Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25, 30, 32/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON & PEMERINTAH (V)
JAKARTA RABU, 9 MARET 2011
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25, 30, 32/PUU-VIII/2010 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PEMOHON
-
Fatriansyah Aria dan Fahrizan (Perkara Nomor 25/PUU-VIII/2010) Asosiasi Pengusaha Timah Indonesia (Perkara Nomor 30/PUUVIII/2010) Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Perkara Nomor 30/PUU-VIII/2010) Wahana Lingkungan Hidup, dkk.(Perkara Nomor 32/PUU-VIII/2010)
ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (V) Rabu, 9 Maret 2011, Pukul 10.15 – 12.10 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat. SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Mahfud MD. Achmad Sodiki Hamdan Zoelva Muhammad Alim Ahmad Fadlil Sumadi M. Akil Mochtar Harjono Maria Farida Indrati
Wiwik Budi Wasito & Ina Zuchriyah
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: Kuasa Hukum Pemohon (Perkara Nomor 30/PUU-VIII/2010): -
Dharma Sutomo Hatamarrasjid Fahriansyah
Ahli dari Pemohon (Perkara Nomor 30/PUU-VIII/2010): -
Ismiryadi
Saksi dari Pemohon (Perkara Nomor 30/PUU-VIII/2010): -
Rudi Fitrianto
Pemohon (Perkara Nomor 32/PUU-VIII/2010): -
Pius Ginting (WALHI) Abdul Halim (KIARA) Alisa Juliana (Solidaritas Perempuan)
Kuasa Hukum Pemohon (Perkara Nomor 32/PUU-VIII/2010): -
Judianto Simanjuntak Jumi Rahayu Asep Yunan Firdaus
Ahli dari Pemohon (Perkara Nomor 32/PUU-VIII/2010): -
I Nyoman Nurjaya
Saksi dari Pemohon (Perkara Nomor 32/PUU-VIII/2010): -
Abdul Majid Ridwan
ii
Pemerintah: -
Bambang Setiawan (Dirjen Minerba Kementerian ESDM) Sutisna Prawira (Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM) Teguh Pamuji (Staf Ahli Kementerian ESDM) Fadli Ibrahim (Kementerian ESDM) Edy Prasojo (Kementerian ESDM) Mualimin Abdi (Direktur Litigasi Kementerian Hukum Dan HAM) Agus Salim Rini Akto Buana
Ahli dari Pemerintah: -
Dr. Ir. Simon Sembiring Prof. Dr. Daud Silalahi Prof. Dr. Rudy Sayoga Gautama
iii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.15 WIB 1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan keterangan Saksi dan mendengarkan keterangan Ahli dalam Perkara Nomor 25, Nomor 30, dan Nomor 32/PUU-VIII/2010 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon Nomor 25 belum hadir? Nomor 30? Perkenalkan diri dulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA NOMOR VIII/2010): DHARMA SUTOMO HATAMARRASJID
30/PUU-
Terima kasih, Majelis. Kami perkenalkan selaku dari Pemohon Nomor 30 hadir 2 orang, Dharma Sutomo dan Fahriansyah. 3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Nomor 32?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): JUDIANTO SIMANJUNTAK
NOMOR
32/PUU-
Terima kasih, Majelis Hakim. Kami Perkara Nomor 32 memperkenalkan diri, dari kami hadir Pemohon yang mewakili WALHI Pius Ginting, dari KIARA Abdul Halim, dari Solidaritas Perempuan Alisa Juliana. Kami dari Kuasa Pemohon, saya Judianto Simanjuntak, Jumi Rahayu, Asep Yunan Firdaus. Dari kami juga menghadirkan Ahli Prof. Nyoman Nurjaya dan Saksi Abdul Majid Ridwan. Terima kasih, Majelis. 5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, Pemerintah.
6.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM)
(DIREKTUR
LITIGASI
Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.
1
Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Pemerintah hadir saya sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebelah kiri saya ada Pak Edy Prasojo dari Kementerian ESDM, kemudian sebelah kirinya ada Pak Teguh Pamuji (Staf Ahli Kementerian ESDM), sebelah kirinya lagi ada Pak Bambang Setiawan (Dirjen Minerba Kementerian ESDM), kemudian di sebelah kirinya lagi ada Pak Sutisna Prawira (Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM), kemudian ada Pak Fadli Ibrahim dari Kementerian ESDM, kemudian di belakang ada Ibu Rini, ada Akto, ada Pak Buana, ada Pak Agus Salim dan kawan-kawan yang lain dari Kementerian ESDM dan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih, Yang Mulia. 7.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik.
8.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM)
(DIREKTUR
LITIGASI
Izin, Yang Mulia. Pemerintah juga menghadirkan Ahli yang sudah hadir di hadapan Yang Mulia, yang pertama Dr. Ir. Simon Sembiring, yang ke dua Prof. Dr. Daud Silalahi, yang ke tiga Prof. Dr. Ir. Rudy Sayoga. Terima kasih, Yang Mulia. 9.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Pemohon Nomor 30 itu mengajukan Ahli Pak Ismiryadi, hadir Ismiryadi? Kemudian mengajukan Saksi Pak Rudi Fitrianto, hadir? Oke. Baik, sekarang Saksi maju dulu, Pak Rudi Fitrianto dan Abdul Majid, maju dulu untuk mengambil sumpah sebagai Saksi. Pak Majid, mana? Beragama Islam? Pak Rudi? Islam. Baik, disumpah dengan cara Islam. Pak Fadlil?
10.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Untuk bersumpah ikuti kata saya. Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Saksi, akan menerangkan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Ya, Cukup terima kasih.
2
11.
SAKSI YANG BERAGAMA ISLAM Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Saksi, akan menerangkan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
12.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ya, cukup, terima kasih.
13.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Kemudian para Ahli, Bapak H. Ismiryadi, Prof. Nyoman Nurjaya, maju semua dulu, kemudian Dr. Simon Sembiring, kemudian Prof. Daud Silalahi, kemudian Prof. Rudi Sayoga Gautama. Baik, yang beragama Islam sebelah utara dulu. Beragama Islam, beragama Kristen..., Katolik ya, beragama Kristen, beragama Hindu. Nah, untuk itu mulai dari yang beragama Hindu dulu. Ibu Maria?
14.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ikuti lafadz yang saya ucapkan... Om atah paramawisesa, saya berjanji sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
15.
AHLI YANG BERAGAMA HINDU
Om atah paramawisesa, saya berjanji sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. 16.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
17.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sekaligus Bu, yang beragama Kristen.
18.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Saya berjanji sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya.
3
19.
AHLI YANG BERAGAMA KRISTEN Saya berjanji sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya.
20.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
21.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Fadlil, yang Islam.
22.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ahli, silakan tirukan saya. Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan menerangkan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
23.
AHLI YANG BERAGAMA ISLAM Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan menerangkan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
24.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Cukup, terima kasih. Silakan duduk kembali.
25.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Saksi Nomor 30 Pak Rudi Fitrianto, maju ke podium. Silakan Pemohon Nomor 30, ini diminta menerangkan apa? Dipandu saja.
26.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA NOMOR VIII/2010): DHARMA SUTOMO HATAMARRASJID
30/PUU-
Ya, terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Nah, Saudara Saksi ya, Saudara kami hadirkan di sini untuk menjelaskan atau menerangkan bahwa Saudara yang kami tahu sebagai pelaku penambangan. Setahu atau yang Saudara rasakan semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, apakah menurut Saudara…, apa menurut yang Saudara rasakan ya, dengan undang-unadang ini apakah ada hal-hal yang Saudara anggap merugikan ya, atau tidak bisa dilaksanakan? Mohon untuk Saudara jelaskan dalam praktiknya.
4
27.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 30/PUU-VIII/2010): RUDI FITRIANTO Baik, mohon izin, Yang Mulia Majelis Hakim. Bahwa sesungguhnya aktifitas penambangan rakyat yang ada di Bangka Belitung pada saat ini sesungguhnya jika diberlakukan Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, tentunya tidak memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, yang mana jelas-jelas bahwa beberapa pasal di dalam Undang-Undang Minerba itu sendiri dijelaskan, saya tidak perlu menjelaskan berapa pasal, cukup contoh saja Pak, satu pasal, yang mana di dalam Pasal 22 di Undang-Undang Minerba itu menjelaskan atau mengharuskan masyarakat menambang di sungai, tengah sungai, dan tepi sungai. Nah, dan ini jelas-jelas, Pak. Jika masyakarat melakukan aktifitas penambangan tersebut dengan sendirinya bertentangan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup. Di dalam Undang-Undang Minerba sendiri dianjurkan masyarakat menambang di sungai. Nah, masyarakat tentunya dalam hal ini terperangkap Pak, bekerja. Ketika masyarakat bekerja di aliran sungai, proses penegakan hukum berjalan, yang mana dikenakan Undang-Undang Lingkungan Hidup, dan juga daerah aliran sungai. Itu kondisi kenyataan sekarang, Pak. Yang jelas jika diberlakukan Undang-Undang Minerba ini sendiri di penambangan…, aktifitas penambangan rakyat di Bangka Belitung, secara otomatis masyarakat tidak dapat melakukan aktifitas penambangan, Pak. Karena pada undang-undang itu sendiri jelas menghentikan aktifitas penambangan masyarakat, nah ini. Demikian, Pak.
28.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA NOMOR VIII/2010): DHARMA SUTOMO HATAMARRASJID
30/PUU-
Saudara selaku penambang mengetahui bahwa salah satu syarat, yang ditetapkan oleh undang-undang bahwa ada penetapan luas minimum untuk mendapatkan wilayah izin usaha pertambangan itu untuk satu hamparan minimal seluas 5.000 hektar, ya. Dan…, gini…, jadi bagaimana, apakah dalam praktiknya atau dalam kondisi riilnya di daerah Saudara dalam melakukan penambangan dapat dipenuhi? 29.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 30/PUU-VIII/2010): RUDI FITRIANTO Baik. Jelas-jelas itu kalau kita diminta untuk menambang di dalam satu hamparan 5.000 hektar jelas-jelas ini satu hal yang tidak mungkin, Pak. Mana lagi luas kawasan lahan pertambangan rakyat satu hamparan 5.000 hektar.
5
Nah, di dalam Undang-Undang Minerba itu sendiri kita harus menambang dengan kawasan 5.000 hektar. Ini aktifitas penambangan rakyat Pak, yang mana penambangan rakyat ini cuma lahan yang hanya luas 1 hektar sama 2 hektar. Nah, ini sudah jelas-jelas Pak, bahwa kalau itu diberlakukan kita ndak akan bisa melakukan aktifitas, kalau diminta 5.000 hektar, Pak. Dan itu pun lahan 5.000 hektar itu didapatkan atas dasar lelang, Pak. Nah ini, kita sementara aktifitas penambangan rakyat. Bekerja secara tradisional. Nah, mana mungkin kita bisa penuhi itu. Demikian, Pak. 30.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA NOMOR VIII/2010): DHARMA SUTOMO HATAMARRASJID
30/PUU-
Baik, yang saya maksudkan itu begini, ini yang syarat 5.500 hek…, 5.000 hektar 500 hektar kan ini dalam tahapan eksplorasi, ya. Baru dalam tahapan eksplorasi, belum sampai ke eksploitasi. Yang jelas untuk melakukan eksploitasi itu harus diawali dengan eksplorasi. Eksplorasinya 5.000, minimal, ya. Dan apakah dalam melakukan yang Saudara laksanakan selama ini, apakah ada persyaratan biaya ya, ntuk 5.000 hektar itu minimal? Jadi Saudara sebelum melakukan eksploitasi kan harus melakukan penambangan…, melakukan eksplorasi dulu, harus ada izin eksplorasi. Apakah ini ada ketentuan ya, yang ditetapkan bahwa harus membayar 5.000 hektar kali sekian untuk melakukan eksplorasi? 31.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 30/PUU-VIII/2010): RUDI FITRIANTO Ya, tepat, kita harus membayar itu. Jadi dengan kapasitas kami sebagai tambang rakyat mana mungkin kami harus mengeluarkan biaya, jaminan reklamasi atau jaminan untuk biaya eksplorasi hal-hal yang sudah ditetapkan itu seluas dengan…, dengan luas 5.000 hektar, tambang rakyat enggak mungkin bisa melakukan itu, Pak.
32.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA NOMOR VIII/2010): DHARMA SUTOMO HATAMARRASJID
30/PUU-
Nah, Saudara juga mengetahui ya bahwa ada proses untuk mendapatkan BIUP ya, itu harus dengan dilakukan melalui proses pelelangan, ya. Berarti di sini kan kalau sudah lelang berarti untuk mendapatkan itu adalah ukurannya ukuran penawaran tertinggi atau lelang. Nah, apakah ini juga menjadi hambatan bagi Saudara ya dan teman-teman Saudara dalam penambangan dengan ada ketentuan dan kewajiban untuk melakukan…, untuk mendapatkan BIUP ini dengan cara lelang?
