perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Oleh : FITRI NINGSIH K6406032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGAJUAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010
Oleh : FITRI NINGSIH K6406032
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada Hari : Kamis Tanggal
: 19 Agustus 2010
Tim Penguji Skripsi : Ketua
: Dr. Sri Haryati, M.Pd
Sekretaris : Drs. H. Utomo, M.Pd
.. ................ . ............................
Anggota I : Winarno, S.Pd, M.Si
.................. .
Anggota II : Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd
Disahkan oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
commit to user
iv
…………………..
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Fitri Ningsih. HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agustus. 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif korelasional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010, yang terdiri dari 7 kelas sebanyak 319 siswa. Sampel diambil dengan teknik Proporsional Random Sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 64 siswa. Teknik pengumpulan data untuk variabel pengetahuan moral (X) menggunakan tes dan variabel kesadaran moral (Y) menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi sederhana. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan keasadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 yang dapat dibuktikan dengan hasil analisa yaitu diperoleh harga r xy = 0,253 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64 diperoleh r tabel = 0,245, karena rx1 y > rtabel yaitu 0,253 > 0,245 , maka menunjukkan ada hubungan yang positif variabel X dengan Y. Sedangkan harga thitung=2,056 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64 diperoleh ttabel=2,00, karena thitung>ttabel yaitu 2,056>2,00 maka antara variabel X dengan Y terdapat hubungan yang signifikan atau berarti. Adapun prsamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=84.5928+0.4509X, jadi dari persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel X maka diikuti kenaikan Y sebesar kemiringan gradien garis regresi sebesar 0,4509.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Fitri Ningsih. THE RELATION BETWEEN MORAL KNOWLEDGE AND MORAL AWARENESS IN THE VII GRADERS OF MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. August. 2009. The objective of research is to find out whether or not there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010. This study employed a correlational descriptive method. The population of research was all VII graders of MTS NU Banat Kudus in School Year of 2009/2010, consisting of 7 class as many as 319 students. The sample was taken using Proportional Random Sampling, and 64 students were obtained as the sample. Technique of collecting data used for moral knowledge variable (X) was test and moral awareness variable (Y) was questionnaire . Technique of analyzing data employed was simple correlation analysis. Considering the result of research, it can be concluded that there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of MTS NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010 that can be seen from the result of analysis in which the rxy value = 0.253 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten rtable = 0.245, because rxy > rtable of 0.253 > 0,245, indicating that there is a positive relation between X and Y variables. Meanwhile tstatistic value = 2.056 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten ttable = 2.00, because thitung > ttable of 2.056>2.00, therefore between the X and Y variable there is a significant relation. The simple linear regression equation obtained is Y = 84.5928 + 0.4509X, so from the regression equation, it can be describe that each one unit increase in the X variable is followed by the increase of Y as many as regression gradient slope of 0.4509.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Aristoteles mengajarkan, manusia tidak akan menjadi bermoral dan bijak dengan sendrinya. Kalaupun akhirnya mereka bermoral dan bijak, itu berkat usaha sepanjang hidup yang dilakukan mereka sendiri dan masyarakat”.
(JOHN MOLINE)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk: Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan segalanya,
semoga
Allah
SWT
memberikan
kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat Mbak Siti, mbak Solikhatun, dan mbak Eni Adib Khoironi, S.Pd.I yang selalu memberikan semangat dan motivasi Teman-teman dekat dan teman-teman kost: Iva, Anick, Esti, Endah, Berti, Arum, Septi, mbak Phury, Noer, dan Nia Teman-teman PPKn angkatan 2006 Almamater
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini 2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini 3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini. 4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi 5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi 6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 7. Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini 8. Moh. Muchtarom, S.Ag, M.Si, pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan 9. Dra. Dianah, Kepala Sekolah MTS NU Banat Kudus yang telah memberikan ijin penelitian
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini 11. Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga dunia pragmatika.
Surakarta,
Penulis
commit to user
x
2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN .............................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
iv
ABSTRAK .......................................................................................................
v
ABSTRACT.....................................................................................................
vi
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................
viii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................
7
C. Pembatasan Masalah ..................................................................
8
D. Perumusan Masalah ...................................................................
8
E. Tujuan Penelitian .......................................................................
9
F. Manfaat Penelitian .....................................................................
9
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ........................................................................
10
1. Tinjauan tentang Moral ........................................................
10
2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral....................................
22
3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral .......................................
26
4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Nilai Moral ........................................................................... commit Moral to userdengan Kesadaran Moral ..... 5. Hubungan Pengetahuan
xi
30 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Teori Konstruktivisme .........................................................
40
7. Penelitian yang Relevan .......................................................
41
B. Kerangka Berpikir ......................................................................
42
C. Perumusan Hipotesis ..................................................................
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................
44
B. Metode Penelitian .......................................................................
45
C. Populasi dan Sampel .................................................................
45
D. Teknik Pengumpulan Data .........................................................
49
E. Teknik Analisis Data ..................................................................
61
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ............................................................................
66
1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus……... .................
66
2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral.......................................
68
3. Deskripsi Data Kesadaran Moral...........................................
70
B. Pengujian Prasyarat Analisis ......................................................
71
1. Uji Normalitas ......................................................................
71
2. Uji Linieritas .........................................................................
72
C. Pengujian Hipotesis ....................................................................
73
1. Pengujian Hasil Analis Data………………………………. 73 2. Penafsiran Pengujian Hipotesis ……………………………74 3. Kesimpulan Pengujian Hopotesis ……………………….. .
75
4. Pembahasan Hasil Analisis data .......................................... 75 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................
78
B. Implikasi .....................................................................................
78
C. Saran ...........................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
80
LAMPIRAN .....................................................................................................
84
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Waktu kegiatan penelitian .................................................................
44
Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas ...........................................................
48
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral ...........................................
69
Tabel 4. Distribusi frekuensi kesadaran moral ................................................
70
Tabel 5. Rangkuman uji Linieritas Variabel X terhadap Y .............................
73
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Skema kerangka berpikir ................................................................
43
Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral ........................................
69
Gambar 3. Histogram Variabel Kesadaran Moral............................................
71
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Daftar sampel ...............................................................................
84
Lampiran 2. Kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral .....................................
85
Lampiran 3.Lembar uji coba tes pengetahuan moral dan kunci jawaban ........
86
Lampiran 4. Uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan derajat kesukaran tes. .
93
Lampiran 5. Kisi-kisi tes pengetahuan moral. .................................................
95
Lampiran 6. Lembar penelitian tes pengetahuan moral dan kunci jawaban ....
96
Lampiran 7. Contoh perhitungan uji validitas tes ........................................... 102 Lampiran 8. Contoh perhitungan uji reliabilitas tes ........................................ 103 Lampiran 9. Contoh perhitungan daya beda .................................................... 106 Lampiran 10.Contoh perhitungan indeks kesukaran........................................ 107 Lampiran 11. Daftar nama siswa sebagai responden try out ........................... 108 Lampiran 12. Kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral................................. 110 Lampiran 13. Lembar uji coba angket kesadaran moral .. .............................. 111 Lampiran 14. Uji validitas dan reliabilitas angket... ........................................ 116 Lampiran 15. Kisi-kisi penelitian angket kesadaran moral .............................. 119 Lampiran 16. Lembar penelitian angket kesadaran moral ............................... 120 Lampiran 17. Contoh perhitungan uji validitas angket.... ................................ 125 Lampiran 18. Contoh perhitungan uji reliabilitas angket................................. 127 Lampiran 19. Rekapitulasi data penelitian ....................................................... 128 Lampiran 20. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel X ...................... 130 Lampiran 21. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel Y ...................... 132 Lampiran 22. Uji linieritas X terhadap Y ....................................................... 135 Lampiran 23. Perhitungan uji linieritas dan keberartian X terhadap Y ........... 137 Lampiran 24. Perhitungan Koefisien korelasi sederhana antara X dan Y ....... 140 Lampiran 25. Perhitungan uji keberartian koefisien korelasi .......................... 141 Lampiran 26. Garis regresi sederhana Y atas X .............................................. 142 Lampiran 27. Permohonan ijin research / try out kepada rektor commit to user UNS di Surakarta................ ....................................................... 143
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 28. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ........................... 144 Lampiran 29. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi/ makalah ...................................................................... 145 Lampiran 30. Surat Rekomendasi Research/Survey dari BAPPEDA kabupaten Kudus ...................................................................... 146 Lampiran 31. Surat
Rekomendasi
dari
Dinas
P
dan
K
kabupaten
Kudus............................................................................ ......... .. 147 Lampiran 32. Surat kepada kepala sekolah MTS NU Banat Kudus untuk mengadakan research............................................................... 148 Lampiran 33. Surat keterangan telah mengadakan research di MTS NU Banat Kudus ....................................................................................... 149
commit to user
xvi
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge (2005: 3) “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to effect changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial maupun budaya. Berkaitan dengan usaha untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap dunia pendidikan dengan berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional dengan langkah menyusun UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bab II pasal 3 dinyatakan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab. Pendidikan
Nasional
Indonesia
pada
dasarnya
bertujuan
untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual sehingga mampu mengembangkan dirito user serta lingkunganya dalam rangka commit
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan suatu proses pendidikan. Paradikma pendidikan nasional harus bertumpu pada akar kebudayaan nasional yang bersumber dari kearifan-kearifan lokal yang diperoleh dari nilai-nilai budaya, adat-istiadat, moral dan budi pekerti yang berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Menurut Nurul Zuriah (2007: 22) ”pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan ”menyederhanakan” sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Akibat dari hanyutnya SQ (Spiritual Quetiont) pada pribadi siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalah moral yang timbul seperti: 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahasa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74 dalam Lewa Karma, 2009, http://1titik.blogdetik.com/2009/12/30/merancang-pendidikan-moral-dan budi perketi/) Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan commit to user dan intensitas pelaksanaan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
sangat penting dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan, seperti: guru-guru, orang tua dan lingkungan. Akan tetapi unsur-unsur yang terkait untuk menumbuhkan moral anak terkadang belum maksimal. Pendidikan di sekolah, guru terkadang terjerumus pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajar sehingga melupakan segi pembinaan penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap yang baik pada diri siswa. Kemudian orang tua dalam menanamkan moral harus memberikan suri tauladan pada anak-anaknya, karena dengan melihat perilaku orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat dan menirunya tetapi kurangnya bekal penguatan moral dari orang tua mengakibatkan perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Selanjutnya dalam lingkungan hendaknya tercipta pergaulan yang baik yaitu berkembangnya rasa tenggang rasa, saling menghormati atau menghargai dan patuh pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat namun lingkungan yang kurang mendukung bisa menyebabkan moral anak jelek karena untuk menumbuhkan moral anak tidak hanya sekedar mengetahui mana yang baik dan salah tapi anak harus faham dan mau melakukannya. Diperlukan adanya pendidikan moral karena pendidikan ini dilaksanakan untuk membentuk watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya yang baik. Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal, maka terkait penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam pendidikan ini harus dilaksakan secara terintegarasi. Oleh karena itu upaya penanaman nilai-nilai moral melalui pengetahuan tentang moral dalam pendidikan sebenarnya telah banyak dilakukan, terutama di dunia persekolahan dengan ujung tombaknya melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) selain itu juga dalam pelajaran agama dan kegiatan-kegiatan di luar mata pelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Pkn merupakan representasi dari pendidikan nilai, norma dan moral di sekolah. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pembelajaran nilai, norma dan moral harus melingkupi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direncanakan, disajikan dan dievaluasi secara integralistik dan berkesinambungan. (Muhson, 2002, http://journal.um.ac.id/index.php/ppkn/article/view/1716). Suwarma Muchtar (2007) dalam Winarno (2008: 76) menyatakan bahwa “salah satu ciri sekaligus pendekatan PKn adalah sebagai pendidikan nilai moral secara lebih khusus lagi pendidikan nilai dan moral pancasila”. Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno (2008: 76) “pedidikan kewarganegaraan adalah suatu pendidikan nilai dalam hal ini adalah nilai moral”. Sampai pada batas ini dapat disimpulkan bahwa dalam pelajaran PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai moral sebagai wujud pembentukan karakter peserta didik yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak supaya menjadi baik dalam sikap dan perilakunya. Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan perbuatan anak. Dengan pengetahuan moral diharapkan anak nantinya dapat bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya mengetahui norma-norma yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan seharihari dan bertindak sadar akan moral. MTS NU Banat Kudus merupakan MTS yang telah menyelenggarakan pendidikan bagi peserta didiknya. MTS NU Banat Kudus telah menanamkan nilai-nilai moral dalam pendidikan moral yang diwujudkan dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) dan pendidikan agama seperti aqidah akhlak serta kegiatan-kegiatan di luar kegiatan mata pelajaran seperti dakwah. Dengan pendidikan tersebut dapat membekali siswa dengan moral baik, dapat dikatakan seorang individu yang tingkah lakunya menaaati kaidah-kaidah yang berlaku disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral. Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya siswa yang melanggar nilai-nilai moral seperti penyimpangan yakni commitperilaku-perilaku to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyaknya pelanggaran tata tertib di sekolah seperti membolos, mecotek, dan membawa Handphone ke sekolah. Dikarenakan dalam hal ini pengetahuan moral siswa masih rendah. Sesungguhnya dengan pengetahuan moral yang diberikan kepada siswa harus cukup sehingga mampu membekali anak dalam melakukan perbuatan moral tapi kenyataannya pengetahuan moral anak masih kurang yang dapat dilihat dari pembelajaran PKn yang menujukkan belum tercapainya ketuntasan belajar hal ini dapat diketahui dari adanya sebagian siswa yang nilainya belum memenuhi standar kelulusan. Seharusnya dengan pendidikan moral yang diberikan kepada peserta didik, siswa memiliki pengetahuan tentang moral khususnya dalam pembelajaran PKn sehingga dapat membuat siswa sadar akan perbuatan moralnya. Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah. Akan tetapi meskipun dalam sekolah sudah dibuat peraturan tata tertib dan diajarkan materi tentang norma dalam Pendidikan Kewarganegaraan masih saja terjadi kurangnya kesadaran para siswa MTS NU Banat Kudus untuk mentaati padahal sudah diberlakukannya sanksi yang tegas dalam setiap pelanggarannya. Thomas Lickona dalam Yeyen (2009) menjelaskan bahwa “karakter terdiri atas 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perilaku/tindakan bermoral (moral action)”. Ketiga macam karakter di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengetahuan Moral (Moral Knowing) merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik. 2. Perasaan Moral (Moral Feeling) merujuk kepada aspek afektif tentang moraliti yang menghubungkan antara pengetahuan moral dengan tindakan moral. Perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) dan sikap empati. 3. Tindakan Moral (Moral Action) merujuk kepada melakukan perkara yang betul, dimana keputusan dan tindakan kita adalah berdasarkan pengetahuan moral dan perasaan moral. (Yeyen, 2009, http://tumoutou.net/702_05123/dwi_hastuti.html).
