini harus diinternalisasi oleh ilmuwan dan setelah itu kemudian mereka membiasakan diri dengan kebiasaan yang ilmiah. Singh menyatakan, “The current set of scientific attitudes of objectivity, open-mindedness, unbiassedness, curiosity, suspended judgement, critical mindedness, and rationality has evolved from a systematic identification of scientific norms and values.” Berdasarkan pendapat ini, seperangkat sikap ilmiah meliputi sikap objektif, berpikir terbuka, berprasangka positif, memiliki rasa ingin tahu, berpikir kritis dan sistematis. Contoh sejalan diungkapkan Ong dan Ruthven (2009), yaitu: terbuka, objektif, jujur, dan memiliki keragu-raguan serta (Demirbas, 2009) yaitu: haticommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
hati, rajin, pekerja keras, kreatif, peduli, terbuka, tanggung jawab, beriman, damai. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah adalah suatu kencendrungan untuk bertindak sikap dapat dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA, antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya. Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen dan demonstrasi yang melibatkan keterampilan proses sains siswa. Untuk menemukan suatu konsep, siswa tidak sekedar memperoleh konsep tersebut tetapi melalui suatu proses. Dalam proses sains diperlukan adanya landasan sikap, yaitu sikap ilmiah dari siswa. Namun, tidak banyak guru mengamati sikap ilmiah ini ketika melakukan pembelajaran yang melibatkan keterampilan proses sains. 10.
Prestasi Belajar
Hasil pengalaman belajar siswa dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitikberatkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif. Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik, bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tantang Standar Nasional Pendidikan, pasal 64 ayat 1 dan 2). Penilaian hasil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Teknik penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktik, penugasan perseorangan atau kelompok (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 22 ayat 1 dan 2). Fungsi penilaian dalam pembelajaran, yaitu: a) untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan peserta didik setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu; b) untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pembelajaran. Pembelajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain; c) untuk keperluan dalam melayani kebutuhan-kebutuhan peserta didik dalam rangka bimbingan dan konseling; dan d) untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah (Lely Halimah, dkk dalam Direktorat Pembinaan SMA, 2010).
Berdasarkan pendapat tersebut penilaian menjadi penting dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kegiatan pembelajaran terhadap kemajuan diri siswa. Dari hasil yang diperoleh siswa guru bisa melakukan beberapa tindakan, misalnya melakukan perbaikan pembelajaran untuk pembelajaran berikutnya bila hasil yang dicapai siswa kurang. Dalam penelitian akan diambil tes prestasi belajar dalam ranah kognitif dan afektif siswa. a. Kemampuan Ranah Kognitif Bloom dalam Seifert (2008), mengklasifikasikan
hasil pembelajaran
kognitif tersebut ke dalam beberapa kategori, yaitu: 1) Pengetahuan; 2) Pemahaman; 3) Aplikasi; 4) Analisis; 5) Sintesis; 6) Evaluasi. Hal senada diungkapkan Bloom dalam Sagala (2009), bahwa domain kognitif yang mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan terdiri atas enam macam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
kemampuan yang disusun secara hierarki dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks yaitu pengetahuan (kemampuan mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari), pemahaman (kemampuan mengungkap makna atau arti sesuatu hal), penerapan (kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapai situasi-situasi baru dan nyata), analisis (kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga menjadi struktur organisasi yang dapat dipahami), sintesis (kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti), dan penilaian (kemampuan memberikan harga sesuatu hal berdasarkan kreteria intern, kelompok, ekstern, atau yang telah ditetapkan lebih dahulu). Taksonomi tersebut dikembangkan oleh Bloom dan rekan-rekannya pada 1950-an. Taksonomi tersebut telah direvisi oleh sekelompok siswa Bloom dan diberi nama baru yaitu taxonomy for learning, teaching, and assessing (taksonomi untuk belajar, mengajar, dan mengases). Perbaikan taksonomi Bloom ini diterangkan oleh Arends (2008), Taksonomi Bloom yang direvisi bersifat dua dimensi. Salah satu dimensinya yaitu dimensi proses kognitif (cara berpikir) berisi enam kategori. Pertama, remember (mengingat), yaitu mengambil pengetahuan yang relevan dari ingatan jangka panjang. Proses kognitif yang terkait antara lain: mengenali,
mengingat
kembali.
Kedua,
understand
(memahami),
yaitu
mengonstruksikan makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk komunikasi lisan,
tulisan,
dan
menginterpretasikan,
grafis.
Proses
memberi
kognitif
contoh,
yang
terkait
mengklasifikasikan,
menyimpulkan, membandingkan, menjelaskan. commit to user
antara
lain:
merangkum,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
Ketiga, apply (menerapkan), yaitu melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam situasi tertentu. Proses kognitif yang terkait antara lain: melaksanakan, mengimplementasikan. Keempat, analyze (menganalisis), yaitu memecah materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan hubungan antara satu bagian dengan bagian lain dan dengan struktur atau maksud keseluruhan. Proses kognitif yang terkait antara lain: mendiferensiasikan, mengorganisasikan, mengatribusikan. Kelima, evaluate (mengevaluasi), yaitu membuat judgment berdasarkan kriteria tertentu. Proses kognitif yang terkait antara lain: mengecek, mengkritik. Terakhir, create (menciptakan) dalam Jacobin et al. (2009: 96), menciptakan melibatkan pemaduan elemen-elemen ke dalam suatu sintesis yang unik. Aktivitas menciptakan mmelibatkan proses meletakkan sesuatu secara bersama-sama untuk menghasilkan suatu hal yang baru dan unik. Dimensi ini diasumsikan terletak di sepanjang kontinum kompleksitas kognitif. Kategori–kategori tersebut disusun secara hirarkis, sehingga menjadi taraf–taraf yang menjadi semakin bersifat kompleks, mulai dari yang pertama sampai dengan yang terakhir. b. Kemampuan Ranah Afektif Kemampuan afektif merupakan salah satu ranah hasil belajar yang dikembangkan Anderson. Anderson dalam Panduan Pengembangan Penilaian Afektif – Dit. Pembinaan SMA berpendapat bahwa, “karakteristuk manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif”. Menurut Popham (1995) dalam Mardapi (2008), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Menurut Krathwohl (1961) dalam anonim bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya terdapat komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization. Berikut penjelasannya: 1) Tingkat Receiving Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif. 2) Tingkat Responding Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
3) Tingkat Valuing Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi. 4) Tingkat Organization Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup. 5) Tingkat Characterization Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial. Sedangkan Herliani (2009), menyatakan ada lima aspek afektif hasil klasifikasi Tuckman, Anderson, dan Gable, yaitu: sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Berikut ini merupakan penjelasan yang dirangkum dari Mardapi (2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
1) Sikap Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Komponen sikap dibentuk dari tiga komponen yang saling menunjang dalam pembentukan sikap individu, yaitu: (a) komponen kognitif yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap; (b) komponen afektif yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (menyangkut perasaan yang dimiliki terhada sesuatu); (c) komponen konatif yang menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Herliani, 2009). 2) Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. 3) Konsep Diri Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Arah konsep diri bisa positif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik serta untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. 4) Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. 5) Moral Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang berupa ranah afektif berkaitan erat dengan sikap-sikap yang dimiliki siswa. Oleh karena itu diperlukan juga pengamatan dan penilaian terhadap ranah afektif untuk mengetahui prestasi belajar siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
c. Kemampuan Ranah Psikomotor Bloom (1979) dalam anonim berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Leighbody (1968) dalam anonim berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: 1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja; 2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan; 3) kecepatan mengerjakan tugas; 4) kemampuan membaca gambar dan atau symbol; 5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Pada penelitian ini prestasi belajar IPA siswa hanya dibatasi pada kemapuan ranah kognitif dan ranah afektif. 11.
Pokok Bahasan Bunyi
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 SMP, pokok bahasan Bunyi adalah salah satu pokok bahasan bidang studi IPA pada kelas VIII semester 2. Adapun kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari. Materi Bunyi dapat diamati secara langsung baik melalui percobaan maupun pengamatan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
melibatkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan tersebut diantaranya adalah:
keterampilan
mengamati;
menginterpretasi;
mengklasifikasi;
memprediksi; berkomunikasi; berhipotesis; merencanakan percobaan atau penyelidikan; mengajukan pertanyaan; dan menyimpulkan. Sehingga dalam proses pembelajaran tersebut diperlukan adanya sikap yang melandasi proses sains, yaitu sikap ilmiah. Untuk dapat menyimpulkan dari beberapa bagian konsep untuk menjadi bagian yang utuh, siswa perlu suatu kemampuan untuk menganalisis. Materi Bunyi membutuhkan kemampuan analisis karena materi ini mencakup informasi, data dan fakta yang harus dianalisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Dalam pembelajaran. Berkaitan dengan karakteristik tersebut maka dalam pembelajaran Bunyi harus dilandasi dengan sikap ilmiah yang baik dan memerlukan kemampuan siswa menganalisis fenomena Bunyi yang ditampilkan. Siswa harus belajar Bunyi karena manfaat Bunyi sebagai bahan kajian IPA yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA di SMP siswa harus memiliki keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dapat diwujudkan salah satunya dengan rasa syukur akan ciptaan Tuhan atas indera pendengaran serta indera pengucap yang telah diciptakan-Nya. Materi Bunyi pun bermafaat bagi kehidupan. Untuk mengetahui manfaat bunyi, maka diperlukan adanya diskusi untuk mengkaji Bunyi secara mendalam. Banyaknya manfaat yang dimiliki, diharapkan dapat mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap pentingnya Bunyi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
a. Getaran dan Gelombang Untuk memahami Bunyi terlebih dahulu akan dibahas tentang getaran. Getaran adalah gerak bolak-balik di sekitar titik tetap (titik kesetimbangan). Getaran timbul karena adanya gaya pemulih yang arahnya selalu melawan arah simpangannya. Contoh getaran antara lain ayunan sederhana dan getaran pada senar gitar/biola. Gelombang seperti dirangkum dari (Wilson, 1997), “gelombang adalah usikan (gangguan) dari keadaan setimbang yang merambat dalam ruang.” Ketika medium diganggu, energi diberikan kepada medium. Dengan menganggap energi ditambahkan kepada material secara mekanik, seperti misalnya dengan meniup (pada kasus gas) atau dengan tekanan. Hal ini akan membuat parikel bergetar. Karena partikel saling berhubungan oleh gaya antarmolekul, getaran setiap partikel mempengaruhi partikel di sebelahnya. Energi yang ditambahkan tersebut membuat partikel berinteraksi dengan medium. Pada kasus ini, tidak ada gaya pemulih pada rambatan energi. Jadi dalam perambatan energi, partikel tidak bergetar seperti yang dilakukan dalam medium bahan. Besaran-besaran pada gelombang antara lain: 1) amplitudo, yaitu simpangan maksimum dari posisi setimbang; 2) panjang gelombang, yaitu jarak antara dua partikel sefase yang berurutan; 3) frekuensi, yaitu jumlah gelombang tiap sekon; 4) periode, yaitu waktu yang diperlukan untuk menempuh satu panjang gelombang. Berdasarkan arah rambat dan arah getarnya gelombang dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu gelombang transversal dan longitudinal. Gelombang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
transversal adalah gelombang yang arah gerak dan arah rambat parikelnya saling tegak lurus. Gelombang transversal kadang disebut shear wave karena gangguannya memberikan gaya yang cenderung untuk memotong medium. Shear waves dapat merambat hanya dalam zat padat, karena zat cair atau gas tidak memiliki gaya pemulih antar partikel yang cukup untuk merambatkan sebuah gelombang transversal. Sedangkan gelombang longitudinal, partikel bergetar sejajar dengan arah kecepatan gelombang. Gelombang bunyi merupakan salah satu contoh gelombang longitudinal. Gelombang longitudinal terdiri atas rapatan dan renggangan. Sebuah gangguan periodik menghasilkan rapatan di udara. Renggangan disebabkan karena massa jenis udara pada wilayah tersebut berkurang. Gelombang longitudinal dapat merambat pada zat padat, zat cair dan zat gas. b. Pengertian Bunyi Dalam perambatannya, bunyi memerlukan medium. Unuk menimbulkan bunyi, maka harus ada gangguan atau getaran pada medium. Gangguan dapat dilihat seperti ketika
memetik gitar, memukul meja, serta ketika seseorang
berbicara, maka akan dirasakan adanya getaran. Adanya getaran tersebut, membuat gitar, meja, dan seseorang berbunyi. Akan tetapi, jika benda-benda tersebut sudah tidak bergetar (diam) maka tidak lagi terdengar bunyi. Sehingga, dapat dikatakan sumber bunyi adalah benda yang bergetar. Gelombang bunyi dalam gas dan zat cair merupakan gelombang longitudinal. Sedangkan dalam zat padat dapat mempunyai komponen longitudinal dan juga transversal. Interaksi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
antarmolekul dalam zat padat lebih kuat daripada dalam fluida, dan memungkinkan gelombang transversal merambat. Karakteristik gelombang bunyi dapat divisualisasi dengan menggunakan garputala. Garputala bergetar pada frekuensi tertentu, sehingga sebuah nada tunggal dapat didengar. Getaran mengganggu udara, menciptakan daerah dengan masa jenis lebih tinggi atau disebut sebagai rapatan dan daerah yang massa jenisnya lebih rendah yang disebut sebagai renggangan. Ketika garputala bergetar, gangguannya merambat ke arah luar dan rentetannya dapat digambarkan oleh gelombang sinusoidal. Ketika gangguanya merambat melalui udara dan mencapai telinga, gendang telinga diatur bergetar oleh variasi tekanan. Tulang pendengaran kemudian membawa getaran ke telinga bagian dalam, tempat getaran diambil oleh syaraf audiori. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Terdengarnya Bunyi
