UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MEDIA GAMBAR KARIKATUR SISWA KELAS 5B SD NEGERI CENGKLIK 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Oleh:
DINI RISTANTI K1206002
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 60
UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MEDIA GAMBAR KARIKATUR SISWA KELAS 5B SD NEGERI CENGKLIK 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
Oleh:
DINI RISTANTI K1206002
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
61
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Edy Suryanto, M.Pd
Dr. Nugraheni Eko W, S.S, M.Hum
NIP 196008101986011001
NIP 197007162002122001
62
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
:……………...
Tanggal
:……………...
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Dra. Raheni Suhita, M.Hum
Sekretaris
: Drs. Suyitno, M.Pd
Anggota I
: Drs. Edy Suryanto, M.Pd
Anggota II
: Dr. Nugraheni Eko W, S.S, M.Hum
……………… …………….
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP 196007271987021001
63
……………… …………….
ABSTRAK
Dini Ristanti. K1206002. Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan Media Gambar Karikatur Siswa Kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan: (1) kualitas proses pembelajaran berbicara, yaitu kedisiplinan, minat, keaktifan, perhatian dan kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara; dan (2) kualitas hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa, yaitu kelancaran siswa dalam berbicara yang meliputi lafal, intonasi/tekanan, kesesuaian cerita dengan gambar karikatur, struktur cerita, dan kewajaran. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan di SD Negeri Cengklik 1 Surakarta dengan subjek siswa kelas 5B yang berjumlah 41 siswa. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran berbicara yang termasuk dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Proses penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang masing-masing siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, serta tahap analisis dan refleksi. Tahap perencanaan tindakan, meliputi: (1) membuat skenario pembelajaran, (2) mempersiapkan sarana pembelajaran, (3) mempersiapkan instrumen penilaian, dan (4) mengajukan solusi alternatif berupa penerapan media gambar karikatur untuk pembelajaran berbicara. Pada tahap pelaksanaan peneliti mengadakan pengamatan apakah tindakan yang telah dilakukan dapat mengatasi masalah yang ada. Selain itu, pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data yang nantinya diolah untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.Tahap observasi dilakukan peneliti dengan mengamati dan menginterpretasikan aktivitas penggunaan media gambar karikatur dalam pembelajaran keterampilan berbicara serta mengolah data untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan kualitas hasil dan proses pembelajaran berbicara siswa dengan media gambar karikatur tersebut, juga untuk mengetahui kelemahan yang mungkin muncul. Tahap analisis dan refleksi dilakukan peneliti dengan menganalisis atau mengolah data hasil observasi dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang perlu diperbaiki dan bagian mana yang sudah mencapai tujuan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat peningkatan kualitas pembelajaran keterampilan berbicara, yang meliputi: (1) Peningkatan kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara tersebut ditandai dengan meningkatnya: (a) jumlah siswa yang disiplin dalam mengikuti pembelajaran berbicara, (b) jumlah siswa yang berminat dalam mengikuti pembelajaran berbicara, (c) jumlah siswa yang aktif baik untuk maju dengan kesadaran sendiri maupun untuk mengeluarkan pendapat saat pembelajaran berbicara, (d) jumlah siswa yang memperhatikan guru dan siswa lain yang sedang berbicara, dan (e) jumlah siswa yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran berbicara, (2) Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan dalam keterampilan berbicara, yaitu: (a) pada siklus I sebesar 56,1% atau sebanyak 23 siswa, dan (b) pada siklus II diperoleh hasil ketuntasan belajar sebesar 95,12% atau sebanyak 39 siswa.
64
MOTTO
Isilah hari-harimu untuk mengerjakan sesuatu (sekecil apapun itu) yang berguna bagi skripsimu (Penulis).
65
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibuku tersayang; 2. Daru Wiyarti (adikku semata wayang); 3. SEMPRE (Idut (adek), Liut (bose), Risa (kakak), Dius (bunda), dan Mirul (si mbah).
66
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu, terutama kepada: 1. Drs. Edy Suryanto, M.Pd., selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan sabar kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar; 2. Dr. Nugraheni Eko W, S.S, M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar; 3. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan pengesahan skripsi ini; 4. Drs. Soeparno, M.Pd., Ketua Jurusan PBS yang telah memberikan izin untuk penulisan skripsi ini; 5. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta izin untuk menyusun skripsi ini; 6. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini; 7. Drs. Sutrisno, M.Pd., selaku Kepala SD Negeri Cengklik 1 Surakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan PTK di SD Negeri Cengklik 1 Surakarta;
67
8. Bapak Jaka Priyatmaja, A.Ma., selaku guru kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta yang telah banyak membantu dan berpartisipasi aktif dalam proses penelitian ini; 9. Siswa-siswi kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta yang telah berpartisipasi aktif sebagai subjek penelitian dan membantu pelaksanaan penelitian ini; 10. Bapak, ibu, adik, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa restu dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini; 11. Rika, yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam proses penulisan skripsi ini; 12. Mahasiswa BASTIND ’06 yang telah memberikan semangat dalam proses penelitian ini; dan 13. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Surakarta, Februari 2010
Peneliti
68
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL………………………………………………………………...........
i
PENGAJUAN SKRIPSI……………………………………………………
ii
PERSETUJUAN……………………………………………………………
iii
PENGESAHAN…………………………………………………………….
iv
ABSTRAK………………………………………………………………….
v
MOTTO……………………………………………………………….........
vi
PERSEMBAHAN…………………………………………………….........
vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….
x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………
xii
DAFTAR TABEL………………………………………………………….
xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………………
1
B. Perumusan Masalah………………………………………………..
6
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………..
6
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………
6
BAB II LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Teoretik……………………………………………………..
8
1. Hakikat Pembelajaran Keterampilan Berbicara………………..
8
2. Hakikat Media Pembelajaran…………………………………..
28
3. Hakikat Media Pembelajaran Visual…………………………...
37
4. Gambar Karikatur sebagai Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara………………………………………...
42
B. Kerangka Berpikir………………………………………………….
46
69
C. Penelitin yang Relevan……………………………………………..
47
D. Hipotesis Tindakan…………………………………………………
48
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………....
49
B. Subjek Penelitian…………………………………………………...
50
C. Bentuk dan Strategi Penelitian...…………………………………...
50
D. Sumber Data Penelitian…………………………………………….
51
E. Teknik Pengumpulan Data…………………………………………
52
F. Uji Validitas Data…………………………………………………..
54
G. Teknik Analisis Data……………………………………………….
54
H. Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran………………….......
55
I. Prosedur Penelitian…………………………………………………
56
BAB IV PEMBAHASAN A. Kondisi Awal……………………………………………………….
60
B. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian………………………..
64
C. Pembahasan Hasil Penelitian……………………………………….
90
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan……………………………………………………………
97
B. Implikasi……………………………………………………………
98
C. Saran……………………………………………………………......
99
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
101
LAMPIRAN………………………………………………………………...
105
70
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Alur Kerangka Berpikir………………………………………….............
47
2. Alur Penelitian Tindakan Kelas…………………………….....................
57
71
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Pedoman Penilaian Hasil Keterampilan Berbicara…………..…………..
24
2. Pedoman Penilaian Proses Keterampilan Berbicara……………………..
28
3. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian………………...................
49
4. Indikator Ketercapaian Belajar…………………………………………..
55
5. Nilai Hasil Keterampilan Berbicara Siswa Siklus I……………………...
73
6. Nilai Hasil Keterampilan Berbicara Siswa Siklus II…………………….
86
7. Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus I dan II……………….
95
8. Hasil Angket Pascatindakan……………………………………………..
96
72
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Pratindakan…………………………………………………………….
105
2. Siklus I………………………………………………............................
131
3. Siklus II………………………………………………………………...
166
4. Pascatindakan………………………………………………………….
196
5. Instrumen……………………………………………............................
205
6. Lain-lain
73
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai sarana komunikasi. Hal tersebut terjadi karena sebagai makhluk sosial, manusia selalu berkomunikasi dengan orang lain sebagai wujud interaksi. Sebagai mahluk yang diciptakan dengan sempurna, sudah sewajarnya manusia menguasai keempat aspek keterampilan berbahasa untuk kepentingan berkomunikasi dengan individu di luar dirinya. Keempat keterampilan tersebut adalah menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keterampilan berbahasa yang telah disebutkan di atas dapat dipelajari melalui sekolah sebagai lembaga pendidikan yang paling strategis dalam menciptakan insaninsan yang terampil berbahasa. Kurikulum nasional yang digunakan acuan oleh sekolah untuk mata ajar Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Hakikat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Hakikat belajar sastra adalah memahami manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ialah peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar secara tulis dan lisan. Kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan dapat dikuasai dengan melakukan latihan terhadap keempat aspek keterampilan berbahasa yang telah disebutkan di atas (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Menyimak digunakan pada waktu siswa menangkap pesan dari orang lain melalui indera pendengar. Membaca digunakan pada waktu siswa menangkap pesan dari orang lain melalui media tulis. Menulis digunakan siswa pada waktu menyampaikan pesan kepada orang lain melalui media tulis. Berbicara digunakan siswa pada waktu menyampaikan pesan kepada orang lain melalui lisan atau ucapan.
74
Kemampuan dan keterampilan berbicara merupakan keterampilan dasar berbahasa yang paling tidak mudah dimanipulasi jika konsep ‘unjuk kerja’ yang dijadikan tolok ukur. Seseorang tidak mungkin memoles kemampuan berbicaranya dalam semalam saja seandainya besok ia harus mengikuti tes berbicara. Kemampuan berbicara seseorang diperoleh dalam jangka waktu lama dan dengan usaha atau latihan yang tidak kenal lelah. Berkaitan dengan latihan untuk mengembangkan sebuah keterampilan (dalam hal ini keterampilan berbicara), Tarigan (1993: 20) mengutip ujaran terkenal milik Aristoteles “You are to play the flute by playing the flute” (“Anda belajar bermain seruling dengan meniup seruling”). Alunan suara seruling tidak akan terdengar merdu, tanpa seorang peniup seruling yang bersedia menggeluti latihan meniup seruling itu sendiri. Maksudnya, untuk mengembangkan atau meningkatkan sebuah keterampilan maka seseorang harus mencapainya melalui jalan belajar, berlatih secara teratur dan berencana. Hal ini pun berlaku untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Dengan demikian, jika siswa yang ingin mencapai keterampilan berbicara yang memadai, maka siswa tersebut harus senantiasa berlatih secara intensif dengan kegiatan berbicara itu sendiri. Guru kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta melalui kegiatan wawancara dengan peneliti menyatakan bahwa dari keempat keterampilan berbahasa tersebut, keterampilan berbicara adalah keterampilan yang paling sulit untuk dikuasai siswa. Dari hasil pengamatan peneliti, permasalahan yang terjadi di kelas adalah siswa belum mampu berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga perlu adanya inovasi dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Tujuan dari pembelajaran keterampilan untuk siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta adalah untuk meningkatkan hasil belajar keterampilan berbicara yang mencakup kelancaran berbicara dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Kemampuan berbicara telah diajarkan sejak siswa duduk di kelas I Sekolah Dasar melalui pembelajaran keterampilan berbicara. Ketika siswa duduk di kelas 5, seharusnya siswa telah terampil berbicara. Namun, keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta masih sangat rendah. Dilihat dari segi proses pembelajaran dapat diamati misalnya bagaimana siswa dapat menikmati pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan. Artinya, jika suatu pembelajaran tidak berhasil membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar secara menyenangkan, maka pembelajaran itu dapat dikatakan tidak efektif (Darmansyah, dkk, 2007: 40). Menurut hasil pengamatan peneliti, rendahnya kualitas proses pembelajaran berbicara yang terjadi pada siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta dapat dilihat
75
melalui banyaknya siswa yang mengeluh pada waktu mereka ditunjuk untuk maju bercerita. Mereka mengeluh karena merasa bingung untuk menentukan materi atau topik pembicaraan. Semua ini dikarenakan guru belum bisa menerapkan pembelajaran yang efektif, misalnya dengan menerapkan metode baru atau penggunaan media sehingga siswa mampu mengembangkan ide untuk menemukan materi pembicaraan. Rendahnya kualitas proses pembelajaran mengakibatkan rendahnya kualitas hasil pembelajaran berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Rendahnya kulitas hasil dapat dilihat dari nilai siswa pada tengah semester pertama. Siswa yang memperoleh nilai 65 hanya 16 orang dari 41 siswa. Berarti siswa yang mencapai SKBM 65 hanya 39,02% dari jumlah seluruh siswa. Berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengembangkan ide untuk menemukan topik pembicaraan, Darmansyah, dkk (2007: 45) menyatakan bahwa apabila peserta didik mendapat rangsangan yang wajar dan menyenangkan, merasa aman dan nyaman secara fisik dan emosional dalam belajar, maka semua kecerdasan tertinggi yang dimilikinya akan berfungsi secara optimal. Berfungsinya kecerdasan ini akan meningkatkan efektivitas pembelajaran. Kecerdasan tertinggi yang dimiliki oleh siswa berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran berbicara adalah mengenai pengembangan ide untuk menemukan materi dalam berbicara. Dalam hal ini, apabila siswa diberikan rangsangan, misalnya berupa media pembelajaran maka kemampuan untuk mengembangkan ide dalam rangka menemukan materi untuk berbicara akan muncul. Penemuan materi oleh siswa ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang mengakibatkan adanya peningkatan pada kualitas hasil pembelajaran. Berkaitan dengan hal di atas, peneliti dan guru melakukan diskusi untuk melakukan pembelajaran yang inovatif yakni dengan mencari solusi untuk permasalahan yang dihadapi siswa, yaitu kesulitan siswa mengembangkan ide dalam menemukan materi pembicaraan. Setelah melalui proses diskusi antara peneliti dengan guru disepakati pembelajaran yang inovatif yang akan dilakukan adalah dengan memberikan rangsangan kepada siswa melalui media pembelajaran. Salah satu media pembelajaran yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas dan kegemaran siswa dalam
76
berbicara adalah melalui media gambar. Hal ini sejalan dengan penemuan penelitian yang dilakukan Brown (dalam Haryanto, 1998: 13) yang menyatakan bahwa media gambar diam memiliki sejumlah implikasi bagi pembelajaran, yaitu: (1) penggunaan gambar dapat merangsang minat atau perhatian siswa, (2) gambar membantu siswa memahami dan mengingat isi informasi yang terkandung didalamnya, (3) gambar dengan garis sederhana lebih efektif sebagai penyampaian informasi daripada gambar dengan bayangan, (4) gambar berwarna lebih memikat perhatian siswa daripada yang hitam putih, namun tak selalu gambar berwarna merupakan pilihan terbaik untuk mengajar, (5) jika ingin mengajarkan konsep yang menyangkut soal gerak, sebuah gambar diam kurang efektif untuk digunakan, (6) isyarat yang bersifat non-verbal atau simbol-simbol seperti tanda panah, atau tanda-tanda lainnya pada gambar dapat memperjelas pesan yang akan dikomunikasikan. Di samping itu, Burhan Nurgiyantoro (2001: 278) juga mengungkapkan bahwa rangsang yang berupa gambar sangat baik untuk dipergunakan pada anak-anak usia sekolah dasar ataupun pembelajar bahasa asing tahap awal. Peneliti dan guru memilih salah satu media gambar diam yang dapat dimanfaatkan dalam media pembelajaran untuk keterampilan berbicara, yaitu media gambar karikatur. Alasan pemilihan media ini karena karikatur sebagai media komunikasi mengandung pesan tanpa banyak komentar, tetapi cukup dengan rekaan gambar yang sifatnya lucu dan menarik perhatian siswa apalagi gambar yang disajikan adalah gambar yang berwarna. Oleh karena itu, diharapkan media ini dapat diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa dalam rangka menarik perhatian siswa sehingga siswa merasa berminat dan termotivasi untuk menyampaikan pesan yang ada di pikiran melalui perantara karikatur untuk selanjutnya diwujudkan dalam bentuk bahasa yang disuarakan (berbicara). Sri Anitah (2009: 12) menyatakan bahwa gambar yang berwujud karikatur ini dapat digunakan sebagai media komunikasi untuk semua tingkatan sosial, mulai dari orang-orang yang tidak bersekolah sampai pada orang yang berpendidikan tinggi. Karikatur juga dapat berbicara dengan bahasa yang universal tanpa memerlukan penjelasan. Bentuknya selain menarik, juga dapat mengikat perhatian orang dan memperjelas ide atau informasi yang dikemukakan.
77
Lebih lanjut Toety Heraty Noerhadi (dalam Ruby, 2008:3) menyatakan bahwa karikatur merupakan gambaran yang diadaptasi dari realitas, tokoh-tokoh yang digambarkan adalah tokoh-tokoh bukan fiktif yang ditiru untuk memberikan persepsi tertentu terhadap pembaca. Oleh karena itu, persepsi yang diberikan oleh pembaca atau penikmat karikatur berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga persepsi ini yang kemudian akan bisa memicu timbulnya kemampuan berbicara pada siswa setelah mereka melihat gambar karikatur. Langkah ini akan memberikan gambaran pada siswa untuk berbicara, serta meningkatkan keterampilan siswa dalam hal kelancaran berbicara dengan bahasa yang baik dan benar. Atas dasar itu, maka peneliti merasa perlu meneliti hal di atas. Penelitian tentang peningkatan keterampilan berbicara dengan media gambar karikatur dilakukan agar pembelajaran berbicara yang efektif dapat diterapkan oleh guru sehingga keterampilan siswa dalam berbicara baik itu proses maupun hasilnya dapat ditingkatkan melalui media gambar karikatur.
B.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah:
1. Apakah penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta? 2. Apakah penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1Surakarta?
78
C. Tujuan Penelitian Tujuan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kualitas: 1. Proses pembelajaran berbicara kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta melalui penggunaan media karikatur. 2. Hasil pembelajaran berbicara kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta melalui penggunaan media karikatur.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk referensi penelitian selanjutnya
yang
berhubungan
dengan
pembelajaran
keterampilan
berbicara. b. Media gambar karikatur dapat dipergunakan sebagai media alternatif bagi guru di sekolah lain dalam mengajarkan keterampilan berbicara yang lebih menyenangkan bagi siswa. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Dengan diterapkannya media karikatur dalam pembelajaran dapat
meningkatkan
partisipasi
siswa
dalam
berbicara,
mengikuti
proses
pembelajaran berbicara.
b. Bagi Guru Guru mampu mengondisikan pembelajaran bahasa Indonesia lebih khusus pembelajaran berbicara menjadi lebih menyenangkan. Selain itu, dengan menggunakan media gambar karikatur, guru juga dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan mengekspresikan gagasan yang ada di pikiran siswa melalui kegiatan berbicara. c. Bagi sekolah 79
1) Memberikan
kontribusi
dalam
pengembangan
kurikulum
sekolah
berdasarkan indikator-indikator pembelajaran keterampilan berbicara yang telah ditentukan. 2) Meningkatkan kualitas keterampilan berbicara baik proses ataupun hasil melalui media pembelajaran yang berupa gambar karikatur.
d. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding atau referen bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian keterampilan berbicara dengan permasalahan yang serupa.
80
BAB II LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Kajian Teoretik Hakikat Pembelajaran Keterampilan Berbicara Pengertian Berbicara Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain melalui kegiatan komunikasi yang tentunya membutuhkan bahasa sebagai medianya. Salah satu keterampilan yang sangat mendukung kegiatan komunikasi tersebut adalah berbicara. Tarigan (1993: 8) menyebut komunikasi sebagai jalan yang mempersatukan para individu ke dalam kelompok untuk menciptakan dan menetapkan suatu tindakan. Dengan demikian komunikasi merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan gagasan-gagasan pribadi kepada orang lain dengan memerankan bahasa sebagai mediumnya. Oleh Winarno Surakhmad (1986: 144), bahasa diperankan sebagai medium komunikasi utama bagi kehidupan manusia baik di dalam hubungan sosial sehari-hari maupun hubungan interaksi edukatif. Secara sederhana komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari tindakan-tindakan yang mengandung maksud dan tujuan tertentu. Tarigan (1993: 11) mengungkapkan bahwa komunikasi ialah serangkaian perbuatan komunikasi yang dipergunakan secara sistematis untuk menyelesaikan atau mencapai maksud-maksud tertentu. Ditambahkannya pula bahwa komunikasi merupakan tujuan utama dari kegiatan berbicara. Dengan berbicara, seseorang akan menyampaikan (mengomunikasikan) pesan kepada orang lain. Hal senada diungkapkan oleh Sudarwan Danim (1995:2) bahwa, “komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan media, simbol atau tanda untuk mencapai tujuan tertentu”. Media, simbol atau tanda ini, oleh Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuhdi (2001:7:) diartikan sebagai seluruh komponen yang berkaitan dengan kegiatan berbicara, seperti faktor kebahasaan dan non-kebahasaan.
