PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010 (Studi Kasus)
SKRIPSI Oleh : GANCAR ADHIWICAKSONO K1206021
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
PELAKSANAAN PEMBELAJARANAPRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010 (Studi Kasus)
Oleh : GANCAR ADHIWICAKSONO NIM K1206021
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010” ini telah ini telah disahkan dan disetujui oleh pembimbing I dan pembimbing II pada:
Hari
:
Tanggal
:
Surakarta,
Juni 2010
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum. NIP 19700716 200212 2 001
Pembimbing II
Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. NIP 19540520 198503 1 00
PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada hari
:
Tanggal
:
Juli 2010
Tim Penguji Skripsi: Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. Slamet Mulyono, M. Pd.
Sekretaris
: Dra. Raheni Suhita, M. Hum.
Anggota I
: Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum.
Anggota II
: Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd.
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 19600727 198702 1 001
___________ ____________ ___________ ____________
ABSTRAK GANCAR ADHIWICAKSONO. K1206021. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA (Studi Kasus) Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, 1) perencanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 2) pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 3) kendala-kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 4) upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dalam bentuk naturalistik studi kasus tunggal terpancang tunggal. Subjek penelitian ini adalah siswa XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang berjumlah 38 siswa. Sumber data pada penelitian ini adalah: 1) tempat dan peristiwa; 2) informan; dan 3) dokumen. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdapat tiga cara, yaitu 1) analisis dokumen; 2) observasi; 3) wawancara. Dalam penelitian ini, validitas data diperoleh melalui 1) triangulasi data; 2) triangulasi meode; 3) dan review informant. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 Negeri Surakarta berdasarkan silabus yang dibuat oleh tim MGMP, prota dan promes yang digunakan, dibuat secara bersama oleh guru bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas XI yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi siswa. Silabus, prota dan promes digunakan sebagai patokan atau dasar dalam membuat RPP oleh guru dalam mengajar bahasa Indonesia dan khususnya dalam pembelajaran apresiasi drama. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri sudah mengacu pada pembelajaran yang bersifat PAIKEM. Kendala-kendala di dalam pembelajaran apresiasi drama, yaitu: (1) rendahnyanya motivasi dan minat pada beberapa siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, walaupun banyak siswa yang antusias mengikuti pembelajaran drama; (2) alokasi waktu pembelajaran yang banyak tersita oleh kegiatan ujian mid semester, jadwal study tour persiapan ujian untuk kelas XII, ujian akhir nasional, dan ujian praktik; (3) evaluasi dalam pembelajaran, dikarenakan banyaknya kelas yang diampu dalam mengajar oleh guru dan tuntutan bahwa evalusi diharuskan bukan hanya dalam segi kognitfnya saja melainkan dari segi afektif dan psikomotoriknya, jadi dalam pelaksanaan evaluasi guru kesulitan dalam memantau dan menilai tiap-tiap siswa. Upaya-upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu: (1) guru memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan bagi siswa yang mempunyai motivasi dan minat belajar yang rendah untuk mengikuti pembelajaran apresiasi drama. Motivasi yang diberikan berupa penjelasan mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran dan memberitahu manfaat yang dapat diambil setelah mengikuti pembelajaran. Serta
menggunakan media pembelajaran yang kreatif supaya siswa lebih tertarik lagi dalam mengikuti pembelajaran; (2) guru menyuruh siswa untuk banyak menonton film dalam belajar drama. Dengan menonton film, siswa dapat belajar mengenai penghayatan karakter atau ekspresi, tata kostum, tata rias, alur, setting, amanat, dan lainnya yang berkaitan dengan apresiasi drama. Jadi, siswa bukan hanya belajar mengenai teori saja melainkan dapat pula belajar dengan hal yang nyata; (3) guru mewajibkan setiap kelompok membuat laporan kegiatan yang berisi tentang keterlibatan setiap siswa dalam membuat film. Dengan membuat laporan kegiatan dapat diketahui keaktifan dan partisipasi setiap siswa. Hal tersebut untuk mengetahui dan sebagai dasar untuk menilai segi afektif dan psikomotorik siswa, bukan hanya laporan kegiatan tetapi dengan pemantauan langung dalam pelaksanaan pembuatan film dan juga pengamatan dari keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas.
MOTTO ”Setiap masalah atau cobaan yang kita alami pasti akan ada jalan keluar untuk mengatasi dan pasti ada hikmah yang akan didapat buat diri sendiri maupun orang lain” (Penulis)
”Mimpi, impian, dan harapan merupakan awal untuk mencapai apa yang akan dituju, jangan takut untuk bermimpi dan banyak-banyalah mempunyai impian” (Penulis)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini sebagai wujud syukur, sayang, cinta, dan terima kasihku teruntuk: 1. Bapak dan Ibu tercinta yang tak pernah lelah untuk terus menyalakan pelita kasih sayang dan perhatian yang tulus dalam setiap pijakan langkah-langkahku 2. Kakakku Agung Mahardika Prabandani dan Adikku Danang Pangesti Wibowo tersayang. 3. Almamater. 4. Semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan ini.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin penyusunan skripsi; 2. Drs. Suparno, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS yang telah memberikan izin penyusunan skripsi; 3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa, dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan izin penyusunan skripsi kepada
penulis; 4. Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum., selaku Pembimbing I yang telah membimbing penulis selama ini dengan penuh perhatian dan kesabaran dan Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis; 5. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan studi; 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan sebagian ilmunya kepada penulis dengan tulus ikhlas selama ini; 7. Drs. Sari Gunanto, selaku Guru Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang telah meluangkan sebagian waktunya untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian;
8. Seluruh siswa kelas Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta, yang telah menunjukkan sikap kerjasamanya selama proses penelitian; 9. Rekan-rekan Bastind ’06 yang telah banyak menorehkan kenangan manis yang tak terlupakan; 10. Pak Umar beserta keluarganya, yang telah banyak memberikan bantuan dan perhatiannya yang teramat sangat banyak; 11. Keluarga besarku, yang telah memberikan dukungan dan semangat. 12. Sahabat-sahabatku Widya, Agung, Fauzi, dan Ega yang telah banyak memberikan semangat dan makna sebuah persahabatan; 13. Penghuni E9 yang berjuang bersama di tanah perantauan untuk hari esok yang lebih cerah dan masa depan yang lebih baik, Pulung, Deni, Husin, Ardi Yan, Candra, dan penghuni gelap,; 14. Berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu. Semoga kebaikan-kebaikan semua pihak mendapatkan imbalan dari Allah SWT, Amien.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
PENGAJUAN ..........................................................................................
ii
PERSETUJUAN .....................................................................................
iii
PENGESAHAN ......................................................................................
vi
ABSTRAK ..............................................................................................
v
MOTTO ...................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN ....................................................................................
viii
KATA PENGANTAR .............................................................................
ix
DAFTAR ISI ............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
6
C. Tujuan Penelitian .........................................................................
7
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
7
BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR .............................................................
9
A. Kajian Teoretis .............................................................................
9
1. Hakikat Drama .........................................................................
9
a. Pengertian Drama ..................................................................
9
b. Struktur Naskah Drama .........................................................
12
c. Jenis-Jenis Drama ..................................................................
16
2. Hakikat Pembelajaran Drama ...................................................
17
a. Pengertian Pembelajaran ........................................................
17
b. Pengertian Apresiasi ...............................................................
25
c. Pengertian Apresiasi Drama ...................................................
26
d. Strategi Pembelajaran Apresiasi Drama …………………….
28
e. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama …………………….
34
f. Evaluasi Pembelajaran Apresiasi Drama ……………………. 38 B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 44 C. Kerangka Berpikir .........................................................................
46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 50 A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 50 B. Bentuk dan Strategi Penelitian ....................................................... 50 C. Sumber Data ................................................................................... 51 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 52 E. Uji Validitas Data .......................................................................... 53 F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………... 56 A. Deskripsi Latar Penelitian ……………………………………….. 56 B. Hasil Penilitian ………………………………………………….. 60 C. Pembahasan ……………………………………………………… 85 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……………………… 108 A. Simpulan …………………………………………………………. 108 B. Implikasi …………………………………………………………. 111 C. Saran ……………………………………………………………… 113 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 115 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Waktu dan Kegiatan Penelitian …………………………………….
50
2. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran ………………………………....
58
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1. Alur Kerangka Berpikir ............................................................
49
2. Teknik Analisis Data ................................................................
55
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................................
118
2. Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................................
123
3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara .........................................................
126
4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara .........................................................
138
5. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen ..............................................
143
6. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen ..............................................
146
7. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen ..............................................
147
8. catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen ...............................................
152
9. Denah SMA Negeri 4 Surakarta ................................................................
154
10. Daftar Siswa Kelas XI IPA 5 .....................................................................
156
11. Silabus ........................................................................................................
157
12. Prota dan Promes .......................................................................................
159
13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ..........................................................
163
14. Foto ............................................................................................................
167
15. Surat-surat Izin Menyusun dan Penelitian Skripsi .....................................
169
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah pemerolehan pengetahuan tentang satu hal atau keterampilan melalui pengalaman. Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui orang tersebut dan diperoleh bukan secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah (Gagne dalam Sudjana, 2000: 97). Materi pelajaran yang diberikan pada anak didik pun berbagai macam mata pelajaran. Salah satunya adalah bahasa Indonesia. Isi dari materi pembelajaran bahasa Indonesia berupa kebahasaan dan kesusastraan. Pembelajaran sastra pada umumnya masih menyatu atau bagian dari pelajaran bahasa Indonesia. Keadaan tersebut dapat terlihat di semua jenjang pendidikan atau sekolah. Salah satu alasan menempatkan pembelajaran sastra Indonesia sebagai bagian dari pelajaran bahasa Indonesia ialah sastra Indonesia tidak bisa lepas dengan bahasa Indonesia. Dalam kaitannya dengan kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran sastra Indonesia sangat membantu pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam penyajian pada pendidikan formal, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia tidak dapat dipisahkan. Berbagai jenis karya sastra, seperti puisi, cerita pendek, novel, drama, dan masih banyak lagi yang lainnya, telah diperkenalkan kepada siswa sejak mereka duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Dengan belajar sastra, siswa dapat belajar membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Jadi, dapat disimpulkan, siswa dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya dengan baik. Jenis sastra yang dipelajari bisa berupa apa saja. Pembelajaran sastra yang dilakukan di sekolah harus mempunyai tujuan. Tujuan dari pembelajaran tersebut adalah siswa mampu mengapresiasi sebuah karya sasrta. Kemampuan mengapresiasi sastra diharapkan dapat mendorong siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaan dalam bentuk
1
2 karya sastra. Begitu juga kemampuan kebahasaaannya. Pembelajaran sastra merupakan
bentuk
seni
yang
dapat
diapresiasi,
sehingga
pelaksanaan
pembelajaran harus bersifat apresiatif. Oleh karena itu, pembelajaran sastra hendaknya ditekankan pada segi apresiatif. Apresiasi karya sastra meliputi apresiasi prosa, puisi, dan drama. Pembelajaran apresiasi sastra khususnya pembelajaran apresiasi drama merupakan salah satu aspek yang harus diajarkan kepada siswa agar mampu mengenal, memahami, menikmati, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas
wawasan
kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Hasan Alwi (dalam Sarumpaet, 2002: 16) menyatakan minat dan apresiasi pembaca hendaknya mulai dibangkitkan dan ditumbuhkan sejak dini, yaitu ketika pembaca masih berusia sekolah. Mutu dan tingkat pemahaman apresiasi sastra yang telah dilalui oleh siswa di sekolah akan menjadi modal bagi perkembangan lebih lanjut pada saat mereka nanti terjun sebagai anggota masyarakat. Sastra sangat penting diajarkan kepada siswa dalam perkembangan pola pikir. Seperti dijelaskan oleh Yuni Pratiwi (2005: 132) bahwa karya sastra yang bernilai tinggi mengandung pesan-pesan moral yang tinggi. Sastra yang mengandung
pesan
moral
yang
tinggi
dapat
menjadi
medium
untuk
menggerakkan dan mengangkat manusia pada harkat yang tinggi. Karya sastra tersebut dapat berupa prosa, puisi, dan drama. Pembelajaran sastra ditekankan pada bagaimana mengapresiasikan karya, bukan pada menghafal karya sastra. Kenyataan yang ada di lapangan tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena pengajaran apresiasi sastra masih dinilai masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan dan masih rendahnya kualitas pembelajaran. Kondisi pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal sejauh ini dapat dikatakan masih mengecewakan. Darmojo (2007: 1) mengungkapkan: (1) pada dasarnya pembelajaran sastra berpengaruh pada minat murid terhadap sastra, namun tidak terdapat hubungan antara teori yang diajarkan dan kemampuan apreasi sastra; (2) pengajar tidak memiliki waktu serta tidak tahu bagaimana caranya mengikuti perkembangan sastra di luar wacana; dan (3) murid tidak
3 mampu mangaitkan nilai sastrawi dengan nilai-nilai etis/moral budaya dalam kehidupan. Pembelajaran apresiasi drama merupakan salah satu bagian dari pengajaran apresiasi sastra yang tidak terlalu diminati oleh siswa dan banyak menemui kesulitan. Yus Rusyana (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 1) menarik kesimpulan bahwa minat sastra dalam membaca karya sastra yang terbanyak adalah prosa, menyusul puisi, baru kemudian drama. Perbandingannya adalah 6 : 3 : 1. Hal ini disebabkan karena menghayati naskah drama yang berupa dialog itu cukup sulit dan harus tekun. Penghayatan naskah drama lebih sulit daripada penghayatan naskah drama. Pembelajaran apresiasi drama selama ini masih dapat dikatakan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Rendahnya kualitas pembelajaran tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyajian yang tidak mengenai sasaran, saran belajar yang kurang menunjang dalam proses pembelajaran, atau guru yang kurang menguasai materi sastra. Keadaan tersebut sangat disesalkan jika terus berlanjut mengingat bahwa karya sastra dan proses pembelajarannya dapat meningkatkan pendidikan moral seseorang. Pembelajaran drama sangat penting bagi siswa karena dapat membentuk manusia yang memiliki pengetahuan luas sekaligus memiliki moral dan kepribadian yang baik. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, pembelajaran drama belum sesuai dengan harapan. Pembelajaran drama masih menekankan pengetahuan belum menekankan pada aspek apresiasi. Herman J. Waluyo (2006: 165) menyatakan bahwa pembelajaran drama sebagai penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih keterampilan membaca (teks drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog dalam drama, mendengarkan drama radio, televisi, dan sebagainya). Sementara sebagai penunjang latihan penggunaan bahasa dengan maksud yaitu melatih keterampilan menulis (teks drama, resensi drama, dan sebagainya) dan wicara (dialog-dialog dalam pementasan drama). Pembelajaran apresiasi harus benar-benar sampai kepada tahap apresiasi, pembelajaran apresiasi drama hendaknya memperhatikan konsep-konsep sebagai berikut, yaitu; (1) pembelajaran apresiasi drama diupayakan tidak hanya
4 mengarah aspek teoritis dan kognitif; (2) pembelajaran apresiasi drama hendaknya melibatkan secara langsung peran serta siswa dalam proses apresiasi; (3) guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan kenikmatan dan kemanfaatan dalam berapresiasi dengan memerankan drama; (4) pemelajaran apresiasi drama diarahkan pada pemerolehan pengalaman batin siswa dengan turut berperan serta dalam kegiatan pementasan drama. Menurut Imam Syafe’i (dalam Marmi, 2006: 1) tujuan pembelajaran drama adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi drama. Ini berarti bahwa setelah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar drama diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengapresiasi drama, yaitu mampu mengenal, menghayati, dan menghargai drama sebagai karya sastra
secara
kreatif.