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jadi, untuk menanamkan moral kepada anak agar berkarakter setelah mendapat pengetahuan tentang moral juga harus mempunyai perasaan moral karena perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan berbuat baik, oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) yang selanjutnya akan mendorong terjadinya tindakan moral. Menurut Winarno (2006: 9) kesadaran moral adalah ”kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan atas rasa wajib, suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Pendapat lain diungkapkan oleh Wizanies (2007) bahwa kesadaran moral adalah “perasaan wajib
atau
keharusan
untuk
melakukan
tindakan
yang
bermoral”
(http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html). Berdasarkan pengertian tersebut diketahui bahwa kesadaran moral berkaitan dengan perasaan sehingga dapat dikatakan perasaan moral ini sama halnya kesadaran moral karena berhubungan dengan hati nurani. Menurut Asri Budiningsih (2008: 70) “penilaian kognitif berhubungan dengan perasaan” berarti moral selain didekati dari aspek kognitif juga dapat dikaji dari aspek afektif dan secara terintergrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan. Dengan demikian, dengan pengetahuan moral yang diberikan membuat siswa mempunyai perasaan moral atau kesadaran moral sehingga dapat mengambil pendirian moral secara sadar karena dalam berbuat selalu mengikuti hati nurani sehingga tingkah laku (akhlaknya) baik. Untuk meningkatkan moral pada setiap anak diperlukan adanya pendidikan moral khususnya peserta didik memiliki pengetahuan tentang moral, dimana pengetahuan moral tersebut didapatkan dalam pembelajaran PKn yang diajarkan pada anak di sekolah. Hal ini sepadan dengan pendapat yang diungkapkan
Suriakusumah
dalam
Dasim
Budimansyah
(2007)
bahwa
“pendidikan kewarganegaraan membahas masalah moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi”. (http://pustaka.ut.ac.id).
Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno (2008: 75) bahwa “PKn persekolahan sekarang ini masih mungkin di dalamnya mengemban fungsi commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai pendidikan nilai moral meskipun tidak secara eksplisit ada dalam standar isi pendidikan kewarganegaraan persekolahan”. Namun, melihat fungsi PKn sebagai pendidikan nilai moral yang dapat disarikan dari pernyataan bahwa PKn berfungsi sebagai pembentukan karakter warganegara, yaitu berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden (1986: 156) bahwa ”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti diketahui bahwa nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas manusia yaitu sikap dan perbuatan yang baik. Dengan demikian, untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma. Dalam pembelajaran PKn ruang lingkup norma yang terdapat di jenjang SMP/MTS terdapat pada kelas VII semester 1. Diharapkan dengan pengetahuan tentang moral yang diberikan dalam pembelajaran PKn khususnya setelah siswa menguasai SK menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan meningkatkan kesadaran moral siswa yang nantinya akan dapat membina sikap dan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari. Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan hubungan pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut : commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Peran guru, orang tua, dan lingkungan sebagai unsur terkait untuk menumbuhkan moral anak belum maksimal 2. Merosotnya tingkah laku moral pada diri siswa yang mengarah pada pelanggaran nilai moral 3. Rendahnya pengetahuan tentang moral siswa 4. Tingkat kesadaran moral siswa rendah 5. Rendahnya tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan kurangnya pengetahuan moral siswa
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian ini lebih efektif dan terarah. Dalam hal ini penulis menentukan permasalahan yang difokuskan pada rendahnya tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan kurangnya pengetahuan moral pada diri siswa.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu ”adakah hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010”.
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah serta perumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang moral khususnya untuk meningkatkan kesadaran moral pada diri siswa. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa Memberikan masukan siswa untuk meningkatkan pengetahuannya tentang moral agar kesadaran moral siswa tinggi. b. Bagi Sekolah Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk selalu memberikan dukungan yang baik kepada seluruh siswa-siswinya agar mereka tetap berperilaku dan bersikap baik serta sadar akan moral. c. Bagi Guru Memberi masukan bagi guru untuk berperan serta menumbuh kembangkan kesadaran moral siswa melalui pengetahuan moral yang diberikan.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Moral
a. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata “mos” atau “mores” (jamak) dari bahasa Latin yang berarti adat istiadat, kebiasaan atau tingkah laku. Dalam bahasa Yunani moral dikenal dikenal dengan kata “ethos” yang selanjutnya menurunkan istilah etika. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan istilah “akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku baku dalam hidup. Oleh Magnis Suseno dalam Asri Budiningsih (2008: 24) dikatakan bahwa ”kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia”. Menurut Kaelan (2004: 93) moral adalah “suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik”. Selanjutnya Sjarkawi (2006: 28) mengatakan ”moral diartikan sebagai sarana untuk mengukur benartidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia”. Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi (2009: 50) mengatakan ”moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan atau kelakuan”. Dapat dilihat bahwa moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral, bilamana commit to user
10
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat. Dengan demikian moral adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatanperbuatan yang baik dan benar. Perlu diingat baik dan benar menurut seseorang, tidak pasti baik dan benar menurut orang lian. Karena itulah diperlukan adanya prinsip-prinsip kesusilaan atau moral yang dapat berlaku umum, yang telah diakui kebenarannya dan kebaikan oleh semua orang. Jadi jelas, moral dipakai untuk memberikan penilaian atau predikat tingkah laku seseorang. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral adalah kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik dalam hidup atau dengan kata lain perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik dan buruk. Moral pada dasarnya tumbuh dan berkembang dalam pergaulan dengan sesama manusia dan masyarakat, akhirnya terbentukkan moral dengan melalui tahap-tahap perkembangan.
b. Tahap Perkembangan Moral Menurut L. Kohlberg
dalam
K.
Bertens
(2007:
80-84)
mengemukakan enam tahap perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama lain
dalam
tiga
tingkat
(levels)
berturut-turut
yakni
”tingkat
prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pascakonvensional”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Tingkat Prakonvensional Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan yang baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu sematamata dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar. Motivasi untuk penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau konsekuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
hukuman atau ganjaran. Pada tingkat konvensional ini dapat dibedakan dua tahap, yaitu: Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan. The Punishment and obidience orientation yaitu patuh karena tata hukuman. Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret (orang tua, guru) dan atas hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak patuh. Tahap 2: Orientasi relativis instrumental. The Instrumental Relatives Orientation yaitu patuh sekedar memuaskan orang lain atau alasan pragmatis-pragmatis saja. Perbuatan adalah baik, jika instrumen atau alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan kadangkadang juga kebutuhan orang lain. Anak mulai menyadari kepentingan orang lain juga, tapi hubungan antara manusia dianggapnya seperti hubungan orang di pasar: tukar-menukar. 2). Tingkat Konvensional Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa biasanya (tapi tidak selalu) anak mulai beralih ke tingkat ini antara umur sepuluh dan tiga belas tahun. Di sini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar normanorma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Tingkat ini oleh Kohlberg disebut ”konvensional”, karena di sini anak mulai menyesuaikan (bahasa Latin: convenire) penilaian dan perilakunya dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok sosialnya. Singkatnya anak mengidentifikasikan diri dengan kelompok sosialnya beserta norma-normanya. Tingkat ke dua ini juga mencakup dua tahap: Tahap 3: penyesusaian dengan kelompok atau orientasi menjadi ”anak manis”. Interpersonal Concordance. Anak cenderung mengarahkan diri pada keinginan serta harapan dari para anggota keluarga atau kelompok lain (sekolah di sini tentu penting). Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan dan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka. commit to user Anak mengambil sikap: saya adalah ”anak manis” (good boy-nice girl),
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
artinya, ia adalah sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan sebagainya ia ingin bertingkah laku secara ”wajar”, artinya, menurut norma-norma
yang
berlaku.
Jika
ia
melanggar
norma-norma
kelompoknya, ia merasa malu dan berasalah. Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban Law and Order Orientation. Paham “kelompok” dengan mana anak harus menyesuaikan diri di sini diperluas: dari kelompok akrab (artinya, orang-orang yang dikenal oleh anak secara pribadi) ke kelompok yang lebih abstrak, seperti suku bangsa dan agama. Tekanan diberikan pada aturan-aturan tetap, otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu sendiri.
Orang
yang
melakukan
aturan-aturan
tradisional
atau
menyimpang dari ketertiban sosial jelas bersalah. 3). Tingkat Pascakonvensional Oleh Kohlberg tahap ini disebut juga ” tingkat otonom” atau ”tingkat berprinsip” (principled level). Pada tingkat ketiga ini hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang ditentukan dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tapi harus dinilai atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi. Tingkat ketiga ini pun mempunyai dua tahap: Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis. Social Contract legalistik orientation. Di sini disadari relativisme nilainilai dan pendapat-pendapat pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsensus. Dismping apa yang disetujui secara demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat pribadi. Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi kegunaan sosial (berbeda dengan pandangan suku tentang law and order commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam tahap 4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian adalah unsur pengikat bagi kewajiban. Tahap 6: Orientasi prinsip etika yang universal. Universal ethical principle oreintation. Di sini orang mengatur tingkah laku dan penilain moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal. Pada dasarnya prinsi-prinsip ini menyangkut keadilan, kesedian membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat untuk martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsiprinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang mendalam (remorse). Ia mengutuk dirinya, karena tidak mengikuti keyakinan moralnya sendiri. Menurut Kohlberg, penelitiannya telah menunjukkan bahwa hanya sedikit orang yang mencapai tahap keanam ini. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan berbagai motif. Menurut Asri Budiningsih (2008: 32) dari enam tahap tersebut secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan atau motif yang diberikan bagi kepatuhan terhadap peraturan atau perbuatan moral sebagai berikut: a) Tahap I hukuman b) Tahap II
:patuh
pada
aturan
untuk
menghindarkan
:menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan ganjaran, kebaikannya dibalas dan seterusnya c) Tahap III :menyesuaikan diri untuk menghindarkan ketidaksetujuan, ketidaksenangan orang lain d) Tahap IV :menyesuaikan diri untuk menghindarkan penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatnya e) Tahap V :menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat f) Tahap VI :menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas diri sendiri
Dari penjelasan di atas dapat diketahui alasan-alasan patuh commitmoral to user terhadap peraturan atau perbuatan yang terbagi dalam enam tahap,
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seseorang patuh terhadap peraturan jika peraturan tersebut mempunyai nilai dalam kehidupannya.
c. Nilai Moral
Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat ”nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika (baikburuk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) seta menjadi acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”. Nilai atau ”value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2009: 67). Menurut Winarno (2006: 5) “nilai merupakan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia”. Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa “nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia” (Hamid Darmadi, 2009: 67). Jadi nilai itu pada hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. “Sesuatu yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sessuatu itu” (Kaelan, 2004: 87). Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolongkan nilai-nilai tersebut dan penggolongan nilai tersebut amat beranekaragam, tergantung dalam sundut pandang dalam rangka penggolongan tersebut. Menurut Notonegoro dalam Hamid Darmadi (2009: 68) membagi nilai menjadi tiga macam:
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia. 2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. 3) nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam yaitu: a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio,budi, cipta) manusia. b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur perasaan (estethis, gevoel, rasa) manusia. c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur kehendak (wii, wollen, karsa) manusia d) Nilai religius; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Setelah mengetahui pengertian nilai selanjutnya mengenai pengertian moral, menurut Hamid Darmadi (2009: 50) moral adalah ”ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan”. Moral juga merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi antara individu-individu dalam pergaulan. Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan lainnya, nilai dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut Banu Supatono (2007: 16) ”nilai moral adalah penilaian tentang tindakan manusia sebagai manusia tentang yang baik dan buruk dimana nilai moral tersebut telah diyakini oleh anggota dalam masyarakat”. Hal senada diungkapkan oleh Sjarkawi (2006: 29) bahwa ”nilai moral adalah segala nilai yang berhubungan dengan konsep baik dan buruk”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan nilai moral adalah suatu nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan buruk. Sehingga terdapat ciri-ciri terkait dengan nilai moral.
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut K. Bertens (2007: 143-147) mengemukakan ”ciri-ciri nilai moral
yaitu berkaitan dengan tanggung jawab kita, hati nurani,
mewajibkan, dan bersifat formal”. Adapun penjelasannya sebagai berikut: (1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita Nilai moral ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab, dengan nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang dianggap bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. (2) Berkaitan dengan Hati Nurani Salah satu ciri khas nilai moral berkaitan dengan hati nurani yaitu bahwa nilai ini menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral. (3) Mewajibkan Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga nilai moral ini harus diakui dan harus direalisasikan. Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh terhadap nilai-nilai ini. (4) Bersifat Formal Nilai moral bersifat formal artinya bahwa kita merealisasikan nilai-nilai moral tersebut dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu tingkah laku moral. Tidak ada nilai-nilai moral yang ”murni”, terlepas dari nilai-nilai lain. Jadi, dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan yang menjadi ciri khas dalam menandai nilai moral adalah tindakan manusia yang dilakukan secara sengaja, secara mau dan tahu dan tindakan itu secara langsung berkenaan dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat manusia. Dengan demikian perlu ditanamkan nilai moral supaya manusia mempunyai moral yang baik. Menurut Lickona dalam buku Educating for character dalam Paul commit user Suparno, dkk. yang dikutip oleh Asrito Budiningsih (2008:6) “menekankan
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu pengertian atau pemahaman moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), tindakan moral (moral action)”. Adapun penjelasan dari ketiga unsur di atas adalah: (a) Pengertian atau pemahaman moral Pengertian atau pemahaman moral menurut Asri Budiningsih (2008: 6) adalah “kesadaran rasionalitas moral atau alasan mengapa seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan berdasarkan
nilai-nilai
moral”.
