8/20/2012
Mengenal
HAND OUT
Sifat Material
2 1
Buku Dalam Format PDF tersedia di
Kuliah Terbuka dalam format ppsx beranimasi tersedia di
www.buku-e.lipi.go.id dan www.ee-cafe.org
www.ee-cafe.org
3
• • • • • • • •
4
• • • • • • • • • •
Pendahuluan: Perkembangan Konsep Atom Elektron Sebagai Partikel dan Sebagai Gelombng Persamaan Gelombang Schrödinger Aplikasi Persamaan Schrödinger pada Atom Konfigurasi Elektron Dalam Atom Ikatan Atom dan Susunan Atom Struktur Kristal dan Nonkristal Teori Pita Energi
5
Sifat Listrik Metal Sifat Listrik Dielektrik Sifat-Sifat Thermal Pengertian Dasar Thermodinamika Sistem Multifasa Gejala Permukaan Difusi Oksidasi dan Korosi Karbon dan Ikatan Karbon Senyawa Hidrokarbon
6
1
8/20/2012
Perkembangan Konsep Atom
Perkembangan pengetahuan tentang material dilandasi oleh konsep atom yang tumbuh semakin rumit dibandingkan dengan konsep awalnya yang sangat sederhana.
Pendahuluan
Dalam tayangan ini kita hanya akan melihat selintas mengenai perkembangan ini. Uraian agak rinci dapat dilihat dalam buku yang dapat diunduh dari situs ini juga.
8
7
1913
± 460 SM Democritus 1803 Dalton
Niels Bohr
: berat atom
5 4 3
tingkat energi
∼
1897 Thomson : atom bukan partikel terkecil → elektron Akhir abad 19 : Persoalan radiasi benda hitam
PASCHEN
2
BALMER
1880 Kirchhoff 1901 Max Planck Eosc = h × f 1905 Albert Einstein efek photolistrik Dijelaskan: gelombang cahaya seperti partikel; disebut
Emaks
φ1 φ2 φ3
photon
h = 6,626 × 10− −34 joule-sec
metal 1 metal 2 metal 3
0
1
LYMAN
1923 Compton : photon dari sinar-X mengalami perubahan momentum saat berbenturan dengan elektron valensi. 1924 Louis de Broglie : partikel sub-atom dapat dipandang sebagai gelombang 1926 Erwin Schrödinger : mekanika kuantum
f
1927 Davisson dan Germer : berkas elektron didefraksi oleh sebuah kristal ∆p x ∆x ≥ h
1927 Heisenberg : uncertainty Principle 1906-1908
Rutherford
: Inti atom (+) dikelilingi oleh elektron (-)
1930 Born : intensitas gelombang 9
∆E∆t ≥ h
I =Ψ Ψ *
10
e = −1,60 × 10 −19 C
Model Atom Bohr
r Ze
Model atom Bohr dikemukakan dengan menggunakan pendekatan mekanika klasik.
Fc
Fc = Fc =
Ze 2 r2 mv r
2
mv 2 =
Ze 2 r
Ek = Ep = −
Model atom Bohr berbasis pada model yang diberikan oleh Rutherford: Partikel bermuatan positif terkonsentrasi di inti atom, dan elektron berada di sekeliling inti atom.
Etotal = E p + Ek = −
Ze 2 = −2 E k r Ze 2 = − Ek 2r
Perbedaan penting antara kedua model atom:
Gagasan Bohr :
Model atom Rutherford: elektron berada di sekeliling inti atom dengan cara yang tidak menentu
orbit elektron adalah diskrit; ada hubungan linier antara energi dan frekuensi seperti halnya apa yang dikemukakan oleh Planck dan Einstein
Model atom Bohr: elektron-elektron berada pada lingkaran-lingkaran orbit yang diskrit; energi elektron adalah diskrit. 11
∆E = nhf
∆f = n
mv 2 Ze 2 = 2 2r
h m ( 2π r ) 2 12
2
8/20/2012
JariJari-Jari Atom Bohr Dalam model atom Bohr :
energi
dan
momentum sudut terkuantisasi
r=
elektron dalam orbit
n2h2 4π 2 mZe 2
r = k1
n2 Z
k1 = 0,528 × 10−8 cm
Setiap orbit ditandai dengan dua macam bilangan kuantum: bilangan kuantum prinsipal, n
Untuk atom hidrogen pada ground state, di mana n = 1 dan Z = 1,
bilangan kuantum sekunder, l
maka r = 0,528 Å
13
Tingkat-Tingkat Energi Atom Hidrogen
2π mZ e
2 4
n2h2
=−
Spektrum Atom Hidrogen 13,6 n2
Deret
eV
bilangan kuantum prinsipal n: energi total [ eV ]
0
−1,51 0
1
2
1
2
−3,4 13,6 En = − 2 n
−13,6 -16
3 3
4
5
≈41,89 eV 5
6
≈ 10,2 eV
n1
n2
5
Radiasi
Lyman
1
2,3,4,…
UV
Balmer
2
3,4,5,…
tampak
Paschen
3
4,5,6,…
IR
Brackett
4
5,6,7,…
IR
Pfund
5
6,7,8,…
IR
4
Tingkat Energi
En = −
2
14
3
2
1
deret Paschen
deret Balmer
deret Lyman
ground state
15
16
17
18
3
8/20/2012
Gelombang Tunggal
u = A cos(ωt − θ)
u = Ae j (ωt −θ)
u = Ae
Sudaryatno Sudirham
j ( ω t − kx )
k = 2π / λ
bilangan gelombang Kecepatan rambat gelombang dicari dengan melihat perubahan posisi amplitudo
x=
ωt − kx = 0
Gelombang
ωt k
vf =
dx ω = = fλ dt k
Kecepatan ini disebut
kecepatan fasa
Paket Gelombang Paket gelombang adalah gelombang komposit yang merupakan jumlah dari n gelombang sinus j ( ω nt − k n x ) u=
∑A e n
n
u=
∑ n
=
An e j ( ωnt − kn x ) = An
∑A n
0
An
∑A n
0
e j [(ωn −ω0 )t −( kn −k 0 ) x ] A0 e j (ω0t − k0 x )
e j[( ∆ωn )t −( ∆kn ) x ] A0 e j (ω0t − k0 x )
dengan k0 , ω0, A0, berturut-turut adalah nilai tengah dari bilangan gelombang, frekuensi dan amplitudo 20
19
Persamaan gelombang Persamaan gelombang komposit untuk t = 0 menjadi
Bilangan gelombang: k ∆k ∆k k0 − ≤ k ≤ k0 + 2 2
variasi ∆k sempit
u t =0 =
Perbedaan nilai k antara gelombang-gelombang yang membentuk paket gelombang tersebut sangat kecil → dianggap kontinyu demikian juga selang ∆k sempit sehingga An / A0 ≈ 1. Dengan demikian maka u=
∑ n
2 sin( x∆k/2) A0 e − jk 0 x x
Persamaan ini menunjukkan bahwa amplitudo gelombang komposit ini terselubung oleh fungsi lebar paket gelombang ∆x
Pada suatu t tertentu, misalnya pada t = 0 persamaan bentuk amplitudo gelombang menjadi A( x ,0) = S ( x,0) A0 =
∑ n
2 sin(x∆k/2) x
S ( x) =
e j [( ∆ωn )t −( ∆kn ) x ] A0 e j ( ω0t − k0 x ) = S ( x, t ) A0 e j (ω0t −k0 x )
e − j ( ∆kn ) x A0
2 sin( x∆k/2) x
0
-0 .9
3
4
-0 .3
0 6
0 .3
Karena perubahan nilai k dianggap kontinyu maka -1
S ( x ,0 ) =
∑e
− j ( ∆k n ) x
=
+ ∆k / 2 − j ( ∆k ) x
∫e
d∆ k =
−∆k / 2
n
selubung
1
2 sin( x∆k/2) x
π ∆x = 2 × ∆k
2
2
2 sin( x∆k/2) A0 cos( k 0 x ) x
∆x∆k = 2π
21
22
Kecepatan Gelombang u=
∑e
j[( ∆ω n )t −( ∆kn ) x ]
n
j (ω t − k x ) j (ω t − k x ) A0 e 0 0 = S ( x , t ) A0 e 0 0
Elektron Sebagai Partikel dan Elektron Sebagai Gelombang Elektron dapat dipandang sebagai gelombang tidaklah berarti bahwa elektron adalah gelombang; akan tetapi kita dapat mempelajari gerakan elektron dengan menggunakan persamaan diferensial yang sama bentuknya dengan persamaan diferensial untuk gelombang.
kecepatan fasa: v f = ω0 / k 0 kecepatan group: Amplitudo gelombang akan mempunyai bentuk yang sama bila S(x,t) = konstan. Hal ini terjadi jika (∆ω)t = (∆k)x untuk setiap n vg =
∂x ∆ω ∂ω = = ∂t ∆k ∂k
Kecepatan group ini merupakan kecepatan rambat paket gelombang
Panjang gelombang de Broglie, Momentum, Kecepatan Einstein : energi photon E ph de Broglie: energi elektron Panjang gelombang Momentum Kecepatan
ω = hf = h = hω 2π mv g2 Ek = = hω 2 h h λ= λ= p mv g
mv g = hk = h
Elektron sebagai partikel: massa tertentu, m.
Elektron sebagai gelombang massa nol, tetapi λ = h/mve.
Elektron sebagai partikel: Etotal = Ep+ Ek= Ep+ mve2/2.
Elektron sebagai gelombang: Etotal = hf = ħω.
Elektron sebagai partikel: p = mve2
2π h = λ λ
konstanta Planck momentum
Elektron sebagai gelombang: p = ħk = h/λ.
Dalam memandang elektron sebagai gelombang, kita tidak dapat menentukan momentum dan posisi elektron secara simultan dengan masing-masing mempunyai tingkat ketelitian yang kita inginkan secara bebas. Kita dibatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg: ∆p∆x ≥ h. Demikian pula halnya dengan energi dan waktu: ∆E∆t ≥ h .
p = mv g = hk hk h 2 π h = = m m λ mλ
ve = v g =
23
24
4
8/20/2012
Sebagai partikel elektron memiliki energi energi kinetik + energi potensial E merupakan fungsi p dan x
Persamaan Schrödinger
E ≡ H ( p, x ) =
E=
p2 + V ( x) 2m
H = Hamiltonian
mv 2 p2 + V ( x) = + V ( x) 2 2m
∂H ( p, x ) p dx = = ve = ∂p m dt
−
∂H ( p, x ) ∂V ( x ) dv dp =− = F ( x) = m = ∂x ∂x dt dt
Turunan H(p,x) terhadap p memberikan turunan x terhadap t. Turunan H(p,x) terhadap x memberikan turunan p terhadap t.
26
25
Gelombang :
u=
∑e
j[( ∆ωn )t −( ∆kn ) x ]
n
Turunan u terhadap t: ω ∂u = jω 0 n ∂t ω 0
∑e
j [( ∆ω n ) t − ( ∆k n ) x ]
n
h
∂ u = j (hω0 )u = jEu ∂t Eu = − jh
E ≡ − jh
k ∂u = − jk 0 n ∂x k 0
Operator:
∑ n
e j[( ∆ωn ) t − ( ∆k n ) x ] A0 e j (ω0t −k 0 x )
h
E ≡ − jh
p ≡ jh
∂ ∂t
p2 + V ( x) 2m
p ≡ jh
∂ ∂x
−
H ( p , x) Ψ = EΨ
∂ u = − j (hk 0 )u = − jpu ∂x pu = jh
∂ ∂t
E ≡ H ( p, x) =
x=x
Jika H(p,x) dan E dioperasikan pada fungsi gelombang Ψ maka diperoleh
Dalam selang sempit ∆k , k n / k 0 ≈ 1
∂ u ∂t
Operator energi
Hamiltonian:
u merupakan fungsi t dan x
Turunan u terhadap x:
j (ω t − k x ) A0 e 0 0
Dalam selang sempit ∆k , ωn / ω0 ≈ 1
j (ω t −k x) A0 e 0 0
h 2 ∂ 2Ψ ∂Ψ + V ( x )Ψ = − jh 2 m ∂x 2 ∂t
Inilah persamaan Schrödinger
∂ u ∂x
satu dimensi
∂ ∂x
tiga dimensi
h 2 ∂ 2Ψ ∂Ψ − V ( x )Ψ = jh 2 m ∂x 2 ∂t h2 2 ∂Ψ ∇ Ψ − V ( x, y , z )Ψ = jh 2m ∂t
Operator momentum 28
27
Persamaan Schrödinger Bebas Waktu
Fungsi Gelombang Persamaan Schrödinger adalah persamaan diferensial parsial dengan ψ adalah fungsi gelombang dengan pengertian bahwa
Aplikasi persamaan Schrödinger dalam banyak hal hanya berkaitan dengan energi potensial, yaitu besaran yang hanya merupakan fungsi posisi Oleh karena itu jika persamaan tersebut diupayakan tidak merupakan fungsi yang bebas waktu agar penanganannya menjadi lebih sederhana Jika kita nyatakan: Ψ ( x, t ) = ψ ( x ) T (t )
maka dapat diperoleh
1 h 2 ∂ 2 ψ( x ) 1 ∂ T (t ) − V ( x )ψ ( x) = jh = tetapan sembarang E ψ ( x ) 2m ∂x 2 T (t ) ∂t sehingga
h2 ∂2Ψ − V ( x )Ψ = − EΨ 2 m ∂x 2
h 2 ∂ 2 ψ ( x) + (E − V ( x ) )ψ( x ) = 0 2m ∂x 2
Satu dimensi
h2 2 ∇ Ψ + (E − V ( x, y , z ) )Ψ = 0 2m
Tiga dimensi 29
Ψ * Ψ dx dy dz
adalah probabilitas keberadaan elektron pada waktu tertentu dalam volume dx dy dz di sekitar titik (x, y, z) Jadi persamaan Schrödinger tidak menentukan posisi elektron melainkan memberikan probabilitas bahwa ia akan ditemukan di sekitar posisi tertentu. Kita juga tidak dapat mengatakan secara pasti bagaimana elektron bergerak sebagai fungsi waktu karena posisi dan momentum elektron dibatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg Contoh kasus satu dimensi pada suatu t = 0
sin( x∆k / 2) Ψ * Ψ = A02 x
2
30
5
8/20/2012
Aplikasi Persamaan Schrödinger
Persyaratan Fungsi Gelombang
Elektron bebas adalah elektron yang tidak mendapat pengaruh medan listrik sehingga energi potensialnya nol, V(x) = 0
Elektron Bebas
Elektron sebagai suatu yang nyata harus ada di suatu tempat. Oleh karena itu fungsi gelombang (untuk satu dimensi) harus memenuhi:
∫
∞
Ψ * Ψdx = 1
−∞
h 2 ∂ 2 ψ( x ) + Eψ( x) = 0 2m ∂x 2
V (x) = 0
Fungsi gelombang , harus kontinyu sebab jika terjadi ketidak-kontinyuan hal itu dapat ditafsirkan sebagai rusaknya elektron, suatu hal yang tidak dapat diterima.
solusi ψ( x) = Ae sx
Turunan fungsi gelombang terhadap posisi,juga harus kontinyu, karena turunan fungsi gelombang terhadap posisi terkait dengan momentum elektron Oleh karena itu persyaratan ini dapat diartikan sebagai persayaratan kekontinyuan momentum.
h2 2 h2 As 2 e sx + EAe sx = s + E ψ ( x ) = 0 2m 2m
harus berlaku untuk semua x h2 2 s +E =0 2m
2mE
s=±j
Fungsi gelombang harus bernilai tunggal dan terbatas sebab jika tidak akan berarti ada lebih dari satu kemungkinan keberadaan elektron. Im
Ae
Fungsi gelombang tidak boleh sama dengan nol di semua posisi sebab kemungkinan keberadaan elektron haruslah nyata, betapapun kecilnya.
h2
= ± j α , dengan α =
h2
ψ( x) = Ae j α x + Ae − j α x
j αx
k= α=
Persamaan gelombang elektron bebas
Re
p = mv g = hk
2mE
E=
Ae − j α x
h2k 2 2m
λ=
2mE
h
h mv g
2
E=
p2 2m
Energi elektron bebas
31
32
Elektron di Sumur Potensial yang Dalam I
II
III
V=∞ ψ1
V=0 ψ2
V=∞ ψ3
0
αx
+ B2 e − j
=
ψ* ψ = 4 B22 sin 2
αx
ψ *ψ
4
ψ
ψ
0
nπ x L
ψ 0
0
0
x
0
ψ *ψ
4
L
0
0
L
0
3.16
3.16
3.16
0
b).n = 2
a). n = 1
L c). n = 3
Energi elektron = 2 jB2 sin kx k = nπ = α = L
Probabilitas ditemukannya elektron 4 B22 sin 2
ψ *ψ
4
nπ x L
Probabilitas ditemukan elektron
Sumur potensial ini dalam karena di daerah I dan II V = ∞
− e − jk 2 x + e jk 2 x = 2 jB2 sin nπ x ψ 2 ( x ) = 2 jB2 2j L
ψ *2 ( x )ψ 2 ( x)
ψ = 2 jB2 sin
Elektron yang berada di daerah II terjebak dalam “sumur potensial”
Fungsi gelombang ψ 2 ( x ) = B2 e j
Fungsi gelombang
daerah II, 0 < x < L, V = 0
x
L
Fungsi gelombang, probabilitas ditemukannya elektron, dan energi elektron, tergantung dari lebar sumur, L
Daerah I dan daerah III adalah daerahdaerah dengan V = ∞,
2 mE
E=
h2
n 2π 2 h 2
=
2mL2
h 2 nπ 2m L
2
E=
h2
E=
8mL2
4h 2
E=
8mL2
9h 2 8mL2
Energi elektron
nπ nπ x = K sin 2 L L
E=
n2 π2 h 2 h 2 nπ = L2 2m 2m L
2
34
33
E=
Pengaruh lebar sumur pada tingkat-tingkat energi n =3
n 2π 2 h 2 2mL2
=
h 2 nπ 2m L
2
Sumur tiga dimensi
n =2
0
L’
1 ∂ 2 X ( x) 1 ∂ 2Y ( y) 1 ∂ 2 Z ( z) 2m + + =− 2 E X ( x ) ∂x 2 Y ( y ) ∂y 2 Z ( z ) ∂z 2 h
Elektron di Sumur Potensial yang Dangkal Probabilitas keberadaan elektron tergantung dari kedalaman sumur
Arah sumbu-x ∂ 2 X ( x)
V
∂x 2
ψ *ψ
+
2m h2
1 ∂ 2 X ( x) 2m = − 2 Ex X ( x) ∂x 2 h E x X ( x) = 0
1 ∂ 2Y ( y ) 2m = − 2 Ey Y ( y ) ∂y 2 h
1 ∂ 2 Z (z) 2m = − 2 Ez Z ( z ) ∂z 2 h
Persamaan ini adalah persamaan satu dimensi h 2 nπ E= yang memberikan energi elektron: 2m L
2
E
E L
a)
a
ψ *ψ
ψ *ψ
E 0
h 2 1 ∂ 2 X ( x) 1 ∂ 2Y ( y) 1 ∂ 2 Z ( z ) + + +E =0 2m X ( x) ∂x 2 Y ( y) ∂y 2 Z ( z ) ∂z 2
x
L
ψ *ψ
y
Lx Ly
V’
n =1
ψ( x, y, z ) = X ( x )Y ( y ) Z ( z )
Lz
V
0
h 2 ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ + + + Eψ = 0 2m ∂x 2 ∂y 2 ∂z 2
z
Makin lebar sumur potensial, makin kecil perbedaan antara tingkat-tingkat energi
0
L
b)
0
L
c)
Makin dangkal sumur, kemungkinan keberadaan elektron di luar sumur makin besar
0
Untuk tiga dimensi diperoleh: E x =
L
d) Jika diding sumur tipis, elektron bisa “menembus” dinding potensial
n x2 h 2 8mL2x
Ey =
n y2 h 2 8mL2y
Ez =
n z2 h 2 8mL2z
Tiga nilai energi sesuai arah sumbu 35
36
6
8/20/2012
Persamaan Schrödinger dalam Koordinat Bola z
elektron θ
inti atom berimpit dengan titik awal koordinat
r
V (r ) = −
inti atom
Konfigurasi Elektron Dalam Atom
y
ϕ
e2 4πε 0 r
persamaan Schrödinger dalam
x
koordinat bola
h 2 ∂ 2 ψ 2 ∂Ψ 1 ∂ 2 ψ cot θ ∂Ψ 1 ∂ 2 ψ e 2 + + + 2 + + E+ ψ=0 2m ∂r 2 r dr r 2 ∂θ 2 4πε 0 r r ∂θ r 2 sin 2 θ ∂ϕ 2
Jika kita nyatakan: ψ(r , θ, ϕ) = R (r )Θ(θ)Φ (ϕ)
kita peroleh persamaan yang berbentuk
2 h 2 r 2 ∂ 2 R 2r ∂R 2 h 2 1 ∂ 2 Θ cot θ ∂Θ ∂ 2 Φ 1 +E + e r + + + + =0 2 Θ ∂θ Φ sin 2 θ ∂ϕ 2 R dr 4πε 0 r 2 m Θ ∂θ 2 2 m R ∂r
mengandung r
tidak mengandung r
salah satu kondisi yang akan memenuhi persamaan ini adalah jika keduanya = 0 38
37
∂R me 2 + R =0 ∂r 4 πε 0 h 2
Persamaan yang mengandung r saja 2 h r ∂ R 2r ∂R e r = 0 + + E+ 2m R ∂r 2 R dr 4πε 0 r 2
2
2
2
R 1 = A1 e sr
salah satu solusi:
fungsi gelombang R hanya merupakan fungsi r → simetri bola h ∂ R 2 ∂R e R = 0 + + E+ 2m ∂r 2 r ∂r 4πε 0 r 2
kalikan dengan R / r 2
2
s=−
kalikan dengan 2 mr / h 2 dan kelompokkan suku-suku yang berkoefisien konstan
∂r 2
me 2
s2 +
4 πε 0 h 2
2
E=−
∂ 2R
2
+
2 mE
h2
2 mE
h2
R=0
=0
h me me me 4 − =− = − 2 2 = E0 2m 4πε 0 h 2 32π 2 ε 02 h 2 8ε 0 h 2
2
4
Inilah nilai E yang harus dipenuhi agar R1 merupakan solusi dari kedua persamaan
∂R ∂ 2 R 2mE me 2 2 + R + r + 2 R = 0 ∂r 4πε h 2 ∂r 2 h 0
Energi elektron pada status ini diperoleh dengan masukkan nilai-nilai e, m, dan h
Ini harus berlaku untuk semua nilai r
E0 = −13,6 eV
E0 = −2,18 × 10 −18 J
Salah satu kemungkinan: ∂R me 2 + R =0 ∂r 4 πε 0 h 2
∂ 2R ∂r 2
+
2 mE
h2
Probabilitas keberadaan elektron dapat dicari dengan menghitung probabilitas keberadaan elektron dalam suatu “volume dinding” bola yang mempunyai jari-jari r dan tebal dinding ∆r.