81
Menurutnya, kegiatan berbicara merupakan aktivitas berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan dan menguasai seluruh komponen yang berkaitan dengan kegiatan berbicara. Lebih lanjut Tarigan (1993:15) menyatakan secara lengkap, bahwa berbicara ialah suatu kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan,dan perasaan. Diungkapnya pula bahwa berbicara adalah suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif dan secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat yang paling penting bagi kontrol manusia. Berbicara sebagaimana menulis/ mengarang, merupakan salah satu bentuk komunikasi yang mengandalkan kekuatan dan kompetensi bahasa, kata-kata, frasa, kalimat, paragraf, dan ujaran, dengan vokal dan penampilan yang mendukung (Marwoto dan Yant Mujiyanto, 1998:2). Diungkapkan pula bahwa aktivitas berbicara bisa digolongkan sebagai kegiatan ilmu karena berbicara mensyaratkan banyak hal yang bercirikan keilmiahan (kompetensi, penalaran bahasa, logika, metodologi, sistematika, transformasi ilmu pengetahuan, teknologi, agama, dan seni). Berbicara merupakan pemanfaatan sejumlah otot dan jaringan sejumlah otot manusia untuk memberi tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang dilihat (visible) agar maksud dan tujuan dari gagasan-gagasannya dapat tersampaikan (Suharyanti, 1996: 5). Senada dengan hal itu, L.C De Vreede Varekamp (dalam Tarmansyah, 1996: 38) menyatakan bahwa berbicara adalah suatu kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat bicara. Di samping itu, Nurhadi (1995: 342) memandang berbicara sebagai salah satu aspek kemampuan berbahasa yang berfungsi untuk menyampaikan informasi secara lisan. Aktivitas berbicara tidak akan lepas dari keterampilan menyimak. Seperti yang dikemukakan oleh Tarigan (1993: 3) bahwa keterampilan berbicara berkembang dan dipelajari pada kehidupan anak melalui keterampilan menyimak. Mereka akan belajar mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran,
82
gagasan, dan perasaan. Senada dengannya, Burhan Nurgiyantoro (2001: 276) menjelaskan bahwa berbicara adalah keterampilan berbahasa kedua setelah keterampilan menyimak. Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S (1988: 17) berpendapat sebagai berikut: “Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau
mengucapkan
kata-kata
untuk
mengekspresikan,
menyatakan,menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”. Selanjutnya, Sabarti Akhadiyah MK., dkk (1991: 153) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Apabila isi pesan itu dapat diketahui oleh si penerima pesan, maka akan terjadi komunikasi antar pemberi pesan dan penerima pesan. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli
di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa berbicara adalah suatu perbuatan mengucapkan bunyibunyi bahasa dengan alat bicara untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan dalam kegiatan berkomunikasi dengan orang lain sehingga maksud kita dapat diterima oleh mitra bicara dan dapat menjalin hubungan, dan berinteraksi dengan mitra bicara kita. Pengertian Keterampilan Berbicara Berbicara merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbahasa. Kaitannya dengan belajar mengajar di sekolah, berbicara mempunyai peranan penting yang turut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran. Dijelaskan oleh Tarigan (1993: 11) bahwa tujuan utama dari berbicara ialah terjadinya komunikasi. Secara praktis, kegiatan komunikasi tersebut terjadi dalam setiap proses pembelajaran karena di dalamnya akan selalu terdapat interaksi melalui kegiatan menyimak dan berbicara. Komunikasi dalam proses pembelajaran, oleh Martinet (dalam Husein Junus dan Aripin Banasuru, 1996: 19) digunakan sebagai penunjang kemampuan berpikir dan sarana mengungkapkan diri. Dalam hal ini, bahasa dimanfaatkan untuk mengkaji konsep dalam pikiran dan bereaksi melalui pola interaksi dengan lingkungan. Berkaitan dengan perihal pendidikan, berbicara dimaksudkan untuk menambah pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak didik dalam konteks tertentu.
83
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Rumampuk (1988: 5) pun menyampaikan gagasannya mengenai hal tersebut. Baginya, komunikasi juga berlaku di antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Proses yang terjalin pun harus diciptakan oleh guru dan siswa itu sendiri. Dalam hal ini, pesan atau informasi yang disampaikan oleh guru, juga melalui chanel stimulus, disampaikan kepada siswa. Stimulus ini dapat dalam bentuk pernyataan dari siswa atau guru atau mungkin disajikan dalam bentuk film, bagan, atau gambar yang selanjutnya oleh penerima pesan (siswa) akan memberikan reaksi. Reaksi ini dapat mengarah ke respons aktif, seperti misalnya jawaban atau saran, jika pesan berlangsung lancar tanpa adanya gangguan. Kalau ternyata berlangsungnya pesan itu mendapat gangguan, maka guru harus mencari gangguan-gangguan yang menghambat hal itu. Hal lain yang dapat dilakukan yakni, guru dapat menggunakan media yang dapat memperlancar jalannya komunikasi dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, media pendidikan dalam pendidikan dapat membantu proses komunikasi pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Berbicara, seperti yang telah dipaparkan di atas dalam kaitannya dengan proses pembelajaran di sekolah, dapat dikatakan sebagai kegiatan yang bersifat intelektual. Berbicara bukanlah sekedar kegiatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa, namun perlu didukung oleh penguasaan beberapa hal sebagai penunjang yang harus dipelajari terlebih dahulu agar bisa dikatakan terampil. Keterampilan berbicara itu akan terlihat manakala seseorang terampil mengekspresikan ide, pikiran, perasaan, aspirasi, dan berbagai pengalaman hidup kepada orang lain secara lisan (Marwoto dan Yant Mujiyanto, 1998: 4). Pembelajaran keterampilan berbicara adalah pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan anak dalam berbicara. Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuchdi (2001: 8) menyatakan bahwa proses pembelajaran berbicara ada berbagai jenis kegiatan, di antaranya percakapan, berbicara estetik (mendongeng), berbicara untuk menyampaikan informasi atau untuk mempengaruhi dan kegiatan dramatik.
84
Berdasarkan seluruh asumsi di atas, keterampilan berbicara disimpulkan sebagai salah satu aktivitas berbahasa yang dilakukan dengan cara mengomunikasikan pesan secara lisan kepada orang lain dengan memperhatikan beberapa penunjang keterampilan tersebut. Faktor-faktor yang Menunjang Keterampilan Berbicara Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat berkomunikasi secara baik, pembaca harus mempunyai kemampuan berbicara yang baik pula. Di samping tujuan utama untuk berkomunikasi, Gorys Keraf (2001: 320-321) menyatakan tujuan berbicara, antara lain: (1) mendorong, yaitu pembicara berusaha memberi semangat serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian; (2) meyakinkan, yaitu pembicara ingin meyakinkan sikap, mental dan
itelektual
kepada
para
pendengarnya;
(3)
bertindak,
berbuat,
menggerakkan yaitu pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar, dan 4) menyenangkan atau menghibur. Dengan melihat berbagai macam tujuan berbicara di atas, dapat disimpulkan
bahwa
pada
dasarnya
berbicara
merupakan
kegiatan
menyampaikan ide atau gagasan secara lisan. Untuk itu, agar pesan atau gagasan pembicara dapat diterima oleh pendengar, maka pembicara harus mampu menyampaikan isi secara baik dan efektif. Sebagaimana diungkapkan oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S (1988: 17-22) bahwa untuk menunjang keterampilan berbicara, pembicara perlu memperhatikan aspek kebahasaan dan non-kebahasaan. 1)
Faktor-faktor kebahasaan yang menunjang keterampilan berbicara, antara lain: a) ketepatan ucapan; b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai; c) pilihan kata (diksi); dan d) ketepatan sasaran pembicaraan.
2)
Faktor-faktor non-kebahasaan yang menunjang keterampilan berbicara, antara lain: a) sikap wajar, tenang, dan tidak kaku;
85
b) pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara; c) kesediaan menghargai pendapat orang lain; d) gerak-gerik dan mimik yang tepat; e) kenyaringan suara juga sangat menentukan; f)
kelancaran;
g) relevansi/penalaran; dan h) penguasaan topik. Lebih lanjut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 23) menjelaskan empat hal yang mendukung keterampilan berbicara: 1)
Penyimak
Keberhasilan berbicara, dapat dilihat pertama kali pada penyimak atau pendengar. Cara yang digunakan adalah dengan menganalisis situasi dan kebutuhan tingkat pendidikan pendengar. Dengan cara ini akan menghindarkan dari kesalahan-kesalahan dalam berbicara. 2)
Pembicaraan
Sebelum pembicaraan berlangsung, maka pembicara seharusnya mempersiapkan apa yang akan dibicarakan, di antaranya: a) menentukan materi; b) menguasai materi; c) memahami khalayak; d) memahami situasi; dan e) merumuskan tujuan yang jelas. 3)
Media dan Sarana
Pembicaraan dapat disampaikan dengan lebih menarik jika didukung dengan memberikan ilustrasi yang tepat, dan menggunakan alat bantu yang tepat. Misalnya menggunakan kaset, komputer, gambar. 4)
Pembicara
Pembicara adalah unsur penting yang menentukan efektivitas retorik. Syarat pembicara yang baik, di antaranya: a) memiliki pengetahuan yang luas; b) kepercayaan diri yang cukup; 86
c) berpenampilan yang sesuai; d) memiliki artikulasi yang jelas; e) jujur, ikhlas, kreatif dan bersemangat; dan f) tenggang rasa dan sopan santun. Menurut Marwoto dan Yant Mujiyanto (1998: 2) berbicara juga memerlukan beberapa hal yang mendukung keterampilan tersebut, di antaranya: (1) penalaran bahasa, logika, metodologi, sistematika, transformasi IPTEKS (imu pengetahuan, teknologi, agama, dan seni); (2) kompetensi bahasa; (3) penguasaan materi pembicaraan; (4) konsentrasi yang tinggi; (5) pelafalan kata-kata yang jelas dan fasih; (6) ketenangan jiwa; (7) pemahaman psikologi massa serta ekspresi wajah dan anggota badan yang mendukung. Secara lebih terinci diungkapkan bahwa penguasaan kompetensi bahasa itu meliputi pemahaman struktur, pengalimatan, pendiksian, ejaan, dan pelafalan, semantik, dan etimologi. Penguasaan kompetensi bahasa yang baik, perbendaharaan kata yang luas dan pemahaman makna yang tinggi, serta ekspresi yang benar, baik, dan menarik seakan melengkapi kesempurnaan seseorang untuk dapat dikatakan terampil berbicara. Mulgrave (dalam Tarigan, 1993:15) pun memberikan batasan mengenai penunjang keterampilan berbicara, antara lain: (1) pemahaman pembicara terhadap penyimak dan bahan pembicaraan; (2) sikap yang tenang dan mudah menyesuaikan diri ; serta (3) kewaspadaan dan antusiasme sang pembicara. Sementara itu, Tarigan (1993: 5) menuturkan bahwa kemampuan berbahasa lisan mencakup ujaran yang jelas dan lancar, kosakata yang luas dan beraneka ragam, penggunaan kalimat-kalimat yang lengkap dan sempurna saat digunakan. Selain itu, juga pembedaan pendengaran yang tepat, dan kemampuan mengikuti serta menelusuri perkembangan urutan suatu cerita, atau menghubungkan kejadian-kejadian dalam urutan yang wajar serta logis. Di samping itu, Powers (dalam Tarigan, 1993: 19) pun turut mengetengahkan beberapa hal yang turut menunjang keberhasilan seorang pembicara dalam mengembangkan keterampilannya tersebut. Menurutnya, ada empat keterampilan yang menunjang keterampilan berbicara, seperti: (1) keterampilan sosial; (2) keterampilan semantik; (3) keterampilan fonetik; dan (4)
87
keterampilan vokal. Keempat pendukung tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)
Keterampilan sosial ialah kemampuan untuk berpartisipasi secara efektif dalam hubungan-hubungan masyarakat. Keterampilan ini menuntut seorang pembicara untuk menguasai beberapa hal sebagai berikut: a) apa yang harus dikatakan; b) bagaimana cara mengatakannya; c) kapan mengatakannya; d) kapan tidak mengatakannya.
2)
Keterampilan semantik adalah kemampuan untuk mempergunakan kata-kata dengan tepat dan penuh pengertian.
3)
Keterampilan fonetik yakni kemampuan membentuk unsur-unsur fonemik bahasa kita secara tepat. Hal ini berkaitan dengan hubungan-hubungan perorangan yang menentukan apakah seseorang diterima sebagai anggota kelompok atau sebagai orang luar.
4)
Keterampilan vokal yaitu kemampuan untuk menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara pembicara. Hal ini bisa dilakukan
dengan
melalui
suara,
karena
hal
ini
mampu
memperlihatkan kepribadian seseorang. Pada intinya, keberhasilan seseorang untuk dapat terampil berbicara ditunjang oleh beberapa faktor, yang secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, yakni faktor kebahasaan dan non-kebahasaan. Faktor kebahasaan berkaitan dengan penguasaan pembicara terhadap unsur-unsur linguistik dan kaidah tata bahasa lainnya; sedangkan non-kebahasaan berhubungan dengan penguasaan diri, sikap, dan hubungan sosial pembicara.
Konsep Pembelajaran Keterampilan Berbicara Keterampilan berbicara yang titik beratnya terdapat pada lidah, oleh Oemar Hamalik (2003: 173) diistilahkan sebagai serangkaian gerakan otot yang digunakan untuk menyelesaikan tugas dengan berhasil. Gerakan-gerakan otot
88
yang telah terkoordinasi, dikoordinasikan oleh persepsi terhadap peristiwaperistiwa luar di lingkungan sekitar. Pengertian persepsi menunjuk pada cara individu mengoordinasi dan menafsirkan informasi yang datang kepada seseorang melalui seluruh alat penginderaan. Oemar Hamalik (2003: 173) pun mengungkapkan bahwa untuk mempelajari keterampilan itu tidak cukup hanya menggunakan kondisi-kondisi eksternal, tetapi juga diperlukan kondisi internal yang telah dimiliki oleh siswa. Menurutnya, pengembangan suatu keterampilan hanya mungkin terjadi jika siswa sudah memiliki keterampilan-keterampilan yang sederhana sebelumnya. Prosedur dalam mengajarkan keterampilan berbicara yang diungkapkan oleh Oemar Hamalik (2003: 176-178), dilaksanakan melalui langkah-langkah berikut:
1) Guru melakukan tahap telaah keterampilan. 2) Guru menilai tingkah laku dasar siswa sebagi tahap persiapan untuk melaksanakan pengajaran pengembangan keterampilan berbicara. 3) Guru mengembangkan latihan dalam komponen unit keterampilan pada siswa. 4) Guru menentukan dan mendemonstrasikan keterampilan pada siswa. 5) Guru menyediakan kondisi belajar bagi siswa untuk mengadakan praktik memberikan balikan. Pendapat lain yang diungkapkan oleh Nababan (1993: 175-177), yakni untuk mengajar dan melatih kemampuan berbicara pada siswa, guru dapat memilih aktivitas komunikasi, yang dikelompokkan dalam dua kategori, yakni aktivitas prakomunikatif dan aktivitas komunikatif. Dikatakan prakomunikatif karena belum merupakan komunikasi yang sesungguhnya, belum ada unsur komunikasi yang wajar dan alamiah. Aktivitas-aktivitas prakomunikatif dapat berupa:
1)
teknik dialog (yaitu menghafalkan kalimat-kalimat dalam suatu dialog dan mendramatisasikannya secara lancar);
89
2)
dialog dengan gambar (guru membawa dan menunjukkannya satu per satu sambil memberikan pertanyaan);
3)
dialog terpimpin (guru memberikan tanya jawab);
4)
dramatisasi suatu tindakan (misalnya dengan guru berjalan, berlari, maupun tersenyum sambil memberikan pertanyaan tentang apa yang sedang dilakukannya);
5)
penggunaan gambar orang yang mencerminkan profesi;
6)
teknik tanya jawab;
7)
guru memberi kalimat yang belum selesai dan siswa diminta untuk menyelesaikannya.
Lebih lanjut Nababan (1993:177) memaparkan beberapa aktivitas komunikatif yang dapat dilakukan guru dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu: (1) diskusi kelompok; (2) bermain peran; (3) melatih berbagai bentuk dialog yang terjadi dalam masyarakat; (4) wawancara; (5) permainan; (6) menceritakan kembali suatu cerita yang sudah dikenal; (7) melaporkan suatu kegiatan; (8) mengadakan debat; dan (9) mengambil peran dalam drama-drama modern. Guru
dapat
memilih
kegiatan-kegiatan
di
atas
dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi kelas yang dihadapi.
Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD Kurikulum berbicara untuk kelas V dijabarkan dalam bentuk standar kompetensi yang harus dikuasai siswa, yaitu: (1) mengungkapkan
pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan; (2) menceritakan hasil pengamatan/kunjuangan atau wawancara; (3) mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama (Depdiknas, 2006: 327-328). Melihat pentingnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara di sekolah, maka seharusnya pembelajaran tersebut lebih dioptimalkan dengan mengingat bahwa keterampilan 90
berbicara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui uraian atau keterangan guru saja. Melainkan siswa harus dihadapkan pada aneka bentuk teks lisan, gambar, atau pun kegiatankegiatan nyata yang mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Keberhasilan pembelajaran tersebut juga tidak lepas dari media yang digunakan guru untuk merangsang siswa agar mampu berbicara dengan baik. Untuk mengajar atau melatih kemampuan komunikasi lisan pada siswa, guru dapat memilih dan menerapkan beberapa aktivitas-aktivitas komunikasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Nababan (1993: 175-180) bahwa aktivitas-aktivitas komunikatif untuk mencapai kemampuan komunikatif lisan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu aktivitasaktivitas prakomunikatif dan aktivitas-aktivitas komunikatif. Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar siswa mampu mengembangkan keterampilan berbicara, yaitu: (1) memberikan kesempatan secara maksimal kepada siswa untuk berlatih berbicara; (2) latihan berbicara dijadikan sebagai bagian yang integral dengan pembelajaran lainnya; (3) menumbuhkan kepercayaan diri, karena hal ini yang seringkali menghambat siswa untuk terampil berbicara (Depdiknas, 2003: 81-82). Evaluasi Keterampilan Berbicara Keberhasilan sebuah pengajaran dapat diketahui hasilnya melalui evaluasi pembelajaran yang berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran itu. Terkait dengan hal ini, Burhan Nurgiyantoro (2001: 5) menyatakan bahwa penilaian di dalam pendidikan adalah suatu proses karena pendidikan dan pengajaran itu sendiri merupakan proses mencapai sejumlah tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian dalam hal ini digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian tujuan tersebut. Pengertian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Tuchman (dalam Ngalim Purwanto, 2001: 5), yang mengartikan penilaian sebagai suatu
91
proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan. “Educational evaluation is the estimation of the growth and progress of pupils toward objectives or values in the curriculum.” (evaluasi pendidikan ialah penaksiran/penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan murid-murid ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum).(Ngalim Purwanto, 1988: 3) Kaitannya dengan proses pembelajaran, Gronlund (dalam Ngalim Purwanto, 2006:8) merumuskan evaluasi sebagai proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan yang ditetapkan telah dicapai. Indikator yang dipakai sebagai tolak ukur keefektivan proses pembelajaran keterampilan berbicara adalah keterampilan menghasilkan simbol-simbol fonetis yang dilengkapi dengan gestur sebagai media untuk menyampaikan gagasan kepada orang lain mencapai prestasi tinggi. Dengan demikian, semakin tinggi keterampilan baik secara individu maupun kelompok menggambarkan semakin efektifnya pembelajaran keterampilan berbicara.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1988: 91) memberikan ilustrasi penilaian keterampilan berbicara sebagai berikut: (1) pengajar memberi tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan berbicara (baik secara individu maupun kelompok); (2) pengajar menentukan faktor-faktor yang dinilai atau diamati; (3) siswa yang tidak mendapat giliran berbicara diberi tugas mengamati berdasarkan pedoman penilaian yang telah direncanakan; (4) pengajar dan siswa aktif mengamati dan mengisi tabel penilaian; (5) setelah kegiatan berbicara selesai, para pengamat dan pengajar mengemukakan komentarnya. Saat siswa memberikan komentar kepada siswa lain, pengajar harus memperhatikannya dan membetulkan komentar yang kurang tepat; dan (6) selanjutnya kegiatan berbicara diulang kembali
92
untuk melihat perubahan berbicara pembicara setelah mendapat umpan balik. Adapun faktor yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang adalah: 1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat? 2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta tekanan suku kata, memuaskan? 3) Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang dipergunakannya? 4) Apakah kata-kata yang diucapkannya itu dalam bentuk dan urutan yang tepat? 5) Sejauh manakah “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun “kenative-speaker_an” yang tercermin bila seseorang berbicara ? (Brooks dalam Tarigan, 1993:26). Di samping itu, Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuhdi (2001:171-173) pun menyampaikan pandangan yang sama dengan pendapat Tarigan. Menurutnya, keterampilan berbicara dapat dievaluasi melalui penilaian aspektual dan komprehensif. Penilaian aspektual difokuskan pada aspek- aspek tertentu, dibedakan menjadi penilaian aspektual individual dan kelompok. Penilaian aspektual dan individual dibagi menjadi dua bagian yang dinilai, yaitu aspek kebahasaan dan non-kebahasaan. Aspek-aspek kebahasaan yang dinilai dapat berupa tekanan, ucapan, nada, irama, persendian, kosakata/ungkapan atau diksi, dan struktur kalimat yang digunakan. Kemudian, aspek nonkebahasaan yang dinilai yakni kelancaran, pengungkapan materi wicara, keberanian, keramahan, ketertiban, semangat, sikap, dan perhatian. Berdasarkan penilaian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka evaluasi di setiap aspek pembelajaran harus memuat tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif diarahkan pada hasil pembelajaran, sedangkan afektif dan psikomotorik ditujukan pada proses selama pembelajaran berlangsung. Ketiga kawasan tersebut diuraikan secara berkaitan menurut Benjamin S. Bloom (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 167174), yakni:
93
1)
Kawasan kognitif, yaitu berhubungan dengan hal kognisi pembelajar (kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman pembelajar sendiri). Kawasan kognitif meliputi enam tingkatan, yaitu: a)
Pengetahuan, yang meliputi; pengetahuan akan hal khusus (definisi, membedakan, mengingat, mengenal kembali, pengetahuan akan kejadian khusus, pengetahuan tentang cara dan alat, pengetahuan akan urutan, penggolongan dan kategori, pengetahuan akan kriteria, pengetahuan akan metodologi, serta pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi).
b)
Pemahaman, yang meliputi: terjemahan (arti, contoh, definisi, abstrak,
kata,
kalimat),
penafsiran (membedakan,
membuat,
menerangkan, mempertunjukkan), dan perhitungan atau ramalan. c)
Penerapan,
yang
meliputi:
ralisasikan,
menghubungkan,
menerapkan memilih,
prinsip,
mengalihkan,
menggenemenggo-
longkan, mengorganisasikan, dan menyusun kembali. d)
Analisis, yang meliputi: analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip organisasional.
e)
Sintesis, yang meliputi: hasil komunikasi (untuk menuliskan, menceritakan, mengubah, membuktikan kebenaran), hasil dari rencana atau rangkaian kegiatan yang disusulkan, dan asal mula dari rangkaian hubungan abstrak.
f)
Evaluasi, yang meliputi: pertimbangan mengenai kejadian internal dan pertimbangan mengenai kriteria eksternal.
2)
Kawasan afektif, yaitu berhubungan dengan perasaan dan emosi pembelajar. Kawasan afektif meliputi lima tingkatan, yaitu: a) Menerima (receiving), menyangkut minat siswa terhadap sesuatu. b) Responding (menjawab, mereaksi), artinya siswa ikut berpartisipasi secara aktif dalam suatu kegiatan. Bukti responding yang tertinggi adalah tumbuhnya interest, misalnya memiliki rasa senang terhadap aktivitas bermain drama di kelas.