Berikut merupakan penjelasan tentang bunyi manusia. Energi bunyi yang berhubungan dengan bunyi manusia yang berasal dari kerja otot diafragma yang mengangkat udara dari paru-paru. Untuk menghasilkan getaran, aliran konstan udara harus diganggu secara periodik atau dimodulasi. Organ yang memodulasi adalah laring (kotak bunyi), yang melebarkan membran (pita suara). Pita suara commit to user yang membuka dan menutup memodulasi aliran udara dan menghasilkan bunyi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Gelombang bunyi dari laring dimodulasi lebih jauh pada berbagai rongga resonansi di tenggorokan, mulut, dan hidung, di mana gelombang berdiri terbentuk. Beberapa rongga dapat diatur oleh kontrol dari lidah dan mulut, sehingga dapat membuat beragam variasi bunyi (Wilson, 1997). c. Syarat Terdengarnya Bunyi Syarat terjadi dan terdengarnya bunyi yaitu: (1) ada sumber bunyi; (2) ada medium atau zat antara, yaitu zat padat, cair, dan gas; (3) ada pendengar (penerima bunyi) yang berada di dekat atau dalam jangkauan jangkauan sumber bunyi. Sumber bunyi berasal dari benda yang bergetar. Zat padat merupakan penghantar bunyi yang paling baik, kemudian diikuti oleh zat cair dan selanjutnya udara. Karena bunyi merupakan peristiwa getaran yang merambat, maka bunyi memiliki frekuensi dan amplitudo. Frekuensi menentukan tinggi rendahnya bunyi dan amplitudo mempengaruhi kuat lemahnya bunyi. Jika jarak antara penerima dan sumber bunyi semakin jauh maka penerima (pendengar) akan mendengar bunyi semakin lemah. Bila jarak semakin dekat penerima mendengar bunyi semakin kuat. Setiap sumber bunyi menghasilkan bunyi dengan frekuensi tertentu yang tidak sama besarnya antara satu dengan yang lainnya. d. Kelajuan Gelombang Bunyi Untuk merambat dari suatu tempat ke tempat lain, bunyi memerlukan waktu. Makin jauh jarak yang ditempuh makin lama waktu yang dibutuhkannya. Cepat rambat gelombang bunyi dalam medium tergantung pada tekanan dan massa jenis medium. Medium tersebut dapat berupa zat padat, cair, dan gas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Untuk menentukan laju gelombang bunyi di berberapa medium, ditinjau kelajuan gelombang bunyi pada tali. Berikut akan ditinjau penentuan kelajuan pulsa transversal yang merambat pada tali yang tegang. Jika tali berada dalam keadaan tegang ditarik ke samping kemudian dilepaskan, tegangan tersebut akan menyebabkan percepatan elemen tertentu dari tali tersebut hingga mencapai posisi keseimbangannya. Menurut Hukum II Newton, percepatan elemen bertambah seiring bertambahnya tegangan. Jika elemen bertambah kembali ke dalam keadaan kesetimbangannya lebih cepat akibat bertambahnya percepatan, dapat disimpulkan bahwa kelajuan gelombangnya lebih besar. Dengan demikian kelajuan gelombang bertambah seiring bertambahnya tegangan. Begitu juga, kelajuan gelombang akan berkurang ketika massa per satuan panjang tali bertambah. Hal ini terjadi karena sulit untuk mempercepat sebuah elemen yang berat daripada elemen yang ringan. Jika tegangan tali adalah T dan massa per satuan panjangnya adalah m maka kelajuan gelombangnya adalah: v=
T m
(2.1)
Pertama dianalisis melalui analisis dimensi. Dimensi T adalah ML/T2 dan dimensi m adalah ML-1. Jadi, dimensi
T adalah L2 T-2; oleh karena itu dimensi m
T adalah LT-1 yang merupakan dimensi kelajuan. m
Analisis secara mekanis untuk memperoleh persamaaan (2.2). Anggap semua elemen pada tali bergerak ke kiri, sebuah elemen pada tali pada awalnya commit usernaik dan mengikuti bentuk pulsa, berada di kanan pulsa akan bergerak ketokiri,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
kemudian terus bergerak ke kiri. Gambar (2.2) menunjukkan elemen seperti hal itu saat pulsa terletak pada puncaknya. v
Dx T cos q q
T cos q q Dx
2T sin q
T
T
R
q R O O Gambar 2.2 Gaya pada Elemen Tali
Elemen kecil tali dengan panjang Dx seperti ditunjukkan pada Gambar (2.2) dan diperbesar dalam Gambar (2.2), membentuk sebuah busur lingkaran berjari-jari R. dalam kerangka acuan yang bergerak (yang bergerak ke kanan pada kelajuan v bersama dengan pulsa), elemen yang diarsirnya bergerak ke kiri dengan kelajuan v. Elemen tersebut memiliki percepatan sentripetal yang diakibatkan oleh komponen gaya T. Gaya T bekerja pada kedua sisi elemmen dan bersinggungan dengan busur, seperti diperlihatkan Gambar (2.2). Komponen horizontal T saling meniadakan dan masing-masing komponen verikal bekerja secara radial menuju pusat busur. Karena elemen tersebut kecil, maka q juga kecil dan dapat digunakan pendekatan sudut kecil sin q » q . Maka berdasarkan Hukum II Newton:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
åF
Y
= ma
2T sin q = m
v2 R
; m = D xm
v2 R 2TqR R (2q ) m
; Dx = R ( 2q )
2Tq = Dxm v= v=
T m
(2.2)
Pada kasus tersebut, kelajuan gelombang bergantung pada sifat elasitistas medium atau tegangan tali (T) dan pada sifat inersia ( m ). Pada kenyataannya, kelajuan gelombang mekanik sesuai dengan pernyataan dalam bentuk umum berikut: v=
sifat elastistas sifat inersia medium
(2.3)
Jadi kelajuan gelombang bunyi di dalam medium perantara bergantung pada kompresibilitas dan kerapatan medium. Dari persamaan (2.2) dapat dikembangkan untuk memperoleh kelajuan benda pada zat padat. Pada zat padat sifat elastisitas bahan dipengaruhi oleh modulus Young (Y) Seperti sudah diketahui besarnya modulus Young:
t F L = . e A DL DLYA F= L dari persamaan (2.2) dan (2.5) diperoleh: Y =
commit to user
(2.4) (2.5)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
v=
T m
v=
FL m
v=
DLYAL Lm
v=
DLYA m
v=
DLYA rV
v=
YADL rADL
v=
Y r
(2.6)
Aplikasi kelajuan pada udara Pada zat gas sifat elastik benda dipengaruhi oleh modulus Bulk. Besarnya modulus Bulk (B), yaitu:
B=
t F V = . e A DV
(2.7)
DVBA V dari persamaan (2.2) dan (2.8) diperoleh: F=
v=
T m
v=
Fx m
v=
DVBAx V ;x = Vm A
v=
DVBAV VmA
commit to user
(2.8)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
v=
DVBAV VmA
v=
DVB m
v=
DVB rDV
v=
B r
(2.9)
Kelajuan bunyi juga bergantung pada suhu medium. Untuk bunyi yang merambat di udara, hubungan antara kelajuan bunyi dengan suhunya adalah: v = 331 m/s 1 +
TC 273o C
(2.10)
331 m/s merupakan kelajuan bunyi di udara pada 0oC dan TC merupakan suhu udara dalam derajat Celcius. Melalui persamaan ini dapat diketahui bahwa pada 20oC kelajuan bunyi di udara adalah sekitar 343 m/s. Informasi tersebut memberikan kemudahan untuk mengukur jarak terjadinya petir yaitu dengan mencatat selang waktu yang dibutuhkan antara percikan kilat dan suara gemuruhnya dan membagi waktu tersebut dengan 3 akan memberikan perkiraan jarak dari pengamat ke kilat dalam satuan kilometer (karena 343 m/s adalah sekitar 1/3 km/s). Untuk pembahasan materi SMP, cepat rambat bunyi didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak yang ditempuh bunyi dengan selang waktunya. Untuk mencari besarnya cepat rambat bunyi digunakan persamaan: 曀
(2.11)
Jika gelombang menempuh jarak satu panjang gelombang (λ), maka waktu commit to user tempuhnya adalah periode gelombang itu (T), sehingga persamaan (2.11) ditulis:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
v=
l , T
(2.12)
f =
1 , T
(2.13)
sehingga: v = l f
(2.14)
Berikut ini adalah contoh bahwa bunyi memerlukan waktu dalam perambatannya:1) pada saat hujan, sering kita amati adanya kilat dan guntur. Sebetulnya kilat dan guntur terjadi pada saat yang bersamaan, tetapi kita lebih dahulu melihat kilat (cahaya) baru beberapa saat kemudian mendengar guntur (suara); 2) ketika melihat orang yang menebang pohon dengan kampak, kita mendengar bunyi beberapa saat setelah kampak mengenai pohon. Tabel 2.6. Kecepatan Bunyi dalam Berbagai Medium Medium v (m/s) Medium Gas Cair pada 25 oC Hidrogen (0oC) 1,286 Gliserol Helium (0oC) 972 Air laut Udara (0oC) 331 Air Udara (20oC) 343 Merkuri Oksigen (0oC) 317 Kerosin Alcohol metal Karnon tetraklorid
v (m/s) 1,904 1,533 1,493 1,450 1,324 1,143 929
Medium v (m/s) Padat Gelas pyrex 5640 Besi 5950 Alumunium 6420 Kuningan 4700 Tembaga 5010 Emas 5240 Karet 1600 (Sumber: Serway, 2004)
e. Gelombang Bunyi Periodik Gelombang bunyi periodik satu dimensi dapat dihasilkan dalam tabung pipa sempit dan panjang yang berisi gas, dengan menggunakan piston yang berosilasi pada salah satu ujungnya seperti diperlihatkan Gambar 2.3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
l Gambar 2.3 Perambatan Gelombang Longitudinal Melalui Tabung Berisi Gas
Daerah yang berwarna lebih gelap merepresentasikan gas yang dimampatkan sehingga kerapatan dan tekanannya berada di atas nilai kesetimbangan. Daerah yang dimampatkan terbentuk ketika piston ditekan ke dalam tabung pipa. Daerah yang dimampatkan disebut rapatan yang berpindah sebagai pulsa, begitu juga dengan daerah yang dimampatkan yang berada di depannya. Ketika piston ditarik kembali gas yang di depannya mengembang sehingga tekanan dan kerapatan pada daerah ini berada di bawah nilai kesetimbangan (diwakili oleh daerah yang berwarna lebih terang pada Gambar 2.3). Daerah bertekanan rendah disebut regangan, yang juga menjalar sepanjang tabung pipa mengikuti rapatan. Kedua daerah ini berpindah dengan kelajuan yang sama dengan kelajuan bunyi dalam medium. Ketika piston berosilasi secara sinusoidal, daerah rapatan dan renggangan terbentuk secara berkelanjutan. Jarak antara dua rapatan atau jarak antara dua renggangan merupakan satu panjang gelombang (λ). Saat kedua daerah ini merambat, elemen-elemen kecil pada medium bergerak dengan gerakan garmonik
commit to usergelombang. Jika s(x,t) merupakan sederhana yang sejajar dengan arah perambatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
fungsi posisi dari suatu elemen kecil relatif terhadap posisi kesetimbangan, maka fungsi posisi harmonik dapat dituliskan:
s ( x, t ) = s maks cos(kx - wt)
(2.15)
Gambar 2.4 Amplitudo Perpindahan
smax merupakan posisi masksimum dari elemen relatif terhadap kesetimbangan yang biasa disebut sebagai amplitudo perpindahan gelombang. Perpindahan elemen adalah sepanjang x dalam arah rambatan gelombang bunyi, hal itu berarti menggambarkan bentuk gelombang longitudinal. f. Intensitas Gelombang Bunyi Periodik Gelombang yang merambat pada tali yang tegang memerlukan energi, begitupun gelombang bunyi. Tinjau Gambar 2.5 sebuah elemen udara dengan massa Dm dan ketebalan Dx di depan piston yang berisolasi dengan frekuensi w . Piston menghantarkan energi ke elemen udara di dalam tabung dan
commit to user energi merambat keluar dari piston dalam bentuk gelombang bunyi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 Luas Penampang (A)
Dm
v
Dx Gambar 2.5 Piston yang berosilasi memberikan energi ke udara di dalam tabung
jadi intensitas bunyi: I=
energi/wak tu P = luas bidang A
(2.16)
Sekarang tinjau suatu sumber titik yang memancarkan gelombang bunyi yang sama ke semua arah. Intensitas bunyi berkurang saat pendengar menjauhi sumber. Misal sumber dianggap sebagai titik dengan jari-jari r, maka sumber dapat dianggap sebagai bola. Daya rata-rata yang dipancarkan sumber pasti terdistribusi merata pada permukaan bola dengan luas permukaan 4pr 2 . Maka, intensitas gelombang pada jarak r dari sumber adalah:
I=
P A
=
P 4pr 2
(2.17)
g. Taraf Intensitas Bunyi Taraf intensitas bunyi didefinisikan sebagai logaritma perbandingan antara intensitas bunyi dengan intensitas ambang pendengaran. Secara matematis:
b = 10 log
I I0
(2.18)
Anggap b1 adalah taraf intensitas bunyi terhadap intensitas bunyi pertama I1 dan
b 2 = taraf intensitas bunyi terhadap intensitas bunyi pertama I2. Maka commit to user
selisih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
intensitas bunyi pertama terhadap intensitas bunyi kedua: Db = b 2 - b 1 = 10 log
I2 I - 10 log 1 I0 I0
= 10 log
I2 I1
(2.19)
Tabel 2.7 Taraf Intensitas Beberapa Sumber Bunyi Sumber Bunyi dB Pesawat jet 150 Mesin tembak 130 Konser musik rock 120 Kereta api bawah tanah 100 Lalu lintas ramai 80 Percakapan normal 60 Orang yang berbisik 20 Ambang pendengaran 10 (Sumber: Serway, 2004)
h. Jenis-Jenis Bunyi Berdasarkan Frekuensinya Bunyi dapat kita dengar berdasarkan frekuensinya. Berikut pembagian bunyi berdasarkan frekuensinya yang dirangkum dari (Serway, 2004): (1) infrasonik: bunyi yang frekuensinya kurang dari 20 Hz (tidak dapat terdengar manusia, tapi jangkrik, gajah, dan anjing bisa mendengarnya); (2) audiosonik: bunyi yang frekuensinya antara 20 Hz hingga 20.000 Hz (dapat didengar manusia); (3) ultrasonik: bunyi yang frekuensinya lebih dari 20.000 Hz (tidak dapat terdengar manusia, tapi kelelawar, kucing dan lumba – lumba bisa mendengarnya). Ada banyak aplikasi ultrasonik. Karena gelombang ultrasonik dapat melewati dalam jarak jangkauan kilometer dalam air, ultrasonik dimanfaatkan sebagai sonar. Sonar berhubungan dengan radar, yang digunakan gelombang radio commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
untuk jangkauan dan deteksi. Pulsa bunyi dikumpulkan oleh bagian alat dalam sonar dan dipantulkan oleh objek di bawah air dan menghasilkan gema yang ditangkap oleh detektor. Waktu yang dibutuhkan oleh pulsa bunyi untuk membuat lintasan berurutan bersama-sama dengan kecepatan gelombang air, memberikan jarak pantul terhadap objek. Dengan cara yang sama, ultrasonik digunakan dalam autofocus kamera. Pengukuran jarak memungkinkan penyesuaian fokus dibuat. Tidak hanya untuk jangkauan, sonar juga digunakan untuk membuat gambar dasar laut dan objek yang diam di dalamnya seperi kapal tenggelam. Dalam kedokteran, ultrasonik digunakan untuk memeriksa jaringan dan organ dalam yang hampir tidak terlihat oleh sinar X. Generator ultrasonik (tranduser) terbuat dari kristal kuarsa menghasilkan gelombang dengan frekuensi tinggi yang digunakan untuk melakukan scanning bentuk tubuh dari beberapa sudut. Pantulan dari daerah yang di-scan dimonitor, dan komputer membentuk gambar dari sinyal yang dipantulkan. Gambar direkam dalam beberapa waktu tiap sekon. Susunan gambar organ dalam kemudian ditampilkan, seperti misalnya jantung atau janin. Dalam industri dan aplikasi rumah tangga, ultrasonik dimanfaatkan untuk membersihkan bagian mesin logam dan perhiasan. Getaran ultrasonik frekuensi tinggi (panjang gelombang pendek) melepaskan partikel pada tempat-tempat yang tidak terjangkau. i. Karakteristik Bunyi Ada tiga istilah yang dapat digunakan dalam menggambarkan bunyi, yaitu: nada, kuat lemah bunyi, dan warna bunyi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
1) Nada Nada adalah bunyi yang mempunyai frekuensi teratur, yang termasuk nada misalnya bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat musik. Desah adalah bunyi yang mempunyai frekuensi tidak teratur, misalnya suara daun yang ditiup angin, suara air hujan, suara meja yang dipukul-pukul sembarang dan sebagainya. Bunyi desah yang sangat keras disebut dentum. Contoh dentum adalah bunyi meriam dan bunyi bom.Tinggi rendahnya nada dipengaruhi oleh frekuensi bunyi. Semakin besar frekuensi, maka semakin tinggi bunyi. Sebaliknya, semakin kecil frekuensi, semakin rendah bunyi (Darianto, 2008). Tabel 2.8. Deretan Nada dan Perbandingan Frekuensinya c d e f g 24 27 30 32 36 prime seconde terst Kwart kwint
a 40 Sektet
b c’ 45 48 septime oktaf (Sumber: Darianto, 2008)
Secara internasional frekuensi nada A (440 Hz) disepakati sebagai kunci untuk mencari frekuensi nada lain. 2) Kuat Bunyi Kekuatan bunyi adalah sensasi yang dirasakan oleh pendengar. Kuat lemahnya bunyi ditentukan oleh intensitas bunyi yang diterima oleh pendengar. Intensitas bunyi ditentukan oleh: (a) daya radiasi sumber bunyi (I ∞ P); (b) jarak pendengar ke sumber bunyi (I ∞ 1/r2). Karena intensitas sebanding dengan kuadrat amplitudo maka kuat lemahnya bunyi bergantung pada amplitudo. Makin kuat atau makin keras bunyi, makin besar amplitudo. Sebaliknya, makin lemah bunyi, makin kecil amplitudo. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
3) Warna Bunyi Gabungan nada bunyi antara nada dasar dan nada atas yang menyertainya disebut warna bunyi (timbre). Warna bunyi merupakan gabungan dari dua bunyi yang memiliki frekuensi yang sama tetapi terdengar berbeda. Warna bunyi yang dihasilkan setiap sumber bunyi yang berbeda akan berbeda. Perbedaan warna bunyi yang dihasilkan sumber bunyi yang berbeda terjadi karena perbedaan bentuk sumber bunyi (Darianto, 2008). j. Pelayangan Bunyi Pelayangan bunyi dihasilkan ketika dua sumber gelombang bunyi yang memiliki frekuensi hampir sama terdengar secara bersama. Pendengar merasakan adanya pelayangan bunyi sebagai fluktuasi intensitas bunyi. Seorang pendengar akan mendengar jumlah tertentu pelayangan per sekon yang disebut sebagai frekuensi pelayangan. Jika ada dua gelombang bunyi yang memiliki frekuensi masing-masing f1 dan f2 di mana f1 hampir sama dengan f2, maka pendengar tersebut akan mendenganr pelayangan sebagai fluktuasi frekuensi f yang diberikan sebagai: f = f1 - f2
(2.20)
k. Hukum Marsenne Seorang ahli fisika Marsenne telah menyelidiki frekuensi yang dihasilkan oleh senar-senar yang bergetar dengan menggunakan alat yang disebut sonometer. Sonometer merupakan alat yang digunakan untuk menyelidiki hubungan antara frekuensi, panjang senar, tegangan senar, tebal senar dan bahan senar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
Penyelidikan tersebut menghasilkan Hukum Marsenne. Bunyi hukum Marsenne yaitu tinggi rendahnya nada : (1) berbanding terbalik dengan panjang senar (l); (2) berbanding terbalik dengan akar luas penampang senar (A); (3) sebanding dengan akar tegangan senar (F); (4) berbanding terbalik dengan akar massa jenis bahan senar (ρ). Hukum Marsenne dituliskan sebagai berikut :
曠
(2.21)
⏸ℓ
l. Resonansi
Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena getaran benda lain. Resonansi terjadi bila frekuensi benda yang bergetar sama dengan atau kelipatannya frekuensi benda yang turut bergetar. 1) Resonansi pada Garputala
Gambar 2.6. Resonansi Pada Garputala