R=0
39
40
Adakah Solusi Yang Lain? Pe1 = 4πr 2 ∆r R 1
2
= A1*r 2 e 2sr
ψ *ψ
4
ψ
ψ
Kita ingat:
Pe
ψ *ψ
4
ψ *ψ
4
ψ
Pe1 0
x
0
0.5
L
3.16
0
1
1.5
2
2.5 r [Å] 3
E=
probabilitas maksimum ada di sekitar suatu nilai r0 sedangkan di luar r0 probabilitas ditemukannya elektron dengan cepat menurun
0
3.16
h2
E=
L c). n = 3
b).n = 2
8mL2
3.16
0
L
0
a). n = 1
r0 0
0
0
0
4h 2
E=
8mL2
9h 2 8mL2
Energi Elektron terkait jumlah titik simpul fungsi gelombang solusi yang lain:
keberadaan elektron terkonsentrasi di sekitar jari-jari r0 saja
1
R
R 2 = ( A2 − B 2 r ) e − r / r0
(
0 , 8
bertitik simpul dua
)
R 3 = A3 − B3 r + C 3 r 2 e − r / r0
Inilah struktur atom hidrogen yang memiliki hanya satu elektron di sekitar inti atomnya dan inilah yang disebut status dasar atau ground state
Solusi secara umum: R
0 , 6
bertitik simpul tiga n
= L n ( r ) e − r / r0
R1
0 , 4
0 , 2
R3
R2
0
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5 r[Å]4
- 0 , 2
polinom 41
42
7
8/20/2012
Momentum Sudut Momentum sudut juga terkuantisasi
probabilitas keberadaan elektron
L2 = l (l + 1)h 2
1 , 2
Pe
Pe1
1
Pen = 4πr 2 ∆r R n
l = 0, 1, 2, 3, .... bilangan bulat positif
Pe2
0 , 8
2
Pe3
0 , 6
Momentum sudut ditentukan oleh dua macam bilangan bulat: l : menentukan besar momentum sudut, dan
0 , 4
0 , 2
0
- 0 , 2
2π mZ e 2 2
n h
=−
13,6 n
energi total [ eV ]
En = −
2 4
eV
2
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
bilangan kuantum prinsipal 1 2 3 4
Tingkat-Tingkat Energi Atom Hidrogen 2
0
r[Å] 4
ml : menentukan komponen z atau arah momentum sudut l = 0 ⇒ ml = 0
Nilai l dan ml yang mungkin : 5
l = 1 ⇒ ml = 0, ± 1
n
0
−1,51 0 −3,4
1
2
≈4 1,89 eV5
3
l = 2 ⇒ ml = 0, ± 1, ± 2
6
dst.
l disebut bilangan kuantum momentum sudut, atau bilangan kuantum azimuthal −
13,6 n2
≈ 10,2 eV
−13,6 ground state
-16
bilangan kuantum l
0
1
2
3
4
5
simbol
s
p
d
f
g
h
degenerasi
1
3
5
7
9
11
ml adalah bilangan kuantum magnetik 43
Bilangan Kuantum
44
Konfigurasi Elektron Dalam Atom Netral
Ada tiga bilangan kuantum yang sudah kita kenal, yaitu: (1) bilangan kuantum utama, n, yang menentukan tingkat energi; (2) bilangan kuantum momentum sudut, atau bilangan kuantum azimuthal, l; (3) bilangan kuantum magnetik, ml . bilangan kuantum utama n:
1
2
3
−1,51 0
4
2s, 2p
−13,6
1s
Bohr
status momentum sudut n
s
1
2
2
2
6
3
2
6
10
4
2
6
10
5 3s, 3p, 3d
energi −3,4 total [ eV ]
Kandungan elektron setiap tingkat energi
p
d
f
14
Jumlah tiap tingkat
Jumlah s/d tingkat
2
2
8
10
18
28
32
60
lebih cermat
(4) Spin Elektron: ± ½ dikemukakan oleh Uhlenbeck 46
45
Orbital inti atom inti atom
1s 2s
Diagram Tingkat Energi
e n e r g i
tingkat 4s sedikit lebih rendah dari 3d
Penulisan konfigurasi elektron unsur-unsur H: 1s1; He: 1s2 Li: 1s2 2s1; Be: 1s2 2s2; B: 1s2 2s2 2p1;
C: 1s2 2s2 2p2; N: 1s2 2s2 2p3; O: 1s2 2s2 2p4; F: 1s2 2s2 2p5; Ne: 1s2 2s2 2p6.........dst 47
48
8
8/20/2012
Pengisian Elektron Pada Orbital
H:
Tingkat energi 4s lebih rendah dari 3d. Hal ini terlihat pada perubahan konfigurasi dari Ar (argon) ke K (kalium).
pengisian 1s;
↑
He: ↑↓ pemenuhan 1s; Li: ↑↓ ↑ pengisian 2s; Be: ↑↓ ↑↓ pemenuhan 2s; B:
↑↓
↑↓ ↑
C:
↑↓
↑↓ ↑
↑
N: O: F: Ne:
↑↓
↑↓ ↑
↑
↑
↑↓
↑↓ ↑↓ ↑
↑
↑↓
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑
↑↓
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
Ar: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 (bukan 3d1) Ca: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 (bukan 3d2) Sc: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d1 4s2 (orbital 3d baru mulai terisi setelah 4s penuh) Y: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d2 4s2 (dan unsur selanjutnya pengisian 3d sampai penuh)
pengisian 2px dengan 1 elektron; pengisian 2py dengan 1 elektron; pengisian 2pz dengan 1 elektron; pemenuhan 2px; pemenuhan 2py; pemenuhan 2pz. 49
50
Ionisasi dan Energi Ionisasi Ionisasi: X ( gas ) → X + ( gas ) + e −
Blok-Blok Unsur 1 H 1s1
Energi ionisasi adalah jumlah energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron terluar suatu unsur guna membentuk ion positif bermuatan +1. Energi ionisasi dalam satuan eV disebut juga potensial ionisasi.
2 He 1s2
3 Li [He] 2s1
4 Be [He] 2s2
5 B [He] 2s2 2p1
6 C [He] 2s2 2p2
7 N [He] 2s2 2p3
8 O [He] 2s2 2p4
9 F [He] 2s2 2p5
10 Ne [He] 2s2 2p6
11 Na [Ne] 3s1
12 Mg [Ne] 3s2
13 Al [Ne] 3s2 3p1
14 Si [Ne] 3s2 3p2
15 P [Ne] 3s2 3p3
16 S [Ne] 3s2 3p4
17 Cl [Ne] 3s2 3p5
18 Ar [Ne] 3s2 3p6
19 K [Ar] 4s1
20 Ca [Ar] 4s2
31 Ga [Ar] 3d10 4s2 4p1
32 Ge [Ar] 3d10 4s2 4p2
33 As [Ar] 3d10 4s2 4p3
34 Se [Ar] 3d10 4s2 4p4
35 Br [Ar] 3d10 4s2 4p5
36 Kr [Ar] 3d10 4s2 4p6
21 Sc [Ar] 3d1 4s2
22 Ti [Ar] 3d2 4s2
23 V [Ar] 3d3 4s2
24 Cr [Ar] 3d5 4s1
Blok s
25 Mn [Ar] 3d5 4s2
26 Fe [Ar] 3d6 4s2
27 Co [Ar] 3d7 4s2
28 Ni [Ar] 3d8 4s2
29 Cu [Ar] 3d10 4s1
30 Zn [Ar] 3d10 4s2
Blok d
Blok p
pengisian orbital d
pengisian orbital s
pengisian orbital p 51
p
p
15
s
3 Li 5,39
4 Be 9,32
5 B 8,29
6 C 11,2
7 N 14,6
8 O 13,6
9 F 17,4
10 Ne 21,6
11 Na 5,14
12 Mg 7,64
13 Al 5,98
14 Si 8,15
15 P 10,4
16 S 10,4
17 Cl 13,0
18 Ar 15,8
19 K 4,34
20 Ca 6,11
31 Ga 6,00
32 Ge 7,88
33 As 9,81
34 Se 9,75
35 Br 11,8
21 Sc 6,54
22 Ti 6,83
23 V 6,74
24 Cr 6,76
25 Mn 7,43
26 Fe 7,87
27 Co 7,86
28 Ni 7,63
29 Cu 7,72
30 Zn 9,39
52
36 Kr 14
Afinitas elektron dinyatakan dengan bilangan negatif, yang berarti pelepasan energi.
d s
5
Afinitas elektron merupakan ukuran kemampuan suatu unsur untuk menarik elektron, bergabung dengan unsur untuk membentuk ion negatif. Makin kuat gaya tarik ini, berarti makin besar energi yang dilepaskan. Gaya tarik ini dipengaruhi oleh jumlah muatan inti atom, jarak orbital ke inti, dan screening (tabir elektron).
0 H He Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr
Energi ionisasi [eV]
p s
2 He 24,5
Afinitas elektron adalah energi yang dilepaskan jika atom netral menerima satu elektron membentuk ion negatif bermuatan −1.
20
10
Energi Ionisasi [eV] 1 H 13,6
Afinitas Elektron
Energi Ionisasi 25
Potensial ionisasi didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron yang paling lemah terikat pada atom. Pada atom dengan banyak elektron, pengertian ini sering disebut sebagai potensial ionisasi yang pertama, karena sesudah ionisasi yang pertama ini bisa terjadi ionisasi lebih lanjut dengan terlepasnya elektron yang lebih dekat ke inti atom.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 1213 1415 16 1718 1920 21 2223 2425 2627 28 2930 3132 33 3435 36 Unsur
Di setiap blok unsur, energi ionisasi cenderung meningkat jika nomer atom makin besar Energi ionisasi turun setiap kali pergantian blok unsur
53
54
9
8/20/2012
Bilangan Kuantum : Bilangan kuantum : prinsipal:
Ikatan Atom dan Susunan Atom
n = 1, 2, 3, dst
azimuthal:
l = 0, 1, 2, 3 : s, p, d, f
magnetik:
ml = −l sampai +l
spin elektron: ms = +1/2 dan −1/2 Pauli Exclusion Prinsiple : setiap status hanya dapat ditempati tidak lebih dari satu elektron
56
55
Konfigurasi Elektron Unsur pada Ground State 1 H 1s1
2 He 1s2
3 Li [He] 2s1
4 Be [He] 2s2
5 B [He] 2s2 2p1
6 C [He] 2s2 2p2
7 N [He] 2s2 2p3
8 O [He] 2s2 2p4
9 F [He] 2s2 2p5
10 Ne [He] 2s2 2p6
11 Na [Ne] 3s1
12 Mg [Ne] 3s2
13 Al [Ne] 3s2 3p1
14 Si [Ne] 3s2 3p2
15 P [Ne] 3s2 3p3
16 S [Ne] 3s2 3p4
17 Cl [Ne] 3s2 3p5
18 Ar [Ne] 3s2 3p6
19 K [Ar] 4s1
20 Ca [Ar] 4s2
31 Ga [Ar] 3d10 4s2 4p1
32 Ge [Ar] 3d10 4s2 4p2
33 As [Ar] 3d10 4s2 4p3
34 Se [Ar] 3d10 4s2 4p4
35 Br [Ar] 3d10 4s2 4p5
36 Kr [Ar] 3d10 4s2 4p6 54 Xe [Kr] 4d10 5s2 5p6
21 Sc [Ar] 3d1 4s2
22 Ti [Ar] 3d2 4s2
23 V [Ar] 3d3 4s2
24 Cr [Ar] 3d5 4s1
25 Mn [Ar] 3d5 4s2
26 Fe [Ar] 3d6 4s2
27 Co [Ar] 3d7 4s2
28 Ni [Ar] 3d8 4s2
29 Cu [Ar] 3d10 4s1
30 Zn [Ar] 3d10 4s2
37 Rb [Kr] 5s1
38 Sr [Kr] 5s2
39 Y [Kr] 4d1 5s2
40 Zr [Kr] 4d2 5s2
41 Nb [Kr] 4d4 5s1
42 Mo [Kr] 4d5 5s1
43 Tc [Kr] 4d6 5s1
44 Ru [Kr] 4d7 5s1
45 Rh [Kr] 4d8 5s1
46 Pd [Kr] 4d10
47 Ag [Kr] 4d10 5s1
48 Cd [Kr] 4d10 5s2
49 In [Kr] 4d10 5s2 5p1
50 Sn [Kr] 4d10 5s2 5p2
51 Sb [Kr] 4d10 5s2 5p3
52 Te [Kr] 4d10 5s2 5p4
53 I [Kr] 4d10 5s2 5p5
55 Cs [Xe] 6s1
56 Ba [Xe] 6s2
57 La [Xe] 5d1 6s2
58 Ce [Xe] 4f1 5d1 6s2
59 Pr [Xe] 4f3 6s2
60 Nd [Xe] 4f4 6s2
61 Pm [Xe] 4f5 6s2
62 Sm [Xe] 4f6 6s2
63 Eu [Xe] 4f7 6s2
64 Gd [Xe] 4f7 5d1 6s2
65 Tb [Xe] 4f9 6s2
66 Dy [Xe] 4f10 6s2
67 Ho [Xe] 4f11 6s2
68 Er [Xe] 4f12 6s2
69 Tm [Xe] 4f13 6s2
70 Yb [Xe] 4f14 6s2
71 Lu [Xe] 4f14 5d1 6s2
72 Hf [Xe] 4f14 5d2 6s2
73 Ta [Xe] 4f14 5d3 6s2
74 W [Xe] 4f14 5d4 6s2
75 Re [Xe] 4f14 5d5 6s2
76 Os [Xe] 4f14 5d6 6s2
77 Ir [Xe] 4f14 5d7 6s2
78 Pt [Xe] 4f14 5d9 6s1
79 Au [Xe] 4f14 5d10 6s1
80 Hg [Xe] 4f14 5d10 6s2
81 Tl [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p1
82 Pb [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2
83 Bi [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p3
84 Po [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p4
85 At [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p5
87 Fr [Rn] 7s1
88 Ra [Rn] 7s2
89 Ac [Rn] 6d1 7s2
90 Th [Rn] 6d2 7s2
91 Pa [Rn] 5f2 6d1 7s2
92 U [Rn] 5f3 6d1 7s2
93 Np [Rn] 5f4 6d1 7s2
94 Pu [Rn] 5f6 7s2
95 Am [Rn] 5f7 7s2
96 Cm [Rn] 5f7 6d1 7s2
97 Bk [Rn]
98 Cf [Rn]
99 Es [Rn]
100 Fm [Rn]
101 Md [Rn]
102 No [Rn]
terutama terjadi pada ikatan kovalen antara unsur non metal: Nitrogen; Oksigen; Carbon; Fluor; Chlor
Gaya Ikat : gaya yang menyebabkan dua atom menjadi terikat; gaya ini terbentuk jika terjadi penurunan energi ketika dua atom saling mendekat
Ikatan Primer : Kuat
Ikatan Sekunder : Lemah Ikatan Hidrogen
Ikatan Kovalen
Ikatan van der Waals
Ikatan Metal Ikatan Ion
86 Rn [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p6
103 Lw [Rn]
57
Ikatan Berarah dan Tak Berarah Ikatan berarah: kovalen dipole permanen
Gaya Ikat
58
Atom dengan ikatan tak berarah Ikatan tak berarah: metal ion van der Waals
Sifat ikatan : Jumlah diskrit Arah tidak diskrit
terutama pada Ikatan metal yang terjadi antara sejumlah besar atom
Contoh : H2 atom H memiliki 1 elektron di orbital 1s
atom dengan ikatan berarah akan terkumpul sedemikian rupa sehingga terpenuhi sudut ikatan
atom dengan ikatan tak berarah pada umumnya terkumpul secara rapat (kompak) dan mengikuti aturan geometris yang ditentukan oleh perbedaan ukuran atom
simetri bola
namun ikatan 2 atom H tetap diskrit : setiap atom H hanya akan terikat dengan satu atom H yang lain
walaupun kita bedakan ikatan atom berarah dan ikatan tak berarah, namum dalam kenyataan material bisa terbentuk dari campuran dua macam ikatan tersebut
59
60
10
8/20/2012
Atom dengan ikatan berarah
Contoh :
Arah diskrit
1 H: 1s1 8 O: [He] 2s2 2p4
Hanya orbital yang setengah terisi yang dapat berperan dalam pembentukan ikatan kovalen; oleh karena itu jumlah susunan ikatan ditentukan oleh jumlah elektron dari orbital yang setengah terisi.
H
1 H: 1s1
2px
+ dipole
+
9 F: [He] 2s2 2p5
− dipole
F
2py
y
x
H
z
z
2pz
H 104o
Elektron di orbital selain orbital s akan membentuk ikatan yang memiliki arah spasial tertentu dan juga diskrit; misal orbital p akan membentuk ikatan dengan arah tegak lurus satu sama lain.
z
−
O
ditentukan oleh status kuantum dari elektron yang berperan dalam terbentuknya ikatan
Sifat ikatan : Jumlah diskrit
y
y x
x
61
Karena ikatan kovalen adalah diskrit dalam jumlah maupun arah, maka terdapat banyak kemungkinan struktur ikatan tergantung dari ikatan mana yang digunakan oleh setiap atom.
Hibrida dari fungsi gelombang s dan p 6 C: [He] 2s2 2p2
62
Hibrida dari fungsi gelombang s dan p pada karbon membuat karbon memiliki 4 ikatan yang kuat mengarah ke susut-sudut tetrahedron
Contoh: senyawa hidrokarbon yang terdiri hanya dari atom C dan H. H Methane : CH4. Ikatannya adalah tetrahedral C−H
H
juga membentuk orbital tetrahedral seperti karbon karena hibrida 3s-sp, 4s-4p, dan 5s-5p, sama dengan 2s-2p.
32 Ge [Ar] 3d10 4s2 4p2 50 Sn [Kr] 4d10 5s2 5p2
|
H
Intan dan methane (CH4) terbentuk dari ikatan hibrida ini.
14 Si [Ne] 3s2 3p2
|
H−C−H
C H
H H
63
64
Ethane : C2H6. Memiliki satu ikatan C−C Rantaian panjang bisa dibentuk oleh ribuan ikatan C−C. Simetri ikatan atom karbon dalam molekul ini adalah tetrahedral, dan satu ikatan C−C dapat dibayangkan sebagai dua tetrahedra yang berikatan sudut-ke-sudut.
H H |
|
H−C−C−H |
|
Variasi ikatan bisa terjadi sebab tetrahedra pengikat, selain berikatan sudut-ke-sudut dapat pula berikatan sisi-ke-sisi (ikatan dobel)
H H
dan juga berikatan bidang-ke-bidang (ikatan tripel).
Propane : C3H8. Memiliki dua ikatan C−C
Contoh: ethylene C2H4, H H
H H H |
|
|
|
|
H−C≡C−H
H−C=C−H
H−C−C−C−H |
|
Contoh: acetylene C2H2
|
H H H dst. 65
66
11
8/20/2012
Susunan Atom-atom yang Berikatan Tak Berarah
Peningkatan kekuatan ikatan sebagai hasil dari terjadinya ikatan multiple disertai penurunan jarak antar atom karbon.
Atom berukuran sama Atom-atom material padat akan terkumpul secara ringkas / kompak menempati ruang sekecil mungkin. Dengan cara ini jumlah ikatan per satuan volume menjadi maksimum yang berarti energi ikatan per satuan volume menjadi minimum.
1,54 Ä pada ikatan tunggal, 1,33 Ä pada ikatan dobel, 1,20 Ä pada ikatan tripel.