6
33.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 30/PUU-VIII/2010): RUDI FITRIANTO Sudah sangat jelas, Pak. Jika itu diberlakukan, kami masyarakat pribumi atau lokal, masyarakat Bangka Belitung yang melakukan aktivitas penambangan rakyat, kami sendiri yang praktiknya penambang rakyat, jika itu diberlakukan dengan sistem lelang, ini jelas-jelas menguntungkan bagi pemodal besar, Pak. Kami tambang rakyat tidak bisa melakukan apa-apa. Pemodal-pemodal besar yang bisa melakukan itu. Demikian, Pak.
34.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA NOMOR VIII/2010): DHARMA SUTOMO HATAMARRASJID
30/PUU-
Apa ada hal-hal lain yang ingin Saudara sampaikan? 35.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 30/PUU-VIII/2010): RUDI FITRIANTO Yang ingin saya sampaikan satu hal paling penting, Pak. Saya menyampaikan dari rekan-rekan masyarakat, penambang rakyat yang dari Bangka Belitung, khususnya. Jika diberlakukan Undang-Undang Minerba ini menciderai rasa keadilan masyarakat Provinsi Bangka Belitung yang melakukan aktivitas penambangan rakyat. Sudah sejak ratusan tahun tambang rakyat dilakukan…, masyarakat melakukan aktivitas penambangan rakyat di Bangka Belitung. Jadi sejak berapa periode itu sudah dilakukan, dari zaman penjajahan dulu sudah ada aktivitas penambangan rakyat di sana. Dari daratan Cina sudah masuk ke sana, melakukan aktivitas penambangan. Hingga kini kami diberi peluang untuk melakukan aktivitas penambangan, menghidupi kehidupan kami yang lebih layak, di kala kami dapat menambang tiba-tiba dihentikan, sementara masyarakat bertumpu..., masyarakat tambang rakyat yang di Bangka Belitung saat ini bertumpu pada penambangan rakyat, Pak. Itulah mata pencaharian kami. Jika ini diberlakukan secara otomatis kami tidak bisa melakukan aktivitas. Nah, hal ini berarti dengan sendirinya kami ndak boleh melakukan kegiatan apa pun, ndak bisa memberikan nafkah kepada keluarga kami, Pak, jika diberlakukan ini. Terima kasih.
36.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Oke, silakan duduk. Kemudian Saudara Majid Ridwan. Silakan, suruh menerangkan apa itu.
7
37.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Kami dari Pemohon 32 meminta…, meminta Pak Ridwan untuk menjelaskan pengalaman beliau terkait dengan pemanggilan dari pihak kepolisian yang menjadikan beliau sebagai tersangka atas Pasal 162, dimana pasal ini kami mohonkan, yaitu dianggap melakukan tindakan merintangi dan mengganggu usaha pertambangan. Oleh karena itu kepada Saksi diharapkan bisa menjelaskan pengalaman bagaimana proses pemanggilan, kemudian apa latar belakang terjadinya pemanggilan itu? 38.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Ya, terima kasih. Baik, Yang Mulia, terima kasih. Jadi di tempat kami 2 tahun yang lalu ada di (…)
39.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Tempat Anda di mana?
40.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Di Desa Wotgalih, Lumajang, Jawa Timur.
41.
Kecamatan
Yosowilangun,
Kabupaten
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ada apa di sana?
42.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Jadi 10 tahun yang lalu PT. Aneka Tambang telah melakukan kegiatan penambangan pasir besi, dan kemudian 2 tahun kemudian PT. Aneka Tambang berencana melakukan reproduksi ulang. Tetapi dari penambangan yang 10 tahun yang lalu masyarakat tidak mendapatkan retribusi atau apa pun dari kegiatan tersebut, hanya meninggalkan kerusakan-kerusakan lingkungan, dimana di sana kerusakannya sudah sangat parah. Kemudian pada tanggal 22 Mei mereka melakukan sosialisasi dimana dihadiri oleh Muspida, Muspika, dan sebagian Anggota Dewan Tingkat II, dimana masyarakat mayoritas menolak reproduksi
8
tersebut. Akibat penolakan masyarakat yang mana mayoritas warga kami menolak penambangan, maka kepala desa mengeluarkan surat pernyataan tanggal 8 Juli yang intinya menolak adanya penambangan pasir besi di desa kami. 43.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Tahun berapa itu?
44.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Tahun 2010.
45.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Oke.
46.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Sekitar bulan Juli 2010 masyarakat mendengar kabar lewat media cetak dan elektronik bahwa izin usaha penambangan tiba-tiba diterbitkan, sehingga ditindaklanjuti dengan pihak tambang melakukan survei dan mengambil sampel pasir dengan diantar oleh salah seorang warga. Setelah mengambil survei…, setelah melakukan survei dan mengambil sampel pasir, rumah warga yang mengantar pihak perusahaan itu didatangi…, didatangi apa itu…, warga, karena diingatkan dan memohon kepada beliau untuk dibawa ke balai desa agar…, karena melanggar kesepakatan surat pernyataan kepala desa dimana masyarakat menolak penambangan itu. Kemudian setelah dibawa ke balai desa untuk dimintai pertanggungjawaban. Beberapa minggu kemudian 9 orang warga kami dipanggil sebagai saksi oleh pihak Polres Lumajang dengan tanggal yang berbeda terkait masalah tersebut di atas. Satu minggu kemudian, 7 orang dari 9 orang tersebut yang dipanggil sebagai saksi, Pasal Tindak Pidana 335 dan 170, dengan pelapor Saudara Hidayat. 7 orang tersebut yaitu H. Artiwan, Samsuri, Muhin, Fendi, Maih, saya sendiri Ridwan, dan H. Mahruji. Akhirnya 4 dari 7 orang tersebut yaitu H. Artiwan, Samsuri dan Muhin, beserta Fendi, langsung ditangkap saat itu juga oleh pihak Polres Lumajang. 4 orang yang ditahan tersebut sampai diproses persidangan tingkat Pengadilan Lumajang, divonis 5 bulan 2 hari sesuai dengan masa tahanan. Seminggu setelah penangkapan tersebut warga dipanggil lagi oleh pihak Polres Lumajang sebagai saksi dengan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Karena warga
9
trauma dengan penangkapan dan penahanan 4 orang warga yang mulanya dipanggil sebagai saksi kemudian dijadikan tersangka, maka 9 orang warga yang dipanggil pihak Polres terkait dengan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tidak menghadiri panggilan tersebut, karena kita trauma. Jadi tidak jelas di situ, dalam surat penggilan itu pelapornya siapa itu tidak ada, Yang Mulia. Dengan kejadian-kejadian di atas semangat warga desa kami di Yosowilangun makin menguat dan kompak untuk menolak penambangan pasir besi di desa kami, karena kelestarian lingkungan hidup di desa kami itu biar bisa terjaga. Terus, harapan kami dari masyarakat perwakilan di sana agar dapat sekiranya untuk dikaji ulang pasal tersebut karena bagi kami pasal itu sudah termasuk mengintimidasi masyarakat di desa kami. Terima kasih. 47.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, masih ada lagi?
48.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Boleh kami lanjutkan pertanyaan Pak, 1 lagi? 49.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan.
50.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Itu tadi kesaksian mengenai pemanggilan-pemanggilan oleh pihak Polres Lumajang. Tapi bisa tidak dijelaskan bagaimana upaya-upaya menolak, penolakan ya, terhadap operasi tambang di sana oleh masyarakat. Lalu kenapa menolak? Sebenarnya tadi sudah dijelaskan ya kenapa menolak. Kemudian respon pihak-pihak yang pernah diminta oleh masyarakat atau didatangi oleh masyarakat ya, untuk merespon tuntutan-tuntutan dari masyarakat, diceritakan secara singkat. 51.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Jadi cara-cara penolakan kami di sana, pertama kami melakukan
istighosah bersama, secara kontinyu dengan para alim ulama. Yang ke dua, ke lobi-lobi ke….(…)
10
52.
KETUA: MOH. MAHFUD MD.
Istighosah gimana? 53.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN
Istighosah rutinan. 54.
KETUA: MOH. MAHFUD MD.
Istighosah menolak? 55.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Ya, menolak.
56.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ngundang…,terus bagaimana itu?
57.
cara
menyatakan
kalau
istighosah
itu
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Cara menyatakannya lewat (…)
58.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Itukan berdoa kepada Tuhan itu terus menolak penambangan, itu apa isinya kepada Tuhan mintanya penolakan itu, apa kepada polisi atau kepada bupati?
59.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Kita istighosah bersama setiap anu…, berdoa saja, dalam (..)
60.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Oh, gitu. Ya kan tidak tahu nanti penjabatnya kalau menolak, soalnya berdoa, bagaimana? Ndak, ini sungguh-sungguh, apa pernyataan penolakan di-istighosah itu dinyatakan dengan apa? Nanti dikira orang ngaji-ngaji bisa kan kalau menolak.
11
61.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Kami dinyatakan dengan secara berdoa, jadi di tiap masjid-masjid setiap satu…, Setiap ba’da sholat Jumat, jadi sebelum itu (..)
62.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Berdoa saja ya, tetapi tidak disampaikan penolakan itu secara resmi kepada pemerintah, kepada perusahaan, kepada apa, tidak, ya? Hanya berdoa, gitu?
63.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Jadi itu yang pertama, Yang Mulia. Yang ke dua ada lagi yaitu demonstrasi…, aksi-aksi demonstrasi damai. Jadi di situ pemerintah juga tidak ada satu pun yang mendengar dari kita suara rakyat. Yang terakhir, Yang Mulia (…)
64.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Tidak ada yang merespon maksudnya?
65.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Tidak ada yang merespon.
66.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Mereka sudah mendengar tapi tidak merespon.
67.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Tidak ada yang mersepon sampai sekarang. Kemudian yang terakhir kami juga melakukan penghijauan di area penambangan yang dulu sudah rusak, itu kita lakukan setiap satu Minggu sekali.
68.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Oke, apa lagi? Ada yang mau ditanyakan lagi? Tadi ada pertanyaan mengapa menolak, itu sudah dijawab karena merusak lingkungan.
12
69.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Ya, satu yang terakhir, Majelis Yang Mulia. Tadi pernah dijelaskan…, disampaikan mengenai sosialisasi ya, oleh pihak pemerintah. 70.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Pihak Aneka Tambang.
71.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Aneka Tambang. Nah, kalau dari pihak pemerintah ada tidak pernah menyampaikan, misalnya dijelaskan pada masyarakat ini ada usaha pertambangan, kemudian dijelaskan juga mekanisme-mekanisme kalau misalnya masyarakat mau komplain atau menolak diberitahukan jalur-jalurnya. 72.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Tidak pernah sama sekali.
73.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Tidak pernah sama sekali. Terima kasih, Majelis Hakim. 74.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Oke, ini Pak Hakim Harjono mau tanya kepada Saksi, silakan.
75.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Tadi Anda sebutkan ya Saksi bahwa sudah beroperasi di situ 10 tahun?
13
76.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Ya.
77.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Kemudian 10 tahun itu efektif melakukan penambangan atau bagaimana? Atau berhenti?
78.
pengerjaan
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Berhenti sampai terakhir izinya habis.
79.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Izinnya habis?
80.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN 2008, kemudian mereka (..)
81.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Tapi pernah izinnya habis ya?
82.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Ya.
83.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Setelah itu reproduksi mestinya minta izin baru?
84.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Minta izin baru.
85.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Pernah terlibat warga desa itu untuk proses pengeluaran izin baru?
14
86.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Tidak ada sama sekali.
87.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Tidak ada. Yang dimintakan izin baru itu area dulu yang pernah diberikan itu atau area baru?
88.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Area yang dulu itu melanjutkan mereka.
89.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Melanjutkan?
90.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN
He eh, melanjutkan area yang sudah lama itu. 91.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Yang sudah lama tapi tidak menambah hariannya di area itu juga?
92.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Ya.
93.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Lalu asal-usul tanah lahan yang menjadi wilayah izin usaha dulu 10 tahun sebelum itu mulai beroperasi itu, hak apa yang ada di situ?
94.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Asal usul tanah tersebut di situ, asalnya memang milik negara.
15
95.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Milik negara?
96.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Jadi cuma di situ yang mengklaim status tanah tersebut tidak jelas, ada yang dari angkatan udara, ada yang dari Perhutani, terus ada juga yang dari kehutanan.
97.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Ya.
98.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Untuk yang sementara ini yang…, yang…, tanah yang mau di tambang ini, ini untuk sampai sekarang itu dibika…, dipakai oleh pihak angkatan udara untuk latihan, Yang Mulia.
99.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Untuk latihan?
100. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Ya. 101. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Masyarakat pernah memanfaatkan tanah itu sebelum 10 tahun yang lewat itu di kelola oleh pertambangan atau sampai sekarang berdampingan juga yang diambil tambang pasir besinya, sementara sebelah juga rakyat mengerjakan atau gimana status tanah itu? 102. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Jadi dari tanah itu saya jelaskan fungsi dulu, fungsinya itu sebagai tameng atau pelindung dari lingkungan kami. Kemudian (..)
16
103. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Apa itu pegunungan, begitu? 104. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Pegunungan, Yang Mulia. Jadi wilayah kita itu dekat sama laut selatan. Jadi selain itu juga sebagai…, kita pernah mengalami tahun 1994 itu tsunami Banyuwangi dan kita terkena imbasnya. Seandainya ndak ada gunung itu kita sudah habis kena itu…, kena ombak itu, Yang Mulia. 105. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Oh, gitu ya. Jadi sebagai pelindung, bukan tanah pertanian ya? 106. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Bukan. 107. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Bukan. Pantai saja? 108. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): ABDUL MAJID RIDWAN Ya, pantai. 109. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Oke, terima kasih. 110. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Cukup, silakan duduk. Sekarang kepada Ahli, Ahli dari Nomor 30 Saudara Ismiryadi.
17
111. AHLI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 30/PUU-VIII/2010): ISMIRYADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 112. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan, Saudara mau langsung menjelaskan atau menunggu pertanyaan? 113. AHLI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 30/PUU-VIII/2010): ISMIRYADI Ya, pertama kali saya ingin menyampaikan beberapa hal yang saya pahami, yang juga…, artinya saya pahami sejak redaksional, dan juga yang saya pahami di lapangan. Pertama kali saya ingin menyampaikan, saya lahir di Bangka Belitung, sampai hari ini di Bangka Belitung, dan insya Allah akan mati di Bangka Belitung, seizin Allah. Saya cuma keluar sebentar hanya pergi belajar ke Jakarta, habis itu balik lagi ke Bangka Belitung. Dan apa yang saya rasakan di masyarakat Bangka Belitung yang menyangkut mengenai pertambangan timah ini sangat ironis. Tapi alhamdulillah kemarin ada Undang-Undang Otonomi Daerah, sedikit keterbelengguan masyarakat Bangka Belitung terbuka. Tetapi dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 4 ini, kembali masyarakat Bangka Belitung terbelenggu kembali. Salah satu pasal yang sangat bikin kami bertanya-tanya, dan saya juga sudah sempat menghadap kepada Komisi VII, itu adalah Pasal 22 yang tadi disampaikan oleh Saudara Rudi, bahwa penetepan wilayah pertambangan rakyat di sungai, di tepi sungai, dan di sepadan sungai, dan di sungai. Hal ini menjadi pertanyaan saya yang bodoh, saya pergi mengajak teman-teman ke Komisi VII, dijelaskan secara gamblang bahwa sungai ini adalah sungai kuno, sungai di bawah permukaan, sungai yang tidak jelas menurut saya yang tidak mengerti tentang sungai itu. Tetapi redaksional yang kami baca, penetapan wilayah pertambangan rakyat di sungai, di sungai, di tepi sungai, dan sepadan sungai. Ini redaksional yang berbunyi. Dan juga saya meyakini karena saya pernah mengalami hal itu, penegakan hukumnya tidak akan bicara soal sungai kuno, pasti bicara soal sungai di permukaan karena saya yakini adalah kata sepadannya. Ini kalau ditetapkan sampai hari ini, saya yakini bupati, gubernur, maupun siapa pun yang memberi advice tentang perizinan wilayah pertambangan rakyat siap-siap untuk menghadapi tuntutan berikutnya yaitu Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32. Kalau misalnya ada kata-kata pemahaman sungai ini sungai kuno, ya mungkin kita adu debat kusir Pak, nanti dalam penertiban di
18
lapangan. Karena sekarang ini lagi asik-asiknya penertiban di lapangan, karena mengacu kepada undang-undang ini sudah mulai diterapkan. Dan saya yakini kawan-kawan tambang rakyat ini sangat tidak berani untuk melakukan hal tersebut. Dan ini saya mengatakan kembali masyarakat Bangka Belitung terbelenggu lagi oleh undang-undang yang dibikin oleh Republik ini. Satu pasal itu yang sangan bikin kami mengatakan tidak ada keadilan terhadap masyarakat Bangka Belitung yang ingin mengolah sumber daya alamnya yang namanya pasir timah. Yang berikutnya saya ingin juga menyampaikan beberapa pemahaman kami tentang pemegang IUP di Pasal 52 bahwa wilayah IUP itu luasnya paling sedikit…, sebelum itu saya ingin menyampaikan juga Pak, mengenai penetapan wilayah pertambangan rakyat tadi dengan kedalamannya…,dengan kedalamannya dan penetapan waktu bahwa kegiatan itu sudah dikerjakan 15 tahun sebelumnya. Dan endapan yang tadi saya katakan adalah endapan teras dataran banjir dan endapan sungai purba, yang menurut pemahaman yang tadi saya minta di Komisi VII. Dan ini juga mohon nanti kalau ada yang lebih Ahli lagi menjelaskan tolong dijelaskan, dengan redaksional yang bunyinya penetapan wilayah pertambangan rakyat di sungai, di tepi sungai, dan sepadan sungai. Artinya redaksional lagi dengan penetapan apa…, penegakan hukum di lapangan, Pak. Tolong dijelaskan, bisa ndak nanti. Kalau kami berhadapan dengan polisi nanti, bisa enggak tim-tim Ahli yang membikin undang-undang ini menjelaskan kepada polisi, atau nanti dihadirkan di pengadilan sebagai Saksi Ahli. Bahwa tidak salah nanti, mohon dijelaskan ini. Jadi jangan kita teori-teori begini-begini, tapi penegakan hukumnya masyarakat yang capai. Yang berikutnya kedalaman maksimal 25 meter ini Pak, karena ada ketentuan penambangan rakyat ini menggunakan barang yang sederhana, alat yang sederhana, hak apa…, PH-nya pun horse powernya pun ditentukan, dan menggunakan alat sederhana. Menurut pemahaman saya tidak boleh menggunakan alat berat, tapi di undangundang ini mengatakan kedalamannya 25 meter. Saya akan mengundang di lapangan siapa pun ahlinya untuk menggali kedalaman 25 meter itu dengan menggunakan cangkul. Saya mengundang Ahli datang ke Bangka Belitung, kita cari tempat yang layak untuk digunakan tambang rakyat menggunakan alat sederhana yang namanya cangkul yang ada di dalam undang-undang itu untuk menggali sampai 25 meter. Kalau tidak mampu saya pikir undang-undang ini perlu diperhatikan untuk direvisi, redaksionalnya ini. Yang berikutnya, saya juga ingin menyampaikan bahwa pola untuk mendapatkan penetapan IUP yang katanya sistemnya lelang, tetapi dalam undang-undang ini IUP penyelidikan dikenakan kepada yang akan mendapatkan menang lelang itu. Logikanya tidak masuk, Pak, karena hukum lelang barang itu sudah jadi dan sudah kita prediksikan, berapa hasil yang akan kita ambil dari tanah yang akan kita dapat dari
19
lelang itu. Tapi KP IUP penyidikannya kewajibannya kepada pemenang lelang. Jadi dengan kata lain, Bapak-Bapak Yang Terhormat, Pak Hakim Yang Mulia, barang yang dilelang ini kucing dalam karung, tidak jelas berapa material yang ada dalam bumi ini yang dilelang oleh pemerintah daerah itu yang dimenangkan pelelang itu. Karena IUP penyelidikan itu diwajibkan kepada pemenang lelang, pemegang IUP itu sendiri. Itu saja kadang-kadang bikin kita bertanya-tanya. Sedangkan biaya menurut saya dan saya pernah alami, KP dalam tatanan izin itu di biaya penyelidikan itu yang paling mahal, Pak. Kita mesti mengebor satu titiknya Rp 500.000,00 untuk mendapatkan berapa kandungan yang ada. Pertanyaan saya, mampukah pengusaha.., mampukah pemerintah memberi bahwa jaminan ini titip ayamnya istilah kami di kampung, Pak, akan menghasilkan timah. Di lautnya sekian, enggak ada pegangannya itu. Jadi apa yang dilelang itu kita bertanya cuma lahan saja dilelang, Pak. Yang berikutnya, saya juga ingin menyampaikan beberapa hal lagi mengenai hamparan. Hamparan yang minimal luasnya paling sedikit 5.000 hektar itu dan kebetulan saya pernah menghadiri sosialisai undang-undang ini di hotel Lumeri, saya lupa tanggalnya. Saya tanya kepada yang memberi paparan itu, “Pak, bagaimana kita menentukan hamparan 5.000 hektar ini dalam satu bidang? Bolehkah 500, 500, 500?” “Enggak, satu hamparan!” “Kalau misalnya kena ke pemukiman penduduk?” “Enggak apa-apa, bikin saja satu hamparan!” Saya terhenyak Pak, “Hah, yang memberi sosialisasi ini,” saya bilang, “Apa-apan ini? Apakah ada udang di balik batu tentang 5.000 hektar ini, Pak?” saya bilang. “Oh, ndak.” Saya bilang, “Ada Pak, di jaminan reklamasinya, Pak.” Karena untuk mendapat IUP salah satu syaratnya kita harus membayar jaminan reklamasi, yang kalau Undang-Undang Nomor 11 Pasal 7…, 11, 67.., Tahun 67, itu 7000…, 750 US dollar per hektar, sampai ke tingkat yang berikutnya. Jadi ini pun kalau terjadi ditetapkan di Bangka Belitung sangat-sangat impossible, sangat-sangat tidak mungkin, karena luas wilayah kami di bawah 1/3-nya…, tidak sampai 1/3-nya Kalimantan Barat. Jadi kalau undang-undang diterapkan, pasal ini diterapkan, saya pikir tidak ada, tidak akan mungkin untuk dilakukan, dalam satu hamparan lho, Pak. Kalau terpisah-terpisah 500, 500 dengan nama perusahaan yang sama, mungkin. Ini dibuktikan dengan perizinan kelapa sawit saja, Pak, saya.., saya analogkan. Tapi kalau hamparan 5000 hektar, impossible. Yang berikutnya saya juga ingin menyampaikan mengenai hal-hal yang menyangkut peralihan ini, Pak. Ini menarik dan saya minta perhatian betul-betul, Yang Mulia. Kontrak karya dan perjanjian karya
20
pengusahaan tambang ini yang telah sebelum berlaku undang-undang diberlakukan sampai jangka waktu berakhir kontrak atau perjanjian karya. Ini paling menarik, Pak. Kebetulan sekarang saya sebagai Ketua DPRD Bangka Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Beberapa bulan yang lalu mengundang yang namanya BUMN PT. Timah untuk menyampaikan paparannya di komisi. Bahwa PT. Timah itu mempunyai izin KP, kalau sekarang undang-undang berubah menjadi IUP sampai tahun 2027. Saya kaitkan dengan peralihan ini ya, Bu ya, sampai tahun 2027. Pemerintah daerah dari mulai gubernur, walikota, bupati, yang memberi izin ratarata sampai 2013. Terjadi kesenjangan izin 2013 dengan 2027. 14 tahun ini bukan hal yang mudah, Pak. Tetapi kalau undang-undang ini tidak direvisi, Pasal 22 saja, Pak, jangan mimpi masyarakat Bangka Belitung bisa berpartisipasi untuk menikmati sumber daya alamnya dengan segala perizinan yang ada menurut Undang-Undang Otonomi Daerah. Ini benar-benar kita buka pintu hati, Pak. Dan kami akan menerima semua keluhan masyarakat itu pasti kami, tidak mungkin orang Jakarta. Pasti DPRD kabupaten kami yang akan menerima imbas ini. Kami mohon betul-betul, kalau di lapangan tadi saya sampaikan, Pak Hakim Yang Mulia, kedalaman 25 meter menggunakan cangkul, mari kita buktikan di lapangan, bisa enggak itu dilaksanakan? Kalau begitu kita mendatangkan alat berat, Pak Hakim Yang Mulia, pasti kita ditangkap, karena undang-undang mengatakan harus menggunakan alat yang sederhana, sampai cangkul, dan harap…, begini Pak Limbang itu, pemahaman republik ini ke depan…, pengolahan sumber daya alam yang oleh rakyat. Sekali lagi atas nama rasa rakyat Bangka Belitung, kebetulan Pak, saya mengatakan ini yang benar-benar terjadi di lapangan, saya lahir 43 tahun yang lalu di Bangka Belitung. 1 kilogram timah bisa membikin orang sengsara seumur hidup sebelum Undang-Undang Otonomi Daerah berlaku. Sekarang ini kembali lagi masyarakat Bangka Belitung dibelenggukan oleh undang-undang yang dibikin republik ini. Mohon Hakim Yang Mulia, dan saya siap mengakomodir, kita datang melihat di lapangan. Jangan kita berteori di Jakarta, orang datang ke Bangka Pak 3 jam, pagi datang sore pulang, di Jakarta teriak-teriak, “Hutan rusak segala.” Perizinannya pun terjadi kesenjangan, Pak, tadi. 2027 dengan 2013, 14 tahun, apakah kita menggunakan hati nurhani membikin undang-undang ini? Silakan Bapak-Bapak lebih ahli dari saya menjawabnya. Terima kasih, Yang Mulia. Wabillahitaufik walhidayah, wassalamualaikum wr. wb.