Selain
itu,
diharapkan
pula
mereka
mampu
mengomunikasikan hasil kegiatan mengapresiasi bentuk sastra itu kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulis. Kemampuan mengapresiasi drama secara kreatif itu diharapkan pula dapat mendorong siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk drama. Keberhasilam pembelajaran apresiasi drama ini, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu; kurikulum, guru, siswa, sarana, dan kondisi lingkungan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketidakberhasilan pembelajaran apresiasi drama adalah minimnya buku-buku tentang drama yang tersedia di perpustakaan, alokasi waktu pembelajaran yang masih kurang pada materi apresiasi drama, dan kurang minatnya siswa terhadap materi bahasa Indonesia, khususnya pada pembelajaran drama. Membangkitkan minat siswa dalam kegiatan apresiasi sastra bukan merupakan hal yang mudah dilakukan. Keadaan seperti di atas dapat menyebabkan siswa kurang dapat mengenal berbagai bentuk drama hasil karya sastrawan. Dengan demikian, siswa tidak akan dapat memahami dan menghayati drama apalagi mengapresiasikan drama sebagai salah satu bentuk karya seni yang penuh makna dan keindahan. Padahal pembelajaran drama ternyata mempunyai dampak yang begitu besar bagi keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
5 Faktor yang cukup penting dan dominan terhadap keberhasilan pembelajaran drama di kelas adalah guru. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guru adalah memahami kurikulum yang berlaku, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penguasaan guru terhadap kurikulum akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran drama di kelas. Seorang guru dituntut mampu membuat perencanaan pembelajaran dengan baik, memilih materi pelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar, memilih metode yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, menggunakan media pembelajaran dengan tepat yang disesuaikan dengan karakteristik tingkat kemampuan siswa. Jika pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran, mengetahui cara untuk mengatasi kendala yang ada, dan pelaksanaan evaluasi yang tepat, maka pembelajaran berlangsung dengan baik. Guru kerap menghadapi kesulitan dalam menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan keberhasilan pengajaran apresiasi sastra. Pengajaran apresiasi drama sebagai salah satu contoh pengajaran apresiasi sastra yang harus mendapatkan perhatian serius karena dalam drama banyak nilai penting yang dapat memperkaya khasanah budi pekerti manusia. Akan tetapi, terkadang dalam pembelajaran apresiasi drama di sekolah hanya sebatas pembelajaran yang menyangkut aspek kognitif tentang drama saja sehingga siswa hanya sebatas tahu tentang drama tanpa mereka bisa merasa bahwa ada sesuatu yang menarik dalam drama. Pembelajaran apresiasi drama mementingkan aspek apresiasi yang lebih besar dibandingkan dengan aspek kognitif siswa tentang drama. Dalam apresiasi, siswa tidak hanya tahu tentang drama, tetapi ia (siswa) mempunyai minat dan mampu merespon bahkan menaruh penghargaan terhadap drama. Pengajaran apresiasi drama meliputi apresiasi terhadap naskah dan terhadap pementasan. Namun, hal yang memungkinkan dapat diajarkan di kelas adalah apresiasi naskah drama, berdasarkan dari hal itu kemudian siswa mampu mengapresiasi naskah yang ia (siswa) baca atau yang mereka buat untuk kemudian mereka gubah dalam bentuk pementasan atau latih akting.
6 Dalam setiap pelakasanaan pembelajaran di kelas pasti terdapat problematika yang menjadikan pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kendala atau hambatan berasal dari faktor intern maupun ekstern. Seperti di jelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa faktor intern berasal dari diri guru dalam mengajar dan siswa pada saat mengikuti pembelajaran. Pada faktor ekstern berasal dari sarana dan prasarana yang ada dalam menunjang pelakasanaan pembelajaran. Begitu pula dalam pembelajaran apresiasi drama. Berdasarkan kondisi pembelajaran drama sebagaimana telah dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk mencoba meneliti bagaimanakah gambaran atau apa yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Dengan penelitian yang bersifat studi kasus, peneliti ingin mengetahui bagaimana proses kegiatan pembelajaran drama yang dimulai dari tahap persiapan sebelum pelakasanaan pembelajaran, tahap pelakasanaan pembelajarana, dan kendala atau hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan juga upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di SMA Negeri 4 Surakarta, secara lebih terperinci dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010? 3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010? 4. Upaya apa saja yang ditempuh oleh guru untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?
7
C. Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010? 2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010? 3. Mendeskripsikan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010? 4. Mendeskripsikan upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Hasil dari penilitian yang hendak dilakukan diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan khususnya dalam hal pembelajaran drama di SMA. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Sebagai pengembangan secara lengkap potensi dan kreativitas dalam diri peneliti terkait dengan aspek pembelajaran drama dan sekaligus dapat menjadi bahan perbandingan dalam kenyataan di lapangan. b. Bagi Guru Memberikan gambaran mengenai pembelajaran apresiasi sastra, pada drama khususnya sehingga dapat menjadi alternatif pemecahan masalah dan
memunculkan
kreativitas
serta
inovasi
dalam
pelaksanaan
pembelajaran. c. Bagi Sekolah Memberi masukan dan pertimbangan demi upaya meningkatan mutu pembelajaran apresiasi sastra, khususnya pada drama.
8 d. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti lain lebih lanjut
sehingga
bermanfaat
bagi
perkembangan
pembelajaran apresiasi sastra, pada drama khususnya.
dan
kemajuan
BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teoretis 1. Hakikat Drama a. Pengertian Drama Kata drama berasal dari bahasa Greek, dalam hal ini berasal dari kata kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. Namun, ada juga pendapat istilah drama berasal dari termologi Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak atau beraksi. Herman J. Waluyo (2002: 1), mengungkapkan bahwa drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia. Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada (Melani Budianta, 2002: 95). Atar Semi (2000: 156) mengemukakan bahwa drama cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Di mana kita dapat melakukan tiruan dengan mudah tentang sesuatu hal dalam kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan cerita, hal tersebut akan menimbulkan kesan atau reaksi dari penonton. Drama adalah salah satu jenis karya yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan, sedangkan Panuti Sudjiman (2000: 22) berpendapat bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan panggung. Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki ciri tersendiri yang membedakan dengan karya sastra yang lain. yaitu dalam naskahnya didominasi dengan dialog-dialog antar pemeran atau tokoh. Drama adalah sebuah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud untuk
9
10 dipentaskan para aktor. Adapun unsur-unsur
pembantu sebuah drama dalam
pementasan adalah sebagai berikut: 1) Babak
: bagian dari suatu lakon drama
2) Adegan
: bagian dari suatu babak
3) Prolog
: kata pendahuluan sebagai pengantar suatu lakon
4) Monolog : percakapan seorang pelaku dengan dirinya 5) Dialog
: percakapan antar pelaku dalam pementasan
6) Epilog
: kata penutup yang mengakhiri suatu lakon
7) Mimik
: ekspresi (gerak-gerik) air muka pelaku untuk memberikan
gambaran emosi 8) Pantomim : ekspresi anggota tubuh untuk menggambarkan emosi pelaku. Selain didominasi oleh cakapan langsung (dialog antartokoh), lazimnya sebuah
karya
drama
juga
memperlihatkan
adanya
semcam
petunjuk
pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh pelaku atau tokoh (Melani Budianta, 2002: 97). Penjelasan menegenai drama, maka istilah drama akan berhadapan dengan dua kemungkinan yaitu drama naskah dan drama pentas (Herman J. Waluyo, 2006: 2). 1) Drama Naskah Drama naskah merupakan dasar dari telaah drama. Drama naskah dapat dijadikan bahan studi sastra, dapat dipentaskan, dan dapat dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang dijajarkan dengan puisi dan prosa. Sebagai karya sastra, bahasa drama adalah bahasa sastra karena itu bersifat konotatatif juga dimiliki. Pemakaian lambang kiasan, irama, pemilihan kata yang khas, dan sebagai berprinsip sama dengan karya sastra yang lainnya. Dalam pementasan drama banyak menggunakan dialog-dialog, maka bahasa drama tidak selalau puitis dan lebih cair
11 daripada bahasa prosa. Sebagai potret atau tiruan kehidupan, dialog drama banyak berorientasi pada dialog yang hidup. Hasanudin WS (2009: 71) menyebutkan bahwa sebagai genre sastra, secara umum dapatdikatakan drama mendekati atau bahkan dapat diidentifikasi dengan fiksi. Pada umumnya rumusan tentang keidentikan ini diperoleh dari penelusuran tantang bagaimana unsur cerita atau peristiwa yang dihadirkan oleh pengarang. Naskah drama yang ditulis dimungkinkan bersifat komunikatif dan bahasanya adalah bahasa yang hidup dalam masyarakat, bahasa speech-act. Nilai literel memang tidak boleh ditinggalkan, tatapi sifat komunikatif harus diperhatikan. 2) Drama Pentas atau Teater Karya drama adalah karya pentas, maksudnya bahwa drama sebagai karya sastra akan memiliki arti atau nilai setelah melewati tahap pementasan. Dengan pementasan maka drama sebagai karya seni eksistensinya menjadi sempurna. Dengan dipentaskan, dialog yang ada akan menjadi hidup. Dialog harus diperankan dengan didukung oleh olah vokal yang prima, jelas, fasih, intonasi dan penjedaan yang tepat serta didukung dengan acting yang ekspresif. Pementasan drama merupakan visualisasi dan konkretisasi cerita sehingga keindahan drama dapat dinikmati dengan segenap perasaan dan pancaindera. Dengan pementasan drama dapat dapat dilatih kan kemampuan praktik kemampuan berbahasa siswa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, tata rias, dan sebagainya ( Heman J. Waluyo, 2006: 2) Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa drama adalah bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pemain dan penonton sehingga sangat digemari oleh masyarakat dan drama merupakan sebuah bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan dalam orang banyak. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang
12 diproyeksikan di atas pentas dan konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri, juga merupakan potret kehidupan. b. Struktur Naskah Drama Dalam memerankan drama dengan baik, setiap pemeran harus memahami naskah drama. Untuk mampu memahami naskah drama dibutuhkan pemahaman dan analisis struktural naskah drama yang unsur-unsurnya saling terkait dan terjalin membentuk satu kesatuan. Herman J. Waluyo (2002: 136) menyatakan bahwa cerita rekaan adalah wacana yang dibangun oleh beberapa unsur yang membentuk satu kesatuan, kebulatan dan regulasi diri atau membangun struktur. Unsur-unsur tersebut bersifat fungsional, maksudnya dicipta oleh pengarang untuk mendukung maksud secara keseluruhan, dan maknanya ditentukan oleh keseluruhan cerita. Lebih lanjut Herman J. Waluyo (2006: 8-29) menjelaskan bahwa unsur-unsur penting yang membentuk sebuah struktur naskah drama, yaitu: (1) penokohan, (2) alur (plot), (3) latar (setting), (4) tema, (5) amanat, dan (6) cakapan (dialog dan monolog) 1) Penokohan Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 165). Antara tokoh dan perwatakannya memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Berdasarkan peranannya dalam lakon dan fungsinya, terdapat tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu. Menurut Bakdi Soemanto (dalam Suranto, 2006: 3) tokoh (penokohan) adalah unsur yang penting di dalam sebuah karya drama karena di samping menjadi materi utama untuk menciptakan plot, tokoh juga merupakan sumber action dan percakapan. Panuti Sudjiman (2000: 79) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau kejadian di dalam sebuah cerita. Penokohan adalah masalah bagaimana watak tokohtokoh tersebut di dalam suatu karya sastra. Ada pebedaan makna antara tokoh dan penokohan. Tokoh berarti individu yang mengalami peristiwa, sedangkan
13 penokohan adalah proses menampilkan individu tersebut di dalam sebuah cerita. Menurut Atar Semi (2000: 39-40) ada dua macam teknik memperkenalkan tokoh dan perwatakan dalam karya fiksi, yaitu: (a) secara analitik, adalah pengenalan watak tokoh dengan cara pengarang memaparkan watak atau karakter tokoh secara langsung. Pengarang secara langsung menyebutkan tokoh tertentu berwatak keras hati, penyanyang, lembut atau romantis. (b) Secara dramatik, yaitu penggambaran watak tokoh dengan tidak dipaparkan secara langsung, tetapi melalui pilihan nama tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, melalui dialoga antar tokoh, dan sebagainya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan atau perwatakan adalah suatu teknik bagaimana menampilkan tokoh-tokoh dan bagaimana mengembangkan dan membangun watak tokoh-tokoh tersebut di dalam sebuah cerita rekaan (termasuk drama). 2) Alur atau Plot Herman J. Waluyo (2006: 8) menjelaskan bahwa alur atau plot merupakan jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan (protagonis dan antagonis) dan merupakan hubungan sebab akibat. Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tipe kejadian itu dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan peristiwa lain (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 113). Panuti Sudjiman (2000: 4) mengatakan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa alur atau plot adalah kontruksi, bagan, skema, atau pola rentetan peristiwa yang terjadi dari awal sampai akhir untuk mencapai efek tertentu, yang pautannya diwujudkan oleh hubungan waktu dan hubungan sebab akibat yang direka dan dijalin dengan seksama dari konflik antar tokoh-tokoh yang berlawanan sehingga menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan merupakan jalan utuh cerita yang menyebabkan pembaca atau penonton tegang dan ingin tahu.
