Studi kasus perilaku agresif siswa kelas iv SD Negeri Dagen ii Kecamatan Jaten A. Kabupaten Karanganyar B. tahun pelajaran 2009/2010
C. SKRIPSI
Oleh : Sri Sutami NIM: X 3105011
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat dilahirkan, manusia telah lengkap dengan aspek-aspek yang berkaitan dengan jasmani maupun aspek-aspek yang berkaitan dengan rohaninya. Namun kenyataannya, pada saat itu manusia sangat lemah, karena aspek-aspek yang berkaitan dengan jasmani maupun rohaninya itu sesungguhnya masih bersifat potensial. Hal-hal yang masih bersifat potensial itu perlu bantuan, perlu bimbingan dan pengarahan
dari
orang-orang
yang
bertanggungjawab
untuk
mencapai
kesempurnaanya agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, manusia yang sedang tumbuh ini perlu diberikan pendidikan. Ki Hajar Dewantara (dalam A. Soedomo Hadi, 2003: 11) mengatakan, ”Pendidikan adalah segala usaha dari orang tua terhadap anak-anak dengan maksud menyokong kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki bertumbuhnya segala kekuatan rohani dan jasmani yang ada pada anak-anak karena kodrat iradatnya sendiri”. Pendapat ini menjelaskan bahwa anak-anak itu perlu mendapatkan pendidikan dari orang tua agar anak dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pada hakikatnya pendidikan yang diberikan adalah mengembangkan unsurunsur yang ada pada anak didik. Orang dewasa yang bertanggungjawab atas pendidikan anak itu adalah orang tua (ayah dan ibu), pengajar atau guru di sekolah dan pemimpin (pemuka masyarakat). Pendidik, baik orang tua (ayah dan ibu), pengajar atau guru di sekolah maupun pemimpin atau pemuka masyarakat, sebenarnya adalah perantara atau penghubung aktif yang menjembatani antara anak didik dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Tanpa pendidik, tujuan pendidikan manapun yang telah
3
dirumuskan tidak akan dapat dicapai oleh anak didik. Agar pendidik dapat berfungsi sebagai perantara yang baik, maka pendidik harus dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Anak adalah tunas bangsa yang sangat berharga dan menjadi harapan di masa depan. Melihat tunas-tunas itu tumbuh dengan baik, pastilah sangat membahagiakan. Akan tetapi, pada kenyataannya di dalam proses pendidikan banyak ditemukan hal-hal yang berjalan tidak sesuai dengan harapan dan rencana, misalnya muncul perilaku agresif siswa. Perilaku agresif ini dapat menghambat proses pendidikan pada umumnya dan pada khususnya dapat menghambat proses kegiatan belajar mengajar. Pendidikan di Indonesia semakin panas. Fenomena menunjukkan bahwa dewasa ini tingkat agresivitas di lingkungan pendidikan semakin meningkat. Hal tersebut terwujud dalam berbagai bentuk aksi kekerasan yang dilakukan oleh anak didik. Perilaku tersebut menjadi penghambat dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan atau lebih tepatnya pelaksanaan KBM. (Anantasari, 2006: 7) Sigmund Freud dalam Anantasari (2006: 61) menyampaikan indikasi bahwa: Tantangan besar yang niscaya dihadapi umat manusia adalah bagaimana mereka mengelola dorongan agresif yang ada di tengah kehidupan mereka. Bagi Freud, kegelisahan dan kecemasan umat manusia berkaitan dengan kekhawatiran mereka tentang kemungkinan berlangsungnya tindakan agresif yang bisa memusnahkan mereka. Anantasari (2006: 113) berpendapat, ”Perilaku agresif merupakan segala bentuk perilaku yang disengaja terhadap orang lain maupun objek lain dengan tujuan merugikan, mengganggu, melukai ataupun mencelakakan korban baik secara fisik maupun psikis, langsung maupun tidak langsung”. Pendapat ini menjelaskan bahwa perilaku agresif merupakan perilaku yang bersifat kekerasan dan bertujuan untuk mencelakai orang lain. Berbagai ilustrasi faktual memberikan gambaran senyatanya tentang perilaku agresif yang terjadi di rumah maupun di sekolah. Ketidakmampuan anak mengerjakan tugas guru di sekolah sebagai suatu gambaran agresivitas yang bersifat
4
pasif. Perilaku agresif lainnya yang biasanya ditunjukkan anak-anak misalnya: menganggu teman, berperilaku kasar, merusak barang-barang hingga mengacaukan proses pembelajaran di kelas sehingga membuat guru menjadi frustasi. Di SD Negeri Dagen II banyak dijumpai siswa yang berperilaku agresif. Berdasarkan hasil survey, perilaku agresif anak muncul baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Perilaku tersebut berupa perampasan barang milik teman, misalnya alat tulis; berkelahi; mendorong teman sampai jatuh; dan memukul. Hal tersebut memberikan dampak negatif
baik bagi siswa sendiri maupun bagi orang lain,
misalnya teman siswa. Perilaku tersebut tidak seharusnya didiamkan begitu saja , tetapi perlu mendapatkan perhatian khusus. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti sebagai mahasiswa BK tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Studi Kasus Perilaku Agresif Siswa Kelas IV SD Negeri Dagen II Kecamatan Jaten Kabupaten Karangannyar Tahun Pelajaran 2009/2010”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran perilaku agresif
siswa kelas IV SD Negeri Dagen II
kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya perilaku agresif siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar? 3. Alternatif bimbingan apa yang perlu diberikan pada siswa berperilaku agresif kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar ?
5
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui : 1. Gambaran secara nyata tentang perilaku agresif siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar. 2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku agresif siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar. 3. Alternatif bimbingan yang perlu diberikan pada siswa berperilaku agresif kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian Penelitian tentang perilaku agresif ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan upaya mengantisipasi anak yang berperilaku agresif. 2. Manfaat praktis a. Memberikan wawasan bagi para guru mengenai perilaku agresif pada siswa. b. Menjadi rambu-rambu khususnya bagi guru pembimbing dalam pemberian layanan bimbingan yang sesuai dengan kondisi siswa. c. Bagi orang tua dapat memberikan informasi tentang cara mengatasi perilaku agresif bagi anak-anaknya.
6
BAB II D. LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Karakteristik Anak Usia 6 -12 Tahun
Manusia di dalam kehidupannya akan mengalami dua proses yang alamiah, yaitu proses pertumbuhan dan proses perkembangan. Kedua proses tersebut berjalan secara kontinyu dan saling bergantung antara satu dengan lainnya. J. P. Chaplin (dalam Alex Sobur, 2003: 128) mengatakan, “Perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif dan ini terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspekaspek yang terdapat dalam organisme-organisme tersebut”. Perkembangan itu merupakan suatu proses perubahan yang progresif dan terus-menerus. Perkembangan itu terjadi pada setiap organisme sejak lahir hingga mati. Van den Daele (dalam Elizabeth B. Hurlock, 2004: 2) mengatakan, ”Perkembangan berarti perubahan secara kualitatif”. Perkembangan bukanlah hanya berupa bertambahnya ukuran tinggi badan seseorang, bertambahnya berat badan seseorang atau meningkatnya kemampuan seseorang, tetapi perkembangan itu merupakan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks. Di dalam perkembangannya tersebut, seorang individu akan mengalami fasefase perkembangan. Mulai dari masa dalam kandungan sampai masa tua. Masa kanak-kanak merupakan salah satu fase yang dilalui oleh individu. Masa kanak-kanak ini terbagi lagi menjadi tiga fase yaitu, “ Masa bayi berlangsung dari lahir sampai umur 1 ½ tahun; masa anak kecil dari umur 1 ½ tahun sampai 6 tahun kemudian masa anak sekolah umur 6 sampai 12 tahun”. (Warkitri dkk, 2002: 15). Anak usia 6-12 tahun merupakan masa anak-anak untuk memasuki dunia pendidikan, namun pada umumnya sulit untuk menentukan berapa tepatnya anak siap
7
untuk memasuki dunia pendidikan karena kematangan itu tidak hanya ditentukan oleh usia saja. “Masa usia sekolah dasar disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah”. (Depdikbud, 1992: 43). Anak pada usia 6 atau 7 tahun biasanya dianggap telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada usia tersebut, anak-anak lebih mudah untuk dididik. Masa usia sekolah dasar diperinci menjadi dua fase, yaitu a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar. Adapun sifat-sifat anak pada masa ini meliputi: 1). Terdapat hubungan positif antara keadaan jasmani dengan prestasi, 2) Anak patuh pada peraturan-peraturan permainan tradisional, 3) Anak memiliki kecenderungan untuk memuji diri sendiri, 4) Anak suka membandingbandingkan dirinya dengan anak lain ; b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Adapun sifat-sifat anak pada masa ini meliputi: 1) Anak memiliki minat terhadap kehidupan praktis yang konkret, 2) Realistik, ingin mengetahui, ingin belajar, 3) Bakat-bakat khusus anak mulai menonjol, 4) Anak-anak mulai membentuk kelompok sebaya atau peer group”. (Syamsu Yusuf , 2004: 24) Lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini. a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar berkisar pada usia kira-kira 6 atau 7 tahun sampai usia 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak pada masa ini antara lain sebagai berikut: 1).
Terdapat hubungan positif antara keadaan jasmani dengan prestasi. Keadaan jasmani memberikan pengaruh khususnya terhadap pencapain prestasi anak. Jasmani yang sehat dapat memberikan nilai lebih terhadap pencapaian prestasi anak dari pada keadaan jasmani yang tidak sehat. Dengan keadaan jasmani yang sehat, anak akan memiliki motivasi, tenaga yang lebih, namun dengan jasmani yang tidak sehat anak akan merasa lemah, tidak memiliki semangat.
2).
Anak patuh pada peraturan-peraturan permainan tradisional. Interaksi anak semakin luas, berkembang. Keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak. Seiring dengan perkembangannya, anak tidak hanya mengenal keluarganya saja, namun anak akan belajar mengenal lingkungan yang lebih luas. Mulai dari teman sebaya hingga masyarakat luas.
8
Agar anak dapat diterima dilingkungannya tersebut, anak harus mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, khususnya peraturan-peraturan permainan yang tradisional. 3).
Anak memiliki kecenderungan untuk memuji diri sendiri. Seringkali anak akan menceritakan pengalaman-pengalaman yang telah anak peroleh disegala aktivitasnya. Anak akan lebih bersemangat terhadap pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan dirinya, apa yang telah ia lakukan, apa yang ia dapatkan. Melalui cerita-cerita polos, mereka menunjukkan betapa hebatnya mereka.
4).
Anak suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain. Interaksi anak dengan lingkungannya, khususnya dengan teman sebaya menuntut anak memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri agar anak dapat diterima di lingkungannya tersebut. Namun, seringkali yang didapatkan adalah anak akan membanding-bandingkan dirinya dengan temantemannya. Misalkan dalam hal yang berkenaan dengan prestasi, anak merasa lebih pandai dalam mata pelajaran matematika dibandingkan dengan temantemannya yang lain.
b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar berkisar pada usia kira-kira 9 atau 10 tahun sampai usia 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah: 1).
Anak memiliki minat terhadap kehidupan praktis yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaanpekerjaan yang praktis.
2).
Realistik, ingin mengetahui, ingin belajar. Seiring dengan perkembanganya, kemampuan anak pun juga berkembang. Anak memiliki minat, keinginan yang lebih untuk mempelajari sesuatu dan pemahaman anak mengenai sesuatu yang awalnya bersifat fantasi berkembang ke arah yang objektif.
3).
Bakat-bakat khusus anak mulai menonjol. Hal tersebut ditunjukkan minatnya pada mata pelajaran tertentu.
9
4).
