UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF JAWA BERBASIS QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS IV SD N 1 SUKORAME MUSUK BOYOLALI TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh: SRI MULYANI NIM: K 7106040
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i
PERSETUJUAN Skripsi dengan judul : Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siswa Kelas IV Semester II di SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali.
Oleh : Nama
: Sri Mulyani
NIM
: K7106040
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada Hari
:
Tanggal
:
Persetujuan Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
A. Dakir, M.Pd
Tri Budiharto, M.Pd
NIP. 19491106197603001
NIP.19591221198803001
ii
PENGESAHAN Skripsi dengan judul : Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siswa Kelas IV Semester II di SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali. Oleh : Nama
: Sri Mulyani
NIM
: K7106040
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada Hari
: Kamis
Tanggal
: 17 Juni 2010
Tim Penguji
:
Nama Terang :
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. Kartono, M.Pd
…………………
Sekretaris
: Drs. Hasan Mahfud, M.Pd
…………………
Anggota I
: Drs. A. Dakir, M.Pd
…………………
Anggota II
: Drs. Tri Budiharto, M.Pd
…………………
Disahkan Oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. HM. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP : 196007271987021001 iii
ABSTRAK
Sri Mulyani. UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF JAWA BERBASIS QUANTUM LEARNING. Penelitian Tindakan kelas pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri I Sukorame Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Mei 2010. Tujuan penelitian ini adalah: Untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame berbasis quantum learning. Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca huruf Jawa, sedangkan variabel tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan quantum learning. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Sebagai teknik sampling adalah siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali yang berjumlah 25 siswa. Teknik pengumpulan data di gunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang mempunyai tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa setelah diadakan tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan quantum learning. Hal itu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan siswa dari sebelum dan sesudah tindakan. Pada siklus I ada peningkatan untuk materi membaca huruf Jawa nglegena dari rata-rata 62,2 menjadi 76, pada siklus II ada peningkatan untuk materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana dari rata-rata 62 menjadi 71,2 dan materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana dari rata-rata 60,2 menjadi 71. Dengan demikian dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran Bahasa Jawa berbasis quantum learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
iv
ABSTRACT Sri Mulyani, THE EFFORT TO IMPROVE THE READING CAPABILITY OF JAVANESESE SYLLABARY BASED ON QUANTUM LEARNING MODEL. The Class Action Reseach to the Fourth Grade Students of SD N I Sukorame, Musuk, Boyolali on Academic Year 2009/2010, Minithesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, May 2010. The purpose of this research is to improve the reading capability of Javanese syllabary to the fourth grade student of SDN I Sukorame, Musuk, Boyolali based on Quantum Learning Model. The variable that be a changing goal in this research is reading capability, while the action variable that be used in this research is Quantum Learning Model. The writer has applied two cycle in doing this classroom action research each cycle consists of four steps, they are planning, action, observation and reflection. The research subject used by the writer is the fourth grade students SD N I Sukorame, Musuk, Boyolali consisting of 25 students. The data collecting technique used is observation, testing, and documentation. The data analysis technique applied is interactive Analysis Model having three components, i. e data reduction, data presentation and drawing conclusion or verification. Based on the research, it can be concluded that there is a capability improvement in reading Javanese Syllabary, after implementing the classroom action research with quantum learning model. It could be shown through the increasing of the students ability whether it was pre or post action. In the first cycle there is a capability improvement in reading the voweless Javanese syllabary, subject, that is from 62,2 to be 67 average. In the second cycle there is a capability improvement in reading the Javanese syllabary with simple vowel, it is from 62 to be 71,2 on the average, and the improvement in reading the digraph Javanese syllabary with simple vowel, that is from 60,2 to be 71 on the average. There by it can recommended that learning Javanese syllabary with quantum learning model could improve the capability in reading Javanese syllabary for the fourth grade students of SD N I Sukorame, Musuk, Boyolali on academic year 2009/2010.
v
MOTTO
Ambilah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan Ambilah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan Ambilah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan Ambilah waktu untuk mencintai dan dicintai Itu adalah hak istimewa dari Tuhan Ambilah waktu untuk tertawa Itu adalah musik yang menggetarkan hati Ambilah waktu untuk memberi Itu adalah membuat hidup semakin berarti Ambilah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan Ambilah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju surga (Ir. Andi Muzaki, SH, MT)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan skripsi ini untuk: Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan motivasi, bimbingan
-
dan kasih sayang dengan tulus ikhlas serta mendukung dan mendo’akan aku dalam setiap langkahku. Semoga Allah SWT senantiasa mengabulkan doa-doamu
-
Kakak-kakakku dan keponakan-keponakanku tersayang yang membuat hidupku semakin berwarna.
-
Bapak dan ibu kos Asyifa yang telah memberikan bimbingan kepadaku untuk menjadi orang yang lebih baik, terimakasih atas nasihat-nasihatnya semoga Allah senantiasa memberikan rahmatNya Sahabat-sahabat seperjuanganku, keep spirit dan LANJUTKAN!!
-
-
Teman-teman SI PGSD angkatan 2006 dan adik-adik tingkatku di PGSD FKIP UNS bersama kalian sungguh hari-hariku semakin berarti, langkahku semakin bermakna dan perubahan besar terjadi dalam hidupku
-
FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta almamaterku tercinta tempatku menimba ilmu untuk masa depan bangsa yang lebih baik vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi
ini.
Penulis
menyadari
banyak
hambatan
yang
menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat rahmat Nya, akhirnya skripsi ini dapat selesai untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi telah melibatkan berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surkarta 2. Drs. R. Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Kartono, M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4.
Drs. Hasan Mahfud, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Drs. A. Dakir, M.Pd selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Drs. Tri Budiharto, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Mujiono, S.Pd selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri I Sukorame yang telah memberikan izin tempat penelitian. 8. Guru-guru SD Negeri I Sukorame yang telah memberi motivasi dan bantuan dalam melaksanakan penelitian ini. 9. Teman-temanku se-almamater yang telah memberikan semangat dan kerjasamanya. viii
10. Teman-teman tercinta yang ada di Asyifa kost yang selalu memberikan bantuan dan dukungan kepadaku. 11. Berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Dalam menyusun skripsi ini penulis menyadari masih ada kekurangan dan kelemahan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga kebaikan Bapak, Ibu dan semua pihak mendapat limpahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi amal kebaikan yang tiada putusputusnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihan yang berkepentingan dan dunia pendidikan pada umumnya.
Surakarta,
Juni 2010
Sri Mulyani
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
iii
HALAMAN ABSTRAK ...........................................................................
iv
HALAMAN ABSTRAK ..........................................................................
v
HALAMAN MOTTO ................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ vii KATA PENGANTAR ............................................................................... viii DAFTAR ISI..............................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
B. Perumusan Masalah ...........................................................
5
C. Tujuan Penelitian ...............................................................
5
D. Manfaat Penelitian .............................................................
5
LANDASAN TEORI A. Landasan Teori...................................................................
7
1. Hakikat Kemampuan Membaca Huruf Jawa ...............
7
2. Hakikat Model Quantum Learning ..............................
33
B. Penelitian Yang Relevan ....................................................
48
C. Kerangka Berpikir .............................................................
49
D. Hipotesis Tindakan………………………………………
50
METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................
51
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ...........................................
53
C. Subjek Penelitian ...............................................................
53
x
D. Sumber Data.......................................................................
53
E. Teknik Pengumpulan Data.................................................
54
F. Validitas Data.....................................................................
54
G. Teknik Analisis Data..........................................................
55
H. Indikator Kinerja ................................................................
57
I. Prosedur Penelitian ............................................................
57
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Latar Penelitian .................................................
61
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ....................................
65
C. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian ........................ 107 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ............................................................................ 116 B. Implikasi ............................................................................ 116 C. Saran .................................................................................. 117 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 118 LAMPIRAN ............................................................................................... 122
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbandingan Hasil Prestasi Belajar Bahasa Jawa dengan Mata Pelajaran Lain ...................................................................................
2
Tabel 2. Aspek penilaian membaca .................................................................
22
Tabel 3. Aksara Jawa (carakan) .......................................................................
27
Tabel 4. Pasangan huruf Jawa..........................................................................
28
Tabel 5. Aksara Murda dan pasangannya ........................................................
29
Tabel 6. Aksara Swara .....................................................................................
39
Tabel 7. Aksara Rekan dan Pasangannya ........................................................
30
Tabel 8. Tanda Baca Huruf Jawa .....................................................................
33
Tabel 9. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................
52
Tabel 10. Daftar guru dan karyawan SD Negeri 1 Sukorame .........................
62
Tabel 11. Fasilitas penunjang yang ada di SD Negeri 1 Sukorame .................
64
Tabel 12. Pengamatan terhadap Siswa Selama Mengikuti Membelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus I ..........................................................................................
75
Tabel 13. Pengamatan Terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I siklus I 76 Tabel 14. Pengamatan terhadap Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II siklus I..........................................................................................
78
Tabel 15. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II siklus I 79 Tabel 16. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan III Siklus I........................................................................................
81
Tabel 17. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan III Siklus I.............................................................................................
xii
82
Tabel 18. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena Siswa pada Pertemuan I Siklus I ................................................................
83
Tabel 19. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan Sederhana Siswa pada Pertemuan II Siklus I.............
85
Tabel 20. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana Siswa pada Pertemuan III Siklus I ..........
87
Tabel 21. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I siklus II........................................................................ 98 Tabel 22. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus II ........................................................................................... 99 Tabel 23. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus II ........................................................................................ 101 Tabel 24. Pengamatan terhadap Guru dalam Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II siklus II .............................. 102 Tabel 25. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan Sederhana Siswa pada Pertemuan I Silkus II ................................ 103 Tabel 26. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana pada Siswa pada Pertemuan II siklus II . 106 Tabel 27. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum Tindakan (Pra Siklus) ... 107 Tabel 28. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame pada Siklus I ............................... 109 Tabel 29. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus II................................................. 110 Tabel 30. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum (pra siklus) dan sesudah Tindakan siklus I ......................................................... 112
xiii
Tabel 31. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa ≥63 siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum (pra siklus) dan sesudah Tindakan Siklus I ..................................... 112 Tabel 32. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Rata-rata Kelas sebelum (siklus I) dan sesudah Tindakan Siklus II ....................................... 113 Tabel 33. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Kemampuan Membaca huruf Jawa ≥63 sebelum (siklus I) dan sesudah Tindakan Siklus II 114 Tabel 34. Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II ....................................................................... 115
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Berpikir .......................................................................... 50 Gambar 2. Model Analisis Interaktif ............................................................... 56 Gambar 3. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas .............................................. 60 Gambar 4. Slide macro mediaflash I................................................................ 68 Gambar 5. Slide macro mediaflash II .............................................................. 69 Gambar 6. Slide macro mediaflash III ............................................................. 69 Gambar 7. Slide macro mediaflash IV ............................................................. 71 Gambar 8. Power point pasangan huruf Jawa .................................................. 73 Gambar 9. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa nglegena siswa pada pertemuan I siklus I .....................................................
84
Gambar 10. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana siswa pada pertemuan II siklus I ................................. 86 Gambar 11. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana siswa pada pertemuan III siklus I ......... 88 Gambar 12. Slide macro mediaflash V ............................................................ 93 Gambar 13. Power point pasangan huruf Jawa II ............................................ 95 Gambar 14. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana siswa pada pertemuan I siklus II ............. 103 Gambar 15. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana siswa pada pertemuan II siklus II ......................................................................................... 105 Gambar 16 Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum tindakan (pra siklus). ................ 108 Gambar 17. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus I .................................................... 110 Gambar 18. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus II ................................................... 111 Gambar 19. Grafik Perbandingan ketuntasan belajar siswa pada pra siklus, siklus I dan siklus II...................................................................... 115 xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Indikator Ketercapaian Tujuan ............................................................ 122 Lampiran 2. Lembar Pengamatan Proses Pembelajaran Oleh Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Kelas IV Menggunakan Model Quantum Learning di SD Negeri I Sukorame ..........................................................................
123
Lampiran 3. Lembar Pengamatan Proses Pembelajaran Oleh Siswa dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Kelas IV Menggunakan Model Quantum Learning di SD Negeri I Sukorame .......................................................................... 128 Lampiran 4. Hasil Pengamatan Terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus I ....... 131 Lampiran 5. Hasil Pengamatan Terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus II...... 132 Lampiran 6. Hasil Pengamatan Terhadap Guru Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus I .................................. 133 Lampiran 7. Hasil Pengamatan Terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus II ...................... 134 Lampiran 8. Format Analisis Pengamatan Terhadap Siswa dan Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus I dan Siklus II .................................................................... 135 Lampiran 9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I.............................. 137 Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II .......................... 148 Lampiran 11. Soal Pra Siklus..................................................................................... 157 Lampiran 12. Format Penilaian Kemampuan Membaca Huruf Jawa ........................ 159 Lampiran 13. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena pada Pra Siklus ...................................................................................... 161 Lampiran 14. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan pada Pra Siklus ................................................................. 163
xvi
Lampiran 15. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana pada Pra Siklus ............................................. 165 Lampiran 16. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena pada Pertemuan I Siklus I ............................................................................. 167 Lampiran 17. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan pada Pertemuan II Siklus I .............................................. 169 Lampiran 18. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana pada Pertemuan III Siklus I .......................... 171 Lampiran 19. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan pada Pertemuan I Siklus II ........................................................................... 173 Lampiran 20. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana pada Pertemuan II Siklus II ......................... 175 Lampiran 21. Rekapitulasi Perolehan Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa pada Pra Siklus ...................................................................................... 177 Lampiran 22. Rekapitulasi Perolehan Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa pada Siklus I.......................................................................................... 178 Lampiran 23. Rekapitulasi Perolehan Nilai Membaca Huruf Jawa Siklus II ............ 179 Lampiran 24. Foto Penelitian ..................................................................................... 183 Lampiran 25. Surat Ijin Penelitian .............................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Suatu
negara
yang
tertinggal
mutu
pendidikannya,
maka
pembangunan di negara tersebut akan terhambat pula. Hal ini dapat dimengerti, karena pendidikan berkaitan erat dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan. Pendidikan di Indonesia dapat diperoleh melalui jalur formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal di Indonesia berlangsung sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Peningkatan mutu pendidikan harus dimulai sejak pendidikan dasar, sebab pendidikan dasar merupakan fondasi untuk kelanjutan pendidikan berikutnya. Di Indonesia, pendidikan dasar dilaksanakan selama 9 tahun terdiri atas Sekolah Dasar atau yang sederajat (6 tahun) dan Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat (3 tahun). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar dan hasil belajar yang lebih baik adalah penggunaan model pembelajaran yang tepat kedalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien apabila ditunjang dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran sangat dibutuhkan karena dapat mengarah pada tercapainya hasil belajar yang optimal. Membaca sebagai salah satu kemampuan dasar perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak baik sekolah sebagai penyelenggara pendidikan, masyarakat, maupun pemerintah. Hal ini disebabkan karena membaca merupakan kunci untuk memperoleh informasi lengkap dan menyeluruh. Membaca adalah kunci segudang ilmu. Ilmu yang tersimpan dalam buku harus digali dan dicari melalui kegiatan membaca. Kemampuan membaca menentukan hasil penggalian ilmu itu. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak tidak memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang. Mengingat
pentingnya membaca, maka anak harus belajar membaca dan kesulitan membaca harus diatasi secepat mungkin. Bahasa Jawa sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal yang dilaksanakan di daerah Jawa Tengah di dalamnya mencakup lima kompetensi dasar yaitu: mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan sastra. Pada kompetensi membaca dalam mata pelajaran bahasa jawa, siswa harus mampu menguasai dua kemampuan yaitu membaca bacaan berbahasa Jawa berhuruf latin, dan membaca bacaan berbahasa Jawa dengan huruf Jawa. Di SD Negeri I Sukorame, dua tahun terakhir ini nilai rata-rata bahasa Jawa selalu berada di bawah nilai rata-rata mata pelajaran lain. Rendahnya nilai bahasa jawa tersebut dapat kita lihat pada tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Hasil Prestasi Belajar Bahasa Jawa dengan Mata Pelajaran Lain Tahun Ajaran 2007/2008 2008/2009
Bahasa Jawa 6.30 6.39
Mata Pelajaran Bahasa IPA Indonesia 6.45 6.63 7.29 7.28
PKn 6.97 6.98
Sumber : Administrasi Kurikulum SD Negeri I Sukorame Kuswantiningsih, guru kelas IV mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya nilai bahasa jawa dibandingkan dengan mata pelajaran lain adalah banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca huruf Jawa. Bahkan bukan hanya siswa saja yang mengalami kesulitan membaca, akan tetapi hampir semua orang Jawa mengalami kesulitan membaca huruf Jawa. Akibatnya berkembang rumor yang menyatakan orang Jawa sendiri tidak dapat membaca huruf Jawa, apalagi orang lain. Samidi (2010: 7), mengatakan “ Ana panemu jare maca Basa Jawa iku angel, apa meneh wacan iku mau nganggo tulisan aksara Jawa”. Ada pendapat bahwa membaca bahasa Jawa itu sulit, apalagi membaca sebuah wacana yang menggunakan aksara Jawa. Salah satu penyebab sulitnya membaca huruf Jawa adalah pembelajaran di sekolah yang kurang efektif dari guru, sebab guru dalam memberikan pelajaran selalu menggunakan metode yang monoton dan tidak menggunakan model 2
pembelajaran yang inovatif. Sebagai alasan mereka memberikan pelajaran Bahasa Jawa secara cepat dan menggunakan model yang konvensional adalah sedikitnya alokasi waktu yang tersedia. Setiap minggu hanya dua jam pelajaran, padahal materi yang termuat sangat padat. Apabila dibandingkan dengan mata pelajaran lain seperti bahasa Indonesia misalnya, alokasi waktu untuk mata pelajaran bahasa Jawa sangat tidak seimbang. Akibatnya guru mengajarkan dengan cepat agar target dalam program semester terpenuhi. Kondisi ini menyebabkan nilai bahasa Jawa lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya. Selain itu pembelajaran muatan lokal bahasa Jawa memang masih dianggap remeh oleh guru. Bahkan sering dijumpai beberapa guru tidak mengajarkan membaca huruf Jawa pada murid-muridnya dikarenakan dari pihak guru sendiri tidak mempunyai kompetensi atau tidak mampu membaca huruf Jawa. Sebagian besar guru hanya menganggap penting mata pelajaran tertentu, sedangkan Bahasa Jawa kurang diperhatikan. Hal ini menyebabkan siswa kesulitan dalam membaca huruf Jawa, yang mempengaruhi pula terhadap rendahnya prestasi belajar siswa. Mereka mengaku pembelajaran yang diberikan oleh guru membosankan dan tidak menyenangkan sehingga mereka kurang termotivasi untuk belajar membaca huruf Jawa dengan sungguh-sungguh. Selain dalam pendidikan formal, dalam pendidikan keluarga (informal) pun bahasa Jawa kurang dibiasakan dalam pergaulan sehari-hari apalagi huruf Jawa. Sejak anak-anak masih kecil, orangtua lebih membiasakan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya daripada bahasa Jawa, sehingga anak-anak lebih terbiasa dengan bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa. Akibatnya ketika anak-anak beranjak dewasa ia tidak dapat membaca huruf Jawa dan berbahasa Jawa dengan baik dan benar. Bahkan ada pula orangtua yang rela putra putrinya ikut kursus bahasa Inggris dengan harapan setelah mengikuti kursus tersebut putra-putrinya dapat berbahasa Inggris dengan baik dan lancar. Sehingga mereka lebih pandai membaca tulisan Inggris daripada membaca tulisan berhuruf Jawa. Dalam pendidikan non formal yaitu dalam masyarakat, kebiasaan menggunakan huruf jawa pun dirasakan sangat kurang. Dalam pergaulan bermasyarakat, orang-orang lebih banyak menggunakan huruf latin dan bahasa 3
Indonesia. Walaupun menggunakan bahasa Jawa, itu tidak sesering dalam menggunakan bahasa Indonesia. Huruf Jawa merupakan salah satu ciri khas budaya Jawa yang harus dilestarikan. Untuk itu kemampuan membaca huruf Jawa harus ditingkatkan mulai dari pendidikan dasar. Apabila kemampuan membaca huruf Jawa tidak ditingkatkan, tidak ada generasi penerus yang bisa membaca huruf Jawa sehingga kebudayaan Jawa pun semakin lama semakin terancam punah. Suatu model yang menarik siswa dan dapat digunakan untuk pembelajaran huruf Jawa adalah dengan menggunakan model Quantum Learning. Model Quantum Learning adalah suatu model yang terbukti efektif di sekolah untuk semua tipe orang dan segala usia (Bobbi DePorter, 2005:14) dan diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa. Melalui konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) yang melandasi Quantum Learning dapat membawa siswa menjadi lebih tertarik dan berminat untuk belajar membaca huruf Jawa. Peneliti merasa perlu mengadakan penelitian tentang Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada siswa kelas IV semester II di SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali. Materi yang diberikan hanya pada huruf Jawa nglegena, sandhangan dan pasangan huruf Jawa. Alasan peneliti mengambil judul ini adalah: 1. Kebanyakan siswa sekarang mengalami kesulitan dalam membaca huruf Jawa. 2. Nilai membaca huruf Jawa siswa SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali masih sangat rendah. 3. Banyak orang Jawa yang tidak bisa membaca huruf Jawa. 4. Pembelajaran membaca huruf Jawa dianggap remeh oleh kebanyakan guru 5. Guru masih menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran membaca huruf Jawa sehingga siswa cepat merasa bosan. 6. Kemampuan membaca huruf Jawa harus ditingkatkan untuk menjaga kelestarian kebudayaan Jawa. 7. Pembelajaran dengan model Quantum Learning terbukti dapat meningkatkan kemampuan membaca, menciptakan lingkungan belajar yang efektif, 4
memudahkan proses belajar, meningkatkan partisipasi siswa, meningkatkan minat dan motivasi siswa belajar, serta melatih daya ingat dan daya serap siswa dalam pembelajaran (DePorter, 2005:4), sehingga peneliti memilih model Quantum Learning untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut : ”Apakah penggunaan model Quantum Learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali?” C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa dengan menggunakan model Quantum Learning pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Manfaat
teoretis
penelitian ini
adalah:
a)
menambah
khasanah
pengetahuan membaca bacaan berhuruf Jawa, dan b) diharapkan dapat menambah wawasan baru pengembangan teori membaca huruf Jawa dengan model Quantum Learning. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa 1) Meningkatnya kualitas pembelajaran membaca huruf Jawa siswa. 2) Meningkatnya kemampuan membaca huruf Jawa siswa sehingga prestasi dan hasil belajar meningkat. b. Bagi guru 1) Meningkatnya kemampuan guru dalam mengajar membaca huruf Jawa. 5
2) Dapat dijadikan sebagai acuan dalam penerapan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dalam mengatasi kesulitan pembelajaran membaca huruf Jawa. c. Bagi sekolah 1) Meningkatnya kualitas pembelajaran membaca huruf Jawa. 2) Mendapatkan siswa yang berkualitas dan berprestasi dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga meningkatnya mutu siswa dan sekolah sesuai dengan tuntunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. d. Bagi Peneliti 1) Dapat menambah pengetahuan tentang pembelajaran membaca huruf Jawa. 2) Memperoleh pengetahuan bahwa penggunaan model Quantum Learning dalam pembelajaran membaca huruf Jawa dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa siswa.