14 Dalam karya sastra terdapat beberapa macam alur yang dapat dilihat setelah kita menikmatinya. Sudiro Satoto (2001: 53-54) mengemukakan bahwa ada beberapa jenis alur, yaitu: (1) alur menanjak (rising plot), (2) alur menurun (falling plot), (3) alur maju (progressive plot), (4) alur mundur (regressive plot), (5) alur lurus (straigt plot), (6) alur patah (break plot), (7) alur sirkule (circular plot), (8) alur linear (linear plot), (9) alur episodik (episodic plot). 3) Latar atau Setting Panuti Sudjiman (2000: 48) menyatakan bahwa setting atau latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam suatu karya sastra. Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat, ruang, dan waktu. Menurut Sudiro Satoto (dalam Suranto, 2006: 45) istilah setting atau latar dalam arti yang lengkap meliputi aspek ruang dan waktu terjadinya peristiwa. Latar mencakup aspek penting, yaitu: (1) aspek ruang; (2) aspek waktu; dan (3) aspek suasana. Lebih rinci, Herman J. Waluyo (2002: 197) menjelaskan bahwa setting atau latar berkaitan dengan waktu dan tempat pencritaan. Waktu dapat berarti siang atau malam, tanggal, bulan, dan tahun. Dapat pula berarti lama berlangsungnya cerita. Aspek tempat dalam nashkah drama, kadang meliputi tempat yang luas atau kecil, seperti sebuah ruangan, taman, kota, daerah negara, dunia, atau bahkan mengambil latar di khayangan atau sebuah negeri antah berantah yang tidak pernah ada di dunia. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah sebuah media cerita untuk melukiskan berlangsungnya sebuah peristiwa atau kejadian, baik menyangkut ruang, tempat, ataupun waktu. 4) Cakapan atau Dialog Cakapan merupakan hal yang penting dan mendominasi dalam sebuah drama, sehingga menjadi ciri khas dan membedakan drama dengan genre sastra lainnya. Kata cakapan dengan maksud adalah berbicara atau omongan. Sudiro Satoto (2001: 63) menyatakan ada bermacam-macam cakapan atau
15 dialog dalam drama, yaitu: (1) monolog, adalah berbicara seorang diri, dengan membicarakan hal-hal yang lampau. Monolog dibedakan menjadi sampingan dan soliloquy. Sampingan adalah berbicara seorang diri tetapi ditujukan kepada pembaca atau penonton, sedangkan sosiloquy adalah berbicara seorang diri membicarakan hal-hal yang akan datang; (2) dialog, yaitu percakapan yang melibatkan dua tokoh atau lebih. Ciri khas suatu drama adalah naskahnya yang berbentuk percakapan atau dialog. Ragam bahasa dalam dialog adalah bahasa lisan yang komunikatif dan mencerminkan percakapan sehari-hari. Di samping dalam hal ragam, masalah diksi juga harus diperhatikan. Dialog harus bersifat estetis dari segi bahasa. Terkadang juga dituntut agar bersifat filosofis atau puitis. Dialog juga harus hidup, artinya mewakili tokoh yang dibawakan. 5) Tema Herman J. Waluyo (2006: 24) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan sudut pandang atau point of view. Sudut pandang sering dihubungkan dengan peran pengarang dalam cerita. Sudiro Satoto (2001: 34) menjelaskan bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik terungkap secara tersurat maupun tersirat. Tema dalam drama memiliki kedudukan yang sangat penting, karena tema menjadi dasar pengarang untuk menciptakan sebuah karya sastra. Pada saat menulis sebuah drama, seseorang tentu telah memiliki ide, gagasan, atau persoalan tertentu yang akan disampaikan kepada pembaca atau penonton. Berdasar dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan tema adalah ide, gagasan, atau persoalan tertentu yang dijadikan dasar cerita dan ditentukan oleh pengarang. Tema di dalam suatu karya sastra dapat diungkapkan oleh pengarang secara langsung maupun tidak langsung, eksplisit maupun implisit. 6) Amanat Amanat biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran yang hendak disampaikan kepada pembaca atau
16 penonton (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 321). Herman J. Waluyo (2006: 29) menjelaskan bahwa amanat biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis. Dengan demikian, karya sastra yang jelek sekali pun akan memberikan manfaat kepada kita, jika kita mampu memetik manfaatnya. Sedangkan Sudiro Satoto (dalam Suranto, 2006: 35) mengatakan bahwa ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pihaknya disebut amanat. Pendapat senada diungkapkan oleh Panuti Sudjiman (2000: 5) yang menyatakan bahwa pesan yang ingin disampaikan pengarang itulah yang disebut amanat. Dari beberapa penjelasan di atas mengenai amanat, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan amanat adalah sesuatu yang menjadi pendirian, sikap, atau pendapat pengarang mengenai inti persoalan yang merupakan pesan moral yang ingin disampaikan pengarang kepada publik. c. Jenis-Jenis Drama Pembagian jenis drama berdasarkan pada jenis sterotip manusia dan tanggapan manusisa terhadap hidup dan kehidupan (Herman J. Waluyo, 2006: 39). Drama dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: (1) tragedi (duka cita), (2) melodrama, (3) komedi (drama ria), dan dagelan. 1) Tragedi Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar dan agung. Tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana yang besar. Dengan kisah tentang bencana ini, pengarang naskah mengharapkan agar penonton memandang kehidupan secara optimis. Kenyataan hidup yang dilukiskan berwana romantis atau idealis, sebab itu lakon yang dilukiskan sering kali mengungkapkan kekecewaan hidup karena mengharapkan sesuatu yang sempurna atau yang paling baik di dunia ini. 2) Melodrama Melodrama adalah lakon yang sentimentil, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti tragedi). Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seeorang seringkali merendahkan
17 martabat orang tersebut, karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan perasaannya. 3) Komedi Drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak dan bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagian yaitu disebut drama komedi. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi hanya untuk menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Nilai dramatik dari komedi masih tetap dipelihara. Hal ini berbeda dengan dagelan (farce) yang mudah mengorbankan nilai dramatik dari lakon demi kepentingan mencari kelucuan. Drama komedi ditampilkan tokoh yang tolol, konyol, atau tokoh bijaksana tetapi lucu. 4) Dagelan Dagelan (farce) disebut juga banyolan. Seringkali jenis drama ini disebut dengan komedi murahan atau komedi picisan. Seering pula disebut tontonan konyol atau tontonan murahan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan, alurnya tersusun berdasarkan arus situasi dan tidak berdasarkan arus situasi, tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembang cerita sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Jika melodrama berhubungan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan dengan komedi. 2. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama a. Pengertian Pembelajaran Sebelum mengetahui definisi pembelajaran, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian belajar. Pembelajaran berasal dari kata "belajar" mendapat imbuhan pe- an. Kata belajar berarti suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Imbuhan pean dapat berarti proses atau hal. Jadi, pembelajaran berarti proses membelajarkan siswa (Slameto, 2003: 2). Menurut Ausubel (dalam Martins Yamin, 2007: 102) belajar merupakan proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
18 dalam struktur kognitif seseorang. Sedangkan menurut Martins Yamin (2007: 104) belajar merupakan kegiatan yang membawa manusia pada perkembangan pribadi
yang
seutuhnya,
meliputi
perkembangan
kognitif,
afektif,
dan
psikomotorik. Istilah pembelajaran memiliki makna yang berbeda dengan istilah pengajaran. Brown H. Douglas (2000: 7) mengemukakan bahwa pembelajaran (learning) adalah pemerolehan pengetahuan tentang suatu hal atau keterampilan melalui belajar pengalaman, sedangkan pengajaran (teaching) adalah upaya untuk membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu, memberikan pengajaran, membantu dalam menyelesaikan sesuatu, memberi pengetahuan, dan membuat seseorang menjadi mengerti. Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang komponennya bekerja sama sejak awal kegiatan sampai dengan kegiatan berakhir. Pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dan bernalar, mempertajam kepekaan sosial dan kepekaaan perasaan siswa, menikmati dan menghayati keindahan bahasa melalui karya-karya sastra. Hendaknya pembelajaran yang terjadi dapat dipersisapkan dan dilaksanakan dengan sungguhsungguh agar tujuan dari setiap pembelajaran mencapai hasil akhir yang memuaskan. Oemar Hamalik (2001: 57) menuturkan bahwa pembelajaran adalah susunan unsur-unsur meliputi: manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dan berkombinasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai ciri khas, yaitu: (1) aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri pelajar individu yang belajar, baik aktual ataupun potensial; (2) perubahan itu pada pokoknya didapatkan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama; (3) perubahan itu terjadi karena usaha (Gino dkk, 2000:15). Mulyasa (2003: 100) mengatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut terdapat banyak faktor dan unsur yang mempengaruhi, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Unsur-unsur
19 saling menyatu atau berkombinasi membentuk sebuah proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Situasi yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan secara optimal adalah situasi, di mana siswa mampu berinteraksi dengan guru dan faktor intern lain yang telah diatur dalam rangka tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran melibatkan komponenkomponen. Adapun yang dimaksudkan dengan komponen tersebuat antara lain: 1) Guru Guru adalah pihak yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajarmengajar, sebagai mediator antara siswa dengan materi, dan peran lainnya yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan belajar-mengajar yang efektif. Guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam kegiatan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti,
mengembangkan,
mengelola,
dan
memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut diuraikan bahwa sebagai tenaga profesional yang memiliki kualifikasi, peranan guru dalam pendidikan, diantaranya: sebagai fasilitator, sebagai pembimbing, sebagai evaluator, sebagai inovator, dan sebagainya (Oemar Hamalik, 2001 : 9). Peran guru di atas juga selaras dengan pendapat Hadi (2005 : 23) yang secara ringkas mengelompokkan tugas seorang guru pada dasarnya meliputi tiga hal, yakni: (1) tugas edukasional (mendidik), (2) tugas instruksional
(mengembangkan
kemampuan
afektif,
kognitif,
dan
psikomotorik), dan (3) tugas managerial (mengelola kelas dan kegiatan belajar). 2) Siswa Siswa adalah pihak yang bertindak sebagai penerima, pencari, dan penyimpan materi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa dituntut beperan lebih aktif dalam proses pembelajaran dan tidak diharapkan hanya sekedar menerima, menurut, dan pasrah terhadap segala materi yang diberikan.
20 Setiap siswa mempunyai kebutuhan dan minat yang berbeda-beda. Dalam pembelajaran drama bahan ajar dan penyampaian sedapat mungkin disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa. Segala sesuatu yang menarik dan dibutuhkan siswa tentu akan menarik perhatian siswa tersebut. Dengan demikian, siswa akan bersungguh-sungguh dalam belajar. Minat merupakan sesuatu yang menjadikan anak didik tertarik dalam proses belajar. Untuk menarik minat siswa, dapat dilakukan dengan memilih media dan metode yang sesuai sehingga menjadikan anak lebih tertarik dalam proses pembelajaran. Misalnya, dapat dilakukan dengan mengajak siswa untuk belajar di luar kelas dan penggunaan media yang berwarna. Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Oemar Hamalik (2001: 86-87) mengungkapkan bahwa motivasi belajar dapat bersumber dari dalam diri siswa sendiri berdasarkan kebutuhan, dorongan, dan kesadaran pada tujuan belajar. Motivasi ini disebut motivasi intrinsik. Motivasi belajar dapat juga tumbuh berkat rangsangan atau tekanan dari luar, misalnya hadiah, ganjaran, tekanan, yang disebut dengan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi ini berdaya guna dalam proses belajar dan sangat berpengaruh terhadap tujuan pembelajaran. 3) Tujuan Tujuan adalah pernyataan tentang perubahan tingkah laku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada hakikatnya mempelajari sastra adalah mempelajari tentang hidup dan kehidupan. Melalui karya sastra manusia akan memperoleh gizi batin sehingga sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya dapat tercerahkan lewat kristalisasi nilai yang terkandung dalam karya sastra. Pembelajaran sastra pada hakikatnya adalah upaya untuk menanamkan pada anak didik rasa
21 cinta dan peka terhadap sastra sehingga kelak setelah anak didik dewasa maka dewasa pula ia dalam kegemaran, kemampuan penangkapan (apresiasi) dan penilaian terhadap nilai-nilai sastra. Dengan demikian pengajaran sastra itu tidak hanya mempunyai aspek-aspek latihan teori dan praktik, tetapi mempunyai pembentukan nilai watak dan sikap, di samping unsur-unsur kesenangan dan kenikmatan artistik. 4) Materi Materi adalah merupakan segala bentuk informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Materi dalam pembelajaran berhubungan dengan isi yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. B. Rahmanto (1998: 27-33) menyebutkan tiga aspek yang tidak boleh dilupakan jika ingin memilih bahan pembelajaran sastra, yaitu: (a) bahasa, agar pengajaran sastra dapat berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan
keterampilan
khusus
untuk
memilih
bahan
pengajaran yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa; (b) psikologis, dalam memilih materi pengajaran sastra hendaknya guru memperhatikan tahap ini karena sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini sangat besar pengaruhnya bagi daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkina pemecahan masalah yang dihadapi; dan (c) latar belakang budaya, masalah-masalah yang ditampilkan oleh suatu karya seyogyanya mendekati dengan apa yang dihadapi oleh para siswa dalam kehidupan sehari-hari. 5) Metode dan Model Pembelajaran Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Dalam usaha pemudahan ini guru memerlukan cara-cara (metode) tertentu. Guru yang baik, pada umumnya, selalu berusaha untuk menggunakan metode mengajar yang paling efektif, dan memakai alat/media yang terbaik (Sri Utari Subyakto-Nababan, 2003: 5).
22 Winarno Surakhmad (1994: 131) menyatakan bahwa metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mecapai tujuan. Dengan kata lain, metode dalam hal ini adalah cara yang digunakan untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang baik tentunya diperlukan suatu cara yang efektif dan efisien sehingga ketercapaian pembelajaran yang baik dapat terealisasikan. Pada kurikulum KTSP guru diberikan kebebasan untuk memanfaatkan berbagai
macam
metode
dan
model
pembelajaran.
Guru
perlu
memanfaatkan berbagai macam metode pembelajaran yang dapat membangkitkan minat, perhatian, dan kreativitas peserta didik, seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi. Selain metode, penggunaan model pembelajaran yang sesuai akan menjadikan pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan. Model pembelajaran CTL, kooperatif, dan quantum merupakan beberapa alternatif model pembelajaran PAIKEM yang dapat diterapkan oleh guru. Trianto (2007: 103-104) pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu (1) konstruktivisme (constructivism), (2) inkuiri (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian outentik (authentic assessment). Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu bentuk pembelajaran di mana siswa diharapkan mampu belajar dalam kelompok kecil yang mempunyai kemampuan berbeda. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan mengeluarkan pendapat dalam kegiatan belajar-mengajar (Trianto, 2007: 41).
23 Model pembelajaran quantum berorientasi pada penciptaan pola interaksi pembelajaran yang efektif. Beberapa cara yang dilakukan dengan quantum learning, yakni: berpartisipasi dengan cara mengubah keadaan kelas dari yang semula biasa menjadi kelas yang menarik; memotivasi dan menumbuhkan minat siswa dengan menerangkan kerangka rancangan yang dikenal. 6) Media Media yakni alat atau bahan yang digunakan untuk menyampaikan materi atau informasi pada siswa. Media tersebut dapat berupa media elektronik maupun nonelektronik. Media yang digunakan oleh guru bisa audio, visual, maupun audio-visual. Media pada umumnya berfungsi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi komunikasi dalam proses belajar mengajar. Selain itu, dengan adanya penggunaan media diharapkan akan menarik minat siswa dalam belajar. Media pembelajaran merupakan media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Wina Sanjaya (2008: 175) menjelaskan bahwa media dalam proses pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu untuk mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Penentuan media pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kondisi lingkungan. Suatu media yang digunakan tidak mungkin cocok untuk semua siswa. William Burton (dalam Moh. Uzer Usman, 2005: 32) memberikan petunjuk bahwa dalam memilih media yang akan digunakan dalam pembelajaran, hendaknya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok. b. Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan. c. Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa terlebih dahulu. d. Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya, seperti dengan diskusi, analisis, dan evaluasi.