Selanjutnya
pengetahuan
atau
pemahaman moral ini merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik. Penalaran moral sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing) artinya “penalaran moral pada intinya bersifat rasional, suatu keputusan moral bukanlah soal perasaan, melainkan selalu mengandung tafsiran kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan keterlibatan individu, atau kelompok terhadap hal-hal yang lain” (Asri Budiningsih, 2008: 27). (b) Perasaan moral Menurut Asri Budiningsih (2008: 7) bahwa Perasaan moral, lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik. Oleh
sebab
itu
perasaan
moral
perlu
diajarkan
dan
dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani dan sikap empati. (c) Tindakan moral Asri Budiningsih (2008: 7) mengatakan bahwa “Tindakan moral yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan perasaan moral ke dalam perilaku-perilaku nyata”. Dengan semikian tindakan-tindakan moral ini perlu difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan seharito userkondusif untuk memunculkan hari. Maka lingkungan commit sosial yang
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tindakan-tindakan moral ini sangat diperlukan dalam pembelajaran moral. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan mencintai kebaikan ( desiring and loving the good) dan melakukan kebaikan (acting the good). Dari ketiga unsur nilai moral di atas, dalam penelitian ini peneliti menekankan pada unsur pengetahuan moral (moral knowing) dan perasaan moral (moral action). Perasaan moral dalam penelitian ini yaitu kesadaran moral, di sini antara perasaan moral
dan kesadaran moral mempunyai
makna yang sama dimana keduanya sama-sama berhubungan dengan hati nurani dan mencerminkan sikap yang baik dan benar, dimana dalam mengambil tindakan perlu diperhitungkan oleh akal budi dan perasaan. Sebagai sikap, jelas budi pekerti atau moral berisikan suatu pandangan dari dalam orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti atau moral harus berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap menjadi dasar bertindak, dan tindakan menjadi ungkapan sikap tersebut. Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 29) bahwa sikap mengandung lima jangkauan, antara lain (1) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan; (2) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri; (3) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga; (4) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia; (5) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekita. Karena kesadaran termasuk pada domain afektif yaitu berhubungan dengan sikap sehingga dalam penelitian ini, berdasarkan lima jangkauan sikap dan perilaku menurut Paul suparno, maka yang dikaji adalah suatu pandangan dari dalam orang itu yaitu sikap. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1). Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
Sebagai makhluk, kita wajib menghormati Sang Pencipta dalam hidup yang rial. Hal itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik kepada semua manusia, semua makhluk ciptaan, termasuk pada diri sendiri. Pendidikan religiositas ini perlu real bukan hanya ditekankan pada pengertian kognitif tapi harus sampai pada tindakan nyata. 2). Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri Sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut: a) Sikap jujur dan terbuka b) Sikap pengembangan sebagai pribadi manusia, seperti: disiplin, bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri 3). Sikap dalam hubungannya dengan keluarga Sikap terhadap keluarga dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut: a) Sikap tenggang rasa dan berlaku adil, suka mengabdi, ramah, sopan, dan tepat janji. b) Penghormatan dalam hidup berkeluarga 4). Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia. Sikap terhadap masyarakat atau sesama manusia dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut: a) Sikap demokratis b) Nilai adat dan aturan sopan santun 5). Sikap dalam hubungannya dengan alam sekitar. Dalam sekolah siswa dibimbing untuk menjaga lingkungan hidup, menggunakan barang secara bertanggung jawab, dan kritis terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat, seperti kesadaran dan kebiasaan untuk menjaga kebersihan lingkungan, melakukan penghijauan, membuang sampah pada tempatnya, tidak menambah polusi udara. Nilai-nilai moral tersebut perlu diwujudkan atau diimplementasikan ke dalam norma supaya nilai tersebut dapat berfungsi praksis bagi manusia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kiadah atau norma atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah, keharusan atau larangan.
d. Norma Moral
Menurut Winarno (2006: 6) ”norma adalah acuan bagi manusia sebagai perwujudan dari nilai tentang bagaimana seyogyanya manusia berperilaku dalam kehidupan”. Selanjutnya Kaelan (2004: 92) mengatakan ”wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma”. Pendapat lain diungkapkan oleh Sjarkawi (2006: 32) bahwa “kaidah atau norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakini kebenarannya”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma merupakan perwujudan dari nilai yang berisi anjuran, perintah, pengaturan, larangan untuk berbuat atau tidak berbuat bagi manusia. Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma bisa berbentuk tertulis atau tidak tertulis yang dapat digolongkan menjadi berbagai macam. Menurut Winarno (2006: 6) mengatakan “norma-norma yang berlaku di masyarakat secara umum digolongkan menjadi 4 macam”. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1) Norma agama yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan. 2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan/kaidah yang bersunber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia. 3) Norma kesopanan dalah peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup antar sesama manusia. 4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat atau memaksa. (Winarno, 2006: 7) Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa norma dapat commit to user berupa norma agama, moral/kesusilaan, kesopanan dan hukum. Sehingga
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semua perilaku moral harus selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ada. Setelah mengetahui pengertian norma selanjutnya membahas pengertian norma moral. Menurut Asri Budiningsih (2008: 24) ”normanorma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang”. Pendapat lain diungkapkan oleh Kaelan (2004: 85) bahwa “norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk”. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan norma moral yaitu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam masyarakat dan itu harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral
a. Pengertian Pengetahuan Moral
Menurut Soerjono Soekanto (2001: 6) ”Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (supertitions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations)”. Keraf (2001: 22) berpendapat ”pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, agasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya”. Pendapat lain mengemukakan ”Pengetahuan adalah informasi atau maklumat
yang
diketahui
atau
disadari
oleh
seseorang”
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan). Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Berdasarkan pengertian pengetahuan dan moral yang telah commit to user disampaikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan moral
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik. Menurut Lickona dalam Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah pengetahuan moral mencakup wawasan nilai moral (knowing moral values).
Nilai tersebut dapat diwujudkan dalam suatu norma,
sehingga pengetahuan nilai moral berkaitan dengan norma. Adapun materi norma menjadi salah satu materi dalam mata pelajaran khususnya Pendidikan Kewarganegaraan. Pengetahuan tentang moral dapat diukur melalui tes. Pengetahuan moral menyangkut segi kognitif dari nilai moral. Artinya segi kognitif perlu disampaikan kepada siswa agar mengerti mengapa suatu nilai perlu dilakukan. Untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral (pengetahuan nilai moral) yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma. Maka Tes yang terkait dapat dilihat dari penguasaan pengetahuan tentang materi pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan oleh guru PKn kepada para siswa yang ditunjukkan dalam pembelajaran PKn kelas VII semester I dengan Standar Kompetensi : ”Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” Selanjutnya Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh para siswa adalah ”Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat”. Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan bernegara. Karakteristik pendidikan kewarganegaraan tahun 2006 atau PKn persekolahan sekarang ini dapat
disimak dari uraian tentang pelajaran
pendidikan kewaraganegaraan sebagaimana tertuang dalam standar isi dari commit to user No. 22 tahun 2006) dinyatakan pendidikan kewarganegaraan (Permendiknas
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Dalam pengajaran, pada umumnya penguasaan siswa dalam aspek kognitif atau pengetahuan dibagi dalam beberapa tingkatan.
b. Tingkatan Pengetahuan
Dalam hubungannnya dengan satuan pelajaran, pengetahuan atau ranah kognitif memegang peranan paling penting. Yang menjadi tujuan pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Aspek kognitif atau tingkatan pengetahuan ini dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom dalam Daryanto (1997: 103) yaitu “pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian”. Masing-masing tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah aspek yang paling besar dalam taksonomi Bloom, seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya dan harus mengerti atau dapat menggunakannya. 2) Pemahaman (comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Penerapan (application) Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dari situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (analysis) Analis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6) Penilaian (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria- kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan tes atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dengan tingkatan tersebut di atas. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, sampai evaluasi. Kemampuan kognitif siswa akan mempengaruhi keberhasilan dalam pemahaman materi
selanjutnya. Siswa yang mempunyai kemampuan
kognitif tinggi biasanya lebih mudah memahami meteri selanjutnya commit to user kognitif yang rendah. dibanding siswa yang mempunyai kemampuan
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk
mengetahui
lebih
jelas
definisi
pengetahuan
moral
selanjutnya dijelaskan definisi konseptual pengetahuan moral.
c. Definisi Konseptual Pengetahuan Moral
Berdasar berbagai pendapat tentang pengetahuan moral di atas, maka dapat dirumuskan pengetahuan moral adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan suatu kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik. Setelah diketahui definisi konseptual pengetahuan moral selanjutnya dijelaskan definisi operasional pengetahuan moral.
d. Definisi Operasional Pengetahuan Moral
Pengetahuan berkenaan dengan kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik. Materi norma yang terdapat dalam pelajaran Pkn yaitu menguasai Kompetensi Dasar Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Selanjutnya indikator mendiskripsikan norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat yaitu: 1) Menjelaskan hakikat norma 2) Menjelaskan pentingnya norma dalam kehidupan bermasyarakat 3) menguraikan macam-macam norma serta sanksinya 4) Mengidentifikasi perbuatan yang sesuai dengan norma di lingkungan sekolah dan masyarakat
3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral
a. Pengertian Kesadaran
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 267) “ sadar
berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti”. Sedangkan dalam Kamus InggrisIndonesia menurut John. M. Echols & Hassan Shadily (1997: 48) “aware yang berarti tahu, insaf”. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut A.W. Widjaja (1997:14) kesadaran adalah “Sikap atau perilaku mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan ketentuan perundangan yang ada”. Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa Latin dan bahasabahasa yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama dengan, turut). Dengan
demikian
conscientia
sebenarnya
berarti
“turut
mengetahui” (K. Bertens. 2007: 53). Kata conscientia yang sama dalam bahasa Latin (bahasa-bahasa yang disempurnakan dengannya) digunakan untuk menunjukkan “hati nurani”. Hati nurani merupakan semacam “sanksi” tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Kenyataan itu di ungkapkan dengan baik melalui kata latin conscientia. Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) hati nurani (kata hati, suara hati, dan suara batin) adalah ”kesadaran untuk mengendalikan atau mengarahkan perilaku seseorang dalam hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan yang buruk”. Dengan “hati nurani” kita maksudkan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan intergritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran. Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan kesadaran adalah sikap atau perilaku mengerti akan tentang kewajiban yang harus dilakukan. Untuk mengetahui definisi tentang kesadaran moral secara utuh maka setelah dipaparkan tentang pengertian kesadaran dan moral seperti di atas selanjutnya akan diuraikan tentang pengertian kesadaran moral.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pengertian Kasadaran Moral
Berdasarkan
pengertian
kesadaran
dan
moral
yang
telah
disampaikan di atas maka di sini akan di bahas mengenai kesadaran moral. Winarno (2006: 9) berpendapat ”kesadaran moral adalah kesadaran dalam diri manusia bahwa perbuatannya didasarkan atas rasa wajib, sukarela, tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Selanjutnya Driyarkaya dalam Zaim Elmubarok (2009: 13) “Mengindikasikan bahwa kesadaran moral mengarahkan anak untuk mampu membuat pertimbangan secara matang atas perilakunya dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di masyatrakat” Menurut Winarno (2006: 11) bahwa ”konsisensi bekerja dalam kesadaran manusia”. Dalam bekerja konsiensi berfungsi sebagai berikut: 1)
Indeks atau Petunjuk Konsiensi memberi petunjuk kepada manusia mana perbuatan baik atau buruk secara moral, sebelum perbuatan itu dilakukan.
2)
Viundeks atau Penilai Konsiensi memberi penilaian moral terhadap perbuatan yang tengah dilakukan. Konsiensi ini akan menilai perbuatan itu baik atau buruk.
