COPING STRES SUAMI YANG MEMILIKI ISTRI SKIZOFRENIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
YULI NOVITA SARI PUTRI 051301129
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GANJIL, 2009/2010
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
SKRIPSI COPING STRES SUAMI YANG MEMILIKI ISTRI SKIZOFRENIA
Dipersiapkan dan disusun oleh:
YULI NOVITA SARI PUTRI
051301129
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi
Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) NIP. 195005041977061001
Tim Penguji 1. Elvi Andriani Yusuf, M.Si, psikolog NIP. 196405232000032001
Penguji I/Pembimbing ______________
2. Ika Sari Dewi, S.Psi NIP. 197809102005012001
Penguji II
3. Raras Sutatminingsih, M.Si NIP. 196910302000032001
Penguji III
______________
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
______________
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:
Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Medan, 2009
Yuli Novita Sari Putri NIM : 051301129
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia Yuli Novita Sari Putri dan Juliana I. Saragih
ABSTRAK Pasangan suami istri akan menjalani kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sesuai dengan porsinya masing-masing, akan tetapi ketika salah satu pasangan menderita penyakit mental khususnya skizofrenia maka akan terjadi penambahan tugas pada salah satu pasangan karena skizofrenia merupakan salah satu penyakit mental yang merusak secara individu secara personal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia. Teori sumber-sumber stres yang berasal dari individu, pekerjaan, keluarga, dan lingkungan dan masyarakat, serta fungsi coping stres yang terdiri dari problem focused coping dan emotion focused coping oleh Lazarus dan Folkman digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena dengan metode ini dapat dipahami gejala sebagaimana subjek mengalaminya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang sesuai dengan diri subjek dan bukan semata-mata penarikan kesimpulan sebab akibat yang dipaksakan. Responden dalam penelitian ini sebanyak tiga orang yang masing-masing memiliki istri yang saat ini menderita skizofrenia. Prosedur pengambilan data dilakukan berdasarkan konstruk operasional (operational construct sampling). Metode pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara mendalam dan observasi selama wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber stres ketiga responden berasal dari keluarga. Masing-masing responden melakukan coping stres yang berbeda-beda, dimana coping tersebut dapat berupa emotion focused coping dan problem focused coping. Kata kunci : Stres, coping stres, suami, istri skizofrenia
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Coping Stress Husband with Schizophrenia Wife ABSTRACT The couples who has been married will through their family life with their own function, but when one of the couple get mentally disorder especially schizophrenia so it will be lead to adding task to the other couple because schizophrenia is one of mentally disorder which is devastated individual as personally. The aims of this research are to gain the description of coping stress husband with schizophrenia wife. The theory of the stressor said stressor can from individual, work, family, and environment also societies. The function of coping by Lazarus and Folkman is using for answer the aims of this research. This research use qualitative method and involved three respondent to understand their coping process because this method understand the description the conclusion. The characteristic of respondent are is husband with schizophrenia wife. Researcher use in-depth interview with the interview guide and observation during interview for collecting data. The conclusion of this research are all of the respondent has stressor from the family. Each of the respondent using different way of coping, which is the coping can be emotion focused coping and problem focused coping Keywords : Stress, coping stress, husband, schizophrenia wife
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada Allah Subhanallahu Wata’ala yang telah memberikan begitu banyak rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian akhir, guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul ”Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia” Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta, Dra. Hj. Lisni Ritonga dan Ayahanda tersayang Drs. Irwan Syahrizal, Apt atas segala cinta, kasih sayang, do’a serta dukungannya baik moril maupun materil yang selalu menyertai langkah penulis. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya, di dunia maupun di akhirat. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A.(K), selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Juliana I. Saragih M.Si, Psikolog selaku dosen Pembimbing Skripsi. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktu dan menjadi pembimbing bagi penulis dengan penuh kesabaran, pengertian dan semangat memberikan masukan, arahan, saran dan kritikan serta energi baru sehingga sangat membantu penulis dalam memahami dan menemukan esensi dari sebuah penelitian dan pada akhirnya dapat menyelesaikan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
skripsi ini meskipun berada di tengah-tengah kesibukan yang sangat padat dan rintangan yang sangat berat. 3. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, dan Ibu Aprilia M.Si, psikolog selaku dosen Penguji Skripsi. Terima kasih atas segala perhatian, waktu, masukan, nasehat, dan bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu Desvi Yanti Mukhtar M.Si, psikolog selaku dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas perhatian, bimbingan, masukan dan nasehat ibu dari awal saya kuliah sampai saat ini. 5. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama perkuliahan 6. Teman-teman seperjuangan Psikologi USU angkatan 2005.
Medan, Desember 2009
Penulis Yuli Novita Sari Putri
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
DAFTAR ISI Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .................................................................................
ii
DAFTAR ISI ................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
12
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
13
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
13
E. Sistematika Penulisan ..............................................................
14
BAB II. LANDASAN TEORI A. Coping Stres 1. Pengertian Stres ................................................................
15
2. Respon Terhadap Stres ......................................................
16
3. Sumber-sumber Stres .........................................................
16
4. Appraisal ...........................................................................
18
5. Coping Stres ...................................................................... 20 B. Caregiver ...............................................................................
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
25
1. Pengertian Caregiver .......................................................
25
2. Aktivitas Caregiver ..........................................................
26
C. Kewajiban Suami Dan Kewajiban Istri.......................................
27
1. Kewajiban Suami ..............................................................
27
2. Kewajiban Istri .................................................................
28
D. Istri Skizofrenia .......................................................................
28
E. Paradigma Penelitian ..............................................................
31
BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Kualitatif .............................................................
33
B. Metode Pengambilan Data ......................................................
33
C. Responden Penelitian ..............................................................
34
1. Karakterisitik Responden ..................................................
34
2. Jumlah Responden ............................................................
34
3. Prosedur Pengambilan Responden .....................................
35
4. Lokasi Penelitian ..............................................................
36
D. Alat Bantu Pengumpulan Data ................................................
36
E. Prosedur Penelitian .................................................................
37
1. Tahap Persiapan Penelitian ...............................................
37
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ...........................................
38
3. Tahap Pencatatan Data ......................................................
40
F. Kredibilitas Penelitian .............................................................
40
G. Teknik dan Prosedur Pengolahan Data ....................................
42
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
BAB IV. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI A. Analisa Data ............................................................................
45
1. Responden I .......................................................................
46
a. Hasil observasi................................................................
46
b. Rangkuman hasil wawancara ..........................................
50
c. Sumber-sumber stres dan proses appraisal ......................
52
d. Coping stres....................................................................
65
2. Responden II......................................................................
76
a. Hasil observasi................................................................
76
b. Rangkuman hasil wawancara ..........................................
80
c. Sumber-sumber stres dan proses appraisal ......................
82
d. Coping stres....................................................................
90
3. Responden III ....................................................................
100
a. Hasil observasi................................................................
100
b. Rangkuman hasil wawancara ..........................................
104
c. Sumber-sumber stres dan proses appraisal ......................
107
d. Coping stres....................................................................
115
B. Interpretasi.................................................................................
121
1. Responden I.........................................................................
121
a. Sumber stres....................................................................
121
b. Coping stres....................................................................
124
2. Responden II .......................................................................
128
a. Sumber stres ...................................................................
128
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
b. Coping stres....................................................................
131
3. Responden III ......................................................................
134
a. Sumber stres ...................................................................
134
b. Coping stres....................................................................
137
BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN A. Kesimpulan ..............................................................................
141
B. Diskusi .....................................................................................
143
C. Saran ........................................................................................
143
1. Saran praktis ...................................................................
143
2. Saran penelitian selanjutnya............................................
144
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
146
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
DAFTAR TABEL Halaman
Skema 1. Paradigma Penelitian .................................................................... Tabel 1 Jadwal pelaksanaan wawancara Tabel 2 Gambaran umum sosio-demografis responden
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Lembar Observasi Lampiran 3 Lembar persetujuan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Jehani, 2008). Keputusan untuk menikah atau membuat suatu komitmen yang tetap dengan orang lain merupakan satu hal yang sangat sulit dalam fase kehidupan (Mueser & Gingerich, 2006). Kesulitan muncul karena dalam suatu hubungan harus menyatukan dua identitas yang berbeda, serta pasangan harus menjaga perbedaan dan kesamaan yang mereka miliki (Lerner, dalam Corey & Corey, 2006). Secara umum tugas gender suami dan istri berbeda di dalam suatu keluarga, dimana suami bertugas sebagai pencari nafkah dan istri merawat suami dan anak (DeGenova, 2008). Apabila dilihat dari perspektif agama suami dan istri juga memiliki kewajiban masing-masing di dalam kehidupan rumah tangga. Menurut Cakramanggilingan (dalam Susetya, 2008) kewajiban seorang suami adalah sebagai pemimpin dalam rumah tangga dan pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Istri memiliki kewajiban sebagai pendukung dalam rumah tangga dengan berbakti kepada suami baik lahir maupun batin dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya (Jehani, 2008). RA Dewi Hari Sabarno
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
SIP (Ketua Umum Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Pusat), menyatakan sebagai seorang isteri sendiri tentunya merupakan pendamping setia bagi suami. Dalam pengertian harfiah bahwa seorang isteri itu harus selalu secara fisik berada di samping suami. Sedangkan pengertian hakikinya peranan isteri itu sebagai mitra yang memberi kontribusi konstruktif bagi suami. Artinya, sangat jelas bila seorang isteri harus dituntut dalam berbagai sikap, yakni sebagai pendorong atau pendukung bagi setiap langkah positif suami. Seorang isteri kadang sebagai pengendali atau pengerem bila ada kemungkinan pengambilan langkah negatif atau tidak konstruktif dari tindakan suami. Seorang isteri juga menjadi mitra atau teman diskusi yang bisa diajak diskusi dalam berbagai hal. Seorang isteri juga merupakan sahabat dalam keadaan suka dan duka. Bahkan, kalau perlu sebagai kekasih (http://www.gemari.or.id, 2008). Pasangan suami istri akan menjalani kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sesuai dengan porsinya masing-masing, akan tetapi ketika salah satu pasangan menderita penyakit mental khususnya skizofrenia maka akan terjadi penambahan tugas pada salah satu pasangan karena skizofrenia merupakan salah satu penyakit mental yang merusak secara individu secara personal (Jungbauer, Witmund, Dietrich, & Angermeyer, 2004). Skizofrenia mencegah individu mengatur perannya sebagai orang dewasa yang bernilai seperti peran suami atau istri, orang tua, pekerja, maupun teman (Cook, Cohler, Piccket, & Beeler dalam Stein & Wemmerus, 2001). Pada masa dewasa madya onset skizofrenia akan mengganggu hubungan pernikahan,
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
tugas sebagai orang tua, pekerjaan, pengaturan kehidupan sehari-hari dan hubungan personal dengan keluarga dan teman (Volavka dalam Stein & Wemmerus, 2001). Penambahan tugas dalam kehidupan rumah tangga ini terjadi disebabkan oleh perubahan kepribadian dan ketidaksesuaian sosial yang berat pada individu yang mengalami skizofrenia (Sadock & Sadock, 2003). Gangguan skizofrenia menyebabkan tidak berfungsinya sebagian area fungsional penderita yang berupa area fungsional sosial, kerja dan pendidikan (Atkinson, 1999). Ketidakberfungsian beberapa area fungsional tersebut menyebabkan penderita skizofrenia gagal untuk berfungsi sesuai peran yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, pasangan, peran sebagai anggota keluarga maupun anggota komunitas (Nevid, Rathus, & Greene, 2003). Berbagai hambatan dan perilaku penderita skizofrenia yang cenderung menyimpang dari perilaku normal menyebabkan lingkungan sosial kurang toleran terhadap penderita skizofrenia (Nevid, Rathus, & Greene, 2003). Penderita skizofrenia dianggap sebagai penghambat dan beban keluarga disebabkan oleh ketidakmampuan mereka berpartisipasi dalam aktivitas keluarga dan ketidakmampuan memberikan kontribusi dalam kehidupan keluarga yang penuh arti (Nairne, 2003). Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jones (1997) yang menyatakan bahwa skizofrenia dapat mengganggu fungsi individu dewasa untuk berperan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
sebagai suami atau istri, sebagai orang tua, juga dapat mengganggu pekerjaan dan fungsi sebagai teman (Stein & Wemmerus, 2001). Penderita skizofrenia bisa menimbulkan masalah dalam keluarganya, masalah yang ditimbulkan umumnya akibat perilaku penderita itu sendiri. Perilaku penderita gangguan jiwa yang dianggap keluarga paling mengganggu dan membuat keluarga stres adalah kurangnya motivasi, keterampilan sosial yang rendah, perilaku makan/tidur yang buruk, sukar menyelesaikan tugas dan sukar mengatur keuangan (Keliat, 2001). Pernyataan di atas sesuai dengan pernyataan seorang penulis buku When Someone You Love Has a Mentall Illness (The Putnam Publishing Group dalam Health News, 2008). “Memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa yang tinggal di rumah secara umum menyebabkan tekanan pada seluruh keluarga” Begitu juga dengan pernyataan suami yang memiliki istri skizofrenia mengenai perilaku istrinya : “Kadang ibu gak mau tidur, kalaupun tidur ibu tidur dibawah kasur, kasurnya diatas dia tidur dibawahnya, dibilangin jangan gitu gak mau, katanya gak aman kalau tidur diatas kasur, bapak bingung juga mesti gimana, tapi karena itu mau ibu ya dibiarin.” (Komunikasi Personal, 4 Maret 2009) “Waktu itu dia bilang pergi ke toko, terus udah lama gak pulang-pulang juga, saya heran pas pulang dia cerita gini dia mau beli sesuatu tapi sampe disana dia lupa, dia keliling-keling aja tapi tetap aja gak ingat, akhirnya dia pulang setelah 5 jam gitu kalo gak salah” (Komunikasi Personal 6 Maret 2009) Perilaku penderita skizofrenia yang tidak bisa berfungsi secara normal menyebabkan diperlukannya caregiver. Caregiver adalah individu yang secara umum merawat dan mendukung individu lain (pasien) dalam
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
kehidupannya (Awad & Voruganti, 2008). Penambahan peran menjadi seorang caregiver dalam keluarga akan menjadi sumber stres untuk pasangan baik secara psikologis dan ekonomis (Clark & Schene, dalam Schene, Wijngaarden, & Koeter, 1996). Kehidupan keluarga akan terganggu ketika harus merawat seseorang yang di usianya seharusnya normal, maka hubungan keluarga akan tidak seimbang dari normal menjadi merawat anggota keluarga yang sakit. Selain itu terjadi perubahan peran dan tanggung jawab suami terhadap istri dan perubahan hubungan antara pasangan (Mueser & Gingerich, 2006) Lebih lanjut hasil penelitian Winefield dan Harvey (1994), caregiver skizofrenia sebanyak 68,6% adalah orang tua, saudara atau saudara ipar (17,4%), pasangan (7,4%), anak (4,1%) dan saudara biologis lain (2,5%). Penelitian yang membandingkan caregiver pasangan berdasarkan gender, menunjukkan bahwa caregiver pria cenderung menambah caregiver informal lainnya ataupun menggunakan jasa pelayanan rumah untuk merawat istrinya (Yamada, dalam Sugiura, Ito, Kutsumi, & Mikami, 2009). Akan tetapi tidak sedikit penderita skizofrenia yang telah menikah memiliki pasangan sebagai caregivernya. Tugas sebagai caregiver selalu dilihat sebagai tanggung jawab wanita karena peran wanita dianggap kurang tetap daripada tugas pria yang biasanya mempunyai tugas tetap sebagai orang yang menyediakan kebutuhan finansial bagi keluarga dan mencapai kesuksesan dalam pekerjaan (Gopalon & Brannon, 2006). Keefe dan Fencey (dalam Gopalon
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
& Brannon, 2006) menambahkan alasan lain mengapa wanita identik dengan tugas sebagai caregiver berdasarkan perbedaan biologis, dimana wanita melahirkan dan mengurus anak. Ketidakmampuan penderita skizofrenia berperan sesuai dengan perannya menyebabkan suami sebagai bagian dari anggota keluarga mengambil alih perannya (Jungbauer, dkk, 2004). Penambahan peran sebagai caregiver memberikan beban pada keluarga, akan tetapi beban pasangan berbeda dengan beban orang tua, dimana masalah pasangan berhubungan
dengan
kebersamaan,
seperti
keintiman
pernikahan,
pembagian tugas rumah tangga, pengorganisasian kembali keluarga, dan rencana saling berbagi kehidupan (Jungbauer, dkk, 2004). Suami penderita skizofrenia memiliki peran ganda dalam keluarganya karena pasangannya tidak mampu lagi melakukan tugas-tugasnya sebagai istri. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat gangguan pada area domestik, hubungan sosial, keuangan, dan kestabilan pernikahan yang diasosiasikan dengan tugas merawat individu yang menderita skizofrenia (Bernheim, Jones, Lefley, & Wasow dalam Stein & Wemmerus, 2001). Hal ini terlihat pada pernyataan suami yang istrinya menderita skizofrenia, yaitu : “ Memiliki istri yang sakit skizofrenia merupakan sebuah tantangan yang sulit diatasi. Saya katakan seperti itu karena banyak aspek yang tidak bisa kita kontrol. Misalnya apakah dia mau dikasi obat semuanya atau tidak.” (Schizophrenia Connection.com, Senin, 13 Maret 2009) “Sejak dia sakit ya jadi masalah dalam keluarga kami, yang biasanya dia ngantar anak ke sekolah waktu kumat kayak gini ya saya yang antar.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Dia di rumah tidur aja gak bisa kerja. Apalagi kami gak punya pembantu jadi ya saya yang kerjakan pekerjaan rumah.” (Komunikasi personal, 25 Februari 2009) Perilaku penderita skizofrenia yang cenderung aneh merupakan sumber stres pada keluarganya baik pasangan maupun orang terdekat lainnya yang berperan sebagai caregiver (Provencher, Fournier, Perreault, 2000). Merawat istri yang menderita gangguan jiwa seperti skizofrenia tentunya menjadi salah satu situasi stres yang sulit untuk diatasi, bagaimana suami menghadapi perilaku istrinya, mengatasi stres pada dirinya sendiri, mencegah kondisi istri menjadi lebih parah dan menghadapi sikap negatif dari masyarakat (Irmansyah, 2004). Hoenig dan Hamilton (dalam Jungbauer, Witmund, Dietrich, & Angermeyer, 2004) membedakan dua dimensi beban caregiver, yaitu beban objektif dan beban subjektif. Beban objektif adalah kerugian yang nyata akibat penyakit, seperti pengeluaran ekonomi dan gangguan kehidupan sehari-hari, sementara itu beban subjektif adalah penilaian individu secara pribadi terhadap penyakit dan bagaimana individu menilai situasi tersebut sebagai beban. Berdasarkan hasil beberapa penelitian Biegel, Milligan, Putnam, dkk, mengemukakan bahwa ada hubungan positif antara beban merawat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa dan stres psikologis pada caregiver (dalam Hobbs, 1997). Almberg, et, al (dalam Sanders & Power, 2009) menambahkan bahwa suami yang berperan sebagai caregiver rentan terhadap tekanan yang muncul dalam proses merawat yang
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
bisa memunculkan reaksi-reaksi psikologis seperti depresi, stres, grief, dan beban. Ketika pasangan terkena penyakit
gangguan kejiwaan
seperti
skizofrenia maka berbagai keadaan emosi akan muncul salah satunya adalah stres (Mueser & Gingerich, 2006). Stres adalah suatu kondisi dimana sesuatu yang diinginkan tidak sesuai dengan kenyataan (Sarafino, 2006). Stres merupakan keadaan yang mengganggu atau dirasakan mengancam kesejahteraan seseorang sehingga membutuhkan kemampuan coping (Weiten, 2004). Situasi stres akan menghasilkan reaksi fisiologis dan psikologis. Reaksi fisiologis bisa berupa perubahan detak jantung, tekanan darah dan aliran darah (Sherwood, Veit, Brody dalam Sarafino, 1996). Pada reaksi psikologis maka akan muncul reaksi emosional seperti rasa takut, cemas, sedih, penolakan, bahkan grief (Lazarus, dalam Nairne, 2003). Ketika individu merasakan stres maka kedua reaksi tersebut akan muncul. Hal ini disampaikan oleh suami yang memiliki istri skizofrenia : “Waktu awal kejadian bapak cemas liat ibu, maksudnya gini, aktifitas ibu mati total, selama 2 tahun gak kerja, bapak sempat terpikir kapan ibu bisa baik atau kayak gini terus” (Komunikasi Personal, 5 Maret 2009) Stres yang dialami suami yang memiliki istri skizofrenia bersumber dari penyakit atau ketidakmampuan salah satu anggota keluarga. Sumber keuangan yang menipis akibat sakitnya salah satu anggota keluarga akan menjadi suatu masalah yang berat. Masalah lain juga muncul dalam perubahan interpersonal dimana ada perubahan dalam waktu luang (Leventhal. Leventhal, & Van Nguyen dalam Sarafino, 2006).
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Salah satu suami yang memiliki istri skizofrenia menyatakan : “Kalau dipikir-pikir ya repot urus ibu, anak, kerja lagi. Uang juga udah banyak dipakai, tapi itu bisa dicari lagi. Komunikasi kami ya biasa saja, ngobrol, tapi bapak cuma dengar keluhannya ibu aja, kalo bapak ya cerita sama anak, kawan, keluarga yang lain.” (Komunikasi Personal, 5 maret 2009) “Kita lagi menabung buat uang kuliah anak-anak, bahkan anak kedua saya lagi kuliah waktu itu, tapi karena biaya pengobatan ibu cukup banyak ya terpaksa anak saya putus kuliah.” (Komunikasi Personal, 6 maret 2008) Terdapat dua faktor yang mempengaruhi stres, yaitu yang bersumber dari dalam diri individu (internal sources) dan dari luar (external sources) misalnya dari keluarga dan lingkungan (Hardjana,1994). Johnson (dalam Winefield & Harvey, 1994) mengemukakan bahwa salah satu situasi yang menyebabkan stres bagi suami sebagai caregiver adalah perbedaan perilaku yang ditunjukkan atau ketika penyakit skizofrenia tersebut kambuh daripada apa yang menyebabkannya. Caregiver juga berusaha mengatasi situasi stres yang berbeda dari biasanya sehingga perlu meningkatkan kompetensinya untuk merawat penderita skizofrenia. Lance (bukan nama sebenarnya) yang memiliki istri skizofrenia menyatakan : “Sejak sakit dia tidak menyukai tempat tinggal kami sekarang. Perusahaan tempat saya bekerja memiliki tujuan tertentu pada dirinya. Katanya perusahaan itu membuat hidupnya menyedihkan. Mereka tidak peduli pada dirinya. Tidak hanya itu dia berpikir saya juga mempunyai tujuan tertentu terhadap dirinya. Dia tidak menyukai orang lain, tidak suka ke gereja, tidak suka belanja, pokoknya tidak ada hal yang dia sukai. Serta yang paling aneh diantara semua itu adalah dia mengatakan saya punya pacar di setiap kota. Suatu hari dia mengatakan saya bangun dan pergi ketempat pacar saya bukannya bekerja dan menghabiskan waktu sepanjang hari disana. “ (Skizofrenia.com, Kamis 5 Maret 2009)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Pernyataan suami yang memiliki istri skizofrenia tersebut menunjukkan bahwa sebagai seorang suami mereka mempunyai kecenderungan mengalami stres. Pada situasi seperti ini, maka individu termotivasi untuk melakukan suatu tindakan yang bisa mengurangi stres. Tindakan yang dilakukan disebut coping (Sarafino, 2006). Coping merupakan usaha kognitif, emosi, dan perilaku seseorang saat memodifikasi, beradaptasi, atau menghilangkan stressor yang mengancam dirinya (Folkman & Lazarus, dalam Nietzel, et al., 1998). Lazarus dan Folkman (dalam Thalib & Diponegoro, 2001), membagi fungsi coping atas Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping. Problem Focused Coping atau coping yang terpusat pada masalah, yaitu usaha individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres dengan cara menghadapi masalah yang menjadi penyebab timbulnya stres secara langsung. Emotion Focused Coping atau coping yang terpusat pada emosi yaitu usaha-usaha individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang dirasakan dengan tidak menghadapi secara langsung tetapi lebih pada usaha untuk mempertahankan keseimbangan afeksi. Pengaruh stres memberikan reaksi terhadap strategi yang akan digunakan individu untuk menanggulangi situasi yang penuh stres. Jika usaha pertama tidak memberikan hasil yang baik baik maka perasaan cemas meningkat dan individu akan mengalami kesulitan dalam usahanya dan kurang mampu mencari pemecahan yang lain. Pada situasi stres individu
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
cenderung mengulang pola-pola tingkah laku yang pernah digunakan pada waktu lampau (Atkinson, 1999). Coping memiliki dua fungsi utama bagi individu yaitu untuk mengatur distres dan untuk melakukan sesuatu agar terjadi perubahan jika individu mengalami situasi stres. Suami sebagai salah satu orang yang paling dekat istrinya yang menderita skizofrenia menggunakan dua fungsi coping dalam merespon perubahan perilaku istrinya. Ketika menghadapi situasi stres ini mereka menggunakan emotion focused coping maupun problem focused coping (Birchwood & Cochrane, dalam Creado, Parkar, & Kamath, 2006). Individu memiliki pola yang berbeda dalam menggunakan fungsi coping. Penelitian menemukan beberapa yang mempengaruhi pola tersebut. Menurut Stone dan Neale (dalam Sarafino, 2006) individu cenderung konsisten dalam menggunakan fungsi coping terhadap sumber stres yang sama. Aldwin dan Brustom (dalam Sarafino, 2006) menambahkan bahwa fungsi coping yang digunakan akan berbeda pada individu yang memiliki sumber stres jangka pendek dan sumber stres jangka panjang. Penelitian mengindikasikan bahwa coping memiliki peranan penting dalam interaksi antara situasi stres dan adaptasi (Rutter & Rutter, dalam Li, 2008). Pemulihan individu cenderung menggunakan strategi coping yang aktif seperti merubah lingkungan atau merencanakan aktivitas, untuk mengatur situasi yang menyebabkan stres (CampbellSills, et al., dalam Li, 2008).
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Berikut pemaparan 3 orang suami yang memiliki istri skizofrenia mengenai cara mereka dalam mengatasi situasi stres akibat penyakit mental yang diderita istrinya :
“Saya shock, merasa bersalah, tertekan bahkan putus asa sejak mengetahui istri saya sakit. Kemudian lama kelamaan saya merasa lebih baik. Saya tidak merasa bahagia atas apa yang terjadi dan masih berharap ia bisa sembuh tetapi saya harus bisa menjalani hidup saya. Walaupun tidak bisa kembali seperti semula saya berusaha bisa mengurus diri saya, istri dan anak saya.” (British Columbia Society.com, 6 Maret, 2009) “Awalnya kurang betul, maksudnya kurang bisa menerima keadaan ini, tapi bapak yakin sesuatu masalah pasti ada jalan keluarnya, bapak berserah diri sama yang diatas, sering-sering tahajud. Karena kalau kita pikir sesuatu itu jelek maka hasilnya jelek jadi ya kita ambil hikmahnya aja, mikir positifnya.” (Komunikasi Personal, 5 Maret 2009) “Saya tahu dia sakit, makanya ya saya bawa kerumah sakit buat diobatin, saya yakin ini ujian dari Tuhan, saya berusaha bisa menghadapinya.” (Komunikasi Personal, 25 Februari 2009)
Penggambaran fenomena-fenomena diatas dari suami yang memiliki istri skizofrenia menunjukkan bahwa dalam menghadapi situasi stres akibat penyakit mental yang diderita istrinya mereka memiliki cara yang berbedabeda untuk mengatasi situasi stres tersebut. Berdasarkan pemaparan fenomena tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran coping stres pada suami yang memiliki istri skizofrenia.
B. Perumusan Masalah
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian sebagai berikut yaitu bagaimana coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia. Hal ini dapat disampaikan melalui pertanyaan penelitian yang berupa : 1. Apa saja yang menjadi sumber stres bagi suami yang memiliki istri skizofrenia? 2. Bagaimana
penilaian
suami
terhadap
sumber
stres
yang
dihadapinya? 3. Bagaimana gambaran coping stres yang dilakukan suami yang memiliki istri skizofrenia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi dan perluasan teori dibidang psikologi klinis, yaitu mengenai coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia. Selain itu juga, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan penelitian
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
mengenai psikologi klinis sehingga hasil penelitian nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait, yaitu : a. Suami yang memiliki istri skizofrenia Suami mendapatkan informasi mengenai bagaimana gambaran coping stres ketika merawat istri yang menderita penyakit mental khususnya skizofrenia.
b. Pihak keluarga penderita skizofrenia Anggota keluarga bisa mendapatkan informasi mengenai gambaran coping stres suami yang menderita skizofrenia sehingga bisa memberikan dukungan sosial kepada suami yang memiliki istri skizofrenia.
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah: BAB I:
PENDAHULUAN Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
BAB II:
LANDASAN TEORI Berisi teori yang digunakan sebagai landasan penelitian.
BAB III:
METODE PENELITIAN Berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisikan tentang metode penelitian kualitatif, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, responden penelitian, prosedur penelitian dan prosedur analisis data.
BAB IV:
ANALISA DATA DAN INTERPRETASI Mendeskripsikan data responden, analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan.
BAB V:
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Menjelaskan
kesimpulan
dari
penelitian
ini,
diskusi
mengenai hasil penelitian yang ada serta saran-saran yang dianjurkan mengenai penelitian ini.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Coping Stres 1. Pengertian Stres Stres adalah kondisi ketika individu berada dalam situasi yang penuh tekanan (Marks, Murray, Evans, dkk, 2004). Suatu peristiwa atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa terancam atau terganggu juga disebut sebagai stres (Rice, 1992). Rice (dalam Trull, 2005) mengemukakan bahwa stres adalah proses yang melibatkan peristiwa dari lingkungan yang dinilai individu, mengakibatkan berbagai macam respon dalam diri individu seperti reaksi fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Stres adalah kondisi fisik dan mental yang muncul ketika menyesuaikan atau beradaptasi dengan lingkungan. Misalnya ketika menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan seperti tekanan dalam pekerjaan, masalah pernikahan atau keuangan (Atkinson, 1999). Stres adalah suatu kondisi dimana sesuatu yang diinginkan tidak sesuai dengan kenyataan (Sarafino, 2006). Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006) stres merupakan transaksi atau peristiwa dimana terjadi kesenjangan antara kebutuhan fisik atau psikologis dengan sumber-sumber biologis, psikologis, atau sistem sosial.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Berdasarkan pemaparan beberapa pengertian stres di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa stres adalah kesenjangan antara kebutuhan fisik dan psikologis terhadap suatu peristiwa dengan sumber biologis, psikologis atau sistem sosial pada diri individu. 2. Respon Terhadap Stres Stres memunculkan beberapa respon pada individu, respon terhadap stres (Taylor, 1995), yaitu : a. Respon fisiologis Terdapat beberapa tanda fisiologis ketika individu mengalami stres yang menyangkut sistem syaraf dan sistem endokrin. Tanda fisiologis tersebut seperti meningkatnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan. b. Respon kognitif Respon kognitif terhadap stres termasuk hasil dari proses penilaian (appraisal) yang terlihat melalui terganggunya proses kognitif individu,
seperti pikiran
menjadi kacau,
menurunnya daya
konsentrasi, dan terganggunya performansi pada tugas kognitif. c. Respon emosi dan perilaku Reaksi emosional terhadap stres sangat luas, termasuk rasa takut, cemas, malu, marah, dan depresi. Respon perilaku dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menjadi sumber stres, dan flight, yaitu menghindari situasi yang menjadi sumber stres. 3. Sumber-sumber Stres
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Stressor adalah peristiwa-peristiwa lingkungan seperti kebutuhan akan jabatan, ujian, permasalahan pribadi, atau peristiwa sehari-hari yang mengganggu sehingga menyebabkan seseorang melakukan penyesuaian (Nietzel, et.al, 1998). Sumber-sumber stres bervariasi tiap individu dan berkembang sejalan dengan perkembangan seseorang, namun kondisi stres dapat terjadi setiap saat. Menurut Sarafino (2006), terdapat tiga hal yang menjadi sumber stres dalam kehidupan seseorang, yaitu: a. Sumber stres yang berasal dari dalam diri individu Terkadang sumber stres berasal dari dalam diri individu. Penyakit adalah salah satu hal yang dapat meningkatkan stres dalam diri seseorang.
