MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GELAR TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI DARI PEMOHON (V)
JAKARTA SELASA, 19 JULI 2011
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-VIII/2010 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan [Pasal 1 angka 4, Pasal 16 ayat (1) huruf b Pasal 25, dan Pasal 26] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 PEMOHON PERKARA NOMOR 67/PUU-VIII/2010 -
-
Muhammad Chozin Amirullah; Asep Wahyuwijaya; A.H. Wakil Kamal;
Ahmad Fauzi ALS Ray Rangkuti; Edwin Partogi; Abdullah; Arif Susanto;
-
Dani Setiawan; Embay Supriyanto; Abdul Rohman; Herman Saputra.
ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli dari Pemohon (V) Selasa, 19 Juli 2011 Pukul 14.06-14.32 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Moh. Mahfud MD Achmad Sodiki Harjono Muhammad Alim Maria Farida Indrati Ahmad Fadlil Sumadi M. Akil Mochtar Hamdan Zoelva Anwar Usman
Mardian Wibowo
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon -
Gatot Goe Putri Kanesia
-
Yati Andriyani M. Daud Bereuh
B. Ahli dari Pemohon -
Kabul Supriyadi (Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia)
C. Pemerintah -
Heni Susila Wardaya (Kementerian Hukum dan HAM) Hartono Laras (Sekretaris Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial) Rusli Wahid (Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial) Bayu Setiawan (Direktorat Hukum Kementerian Pertahanan) Budi Harsoyo (Kepala Biro Hukum Kementerian Pertahanan)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.06 WIB
1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan keterangan Ahli dalam perkara judicial review Nomor 67/PUU-VIII/2010, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, silakan perkenalkan diri dulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: GATOT GOE Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Bapak Ketua. Perkenalkan saya Gatot dari Kuasa para Pemohon. Ada rekan saya, Daud Bereuh. Sebelah kanan Daud Bereuh, Putri Kanesia, dan kemudian Yati Andriyani. Sedangkan untuk Ahli, kami hadirkan Bapak Kabul Supriyadi dari Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, beliau sudah hadir. Dan yang kedua Fadilah Agus, pengamat militer, dan kebetulan beliau beralangan hadir, Pak, tapi kami sudah serahkan keterangan tertulis ke Panitera, Pak. Demikian, terima kasih.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik. Kepada Pemerintah, silakan.
4.
PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDAYA Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Bapak Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi, Pemerintah hadir dalam sidang kali ini, kami perkenalkan, saya sendiri Heni Susila Wardaya dari Kementerian Hukum dan HAM. Di sebelah kiri saya ada Bapak Hartono Laras, beliau adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial. Di sebelah kirinya ada Bapak Rusli Wahid, beliau adalah Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial. Di sebelah kirinya Bapak Bayu Setiawan dari Direktorat Hukum Kementerian Pertahanan. Di paling sebelah kiri, Bapak Budi Harsoyo, beliau adalah Kepala Biro Hukum Kementerian Pertahanan. Dan di belakang juga ada Bapak-Bapak dan Ibu dari Kementerian Hukum dan HAM dan dari Kementerian Sosial. Demikian, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.
1
5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Waalaikumsalam. Baik, kita akan langsung mendengar keterangan dari Ahli, yaitu Bapak H. M. Kabul Supriyadi, S.H., M.Hum., dimohon maju untuk mengambil sumpah, Pak. Pak Kabul beragama Islam? Islam. Baik, Pak Alim, Ahli.
6.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ahli supaya menirukan lafal sumpah yang akan saya tuntunkan. Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
7.
AHLI DARI PEMOHON: KABUL SUPRIYADI Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
8.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.
9.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan duduk, Pak. Baik, Pak Kabul, Bapak diminta atau diundang, diajukan oleh Pemohon perkara ini untuk memberikan keterangan sebagai Ahli terkait dengan pokok perkara ini. Untuk itu, dipersilakan Saudara maju ke podium.
10.
