MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 66, 71, 79/PUU-VIII/2010
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PIHAK TERKAIT (IV)
JAKARTA SELASA, 15 MARET 2011
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 66, 71, 79/PUU-VIII/2010 PERIHAL Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 [Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2) dan Pasal 32 ayat (4)], [Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (3) dan (4)], serta [Pasal 28 ayat (1)] PEMOHON PERKARA NOMOR 66/PUU-VIII/2010 -
Frans Hendra Winarta Bob P. Nainggolan Maruli Simorangkir
-
Murad Harahap Lelyana Santosa Nursyahbani Katjasungkana
-
David Abraham Firman Wijaya SF. Marbun
-
Joni Irawan Supriadi Budisusanto
PEMOHON PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010 -
H.F. Abraham Amos Djamhur Togar Edfont Sormin
-
Harisan Aritonang Edi Prastio
PEMOHON PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010 -
Husen Pelu Andrijana Abdul Amin Monoarfa
-
Nasib Bima Wijaya Siti Hajijah R. Moch. Budi Cahyono
ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pihak Terkait (IV) Selasa, 15 Maret 2011 Pukul 14.12 – 18.23 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Moh. Mahfud MD Achmad Sodiki Muhammad Alim Ahmad Fadlil Sumadi M. Akil Mochtar Hamdan Zoelva
Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir/Berbicara: Pemohon (Perkara Nomor 66/PUU-VIII/2010) -
Frans Hendra Winarta
Pemohon (Perkara Nomor 66/PUU-VIII/2010) -
Firman Wijaya
Ahli (Perkara Nomor 66/PUU-VIII/2010) -
Mohammad Fajrul Falaakh Todung Mulya Lubis
Pemohon Perkara Nomor (71/PUU-VIII/2010) -
HF. Abraham Amos Djamhur
-
Harisan Aritonang
Ahli (Perkara Nomor 71/PUU-VIII/2010) -
Teguh Samudra
Saksi (Perkara Nomor 71/PUU-VIII/2010) -
Chairul Aman Mamat Junaidi
Kuasa Hukum Pemohon (Perkara Nomor 79/PUU-VIII/2010) -
Suhardi Somomoeljono Ronggur Hutagalung
-
Taufik Basari
Saksi Fakta (Perkara Nomor 79/PUU-VIII/2010) -
Alexander Frans Lasdin Wlas Ramdlon Naning Wartono W
ii
Pemerintah -
Mualimin Abdi (Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) Heni Susila Wardaya (Kasubdit Penyiapan Pendampingan Persidangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
Pihak Terkait -
Leornard Simorangkir (Peradi) Otto Hasibuan (Peradi) Humphrey Djemat (AAI) Luhut Pangaribuan (Ikadin I) Ropaun Rambe (DPP Peradin) Elza Syarief (Peradi) Susilo Lestari (Ikadin) Herman Kadir (IPHI) Hasanuddin Nasution (SPI) Victor Nadapdap (Peradi) Erman Umar (KAI) Petrus Balapationa (KAI) Dwi Heri (KAI) Enita (KAI) Yuntri (KAI) Gatot (KAI) Sri Wiguna (Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal)
iii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.12 WIB
1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Sidang Mahkamah Konstitusi untuk melanjutkan pemeriksaan dengan mendengar keterangan Saksi dan Ahli dalam Perkara Nomor 66, Nomor 71 dan Nomor 79/PUU-VIII/2010 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon Nomor 66?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON VIII/2010): FIRMAN WIJAYA
(PERKARA
NOMOR
66/PUU-
Siap, Yang Mulia. Kami pada hari ini akan mengajukan Dr. Todung Mulya Lubis, Yang Mulia, kaitannya dengan penjelasan menyangkut basic
prinsciple of law of the lawyer.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, nanti…, nanti saya bacakan siapa yang akan hadir. Anda sebut saja dulu siapa yang mewakili Perkara Nomor 66?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON VIII/2010): FIRMAN WIJAYA
(PERKARA
NOMOR
66/PUU-
Baik, Yang Mulia. Dari 7 yang kami ajukan, pada kesempatan hari ini kami ajukan Dr. Todung Mulya Lubis dan (...) 5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ndak.., ndak, Anda saja, yang hadir, Kuasa Hukumnya.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON VIII/2010): FIRMAN WIJAYA
(PERKARA
NOMOR
66/PUU-
Oh, sebagai Kuasa? 7.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, kalau ini sudah ada.
1
8.
KUASA HUKUM PEMOHON VIII/2010): FIRMAN WIJAYA
(PERKARA
NOMOR
66/PUU-
Saya…, baik, Yang Mulia. Kuasa Pemohon saya Firman Wijaya. 9.
PEMOHON (PERKARA HENDRA WINARTA
NOMOR
66/PUU-VIII/2010):
FRANS
Saya Frans Winarta, Majelis. Terima kasih. 10.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Jadi perkara Nomor 66, 2 orang ya?
11.
PEMOHON (PERKARA HENDRA WINARTA
NOMOR
66/PUU-VIII/2010):
FRANS
2 orang. 12.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oke. Nomor 71?
13.
PEMOHON (PERKARA ABRAHAM AMOS
NOMOR
71/PUU-VIII/2010):
H.
F.
Terima kasih, Yang Mulia. Kami sebagai Pemohon 1 dari Pengujian Undang-Undang Nomor 71 dan kepada 2 teman silakan untuk memperkenalkan diri. Terima kasih. 14.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan.
15.
PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): DJAMHUR Terima kasih, Yang Mulia. Saya Djamhur, S.H., Pemohon 71. Terima kasih.
16.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Masih ada?
2
17.
PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): HARISAN ARITONANG Saya Harisan Aritonang, Pemohon Nomor 4.
18.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Nomor?
19.
PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): HARISAN ARITONANG 4.
20.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Nomor 4? Perkara nomor berapa?
21.
PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): HARISAN ARITONANG 71.
22.
KETUA: MOH. MAHFUD MD 71? Ya, baik. Nomor 79?
23.
KUASA HUKUM PEMOHON VIII/2010): TAUFIK BASARI
(PERKARA
NOMOR
79/PUU-
Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Nama saya Taufik Basari, Kuasa Hukum Perkara Nomor 79. 24.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): RONGGUR HUTAGALUNG
NOMOR
79/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia. Saya Kuasa Hukum dari Perkara Nomor 79, Ronggur Hutagalung. 25.
KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): SUHARDI SOMOMOELJONO
NOMOR
79/PUU-
Nomor 79, Suhardi Somomoeljono.
3
26.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, baik. Sekarang dari Pemerintah?
27.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pemerintah hadir, saya Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan sebelah kanan saya Heni Susila Wardaya sama dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih, Yang Mulia.
28.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Dari DPR ndak ada ya? Tidak ada. Baik, Pihak Terkait?
29.
PIHAK TERKAIT (PERADI): LEORNARD SIMORANGKIR Saya Leonard Simorangkir dari Peradi, Yang Mulia.
30.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan.
31.
PIHAK TERKAIT (PERADI): OTTO HASIBUAN Saya Otto Hasibuan dari Peradi.
32.
PIHAK TERKAIT (AAI): HUMPHREY DJEMAT Saya Humphrey Djemat dari Asosiasi Advokat Indonesia.
33.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oke.
34.
PIHAK TERKAIT (IKADIN): LUHUT PANGARIBUAN Saya Luhut Pangaribuan dari Ikadin.
35.
PIHAK TERKAIT (PERADIN): ROPAUN RAMBE Saya dari Pihak Terkait DPP Peradin, Ropaun Rambe.
4
36.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Belakang masih ada lagi yang Terkait?
37.
PIHAK TERKAIT (IKADIN TEGUH SAMUDRA): SUSILO LESTARI Interupsi.
38.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Siapa yang interupsi?
39.
PIHAK TERKAIT (PERADI): ELZA SYARIEF Saya Elza Syarief dari Peradi, Perkara 66.
40.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oke. Masih ada?
41.
PIHAK TERKAIT (IKADIN TEGUH SAMUDRA): SUSILO LESTARI Ada, Bapak Majelis.
42.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan. Siapa?
43.
PIHAK TERKAIT (IKADIN TEGUH SAMUDRA): SUSILO LESTARI Kami dari Ikadin…, Ikadin Teguh Samudra, Bapak.
44.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ada Ikadin lagi? Ikadin sana, Ikadin situ, ya?
45.
PIHAK TERKAIT (IKADIN TEGUH SAMUDRA): SUSILO LESTARI Kami bernama Susilo Lestari mewakili dari Ikadin Bapak Teguh Samudra, S.H.
46.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Namanya Ikadin Teguh Samudra, ya? Bukan?
5
47.
PIHAK TERKAIT (IKADIN TEGUH SAMUDRA): SUSILO LESTARI Ikadin, Bapak, Ikadin.
48.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Di sana ndak ada Ikadin? Tidak ada, ya? Di sana lagi? Silakan.
49.
PIHAK TERKAIT (KONGRES ADVOKAT INDONESIA): ERMAN UMAR Yang Terhormat Bapak Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi, kami dari Pihak Terkait Kongres Advokat Indonesia atau KAI, pertama saya Erman Umar, Saudara Petrus Balapationa, Saudara Dwi Heri, Saudari Enita, Saudara Yuntri dan Saudara Gatot, Pak. Terima kasih.
50.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oke, berikut. Kalau organisasinya sama, ndak usah.
51.
PIHAK TERKAIT (HIMPUNAN MODAL): SRI WIGUNA
KONSULTAN
HUKUM
PASAR
Sri Wiguna dari Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal. 52.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oke.
53.
PIHAK TERKAIT (IPHI): HERMAN KADIR Ada tambahan, Pak.
54.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan.
55.
PIHAK TERKAIT (IPHI): HERMAN KADIR Saya kebetulan merangkap KAI, kebetulan anggota dari IPHI juga mengajukan Terkait tidak…, belum hadir. Saya juga anggota IPHI, Herman, Pak. Terima kasih.
6
56.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Boleh.
57.
PIHAK TERKAIT (SPI): HASANUDDIN NASUTION Assalamualaikum wr. wb. Saya Hasanuddin Nasution dari SPI, pihak Terkait.
58.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, baik. Baik, cukup ya? Sudah…, masih ada lagi? Masih ada lagi? Cukup, ya? Oh itu, Pak Nadapdap, silakan Pak Nadapdap.
59.
PIHAK TERKAIT: VICTOR NADAPDAP Saya tertarik karena disebut tadi selain dari KAI dari PHI saya berketepatan juga selain Peradi juga IPHI (Ikatan Penasihat Hukum Indonesia). Terima kasih.
60.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oke, baik. Cukup, ya? Baik, Saudara di depan saya ini ada daftar Ahli Perkara Nomor 66, Pak Fazrul tidak kelihatan, belum kelihatan, Pak Benyamin kemarin sudah didengar keterangannya, Pak Dr. Todung Mulya Lubis, nanti akan didengar. Kemudian Nomor 71, Dr. Teguh Samudra sudah. Kemudian…, oh belum kemarin ya? Sudah disumpah, tapi belum didengar kemarin. Kemudian ada Saksi dari Perkara Nomor 71, Chairul Anam mana ini Chairul Anam…, Chairul Aman ya. Kemudian Achmad Junaedi? Oke. Kemudian Saksi fakta Perkara Nomor 79, Alexander Frans? Oke. Lasdin Wlas? Oke, orang Yogya tuh Bapak ya? Ya, tetangga saya soalnya itu. Pak Ramdlon…, Ramdlon Naning juga dari Yogya. Pak Wartono? Oke. Kemudian Ahli dari Pihak Terkait yang diajukan oleh Peradi yaitu Abdul Hakim Nusantara, oke. Pak Fred Tumbuan, mana orangnya? Fred…, tidak hadir ya? Tidak hadir. Ya, kemudian hari ini Pak Buyung hadir karena kemarin sudah didengar keterangannya memang kami minta hadir karena kalau ada pertanyaan-pertanyaan dari Pemohon, dari Termohon, maupun dari Majelis Hakim, karena kemarin tidak sempat dibuka forum tanya jawab. Pak Fajrul sudah datang? Ya, Pak Fajrul sudah datang. Baik, kemudian begini, ini kan banyak Pihak Terkait, tadi sudah disebutkan. Ini ada lagi Pihak Terkait mengajukan menjadi pengacara secara pribadi menjadi kuasa hukum secara pribadi, tapi punya
7
organisasi yang sekarang diusulkan menjadi Pihak Terkait dengan menunjuk seseorang mewakili organisasinya. Nama organisasinya itu apa tadi…, PIH? HAPI, Himpunan Pengacara Advokat…, Himpunan…, Himpunan Advokat – Pengacara Indonesia. Baik jadi begini, agar ada kejelasan tentang Pihak Terkait ini tentu yang kami terima adalah yang sudah punya badan hukum resmi. Jangan…, jangan nanti membentuk organisasi lalu minta Terkait ke sini, ke luar dari sidang bentuk-bentuk lalu ndak selesai-selesai sidang ini. Oleh sebab itu dimohon kepada semua Pihak Terkait akta badan hukumnya supaya diserahkan kepada Panitera, sehingga nanti yang tidak punya akta badan hukum tentu tidak bisa didengar semuanya, karena tidak ada kepentingan yang tekait dengan itu, semuanya…, kepada semuanya, tapi ini bisa diserahkan nanti sehingga pada sidang berikutnya itu kita sudah tahu Pihak Terkait apa yang boleh bicara di Majelis ini. Untuk itu sekarang kami undang untuk hadir ke depan yang belum disumpah dulu, Saudara Haji Fajrul Falaakh. 61.
PIHAK TERKAIT (HAPI) Baik, interupsi, Pimpinan.
62.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya?
63.
PIHAK TERKAIT (HAPI) Yang Mulia, seperti yang tadi disebutkan dari HAPI (suara tidak
terdengar jelas). 64.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, bagaimana, Pak?
65.
PIHAK TERKAIT (HAPI) Ataukah pada masa yang akan…, pada waktu kesempatan yang akan datang karena HAPI itu salah satu organisasi yang ada di dalam undang-undang itu, Pak.
66.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oh, ya artinya…, artinya (…)
8
67.
PIHAK TERKAIT (HAPI) Jadi bukan yang (…)
68.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Punya badan hukum kalau sudah di…, ada di undang-undang pada saat itu disebut berarti pada saat itu secara hukum sudah pernah dianggap ada oleh undang-undang. Maksud saya nanti yang baru-baru yang saya tidak kenal ada satu, dua, dan sebagainya itu kan harus ada badan hukumnya, nanti ada muncul lima, satu organisasi masing-masing punya nama sendiri ndak selesai-selesai. Silakan Pak Fajrul.
69.
PIHAK TERKAIT (HAPI) Permisi, Yang Mulia. Apakah dari (…)
70.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Mana…, mana (…)
71.
PIHAK TERKAIT (HAPI) Pihak Terkait HAPI…, saya Pak.
72.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oh, ya.
73.
PIHAK TERKAIT (HAPI) Pihak Terkait HAPI itu diperkenankan sekarang atau pada persidangan yang akan datang?
74.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Sekarang boleh, semuanya boleh tetapi untuk menyampaikan pendapat besok dalam kedudukannya sebagai Pihak Terkait kami akan lihat dulu status badan hukumnya, gitu. Oke, sekarang boleh, Pak silakan.
75.
PIHAK TERKAIT (HAPI) Terima kasih.
9
76.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Pak Fajrul, kemudian Pak Todung Mulya Lubis, ini sebagai Ahli. Kemudian ada Ahli, Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Fred Tumbuan, Fred Tumbuan belum datang…, baik, sejauh yang saya tahu ketiganya beragama Islam. Saya cek, apakah masih beragama Islam? Masih Pak, ya? Oke, silakan diambil sumpah oleh Pak Fadlil.
77.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ikuti kata sumpahnya. Bismilllahirahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan menerangkan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. Terima kasih. Cukup, silakan duduk.
78.
AHLI-AHLI YANG BERAGAMA ISLAM Bismilllahirahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan menerangkan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
79.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan kembali ke tempat. Sekaligus kita ambil sumpah dari Saksi Fakta, Saudara Chairul Aman, Saudara Mamat Junaedi, Saudara Alexander Frans, Saudara Lasdin Wlas, Saudara Ramdlon Naning, Saudara Wartono. Bapak, apakah ada yang tidak Islam? Yang tidak Islam di sini dulu, Bapak. Pak Alim, silakan diambil sumpah, Pak Alim.
80.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Luruskan tangannya ke bawah. Ikuti lafal sumpah yang saya tuntunkan. Bismillahirahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
81.
SAKSI-SAKSI YANG BERAGAMA ISLAM Bismillahirahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai Saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
10
82.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.
83.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, silakan duduk, Pak. Bapak beragama apa, Bapak? Kristen Protestan. Silakan, Pak Akil.
84.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Ya, begini saja, Pak, sejajar. Saya berjanji sebagai Saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya.
85.
SAKSI YANG BERAGAMA KRISTEN PROTESTAN Saya berjanji sebagai Saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya.
86.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, kita teruskan dulu, karena kemarin sudah Ahli yang dihadirkan, Dan yang tertunda adalah Pak Teguh Samudra, kemudian Pak Fajrul Falaakh, kemudian Pak Todung Mulya Lubis, kemudian Pak Hakim Nusantara. Silakan, Pak Teguh.
87.