94
c) Menaruh penghargaan (valuing), pada tingkat ini siswa mampu memberikan penilaian terhadap drama yang akan atau sudah dipentaskan, siswa memiliki sikap (attitude), dan memiliki apresiasi. d) Mengorganisasikan sistem nilai. Nilai-nilai dalam diri seseorang bersifat kompleks dan saling terkait menjadi sistem nilai sehingga untuk mengetahui kemampuan dalam mengorganisasikan sebuah nilai, dapat dilihat dari kemampuan seseorang membandingkan berbagai nilai, menghubungkan nilai-nilai, dan menyintesiskan sistem nilai. e) Mengadakan karakteristik nilai. Orang yang efektif terhadap sesuatu tidak hanya menerima, merespons, menghargai, dan mengorganisasi harga yang ada, tetapi sudah mampu memperjelas nilai suatu hal menjadi nilai hidupnya yang memiliki karakterisasi jelas. 3)
Kawasan psikomotorik, berkaitan dengan aktivitas fisik yang berhubungan dengan proses mental dan psikologi pembelajar. Kawasan psikomotorik meliputi lima tingkatan, yaitu: a) Persepsi, yaitu proses kesadaran akan adanya perubahan setelah keaktifan alat diri. Persepsi meliputi: stimulasi, menyentuh bentuk sesuatu,
merasakan
sesuatu,
membau
dan
memegang,
dan
mendiskriminasi tanda-tanda. b) Kesiapan, yaitu kemampuan membedakan persepsi yang masuk. Kesiapan meliputi: kesiapan mental, fisik, dan emosional dalam merespons. c) Respons terpimpin, yaitu kemampuan mencatat dan membuat laporan. Respons terpimpin meliputi: imitasi, trial and error, mengikuti, dan mengadakan eksperimen. d) Mekanisme, yaitu penggunaan skill dalam aktivitas kompleks. Mekanisme
meliputi:
memilih,
merencanakan,
melatih,
dan
merangkaikan. e) Respons
yang
kompleks,
yaitu
penggunaan
skill
berdasarkan
pengalaman persepsi, kesiapan, respons, terpimpin dan mekanisme. Respons yang kompleks meliputi: adaptasi, penggunaan skill untuk profesi, dan melaporkan atau menjelaskan.
95
Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro (2001: 292-294) menjelaskan tingkatan-tingkatan tes atau penilaian kemampuan berbicara, yakni sebagai berikut: 1)
Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan umumnya bersifat teoretis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya tentang pengertian dan fakta.
2)
Tes tingkat pemahaman Tes kemampuan tingkat pemahaman juga masih bersifat teoritis, menanyakan berbagai masalah yang berhubungan dengan tugas berbicara. Namun, tes tingkat pemahaman ini dapat pula dimasukkan untuk mengungkap kemampuan siswa secara lisan.
3)
Tes tingkat penerapan Pada tingkat ini tidak lagi bersifat teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk melakukan praktik berbicara. Tes tingkat ini menuntut siswa untuk mampu menerapkan kemampuan berbahasanya untuk berbicara dalam berbagai situasi dan masalah tertentu. Dengan melihat beberapa pendapat ahli tentang cara mengevaluasi
pembelajaran berbicara, maka peneliti memberikan batasan terhadap penilaian keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta sesuai dengan pendapat dari Brooks serta disesuaikan dengan tujuan pembelajaran berbicara kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta, yakni meningkatkan hasil belajar keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta yang mencakup kelancaran berbicara dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar penilaian pengamatan terhadap kemampuan berbicara siswa. Pengamatan dilakukan sewaktu siswa tampil berbicara di depan kelas. Secara rinci, penilaian berbicara siswa dapat diamati dengan lembar observasi sebagai berikut.
96
Tabel 1. Pedoman Penilaian Hasil Keterampilan Berbicara Nama
No.
siswa
Aspek penilaian I
II
III
Skor IV
V
Diadopsi dari Brooks (dalam Tarigan, 1993: 26)
Keterangan: I. Lafal Kemampuan mengucapkan bunyi (vokal, konsonan) secara benar dapat dinilai dengan indikator: 5
pengucapan sudah mendekati standar dan sudah tidak terlihat adanya pengaruh bahasa asing atau daerah
4
pengucapan jelas dan mudah dipahami
3
pengucapan dapat dipahami
2
pelafalan kurang tepat sehingga sesekali timbul salah pengertian dari pendengar
97
1
kosakata pelafalan terlalu banyak, menghendaki untuk selalu diulang
II. Intonasi/tekanan Naik dan turunnya suara, serta ketepatan penekanan suku kata dapat dinilai dengan indikator: 5
tidak terjadi salah penekanan kosakata yang mencolok, mendekati ucapan standar
4
intonasi tepat dan tidak menyebabkan kesalahpahaman
3
penekanan kosakata sering salah/kurang tepat
2
sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang
1
intonasi/penekanan yang tidak tepat sering tidak dapat dipahami
III. Kesesuaian cerita dengan gambar karikatur Kesesuain cerita dengan gambar karikatur menceminkan kesesuaian pembicara dalam bercerita sesuai dengan konteks, dapat dinilai dengan indikator: 5
cerita gambar
sesuai
dengan
karikatur
serta
fitur-fitur
yang
disesuaikan
terdapat
dengan
dalam
kehidupan
sehari-hari 4
cerita disesuaikan dengan fitur-fitur yang terdapat dalam gambar karikatur dan sedikit melibatkan aktivitas sehari-hari
3
cerita hanya disesuaikan dengan gambar karikatur dan mencakup fitur-fitur yang ada dalam gambar
98
2
cerita disesuaikan dengan gambar karikatur tetapi tidak mencakup semua fitur-fitur yang ada dalam gambar
1
Cerita tidak sesuai sama sekali dengan gambar karikatur dan kehidupan sehari-hari
IV. Struktur cerita Kemampuan bercerita dengan runtun, mengucapkan dapat dinilai dengan indikator: 5
pengucapan kata-kata dilakukan dengan tepat dan urut
4
pengucapan kata-kata sudah urut, tetapi masih sering diulang
3
sering mengucapkan kata terbalik-balik dan diulang
2
adanya kesalahan pengucapan kalimat sehingga makna pembicaraan tidak urut
1
pengucapan
kata-kata
sering
tidak
urut
sehingga
pembicaraaanya tersendat-sendat dan tidak tepat
V. Kelancaran/kewajaran Kelancaran atau kewajaran pembicaraan dapat dinilai dengan indikator: 5
pembicaraan sangat lancar dan tidak terkesan dibuat-buat (wajar)
4
pembicaraan lancar dan wajar tetapi sesekali masih kurang ajek
3
pembicaraan sering terdengar ragu sehingga kalimat tidak lengkap
99
2
pengucapan sangat lambat, kecuali untuk kalimat pendek dan sering diucapkan
1
pembicaraan selalu terhenti dan putus-putus
Selanjutnya, untuk mencari nilai setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh FSI (Foreign Service Institute) (Oller dalam Desriana Dwi Jayanti Soraya, 2009:19-20) sebagai berikut: 1.
Nilai setiap unsur yang dinilai dalam berbicara berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai 5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2 berarti kurang, dan nilai 1 berarti kurang sekali.
2.
Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian yang diperoleh siswa.
3.
Nilai akhir siswa diperoleh dengan menggunakan rumus:
Total nilai
x
skor ideal (100)
= nilai
skor maksimum (25) 4.
Persentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah siswa yang mendapat nilai > 65 X 100% = persentase keberhasilan Jumlah siswa
Untuk menilai proses pembelajaran, peneliti mendasarkan pada aspek-aspek yang perlu ditingkatkan dalam pembelajaran keterampian berbicara siswa kelas VB SD Negeri Cengklik I Surakarta. Aspek-aspek tersebut, yaitu: (1) 100
kedisiplinan, (2) minat, (3) keaktifan, (4) perhatian, dan (5) kesungguhan. Rubrik penilaian proses pembelajaran keterampilan berbicara tersebut sebagai berikut: Tabel 2. Pedoman Penilaian Proses Keterampilan Berbicara No.
Nama siswa
Aspek penilaian I
II
III
IV
V
persentase
Keterangan aspek penilaian: I
= kedisiplinan
II
= minat
III
= keaktivan
IV
= perhatian
V
= kesungguhan
Hakikat Media Pembelajaran Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar”. Media pendidikan dalam arti sempit terutama hanya memperhatikan dua unsur dari model kawasan keseluruhan, yakni bahan dan alat, yang nantinya berinteraksi dengan siswa. Media pembelajaran yang dimaksudkan sebagai alat atau bahan
101
selain buku teks, yang dapat dipakai untuk menyampaikan informasi dalam suatu situasi belajar-mengajar (Wilkinson, 1984:5). Wilkinson menambahkan, media sebaiknya diberi batasan yang sangat sempit, yaitu media yang dapat digunakan secara efektif untuk melaksanakan proses pengajaran yang direncanakan dengan baik sehingga tidak hanya mencakup media komunikasi elektrik yang canggih saja, melainkan juga meliputi media yang lebih sederhana seperti film bingkai (slide), gambar, foto, diagram, dan gambar bagan yang dapat buat sendiri oleh guru. Secara lebih lengkap, Romiszowki (dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001:12) memberikan batasan media sebagai pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Di dalam proses belajar mengajar, penerima pesan itu adalah siswa, sedangkan pesan atau informasi tersebut berasal dari sumber informasi, yaitu guru. Pembawa pesan (media) itu berinteraksi dengan siswa melalui indera mereka, siswa dirangsang oleh media, lalu inderanya digunakan untuk menerima informasi. Apabila media itu membawa pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud pengajaran, maka hal itu disebut media pembelajaran. Sementara itu Briggs (dalam Sri Hastuti, 1996: 171) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar dan sebagai alat bantu mengajar guru (leaching aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual. yaitu gambar, model, objek dan alat-alat yang dapat memberikan pengalaman nyata, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Martinis Yamin (2007:173) mengungkapkan bahwa teori-teori yang dikembangkan dari berbagai penelitian tentang media komunikasi telah memberi arti tersendiri bagi perkembangan pembelajaran. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 150) menyatakan “Media adalah salah satu komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pengembangan sistem pengajaran yang sukses”. Sudarwan Danim (1995: 7) menyatakan bahwa
102
media pengajaran merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik. Alat bantu itu disebut media pengajaran, sedangkan komunikasi adalah sistem penyampainnya. Sejalan dengan pendapat itu, Rumampuk (1988: 6) mengartikan media sebagai alat, baik itu perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan sebagai media komunikasi dan yang tujuannya untuk meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar. Kemudian Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153) lebih lengkap lagi memberikan pemahaman bahwa media pengajaran merupakan segala alat yang digunakan oleh guru sebagai perantara untuk menyampaikan bahan-bahan instruksional dalam proses belajar mengajar sehingga memudahkan pencapaian tujuan pengajaran tersebut. Sudarwan Danim (1995: 48) menuturkan bahwa untuk menerangkan atau mengendalikan tindakan mengajar, diperlukan ilmu dan teknologi yang relevan dengan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan oleh kegiatan belajar mengajar melibatkan pengetahuan tentang belajar dan teknologi yang diperlukan dalam rangka kegiatan mengajar itu. Bertolak dari pendapat itulah, dapat disimpulkan bahwa peranan media dalam pelaksanaan proses pembelajaran memang sangat penting. Dari berbagai pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa) sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses kegiatan belajar berhasil. Dalam suatu proses belajar mengajar, pesan yang disalurkan oleh media dari sumber pesan kepada penerima pesan itu ialah isi pelajaran. Dengan kata lain, pesan ialah isi pelajaran yang berasal dari kurikulum yang disampaikan oleh guru kepada siswa. Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran Tujuan dari penggunaan media secara umum ialah untuk membantu guru dalam menyampaikan pesan-pesan secara mudah kepada peserta didik
103
agar dapat menguasai pesan-pesan tersebut secara cepat dan akurat. Secara khusus, Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153-154) mengungkapkan beberapa tujuan digunakannya media pengajaran, yaitu: 1)
Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan tertentu dengan menggunakan media yang paling tepat menurut karakterisrik kelas.
2)
Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik untuk belajar.
3)
Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam teknologi karena peserta didik tertarik untuk menggunakan atau mengoperasikan media tertentu.
4)
Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan peserta didik. Kaitannya dengan proses belajar mengajar, penggunaan media
bertujuan agar peserta didik yang terlibat dalam kegiatan tersebut terhindar dari gejala verbalisme (mengetahui kata-kata yang disampaikan guru, tetapi tidak memahami arti atau maknanya). Senada dengan pendapat itu, Winarno Surakhmad (1986: 25) menyatakan pula, “Penggunaan alat-alat dalam proses belajar mengajar bertujuan mempertinggi prestasi belajar pada umumnya”. Dengan kata lain, salah satu pencapaian tujuan pendidikan dapat diwujudkan dengan jalan memanfaatkan alat-alat bantu atau media pengajaran. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan digunakannya media pembelajaran adalah untuk memperjelas informasi agar pesan yang dimaksud dapat diterima secara maksimal. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran Menurut Encyclopedia of Educational Research (dalam Oemar Hamalik, 1989: 15), nilai atau manfaat media pendidikan adalah sebagai berikut. Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi “verbalisme”. Memperbesar perhatian para siswa.
104
Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, hal ini terutama terdapat dalam gambar hidup. Membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian membantu tumbuhnya perkembangan kemampuan berbahasa. Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 154) mengungkapkan fungsi media pengajaran ialah sebagai: alat bantu mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif; bagian integral dari situasi mengajar; meletakkan dasardasar yang konkrit dari konsep yang abstrak sehingga mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme; membangkitkan motivasi belajar peserta didik; dan mempertinggi mutu belajar mengajar. Di samping itu, Rowntrie (dalam Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001: 154) pun mengetengahkan pendapatnya tentang fungsi dari media pengajaran sebagai berikut: 1) Engange the student’s (membangkitkan motivasi belajar). 2) Provide new learning stimuli (menyediakan stimulus belajar). 3) Activate the student’s response (mengaktifkan respon peserta didik). 4) Give speedy feedback (memberikan balikan dengan segera). 5) Encourage appropriate practice (menggalakan latihan yang serasi). Media pembelajaran, oleh Martinis Yamin (2007: 178) bermanfaat memperlancar proses interaksi antara guru dengan siswa, yang dalam hal ini membantu siswa untuk belajar secara maksimal. Lebih kompleks lagi, Kemp dan Dayton (dalam Martinis Yamin, 2007: 178) mengutarakan pendapatnya tentang media pembelajaran yang memiliki beberapa fungsi, di antaranya: (1) penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan; (2) proses pembelajaran
105
menjadi lebih menarik; (3) proses belajar siswa menjadi lebih interaktif; (4) jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi; (5) kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan; (6) proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja; (7) sikap positif siswa terhadap bahan pelajaran maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan; serta (8) peran guru dapat berubah ke arah yang lebih produktif. Salah satu poin tentang fungsi media pendidikan dalam proses belajar mengajar yang dikemukakan Arief S. Sadiman, dkk (2009: 17) terasa sangat tepat bila dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Dijelaskan di sana bahwa dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi, maka sikap pasif anak didik dapat teratasi. Secara detail, diungkapkan pula, media berfungsi sebagai penumbuh gairah belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan kenyataan, serta memungkinkan siswa untuk belajar sendiri-sendiri menurut minat dan kemampuannya. Peran dan kegunaan, media alam proses belajar mengajar, yaitu sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang dapat digunakan sendiri oleh siswa. Sebagai alat bantu, efektivitas media itu sangat tergantung pada cara dan kemampuan guru yang memakainya (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 13). Dengan keefektifan itulah, maka peningkatan kualitas pendidikan sebagai salah satu usaha pemanfaatan fungsi media pembelajaran akan mencapai keberhasilan. Jenis-jenis Media dalam Pembelajaran Soeparno (1988: 11-13) menyatakan bahwa ada beberapa jenis atau pemakainya. 1) Berdasarkan karakteristiknya a) Media yang memiliki karakteristik tunggal, sebagai berikut: (1) radio: memiliki karakteristik suara saja; (2) rekaman: memiliki karakteristik suara saja;
106
(3) PH: memiliki karakteristik suara saja; (4) slide: memiliki karakteristik gambar saja; (5) reading box: memiliki karakteristik tulisan saja; (6) reading machine: memiliki karakteristik tulisan saja. b) Media yang memiliki karakteristik ganda, sebagai berikut: (1) film bisu: memiliki karakteristik gambar dan gerak; (2) film suara: memiliki karakteristik gambar, gerak, dan suara; (3) TV dan VTR: memiliki karakteristik suara, gambar, gerak, (garis dan tulisan); (4) OHP: memiliki karakteristik gambar, garis, dan tulisan; (5) slide suara: memiliki karakteristik gambar dan suara; (6) bermain peran, sosiodrama, dan psikodrama: memiliki karakteristik suara dan gerak. 2) Berdasarkan dimensi presentasi Dari segi dimensi presentasinya, media dapat dibedakan menurut lamanya dan menurut sifat presentasinya. a) Lama presentasi, yaitu: (1) presentasi sekilas dan (2) presentasi tak sekilas. b) Sifat presentasi, yaitu: (1) media dengan presentasi kontinyu dan (2) media dengan presentasi tak kontinyu. 3) Berdasarkan pemakainya Berdasarkan jumlah pemakainya, media dapat dapat dibedakan atas: (1) media untuk kelas besar, (2) media untuk kelas kecil, dan (3) media untuk belajar secara individual. Berbagai keuntungan penggunaan media dalam pembelajaran tersebut tergantung pada media apa yang digunakan. Sri Anitah Wiryawan dan Noorhadi
107
(dalam Mulyani Sumantri dan Johar Per- mana, 2001: 157-158) membagi media sebagai berikut: (1) media visual, (2) media audio, (3) media audio-visual, dan (4) media asli dan orang. Kemp dan Dayton (dalam Azhar Arsyad, 2006: 37) mengelompokkan media ke dalam delapan jenis, yaitu (1) media cetakan, (2) media pajang, (3) overhead transparancies, (4) rekaman audio tape, (5) sere slide dan file strups, (6) penyajian multiimage, (7) rekaman video, dan (8) komputer. Senada dengan pendapat di atas, Bretz (dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 40) pun menggolongkan media menjadi 7 kelas, yakni: (1) media audio visual gerak; (2) media audio visual diam; (3) media audio semi gerak; dan (4) media visual gerak; (5) media visual diam; (6) media audio; dan (7) media cetak. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pada dasarnya ada 3 macam media pembelajaran, yaitu: (1) media audio visual; (2) media audio; dan (3) media visual. Pemilihan Media Pembelajaran Dalam menentukan media pembelajaran yang akan kita gunakan dalam suatu pembelajaran, maka kita harus menyesuaikan media itu dengan metode pembelajaran yang kita terapkan. Media yang dipilih sudah tentu media yang paling baik. Theodore C. Eselgorth (dalam Soeparno, 1988: 10) mengemukakan bahwa “Pengertian baik buruknya suatu media tidak tergantung pada mentereng tidaknya peralatan yang dipakai”. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam memilih media hendaklah kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Hendaknya kita mengerti karakteristik setiap media sehingga kita dapat mengetahui kesesuaian media tersebut dengan pesan atau informasi yang akan dikomunikasikan. Dengan mengetahui karakteristik media itu kita juga akan dapat mengetahui keunggulan dan kekurangan media. 2) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan tujuan yang hendak kita capai. Misalnya, untuk melatih keterampilan menyimak ada baiknya kita menggunakan atau memilih media radio atau rekaman.
108
3) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan metode yang kita pergunakan. 4) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan materi yang akan kita komunikasikan. 5) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan keadaan siswa, baik ditinjau dari segi jumlahnya, usianya, maupun tingkat pendidikannya. 6) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat media itu kita pergunakan. 7) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan kreativitas kita. 8) Sebagai catatan tambahan, janganlah kita menggunakan media tertentu dengan alasan bahwa media tersebut merupakan barang baru atau karena media tersebut merupakan satu-satunya media yang kita miliki, (Soeparno, 1988: 10-11). Wina Sanjaya (2002: 158) mengungkapkan tentang beberapa prinsip dalam menggunakan media pembelajaran sebagai berikut: 1) Media yang digunakan oleh guru harus sesuai dengan dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2) Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. 3) Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kondisi siswa. 4) Media yang akan digunakan harus efektif dan efisien. Sepaham dengan pendapat di atas, Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 156-157) mengungkapkan prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran, yaitu: 1) Memilih media harus berdasarkan pada tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan. 2) Memilih media harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. 3) Memilih media harus disesuaikan dengan kemampuan guru, baik dalam pengadaannya dan penggunaannya. 4) Memilih media harus disesuaikan dengan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. 5) Memilih media harus memahami karakteristik dari media itu sendiri. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih media adalah:
109
1) 2) 3) 4) 5)
Objektivitas, artinya pemilihan media tidak didasarkan pada kesukaan pribadi atau sekedar hiburan sehingga menghiraukan kegunaan dan relevansinya dengan bahan dan karakteristik peserta didik. Program pengajaran, artinya memilih media harus disesuaikan dengan program pengajaran karena tidak semua media dapat digunakan untuk semua program pengajaran. Situasi dan kondisi, artinya pemilihan media harus disesuaikan dengan situasi belajar mengajar artinya disesuaikan dengan metode mengajar, materi pelajaran, serta lingkungan sekolah di kelas. Kualitas teknik, yaitu kesiapan operasional media sebelum digunakan, misalnya untuk tape recorder apakah semua masih berjalan baik atau ada kerusakan. Keefektifan dan efisiensi penggunaan artinya penggunaan media bukan semata-mata karena melaksanakan salah satu komponen-komponen tetapi apakah media itu betul-betul berguna untuk memudahkan penguasaan peserta didik. (Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001: 157)
Di samping itu, Suwarna (2006: 138) juga berpendapat bahwa dalam memilih media harus memperhatikan : (1) tujuan instruksional yang ingin dicapai, (2) karakteristik siswa, (3) jenis rangsangan belajar yang diinginkan, (4) ketersediaaan sumber setempat, (5) apakah media siap pakai atau media rancang, (6) kepraktisan dan ketahanan media, dan (7) efektivitas biaya dalam jangka panjang. Melengkapi mengungkapkan
pendapat bahwa
di
atas,
penggunaan
Martinis
Yamin
(2007:
media
pembelajaran
186) harus
mempertimbangkan tujuan/indikator yang hendak dicapai, kesesuaian dengan materi yang dibahas, tersedia sarana dan prasarana penunjang, dan karakteristik siswa. Jadi, penggunaan media harus memperhatikan tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan, sesuai dengan materi pembelajaran dan sesuai dengan minat siswa dan kebutuhan siswa. Selain
itu,
media
harus
efektif
dan
efisien
mengoperasikannya.