6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Hakikat Kemampuan Membaca Huruf Jawa a.
Pengertian Kemampuan Menurut Chaplin (1997) dalam (http://digib.petra.ac.id diakses tanggal 20 Oktober 2009) “ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu
perbuatan”.
Sedangkan
menurut
Robbins
(2000)
dalam
(http://digib.petra.ac.id diakses tanggal 20 Oktober 2009), “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. Berdasarkan pengertian di atas dapat dartikan bahwa kemampuan (ability) adalah kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang ditunjukkan melalui tindakannya. Lebih lanjut Robbins (2000) dalam (http://digib.petra.ac.id diakses tanggal 20 Oktober 2009), menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu 1) Kemampuan intelektual (intelectual ability), merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental, 2) Kemampuan fisik (physical intellectual), merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina, kekuatan, dan karakteristik fisik. Definisi kemampuan menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2000) dalam (http://digib.petra.ac.id diakses tanggal 20 Oktober 2009) kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya bahwa seseorang yang mempunyai IQ diatas rata-rata dan dengan pendidikan yang memadai serta terampil dalam
7
mengerjakan pekerjaanya sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. Kemampuan seseorang membaca menurut Y.B. Sudarmanto (1993:38) dalam Martinis Yamin (2007: 119) sangat ditentukan oleh bahan yang dibaca. Semakin berat bahan bacaan, semakin sedikit jumlah kata yang berhasil dibaca, demikian sebaliknya semakin ringan bahan bacaan semakin banyak jumlah kata yang berhasil dibaca. Solchan T. W, dkk (2008: 6.6) mengungkapkan bahwa hal pertama yang diajarkan kepada anak pada awal-awal masa persekolahan adalah kemampuan membaca dan menulis. Kedua kemampuan ini akan menjadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-bidang ilmu lainnya di sekolah. Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya, bahwa anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi- bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang dibacanya tanpa diikuti pemahaman terhadap lambang bunyi tersebut. Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana. Yang dimaksud dengan melek wacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya, yakni kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi bermakna disertai pemahaman akan lambang-lambang tersebut. Dengan bekal kemampuan melek wacana inilah, kemudian anak dihadapkan pada berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai media cetak yang dapat diakses sendiri. Menurut Solchan T.W (2008: 1.33), kemampuan membaca adalah kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara tertulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya berkaitan dengan pemahaman simbol-simbol tertulis, tetapi juga memahami pesan atau makna yang disampaikan oleh penulis.
8
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan seseorang dalam melakukan sesuatu, yang bisa dimiliki sejak awal atau setelah melalui beberapa proses. Sedangkan kemampuan membaca yaitu suatu kesanggupan siswa/pembaca untuk dapat mengucapkan, menafsirkan makna suatu bahasa yang disertai dengan pemahaman isi bacaan.
b. Pengertian Membaca Menurut
Suwaryono
(1989:1)
membaca
merupakan
satu
kemampuan yang berkaitan erat dengan kemampuan dasar terpenting yang dimiliki manusia, yaitu berbahasa. Manusia dapat berkomunikasi terhadap sesamanya dengan bahasa, dengan bahasa yang benar, maka akan terciptalah komunikasi yang jelas, sehingga terhindar dari salah paham dan antara satu dengan yang lainnya. Banyak ahli yang memberikan definisi tentang membaca. Di bawah ini diterangkan berbagai pendapat mereka mengenai kegiatan membaca. 1) Membaca
adalah
proses
mendapatkan
arti
dari
kata-kata
tertulis.(Heilman) 2) Membaca adalah proses berpikir, yang termasuk di dalamnya mengartikan,
menafsirkan
arti,
dan
menerapkan
ide-ide
dari
lambang.(Carter) 3) Membaca adalah proses psikologis untuk menentukan arti kata-kata tertulis. Membaca melibatkan penglihatan, gerak mata, pembicaraan batin, ingatan, pengetahuan mengenai kata yang dapat dipahami, dan pengalaman membacanya. (Cole) 4) Membaca
adalah
proses
membentuk
arti
dari
teks-teks
tertulis.(Anderson, Richard C) 5) Membaca ialah pengucapan kata-kata dan perolehan arti dari barang cetakan. Kegiatan ini melibatkan analisis dan pengorganisasian berbagai kemampuan yang kompleks. Termasuk di dalamnya
9
pelajaran, pemikiran, pertimbangan, perpaduan, pemecahan masalah, yang berarti menimbulkan kejelasan informasi (bagi pembaca). Menurut Anderson dalam Henri Guntur Tarigan (1994: 7), dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi ( a recording and decoding process ), berlainan dengan berbicara dan menulis justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan tulisan menjadi bunyi yang bermakna. Menurut Henri Guntur Tarigan (1994: 8), membaca pun dapat diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambanglambang tertulis. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata tertulis. Secara singkat dapat dikatakan bahwa “reading” adalah “bringing meaning to and getting meaning from printed or written material”, memetik dan memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis. Soedarso (1983: 4) dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 200) mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan
sejumlah
besar
tindakan
terpisah-pisah,
mencakup
penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak
mungkin
dapat
membaca
tanpa
menggerakkan
mata
dan
menggunakan pikiran. Menurut Crawley dan Mountain (1995) dalam Farida Rahim (2008: 2) mengemukakan: “Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar menghafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguisik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. 10
Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus.” Pengertian membaca menurut Bond (1975) dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 200) adalah pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki. Berdasarkan arti membaca tersebut, pengertian membaca mencakup dua hal. Pengertian yang pertama yaitu membaca teks-teks yang terurai dari huruf demi huruf kemudian membentuk kata lalu terangkai dalam kalimat dan padu dalam paragraf. Yang kedua yaitu membaca fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta. Membaca adalah sebuah proses berpikir, yang termasuk di dalamnya mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide-ide dari lambang (Carter dalam Suwaryono Wiryodijoyo, 1989: 1). Membaca dapat pula diartikan sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. tingkatan hubungan antara makna yang hendak dikemukakan oleh penulis dan penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan ketepatan membaca. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis tetapi terletak pada pikiran membaca. Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut (Anderson, 1972: 211 dalam Henry Guntur Tarigan, 1994: 8). Eddie Williams (1996) dalam Henry Guntur Tarigan (1994: 9) berpendapat bahwa: “A simple (and provisional) definition of reading is that it is a process where by one looks at and understands what has been written. Pengertian sederhana dari membaca adalah suatu proses memahami sesuatu yang tertulis. Sedangkan Klein, dkk dalam Farida Rahim (2008: 3) menjelaskan bahwa definisi membaca mencakup : (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, (3) 11
membaca
adalah
interaktif.
Membaca
merupakan
suatu
proses
dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimilki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Membaca juga merupakan strategis karena pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan kontekss dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami sehingga terjadi interaksi antara pembaca dengan teks. Menurut Henry Guntur Tarigan (1994: 7) dalam Slamet (2007: 66), membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Menurut Martinis Yamin (2007:106), membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi yang disampaikan secara verbal dan merupakan hasil ramuan pendapat, gagasan, teori-teori, hasil penelitian para ahli untuk diketahui dan menjadi pengetahuan bagi siswa. Selanjutnya
pengetahuan
itu
dalam
diterapkan
dalam
berpikir,
menganalisis, bertindak, dan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan Jazir Burhan (1971: 90) dalam Slamet (2007: 67), mengemukakan bahwa membaca merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerja sama beberapa kemampuan, yakni mengamati, memahami dan memikirkan. Menurut Lado (1976) dalam Henry Guntur Tarigan (1994: 9), membaca adalah memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya. Samidi (2010: 7) mengungkapkan bahwa “Maca yaiku nangkep basa tulis, dena basa tulis iku mujudake gegambarane basa asli yaiku basa lisan”. Samidi mengungkapkan bahwa membaca yaitu menangkap
12
bahasa tulis, sedangkan bahasa tulis itu merupakan wujud gambaran dari bahasa asli yaitu bahasa lisan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses mengartikan kata-kata dan mengkomunikasikan makna yang terkandung dalam lambang tertulis tersebut.
c.
Tujuan Membaca Menurut Syafi’ie (1999) dalam Hairuddin (2007: 3-23) melalui pembelajaran membaca diharapkan siswa dapat: (1) memperoleh informasi dan tanggapan yang tepat atas berbagai hal; (2) mencari sumber, menyimpulkan, menyaring dan menyerap informasi dari bacaan; (3) mampu mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari bacaan. Menurut Henri Guntur Tarigan (1994: 9), tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta untuk memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Menurut Henri Guntur Tarigan (1994: 9) berikut ini dikemukakan beberapa tujuan membaca: 1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian fakta (reading for details or facts) 2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh. Membaca seperti itu disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas) 3) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh 13
sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference) 4) Membaca untuk mengetahui hal-hal yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Itu disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading for classify) 5) Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang sang tokoh perbuat, atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate) 6) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai kesamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast)
d. Aspek-Aspek Membaca Menurut H.G. Tarigan (1994: 11) secara garis besar terdapat dua aspek penting dalam membaca yaitu: 1) Kemampuan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek ini meliputi: a) Pengenalan bentuk huruf b) Pengenalan unsur-unsur linguistic (fenome/grafem, kata, frase,pola klause, kalimat, dan lain-lain) c) Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau ”to bark at print”) 14
d) Kecepatan membaca bertaraf lambat 2) Kemampuan yang bersifat pemahaman (comprehensive skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini mencakup: a) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal) b) Memahami signifikansi atau makna (maksud, tujuan pengarang, keadaan budaya, reaksi pembaca) c) Evaluasi dan penilaian (isi, bentuk) d) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.
e.
Manfaat Membaca Menurut Slamet (2007: 69) manfaat membaca adalah sebagai berikut: 1) Memperoleh banyak pengetahuan 2) Mengetahui berbagai peristiwa besar dalam peradaban dan kebudayaan suatu bangsa. 3) Memperoleh pengetahuan umum dan berbagai informasi tertentu yang sangat berguna bagi kehidupan 4) Dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir di dunia. 5) Dapat mengayakan batin, memperluas cakrawala pandang dan pikir, meningkatkan taraf hidup dan budaya keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa. 6) Dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan, dapat mengantarkan seseorang menjadi cerdik, pandai. 7) Dapat memperkaya perbendaharaan kata, ungkapan istilah dan lainlain yang dapat menunjang kemampuan menyimak, berbicara, dan menulis. 8) Mempertinggi
potensialitas
eksistensi dan lain-lain. 15
setiap pribadi
dan
mempermantap
f. Fungsi Membaca Menurut St. Y Slamet (2007: 68) kegiatan membaca mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut: 1) Fungsi intelektual Dengan banyak membaca kita dapat meningkatkan kadar intelektualitas, dan membina daya nalar. Contoh: membaca laporan penelitian, jurnal, atau karya ilmiah lain. 2)
Fungsi pemacu kreativitas Hasil membaca kita dapat mendorong, menggerakkan diri kita untuk berkarya, didukung oleh keluasan wawasan dan pemilihan kosa kata.
3) Fungsi praktis Kegiatan
membaca
dilaksanakan
untuk
memperoleh
pengetahuan praktis dalam kehidupan, misalnya: teknik memelihara lele, resep membuat makanan dan minuman, cara membuat rumah dan lain-lain. 4) Fungsi rekreatif Membaca
digunakan
sebagai
upaya
menghibur
hati,
mengadakan tamasya yang mengasyikkan. Contoh: bacaan-bacaan ringan, novel-novel pop, cerita humor, fabel, karya sastra, dan lainlain 5) Fungsi informatif Dengan banyak membaca informatif seperti surat kabar, majalah dan lain-lain dapat memperoleh berbagai informasi yang kita perlukan dalam kehidupan. 6) Fungsi religius Membaca dapat digunakan untuk membina dan meningkatkan keimanan, memperluas budi, dan memdekatkan diri kepada Tuhan 7) Fungsi sosial Kegiatan membaca mempunyai fungsi sosial yang tinggi manakala dilaksanakan secara lisan atau nyaring. Dengan demikian, 16
kegiatan membaca tersebut langsung dapat dimamfaatkan oleh orang lain mengarahkan sikap berucap, berbuat dan berpikir. Contoh: pembacaan berita, karya sastra, pengumuman dan lain-lain 8) Fungsi pembunuh sepi Kegiatan membaca dapat juga dilakukan untuk sekedar mengisi waktu luang.
g. Jenis-jenis membaca Menurut St. Y Slamet (2007: 86), jenis-jenis membaca adalah sebagai berikut: 1) Membaca intensif Membaca dianggap sebagai salah satu kunci pemerolehan ilmu pengetahuan karena penekanannya adalah soal pemahaman yang mendalam,pemahaman ide-ide naskah dari ide pokok sampai ke ideide penjelas, dari hal-hal yang rinci sampai ke relung-relungnya. Membaca ini dilakukan secara lambat dan boleh dilakukan secara berulang-ulang agar pesan tertulisnya lebih merasuk ke otak dan hati. Objek yang menjadi kajian adalah karya-karya ilmiah seperti buku pelajaran dan perkuliahan, makalah esai, karya-karya analisis, dan seterusnya. Ia harus dilakukan manakala kita akan menempuh bermacam tes dan ujian di sekolah dan perguruan tinggi. 2) Membaca kritis Menbaca kritis merupakan tahapan lebih jauh daripada membaca intensif, dan dianggap sebagai kegiatan membaca yang bertataran lebih tinggi. Hal ini karena ide-ide buku yang telah dipahami secara baik dan mendetail, perlu ditanggapi atau direspon, bahkan dianalisis. Membaca kritis mensyaratkan pembacanya bersikap cermat, teliti, korektif, bisa menemukan kesalahan dan kejanggalan dalam teks, baik dilihat dari sudut isi maupun bahasanya. Disamping itu pembaca harus pula membetulkan kesalahan-kesalahan itu. 17
3) Membaca cepat Kemampuan membaca cepat ini penting kita kuasai berkenaan dengan perolehan informasi-informasi keseharain, seperti berita dan reportase (laporan utama media massa, surat kabar dan majalah). Membaca cepat dilaksanakan secara zig-zag atau vertikal, punya prinsip melaju terus. Ia hanya mementingkan kata-kata kunci atau halhal yang penting saja, ditempuh dengan jalan melompati kata-kata dan ide-ide penjelas. 4) Membaca apresiatif dan estetis Dua kegiatan membaca ini agak bersifat khusus karena lebih berhubungan dengan nilai-nilai afektif dan faktor intuisi (perasaan). Objek kajiannya terutama karya sastra serta bacaan-bacaan lain yang ditulis dengan bahasa yang indah. Tujuannya adalah pembinaan sikap apresiatif, suatu penghayatan dan penghargaan terhadap nilai-nilai keindahan dan nilai-nilai kejiwaan. Meskipun demikian faktor pemahaman makna teks juga tidak boleh diabaikan, sebab hakikat membaca memanglah memahami maksud yang terkandung dalam naskah. Khusus membaca estetis, ia perlu disuarakan dengan pelafalan yang jelas dan fasih, serta berirama tertentu. Yang penting, naskah atau karya sastra yang dibaca itu terasa lebih hidup serta mampu menyentuh batin dan rasa pembaca. 5) Membaca teknik Membaca teknik perlui dilafalkan, hanya pelafalannya bersifat formal. Membaca jenis ini mementingkan kebenaran pembacaan serta ketepatan intonasi dan jeda. Namun, ini bukan berarti membaca estetis mengabaikan soal-soal tersebut. Dengan mengacu pada pelafalan yang standar, kegiatan membaca teknik secara langsung memasuki kegiatan pembacaan berita,
pengumuman,
materi
pelajaran,
penataran,
ceramah, naskah pidato, khotbah, dan lain-lain. Wacana yang sering digunakan sebagai objek kegiatan membaca teknik adalah karya-karya ilmiah dan wacana-wacana teknik. Lewat kegiatan membaca teknik 18
ini pula, dikembangkan upaya pembinaan bahasa Indonesia, baik diteropong dari sudut pelafalan maupun penulisannya. Hal itu terjadi karena objek kajiannya yang berupa karya ilmiah dan wacan teknis seharusnya ditulis dalam bahasa Indonesia standar.
h. Cara Membaca yang Baik Menurut St. Y Slamet (2007: 90), cara membaca yang baik adalah sebagai berikut: 1) Sikap mental dan sikap nalar yang baik. Perwujudan ketentuan ini adalah membaca dengan; penuh konsentrasi dan kesungguhan, pikiran aktif mencerna, perasaan aktif menghayati, perasaan senang hati, memotivasi yang kuat, menemukan nilai-nilai kehidupan, sabar, dan membaca secara terpola. 2) Sikap fisik yang baik, yaitu dengan jarak mata lebih dari 30 cm, membentuk sudut 30 sampai 45 derajat arah ke bawah, didukung oleh teknik tertentu yang praktis (misalnya mencari kata dalam kamus, tidak perlu membalik-balik halaman dari depan, menandai hal-hal tertentu yang kita anggap penting, bila naskahnya panjang dan pembacaan perlu dilanjutkan waktu lain, kita tandai dimana terakhir kita membaca, memperhatikan daftar isi, dan lain-lain) 3) Bahan yang baik, yakni bahan yang memberi makna kepada kehidupan, misalnya, menyebabkan kita tambah ilmu dan kepandaian, menambah pengetahuan dan pengalaman hidup kita, menyebabkan keluasan kosa kata dan kedalaman pengalaman estetik. 4) Bahan yang banyak dan beraneka ragam, ini berarti disamping kita melakukan membaca intensif yang menitiktekankan pada pemahaman yang mendalam dan rinci suatu naskah yang jumlahnya relatif sedikit karena pembacanya agak lambat dan berulang-ulang, kita perlu sekali membaca ekstensif. 19
5) Jenis yang sesuai dengan tujuan dan kepentingan pembacaan, misalnya membaca intensif untuk pendalaman ilmu pengetahuan, membaca cepat untuk memperoleh hal-hal yang bersifat informatif, membaca kritis untuk persiapan menganalisis persoalan dan menulis resensi buku, membaca teknik untuk mengkomunikasikan gagasan dan pekabaran pada audiens, dan membaca estetis dan apresiatif untuk pembinaan apresiasi sastra baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
i. Ciri-ciri Pembaca yang Baik Menurut St. Y. Slamet (2007: 91), ciri-ciri pembaca yang baik adalah: 1) Bisa bersikap selektif, artinya ia bisa memilih bahan-bahan yang penuh nilai guna baginya. 2) Bisa mencerna manakah naskah yang baik atau memahami secara tepat dengan pemahaman ide-ide naskah sampai ke relung-relungnya. 3) Bersikap kritis dan terbuka, tidak asal mengiyakan ide-ide naskah, cukup punya wawasan yang luas. 4) Punya daya interaktif dan asosiatif, punya kemampuan mengabstraksi. 5) Punya atensi yang tinggi terhadap dunia keilmuan pada umumnya juga kebudayaan dalam arti luas dan agama. 6) Punya sikap apresiatif dan kecintaan terhadap nilai-nilai kehidupan, baik ilmiah maupun literis, baik yang berdimensi humanistik maupun religius. 7) Punya kemampuan merespon/ mengomentari dan menganalisis naskah. 8) Punya kepekaan yang baik terhadap nilai-nilai moral dan sosial 9) Punya semangat baca yang menggebu-gebu, tidak pembosan, bisa memanfaatkan setiap waktu untuk kegiatan membaca disamping kegiatan lain. 20
10) Punya kreatifitas dan daya mengolahkembangkan apa-apa yang dibacanya dalam ekspresi lisan dan tulis. Jadi, tidak semata konsumtif dan reproduktif.