Anak-anak mulai membentuk kelompok sebaya atau peer group. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu anak tidak lagi terikat pada peraturan-peraturan permainan tradisional, mereka membuat peraturan sendiri. Buhler (dalam Alex Sobur, 2003: 132) mengatakan, “Masa sekolah dasar
dapat juga disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen”. Anak pada usia ini memiliki dorongan besar untuk mengetahui sesuatu hal baru bagi mereka atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa anak pada usia ini memiliki rasa ingin tahu yang besar. Hal-hal baru yang ditemukan anak di dalam lingkungannya yang lebih luas dari pada masa usia pra sekolah menimbulkan berbagai macam pertanyaan bagi anak. Tidak jarang hal tersebut menyebabkan orang tua atau pun pendidik merasa kesulitan dalam memberikan jawaban yang tepat bagi anak.
a. Aspek- aspek Perkembangan Anak Usia 6 – 12 Tahun
Perkembangan merupakan rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju ke arah yang lebih maju dan sempurna. Salah satu fase perkembangan manusia adalah masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak ini terbagi lagi menjadi tiga fase, salah satunya adalah anak usia 6-12. Pada fase ini dalam perkembangnnya anak akan mengalami perubahan di dalam berbagai aspek kehidupannya. Syamsu Yusuf (2004: 178—184) menyebutkan, ”Aspek perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi: 1) Perkembangan intelektual, 2) Perkembangan bahasa, 3) Perkembangan sosial, 4) Perkembangan emosi), 5) Perkembangan moral, 6) Perkembangan motorik”. Berikut penjelasannya.
10
1).
Aspek Perkembangan Intelektual
Anak pada usia 6–12 tahun telah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif, seperti: membaca, menulis, dan menghitung. Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalar anak. Anak dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, misalnya membaca. Selain itu, anak perlu diberikan juga pengetahuan-pengetahuan tentang manusia, hewan, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya. Untuk dapat mengembangkan daya nalarnya, yaitu dengan melatih anak untuk dapat mengungkapkan pendapat, gagasan atau penilaiannya terhadap berbagai hal yang dialami atau peristiwa yang terjadi di lingkungan.
2).
Perkembangan Bahasa
Pada usia ini, kemampuan anak dalam mengenal dan menguasai perbendaharaan kata berkembang pesat. Anak dapat menguasai sekitar 2. 500 kata. Pada masa ini, tingkat berpikir anak lebih maju. Faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu: proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/ bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata dan proses belajar yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara kemudian mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/ katakata yang didengarkannya.
3).
Perkembangan Sosial
Pada usia ini, anak memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerjasama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok.
4).
Perkembangan Emosi
Anak menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Sehingga anak mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol
11
ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan pembiasaan.
5).
Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (benar atau salah, baik atau buruk) yang pertama kali anak peroleh dari lingkungan keluarga. Anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baikburuk.
6).
Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Gerakan yang dilakukan anak telah sesuai dengan kebutuhan atau minat anak. Pada usia ini, anak dapat diajarkan keterampilan yang berkaitan dengan motoriknya. Misalnya: menggambar, menulis, mengetik.
b. Tugas Perkembangan Anak Usia 6–12 Tahun
Tugas perkembangan merupakan tugas-tugas yang muncul pada periode tertentu yang dialami oleh setiap individu, di mana keberhasilan individu tersebut dalam menunaikan tugas akan dapat membawa kebahagiaan untuk menunaikan tugastugas selanjutnya, namun apabila individu tersebut mengalami kegagalan dalam menunaikan tugasnya, maka hal tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi individu tersebut untuk menunaikan tugas perkembangan selanjutnya. Orang tua dan pendidik hendaklah memberikan motivasi dan memfasilitasinya untuk dapat mencapai keberhasilan dalam menunaikan tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan pada masa sekolah meliputi: 1) Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk permainan; 2) Belajar membentuk sikap yang sehat
12
terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis; 3) Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya; 4) Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya; 5) Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung; 6) Belajar mengembangkan konsep sehari-hari; 7) Mengembangkan kata hati; 8) Belajar memperoleh kebebasan; dan 9) Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. (Syamsu Yusuf, 2004: 69). Selanjutnya Elizabeth B. Hurlock (2004 : 10) mengemukakan, Tugas –tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak, yaitu: 1) Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum; 2) Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh; 3) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya; 4) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat; 5) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung; 6) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari; 7)Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata tingkatan nilai; 8) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga; 9) Mencapai kebebasan pribadi. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan anak pada usia 6-12 tahun meliputi: mempelajari keterampilan fisik; membina sikap yang sehat terhadap diri sendiri; belajar bergaul dengan teman sebaya, belajar berperan sosial sebagai pria atau wanita, mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung; mengembangkan kata hati, moralitas, dan skala nilai; pencapaian kemerdekaan diri; dan mengembangkan sikap sosial dalam kelompok sosial. Lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini. 1)
Mempelajari Keterampilan Fisik
Pada masa ini anak akan banyak melakukan kegiatan permainan dengan teman sebayanya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersifat fisik, misalnya: melempar, menangkap, menendang, dst. Agar anak mampu melakukan kegiatan
13
permainan tersebut, maka perlu bagi anak untuk mempelajari keterampilanketerampilan yang bersifat fisik tersebut. Bila anak dapat melakukan permainan ini, anak akan mendapat pujian dari teman-teman sebayanya. Namun, bila anak gagal, maka anak akan mendapatkan hukuman atas kesalahan-kesalahannya.
2)
Membina Sikap yang Sehat Terhadap Diri Sendiri
Pada masa ini, anak akan mengalami pertumbuhan fisik yang sangat cepat. Misalnya gigi permanen sudah tumbuh. Untuk itu anak perlu diajarkan kebiasaan untuk menjaga kesehatan, khususnya untuk memelihara badan. Misalnya dengan membiasakan anak mandi 2 kali sehari.
3)
Belajar Bergaul dengan Teman Sebaya
Keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak. Seiring dengan perkembangannya, interaksi anak semakin luas. Anak mulai belajar mengenal dan mengadakan interkasi dengan dunia luar, misalnya dengan teman sebayanya. Di dunia luar ini, anak akan menemukan berbagai macam kelompok dengan berbagai macam karakter. Anak harus dapat mengambil posisi diantara teman sebayanya tersebut agar anak dapat diterima dalam kelompok tersebut. Anak harus belajar menyesuaikan diri, memperlakukan teman dengan baik, dsb.
4)
Belajar Berperan Sosial sebagai Pria atau Wanita
14
Di lingkungan keluarga anak juga mendapatkan pendidikan mengenai peran sosialnya sebagai pria atau wanita. Anak laki-laki diajarkan berperan, bersikap dan berperilaku sebagaimana halnya laki-laki, sedangkan anak perempuan diajarkan berperan, bersikap, dan berperilaku sebagaimana halnya anak perempuan. Misalnya: anak perempuan diajarkan memakai rok, sedangkan anak laki-laki memakai celana.
5)
Mengembangkan
Keterampilan
Dasar-dasar
Membaca,
Menulis dan Berhitung Membaca, menulis, dan berhitung merupakan ilmu dasar agar anak dapat mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan minatnya. Untuk itu anak harus mempelajarinya. Orang tua atau pun pendidik harus dapat memberikan motivasi pada anak dan memfasilitasi anak agar anak dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya.
6)
Mengembangkan Kata Hati, Moralitas, dan Skala Nilai.
Selain memiliki bekal yang berkenaan dengan ilmu, anak diharapkan mampu memiliki kontrol diri, karena dilingkungannya anak akan menemukan berbagai macam sikap, sifat dan karakter. Dengan kontrol diri tersebut anak akan mampu
15
melihat sikap, sifat atau karakter yang sesuai atau tidak sesuai. Sehingga anak dapat mengadakan pemilihan nilai dan mengikat dirinya atas pemilihan tersebut.
7)
Pencapaian Kemerdekaan Diri
Anak diharapkan menjadi seorang individu yang mandiri, tidak bergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya. Interaksi anak dengan temannya menuntut anak untuk mandiri, melepaskan ketergantungannya terhadap orang tua. Pengetahuan yang dimiliki anak, dapat mengembangkan otoritasnya yaitu anak dapat melakukan pemilihan- pemilihan bagi dirinya dalam kehidupannya.
8).
Mengembangkan Sikap Sosial dalam Kelompok Sosial
Di dalam lingkungan sosial, anak akan menemukan norma-norma atau hukum yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut akan memberikan pengaruh bagi anak dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya tersebut. Kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya tersebut dipengarhi oleh sikap sosial anak itu. Untuk itu harus ditanamkan kehidupan yang demokratis.
2. Kajian Tentang Perilaku Agresif
a. Pengertian Perilaku Agresif
16
Anak dilahirkan sebagai makhluk sosial. Di dalam perkembangan dan pertumbuhannya, anak akan mengadakan sosialisasi dengan lingkungannya, baik dengan keluarga, teman ataupun masyarakat luas. Untuk itu, anak perlu memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi cara penyesuaian diri, salah satunya adalah emosi. “Emosi sebagai keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam diri individu), tujuannya untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan”. (Tim Prodi BK, 2000: 22). Emosi bukan hanya sekedar suatu reaksi umum, tetapi juga merupakan reaksi spesifik. Individu akan tertawa saat gembira, manarik diri saat takut, atau pun menjadi agresif saat marah. Perilaku agresif sebagai reaksi emosi merupakan suatu tindakan, baik fisik ataupun non fisik yang dilakukan oleh individu yang identik dengan adanya kekerasan. Tindakan tersebut dilakukan oleh individu dengan tujuan untuk melukai atau membahayakan orang lain. Menurut Anantasari (2006: 63), “Agresif diartikan tindakan yang bersifat kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya”. Dalam agresi terkandung maksud untuk membahayakan atau menciderai orang lain. Menurut Calhoun&Acocella (dalam Alex Sobur, 2003: 432) mengartikan bahwa, “Sikap agresif adalah penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hak orang lain”. J P Chaplin (2004: 15) mengatakan, Perilaku agresif adalah tindakan permusuhan dari dalam diri seseorang ditujukan pada orang lain atau benda berupa suatu tindakan menyerang, melukai orang lain, untuk meremehkan, merugikan, mengaganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemoohkan, atau menuduh secara jahat, mengukum berat. Atau tindakan sadis lainnya. Sedangkan Syamsu Yusuf (2004: 124) mengartikan, ”Agresi (agression) yaitu perilaku menyerang baik secara fisik (non verbal) maupun kata-kata (verbal)”.
17
Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi atau rasa kecewa karena tidak terpenuhinya kebutuhan atau keinginan. Selaras dengan pendapat di atas, Rita Eka Izzaty (2005: 105) menyatakan, ”Agresivitas adalah isilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan-perasaan marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan secara fisik, verbal, maupun menggunakan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang mengancam atau merendahkan”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah tingkah laku secara fisik (non verbal) atau verbal yang sifatnya berupa penyerangan di mana hal tersebut dilakukan oleh seorang individu dengan sengaja untuk melukai, menyakiti dan membahayakan orang lain.
b. Teori-teori Agresi
Teori-teori mengenai perilaku agresif banyak dikemukakan oleh para ahli. Menurut Goble (dalam Alex Sobur, 2003: 437) menyebutkan, “Teori-teori agresi dibagi dalam dua kategori, yaitu teori-teori yang berpandangan bahwa agresi bersifat naluriah atau merupakan kodrat bawaan manusia, dan teori belajar sosial”. Dari pendapat tersebut, teori agresi bersifat naluriah atau bawaan dan teori belajar sosial. Selanjutnya Wang Muba ( http: Wang Muba/12/03/2009 ) berpendapat, “Teori-teori agresi terbagi atas: 1) Perilaku agresif sebagai perilaku bawaan; 2) Perilaku agresif sebagai perilaku belajar; 3) Perilaku agresif sebagai perilaku belajar sosial; 4) Perilaku agresif sebagai dorongan yang berasal dari luar; 5) Perilaku agresif sebagai perilaku katarsis”.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1).
Perilaku Agresif sebagai Perilaku Bawaan
18
“Pada dasarnya, manusia mempunyai dua naluri dasar, yaitu naluri seksual (libido) dan naluri agresif atau yang disebut sebagai naluri kematian”. (Sigmund Freud dalam Alex Sobur, 2003- 437). Insting kehidupan terdiri atas insting reproduksi atau insting seksual dan insting-insting yang ditujukan untuk pemeliharaan hidup, sedangkan insting kematian memiliki tujuan untuk menghancurkan hidup individu. Dalam teori ini, perilaku agresif merupakan cerminan dari adanya insing kematian. Misalnya, bunuh diri atau peperangan.
2).