21
114. KETUA: MOH. MAHFUD MD. (…)
Baik, silakan duduk dulu, nanti kalau ada pertanyaan pendalaman
115. AHLI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 30/PUU-VIII/2010): ISMIRYADI Siap. 116. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Nanti sesudah Saksi…, sesudah Ahli dari Pemohon dua-duanya bicara. Kemudian Ahli dari Pemohon Nomor 32, Prof. Nyoman. 117. AHLI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): I NYOMAN NURJAYA Minta izin, Yang Mulia, saya mempresentasikan dari (…) 118. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan, Pak. 119. AHLI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 32/PUU-VIII/2010): I NYOMAN NURJAYA Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim. Salam sejahtera untuk kita semua. Assalamualaikum wr. wb., Salom, Om swastyastu. Nama Budaya Rahayu. Pada kesempatan ini saya I Nyoman Nurjaya, dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Dalam kapasitas sebagai Ahli saya ingin menjelaskan tentang poin-poin krusial dari Pemohon Nomor 32 yang berkaitan dengan partisipasi publik dalam pembuatan keputusan, penetapan, dan kebijakan, dan transparansinya. Kemudian yang kedua kaitan dengan kriminalisasi dalam usaha pertambangan. Yang pertama, kita berangkat dari landasan konstitusional yang mencerminkan idiologi negara tentang penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk di dalamnya pertambangan mineral dan batubara. Ada amanat-amanat penting yang tercermin dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menciptakan perdamaian dunia yang abadi.
22
Nah, dalam kaitan dengan pembangunan hukum di Indonesia dan nanti menukik pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, politik hukum pembangunan hukum di Indonesia itu mestinya diarahkan pada ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam, khususnya undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Di dalam Undang-Undang Pasal 33 ayat (3) jelas sekali tercermin di sana dan dinormakan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk mewujudkan amanat konstitusi, maka pemerintah menyelenggarakan pembangunan nasional sebagai media untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat itu, dan sumber daya alam merupakan modal utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional, selain bersumber dari pajak, retribusi, mengundang investor, dan bahkan mengandalkan pinjaman atau hutang luar negeri. Dari idiologi itu kemudian paradigma pembangunan nasional yang sampai sekarang masih dianut itu adalah economic growth development. Paradigma ini tidak salah, pembangunan yang diorientasikan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, setelah pertumbuhan ekonomi tercapai maka tidak menetes mestinya mengalir untuk mensejahterakan rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Nah, tetapi yang harus diingat bahwa ada 2 dimensi dalam pencapaian economic growth development itu. Yang pertama, dimensi target dan dimensi proses. Yang terlihat dalam perjalanan pelaksanaan pembangunan nasional ini dan tercermin dalam produk hukumnya, memang lebih pada pencapaian dari target pembangunannya, dengan mengabaikan proses. Kalau ada keseimbangan itu tidak masalah, dan tapi kalau kita lihat dari…, cermati dari…, kritisi dari produk-produk hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam itu terlihat sekali bahwa lebih mengutamakan target dari pada prosesnya. Mengabaikan proses, mengabaikan perlindungan hak-hak asasi rakyat, hak masyarakat adat, dan apakah itu membuat rakyat tersenyum atau terlindungi, atau bukan sebaliknya. Nah, di sinilah kemudian kita perhatikan kalau pembangunan nasional itu lebih mengejar targetnya berarti eksploitasi yang terjadi, proses diabaikan. Dan apa implikasi dari pembangunan nasional yang lebih berorientasi pada target itu, ongkos pembangunannya mahal sekali yang harus dibayar. Dan itu kemudian menimbulkan dari pernyataan-pernyataan Saksi, Ahli, dan mungkin yang sebelumnya juga apa yang dikenal sebagai victims of development (korban-korban pembangunan). Prof. Sutandio mengatakan, “Ini tumbal-tumbal pembangunan.” Apa wujudnya dari ongkos yang harus dibayar itu? Pelanggaran hak asasi rakyat, ketidakterjaminan hak ekonomi, sosial, polotik dan hukum, ketidakberdayaan dan kemiskinan. Tapi yang lebih penting kemudian ongkos pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu. Dan ini yang kemudian tidak pernah dihitung sebagai hasil dari
23
pembangunan unaccounted cost of development, tidak pernah dihitung dan tidak pernah diomongkan, tapi nyata itu terjadi di lapangan. Nah, kalau kita sudah tahu seperti ini apa yang harus kita lakukan? Dan kaitan ini adalah menguji materiil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Kita cermati produk-produk hukumnya, apakah sudah memenuhi prinsip-prinsip penting dalam pengelolaan sumber daya alam itu? Saya ingin memperkenalkan satu prinsip penting dalam pengelolaan sumber daya alam yang dikenal sebagai precoutionary principle, prinsip pencegahan dini, prinsip keberhatihatian. Mengapa? Nah, sumber daya alam, lingkungan hidup adalah sumber kehiudupan manusia yang harus dijaga dan dilindungi. Oleh karena itu hati-hati dalam penggunaan dan pemanfaatannya. Kerusakan, pencemaran lingkungan hidup itu dapat mengancam kehidupan manusia dan bahkan konon sejarah dulu Mesopotamia itu wilayah atau kawasan yang paling subur di Lembah Sungai Eufrat dan Tigris, itu juga persoalan lingkungan menyebabkan peradaban manusia punah di sana. Hati-hati, precoutionary principle. Prinsip pencegahan dini ini di dalam produk hukum mestinya tercermin mulai dari pengaturan perencanaan dan penetapan pembuat keputusannya, yang pertama. Ke dua, tercermin dari analisis mengenai dampak lingkungan, mencegah. Ke tiga, dari sistem perizinan. Ke empat, setelah izin keluar ini harus terus dilakukan pengawasan, dan biasanya lemahnya di sini, setelah izin keluar pemerintah mengangap enggak penting lagi, itu terserah pengusahanya. Dan yang terakhir adalah monitoring dan evaluasi, ini.., prinsip ini apakah sudah tercermin di dalam norma-norma produk hukum itu kita bisa cermati dari perundang-undangan yang ada. Yang ke dua, prinsip keadilan. Dimensinya filsafati atau filosofis. Keadilan bagi generasi yang akan datang, yang juga punya hak untuk menikmati kekayaan alam negeri ini. Kemudian keadilan bagi generasi yang sekarang. Adil juga dalam alokasi pengusahaan dan penggunaan pemanfaatannya, adil dalam distribusi, ini cerminan dari prinsip keadilan. Prinsip demokrasi, dimensinya adalah kesetaran hubungan antara rakyat dengan pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Itu tercermin di dalam bagaimana pelibatan masyarakat diatur dalam pembuatan perencanaan, pembuatan kebijakan, keputusan, dan penetapan. Transparansi dalam pembuatan kebijakan pengambilan keputusan, akuntabilitas pemerintah kepada rakyat, pengakuan dan perlindungan hak rakyat khususnya komunitas-komunitas masyarakat adat di daerah, dan pengakuan atas fakta kemajemukan hukum dalam masyarakat, prinsip demokrasi. Ada prinsip penting yang sering diabaikan yang dikenal sebagai free and prior informed consent principle. Prinsip ini memang dalam…, diterapkan dalam kaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dimensi kesetaraan kedudukan hukum antara rakyat dengan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dan ini merupakan wujud pengakuan dari
24
kemajemukan hukum dan perlindungan hak rakyat, hak komunal masyarakat adat atas penguasaan sumber daya alam dalam wilayah adatnya oleh negara. Kemudian komunitas masyarakat adat, rakyat wajib diberi informasi, ini esensinya dari prinsip ini. Rakyat komunitas masyarakat adat wajib diberi informasi terlebih dahulu mengenai suatu rencana kebijakan, keputusan atau penetapan dari Pemerintah, dan kemudian diberi kebebasan untuk memberi atau tidak memberi persetujuannya atas rencana pemerintah ini. Ini esensi dari prinsip free and prior informed consent, dimensinya adalah kesetaraan hubungan kedudukan hukum antara pemerintah dengan rakyat. Yang terakhir, prinsip keberlanjutan, kaitan dengan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Dimensinya adalah perlindungan lingkungan hidup, keberlanjutan, dan harus diingat bahwa sumber daya alam itu ada yang berwujud stock dan komoditi. Bentang alam misalnya, daerah aliran sungai, danau, itu adalah stock. Komoditi yang riil yang menjadi komoditi ekonomi. Kalau hutan itu kayunya, kalau tambang mineral, batubara, dan seterusnya, yang riil. Kemudian harus juga diingat ada sifat renewable dan non renewable dari sumber daya alam itu. Jelas mineral, batubara, itu adalah non renewable, tidak terbaharukan. Kalau pun bisa, menunggu ribuan tahun. Harus diingat juga ada keterbatasan daya tampung dan daya dukung, kemudian standar baku mutu lingkungan dan mencegah dampak negatif, itu lebih baik daripada memulihkan akibat dari suatu pencemaran dan/atau perusakan lingkungan. Nah, dari ini berangkat dari ideologi, paradigma, kemudian prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pembangunan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan itu dinormakan, maka kembali lagi kita ingat amanat konstitusi negara, karena ini adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Prinsip-prinsip itu kalau saya perhatikan tercermin sudah di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mulai dari alinea ke-4 Pembukaannya, kemudian Pasal 33 ayat (3), kemudian Pasal 18 ayat (2), Pasal 8I ayat (3), yang berkaitan dengan komunitaskomunitas masyarakat adat. Pasal 32 ayat (1), Pasal 28C ayat (2) Hak Asasi, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan seterusnya. Nah, itu di tingkatan konstitusi. Kita perhatikan sekarang di dalam undang-undang. Cerminan dari perlindungan hak asasi ada di Undang-Undang 33 Tahun 1999. Ada juga kemudian konvensi-konvensi internasional yang sudah diratifikasi oleh pemerintah, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada suatu pasal yang menarik dalam kaitan dengan kriminalisasi dan dekriminalisasi. Nah, dari sini coba
25
mengkritisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemohon mengkritisi Pasal 6 ayat (1) huruf e, kemudian Pasal 9 ayat (2) mengenai penetapan wilayah pertambangan dimulai dari perencanaannya. Kemudian Pasal 10. Apakah sudah tercermin di sini apa yang dikenal sebagai genuine public participation? Jadi partisipasi publik atau pelibatan masyarakat yang hakiki, yang murni, bukan pseudo public participation, pelibatan yang basa-basi, semu. Kalau kita cermati dari pasal ini memang kelihatan sekali basabasinya, walaupun di Pasal 10 disebut di huruf a-nya, “Secara transparan, partisipasif, dan bertanggung jawab.” Tapi ketika kita baca nomor…, huruf d-nya, di sana kelihatan ini tidak genuine public participation ketika menunjuk kata masyarakat di dalamnya dalam penetapan wilayah pertambangan. Kaitkan kemudian dengan kriminalisasi dalam usaha pertambangan. Nah, ada hal yang menarik di sini, Pasal 136, ada kewajiban hukum dari pemegang IUP, Izin Usaha Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus, sebelum melakukan kegiatan eksplorasi, menyelesaikan hak atas tanah. Ini kewajiban hukum dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, dan seterusnya. Tapi ketika dihubungkan dengan Pasal 162, kriminalisasinya kelihatan dan merujuk memang Pasal 136 ayat (1). Pasal ini hanya dapat diberlakukan kalau kewajiban dari…, kewajiban hukum dari Pasal 136 itu sudah diselesaikan dulu. Resistensi yang terjadi itu karena Pasal 136 ayat…, eh maaf, Pasal 136 ini tidak diselesaikan, dan itu yang kemudian dikriminalisasi. Jadi membaca Pasal 162 ini tidak bisa parsial, sepotong-sepotong. Ini yang ingin saya sampaikan dan kalau kita cermati dari uraian yang saya sebutkan tadi kaitan dengan Pemohon, maka Pasal 6 ayat (1), 9 ayat (2), dan 10 huruf b dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ini sangat berkaitan dengan prinsipprinsip yang di atas. Apakah prinsip-prinsip yang saya sampaikan tadi precoutionary principle, prinsip keadilan, demokrasi, keberlanjutan, free and prior informed consent principle itu sudah diformulasikan di dalam norma-norma undang-undang itu. Silakan nanti dinilai. Kaitan dengan Pasal 162 juga seperti itu, korelasinya erat sekali dengan 136 ayat (2)-nya, ini merupakan kewajiban hukum. Nah, yang menarik memang kemudian pertanyaan kritisnya, undang-undang itu hanya seolah-olah hanya berlaku bagi rakyat ketika berbicara dari perspektif hukum pidananya. Mengapa tidak diatur sanksi pidana bagi pemegang IUP atau UBK yang tidak memenuhi kewajiban hukumnya, itu yang tidak diatur. Tapi yang menarik diatur, pejabat yang mengeluarkan IUP IPK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan itu dikriminalisasi, itu menarik. Tapi ini yang belum diatur, pemegang IUP atau UBK yang tidak memenuhi kewajiban hukumnya untuk
26
menyelesaikan terlebih dahulu, sehingga resistensi tidak terjadi dan Pasal 162 itu tidak perlu diatur. Majelis Yang Mulia, terima kasih atas kesempatan yang diberikan, semoga memberikan tambahan wawasan saja, dan terima kasih sekali lagi, selesai. 120. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, sekaligus ke Ahli dari Pemerintah, Dr. Simon Sembiring. 121. AHLI DARI PEMERINTAH: SIMON SEMBIRING Majelis Yang Kami Muliakan, para hadirin yang kami hormati, salam sejahtera bagi kita. Untuk hari ini saya akan memaparkan secara garis besar latar belakang filosofi dan gambaran umum mengenai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 serta apa bedanya dengan undang-undang yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. Latar belakang dan proses terbitnya Undang-Undang Nomor 4 ini yang paling basic adalah bahwa memang harus ada perubahan, terutama Undang-Undang Nomor 11 itu adalah produk tahun 1967. Kita tahu bahwa pada tahun 1967 pada saat itu kita baru terpuruk dari kondisi Indonesia yang terpuruk baik segi ekonomi, sosial budaya, sampai inflasi 600%, pemotongan uang, kemudian muncullah ide Pemerintah yang pada saat itu kondisi begitu memang brilian menghasilkan Undang-Undang Nomor 1/1967 mengenai PMA, kemudian Undang-Undang 11/1967. Tetapi dengan berlalunya masa ke masa, Undang-Undang Nomor 11 ini tidak sesuai lagi. Pertama, kita pada tahun 1994 ada menyetujui Deklarasi Bogor dan globalisasi. Artinya apa? Bahwa ini juga implementasi dari pada Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kita juga ingin menjaga perdamaian dunia, tentu melalui budaya, ekonomi, sosial. Kemudian terjadi reformasi politik dan ekonomi begitu dasyat, sekaligus politik dan ekonomi pada tahun 1998. Kalau kita lihat di Uni Soviet dan di Filipina, di Cina, itu di Soviet itu sama seperti kita, terjadi reformasi sekaligus politik dan ekonomi, kalau di Cina hanya ekonomi. Kemudian terjadi demokratisasi otonomi daerah. Di samping itu adanya pressure pelestarian lingkungan (sustainable development). Saya kira mulai Club of Rome, kemudian Johannesburg kita sudah tahu mengglobal bahwa sustainable development menjadi isu bukan hanya nasional tetapi global. Kemudian kebutuhan energi primer dunia dan nasional yang sangat tinggi. Saya kira kita tahu semua sampai sekarang pun kita sudah mulai mengalami krisis energi, bukan hanya nasional tetapi juga global. Tuntutan peningkatan nilai tambah mineral untuk memenuhi pemanfaatan maksimal bagi kesejahteraan rakyat. Kita tahu selama…, sesudah Undang-Undang Tahun 1967 hampir 99% hasil dari pertambangan kita itu kita ekspor dengan mentah, tidak pernah kita
27
jadikan itu barang setengah jadi untuk industri kita. Nah, oleh karena itu ini salah satu juga memacu supaya kita juga merubah Undang-Undang Nomor 11 ini. Kemudian kemajuan teknologi, informasi, dan pengetahuan yang sangat cepat. Saya kira kita semua tahu, tidak ada yang kita bisa bayangkan 10-15 tahun yang lalu bahwa dari mana-mana kita bisa menghubungi seseorang melalui handphone. Kita tahu kalau bicara handphone itu adalah nilai-nilai tambang yang ada di dalam itu. Itu adalah komunitas tambang, sehingga memang kebutuhan itu dengan kemajuan teknologi semakin bertambah. Adanya tuntutan hak asasi manusia, terutama dalam hal atas tanah dan tanah ulayat. Saya kira kita semua tahu dan oleh karena itu Undang-Undang Nomor 11 belum bisa mengadopsi ini kemudian perlu dirubah. Kemudian tuntutan atas sosial…, CSR atau pengembangan masyarakat wilayah. Jadi…, apa ini…, ya, tuntutan atas CSR dan pengembangan masyarakat untuk wilayah, yang dalam hal ini selalu kita mengatakan community development, jadi Corporate Social Responsibility (CSR). Kemudian tuntutan adanya konservasi mineral dan batubara. Kita lihat bahwa banyak kita ini sekarang ini supaya timah kita itu habis diusahakan hari ini, supaya batubara kita habis diusahakan hari ini, tapi melalui undang-undang ini ada anutan-anutan konservasi, bagaimana kita meninggalkan ini juga untuk para…, apa namanya…, generasi muda ke depan. Jadi undang-undang ini, yang baru ini juga mengandung konservasi, tidak mengandung habis hantam kromo, tidak begitu. Jadi oleh karena itu penting dicermati bahwa ada niat-niat atau prinsipilprinsipil konservasi dalam undang-undang ini, makanya ada pembatasan wilayah ya, seperti yang disampaikan dalam undang-undang ini. Kemudian tuntutan penilaian hukum dan jaminan berusaha yang kondusif. Saya masih ingat tahun 2004 kalau enggak salah, saya juga menjadi saksi dalam kantor ini, dalam isu ini mengenai Perpu mengenai Undang-Undang Kehutanan waktu itu, dimana tidak ada jaminan pengusaha tambang tiba-tiba hutan produksi bisa dirubah menjadi hutan lindung, hutan lindung tiba-tiba jadi taman nasional sehingga tidak ada. Nah, melalui undang-undang ini mudah-mudahan nanti the next chapter akan kita lihat dengan penetapan wilayah pertambangan. Lanjut! Beberapa filosofi sektor pertambangan di Indonesia, saya kira kita tahu bahwa mineral dan batubara adalah bagian kekayaan alam yang letaknya selalu tertentu dan tidak bisa dipindah-pindahkan secara sendiri, harus melalui suatu mekanisme, dan tak terbarukan, tadi Pak Profesor sudah menyinggung, yang dikuasai oleh negara, serta harus didayagunakan oleh sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Saya kira itu ada hubungannya dengan Undang-Undang Dasar 1945 kita. Pemerintah, negara, sesuai dengan otonomi daerah memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia,
28
perorangan, masyarakat setempat, untuk penguasaan pertambangan. Artinya mengundang seluruh partisipasi, tidak ada diskriminasi. Kemudian, pengelolaan pertambangan dilaksanakan berdasarkan manfaat, tadi sudah disinggung, keadilan, keseimbangan, eksternalitas, akuntabilitas yang melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah sebagai regulator. Kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Mendahulukan kepentingan nasional, baik dari segi kebutuhan domestik, peningkatan nilai tambah, penggunaan barang dan jasa, lokal dan nasional. Membuka diri bagi partisipasi investor asing dengan tetap berdasar konstitusi UndangUndang Dasar 1945. Lanjut, saya akan masuk ke dalam materi inti dari pada undangundang ini. Gambaran umum…, lanjut, Pak. Nah, perbedaan yang sangat menonjol, nanti akan saya bicarakan juga, bahwa dalam undang-undang ini sudah sistem perizinan yang kita pegang, tidak ada lagi kontrak. Kita mengetahui banyak kelemahan kontrak, dikatakan seolah kontrak itu adalah undang-undang, padahal proses membikin undang-undang juga beda. Kontrak itu hanya rekomendasi dari DPR bagi orang asing. Itu bukan undang-undang, tetapi mungkin ada undang-undang masalah perdata, seolah-olah itu menjadikan ikatan. Nah, oleh karena itu kita ini merasa lemah. Bayangkan satu perusahaan yang kecil pun bisa membawa pemerintah ini ke arbitrase, tidak balance, gitu lho, tidak seimbang. Nah, oleh karena itu dalam undang-undang ini tidak ada lagi sistim kontrak, tetapi sudah izin usaha pertambangan. Nah, dahulu itu ada 6 izin, sekarang tinggal 2, izin eksplorasi dan izin produksi. Eksplorasi itu mempunyai kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan, artinya dia melanjut. Nah, apabila sudah studi kelayakan, dia akan melanjutkan masuk kepada izin produksi. Dan setelah dikasih izin produksi, maka dia akan mulai konstruksi, produksi dan pengolahan, pengangkutan dan penjualan. Jadi ini ada batas-batas waktunya, kalau izin eksplorasi untuk mineral logam itu sekitar 8 tahun, untuk batubara 7 tahun, kemudian produksi itu 18 tambah 2 jadi 18 tahun, tambah…, bisa diperpanjang 2 kali 10 tahun. Jadi kita sudah tinggalkan rezim kontrak, tetapi sekarang kita mengikuti rezim izin. Artinya posisi pemerintah sudah dikembalikan kepada status yang benar, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Lanjut, pembagian wilayah. Nah, ini merupakan suatu hal yang krusial. Wilayah pertambangan, tadi sudah disinggung pasal-pasalnya ya, itu mengenai partisipasi masyarakat itu tentunya diatur dalam peraturan pemerintah. Nah, masalahnya sejauh mana peraturan pemerintah mengatur partisipasi masyarakat itu? Memang dalam undang-undang ini tidak disebut ‘bagaimana.’ Nah, nanti bisa dilihat peraturan pemerintahnya bagaimana.