24 e. Sesuai dengan batas kemampuan biaya. Media
pendidikan
merupakan
alat
komunikasi
untuk
lebih
mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian, media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan, yang bersifat melengkapi demi berhasilnya proses pembelajaran di sekolah. Kehadiran media
dalam
proses
pembelajaran
sastra
harus
menunjang
keberlangsungan pola pikir, berbicara, dan bertanya siswa. Sesuai dengan kondisi pendidikan di Indonesia, guru diharapkan secara kreatif dan mempunyai daya inovatif untuk mengembangkan, mendayagunakan imajinasinya untuk memilih media yang ada serta menciptakan dan mengembangkan
media
yang
baru
sehingga
dapat
menciptakan
pembelajaran sastra yang aktif, kreatif, efektif, dan juga menyenangkan. 7) Evaluasi Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui tingkat keberhasilan dan kegagalan tujuan yang telah ditetapkan. Oemar Hamalik (2001 : 30) mengungkapkan bahwa aspoek-aspek yang dinilai dalam evalusi didasarkan pada, tujuan yang hendak dicapai dan kemampuan apa yang hendak dikembangkan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan). Mengenai pembelajaran, disebutkan bahwa istilah pembelajaran sama dengan instruksi atau pengajaran mempunyai arti yaitu cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan. Jadi, pengajaran dapat pula disamakan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru (dalam Gino dkk, 2000: 30). Dapat disimpulkan yaitu pengajaran dan pembelajaran merupakan dua hal yang pada hakikatnya sama, meski istilah yang digunakan tidak sama. Saiful Sagala (2007 : 61) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Dalam proses pembelajaran seorang guru dituntut untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki
25 siswa baik meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan kesiapan seorang guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah perpaduan antara guru dan siswa yang terkemas dalam sebuah interaksi aktif dengan mengoptimalkan faktor internal maupun eksternal untuk mencapai tujuan pembelajaran berupa perubahan yang dialami oleh peserta didik, perubahan itu meliputi aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. b. Pengertian Apresiasi Kata “apresiasi” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “apreciatio” yang berarti “menghargai”. Dalam bahas “menyadari,
memahami,
dan
menilai”,
Inggris “appreciate” berarti
memiliki
makna
“penghargaan,
pemahaman, dan penghayatan”. Kata apresiasi dalam bahasa Indonesia memilliki makna yang sejajar dengan kata apreciato (Latin), dan appreciation (Inggris) tersebut. Apresiasi sastra berarti berusaha menerima karya sastra sebagai sesuatu yang layak diterima dan menerima nilai-nilai sastra sebagai suatu kebenaran. Dalam konteks yang lebih luas, apresiasi menurut Gove (dalam Suranto, 2006: 48) mengandung makna: (1) pengenalan melalui perasaan dan kepekaan batin; dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan oleh pengarang. Herman J. Waluyo (2003: 44) menjelaskan bahwa apresiasi biasanya dikaitkan dengan kegiatan seni. Apresiasi puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan puisi, yaitu mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi, mendeklamasikannya, dan menulis resensi puisi. Dengan demikian, apresiasi drama berkaitan
dengan
kegiatan
memahami, menghargai,
menghayati,
mendengarkan, membaca, menyaksikan, memerankan, dan bahkan mementaskan drama serta membuat resensi drama.
26 Pada pihak lain, Squire dan Taba (dalam Suranto, 2006: 48) berpendapat bahwa suatu proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti; (1) aspek kognitif, berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca atau penikmat dalam memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif; (2) aspek emotif, berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca atau penikmat dalam upaya menghayati unsurunsur keindahan dalam karya sastra yang dibaca atau yang ditonton. Selain itu, aspek emosi sangat berperan dalam memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif; (3) aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik buruk, indah tidak indah, sesuai tidak sesuai, serta jumlah ragam lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal dimiliki pembaca atau penikmat. Keterlibatan unsur penilaian dalam hal ini masih bersifat umum, sehingga setiap apresiator yang telah mampu merespon teks sastra yang dibaca sampai pada tahap pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga mampu mengadakan penilaian. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa apresiasi drama adalah memahami, menghayati, menghargai karya drama dengan jalan mendengarkan, membaca, menyaksikan, memerankan, mementaskan drama serta membuat resensi drama. Abdul Rozak Zaidan (dalam Herman J. Waluyo, 2003: 44) menjelaskan bahwa syarat untuk mengapresiasi sastra adalah kepekaan batin terhadap nilainilai karya sastra, sehingga seseorang dapat: (1) mengenal; (2) memahami; (3) mampu menafsirkan; (4) mampu menghayati; (5) dapat menikmati karya sastra tersebut. c. Pengertian Apresiasi Drama Herman J. Waluyo (2003: 44) menjelaskan bahwa apresiasi biasanya dikaitkan dengan kegiatan seni. Apresiasi drama berkaitan dengan kegiatan memahami, menghargai, menghayati, mendengarkan, membaca, menyaksikan, memerankan, dan bahkan mementaskan drama serta membuat resensi drama. apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Apresiasi sastra adalah penaksiran
27 kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis. Dalam mengapresiasi drama diperlukan kecerdasan, kehalusan perasaan, dan daya khayal yang cukup lincah. Demikan juga untuk mementaskannya. Hal itu disebabkan kita harus menangkap makna drama dari dilog-dialog yang kadang-kadang menggunakan bahasa yang bukan bahasa sehari-hari, bahkan kadang-kadang dengan bahasa yang berkadar estetika atau filosofis tinggi (Herman J. Waluyo, 2002: 194). Fowler (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 202) menjelaskan bahwa apresiasi drama, khususnya pementasan drama dan prosa dapat dibagi atas empat tingkat apresiasi, yaitu: 1) Pembaca yang telah dapat merasakan karya sastra itu sebagai sesuatu yang hidup, dengan pelakunya-pelakunya yang mengagumkan. Mereka telah dapat terbawa dalam cerita atau drama yang sedang dibacanya, yang sering diiringi dengan tertawa, menangis, membeci seseorang pelaku dan sebagainya. Jadi, mereka telah menggemari karya yang dibaca atau ditontonnya. 2) Pembaca drama yang telah dapat melihat dalamnya perasaan manusia atau jika mereka telah dapat mengungkapkan rahasia kepribadian para pelaku suatu drama telah selangkah lebih maju dari pembaca di atas. Pada tingkat ini pembaca drama tidak saja minikmati kejadiankejadian dalam drama secara badaniah, tetapi lebih banyak pada apa yang terjadi dalam pikiran pelaku, tingkat ini juga dinamakan tingkat menikmati. 3) Pembaca drama yang telah dapat membandingkan satu drama dengan yang lain dapat memberi pendapatnya mengenai satu karya, telah dapat membaca karya yang lebih sulit dengan kenikmatan. Tingkat ini dapat dikatakan tingkat ketiga apresiasi drama, di mana telah dapat reaksi. 4) Pada tingkat keempat apresiasi drama, pembaca telah dapat melihat keindahan susunan dialog, setting simbolis pemakaian kata-kata yang berirama yang disajikan oleh sastrawan. Mereka telah mampu memberi
28 respon pada daya sastra yang merangsang mereka berpikir, diteruskan dengan memberi respon pada seni yang disajikan sastrawan dan juga mereka telah dapat menghasilkan karya sendiri. Tingkat ini disebut tingkat kreatif. Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa apresiasi drama adalah memahami, menghayati, menanggapi, dengan jalan mendengarkan, menyaksikan, memerankan, mementaskan drama, serta membuat resensi drama dalam rangka menilai dan menghargai karya drama tersebut. Kegiatan apresiasi drama ini menyebabkan seseorang memahami drama secara mendalam, mampu merasakan apa yang ditulis oleh dramawan (penulis naskah drama), mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung di dalam drama, menghargai drama sebagai karya seni dengan kekurangan dan kelebihannya. d. Strategi Pembelajaran Apresiasi Drama Pelaksanana pembelajaran akan menjadi semakin mudah apabila mengunakan strategi tertentu dalam penyampaian materi, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Strategi pembelajaran drama yang menjadi patokan pembahasan adalah strategi pembelajan yang berkaitan (1) strategi pembelajaran teks drama dan (2) strategi pembelajaran drama pentas. Pada strategi bagian strategi pembelajaran teks drama akan diuraikan strategi yang berbentuk: a) strategi Stratta, b) langkah-langkah penyajian, c) strategi induktif model Taba, d) strategi analisis, e) strategi sinektik (model Gordon), f) role playing (bermaian peran), g) simulasi. Pada bagian strategi pembelajaran diuraikan strategi yang berbentuk: a) pementasan drama di kelas, b) pementasan drama oleh teater sekolah, c) teknik pembinaan apresiasi drama, dan d) catatan tambahan tentang pemilihan materi. 1) Strategi Pembelajaran Teks Drama a) Strategi Stratta Strategi ini diciptakan oleh oleh Lesli StrattaI dan dapat diterapkan untuk drama dan prosa fiksi. Wardani (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 186) menjelaskan bahwa di dalam Strategi Stratta ada tiga tahap pembelajaran, yaitu; (1) tahap penjelajahan, pada tahap ini di dalam
29 pengajaran
drama,
guru
harus
memberikan
rangsangan
untuk
mempersiapkan siswa untuk membaca atau menonton suatu drama; (2) pada tahap interprestasi, hasil bacaaan atau tontotnan mereka (siswa) didiskusikan dengan pertanyaan-pertanyaan menggali oleh guru, mengenai kesan mereka, tokoh, latar, watak, dan lain-lain; (3) pada tahap rekreasi, guru melatih siswa membaca peran-peranya dan mencoba mementaskan kalau dapat. Kegiatan ini dapatr dilakukan dalam kelas tatap muka atau dan dilanjutkan di luar kelas sebagai tugas terstruktur. b) Langkah-langkah Penyajian Sebelum guru melaksanakan kegiatan pembelajaran drama di kelas harus melakukan persiapan terlebih dahulu. Persiapan tersebut antara lain persiapan memilih bahan yang cocok dalam mengajar dan persiapan guru sebelum membawa bahan tersebut di kelas, supaya dalam pelaksanaan mengajarnya dapat terlaksana dengan baik seperti melakukan penjajagan terlebih dahulu terhadap bahan yang akan diajarkan dan siswa yang diajar, interprestasi yang dimaksudkan untuk membandingkan pemahaman atau pendapat siswa mengenai drama dengan pendapat yang terdapat dari buku materi, rekreasi ini adalah tingkat pelaksanaan atau praktik bermain drama. c) Strategi Induktif Model Taba Strategi ini dikemukaan oleh Hilda Taba. Model pengajarannya bersifat induktif dan biasanya strategi ini cocok untuk bagi pembahasan sastra. Data-data sastra langsung diteliti oleh siswa, kemudian diadakan penyimpulan-penyimpulan.
Hilda
Taba
mengembangkan
model
pengajaran yang berorientasi pada pengolahan orientasi. Adapun langkahg-langkahnya yaitu, (1) pembentukan konsep, meliputi mendaftar data, mengklasifikasikan, dan memberi nama, (2) penganalisasian data, meliputi menafsirkan, membandingkan, dan menyimpulkan, (3) penerapan prinsip, meliputi menganalisa, membuat hipotesis, menerangkan, dan memeriksa hipotesis.
30 d) Strategi Analisis Strategi ini menitikberatkan pada proses analisis terhadap tema sebagai hasil akhir, setelah penokohan, plot, hubungan sebab akibat, dan sebagainya, yang kemudian disusul dengan pemahan hal atau unsur yang abstrak dari naskah drama. Strategi analisis di dalam kelas, menurut Wardhani (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 193) menempuh tiga langkah, yaitu sebagai berikut. (1) Membaca secara keseluruhan yang menimbulkan kesan pertama bagi siswa, dimana mungkin akan timbul kesan yang berbeda-beda. (2) Analisis, yang akan menimbulkan kesan yang lebih objektif. (3) Memberikan pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara respon yang sebjektif dari siswa dengan analisis yang objektif yang dilakukan. e) Strategi Sinektik (Model Gordon) Strategi ini dikombinasikan unsur-unsur yang berbeda dan nyata. Strategi tersebut dikembangkan oleh Gordon. Ada tiga langkah dalam metode sintetik ini, yaitu (1) analogi langsung (direct analogy), memerlukan penjajaran problem yang dihayati setelah membaca atau menonton drama secara pararel; (2) analogi personal merupakan hasil dari analogi langsung yang harus dicatat, dianalisis secara personal. Dalam hal ini siswa akan mengidentifikasi masalah yang dibahas. Siswa harus mencoba berpikir dan merasa, bagaimanakah seandainya dia itu penulis drama tersebut; (3) konflik kempaan merupakan hasil dari analisis personal yang akan mempertahankan dua sudut pandangan yang berbeda. Dengan konflik kempaan juga akan ditemukan pengertian atau wawasan baru. f) Bermain Peran Strategi pembelajaran teks drama dengan bermaian peran ini sebetulnya termasuk strategi yang sangat sederhana. Peran dapat diambil dari kehidupan sehari-hari. Sebagaimana dikutip Herman J. Waluyo (2002: 189), Shafel menyebutkan adanya sembilan langkah dalam role playing,
31 yaitu (1) memotivasi kelompok, (2) memilih peran (casting), (3) menyiapkan pengamat, (4) menyiapkan tahap-tahap peran, (5) pemeranan (pentas di depan kelas), (6) diskusi dan evaluasi I (spontanitas), (7) pemeranan (pentas ulang), (8) diskusi dan evaluasi (pemecahan masalah, dan (9) membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Melalui strategi pembelajaran drama role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan. g) Simulasi Dalam pembelajaran drama, strategi simulasi merupakan strategi yang digunakan untuk memberikan kemungkinan kepada siswa agar dapat menguasai suatu keterampilan melalui latihan dalam situasi tiruan. Prinsipprinsip simulasi adalah: (1) harus ada tujuan kegiatan artinya keterampilan berbahasa apa yang harus dikuasai; (2) siswa dibagi dalam kelompokkelompok dengan tugas melakukan simulasi (sama atau beda); (3) penentuan topik dan peran disesuaikan dengan kemampuan bahasa, tingkat sekolah, dan situasi; (4) di samping tujuan pokok, diarahkan tujuan lain baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik; (5) berikan petunjuk tentang peran, situasi, dan pembagian tugas-tugas (Herman J. Waluyo, 2002: 191). 2) Strategi Pembelajaran Drama Pentas Dalam hal pementasan drama, guru dapat berperan sebagai sutradara, akan tetapi dapat sebagai pengaruh. Dalam hal ini guru dibantu oleh pekerja teater yang bertugas melatih aktor/aktris dan memimpin pementasan.