Sebagai pendekatan pertama kita memandang atom sebagai kelereng keras.
Ikatan C−C juga bisa digabung dari ikatan tunggal dan ikatan dobel, seperti yang terjadi pada benzena.
Secara geometris, ada 12 kelereng yang dapat berposisi mengelilingi 1 kelereng (terletak di pusat) dan mereka saling menyentuh satu sama lain. Ada 2 macam susunan kompak yang teramati pada banyak struktur metal dan elemen mulia, yaitu hexagonal close-packed (HCP) dan face-centered cubic (FCC). 67
Hexagonal Closed-Packed (HCP)
Face-Centered Cubic (FCC)
68
Semua elemen mulia membentuk struktur kompak jika membeku pada temperatur sangat rendah, Sekitar 2/3 dari jenis metal membentuk struktur HCP atau FCC pada temperatur kamar. 1/3 dari jenis metal yang tidak membentuk struktur struktur kompak pada temperatur kamar adalah metal alkali (Na, K, dll) dan metal transisi (Fe, Cr, W, dsb). Mereka cenderung membentuk struktur body-centered cubic (BCC). Walaupun kurang kompak, susunan ini memiliki energi total relatif rendah.
6 atom mengelilingi 1 atom di bidang tengah
6 atom mengelilingi 1 atom di bidang tengah
Kebanyakan metal alkali berubah dari BCC ke FCC atau HCP pada temperatur yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa susunan kurang kompak yang terjadi pada temperatur kamar adalah akibat dari pengaruh energi thermal
3 atom di bidang atas, tepat di atas 3 atom yang berada di bidang bawah,
3 atom di bidang atas, berselangseling di atas 3 atom di bidang bawah,
Susunan BCC pada metal transisi diduga sebagai akibat dari ikatan metal ini yang sebagian berupa ikatan kovalen (yang merupakan ikatan berarah).
69
Susunan Atom-atom yang Berikatan Tak Berarah
70
Bilangan Koordinasi Bilangan yang menunjukkan perbandingan jumlah ion elemen A yang mengelilingi ion elemen K yang lebih kecil disebut bilangan koordinasi (Ligancy).
Atom berukuran tidak sama Ikatan ion membentuk struktur yang terdiri dari atom-atom yang berbeda ukuran karena anion dan kation pada umumnya sangat berbeda ukuran.
Bilangan Koordinasi tergantung dari perbedaan radius antara Kation dan Anion makin besar perbedaannya, ligancy akan semakin kecil.
Perbedaan ini terjadi karena transfer elektron dari atom yang elektro-positif ke atom yang elektronegatif membuat ukuran anion > kation.
Bilangan Koordinasi
Rasio Radius Kation / Anion
Polyhedron Koordinasi
Packing
Anion :
Kation :
2
0 – 0,155
garis
linier
ion negatif sebagai hasil dari atom elektronegatif yang memperoleh tambahan elektron.
ion positif sebagai hasil dari atom elektropositif yang kehilangan satu atau lebih elektron.
3
0,155 – 0,225
segitiga
triangular
4
0,225 – 0,414
tetrahedron
Tetrahedral
6
0,414 – 0,732
oktahedron
Octahedral
8
0,732 – 1,0
kubus
cubic
12
1,0
HCP
12
1,0
FCC
Ikatan ini tak berarah dan juga tidak diskrit, namun pada skala besar kenetralan harus tetap terjaga.
71
[2]
72
12
8/20/2012
Atom dengan ikatan tak terarah : Atom berukuran tidak sama rK / rA
Ligancy teramati
Ba2O3
Senyawa / Metal
0,14
3
BeS
0,17
4
BeO
0,23
4
SiO2
0,29
4
LiBr
0,31
6
MgO
0,47
6
MgF2
0,48
6
TiO2
0,49
6
NaCl
0,53
6
CaO
0,71
6
KCl
0,73
6
CaF2
0,73
8
CaCl
0,93
8
BCC Metal
1,0
[2]
Rasio radius di mana anion saling menyentuh dan juga menyentuh kation sentral disebut rasio radius kritis, sebab di bawah rasio ini jarak kation-anion menjadi lebih besar dibanding jarak keseimbangan antar ion. Polyhedra yang terbentuk dengan menghubungkan pusat-pusat anion yang mengelilingi kation sentral disebut polihedra anion atau polihedra koordinasi.
HCP
FCC
8
FCC Metal
1,0
12
HCP Metal
1,0
12 73
Polihedra ikatan dan polihedra koordinasi dapat dilihat sebagai sub-unit yang jika disusun akan membentuk struktur padatan tiga dimensi. H
74
Polihedra koordinasi berperilaku sebagai suatu unit yang erat terikat jika valensi atom sentral lebih dari setengah dari total valensi atom yang terikat dengannya. Jika valensi atom sentral sama dengan valensi total atom yang mengelilinginya maka sub-unit itu adalah molekul.
HCP
C H
Titik leleh suatu material bergantung dari kekuatan ikatan atom. Ia makin rendah jika polihedra sub-unit terbangun dari kelompok atom yang diskrit, yang terikat satu sama lain dengqan ikatan sekunder dibandingkan dengan bila ikatannya primer.
H H
Cara bagaimana mereka tersusun akan menentukan apakah material berbentuk kristal atau nonkristal (gelas) dan jika berbentuk kristal struktur kristalnya akan tertentu.
Contoh: methane, CH4, titik leleh −184oC;
Polihedra ini bukan besaran fisis tetapi hanya merupakan sub-unit yang lebih mudah dibayangkan daripada atom, dan dengan menggunakan pengertian ini dapat dilakukan pembahasan mengenai struktur lokal secara terpisah dari struktur besarnya (struktur makro).
ethane, C2H6, titik leleh −172oC; polyethylene, titik leleh 125oC; polyethylene saling terikat dengan ikatan C-C dapat stabil sampai 300oC.
75
76
77
78
13
8/20/2012
Kristal merupakan susunan atom-atom yang teratur dalam ruang tiga dimensi. Keteraturan susunan tersebut timbul karena kondisi geometris yang dihasilkan oleh ikatan atom yang terarah dan paking yang rapat. Sesungguhnya tidaklah mudah untuk menyatakan bagaimana atom tersusun dalam padatan. Namun ada hal-hal yang diharapkan menjadi faktor penting yang menentukan terbentuknya polihedra koordinasi atom-atom.
Struktur Kristal
Secara ideal, susunan polihdra koordinasi paling stabil adalah yang memungkinkan terjadinya energi per satuan volume minimal. Keadaan tersebut dicapai jika: 1. kenetralan listrik terpenuhi 2. ikatan kovalen yang diskrit dan terarah terpenuhi 3. meminimalkan gaya tolak ion-ion 4. paking atom serapat mungkin 80
79
Sel Satuan pada Kisi-Kisi Ruang BRAVAIS [2,5] Struktur kristal yang biasa teramati pada padatan dinyatakan dalam konsep geometris ideal yang disebut kisi-kisi ruang (space lattice) dan menyatakan cara bagaimana polihedra koordinasi atom-atom tersusun bersama agar energi dalam padatan menjadi minimal. Kisi-kisi ruang adalah susunan tiga dimensi titik-titik di mana setiap titik memiliki lingkungan yang serupa. Titik dengan lingkungan yang serupa itu disebut titik kisi (Lattice Point). Titik kisi dapat disusun hanya dalam 14 susunan yang berbeda yang disebut kisi-kisi Bravais; oleh karena itu atom-atom dalam kristal haruslah tersusun dalam salah satu dari 14 kemungkinan tersebut.
81
82
Unsur Metal dan Unsur Mulia Setiap titik kisi dapat ditempati oleh satu atau lebih atom, tetapi atom atau kelompok atom pada satu titik kisi haruslah identik dengan orientasi yang sama agar memenuhi definisi kisi ruang.
3 sel satuan yang paling banyak dijumpai pada unsur ini adalah: [2]
Susunan atom dapat disebutkan secara lengkap dengan menyatakan posisi atom dalam suatu unit yang secara berulang tersusun dalam kisi ruang. Unit yang berulang itu disebut sel satuan. Rusuk sel satuan, yaitu vektor yang menghubungkan dua titik kisi, haruslah merupakan translasi kisi, dan sel satuan yang identik akan membentuk kisikisi ruang jika mereka disusun bidang sisi ke bidang sisi. Satu kisi-kisi ruang dapat memiliki beberapa sel satuan berbeda yang memenuhi kriteria tersebut di atas, akan tetapi biasanya sel satuan dipilih yang memiliki geometri sederhana dan memuat beberapa titik kisi saja. Bulatan menunjukkan posisi atom yang juga merupakan lattice points pada FCC dan BCC
Satu sel satuan yang memiliki titik kisi hanya pada sudut-sudutnya, atau dengan kata lain satu unit sel yang memuat hanya satu titik kisi, disebut sel primitif.
83
Posisi atom yang ada dalam sel bukan lattice points
84
14
8/20/2012
Unsur Dengan Lebih Dari 3 Elektron Valensi
Atom Group VI (S, Se, Te)
Unsur ini biasanya memiliki ikatan kovalen sehingga kristal yang terbentuk akan mengikuti ketentuan ikatan ini.
[2]
Atom Group VI (S, Se, Te) memiliki 6 elektron di kulit terluarnya dan membentuk molekul rantai atao cincin di mana setiap atom berikatan dengan dua atom (dengan sudut ikatan tertentu).
Jika orbital yang tak terisi digunakan seluruhnya untuk membentuk ikatan, maka atom ini akan berikatan dengan (8 – N) atom lain, dimana N adalah jumlah elektron valensi yang dimilikinya.
Molekul ini berikatan satu sama lain dengan ikatan sekunder yang lemah membentuk kristal.
Elemen Cl, Br, J, kulit terluarnya memuat 7 elektron; oleh karena itu pada umumnya mereka berikatan dengan hanya 1 atom dari elemen yang sama membentuk molekul diatomik, Cl2, Br2, J2.
Rantai spiral atom Te bergabung dengan rantai yang lain membentuk kristal hexagonal.
[2] Molekul diatomik tersebut membangun ikatan dengan molekul yang lain melalui ikatan sekunder yang lemah, membentuk kristal.
85
Atom Group V (P, As, Sb, Bi)
[2]
86
Kristal Ionik Walau sangat jarang ditemui kristal yang 100% ionik, namun beberapa kristal memiliki ikatan ionik yang sangat dominan sehingga dapat disebut sebagai kristal ionik. Contoh: NaCl, MgO, SiO2, LiF.
Atom Group V (P, As, Sb, Bi) memiliki 5 elektron di kulit terluarnya dan setiap atom berikatan dengan tiga atom (dengan sudut ikatan tertentu).
Dalam kristal ionik murni, polihedra anion (polihedra koordinasi) tersusun sedemikian rupa sehingga kenetralan listrik terpenuhi dan energi ikat per satuan volume menjadi minimum tanpa menyebabkan menguatnya gaya tolak antar muatan yang bersamaan tanda. Gaya tolak yang terbesar terjadi antar kation karena muatan listriknya terkonsentrasi dalam volume yang kecil, oleh karena itu polihedra koordinasi harus tersusun sedemikian rupa sehingga kation saling berjauhan.
87
88
Kristal Molekul Jika dua atom terikat dengan ikatan primer, baik berupa ikatan ion ataupun ikatan kovalen, maka mereka dapat membentuk molekul yang diskrit.
Contoh struktur kristal ionik
Jika ikatan primer tersebut kuat dalam satu sub-unit, maka ikatan yang terjadi antar sub-unit akan berupa bentuk ikatan yang berbeda dari ikatan primer. Kristal yang terbentuk adalah kristal molekuler dengan ikatan antar sub-unit yang lemah.
Anion tetrahedron
Jika ikatan primernya adalah ikatan ion, molekul yang diskrit terbentuk jika muatan kation sama dengan hasilkali muatan anion dengan bilangan koordinasi.
Kation oktahedron
Contoh: sub-unit SiF4 terbentuk dengan ikatan ion, polihedra koordinasi atau polihedra anion berbentuk tetrahedra F mengelilingi kation Si yang kemudian tersusun dalam kisi-kisi BCC
89
90
15
8/20/2012
Jika molekul membentuk rantaian panjang dengan penampang melintang yang mendekati simetris, mereka biasanya mengkristal dalam kisi-kisi berbentuk orthorhombic atau monoclinic.
Pada es (H2O), ikatan primernya adalah ikatan kovalen dan ikatan sekunder antar sub-unit adalah ikatan ionik yang lemah Hidrogen hanya akan membentuk satu ikatan kovalen. Oleh karena itu molekul air terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 ikatan kovalen yang dipenuhi oleh 2 atom hidrogen dengan sudut antara dua atom hidrogen adalah 105o.
Molekul polyethylene
dilihat dari depan
Kebanyakan polimer yang terbentuk lebih dari dua macam atom, memiliki ketidak-teraturan yang membuat ia tidak mengkristal. Walaupun demikian ada yang memiliki penampang simetris dan mudah mengkristal, seperti polytetrafluoroethylene (Teflon).
Dalam bentuk kristal, atom-atom hidrogen mengikat molekul-molekul air dengan ikatan ionik atau ikatan dipole hidrogen.
Molekul polytetrafluoroethylene Bola-bola menunjukkan posisi atom O; atom H terletak pada garis yang menghubungkan atom O yang berdekatan; ada 2 atom H setiap satu atom O.
Polimer yang kompleks pun masih mungkin memiliki struktur yang simetris dan dapat mengkristal seperti halnya cellulose.
91
Ketidaksempurnaan Pada Kristal
92
Ketidak sempurnaan titik atom dari unsur yang sama (unsur sendiri) berada di antara atom matriks yang seharusnya tidak terisi atom
Kebanyakan kristal mengandung ketidak-sempurnaan. Karena kisi-kisi kristal merupakan suatu konsep geometris, maka ketidaksempurnaan kristal juga diklasifikasikan secara geometris.
tidak ada atom pada tempat yang seharusnya terisi
interstitial (atom sendiri)
• ketidak-sempurnaan berdimensi nol (ketidak-sempurnaan titik), • ketidak-sempurnaan berdimensi satu (ketidak-sempurnaan garis), • ketidak-sempurnaan berdimensi dua (ketidak-sempurnaan bidang). • Selain itu terjadi pula ketidak-sempurnaan volume dan juga ketidak-sempurnaan pada struktur elektronik
kekosongan interstitial (atom asing)
substitusi (atom asing)
atom asing berada di antara atom matriks yang seharusnya tidak terisi (pengotoran)
atom asing menempati tempat yang seharusnya ditempati oleh unsur sendiri (pengotoran)
93
94
Dislokasi
Ketidak sempurnaan titik pada kristal ionik
Dislokasi merupakan ketidak-sempurnaan kristal karena penempatan atom yang tidak pada tempat yang semestinya. pasangan tempat kosong yang ditinggalkan dan kation yang meninggalkannya
kekosongan kation berpasangan dengan kekosongan anion
ketidaksempurnaan Frenkel
ketidaksempurnaan Schottky
pengotoran substitusi
vector Burger
pengotoran interstitial ⊥
edge dislocation
screw dislocation
kekosongan kation
95
96
16
8/20/2012
Melihat strukturnya, material nonkristal dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu: a) struktur yang terbangun dari molekul berbentuk rantai panjang b) struktur yang terbangun dari jaringan tiga dimensi
Molekul Rantaian Panjang - Organik
Struktur Nonkristal
Beberapa faktor yang mendorong terbentuknya struktur nonkristal adalah: a) molekul rantaian yang panjang dan bercabang; b) kelompok atom yang terikat secara tak beraturan sepanjang sisi molekul; c) rantaian panjang yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih polimer, yang disebut kopolimer; d) adanya unsur aditif, yang akan memisahkan satu rantaian dari rantaian yang lain; unsur aditif ini biasa disebut plasticizer. 98
97
Contoh terbentuknya rantaian panjang
ethylene : C2H4
membentuk rantaian panjang polyethylene
H H | | C = C | | H H
Keadaan jauh berbeda jika molekul polyethylene bercabang. Makin bercabang, polyethylene makin nonkristal. Pengaruh adanya cabang ini bisa dilihat pada vinyl polymer, yaitu polymer dengan unit berulang C2H3X. Cabang X ini bisa berupa gugus atom yang menempati posisi di mana atom H seharusnya berada.
H H H H H H H H H H H H | | | | | | | | ....− C − C− C − C− C − C− C − C− C − C− C − C −... | | | | | | | | H H H H H H H H H H H H
H H | | − C − C− | | H X
Dalam struktur ini polyethylene disebut linear polyethylene
99
100
Ada tiga kemungkinan cara tersusunnya cabang ini yaitu H
Jika gugus cabang kecil, seperti pada polyvinyl alkohol di mana X = OH, dan rantaian linier, maka polimer ini dengan mudah membentuk kristal.
C
(a) ataktik (atactic), atau acak
X H
(b) isotaktik (isotactic), semua cabang berada di salah satu sisi rantai
Akan tetapi jika gugus cabang besar, polimer akan berbentuk nonkristal seperti pada poyvinyl chloride, di mana X = Cl; juga pada polystyrene, di mana X = benzena yang secara acak terdistribusi sepanjang rantaian (ataktik).
H C X H
(c) sindiotaktik (syndiotactic), cabang-cabang secara teratur bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain.
Polimer isotactic dan syndiotactic biasanya membentuk kristal, bahkan jika cabang cukup besar.
H C X H
101
102
17
8/20/2012
Cross-Linking
Kopolimerisasi atau pembentukan kopolimer, selalu menyebabkan ketidak-teraturan dan oleh karena itu mendorong terbentuknya struktur nonkristal.
Cross-linking merupakan ikatan antar rantaian panjang yang terjadi di berbagai titik, dan ikatan ini merupakan ikatan primer.
(a) dua macam polimer tersusun secara acak sepanjng rantai.
Cross-link bisa terbentuk oleh segmen kecil dari rantaian.
(b) susunan berselang-seling secara teratur (c) susunan kopolimer secara blok Cross-link bisa juga terbentuk oleh atom atau molekul asing. (d) salah satu macam polimer menjadi cabang rantaian macam polimer yang lain
103
104
Jaringan Tiga Dimensi - Anorganik Suatu senyawa anorganik cenderung membentuk struktur nonkristal jika: a) setiap anion terikat pada hanya dua kation; b) tidak lebih dari empat anion mengelilingi satu kation; c) polihedra anion berhubungan sudut ke sudut, tidak sisi ke sisi dan tidak pula bidang ke bidang; d) senyawa memiliki sejumlah besar atom penyusun yang terdistribusi secara tak menentu di seluruh jaringan.
Penambahan oksida alkali pada struktur yang demikian ini dapat memutus rantaian tetrahedra; atom oksigen dari oksida ini menyelip pada titik dimana dua tetrahedra terhubung dan memutus hubungan tersebut sehingga masing-masing tertrahedron mempunyai satu sudut bebas. Terputusnya hubungan antar tetrahedra dapat menyebabkan turunnya viskositas, sehingga gelas lebih mudah dibentuk.
Jika muatan kation besar, seperti misalnya silika Si+4, dengan polihedron anion yang kecil, maka struktur nonkristal mudah sekali terbentuk. Kebanyakan gelas anorganik berbahan dasar silika, SiO2, dengan sub-unit berbentuk tetrahedra yang pada gelas silika murni terhubung sudut ke sudut
105
106
Dalam satu unit kristal jarak antara atom dengan atom hanya beberapa angstrom. Jika unit-unit kristal tersusun secara homogen membentuk padatan maka padatan yang terbentuk memiliki bangun yang sama dengan bangun unit kristal yang membentuknya namun dengan ukuran yang jauh lebih besar, dan disebut sebagai kristal tunggal; padatan ini merupakan padatan satu fasa.
Struktur Padatan Struktur kristal dan nonkristal adalah struktur padatan dilihat dalam skala atom atau molekul. Sesungguhnya kebanyakan padatan memiliki detil struktur yang lebih besar dari skala atom ataupun molekul, yang terbangun dari kelompokkelompok kristal ataupun nonkristal.
Pada umumnya susunan kristal dalam padatan satu fasa tidaklah homogen. Dislokasi dan perbedaan orientasi terjadi antara kristal-kristal. Padatan jenis ini merupakan padatan polikristal, walaupun tetap merupakan padatan satu fasa. Kristal-kristal yang membentuk padatan ini biasa di sebut grain, dan batas antara grain disebut batas grain.
Kelompok-kelompok ini dengan jelas dapat dibedakan antara satu dengan lainnya dan disebut fasa; bidang batas antara mereka disebut batas fasa.
Pada padatan nonkristal sulit mengenali adanya struktur teratur dalam skala lebih besar dari beberapa kali jarak atom. Oleh karena itu kebanyakan padatan nonkristal merupakan padatan satu fasa.
Secara formal dikatakan bahwa fasa adalah daerah dari suatu padatan yang secara fisis dapat dibedakan dari daerah yang lain dalam padatan tersebut.
Padatan dapat tersusun dari dua fasa atau lebih. Padatan demikian disebut sebagai padatan multifasa. Padatan multifasa bisa terdiri hanya dari satu komponen (komponen tunggal) atau lebih (multikomponen).
Pada dasarnya berbagai fasa yang hadir dalam suatu padatan dapat dipisahkan secara mekanis.