Sakit
memunculkan kebutuhan secara
fisik
dan
psikologis, dan tingkat stres yang terjadi bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan usia seseorang. b. Sumber stres yang berasal dari keluarga Perbedaan perilaku, kebutuhan, dan kepribadian tiap anggota keluarga memiliki pengaruh pada anggota keluarga lainnya, dan terkadang menimbulkan stres. Selain itu, bertambahnya anggota keluarga, perceraian, penyakit, cacat, dan kematian anggota keluarga juga merupakan sumber timbulnya stres yang dialami seseorang. c. Sumber stres yang berasal dari komunitas dan masyarakat
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Hubungan interpersonal dengan orang-orang di luar keluarga juga bisa menimbulkan stres. Misalnya, anak-anak mengalami stres di sekolah, atau saat mengikuti pertandingan. Sementara pada orang dewasa, stres bisa disebabkan oleh situasi dan lingkungan kerja yang menimbulkan stres. Pemaparan mengenai sumber stres di atas memberikan kesimpulan bahwa ada beberapa hal yang dapat menjadi sumber stres (stressor), yaitu sumber stres yang berasal dari dalam diri individu, keluarga, serta komunitas dan masyarakat. 4. Appraisal Stres sangat berhubungan erat dengan konsep emosi (Lazarus, dalam Nairne, 2003). Pengalaman stres dipengaruhi bagaimana kita menilai (appraise) suatu situasi (Nairne, 2003). Proses dalam stres umumnya melibatkan proses pengukuran yang disebut cognitive appraisal (Lazarus & Folkman, dalam Sarafino, 2006). Menurut Sarafino (2006) cognitive appraisal adalah sebuah proses mental dimana individu mengukur dua faktor, yaitu: a. apakah kebutuhan mengancam kesejahteraan fisik dan psikologis, dan b. apakah sumber-sumber yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan. Menurut Lazarus (1986) ada dua macam penilaian yang dilakukan individu untuk menilai apakah sebuah kejadian dapat atau tidak dapat menimbulkan stres bagi individu, yaitu:
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
a. Penilaian Primer (Primary Appraisal) Penilaian primer adalah proses evaluasi dari stressor. Penilaian ini melibatkan penilaian individu apakah suatu kejadian memiliki maksud atau implikasi negatif yang potensial bagi dirinya. Terdapat tiga cara individu menilai suatu situasi merupakan situasi stres atau tidak, yaitu : 1. Tidak relevan (Irrelevant) Individu mengetahui bahwa ia telah merasakan gejala yang mirip sebelumnya dan tidak diikuti masalah yang akan menimbulkan rasa sakit. 2. Benign-positive Penilaian untuk menghindari suatu situasi stres. Misalnya tidak mau mengikuti ujian di sekolah atau tidak masuk kerja. 3. Stressful Penilaian terhadap suatu gejala yang dirasakan akan menyebabkan suatu masalah dan menimbulkan rasa takut. Misalnya keracunan makanan. b. Penilaian sekunder (Secondary Appraisal) Penilaian sekunder adalah penilaian seseorang terhadap sumber-sumber atau kemampuan yang dimiliki untuk melakukan coping (Sarafino, 2006). Saat individu berada dalam bahaya, baik ancaman atau tantangan, sesuatu harus dilakukan untuk mengatur situasi tersebut. Penilaian sekunder berusaha menyesuaikan antara kemampuan coping dan kebutuhan dari situasi tersebut. Oleh karena itu pertanyaan yang muncul
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
ketika individu melakukan penilaian sekunder adalah “apa yang bisa saya lakukan mengenai masalah tersebut?” (Rice, 1992). Individu yang menilai apakah suatu situasi stresfull atau tidak dipengaruhi tiga faktor dalam melakukan proses apraisal (Rice, 1992). Tiga faktor tersebut adalah : 1. Keadaan emosi Emosi
bisa
mempengaruhi
bagaimana
individu
melakukan
penyesuaian atau proses transaksi dan proses coping.
2. Ketidakpastian (uncertainty) Ketika suatu situasi muncul dan pada saat itu individu tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai situasi tersebut, situasinya sangat kompleks, maka kondisi ketidakpastian muncul. 3. Merubah Makna Faktor terakhir adalah bagaimana seseorang mengevaluasi makna dari suatu peristiwa. Berbagai macam informasi yang telah diterima individu telah menjadi tambahan dalam menilai peristiwa tersebut. Informasi baru akan merubah persepsi dan membentuk skema baru dalam diri individu dalam menginterpretasi situasi stres. 5. Coping Stres a. Pengertian Coping Stres
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Individu merasakan stres tergantung bagaimana ia menginterpretasi suatu situasi yang dihadapinya (Lazarus dalam Nairne, 2003). Stres merupakan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu dapat memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres bisa berdampak secara fisik maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu biasanya disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan ketidaknyamanan. Situasi seperti ini membuat individu termotivasi untuk melakukan suatu tindakan yang bisa meredakan stres. Tindakan yang dilakukan adalah coping (Sarafino, 2006). Coping adalah tindakan mental dan fisik untuk mengontrol, mengatur, mengurangi atau membuat pengaruh stres bisa diatasi baik dari eksternal maupun internal (Rice, 1992). Coping merupakan usaha individu untuk melakukan perubahan kognitif dan perilaku yang tetap dalam upaya mengatur kebutuhan-kebutuhan khusus baik eksternal dan atau internal yang dinilai mengganggu atau melampaui sumber-sumber yang dimiliki individu (Lazarus & Folkman, dalam Folkman, et.al., 1986). Menurut Lazarus, et.al. (1986) ada tiga hal penting yang diperoleh dari definisi tersebut. Pertama, coping berorientasi proses, yang berarti bahwa coping fokus pada apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh individu dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, dan bagaimana perubahan tersebut dilakukan. Kedua, coping sebagai konteks, yaitu dipengaruhi oleh penilaian individu dalam menghadapi tuntutan dan mengatasi sumber stres. Konteks berarti bahwa individu dan situasi bersama-sama meningkatkan usaha
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
coping. Ketiga, tidak ada asumsi berdasarkan teori tentang bagaimana coping yang baik atau buruk. Coping didefinisikan secara sederhana sebagaimana usaha individu untuk mengatasi tuntutan, tidak tergantung apakah sukses atau tidak usaha tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa coping stress merupakan perubahan kognitif dan perilaku yang tetap, dimana meliputi segala usaha untuk menghadapi tuntutan internal dan eksternal yang terjadi pada diri seseorang. b.
Fungsi Coping Stres Individu memiliki caranya masing-masing dalam menghadapi situasi
stres. Coping adalah pola umum dari perilaku yang digunakan untuk menghadapi situasi stres (Rice, 1992). Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006) berdasarkan fungsinya perilaku coping dibedakan atas Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping. 1. Problem Focused Coping atau coping yang berpusat pada masalah, yaitu usaha individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres dengan cara menghadapi masalah yang menjadi penyebab timbulnya stres secara langsung. Cara ini digunakan ketika individu bisa langsung mendefinisikan masalah, mencari berbagai alternatif, mengukur alternatif pemecahan masalah dari keuntungan dan kerugian yang didapat, memilih diantara alternatif tersebut, dan bisa langsung melaksanakan suatu tindakan.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Metode Problem Focused Coping menurut Folkman dan Lazarus (dalam Taylor, 1995), adalah : a. Planful problem solving Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan
kemudian
mengambil
tindakan
langsung
untuk
menyelesaikan masalah. b. Confrontative coping Individu mengambil tindakan asertif untuk berusaha mengubah keyakinan orang lain atau mengambil resiko untuk mengubah situasi. c. Seeking social support Individu berusaha mencari informasi dan mencari kenyamanan secara emosi dari orang lain. 2. Emotion Focused Coping atau coping yang terpusat pada emosi yaitu usaha-usaha individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang dirasakan. Individu mengatur respon emosional melalui pendekatan
behavioral
dan
kognitif.
Individu
cenderung
menggunakan cara ini ketika ia mengetahui bahwa hanya sedikit yang bisa dilakukannya untuk merubah kondisi stressful, kondisi yang sangat mengganggu atau menantang, serta kondisi lingkungan yang sulit dirubah. Coping yang berfokus pada emosi ini juga digunakan
untuk
mengatur
harapan
dan
optimisme,
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
untuk
menyangkal fakta dan implikasi, menolak bahwa hal yang terjadi sangat buruk, dan untuk bertindak seperti tidak terjadi apa-apa. 2. Metode Emotion Focused Coping menurut Folkman dan Lazarus (dalam Taylor, 1995), adalah : a. Distancing Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi. a. Escape/Avoidance Menghindari masalah dengan cara berkhayal, beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok atau menggunakan obatobatan atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi. b. Self Control Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah. c. Accepting responsibility Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan sambil berusaha untuk memperbaikinya.
d. Positive Reappraisal
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Usaha mencari makna positif dari permasalahn dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius. Kedua fungsi coping
ini juga bisa digunakan secara bersamaan.
Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 1995) menyatakan bahwa individu yang berada dalam episode stressful suatu peristiwa akan menggunakan kedua fungsi coping secara bersamaan. Menurut
hasil penelitian
berdasarkan perbedaan gender, pria biasanya menggunakan fungsi coping yang berpusat pada masalah. Sementara itu wanita lebih banyak menggunakan fungsi coping yang berpusat pada emosi ketika berhadapan dengan situasi stressful. Peran jenis kelamin mempunyai pengaruh besar pada usaha coping antara pria dan wanita (Sarafino, 2006). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada dua fungsi coping stress, yaitu Problem Focused Coping
atau coping yang
berpusat pada masalah dan Emotion Focused Coping atau coping yang berpusat pada emosi. a.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Coping Stres Reaksi terhadap stres bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain
dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor psikologis dan dan sosial yang tampaknya dapat merubah dampak stressor bagi individu.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Menurut Smet (1994), faktor-faktor tersebut adalah : a. Variabel dalam kondisi individu mencakup umur, tahap kehidupan,
jenis
kelamin,
tempramen,
faktor
genetik,
intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan kondisi fisik. b. Karakteristik stabilitas
kepribadian,
emosi
secara
mencakup umum,
introvert-ekstrovert,
kepribadian
“ketabahan”
(hardiness), locus of control, kekebalan, ketahanan. c. Variabel sosial kognitif, mencakup dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan d. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial. e. Strategi coping stres yang dipilih individu dalam menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam situasi stres. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
coping
stres
adalah
kesehatan
fisik,
karakteristik
kepribadian, variabel sosial kognitif, hubungan dengan lingkungan sosial dan strategi coping stres.
B. Caregiver 1. Pengertian Caregiver
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Individu yang secara umum merawat dan mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya merupakan caregiver (Awad & Voruganti, 2008). Awad & Voruganti (2001), menambahkan bahwa caregiver adalah individu yang memberikan bantuan informal dan tidak dibayar kepada orang lain yang membutuhkan bantuan fisik dan emosional. Cheng (2005) menyatakan bahwa caregiver adalah orang yang memberikan cinta, kasih sayang, bantuan, dukungan sosial, dan pengetahuan profesional kepada orang yang yang dirawatnya. Berdasarkan uraian di atas, caregiver adalah anggota keluarga, teman, ataupun tetangga yang memberikan cinta, kasih sayang, bantuan, dukungan sosial, dan pengetahuan profesional kepada orang yang mengidap penyakit, cacat, dan lemah yang membuat orang tersebut tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. 2. Aktivitas Caregiver Aktivitas caregiving merupakan dimensi yang saling tergantung satu sama lain (Beanlands, Horsburgh, Fox, & Howe, 2005), yaitu : a. Menghargai (Appraising) Merupakan pekerjaan kognitif dari kegiatan caregiving. Hal ini termasuk kegiatan mengawasi, mengevaluasi, dan menyelesaikan masalah. Siklus pengawasan dan saling menghargai yang tercipta antara caregiver dengan orang yang diberikan perawatan membuat caregiver mengembangkan suatu pengetahuan yang khas tentang kondisi medis penerima perawatan dan respons
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
mereka terhadap perawatan (treatment) dan menempatkan mereka dengan baik untuk kemudian caregiver melakukan peran advokasi. b. Memberi advokasi (Advocating) Caregiver berbicara atas individu yang dirawat. Pengetahuan yang dimiliki caregiver tentang individu yang dirawat dalam hal pribadi muncul dari pengawasan dan penghargaan yang berlangsung yang membuat caregiver mengenali situasi yang membuat mereka kemudian perlu berbicara atas nama individu yang dirawat c. Juggling Aktivitas ini meliputi kegiatan menjaga lebih dari satu aktivitas yang bernilai dari waktu ke waktu dan biasanya dibutuhkan rasa menghargai terhadap aktivitas yang cukup penting tersebut. d. Melakukan kebiasaan (Routinizing) Aktivitas ini menciptakan sejumlah aktivitas yang dikembangkan seiring berjalannya waktu dan dan umumnya dilakukan secara teratur. Bila tercipta rutinitas yang baik, maka kegiatan merawat lebih terkontrol, terprediksi, dan tidak menakutkan. e. Melatih (Coaching) Aktivitas yang dilakukan untuk memfasilitasi individu yang dirawat untuk melakukan perawatan diri sendiri. Hal ini meliputi mengizinkan individu yang dirawat untuk merawat diri sendiri
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
termasuk
mematuhi
pengobatan
medis,
sampai
kepada
peningkatan kesehatan.
C. Kewajiban Suami dan Kewajiban Istri 1. Kewajiban Suami Menurut pandangan agama, suami sebagai kepala atau pemimpin rumah tangga, maka ia mempunyai kewajiban. Cakramanggilingan (dalam Susetya, 2008), menyatakan beberapa kewajiban suami, yaitu : a. Tugas sebagai pemimpin Suami memiliki peran penting dalam kehidupan rumah tangga yakni sebagai pemimpin yang berhak dan berkewajiban mengatur atau memimpin rumah tangganya. b. Memenuhi kebutuhan keluarga Suami
berkewajiban
kebutuhan
keluarganya
memenuhi
atau
(istri dan
mencukupi
semua
anak-anaknya).
Suami
memberikan nafkahnya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya sesuai dengan kesanggupannya. 2. Kewajiban Istri Sebuah rumah tangga suami dan istri memiliki kewajiban masing-masing, seorang istri mempunyai beberapa kewajiban (Jehani, 2008), yaitu :
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
a.
Kewajiban utama seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami.
b.
Istri berkewajiban menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
D. Istri Skizofrenia Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSMIV-TR), skizofrenia adalah salah satu gangguan yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih termasuk fase simptom aktif selama 1 bulan seperti delusi, halusinasi,
disorganisasi bicara, disorganisasi perilaku, dan mengalami
simptom negatif. Skizofrenia adalah penyakit pervasif yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologis, mencakup kognisi, afek, dan perilaku (Arango, Kirkpatrick, & Buchanan dalam Nevid, Rathus, Greene, 2003). Menurut Davidson, Neale, dan Kring ( 2006), skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku-pikiran yang terganggu, di mana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang aneh (bizzare). Individu yang mengalami skizofrenia akan mengalami gangguan pikiran, persepsi, dan emosi, serta individu tersebut mungkin menghindari interaksi sosial dengan orang lain dan menunjukkan perilaku-perilaku yang
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
cenderung aneh (bizzare) (Barlow & Durand, 1995). Menurut Opler dan Andreasen (dalam Barlow & Durand, 1995) terdapat dua klasifikasi simtom yang ditunjukkan individu yang mengalami skizofrenia, yaitu : 1. Simtom negatif Simtom ini menunjukkan hilangnya fungsi normal individu, seperti menghindari interaksi sosial atau emosi yang datar. 2. Simtom positif. Sebaliknya pada simtom positif ditunjukkan dengan hadirnya gangguan perilaku seperti halusinasi, delusi, dan kondisi emosional yang sangat ekstrim. Mueser dan Gingerich (2006) memberikan definisi medis untuk skizofrenia yaitu penyakit khusus yang dikarakteristikkan oleh adanya masalah pada fungsi sosial, merawat diri, dan kesulitan membedakan suatu hal yang nyata dan tidak nyata. Definisi dan simtom yang ditunjukkan oleh individu yang mengalami skizofrenia memperlihatkan bahwa individu tersebut tidak berfungsi secara normal lagi, begitu juga dengan istri yang mengalami skizofrenia. Istri yang mengalami skizofrenia secara umum tidak mampu untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang istri, individu ini meninggalkan kewajibannya dalam rumah tangga yang akan digantikan oleh pasangannya (Jungbauer, Wittmund, Dietrich, & Angermeyer, 2004). Istri juga tidak bisa lagi berbagi tujuan dalam rumah tangga seperti pembagian tanggungjawab
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
rumah tangga dari mulai keputusan dalam mengasuh anak hingga masalah seksual (Mueser & Gingerich, 2006).
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Kualitatif Menurut Krik dan Miller (dalam Moleong, 2005) pendekatan kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan
orang-orang
tersebut
dalam
bahasanya
dan
peristilahannya Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005), mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik. Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesa tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005) mengatakan salah satu kekuatan dari pendekatan kualitatif adalah dapat memahami gejala sebagaimana subjek mengalaminya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang sesuai dengan diri subjek dan bukan semata-mata penarikan kesimpulan sebab akibat yang dipaksakan. Pendekatan kualitatif dipandang lebih sesuai untuk mengetahui coping stres
suami yang memiliki istri
skizofrenia karena menurut Lazarus dan Folkman (1984) coping merupakan suatu proses yang terdiri dari tahapan-tahapan yang bersifat dinamis dan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
tidak bersifat acak. Proses coping diawali dengan observasi dan penilaian terhadap situasi, kemudian apa yang dipikirkan individu mengenai situasi tersebut, dan pada akhirnya perubahan yang bisa dilakukan individu dalam mengatasi situasi. Coping menghasilkan perubahan pada lingkungan yang terjadi berdasarkan aktivitas yang dilakukan individu. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Poerwandari (2007) bahwa pendekatan yang sesuai untuk penelitian yang tertarik dalam memahami manusia dengan segala kekompleksitasannya sebagai makhluk
subjektif adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu untuk menggambarkan bagaimana coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia.
B. Metode Pengambilan Data Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dan observasi selama wawancara berlangsung. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur yaitu wawancara yang pertanyaannya telah ditentukan terlebih dahulu dan berbentuk open-ended question (Gay dan Airasian, 2003). Selama wawancara berlangsung akan dilakukan observasi sebagai metode pendukung pengambilan data wawancara. Observasi adalah pengamatan terhadap situasi dan kondisi serta perilaku yang muncul saat dilakukan wawancara pada suami yang memiliki istri skizofrenia. Observasi
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
dilakukan Menurut Wilkinson (dalam Minauli, 2002) observasi adalah aspek penting bagi banyak ilmu pengetahuan dan telah memainkan peranan penting dalam perkembangan psikologi sebagai suatu disiplin ilmu. Kekuatan utama observasi adalah karena ia dapat diamati secara langsung dan tepat. Selain itu tidak ada penundaan antara munculnya responden dengan pertanyaan dan pencatatannya.
C. Responden Penelitian 1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah seorang suami dengan karakteristik tertentu, yaitu : a. Memiliki istri yang menderita skizofrenia b. Responden bertempat tinggal yang sama dengan istri yang menderita skizofrenia c. Responden berperan sebagai caregiver utama bagi istrinya yang menderita skizofrenia, yaitu caregiver yang menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang yang sakit paling sedikit delapan jam dalam sehari dan menemani orang tersebut paling tidak dalam satu aktivitas yang dilakukan sehari-hari (Stephens, Townsend, & Martire, 2001). 2. Jumlah Responden Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2007), desain kualitatif memiliki sifat yang luwes, oleh sebab itu tidak ada aturan yang pasti mengenai jumlah
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
sampel yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Prosedur penentuan subjek atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik sebagai berikut (Sarakantos, dalam Poerwandari, 2007) : 1. Diarahkan tidak pada jumlah sampel besar, melainkan pada kasuskasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian 2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian 3. Tidak diarahkan pada keterwakilan arti jumlah atau peristiwa acak, melainkan kecocokan konteks Pada penelitian ini jumlah responden yang digunakan adalah sebanyak tiga orang suami yang memiliki istri skizofrenia. 3. Prosedur Pengambilan Responden Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan konstruk operasional (theory-based/operational construct sampling). Sampel dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau sesuai dengan tujuan penelitian (Patton, dalam Poerwandari, 2007). Prosedur pengambilan responden ini dilakukan agar responden benarbenar mewakili fenomena penelitian.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
4. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Medan. Pengambilan daerah penelitian tersebut adalah dengan alasan kemudahan untuk mendapatkan sampel penelitian, karena peneliti berdomisili berada di daerah tersebut.
D. Alat Bantu Pengumpulan Data Pencatatan data selama penelitian penting sekali karena data dasar yang akan dianalisis berdasarkan kutipan hasil wawancara dan observasi. Oleh karena itu, pencatatan data harus dilakukan dengan cara yang sebaik dan setepat mungkin. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, untuk itu diperlukan instrumen atau alat penelitian agar dapat membantu peneliti dalam pengumpulan data (Moleong, 2005). Alat bantu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Alat Perekam (Tape Recorder) Alat perekam digunakan untuk memudahkan peneliti untuk mengulang kembali hasil wawancara yang telah dilakukan. Dengan adanya hasil rekaman wawancara tersebut akan memudahkan peneliti apabila ada kemungkinan data yang kurang jelas sehingga peneliti dapat bertanya kembali kepada responden. Penggunaan alat perekam ini dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
responden. Selain itu penggunaan alat perekam memungkinkan peneliti untuk lebih berkonsentrasi pada apa yang akan dikatakan oleh subjek, alat perekam dapat merekam nuansa suara dan bunyi aspek-aspek wawancara seperti tertawa, desahan, sarkasme secara tajam (Padget, 1998). b. Pedoman wawancara Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau dinyatakan (Poerwandari, 2001). Pedoman wawancara bertujuan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan
penelitian
dan
juga
sebagai
alat
bantu
untuk
mengkategorisasikan jawaban sehingga memudahkan pada tahap analisa data nantinya. c. Lembar observasi Lembar
observasi dan catatan responden
digunakan untuk
mempermudah proses observasi yang dilakukan. Lembar observasi ini digunakan untuk mencatat tampilan fisik responden penelitian, suasana lingkungan, sikap dan reaksi responden, serta hal-hal menarik dan unik lainnya yang muncul selama wawancara.
E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Tahap persiapan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian adalah : a. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori-teori yang berhubungan dengan coping stres, khususnya yang berkaitan dengan suami yang memiliki istri skizofrenia. Selanjutnya peneliti menentukan karakteristik responden yang akan disertakan dalam penelitian ini. Peneliti juga mengumpulkan fenomena-fenomena yang didapat melalui komunikasi personal dengan suami yang memiliki istri skizofrenia. b. Menyusun pedoman wawancara Agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian, peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan kerangka teori yang ada untuk menjadi pedoman wawancara. c. Persiapan untuk mengumpulkan data Mengumpulkan informasi tentang calon responden penelitian. Setelah
mendapatkannya,
lalu
peneliti
menghubungi
calon
responden untuk menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian. d. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara Setelah memperoleh kesediaan dari responden penelitian, peneliti meminta responden
untuk bertemu dan membangun rapport.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Setelah itu, peneliti dan responden penelitian mengatur dan menentukan waktu yang sesuai untuk melakukan wawancara. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, maka peneliti memasuki tahap pelaksanaan penelitian. a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan responden.
Konfirmasi ulang
ini dilakukan sehari sebelum
wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan responden dalam keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan wawancara. b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara Sebelum melakukan wawancara, peneliti meminta responden untuk menandatangani Lembar Persetujuan Wawancara yang menyatakan bahwa responden mengerti tujuan wawancara, bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu-waktu serta memahami bahwa hasil wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Dalam
melakukan wawancara,
peneliti sekaligus
melakukan observasi terhadap responden. Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Wawancara No Tanggal
Waktu Wawancara
Tempat Wawancara
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Wawancara Responden I (Iman) 1
18 Agustus 2009
18.00-19.00 WIB
Ruang tamu rumah Iman
2
31 Agustus 2009
17.30-19.00 WIB
Ruang tamu rumah peneliti
3
6 September 2009
09.00-10.10 WIB
Ruang tamu rumah Iman
Responden II (Azis) 1
9 Oktober 2009
13.30-15.00 WIB
Ruang tamu rumah Azis
2
23 Oktober 2009
13.25-14.25 WIB
Ruang tamu rumah Azis
3
6 November 2009
13.15-14.15 WIB
Ruang tamu rumah Azis
Responden III (Toni) 1
22 Agustus 2009
10.00-12.00 WIB
Rumah Sakit
2
5 September 2009
10.00-11.00 WIB
Rumah Sakit
3
25 September 2009 09.30-10.20 WIB
Rumah Sakit
c. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip verbatim Setelah hasil wawancara diperoleh, peneliti memindahkan hasil wawancara ke dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding dengan membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2001). d. Melakukan analisa data Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai, kemudian dibuatkan salinannya dan diserahkan kepada pembimbing. e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran Setelah analisa data selesai, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan diskusi terhadap
kesimpulan
dan
seluruh
hasil penelitian.
Dengan
memperhatikan hasil penelitian, kesimpulan data dan diskusi yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya. 3. Tahap Pencatatan Data Semua data yang diperoleh pada saat wawancara direkam dengan alat perekam dengan persetujuan subjek penelitian sebelumnya. Dari hasil rekaman ini kemudian akan ditranskripsikan secara verbatim untuk dianalisa. Transkrip adalah salinan hasil wawancara dalam pita suara dipindahkan ke dalam bentuk ketikan di atas kertas.
F. Kredibilitas Penelitian Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007). Deskripsi
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif:variabel) dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2007), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan
mencapai
maksud
mengeksplorasi
masalah
dan
mendeksripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Upaya yang dilakukan peneliti dalam menjaga kredibilitas dan keobjektifan penelitian ini, antara lain dengan : 1. Memilih sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah suami yang memiliki istri skizofrenia. 2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori coping stres yang merupakan suatu proses yang diawali dengan sumber stres, penilaian (apraisal), dan pada akhirnya bagaimana coping stres yang dilakukan suami yang memiliki istri skizofrenia. 3. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat. 4. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam pengumpulan data di lapangan. Hal ini memungkinkan peneliti mendapat informasi yang lebih banyak tentang responden penelitian. 5. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing dan dosen yang ahli dalam bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik mulai awal proses penelitian sampai tersusunnya hasil
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
penelitian. Hal ini dilakukan agar keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti. 6. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis data dengan melihat hasil wawancara yang dilakukan pertama kali dengan hasil wawancara setelahnya.
G. Teknik dan Prosedur Pengolahan Data Data yang diperoleh dari pendekatan kualitatif adalah berupa kata-kata. Untuk itu kita perlu melakukan analisis data. Analisis data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide itu (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2005). Untuk melakukan analisis berdasarkan data tersebut dibutuhkan kehatihatian agar tidak menyimpang dari tujuan data penelitian. Menurut Poerwandari (2007) proses analisis data adalah sebagai berikut: a. Organisasi data secara rapi, sistematis, dan selengkap mungkin untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisa yang dilakukan, serta menyimpan data dan analisa yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. b. Koding dan analisa, dilakukan dengan menyusun transkip verbatim atau catatan lapangan sehingga ada kolom kosong yang cukup besar di sebelah kanan dan kiri transkip untuk tempat kode-kode atau catatan tertentu, kemudian secara urut dan kontinyu melakukan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
penomoran pada baris-baris transkip, lalu memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode stertentu. c. Pengujian terhadap dugaan, berkaitan erat dengan upaya mencari kejelasan yang berbeda mengenai data yang sama. Peneliti harus mengikutsertakan
berbagai
perspektif
untuk
memungkinkan
keluasan analitis serta memeriksa bias-bias yang tidak disadari. d. Strategi analisa, proses analisa dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata subjek maupun konsep yang dipilih atau dikembangkan peneliti untuk menjelaskan fenomena yang di analisa. e. Interpretasi, yaitu upaya untuk memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasikan data melalui perspektif tersebut. Peneliti beranjak melampaui apa yang secara langsung dikatakan partisipan untuk mengembangkan struktur-struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang tidak segera tertampilkan dalam teks (data mentah atau transkip wawancara).
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
Pada bab ini akan di uraikan analisa data dan interpretasi hasil penelitian mengenai coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia. Bab ini dibagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama akan di uraikan mengenai gambaran sosiodemografis masing-masing responden, rangkuman hasil wawancara serta analisa data. Pada bagian kedua akan di uraikan interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh. Kutipan dalam setiap bagian analisa diberikan kode-kode tertentu sebab satu kutipan bisa di interpretasikan beberapa kali. Contoh kode yang digunakan adalah : R1.W1.b.0020-0026.h.5, maksud kode ini adalah kutipan dari Responden 1, wawancara pertama, baris 20 sampai 26, verbatim halaman 5.
Tabel 2. Gambaran Umum Sosiodemografis Responden Responden 1
Responden 2
Responden 3
Nama (Samaran)
Iman
Azis
Toni
Jenis Kelamin
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Usia
39
38
40
Usia Istri
36
26
43
Lama
11 tahun
8 tahun
15 tahun
penyakit 10 tahun
7 tahun
2 tahun
Perkawinan Lama istri
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Agama
Islam
Islam
Kristen Protestan
Suku
Batak
Jawa
Batak
Pekerjaan
Pedagang
Mekanik
Pengawas Parkir
Bengkel Jumlah anak
3 orang
Usia anak
Anak
1
:
10
tahun Anak 2 :
Anak
1
:
15
2
:
10
tahun 8
tahun Anak 3 :
3 orang
Anak tahun
6
Anak 3 : 7 tahun
tahun
A. Analisa Data 1.
Responden I
a.