AHLI DARI PEMOHON: KABUL SUPRIYADI Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi dan semua Anggota Majelis, yang saya hormati dari Pihak Pemerintah, yang saya hormati dari Pemohon, seluruh hadirin hadirat yang saya hormati pula. Ketua Majelis yang saya hormati, pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan pokok-pokok pikiran saya terkait dengan permintaan dari Pemohon sehubungan dengan judicial review yang diajukan oleh Pemohon kepada Mahkamah Konstitusi, dan saya dimintai pendapat terkait dengan persoalan ini. Oleh karena itu, ingin kami
2
sampaikan materi dari pendapat saya terkait dengan judicial review pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009. Tinjauan hukum hak asasi manusia, materi yang hendak saya sampaikan dalam makalah singkat ini hanyalah berupa pokok-pokok pikiran. Oleh karena itu penyajiannya pun disusun dalam bentuk butirbutir sebagai berikut. 1. Bahwa hak asasi manusia pada hakikatnya adalah hukum yang mengatur relasi antara penguasa atau negara dan manusia yang berada di wilayah negara yang bersangkutan, dalam rangka perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penghormatan hak asasi manusia, yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, oleh hukum, oleh pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Singkatnya, bahwa hukum HAM mengatur kekuasaan pemerintah, hak-hak yang diperintah, dan hubungan keduanya. Oleh karena itu, pada hakikatnya hukum HAM bersifat vertikal yaitu menyangkut pengaturan relasi, pembatasan antara penguasa, dalam hal ini negara di satu pihak dan manusia yang berada di wilayah negara yang bersangkutan di pihak lain. 2. Ketua Majelis, bahwa pengaturan kekuasaan pemerintah, hak-hak yang diperintah, dan hubungan keduanya itu, dewasa ini bukan saja pertama-tama dijamin dalam hukum nasional tetapi juga kemudian dijamin di dalam hukum internasional. Hukum nasional yang dimaksudkan di sini utamanya adalah peraturan perundangundangan yang mengatur perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penghormatan hak asasi manusia, termasuk Konstitusi UndangUndang Dasar Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan nasional lainnya yang terkait. Sementara itu hukum internasional yang dimaksudkan di sini utamanya adalah perjanjian-perjanjian, kesepakatan-kesepakatan, dan sejenisnya, serta kebiasaan-kebiasaan internasional yang diterima sebagai sumber hukum internasional. 3. Bahwa sehubungan dengan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang sedang diperiksa dan diadili di Mahkamah Konstitusi ini, maka pertanyaan pokoknya adalah apakah substansi undang-undang tersebut termasuk pasal-pasal yang sedang dimohonkan oleh Pemohonnya, secara normatif telah harmonis dengan norma-norma dalam hukum hak asasi manusia. 4. Bahwa bila pertanyaan pokok tersebut disederhanakan, maka apakah ketentuan yang mengatur tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 telah dapat menjamin bahwa mereka yang menerima gelar, tanda jasa, atau tanda kehormatan itu, adalah orang-orang yang tidak
3
pernah melanggar ketentuan normatif yang mengatur relasi penguasa negara di satu pihak dan manusia yang berada di wilayah negara yang bersangkutan di pihak lain. Dengan kata lain, apakah dengan mengacu pada ketentuan dalam undang-undang tersebut dimungkinkan seseorang yang menerima gelar, tanda jasa, atau tanda kehormatan itu, adalah orang-orang yang pernah melanggar ketentuan normatif yang mengatur relasi yang dimaksud. 5. Bahwa bila dicermati seluruh ketentuan dalam undang-undang tersebut, maka dengan segala kerendahan hati kiranya perlu disampaikan sejak semula bahwa ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya tidak sepenuhnya dapat digolongkan sebagai yang berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia. Bahwa dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 dinyatakan, “Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan, atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan Negara Republik Indonesia.” Bahwa dengan merujuk pada pengertian pahlawan nasional tersebut, maka seseorang yang pernah melanggar ketentuan normatif yang mengatur relasi yang dimaksud, masih