29
Nah, wilayah pertambangan itu, tadi sudah saya katakan bahwa ada prosesnya, kemudian dari daerah, daerah itu juga bertemu dengan masyarakat harus dengan demikian. Kemudian…, kemudian provinsi, baru pemerintah pusat. Dari pemerintah kesatuan ini masuklah ke DPR. Nah, wilayah pertambangan ini dibagi atas 3, wilayah usaha pertambangan yang bebas ya, kemudian wilayah pencadangan negara, apa tujuan wialyah pencadangan negara ini? Untuk masalah konservasi dan berjaga-jaga apabila terjadi sesuatu segera kita usahakan untuk kepentingan nasional. Jadi ada unsur konservasi, khususnya untuk ferrel, nikel, tembaga, aluminium, timah, emas, dan batubara. Kemudian WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) yang ditentukan oleh daerah. Nah, dari wilayah-wilayah inilah dimunculkan wilayah izin usaha pertambangan. Supaya kita clear, wilayah izin usaha pertambangan yang bebas itu untuk logam diadakan dengan batubara yang penenangan. Jadi WPR, IPR, itu tidak ada lelang di situ, yang ada lelang adalah untuk wialyah izin usaha pertambangan untuk logam dan batubara yang bebas dari kedua wilayah yang lain. Jadi tidak serta merta bahwa WPR pun dilelang, tidak, tidak benar. Jadi kalau ada daerah yang mengatakan itu dia melanggar undang-undang. Undang-undang ini tidak mengatakan demikian, tetapi mengatakan yang dilelang itu adalah wilayah, sama dengan meng-adopt minyak. Minyak sudah bertahuntahun kita itu. Jadi alokasinya itu yang dilelang, jadi yang dilelang bukan yang di dalam. Nah, bagaimana pelelangan itu nanti, tergantung informasi yang ada, pemerintah terbuka. Ini informasinya lho, bukan mengatakan bahwa situ dijamin ada 5 ton, tidak. Terbuka. Ini kami sudah melakukan penelitian, secara geologis potensinya begini-begini, terbuka. Nah, kalau saya lelang kepada rakyat, kepada masyarakat, dan saya jujur, tentunya saya tidak berbohong. Kalau pemerintah mengatakan, “Oh, ini ada 60 ton tanpa data,” nah itu baru pembohongan. Tetapi pemerintah dalam pelelangan itu hanya memberikan suatu data informasi yang mereka punya, sehingga masyarakat, pengusaha-pengusaha, silakan saja. Nah, apa keuntungannya ini? Transparan dan itu ada nilainya untuk masuk kas negara, dan yang bersangkutan juga bertanggung jawab untuk itu. Kemudian IUP mineral non logam dan batuan, dengan aplikasi. Nah, itu permohonan. Khusus untuk pencadangan negara, saya sudah katakan tadi, ini adalah untuk kepentingan nasional dalam hal konservasi, dalam hal cadangan barangkali sudah diketahui secara mantap, tetapi oke kita simpan dulu, atau suatu saat kita butuh segera itu. Kemudian izinnya adalah izin usaha pertambangan khusus, kemudian itu dikhususkan untuk BUMN, tapi juga untuk pegusaha lain dibuka pintu. Kemudian WPR adalah izin pertambangan rakyat, dan ini bahkan diatur dalam undang-undang itu dengan Perda. Bahkan bupati bisa
30
memberikan…, apa namanya…, kewenangannya kepada camat, dalam undang-undang itu disebut sedetail itu. Jadi dengan demikian sebenarnya bahwa WPR itu tidak pernah dilelang. Itu ditentukan oleh daerah setelah mendengarkan masyarakat, kemudian provinsi, kemudian pemerintah, masuk kepada DPR, ditentukanlah wilayah pertambangan dengan 3 kategori tadi. Ke dua, sebenarnya WPR itu, itu bukan hanya sungai. Sungai tua jelas kelihatan. Kalau Bapak-Bapak/Ibu naik pesawat itu ada lembah, itu sungai tua itu. Jadi makanya dalam undang-undang ini ada penyidik sipil. Jadi kalau ada persoalan, ahli-ahlinya ada yang tahu. Belum tentu aparat Pemda juga tahu, tapi harus ada ahlinya. Penyidik sipil segera akan dibangun. Nah, Bapak/Ibu sekalian. Jadi kedalaman 25 meter itu bukan untuk sedimen. Sedimen itu adalah yang sudah terendam jauh, Pak. 25 meter itu adalah batuan keras dan batubara. Ya enggak mungkinlah pakai cangkul, menggali 25 meter batuan keras. Itu di undang-undang ini disebut endapan primer, bukan sekunder. Jadi yang sekunder itu adalah yang sungai dan sungai tua tadi, ya. Next, hal-hal lain. Bapak/Ibu sekalian, pengelolaan tambang dengan wewenang yang jelas. Saya kira dengan adanya otonomi daerah, jelas pembagian itu, sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah. Sebelumnya Undang-Undang Nomor 11 tidak jelas. Bahkan UndangUndang Nomor 11 hanya memberikan kewenangan golongan C. Sekarang yang namanya dulu vital pun sudah diberikan kepada daerah, sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah. Jadi cukup-cukup demokratis undang-undang ini. Penataan perjanjian KP yang sudah ada. KP itu kemudian ditata menjadi IUP. Kemudian jaminan adanya kepastian berusaha. IUP sebagai bagian tata ruang. Jadi kita tahu ada Undang-Undang Tata Ruang. Jadi IUP ini pun untuk menetukan IUP harus sesuai dengan Undang-Undang Tata Ruang. Nah, ini yang barangkali yang sampai sekarang pun belum ditentukan wilayah pertambangan ini, tapi barangkali kita sudah ribut. Nah, proses inilah yang kita tunggu, bagaimana pelaksanaan wilayah pertambangan ini. Once dilakukan oleh pertambangan yang notabene melibatkan masyarakat, saya kira inilah yang benar. Jadi apabila masyarakat sudah setuju lahannya untuk dijadikan wilayah pertambangan, jangan di kemudian hari dia komplain tidak setuju lagi. Tidak ada kepastian hukum. Masalah ganti rugi, tentunya ada peraturan perundang-undangan untuk menentukan itu. Kemudian kewajiban pengelolaan dan pemulihan dalam negeri, ini sangat penting, sangat nasional. Selama ini kita hanya menghasilkan konsentrat, hanya timah yang kita ajukan bentuk logam. Tetapi pada umumnya bauksit, biji besi, nikel, mentah-mentah, kita ekspor. Batubara kita…, kita ekspor. Kemudian diolah di Korea, diolah di Jepang, diolah di negara maju, kita beli bahan yang sudah jadi. Nah, oleh karena itu
31
undang-undang ini mengatakan dalam tempo 5 tahun tidak bisa lagi ekspor bahan mentah, harus diolah dan dinikan di Indonesia ini. Jadi ini sangat-sangat lonjakan yang sangat-sangat maju sekali. Kemudian penguatan fungsi pemerintah pusat dan daerah sebagai regulator. Undang-Undang 11 Tahun 1967, pemerintah dalam kontrak adalah sebagai Prinsipal, lemah kedudukannya. Kemudian penggunaan jasa pertambangan dengan mengutamakan jasa nasional dan lokal. Selama ini dalam Undang-Undang Nomor 11 tidak diatur, sekarang dalam undang-undang ini…, eh jasa itu ada. Pekerjaanpekerjaan jasa, baik tingkat nasional maupun lokal, dan diharuskan mengutamakan lokal. Ini artinya apa? Bahwa undang-undang ini juga memperhatikan masalah masyarakat sekitar, supaya kegiatan ekonomi berkembang. Kemudian kewajiban pelaksanaan corporate social responsibility setelah di undang-undangnya, Undang-Undang Perusahaan, saya kira ada pasal di sana khusus untuk perusahaan-perusahaan yang mengusahakan sumber daya alam, khusus wajib membikin CSR. Saya kira dalam undang-undang ini juga diadopsi itu. Kemudian dijaminnya perlindungan masyarakat atas dampak negatif langsung dari kegiatan usaha penambangan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Jadi kalau memang ada hak-hak masyarakat yang terganggu akibat dampak pertambangan itu langsung bisa diproses secara hukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Pengaturan pendapatan negara dan daerah yang jelas, dahulu tidak ada diatur bahwa perusahaan tambang atau daerah bisa mengenakan pajak-pajak daerah. Sekarang dalam undang-undang ini ada. Selamat kita memang demikian. Nah, oleh karena itu fungsi dari pada pemerintah pusat dan DPR itu betul-betul difungsikan secara tepat. Kemudian pengaturan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang saya sudah singgung tadi, yang diberi wewenang khusus sesuai peraturan perundangan. Jadi memang pertambangan itu mempunyai kekhususan. Omong kosong lah kalau semua orang ngerti tambang, ya. Even polisi pun belum tentu masalah teknis-teknis tambang. Makanya dalam hal K-3 masalah kecelakaan tambang, selalu ada orang tambang yang ahli, yang kita sebut sekarang ini inspektur tambang, yang ikut serta membantu polisi. Karena kecelakan itu macam-macam, belum tentu itu pidana. Nah, oleh karena itu, tadi disinggung masalah sungai tua, sungai apa, memang harus ada ahlinya yang mengatakan itu sungai tua atau tidak. Polisi juga enggak ngerti apa-apa. Nah, oleh karena itu ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang akan tentunya dididik di kemudian hari yang mengerti mengenai masalah-masalah pertambangan untuk membantu Polisi Negara Republik Indonesia. Saya akan berlanjut kepada beberapa butir penting perbedaan Undang-Undang 11 dan Undang-Undang Nomor 4. Judulnya saya kira berubah ya, Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Tahun 11..., eh Undang-Undang 11, kemudian sekarang Pertambangan Mineral dan
32
Batubara. Kekayaan tambang disebut sebagai bahan galian, kemudian di sini sudah mineral dan batubara. Kemudian dulu ada pembagian 3 jenis; strategis, vital, dan non strategis. Dan inilah yang diberikan di daerah, non strategis ini, yang golongan C. Ampas-ampasnya yang dikasih dahulu kepada daerah, sekarang bahkan tidak. Golongan A, B yang dulu pun sudah bisa daerah memberikan izin dan sudah bisa mengelola. Jadi ada namanya apa itu..., keadilan dan balance..., apa itu..., kewenangan. Kemudian pelaksanaan pengusahaan bahan galian ya, tadi saya katakan tadi bahwa yang vital dan strategis oleh menteri, yang non vital dan tidak strategis oleh daerah, sekarang sudah bisa gubernur maupun bupati/walikota. Wilayah pertambangan tidak diatur terperinci dalam UndangUndang 11, tetapi di sini sudah jelas diatur terperinci. Kemudian, ada WPR, WUPR, dan WIUPR. Usaha pertambangan bentuknya kontrak karya, kuasa pertambangan, ‘KP’, kemudian Surat Izin Pertambangan Daerah, ‘SIPD’, kemudian Surat Izin Usaha Pertambangan Rakyat. Sekarang ini dibentuknya disederhanakan Izin Usaha Pertambangan, Izin Pertambangan Rakyat, kemudian Izin Usaha Pertambangan Khusus. Khusus ini adalah untuk pencadangan negara. Kemudian tahap usaha pertambangan disederhanakan, dahulu itu ada 6 tahap: penyidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan. Sekarang hanya eksplorasi dan eksploitasi. Pelaku usaha, investor domestik ya, KP, SIPD, PKBB itu yang Undang-Undang 11, investor asing, kontrak karya, dan kontrak karya batu bara. Luas usaha pertambangan tidak dirinci dalam Undang-Undang 11. Sekarang ini pelakunya adalah yang berbadan hukum Indonesia, perorangan atau koperasi. Itu jelas, maksudnya PMA pun harus membentuk perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan di Indonesia. Kemudian lanjutnya perbedaan lain, saya kira hak dan kewajiban pelaku usaha jelas bahwa dalam Undang-Undang 11..., Nomor 4 ini lebih rinci kewajiban-kewajibannya. Divestasi dalam undang-undang lama tidak diatur, tetapi dalam undang-undang yang baru ini khusus untuk pertambangan khusus pencadangan negara itu ada divestasi. Tanpa apa..., tanpa hujan tanpa ini pokoknya 10 persen, itu deviden kepada pemerintah di luar kewajiban yang lain. Dan itu ada pembagiannya antara pusat, provinsi, dan daerah. Jelas di undang-undang ini disebut. Kemudian pimpinan dan pengawasan, dulu kita sentralistik. Kebanyakan itu dikontrol oleh pusat, sekarang dengan undang-undang ini sudah didistribusikan pengawasannya. Sehingga betul-betul Pemda berperanan di sini. Kalau dahulu memang harus tergantung kepada Jakarta, sekarang saya kira gubernur, bupati pun sudah bisa langsung mengadakan action karena merekalah yang juga ikut menerbitkan izin. Bapak sekalian yang kami hormati, Majelis Yang kami Muliakan, sebagai penutup, Undang-Undang Pertambangan Nomor 4 Tahun 2009
33
menurut sepanjang pengetahuan kami sangat concern dengan kepentingan nasional. Kemudian tanpa mengabaikan adanya keterbukaan bagi investor asing. Ke dua, menerapkan otonomi daerah secara konsisten dan peraturan perundangan lainnya. Ke tiga, menjamin berusaha bagi para investor. Kalau kita bicara investor bukan hanya yang besar, tetapi yang namanya koperasi, perorangan, rakyat, itu juga termasuk investor. Menjamin hak-hak atas tanah bagi pemiliknya dan menganut konservasi serta pelestarian lingkungan. Perlakuan yang seimbang bagi pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Tadi disinggung mengenai pasal pidana itu. Kalau kita sudah asumsikan wilayah pertambangan itu ditentukan secara bersama, tentunya pidananya juga berlaku untuk semua pihak. Bukan hanya yang menerbitkan izin, bukan hanya pengusaha. Pengusaha ada sanksisanksinya di situ. Tetapi kepada juga masyarakat yang memang tidak mempunyai dasar hukum menghambat. Itu saya kira juga harus ada sanksi hukumnya. Bukan bahwa berarti kita tidak…, tidak apa namanya…, tidak menghormati hak-hak orang. Dari awal sudah kita bicarakan, supaya ada kepastian hukum berusaha bagi pihak-pihak yang memang untuk mengembangkan pertambangan, itu kuncinya. Tetapi kalau memang itu tidak dibicarakan bersama, ini memang undangundang menyalahi. Artinya kita mengabaikan hak-hak masyarakat yang ada. Tetapi kalau undang-undang ini dilaksanakan sesuai dengan…, dengan jiwanya, harusnya waktu wilayah pertambangan belum ditentukan oleh pemerintah dengan parlemen itu sudah harus ada prosedur yang dari bawah. Nah, masalah masyarakat itu disertakan, mari kita komplain ramai-ramai, ada kuncinya di sana DPR, bilang, “Wah kami tidak pernah diikutsertakan, masyarakat diikutsertakan, mari kita ramairamai.” Saya tahu, Majelis Yang Mulia, sekarang ini lagi diproses Pak, wilayah pertambangan itu di DPR. Barangkali kita perlu pertanyakan, apakah proses itu sudah melibatkan masyarakat? Itu kuncinya. Kalau saya dikatakan sebagai Ahli ditanya, kalau itu tidak melibatkan masyarakat, DPR harus tolak itu, uang kembali. Karena titah undangundang harus melibatkan masyarakat. Jadi kalau tidak melibatkan masyarakat berarti menyalahi undang-undang. Kalau itu disahkan oleh DPR berarti DPR juga salah bersama pemerintah. Sekian, terima kasih. 122. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Berikutnya…, Bapak kita biasanya sidang ini berakhir jam 12.00 tapi kita perpanjang lah 20 menit, gitu. Berikutnya Dr…, Prof. Daud dan Prof. Rudy Sayoga Gautama. Baik, Bapak, biasanya kalau dosen itu pembicaraan yang bisa disampaikan 5 menit bisa diurai menjadi 2 jam tapi yang seharusnya 2 jam bisa diurai dengan tepat meskipun hanya dalam 5 menit, saya persilakan Prof. Daud Silalahi.