Hasil Observasi
(1) Wawancara Perkenalan Iman dan peneliti sudah berlangsung sekitar dua bulan. Peneliti mengenal Iman melalui saudara sepupu yang berprofesi sebagai dokter. Iman merupakan pasiennya yang sering mengeluh tentang keadaan rumah tangganya semenjak istrinya sakit. Pada saat berkenalan peneliti menyampaikan tujuan peneliti, Iman merespon dengan sangat senang dan ia bersedia membantu peneliti. Wawancara pertama dilakukan di ruang tamu tempat tinggal Iman. Iman adalah seorang pria yang berprofesi sebagai seorang pedagang pakaian anak-anak di sebuah pusat perbelanjaan. Iman berkulit sawo matang dengan tinggi 180 cm dan berat sekitar 80 kg. Iman dan keluarganya tinggal di
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
sebuah kompleks rumah susun di kota Medan. Jalan menuju tempat tinggal Iman melalui sebuah jalan besar, sedangkan rumah Iman masuk kedalam salah satu jalan kecil (gang) yang terdapat di sebelah kanan jalan besar tersebut. Tempat tinggal Iman terletak 500 meter dari jalan besar, jalan menuju rumahnya tidak banyak dilalui kendaraan karena merupakan jalan buntu. Rumah Iman merupakan rumah keempat dari deretan rumah susun tersebut. Tempat tinggal Iman tidak memiliki pagar karena merupakan rumah susun, hanya dibatasi dengan tembok untuk memisahkan dengan rumah tetangga. Rumah Iman memiliki teras berukuran 1x4 meter, dan terdapat dua buah kursi dan satu meja diantaranya. Bagian dalam tempat tinggal Iman terbagi menjadi dua buah kamar tidur, ruang makan yang menyatu dengan dapur, sebuah ruang tamu, dan satu kamar mandi. Ruang tamu Iman merupakan tempat dilakukannya wawancara. Di ruang tamu terdapat satu buah sofa berukuran besar dan dua sofa kecil, dihadapan sofa besar terdapat sebuah televisi yang ditempatkan di sebuah rak kayu. Di sudut ruangan terdapat sebuah pot bunga yang cukup tinggi. Posisi peneliti dan responden saat dilakukan wawancara berhadaphadapan. Dimana responden duduk di sofa kecil dan peneliti di sofa besar. Iman menggunakan kaus berkerah berwarna hitam dan celana jeans, pada saat itu Iman baru saja pulang dari tokonya. Wawancara dimulai, Iman duduk dengan posisi badan bersandar ke sofa, apabila Iman tidak begitu jelas dengan maksud pertanyaan peneliti ia
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
memajukan badannya kedepan. Iman santai dan lancar ketika menjawab pertanyaan peneliti. Pada beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan perilaku-perilaku istri Iman yang menurutnya aneh ekspresi wajah Iman berubah dari biasa saja terlihat menjadi sedikit kesal. Nada suara Iman tinggi saat menceritakan hal tersebut, sesekali ia memberikan gerakan tangan dalam menjawab pertanyaan. Iman terlihat sangat sedih juga kesal ketika menceritakan semenjak istrinya sakit ia tidak bisa sering keluar rumah karena rasa curiga istrinya yang sangat besar. Iman menunduk selama beberapa saat ketika menjawab pertanyaan tersebut, nada suaranya juga menjadi pelan, namun pada saat peneliti menanyakan pertanyaan lain yang berhubungan dengan perilaku istri ia kembali bersemangat dalam menjawab pertanyaan. Wawancara terhenti ketika Iman kedatangan tamu dan merupakan akhir dari wawancara pertama peneliti dengan responden. (2) Wawancara II Wawancara kedua antara peneliti dan Iman kali ini dilakukan di rumah peneliti, sebab Iman membatalkan janji untuk bertemu pada siang hari. Pada hari itu Iman memiliki waktu pada sore hari setelah ia selesai bekerja, kebetulan tempat kerja Iman tidak begitu jauh dari rumah peneliti, ketika peneliti meminta Iman untuk datang kerumah peneliti, ia bersedia. Wawancara dilakukan sekitar pukul 17.30 WIB tepatnya di ruang tamu peneliti. Di ruang tamu terdapat satu buah kursi panjang, dua buah kursi ukuran biasa, sebuah meja, satu pot bunga, dan hiasan kayu yang
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
menyerupai kereta dorong. Iman dan peneliti duduk di bangku panjang. Iman duduk di sebelah kanan peneliti. Wawancara langsung dimulai karena Iman tidak memiliki banyak waktu. Iman menyandar pada kursi di awal wawancara, ia mendengarkan pertanyaan peneliti dengan seksama. Sesekali Iman menggaruk hidung ketika menjawab pertanyaan. Iman sering menghadap jendela ketika menceritakan pengalamannya yang sedih. Matanya berkaca-kaca ketika menceritakan mengenai pernyataan anak pertamanya tentang kondisi ibunya. Ketika Iman sedang bercerita, kucing peneliti menghampiri Iman, ia langsung menghindar dan mengangkat kakinya, ternyata Iman alergi terhadap bulu kucing. Wawancara kedua ini cukup lama, menjelang akhir wawancara Iman meletakkan tangannya di bantalan kursi. Ia mulai terlihat tidak fokus dengan pertanyaan peneliti, ia menggoyang-goyangkan kakinya dan matanya sering melihat sekeliling. Peneliti memutuskan untuk mengakhiri wawancara setelah melihat sikap Iman tersebut. (3) Wawancara III Tempat wawancara kali ini adalah rumah Iman, suasana rumah terlihat sepi karena anak-anak Iman sedang bermain di luar rumah. Istri Iman sedang tidur pada saat peneliti datang. Peneliti menanyakan bagaimana keadaan Iman pada hari itu dan Iman menyatakan bahwa kondisi fisiknya sedang tidak sehat.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Iman duduk di kursi sofa sambil mengangkat salah satu kakinya, selama wawancara ia sering memegang kakinya. Sesekali Iman memegang dagu dalam menjawab pertanyaan. Iman menjawab pertanyaan dengan suara yang jelas. Wawancara dimulai yang diawali dengan cerita Iman mengenai pertengkaran Iman dan istrinya yang baru-baru ini terjadi. Nada suara Iman sangat tinggi ketika menceritakan hal tersebut, ekspresi wajahnya terlihat marah dan kesal. Perlahan-lahan suara Iman mulai mengecil dan terdengar seperti sedih ketika ia menjelaskan perasaannya. Iman mengerutkan keningnya apabila dalam pernyataannya ia menyebutkan bahwa ia tidak mengerti mengenai perilaku istrinya karena selalu berubah-ubah.
b. Rangkuman hasil wawancara Iman adalah anak ke tiga dari lima bersaudara. Pendidikan Iman hanya sampai SMA. Pekerjaan Iman setelah tamat SMA adalah bekerja di toko tekstil milik orangtuanya. Pada tahun 1996 Iman bertemu dengan istrinya saat ini. Mereka saling mengenal sekitar satu tahun lalu kemudian menikah. Pernikahan Iman dan istrinya terjadi melalui proses perjodohan. Iman mengenal istrinya hanya dalam waktu yang singkat. Selama masa perkenalan Iman tidak pernah melihat perilaku yang aneh dari calon istrinya. Iman merasa yakin bahwa calon istrinya adalah wanita yang sehat lahir maupun batin. Apalagi pendidikan formal calon istrinya adalah
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
tamatan pesantren, Iman sangat yakin calon istrinya bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka kelak. Iman dan istrinya memiliki tiga orang anak, anak pertama berjenis kelamin laki-laki yang saat ini berusia 10 tahun, anak kedua juga laki-laki yang berusia 8 tahun, dan anak ketiga berjenis kelamin perempuan yang berusia 6 tahun. Setelah menikah Iman membangun usahanya sendiri, ia membuka toko pakaian anak-anak di sebuah pusat pasar di Medan. Iman mendapatkan seorang anak laki-laki tepat satu tahun usia perkawinannya. Selama dua tahun perkawinannya Iman merasa keluarganya merupakan keluarga harmonis. Istri Iman tidak pernah sekalipun menunjukkan perilaku yang berbeda, menurut Iman istrinya sangat penyayang, rajin, dan suka melakukan aktifitas rumah tangga. Melewati dua tahun perkawinan, istri Iman mulai menunjukkan perilaku yang tidak biasa, ia sudah mulai sering takut terhadap sesuatu yang tidak ada, merasa dikejar bayang-bayang, dan merasa ada orang lain yang ingin mencelakainya. Satu tahun pertama istri Iman menunjukkan perubahan perilaku, Iman tidak membawanya untuk berobat medis, Iman mengikuti saran keluarganya untuk membawa istrinya ke “orang pintar”. Akan tetapi, perilaku istrinya semakin tidak wajar, istri Iman sering menuduh Iman berselingkuh. Pada saat itu Iman tidak mengerti mengapa terjadi perubahan pada perilaku istrinya. Akhirnya Iman memutuskan untuk membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa, istri Iman di diagnosa menderita Skizofrenia Paranoid. Hasil
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
diagnosa dokter membuat Iman terkejut, ia tidak mengerti mengapa istrinya menderita penyakit tersebut. Iman tetap berusaha mengobati istrinya dengan tetap melakukan pengobatan medis secara teratur. Perubahan perilaku istri Iman juga menyebabkan perubahan aktifitas rumah tangga. Iman harus melakukan dua tugas, tugas sebagai seorang suami dan tugas sebagai istri. Hal ini harus dilakukan Iman sebab istrinya tidak mau lagi melakukan aktifitas rumah tangga, istrinya lebih melakukan pekerjaan yang ia senangi tanpa menghiraukan keadaan rumah tangganya. Iman melakukan tugas-tugasnya sendiri tanpa bantuan keluarga ataupun lingkungan sekitar, ia berusaha menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Menghadapi berbagai situasi stres membuat Iman merasa tertekan, lelah, dan stres. Ia sempat berpikir untuk mengakhiri pernikahannya tetapi Iman tetap mempertahankan kehidupan rumah tangganya hingga saat ini, ia merasa anak-anaknya membutuhkan figur orangtua yang lengkap. Iman merasakan bahwa berbagai perubahan yang terjadi semenjak istrinya sakit merupakan beban yang sangat berat dan menjadi sumber stres bagi dirinya. Akan tetapi, Iman tetap berusaha untuk menjalaninya dan terus berharap bahwa suatu hari istrinya akan kembali sehat.
c.
Sumber – sumber stres dan proses appraisal Stres tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia. Stres bisa muncul
dari berbagai masalah yang dihadapi oleh individu. Sumber stres bisa
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
muncul dari berbagai situasi, salah satunya adalah situasi yang sedang dihadapi Iman, yaitu penyakit Skizofrenia Paranoid yang diderita istrinya. Sebelum didiagnosa menderita skizofrenia, perilaku-perilaku yang berbeda mulai diperlihatkan oleh istri Iman, dimulai dari timbulnya rasa curiga, takut yang berlebihan, mendengar suara-suara dan cemburu yang berlebihan terhadap Iman. Perilaku tersebut membuat Iman merasa bingung dan tidak mengerti sebab ia merasa tidak pernah melakukan sesuatu seperti yang dituduhkan oleh istrinya. “...ya disitula pikiran dia takut-takut, kadang-kadang dikejar bayangbayang, perasaan dia mau apa namanya istilahnya, diancam orang...” (R1.W1.b.0005-0010.h.1) “...abang rasain tuduhan, curiga, kadang ada yang bisik-bisik di telinganya, suami kau disana sama orang naik sepeda, macammacam, sampe dibilangnya kau gigolo. Iya, macam-macam, pekerjaan kau bukan jualan aja diluar sana.” (R1.W1.b.0013-0020.h.1) “Ya, kayakmana la ya, pokoknya abang terus dicurigai, dicemburui...” (R1.W1.b.0026-0028.h.1)
Setelah mengetahui istrinya menderita skizofrenia, tidak hanya terkejut Iman juga merasa bingung, karena Iman sama sekali tidak tahu apa yang menyebabkan istrinya sampai terguncang jiwanya. Setelah itu Iman tetap memikirkan bagaimana caranya agar istrinya bisa kembali sehat. “...ya terkejut aja, orang pas abang ketemu kakak biasa-biasa aja, gak ada reaksi nampak gitu, udah pas abang punya anak satu itulah ketauan, terkejut juga abang waktu itu, yang abang rasakan ya gitula, kok sampe gini, abang kan gak tau asal usul dia sampe bisa stres, ya gitula, abang terkejut pokoknya. Orang waktu lajang sama anak gadis baik-baik aja, terkejut juga, kok bisa gini.” (R1.W2.b.0958-0969.h.24)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“...pas abang rasain ada perubahan sama dia, dia sakit, abang langsung gini, langsung shock mendengarnya. Ya pernah ada pikiran kayakmana ini kalo gini terus, tapi yah harus dihadapi, dicarila jalan keluarnya.” (R1.W2.b.0740-0745.h.17) Iman sangat terkejut melihat Istrinya sudah tidak taat beribadah padahal istri Iman sebelum menderita skizofrenia merupakan orang yang sangat taat beribadah, ditambah lagi pendidikan terakhir istrinya dari pesantren. Melihat situasi tersebut rasa curiga timbul pada diri Iman, ia berpikir mungkin saja istri Iman taat beribadah sebelum menikah hanya untuk menarik perhatiannya. Perubahan yang terjadi tersebut sampai membuat Iman merasa heran sampai menimbulkan stres. “...Dulu sepengetahuan abang dia orangnya alim, sholatnya gak pernah tinggal, kalau sekarang yang namanya sholat 5 kali satu hari gak pernah dikerjakan. Lebaran aja gak pernah dikerjain, gak mau. Ilmu dia yang dapat dari pesantren hilang semua...” (R1.W1.b.0058-0068.h.2) “Pas kakak berobah udahla tekejut juga abang. Lho dulu dia baek-baek kok langsung gini, gimana...tekejut juga abang, stres juga ngadapinnya. Orang biasa sholatnya yang lima waktu dikerjakan terus biasa sholat sunat lainnya pun kan dikerjakan juga. Tau-tau yang lima waktunya sama sekali gak dikerjakan sekarang stres juga abang liatnya kan. Kok gitu kali perubahannya, hampir 100 persen, apa yang terjadi, gitula pikiran abang, tekejut juga abang.” (R1.W1.b.0082-0083.h.2-3) “Tekejut, kok lain ini abang pikir, perasaan abang apa memang betul dia kayak gini dulu, atau memang o...sebelum, jadi dia mau sholat kayak orang muslim lainnya, rajin ngerjakan ini, tau-tau udah jadi berubah. Bertanya juga abang waktu pertama liat kayak gitu” (R1.W1.b.0113-0122.h.3) “Lho kok gitu dulukan sholatnya yang lima waktu rajin, mau ngaji juga, suka ngaji juga kakak, mau juga, nyuruh anak-anakpun, eh..gak la belum sampe ya, masi kecil. Nyuruh abangpun ngingatin sholat, makanya abang tekejut kok bisa berubah, padahal dulu asal kami pigi jalan-jalan ke kampung didengarnya suara adzan udah, berhenti kita sholat dulu katanya, setau abang perubahannya total kali gitukan. Tapi
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
perasaan abang apa dulu dia pura-pura, soalnya abangkan belum kenal betul dulu.” (R1.W1.b.0127-0144.h.3-4) Perasaan heran semakin menggelayuti Iman ketika melihat istrinya menggunakan benda-benda yang berlambang agama berbeda dari yang mereka anut. “...dia punya cincin, kayak salib. Jadi kutanya la, kau sebetulnya agama apa? Itu bukan urusanmu katanya, aku kan suamimu kok bukan urusanku. Itu bukan urusanmu yang penting aku gak ada hubungannya.” (R1.W2.b.1072-1078.h.27) “Heran betul abang, kok bisa gitu berobahnya, dulu dia agamanya kuat kali, dari dulu sholatnya paten kali gak tinggal yang lima waktu, sunatnya pun mau juga dikerjakan.” Tau-tau ni terakhir-terakhir gak dikerjakan, lama kelamaan make cincin salib pulakan. (R1.W2.b.1131-1138.h.28) “Hmm...yang abang rasakan ya...bingung juga, bingung, soalnya selama ini orangnya biasa-biasa aja, kok berobah, kapan dia ini, sama siapa dia kok bisa gini...” (R1.W2.b.1151-1155.h.28-29) Keraguan apakah istrinya benar menderita skizofrenia terkadang muncul pada Iman apabila melihat perilaku istrinya yang suka meminta uang. Setelah meminta uang istri Iman langsung menunjukkan perilaku yang biasa lagi. Melihat perilaku istrinya tersebut Iman merasa ragu apakah suatu saat nanti istrinya bisa sehat kembali akan tetapi melalui nasehat yang disampaikan temannya Iman berusaha untuk menjalani situasi ini dengan sabar. Walaupun berusaha untuk sabar perilaku istri Iman juga memancing
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
emosinya, Iman terkadang marah kepada istrinya yang mengancam meminta uang terutama jika hasil dagangannya tidak banyak terjual. “Yang lainkan masalah duitla. Kakak suka ngancam, sini duit, udah dikasi duit ilang itu. Curiganya ilang kalo dikasi duit, makanya kadang abang mikir sakit atau gak ya, apa dibikin-bikin gitu. Kayak yang dibikin-bikin.” (R1.W1.b.0169-0176.h.4) “...abang pikirkan ya...seumur hidup dia kok gini aja, kalo gini gimanalaya, adanya perubahan? itu yang abang pikirkan. Kadang harapan abang gak ada lagi, kadang, kadang ada kawan juga yang ngasi nasehat, udala, anakmu udah besar-besar, manatau nanti berubah.” (R1.W1.b.0190-0199.h.5) “...abang rasain marah-marah terus, gitula. Kalo lagi enak pikiran diam aja kasi. Tapi kalo udah melebihi target capek jugala. Namanya pun jualankan. Stres juga kalo laku enak itu aja.” (R1.W1.b.0243-0249.h.6) Pertengkaran demi pertengkaran muncul akibat seringnya istri Iman meminta uang kepada Iman untuk tujuan yang tidak jelas. Tidak jarang ketika bertengkar istri iman mengatakan bahwa Iman memiliki dendam terhadapnya, hal ini menambah rasa kesal dan marah Pertengkaran yang hampir terjadi setiap hari menyebabkan Iman merasa lelah dan tidak sanggup menghadapi istrinya. “...kakak ini tiap hari bikin emosi, kadang kan, kayakmana la ya, mancing-mancing aja kakak itu, pagi-pagi udah minta uang, padahal entah untuk apa uangnya itu, tapi harus ada sama dia. Kadang kita kan mau juga marah, orang pagi-pagi baru bangun di minta-minta uang, ehm....kadang berantam juga di dengar sama tetangga pagi-pagi malu.” (R1.W2.b.0902-0913.h.21) “...ngomong yang aneh-aneh, siap itu sini dulu uang, sini duit katanya kan, kalo disogok sama duit ngomong dia aneh-aneh tu hilang.” (R1.W2.b.1063-1066.h.27)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“Asal minta uang pun udah abang bilang udahla kan udah dikasi tadi pagi. Kalo gak abang kasi “apa rupanya dendam kau sama aku, tiap hari kau dendam, asal minta uang dendam, dendam”katanya. Apa hubungannya dendamkan. Emang kalo ngomong uang ributla awakkan, capek pula tiap hari.” (R1.W1.b.0346-0347.h.8) “Ck...emang abang sebetulnya...terang-terang ajala ya. Kadang abang pun gak ada, udah habis kesabaran abang. Dendam katanya tiap hari, asal dekat abang cari masalahla dia tu. Dicarinya dulu masalah, terus baru minta uang dia. Udah kayak politik juga.” (R1.W1.b.0366-0375.h.8-9) “...Capek juga, kayakmana orang luar aja 5 menit ngomong sama dia udah pusing, apalagi abang, tiap hari tiap detik.” (R1.W1.b.0376-0380.h.9) Selain sering meminta uang perilaku istri Iman yang menyebabkan Iman merasa terganggu adalah Istrinya sering lupa dimana ia meletakkan barang-barangnya. Ia merasa kehilangan dan pada akhirnya menuduh Iman ataupun anak-anaknya yang memindahkan barang-barangnya. “...sering kehilangan, iniku tadi tarok sini, tau-tau udah kesana, merasa kehilanganla dia.” (R1.W1.b.0549-0551.h.12) “Suka apa namanya, sering kehilangan. Contohnya dia punya uang, ditarok di atas meja, tertidur dia, bangun dia mana uangku, perasaan dia orang mindahin uang dia. Padahal kurasa sakitnya itu. Yang kedua contohnya dia punya HP, pulsanya katanya masih duapuluh ribu, aku tidur gak ada kupegang-pegang HP ku, sama kalian nelpon-nelpon? Kalian jelek-jelekkan namaku, kalian habiskan pulsaku. Padahal gak ada yang megang HP dia...” (R1.W1.b.0275-0290.h.7) “Macam narok barang-barang itu udah ditaroknya lupa dia. Kayak kunci kamar, ditaroknya disitu betul masi disitu...diambilnya balek, taroknya di tempat lain terus kehilangan dia. Katanya orang kita serumah yang ngerjai dia. Itula. Perasaan dia kalo narok sesuatu gak sadar dia. A...makanya nuduh aja kerjanya.” (R1.W1.b.0466-0477.h.11) “Ini langsung nuduh, anak-anak semua kena dibikinnya...”
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
(R1.W1.b.0301-0303.h.7) “Ia, katanya dipindahin anak-anaknya semua, kelen pindahin itu katanya. Dia gak sadar, dia sendiri yang megang Hpnya itu, taroknya sini. Katanya orang betiga itula yang narok Hpnya, padahal gak pernah dipegang.” (R1.W1.b.0305-0312.h.7) Walaupun sudah pernah dibuktikan bahwa barang yang dikatakan istrinya hilang ternyata ada dan sudah jelas ia sendiri yang meletakkan barang tersebut tetap saja istri Iman menuduh Iman dan anak-anaknya, ia merasa mereka tidak menyukai dirinya dan dendam sehingga mengganggu barang-barang miliknya. “Pernah hari itu ditaroknya dompet di mobil, o..udah dikuncinya makan dia. Siap makan dia...ya...teringat dia, periksa dulu semua. Gak ada-gak ada, kaunya itu katanya. Untuk apa kubuang dompetnya. Kubuang pun dompetnya nanti minta uang juga sama aku beli dompet. Udah periksa dulu, nampaknya diam aja dia. Udah nampaknya tu barang-barang itu, ha...kau tuduh-tuduh orang. Dijawabnya lagi “enggakla, emang kalian itu yang buat, udah terbukti”. Gak sadar dia ditaroknya disitu, pokoknya setiap perbuatan dia apa...ngerasa kehilangan dia, gak merasa dia yang menarok barang-barangnya itu disitu. Dia pikir orang aja yang ngerjain dia. “untuk apala kalian ngerjain aku,apa dendam kalian” katanya.” (R1.W1.b.0312-0337.h.7-8) Pertengkaran tidak hanya terjadi di dalam rumah, istri Iman juga pernah membuat keributan di tempat umum yang membuat Iman sangat terganggu dan malu. Di tempat umum pun istri Iman tidak bisa mengontrol emosinya sampai ia menjerit di tengah keramaian karena merasa melihat Iman berselingkuh dengan wanita lain di suatu tempat. “Yang paling menggangggu, dia suka malu-maluin abang di pasar, abangkan jualan, dia nungguin, contohnya ngomongnya jerit-jerit, kayak curiga ajala. Dia ketoko kadang tadi siapa tu yang kunampak disana katanya, tadi kayak kau kutengok, padahal abang di toko aja,
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
perasaan dia abang disana sama cewek, yang paling menonjol itulah, amarahnya gak bisa ditahan.” (R1.W2.b.0839-0850.h.19-20) “Pokoknya marah-marah aja...” (R1.W2.b.0857.h.20)
“Malula, namanya juga dia kayak gitu didepan orang banyak, kesal juga...” (R1.W2.b.0852-0850.h.20) “...ya terganggula, namanya pun dia apa ya..ngerasa diganggu..pokoknya dikejar bayang-bayangla, takutnya abang kemana, dituduhnya macam-macam kan, pokoknya stres juga ngadapin orang stres.” (R1.W2.b.0865-0872.h.20) “Perasaan ya, kadang buntu...” (R1.W2.b.0874.h.20) Perilaku istri Iman yang sulit diatasi adalah rasa curiga istrinya sangat besar. Iman sampai tidak diizinkan untuk keluar rumah, bahkan untuk melepaskan beban stresnya akibat pekerjaan serta mengurus rumah tangga saja tidak bisa. Iman merasa bosan dengan kondisinya, akan tetapi Iman menuruti kemauan istrinya agar ia tetap dirumah untuk menghindari pertengkaran, sebab jika tidak dituruti istrinya akan menjadi marah dengan mengucapkan kata-kata kasar hingga merusak barang-barang. “Kalo abang keluar ngomong sama kawan gak bisa, abangkan istilahnya dipantau sama kakak, eceknya kalo keluar dari rumah bakal bikin keributan. Abang setiap hari gak bisa nyalurkan ini...makanya marah-marah. Adakan orang yang istrinya sakit dia keluar, a...pigi dia entah resfreshing kemana-mana entah makan-makan, bekawanla pokoknya sama dia. Pigi dia kerumah kawannya, o...pokoknya mengeluarkan uneg-unegla. Kalo abang gak ada...” (R1.W1.b.0399-0415.h.9-10) “Hmm...mana bole abang keluar, sedangkan kalo misalnya abang beli rokok kalo tau dia marah-marah dia itu. Hari apa itu ya...kalo gak salah
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
lima hari lebaran pas pulang dari kampung. Jadi dirumah kan gak ada makanan. Kakak masi tidur, diam-diam pigi ke kedai. Abang belum pulang masi disitu pesan lontong, datang dia. Dibilangnya “kau diam aja kau gak ada kau bilang-bilang sama aku”katanya. Marah-marah dia. Terus abang suruh tunggu dia biar sama pulangnya eh...dia malah bilang “kurang ajar kau”. Abis itu langsung pulangla abang, sampe kerumah...dibikinnya la gila-gilanya itu. Diberantakinnya rumah abis itu pigi dia entah kerumah siapa. Abis itu nelpon dia, abang tanyala kenapa marah-marah “gak ada, gak usah urus-urus aku”.” (R1.W1.b.0427-0453.h.10) “...sama siapa pula abang lampiaskan, gak ada pula kawan, eceknya kalo ada kawan situ, pas duduk dia situ, awak pun dudukkan ngomong... melampiaskan.” (R1.W3.b.1363-1367.h.34) “Abang mau cerita sama siapa gak bisa, kalo ngomong sama keluarga abang di surveynya, Hp tiap hari dipegang, diliatnya kotak keluar, panggilan masuk, panggilan keluar, diliatnya semua.” (R1.W3.b.1390-1395.h.34-35) “Perasaan abang ya...suntukla, siapa coba yang gak suntuk kalo di rumah aja. Tapi ya...mau gimana lagi, daripada ngamuk dia...abang juga yang susah” (R1.W1.b.0521-0526.h.12) “O...suntuk jugala pikiran, makanya ini aja tensi abang turun.” (R1.W3.b.1376-1377.h.34) “Mondar-mandir” begitu istilah Iman terhadap perilaku istrinya yang suka berjalan-jalan kemana saja tanpa tujuan yang jelas sangat mengganggu Iman dan membuatnya merasa malu. Melihat perilaku istrinya Iman merasa kasihan meskipun sesekali muncul pikiran tidak ada harapan untuk kesembuhan istrinya. “...terus mondar-mandir...” (R1.W1.b.0458.h.12) “Apa...malula abang, kok ginila dia...pokoknya pikiran abang ada lagi gak harapan, kadang-kadangkan, kan berobah-berobah juganya itu pikiran, namanya kan istri, kasian juga...” (R1.W1.b.0555-0560.h.12-13)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Rasa khawatir menghampiri Iman apabila memikirkan anak-anaknya. Anak-anaknya sudah mulai merasakan dampak dari perilaku ibunya, mereka juga sudah bertanya mengenai kondisi ibunya. Mereka menyadari bahwa ibunya tidak kunjung sembuh dan selalu menunjukkan perilaku yang berbeda dari individu normal. Iman merasa malu karena istrinya belum berubah sedangkan anak-anaknya sudah mulai mengerti perbedaan ibunya dengan inidividu normal. “Otomatiskan kalo orangtuanya gak dihargai orang anaknya kena juga. Stres, makanya yang pertamakan beranjak dewasa, udah perkembangan, udah mulai bilang “bikin malu aja mamak ini, kalo ada yang salah dia ngomong langsung” (R1.W1.b.0587-0594.h.13) “O...setelah tau, ya nomor satu anak-anak nampak kayak gitu kayaknya orang itu stres juga, ada yang bilang mamak bikin malu, bikin ini, malumaluin katanya, kapan berobahnya, perhatian orang itu agak kurang...” (R1.W2.b.0882-0888.h.21) “Ya abang merasa malu juga sama diri sendiri, anak udah ngomong gini sementara mamaknya belum ada perubahan, kayakmana la nanti. Kadang abang mikir gak sampe-sampe, belum lagi ada jalan keluar untuk kayakmanala mau dibilang udah balek lagi dia bikin masalah baru, gak tuntas-tuntas jadinya.” (R1.W1.b.0598-0609.h.13-14) “Ya kondisi anak-anakkan belum berpikir penuh, yang paling besar aja udah merasa malu. O...kok gini-gini aja mamak dari dulu.” (R1.W1.b.0637-0641.h.14) Iman juga menyadari bahwa istrinya tidak bisa mengurus anak-anak mereka dengan baik akibat penyakit yang dideritanya. Kondisi ini membuat Iman semakin lelah hingga tidak mengerti apa yang harus dilakukannya. Iman tidak mengerti mengapa istrinya bisa mengatakan hal-hal yang tidak
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
mendidik, ia merasa malu mendengar perkataan istrinya kepada anak-anak mereka. “Kadang abang berpikir, ditinggalkan nanti apa ada perubahan, ginigini aja kayakmana sampe tua, anakku mau juga stres nanti yang tiga itu. Ha..liat situasi mamaknya. Orang kakak itu ngajari anaknya pun...pokoknya kelakuan dia tu dinampakkan sama anaknya, gak pande ngasi contoh yang baek sama anaknya, kayakmana dia...apa terangterang aja sama anaknya. Gak dia eceknya ngomong yang jelek pun gak ada ditutupi, pokoknya gak ada apala sikitya, jangan terlalu apala ngomongnya sama anaknya. Contohnya laya, kalo kita sama anakanakkan jangan terlalu apa, buang angin gitukan, sebagai orangtua keluar dulu, nanti dicontohnya pula. Kayak istilah itu guru kencing berdiri murid kencing berlari. Takutnya gitu nanti. Pokoknya kakak itu gak pande kasi contoh yang baik.” (R1.W1.b.0207-0235.h.5-6) “...kan anak-anak mau sholat, dibilangnya kalo gak bisa gak usah sholat katanya. Puasa pun gitu, namanya pun anak kecil, ada yang minta batalkan puasa “udahla kalo gak bisa ko batalkan aja, gak usah kasi tau ayah, diam aja”. Datang anak abang ini, yah namanya pun anak-anak kan, main-main aja masi sanggupnya dia puasa, datang mamaknya dibilangnya pula “mak aku sakit perut minta batalkan aja”. “udah batalkan aja” gampang aja tu mamaknya yang ngomong itu “batalkan aja”, padahal anaknya inikan itu, masi sanggup.” (R1.W2.b.0930-09546.h.22) “Lho...kok gak malu dia ngomong kayak gitu, pikiran diakan udah becabang juga...” (R1.W2.b.0974-0976.h.22) “Perasaan abang malu juga...pokoknya, perasaan susahla, malula, terutama malu...” (R1.W2.b.0892-0894.h.23) “gak pande pulanya dia. Capekla abang.” (R1.W1.b.0239-0240.h.6) Iman kadang sempat berpikir untuk mengakhiri pernikahannya dengan istrinya. Perasaan yang tidak karuan dan kesal menambah beban pikirannya. Skizofrenia yang dialami istrinya sudah hampir delapan tahun, tetapi Iman tidak menemukan perubahan yang mengarah kepada kesembuhan. Iman
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
sampai sekarang tidak memutuskan untuk berpisah karena anak-anaknya. Iman berpikir bahwa anak-anaknya masih membutuhkan keluarga yang lengkap. Iman menyadari bahwa sosok orangtua sangat diperlukan dalam perkembangan anaknya yang masih belum dewasa. “Perasaan ya, kadang buntu, kayak ginila sampe tua, diteruskan apa enggak, gitu aja abang, kadang berpikir gitu, tapi anak-anak kan masi kecil, kalau kayak gitu gak dapat contoh yang baik, kayakmana masa depan orang itu.” (R1.W2.b.0874-0880.h.20) “Kadang bolak-balik aja pikiran, namanya pun menghadapi masalah besar kayak gini, kadang pikiran abang hari ini dia baik di syukurkan, besok lagi kayak gitu, kayakmanala ini, apa belanjut sampe tua...” (R1.W2.0985-0991.h.25) “Kacau, suntuk, bikin sakit kepala. Kadang kayak manala ini.” (R1.W2.b.1044-1045.h.26) Iman sudah membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa untuk melakukan pengobatan medis. Meskipun begitu masalah baru tetap muncul. Kali ini istri Iman tidak mau memakan obatnya sesuai dengan dosis yang diberikan dokter, ia mengurangi dosis obatnya sehingga sepertinya obat tersebut tidak terlalu mengubah perilaku istrinya. “A...disuruh makan obat pun bandel kali. Orang aturan dokter obatnya 1 biji dipotongnya pula jadi setengah, dia gak mau itu apa, pokoknya suka-suka dia.” (R1.W3.b.1792-1796.h.43) “Itula gak bisa dia bepikir penuh satu hari gara-gara dia gak mau ngikutin peraturan dokter, coba kalo dari dulu masi ada harapan, tapi gak mau.” (R1.W1.b.0688-0673.h.15) “...abang merasa, nanti kalo gak minum obat dia gimana...apa gak kumat penyakitnya...gitu aja abang pikirkan.” (R1.W3.b.1810-1814.h.43)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Iman tetap berusaha untuk mengawasi istrinya memakan obat secara teratur dan tepat tetapi pekerjaannya membuat ia tidak bisa selalu mengawasi. Iman menjadi kesal dan meluapkan emosinya jika istrinya mengatakan tidak mau dianggap seperti anak kecil karena harus diawasi ketika memakan obat padahal Iman sudah bersusah payah menasehatinya agar mau memakan obat sesuai dengan aturan dokter. “Dipaksa “kau pikir anak-anak” katanya. Dulukan abang aja yang kasi obat, sekarang obatnya dibawa-bawa kemana-mana disimpannya, gak tau... pokoknya habis obatnya dibilangnya. Ngomong aja, dia gak tau memang...kadang abang palak juga. “kau ngomong obatmu habis tapi aku gak tau entah dimakan entah enggak”. Abangkan cari duit gak bisala tiap hari survei, jam 10 keatas udah pergi, jam 6 baru pulang. Pokoknya serba salah, suka-suka dia. Obatnya dibawa-bawa kalo ditarok katanya diganti-ganti orang obatnya. Dimakannya obatnya ada sakit kepalanya “ah udah kau ganti ni obatnya, bukan dari dokter” curiga dia.” (R1.W1.b.h.) “kadang ntah diminum gak tau juga. Ditanya udah diminum, udah, itu bukan urusan kau katanya...” (R1.W1.b.0037-0040.h.2) “Kalo diawasin kok kau pula yang lebih pintar dari aku, aku yang sakit kok kau yang sok tau katanya...” (R1.W1.b.0042-0045.h.2) “Emosi juga, namanya pun udah capek ngomong yang baek ngingatkan yang baek biar mau dia.” (R1.W1.b.711-714.h.16) Selama merawat istrinya masalah keuangan juga dihadapi Iman. Biaya pengobatan istrinya setiap bulan tidaklah murah. Masalah pengeluaran ini membuat Iman merasa terbebani karena selain itu pengeluaran juga dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, dan uang sekolah anak. “O...yang muncul, jelasla masalah obat, masalah uang, uang berobat, ya namanya kan kita, kita sebagai suami yang nyari, yang muncul
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
itula...kadang abang berpikir lho ini duit berobat dia bulan depan darimana, itula pikiran abang kadang.” (R1.W3.b.1515-1522.h.37) “...abang pikirkan ya cemana caranya supaya uang berobatnya tetap ada.” (R1.W3.b.1588-1590.h.38-39) “...ya...susah juga...biaya kan banyak, enggak itu aja, anak-anak sekolah juga...” (R1.W3.b.1593-1595.h.39) “...kadang stres juga abang, tiap bulan keluar uang berobat...” (R1.W1.b.0035-00327.h.1-2) Iman tidak memiliki orang lain yang membantu di rumahnya sebab tidak ada pekerja rumah tangga yang bertahan di rumahnya karena harus menghadapi perilaku istrinya. Akibatnya, saat ini Iman harus mengerjakan aktifitas rumah tangga seperti memasak karena istri Iman pernah menggunakan pisau dapur untuk melukai dirinya. Kemudian Iman juga harus mengurus keperluan istrinya yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri lagi sebab jika istrinya merasa lelah baik fisik maupun pikiran maka emosi istrinya akan semakin tidak terkontrol. “Ia...yang nyuci ya ada yang nyucikan, abang masakla, jualan. Pokoknya kakak itu gak ada kerjaannya di rumah, ngurus dirinya sendiri pun gak bisa, mau mandi gak ada baju ngomong, gitu aja, dia gak mikir yang berat-berat, gak boleh...kakak itu kalo ngomong, misalnya dia tidur jam 9 malam, bangunnya abang liat harus jam 11, setengah hari dia gak boleh berpikir, setengah hari aja yang boleh, kalo bepikir dia satu hari penuh...sorenya udah geger otaknya tu.” (R1.W1.b.644-660.h.14) “Gampang emosi, asal ngomong orang di luar salah sikit aja udah emosi dia.” (R1.W1.b.0662-0664.h.15) “Enggak, ya semenjak dia sakit, soalnya pernah waktu itu dia masak, terus hampir mau dipotongnya tangannya, apanya itu nadinya itu.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Semenjak itu gak kukasi lagi, benda-benda tajam kayak piso, gunting, kusimpanla, silap awak di buatnya pula lagi.” (R1.W2.b.0786-0793.h.18) Penambahan tugas Iman sebagai suami yang bertambah semenjak istrinya sakit. Mengharuskan Iman menjalankan dua tanggung jawab sekaligus yaitu sebagai kepala rumah tangga dan juga ibu rumah tangga sebab istrinya tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga lagi. Penambahan tugas ini membuat iman merasa kesulitan karena harus membagi waktu dan pikirannya antara pekerjaan dan istrinya. Masalah ini menyebabkan Iman setiap harus memikirkan bagaimana carany agar bisa menyelesaikan semua masalah yang ia hadapi. “Aku yang kepala rumah tangga, aku ibu rumah tangga, dua-dua abang, kanan kiri.” (R1.W1.b.0624-0627.h.14) “...serba salah juga kadang bagi waktunya...” (R1.W3.b.1482-1483.h.36) “...perasaan abang merasa bertanggung jawab juga, oh...kalo gak saya kerjakan siapa lagi, anakku gak mungkin, masi sekolah...” (R1.W3.b.1491-1495.h.37) “...peran abangkan...banyak tanggung jawab jugala. Tanggung jawabnya itula...cari uang, biar ada yang nyekolahkan anak, cari uang berobat juga tiap bulan. Ya abangla semua, kanan kirinya abangla.” (R1.W3.b.1686-1691.h.40-41) “Perasaan abang merasa capek, capek, apa...pikiran pun kadang sekalisekalikan buntu juga...capekla, abang kadang mikir gini-gini ajala sampe tua, kayakmanala ini..., apa sampe ini nanti, apa...maksudnya...perubahan dia sampe tua atau ada lagi harapan, gitu aja, mikiiir aja tiap hari. (R1.W3.b.1694-1702.h.41) “Abang gak tahan, abangkan kerjanya banyak, anak, cari makan lagi, ngurus dia lagi yang penyakitan, mikirkan obat dia lagi, pokoknya banyakla.”