AHLI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): TEGUH SAMUDRA Bismillahirahmanirrahim. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia, Ketua Majelis Hakim Konstitusi dan Yang Mulia para Anggota Majelis Hakim Konstitusi. Izinkan kami menyampaikan keterangan Ahli pada uji materi UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam Perkara Nomor 71. Sebagai pendahuluan, bismillahirahmanirrahim, yaa ayyuhannaasu
innaa khalaqnaakum min dzakarin wauntsaa waja'alnaakum syu'uuban waqabaa-ila lita'aarafuu inna akramakum 'indallaahi atqaakum inna allaaha 'aliimun khabiirun. “Hai manusia, sesunguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan
11
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesunguhnya orang yang paling mulia, di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesunguhnya Innalilahi Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” wainnalillahhirajiun, “Sesunguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNya lah kami akan kembali.” Adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah oleh siapa pun bahwa semua manusia ciptaan Allah semesta alam dan semua akan kembali kepada-Nya, tidak ada kelebihan dan kemuliaan antara yang satu dengan yang lain. Semua adalah sama, sama-sama mempunyai harkat dan martabat kemanusiaan, sesuai dengan hak-hak asasi yang melekat pada tiap diri manusia. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang terbentuk republik. Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai daerah dan berbagai suku dengan motto Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu, dengan kebebasan bagi warga negara untuk memeluk berbagai macam agama menurut keyakinannya. Demikian pula bebas menyalurkan aspirasi politiknya ke berbagai partai politik, dan bebas bersikap, berkumpul dan mengeluarkan pendapat untuk membentuk organisasi guna mencapai Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Jadi sejak semula Allah pun menciptakan manusia tidak hanya satu-satunya, karena sifat satu-satunya atau tunggal, Al-Ahad, itu hanya milik Allah Tuhan semesta alam yang sejak semula telah memberi hak asasi pada manusia ciptaan-Nya. Majelis Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan. Bahwa pengakuan HAM yang telah dijabarkan dalam semua ajaran agama di dunia, selanjutnya dikembangkan dalam dokumen internasional yaitu dalam Declaration of Human Rights, yang diterima oleh sidang umum PBB pada 10 Desember 1948. Kemudian dijabarkan dalam International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights dan International Convenant on Civil and Political Rights. Pasal 1 dan Pasal 2 Universal merupakan bagian dari hukum Declaration of Human Rights internasional atau sebagai customer international yang menyatakan sebagai berikut; Pasal 1, semua manusia dilahirkan merdeka, mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Semua orang dikaruniai akal dan hati, karenanya setiap orang hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan. Pasal 2-nya, setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dimuat dalam deklarasi ini tanpa pengecualian apa pun, seperti perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pandangan lain, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik kelahiran ataupun status lainnya. Selanjutnya, tidak diperbolehkan adanya pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum, ataupun beban internasional dari negara atau
12
daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, wilayah perwalian, jajahan, atau berasal dari wilayah di bawah batasan kedaulatan lainnya. Selanjutnya, untuk menegaskan pemahaman antara hak dengan kewajiban dalam pengertian HAM maka pemahamannya adalah adanya hak pada individu manusia dan adanya kewajiban negara atau pemerintah untuk melindunginya. Atau dapat dikatakan hak asasi manusia pada individu menimbulkan kewajiban negara atau pemerintah untuk melindungi terhadap setiap kemungkinan pelanggarannya, termasuk pelanggaran dari negara atau aparat pemerintah sendiri, sehingga hak asasi manusia warga negara harus dipertahankan dan dilindungi oleh negara atau pemerintah. Oleh karenanya, hak asasi manusia warga negara harus dipertahankan, dilindungi oleh negara. Negara Indonesia sebagai anggota PBB tidak seyogianya melihat Universal Declaration of Human Rights semata-mata sebagai statement of objectives dalam charter PBB, tetapi juga harus menyakini bahwa Universal Declaration of Human Rights sebagai constitute and obligation for members of the international community, karena negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan Pancasila sebagai norma fundamentalnya, dalam sila ke dua menyatakan kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan demikian, Yang Mulia, pertama-tama hak asasi manusia harus merupakan bagian dari hukum Indonesia. Lebih lanjut tidak kami bacakan adalah penjabaran tentang hak asasi manusia oleh Marjono Reksodiputro, kita anggap kita baca. Kemudian, seorang advokat harus menginsafi bahwa tujuan tindakan penegakan hukum adalah untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan masyarakat, sehingga di sinilah peran dan fungsi advokat dalam hukum untuk dapat meletakkan asas keseimbangan antara keseimbangan masyarakat dan negara, dengan melindungi dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hal tersebut juga dapat diartikan dalam sistem peradilan advokat adalah salah satu fungsi dari subsistem lainnya, sehingga dalam melakukan peran dan fungsinya harus dapat secara profesional. Oleh karenanya, advokat yang bertindak sebagai penasihat hukum harus mempunyai kebebasan, an independent legal profession. Kebebasan advokat ini harus diartikan bahwa tidak ada yang perlu ditakuti seorang advokat dalam menjalankan profesinya, apabila hak asasi warga negara diabaikan atau dilalaikan dalam sistem peradilan atau masyarakat atau negara. Advokat sebagai penegak hukum ditegaskan pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 dan penjelasan Pasal 5 ayat (1). Advokat sebagai badan hukum adalah bagian dari sistem peradilan dimana mempunyai fungsi yang diembannya berakar pada salah satu kekuasaan negara yaitu bagian dari kekuasaan kehakiman. Namun, advokat dalam statusnya sebagai penegak hukum tidak punya
13
wewenang melakukan suatu pemaksaan dalam menjalankan profesinya seperti rekan penegak hukum lainnya. Peran dan fungsi advokat. Advokat sebagai profesi selain dituntut akan kebebasan dalam bertindak untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan di sisi lain sebagai penegak hukum, juga mempunyai peran dan fungsi dari salah satu subsistem sistem peradilan yang mempunyai tanggung jawab atas tercapainya tujuan dari sistem peradilan. Maka asas keseimbangan dalam bertindak harus juga dipahami oleh advokat ketika menjalankan peran dan fungsinya. Selain itu, advokat juga sebagai pengawas dari prosedural yang dijalankan oleh seluruh subsistem dari sistem peradilan, tidak terkecuali pada dirinya sendiri, yang dalam hukum acara pidana misalnya terbagi dalam tahap pra ajudikasi, tahap ajudikasi, dan tahap purna ajudikasi. Sebagai penegak hukum, advokat dalam memperjuangkan hak asasinya…, hak asasi manusia, tidak semata-mata berarti hanya melaksanakan undang-undang dan/atau sebagai pelaksana keputusankeputusan hakim. Oleh karena bilamana tidak ada atau belum diaturnya suatu hak warga negara dalam perundang-undangan maka melalui upaya hukum advokat harus dapat memperjuangkan hak warga negara tersebut. Selanjutnya pendapat para Ahli tidak kami bacakan. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Advokat perlu pengaturan lebih tegas atas peran dan fungsi dari advokat sebagai penegak hukum yang melaksanakan salah satu subsistem dari sistem peradilan. Organisasi advokat, Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mementukan dengan tegas dan jelas tentang hak asasi manusia antara lain pada Pasal 28A, pada Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, yang isinya kami anggap sudah kami bacakan. Guna memahami permasalahan yang diajukan hak uji materinya ini dalam persidangan Yang Mulia ini, kami ingin agar menjelaskan makna dari apa yang dimaksud dengan organisasi. Organisasi adalah kesatuan susunan yang terdiri dari atas orang-orang dalam perkumpulan dengan tujuan tertentu, sehingga berorganisasi adalah tersusun dengan baik, teratur dalam suatu kesatuan. Sedangkan advokat, orang yang berpraktik memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Selanjutnya mengenai pengertian organisasi dari para Ahli kami anggap kami bacakan, kita lanjut. Dari beberapa definisi sebanyak telah…, telah kami kutip di atas maka menurut Ahli, “Organisasi adalah kesatuan sosial dari seluruh pribadi orang-orang yang menjadi anggotanya dan mempunyai kepentingan serta tujuan yang sama dan jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuannya diperlukan koordinasi.” Untuk itu, organisasi harus dibuat secara rasional, jujur, dan tulus, dalam
14
arti harus dibentuk dan beroperasi berdasarkan ketentuan formal dan penuh perhitungan dengan memperhatikan asas manfaat bagi seluruh anggotanya. Harus disadari benar bahwa dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyrakat dan bernegara, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab, merupakan hal yang penting disamping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Selanjutnya tentang peran advokat kita anggap sudah kami bacakan. Undang-Undang tentang Advokat adalah dilahirkan sebagai landasan yang kokoh bagi pelaksaan tugas pengabdian advokat dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak dapat kita pungkiri bahwa profesi advokat yang bebas dan mandiri dan bertanggung jawab itu sangat diperlukan untuk menjaga kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar. Kekuasaan kehakiman yang independent itu semata-mata demi terselenggaranya peradilan yang jujur, adil dan bersih, demi kepastian hukum bagi semua pihak agar keadilan, kebenaran, dan hak asasi manusia terwujud dengan kokoh dan tegak sebagaimana yang semestinya. Tentang peran advokat, kami anggap sudah kami baca. Mengingat organisasi advokat melalui Undang-Undang Advokat hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat, maka organisasi advokat harus mampu menentukan dan mengatur bagaimana merekrut calon anggotanya, baik mulai dari latar belakang, ilmu pengetahuan yang dimiliki, pendidikan yang harus diikuti, menjalankan ujian yang baik maupun program magang agar calon advokat berkesempatan dibimbing, dilatih, dan praktik supaya benar-benar profesional sebagai implementasi ilmu pengetahuan yang telah dikuasai dan siap pakai dan tidak akan mengecewakan. Serta mengingat advokat, organisasi harus memperhatikan parameter yang mencakup kemampuan dari calon atas penguasaan profesionalitas advokat. Hal ini agar benar terjaga kualitas profesi advokat, baik dari segi moril, spiritual, maupun materiil. Karenanya di samping itu dalam perjalanan hidupnya organisasi advokat harus mendorong anggotanya agar berbudaya organisasi dengan berjalannya proses pengawasan dan peradilan kode etik bagi anggota yang melanggar kode etik profesi advokat. Hal ini adalah untuk terjaganya martabat dan kehormatan profesi. Dengan demikian, advokat pun tidak boleh melakukan diskriminasi, tidak boleh mata duitan, serta tidak boleh memegang jabatan lain yang bertentangan tugas dan martabat profesinya, maupun jabatan yang meminta pengabdian yang merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya. Kami sudah anggap kami bacakan. Dilihat dari tujuan itu maka dari segala kekurangan maupun kelemahan serta kelebihannya, Undang-
15
Undang Advokat yang mengatur secara menyeluruh tentang advokat Indonesia adalah merupakan keberhasilan yang nyata dari perjuangan yang dilakukan dalam kurun waktu 39 tahun, walau di sana-sini masih banyak hal-hal yang tidak jelas dan menimbulkan multitafsir. Oraganisasi Advokat menurut Undang-Undang Advokat. UndangUndang Advokat mengamanatkan dibentuknya organisasi advokat menurut Undang-Undang Advokat. Yang Mulia, akan tetapi UndangUndang Advokat sendiri tidak menentukan bagaimana cara pembentukannya. Hanya saja, pada Pasal 28 ayat (2) dinyatakan “Ketentuan mengenai susunan organisasi advokat ditetapkan oleh para advokat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.” Pertanyaannya, apakah seluruh pribadi-pribadi para advokat yang mempunyai hak individu untuk membentuk organisasi advokat sudah menetapkan susunan organisasi yang dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk membentuk organisasi advokat? Jawabannya adalah tegas dan jelas, “belum ada”, Yang Mulia. Materi pokok yang terpenting yang di dalam Undang-Undang Advokat ini juga tentang bahwa pengakuan bahwa advokat adalah penegak hukum yang bebas dan mandiri dan dijamin oleh hukum dan perundang-undangan. Dan untuk menjaga kemandiriannya maka advokat mengatur dan mengurus sendiri profesinya dalam satu organisasi profesi advokat, tanpa campur tangan atau kontrol dari kekuasaan pemerintah. Hal itu tercermin dari ketentuan bahwa organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undangundang ini dengan maksud dan tujuan meningkatkan kualitas profesi advokat. Sedangkan mengenai organisasi advokat itu pun ditetapkan oleh para advokat sendiri dalam anggaran dasar dan rumah tangga. Jadi organisasi advokat menurut Undang-Undang Advokat itu harus dibentuk oleh para advokat itu sendiri yang akan menjadi anggota dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan yang sama. Dengan demikian, tidak boleh organisasi advokat dibentuk hanya oleh beberapa orang pengurus dari organisasi advokat yang ada, yang kemudian mengklaim pembentukan tersebut sah dan benar karena untuk dan atas nama para anggota dari masing-masing organisasi, kemudian memproklamirkan sebagai satu-satunya organisasi advokat yang sah. Hingga saat ini tidak ada…, atau setidaknya belum ada kesepakatan dan/atau persetujuan kehendak bersama dari masingmasing pribadi seluruh para advokat Indonesia untuk membentuk organisasi advokat sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang Advokat. Jikalau ada yang beranggapan ada, maka anggapan itu menyesatkan dan meniadakan serta melanggar hak fundamental masing-masing para advokat Indonesia untuk menggunakan haknya membentuk, memilih, dan dipilih dalam pembentukan organisasi advokat, terlebih bagi advokat yang tidak mau masuk menjadi anggota 8 organisasi advokat yang disebut pada Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang
16
Advokat, sehingga yang terjadi adalah diskriminasi dan melanggar hak asasi manusia yang melekat pada dirinya masing-masing para advokat Indonesia dalam melaksanakan haknya atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagaimana dijamin Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 20 Deklarasi Universal PBB yang menentukan, “ Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat tanpa kekerasan.” Tidak seorangpun boleh dipaksa untuk memasuki suatu perkumpulan, jika ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat, harus dipaksakan keberlakuannya. Pembentukan organisasi advokat yang dikehendaki dan memenuhi Undang-Undang Advokat harus dilaksanakan dengan kongres atau Munas seluruh para advokat Indonesia. Hak asasi pribadi-pribadi para advokat itulah yang mempunyai hak untuk menentukan organisasi advokat, yang pengurusnya harus dilakukan melalui suatu pemilihan oleh para anggotanya secara bebas dan tidak boleh ada campur tangan dari luar, sehingga organisasi itu bisa dianggap sebagai independent karena menganut prinsip self governing. Sebagaimana ditentukan pada standard for the independence of the legal profession dari International Bar Association yang pada Pasal 17 menentukan bahwa penunjukan pengurus organisasi profesi advokat harus dilakukan melalui suatu pemilihan oleh para anggotanya secara bebas dan tidak boleh ada campur tangan dari luar, freely elected by all the members without interfere of anytime by any other body or person. Juga Pasal 20 Deklarasi Universal PBB menetukan, “ Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan untuk berkumpul dan berserikat tanpa kekerasan.” Tidak seorang pun boleh dipaksa memasuki suatu perkumpulan. Serta diatur pula prinsip-prinsip dasar tentang peran advokat atau pembela, yang disahkan di Havana, Kuba, 27 AgustusDesember Tahun 1990, yang menyatakan bahwa para advokat seperti warga negara lainnya berhak atas kebebasan berekspresi, mempunyai kepercayaan, berserikat, dan berkumpul. Secara khusus mereka harus mempunyai hak mereka harus mempunyai hak untuk ikut serta dalam diskusi umum mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan hukum, pemerintahan, dan keadilan, dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia, dan memasuki atau membentuk organisasi lokal, nasional, atau internasional, dan menghadiri rapat-rapatnya tanpa menghalangi pembatasan profesional, dengan dalih tindakan mereka yang sah atau keanggotaan mereka dalam suatu organisasi yang sah. Dalam melaksanakan hak-hak ini, para advokat akan selalu mengendalikan dirinya sesuai dengan hukum dan standar, serta etika yang diakui mengenai profesi hukum.
17
Yang Mulia, selain itu juga diatur dalam PBB, juga memberikan jaminan-jaminan untuk berfungsinya para advokat, dengan mewajibkan bagi negara anggotanya sebagai berikut: 1. Pemerintah-pemerintah harus menjamin para advokat dapat melaksanakan semua fungsi profesional mereka tanpa intimidasi hambatan, gangguan atau campur tangan yang tidak selayaknya. Dapat berpergian dan berkonsultasi dengan klien mereka secara bebas di negara mereka sendiri dan di luar negeri. Tidak akan mengalami atau diancam dengan penuntutan atau sanksi administritatif, ekonomi, atau lainnya, untuk setiap tindakan yang diambil sesuai dengan kewajiban, standar, dan etika professional. 2. Tidak ada pengadilan atau pejabat pemerintah, dimana hak untuk memberikan nasihat hukum, dimana hak untuk memberi nasihat itu diakui di hadapannya, yang akan menolak untuk mengakui hak seseorang advokat untuk hadir di hadapannya untuk kliennya, kecuali kalau advokat itu telah didiskualifikasi sesuai dengan hukum dan kebijakan nasional dan sesuai dengan prinsip-prinsip ini. 3. Tentang perhimpunan profesi advokat. Para advokat berhak untuk membentuk dan bergabung dengan himpunan profesional yang berdiri sendiri untuk mewakili kepentingan-kepentingannya, memajukan kelanjutan pendidikan dan latihan mereka, dan melindungi integritas operasional mereka. Badan eksekutif dari perhimpunan profesi itu dipilih oleh para anggota. Perhimpunan profesi advokat akan bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan bahwa setiap orang mempunyai akses yang efektif dan setara kepada pelayanan hukum dan bahwa para advokat dapat tanpa campur tangan yang tak semestinya untuk memberi nasihat dan membantu klien mereka sesuai dengan hukum dan standar etika profesional yang diakui. Demikanlah prinsip-prinsip yang diatur dalam konvensi international. Ada 2 prinsip yang menjadi roh atau jiwa semangat dari Undang-Undang Advokat, yaitu kebebasan dalam profesi advokat dan organisasi advokat yang mengurus dirinya sendiri, yang notabene 2 prinsip tersebut telah 39 tahun diperjuangkan, tetapi tidak pernah dapat diterima oleh Pemerintah Orde Lama maupun Pemerintah Orde Baru. Jadi ada 6 pilar yang harus menjadi dasar dalam melaksanakan organisasi advokat sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Advokat, yaitu organisasi advokat itu harus ditetapkan oleh masingmasing pribadi perseorangan para advokat sendiri, organisasi profesi untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri, bertanggung jawab dalam menjalankan profesi, tidak boleh melakukan diskriminasi, memberi bantuan hukum secara cuma-cuma, dan yang terakhir demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum. Dalam Undang-Undang Advokat juga mengatur pengembangan organisasi advokat yang kuat di masa mendatang. Karenanya, jangan
18
kita mengesampingkan Putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu Putusan Nomor 067/PUU-II/2004 yang di dalam perkara tersebut Mahkamah Konstitusi telah mengadili dan memutuskan mengabulkan permohonan para Pemohon, dan menyatakan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menyatakan Pasal 36 Undang-Undang Dasar Nomor 5…, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Perlu kami kemukakan, Yang Mulia. Isi Pasal 36 Undang-Undang Mahkamah Agung Republik Indonesia, Mahkamah Agung dan Pemerintah melakukan pengawasan atas penasihat hukum dan notaris. Penjelasannya, pada umumnya pembinaan dan pengawasan atas penasihat hukum dan notaris adalah tanggung jawab pemerintah. Khusus dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya yang menyangkut peradilan, para penasihat hukum dan notaris berada di bawah pengawasan MA. Dalam melakukan pengawasan itu Mahkamah Agung dan pemerintah menghormati dan menjaga kemandirian penasihat hukum dan notaris dalam melaksanakan tugas jabatan masing-masing. Dalam hal diperlukan penindakan terhadap diri seorang penasihat hukum dan notaris yang berupa pemberhentian sementara, organisasi profesi masing-masing terlebih dahulu didengar pendapatnya. Akan tetapi apa yang terjadi di Mahkamah Agung, Yang Mulia? Kenyataannya Mahkamah Agung tetap saja mengesampingkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, karena realitasnya terhadap dunia profesi advokat, Mahkamah Agung masih terus dan selalu saja produktif, sengaja melakukan hal-hal serius melibatkan diri ke dalam masalah advokat yang kita ketahui bersama dari surat-suratnya sebagaimana yang diuraikan dan dikemukakan para Pemohon. Sehingga terjadilah diskriminasi pada diri para Pemohon bersama-sama dengan ribuan rekan-rekan lainnya dalam mengucapkan sumpah atau janji advokat. Jadi ada apa dengan Mahkamah Agung? Sungguh memprihatinkan. Menyelesaikan masalahnya sendiri misalnya soal tunggakan perkara saja belum bisa, tapi merasa bisa menyelesaikan masalah organisasi advokat. Memang banyak pihak yang merasa bisa, akan tetapi tidak banyak yang bisa merasa. Akhirnya, hanya ada satu kata, “Mahkamah Konstitusi pasti bisa menyelesaikannya secara arif dan bijaksana,” insya Allah. Selanjutnya sebagai dasar pemahaman, masalah organisasi advokat di Indonesia kami anggap kami bacakan, Yang Mulia. Kami akan langsung ke pasca…, pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Avdokat. Berkenaan dengan Ketentuan Pasal 32
19
ayat (3) dan ayat (4), bukannya lahir atau terbentuk organisasi advokat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 28 ayat (1), akan tetapi lahirlah 2 organisasi advokat yang bernama Peradi yang dibentuk dengan akta pernyataan pendirian tertanggal 8 September 2005, yang namanya dideklarasikan pada tanggal 7 April 2005 untuk menyiasati agar waktu 2 tahun tidak terlewati dan nanti pada waktunya akan diadakan Munas bersama untuk membentuk oraganisasi advokat. Akta tersebut pun ditandatangani secara serkuler, kami tidak hadir di hadapan notaris. Kemudian Peradi pecah. Setelah dengan berbagai deklarasi, yaitu Deklarasi Manhattan 20 Juli 2007, Deklarasi Raja Bentang 11 September 2007, Deklarasi Sultan atau Hilton 21 September 2007, dan Deklarasi Gran Melia 29 Februari 2008, serta Pa Kongres pada Mei 2008. Dan dengan akta per tanggal 30 Desember 2008 menarik, mencabut, dan/atau membatalkan segala bentuk pernyataan tentang pendirian Peradi dari 4 organisasi. Maka lahirlah Kongres Advokat Indonesia pada tanggal 30 Mei 2008 yang dibentuk dalam kongres advokat yang dihadiri oleh beribu-ribu para advokat yang berdatangan dari seluruh penjuru tanah air Indonesia. Namun dilihat dari waktu, kedua-duanya dibentuk telah melampaui batas waktu yang ditentukan Pasal 30 ayat (4) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang bersifat imperatif dan eenmalig. Dengan demikian, kehendak undang-undang tentang pembentukan organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat sebagaimana Ketentuan Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 28 ayat (1) telah tidak dapat dibentuk atau gagal dibentuk oleh 8 organisasi advokat yang diberi tugas dan wewenang sebagaimana Ketentuan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jangan dipaksakan seolah-olah sudah ada satu-satunya organisasi advokat. Jadi dari kenyataan tersebut, Yang Mulia, janganlah dipaksakan seolah-olah telah terbentuk satu jaringan advokat yang sah dan legitimate. Kita sebagai hamba hukum harus paham dan menyadari dengan jujur bahwa kenyataan yang telah menjadi pengetahuan umum atau notoire feiten itu sudah membuktikan yang sebenarnya. Tidak perlu dibuktikan dengan alat bukti lain, atau dengan dalih ini dan itu. Itulah kenyataan yang harus kita terima dengan lapang dada dan jernih. Jika kita cerdas maka tidak ada pihak yang dirugikan, karena itulah kenyataan sejarah. Oleh karena ketentuan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4) berada di bawah judul Bab 12 Ketentuan Peralihan yang bersifat imperatif dan eenmalig, gagal dibentuk atau tidak dapat dibentuk organisasi advokat sebagaimana dimaksud Undang-Undang Advokat, maka sudah tidak dapat dipertahankan lagi dan/atau dipaksakan lagi pembentukan organisasi advokat sehingga membawa implikasi pada ketentuan Pasal 28 ayat (1).