Hakikat Media Pembelajaran visual
110
serta
mudah
untuk
Pengertian Media Pembelajaran Visual
Media visual adalah media yang berupa gambar-gambar tanpa disertai suara. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 158) menyatakan bahwa media visual, yaitu media yang dapat ditangkap dengan indera penglihatan. Media berbasis visual memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Melalui media ini seseorang akan tahu yang sebenarnya. Selanjutnya, Bertz (dalam Suwarna, 2006: 130) mengungkapkan bahwa media visual dibedakan menjadi tiga, yaitu: gambar, garis, dan simbol. Ketiganya merupakan bentuk yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan.
Berkaitan dengan media visual, setiap media mempunyai fungsi dan tujuan masing-masing. Menurut Arif S. Sadiman (2009: 29) secara khusus grafis berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghias fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Jenis-jenis Media Visual Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 158) mengungkapkan jenis-jenis media visual, terdiri dari: 1) Media gambar diam (still pictures) dan grafis Media ini adalah hasil potretan dari berbagai peristiwa/ kejadian, objek yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar, garis, kata-kata, simbol-simbol maupun gambaran. Yang termasuk dalam kelompok media ini, antara lain: a) grafik, yaitu gambaran dari data statistik yang ditunjukkan dengan lambang-lambang visual; b) chart atau bagan, yaitu gambaran dari sesuatu, yang menunjukkan adanya hubungan, perkembangan, atau perbandingan;
111
c) peta, yaitu gambar yang menjelaskan permukaan bumi atau beberapa bagian daripadanya; d) diagram, yaitu penampang atau irisan dari sesuatu benda atau objek; e) poster, yaitu gambar yang mengomunikasikan pesan secara singkat; f)
karikatur, yaitu gambar yang disederhanakan bentuknya dengan pesan biasanya menyindir;
g) komik, yaitu suatu cerita yang disertai dengan gambar; h) gambar mati, yaitu gambaran dari sesuatu yang berupa hasil lukisan, potret atau cetakan yang tidak dapat bergerak, dengan bentuk dua dimensi; i)
photo, yaitu hasil dari suatu pemotretan.
2) Media papan Yang dimaksud dalam kelompok ini, antara lain: (a) papan tulis, (b) papan flannel, (c) papan tempel, dan (d) papan pameran. 3) Media dengan proyeksi Yang termasuk dalam kelompok media ini, antara lain: (a) slide, (b) film strips, (c) opague projector, (d) transparansi, dan (e) micro film dan microfische. Senada dengan pendapat di atas, Fitriani Agustina (2009) membagi media visual menjadi Media visual dua dimensi Media visual dua dimensi merupakan media yang bersifat elektronik yang diproyeksikan dan terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Ada beberapa jenis media visual dua dimensi antara lain : a. Overhead proyektor (OHP) b. Slide c. Filmstrip Media visual satu dimensi Terdapat berbagai macam media visual satu dimensi, di antaranya sebagai berikut:
112
a. Diagram Diagram merupakan susunan garis-garis yang saling berhubungan. Berfungsi untuk memperjelas hubungan yang ada antar komponen yang terkait atau sifat-sifat proses yang ada di dalamnya. Sebuah diagram merupakan susunan garis-garis dan lebih menyerupai peta daripada gambar. b. Grafik Grafik adalah gambar sederhana yang banyak sedikitnya merupakan gambaran data kuantitatif yang akurat dalam bentuk yang menarik dan mudah dimengerti. Dengan mengalihkan data angka-angka ke dalam sebuah grafik, arti dari angka-angka tersebut semakin jelas.
c. Bagan Bagan adalah suatu media pengajaran yang penyajiannya secara diagramatik dengan menggunakan lambang-lambang visual, untuk mendapatkan sejumlah informasi yang menunjukkan perkembang- an ide, objek, lembaga, orang, keluarga ditinjau dari sudut waktu dan ruang. Poster Poster adalah gambar yang besar, yang memberi tekanan pada satu atau dua ide pokok sehingga dapat dimengerti dengan melihatnya sepintas lalu.
b. Peta Peta adalah gambar permukaan bumi atau sebagian daripadanya. Dengan peta orang dapat memvisualisasikan apa yang ada di permukaan bumi ini dan menentukan tempat kejadian sesuatu.
113
c. Gambar Representasi Merupakan gambar yang menunjukkan tampaknya suatu benda. Secara garis besar dapat dibagi pada tiga jenis: 1) Lukisan, merupakan hasil representasi simbolis dan artistik seseorang tentang suatu objek atau situasi.
2) Foto, merupakan gambar hasil pemotretan atau fotografi. Foto merupakan media visual yang efektif karena dapat memvisualkan objek dengan lebih konkrit, lebih realistis dan lebih akurat. Foto dapat mengatasi ruang dan waktu. Sesuatu yang terjadi di tempat yang lain dapat dilihat oleh seseorang yang berada jauh dari tempat kejadian melalui foto setelah kejadian itu berlalu. 3) Sketsa atau bisa disebut juga sebagai gambar garis, merupakan gambar yang terbentuk dari hubunganhubungan garis tanpa detil. Gambar-gambar demikian dapat
digunakan
hampir
untuk
semua
tingkat
pelajaran dan kecerdasan. Gambar sketsa ini juga dapat digunakan untuk semua tingkat sosial, mulai orang yang tidak bersekolah sampai orang yang terpelajar. Karena sketsa disebut sebagai draf kasar, maka ia dapat dikembangkan menjadi karikatur dan kartun. Karikatur adalah suatu bentuk gambar yang sifatnya klise, sindiran dan lucu. Karikatur sebagai media komunikasi mengandung pesan kritik atau sindiran dengan tanpa banyak komentar. Dalam komunikasi pembelajaran, karikatur dapat digunakan 114
untuk melatih siswa berpikir kritis dan memiliki kepekaan atau kepedulian sosial, lebih mempertajam daya pikir dan daya imajinasi peserta didik. Kartun yaitu suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan pesan secara cepat dan ringkas atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi,
atau
kejadian-kejadian
tertentu.
Kemampuannya besar sekali untuk menarik perhatian, mempengaruhi sikap maupun tingkah laku. Kartun biasanya hanya menangkap esensi pesan yang harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar sederhana, tanpa detail dengan menggunakan simbolsimbol serta karakter yang mudah dikenal dan dimengerti dengan cepat. Kalau kartun mengena, pesan yang benar bisa disajikan secara ringkas dan kesannya akan tahan lama diingatan.
Hakikat Gambar Karikatur Sebagai Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara Pengertian Media Gambar
Media gambar merupakan salah satu jenis media visual atau grafis. Sesuai dengan pendapat Arief S. Sadiman dkk. (2009: 29) yang menyatakan bahwa media grafis meliputi gambar/foto, sketsa, diagram, bagan (chart), garfik, kartun, poster, peta dan globe. Senada dengan pernyataan Basyiruddin Usman dan Asnawir (2002: 33) yang mengelompokkan media menjadi dua yaitu bagan dan grafik, grafik meliputi diagaram, 115
poster, karikatur, kartun, gambar/foto, komik dan gambar sederhana dengan garis sederhana dengan garis lingkar. Oemar Hamalik (1989: 68) menyatakan gambar adalah salah satu alat yang penting bagi pengajaran dan pendidikan. Menurut Azhar Arsyad (2006: 113) “Gambar adalah suatu media yang bertujuan untuk memvisualisasi konsep yang ingin disampaikan kepada siswa”. Di lain pihak, Arief S. Sadiman, dkk. (2009: 29) berpendapat bahwa “gambar adalah media yang paling umum dipakai. Dia merupakan media yang umum yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana”. Berkaitan dengan gambar, Azwar (2002: 283) mengungkapkan bahwa gambar-gambar dengan garis sederhana dan gambar-gambar yang lebih rinci stimulusnya (stimulus tingkat rendah) lebih sesuai digunakan pada semua jenjang sekolah, sedangkan kelompok gambar foto (stimulus tingkat tinggi) lebih sesuai untuk jenjang SD/ lebih lanjut Azwar menyatakan kerealistisan dalam segi warna dapat meningkatkan perhatian pebelajar, dan lebih efektif digunakan apabila bertujuan untuk mengenalkan “keaslian” dan karakteristik suatu konsep, serta untuk memberiakan suatu tanda atau isyarat. Syarat Gambar Sebagai Media Pembelajaran
116
Menurut Arief S. Sadiman, dkk (2009: 31-32), adapun syarat dari gambar yang cocok dengan tujuan pembelajaran adalah (1) autentik, (2) sederhana, (3) ukuran relatif gambar dapat memperbesarkan atau memperkecil benda sebenarnya, (4) Gambar sebaikanya mengandung gerak atau perbuatan, (5) Diusahakan mengguanakan gambar karya siswa, dan (6) gambar hendaklah bagus dari sudut seni dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Oemar Hamalik (1989:67), berpendapat bahwa kriteriakriteria umum dalam pemillihan media gambar, yaitu (1) keaslian gambar, (2) kesederhanaan, (3) bentuk item, (4) perbuatan, (5) fotografi, dan (6) artistik. Ciri-ciri gambar yang baik menurut Sri Anitah (2009: 910) adalah sebagai berikut: 1) Cocok dengan tingkatan umur dan kemampuan pebelajar. 2) Bersahaja, dalam arti tidak terlalu kompleks, karena dengan gambar ini pebelajar mendapatkan gambaran yang pokok. Kalau gambar kompleks, perhatian pebelajar terbagi, akibatnya ada sesuatu yang justru penting tetapi tidak terungkap oleh pebelajar. 3) Realistis, maksudnya gambar itu seperti gambar yang sesungguhnya atau sesuai apa dengan apa yang digambar, sudah tentu perbandingan ukuran juga harus diperhatikan. 4) Gambar dapat diperlakukan dengan tangan. Ada yang menganggap bahwa gambar adalah sesuatu yang suci, tetapi sebagai media pembelajaran, gambar harus dapat dipegang, diraba oleh pebelajar.
117
Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro (2001: 279) menjelaskan bahwa gambar yang potensial untuk tugas paragmatik adalah gambar yang berisi suatu aktivitas, mencerminkan maksud atau gagasan tertentu, bermakna, dan menunjukkan situasi konteks tertentu. Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan media gambar karikatur diperkirakan sudah sesuai dengan syarat pemilihan gambar yang baik. Karikatur sebagai Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Karikatur adalah sebuah kritik dalam bentuk gambar yang sarat pesan moral. Karikatur, berasal dari kata caricare ( bahasa Itali ) yang maknanya memberi muatan atau tambahan ekstra. Karikatur telah berkembang sejak abad ke-18 terutama di Perancis. Karikatur sudah sedemikian lama merebak ke segala penjuru dunia, sebagai “seni khusus” gambar distortif wajah dan figur tokoh masyarakat, (Heru Dwi Waluyanto, 2000: 129). Karikatur bukanlah kartun yang bersifat menghujat seseorang atau lembaga. Kata karikatur sendiri berasal dari bahasa Italia “caricare”, yang berarti memuat atau menambah muatan secara berlebihan. Dengan kata lain, karikatur adalah reformasi lebih atas objek yang terkenal dengan cara mempercantik dari ciri yang paling menonjol atas objek tersebut. Umumnya kartunis di media cetak menggunakan bentuk karikatur untuk menampilkan kelucuan sambil mengkritisi orang-orang terkenal. Karikatur yang baik sudah bisa dipastikan mempunyai kadar humor, estetika, dan yang paling penting, sarat nilai kritik (Ahmad Nada, 2005: 2). Karikatur merupakan salah satu bentuk karya komunikasi visual yang efektif dalam penyampaian pesan kritik sosial. Dalam karikatur yang baik ada perpaduan unsur-unsur 118
kecerdasan, ketajaman dan ketepatan berpikir kritis serta ekspresif dalam menanggapi fenomena kehidupan masyarakat, kritik sosial tersebut dikemas secara humoris (Heru Dwi Waluyanto, 2000: 128). Lebih lanjut Heru Dwi Waluyanto menyatakan sebagai media komunikasi visual, karikatur juga dapat digunakan untuk perantara penyampaian pesan melaui gambar. Dengan melihat gambar dapat merangsang seseorang untuk berbicara setidaknya tentang gambar yang dilihatnya tersebut. Karena digunakan untuk komunikasi, karikatur ini bisa “membunyikan” sesuatu hanya dengan dilihat saja. Karikatur mempunyai keunikan tersendiri dalam menyikapi persoalan-persoalan politik yang terjadi dengan kombinasi gambar dan kata. Karikatur adalah gambar bermuatan humor atau satire dalam berbagai media massa dengan mengambil tokoh-tokoh terkenal. Untuk menampilkan secara humoristis, tokoh-tokoh itu digambarkan dengan perubahan bentuk tubuh dan wajah (Wijana, 2004:7). Karikatur merupakan salah satu jenis media pembelajaran yang berbentuk grafis yang fungsinya untuk mendukung pembelajaran secara visual. Menurut Arief S.Sadiman, dkk (2009: 29), simbol-simbol di dalam media pembelajaran yang berbentuk grafis tersebut harus dipahami benar, artinya agar penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi umum tersebut, secara khusus grafis berfungsi guna untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau yang menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan dengan tidak digrafiskan. Melengkapi pendapat di atas, Levie (dalam Wilkinson, 1984: 22) menyatakan ada banyak keektifan gambar diam (karikatur) untuk belajar baik yang diproyeksikan (film bingkai, film rangkai, transparasi) dan yang tidak diproyeksikan (gambit/bagan) khususnya dengan meningkatkan perhatian 119
terhadap kemampuan baca visual (literacy) dan tulis. Brown (dalam Wilkinson, 1984:22) menyatakan nilai guna gambar diam (karikatur) mempunyai sejumlah implikasi bagi pengajaran, yaitu: 1) bahwa penggunaan gambar (karikatur) dapat merangsang minat/perhatian siswa; 2) gambar (karikatur) yang dipilih dan diadaptasi secara tepat membantu siswa memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya; 3) isyarat yang bersifat non-verbal atau simbol-simbol seperti tanda pesan ataupun tanda-tanda lainnya pada gambar diam (karikatur) dapat memperjelas atau mungkin pula mengubah pesan yang sebenarnya disampaikan untuk dikomunikasikan.
Kerangka Berpikir Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses pemerolehan informasi/ keterampilan. Keberhasilan dalam belajar berhubungan dengan cara pengajaran dan seberapa besar minat siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Demikian pula dengan penggunaan pendekatan dalam pembelajaran juga mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran. Sebagian besar siswa dan guru menyatakan bahwa pembelajaran berbicara di sekolah monoton. Cara mengajar guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara menurut siswa kurang menarik dan membosankan. Di sisi lain, pihak guru sendiri mengalami kesulitan dalam mengajarkan materi berbicara yang efektif kepada siswa. Guru juga belum memanfaatkan media untuk merangsang ide kreatif anak dalam berbicara. Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Akibatnya, kualitas pembelajaran berbicara rendah. Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk mencari solusi yang dapat digunakan untuk mengajarkan pembelajaran berbicara di sekolah agar siswa tertarik untuk
120
mengikuti pembelajaran tersebut, serta bekerja sama dengan guru kelas untuk mencari media yang tepat untuk digunakan dalam mengajarkan materi berbicara kepada siswa. Media yang dipilih, yaitu media gambar karikatur. Media ini dipilih dengan pertimbangan
bahwa
dalam
pembelajaran
berbicara,
minat
siswa terhadap
pembelajaran berbicara atau paling tidak responsnya pasti akan berbeda. Maksudnya, ada siswa yang suka dan ada pula yang tidak. Tetapi di sisi lain, hampir keseluruhan siswa menyukai media gambar karikatur karena dirasa sangat membantu siswa untuk menyampaikan pesan melalui kegiatan berbicara. Kedua hal tersebut bila digabungkan, maka akan menjadi sebuah solusi yang cukup menarik. Selain itu, dengan menerapkan media gambar karikatur dalam pembelajaran berbicara, siswa akan mendapatkan pengalaman baru dalam belajar, khususnya belajar keterampilan berbicara. Adapun alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini: Kondisi awal
Pembelajaran keterampilan berbicara kurang menarik dan monoton sehingga siswa kurang antusias dalam mengikuti pelajaran
Rendahnya hasil belajar siswa dalam pelajaran berbicara
Pembelajaran keterampilan berbicara dengan media gambar karikatur
Proses pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung menarik dan meningkatkan antusias siswa dalam mengikuti
121
Hasil belajar siswa dalam keterampilan berbicara meningkat
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir
Penelitian Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Erma Lestari (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Media Komik Tanpa Kata Pada Siswa Kelas 10-8 SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. Di dalam hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa media komik tanpa kata dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Elen Inderasari (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Media Karikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Argumentasi (PTK pada siswa kelas 9 SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007). Di dalam hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa keterampilan menulis argumentasi dapat ditingkatkan dengan media karikatur. Alasan peneliti memilih kedua penelitian tersebut sebagai penelitian yang relevan karena kedua penelitian tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Keterkaitan tersebut terdapat pada media dan keterampilan berbahasa yang ditingkatkan melalui media tersebut. Erma Lestari menggunakan media komik yang merupakan salah satu media pembelajaran yang berupa gambar diam untuk meningkatkan keterampilan berbicara dan hasilnya meningkat. Untuk itu, peneliti mencoba menerapkan karikatur yang juga merupakan salah satu jenis media gambar diam untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elen Inderasari terdapat pada media yang digunakan, yakni media gambar karikatur yang digunakan untuk
122
meningkatkan keterampilan menulis argumentasi dan hasilnya meningkat. Untuk itu, peneliti mencoba menggunakan media gambar karikatur tersebut untuk meningkatkan keterampilan berbahasa lainnya, yakni berbicara.
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, dapat diajukan sebuah hipotesis bahwa : “Melalui media gambar karikatur kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta dapat ditingkatkan”.
123
BAB III METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Cengklik 1 Surakarta. Di sekolah ini pada kelas 5 ada 2 kelas paralel, yakni kelas 5A dan 5B. Peneliti melakukan penelitian ini di kelas 5B yang berjumlah 41 siswa. Di kelas ini, tidak ada sarana penunjang keterampilan berbicara. Waktu penelitian pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Maret 2010. Penyusunan
proposal
dilaksanakan
pada
bulan
Oktober
2009,
pelaksanaan
pembelajaran pada bulan November sampai Desember 2009 dan penyusunan laporan pada bulan Januari sampai Maret 2010. Secara rinci jenis kegiatan dan waktu pelaksanaan kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No
Kegiatan
Bulan dan Tahun (2010) Oktober
November
1.
Persiapan x survei awal sampai penyusunan proposal
xxx
2.
Seleksi informan, penyimpanan instrumen dan alat
xxx
3.
Pengumpulan data
Desember
xx
xx
124
Januari
Februari
Maret
4.
Analisis data
5.
Penyusunan laporan
xx
xx xxx
x
Subjek Penelitian Akibat adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya peneliti tidak mencari semua informasi sebagai subjek kajian dalam penelitian ini. Peneliti hanya mengambil informasi dari guru kelas 5B dan siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Pengumpulan data dari siswa dilakukan dengan cara menyebarkan angket, wawancara dan soal-soal tes pada siswa untuk kemudian dianalisis sebagai sumber data.
Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), yaitu sebuah penelitian yang merupakan kerjasama antara peneliti, guru, siswa, dan staf sekolah yang lain untuk menciptakan suatu kinerja sekolah yang lebih baik. Suharsimi Arikunto, dkk, (2008:3) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini membutuhkan kerjasama aktif antara peneliti, guru, siswa, dan staf sekolah untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik. Menurut Cohen dan Manion (dalam Suwarsih Madya, 2006:11-12), secara umum penelitian tindakan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Situasional, kontekstual, berskala kecil, praktis, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dalam situasi nyata dalam dunia kerja. Ia berkenaan dengan diagnosis suatu masalah dalam konteks tertentu dan usaha untuk memecahkan masalah tersebut dalam konteks tersebut.
125
2. Memberikan kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah praktis. 3. Fleksibel dan adaptatif, dan oleh karenanya memungkinkan adanya perubahan selama masa percobaan. 4. Partisipatori dan/atau anggota tim peneliti sendiri ambil bagian secara langsung / tidak langsung dalam melaksanakan penelitiannya. 5. Self evaluative, yaitu modifikasi secara berkesinambungan yang dievaluasi dalam situasi yang ada, yang tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan praktik dengan cara tertentu. 6. Perubahan dalam praktik didasari pengumpulan informasi atau data yang memberikan dorongan untuk terjadinya perubahan. 7. Secara ilmiah kurang ketat karena kesalahan internal dan eksternalnya lemah meskipun diupayakan untuk dilakukan secara sistematis. Peneliti berusaha mengamati dan mendeskripsikan permasalahanpermasalahan yang dialami guru dalam pembelajaran berbicara. Kemudian, peneliti dan guru berusaha memberikan alternatif usaha guna mengatasi permasalahan tersebut. Alternatif usaha tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi ke arah perbaikan pembelajaran berbicara di kelas. Proses dasar penelitian tindakan kelas didasarkan atas menyusun rencana tindakan bersama, bertindak dan mengamati secara individual dan bersama-sama pula, kemudian mengadakan refleksi atas berbagai kegiatan yang telah dilakukan (Suwarsih Madya, 2006:59). Dalam penelitian ini peneliti bersama-sama guru kelas sebagai pemegang otoritas pengajaran di dalam kelas menyusun rencana tindakan bersama. Kemudian peneliti bersama guru melaksanakan tindakan berdasarkan rencana tindakan yang telah disepakati bersama. Kegiatan pelaksanaan tersebut diikuti pula dengan kegiatan pemantauan segala kejadian di dalam kelas. Apabila dirasa kurang maksimal, peneliti mulai menentukan perencanaan selanjutnya untuk siklus berikutnya. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan realita yang ada. Peneliti mencoba memberikan gambaran dan menjelaskan berbagai fenomena dalam pelaksanaan tindakan serta hasil penelitian dalam data tertulis.
126
Sumber Data Penelitian Ada tiga sumber data penting yang akan dijadikan sebagai sasaran penggalian dan pengumpulan data serta informasi dalam penelitian ini. Sumber data tersebut meliputi: 1. Peristiwa yang menjadi sumber data dalam penelitian ini yakni, berbagai kegiatan pembelajaran berbicara yang berlangsung di dalam kelas yang dialami oleh siswa 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta dengan penggunaan media karikatur. 2. Informan, dalam penelitian ini menggunakan informan guru kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. 3. Dokumen berupa foto-foto peristiwa yang berupa foto kegiatan pembelajaran berbicara, hasil tes siswa, rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru dan peneliti, silabus yang ditentukan oleh pihak sekolah serta hasil angket yang terisi oleh siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang
akan diterapkan sebagai alat
mengumpulkan data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu: 1. Observasi Teknik ini digunakan untuk mengamati kegiatan pembelajaran berbicara yang berlangsung di kelas. Observasi ini bertujuan untuk mengamati perkembangan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas. Observasi atau pengamatan ini dilakukan dengan cara peneliti bertindak sebagai partisipan pasif yang mengamati jalannya pembelajaran di kelas yang dipimpin oleh guru. Peneliti mengambil posisi di tempat duduk paling belakang, mengamati jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan berada di tempat duduk
127
paling belakang, peneliti memiliki kesempatan untuk mengamati seluruh peristiwa yang terjadi di dalam kelas dengan leluasa.