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
(R1.W3.b.1721-1725.h.41) “Kadang abang sikit aja dapat solusinya udah senang...” (R1.W3.b.1792-1731.h.41)
d. Coping Stres Iman menyatakan bahwa ia mengalami stres semenjak istrinya menunjukkan berbagai perubahan perilaku. Sebagai seorang suami Iman harus menjadi kepala keluarga yang bisa mengatasi semua masalah-masalah yang dihadapinya. Iman melakukan berbagai usaha coping untuk mengatur keadaan emosinya dan mengatasi masalah yang sedang ia hadapi. Melihat perilaku yang tidak biasa yang ditunjukkan oleh istri Iman, Iman menyadari bahwa istrinya tidak dalam kondisi sehat. Maka Iman membawa istrinya untuk berobat ke dokter spesialis jiwa. Tidak hanya sampai disitu usaha yang dilakukan Iman, ia juga bertanya kepada keluarga istrinya apa yang menyebabkan istrinya sampai sakit. “...semenjak abang tau langsung apala, bawa berobat juga, nanyananya keluarga kayakmana dia kok bisa gitu.” (R1.W2.b.0970-0973.h.24-25) “...dibawa juganya berobat, sekali sebulan berobat.” (R1.W1.b.32-33.h.1) Melihat perubahan istrinya yang pada awalnya sehat menjadi sakit, berbagai macam perasaan dirasakan Iman. Perasaan lelah muncul meskipun ia selalu berusaha untuk mengobati istrinya. “Sekarang karena udah capek menghadapi yang kayak gitu didiamkan aja, tapi yang namanya berusaha jalan terus, terus menerus berobat perbulan. Kadang yah kayakmana, kadang ada capeknya, kadang udah diamkan aja.” (R1.W2.b.0727-0733.h.17)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Perubahan perilaku yang terus terjadi pada awalnya membuat Iman terkejut, lama kelamaan Iman mulai memikirkan bagaimana keadaan keluarganya di masa yang akan datang sehingga ia terus terpacu untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya disertai dengan doa kepada Tuhan. “...Kalau dia lagi baik abang pun tenang berpikir, kalo lagi apa gitu yah buntula, suntuk. Kalo lagi aneh-aneh orang bilang tenangkan aja, gak juga, orang sakitnya pun di depan kita. Gimana ada tenangnya, tiap hari di depan kita setiap detik, setiap menit, tapi kalau harapan itu terus ada, kapan sembuhnya pokoknya Allah yang ngatur, yang penting kita terus berusaha dan berdoa, itu aja, gak ada ininya, gak ada capeknya berusaha...” (R1.W2.b.0747-0760.h.17-18) Salah satu sumber stres Iman adalah melihat istrinya yang tidak mau beribadah lagi. Melihat kondisi tersebut Iman segera membawa istrinya ke pengobatan alternatif. Selain itu Iman juga berusaha menasehati istrinya agar tetap mau beribadah, jika istrinya tidak mau beribadah maka Iman akan menempuh cara lain yaitu dengan memarahi istrinya. “Disitula abang dulu langsung bawa berobat, kesana kemari, ke bawa ustadzla macam-macamla usahakan, itu aja...” (R1.W1.b.99-103.h.3) “...kadang-kadang kubilang “gak malu kau, sholat, daripada mondar mandir, sholat kau nanti yang bikin aneh udah hilang itu, pikiran yang aneh-aneh udah ilang itu.” (R1.W2.b.1197-1210.h.29-30) Pada saat istrinya menggunakan benda-benda yang berlambang agama yang bukan mereka anut iman segera membuangnya apabila melihat benda tersebut terletak sembarangan. Tidak jarang Iman meminta agar istrinya membuang benda tersebut. Sesekali istrinya mau menuruti permintaannya
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
walaupun berbohong, akan tetapi di lain waktu ia bisa menolaknya secara kasar. “Kadang teletak disitu abang ambil udah abang buang ke paret, dibuang tong sampah, digantinya lagi.” (R1.W2.b.1161-1164.h.29) “...ngomong aja, yang abang lakukan asal nampak cincinnya dibuang, biar dia gak ingat lagi makenya kan.” (R1.W2.1190-1193.h.29) “...asal mau pigi mau dipakenya kan abang bilang “hari itu janji kita berobat, pake itu bertentangan itu pake cincin itu sama yang dikasi ustadz” abang bilang gitu. “ia-ia”, terus dibukanya, bukanya pun kebelakang terus disimpan, nanti satu jam entah berapa menit lagi itu dipakenya lagi, udah abang diamkan dipakenya lagi, abang suruh lagi buka, mau juga dia bukanya, kadang dibilangnya “itu bukan urusanmu”.” (R1.W2.b.1197-1210.h.29-30) Perilaku istri Iman yang lain yang menimbulkan stres bagi dirinya adalah meminta uang. Untuk menghadapi situasi ini, Iman membutuhkan kesabaran yang lebih, terkadang Iman ia memarahi istrinya tetapi suatu waktu ia tetap memberikan uang yang diminta istrinya selama tidak berlebihan. Walaupun menuruti permintaan istrinya Iman tetap memberikan nasehat serta mengingatkan bahwa mereka mempunyai anak yang membutuhkan banyak biaya sehingga sebaiknya istrinya bisa berhemat. “Pokoknya abang sabar ajalah, kadang-kadang kalo gak tahan emosi juga. Nampak abang anak-anak, punya anak tiga kayak manala. Namanya pun berkeluarga kalo udah punya anak sabar ajala udah...” (R1.W1.b.0179-0186.h.4) “Hmm...abang lakukan, yah kadang kalo lagi apa abang kasi, yah kadang abang nasehati...abang nasehatila. Anaknya juga perlu sekolah udah besar, masak terus lagi minta-minta uang, kan kakak itu kalo minta uang gak mikir darimana datang, pokoknya minta aja, yang perlu berisi dompetnya, gak tau darimana isi dompetnya yang penting berisi.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Gak ngerti dia itu darimana anakku sekolah, berobatku udah berapa, gak ada itu, yang penting awak senang. Pikir gitu aja dia.” (R1.W1.b.0252-0286.h.6) Apabila Iman sedang merasa lelah menghadapi istrinya yang selalu curiga, Iman lebih memilih untuk tidur ataupun menonton TV untuk menghindari istrinya. “...tapi kadang abang nasehatin, kalo abang capek abang diamkan aja. Atau nonton TVla, abang lari kesitu juga kadang.” (R1.W1.b.0395-0399.h.9) “...mendingan ambil apa TV, nonton TV...” (R1.W1.b.0424-0425.h.10) “Kadang-kadang abang diamkan aja, abang diamkan aja kadang” (R1.W1.b.0361-0363.h.8) “Kadang abang diamkan aja, tidur abang.” (R1.W1.b.0375-0376.h.9) Melihat istrinya yang suka merasa kehilangan akan barang-barangnya Iman selalu menasehati istrinya agar mencari terlebih dahulu dengan pikiran yang tenang sehingga ia tidak langsung menuduh orang lain. “Ya abang bilang cari dulu, jangan mau dipermainkan ini, udah. Kalo kita duduk aja, tenangkan pikiran, ingat-ingat dimana tempatnya, jangan asal nuduh, abang bilangla gitu.” (R1.W1.b.0296-303.h.7) Pertengkaran yang terjadi didalam rumah terkadang diatasi Iman dengan membantah kata-kata istrinya atau menasehatinya. Pertengkaran yang terjadi di luar rumah tidak akan ditanggapi Iman dengan cara yang sama, ia lebih memilih diam. “...karena di depan umum abang diamkan aja, abang malu aja, namanya pun disitu, daripada berantam terus lebih baik abang diamkan.” (R1.W2.b.0858-0862.h.20)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Rasa curiga berlebihan dari istrinya yang membuat Iman tidak bisa keluar rumah menyebabkan Iman hanya bisa bertukar pikiran dan berbagi cerita mengenai situasinya dengan orang yang diperkerjakannya. Iman memendam masalah yang dihadapinya sendiri karena ia tidak mau membawa masalah keluar rumah yang menurutnya hanya akan membawa masalah baru. “...bikin brantem abang diamkan aja, udah, itula cara abang penyelesaiannya, mau keluar pun abang gak bisa, liat kawan-kawan abang ada masalah keluar, pigi makan-makan dia entah jojing gitu, apa, abang mana bisa kayak gitu. Dipasar aja kawan abang banyak yang ngomong “kau kalo ada masalah kau diamkan aja dirumah”.” (R1.W3.b.1400-1409.h.35) “Abang gak pala ini kalo dirumah gak pala ngomong sama orang, udah diamkan aja, gak suka tidur, paling sama kawan abang yang kerja di toko “sakit kali kepalaku tadi gini-gini” itu aja.” (R1.W3.b.1411-1416.h35) Anak-anak Iman yang sudah mulai kritis menanggapi situasi ibunya mulai menunjukkan sikap seolah-olah tidak menghargai ibu mereka sebab mereka merasa ibunya sering mengatakan atau melakukan tindakan yang berbeda dari individu sehat. “...abang kasitaula yang namanya orang tua harus dihargai, sekarang kan lagi sakit, jadi ya maklum la..harus tetapla kalian hargain, gak usah dimasukkan dalam hati.” (R1.W2.b.0891-0895.h.21) Berbagai nasehat selalu disampaikan Iman agar istrinya mau berubah baik dari cara berbicara maupun perilakunya. Hal ini dilakukan Iman karena memikirkan anak-anaknya yang sudah semakin dewasa dan tidak mau hidup mereka menjadi terganggu karena ejekan orang mengenai ibu mereka.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Pertengkaran juga bisa timbul karena usaha Iman untuk menasehati istrinya. Pertengkaran yang muncul diatasi Iman dengan mencoba mendiamkan atau membantah perkataan istrinya jika sudah dianggapnya melewati batas. “Abang bilang aja o...janganla kayak gitu udah, malula itu anaknya udah besar, nanti kata orang “oh mamakmu tu mondar-mandir tu” stres jugala. Yang pertamakan udah mau dewasa, nanti kata orang “mamakmu tu ada gila-gilanya, gak malu kau?” abang bilang gitu, dijawabnya “itu bukan urusan orang”.” (R1.W1.b.0571-0581.h.13) “Kadang mau juga berantam gara-gara ngomong kayak gitu, abang diamkan aja. Hmm...kadang kalo udah kelewat batas dia ngomongnya sama abang, mau juga berantam...” (R1.W2.b.0918-0924.h.23) “Suruh diam, “udah suaranya kecilkan dulu nanti kedengaran sama tetangga” gitu abang, abang terus menerus apa, gak ada capeknya, ngomong yang baek ajakan, biar dia sadar kalo aku ngomong kayak gini berarti salah.” (R1.W2.b.0904-0910.h.23) Usaha yang dilakukan Iman dalam mengatasi berbagai perilaku istrinya tidak hanya sampai menasehati istri dan juga anaknya. Terlebih lagi istri Iman juga tidak mau memakan obat sesuai aturan dokter sehingga ia marah kepada istrinya yang dianggapnya bisa mengurangi tingkat stresnya. Berserah diri kepada Tuhan adalah cara yang paling efektif bagi Iman agar diberikan kesabaran untuk menghadapi perilaku istrinya tersebut. “...kan ngomong juga, “kau kalo amarahmu gak bisa dikendalikan ambil wudhu biarpun gak sholat wudhu itu gak papa, menenangkan pikiran itu...jadi pikiran kita jernih.” (R1.W3.b.1829-1843.h.43) “...kadang abang marah juga, namanya emosi, kalo gak dilampiaskan apa juga, pening juga kepala. Kadang sabar sholat jadinya, berdoa. Namanya menghadapi kayak gitu harus sabar juga, banyak sabar...” (R1.W1.b.0045-0052.h.2)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Sedangkan untuk mengatasi masalah penambahan biaya pengeluaran untuk pengobatan istrinya, Iman berusaha untuk bisa mendapatkan keuntungan yang banyak dari usahanya. “...ya...abangkan jualan, itula...usahala supaya bisa banyak laku...” (R1.W3.b.1600-1602.h.39) Sebagai suami yang merawat istrinya yang sedang sakit Iman mengurus semua keperluan istrinya, ia mengatur waktunya antara pekerjaan dan urusan rumah tangga. Meskipun merasa kesulitan Iman tetap menjalani kehidupannya saat ini dengan selalu mengikuti keinginan istrinya yang ingin Iman lebih banyak di rumah. Iman menurutinya karena tidak ingin melihat istrinya marah yang pada akhirnya akan memicu pertengkaran. “Hm..kalau merawat dia ya kayak orang biasa, masalah makanan, ya terpaksala abang yang masak, kami gak ada pembantu, masak seadanya aja. Kalau abang kepasar kan kakak masi tidur, yah pengaruh obat itu, jadi lama-lama dia bangun. Jam sembilan abang ke pasar, tapi kubangunkan juga dia. Tapi yang lain yah kubuat biasa aja kayak orang waras. Kalo masalah obat ya dikasi tepat waktunya, obatnya tiga kali sehari, pagi di suruh minum obat, kadang-kadang ia, tapi kan abang kerjanya diluar, jadi ya lewat telpon aja. Gak tau betul atau enggak, tapi pas waktunya diingatkan, ya diperhatikanlah tiap hari.” (R1.W2.b.0763-0781.h.18) “...memang abang jualan udah agak sepikan, ha...yang kerjala yang buka duluan, abang di rumah, jam 12 abis zuhur abang kesana, itu ajala.” (R1.W3.b.1434-1438.h.35) “Kalo curiga dia sama orang yang kerja di toko pergi, jadi abang ngikutin arus dia aja, hmm...kadang-kadang mau ngikutin arus dia, kadang-kadang abang bantah juga, abang pun sebetulnya kalo masalah marah itu enggak pemarah, tapi kalo udah kelewat batas, daripada apa...tengkuk abang yang sakit, marah aja, keluarkan suara...” (R1.W3.b.1450-1460.h.36)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Ketenangan dalam menghadapi semua sumber stresnya didapat Iman melalui beribadah. Ia selalu berdoa kepada Tuhan agar diberi kesembuhan bagi istrinya. “...tuhan ajalah yang ngapain, yang pokoknya abang terus berharap mana tau ada kesembuhan dikasi Tuhan menerangkan hatinya, bersihkan hatinya, itu aja pikiran abang, doa abangpun gitu juganya...” (R1.W3) “Kadang abang berdoa juga, kalo emang gak ada perobahan kasi aja yang terbaik.” (R1.W3.b.1703-1705.h.41) “Yang abang lakukan ya sholat aja...” (R1.W3.b.1737.h.41) “...diam aja paling sholat. Udah berapa bulan ini abang ambil Al-Quran abang baca, itu aja.” (R1.W1.b.415-418.h.10) Selain itu bekerja adalah salah satu cara Iman untuk mengalihkan pikirannya dari situasi stres yang disebabkan oleh penyakit istrinya. Bertemu dengan teman-teman sambil bersenda gurau mengurangi tingkat stres yang dirasakan Iman. “...jualan, udah sampe sana kawan ngomong yang enak bikin abang ketawa udah senang.” (R1.W2.b.1038-1041.h.26) Iman juga menerima dukungan moril dari keluarga dan orangtuanya, dukungan tersebut membuat Iman menyadari bahwa dirinya merupakan individu yang beruntung dibandingkan individu lain yang mungkin saja menghadapi masalah yang lebih sulit daripada yang sedang ia hadapi. “...cukup satu orang yang terpercaya itu aja, kadang sama anggota abang yang jualan, diakan orangnya pendiam, mendengarkan aja kalo dia orangnya. Kalo sama kawan abang, abang cerita dia kasi
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
pandangan, nasehat “e anakmu udah besar-besar kasian jugala, udah sabar-sabar aja, nanti udah tua kau ada hikmahnya”.” (R1.W3.b.1751-1760.h.42) “...kadang-kadang cerita sama kawan tapi gak pala semua orang la ya...yang tertentu, yang terpecaya, udah abang lampiaskan aja sekalisekali, gini-ginikan, diakan kasi pandangan juga sama kita, jadi longgar pikiran kita. “udah o...berarti bukan aku aja yang ngerasai, masi banyak yang lain”, kitakan mandang kebawah aja, jangan keatas itu aja.” (R1.W3.b.1773-1778.h.42) “Ya suruh sabar aja, orang tu maklum aja, cuman karena udah berkeluargaya bantu solusi ya gak, Cuma suruh sabar aja...” (R1.W2.b.0891-0895.h.21) “...orang itu bilang gini, bersyukur ajala bang, sabar hadapin semuanya.” (R1.W2.b.0916-0918.h.21) Usaha-usaha medis telah banyak dilakukan Iman untuk menyembuhkan istrinya. Iman membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa serta sering menasehati istrinya jika menunjukkan perilaku yang tidak baik. Usaha Iman pun disertainya dengan doa kepada Tuhan agar istrinya diberi kesembuhan. “Ya abang bawa berobatla, bawa berobat ke dokter spesialis jiwa juga, ke ustadz-ustadz, ya nanya-nanya inila, suruh sholat, terus, itu aja...” (R1.W2.0931-0935.h.24) “...bawa berobatkan, ke ustadz juga, kasi penerangan kayakmana, biar dia sadar penyakit dia kayak gini, a...biar penyakitnya a...aku gini garagara ini, biar tau dia, periksa diri sendirila dulu, asal-usul penyakitnya tu darimana, inila abang kasi juga penyuluhan...” (R1.W3.1608-1615.h.39) “...pokoknya abang terus berharap mana tau ada kesembuhan dikasi Tuhan menerangkan hatinya, bersihkan hatinya...” (R1.W3.b.1474-1478.h.36) “...namanya pun berobat kalo gak ada berusaha gak ada sembuhnya juga, berobat dulula baru berdoa.” (R1.W2.b.0947-0950.h.24)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
2.
Responden II
a.
Hasil Observasi
(1) Wawancara I Azis adalah seorang pria berkulit putih yang memiliki tinggi 160 cm dengan berat badan sekitar 63 kg. Ia memiliki janggut di dagunya. Proses perkenalan peneliti dengan Azis tidak begitu lama yaitu sekitar dua minggu. Peneliti mengenal Azis di rumah sakit jiwa negeri ketika Azis sedang menemani istrinya yang sedang kontrol ulang. Azis dengan senang hati untuk membantu peneliti dan setuju untuk melakukan wawancara. Wawancara pertama dilakukan di rumah Azis. Rumah azis terletak di sebuah jalan kecil yang kira-kira terletak 500 meter dari jalan besar dan bersebelahan dengan mesjid. Pagar rumah Azis bersatu dengan pagar mesjid. Rumah Azis bertingkat dua dengan dua buah kamar tidur, satu kamar di lantai bawah dan satu di lantai atas. Terdapat sebuah ruang tamu, satu kamar mandi, dan sebuah dapur. Di lantai atas hanya ada kamar Azis dan istrinya serta gudang. Ketika
peneliti mengunjungi rumah
Azis
orang-orang sedang
melaksanakan shalat jumat di mesjid tersebut. Sesampainya peneliti di rumah Azis disambut oleh istri Azis karena Azis sedang melaksanakan shalat jumat di mesjid yang bersebelahan dengan rumahnya. Istri Azis menyambut dengan ramah dan mempersilahkan peneliti duduk di ruang tamu rumah Azis.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Rumah Azis terlihat sepi. Tidak ada orang lain yang berada di ruang tamu selain peneliti dan istri Azis. Peneliti dan istri Azis duduk di ruang tamu dengan beralaskan tikar. Istri azis menyuguhi peneliti dengan minuman berupa teh manis dan biskuit. Terdapat sebuah sepeda motor di dalam rumah, yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk. Di sebelah kanan rumah terdapat sebuah mesin jahit, meja makanan, dan kulkas, sedangkan di bagian kiri rumah terdapat lemari yang berisi dengan obat-obatan. 4 meter dari hadapan peneliti terdapat mimbar mesjid yang terbuat dari kayu, disamping kiri mimbar tersebut terdapat sebuah kamar mandi. Di samping kanan mimbar terdapat tumpukan tikar dan diatasnya diletakkan sebuah helm. Pukul 13.30 Azis telah selesai shalat jumat dan masuk kerumah. Ia mengucapkan salam dan dijawab oleh istri Azis dan peneliti. Ia tidak langsung mendatangi tempat dimana peneliti dan istri Azis duduk. Setelah 5 menit Azis baru menyapa peneliti. Saat itu Azis menggunakan kemeja berwarna coklat muda dan sarung berwarna biru yang bermotif kotak-kotak. Azis juga mengenakan peci di kepalanya layaknya seperti orang yang sehabis shalat jumat. Wawancara dilakukan di ruang tamu Azis, istri Azis berada di sebelah Azis selama wawancara berlangsung. Sesekali istri Azis kebelakang, kadang ia mengambil telepon genggamnya. Wawancara yang berlangsung selama satu jam tiga puluh menit itu berjalan dengan lancar. Azis menjawab pertanyaan peneliti dengan mudah dan lancar. Ia tidak menemukan kesulitan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
untuk menjawab pertanyaan yang di ajukan peneliti. Dari awal hingga akhir wawancara posisi duduk Azis bersila, sesekali Azis memegang kakinya. Dalam menjawab pertanyaan Azis selalu menggerakkan tangannya ketika menjelaskan jawabannya. Ia selalu tersenyum ketika diberikan pertanyaan, tidak jarang ia tertawa ketika menceritakan sesuatu yang dianggapnya lucu. Ia sering menceritakan lelucon-lelucon yang membuat peneliti dan istri Azis tertawa. Wawancara sempat terhenti ketika kakek Azis keluar dari kamar dan menanyakan siapa yang datang. Azis pun menjawab bahwa yang datang adalah teman istrinya. Dua puluh menit sebelum wawancara selesai istri Azis mengangkat telepon sehingga wawancara berhenti. Ia memberi tahu Azis bahwa yang menelepon adalah temannya. Pukul 15.00 wawancara selesai karena Azis memiliki aktifitas lain yang harus dikerjakan. Peneliti berpamitan dengan Azis dan istrinya dan mengatakan ketika akan datang lagi akan memberitahu mereka terlebih dahulu. (2) Wawancara II Wawancara kedua peneliti dengan Azis tetap dilakukan di rumah Azis. Wawancara kedua ini dimulai pukul 13.25 WIB tepat setelah Azis selesai melaksanakan sholat jumat. Azis memakai baju muslim pria berwarna putih dipadukan dengan sarung yang bermotif kotak-kotak dengan warna merah dan kuning, serta Azis juga mengenakan peci berwarna hitam. Wawancara tetap dilakukan di ruang tamu Azis, kondisi rumah Azis tidak berubah,
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
hanya saja kali ini posisi tikar untuk duduk tidak diletakkan di dekat pintu depan tetapi bergeser ke tengah ruangan. Sebelum memulai wawancara peneliti bercerita sedikit dengan responden dan istrinya, lima menit kemudian wawancara dimulai. Pada saat wawancara posisi duduk Azis dan peneliti berhadap-hadapan, sedangkan istri Azis disebelah Azis. Azis duduk bersila selama wawancara, ia sering memegang jari-jari kakinya ketika wawancara. Ekspresi wajah Azis serius dalam menjawab pertanyaan, ia menjawab pertanyaan peneliti dengan sangat jelas. Posisi duduk Azis setelah dua puluh menit wawancara agak mundur kebelakang sambil menyandarkan tangan ke lantai tetapi hal ini tidak menjadi masalah, Azis tetap menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti dengan santai dan berusaha menjelaskan selengkap mungkin. Tidak ada hal yang begitu mengganggu selama wawancara, akan tetapi setelah wawancara berlangsung selama satu jam kucing keluarga Azis muncul dan mendekati Azis, ia mengganggu Azis sehingga wawancara sempat terhenti selama beberapa menit. Wawancara yang berlangsung selama kurang lebih satu jam ini berjalan cukup lancar. (3) Wawancara III Seperti wawancara sebelumnya, wawancara peneliti dengan Azis kali ini juga dilakukan di rumah Azis dan sesuai sholat jumat. Azis ditemani dengan istrinya ketika wawancara. Pada hari itu Azis menggunakan kemeja berwarna hitam dan sarung bermotif kotak-kotak berwarna hijau.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Pada wawancara ketiga ini Azis terlihat sedikit berbeda. Mata Azis terlihat sedikit bengkak dan wajahnya kelihatan sangat lelah. Setelah peneliti menanyakan bagaimana kabar Azis, ia memberi tahu bahwa kondisi istrinya sedang tidak sehat sehingga ia tidak tidur selama dua hari. Azis selalu bersemangat ketika menceritakan bagaimana ia harus menghadapi kondisi istrinya. Ia menceritakannya dengan nada suara yang cukup tinggi, jelas, dan sesekali tertawa apabila merasa ada hal yang ia anggap lucu. Ketika bercerita tentang kondisi istrinya yang menurun nada suaranya berubah menjadi lebih pelan, melihat ke bawah, dan seperti menunjukkan kekesalan dengan mengucapkan “ck”. Wawancara sempat terhenti ketika nenek istri Azis datang. Nenek istri Azis menyuruh Azis untuk mengantarkan makanan ke tempat kerja ibu mertuanya. Azis mengatakan “ia” pada nenek kemudian melanjutkan pembicaraan dengan peneliti, lima belas menit kemudian wawancara diakhiri.
b. Rangkuman hasil wawancara Azis (nama samaran) adalah anak ke delapan dari delapan bersaudara. Pendidikan terakhir Azis sampai program diploma 1. Saat ini Iman bekerja di sebuah bengkel sebagai mekanik, untuk menambah penghasilannya ia juga bekerja sebagai sales dari sebuah produk obat. Azis dan istrinya telah menikah selama delapan tahun. Jarak usia Azis dan istrinya cukup jauh yaitu dua belas tahun. Pernikahan Azis dan istrinya
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
tidak melalui proses pacaran. Azis adalah seorang muslim yang taat sehingga ketika proses pernikahannya dilakukan melalui proses ta’aruf atau yang lebih dikenal dengan proses pernikahan tanpa pacaran sesuai dengan syariat Islam. Setelah enam bulan menjalani proses tersebut akhirnya Azis menikahi istrinya. Azis menilai istrinya adalah orang yang tertutup dan kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Istri Azis sedang menjalani kuliah di bidang agama pada saat itu, menurut Azis istrinya tidak begitu nyaman dengan peraturan yang ketat di tempatnya berkuliah. Menurut Azis istrinya adalah orang yang lebih suka di rumah, ia suka membersihkan rumah, belajar, menonton televisi dan menyanyi. Istrinya juga bekerja sebagai guru mengaji untuk anak-anak. Pada saat empat bulan usia perkawinan mereka masalah menimpa keluarganya, istri Azis kehilangan salah satu orangtuanya. Pada saat itu istri Azis
mengalami
stres
dan
merasa
mendengar
suara-suara.