3)
Vindeks atau Pemberi Sanksi Konsiensi memberi sanksi berdasar penilaiannya setelah perbuatan itu dilakukan. Konsiensi memberi sanksi yang negative terhadap perbuatan buruk dan memberi sanksi positif terhadap perbuatan baik. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pribadi yang terdidik secara
moral adalah pribadi yang memiliki perasaan yang “sehat”, baik terhadap dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut Winarno (2006: 9) “Perbuatan manusia dinilai secara moral bilamana perbuatan itu didasarkan pada kesadaran moral”. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral itu ada dan terjadi dalam tiap hati sanubari manusia, siapapun, kapanpun dan dimanapun juga. Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa commit to user kesadaran moral adalah sikap yang berkaitan dengan perasaan dan
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
kebebasan untuk mampu membuat pertimbangan moral tanpa paksaan dari luar. Dalam kesadaran moral tumbuh fenomena-fenomena sehingga kesadaran tersebut akan tampak dalam perbuatannya.
c. Fenomena Kesadaran Moral
Menurut Winarno (2006: 10) “fenomena kesadaran moral adalah apa saja yang tampak dan kelihatan dalam kesadaran moral. Dalam fenomena kesadaran moral terdapat unsur-unsur, struktur dan aspek dari kesadaran moral”. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Unsur-unsur Pokok dalam Kesadaran Moral Adapun unsur-unsur kesadaran moral, antara lain: a) Adanya rasa wajib yang tidak dapat ditawar b) Kewajiban itu berlaku objektif, bukan subjektif berasal dari diri sendiri c) Kewajiban itu logis, atau masuk akal (rasional) d) Kesadaran bahwa kewajiban itu berlaku bagi dirinya e) Disadari bahwa kewajiban itu disetujui pula oleh orang lain f) Kesadaran bahwa pelaksanaan kewajiban itu bergantung pada diri g) Putusan atas kewajiban merupakan tanggung jawabnya h) Penilaian baik-buruk tergantung pada ketaatan pada kewajiban 2) Struktur Kesadaran Moral a) Kewajiban bersifat mutlak b) Kewajiban itu bersifat umum dan objektif c) Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui d) Putusan melaksanakan kewajiban bergantung pada diri e) Putusan itu menentukan nilai pribadi 3) Aspek Kesadaran Moral a) Kewajiban moral bersifat mutlak commit to user b) Kewajiban moral bersifat rasional
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Kewajiban moral menuntut tanggung jawab subjektif Berdasarkan penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa
fenomena kesadaran moral menggambarkan apa yang terlihat dari kesadaran moral seseorang yang dapat dilihat dari unsur-unsur, struktur dan aspek dari kesadaran moral. Untuk mengetahui lebih jelas definisi kesadaran moral selanjutnya dijelaskan definisi konseptual kesadaran moral.
d. Definisi Konseptual Kesadaran Moral
Berdasar berbagai pendapat tentang kesadaran moral di atas maka dapat dirumuskan konsep kesadaran moral adalah sikap yang berkaitan dengan perasaan dan kebebasan untuk mampu membuat pertimbangan moral tanpa paksaan dari luar. Setelah diketahui definisi konseptual kesadaran moral selanjutnya dijelaskan definisi operasional kesadaran moral.
e. Definisi Operasional Kesadaran Moral
Atas dasar konsep tersebut maka dapat dirumuskan definisi operasional kesadaran moral yaitu sikap yang meliputi: 1. Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan 2. Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri 3. Sikap dalam hubungannya dengan keluarga 4. Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia 5. Sikap dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan
4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan
dengan Pendidikan Nilai Moral
a.
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu to user jenjang pendidikan baik itu commit SD, SMP maupun di SMA serta perguruan
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan bernegara. Menurut
Syahrial
Syarbaini
dkk
(2006:4),
mendefinisikan
pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut: Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural, dan kajian ilmu kewarganegaraan. Pendapat lain diungkapkan oleh Sumarsono S. (2002: 3) bahwa ”Pendidikan Kewarganegaraan adalah dimaksudkan agar warga negara memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila”. Semua itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya NKRI. H.A Kosasih Djahiri (2008) mengemukakan bahwa PKN atau Civic Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik–prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudyakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/ yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan. (http://gurupkn.wordpress.com/2008/05/13/esensi-pendidikan-nilaimoral-dan-pkn-di-era-globalisme/). Sedangkan Suriakusumah dalam Dasim Dudimansyah (2007) dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibagi 2, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah hak dan kewajiban. Sedangkan dalam arti luas, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah: moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi (http://pustaka.ut.ac.id). Maka dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan pendidikan kewarganegaraan adalah suatu pendidikan yang bertujuan untuk commit to user mendidik generasi muda agar menjadi warga negara yang memiliki rasa
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
kebangsaan dan cinta tanah air, serta bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945. Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia menurut Winataputra (2007) terbagi dalam lima status yaitu: 1) Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah 2) Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi 3) Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru 4) Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Penataran P4) 5) Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Dalam statusnya yang pertama bisa disebut sebagai PKn persekolahan. Dalam persekolahan di negara kita, Pendidikan kewarganegaraan mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan tuntutan zaman dan pergantian rezim. Sejarah perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dimulai dengan mata pelajaran kewarganegaraan (1957), Civics (1961), Pendidikan Kewargaan Negara (1968), Pendidikan Moral Pancasila / PMP (1975 dan 1984), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan/PPKn (1994), Pelajaran Kewarganegaraan (2004) dan terakhir adalah keluarnya standar isi dan kompetensi mata pelajaran pada tahun 2006, Pelajaran Kewarganegaraan berganti nama menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. (Winarno, 2006: 21) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai tujuan dan fungsi , visi dan misi, serta ruang lingkup Sesuai dengan rumusan tentang tujuan fungsi, visi misi, dan ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu mata pelajaran yang wajib diajar di setiap jalur pendidikan, maka aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan setidaknya menyangkut tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau watak. Menurut Branson dalam Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi commit to user (2008: 55-61) ”Berdasarkan kompetensi yang perlu dikembangkan, terdapat
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn yaitu Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge), Kecakapan Kewarganegaraan (civic skill), Watak Kewarganegaraan (civic dispsition)”. Pendapat lain diungkapkan oleh Dasim Budimansyah (2007) bahwa Kompetensi penguasaan bahan ajar dalam PKn mencakup 3 aspek, yaitu “memahami Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), memahami Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills), dan memahami Etika Kewarganegaraan (Civic Ethic). Pada aspek kompetensi tentang pemahaman Pengetahuan
Kewarganegaraan
(Civic
Knowledge)
khusus
pada
subkompetensi pemahaman nilai, norma, dan moral”. Kompetensi yang pertama yaitu Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge). Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 55) mengatakan ”Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaran) berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara”. Pendapat lain diungkapkan oleh Sri Wuryan dan Syaifullah (2008:78) ”Pengetahuan kewarganegaraan berkenaan dengan substansi atau informasi yang harus diketahui oleh warga negara, seperti pengetahuan tentang system politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan kewaraganegaraan (Civic Knowledge) berkaitan dengan pengetahuan yang harus dikuasai warga negara seperti tentang system politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya”. Kompetensi yang kedua yaitu Kecakapan Kewarganegaraan (civic skill). Menurut Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 58) ”Civic skill (kecakapan kewarganegaraan) mencakup kecakapan intelektual atau kecakapan berpartisipasi”. Pendapat lain diungkapkan pleh Sri Wuryan dan Syaifullah (2008: 78) ” keterampilan kewarganegaraan berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan intelektual, sosial, dan psikomotorik”. Dari commit to user pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecakapan-kecakapan intelektual
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penting untuk terbentuknya warga negara yang berperpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab. Selanjutnya kompetensi yang ketiga yaitu Watak Kewarganegaraan (civic dispsition). Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 61) mengatakan ”Civic disposition (watak kewarganegaraan) mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional” (Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi, 2008: 61). Selanjutnya menurut Sapriya dalam Sri Wuryan dan Syaifullah (2008: 78) dijelaskan karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Sedangkan karakter publik seperti kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa watak kewarganegaraan mengisyaratkan pembentukan pada karakter bagi warga nergara. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, setelah itu memiliki keterampilan yaitu ketrampilan intelektual dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan membentuk suatu karakter atau watak yang mapan yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari.
Dari aspek-aspek kompetensi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai tujuan dan fungsi , visi dan misi, serta ruang lingkup. Penjelasannya adalah sebagai berikut: a)
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam hal : (1) Berpikir secara kritis, rasional, menanggapi isucommit kewarganegaraan. to user
dan
kreatif
dalam
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Departemen Pendidikan Nasional, 2006) Tujuan PKn menurut Eric (1996) yang dikutip dalam Journal International
of
Definition
Civic
Education
as
Subject
dari
http//www.Geogle.com. bahwa, ” The first objective of civic education is to teach thoroughly the meaning of the most basic idea, so that students will know what a constitutional democracy is and what it is not .” Artinya bahwa tujuan pertama pendidikan kewarganegaraan adalah teliti di dalam mengajar sehingga siswa akan mengetahui apa yang termasuk konstitutional dan demokrasi ataupun dengan yang tidak konstitutional dan tidak demokrasi sehingga siswa diharapkan dapat membedakan diantara keduanya. Sementara itu, menurut Dasim Budimansyah (2007) mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945” (http://pustaka.ut.ac.id/). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolahan yang bertujuan dan berfungsi membentuk diri peserata didik cerdas, terampil dan berkarakter, berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta bertindak sesuai denagn amanat pnacsila dan UUD 1945. b)
Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan Mata pelajaran PKn memiliki visi, yaitu terwujudnya suatu mata commit to user pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara". Sedangkan misi mata pelajaran PKn, yaitu "membentuk warga negara yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan UUD 1945. (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007). Menurut Dasim Budimansyah (2007), menyebutkan misi mata pelajaran PKn, yaitu "membentuk warga negara yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukum, dan kesadaran moral" (http://pustaka.ut.ac.id/). Dari
pendapat di atas jelas bahwa visi misi Pendidikan
Kewarganegaraan yaitu sebagai sarana pembinaan watak bangsa serta untuk meweujudkan warga negara yang baik yakni warga neagara sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. c)
Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SDSMP-SMA-SMK meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) persatuan dan kesatuan bangsa; (2) norma, hukum dan peraturan; (3) HAM; (4) kebutuhan warga negara; (5) konstitusi negara; (6) kekuasaan dan politik; (7) pancasila; (8) globalisasi. (Departemen Pendidikan Nasional, 2006 ) Pendapat senada diungkapkan Dasim Budimansyah (2007) bahwa: Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada bidang kajian dan aspek-aspeknya sebagai berikut persatuan bangsa; nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum); hak asasi manusia; kebutuhan hidup; kekuasaan dan politik; masyarakat demokratis; Pancasila dan konstitusi negara dan globalisasi. (http://pustaka.ut.ac.id/). Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat perlu untuk diajarkan disetiap sekolah,commit mulai dari sekolah dasar sampai pada sekolah to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
menengah karena melalui Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik dapat belajar untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas dan berkarakter.
b. Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Nilai Moral
Menurut Winarno (2008: 78) ”dalam klasifikasi filsafat, nilai moral (nilai kebaikan) adalah yang menjadi fokus dan bahan bagi pelajaran PKn”. Pendapat lain diungkapkan Dasim Budimansyah (2007) mengatakan ”pentingnya mata pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka membina sikap dan perilaku siswa sesuai dengan nilai moral Pancasila dan UUD 1945 serta menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar baik yang berkaitan dengan masalah ideologi maupun budaya”. Selanjutnya, Winarno (2008: 79) mengatakan ”...bahwa PKn adalah pendidikan nilai moral yang masih berkaitan dengan rujukan Pancasila dasar negara dan bahwa PKn merupakan pendidikan dasar berskala nasional yang berbasis nilai lokal”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral atau budi pekerti perlu diajarkan di sekolah. Hal ini karena sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang bertanggung jawab terhadap kedewasaan peserta didik. Menurut pendapat Winarno (2006: 19) dalam modus pemberian pendidikan budi pekerti, para pakar berbeda pendapat. Pendapat pertama, bahwa pendidikan budi pekerti diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan budi pekerti diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran civics/PPKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pemndapat ketiga, pendidikan budi pekerti terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Pendapat lain diungkapkan Sjarkawi (2009:114) bahwa “Pendidikan moral terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran di sekolah, terutama dalam mata pelajaran Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, IPS, dan Bahasa Indonesia”. Artinya pendidikan moral tidak hanya diajarkan melalui satu commit to userdalam berbagai mata pelajaran mata pelajaran saja, melainkan terintegrasi
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ada. Salah satu mata pelajaran yang menanamkan pendidikan moral yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegraan yang diajarkan di sekolah merupakan bagian dari suatu usaha pembentukan kepribadian yang baik dan peningkatan pertimbangan moral peserta didik. Dari
pendapat
di
atas
menunjukkan
bahwa
Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang paling menonjol adalah sebagai pendidikan nilai dan pendidikan moral. Oleh karena itu secara singkat PKn dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung misi pendidikan nilai dan moral. Alasannya antara lain sebagai berikut; a) Materi PPKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 45 beserta dinamika perwujudan dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia. b). Sasaran belajar akhir PKn adalah perwujudan nilainilai tersebut dalam perilaku nyata kehidupan sehari-hari. c). Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosional, intelektual, dan sosial dari peserta didik dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami (bersifat kognitif) tetapi dihayati (bersifat afektif) dan dilaksanakan (bersifat perilaku) (Anonim:2007).
5.
Hubungan Pengetahuan Moral dengan Kesadaran Moral
Pendidikan bertujuan untuk mendidik dan mencetak generasi muda menjadi manusia seutuhnya yakni manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab sehingga mampu menghadapi segala tantangan yang ada. Kegiatan pendidikan ini dianggap sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk mendidik generasi muda. Gagalnya output pendidikan saat ini ditandai oleh banyaknya masalah-masalah sosial seperti kejahatan-kejahatan moral, pelanggaran kesusilaan, kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, kejahatan narkoba dan sebagainya. Fenomena ini telah memunculkan krisis moral. Kualitas moral dan akhlak peserta didik dan generasi muda amat memprihatinkan. Maka dalam hal ini PKn menjadi perwujudan pendidikan nilai moral sebagai antisipasi terjadinya krisis commit to moral user dan berperan dalam rangka
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembinaan generasi baru, karena dapat dilihat bahwa PKn berperan sebagai salah satu wahana pendidikan moral. Untuk
merespon
fenomena
tersebut
pada
diri
peserta
didik
membutuhkan pengetahuan tentang moral yang cukup. Pengetahuan tersebut didapatkan dari berbagai hal diantaranya yang utama dalam pembelajaran PKn di persekolahan. Sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya tumbuh kesadaran dalam diri siwa yaitu kesadaran untuk berbuat baik atau dengan kata lain kesadaran moral setelah mengetahui berbagai pengetahuan tentang moral sehingga dalam bertindak sesuai dengna norma-norma yang berlaku dan tidak menimbulkan kejahatan-kejahatan seperti disebutkan di atas. Memang diakui, bahwa situasi-situasi moral banyak ditentukan secara kognitif oleh pertimbangan pribadi. Namun perlu diketahui bahwa tingkat empati seseorang akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan moralnya. Menurut Asri Budiningsih (2008: 71) bahwa ”moral selain dapat didekati dari segi kognitif (penalaran moral) juga dapat dapat didekati dari segi afektif (perasaan moral). Secara terintegrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan moral”. Menurut konsep Driyarkara dalam Zaim Elmubarok (2009: 13) “perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan afektif dalam proses pendidikan”. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya tidak cukup hanya dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak melalui dengan segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi dengan pengembangan perilaku dan sikap. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya moral selain dapat dikaji secara kognitif yaitu mengenai pengetahuan tentang moral juga menyangkut sikap seseorang dalam hal ini bahwa nilai, moral, etika berhubungan langsung dengan sikap seseorang. Dengan demikian, semakin peserta didik memiliki pengetahuan khususnya pengetahuan tentang moral maka semakin tinggi tingkat kesadaran moral siswa yang nantinya dalam bertindak sesuai dengan kaidah atau norma-norma dalam commit to user kehidupan sehari-hari.