20
Dengan demikian, organisasi advokat yang telah ada seperti antara lain disebutkan pada Pasal 32 ayat (3) maupun yang tidak disebutkan, akan tetapi telah terbentuk serta yang lahir setelah terlampauinya waktu 2 tahun setelah berlakunya Undang-Undang Advokat, berhak hidup dan berkembang serta memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) dan 28E ayat (3). Juga dengan mendasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 067/PUU-II/2004 tertanggal 15 Februari 2005 yang menyatakan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1995 tentang Mahkamah Agung tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang mengakibatkan Mahkamah Agung dan Pemerintah tidak dapat melakukan pengawasan atas penasihat hukum dalam hal ini advokat, dihubungkan dengan Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (2), maka Mahkamah Agung tidak berwenang dan dilarang mencampuri organisasi advokat. Bahwa baik Undang-Undang Advokat maupun Undang-Undang tentang Mahkamah Agung tidak memberikan kewenangan bagi Mahkamah Agung untuk turut campur atau memasuki ranah urusan organisasi advokat. Sehingga apabila Mahkamah Agung mngeluarkan surat-surat dan/atau surat edaran yang di dalamnya mencampuri dan/atau mengurusi organisasi advokat dalam bentuk apa pun juga tanpa kecuali seperti halnya dalam masalah sumpah advokat maupun pengakuan terhadap salah satu organisasi advokat, sekalipun dalam surat tersebut dengan dalih berpegang teguh pada ketentuan UndangUndang Advokat itu sendiri adalah merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional para Pemohon dan hak asasi manusia, serta dapat diartikan merupakan misconduct dan cenderung terjadinya abused of power, apalagi telah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009. Bahkan dari itu semua, Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, membuktikan bahwa norma-norma dari pasalpasal Undang-Undang Advokat yang dimohonkan uji materi bertentangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah benar adanya. Kesimpulan, berdasarkan orientasi tersebut di atas, maka Ahli berpendapat ketentuan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4) juncto Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 ayat (1), Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) dan ayat (4) serta ayat (5), dan Pasal 28J ayat (1) dan ayat (2). Oleh karena itu, secara dan menurut hukum permohonan para Pemohon perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
21
tentang Advokat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepatutnya dikabulkan. Jakarta, 15 Maret 2011, Ahli yang menerangkan Advokat Dr. H. Teguh Samudra, S.H., M.H. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 88.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Selanjutnya Bapak Fajrul Falaakh.
89.
AHLI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 66/PUU-VIII/2010): MOHAMMAD FAJRUL FALAAKH Assalamualaikum wr. wb. Ketua Mahkamah Konstitusi, Majelis, dan hadirin yang saya muliakan, saya diminta untuk memberikan keterangan Ahli untuk Perkara Nomor 66, yang dimohonkan oleh Dr. Frans Hendra Winarta dan kawankawan. Pokok perkara yang dimohonkan pengujian adalah Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (4) dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Saya ingin bacakan dulu sambil menunggu bantuan tayangan untuk presentasi pada siang hari ini. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat menyatakan organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat. Pasal 30 ayat (2), “Setiap advokat yang diangkat berdasarkan undang-undang ini wajib menjadi anggota organisasi advokat.” Pasal 32 ayat (4), “Dalam waktu paling lambat 2 tahun setelah berlakunya undang-undang ini, organisasi advokat telah terbentuk.” Kalau saya membaca sekilas, tidak ada masalah konstitusionalitas di sini secara tekstual. Saya memahami berkas dari Pemohon dan menurut saya permasalahannya adalah pada legal construct dari ketiga ketentuan tadi…, pola hubungan dari ketiga ketentuan tadi. Nah, apa masalahnya? Yang pertama adalah apabila dianggap bahwa Undang-Undang Advokat secara eksplisit menerapkan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 untuk membatasi hak berserikat voluntary yang cakupannya lebih luas dari hak advokat untuk berserikat membentuk professional self-governing bar, yaitu satu-satunya statutory independent regulatory body, atau otoritas jasa profesi advokat mungkin bisa disebut integrated bar of the republic of Indonesia sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Advokat. Yang ke dua, apabila Undang-Undang Advokat Tahun 2003 diartikan sekaligus melarang. Jadi bukan hanya mewajibkan untuk para advokat masuk di dalam…, yang saya sebut integrated bar, tetapi juga sekaligus melarang para advokat mendirikan dan menjadi anggota
22
organisasi advokat yang lain, semata-mata karena Undang-Undang Advokat mewajibkan advokat menjadi anggota satu-satunya organisasi advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Advokat atau satu-satunya statutory independent regulatory body, yang bisa juga disebut otoritas jasa profesi advokat. Baik, jadi saya ulang, ketiga ketentuan itu mengandung masalah konstitusional kalau kita konstruksikan sebagaimana yang secara hipotetik atau menurut analisis saya adalah problem konstitusional. Yang pertama, apabila dianggap bahwa Undang-Undang Advokat secara eksplisit menerapkan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 untuk membatasi hak berserikat voluntary…, voluntary apa ini…, the right to form voluntary organization, yang cakupannya lebih luas dari hak advokat untuk berserikat membentuk professional self-governing bar, yaitu satu-satunya statutory independent regulatory body yang bisa saja saya sebut otoritas jasa profesi advokat atau integrated bar of the republic of Indonesia, menurut saya sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-Undang Advokat. Kedua, apabila Undang-Undang Advokat 2003 diartikan sekaligus melarang advokat mendirikan dan menjadi anggota organisasi advokat yang lain semata-mata karena Undang-Undang Advokat mewajibkan advokat menjadi anggota satu-satunya organisasi advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Advokat yang padahal menurut saya, dia adalah satu-satunya statutory independent regulatory body atau otoritas jasa profesi advokat. Nah, kedua masalah pertama yang saya kemukakan ini muncul antara lain dari sisi konstruksi hukum karena ada Keputusan Mahkamah Konstitusi baik Nomor 19 Pengujian Tahun 2004 maupun Nomor 14 Pengujian Tahun 2006 yang menyebut bahwa organisasi advokat yang dibentuk sesuai dengan Undang-Undang Advokat adalah independent state organ dalam arti luas. Nah, sesuatu istilah yang belum biasa, lebih-lebih dalam bahasa Indonesia disebutkan sebagai lembaga negara yang independent dalam arti luas. Bagi kita yang apalagi mengalami bagaimana dibesarkan atau belajar bidang hukum dan ketatanegaraan menurut diskursusnya orde baru, lembaga negara lalu konotasinya kalau bukan lembaga tinggi negara maka adalah lembaga tertinggi negara. Nah, padahal hari-hari itu baru saja Mahkamah Konstitusi didirikan dan amandemen konstitusi baru diselesaikan tahun 2002, istilah lembaga negara mungkin boleh disebut mengalami liberalisasi, Meskipun di dalam konstitusi dan/atau undang-undang tidak ada pengertian yang sifatnya definitif. Nah, makanya menjadi persoalan apakah benar bahwa UndangUndang Advokat secara tekstual meyebut bahwa organisasi advokat yang dibentuk sesuai dengan Undang-Undang Advokat itu adalah lembaga negara atau independent state organ, lebih-lebih dalam persepsi kalau state organ itu adalah lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi-fungsi utama kekuasaan negara.
23
Nah, dalam rangka menjernihkan persepsi yang belum semua pihak memahami atau menerimanya dengan seksama, saya akan lebih memilih menggunakan istilah statutory karena memang ditentukan oleh undang-undang, independent regulatory body karena memang organisasi advokat yang yang ditentukan undang-undang advokat itu memiliki fungsi regulatory dan juga bahkan fungsi supervisi. Nah, masalah ke tiga adalah yang secara eksplisit dirumuskan di dalam Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), yang mewajibkan advokat yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Advokat untuk menjadi anggota advokat, organisasi advokat itu. Nah, ini lalu kalau diartikan mandatory membership apa ini bisa menjadi bermasalah karena mandatory membership pada integrated bar republic of Indonesia, justru diartikan sebagai single bar. Nah, sejak kapan Undang-Undang Advokat menentukan bahwa itu single bar dan apa artinya bar? What the bar means? Dari pengalaman saya beberapa menit yang lalu, ‘bar’-nya Mahkamah Konstitusi ini justru di pintu situ karena satpam di luar tidak akan membiarkan saya dengan bebas keluar masuk ruangan ini. Di pengadilan lain, ‘bar’ itu mungkin adalah batas yang itu, Pak. Jadi kalau cuma keluar masuk pintu masih boleh, tapi saya tidak boleh nyelonong semaunya sendiri, itu makna fisikal dari the bar. Makna legalnya salah satunya adalah kolekvifitas barrister, kolektivitas dari practicing lawyer yang belum tentu dia berorganisasi, boleh saja dia membuat klub profesi. Nah…, dan itu persepsi mengenai atau konstruksi mengenai single bar di…, saya jumpai didalam Putusan Nomor 14 Pengujian Tahun 2006 maupun juga Putusan Nomor 101 Tahun 2009 mengutip ketentuan Undang-Undang Advokat. Nah, masalah yang keti…, ke empat adalah apabila undangundang…, apabila Undang-Undang Advokat diberlakukan diskrimainatif terhadap siapa? Terhadap advokat yang juga anggota pendiri organisasi selain katakanlah IBRI, otoritas jasa profesi advokat yang mengakibatkan haknya atas pekerjaan profesional advokat terhalang, semata-mata, saya garis bawahi, semata-mata karena menjadi anggota atau pendiri organisasi advokat selain otoritas jasa profesi advokat itu. Diskriminasi terjadi apabila Pasal 28 ayat (1), 30 ayat (2), dan 32 ayat (4), dimaknai bahwa para advokat, penasihat hukum, pengacara praktik, dan konsultan hukum, yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku, yang oleh Pasal 32 ayat (1) dinyatakan sebagai advokat, sebagaimana diatur dalam undang-undang ini tidak serta merta atau tidak otomatis menjadi anggota dari satu-satunya statutory independent regulatory body atau otoritas jasa profesi advokat yang dimaksud oleh Undang-Undang Advokat. Mohon diingat, yang disebut secara eksplisit sebagai wajib menjadi anggota organisasi advokat sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Advokat adalah advokat yang diangkat menurut undang-undang ini oleh organisasi advokat. Bagaimana yang sudah
24
diangkat? Nah, dalam kaitan inilah maka harus direlasikan dengan ketentuan Pasal 32 ayat (1). Yang ke lima, dengan demikian ketiga ketentuan tadi bermasalah apabila tenggat waktu 2 tahun untuk mendirikan organisasi advokat diartikan untuk mendirikan single bar. Padahal tenggat waktu 2 tahun itu dimaksudkan untuk mendirikan otoritas jasa profesi advokat. Nah, dari mana saya memahami bahwa apa yang ditentukan oleh Undang-Undang Advokat Tahun 2003 itu pada dasarnya boleh disebut integrated bar seperti misalnya di Filipina, integrated bar of the Philipine’s yang ditentukan oleh Undang-Undang di sana pada zamannya Marcos, tetapi sebelum dia menetapkan Marcel Law tahun 1972, undang-undangnya tahun 1971, kemudian masih dipertahankan sampai sekarang, yang pada dasarnya menetapkan para advokat itu sebagai officer of the court. Jadi malah di situ yang meng…, apa ini, menentukan, jadinya adalah Mahkamah Agung. Atau juga integrated bar di banyak negara-negara bagian…, lebih dari separuh paling tidak, negara-negara bagian di Amerika Serikat itu adalah mandatory. Mandatory juga misalnya pada bar council di India. Mandatory membership juga di…, apa ini…, Jepang, federasi bar…, apa ini…, Japanese bar assosiate…, Federation of Japanese Bar Association menjadi para attorneys genkobusi di sana diwajibkan untuk menjadi anggota dari FPJA itu. Nah, sementara itu mandatory ini tidak menghalang-halangi para advokat untuk mendirikan organisasi-organisasinya sendiri, sehingga misalnya di Amerika Serikat, walaupun mereka wajib menjadi anggota dari integrated bar di berbagai negara bagian itu, bebas saja mereka mendirikan organisasi-organisasi advokat, termasuk American Bar Assosiation yang anggotanya ya kira-kira separuh dari lawyer di Amerika Serikat, atau juga ada yang khusus didirikan oleh black lawyer di tahun 1925 atau yang didirikan oleh khusus…, apa ini.., para…, katakanlah para feminis, aktivis perempuan. Nah, jadi mandatory membership inilah yang saya kira menjadi kunci, karena kemudian kata ‘wajib’ berimplikasi argumentum a contrario-nya tidak boleh yang lain. Padahal yang wajib di sini adalah untuk mendirikan atau bergabung di dalam self governing apa ini…, regulatory independent authority, katakanlah bar authority kalau tidak mau disebut association. Nah, jadi justru Undang-Undang Advokat menurut saya memenuhi hak advokat atas kebebasan untuk memiliki organisasi yang self governing. Dan lebih-lebih terutama memang…, memang akan menimbulkan bahaya kalau tidak ada…, katakanlah pembatasanpembatasan dari organisasi yang mandiri ini, karena dia memiliki kewenangan regulatory juga supervisi. Kewenangan regulatory-nya itu selain ditentukan di dalam Undang-Undang Advokat juga dengan peraturan-peraturan yang dapat dikeluarkan oleh organisasi ini, dan yang paling penting misalnya adalah sertifikasi. Sertifikasi yang dalam
25
konteks historis Indonesia itu artinya kan dialihkan dari Kementerian Hukum dan HAM atau Menteri Kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung untuk advokat atau pengacara praktik itu dari pengadilan tinggi/pengadilan negeri dialihkan kepada organisasi ini. Seperti yang terjadi pada…, apa ini…, Federation of Japanese Bar Assosiation yang semula juga sertifikasi atau izin praktik itu dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman, lalu menjadi kewenangan dari Federasi Bar Assosiation Jepang itu. Nah, ini salah satu fungsi pokok dari…, kenapa saya menyebut lembaga yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Advokat itu adalah otoritas jasa profesi advokat. Kewenangan lain lagi yang penting adalah bahwa selain dia harus melakukan pengawasan dengan komisi pengawas dari organisasi advokat ini mempunyai dewan kehormatan menetapkan kode etik, juga pada akhirnya dapat memberhentikan, disbarment of the…, apa ini…, legal profession. Yang terakhir, sekadar tambahan. Undang-Undang Advokat ini juga menunjukkan adanya kompromi mengenai keanekaragaman jenis profesi maupun juga keanekaragaman organisasi advokat. Kalau dari jenis profesi saya kira ya kita…, tadi sudah dikutip juga pasal-pasal yang menyebutkan apa ini…, bahwa advokat pengacara-pengacara praktik, konsultan hukum, semuanya dipersamakan saja, dengan berlakunya Undang-Undang Advokat, lalu disebut advokat. Dari sisi ini dan misalnya dilihat dari tradisi legal profession seperti di Inggris, Undang-Undang Advokat pada dasarnya mengadopsi model fused profession yang misalnya…, konkretnya tidak membedakan antara barristers advokat ataupun solicitor. Nah, dari sisi mengadopsi fused profession ini, Undang-Undang Advokat mirip jadinya dengan misalnya Legal Profession Act of The Republic of Singapore, jadi disatukan, ya ini…, ini adalah kompromi, mungkin para advokat yang sebelumnya mencapai taraf karir seperti itu dengan susah payah merasa kok dipersamakan saja dengan pengacarapengacara praktik, misalnya. Tapi itulah kompromi politik. Nah, demikian, Majelis yang saya muliakan, akhirnya menurut saya, Pasal 28 ayat (1), 30 ayat (2), dan 32 ayat (4) Undang-Undang Advokat 2003 tampaknya adalah konstitusional bersyarat, conditionally constitutional, yaitu tetap konstitusional sepanjang tidak diartikan seperti legal construct yang bermasalah tersebut. Pasal 28 ayat (1), 30 ayat (2), dan 32 ayat (4) Undang-Undang Advokat, seharusnya bermakna mewajibkan advokat yang diangkat pasca Undang-Undang Advokat menjadi anggota satu-satunya statutory independent regulatory body atau otoritas jasa profesi advokat sebagaimana dimaksud UndangUndang Advokat itu. Sedangkan bagi para advokat, penasihat hukum, pengacara praktik, dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku yang oleh Pasal 32 ayat (1) dinyatakan sebagai advokat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Advokat ini,
26
maka Pasal 28 ayat (1), 32 ayat (2), dan 32 ayat (4) seharusnya ipso jure bermakna serta-merta otomatis menjadi anggota satu-satunya statutory independent regulatory body atau otoritas jasa profesi dimaksud. Hal ini mewajibkan otoritas itu atau Independent…, apa ini…, Bar of Republic of Indonesia menerbitkan bukti administrasi misalnya kartu tanda anggota baru atau mengakui bukti administrasi lama ipso facto Mahkamah Agung dan otoritas lain perlu mencermati kenyataan ini untuk disikapi, dalam arti dalam tradisi apa ini…, sistem hukum di Amerika diartikan court action pursuant to legislation. Seperti diketahui bahwa di Amerika mandatory membership di dalam bar association bisa saja hanya ditentukan berdasarkan keputusan pengadilan atau tindakan pengadilan karena undang-undang menuntutnya demikian. Nah, sekaligus hal ini dengan mengingat bahwa otoritas jasa profesi advokat itu memang bukan bagian dari lembaga-lembaga lain bebas dan mandiri meskipun perseorangan advokat berstatus sebagai officer of the court. Demikian, wassalamualaikum wr. wb. 90.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Terima kasih, Pak Fajrul. Berikutnya Dr. Todung Mulya Lubis.
91.
AHLI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 66/PUU-VIII/2010): TODUNG MULYA LUBIS Ketua Mahkamah Konstitusi, sekaligus Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dan semua Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Kami Muliakan, para Pemohon, Pihak-Pihak Terkait, dan hadirin yang hadir pada kesempatan hari ini. Pertama-tama, saya mohon maaf kepada Majelis Hakim Yang kami Muliakan, kami tidak menyediakan powerpoint, slide, tayangan, dan kami ingin menyampaikan hanya 3 poin. Pertama, sejarah panjang konflik advokat yang tidak pernah bisa diselesaikan. Yang kedua, mengenai konsep multibar association dalam standar internasional pengalaman Jepang dan Jerman. Dan yang ketiga, dalam kaitannya dengan hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB serta Kovenan Hak Sipil dan Politik. Saya ingin masuk pada bagian yang pertama, dan saya tidak akan membacakan apa yang saya tulis di sini, sebab dari notulen yang saya lihat sejarah panjang konflik profesi advokat di Indonesia memang sejarah yang secara empirik telah kita ketahui bersama. Dan terbukti bahwa semua upaya-upaya penyatuan organisasi advokat berujung kepada perpecahan organisasi advokat itu sendiri. Tidak pernah ada keberhasilan dalam menyatukan organisasi advokat ini. Banyak alasan, banyak sebab tapi faktanya adalah tidak terlihat satu kesamaan persepsi,
27
satu kesiapan organisatoris, dan kalau kita melihat dari perspektif politik, perspektif hukum, perspektif organisasi advokat itu sendiri, kita akan dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa inilah realitas kehidupan advokat yang begitu menelan banyak korban yang berjatuhan di sanasini. Karena ini sudah dikemukakan banyak oleh Pemohon dalam permohonannya dan sudah dikemukakan juga oleh beberapa Ahli sebelumnya, izinkan saya untuk tidak mengulangi itu kembali, Yang Mulia. Nah, saya ingin masuk dalam kepada konsep multibar association dalam standar internasional pengalaman Jepang dan Jerman. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tentang Advokat menyatakan, “Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.” Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Advokat menyatakan, “Setiap advokat yang diangkat berdasarkan undang-undang ini, wajib menjadi anggota organisasi advokat.” Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Advokat mengatakan, “Dalam waktu paling lambat 2 tahun setelah berlakunya undang-undang ini, organisasi advokat telah terbentuk.” Konstruksi norma hukum yang terbangun dari ketiga ketentuan Undang-Undang Advokat itu adalah bahwa 2 tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut yakni setelah tahun 2003 setiap advokat tidak lagi boleh mendirikan atau bergabung dengan organisasi profesi baru dan setiap advokat harus menjadi anggota organisasi advokat satusatunya tersebut. Dengan kata lain tidak ada avokat yang tidak menjadi anggota organisasi advokat tersebut dan bila seseorang advokat tidak bergabung dalam organisasi advokat satu-satunya tersebut maka ia tidak bisa menjalankan praktek profesi advokat. Advokat adalah sebuah profesi universal dan dengan demikian memiliki standar-standar internasional serta memiliki asosiasi-asosiasi internasional, baik yang beranggotakan perorangan maupun organisasi. Sejak dahulu perorangan advokat Indonesia dan organisasi-organisasi profesi advokat Indonesia termasuk Perhimpunan Advokat Indonesia, misalnya telah menjadi anggota asosiasi-asosiasi internasional advokat, terutama International Bar Association (IBA), sehingga dapat disimpulkan bahwa dunia profesi advokat indonesia baik masing-masing individu advokatnya maupun organisasi-organisasi profesinya wajib tunduk pada standar-standar internasional yang ditetapkan oleh International Bar Association. Pada tahun 1990, International Bar Association meluncurkan standar independensi profesi advokat yang disebut International Bar Association Standards for the Independence of the Legal Profession atau IBA Standard. Pasal 17 IBA Standards menyatakan bahwa there shall be
established in each jurisdiction one or more independent self-governing 28
associations of lawyers recognized in law.” Jadi, one or more independent self governing organitations of lawyers.