dapat terpilih sebagai orang yang menerima gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Bahwa dari perspektif hukum hak asasi manusia, sebagaimana juga yang ditegaskan dalam Pasal 28C Undang-Undang Dasar Tahun 1945, harus secara ketat diatur pembatasan mereka yang dapat menerima gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan itu agar yang menerimanya bukanlah orang-orang yang pernah melanggar ketentuan normatif yang mengatur relasi penguasa negara di satu pihak dan manusia yang berada di wilayah negara yang bersangkutan di pihak lain. Dalam bahasa keseharian, mereka yang pernah bertindak otoriter kepada warga negaranya, menyalahgunakan kekuasaan, bertindak diskriminatif, dan lain sebagainya, seharusnya dibatasi hak-haknya untuk menerima gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Bahwa demikian pula dalam…, bahwa demikian pula halnya dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 yang dimohonkan, yang menyatakan, “Dewan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan terdiri atas tujuh orang anggota yang berasal dari unsur militer dan/atau berlatar belakang militer sebanyak dua orang.” Dari perspektif hukum HAM, salah satu aspek yang sangat memperoleh perhatian adalah rasa keadilan korban pelanggaran HAM dalam konteks pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Oleh karena…, oleh karena begitu mendasarnya aspek tersebut, maka asas
4
non retroaktif tidak berlaku surut pun dikesampingkan dalam penerapan hukum HAM yang bukan saja diterapkan di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Bahwa oleh karena itu, tampaknya Pemohon kurang jeli melihat secara keseluruhan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 16 tersebut. Sebab bila ditinjau dari perspektif hukum HAM, maka jelas bahwa tidak ada jaminan suara hati dan rasa keadilan korban pelanggaran HAM itu dapat terwadahi dalam struktur dewan gelar. Keberadaan militer dan/atau yang berlatar belakang militer, akademisi, dan tokoh masyarakat yang pernah mendapat tanda jasa dan/atau tanda kehormatan di dewan gelar, belum sepenuhnya dapat menjamin tidak ada orang yang terpilih itu adalah orang-orang yang pernah melanggar ketentuan normatif yang mengatur relasi yang dimaksud. Selain itu, juga diperlukan ketentuan yang mengatur prosedur agar suara hati dan rasa keadilan korban pelanggaran HAM dapat memperoleh tempat dalam proses penentuan orang-orang yang menerima gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Bahwa bila dicermati syarat umum untuk memperoleh gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, yang terdapat dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, khususnya ketentuan yang terdapat dalam huruf d yaitu syarat berkelakuan baik sebagaimana dimohonkan oleh Pemohonnya, maka ketentuan ini sangat kabur. Sehingga masih dimungkinkan orang yang terpilih itu adalah orang yang pernah melanggar ketentuan normatif yang mengatur relasi yang dimaksud. Bahkan secara historis istilah berkelakuan baik ini di masa lampau dalam penerapannya berkaitan dengan tingkat keterlibatan seseorang dalam peristiwa G-30S/PKI yang kiranya sudah terlalu jauh kehilangan relevansinya. Bahwa demikian pula halnya dengan syarat khusus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, khususnya ketentuan yang terdapat dalam huruf d yaitu syarat pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, sebagaimana yang dimohonkan oleh Pemohonnya, ketentuan ini juga sangat kabur, karena ada warga negara dewasa ini yang melahirkan pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara. Tetapi pemikiran besar itu bukannya menunjang pembangunan bangsa negara yang berlandaskan Pancasila, melainkan menjunjung pembangunan bangsa dan negara ke arah neo liberalisme yang nyata-nyata bertentangan dengan dasar negara kita. Akhirnya, andaikan dapat dipertimbangkan secara seksama oleh Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia mengenai permohonan Pemohon, maka dari sudut pandang hukum hak asasi manusia, sangat layak untuk dinyatakan bahwa cukup banyak ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 ini yang tidak harmonis dengan nilai-nilai hak asasi manusia.