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Teori Konstruktivisme
Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, piaget mengemukakan bahwa “pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungan. Artinya, pengetahuan merupakan suatu proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru” (Suparno dalam Wiji Suwarno, 2006: 58). Teori konstruktivisme oleh Pieget, dalam teori konstruktivisme itu sendiri juga menjelaskan bahwa ”pengetahuan seseorang adalah bentukan (konstruksi) orang itu sendiri. Pengetahuan akan sesuatu benda, bukanlah tiruan benda itu, melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda tersebut” (Paul Suparno, 2001: 122). Proses pembentukan pengetahuan terjadi apabila seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan, rangsangan, dan persoalan. Pembentukan pengetahuan itu pertama-tama ditentukan oleh kegiatan atau keaktifan orang itu sendiri dalam berhadapan dengan persoalan, bahan, atau lingkungan baru. Orang itu sendirilah yang membentuk pengetahuannya. Namun, ini tidak berarti bahwa orang lain atau lingkungan sosial lain tidak mempunyai peranan. Orangorang atau lingkungan sosial mempunyai pengaruh dalam pembentukan pengetahuan tersebut sebagai yang memacu, mengkritik, dan menantang sehingga proses pembentukan pengetahuan lebih lancar. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan mengarahkan dan membimbing tingkah laku anak. Dalam penelitian ini, anak memperoleh pengetahuan khususnya pengetahuan tentang moral dimana orang lain atau lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan untuk menjadikan sikap commitnorma-norma to user dan tingkah laku anak sesuai dengan yang berlaku, sehingga
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat dikatakan tingkat kesadaran moral siswa tinggi. Dengan demikian bahwa pengetahuan tentang moral yang dimiliki peserta didik mempunyai hubungan dengan kesadaran moral siswa.
7. Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya suatu penelitian ini tidak beranjak dari nol murni, aka tetapi umumnya telah ada penelitian yang sejenis. Oleh karena itu dirasa perlu mengetahui penelitian yang terdahulu. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang relevan untuk penelitian ini adalah: 1. Penelitian Nina Herlina (2007) dengan judul ”Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Kesadaran Moral Siswa terhadap Kompetensi Dasar Kemampuan Menganalisis dan Menerapkan Nilai dan
Norma (Agama, Kesusilaan,
Kesopanan, dan Hukum) Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas X SMA N 3 Surakarta Tahun Ajaran 2006/ 2007” dengan hasil bahwa (1) ada pengaruh signifikan perhatian orang tua terhadap kompetensi dasar kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO>Ft =5,0207>3,89 pada taraf signifikan 5%, (2) ada pengaruh signifikan kesadaran moral siswa terhadap kompetensi dasar kemampuan menganalisis dan menerapkan nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO>Ft =10,9958>3,89 pada taraf signifikan 5%, (3) tidak ada interaksi antara perhatian orang tuan dan kesadaran moral siswa terhadap kompetensi dasar kemampuan
menganalisis dan menerapkan nilai dan norma (agama,
kesusilaan, kesopanan, dan hukum) dengan bukti FO
r 0,8055>0,312 hitung
tabel =
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan uji keberartian menujukkan thitung > ttabel
=
8,379>1,68 pada taraf
signifikansi 5%. Berdasarkan penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa melalui pendidikan anak memperoleh pengetahuan sehingga terbentuk sikap dan perilaku, sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa dengan pengetahuan moral yang dimiliki siswa mempunyai hubungan dengan kesadaran moral siswa.
B. Kerangka Berpikir Kerangka berfikir merupakan acuan dalam melakukan suatu penelitian atau alur yang didasarkan pada masalah yang digambarkan secara menyeluruh dan digunakan dalam penelitian, kerangka pemikiran dapat dijelaskan sebagai berikut: Tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan manusia bermoral baik dan manusiawi. Pendidikan moral ini sangat diperlukan karena pendidikan ini dilaksanakan untuk membentuk watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin pada sikap dan perilaku baik. Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal, maka terkait penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam pendidikan ini harus dilaksakan secara terintegarasi, dimana moral merupakan suatu perbuatan yang baik yang patuh pada aturan-aturan (norma), dan norma tersebut menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pendidikan moral ini
dianggap sebagai cara yang efektif untuk
mendidik dan mengarahkan generasi muda agar memiliki moral yang baik. Dengan pengetahuan moral yang dimiliki siswa maka siswa akan memiliki pula moral yang baik dan ia akan berperilaku sesuai dengan kesadarannya untuk menaati nilai dan norma yang ada dengan kata lain kesadaran moral yang dimiliki siswa tinggi. Dengan demikian, seseorang yang memiliki pengetahuan commit to user khususnya pengetahuan moral akan menumbuhkan motivasi untuk melakukan
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbuatan sesuai dengan kesadaran yang dimilikinya yaitu bersikap bermoral atau berkesadaran moral. Hal ini dapat dikatakan antara pengetahuan moral dan kesadaran moral siswa saling berhubungan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat menyusun kerangka pemikiran sebagai berikut:
Kesadaran Moral (Y)
Pengetahuan Moral (X)
Gambar 1 : Skema Kerangka Berpikir
C. Perumusan Hipotesis Menurut Sudjana (2005: 219), “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya.” Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah yang sedang diteliti kebenarannya. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka peneliti mengajukan hipotesis yaitu: “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah
(MTS)
NU
Banat
Kudus
commit to user
Tahun
Ajaran
2009/2010”.
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan dari masalah yang akan diteliti. Penelitian yang penulis lakukan ini bertempat di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan peneliti menemukan masalah yang telah dijelaskan pada latar belakang permasalahan yaitu masih adanya pelanggaran nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yang menunjukkan keasadaran moral masih rendah, kemudian lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal peneliti sehingga dapat menghemat biaya dan dimungkinkan sekali memberikan data yang diperlukan dalam penelitian sehingga mempercepat proses pengumpulan data.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari pengajuan judul sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan mulai dari bulan Januari sampai Juli 2010. Waktu ini meliputi kegiatan persiapan sampai penyusunan laporan penelitian, dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 1 : Waktu kegiatan penelitian No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kegiatan
Jan
Feb
Pengajuan Judul Penyusunan Proposal Ijin Penelitian Uji Coba Instrumen Pengumpulan Data Analisis Data Penyusunan Laporan commit to user
44
Tahun 2010 Mar Apr Mei
Juni
Juli
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian tentu memerlukan metode atau cara agar penelitian dapat berhasil. Suatu penelitian akan menghasilkan suatu kesimpulan yang tepat apabila menggunakan metode yang tepat dan benar. Berkaitan dengan hal tersebut, maka seorang peneliti harus mampu menentukan metode penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Menurut Abu Achmadi dan Cholid Narbuko (2007: 1), “Metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu”. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat”. (Winarno Surakhmad, 1998: 131) Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam suatu studi melalui penyelidikan terhadap suatu masalah sehingga mendapat pemecahan masalah yang tepat. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif korelasional. Adapun alasan peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional karena peneliti memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang yang bersifat aktual dan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disusun, dijalankan, kemudian dianalisis untuk disimpulkan. Penelitian ini bermaksud untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor, berhubungan dengan satu variasi atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasinya. Dengan kata lain penelitian ini bermaksud mengungkapkan bentuk hubungan timbal balik antara variabel yang diselidiki yaitu hubungan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa.
C. Populasi dan Sampel Dalam suatu penelitian ilmiah tidak akan terlepas dari penetapan populasi dan sampel, karena populasi dan sampel merupakan subyek penelitian dan to user keduanya merupakan sumber datacommit penelitian.
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Populasi
Pengertian populasi menurut Yatim Riyanto (2001: 63) mengemukakan bahwa, ”Populasi kelompok yang menarik peneliti, dimana kelompok tersebut oleh peneliti dijadikan sebagai obyek untuk menggeneralisasikan hasil penelitian”. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek atau obyek penelitian yang datanya akan dianalisa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi Kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/2010 dengan jumlah 319 orang yang terbagi dalam 7 kelas, yang terdiri kelas A: 47, B: 44, C: 48, D: 46, E: 46, F:43, dan G: 45.
2. Sampel
Menurut Yatim Riyanto (2001: 64) “Sampel adalah bagian populasi”. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109) “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang menjadi subjek penelitian. Penentuan besarnya sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, akan menggunakan acuan pendapatnya Suharsimi Arikunto (2002: 112) sebagai berikut: Untuk sekedar ancer-ancer, apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitinya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjek besarnya telah lebih dari 100 maka diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari: a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan data. b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data. c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sample lebih besar hasilnya akan lebih commit to user baik.
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesuai dengan ketentuan tersebut maka penelitian ini mengambil sampel 20% dari populasi sebesar 319 siswa sehingga jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 (Lampiran 1 halaman 84).
3. Teknik Sampling
Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel (contoh) yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh atau dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau dengan kata lain, sampel harus representatif. Riduwan (2003:11) mengatakan bahwa teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah “Suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi”. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2004: 110) ada dua macam teknik sampling yaitu ”random sampling dan non random sampling”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagaui berikut: a. Teknik Random Sampling 1) Cara undian 2) Cara ordinal 3) Cara randomisasi dari table bilangan random b. Teknik Non Random Sampling 1) Proposional sampling 2) Stratified sampling 3) Purposive sampling 4) Quota sampling 5) Double sampling 6) Area sampling 7) Cluster sampling Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah proporsional random sampling. Untuk mengambil sampel adalah teknik Random Sampling karena dalam pengambilan sampel disini, setiap siswa kelas VII MTS NU Banat Kudus memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel penelitian. Adapun pelaksanaanya ditempuh dengan cara teknik Proposional Sampling commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena pengambilan sampel disini berdasarkan pada jumlah yang sudah ditentukan atau yang dipentingkan yaitu setiap siswa kelas VII MTS NU Banat Kudus, sudah ditentukan sesuai dengan perhitungan pada sampel penelitian. Jumlah ini sudah representatif dari jumlah populasi yang ada. Sampel penelitian menggunakan random sampling dengan cara undian yang digunakan penulis yaitu mengacu pendapat Suharsimi Arikunto (2006:136) yaitu: ”Pada kertas kecil kita tuliskan nomor subjek, satu nomor untuk setiap kelas. Kemudian kertas ini kita gulung. Dengan tanpa prasangka kita mengambil gulungan kertas sebanyak sampel penelitian, sehingga nomornomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang merupakan nomor subjek sampel penelitian”. Dalam pengambilan sampel secara
random sebesar 20% dari jumlah
siswa tersebut menggunakan perhitungan sebagai berikut: Jumlah siswa setiap kelas
x jumlah sampel
Jumlah populasi Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas NO
KELAS
SAMPEL
1.
VII A
2.
VII B
3.
VII C
47 × 64 = 9,42 dibulatkan menjadi 9 319 44 × 64 = 8,82 dibulatkan menjadi 9 319 48 × 64 = 9,63 dibulatkan menjadi 10 319
4.
VII D
46 × 64 = 9,22 dibulatkan menjadi 9 319
5.
VII E
46 × 64 = 9,22 dibulatkan menjadi 9 319
6.
VII F
7.
VII G
TOTAL
43 × 64 = 8,62 dibulatkan menjadi 9 319 45 × 65 = 9,02 dibulatkan menjadi 9 319
63,95 dibulatkan menjadi 64
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari penghitungan tersebut didapatkan jumlah sampel sebanyak 63,95 dibulatkan menjadi 64. D. Teknik Pengumpulan Data Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang relevan dengan permasalahanya, sedangkan data tesebut perlu digunakan teknik pengumpulan data sehingga diperoleh data yang benar-benar valid dan dapat dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes untuk memperoleh data pengetahuan moral dan teknik angket untuk memeperoleh data kesadaran moral. 1. Teknik Tes
a. Pengertian Tes Menurut Suharmini Arikunto (2002: 53) “tes adalah alat ukur atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara-cara yang sudah ditentukan”. b. Bentuk Tes Menurut Suharmini Arikunto (2002: 162) bentuk-bentuk tes ada dua yaitu tes subjektif dan tes objektif. Adapun penjelasan dari bentuk tes subjektif dan tes objektif adalah sebagai berikut: 1) Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay atau uraian tes subjektif untuk mengukur kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. 2) Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan objektif. Tes objektif terdiri dari tes benar salah (true-false), tes pilihan ganda (multiple choice test), tes menjodohkan (matching test) dan tes lisan (completion test). Berdasarkan bentuk-bentuk tes maka yang dapat digunakan penulis untuk mengukur pengetahuan moral dalam penelitian adalah tes objektif dalam bentuk multiple choice atau pilihan ganda yang memuat beberapa pertanyaan dengan empat alternatif jawaban. Alasan dugunakannya tes obyektif dengan tipe aitem pilihan ganda ini dikarenakan menurut Saifuddin commit to user Azwar (1996:74-75) mengatakan bahwa ”item pilihan ganda yang dirancang
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan seksama dengan memperhatikan batasan isi tes serta ditulis sesuai dengan tujuan ukur menurut tingkat kompetensi yang tinggi tidaklah dapat dijawab oleh siswa yang mempunyai kompetensi taraf rendah dan pemahaman terbatas yang tidak disertai kemampuan berpikir kompleks”. Dengan demikian tes obyektif dalam bentuk pilihan ganda atau multiple choice ini dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan yang merupakan salah satu tingkatan dari tujuan kognitif dalam taksonomi bloom yang berupa kemampuan
mengetahui
atau
mengerti
tentang
isi
pelajaran
yang
adalah
daftar
dipelajarinya.