Nah, dari sini terlihat bahwa konstruksi norma hukum yang terbangun dari Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Advokat bertentangan dengan..., atau dengan kata lain tidak memenuhi standar profesi advokat yang ditetapkan oleh International Bar Association melalui Pasal 17 IBA Standard. Tentu saja ketentuan Pasal 17 IBA Standard di atas tidak dimaksudkan untuk berarti bahwa standar IBA mengharuskan adanya lebih dari satu organisasi profesi advokat di satu yurisdiksi atau negara. Ketentuan tersebut sekedar menunjukkan bahwa hak kebebasan berserikat advokat, membentuk organisasi advokat tidak boleh dibatasi mesti hanya satu organisasi profesi saja, sehingga tentu saja tidak masalah bila terdapat hanya satu organisasi profesi advokat bila hal itu terjadi secara alami, yakni merupakan kehendak masing-masing advokat tersendiri, bukan karena paksaan undang-undang. Dengan kata lain karena memang tidak ada advokat yang ingin menggunakan hak kebebasan berserikatnya untuk mendirikan organisasi baru profesi advokat. Nah, Indonesia juga adalah negara anggota PBB, karena profesi advokat adalah sebuah profesi universal yang sangat penting, terhormat, noble profession, serta berkaitan erat dengan penegakan hak asasi manusia, keadilan dan hukum, diadakan pula oleh PBB seperangkat standar PBB untuk profesi advokat yang dituangkan dalam United Nation Basic Principles on The Rule of Lawyers pada tahun 1990. Pasal 23 United Nation Basic Principles menyatakan, “Lawyers like other citizen entitled to freedom association and assembly.” Dalam Pasal 24 U.N. Basic Principles tersebut dijabarkan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan freedom of association and assembly sebagai berikut, “Lawyers
shall be untitled to form and join self-governing professional associations to represent the interest, promote their continuing educations and training and protect their professional integrity.” Nah, di sini to form in join self-governing professional associations itu diartikan dalam konteks plural atau majemuk, tidak diartikan dalam konteks single atau unified.
Dari sini terlihat bahwa konstruksi norma hukum yang terbangun dari Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Advokat juga bertentangan dengan atau dengan kata lain tidak memenuhi standar profesi advokat yang ditetapkan PBB melalui Pasal 23 dan Pasal 24 U.N. Basic Principles. Kalau tujuan diadakanya norma bahwa wadah profesi advokat harus satu-satunya adalah agar profesi advokat bebas dan mandiri guna meningkatkan kualitas profesi advokat, jika merujuk pada Pasal 24 U.N. Basic Principles ini justru sebaliknya. Bila merujuk pada Pasal 24 U.N. Basic Principles justru dikatakan bahwa, “to protect the professional integrity” para advokat harus be entitled to form and join self-governing professional associations sehingga bila ketentuan Pasal 24 U.N. Basic Principles tersebut dibaca secara a contrario artinya adalah upaya
29
membatasi hak advokat to form and join self-governing professional association justru merupakan suatu upaya yang mengancam professional integrity profesi advokat itu. Lebih lanjut Pasal 24 U.N. Basic Principles tersebut juga menyatakan, “The executive body of the professional association shall be
elected by each members and shall exercise its function without external interference.
Yang Mulia, sehubungan dengan ketentuan ini, saat pendiriannya organisasi advokat yang dianggap sebagai satu-satunya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat, yakni Peradi, tidak elected by its members, melainkan berdasarkan kesepakatan bersama pimpinan 8 organisasi advokat yang ada saat itu. Maka hal ini juga bertentangan dengan atau dengan kata lain tidak memenuhi standar profesi advokat yang ditetapkan PBB melalui Pasal 24 UN Basic Principles. Dengan mendasarkan diri antara lain dengan standar-standar international profesi advokat di atas, di beberapa negara diberlakukan sistem Multi Bar Association, yakni dengan satu yurisdiksi atau negara terdapat lebih dari satu organisasi profesi advokat yang diakui secara sah, dalam dunia profesi advokatnya, dan hal ini diakui pula oleh
International Bar Association.
Di negara-negara penganut sistem Multi Bar Association, setiap advokat bebas bergabung dengan salah satu atau bahkan lebih dari satu organisasi profesi advokat. Contoh negara yang memperlakukan sistem Multi Bar adalah Jepang dan Jerman, yang masing-masing akan kami uraikan secara sepintas. Di Jepang berlaku sistem federasi Multi Bar Association, yaitu terdapat lebih dari 1 organisasi advokat namun kesemuanya membentuk satu organisasi federasi bersama. Di Jepang terdapat 52 organisasi profesi advokat. Di Tokyo sendiri terdapat 3 organisasi profesi advokat. Beberapa dari ke 52 organisasi ini telah berdiri sejak 1800-an. Pada tahun 1949 diberlakukan Undang-Undang Advokat Jepang, yang diantaranya menyatakan berdirinya Japan Federation of Bar Association (Nihon Bengoshi Rengokai), sebagai organisasi federasi bersama seluruh organisasi profesi advokat yang ada, dan sejak itu hal ini berlaku sampai sekarang. Dengan demikian Japan Federation of Bar Association beranggotakan 52 organisasi advokat tersebut, sedangkan perorangan Advokat menjadi anggota salah satu dari 52 organisasi tersebut. Berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Advokat Jepang, setiap organisasi profesi advokat dan setiap perorangan advokat, anggota profesi..., anggota organisasi profesi advokat yang manapun, dengan sendirinya secara otomatis menjadi anggota Japan Federation Bar Association. Seorang Advokat tidak bisa langsung menjadi anggota Japan Federation Bar Association tanpa menjadi anggota salah satu dari ke 52 organisasi tersebut, melainkan ia harus menjadi anggota salah satu dari ke 52 organisasi tersebut. Begitu ia terdaftar sebagai anggota
30
salah satu dari ke 52 organisasi tersebut, saat itu juga ia menjadi anggota Japan Federation Bar Association. Seperti halnya Indonesia, sebelum adanya Undang-Undang Advokat Jepang yang lahir tahun 1949 tersebut, pengawasan advokat dan ujian advokat dilakukan oleh Kementerian Kehakiman. Namun sejak lahirnya undang-undang tersebut, Japan Federation Bar Association pada tahun 1949 hingga dewasa ini, pengawasan advokat dilakukan oleh Japan Federation Bar Association dan masing-masing ke 52 organisasi, sedangkan ujian advokat tetap oleh Kementerian Kehakiman. Ini di Jepang. Bila terjadi dugaan pelanggaran kode etik advokat, ini hal yang sangat krusial, termasuk berdasarkan laporan masyarakat atau laporan sesama advokat, dugaan tersebut pertama-tama ditangani oleh organisasi profesi advokat tempat advokat bersangkutan bernaung, bukan oleh Japan Bar..., Japan Federation Bar Association. Majelis kode etik organisasi tersebut bisa memutus bahwa advokat bersangkutan terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan sanksi, dengan demikian yang bersangkutan bisa saja dihadapkan pada disbarment atau pemecatan. Namun terhadap putusan dan sanksi dari organisasi tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan appeal atau banding kepada Japan Federation Bar Association. Bila Majelis Kode Etik Japan Federation Bar Association memutus bahwa yang bersangkutan terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan sangksi kepadanya, eksekusi putusan tersebut dilaksanakan oleh organisasi profesi advokat tempat yang bersangkutan bernaung. Meskipun terdiri dari 52 organisasi ditambah Japan Federation Bar Association, hanya terdapat satu kode etik advokat di Jepang dan atas dasar kode etik itulah seorang advokat diawasi, dan bila terdapat dugaan pelanggaran kode etik, dinilai pelanggarannya. Nah, di sini ketentuan mengenai pengawasan dan kode etik dibuat dengan begitu ketat dan melibatkan mantan hakim-hakim senior, mantan guru besar senior emeritus, dan yang lain-lain, dan biasanya tidak ada majelis kode etik yang berasal dari advokat yang masih berpraktik untuk mengindahkan benturan kepentingan. Dan ada semacam tradisi bahwa mereka yang diadili oleh majelis kode etik itu, diadili oleh advokat yang sangat senior, dan tidak mungkin..., hampir tidak mungkin diadili oleh majelis kode etik yang jauh lebih yunior, yang jam terbang pengalamannya itu masih di bawah mereka yang diadili. Nah, sama dengan sistem di dunia militer, tentara, ataupun kepolisian. Dalam hal keuangan, Japan Federation Bar Association maupun ke 52 organisasi tersebut tidak mendapatkan dana ataup bantuan apa pun dari pemerintah. Sumber paling utama Japan Federation Bar Association, maupun ke 52 organisasi adalah iuran anggota. Sedikit mengenai Jerman, Yang Mulia. Di Jerman juga berlaku sistem federasi Multi Bar. Terdapat 28 organisasi advokat di seluruh
31
Republik Federasi Jerman, namun kesemuanya membentuk satu organisasi federasi bersama yang bernama German Federal Bar atau BRAK (GFB). German Federal Bar berstatus badan hukum publik dan dibentuk dengan Undang-Undang. Ke 28 organisasi advokat juga berstatus badan hukum publik. German Federal Bar beranggotakan ke 28 organisasi advokat, sedangkan perorangan advokat menjadi anggota salah satu dari ke 28 organisasi advokat tersebut. Keanggotaan ke 28 organisasi pada German Federal Bar adalah wajib. Demikian pula keanggotaan perorangan advokat pada salah satu dari ke 28 organisasi tersebut adalah wajib dan terjadi begitu orang tersebut diangkat sebagai advokat. Jadi perorangan advokat bukan dan tidak dapat menjadi anggota German Federal Bar tanpa menjadi anggota salah satu dari 28 organisasi advokat tersebut. Di Jerman profesi advokat diatur dalam konstitusi, bukan hanya undang-undang. Ketentuan dalam konstitusi ini kemudian diatur secara lebih rinci lagi dalam Undang-Undang Federal tentang Advokat Jerman. Selanjutnya sejak tahun 1994, panduan penafsiran konkret atas norma-norma etik, yang dinyatakan dalam Undang-Undang Federal tentang Advokat Jerman dilakukan oleh Regulation Assembly yang merupakan sebuah badan independent yang beranggotakan Presiden German Federal Bar, pada presiden dari masing-masing 28 organisasi advokat, anggota German Federal Bar dan perorangan advokat yang dipilih oleh seluruh masyarakat advokat berdasarkan asal organisasinya masing-masing. Sebagai konsekuensi status badan hukum publiknya, German Federal Bar dan ke 28 organisasi advokat dikenakan pengawasan oleh negara, Subject to State Supervision. Namun ujian advokat dan pengawasan dengan advokat dilakukan oleh masing-masing dari ke 28 organisasi advokat. Sehingga bila terjadi dugaan pelanggaran kode etik advokat, termasuk berdasarkan laporan masyarakat atau laporan advokat, dugaan tersebut ditangani oleh organisasi profesi advokat tempat advokat bersangkutan bernaung, bukan oleh German Federal Bar. Namun ke 28 organisasi advokat tidak memiliki kewenangan menetapkan standar kode etik profesi. Standar kode etik profesi hanya bisa ditetapkan oleh pembuat undang-undang yaitu parlemen, yakni dengan mencantumkannya dalam Undang-Undang Advokat yang kami sebutkan tadi, yang selanjutnya diberikan panduan penafsiran konkret oleh Regulation Assembly. Jadi dalam menangani dugaan pelanggaran etik oleh anggotanya, masing-masing dari ke 28 organisasi advokat harus menanganinya berdasarkan kode etik advokat dalam…, BRAK, ya, dan panduan penafsiran konkretnya dari Regulation Assembly. Dengan demikian, meski terdapat 28 organisasi advokat, hanya ada satu kode etik advokat Jerman, dan penafsirannya, dan atas dasar itulah seorang advokat diawasi dan bila terdapat dugaan pelanggaran kode etik, dinilai pelanggarannya sejauh mana. Dalam hal keuangan, sumber utama dana
32
ke 28 organisasi advokat adalah iuran anggota advokat yang menjadi anggota, sedangkan sumber utama dana German Federal Bar adalah iuran dari ke 28 organisasi advokat. Ini pengalaman di 2 negara, Yang Mulia, yang kami bisa kemukakan. Nah, saya ingin melihat ke dalam konteks Indonesia, dalam kaitannya dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada setiap manusia karena ia lahir sebagai manusia, bukan pemberian negara, namun wajib dilindungi oleh negara, terutama pemerintah. Hal ini diakui oleh konstitusi kita, melalui Pasal 28I ayat (4), yang menyatakan perlindungan, pemajuan dan penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Pembatasan atas kebebasan berserikat advokat Indonesia, membentuk organisasi profesi advokat dan bergabung dengannya sejatinya adalah sebentuk pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia para advokat, yakni hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Ini adalah hak yang diakui dan dilindungi semua instrumen utama hak asasi manusia, baik yang internasional maupun yang nasional. Untuk yang internasional kita dapat mengutip antara lain; Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB dan Kovenan Hak Sipil dan Politik, Pasal 20; “Everyone has the right to freedom of peaceful assembly and association. No one may be compelled to belong to an association.” Pasal 22 ayat (1) Kovenan Hak Sipil dan Politik mengatakan, “Everyone shall have the right to freedom of association with others.” Nah, Indonesia telah menjadi negara pihak yang menandatangani Kovenan Hak Sipil dan Politik dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Sehingga International Convenant on Civil and Political Rights setelah berlaku mengikat sebagai hukum positif Indonesia. Dalam terjemahan resminya, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, Pasal 22 ayat (1) Kovenan Hak Sipil dan Politik dinyatakan dengan jelas bahwa setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang lain. Sedangkan untuk instrumen utama nasional tentang Hak Asasi Manusia, kita dapat mengutip selain Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, semua menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul adalah hak asasi yang paling fundamental dan kalau ini dikaitkan dengan Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang HAM yang mengatakan, “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksudmaksud damai.” Dan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Hak Asasi Manusia menyatakan, “Setiap warga negara sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan berhak atas pekerjaan yang layak.” Dan ayat (2)-nya, “Setiap orang berhak dan bebas memilih pekerjaan yang disukainya.”
33
Dari ketentuan-ketentuan Hak Asasi Manusia dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB International Covenant on Civil and Political Rights dan Undang-Undang Dasar 1945, dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia di atas, terlihat bahwa Norma-Norma Hak Asasi Manusia Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang HAM pada dasarnya mengadopsi Declaration of…, UN Declaration of Human Rigths dan International Covenant on Civil Political Rights, baik redaksionalnya maupun semangat dan jiwanya. Bila kita bandingkan ketentuan Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 23 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Advokat dengan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dalam Instrumen Hak Asasi Manusia PBB, terlihat bahwa konstruksi norma hukum yang terbangun dari Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) dan juncto Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Advokat bertentangan dengan hukum hak asasi manusia karena ia membatasi hak berserikat dan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dirugikannya hak berserikat dan atas hak pekerjaan dan penghidupan yang layak ini, bukan lagi hanya sebatas kerugian konstitusional potensial melainkan sudah merupakan kerugian konstitusional aktual, sebab korban-korban telah berjatuhan dan terus berjatuhan sebagaimana kita saksikan sendiri dari keterangan saksi Abdurrahman Tardjo, seorang advokat anggota Kongres Advokat Indonesia pada persidangan Mahkamah Konstitusi ini, untuk perkara ini pada tanggal 8 Maret 2011. Di sini, saya kutip saja verbatim, dia mengatakan, “Saya adalah termasuk salah seorang saksi fakta korban. Beberapa kali saya menangani kasus di beberapa PN, ketika ditanya kartu advokat dan kemudian ketika saya sampaikan KAI, terkadang saya ditanya penuh bercanda, tapi kemudian setelah ada tukar pengalaman lalu saya ceritakan disebut-sebut juga saya sampai menerangkan saya adalah mantan anggota DPR. Akhirnya kemudian diterima, tapi ketika di PN Jakarta Utara kebetulan di situ bulan Mei 2010, betul-betul saya berhadapan dengan oknum hakim yang tidak ada kompromi, bahkan dengan sangat tegas dan agak kasar, ‘Kalau bukan Peradi kami tidak akan terima atau Bapak boleh bawa teman yang Peradi di situ, Bapak boleh melanjutkan.” Ini sumber kutipan risalah sidang perkara MK pada halaman 26. Saudara Abdurrahman Tardjo mungkin hanya satu di antara sekian saksi yang hadir dalam persidangan ini. Akan tetapi di luar sidang ini masih ada begitu banyak Abdurrahman Tardjo yang lain. Mereka diombang-ambingkan haknya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak atas kepastian hukum yang adil, atas kebebasan berserikat. Mereka ditolak beracara, mereka diusir dari ruang pengadilan, para justicia bellen atau pencari keadilan yang menjadi klien mereka juga menjadi terugikan hak asasinya termasuk rights to council dan rights to justice mereka. Mereka seperti kehilangan hak perdata mereka. Ini kematian perdata yang dila…, yang dialami oleh Ali Sadikin pada zaman
34
pemerintahan orde baru. Dia dikucilkan, dia disingkirkan, dia dialinasi. Nah, ini yang terjadi. Namun, memang rezim hukum hak asasi manusia mengakui hak asasi manusia tidaklah absolut. Rezim hukum hak asasi manusia mengakui hanya non derogable rights sajalah yang absolut yang tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun, Sedangkan hakhaknya yang bukan non derogable rights dapat saja dibatasi. Hak berserikat dan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak tidak termasuk non derogable human rights, sehingga berarti dapat saja ia dibatasi. Namun pembatasan hak-hak yang bukan non derogable human rights yang berarti termasuk hak berserikat dan hak atas pekerjaan yang…, dan penghidupan yang layak, berikut derajat sejauh mana pembatasan itu boleh dilakukan, haruslah didasarkan pada 2 batu uji. Satu, keadaan darurat atau emergency. Kedua, sejauh to the extend strickly required by the excigencies of the situations sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Kovenan Hak Sipil dan Politik. Saya bacakan terjemahannya, ini 2 batu uji yang digunakan untuk membatasi hak berserikat dan berpenghidupan yang layak. “Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan kebaradaannya yang telah diumumkan secara resmi, negara-negara pihak kovenan ini dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan kovenan ini. Sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional dan tidak mengandung diskriminasi semata-mata berdasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan asal-usul sosial. Hanya dengan 2 hal inilah kebebasan berserikat, kebebasan untuk mendapatkan penghidupan yang layak bisa dibatasi. Ini 2 batu uji yang ditentukan oleh Kovenan Hak Sipil dan Politik. Pembatasan hak berserikat dan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak yang terbangun dari konstruksi hukum Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) UndangUndang Advokat, tidak memenuhi salah satu pun dari kedua batu uji tersebut. Sehingga dari sudut pandang hukum hak asasi manusia pembatasan tersebut tidak dibenarkan, sehingga pembatasan tersebut dari sudut pandang hukum hak asasi manusia adalah tidak sah atau tidak legitimate. Demikianlah, Majelis Hakim Yang kami Muliakan, beberapa poin yang kami bisa kemukakan dalam keterangan Ahli yang kami bisa sampaikan pada hari ini. Sekali lagi terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 92.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, kita selesaikan dulu keterangan Ahli. Berikutnya Abdul Hakim Garuda Nusantara.
35
93.