Perilaku Agresif sebagai Perilaku Belajar
“Perilaku agresif diperoleh melalui belajar bukan hanya bersifat instingtif. Mekanisme utama yang menentukan perilaku agresif manusia adalah proses belajar masa lampau”. (Sears dalam Wang Muba, 12/03/2009). Bayi yang baru lahir dapat menunjukkan perasaan agresi yang impulsif. Bila keinginannya tidak terpenuhi, maka bayi akan menangis keras, memukul- mukul, atau menghantam apa saja yang dapat dijangkau. Pada kehidupannya bayi tidak menyadari kehadiran orang lain, dia akan terus menerus melepaskan amarahnya dan mungkin mengarahkan kepada mereka, tetapi pada masa dewasa ia akan mengendalikan dorongan impulsif agresifnya secara kuat dan hanya melakukan agresi dalam keadaan tertentu. Perkembangan tersebut dikarenakan oleh proses belajar. Belajar melalui pengalaman coba-coba, pengajaran moral, instruksi khusus, pengalaman diri sendiri melalui pengamatan terhadap orang lain akan membantu mengajarkan cara merespon pada individu.
3).
Perilaku Belajar Sosial
“Belajar itu tidak sederhana. Belajar sebagai reaksi dari stimulus, di mana reaksi atau interpretasi orang terhadap stimulus tidak hanya setelah individu itu
19
melakukannya sendiri”. (Bandura dalam Tim Prodi BK, 2000: 34). Asumsi dasar teori ini adalah sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan atas perilaku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model. Individu akan mencontoh tingkah laku orang lain (model) apabila tingkah laku tersebut memiliki efek yang menyenangkan, sebaliknya apabila individu tersebut mendapati tingkah laku model memiliki efek yang tidak menyenangkan, maka individu akan kurang termotivasi untuk bertingkah laku yang sama. Misalkan, anak “A” melihat ketika kakaknya menangis dan disertai dengan membanting-banting mainannya, orang tuanya memberikan sejumlah uang kepada kakanya tersebut sehingga tangisnya terhenti. Perilaku ini akan menjadi contoh bagi anak, karena dengan dia berperilaku agresif, anak mendapatkan apa yang diinginkannya.
4).
Perilaku Agresif sebagai Dorongan yang Berasal dari Luar
Menurut teori ini, perilaku agresif ditentukan oleh kejadian-kejadian yang berasal dari luar (eksternal), di mana kondisi tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat pada seseorang untuk memicu kemunculan perilaku agresif. Teori ini menyatakan bahwa frustasi menyebabkan berbagai kecenderungan, salah satunya adalah agresi, dan agresi timbul karena adanya frustasi. Apabila frustasi meningkat, maka kecenderungan perilaku agresif pun akan meningkat. Contohnya: Individu A mendapati kehidupan keluarganya berantakan. Hal tersebut membuat individu tersebut stress. Untuk menghilangkan stress atau frustasinya tersebut, individu seringkali melakukan perilaku kekerasan, misalnya dengan membanting barangbarang di sekitarnya, marah-marah, atau mengumpat.
5).
Perilaku Agresif sebagai Perilaku Katarsis
Katarsis merupakan pelepasan ketegangan dan kecemasan dengan jalan melampiaskannya dalam dunia nyata. Teori katarsis menyatakan pemberian
20
kesempatan kepada individu yang memiliki kecenderungan pemarah untuk berperilaku keras (dalam aktivitas katarsis), tapi dalam cara yang tidak merugikan, akan mengurangi tingkat rangsang emosional dan tendensi untuk melakukan perilaku agresi. Tujuan perilaku agresif menurut teori ini adalah dalam rangka katarsis atau pelepasan ketegangan terhadap kompleks-kompleks terdesak, misalkan perasaan marah dapat dikurangi melalui pengungkapan agresi. Misalkan, ketika anak A tibatiba dipukul oleh anak B maka anak A akan marah dan pada gilirannya anak A gantian memukul anak B tersebut maka anak A akan merasa lega dan amarah menjadi berkurang. c. Ciri-ciri Perilaku Agresif Pada Anak
Setiap orang tua tentunya berharap putra-putranya menjadi anak yang patuh dan taat terhadap norma, aturan yang diajarkan oleh orang tuanya. Namun, seringkali yang didapatkan adalah harapan tidak selalu sejalan dengan kenyataan. Justru seringkali anak bertindak atau berperilaku diluar batas harapan orang tua, misalnya anak berperilaku agresif. Pada umumnya setiap anak mempunyai dorongan agresif. Dorongan ini timbul sejak kecil dan muncul pada perbuatan-perbuatan, seperti mendorong teman sampai jatuh, mencakar kalau tidak diberi kue yang dimintanya, dan sebagainya. “Agresi merupakan kekuatan hidup (life force) dan energi yang dapat bersifat membangun dan juga menghancurkan. Kekuatan ini adalah sesuatu yang membuat bayi memiliki dan memegang kehidupan dan yang bisa membuatnya berteriak atau menangis bila ia sedang lapar”. (Alex Sobur, 2003: 434).
21
”Agresi terwujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah dan mencaci maki”. (Syamsu Yusuf, 2004: 124). Sutjihati Somantri (2006: 44) menyebutkan, ”Perilaku agresif yang biasa dijumpai pada anak-anak adalah bertengkar, mengejek, dan mengganggu”. Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut: Bertengkar, merupakan ungkapan rasa marah yang dibuat dengan menyerang orang lain. Bertengkar berbeda dari agresi, dalam arti kata bertengkar melibatkan dua orang dan salah satu memainkan peran mempertahankan diri, sedangkan dalam tingkah laku agresi tidaklah demikian. Selanjutnya mengejek dan menganggu. Mengejek diartikan sebagai serangan yang bersifat verbal pada orang lain dengan maksud supaya orang yang diejek menjadi marah, sedangkan mengganggu diartikan sebagai tindakan yang menimbulkan rasa sakit dalam arti fisik dan orang yang melakukannya memperoleh kenikmatan dengan melihat korbannya kesakitan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka perilaku agresi yang muncul pada anak-anak ditandai dengan perilaku marah, bermusuhan, bertengkar, menghancurkan barang orang lain, membanting mainan dan menyerang secara fisik.
d. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif
Agresif merupakan perilaku yang disengaja oleh individu dengan tujuantujuan tertentu. Agresif identik dengan adanya permusuhan, amarah, atau kekerasan baik secara fisik atau verbal. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab agresivitas. E.
22
Koeswara
(1988:
82)
menyebutkan,”Faktor-faktor
yang
menjadi
pencetus
kemunculan perilaku agresif adalah frustasi, stres, deindividuasi, kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol, dan suhu udara”. Selanjutnya Sutjihat Somantri (2006: 43) menjelaskan, ”Ada beberapa penyebab munculnya perilaku agresif pada anak antara lain: frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua yang agresif”. Anantasari (2006: 64—66) menyebutkan, ”Penyebab perilaku agresif dapat digolongkan dalam enam kelompok faktor, yaitu: 1) faktor psikologis; 2) faktor sosial; 3) faktor lingkungan; 4) faktor situasional; 5) faktor biologis; 6) faktor genetik”. Davidoff (dalam Rita Eka Izzaty, 2005: 107) menyebutkan, ”Penyebab agresivitas dipengaruhi oleh: faktor internal dan faktor eksternal”. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab perilaku agresif terbagi menjadi:
1).
Faktor Internal Merupakan faktor-faktor yang berasal dari diri individu, meliputi: a). Psikologis. Faktor psikologis merupakan faktor-faktor yang berkenaan dengan jiwa manusia. Adapun hal-hal yang mempengaruhinya meliputi: (1) Perilaku naluriah Perilaku naluriah berarti dalam diri manusia itu terdapat dua naluri, yaitu naluri kehidupan yang disebut dengan eros dan naluri kematian yang disebut dengan thanatos. Hal tersebut sesuai dengan pendapatnya Sigmund Freud dalam Anantasai (2006: 24) yang menyatakan, ”Dalam diri manusia ada naluri kematian atau thanatos dan naluri kehidupan atau eros”. Thanatos berarti energi yang tertuju untuk perusakan atau pengakhiran kehidupan. Perilaku agresi
23
berakar dalam naluri kematian yang diarahkan bukan ke dalam diri sendiri melainkan ke orang lain.
(2) Perilaku yang dipelajari. Perilaku yang dipelajari berarti perilaku agresif itu merupakan hasil yang diperoleh individu sebagai pengalaman yang diperolehnya dalam interaksinya dilingkungan sosial. b). Biologis Adanya cedera kepala yang dialami oleh individu dan atau cederacedera lainnya sebagai akibat pencederaan fisik dapat melandasi terjadinya perilaku agresif individu. c). Genetik Gen merupakan faktor yang berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Banyak ditemukan bahwa pelaku
agresif
adalah
kaum
laki-laki.
Berdasarkan
penelitian
kemungkinan yang lebih besar melakukan perilaku agresif berasal dari laki-laki yang memiliki kromosom XYY d). Situasional Termasuk dalam kelompok faktor ini antara lain adalah rasa sakit atau rasa nyeri yang dialami manusia. Rasa sakit atau rasa nyeri yang dialami manusia dapat menjadi penyebab individu untuk berperilaku agresif. Emosi individu akan meningkat ketika individu tersebut mengalami rasa sakit atau rasa nyeri. Apalagi jika individu dalam keadaan sakit atau rasa nyeri mengalami hal-hal yang tidak membuatnya merasa nyaman, misalnya mendapatkan ejekan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan individu berperilaku agresif.
24
2).
Faktor Eksternal Merupakan atau faktor-faktor yang berasal dari luar individu, meliputi: a). Faktor sosial, terbagi atas: (1) Frustasi Frustasi memberikan pengaruh terhadap terjadinya perilaku agresif. John Dollard dalam Anantasari (2006: 65), ”Frustasi bisa mengakari agresi”. Agresi timbul karena individu mengalami frustasi. Apabila frustasi meningkat, maka kecenderungan perilaku agresif pun meningkat. (2) Provokasi langsung Kenyataan di lapangan seringkali ditemukan, ejekan, hinaan, pencederaan fisikal dapat menyebabkan individu untuk berperilaku agresif. Sebagai contoh: seorang anak akan marah atau bahkan memukul ketika anak tersebut mendapatkan ejekan dari temantemannya. Perilaku agresif ini termasuk perilaku agresif yang wajar, karena anak berperilaku agresif untuk melindungi dirinya dari ejekan temannya. Sedangkan perilaku agresif yang tujuannya untuk menyakiti, melukai, atau membahayakan orang lain itu termasuk perilaku agresi yang tidak wajar. Untuk itu perlu segera ditangani. (3) Pengaruh tontonan perilaku agresif ditelevisi. Terdapat kaitan antara agresi dan paparan tontonan kekerasan lewat televisi. Semakin banyak anak menonton kekerasan lewat televisi, tingkat agresi anak tersebut terhadap orang-orang lain bisa makin meningkat pula. Ternyata pengaruh tontonan kekerasan lewat telivisi
25
itu bersifat kumulatif, artinya makin panjangnya paparan tontonan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari makin meningkat perilaku agresif.
b). Faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi meliputi pengaruh polusi udara, suhu udara, kebisingan, dan kesesakan karena kondisi menusia yang berjejal. Sebagai contoh suhu udara yang panas. Tawuran atau aksi-aksi demonstrasi yang di dalamnya mengandung unsur kekerasan, misalnya bentrokan dengan petugas keamanan, biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas.
3. Bimbingan untuk Anak Agresif
a. Pengertian Bimbingan
Pendidikan
merupakan
suatu
proses
yang
bertujuan
untuk
dapat
mendewasakan anak didiknya melalui berbagai kegiatan yang ada di dalamnya. Untuk dapat mencapai tujuan dari pendidikan, diperlukan kerjasama antar berbagai unsur yang ada di dalam pendidikan. Adapun salah satu unsur dari pendidikan adalah bimbingan. Prayitno dan Erman Amti (1994: 100) menjelaskan bahwa , ”Bimbingan adalah pemberian bantuan oleh ahli kepada seseorang atau beberapa individu agar dapat mengembangkan kemampuan dirinya sesuai dengan kekuatannya berdasarkan norma-norma yang berlaku”. Dewa Ketut Sukardi (1995: 2) menyatakan bahwa” Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar menjadi pribadi yang mandiri”.