Getaran dari garputala A menyebabkan garputala B yang memiliki frekuensi yang sama ikut bergetar, meskipun lemah. Peristiwa ini disebut resonansi. 2) Resonansi pada Ayunan Bandul
E A
C D B
F
Gambar 2.7. Resonansi Pada Ayunan Bandul
Bandul A memiliki panjang tali yang sama dengan bandul E, tetapi memiliki panjang tali yang berbeda dengan commit to lainnya. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
Apabila bandul A diayunkan, maka bandul E akan ikut berayun, sedangkan bandul B, C, D, dan F tetap diam. Hal ini disebabkan bandul A dan E memiliki panjang tali dan waktu ayun yang sama sehingga frekuensinya sama, sedangkan bandul lain memiliki frekuensi yang berbeda. Karena frekuensi bandulA dan E sama, maka bandul E dikatakan beresonansi dengan bandul A. 3) Resonansi Kolom Udara
Gambar 2.8. Resonansi Kolom Udara
Resonansi udara akan terjadi pada setiap tinggi kolom udara yang merupakan kelipatan bilangan ganjil dari seperempat panjang gelombang sumber getar. Garputala digetarkan di atas tabung kaca. Pada kedudukan l1 akan terjadi resonansi pertama. Pada kedudukan l2 akan terjadi resonansi kedua. Terjadinya resonansi bila dipenuhi syarat bila panjang kolom udara di atas permukaan air dalam pipa:
ℓ鸈
⏸鸈
(2.22)
n : resonansi ke-n, dengan n = 1, 2, 3,… Contoh-contoh peristiwa resonansi dalam kehidupan sehari-hari yaitu: (1) Gitar atau biola. Bunyi yang ditimbulkan oleh senar gitar dan biola menjadi lebih kuat, disebabkan oleh resonansi udara di dalam kotak gitar dan biola; (2) Gamelan dapat mengeluarkan suara nyaring, karena dalam gamelan itu terdapat
commit to user resonansi udara; (3) Seruling apabila ditiup akan mengeluarkan suara yang cukup
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
keras. Hal ini disebabkan adanya resonansi udara di dalam seruling; (4) Resonansi terjadi pada kolom udara yang dibuat di tengah kentongan, sehingga bunyinya nyaring. m. Fenomena Gelombang 1) Pemantulan Bunyi a)
Hukum Pemantulan Bunyi
Gambar 2.9. Hukum Pemantulan Bunyi
Apabila bunyi mengenai permukaan yang keras, maka akan dipantulkan mengikuti suatu aturan yang disebut hukum pemantulan bunyi. Hukum pemantulan bunyi (perhatikan Gambar 2.9 di atas): (1) bunyi datang (AB), garis normal (BN) dan bunyi pantul (BC) terletak pada satu bidang datar; (2) Sudut datang sama dengan sudut pantul b) Manfaat Pemantulan Bunyi dalam Kehidupan Sehari-hari (1) Untuk Menentukan Dalamnya Laut Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan untuk mengukur kedalaman laut. Kedalaman laut dapat dihitung dengan mencatat selang waktu antara pemancaran bunyi dan penerimaan bunyi yang diantulkan oleh dasar laut. Untuk maksud ini, digunakan kapal yang dilengkapi transmitter sebagai sumber getar dan hidrofon sebagai alat penangkap bunyi pantulan. Gelombang yang dipancarkan oleh transmitter dipantulkan oleh dasar laut. Cepat rambat bunyi dalam gelombang laut diketahui, yaitu 1500 m/s.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Persamaan yang digunakan untuk mengukur kedalaman laut (s) adalah:
㣠
⏸
(2.23)
Gambar 2.10 a. Pemanfaatan Gelombang Bunyi oleh Nelayan b. Skema Pemantulan Bunyi untuk Mengukur Kedalaman Laut
(2) Untuk Menentukan Panjang Lorong Gua Prinsip penentuan panjang lorong gua hampir sama dengan prinsip menentukan dalamnya laut.Dalamnya laut atau panjang lorong gua dapat dihitung dengan persamaan (2.23). c)
Macam-Macam Bunyi Pantul (1) Bunyi Pantul Memperkuat Bunyi Asli Hal ini terjadi karena bunyi pantul hampir bersamaan dengan bunyi asli
(Darianto, 2008: 99). Bunyi pantul dapat memperkuat bunyi asli jika jarak sumber bunyi dan dinding pemantul berdekatan, sehingga selang waktu antara bunyi asli (bunyi datang) dan bunyi pantul sangat kecil. (2) Gaung atau Kerdam Gaung atau kerdam adalah bunyi pantul yang hanya sebagian terdengar bersama-sama dengan bunyi asli, sehingga bunyi asli terdengar tidak jelas. Gaung terjadi karena jarak antar sumber bunyi dengan dinding pemantul cukup jauh commit to user sehingga sebagian saja bunyi pantul yang terdengar bersamaan dengan bunyi asli,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
bunyi pantul seperti ini mengganggu bunyi asli. Gaung dapat terjadi pada ruang yang agak besar, misalnya gedung pertemuan, dan gedung aula. Misal: Bunyi asli
: bi – ca - ra
Bunyi pantul :…bi…ca….ra Terdengar
: bi-...-….-.…-ra
Untuk menghindari gaung biasanya gedung pertemuan atau gedung bioskop dipasang peredam bunyi pada dindingnya. Peredam bunyi adalah zat-zat yang dapat menyerap bunyi yang diterimanya. Bahan peredam bunyi yang dapat digunakan yaitu: (1) bahan berpori-pori, karakter akustik bahan berpori seperti papan serat (fiber board), plesteran lembut (soft plasters), mineral wools dan selimut isolasi adalah jaringan selular dengan pori-pori yang saling berhubungan; (2) penyerap panel atau penyerap selaput, penyerap panel pada konstruksi auditorium yang berperan pada penyerapan frekuensi rendah (panel kayu dan hardboard gypsum boards, langit-langit plesteran yang digantung, plesteran berbulu, plastic board tegar, jendela, kaca, pintu, lantai kayu, serta pelat-pelat logam (Hananto, 2010) (3) Gema Gema adalah bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi asli selesai diucapkan sehingga pendengar dapat mendengar bunyi pantul lengkap seperti bunyi aslinya. Gema akan terdengar apabila jarak antara dinding pemantul dengan sumber bunyi jauh. Misalnya seorang berteriak di dekat lereng gunung atau jurang akan terdengar gema (Etsa Indra Irawan, 2008: 251-252). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
2) Pembiasan Bunyi Pembiasan bunyi lebih jarang terjadi, tetapi dapat diamati ketika sore hari yang tenang. Terkadang manusia mendengar bunyi yang jauh atau kadang bunyi lain yang biasanya tidak terdengar. Efek ini karena bunyi dibiaskan atau dibengkokkan. Hal ini karena gelombang bunyi melewati daerah dengan kerapatan udara yang berbeda. 3) Interferensi Bunyi Interferensi bunyi terjadi jika dua buah gelombang atau lebih bertemu. Contohnya, dua speaker yang terpisang oleh jarak mengeluarkan bunyi dengan frekuensi sama. Maka akan terbentuk interferensi konstruktif (bulatan merah) dan distruktif (bulatan biru). Seperti pada Gambar 2.11
speaker 1 speaker 2 Gambar 2.11 Interferensi Gelombang Bunyi pada Speaker
Interferensi konstruktif terjadi jika kedua gelombang saling menguatkan dan interferensi distruktif terjadi jika kedua gelombang saling memperlemah. Syarat agar interferensi terlihat jelas adalah kedua sumber getar harus koheren, artinya mamiliki fase, amplitudo dan frekuensi yang sama. Beda fase ( Dq ) berhubungan dengan perbedaan lintasan (DL) dengan hubungan:
Dq =
2p (DL ) l
commit to user
(2.24)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
Untuk kondisi interferensi konstruktif memenuhi persamaan:
DL = nl
(n = 0,1,2,3,...)
(2.25)
Sedangkan untuk kondisi interferensi distruktif memenuhi persamaan:
DL =
m l 2
(m = 1,3,5,...)
(2.26)
Interferensi bunyi secara distruktif dimanfaatkan untuk mengurangi kebisingan kabin pesawat. 4) Efek Doppler Apabila berdiri di pinggir jalan raya mengamati kendaraan yang lalulalang, frekuensi bunyi klaskon sebuah mobil yang dihidupkan terus akan terdengar lebih tinggi saat mendekat dan terdengar lebih rendah saat menjauh. Peristiwa ini disebut efek Doppler.
d = vT = l
l' d s = v sT 1 ( Dl )
2
1
Gambar 2.12. Efek Dopler dan Panjang Gelombang
Perhatikan Gambar 2.12., jika kelajuan gelombang bunyi dalam udara v dan kelajuan sumber yang bergerak adalah vs, frekuensi gelombang bunyi yang dihasilkan sumber adalah fs dan periodenya adalah 1/fs. Sebuah gelombang bergerak dengan jarak d = v T = l (gelombang bunyi akan menempuh jarak ini di udara pada setiap kasus, tak peduli sumber bergerak atau tidak). Tetapi dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
satu periode, sumber menempuh jarah ds = vs T sebelum mengeluarkan puncak gelombang lain. Jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan yaitu:
l ' = d - d s = vT - v sT = (v - v s )T = (v - vs )
1 fs
(2.27)
Frekuensi yang didengar oleh pendengan (fo):
fo =
v æ v =ç l' çè v - v s
æ ç 1 fo = ç ç vs ç1 v è dengan 1 -
ö ÷÷ f s atau ø
ö ÷ ÷ fs ÷ ÷ ø
(2.28)
vs adalah kurang dari 1, dan fo lebih besar dari fs . Dalam kasus ini v
sumber mendekati pendengar yang diam. Jika sumber menjauhi pendengar yang diam, maka l ' = d + d s ,sehingga:
v æ v f o = = çç l ' è v + vs
æ ç ö 1 ÷÷ f s = ç vs ç ø ç1 + v è
ö ÷ ÷ fs ÷ ÷ ø
(2.29)
dengan fo lebih kecil dari fs. Efek Doppler juga dapat terjadi jika pengamat bergerak sedangkan sumber diam. Ketika pengamat bergerak mendekati sumber, jarak antara dan puncak berturut-
æ vö turut adalah l = çç ÷÷ , tetapi kelajuan gelombang yang terukur berbeda. Relatif è fs ø terhadap pengamat yang mendekat, bunyi dari sumber yang diam mempunyai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
kelajuan gelombang v’ = v + vo , vo merupakan kelajuan pengamat dan v adalah kelajuan gelombang di udara. Sehingga frekuensi pengamat yaitu: untuk pengamat bergerak mendekati sumber yang diam
fo =
v' æ v + vo ö æ v ö =ç ÷ f s = ç1 + o ÷ f s l è v ø v ø è
(2.30)
untuk pengamat bergerak menjauhi sumber yang diam
fo =
v' æ v - v o ö æ v ö =ç ÷ f s = ç1 - o ÷ f s l è v ø v ø è
(2.31)
n. Alat Musik Sumber bunyi adalah sesuatu yang bergetar. Beberapa alat yang menggunakan senar, bunyi dapat dihasilkan dari tekanan jari tangan. Nada pada senar dapat diubah dengan menekan senar pada posisi tertentu. gelombang berdiri dapat dibuat pada pipa organa terbuka maupun tertutup. Nada harmonik pertama: v l1 = 2l Þ f 1 = 2l Nada harmonik kedua: v l2 = l Þ f 2 = = 2 f1 l Nada harmonik ketiga: 2 3v l3 = l Þ f 3 = = 3 f1 3 2l Gambar 2.13 Pipa Organa Terbuka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
Nada harmonik pertama: v l1 = 4l Þ f 1 = 4l Nada harmonik ketiga: 4 3v l3 = l Þ f 3 = = 3 f1 3 4l Nada harmonik kelima: 4 5v l5 = l Þ f 5 = = 5 f1 5 4l Gambar 2.14 Pipa Organa Tertutup
Secara umum frekuensi untuk kedua pipa organa dapat dituliskan: Frekuensi alamiah untuk pipa organa terbuka: fn =
v = nf1 ln
n = 1,2,3,...
(2.32)
Frekuensi alamiah untuk pipa organa tertutup: fn =
v = mf 1 lm
n = 1,3,5...
(2.33)
Frekuensi alamiah tergantung pada panjang pipa. Prinsip secara fisika diaplikasikan utnuk meniup instrumen kuningan. Nafas manusia terbiasa menciptakan gelombang bediri pada salah satu tabung. Instrumen demikian memungkinkan pemain untuk memvariasikan panjang efektif tabung dan dengan demikian alunan dapat diciptakan.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan pendekatan dan metode pembelajaran ini adalah: 1. Wagijartini (2010) melakukan penelitian tentang pembelajaran Fisika yang
commit to user yang disampaikan melalui pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan awal dan aktivitas belajar siswa. Perbedaan dengan peneliti adalah terletak pada variabel moderator, penelitian yang akan dilakukan memilih kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa sebagai variabel moderator. Kelebihan dari penelitian yang dilakukan Wagijartini adalah bahwa pendetakan dan metode belajar yang dipilih mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun, penelitian ini masih memiliki kelemahan yaitu dalam hal prestasi belajar. Prestasi belajar siswa hanya diukur ranah kognitif siswa saja sedangkan komponen lain yang diduga mempengaruhi hasil belajar siswa belum teramati dan terukur. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan maka dilakukan penelitian lanjutan yang tidak hanya melihat ranah kognitif sebagai tinjauan prestasi belajar tetapi akan ditinjau dari aspek lain yaitu komponen kognitif dan afektif. 2. Brown (2007) yang telah melakukan penelitian menggunakan pendekatan inkuiri telah berhasil menggunakan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran. Brown mengemukakan bahwa pendekatan inkuiri perlu dikembangkan di kelas-kelas karena dengan membandingkan satu kelas yang diberikan perlakuan menggunakan pendekatan inkuiri dan satu kelas dengan pendekatan konvensional
ternyata
kelas
dengan
pendekatan
inkuiri
mampu
meningkatakan kemampuan siswa dalam mengembangkan kemampuan matematika. Untuk itu akan dicoba penelitian dalam peningakatan kemampuan dalam kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa dalam IPA. 3. Nurdeli (2010) telah melakukan penelitian tentang pembelajaran Fisika dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
ditinjau dari variabel moderator motivasi berprestasi dan kreativitas siswa. Perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel moderator. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa. Keterbatasan penelitian tersebut adalah keterbatasan waktu penelitian terhadap alokasi waktu yang ada. Untuk meminimalisasi keterbatasan itu maka dalam penelitian ini alokasi waktu akan lebih diperhatikan dan sebelum memberikan perlakuan sampel akan dibiasakan menggunakan perlakuan yang hampir sama pada materi sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang telah disusun oleh Nurdeli, prestasi belajar siswa hanya diukur komponen kognitif siswa saja sehingga komponen lain yang diduga mempengaruhi hasil belajar siswa belum teramati dan terukur. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan maka dilakukan penelitian lanjutan yang tidak hanya mengembangkan aspek kognitif sebagai tinjauan prestasi belajar tetapi akan ditinjau dari tiga aspek lain yaitu komponen kognitif dan afektif. 4. Astuti (2009) telah melakukan penelitian tentang pendekatan CTL melalui metode proyek dan eksperimen ditinjau dari sikap ilmiah dan kemampuan berkomunikasi siswa. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada variabel bebas pendekatan dan metode proyek serta kemampuan berkomunikasi siswa. Peneliti menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan kemampuan analisis variable moderator. Keterbatasan penelitian yang telah dilakukan terletak pada tinjauan sikap ilmiah siswa yang hanya menggunakan angket. Adapun kelebihannya adalah pemilihan metode yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
tepat sesuai karakteristik materi dapat meningkatkan prestasi belajar. Sejalan dengan penelitian itu dalam penelitian yang akan dilakukan akan dikembangkan instrumen selain angket untuk mengetahui sikap ilmiah sehingga diharapkan hasil pengukuran sikap ilmiah siswa dapat lebih valid. 5. Zawadzki (2010) melakukan penelitian tentang pembelajaran inkuiri terbimbing pada pendidikan yang lebih tinggi di Thailand. Persamaan dengan penelitian ini adalah digunakannnya pembelajaran inkuiri terbimbing dan beberapa fase siklus yang digunakan, antara lain terdapat tahap motivasi (engange); eksplorasi; pembentukan konsep; penerapan; menarik kesimpulan melalui analisa data, peragaan, dan contoh; refleksi tentang apa yang sudah dipelajari; serta interaksi dengan instruktur (guru) sebagai fasilitator. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu Zawadzki memberikan penguatan dengan memberi masalah di luar kelas. Kelebihan dari penelitian Rainer tentang inkuiri termbimbing jika dibandingkan dengan pendekatan tradisional yang hanya transver pengetahuan adalah siswa mampu menguasai konten materi lebih baik; siswa lebih menyukai pendekatan yang digunakan; siswa memiliki sikap positif yang lebih baik terhadap pendidikan dan guru; keterampilan belajar siswa muncul lebih baik. Sedangkan kelemahannya, yaitu kemampuan siswa lebih rendah jika dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Dari penelitian tersebut, diharapkan penelitian yang dilakukan dapat membentuk pola pikir siswa bahwa belajar IPA tidak hanya sekedar memperoleh konsep saja, melainkan melalui proses dengan melibatkan keterampilan yang dimiliki.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
6. Wenning (2011) meneliti tentang level model inkuiri dalam pembelajaran sains. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masih ada guru yang gagal dalam mengimplementasikan model inkuiri tersebut dalam pembelajaran, penyebabnya antara lain: masalah waktu, energi, terlalu pelan, menuntut resiko yang besar, terlalu mahal, serta tidak nyaman. Untuk itu, Wenning menyarankan agar guru memperhatikan waktu yang dibutuhkan untuk menyiakan pembelajaran dengan urutan yang digunakan dalam model inkuiri. Perbedaan dengan penelitian ini adalah sequence atau urutan yang digunakan, meskipun pada dasarnya keterampilan yang dikembangkan pada setiap urutan pembelajaran hampir sama. 7. Hussain (2011), melakukan penelitian tentang perbandingan metode mengajar menggunakan inkuiri ilmiah dan pembelajaran tradisional. Persamaan dengan penelitian
yang dilakukan
adalah
sama-sama menggunakan
inkuiri.