j. Kendala-kendala dalam Membaca St. Y Slamet (2007: 92) mengatakan bahwa, kegiatan membaca tidak dengan sendirinya selalu berjalan dengan lancar namun ada kendalakendala yang merintangi. Kendala-kendala yang sering terjadi dan melanda itu meliputi: 1) Sikap mental yang menganggap bahwa banyak membaca tidak ada bedanya dengan sedikit membaca, tidak ada pengaruhnya dalam berbagai kegiatan hidup. 2) Sikap asing orang-orang tertentu terhadap mereka yang rajin membaca dengan menyebut mereka sebagai kutu buku, sebagai kelompok orangorang bermental priyayi yang kurang mempunyai etos kerja. 3) Langkanya buku-buku, mahalnya buku-buku sehingga tidak terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah, ketidaklengkapan buku-buku di perpustakaan,
prosedur
peminjaman
yang
rumit,
pelayanan
perpustakaan yang kurang simpatik. 4) Rendahnya kompetensi bahasa dan tingkat pemahaman membaca. 5) Budaya santai dan mental menerabas, orang berambisi cepat sukses tanpa mau bersusah-payah. Akibatnya jalan yang ditempuh bukanlah ketekunan belajar dan bekerja keras melainkan politik Machiavelli (menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan)
k. Evaluasi Pembelajaran Membaca Menurut Suharsimi Arikunto (1999: 3) evaluasi (evaluation) mempunyai arti menilai, tetapi dilakukan dengan cara mengukur terlebih dahulu. Sedangkan menurut St. Y Slamet (2008: 107), evaluasi juga 21
disebut dengan penilaian, yaitu suatu alat atau kegiatan untuk mengukur tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. Dalam pembelajaran bahasa, evaluasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan tes dan non tes. Kedua cara ini dapat digunakan untuk mendapatkan informasi atau data tentang anak yang dinilai. Penentuan tentang tes atau nontes berkaitan dengan tujuan penilaian dan informasi yang hendak dicari. Teknik tes biasanya digunakan untuk menjaring data yang berkaitan dengan kemampuan kognitif anak. Sedangkan teknik nontes digunakan untuk menjaring data tentang kemampuan psikomotorik, afektif dan lain-lain yang tidak secara langsung berkaitan dengan kemampuan kognitif anak. Tujuan pembelajaran membaca di Sekolah Dasar terutama ditekankan pada kemampuan membaca teknik yang masih terbatas pada kewajaran lafal dan intonasi. Melalui pembelajaran membaca, diharapkan anak dapat menyuarakan tulisan dengan lafal dan intonasi yang wajar. Yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi pembelajaran membaca ialah sebagai berikut: 1) Ketepatan menyuarakan tulisan, 2) Kewajaran lafal 3) Kewajaran intonasi 4) Kelancaran Untuk memudahkan guru dalam penilaian membaca, bisa dibuat form yang berbentuk kolom seperti pada tabel 2. Tabel 2. Aspek penilaian membaca Aspek Penilaian Siswa Nama
Jumlah Lafal
Intonasi
Siswa
22
Ketepatan
Kelancaran
Tiap-tiap butir di atas diukur dengan rentangan nilai yang ditentukan misalnya; 1) Pelafalan
:1–3
2) Intonasi
:1–3
3) Kelancaran
:1–2
4) Ketepatan
:1-2
Nilai tertinggi yang dapat dicapai anak adalah 10, dan nilai yang terendah yaitu 4.
l. Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Menurut Puji Santosa (2008: 3.19), pembelajaran membaca di SD diselenggarakan dalam rangka pengembangan kemampuan membaca yang mutlak
harus
dimiliki
oleh
setiap
warga
negara
agar
dapat
mengembangkan diri secara berkelanjutan. Melalui pembelajaran di SD, siswa
diharapkan
memperoleh
dasar-dasar
kemampuan
membaca
disamping kemampuan menulis dan membaca, serta kemampuan esensial lainnya. Dengan dasar kemampuan itu, siswa dapat menyerap berbagai pengetahuan yang sebagian besar disampaikan melalui tulisan. Mata pelajaran yang diberikan pada siswa kelas IV Sekolah Dasar sangat beragam, salah satunya adalah mata pelajaran bahasa Jawa. Bahasa Jawa termasuk dalam mata pelajaran muatan lokal karena termasuk dalam pelajaran bahasa daerah dimana tiap-tiap daerah itu memiliki bahasa yang berbeda-beda. Materi bahasa Jawa di kelas IV SD meliputi wacana (cerita berbahasa Jawa), geguritan, wayang, tembang macapat dan Aksara Jawa (Huruf Jawa). Dari sekian banyak materi tersebut, peneliti hanya mengambil huruf Jawa sebagai bahan penelitian. Huruf Jawa itu hingga kini tetap digunakan untuk pelajaran di sekolah-sekolah. Dalam pembelajaran menulis huruf Jawa dikenal ada Aksara Jawa, Pasangan dan Sandhangan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
23
1) Legenda Hanacaraka Abjad Jawa dikaitkan dengan Hanacaraka, sebuah lagenda mengenai dua orang pahlawan bernama Dora dan Sambada yang bertarung. Keduanya adalah hamba Raja Aji Saka yang menurut kisah berasal dari India dan membawa kebudayaan ke Jawa. Berikut ini adalah legenda huruf Jawa: Pada jaman dahulu, di Pulau Majethi hidup seorang satria tampan bernama Ajisaka. Selain tampan, Ajisaka juga berilmu tinggi dan sakti mandraguna. Sang Satria mempunyai dua orang punggawa, Dora dan Sembada namanya. Kedua punggawa itu sangat setia kepada pemimpinnya, sama sekali tidak pernah mengabaikan perintahnya. Pada suatu hari, Ajisaka berkeinginan pergi berkelana meninggalkan Pulau Majethi. Kepergiannya ditemani oleh punggawanya yang bernama Dora, sementara Sembada tetap tinggal di Pulau Pulo Majethi, diperintahkan menjaga pusaka andalannya. Ajisaka berpesan bahwa Sembada tidak boleh menyerahkan pusaka tersebut kepada siapapun kecuali kepada Ajisaka sendiri. Sembada menyanggupi akan melaksanakan perintahnya. Pada masa itu di tanah Jawa terdapat negara yang terkenal makmur, tertib, aman dan damai, yang bernama Medhangkamulan. Rajanya bernama Prabu Dewatacengkar, seorang raja yang luhur budinya serta bijaksana. Pada suatu hari, juru masak kerajaan mengalami kecelakaan, jarinya terbabat pisau hingga terlepas. Ki Juru Masak tidak menyadari bahwa potongan jarinya tercebur ke dalam hidangan yang akan disuguhkan kepada Sang Prabu. Ketika tanpa sengaja memakan potongan jari tersebut, Sang Prabu serasa menyantap daging yang sangat enak, sehingga ia mengutus Sang Patih untuk menanyai Ki Juru Masak. Setelah mengetahui bahwa yang disantap tadi adalah daging manusia, sang Prabu lalu memerintahkan Sang 24
Patih agar setiap hari menghaturkan seorang dari rakyatnya untuk santapannya. Sejak saat itu Prabu Dewatacengkar mempunyai kegemaran yang menyeramkan, yaitu menyantap daging manusia. Wataknya berbalik seratus delapan puluh derajat, berubah menjadi bengis dan senang menganiaya. Negara Medhangkamulan berubah menjadi wilayah yang angker dan sepi karena rakyatnya satu persatu dimangsa oleh rajanya, sisanya lari menyelamatkan diri. Sang Patih pusing memikirkan keadaan, karena sudah tidak ada lagi rakyat yang bisa dihaturkan kepada rajanya. Pada
saat
itulah
Ajisaka
bersama
Dora
tiba
di
Medhangkamulan. Heranlah Sang Satria melihat keadaan yang sunyi dan menyeramkan itu, lalu ia mencari tahu penyebabnya. Setelah mendapat keterangan mengenai Medhangkamulan, menyatakan
Ajisaka
kesanggupannya
lalu
apa
yang sedang terjadi di
menghadap
untuk
menjadi
Rekyana
Patih,
santapan
Prabu
Dewatacengkar. Pada awalnya Sang Patih tidak mengizinkan karena merasa sayang bila Ajisaka yang tampan dan masih muda harus disantap Sang Prabu, namun Ajisaka sudah bulat tekadnya, sehingga akhirnya ia pun dibawa menghadap Sang Prabu. Sang Prabu tak habis pikir, mengapa orang yang sedemikian tampan dan masih muda mau menyerahkan jiwa raganya untuk menjadi santapannya. Ajisaka mengatakan bahwa ia rela dijadikan santapan sang Prabu asalkan ia dihadiahi tanah seluas ikat kepala yang dikenakannya. Di samping itu, harus Sang Prabu sendiri yang mengukur wilayah yang akan dihadiahkan tersebut. Sang Prabu menyanggupi permintaannya. Ajisaka kemudian mempersilakan Sang Prabu menarik ujung ikat kepalanya. Sungguh ajaib, ikat kepala itu seakan tak ada habisnya. Sang Prabu Dewatacengkar terpaksa semakin mundur dan semakin mundur, sehingga akhirnya tiba ditepi Laut Selatan. Ikat kepala 25
tersebut kemudian dikibaskan oleh Ajisaka sehingga Sang Prabu terlempar jatuh ke laut. Seketika wujudnya berubah menjadi buaya putih. Ajisaka kemudian menjadi raja di Medhangkamulan. Setelah dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan, Ajisaka mengutus Dora pergi kembali ke Pulo Majethi menggambil pusaka yang dijaga oleh Sembada. Setibanya di Pulau Majethi, Dora menemui Sembada dan menjelaskan bahwa ia diperintahkan untuk mengambil pusaka Ajisaka. Sembada tidak mau memberikan pusaka tersebut karena ia berpegang pada perintah
Ajisaka ketika
meninggalkan Majethi. Sembada yang juga melaksanakan perintah Sang Prabu memaksa meminta agar pusaka tersebut diberikan kepadanya. Akhirnya kedua punggawa itu bertempur. Karena keduanya sama-sama sakti, peperangan berlangsung seru, saling menyerang dan diserang, sampai keduanya sama-sama tewas. Kabar mengenai tewasnya Dora dan Sembada terdengar oleh Sang Prabu Ajisaka. Ia sangat menyesal mengingat kesetiaan kedua punggawa kesayangannya itu. Kesedihannya mendorongnya untuk menciptakan
aksara
untuk
mengabadikan
kedua
orang
yang
dikasihinya itu, yang bunyinya adalah sebagai berikut: Ha
Na
Ca
Ra
Ka
Ta
Sa
Wa
La
ada utusan Da
saling berselisih pendapat Pa
Dha
Ja
Ya
Nya
Ba
Tha
Nga
sama-sama sakti Ma
Ga
sama-sama menjadi mayat Legenda ini diceritakan pada anak-anak yang baru belajar abjad Jawa
untuk
hiburan
dan
(http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda) 26
memudahkan
ingatan.
2) Abjad a) Huruf Menurut Gorys Keraf (1984: 46), “huruf adalah lambang atau gambaran dari bunyi.” Tulisan Jawa merupakan abjad suku kata, bermakna bahwa setiap unit terkecil (huruf) adalah suku kata (terdiri dari satu bunyi konsonan dan satu bunyi vokal iringan). Suku kata ini boleh diubah sesuai dengan tanda-tanda yang dinamakan
oleh
orang
Jawa
sebagai
sandhangan.
(http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda) R.T Suryadipura (2008: 10) mengatakan bahwa huruf jawa nglegena berarti huruf Jawa yang telanjang, maksudnya yang belum diberi/mendapat tambahan sandhangan. Istilah lain huruf Jawa nglegena ialah aksara carakan. Darusuprapta at al (1996: 5) mengemukakan bahwa carakan yang digunakan di dalam ejaan bahasa Jawa pada dasarnya terdiri atas 20 aksara pokok yang bersifat silabik (kesukukataan). Huruf tersebut tertera pada tabel 3. Tabel 3. Aksara Jawa (carakan)
27
b) Pasangan Pasangan membolehkan penggabungan beberapa konsonan untuk membentuk suku kata baru. Contohnya, na dan pasangan da boleh digabungkan untuk membentuk suku kata nda. Setiap huruf asas Jawa mempunyai pasangannya yang ditulis di bawah atau sejajar dengan huruf berikutnya. (http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda) R.T Suryadipura (2008: 29) mengatakan bahwa aksara pasangan ialah huruf Jawa seperti halnya carakan, yang jumlahnya juga 20 buah, tetapi bentuk dan fungsinya berbeda. Pasangan dapat diartikan sebagai “setelan”, karena setiap huruf Jawa mempunyai pasangan sendiri-sendiri. Fungsi huruf pasangan ada 2 yaitu; untuk menghilangkan tanda pangkon sekaligus untuk sedikit menghemat tempat, dan untuk mematikan (menjadikan konsonan) huruf di depan atau di atasnya. Pasangan huruf Jawa tertera pada tabel 4. Tabel 4. Pasangan Huruf Jawa
c) Aksara murda Setengah huruf dalam abjad Jawa mempunyai bentuk khas yang disebut aksara murda. Aksara murda digunakan sebagai tanda kesantunan, contohnya dalam nama gelaran, nama orang, nama tempat, dan nama pemerintah. Darusuprapta at al (1996: 13) 28
mengemukakan bahwa aksara murda jumlahnya terbatas, tidak semua aksara yang terdaftar dalam carakan ada aksara murdanya. Oleh karena itu pemakaian aksara murda tidak identik dengan pemakaian huruf kapital di dalam ejaan latin. Aksara murda, berserta pasangannya tertera pada tabel 5. Tabel 5. Aksara Murda dan Pasangannya
d) Aksara swara Aksara swara (huruf vokal) ialah huruf khas yang berfungsi sebagai huruf vokal yang menjadi suku kata. Aksara suara berjumlah lima buah. Ia biasanya digunakan pada kata asing untuk mempertegas pelafalannya. Aksara swara tidak mempunyai pasangan. Aksara suara dapat diberi sandhangan wighyan, layar dan cecak (Darusuprapta at al, 1996: 13). Aksara swara tertera pada tabel 6. Tabel 6. Aksara Swara
e) Aksara rékan Aksara rékan (huruf rekaan) ialah huruf-huruf yang ditambah untuk menampung penyerapan kata-kata Arab. Huruf29
huruf ini dicipta dengan menambah cecak telu (tiga titik) pada huruf-huruf huruf yang sedia ada. Terdapat tujuh aksara rékan,, masingm masing mempunyai pasangan terter tertera pada tabel 7. Tabel 7. Aksara Rekan dan Pasangannya
f) Huruf-huruf huruf Lain Antara huruf huruf-huruf huruf lain yang terdapat dalam abjad Jawa ialah: Pa cerek - untuk bunyi re /rǝ/ nga lelet - untuk bunyi le /lǝ/
3) Sandhangan Darusuprapta
at
al
(1996:
5)
mengemukakan
bahwa
sandhangan ialah tanda yang dipakai sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan Jawa. Di dalam tulisan Jawa, aksara yang tidak mendapat sandhangan diucapkan sebagai gabungan antara konsonan dan
vokal.
Istilah
sandhangan
dalam
(http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda) ialah tanda yang mengubah bunyi suku kata. Terdapat bermacam bermacam-macam jenis sandhangan dalam tulisan Jawa. Sandhangan terbagi kepada tiga kategori: 30
1.
sandhangan swara
2.
sandhangan panyigeging wanda
3.
sandhangan wyanjana
a) Sandhangan swara Sandhangan swara ialah tanda yang bertindak sebagai "baris" kepada suku kata. Ia digunakan untuk membatalkan bunyi asal /a/ dalam suku kata dan menggantikannya dengan vokal lain, umpamanya /i/ dan /u/. Terdapat lima jenis sandhangan swara: swara wulu - untuk bunyi /i/ suku - untuk bunyi /u/ pepet - untuk bunyi /ǝ/ taling - untuk bunyi /e/ taling tarung - untuk bunyi /o/ Contohnya, ha dengan wulu menghasilkan suku kata /hi/. b) Sandhangan panyigeging wanda Sandhangan panyigeging wanda digunakan untuk mengakhiri suku kata dengan bunyi konsonan. layar - untuk bunyi /r/ wignyan - untuk bunyi /h/ cecak - untuk bunyi ng /ŋ/ patèn atau pangkon - untuk 'membunuh' bunyi pada sebuah hurufhuruf huruf lainnya. Contohnya, ha dengan layar menghasilkan suku kata /har/, kemudian ha dengan wignyan menghasilkan suku kata /hah/, lalu ha dengan cecek menghasilkan suku kata /hang/. Lalu ha dan na 31
dengan patèn menghasilkan nghasilkan suku kata /han/. Sementara itu ha, ra dan nga tidak boleh diikuti dengan patèn. c) Sandhangan wyanjana Sandhangan wyanjana digunakan untuk menggabungkan an bunyi konsonan. cakra - untuk bunyi /r/ cakra keret - untuk bunyi /re/, sebagai pengganti gabungan cakra dan pepet péngkal - untuk bunyi /y/ Contohnya, ka dengan cakra menghasilkan suku kata kra. Beberapa
sandhangan
dari
kategori
yang
berbedaa
boleh
digabungkan sekali untuk menghasilkan suku kata yang lebih rumit. Contohnya, ka, wulu, cakra dan cecak boleh digabungkan untuk menghasilkan suku kata /kri /kriŋ/ ("kring").