Azis
membawanya ke dokter dan melakukan pengobatan selama empat bulan. Ketika Satu tahun usia pernikahan mereka perilaku yang ditunjukkan istri Azis semakin berubah, ia lebih sering mendengar suara-suara, merasa curiga, dan mood tidak stabil. masalah-masalah
yang
Azis masih berpikir hal ini dikarenakan
sedang
dihadapi
istrinya.
Akhirnya
Azis
memutuskan membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa, istri Azis di diagnosa menderita skizofrenia paranoid.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Semua aktifitas istri Azis terhenti. Istrinya tidak bisa lagi bekerja terlalu banyak dan kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Pada situasi tersebut Azis sangat dibutuhkan istrinya. Azis harus membagi waktu antara pekerjaan dan mengurus istrinya walaupun hal ini berarti pemasukan rumah tangga Azis berkurang sedangkan pengeluaran bertambah. Azis merasa biaya pengobatan istrinya yang bisa dibilang tidak murah menjadi beban bagi dirinya padahal ia harus mengurangi waktu kerja untuk menjaga istrinya apabila kondisi istrinya sedang tidak sehat. Berbagai usaha dilakukan Azis untuk menyembuhkan istrinya. Ia membawa istrinya melakukan pengobatan ke rumah sakit dan memberikan istrinya suplemen agar bisa mengurangi obat medis yang menurutnya sangat tidak baik. Kesabaran sangat diperlukan dalam menghadapi situasi istrinya yang sedang sakit. Salah satu keinginan Azis yang belum tercapai selama delapan tahun pernikahannya adalah memiliki keturunan, menurut Azis hal ini dikarenakan istrinya yang harus mengkonsumsi obat penenang yang tidak baik untuk janin. Saat ini kondisi istri Azis sudah mulai membaik, ia tidak lagi mendengar suara-suara meskipun dalam satu bulan pasti terjadi penurunan kondisi terutama jika ia sedang menghadapi masalah. Azis juga berinisiatif menukar obat medis dengan suplemen yang menurutnya tidak merusak organ tubuh. Azis berharap suatu saat kondisi istrinya bisa kembali sehat seperti semula.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
c.
Sumber-sumber stres dan proses appraisal Sumber stres bisa berasal darimana saja, baik itu dari individu,
keluarga, pekerjaan, maupun lingkungan sekitar dan masyarakat. Berbagai Masalah sumber stres didapatkan Azis ketika istrinya mengalami skizofrenia paranoid. Saat ini istri Azis sedang melanjutkan kuliah sehingga rentan terhadap masalah-masalah yang ada di bangku perkuliahan. Masalah seperti mengerjakan tugas bisa membuat kondisi istri Azis tidak stabil. Melihat kondisi istrinya yang tidak stabil Azis merasa tidak nyaman ketika bekerja. Ia menjadi tidak konsentrasi dan berusaha mencari jalan keluar agar kondisi istrinya kembali stabil. “Sekarang pun sakitnya ini karena kuliah, tapi lari ke kondisi, perasaannya suka berubah-ubah, mau marah, merengut, gak bagus. Liat ada sesuatu yang beda ngerasa mau bersaing, curiga sama orang.” (R2.W1.b.0106-0122.h.49) “Saya itu gak nyaman, kerja pun saya gak tenang, mau pulang ajakan. Jadi pikiran aja gimana ni ya...ck, tetap jadi pikiran itu, gak nyaman, gimana cari jalan keluarnya, harus minum obat ya, atau mungkin ada kata-kata abang yang salah sehingga dia tersingggung kan...dicarila intropeksi diri jugakan. Dicarila itu terus-terus dicari.” (R2.W1.b.0120-0130.h.49-50) “Tetap gak nyamankan, saya cari itu apa sih yang membuat dia kayak gini. Berusaha mencari jalan keluar, karena saya pikir obat itupun gak begitu apa kali...sifatnya hanya menenangkan sebentar.” (R2.W1.b.0136-0142.h.50) Azis mengetahui bahwa salah satu masalah yang dihadapi istrinya adalah masalah kuliah. Istrinya mempunyai keinginan untuk cepat menyelesaikan kuliah, akan tetapi dengan kondisi istrinya yang menderita skizofrenia keinginannya menjadi terhambat.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“...itula dia jadi keinginannya rupanya ingin kuliahnya cepat selesai. Bisa setara dengan kawan-kawannya, awakpun agak susahla menggapainya, bukan dosen kita. Yang terlibat langsungkan dia sendiri. Yang menjadi keinginan itu adalah bagaimana kuliah ini lancar, wisuda, dapat nilai yang bagus kali ya...tapi itu menggapainya tu kayaknya kan gak sanggup, kesulitan terjadilah kejenuhan, putus asa, stres kan. Itu penyebabnya, karena sesuatu yang diingini gak tercapai stres.” (R2.W1.b.0149-0164.h.50) “Kemudian yang sering buat dia goyang lagi itu adalah masalahmasalah kuliah macam ni kan masa-masa sulit, udah mau nyusun.” (R2.W1.b.0263-0267h.52) Perasaan heran karena mengetahui istrinya menderita skizofrenia dialami Azis tetapi Azis menganggap ini suatu tantangan yang harus dihadapinya. Azis meyakini bahwa masalah apapun yang sedang dihadapinya saat ini merupakan cobaan yang diberikan Allah. Azis menanamkan prinsip bahwa dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan sehingga ia merasa tidak perlu takut dan panik dalam menghadapi masalah. “Abang heran tapi, ya udah, Allah lebih tau lagi kepada siapa hambanya dipasang-pasangkan, itu aja prinsipnya. Abang malah penasaran sebenarnya sakitnya sakit apa, karena dulu abang juga sering liat orang sakit.” (R2.W2.b.685-691.h.63) “...sadar dulu, bahwa sanya kita ini dicoba dari wabah, istri, harta, orangtua. Pas yang menimpa saya wabah, gangguan kejiwaankan, baru kita tarek lagi bahwa sebenarnya kita beriman kepada qada ALLAH sehingga kita selalu berdoa yang ALLAH jadikan aku ridho bahwa yang menjadi bagian dariku pasti datang kepadaku, dan yang tidak menjadi bagianku tidak akan datang kepada saya, termasuklah istri saya yang sakit menjadi bagian saya. Jadi saya harus ridho untuk mendapatkan masalah, kemudian kita gak perlu panik, gak perlu gelisah. Ingatkan setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan. Kalo kita pikir ini semua, saraf kita terus tegang, kacau, sehingga kita harus kembalikan semua kepada ALLAH, jangan sakit itu jadi beban terus, jadikanlah sakit ini nikmat. Kalau kita merasa seperti itu selalu ada solusinya.” (R2.W1.b.203-228.h.51-52)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Berbagai perubahan perilaku ditunjukkan oleh istri Azis. Salah satunya ialah istri Azis menjadi pencemas dan mudah lupa. Ia sering lupa akan apa yang harusnya dikerjakan sehingga Azis harus menyuruh berulang kali agar istrinya bisa ingat apa yang harus dikerjakannya. Menanggapi situasi ini Azis menyadari bahwa perubahan perilaku ini diakibatkan dari penyakit yang diderita istrinya. “Ya itu lebih cepat paniknya, sehingga dia lupa dengan yang seharusnya dikerjakan, itulah penyakit dia tadi kalo udah panik apa yang seharusnya dikerjakan lupa, kemudian berpikir ini udah gak lancar, harus cepat tidur, kemudian agak lambat berpikir, kalo dibilang orang itu geleleng...” (R2.W1.b.0270-0278.h.52-53) “Geleleng itu kalo dibilang orang gak cepat tapi dikerjakan juga tapi harus dua kali tiga kali dibilang...” (R2.W1.b.0281-0283.h.53) “...perasaan kok bisa lupa dia ya...ya itu karena dia sakit, itu abang pikir. Lupanya itu karena dia itu sakit, gak normal.” (R2.W1.b.0306-0309.h.53) Selain itu istri Azis terkadang tidak bisa tidur dimalam hari. Bagi Azis situasi ini sangat mengganggu karena Azis mengetahui jika istrinya tidak bisa tidur maka keesokan harinya istrinya akan menunjukkan berbagai perilaku yang berbeda. Perilaku berbeda tersebut seperti tidak mau berbicara, tidak mau makan, melamun, menangis tanpa alasan, dan terkadang berjalan hilir mudir tanpa tujuan. Terlebih lagi Azis juga tidak bisa beristirahat padahal keesokan harinya ia mesti bekerja. “...yang paling mengganggu paling kalo gak bisa tidur.” (R2.W1.b.0315-0316.h.53) “...waktu dulu dia risau, asik tebangun aja, 2 menit sekali tebangun, nanti tiba-tiba gak tidur lagi, kasi obat tidur jadi bodoh...”
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
(R2.W1.b.320-323.h.54) “Kalo gak bisa tidur itulah yang kepikir saya, karena saya yakin pasti besoknya aneh...” (R2.W1.b.328-330.h.54) “Kalau dia udah gak tidur saya pasti panik, besoknya dia pasti sakit...” (R2.W3.b.1156-1157.h.73) “Ya...gimana ya tidur pun jadi gak enak, gak bisa tidur. Dia susah tidur, dia maunya melek aja, ha...iakan grasak-grusuk...” (R2.W2.b.0834-0837.h.66) “...mikir ha...ini agak lain ini ya...” (R2.W1.b.348-349.h.54) “...diam, aneh, kondisi sakit, diemla, malas ngomong, makan, karena kondisi kacau tadi, kalau bisa tidur tiap hari aman. Dia bengong, nangis, suka mondar mandir...” (R2.W1.0332-0337.h.54) Kondisi istri Azis yang sering berubah secara tiba-tiba dengan menunjukkan perilaku berbeda seperti cemas, merasa ada yang berbisik, diam, dan menangis tanpa alasan membuat Azis bingung harus melakukan apa. Meskipun Azis pernah merawat orang yang menderita sakit fisik ia merasa penyakit yang diderita istrinya sangat sulit diatasi dan tidak mudah menyembuhkannya. “Saya pikir dulu seperti mengada-ada karena kadang bagus kadang gak, kadang macam akting.” (R2.W1.b.0377-0379.h.55) “...saya pikir akting, gak tau betul atau gak.” (R2.W2.b.0627-0628.h.61) “...misalkan gini. Jam 12 bagus, jam 2 gak bagus.” (R2.W2.b.0630-0631.h.61) “...berubah dia kondisinya, cemasnya, semuanya. Nanti jam 3 bagus lagi, jadi kayak akting. Abang pun heran juga. Ini kalo orang yang sakit lever malah gampang ngobatinya, kasi obat banyak-banyak udah sehat
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
semua. Kalo seperti dia bingung awak, kalo ditengok orang gak sakitnya kan, tapi sakit. Kata orang ini fisiknya bagus, jiwanya sakit, kan repotkan...” (R2.W2.b.0633-0643.h.61)
Masalah lain yang sulit dihadapi Azis ketika istrinya tidak mau makan atau makan makanan yang tidak baik untuk kesehatannya, padahal kondisinya sudah menurun. “...kalo sekarang gak, makan suka-suka ati dia, malam-malam beli mi dia suka...” (R2.W2.0786-0788.h.65) “...suruh makan gak mau. Kalo mau makan bakso malah bertentangan dengan yang boleh dimakan, pantangannya karena kondisi asam lambung yang naek kan gak boleh, itu sangat berpengaruh sekali. Asam lambung naek.” (R2.W2.0837-0844.h.66) “Ya...susahla, bingung, dipaksa makan dia gak mau, maunya makan bakso, yang gak boleh dimakannya.” (R2.W3.b.1463-1466.h.80) “Abang pikir ya cemana supaya dia mau makan, kayak yang abang bilang tadi, kalo maunya apa ya dikasi aja karena kalo enggak tambah menurun kondisinya, awak juga yang susah...” (R2.W3.1471-1476.h.80-81) Berbagai perubahan terjadi dalam kehidupan rumah tangga Azis semenjak istrinya sakit. Saat ini istri Azis tidak bisa lagi terlalu banyak bekerja karena akan menurunkan kondisi fisiknya. Pekerjaan rumah tangga yang tidak bisa dikerjakan istrinya membuat Azis merasa sedikit kecewa karena istrinya sudah jarang memasak. Akan tetapi Azis tetap memahami bahwa istrinya tidak bisa lagi mengerjakan pekerjaan rumah tangga tersebut akibat penyakit yang dideritanya.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“Loyo, saya tengok kok gak pernah masak, gak pernah nyayur, abang diam aja, pokoknya gak bisa kerja berat.” (R2.W2.b.0745-0748.h.64) “Abang sindir-sindir aja dia “mana ni istri gak pernah masak, gak pernah nyayur, abang dulu sama aja kayak beli nasi bungkus” (R2.W2.b.0758-0761.h.64) “Pasti lemas, sakit, jadi kondisi seperti itu jangan sampe. Jadi lebih bagus dia tidur daripada bekerja, untuk apa kerja capek-capek tapi sakit, bagus dia tidur ajakan, pokoknya seperti itu pasti ada sebab.” (R2.W2.b.0750-0755.h.64) “...kadang-kadang kalo dia lagi di dapur masak ntah goreng-goreng saya senang, tapi kalau gak seperti itu abang udah maklum aja. Tapi agak kecewa juga, maunya istrikan bisa masak buat suami.” (R2.W2.b.0766-0771.h.64) Pada saat kondisi istrinya menurun Iman menggantikan posisi istrinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ia tidak mau memaksakan istrinya untuk bekerja jika kondisinya tidak begitu sehat. Iman merasakan bahwa semenjak istrinya menderita skizofrenia terjadi perubahan yang sangat besar dan memberikan dampak sangat signifikan pada dirinya. “...semua aktifitasnya berhenti semua tu, termasuk nyuci pakaian pun berhenti semuanya...jadi nyantaila kan.” (R2.W2.b.0817-0820.h.65-66) “Tapi untuk kerjaan gak ada, istirahat semua.” (R2.W2.b.0847-0848.h.66) “...ya harus dipahami penyakitnya, jadi kondisinya itu memang harus diistirahatkan, gak boleh dipaksa kerja gak boleh. Kalo sakit awak yang susah, tambah sakit awak juga yang ngerasain. Dampaknya besar kali, kalo istri yang sakit ini...itu langsung ke suami, langsung suaminya..” (R2.W2.b.0823-0831.h.66) “Susah juga tapi pasrah aja, udah biasa ya...udah biasala yang sebelumsebelumnya juga seperti itu, 3 bulan yang lalu juga seperti itu, semalam juga seperti itu...” (R2.W2.b.0859-0863.h.66)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah, mengurus semua keperluan istrinya merupakan tugas utama Azis. Tidak jarang Azis meninggalkan pekerjaannya karena harus mengurus istrinya. Situasi ini membuat Azis merasa stres karena di satu sisi ia harus mencari nafkah, sementara di sisi lain ia harus merawat istrinya. Akan tetapi ia tidak mau berlarut-larut dalam keadaan stres karena ia harus mencari jalan keluar untuk menghadapi masalahnya. “Ya...menggantikan posisi diala kan. Kayak jadi baby sitter...” (R2.W2.b.0865-0866.h.67) “Melayani keperluan diala...” (R2.W2.b.0869.h.67) “Ya rada-rada stres ya kan, cuman ya pasrah aja, emang harus dijalani...kalo terus stres aja gak bisa sampe kayak gini.” (R2.W2.b.0893-0896.h.67) “Hmmm...stres mungkin kalo kerja ya kan jadinya gak konsentrasi padahal perlu uang, kemudian agak kurang istirahatkan, malam ekstra...mana tidurkan susah tidur...ekstra jaga-jaga kan kasian awak liatnya, dengan kondisi seperti itu saya kasian, kondisi capek bisa membuat kita panik kadang-kadang, marah, apalagi o...saya itu udah berusaha tapi belum berhasil. Kecewa...” (R2.W2.b.0899-0909.h.67-68) Selama mengurus istrinya, Azis merasa memikul beban yang berat. Menghadapi situasi ini terkadang ia merasa kesal dan marah terutama pengeluaran yang harus dikeluarkannya untuk biaya pengobatan tidaklah sedikit dan tergolong mahal. “...masalah muncul kalau gak punya duit...” (R2.W3.b.1254-1255.h.76) paling-paling keluar duit lagi. Paling payah kalo gak punya duit (W3.b.1416-1418.h.79)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“...saya selalu menasehati dia “cepat sembuh ya, udah tipis ini, abis gak kerja-kerja kondisi uang turun terus...”kan gitu ajakan. Jadi dia “ia-ia”. Abang bilang juga “gak kasian sama abang, abang ini tengok ini, pagi begini, siang begitu, malam lagi begini cemana mau gemuk abang ini, kan pusing”.” (R2.W2.b.1036-1044.h.70) “Gimana ya, kadang-kadang palak juga, tapi kalau kayak gitu gimana ya, kadang kepikir juga, ah besok pasti beli obat lagi, padahal masi banyak pengeluaran, udah tau kita. Alah kurangla duit ini...” (R2.W2.b.0557-0562.h.59) “Kadang dihati juga...risau ya, risau tu gini...sampe kapan seperti ini ya...apa sampe seterusnya...itu ajakan, mikir juga abang, tapi terakhir ya udahla, jalani ajala, harus dijalani apa adanya...” (R2.W2.b.1064-1069.h.71) “...kadang ada juga rasa gondok, uang terpake untuk beli ini, ini mahalmahal obatnya lho, 200 ribuan, belum lagi malam-malam sekali suntik 250 ribu, setiap bulan, kan ngerikan, selama pernikahan itu terjadi, bayangkan itu...” (R2.W3.b.1165-1171.h.74) Terlebih lagi Iman juga harus membagi waktu antara pekerjaan dengan merawat istrinya. Situasi ini menambah kebingungan di diri Iman, ia bingung menentukan untuk bekerja atau merawat istri di rumah. “Kadang saya ngurusin dia ngerasa terbebani, repot...” (R2.W1.b.0542-0544.h.59) “...kalo kondisinya harus saya kawani ya saya kawani dulu dia...” (R2.W3.b.1218-1220.h.75) “Bingung jugala, bingung...yang pertamakan gak bisa kerja, ha...kondisi istrikan sakitkan, kan gawatkan. Mana yang harus dipilih kan bingung kan.mana cari yang paling terbaik aja. O..mungkin saat ini emang harus ya harus bersama istri, mungkin besok adanya itu rezeki. Kalo dibilang risau ya risau juga, cuman harus mana dluan yang penting dia...kalo emang harus kawani dulu ya kawani dulu dia, kerjanya ya besok-besok aja.” (R2.W3.b.1231-1243.h.75)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Keinginan Azis yang belum terwujud selama pernikahannya adalah memiliki keturunan, belum tercapainya keinginan Azis tersebut disebabkan istrinya masih mengkonsumsi obat dokter yang tidak baik untuk janin. Perasaan sedih terkadang muncul, rasa khawatir juga datang sebab Azis sudah sangat ingin memiliki keturunan karena salah tujuannya untuk menikah adalah mendapatkan keturunan. “Pengen punya anak belum bisa, kenapa, karena dia masih konsumsi obat, gak baik buat janin, makanya saya tukar herba. Waktu mau nikah pengen cepet punya anak, ini gak, kalau gak bagus lajang ajakan, jadi kadang ada juga tibanya sedih...” (R2.W1.b.0450-0457.h.57) “Ya..kalo ditanya perasaan ya sedih, awak mau nikah cepat biar punya anak jugakan, tapi belum bisa...ya..kalo bisa jangan sampe ngangkat anak. Liat orang udah ada anaknya ya sedih juga...” (W3.1438-1443.h.80)
d. Coping stres Salah satu sumber stres Azis adalah melihat keinginan istrinya yang belum tercapai untuk menyelesaikan kuliahnya. Azis berusaha untuk membantu istrinya menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya serta menghubungi teman-teman istrinya agar mau membantu istrinya. “PR-PR dia dibantu semampu kita la kan, ha...apakah dengan temen dia fotocopy supaya lebih mudahkan, ataupun menghubungkan dia sama kawannya kan, minta tolong sama kawannya kan, itu ajala...” (R2.W1.b.130-136.h.50) “Tapi yang terus sugesti supaya dia bisa tenang tadi. Kita baca buku itu stres itu karena dia gak bisa menuhi keinginannya, obatnya cuma satu. Keinginannya terpenuhi stresnya hilang...sembuh...” (R2.W1.b.0142-0149.h.50) “...masalah dikasi pilihan sama diakan...kalo mau cuti cutila dulu, ya kan...besok disambung lagi, taun depan mungkin udah sehat, saya
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
pikir-pikir nanti kalo dia cuti kawan-kawannya gak ada, kawan dia yang dekat sama dia pada pigi semua. Ha...siapa kawan dia yang bisa bantuin nanti kalo ada masalah. Jadi saya bilang udahla, kuliah ajala...” (R2.W1.b.170-180.h.50-51) Sewaktu mengetahui istrinya menderita skizofrenia, Azis berinisiatif untuk memberikan air putih yang dibacakan ayat Al Quran kepada istrinya. Menurutnya obat medis yang diberikan dokter sangat berbahaya bagi organorgan tubuh yang lain sehingga Azis memberikan suplemen tambahan yang terbuat dari bahan alami. “Yang pertama kita berdoa sama Allah, jangan panik dulu, kemudian cari obat, itu reaksi kita, tetap berdoa sama Allah , itu aja, mau ngapain lagi...” (R2.W1.b.0437-0441.h.57) “Yang pertama saya kasi air putih, saya bacakan Al-fatihah, Yasin, Al Iklhas, Al Mujatain, saya berdoa ya Allah sembuhkanlah, karena air yang didoain itu berpengaruh.” (R2.W3.b.1151-1155.h.73) “...dikasi obat dia di sugesti dengan air putih yang diberkahi, dibacain segala macam, kemudian dari herbanya kita pake yang alami kan udah lama dia mengkonsumsi obat yang efek sampingnya besar sekali dia, ke ginjal, ke hati, otak jadi bodoh, tumpul, kemudian banyak mengkonsumsi obat tidur ya saya coba herba, segala macam saya coba, akhirnya saya temukan habatussoda ini dari herba pengganti obat tidur. Habatussoda dicampur dengan minyak zaitun dan madu.” (R2.W1.b.235-249.h.52) Masalah
terus
menerus
muncul
semenjak
istrinya
menderita
skizofrenia, perubahan perilaku istrinya mulai terlihat. Istri Azis mudah lupa akan suatu hal, terkadang ia lupa akan apa yang harus dikerjakannya. Azis juga tidak mau lagi menyampaikan terlalu banyak pesan pada istrinya karena walaupun Azis selalu berusaha mengingatkan istrinya adakalanya ia sampai memarahi istrinya agar istrinya tidak .
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“...kadang abang marahin juga, tapi ya itu untuk mengejutkan dia, yang kayak gini gak boleh kita halus terus, nanti dia akan halus kalo kita halus, tapi tarik ulur dia, sekali-sekali aja...” (R2.W1.b.0286-0291.h.53) “Ya...jangan banyak kali pesanan. Atau ditulis, kan gitukan, pokoknya jangan buat permintaan la...yang harus begini yang harus begitu nantikan diakan lupa, kalo dia lupa takutnya awak juga yang marah, yang dipeseni pun gak tau, jadi kuranginla pesannya...” (R2.W1.b.0294-0354.h.54) Melihat istrinya yang tidak bisa tidur Azis mencari jalan keluar agar istrinya mau tidur. Pertama sekali Azis menyuruh istrinya untuk tenang dan menceritakan masalahnya. Kemudian Azis memberikan suplemen agar menenangkan pikiran istrinya supaya bisa beristirahat. “...duduk-duduk abang suruh duduk minum obat dulu. Ha...itu dia. Itu aja. Kalo udah mondar-mandir gitukan ditanya “apa yang dipikirkan, masalah apa itu kok bingung kali, apa jalan keluar...” (R2.W1.b.0349-0354.h.54) “...saya kasi obat herba ini.” (R2.W3.0792.h.) Solusi yang hampir mirip juga dilakukan Azis jika melihat kondisi istrinya tidak stabil yang bisa berubah dari sehat ke sakit hanya dalam hitungan jam. Meskipun pada awalnya Azis akan menanyakan masalah apa yang sedang dihadapi istrinya, setelah mengetahui solusi tersebut kurang efektif Azis memutuskan untuk mencari sendiri terlebih dahulu apa yang menjadi masalah. Setelah menganalisa bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan barulah ia bertanya kepada istrinya. “...cepat itu menangananinya ya, abang tanyanya cepat, kenapa? Ginigini. Ada yang salah rupanya abang ini? Gini-gini, atau ada yang salah ngomongnya. Atau di kampus ada masalah. Kalo sekarang nangis abang diamin dulu, hehe, cari akal dululah. Abang biarkan dulu.” (R2.W2.b.0649-0656.h.62)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“...karena gak tau kita nanti memikirkan jalan keluarnya, tapi kalo kita diam dulu sejenak, kita nyantai dulu kita berpikir, kita koreksi lagi, apa sih kok nangis dia ini ya. Aku salah gini ya, aku tersinggung apa tadi. Kalo dia nangis langsung ditanya dia pun gak tau jawabnya, nangis aja, makanya kita mikir sendiri dulu. Kalo kita merasa gak salah barulah tinggal tenang aja tanya.” (R2.W2.b.0660-0671.h.62) Masalah lainnya adalah ketika istrinya tidak mau makan secara teratur atau menginginkan makanan yang tidak baik bagi kesehatannya. Menghadapi masalah ini pada awalnya Azis berusaha melarang istrinya agar tidak memakan makanan yang tidak sehat tersebut dan menggantinya dengan madu. Akan tetapi istrinya tetap tidak mau makan hingga kondisinya semakin menurun. Akhirnya Azis menyerah dan membiarkan istrinya memakan makanan yang ia inginkan. “...udahla abang kasi madu aja.” (R2.W2.b.0846-0847.h.66) “Tapi sekarang terserahla kalo mau makan bakso ya makan daripada gak makan. Nanti pernah juga dia gak mau makan karena mau makan bakso tapi jam 12, kan gak adakan, bakso kan jam 4. Gak ada bakso gak makan. Terakhir kalo dia mau bakso beli baksola...daripada dia sakit lagi.” (R2.W2.b.0848-0856.h.66) Menanggapi istrinya yang tidak bisa beraktifitas ketika kondisinya menurun Azis memakluminya, yang penting bagi dirinya adalah kesembuhan istrinya. “...kalau gak seperti itu abang udah maklum aja...” (W2.704-705) Azis juga menggantikan posisi istrinya dengan mengerjakan semua pekerjaan rumah dari mulai mencuci baju, mencuci piring hingga
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
membersihkan rumah yang tidak bisa dikerjakan istrinya. Penambahan tugas untuk menyediakan semua kebutuhan istrinya juga dilakukannya agar istrinya cepat kembali ke kondisi sehat. “Saya bantu kerjaan dia nanti, supaya gak apa, nyuci-nyuci pun dibantukan, ataupun apa gak usah lagi yang muluk-muluk permintaan tadi, yang sederhana.” (R2.W2.b.1006-1010.h.70) “...contohnya kalo ada cucian kita yang bantu nyuci...ya kan..ha..bersihbersihkan kamar entah piring berserakan, kan gitu. Ya...dia jadi ratu dulu, tidak boleh diapa kalo kondisinya seperti itu, gak boleh tertekan, pokoknya semua aktifitas dia tu kita ambil semua yang biasa dikerjakan dia. Prnya pun kalo bisa abang kerjakan semua kalo ngerti...sayangnya gak bisa...ada basicnya kan...kalo ngetik-ngetik aja bisa, tapi kalo suruh mencari kan payah...ha itu dia. Kalo yang macam istilahnya kalo dia sakit obat dia harus dicukupi, ambil obat, vitamin, harus diopeni, nanti bangun tidur langsung buatkan itu. Madu, campur sari ya dibuatin, makan tadi pun kalo bisa disuapin disuapin. Itu tadi...itu kondisi sakit...” (R2.W2.0871-0890.h.67) Tugas baru Azis sebagai suami adalah menjadi caregiver bagi istrinya yang menderita skizofrenia. Tugas ini diterima Azis dengan ikhlas dan berusaha mengerjakannya sebaik mungkin. Azis berusaha memenuhi dan melayani kebutuhan istrinya serta mengawasi semua perilaku istrinya. “Ya kita juga sudah ridho inilah yang menjadi bagian saya, harus diterima dengan lapang dada.” (R2.W3.b.1162-1164.h.74) “...udah takdir mana bisa gak mau. Ya balek tak balek udahla pasrah aja, kalo gak ikhlas kita tambah sakit. (R2.W2.b.1124-1127.h.72) “Seperti biasa, kalo makan, makan, minum, minum, makan obat, makan obat, waktunya tidur-tidur.” (R2.W3.b.1197-1199.h.74) “Termasuk obat. Obat itu kalo gak kita sediai gak dimakannya, gak diminumnya. Stres gak itu? Makan nanti kalo gak disuruh makan atau
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
diambilkan gitu malah gak makan nanti. Udah makan dia semua baru awak pigi...nanti makan siang gitu juga, ayok makan, udah dimakannya nasi dia kasi obatnya baru awak pigi lagi, hahaha...”nah makan dulu nah, sini-sini, ini dibuatin minum” itula dia, seperti itu dia...” (R2.W2.b.0912-0924.h.68) “...sudah biasa, udah menjadi bagian hidup, tanggung jawabkan...namanya dia sakit, pokoknya kalo suami istri ini kalo istri sakit dampaknya sama suami.” (R2.W2.b.0927-0931.h.68) Azis juga selalu memberikan perhatian dan semangat bagi istrinya agar segera sehat kembali. “...suami saya tetap memberikan perhatian penuh, memberikan motivasi agar dia mau sembuh, dalam artian yah melawan penyakitnya.” (R2.W3.b.1006-1010.h.78) Menjadi caregiver bukanlah suatu tugas yang mudah, tidak jarang Azis di uji kesabarannya dalam berbagai situasi. “...tapi ya saya kembalikan kok sombong kali saya ngerasa repot, semua inikan kehendak tuhan, rezeki itu sudah ada tinggal menjalani aja kok.” (R2.W1.b.0544-0548.h.59) “Menggantiin posisi dia, ha...sebagai suami itukan kerja, misalkan semua aktifitas diakan terhentikan sabarla...jangan mudah emosi...kemudian dalam mencari obat juga. Pokoknya semua harus sabar, dalam segala hal harus sabar memang, termasuk tadi, sabar dalam beradaptasi, kemudian sabar untuk tidak berpikir yang negatif...ya...cari obat jangan salah, eceknya cari sana, entah pigi ke dukun ah, harus sabar, ya pokoknya ikut terus, kalo emang harus ke dokter ya ke dokter. Ikuti prosedurnya, sabar dia, ke dokter besok ke dokter kita ya kan...beli obat juga, pokoknya semua dengan pelanla, sabar, jadi payah kali memang kalo jalani ini sampe payah ceritakan sabarnya gimana. Sabar dalam kena musibah, inila dia, inikan musibah, saya harus sabar, sabar juga dalam mencari jalan keluar untuk masalah harus sabar juga kan.” (R2.W2.b.0976-0999.h.69)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Stres tidak bisa dihindari Azis, untuk meredakan stresnya ia memilih untuk beribadah dan pasrah kepada Tuhan. “Satu...berdoa ya...tahajud, pasrah aja “ya Allah terserahla, minta terbaik aja” pokoknya kalo udah usaha tinggal doa aja, gak ada yang lain. Obat stres itu obatnya satunya...kita harus bisa menarerima apa adanya, pasrah, o...ini sudah menjadi bagianku kok. Itu aja, abang punya prinsip itu aja. Kemudian yah...kita inikan pasti ada hikmahnya nanti, kita ini lagi latihan...” (R2.W2.b.0946-0956.h.68-69) Azis memerlukan berbagai sumber informasi untuk mengetahui bagaimana cara merawat dan mengatasi istrinya menderita skizofrenia. Membaca buku, menonton acara televisi yang membahas mengenai penyakit mental, browsing internet, dan berkonsultasi dengan dokter dilakukan Azis sebagai referensi untuk merawat istrinya. “...yang pertama ke psikiater dulu, apa yang menjadi saran dokter tadi dilaksanakan...herba, terus banyak baca bukula, buku yang berkaitan dengan ini...penyakit dia inikan, skizofrenia seperti apa, karena apa rupanya karena cemas. Nonton Tvla, apalagi abis subuh itu ada acara bengkel hati yang kasitau kalo orang kayak gini sebabnya ini. Kemudian nelpon dokter, tapi dokter yang bagian herba. (R2.W3.b.1308-1319.h.77) “...abang lacak-lacak juga di internet, sambil-sambil saya ambil saya baca. Pernah abang dapat berpikir positif, abang baca abang kasitau sama dia. Jadi kalo kita berpikir negatif hasilnya negatif terus. Berpikirla positif jangan kita pikiri kelemahan kita, tapi liat kelebihan kita ha...jangan fokus kepada kelemahan, fokusla pada kelebihan, itu aja. Kalo internet agak jarang yang sering baca buku, kayak La Tahzan itukan, buku-buku apala, herba-herba. Saya suka buku herba itu yang ada insomnianya...” (R2.W3.b.1335-1350.h.77-78) Tidak hanya itu, Azis juga melakukan observasi dengan datang ke rumah sakit jiwa dan menanyakan masalah-masalah individu yang mengalami penyakit yang sama seperti yang dialami istrinya.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“Memperhatikan kalau lagi sakit gimana, tingkahnya apa, apa yang bisa kita lakukan, apa aja dibuatnya, jadi kalau tiba-tiba sakit lagi udah tau cara ngadapinnya.” (R2.W3.b.1422-1426.h.79) “Untuk mengetahui kondisi kita ini saya sering main ke “Turki”. Tuntungan belok kiri. Apa yang dialami mereka kita cerita gini-ginigini.” (R2.W1.b.0371-373.h.55) “Ya itu sudah menjadi tanggung jawab saya, kan gitu kan. Ikutin aja arusnya jangan dilawan. Jangan dilawan-lawan, kalo harus berobat harus berobat.” (R2.W1.b.0468-0473.h.57) Menggunakan waktu kerja untuk merawat istri adalah hal rutin yang selalu dilakukan Azis ketika kondisi istrinya menurun. Azis sangat bersyukur pekerjaannya tidak terikat sehingga ia bisa segera menghubungi teman kerjanya untuk memberitahu bahwa istrinya sedang sakit dan ia tidak bisa bekerja selama beberapa hari hingga kondisi istrinya kembali normal. “Nah, kalau kondisinya dia sakit agak lebih diperhatikanla, lebihla perhatiannya, untung saya kerjanya gak terikat, jadi kalau dia minta saya dirumah aja ya dirumah , walaupun agak litak.” (R2.W3.b.1203-1208.h.75) “...abang hubungi kawan kerja, biar dia apain semuanya. Saya bilang aja “istri sakit saya gak tau entah kapan bekerja lagi” udah gitu aja, dia taunya itukan, udah ngerti dia.” (R2.W3.b.0881-0885.h.75-76) Masalah lain yang dihadapi Azis adalah masalah pengeluaran biaya yang tidak sedikit untuk mengobati istrinya. Azis sering merasa khawatir dan cemas menghadapi masalah ini. Ia menyadari bahwa sebagai makhluk Tuhan tidak boleh sombong sehingga ia berusaha ikhlas.