AHLI DARI NUSANTARA
PIHAK
TERKAIT
(PERADI):
ABDUL
HAKIM
Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, yang kami hormati para Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait, serta para hadirin dalam Sidang Mahkamah Konstitusi yang kita muliakan ini. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, permohonan pengujian Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang diajukan oleh para Pemohon telah memunculkan sejumlah isu atau masalah hukum sebagai berikut; 1. Apakah hak atas kebebasan berserikat merupakan kategori hak asasi manusia yang bersifat non-derogable dimana otritas negara tidak mempunyai ruang untuk menawar kecuali mutlak untuk memenuhinya? Atau ada ruang margin apresiasi bagi otoritas negara untuk mengatur yang dapat membawa akibat, mengurangi, atau membatasi hak tersebut? 2. Apakah Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) undang-undang a quo, dimaksudkan oleh pembuat undangundang untuk mengurangi atau membatasi kebebasan berorganisasi para advokat atau undang-undang a quo sesungguhnya merupakan kebijakan hukum (a legal policy) yang dimaksudkan untuk mengatur infrastruktur bagi pencapaian standar profesi advokat? 3. Apakah Pasal 28 ayat (1) undang-undang a quo melanggar Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945? Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, sejak zaman dahulu manusia hidup berkelompok guna melindungi dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan berkelompok itulah manusia saling mengkomunikasikan gagasan dan menyusun aksi bersama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kepentingan atau kebutuhan bersama melahirkan gagasan untuk melindungi, memperjuangkan pemenuhan kebutuhan bersama melalui wadah organisasi. Dalam konteks pemenuhan kebutuhan bersama manusia sebagai makhluk sosial itulah, lahir konsep hak atas kebebasan berserikat. Hak atas kebebasan berserikat memampukan tiap-tiap manusia untuk merumuskan, mengekspresikan, dan memperjuangkan hak dan kepentingan bersama dalam berbagai lapangan kehidupan. Dengan demikian jelas bahwa hak atas kebebasan berserikat itu diberikan kepada tiap-tiap individu untuk secara sukarela bergabung atau tidak bergabung dalam suatu organisasi atau perserikatan guna memperjuangkan kepentingan bersama. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, meskipun hak atas kebebasan berserikat merupakan HAM yang sangat fundamental bagi bekerjanya sistem demokrasi di suatu negara. Hak dasar itu tidak
36
bersifat absolut, ia tidak termasuk katagori HAM yang bersifat nonderogable. Pasal 22 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan, “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berserikat dengan liyan…, dengan liyan…, others.” Selanjutnya Pasal 22 ayat (2) menyatakan, “Tidak ada pembatasan-pembatasan boleh diletakkan atas pelaksanaan hak ini selain daripada yang ditetapkan oleh undang-undang dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokrasi demi kepentingankepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan kesehatan atau moral publik atau perlindungan hak-hak dan kebebasan-kebebasan liyan, others.” Dalam…, dalam kasus Le Compte, Van Leuven dan De Meyer melawan Belgia, komisi hak asasi manusia Eropa menyatakan bahwa sebuah organisasi medis yang diciptakan oleh negara yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan etika medis dan pemeliharaan kehormatan, kebijakan, kejujuran, dan martabat para anggotanya, bukanlah perserikatan dalam makna hak atas kebebasan berserikat oleh sebab sifat hukum dan fungsi publiknya yang bersifat spesifik. Menurut Komisi Hak Asasi Manusia Eropa, hak atas kebebasan berserikat tidak menghalangi setiap warga negara untuk menjadi anggota organisasi profesi yang diatur secara ketat. Dengan perkataan lain, pengaturan organisasi profesi oleh negara melalui suatu undangundang tidak mempunyai kaitan dengan masalah kebebasan berserikat karena fungsi publik yang bersifat spesifik yang diemban oleh organisasi profesi. Yang sesungguhnya hendak dilindungi oleh undang-undang itu adalah masyarakat luas agar diperoleh…, agar diperoleh pelayanan jasa profesi yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga masyarakat pengguna atau konsumen jasa profesi itu terlindungi dari kemungkinan tirani profesi atau kesewenang-wenangan oleh penyelenggara jasa profesi. Oleh karena itu, isu hak atas kebebasan berserikat menjadi tidak relevan atau non isu ketika dihadapkan kepada kebijakan hukum negara untuk mengatur jasa profesi demi melindungi kepentingan publik, yaitu masyarakat konsumen pengguna jasa profesi tersebut. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, sebagaimana kita ketahui bersama hak atas kebebasan berserikat tidak termasuk kategori HAM yang bersifat non derogable kategori HAM non derogable dengan terang benderang dinyatakan oleh Pasal 28I ayat (1) sebagai berikut, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, non derogable.” Dengan demikian, otoritas negara yakni Pemerintah dan DPR dapat mengatur pelaksanaan hak atas kebebasan berserikat yang dapat membawa akibat pengurangan atau pembatasan HAM tersebut, di
37
situlah otoritas negara diberikan margin apresiasi HAM, margin of appreciation yakni batas legitimasi otoritas negara untuk membuat kebijakan yang membawa akibat mengurangi atau membatasi hak asasi manusia. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, margin apresiasi hak asasi manusia harus dijalankan dalam koridor konstitusi, yaitu pembatasan hak asasi manusia harus ditetapkan dengan undang-undang. Dua, semata-mata menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Tiga, dengan mempertimbangkan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Dan yang ke empat, tidak mengesampingkan hak asasi manusia yang bersifat non derogable sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam praktik hukum di Indonesia, otoritas negara pemerintah dan DPR telah menggunakan kewenangan dan diskresinya untuk mengatur hak pelaksanaan hak atas kebebasan berserikat, misalnya dalam pembuatan Undang-Undang Partai Politik dan undang-undang yang mengatur serikat pekerja. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, sampailah saya pada isu atau masalah hukum yang ke dua, yakni apakah Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) undang-undang a quo dimaksudkan untuk membatasi atau mengurangi hak atas kebebasan berserikat para advokat, atau pasal-pasal a quo adalah undangundang…, dalam undang-undang a quo merupakan kebijakan hukum, a legal policy, yang dimaksudkan untuk mengatur bagi pencapaian standar profesi advokat. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, untuk menjawab isu hukum itu, kita perlu melacak latar belakang dan tujuan pembuatan produk legislatif itu. Latar belakang dan tujuan itu dapat kita cermati, antara lain pada konsideran undang-undang a quo yang antara lain menyatakan sebagai berikut; b. Bahwa kekuasaan kehakiman, yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab. Untuk terselenggarakannya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam penegakan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia. c. Bahwa Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang, demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum. Konsideran butir-butir b dan c undang-undang a quo, mengarahkan kita pada suatu pemahaman tentang latar belakang dan tujuan undang-undang a quo sebagai berikut; Pertama, objektif atau tujuan yang hendak dicapai oleh undang-undang a quo adalah
38
melindungi kepentingan umum (public interest), yakni semua pencari keadilan yang berkepentingan atas terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan profesi advokat yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia. Kedua, untuk mencapai objektif, yakni terselenggarakannya peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum, yang menjadi kebutuhan hukum atau legal need, semua pencari keadilan itu diperlukan undang-undang yang menjamin dan melindungi advokat sebagai profesi bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, demi terselenggaranya penegakan supremasi hukum. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, ketentuan Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) undang-undang a quo, harus dimengerti dan dipahami dalam konteks konsideran undangundang a quo, khususnya huruf-huruf b dan c. Pasal 28 ayat (1) undangundang a quo sesungguhnya merupakan rumusan norma hukum yang menegaskan bahwa infrastruktur atau pranata hukum, yakni organisasi advokat, dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat. Pasal 30 ayat (2) sebenarnya merupakan konsekuensi yang masuk akal dari Pasal 28 ayat (1). Bahwa untuk mencapai standar mutu profesi advokat yang handal, terhormat, bermartabat, dan bertanggung jawab, perlu ada standar profesi advokat yang dikembangkan, dijalankan, diawasi, dan dibina oleh satu wadah organisasi. Dan untuk itu otoritas negara melalui undang-undang mewajibkan mereka yang diangkat sebagai advokat menjadi anggota organisasi advokat itu. Keanggotaan wajib (compulsory membership) merupakan prinsip dari setiap organisasi profesi yang dibentuk berdasarkan mandat undang-undang dan fungsi publik yang diembannya. Sedangkan ketentuan Pasal 32 ayat (4) sesunguhnya rumusan norma programatik…, sesunguhnya merupakan norma programatik yang menetapkan jangka waktu bagi organisasi-organisasi advokat yang ada untuk membangun infrastruktur, yaitu wadah yang dimaksudkan untuk mencapai standar profesi advokat yang diperlukan bagi terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, uraian tersebut di muka membawa kita semua pada suatu pemahaman bahwa Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (4) juncto Pasal 30 ayat (2) dalam undang-undang a quo jelas dan terang tidak dimaksudkan untuk mengurangi atau membatasi hak atas kebebasan berserikat. Pasal-pasal a quo dalam undang-undang a quo terang bagaikan lampu kristal, merupakan suatu kebijakan hukum, a legal policy, yang dimaksudkan untuk mengatur pencapaian standar profesi advokat bagi terselenggaranya suatu
39
peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan. Dengan demikian, terang benderang yang hendak dilindungi oleh pasal-pasal a quo dalam undang-undang a quo adalah kepentingan publik, yakni semua pencari keadilan melalui modus partisipasi advokat, dalam penyelenggaraan suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum, di situlah fungsi publik yang spesifik dari organisasi profesi advokat. Dengan demikian, isu hak atas kebebasan berserikat menjadi tidak relevan, non isu, ketika dihadapkan dengan fungsi publik yang spesifik, organisasi profesi advokat. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, akhirnya sampailah saya pada isu atau masalah hukum yang ke tiga, yakni apakah Pasal 28 ayat (2) undang-undang a quo melanggar Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945? Pasal 27 ayat (2) menyatakan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Negara yakni pemerintah merupakan pihak yang dibebani kewajiban untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sesungguhnya merupakan norma programatik yang berarti suatu norma hukum yang mewajibkan pemerintah untuk mengembangkan kebijakan dan program yang memfasilitasi pembukaan lapangan kerja seluas mungkin yang diperlukan oleh para pencari kerja. Jelas implementasi norma hukum programatik itu sangat erat berkaitan dengan kebijakan ekonomi nasional dari suatu negara. Para ekonom pemerintah selalu menyatakan bahwa kebijakan ekonomi nasional yang bertumpu pada pertumbuhan (growth), stabilitas (stability), dan perataan (equity) akan membuka peluang kesempatan kerja yang luas, dengan demikian akan mampu mengurangi pengangguran. Isu ini jelas berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan ekonomi makro pemerintah. Isu ini tidak berkaitan dengan tugas pemerintah yang lain yaitu memfasilitasi, menjaga, dan mengawasi penyelenggaraan jasa profesi yang diperlukan masyarakat, sehingga masyarakat pengguna jasa profesi itu terlindungi dari kemungkinan tirani atau kesewenangwenangan penyelenggara jasa profesi. Untuk itulah diperlukan suatu pengaturan melalui undang-undang tentang penyelenggaraan jasa profesi, misalnya Undang-Undang Advokat yang sebagaimana diuraikan di atas guna melindungi kepentingan publik yakni semua pencari keadilan. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, salah satu ciri masyarakat modern adalah hadirnya industrialisasi dan mekanisasi yang membawa akibat terdiferensiasinya kerja dalam masyarakat. Masyarakat modern menemukan dirinya terbagi dalam fungsi sosial dan pekerjaan yang semakin kompleks dan terspesialisasi. Demikianlah yang ditemukan oleh para sosiolog besar, demikianlah yang ditemukan oleh para sosiolog
40
besar Emile Durkheim dan Ralf Dahrendorf. Pekerjaan yang semakin kompleks dan terspesialisasi jelas memerlukan keahlian khusus, dan untuk mencapai jenjang keahlian yang khusus itu diperlukan proses pendidikan yang khusus, pengujian, dan sertifikasi..Advokat adalah suatu profesi hukum yang khas yang hanya bisa dijalankan oleh mereka yang mengalami pendidikan khusus, pengujian khusus, dan akhirnya sertifikasi bagi yang lulus memperoleh keahlian khusus. Tidak semua sarjana hukum dapat memperoleh kualifikasi sebagai advokat, hanya mereka yang telah mengalami tahap-tahap pendidikan khusus, pelatihan, pengujian, dan sertifikasi dapat menjalankan profesi advokat. Melalui tahapan pendidikan dan pelatihan profesi seperti itulah akan dicapai standar profesi advokat yang mampu berperan serta dalam penyelenggaraan peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan. Dengan begitu, masyarakat pencari keadilan terlindungi dari kemungkinan tirani atau kesewenang-wenangan para penyelenggara profesi advokat. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, saat ini kita bersama menyaksikan sebagian, kalau tidak bisa dikatakan sebagian besar masyarakat pencari keadilan berada dalam posisi tawar yang lemah ketika berhadapan dengan mereka para penyedia atau pemberi jasa profesi. Kadang ini berpotensi melahirkan tirani atau kesewenangwenangan profesi. Guna melindungi masyarakat pencari keadilan itu diperlukan suatu infrastruktur yaitu suatu organisasi profesi advokat yang diberi mandat oleh undang-undang untuk tujuan mencapai standar profesi advokat yang bebas, mandiri, bermartabat, bertanggung jawab, demi terwujudnya supremasi hukum. Oleh karena yang hendak dilindungi oleh Pasal 28 ayat (1) undang-undang a quo adalah kepentingan publik yakni semua pencari keadilan, Pasal 27 ayat (2) dalam konteks ini menjadi non isu, menjadi tidak relevan. Dengan perkataan lain, tidak ada pelanggaran Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, menutup uraian ini ingin saya kemukakan bahwa baik para Pemohon dan maupun Peradi, lebihlebih Peradi sama-sama prihatin atas perkembangan penegakan hukum di tanah air kita Indonesia. Penyalahgunaan kekuasaan dan praktik KKN masih terus menghinggapi institusi penyelenggara negara, bahkan dunia profesi pada umumnya. Usaha untuk mengatasi kejahatan yang menimpa bangsa kita itu memerlukan kerjasama dari pemerintah, DPR, dan badan yudisial serta seluruh masyarakat. Sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawabnya para advokat telah bersepakat untuk mengatasi penyakit KKN, dan lebih jauh lagi guna mencegah dan mengatasi kemungkinan munculnya tirani profesi membentuk Peradi sebagai infrastruktur untuk membangun dan mengembangkan standar profesi advokat Indonesia. Majelis…, Majelis Konstitusi yang saya muliakan, apakah konsensus ini bisa berubah? Saya percaya, hanya Yang Maha Suci Yang
41
Abadi, Subhanallah. Saya percaya, pada keabadian hukum perubahan, tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Masa depan konsensus para advokat itu sangat tergantung pada masyarakat, khususnya para advokat itu sendiri, pemerintah, dan DPR. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 94.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, para Ahli sudah kita dengar, sidang akan diskors untuk salat Asar bagi yang muslim dan merasa harus salat. Sampai jam 17.00 sidang akan dibuka dan sidang akan diteruskan nanti sampai Magrib jam 18.20 kira-kira sesudah jam 17.00. Sidang diskros. KETUK PALU 3X
SIDANG DISKORS PADA PUKUL 16.14 WIB
SIDANG DIBUKA KEMBALI PADA PUKUL 17.00 WIB
95.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Skors untuk Sidang Panel yang diperluas dengan agenda mendengar keterangan Ahli dan Saksi Fakta dalam Perkara Nomor 66, 71, 79/PUU-VIII/2010 dinyatakan dicabut dan sidang dibuka kembali. KETUK PALU 3X
Kita lanjutkan ke para Saksi Fakta. Mulai dari Nomor 71, ya Nomor 71 Saudara Chairul Aman, silakan maju. Pemohon Nomor 71, silakan ini dipandu dengan pertanyaan atau disuruh menerangkan apa yang dia…, bukan opini ya, kalau opini tadi sudah, para Ahli sudah cukup. Anda yang Anda yang lihat sendiri, dengar sendiri, saksikan sendiri, dan sebagainya, ini Saksi, silakan.
42
96.
PEMOHON (PERKARA ABRAHAM AMOS
NOMOR
71/PUU-VIII/2010):
H.
F.
Baik, terima kasih kepada Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi dan para Hakim Mahkamah Konstitusi, serta para Pemohon maupun Pihak Terkait. Kami mengajukan Saudara Chairul Aman ini mengalami juga di dalam persidangan beberapa kali ditegur dan bahkan dikeluarkan putusan, “Tidak boleh mengikuti acara di pengadilan dari advokat KAI.” Kami pandu Saudara Chairul, apa yang Anda alami, Anda rasakan, itulah yang Anda ceritakan di hadapan Majelis Yang Mulia. Tolong Anda ceritakan fakta-fakta aktual itu. Terima kasih. 97.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): CHAIRUL AMAN Assalamualaikum wr. wb. Yang saya Hormati Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dan seluruh Majelis Mahkamah Konstitusi.
98.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Petugas, miknya supaya lebih.
99.
SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): CHAIRUL AMAN Berdasarkan peristiwa yang saya alami, Majelis, saya pernah mengalami penundaan sidang atau penolakan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Saat itu Majelisnya saya kurang hafal namanya (…)
100. KETUA: MOH. MAHFUD MD Anda pengacara? 101. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): CHAIRUL AMAN Saya produk KAI, Pak. 102. KETUA: MOH. MAHFUD MD
Hah?
43
103. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): CHAIRUL AMAN Ujian Advokat 1 Kongres Advokat Indonesia. 104. KETUA: MOH. MAHFUD MD Oh ya, oke. 105. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): CHAIRUL AMAN Waktu itu saya mendampingi klien perkara pidana, Pak, perkara pidana itu Majelis Hakim lansung menanyakan kartu advokat, “ Kenapa bukan dari Peradi?” Saya bertanya, “Dari KAI, Pak, karena sudah ada Putusan MK 101.” Majelis Hakim tetap tidak menganggap putusan tersebut, ya dengan kata lain persidangan harus ditunda untuk 1 minggu ke depan karena alasan kesalahan teknis, seperti itu, Pak. Ya, untuk selanjutnya memang kita bisa sidang, tapi karena ada peristiwa tersebut mengakibatkan klien kita itu menjadi ragu atau bimbang, sehingga sidang pada kelanjutan berikutnya, sidang ke dua atau ke tiga, sampai mencabut kuasa, seperti itu kejadiannya, Pak. Kurang lebih seperti itu, terima kasih. 106. KETUA: MOH. MAHFUD MD Cukup ya? Ada lagi? 107. PEMOHON (PERKARA ABRAHAM AMOS
NOMOR
71/PUU-VIII/2010):
H.
F.
Kepada Hakim Ketua Majelis dan Majelis Hakim, kami kira yang lebih jelas nanti pada waktu Saudara Junaidi itu akan menyerahkan bukti-bukti kepada Majelis Hakim Yang Mulia karena kejadian yang dialami oleh Saksi Fakta ke dua itu lebih parah, jadi kami pikir yang pertama Saksi Fakta ini sudah cukup jelas yang dialami itu. Terima kasih. 108. KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan, berikutnya Saudara Mamat Junaidi.