34
123. AHLI DARI PEMERINTAH: DAUD SILALAHI Yang Mulia Para Anggota Majelis, perkenankan saya sejenak hanya di tempat saja barangkali, secara singkatlah hanya memberikan semacam gambaran secara akademis karena saya seorang akademisi. Saya mungkin perlu kemukakan bahwa ketika kita bicara UndangUndang Minerba itu tidak bisa dipisahkan dari 3 undang-undang, Pak. Dan itu kebetulan saya ketiga-tiganya saya terlibat sejak awal naskah akademis maupun rancangannya, yaitu pertama Undang-Undang Lingkungan yang dimulai pemikirannya tahun 1973 menjadi UndangUndang 1982, sudah 3 generasi berubah karena perubahan yang cepat. Yang kedua adalah kebutuhan kita pada saat itu ketika kita lihat konflik antara peruntukan kawasan maka munculah Undang-Undang Tata Ruang, tahun 1992. Ini untuk mem-back up artinya UndangUndang Lingkungan karena bagaimanapun ketika kita bicara UndangUndang Lingkungan dia hanya bicarakan pelestarian fungsi lingkungan. Nah, apa kriteria kalau sudah peruntukan, sudah ekonomi, maka muncullah Undang-Undang Penataan Ruang 24 Tahun 1992 yang sekarang sudah 2 kali berubah dan sudah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Nah, oleh karena itu 2 undang-undang ini harus dijadikan sebagai landasan untuk menilai Undang-Undang Minerba. Nah, kalau kita perhatikan pada Undang-Undang Minerba, kedua undang-undang ini secara tegas dicantumkan, dirumuskan. Kita lihat misalnya wilayah pertambangan dengan tegas dikatakan berdasarkan tata ruang. Kalau tadi ada lagi dalam kegiatan selalu berdasarkan pelestarian lingkungan. Nah, oleh karena itu saya pada satu, satu barangkali yang perlu kita lihat, jangan dinilai atau dinterpretasi pasal per pasal. Harus komprehensif karena pendekatan hukum ini adalah holistik, menyeluruh. Kalau kita lihat misalkan pasal tentang Bab 2 tentang Asas dan Tujuan, jelas di situ lingkungan, ekonomi, efiensi disatukan gitu, jadi tidak bisa dipenggal-penggal pasal-pasalnya. Kalau dipenggal-penggal dia akan menjadi lain interpretasinya. Oleh karena itu maka analisa tinjauan interpretasi UndangUndang Minerba harus dilihat pada ketiga undang-undang ini. Nah, tadi sebenarnya Prof. Nyoman sudah katakan beranjak dari Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar adalah…, apa…, tugas negara untuk mengatur hak..., mengusai negara sebagaimana dasarnya maka negara harus mengatur dan seterusnya. Nah, di dalam kerangka ini saya barangkali dengan melihat tadi ketiga undang-undang itu, kalau Undang-Undang Lingkungan dia pelestarian fungsi lingkungan, yang kalau kita lihat pada undangundangnya, Pasal 15 dengan tegas saya barangkali perlu sebagai awal dari penjelasan saya Pak, ya. Jadi mudah-mudahan bisa membantu teman-teman semua yang terlibat di sini, kalau kita perhatikan salah
35
satu pasal yang sangat strategis dari Undang-Undang Lingkungan dikatakan Pasal 15, “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS ‘Kajian Lingkungan Hidup Strategis’,” itu yang sekarang muncul itu yang pertama, gitu. Untuk apa? Untuk memastikan, memastikan bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan diwujudkan. Nah, kemudian dijelaskan itu berdasarkan tata ruang, terus baku mutu lingkungan dan AMDAL dan seterusnya. Nah, beranjak dari pemikiran dasar tadi maka saya…, tata ruang apa fungsinya? Tata ruang sudah menetapkan artinya peruntukan. Kenapa dia be…, saya berang…, menurut tafsiran saya, kenapa 15 tahun harus sudah dimiliki? Karena kita mulai merancang tata ruang tahun 1992, Pak. Kita sudah potret tahun 1990-an kita potret itu di mana-mana saja masih ada tambang-tambang merakyat. Jadi hak-hak masyarakat di mana, gitu? Jadi tahun 1992 itu sebenarnya tata ruang sudah ada. Jadi perturan daerah tentang terancana tata ruang itu…, wilayah sudah mulai muncul tahun 1992-an. Ya ini, ini tahun 1995 sudah berkembang, jadi paradigma tentang pendekatan ruang sudah ada, dengan artinya peruntukan-peruntukan inventarisasi peruntukan sudah jelas, gitu. Jadi pendekatan saya akademis, jadi scientific approach ya. Jadi bagaimanapun undang-undang ini harus kita lihat dari naskah akademis, karena semua undang-undang kemudian, semua rancangan undangundang kemudian itu didasarkan pada naskah akademis untuk menguji apakah secara akademis benar atau tidak. Nah, itu…, nah sekarang saya mau coba fokuskan pada Minerba. Nah, kalau kita lihat Minerba, sebab saya terus terang saja Pak, tahun…, pertambangan dan lingkungan saya satukan sejak 1972 saya belajar itu di luar negeri pada tahun 1972-1974 saya satukan, jadi masalah lingkungan, masalah pertambangan itu saya satukan, gitu. Nah kemudian tata ruang. Jadi ketiga ini boleh dikatakan saya dari sejak awal pun memahami tentang naskah akademis sampai dengan rancangannya, begitu. Tentu saja banyak kelemahan di sana-sini, ya tentu ada kelemahan, tapi itu nanti menurut saya karena melihat undang-undang kita itu dalam sistem yang kita anut bukan common law tapi civil law, itu adalah norma dasar, sebab selalu ada peraturan pemerintah lagi. Nah, sehingga hal-hal yang tidak begitu tegas secara teknis, secara teknis ekonomi selalu muncul di dalam peraturan pemerintah. Nah, itu cara berfikirnya. Oleh karena itu di sini terlebih memberikan landasanlandasan dasar, gitu. Tentu saja dengan sekali kelemahan. Karena kalau saya melihat dalam pengalaman sebagai drafter sangat sulit kita membuat pasal-pasal yang sangat konkret dengan baik, begitu.Kenapa? Karena antara Aceh sampai Papua harus sama pasalnya, padahal lokasi, lingkungannya berbeda, ini kan menjadi masalah, harus ada trade offnya, begitu. Oleh karena itu pasal-pasalnya dibuat menjadi agak umum gitu, sehingga nanti pada PP bisa diterjemahkan dalam yang konkret, begitu. Maka Undang-Undang Lingkungan ujung tombaknya adalah
36
AMDAL gitu, AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Dengan AMDAL itulah kita bisa memotret dengan jelas teknis, ekonomis, dan sebagainya, oleh karena itu mengenai AMDAL dikatakan bahwa AMDAL adalah bagian dari studi kelayakan, yaitu yang menyangkut kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, kelayakan lingkungan, dan kelayakan sosial, gitu. Nah, inilah potretnya gitu. Nah, saya ingin juga mengemukakan, kalau mengiterpretasi pasal ini sudah tidak mungkin lagi oleh orang awam, lawyer biasa pun, sarjana hukum biasa pun sudah sangat sulit. Saya tidak setuju tadi dengan beberapa teman, harus pakai scientific. Tadi Prof. Nyoman sudah mengatakan ada precoutionary principle. Apa sih precoutionary principle? Precoutionary principle adalah suatu keputusan, boleh atau tidak bolehnya itu harus dijamin oleh suatu penelitian secara ilmiah, scientific certainty dalam bahasa hukum internasional dikatakan full scientific evidence, artinya…, secara full scientific evidence. Nah, ini kan kalau kita bicara dari orang awam, misalnya kita tidak ngerti, sudah sangat sulit, Pak, serahkan saja, kalau menurut pandangan saya ahli sudah sangat berperan. Kalau diinterpretasi lagi pasti di pengadilan mendatangkan Saksi Ahli lagi, udah begitu, karena memang enggak mungkin, sudah sangat sulit bagi kita, sudah scientific analisys model, begitu. Interpretasi data itu menjadi alat bantu untuk interpretasi hukum, gitu. Ini sangat tidak…, jadi kita harus menilai seperti itu, enggak bisa lagi kita melihat dengan cara hukum yang lazim dan lama, kalau tidak maka kita akan sangat sulit sekali, teknologi ini sudah sangat canggih itu. Nah, barangkali bagaimana melihat Minerba? Minerba paling tidak ada..., saya kira ada 7 hal yang kalau saya lihat dari Minerba. Yang pertama, perubahan dari kontrak karya sampai sesi izin, saya sudah kemukakan tadi. Ini suatu tanggapan, karena tahun 2000 saya ketua tim ini sebenarnya rancangan undang-undang di sini di..., dari pada teman dari Unpad, UI, Gadjah Mada, hampir semua kita libatkan, gitu. Nah, oleh karena itu kita coba potret. Pada waktu itu dari daerah kita terima banyak sekali usul-usul. Bahkan saya pernah satu seminar di Hotel Peninsula pada waktu itu sampai di..., banyak sekali pertanyaan dari LSM, tapi kita tanggapi dengan baik gitu, karena kita juga tahu bahwa merekalah yang kemudian memahami dari daerah. Bahkan banyak informasi yang tertulis dari NGO, banyak bahan-bahan kita lakukan, jadi studi kelayakan saya kira luar biasa, gitu. Bahwa kemudian bentuknya seperti itu adalah trade off, Pak, enggak bisa kita semua..., saya juga tidak terlalu..., banyak tidak ini..., tapi saya pikir inilah maksimal yang bisa diperoleh, gitu. Nah, di mana kita letakkan ini agar..., agar bisa operasional? Pada RPP-nya kita tangkap gitu, apakah bisakah kita pada RPP-nya ditangkap. Karena menurut saya sistem hukum kita adalah terdiri dari 3 leveragenya, undang-undang lebih menetapkan hak dan kewajiban, PP-nya menetapkan hukum ekonomi namanya, di situ lah ekonomi kita atur gitu
37
ekonominya, karena bisa diukur, harus diukur gitu, harus measuring, maka normanya menjadi norma ekonomi atau hukum bisnis, nah gitu. Sedangkan leverage yang ke tiga keputusan, keputusan tetap, bagaimana melaksanakannya? Teknologinya bagaimana? Jadi harus kita lihat begitu ini..., saya kira secara konseptual akademis harus dipahami betul untuk menilai dan menginterpretasi undang-undang, apakah baik atau tidak baik. Kalau dipenggal-penggal saya sangat khawatir tujuannya akan tidak tercapai. Barangkali ini sekedar pengantar saja saya inginkan, bahwa harus dilihat holistik, menyeluruh, jangan pasal per pasal dinilai, karena pasal..., tujuan asas adalah menjembatani, menjadi umbrella, menjadi prinsip dari semua norma-norma. Ya itu barangkali. Oleh karena itu, Anggota Majelis Yang Terhormat, saya lihat karena sekarang hukum itu sudah selalu ketinggalan di belakang. Undang-undang memang tidak bisa bertahan lama, pasti tidak bertahan lama. Di dunia sudah mengatakan referensi-referensi kepustakaan para Ahli dunia juga mengatakan, hukum itu sudah ketinggalan kalau ibarat naik kecepatan mobil 5 mil/jam, sudah enggak bisa mengejar lah. Nah, realita ini harus menjadi pikiran kita bahwa menilai suatu undangundang harus kita lihat konteks perkembangan teknologi, dinamika pembangunan dan perkembangan-perkembangan dari segala yang bertalian dengan itu. Saya kira ini saja sekedar pengantar saja nanti agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan teman. Saya di sini akademis, walaupun saya kebetulan diundang pemerintah, saya melihat untuk seluruh masyarakat gitu, dan saya juga di NGO dari dulu bersama NGO juga gitu, tapi saya tidak harus realistis. sSya katakan pada NGO ini ada ekonominya, tumbuh kita, sehingga bagaimana harus kita soroti dengan hati yang tulus dan juga pikiran jernih gitu, supaya kita dapat memahami. Kalau dengan emosional kita tidak akan bisa memecahkan persoalan yang sekarang ini. Karena kalau bicara sumber daya, konfliknya luar biasa, itulah tata ruang kenapa perlu begitu, Pak. Barangkali ini saja pengantar, saya tidak akan banyak terlalu apa namanya..., terlalu akademis, tapi agar mudah ditangkap temanteman. Terima kasih. 124. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, terakhir Prof. Rudy Sayoga Gautama. 125. AHLI DARI PEMERINTAH: RUDY SAYOGA GAUTAMA Terima kasih, Yang Mulia. Izinkan saya juga sampaikan di situ saja supaya singkat. Saya hadir di sini sebagai Ahli Pertambangan, saya dosen di Teknik Pertambangan di ITB. Oleh karena itu saya tidak menyoroti masalah hukumnya atau masalah undang-undangnya, tapi
38
saya ingin menyampaikan hal-hal yang terkait dengan teknik penambangan dan lingkungan. Kalau kita bicara bahan tambang maka yang pertama kali kita harus pahami bahwa bentuk bahan tambang itu bisa bermacam-macam, tergantung dari proses pembentukannya. Kalau dalam Ilmu Geologi Tambang kita sebut sebagai genesanya. Ada bahan tambang yang terbentuk dari proses batuan beku dari magma yang kemudian membeku dan kemudian di dalamnya ada terkonsentrasi beberapa mineral berharga. Nah, bentuknya biasanya…, apa…, lebih…, sebarannya itu lebih ke arah vertikal bentuknya. Kadang-kadang bentuknya urat-urat yang kecil-kecil, jarang kita dapatkan bentuk yang besar. Memang ada yang kita kenal sebagai porifery copper, itu agak besar ukurannya, tapi lebih dominasi…, lebih dominan ke arah vertikal, ke dalam…, ke kedalaman. Kemudian ada yang terbentuk dari proses sedimentasi, proses erosi batuan, kemudian terangkut, tertransportasi, dan mengendap…, mengendap di dataran yang lebih rendah, di sungai-sungai purba ini mungkin yang tadi disampaikan, di timah…, seperti itulah proses pembentukannya. Jadi…, sehingga sebarannya kalau kita mau mencari timah maka kita cari sungai-sungai purba, karena di situlah timah aluvial terdapat. Pertanyaannya, mana primernya? Mana batuan primer yang tadi? Kalau batuan beku itu istilahnya batuan endapan primer. Endapan primernya mungkin…, kalau di Bangka saya tidak terlalu tahu, tapi kalau di Belitung ada tambang…, apa…, tambang timah primer, artinya dia terbentuk dari proses dari magma yang membeku. Ada juga batu bara misalnya, itu kita bisa kelompokkan dalam sedimen karena dia…, walaupun agak berbeda, dia berasal dari tumbuhan. Ada yang karena proses pelapukan. Misalnya, contohnya nikel, di Sulawasi Tenggara, di Maluku Utara, nikel itu hasil proses pelapukan. Bauksit di Kijang, di apa…, di Bintan, itu juga proses pelapukan. Nah, proses pelapukan ini begitu juga hasil sedimentasi biasanya tidak terlalu dalam, lokasinya…, apa…, keterdapatannya tidak terlalu dalam dari permukaan. Timah misalnya, ya mungkin bisa sampai 30-40 meter. Pasir besi di beberapa tempat, di pas…, sebelah Pantai Selatan Jawa, itu hanya sampai 10 meter kedalaman, mungkin ada yang cuma 6 meter. Nikel juga sekitar segitu, hanya sampai 25 meter kedalamannya. Tapi batu bara misalnya, bisa sampai…, karena miring, karena proses tektonik sehingga dia bisa saja dalam, bisa saja ada tambang yang sampai 400 meter, bahkan kalau kita tambang bawah tanah bisa sampai 1.000 meter lebih. Jadi kita harus paham dulu jenis-jenis bahan galian ini bentuknya juga bermacam-macam. Nah, yang ke dua yang ingin saya sampaikan, dalam proses ek…, apa…, eksploitasi, kita kenal istilah recovery, perolehan. Jadi kalau kita menambang tidak mungkin kita bisa menambang 100%. Kita tahu tapi selalu ada saja yang tertinggal, itu dari penambangan.