26
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan oleh guru pembimbing kepada seseorang atau sekelompok orang agar dapat berkembang secara optimal yaitu dapat mengembangkan bakat dan minatnya secara optimal.
b. Fungsi Bimbingan
Bimbingan merupakan suatu proses bantuan yang diberikan oleh pembimbing atau konselor kepada individu yang bermasalah atau klien yang pada akhirnya diharapkan individu tersebut dapat mengatasi masalahnya dan dapat berkembang secara optimal. Bimbingan tersebut merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Bimbingan mencakup berbagai hal, salah satunya adalah mengenai fungsi bimbingan. Pada dasarnya, bimbingan dilakukan dalam bentuk upaya pemahaman, pencegahan, pemeliharaan, dan penyembuhan. Setiap bentuk upaya tersebut mengacu pada fungsi-fungsi bimbingan. Prayitno dan Erman Amti (1994: 197) menjelasakan fungsi bimbingan terdiri dari
”Fungsi
pemahaman,
fungsi pencegahan, fungsi
pengentasan,
fungsi
pemeliharaan dan pengembangan”. Senada dengan pendapat di atas, Syamsu Yusuf dan Juntika (2005: 5) menyebutkan, ”Fungsi bimbingan meliputi fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, dan fungsi pengembangan”. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi bimbingan meliputi fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi perbaikan, dan fungsi pengembangan. Lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.
1) Fungsi Pemahaman Fungsi pemahaman merupakan upaya untuk membantu peserta didik agar mereka mempunyai pemahaman terhadap dirinya yaitu mengenai potensi-potensi yang dimilikinya terhadap lingkungannya.
27
2) Fungsi Preventif atau Pencegahan Fungsi preventif merupakan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi timbulnya berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegah supaya masalah tersebut tidak dialami oleh peserta didik. 3) Fungsi Perbaikan Fungsi perbaikan merupakan fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini merupakan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah sehingga pada akhirnya tercapailah upaya pemecahan masalah.
4) Fungsi Pengembangan fungsi bimbingan yang menghasilkan terpeliharanya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan diri peserta didik secara mantap dan berkelanjutan.
c. Bimbingan Terhadap Anak Agresif
Bimbingan merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Bimbingan memiliki peran dalam pencapaian tujuan pendidikan. Di dalam bimbingan mencakup berbagai macam kegiatan, yaitu layanan-layanan BK dan kegiatan pendukung BK. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada fungsi-fungsi bimbingan, yaitu fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi perbaikan, dan fungsi pengembangan. Perilaku agresif merupakan salah satu bentuk perilaku yang harus ditangani oleh guru pembimbing, karena perilaku agresif pada anak dapat meresahkan banyak orang khususnya orang-orang disekelilingnya, misalkan orang tua dan guru. Hal ini dapat dipahami karena perilaku ini memiliki berbagai macam dampak yang merugikan. Jika perilaku agresif ini tidak segera ditangani, maka akan berpeluang
28
besar menjadi perilaku yang menetap. Di lingkungan sekolah, anak agresif cenderung ditakuti dan dijauhi oleh teman-temannya sehingga anak terisolir dari lingkungannya. Terkait dengan fungsi bimbingan sebagai fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi perbaikan, dan fungsi pengembangan, menurut Rita Eka Izzaty, (2005: 116) ada beberapa hal yang dapat dilakukan pendidik untuk menghadapi anak yang berperilaku agresif, yaitu: 1.)
Mengajarkan pada semua anak mengenai keterampilan sosial untuk berhubungan dengan orang lain. Anak perlu diajarkan keterampilan sosial ini sehingga diharapakan dapat melalukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya yang makin berkembang. Pada akhirnya diharapkan anak dapat diterima di lingkungan sosialnya tersebut.
2.)
Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif. Upaya pengendalian perilaku agresif anak tidak hanya dilakukan oleh orang tua saja, namun juga diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak yang berkenaan dengan anak, misalnya pihak sekolah. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang kondusif, yaitu dengan menekan tingkat frustasi atau tekanan pada anak. Dengan upaya tersebut diharapkan perilaku agresif anak dapat dikurangi.
3.)
Menerapkan program kegiatan belajar dengan metode role play, sosiodrama. Melalui metode ini diharapkan anak memiliki pemahaman bahwa untuk memecahkan masalah tidak harus dengan kekerasan. Untuk itu, guru harus dapat mengemas sedemikian rupa materi yang diajarkan melalui metode ini, agar pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami siswa.
4.)
Memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mengekspresikan keinginan dan kekuatannya dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan memberikan alternatif pilihan kegiatan yang dapat mengurangi frustasi yang dapat mendorong agresivitas anak. Sebagai contoh adalah anak marah karenan mainan pistolnya direbut oleh temannya. Untuk meredakan
29
emosi anak agar anak tidak berperilaku agresif adalah misalnya dengan memberikan mainan baru lainnya pada anak sebagai pengganti mainan pistolnya tersebut. Sedangkan Anantasari (2006: 101) menyebutkan bahwa, “Upaya untuk mengontrol perilaku agresif anak adalah dengan menyalurkan ekspresi emosi atau kondisi yang tidak menyenangkan bagi anak dan melatih anak untuk bersikap asertif”. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa upaya dalam rangka mengontrol agresivitas anak diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, diantaranya adalah orang tua dan guru. Orang tua sebagai pendidik anak di rumah perlu mengajarkan pada anak untuk bersikap asertif, yaitu dengan melatih anak untuk mengembangkan kontrol diri dan melatih anak untuk dapat menyampaikan hal-hal yang ingin disampaikan anak kepada orang lain dengan menghindarkan sikap kekerasan. Contohnya: orang tua memberikan kesempatan kepada anak secara bebas dan terbuka untuk menyampaikan keinginannya. Apabila keinginan orang tua tidak sesuai dengan harapan orang tua, maka orang tua dapat mendiskusikan kepada anak. Selain itu orang tua juga perlu memfasilitasi anak yaitu dengan memberikan kesempatan pada anak untuk dapat menyalurkan ekspresi emosi atau kondisi yang tidak nyaman bagi anak. Contohnya: Orang tua menyediakan waktu khusus untuk dapat berkumpul, bercengkrama dengan anak sehingga melalui itu anak dapat mengungkapkan segala pikiran dan perasaan yang dialami atau dirasakan kepada orang tua. Sedangkan guru sebagai pendidik di sekolah juga perlu mengupayakan kondisi yang kondusif agar perilaku agresif tidak muncul pada anak, misalnya dengan menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan dengan anak, sebagai contoh yaitu dengan sosiodrama. Selain hal-hal tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian contoh dari orang tua atau pun juga guru. Karena mereka adalah model, contoh bagi anak. Segala apa yang orang tua atau guru lakukan akan berpengaruh pada sifat, sikap, dan perilaku anak.
30
B. KERANGKA BERPIKIR Siswa merupakan subjek dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan yang pada akhirnya hal tersebut memberikan dukungan terhadap pencapaian tujuan pendidikan pada umunya dan tujuan KBM pada khususnya. Namun pada kenyataannya, tidak semua siswa berperilaku normal. Seringkali dijumpai siswa-siswa yang berperilaku menyimpang, salah satunya adalah perilaku agresif. Perilaku agresif dapat memberikan dampak negatif, salah satunya adalah menghambat kegiatan belajar mengajar. Berbagai faktor menjadi penyebab sehingga siswa berperilaku agresif. Siswa yang berperilaku agresif tidak dapat didiamkan begitu saja, akan tetapi perlu mendapatkan perhatian khusus. Sehingga dampak dari perilaku agresif dapat diminimalisir. Dari uraian di tersebut dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut.
BERPERILAKU NORMAL
ALTERNATIF BIMBINGAN
SISWA BERPERILAKU AGRESIF
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
Gambar I. Kerangka Pemikiran
31
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Dagen II, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Bangunan fisik gedung SD masih cukup baik. Lokasi terletak di tepi jalan raya sehingga lokasinya cukup strategis. Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan : a. SD Negeri Dagen II Kecamatan Jaten, Kabupaten Karangannyar merupakan salah satu SD Negeri yang terdapat di kecamatan Jaten. Lokasinya terletak tepat di sebelah timur kelurahan desa Dagen. b. Latar belakang pekerjaan orang tua/ wali siswa di SD Negeri Dagen II Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar sebagian besar adalah sebagai buruh dan petani. c. Di SD Negeri Dagen II banyak dijumpai siswa yang berperilaku agresif. Perilaku agresif siswa tersebut terjadi baik ketika di dalam kelas maupun di luar kelas sehingga dapat menghambat dalam pencapaian tujuan pendidikan pada umumnya dan khususnya dapat menghambat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. d. Tenaga pengajar atau guru di SD Negeri Dagen II sebagaian besar telah menempuh pendidikan hingga S1.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian pada semester I Tahun pelajaran 2009/ 2010 diawali sejak pengajuan judul, penyelesaian ijin penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penulisan laporan hasil penelitian.
32
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk mengungkap dan menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa perilaku agresif muncul pada diri anak. Peneliti ingin mengungkap dan menjelaskan apa perilaku agresif, bagaimana bentuk perilaku agresif, faktor apa yang menyebabkan siswa berperilaku agresif, dan alternatif bimbingan apa yang perlu diberikan pada siswa yang berperilaku agresif. Sesuai dengan fokus masalah tersebut, penelitian yang dilaksanakan menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk lebih jelasnya, peneliti kemukakan pengertian penelitian kualitatif, menurut David Williams (dalam Lexy J. Moeleong, 2004: 4) menyatakan, “Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah”. Creswell (dalam Septiawan Santana, 2007: 83) menyatakan, “Strategi penelitian kualitatif diantaranya terdiri dari biography, phenomenology, grounded theory, etnography,case study”. Adapun strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah case study atau studi kasus yaitu peneliti menggambarkan subjek penelitian di dalam keseluruhan tingkah laku tersebut dan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku agresif serta hubungan antara tingkah laku dengan riwayat timbulnya tingkah laku. Peneliti memilih penelitian studi kasus dengan alasan bahwa dalam penelitian jenis ini lebih sesuai untuk mendiskripsikan perilaku agresif dan untuk mengungkap dan menjelaskan faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku tersebut serta melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan guru terkait dengan perilaku agresif siswa sehingga guru dapat melakukan pencegahan dini terhadap perilaku agresif siswa dan memberikan penanganan secara tepat pada siswa yang berperilaku agresif sehingga munculnya perilaku baru sebagai akibat dari perilaku agresif dapat segera ditangani.
33
Perilaku agresif merupakan perilaku yang menyimpang dari norma atau aturan yang ada, dimana ketika seorang anak berperilaku agresif
dalam situasi
tertentu akan menimbulkan masalah atau kasus sehingga hal tersebut harus dihilangkan.
C. Sumber Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka data yang dikumpulkan berupa data kualitatif yang terdiri dari kata-kata maupun keterangan yang menggambarkan suatu keadaan, pendapat, dan pandangan yang dikemukakan secara lesan maupun tertulis oleh informan. Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah siswa itu sendiri, yaitu siswa yang berperilaku agresif. Siswa tersebut berperan sebagai subjek. Peneliti melakukan kegiatan wawancara terhadapa siswa yang berperilaku agresif tersebut secara langsung untuk memperolah data yang dibutuhkan. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah guru, teman, orang tua, saudara, dan tetangga. Data yang diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder meliputi: 1.
Kegiatan siswa di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas
2.
Hubungan siswa dengan guru
3.
Hubungan siswa dengan teman bergaul
4.
Aktivitas siswa di rumah
5.
Hubungan siswa dengan orang tua
6.
Hubungan siswa dengan anggota keluarga lainnya.
7.
Hubungan siswa dengan tetangga.
8.
Upaya orang tua untuk mengurangi perilaku agresif
Dari data di atas dapat disimpulkan dengan proses wawancara secara langsung peneliti mengetahui keadaan siswa, karena siswa itu sendiri yang paling tahu keadaan dirinya ditambah keterangan dari luar siswa sebagi pelengkap yaitu guru kelas, teman bergaul dan orang tua siswa.
D. Teknik Sampling (Cuplikan) Pada setiap penelitian, peneliti harus membuat keputusan tentang siapa dan berapa jumlah orang yang akan diteliti. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka untuk membuat keputusan tentang siapa dan berapa jumlah orang yang akan diteliti, peneliti menggunakan teknik sampling yang bersifat ”purposive sampling”. Hal itu berarti, peneliti memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Penelitian ini, peneliti menggunakan 3 subjek penelitian. Adapun subjeksubjek penelitian tersebut merupakan siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan
34
Jaten kabupaten Karanganyar. Dalam pengambilan keputusan untuk menentukan subjek penelitian tentang siswa-siswa yang berperilaku agresif, peneliti memilih informan yang dipandang tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Adapun informan tersebut adalah guru wali kelas dan beberapa teman siswa. Selain itu, untuk mendukung kebenaran data dari informan, peneliti juga melakukan langkah awal melalui kegiatan observasi dan wawancara.
E. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan salah satu langkah penting dalam suatu penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan dokumentasi, observasi, wawancara, dan home visit.