2. Teknik Tes Adapun teknik tes digunakan dengan maksud untuk mengetahui perubahan hasil
belajar
siswa
setelah
diadakan
pembelajaran
berbicara
dengan
menggunakan media karikatur. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam pengambilan data dengan menggunakan tes adalah dengan menyiapkan perangkat bahan tes, menilainya serta mengolah data dari hasil kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini guru melaksanakan dua kali tes, yakni pre-tes untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara, serta post-tes untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan media karikatur. 3. Angket Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara meminta informan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian yang digunakan. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari informasi yang jumlahnya banyak dan tidak memungkinkan untuk diwawancarai satu per satu. Angket dalam penelitian ini diterapkan pada siswa kelas 5B SD Cengklik 1 Surakarta yang berjumlah 41 orang. 4. Teknik Wawancara Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dari guru dan siswa tentang pelaksanaan pembelajaran berbicara di dalam kelas. Wawancara mendalam (indepth interview) digunakan untuk mencari informasi mengenai kesulitan yang dialami oleh guru dalam pembelajaran berbicara, dan faktor-faktor penyebabnya. Wawancara yang digunakan untuk mencari data dari siswa menggunakan teknik wawancara berstruktur secara tertulis dan lisan. 5. Analisis Dokumen
128
Teknik ini digunakan untuk menganalisis dokumen yang telah didapatkan dari hasil observasi. Dokumen yang dimaksud dapat berupa berbagai catatan lapangan, nilai hasil tes berbicara, dan rekaman pembelajaran berbicara oleh guru di dalam kelas.
Uji Validitas Data Teknik-teknik yang akan digunakan untuk memeriksa keabsahan data adalah sebagai berikut: 1) Triangulasi metode, teknik ini digunakan untuk membandingkan data yang telah diperoleh dari hasil observasi dengan data yang diperoleh dari data wawancara dan angket siswa. Dalam hal ini peneliti membandingkan hasil observasi dengan data yang berasal dari siswa diperoleh melalui observasi, angket, dan teknik wawancara berstruktur. 2) Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji satu data yang diperoleh dari sumber data yang berbeda. Misalnya, untuk menentukan keabsahan antusias siswa selama mengikuti pembelajaran, peneliti melakukan trianggulasi sumber data dari siswa selaku informan dengan sumber data dokumen yang berupa foto pembelajaran dan catatan lapangan. 3) Review informan, teknik ini digunakan untuk menanyakan informan, apakah data yang diperoleh dari hasil wawancara sudah valid atau belum, sudah sesuai dengan kesepakatan atau belum.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan dalam jenis penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif komparatif. Teknik mencakup analisis kritis terhadap kelemahan dan kelebihan kinerja siswa dan guru dalam proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung dan membandingkan nilai antar siklus maupun indiktor kinerja. Kriteria dalam teknik ini berdasarkan kajian teoretis yang dipaparkan di depan. Hasil analisis tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menyusun rencana tindakan kelas berikutnya sesuai siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersama-sama antara guru dan peneliti sebab penelitian tindakan kelas merupakan
129
kerja sama antara peneliti dan guru. Analisis kritis terhadap keterampilan berbicara mencakup ketepatan siswa dalam menggunakan faktor kebahasaan dan nonkebahasaan dalam praktik berbicara serta kualitas proses pembelajaran yang diukur melalui keaktivan, kedisipilanan, minat, perhatian, dan kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara pada setiap siklus.
Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Untuk mengukur ketercapaian tujuan penelitian, dirumuskan indikator ketercapaian tujuan sebagai berikut:
Tabel 4. Indikator Ketercapaian Belajar Aspek
Pencapaian
Cara mengukur
siklus terakhir Kedisiplinan
70%
Diamati saat pembelajaran dan diukur dari sikap siswa saat pembelajaran yang meliputi ketaatan untuk mengikuti setiap skenario yang disusun dalam rencana pembelajaran.
Minat
70%
Diamati saat pembelajaran dan diukur dari jumlah siswa yang
menampakkan
ketertarikan
dalam
melakukan
kegiatan berbicara. Keaktifan
70%
Diamati saat pembelajaran berlangsung dan dihitung dari jumlah siswa yang berani untuk maju tanpa ditunjuk, aktif bertanya, dan mampu melaksanakan praktik berbicara dengan baik.
Perhatian
70%
Diamati saat pembelajaran berlangsung dan dihitung dari jumlah siswa yang memperhatikan siswa lain yang sedang berbicara di depan kelas.
Kesungguhan
70%
Diamati saat pembelajaran berlangsung dan dihitung dari jumlah siswa yang melaksanakan kegiatan berbicara dengan sungguh-sungguh. 130
Kemampuan 70% siswa dalam melakukan aktivitas berbicara
Diukur dari hasil tes kemampuan berbicara siswa secara lisan dan dihitung dari jumlah ketuntasan belajar.
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sarwiji Suwandi (2004: 119-120) mengungkapkan bahwa PTK merupakan penelitian yang bersifat reflektif. Kegiatan penelitian berangkat dari permasalahan riil yang dihadapi oleh guru dalam proses belajar mengajar, kemudian direfleksikan alternatif pemecah masalahnya dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan nyata yang terencana dan terukur. Hal penting dalam PTK adalah tindakan nyata (action) yang dilakukan oleh guru (dan bersama pihak lain) untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar. Tindakan itu harus direncanakan dengan baik dan dapat diukur tingkat keberhasilannya dalam pemecahan masalah tersebut. Jika ternyata program tersebut belum dapat memecahkan masalah yang ada, maka perlu dilakukan penelitian siklus berikutnya (siklus kedua) untuk mencoba tindakan lain (alternatif pemecahan lain sampai permasalahan dapat diatasi). Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan PTK, perlu diketahui karakteristik dari PTK itu sendiri. Menurut Rochman Natawidjaya (dalam Sarwiji Suwandi, 2004: 119-120) karakteristik PTK meliputi: 1. Merupakan prosedur penelitian di tempat kejadian yang dirancang untuk menanggulangi masalah nyata di tempat yang bersangkutan. 2. Diterapkan secara kontekstual, artinya variabel-variabel atau faktor-faktor yang telah ditelaah selalu terkait dengan keadaan dan suasana penelitian. 3. Terarah pada perbaikan atau peningkatan mutu kinerja guru di kelas. 4. Bersifat fleksibel (disesuaikan dengan keadaan). 5. Banyak mengandalkan data yang diperoleh secara langsung dari pengamatan atas perilaku serta refleksi peneliti. 6. Bersifat situasional dan spesifik, umumnya dilaksanakan dalam bentuk studi kasus. 131
Adapun langkah-langkah pelaksanaan PTK dilakukan melalui empat tahap, yakni: (1) perencanaan tindakan (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisis dan refleksi. Secara jelas langkah-langkah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Permasalahan
Perencanaan Tindakan I
Pelaksanaan Tindakan I
Pengamatan/ pengumpulan data I
Refleksi I
Permasalahan baru hasil refleksi
Perencanaan tindakan II
Refleksi II
Apabila permasalahan belum terselesaikan
Pelaksanaan Tindakan II
Pengamatan/ pengumpulan data II
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Gambar 2. Alur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, dkk, 2008: 74)
Keterangan:
132
1. Perencanaan Tindakan Berdasarkan hasil identifikasi dan penetapan masalah, peneliti dan guru kemudian berdiskusi untuk menemukan alternatif. Alternatif yang disepakati antara peneliti dan guru adalah media pembelajaran berbicara yang berupa gambar karikatur. Pada tahap ini peneliti menyajikan data yang telah dikumpulkan kemudian bersama guru menetukan solusi yang tepat berdasarkan masalah yang dihadapi. Tahap perencanaan tindakan meliputi: a. Membuat skenario pembelajaran. b. Mempersiapkan sarana pembelajaran. c. Mempersiapkan instrumen penelitian. d. Mengajukan solusi alternatif berupa penerapan media gambar karikatur untuk pembelajaran berbicara. 2. Pelaksanaan Tindakan Tindakan dilakukan dalam pembelajaran berbicara dengan menerapkan media gambar karikatur. Dalam setiap tindakan yang dilakukan selalu diikuti dengan kegiatan pengamatan dan evaluasi serta analisis dan refleksi. Pada tahapan ini, peneliti mengadakan pengamatan apakah tindakan yang telah dilakukan dapat mengatasi masalah yang ada. Selain itu, pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data yang nantinya diolah untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. 3. Observasi Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan menginterpretasikan aktivitas penggunaan media gambar karikatur dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dalam kegiatan ini, peneliti berperan sebagai partisipan pasif. Maksudnya, peneliti berada dalam lokasi penelitian namun tidak berperan aktif. Peneliti hanya mengamati dan mencatat segala aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara. Setelah itu, peneliti mengolah data untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan kualitas hasil dan proses pembelajaran berbicara siswa dengan media gambar karikatur tersebut, juga untuk mengetahui kelemahan yang mungkin muncul. 4. Analisis dan Refleksi
133
Tindakan ini dilakukan dengan menganalisis atau mengolah data hasil observasi dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang perlu diperbaiki dan bagian mana yang sudah mencapai tujuan penelitian. Dalam melakukan refleksi, peneliti harus bekerjasama dengan guru sebagai kolaborator. Selain itu, peneliti dengan guru mengadakan diskusi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan (solusi pemecahan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan yang telah dilakukan). Setelah itu ditarik kesimpulan penelitian yang dilakukan, berhasil atau tidak sehingga peneliti dan guru dapat menetukan langkah selanjutnya.
134
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uraian mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah dari Bab I akan dikemukakan dalam Bab IV ini. Sebelum hasil penelitian dipaparkan, akan diuraikan terlebih dahulu mengenai kondisi awal (pratindakan) proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD N Cengklik 1 Surakarta. Dengan demikian, secara urut bab ini akan menjelaskan tentang: (1) kondisi awal proses pembelajaran serta keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta; (2) pelaksanaan tindakan serta hasil penelitian; dan (3) pembahasan hasil penelitian. Penelitian tindakan dilakukan dalam 2 siklus dengan 4 tahap pada masing-masing siklus. Tahapan meliputi kegiatan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
A. Kondisi Awal Survei kondisi awal dilakukan peneliti pada hari Sabtu, 10 Oktober 2009 pukul 09.15 WIB dan hari Rabu, 14 Oktober 2009 (selama 2 x 35 menit). Survei kondisi awal dilakukan peneliti untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di lapangan sebelum peneliti melakukan proses penelitian. Keadaan yang perlu diteliti meliputi proses dan kemampuan keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Kondisi awal tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti dan guru pada saat siklus dilakukan. Survei awal yang dilakukan peneliti meliputi beberapa langkah berikut: (1) wawancara dengan guru dan siswa, (2) observasi lapangan, dan (3) angket. Wawancara dilakukan dengan guru pada hari Sabtu, 10 Oktober 2009 pukul 09.15 WIB. Wawancara ini dilakukan selama kurang lebih 15 menit. Dalam waktu 15 menit, peneliti mendapatkan informasi dari guru bahwa terdapat kendala dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa sedikit sekali siswa dalam satu kelas yang bisa dijadikan kandidat dalam perlombaan keterampilan 135
berbicara. Guru juga menyatakan hanya bisa menemukan satu atau dua orang siswa saja dalam satu kelas yang terampil dalam berbicara sehingga tidak perlu diadakan seleksi di sekolah. Rendahnya kemampuan siswa dalam keterampilan berbicara dikarenakan guru merasa kesulitan dalam memotivasi siswa agar mau berbicara di depan kelas. Selain itu, siswa juga kurang berantusias dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Metode yang digunakan guru belum bisa meningkatkan hasil dari pembelajaran keterampilan berbicara. Guru juga belum menggunakan media yang dapat merangsang siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasannya. Padahal salah satu kesulitan siswa adalah mereka merasa bingung untuk mengungkapkan ide atau materi yang hendak mereka jadikan materi atau topik berbicara di depan kelas. Tahapan selanjutnya pada survei awal ini, yaitu observasi pratindakan. Observasi pratindakan dilakukan peneliti 4 hari setelah wawancara dengan guru, yakni hari Rabu, 14 Oktober 2009 pukul 09.15 WIB (selama 2x35 menit). Dalam tahap observasi ini, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dengan mengambil tempat duduk paling belakang agar lebih leluasa mengamati proses pembelajaran. Fokus peneliti tertuju pada aktifitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung. Adapun hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan keadaan sebagai berikut: 1. Kedisiplinan dan Kesiapan Siswa Mengikuti Pembelajaran Berbicara Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung, terungkap bahwa kedisiplinan dan kesiapan siswa kurang terhadap pelajaran. Hal ini terlihat dari adanya siswa yang masih bercanda dengan teman sebangkunya saat proses pembelajaran berlangsung. Ketidaksiapan siswa sangat terlihat pada waktu guru menyampaikan bahwa pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa adalah berbicara. Secara spontan mereka berteriak dan mengeluh. Adapula siswa yang meminta membawa buku ke depan kelas saat ditunjuk.
136
2. Minat Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Berbicara Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa kurang berminat terhadap pelajaran keterampilan berbicara. Hal tersebut terindikasi dari sikap siswa selama mengikuti pelajaran, yaitu perhatian siswa banyak yang tidak terfokus pada pelajaran, ada siswa yang sibuk dengan kegiatannya melipat kertas, ada yang berbicara dengan temannya, ada yang melamun, menunduk, dan menoleh-noleh. Selain itu, siswa juga terlihat takut pada waktu nama mereka dipanggil. Hanya ada satu siswa yang berani maju tanpa ditunjuk. Kebanyakan siswa mengeluh, bahkan ada yang meminta untuk membawa catatan. Lemahnya minat siswa terhadap keterampilan berbicara juga dapat dilihat dari hasil pengisian angket oleh siswa. Berdasarkan hasil angket tersebut, diketahui bahwa
siswa yang menyukai atau berminat pada
keterampilan berbicara hanya mencapai 17 % atau sejumlah 7 dari 41 siswa. 3. Keaktifan Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran Berbicara Pada menyimpulkan
waktu
proses
bahwa
siswa
pembelajaran kurang
aktif
berlangsung, dalam
peneliti
mengikuti
juga proses
pembelajaran berbicara. Hal ini terlihat dari sedikitnya siswa yang berani bertanya atau menyampaikan pendapat/sikap secara individu kepada guru. Mereka hanya bisa mengeluh secara bersama-sama. Kekurangaktifan siswa juga dapat dilihat dari sedikitnya siswa yang berani maju secara sukarela. Dari 41 siswa, hanya satu siswa yang berani menunjukkan keaktifannya di depan kelas dengan cara maju tanpa ditunjuk. Setelah siswa tersebut, guru beberapa kali memberikan kesempatan kepada siswa lainnya untuk maju secara sukarela, tetapi tidak ada siswa yang berani. Banyak siswa yang bahkan menundukkan kepalanya. 4. Perhatian dan Kesungguhan Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Berbicara Perhatian dan kesungguhan siswa terhadap guru kurang selama proses pembelajaran berlangsung. Banyak siswa yang sibuk dengan kegiatan pribadinya, seperti bergurau dengan teman, tidak mendengarkan teman yang sedang berbicara di depan kelas, dan bermain kertas. Siswa juga tidak 137
merespons stimulus yang diberikan guru. Mereka nampak bosan dengan proses pembelajaran yang berlangsung secara monoton ini. Suara dari siswa yang maju banyak yang tidak terdengar sehingga hal ini juga memicu kurang perhatiannya siswa yang mendengarkan terhadap cerita yang dibawakan oleh siswa yang maju. 5. Kesulitan Siswa Berbicara di Depan Kelas Selama proses pembelajaran berlangsung siswa terlihat kesulitan dalam menyampaikan ide yang terdapat dalam pikiran mereka. Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki materi yang cocok untuk dijadikan topik pembicaraan. Mereka nampak bingung dan ada juga siswa yang berhenti mendadak pada waktu mereka berbicara di depan kelas sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan ceritanya. Pada waktu ditunjuk oleh guru, siswa terlihat bingung. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya siswa yang mengeluh dan menanyakan pada guru tentang hal yang akan dijadikan topik berbicara. Ada juga siswa yang ingin segera menyelesaikan ceritanya dengan cara memotong cerita. Dari hasil wawancara dengan siswa, ternyata benar, bahwa mereka merasa bingung pada waktu maju karena mereka tidak tahu materi yang akan mereka jadikan topik pembicaraan pada waktu mereka berada di depan kelas. Ada juga siswa yang mengaku lupa pada kelanjutan cerita, padahal mereka sudah berusaha mengingatnya. 6. Penggunaan Media dalam Pembelajaran Berbicara Berdasarkan hasil observasi pratindakan dan didukung oleh hasil wawancara dengan guru mengenai media pembelajaran berbicara, maka dapat disimpulkan bahwa guru belum pernah menggunakan atau mencoba media untuk pembelajaran keterampilan berbicara. Dengan kata lain, guru hanya mengandalkan tema yang terdapat dalam buku paket atau buku pegangan untuk menentukan materi berbicara bagi siswa. Hal ini akan menimbulkan kurangnya referensi bagi siswa untuk menemukan materi-materi yang dapat dijadikan topik pembicaraan di depan kelas.
138
7. Penguasaan Kelas Posisi guru saat mengajar hanya di depan kelas. Guru tidak berkeliling kelas atau memantau siswa yang duduk di belakang sehingga banyak siswa yang duduk di belakang tidak memperhatikan pelajaran. Mereka dapat leluasa melakukan kegiatan pribadi, seperti bercanda dengan teman, bermain kertas, dan melamun.
Tahap selanjutnya dalam penelitian survei awal ini adalah melengkapi data dengan kegiatan pengisian angket pratindakan yang dilakukan oleh siswa. Pengisian angket ini bertujuan untuk mengetahui minat siswa terhadap pembelajaran keterampilan berbicara. Kegiatan ini dilakukan pada hari Rabu, 14 Oktober 2009. Angket tersebut berisi 7 pertanyaan yang masing-masing pertanyaan sudah terdapat pilihan jawabannya. Dari hasil pengisian angket diperoleh kesimpulan bahwa siswa yang berminat terhadap pembelajaran keterampilan berbicara sebesar 17 % atau sejumlah 7 dari 41 siswa. Berdasarkan kondisi awal tersebut, peneliti dan guru melakukan diskusi untuk mencari solusi kendala-kendala yang dialami siswa dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara. Dari diskusi tersebut, diperoleh kesepakatan bahwa peneliti dan guru akan bersama-sama melakukan penelitian tindakan kelas dengan mengambil judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan Media Gambar Karikatur Siswa Kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”.
B. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian 1. Siklus 1 a. Perencanaan Tindakan Permasalahan utama yang menyebabkan kemampuan keterampilan berbicara siswa rendah berdasarkan survei pratindakan di atas, yaitu siswa merasa belum menemukan materi atau ide yang dapat dijadikan topik pembicaraan. Penyebab utamanya adalah guru belum menggunakan media yang dapat membangkitkan ide siswa dalam proses berbicara. Mengacu pada hal inilah, 139
peneliti berpendapat bahwa perlu dilakukan tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Peneliti dan guru bersama-sama merencanakan tindakan pada hari Rabu, 14 Oktober 2009 di ruang guru. Hal-hal yang didiskusikan antara peneliti dengan guru dalam proses penelitian pada siklus I, antara lain: (1) peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang akan dilakukan pada pelaksanaan siklus 1, (2) peneliti mengusulkan digunakannya media gambar karikatur dalam pembelajaran keterampilan berbicara serta menjelaskan cara penerapannya, (3) peneliti dan guru berama-sama menyusun RPP untuk siklus 1, (4) guru dan peneliti bersama-sama membuat lembar penilaian siswa yaitu yang berupa instrumen penilaian proses (instrumen non-tes) dan hasil (instrumen tes). Instrumen penilaian proses (instrumen non-tes) digunakan untuk menilai sikap siswa dalam keterampilan berbicara. Instrumen penilaian hasil (instrumen tes) digunakan untuk menilai keterampilan berbicara siswa, dan (5) menentukan jadwal pelaksanaan tindakan. Rincian kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan tindakan ini meliputi: 1)
Peneliti dan guru merencang skenario pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur, dengan langkah-lagkah sebagai berikut: a) Guru mengondisikan kelas dan melakukan presensi. b) Guru menjelaskan tentang kompetensi dan tujuan pembelajaran yang
ingin
dicapai dalam pembelajaran berbicara. c) Apersepsi tentang keterampilan berbicara dengan menggali pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi menceritakan hasil pengamatan gambar karikatur dengan bahasa yang baik dan benar. d) Siswa menerima gambar karikatur dari guru. e) Siswa mendengarkan penjelasan dari guru mengenai maksud pembelajaran berbicara yang akan dilakukan dengan gambar karikatur. f) Siswa mendengarkan contoh yang diberikan guru dalam bercerita dengan melakukan pengamatan terhadap gambar karikatur berdasarkan hal-hal yang
140
telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari). g) Siswa diberi kesempatan untuk mengamati gambar karikaturnya masing-masing berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari). h) Siswa satu per satu maju untuk bercerita mengenai hasil pengamatannya tentang gambar karikatur tersebut. i) Guru menyimpulkan proses berbicara melalui pengamatan gambar karikatur yang telah dilakukan. j) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal sulit dalam pembelajaran berbicara yang telah dilaksanakan. k) Guru bersama siswa melakukan refleksi. l) Guru menutup pelajaran.
2)
Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan selanjutnya didiskusikan dengan peneliti.
3)
Guru dan peneliti mempersiapkan media yang berupa gambar karikatur untuk pembelajaran keterampilan berbicara. Gambar yang dipilih adalah gambar karikatur berwarna dengan tema “Aktivitas Sehari-hari”.
4)
Guru dan peneliti menyusun instrumen penelitian berupa penilaian tes dan non-tes. Instrumen tes dinilai dari hasil praktik berbicara siswa (sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai). Instrumen non-tes dinilai berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dan berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran berbicara yang meliputi: (a) kedisiplinan, (b) minat, (c) keaktivan, (d) perhatian, dan (e) kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung.