“...kalau timbul perasaan gak nyaman saya kembalikan ke Allah tadi, inilah takdir aku, bukan kayak pacaran, pacaran dulu kalau pusing di
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
buatnya, di suruh-suruhnya tinggal putusin aja, kan begitukan. Punya istri ni beda lho. Abang cerita sama dia dulu kalau abang punya pacar dia telponin setiap hari, suruh datang ke rumah, gak mau abang itu, kecuali dia lagi sakit, sekarang istri sakit pula, bisa gak diputusin? Gak kan, gak bisa diputusin aja cari yang lain, harus sadar, inilah bagianku tadi, ridho...” (R2.W3.b.1171-1186.h.74) “...tapi kalo macam gitu tau rupanya kau besok akan hidup? Besok ada lagi tu keringanan dari ALLAH, makanya jangan takut.” (R2.W1.b.0562-0566.h.59) “...liat keadaan kayak gini, uang keluar lagi...entahla. tapi ya lagi-lagi abang balekkan kalo ini udah ridho Allah.” (R2.W3.B.1000-1003.h.78)
Jalan keluar tetap berusaha dicarinya, Azis menukar obat medis dengan suplemen kesehatan yang harganya lebih murah. “Kita cari yang buat kondisi gak bagus apa, o.. rupanya kalo tidurnya bagus ada masalah kita support aja, vitamin banyak masukla paling gak madu 1 hari 180 gr 1 kg seminggu lebih. Saya pake obat herba ini masalah harga juga... (R2.W1.b.0381-0388.h.55) Ternyata usahanya belum berhasil, karena istrinya tidak bisa tenang jika tidak diberi obat medis. Azis memberikan obat medis dan suplemen kesehatan. Untuk mengatasi masalah ini Azis memutuskan menggunakan uang tabungannya walaupun terasa berat, ia berpikir bahwa lebih baik uang tersebut digunakan untuk kesembuhan istrinya sebelum bertambah buruk. “Cuman kan apa yang ada aja, balek-balek yah masi ada kok...yah pake ajala, kan gitukan untuk apa disimpan-simpan, tau-tau besok ada rezeki yang laen, itu memang selalu menghantui itu, karena obatnya kan mahal-mahal. Jadi sekarang tambah herba, obat lagi tambah double, kalo dulu obat ajakan, sekarang madunya lagi, udah hampir imbang itu biayanya...” (R2.W2.b.1021-1031.h.70)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“...yang jelasnya jadi harus menggunakan uang tabungan, terus...terus dia. Belakangan ini itu aja la. Kalo gak awak keluarkan nanti lebih parah lagi awak yang nanggung...bagus sekarang ajala. Mudahmudahan jadikan pahala setelah nantila...” (R2.W2.b.1081-1088.h.71)
Meskipun kondisi istrinya saat ini sudah mulai menunjukkan kemajuan, Azis tetap khawatir sewaktu-waktu ada berita yang memicu istrinya untuk stres. Ia menutupi berita tersebut agar istrinya tidak stres. “...itula kadang-kadangkan sering kami seloroh sama dia “ini kalo abang jujur gak percaya, abang bohong malah percaya” kan kadang gitukan, awak jujur gak percaya, awak bohong percaya...ahhaha...kan awak bingung, supaya percaya awak bohongi aja.” (R2.W3.0919-0927.h.76-77) Keinginan Azis yang belum terwujud yaitu untuk memiliki keturunan berusaha diterima Azis dengan lapang dada. Azis yakin jika Tuhan tidak memberikannya keturunan pada saat ini dikarenakan itu bukanlah yang terbaik. Azis tidak berhenti berusaha mewujudkan keinginannya ia mengganti obat medis dengan suplemen kesehatan berharap agar suatu saat Azis dan istrinya bisa mendapatkan keturunan. “...saya berdoa sama Allah minta kalo emang ini yang terbaik ya saya harus jalani, kita gak taukan apa yang nanti terjadi kedepan. Mungkin aja saat ini bukan waktu yang bagus buat kami...tapi..saya ini, yah yang saya bilang sama adek waktu itu, perlahan-lahan obat dokternya diganti pake herba, biar gak banyak kali obat itu, banyak makan obat pun jadi bodoh.” () Masalah-masalah yang sedang dihadapi Azis semenjak istrinya menderita skizofrenia mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“...misalkan supaya ya gimana ya, disuruh berobatla, kemudian nyuruh dia supaya minum obat...” (R2.W1.b.0361-0363.h.54) “...mereka memberikan support yang positif, paling-paling kalo jumpa saya sabar ya sabar...” (R2.W1.b.0404-0406.h.55) 3. Responden III a. Hasil observasi Toni (nama samaran) adalah seorang pria paruh baya yang berwajah bulat dengan tinggi sekitar 175 cm dan berat 85 Kg. Ia berkulit hitam dan memiliki kumis yang cukup tebal di wajahnya. Sekitar dua tahun yang lalu Toni mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dirinya menderita stroke. Semenjak peristiwa tersebut Toni memiliki masalah dengan kaki kirinya sehingga ia tidak bisa berjalan dengan normal. Peneliti mengenal Toni di sebuah Rumah Sakit Jiwa Negeri Medan. Pada saat itu peneliti sedang mencari informasi mengenai pasien wanita skizofrenia yang ditemani suaminya saat melakukan kontrol ulang. Perawat yang bekerja di rumah sakit memberitahu peneliti bahwa Toni memiliki istri skizofrenia. Peneliti langsung memperkenalkan diri dan menyatakan tujuan peneliti. Toni dengan senang hati mau membantu peneliti, tetapi ia tidak bersedia di wawancara di rumah. Oleh karena itu peneliti dan Toni sepakat untuk melakukan wawancara di rumah sakit setiap kali Toni menemani istrinya. Wawancara pertama berlangsung di rumah sakit jiwa negeri tempat pertama kali Peneliti dan Toni bertemu. Wawancara berlangsung pagi hari
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
ketika Toni mengantarkan istrinya untuk kontrol ulang di rumah sakit tersebut. Pada saat Toni sampai di rumah sakit ia langsung menyapa peneliti. Peneliti mengikuti Toni untuk mencari tempat wawancara yang nyaman. Wawancara dilakukan di ruang tunggu tempat pengambilan status pasien rumah sakit. Ruang tunggu tersebut terletak di sebuah jalan menuju bangsal tempat rawat inap pasien rumah sakit, sehingga banyak orang yang lalu lalang. Ruang tunggu terdiri dari empat buah kursi berwarna biru yang posisinya berhadap-hadapan, jumlah kursi sebanyak delapan buah. Di samping kanan kursi terdapat sebuah ruangan. Peneliti duduk di kursi kedua dan Toni di sebelah peneliti. Dihadapan peneliti dan Toni ada seorang ibu dan seorang pria. Saat wawancara dimulai Toni duduk menyandar pada kursi, ketika peneliti mulai mengajukan pertanyaan Toni memajukan badannya. Ketika berkomunikasi Toni sering berhenti berbicara sebentar dan dalam menjawab pertanyaan Toni terbata-bata dan terkadang cukup lama dalam menjawab pertanyaan. Sesekali Toni meminta peneliti mengulang pertanyaan. Ketika berpikir mengenai jawaban akan pertanyaan mata Toni menghadap kedepan, tetapi setelah ia mengetahui jawabannya ia melakukan kontak mata dengan peneliti. Sepuluh menit setelah wawancara dimulai Toni mengangkat kaki kirinya. Ia sering terhenti dalam menjawab pertanyaan ketika ada orang yang lewat dihadapannya. Beberapa orang yang lewat berhenti sebentar untuk memperhatikan peneliti dan Toni. Tiga puluh menit kemudian Toni
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
bersandar lagi di kursinya, ia mulai menunjukkan ekspresi wajah serius, terutama ketika peneliti meminta Toni menceritakan mengenai perilaku istrinya yang menurutnya cenderung aneh. Toni sesekali tertawa saat menceritakan masalah pekerjaannya. Beberapa pertanyaan peneliti yang berhubungan dengan perilaku istri Toni terhadap anak-anaknya dijawab Toni dengan ekspresi wajah yang berbeda. Toni cenderung memperlihatkan wajah muram dan tatapannya lurus kedepan tanpa melihat peneliti. Menjelang akhir wawancara posisi duduk Toni sudah maju kedepan lagi, ia meletakkan tangan di dagunya sambil menjawab pertanyaan peneliti. (2) Wawancara II Peneliti sudah mengatur janji dengan Toni untuk melakukan wawancara di rumah sakit tempat Toni menemani istrinya berobat jalan. Wawancara tetap dilakukan dirumah sakit yang sama di ruang tunggu pasien. Ruang tunggu pasien berada di luar, tempat duduk yang tersedia terbuat dari batu bata dan semen yang telah dilapisi keramik berwarna putih. Tidak begitu banyak orang yang datang pada hari itu untuk berobat, sehingga suasananya cukup kondusif untuk dilangsungkannya wawancara. Peneliti duduk bersebelahan dengan Toni. Setelah wawancara akan dimulai Peneliti duduk agak menyamping agar bisa melakukan kontak mata dengan Toni. Wawancara kali ini mengenai upaya Toni dalam melakukan coping dan memperjelas jawaban akan pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya.
Wawancara
dimulai
pada
pukul
10.00
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
WIB,
Toni
menggunakan celana kain berwarna hitam, menggunakan jaket berwarna hijau, serta memakai sepatu kulit berwarna hitam. Pertanyaan yang diajukan peneliti mengenai penilaian dirinya terhadap kondisi istrinya yang sakit dijawab dengan nada suara yang pelan. Akan tetapi pada saat menjelaskan bahwa kondisi istrinya saat ini sudah mulai membaik nada suaranya berubah menjadi lebih jelas, ekspresi wajahnya menjadi senang dan sedikit tersenyum. Pada saat menjawab pertanyaan yang berhubungan bagaimana cara Toni mengatasi suatu sumber stres ia tidak begitu cepat dalam menjawabnya, ia memikirkan mengenai jawaban akan pertanyaan tersebut. Sesekali ia juga terbata-bata dalam menjawab pertanyaan. Secara keseluruhan wawancara kedua Toni dan peneliti berjalan lancar tanpa hambatan yang mengganggu. (3) Wawancara III Wawancara ketiga peneliti dengan Toni dilakukan setelah dua minggu wawancara kedua. Seperti biasa Peneliti mewawancari Toni di sebuah Rumah Sakit Jiwa Negeri tempat istri Toni kontrol ulang. Wawancara dilakukan di ruang tunggu rumah sakit. Suasana rumah sakit pada hari wawancara cukup ramai, banyak pasien yang menunggu. Toni memakai pakaian kerja, kemeja berwarna biru muda dengan celana panjang berwarna biru tua. Toni menggunakan sepatu kulit berwarna hitam. Peneliti menyapa Toni yang baru saja datang. Sebelum wawancara dimulai peneliti dan Toni berbicara sebentar mengenai kondisi istrinya saat
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
ini. Pada wawancara kali ini Toni menunjukkan ekspresi wajah muram, Toni jarang tersenyum seperti biasanya. Peneliti menanyakan ada apa dengannya dan ia menjawab kondisi kesehatannya tidak begitu baik. Peneliti menawarkan untuk tidak melakukan wawancara pada hari tersebut, tetapi Toni tidak bersedia karena khawatir ia tidak memiliki waktu untuk di wawancara. Wawancara diawali dengan memperjelas jawaban akan pertanyaan Toni sebelumnya, kemudian Toni menjelaskannya walaupun terlihat dari wajahnya ia sedikit tidak bersemangat dalam menjawab pertanyaan peneliti. Toni duduk agak membungkuk karena tempat duduk ruang tunggu tidak memiliki sandaran. Toni sering memegang kepala dan lehernya. Toni tidak fokus dalam menjawab pertanyaan peneliti, ia sering melihat-lihat orangorang yang hilir mudik dihadapan peneliti dan Toni. Sekitar dua puluh lima menit wawancara Toni sudah mulai fokus dan menjawab pertanyaan dengan baik. Ia tidak memegang leher maupun kepalanya lagi, tetapi sesekali memegang kakinya. Perubahan posisi duduk berubah ketika Toni menjawab pertanyaan yang berhubungan apa yang ia tidak sukai mengenai perilaku istrinya ketika sakit, ia menegakkan badannya dan nada suara berubah menjadi lebih keras dan cepat. Menjelang akhir wawancara istri Toni menghampiri peneliti dan responden karena ia sudah selesai berobat dan tinggal mengambil obat. Wawancara tetap berlangsung sampai pukul 10.30 WIB. Wawancara yang
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
berdurasi lebih kurang satu jam tersebut berjalan dengan baik walaupun di awal wawancara kurang berjalan lancar.
b. Rangkuman hasil wawancara Toni adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Ia adalah seorang pria yang berusia empat puluh tahun, ia bekerja sebagai pengawas parkir. Proses pernikahan Toni dan istrinya diawali dengan proses pacaran, mereka menjalani hubungan tersebut tanpa ada paksaan dari pihak manapun hingga memutuskan untuk hidup berumah tangga. Pernikahan Toni dan istrinya sudah cukup lama sekitar lima belas tahun. Mereka memiliki tiga orang anak. Selama tiga belas Toni menjalani pernikahannya tidak pernah terlihat perilaku yang aneh ataupun yang tidak biasa seperti yang diperlihatkan oleh istrinya saat ini. Istri toni mempunyai sifat yang baik dan ramah. Dia juga suka bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Selama pernikahannya Toni dan istrinya memiliki komunikasi yang baik. Mereka suka berbagi cerita mengenai kegiatan sehari-hari dan berdiskusi tentang keadaan anak-anak mereka. Pada waktu luang Toni dan istrinya suka berjalan-jalan bersama seperti belanja bulanan, mengajak anak-anak liburan, ataupun mengunjungi sanak saudara. Dua tahun terakhir ini merupakan saat sulit yang dialami Toni. Toni mengalami kecelakaan ketika sedang berkendaraan. Kecelakaan tersebut mengakibatkan Toni menderita stroke ringan sehingga kakinya tidak bisa
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
berjalan normal dan bicaranya agak terganggu. Toni sudah melakukan pengobatan alternatif dan medis agar ia bisa sembuh. Sekitar dua bulan setelah kecelakaan istrinya menunjukkan perilaku yang tidak biasa. Istri toni mulai marah-marah tanpa alasan dan memukul Toni dan anak-anaknya. Tidak hanya itu, dia juga melakukan pengrusakan terhadap barang-barang serta mengusir Toni dari rumah. Peristiwa yang begitu cepat ini membuat Toni putus asa karena masalah datang kepadanya dalam waktu yang hampir bersamaan. Berbagai usaha pengobatan juga dilakukan Toni untuk menyembuhkan istrinya. Berbagai perilaku yang cenderung aneh diperlihatkan oleh istri Toni, dari mulai berbicara sendiri, meramal nasib orang, membakar barangbarang, curiga berlebihan, dan tidak menyukai Toni dan anak-anak mereka. Melihat perubahan istrinya Toni berkonsultasi dengan adik iparnya dan menceritakan perilaku istrinya. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa istrinya ke Rumah Sakit Jiwa untuk di rawat lebih intensif. Selama dua bulan perawatan intensif di Rumah Sakit Jiwa merupakan situasi sulit bagi Toni, dengan kondisi fisiknya yang tidak normal ia harus mengurus rumah tangga dan anak-anak sendiri. Setiap hari ia juga mengunjungi istrinya ke Rumah Sakit Jiwa bersama anak-anaknya untuk menemani istrinya. Usaha yang dilakukan Toni menunjukkan hasil. Setelah istrinya keluar dari Rumah Sakit Jiwa perilaku yang sangat menggangu seperti merusak barang-barang tidak dilakukan istrinya lagi.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Akan tetapi perubahan aktifitas terjadi dalam kehidupan rumah tangga Toni. Keluarganya lebih sering di rumah, waktu luang tidak lagi dipergunakan untuk melakukan hal-hal yang mereka senangi. Komunikasi antara Toni dan istrinya juga tidak berjalan lancar seperti sebelum istrinya sakit. Toni memahami keadaan tersebut dan berusaha agar istrinya bisa kembali seperti biasa dengan selalu mendampingi istrinya untuk melakukan pengobatan. Meskipun menderita stroke akibat kecelakaan, Toni merupakan individu yang paling berperan penting dalam kesembuhan istrinya. Toni menemani istrinya untuk berobat, menggantikan tugas istrinya seperti mengantar jemput anak dan mengurus keperluan rumah tangga lainnya. Akan tetapi dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya tidak semua pekerjaan rumah tangga bisa dikerjakannya, pekerjaan yang mudah bisa dikerjakan anak-anaknya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan Toni merupakan suatu masalah yang cukup rumit menurutnya. Mengatasi semua perubahan tersebut Toni melakukan berbagai macam usaha. Hingga saat ini ia terus berharap agar perubahan kesehatan istrinya yang sudah mulai membaik bisa terus berlanjut hingga istrinya menjadi sehat sepenuhnya. Hal itu jugala yang diharapkan Toni mengenai kondisi fisiknya. Ia ingin segera sembuh agar bisa beraktifitas seperti biasa dan menjalani kehidupannya dengan baik.
c.
Sumber-sumber stres dan proses appraisal
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Penyakit stroke yang diderita Toni adalah salah satu sumber stres utama yang dialaminya. Toni mengalami stroke akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Penyakit stroke sudah dirasakannya sejak dua tahun lalu yang mengakibatkan aktifitas geraknya khususnya bagian pada bagian kaki terbatas. “Aku sakit, udah dua kali aku di operasi karena tabrakan.” (R3.W1.b.0082-0083.h.84) “Aku kena stroke aku.” (R3.W1.b.0069.h.83) Toni tidak menyangka bahwa hingga saat ini ia belum sembuh juga walaupun sudah melakukan berbagai pengobatan. Perasaan sedih muncul sebab ia merasa membebani keluarganya dengan kondisi fisiknya yang tidak normal. “Apaya..ya aku kurasa..kok sampe kayak gini, berobatnya. Payah kurasa sekarang. “ (R3.W1.b.0110-112.h.85)
padahal udah
“...akupun sedihla..orang di rumah pun susah jadinya, kan harus ngurus aku.” (R3.W1.b.0117-0119.h.85)
Ternyata stroke bukanlah merupakan satu-satunya sumber stres Toni. Tidak lama kemudian istrinya menunjukkan gejala yang menunjukkan bahwa istrinya menderita skizofrenia. Gejala yang dilihat Toni berupa rasa marah istrinya yang tidak terkontrol hingga menyakiti Toni dan anak-anak mereka. Perasaan tidak berdaya muncul sebab ia tidak bisa melakukan apaapa karena kondisi fisiknya yang tidak baik.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“Waktu itu kalo kumat dia. Ya ngusir anak-anakla, dipukul, aku pun diusir, malam-malam waktu itu.” (R3.W1.b.0134-0137.h.86) “Banyak, diusir-usiri kami dari rumah, anakku pun diusir, dipukuli.” (R3.W1.b.0291-0293.h.91) “Mau putus asala, aku udah sakit, datang lagi istriku sakit” (R3.W1.b.0141-0142.h.86) Perubahan perilaku istri Toni menambah sumber stres Toni. Toni merasa masalah yang dihadapinya sangat rumit dan sulit karena muncul hampir secara bersamaan. Toni berpikiran bahwa dirinyalah yang menyebabkan istrinya mengalami perubahan perilaku. “Rumitla..”. (R3.W1.b.0079.h.84) “...kadang putus asala, kayakmanala, udah aku sakit datang lagi istriku kayak gitu.” (R3.W2.b.0657-0659.h.102) “...baru habis itu kena stroke lagi, itu yang membuat stres. Ibu pun karena itu stres.” (R3.W1.b.0085-0087.h.84) Selain tidak bisa mengontrol amarah, istri Toni tidak bisa tidur dan berbicara sendiri mengenai hal yang tidak masuk akal. Toni merasa heran melihat perilaku istrinya tersebut. Hal ini menyebabkan Toni merasa terganggu dan tidak bisa beristirahat, padahal Toni juga sedang sakit dan butuh istirahat. “Suka dia apa, ngomong-ngomong sendiri, tentang Tuhanla. Istriku e..suamiku Tuhan katanya, padahal kan manusia.” (R.3.W1.b.0170-0173.h.87) “Susah, sedih...ya Kayakmana ya, ck, gak taula aku...akupun gak bisa tidur. Dia mondar-mandir, gak tenangla.” (R.3.W2.b.0665-0668.h.102-103)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“...merenung-renung, kayakmanala ini, gak adil tuhan ini, aku sakit, istriku juga sakit.” (R3.W1.b.0183-0185.h.88) “Kayakmanala ya...aku putus asala aku.” (R3.W1.b.0187-0188.h.88) “Ya...heranla aku. Ehmmm....Dia ibaratnya sering ngomong-ngomong, ngomong tentang Tuhan Jesus, kau gak suamiku lagi Tuhannya suamiku.” (R3.W1.b.0176-0180.h.87-88)
Pembicaraan istri Toni yang tidak masuk akal tidak hanya berhubungan dengan Tuhan. Perasaan sedih dirasakannya ketika beberapa perkataan istrinya sering merupakan kecurigaan dan tuduhan perselingkuhan kepada diri Toni. Toni merasa yang dikatakan istrinya sangat tidak benar karena semenjak sakit sudah jarang keluar rumah tetapi istrinya tetap menuduhnya berselingkuh dengan wanita lain. “Ya..dia suka bilang aku sama cewek lain, padahal gak ada.” (R.3.W1.b.0210-0211.h.89) “Ya...kadang maula di bilang sama aku, tukang maen cewek katanya, suka curiga tapi semenjak sakit istriku” (R.3.W2.b.0617-0620.h.101) “Ya..sedihla. Dibilang kayak gitu tapi gak betul itu.” (R3.W1.b.0220-0221.h.89) “Ya sedihla, orang aku gak pernah keluar rumah.” (R3.W2.b.0622-0623.h.101) Istrinya seperti mendapatkan keahlian baru yaitu meramal. Semenjak sakit istrinya suka meramal nasib individu-individu yang berada si sekitar mereka. Setelah meramal istrinya akan menyampaikan kata-kata yang tidak masuk akal kepada tetangga, hal ini mengganggu Toni karena ia merasa
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
malu dengan perilaku istrinya tersebut. Pada saat itu Toni tidak mengerti apa yang harus dilakukannya untuk menghentikan kebiasaan istrinya tersebut karena ia merasa dengan keterbatasan fisik yang dideritanya ia tidak mampu melakukan apa-apa. “...awalnya dulu dia ngeramal-ngeramal, suka dia, umpanya kan ada orang duduk-duduk dia suka.” (R3.W1.b.0230-0233.h.89) “Ngomong yang aneh-anehla, malu aku. Dia ngomong di banyakbanyak orang.” (R3.W1.b.0244-0246.h.90) “Apala...gak ngerti juga aku liatnya. Keluar-keluar dia bilang kayak gitu sama orang. Aneh-aneh...” (R3.W1.b.0249-0251.h.90) “Gak ngerti aku...ya...sedihla. karena aku sakit apa...istriku jadi sakit juga.” (R3.W1.b.0260-0262.h.90) Masalah lain yang mengganggu Toni adalah istri Toni sering tidak mendengarkan lagi perkataan yang disampaikan Toni. Padahal sebelum sakit mereka sering berbagi cerita satu sama lain. Saat ini istri Toni sering mengabaikan ucapan Toni dan terkesan tidak menghargai Toni lagi. Toni merasa sangat tidak nyaman dengan perilaku istrinya, ia merasa kesal dengan ucapan-ucapan yang disampaikan istrinya. “Aku udah malas ngomong (R3.W3.) “Ya...kayakmana la ya, dari gelagatnya benci sama aku.” (R3.W1.b.0199-0200.h.88) “...Kayak, sepele.” (R3.W1.b.0203.h.88) “Aku ngomong pun gak di dengarnya.”
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
(R3.W1.b.0212-0213.h.89) “Kayakmanala ya, malasla ngomong. Habis kalo ngomong aku gak ditanggapi.” (R3.W3.b.0933-0935.h.111) “Ya aku ngomong gak ditanggapin, kubilang kayak gini, kayak gak suka dia, gak suka dia apa yang aku bilang itu. Kesalla.” (R3.W3.b.0940-0943.h.111) Perasaannya semakin sedih manakala di tengah-tengah situasi tersebut istrinya mengajukan permintaan cerai. Ucapan tersebut tidak hanya sekali disebutkan oleh istrinya hampir setiap ia marah mengucapkan hal tersebut. Tidak jarang istri Toni tidak mau mengurus anak-anak dan meminta Toni untuk mengurus sendiri anak-anak mereka. Toni berusaha mengerti pernyataan tersebut muncul akibat penyakit skizofrenia yang diderita istrinya. “Ya...sempatla aku dibilang ceraikan aku katanya.” (R3.W1.b.0272-0273.h.90) “O..sama akula dibilang “urus anakmu ini” katanya. Kalo biaya sama anakmu ini kau yang berpikir katanya.” (R3.W2.b.0348-0351.h.93 ) “Ya..sedihla, aku udah sakit tiba-tiba dia bilang kayak gitu, tapi gak, gak, gak apa, setengah hati dia ngomong gitu.” (R3.W1.b.0276-279.h.91) “...sedihla Dia kan stengah hati, tapi ya sedih juga dengarnya, aku sakit gak bisa ngapa-ngapain, dia bilang pulak lagi itu.” (R3.W1.b.0354-0358.h.93) Konflik yang dialami Toni dan istrinya terkadang disertai dengan pemukulan yang dilakukan istri Toni kepada dirinya. Hal ini menimbulkan rasa kesal, apalagi Toni merasa dia tidak melakukan kesalahan, walaupun pada saat itu Toni sudah merasakan ada yang berbeda dari istrinya.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“Ya aku ditampari” (R3.W1.0151.h.86) “Ah..apa ya..kurasa yang ada lainnya ini.” (R3.W1.b.0154-0155.h.87) “Ya kesal juga, tiba-tiba gak ada aku salah ditampar.” (R3.W1.b.0159-0160.h.87) Perilaku merusak barang juga diperlihatkan istri Toni ketika ia sedang marah. Istri Toni membakar semua barang-barang yang ada di dalam rumah. Barang-barang tersebut dibakar di halaman depan rumah meraka. Perasaan tidak nyaman dan takut muncul melihat apa yang dilakukan istrinya, karena tidak hanya mengganggu ketenangan mereka tetapi juga lingkungan sekitar. “Suka dia membakar barang...” (R3.W1.b.0323.h.92) “Baju kami semuala, dibuangi, dibakar di depan rumah.” (R3.W1.b.0328-0329.h.93) “Kayakmanala ya...gak bisa kutahan. Takut kalau dia bakar apa.” (R3.W1.b.0334-0335.h.93) “Kayakmanala ya...aku putus asala aku.” (R3.W1.b.0187-0188.h.88) “Takutla, kalo ada kebakaran, gak tau aku apa aja dibakarnya, yang kunampak cumak baju, tapi takut jugala aku.” (R3.W1.b.0339-0342.h.93) Skizofrenia Paranoid yang dialami istri Toni mengakibatkan istrinya terkadang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti biasanya, terutama ketika istrinya menunjukkan perilaku agresif hingga melakukan pengrusakan pada barang-barang. Perilaku yang sudah mengganggu keluarganya tersebut mengharuskan istrinya untuk di rawat inap di Rumah Sakit Jiwa. Selama istrinya tidak di rumah Toni harus beradaptasi dengan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
situasi rumah yang berantakan dan tidak terurus sebab tidak ada orang lain yang mengurus rumahnya. Anak-anak Toni tidak bisa membantu banyak sebab mereka juga sekolah, sedangkan Toni yang mengalami stroke tidak bisa banyak beraktifitas. “Masik, nyiapin makanan, bersihkan rumah. Tapi kalau lagi sakit, gak mau dia itu.” (R3.W2.b.0404-0406.h.95) “Ya akula, tapi ya gitu. Aku pun sakit, gak bisa banyak kerja. Rumah ya gitu-gitula. Anak-anak pun kadang makan kadang gak, tapi orang itu ngerti kondisi ibuk.” (R3.W2.b.0501-0506.h.98) “Kalau sakit dibiari aja semua...” (R3.W3.b.0761.h.106) Pekerjaan rumah tangga yang terkadang tidak dikerjakan istrinya menimbulkan stres pada Toni, karena tidak hanya situasi di dalam rumah yang tidak diperhatikan tetapi juga anak-anak mereka, walaupun Toni mengerti situasi tersebut akibat penyakit istrinya, sehingga ia tidak mengharuskan istrinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. “Ya udahla, yang sakitnya dia itu...daripada e...daripada tambah kumat nanti biarkan aja...” (R3.W2.b.0411-0414.h.95) “Aku, aku kasian juga, apalagi liat anak-anakla, gak ada yang urus, tapi ya...dia abis itu sehat lagi. Apa, apa namanya, kadang-kadang aja.” (R3.W2.b.0417-0425.h.95) “Stresla aku, rumah entah kayakmana tapi kudiamkan aja.” (R3.W2.b.0423-0425.h.95)
Pembagian waktu antara keluarga dan pekerjaan merupakan salah satu sumber stres Toni. Semenjak kondisi fisiknya tidak normal dan istrinya
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
menderita skizofrenia, ia harus membagi waktu antara pergi untuk berobat dengan pekerjaan. Penambahan tugas juga dialami Toni, Toni harus mengantar anak-anaknya pergi dan pulang sekolah Toni harus bisa mengambil jam kantornya agar bisa melakukan aktifitas tersebut. Ia tidak mau teman-temannya mengetahui ia mengambil waktu untuk menemani istrinya ke rumah sakit, sebab Toni merasa penyakit istrinya merupakan suatu hal yang membuat malu.