32
4) Tanda baca Tanda baca huruf Jawa tertera pada tabel 8. Tabel 8. Tanda Baca Huruf Jawa
(http://id.wikipedia.org/wiki/Hanacaraka) 2. Hakikat Model Quantum Learning a. Latar Belakang Quantum Learning Learning Menurut Sugianto (2008:63) tokoh utama di balik Quantum Learning adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang kemudian terjun dibidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama Quantum Learning. Semenjak 33
tahun 1982, DePorter mematangkan dan mengembangkan Quantum Learning di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak di California. DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan Quantum Learning kepada para remaja di SuperCamp selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an. Pada tahap awal perkembangkannya, Quantum Learning terutama dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah, tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah. Lambat laun, orang tua para remaja juga meminta pada DePorter untuk mengadakan program-program Quantum Learning bagi mereka. “Mereka telah melihat hal yang telah dilakukan Quantum Learning pada anak-anak mereka, dan mereka ingin belajar dan menerapkan teknik dan prinsip yang sama dalam hidup dan karier mereka sendiri”. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya Quantum Learning merupakan falsafah dan metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi pengajaran di sekolah.(Sugianto, 2008: 63) Menurut
Martin
Meheut
(2004)
http://pdfcontact.com/ebook/jurnal-quantum-learning.html
dalam mengatakan
sebagai berikut: Quantum Learning is a comprehensive model that covers both educational theory and immediate classroom implementation. It integrates research-based best practices in education into a unified whole, making content more meaningful and relevant to students' lives. Quantum Learning is about bringing joy to teaching and learning with ever-increasing 'Aha' moments of discovery. It helps teachers to present their content a way that engages and energizes students. This model also integrates learning and life skills, resulting in students who become effective lifelong learners – responsible for their own education. Menurut
Martin Meheut di atas dijelaskan bahwa Quantum
Learning adalah sebuah model kesatuan yang meliputi teori pembelajaran dan implementasi ruang kelas saat ini. Quantum Learning memadukan penelitian berdasarkan praktek mengajar terbaik dalam pendidikan 34
termasuk kesatuan yang menyeluruh, membuat isi pelajaran lebih bermakna dan sesuai dengan kehidupan siswa. Quantum Learning membuat belajar mengajar menjadi menyenangkan. Hal ini membuat siswa sangat bersemangat dalam belajar. Model ini juga memadukan pembelajaran dan kemampuan serta menghasilkan siswa yang aktif dalam belajar. Menurut
DePorter
(2006:
15)
Quantum
Learning
adalah
seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia. Quantum Learning pertama kali digunakan di Supercamp. Di Supercamp ini menggabungkan rasa percaya diri, kemampuan belajar, dan kemampuan berkomunikasi dalam lingkungan yang menyenangkan. Quantum Learning didefinisikan sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi. Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Atau sudah biasa dikenal dengan E=mc². Tubuh kita secara materi di ibaratkan sebagai materi, sebagai pelajar tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya; interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya. Quantum Learning berakar dari upaya Lozanov, seorang pendidik yang berkebangasaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebut sebagai “Suggestology” atau “Suggestopedia”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif yaitu mendudukan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas,
meningkatkan
partisipasi
individu,
menggunakan
media
pembelajaran untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih (DePorter 2006: 14). Menurut De Porter (2006: 16) Quantum Learning menggabungkan sugestologi,
teknik
pemercepatan 35
belajar,
dan
NLP
(Program
neurolinguistik) dengan teori, keyakinan dan metode kami sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain seperti: 1) Teori otak kanan atau kiri. 2) Teori otak 3 in 1. 3) Pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinetik). 4) Teori kecerdasan ganda. 5) Pendidikan holistic (menyeluruh). 6) Belajar berdasarkan pengalaman. 7) Belajar dengan simbol (Metaphoric Learning). 8) Simulasi atau permainan. Suatu proses pembelajaran akan menjadi efektif dan bermakna apabila ada interaksi antara siswa dan sumber belajar dengan materi, kondisi ruangan, fasilitas, penciptaan suasana dan kegiatan belajar yang tidak monoton diantaranya melalui penggunaan musik pengiring. Interaksi ini berupa keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar. Menurut De Porter (2006: 12) dengan belajar menggunakan Quantum Learning akan didapatkan berbagai manfaat yaitu: 1) Bersikap positif. 2) Meningkatkan motivasi. 3) Kemampuan belajar seumur hidup. 4) Kepercayaan diri. 5) Sukses atau hasil belajar yang meningkat. Menurut DePorter dalam http://www.learningforum.com, menyatakan bahwa: The perpetual question facing our education system is how to improve students' academic performance on standardized tests, enhance teachers' instructional techniques and increase student achievement overall. What's working and by what evidence? A recent study, Quantum Learning's Impact on Achievement in Multiple Settings, was completed by William Benn. Benn, an External Evaluator for Program Improvement Schools, approved 36
by the California Department of Education, studied the impact of the Quantum Learning model on 18 schools in four states. The schools were chosen for their degree of commitment to Quantum Learning. All had implemented Quantum Learning over a number of years with a majority of their staff participating. High implementation and 'buy-in' from staff is a key component that correlates to the success of any method. In all 18 schools, Benn's study found that the Quantum Learning model demonstrated a consistent pattern of positive impact on student achievement. These outstanding results ranged from statistically and educationally significant gains in reading, mathematics, writing to more comprehensive measures of core academic achievement. Students whom attend schools that use the Quantum Learning model show a pattern of greater achievement than comparison sample students that have not been taught these strategies. (http://www.learningforum.com) Menurut DePorter dalam http://www.learningforum.com di atas dijelaskan bahwa pertanyaan tiada henti tentang sistem pendidikan kita adalah bagaimana meningkatlkan prestasi akademik siswa pada tes yang berstandar,
bagaimana
teknik
intruksionalnya
dan
bagaimana
meningkatkan prestasi siswa secara keseluruhan, apa yang perlu dikerjakan dan dengan bukti apa. Seorang peneliti yang bernama William Benn dalam studi atau penelitiannya tentang “Quantum Learning’s Impact on Achievement in Multiple setting”, telah meneliti dan mempelajari dampak dari Quantum Learning pada18 sekolah di 4 negara bagian. Hasilnya dari 18 sekolah tersebut, menunjukkan bahwa model Quantum Learning memberlakukan pola pengaruh positif yang konsisten terhadap prestasi yang konsisten terhadap prestasi siswa. Hasil yang memuaskan bergerak dari perolehan yang dicapai secara statistik dan signifikan dalam bidang membaca, matematika, menulis dan lain-lain. Siswa-siswa yang datang ke sekolah yang menerapkan model Quantum Learning, menunjukkan pola prestasi yang lebih besar dibandingkan dengan siswa yang tidak belajar dengan model pembelajaran tersebut. Suyatno (2009:40), telah mengeksplorasi dan mengolaborasi antara model Quantum Learning dalam pendidikan melalui QLC (Quantum 37
Learning Camp) di Surabaya selama enam kali. Hasilnya 86% peserta menyatakan bahwa dalam dirinya terdapat perubahan terdapat perubahan kesadaran diri dalam pemercepatan belajar. Mereka rata-rata menganggap bahwa dirinya terlibat penuh dalam pelatihan sehingga dapat menemukan sesuatu secara tidak sadar. Mereka termotivasi secara kuat sehingga mampu memberikan gagasan yang maksimal. Menurut
Sarah
Singer
dari
hasil
penelitiannya
dalam
http://scholar.google.co.id/scholar?q=international+journal+of+quantum+l earning&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart ( diakses 14 April 2010), mengatakan bahwa: 2047 student population (37% low income, 46% African-American, 13% Caucasian, 4% other) 452 faculty. Approximately 60 teachers and 600 students were involved in the Quantum Learning Pilot Program. intervention data indicated increased student learning, attendance, and improved attitude toward school. Students also showed increased math and reading skills, both on standardized tests and class grades. Post intervention data also revealed improved teachers effectiveness and satisfaction. Dari penelitian Sarah Singer tersebut diatas, dijelaskan bahwa, dari populasi siswa yang berjumlah 2047 (37% dari keluarga berpenghasilan rendah, 83% bangsa Afrika, Amerika, 13 % bangsa atau Suku Kaukasia, 4% dari yang lainnya) yang terdiri dari 452 fakultas. Kira-kira 60 tenaga pengajar dan 600 siswa terlbat dalam program percontohan Quantum Learning, data yang ada menunjukkan adanya peningkatan pembelajaran pada siswa, kehadiran, dan peningkatan perilaku siswa terhadap sekolah. Pada murid juga menunjukkan peningkatan minat terhadap keterampilan di bidang matematika dan membaca, baik itu dalam tes yang dilakukan maupun dalam tingkat kelas. Data terakhir juga menyatakan adanya peningkatan keefektifan dan kepuasan guru.
38
b. Dasar Teori Quantum Learning Learning Menurut DePorter (2006:16) Quantum Learning sesungguhnya merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemprograman neurologi/neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah ada. Di samping itu ditambah dengan pandanganpandangan pribadi dan temuan-temuan empiris yang diperoleh DePorter ketika mengembangkan konstruk awal Quantum Learning. Hal ini diakui sendiri oleh DePorter. Selanjutnya DePorter menyatakan Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan Program Neurolinguistik (NLP) dengan teori, keyakinan, dan metode kami sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti: 1) Teori otak kanan/kiri, 2) Teori otak triune (3 in 1), 3) Pilihan modalitas (visual,auditorial, dan kinestetik), 4) Teori kecerdasan ganda, 5) Pendidikan holistik (menyeluruh),
6)
Belajar berdasarkan pengalaman, 7) Belajar dengan symbol, 8) Simulasi/permainan (DePorter, 2006:16) Ada bermacam-macam dasar pandangan dan pikiran yang menjadi landasan Quantum Learning. Berbagai akar pandangan dan pikiran itu diramu, bahkan disatukan dalam sebuah model teoritis yang padu dan utuh hingga tidak tampak lagi asalnya dan pada gilirannya model teoritis tersebut diujicobakan secara sistematis sampai ditemukan bukti-bukti empirisnya (Sugianto, 2008:69) Di antara berbagai pandangan dan pikiran yang menjadi landasan Quantum Learning yang dikemukakan DePorter di atas, tidak dapat dipungkiri
bahwa
pandangan-pandangan
teori
sugestologi
atau
pembelajaran akseleratif Lozanov, teori kecerdasan ganda Gardner, teori pemrograman
Neurolinguistik
(NLP)
Grinder
dan
Bandler,
dan
pembelajaran eksperensial (berdasakan pengalaman) Hahn, serta temuantemuan mutakhir neurolinguistik mengenai peranan dan fungsi otak kanan mendominasi atau mewarnai secara kuat sosok (profil) Quantum Learning. Teori kecerdasan ganda, teori pemrogaman neurolinguistik, dan temuan39
temuan mutakhir neurolinguistik sangat berpengaruh terhadap pandangan dasar Quantum Learning mengenai kemampuan manusia selaku pembelajar, khususnya kemampuan otak dan pikiran pembelajar.
c. Karakteristik Umum Quantum Learning Learning Menurut Sugianto (2008: 69), Quantum Learning memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok Quantum Learning adalah sebagai berikut: a) Quantum Learning berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika quantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep quantum dipakai. Oleh karena itu pandangan tentang pembelajaran, belajar dan pembelajar diturunkan, ditranformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif, bukan teori fisika kuantum. b) Quantum Learning lebih bersifat humanistis, bukan positivistisempiris,
hewan-istis,
dan
atau
nativistis. Manusia
selaku
pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis. c) Quantum Learning lebih bersifat konstruktivis. Quantum Learning menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran. Quantum Learning berupaya menyinergikan dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan. d) Quantum Learning memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna. Dapat 40
dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam Quantum Learning. Karena itu pembelajran quantum menekankan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. e) Quantum Learning sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan yang tinggi. Segala sesuatu yang
menghalangi
pemercepatan
pembelajaranan
harus
dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola dengan baik. f) Quantum
Learning
sangat
menekankan
kealamiahan
dan
kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. g) Quantum Learning sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. h) Quantum Learning memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan,
landasan
yang
kukuh,
lingkungan
yang
menggairahkan atau mendukung, dan rancangan yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, kemampuan belajar untuk belajar dan kemampuan hidup. Konteks dan isi ini tidak dapat dipisahkan dan saling mendukung bagaikan bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni. i) Quantum Learning memusatkan perhatian pada pembentukan kemampuan akademis, kemampuan hidup, dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam pembelajaran. 41
j) Quantum Learning menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. k) Quantum Learning mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Karena itu dalam Quantum Learning berkenbang ucapan “Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman”. l) Quantum Learning mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.
d. Prinsip Utama Quantum Learning Prinsip dapat berarti aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau dikenal dan dapat pula sebagai aksioma, hukum atau doktrin fundamental. Menurut Sugianto (2008:74) Prinsip utama Quantum Learning adalah sebagai berikut: a) Prinsip utama Quantum Learning berbunyi “ bawalah dunia mereka (pembelajar) kedalam dunia kita (pengajar), dan antarkan dunia kita (pengajar) ke dalam dunia mereka (pembelajar). Prinsip tersebut menuntut pengajar untuk memasuki dunia pembelajar sebagai langkah pertama pembelajaran selain juga mengharuskan pengajar untuk membangun jembatan otentik untuk memasuki kehidupan pembelajar. Untuk itu, pengajar dapat memanfaatkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki pembelajar sebagai titik tolaknya. Dengan jalan ini pengajar akan mudah membelajarkan pembelajar baik dalam bentuk memimpin, mendampingi dan memudahkan pembelajar menuju kesadaran dan ilmu yang lebih luas. Ini berarti dunia kita menjadi dunia bersama pengajar dan pembelajar. 42
b) Menurut DePorter (2006:20-40) dalam Quantum Learning juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkestra simfoni yang mempunyai struktur dasar kord. Struktur dasar kord ini sebagai prinsip-prinsip dasar Quantum Learning, yaitu: (1) Ketahuilah bahwa segalanya berbicara Dalam Quantum Learning, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai sikap guru semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran. (2) Ketahuilah bahwa segalanya bertujuan Semuanya yang terjadi dalam proses pengubahan energi menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak ada kejadian yang tidak mempunyai tujuan. Baik pembelajar maupun pengajar harus menyadari bahwa kejadian yang dibuatnya selalu bertujuan. (3) Sadarilah bahwa pengalaman mendahului penamaan Proses pembelajaran yang baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh makna untuk apa yang mereka pelajari. (4) Akuilah setiap usaha yang dilakukan dalam pembelajaran Pada waktu melakukan setiap usaha, mereka patut memperoleh pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Bahkan
sekalipun
mereka
berbuat
salah,
perlu
diberi
pengakuan atas usaha yang mereka lakukan. (5) Sadarilah bahwa sesuatu yang layak dipelajari layak pula dirayakan. Perayaan atas apa yang telah dipelajari dapat memberikan balikan mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan pembelajaran. Selain perayaan juga harus ada penguatan. Menurut Muh. Uzer Usman (1995: 81) penguatan mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap
proses
meningkatkan merangsang
belajar
perhatian dan
siswa
dan
bertujuan
untuk
siswa
terhadap
pembelajaran,
meningkatkan
motivasi
belajar,
43
dan
meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif. (6) Dalam Quantum Learning juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Keunggulan bahkan dipandang sebagai fondasi quantum. Ada 8 ciri keunggulan dalam pembelajaraan quantum, yaitu: (a) Terapkanlah hidup dalam integritas (b) Akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan (c) Berbicaralah dengan niat baik (d) Tegaskanlah komitmen (e) Jadilah pemilik (f) Tetaplah lentur (g) Pertahankanlah keseimbangan e. Penerapan Quantum Learning dalam Pembelajaran Adapun
langkah-langkah
yang
dapat
diterapkan
dalam
pembelajaran melalui konsep Quantum Learning dengan cara: 1) Kekuatan Ambak Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan (De Potter, 2006: 49). Motivasi sangat diperlukan dalam belajar karena dengan adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu ada. Pada langkah ini siswa akan diberi motivasi oleh guru dengan memberi penjelasan tentang manfaat apa saja setelah mempelajari suatu materi. Sesuai dengan istilah “ing madya mangun karsa”, bahwa guru peranan guru sebagai motivator sangat penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan dan kegiatan belajar siswa (Sardiman, 2009: 145) 2) Penataan lingkungan belajar Dalam
proses
belajar
dan
mengajar
lingkungan yang dapat membuat
44
diperlukan
penataan
siswa merasa betah dalam
belajarnya, dengan penataan lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan dalam diri siswa. 3) Memupuk sikap juara Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu dalambelajar siswa, seorang guru hendaknya jangan segan-segan untuk memberikan pujian pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya, tetapi jangan pula mencemooh siswa yang belum mampu menguasai materi. Dengan memupuk sikap juara ini siswa akan lebih dihargai. 4) Bebaskan gaya belajarnya Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa, gaya belajar tersebut yaitu: visual, auditorial dan kinestetik. Dalam Quantum Learning guru hendaknya memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan janganlah terpaku pada satu gaya belajar saja. Kebebasan bukan berarti siswa bebas melakukan apa saja di dalam kelas, tetapi juga perlu adanya kontrak belajar yang disusun dalam suatu susunan suatu format kesepakatan siswa dan guru. Cara ini dapat menumbuhkan tanggung jawab personal dan mengembangkan kebiasaan belajar mandiri (Oemar Hamalik, 2009: 105). 5) Membiasakan mencatat Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas kreasi ketika sang
siswa
tidak
hanya
bisa
menerima,
melainkan
bisa
mengungkapkan kembali apa yang didapatkan menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan sesuai gaya belajar siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan simbol-simbol atau gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu sendiri, simbol-simbol tersebut dapat berupa tulisan. Menurut Tony Buzan (2002:167), sebuah catatan untuk mengingat perlu dibuat yang yang menarik sesuai dengan prinsip ingatan, yaitu perlu
45
dibuat peta pikiran yang dibuat oleh masing-masing individu yang bersangkutan. 6) Membiasakan membaca Salah satu aktivitas yang cukup penting adalah membaca. Karena dengan
membaca
akan
menambah
perbendaharaan
kata,
pemahaman, menambah wawasan dan daya ingat akan bertambah. Seorang guru hendaknya membiasakan siswa untuk membaca, baik buku pelajaran maupun buku-buku yang lain. 7) Jadikan anak lebih kreatif Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba dan senang bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan mampu menghasilkan ide-ide yang segar dalam belajarnya. 8) Melatih kekuatan memori anak Menurut Mark K. Smith, dkk (2009: 15), memori menjadi salah satu konsep paling penting dalam pembelajaran, jika segala hal tidak bisa diingat, maka tidak akan ada pembelajaran yang bisa berlangsung. Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar anak, sehingga anak perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik.
f. TANDUR sebagai Kerangka Perencanaan Model Quantum Learning Menurut DePorter (2005:10), untuk memudahkan mengingatnya dan untuk keperluan konstruksional Quantum Learning dikenal dengan konsep TANDUR yang merupakan akronim dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Unsur-unsur ini membentuk basis struktur yang melandasi model Quantum Learning. Kerangka TANDUR dapat membawa siswa menjadi tertarik dan berminat pada setiap pelajaran apapun mata pelajaran, tingkat kelas dengan beragam budayanya, jika pada guru betul-betul menggunakan prinsip-prinsip atau nilai-nilai pembelajaran model Quantum Learning. Kerangka ini juga memastikan bahwa mereka mengalami pembelajaran, berlatih dan 46
menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri, dan akhirnya dapat mencapai kesuksesan belajar. Kerangka pembelajaran TANDUR adalah sebagai berikut: 1) Tumbuhkan : Sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan keingintahuan mereka, buatlah mereka tertarik atau penasaran tentang materi yang akan kita ajarkan. 2) Alami : Berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan kebutuhan untuk mengetahui 3) Namai : Berikan data tepat saat minat memuncak mengenalkan konsep-konsep pokok dan materi pelajaran. 4) Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi 5) Ulangi : Rekatkan gambaran keseluruhannya. Ini dapat dilakukan melalui pertanyaan post tes, ataupun penugasan, atau membuat ikhtisar hasil belajar. Menurut Abin Syamsuddin (2004: 342) untuk anak yang berkesulitan belajar dapat dilakukan model pengajaran remedial (remedial teaching) dan dengan bimbingan dan konseling ( guidance and counseling) 6) Rayakan: Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan. Perayaan menambah belajar dengan asosiasi positif
g. Penerapan TANDUR dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa 1. Tumbuhkan : Sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan keingintahuan mereka, buatlah mereka tertarik atau penasaran tentang materi yang akan kita ajarkan. Ajak siswa menyanyikan lagu “Ayo Maca Jawa”, kemudian guru bisa mendongengkan legenda huruf Jawa. Dan guru juga bisa menayangkan macro mediaflash pembelajaran huruf Jawa. 2. Alami : Berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan kebutuhan untuk mengetahui. Guru memberi pertanyaan pada siswa tentang tulisan-tulisan Jawa yang dipasang pada instansi-instansi tertentu. 47
3. Namai : Berikan data tepat saat minat memuncak mengenalkan konsepkonsep pokok dan materi pelajaran. Menyuruh siswa untuk menulis huruf Jawa di bukunya masing-masing. Guru bisa menggunakan poster huruf Jawa yang dipasang di papan tulis untuk membantu siswa. 4. Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi. Guru menyuruh siswa berkelompok dan berdiskusi kemudian mempresentasikan hasilnya ke depan kelas untuk membaca huruf jawa yang telah didiskusikan sebelumnya. 5. Ulangi : Rekatkan gambaran keseluruhannya. Ini dapat dilakukan melalui pertanyaan post tes, ataupun penugasan, atau membuat ikhtisar hasil belajar. Siswa secara berkelompok mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Guru juga bisa memberikan semacam kuis atau cerdas cermat untuk mengetahui kemampuan siswa membaca huruf jawa. 6. Rayakan: Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan. Perayaan menambah belajar dengan asosiasi positif. Guru bisa memberikan pujian atau tepuk tangan atau memberikan hadiah pada siswa yang mampu membaca huruf jawa dengan baik.
B. Penelitian yang Relevan 1) Hermawan Widyastantyo (2007) melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Metode Quantum Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA (SAINS) Bagi Siswa Kelas V SD Negeri Kebonsari Kabupaten Temanggung. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa penerapan metode Quantum Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA (SAINS). Peningkatan ini ditunjukkan oleh perbandingan ratarata hasil belajar yang dicapai antara siklus I (53,97), siklus II (65,74) peningkatan prosentase 11,77% dan siklus III (73,24) peningkatan prosentase 7,5%.
Pembelajaran
dengan
menerapkan
48
metode
Quantum
Learning
mengalami peningkatan hasil belajar yang sangat baik sesuai dengan indikator keberhasilan. 2) Mardiyati
(2003)
melakukan
penelitian
yang
berjudul
Peningkatan
Kemampuan Siswa dalam Membaca Huruf Jawa dengan Metode Pemberian Tugas Latihan dan Resitasi. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa kemampuan membaca huruf jawa siswa mengalami peningkatan setelah menggunakan metode pemberian tugas latihan dan resitasi. Hal tersebut dapat terbukti dari hasil perbandingan nilai rata-rata kelas siklus I dan siklus II meningkat 0.31 atau sebesar 4,22%. Peningkatan kemampuan siswa dalam membaca bacaan berhuruf Jawa ternyata dapat merubah tingkah laku siswa terhadap pembelajaran membaca bacaan berhuruf Jawa, siswa menjadi aktif dan senang menerima pembelajaran membaca huruf Jawa.
C. Kerangka Berpikir Pada kondisi awal siswa mengalami kesulitan dalam membaca huruf Jawa, terbukti pada tes awal terdapat 68% siswa yang mempunyai nilai di bawah KKM, sehingga kemampuan membaca huruf Jawa siswa masih rendah. Hal ini terjadi karena guru masih menggunakan metode yang konvensional dan kurang inovatif dalam pembelajaran membaca huruf Jawa. Siswa lebih cepat merasa bosan dalam pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa siswa. Diantara berbagai model dalam pembelajaran, model Quantum Learning adalah suatu model yang diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada
siswa.
Melalui
konsep
TANDUR
(Tumbuhkan,
Alami,
Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) yang melandasi Quantum Learning dapat membawa siswa menjadi lebih tertarik dan berminat untuk belajar membaca huruf Jawa.
Pembelajaran
dengan
model
Quantum
Learning
terbukti
dapat
meningkatkan kemampuan membaca, menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
memudahkan
proses
belajar, 49
meningkatkan
partisipasi
siswa,
meningkatkan minat dan motivasi siswa belajar, serta melatih daya ingat dan daya serap siswa dalam pembelajaran (DePorter, 2005:4) Melalui konsep ini dapat dipastikan bahwa siswa akan mengalami pembelajaran, berlatih dan menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri, dan akhirnya kemampuan membaca huruf Jawa pun akan meningkat.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini divisualisasikan pada gambar 1.
Kondisi awal
·
·
· Guru masih menggunakan metode pembelajaran yang konvensional Guru kurang inovatif dalam pembelajaran
·
Kemampuan membaca huruf Jawa siswa rendah 68 % siswa mempunyai nilai di bawah KKM
Siklus I Indikator ketercapaian kinerja sebesar 70 % Tindakan
Kondisi akhir
Dalam pembelajaran guru menggunakan model Quantum Learning dengan konsep TANDUR (Tmbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan)
Siklus II Indikator ketercapaian kinerja sebesar 75 %
Melalui model Quantum Learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa
Gambar 1. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut : “Penggunaan model Quantum Learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali.