5)
Guru dan peneliti menentukan jadwal pelaksanaan tindakan siklus I. Dari kegiatan diskusi disepakati bahwa tindakan dalam siklus 1 dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu hari Rabu, 4 November 2009 dan hari Sabtu, 7 November 2009.
141
b. Pelaksanaan Tindakan 1 Seperti yang telah direncanakan oleh peneliti dan guru, tindakan siklus 1 dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu hari Rabu, 4 November 2009 dan hari Sabtu, 7 November 2009 di ruang kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Pada pertemuan pertama, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2 x 35 menit, dan dilaksanakan pada pukul 09.15 WIB. Selanjutnya, untuk pertemuan kedua, dilaksanakan pada pukul 08.10 WIB dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada tindakan siklus 1 ini meliputi: 1) Guru mengondisikan kelas dan melakukan presensi. 2) Guru menjelaskan tentang kompetensi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran berbicara. 3) Apersepsi tentang keterampilan berbicara dengan menggali pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi menceritakan hasil pengamatan gambar karikatur dengan bahasa yang baik dan benar. 4) Siswa menerima gambar karikatur dari guru. 5) Siswa mendengarkan penjelasan dari guru mengenai maksud pembelajaran berbicara yang akan dilakukan dengan gambar karikatur. 6) Siswa mendengarkan contoh yang diberikan guru dalam bercerita dengan melakukan pengamatan terhadap gambar karikatur berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari). 7) Siswa diberi kesempatan untuk mengamati gambar karikaturnya masing-masing berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari). 8) Siswa satu per satu maju untuk bercerita mengenai hasil pengamatannya tentang gambar karikatur tersebut. 9) Guru menyimpulkan proses berbicara melalui pengamatan gambar karikatur yang telah dilakukan. 10) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal sulit dalam pembelajaran berbicara yang telah dilaksanakan.
142
11) Guru bersama siswa melakukan refleksi. 12) Guru menutup pelajaran.
Pembelajaran berbicara dilanjutkan pada pertemuan kedua. Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 November 2009 selama 70 menit (2 kali pertemuan), dimulai pukul 08.10 WIB. Urutan pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan kedua ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1) Guru melakukan persensi. 2) Guru melakukan apersepsi. 3) Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai pembelajaran keterampilan berbicara pada pertemuan sebelumnya. 4) Guru memberikan kesempatan pada siswa ingin maju tanpa ditunjuk. 5) Guru menunjuk siswa untuk maju secara bergiliran dengan cara melakukan pengocokan pada kartu yang sudah disiapkan. 6) Di akhir penampilan semua siswa, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap II (guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang kesulitan atau kendala pembelajaran keterampilan berbicara dengan media gambar karikatur). 7) Guru memberikan kesimpulan dan menutup pelajaran.
c. Observasi dan Interpretasi Observasi/ pengamatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 4 November 2009 pukul 09.15-10.25 dan hari Sabtu, 7 November 2009 pukul 08.10-09.35 WIB di ruang kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Kegiatan peneliti selama tahap observasi, yaitu mengamati proses pembelajaran berbicara siswa kelas 5B dengan menggunakan media gambar karikatur. Tema gambar karikatur yang digunakan dalam pembelajaran berbicara pada saat itu adalah “Aktivitas Seharihari”. Fokus pengamatan yang dilakukan peneliti terletak pada berlangsungnya proses pelaksanaan pembelajaran, serta aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung. Dalam pengamatan ini, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif.
143
Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran jalannya kegiatan belajar mengajar (KBM) sebagai berikut: 1) Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru mempersiapkan pedoman dalam mengajar daam bentuk rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran tersebut sesuai dengan silabus mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas 5 sekolah dasar. Silabus ini terdapat di dalam kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut, yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). 2) Pelaksanaan siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dihadiri oleh 39 siswa karena dua siswa sakit sehingga tidak bisa masuk sekolah. Pertemuan kedua diikuti oleh 40 siswa karena ada siswa yang dijemput pulang oleh orang tuanya karena ada kepentingan keluarga. Siswa tersebut sudah maju pada pertemuan pertama. 3) Guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah melaksanakan pembelajaran berbicara dengan baik. Selanjutnya, guru melakukan apersepsi, yakni melaksanakan tanya jawab dengan siswa tentang gambar karikatur. Pada mulanya banyak siswa yang tidak mengerti tentang gambar karikatur, tetapi guru menjelaskan dengan baik dan pada akhirnya siswa mengerti tentang gambar karikatur. 4) Guru melakukan metode demonstrasi dengan mencontohkan sebuah gambar karikatur dan menceritakan gambar tersebut. Guru bercerita dan menjelaskan cara bercerita yang baik pada siswa. 5) Pada waktu bercerita dan menjelaskan cara bercerita kepada siswa, siswa memperhatikan dengan seksama. Ada beberapa siswa yang masih beraktifitas sendiri. Ada yang melamun dan berbicara dengan teman. 6) Guru memberikan teguran pada siswa yang tidak menghiraukan penjelasan guru. 7) Guru
mulai
membagikan
gambar
karikatur
kepada
siswa.
Setelah
mendapatkan gambar tersebut, ada siswa yang merasa senang karena mendapatkan gambar yang menurut mereka bagus, dan ada juga yang kecewa karena mendapatkan gambar yang menurut mereka kurang bagus. Ada 4 orang siswa yang meminta tukar gambar pada guru. Guru tidak memenuhi 144
permintaan mereka. Ada pula beberapa siswa yang menukarkan gambar mereka dengan teman yang lain. 8) Setelah itu, siswa mulai memperhatikan gambar masing-masing dan mulai memikirkan topik yang cocok untuk gambar mereka. Setelah itu, siswa diberi kesempatan untuk maju secara individu. 9) Guru memberikan kesempatan pada siswa yang ingin maju tanpa ditunjuk. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh siswa yang berantusias tinggi terhadap gambar mereka. 10) Setelah ketiga siswa tersebut, masih ada satu siswa yang maju atas kesadaran sendiri (tanpa ditunjuk) pada pertemuan kedua. 11) Pada waktu ditunjuk dengan cara pengocokan, siswa tidak mengeluh. Mereka langsung maju. Siswa juga sudah mulai lancar dalam berbicara. Ada beberapa siswa yang lupa pada cerita mereka, setelah guru menyuruh untuk melihat gambar, siswa tersebut kembali ingat. Banyak siswa yang hanya memandang ke arah gambar pada waktu mereka berbicara. Mereka tidak melihat pendengar. 12) Pada waktu ada siswa yang maju berbicara, tampak beberapa siswa yang lain ramai dan tidak mendengarkan cerita teman yang sedang maju. Mereka bercanda dengan teman sebangku, melamun, dan beraktivitas sendiri. 13) Saat tahap evaluasi, guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai kesulitan yang mereka alami saat berbicara dengan gambar karikatur. Ada satu siswa yang memberikan komentarnya, yaitu Lia. Dia merasa gambar yang dia terima tidak sesuai dengan keinginannya. Setelah ditelusuri lebih jauh, teryata alasan utamanya adalah gambar tersebut tidak berwarna (hanya hitam putih). 14) Kelemahan atau kekurangan selama pelaksanaan tindakan siklus I ini dapat dilihat dari tiga aspek berikut: a) Kelemahan yang ditemukan dari guru, yaitu: (1) Guru kurang menguasai kelas. Guru hanya berdiri di depan kelas dan duduk pada waktu memberikan materi dan contoh. 145
(2) Guru jarang menegur siswa yang tidak fokus dalam pembelajaran. Siswa yang tidak fokus pada pembelajaran hanya ditegur satu kali pada waktu apersepsi. b) Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu: (1) Siswa kurang disiplin pada waktu mengikuti pelajaran berbicara. Banyak aktifitas yang dilakukan siswa di luar kegiatan pembelajaran seperti melamun, berbicara dengan teman sebangku, dan bercanda. (2) Pada waktu maju, pandangan siswa hanya tertuju pada gambar. (3) Pada waktu ada siswa yang maju, banyak siswa yang tidak mendengarkan (perhatian siswa kurang). (4) Ada beberapa siswa yang mengeluh karena mendapatkan gambar yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. (5) Saat guru melakukan tanya jawab dengan siswa pada waktu pembelajaran, hanya beberapa siswa yang aktif memberikan pertanyaan dan menanggapinya. (6) Ada beberapa siswa yang masih lupa dengan bagian cerita yang mereka ceritakan di depan kelas. c) Kelemahan dari penggunaan media gambar karikatur (1) Gambar karikatur yang tidak berwarna tidak begitu menarik perhatian siswa sehingga ada beberapa siswa yang mengeluh jika mendapatkan gambar yang tidak berwarna (hitam putih). (2) Siswa belum begitu memahami tentang cara bercerita dengan gambar karikatur. 15) Keberhasilan proses pembelajaran berbicara siklus I dapat dilihat dari beberapa indikator berikut ini: a) Kedisiplinan Siswa yang menunjukkan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur sebanyak 23 siswa atau sekitar 56,1%. Hal ini diperoleh dari penilaian sikap siswa yang sudah menunjukkan kedisiplinan di kelas, seperti kedisiplinan dalam kesiapan mengikuti pelajaran dan melaksanakan prosedur pembelajaran berbicara. 146
b) Minat Siswa terlihat lebih antusias terhadap pembelajaran berbicara dengan gambar karikatur dibandingkan tanpa media apapun. Minat siswa, peneliti nilai dari antusias siswa untuk mengikuti setiap aturan main dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Siswa juga tidak mengeluh pada waktu mereka melakukan kegiatan berbicara di depan kelas. Siswa yang menunjukkan minat terhadap pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur sebanyak 63,41% atau sejumlah 26 siswa. c) Keaktifan Keaktifan siswa pada waktu proses pembelajaran berbicara dilihat dari keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat, bertanya dan berani maju dengan kesadaran sendiri. Siswa yang sudah menunjukkan keaktifan dengan cara mengungkapkan pendapat bertanya dan maju dengan kesadaran sendiri sebanyak 24 siswa. Persentase keaktifan siswa yang peneliti simpulkan dari rubrik penilaian proses pembelajaran keterampilan berbicara adalah 58,53%. d) Perhatian Siswa yang sudah menunjukkan perhatiannya selama proses pembelajaran berbicara adalah sejumlah 23 siswa. Persentase perhatian siswa sebanyak 56,1%. Hal ini peneliti simpulkan dari hasil pengamatan selama pembelajaran berbicara. Siswa memperhatikan guru pada waktu apersepsi, penyampaian materi, dan evaluasi. Sebagian siswa juga sudah bisa menjadi pendengar yang baik. e) Kesungguhan Kesungguhan siswa yang peneliti nilai adalah dari kesungguhan siswa dalam melakukan pengamatan terhadap gambar. Siswa terlihat serius dan bersungguh-sungguh dalam mengamati gambar karikatur. Siswa yang menunjukkan kesungguhannya dalam pembelajaran berbicara sejumlah 22 siswa atau 53,66%. 16) Ketuntasan hasil belajar yang berupa kemampuan siswa menceritakan hasil pengamatan atau kunjungan dengan bahasa runtut, baik, dan benar mencapai 147
sekitar 56,1%. Hal ini terlihat dari hasil praktik berbicara dan dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 65 (batas ketuntasan) ke atas, yaitu sebanyak 23 siswa.
Tabel 5. Nilai Hasil Keterampilan Berbicara Siswa Siklus 1 No
Nama
Aspek Penilaian I
II
III
IV
V
Skor
Nilai
Ketuntasan
1
Bagas Joko Lelono
3
3
4
3
4
17
68
Ya
2
Aditya Prima Sentosa
2
3
3
3
3
14
56
Tidak
3
Ajeng Kirana M
2
4
4
4
3
17
68
Ya
4
Ayu Puji Lestari
4
4
5
4
3
20
80
Ya
5
Cindy Fatika Nur A
4
3
4
4
3
18
72
Ya
6
Destiani Nursabrina
4
3
4
3
4
18
72
Ya
7
Fitriasari Dias S
3
3
2
3
4
15
60
Tidak
8
Ratih Anandayu
3
2
3
1
3
12
48
Tidak
9
Ulfa Latifah Putri
3
4
3
4
3
17
68
Ya
10
Aditya Yudha B
3
2
3
2
3
13
52
Tidak
11
Asep Subari
3
4
3
4
4
18
72
Ya
12
Bagus Rifky Hidayat
3
4
3
3
2
15
60
Tidak
13
Dimas Nuri Wahyu N
3
4
4
3
5
19
76
Ya
14
Ichsan Adib Fauzan
3
4
3
4
3
17
68
Ya
15
Nanda Gerry O
2
2
3
2
3
12
48
Tidak
16
Rezki Fajar
2
3
4
3
4
16
64
Tidak
17
Yoga J Nuswantoro
3
4
4
4
3
18
72
Ya
18
Adelia Nur Aziza
3
2
3
3
2
13
52
Tidak
19
Anissa Nur Azizah
4
4
3
5
3
19
76
Ya
20
Annisa Kurniasari
3
1
2
3
2
11
44
Tidak
21
Brilian Islamaya Nur
3
1
3
2
3
12
48
Tidak
22
Dema Biofani
4
3
3
2
3
15
60
Tidak
23
Denisa Daraninggar
3
3
4
3
4
17
68
Ya
148
24
Dina Monika
3
4
4
4
4
19
76
Ya
25
Dinar Andina Pratiwi
4
3
4
3
3
17
68
Ya
26
Imma Rafiana
3
4
3
3
2
15
60
Tidak
27
Indah Arum Sari
4
3
4
4
3
18
72
Ya
28
Is Ma Umi Nur R
3
3
3
4
4
17
68
Ya
29
Mahanani P
4
3
4
3
3
17
68
Ya
30
Swastika Wendy A
3
3
2
3
1
12
48
Tidak
31
Theodora Diani L
2
3
3
2
3
13
52
Tidak
32
Adimas Agustinus
4
3
4
4
4
19
76
Ya
33
Aldevengky T
3
3
4
4
4
18
72
Ya
34
Arif Luqman
3
3
3
3
1
13
52
Tidak
35
Geradus Septi H
4
3
4
3
4
18
72
Ya
36
Ian Danarko P
3
3
4
4
3
17
68
Ya
37
Victor Dhea Komang
3
2
3
3
2
13
52
Tidak
38
Wika Ayudyah P
4
3
3
4
4
18
72
Ya
39
Andrea Sakti P
2
3
2
2
3
12
48
Tidak
40
Erika Prissilia
3
3
3
2
1
12
48
Tidak
41
Fajandra Yoga M
3
4
3
4
3
17
68
Ya
63,73
Nilai Rata-Rata
≤65 = 23 siswa
Ketuntasan Belajar = 56,1%
≥65 = 18 siswa
Keterangan: I
: lafal
II
: intonasi
III
: kesesuaian cerita dengan gambar karikatur
IV
: struktur cerita
V
: kelancaran/kewajaran
149
d. Analisis dan Refleksi Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas pembelajaran berbicara siklus I ini (baik proses maupun hasil) telah menunjukkan adanya peningkatan dari kondisi awal (pratindakan). Hal tersebut ditandai oleh: 1)
Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran berbicara meningkat. Hal ini ditunjukkan dari sikap siswa dalam kesiapan mengikuti pembelajaran dan mengikuti prosedur pembelajaran.
2)
Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara meningkat. Hal ini dapat dilihat pada waktu siswa ditunjuk tidak menunjukan keluhan berupa apapun. Sebaliknya, mereka langsung maju saat ditunjuk oleh guru, bahkan ada beberapa siswa yang ingin maju lagi. Siswa tampak tertarik dengan media berupa gambar karikatur dalam pembelajaran berbicara. Mereka senang dengan gambar-gambar yang diberikan oleh guru.
3)
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran meningkat. Hal ini ditunjukkan dari siswa yang berani maju dengan kesadaran sendiri untuk berbicara di depan kelas. Pada waktu survei awal, hanya ada satu siswa yang berani maju dengan kesadaran sendiri, tetapi pada waktu tindakan I ada 5 siswa yang berani maju dengan kesadaran sendiri. Selain itu, penilaian juga didasarkan pada keaktifan siswa dalam menyampaikan pendapat saat pembelajaran berlangsung. Ada beberapa siswa yang berani menyampaikan pendapatnya (unek-unek) pada waktu pembelajaran.
4)
Perhatian siswa meningkat pada waktu proses pembelajaran berbicara. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan perhatian siswa pada waktu apersepsi, penyampaian materi, dan evaluasi. Sebagian siswa juga sudah bisa menjadi pendengar yang baik. Dibandingkan pada waktu survei awal, banyak siswa yang merasa bosan apabila sedang menjadi pendengar. Sebagian dari mereka banyak yang melakukan aktivitas sendiri. Di siklus I, sebagian siswa sudah bisa menjadi pendengar yang baik. Hanya ada beberapa siswa saja yang masih melakukan aktifitas sendiri.
5)
Kesungguhan siswa pada waktu proses pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur meningkat. Hal ini dapat dilihat dari kefokusan siswa pada 150
waktu guru mempersilahkan siswa untuk mengamati gambar karikatur untuk memperoleh ide atau gagasan dalam berbicara. 6)
Kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan dan perasaannya dalam bentuk ucapan sudah lebih baik apabila dibandingkan dengan survei awal. Hal ini terindikasi dari banyaknya siswa yang sudah lancar dalam berbicara. Mereka tidak tersendat-sendat dan suara mereka sudah cukup lantang. Walaupun belum maksimal, tetapi hal ini sudah menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Ketuntasan belajar yang dicapai pada survei awal adalah 39,02% atau sebanyak 16 siswa, sedangkan ketuntasan belajar yang dicapai pada siklus I adalah 56,1% atau sebanyak 23 siswa.
7)
Kelemahan dan kekurangan yang ditemukan dari pelaksanaan tindakan siklus I ini, bersumber dari guru, siswa, dan media pembelajarannya. Guru belum mampu menciptakan suasana yang mendukung siswa untuk lebih memiliki minat terhadap pembelajaran berbicara (siswa merasa sedikit bosan apabila mendengarkan secara terus menerus tanpa jeda). Selain itu, ada beberapa gambar karikatur yang tidak sesuai dengan topik yang diinginkan siswa (gambar tidak berwarna). Selanjutnya untuk memperbaiki beberapa kekurangan yang terdapat pada siklus I ini, guru dan peneliti merumuskan langakah-langkah perbaikan sebagai berikut: a)
Posisi guru pada waktu mengajar tidak hanya di depan kelas. Guru juga harus berkeliling agar secara langsung bisa menegur dan memonitor tingkah laku dan sikap siswa yang kurang fokus terhadap pembelajaran.
b)
Guru tidak hanya menegur siswa dalam satu waktu saja, tetapi berkalikali agar siswa jera.
c)
Guru mengadakan selingan dalam proses pembelajaran agar tidak terkesan monoton, yaitu dengan cara bernyanyi untuk menunjuk siswa yang maju. Caranya, guru menyediakan stabilo, kemudian siswa disuruh secara bergiliran membuka dan menutup kembali stabilo tersebut. Siswa yang lain bernyanyi. Pada waktu lagu berhenti atau selesai, siswa yang 151
memegang stabilo adalah siswa yang maju. Guru melakukan hal ini di tengah pembelajaran berlangsung. d)
Guru dan peneliti membuat daftar nilai yang akan diisi oleh siswa. Jadi, siswa disuruh menilai teman yang maju. Hal ini akan membuat siswa lebih fokus pada waktu menjadi pendengar. Selain itu, siswa yang maju memiliki semangat baru untuk berbicara sebaik mungkin di depan kelas karena mereka akan dinilai oleh siswa yang lain.
e) Guru memberikan bimbingan secara khusus terhadap siswa yang kurang jelas terhadap cara-cara berbicara dengan menggunakan gambar karikatur. f)
Di akhir pembelajaran hendaknya guru tidak lupa memberikan refleksi, umpan balik, atau penguatan atas materi yang telah disampaikan.
g)
Guru dan peneliti lebih selektif dalam memilih gambar karikatur yang dipergunakan dalam pembelajaran keterampilan berbicara agar tidak ada lagi siswa yang mengeluh karena mendapatkan gambar yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
2. Siklus II a. Perencanaan Tindakan Setelah peneliti mengetahui kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada tindakan I, peneliti dan guru mengadakan perencanaan yang kedua. Tahap perencanaan ini dilakukan pada hari Sabtu, 7 November 2009 di ruang guru SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Diskusi ini ditujukan untuk membuat rancangan tindakan yang dilakukan pada proses penelitian pada siklus II. Siklus II disepakati oleh peneliti dan guru akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada hari Rabu, 11 November 2009 dan hari Sabtu, 14 November 2009. Tahap perencanaan tindakan ini meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dengan menggunakan media gambar karikatur, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 152
a) Guru mengondisikan kelas dan melakukan presensi. b) Guru menjelaskan tentang kompetensi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran berbicara. c) Guru melakukan apersepsi dengan menggali pengalaman siswa mengenai aktifitas sehari-hari. d) Evaluasi pembelajaran keterampilan berbicara dengan gambar karikatur pada siklus 1 dengan cara tanya jawab. e) Guru memberikan motivasi agar siswa lebih baik dalam melakukan kegiatan bercerita dengan gambar karikatur. f)
Siswa menerima gambar karikatur dan lembar penilaian dari guru.
g) Siswa mendengarkan contoh yang diberikan guru dalam bercerita dengan melakukan pengamatan terhadap gambar karikatur berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari) dan dengan sikap bercerita yang baik. h) Siswa diberi kesempatan untuk mengamati gambar karikatur masing-masing berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari). i)
Siswa satu per satu maju untuk bercerita mengenai hasil pengamatannya tentang gambar karikatur tersebut.
j)
Siswa yang lain menilai kemampuan berbicara siswa yang maju sesuai dengan pendapat masing-masing di lembar penilaian yang sudah disediakan guru.
k) Guru menyimpulkan proses berbicara melalui pengamatan gambar karikatur yang telah dilakukan. l)
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal sulit dalam pembelajaran berbicara yang telah dilaksanakan.
m) Guru bersama siswa melakukan refleksi. n) Guru mengadakan umpan balik. o) Guru menutup pelajaran.