44
109. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): MAMAT JUNAIDI Assalamualaikum wr. wb. 110. KETUA: MOH. MAHFUD MD Walaikumsalam. 111. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 71/PUU-VIII/2010): MAMAT JUNAIDI Salam sejahtera dan selamat sore kepada rekan-rekan semua dan wabil khusus Ketua Majelis dan Majelis Mahkamah Konstitusi, kemudian juga kepada para Pemohon dan juga para-para Pihak Terkait, terima kasih atas berkenannya memberikan waktu kepada saya, Mamat Junaidi S.H., produk Advokat KAI UCA 1. Adapun saya sebagai Saksi Fakta dalam hal ini, pernah menangani perkara yaitu di Sidang Papua, Pengadilan Negeri Timika. Jadi jauh sebelum adanya SK-MA Nomor 89 dan Keputusan MK 101, saya sudah diusir mentah-mentah di sana. Terkait dengan perkara yang saya tangani adalah sekitar Januari tahun 2009, ada PHK massal DI salah satu perusahaan namanya PT. Redpod Indonesia, mitra usaha PT. Freeport Indonesia, kurang lebih 240 orang terkena PHK massal secara sepihak. Di antaranya, 135 orang di antaranya mengundang kami, salah satunya dari Jakarta, dan kami bertemu di sana dengan advokat Peradi dari Surabaya. Secara profesional, siapa pun…, saya sudah bekerja 10 kali perusahaan, tidak ada masalah Peradi atau siapa pun. Tapi sangat mengenaskan adalah bahwa saya secara pribadi dari produk KAI, ketika beracara ditolak mentah-mentah secara lisan oleh Majelis Hakim, yang notabene Majelis Hakim tersebut adalah Ketua PN Timika waktu itu. Di sini ada surat kuasa dari klien kami, di sini sudah…, salinan Berita Acara pengambilan sumpah karena ditanyakan Berita Acara Sumpah. Jelasjelas saya sudah mengatakan bahwa untuk Berita Acara Sumpah tersebut sebaiknya, seyogianya Majelis Hakim bertanya langsung kepada organisasi kami, bukan urusan dengan advokat, karena kewenangan kami dengan adanya surat advokat, kartu tanda pengenal advokat itu sudah cukup. Karena bagaimana pun dalam ketentuan Undang-Undang Advokat tidak ada ketentuan yang mewajibkan para advokat untuk menyerahterimakan Berita Acara Sumpah. Akan tetapi, pada ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tersebut menyatakan salinan Berita Acara Sumpah. Sebagaimana dimaksud ini diberikan kepada…, oleh Panitera itu kepada Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, dan organisasi advokat. Kemudian juga, di sini ada juga saya jelaskan juga ada hasil kesepakatan pertemuan DPP KAI dengan Ketua Mahkamah Agung RI. Di
45
sini juga…, tidak juga diterima. Kemudian juga saya ambil download dari internet tentang…, ini dari Ki Agus Muhammad Ferry, advokat dari Jawa Barat sudah dileges juga di Pengadilan Negeri Timika. Ini juga Berita Acara Sumpah sudah dileges dari Timika. Terkait dengan Berita Acara Sumpah ini adalah waktu kami disumpah ini adalah di gedung Bidakara. Dan kami mendengar secara jelas bahwa kami telah mengundang para Pihak Terkait, pengadilan tinggi, bahkan dari semua instansi-instansi diundang untuk menyaksikan Berita Acara Sumpah kami, tapi mereka yang mangkir tidak datang. Sehingga kami disumpah oleh rohaniwan agama Islam (suara tidak terdengar jelas), di sini Ustad H. Erwin. Nah, ini sumpah kami sudah dibuktikan, dileges, tapi juga tidak diterima oleh Majelis Hakim di sana. Sehingga selama 3 minggu di Timika, di sini juga ada…, apa namanya…, tiket pesawat…, kami ada tiket pesawat sebagai saksi, bukti kami. Di sini ada setelah lama…, karena kita selama 3 minggu di Timika tidak bisa beracara, sudah 2 kali sidang, akhirnya kembali ke Jakarta dan saya kembali dari Timika saya merasa stres, sangat stres. Sudah lelah pikiran, waktu, tenaga, meninggalkan anak istri, hak-hak untuk bekerja sebagai profesi saya tidak diindahkan, saya stres berbulan-bulan saya tidak bisa keluar rumah, tidak bisa keluar kamar, betul-betul saya stres. Kemudian, sangat stres lagi setelah tanggal 1 September 2009 ada pencabutan kuasa di klien saya. Sungguh saya malu, sungguh saya sebagai profesi malu. Kemudian juga klien saya, dia tidak meneruskan dengan pengacara yang lain, ternyata dia pun advokat sudah bayar 2 minggu sebelumnya sudah berangkat pulang. Kemudian kami berusaha 3 minggu di Timika. Setelah kami pulang, mereka pun tidak meneruskan beracaranya dengan pengacara yang lain, tidak dilanjutkan dengan pengacara yang lain. Maka, keputusannya ternyata mereka itu N.O. karena tidak didampingi oleh para advokat. Para perwakilan-perwakilan serikat pekerja di Redpod ini tidak didampingi oleh para advokat lanjutan. Sehingga mereka pun…, ada 2 gugatan perkara waktu itu, gugatan perkara tentang class action, perwakilan kelompok. Kemudian juga ada perkara tentang perwakilan kelompok secara pribadi tentang diskriminasi hak dan etnis di sana. Tapi karena kami tidak bisa beracara setelah 3 minggu kami tinggalkan, mereka akhirnya semuanya gagal 2 perkara tersebut. Yang tadi sudah dibayangkan sekian M, sekian M dari persentase kami, terus dengan dana operasional, semua dana operasional tidak ada, semua kami kembali ke Jakarta nol dengan zero, lelah pikiran, tenaga, terkuras, dan sebagainya. Hak-hak kami sebagai warga negara untuk bekerja tidak ada, tidak bisa bekerja di situ. Luar biasa, ini suatu intimidasi, intervensi daripada suatu jajaran entitas hukum kepada warga negara Indonesia yang notabene sudah saya lewati semua tahapantahapan menjadi advokat. Saya sendiri tidak…, tidak apa namanya…, mengatakan ini dari peradilan, tidak ada. Kita profesional saja bekerja, tapi kalau sudah seperti itu saya sakit hati betul. Ini adalah pengalaman
46
pribadi saya. Majelis Hakim boleh di sini…, apa namanya…, memiliki semua ini. Di samping itu, untuk mewakili kawan-kawan yang lain, di sini ada 4 kawan yang lain dari Pengadilan Negeri Tanjung Balai, 4 advokat dari Pengadilan Negeri Tanjung Balai, mereka bahkan sudah mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri Tanjung Balai untuk bisa beracara, namun dieksepsi atau dibanding oleh jaksa untuk ke pengadilan tinggi, sehingga pengadilan tinggi mengeluarkan surat, mohon petunjuk ke Mahkamah Agung tembusannya dan juga intervensi kepada Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Balai supaya 4 advokat ini tidak boleh beracara. Luar biasa, intervensi dari pada jajaran Mahkamah Agung luar biasa. Ini adalah menandakan bagaimana ada intervensi kepada produkproduk KAI, produk-produk advokat KAI. Ini Majelis Hakim boleh…, apa namanya…, ini semua untuk Majelis Hakim. Mohon izin untuk mnyerahkan langsung ke Ketua Majelis Hakim. Demikian Majelis Hakim Yang Terhormat, para Pemohon, dan para Pihak-Pihak Terkait atas perkara yang betul-betul sangat…, berapa bulan saya stres tidak bisa keluar rumah saya memikirkan hal ini. Saya tidak bisa bekerja, terganggu pikiran saya, merasa terhina, direndahkan, dan sebagainya. Sehingga mohon dalam hal ini kebijakan yang betulbetul kebijakan sesuai dengan undang-undang dari pada negara Indonesia bahwa setiap warga negara berhak untuk bekerja, berkarya, berprofesi untuk manafkahi anak dan istri. Demikian Majelis Hakim Yang Terhormat, yang bisa disampaikan dalam kesempatan ini. Terima kasih atas perkenannya, Wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamualaikum wr. wb. 112. KETUA: MOH. MAHFUD MD Walaikumsalam. Baik, ini karena tidak secara resmi disampaikan sebagai alat bukti oleh Pemohon, kami tampung saja ini sebagai tambahan informasi bagi Majelis Hakim untuk nanti menjadi bahan pertimbangan. Baik, berikutnya Saudara Alexander, Alexander Frans. 113. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): ALEXANDER FRANS Selamat sore, Ketua Majelis Hakim Konstitusi dan Majelis Hakim, saya dari…, ada diminta oleh Pemohon Nomor 79 dan saya dari Nusa Tenggara Timur khusus memberikan keterangan. Terima kasih.
47
114. KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan Pemohon, disuruh menerangkan apa ini? Ini adalah Perkara 79. 115. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): SUHARDI SOMOMOELJONO
NOMOR
79/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim. Kepada Saudara Saksi hendaknya memberikan keterangan apa adanya, jangan dikurangi, jangan ditambahi, berdasarkan fakta yang Saudara ketahui terkait dengan implementasi dari pada Undang-Undang Advokat itu kaitanya dengan KAI dan juga Peradi. Silakan. 116. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): ALEXANDER FRANS Terima kasih, Pemohon. Saya menjadi advokat sejak tahun 1986, dan perjalanan ini datang sampai pada tahun 2001. Ketika saya ke Jakarta maka saya diajak oleh Sekjen HAPI untuk melakukan rapat di satu tempat yang katanya itu namanya tempatnya Pak Denny Kailimang. Di situ orang-orang yang saya kenal salah satunya Dr. Adnan Buyung dan Ketua SPI, kebetulan orangnya anggota DPR RI dan saya kenal. Waktu itu ada satu kesepakatan dibentuk satu wadah sebagai cikal bakal untuk mendirikan advokat, wadah tunggal advokat, dalam rangka menyongsong Undang-Undang Advokat yang saat itu sementara dibahas di DPR RI. Itu yang pertama. Yang kedua, setelah tahun 2002 ada surat dari DPP HAPI, kebetulan saya Ketua DPD HAPI NTT, yang dilampiri dengan satu pernyataan dari Ketua Umum dan Sekjen 7 organisasi yang menyatakan mereka bersepakat membentuk satu wadah dan satu-satunya bernama KKAI. Dan kami di daerah diminta untuk memberikan dukungan membuat kesepakatan yang sama untuk mendukung wadah ini untuk sebagai embrio menjadi…, membentuk wadah tunggal organisasi. Yang ketiga, setelah diundangkan Undang-Undang Advokat maka DPP HAPI kembali memberitahukan kami untuk memberitahukan kepada anggota untuk menyiapkan berkas-berkas dokumen-dokumen untuk diverifikasi oleh KKAI dengan 8 organisasi yang diakui di dalam undangundang dan kami melaksanakan itu. Kami sebagai Ketua menyampaikan kepada 44 anggota HAPI yang sudah memiliki SK Menteri dan SK Pengadilan Tinggi mengirimkan segala dokumen yang dimintakan oleh 8 organisasi dan KKAI dengan mengirimkan uang sebesar Rp350.000,00 ke rekening BCA atas nama Yulius R dan Denny K. Tetapi dalam perjalanannya, dari 44 orang ini hanya 42 mendapatkan kartu KKAI, sedangkan yang 2 tidak pernah dapat kartu.
48
Hal ini berlanjut sampai dengan saat ini bahwa 2 anggota HAPI NTT yang notabene sudah memiliki SK, sudah beracara sekian lama tahun, sampai detik ini saya ke sini belum memiliki kartu, uang sudah diserahkan. Seterusnya, sementara menunggu teman-teman untuk mendapatkan kartu KKAI, maka DPP HAPI memberitahukan kami untuk membentuk panitia pendidikan advokat dengan standar biaya Rp3.000.000,00 terendah sampai Rp5.000.000,00. Dan kami membentuk itu. Dalam…, setelah kami mengumumkan, banyak peminat. Tetapi ketika disodorkan kewajiban harus membayar Rp3.000.000,00 sampai Rp5.000.000,00 maka seluruhnya mengundurkan diri karena mereka adalah baru belajar magang dan rata-rata anak petani dan nelayan yang tidak mampu. Sebagai Ketua DPD HAPI NTT, saya melakukan rapat dan saya memutuskan, kami NTT tidak mengikuti standar Jakarta. Tetapi kami lebih menyesuaikan dengan daerah kami. Maka hanya memungut dana Rp2.000.000,00 dan kami melakukan pendidikan itu pun hanya 12 orang. Setelah selesai pendidikan, maka ada surat lagi dari DPP HAPI, melampirkan satu SK Panitia Ujian Advokat, yang menunjuk sekian daerah kota untuk sebagai tempat ujian advokat. Dan saat itu se…, yang menjadi panitia itu tiba-tiba ada yang namanya Peradi. Setelah saya sebagai ketua dan melakukan rapat ternyata wilayah Indonesia Timur yang rata-rata daerah kepulauan yang begitu sulit, tidak satu kota pun ditunjuk oleh panitia sebagai penyelenggara ujian. Kami segera melakukan rapat dan memberikan protes bahwa panitia ujian advokat sangat diskriminatif dan tidak menghargai kami dan tidak mengakui apa yang kami alami dan kesulitan kami di Indonesia Timur. Suratnya ada, akan saya serahkan kepada Pemohon untuk dijadikan alat bukti. Surat kami dengan tembusan ke…, yang namanya Peradi, maka pada tanggal…, surat kami tertanggal 11 November 2005. Maka tanggal 13 Desember 2005, panitia ujian Peradi mengirimkan surat kepada kami, menolak permohonan kami bahwa Indonesia Timur tidak layak menjadi…, kota di Indonesia Timur belum bisa menjadi penyelenggara ujian karena jumlah pesertanya terlampau sedikit. Saat itu kami menelepon bahwa kami panitia di daerah tidak butuh honor, yang penting anak-anak ini bisa diselamatkan. Tetapi ternyata tetap tidak dihargai. Dengan adanya surat 13 Desember 2005 dari panitia ujian Peradi maka pada tanggal 7 Januari 2006, DPD HAPI NTT kembali menyurati DPP HAPI sebagai induk organisasi menanyakan apa sesungguhnya Peradi? Kapan dibentuk? Siapa yang bentuk? Apakah Peradi sebagai majikan dari 8 organisasi yang diakui di dalam undangundang? Jika Peradi…, dalam surat itu juga, bahkan mengatakan bahwa jika Peradi ingin menjadi wadah tunggal advokat maka yang harus diurus adalah membentuk DPD, DPC di seluruh Indonesia agar memenuhi syarat sebagai organisasi, melakukan musyawarah nasional agar
49
disahkan AD/ART, disahkan logo dan bendera, disahkan kepengurusan tingkat nasional, dan ditentukan periodisasi dalam berorganisasi. Bukannya Peradi serta merta belum diakui oleh daerah-daerah dan melakukan ujian. Suratnya ada, akan kami serahkan. Bahwa selanjutnya, DPP HAPI kembali menyurati kami untuk mengirimkan dokumen ke Peradi melalui HAPI untuk diverifikasi lagi. Kami merasa bahwa kami sudah memiliki kartu identitas yang diberikan oleh KKAI, yang bersama-sama dengan 8 organisasi, termasuk organisasi induk saya, maka kami melakukan rapat lintas organisasi di Nusa Tenggara Timur, dengan satu keputusan yang diberi judul “Advokat NTT Menggugat: Kembalikan Hak-Hak dan Kedaulatan Kami, Advokat Timor.” Suratnya ada, akan saya serahkan. Keputusan ini mempersoalkan kinerja KAI yang tadinya mengaku sebagai embrio, maka persoalan KAI dengan 8 organisasi ini sejauh mana melakukan tugas-tugasnya untuk membentuk wadah tunggal. Tetapi karena KAI sendiri sudah tidak jelas, Peradi, HAPI, dan semua DPP tidak pernah menjawab kami. Bahwa perlu juga kami sela…, jelaskan bahwa pengalaman…, fakta bahwa ada 2 orang anggota kami yang tidak mendapat kartu dari KAI, tetap…, tetap mengirimkan berkas atau dokumen ke DPT Pra…, eh DPN Peradi, ternyata sampai saat ini pun tidak mendapatkan kartu. Jadi bagaimana kejelasannya, kami pun tidak tahu. Bahwa menurut kami dan yang kami lihat fakta bahwa organisasi advokat yang dibentuk setelah undang-undang ini sangat diskriminatif, dibentuk tidak jelas. Kenapa? Ketika kami dipersulit, anggota kami 2 orang dipersulit, Peradi mengeluarkan kartu bagi orang pegawai negeri sipil yang belum pernah di…, yang belum pernah disumpah, dan waktu undang-undang berlaku, dia pegawai negeri sipil, Dosen Universitas Negeri Nusa Cendana namanya Ali Antonius, S.H., M.Hum., M.H. Jadi dari sini, kami mem…, karena orang ini se…, berpraktik, maka kami bersurat sebagai Ketua DPD NTT bersurat kepada Kapolda NTT minta ditangkap. Tapi ketika ditangkap dia menunjukkan kartu anggota Peradi. Setelah saya melacak dengan teman-teman melacak ternyata yang mengusulkan oknum ini adalah dari DPC Ikadin NTT. Dan orang ini kami kenal persis karena teman satu angkatan waktu kuliah, Pak. Orang ini adalah PNS, bukan Advokat. Selanjutnya, fakta lain yang kami alami bahwa ketika anak-anak hasil didikan kami di…, mendaftar untuk mengikuti ujian di Bali, oleh panitia dan para panitia dan Peradi menolak, dengan alasan sertifikat yang dikeluarkan oleh HAPI NTT tidak diakui. Kami menghubungi panitia di Denpasar dan jawaban yang kami dapat bahwa sertifikat tidak diakui bukan karena kualitas, tapi 10% dari pungutan belum diserahkan ke Peradi. Selanjutnya, 7 anggota yang berkasnya ditolak, sertifikatnya ditolak, berkas dikembalikan, tetapi sampai saat ini uang pendaftaran per
50
orang Rp700,000,00 tidak pernah dikembalikan. Sertifikat tidak diakui, tidak ujian, tapi uang sah dan diterima oleh Peradi, panitia di Bali. Selanjutnya, fakta lain sebagai Ketua DPD bahwa DPP HAPI tidak pernah menjelaskan keberadaan KKAI, padahal sebagai anggota waktu itu juga tidak menjelaskan kepada DPD HAPI NTT sebagai bagian dari HAPI, maka pada tanggal 23 Maret sampai 25 Maret 2007, HAPI melakukan Rapimnas di Jakarta, waktu itu Ketua DPN Peradi Yang Terhormat Dr. Otto Hasibuan hadir di situ memberikan penjelasan dan saya orang yang sangat menentang. Mungkin beliau kalau masih ingat bahwa saya pernah menyatakan bahwa saya berhadapan dengan seorang doktor ilmu hukum, tapi berorganisasi saya lebih hebat karena saya kelas 2 SMA Ketua Osis. Jadi saya sudah…, bagaimana AD/ART tidak pernah kami tahu, tidak pernah dikirim kepada kami, bagaimana kami tunduk? Dan itulah persoalan-persoalan dan dari serentetan persoalan tidak adanya kejelasan dari dalam organisasi induk kami Peradi…, eh…, HAPI, tentang Peradi, tentang keberadaan KKAI, maka pada tanggal 24 Maret, kami DPD dan DPC HAPI seluruh Indonesia yang hadir waktu itu meminya pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekjen karena waktu Ketua Umum Peradi menjelaskan bahwa Sekjen dan Ketua Umum ikut menandatangani akte notaris dan kami merasa DPD…, eh HAPI seluruh Indonesia merasa bahwa kami tidak pernah memberikan wewenang apa pun kepada Ketua Umum dan Sekjen untuk mewakili organisasi HAPI, menghadap notaris dan menandatangani surat apa pun. Oleh karena itu kami meminta pertanggungjwaban Ketua Umum dan Sekjen dan saat itu Rakarnas dirubah menjadi Munasluk dan membubarkan DPP HAPI waktu itu. Dan korbannya adalah Ketua Umum waktu itu Pak Jemi dan Sekjen adalah Ibu Elza, dan dibubarkan waktu itu juga dan kami membentuk bar. Saya kira itu saja pengalaman saya sebagai Ketua Organisasi DPD Peradi…, eh DPD HAPI NTT, sedangkan hal-hal lain tentang keberadaan beracara dan lain-lain, saya tidak mengalami kesulitan karena memang saya sudah advokat dari tahun 1986. Sekian, terima kasih. 117. KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, silakan duduk. Berikutnya Pak Lasdin. 118. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): LASDIN WLAS Assalamualaikum wr. wb. Saya dari Yogyakarta dimintakan menjadi Saksi Fakta sejarah organisasi profesi advokat Indonesia. Sebelumnya kepada Hakim Ketua, serta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan, perkenankan terlebih dahulu, saya adalah lahir di Sawah Lunto, Provinsi
51
Sumatera Barat, pada tanggal 30 Desember 1930. Jadi usia saya sekarang sudah 81 tahun. Saya berjuang dulu memikul senjata. Tapi sekarang saya berjuang akan menegakkan hukum. Abang Adnan Buyung Nasution, itu di bawah saya umurnya. Saudara Maruli Simorangkir, masih di bawah saya umurnya. Alhamdulillah, Allah yang memberikan rahmat kepada saya. Bapak Ketua…, Hakim Ketua, perkenankan saya terlebih dahulu menyampaikan, karena saya semenjak tahun 1963-1964, itu 1964 itu saya sudah menjadi pengacara, namanya prokoler atau istilahnya pokrol. Jadi pada waktu itu saya sudah berpraktik, sampai sekarang saya punya 5 perkara itu, baik di DIY, baik di Jakarta. Maka oleh karena itu fakta yang saya turut serta berkecimpung gelombangnya, gerak langkah dari pada Advokat Indonesia itu tadi, perkenankanlah saya menyampaikan kepada Majelis Hakim Yang Terhormat, dan kepada rekan-rekan sebagai berikut; meneropong organisasi profesi Advokat Indonesia (…) 119. KETUA: MOH. MAHFUD MD Pak Lasdin, tolong agak dipersingkat ya, jangan dibaca kalimat per kalimat, seperti highlights saja, tapi ada stressing-stressing tertentu. 120. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): LASDIN WLAS Baik, Pak. Organisasi Profesi Advokat Indonesia yang pertama kali timbul di Indonesia adalah Persatuan Advokat Indonesia, yang disingkat Peradin. Yang sampai sekarang Peradin itu masih ada, tanggal 28 Agustus itu dideklarasikan bahwa Peradin Indonesia masih ada. Tetapi sebelum adanya Peradin, adanya yang dinamakan adalah PA…, PAI (Persatuan Advokat indonesia). Namun gerak gelombang Peradin semenjak tahun 1964 yang mana saya sudah menjadi or…, sudah menjadi anggota pada waktu itu berdirinya Peradin di Solo tahun 1964 saya sudah ikut menjadi anggota Peradin, pernah menjadi Ketua DPC juga. Tetapi gelombang Peradin ini berubah semenjak 97…, 1975 sampai 1998 itu ada gelombang sudah ada kelihatan pecah. Pada tahun 1985-1986, itu timbul suatu gerakan profesi Advokat Indonesia itu tadi, yang sebagian anggota Peradin itu pada tahun 1986 masuk menjadi Ikadin, yang separuhnya itu tetap berdiri sebagai Peradin. Kebetulan Bapak Maruli Simorangkir masih ada di sini, anggota, teman saya sendiri ini tadi. Tetapi pergerakan ini timbul tahun 1990, wah ini Peradin menjadi Ikadin, pecah, Ikadin pecah lagi, ke dua lagi. Di sinilah saya tahu pada tahun 1990 saya di Ancol, di Hotel Horizontal Ikadin pecah dua lagi. Malam itu juga timbulah yang dinamakan Ikadin sebagian, keluar separuh menjadi AAI. Di sini lah mulainya pecah. Rupanya pemerintah campur tangan, malam itu terbentuk adanya AAI,
52
besok paginya Menteri Kehakiman Ismail Saleh, Mahkamah Agungnya Ali Said memproklamirkan AAI berdiri pada waktu itu. Rupa-rupanya pergerakan gelombang hidup saya yang saya tempuh ini saya sudah menjadi usia saat itu sampai tahun 1990. Kemudian sampai tahun 2003, Bapak Majelis Hakim yang kami hormati, semenjak 1964-1965 saya dengan Bapak Sukarjo almarhum itu sudah membuat draft. Bantuan hukum diteruskan oleh Abang Buyung Adnan Nasution, Abang Buyung pada tahun 1970 kita mendirikan LBH Peradin di Yogyakarta. Abang Buyung masih ada, Saksi Fakta. Kemudian selanjutnya, timbulah suatu organisasi yang dinamakan…, di dalam Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, yang mengatakan ada 7 atau 8 organisasi profesi advokat yang diakui. Rupa-rupanya organisasi profesi advokat yang 8 ini tadi antara Sekretaris DPP, Ketua DPP dari 8 organisasi tadi, tadi membentuk KKAI (Komite Kerja Advokat Indonesia). Rupa-rupanya KKAI ini menjadi benih-benih untuk timbulnya Peradi. Dari mana Peradi asalnya? Dari kesepakatan yaitu Sekretaris-Sekretaris, Ketua-Ketua DPP Pusat itulah penyelenggara, kebetulan Saudara Otto Hasibuan. Satu-satunya advokat di Indonesia yang tua yang sudah senior, yang masih beracara di pengadilan ya saya sendiri di Indonesia ini tadi. Sebab, abang Buyung…, Otto Hasibuan pernah masih mengatakan bahwa Pak Lasdin itu adalah advokat yang sudah tertua di Indonesia. Selanjutnya, oleh karena momentum daripada permasalahan ini tadi kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, ini ternyata bahwa perjalanan-perjalanan untuk menyatukan dari pada demikian organisasi profesi yang 8 itu sulit, sulit. Jadi dengan sendirinya kalau kita akan menyatukan suatu organisasi profesi advokat di Indonesia…, wadah tunggal, saya sebagai fakta sejarah sejak tahun 1964, sejak…, 47 tahun sulit menggabungkan organisasi profesi advokat itu tadi. Tapi saya berpesan kepada organisasi ketiga…, baik Peradi, baik KAAI, baik Peradin yang bisa bersatu adalah Dewan Kehormatan Indonesia, satu dari 3 organisasi tadi, satu. Kedua, yang bisa bersatu adalah kode etik nasional. Kode etik sudah ada sejak tahun 2003, sudah dideklarasikan kode etik advokat Indonesia oleh organisasi profesi advokat yang tercantum di dalam Pasal 33 UndangUndang Advokat. Ini bisa menjadi bahan untuk satu kesatuan kode etik advokat Indonesia. Selanjutnya, Majelis Hakim Yang Kami Hormati, perlu kami menyampaikan pendapat kami di dalam hal ini, kami mohon (…) 121. KETUA: MOH. MAHFUD MD Pak, Bapak, tidak ada permohonan dan tidak ada pendapat. Bapak adalah Saksi, kalau sudah cukup diganti Saksi yang lain. Nanti pendapat biar diajukan oleh Pemohon saja, ya.