107
108
18
8/20/2012
Ulas Ulang Kuantisasi Energi Planck :
E = nhf
energi photon (partikel)
bilangan bulat
frekuensi gelombang cahaya h = 6,63 × 10-34 joule-sec
Teori Pita Energi
λ=
De Broglie : Elektron sbg gelombang
h mv
bilangan gelombang: k =
p=
momentum: energi kinetik elektron sbg gelombang :
Ek =
2
2
2π
λ
k = 2π
mv h
h k = hk 2π
2
p h k = 2m 2m
110
109
Makin tinggi nomer atom, atom akan makin kompleks, tingkat energi yang terisi makin banyak.
Sodium
Energi elektron sebagai fungsi k (bilangan gelombang)
Ek =
s
p 2 h 2k 2 = 2m 2m
p
0 −1
7 6 5
−2
4
d 7
6 5 4
E [ eV ]
E
−3
Hidrogen
6 5 4
[6]
f 7
6 5 4
7
7 5 4
6
3
3
3
2
−4 −5
−5,14
3
−6
k
Kemungkinan terjadinya transisi elektron dari satu tingkat ke tingkat yang lain semakin banyak 111
112
Penggabungan 2 atom H membentuk molekul H2
Molekul
10
Molekul lebih kompleks dari atom; tingkat-tingkat energi lebih banyak karena energi potensial elektron yang bergerak dalam medan yang diberikan oleh banyak inti atom tidaklah sederhana.
8
E [ eV ]
6
Lebih dari itu, energi vibrasi dan rotasi atom secara relatif satu terhadap lainnya juga terkuantisasi seperti halnya terkuantisasinya energi elektron pada atom.
Ikatan tak stabil
4 2
Transisi dari satu tingkat ketingkat yang lain semakin banyak kemungkinannya, sehingga garis-garis spektrum dari molekul semakin rapat dan membentuk pita.
0
1
Timbullah pengertian pita energi yang merupakan kumpulan tingkat energi yang sangat rapat.
−4
113
2
Ikatan stabil
−2
3 jarak antar atom Å
R0
114
19
8/20/2012
Padatan Gambaran tentang terbentuknya molekul dapat diperluas untuk sejumlah atom yang besar yang tersusun secara teratur, yaitu kristal padatan.
Pada penggabungan dua atom, tingkat energi dengan bilangan kuantum tertinggi akan terpecah lebih dulu
Dalam penggabungan N atom identik, setiap tingkat energi terpecah menjadi N tingkat dan setiap tingkat akan mengakomodasi sepasang elekron dengan spin yang berlawanan ( ms = ± ½ ).
Elektron yang berada di tingkat energi terluar disebut elektron valensi
n=3
Energi
Elektron valensi ini berpartisipasi dalam pembentukan ikatan atom. Elektron yang berada pada tingkat energi yang lebih dalam (lebih rendah) disebut elektron inti;
n=2 n=1
Jarak antar atom 115
[6] 0
Cara penempatan elektron pada tingkat-tingkat energi mengikuti urutan sederhana: tingkat energi yang paling rendah akan terisi lebih dulu, menyusul tingkat di atasnya, dan seterusnya.
3d
sodium
3p 4s
3s −10
E [ eV ]
116
Pada 0o K semua tingkat energi sampai ke tingkat EF terisi penuh, dan semua tingkat energi di atas EF kosong . R0 = 3,67 Å
−20 EF , tingkat energi tertinggi yang terisi disebut tingkat Fermi, atau energi Fermi. −30 Pada temperatur yang lebih tinggi, beberapa tingkat energi di bawah EF kosong karena elektron mendapat tambahan energi untuk naik ke tingkat di atas EF .
2p
0
5
10
Å
15 117
Konduktor, Isolator, Semikonduktor
Elektron valensi yang berada pada tingkat energi Fermi ataupun di atas energi Fermi, berada pada salah satu tingkat energi yang dimiliki oleh kristal. Jumlah tingkat energi yang dimiliki oleh kristal sangat banyak dan sangat rapat sehingga hampir merupakan perubahan yang kontinyu. Oleh karena itu, elektron pada tingkat energi Fermi yang bergerak dalam kristal dapat dipandang sebagai elektron bebas. Elektron yang bergerak dengan kecepatan tertentu memiliki energi kinetik dan bilangan gelombang, k, tertentu.
Ek =
118
p 2 h 2k 2 = 2m 2m
Jika banyak atom bergabung menjadi padatan, tingkat valensi terluar dari setiap atom cenderung akan terpecah membentuk pita energi. Tingkat-tingkat energi yang lebih dalam, yang disebut tingkat inti, tidak terpecah. Setiap tingkat valensi dari dari suatu padatan yang terdiri dari N atom berbentuk pita valensi yang terdiri dari N tingkat energi. Dengan demikian maka tingkat valensi s yang di tiap atom memuat 2 elektron, akan menjadi pita s yang dapat menampung 2N elektron. Tingkat valensi p yang di tiap atom memuat 6 elektron, akan menjadi pita p yang dapat menampung 6N elektron.
Gerakan elektron tersebut mengalami hambatan karena ada celah energi.
119
120
20
8/20/2012
Gambaran pita-pita energi pada suatu padatan Pita energi paling luar, jika ia hanya sebagian terisi dan padanya terdapat tingkat Fermi, disebut sebagai pita konduksi.
Pita-pita energi yang terjadi dalam padatan dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada metal, pita valensi biasanya hanya sebagian terisi
Sodium pita p
kosong
celah energi celah energi pita s
EF
kosong terisi
pita valensi
pita konduksi
121
122
Pada beberapa material, pita valensi terisi penuh dan pita valensi ini tidak overlap dengan pita di atasnya yang kosong. Jadi antara pita valensi dan pita di atasnya terdapat celah energi.
Pada beberapa metal, pita valensi terisi penuh. Akan tetapi pita ini overlap dengan pita di atanya yang kosong. Pita yang kosong ini memfasilitasi tingkat energi yang dengan mudah dicapai oleh elektron yang semula berada di pita valensi.
Intan
Silikon
Magnesium
kosong
kosong
kosong
celah energi
celah energi
EF terisi penuh
pita valensi
terisi penuh
isolator
pita valensi
terisi penuh
semikonduktor
123
124
125
126
21
8/20/2012
[6]
Konduktor σe [siemens]
Material
Sifat Listrik Metal
Isolator Material
σe [siemens]
Perak
6,3×107
Gelas (kaca)
2 ∼ 3×10−5
Tembaga
5,85×107
Bakelit
1 ∼ 2×10−11
Emas
4,25×107 3,5×107
Gelas (borosilikat)
10−10 ∼ 10−15
Aluminium Tungsten
1,82×107
Mika
10−11 ∼ 10−15
Kuningan
1,56×107
Polyethylene
10−15 ∼ 10−17
Besi
1,07×107
Nickel
1,03×107
Baja
0,7×107
Stainless steel
0,14×107 128
127
Model Klasik Sederhana Medan listrik E memberikan gaya dan percepatan pada elektron sebesar Jika pada suatu material konduktor terjadi perbedaan potensial, arus listrik akan mengalir melalui konduktor tersebut kuat medan [volt/meter] kerapatan arus [ampere/meter2]
Je =
Ε
ρe
a=
eE me
Karena elektron tidak terakselerasi secara tak berhingga, maka dapat dibayangkan bahwa dalam pergerakannya ia harus kehilangan energi pada waktu menabrak materi pengotor ataupun kerusakan struktur pada zat padat.
= σ eΕ
resistivitas [Ωm]
Fe = eE
Jika setiap tabrakan membuat elektron kembali berkecepatan nol, dan waktu antara dua tabrakan berturutan adalah 2τ maka kecepatan rata-rata adalah:
konduktivitas [siemens]
v=
τeE me
129
Teori Drude-Lorentz Tentang Metal
Model Klasik Sederhana benturan
kecepatan
vmaks = ve = 0
kerapatan arus
4τ
2τ
J e = nev = kerapatan elektron bebas
130
ne 2 Eτ me
waktu
= σ eE
2τeE me
1900: Drude mengusulkan bahwa konduktivitas listrik tinggi pada metal dapat dijelaskan sebagai kontribusi dari elektron valensi yang dianggap dapat bergerak bebas dalam metal, seperti halnya molekul gas bergerak bebas dalam suatu wadah. Gagasan Drude ini dikembangkan lebih lanjut oleh Lorentz.
τeE me
Elektron dapat bergerak bebas dalam kristal metal pada potensial internal yang konstan. Ada dinding potensial pada permukaan metal, yang menyebabkan elektron tidak dapat meninggalkan metal.
6τ
σe =
ne 2τ me
Semua elektron bebas berperilaku seperti molekul gas (mengikuti statistik Maxwell-Boltzmann); elektron ini memiliki distribusi energi yang kontinyu.
Jika tak ada medan listrik, elektron bebas bergerak cepat pada arah yang acak sehingga tak ada aliran elektron netto. Medan listrik akan membuat elektron bergerak pada arah yang sama. 131
Gerakan elektron hanya dibatasi oleh tabrakan dengan ion-ion metal.
132
22
8/20/2012
Medan listrik E memberikan gaya dan percepatan pada elektron sebesar
a=
Fe = eE
vdrift =
eE me
Kecepatan drift rata-rata dapat didekati dengan:
vdrift =
Integrasi a terhadap waktu memberikan kecepatan elektron, yang disebut kecepatan drift :
vdrift =
Kecepatan drift ini berubah dari 0 sampai vdrift maks , yaitu kecepatan sesaat sebelum tabrakan dengan ion metal.
eE t me
eE t me
vdrift 2
=
eE t 2me
Jika jalan bebas rata-rata elektron adalah L maka waktu rata-rata antara tabrakan dengan tabrakan berikutnya adalah
t=
L
µ + vdrift
t≈
vdrift << µ
kecepatan thermal
L
µ
133
134
Model Pita Energi untuk Metal vdrift =
eE eE L t= 2me 2me µ
Pita energi paling luar, jika ia hanya sebagian terisi dan padanya terdapat tingkat Fermi, disebut sebagai pita konduksi.
Kerapatan arus adalah:
J e = nev drift
Pada metal, pita valensi biasanya hanya sebagian terisi
ne 2 EL = 2me µ
=
E
Sodium
ρ
kosong
2m µ ρ = 2e ne L
celah energi kosong
EF
pita valensi
terisi
pita konduksi 135
136
Model Mekanika Gelombang Pada beberapa metal, pita valensi terisi penuh. Akan tetapi pita ini overlap dengan pita di atasnya yang kosong. Pita yang kosong ini memfasilitasi tingkat energi yang dengan mudah dicapai oleh elektron yang semula berada di pita valensi.
Dalam model mekanika gelombang, elektron dipandang sebagai paket gelombang, bukan partikel. Kecepatan grup dari paket gelombang adalah
v g = 2π
Karena E = hf , maka:
vg =
Magnesium kosong EF terisi penuh
df dk
f = frekuensi DeBroglie k = bilangan gelombang
2π dE h dk
Percepatan yang dialami elektron adalah
pita valensi
a=
137
dv g dt
=
2π d dE 2π d 2 E dk = h dt dk h dk 2 dt
138
23
8/20/2012
Percepatan yang dialami elektron adalah
a=
dv g dt
=
percepatan elektron:
2π d dE 2π d E dk = h dt dk h dk 2 dt 2
a = eE
Percepatan ini terjadi karena ada medan listrik E, yang memberikan gaya sebesar eE
Bandingkan dengan relasi klasik:
Gaya sebesar eE memberikan laju perubahan energi kinetik pada elektron bebas sebesar
2π eE dE dE = e E dx = e E v g dt = dt h dk
4π 2 d 2 E h 2 dk 2
Fe = me a
Kita definisikan massa efektif elektron:
dk 2π eE = dt h
m* =
h2 4π 2
d 2E 2 dk
−1
a=
eE m*
Sehingga percepatan elektron menjadi:
a = eE
m* =
h2 4π 2
Untuk elektron bebas m* = me .
4π 2 d 2 E h 2 dk 2
d 2E 2 dk
Untuk elektron dalam kristal m* tergantung dari energinya. 139
140
Teori Sommerfeld Tentang Metal
−1
Metal dilihat sebagai benda padat yang kontinyu, homogen, isotropik.
E
Gambaran tentang elektron seperti pada teori Drude-Lorentz; elektron bebasa berada pada potensial internal yang konstan.
m * kecil
dE d 2E meningkat positif dk dk 2
celah energi
sifat klasik
−k1
+k1
m* = me jika energinya tidak mendekati batas pita energi dan kurva E terhadap k berbentuk parabolik
dE menurun dk
k
Perbedaannya adalah bahwa elektron dalam sumur potensial mengikuti teori kuantum dan bukan mekanika klasik
d 2E negatif dk 2
Berapa statuskah yang tersedia untuk elektron atau dengan kata lain bagaimanakah kerapatan status?
m * negatif Bagaimana elektron terdistribusi dalam status yang tersedia dan bagaimana mereka berpartisipasi dalam proses fisika?
Pada kebanyakan metal m* = me karena pita energi tidak terisi penuh. Pada material yang pita valensinya terisi penuh m* ≠ me
Kita lihat lagi Persamaan Schrödinger
141
Aplikasi Persamaan Schrödinger: Kasus 3 Dimensi
Aplikasi Persamaan Schrödinger; Kasus 3 Dimensi
Sumur tiga dimensi
Sumur tiga dimensi
z Lz Lx Ly x
142
y
1 ∂ 2 X ( x) 2m = − 2 Ex X ( x ) ∂x 2 h
z
h 2 ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ + + + Eψ = 0 2m ∂x 2 ∂y 2 ∂z 2
Lz
y
1 ∂ 2Y ( y ) 2m = − 2 Ey Y ( y) ∂y 2 h
Lx Ly
ψ( x, y, z ) = X ( x)Y ( y) Z ( z )
x
1 ∂ 2 Z ( z) 2m = − 2 Ez Z ( z ) ∂z 2 h
h 2 1 ∂ 2 X ( x ) 1 ∂ 2Y ( y ) 1 ∂ 2 Z ( z ) + + +E=0 2m X ( x ) ∂x 2 Y ( y ) ∂y 2 Z ( z ) ∂z 2
1 ∂ 2 X ( x) 1 ∂ 2Y ( y ) 1 ∂ 2 Z ( z) 2m + + =− 2 E X ( x) ∂x 2 Y ( y ) ∂y 2 Z ( z ) ∂z 2 h 143
∂ 2 X ( x) ∂x
2
+
2m h
2
E x X ( x) = 0
Ex =
n x2 h 2 8mL2x
Ey =
n 2y h 2 8mL2y
Ez =
n z2 h 2 8mL2z
144
24
8/20/2012
momentum :
Energi elektron :
Ex =
n x2 h 2
Ey =
8mL2x
n 2y h 2
Ez =
8mL2y
n z2 h 2 8mL2z
p x2 2m
Ey =
p 2y
Ez =
2m
ni h 2L i
Tanda ± menunjukkan bahwa arah momentum bisa positif atau negatif. Pernyataan ini menunjukkan bahwa momentum terkuantisasi.
px, py, pz membentuk ruang momentum tiga dimensi. Jika ruang momentum berbentuk kubus, maka satuan sisi kubus adalah h/2L
Energi elektron dinyatakan dalam momentumnya:
Ex =
pi = ±
Kwadran pertama ruang momentum (dua dimensi):
p z2 2m
py setiap titik menunjukkan status momentum yang diperkenankan
sehingga :
n h p x2 = x 2L x
2
ny h p 2y = 2L y
momentum : pi = ±
2
nh p z2 = z 2L z
2
setiap status momentum menempati ruang sebesar h2/4L2 (kasus 2 dimensi).
ni h 2L i
0
px
145
py
Kwadran pertama ruang momentum (dua dimensi)
146
py
py
N ( p )dp = Karena
0
px
setiap status momentum menempati ruang sebesar h2/4L2
0
(4π p dp )/ 8 N ( p )dp = 2
h 3 / 8L3
tiga dimensi
p = (2mE )
dp = 2(2mE )
−1 / 2
1/ 2
N ( E )dE =
0
px
2
h3
maka
dp p
dp
p
(4π p dp )V
dE
(4π V ) × 2mE × m(2mE )−1/ 2 dE h3
(2π V ) × (2m)3 / 2 E 1/ 2 dE = dN N ( E )dE =
px
h3
tiga dimensi
massa elektron di sini adalah massa efektif
(4π p dp )V N ( p )dp = 2
Inilah kerapatan status. Setiap status mencakup 2 spin
h3
Berapakah yang terisi ? 147
148
Tingkat Energi FERMI py
Jika p adalah jarak dari titik pusat ke momentum paling luar, maka akan diperoleh status yang terisi.
Densitas Status pada 0 K N ( E )dE =
(2π V ) × (2m)3 / 2 E 1/ 2 dE = dN
Status yang terisi adalah:
h3
dp
Status energi diisi oleh elektron valensi mulai dari tingkat terendah secra berurut ke tingkat yang lebih tinggi sampai seluruh elektron terakomodasi.
N=
p
Elektron pada status energi yang paling tinggi analog dengan elektron pada tingkat energi paling tinggi di sumur potensial.
Karena 0
px
149
1 3N EF = 4π V
2 1 2 h 3N h = 8m π V 2m
1/ 2 3/2
Energi Fermi: 2/3
p = (2mE )
8π (2m ) E 3 / 2 V N= 3h 3
Elektron ini memerlukan tambahan energi sebesar work function untuk meninggalkan sumur potensial. Status energi paling tinggi, yaitu tingkat yang paling tinggi yang ditempati oleh elektron pada 0 K secara tentatif didefinsikan sebagai tingkat Fermi, EF. (Definisi ini sesungguhnya tidak lengkap, tetapi untuk sementara kita gunakan).
4 h3 8π p 3 V π p3 ÷ 3 = 3 2L 3h 3
E F3 / 2 = 2/3
1 3N 1 8 π V 2m
3/ 2
h3
150
25
8/20/2012
Densitas Status pada 0 K
N ( E )dE =
(2π V ) × (2m)3 / 2 E 1/ 2 dE = dN h3
E F = k BTF
Jika elektron pada tingkat energi EF kita pandang secara klasik, relasi energi: ∞ E1/2
N(E)
di mana TF adalah temperatur Fermi
k B ≈ 8,6 × 10 −5 eV
Pada tingkat energi EF sekitar 4 eV, sedang
TF ≈ 4,7 × 10 4 K
maka EF
E Jadi suatu elektron klasik berada pada sekitar 50.000 K untuk setara dengan elektron pada tingkat Fermi.
Densitas & Status terisi pada 0 K Jumlah status yang terisi dihitung dari jumlah status momentum yang terisi dalam ruang momentum:
N = 2×
(4 / 3)πp 3 h 3 / L3
=
8πp 3 V 3h 3 151
152
Resistivitas Hasil Perhitungan
elemen
[1]
EF [eV]
TF [oK×10-4]
Li
4,7
5,5
Na
3,1
3,7
K Rb Cs
2,1 1,8 1,5
2,4 2,1 1,8
Cu
7,0
8,2
Ag
5,5
6,4
Au
5,5
6,4
E F = k B TF
Menurut mekanika gelombang elektron bebas dalam kristal dapat bergerak tanpa kehilangan energi. Setiap kelainan pada struktur kristal akan menimbulkan hambatan pada gerakan elektron yang menyebabkan timbulnya resistansi listrik pada material. Bahkan pada 0o K, adanya resistansi dapat teramati pada material nyata sebab pengotoran, dislokasi, kekosongan, dan berbagai ketidaksempurnaan kristal hadir dalam material. Pada metal murni, resistivitas total merupakan jumlah dari dua komponen yaitu komponen thermal ρT, yang timbul akibat vibrasi kisi-kisi kristal, dan resistivitas residu ρr yang disebabkan adanya pengotoran dan ketidaksempurnaan kristal. Relasi Matthiessen:
ρ = ρT + ρ r =
resistivitas total resistivitas thermal
1
konduktivitas
σe
resistivitas residu
153
Relasi Nordheim:
Eksperimen menunjukkan: [6] 6 Cu, 3.32% Ni
4 − 3 − 2 −
Di atas temperatur Debye komponen thermal dari resistivitas hampir linier terhadap temperatur: Temperatur Debye:
Cu, 2,16% Ni
θD =
hf D kB
frekuensi maks osilasi
Cu, 1,12% Ni konstanta Boltzmann 1,38×10−23 joule/oK
1 − Cu |
100
|
200
300 oK
λD =
cs fD
ρ r = Ax(1 − x ) konstanta tergantung dari jenis metal dan pengotoran Jika x << 1
konsentrasi pengotoran
ρ r = Ax
0,20
ρr / ρ273
ρ [ohm-m] × 108
5 −
154
kecepatan rambat suara
0,15 − 0,10 − In dalam Sn 0,05 − |
panjang gelombang minimum osilator
1% 155
|
2%
|
3%
4% 156
26
8/20/2012
Emisi Elektron
Cu
Pengaruh Jenis Pengotoran pada
[6] Elektron bebas dalam metal tidak meninggalkan metal, kecuali jika mendapat tambahan energi yang cukup.