1. Dokumentasi
Khozin Afandi (1993: 1557) mengemukakan, “ Dokumen pribadi adalah sesuatu yang mendeskripsikan seseorang dari laporan (tulisan) orang itu sendiri mengenai keseluruhan atau sebagian kehidupannya”. Berdasarkan pendapat tersebut dokumentasi merupakan salah satu alat untuk mengumpulkan data yaitu dengan melihat dokumen-dokumen, antara lain buku induk siswa, rapor, daftar hadir siswa, daftar nilai dan berbagai surat keterangan lain. Data tersebut sangat berguna sebagai bahan pemahaman tentang siswa. Alasan digunakannya dokumentasi antara lain: Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong. Dokumen berguna sebagai bukti untuk pengujian. Dokumen bersifat alamiah, sesuai dengan kontekas sehingga sesuai digunakan dalam penelitian kualitatif. Dokumen tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik isi.
35
Penggunaan dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai identitas lengkap siswa dan catatan guru tentang aktivitas siswa di sekolah.
2. Observasi
Suharsimi Arikunto (1993: 234) menjelaskan, “Metode Observasi adalah metode ilmiah yang biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan yang secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang terjadi”. Dari pendapat tersebut, observasi merupakan suatu pengamatan yang dilaksanakan secara sistematis dengan cara mencatat terhadap peristiwa atau kejadian yang diamati. Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang perilaku agresif. Hal ini dilakukan dengan cara mengamati anak pada saat mengikuti KBM di dalam kelas maupun aktivitas di luar kelas. Guba dan Lincoln (dalam Lexy J. Moleong, 2004: 174) mengemukakan beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, observasi dimanfaatkan sebesarbesarnya: a). Teknik observasi ini didasarkan atas pengalaman secara langsung; b). Teknik observasi memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya; c). Observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data; d). Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan observasi; e). Teknik observasi memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit;f). Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, observasi dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat. Hal-hal yang hendak diselidiki dengan observasi antara lain: a). Aktivitas siswa di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas; b). Hubungan sosial siswa c). Hubungan siswa dengan orang tua.
36
3. Wawancara
Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (dept interview). Yuni Sane dan P. Citra (2006: 161) menyatakan, “ Wawancara mendalam merupakan wawancara yang berisikan pembicaraan mendalam untuk mendapatkan data untuk menjawab permasalahan penelitian yang dilakukan”. Wawancara mendalam bersifat lentur dan terbuka tidak terstruktur ketat. Tidak dilaksanakan dalam suasana formal dan dapat dilakukan berulang pada informan yang sama. Dengan demikian wawancara ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang “open-ended” dan mengarah pada kedalaman informasi untuk menggali pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal. Penggunaan teknik wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a. Gambaran tingkah laku siswa di dalam kelas maupun di luar kelas dengan mengadakan wawancara dengan siswa, guru dan teman siswa; b. Gambaran tingkah laku siswa dan hal-hal lain yang berkenaan dengan diri siswa di lingkungan keluarga dengan mengadakan wawancara dengan orang tua. Alasan digunakan teknik wawancara adalah: dapat dilaksanakan sewaktuwaktu; tidak dibatasi oleh kemampuan membaca atau pun menulis; dapat memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang kurang jelas secara langsung; dan dapat meminta penjelasan terhadap jawaban yang kurang jelas secara langsung.
4. Home Visit
Home visit merupakan kunjungan yang dilakukan oleh peneliti ke rumah siswa dengan tujuan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam pemahaman lingkungan dan permasalahan siswa serta untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan siswa.
37
Pelaksanaan home visit harus direncanakan dengan baik agar data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu peneliti perlu mengadakan persiapan, yaitu berupa : (a). Berbicara dengan lisan yang bersangkutan tentang rencana kunjungan rumah. (b). Merencanakan waktu kunjungan dan isi kunjungan. (c). Pemberitahuan kepada orang tua yang akan di kunjungi misalnya dengan mengirimkan surat pemberitahuan dengan seijin kepala sekolah.
F. Pemeriksaan Keabsahan Data Kebenaran data merupakan syarat penting suatu penelitian. Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini dalam menggunakan teknik trianggulasi. Ada empat macam trianggulasi yaitu, ”data trianggulation, investigator trianggulation, methodological trianggulation, dan theoritical trianggulation”. (Patton dalam Lexy Moleong, 2004: 329). Di dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam teknik trianggulasi, yaitu: data trianggulation (trianggulasi sumber) dan methodological trianggulation (trianggulasi metode). Menurut Patton dalam Lexy J. Moleong (2004: 330), Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan: 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; 3) membandingkan apa yang dikatakan oarng-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; 4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang pemerintahan; 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Trianggulasi metode yaitu dengan mengumpulkan data yang sejenis tetapi dengan metode yang berbeda. Di sini penggunaan metode pengumpulan data yang
38
berbeda untuk menguji kemantapan informasinya. Pada trianggulasi dengan metode terdapat dua strategi, yaitu: 1. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan 2. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
G. Analisis Data Analisis data kualitatif menurut Patton dalam Lexy J. Moleong (2004: 248) adalah proses mengatur data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Menurut Tjetjep Rohendi Rohidi (1992: 16-- 21) menyatakan bahwa: Analisa data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan : 1) Reduksi data yaitu suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan finalnya, 2) Penyajian data yaitu pembatasan sebagai suatu kesimpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, 3) Menarik kesimpulan dan verifikasi. Di dalam menarik kesimpulan harus juga diverifikasi makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya agar dapat diperoleh data yang valid. Analisis tersebut dapat dilihat pada bagan berikut: PENGUMPULAN DATA
REDUKSI DATA
PENYAJIAN DATA
KESIMPULAN DAN VERIFIKASI
39
Bagan II : Metode Analisis Data Interaktif Analisis data interaktif merupakan sebuah alur kegiatan dalam penelitian untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian. Analisis data interaktif terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data, serta menarik kesimpulan dan verifikasi. Tanda panah ( è) pada bagan di atas menunjukkan bahwa alur kegiatan ini dapat berjalan secara bergantian. Maksudnya, apabila data yang diperlukan dalam penelitaian dirasakan kurang, maka peneliti dapat mengulang kembali kegiatan sebelumnya untuk memperoleh data yang diperlukan.
H. Prosedur Penelitian Agar suatu kegiatan penelitian dapat memperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan harapan, maka diperlukan suatu prosedur penelitian yang sesuai dengan jenis penelitian. Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan Pada tahap ini meliputi kegiatan : a. Mengurus perijinan penelitian b. Menentukan lokasi penelitian c. Meninjau lokasi penelitian secara sepintas mempelajari keadaannya
40
d. Menyusun instrument penelitian e. Konsultasi dengan kepala sekolah Konsultasi dengan kepala sekolah dilakukan untuk meminta ijin kepada sekolah melalui kepala sekolah untuk mengadakan penelitian. f. Konsultasi dengan guru kelas Konsultasi dengan guru kelas dilakukan untuk memperoleh data mengenai perilaku siswa selama mengikuti kegiatan di dalam ataupun di luar dan aktivitas lain di lingkungan sekolah. g. Menentukan subjek penelitian Untuk menentukan subjek penelitian, peneliti melakukan kegiatan observasi dan wawancara tahap awal terhadap guru kelas dan teman.
2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan ini meliputi kegiatan: a. Observasi dan wawancara terhadap siswa berperilaku agresif Observasi dan wawancara bertujuan untuk mengungkap bentuk perilaku agresif siswa di lingkungan sekolah (di dalam ataupun di luar kelas) dan lingkungan keluarga. b. Wawancara terhadap guru (guru kelas dan guru mata pelajaran)
41
Wawancara yang dilakukan terhadap guru bertujuan untuk memperoleh data mengenai gambaran perilaku agresif siswa saat mengikuti KBM, kebiasaan siswa dan pergaulan siswa dengan teman-temannya. c. Wawancara terhadap teman siswa Wawancara terhadap teman siswa khususnya teman akrab siswa bertujuan untuk mengetahui kebiasaan siswa dalam aktivitas, misalnya bermain. d. Wawancara terhadap orang tua siswa Wawancara terhadap orang tua siswa bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan siswa, yaitu riwayat siswa sejak dalam kandungan, setelah dilahirkan, kebiasaan dan pergaulan siswa di rumah. e. Wawancara terhadap kepala sekolah Wawancara terhadap kepala sekolah bertujuan untuk memperoleh data yang lebih lengkap, yaitu data yang berkaitan saat pertama kali siswa di terima di sekolah tersebut dan data-data lain yang dibutuhkan yang berasal dari dokumen yang ada pada sekolah. Data-data yang diperoleh dari observasi dan wawancara, diolah dan dianalisis kemudian diambil kesimpulan.
3. Tahap Pelaporan Hasil Tahap akhir dari penelitian ini adalah pelaporan hasil penelitian. Pada tahap ini peneliti merangkum semua hasil penelitian yang berupa data kualitatif kemudian disusun secara sistematis sebagai bahan pelaporan hasil penelitian.
42
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Sajian Data Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Dagen II Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. SD Negeri Dagen II terletak di tepi jalan raya tepatnya di sebelah timur kecamatan Jaten. Lingkungan sekolah cukup baik dan nyaman. Terdapat banyak tanaman dan pepohonan di sekitar lingkungan sekolah. Sehingga suasana sekolah cukup asri. SD Negeri Dagen II memiliki 8 ruang yang terdiri dari 6 ruang kelas (kelas 1–kelas 6), 1 ruang kepala sekolah, guru dan ruang komputer serta 1 ruang perpus dan UKS. Fasilitas di sekolah cukup memadai yaitu dengan tersedianya perpustakaan, uks, tempat ibadah, kantin yang bersih dan kamar mandi serta tempat parkir. Lingkungan di luar sekolah cukup ramai karena sekolah terletak di tepi jalan raya. Di sekitar sekolah banyak berdiri pabrik-pabrik sehingga pada jam-jam tertentu situasi sangat ramai karena lalu lalangnya pegawai pabrik. Selain itu letak sekolah cukup strategis, arah barat sekolah merupakan jalan menuju ke arah Surakarta sedangkan arah timur sekolah menuju ke wilayah Karanganyar. Sehingga banyak masyarakat sekitar mempergunakannya sebagai jalur alternatif. Prestasi-prestasi yang pernah di raih oleh siswa SD Dagen II yaitu Dokter Kecil juara II tingkat Kecamatan, Cerdas Cermat di RRI, siswa teladan, tenis lapangan tingkat Nasional. Tenaga pengajar atau guru di SD Dagen II berjumlah sekitar 11 orang yaitu : kepala sekolah 1 orang, guru kelas 6 orang, guru agama 1 orang, guru komputer 1 orang, guru bahasa inggris 1 orang dan guru olahraga 1 orang. Pendidikan guru yaitu : Sarjana 8 orang, D2 3 orang dan SMA 1 orang. Saat ini ada beberapa guru yang melanjutkan pendidikannya (transfer) untuk dapat meraih pendidikan tingkat S1.
43
SD Negeri Dagen II memiliki sebanyak 152 siswa yang terdiri dari 80 siswa laki-laki dan 72 siswa perempuan. Sebanyak 147 siswa memeluk agama islam sedangkan sekitar 5 siswa memeluk agama non islam. Sebagian besar siswa berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Orang tua mereka sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh. Lainnya adalah sebagai swasta dan PNS.
2. Deskripsi Permasalahan Penelitian
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dari usaha pendidikan. Pendidikan tidak hanya dilakukan dilembaga formal, misal sekolah, namun pendidikan juga perlu diberikan saat anak berada di lingkungan rumah dan masyarakat. Pendidik itu tidak hanya pengajar atau guru di sekolah, namun orang tua dan pemimpin atau pemuka masyarakat merupakan pendidik. Pendidik itu sebagai perantara aktif yang menjembatani antara anak didik dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Tujuan pendidikan dapat tercapai apabila unsur-unsur di dalamnya dapat berjalan dengan baik. Salah satu unsur dari pendidikan yaitu anak didik. Pendidik, baik itu guru, orang tua ataupun pemuka masyarakat pasti berharap anak didik mereka dapat tumbuh dan berkembang baik. Namun, pada kenyataannya seringkali kita jumpai anak didik berperilaku menyimpang sehingga hal tersebut dapat menghambat pencapaiantujuan pendidikan. Salah satu perilaku menyimpang tersebut adalah perilaku agresif. Penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai perilaku agresif. Melalui penelitian ini, diharapkan penulis dapat mengetahui lebih jauh mengenai perilaku agresif siswa khususnya yang berkenaan dengan gambaran agresif, faktor-faktor penyebab perilaku agresif dan pada akhirnya diharapkan pada penelitian ini, penulis sebagai peneliti dapat memberikan alternatif bimbingan untuk dapat menangani perilaku agresif pada siswa.