Pementasan
drama
ini
dalam
pelaksanaanya
dapat
diselenggarakan di kelas sebagai bagian dari pengajaran bahasa dan dapat juga sebagai kegiatan ekstrakurikuler berteater. a) Pementasan Drama di Kelas Pementasan drama di kelas dalam kaitannya dengan pelajaran bahasa Indonesia aspek sastra, dapat berupa pementasan satu naskah drama oleh satu kelompok, atau dapat juga beberapa kelompok yang dibentuk dari sebagian atau seluruh siswa di kelas. Pada waktu pementasan setiap
32 kelompok mendapat giliran untuk berpentas, tentu saja dengan naskah drama yang berdurasi pendek. Hal ini dikarenakan dalam pengajaran drama di kelas, alokasi waktu di dalam kelas pun hanya sedikit. Setelah melakukan pementasan, sisa waktu yang tersedia digunakan untuk berdiskusi. Pementasan drama di kelas ini hendaknya tidak dipentaskan di dalam kelas. Hal tersebut dikarenakan ruang kelas tidak sepenuhnya mendukung dalam sebuah pementasan. Aula merupakan salah satu tempat yang ideal untuk melaksanakan sebuah pementasan. Dengan alasan, aula sendiri sudah dirancang untuk sebuah pertunjukan, apabila pementasan dilakukan di dalam ruang kelas tentu akan menggangu kelas yang berada di sekitar kelas tersebut. b) Pementasan Drama oleh Teater Sekolah Herman J. Waluyo (2006: 200) berpendapat bahwa pementasan drama yang dipentaskan oleh teater sekolah sebaiknya naskah yang digunakan berdurasi antara 90 menit sampai 120 menit. Hal tersebut merupakan waktu yang ideal dalam sebuah pementasan teater. Pemilihan naskah yang digunakan dalam pementasan sekolah hendaknya dipilih naskah-naskah yang komunikatif, mudah dipahami, mempunyai konflik kuat, dan atraktif. Apabila naskah yang dibawakan membosankan dan terlalu lama, maka penonton pun akan lebih cepat untuk meninggalkan atau bahkan membuat kegaduhan sendiri. Hal tersebut akan merusak jalannya sebuah pementasan drama. Sebaiknya, apabila pementasan drama yang disajikan terlalu lucu maka efek yang ditimbulkan pun akan kurang baik. Strategi ini akan mudah terlaksana apabila terdapat ekstrakurikuler teater di sekolah. Akan tetapi, setiap sekolah belum tentu mempunyai ekstrakurikuler teater. Keadaan yang seperti ini yang menjadi kendala dalam menggunakan strategi pembelajaran drama pentas. Semua kembali lagi pada kemampuan pengajar untuk mengatai hal-hal seperti ini dan tidak menjadikan hambatan dalam pembelajaran apresiasi drama terhadap siswa.
33 c) Teknik Pembinaan Apresiasi Drama Pembinaan yang dimaksudkan yaitu membina hal yang sudah terlaksana supaya lebih baik dan dapat juga berarti membuat yang belum ada, menyelenggarakan pembinaan. Sulitnya naskah drama dan belum tentu guru bahasa Indonesia mempunyai kemampuan menyutradarai drama, yang menjadikan pembelajaran drama kurang memuaskan. Tanpa pembacaan naskah sendiri oleh siswa dan menonton pertunjukan
drama
sendiri,
maka
pembinaan
sulit
dilaksanakan.
Pembinaan dapat dilakukan berupa (1) pembinaan dan pengembangan apresiasi drama. Dalam pembinaan ini guru dan siswa harus dilengkapi dengan bahan yang serasi untuk kelompok-kelompok yang diajarkan dan menguasai teknik mengajarkan drama dengan baik, serta dapat menyesuaikan teknik dan bahan jika diperlukan. Dengan buku-buku atau naskah-naskah drama yang cukup diberikan oleh guru yang mencintai drama
diharapkan
apresiasi
siswa
akan
berangsur-angsur
dapat
berkembang; (2) aktivitas kelas dan kelompok, guru harus sering-sering membacakan drama dengan nyaring untuk memberi contoh dan sekaligus memperjelas watak pelaku. Pemutaran recorder atau video juga sangat bermanfaat sebagai sarana dalam memberi contoh drama yang baik. d) Catatan Tambahan tentang Pemilihan Materi Pemilihan bahan naskah drama untuk diajarkan harus memenuhi kriteria sebgai berikut. (1) Sesuai dan menarik bagi tingkat kematangan para siswa. (2) Tingkat kesulitan bahasanya sesuai tingkat kemapuan bahasa siswa yang akan menggunkannya. Apabila bahasanya terlalu sulit, maka apresiasi tidak mungkin baik. (3) Bahasanya sedapat mungkin digunakan bahasa yang standar, kecuali kalau cerita memang memasalahkan penggunaan dialek. Penggunaan dialek sedikit mungkin tidaklah begitu jelek, tetapi jika dapat dihindarkan sebaik mungkin dihindari saja. (4) Isinya tidak bertentangan dengan haluan negara.
34 (5) Naskah hendaknya mempunyai ciri, yaitu adanya masalah yang jelas, tema atau tujuan yang jelas, perwatakan peranan, adanya penggunaan kejutan yang tepat, bertolak dari gagasan murni penulis, dan menggunkan bahasa yang baik. e. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama Drama merupakan salah satu bagian dari karya sastra. Oleh karena itu, dalam mempelajari drama kita tidak dapat sepenuhnya lepas dari pembelajaran sastra secara umum, sehingga sebelum mempelajari mengenai pembelajaran apresiasi drama, ada baiknya apabila kita mempelajari terlebih dahulu mengenai pembelajaran apresiasi sastra. Sastra adalah seni. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengajaran sastra adalah suatu kegiatan pembelajaran yang memacu siswa menemukan nilainilai yang teradapat dalam karya sastra yang bersangkutan. Untuk itu, siswa harus diarahkan dengan cara-cara yang tepat agar mampu memahami apa yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri. Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan. Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia bertujuan mengembangkan kepada siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial, secara sendirisendiri, atau gabungan keseluruhan, seperti tercemin di dalam karya sastra. Pada hakikatnya pengajaran sastra adalah menciptakan secara bersama dalam kelas. “Creative drama in education increases durability of the knowledge that theindividuals experience in a learning environment where they can express themselves freely. Therefore, creative drama needs to be compulsory a part of all teacher education programs in each department of faculty of education aiming to prepare future classroom teachers for all grade levels. Also, the findings of this research suggest that creative drama should be an indispensable part of education and its use should be promoted in in-service teacher training programs and there needs to be efforts to make creative drama continually usable at schools.” (Ozdemir dan Cakmak, 2008: 27) Drama kreatif di dalam pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan bagi tiap individu yang mengikuti suatu pelajaran tersebut dan dapat mengekspresikan diri
35 dengan bebas. Oleh karena itu, drama kreatif perlu dalam dari semua program jenjang pendidikan dan semua tingkatan kelas. Drama kreatif sangat dibutuhkan bagian dari pendidikan dan penggunaannya harus dikembangkan bagi guru sehingga membuat drama kreatif yang secara terus menerus dapat dipakai di sekolah. Pembelajaran apresiasi drama merupakan bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Moody (dalam B. Rahmanto, 1998: 16-25) mengungkapkan bahwa pembelajaran apresiasi sastra dapat membantu pendidikan scara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu: 1) Membantu keterampilan berbahasa Dengan pengajaran apresiasi sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya sastra yang dibacakan oleh guru, teman, atau pita rekaman. Siswa dapat melatih keterampilan berbicara dengan ikut berperan dalam suatu drama. Siswa dapat juga meningkatkan keterampilan membaca dengan membacakan puisi atau prosa cerita. Siswa dapat mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasilnya sebagai latihan keterampilan menulis. 2) Meningkatkan pengetahuan budaya Setiap sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk menanamkan wawasan pemahaman budaya bagi setiap anak didik. Salah satu tugas yang utama pengajaran adalah memperkenalkan anak didik dengan sederetan kemajuan yang dicapai manusia di seluruh dunia tanpa merusak kebanggaan atas kebudayaan yang mereka miliki sendiri. Begitu pula dengan pengajaran apresiasi sastra, jika dilaksanakan dengan bijaksana, dapat mengantar anak didik berkenalan dengan pribadi-pribadi dan pemikir-pemikir besar dunia serta pemikiran-pemikiran utama dari zaman ke zaman. 3) Mengembangkan cipta dan rasa Dalam pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra, penalaran, efektif, sosial, dan religius. Pengajaran sastra dapat digunakan untuk memperluas pengungkapan apa yang diterima oleh panca indra seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan
36 peraba. Dengan tafsiran serta makna kata-kata yang diungkapkan pengarang melalui karya-karyanya, anak didik akan diantar untuk mengenali berbagai pengertian dan mampu membedakan satu hal dengan yang lain, misalnya kuning dengan keemasan, bising dengan menggemparkan, harum dengan busuk, serta masih banyak lagi. 4) Menunjang pembentukan watak Dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak ini. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. Seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tak bernilai. Tuntutan kedua, bahwa pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Herman J. Waluyo (2006: 165) menyatakan pembelajaran drama sebagai penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih keterampilan membaca (teks drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog dalam drama, mendengarkan. drama radio, televisi, dan sebagainya. Sementara sebagai penunjang latihan penggunaan bahasa dengan maksud yaitu melatih keterampilan menulis (teks drama, resensi drama, dan sebagainya) dan wicara (dialog-dialog dalam pementasan drama). Pembelajaran drama di sekolah dapat ditafsirkan menjadi dua macam, yaitu pembelajaran teori dan pembelajaran apresiasi drama. Pembelajaran teori mempelajari mengenai teori pembuatan dan pembacaan teks drama serta teori tentang pementasan drama. Sedangkan dalam pembelajaran apresiasi drama mempelajari mengenai apresiasi terhadap naskah dan apresiasi pementasan drama (Herman J. Waluyo, 2002: 161). Dalam pembelajaran teori menitikberatkan pada kemampuan kognitif siswa yang mengutamakan masalah pengetahuan yang sifatnya teoretis. Sedangkan dalam pembelajaran apresiasi menitikberatkan pada kemampuan afektif siswa yang mengutamakan kegiatan apresiasi. Namun, apabila siswa sudah mulai belajar untuk mementaskan, maka pengajaran drama mulai
37 memasuki kawasan kemampuan psikomotorik, meskipun sebenarnya dalam pengajaran drama di sekolah tidak dapat sepenuhnya lepas dari kemampuan kognitif, sebab bagaimanapun siswa pasti diminta untuk dapat menguasai beberapa materi yang bersifat teori. Tujuan pembelajaran apresiasi drama untuk SMA menurut Herman J. Waluyo (2002: 89) ádalah supaya siswa mampu membaca drama, dan gemar membaca drama. Pokok-pokok bahasan pembelajaran drama meliputi: (1) membaca teks drama dengan lancar dan penuh pemahaman; (2) membaca drama untuk menambah pengetahuan; (3) membaca drama untuk menikmati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya; (4) membaca sastra (drama) terjemahan untuk menambah pengetahuan dan mengetahui nilai-nilai adat istiadat dalam masyarakat. Pembelajaran apresiasi drama harus ditekankan pada aspek apresiasi reseptis dan aspek apresiasi ekspresif. Aspek apresiasi reseptif ini antara lain melalui kegiatan siswa dala mendengarkan dan menonton drama, membaca dan menganalisis berbagai teks drama. Sementara itu aspek apresiasi ekspresif dapat diwujudkan melalui kegiatan siswa dalam mengungkapakan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasan dan bentuk lisan meupun tulis tentang drama, seperti membuat teks drama, yang sederhana, menyusun resensi teks drama, dan bermain drama. “Student engaged in drama play in this manner become active in colallaboration, dialogue and solution development because they are actively constructing their projects. The play take on the life of the the students and classroom. Moreover, the studens take owner shipof the projects. This dynamic sets the stage for the resulting learnig to likewise be their own. Much like ancient fables, the final drama play solution may be small, or short, but for the student (and teachers) it has profound meaning and depth.”(Karekes dan King, 2010: 4) Para siswa terlibat dalam permain drama, dengan cara ini menjadikan kegiatan lebih aktif dalam bentuk kerja sama/kolaborasi, dialog dan pemecahan solusi sebab dengan pelaksanaan yang aktip dapat membangun proyek mereka. Dengan permainan siswa dapat saling menerima gagasan di dalam kelas. Lebih dari itu, siswa mempunyai andil dalam pelaksanaannya. Kegiatan yang dinamis
38 ini menghasilkan pembelajaran yang baik bagi mereka sendiri. Penggunaan dongeng masa lampau, solusi permainan drama yang pendek/singkat mempunyai maksud dan bermakna bagi siswa (dan para guru). Dalam pembelajaran drama di sekolah, pembelajaran apresiasi drama juga harus menitikberatkan pada apresiasi siswa yaitu kegiatan atau aktivitas siswa dalam pembelajaran drama di sekolah. Apresiasi siswa itu mencakup tiga hal, yakni kreasi, resepsi, dan kreasi siswa terjadap drama. Adapun kegiatan siswa yang berupa kreasi yaitu kegiatan siswa ketika menulis naskah drama secara individu atau kelompok yang berupa resepsi yaitu kegiatan siswa ketika membaca dan menghafalkan naskah drama yang telah dibuat, sedangkan yang beupa ekspresi yaitu ketika siswa mementaskan drama berdasarkan naskah drama tersebut. f. Evaluasi Pembelajaran Drama Evaluasi atau penilaian drama dilaksanakan pada akhir proses pembelajaran. Evaluasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mengetahui apakah siswa benar-benar telah memahami bahan yang telah diajarkan guru atau belum. Berbagai jenis penilaian yang dapat diguanakan menurut Sumarna (2004: 18) antara lain: tes tertulis, tes perbuatan, pemberian tugas, penilaian produk, penilaian sikap, dan penilaian portofolio. Dalam penilaian berbasis kelas, jenis penilaian yang harus dibuat oleh guru meliputi, penilaian kinerja, penilaian sikap, penilaian proyek, penilaian produk, penialain portofolio, dan penilaian diri (Sarwiji Suwandi 2009: 72-109). Semua jenis tes di atas harus dilaksanakan oleh guru agar guru dapat melaksanakan evaluasi pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dalam KTSP. Penilaian
dalam
KBK
dan
KTSP
menganut
prinsip
penilaan
berkelanjutan dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri. Karena itu, penilaian dilaksanakan dalam kerangka penilaian berbasis kelas (selanjutnya disebut PBK). Dikatakan PBK karena kegiatan penilaian dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan pembelajaran. PBK merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru yang
39 bersangkutan sehingga penilaian tersebut akan mengukur apa yang hendak diukur dari siswa. Salah satu prinsip penilaian berbasis kelas ialah penilaian dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam praktiknya, PBK harus memperhatikan tiga ranah, yaitu ranah pengetahuan (kognitif), ranah sikap (afektif), dan ranah keterampilan (psikomotor). Ketiga ranah tersebut dinilai secara proporsional sesuai dengan sifat mata pelajaran atau materi pembelajaran yang akan dikenakan pada siswa (Masnur Muslich, 2007: 91). Evalusi pembelajaran drama dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu evaluasi pemahaman naskah drama yang lebih bersifat kognitif, dan evaluasi terhadap pementasan drama yang lebih bersifat afektif dan psikomotorik. Evaluasi pembelajaran drama ini harus direncanakan dengan baik agara dapat mengevaluasi secara tepat kompetensi yang harus dikuasai siswa. Ketiga aspek dapat dinilai dengan penilaian sebagai berikut: 1) Penilaian dengan Tes Tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang sedang dites. Jawaban yang diberikan siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan itu dianggap sebagai informasi terpercaya yang mencerminkan kemampuannya. Informasi tersebut dinyatakan sebagai masukan yang penting untuk mempertimbangkan siswa (Sarwiji Suwandi, 2009: 39). Sarwiji Suwandi (2009: 44) memaparkan pada umunya tes dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan dalam pembelajaran. Tingkat keberhasilan siswa dimaksudkan juga tingkat kemampuan siswa yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Bentuk tes dapat berupa tes esai dan tes objektif. Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan menggunakan bahasa sendiri. Tes ini menuntut siswa untuk berpikir tentang dan mempergunakan apa yang diketahui yang berkenaan dengan pertanyaan yang harus dijawab. Tes bentuk esai memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyusun dan mengemukakan jawaban
40 sendiri dalam lingkup yang secara relatif dibatasi. Oleh karena itu, tes esai disebut sebagai tes subjektif. Tes subjektif memungkinkan siswa menunjukan
kemampuannya
dalam
menerapkan
pengetahuan,
menganalisis, menghubungkan, dan mengevaluasi informasi baru yang dihadapkan kepadanya. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kompetensi, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Sedangkan tes objektif yaitu disebut juga sebagai tes jawaban singkat (short answer test). Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti, hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Jenis tes objektif yang banyak dipergunakan orang ádalah tes jawaban benar-salah (trae-false), pilihan ganda (multipli choice), isian (complection), dan penjodohan (maching). Jenis objektif yang telas disebutkan tadi merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (Sarwiji Suwandi, 2009: 47-49). Cara menghitung untuk mendapatkan nilai dengan tes, yaitu sebagai berikut. banyak jawaban benar Nilai =
x 100 banyak soal
2) Penilaian Sikap Sarwiji Suwandi (2009, 80-81) memaparakan bahwa sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu atau objek. Sikap juga suatu ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut. a) Sikap terhadap materi pelajaran. b) Sikap terhadap guru atau pengajar. c) Sikap terhadap proses pembelajaran. d) Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran.