Fe
2,5×10−8 −
Cr
eF EF
2,0×10−8 −
Energi
ρ [ohm-meter]
P
Sn ρT (293) |
1,5×10−8 0
0,05
|
|
0,10
Hampa
Ag
+
+
+
+
|
x
0,20 % berat
0,15
157
158
Peristiwa photolistrik I 3x lumen cahaya emitter
cahaya
2x lumen
collector
emitter
Intensitas cahaya konstan tetapi panjang gelombang berubah
collector
x lumen
I A
−V0
0
A V V
V Pada tegangan ini semua elektron kembali ke katoda (emitter)
Sumber tegangan variabel
λ=6500Å (merah) λ=5500Å (hijau) λ=5000Å (biru)
Sumber tegangan variabel
Energi kinetik elektron = e V0
−V01 −V02 −V03
V
Laju keluarnya elektron (arus) tergantung dari intensitas cahaya tetapi energi kinetiknya tidak tergantung intensitas cahaya 159
cahaya emitter
collector
A V Sumber tegangan variabel
Photon dengan energi hf diserap elektron di permukaan metal sehingga elektron tersebut mendapat tambahan energi. Jika pada awalnya elektron menempati tingkat energi tertinggi di pita konduksi dan bergerak tegak lurus ke arah permukaan, ia akan meninggalkan emitter dengan energi kinetik maksimum
Ek maks= hf − eφ
160
cahaya emitter
collector Ek hf
V Sumber tegangan variabel
Energi yang diterima Energi untuk mengatasi hambatan di permukaan
maks
Ek < Ek A
eφ φ
maks
hf
EF tingkat energi terisi
(dinding potensial)
161
162
27
8/20/2012
Peristiwa Emisi Thermal Jika V0 (yang menunjukkan energi kinetik) di-plot terhadap frekuensi:
cahaya emitter
collector
Vo
Slope = h/e
Pada temperatur tinggi, sebagian elektron memiliki energi kinetik yang lebih tinggi dari energi rata-rata elektron sehingga dapat melampaui work function ( eφ ). katoda
vakum
anoda
Metal 1 A
Metal 2
V
pemanas
−φ2
Sumber tegangan variabel
Muatan ruang makin berpengaruh jika arus makin tinggi. Arus akan mencapai kejenuhan.
f
−φ1
Jika arus cukup tinggi, terjadi saling tolak antara elektron di ruangan sehingga elektron dengan energi rendah tidak mencapai anoda.
A I
V
eV0 = hf − eφ
Rumus Einstein:
V
−V 163
Pada tegangan yang sangat tinggi, dimana efek muatan ruang teratasi secara total, semua elektron yang keluar dari katoda akan mencapai anoda.
Makin tinggi temperatur katoda, akan makin tinggi energi elektron yang keluar dari permukaan katoda, dan kejenuhan terjadi pada nilai arus yang lebih tinggi. katoda
vakum
V=∞
T3
I
anoda
164
katoda
vakum
anoda
T2 T1
I V2 V1
V −V Kejenuhan dapat diatasi dengan menaikkan V
pemanas A V
T pemanas
V3
I
Persamaan Richardson-Dushman
A
J = AT 2 e − eφ / kT
V
V2 V1
kerapatan arus konstanta dari material k = konstanta Boltzman = 1,38×10−23 joule/oK
T 165
Nilai φ tergantung dari temperatur :
φ = φ 0 + αT pada
katoda
vakum
anoda
166
0o
Persamaan Richardson-Dushman
J = AT 2 e − e α / k e − e φ 0 / kT
K katoda
α = dφ / dT
vakum
anoda
J
koefisien temperatur
eα ≈ 10 −4 eV/ o K
AT
pada kebanyakan metal murni
pemanas V
Persamaan Richardson-Dushman menjadi:
= Ae − e α / k e − e φ 0 / kT
J eα eφ 0 = ln A − ln − k kT AT 2
pemanas A
2
A V
J = AT 2 e − e α / k e − e φ 0 / kT
167
J ln AT
2
Linier terhadap
1 T
168
28
8/20/2012
[6]
Beberapa Material Bahan Katoda Material katoda
titik leleh [OK]
temp. kerja [OK]
work function [eV]
A [106amp/m2 oK2
W
3683
2500
4,5
0,060
Ta
3271
2300
4,1
0,4 – 0,6
Mo
2873
2100
4,2
0,55
Th
2123
1500
3,4
0,60
Ba
983
800
2,5
0,60
Cs
303
290
1,9
1,62
Peristiwa Emisi Sekunder Jika elektron dengan energi tinggi (yang disebut elektron primer) ditembakkan ke permukaan metal, elektron dapat keluar dari permukaan metal (yang disebut elektron sekunder). Energi kinetik elektron sekunder tidak harus tergantung dari energi kinetik elektron yang membentur permukaan. Efisiensi emisi sekunder dinyatakan sebagai rasio jumlah elektron sekunder, Is terhadap jumlah elektron primer yang membentur permukaan, Ip. Rasio ini disebut secondary emission yield, δ, dan merupakan fungsi dari energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan. Jika energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan terlalu rendah hanya sedikit dihasilkan emisi sekunder.
170
169
Emisi Sekunder
Jika energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan terlalu tinggi hanya sedikit juga dihasilkan emisi sekunder. Hal ini disebabkan karena elektron yang membentur permukaan metal sempat masuk (penetrasi) ke dalam metal sebelum terjadi benturan dengan elektron bebas dalam metal. Elektron bebas yang menerima tambahan energi mengalami tabrakantabrakan sebelum mencapai permukaan, dan mereka gagal keluar dari permukaan metal. δ
Ek maks 0 Ek
0
Ek [eV]
Al
0,97
300
Cu
1,35
600
Cs
0,9
400
Mo
1,25
375
Ni
1,3
550
W
1,43
700
δmaks
Akibatnya adalah δ sebagai fungsi dari energi berkas elektron, mempunyai nilai maksimum.
δmaks
emitter
gelas
∼2,5
400
BeO
10,2
500
Al2O3
4,8
1300
[6]
171
Peristiwa Emisi Medan
Efek SCHOTTKY Dalam peristiwa emisi thermal telah disebutkan bahwa kenaikan medan listrik antara emitter dan anoda akan mengurangi efek muatan ruang.
Medan E memberikan potensial −eEx pada jarak x dari permukaan
Hadirnya medan listrik pada permukaan katoda, selain menurunkan work function juga membuat dinding potensial menjadi lebih tipis.
V3
I
V2 V1
medan listrik sangat tinggi V = eEx
penurunan work function medan listrik tinggi V = eEx
e∅
EF
e∆∅ x0
+
+
+
+ x
e∆∅
e∅
EF
jarak tunneling
Energi
penurunan work function
Energi
Medan yang tinggi juga meningkatkan emisi karena terjadi perubahan dinding potensial di permukaan katoda.
172
nilai maks dinding potensial
173
+
+
+
+ x 174
29
8/20/2012
Karakteristik Dielektrik Faktor Desipasi Dielektrik digunakan pada kapasitor dan sebagai bahan isolasi Permitivitas relatif didefinisikan sebagai rasio permitivitas dielektrik (ε) dengan permitivitas ruang hampa (ε0)
εr ≡
ε ε0
Jika suatu dielektrik yang memiliki permitivitas relatif εr disisipkan antara dua pelat kapasitor yang memiliki luas A dan jarak antara kedua pelat adalah d , maka kapasitansi yang semula
C0 =
A ε0 d
berubah menjadi
C=
A A ε = ε 0ε r = C 0 ε r d d
dielektrik meningkatkan kapasitansi sebesar εr kali 176 175
Kekuatan Dielektrik Diagram fasor kapasitor
Gradien tegangan maksimum yang masih dapat ditahan oleh dielektrik sebelum terjadi tembus listrik
Desipasi daya (menjadi panas):
P = VC I Rp = VC I C tan δ
im
Nilai kekuatan dielektrik secara eksperimen sangat tergantung dari ukuran spesimen, elektroda, serta prosedur percobaan
Itot
IC
tanδ : faktor desipasi δ
(loss tangent)
IRp
VC
re
Tembus listrik diawali oleh hdirnya sejumlah elektron di pita konduksi. Elektron ini mendapat percepatan oleh adanya medan listrik yang tinggi sehingga memperoleh energi kinetik yang tinggi. Sebagian energi ini ditransfer ke elektron valensi sehingga elektron valensi naik ke pita konduksi. Jika jumlah elektron ini cukup banyak maka akan terjadi avalans elektron di pita konduksi. Arus meningkat dengan cepat sehingga terjadi peleburan lokal, terbakar, atau penguapan.
P = ε r V0 ωC V0 tan δ = 2 πf V0 Cε r tan δ 2
Elektron awal bisa hadir oleh beberapa sebab: discharge antara elektroda tegangan tinggi dengan permukaan dielektrik yang terkontaminasi, poripori berisi gas dalam dielektrik, pengotoran oleh atom asing.
εr tanδ : faktor kerugian (loss factor)
178
177
600 −
Kekuatan Dielektrik udara 400 psi
Polarisasi
[6]
Dua Pelat Paralel
SF6 100 psi
σ0
+
500 −
+
+
Tegangan tembus [kV]
E0 −
400 −
−
Tanpa dielektrik :
High Vacuum E Minyak Trafo
+ − + −
− + −
d
Dengan dielektrik :
− + −
− + −
Q0 σ V Q0 / C 0 = = = 0 ε0 A d d ε0 d d
E=
+ + + + + + +
Porselain SF6 1 atm
σ V Q/C Q = = = ε 0ε r A d d ε 0ε r d d
σ − σ 0 = ε 0ε r E − ε 0 E = ε 0 E (ε r − 1) = P timbul karena terjadi Polarisasi
100 −
udara 1 atm
Polarisasi : total dipole momen listrik per satuan volume
0
Dipole listrik : 0
E=
−
− − − − − − −+ + +
300 − 200 −
σ
d
0.51 1.03 1.55 2,13 2,54 Jarak elektroda [m] X 10−2
179
p e = qr 180
30
8/20/2012
4 macam polarisasi Molekul di dalam dielektrik mengalami pengaruh medan listrik yang lebih besar dari medan listrik yang diberikan dari luar. Medan listrik yang dialami oleh molekul ini disebut medan lokal. −
−
E
+
−
σ
−
−
+ − + − + − + −
+ − + − + − + −
+
+
−
+ − + − + − + −
+
+
−
+
Terjadi karena pergeseran awan elektron pada tiap atom terhadap intinya.
p mol = α Elok polarisabilitas
b. polarisasi ionik :
jumlah molekul per satuan volume
Hanya ditemui pada material ionik.
(ε r − 1) = Nα Elok
P = Nα Elok = ε 0 E (ε r − 1)
ada medan
tak ada medan
P = Nα Elok
+
E
Teramati pada semua dielektrik
Induksi momen dipole oleh medan lokal Elok adalah
+ − + − + − + −
ada medan
tak ada medan
a. polarisasi elektronik :
+
−
−
+
−
+
−
+
E
+
−
+ − +
+ −
+ −
+
Terjadi karena pergeseran ion-ion yang berdekatan dan berlawanan muatan.
ε0E
181
182
εr Tergantung Pada c. polarisasi orientasi :
ada medan
tak ada medan
Terjadi pada material padat dan cair yang memiliki molekul asimetris yang momen dipole permanennya dapat diarahkan oleh medan listrik.
Frekuensi Dan Temperatur
E
+ −
Dalam medan bolak-baik, polarisasi total P, polarisabilitas total α, dan εr, tergantung dari kemudahan dipole untuk mengikuti medan yang selalu berubah arah tersebut.
+ −
+ −
+ −
Dalam proses mengikuti arah medan tersebut, waktu yang dibutuhkan oleh dipole untuk mencapai orientasi keseimbangan disebut waktu relaksasi.
d. polarisasi muatan ruang : Terjadi pengumpulan muatan di perbatasan dielektrik.
ada medan
tak ada medan
+ − − + −
+ − + − +
− + + − +
+ − − + −
− + + − +
− − + − −
+ + + + +
+ + − + +
− + + − −
+ − − + +
Kebalikan dari waktu relaksasi disebut frekuensi relaksasi.
E − + − − −
Jika frekuensi dari medan yang diberikan melebihi frekuensi relaksasi, dipole tidak cukup cepat untuk mengikutinya, dan proses orientasi berhenti.
− − − − −
Karena frekuensi relaksasi dari empat macam proses polarisasi berbeda-beda, maka kontribusi dari masing-masing proses pada polarisasi keseluruhan dapat diamati. 183
184
Kehilangan Energi
elektronik ionik orientasi
Diagram fasor kapasitor
muatan ruang
P;
εr
muatan ruang
Itot
IC orientasi
Desipasi daya (menjadi panas):
P = VC I Rp = VC I C tan δ
im
tanδ : faktor desipasi δ
ionik
(loss tangent)
α
elektronik
P = ε r V0 ωC V0 tan δ = 2πf V0 Cε r tan δ 2
IRp absorbsi; loss factor
VC
re
εr tanδ : faktor kerugian power
audio
frekuensi listrik
radio
infra cahaya merah tampak frekuensi optik
frekuensi 185
(loss factor)
186
31
8/20/2012
Salah satu kriteria dalam pemilihan material untuk keperluan konstruksi adalah kekuatan mekanis-nya
uji tarik (tensile test) uji tekan (compression test) uji kekerasan (hardness test) uji impak (impact test) uji kelelahan (fatigue test)
Beberapa uji mekanik:
Uji tarik (tensile test) dan uji tekan (compression test) dilakukan untuk mengetahui kemampuan material dalam menahan pembebanan statis. Uji kekerasan untuk mengetahui ketahanan material terhadap perubahan (deformation) yang permanen. Uji impak untuk mengetahui ketahanan material terhadap pembebanan mekanis yang tiba-tiba. Uji kelelahan untuk mengetahui lifetime dibawah pembebanan siklis.
187
A0
188
A daerah elastis
Stress-Strain Curve :
mulai daerah plastis
0 0
l − l 0 ∆l = l0 l0
|
0.05 0.10
|
strain, ε [in./in.]
0.25
| 0.002
| 0.003
strain, ε [in./in.]
|
|
0.001 0.002 0.003
strain, ε [in./in.]
40
tarik
|
0
tungsten carbide
× |
0.01 0.02
|
|
0.03 0.04
strain: ε [in./in.] besi tuang 191
×
|
| |
| | 0
80
3
× tekan
0
baja 1030
| 0.001
190
120
0
|
0.15 0.20
batas elastis
di daerah elastis: σ = E ε (Hukum Hooke) E = modulus Young
2
|
| 0
100 50
0
stress: σ [1000 psi]
0
150
|
| lower yield point
0
×
|
20
stress, σ [1000 psi]
×
upper yield point
40
3
189
200
|
60
|
stress, σ [1000 psi]
80
| | | | 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
contoh kurva stress-strain dari Cu polikristal
stress: σ [1000 psi]
ε=
yield strength
E 6
strain, ε [in./in.]
Engineering Strain : ε , didefinisikan sebagai rasio antara perubahan panjang suatu sampel dengan pembebanan terhadap panjang awal-nya.
Engineering Strain :
×
9
|
|
10
retak
|
Engineering Stress :
P σ= A0
20
linier
|
Engineering Stress : σ , didefinisikan sebagai rasio antara beban P pada suatu sampel dengan luas penampang awal dari sampel.
30
stress, σ [1000 psi]
P
ultimate tensile strength
|
dengan pembebanan
12
|
sebelum pembebanan
stress, σ [1000 psi]
40
|
l
1
|
l0
tekan
× tarik 0 0
|
|
|
|
0.001
0.002
0.003
0.004
strain: ε [in./in.]
beton 192
32
8/20/2012
Uji kekerasan mengukur kekuatan material terhadap suatu indenter ; indenter ini bisa berbentuk bola, piramida, kerucut, yang terbuat dari material yang jauh lebih keras dari material yang diuji.
Uji impak mengukur energi yang diperlukan untuk mematahkan batang material yang diberi lekukan standar, dengan memberikan beban impuls.
Uji kekerasan dilakukan dengan memberikan beban secara perlahan, tegaklurus pada permukaan benda uji, dalam jangka waktu tertentu.
P
Salah satu metoda adalah Test Brinell, dengan indenter bola tungsten carbide, D = 10 mm
D
Hardness Number dihitung dengan formula:
Beban impuls diberikan oleh bandul dengan massa tertentu, yang dilepaskan dari ketinggian tertentu. Bandul akan menabrak spesimen dan mematahkannya, kemudian naik lagi sampai ketinggian tertentu. Dengan mengetahui massa bandul dan selisih ketinggian bandul saat ia dilepaskan dengan ketinggian bandul setelah mematahkan spesimen, dapat dihitung energi yang diserap dalam terjadinya patahan.
ujung bandul BHN =
d spesimen
2P πD D − D 2 − d 2
spesimen penahan
193
194
Pada bagian kurva stress-strain yang linier dapat dituliskan hubungan linier Semua jenis material berubah bentuk, atau berubah volume, atau keduanya, pada waktu mendapat tekanan ataupun perubahan temperatur.
σ=Eε
Pada material kristal, hubungan antara stress dan strain adalah linier sedangkan pada material non kristal (dengan rantai molekul panjang) pada umumnya hubungan tersebut tidak linier.
elastis
strain: ε
stress, σ
stress, σ
Modulus Young ditentukan dengan cara lain, misalnya melalui formula:
v =
A
elastis
E = modulus Young
A
stress: σ
Perubahan tersebut dikatakan elastis jika perubahan bentuk atau volume yang disebabkan oleh perubahan tekanan ataupun temperatur dapat secara sempurna kembali ke keadaan semula jika tekanan atau temperatur kembali ke keadaan awalnya.
A
E ρ
densitas material
kecepatan rambat suara dalam material
elastis strain, ε
strain, ε
196
195
Ada beberapa konstanta proporsionalitas yang biasa digunakan dalam menyatakan hubungan linier antara stress dan strain, tergantung dari macam stress dan strain
σz
γ = tan θ
Panjang awal l0
Panjang sesudah ditarik
l0
l
stress: σz
δ θ
E=
σz εz
Shear stress, τ
1) Modulus Young
2). Modulus shear
G=
τ γ
σz Shear strain, γ
l ε ∆l l − l 0 = = 0 z 2 2 2
strain: εz
197
198
33
8/20/2012
3) Modulus bulk (volume)
σ x = σ hyd
Energi potensial dari dua atom sebagai fungsi jarak antara keduanya dapat dinyatakan dengan persamaan:
hydrostatic stress : σhyd
volume awal V0
σ y = σ hyd
V =
K =
σ hyd
rn
+
B rm
V : energi potensial r : jarak antar atom A : konstanta proporsionalitas untuk tarik-menarik antar atom B : konstanta proporsionalitas untuk tolak-menolak antar atom n dan m : pangkat yang akan memberikan variasi dari V terhadap r
∆V /V0
perubahan volume ∆V / V0
σ z = σ hyd
−A
199
Kurva energi potensial dan kurva gaya sebagai fungsi jarak antara atom, disebut kurva Condon-Morse:
−∂V −nA mB = + ∂r r n +1 r m +1
V =
F =
−a rN
+
b rM
F : gaya antar atom r : jarak antar atom a : konstanta proporsionalitas untuk tarik-menarik antar atom b : konstanta proporsionalitas untuk tolak-menolak antar atom N dan M : pangkat yang akan memberikan variasi dari F terhadap r
energi potensial, V
Jika : nA = a, mB = b, n + 1 = N, dan m + 1 = M, maka
B
F=
rm tolak-menolak
b
rM tolak-menolak
jumlah r
gaya, F
Gaya dari dua atom sebagai fungsi jarak antara keduanya dapat diturunkan dari relasi energi potensial: F=
200
jumlah r d0
d0 V =
F =
−A
−a
rM tarik-menarik
rn tarik-menarik
201
Pengaruh Temperatur
Kurva gaya dan garis singgung pada d0 untuk keperluan praktis dapat dianggap berimpit pada daerah elastis.
rN
+
Jarak rata-rata antar atom meningkat dengan peningkatan temperatur.
b rM Energi Potensial
gaya, F
F =
−a
202
r
jarak antar atom
drmin
d0
drata2
drmaks T >> 0o K
daerah elastis d0 203
204
34
8/20/2012
Efek Thermoelastik Tercapainya strain maksimum bisa lebih lambat dari tercapainya stress maksimum yang diberikan. Jadi strain tidak hanya tergantung dari stress yang diberikan tetapi juga tergantung waktu. Hal ini disebut anelastisitas. Jika material mendapat pembebanan siklis, maka keterlambatan strain terhadap stress menyebabkan terjadinya desipasi energi.
Material kristal cenderung turun temperaturnya jika diregangkan (ditarik). Jika peregangan dilakukan cukup lambat, maka material sempat menyerap energi thermal dari sekelilingnya sehingga temperaturnya tak berubah. Dalam hal demikian ini proses peregangan (straining) terjadi secara isothermik. εM
Desipasi energi menyebabkan terjadinya damping.
σ σM
Desipasi energi juga terjadi pada pembebanan monotonik isothermal di daerah plastis. Gejala ini dikenal sebagai creep.
σ
εA
X A
M
M
σM
X
adiabatik isothermik
O
A’
ε
205
Desipasi energi per siklus tergantung dari frekuensi σ
f1
ε
O
f2>f1
ε
O
f3>f2
ε
ε 206
Peregangan bisa menyebabkan terjadinya difusi atom.