44
Peneliti menggunakan subjek penelitian sebanyak tiga siswa. Ketiga siswa tersebut seringkali berperilaku agresif baik di rumah, di sekolah ataupun di lingkungan masyarakat.
3. Deskripsi Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan 3 subjek penelitian, yaitu Dimas Bagus Putra, Andika Putra Dewantara, dan Heri Saputra. Berdasarkan hasil dari pengumpulan data melalui dokumentasi, observasi, wawancara dan home visit diperoleh data sebagai berikut :
a. Subjek Penelitian I Data pribadi subjek I Nama lengkap
: Dimas Bagus Putra
Tempat tanggal lahir : Karanganyar, 17 April 1999 Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Celep kidul
Nama orang tua Ayah
: Suhartoyo
Ibu
: Sunarmi
Pendidikan orang tua Ayah
: SMA
Ibu
: SD
Pekerjaan orang tua Ayah
: Buruh
Ibu
: Buruh
45
1) Hasil Observasi Peneliti melakukan observasi baik di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dan di luar kelas saat siswa istirahat serta saat kunjungan rumah (home visit). Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di sekolah dapat disimpulkan bahwa subjek I tergolong sebagai siswa yang berperilaku agresif. Pada saat kegiatan belajar mengajar (KBM), seringkali siswa mondar-mandir di dalam kelas. (Hasil observasi minggu I, III, dan IV. Terlampir). Seringkali siswa menganggu teman-temannya, misalnya dengan merebut alat tulis teman. (Hasil observasi minggu I sampai IV. Terlampir). Hal tersebut seringkali memicu kemarahan teman-temannya dan pada akhirnya menimbulkan pertengkaran dan mengakibatkan terjadinya adu fisik yaitu dengan saling pukul. Selain itu, subjek I seringkali mengganggu temannya dengan sengaja menendang kaki temannya yang lewat di depannya, sehingga temannya jatuh. (Hasil observasi minggu I sampai IV. Terlampir). Seringkali wali kelas atau guru mata pelajaran memberikan peringatan, namun hal tersebut tidak membuat subjek I jera. Selain itu dalam hal akademis seringkali subjek I tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Untuk mendapatkan nilai baik, seringkali subjek I berbuat curang yaitu dengan mengisi jawaban secara sembunyi-sembunyi saat dicocokkan. Pada waktu di luar kelas saat jam istirahat, tidak jarang subjek I senang berkumpul dengan teman-temannya siswa putri. Seringkali subjek I pun mengganggunya, yaitu dengan merebut mainan temannya. (Hasil observasi minggu I sampai IV, terlampir). Pada akhirnya hal tersebut memancing kemarahan temannya. Dengan teman-teman siswa laki-lakinya pun seringkali subjek I juga berperilaku
46
agresif yaitu dengan adu fisik: memukul, dan menendang . (Hasil observasi minggu I sampai IV, terlampir). Observasi yang dilakukan peneliti saat kunjungan rumah (home visit) secara garis besar meliputi keadaan kehidupan keluarga, lingkungan rumah, serta keadaan lingkungan sekitar. Subjek I bertempat tinggal bersama kedua orangtua bersama seorang saudaranya di desa Celep Kidul, Jaten, Karanganyar. Rumahnya sangat sederhana, berlantaikan keramik biasa dengan perabotan yang sangatlah sederhana, namun keadaan sekitar rumah cukup bersih. Orang tua subjek 1 bekerja sebagai buruh (tenaga serabutan). Ibunya membantu pekerjaan tetangganya, yaitu dengan mencucikan pakaian. Sedangkan ayahnya ketika tidak ada pekerjaan di luar rumah, sibuk merawat kambing, yaitu menggembalakan atau mencarikan rumput. Keadaan ekonomi keluarga Dimas termasuk kurang karena penghasilan orang tua yang tidak menentu. (Hasil observasi subjek I, terlampir). Perhatian orang tua terhadap pendidikan dirasakan kurang, sebab orang tua sibuk bekerja sehingga pengawasan terhadap anak baik mengenai hal pendidikan ataupun pergaulan kurang maksimal. Subjek I seringkali bergaul dengan teman-teman dan bahkan orang-orang dewasa yang suka berperilaku negatif, yaitu sering berbuat kasar dan suka mencuri. Hal tersebut memberikan dampak yang tidak baik terhadap subjek I. Meskipun orang tua subjek I sebagai buruh, mereka bekerja dari pagi hingga sore. (Hasil observasi subjek I, terlampir).
2) Hasil Wawancara Peneliti melakukan wawancara terhadap siswa berperilaku agresif (subjek I), teman siswa, guru, orang tua, kerabat, dan tetangga. Kegiatan wawancara dilakukan saat di sekolah dan di luar sekolah (home visit). Hasil yang diperoleh dari wawancara terhadap teman dan guru menyatakan bahwa subjek I termasuk siswa yang dianggap anak nakal. Bagi teman siswa, subjek I seringkali berperilaku agresif. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilakunya yang sering mengganggu teman-temannya, baik pada saat jam kegiatan belajar mengajar juga pada saat jam istirahat. Menurut temannya,
47
subjek I suka berjalan-jalan saat dikelas kemudian mengganggu teman-temannya terutama yang putri dengan merebut alat tulis dan merebut jawaban teman saat ulangan. Hal tersebut membuat teman-temannya marah sehingga menimbulkan kemarahan dan akhirnya terjadi adu fisik secara berbalas-balasan. (”Kalau pas pelajaraan Bu, Dimas sukanya muter-muter Bu trus tiba-tiba aja merebut pensilku apalagi kalau pas ulangan!jawabanku juga direbut”). (Hasil wawancara dengan teman subjek I, terlampir). Guru wali kelas atau pun guru mata pelajaran seringkali memberikan peringatan atau bahkan memarahi, namun hal itu tidak membuat subjek I takut apalagi jera. Menurut guru wali kelas, subjek I tidak memiliki rasa takut terhadap guru-guru atau bahkan terhadap kepala sekolah. Subjek I tidak hanya sering mengganggu teman-temannya, menurut teman dan guru, subjek I pernah mencuri. Barang yang dicuri biasanya berupa uang. Selain itu subjek I juga pernah mencuri jawaban dari soal ulangan di meja guru. Menurut guru wali kelas, perilaku mencuri ini diawali ketika duduk dibangku kelas rendah. Upaya yang dilakukan guru adalah dengan memberikan peringatan terhadap subjek I, memangil orangtua ke sekolah, dan sangsi yang menurut subjek paling keras adalah apabila melakukan pencurian lagi akan dikeluarkan dari sekolahan. (”Pernah Bu siswa sini kehilangan uang. Setelah diselidiki ternyata Dimas yang melakukannya. Orang tuanya pernah dipanggil ke sekolah terkait dengan perilaku Dimas ini”). (Hasil wawancara dengan guru subjek I, terlampir). Selain itu, menurut temantemannya, subjek I seringkali meminta uang secara paksa terhadap teman atau terhadap adik kelasnya. (”Aku pernah dimintain uang Dimas Bu, sambil bentakbentak gitu”). (Hasil wawancara dengan teman subjek I, terlampir). Meskipun di sekolah subjek ini dikenal sebagai anak yang ”spesial”, namun disisi lain ada hal positif yang sukai oleh teman dan guru dari subjek I. Menurut teman, subjek I suka membela. Seringkali subjek I membela teman-temannya yang putri saat diganggu oleh teman-teman lainnya. Sedangkan bagi guru, subjek I terkenal siswa yang rajin, khususnya dalam hal non akademis.
48
Wawancara juga dilakukan terhadap orang tua, saudara, dan tetangga subjek I. Mereka, orangtua, saudara dan tetangga mengakui bahwa subjek I adalah anak yang nakal. Menurut orang tuanya, di rumah subjek I menunjukkan perilaku sebagai anak yang takut terhadap kedua orang tuanya, khususnya kepada ibunya. Orang tua menerapkan pendidikan yang keras terhadap anak-anaknya, termasuk kepada subjek I. Dalam hubungan dengan saudaranya, yaitu kakaknya seringkali terjadi pertengkaran, dalam hal masalah sekecil apapun. (” Bapaknya keras Bu. Biar anaknya jera”) . (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir). Pekerjaan orang tua yang hanya sebagai buruh menyebabkan pendapatan mereka sangatlah terbatas, pas-pasan. Untuk memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga sehari-hari dirasakan sangatlah kurang. Penghasilan orang tua yang tidak menentu tersebut menyebabkan seringkali Subjek I tidak mendapatkan uang saku ketika sekolah. Dan apabila subjek I menginginkan sesuatu barang, mau tidak mau Subjek I harus menunggu atau menunda beberapa saat untuk mendapatkan barang yang diinginkannya tersebut. Hal tersebut seringkali memicu kemarahan subjek I terhadap kedua orang tuanya. Wujud kemarahan Subjek I biasanya ditunjukkan dengan perilaku berteriak-teriak atau melampiaskan dengan menghancurkan barangbarang. (”Kalau punya keinginan Bu ya mau tidak mau harus menunggu tidak bisa langsung dipenuhi. Maklum orang tuanya hanya buruh, untuk makan sehari-hari saja sulit”). (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir). Pergaulan di sekitar rumah, menurut tetangganya seringkali subjek I bergaul dengan anak-anak yang dikenal sering berperilaku negatif, yaitu suka mencuri dan berperilaku kasar terhadap teman-teman sebaya. (”Dimas suka bergaul ama anakanak nakal Bu”). (Hasil wawancara dengan teman subjek I, terlampir). Hal tersebut memberikan dampak yang tidak baik bagi subjek I. Menurut pengakuan orangtuanya, subjek I pernah diajak mencuri buah mangga milik temannya. Melihat perilaku anaknya (subjek I) yang tidak baik tersebut seringkali orangtua khususnya ibunya seringkali memarahinya. ( ”Saya pernah mendapat laporan Bu dari tetangga kalau
49
Dimas mencuri mangga milik tetangga. Ya saya marahi Dimasnya, biar tidak diulangi lagi”). (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir).
b. Subjek Penelitian II Data pribadi subjek II Nama lengkap
: Andika Putra Dewantara
Tempat tanggal lahir : Karanganyar, 12 Mei 2000 Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Celep kidul
Nama orang tua Ayah
: Sugimin
Ibu
: Sri Suharmi
Pendidikan orang tua Ayah
: SD
Ibu
: SD
Pekerjaan orang tua Ayah
: Buruh
Ibu
: Buruh
1) Hasil Observasi Kegiatan observasi untuk mendapatkan data tentang perilaku agresif pada subjek II juga dilakukan peneliti di sekolah ( pada saat KBM dan jam istirahat) dan kunjungan rumah (home visit). Di sekolah, subjek II juga seringkali subjek mengganggu teman-temannya yaitu dengan memukul dan menendang (Hasil
50
observasi minggu I sampai IV, terlampir), mengadu domba (Hasil observasi minggu I sampai III, terlampir), dan mengeluarkan kata-kata kotor (Hasil observasi minggu II sampai IV, terlampir). Berbeda dengan subjek I, subjek II memiliki rasa takut terhadap guru-guru di sekolah. Dalam prestasi akademik, subjek II memiliki prestasi yang biasa-biasa saja bahkan kurang. (Hasil observasi subjek II, terlampir). Subjek II tinggal di desa Celep Kidul. Keadaan rumah sangat sederhana dengan perabotan keluarga yang masih kurang. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak tersedianya kursi di ruang tamu. Ruang tamu menjadi satu dengan ruang keluarga. Keadaan ekonomi keluarga subjek II termasuk dalam golongan ekonomi kelas menengah ke bawah. Orang tua subjek II bekerja sebagai buruh. Ayah subjek II adalah tenaga serabutan, sedangkan ibunya adalah buruh pabrik. Di rumah subjek II terlihat sebagai anak orang yang penurut terhadap orang tuanya. Pendidikan yang diterapkan oleh orang tua bersifat keras. (Hasil observasi subjek II, terlampir). Dalam hubungan dengan saudaranya, subjek II sering bertengkar. Pemicunya adalah hal-hal kecil, misal berebut barang. Wujud perilaku yang seringkali dilakukan subjek II saat marah adalah dengan memukul. Hubungan dengan teman pergaulan di rumah dapat dikatakan kurang. Subjek II jarang sekali bermain ke luar rumah. Subjek II lebih sering mengajak teman-temannya bermain di rumah atau sekitar rumah. Pengawasan orang tua dianggap kurang. Seperti halnya subjek I, orang tua subjek II ini juga sibuk dengan pekerjaannya. Ayahnya yang sebagai tenaga serabutan dan ibunya sebagai buruh pabrik dengan sistem kerja yang di shif, yaitu shif pagi, siang, dan sore. Ketika di rumah pun, mereka sudah merasa kecapekan. Terkait dalam hal pendidikan khususnya dalam hal belajar, subjek II kurang mendapatkan arahan dari orang tua. Terkait dengan perilaku agresif pada subjek II, orang tua cenderung cuek atau mengacuhkan.