41 Penilain sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-teknik tersebut antara lain: a) Observasi Perilaku Perilaku seseorang pada umunya menunjukan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Guru dapat melakukan observasi terhadap peserta didik yang dibinanya. Hasil pengamatan dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan. b) Pertanyaan Langsung Dengan menanyakan secara langsung atau wawancara tentang sikap seseorang berkaitan dengan suatu hal. Jawaban atau reaksi yang diberikan dapat dipahami sikap siswa terhadap objek sikap. c) Laporan Pribadi Penggunaan teknik ini siswa diminta membuat ulasan yang berisi pandangan atau tanggapan tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang menjadi objek sikap. Dalam penilai sikap dapat menggunakan format penilain sebagai berikut. No
Nama Siswa
Aspek yang Dinilai antusias terhapadap drama
memperhatikan
Keaktifan
Skor Keaktifan
guru pada saat dalam pada saat dalam pembahasan
pembelajaran
berlatih
drama
apresiasi drama
peran
(Pengembangan dari format penilaian Sarwiji Suwandi, 2009: 83) Catatan: a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut. 1 = sangat kurang 2 = kurang
Nilai
42 3 = sedang 4 = baik 5 = amat baik b. Nilai merupakan jumlah skor-skor tiap indikator perilaku. c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut. Nilai 18-20 berarti amat baik Nilai 14-17 berarti baik Nilai 10-13 berarti sedang Nilai 6-9 berarti kurang Nilai 0-5 berarti sangat kurang 3) Penilain Proyek Penilaian proyek merupakan kegiatan penilai terhadap tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu
investigasi
sejak
dari
perencanaan,
pengumpulan
data,
pengorganisasian, pengolahan, dan penyajian data. Dalam penilain proyek setidaknya ada tiga hal perlu dipertimbangkan, yaitu: a) Kemampuan pengelolaan. b) Relevansi, yaitu kesesuaian dengan mata pelajaran. c) Keaslian, proyek yang dilakukan oleh siswa merupakan hasil karyanya (Sarwiji Suwandi, 2009: 86-87). Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses kegiatan, sampai hasil akhir. Dalam penilain proyek dapat menggunkan format penilaian sebagai berikut. Aspek o
S kor ( 1-5)
Perencanaan: a. Persiapan b. Rumusan naskah drama
43 Pelaksanaan: a. Sistematika pelaksanan b. Keakuratan dengan waktu pengerjaan c. Kerja sama dan kekompakan tim d. Penggunaan alat pendukung Laporan Proyek: a. Performans b. Kualitas hasil Jumlah (Pengembangan dari format penilaian Sarwiji Suwandi, 2009: 87) Penilaian sikap merupakan penilaian terhadap suatu konsep psikologis yang bersifat kompleks. Penilaian sikap dilakukan dengan menilai sikap siswa terhadap guru pada saat mengajar, sikap siswa
dalam proses pembelajaran.
Pedoman penilaian pembelajaran drama seharusnya memuat aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan pendapat di atas penilaian yang sesuai untuk pembelajaran drama adalah penilaian tes, penilaian sikap, dan penilaian proyek. Sarwiji Suwandi (2004: 4) mengemukakan tujuan dan fungsi penilaian, khususnya penilaian hasil belajar dapat bermacam-macam, antara lain adalah: (a)
Mengetahui ketercapaian tujuan.
(b)
Mengetahui kinerja berbahasa siswa.
(c)
Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.
(d)
Memberikan umpan balik terhadap peningkatan mutu progam pembelajaran.
(e)
Menjadi alat pendorong dalam peningkatan kemampuan siswa.
(f)
Menjadi bahan pertimbangan dan penentuan jurusan, kenaikan kelas, atau kelulusan.
(g)
Menjadi alat penjamin, pengawas, dan pengendali mutu pendidikan
Penilaian dalam pembelajaran drama meliputi empat tingkatan, yaitu: (1) tingkatan informasi (pengetahuan); (2) tingkat konsep (pemahaman); (3) tingkat prespektif (cara pemikiran pengarang dan pembaca); (4) tingkat apresiasi
44 (penghargaan karya sastra dan pemahaman jalan pikiran pengarang) (Herman J. Waluyo, 2002: 176). Dapat diketahui tingkat penghafalan (apresiasi) siswa terhadap drama. Dalam mengevaluasi, tes atau ujian disusun dengan sedemikian rupa, sehingga porsi untuk tingkat yang semakin tinggi semakin sedikit jumlahnya. Apresiasi adalah jenis tes yang paling tinggi tingkatannya, dan biasanya berupa esai dan hendaknya tidak bersamamaan dengan tes informasi, konsep, dan perspektif. Tes informasi merupakan tingkatan tes paling rendah, sebab butir soal dapat lebih banyak. Misalnya ditanyakan siapa pelakunya, tempat kejadian di mana, siapa pengaranganya, dan sebagainya. Tes konsep lebih tinggi tingkatannya, karena siswa telah memahami penerapan dan pemahaman terhadap sesuatu. Misalnya, sikap pelaku utama di mana klimaks cerita, siap tokoh antagonis, bagaimana tema, watak tokoh, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyan pada tes prespektif menyangkut latar belakang dan lebih mendalam lagi, misalnya sifat tiap babak atau adegan, bagaimana corak dari lakon dan aliran falsatnya, apakah kritik sosial dan termasuk dalam jenis drama apa, dan sebagainya. Sedangkan pada tes apresiasi merupakan tingkatan yang paling tinggi, seperti dijelaskan di atas. Untuk menguji pada bagian ini, siswa dituntuk untuk mampu mementaskan atau mengapresiasi
drama
dengan
penghayatan
yang
baik.
Evaluasi
dalam
pembelajaran drama mementingkan aspek apresiasi dan bukan penjelasan hafalan teoritis. Jika seseorang memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang drama, tentu mereka akan memiliki kemampuan apresiasi yang tinggi. Evaluasi/penilaian sangat penting untuk dilakukan karena dengan adanya evaluasi dapat diketahui keberhasilan seseorang dalam pembelajaran dan dari hasil yang diperoleh akan dapat membuat seseorang lebih termotivasi untuk belajar. Evaluasi pembelajaran apresiasi drama tentu harus dapat mengukur tujuan pembelajaran apresiasi drama, yakni apresiasi siswa terhadap drama bukan semata tentang pengetahuan siswa terhadap drama.
B. Penelitian yang Relevan
45 Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yakni penelitian Joko Kristianto dengan berjudul “Pembelajaran Apresiasi Drama Pada Siswa Kelas XI SMA N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. Melalui temuan penelitian di lapangan dan dari hasil analisis data pada Bab IV dapat disimpulkan: (1) guru Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 6 Surakarta telah memiliki pemahaman yang positif terhadap Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP), (2) perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru sudah sesuai dengan KTSP. Hal tersebut dapat dilihat dari dibuatnya prota, silabus, dan rencana pembelajaran, (3) pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di SMA Negeri 6 Surakarta sudah mengarah pada pembelajaran yang bersifat apresiatif dan inovatif, (4) kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama di SMA Negeri 6 Surakarta, yaitu: setiap siswa sulit untuk menghafal naskah drama, siswa disuruh menampilkan pementasan drama sulit, dengan alasan tidak berani
dan
malu;
siswa hanya memiliki
sedikit
pengetahuan
tentang
pengapresiasian drama, (5) tindakan yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama di SMA 6 Surakarta, yaitu: guru menyediakan LKS; memberikan tugas pada siswa untuk mengapresiasi drama; memacu siswa untuk berkaya membuat naskah drama; memberikan pengarahan kepada siswa yang kesulitan dalam mengapresiasi drama; guru menggunakan waktu seefisien mungkin untuk mengatasi masalah waktu yang terbatas dalam pembelajaran apresiasi drama. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Nugroho dengan judul “Pembelajaran Apresiasi Drama Pada Siswa Kelas VIII SMP Tahun Ajaran 2007-2008”. Melalui temuan penelitian yang dilapangn dan dari hasil analisis data pada Bab IV dapat disimpulkan: (1) guru Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas VIII A SMP Negeeri Ngemplak telah memiliki pemahaman yang positif terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; (2) perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru sudah sesuai dengan KTSP, yaitu terlihat dalam pembuatan prota, silabus, dan rencana pembelajaran; (3) pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 1 Ngemplak sudah mengarah pada pembelajaran yang bersifat apresiatif; (4) kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama di SMP Negeri 1 Ngemplak, yaitu:
46 kurangnya alokasi waktu dalam proses pembelajaran apresiasi drama, terbatasnya sarana dan prasaran pendukung dalam pembelajaran, kurangnya minat pada siswa terhadap pembelajaran apresiasi drama.
C. Kerangka Berpikir Pembelajaran apresiasi drama dipengaruhi beberapa komponen, antara lain: kurikulum sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran, guru sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran diharapkan mengetahui keadaan siswa, siswa sebagi subjek belajar dengan berbagai perkembangannya, penggunaan dan pemilihan media pembelajaran yang tepat agar siswa lebih mudah termotivasi menangkap dan memahami materi yang disampaikan, juga evaluasi untuk mengetahui hasil dari pembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungannya. Pada dasarnya kurikulum dibuat dan dirancang untuk mengembangkan potensi siswa agar mampu melaksanakan peranan-peranannya. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai sisi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kurikulum juga memuat tentang sejumlah tujuan (standar kompetensi ) dalam pembelajaran. Selain itu, di dalam kurikulum juga dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran apresiasi drama. Persiapan pembelajaran apresiasi drama dikaji mengenai perencanaan yang sebagai dasar pelakasanaan pembelajarana anatara lain sialabus mata pelajaran dan promes (program semester) dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru. Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
47 kurikulum yang sudah diterapkan di berbagai sekolah, guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengajar, baik dari segi materi ataupun dari segi metode mengajar. Hal tersebut menjadi objek pengamatan oleh peneliti yaitu bagamana mengembangkan kurikulum tersebut sehingga dapat sesuai dan dapat diterima oleh siswa yang memiliki berbagai karakteristik yang berbeda. Untuk itulah, pemahaman guru terhadap kurikulum sangat diperlukan. Oleh karena itu, guru juga harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan latar belakang siswa. Seorang guru dapat menentukan materi pembelajaran yang sesuai tingkat perkembangan pikiran siswa yang diselaraskan dengan tujuan yang akan dicapai dan mudah diterima siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran disertai pula dengan metode yang tepat, efektif, dan efisien. Pelaksanaan eveluasi yang dilakukan untuk mengetahui apakah pengguanaan media, metode, dan materi sudah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dengan pelaksanaan tersebut dapat diketahui keberhasilan pembelajaran apresiasi sastra, kendala yang dihadapi, dan upaya untuk mengatasi kendala yang ada. Pada
pelakasanaan
pembelajaran
di
kelas
menyoroti
bagaimana
pembelajaran berlangsung. Ketersedian sarana dan prasaran penunjang yang tersedia sebagai alat atau media dalam membantu dalam pelaksanaan pembelajaran juga diperhatikan. Apakah dalam pelaksanaan guru kreatif dalam mengolah pembelajaran apreasiasi drama agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan dapat tersampaiakan dengan baik kepada semua siswa.. Selain itu, apakah relevan dengan perencanaan pembelajaran pada saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Pada saat pembelajaran berlangsung apabila terdapat kendala-kendala guru sebagai fasilitator juga harus mempunyai kiat-kiat tertentu untuk mengatasi kendala yang terdapat pada saat pembelajaran apresiasi drama berlangsung. Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses pemerolehan inforamsi dan pengembangan
potensi
yang
dimiliki
seseorang.