Perbedaannya yaitu jika Hussain menggunakan inkuiri sebagai metode dan diterapkan di kelas X, sedangkan dalam penelitian ini inkuiri digunakan sebagai pendekatan dan diterapkan untuk anak kelas VIII.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, inkuiri merupakan metode yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan tradisional dalam pembelajaran Fisika. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis inkuiri yaitu inkuiri terbimbing, inkuiri bebas, dan inkuiri bebas termodifikasi. Dari ketiga metode inkuiri yang digunakan inkuiri terbimbing memperoleh hasil yang lebih baik untuk diterapkan dalam pembelajaran Fisika. Kelebihan dari metode ini, yaitu siswa dapat menerapkan konsep Fisika ke dalam kehidupan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
8. Holmes (2011), melakukan penelitian yang mengkaji pelajaran melalui inkuiri. Persamaan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
adalah
menggunakan
pembelajaran inkuiri. Kelebihannya, tulisan ini mengaspirasi guru untuk melakukan bagaimana menulis dan mengimpelementasikan inkuiri yang sebenarnya dalam pembelajaran IPA karena Holmes menyediakan contoh dan bimbingan pembelajaran inkuiri berbasis teknologi untuk menciptakan pembelajaran inkuiri. Selain itu, dengan pembelajaran inkuiri dapat melatih kemampuan berpikir kritis; meningkatkan prestasi dan sikap terhadap mata pelajaran; dan dapat mempertahankan informasi lebih baik. Sehingga diharapakan
dengan
menerapakan
pembelajaran
inkuiri
akan
dapat
menghasilkan outcome yang lebih baik baik pada produk, proses dan sikap ilmiah siswa. 9. Shaw, et al. (2009), melakukan penelitian tentang inkuiri terbimbing. Persamaan dengan penelitian ini adalah penggunakan inkuiri terbimbing. Sedangkan perbedaannya, jika Shaw, et al. melakukan pada bidang kajian kimia, dalam penelitian ini mengkaji masalah IPA (Fisika). Kelebihan dari penelitian yang dilakukan berhasil membimbing siswa untuk membangun konsep
baru.
Sehingga
diharapkan
dengan
mengimplementasikan
pembelajaran inkuiri akan dapat membangun konsep siswa tentang pokok bahasan tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
C. Kerangka Berpikir Dalam
proses
belajar
mengajar
terdapat
banyak
faktor
yang
mempengaruhi keberhasilan siswa baik faktor intern maupun ekstern. Faktor ekstern menjadi faktor bahan pembahasan yang perlu diperhatikan. Diantaranya adalah pemilihan pendekatan dan metode yang tepat dan efektif. Oleh karena itu, pemilihan pendekatan dan metode dalam proses pembelajaran harus disesuaikan dengan bahan dan tujuan yang akan dicapai. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan inkuiri terbimbing. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode eksperimen dan metode demonstrasi. Faktor lain yang dimati dalam penelitian ini adalah kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa. Berikut adalah kerangka berpikir yang diajukan. 1. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Bunyi. Karakterisitik materi Bunyi dapat dipelajari dengan pengamatan secara langsung. Salah satu pembelajaran yang membuat siswa melakukan pengamatan adalah dengan pendekatan inkuiri terbimbing yang bisa dilakukan melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi. Pembelajaran Bunyi dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen memberikan kesempatan siswa menemukan bukti kebenaran dari teori yang sedang dipelajari. Siswa juga diberi kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses. Keunggulan metode eksperimen commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
bila dibandingkan dengan metode demonstrasi adalah mampu memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk menemukan konsep atapun teori yang sedang dipelajari. Hal tersebut didukung oleh teori belajar penemuan oleh Bruner. Karena siswa belajar dengan pengalamannya langsung maka belajar akan menjadi bermakna dan ilmu yang diperoleh akan membekas lebih lama dibandingkan jika siswa tidak terlibat langsung dalam pembelajaran. Kebermaknaan belajar ini didukung oleh teori belajar bermakan dari Ausubel. Pembelajaran melalui pengamatan (physical knowledge) sesuai teori belajar Piaget yang meliputi bentuk physical knowledge, social knowledge dan logico-mathematical knowledge. Sedangkan metode demonstrasi adalah penyajian bahan pelajaran oleh guru baik yang berwujud benda maupun berupa prosedur tertentu yang dilakukan secara langsung atau menggunakan media pengajaran yang dapat melibatkan peran serta siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Melalui metode demonstrasi siswa memiliki batasan-batasan tertentu sehingga siswa tidak dapat meng-explore
seluruh
kemampuan
yang
dimiliki.
Siswa
hanya
bisa
memperhatikan apa yang diperagakan oleh guru. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran memiliki intensitas yang lebih kecil bila dibandingkan dengan metode eksperimen yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri lebih besar. Namun keunggulan yang dapat pembelajaran melalui metode demonstrasi adalah manajemen waktu lebih terkontrol karena dikendalikan oleh guru. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
Karena
masing-masing
metode
pembelajaran
tersebut
memiliki
keunggulan dan keterbatasan, maka diduga ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa. 2. Pengaruh Kemampuan Analisis Kategori Tinggi dan Rendah Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kemampuan analisis adalah keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kemampuan analisis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Setiap siswa memiliki kemampuan analisis yang berbeda satu dengan yang lain. Siswa dengan kemampuan analisis tinggi berarti siswa tersebut lebih terampil menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen yang lebih terinci dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas. Siswa dengan kemampuan analisis tinggi cenderung akan aktif dan kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah, memiliki perhatian yang tinggi untuk menemukan sesuatu, memiliki keingintahuan yang besar terhadap fenomena yang dipelajari, memperoleh nilai yang baik, dan tentu memiliki kemampuan berpikir yang tinggi. Dengan kemampuan analisis yang tinggi, tentu akan berdampak terhadap prestasi belajar siswa. Dengan demikian, kemampuan analisis siswa juga turut mempengaruhi prestasi belajar IPA. Siswa yang mampu menganalisis dengan baik tentu akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah. Oleh karena itu, diduga terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. 3. Pengaruh Sikap Ilmiah Kategori Tinggi dan Rendah Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Sikap ilmiah merupakan kencenderungan untuk bertindak sikap dapat dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA. Sikap ilmiah dapat dianggap sebagai nilai dan norma yang dipegang untuk mengikat manusia dalam ilmu pengetahuan alam. Norma ini diungkapkan dalam bentuk aturan, larangan, pilihan, dan kebolehan. Norma dan nilai ini harus diinternalisasi oleh siswa dan setelah itu siswa akan membiasakan diri dengan kebiasaan yang ilmiah. Sikap ilmiah dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA, antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya. Sebagai contohnya siswa yang memiliki sikap ingin tahu tinggi akan cenderung haus akan pengetahuan baru yang belum diketahui dan berusaha untuk mencari jawaban tentang apa yang tidak atau belum diketahui. Siswa yang teliti akan mengerjakan suatu pekerjaan dengan cermat, hati-hati dan tidak terburu-buru mampu meminimalisasi
kesalahan
yang mungkin
akan
muncul dalam
penyelesaian suatu masalah. Tinjauan lain dapat dilihat dari sisi kedisiplinan. Siswa yang memiliki rasa disiplin tinggi akan cenderung menjalankan aktivitasnya secara benar, tepat waktu dan berusaha melakukan sesuai dengan prosedur yang benar. Dari beberapa tinjauan di atas dapat dilihat bahwa perbedaan sikap ilmiah yang dimiliki siswa akan mempengaruhi prestasi belajar siswa yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
bersangkutan. Dengan demikian diduga terdapat pengaruh sikap ilmiah siswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. 4. Interaksi
Antara
Penggunaan
Pendekatan
Pembelajaran
Inkuiri
Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Dengan Kemampuan Analisis Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA Telah disebutkan sebelumnya bahwa penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi diduga memberikan perbedaan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar IPA siswa. Demikian pula dengan pengelompokan kategori kemampuan analisis siswa kategori tinggi dan rendah. Melalui metode demonstrasi siswa memperoleh konsep atau teori baru dari apa yang diperagakan oleh guru yang disertai dengan keterlibatan siswa yang terbatas. Siswa hanya dapat melihat, menduga dan menganalisis fenomena apa yang sedang ditampilkan. Dalam hal ini dibutuhkan suatu kemampuan untuk menginterpretasi peragaan guru menjadi sekumpulan data, menjelaskan hubungan sebab akibat, mendiagnosis ada dan tidaknya keterkaitan antara pernyataan sebab dan akibat, menyimpulkan informasi yang berupa data, serta mengklasifikasikan serangkaian informasi ke dalam bagian-bagian yang terpisah. Siswa berkemampuan analisis tinggi yang menerima pembelajaran dengan metode eksperimen diduga akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa berkemampuan analisi rendah. Siswa yang diberikan perlakuan dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen melakukan pemrosesan informasi melalui percobaan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Dalam hal ini kemampuan analisis menjadi faktor dominan yang akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
menentukan hasil belajar siswa karena dalam eksperimen lebih banyak dibutuhkan pada aspek keterampilan serta sikap ilmiah siswa. Siswa berkemampuan analisis rendah yang menerima pembelajaran melalui metode demonstrasi diduga memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa berkemampuan analisis tinggi. Dari pernyataan di atas, maka diduga ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar. 5. Interaksi
Antara Penggunaan
Pendekatan
Pembelajaran
Inkuiri
Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Dengan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA Dalam pembelajaran melalui pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen siswa mengerahkan sikap ilmiah yang dimiliki untuk menemukan suatu kesimpulan layaknya seorang ilmuwan yang ingin melakukan sebuah penemuan. Sikap ilmiah diperlukan siswa sebagai salah satu modalitas mengikuti pembelajaran melalui metode eksperimen. Siswa dengan sikap ilmiah tinggi yang diberi perlakuan melalui metode eksperimen cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Melalui metode demonstrasi, sikap ilmiah siswa kurang begitu berperan. Karena siswa tidak melakukan percobaan sendiri melainkan guru yang melakukannya dan siswa hanya melihat, kalaupun terlibat intensitasnya sangat kecil. Sehingga bisa jadi siswa dengan sikap ilmiah rendah memungkinkan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan sikap ilmiah tinggi jika menggunakan metode demonstrasi. Berdasarkan uraian diatas, dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
diduga bahwa akan ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. 6. Interaksi Antara Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA Dalam menyelesaikan masalah siswa harus bisa menganalisis atau menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam proses belajar satu siswa dengan siswa yang lain memiliki kemampuan analisis yang berbeda-beda. Untuk dapat menguraikan suatu komponen menjadi bagian yang lebih kecil diperlukan proses berpikir. Siswa yang memiliki sikap teliti, ulet, kritis, objektif serta terbuka akan mendukung kemampuan dirinya untuk menganalisis suatu masalah yang disajikan. Siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah tetapi siswa tersebut memiliki kemauan untuk teliti, pantang menyerah jika mengalami kegagalan, ulet dalam menyelesaikan masalah, kritis terhadap fenomena yang ada dan terbuka atau mau menerima masukan yang membangun, maka siswa tersebut akan memiliki hasil belajar yang baik. Bagi siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi namun sikap ilmiahnya rendah, hasil belajarnya akan lebih baik jika dalam pembelajaran kemampuan analisinya terus dikembangkan. Siswa dengan sikap ilmiah tinggi dengan kemampuan analisis yang rendah akan memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Demikian pula siswa dengan sikap ilmiah rendah prestasi belajarnya akan meningkat karena siswa dilatih mendayagunakan kemampuan analisisnya dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
pembelajaran. Jadi diduga ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi 7. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Metode Dengan Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA Bertolak dari uraian sebelumnya yaitu kemungkinan siswa yang cenderung menggunakan sikap ilmiah tinggi dan mempunyai kemampuan analisis rendah dikenai metode eksperimen memiliki prestasi belajar IPA yang lebih baik dibandingkan siswa yang cenderung menggunakan sikap ilmiah tinggi dan mempunyai kemampuan analisis rendah yang dikenai metode demonstrasi. Dengan kata lain, siswa yang cenderung menggunakan sikap ilmiah untuk memperoleh pengetahuan lebih cocok dikenai metode eksperimen. Demikian pula sebaliknya siswa yang cenderung menggunakan sikap ilmiah rendah untuk memperoleh pengetahuan dan memiliki kemampuan analisis tinggi lebih baik prestasinya jika dikenai metode demonstrasi daripada eksperimen. Sehingga dapat diduga bahwa ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.
C. Hipotesis Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotetis commit to user sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
1.
Ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa
2.
Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa
3.
Ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa
4.
Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA
5.
Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA
6.
Ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA
7.
Ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1111 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 14 Surakarta yang beralamat di Jalan Prof. W.Z. Yohanes 54 Surakarta. Sedangkan tempat melakukan uji coba instrumen tes kognitif IPA dan instrumen angket sikap ilmiah dan kemampuan afektif siswa dilakukan di SMP Negeri 16 Surakarta yang beralamat di Jalan Kolonel Sutarto No. 188 Surakarta. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2011/2012, yang secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : a. Tahap persiapan, meliputi: pengajuan judul tesis, permohonan pembimbing, pembuatan proposal, survei ke sekolah yang digunakan untuk penelitian, permohonan ijin penelitian, penyusunan instrumen penelitian, dan validasi instrumen. b. Tahap pelaksanaan, meliputi: semua kegiatan yang berlangsung di lapangan, uji coba instrumen, dan pelaksanaan pengambilan data. c. Tahap penyelesaian, meliputi: analisis data dan penyusunan laporan penelitian serta penggandaan. Tahap penelitian disajikan dalam Tabel 3.1.
commit to user 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112 Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Maret
v
v
v v
v
v
v v
Juli
Pebruari
v
April
Januari
Desember
v
November
v
Juni
3 4
V V
Mei
2
Tahap Persiapan a. Pengajuan Judul b. Penyusunan Proposal c. Seminar Proposal d. Pengurusan Ijin e. Pembuatan Instrumen f. Validasi Instrumen Pelaksanaan a. Uji Coba Instrumen b. Pelaksanaan Penelitian Tahap Analisis Data Pembuatan Laporan a. Finalis Laporan b. Konsultasi dan Revisi c. Ujian Komprehensif d. Ujian Tesis
Oktober
1
Kegiatan
September
No
Agustus
Bulan
v v
v
v v
v v
B. Jenis Penelitian Berdasarkan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Kelompok eksperimen I yaitu kelas VIII B diberi perlakuan dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen, sedangkan kelompok eksperimen II yaitu kelas VIII D diberi perlakuan dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi. Sebelum proses belajar mengajar dimulai diberikan tes kemampuan analisis angket sikap ilmiah. Dari data hasil tes kemampuan analisis dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Begitu juga dengan hasil angket sikap ilmiah dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Pada saat siswa proses pembelajaran dilakukan to user penilaian afektif melalui lembar commit observasi sedangkan penilaian prestasi belajar
v v v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113 untuk ranah kognitif dan afektif dengan angket diberikan setelah siswa mendapatkan perlakuan. Dalam penelitian digunakan desain faktorial 2 x 2 x 2. Adapun desain faktorial dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Desain Faktorial Pendekatan Inkuiri Terbimbing
Kemampuan Analisis Tinggi (B1)
Kemampuan Analisis Rendah (B2)
Sikap Ilmiah Tinggi (C1) Sikap Ilmiah Rendah (C 2) Sikap Ilmiah Tinggi (C1) Sikap Ilmiah Rendah (C 2)
Metode Eksperimen (A1) Kognitif Afektif
Metode Demonstrasi (A 2) Kognitif Afektif
A1B1C1
A1B1C1
A2B1C1
A2B1C1
A1B1C 2
A1B1C 2
A2B1C 2
A2B1C 2
A1B2C1
A1B2C1
A2B2C 1
A2B2C 1
A1B2 C 2
A1B2 C 2
A2B2C 2
A2B2C 2
Keterangan: A1B1C1
:
Kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan sikap ilmiah tinggi diberi perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen terhadap prestasi belajar.