53
122. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): LASDIN WLAS Kami mohon waktu Pak, sebentar (…) 123. KETUA: MOH. MAHFUD MD Tidak bisa, kalau, kalau pendapat tidak boleh, Bapak bukan Ahli. Nanti sampaikan saja ke Pemohonnya nanti biar disampaikan di dalam kesimpulan, gitu? 124. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): LASDIN WLAS Hanya satu fakta saja, saya mohon. 125. KETUA: MOH. MAHFUD MD Boleh diizinkan tapi tidak dipertimbangkan. 126. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): LASDIN WLAS Ya, oleh…, kaitannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 agar supaya Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 32 ayat (4) dan Pasal 3 itu mohon dievaluasi, di-review kembali. Kalau perlu dibatalkan atau tidak mempunyai kekuatan hukum. Sekian terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 127. KETUA: MOH. MAHFUD MD Walaikumsalam. Ya ini Pemohon…, silakan duduk Bapak. Pemohon ini apa yang ingin Anda sampaikan dari kisah panjang ini tadi? Sebenarnya ingin menyampaikan apa kepada persidangan ini? Pesannya apa sebenarnya? 128. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): SUHARDI SOMOMOELJONO
NOMOR
79/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia. Sebenarnya itu kami ingin mengambil dari semangat perjuangan beliau sejak sebelum Indonesia merdeka sampai merdeka (…) 129. KETUA: MOH. MAHFUD MD Oh.
54
130. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): SUHARDI SOMOMOELJONO
NOMOR
79/PUU-
Sampai sekarang masih dikaruniai kesehatan, oleh karena itu dari segi semangatnya itu yang ingin kita ambil, semangat untuk bersatu itu ternyata memang tidak semudah yang kita bayangkan. 131. KETUA: MOH. MAHFUD MD Atau…, saya tanya…, apakah Anda maksudkan ingin mengatakan bahwa berdasar sejarah tadi sebenarnya tidak mungkin advokat itu ada dalam satu organisasi? 132. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): SUHARDI SOMOMOELJONO
NOMOR
79/PUU-
NOMOR
79/PUU-
Ya, itu maksudnya, Yang Mulia. 133. KETUA: MOH. MAHFUD MD Itu maksudnya, ya sudah. 134. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): SUHARDI SOMOMOELJONO Terima kasih. 135. KETUA: MOH. MAHFUD MD Nanti dicatat. Baik, berikutnya Pak Ramdlon Naning. 136. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): RAMDLON NANING Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum wr. wb. Sebelumya izinkan saya kepada Majelis Mahkamah yang saya muliakan ini, dalam kapasitas saya memang tidak akan memberikan opini, bukan pendapat, karena saya diminta dihadirkan oleh Pemohon bukan sebagai Ahli, cuma Saksi Fakta. Saksi Fakta ini berkaitan dengan perjalanan saya menekuni profesi advokat ini lebih dari 30 tahun dan juga kebetulan pernah beberapa kali mendapat amanah menjadi fungsionaris organisasi advokat itu, dari tingkat lokal sampai nasional, jadi itu kaitannya.
55
Jadi semata-mata saya ingin mencoba merekonstruksi perjalanan itu, khususnya tentang profesi advokat dan organisasi advokat yang saya lihat, yang saya dengar, dan saya alami sendiri, termasuk di antaranya yang dialami, didengar, dan dilihat itu dari pemahaman langsung maupun dengan membaca, mendengar, atau mengalaminya. Pertama, saya ingin..., saya sudah membuat sebenarnya beberapa pokok kesaksian ada 12 halaman, 11 halaman, tapi tidak mungkin saya bacakan, saya menghargai apa yang dikatakan Ketua tadi, yang saya muliakan tadi. Cuma saya ingin mengatakan, dalam perjalanan pemahaman saya, yang saya lihat, yang saya dengar, dan saya alami sendiri terhadap organisasi advokat ini sejak dekade tahun 1960 berdirinya pertama kali adalah PAI (Persatuan Advokat Indonesia) tanggal 14 Maret di Jakarta, kemudian juga diikuti dengan Musyawarah Nasional...., Musyawarah Advokat Indonesia di Solo tahun 1964 dengan berdirinya Persatuan Advokat Indonesia atau Peradin lalu kongres tahun 1976 Peradin di Jakarta eh..., di Yogjakarta di Hotel Ambarukmo ketika itu, saya sempat menjadi panitia lokal karena masih mahasiswa ketika itu. Lalu dari sana saya mencatat kesan bahwa memang dari awal dicoba untuk mendirikan satu wadah organisasi advokat, tapi tidak pernah bisa, tidak pernah bisa. Ketika itu betul ketika zaman Bang Buyung, zaman Pak Harjono dan seterusnya pernah mendapat..., Peradin pernah mendapat..., pada masa-masa jaya ketika sangat dihormati, termasuk oleh penguasa ketika itu. Kalau tidak salah dalam pengamatan saya, dalam penglihatan saya, pernah Panglima Angkatan Darat yang sekaligus Pangkobkabtib dulu pernah mendeklarasikan bahwa Peradin adalah satu-satunya wadah bagi profesi advokat dengan diterbitkan surat tanggal 3 Mei tahun 1966. Tapi kemudian dalam perjalanan berikutnya, saya ingin memberi gambaran, bahwa ternyata apa yang dicita-citakan sebagai satu-satunya wadah advokat itu tidak pernah tercapai. Pada tahun 1982 mulai bermunculan lah..., pada dekade tahun 1980-an mulai bermunculan lah beberapa organisasi, saya sebut misalnya saya catat, yang saya ketahui, saya alami, ada yang disebut Himpunan Penasihat Hukum Indonesia (HPHI), bukan HAPI. Lalu kemudian Pusat Bantuan dan Pengembalian Hukum, Pusat Bantuan dan Pengabdian Hukum (Pusbadi), lalu Persatuan Pengacara Indonesia (Perpin), lalu juga saya ikut terlibat juga di beberapa LBH, LBH Trisula, LBH Kosgoro dan LBH MKGR, yang pada tanggal 20 Mei tahun 1981 menyelenggarakan musyawarah Perhimpunan Musyawarah Advokat atau Pengacara di Jakarta, kemudian lahirlah yang disebut Perhimpunan Pemberi Bantuan Hukum Indonesia (Perbanhi). Saya seketika itu sempat mengikuti Munas itu. Lalu dengan demikian ketika itu fakta yang terjadi ada 2 organisasi di samping Peradin dan muncul lagi Perbanhi ini. Pada era 1980-an pertikaian ini semakin panas, sehingga kemudian ketika ada Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman dan
56
Jaksa Agung dijabat oleh..., yang sering disebut Trio Punakawan, mungkin yang lama-lama masih ingat, Pak Mujiono, Pak Ali Said, dan Pak Ismail Saleh, mensponsori diselenggarakannya Munas Advokat Indonesia. Ketika itu tanggal 10 November tahun 1985 di Hotel Indonesia Jakarta, saya saja sempat hadir. Di sanalah kemudian dideklarasikan lagi bahwa..., dideklarasikan terbentuk organisasi yang disebut Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) sebagai satu-satunya wadah advokat Indonesia. Jadi sudah 2 kali dalam periode yang..., periode dekade 1970 dan 1980, ternyata tadi juga dijelaskan bahwa Ikadin yang semula dianggap..., diharapkan menjadi satu-satunya wadah bagi organisasi advokat juga tidak berhasil, tidak pernah tercapai, tidak pernah langgeng. Pada tahun..., awal periode 1990 muncul juga organisasi yang masih baru IPHI misalnya, Ikatan Penasehat Hukum Indonesia, berdiri tanggal 9 Mei 1987. Lalu kemudian Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) tanggal 19 Desember 1988, Asosisasi Advokat Indonesia (AAI) 27 Juli 1990, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, 4 April 1989, SPI (Serikat Pengacara Indonesia) 28 Juni 1988, dan terakhir muncul juga Himpunan Advokat..., Organisasi Himpunan Advokat Pengacara Indonesia (HAPI) tanggal 30 Oktober 1998 dan terakhir Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia yang dideklarasikan di Semarang 8 Februari 2003. Nah, dari sana saya ingin menggambarkan bahwa upaya untuk menyatukan organisasi advokat ternyata sudah berkali-kali dilakukan tapi tidak juga pernah berhasil. Dan terakhir, pada dekade awal 1990-an masuk 2000, 2002, setelah diundangkannya Undang-Undang Advokat, para organisasi advokat, para fungsionaris organisasi advokat mencoba untuk membentuk apa yang disebut Komite Kerja Advokat Indonesia, 11 Februari 2002 yang kemudian yang sebelumnya diawali dengan Forum Komunikasi…, Forum Kerjasama Advokat Indonesia (FKAI). Lalu tadi yang terakhir pada 21 Desember muncullah…, dideklarasikan lah apa yang disebut sebagai Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Dan paling akhir sebagai reaksi itu semuanya, tanggal 30 Mei 2008 dideklarasikan lah Kongres Advokat Indonesia (KAI). Saya ingin mengutip dari Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 101 Tahun 2009, di situ disebutkan 2 organisasi advokat yang saya sebutkan terakhir tadi, yang saat ini ada…, saya kutip sepenuhnya saja, “2 organisasi advokat yang saat ini ada adalah Peradi dan KAI, yang harus mengupayakan terwujudnya organisasi advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat.” Sedang dalam amarnya item ke-4 disebutkan, “Apabila jangka waktu 2 tahun organisasi advokat belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang organisasi advokat yang sah diselesaikan melalui peradilan umum.” Ini keputusannya 29 Desember 2009.
57
Selanjutnya, saya coba lihat untuk mengungkapkan apa yang saya alami, saya ketahui, saya dengar, saya lihat, dalam perjalanan organisasi advokat yang ada sekarang ini. Dalam berbagai diskusi dengan banyak pihak, termasuk kalangan profesi advokat sendiri, dinilai kehadiran Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ini seolah-olah membalik fakta sejarah politik dan sejarah hukum di Indonesia, mundur ke belakang dengan…, yang menempatkan eksistensi organisasi advokat seolah mundur ke belakang, jauh ketika orde baru dulu, ketika zaman orde baru di rezim orde baru, cenderung bersifat sentralistik, dan seolah mengharamkan adanya pluralisme dalam organisasi politik dan kemasyarakatan. Misalnya, itu juga saya alami langsung, saya ikuti langsung, terhadap Partai Politik, di zaman Orba hanya dibatasi 3 Parpol, Golkar, PDP, PDI…, Golkar, PPP, dan PDI. Di era reformasi sekarang ini, dengan semangat demokratisasi, Parpol dapat didirikan oleh setiap warga negara Indonesia, asal memenuhi syarat-syarat tertentu, Pasal 1 angka (1) juncto Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Mass Media/Pers, Wartawan dulu..., saya mengalami langsung karena juga mantan wartawan selama 10 tahun, wartawan dulu diharuskan hanya berhimpun dalam 1 wadah organisasi yang disebut Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Tapi setelah reformasi bergulir, wartawan dinyatakan bebas memilih organisasi wartawan, seperti dimaksud Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga kini tidak hanya ada PWI, tapi ada Asosiasi Jurnalis Indonesia (AJI), maupun organisasi wartawan lainnya di bidang elektronik, termasuk juga Serikat Pekerja Surat Kabar…, Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) juga tidak dimonopoli dalam satu organisasi. Kemudian yang paling dekat, yang sering (…) 137. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): SUHARDI SOMOMOELJONO
NOMOR
79/PUU-
Interupsi sebentar, Yang Mulia. Mohon perhatian karena Saksi yang kami ajukan ini, biar nanti fokus, karena tadi sejarah sudah banyak diceritakan, yang ingin kami mintakan lagi kepada Saksi Pak Ramdlon ini adalah tentang perkembangan terakhir. Karena Saksi juga sebagai pelaku sejarah, tolong terangkan di hadapan Majelis Yang Mulia ini, kenapa juga sampai terjadi KAI. Harus kita akui, kita harus jujur juga telah melakukan perpecahan, dan Saksi ini adalah sebagai Saksi yang langsung mengalami di dalam itu. 138. KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya.
58
139. KUASA HUKUM PEMOHON (PERKARA VIII/2010): SUHARDI SOMOMOELJONO
NOMOR
79/PUU-
Tolong diterangkan, biar tidak melebar, terima kasih. 140. KETUA: MOH. MAHFUD MD Itu saja Saudara Saksi, jadi sejarah oke kita sudah punya kesimpulan, selalu terjadi proliferasi, ya, pengana…, pengembangbiakan organisasi. Nah, sekarang yang diminta yang terakhir saja tadi (…) 141. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): RAMDLON NANING Ya, oke (…) 142. KETUA: MOH. MAHFUD MD Tentang KAI itu. 143. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): RAMDLON NANING Tapi biar enggak terputus, sedikit saja, satu kalimat saja.Di bidang…, di organisasi pekerja atau buruh, dulu hanya ada FBSI, sekarang banyak sekali serikat buruh, itu di sak…, dilindungi, dijamin oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Baik, dari Kuasa Pemohon tadi, saya kebetulan menjadi salah satu bagian, betapapun kecilnya, ketika proses lahirnya Kongres ad…, organisasi yang disebut, yang kita sepakati bernama Kongres Advokat Indonesia. Jadi beberapa pertimbangan yang mendalam dan itu mulai dari akar rumput dari bawah, itu dibicarakan, melihat situasi ketika itu setelah berlakunya Undang-Undang Advokat dan kemudian melihat eksistensi organisasi yang mengaku sebagai…, sebagai satu-satunya organisasi advokat menurut Undang-Undang 18 Tahun 2003, hanya yang menamakan dirinya Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang ketika itu saya banyak diskusi dengan beberapa kawan, termasuk dari lintas organisasi advokat yang 7 itu, ketika itu melihat bahwa ada hal yang dirasakan sekali, pembentukan…, proses pembentukan Peradi dinilai tidak memenuhi standar organisasi khususnya aspek demokratis, transparan, dan accountable, itu yang dirasakan. Sebagai anggota Ikadin, fungsionalis Ikadin juga ketika itu…, itu juga dipicu ketika terjadinya Munas Ikadin di Balikpapan tahun 2007. Ketika itu sebagian besar para advokat merasakan ada yang kurang pas ketika dilaksanakan Munas itu yang mengabaikan, menelantarkan hak-hak peserta, hak-hak demokrasi peserta tidak transparan, dan sebagainya. Ketika itu
59
kemudian muncul tadi disebutkan Ikadin terbelah 2 dan masing-masing termasuk kita yang berada di barisan Dr. Teguh Samudra merasa itu yang paling sah. Itu mulai dari sana yang mulai…, lebih membuat arusnya. Lalu kemudian ternyata dalam perkembangan yang saya ikuti ada 4 organisasi, yaitu HAPI, IPHI, APSI, dan Ikadin. Sepakat…, bersepakat untuk menyelenggarakan Munas (Musyawarah Nasional) Advokat Indonesia, yang betul-betul Munas itu dihadiri oleh setiap advokat, para advokat, bukan oleh pimpinan organisasi advokat atau bukan hanya oleh perwakilan atau representasi organisasi advokat belaka. Jadi para advokat karena dalam ketentuan yang kita cermati, yang kita pahami dari Undang-Undang Advokat untuk mengatur organisasinya adalah para advokat sendiri, termasuk dalam membentuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Jadi organ…, forum tertinggi untuk membentuk organisasi itu yang diamanatkan oleh Undang-Undang Advokat adalah melalui musyawarah nasional para peser…, para advokat karena dalam Pasal 30, kalau tidak salah, ayat (1) menyebutkan, “Setiap advokat maknanya adalah semua advokat, tidak cukup hanya direpresentasikan oleh pimpinan pusatnya.” Nah, ketika itulah kemudian terselenggara Munas advokat yang dihadiri ribuan orang, diperkirakan ketika itu sampai 5000-an kalkulasinya, kemudian dideklarasikanlah Kongres Advokat Indonesia. Yang seperti saya katakan tadi, Mahkamah Konstitusi pun secara tidak langsung menyebutkan berdasarkan fakta yang ada dalam salah satu putusannya, sekarang ini ada 2 organisasi advokat. Selain itu perkenankan, Majelis Mahkamah yang saya hormati, saya termasuk juga pihak yang melihat, mendengar, dan mengalami langsung ketika terjadi proses pembahasan Undang-Undang Advokat, tidak hanya dari media massa, baik elektronik maupun cetak yang saya lihat dan saya baca, yang saya dengar, tapi juga beberapa kali hadir di forum sidang pembahasan itu, baik di Panja maupun di Paripurna, ketika pembahasan Undang-Undang Advokat ini. Semula memang Undang-Undang Advokat ini namanya Rancangan Undang-Undang tentang Profesi Advokat. Jadi saya ingin bercerita sedikit tentang hal ini, karena itu juga hal bagian dari sejarah yang saya ikuti, baik dari…, dilengkapi dengan referensi kepustakaan, membaca ini dan itu dan sebagainya. Jadi sedikit saya buat…, saya bacakan saja, bahwa sekadar untuk mengingatkan catatan proses pembahasan RUU Advokat sebagai kilas balik peristiwa 11 tahun yang lalu, ketika draft yang diajukan pemerintah melalui amanat Presiden 28 September 2000 masih berjudul tentang profesi advokat. Keterangan pemerintah di hadapan Rapat Paripurna DPR, tanggal 24 Oktober 2002…, 2000, dibacakan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ad interim Menteri Pertahanan Prof. Dr. Mohammad Mahfud, mudahmudahan beliau ada di sini.