2) Hasil Wawancara
51
Kegiatan wawancara juga dilakukan terhadap siswa berperilaku agresif (subjek II), teman siswa, guru, orang tua, saudara, dan tetangga. Di lingkungan sekolah, teman-teman subjek II menganggap subjek II juga sebagai anak nakal. Di bandingkan dengan subjek I, subjek II masih memiliki kecenderungan takut terhadap guru-guru. Seringkali subjek II mengganggu teman-temannya yaitu dengan mengeluarkan kata-kata kotor dan memukul. Hal tersebut seringkali dilakukan pada saat jam istirahat. (”Ya Bu, Dika suka memukul, aku balas saja!”). (Hasil wawancara dengan teman subjek II, terlampir). Dalam hal akademis, menurut guru wali kelasnya subjek II dikatakan agak lambat, sehingga prestasinya kurang. Upaya yang dilakukan guru terkait dengan perilaku agresif subjek II adalah dengan memegang tangan subjek II. Hal tersebut dilakukan agar subjek II menghentikan perilaku memukulnya dan memberikan pemahaman. (”Saya pegang tangannya supaya Dika menghentikan perilakunya”). (Hasil wawancara dengan guru subjek II, terlampir). Di rumah, subjek II oleh orang tuanya dianggap sebagai anak yang penurut. Pendidikan yang diterapkan oleh orang tua bersifat keras, terutama ayahnya. Apa yang menjadi keinginan subjek II tidak langsung terpenuhi. Hal tersebut dikarenakan penghasilan orang tua yang tidak menentu atau dikatakan kurang untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam hubungan dengan saudaranya, subjek II sering bertengkar. Pemicunya adalah hal-hal kecil, misal berebut barang. Wujud perilaku yang seringkali dilakukan Dika saat marah adalah dengan memukul.
52
Hubungan dengan teman pergaulan di rumah dapat dikatakan kurang. Subjek II jarang sekali bermain ke luar rumah. Berbeda halnya dengan subjek I, subjek II lebih sering bermain dengan teman sebayanya. Oleh tetangga sekitar, subjek II dianggap sebagai anak nakal. (”Dika anak nakal. Sama orang yang lebih tua saja berani”). (Hasil wawancara dengan tetangga, terlampir). Seringkali subjek II berperilaku kasar terhadap orang yang lebih tua darinya. Wujud dari perilaku kasarnya yaitu dengan marah-marah tanpa penyebab yang jelas.
c. Subjek Penelitian III Data pribadi subjek III Nama lengkap
: Heri Saputra
Tempat tanggal lahir : Karanganyar, 28 Oktober Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Songgorunggi Rt 01/ V Dagen, Jaten, Karanganyar
Nama orang tua Ayah
: Untung
Ibu
: Wiji Lestari
Pendidikan orang tua Ayah
: SD
Ibu
: SD
Pekerjaan orang tua Ayah
: SD
Ibu
: SD
53
1) Hasil Observasi Kegiatan pengumpulan data bagi subjek III melalui kegiatan observasi juga dilakukan di sekolah (pada saat KBM dan jam istirahat) dan pada saat kunjungan rumah (home visit). Wujud perilaku agresif yang paling menonjol pada subjek III adalah mengeluarkan kata-kata kasar. Namun, seringkali subjek III suka memukul temannya. (Hasil observasi minggu I sampai IV, terlampir). Dibanding lainnya, subjek III memiliki prestasi yang cukup membanggakan, yaitu meraih juara I pada saat duduk dibangku kelas III semester akhir. (Hasil observasi subjek III, terlampir). Pergaulannya di sekolah dengan siswa-siswa perempuan agak kurang, karena subjek III dianggap nakal dan suka berperilaku kasar tehadap siswa perempuan. Terhadap guru, subjek III cenderung memiliki keberanian, meskipun seringkali tidak ditunjukkan secara langsung. Sama halnya ketika di sekolah, di rumah dan di lingkungan masyarakat sekitar, subjek III juga dikenal sebagai anak nakal. Subjek adalah anak ketiga dari ketiga bersaudara. Subjek III tingkal bersama keduaorang tua dan dua saudaranya di desa Songgorunggi RT 0I/ V, Dagen, Jaten, Karanganyar. Keadaan rumah sangat sederhana. Saudaranya yang paling sulung terkenal dengan perilakunya yang tidak baik, yaitu suka bermain judi dan minum-minuman keras. Orangtuanya bekerja sebagai buruh. Ibunya bekerja di pabrik dengan sistem kerja yang di shif, yaitu pagi, sore, dan malam. Sedangkan ayahnya merantau di Jakarta Pulangnya tidak menentu. Sehingga ketika Ibunya masuk kerja, subjek III di rumah bersama dengan saudaranya tersebut. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, subjek III tergolong anak yang dimanja oleh kedua orangtuanya. Apapun yang diinginkannya pasti dipenuhi. Di lingkungan pergaulan sekitarnya, subjek III memiliki keberanian yang lebih terhadap orang-orang disekitarnya, baik terhadap teman sebaya ataupun orang dewasa. Tidak jarang subjek III membuat temannya menangis saat bermain. Ketika ada waktu luang seringkali subjek III memanfaatkan dengan nonton TV atau bermain. (Hasil observasi subjek III).
54
2) Hasil Wawancara Seperti halnya dengan subjek penelitian I dan II, kegiatan wawancara subjek III juga dilakukan terhadap siswa berperilaku agresif (subjek III), teman siswa, guru, orang tua, saudara, dan tetangga. Menurut temannya, baik ketika di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan rumah, subjek III adalah anak nakal. Seringkali mengeluarkan kata-kata kotor, kata-kata kasar dan memukul. (”Dia suka misuhmisuh Bu”). (Hasil wawancara dengan teman , terlampir). Apapun yang membuat subjek menimbulkan rasa ketidakpuasan memicu subjek III untuk berperilaku agresif. Menurut guru wali kelas, subjek III dianggap sebagai siswa yang cukup cerdas khusunya terhadap mata pelajaran matematika. Hal tersebut ditunjukkan dengan prestasinya yaitu pernah meraih peringkat I pada saat kenaikan kelas IV. Saat di rumah, subjek III pun seringkali berperilaku kasar. Menurut orang tuanya subjek III suka marah-marah. Apa yang diinginkan subjek III harus segera dipenuhi. Apabila tidak segera terpenuhi, maka Heri akan berperilaku agresif. Hal tersebut biasa ditunjukkan Heri dengan sikap marah-marah dan berkata kotor. (”Kalau punya keinginan Mbak semua harus dipenuhi, kalau tidak biasanya Heri akan ngambek, marah-marah gitu. Kemarin minta dibelikan HP yang ada kameranya, ini minta dibelikan itu lho Mbak mainan yang dipencet-pencet kayak remot, sss... oiya PS kalau ngga salah”). (Hasil wawancara dengan orang tua, terlampir). Terkait dengan perilaku agresif, orang tua Heri bersikap mengacuhkannya. Selama ini orang tua sudah berusaha untuk menguranginya yaitu dengan memarahi Heri ketika Heri berperilaku agresif, namun karena cara yang digunakan dirasakan tidak ada perubahan maka orang tua cenderung pasrah. (”Saya pasrah Mbak. Sudah berkali-kali saya larang, saya marahi, namun tetap saja tidak ada perubahan”). (Hasil wawancara dengan orangtua, terlampir).
55
Temuan Hasil Penelitian Hasil dari pengumpulan data tentang perilaku agresif terhadap 3 subjek penelitian di SD Dagen II Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar melalui kegiatan observasi, wawancara, dokumentasi, dan kunjungan rumah (home visit) maka dapat diperoleh kesimpulkan sebagai berikut: 1. Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan oleh siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar terbagi menjadi: a. Perilaku agresif yang bersifat fisik 1). Merebut barang teman Wujud dari perilaku tersebut berupa: merebut alat tulis teman, merebut jawaban ulangan, merebut mainan teman, dan meminta uang teman secara paksa. 2). Merusak barang-barang 3). Memukul Perilaku memukul ini muncul baik saat kegiatan belajar mengajar (KBM) dan pada saat jam istirahat. Perilaku memukul ini dilakukan baik secara langsung menggunakan tangan ataupun dengan menggunakan alat bantu, misalnya pensil. 4). Menendang Perilaku menendang dilakukan siswa karena adanya unsur kesengajaan dan sebagai wujud ungkapan kekesalan pada teman karena mendapat ejekan dari teman.
b. Perilaku agresif yang bersifat verbal 1). Marah-marah dan berteriak-teriak
56
Perilaku ini muncul pada saat subjek tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. 2). Mengadu domba Adu domba dilakukan terhadap teman dengan tujuan agar terjadi pertengkaran diantara temannya. 3). Mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor Siswa mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor baik terhadap teman sebaya ataupun dengan orang yang tua darinya. 2. Faktor- faktor penyebab munculnya perilaku agresif pada siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar meliputi: a. Kondisi sosial ekonomi Kondisi sosial ekonomi orang tua memberikan pengaruh terhadap munculnya perilaku agresif. Hal tersebut seringkali terjadi pada siswa yang memiliki orang tua dengan penghasilan yang pas-pasan. b. Pengaruh lingkungan Kondisi lingkungan yang tidak tepat, yaitu memiliki teman bergaul yang suka berperilaku negatif. c. Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya Keadaan ekonomi yang pas-pasan memberikan sedikit peluang bagi siswa sebagai seorang anak untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Sebagai wujud kekesalannya, seringkali anak berperilaku agresif . d. Mendapatkan ejekan dari teman Seringkali ketika bermain anak-anak suka menyinggung teman lainnya yang dianggap memiliki kekurangan yaitu dengan mengejek, misalkan ada teman yang memiliki warna kulit hitam. Hal tersebut seringkali memicu kemarahan bagi anak yang mendapatkan ejekan tersebut.
e. Pola pendidikan orang tua
57
Pola pendidikan orang tua yang diterapkan pada anak sangat mempengaruhi pribadi anak. Orang tua yang keras, egois dan selalu memaksakan kehendak terhadap anak, hal tersebut akan mempengaruhi perilaku anak dilingkungan sosialnya. Anak memiliki kecenderungan untuk berperilaku kasar dan egois. Selian itu, anak yang berperilaku egois juga ditemukan pada anak di mana pola asuh yang diterapkan orang tuanya bersifat “permissive”, yaitu orang tua selalu membenarkan apa yang dilakukan anak dan selalu menuruti apa yang diinginkan anak. Ketika anak berada di lingkungan sosial, anak tidak mendapatkan perlakuan yang sama ketika dia di rumah. Hal tersebut dapat memicu anak untuk berperlaku agresif. f. Adanya model Orang tua sebagai model anak di rumah dan orang-orang dewasa lainnya yang memiliki pengaruh terhadap anak, perilaku mereka akan diimitasi oleh anak. Orang tua yang seringkali berperilaku kasar, misalkan suka memukul maka mereka akan mendapati anak yang suka berperilaku kasar juga. g. Pengaruh tontonan TV Tontonan televisi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku anak. Perilaku agresif ditemukan pada anak yang sering melihat acara televisi yang bersifat kekerasan, karena apa yang didapatkan anak ketika melihat acara televisi seringkali diterapkan oleh anak dalam dunia nyata mereka.