A1B1C 2
:
Kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan sikap ilmiah rendah beri perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen terhadap prestasi belajar.
A1B2C1
:
Kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah dan sikap ilmiah tinggi diberi perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen terhadap prestasi belajar.
A1B2C 2
:
Kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah dan sikap ilmiah
rendah
yang commitdiberi to userperlakuan
pendekatan
inkuiri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114 terbimbing melalui metode eksperimen terhadap prestasi belajar. A2B1C1
:
Kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan sikap ilmiah tinggi yang diberi perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi terhadap prestasi belajar.
A2B1C 2
:
Kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan sikap ilmiah
rendah
yang diberi perlakuan
pendekatan
inkuiri
terbimbing melalui metode demonstrasi terhadap prestasi belajar. A2B2C 1
:
Kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah dan sikap ilmiah tinggi yang diberi perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi terhadap prestasi belajar.
A2B2C 2
:
Kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah dan sikap ilmiah
rendah
yang diberi perlakuan
pendekatan
inkuiri
terbimbing melalui metode demonstrasi terhadap prestasi belajar.
C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel, dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 14 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 yang terdiri dari enam kelas. 2. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik cluster random sampling, satu kelas sebagai kelompok eksperimen I yang diberi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115 dan satu kelas yang lain sebagai kelompok eksperimen II yang diberi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi. 3. Sampel Sampel yang terpilih adalah kelas VIII B yang diberikan perlakuan yang diberi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan kelas VIII D sebagai kelompok eksperimen II yang diberi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi.
D. Variabel Penelitian Dalam penelitian terdapat dua variabel yaitu variabel bebas berupa pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan metode pembelajaran berbeda, variabel moderator berupa kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa, serta variabel terikat yaitu berupa prestasi belajar siswa. 1.
Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Definisi operasional dari pendekatan inkuiri terbimbing merupakan pendekatan yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa melakukan penggabungan aktivitas dan proses berpikir seperti merumuskan masalah, merencanakan percobaan, melakukan percobaan, mengumpulkan, dan menganalisis data serta menarik kesimpulan untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuan atau jawaban dari suatu permasalahan di bawah bimbingan guru. Skala pengukuran adalah nominal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116 dengan dua katergori, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan pendekatan inkuiri terbimbing dengan melalui metode demonstrasi 2. Variabel Moderator a.
Kemampuan Analisis Siswa Variabel moderator yang digunakan yaitu kemampuan analisis siswa
yang dikelompokkan menjadi kemampuan analisis tinggi dan rendah. Definisi operasional keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponenkomponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Komponen tersebut yaitu: menginterpretasi informasi dan ide/gagasan; menganalisis dan mengevaluasi pendapat, mengkonstruks pendapat untuk mendukung kesimpulan; memilih metodologi, mengintegrasi pengetahuan dan pengalaman untuk dapat menyelesaikan masalah, dan menyusun dan mendukung hipotesis. Skala pengukuran adalah ordinal dengan dua kategori, yaitu kemampuan analisis tinggi dan kemampuan analisis rendah b. Sikap Ilmiah Variabel moderator lain yang digunakan yaitu sikap ilmiah siswa yang dikelompokan menjadi sikap ilmiah tinggi dan rendah. Definisi operasional sikap ilmiah adalah suatu kencendrungan untuk bertindak dan bersikap yang dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA. Skala pengukuran ordinal dengan dua katergori yaitu sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117 2. Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar IPA siswa. Definisi operasional prestasi belajar siswa adalah nilai yang diperoleh siswa dalam pelajaran IPA sebagai hasil yang telah dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran IPA. Skala pengukuran untuk komponen kognitif dan afektif masing-masing adalah interval. Indikator komponen kognitif adalah hasil tes mata pelajaran IPA pada pokok bahasan Bunyi dan komponen afektif adalah hasil angket dan observasi.
E. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian disusun relevan dengan variabel penelitian dan metode pengumpulan data. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data prestasi belajar dan kemampuan analisis berupa tes. Sedangkan untuk mengukur prestasi afektif siswa menggunakan angket dan observasi. 1. Teknik Tes Tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban yang benar atau salah (Mardapi , 2008). Tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui respon peserta didik terhadap sejumlah pertanyaan. Bentuk tes yang diberikan adalah tes objektif dalam bentuk pilihan ganda. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif IPA siswa pada materi pokok bahasan Bunyi setelah diberikan perlakuan dan juga kemampuan analisis siswa yang diberikan sebelum diberikan perlakuan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118 2. Teknik Angket Menurut Riduwan (2009) menyatakan bahwa, ”Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan pengguna”. Angket yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap ilmiah siswa dan kemampuan afektif. Jawaban-jawaban pada angket menunjukkan tingkat sikap siswa. Penilaian angket yang digunakan didasarkan pada skala Likert. Untuk menskor skala kategori Likert, jawaban diberi bobot dengan nilai kuantitatif empat tingkatan. Nilai maksimum 4 dan minimal 1 (Sukardi, 2008). 3. Teknik Observasi Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2009). Teknik ini dipilih apabila objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam (kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar), proses kerja dan penggunaan responden kecil. Instrumen observasi sering digunakan sebagai alat pelengkap instrumen lain, termasuk kuesioner dan wawancara. Instrumen informasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa kondisi atau tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami (Sukardi, 2008). Untuk
memaksimalkan
hasil
observasi,
biasanya
peneliti
akan
menggunakan alat bantu yang sesuai dengan kondisi lapangan, anara lain menggunakan buku catatan, cek list, kamera, dan lain-lain. Dalam penelitian ini digunakan observasi tertutup, yaitu peneliti mengambil data dari responden, di mana responden tidak mengetahui jika responden diambil datanya. Hal ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119 dilakukan untuk mengantisipasi agar reaksi responden dapat berlangsung secara wajar dan tidak dibuat-buat, sehingga peneliti dapat memperoleh data yang diinginkan.
F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian terbagi menjadi dua yaitu : 1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian Instrumen pelaksanaan penelitian dalam penelitian ini berupa Silabus Silabus (Lampiran 2), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lampiran 3), Lembar Kerja Siswa (Lampiran 4), dan Lembar Observasi Afektif (Lampiran 22). Instrumen pelaksanaan penelitian tersebut disusun oleh peneliti dan divalidasi dengan cara dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh validator ahli yang kompeten dalam bidang yang bersangkutan. 2. Instrumen Pengambilan Data Instrumen pengambilan data pada penelitian ini berupa instrumen tes kemampuan kognitif IPA (Lampiran 11), instrumen kemampuan analisis (Lampiran 29) dan instrumen angket yang terdiri dari angket sikap ilmiah (Lampiran 37) dan angket kemampuan afektif (Lampiran 19). Sebelum digunakan, instrumen tes kognitif IPA, angket sikap ilmiah, dan angket kemampuan afektif dan instrumen kemampuan analisis IPA dikonsultasikan dengan pembimbing dan validator ahli dan selanjutnya diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba instrumen kognitif IPA bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun telah memenuhi kriteria yang meliputi: tingkat kesukaran, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120 daya pembeda, validitas maupun reliabilitas atau tidak. Untuk instrumen angket meliputi: uji validitas dan reliabilitas. a. Uji Instrumen Tes Kemampuan Kognitif Uji instrumen tes terdiri atas uji taraf kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas tes. 1) Taraf Kesukaran Soal yang baik untuk alat ukur prestasi adalah soal yang mempunyai taraf kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Jika P merupakan indeks kesukaran, B menyatakan bnyaknya siswa yang menjawab soal betul dan JS menyatakan jumlah seluruh siswa perserta tes, maka dapat ditentukan persamaan untuk mencari taraf kesukaran dari tiap-tiap item soal, yaitu: P=
B JS
(3.1)
Menurut ketentuan, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut: a) soal sukar jika: 0,00 < P £ 0,30; b) soal sedang jika: 0,30 < P £ 0,70; soal mudah jika: 0,70 < P £ 1,00 (Arikunto, 2008). 2) Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Apabila J menyatakan jumlah peserta tes, JA menyatakan banyaknya peserta kelompok atas, JB menyatakan banyaknya peserta kelompok bawah, BA merupakan banyaknya peserta kelompok atas yang commit to user menjawab soal dengan benar benar, BB adalah banyaknya peserta kelompok
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121 bawah yang menjawab soal dengan benar, PA merupakan proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar, PB merupakan proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar, maka untuk menghitung daya pembeda setiap soal, dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
D=
BA BB = PA - PB JA JB
(3.2)
Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagi berikut: a) soal jelek, jika 0,00 < D £ 0,20; b) soal cukup, jika 0,20 < D £ 0,40; c) soal baik, jika 0,40 < D £ 0,70; d) soal baik sekali, jika 0,70 < D £ 1,00 (Arikunto). Dalam penelitian ini, kriteria soal dengan daya pembeda cukup, baik, dan baik sekali akan digunakan dalam penelitian, sedangkan soal dengan daya pembeda jelek didrop. 3) Validitas Sebuah tes valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas item tes obyektif pilihan ganda dengan skor dikotomi, yaitu nol dan satu adalah dengan menggunakan teknik korelasi point Biserial. Jika g pbi adalah koefisien korelasi biserial, Mp adalah rerata skor dari subyek yang menjawab benar, Mt adalah rerata skor total, St adalah standar deviasi dari skor total, p adalah proporsi siswa yang menjawab benar, q adalah proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p), maka persamaan point Biserial dapat dituliskan dalam persamaan: r pbis =
Mp - Mt St
p q
(3.3) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122 Soal dikatakan valid, jika g pbi ³ g tabel , sedangkan dikatakan tidak valid jika
g pbi < g tabel (Arikunto, 2008). Dalam penelitaian ini, kriteria soal kriteria soal valid digunakan dalam penelitian, sedangkan soal yang tidak valid didrop 4) Reliabilitas Reliabilitas sering diartikan dengan keajegan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek yang tidak sama pada waktu yang sama. Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh Kuder dan Richardson yang dihitung dengan menggunakan rumus K-R 20. Jika r1 adalah reliabilitas tes secara keseluruhan, p adalah proporsi subyek yang menjawab item dengan benar, q adalah proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p), Σpq adalah jumlah hasil perkalian antara p dan q, N adalah banyaknya item, dan S adalah standar deviasi dari tes, maka persamaan KR 20 dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : 2 é n ù é S - Spq ù r11 = ê ú 2 úê ë n - 1û ë S û
(3.4)
Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Apabila harga rhitung > rtabel, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen reliabel. Kriteria nilai reliabilitas, yaitu: a) 0,8 < r11 £ 1: sangat tinggi; b) 0,6 < r11 £ 0,8: tinggi; c) 0,4 < r11 £ 0,6: cukup; d) 0,2 < r11 £ 0,4: rendah; b) 0,0 < r11 £ 0,2 : sangat rendah (Arikunto, 2008). Hasil
analisis instrumen uji coba tes kemampuan kognitif IPA selengkapnya disajikan pada Tabel 3.3 berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123 Tabel 3.3. Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif Variabel Jumlah No item Jumlah uji coba 50 1 s.d 50 Valid 37 2,3,4,5,6,7,8,10,11,13,14,15,16,18,20,22,23,24 ,25,27,29,30,31,33,34,35,36, 37,38,39,40,42,45,46,47,49,50 Invalid 13 1,9,12,17,19,21,26,28,32,41,43,44,48 Tabel 3.3. (lanjutan) Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif Reliabilitas 0,86 Sangat tinggi Daya Pembeda Baik Sekali Daya pembeda baik 11 5,6,14,18,24,25,27,33,34,36,49 Daya pembeda cukup 28 2,3,4,7,8,10,11,13,15,16,20,21,22,23, 29,30,31,32,35,37,38,39,40,42,45, 46,47,50 Daya pembeda jelek 11 1,9,12,17,19,26,28,41,43,44,48 Soal layak diambil 37 2,3,4,5,6,7,8,10,11,13,14,15,16,18,20,22,23,24 ,25,27,29,30,31,33,34,35,36, 37,38,39,40,42,45,46,47,49,50 Soal didrop 13 1,9,12,17,19,21,26,28,32,41,43,44,48
Analisis perhitungan uji coba instrumen kemampuan kognitif IPA selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 9. Adapun hasil analisis instrument uji coba kemampuan analisis selengkapnya disajikan pada Tabel 3.4 berikut: Tabel 3.4 Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis Variabel Jumlah No item Jumlah uji coba 30 1 s.d 30 Valid 27 1,3,4,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,22, 24,25,26,27,28,29,30 Invalid Reliabilitas Soal yang dipakai
4 0,683 26
Soal yang didrop
4
2, 21,23,27 1,3,4,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,22, 24,25,26,28,29,30 2, 21,23, 27
Analisis perhitungan ujicoba instrumen tes kemampuan analisis selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 27.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124 b. Uji Instrumen Angket Sikap Ilmiah dan Kemampuan Afektif Siswa Angket siswa berbentuk daftar cek. Daftar cek berisi seperangkat butir soal yang mencermikan tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta didik, yang merupakan indikator dari keterampilan yang akan diukur (Mardapi , 2008). Jadi responden akan memberikan tenda/ simbol yang ditentukan bila pernyataan yang disediakan sesuai dengan yang dialami responden. Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran yang digunakan. (Mardapi , 2008). Untuk skala Likert, skor tertinggi tiap butir adalah 4 dan yang terendah adalah 1. Prosedur pemberian skor instrumen angket sikap ilmiah siswa dan kemampuan afektif yaitu: 1) Untuk item positif pemberian skor pada tiap item atau butir angket, yaitu: SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1 2) Untuk item negatif pemberian skor pada tiap item atau butir angket, yaitu: SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4 Uji instrumen angket terdiri atas uji validitas dan reliabilitas. 1) Uji Validitas Angket Uji validitas angket menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar. Jika rxy adalah koefisien korelasi antara x dan y, x adalah skor dari item yang diuji, y adalah skor total, dan N adalah jumlah seluruh subyek, maka persamaan korelasi product moment bisa dituliskan dalam persamaan:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125 rx ,y =
N å xy - (å x )(å y )
(N å x
2
)(
- (å x ) N å y 2 - (å y ) 2
2
)
(3.5)
(Arikunto, 2008: 72) Harga rxy menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan. Setiap korelasi mengandung tiga makna, yaitu: a) ada tidaknya korelasi, ditunjukkan oleh besarnya angka yang terdapat di belakang koma. Jika angka tersebut terlalu kecil sampai empat angka di belakang koma, maka dapat dianggap bahwa tidak ada korelasi antara variabel X dan Y. Karena kalau ada, angkanya terlalu kecil, maka diabaikan; b) arah korelasi, yaitu jika menunjukkan kesejajaran antara nilai variabel X dan nilai variabel Y. Jika tanda di depan indeks (+), maka arah korelasinya positif, sedangkan kalau (-), maka arah korelasinya negatif; c) besarnya korelasi, yaitu besarnya angka yang menunjukkan kuat dan tidaknya, atau mantap tidaknya kesejajaran antara dua variabel yang diukur korelasinya (Arikunto, 2006). Dalam instrumen angket yang digunakaan instrumen yang arah korelasinya negatif akan didrop dari instrumen yang akan digunakan dalam pengambilan data. 2) Uji Reliabilitas Angket Uji reliabilitas angket menggunakan persamaan Alpha. Jika r11 adalah reliabilitas yang dicari, n adalah banyaknya item/ butir soal, Ss i2 adalah jumlah varians skor tiap-tiap item, dan s t2 adalah varians total, maka persamaa Alpha dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut : 2 æ n ö æç Ss i ö÷ r11 = ç ÷ ç1 - 2 ÷ s t ø to user è n - 1 ø è commit
(3.6)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126 Keputusan ujinya adalah r11 ³ rtabel
maka item soal dikatakan reliabel dan
r11 < rtabel maka item soal dikatakan tidak reliabel (Arikunto, 2008). Hasil ujicoba instrumen angket kemampuan afektif siswa selengkapnya disajikan pada Tabel 3.5. berikut: Tabel 3.5. Keadaan Angket Kemampuan Afektif Siswa Variabel Jumlah No item Jumlah item uji coba 75 1 s.d 75 Valid 1,4,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18, 19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30, 31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42, 66 43,44,45,46,47,48,49,50,51,53,55,56, 57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67, 68,69, 71,72,73, Invalid 9 2, 3 ,5 ,6 , 52, 54, 70, 74, 75 Reliabilitas 0,86 Sangat tinggi Item yang dipakai 1,4,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18, 19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30, 31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42, 66 43,44,45,46,47,48,49,50,51,53,55,56, 57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67, 68,69, 71,72,73, Item yang didrop 9 2, 3 ,5 ,6 , 52, 54, 70, 74, 75
Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa reliabilitas item adala 0,860 yang berarti memiliki daya reliabilitas sangat tinggi. Adapun dari 75 item yang digunakan untuk uji coba terdapat 9 item yang didrop yaitu item nomor 2, 3 ,5 ,6 , 52, 54, 70, 74, dan 75. Uji validitas dan reliabilitas uji voba instrumen angket kemampuan afektif siswa selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 17. Adapun untuk hasil ujicoba instrumen angket sikap ilmiah selengkapnya disajikan pada Tabel 3.6. berikut: Tabel 3.6. Keadaan Angket Sikap Ilmiah Siswa Variabel Jumlah Jumlah item uji coba 75 Valid 74
No item 1 s.d 75 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16, 17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28, 29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40, 41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51,52, commit to user 53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64, 65,66,67,68,69,70,71,72,73,75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127 Tabel 3.6. (lanjutan) Keadaan Angket Sikap Ilmiah InvalidSiswa 1 Reliabilitas 0,924 Item yang dipakai 74
Item yang didrop
1
74 Sangat tinggi 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16, 17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28, 29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40, 41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51,52, 53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64, 65,66,67,68,69,70,71,72,73,75 74
Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa reliabilitas item adala 0,924 yang berarti memiliki daya reliabilitas sangat tinggi. Adapun dari 75 item yang digunakan untuk uji coba terdapat 1 item yang didrop yaitu item nomor 74. Perhitungan uji validitas dan reliabilitas instrumen angket sikap ilmiah siswa selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 43. Setelah diujicobakan maka akan diperoleh instrumen tes kemampuan kognitif IPA siswa (Lampiran 11), kemampuan analisis siswa (Lampiran 29) serta instrumen angket sikap ilmiah (Lampiran 37) dan kemampuan afektif siswa (Lampiran 19) yang digunakan dalam pengambilan data.
G. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis Dalam penelitian ini digunakan program SPSS versi 18 untuk uji prasyarat analisis. Uji prasyarat ini terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan Lilliefors.
Adapun
commit to userberikut: diungkapkan Uyanto (2009: 54) adalah sebagai
prosedur ujinya seperti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128 Bila diketahui nilai dari data x1, x2, …, xn, lalu diurutkan nilai data tersebut dari yang terkecil hingga yang terbesar untuk membentuk tatanan statistik x(1), x(2), …, x (n). kemudian dihitung Z(k) =
xk - x ; s simpangan baku sampel. Maka s
rumus uji normalitas Lilliefors (Kolmogorov-Smirnov) adalah nilai mutlak maksimum antar Fn(z) dan F (z ) sebagai berikut:
{
}
D * = sup F n ( z ) - F ( z ) , -¥ £ z £ ¥
di
mana
Fn(z)
[
adalah
fungsi
(3.7) distribusi
empiris,
yaitu
]
Fn (z) = jumlah dari z ( k ) £ z / n , untuk setiap z sedangkan F (z ) adalah fungsi
distribusi kumulatif normal baku. Adapun prosedur uji dengan menggunakan program SPSS versi 18 adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan Hipotesis Ho
: data berasal dari populasi yang terdistribusi normal
H1
: data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal
2) Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%. 3). Keputusan uji Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05 Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129 b.Uji Homogenitas Uji homogenitas dengan menggunakan Uji Levene untuk kesamaan ragam (Levene’s test) digunakan untuk mengujji apakah sampel sebanyak k memiliki variansi yang sama. Prosedur pengujiannya sebagai berikut : 1) Menetapkan Hipotesis Hipotesis : H0 : s 12 = s 22 = .... = s k2 (sampel homogen) H1 : s 12 Ï s 22 Ï s 32 Ï s 42 (paling sedikit terdapat dua nilai variansi yang berbeda atau sampel tidak homogen) Bila diketahui suatu variabel Y dengan besar sampel N yang dibagi menjadi subgroup k, dengan Ni merupakan besar sampel dari subgroup ke-i, maka uji Levene didefinisikan sebagai:
(N - k )å N I (Z I · - Z ·· ) k
W=
i =1 Ni
2
(k - 1)å å N I (Z Ij - Z i· ) k
2
i =1 j =1
Zij dapat memiliki salah satu dari tiga definisi berikut: a) Z ij = Yij - Yi· di mana Yi · = mean dari subgroup ke-i b) Z ij = Yij - Yˆi · di mana Yˆi · = median dari subgroup ke-i c) Z ij = Yij - Yi · ' di mana Yi · ' = 10% trimmed mean dari subgroup ke-i
commit to user
(3.8)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130 dari
Levene
dalam
Z ij = Yij - Yi · di mana Z i ·
Uyanto
(2009:162)
digunakan
dalam
adalah mean group ke-i dan Z ·s
bentuk:
adalah mean
keseluruhan data. H0 = s 12 = s 22 = .... = s k2 ditolak bila W > Fa , k -1, N - k
.
2). Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%. 3) Keputusan Uji Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05 Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05 2. Pengujian Hipotesis a.
Uji Anava Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang
telah diajukan diterima atau ditolak menggunakan analisis variansi (anava) tiga jalan dengan taraf signifikansi 5%. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari variabel bebas berupa pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, dan variabel moderator berupa kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa. Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi efek variabel bebas terhadap satu bariabel terikat dan interaksi variabel moderator, variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka statistik uji yang digunakan adalah General Linier Model (GLM). Namun, jika commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131 data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen maka statistik nonparametrik yang terdapat dalam program SPSS versi 18, yaitu Kruskal Wallis. Adapun perumusannya berdasarkan Uyanto (2009:337) adalah: k R2 æ 12 j H =ç ç n(n + 1) å j =1 n j è
ö ÷ - 3(n - 1) ÷ ø
(3.9)
derajat kebebasan = (k-1) ; n = n1+n2+…+nk ; nj besar sampel ke-j; Rj jumlah peringkat sampel ke-j. uji Kruskal-Wallis berguna untuk membandingkan ksampel yang independen yang berasal dari populasi yang berbeda dengan skala ordinal atau skala interval tetapi tidak terdistribusi normal. Bentuk hipotesis uji Kuskal Wallis adalah sebagai berikut: H0 : h1 = h 2 = h 3 = .... = h k H1: tidak semua median h i , i = 1..., k sama besar. Ketentuan pengambilan keputusan yaitu: H0 ditolak ketika P-value (Sig.) < 0,05 dan H1 akan diterima dengan tingkat signifikansi (α) yang digunakan 0,05. Uji terhadap hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: 1) H0
: Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa.
H1
: Ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa
2) H0
: Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132 H1
: Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa
3) H0
: Tidak ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa.
H1
: Ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa.
4) H0
: Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi
H1
: Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.
5) H0
: Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi
H1
: Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi
6) H0
: Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133 terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi H1
: Ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi
7) H0
: Tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.
H1
: Interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.
b.
Uji Lanjut Jika dari diperoleh keputusan H0 ditolak berarti ada perbedaan pengaruh
faktor-faktor dari variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, perlu diadakan uji lanjut anava untuk mengetahui manakah diantara perbedaan pengaruh tersebut yang signifikan. Penelitian ini menggunakan uji lanjut uji komparasi ganda metode Scheffe’.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Pelaksanakan penelitian dilakukan di SMP N 14 Surakarta dengan jumlah sampel dua kelas yaitu kelas VIII B sebagai kelas eksperimen I, dan kelas VIII D sebagai kelas eksperimen II. Kelas VIII B terdiri dari 40 siswa sedangkan VIII D berjumlah 39 siswa. Sehingga jumlah keseluruhan adalah 79 siswa. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan terikat. Sebagai variabel bebas adalah penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi serta kemampuana analisis dan sikap ilmiah siswa. Sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif IPA pada pokok bahasan Bunyi dan kemampuan afektif siswa. Dari penelitian diperoleh data kemampuan analisis; data kemampuan afektif dan sikap ilmiah siswa; dan data kemampuan kognitif melalui nilai ulangan siswa pada pokok bahasan Bunyi yang digunakan untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan. Berikut data dari kedua kelompok sampel penelitian: 1. Data Kemampuan Analisis Siswa Kemampuan analisis siswa diperoleh dari pemberian soal dengan tingkatan analisis. Kemampuan analisis siswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan analisis tinggi apabila skor kemampuan analisis lebih dari atau sama dengan skor commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135 rata-rata gabungan antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, sedangkan dikatakan memiliki kemampuan analisis rendah apabila skornya kurang dari skor rata-rata gabungan. Dari ketetapan tersebut diperoleh bahwa, pada kelompok eksperimen I terdapat 15 siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan 25 siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah. Sedangkan pada kelompok eksperimen II terdapat 19 siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan 20 siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah. Deskripsi data kemampuan analisis IPA siswa ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Deskripsi Data Kemampuan Analisis Siswa Jumlah Skor
Skor tertinggi
Skor Terendah
Ratarata
Rata- rata gabungan
SD
Eksperimen I
2138
73
38
53,46
54,94
7,43
Eksperimen II
2200
77
38
56,41
54,94
9,96
Distribusi frekuensi kemampuan analisis siswa pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Analisis Siswa Kelompok Eksperimen I Kelompok Eksperimen II No
Kategori
Frekuensi
Frekuensi
Mutlak
Relatif (%)
Mutlak
Relatif (%)
1
Tinggi
15
37,5
19
48,72
2
Rendah
25
62,5
20
51,28
Jumlah
40
100
39
100
2. Data Sikap Ilmiah Siswa Sikap ilmiah siswa diperoleh dari pemberian angket sikap ilmiah IPA siswa. Sikap ilmiah siswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki sikap ilmiah tinggi apabila skor commit to user sikap ilmiah lebih dari atau sama dengan skor rata-rata gabungan antara kelas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136 eksperimen I dan kelas eksperimen II, sedangkan dikatakan memiliki sikap ilmiah rendah apabila skornya kurang dari skor rata-rata gabungan. Dari ketetapan tersebut diperoleh bahwa, pada kelompok eksperimen I terdapat 23 siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan 17 siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Sedangkan pada kelompok eksperimen II terdapat 16 siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan 23 siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Deskripsi data sikap ilmiah siswa ditunjukkan dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3. Deskripsi Data Sikap Ilmiah Siswa Kelas
Jumlah skor
Skor tertinggi
Skor terendah
Ratarata
Rata- rata gabungan
SD
Eksperimen I
9388
263
180
234,70
233,17
19,23
Eksperimen II
9034
260
190
231,64
233,17
13,71
Distribusi frekuensi sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen I No
Kategori
Kelompok Eksperimen II
Frekuensi
Frekuensi
Mutlak
Relatif (%)
Mutlak
Relatif (%)
1
Tinggi
23
57,5
16
41,03
2
Rendah
17
42,5
23
58,97
Jumlah
40
100
39
100
3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa Data prestasi belajar kognitif IPA diperoleh setelah siswa mendapat perlakuan, untuk kelas eksperimen I diberi pembelajaran IPA dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen, sedangkan kelas eksperimen II diberi pembelajaran IPA dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137 demonstrasi. Nilai prestasi belajar kognitif siswa diambil dari nilai tes prestasi belajar kognitif IPA pokok bahasan Bunyi. Distribusi frekuensi dan gambaran yang jelas mengenai prestasi belajar kognitif siswa kelas eksperimen I dan eksperimen II dapat dilihat pada Tabel 4.5. dan Gambar 4.1(a) dan Gambar 4.1(b). Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif IPA Siswa Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II Frekuensi Frekuensi Nilai No Kelas Nilai Kelas Tengah Relatif Interval Tengah Mutlak Relatif Interval Mutlak (%) (%) 1 2 3 4 5 6 Jumlah
51-57 58-64 65-71 72-78 79-85 86-92
54 61 68 75 82 89
5 4 11 12 4 4 40
12.5 10 27.5 30 10 10 100
54-60 61-67 68-74 75-81 82-88 89-95
57 64 71 88 85 92
6 8 15 7 2 1 39
14
Frekuensi (Fi)
12 10 8 6 4 2 0 0
54
61 68 75 Nilai Tengah
82
89
Gambar 4.1.(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif IPA Siswa Kelas Eksperimen I
commit to user
15.38 20.51 38.46 17.95 5.13 2.56 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138 16
Frekuensi (Fi)
14 12 10 8 6 4 2 0 0
57
64
71 78 Nilai Tengah
85
92
Gambar 4.1.(b). Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif IPA Siswa Kelas Eksperimen II
Data prestasi belajar kognitif untuk masing-variabel bebas secara berturut-turut dapat disajikan dalam Tabel 4.6 (a), Tabel 4.6 (b) Tabel 4.6 (c) Tabel 4.6 (d) Tabel 4.6 (e) Tabel 4.6 (f) sebagai berikut: Tabel 4.6. (a) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran Prestasi Belajar Kognitif Metode Pembelajaran Mean SD N Metode Eksperimen 70.62 10.345 40 Metode Demonstrasi 69.44 8.127 39 Total 70.04 9.276 79 Tabel 4.6. (b) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Analisis Prestasi Belajar Kognitif Kemampuan Analisis Mean SD N Kemampuan Analisis Tinggi 69.59 10.529 34 Kemampuan Analisis Rendah 70.38 8.313 45 Total 70.04 9.276 79 Tabel 4.6. (c) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap Ilmiah Prestasi Belajar Kognitif Sikap Ilmiah Mean SD N Sikap Ilmiah Tinggi 72.38 7.755 39 Sikap Ilmiah Rendah 10.129 40 commit to67.75 user Total 70.04 9.276 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139 Tabel 4.6. (d) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan MetodePembelajaran dan Kemampuan Analisis Prestasi Belajar Kognitif Metode Metode Eksperimen Demonstrasi N = 15 N = 19 Kemampuan Mean = 71,47 Mean = 68,11 Analisis Tinggi SD = 11,58 SD = 9,68 N = 25 N = 20 Kemampuan Mean = 70,12 Mean = 70,70 Analisis Rendah SD = 9,74 SD = 6,32 Tabel 4.6. (e) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Sikap Ilmiah Prestasi Belajar Kognitif Metode Metode Eksperimen Demonstrasi N = 23 N = 16 Sikap Ilmiah Mean = 72,70 Mean = 71,94 Tinggi SD = 8,55 SD = 6,70 N = 17 N = 23 Sikap Ilmiah Mean = 67,82 Mean = 67,70 Rendah SD = 12,08 SD = 8,70 Tabel 4.6. (f) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Analasis dan Sikap Ilmiah Prestasi Belajar Kognitif Sikap Ilmiah Sikap Ilmiah Tinggi Rendah N = 15 N = 19 Kemampuan Mean =71,20 Mean = 68,32 Analisis Tinggi SD = 8,76 SD = 11,82 N = 24 N = 21 Kemampuan Mean = 73,13 Mean = 67,24 Analisis Rendah SD = 7,15 SD = 8,59 Tabel 4.6. (g) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Prestasi Belajar Kognitif Metode Eksperimen Metode Demonstrasi N 7 8 Sikap Ilmiah Mean 71,71 70,75 Tinggi Kemampuan SD 9,105 9,051 Analisis Tinggi N 8 11 Sikap Ilmiah Mean 71,25 66,18 Rendah SD 14,038 10,078 N 16 8 Sikap Ilmiah Tinggi Mean 73,13 73,13 Kemampuan SD 8,563 3,314 Analisis Rendah N 9 12 Sikap Ilmiah Mean 64,78 69,08 Rendah
commit to user
SD
9,859
7,403
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140 4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa Selain penilaian kognitif, dilakukan juga penilaian dalam ranah afektif untuk memberikan informasi tentang sikap siswa. Penilaian afektif diperoleh dari angket yang diisi oleh siswa dalam pembelajaran dalam pokok bahasan Bunyi. Angket afektif diberikan untuk mengukur sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA. Instrumen yang digunakan terdiri dari 66 item. Instrumen yang telah diisi dicari skor keseluruhannya, sehinga tiap siswa memiliki skor tertentu. Secara umum deskripsi data prestasi belajar afektif dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II Frekuensi Frekuensi Nilai No Kelas Nilai Kelas Tengah Relatif Interval Tengah Mutlak Relatif Interval Mutlak Mutlak (%) (%) 1 2 3 4 5 6 Jumlah
90-98 99-107 108-116 117-125 126-134 135-143
95 104 113 122 131 140
2 5 7 9 6 11 40
5 12.5 17.5 22.5 15 27.5 100
101-108 109-116 117-124 125-132 133-140 141-148
104.5 112.5 120.5 128.5 136.5 144.5
5 10 12 7 3 2 39
Frekuensi (Fi)
12 10 8 6 4 2 0 0
95
104 113 122 Nilai Tengah (xi)
131
140
Gambar 4.2. (a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif commit to user Siswa Kelas Eksperimen I
12.82 25.64 30.77 17.95 7.69 5.13 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141 14 Frekuensi (Fi)
12 10 8 6 4 2 0 0
104.5
112.5 120.5 128.5 Nilai Tengah (xi)
136.5
144.5
Gambar 4.2. (b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif IPA Siswa Kelas Eksperimen II
Data prestasi belajar afektif untuk masing-variabel bebas secara berturut-turut dapat disajikan dalam Tabel 4.8 (a), 4.8 (b), 4.8 (c), 4.8 (d), 4.8 (e), 4.8 (f), 4.8 (g), sebagai berikut: Tabel 4.8.(a) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran Prestasi Belajar Afekif Metode Pembelajaran Mean SD N Metode Eksperimen 121.28 13.591 40 Metode Demonstrasi 120.23 10.592 39 Total 120.76 12.136 79 Tabel 4.8.(b) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Kemampuan Analisis Prestasi Belajar Afekif Kemampuan Analisis Mean SD Kemampuan Analisis Tinggi 120.09 13.536 Kemampuan Analisis Rendah 121.27 11.093 Total 120.76 12.136 Tabel 4.8.(c) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap Ilmiah Prestasi Belajar Afekif Sikap Ilmiah Mean SD N Sikap Ilmiah Tinggi 125.33 10.476 39 Sikap Ilmiah Rendah 116.30 12.096 40 Total 120.76 12.136 79
commit to user
N 34 45 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142 Tabel 4.8.(d) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis Prestasi Belajar Afekif Metode Eksperimen Metode Demonstrasi N = 15 N = 19 Kemampuan Mean = 117,53 Mean = 122,11 Analisis Tinggi SD = 15,55 SD = 11,76 N = 25 N = 20 Kemampuan Mean = 123,52 Mean = 118,45 Analisis Rendah SD = 12,05 SD = 10,59 Tabel 4.8.(e) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Sikap Ilmiah Prestasi Belajar Afekif Metode Eksperimen Metode Demonstrasi N = 23 N = 16 Sikap Ilmiah Mean = 128,48 Mean = 120,81 Tinggi SD = 9,62 SD = 10,26 N = 17 N = 23 Sikap Ilmiah Mean = 111,53 Mean = 119,83 Rendah SD = 12,14 SD = 11,03 Tabel 4.8.(f) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Prestasi Belajar Afekif Sikap Ilmiah Tinggi Sikap Ilmiah Rendah N = 15 N = 19 Kemampuan Mean =125,33 Mean = 115,95 Analisis Tinggi SD =12,65 SD = 13,05 N = 24 N = 21 Kemampuan Mean = 125,33 Mean = 116,62 Analisis Rendah SD = 9,16 SD = 11,48 Tabel 4.8.(g) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Pendekatan Inkuiri Terbimbing
Kemampuan Analisis Tinggi
Kemampuan Analisis Rendah
Sikap Ilmiah Tinggi Sikap Ilmiah Rendah Sikap Ilmiah Tinggi Sikap Ilmiah Rendah
N Mean SD N Mean SD N Mean SD N Mean
Metode Eksperimen 7 127,57 11,731 8 108,75 13,285 16 128,88 8,958 9 114,00
Metode Demonstrasi 8 123,38 13,887 11 121,18 10,562 8 118,25 4,200 12 118,58
SD
11,214
11,759
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143 B. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Uji normalitas merupakan salah satu uji prasarat sebelum uji anava 3 jalan dilakukan. Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kolmogorov-Sminov melalui program SPSS versi 18. Data yang akan diuji adalah data prestasi belajar siswa sebagai dependent list kemudian metode pembelajaran, kemampuan analisis, dan sikap ilmiah dijadiakan sebagai factor list. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah samper berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Jika nilai probabilitas atau p value (sig.) > 0,05 maka data tersebut ditolak, artinya data tersebut berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas atau p value (sig.) < 0,05 maka data tersebut diterima, artinya data tersebut berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal, hasil analisis uji normalitas data disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Rangkuman Uji Normalitas Variabel Prestasi belajar Kognitif
Prestasi Belajar Afektif
Metode Eksperimen Metode Demonstrasi Kemampuan Analisis Tinggi Kemampuan Analisis Rendah Sikap Ilmiah Tinggi Sikap Ilmiah Rendah Metode Eksperimen Metode Demonstrasi Kemampuan Analisis Tinggi Kemampuan Analisis Rendah Sikap Ilmiah Tinggi Sikap Ilmiah Rendah
Sig.