50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini bertempat di Sekolah Dasar Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali. Tempat tersebut dipilih dengan beberapa pertimbangan. Diantaranya waktu, biaya dan keberadaan sampel untuk memudahkan peneliti memperoleh data. Disamping itu tempat lokasinya mudah terjangkau oleh peneliti. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 selama 6 bulan, yakni mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2010. Tahap persiapan dilaksanakan pada Januari 2010, tahap pelaksanaan dimulai bulan April-Mei dan penyusunan laporan pada Juni 2010. Waktu penelitian tersebut ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
51
Tabel 9. Jadwal Kegiatan Penelitian BULAN NO
JENIS KEGIATAN
A.
Tahap Persiapan 1. Penyusunan Proposal 2. Perbaikan Proposal
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
XXXX XXX
3. Menyusun Instrumen a. RPP
XX
b. Lembar Observasi
XX
c. Soal-soal
X
4. Perijinan, Koordinasi dengan Guru, dan Menyiapkan Peralatan B. Aplikasi Tindakan
X XXX
1. Siklus I
XX
2. Siklus II XX C.
Pasca Tindakan 1. Analisis Data
XX XX
2. Menyusun Laporan XX 3. Pengajuan Laporan
XX XX
4. Seminar untuk Validasi Hasil 5. Perbaikan laporan
X XX
6. Penggandaan, Penjilidan dan Pengiriman Laporan
X
B. Bentuk dan Strategi Penelitian 52
1. Bentuk Penelitian Karena data yang akan diperoleh/dikumpulkan berupa data yang langsung tercatat dari kegiatan di lapangan maka bentuk model yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dan jenis penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 2. Strategi Penelitian Pada strategi penelitian ini langkah-langkah yang diambil adalah strategi tindakan kelas model siklus karena objek penelitian yang diteliti hanya satu sekolah. Adapun rancangan penelitiannya sebagai berikut: a. Perencanaan b. Tindakan c. Pengamatan d. Refleksi
C. Subjek Penelitian Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali tahu ajaran 2009/2010 semester genap sebanyak 25 siswa, terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.
D. Sumber Data Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini diperoleh dari data kualitatif. Informasi data ini akan digali dari berbagai macam sumber data. Adapun sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini antara lain: 1. Informasi data dari nara sumber yang terdiri siswa kelas IV dan guru kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali. 2. Arsip nilai ulangan harian 3. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan model Quantum Learning di kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali 4. Informasi lain tentang kondisi sekolah serta sejarah singkatnya. E. Teknik Pengumpulan Data 53
Dalam pengumpulan data yang dipergunakan adalah: 1. Teknik obsevasi langsung Observasi dilakukan untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien pada pembelajaran berikutnya. Observasi dipusatkan pada kegiatan siswa dan kegiatan guru kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali selama pembelajaran membaca huruf Jawa dengan
menggunakan model
Quantum Learning. 2. Metode Dokumentasi Digunakan untuk memperoleh data berupa nama responden penelitian, sejarah perkembangan SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali dan saat proses pembelajaran berlangsung dilakukan pendokumentasian berupa foto. 3. Metode Tes Tes merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur sesuatu, berwujud pernyataan atau tugas yang harus diselesaikan oleh siswa, sehingga akan diketahui kuantitas dan kualitas sesuatu setelah dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
F. Validitas Data Menurut Suharsimi Arikunto (2008:12) di dalam penelitian diperlukan adanya validitas data, maksudnya adalah semua data yang dikumpulkan hendaknya mencerminkan apa yang sebenarnya diukur atau diteliti. Di dalam penelitian ini untuk menguji kesahihan data digunakan triangulasi data dan triangulasi metode. Adapun yang dimaksud kedua hal tersebut adalah: 1. Triangulasi data adalah data atau informasi yang diperoleh selalu dikomparasikan dan diuji dengan data dan informasi lain, baik dari segi koheren sumber yang sama atau sumber yang berbeda. Untuk menggali data yang sejenis bisa diperoleh dari nara sumber (manusia), dari kondisi lokasi, dari aktivitas yang menggambarkan perilaku warga masyarakat atau dari sumber yang berupa catatan / arsip yang memuat catatan yang berkaitan 54
dengan data yang dimaksud. Pada penelitian ini peneliti mendapatkan data perbandingan nilai mata pelajaran Bahasa Jawa dengan mata pelajaran lain pada kurun waktu dua tahun terakhir dari Kepala Sekolah. Peneliti juga mendapatkan data nilai ulangan harian membaca huruf Jawa siswa kelas IV, selain itu juga beberapa informasi dari orang tua wali siswa kelas IV tentang kemampuan membaca huruf Jawa anak-anaknya. Dengan cara ini data sejenis bisa teruji kemantapan dan kebenarannya dari sumber data yang berbeda-beda. 2. Triangulasi metode yaitu seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda. Peneliti bisa menggunakan metode pengumpulan data yang berupa observasi kemudian dilakukan wawancara yang mendalam dari informan yang sama dan hasilnya diuji dengan pengumpulan data sejenis dengan menggunakan teknik dokumentasi pada pelaku kegiatan. Dari data yang diperoleh dari yang diperoleh lewat beberapa teknik pengumpulan data yang berbeda tersebut hasilnya dibandingkan dan dapat ditarik kesimpulan data yang lebih kuat validitasnya.
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penilitian ini adalah model analisis interaktif (interactive model analysis). Analisis ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data (display data), (3) penarikan simpulan (verifikasi) dan refleksi (H.B. Sutopo, 2002: 91). 1. Reduksi Data H.B. Sutopo (2002: 91) menjelaskan reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote. Dalam reduksi data yang diperoleh dari hasil observasi yang ditulis dalam bentuk data, dikumpulkan, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang pokok, kemudian dicari polanya. Jadi, data sebagai bahan data mentah singkat disusun lebih sistematis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga lebih tajam hasil pengamatan dalan penelitian ini, juga mempermudah peneliti untuk mencatat kembali data yang diperoleh bila diperlukan. 55
2. Penyajian Data (Display Data) Menurut H.B. Sutopo (2002: 92), sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Pada tahap ini data yang telah direduksi dan dikelompokkan dalam berbagai pola dideskripsikan dalam bentuk kata-kata yang berguna untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian tertentu. Penyajian data ini ditulis dalam paparan data. 3. Penarikan Simpulan (Verifikasi), dan Refleksi Kegiatan ini dilakukan untuk memantapkan simpulan dari tampilan data agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Seluruh hasil analisis yang terdapat dalam reduksi data maupun penyajian data diambil suatu simpulan. Penarikan simpulan tentang peningkatan yang terjadi dilaksanakan secara bertahap mulai dari simpulan sementara, simpulan yang ditarik pada akhir siklus I, dan simpulan terakhir yaitu pada akhir siklus II. Simpulan yang pertama sampai dengan yang terakhir harus terkait. Hasil simpulan akhir dilakukan refleksi untuk menentukan atau menyusun rencana tindakan berikutnya. Menurut H.B. Sutopo (2002: 96) proses analisis tersebut dapat divisualisasikan seperti pada gambar 2. pengumpulan data
reduksi data
sajian data
penarikan simpulan/verifikasii i Gambar 2. Model Analisis Interaktif
H. Indikator Kinerja
56
Menurut Sarwiji Suwandi (2008:70), indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan atau tolak ukur dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Indikator kinerja yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Meningkatnya kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SDN I Sukorame berbasis Quantum Learning. Indikator penelitian ini bersumber dari kurikulum dan silabus KTSP Bahasa Jawa kelas IV serta Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Pada siklus I pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf Jawa siswa mencapai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 mencapai 70 % . Pada siklus II pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf Jawa siswa mencapai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ mencapai 75 %
I. Prosedur Penelitian Dalam pelaksanaan PTK ini, mekanisme kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus
yang tercakup empat kegiatan, yaitu perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. 1. Rancangan Siklus I a. Tahap Perencanaan Tindakan Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1) Menentukan pokok bahasan 2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan model Quantum Learning. 3) Mengembangkan skenario pembelajaran 4) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) 5) Menyiapkan fasilitas dan sarana pendukung 6) Mengembangkan format evaluasi pembelajaran b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Kegiatan Awal 1) Mengucapkan salam 57
2) Berdoa 3) Mengabsen siswa 4) Memeriksa kesiapan siswa belajar 5) Apersepsi: Guru menyampaikan tujuan pembelajara, kemudian guru bercerita asal mula adanya huruf Jawa ( dongeng legenda Ajisaka) Guru mengadakan tanya jawab kepada siswa tentang huruf Jawa Kegiatan Inti 1) Guru menayangkan slide Macromediaflash tentang pengenalan huruf Jawa nglegena 2) Dengan bimbingan guru, siswa bersama-sama mengucapkan huruf Jawa nglegena dengan benar 3) Dengan arahan guru, siswa disuruh menuliskan huruf Jawa nglegena diudara 4) Guru menyuruh siswa menuliskannnya di buku 5) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok 6) Setiap kelompok diberi 1 set huruf Jawa nglegena. 7) Siswa mendiskusikan bagaimana membaca huruf Jawa tersebut 8) Siswa mengkocok kartu tersebut kemudian mempresentasikan hasil diskusinya 9) Hasil kerja kelompok dibahas bersama-sama 10) Guru mengadakan evaluasi individu Kegiatan Akhir 1) Menarik kesimpulan pembelajaran 2) Memberikan nasihat-nasihat 3) Pembelajaran dibubarkan dengan mengucapkan yel-yel “aku bisa!” bersama-sama c. Tahap Observasi Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran (aktivitas guru dan siswa). Observasi diarahkan pada poin-poin dalam 58
pedoman yang telah disiapkan peneliti. Selain itu, untuk memperoleh data yang akurat, peneliti juga melakukan wawancara dengan para siswa mengenai poin-poin tertentu yang dirasa perlu ditanyakan pada siswa untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. d. Tahap Refleksi Mengadakan refleksi dan evaluasi dari kegiatan pelaksanaan tindakan. 2. Rancangan Siklus II a. Tahap Perencanaan Tindakan 1) Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan masalah 2) Menentukan pokok bahasan 3) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan model Quantum Learning. 4) Mengembangkan skenario pembelajaran 5) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) 6) Menyiapkan sumber belajar 7) Mengembangkan format evaluasi 8) Mengembangkan format evaluasi pembelajaran b. Tahap pelaksanaan Tindakan 1) Memperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I 2) Guru menerapkan pembelajaran dengan model Quantum Learning 3) Siswa belajar dalam situasi pembelajaran dengan model Quantum Learning 4) Memantau perkembangan kemampuan membaca huruf Jawa pada anak
c. Tahap Observasi Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran (aktivitas guru dan siswa). Observasi diarahkan pada poin-poin dalam 59
pedoman yang telah disiapkan peneliti. Selain itu, untuk memperoleh data yang akurat, peneliti juga melakukan wawancara dengan para siswa mengenai poin-poin tertentu yang dirasa perlu ditanyakan pada siswa untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. d. Tahap Refleksi Hasil analisis data dari siklus II ini digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa dengan model Quantum Learning pada siswa kelas IV. Skema Penelitian Tindakan Kelas ini tertera pada gambar 3: Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
Gambar 3. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, 2008: 16)
60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar Secara geografis SD Negeri 1 Sukorame terletak di Dukuh Karangrejo Desa Sukorame Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Sekolah ini berdiri tahun 1951 atas usaha Desa (SDUD). Letaknya sangat strategis, yaitu di pinggir jalan raya Musuk-Boyolali, kurang lebih tiga kilometer dari pusat kota kabupaten, sehingga transportasinya sangat mudah. Letak sekolah yang strategis ini mendukung tercapainya informasi yang lebih cepat dan akurat. SD Negeri 1 Sukorame
merupakan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusi. Hal ini yang menjadi strategi untuk mengembangkan SD Sukorame menjadi sekolah yang unggul dan cukup menonjol di kabupaten Boyolali. Rintisan sebagai sekolah inklusi sejak Tahun Pelajaran 2004/2005. Kelebihan-kelebihan SD Negeri 1 Sukorame yang mungkin tidak terdapat di sekolah lain yaitu gedung yang megah dan representatif, mendapatkan rehab DAK (Dana Alokasi Khusus) Tahun 2008/2009, kelas
sebanyak 6 kelas, ruang
perpustakaan, laboratorium komputer. Ruang Kelas Khusus (RKK) bagi anak berkebutuhan khusus dan Mushola masih dalam tahap pembangunan juga ruang perpustakaan yang baru yang lebih lengkap dan lebih memenuhi syarat sedang dibangun. Selain itu terdapat beberapa kegiatan ekstra kurikuler dilaksanakan di sekolah ini diantaranya ekstra pramuka, komputer, drum band, rebana, dan Seni BTQ. Proses pembelajaran selain menggunakan ruang kelas juga dengan memanfaatkan teknologi layar LCD multimedia, dengan CD pembelajaran yang lengkap. Meskipun belum setiap ruang kelas memiliki fasilitas ini, tetapi terdapat satu 159
ruangan khusus (laboratorium) yang dipergunakan sebagai ruang multimedia (komputer, VCD, televisi, LCD, OHP). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penyampaian materi juga mengakrabkan anak dengan teknologi informasi yang terus berkembang. 1. Kurikulum SD Negeri 1 Sukorame menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sedangkan untuk anak berkebutuhan khusus selain menggunakan kurikulum reguler (KTSP) juga menggunakan KTSP yang dimodifikasi dan Program Pembelajaran Individual. 2. Ketenagaan SD Negeri 1 Sukorame dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang memiliki kualifikasi pendidikan S-1 dan sudah memiliki sertifikat pendidik, Guru berjumlah delapan orang, 4 (empat) orang pendidikan S-1 ( satu diantaranya sedang menempuh pendidikan S-2) dan 4 (empat) orang pendidikan D-2 PGSD, dua diantaranya sedang menempuh pendidikan S-1. satu diantara delapan orang gurunya sudah memiliki sertifikat pendidik, hal ini menjadi strategi kekuatan untuk mengembangkan sekolah dari komponen ketenagaan Jumlah guru kelas hanya 5 orang sehingga guru Pendidikan Agama Islam masih merangkap menjadi guru Kelas II. Di sekolah ini juga tidak terdapat tenaga admininstrasi/tata usaha atau tenaga perpustakaan, sehingga pekerjaan ini dirangkap oleh guru kelas IV dan VI. Sedangkan guru kelas V merangkap sebagai guru pembimbing khusus (GPK) sekaligus sebagai Manajer Inklusi. Hal ini sesuai dengan kualifikasi pendidikannya yaitu sarjana Pendidikan Luar Biasa (PLB). Daftar guru dan karyawan SD Negeri I Sukorame seperti tertera pada table 10. Tabel 10. Daftar Guru dan Karyawan SD Negeri 1 Sukorame 160
No Nama
NIP
Jabatan
1.
Mujiono, S.Pd.
196005041980121007
Kepala Sekolah
2. 3.
Sukiyadi, A.Ma.Pd Waidhi, A.Ma.
19530606 197701008 19521010 1978021008
Guru Kelas I
4.
Susilo Setyastuti, S.Pd
5.
Rum Handayani, A.Ma.Pd
19591223 198012 2 002 19600610 198201 2 010
6.
8.
Kuswantiningsih,A.Ma. Pd Th. Nurani Istiprijanti,S.Pd Sunardi
9.
Ninuk Ruriawati, S.Pd
10.
Widiyanti, S.Pd.Jas
7.
19650125 198405 2 001 19730516 199803 2 005 19580311 198908 1 001 -
Guru Kelas II,GAI Guru Kelas V
Tugas tambaha n
Manajer Inklusi
Guru Kelas III
Guru Kelas IV Guru Kelas VI Penjaga Sekolah Guru Bhs. Inggris Guru Penjasorkes
Bendahara BOS
Perpustak aan
Pramuka Pramuka
3. Kesiswaan SD Negeri 1 Sukorame pada Tahun Pelajaran 2008/2009 mempunyai 155 siswa, 12 siswa tercatat sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan jenis gangguan kesulitan belajar dan lamban belajar. Alasan yang mendasari animo masyarakat mengirimkan anak-anak mereka belajar di SD Negeri 1 Sukorame diantaranya karena SD Negeri 1 Sukorame terletak di pinggir jalan raya, gedungnya megah dengan fasilitas laboratorium yang lengkap.
161
4. Prestasi Prestasi yang pernah diraih SD Negeri 1 Sukorame sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 antara lain di tingkat kecamatan Juara III Senam Kesegaran Jasmani, Juara III MAPSI Putra, Juara II Mengarang Gizi Seimbang, Juara Harapan I Perkemahan Pramuka, Juara 1 MAPSI Putra dan Juara I MAPSI (Seni Rebana) sedangkan di tingkat kabupaten Juara II Seni Rebana, sebagai sekolah inklusi, Juara I Harapan I Pentas Seni ABK Sekolah Inklusi se- Solo Raya oleh PLB-FKIP UNS 2009. 5. Sarana Prasarana / Fasilitas Untuk menunjang tercapainya tujuan sangat dibutuhkan adanya fasilitas penunjang. Karena disadari bahwa keberhasilan suatu pendidikan berkorelasi dengan ketersediaan fasilitas penunjang pelayanan pendidikan, meskipun faktor lain seperti manajemen dan SDM memiliki andil yang tidak kalah pentingnya. Menyadari hal itu maka SD Negeri 1 Sukorame berusaha secara bertahap melengkapi fasilitas penunjang pelayanan pendidikan. Fasilitas penunjang yang ada di SD Negeri 1 Sukorame ditunjukkan pada table 11. Tabel 11. Fasilitas Penunjang yang Ada di SD Negeri 1 Sukorame. No
Ruang/fasilitas
Jumlah
Kondisi
1.
Ruang Kelas
6
Baik
2.
Lab. Komputer
1
Baik
3.
Ruang UKS Siswa
1
Baik
4.
Perpustakaan
1
Baik
5.
Dapur
1
Baik
6.
Gudang
1
Baik
7.
Kamar Mandi Siswa
4
Baik
8.
Kamar Mandi Guru dan Karyawan
2
Baik
162
9.
Ruang Parkir Guru dan Karyawan
1
Baik
10.
Ruang Guru dan Karyawan
1
Baik
a. Ruang Kelas Kelas tempat belajar bagi siswa SD Negeri 1 Sukorame relatif baik. SD Negeri 1 Sukorame memiliki 6 ruang kelas dengan ukuran 7 m x 7 m dengan ventilasi dan penerangan yang cukup dan diisi rata-rata 26 siswa. Masing-masing kelas dikelola oleh seorang guru wali kelas. Pada Tahun Pelajaran 2008/2009 di setiap kelas terdapat 2 orang siswa dengan berkebutuhan khusus. b. Laboratorium Komputer Ruang Komputer berguna untuk media pembelajaran agar lebih efektif dan tidak monoton di kelas saja. Ruangan ini berisi 8 (delapan) unit komputer dan perlengkapannya, TV, DVD Player, OHP, Sound system dan perlengkapannya. Dengan adanya fasilitas ini diharapkan siswa bisa mengenal dan mengikuti perkembangan teknologi. Selain ruangan ini digunakan untuk memutar CD pembelajaran, ruangan ini juga sering digunakan untuk presentasi siswa saat melakukan diskusi kelompok. Hal ini diharapkan siswa-siswa memiliki kepercayaan yang tinggi saat mereka menyampaikan hasil karyanya, dan ini merupakan salah satu modal kelak mereka terjun dalam masyarakat.