σ
σ
O f >f ε 4 3
O f >f ε 5 4
desipasi energi per siklus
O
σ
σ
O
Loop Histerisis Elastis
f1
f2
f3
f4
f5
frekuensi 207
208
Waktu Relaksasi : τ ε
a=
ε2
ε 2 − ε1 ε2
Keretakan adalah peristiwa terpisahnya satu kesatuan menjadi dua atau lebih bagian. Bagaimana keretakan terjadi, berbeda dari satu material ke material yang lain, dan pada umumnya dipengaruhi oleh stress yang diberikan, geometris dari sampel, kondisi temperatur dan laju strain yang terjadi.
ε1 Keretakan dibedakan antara keretakan brittle dan ductile.
t0
t1
(
ε = ε 2 1 − ae −t / τ
)
Keretakan brittle terjadi dengan propagasi yang cepat sesudah sedikit terjadi deformasi plastis atau bahkan tanpa didahului oleh terjadinya deformasi plastis.
t
Keretakan ductile adalah keretakan yang didahului oleh terjadinya deformasi plastis yang cukup panjang / lama, dan keretakan terjadi dengan propagasi yang lambat.
ε = aε 2 e −[(t −t1 ) / τ]
209
210
35
8/20/2012
Pada material kristal, keretakan brittle biasanya menjalar sepanjang bidang tertentu dari kristal, yang disebut bidang cleavage.
Keretakan ductile didahului oleh terjadinya deformasi plastis, dan keretakan terjadi dengan propagasi yang lambat.
Pada material polikristal keretakan brittle tersebut terjadi antara grain dengan grain karena terjadi perubahan orientasi bidang clevage ini dari grain ke grain.
Pada material yang digunakan dalam engineering, keretakan ductile dapat diamati terjadi dalam beberapa tahapan
•terjadinya necking, dan mulai terjadi gelembung retakan di daerah ini; •gelembung-gelembung retakan menyatu membentuk retakan yang
Selain terjadi sepanjang bidang cleavage, keretakan brittle bisa terjadi sepanjang batas antar grain, dan disebut keretakan intergranular.
menjalar keluar tegaklurus pada arah stress yang diberikan; •retakan melebar ke permukaan pada arh 45o terhadap arah tegangan yang diberikan.
Kedua macam keretakan brittle, cleavage dan intergranular, terjadi tegak lurus pada arah stress yang maksimum.
Mulai awal terjadinya necking, deformasi dan stress terkonsentrasi di daerah leher ini. Stress di daerah ini tidak lagi sederhana searah dengan arah gaya dari luar yang diberikan, melainkan terdistribusi secara kompleks dalam tiga sumbu arah. Keretakan ductile dimulai di pusat daerah leher, di mana terjadi shear stress maupun tensile stress lebih tinggi dari bagian lain pada daerah leher. Teori tidak kita pelajari.
Kalkulasi teoritis kekuatan material terhadap keretakan adalah sangat kompleks. Walaupun demikian ada model sederhana, berbasis pada besaran-besaran sublimasi, gaya antar atom, energi permukaan, yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi. Tidak kita pelajari.
211
212
Keretakan karena kelelahan metal
Transisi dari ductile ke brittle
Material ductile dapat mengalami kegagalan fungsi jika mendapat stress secara siklis, walaupun stress tersebut jauh di bawah nilai yang bisa ia tahan dalam keadaan statis.
Dalam penggunaan material, adanya lekukan, atau temperatur rendah, atau pada laju strain yang tinggi, bisa terjadi transisi dari keretakan ductile ke brittle.
Tingkat stress maksimum sebelum kegagalan fungsi terjadi, disebut endurance limit. Keretakan ductile menyerap banyak energi sebelum patah, sedangkan keretakan brittle memerlukan sedikit energi. Endurance limit didefinidikan sebagai stress siklis paling tinggi yang tidak menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi, berapapun frekuensi siklis-nya.
Hindarkan situasi yang mendorong terjadinya transisi ke kemungkinan keretakan brittle.
Endurance limit hampir sebanding dengan ultimate tensile strength (UTS). Pada alloy besi sekitar ½ dan pada alloy bukan besi sampai 1/3 UTS. Secara umum diketahui bahwa jika bagian permukaan suatu spesimen lebih lunak dari bagian dalamnya maka kelelahan metal lebih cepat terjadi dibandingkan dengan jika bagian permukaan lebih keras. Untuk meningkatkan umur mengahadapi terjadinya kelelahan metal, dilakukan pengerasan permukaan (surface-harden).
213
214
215
216
36
8/20/2012
Sifat-sifat thermal yang akan kita bahas adalah kapasitas panas panas spesifik pemuaian konduktivitas panas
218
217
Kapasitas Panas (heat capacity) Sejumlah energi bisa ditambahkan ke dalam material melalui pemanasan, medan listrik, medan magnit, bahkan gelombang cahaya seperti pada peristwa photo listrik yang telah kita kenal.
Kapasitas panas pada volume konstan, Cv Cv =
Pada penambahan energi melalui pemanasan tanggapan padatan termanifestasikan dalam gejala-gejala kenaikan temperatur sampai pada emisi thermal tergantung dari besar energi yang masuk.
E : energi internal padatan yaitu total energi yang ada dalam padatan baik dalam bentuk vibrasi atom maupun energi kinetik elektron-bebas T : temperatur
dE dT v
Kapasitas panas pada tekanan konstan, Cp
Dalam padatan, terdapat dua kemungkinan penyimpanan energi thermal:
Cp =
1) penyimpanan dalam bentuk vibrasi atom / ion di sekitar posisi keseimbangannya
dH dT
p
H : enthalpi. Pengertian enthalpi dimunculkan dalam thermodinamika karena amat sulit meningkatkan kandungan energi internal pada tekanan konstan. energi yang kita masukkan tidak hanya meningkatkan energi internal melainkan juga untuk melakukan kerja pada waktu pemuaian terjadi.
2) energi kinetik yang dikandung oleh elektron-bebas.
220 219
Panas Spesifik
H = E + PV
Kapasitas panas per satuan massa per derajat K dituliskan dengan huruf kecil cv dan cp
volume tekanan energi internal
Perhitungan Klasik Molekul gas ideal memiliki tiga derajat kebebasan
∂H ∂E ∂V ∂P ∂E ∂V = +P +V = +P ∂T ∂T ∂T ∂T ∂T ∂T
1
energi kinetik rata-rata per derajat kebebasan 2 k B T 3
≈0
energi kinetik rata-rata (3 dimensi): 2 k B T 3 3 energi per mole E k / mole = 2 Nk B T = 2 RT
Jika perubahan volume terhadap T cukup kecil suku ini bisa diabaikan sehingga
∂H ∂E ≈ ∂T ∂T
Konstanta Boltzman
Bilangan Avogadro
Atom-atom padatan saling terikat energi rata-rata per derajat kebebasan k B T
v
Cv ≈ C p
Etot / mole padat = 3RT cal/mole cv = 221
dE = 3R = 5,96 cal/mole o K dT v
Menurut hukum Dulong-Petit (1820), cv Hampir sama untuk semua material yaitu 6 cal/mole K 222
37
8/20/2012
Pada umumnya hukum Dulong-Petit cukup teliti untuk temperatur di atas temperatur kamar. Namun beberapa unsur memiliki panas spesifik pada temperatur kamar yang lebih rendah dari angka Dulong-Petit, misalnya
Sebaliknya pada unsur-unsur yang sangat elektropositif seperti
Be ([He] 2s2), B ([He] 2s2 2p1), C ([He]
2s2
2p2),
Si ([Ne]
3s2
Na ([Ne] 3s1)
3p2)
kapasitas panas pada temperatur tinggi melebihi prediksi Dulong-Petit karena adanya kontribusi elektron bebas dalam penyimpanan energi internal.
Unsur-unsur ini orbital terluarnya tersisi penuh atau membuat ikatan kovalen dengan unsur sesamanya. Oleh karena itu pada temperatur kamar hampir tidak terdapat elektron bebas dalam material ini. Lebih rendahnya kapasitas panas yang dimiliki material ini disebabkan oleh tidak adanya kontribusi elektron bebas dalam peningkatan energi internal.
223
224
∑ N n En ∑ N 0e −(nhf / k T ) nhf E = n ∑ Nn ∑ N 0 e − (nhf / k T ) E
Perhitungan Einstein
E=
energi rata-rata osilator
Padatan terdiri dari N atom, yang masing-masing bervibrasi (osilator) secara bebas pada arah tiga dimensi, dengan frekuensi fE
∑ e −nx nhf E E= n
Frekuensi osilator Konstanta Planck
(
)
hf E 0 + e x + e 2 x + e 3 x + ..........
1 + e x + e 2 x + e 3 x + .........
Karena turunan dari penyebut, maka dapat ditulis
Jika jumlah osilator tiap status energi adalah Nn dan N0 adalah jumlah asilator pada status 0, maka menuruti fungsi Boltzmann
E = hf E
(
)
d ln 1 + e x + e 2 x + e 3 x + ........... dx
E=
hf E
1 e − hfe / kBT − 1 1− ex Dengan N atom yang masing-masing merupakan osilator bebas yang berosilasi tiga dimensi, maka didapatkan total energi internal
− ( En / k BT )
=
Jumlah energi per status: N n En total energi dalam padatan: E = ∑ N n E n
∑ N n En ∑ N 0 e −(nhf / k T ) nhf E = n ∑ Nn ∑ N 0e − (nhf / k T )
n
E
E=
B
n
n
bilangan kuantum, n = 0, 1, 2,....
sehingga energi rata-rata osilator
=
∑ e −nx
B
E
n
misalkan x = − hf E / k B T
E n = nhf E
N n = N0e
E = n N
E = n N
B
E
n
n
E = 3 NE =
B
3Nhf E e ( hf E / k BT ) − 1
225
226
Perhitungan Debye
Panas spesifik adalah hf dE cv = = 3 Nk B E dt v k BT
2
(e
e hf E / k BT hf E / kBT
Menurut Debye, penyimpangan hasil perhitungan Einstein disebabkan oleh asumsi yang diambil Einstein bahwa atom-atom bervibrasi secara bebas dengan frekuensi sama, fE
)
−1
2
fE : frekuensi Einstein
Analisis yang perlu dilakukan adalah menentukan spektrum frekuensi g(f) dimana g(f)df didefinisikan sebagai jumlah frekuensi yang diizinkan yang terletak antara f dan (f + df)
ditentukan dengan cara mencocokkan kurva dengan data-data eksperimental. Hasil yang diperoleh adalah bahwa pada temperatur rendah kurva Einstein menuju nol jauh lebih cepat dari data eksperimen
Debye melakukan penyederhanaan perhitungan dengan menganggap padatan sebagai medium merata yang bervibrasi dan mengambil pendekatan pada vibrasi atom sebagai spectrum-gelombang-berdiri sepanjang kristal g( f ) =
Ketidak cocokan ini dijelaskan oleh Debye
4πf 2 c s3
kecepatan rambat suara dalam padatan Debye memandang padatan sebagai kumpulan phonon karena perambatan suara dalam padatan merupakan gejala gelombang elastis
227
228
38
8/20/2012
Postulat Debye:
Dengan pengertian temperatur Debye, didefinisikan fungsi Debye D( θ D / T )
Frekuensi yang ada tidak akan melebihi 3N 3 T θ D / T e x x 4 dx D (θ D / T ) = 3 × 2 θ D 0 x e − 1
(N adalah jumlah atom yang bervibrasi tiga dimensi).
∫
Panjang gelombang minimum adalah λ D = c s / f D tidak lebih kecil dari jarak antar atom dalam kristal
(
Fungsi Debye tidak dapat diintegrasi secara analitis, namun dapat dicari nilai-nilai limitnya
Energi internal untuk satu mole volume kristal E=
∫
hf D / k B T ≡ θ D / T
cv =
dE dT
v
θD =
3 T = 9 Nk B θ D
D( θ D / T ) →
θD didefinisikan sebagai temperatur Debye
hf D kB
θD / T
∫0
4π 2 T 5 θ D
3
jika T << θ D
Pada temperatur tinggi cv mendekati nilai yang diperoleh Einstein
c v = 3 Nk B = 3R
e x dx 2 ex −1 x 4
(
jika T → ∞
D( θ D / T ) → 1
fD hf f 2 df f D3 0 e hf / k BT − 1
9N
cv = 3 Nk B D (θ D / T )
)
)
Pada temperatur rendah
3
c v = 3 Nk B
T 4π 2 T = 464,5 5 θ D θD
3
229
Kontribusi Elektron
Panas Spesifik Total
Hanya elektron di sekitar energi Fermi yang terpengaruh oleh kenaikan temperatur dan elektron-elektron inilah yang bisa berkontribusi pada panas spesifik
c v total = c v ion + c v elektron
Pada temperatur tinggi, elektron menerima energi thermal sekitar kBT dan berpindah pada tingkat energi yang lebih tinggi jika tingkat energi yang lebih tinggi kosong
Untuk temperatur rendah, dapat dituliskan
c v = AT 3 + γ′T atau
kBT
F(E) 1
cv = γ′ + AT 2 T
T=0
cv/T
T>0 0
230
slope = A 0
EF
kurang dari 1% elektron valensi yang dapat berkontribusi pada panas spesifik
E
γ′ T2
pada kebanyakan metal sekitar 5 eV pada temperatur kamar kBT sekitar 0,025 eV
3Nk
B kontribusi elektron dalam panas spesifik adalah c v elektron ≅ T EF
231
232
Panas Spesifik Pada Tekanan Konstan, cp
Pemuaian
Hubungan antara cp dan cv diberikan dalam thermodinamika
c p − c v = TV
α 2v β
volume molar
koefisien muai volume kompresibilitas 1 dv β ≡ v dp T
Pada tekanan konstan 1 dv αv ≡ v dT p
1 dl αL = l dT p
αV = 3 × α L Dengan menggunakan model Debye
Faktor-Faktor Lain Yang Turut Berperan Pemasukan panas pada padatan tertentu dikuti proses-proses lain, misalnya: perubahan susunan molekul dalam alloy, pengacakan spin elektron dalam material magnetik, perubahan distribusi elektron dalam material superkonduktor,
α v = 3α L =
γc v β V γ : konstanta Gruneisen β : kompresibilitas
Proses-proses ini akan meningkatkan panas spesifik material yang bersangkutan
233
234
39
8/20/2012
Konduktivitas Panas
cp, αL, γ, untuk beberapa material.[6]. Material
cp (300 K) cal/g K
αL (300 K) 1/K×106
γ (konst. Gruneisen)
Al
0,22
24,1
2,17
Cu
0,092
17,6
1,96
Au
0,031
13,8
3,03
Fe
0.11
10,8
1,60
Jika q adalah jumlah kalori yang melewati satu satuan luas (A) per satuan waktu ke arah x maka
q=
Q dT = − σT A dx Konduktivitas Panas
aliran panas berjalan dari temperatur tinggi ke temperatur rendah Pb
0,32
28,0
Ni
0,13
13,3
2,73 1.88
Pt
0,031
8,8
2,54
Ag
0,056
19,5
2,40
W
0,034
3,95
1,62
Sn
0,54
23,5
2,14
Tl
0,036
6,7
1,75
Pada temperatur kamar, metal memiliki konduktivitas thermal yang baik dan konduktivitas listrik yang baik pula karena elektron-bebas berperan dalam berlangsungnya transfer panas Pada material dengan ikatan ion ataupun ikatan kovalen, di mana elektron kurang dapat bergerak bebas, transfer panas berlangsung melalui phonon Dalam polimer perpindahan panas terjadi melalui rotasi, vibrasi, dan translasi molekul 235
236
Konduktivitas Panas Oleh Elektron pengertian klasik gas ideal
σT untuk beberapa material pada 300 K .[6]. Material
σT cal/(cm sec K)
L=σT/σeT (volt/K)2×108
0,53
2,2
Al Cu
0,94
2,23
Fe
0,19
2,47
Ag
1,00
2,31
C (Intan)
1,5
-
Ge
0,14
-
3
E =
2
k BT
∂E ∂T 3 L = kB L ∂x 2 ∂x
Jika L adalah jalan bebas rata-rata elektron, maka transmisi energi per elektron adalah
Jumlah energi yang ter-transfer ke arah x
∂E 3 ∂T = kB ∂x 2 ∂x
Q=
nµ 3 ∂T kB L ∂x 3 2
kerapatan elektron kecepatan rata-rata
Energi thermal yang ditransfer melalui dua bidang paralel tegak-lurus arah x dengan jarak δx pada perbedaan temperatur δT adalah
∆E = σ T Q = σT
Lorentz number
∂T ∂x
∂T Q atau σ T = ∂x ∂T / ∂x σT =
nµ kB L 2
237
238
Isolator Panas
Rasio Wiedemann-Franz Rasio ini adalah rasio antara konduktivitas thermal dan konduktivitas listrik listrik
Isolator thermal yang baik adalah material yang porous. Rendahnya konduktivitas thermal disebabkan oleh rendahnya konduktivitas udara yang terjebak dalam pori-pori
nµ kB L σT mµ 2 k B = 2 = σe ne 2 L e2 2mµ
σT = L oT σe Lorentz number
Namun penggunaan pada temperatur tinggi yang berkelanjutan cenderung terjadi pemadatan yang mengurangi kualitasnya sebagai isolator thermal
hampir sama untuk kebanyakan metal
239
Material polimer yang porous bisa mendekati kualitas ruang hampa pada temperatur sangat rendah; gas dalam pori yang membeku menyisakan ruang-ruang hampa yang bertindak sebagai isolator
240
40
8/20/2012
Sistem Sistem adalah obyek atau kawasan yang menjadi perhatian kita Kawasan di luar sistem disebut lingkungan
Pengertian Dasar Thermodinamika
lingkungan sistem
mungkin berupa sejumlah materi atau suatu daerah yang kita bayangkan dibatasi oleh suatu bidang batas
lingkungan bidang batas bidang yang membatasi sistem terhadap lingkungannya. mampu mengisolasi sistem ataupun memberikan suatu cara interaksi tertentu antara sistem dan lingkungannya
Thermodinamika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mencakup permasalahan transfer energi dalam skala makroskopis Thermodinamika tidak membahas hal-hal mikroskopis (seperti atom, molekul) melainkan membahas besaran-besaran makroskopis yang secara langsung dapat diukur, seperti tekanan, volume, temperatur
242 241
Dengan adanya bidang batas antara sistem dan lingkungannya, beberapa kemungkinan bisa terjadi
sistem
sistem terisolasi
tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungannya
tidak ada transfer energi sistem
sistem terisolasi
energi
sistem
Perubahan-perubahan dalam sistem mungkin saja terjadi
tidak ada transfer materi
perubahan temperatur perubahan tekanan
ada transfer energi
sistem tertutup
Perubahan dalam sistem terisolasi tidak dapat terus berlangsung tanpa batas
tidak ada transfer materi massa sistem tidak berubah
energi
sistem
materi
ada transfer materi
sistem terbuka
massa sistem berubah
Suatu saat akan tercapai kondisi keseimbangan internal yaitu kondisi di mana perubahan-perubahan dalam sistem sudah tidak lagi terjadi
243
244
energi
sistem
sistem tertutup
Status thermodinamik sistem
sistem dapat berinteraksi dengan lingkungannya
sistem
perubahan dalam sistem dibarengi dengan perubahan di lingkungannya.
merupakan spesifikasi lengkap susunan dan sifat fisis suatu sistem. Sifat sistem ditentukan oleh satu set tertentu peubah-peubah thermodinamik. Tidak semua peubah thermodinamik harus diukur guna menentukan sifat sistem.
menuju ke keseimbangan internal keseimbangan eksternal. Apabila keseimbangan telah tercapai, tidak lagi terjadi perubahanperubahan di dalam sistem dan juga tidak lagi terjadi transfer apapun antara sistem dengan lingkungannya
245
Apabila jumlah tertentu besaran fisis yang diukur dapat digunakan untuk menentukan besaran-besaran fisis yang lain maka jumlah pengukuran tersebut dikatakan sudah lengkap.
sudah dapat menentukan status sistem, walaupun jumlah itu hanya sebagian dari seluruh besaran fisis yang menentukan status.
246
41
8/20/2012
Energi Jadi eksistensi sistem ditentukan oleh statusnya, sedangkan jumlah peubah yang perlu diukur agar status sistem dapat ditentukan tergantung dari sistem itu sendiri.
sistem
energi kinetik terkait gerak obyek
energi potensial terkait dengan posisi atau kondisi obyek.
dapat dikonversi timbal balik Pengukuran atau set pengukuran peubah yang menentukan status tersebut harus dilakukan dalam kondisi keseimbangan
Energi Internal Sistem Energi internal, E, adalah sejumlah energi yang merupakan besaran intrinsik suatu sistem yang berada dalam keseimbangan thermodinamis
Keseimbangan sistem tercapai apabila semua peubah yang menetukan sifat sistem tidak lagi berubah.
Energi internal merupakan fungsi status Perubahan nilai suatu fungsi status hanya tergantung dari nilai awal dan nilai akhir dan tidak tergantung dari alur perubahan dari status awal menuju status akhir 247
Panas
248
Kerja
Panas adalah salah satu bentuk energi
Kerja adalah bentuk energi yang ditranfer antara sistem dengan lingkungannya karena ada interaksi gaya antara sistem dan lingkungannya.