2. Teknik Angket
a. Pengertian angket Riduwan
(2003:
52-53)
“angket
(questionnaire)
pertanyaan yang diberikan kepada orang lain, bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna”. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:151) “kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan menurut Nasution (2003: 128) “Angket merupakan daftar pertanyaan yang didistribusikan melalui pos untuk didisi dan dikembalikan atau dapat dijawab di bawah pengawasan peneliti”. b. Macam-macam Angket Suharsimi Arikunto (2006:152) tentang macam kuisioner (angket), dapat ditinjau dari berbagai segi: 1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada: a) Kuisioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b) Kuisioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. 2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada: a) Kuisioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya. b) Kuisioner tidak langsung yaitu jika responden menjawab tentang orang lain. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Dipandang dari bentuknya maka ada: a) Kuisioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuisioner tertutup. b) Kuisioner isian, yang dimaksud adalah kuisoner terbuka. c) Check list, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check () pada kolom yang sesuai. d) Rating scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup dengan bentuk rating scale. Siswa diberi pernyataan dengan jawaban yang sudah peneliti sediakan dalam kolom mulai dari pernyataan sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Siswa memilih jawaban yang sesuai dengan pilihannya dengan memberikan tanda pada jawaban yang dipilih. Tanda yang dimaksud adalah tanda mencontreng (). Adapun langkah-langkah penyusunan angket adalah sebagai berikut: (1)
Menentukan konsep variabel penelitian.
(2)
Menentukan aspek dan indikator yang akan disusun dari variabel
penelitian. (3)
Menyusun kisi-kisi angket.
(4)
Menyusun butir-butir pernyataan.
(5)
Menentukan skor tiap item.
(6)
Melakukan uji coba angket.
Adapun pengukurannya dilakukan melalui tes sikap atau yang sering juga disebut dengan istilah skala sikap (attitude scale). Hal ini dilakukan untuk mengadakan pengukuran terhadap sikap seseorang sehingga dapat diketahui seberapa tinggi atau rendahnya kesadaran moral seseorang. Cara pemberian skor tiap item pernyataan sesuai dengan skala likert. Dengan skala likert, maka variabel akan dijabarkan menjadi indikator yang kemudian indikator tersebut dijadikan tolak ukur dalam menyusun item-item instrumen. Jawaban setiap item instrumen angket yang menggunakan skala likert berupa:
(a) Sangat Setuju
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(b) Setuju
(c) Tidak Setuju
(d) Sangat Tidak Setuju Adapun penilaian angket kesadaran moral siswa adalah sebagai berikut: a) Pernyataan Positif (1) Untuk jawaban A (Sangat Setuju)
skor 4
(2) Untuk jawaban B (Setuju)
skor 3
(3) Untuk jawaban C (Tidak Setuju)
skor 2
(4) Untuk jawaban D (Sangat Tidak Setuju)
skor 1
b) Pernyataan Negatif (1) Untuk jawaban A (Sangat Setuju)
skor 1
(2) Untuk jawaban B (Setuju)
skor 2
(3) Untuk jawaban C (Tidak Setuju)
skor 3
(4) Untuk jawaban D (Sangat Tidak Setuju)
skor 4
3. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2010:133) menyatakan bahwa ”instrumen penelitian digunakan
untuk mengukur nilai variabel yang diteliti”. Instrumen dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan tes dan angket.
a. Variabel Penelitian
1) Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut variabel
penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pengetahuan moral
(X).
2) Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau disebut variabel
tergantung. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesadaran moral
(Y).
b. Penyusunan Instrumen Instrumen penelitian berupa tes dan angket yang digunakan untuk commit to userhal yang sangat penting guna mendapatkan data. Data merupakan
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuktikan kebenaran hipotesis yang dirumuskan. Maka data yang dikehendaki dalam setiap penelitian adalah data yang benar-benar dapat dipercaya dan objektif. Untuk itu instrumen yang digunakan haruslah merupakan instrumen yang baik. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persayaratan yaitu valid dan reliabel (Suharsimi Arikunto, 2002: 144). 1) Validitasi tes Validitasi tes digunakan validitas isi (content validity) yaitu dengan cara menyusun tes berdasarkan kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral (Lampiran 2 halaman 85). Kisi-kisi tes disusun berdasarkan standar isi yang dijabarkan dalam indikator. Sedangkan lembar soal uji coba tes pengetahuan moral dan kunci jawaban dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 86. 2) Uji coba tes Sebelum data dianalisis, instrumen dievaluasi terlebih dahulu untuk mengetahui bahwa tes yang akan digunakan dalam penelitian ini valid dan reliabel atau tidak. Adapun persyaratan pengujian tes adalah sebagai berikut: a) Uji validitas tes Pengujian validitas menggunakan uji validitas item dengan teknik analisis butir-butir soal. Langkah-langkahnya sebagai berikut: (1) Menghitung besarnya korelasi Dalam pengujian validitas yang digunakan adalah formula korelasi point biserial. Penggunaan rumus ini karena variabelnya dikotomi, yaitu hanya memiliki dua macam angka saja, seperti tes ini yang menjawab benar diberi angaka 1 dan yang menjawab salah diberi angka 0. Rumus Korelasi Point Biserial adalah: rpbis =
dimana : rpbis
M p − Mt St
p q
commit to user :koefisien korelasi point biserial
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mp
:mean skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari korelasinya dengan tes
Mt
:mean skor total
St
:standar deviasi skor total
p
:proporsi siswa yang menjawab benar ( p = banyaknya siswa yang menjawab benar/jumlah seluruh siswa ) q
:proporsi siswa yang menjawab salah ( q = 1-p ) ( Suharsimi Arikunto, 2006 : 283-284 )
Kriteria nilai rpbis adalah sebagai berikut : Item tersebut valid jika harga rpbi ≥ rtabel Item tersebut tidak valid jika harga rpbi ≤ rtabel Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga r. Jika r Point Biserial lebih besar dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga r Point Biserial lebih kecil dari r tabel, berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid. (2) Pernyataan valid Suatu bentuk tes dinyatakan valid apabila mempunyai harga positif dan koefisisen mendekati angka 1 (rxy= 1,00). Berdasarkan hasil uji validitas dapat menggunakan rumus point biserial yang dibantu dengan menggunakan program statistik SPSS. Dari perhitungan yang telah dilakukan dan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel yang mempunyai taraf signifikansi 5% dan N=38 maka jika r
hitung
> 0,320 berarti butir pertanyaan
tersebut valid. Dan jika rhitung < 0,320 berarti butir pertanyaan tersebut tidak valid. Hasil uji coba dari item tes pengetahuan moral dapat dilihat pada lampiran 4 halaman diketahui bahwa dari 35 item tes commit to93, user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut ada 30 item yang valid, sedangkan 5 item lainnya dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid adalah item nomor 5,10,17,21,dan 30. Selanjutnya dalam penelitian untuk item yang tidak valid dibuang. Untuk kisi-kisi tes dapat di lihat pada lampiran 5 halaman 95, sedangkan Item petanyaan valid dapat dilihat pada lampira 6 halaman 96. Contoh perhitungan uji validitas tes salah satu item disajikan dalam lampiran 7 halaman 102. b) Uji reliabilitas tes Untuk menguji reliabilitas tes digunakan rumus: (1)
Rumus Belahan Dua
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
r xy =
{N ∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 } (Saifuddin Azwar, 2002: 48)
(2)
Dilanjutkan dengan Formula Sperman-Brown
2 × r1 r11
=
21
2
1 + r1 21 2
(Suharsimi Arikunto, 2006:108)
Keterangan :
r11
= Reliabilitas instrumen
r1/21/2
=
rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua
belahan instrumen Kesimpulan:
Dan hasil perbandingan
antara r11 dan rtab kemudian diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Soal tes dikatakan reliabel apabila r
hitung
> r tabel, sebaliknya jika
r hitung < r tabel maka soal tes tidak reliabel. Untuk menentukan kriteria reliabel tes perlu dilakukan konsultasi dengan kriteria koefisien reliabilitas angket seperti commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 75). Sebagai berikut: (1)
0,800 – 1,000 = reliabilitas sangat tinggi
(2)
0,600 – 1,799 = reliabilitas tinggi
(3)
0,400 – 0,599 = reliabilitas cukup
(4)
0,200 – 0,199 = reliabilitas sangat rendah Dari item yang valid dan telah dilakukan uji reliabilitas
maka diperoleh r11 =0,849 yang berarti memiliki koefisien reabilitas yang tinggi (Lampiran 8 halaman 103). c). Uji analisis item soal (1)
Daya Beda (D) Untuk mengetahui daya beda dari suatu item tes, terlebih dahulu duhitung besarnya proporsi penjawab dengan benar antara kelompok tinggi dan kelomok rendah. Formulasi daya diskriminasi item adalah sebagai berikut:
d=
niT niR − NT N R (Saifudin Azwar, 2002: 138)
Keterangan: niT
: banyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok tinggi
NT
: banyaknya penjawab item dari kelompok tinggi
niR
: bnyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok rendah
NR
: banyaknya penjawab item dari kelompok rendah
Kriteria: D=0,00 – 0,2: Jelek D=0,2 – 0,4 : Sedang D=0,4 – 0,7 : Baik commit D=0,7– 1,0 : Baik Sekalito user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D=negatif
: Semuanya tidak baik
Dari hasil perhitungan diperoleh harga d = 0,211. Maka soal tersebut dapat dikatakan mempunyai indeks daya diskriminasi Cukup (Lampiran 9 halaman 106). (2)
Derajat Kesukaran (P) Untuk menentukan derajat kesukaran digunakan rumus: P=
ni N
(Saifudin Azwar, 2002: 134) Keterangan: ni :Banyaknya siswa yang menjawab item dengan benar N : Banyaknya siswa yang menjawab item Kriteri harga P adalah: 0,0 ≤ P < 0,3 = sukar 0,3 ≤ P < 0,7 = sedang 0,7 ≤ P < 1,0 = mudah Dari hasil perhitungan diperoleh harga P = 0.842. Maka soal tersebut dapat dikatakan mempunyai indeks kesukaran mudah (Lampiran 10 halaman 107) 3) Uji coba (Try out) angket ini meliputi analisis validitas dan realibilitas. Angket yang telah disusun perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya istilah-istilah yang tidak dimengerti oleh siswa dan juga untuk mengetahui validitas dan reliabilitas butir angket tersebut. Try out dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2010 di MTs NU Banat
Kudus kelas VII. Uji coba instrumen ini diberikan kepada siswa di luar sampel yang telah ditentukan sebanyak 38 siswa (Lampiran 11 halaman 108) dengan maksud untuk mengetahui apakah angket tersebut memenuhi syarat validitas dan reliabilitas sebagai instrumen pengumpul data. Menurut Suharsimi Arikunto macam-macam validitas sebagai berikut: commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Validitas isi (content validity) sebuah tes dikatakan memenuhi validitas isi apabila menyangkut tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi pelajaran yang diartikan. Oleh karena itu yang dianjurkan tertera dalam kurikulum maka, validitas isi ini juga sering disebut validitas kurikuler. b) Validitas kontruksi (contruct validity) sebuah tes dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang tersebut dalam TIK atau konsep. c) Validitas ”ada sekarang” (concurrent validity) validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris, sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. d) Validitas prediksi (predictive validity) memprediksi artinya meramal selalu mengenai hal yang artinya akan datang, jadi sekarang belum terjadi, sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. (Suharsimi Arikunto, 2002: 67-69). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis validitas konstruksi karena menggunakan angket yang terdiri dari beberapa indikator untuk mengukur suatu kesadaran moral siswa kelas VII MTS NU Banat Kudus. Dari indikator tersebut kemudian disusun butir angket berdasarkan kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral (Lampiran 12 halaman110), sedangkan uji coba angket sendiri terdiri dari 40 item pernyataan (Lampiran 13 halaman 111). (1) Uji Validitas Angket Menurut Suharsimi Arikunto (2006:168) “validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen”.Setelah instrumen diuji cobakan kemudian dihitung tingkat validitasnya, dengan tujuan untuk mengetahui apakah butir-butir yang diuji cobakan dapat mengukur keadaan responden yang sebenarnya atau tidak. Jadi suatu instrumen yang valid atau sahih adalah instrumen yang mempunyai nilai hitung yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tabel yang telah ditentukan, sedangkan instrumen yang commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak valid adalah instrumen yang nilai hitungnya lebih rendah daripada nilai pada tabel yang telah ditentukan. Untuk mengetahui valid tidaknya butir angket maka diuji dengan rumus product moment yang dikemukakan oleh Pearson dalam Suharsimi Arikunto (2006: 170):
N . ∑ X Y − (∑ X )(∑ Y )
rxy =
{N . ∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{ N . ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 }
Keterangan : rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y ∑X
: Skor masing-masing item
∑Y
: Skor total
∑XY :
Jumlah penelitian X dan Y
2 ∑X : Jumlah 2 ∑Y
kuadrat dari X
: Jumlah kuadrat dari Y
N: Jumlah subjek Selanjutnya untuk mengukur taraf validitas tiap butir (item) dalam angket tersebut maka hasil perhitungannya dikonsultasikan dengan tabel r product moment dalam taraf signifikansi 5%. Bila rhitung > rtabel berarti valid Bila rhitung < rtabel berarti tidak valid Dari perhitungan yang telah dilakukan dan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel yang mempunyai taraf signifikansi 5% dan N=38 maka jika r
hitung
> 0,320 berarti butir pertanyaan tersebut
valid. Dan jika rhitung < 0,320 berarti butir pertanyaan tersebut tidak valid. Hasil uji coba dari item angket kesadaran moral siswa dapat dilihat pada lampiran 14, diketahui bahwa dari 40 item angket tersebut ada 35 item yang valid, sedangkan 5 item lainnya dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid adalah item nomor 3, 8, 19, 26, dan 32. commit to user Selanjutnya dalam penelitian untuk item yang tidak valid dibuang.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk Kisi-kisi penelitian angket dapat di lihat pada lampiran 15, sedangkan Item petanyaan valid dapat dilihat pada lampiran 16 . Contoh perhitungan uji validitas angket
salah satu item
disajikan dalam lampiran 17.