163
B. Diskrisi Permasalahan Peneitian 1. Tindakan Siklus I Tindakan siklus I dilaksanakan selama 3 kali petemuan (6 × 35 menit) selama 3 minggu dimulai 10 April 2010. Adapun tahapan-tahapan yang di lakukan pada siklus I adalah sebagai berikut : a. Perencanaan Pada tahapan ini dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran Bahasa Jawa yang dilaksanakan di kelas IV untuk mengetahui model pembelajaran yang dilakukan guru, serta keakifan siswa dalam mengikuti pelajaran yang di laksanakan. Di samping itu untuk mencatat hasil belajar siswa berupa nilai formatif mata pelajaran Bahasa Jawa. Berdasarkan pengamatan dan pencatatan terhadap pembelajaran dan hasil belajar tersebut diperoleh informasi sebagai data awal bahwa siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame sebanyak 25 siswa terdapat 17 anak atau 68% yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata sebagian besar siswa belum hafal huruf-huruf Jawa dan belum dapat memahami konsep membaca huruf Jawa dengan benar. Bertolak dari kenyataan tersebut diadakan konsultasi dengan Kepala Sekolah mengenai alternatif peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa berbasis
Quantum
Learning. Adapun perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) Menentukan pokok bahasan atau memilih Kompetensi Dasar atau indikator yang sesuai dengan menbaca huruf Jawa di kelas IV. Alasan memilih Kompetensi Dasar atau indikator tersebut adalah:
164
a) Kompetensi dasar atau indikator tentang membaca huruf Jawa sangat sulit dikuasai oleh siswa. Siswa banyak mengalami kesulitan pada indikator tersebut. b) Kompetensi Dasar atau indikator membaca huruf Jawa tersebut nantinya dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari siswa. c) Pemilihan Kompetensi Dasar atau indikator membaca huruf Jawa didasarkan pada kurikulum yang berlaku dan harapan masyarakat terhadap hasil belajar siswa. 2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan pembelajaran disusun 3 × petemuan. Masingmasing pertemuan 70 menit. Pada siklus pertama dilaksanakan selama 3 minggu. Perencanaan RPP mencakup penentuan: Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, langkah-langkah/ sekenario pembelajaran, media, metode dan sumber pembelajaran serta sistem penilaian. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terlampir. 3) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas dan sarana pendukung yang perlu disiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: a) Ruang belajar Ruang belajar yang digunakan adalah ruang belajar yang biasa digunakan setiap hari. Kursi diatur sedemikian rupa, bisa per individu atau bisa dibuat kelompok, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman. b) LCD LCD digunakan untuk menayangkan materi yang sudah disiapkan di dalam laptop. Sehingga materi yang ditayangkan dapat terlihat dengan jelas dan menarik. c) Speaker 165
Speaker digunakan untuk mengeraskan suara dari program macro media flash yang disajikan dan mengeraskan musik untuk menarik perhatian siswa. d) Laptop Laptop digunakan untuk membuat materi-materi yang akan disajikan. Materi disusun semenarik mungkin, sehingga siswa bisa termotivasi untuk belajar membaca huruf Jawa. e) Poster huruf Jawa Poster huruf Jawa di tempel di depan kelas untuk memudahkan siswa mengenal huruf-huruf Jawa. f) Buku pelajaran Buku pelajaran Bahasa Jawa digunakan sebagai buku acuan belajar. g) Kartu huruf Jawa Kartu huruf Jawa digunakan pada saat permainan dan kerja kelompok. b. Pelaksanaan Tindakan Dalam tahapan ini guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning dengan konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disusun. Siklus I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan. 1) Pertemuan I Pada pertemuan I materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa nglegena yaitu huruf Jawa tanpa sandangan dan pasangan. Siklus I dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning. Media penunjang yang digunakan pembelajaran ini adalah menggunakan LCD untuk menayangkan program macromediaflash tentang huruf Jawa dan siswa melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. 166
Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a bersama-sama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa kesiapan
siswa
belajar
dengan
bernyanyi
dan
tepuk
kemudian
mengkondisikan siswa sebaik mungkin sebelum masuk ke materi. Sesuai dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada Quantum Learning untuk apersepsi, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, kemudian guru mendongeng tentang asal mula huruf Jawa (dongeng Ajisaka) dengan diiringi musik supaya dongeng lebih menarik untuk didengarkan. Berdasarkan dongeng Ajisaka tadi, guru membawa siswa ke pengenalan huruf Jawa. Dilanjutkan guru mengadakan tanya jawab tentang huruf Jawa. Misalnya guru menuliskan beberapa huruf Jawa kemudian siswa ditanya itu huruf apa. Bagi siswa yang bisa menjawab perlu mendapat pujian atau reward. Untuk lebih menarik perhatian siswa lagi, guru menayangkan slide macromedia flash yang isinya berupa animasi huruf Jawa nglegena disertai musik yang menyenangkan. Tayangan slide macro media flash tersebut seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Slide Macro Mediaflash I 167
Program ini sangat mudah dipahami oleh siswa karena ditampilkan dengan sajian yang menarik. Pada tampilan menu ada pengenalan, contoh, kuis dan keluar. Ketika menu pengenalan diklik akan muncul tampilan aksara carakan, sandhangan, aksara suara dan wilangan. Pada pertemuan I ini yang dibahas adalah aksara carakan atau huruf Jawa nglegena, maka diklik pada aksara carakan. Slide macromediaflash tersebut ditunjukkan pada gambar 5 dan 6.
Setelah diklik aksara carakan akan muncul tampilan huruf Jawa nglegena seperti gambar di bawah ini Gambar 5. Slide Macro Mediaflash II
168
Gambar 6. Slide Macro Mediaflash III Setiap huruf pada tampilan tersebut jika diklik otomatis akan akan berbunyi sesuai huruf yang diklik, misal huruf yang diklik “ha” maka akan berbunyi “ha”. Dengan ini siswa dapat menirukan ucapan huruf Jawa yang benar. Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan huruf Jawa nglegena di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa terhadap bentuk-bentuk huruf Jawa. Disini guru juga menunjukkan tentang pengucapan huruf yang benar. Perlu ditekankan membedakan pengucapan huruf “ta” dengan “tha”, huruf “da” dengan “dha” dan lain-lain. Kemudian N (Namai) saat minat belajar siswa memuuncak, siswa disuruh menamai huruf-huruf Jawa itu dan menuliskannya dibuku tulis masing-masing. Konsep Quantum Learning yang selanjutnya yaitu D (Demonstrasikan), pada tahap ini mula-mula siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok diberi satu set kartu huruf Jawa. Setiap kelompok disuruh mendiskusikan kartu-kartu tersebut kemudian membacakan hasil diskusinya. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu guru melakukan evaluasi yang dilakukan dengan jalan memanggil setiap siswa maju, setiap siswa diberi kartu kalimat huruf Jawa, kemudian guru menilai hasil membaca siswa yang meliputi pelafalan, intonasi, kejelasan, dan kelancarannya. Dan yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu memberikan reward atau pujian terhadap siswa yang paling aktif dan yang mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan di pertemuan pertama guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihatnasihat kepada siswa sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan menyanyikan lagu “sayonara” bersama-sama. 169
2) Pertemuan II Pada pertemuan II materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan sederhana. Pertemuan II dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning. Media penunjang yang digunakan pembelajaran ini adalah menggunakan LCD untuk menayangkan program macromediaflash tentang huruf Jawa dan siswa melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a bersama-sama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa kesiapan siswa belajar dengan bernyanyi dan tepuk kemudian mengkondisikan siswa sebaik mungkin sebelum masuk ke materi. Sesuai dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada Quantum Learning untuk apersepsi, guru mengajak siswa bernyanyi “Ayo Maca Jawa” untuk menumbuhkan semangat belajar siswa. Selanjutnya tanya jawab dengan siswa tentang pelajaran yang telah lalu dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Mulai masuk ke materi guru menayangkan slide macromedia flash tentang sandhangan huruf Jawa. Slide program ini dibuat menarik dengan animasi dan musik yang menyenangkan, ditunjukkan pada gambar 7.
170
Gambar 7. Slide Macro Mediaflash IV Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan sandhangan huruf Jawa di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa terhadap bentuk-bentuk dan pengucapan sandhangan
huruf Jawa. N
(Namai), tepat saat minat belajar siswa memuncak guru menjelaskan bagaimana penggunaan sandhangan itu apabila digabungkan dengan huruf Jawa nglegena, kemudian siswa disuruh menuliskan sandhangan huruf Jawa tersebut dibuku tulis masing-masing. D (Demonstrasikan), pada tahap ini mula-mula siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Semua kelompok disuruh maju di depan papan tulis yang sudah diatur pembagian tempatnya oleh guru. Setiap kelompok diberi beberapa kartu soal huruf Jawa. Semua kelompok berlomba-lomba menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dan menulis jawaban tersebut di papan tulis dan membacanya. Hasil kerja kelompok dibahas bersama-sama. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu guru mengevaluasi siswa. Evaluasi dilakukan dengan jalan memanggil setiap siswa maju, setiap siswa diberi kartu kalimat huruf Jawa, kemudian guru menilai hasil membaca siswa yang meliputi pelafalan. intonasi, kejelasan, dan kelancarannya. Dan yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu memberikan reward kepada kelompok yang mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan dipertemuan kedua guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihat-nasihat kepada siswa sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan menyanyikan lagu “Sayonara” bersama-sama. 3) Pertemuan III
171
Pada pertemuan III materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan pasangan sederhana. Pertemuan III dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning. Media penunjang yang digunakan pembelajaran ini adalah menggunakan LCD untuk menayangkan program macromediaflash tentang pasangan huruf Jawa dan siswa melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a bersama-sama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa kesiapan siswa belajar dengan bernyanyi dan tepuk kemudian mengkondisikan siswa sebaik mungkin sebelum masuk ke materi. Sesuai dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada Quantum Learning untuk apersepsi, guru mengajak siswa bernyanyi “Ayo Maca Jawa” untuk menumbuhkan semangat belajar siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, selanjutnya tanya jawab dengan siswa tentang pelajaran yang telah lalu dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Mulai masuk ke materi guru menayangkan slide power point tentang pasangan huruf Jawa. Slide program ini dibuat menarik supaya menumbuhkan semangat belajar siswa, ditunjukkan pada gambar 8.
172
Gambar 8. Power Point Pasangan Huruf Jawa I Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan pasangan huruf Jawa di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa terhadap bentuk-bentuk pasangan huruf Jawa. N (Namai), tepat pada saat minat siswa memuncak siswa disuruh menuliskan pasangan tersebut di buku tulis masing-masing, kemudian guru menjelaskan bagaimana penggunaan pasangan itu apabila digabungkan dengan huruf Jawa nglegena, selanjutnya guru memberi contoh beberapa kalimat huruf Jawa dengan pasangannya dan guru mengajarkan bagaimana membacanya. D (Demonstrasikan), pada tahap ini guru mengadakan permainan. Caranya, guru memutarkan lagu sambil siswa memutarkan balok kayu secara urut dari depan. Ketika lagunya berhenti dan balok kayu jatuh tepat pada salah satu siswa, siswa tersebut yang berkewajiban mengambil kartu soal dari guru yang berisi kalimat dengan huruf Jawa dan siswa disuruh membacanya. Hasil kerjanya dibahas bersama-sama. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu guru mengadakan evaluasi secara individu. Dan yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu memberikan reward kepada kelompok yang mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan di pertemuan kedua guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihat-nasihat kepada siswa 173
sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan menyanyikan lagu “Sayonara” bersama-sama.
c. Observasi Dalam
tahap
ini
dilaksanakan
pemantauan
terhadap
pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning, yang dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi dan perekaman dengan kamera foto. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai kesesuaian pelaksanaan pembelajaran berbasis Quantum Learning dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun serta untuk mengetahui seberapa besar pembelajaran dengan model Quantum Learning yang dilaksanakan menghasilkan perubahan pada kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV. Oleh karena itu pengamatan tidak hanya ditujukan pada aktivitas atau partisipasi dalam proses pembelajaran, namun juga pada aspek tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran termasuk suasana kelas pada setiap pertemuan. Uraian observasi tiap pertemuan pada siklus I sebagai berikut : Pertemuan
: I (satu)
Indikator
: Membaca huruf Jawa nglegena/tanpa sandhangan dan pasangan
Hasil Observasi : 1) Kegiatan Siswa (lampiran 4) a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran masih dalam kriteria cukup, b) Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria cukup, c) Keaktifan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria cukup, d) kemampuan siswa dalam melakukan diskusi dalam kriteria cukup, e) kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dalam kriteria baik, f) keadaan siswa dengan 174
lingkungan belajarnya dalam kriteria baik, g) kemampuan siswa dalam mengerjakan tes dalam kriteria baik.
2) Kegiatan Guru (lampiran 6) a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria cukup, b) kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria baik, c) kemampuan guru mengelola waktu pelajaran dalam kriteria cukup, d) kemampuan guru memberikan apersepsi dalam kriteria cukup, e) kemampuan menyampaikan materi dalam kriteria cukup, f) kemampuan guru dalam memberikan pertanyaan dalam kriteria baik, g) kemampuan guru dalam membimbing diskusi dan melakukan penjelasan konsep dalam kriteria baik, h) perhatian guru terhadap siswa dalam kriteria baik, i) kemampuan guru dalam mengembangkan aplikasi dalam kriteria cukup, j) kemampuan guru dalam menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik. Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan I siklus I ditunjukkan pada tabel 12. Tabel 12. Pengamatan Terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus I Prosentase No
Variabel
Skor
Kategori
Kriteria
(%) 1.
Kedisiplinan siswa
2
50
C
Cukup
2.
Kesiapan siswa menerima Pelajaran Keaktifan siswa
2
50
C
Cukup
2
50
C
Cukup
3.
175
4. 5. 6. 7.
Kemampuan siswa melakukan diskusi Kemampuan siswa menjawab pertanyaan Keadaan siswa dengan lingkungan belajar Kemampuan siswa mengerjakan tes Jumlah rata-rata
2
50
C
Cukup
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
20
60,7
C
Cukup
Berdasarkan tabel 12 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada pertemuan I siklus I adalah 60,7% dalam kriteria cukup. Sedangkan hasil Pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan I siklus I ditunjukkan pada table 13. Tabel 13. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus I Prosentase No
Variabel
Skor
Kategori
Kriteria
(%) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran Kemampuan guru mengelola kelas Kemampuan mengelola waktu pembelajaran Memberikan apersepsi
2
50
C
Cukup
3
75
B
Baik
2
50
C
Cukup
2
50
C
Cukup
Menyampaikan materi (eksplorasi) Kemampuan guru memberikan pertanyaan
2
50
C
Cukup
3
75
B
Baik
176
7.
Diskusi dan penjelasan Konsep Perhatian guru terhadap Siswa Pengembangan aplikasi
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
2
50
C
Cukup
10. Kemampuan menutup Pelajaran
4
100
A
Sangat baik
Jumlah rata-rata
26
65
C
Cukup
8. 9.
Berdasarkan tabel 13 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada pertemuan I siklus I mencapai rata-rata 65% dengan kriteria cukup.
Pertemuan : II (dua) Indikator
: Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan sederhana
Hasil Observasi : 1) Kegiatan Siswa (lampiran 4) a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran masih dalam kriteria cukup, b) Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria baik, c) Keaktifan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria baik, d) kemampuan siswa dalam melakukan diskusi dalam kriteria baik, e) kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dalam kriteria cukup, f) keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria baik, g) kemampuan siswa dalam mengerjakan tes dalam kriteria cukup. 2) Kegiatan Guru (lampiran 6)
177
a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria baik, b) kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria baik, c) kemampuan guru mengelola waktu pelajaran dalam kriteria baik, d) kemampuan guru memberikan
apersepsi
dalam
kriteria
sangat
baik,
e)
kemampuan
menyampaikan materi dalam kriteria sangat baik, f) kemampuan guru dalam memberikan pertanyaan dalam kriteria baik, g) kemampuan guru dalam membimbing diskusi dan melakukan penjelasan konsep dalam kriteria baik, h) perhatian
guru
terhadap
siswa
baik,
i)
kemampuan
guru
dalam
mengembangkan aplikas dalam kriteria baik, j) kemampuan guru dalam menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik.
Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan II siklus I ditunjukkan pada tabel 14. Tabel 14.
Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus I Prosentase
No
Variabel
Skor
Kategori
Kriteria
(%) 1.
Kedisiplinan siswa
2
50
C
Cukup
2.
Kesiapan siswa menerima
3
75
B
Baik
178
Pelajaran 3.
Keaktifan siswa
3
75
B
Baik
4.
Kemampuan siswa
3
75
B
Baik
2
50
C
Cukup
3
75
B
Baik
2
50
C
Cukup
18
64,28
C
Cukup
melakukan diskusi 5.
Kemampuan siswa menjawab pertanyaan
6.
Keadaan siswa dengan lingkungan belajar
7.
Kemampuan siswa mengerjakan tes Jumlah rata-rata
Berdasarkan tabel 14 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada pertemuan II siklus I adalah 64,28% dalam kriteria cukup. Hasil Pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan II siklus I ditunjukkan pada table 15.
Tabel 15. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus I Prosentase No
Variabel
Skor
Kategori
Kriteria
(%) 1.
Persiapan guru memulai
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
kegiatan pembelajaran 2.
Kemampuan guru mengelola kelas
179
3.
Kemampuan mengelola
3
75
B
Baik
4
100
A
Sangat
waktu pembelajaran 4.
Memberikan apersepsi
baik 5.
Menyampaikan materi
4
100
A
(eksplorasi) 6.
Kemampuan guru
Sangat baik
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
memberikan pertanyaan 7.
Diskusi dan penjelasan Konsep
8.
Perhatian guru terhadap Siswa
9.
Pengembangan aplikasi
3
75
B
Baik
10.
Kemampuan menutup
4
100
A
Sangat
Pelajaran
baik
Jumlah rata-rata
33
82,5
B
Baik
Berdasarkan tabel 15 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada pertemuan II siklus I mencapai rata-rata 82,5% dengan kriteria baik.
Pertemuan
: III (tiga)
Indikator
: Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan pasangan sederhana
Hasil Observasi : 180
1) Kegiatan Siswa (lampiran 4) a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran masih dalam kriteria baik, b) Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria baik, c) Keaktifan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria baik, d) kemampuan siswa dalam melakukan diskusi dalam kriteria baik, e) kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dalam kriteria cukup, f) keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria baik, g) kemampuan siswa dalam mengerjakan tes dalam kriteria cukup. 2) Kegiatan Guru (lampiran 6) a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria baik, b) kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria baik, c) kemampuan guru mengelola waktu pelajaran dalam kriteria baik, d) kemampuan guru memberikan
apersepsi
dalam
kriteria
sangat
baik,
e)
kemampuan
menyampaikan materi dalam kriteria sangat baik, f) kemampuan guru dalam memberikan pertanyaan dalam kriteria sangat baik, g) kemampuan guru dalam membimbing diskusi dan melakukan penjelasan konsep dalam kriteria baik, h) perhatian guru terhadap siswa dalam kriteria sangat baik, i) kemampuan guru dalam mengembangkan aplikasi dalam kriteria baik, j) kemampuan guru dalam menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik.
Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan III siklus I ditunjukkan pada tabel 16.
Tabel 16. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan III Siklus I 181
1.
Kedisiplinan siswa
3
Prosentase (%) 75
2.
Kesiapan siswa
3
75
B
Baik
No
Variabel
Skor
Kategori
Kriteria
B
Baik
menerima pelajaran 3.
Keaktifan siswa
3
75
B
Baik
4.
Kemampuan siswa
3
75
B
Baik
2
50
C
Cukup
3
75
B
Baik
2
50
C
Cukup
20
67,86
C
Cukup
melakukan diskusi 5.
Kemampuan siswa menjawab pertanyaan dalam diskusi
6.
Keadaan siswa dengan lingkungan belajar
7.
Kemampuan siswa mengerjakan tes Jumlah rata-rata
Berdasarkan tabel 16 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada pertemuan III siklus I adalah 67,86% dalam kriteria cukup. Sedangkan hasil pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan III siklus I ditunjukkan pada tabel 17.
182
Tabel 17. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan III Siklus I Prosentase No
Variabel
Skor
Kategori
Kriteria
(%) 1.
2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10.
Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran Kemampuan guru mengelola kelas Kemampuan mengelola waktu pembelajaran Memberikan apersepsi
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
4
100
A
Menyampaikan materi (eksplorasi) Kemampuan guru memberikan pertanyaan Diskusi dan penjelasan Konsep Perhatian guru terhadap Siswa Pengembangan aplikasi
4
100
A
4
100
A
Sangat baik Sangat baik Sangat baik
3
75
B
Baik
4
100
A
3
75
B
Sangat baik Baik
Kemampuan menutup Pelajaran Jumlah rata-rata
4
100
A
35
87,5
B
Sangat baik Baik
Berdasarkan tabel 17 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada pertemuan III siklus I mencapai rata-rata 87,5% dengan kriteria baik.