5
Saya kira demikian, Ketua Majelis yang saya hormati, yang menjadi pokok pikiran yang terkait dengan persoalan yang sedang disidangkan. Terima kasih. Walafu minkum, billahi taufiq wal hidayah, assalamualaikum wr.wb. 11.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, Saudara Ahli. Saya persilakan Pemohon, cukup ya? Sudah cukup yang diterangkan, ya? Tidak perlu pendalaman, ya? Silakan.
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: YATI ANDRIYANI Sesuai dengan kapasitas Ahli dari Komnas HAM, karena yang kami ketahui di Komnas HAM sendiri sudah dilakukan penyelidikan untuk kasus tragedi Mei 1998 Trisakti, kemudian juga penculikan dan penghilangan paksa aktivis, dan juga Talangsari. Pertanyaan saya kepada Ahli, sejauh mana sebaiknya ditempatkan hasil penyelidikan Komnas HAM ini dalam…, apa…, dalam…, dalam menjalankan sebuah undang-undang atau dalam merumuskan sebuah undang-undang? Itu saja, Ketua Yang Terhormat. Terima kasih.
13.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, saya tidak begitu paham ke arah mana ini di…, anu…, ditujukan pertanyaan ini. Kalau dalam kasus sebuah undang-undang, hasil penemuan Komnas HAM. Atau ke undang-undang tentang ini saja saya kira, Undang-Undang tentang Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Silakan, Pak.
14.
AHLI DARI PEMOHON: KABUL SUPRIYADI Terima kasih, Ketua Majelis. Saudara Pemohon, terkait dengan pertanyaan peristiwa-peristiwa atau kasus-kasus yang pernah penyelidikannya dilakukan oleh Komnas HAM, terkait dengan persoalan ini mungkin perlu dipertimbangkan, bahwa sampai saat ini yang saya tahu karena untuk mengetahui pada akhirnya orang itu dinyatakan bersalah atau tidak, proses-proses penegakan hukum khususnya, pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang tadi saya katakan bisa berlaku surut non retroaktif itu tadi, eh retroaktif itu tadi, ini jadi persoalan yang cukup serius, terkait dengan pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Kalau proses ini tidak bisa diberlangsungkan, artinya bahwa penyelidikan yang dilakukan oleh
6
Komnas HAM tidak ditindaklanjuti penyidikannya, penuntutannya, dan diproses pengadilan, maka sulit rasanya untuk mengatakan orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran HAM yang berat itu bisa dinyatakan apakah tidak bersalah, apakah mereka bersalah. Ini satu persoalan yang cukup serius menurut saya terkait dengan persoalan ini. Karena ada di antaranya misalnya orang-orang yang ada dugaan terkait dengan persoalan ini, belum diselesaikan secara hukum karena hukum yang berlaku di negara kita bahwa orang dinyatakan bersalah itu kalau sudah pernah diadili dan dia dinyatakan bersalah atau dia dinyatakan tidak bersalah. Itu mungkin yang terkait dengan persoalan ini karena UndangUndang Nomor 20 itu juga ada persyaratan-persyaratan terkait dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Terima kasih, Ketua Majelis. 15.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Masih ada?
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. DAUD BEREUH Lagi, menambahkan.
17.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan.
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. DAUD BEREUH Ya, saya akan meminta…, apa…, pendalaman kepada Ahli terkait dengan poin nomor 8. Ahli tadi sudah menyampaikan terkait secara umum bahwa orang-orang yang melanggar ketentuan normatif, itu tidak…, sebaiknya tidak diberikan atau tidak mendapatkan gelar pahlawan dan lain sebagainya. Yang ingin saya tanyakan, satu contoh misalnya, dalam konteks penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM, Komnas misalnya sudah…, apa namanya…, menduga atau punya dugaan terhadap orang-orang tertentu yang masuk atau yang patut diduga bertanggung jawab atas sejumlah peristiwa. Nah dalam hal ini, apakah ketika orang-orang tersebut ternyata proses hukumnya tidak sampai kepada tahap penyidikan dan lain sebagainya, misalnya orang tersebut meninggal, atau misalnya orang tersebut sakit, dan sebagainya, sehingga tidak pernah sama sekali dibawa ke pengadilan, apakah dengan kondisi tersebut orang tersebut bisa dikatakan melanggar ketentuan normatif yang Ahli sampaikan tadi? Mohon dijelaskan Ahli secara singkat, terima kasih.