Keputusan Uji
Keputusan
0.200* 0.055 0.200* 0.200* 0.077 0.200* 0.163 0.200* 0.200* 0.200* 0.200* 0.200*
H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Berdasarkan hasil analisis uji normalitas data (selengkapnya terdapat pada Lampiran 40) menggunakan uji Kolmogorov-Sminov melalui program SPSS commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144 versi 18 pada Tabel 4.9 diketahui bahwa nilai signifikansi > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dalam peneltian ini dilakukan untuk mengetahui homogen tidaknya data dalam penelitian. Uji homogenitas data yang digunakana adalah Levene Statistic yang melalui program SPSS versi 18. Hasil analisis uji homogenitas disajiakan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Rangkuman Uji Homogenitas Variabel Prestasi Belajar Kognitif Prestasi Belajar Afektif
Sig.
Metode Kemampuan Analisis Sikap Ilmiah Metode Kemampuan Sikap Ilmiah
0.092 0.100 0.079 0.089 0.408 0.547
Keputusan Uji H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Keputus an Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
Berdasarkan hasil analisis uji homogenitas data (selengkapnya terdapat pada Lampiran 41) diketahui bahwa nilai signifikansi > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data mempunyai variansi yang homogen.
C. Pengujian Hipotesis 1. Uji Anava Dalam menyelesaikan analisis digunakan uji univariate melalui program SPSS versi 18, yang hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 42 sedangkan rangkuman analisisnya disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Prestasi Belajar Kognitif No Variabel Sig. Keuptusan Uji 1. Metode H0 diterima 0.841 2.
Kemampuan Analsis
commit to user 0.980
H0 diterima
Prestasi Belajar Afektif Sig. Keputusan Uji 0.829 H0 diterima 0.908
H0 diterima
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145 Tabel 4.11. (lanjutan) Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian 3. Sikap Ilmiah H0 ditolak 0.046 Interaksi Metode * Kemampuan Analisis Interaksi Metode * Sikap Ilmiah Interaksi Kemampuan Analisis * Sikap Ilmiah Interaksi Metode * Kemampuan Analisis * Sikap Ilmiah
4. 5. 6. 7.
0.001
H0 ditolak
0.232
H0 diterima
0.162
H0 diterima
0.981
H0 diterima
0.002
H0 ditolak
0.394
H0 diterima
0.524
H0 diterima
0.330
H0 diterima
0.889
H0 diterima
Hipotesis dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Hipotesis nol menyatakan tidak ada pengaruh ataupun interaksi antara suatu variabel dengan variabel yang lain. kemudian hipotesis alternatif menyatakan sebaliknya, ada pengaruh ataupun interaksi antara suatu variabel terhadap variabel yang lain. Ketentuan pengambilan keputusan yaitu: H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 serta H1 akan ditolak dan H0 diterima jika signifikansi (Sig.) > 0,05. Berdasarkan tabel 4.11. dan kriteria pengujian hipotesis pada uraian di atas, maka pengujian hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa H0
: Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa.
H1 : Ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa Berdasarkan Tabel 4.13., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = commit to user 0,841 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146 pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,829 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa. 2.
Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa H1 : Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,980 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,908 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa 3.
Ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa H0 : Tidak ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. H1 : Ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147 Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,046 (sig < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,001 (sig < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. 4.
Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA H0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi H1 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,232 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,162 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. 5.
Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA H0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi H1 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,981 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar pada aspek kognitif saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,002 (sig < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149 demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi pada aspek afektif belajar IPA saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. 6.
Ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA H0 : Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi H1 : Ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,394 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,524 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. 7.
Ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA H0 : Tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui
metode
eksperimen dan commit to user
metode
demonstrasi
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150 kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. H1 : Interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,889 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,330 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. 2. Uji Lanjut Uji lanjut dilakukan ketika ada hipotesis H0 ditolak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perlakuan-perlakuan yang secara signifikan berbeda dengan yang lain. Hipotesis nol (H0) yang ditolak pada penelitian ini yaitu: uji lanjut Scheffe’. Rangkuman uji lanjut Scheffe’ dapat disajikan pada Tabel 4.12 berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151 Tabel 4. 14 Rangkuman Uji Lanjut Scheffe pada Metode Pembelajaran-Sikap Ilmiah terhadap Prestasi Belajar Afektif (I) Interaksi Metode (J) Interaksi Metode Pembelajaran-Sikap Sig. Keterangan Pembelajaran-Sikap Ilmiah Ilmiah Metode EksperimenMetode Eksperimen-Sikap 0.000 Ada perbedaan Sikap IlmiahTinggi Ilmiah Rendah Metode Demonstrasi-Sikap 0.205 Tidak ada perbedaan Ilmiah Tinggi Metode Demonstrasi-Sikap 0.072 Tidak ada perbedaan Ilmiah Rendah Metode EksperimenMetode Eksperimen-Sikap 0.000 Ada perbedaan Sikap Ilmiah Rendah IlmiahTinggi Metode Demonstrasi-Sikap 0.121 Tidak ada perbedaan Ilmiah Tinggi Metode Demonstrasi-Sikap 0.137 Tidak ada perbedaan Ilmiah Rendah Metode Metode Eksperimen-Sikap 0.205 Tidak ada perbedaan Demonstrasi-Sikap IlmiahTinggi Ilmiah Tinggi Metode Eksperimen-Sikap 0.121 Tidak ada perbedaan Ilmiah Rendah Metode Demonstrasi-Sikap 0.994 Tidak ada perbedaan Ilmiah Rendah Metode Metode Eksperimen-Sikap 0.072 Tidak ada perbedaan Demonstrasi-Sikap IlmiahTinggi Ilmiah Rendah Metode Eksperimen-Sikap 0.137 Tidak ada perbedaan Ilmiah Rendah Metode Demonstrasi-Sikap 0.994 Tidak ada perbedaan Ilmiah Tinggi
D. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Hipotesis Pertama Pada penelitian ini pokok bahasan yang dipilih adalah Bunyi. Karakteristik materi Bunyi dapat dipelajari dengan pengamatan secara langsung. Salah satu pembelajaran yang membuat siswa melakukan pengamatan adalah dengan pendekatan inkuiri terbimbing yang bisa dilakukan melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi. Pembelajaran Bunyi dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen memberikan kesempatan siswa menemukan bukti kebenaran dari teori yang sedang dipelajari. Siswa juga diberi to user kesempatan untuk mengalami commit atau melakukan sendiri, mengikuti proses,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
152 mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses. Keunggulan metode eksperimen bila dibandingkan dengan metode demonstrasi adalah mampu memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk menemukan konsep atapun teori yang sedang dipelajari. Sedangkan metode demonstrasi adalah penyajian bahan pelajaran oleh guru baik yang berwujud benda maupun berupa prosedur tertentu yang dilakukan secara langsung atau menggunakan media pengajaran yang dapat melibatkan peran serta siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Melalui metode demonstrasi siswa memiliki batasan-batasan tertentu sehingga siswa tidak dapat meng-explore
seluruh
kemampuan
yang
dimiliki.
Siswa
hanya
bisa
memperhatikan apa yang diperagakan oleh guru. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran memiliki intensitas yang lebih kecil bila dibandingkan dengan metode eksperimen yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri lebih besar. Namun keunggulan yang dapat pembelajaran melalui metode demonstrasi adalah manajemen waktu lebih terkontrol karena dikendalikan oleh guru. Pada penelitian ini, secara statistik dinyatakan bahwa tidak ada pengaruh pembelajaran IPA dengan pendekatn inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa baik ditinjau dari aspek kognitif maupun afektif siswa. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor utama yang mempengaruhi adalah alokasi waktu. Alokasi waktu antara yang tertuang di RPP tidak bisa berjalan sesuai rencana. Penelitian terhadap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153 kedua kelas eksperimen dilakukan pada hari yang berbeda. Kelas VIII B yang mendapat perlakuan menggunakan metode eksperimen dilaksanakan pada hari Jumat yang ternyata alokasi waktu 2X30 menit, padahal jika sesuai standar proses adalah 40 menit untuk satu jam pelajarannya. Sedangkan kelas VIII D yang mendapat perlakuan menggunakan metode demonstrasi dilaksanakan pada hari Rabu dengan alokasi waktu 2X40 menit. Perbedaan alokasi waktu ini berdampak pada kelompok eksperimen I yang terkadang tidak dapat menyelesaikan seluruh sintak pembelajaran. Harlen (2004) mengungkapkan adanya keterbatasan pengalaman siswa dalam pembelajaran akan mempengaruhi hasil pembelajaran. Selain itu, menurut Harlen bahwa untuk memberikan perubahan pembelajaran dari pembelajaran tradisional ke pembelajaran melalui inkuiri memerlukan proses atau bertahap sedikit demi sedikit. Sehingga hasilnya tidak bisa langsung dapat diamati dalam jangka waktu yang relatif singkat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan sehingga dapat dilihat perbedaan pengaruh penggunaan kedua metode melalui pendekatan inkuiri terhadap prestasi belajar siswa. Kedua metode pembelajaran yang digunakan ditempuh melalui pendekatan inkuiri terbimbing. Salah satu kelemahan inkuiri terbimbing dalam J.W. McBride et al, (2004) menyatakan bahwa jumlah siswa yang banyak menjadi kendala dalam penyelenggaraan pembelajaran inkuiri. Hal ini sejalan dengan kondisi lapangan pada saat penelitian dengan jumlah siswa di kelas berkisar 40 siswa. Ini merupakan jumlah rombongan belajar yang besar. Padahal berdasarkan standar proses bahwa jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154 adalah 32 peserta didik untuk sekolah menengah. Kelompok belajar yang baik akan memungkinkan iklim belajar menjadi kondusif dan tenang sehingga berdampak pada semangat belajar siswa. Apabila iklim belajar tidak tenang dan nyaman maka akan menghambat terjadinya proses pembelajaran di sekolah. Terhambatnya proses pembelajaran akan berdampak pencapaian prestasi belajar siswa. Sehingga kedua metode yang digunakan dalam pembelajaran ini tidak berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Dilihat dari sebaran prestasi belajar yang diberikan pada kedua metode yang diberikan, terlihat bahwa kedua metode dapat memberikan hasil prestasi belajar yang sama baik dibandingkan dengan KKM yang sudah ditetapkan di sekolah. Hal ini sejalan dengan teori belajar bermakna Ausubel bahwa siswa belajar dengan pengalamannya langsung maka belajar akan menjadi bermakna dan ilmu yang diperoleh akan membekas lebih lama dibandingkan jika siswa tidak terlibat langsung dalam pembelajaran. Selain itu, melalui pendekatan dan metode yang diberikan siswa merasa senang dan dapat terlibat dalam pembelajaran. sehingga melalui pendekatan dan metode yang digunakan dapat menghilangkan rasa jenuh dan bosan siswa. 2.
Hipotesis Kedua
Kemampuan analisis adalah keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kemampuan analisis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Setiap siswa memiliki kemampuan analisis yang berbeda satu dengan yang lain. Kemampuan analisis diperkirakan turut mempengaruhi prestasi belajar IPA siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
155 Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa baik pada aspek kognitif dan afektif. Hal ini mungkin disebabkan karena kemampuan analisis merupakan bagian dari kemampuan kognitif, sedangkan pada instrumen soal kognitif yang diberikan, presentase soal ranah kemampuan untuk menganalisis tidak terlalu banyak sehingga tidak bisa membedakan siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan kemampuan analisis rendah. Berdasarkan proses pembelajaran di lapangan, meskipun pada setiap pembelajaran siswa mengidentifikasi langkahlangkah percobaan hingga akhirnya siswa menarik sebuah kesimpulan, namun nyatanya hal ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar yang diperoleh. Menurut Bruner dalam Winataputra (2008), pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang salah satunya adalah proses mentransformasikan infromasi yang diterima merupakan suatu proses bagaimana memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan. Namun, dalam penelitian yang dilakukan siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan rendah tidak memiliki perbedaan dalam menganalisis dan memproses informasi dari proses pembelajaran yang berlangsung untuk menjadi sebuah konsep yang suatu saat bermanfaat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
156 Proses belajar bermakna, berguna dan mudah diingat tidak hanya sekedar dipengaruhi oleh kemampuan memahami struktur mata pelajaran yang berisi ide, konsep dasar, hubungan antar konsep, atau contoh yang akan dipelajari atau dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan analisis siswa. Namun, prestasi belajar dapat juga dipengaruhi oleh kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif siswa. Jadi kemampuan analisis bukan satu-satunya kemampuan yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Selain itu jika dilihat dari rerata skor kemampuana analisis siswa ternyata rendah. Padahal, patokan penentuan tinggi dan rendah menggunakan skor rerata. Jika skor rerata total rendah, maka akan sulut dibedakan antara kategori tinggi dan rendah. Kesulitan pengkategorian ini menjadi tinggi dan rendah dari rerata yang rendah tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Sehingga akan lebih baik jika penentuan pengkategorian melihat skor rerata terlebih dahulu. 3. Hipotesis Ketiga Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar baik kognitif maupun afektif. Hal ini berarti bahwa antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah berbeda prestasi belajarnya. Hal ini sejalan dengan beberapa studi yang menemukan bahwa sikap ilmiah memiliki korelasi positif terhadap prestasi IPA siswa dan memiliki peran dalam pembelajaran IPA (Simpson & Oliver, 1990; Lee & Burkam,1996; Papanastasiou & Zembylas, 2004 dalam Kirikkaya, 2011). Prestasi belajar dapat diraih tidak lepas dari proses pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan Sanjaya (2009), salah satu faktor yang mempengaruhi proses commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
157 pembelajaran adalah faktor sifat yang dimiliki siswa. Faktor sifat yang dimiliki siswa meliputi: kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Salah satu sikap tersebut adalah sikap ilmiah. Sikap ilmiah merupakan sikap dapat dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA. Sikap ilmiah dapat dianggap sebagai nilai dan norma yang dipegang untuk mengikat manusia dalam ilmu pengetahuan alam. Norma ini diungkapkan dalam bentuk aturan, larangan, pilihan, dan kebolehan. Norma dan nilai ini harus diinternalisasi oleh siswa dan setelah itu siswa akan membiasakan diri dengan kebiasaan yang ilmiah. Sikap ilmiah tersebut antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya. Sebagai contohnya siswa yang memiliki sikap ingin tahu tinggi cenderung haus pada pengetahuan baru yang belum diketahui dan berusaha untuk mencari jawaban tentang yang tidak atau belum diketahui. Adanya usaha, siswa yang teliti akan mengerjakan suatu pekerjaan dengan cermat, hati-hati dan tidak terburu-buru akan mampu meminimalisasi kesalahan yang mungkin akan muncul dalam penyelesaian suatu masalah. Jadi sikap ilmiah melekat dalam diri siswa dalam upaya mencapai prestasi belajar. Siswa yang berprestasi tidak lepas dari berkerja keras dan tekun. Kedua aspek prestasi belajar baik ranah kognitif dan afektif dan sikap ilmiah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Sehingga siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah akan memberikan pengaruh yang terhadap prestasi belajar yang akan diperoleh. Dari beberapa tinjauan di atas dapat dilihat bahwa ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan data yang diperoleh siswa dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
158 sikap ilmiah tinggi memperoleh hasil yang lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. 4.