Keberhasilan
dalam
pembelajaran berkaitan dengan peran dan upaya guru dan siswa yang menjalaninya. Oleh karena itu, komunikasi dan interaksi sangat diperlukan agar
48 apa yang dipelajari pada setiap pelaksanaan pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik dan tepat. Demikian pula dengan metode dan penggunaan media yang juga mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran sastra khususnya drama harus ditekankan pada aspek apersiai reseptif dan aspek apresiasi ekspresif. Aspek apresiasi reseptif ini antara lain melalui kegiatan siswa dalam mendengarakan (menyimak) dan menonton drama, membaca dan memerankan drama. Sementara itu, aspek apresiasi ekspresif dapat diwujudkan melalui kegiatan siswa dalam mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan dalam bentuk lisan (berbicara) maupun tulis (menulis) tentang drama, seperti membuatkan teks drama yang sederhana, menyusun resensi teks drama, dan bermain drama. Berdasarkan dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan dari kegiatan evalusai dapat diketahui kendala atau hambatan apa saja yang terjadi. Kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran apresiasi drama dapat berupa dari faktor intern yaitu guru dan sebagai pelaksana pembelajaran. Sedangkan pada faktor ekstern dapat berupa sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama Berdasarkan temuan kendala dan hambatan tersebut dapat dijadikan dasar upaya-upaya yang hendak dilakukan atau yang telah dilakukan untuk membenahi pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dan untuk kedepannya, sehingga dapat diantisipasi dan diminimalisasi ketidakberhasilan pembelajaran tersebut. Semua penjelasan dan paparan yang telah dijelaskan di atas nantinya akan ditarik sebuah kesimpulan mengenai pembelajaran apresiasi yang terjadi di SMA Negeri 4 Surakarta yang pada khususnya pada kelas XI IPA 5. Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana persiapan yang dilakukan sebelum melakukan pembelajaran, mengetahui sejauh mana pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama yang akan diterapkan pada proses belajar mengajar, mengetaui kendala-kendala yang dihadapi saat pembelajaran dilakukan, serta mengetahui upaya-upaya
yang
dilakukan
untuk
mengatasi
kendala
atau
pembelajaran yang dihadapi di kelas. Berikut ini alur kerangka berpikir.
hambatan
49
Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta
Perencanaan
Pelaksanaan
Kendala
Simpulan Gambar 1: Alur Kerangka Berpikir
Upaya
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penilitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Surakarta yang beralamatkan di Jl. LU Adi Sucipto No 1 Surakarta. Dilaksanakan pada kelas XI, karena materi pembelajaran apresiasi drama terdapat pada jenjang kelas tersebut di semester genap. Penelitian difokuskan pada satu kelas saja, yaitu di kelas XI IPA 5. 2. Waktu Penelitian Waktu untuk melaksanakan penelitian, yaitu antara bulan Januari 2010 sampai dengan Mei 2010, rincian kegiatan penelitian ini dapat dilihat dala tabel berikut: Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian Waktu/Jenis No
1
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Kegiatan
2010
2010
2010
2010
2010
Penyusunan
--xx
xxxx
xx--
Proposal Penyiapan
2
xxxx
Instrument Pengumpulan
3
---x
--xx
Data Analisis Data
xxxx
Penyusunan
---x
4
5
Laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di depan, tujuan penelitian, jenis penelitian yang tepat dalam melakukan penelitian ini adalah 50
xxxx
51 penelitian deskriptif kualitatif dalam bentuk naturalistik. Deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan pada fakta-fakta yang ditemukan. Strategi yang dimaksudkan yaitu studi kasus tunggal terpancang tunggal. Disebut tunggal karena dalam penelitian ini menggunakan satu tempat penelitian dan sampel dari satu kelas, yakni kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Terpancang, yakni permasalahan yang dibahas hanya mengenai pelaksanaan pembelajaran apresiasi apresiasi drama. Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara detail tentang proses pembelajaran apresiasi drama di SMA Negeri 4 Surakarta. Dalam pembelajaran drama, yaitu tentang perencanaan pembelajaran apresiasi drama, pelaksanaan pembelajaran, kendala pembelajaran apresiasi drama, dan upaya yang dilakukan guru sekolah untuk mengatasi kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran apresiasi drama. Strategi yang dimaksudkan yaitu studi kasus tunggal terpancang tunggal. Disebut tunggal karena dalam penelitian ini menggunakan satu tempat penelitian dan sampel dari satu kelas, yakni kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Terpancang, yakni permasalahan yang dibahas hanya mengenai pelaksanaan pembelajaran apresiasi apresiasi drama.
C. Sumber Data Sumber data pada penelitian ini meliputi tiga macam, yaitu: 1. Tempat dan Peristiwa Tempat yang relevan bagi penelitian ini yaitu kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Lokasi ini dipilih karena objek yang hendak diteliti berkenaan dengan pendidikan formal. Peristiwa berkaitan dengan aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam kelas yang terfokuskan pada pola interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa yang lainya untuk menspesifikasikan penelitian dan memudahkan dalam pengambilan data, karena peristiwa mudah diamati.
52 2. Informan Pengambilan informasi dilakukan pada informan yang telah dipilih yaitu guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yaitu ARF, DBS, HLF, KDW, NML, dan NKP, sebagai pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas. Lebih diutamakan untuk mencari kendala yang timbul pada saat pembelajaran apresiasi drama di kelas, serta upaya guru bahasa Indonesia yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut. 3. Dokumen Pengambilan data dilakukan melalaui dokumen-dokumen (silabus, prota, promes, RPP, dan soal-soal evaluasi) yang berkaitan secara langsung dengan pokok pembahasan dalam penelitian ini yaitu pembelajaran apresiasi drama.
D. Teknik Pengumpulan Data Ada tiga teknik pengumpulan data yang diterapkan sebagai alat untuk menjaring data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu: 1. Analisis dokumen Analisis dokumen dilakukan dengan mengamati dan mempelajari perangkat pembelajaran yang dirancang dan disiapkan oleh guru, antara lain berupa; perangkat kurikulum, rancangan silabus, program tahunan, program semester, rencana pembelajaran, dan pengembangan evaluasi. 2. Observasi Peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap proses pembelajaran di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Dalam hal ini, peneliti berperan sebagai partisipan pasif, di mana peneliti diketahui namun tidak mempengaruhi proses pembelajaran. Dalam melakukan observasi peneliti mencatat hal-hal pokok yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas, meliputi: bahan/materi yang diajarkan, pendekatan yang digunakan, metode yang digunakan,
langkah-langkah
perencanaan
pembelajaran
apresiasi
drama,
pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama, media yang digunakan, dan kendala
53 yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama beserta upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasinya. 3. Wawancara Wawancara mendalam kepada informan untuk mendapatkan data yang tidak bisa didapatkan melalui teknik observasi. Untuk itu, peneliti melakukan wawancara secara langsung (face to face), isi wawancara difokuskan kepada pertanyaan yang menguji tingkat apresiasi siswa terhadap pembelajaran drama. Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta, yaitu ARF, DBS, HLF, KDW, NML, dan NKP, sebagai pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas. Wawancara digunakan untuk mengetahui kendala yang timbul dalam pengajaran apresiasi drama.
E. Uji Validitas Data Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi (sumber/data dan metode) dan dan review informan: 1. Triangulasi data, yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber untuk mendapatkan/mengumpulkan data. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti menggunakan beberapa sumber, yaitu dokumen (hasil rekaman maupun catatan ujaran-ujaran yang disampaikan guru dan siswa), peristiwa (proses pembelajaran), dan informan (guru dan murid) 2. Triangulasi metode, yaitu peneliti menggunakan metode yang berbeda untuk mendapatkan data yang sama. Peneliti menggunakan metode pengumpulan data yang berupa analisis dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti melakukan pengecekan hasil secara silang dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa observasi langsung. 3. review informan, pada penelitian ini digunakan sebagai alat penjamin validitas data. Pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang sudah cukup lengkap dan berusaha menyusun sajiannya, walaupun mungkin masih belum utuh dan menyeluruh, tetapi unit-unit laporan yang telah disusun perlu dikomunikasikan dengan informan. Hal tersebut berfungsi untuk mengecek kembali kebenaran data
54 yang diperoleh dari informan. Informan-informanya yaitu guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yaitu ARF, DBS, HLF, KDW, NML, dan NKP, sebagai pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas.
F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive model of analysis). Analisis model interaktif ini merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data (display data), dan penarikan simpulan (verivikasi). Pada saaat melakukan tahap pengumpulan data sekaligus sesuai dengan kemunculan data yang diperlukan. Adapun langkah-langkah analisis interaktif adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan cara analisis dokumen, observasi, dan wawancara. peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. 2. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles dan Hubberman, 1992: 16). Teknik ini mengambil langkah yang berupa pencatatan data yang diperoleh dari hasil observasi. Dalam pencatatan tersebut dilakukan seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan data, data mana yang akan diambil. Hal tersebut bertujuan untuk lebih memudahkan dalam mengambil data-data yang dianggap penting, yakni tentang pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Proses reduksi terus berlangsung sampai laporan akhir penelitian selesai ditulis.
55 3. Display Data Melalui sajian data, data yang telah terkumpul dikelompokan dalam beberapa bagian dengan jenis permasalahannya supaya mudah dilihat dan dimengerti, sehingga mudah untuk dianalisis. Penyajian data penelitian yang diperoleh melalui analisis dokumen ataupun pada saat proses belajar mengajar berlangsung di kelas maupun diperoleh melalui wawancara dengan informan. Hal tersebut meliputi: rencana pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama yang dibuat oleh guru, data hasil observasi yang diperoleh peneliti pada saat pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 berlangsung, hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru bahasa Indonesia, dan siswa kelas XI IPA 5 berupa kendala yang ada pada saat pembelajaran apresiasi drama, serta upaya guru bahasa Indonesia dan pihak sekolah SMA Negeri 4 Surakarta dalam mengatasi kendala tersebut. 4. Penarikan Simpulan Berdasar dari hasil analisis terhadap ujaran dan pembicaraan antara guru dengan murid yang terjadi pada proses pembelajaran dan pada saat diwawancarai, kemudian ditarik simpulan. Simpulan-simpulan tersebut diverifikasi selama penelitian berlangsung. Pada penelitian ini data yang diverifikasi meliputi: perencanaan pembelajaran apresiasi drama, pelaksanaan pembelajaran, kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama, serta upaya guru bahasa Indonesia. Visualisasi proses analisis tersebut sebagai berikut: Pengumpulan Data
Display Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan Gambar 2. Analisis Interaktif (Miles & Huberman dalam Tjetjep R, 1992:23).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Latar Penelitian 1. Letak Geografis SMA Negeri 4 Surakarta SMA Negeri 4 Surakarta terletak di Jln. LU Adi Sucipto 1, Surakarta, telepone 0271-711943, kode Pos 57128. SMA Negeri 4 Surakarta terletak di kota Surakarta dengan batas-batas sebagai berikut: a. Sebelah Timur : Jalan Kampung Gremet b. Sebelah Selatan
: Rumah warga Kampung Gremet
c. Sebelah Barat
: Kampung Gremet dan SMK Negeri 2 Surakarta
d. Sebelah Utara
: Jalan raya dan kantor Polwiltabes Surakarta
Berdasarkan letak geografisnya, SMA Negeri 4 Surakarta dapat dikatakan berada di pusat kota, sehingga mudah dicapai untuk menuju ke sekolah dan strategis melaksanakan kegiatan pembelajaran. Letak SMA Negeri 4 Surakarta berada di samping jalan raya, sehingga ada beberapa gangguan bagi ruangan kelas yang berada di dekat jalan raya yaitu suara kebisingan kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya. Jadi, membuat suasana pembelajaran menjadi kurang kondusif. 2. Sejarah SMA Negeri 4 Surakarta SMA Negeri 4 Surakarta bukan suatu sekolah yang terbentuk secara langsung menjadi SMA Negeri, tetapi diawali dengan sekolah swasta yang bernama SMA Bagian C. Didirikan oleh Drs. G. P. H. M. Prawironegoro pada tahun 1946. berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 7371/13/1950 tanggal 2 September 1950, SMA Bagian C resmi menjadi SMA Negeri 3 Bagian C dengan kepala sekolah G. P. H. M. Prawironegoro dan dibantu wakil kepala sekolah Drs. Kabul Dwijolaksono. SMA Negeri 3 Bagian C menempati gedung SD Kesatriyan Baluwarti pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1951, selanjutnya dari tahun 1951 sampai 1958 menempati dua lokasi, yaitu gedung SMP Kristen Banjarsari dan Gedung SMP Negeri 4 Surakarta. SMA Negeri Bagian C dari tahun ke tahun mulai menampakkan peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Terbukti dari daya tampung SMA ini yang semakin meningkat, maka Menteri P dan K mengeluarkan SK No. 4083/B III tanggal 5 Agustus 1955 yang berisikan bahwa SMA Negeri 3 Bagian C dipecah. Sejak saat itu nama SMA Negeri 3 Bagian C tidak digunakan lagi. SMA Negeri 3 Bagian C dipecah menjadi dua bagian yaitu: 102
57 a. SMA Negeri 4 Bagian C dengan Kepala Sekolah Drs. G. P. H. M. Prawironegoro yang menempati gedung SMP Kristen Banjarsari Surakarta. b. SMA Negeri 5 Bagian C dengan Kepala Sekolah Drs, Kabul Dwijolaksono yang menempati gedung SMP Negeri 4 Surakarta. Kedua SMA tersebut pada bulan Agustus 1958 pindah ke gedung baru di Jl. LU Adi Sucipto No.1 Surakarta, sedangkan kegiatan akademik atau proses belajar mengajar dilaksanakan pada waktu: a. SMA Negeri 4 Bagian C pada pagi hari jam 07.00 – 12.00 WIB b. SMA Negeri 5 Bagian C pada siang hari jam 13.00 – 18.00 WIB Sejak bulan September 1974 untuk SMA Negeri 5 Bagian C menempati gedung baru di daerah Bibis, Cengklik Surakarta. Sedangkan lokasi yang berada di Jalan LU. Adisucipto No. 1, digunakan seluruhnya oleh SMA Negeri 4 Bagian C yang telah diubah namanya menjadi SMA Negeri 4 Surakarta sampai sekarang. 3. Keadaan Guru, Siswa, dan Karyawan di SMA Negeri 4 Surakarta Hasil pembelajaran dapat tercapai secara maksimal salah satunya disebabkan oleh hubungan antara guru, siswa, maupun karyawan yang terjalin dengan harmonis. Keadaan seperti itu juga peneliti temukan di SMA Negeri 4 Surakarta. a. Guru SMA Negeri 4 Surakarta mempunyai 88 tenaga edukatif yang terdiri dari 77 guru PNS dan 11 orang guru tidak tetap (GTT). Guru mempunyai tugas untuk mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Selain itu, beberapa orang guru juga bertanggung jawab menjadi wali kelas yang bertugas mengajar mata pelajaran yang diampunya dan bertanggung jawab terhadap kelas yang menjadi perwaliannya. Dalam hal ini seorang wali kelas juga dituntut untuk membuat laporan hasil belajar siswa tiap tengah semester maupun semester termasuk dalam pemuntukan rapor dan membagikannya kepada orang tua siswa. b. Siswa Siswa di SMA Negeri 4 Surakarta berasal dari latar belakang sosial yang beraneka ragam. Meskipun demikian, mereka mampu berinteraksi dengan baik dengan teman lain, guru, ataupun karyawan yang ada di SMA Negeri 4 Surakarta.