39
Dari proses pengolahan pun demikian. Pengolahan juga tidak mungkin kita ambil 100%, karena ada pertimbangan-pertimbangan teknologi dan juga pertimbangan ekonomis tentunya yang harus dipertimbangkan. Nah, sehingga sering kali…, ini teman-teman di timah sering kali terjadi dulu bekas pengolahan timah yang dilakukan tahun 1980-an, sekarang ditambang lagi. Ya masuk akal, karena dulu itu teknologi, dan eko…, apa…, kondisi ekonomi mungkin hanya me…, apa…, me-recovery-nya cuma mungkin hanya katakanlah 80%, sehingga masih ada 20% yang akan terbuang dalam tailing. Nah, kemudian itu mungkin sekarang kalau nilainya makin meningkat, bisa saja kemudian ditambang lagi. Nah, ini teknologiteknologi atau teknik pertambangan yang kita harus pahami. Selain itu kalau dengan bentuk cadangan maka kita punya 2 sistem penambangan yang berbeda. Satu, penambangan secara tambang terbuka atau kadang-kadang disebut juga tambang permukaan (surface mining), dan yang ke dua adalah tambang bawah tanah atau tambang dalam. Nah, ini yang tentunya tidak ada…, saya selalu katakan tidak ada cadangan yang kita harus memilih…, memilih antara tambang terbuka atau tambang bawah tanah. Yang ada adalah cadangan yang memang hanya di tambang-tambang bawah tanah dan cadangan yang hanya di tambang-tambang terbuka. Saya tadi ingat…, apa…, pertanyaan, “Apakah ada 25 meter?” 25 meter ini kalau tambang emas banyak, Pak. Tambang rakyat, tambang emas gali sampai 25 meter. Karena emas itu berada di endapan primer, endapan primer ini bentuknya urat-urat kecil-kecil. Nah, itu biasanya sudah dikejar terus sampai kedalaman. Bahkan saya pernah ke suatu tambang rakyat yang di Sulawesi Utara itu pernah sampai lebih dari 30 meter kedalamannya, dengan manual tanpa pakai peralatan. Ya jadi sangat memungkinkan, tapi itu tentunya tidak bisa untuk timah misalnya, karena memang berbeda. Jadi konteks yang diatur itu saya kira harus dilihat pada konteks…, karena undang-undang ini dalam pemahaman saya kan harus mengatur semua jenis bahan galian, kan tidak bisa undang-undang ini hanya untuk batubara atau timah saja atau nikel saja, tapi untuk semuanya. Sehingga mungkin saja ada pasal-pasal yang dilihat dari sudut pandang bahan galian tertentu kok aneh. Tapi dilihat dari sudut pandang atau bahan galian yang lain pas, gitu. Padahal ini kan memang harus di…, meng…, meng…, mengakomodasi ini semua. Saya kira itu…, itu hal yang paling penting yang kita harus pahami. Kemudian masalah lingkungan. Kebetulan kami banyak ber…, saya sebagai orang tambang tapi juga sering dikenal oleh teman-teman di tambang orang lingkungan juga. Tuntutan pengelolaan lingkungan itu sudah semakin tinggi, tadi sudah ditunjukkan. Kalau buat perusahaan besar tentunya tuntutannya apa…, lebih ke…, dari tuntutan dari shareholders mungkin. Kalau…, di samping itu tuntutan dari masyarakat. Oleh karena itu dalam kurun waktu mungkin 20 tahun terakhir ini upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk me…, apa…,
40
mendorong perusahaan tambang itu melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik, ini sudah semakin…, sudah apa…, sudah dilakukan. Nah, yang terakhir ini adalah reklamasi dan pasca tambang. Tadi disampaikan, apakah 5.000 itu karena jaminan reklamasi? Jaminan reklamasi itu diperkenalkan tahun 1995. Nah, ini sebetulnya sudah belajar dari dana reboisasi. Jadi jaminan reklamasi itu adalah dana jaminan yang harus disiapkan oleh perusahaan untuk meyakinkan bahwa dia melaksanakan reklamasi, sehingga harus disesuaikan dengan rencananya. Jadi dia bikin rencana 5 tahun jaminan. Nah, kenapa? Karena memang, ya namanya juga pengusaha tambang kan banyak, ada saja yang nakal, tambang, tinggal, tambang, tinggal, nah ini yang harus di…, di…, harus diatur. Nah, oleh karena itu peraturan-peraturan mengenai reklamasi sekarang ini semakin ketat…, apa…, peraturan-peraturan lingkungan juga semakin ketat. Dan yang paling baru lagi adalah pasca tambang. Jadi konsep pasca tambang, jadi semua perusahaan yang akan mulai diberikan izin opera…, izin usaha pertambangan operasi produksi harus membuat rencana pasca tambang. Saya kira ini yang…, ini hal yang sangat strategis, dan ini di dunia juga baru, Pak. Jadi bukan hal yang sudah lama, tapi di beberapa guidelines yang dikembangkan di berbagai negara yang banyak tambangnya itu baru mulai kira-kira tahun 2002, 2006. Nah, kita baru 2008 mengeluarkan aturan itu. Jadi semua yang akan membuka tambang harus sudah tahu, nanti apakah itu 10 tahun atau 20 tahun, nanti sesuai dengan izinnya dia harus sudah tahu apa yang harus dilakukan atau apa yang terjadi nanti 20 tahun kemudian. Nah, ini adalah satu bentuk yang kita…, dalam orang tambang kita kenal sebagai good mining practice, membuat perencanaan yang terintegrasi dari awal sampai akhir, melihat berbagai…, apa…, risikorisiko yang mungkin, mengoptimalkan perolehan, recovery, dan juga meminimalkan berbagai dampak lingkungan. Ini hal-hal yang memang harus, selalu harus di…, harus di…, apa…, disosialisasikan, harus dipromosikan kepada perusahaan-perusahaan tambang karena kita juga harus mengakui bahwa ada perusahaan tambang yang baik, tapi ada juga yang tidak baik. Ada yang tidak melakukan reklamasi, bahkan mungkin banyak yang tidak melakukan reklamasi tapi…, dan ini adalah tugas saya kira dari pemerintah untuk…, untuk mendorong itu. Saya kira dengan demikian saya akhiri apa yang ingin saya sampaikan. Mudah-mudahan bisa bermanfaat. Wassalamualaikum wr. wb. 126. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, Bapak dan Ibu sekalian, waktu sudah habis untuk sidang ini, dan sidang ini sudah berlangsung 5 kali, sudah cukup banyak bahan yang diberikan, sehingga sidang ini bisa dinyatakan sebagai sidang
41
terakhir. Sehingga pada sidang berikutnya nanti Mahkamah akan mengucapkan putusan. Nah, untuk itu kalau ada sanggahan atau pendapat lain terhadap apa yang disampaikan oleh para Ahli dan Saksi tadi, itu dinyatakan saja di dalam kesimpulan tertulis. Nah, kesimpulan tertulis kami tunggu sampai dengan tanggal 16 minggu depan, jam 12.00, di Gedung Mahkamah Konstitusi tanpa sidang. Artinya langsung diserahkan ke Panitera. Nah, sesudah itu diserahkan, baru kami akan membuat rapatrapat Hakim secara tertutup untuk mengambil putusan atas…, apa…, perkara ini. Ya, mohon tadi dari Bapak-Bapak yang punya bahan-bahan tertulis yang tadi ditayangkan, untuk memudahkan kami supaya kami diberi hardcopy-nya maupun file-nya nanti melalui kepaniteraan. Jadi kepada Pemohon, kepada Pemerintah dan DPR kalau ada, dimohon menyampaikan kesimpulan-kesimpulan dari seluruh persidangan yang berlangsung selama ini, termasuk sanggahan-sanggahan dan data serta fakta yang berbeda dari yang dikemukakan tadi itu bisa disampaikan di dalam tulisan yang kami tunggu tanggal 16. Ada yang mau tanya? 127. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Ya, terima kasih, Majelis Hakim. Sebetulnya kan Ahli yang kami ajukan itu ada 3 hari ini, tetapi kebetulan Pak Rudy Satrio harus kemo karena kebetulan kondisinya sakit. Kemudian yang satu lagi adalah Nurcholis, dari Komnas HAM. Nah, beliau tidak bisa hadir karena ternyata hari ini harus berangkat ke Jenewa. Saya ingin bertanya, apakah masih memungkinkan…, tadi Ketua Majelis sudah mengatakan ini sidang terakhir untuk Pleno (…) 128. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, nanti dilampirkan di dalam kesimpulan saja secara tertulis pandangan yang bersangkutan. Kita sudah (…) 129. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Bisa berarti kami masukkan ke situ Pak, ya? 130. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Bisa masukkan, disampaikan apa…, sebagai pandangan tertulis dari Ahli yang Saudara maksud tadi, dari Pak Rudy maupun Pak Nurcholis.
42
131. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): ASEP YUNAN FIRDAUS
NOMOR
32/PUU-
Oke, baik. 132. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan disampaikan, ya tanggal 16 juga ya, tanggal 16 juga, sehingga kami bisa segera mendalami semuany itu. Baik, dengan demikian sidang dinyatakan ditutup.
KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.10 WIB Jakarta, 9 Maret 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d. Mula Pospos NIP. 19610310 199203 1001
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
43