Hipotesis Keempat
Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara kemampuan analisis dengan metode belajar terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Pengaruh yang diberikan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan kemampuan analisis. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan metode eksperimen dan metode demonstrasi. Artinya, kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi, jika diberikan perlakuan melalui metode eksperimen dan demonstrasi akan memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah, perlakuan dengan metode eksperimen dan demonstrasi juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar. Demikian juga pada metode eksperimen, antara kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada metode demonstrasi. Dua variabel bebas tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara pembelajaran inkuiri melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa baik pada ranah kognitif maupun afektif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
159 Hal ini disebabkan karena sintak pembelajaran kedua metode yang digunakan hampir sama, sehingga antara siswa yang memiliki kategori kemampuan analisis sama, jika diberi perlakuan dengan metode yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang cukup besar. Selain itu beberapa keterbatasan dalam penelitian karena ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika dilihat dari metode pembelajaran yang digunakan adalah eksperimen dan demonstrasi yang di dalamnya mengandung metode ilmiah yang erat kaitannya dengan sikap ilmiah siswa sedangkan tinjauan kemampuan analisis siswa, komponen yang digunakan sebagai instrument untuk mengukur kemampuan analisis siswa bukan ke arah kemampuan analisis dalam proses ilmiah tetapi lebih mengacu pada ranah kognitif dari siswa. Sehingga antara dua variabel kemampuan analisis dan metode pembelajaran eksperimen dan demonstrasi mungkin tidak memiliki interaksi dan hubungan satu dengan yang lain. Oleh karena itu, tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. 5. Hipotesis Kelima Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara sikap ilmiah dengan metode belajar terhadap prestasi belajar kognitif. Pengaruh yang diberikan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar kognitif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
160 dengan sikap ilmiah. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan metode eksperimen dan metode demonstrasi. Artinya, kelompok siswa dengan sikap ilmiah tinggi, jika diberikan perlakuan melalui metode eksperimen dan demonstrasi akan memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa dengan sikap ilmiah rendah, perlakuan dengan metode eksperimen dan demonstrasi juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar. Demikian juga pada metode eksperimen, antara kelompok siswa dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada metode demonstrasi. Dua variabel tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara pembelajaran inkuiri melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa pada ranah kognitif. Siswa dengan sikap ilmiah kategori yang berbeda jika diberikan perlakuan menggunakan metode yang sama ternyata tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajarnya. Proses pembelajaran yang diberikan melalui metode eksperimen dan demonstrasi yang keduanya menanamkan metode ilmiah. Sikap ilmiah pun mengukur sikap siswa yang melandari proses IPA. Adapun prestasi belajar dibagi menjadi prestasi belajar kognitif berkaitan dengan pengatahuan siswa dan afektif berkaitan dengan siswa. Antara metode dan sikap ilmiah memiliki interseksi yang kuat karena keduanya berkaitan dengan sikap siswa, namun prestasi belajar ranah kognitif yang melihat aspek pengetahuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
161 (perolehan konsep) saja. Maka wajar jika antara metode pembelajaran, sikap ilmiah dan prestasi belajar kognitif tidak ada interaksi. Hal ini berbeda ketika metode pembelajaran dikaitkan dengan sikap ilmiah dan prestasi belajar afektif, maka ketiganya memiliki hubungaan yang kuat karena ketiganya mengandung aspek metode ilmiah.
Maka sikap ilmiah mendukung pembelajaran yang
menggunakan metode ilmiah dan jika diukur melalui prestasi belajar afektif maka akan terdapat hubungan yang kuat. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar afektif siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. Namun, tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar afektif siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. 6. Hipotesis Keenam Dalam menyelesaikan masalah siswa harus bisa menganalisis atau menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam proses belajar satu siswa dengan siswa yang lain memiliki kemampuan analisis yang berbeda-beda. Untuk dapat menguraikan suatu komponen menjadi bagian yang lebih kecil diperlukan proses berpikir. Siswa yang memiliki sikap teliti, ulet, kritis, objektif serta terbuka akan mendukung kemampuan dirinya untuk menganalisis suatu masalah yang disajikan. Siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah tetapi siswa tersebut memiliki kemauan untuk teliti, pantang menyerah jika mengalami kegagalan, ulet commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
162 dalam menyelesaikan masalah, kritis terhadap fenomena yang ada dan terbuka atau mau menerima masukan yang membangun, memberikan hasil belajar yang baik. Bagi siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi namun sikap ilmiahnya rendah, hasil belajarnya ternyata tidak lebih baik. Siswa dengan sikap ilmiah tinggi dengan kemampuan analisis yang rendah tidak memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Demikian pula siswa dengan sikap ilmiah rendah prestasi belajarnya rendah meskipun memiliki kemampuan analisis yang tinggi. Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Pengaruh yang diberikan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif merupakan pengaruh yang independen dan tidak berhubungan dengan sikap ilmiah. Dua variabel yang diteliti ini tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa baik pada aspek kognitif maupun afektif. Artinya, kelompok siswa dengan sikap ilmiah tinggi dengan kemampuan analisis yang berbeda memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa dengan sikap ilmiah rendah dengan kemampuan analisis yang berbeda juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar. Demikian juga pada kelompok kemampuan analisis tinggi dengan kelompok siswa sikap ilmiah tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada siswa dengan kelompok kemampuan analisis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
163 rendah. Dua variabel tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara kemampuan analisis siswa dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa baik pada ranah kognitif maupun afektif. Hal ini disebabkan karena komponen analisis mengukur komponen pengetahuan (kognitif) siswa sedangkan komponen sikap ilmiah mengukur sikap siswa. Jadi kedua variabel moderator tersebut berdiri sendiri. Sehingga tidak akan ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA. 7. Hipotesis Ketujuh Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara metode, kemampuan analisis, dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Tidak terdapatnya interaksi antara metode eksperimen dan metode demonstrasi, kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif dapat dijelaskan karena pada metode eksperimen siswa memiliki rata-rata yang lebih baik daripada melalui metode demonstrasi, siswa dengan kemampuan analisis tinggi memiliki rata-rata lebih baik daripada siswa dengan kemampuan analisis rendah, siswa dengan sikap ilmiah tinggi memiliki rata-rata lebih baik daripada siswa dengan sikap ilmiah rendah. Meskipun tidak ada interaksi yang signifikan antara tiga variabel bebas terhadap variabel terikatnya, namun berdasarkan Holmes (2011) yang melakukan penelitian dengan mengkaji pelajaran melalui inkuiri menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri dapat melatih kemampuan berpikir kritis; meningkatkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
164 prestasi dan sikap terhadap mata pelajaran; dan dapat mempertahankan informasi lebih baik. Di dalam berpikir kritis menurut Facione (2011) memerlukan suatu kemampuan analisis. Sikap terhadap pelajaran tidak lain adalah kemampuan ranah afektif. Dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh siswa bahwa ketiga variabel tersebut memiliki dampak yang baik terhadap prestasi belajar siswa karena secara garis besar mampu mendapatkan nilai di atas KKM sekolah.
E. Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan telah diusahakan semaksimal mungkin dengan berusaha
mengendalikan
variabel-variabel
yang
diperkirakan
dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Namun demikian dalam penelitian ini hasil yang diperoleh tidak semuanya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena beberapa keterbatasan selama pelaksanaan penelitian, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan di sekolah membatasi alokasi waktu penelitian, silabus, dan RPP yang digunakan. Waktu pelaksanaan penelitian hanya empat kali pertemuan untuk proses pembelajaran dan jam pelajaran yang ada menyesuaikan dengan kondisi sekolah. Penambahan jam pelajaran tidak dapat dilakukan karena terkait dengan kebijaksanaan sekolah tempat melakukan penelitian. 2. Data prestasi belajar kognitif yang diperoleh disusun menggunakan bentuk pilihan ganda yang mempunyai kelemahan yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menebak jawaban bila mengalami kesulitan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
165 3. Adanya faktor eksternal dan internal siswa yang mempengaruhi hasil belajar yang mungkin mempengaruhi siswa pada saat proses pembelajaran yang tidak dapat diamati dan dikontrol oleh guru. 4. Pada pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan metode eksperimen ada beberapa siswa yang terlalu asyik bermain-main dengan alat dan bahan yang disediakan sehingga siswa kurang fokus terhadap rancangan penelitian yang seharusnya diselesaikan. 5. Pada uji tingkat kesukaran tes prestasi kognitif kriteria soal belum terdistribusi dengan baik karena masih ada beberapa soal mudah dan sukar yang digunakan serta jumlah soal yang mudah dan soal sukar yang digunakan tidak seimbang. 6. Terdapatnya satu komponen yang sama antara instrumen afektif dan sikap ilmiah. 7. Kemampuan analisis yang dimiliki siswa secara umum rendah, sedangkan pengkategorian yang digunakan menggunakan rerata sehingga tidak dapat memperlihatkan secara jelas siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan rendah. Oleh karena itu, tidak bisa melihat pengaruh kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar. 8. Alokasi waktu untuk kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II tidak sama (alokasi waktu kelas eksperimen I lebih sedikit dari kelas eksperimen II), karena kebijakan sekolah mengurangi jam pelajaran pada hari Jumat. Sehingga ada beberapa tahapan di kelas eksperimen I yang tidak sesuai dengan rencana yang tertuang dalam RPP akibat terbatasnya waktu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
166 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan kajian teori, hasil analisis, sera mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa. Meskipun demikian, implementasi pendekatan dan metode yang diberikan kepada siswa membuat siswa merasa senang terhadap pelajaran IPA oleh karena itu nilai yang diperoleh siswa dapat melampaui KKM. Siswa dengan perlakuan melalui metode eksperimen memperoleh prestasi belajar rata-rata 70,62 pada aspek kognitif dan 121,28 pada aspek afektif sedangkan siswa dengan perlakuan melalui metode demonstrasi memperoleh prestasi belajar rata-rata 69,44 pada aspek kognitif dan 120,23 pada aspek afektif. 2. Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. Hal ini karena rerata kemampuan analisis siswa secara keseluruhan yaitu 53,46 untuk siswa yang mendapatkan metode eksperimen dan 56,41 untuk siswa yang mendapatkan metode demonstrasi. Sehingga sulit dibedakan antara kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dengan kemampuan analisis tinggi pada ranah kognitif 69,59 dan 120,23 pada ranah afektif, sedangkan commit to user 166
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
167 siswa dengan kemampuan analisis rendah memperoleh rerata 70,38 pada ranah kognitif dan 121,27 pada ranah afektif. 3. Ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa. Hal ini karena kedua aspek prestasi belajar baik ranah kognitif dan afektif dan sikap ilmiah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Sehingga siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar yang akan diperoleh. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dengan sikap ilmiah tinggi pada ranah kognitif 72,38 dan 125,33 pada ranah afektif, sedangkan siswa dengan sikap ilmiah rendah memperoleh rerata 67,75 pada ranah kognitif dan 116,30 pada ranah afektif. 4. Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kenmampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA. Hal ini karena komponen instrument analisis lebih mengukur ke analisis kognitif, sedangkan metode pembelajaran erat kaitannya dengan metode ilmiah. 5. Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar pada aspek kognitif saat mengikuti pelajaran IPA. Namun, ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi pada aspek afektif. Hal tersebut disebabkan karena metode dan sikap ilmiah dan prestasi belajar ranah afektif memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
168 interseksi yang kuat karena keduanya berkaitan dengan sikap siswa, namun prestasi belajar ranah kognitif yang melihat aspek pengetahuan (perolehan konsep) saja. 6. Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA. Hal ini disebabkan karena komponen analisis mengukur komponen pengetahuan (kognitif) siswa sedangkan komponen sikap ilmiah mengukur sikap siswa. Jadi kedua variabel moderator tersebut berdiri sendiri. 7. Tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA. Meskipun ketiga variabel tida berinteraksi, namun memiliki dampak yang baik terhadap prestasi belajar siswa karena secara garis besar mampu mendapatkan nilai di atas KKM sekolah.
B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis a. Menambah penelitian mengenai penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi. b. Menambah penelitian mengenai kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa sebagai faktor pendukung pencapaian hasil belajar IIPA. c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis. 2. Implikasi Praktis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
169 a. Memberikan masukan kepada guru IPA pada umumnya dan peneliti pada khususnya untuk mengembangkan pembelajaran IPA menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam upaya membentuk siswa kreatif dan mandiri dalam belajar. b. Memberikan
wawasan
pada
guru
perlunya
meningkatkan
mutu
pembelajaran di sekolah khususnya pada pengajaran IPA, melalui alternatif dalam penyampaian pelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. c. Memberikan masukan bagi guru dan calon guru agar memperhatikan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa dalam belajar untuk meningkatkan prestasi belajar IPA siswa.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dalam penelitian ini, maka penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut: 1.
Kepada Pendidik a. Dalam pembelajaran inkuiri melalui metode eksperimen dan demonstrasi perlu diperhatikan sikap ilmiah siswa saat mengikuti pembelajaran karena ada beberapa siswa yang tidak melibatkan dirinya dalam pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran dapat melibatkan semua siswa dengan melibatkan sikap ilmiah yang dimiliki siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
170 b. Kemampuan analisis perlu diperhatikan, misalkan dengan memberikan pertanyaan yang bersifat terbuka yang menuntut kemampuan analisis siswa. c. Penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi perlu persiapan matang agar pembelajaran dapat terlaksana sesuai dengan RPP yang sudah disusun. Untuk pembelajaran melalui metode eksperimen, meskipun di bawah bimbingan guru, guru perlu manajemen waktu yang baik, karena siswa melalukan eksplorasi secara bebas. Namun, tidak semua siswa memanfaatkan waktu yang diberikan sehingga ada tahapan yang dilewati. d. Prestasi belajar siswa sebaiknya tidak hanya diperhatikan dalam aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga diperhatikan pada aspek psikomotorik.
2.
Kepada Peneliti a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk peneitian sejenis dengan materi ajar yang lain. b. Peneliti dapat mengembangkan penelitian serupa dengan mengukur prestasi belajar aspek psikomotorik, sehingga mengetahui perbedaan psikomotorik siswa yang diberikan pembelajaran melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
171 c. Perlu dilakukan penelitian tentang faktor internal lain misalkan tentang kecerdasan siswa dari siswa yang dimungkinkan mempengaruhi prestasi belajar siswa. d. Perlu dilakukan penelitian dengan memperhatikan karakteristik siswa dan materi ajar. e. Jika mengkaji sikap ilmiah dan prestasi belajar afektif, sebaiknya komponen yang dijadikan pedoman penilaian kedua aspek dibedakan. f. Sebaiknya dalam menentukan pengkategorian variabel moderator dilihat terlebih dahulu skor yang diperoleh siswa, sehingga diharapkan dapat menampilkan perbedaan yang signifikan. g. Sebaiknya dalam menyusun instrument kemampuan analisis, indikator tidak hanya dari aspek kognitif saja, tetapi juga aspek proses ilmiah.
commit to user