(2) Uji Reliabilitas Angket Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 154) Reliabilitas adalah ”ketepatan suatu tes apabila diteskan subyek yang sama”. Dengan kata lain reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih. Adapun mencari reliabilitas menurut Suharsimi Arikunto (2002: 156) adalah (a) rumus Spearman Brown, (b) rumus Flanagan, (c) rumus Rulon, (d) rumus K-R.20, (e) rumus KR21, (f) rumus Hoyt, (g) dan rumus Alpha. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur reliabilitas angket. Teknik korelasi yang digunakan adalah Korelasi Product Moment, dilanjutkan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 196) dengan rumus :
r11
2 k ∑σ b = 1− 2 k − 1 σ t
Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen k
= banyaknya butir soal
∑σ
σ
2 b
2 t
= jumlah varians butir = varians total Untuk mengetahui reliabel tidaknya alat ukur tersebut, maka
hasil r11 dikonsultasikan dengan rtabel. Jika r11 > rtabel, hasil uji coba adalah reliabel. Sebaliknya jika r11 < rtabel berarti hasil uji coba tidak reliabel.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Betdasarkan perhitungan diperoleh Reliabilitas sebesar 0,871. Hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan rtabel pada tingkat signifikasi 5% dengan N=38 dan diperoleh nilai kritis sebesar 0,320. Karena r11 > rtabel atau 0,871> 0,320 maka item pernyataan angket tersebut reliabel (Lampiran 18). Hasil analisis reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan koefisien reliabilitas. Adapun mengenai besarnya koefisien korelasi dapat digunakan ketentuan sebagai berikut: Adapun mengenai interprestasi besarnya koefisien korelasi dapat menggunakan ketentuan sebagai berikut : 0.800 – 1.000
= reliabilitas sangat tinggi
0.600 – 0.800
= reliabilitas tinggi
0.400 – 0.600
= reliabilitas cukup
0.200 – 0.400
= reliabilitas rendah
0.000 – 0.200
= reliabilitas sangat rendah (Suharsimi Arikunto,2006:276)
Apabila dilihat dengan ketentuan koefisien korelasi maka angket tersebut dikatakan reliabilitasnya sangat tinggi dikarenakan berada pada interprestasi 0,800 – 1,000.
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian. Ada dua teknik analisis data dalam suatu penelitian, yaitu teknik statistik dan non statistik. Dalam penelitian ini menggunakan teknik statistik karena data diambil merupakan data kuantitatif. Adapun prosedur analisis data dalam penelitian ini: 1. Uji prasyarat analisis 2. Pengujian hipotesis 1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan uji
Lilliefors dengan cara menggunakan penafsir rata-rata (X) dan simpangan baku. Adapun langkah-langkah dalam uji Lilliefors adalah sebagai berikut: 1) zi =
(Xi − X ) S
zi = Angka baku X = Rata-rata
∑X
i
N
S = Simpangan baku
=
N
(∑ X
2 i
− (∑ Xi )
N ( N − 1)
2
)
2) Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku, hitung peluang: F ( zi ) = P ( z ≤ zi ) 3) S ( zi ) =
Banyaknyazi , z 2 ,....z n yang ≤ zi N
4) Hitung selisih F ( zi ) − S ( zi ) tentukan harga mutlaknya 5) Cari nilai yang terbesar dari selisih F ( zi ) − S ( zi ) jadikan Lhitung atau Lhit 6) Kesimpulannya: a) Jika Lhit ≥ Ltabel atau Lkritis tolak hipotesis statistik, jadi tidak normal b) Jika Lhit < Ltabel, terima hipotesis statistik, jadi normal.
(Hassan Suryono, 2005:79-80)
b. Uji Linieritas Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas dengan varibel terikat terdapat hubungan yang linier atau tidak. Jika Fhitung
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fhitung>Ftabel maka tolak H0 berarti korelasinya tidak linier. Pengujian linieritas menggunakan rumus menurut Sudjana (2001:15) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
JK (T ) = ∑ Y 2
( Y) JK (a ) = ∑
2
n
(∑ X )(∑ Y ) JK (b / a ) = b ∑ XY − n
=
n ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) n∑ X 2 − (∑ X )
2
JK ( S ) = JK (T ) − JK (a ) − JK (b / a ) 2 ( Y ) ∑ 2 JK (G ) = ∑ ∑ Y − ni Xi
JK (TC ) = JK ( S ) − JK (G ) Keterangan: JK
: Jumlah kuadrat-kuadrat
JK(T)
: Jumlah kuadrat total
JK(a)
: Jumlah kuadrat koefisien
JK(b/a)
: Jumlah kuadrat regresi
JK(S)
: Jumlah kuadrat siswa
JK(TC)
: Jumlah kuadrat tuna cocok
JK(G)
: Jumlah kuadrat galat
2. Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat dipenuhi maka dapat dilakukan pengujian hipotesis yang telah diajukan. Untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan maka diperlukan adanya pengolahan data selama penelitian, dalam penelitian ini digunakan teknik analisis korelasi sederhana.
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam penelitian ini digunakan analisis korelasi sederhana dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Mencari koefisien korelasi sederhana antara X dan Y, menggunakan rumus Product Moment dari Pearson sebagai berikut : r xy =
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) {N ∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 ( Suharsimi Arikunto, 2006: 274)
Keterangan: r xy
: Koefisien korelasi antara X dan Y
∑ XY : Jumlah perkalian X dan Y ∑ XY : Jumlah perkalian X dan Y X
: Skor masing-masing item
Y
: Skor total
X2
: Jumlah kuadrat dari X
Y2
: Jumlah kuadrat dari Y
N
: Jumlah responden Hipotesis yang diajukan : Apabila rhitung > rtabel maka terdapat hubugan antara X dan Y (H0
ditolak dan Ha diterima), sebaliknya jika rhitung ≤ rtabel maka tidak terdapat hubungan antara X dan Y (H0 diterima dan Ha ditolak).
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Uji Keberartian Koefisiensi Korelasi
t=
r 2 (Ν − 1) 1− r2 (Suharsimi Arikunto, 2006: 294)
Keterangan: t
: uji keberartian
r
: koefisien korelasi
N
: jumlah sampel
Jika t hitung > t tabel maka koefisien korelasinya berarti, sebaliknya jika t hitung ≤ t tabel maka koefisien korelasinya tidak berarti.
c. Persamaan garis regresi (y= a + bx) dengan harga a dan b diperoleh
melalui:
(∑ Y )(∑ X ) − (∑ X )(∑ XY ) a= N (∑ X ) − (∑ X ) N (∑ XY ) − (∑ X )(∑ Y ) b= N ∑ X − (∑ X ) 2
2
2
2
2
Apabila harga b positif
maka variable Y akan mengalami
kenaikan atau pertambahan sehingga hubungan fungsionalnya menjadi
positif, sebaliknya apabila harga b negatif maka variable Y akan
mengalami penurunan sehingga hubungan fungsionalnya negatif.
(Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar, 2003: 216)
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data 1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus
a. Sejarah Berdirinya MTS NU Banat Kudus Madarasah Tsanawiyah NU Banat Kudus (MTS NU Banat Kudus) yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Banat ( YPB) sebagai badan hukum penyelenggara MTS NU Banat Kudus yang didirikan oleh sekelompok Ulama’ dan tokoh masyarakat muslim di Kudus Jawa Tengah yang sadar dan menaruh perhatian terhadap terhadap keadaan dan perkembangan bidang pendidikan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya, tepatnya pada tanggal 1 Januari 1957 oleh Yayasan Pendidikan Banat Kudus dengan akte notaris: 45/81 dengan tokoh KH. Masdain Amin (Adik Hadlrotusy Syeh KHM. Arwani Amin). Yayasan ini berdasarkan pancasila berazazkan Islam ala Ahlusunnah waljamaah dan bertujuan membangun dan memajukan masyarakat Indonesia terutama pelajar putri dalam bidang pendidikan agar menjadi warga negara yang cakap dan terampil serta bertanggung jawab terhadap agama, bangsa, negara dan cita-cita awal berdirinya membekali wanita-wanita Islam berpengetahuan Islam yang alami dan mampu memimpin wanita-wanita Islam untuk hidup maju bersama masyarakat yang lain, melangkah uintuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang zamani dan mampu berkompetisi positif dengan
lembaga-lembanga
lain
yang
siap
melaksanakan
program
pengembangan baik fisik maupun non fisik. Sehubungan dengan adanya Keputusan Presiden dan Undang-Undang RI No. 16/2001 tentang perubahan fungsi yayasan di Indonesia, maka dalam rangka mengukuti perkembangan nasional tersebut Yayasan Pendidikan Banat beralih struktur kepengurusan dengan Badan Pelaksana pendidikan Ma’arif NU Banat yang ber SK Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Nomor: PC.11.07/ commit to user 362/ SK/ XII/ 2002.
66
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Lingkungan Sekolah Pada Umumnya Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus berlokasi di Jl. KHR Asnawi No. 30 Kudus dengan Nomor Statistik Madrasah (NSM) 20233902008 dan nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) 20317747. Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus mendapatkan status disamakan dari pemerintah mulai tahun 1999. Seiring sengan meningkatnya mutu pendidikan Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus, pada tahun 2005 sampai sekarang terakreditasi dengan peringkat A (Sangat Baik). Lingkungan belajar siswa MTS NU Banat Kudus sangat kondusif untuk keberlangsungan proses belajar dan mengajar. Sarana dan prasarana MTS NU Banat Kudus sudah cukup memadai, misalnya koperasi, UKS, perpustakaan, laboratorium komputer, laboratorium bahasa dan IPA, dan sebagainya. Sarana dan prasarana tersebut digunakan siswa dan guru untuk menunjang proses KBM agar prestasi siswa dapat menjadi lebih baik. MTS NU Banat Kudus merupakan salah satu sekolah yang termasuk dalam sekolah unggulan di kota Kudus. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya prestasi yang diraih oleh siswi MTS NU Banat Kudus. Prestasi yang diraih adalah prestasi yang berada dibidang akademik maupun non akademik. Dibidang akademik dalam lima tahun terakhir tahun 2003/2004 s.d 2009/2010 peserta didik MTS NU Banat Kudus memperoleh prestasi pada tingkat Nasional (3 kejuaraan), tingkat Provinsi (13 kejuaraan), tingkat karisidenan (4 kejuaraan), dan tingkat Kabupaten (81 kejuaraan). c. Visi Misi dan Tujuan Serta Kepengurusan MTS NU Banat Kudus Visi
: Unggul dalam prestasi, Terjaga dalam mutu dan kwalitas, Terpadu dalam ilmu umum dan agama, Terbimbing dalam akhlaq terpuji, Terbina dalam nuansa islami.
Misi
: Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi kwalitas, baik akademik, moral maupun sosial sehingga mampu menyiapkan dan mengembangkan SDM berkwalitas di bidang IMTAQ dan commit to user IPTEK yang Islami dan Sunny.