Pada sistem tertutup, panas dapat menembus bidang batas bila antara sistem dan lingkungannya terdapat gradien temperatur.
w
q′ sistem
q
Sejumlah panas dapat ditransfer dari sistem ke lingkungan
Sejumlah panas dapat ditransfer dari lingkungan ke sistem
sistem
Kerja, dengan simbol w, juga bukan besaran intrinsik sistem; bisa masuk ataupun keluar dari sistem
Panas bukanlah besaran intrinsik sistem. Ia bisa masuk ke sistem dan juga bisa keluar dari sistem.
w diberi tanda positif jika ia masuk ke sistem
q diberi tanda positif jika ia masuk ke sistem
w diberi tanda negatif jika ia keluar dari sistem
q diberi tanda negatif jika ia keluar dari sistem 249
250
Konservasi Energi Energi total sistem dan lingkungannya adalah terkonservasi Energi tidak dapat hilang begitu saja ataupun diperoleh dari sesuatu yang tidak ada; namun energi dapat terkonversi dari satu bentuk ke bentuk yang lain
Perubahan energi internal, yang mengikuti terjadinya perubahan status sistem, tidak tergantung dari alur perubahan status tetapi hanya tergantung dari status awal dan status akhir
Hukum Thermodinamika Pertama atau Hukum Kekekalan Energi sistem B
E
Setiap besaran yang merupakan fungsi bernilai tunggal dari status thermodinamik adalah fungsi status.
Jika status sistem berubah melalui alur (cara) perubahan tertentu, maka energi internal sistem ini berubah.
sistem terisolasi
A
dan sistem kembali pada status semula melalui alur perubahan yang berbeda energi internal akan kembali pada nilai awalnya
Perubahan nilai hanya tergantung dari nilai awal dan nilai akhir
status
Perubahan neto dari energi internal adalah nol sebab jika tidak, akan menyalahi prinsip konservasi energi. 251
252
42
8/20/2012
Enthalpi
Contoh:
Apabila hanya tekanan atmosfer yang bekerja pada sistem, maka jika energi panas sebesar dq masuk ke sistem, energi internal sistem berubah sebesar
Jika Hakhir > Hawal maka ∆H > 0 → Terjadi transfer energi ke sistem → penambahan enthalpi pada sistem → proses endothermis
dE = dq − PdV
perubahan volume sistem → kerja pada lingkungan PdV
tekanan atmosfer ≈ konstan
Membuat P konstan tidak sulit dilakukan namun membuat V konstan sangat sulit
Maka dimunculkan peubah baru, yang sudah memperhitungkan V , yang disebut enthalpi
H ≡ E + PV enthalpi
Perubahan Enthalpi Pada Reaksi Kimia
P dan V adalah peubah thermodinamik yang menentukan status sistem, sedangkan E adalah fungsi status, maka H juga fungsi bernilai tunggal dari status H juga fungsi status
Jika Hakhir < Hawal maka ∆H < 0 → Terjadi transfer energi ke lingkungan → enthalpi sistem berkurang → proses eksothermis Dalam reaksi kimia, reagen (reactant) merupakan status awal sistem hasil reaksi merupakan status akhir sistem
∆H = H akhir − H awal 254
253
Proses Reversible
Hukum Hess
Jika suatu sistem bergeser dari status keseimbangannya, sistem ini menjalani suatu proses dan selama proses berlangsung sifat-sifat sistem berubah sampai tercapai keseimbangan status yang baru.
Apabila suatu reaksi kimia merupakan jumlah dua atau lebih reaksi, maka perubahan enthalpi total untuk seluruh proses merupakan jumlah dari perubahan enthalpi reaksi-reaksi pendukungnya.
Proses reversible merupakan suatu proses perubahan yang bebas dari desipasi (rugi) energi dan dapat ditelusur balik dengan tepat.
Hukum Hess merupakan konsekuensi dari hukum kekekalan energi.
Sulit ditemui suatu proses yang reversible namun jika proses berlangsung sedemikian rupa sehingga pergeseran keseimbangan sangat kecil maka proses ini dapat dianggap sebagai proses yang reversible
Hukum Hess terjadi karena perubahan enthalpi untuk suatu reaksi adalah fungsi status, suatu besaran yang nilainya ditentukan oleh status sistem.
Proses reversible dianggap dapat berlangsung dalam arah yang berlawanan mengikuti alur proses yang semula diikuti.
Perubahan enthalpi yang terjadi baik pada proses fisika maupun proses kimia tidak tergantung pada alur proses dari status awal ke status akhir
Proses Irreversible Proses irreversible (tidak reversible) merupakan proses yang dalam perjalanannya mengalami rugi (desipasi) energi sehingga tidak mungkin ditelusur balik secara tepat.
Perubahan enthalpi hanya tergantung pada enthalpi pada status awal dan pada status akhir.
256
255
Entropi Teorema Clausius
∫
∫
Proses reversible
dq ≤0 T
Dalam proses reversible
∫
dq rev =0 T
Dalam proses irreversible
∫
dq irrev <0 T
dq rev =0 T
Tanda ini menyatakan bahwa proses berlangsung dalam satu siklus Untuk proses reversible yang berjalan tidak penuh satu siklus, melainkan berjalan dari status A ke status B dapat dituliskan B dq
∫A
rev
T
B
∫A
= dS
qrev adalah panas yang masuk ke sistem pada proses reversible.
Karena masuknya energi panas menyebabkan enthalpi sistem meningkat sedangkan enthalpi merupakan fungsi status maka
Proses reversible merupakan proses yang paling efisien, tanpa rugi (desipasi) energi
dS =
Proses irreversible memiliki efisiensi lebih rendah
257
dq rev T
juga merupakan fungsi status
S adalah peubah status yang disebut entropi
258
43
8/20/2012
Dalam sistem tertutup, jika dq cukup kecil maka pergeseran status yang terjadi di lingkungan akan kembali ke status semula. Dengan mengabaikan perubahan-perubahan kecil lain yang mungkin juga terjadi, proses di lingkungan dapat dianggap reversible. Perubahan entropi lingkungan menjadi
Proses reversible adalah yang paling efisien
∫
dq rev > T
dqirrev T
∫
Ada rugi energi
Tak ada rugi energi
dS lingkungan =
dq rev > dqirrev Proses yang umum terjadi adalaqh proses irreversible
Perubahan entropi neto
Panas dq yang kita berikan ke sistem pada umumnya adalah dqirrev
maka dq < dqrev Dengan pemberian panas, entropi sistem berubah sebesar dSsistem dan sesuai dengan definisinya maka
dS sistem =
dq rev T
− dq T
dS neto = dS sistem + dS lingkungan =
dq rev − dq ≥0 T
yang akan bernilai positif jika proses yang terjadi adalah proses irreversible karena dalam proses irreversible dq < dqrev
tanpa mempedulikan apakah proses yang terjadi reversible atau irreversible
Proses reversible hanya akan terjadi jika dSneto = 0 260
259
Hukum Thermodinamika Ke-tiga
Hukum Thermodinamika Kedua
dS =
Suatu proses spontan adalah proses yang terjadi secara alamiah.
dq rev T
Atas usulan Planck, Nernst pada 1906 menyatakan bahwa pada temperatur 0 K entropi dari semua sistem harus sama. Konstanta universal ini di-set sama dengan nol sehingga
Proses ini merupakan proses irreversible, karena jika tidak proses spontan tidak akan terjadi.
S T =0 = 0
Karena proses spontan adalah proses irreversible di mana dSneto > 0 maka dalam proses spontan total entropi selalu bertambah.
Persamaan ini biasa disebut sebagai Hukum Thermodinamika Ke-tiga
Ini adalah pernyataan Hukum Thermodinamika Kedua
Persamaan ini memungkinkan dilakukannya perhitungan nilai absolut entropi dari suatu sistem dengan membuat batas bawah integrasi adalah 0 K.
Kita ingat bahwa proses reversible adalah proses yang hampir tidak bergeser dari keseimbangannya atau dengan kata lain tidak ada perubahan yang cukup bisa diamati. Oleh karena itu proses spontan tidak mungkin reversible atau selalu irreversible.
Dengan mengingat relasi
dq = CPdT, kapasitas panas pada tekanan konstan
261
maka entropi S pada temperatur T dari suatu sistem adalah
S (T ) =
T
∫0
Cp τ
dτ 262
Proses reaksi dari beberapa reagen menghasilkan hasil reaksi. Di samping energi, materi yang sangat terkonsentrasi juga cenderung untuk menyebar
A+ B → C Apabila A+B tetap dominan terhadap C dalam waktu yang lama, maka disebut reaksi nonspontan
Jika C dominan terhadap A+B dalam waktu yang tidak lama, maka reaksi tersebut disebut reaksi spontan
diperlukan upaya tertentu agar diperoleh C yang dominan Reaksi spontan disebut juga product-favored reaction Reaksi nonspontan disebut juga reactant-favored reaction Pada umumnya, reaksi eksothermis yang terjadi pada temperatur kamar adalah reaksi spontan. Energi potensial yang tersimpan dalam sejumlah (relatif) kecil atom / molekul reagen menyebar ke sejumlah (relatif) besar atom / molekul hasil reaksi dan atom / molekul lingkungannya. Penyebaran energi lebih mungkin terjadi daripada pemusatan (konsentrasi) energi.263
Dengan demikian ada dua cara untuk suatu sistem menuju kepada status yang lebih mungkin terjadi, yaitu 1). melalui penyebaran energi ke sejumlah partikel yang lebih besar; 2). melalui penyebaran partikel sehingga susunan partikel menjadi lebih acak. Dengan dua cara tersebut ada empat kemungkinan proses yang bisa terjadi
264
44
8/20/2012
a). Jika reaksi adalah eksothermis dan susunan materi menjadi lebih acak, maka reaksi ini merupakan reaksi spontan pada semua temperatur.
Kapasitas Panas dan Nilai Absolut Entropi
C P = a + b × 10 −3 T
b). Jika reaksi adalah eksothermis tetapi susunan materi menjadi lebih teratur, maka reaksi ini cenderung merupakan reaksi spontan pada suhu kamar akan tetapi menjadi reaksi nonspontan pada temperatur tinggi. Hal ini berarti bahwa penyebaran energi dalam proses terjadinya reaksi kimia lebih berperan dibandingkan dengan penyebaran partikel
Konstanta Untuk Menetukan Kapasitas Panas Padatan cal/mole/K [12]. Material
c). Jika reaksi adalah endothermis dan susunan materi menjadi lebih acak, maka reaksi ini cenderung merupakan reaksi nonspontan pada temperatur kamar tetapi cenderung menjadi spontan pada temperatur tinggi. d). Jika reaksi adalah endothermis dan susunan materi menjadi lebih teratur, maka tidak terjadi penyebaran energi maupun penyebaran partikel yang berarti proses reaksi cenderung nonspontan pada semua temperatur.
a
b
Rentang Temperatur K
Ag
5,09
2,04
298 – titik leleh
AgBr
7,93
15,40
298 – titik leleh
AgCl
14,88
1,00
298 – titik leleh
SiO2
11,22
8,20
298 – 848
Entropi Absolut Pada Kondisi Standar cal/mole derajat [12] Material
Karena reaksi spontan merupakan proses irreversible di mana terjadi kenaikan entropi maka kenaikan entropi menjadi pula ukuran/indikator penyebaran partikel
S
Material
S
Ag
10.20 ± 0,05
Fe
6,49 ± 0,03
Al
6,77 ± 0,05
Ge
10,1 ± 0,2
Au
11,32 ± 0,05
Grafit
1,361 ± 0,005
Intan
0,583 ± 0,005
Si
4,5 ± 0,05
265
Energi Bebas (free energies)
266
Sesuai Hukum Thermodinamika Pertama, jika kita masukkan energi panas ke dalam sistem dengan maksud untuk mengekstraknya menjadi kerja maka yang bisa kita peroleh dalam bentuk kerja adalah energi yang masuk ke sistem dikurangi energi yang tak bisa diperoleh, yang terkait dengan entropi.
Kelvin memformulasikan bahwa pada umumnya alam tidak memperkenankan panas dikonversikan menjadi kerja tanpa disertai oleh perubahan besaran yang lain.
Karena mengubah energi menjadi kerja adalah proses irreversible, sedangkan dalam proses irreversible entropi selalu meningkat, maka energi yang tak dapat diperoleh adalah
Kalau formulasi Kelvin ini kita bandingkan dengan pernyataan Hukum Thermodinamika Ke-dua, maka besaran lain yang berubah yang menyertai konversi panas menjadi kerja adalah perubahan entropi.
TS temperatur
Perubahan neto entropi, yang selalu meningkat dalam suatu proses, merupakan energi yang tidak dapat diubah menjadi kerja, atau biasa disebut energi yang tak dapat diperoleh (unavailable energy).
entropi
Energi yang bisa diperoleh disebut energi bebas yang diformulasikan oleh Helmholtz sebagai
A ≡ E − TS Hemholtz Free Energy 267
268
Gibbs Free Energy Hemholtz Free Energy
Gibbs mengajukan formulasi energi bebas, yang selanjutnya disebut energi bebas Gibbs (Gibbs Free Energy), G, dengan memanfaatkan definisi enthalpi
A ≡ E − TS dA ≡ dE − TdS − SdT
G ≡ H − TS = E + PV − TS
dA = dq − dw − dq rev − SdT
dG = dE + PdV + VdP − TdS − SdT = dq − dw + PdV + VdP − dq rev − SdT
Jika temperatur konstan dan tidak ada kerja yang dilakukan oleh sistem pada lingkungan maupun dari lingkungan pada sistem, maka
tekanan atmosfer dG = dq + VdP − dq rev − SdT
dw = PdV
dA w,T = dq − dqrev Karena
dq ≤ dq rev
Jika tekanan dan temperatur konstan (yang tidak terlalu sulit untuk dilakukan), maka
dA w,T ≤ 0
dG Jadi pada proses isothermal di mana tidak ada kerja, energi bebas Helmholtz menurun dalam semua proses alamiah dan mencapai nilai minimum setelah mencapai keseimbangan 269
P,T
= dq − dq rev Jadi jika temperatur dan tekanan
Pada proses irreversible
dG P,T ≤ 0 dibuat konstan, energi bebas
Gibb mencapai minimum pada kondisi keseimbangan 270
45
8/20/2012
Pengertian-Pengertian Fasa Fasa adalah daerah materi dari suatu sistem yang secara fisis dapat dibedakan dari daerah materi yang lain dalam sistem tersebut Antara fasa dengan fasa dapat dipisahkan secara mekanis Fasa memiliki struktur atom dan sifat-sifat sendiri Kita mengenal sistem satu-fasa & sistem multi-fasa
Homogenitas Dalam keseimbangan, setiap fasa adalah homogen
Komponen Sistem Komponen sistem adalah unsur atau senyawa yang membentuk satu sistem. Kita mengenal sistem komponen-tunggal & sistem multi-komponen. 272 271
Larutan Padat Diagram Keseimbangan Atom atau molekul dari satu komponen terakomodasi di dalam struktur komponen yang lain
Diagram keseimbangan merupakan diagram di mana kita bisa membaca fasa-fasa apa saja yang hadir dalam keseimbangan pada berbagai nilai peubah thermodinamik
Larutan padat bisa terjadi secara subsitusional interstisial
Derajat Kebebasan Derajat kebebasan (degree of freedom) didefinisikan sebagai jumlah peubah thermodinamik yang dapat divariasikan secara tidak saling bergantungan tanpa mengubah jumlah fasa yang berada dalam keseimbangan.
Derajat kelarutan Berbagai derajat kelarutan bisa terjadi Dua komponen dapat membentuk larutan menyeluruh (saling melarutkan) jika status keseimbangan thermodinamik dari sembarang komposisi dari keduanya membentuk sistem satu fasa. Hanya larutan substitusional yang dapat mencapai keadaan ini.
274
273
Enthalpi Larutan Pada reaksi kimia:
Kaidah Hume-Rothery
Jika Hakhir > Hawal → ∆H > 0 → penambahan enthalpi pada sistem (endothermis)
Agar larutan padat dapat terjadi:
Jika Hakhir < Hawal enthalpi sistem berkurang (eksothermis).
Perbedaan ukuran atom pelarut dan atom terlarut < 15%.
Dalam peristiwa pelarutan terjadi hal yang mirip yaitu perubahan enthalpi bisa negatif bisa pula positif
Struktur kristal dari komponen terlarut sama dengan komponen pelarut. Elektron valensi zat terlarut dan zat pelarut tidak berbeda lebih dari satu.
HB HA
Elektronegativitas zat terlarut dan pelarut kurang-lebih sama, agar tidak terjadi senyawa sehingga larutan yang terjadi dapat berupa larutan satu fasa.
A
HA
Hlarutan
xB
B
Hlarutan < sebelum pelarutan untuk semua komposisi 275
Hlarutan
HB
A
Hlarutan
xB Hlarutan = sebelum pelarutan; ini keadaan ideal
HB
HA
B
A
xB
B
Hlarutan > sebelum pelarutan untuk semua komposisi 276
46
8/20/2012
Energi Bebas Larutan
Entropi Larutan
Larutan satu fasa yang stabil akan terbentuk jika dalam pelarutan itu terjadi penurunan energi bebas.
Entropi dalam proses irreversible akan meningkat. → entropi larutan akan lebih tinggi dari entropi masing-masing komponen sebelum larutan terjadi, karena pelarutan merupakan proses irreversible.
Hlarutan
→ jika SA adalah entropi komponen A tanpa kehadiran B, dan SB adalah entropi komponen B tanpa kehadiran A, maka
S
S0
HA
HA
Hlarutan
A
S
SB
SA
Entropi pelarutan
S
G H
B
xB
A
xB
A
B
xB
G = H − TS
x1 xB
A
entropi sesudah pelarutan > sebelum pelarutan
β
α+β
A x1
B
x2 B
xB
Larutan multifasa antara komposisi x1 dan x2
Larutan satu fasa 277
278
Diagram Keseimbangan Fasa
Kaidah Fasa dari Gibbs F +D= K +2
Jumlah fasa yang hadir dalam keseimbangan dalam satu sistem
Glarutan
α
Glarutan
B
B
xB
G
Hlarutan
Sesudah − Sebelum A
HB
HB
Sistem Komponen Tunggal : H2O jumlah minimum komponen yang membentuk sistem
Karena K = 1 maka komposisi tidak menjadi peubah
F +D = K +2
F=1
jumlah derajat kebebasan
→D=2 B
Sistem satu-fasa (F = 1) komponen tunggal (K = 1) yang dlam keseimbangan akan memiliki 2 derajat kebebasan.
uap
T
Derajat Kebebasan D =2 yaitu tekanan (P) dan temperatur (T)
cair
a
Sistem dua fasa (F = 2) komponen tunggal (K = 1) yang dalam keseimbangan memiliki 1 derajat kebebasan.
b
C
D
Sistem tiga fasa (F = 3) komponen tunggal (K = 1) yang dalam keseimbangan akan berderajat kebebasan 0 dan invarian.
A
c
padat P
279
Alotropi (allotropy)
Sistem Komponen Tunggal : H2O
Alotropi: keberadaan satu macam zat (materi) dalam dua atau lebih bentuk yang sangat berbeda sifat fisis maupun sifat kimianya.