2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan selanjutnya didiskusikan dengan peneliti. 3) Peneliti dan guru menyiapkan atau mengumpulkan gambar karikatur yang lebih menarik untuk dijadikan media dalam pembelajaran berbicara. 153
4) Peneliti dan guru mempersiapkan lembar penilaian yang akan dibagikan pada siswa. 5) Guru dan peneliti menyusun instrumen penelitian berupa penilaian tes dan non-tes. Instrumen tes digunakan untuk menilai hasil praktik berbicara siswa (sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai). Instrumen non-tes digunakan untuk menilai proses pembelajaran berbicara yang meliputi: (a) kedisiplinan, (b) minat, (c) keaktifan, (d) perhatian, dan (e) kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan Tindakan Seperti yang telah direncanakan oleh peneliti dan guru, tindakan siklus II dilaksakan pada hari Rabu, 11 November 2009 dan hari Sabtu, 14 November 2009. Pelaksanaan tindakan silkus II tersebut dilaksankan dalam dua kali pertemuan dan dilaksanakan di ruang kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Peneliti masih bertindak sebagai partisipan pasif, yaitu sebagai orang yang mengamati jalannya proses pembelajaran, sedangkan guru bertindak sebagai pemimpin jalannya proses pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur. Tema yang dipilih peneliti dan guru dalam pembelajaran berbicara pertemuan kedua ini masih sama dengan siklus I, yakni tentang “Aktifitas Seharihari”. Posisi peneliti berada di belakang siswa karena dengan posisi seperti ini, peneliti dapat dengan leluasa mengamati siswa dan guru. Sesekali peneliti berjalan ke depan kelas untuk memotret siswa yang maju. Secara rinci, pelaksanaan tindakan siklus II pertemuan pertama dilaksankan pada hari Rabu, 11 November 2009 selama dua jam pelajaran, yaitu pukul 09.15-10.25 WIB. Adapun urutan pelaksanaan tindakan II pertemuan pertama ini meliputi langkahlangkah sebagai berikut: 1) Guru mengondisikan kelas dengan cara menegur siswa yang masih gaduh atau belum siap mengikuti pelajaran dan melakukan presensi.
2) Guru menjelaskan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur. 154
3) Guru melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai aktifitas yang dilakukan oleh siswa dan orang-orang terdekat mereka. 4) Guru melakukan evaluasi terhadap hasil pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur yang telah dilakukan pada silkus I. 5) Guru memberikan motivasi kepada siswa agar lebih baik lagi dalam bercerita dengan media gambar karikatur. Di samping itu, guru juga menjelaskan tentang lembar penilaian yang akan dibagikan kepada siswa. 6) Guru membagikan gambar karikatur yang baru serta lembar penilaian untuk siswa. 7) Siswa menerima gambar dan lembar penilaian tersebut. 8) Guru memberikan contoh pada siswa cara bercerita dengan gambar karikatur dengan lebih jelas berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan seharihari). 9) Siswa satu per satu maju untuk bercerita mengenai hasil pengamatannya tentang gambar karikatur tersebut. Di tengah pembelajaran, guru menyuruh siswa bernyanyi untuk menunjuk teman yang maju. Caranya, guru menyediakan stabilo, kemudian siswa disuruh secara bergiliran membuka dan menutup kembali stabilo tersebut. Siswa yang lain bernyanyi. Pada waktu lagu berhenti atau selesai, siswa yang memegang stabilo adalah siswa yang maju.
10) Siswa yang lain menilai kemampuan berbicara siswa yang maju sesuai dengan pendapat masing-masing di lembar penilaian yang sudah disediakan guru. 11) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan pembelajaran keterampilan berbicara dengan media gambar karikatur. 12) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai hal-hal yang dianggap sulit dalam pembelajaran keterampilan berbicara. 13) Guru kembali memberikan motivasi bagi siswa yang akan maju pada pertemuan berikutnya. 155
14) Guru menyuruh salah satu siswa untuk mengumpulkan lembar penilaian. Lembar penilaian ini akan dibagikan lagi pada pertemuan kedua. 15) Guru melakukan refleksi, umpan balik, dan menutup pelajaran. Pertemuan kedua yang merupakan lanjutan dari pertemuan pertama pada siklus II ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 November 2009 selama dua jam pelajaran, dimulai pukul 08.10 WIB. Adapun urutan pelaksaan tindakan II pertemuan kedua ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Guru melakukan apersepsi dan evaluasi pembelajaran berbicara pada pertemuan sebelumnya.
2)
Guru membagikan lembar penilaian pada siswa.
3)
Guru kembali memberikan contoh pada siswa dengan bercerita menggunakan gambar karikatur.
4)
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk maju dengan kesadaran sendiri.
5)
Siswa ditunjuk satu-persatu untuk maju.
6)
Guru melakukan evaluasi dan refleksi dengan siswa mengenai pembelajaran berbicara yang telah dilaksanakan.
7)
Guru memberikan hadiah pada siswa yang paling bagus dalam bercerita dengan gambar karikatur.
8)
Guru menutup pelajaran.
c. Observasi dan Interpretasi Observasi pengamatan ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada hari Rabu, 11 November 2009 pukul 09.15-10.25 WIB dan hari Sabtu 14 November 2009 dimulai pukul 08.10 WIB di ruang kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Peneliti sebagai partisipan pasif melakukan kegiatan mengamati proses pembelajaran berbicara siswa kelas 5B dengan menggunakan media gambar karikatur. Tema yang digunakan guru masih sama dengan pertemuan sebelumnya, yaitu “Aktifitas Sehari-hari”. Pengamatan
difokuskan
pada
berlangsungnya
proses
pelaksanaan
pembelajaran, yakni meliputi aktifitas guru dan siswa selama pembelajaran 156
berlangsung. Selain itu, kegiatan observasi siklus II ini dimaksudkan untuk mengetahui teratasi atau tidak kelemahan-kelamahan yang terdapat pada siklus I. Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya kegiatan belajar mengajar sebagai berikut: 1)
Guru sudah mempersiapkan rencana pembelajaran yang akan dijadikan pedoman dalam mengajar. Rencana pembelajaran tersebut sudah disesuaikan dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas 5 sekolah dasar yang terdapat dalam KTSP.
2)
Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan pertama siklus II ini adalah 41 siswa. Begitu juga dengan pertemuan kedua juga dihadiri 41 siswa.
3)
Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran yang dibuat. Dimulai dari pengondisian kelas, membuka pelajaran, presensi, apersepsi, evaluasi, pemberian materi, pembagian gambar dan lembar penilaian, pengamatan gambar oleh siswa, siswa maju satu per satu, evaluasi dan refleksi, dan penutup.
4)
Pada waktu guru melakukan kegiatan awal, yakni presensi, apersepsi dan evaluasi terhadap pembelajaran siklus II, siswa terlihat antusias untuk mendengarkan guru. Ada dua orang siswa yang sedang berbicara, kemudian guru menegur mereka dan mereka langsung bisa mematuhi perintah guru. Antusias siswa juga terlihat dengan adanya siswa yang menanyakan tentang gambar karikatur yang akan mereka terima apakah sama dengan gambar kemarin. Setelah itu, guru mengulang sedikit materi tentang bercerita dengan gambar. Masalah yang sangat menonjol yang ditemukan pada siklus I adalah mengenai pandangan mata. Pandangan mata siswa yang maju harus lebih banyak
ke
pendengar
dibandingkan
ke
gambar.
Kemudian
guru
mencontohkan kembali cara bercerita dengan gambar karikatur. Siswa memperhatikan guru dengan seksama. 5)
Guru mulai membagikan gambar karikatur dan lembar penilaian pada siswa. Hanya ada satu siswa yang mengeluh mengenai gambar yang mereka terima karena peneliti dan guru sudah memilih gambar dengan lebih selektif agar gambar tersebut lebih menarik perhatian siswa. Benar saja, siswa terlihat 157
senang saat menerima gambar dan hanya ada satu keluhan saja dari siswa. Siswa terlihat aktif, berminat, dan antusias dengan lembar penilaian. Mereka terlihat lebih bersungguh-sungguh untuk melakukan kegiatan berbicara karena akan dinilai oleh teman yang lain secara langsung. Keaktifan siswa dapat terlihat dari pertanyaan yang timbul dari siswa, yakni mengenai lembar penilaian. 6)
Pada waktu guru memberikan kesempatan untuk mengamati gambar, ada seorang siswa yang sudah bersedia untuk maju atas kesadaran sendiri. Siswa tersebut diikuti oleh dua orang siswa lainnya. Setelah ketiga siswa tersebut, siswa yang sudah siap maju tanpa ditunjuk semakin banyak. Ada 9 siswa yang bersedia maju tanpa ditunjuk setelah mereka bertiga. Pada waktu mendengarkan cerita teman mereka, siswa yang berperan sebagai pendengar terlihat lebih serius karena untuk mengisi lembar penilaian yang dibagikan guru, siswa harus benar-benar memperhatikan siswa yang sedang bercerita.
7)
Ada beberapa siswa yang ingin maju lagi karena mereka merasa belum puas. Guru melakukan pendekatan pada siswa tersebut untuk memberikan pengertian karena keterbatasan waktu sehingga mereka tidak diperkenankan maju lagi. Penjelasan tersebut diterima oleh siswa tersebut.
8)
Guru melakukan selingan dengan cara guru menyuruh siswa bernyanyi dalam rangka menunjuk teman yang maju. Caranya, guru menyediakan stabilo, kemudian siswa disuruh secara bergiliran membuka dan menutup kembali stabilo tersebut. Siswa yang lain bernyanyi. Pada waktu lagu berhenti atau selesai, siswa yang memegang stabilo adalah siswa yang maju. Siswa nampak berantusias dan senang mengikuti selingan dari guru. Siswa bertepuk tangan sambil bernyayi, bahkan sebagian besar dari mereka tertawa pada saat melihat ada teman yang mendapatkan stabilo pada akhir lagu. Siswa yang mendapat stabilo pun ikut tertawa. Suasana kelas terlihat tidak tegang dan tidak membosankan lagi.
9)
Setelah siswa ke 15, guru mencoba mempersilahkan siswa yang ingin maju dengan kesadaran sendiri. Ternyata ada satu orang siswa yang berani maju. (Pada pertemuan kedua, ada 9 siswa yang bersedia maju tanpa ditunjuk). 158
10) Setelah penunjukkan beberapa siswa dengan cara bernyanyi, guru menunjuk siswa dengan pengocokan lagi. 11) Setelah semua siswa maju, guru melakukan evaluasi dan refleksi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa. Siswa terlihat aktif untuk memberikan pertanyaan dan menanggapi pertanyaan dari guru. 12) Sebelum menutup pembelajaran, guru memberikan hadiah pada siswa yang paling bagus dalam berbicara. Siswa tersebut terlihat sangat senang. Siswa yang lain menyambut dengan suara gemuruh dan tepuk tangan yang meriah. Kemudian, guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. 13) Kelemahan atau kekurangan selama pelaksanaan tindakan siklus II hampir tidak terlihat lagi. Dengan kata lain, guru telah mampu mengatasi segala kelemahan yang terdapat pada siklus I dengan baik. Siswa telah menunjukkan perbaikan sikap selama proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan guru sudah bisa menguasai kelas. Penguasaan kelas ini terlihat pada waktu guru sudah melakukan moving di kelas. Hal ini berarti, guru pada waktu mengajar tidak hanya berada di depan kelas, tapi juga mengitari kelas. Guru juga melakukan pendekatan pada siswa yang merasa kecewa karena tidak diperbolehkan maju lagi. Hal ini membuat kelas terlihat kondusif untuk belajar. Kelemahan yang masih terlihat adalah masih ada siswa yang berbicara dengan teman sebangku pada waktu pembelajaran berlangsung. Selain itu, kelemahan lainnya adalah terletak pada gambar karikatur, yakni masih ada satu siswa yang mengeluh tentang gambar yang didapatkan. Hal ini dikarenakan agak sulit menemukan gambar karikatur yang sesuai dengan keinginan siswa. 14) Keberhasilan proses pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur pada siklus II dapat dilihat dari beberapa indikator berikut ini:
a) Kedisiplinan Siswa yang menunjukkan kedisiplinan pada siklus II ini meningkat dari siklus I. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah siswa yang menunjukkan kedisiplinaannya dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Kedisiplinan ini berwujud pada perilaku siswa yang sudah menunjukkan 159
kesiapannya dalam mengikuti pelajaran dan mengikuti setiap prosedur pembelajaran berbicara. Jumlah siswa yang menunjukkan kedisiplinannya adalah 29 siswa atau 70,73%. b) Minat Keantusiasan siswa meningkat pada siklus II ini. Hal ini dapat dilihat dari rasa ingin tahu siswa yang mereka sampaikan lewat pertanyaan atau pendapat pada waktu proses pembelajaran berlangsung. Siswa terlihat lebih antusias terhadap pembelajaran berbicara dengan gambar karikatur dibandingkan pada siklus I. Hal ini juga diperkuat pada waktu peneliti datang ke kelas, siswa bersorak senang. Tidak ada siswa yang mengeluh pada waktu mereka melakukan kegiatan berbicara di depan kelas. Siswa yang menunjukkan minatnya terhadap pembelajaran keterampilan berbicara sejumlah 75,6% atau sebanyak 31 siswa. c) Keaktifan Keaktifan siswa pada siklus II juga meningkat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang berani maju atas kesadaran sendiri, serta siswa yang aktif menyampaiakan pendapat dan bertanya. Jumlah siswa yang berani maju dengan kesadaran sendiri adalah sejumlah 21 siswa ditambah siswa yang berani mengajukan pertanyaan dan pendapatnya yaitu 11 siswa. Jadi, jumlah siswa yang sudah menunjukkan keaktivannya dalam pembelajaran berbicara adalah sebanyak 32 siswa atau 78,05%. d) Perhatian Persentase perhatian siswa meningkat menjadi 73,17% atau sebanyak 30 siswa. Hal ini peneliti simpulkan dari hasil pengamatan selama pembelajaran berbicara. Siswa memperhatikan guru pada waktu apersepsi, penyampaian materi, dan evaluasi. Pengaruh lembar penilaian terhadap perhatian siswa sangat besar, terutama perhatian siswa terhadap teman yang berbicara di depan kelas. e) Kesungguhan Siswa terlihat lebih serius dan bersungguh-sungguh dalam mengamati gambar karikatur. Hal ini karena peneliti dan guru sudah berusaha 160
semaksimal mungkin untuk memilih gambar karikatur yang lebih menarik untuk siswa. Siswa yang menunjukkan kesungguhannya sebanyak 33 siswa atau 80,48% dari jumlah seluruh siswa. 15) Ketuntasan
hasil
belajar
yang
berupa
kemampuan
siswa
dalam
mengungkapkan pendapat, ide, dan perasaannya melalui kegiatan bercerita dengan media gambar karikatur di depan kelas mencapai 95,12%. Hal ini terlihat dari hasil praktik berbicara dan dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥65 (batas ketuntasan) ke atas, yaitu sebanyak 39 siswa dari 41 siswa. Tabel 6. Nilai Hasil Keterampilan Berbicara Siswa Siklus II No
Nama
Aspek Penilaian I
II
III
IV
V
Skor
Nilai
Ketuntasan
1
Bagas Joko Lelono
3
3
4
4
4
18
72
Ya
2
Aditya Prima S
3
3
4
4
3
17
68
Ya
3
Ajeng Kirana M
3
4
4
5
4
20
80
Ya
4
Ayu Puji Lestari
4
5
5
4
5
23
92
Ya
5
Cindy Fatika Nur A
4
4
4
5
4
21
84
Ya
6
Destiani Nursabrina
5
4
4
4
4
21
84
Ya
7
Fitriasari Dias S
3
4
3
4
4
18
72
Ya
8
Ratih Anandayu
4
3
4
3
3
17
68
Ya
9
Ulfa Latifah Putri
3
5
3
4
4
19
76
Ya
10
Aditya Yudha B
4
3
4
3
3
17
68
Ya
11
Asep Subari
4
4
5
3
5
21
84
Ya
12
Bagus Rifky H
3
4
3
4
3
17
68
Ya
13
Dimas Nuri W. N
4
4
4
4
5
21
84
Ya
14
Ichsan Adib Fauzan
3
4
3
3
5
18
72
Ya
15
Nanda Gerry O
3
3
4
3
4
17
68
Ya
16
Rezki Fajar
3
3
5
4
4
19
76
Ya
17
Yoga J Nuswantoro
4
4
4
3
4
19
76
Ya
18
Adelia Nur Aziza
3
3
4
4
3
17
68
Ya
161
19
Anissa Nur Azizah
4
5
4
3
5
21
84
Ya
20
Annisa Kurniasari
3
3
4
4
3
17
68
Ya
21
Brilian Islamaya N
3
2
3
2
3
13
52
Tidak
22
Dema Biofani
5
4
3
3
5
20
80
Ya
23
Denisa Daraninggar
3
3
4
3
4
17
68
Ya
24
Dina Monika
4
4
5
4
5
22
88
Ya
25
Dinar Andina P
5
3
4
3
3
18
72
Ya
26
Imma Rafiana
3
4
5
4
4
20
80
Ya
27
Indah Arum Sari
4
3
4
4
3
18
72
Ya
28
Is Ma Umi Nur R
3
4
4
4
4
19
76
Ya
29
Mahanani P
4
4
3
3
3
17
68
Ya
30
Swastika Wendy A
4
5
3
4
3
19
76
Ya
31
Theodora Diani L
2
3
3
3
3
14
56
Tidak
32
Adimas Agustinus
4
5
4
4
4
21
84
Ya
33
Aldevengky T
3
3
4
4
4
18
72
Ya
34
Arif Luqman
3
4
4
3
3
17
68
Ya
35
Geradus Septi H
5
3
4
3
4
19
76
Ya
36
Ian Danarko P
3
3
4
4
4
18
72
Ya
37
Victor Dhea K
3
3
4
4
3
17
68
Ya
38
Wika Ayudyah P
4
4
4
4
4
20
80
Ya
39
Andrea Sakti P
3
4
3
3
4
17
68
Ya
40
Erika Prissilia
3
4
4
3
3
17
68
Ya
41
Fajandra Yoga M
3
4
4
4
3
18
72
Ya
Nilai rata-rata
74,24
Ketuntasan belajar
95,12%
Keterangan: I
: lafal
II
: intonasi
III
: kesesuaian cerita dengan gambar karikatur
IV
: struktur cerita 162
V
: kelancaran/kewajaran
163
d. Analisis dan Refleksi Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur siklus II ini (baik proses maupun hasil) telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal tersebut ditandai oleh: 1) Siswa mengikuti setiap prosedur pembelajaran dengan baik. Mereka melaksanakan setiap perintah guru dengan penuh disiplin dan tanggung jawab. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase kedisiplinan pada siklus I, yakni sebesar 56,1% menjadi 70,73% pada siklus II. 2) Minat siswa terhadap pembelajaran keterampilan berbicara dengan media gambar karikatur di siklus II telah meningkat dari siklus I sebesar 63,41% menjadi 75,6%. Siswa terlihat lebih antusias dengan menunjukkan rasa ingin tahu mereka dengan bertanya pada guru sehingga siswa menjadi tidak pasif. Adanya selingan yang dilakukan guru dengan cara bernyanyi juga merupakan faktor pendukung agar siswa tidak merasa bosan dan pada akhirnya menjadi lebih berminat pada pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur. 3) Keaktifan siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur di siklus II telah meningkat dari siklus I sebesar 58,53% menjadi 78,05% di siklus II. Penggunaan media gambar karikatur berhasil membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini dapat dibuktikan dari meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan mengeluarkan pendapat serta meningkatnya siswa yang maju untuk berbicara di depan kelas dengan kesadaran sendiri. Media gambar karikatur telah menumbuhkan keberanian siswa untuk maju tanpa mengeluh karena mereka merasa sudah siap dengan materi atau topik yang terdapat dalam gambar karikatur yang sudah mereka amati sebelumnya. 4) Perhatian siswa terhadap guru dan siswa lain yang sedang berbicara di depan kelas menjadi lebih besar. Hal ini dipicu dengan adanya lembar penilaian yang dibuat oleh guru dan peneliti. Mereka menjadi lebih fokus pada waktu menjadi pendengar karena dituntut untuk menilai teman mereka yang sedang maju 164
untuk berbicara di depan kelas. Peningkatan ini dapat dilihat dari persentase di siklus I, yaitu sebesar 56,1% menjadi 73,17% di siklus II. 5) Kesungguhan siswa juga meningkat dalam hal mengamati gambar. Mereka nampak lebih serius dalam memperhatikan fitur-fitur dalam gambar yang akan mereka jadikan materi atau topik pembicaraan di depan kelas. Hal ini dipicu dengan adanya tantangan untuk tampil lebih baik dari penampilan sebelumnya karena penampilan kali ini dinilai secara langsung oleh teman yang menjadi pendengar. Kesungguhan siswa meningkat dari 53,66% di siklus I menjadi 80,48% di silklus II. 6) Daya imajinasi siswa dalam mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk cerita menunjukkan peningkatan dari siklus I sebesar 56,1% menjadi 95,12%. Hal ini terbukti dari 41 siswa yang melakukan praktik berbicara, 39 siswa sudah mencapai batas ketuntasan, yaitu dengan memperoleh nilai ≥65. 7) Kelemahan atau kekurangan selama pelaksanaan tindakan siklus II hampir tidak terlihat lagi. Dengan kata lain, guru telah mampu mengatasi segala kelemahan yang terdapat pada siklus I dengan baik. Siswa telah menunjukkan perbaikan sikap selama proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan guru sudah bisa menguasai kelas. Penguasaan kelas ini terlihat pada waktu guru sudah melakukan moving di kelas. Hal ini berarti, guru pada waktu mengajar tidak hanya berada di depan kelas, tapi juga mengitari kelas. Guru juga melakukan pendekatan pada siswa yang merasa kecewa karena tidak diperbolehkan maju lagi. Hal ini membuat kelas terlihat kondusif untuk belajar. Kelemahan yang masih terlihat adalah masih ada siswa yang berbicara dengan teman sebangku pada waktu pembelajaran berlangsung. Selain itu, kelemahan lainnya adalah terletak pada gambar karikatur, yakni masih ada satu siswa yang mengeluh tentang gambar yang didapatkan. Hal ini dikarenakan agak sulit menemukan gambar karikatur yang sesuai dengan keinginan siswa.