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tujuan
: Membekali siswa agar: 1. Mampu memahami ilmu agama dan umum 2. Mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari sehingga sehingga terwujud generasi muslim yang mar’atus sholichah berakhlak mulia. 3. Memiliki ilmu keterampilan sebagai bekal hidup di masyarakat. 4. Mampu berkomunikasi sosial dengan modal bahasa Asing praktis ( Bahasa Arab dan Bahasa Inggris) 5. Mampu
memahami ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Adapun susunan pengurus MTS NU Banat Kudus Tahun 2008 s.d 2013 adalah sebagai berikut: Penasehat
: 1. K. H. Sya’roni Ahmadi 2. K. H. Much Ulin Nuha Arwani 1. K. H. Moch Ma’ruf Irsyad 2. H. Moch Noor Cholis 3. H. Abdullah Tamami
Ketua
: K. H. Ma’shum AK
Wakil Ketua I
: H. Chusnan, BA
Wakil Ketua II
: K. H. Sa’dullah Rouyani
Sekretaris
: H. Muchlis, BA
Wakil Sekretaris
: H. Nur Afif Fanany, S. Ag
Bendahara
: H. Achmad Noor Chien
Wakil Bendahara
: Ir. H. Moch Shofin
2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral
Data pengetahuan moral diperoleh dari siswa melalui tes. Berdasarkan rekapitulasi data diketahui jumlah responden (N) = 64, diperoleh skor tertinggi =90 dan skor terendah = 70 (Lampiran 19 halaman 128). Mean ( X ) = 83,52 dan commit to user didapat standar deviasi (SD) = 5,22. Untuk mendapatkan kelas interval, terlebih
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dahulu dicari range (R) di peroleh dari perhitungan R = data max – data min yaitu 90-70=20. Menghitung banyaknya kelas diperoleh dengan rumus K=1+3,3Log N (64) hasilnya 6,97 dibulatkan menjadi 7 dan keputusan interval kelas diperoleh dengan rumus I=R/K yaitu 20/7 hasilnya adalah 2,8. Tabel distribusi frekuensinya sebagai berikut: Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral Nilai Tengah 71.40 74.30 77.20 80.10 83.00 85.90 88.80
Interval
70.00-72.80 72.90-75.70 75.80-78.60 78.70-81.50 81.60-84.40 84.50-87.30 87.40-90.20
Fmutlak
Fkomulatif
4 0 6 7 19 18 10
4 4 10 17 36 54 64
Dari tabel diatas diketahui frekuensi tertinggi adalah 19 pada kelas interval 81,60-84,40 dan diketahui frekuensi terendah 0 pada kelas interval 72,9075,70. Tabel distribusi frekuensi pengetahuan moral dapat digambarkan dengan grafik histogram sebagai berikut: 19
18
10 7 6 4
0
71.40
74.30
77.20
80.10
83.00
85.90
88.80
Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Deskripsi Data Kesadaran Moral
Data tentang kesadaran moral diperoleh dari siswa melalui angket. Berdasarkan rekapitulasi data hasil penelitian diketahui jumlah responden (N) = 64 siswa, Skor tertinggi = 137 Skor terendah = 103 (Lampiran 19 halaman 128), Mean ( X ) =122,25. Standar deviasi (SD) = 9,32. Untuk mendapatkan kelas
interval, terlebih dahulu dicari range (R) di peroleh dari perhitungan R = data max – data min yaitu 137 – 103 = 34. Untuk mengitung banyaknya kelas dapat diperoleh dengan rumus K=1+3,3Log N (64) hasilnya 6,97 dapat dibulatkan menjadi 7. Keputusan interval kelas diperoleh dengan rumus I=R/K yaitu 34/7 hasilnya 4,8. Tabel distribusinya adalah sebagai berikut : Tabel. 4 Distribusi Frekuensi Kesadaran Moral Interval
Nilai Tengah
Fmutlak
Fkomulatif
103.0-107.8
105.4
5
5
107.9-112.7
110.3
6
11
112.8-117.6
115.2
9
20
117.7-122.5
120.1
11
31
122.6-127.4
125.0
11
42
127.5-132.3
129.9
10
52
132.4-137.2
134.8
12
64
Dari tabel diatas diketahui frekuensi tertinggi adalah 12 pada kelas interval 132,4-137,2 serta diketahui frekuensi terendah 5 pada kelas interval 103,0-107,8. Tabel distribusi frekuensi kesadaran moral dapat digambarkan dengan grafik histogram sebagai berikut:
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12 11
11
10 9
6 5
105.4
110.3
115.2
120.1
125.0
129.9
134.8
Gambar 3. Histogram Variabel Kesadaran Moral
B. Uji Persyaratan Analisis Data yang telah terkumpul disusun secara sistematis, selanjutnya dianalisis untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan. Uji persyaratan yang harus dipenuhi adalah sampel diambil secara random, hubungan variabel X dan Y merupakan hubungan garis lurus/linier, dan bentuk distribusi variabel X dan Y normal. Hipotesis sebelum diuji, harus menguji persyaratan analisis data dengan uji normalitas dan uji linearitas. Hasil uji persyaratan data dapat diperinci antara lain sebagai berikut: 1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji Lilliefors. Apabila Lhit < Ltabel maka sampel diambil dari distribusi normal, sedangkan apabila Lhit > Ltabel maka sampel diambil dari distribusi tidak normal. commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Uji Normalitas Variabel Pengetahuan Moral (X) Pada uji normalitas variabel X (pengetahuan moral), langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X. Tabel dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 20 halaman 130. Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Lhitung < Ltabel yaitu 0.1075< 0,1108. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa sampel variabel X berasal dari sampel berdistribusi normal. b. Uji Normalitas Variabel Kesadaran Moral (Y) Pada uji normalitas variabel Y (kesadaran moral), langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel Y. Tabel dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 21 halaman 132. Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Lhitung < Ltabel yaitu 0.1045 < 0,1108. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa sampel variabel Y berasal dari sampel berdistribusi normal.
2. Uji Linieritas
Uji linieritas diperlukan untuk mengetahui adanya hubungan linier antara variabel X terhadap Y. Uji linieritas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier. Jika Fhitung < Ftabel maka terima Ho berarti linier, namun apabila Fhitung > Ftabel maka tolak Ho berarti tidak linier. Langkah pertama yang dilakukan untuk menguji linieritas X terhadap Y adalah membuat tabel kerja linieritas seperti yang terlampir pada lampiran 22 halaman 135. Setelah itu dilakukan perhitungan sesuai dengan rumusnya. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai-nilai sebagai berikut : a. JK(T)
= 961954
b. JKreg(a)
= 956484
c. JKreg(b/a)
= 348.88
d. JKres
= 5121.12
e. JK(G)
= 4615.14
f. JK(TC)
= 505.98
g. dkTc
= 4
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h. dkG
= 58
i. RJKTC
= 126.49
j. Fhit
= 1.59
Selanjutnya membuat tabel rangkuman analisis linieritas sebagai berikut: Tabel 5. Rangkuman Uji Linieritas Variabel X terhadap Y Sumber Variasi
db
Jk
Rk
Koefisien (a)
1
956484.00 956484.00
Regresi (b/a)
1
348.88
348.88
Residu
62
5121..12
82.60
Tuna Cocok
4
505.98
126.50
Galat
58
4615.14
79.57
F hitung F tabel
4.22
4.00
1.59
2.53
Berdasarkan tabel rangkuman uji linieritas variabel X terhadap variabel Y dapat diketahui bahwa dari dk penyebut 62 diperoleh Ftabel= 4.00, karena Fhitung > Ftabel yaitu 4.22 > 4.00 maka persamaan yang diperoleh adalah berarti, dan pada taraf signifikansi 5% dengan dk pembilang 4 dan dk penyebut 58 diperoleh Ftabel 2.53, karena Fhitung < Ftabel yaitu 1.59 < 2.53 maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel X dengan variabel Y terdapat hubungan yang linier. Perhitungan selengkapnya lihat pada lampiran 23 halaman 137.
C. Pengujian Hipotesis Langkah selanjutnya setelah melakukan uji persyaratan analisis adalah menganalisis data untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya diterima atau ditolak. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi sederhana. 1. Pengujian Hasil Analis Data
Setelah dilakukan uji nomalitas dan linieritas hasilnya menunjukkan normal dan linier, kemudian langkah selanjutnya mengadakan uji hipotesis yaitu dengan analisis korelasi sederhana dari pearson. Berdasarkan penghitungan uji hipotesis diperoleh hasil sebagai berikut: commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah membuat tabel kerja langkah selanjutnya adalah melakukan penghitungan sesuai dengan rumus yang telah ditentukan sebelumnya. Perhitungan selengkapnya lihat pada lampiran 24 halaman 140. Dari hasil perhitungan diperoleh besaranya koefisiensi korelasi antara X dan Y dengan nilai rxy = 0,253. Hasil tersebut dikonsultasikan dengan nilai rtabel dengan N=64 dan db=N-2= 62 dengan taraf signifikansi 5% sebesar 0.245. Karena rhitung > rtabel atau 0,253 > 0,245 maka Ho ditolak dengan kata lain Ha diterima berarti antara Pengetahuan Moral (X) dengan Kesadaran Moral Siswa (Y) ada hubungan yang positif. Setelah diuji keberartian atau signifikansi terhadap koefisiensi korelasi yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus t, maka diperoleh thitung = 2,056. Dari hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan nilai ttabel
pada taraf
signifikasi 5% dengan N=64 dan db=N-2= 62 sebesar 2,00. Jadi, dari perhitungan yang dilakukan maka thitung > ttabel atau thitung = 2.056>ttabel = 2,00 maka koefisien korelasinya antara X dan Y berarti atau signifikan (Penghitungan secara rinci dapat dilihat pada lampiran 25 halaman 141). Persamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=a+bX atau Y=84.5928+0.4509X (Penghitungan dapat dilihat pada lampiran 26 halaman 142). 2. Penafsiran Pengujian Hipotesis
Langkah selanjutnya setelah melakukan analisis data adalah melakukan penafsiran pengujian hipotesis untuk semua variabel yang telah dianalisis yaitu sebagai berikut : Berdasarkan hasil penelitian diperoleh r xy = 0,253 dengan sampel 64 siswa dan db=62 pada taraf signifikasi 5 % diperoleh r tabel = 0,245. Selanjutnya dengan demikian r hitung > r tabel
atau r hitung = 0,253 > r tabel = 0,245 sehingga dapat
ditafsirkan ada hubungan yang positif antara pengetahuan moral (X) dengan kesadaran moral siswa (Y) kelas VII MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010. Untuk uji keberartian koefisiensi korelasi sederhana dengan uji t diperoleh thitung > ttabel atau thitung = commit 2.056>tto = 2.00 yang berarti hubungan antara user tabel
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengetahuan moral (X) dan kesadaran moral siswa (Y) adalah berarti. Persamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=84.5928+0.4509X. Jadi dari persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pengetahuan moral (X) maka diikuti kenaikan kesadaran moral siswa (Y) sebesar kemiringan gradien garis regresi sebesar 0.4509.
3.
Kesimpulan Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan untuk menguji hipotesis dan penafsiran hipotesis maka peneliti dapat mengambil kesimpulan yaitu : Hipotesis yang mengatakan ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajran 2009/2010 dapat diterima.
4. Pembahasan Hasil Analisis Data
Berdasarkan analisa dan interprestasi hasil analisa, dapat dijelaskan sebagai berikut : Hipotesis yang berbunyi “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010”, dinyatakan diterima. Hal ini disebabkan karena rx1 y > rtabel , yaitu 0,253 > 0,245, selanjutnya dengan uji t diperoleh thitung > ttabel yaitu 2.056 > 2.00.. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel pengetahuan moral dengan variabel kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010. Persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pengetahuan moral (X) maka diikuti kenaikan kesadaran moral siswa (Y) sebesar kemiringan gradien garis regresi sebesar 0.4509. Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa merupakan salah satu hal yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
mempunyai hubungan yang erat. Dimana pengetahuan moral merupakan salah satu dasar bagi siswa untuk meningkatkan kesadaran moral. Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah sehingga siswa memerlukan pengetahuan tentang moral dan diharapkan pengetahuan yang mereka miliki tersebut akan lebih meningkatkan kesadaran moral siswa. Dikarenakan hal tersebut ternyata memang saling berhubungan dimana sebuah pengetahuan moral dapat mempengaruhi kesadaran moral siswa. Jadi semakin tinggi pengaruh pengetahuan moral maka semakin tinggi pula kesadaran moral siswa demikian pula sebaliknya jika semakin rendah pengaruh pengetahuan moral maka semakin rendah pula kesadaran moral siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesadaran moral siswa berkaitan dengan pengetahuan moral yang dimiliki oleh siswa. Artinya pengetahuan moral diperlukan untuk dapat meningkatkan kesadaran moral siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Driyarkara dalam Zaim Elmubarok (2009: 13) “perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan afektif dalam proses pendidikan”. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya tidak cukup hanya dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak melalui dengan segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi dengan pengembangan perilaku dan sikap. Menurut Asri Budiningsih (2008: 71) bahwa ”moral selain dapat didekati dari segi kognitif (penalaran moral) juga dapat dapat didekati dari segi afektif (perasaan moral). Secara terintegrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan moral”. Dari pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa moral selain dapat dikaji secara kognitif yaitu mengenai pengetahuan tentang moral juga menyangkut sikap seseorang dalam hal ini bahwa nilai, moral, etika berhubungan langsung dengan sikap seseorang. Dengan demikian, semakin peserta didik memiliki pengetahuan khususnya pengetahuan tentang moral maka semakin tinggi tingkat kesadaran moral siswa. commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hal tersebut berarti tinggi rendahnya pengetahuan moral yang dimiliki siswa berhubungan dengan tinggi rendahnya kesadaran moral siswa. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki siswa tentang moral maka akan meningkatkan kesadaran moral yang dimiliki siswa.
commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai hubungan pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010. Adanya kesimpulan tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang selanjutnya diperoleh r xy sebesar 0,253, dimana hasil ini menunjukkan r xy lebih besar dari r tabel atau rx1 y > rtabel yaitu 0,253 > 0,245 pada taraf signifikasi sebesar 5%. Besarnya hubungan menunjukkan keterangan bahwa variabel pengetahuan moral mempunyai hubungan yang positif atau kuat terhadap variabel kesadaran moral siswa. Sedangkan signifikansi atau keberartian hubungan kedua variabel dibuktikan dengan harga thitung lebih besar dari ttabel atau thitung > ttabel yaitu 2,056>2,00. Selanjutnya naik turunnya atau besar kecilnya kesadaran moral siswa dapat diprediksi melalui persamaan regresi Y=84.5928+0,4509X.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh implikasi sebagai berikut : 1. Implikasi Teoritis
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa. Dengan adanya pengaruh tersebut, maka implikasi teoritisnya adalah semakin banyak pengetahuan moral yang dimiliki seorang siswa berarti semakin meningkat kesadaran moral siswa jika dibanding dengan siswa yang kurang memiliki pengetahuan.
commit to user
78
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Implikasi Praktis
Melihat dari penelitian yang telah dilakukan, karena kesadaran moral terbentuk berdasarkan pengetahuan moral maka seharusnya guru, orang tua, dan lingkungan (sekolah) dapat menanamkan pengetahuan moral sehingga dapat menumbuhkan kesadaran moral pada anak.
C. Saran Sesuai dengan hasil kesimpulan dan implikasi yang telah diuraikan diatas, maka dalam
rangka memberikan sumbangan pemikiran penulis
menyampaikan saran sebagai berikut : 1. Bagi Siswa
Siswa hendaknya memilki pengetahuan moral yang baik karena dengan adanya pengetahuan tersebut diharapkan siswa dapat mempunyai kesadaran moral yang tinggi. 2. Bagi Orang Tua
Orang tua hendaknya
menanamkan
moral
kepada anak
dengan
memberikan pengetahuan dan arahan pada anak-anaknya dalam bersikap, karena dengan melihat sikap orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat dan menirunya. 3. Bagi Guru
Setiap pendidik atau guru hendaknya menjadi suri tauladan dan berperan sebagai panutan dan dapat memberi motivator siswa dalam belajar untuk dapat meningkatkan minat belajar siswa supaya pengetahuan khususnya pengetahuan moral siswa lebih meningkat sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kesadaran moral yang lebih baik. 4. Bagi Sekolah
Lingkungan sekolah memberikan nilai yang besar bagi siswa dalam memperoleh pengetahuan. Oleh sebab itu disarankan kepada pihak sekolah untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan hendaknya meningkatkan commit to user kedisiplinan sekolah.