F +D = K +2 B
cair
a
b
C
D
Titik Tripel F=3
A
c
padat
→D=0
invarian
perbedaan struktur kristal, perbedaan jumlah atom dalam molekul, perbedaan struktur molekul.
uap
T
280
P
Besi
F=2 →D=1
T oC
Derajat Kebebasan D=1 yaitu tekanan : P atau temperatur : T
C δ (BCC)
1400
B γ (FCC)
910
A
α (BCC)
≈
≈
10-12 281
cair
uap
1539
10-8
10-4
1
102 atm 282
47
8/20/2012
Kurva Pendinginan
Energi Bebas
G = H − TS H ≡ E + PV
T oC 1539
T [oC]
1400
cair+δ
1539
δ+γ
δ (BCC)
δ (BCC)
δ+γ
1400 γ (FCC)
γ (FCC) γ+α
910 α (BCC)
dτ τ C P = a + b × 10 −3 T
BCC FCC
G
α (BCC)
≈
≈
≈
Cp
Besi
γ+α 910
T
∫0
S (T ) =
cair
cair cair+δ
t
BCC
temperatur konstan pada waktu terjadi peralihan
1400 1539 T [oC]
910
284
283
Sistem Biner Dengan Kelarutan Sempurna
Sistem Biner Dengan Kelarutan Terbatas
F +D = K +2
Diagram Eutectic Biner
Karena K = 2 maka komposisi menjadi peubah
T
a T
titik leleh A
TB
TB
Cair (L)
a
titik leleh B
TA b
b
L+β
c
c Te
d
α+L
α
TA
d
β
e
α+β a) A
x1
x2
b)
x3 xB
B
Plot komposisi per komposisi
A xcf xca
x0
xpf xpa xB
B
xα A xα1 xαe
Perubahan komposisi kontinyu
x0
xc xe
xβe xB
B
285
286
287
288
Sistem Biner Dengan Kelarutan Terbatas Diagram Peritectic Biner
titik leleh A
T TA
a α+L
cair (L)
b p
c
α
Tp
β+L
TB
α+β
A xα1
xαp
titik leleh B
β
x0
xβp xB
xlp
B
48
8/20/2012
Difusi adalah peristiwa di mana terjadi tranfer materi melalui materi lain. Transfer materi ini berlangsung karena atom atau partikel selalu bergerak oleh agitasi thermal. Walaupun sesungguhnya gerak tersebut merupakan gerak acak tanpa arah tertentu, namun secara keseluruhan ada arah neto dimana entropi akan meningkat proses irreversible
290
289
Analisis Matematis Kondisi Transien Kondisi Mantap Ca
materi masuk di xa
materi keluar di x Ca Cx
xa
∆x
x
dC J x = −D dx
t2
D adalah koefisien difusi, dC/dx adalah variasi konsentrasi dalam keadaan mantap di mana C0 dan Cx bernilai konstan
materi keluar di x Cx2 Cx1 Cx0=0
t1 t=0 xa
∆x
x
dC x ∂J d dC x =− ∆x = D dt ∂x dx dx
Ini merupakan Hukum Fick Ke-dua
Ini merupakan Hukum Fick Pertama
Jika D tidak tergantung pada konsentrasi maka 291
dC x d 2C x =D dt dx 2
292
Macam Difusi
Persamaan Arrhenius Persamaan Arrhenius adalah persamaan yang menyangkut laju reaksi
Lr = ke
1. Difusi Volume Difusi volume (volume diffusion) adalah transfer materi menembus volume materi lain
− Q / RT Q : energi aktivasi (activation energy), R : gas (1,98 cal/mole K), T : temperatur absolut K, k : konstanta laju reaksi (tidak tergantung temperatur).
permukaan
2. Difusi Bidang Batas
Koefisien Difusi Dari hasil eksperimen diketahui bahwa koefisien difusi D
bidang batas butiran
3. Difusi Permukaan
permukaan
materi masuk di xa
retakan
D = D0 e −Q / RT
D permukaan > Dbidang batas > Dvolume
berbentuk sama sepert persamaan Arrhenius 293
294
49
8/20/2012
Efek Hartley-Kirkendall
Difusi dan Ketidaksempurnaan Kristal
Efek Hartley-Kirkendal menunjukkan bahwa difusi timbal balik dalam alloy biner terdiri dari dua jenis pergerakan materi yaitu A menembus B dan
Kekosongan posisi pada kristal hadir dalam keseimbangan thermodinamis Padatan menjadi “campuran” antara “kekosongan” dan “isian”.
B menembus A.
energi yang diperlukan untuk membuat satu posisi kosong
Analisis yang dilakukan oleh Darken menunjukkan bahwa dalam proses yang demikian ini koefisien difusi terdiri dari dua komponen yang dapat dinyatakan dengan
jumlah posisi kosong
Nv = e − Ev / kT N0 − Nv
D = X B D A + X A DB
total seluruh posisi
XA dan XB adalah fraksi molar dari A dan B, DA adalah koefisien difusi B menembus A,
Sebagai gambaran, Ev = 20 000 cal/mole,
DB adalah koefisien difusi A menembus B
→ pada 1000K ada satu kekosongan dalam 105 posisi atom.
295
296
Ketidak-sempurnaan Frenkel dan Schottky tidak mengganggu kenetralan listrik, dan kristal tetap dalam keseimbangan thermodinamis.
Dalam kenyataan padatan mengandung pengotoran yang dapat melipatgandakan jumlah kekosongan, → mempermudah terjadinya difusi.
Frenkel
Schottky Ketidak-sempurnaan mana yang akan terjadi tergantung dari besar energi yang diperlukan untuk membentuk kation interstisial atau kekosongan anion. Pada kristal ionik konduktivitas listrik pada temperatur tinggi terjadi karena difusi ion dan hampir tidak ada kontribusi elektron. Oleh karena itu konduktivitas listrik sebanding dengan koefisien difusi.
konduktivitas listrik oleh konduksi ion faktor yang tergantung dari macam ketidak-sempurnaan.
Selain migrasi kekosongan, migrasi interstisial dapat terjadi apabila atom materi yang berdifusi berukuran cukup kecil dibandingkan dengan ukuran atom material yang ditembusnya
kd = 1 untuk ion interstisial kd > 1 untuk kekosongan
C q2 σ d = k d d d Dd kT muatan ketidak-sempurnaan konsentrasi ketidak-sempurnaan
297
298
299
300
Difusi Dalam Polimer Dan Silikat Dalam polimer, difusi terjadi dengan melibatkan gerakan molekul panjang. Migrasi atom yang berdifusi mirip seperti yang terjadi pada migrasi interstisial. Namun makin panjang molekul polimer gerakan makin sulit terjadi, dan koefisien difusi makin rendah. Pada silikat, ion silikon biasanya berada pada posisi sentral tetrahedron dikelilingi oleh ion oksigen Ion positif alkali dapat menempati posisi antar tetrahedra dengan gaya coulomb yang lemah. Oleh karena itu natrium dan kalium dapat dengan mudah berdifusi menembus silikat Selain itu ruang antara pada jaringan silikat tiga dimensi memberi kemudahan pada atom-atom berukuran kecil seperti hidrogen dan helium untuk berdifusi dengan cepat.
50
8/20/2012
Oksidasi : reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan pada unsur lain Unsur yang menyebabkan terjadinya oksidasi disebut unsur pengoksidasi. Reaksi reduksi : reaksi di mana oksigen dilepaskan dari suatu senyawa Unsur yang menyebabkan terjadinya reduksi disebut unsur pereduksi.
Reaksi redoks (redox reaction): reaksi dimana satu materi teroksidasi dan materi yang lain tereduksi.
Oksidasi
Tidak semua reaksi redoks melibatkan oksigen. Akan tetapi semua reaksi redoks melibatkan transfer elektron Reagen yang kehilangan elektron, dikatakan sebagai teroksidasi
Reagen yang memperoleh elektron, dikatakan sebagai tereduksi
Berikut ini kita akan melihat peristiwa oksidasi melalui pengertian thermodinamika. 302 301
Proses Oksidasi Lapisan Permukaan Metal
Kecenderungan metal untuk bereaksi dengan oksigen didorong oleh penurunan energi bebas yang mengikuti pembentukan oksidanya
Energi bebas untuk pembentukan oksida pada perak dan emas bernilai positif. Unsur ini tidak membentuk oksida.
Energi Bebas Pembentukan Oksida pada 500K dalam Kilokalori.[12]. Kalsium
-138,2
Hidrogen
-58,3
Magnesium
-130,8
Besi
-55,5 -47,9
Aluminium
-120,7
Kobalt
Titanium
-101,2
Nikel
-46,1
Natrium
-83,0
Tembaga
-31,5
Chrom
-81,6
Perak
+0,6
Zink
-71,3
Emas
+10,5
Namun material ini jika bersentuhan dengan udara akan terlapisi oleh oksigen; atom-atom oksigen terikat ke permukaan material ini dengan ikatan lemah van der Waals; mekanisme pelapisan ini disebut adsorbsi. Pada umumnya atom-atom di permukaan material membentuk lapisan senyawa apabila bersentuhan dengan oksigen. Senyawa dengan oksigen ini benar-benar merupakan hasil proses reaksi kimia dengan ketebalan satu atau dua molekul; pelapisan ini mungkin juga berupa lapisan oksigen satu atom yang disebut kemisorbsi (chemisorbtion).
Kebanyakan unsur yang tercantum dalam tabel ini memiliki energi bebas pembentukan oksida bernilai negatif, yang berarti bahwa unsur ini dengan oksigen mudah berreaksi membentuk oksida 303
Penebalan Lapisan Oksida
Rasio Pilling-Bedworth Lapisan oksida di permukaan metal bisa berpori (misalnya dalam kasus natrium, kalium, magnesium) bisa pula rapat tidak berpori (misalnya dalam kasus besi, tembaga, nikel). Muncul atau tidak munculnya pori pada lapisan oksida berkorelasi dengan perbandingan volume oksida yang terbentuk dengan volume metal yang teroksidasi. Perbandingan ini dikenal sebagai Pilling-Bedworth Ratio:
volume oksida M am Md = = volume metal D d amD M : berat molekul oksida (dengan rumus MaOb), D : kerapatan oksida, a : jumlah atom metal per molekul oksida, m : atom metal, d : kerapatan metal. Jika < 1, lapisan oksida yang terbentuk akan berpori. Jika ≈ 1 , lapisan oksida yang terbentuk adalah rapat, tidak berpori. Jika >> 1, lapisan oksida akan retak-retak.
304
305
a). Jika lapisan oksida yang pertama-tama terbentuk adalah berpori, maka molekul oksigen bisa masuk melalui pori-pori tersebut dan kemudian bereaksi dengan metal di perbatasan metal-oksida. Lapisan oksida bertambah tebal. Situasi ini terjadi jika rasio volume oksida-metal kurang dari satu. Lapisan oksida ini bersifat non-protektif, tidak memberikan perlindungan pada metal yang dilapisinya terhadap proses oksidasi lebih lanjut.
lapisan oksida berpori metal
oksigen menembus pori-pori
daerah terjadinya oksidasi lebih lanjut
306
51
8/20/2012
c). Jika lapisan oksida tidak berpori, ion oksigen dapat berdifusi menuju bidang batas metal-oksida dan bereaksi dengan metal di bidang batas metal-oksida.
b). Jika lapisan oksida tidak berpori, ion metal bisa berdifusi menembus lapisan oksida menuju bidang batas oksida-udara; dan di perbatasan oksida-udara ini metal bereaksi dengan oksigen dan menambah tebal lapisan oksida yang telah ada.
Proses oksidasi berlanjut di permukaan. Dalam hal ini elektron bergerak dengan arah yang sama agar pertukaran elektron dalam reaksi ini bisa terjadi.
metal M+ e
lapisan oksida tidak berpori Ion logam berdifusi menembus oksida Elektron bermigrasi dari metal ke permukaan oksida
Elektron yang dibebaskan dari permukaan logam tetap bergerak ke arah bidang batas oksida-udara. Proses oksidasi berlanjut di perbatasan metal-oksida.
lapisan oksida tidak berpori
metal
O−2 e
Ion oksigen berdifusi menembus oksida Elektron bermigrasi dari metal ke permukaan oksida
daerah terjadinya oksidasi lebih lanjut
daerah terjadinya oksidasi lebih lanjut d). Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah gabungan antara b) dan c) di mana ion metal dan elektron bergerak ke arah luar sedang ion oksigen bergerak ke arah dalam. Reaksi oksidasi bisa terjadi di dalam lapisan oksida. 307
308
Laju Penebalan Lapisan Oksida Terjadinya difusi ion, baik ion metal maupun ion oksigen, memerlukan koefisien difusi yang cukup tinggi. Sementara itu gerakan elektron menembus lapisan oksida memerlukan konduktivitas listrik oksida yang cukup tinggi pula. Oleh karena itu jika lapisan oksida memiliki konduktivitas listrik rendah, laju penambahan ketebalan lapisan juga rendah karena terlalu sedikitnya elektron yang bermigrasi dari metal menuju perbatasan oksida-udara yang diperlukan untuk pertukaran elektron dalam reaksi.
Jika lapisan oksida berpori dan ion oksigen mudah berdifusi melalui lapisan oksida ini, maka oksidasi di permukaan metal (permukaan batas metal-oksida) akan terjadi dengan laju yang hampir konstan. Lapisan oksida ini nonprotektif. Jika x : ketebalan lapisan oksida maka dx = k1 dt
dan
x = k1t + k 2
Jika lapisan oksida bersifat protektif, transfer ion dan elektron masih mungkin terjadi walaupun dengan lambat. Dalam keadaan demikian ini komposisi di kedua sisi permukaan oksida (yaitu permukaan batas oksidametal dan oksida-udara) bisa dianggap konstan. Kita dapat mengaplikasikan Hukum Fick Pertama, sehingga
Jika koefisien difusi rendah, pergerakan ion metal ke arah perbatasan oksida-udara akan lebih lambat dari migrasi elektron. Penumpukan ion metal akan terjadi di bagian dalam lapisan oksida dan penumpukan ion ini akan menghalangi difusi ion metal lebih lanjut. Koefisien difusi yang rendah dan konduktivitas listrik yang rendah dapat membuat lapisan oksida bersifat protektif, menghalangi proses oksidasi lebih lanjut.
dx k3 = dt x
dan
x 2 = k3t + k 4
309
310
Oksidasi Selektif
Jika lapisan oksida bersifat sangat protektif dengan konduktivitas listrik yang rendah, maka
Oksidasi Selektif. Oksidasi selektif terjadi pada larutan biner metal di mana salah satu metal lebih mudah teroksidasi dari yang lain. Peristiwa ini terjadi jika salah satu komponen memiliki energi bebas jauh lebih negatif dibanding dengan komponen yang lain dalam pembentukan oksida. Kehadiran chrom dalam alloy misalnya, memberikan ketahanan lebih baik terhadap terjadinya oksidasi
x = A log( Bt + C ) A, B, dan C adalah konstan. Kondisi ini berlaku jika terjadi pemumpukan muatan (ion, elektron) yang dikenal dengan muatan ruang, yang menghalangi gerakan ion dan elektron lebih lanjut. Agar lapisan oksida menjadi protektif, beberapa hal perlu dipenuhi oleh lapisan ini.
Oksidasi Internal. Dalam alloy berbahan dasar tembaga dengan kandungan alluminium bisa terjadi oksidasi internal dan terbentuk Al2O3 dalam matriksnya. Penyebaran oksida yang terbentuk itu membuat material ini menjadi keras.
Ia tak mudah ditembus ion, sebagaimana; Ia harus melekat dengan baik ke permukaan metal; adhesivitas antara oksida dan metal ini sangat dipengaruhi oleh bentuk permukaan metal, koefisien muai panjang relatif antara oksida dan metal, laju kenaikan temperatur relatif antara oksida dan metal; temperatur sangat berpengaruh pada sifat protektif oksida. Ia harus nonvolatile, tidak mudah menguap pada temperatur kerja dan juga harus tidak reaktif dengan lingkungannya.
Oksidasi Intergranular. Dalam beberapa alloy oksidasi selektif di bidang batas antar butiran terjadi jauh sebelum butiran itu sendiri teroksidasi. Peristiwa in membuat berkurangnya luas penampang metal yang menyebabkan penurunan kekuatannya. Oksidasi selektif bisa memberi manfaat bisa pula merugikan. 311
312
52
8/20/2012
Korosi Karena Perbedaan Metal Elektroda Peristiwa korosi ini merupakan peristiwa elektro-kimia, karena ia terjadi jika dua metal berbeda yang saling kontak secara listrik berada dalam lingkungan elektrolit
hubungan listrik
perbedaan ∆G yang terjadi apabila kedua metal terionisasi dan melarutkan ion dari permukaan masing-masing ke elektrolit dalam jumlah yang ekivalen
anoda
M1
M2
katoda
elektrolit +m +n M2 M1
M1 + (n / m)M 2+ m → M1+ n + (n / m)M 2 Jika ∆G < 0 → M1 → elektron → mereduksi ion M2 → M1 mengalami korosi Beda tegangan muncul antara M1 dan M2
314 313
Deret emf 1 mole metal mentransfer 1 mole elektron ≈ 96.500 coulomb Angka ini disebut konstanta Faraday, dan diberi simbol F.
perubahan energi bebas
∆G = − nVF
tegangan antara M1 dan M2 (dalam volt)
perubahan G adalah negatif jika tegangan V positif +m Reaksi M1 + (n / m)M 2
→ M1+ n
Deret emf pada 25o C, volt. [12].
Dengan pandangan setengah reaksi, tegangan antara anoda M1 dan katoda M2 dapat dinyatakan sebagai jumlah dari potensial setengah reaksi. Potensial setengah reaksi membentuk deret yang disebut deret emf (electromotive force series).
+ (n / m )M 2
basis
M 2 → M +2 m
+
dengan
+ 2,172 + 2,34
Al→Al+3 + 3e−
+ 1,67
Zn→Zn+2 + 2e−
+ 0,672
Cr→Cr+3 + 3e−
+ 0,71
Fe→Fe+2 + 2e−
+ 0,440
Ni→Ni+2 + 2e−
+ 0,250
Sn→Sn+2 + 2e−
+ 0,136
2e−
+ 0,126
me− dengan
H2
→2H+
∆G2 = − nV2F
+
+
Cu→Cu+2
∆G1 = − nV1F
Potensial Elektroda
Mg→Mg+2 + 2e−
Pb→Pb+2
dapat dipandang sebagai dua kali setengah-reaksi dengan masing-masing setengah-reaksi adalah
M1 → M1+ n + ne−
Reaksi Elektroda Na→Na+ + e−
2e−
+
2e−
0,000 − 0,345
Cu→Cu+ + e−
− 0,522
Ag→Ag+ + e−
− 0,800
Pt→Pt+2 + 2e−
− 1,2
Au→Au+3 + 3e−
− 1,42
Au→Au+ + e−
− 1,68 316
315
Korosi Karena Perbedaan Konsentrasi Ion Dalam Elektrolit Dalam praktik, tidak harus ada membran dua metal sama anoda
tercelup dalam elektrolit dengan konsentrasi berbeda G per mole tergantung dari konsentrasi larutan.
membran Fe Fe
Fe+2
Perbedaan kecepatan aliran fluida pada suatu permukaan metal dapat menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi ion pada permukaan metal tersebut
katoda
Contoh
Fe+2
Kecepatan fluida di bagian tengah cakram lebih rendah dari bagian pinggirnya
fluida Anoda melepaskan ion dari permukaannya ke elektrolit dan memberikan elektron mereduksi ion pada katoda
cakram logam berputar
Konsentrasi ion di bagian tengah lebih tinggi dibandingkan dengan bagian pinggir Bagian pinggir akan menjadi anoda dan mengalami korosi
membran untuk memisahkan elektrolit di mana anoda tercelup dengan elektrolit di mana katoda tercelup agar perbedaan konsentrasi dapat dibuat 317
318
53
8/20/2012
Korosi Karena Perbedaan Kandungan Gas Dalam Elektrolit anoda
membran katoda Fe Fe
O2
Apabila ion yang tersedia untuk proses sangat minim, kelanjutan proses yang terjadi tergantung dari keasaman elektrolit
O2
Elektrolit bersifat basa atau netral OH− terbentuk dari oksigen yang terlarut dan air
Elektrolit bersifat asam ion hidrogen pada katoda akan ter-reduksi
Breather valve
Dalam praktik, perbedaan kandungan oksigen ini terjadi misalnya pada fluida dalam tangki metal Permukaan fluida bersentuhan langsung dengan udara sehingga terjadi difusi gas melalui permukaan fluida. Kandungan oksigen di daerah permukaan menjadi lebih tinggi dari daerah yang lebih jauh dari permukaan
terjadi reaksi
O 2 + 2H 2 O + 4e − → 4OH −
H hasil reduksi menempel dan melapisi permukaan katoda; terjadilah polarisasi pada katoda.
→ konsentrasi oksigen menurun
Polarisasi menghambat proses selanjutnya dan menurunkan V. Namun pada umumnya atom hidrogen membentuk molekul gas hidrogen dan terjadi depolarisasi katoda.
→ terjadi polarisasi katoda → transfer elektron dari anoda ke katoda menurun dan V juga menurun
→ konsentrasi ion OH− di permukaan katoda meningkat
Dinding metal di daerah permukaan fluida akan menjadi katoda sedangkan yang lebih jauh akan menjadi anoda
Depolarisasi katoda dapat terjadi jika kandungan oksigen di sekitar katoda bertambah melalui penambahan oksigen dari luar 319
320
Kondisi Permukaan Elektroda Proses korosi melibatkan aliran elektron, atau arus listrik.
Korosi Karena Perbedaan Stress
Jika permukaan katoda lebih kecil dari anoda, maka kerapatan arus listrik di katoda akan lebih besar dari kerapatan arus di anoda. Keadaan ini menyebabkan polarisasi katoda lebih cepat terjadi dan menghentikan aliran elektron; proses korosi akan terhenti.
Yang mendorong terjadinya korosi adalah perubahan energi bebas Apabila pada suhu kamar terjadi deformasi pada sebatang logam (di daerah plastis), bagian yang mengalami deformasi akan memiliki energi bebas lebih tinggi dari bagian yang tidak mengalami deformasi.
Jika permukaan anoda lebih kecil dari katoda, kerapatan arus di permukaan katoda lebih kecil dari kerapatan arus di anoda. Polarisasi katoda akan lebih lambat dan korosi akan lebih cepat terjadi.
Bagian metal di mana terjadi konsentrasi stress akan menjadi anoda dan bagian yang tidak mengalami stress menjadi katoda.
Terbentuknya oksida yang bersifat protektif akan melindungi metal terhadap proses oksidasi lebih lanjut. Lapisan oksida ini juga dapat melindungi metal terhadap terjadinya korosi. Ketahanan terhadap korosi karena adanya perlindungan oleh oksida disebut pasivasi. Pasivasi ini terjadi karena anoda terlindung oleh lapisan permukaan yang memisahkannya dari elektrolit. Namun apabila lingkungan merupakan pereduksi, lapisan pelindung dapat tereduksi dan metal tidak lagi terlindungi. 321
322
Tentang
Karbon dan Ikatan Karbon
Mudah-Mudahan Bermanfaat
dan
Senyawa Hidrokarbon dapat dibaca dalam Buku
Mengenal Sifat Material
323
324
54