Alternatif Layanan Bimbingan Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi, dan home visit (kunjungan rumah). Dari hasil pengumpulan data tersebut, maka alternatif layanan bimbingan yang dapat diberikan untuk mengatasi perilaku agresif pada 3 subjek penelitian adalah:
1. Subjek Penelitian I
58
a. Pemberian layanan bimbingan individual Subjek I sebagai makhluk individual yang memiliki perbedaan dengan lainnya. Dalam penelitian ini terdapat 3 subjek yang memiliki masalah yang sama, yaitu perilaku negatif, namun masing-masing siswa memiliki faktor penyebab yang berbeda. Oleh karena itu, masing-masing subjek perlu di berikan layanan secara individual. Sehingga pada akhirnya dapat diberikan penanganan yang tepat. b. Penerapan APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku) Subjek I perlu diberikan penanganan dengan penerapan APTL. Dengan harapan melalui cara ini pendidik dalam hal ini guru dapat memberikan reward dan hukuman yang tepat. Agar perilaku agresif subjek I dapat diminimalisir. c. Mengemas kegiatan belajar dan mengajar (KBM) secara menarik. Seringkali ketika kegiatan belajar mengajar, subjek I terlihat mondar-mandir di kelas mengganggu teman-temannya. Hal tersebut dikarenakan subjek I merasa jenuh dengan model pembelajaran guru yang ”monoton”, yaitu guru menerangkan siswa hanya diam mendengarkan. Untuk itu guru perlu mengemas kegatan belajar mengajar secara menarik agar siwa khususnya subjek I tertantang dan termotivasi pada mata pelajaran yang disampaikan guru. 2. Subjek Penelitian II a. Pemberian layanan bimbingan individual Seperti halnya subjek I, subjek II pun perlu mendapatkan layanan secara individual. b. Penerapan APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku) Penerapan teknik APTL juga perlu diberikan pada subjek II. Melalui teknik ini, guru dapat mengetahui apa saja yang melatarbelakangi subjek II berperilaku agresif. Sehingga, guru dapat membuat sebuah kontrak dengan subjek sebagai upaya penanganan perilaku agresif .
59
3.
Subjek Penelitian III a. Pemberian layanan bimbingan individual Layanan individual juga perlu diberikan pada subjek III, karena subjek III pun memiliki sifar, karakter yang berbeda dengan lainnya. Melalui layanan secra individual ini, guru diharapkan dapat menggali lebih jauh hal-hal yang terkait dengan perilaku agresif subjek sehingga dapat diberikan penangan yang tepat sesuai kondisi subjek. b. Penerapan APTL (Analisi Pengubahan Tingkah Laku) Seperti halnya subjek I dan subjek II, subjek III pun perlu ditangani dengan teknik APTL. Melalui teknik ini, subjek dapat diberikan reward atau hukuman yang tepat sebagai upaya penanganan perilaku agresifnya.
Pembahasan Hasil Penelitian
Bentuk dari perilaku agresif ada bermacam-macam. Menurut Sutjihat Somantri (2006:44) menyebutkan, “Perilaku agresif yang biasa dijumpai anak-anak adalah bertengkar, mengejek, dan mengganggu”. Dalam penelitian ini wujud perilaku agresif yang ditunjukkan oleh anak-anak terbagi menjadi: 1. Perilaku agresif yang bersifat fisik b). Merebut barang teman c). Merusak barang-barang d). Memukul e). Menendang 2. Perilaku agresif yang bersifat verbal a). Marah-marah dan berteriak-teriak b). Mengadu domba c). Mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor
60
Perilaku agresif ini muncul baik di lingkungan rumah, lingkungan sekolah, yaitu pada saat kegiatan belajar mengajar (KBM) dan pada jam istirahat, atau lingkungan masyarakat. Seseorang akan tergerak untuk melakukan sesuatu karena adanya faktor yang menyertainya. Begitu juga dengan perilaku agresif. Seseorang berperilaku agresif karena ada faktor tertentu yang mempengaruhinya. Ada banyak faktor yang menjadi pengaruh timbulnya perilaku agresif, baik faktor yang berasal dari dalam individu (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar individu (faktor eksternal). Penerapan pola pendidikan yang diterapkan oleh orang tua selaku pendidik utama di rumah memberikan pengaruh terhadap perilaku anak. Subjek II, di mana orang tua menerapkan pola pendidikan yang bersifat keras. Orang tua selalu menginginkan anaknya melakukan segala sesuatu sesuai harapan dan keinginan mereka. Segalanya selalu diatur. Namun, disisi lain sebenarnya si anak memiliki harapan yang berbeda. Mau tidak mau si anak harus mengubur dalam-dalam harapannya yang tidak sesuai dengan orang tuanya tersebut. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa si anak tidak mendapatkan kesempatan untuk berekspresi, menyampaikan apa yang menjadi harapan dan keinginannya. Hal tersebut seringkali membuat anak tertekan. Pada akhirnya luapan emosi yang dipendam, disalurkan secara tidak tepat yaitu dalam wujud perilaku agresif. Berbeda dengan subjek III, di rumah subjek III cenderung dimanja. Apa yang menjadi keinginannya selalu terpenuhi. Akibatnya ketika berada di lingkungan luar, di mana tidak semua orang berfokus pada dirinya membuat subjek III jengkel dan marah karena apa yang dia dapatkan di rumah tidak dia dapatkan di lingkungan luar. Pada akhirnya memicu timbulnya perilaku agresif. Keadaan ekonomi yang pas-pasan juga dapat menjadi faktor timbulnya perilaku agresif pada diri anak. Subjek I, orang tuanya bekerja sebagai buruh dengan penghasilan yang tidak menentu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dirasakan sangat sulit. Ketika bersekolah seringkali subjek III tidak mendapatkan
61
uang saku. Untuk mendapatkan sesuatu, misalkan membeli makanan, subjek I meminta uang secara paksa bahkan yang lebih parah siswa mencuri. Faktor lain yang mempengaruhinya adalah adanya model. Perilaku orang yang dekat dengan subjek misal orang tua, saudara juga memberikan pengaruh karena mereka menjadi model bagi anak. Subjek III, memiliki saudara yang seringkali berperilaku negatif. Secara tidak langsung perilaku yang ditunjukkan saudaranya tersebut ditiru oleh subjek. Faktor lain yang memberikan pengaruh yang besar tehadap timbulnya perilaku agresif adalah pengaruh tontonan televisi. Saat ini tontonan televisi dianggap tidak tepat dikonsumsi oleh anak-anak. Banyak acara-acara di televisi yang menyuguhkan adegan-adegan yang bersifat kekerasan. Hal tersebut tentunya memberikan pengaruh yang negatif pada anak yang menontonnya. Seperti halnya subjek III. Seringkali subjek III memanfaatkan waktu luangnya untuk menonton TV. Kesibukan orang tua karena bekerja mengakibatkan kurang terkontrolnya dalam mengkonsumsi media. Subjek III lebih menyukai acara televisi yang di dalamnya terdapat adegan peperangan atau dengan kata lain bersifat kekerasan. Perilaku agresif yang muncul pada diri anak dapat mempengaruhi timbulnya perilaku negatif lainnya. Hal tersebut terjadi pada subjek I. Salah satu wujud perilaku agresif subjek I adalah meminta uang secara paksa terhadap temannya. Ketika subjek tidak mendapatkan keinginannya tersebut yaitu uang, maka subjek mencari jalan lain untuk mendapatkan uang, yaitu dengan mencuri. Perilaku agresif memberikan pengaruh dan dampak yang negatif baik bagi siswa sendiri maupun orang-orang disekitar siswa, misalnya orang tua. Untuk itu perlu diberi alterrnatif layanan bimbingan sebagai upaya penanganan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan: 1.
Pemberian layanan bimbingan individual.
2.
Penerapan teknik APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku)
3.
Mengemas program kegiatan belajar dan mengajar secara menarik.
62
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN B. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang studi kasus perilaku agresif siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten kabupaten Karanganyar tahun pelajaran 2009/ 2010, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Bentuk perilaku agresif pada anak-anak terbagi atas: a. Perilaku agresif yang bersifat fisik 1). Merebut barang teman 2). Merusak barang-barang 3). Memukul 4). Menendang b. Perilaku agresif yang bersifat verbal: 1). Marah-marah dan berteriak-teriak 2). Mengadu domba 3). Mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku agresif meliputi: a. Kondisi sosial ekonomi b. Pengaruh lingkungan c. Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya d. Mendapatkan ejekan dari teman e. Pola pendidikan orang tua f. Adanya model g. Pengaruh tontonan TV
63
Alternatif Layanan Bimbingan 1. Pemberian layanan bimbingan individual. 2. Penerapan teknik APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku) 3. Mengemas kegiatan belajar mengajar secara menarik
C. Implikasi Bertitik tolak dari hasil penelitian di atas, maka implikasi hasil penelitian ini secara umum adalah sebagai berikut:
1. Implikasi Bagi Orang Tua Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak. Pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Orang tua harus mampu menanamkan nilai-nilai positif pada anak, yaitu dengan memberi contoh yang baik dalam sikap dan perilaku, karena orang tua menjadi model bagi anak. Selain itu, orang tua haruslah waspada terhadap lingkungan sosial anak. Sebagai upaya untuk mengantisipasi agar anak tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat.
2. Implikasi Bagi Sekolah Sekolah sebagai lembaga pendidikan, selain bertujuan untuk mencerdaskan peserta didiknya melalui penyampaian materi (KBM) yang telah diatur dalam kurikulum juga diharapkan mampu mendidik para peserta didiknya agar memiliki kepribadian yang baik. Ada banyak faktor yang dapat menghambat dalam pencapaian tujuan tersebut, salah satunya adalah munculnya perilaku agresif. Untuk itu, sekolah melalui tenaga pengajarnya yaitu guru harus mampu mengantisipasi dan meminimalisir munculnya perilaku agresif pada peserta didik, yaitu dengan usahausaha sebagai berikut: penyediaan situasi yang kondusif bagi para peserta didik,
64
mengemas KBM yang menyenangkan bagi para peserta didik, menyediakan fasilitas sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dsb.
3. Implikasi Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan ilmu dan pengalaman kepada peneliti sebagai calon guru pembimbing. Di lapangan tidak hanya ditemukan problem yang berupa perilaku agresif saja, namun akan banyak ditemukan problem lainnya. Melalui penelitian ini, secara umum peneliti diharapkan memiliki wawasan tentang problem-problem pendidikan dan secara khusus memiliki wawasan tentang perilaku agresif .
D. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku agresif terhadap siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten kabupaten Karanganyar, ada beberapa saran yang kiranya relevan untuk disampaikan:
1. Orang Tua 1. Orang tua perlu menanamkan pola pendidikan yang demokratis. 2. Orang tua harus memberikan contoh dan teladan yang baik, karena orang tua menjadi model bagi anak. 3. Orang tua perlu menciptakan iklim yang hangat dan penuh kasih sayang dalam kehidupan keluarga.
2. Sekolah 1. Sekolah perlu menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang positif dan menghindarkan dari pola pendidikan yang bersifat kekerasan pada anak. 2. Guru perlu menanamkan nilai-nilai positif pada anak didiknya.
65
3. Alternatif layanan bimbingan yang dapat diberikan pada siswa berperilaku agresif adalah : 1) Pemberian layanan bimbingan individual. 2) Penerapan teknik APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku) 3) Mengemas kegiatan belajar mengajar secara menarik, misalnya dengan menggunakan metode role play, sosiodrama.
3. Masyarakat a. Masyarakat perlu menciptakan lingkungan sekitar yang positif. b. Menghindarkan anak pada pola pergaulan yang bersifat negatif. c. Perlu adanya kerja sama masyarakat untuk menangani anak yang berperilaku agresif, misal dengan mengadakan pembinaan.
.
66
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia Anantasari. 2006. Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta: Kanisius Dep Dik Bud. 1992. Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Siswa di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud Dewa Ketut Sukardi. 1995. Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jakarata: Rhineka Cipta Esti Sri Wuryani. 2005. Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua. Jakarta: PT. Grasindo E. Koeswara. 1988. Agresi Manusia. Bandung: PT Eresco http:// wangmuba. com/ 2009/ 04/ teori-perilaku-agresif Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan . Jakarata: Erlangga J. P. Chaplin. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Khozin Afandi. 1993. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional Krahe, Barbara. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press Moleong, L J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Prayitno dan Erman Amti. 1994. Pelayanan Bimbingan di Sekolah Dasar. Jakarta:Ghalia Indonesia Rita Eka Izzati. 2005. Mengenali Permasalahan Anak Usia TK. Jakarta: Dit. PPTK & KPT Robert K. Yin. 1996. Studi Kasus (Desain dan Metode). (Terjemahan M. Dzauzi Mudzakir). Jakarta: Radar Jaya Offset Salcha H. 2002. Pendidikan Bagi Anak Perilaku Menyimpang (ATL). Surakarata: FKIP UNS