“...kayakmanala aku, curi-curi waktula...” (R3.W3.b.0786-0787.h.107) “e..e..apalah ya, paling yah itulah, mesti kawani dia ke rumah sakit, antar anak, yah kerjaanku pun udah berkurang. Waktu kerja berkurang...” (R3.W3.b.0859-0862.h.109) “Susahla...tapi gak apa-apa itu, biar sembuh istriku.” (R3.W3.b.0803-804.h.107) “...gak kukasi tau, apalagi sama kawan-kawanku, istrikukan, malu, malu..itula..kadang curi-curi waktu ya takut jugak ketauan, pasti dimarahinla aku.” (R3.W3.b.0789-0793.h.107) “Ya malula kalo apa, tau kawan-kawan, e..istrinya gila katanya, padahal namanya jugak sakit kan...” (R3.W3.b.0796-0799.h.107) Perasaan lelah karena harus mengurus keluarganya terutama istrinya juga muncul, ditambah lagi dengan stroke yang diderita Toni membuat ia merasa sangat terbebani dengan semua masalahnya. “e..cemana ya..aku pun gak tau, ya ini cobaan.” ()
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“Ya itula. Akupun di urus juga, aku pun gak bisa ngapa-ngapain, kena stroke aku. Aku agak capek juga, kapan aku sembuh, dia pun kapan, itula...” () d. Coping stres Berbagai sumber stres muncul dalam kehidupan Toni. Diawali dengan penyakit stroke yang dialaminya yang kemudian diikuti dengan penyakit skizofrenia yang diderita istrinya. Sebagai individu Toni telah melakukan penilaian terhadap suatu situasi stres yang akhirnya memerlukan suatu solusi untuk diselesaikan. Untuk mengurangi sumber-sumber stresnya Toni melakukan usaha coping yaitu usaha individu untuk melakukan perubahan atau mengatasi suatu sumber stres. Stroke yang diderita Toni mengharuskan dirinya harus melakukan pengobatan alternatif. Pengobatan medis juga dilakukannya agar kondisi fisiknya bisa kembali normal, diikuti dengan terapi fisik untuk mempercepat kesembuhannya. “...dukun patah, dua kali aku di dukun patah, dua kali aku di operasi.” (R3.W1.b.099-101.h.85) “Berobatla...” (R3.W1.b.0124.h.85) “Ya abis operasi itu aku makan obat. Sekarang terapi aku sekali seminggu di Pringadi” (R3.W1.b.0127-0129.h.85) Setelah Toni mengalami stroke, beberapa bulan kemudian istri Toni menunjukkan berbagai perilaku yang menurut Toni aneh karena berbeda dari perilaku istrinya sehari-hari. Perubahan perilaku pertama sekali ditunjukkan dengan mengusir Toni dan anak-anak mereka. Pada peristiwa
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
tersebut Toni tidak melakukan apapun, ia merasa tidak berdaya hingga akhirnya memutuskan untuk mengungsi ke rumah tetangga untuk sementara waktu. “Mau putus asala, aku udah sakit, datang lagi istriku sakit” (R3.W1.b.0141-0142.h.86) “Kami ke rumah tetanggala. Aku gak bisa ngapa-ngapain, aku sakit.” (R3.W1.b.0316-0317.h.92) Menjadi target perilaku agresif istrinya memerlukan kesabaran lebih untuk mengatasinya. Toni pada awalnya berusaha melawan, melihat istrinya yang semakin marah ia memilih untuk diam, hal ini dianggapnya bisa meredakan kemarahan istrinya. Keterbatasan fisik juga dirasakan Toni sebagai penghalang untuk mengatasi perilaku agresif istrinya. “Pertamanya kulawan juga, tapi makin marah dia. Diam ajala aku. Akupun gak bisa banyak gerak. Sabarla.” (R3.W1.b.0163-0166.h.87) Istri Toni juga berbicara sendiri pada larut malam hingga ia tidak bisa tidur merupakan salah satu sumber stres yang tidak bisa diatasi Toni. Toni merasa tidak berdaya mengatasi masalah tersebut dan menyatakan bahwa Tuhan tidak adil pada dirinya karena memberikan cobaan dalam waktu yang hampir berdekatan. “Kayakmanala ya...aku putus asala aku...” (R3.W1.b.0187-0188.h.88) “Cemanala ya...ya..gitula...akupun sakit juga, gak bisa buat apa-apa aku. Kok gak adil tuhan itu. (R3.W1.b.0190-0192.h.88) Mencurigai Toni berselingkuh dengan wanita lain sering diucapkan oleh istrinya, Toni berusaha mengontrol dirinya agar tidak marah
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
mendengar perkataan istrinya yang menurutnya tidak benar. Sesekali ia tidak tahan dan menanggapi perkataan istrinya yang akhirnya memunculkan pertengkaran hingga Toni dipukul istrinya, menghadapi semua itu Toni tetap sabar. “Kubilangla...gak ada itu. Tapi kadang kudiamin aja. Kadang mau juga kulawan-lawan.” (R3.W1.b.0224-0226.h.89) “Ya kadang aku diam ajala, kadangku jawab-jawab dia, “gak ada itu” kubilang, tapi dia gak yakin. Kalo dilawan ngamuk dia. Pernah aku dipukuli, aku diam aja” (R3.W2.b.0626-0631.h.102) Untuk mengatasi istrinya yang meramal nasib orang-orang disekitarnya Toni tidak membolehkan istrinya keluar rumah lagi supaya istrinya tidak membicarakan hal yang tidak masuk akal kepada orang lain. “Kusuruh dia di rumah. Sekarang kami dirumah seringnya. Biar gak pigi-pigi dia. Ngomong yang a...aneh-aneh.” (R3.W1.b.0265-0258.h.90) Beberapa sifat dan perilaku istri Toni berubah, istri Toni sekarang tidak mendengarkan perkataan yang disampaikan Toni, Toni yang merasa diremehkan dan tidak dihargai mencoba memahami situasi ini dengan diam dan bercerita mengenai masalahnya kepada tetangga yang mengerti dengan situasi istrinya. “Ya diamla aku, aku sakit datang lagi istriku sakit, kayak itu pikiranku. o...kadang aku dirumah ngomong sama tetangga, cerita” (R3.W3.b.0946-0949.h.111) “...yang ngerti situasinyala...aku cerita situasi ini sama diala” (R3.W2.b.0588-0590.h.101)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Ketika istri Toni meminta cerai, Toni tidak begitu menanggapinya, sebab ia mengetahui hal itu karena istrinya sedang menderita gangguan psikologis. Apabila istrinya marah karena tidak ditanggapi, Toni meminta bantuan dari anak adik iparnya untuk meredakan amarah istrinya. Anak adik ipar Toni pernah digigit akibat berusaha menenangkan istri Toni yang sedang marah. “Diamla aku, kalo ngamuk dia kupanggil anak lae ku dari pajak, dia pun pernah digigit.” (R3.W1.b.0279-0281.h.91) Istri Toni yang membakar barang-barang di halaman rumah mereka berusaha dihentikan Toni dengan meminta bantuan dari tetangga untuk memadamkan api agar tidak terjadi kebakaran “Tetangga kupanggil untuk menghalang-halangi api.” (R3.W1.b.0336-0337.h.93) Toni berusaha mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri, walaupun tidak banyak yang ia kerjakan. Ia memutuskan untuk tidak memaksa istrinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga apabila istrinya tidak mau akibat istrinya tidak suka apabila disuruh. “Pernah kusuruh istriku, tapi marah-marah dia, jadi sekarang, sekarang ya gitu-gitula...” (R3.W2.b.0433-0436.h.96) “Yang bisa kukerjain ya kukerjain. Yang namanya istri sakit ya akula yang gantikan.” (R3.W2.b.0438-0440.h.96) Pembagian waktu antara pekerjaan dan keluarga saat ini cukup sulit dirasakan Toni, ia harus pintar dalam membagi waktu. Solusi yang didapatkan Toni untuk mengatasi masalah ini adalah dengan diam-diam
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
mengambil waktu pekerjaannya untuk mengurus keluarga, hal ini dilakukannya terutama apabila harus menemani istrinya kerumah sakit. “...kadang curi-curi waktu ya takut jugak ketauan, pasti dimarahinla aku...” (R3.W3.b.0786-0793.h.107) “Ya paling dulu dia yang antar orang itu ke sekolah, sekarang aku. Kayak gini, tadi pagi aku antar orang itu ke sekolah baru kerumah sakit, nanti siang kujemput lagi baru ke kerjaan sampek setengah hari baru pulang.” (R3.W3.b.0826-0832.h.108) “Ya kadang aku sebentar ke kerjaan, kadang pulang aku. Kayak ginila waktu ke rumah sakit ini, aku ya setengah hari kerja, setengah hari enggak.” (R3.W3.b.0779-0783.h.107) Situasi yang dinilai Toni merupakan masalah yang rumit tidak jarang menimbulkan perasaan tertekan, pada situasi ini Toni melampiaskan perasaannnya dengan menyuruh anak-anaknya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan. “Anakku di rumahla kusuruh, kadang apala, kayakmana ya..gak taula aku ah..nyemir sepatu, nyuci kereta.” (R3.W3.b.0960-0963.h.111) Masalah-masalah
yang
dihadapi Toni
semenjak
istrinya sakit
memunculkan rasa bosan, berbagai usaha dilakukannya agar istrinya segera sembuh. Toni memberitahu adik iparnya mengenai kondisi istrinya dan mendapatkan solusi agar istrinya dibawa ke rumah sakit jiwa. “Ya mengkhayal-mengkhayalla, ah kayakmanala cobaan ini, kok gak habis-habisnya cobaan ini.” (R3.W3.b.0879-0881.h.109) “Ya bawak ajalah lae kerumah sakit jiwa katanya” (R3.W3.b.0775-0775.h.106-107)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“Lae udah tambah aneh itomu, baru kayakmana itu lae? Kubilangkan, o..kalo kayak gitu bawa ajala kerumah sakit jiwa katanya...” (R3.W2.b.0543-0547.h.99) “Sering apa, ngomong gitu, konsultasi aku sama lae ku mengenai istriku” (R3.W3.b.0899-0891.h.109) Toni membawa istrinya untuk berobat secara teratur ke rumah sakit jiwa setiap sepuluh hari sekali, walaupun ia pernah membawa istrinya ke pengobatan alternatif tetapi tidak menunjukkan perubahan. Setelah dengan pengobatan teratur Toni mengawasi istrinya untuk mengkonsumsi obat secara pula sehingga istrinya tetap bisa beraktifitas seperti biasanya. “Ya berobat kemari aja sekali sepuluh hari.” (R3.W3.b.0848-0849.h.108) “eh..o...ada, pernah kami ke parapat berobat. Jadi dikasila obat baru dia istriku ini payah makan obat, dibuangi obatnya, gak mau dia.” (R3.W3.b.0851-0855.h.109) “Ya kayakmanala, namanya sakit, ya dibawala berobat ke rumah sakit jiwa. Ya..e..diawasila. Kalo minum obat ya diminumnya, tapi kadang dia gak mau. Jadi itula, harus diawasi. Kalo lagi sehat ya bagus, mau nyapu, ngepel, membersihkan halaman, tiap hari disapunya.” (R3.W2.b.0600-0609.h.101) Untuk melengkapi usaha-usahanya Toni tidak lupa berdoa kepada Tuhan agar ia bisa menghadapi situasi stres yang dialaminya. Toni juga mengajak anak-anak untuk berdoa akan kesembuhan ibu mereka. “Kadang ku ajak sama anak-anak berdoa kalian biar dia sembuh, paling yah ngawasi biar dimakannya obatnya, itu la.” (R3.W3.b.0755-0758.h.106) “Gak adala, paling berdoa.” (R3.W2.b.0498.h.98)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
“Ya hanya bersandar sama Tuhanla aku, kayakmana supaya sembuh, kayakmana, banyak kali cobaan.” (R3.W3.b.0810-0812.h.107) B. Interpretasi 1. Responden I a. Sumber Stres dan proses appraisal Stres adalah suatu kondisi dimana sesuatu yang diinginkan tidak sesuai dengan kenyataan (Sarafino, 2006).
Ketika Iman memutuskan untuk
menikah maka yang diharapkan Iman adalah memiliki keluarga yang bahagia. Kenyataan yang dihadapi oleh Iman berbeda dengan keinginannya, tiba-tiba saja istri Iman menderita penyakit. Penyakit yang dialami oleh istri Iman bukan penyakit fisik melainkan penyakit mental, dimana sebelumnya Iman tidak pernah berhubungan atau merawat individu yang menderita penyakit mental. Situasi ini membuat Iman terkejut dan tidak mengetahui informasi apapun mengapa istrinya menderita penyakit tersebut sebab Iman sebelum menikah hingga dua tahun usia perkawinannya tidak pernah melihat istrinya menunjukkan gejala-gejala yang mengarah pada penyakit mental. Perubahan kesehatan salah satu anggota keluarga bisa merupakan salah satu penyebab stres (Holmes & Rahe dalam Sarafino, 2006). Kesehatan istri Iman pada awal pernikahan sangat baik dan tidak menunjukkan gejalan apapun bahwa ia akan menderita penyakit mental. Setelah dua tahun usia pernikahan istri iman menunjukkan gejala-gejalanya, hal inilah yang menimbulkan keterkejutan pada Iman. Kemudian pada usia tiga tahun
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
perkawinan istri Iman baru didiagnosa mengalami penyakit mental yaitu skizofrenia paranoid. Iman semakin tidak mengerti mengenai situasi yang dihadapinya. DiMatteo (1991) menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang membawa perubahan dalam kehidupan manusia dan diperlukannya adaptasi bisa menyebabkan stres. Berbagai macam perubahan terjadi pada kehidupan rumah tangga Iman semenjak istrinya sakit. Perubahan perilaku yang diperlihatkan istri Iman seperti mencurigai, cemburu yang berlebihan, perkataan yang tidak masuk akal, dan amarah yang tidak terkontrol merupakan salah satu sumber stres yang dirasakan Iman. Sesuai dengan pernyataan Johnson (dalam Winefield & Harvey, 1994), yaitu perbedaan perilaku yang ditunjukkan atau ketika penyakit skizofrenia kambuh daripada apa yang menyebabkannya merupakan situasi yang menyebabkan stres bagi suami yang berperan sebagai caregiver. Iman sering menyatakan bahwa ia tidak bisa menebak perilaku istrinya walaupun telah berusaha mengikuti kemauan istrinya. Iman tidak bisa keluar rumah tanpa izin istrinya bahkan melakukan beberapa tugas dalam rumah tangga sendiri. Situasi ini menambah beban Iman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jungbauer (2004) bahwa ketika salah satu pasangan menderita skizofrenia maka waktu untuk melakukan suatu hal yang menyenangkan akan berkurang karena harus selalu di rumah untuk menjaga pasangan. Iman sudah tidak bisa banyak menghabiskan waktu diluar rumah karena harus mengurus istri dan anak-anaknya.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Jungbauer (2004) menambahkan beban lain yang dirasakan pasangan adalah meningkatnya konflik antar pasangan karena perubahan mood, pasangan ingin menyendiri, dan terkadang menunjukkan perilaku agresif. Iman merasakan situasi tersebut dengan menyatakan bahwa ia sering bertengkar
dengan
istrinya karena
perilaku-perilaku
istrinya
yang
menurutnya cenderung aneh dan membuatnya merasa terganggu. Memiliki individu yang sakit dalam suatu keluarga mengurangi waktu dan kebebasan personal serta menghasilkan perubahan hubungan interpersonal (Sarafino, 2006). Melcop dalam Jungbauer (2004) menyatakan bahwa pernikahan atau hubungan romantis dengan penderita skizofrenia cenderung memasuki fase ingin berpisah. Pada kondisi yang dialami Iman saat ini sesekali terbesit dalam pikirannya untuk mengakhiri pernikahannya dengan istrinya karena merasa sudah tidak sanggup menghadapi masalah-masalah yang muncul semenjak istrinya menderita skizofrenia. Sebagai caregiver, Iman harus melakukan berbagai aktifitas untuk mendukung kesehatan istrinya. Ia harus mengawasi istrinya untuk memakan obat secara teratur yang terkadang memicu amarah Iman sebab istrinya tidak mau menurutinya. Selain itu dalam satu bulan minimal sekali Iman harus menemani istrinya ke dokter untuk kontrol ulang. Penambahan aktifitas ini menyebabkan Iman merasa lelah dan bosan. Almberg, et, al (dalam Sanders & Power, 2009) menyatakan bahwa suami yang berperan sebagai caregiver
rentan terhadap tekanan yang muncul dalam proses
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
merawat yang bisa memunculkan reaksi psikologis seperti depresi, stres, grief, dan beban. Holmes dan Rahe (dalam Wilkinson, 2003) menyatakan bahwa masalah pendapatan bisa menimbulkan stres. Hal ini sesuai dengan situasi yang dihadapi Iman, pengeluaran rumah tangga Iman bertambah dengan sakitnya istri Iman yang memerlukan biaya yang Iman keluarkan satu kali dalam sebulan untuk pengobatan istrinya. Pada situasi stres individu melakukan primary appraisal atau penilaian terhadap peristiwa baru atau perubahan, dimana suatu perubahan bisa dinilai positif, netral, atau negatif. Setelah primary appraisal dilakukan, maka individu akan melakukan secondary appraisal, yaitu evaluasi dari sumber coping dan pilihan-pilihan yang ada untuk mengatasi peristiwa yang muncul (Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1995). Masalah-masalah yang dihadapi Iman menimbulkan rasa terkejut, bingung, marah, lelah, dan bosan. Iman melakukan secondary appraisal dengan mengevaluasi pilihan-pilihan coping yang tersedia. b. Coping stres Stres merupakan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu dapat memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres bisa berdampak secara fisik maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu biasanya disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan ketidaknyamanan. Situasi seperti ini menyebabkan individu termotivasi
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
untuk melakukan suatu tindakan yang mengurangi atau menghilangkan stres, yaitu coping (Sarafino, 2006). Setiap individu menghadapi situasi stres dengan cara yang berbeda-beda. Individu bisa menggunakan fungsi coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping) dengan cara mengatur respon emosional melalui pendekatan behavioral dan kognitif, ataupun menggunakan fungsi stres yang berpusat pada masalah (problem focused coping) dengan cara menghadapi masalah yang menjadi penyebab timbulnya stres secara langsung (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006). Menghadapi masalah-masalah yang terjadi semenjak istrinya menderita skizofrenia, Iman melakukan berbagai macam bentuk coping. Beberapa situasi stres dihadapi Iman dengan fungsi stres yang berpusat pada emosi, pada situasi yang lain dengan fungsi stres yang berpusat pada masalah. Masalah yang dihadapi Iman dengan fungsi stres yang berpusat pada masalah
adalah
mengenai
pengobatan
istrinya.
Iman
melakukan
penyelesaian masalah yang terencana dan langsung mengambil tindakan (planful problem solving) yaitu ketika perilaku-perilaku istri Iman tidak bisa dikontrol lagi Iman langsung membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa. Mengatasi perilaku-perilaku istrinya yang berubah semenjak sakit seperti tidak beribadah, menggunakan lambang agama lain, dan mengancam untuk meminta uang juga diatasi Iman menggunakan penyelesaian masalah yang terencana (planful problem solving). Iman menasehati istrinya agar merubah perilakunya dan membuang lambang agama lain yang dipakai istrinya.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Metode ini juga digunakan Iman untuk membantu istrinya yang mudah lupa dimana ia meletakkan barang-barangnya. Iman pasti terlebih dahulu meminta istrinya untuk berpikir dengan tenang kemudian mencari dimana tempat ia meletakkan barang tersebut. Iman yang mempunyai tanggung jawab baru sebagai seorang caregiver harus menyusun rencana mengenai apa yang harus dikerjakannya untuk merawat istrinya. Ia mulai dengan menyediakan semua keperluan istrinya baik pakaian dan makanan, mengawasi jadwal memakan obat dan menuruti semua kemauan istrinya selama menurutnya kemauan istrinya tidak kelewat batas. Iman bersedia memenuhi keinginan istrinya setelah memperhatikan perilaku istrinya yang jika keinginannya tidak dipenuhi akan memicu pertengkaran. Confrontative coping yaitu tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan juga dilakukan Iman. Hal ini dilakukannya untuk menghadapi perilaku istrinya yang curiga dan cemburu berlebihan. Iman meluapkan amarahnya agar istrinya berhenti untuk mencurigai dirinya dan tidak mengatakan tuduhan yang tidak benar. Tidak semua situasi stres dihadapi Iman dengan fungsi stres yang berpusat pada masalah. Di beberapa situasi Iman memilih melakukan coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping). Positive reappraisal yaitu mencari makna positif dari permasalahan yang berfokus pada pengembangan diri, biasanya melibatkan hal-hal yang bersifat religius. Positive reappraisal sering digunakan Iman pada beberapa
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
situasi. Ketika pertengkaran-pertengkaran muncul diantara Iman dan istrinya Iman berusaha untuk sabar menghadapi cobaan yang diberikan oleh Tuhan. Iman melakukan ibadah dan berdoa agar bisa menghadapi sumber stres yang dihadapinya. Sebagai caregiver kesabaran sangat dibutuhkan. Iman melakukan kontrol diri (self control) yaitu usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah. Masalahmasalah yang mungkin akan memicu pertengkaran dihadapi Iman dengan metode ini. Metode ini dipilihnya karena tidak ingin bertengkar dengan istrinya. Ketika istrinya mengan Salah satu usaha Coping dengan mencari dukungan sosial (seeking social support), yaitu berusaha mencari informasi dan mencari kenyamanan secara emosi dari orang lain (Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1995). Inilah yang dilakukan Iman ketika dirinya merasa stres menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh perilaku istrinya. Iman mencari dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman di tempat kerjanya. Bercerita dan bersenda gurau dengan teman-teman di tempat kerjanya memberikan pengaruh positif bagi Iman, ia bisa merasakan senang pada saat tersebut. Masalah ingin berpisah dengan istrinya pernah muncul di dalam pikiran Iman. Masalah ini diatasi Iman dengan melakukan accepting responsibility. Iman mengetahui perannya sebagai kepala keluarga, seorang ayah dan suami karena itu ia tetap bertahan dengan pernikahannya dan berusaha memperbaiki diri menjadil lebih sabar menghadapi istrinya.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Iman juga melakukan kedua fungsi coping secara bersamaan. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 1995) hal ini dilakukan individu dalam menghadapi episode stressful suatu peristiwa. Iman melakukan hal tersebut dalam usaha kesembuhan istrinya, ia membawa istrinya ke dokter untuk pengobatan medis disertai dengan doa kepada Tuhan agar istrinya diberi kesembuhan. Ketika istrinya meminta uang Iman juga melakukan fungsi coping yang berpusat pada masalah (problem focused coping) yang diikuti dengan fungsi coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping). Metode yang pertama digunaka Iman adalah penyelesaian masalah terencana (planful problem solving) dengan langsung memberikan uang pada istrinya diikuti dengan memberikan nasehat. Akan tetapi jika pada suatu situasi Iman tidak memberi uang maka ketika istrinya marah ia memilih melakukan kontrol diri (self control) dengan bersabar atau ia menjauhkan diri dari istrinya dengan tidur atau menonton televisi yang dikenal dengan metode distancing.
2. Responden II a. Sumber stres dan proses appraisal Masalah-masalah yang dihadapi oleh Azis semenjak istrinya menderita penyakit skizofrenia dapat dinyatakan sebagai sumber stres yang berasal dari keluarga. DiMatteo (1991) menyatakan bahwa peristiwaperistiwa yang membawa perubahan dalam kehidupan manusia dan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
diperlukan adaptasi terhadapnya bisa menimbulkan stres. Perubahan dalam kehidupan rumah tangga Azis terjadi setelah satu tahun usia pernikahannya. Istri Azis menderita skizofrenia. Azis harus beradaptasi dengan berbagai perubahan perilaku yang ditunjukkan istrinya. Terlebih lagi ia mendapat tugas-tugas yang sebelum istrinya menderita skizofrenia tidak dilakukannya. Menurut Johnson (dalam Winefield & Harvey, 1994) salah satu situasi yang menyebabkan stres bagi suami sebagai caregiver adalah perbedaan perilaku yang ditunjukkan oleh pasangannya. Azis merasa sangat kesulitan dalam menghadapi perubahan perilaku istrinya. Ia merasa bingung dan cemas melihat kondisi istrinya. Perbedaan perilaku yang ditunjukkan semenjak sakit ialah istrinya cepat mengalami stres ketika menghadapi masalah-masalah kuliahnya. Istri Azis juga mudah lupa, tidak bisa tidur, dan tidak mau makan, beberapa perilaku ini membuat Azis merasa terganggu dan cemas melihat kondisi istrinya. Sesuai dengan pernyataan Keliat (2001) bahwa perilaku penderita gangguan jiwa yang dianggap keluarga paling mengganggu dan membuat keluarga stres adalah kurangnya motivasi, keterampilan sosial yang rendah, perilaku makan/tidur yang buruk, sukar menyelesaikan tugas, dan sukar mengatur keuangan. Perilaku istri Azis yang tidak bisa ditebak walaupun ia sudah memperhatikan istrinya juga menambah sumber stres bagi dirinya. Kumar dan Mohanty (2007) menyatakan bahwa perilaku pasien yang tidak bisa ditebak dan mengganggu di rumah menambah beban bagi pasangannya.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Sementara itu Azis juga harus membagi waktu antara pekerjaan dan merawat istrinya. Situasi ini sangat membuat Azis bingung karena harus memilih antara bekerja dengan merawat istrinya. Selain itu Azis merasa terbebani dan tidak nyaman dengan situasi ini karena ia sebagai kepala rumah tangga harus mencari nafkah akan tetapi ia tidak bisa meninggalkan istrinya sendiri di rumah pada saat kondisinya sedang menurun. Azis harus mengambil alih pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan istrinya.
Jungbauer,
Wittmund,
Dietrich,
dan
Angermeyer(2004)
mengemukakan bahwa pasangan juga harus mengambil alih tugas tambahan dari pasangan yang sakit, terkadang tugas ini merupakan tugas yang tidak biasa dikerjakan, tugas spesifik gender yang biasa dikerjakan pasangan yang menderita skizofrenia. Situasi ini menyebabkan tingkat stres Azis semakin bertambah karena ia tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga tetapi harus merawat istrinya. Berbagai macam perasaan juga muncul, meskipun ia mengetahui bahwa merawat istri adalah tanggung jawabnya amarah kadang tidak bisa ditahannya pada akhirnya memunculkan tidak konsentrasi. Rasa kecewa juga dialami Azis melihat istrinya tidak bisa lagi mengerjakan tugas-tugas rumah tangga yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Holmes dan Rahe (dalam Wilkinson, 2003) menyatakan bahwa masalah pendapatan bisa menimbulkan stres. Biaya pengobatan istri Azis sangat mahal, menurutnya biaya tersebut tidak akan cukup jika mengandalkan sumber pemasukannya saja. Azis merasa sangat tidak
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
nyaman menghadapi situasi ini, ia sering merasa kesal jika harus mengeluarkan begitu banyak biaya untuk pengobatan istrinya. Sampai saat ini belum memiliki keturunan juga merupakan salah satu sumber stres Azis. Sebelum menikah keinginan Azis adalah memiliki keturunan di usianya yang masih muda. Setelah menikah selama delapan tahun Azis dan istrinya belum mendapatkan keturunan, menurut Azis hal ini disebabkan istrinya masih mengkonsumsi obat medis yang tidak baik untuk janin. Situasi ini menimbulkan stres bagi Azis sebab sesuatu yang diinginkannya tidak sesuai dengan kenyataan (Sarafino, 2006). Menurut Lazarus dan Folkman (1984) terdapat dua jenis penilaian yang dilakukan individu untuk menilai apakah suatu situasi dapat atau tidak menimbulkan stres, yaitu penilaian primer (primary appraisal) yang merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami individu dan penilaian sekunder (secondary appraisal) yang merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping beserta sumber daya yang dimilikinya. Walaupun merasa kesal, kecewa, dan sedih melihat kondisi istrinya saat ini Azis berusaha tetap memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Ia mengobservasi perilaku istrinya dan apa saja yang menyebabkan istrinya merasa stres hingga menunjukkan perilaku berbeda. Berbagai alternatif tindakan dipikirkan Azis dan jika belum mengetahui dengan pasti ia mencoba alternatif tersebut walaupun ada kemungkinan tidak berhasil.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
b. Coping stres Stres merupakan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu dapat memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres bisa berdampak secara fisik maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu biasanya disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan ketidaknyamanan. Situasi seperti ini membuat individu termotivasi untuk melakukan suatu tindakan yang bisa meredakan stres. Tindakan yang dilakukan adalah coping (Sarafino, 2006). Permasalahan yang dihadapi Azis semenjak istrinya menderita skizofrenia dihadapi dengan berbagai fungsi coping. Beberapa masalah dihadapi Azis dengan fungsi coping yang berpusat pada masalah (problem focused coping) dan beberapa dihadapi dengan fungsi coping yang berpusat pada pengaturan emosi (emotion focused coping). Individu bisa menggunakan fungsi coping secara langsung (problem focused coping). Inilah yang dilakukan Azis ketika mengatasi sumber stres melihat istrinya merasa stres karena masalah kuliah. Azis melakukan penyelesaian masalah terencana (planful problem solving) dengan mengerjakan tugas-tugas kuliah istrinya semampunya, menghubungi teman istrinya, dan memberikan nasehat kepada istri agar tetap melanjutkan kuliahnya. Pada saat mengetahui istrinya menderita skizofrenia Azis juga menggunakan metode penyelesaian masalah terencana (planful problem solving) dengan langsung memberikan air putih yang dibacakan ayat Al
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Quran. Setelah beberapa lama menggunakan obat medis Azis
yang
mengetahui bahwa obat medis bisa menurunkan fungsi-fungsi organ tubuh Azis mengganti obat tersebut dengan suplemen kesehatan. Perubahan perilaku yang ditunjukkan istrinya seperti mudah lupa, tidak bisa tidur, dan tidak mau makan, juga diatasi Azis dengan metode penyelesaian masalah terencana (planful problem solving). Setelah memperhatikan kondisi istrinya Azis menemukan cara untuk mengatasinya. Ketika istrinya mudah lupa ia tidak akan meninggalkan banyak pesan. Apabila istrinya tidak mau makan ia memberikan madu dan mengizinkan istrinya memakan makanan yang disukainya. Tidak bisa tidur adalah masalah yang terberat menurut Azis, ia harus bisa membuat istrinya tenang agar tidak terlalu banyak memikirkan masalah yang dihadapinya. Kemudian Azis memberikan suplemen kesehatan agar kondisi fisik istrinya tidak menjadi bertambah buruk meskipun tidak tidur. Beberapa sumber stres lainnya diatasi Azis dengan fungsi coping yang berpusat pada pengaturan emosi (emotion focused coping),
yaitu
berusaha menerima ikhlas semua masalah yang dihadapinya. Azis mensyukuri semua yang ia jalani dan meminta pertolongan dari Tuhan dengan selalu berdoa. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 1995) cara ini disebut dengan penilaian positif (positive reappraisal), yaitu usaha mencari
makna
positif dari permasalahan
dengan
terfokus
pada
pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Azis menyadari bahwa sebagai suami ia adalah individu terdekat dengan istrinya dan individu yang paling merasakan dampak dari penyakit istrinya. Ia menyadari bahwa perannya sebagai caregiver sangat penting. Ia selalu berusaha mencari jalan keluar dari masalah-masalah yang sedang dihadapinya.