60
Tentang ar..., dalam keterangan Pemerintah itu disebutkan organisasi advokat adalah organisasi yang dibentuk oleh advokat sesuai dengan ketentuan undang-undang ini secara bebas dan mandiri dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat, saya catat di sana. Redaksional yang hampir sama, itu dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, meskipun tidak ada kalimat, merupakan satu-satunya wadah profesi advokat. Artinya ketika itu saya mendiskusikan, jika ditelusuri secara cermat, pihak pemerintah yang ketika itu diwakili oleh Prof. Dr. Mahfud, juga tidak menentukan adanya keharusan atau kewajiban, organisasi..., organisasi advokat yang akan dibentuk itu merupakan satu-satunya wadah organisasi advokat. Apalagi penegasan organisasi advokat yang dibentuk oleh advokat..., organisasi yang dibentuk oleh advokat harus sesuai dengan ketentuan undangundang ini. Maknanya, organisasi advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan undang-undang ini. Pasal 1 angka 4, penjelasan Pasal 3 huruf f, “Yang dimaksud organisasi advokat dalam ayat ini adalah organisasi advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (4) undang-undang ini.” Pasal 32 ayat (4) menerangkan, “Dalam waktu paling lambat 2 tahun setelah berlakunya undang-undang ini, organisasi advokat telah terbentuk,” yaitu tentunya pada tanggal 5 April 2005. Nah, saya ingin mengatakan dalam hal ini, dalam pengamatan saya yang saya alami. Ternyata juga dalam proses pembahasan rancangan undang-undang itu, ketika itu ada hal-hal yang menarik yang sampai sekarang saya dokumentasi…, ada hal-hal yang menarik ketika pembahasan RUU ini di DPR RI, Fraksi Reformasi ketika itu dalam pandangan umumnya tanggal 15 November yang dibacakan H. Patrialis Akbar menyatakan, “Organisasi-organisasi di bidang pemberian jasa hukum yang akan dibentuk menjadi suatu wadah yakni organisasi advokat.” Sejak awal Fraksi Reformasi ini mengingatkan, “Jangan sampai penyatuan berbagai komunitas advokat tersebut, merupakan upaya yang mengingkari hak asasi manusia untuk berserikat.” Menurut politisi PAN ini, “Penunggalan wadah bukan merupakan suatu yang esensial.” Ini dikutip juga oleh Teras Narang. Saya ingin mengatakan dari gambaran yang ada itu ternyata sejak awal ada kekhawatiran dari salah satu fraksi, “Jangan-jangan dibentuknya suatu wadah itu justru akan menghambat, akan memasung hak asasi manusia khususnya hak untuk berserikat.” Tapi kemudian dalam sidang berikutnya saya juga sempat lihat di balkon, bahwa kemudian jawaban itu…, pendapat ini dijawab oleh Menteri Kehakiman ketika itu Prof. Yusril yang mengatakan, “Tidak perlu khawatir, kekhawatiran itu tidak perlu dicemaskan, karena organisasiorganisasi advokat saat itu sudah berkomitmen bulat…, berkomitmen bulat bersatu dalam satu wadah.” Tapi kemudian juga fakta yang saya lihat andaikata pun memang ada komitmen semacam itu, itu hanya dari ketua atau petinggi-petinggi asosiasi-asosiasi advokat itu saja, bukan aspirasi para anggotanya yang
61
mestinya kalau mengatasnamakan anggotanya harus juga diputuskan dalam forum tertinggi di organisasi tersebut yaitu Kongres atau Munas. Yang terakhir, saya ingin menyampaikan hal yang juga saya ikuti…, hal juga yang saya lihat dan saya dengar adalah ketika saya membaca surat terbuka yang disampaikan oleh Abang Buyung Nasution, yang kita kenal dan kita anggap sebagai Bapak Advokat Indonesia pada…, dalam surat terbukanya tanggal 28 Desember tahun 2005 dengan tegas Bang Buyung menyebutkan, “Pembentukan Peradi adalah tidak sah.” Menuntut Pimpinan 8 organisasi advokat untuk membubarkan Peradi dan diselenggarakannya Kongres Advokat Indonesia yang terbuka dihadiri oleh seluruh atau setiap Advokat Indonesia. Saya sebagai pihak yang terkait yang terlibat langsung, kemudian langkah-langkah itu dilakukan dengan merintis terbentuknya Kongres Advokat Indonesia. Terakhir atau last but not least, ingin saya katakan juga, proses pembuatan RUU Advokat yang ketika itu banyak ditangani oleh Komisi II atau Bidang Hukum yang ketuanya juga advokat yang sekarang jadi gubernur, anggota Panjanya saya tahu ada Pak Akil Mochtar, ada Pak Hamdan Zoelva, yang semuanya berlatar belakang profesi pengacara, ditambah lagi Pak Yunus Muda, Dewirya Latifa, Syaiful Rahman, Hartono, Marjono, bahkan juga Patrialis Akbar sendiri. Ketika itu mendambakan setelah disahkannya Undang-Undang Advokat, mendambakan dengan perangkat hukum Undang-Undang Advokat itu akan terbentuk organisasi advokat yang kokoh, yang berwibawa, yang profesional, sehingga harapan untuk membangun kembali dapat terlaksana. Pada akhirnya harkat dan martabat profesi advokat terangkat. Ini himbauan beliaubeliau yang terhormat itu. Saya ingin mengatakan, ternyata itu belum atau setidak-tidaknya masih jauh dari harapan, hanya tinggal dambaan. Pertanyaannya quo vadis organisasi advokat? Demikian, terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 144. KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, yang terakhir Saudara Wartono. Singkat-singkat saja Pak ya, jangan pengulangan-pengulangan sejarah lagi, apa yang tadi belum disebut oleh Pak Lasdin dan Pak Ramdlon, karena yang sejarah-sejarah itu selain hari ini juga kemarin sudah disampaikan juga di apa namanya…, waktu sidang panel juga sudah disampaikan. Silakan.
62
145. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): WARTONO W Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera. Ketua dan Majelis Mahkamah yang saya muliakan, Pemohon, Pihak Terkait, Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan para hadirin sidang yang saya hormati, sidang yang kami muliakan. Sebelum saya memberikan kesaksian fakta apa yang saya lihat, saya dengar, dan saya alami sendiri, perkenalkanlah Majelis, saya memberikan pengantar sebagai rasa yang keluar dari hati nurani saya yang paling dalam, yaitu sebagai pendahuluan, sebagai advokat yang tinggal dan berpraktik di Kota Solo, kota yang jauh dari hiruk-pikuk Jakarta, namun menjadi tempat berdirinya organisasi advokat nasional untuk pertama kalinya setelah Indonesia merdeka yaitu Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) yang dideklarasikan pada tahun 1964 di rumah Advokat Mr. Inderechten Suwiji di Kota Solo, perkenankanlah saya menyampaikan keterangan Saksi Fakta di bawah sumpah dalam pengujian uji materi UndangUndang Advokat di Mahkamah Konstitusi yang agung dan mulia ini. Kesaksian yang akan saya berikan atau saya sampaikan berangkat dari rasa prihatin dan penderitaan batin yang saya alami dan secara umum saya yakin juga dialami oleh para advokat Indonesia, khususnya oleh para calon advokat setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, selanjutnya saya sebut Undang-Undang Advokat. Undang-undang mana semula oleh para perancangnya dan oleh pemerintah serta DPR, diharapkan menjadi landasan hukum yang jelas bagi advokat dalam menjalankan tugas profesinya dan dalam kehidupan berorganisasi untuk melindungi dan menjaga martabat advokat sebagai penegak hukum dan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat. Alih-alih organisasi Advokat menjadi wadah dan melindungi martabat advokat dan meningkatkan kualitas, yang saya rasakan dan saya alami sekarang yang terjadi adalah organisasi advokat justru dijadikan arena perang saudara sesama advokat dan perang antar sesama organisasi advokat itu sendiri yang sangat merendahkan martabat advokat sebagai penegak hukum dan merendahkan kualitas advokat itu sendiri. Fakta telah kita lihat bersama bahwa tidak adanya peningkatan kualitas advokat setelah diberlakukan Undang-Undang Advokat, terbukti adanya advokat yang ditangkap karena menyuap dan terbukti adanya advokat yang ditangkap oleh polisi karena memasang joki seorang narapidana, itulah bukti tidak ada peningkatan kualitas advokat. Kemudian apa yang saya maksud perang saudara sama advokat. Dengan berlakunya Undang-Undang Advokat ini antar sesama advokat di lain…, yang lain organisasi saling serang mengadakan eksepsi antara
63
satu dengan yang lain di sidang-sidang pengadilan, baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama dan pengadilan Tata Usaha Negara, ini membuat proses peradilan sangat tidak efektif karena sangat menggangu proses persidangan dengan adanya eksepsi tersebut. Kemudian perang saudara antara organisasi advokat terbukti bahwa sekarang ada kelompok-kelompok, blok-blok yang saling mengaku dirinya organisasi yang sah, namun demikian ini akan terjadi terus menerus. Kemudian saya lanjutkan kesaksian fakta yang bisa saya berikan pada persidangan yang mulia ini. Yang pertama adalah mengenai organisasi advokat pasca berlakunya Undang-Undang Advokat. Apa yang saya lihat saya alami dan saya rasakan sendiri, yang pertama yaitu Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI). Setahu saya KKAI dibentuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Advokat yang menyatakan, “Untuk sementara tugas dan wewenang organisasi advokat dan seterusnya.” tidak perlu saya baca lebih detail. Kemudian setahu saya KKAI dibentuk oleh pimpinan 8 organisasi advokat tersebut di atas yaitu oleh Ketua Umum dengan Sekretaris Jenderal masing-masing organsasi. Dan setahu saya dan apa yang saya alami tanpa persetujuan dari anggota masing-masing 8 organisasi tersebut KKAI telah memungut biaya verifikasi advokat Indonesia sebesar kurang lebih Rp500.000,00 per advokat dan waktu itu setahu saya jumlah advokat seluruh Indonesia lebih dari 15.000 orang. Bisa kita bayangkan uang, berapa jumlahnya yang terkumpul. Setahu saya uang hasil pemungutan tersebut tidak pernah dipertanggungjawabkan penggunannya oleh KKAI kepada para advokat Indonesia yang telah dipungut. Setahu saya KKAI tidak pernah mempersiapkan pembentukan organisasi advokat dalam waktu 2 tahun sebagaimana diamanatkan Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Advokat, karena tidak pernah melakukan musyawarah nasional atau kongres nasional, yang mengundang para advokat atau setidak-tidaknya mengundang perwakilan-perwakilan para advokat Indonesia untuk membentuk organisasi advokat sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Advokat. Setahu saya KKAI tidak pernah dibubarkan, tetapi tiba-tiba muncul apa yang namanya Perhimpunan Advokat Indonesia. Kedua, perhimpunan mas…, advokat Indonesia, awal setahu saya bahwa advokat ini…, Peradi ini dibentuk adalah sebagai pensiasatan atau kebohongan terhadap para advokat Indonesia dan bahkan kebohongan terhadap Pemerintah atau Negara Republik Indonesia. Fakta yang akan saya sampaikan akan membuktikan hal itu. Setahu saya Peradi tidak dibentuk oleh para advokat Indonesia karena waktu itu tidak pernah ada undangan, pemberitahuan, atau pengumuman baik melalui surat atau melalui media cetak maupun elektronik kepada para advokat Indonesia bahwa akan dibentuk organisasi advokat, sebagaimana diamanatkan Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Advokat.
64
Jika ada undangan, pemberitahuan, dan pengumuman tentang akan dibentuknya organisasi advokat sesuai amanat undang-undang, tentunya saya tahu karena waktu itu saya menjadi Sekretaris Ikadin Cabang Surakarta. Ketika saya membaca anggaran dasar Peradi sebagaimana dimuat dalam Akta Pernyataan Pendidikan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 30 Tahun…, Nomor 30 tanggal 8 September 2005 yang dibuat oleh Notaris Buntario Tigris Darmawan, S.E., S.H., M.H. di Jakarta, anggaran dasar mana baru saya dapatkan pada bulan Juni 2006 setelah saya susah payah mencari kesana kemari. Saya baru tahu ternyata Peradi didirikan oleh 16 orang pengurus dari 8 organisasi yaitu Ikadin, AAI, PHI, HAPI, SPI, IKAHI, HAKAP, HPM, dan APSI masing-masing oleh ketua umum dan sekretaris jenderalnya. Dari fakta ini saya tidak tahu apakah waktu pembentukan Peradi itu menggunakan dasar Undang-Undang Advokat ataukah UndangUndang Perseroan Terbatas, karena saya baca di dalamnya seperti halnya adanya merger antara badan hukum yang ada. Setahu saya anggaran dasar Peradi juga tidak pernah ditetapkan oleh para advokat Indonesia sebagaimana dimaksud ayat…, Pasal 28 ayat (2) Advokat…, Undang-Undang Advokat, tetapi ditetapkan oleh 16 orang pengurus organisasi pendiri Peradi tersebut di atas dalam suatu Akta Notaris Nomor 30 tanggal 8 September 2005 tersebut di atas. Setahu saya Peradi juga tidak pernah membuat anggaran rumah tangga meskipun mengaku sebagai organisasi advokat Indonesia yang sah. Padahal Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Advokat mengamanatkan, “Ketentuan mengenai susunan organisasi advokat ditetapkan oleh para advokat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.” Setahu saya pembentukan Peradi tersebut tidak pernah dimusyawarahkan dengan para advokat Indonesia yang menjadi anggota masing-masing organisasi pendiri advokat. Pembentukan Peradi dan penetapan anggaran dasar dengan cara tersebut di atas, saya rasakan sebagai penghilangan dan pelanggaran hak konstitusional saya sebagai advokat Indonesia untuk turut serta membentuk organisasi advokat yang dijamin oleh Undang-Undang Advokat dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan Akta Notaris Nomor 30 tersebut saya baru tahu Peradi didirikan atau dibentuk pada tanggal 8 September 2005 dan/atau dalam waktu 2 tahun…, atau lewat waktu 2 tahun sejak berlakunya Undang-Undang Advokat yang mulai berlaku sejak tanggal 5 April 2003. Setahu saya dari apa yang saya dengar, dari orang yang ikut menandatangani Akte Notaris Nomor 30 tersebut, yaitu Saudara Dr. H. Teguh Samudera, S.H., M.H., Akta Notaris Nomor 30 tersebut dibuat menyalahi ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris karena dibuat oleh notaris tanpa tanda tangan para pihak di hadapan notaris, tetapi dimintakan tanda tangan secara eceran yaitu akta dibawa kesana kemari untuk dimintakan tanda tangan kepada pihak yang namanya tercantum di dalam akta.
65
Setelah saya membaca keseluruhan isi Akta Nomor 30 tersebut, saya baru tahu bahwa organisasi pendiri Peradi yaitu Ikadin, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKAHI, HAKAP, HPM, dan APSI tetap ada dan tidak pernah dibubarkan. Sehingga secara de facto saya tahu bahwa organisasi tersebut hingga sekarang masih tetap eksis ada. Setahu saya setelah Peradi dibentuk kemudian Pengurus Dewan Pimpinan Nasional atau DPN Peradi di Jakarta memerintahkan penguruspengurus cabang organisasi pendiri yaitu antara lain Ikadin yang ada di daerah-daerah untuk memungut uang pendaftaran sebesar Rp400.000,00 tanpa dasar hukum yang jelas, karena di dalam undangundang tidak ada disebutkan kewenangan organisasi advokat untuk memungut uang. Setahu saya (suara tidak terdengar jelas) pengurus dewan…, pengurus DPN Peradi juga menyelenggarakan pendidikan khusus profesi advokat di seluruh Indonesia dengan memungut uang pendidikan berkisar Rp4.000.000,00 per orang tanpa dasar hukum yang jelas. Setahu saya (…) 146. KETUA: MOH. MAHFUD MD Bisa interupsi sebentar, bisa agak dipercepat ya, ini sudah Magrib. 147. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): WARTONO W Terima kasih. Setahu saya pengurus di DPN Peradi telah juga menyelenggarakan PKPA dan memungut uang kepada peserta berkisar Rp750.000,00 per orang tanpa dasar hukum. Demikian pula saya tahu pengurus DPN Peradi juga telah melantik kandidat advokat menjadi advokat dengan memungut uang Rp400.000,00 per orang tanpa dasar hukum. Dari rangkaian kejadian yang saya…, sejak dibentuknya PERADI tersebut, maka saya ketehui tentang Peradi…, yang saya ketahui tentang Peradi adalah; a. Peradi dibentuk melewati fakta waktu 2 tahun setelah berlakunya Undang-Undang Advokat. b. Peradi dibentuk bukan oleh para advokat Indonesia tetapi oleh para pimpinan 8 organisasi advokat. c. Organisasi…, anggaran dasar Peradi tidak ditetapkan oleh para advokat, tetapi ditetapkan oleh para pemimpin 8 organisasi advokat dengan akta notaris. d. Peradi dibentuk tanpa anggaran dasar rumah tangga. e. Akte Notaris Nomor 30 yang menjadi dasar pendirian Peradi dibuat dengan menyalahi Undang-Undang Jabatan Notaris.
66
f. Peradi telah menjalankan wewenang yang tidak diberikan oleh undang-undang, yaitu memungut sejumlah uang tanpa dasar hukum yang jelas. Dari pengetahuan yang tent…, saya tentang Peradi tersebut, maka yang semula saya juga mendaftar sebagai anggota Peradi memilih keluar karena sangat naif bagi saya seorang advokat dan sebagai penegak hukum ikut bergabung pada organisasi advokat yang dibentuk inkonstitusional. Ketiga, Kongres Advokat Indonesia. Setahu saya Kongres Advokat Indonesia (KAI)..., KAI dibentuk dan didirikan oleh para advokat pada tanggal 30 Mei 2008 melalui Kongres yang diselenggarakan di Balai Sudirman Jakarta, yang diikuti lebih dari 5.000 orang Advokat Indonesia, yang pendirian atau pembentukannya dituangkan di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang disahkan oleh para advokat Indonesia, yang menjadi peserta kongres. Setahu saya sebelum pelaksanaan kongres, panitia kongres mengundang para advokat Indonesia antara lain melalui pengumuman di media cetak, surat kabar harian Kompas, agar para advokat Indonesia ikut serta dalam kongres untuk mendirikan atau membentuk advokat sebagaimana diamanatkan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Advokat. 148. KETUA: MOH. MAHFUD MD Saudara, masih berapa panjang itu? Kalau ndak diserahkan tertulis saja. 149. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): WARTONO W Sedikit, Pak. Saya tahu, hal tersebut…, saya tahu hal-hal tersebut karena saya turut serta mempersiapkan Kongres Advokat Indonesia sebagai steering committee dan turut hadir dalam kongres serta menjadi salah satu pimpinan sidang pleno pengesahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga KAI. 150. KETUA: MOH. MAHFUD MD Kesimpulan?
67
151. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): WARTONO W Kemudian…, belum. Setahu saya, advokat yang diangkat KAI ternyata tidak boleh berpraktik sidang di sidang pengadilan baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama karena Mahkamah Agung Republik Indonesia hanya mengakui Peradi sebagai satu-satunya organisasi advokat Indonesia. Setahu saya KAI DPC Surakarta saja ada 64 orang advokat yang telah diangkat oleh DPP KAI, tapi tidak diperbolehkan pakai sidang di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama (Daftar terlampir). Bahkan dari jumlah tersebut, ada salah satu orang advokat yang diangkat oleh DPP KAI, bernama Gofal Taulani, S.H. meninggal dunia secara mendadak karena telah buka kantor, tetapi sidang di pengadilan…, ketika sidang di pengadilan ditolak oleh hakim, sehingga dia shock dan meninggal dunia. Akhir-akhir ini saya merasakan saya juga sering mendapatkan hambatan dan perlakuan tidak sepantasnya dalam mengikuti Sidang Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, karena selalu dijawab, ditanya kartu Peradi oleh hakim. Padahal tanpa kartu Peradi pun berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Advokat, saya adalah advokat yang sah karena saya sudah diangkat dan mengucapkan sumpah sebagai advokat sejak tahun 1987. Bahwa dari apa yang saya alami tersebut adalah sebagai akibat dari Mahkamah Agung yang hanya mengakui Peradi sebagai organisasi satu-satunya wadah tunggal advokat Indonesia. Sehingga sekarang ini saya merasa terlanggar hak saya untuk menjalankan profesi saya sebagai advokat yang bebas dan mandiri, dan saya merasa terlanggar hak kontitusional saya untuk bersikap dalam organisasi advokat yang saya pilih. Bahwa menurut Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Advokat, setiap advokat wajib menjadi organisasi advokat. Maka, jika Indonesia…, di Indonesia, hanya ada satu organisasi advokat yang diakui oleh negara, dalam hal ini adalah Mahkamah Agung, maka sama saja hak konstitusional saya untuk bersikap dalam organisasi yang (…) 152. KETUA: MOH. MAHFUD MD KETUK PALU 2X Saudara berhenti! Ya, Saudara sudah masuk ke opini, itu!
68
153. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): WARTONO W Ya. 154. KETUA: MOH. MAHFUD MD Sudah cukup. 155. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): WARTONO W Penutup. Dan jika saya tidak masuk menjadi advokat tunggal tersebut maka berarti saya tidak boleh atau dilarang berpraktik sebagai advokat dan keadaan ini jelas telah merampas hak konstitusional saya untuk mencari penghidupan layak bagi diri saya, keluarga, dan anak istri saya. 156. KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya. 157. SAKSI DARI PEMOHON (PERKARA NOMOR 79/PUU-VIII/2010): WARTONO W Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 158. KETUA: MOH. MAHFUD MD Walaikumsalam. Ini Saksi tapi pintar, selalu mengatakan yang saya ketahui, yang saya ketahui, tapi menilai. Baik, Saudara, sidang berikutnya (…) 159. PIHAK TERKAIT: Majelis Hakim, dari sini Pihak Terkait. 160. KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, sebentar. Sidang berikutnya akan dilaksanakan hari Rabu tanggal 23 Maret 2011 jam 10.00 untuk mendengarkan tanggapan atau keterangan semua Pihak Terkait dan untuk pembuktian. Dan kepada Pihak Pemohon maupun Terkait, maupun Pemerintah, kalau masih ingin mengajukan Ahli maupun Saksi, supaya disampaikan sebelum akhir
69
pekan ini, hari Jumat, paling lambat sehingga nanti bisa dijadwal waktunya itu tepat. Yang ke dua, semua bahan yang tadi disampaikan tertulis, yang tadi dibaca, baik berupa hardcopy maupun file itu mohon disampaikan ke Panitera untuk mempermudah Majelis Hakim untuk mencerna semuanya. Saya kira itu yang ingin disampaikan dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 18.23 WIB
Jakarta, 15 Maret 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah,
t.t.d. Mula Pospos NIP. 19610310 199203 1 001
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
70