C. Pembahasan Hasil Penelitian 165
Berdasarkan hasil pengamatan tindakan yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan kualitas proses maupun hasil pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus I dan II. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti pada bab II, yaitu apakah penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta tahun ajaran 2009/2010? Adapun jawaban untuk perumusan masalah di atas adalah: Penelitian tindakan kelas terhadap peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta dengan menggunakan media gambar karikatur dapat rneningkatkan keterampilan berbicara. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, dengan uraian kegiatan sebagai berikut: peneliti mengadakan survei awal sebelum mengadakan siklus I. Survei awal ini dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan survei awal tersebut, peneliti mengetahui ada masalah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. Rendahnya kualitas proses dan hasil pada pembelajaran keterampilan berbicara adalah masalah yang paling menonjol di antara masalah lainnya. Oleh karena itu, peneliti dan guru berkolaborasi untuk menemukan solusi, yakni dengan menggunakan media gambar karikatur dalam pembelajaran berbicara. Setelah itu, peneliti dan guru menyusun rencana pembelajaran guna melaksanakan siklus I. Pada siklus I ini, guru dan peneliti menggunakan gambar karikatur sebagai media dalam pembelajaran berbicara dengan berdasar pada kompetensi dasar yang disesuaikan dengan silabus, yaitu “Menceritakan Hasil Pengamatan atau Kunjungan dengan Bahasa Runtut, Baik, dan Benar”. Tema yang disepakati oleh peneliti dan guru pada pembelajaran kali ini adalah ”Aktivitas Sehari-hari”. Adapun tugas yang harus dikerjakan siswa adalah siswa maju satu persatu untuk menceritakan gambar karikatur yang dibagikan oleh guru. 166
Gambar tersebut bertema ”Aktivitas Sehari-hari”. Setiap siswa memiliki gambar yang berbeda-beda. Siswa yang lain bertugas sebagai pendengar. Deskripsi hasil pembelajaran yang menyatakan bahwa masih terdapat beberapa
kekurangan
atau
kelemahan
di
dalam
pelaksanaan
tindakan
pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur diperoleh dari pelaksanaan siklus I. Kelemahan tersebut berasal dari guru, siswa, dan media yang digunakan. Kelemahan yang ditemukan dari guru, yaitu: (1) guru kurang menguasai kelas; dan (2) guru jarang menegur siswa yang tidak fokus dalam pembelajaran. Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu: (1) siswa kurang disiplin pada waktu mengikuti pelajaran berbicara; (2) pada waktu maju, pandangan siswa hanya tertuju pada gambar; (3) pada waktu ada siswa yang maju, banyak siswa yang tidak mendengarkan (perhatian siswa kurang); (4) ada beberapa siswa yang mengeluh karena mendapatkan gambar yang tidak sesuai dengan keinginan mereka; (5) saat guru melakukan tanya jawab dengan siswa pada waktu pembelajaran, hanya beberapa siswa yang aktif memberikan pertanyaan dan menanggapinya; dan (6) ada beberapa siswa yang masih lupa dengan bagian cerita yang mereka ceritakan di depan kelas. Kelemahan dari penggunaan media gambar karikatur, yaitu: (1) gambar karikatur yang tidak berwarna tidak begitu menarik perhatian siswa sehingga ada beberapa siswa yang mengeluh jika mendapatkan gambar yang tidak berwarna (hitam putih); dan (2) siswa belum begitu memahami tentang cara bercerita dengan gambar karikatur. Siklus II dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran siklus I. Pada siklus II ini, guru masih menggunakan gambar karikatur sebagai media pembelajaran berbicara. Gambar yang dibagikan kepada siswa berbeda dengan gambar pada siklus I, tetapi tema tetap sama, yaitu “Aktivitas Sehari-hari”. Rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru dan peneliti juga masih berdasarkan kompetensi dasar yang sama dengan siklus I, yaitu “Menceritakan Hasil Pengamatan atau Kunjungan dengan Bahasa Runtut, Baik, dan Benar”. Tugas siswa pada siklus II ini selain maju satu per satu untuk menceritakan hasil pengamatan terhadap gambar karikatur, siswa juga melakukan penilaian terhadap siswa yang maju. Untuk mengatasi kebosanan 167
siswa pada waktu mendengarkan teman yang maju, guru melakukan selingan dengan cara bernyanyi untuk menunjuk siswa yang maju. Lembar penilaian digunakan guru untuk mengatasi ketidakfokusan siswa pada waktu mendengarkan teman yang sedang berbicara di depan kelas. Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, guru dapat dikatakan telah berhasil melaksanakan pembelajaran berbicara dengan menggunakan media gambar karikatur sehingga mampu menarik minat siswa yang berakibat meningkatnya hasil berbicara siswa. Dengan media gambar karikatur, pembicaraan siswa menjadi lebih terarah karena siswa memiliki materi atau topik pembicaraan.
Keberhasilan
penggunaan
media
gambar
karikatur
dalam
meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: 1. Peningkatan Kualitas Proses dapat dilihat dari indikator-indikator berikut ini: a. Meningkatnya kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Pada waktu survei awal atau pada waktu tindakan belum dilakukan, siswa kurang disiplin dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini nampak pada ketidaksiapan siswa mengikuti pembelajaran. Setelah pelaksanaan tindakan, maka diperoleh kesimpulan bahwa kesiapan atau kedisiplinan siswa dalam mengikuti setiap prosedur pembelajaran meningkat. Persentase kedisiplinan diperoleh 56,1% (pada siklus I), menjadi 70,73% (pada siklus II). b. Meningkatnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Pada waktu survei awal, banyak siswa yang mengeluh pada waktu guru menjelaskan akan dilaksanakan pembelajaran berbicara. Siswa juga mengeluh pada waktu guru menyuruh maju. Ada yang mengeluh bingung karena tidak memiliki topik pembicaraan, ada juga yang lupa dengan kelanjutan pembicaraan. Setelah dilakukan tindakan, siswa terlihat lebih antusias dalam proses pembelajaran di kelas. Rasa antusias siswa terlihat 168
pada waktu siswa merasa ingin tahu tentang gambar karikatur. Mereka juga tidak mengeluh pada waktu ditunjuk. Peningkatan minat siswa dapat dilihat dari perbandingan persentase minat siswa antar siklus, yaitu 63,41% (pada siklus I), dan 75,6% (pada siklus II). c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Keaktifan siswa di setiap siklus semakin menunjukkan adanya peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan persentase keaktifan siswa antarsiklus, yaitu 58,53% (pada siklus I) menjadi 78,05% (pada siklus II). Pada waktu survei awal, hanya ada satu siswa yang berani maju dengan kesadaran sendiri (tanpa ditunjuk). Setelah dilakukan tindakan, siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini dapat dibuktikan dari meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan mengeluarkan pendapat serta meningkatnya siswa yang maju untuk berbicara di depan kelas dengan kesadaran sendiri. Media gambar karikatur telah menumbuhkan keberanian siswa untuk maju tanpa mengeluh karena mereka merasa sudah siap dengan materi atau topik yang terdapat dalam gambar karikatur yang sudah mereka amati sebelumnya. d. Meningkatnya perhatian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Perhatian siswa terhadap guru dan siswa lain yang sedang berbicara di depan kelas menjadi lebih besar dibandingkan sebelum dilakukan tindakan. Pada waktu survei awal, banyak siswa yang melakukan aktivitas sendiri seperti berbicara dengan teman sebangku, menggoda teman lain, dan melamun. Setelah dilakukan tindakan, perhatian siswa baik terhadap guru maupun terhadap siswa yang sedang berbicara di depan kelas menjadi meningkat. Hal ini dipicu dengan adanya lembar penilaian yang dibuat oleh guru dan peneliti. Mereka menjadi lebih fokus pada waktu menjadi pendengar karena dituntut untuk menilai teman mereka yang 169
sedang maju berbicara di depan kelas. Peningkatan ini dapat dilihat dari persentase di siklus I, yaitu sebesar 56,1% menjadi 73,17% di siklus II. e. Meningkatnya kesungguhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Kesungguhan siswa juga meningkat dalam hal mengamati gambar karena mereka merasa tertarik dengan gambar tersebut. Mereka nampak lebih serius dalam memperhatikan fitur-fitur dalam gambar yang akan mereka jadikan materi atau topik pembicaraan di depan kelas. Hal ini dipicu dengan adanya tantangan untuk tampil lebih baik dari penampilan sebelumnya karena penampilan kali ini dinilai secara langsung oleh teman yang menjadi pendengar. Kesungguhan siswa meningkat dari 53,66% di siklus I menjadi 80,48% di siklus II. 2. Peningkatan kualitas hasil dapat dilihat dari indikator berikut: Sebelum dilakukan tindakan, siswa terlihat kesulitan dalam mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaan mereka ke dalam aktifitas berbicara. Mereka bingung karena tidak memiliki materi atau topik untuk dijadikan patokan dalam berbicara. Akibatnya, banyak siswa yang berhenti sebelum cerita mereka selesai. Siswa mengaku lupa pada kelanjutan cerita. Semua ini mengakibatkan rasa malu pada diri siswa sehingga suara mereka menjadi sangat pelan. Rendahnya kemampuan siswa dalam berbicara dapat dilihat dari nilai yang diperoleh mereka sebelum tindakan dilaksanakan. Hanya terdapat 16 siswa dari 41 siswa yang mencapai nilai ketuntasan belajar. Dapat dikatakan siswa yang memperoleh nilai ≥65 sejumlah 39,02%. Setelah dilakukan tindakan, siswa lebih berani dan tidak mengeluh lagi pada saat mereka maju untuk berbicara. Keberanian siswa ini dikarenakan mereka sudah memiliki kesiapan yang matang untuk berbicara. Gambar karikatur yang diberikan guru ternyata menimbulkan daya imajinasi bagi siswa untuk mengungkapkan ide mereka ke dalam aktifitas berbicara. Akibatnya, siswa menjadi lebih lancar dalam berbicara dan suara mereka juga cukup lantang. Penilaian hasil dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika melakukan praktik berbicara di depan kelas. Penilaian hasil pembelajaran 170
berbicara ini meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) ketepatan pengucapan/lafal, (2) ketepatan intonasi, (3) kesesuaian cerita dengan gambar karikatur, (4) keurutan struktur cerita, dan (5) kelancaran/kewajaran. Guru dan peneliti menetapkan batas ketuntasan belajar siswa sebesar 65, dari batasan tersebut diperoleh hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 56,1% atau sebanyak 23 siswa. Pada siklus II diperoleh hasil ketuntasan belajar sebesar 95,12% atau sebanyak 39 siswa.
Adapun hasil pelaksanan tindakan siklus I dan siklus II dapat digambarkan pada rekapitulasi data berikut ini. Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus I dan II No
Indikator
Presentase Siklus I
1
Kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran 56,1%
Siklus II 70,73%
berbicara 2
Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara
63,41%
3
Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran 58,53%
75,6% 78,05%
keterampilan berbicara 4
Perhatian
siswa
dalam
mengikuti
pembelajaran 56,1%
73,17%
keterampilan berbicara 5
Kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran 53,66%
80,48%
berbicara 6
Kemampuan
siswa
dalam
melakukan
aktivitas 56,1%
95,12%
berbicara
Berdasarkan data di atas, dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada indikator yang ditetapkan peneliti dari hasil pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan media gambar karikatur cukup efektif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta. 171
Selain melihat ketercapaian indikator di atas, keberhasilan penggunaan media gambar karikatur juga dapat dilihat dari hasil wawancara dan pengisian angket pascatindakan oleh siswa. Dari 10 siswa yang diwawancarai, semuanya menyatakan senang terhadap penggunaan gambar karikatur sebagai media dalam pembelajaran berbicara. Mereka juga menyatakan lebih mudah menggunakan gambar karikatur pada waktu berbicara di depan kelas dibandingkan dengan hanya mengingat-ingat isi pembicaraan. Adapun hasil yang diperoleh dari pengisian angket pascatindakan menunjukkan keadaan sebagai berikut: Tabel 8. Hasil Angket Pascatindakan NO
JUMLAH
URAIAN
1.
85,37% siswa
Menyatakan merasa senang melakukan praktik berbicara dengan menggunakan media gambar.
2.
87,8% siswa
Menyatakan merasa senang melakukan praktik berbicara dengan menggunakan media gambar karikatur.
3.
85,37% siswa
Menyatakan sudah paham cara-cara bercerita dengan mengamati gambar karikatur.
4.
73,17% siswa
Menyatakan tidak mengalami kesulitan bercerita dengan mengamati gambar karikatur.
5.
92,68% siswa
Menyatakan dengan media gambar karikatur, menjadi tidak bingung lagi untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan.
6.
85,37% siswa
Menyatakan merasa dengan media gambar karikatur kemampuan berbicara mereka semakin meningkat.
172
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Beberapa simpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara pada siswa kelas VB SD Negeri Cengklik I Surakarta terbukti dengan adanya peningkatan proses pembelajaran sebagai berikut: a. Meningkatnya kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya kedisiplinan siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara pda siklus I dan siklus II. Pada siklus I kedisiplinan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran berbicara sebesar 56,1%. Peningkatan kedisiplinan siswa tersebut meningkat pada siklus II, yakni menjadi 70,73%. b. Meningkatnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berbicara. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya minat siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I kedisiplinan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran berbicara sebesar 63,41%. Pada siklus II minat siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut bisa dilihat pada persentase minat siswa pada pembelajaran berbicara siklus II, yaitu sebesar 75,6%. c. Meningkatnya keaktivan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya keaktivan siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I keaktivan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran 173
berbicara sebesar 58,53%. Keaktivan siswa tersebut meningkat pada siklus II, yakni menjadi 78,05%. d. Meningkatnya perhatian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya perhatian siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara, baik itu perhatian siswa pada guru maupun pada materi serta perhatian siswa sebagai pendengar pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I perhatian siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran berbicara sebesar 56,1%. Pada silkus II perhatian siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut bisa dilihat pada persentase perhatian siswa pada pembelajaran berbicara siklus II, yaitu sebesar 73,17%. e. Meningkatnya kesungguhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran keterampilan berbicara. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya kesungguhan siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara terutama kesungguhan siswa dalam mengamati gambar karikatur. Pada siklus I kesungguhan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran berbicara sebesar 53,66%. Peningkatan kesungguhan siswa tersebut meningkat pada siklus II, yakni menjadi 80,48%. 2. Penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan hasil pembelajaran berbicara pada siswa kelas VB SD Negeri Cengklik I Surakarta. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya hasil pembelajaran berbicara. Hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 56,1% atau sebanyak 23 siswa. Pada siklus II diperoleh hasil ketuntasan belajar sebesar 95,12% atau sebanyak 39 siswa.
B. Implikasi Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan proses dan hasil pembelajaran bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari pihak guru dan siswa. Faktor-faktor dari pihak guru, yaitu 174
kemampuan
dalam
mengembangkan
materi,
kamampuan
guru
dalam
menyampaikaan materi, kemampuan guru dalam mengelola kelas, kemampuan guru dalam memilih metode dan media yang tepat bagi pembelajaran, serta teknik yang digunakan guru dalam pembelajaran. Faktor dari siswa, yaitu minat dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menggunakan media gambar karikatur dalam pembelajaran berbicara dapat meningkatkan kualitas proses dan hasilnya. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai media alternatif dalam melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan dan menarik minat siswa dalam pembelajaran. Siswa akan mendapatkan pengetahuan tentang cara bercerita yang baik melalui media gambar karikatur. Penggunaan media gambar karikatur dalam pembelajaran berbicara dapat meningkatkan daya imajinasi siswa dan membantu siswa untuk menemukan topik pembicaraan. Siswa mendapat tugas untuk mengamati gambar secara individu, setelah itu siswa maju untuk menceritakan gambar yang telah diamati. Apabila siswa lupa, siswa dapat melihat gambar karikatur yang dibawanya. Dengan demikian, siswa akan lebih lancar berbicara karena siswa merasa sudah memiliki topik untuk melakukan aktivitas berbicara (bercerita) di depan kelas sehingga siswa tidak merasa bingung untuk mengungkapakan ide, gagasan, dan perasaannya.
C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti dapat merumuskan saran sebagai berikut: 1. Bagi guru a. Guru hendaknya lebih memotivasi siswa agar berani mengungkapkan ide, gagasan, serta perasaannnya melalui aktivitas berbicara dengan memilih atau menggunakan media yang kreatif dan inovatif. b. Guru hendaknya bisa memunculkan hal-hal baru dalam pembelajaran, misalnya dengan menggunakan media pembelajaran yang kreatif sehingga 175
tidak terkesan monoton dalam pembelajaran berbicara dan siswa tidak merasa bosan. 2. Bagi siswa Siswa diharapkan dapat memanfaatkan media pembelajaran sebagai sarana untuk meningkatkan kreatifitas dalam pembelajaran berbicara. 3. Bagi sekolah a. Pihak sekolah hendaknya menyelenggarakan pelatihan atau seminar bagi guru untuk memotivasi guru agar mampu melakukan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. b. Hendaknya pihak sekolah menyediakan atau menambah media dalam pembelajaran, khususnya untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Misalnya, pihak sekolah menyediakan media gambar untuk pembelajaran berbicara atau menulis bagi siswa. 4. Bagi peneliti lain a. Peneliti yang lain hendaknya mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dengan media gambar karikatur dengan mengembangkan strategi pembelajaran yang berbeda, dan dapat berkolaborasi dengan guru secara optimal. b. Peneliti
lain
diharapkan
mampu
menciptakan
langkah-langkah
pembelajaran baru yang berkaitan dengan penggunaan media gambar karikatur untuk meningkatkan keterampialn berbicara yang dapat menggali bakat, potensi, memacu keaktifan serta kreativitas siswa karena ada banyak potensi siswa yang bisa dikembangkan secara maksimal.
176
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Nada. 2005. Homo Humanis-Humoris Dalam Pers Kita. www.pikiranrakyat.com, diunduh tanggal 2 April 2007. Ahmad Rofi'uddin dan Darmiyati Zuhdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang. Arief
S. Sadiman, R. Rahardjo, Anung Haryono, Rahardjito. 2009. Media Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Azhar Arsyad. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Azwar. 2002. “Analisis Stimulus dan Fungsi Gambar dalam Buku Teks IPS dan IPA Sekolah Dasar”. Dalam Jurnal Ilmu Pendidikan. Volume 3. Nomor 4/XI/teknodik/2007. Jakarta: Depdiknas. Basuki Wibawa dan Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung: CV. Maulana. Basyirudin Usman dan Asnawir. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Delia Citra.Utama. Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE. Darmansyah, Azwarman, dan Endarwati. 2007. “Menciptakan Pembelajaran Menyenangkan Melalui Optimalisasi Jeda Strategis dengan Karikatur Humor dalam Belajar Matematika”. Dalam Jurnal Teknodik. Volume 2. Nomor 21/XI/teknodik/2007. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. . 2006. Sari Penelitian Pembelajaran Hibah PTK dan PPKP Tahun 2005. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenagaan. Desriana Dwijayanti Soraya. 2009. “Peningkatan Keterampialan Berbicara Melalui Penerapan Metode Bermain Peran Pada Siswa Kelas V SD N Kopen I Teras Boyolali Tahun Ajaran 2008/2009”. Skripsi (tidak diterbitkan). Elen Inderasari. 2007. “Penggunaan Media Karikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Argumentasi (PTK pada siswa kelas X SMA N 5 Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007”. Skripsi (tidak diterbitkan).
177
Erma Lestari. 2008. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Media Komik Tanpa Kata Pada Siswa Kelas X-8 SMA N Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. Skripsi (tidak diterbitkan). Fitriani Gustina .2009. Sumber Media dan Peralatan Pembelajaran. Dalam http://gustinafitriani.multiply.com/journal/item/6 diunduh tanggal 30 Agustus 2009. Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa, Cetakan XII. Ende: Nusa Indah. Herman J. Waluyo. 2006. Drama: Naskah, pementasan, dan Pengajarannya. Yogyakarta: Anindita Graha Widya. Haryanto. 1998. “Optimalisasi Pemanfaatan Dinding Kelas Melalui Penerapan Teknologi Media Sederhana di SD Keputran I dan SD Negeri Sapen Yogyakarta”. Dalam Jurnal Penelitian Pendidikan Dasar. Volume 6. Nomor 054.11/PPGSD/P.I/1997. Jakarta: Depdikbud. Heru Dwi Waluyanto. 2000. “Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual dalam penyampaian Kritik Sosial”. Dalam Jurnal. http://puslit2.petra.ac.id/ ejournal/index.php/dkv/article/viewFile/16059/16051. Diunduh tanggal tanggal 12 Juni 2009. Husain Junus dan Aripin Banasuru. 1996. Bahasa Indonesia Tinjauan Sejarahnya dan Pemakaian Kalimat yang Baik dan Benar: Sebuah Analisis Teori Praktis. Surabaya: Usaha Nasional. Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya dan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Martinis Yamin. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press. Marwoto dan Yant Mujiyanto. 1998. BPK Berbicara II (Sanggar Bahasa dan Sastra Indonesia). Surakarta: Depdikbud RI UNS Surakarta. Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana. Nababan, Sri Utari Subyakto. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Depdikbud. Ngalim Purwanto. 2006. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: CV. Maulana. 178
Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press. Oemar Hamalik. 1989. Media Pendidikan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. . 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. Ruby. 2008. Kartun dan Karikatur. Dalamhttp://jurnalista263.wordpress.com / 2008/07/27/kartun-dan-karikatur/ diunduh tanggal 30 Agustus 2009. Rumampuk, Dientje Borman. 1988. Media Instruksional IPS. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Sabarti Akhadiyah MK.; Maidar G. Arsjad; Sakura H. Ridwan; Zulfahnur Z.F.; dan Mukti U.S. 1991. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Depdikbud. Sarwiji Suwandi. 2004. “Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Strategi Peningkatan Profesionalisme Guru”. Dalam Jurnal Pendidikan. Volume 10, Nomor 2, Desember 2004. Soeparno. 1988. Media Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Intan Pariwara. Sri Anitah. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press. Sri Hastuti. 1996. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Jakatra: Depdikbud Dirjen Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Sudarwan Danim. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Suharsimi Arikunto; Suhardjono; dan Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Suharyanti. 1996. Berbicara. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2006. Pengajaran Mikro: Pengajaran Praktis dalam Menyiapkan Pendidik Profesional. Yogyakarta: Tiara Wacana. Suwarsih Madya. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan. Bandung: Alfabeta. Tarmansyah. 1996. Gangguan Komunikasi. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru Depdikbud Dikjendikti. Tarigan, Henry Guntur. 1993. Berbicara. Bandung: Angkasa. Wijana, I Dewa Putu. 2004. Kartun.2004. Yogyakarta. Penerbit Ombak.
179
Wilkinson. Gene.L. 1984. Media dalam Pembelajaran: Penelitian Selama 60 Tahun. Diterjemahkan dari buku Media in Instruction: 60 Years 0f Research oleh Zulkarimein Nasution. Jakarta: Rajawali. Winarno Surakhmad. 1986. Pengantar Interaksi Belajar-Mengajar (Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran). Bandung: Tarsito. Wina Sanjaya. 2002. Kurikulum dan Pembelajarannya. Bandung: San Grafika.
180