Pada
situasi
ini
Azis
menggunakan
cara accepting
responsibility yaitu mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan sambil berusaha untuk memperbaikinya (Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1995). Sebagai caregiver kesabaran sangat dibutuhkan Azis ketika melayani semua kebutuhan istrinya. Meskipun merasa kesulitan ia harus tetap bersabar menjalani peran tersebut demi kesembuhan istrinya. Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 1995) menyatakan usaha untuk menyesuaikan diri dengan perasaan maupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah dikenal dengan metode coping kontrol diri (self control). Upaya coping dengan mencari dukungan sosial (seeking social support), yaitu usaha mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain juga dilakukan Azis ketika ia harus merawat istrinya yang menderita skizofrenia. Dukungan diterimanya dari berbagai sumber, dari dokter, tetangga, dan juga teman sekerjanya yang mengerti keadaannya jika tidak bisa masuk kerja.
3. Responden III a. Sumber stres dan proses appraisal
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Semua individu dari berbagai usia pasti pernah mengalami dan menghadapi stres. Akan tetapi sumber stres pada setiap individu berbedabeda. Salah satu sumber stres menurut Social Readjustment Rating Scale yang dibuat oleh Holmes dan Rahe adalah penyakit yang diderita oleh individu (Sarafino, 2006). Toni mengalami stroke, yang merupakan salah satu sumber stres. Ia merasa heran bagaimana ia bisa sampai menderita stroke padahal telah melakukan berbagai macam pengobatan. Ia merasa sedih dan tidak berdaya. Ia juga merasa menyusahkan keluarganya akibat penyakit stroke tersebut yang menyebabkan keterbatasan fisik pada kaki kirinya. Sumber stres Toni ditambah lagi dengan gangguan psikologis yang diderita istrinya tidak lama setelah ia menderita stroke. Istri Toni menderita skizofrenia paranoid. Hal ini merupakan sumber stres yang berasal dari keluarga. Semenjak istri Toni menderita skizofrenia paranoid berbagai perubahan dalam kehidupan Toni terjadi. Stres mengarah kepada perasaan sedih atau depresi (Sarafino, 2006), melihat istrinya yang menderita penyakit mental dan menunjukkan berbagai perubahan yang cukup signifikan Toni sering merasa sedih dan merasa ialah yang menyebabkan istrinya sakit akibat kecelakaan yang dialaminya. Sebagai suami dan individu yang paling dekat dengan istrinya Toni juga berperan sebagi caregiver bagi penyakit skizofrenia paranoid yang diderita istrinya . Simtom positif yang berhubungan dengan konflik interpersonal, perubahan kebiasaan sehari-hari bisa memunculkan sumber stres bagi
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
caregiver (Magafia, Garcia, Hernandez, & Cortez, 2007), hal ini diperlihatkan pada saat istri Toni meminta cerai maka muncullah konflik interpersonal antara Toni dan istrinya.
Perilaku yang tidak biasa dan
cenderung aneh yang dilakukan oleh istri Toni seperti mengusir keluarga, memukul, dan tidak mendengarkan kata-kata Toni memicu persaan kesal karena istrinya berperilaku dengan cara yang ia tidak mengerti (Mueser & Gingerich, 2006). Rasa malu juga muncul ketika pasangan yang menderita skizofrenia berperilaku yang menarik perhatian orang lain (Mueser & Gingerich, 2006). Istri Toni meramal dan membakar barang-barang di halaman depan menarik perhatian dari lingkungan sekitarkhususnya tetangga. Penambahan tugas pada Toni sebagai caregiver dari istrinya dan anak yang usianya cukup dewasa menimbulkan perubahan yang memunculkan stres (Sarafino, 2006). Toni harus melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga yang tidak dilakukan istrinya ketika sakit, ia juga harus mengambil alih tugas yang biasa dilakukan istrinya seperti mengantar dan menjemput anak-anak untuk pergi ke sekolah. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), terdapat dua jenis penilaian yang dilakukan individu untuk menilai apakah suatu peristiwa bisa atau tidak menimbulkan stres, yaitu penilaian primer (primary appraisal), proses penentuan makna dari peristiwa yang dialami dan penilaian sekunder (secondary appraisal), penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping serta sumber daya yang dimilikinya.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Berbagai macam penilaian terhadap masalah-masalah yang dihadapi Toni muncul, perasaan sedih, tidak nyaman, lelah, kesal, dan bingung hingga tidak berdaya muncul. Toni berusaha mengevaluasi sumber stres yang muncul (primary appraisal) dengan menilai apakah suatu situasi menimbulkan stres pada dirinya (Lazarus, 1986). Hasil evaluasi Toni dalam berbagai situasi semenjak istrinya menderita penyakit mental adalah stressfull dimana ia merasakan bahwa penyakit mental yang diderita istrinya bisa menimbulkan masalah. Ketika telah menilai masalah-masalah yang muncul Toni melakukan secondary appraisal dengan menilai sumber-sumber atau kemampuan yang dimilikinya untuk mengatasi masalah (Sarafino, 2006). Toni mengetahui bahwa pada saat itu dirinya kurang memiliki sumber yang cukup untuk mengatasi masalah, akan tetapi ia berusaha menggunakan kemampuannya dengan maksimal untuk mengatasi situasi stres. Seperti pada situasi dimana istrinya tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga ia yang menggantikan walaupun dengan keterbatasan, serta ia berusaha meminta bantuan dari dari adik ipar dan tetangga untuk membantu karena tidak bisa mengatasi situasi stres tersebut sendiri. Perasaan kesal yang ketika istrinya melakukan tindakan agresif dinilai Toni merupakan akibat dari penyakit istrinya, sehingga walaupun ia menilai hal tersebut sebagai sumber stres ia berusaha untuk sabar karena berusaha menyesuaikan antara kemampuan coping dan kebutuhan dari situasi tersebut (Rive, 1992).
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
b. Coping stres Stres merupakan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu dapat memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres bisa berdampak secara fisik maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu biasanya disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan ketidaknyamanan. Situasi seperti ini menyebabkan individu termotivasi untuk melakukan suatu tindakan yang mengurangi atau menghilangkan stres, yaitu coping (Sarafino, 2006). Lazarus dan Folkman (1984), mengklasifikasikan dua jenis coping, yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Problem focused coping adalah penanganan stres dengan cara mengurangi, atau memecahkan masalah yang menjadi sumber stres. Sedangkan emotion focused coping adalah penanganan stres dengan mengendalikan respon emosi yang diakibatkan oleh sumber stres. Untuk mengatasi masalahnya Toni menggunakan kedua jenis coping ini. Problem focused coping
digunakan Toni untuk mengatasi masalah-
masalahnya. Beberapa masalah menggunakan penyelesaian masalah terencana (planful problem solving) yaitu usaha menyembuhkan penyakit stroke Toni dengan diawali pengobatan alternatif, diikuti dengan pengobatan medis dan akhirnya melakukan terapi secara teratur. Hal ini juga dilakukan Toni dalam usaha penyembuhan istrinya, Toni membawa istrinya ke pengobatan alternatif namun tidak memperlihatkan perubahan, kemudian Toni membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa. Tidak hanya sampai disitu
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Toni memasukkan istrinya ke rumah sakit jiwa ketika ia sudah tidak bisa mengatasi perilaku istrinya yang mengganggu, setelah menunjukkan perubahan saat ini Toni secara teratur setiap sepuluh hari sekali menemani istrinya untuk kontrol ulang. Kebiasaan istrinya yang baru semenjak sakit yaitu meramal nasib dengan mengatakan hal yang tidak masuk akal diatasi Toni dengan penyelesaian masalah terencana (planful problem solving) juga, setelah melihat istrinya meramal ia tidak mengizinkan istrinya keluar rumah seperti biasa. Perilaku istri Toni yang semenjak sakit suka meletakkan barang tanpa bisa mengingat kembali dimana ia meletakkannya berusaha diselesaikan Toni dengan penyelesaian masalah terncana (planful problem solving), Toni mengingatkan istrinya dimana ia meletakkan barang-barang. Metode ini juga digunakan Toni dalam membagi waktunya antara urusan perkerjaan dan keluarga. Ia menggunakan sebagian waktu kerjanya untuk mengurus keluarganya meskipun harus mencuri jam kerja. Seeking social support dimana individu berusaha mencari informasi dan kenyamanan secara emosi dari orang lain(Folkman & Lazarus, dalam Taylor, 2005). Toni melakukan hal tersebut dengan menghubungi adik iparnya untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya melihat perilaku istrinya yang mengganggu. Menurut McFarlane, Dixon, Lukens, dan Lucksted (dalam Chen & Greenberg, 2004), ketika menghadapi masalah penyakit mental, anggota keluarga cenderung mencari dukungan dari
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
anggota keluarga lainnya, teman dekat, maupun individu yang memiliki pengalaman yang sama. Pada beberapa Situasi dimana Toni tidak menggunakan problem focused coping melainkan Emotion focused coping. Melihat istrinya yang mengusir Toni dan anak-anak ketika kondisi fisiknya tidak mendukung untuk berbuat banyak hal, istrinya yang tidak bisa tidur dan melakukan tindakan agresif menyebabkan Toni juga tidak bisa tidur, Toni mengalihkan perhatiannya dengan berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapinya atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapinya (escape/avoidance) (Folkman & Lazarus dalam Taylor, 1995). Self control yaitu usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah (Folkman & Lazarus dalam Taylor, 1995), dilakukan Toni dalam beberapa situasi stres. Permintaan cerai yang diajukan oleh istri Toni dan menyuruh Toni mengurus anak-anak sendiri diselesaikan dengan cara self control dengan diam dan berusaha sabar menanggapi pernyataan istrinya. Pada beberapa situasi Toni melakukan problem focused coping dan emotion focused coping dalam waktu yang hampir bersamaan. Toni melakukannya setelah menganalisa bahwa salah satu usaha coping yang dilakukannya tidak berhasil. Ketika istrinya marah kepadanya ia pada awalnya memberikan perlawanan dengan berargumen, pada situasi ini Toni melakukan problem focused coping dengan metode confrontative coping dimana individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
kemarahan atau mengambil resiko untuk mengubah situasi (Folkman & Lazarus dalam Taylor, 1995). Melihat bahwa metode ini tidak berhasil bahkan menyebabkan pertengkaran semakin membesar Toni memilih melakukan emotion focusen coping yaitu self control. Ia mencoba menahan emosi dan bersabar agar menyesuaikan diri dengan perasaan dan masalah yang dihadapinya. Kedua fungsi coping ini juga digunakan Toni apabila istrinya
memicu
pertengkaran
dengan
menyatakan
bahwa
Toni
berselingkuh. Mengatasi sumber stresnya yang berupa penambahan tugas karena harus mengurus pekerjaan rumah tangga Toni menggunakan Problem focused coping yaitu Planful problem solving dimana ia memutuskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga ketika kondisi istrinya tidak sehat, walaupun tidak dikerjakannya secara keseluruhan. Untuk mengatasi sumber stresnya pada saat yang bersamaan Toni menggunakan Emotion focused coping dengan metode Accepting responsibility, ia mengakui perannya dalam masalah dan sambil berusaha memperbaikinya (Folkman & Lazarus dalam Taylor, 1995). Toni mengetahui perannya sebagai kepala rumah tangga dan ketika istrinya sedang sakit maka ia menerima tanggung jawab untuk mengurus rumah dan anak-anak. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 1995), individu yang berada pada suatu episode stressful akan menggunakan kedua fungsi coping secara bersamaan.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan dari jawaban-jawaban masalah penelitian. Kesimpulan di diskusikan berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah ada. Pada akhir bab dikemukakan saran praktis dan metodologis yang berguna untuk penelitian dengan tema coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia di masa mendatang. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data dan interpretasi, maka terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1.
Sumber stres suami yang memiliki istri skizofrenia Sumber stres suami yang memiliki istri skizofrenia pada penelitian ini berasal dari internal dan eksternal. Pada responden I dan II, sumber stres hanya berasal dari eksternal. Sementara itu pada responden III sumber stres berasal dari internal dan eksternal. Pada responden I sumber stres eksternal berasal dari keluarga yaitu semenjak istri responden di diagnosa menderita skizofrenia. Masalahmasalah yang muncul seperti perilaku istri yang berubah dan cenderung mengganggu seperti tidak beribadah dan menggunakan lambang agama lain,
mengancam untuk meminta uang, curiga serta memicu
pertengkaran. Penambahan tugas bagi responden seperti mengerjakan tugas yang biasa dikerjakan istri sebelum sakit, penambahan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
pengeluaran, dan tugas sebagai caregiver juga merupakan sumber stres eksternal. Pada responden II, sumber stres eksternal juga berasal dari keluarga yaitu dari istri yang menderita skizofrenia. Berbagai perubahan perilaku istri seperti tidak bisa tidur, tidak makan teratur, tidak bisa bekerja terlalu banyak, dan mudah lupa. Selain itu tugas penambahan pengeluaran, penambahan tugas untuk mengerjakan tugas rumah tangga, tugas sebagai caregiver dan belum memiliki keturunan juga merupakan sumber stres. Sementara itu pada responden III sumber stres internal terjadi ketika responden mengalami stroke pasca tabrakan yang membuat aktifitas responden menjadi terbatas. Sedangkan sumber stres eksternal berasal dari istri yang menderita skizofrenia yang menunjukkan berbagai perubahan perilaku seperti menunjukkan perilaku agresif, berbicara sendiri, meramal, dan tidak mengurus keperluan rumah tangga. Sumber stres lainnya seperti membagi waktu antara pekerjaan dan tugas sebagai caregiver. Berdasarkan hasil penelitian, ketiga responden memiliki sumber stres yang sama dalam hal tugas sebagai caregiver dan perubahan perilaku istri yang menderita skizofrenia yang cenderung mengganggu.
2. Coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Masing-masing responden mempunyai cara yang berbeda-beda untuk untuk mengatasi masalah. Ketiga responden menggunakan dua fungsi coping yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Pada responden I, masalah-masalah yang berasal dari keluarga diatasi dengan menggunakan
problem
focused coping melalui
penyelesaian masalah terencana (planful problem solving), menghadapi masalah (confrontative coping), dan mencari dukungan sosial (seeking social support). Sedangkan emotion focused coping digunakan melalui metode kontrol diri (Self control), menghindar (escape/avoidance), penilaian positif (positive reappraisal), dan menerima tanggung jawab (accepting responsibility). Responden II menggunakan metode penyelesaian masalah terencana (planful problem solving), menghadapi masalah (confrontative coping), mencari dukungan sosial (seeking social support). Metode emotion focused coping yang digunakan adalah kontrol diri (Self control), penilaian positif (positive reappraisal), dan menerima tanggung jawab (accepting responsibility). Responden III mengatasi masalah yang berasal dari dirinya menggunakan metode penyelesaian masalah terencana (planful problem solving). Kemudian beberapa masalah yang berasal dari keluarga juga menggunakan metode penyelesaian masalah terencana (planful problem solving), menghadapi masalah (confrontative coping), dan mencari
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
dukungan sosial (seeking social support). Metode emotion focused coping yang digunakan adalah kontrol diri (Self control), menghindar (escape/avoidance),
menerima
tanggung
jawab
(accepting
responsibility) dan penilaian positif (positive reappraisal).
B. Diskusi Peneliti mendapatkan temuan yang menjadi bahan diskusi bagi penelitian ini. Temuan tersebut adalah : 1. Hanya responden II yang tidak menggunakan fungsi coping yang berpusat
pada
masalah
dengan
metode
menghindar
(escape/avoidance). Responden I menggunakan metode ini ketika menghadapi perilaku istri yang sering mengancam untuk meminta uang serta mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal. Responden I memilih untuk tidur atau menonton televisi daripada menanggapi perilaku istrinya. Kemudian, responden III menggunakannya ketika mengatasi masalah berupa perilaku istrinya yang agresif yaitu mengusir responden dan anak-anak, cara yang digunakannya dengan mengkhayal akan suatu situasi yang lebih baik daripada saat itu. Sedangkan Responden II sama sekali tidak menggunakan metode ini, hampir di semua sumber stres responden tidak menggunakan metode untuk menghindar. Responden cenderung mengatasi masalah secara langsung
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Menurut Smet (1994), pemilihan fungsi coping juga dipengaruhi oleh salah satu faktor yang mempengaruhi coping stres yaitu ketabahan “hardiness”. 2. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses appraisal terhadap situasi stres adalah keadaan emosi (Rice, 1992). Responden I memperlihatkan bahwa emosi bisa mempengaruhi bagaimana
individu
melakukan penyesuaian
atau
proses
transaksi dan proses coping. Menurut Stone dan Neale (dalam Sarafino,
2006)
individu
cenderung
konsisten
dalam
menggunakan fungsi coping terhadap sumber stres yang sama. Akan tetapi responden I menggunakan fungsi coping yang berbeda untuk mengatasi situasi yang sama, yaitu ketika mengatasi perilaku istrinya yang suka mengancam untuk meminta uang. Responden menyatakan bahwa pemilihan fungsi coping yang ia gunakan berdasarkan bagaimana keadaan emosinya pada saat itu. Jika emosinya sedang stabil dan baru merasakan hal-hal yang menyenangkan makan ia memilih menggunakan problem focused coping, tetapi ketika suasana emosinya sedang tertekan, merasakan kekecewaan, dan merasa stres responden memilih emotion focused coping untuk menghadapi perilaku istrinya. Pada responden II dan III hal ini tidak ditemukan, kedua responden cenderung menggunakan
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
fungsi coping yang sama dalam menghadapi situasi stres yang sama pula. 3. Responden III yang menderita stroke pasca tabrakan lebih sering menunjukkan keputusasaan dalam menghadapi situasi stresnya dibandingkan dengan responden I dan II. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) individu yang menderita suatu penyakit dan lelah lebih memiliki sedikit energi untuk melakukan coping daripada individu yang sehat. Hamburg et al (dalam Lazarus dan Folkman, 1984) menambahkan bahwa energi dan kesehatan yang baik sangat memfasilitasi coping, karenanya lebih mudah bagi individu untuk melakukan coping ketika ia sehat. 4. Meskipun beberapa penelitian menyatakan bahwa dalam berbagai situasi pria cenderung menggunakan problem focused coping dalam mengatasi situasi stressful (Sarafino, 2006). Dalam penelitian ini ditemukan untuk mengatasi beberapa masalah seperti pada saat mengetahui istri menderita skizofrenia dan mengatasi perilaku istri yang menggangu, ketiga responden memilih langsung menggunakan beberapa metode emotion focused coping. Sesuai dengan pernyataan Lazarus dan Folkman (1984) bahwa jika individu menilai suatu situasi tidak dapat dirubah, dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk melakukan perubahan terhadap ancaman, atau kondisi lingkungan, maka individu akan menggunakan emotion focused coping.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
C. Saran 1. Saran praktis a. Bagi suami yang memiliki istri skizofrenia disarankan banyak mencari informasi mengenai skizofrenia dari berbagai sumber agar lebih bisa memahami kondisi kesehatan istri. b. Bagi suami
yang
memiliki istri skizofrenia diharapkan
mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk mengatasi berbagai sumber stres sehingga mendapatkan fungsi coping yang paling sesuai untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan akibat perubahan kesehatan istri. c. Bagi anggota keluarga yang memiliki penderita skizofrenia diharapkan tetap memberikan dukungan sosial baik material maupun emosional bagi individu yang berperan sebagai caregiver sehingga bisa mengurangi sumber stres yang sedang dihadapi caregiver.
2. Saran untuk penelitian selanjutnya a. Penelitian selanjutnya dengan tema yang sama disarankan meneliti bagaimana perbedaan coping stres antara suami yang memiliki istri skizofrenia dengan istri yang memiliki suami skizofrenia.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
b. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode observasi sebagai salah satu alat pengumpulan data bukan sebagai alat pendukung saja. c. Melakukan pengambilan data tambahan dengan melakukan wawancara tambahan dengan individu-individu yang signifikan dengan responden untuk mendapatkan informasi dengan lengkap (heteroanamnesa).
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. (2000), Diacnostic And Statistical Manual of Mental Disorders. (4 th ed). Amerika Serikat : Arlington.
Atkinson, R.L., & Atkinson, R.C. & Hillgard, E.R. (1999). Pengantar Psikologi (8 th ed), Jilid 2, Jakarta : Erlangga.
Awad, G., & Voruganti, L.N.P. (2008). The Burden of Schizophrenia on Caregiver. Review Article.
Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika Serikat: Brook/Cole Publishing Company.
Beanlands, H., Horsburgh, M. E., Fox, S., & Howe, A. (2005, Nov-Dec). Caregiving by family and friends of Adults Receiving Dialysis. Nephrology Nursing Journal. Vol. 32 (6). [On-line] http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=960647661&SrchM ode=1&sid=2&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&V Name=PQD&TS=1228099903&clientId=63928. Tanggal akses: 13 Mei 2009.
Cheng, Y. C. (2005). Caregiver burnout: a critical review of the literature. Corey, G., & Corey M.S. (2006). I Never Knew I Had a Choice.(8 th ed). Amerika Serikat: Thomson Brooks/Cole. Creado, D.A., Parkar, S.R., & Kamath, R.M. (2006). A Comparison of the Level of Functioning in Chronic Schizophrenia With Coping and Burden in Caregivers. Indian Journal of Psychiatry. Vol 48. 27-33 [On-line] http://www.indianjpsychiatry.org. Tanggal akses : 10 Februari 2009.
Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal. (9 th ed). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Folkman, R.S., & Folkman, S.F. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York : Springer Publishing Company.
Folkman, S., Richard, S.L., Christine, D.S., Anita, D., & Rand, J.G. (1986). Dynamics of a stressful encounter: Cognitive appraisal, coping, and encounter outcomes. Journal of Personality and Social Psychology, 50 (5), 992-1003.
Gay, R & Airasian, P. (2003). Educational Research: Competencies for Analysis & Application (7th ed). New Jersey: Merill Prentice Hall.
Hardjana, A.M. (1994). Stres Tanpa Distres : Seni Mengolah Yogyakarta: Penerbit Kanisisus.
Stres.
Hobbs, T.R. (1997, Okt). Depression in the Caregiving Mothers of Adult Schizophrenics:A Test of the Resource Deterioration Model. Community Mental Health Journal, Vol. 33(5). [On-line] http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=960647661&SrchM ode=1&sid=2&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&V Name=PQD&TS=1228099903&clientId=63458. Tanggal akses : 10 April 2009.
Husband, Wives, Girlfriends and Boyfriends of people with Schizophrenia, [On-line] www.BritishColumbiaSociety.com. Tanggal akses : 13 Maret 2009.
Irmansyah. (2006, juni). Strategies to Empower Families of Schizophrenia in Developing Countries. Journal of Psychiatry. Vol. 7 (1). ASEAN
Jehani, L. (2008). Perkawinan. Apa Risiko Hukumnya. Jakarta: Forum Sahabat.
Jungbauer, J., Wittmund, B, Dietrich, S., & Angermeyer, M.C. (2004). The Disregard Caregivers:Subjective Burden in Spouses of Schizophrenia Patients. Schizophrenia Bulletin. Vol.30 (3). [On-line] http://schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/cgi/reprint/30/3/665? maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Needs+of+Family+Caregivers+in+Chronic+Schizophrenia&searchid =1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT Keliat, B.A. (2001, April). Peran Keluarga dalam Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Skizofrenia. Buletin skizofrenia:kami peduli. Kumar, S. & Mohanty, S. (2007, Juli), Spousal Burden of Care in Schizophrenia. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 33(2), 189-194
Kung, W.K. (2003, Okt-Des). The Illness, Stigma, Culture, or Immigration? Burdens on Chinese American Caregivers of Patients With Schizophrenia. [On-line] http://proquest.umi.com/pqdweb?index=33&did=59696035&SrchM ode=1&sid=9&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&V Name=PQD&TS=1231768117&clientId=63965. Tanggal Akses: 31 januari 2009.
Li, Ming-hui. (2008). Relationships among stres coping, secure attachment, and the trait of resilience among taiwanese college students. College Student Journal, 42(2), 312-325.
Marriage to a Person that Has Schizophrenia - One Husband's Perspective, www.Schizophrenia.com, [On-line] 5 Maret 2009.
Marks, D.F., Murray, M., Evans, B., & Willig, C. (2004). Health Psychology. London: Sage Publications.
Mental Illness in the Family:Part One. (2000, juni-juli). Academic Research Library.[Online]http://proquest.umi.com/pqdweb?index=33&did=45 9490931&SrchMode=1&Fmt=6&VInst=ReferenceLinking&VType =PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1235488705&clientId=639 28. Tanggal Akses: 18 Februari 2009.
Moleong, L.J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rodakarya Offset.
Mueser, K.T., & Gingerich S. (2006). The Complete Family Guide to Schizophrenia. Amerika Serikat: Guilford Press.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Nairne, J.S. (2003). Psychology The Adaptive Mind (3rd ed), Amerika Serikat:Thomson Wadsworth. Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2003). Psikologi Abnormal (5th ed). Jilid 1. Jakarta: Erlangga Nietzel, Michael T., et al. (1998). Introduction to clinical psychology (5th ed). New Jersey : Prentice Hall, Inc.
Padget, D.K. (1998). Qualitatif methode in social work research: Challenges and rewards. Stage Publication, Inc.
Poerwandari, E. Kristi. (2007). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Provencher, H.L., Fournier, J.P., Perreault, M., & Vezina, J. (2000, juni). The Caregiver’s Perception of Behavioral Disturbance in Relatives with Schizophrenia: A Stress-Coping Approach. Vol.36(3). Community Mental Health Journal. 293-306.
Rice, R.L. (1992). Stress and Health, California: Brooks Cole Publishing. Sadock, B.J., & Sadock, V.A. (2003). Synopsis of Psychiatry (9th ed), Amerika Serikat: Lippincott Williams&Wilkins.
Sanders, S., & Power, J. (2009, Nov). Roles, Responsibilities among Older Husbands Caring for Wives with Progressive Dementia and Other Chronic Conditions, Health & Social Work, [On-line] http://proquest.umi.com/pqdweb?index=119&did=830126121&Srch Mode=1&sid=3&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309 &VName=PQD&TS=1235489613&clientId=65438. Tanggal akses: 15 Mei 2009.
Sarafino, Edward. P. (2006). Health psychology. Amerika Serikat : John Wiley & Sons, Inc.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Schene, A.H., Wijngarden, B.V., & Koeter, M.W.J. (1996). Family Caregiving in Schizophrenia:Domains and Distress. Schizofrenia Bulletin. [Online]http://schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/cgi/reprint/2 4/4/609. Tanggal Akses:8 Februari 2009.
Setiyowanto, H. (2008). Ibu Berperan Siapkan Masa Depan Bangsa Melalui Anak-anak. [Online]http://www.gemari.or.id/cetakartikel.php?id=244. Tanggal akses : 11 Juni 2009 Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan, Semarang : PT. Grasindo.
Sugiura, K., Ito, M., Kutsumi, M., & Mikami, H. (2009, jan). Gender Diffrerences in Spousal Caregiving in Japan. The Journals of Gerontology. 64B. [Online] http://proquest.umi.com/pqdweb?index=33&did=459490931&Srch Mode=1&Fmt=6&VInst=ReferenceLinking&VType=PQD&RQT=3 09&VName=PQD&TS=1235488705&clientId=63925. Tanggal akses : 10 Juni 2009. Survivor,
Married
to
a
paranoid
schizophrenic,
[On-line]
SchizophreniaConnection.com. Tanggal akses: 13 Maret 2009.
Susetya, W. (2008). Merajut Benang Cinta Perkawinan. Jakarta: Penerbit Republika.
Stein, C.H., & Wemmerus, V.A. (2001, okt). Searching for a Normal Life:Personal Accounts of Adults With Schizophrenia, Their Parents and Well-Siblings. American Journal of Community Psychology, Vol. 29.(5). [On-line] http://proquest.umi.com/pqdweb?index=119&did=830126121&Srch Mode=1&sid=3&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309 &VName=PQD&TS=1235489613&clientId=63928. Tanggal Akses: 8 Februari 2009.
Stephens,L. Townsend, B., & Martire, A.J. (2001). Balancing parent care with other roles: Interrole conflict of adult daughter caregivers. Journal of Gerontology: Psychological Sciences, 56B (1), 24-34.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
Taylor, S.E. (1995). Health Psychology. (3 th ed). Amerika Serikat: McGraw Hill.
Thalib, S.B., & Diponegoro, A.M. (2001). Meta-analisis tentang perilaku coping preventif dan stres. Psikologika, 12, 51-61. Trull, J. (2005). Clinical Psychology (7 th ed). Amerika Serikat : Thomson Wadsworth. Weiten, W. (2004). Psychology Themes and Variations (6th ed). Amerika Serikat:Thomson Wadsworth.
Winefield, R.H. & Harvey, E.J. (1994). Needs of Family Caregivers in Chronic Schizophrenia.[On-line] http://schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/cgi/reprint/20/3/557? maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext= Needs+of+Family+Caregivers+in+Chronic+Schizophrenia&searchid =1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT Tanggal Akses: 8 Februari 2009.
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
L A M P I R A N Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
LEMBAR OBSERVASI Responden
:
Hari/tanggal wawancara
:
Waktu wawancara
:
Tempat wawancara
:
Wawancara ke
:
No
Hal-hal yang
Keterangan
diobservasi 1
Penampilan
fisik
responden 2
Setting wawancara
3
Sikap
responden
selama wawancara 4
Hal-hal mengganggu
yang selama
wawancara 5
Hal-hal yang sering dilakukan
responden
selama wawancara
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
PEDOMAN WAWANCARA I. Sumber stres 1. Masalah apa saja yang timbul setelah istri responden sakit? 2. Perubahan apa saja yang terjadi dalam kehidupan responden semenjak istri sakit? 3. Perilaku apa saja yang ditunjukkan istri semenjak sakit? 4. Perilaku
istri seperti
apa
yang
paling
mengganggu
responden? 5. Bagaimana reaksi keluarga menghadapi penyakit istri? 6. Bagaimana reaksi lingkungan sekitar responden menghadapi penyakit istri?
II. Penilaian suami terhadap masalah 1. Apa tindakan responden ketika pertama kali melihat istri responden menunjukkan perilaku yang tidak biasa? 2. Bagaimana
reaksi responden ketika
mengetahui
istri
menderita gangguan jiwa? 3. Apa yang responden pikirkan mengenai masalah yang responden hadapi? 4. Bagaimana tanggapan responden mengenai rutinitas dalam merawat istri? 5. Bagaimana penilaian responden mengenai masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penyakit yang diderita istri?
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
6. Bagaimana perasaan responden menanggapi perubahan tersebut?
III. Coping yang dilakukan 1. Apa tindakan awal perawatan setelah mengetahui istri di diagnosa menderita skizofrenia? 2. Bagaimana
perasaan
responden
mengenai
keharusan
merawat istri? 3. Darimana responden memperoleh informasi
mengenai
perawatan istri? 4. Bagaimana cara responden untuk merawat istri? 5. Bagaimana cara responden membagi waktu antara merawat istri dan pekerjaan lainnya? 6. Masalah apa saja yang muncul ketika responden merawat istri? 7. Apa saja usaha responden agar kesehatan istri membaik? 8. Apa usaha yang responden lakukan agar istri tetap bisa bersosialisasi dengan lingkungan? 9. Bagaimana peran suami setelah istri menderita skizofrenia? 10. Bagaimana perasaan responden menghadapi perubahan peran tersebut? 11. Apa tindakan responden jika istri melakukan kesalahan? 12. Apa peran keluarga dalam merawat istri?
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
13. Bagaimana kesehatan istri saat ini setelah responden melakukan
berbagai
macam
usaha
untuk
mengobati
penyakitnya? 14. Bagaimana responden menanggapi kesehatan istri saat ini? 15. Apa harapan responden mengenai kondisi istri selanjutnya?
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.
INFORMED CONSENT Pernyataan Pemberian Izin oleh Responden Judul Penelitian Peneliti NIM
: Coping Stres Suami yang Memiliki Istri Skizofrenia : Yuli Novita Sari Putri : 051301129
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan serta dalam penelitian ini. Saya telah diminta dan telah menyetujui untuk diwawancarai sebagai responden dalam penelitian mengenai Coping Stres Suami yang Memiliki Istri Skizofrenia. Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaat penelitiannya. Dengan demikian, saya menyatakan kesediaan saya dan tidak berkeberatan memberi informasi dan menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan kepada saya. Saya mengerti bahwa identitas diri dan juga informasi yang saya berika akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian saja.
Medan,
Agustus 2009
(Yuli Novita Sari Putri)
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.