d. Refleksi 183
Data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan untuk dianalisis. Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan selama proses pelaksanaan tindakan baru pada indikator membaca huruf Jawa nglegena yang telah menunjukkan perubahan, baik pada aktivitas siswa maupun pada pencapaian hasil belajar. Sedangkan untuk indikator membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana, membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana, belum menunjukkan perubahan yang berarti. Hasil analisis pembelajaran membaca huruf Jawa pada siklus I dapat diuraikan sebagai berikut: Pertemuan
: I (satu)
Indikator
: Membaca huruf Jawa nglegena (tanpa sandhangan dan pasangan)
Berikut ini data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada pertemuan I Siklus I (lampiran 16) apabila disajikan dalam bentuk tabel 18. Tabel 18. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena Siswa pada Pertemuan I Siklus I No
Nilai
Frekuensi
Prosentase(%)
1
50-55
3
12
2
56-61
3
12
3
62-67
9
36
4
68-73
4
16
5
74-79
3
12
6
80-85
3
12
25
100
Jumlah
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa nglegena pada pertemuan I di atas disajikan pada gambar 9. 184
36%
9 8
Frekuensi
7 6 5 4 3
16% 12%
12%
50-55
56-61
12%
12%
74-79
80-85
2 1 0 62-67
68-73
Interval Nilai
Gambar 9. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena Siswa pada Pertemuan ertemuan I Siklus I Berdasarkan tabel 18 dan gambar 9 dapat dilihat bahwa setelah melaksanakan siklus lus 1, siswa memperoleh nilai 50 dan 55 sebanyak 3 siswa atau 312%, %, siswa memperoleh nilai 60 sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa mendapat nilai 65 sebanyak 9 siswa atau 36%, siswa mendapat nilai 70 sebanyak 4 siswa atau 16%, siswa mendapat nilai 75 sebanyak 4 siswa atau 12%, siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 4 siswa atau 12 12%. %. Hasil refleksi: Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, siswa cukup aktif memperhatikan panjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru, siswa melakukan diskusi dengan kelompoknya dengan baik, siswa mengerjakan soal evaluasi dengan baik. Siswa sudah bisa membaca huruf Jawa nglegena (tanpa sandhangan dan pasangan) sehingga nilai ke kemampuan mampuan membaca huruf Jawa nglegena siswa pada pertemuan ke 1 sudah menunjukkan perubahan 185
yang berarti, karena nilai rata-rata kelas mencapai 6,7 dari 25 siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 19 siswa atau 76% . Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf Jawa siswa mencapai nilai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥63 mencapai 70%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas yang mencapai 67 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 19 siswa atau 76% dari 25 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning sudah berhasil dan pada materi ini tidak perlu diulangi pada siklus II. Pertemuan
: II (dua)
Indikator
: Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan sederhana
Berikut ini data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada pertemuan II Siklus I (lampiran 17) apabila disajikan dalam bentuk tabel 19. Tabel 19. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan Sederhana Siswa pada Pertemuan II Siklus I No
Nilai
Frekuensi
Prosentase(%)
1
50-55
11
44
2
56-61
5
20
3
62-67
3
12
4
68-73
1
4
5
74-79
3
12
6
80-85
1
4
7
86-90
1
4
25
100
Jumlah
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana pada pertemuan II di atas disajikan pada gambar 10. 186
12
44%
10 Frekuensi Nilai
8 6
20%
4
12%
2
12% 4%
4%
4%
80-85
86-90 90
0 50-55
56-61 61
62-67
68-73
74-79
Interval Nilai
Gambar 10. Grafik Nilai Kemampuan Kemam Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan Sederhana Siswa pada P Pertemuan II Siklus I Berdasarkan tabel 21 dan gambar 10 dapat dilihat bahwa setelah melaksanakan pertemuan II siklus lus 1, siswa yang memperoleh nilai 50 dan 55 sebanyak 11 siswa wa atau 44%, siswa memperoleh nilai 60 sebanyak 5 siswa atau 20%, %, siswa mendapat nilai 65 sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa mendapat nilai 70 sebanyak 1 siswa atau 4%, %, siswa mendapat nilai 75 sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 1 siswa atau 4%,, dan siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1 siswa atau 4%. Hasil refleksi: Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung berlangsung, siswa cukup aktif memperhatikan panjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru tetapi rasa ingin tahunya masih kurang, hal ini terbukti dari sikap siswa yang belum jelas tentang materi pelajaran, lebih banyak diam dari pada bertanya pada guru. Kebanyakan siswa iswa masih kesulitan menghafal bentuk bentuk- bentuk sandhangan 187
huruf Jawa, sehingga dalam membaca huruf jawa pun mereka masih mengalami kesulitan, selain itu mereka masih kesulitan dalam membedakan sandhangan “i” dan “e”. Kekurangan guru pada pertemuan II ini yaitu guru kurang menekankan pada siswa bagaimana ciri-ciri bentuk sandhangan huruf Jawa supaya mudah dihafalkan oleh anak. Guru hanya menyangkan slide bentuk sandhangan kemudian menerangkan cara penggunaan dan cara membacanya. Guru sudah memberikan informasi secara tepat, memberikan motivasi baik secara individu maupun kelompok dan sudah melaksanakan penilaian proses. Namun demikian kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan siswa belum sesuai dengan yang diharapkan. Nilai rata-rata kelas mencapai 62 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 9 siswa atau 36% dari 25 siswa. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf Jawa siswa mencapai nilai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 mencapai 70%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas yang mencapai 62 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 9 siswa atau 36% dari 25 siswa, hal ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning yang dilakukan belum berhasil. Pertemuan
: III (tiga)
Indikator
: Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan pasangan sederhana
Berikut ini data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada pertemuan III Siklus I (lampiran 18) apabila disajikan dalam bentuk tabel 20. Tabel 20. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana Siswa pada Pertemuan III Siklus I No
Nilai
Frekuensi
Prosentase(%)
1
50-55
13
52
188
2
56-61
3
12
3
62-67
3
12
4
68-73
4
16
5
74-79
1
4
6
80-85
1
4
25
100
Jumlah
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana pada pertemuan III di atas disajikan pada gambar 11. 14
52%
Frekuensi Niai
12 10 8 6 12%
4
12%
16%
2
4%
4%
74-79
80-85
0 50-55
56-61
62-67
68-73
Interval Nilai
Gambar 11. Grafik Nilai Kemampuan Kemam Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana Siswa pada P Pertemuan III Siklus iklus I Berdasarkan tabel 20 dan gambar 11 tersebut dapat dilihat bahwa setelah melaksanakan pertemuan III siklus lus 1, siswa yang memperoleh nilai 50 dan 55 sebanyak 13 siswa atau 52%, %, siswa memperoleh nilai 60 sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa mendapat nilai 65 sebanyak 3 siswa 189
atau 12%, siswa mendapat nilai 70 sebanyak 4 siswa atau 16%, siswa mendapat nilai 75 sebanyak 1 siswa atau 4%, siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 1 siswa atau 4%. Hasil refleksi: Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, siswa cukup aktif memperhatikan panjelasan guru tetapi rasa ingin tahunya masih kurang, hal ini terbukti dari sikap siswa yang belum jelas tentang materi pelajaran, lebih banyak diam dari pada bertanya pada guru. Dijumpai beberapa siswa yang masih suka bergurau dan ngobrol dengan temannya. Kebanyakan siswa masih kesulitan menghafalkan bentuk pasangan huruf Jawa, jika siswa melihat bentuk-bentuk pasangan huruf Jawa tersebut dalam buku, siswa bisa menjawab pertanyaan-pertanyan dari guru, tetapi jika siswa tidak diperbolehkan open book, siswa tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyan dari guru. Selain itu siswa juga masih kesulitan dalam hal peletakan pasangan, ada yang disamping huruf Jawa nglegena, namun juga ada yang di bawahnya. Guru sudah memberikan informasi secara tepat, memberikan motivasi baik secara individu maupun kelompok dan sudah melaksanakan penilaian proses. Namun demikian kemampuan membaca huruf Jawa dengan pasangan siswa belum sesuai dengan yang diharapkan. Nilai rata-rata kelas baru mencapai 60,2 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 16 siswa atau 64% dari 25 siswa. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf Jawa siswa mencapai nilai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥6 3 mencapai 75%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas yang mencapai 60,8 dan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 16 siswa atau 64% dari 25 siswa,hal ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning yang dilakukan belum berhasil dan perlu dilanjutkan pada siklus II.
190
Berdasarkan nilai kemampuan membaca huruf Jawa yang dicapai siswa pada siklus I dapat diketahui bahwa baru pada pertemuan I atau pada materi membaca huruf Jawa nglegena yang berhasil. Dengan catatan untuk siswa yang memperoleh nilai kurang dari rata-rata kelas diberikan perbaikan dengan menambah waktu belajar dan latihan-latihan serupa supaya kemampuan belajarnya meningkat. Sedangkan pertemuan
II dan III belum menunjukkan
perubahan yang signifikan, sehingga pembelajaran dilanjutkan pada Siklus II pada meteri membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana. Setelah dianalisis dapat disimpulkan bahwa pada saat proses pembelajaran siklus I terjadi hambatan antara lain: 1) ada beberapa siswa yang nilainya rendah, tertinggal dengan temannya, disebabkan karena kurang memahami materi/konsep membaca huruf Jawa pada saat guru sedang memberikan pelajaran di kelas, seperti beberapa siswa ada yang bergurau sendiri, ada pula siswa yang mengantuk dikelas. 2) pada saat diskusi terlihat ada siswa yang pasif dan diam, disebabkan karena takut pada temannya yang lebih pandai, mungkin diri siswa tersebut merasa kurang pandai daripada temannya tersebut. 3) suasana kelas sedikit ramai bila ada waktu luang, karena siswa lebih banyak suka bergurau daripada belajar sendiri dikelas walau ada waktu luang yang diberikan oleh guru kelas pada waktu guru sedang meninggalkan kelas. 4) kemampuan guru mengelola waktu masih kurang, disebabkan karena guru harus menyiapkan segala peralatan untuk mengajar. Dengan munculnya hambatan pada saat penelitian, maka perlu adanya perbaikan yang dilanjutkan pada penelitian dalam siklus II.
2. Tindakan Siklus II
191
Tindakan siklus II dilaksanakan selama 2 kali petemuan selama 2 minggu dimulai pada tanggal 1 Mei 2010. Adapun tahapan-tahapan yang di lakukan pada siklus II adalah sebagai berikut : a. Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pada Siklus I diketahui bahwa belum menunjukkan adanya peningkatan kemampuan belajar yang cukup signifikan. Karena dari tiga indikator yang ditetapkan baru indikator nomor 2 yang berhasil, sedangkan indikator-indikator yang lain belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu peneliti dengan pengarahan dari Kepala Sekolah dan masukan dari guru-guru yang lain, kembali menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan lebih cermat dan teliti untuk mengulang pembelajaran Bahasa Jawa dengan indikator: Membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana dan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana. Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) seperti pada Siklus II yaitu: 1) Memilih atau menentukan kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator yang hendak dicapai, 2) Mempersiapkan alat-alat atau media
yang
akan
digunakan,
3)
Menyusun
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran ( RPP ) II . Mengingat analisis terhadap pekerjaan siswa pada Siklus I menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan, maka rancangan kegiatan belajar mengajar menekankan pada pemahaman konsep yang diikuti kegiatan penjelasan dengan menggunakan model Quantum Learning. Jadi segala 192
kegiatan ditujukan untuk memantapkan pemahaman konsep terhadap siswa, tentang materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan, hal ini juga merupakan pengulangan dari kegiatan pada pertemuan ke 2 dan ke 3 pada Siklus I. Langkah-langkah pembelajaran pada siklus II terlampir. 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas dan sarana pendukung yang perlu disiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: a) Ruang belajar Ruang belajar yang digunakan adalah ruang belajar yang biasa digunakan setiap hari. Kursi diatur sedemikian rupa, bisa per individu ayau bisa dibuat kelompok, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman. b) LCD LCD digunakan untuk menayangkan materi yang sudah disiapkan di dalam laptope. Sehingga materi yang ditayangkan dapat terlihat dengan jelas dan menarik. c) Speaker Speaker digunakan untuk mengeraskan suara dari program macro media flash yang disajikan dan mengeraskan musik untuk menarik perhatian siswa. d) Laptop Laptop digunakan untuk membuat materi-materi yang akan disajikan. Materi disusun semenarik mungkin, sehingga siswa bisa termotivasi untuk belajar membaca huruf Jawa. e) Poster huruf Jawa Poster huruf Jawa di tempel di depan kelas untuk memudahkan siswa mengenal huruf-huruf Jawa. f) Buku pelajaran 193
Buku pelajaran Bahasa Jawa digunakan sebagai buku acuan belajar. g) Kartu huruf Jawa Kartu huruf Jawa digunakan pada saat permainan dan kerja kelompok.
b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada Siklus II dengan menggunakan model Quantum Learning
dengan
konsep
TANDUR
(Tumbuhkan,
Alami,
Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) dilaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan I Mengingat analisis terhadap pekerjaan siswa pada Siklus I menunjukan bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan, maka kegiatan belajar mengajar ditekankan pada pemahaman konsep yang diikuti kegiatan penjelasan dengan menggunakan model Quantum Learning. Pada pertemuan I materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan sederhana. Pertemuan I dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning.
Media
penunjang
yang
digunakan
pembelajaran
ini
adalah
menggunakan LCD untuk menayangkan program macromediaflash tentang huruf Jawa dan siswa melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Peralatan dan media pembelajaran yang digunakan lebih disiapkan sebaik mungkin. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a bersamasama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa kesiapan siswa belajar dengan bernyanyi dan tepuk kemudian mengkondisikan siswa sebaik mungkin sebelum masuk ke materi. Karena pada siklus I guru kurang berhasil 194
dalam mengelola kelas, sehingga masih banyak murid yang masih bergurau sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan guru, maka sebelum masuk ke materi guru dan siswa mengadakan kontrak pembelajaran yang isinya peraturanperaturan yang harus ditaati selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Meskipun kegiatan pembelajaran ditekankan pada kegiatan yang menyenangkan tetapi siswa juga harus berdisiplin. Sesuai dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada Quantum Learning untuk apersepsi, guru mengajak siswa bernyanyi “Ayo Maca Jawa” untuk menumbuhkan semangat belajar siswa. Selanjutnya tanya jawab dengan siswa tentang pelajaran yang telah lalu dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Mulai masuk ke materi guru menayangkan slide macromedia flash tentang sandhangan huruf Jawa. Slide program ini dibuat menarik dengan animasi dan musik yang menyenangkan, ditunjukkan pada gambar 12.
Gambar 12. Slide Macro Mediaflash V Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan sandhangan huruf Jawa di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa terhadap bentuk-bentuk dan pengucapan sandhangan huruf Jawa. N (Namai), saat minat belajar memuncak, guru menjelaskan bagaimana penggunaan sandhangan itu apabila digabungkan dengan huruf Jawa nglegena. Siswa 195
berlatih membacanya kemudian disuruh menuliskan sandhangan huruf Jawa tersebut dibuku tulis masing-masing. Guru mengungkapkan ciri-ciri bentuk sandhangan supaya lebih mudah dihafalkan siswa, misal kalau pepet itu bulat besar, tapi kalau wulu itu bulat kecil, dan sebagainya. D (Demonstrasikan), pada tahap ini mula-mula siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Semua kelompok disuruh maju di depan papan tulis yang sudah diatur pembagian tempatnya oleh guru. Setiap kelompok diberi beberapa kartu soal huruf Jawa. Semua kelompok berlomba-lomba menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dan menulis jawaban tersebut di papan tulis kemudian disuruh membacanya. Hasil kerja kelompok dibahas bersama-sama. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu setiap siswa dinilai hasil membaca huruf Jawanya dengan cara maju ke depan satu persatu. Dan yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu memberikan reward kepada siswa yang mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan dipertemuan kedua guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihatnasihat kepada siswa sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan menyanyikan lagu “Sayonara” bersama-sama.
Pertemuan II Pada pertemuan II materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan pasangan sederhana. Pertemuan II dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning. Media penunjang yang digunakan pembelajaran ini adalah menggunakan LCD untuk menayangkan program macromediaflash tentang pasangan huruf Jawa dan siswa melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami, 196
Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a bersama-sama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa kesiapan siswa belajar dengan bernyanyi dan tepuk kemudian mengkondisikan siswa sebaik mungkin sebelum masuk ke materi. Kontrak belajar masih tetap digunakan supaya siswa juga berdisiplin. Sesuai dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada Quantum Learning untuk apersepsi, guru mengajak siswa bernyanyi “Ayo Maca Jawa” untuk menumbuhkan semangat belajar siswa. Selanjutnya tanya jawab tentang pelajaran yang telah lalu dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Mulai masuk ke materi guru menayangkan slide macromediaflash tentang pasangan huruf Jawa. Slide program ini dibuat menarik dan menyenangkan, ditunjukkan pada gambar 13.
Gambar 13. Power Point Pasangan Huruf Jawa II Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan pasangan huruf Jawa di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa terhadap bentuk-bentuk pasangan huruf Jawa. Kemudian guru menjelaskan bagaimana penggunaan pasangan itu apabila digabungkan dengan huruf Jawa nglegena. N (Namai), saat minat belajar memuncak, guru memberi contoh beberapa kalimat huruf
Jawa
dengan
pasangannya 197
dan
guru
menanyakan
bagaimana
membacanya. Perlu ditekankan pada peletakan pasangan, dibawah atau disamping huruf Jawa nglegena Siswa dengan bimbingan guru berlatih membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan yang berada dalam buku. D (Demonstrasikan), pada tahap ini mula-mula siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok diberi beberapa kalimat huruf Jawa dengan bantuan gambar. Setiap kelompok mendiskusikan bagaimana membaca kalimat tersebut tersebut. Untuk mempresentasikannya dibuat permainan dengan tepuk “konsentrasi”. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu guru mengadakan evaluasi. Dan yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu memberikan reward kepada kelompok yang mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan dipertemuan kedua guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihatnasihat kepada siswa sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan mengucapkan yel-yel ”Aku Bisa” bersama-sama.
c. Observasi Dalam pembelajaran
tahap
ini
dengan
dilaksanakan menggunakan
pemantauan model
terhadap
Quantum
pelaksanaan
Learning,
yang
dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi dan perekaman dengan kamera foto. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai kesesuaian pelaksanaan pembelajaran berbasis Quantum Learning dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun serta untuk mengetahui seberapa besar pembelajaran dengan model Quantum Learning yang dilaksanakan menghasilkan perubahan pada kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV. Oleh karena itu pengamatan tidak hanya ditujukan pada aktivitas atau partisipasi dalam proses pembelajaran,
198
namun juga pada aspek tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran termasuk suasana kelas pada setiap pertemuan. Uraian observasi tiap pertemuan pada Siklus II sebagai berikut : Pertemuan : I (satu) Indikator
: Membaca huruf Jawa menggunakan sandhangan sederhana
Hasil Observasi : 1) Kegiatan Siswa (lampiran 5) a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria sangat baik. b) Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria baik . c) Keaktifan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria sangat baik. d) Kemampuan siswa dalam melakukan diskusi dalam kriteria baik. e) Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dalam kriteria baik. f) Keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria sangat baik. g) Kemampuan siswa dalam mengerjakan tes dalam kriteria baik. 2) Kegiatan Guru (lampiran 7) a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria sangat baik, b) kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria sangat baik, c) kemampuan guru mengelola waktu pelajaran dalam kriteria sangat baik, d) kemampuan guru memberikan apersepsi dalam kriteria sangat baik, e) kemampuan menyampaikan materi dalam kriteria sangat baik, f) kemampuan guru dalam memberikan pertanyaan dalam kriteria sangat baik, g) kemampuan guru dalam membimbing diskusi dan melakukan penjelasan konsep dalam kriteria sangat baik, h) perhatian guru terhadap siswa sangat baik, i)kemampuan guru dalam mengembangkan aplikasi dalam kriteria baik, j) kemampuan guru dalam menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik.
199
Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan I siklus II ditunjukkan pada tabel 21.
Tabel 21. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus II No 1.
Variabel Kedisiplinan siswa
Skor 4
Prosentase (%) 100
Kategori
Kriteria
A
Sangat baik
2.
Kesiapan siswa
3
75
A
Baik
4
100
A
Sangat
menerima pelajaran 3.
Keaktifan siswa
baik 4.
Kemampuan siswa
3
75
B
Baik
3
75
B
Baik
4
100
A
Sangat
melakukan diskusi 5.
Kemampuan siswa menjawab pertanyaan
6.
Keadaan siswa dengan lingkungan belajar
7.
Kemampuan siswa
baik 3
75
B
Baik
26
85,7
B
Baik
mengerjakan tes Jumlah rata-rata
200
Berdasarkan tabel 21 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada pertemuan I siklus II adalah 85,7% dalam kriteria baik.
Sedangkan hasil pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan I siklus II ditunjukkan pada tabel 22.
Tabel 22. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus II
No
1.
2.
3. 4. 5.
6. 7.
Variabel Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran Kemampuan guru mengelola kelas Kemampuan mengelola waktu pembelajaran Memberikan apersepsi Menyampaikan materi (eksplorasi) Kemampuan guru memberikan pertanyaan Diskusi dan penjelasan
Skor
Prosentase (%)
Kategori
Kriteria
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
201
Konsep Perhatian guru terhadap
8.
Siswa
9.
Pengembangan aplikasi
10.
Kemampuan menutup Pelajaran Jumlah rata-rata
4
100
A
Sangat baik
3
75
B
Baik
4
100
A
Sangat baik
39
97,5
A
Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada siklus I mencapai ratarata 97,5% dengan kriteria sangat baik.
Pertemuan
: II (dua)
Indikator
: Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan pasangan sederhana
Hasil Observasi : 1) Kegiatan Siswa (lampiran 5) a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria sangat baik, b) Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria sangat baik, c) Keaktifan
siswa
dalam
pembelajaran
dalam
kriteria
sangat
baik,
d) kemampuan siswa dalam melakukan diskusi dalam kriteria sangat baik, e) kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dalam kriteria baik, f) keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria sangat baik, g) kemampuan siswa dalam mengerjakan tes dalam kriteria baik. 2) Kegiatan Guru (lampiran 7) 202
a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria sangat baik, b) kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria sangat baik, c) kemampuan guru mengelola waktu pelajaran dalam kriteria sangat baik, d) kemampuan guru memberikan apersepsi dalam kriteria sangat baik, e) kemampuan menyampaikan materi dalam kriteria sangat baik, f) kemampuan guru dalam memberikan pertanyaan dalam kriteria sangat baik, g) kemampuan guru dalam membimbing diskusi dan melakukan penjelasan konsep dalam kriteria sangat baik, h) perhatian guru terhadap siswa dalam kriteria sangat baik, i) kemampuan guru dalam mengembangkan aplikasi dalam kriteria sangat baik, j) kemampuan guru dalam menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik. Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan II siklus II ditunjukkan pada tabel 23.
Tabel 23. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus II Prosentase No
Variabel
Skor
Kategori
Kriteria
(%) 1.
Kedisiplinan siswa
4
100
A
Sangat baik
2.
Kesiapan siswa
4
100
A
Sangat baik
menerima pelajaran 3.
Keaktifan siswa
4
100
A
Sangat baik
4.
Kemampuan siswa
4
100
A
Sangat baik
melakukan diskusi 203
5.
Kemampuan siswa
3
75
B
Baik
4
100
A
Sangat baik
3
75
B
Baik
26
92,8
A
Sangat Baik
menjawab pertanyaan 6.
Keadaan siswa dengan lingkungan belajar
7.
Kemampuan siswa mengerjakan tes Jumlah rata-rata
Berdasarkan tabel 23 menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada siklus I adalah 92,8% dalam kriteria baik. Sedangkan hasil pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan II siklus II ditunjukkan pada tabel 24.
Tabel 24. Pengamatan terhadap Guru dalam Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus II Prosentase No
Variabel
Skor
Kategori
Kriteria
(%) 1. 2.
Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran Kemampuan guru mengelola kelas
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
204
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kemampuan mengelola waktu pembelajaran Memberikan apersepsi
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
Menyampaikan materi (eksplorasi) Kemampuan guru memberikan pertanyaan Diskusi dan penjelasan Konsep Perhatian guru terhadap Siswa Pengembangan aplikasi
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
4
100
A
Sangat baik
Kemampuan menutup Pelajaran Jumlah rata-rata
4
100
A
Sangat baik
40
100
A
Sangat baik
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada siklus I mencapai ratarata 100% dengan kriteria sangat baik. d. Refleksi Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran membaca huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada siklus II dapat diuraikan sebagai berikut: Pertemuan
: I (dua)
Indikator
: Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan sederhana
Berikut ini data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada pertemuan II Siklus I (lampiran 19) apabila disajikan dalam bentuk tabel 25. Tabel 25. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan Sederhana Siswa pada Pertemuan I Siklus II No
Nilai
Frekuensi 205
Prosentase(%)
1
50-55
3
12
2
56-61
2
8
3
62-67
5
20
4
68-73
7
28
5
74-79
2
8
6
80-85
4
16
7
86-90
1
4
8
91-96
1
4
25
100
Jumlah
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana pada pertemuan I di atas disajikan pada gambar 14.
28%
7
Frekuensi Nilai
6
20%
5 4 3
16% 12% 8%
2
8%
1
4%
4%
86-90
91--96
0 50-55
56--61
62-67
68-73
74-79
80-85
Interval Nilai
Gambar 14. Grafik Nilai Kemampuan Kemam Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan Sederhana Siswa pada P Pertemuan I Siklus II Berdasarkan tabel 25 dan gambar 14 tersebut dapat dilihat bahwa setelah melaksanakan pertemuan II siklus lus 1, siswa yang memperoleh nilai 206
50 dan 55 sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa memperoleh nilai 60 sebanyak 4 siswa atau 16%, siswa mendapat nilai 65 sebanyak 5 siswa atau 20%, siswa mendapat nilai 70 sebanyak 7 siswa atau 28%, siswa mendapat nilai 75 sebanyak 2 siswa atau 8%, siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 4 siswa atau 16%, siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1 siswa atau 4%, dan siswa yang mendapat nilai 95 sebanyak 1 siswa atau 4%. Hasil Refleksi
:
Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru. Guru memberikan informasi secara tepat, memberi motivasi dan melaksanakan penilaian proses dengan hasil rata-rata kelas mencapai 71,2 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 20 siswa atau 80% dari 25 siswa. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf Jawa siswa mencapai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 mencapai 75%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas mencapai 71,2 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 20 siswa atau 80% dari 25 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning yang dilakukan sudah berhasil.
Pertemuan
: II (dua)
Indikator
: Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan pasangan sederhana
Data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada pertemuan II Siklus I (lampiran 20) apabila disajikan dalam bentuk tabel 26.
207
Tabel 26.. Data Nilai Kemam Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana Siswa pada P Pertemuan II Siklus II No
Nilai
Frekuensi
Prosentase(%)
1
50-55
3
12
2
56-61
1
4
3
62-67
9
35
4
68-73
7
28
5
74-79
2
8
6
80-85
1
4
7
86-90
1
4
8
91-96
1
4
25
100
Jumlah
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan
Frekuensi Nilai
pasangan sederhana pada pertemuan II di atas disajikan dalam pada gambar 15. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
35% 28%
12% 8% 4%
50-55
56-61 -61
62-67
68-73
74-79
Interval Nilai
208
4%
4%
4%
80-85
86-90
91-96
Gambar 15.Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana Siswa pada Pertemuan II Siklus II Berdasarkan tabel 26 dan gambar 15 tersebut dapat dilihat bahwa setelah melaksanakan pertemuan II siklus 1, siswa yang memperoleh nilai 50 dan 55 sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa memperoleh nilai 60 sebanyak 1 siswa atau 4%, siswa mendapat nilai 65 sebanyak 9 siswa atau 35%, siswa mendapat nilai 70 sebanyak 7 siswa atau 28%, siswa mendapat nilai 75 sebanyak 2 siswa atau 8%, siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 1 siswa atau 4%, siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1 siswa atau 4% dan siswa yang mendapat nilai 95 sebanyak 1 siswa atau 4%. Hasil Refleksi
:
Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru. Guru memberikan informasi secara tepat, memberi motivasi dan melaksanakan penilaian proses dengan hasil rata-rata kelas mencapai 71 dan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 21 siswa atau 84% dari 25 siswa. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca siswa mencapai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥63 mencapai 80%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas mencapai 71 dan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 21 siswa atau 84% dari 25 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning yang dilakukan sudah berhasil. Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran pada Siklus II, secara umum telah menunjukkan perubahan yang signifikan. Guru dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap dan luwes dengan kekurangankekurangan kecil di antaranya kurang kontrol waktu. Prosentase aktivitas atau partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat. Partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran semakin meningkat, suasana kelas menjadi lebuh hidup dan 209
menyenangkan, pada akhirnya diharapkan kemampuan membaca huruf Jawa siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali meningkat. Berdasarkan peningkatan kemampuan yang telah dicapai siswa, maka pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) dianggap cukup dan diakhiri pada Siklus II. C. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang ada, dapat dilihat adanya peningkatan kegiatan siswa dalam pembelajaran, serta perkembangan kemampuan membaca huruf Jawa siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Peningkatan kegiatan siswa dalam pembelajaran antara lain: a. Siwa lebih disiplin dalam mengikuti pembelajaran. b. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran lebih tinggi. c. Siswa lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. d. Kemampuan berdiskusi lebih meningkat. e. Siswa lebih aktif menjawab pertanyaan guru. f. Keadaan siswa dengan lingkungan belajar semakin baik. g. Kemampuan siswa dalam mengerjakan tes lebih meningkat. Sedangkan perkembangan kemampuan membaca huruf Jawa siswa yang memperoleh nilai diatas 63 seperti yang tercantum dalam tabel frekuensi nilai kemampuan membaca huruf Jawa kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum tindakan, sesudah tindakan Siklus I dan sesudah tindakan Siklus II . Tabel 27. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum Tindakan (Pra Siklus) No
Interval nilai
Frekuensi
Prosentase(%)
1.
41-50
1
4
Kurang sekali
2.
51-60
16
64
Kurang
210
Kategori
3
61-70
4
16
Cukup
4.
71-80
3
12
Lebih dari cukup
5.
81-90
1
4
Baik
6.
91-100
0
0
Baik sekali
Jumlah
25
100
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat sebelum dilaksanakan tindakan ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sekali sebanyak 1 siswa atau 4%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sebanyak 16 siswa atau 64%, siswa yang memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 4 siswa atau 16%, siswa yang memperoleh nilai dengan kategori lebih dari cukup sebanyak 3 siswa atau 12%. siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sebanyak 1 siswa atau 4% dan tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sekali atau 0%. Jumlah keseluruhan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 8 siswa atau 32%. Rata-rata nilai hasil tes sebelum tindakan adalah sebesar 60,5. Bila ditunjukkan dalam bentuk grafik akan terlihat seperti pada grafik di bawah ini:
211
64%
16 14
Frekuensi
12 10 8 6
16%
4 2
12%
4%
4%
0%
0 41-50
51--60
61-70
71-80
81-90
91-100
Interval NIlai
Gambar 16.. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jaw Jawaa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum Tindakan (pra siklus). Setelah
dilaksanakan
tindakan
pada
Siklus
I
dengan
menerapkan
pembelajaran dengan model Quantum Learning pada pembelajaran membaca huruf Jawa diperoleh data hasil penilaian kemampuan mem membaca baca huruf Jawa siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame me seperti terlihat pada tabel 28.
Tabel 28. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame pada Siklus I No
Interval nilai
Frekuensi
Prosentase (%)
1.
41-50
0
0
Kurang sekali
2.
51-60
11
44
Kurang
3
61-70
8
32
Cukup
212
Kategori
4.
71-80
4
16
Lebih dari cukup
5.
81-90
1
4
Baik
6.
91-100
1
4
Baik sekali
Jumlah
25
100
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindakan pada Siklus I tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sekali atau 0%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sebanyak 11 siswa atau 44%, siswa yang memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 8 siswa atau 32%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori lebih dari cukup sebanyak 4 atau 16% siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sebanyak 1 siswa atau 4%, dan siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sekali sebanyak 1 siswa atau 4%. Jumlah keseluruhan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 10 siswa atau 40% . Rata-rata nilai hasil tes siklus I adalah sebesar 63 Data frekuensi nilai kemampuan membaca huruf Jawa siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame pada siklus I dapat ditunjukkan pada gambar 17.
213
12
44%
10 32%
Frekuensi
8 6
16%
4 2 0
4%
4%
81-90
91-100
0% 41-50
51 51-60
61-70
71-80
Interval Nilai
Gambar 17.. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus I. Untuk data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame pada siklus us II dapat dilihat pada tabel 29.
Tabel 29. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus II. No Interval nilai Frekuensi Prosentase Kategori (%) 1.
41-50
0
0
Kurang sekali
2.
51-60
3
12
Kurang
3
61-70
11
44
Cukup
4.
71-80
6
24
Lebih dari cukup
5.
81-90
3
12
Baik
6.
91-100
2
8
Baik sekali
214
Jumlah
25
100
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindakan pada Siklus I tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sekali atau 0%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa yang memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 11 siswa atau 44%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kate kategori gori lebih dari cukup sebanyak 6 atau 24% % siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik seb sebanyak anyak 3 siswa atau 12 12%, dan siswa yang memperoleh nilai dengan kat kategori baik sekali sebanyak anyak 2 siswa atau 8%. Jumlah keseluruhan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 20 siswa atau 80% . Rata-rata rata nilai hasil tes siklus II adalah sebesar 71,1. Berdasarkan tabel tersebut da dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindaka tindakan pada Siklus II jumlah keseluruhan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 20 siswa atau 80% dan tinggal 5 siswa yang belum memperoleh nilai ≥63. Data tersebut dapat digambarkan da dalam lam bentuk grafik pada gambar berikut ini: 12
44%
10
Frekuensi
8 24%
6 4
12%
12% 8%
2 0
0% 41-50
51 51-60
61-70
71-80
Interval Nilai
215
81-90
91-100
Gambar 18. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus II. Secara lebih rinci perkembangan kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame dalam penelitian ini dapat disajikan pada tabel 30. Tabel 30. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum (pra siklus) dan sesudah Tindakan Siklus I Rata-rata nilai tes No
Materi pembelajaran
hasil belajar
Keterangan
Sebelum
Sesudah
1
Huruf Jawa nglegena
62,2
67
Berhasil
2
Huruf Jawa dengan
60,4
62
Belum berhasil
58
60,8
Belum berhasil
60,5
63
sandhangan 3
Huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan Rata-rata
Tabel 31. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa ≥63 Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum (pra Siklus) dan sesudah Tindakan Siklus I
No
1 2
Materi Pembelajaran Huruf Jawa nglegena Huruf Jawa dengan
Jumlah Siswa yang Memperoleh nilai ≥63 Sebelum Sesudah
Prosentase (%) Sebelum
Sesudah
Keterangan
11
19
44
76
Meningkat
8
9
32
36
Meningkat
216
sandhangan Huruf Jawa dengan 3
sandhangan dan
7
9
28
36
Meningkat
8,6
12
34,6
49,3
Meningkat
pasangan Rata-rata
Berdasarkan tabel 30 dan 31 menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model Quantum Learning yang dilaksanakan pada Siklus I pada materi membaca huruf Jawa nglegena sudah memperlihatkan hasil peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, karena secara umum nilai rata-rata kelas maupun prosentase siswa yang mendapat nilai ≥63 sudah mengalami peningkatan namun untuk materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan secara klasikal belum memperlihatkan adanya peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali sesuai yang diinginkan. Dengan demikian penelitian dilanjutkan pada Siklus II untuk materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan. Setelah dilaksanakan tindakan untuk materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan pada Siklus II terlihat adanya peningkatan kemampuan membaca antara sebelum dan sesudah diadakan tindakan Siklus II. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 37. Tabel 32. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Rata-rata Kelas Sebelum (siklus I) dan Sesudah Tindakan Siklus II No
Materi Pembelajaran
Rata-rata Nilai Membaca Sebelum 217
Sesudah
Keterangan
1
Huruf Jawa dengan
62
71,2
Berhasil
60,8
71
Berhasil
61,1
71,1
Berhasil
sandhangan Huruf Jawa dengan
2
sandhangan dan pasangan Rata-rata
Selanjutnya dari perhitungan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas ratarata pada Siklus II dapat dipaparkan pada tabel 33.
Tabel 33. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa ≥63 sebelum (Siklus I) dan sesudah Tindakan Siklus II Jumlah siswa yang Prosentase Materi No memperoleh nilai≥63 (%) Keterangan Pembelajaran sebelum sesudah Sebelum sesudah 1
Huruf Jawa dengan
9
20
36
80
Meningkat
9
21
36
84
Meningkat
9
21,5
36
86
Meningkat
sandhangan 2
Huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan Rata-rata
218
Berdasarkan tabel 32 dan 33 pembelajaran pada Siklus II menunjukkan peningkatan rata-rata kelas dan peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥63 baik pada materi pembelajaran membaca huruf Jawa dengan sandhangan maupun pada materi pembelajaran membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana, sehingga pembelajaran pada siklus II sudah berhasil. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan selama II Siklus dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali dapat dilakukan dengan mengunakan model Quantum Learning. Hal ini tampak jelas dengan adanya peningkatan-peningkatan nilai yang diperoleh siswa baik perorangan maupun klasikal pada setiap siklus sebagaimana terlihat pada tabel 30, 31, 32 dan 33. Secara garis besar perbandingan antara hasil tes pra siklus, siklus I dan siklus II ditunjukkan pada tabel 34. Tabel 34. Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa pada pra Siklus, Siklus I dan Siklus II Pra Siklus Siklus I Siklus II No Ketuntasan Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1.
Tuntas
8
32
10
40
20
80
2.
Tidak Tuntas
17
68
15
60
5
20
Disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 19.
219
25 80%
Jumlah siswa
20
68% 60%
15 10
Tuntas
40%
Tidak Tuntas
32% 20%
5 0
pra siklus
siklus I
siklus II
Gambar 19. Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa pada pra Siklus, Siklus I dan Siklus II Dengan demikian dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa model Quantum Learning efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada materi membaca huruf Jawa nglegena, membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana dan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana, pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali khususnya dan siswa kelas IV Sekolah Dasar lain pada umumnya.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan 220
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dapat ditarik simpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai kemampuan membaca huruf Jawa pada setiap siklusnya yaitu: Sebelum tindakan nilai rata- rata kemampuan membaca huruf jawa siswa 60,5 ,siklus I nilai rata-rata kemampuan membaca huruf Jawa siswa 63 dan siklus II nilai rata-rata kemampuan membaca huruf jawa siswa 71,1. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebanyak 8 siswa atau 36%. Sedangkan pada siklus II sebanyak 20 siswa atau 80%. Hal ini menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 44%. Sedangkan peningkatan ketuntasan dari pra siklus sampai siklus II sebesar 48%. Dengan demikian secara klasikal, pembelajaran telah mencapai ketuntasan belajar.
B. Implikasi Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa penggunaan model Quantum Learning efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca huruf Jawa nglegena, membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan pasangan sederhana pada siswa kelas IV Sekolah Dasar.
Dengan demikian, implikasi penelitian tindakan kelas ini adalah: 2. Pemanfaatan dan penggunaan model Quantum Learning diteruskan dan dibiasakan pada setiap guru yang mengajarkan materi membaca huruf Jawa 221
nglegena, membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan membaca huruf Jawa dengan menggunakan pasangan sederhana pada siswa kelas IV Sekolah Dasar. 3. Adanya pembelajaran dengan model Quantum Learning harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin supaya siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran sehingga kemampuan membaca huruf Jawa siswa meningkat. 4. Guru harus terampil mengatasi kendala yang ada.
C. Saran Sesuai dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian, serta dalam rangka ikut menyumbangkan pemikiran bagi guru dalam meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada mata pelajaran Bahasa Jawa, maka dapat disampaikan saran-saran: 1. Bagi sekolah Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam melaksanakan pembelajaran khususnya pembelajaran Bahasa Jawa untuk menerapkan model Quantum Learning sehingga pembelajaran menjadi lebih optimal dan hasil belajar menjadi meningkat lebih baik.. 2. Bagi Guru Guru dalam mengajar hendaknya harus melibatkan siswa secara aktif dengan menggunakan model Quantum Learning agar siswa merasa lebih dihargai dan diperhatikan sehingga akan meningkatkan perilaku belajar yang baik. Dalam kegiatan
pembelajaran
hendaknya
siswa
dimotivasi
untuk
mampu
mengungkapkan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa akan mampu mengkonstruksikan pengalamannya ke dalam konsep pelajaran yang sedang dipelajarinya. Guru dalam mengajar hendaknya berperan sebagai fasilitator dan motivator yang mampu menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggungjawab dalam melakukan proses belajar. 222
3. Bagi Siswa Siswa hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru dan meningkatkan usaha belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. 4. Bagi Orang Tua Peran serta dan perhatian orang tua sangat menentukan keberhasilan pendidikan anak, sebab bersama orang tualah anak lebih lama tinggal dari pada di sekolah. Tanpa bantuan orang tua, apapun usaha guru tidak akan berhasil secara maksimal. Oleh karena itu bimbingan orang tua di rumah, masukan, informasi tentang kemajuan dan kekurangan anak tersebut, sangatlah diperlukan guru guna menunjang keberhasilan pendidikan anak. Untuk itu kerjasama dan jalinan kekeluargaan antara orang tua dan sekolah harus selalu dibina.
223
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin Makmun. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rosda Karya Ahmad Rofi’udin & Darmiyati Zuchdi. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: UNM Press Amir. 2007. Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UPT dan UNS Press Budiasih & Darmiyati Zuhdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS Buzan, Tony. 2002. Use Your Perfect Memory. Yogyakarta: Ikon Teralitera Darusaprapta, dkk, 1996. Pedoman Penulisan Aksara Jawa. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara De Porter, Mark Reardon & Sarah Singer. 2005. Quantum Theaching. Bandung: Kaifa .
, 2006. Quantum Learning. Bandung: Kaifa
Farida Rahim, 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Hadi Prayitno, 1999. Panuntun Basa Jawa. Surakarta: Nrimakarya Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Hari Wijaya & Triton. 2008. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi.Yogyakarta: Oryza Henry Guntur Tarigan, 1994. Membaca sebagai suatu Kemampuan Bandung: Angkasa
Berbahasa.
Heribertus B. Sutopo, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Depdikbud Surakarta: UNS Hermawan Widyastanto. 2007. Penerapan Metode Quantum Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA (SAINS) bagi Siswa Kelas V SD Negeri Kebonsari Kabupaten Temanggung. Semarang: UNNES Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: GP Press Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah 224
Mardiyati. 2003. Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Membaca Huruf Jawa dengan Metode Pemberian Tugas Latihan dan Resitasi. Semarang: UNNES Martinis Yamin, 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press Meheut, Martin. 2004. Teaching Learning Sequence: Aim and tools for science Education Research. France: Universite Paris 7 (http://pdfcontact.com/ebook/jurnal-quantum-learning.html, diakses 20 April 2010) Moh. Uzer Usman. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Universitas Terbuka Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Nar Herrhyanto & H.M. Akib Hamid, 2007. Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka Nur Indah Lestari. 2007. Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Bacaan Berhuruf Jawa dengan Media Kartu pada Siswa Kelas VIII-F SMP Negeri I Pulokulon Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2006/2007. Semarang: UNNES Oemar Hamalik. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Prana Dwija & Ahmad. 1996. Kebahasaan dan Membaca dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Puji Santosa. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka Samidi. 2010. Basa lan Kebudayaan Jawi. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press Samidi & Slamet, 2004. Bahasa Daerah Bahan Ajar PGSD UNS. Surakarta: UNS Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sarwiji Suwandi, 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Singer, Sarah. 1998. Results of implementing Quantum Learning in the Thornton Township High School District, South Holland,IL. Chicago : Saint Xavier University (http://scholar.google.co.id/scholar?q=international+journal+of+quantum+lear ning&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart, diakses 14 April 2010) Smith, Mark K, dkk, 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka 225
Solchan T.W, dkk, 2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka St. Y. Slamet, 2007. Dasar-Dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar. Surakarta: LLP UNS dan UNS Press 2007. Dasar-dasar Kemampuan Berbahasa Indonesia. Surakarta: LLP UNS dan UNS Press Sudi Yatmana, 2007. Aku Seneng Basa Jawa 4. Jakarta: Yudistira Sugianto, 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Suharsimi Arikunto, 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Suharsimi Arikunto, Suharjono & Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: PT Bumi Aksara Suryadipura & Betta Setyowati. 2008. Cara Belajar Membaca dan Menulis Huruf Jawa. Bandung: Yrama Widya Suwaryono wiryodijyo. 1989. Membaca: Strategi Pengantar dan tekniknya. Jakarta: Dirjen Dikti Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda (diakses 25 November 2009) http://www.newhorizons.org (diakses 13 Desember 2009) http://www.learningforum.com (diakses 20 Desember 2009) http://id.wikipedia.org/wiki/Hanacaraka (diakses 15 April 2010) http://digib.petra.ac.id (diakses 20 Oktober 2009) http://pdfcontact.com/ebook/jurnal-quantum-learning.html (diakses 20 April 2010) http://scholar.google.co.id/scholar?q=international+journal+of+quantum+learning&hl =id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart ( diakses 14 April 2010)
226