7
19.
AHLI DARI PEMOHON: KABUL SUPRIYADI Terima kasih, Ketua Majelis. Saudara Pemohon, pertanyaan yang Saudara sampaikan sudah barang tentu terkait dengan apa yang kami lakukan penyelidikannya. Hasil sebuah penyelidikan itu kan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, karena kami bertugas, kami melaksanakan mandat kaitannya dengan penyelidikan pro justisia. Apa yang kami lakukan untuk mencari, menemukan fakta, data, dan informasi terkait dengan tugas penyelidikan. Pada akhirnya kan dugaan awal bahwa ada pihak-pihak tertentu yang dianggap bertanggung jawab. Yang tadi sudah kami sampaikan bahwa ini masih dalam tataran proses penyelidikan, belum sampai pada disidik, dituntut, diperiksa, dan diadili di pengadilan. Yang menjadi persoalan justru adalah bahwa proses ini tidak ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang terkait untuk menuntaskan persoalan pelanggaran HAM berat khususnya untuk yang masa lalu ini. Ya ini menggantung semua, dinyatakan salah atau tidak, ini belum diproses di pengadilan. Tetapi kami melakukan penyelidikan yang sampai saat ini tidak ditindaklanjuti. Kasus-kasus Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, penghilangan orang secara paksa, kasus Mei 1998, kasus Talangsari, dan sekarang ini juga sedang melakukan penyelidikan untuk kasus Petrus, kasus 1965, dan kasus Lapindo. Lha ini semua apakah berkas-berkas ini hanya akan menjadi koleksi saja atau gimana? Padahal ini juga menyangkut orang yang sangat mungkin bahwa yang bersangkutan akan diberikan gelar, akan diberikan tanda jasa, dan tanda kehormatan oleh Pemerintah. Kalau ini yang terjadi, saya kira juga ada ganjalan terkait dengan persoalan ini. Mau dikatakan, lho dia tidak bisa dikatakan bersalah, memang belum pernah diadili. Mau dia dikatakan tidak bersalah, mana mungkin, itu ada penyelidikan yang sudah ditemukan bukti awal, misalnya. Ya ini yang saya kira jadi persoalan yang cukup serius, mau dikatakan bersalah, oh belum diadili, tapi kalau dikatakan benar, nyatanya ada penyelidikan yang seperti itu. Saya kira itu, Ketua Majelis, yang jadi problem bahwa kami punya BAP yang cukup banyak, cukup tebal, tapi saya boleh katakan bahwa itu hanya sebuah koleksi Komnas HAM dan Jaksa Agung saja.
20.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, Hakim, tidak ada? Pemerintah?
21.
PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDAYA Terima kasih, Yang Mulia. Kami hanya ingin menyampaikan bahwa apa yang disampaikan…, pendapat Ahli tersebut sifatnya umum,
8
tapi singkat dan jelas. Tentunya materinya kami akan membahas dan akan kami tuangkan dalam kesimpulan saja. Terima kasih. 22.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, kalau begitu sidang dianggap cukup dan tidak perlu dibuka sidang lagi ya. Berikutnya adalah pengucapan vonis. Hari ini tanggal 19, Saudara ditunggu kesimpulannya pada Selasa, tanggal 2…, tanggal 2 Agustus. Itu bagi yang puasa bulan Ramadhan, berpuasa, tapi itu hari kerja. Kepada Pemerintah juga, DPR juga kalau ada, untuk menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan persidangan ini. Sesudah itu baru nanti kita jadwalkan untuk pengucapan putusan, mudah-mudahan bisa putusan nanti diucapkan sebelum lebaran. Sidang dinyatakan ditutup.
KETUK PALU 3X
SIDANG DITUTUP PUKUL 14.32 WIB
Jakarta, 19 Juli 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d. Paiyo NIP. 19601210 198502 1 001
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
9