58 Pada tahun ajaran 2009/2010 SMA Negeri 4 Surakarta memiliki 32 kelas yang terdiri dari; kelas XI berjumlah sepuluh kelas dengan pembagian kelas XI A-XI J, kelas XI berjumlah sebelas kelas dengan pembagian kelas XI IPS 1-XI IPS 6, dan kelas XI IPA 1-XI IPA 5, juga kelas XII berjumlah sebelas kelas dengan pembagian kelas XII IPA 5 –XI IPA 5. Jumlah seluruh siswa SMA Negeri 4 Surakarta adalah 1164 siswa. c. Karyawan Karyawan merupakan salah satu komponen yang mempunyai andil dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. SMA Negeri 4 Surakarta mempunyai 23 tenaga nonedukatif. Tugas tenaga nonedukatif tersebut adalah; sebagai koordinator staf TU, mengurusi kepegawaian bendahara, bagian perlengkapan, petugas administrasi, urusan kesiswaan, sebagai penjaga sekolah, sebagai petugas perpustakaan, sebagai petugas komputer, sebagai petugas laborat, dan mengurusi urusan luar. 4. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran di SMA Negeri 4 Surakarta Mengenai waktu pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri 4 Surakarta menggunakan sistim semester sama dengan sekolah yang lain, yakni dalam satu tahun terdapat dua semester. Adapun waktu pelaksanaan kegiatan belajar di SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat dijelaskan dalam tabel berikut. Nomor 1 2 3 4 5 6
Tabel 2. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Hari Nama Kegiatan Senin KBM Selasa KBM Rabu KBM Kamis KBM Jumat KBM Sabtu KBM
Waktu 07.00 - 02.00 07.00 - 02.00 07.00 - 02.00 07.00 - 02.00 07.00 - 11.00 07.00 - 01.15
5. Sarana dan Prasarana di SMA Negeri 4 Surakarta Sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran. Sarana dan Prasarana yang dimiliki SMA Negeri 4 Surakarta antara lain: ruang kelas, ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang guru, dan lain-lain. Rincian lebih lengkap mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki SMA Negeri 4 Surakarta. Denah dapat dilihat lebih jelas pada lampiran No 9.
59 6. Letak dan Sarana Prasarana Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta a. Letak Kelas XI IPA 5 terdapat di lantai dua gedung satu SMA Negeri 4 Surakarta. Apabila memasuki pintu gerbang SMA Negeri 4 Surakarta kemudian ke Selatan, gedung ini tepat berada di sebelah kanan. Kelas XI IPA 5 terletak di bagian Utara berada di pojok dan bersebelahan dengan kelas XI IPA 4 dan di depan kelas XI IPS 2. Kelas XI IPA 5 tertata rapi dan bersih sehingga siswa merasa cukup nyaman pada saat mengikuti kegiatan belajar-mengajar. b. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor pendukung dalam kegiatan pembelajaran. Sarana dan prasarana yang dimilik kelas XI IPA 5 antara lain: meja siswa, kursi siswa, meja guru, kursi guru, papan tulis, proyektor, speaker, spidol, penghapus, sapu, ikrak, taplak meja, jam dinding, papan pengumuman, foto presiden dan wakil presiden, serta gambar pahlawan. 7. Daftar Siswa Kelas XI IPA 5 Siswa kelas XI IPA berjumlah 38 orang yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. Guru yang menjadi wali kelas adalah Ibu Dra. Rahayu Sukantari. Untuk lebih jelas tentang daftar siswa kelas XI IPA 5 dapat dilihat pada lampiran No 10. 8. Guru Pengajar Bahasa Sastra Indonesia di Kelas XI IPA 5 Mata pelajaran Bahasa Sastra Indonesia diampu oleh Drs. Sari Gunanto (SG). Beliau merupakan lulusan dari perguruan tinggi IKIP Veteran, lalu mulai mengajar pada tahun 1990 di SMA swasta di Bengkulu. Pada tahun 1992 beliau menjadi pegawai negeri juga di Bengkulu, SMA di Bengkulu, lalu sampai 2002 mulai mengajar SMA 4 sampai sekarang. Selain mengajar di kelas XI IPA 5, beliau juga mengajar di kelas XI IPA 2-XI IPA 4 dan XI IPS 3-XI IPS 6.
B. Hasil Penelitian 1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 5 Surakarta a. Silabus Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SG, peneleti dapat mengetahui bahwa guru SG menggunakan silabus yang dibuat oleh MGMP. Hal tesebut relevan dengan apa yang diungkapkan oleh guru SG pada saat diwawancarai oleh peneliti, yaitu.
60 oh ya...kalau silabus biasanya sudah ada tim penyusunnya yang dinamakan tim MGMP. Dalam perumusan silabus dilakukan rapat untuk menentukan isi silabus, nah dari hasil tersebut setiap guru mata pelajaran bahasa Indonesia dijadikan patokan dalam membuat RPP. Jadi, silabus itu disusun oleh tim MGMP sedangkan RPP itu ya dibuat sendiri.(CLHW No. 1) Peneliti mencermati silabus yang disusun oleh tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang terkait dengan pembelajaran apresiasi drama dapat dikatakan komponen-komponen telah sesuai dengan kurikulum yang berlaku, yaitu KTSP. Komponen-komponen tersebut meliputi: (1) Standar Kompetensi; (2) kompetensi dasar; (3) indikator; (4) alokasi waktu; (5) materi pokok; (6) kegiatan pembelajaran; (7) sumber relajar; dan (8) penilaian. Untuk lebih jelas mengenai bentuk silabus yang digunakan dapat dilihat pada lampiran No 11. Standar kompetensi tertera di atas kolom. Standar kompetensi yang diajarkan di kelas XI yang berkenaan dengan pembelajaran apresiasi drama meliputi dua keterampilan berbahasa, yaitu: 1) Keterampilan berbicara: mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. 2) Keterampilan menulis: menulis naskah drama. Berdasarkan dua standar kompetensi tersebut, kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa yang berkaitan dengan pembelajaran apresiasi drama adalah: 1) Kompetensi dasar dari standar kompetensi ”mengemukakan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama”, yaitu. a) Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. b) Mengunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. 2) Kompetensi dasar dari standar kompetensi ”menulis naskah drama”, yaitu. a) Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah. b) Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah.
61 Materi pembelajaran yang diajarkan dan indikator yang harus dicapai oleh siswa apabila mengacu pada kompetensi dasar tersebut juga teknik penilaian alokasi waktu dan sumber ajar adalah sebagai berikut. 1) Kompetensi Dasar
: Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama.
Materi
Pembelajaran
: Teks drama (penghayatan watak pengekspresikan dialog). Indikator : a) Mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan.
dan
b) Mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. c) Dapat
menanggapi
penampilan
dialog
para
tokoh
dalam
pementasan drama. Penilaian : a) Jenis tagihan (tugas individu dan kelompok) b) Bentuk instrument ( unjuk kerja dan format pengamatan) Alokasi Waktu Sumber/Bahan/Alat 2) Kompetensi Dasar
: 2 x 45menit : buku drama : Mengunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama.
Materi Pembelajaran : teks drama (gerak, mimik, dan intonasi) Indikator : a) Mampu memerankan drama dengan memperhatikan penggunaan lafal, imtonasi, nada/tekanan, mimik/gerak-gerik yang tepat sesuai dengan watak tokoh. b) Dapat menanggapi peran yang ditampilkan dalam pementasan drama. Penilaian : a) Jenis tagihan ( tugas individu dan kelompok) b) Bentuk instrumen (unjuk kerja dan format pengamatan) Alokasi waktu Sumber/Bahan/Alat 3) Kompetensi Dasar
: 2 x 45 menit : buku drama : Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah.
62 Materi Pembelajaran
: teks drama (unsur-unsur drama yaitu; tema, penokohan, dan lain-lain) Indikator : a) Mampu menulis teks drama dengan menggunakan bahasa yang sesuai untuk: §
Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog.
§
Menghidupkan konflik.
§
Memunculkan penampilan (performance).
Penilaian : a) Jenisi tagihan (tugas kelompok dan individu) b) Bentuk istrument ( uraian bebas) Alokasi waktu : 2 x 45 menit Sumber/Bahan/Alat : buku drama 4) Kompetensi Dasar : Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah. Materi Pembelajaran : teks drama dan unsur-unsur drama Indikator : a) Mempu mendaftar pengalaman sendiri yang menarik. b) Menarasikan pengalaman sendiri dalam bentuk adegan drama. c) Menghadirkan latar yang mendukung adegan. Penilaian : a) Jenis tagihan (tugas individu, kelompok, dan ulangan) b) Bentuk instrumen (uraian bebas, jawaban singkat, pilihan ganda) Kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam silabus disesuaikan dengan indikator. Silabus dapat dikembangkan lagi oleh guru dalam penyusuna Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Secara umum, dapat dikatakan bahwa silabus yang dibuat oleh tim MGMP dan digunakan oleh guru SG sudah mengacu pada pembelajaran apresiasi yang bersifat PAIKEM. b. Prota dan Promes (Program Tahunan dan Program Semester) Berdasarkan analisis dokumen mengenai prota dan promes pembelajaran bahasa Indonesia untuk kelas XI dapat diketahui dalam prota terdapat informasi mengenai alokasi waktu untuk setiap SK, KD, dan indikator yang harus dilaksanakan dan diajarkan kepada siswa dalam satu tahun pembelajaran. Promes yang dibuat dan digunakan oleh guru SG berisi perencanaan mengenai jumlah minggu efektif, jadwal mengadakan ulangan blok, jadwal mengadakan ulangan harian, jadwal ulangan umum bersama, dan jadwal libur semester. Dengan adanya
63 perencanaan program tersebut, guru dapat membagi waktu dan merencanakan berbagai kegiatan lain yang berkaitan dengan pembelajaran supaya menjadi lebih baik. Berdasarkan analisis dokumen dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa prota, dan promes yang digunakan oleh guru SG dibuat dan direncanakan oleh guru bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas XI. Prota dan promes tersebut dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi siswa yang berpedoman pada silabus. c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan analisis dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bahasa Indonesia tentang pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 Negeri Surakarta sudah dibuat oleh guru sendiri. RPP dibuat dengan dasar pengembangan dari Silabus yang telah disusun oleh tim MGMP. Hal tersebut juga relevan dengan yang dikatakan oleh guru SG pada saat diwawancari oleh peneliti, yaitu: oh ya...kalau silabus biasanya sudah ada tim penyusunnya yang dinamakan tim MGMP. Dalam perumusan silabus dilakukan rapat untuk menentukan isi silabus, nah dari hasil tersebut setiap guru mata pelajaran bahasa Indonesia dijadikan patokan dalam membuat RPP. Jadi, silabus itu disusun oleh tim MGMP sedangkan RPP itu ya dibuat sendiri.(CLHW No. 1) Pada saat penyusunan RPP guru SG terlebih dahulu melihat kondisi sarana dan prasarana, sehingga dalam pelaksanaan sudah disiapkan materi, metode, dan media yang akan digunakan. Pada saat mengajar guru SG terlebih dahulu mempelajari RPP yang sudah dibuat supaya tujuan yang hendak dicapai berdasarkan pengembangan silabus dapat tercapai. Guru SG sudah membuat RPP sendiri. Hal tersebut juga relevan dengan pernyataan oleh guru SG pada saat sebelum mengajar diwawancari olehsaya peneliti, yaitu:kan pasti guru masuk kelas itu kan harus membuat RPP. Dari RPP itu kan sudah ada tujuan pokoknya sudah ada di sana dijabarkan. Butiran-butirannya juga di sana sudah ada, nah..dari situ nanti dari tujuannya itu kita ketahui itu kira-kira untuk mencapai keberhasilannya memerlukan media atau tidak. Seandainya ada media yang bisa mendukung kan kita bisa gunakan. Apalagi medianya itu bisa menarik siswa. Sehingga pencapaian tujuannya menjadi lebih mudah. Itu begitu Mas! Jadi semuanya itu kita mengajar itu harus menggunakan tujuannya, dan tujuannya bisa juga dari RPP, tanpa itu kita oleh kanguru cuma asal mengajar saja Dari jawaban yang diberikan SG seperti di atas menjelaskan akhirnya.(CLHW No.1) RPP merupakan pengembangan dari silabus yang juga bahwa dalam penyusunan telah dibuat oleh tim MGMP. Penyusunan RPP melihat kondisi karakteristik tiap kelas juga sarana dan prasarana yang tersedia dan yang akan digunakan nantinya. Rencana pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang disusun oleh guru SG dan digunakan sebagai patokan dalam pelakasanaanya. Begitu juga analisis mengenai penyusunannya adalah sebagai berikut.
64 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN UNIT : 17 KEBUDAYAAN
Sekolah Mata Pelajaran Kelas / Semester Standar Kompetensi
: SMA Negeri 4 Surakarta : Bahasa Indonesia : VIII / 2 : 15.1 Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. Kompetensi Dasar : 15.2 Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. Indikator : a) Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan. b) Siswa mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. c) Siswa mampu menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam pementaqsan drama. Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 x pertemuan) 1. Tujuan Pembelajaran a. Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan dalam pementasan. b. Siswa mampu mengekspresikan dan menanggapi dialog para tokoh dalam pementasan drama. 2. Materi Pembelajaran Teks drama : penghayatan watak dan pengekspresian dialog 3. Metode Pembelajaran a. Inkuiri b. Tanya jawab c. Diskusi d. Demonstrasi e. Penugasan 4. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan pertama: a) Kegiatan awal
65 1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan manfaat yang bisa diambil setelah kegiatan pembelajaran. 2) Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai drama. b) Kegiatan inti 1) Guru menjelaskan materi drama. 2) Siswa diberi naskah drama dan mengerjakan soal-soal. 3) Siswa membuat cerita pendek sebagai bahan pemuntukan naskah dialog. 4) Siswa maju memabacakan hasil karyanya dan siswa yang lain menganggapi. c) Kegiatan akhir 1) Siswa dan guru melakukan refleksi. Pertemuan Kedua a) Kegiatan awal 1) Guru dan siswa bertanya jawab mengenai kesulitan yang dihadapi. b) Kegiatan ini 1) Guru menjelaskan materi. 2) Siswa maju mendemonstrasikan adegan dalam drama. 3) Siswa diputarkan sebuah film dan mengerjakan soal-soal. 4) Guru dan siswa berdiskusi mengenai film berdasrkan jawaban siswa. c) Kegiatan akhir 1) Siswa dan guru melakukan refleksi. 5. Sumber/Media/Alat Pembelajaran a. Buku materi b. Teks drama c. laptop d. film 6. Penilaian a. Teknik
: tugas individu dan kelompok
b. Bentuk instrumen
: soal uraian, unjuk kerja dan format pengamatan
Format Pengamatan: No Nama siswa Keaktifan
siswa Keaktifan
siswa Jumlah Nilai
Ket
66 mengikuti pembelajaran
dalam film
membuat skor
Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut. 1 = sangat kurang 2 = kurang 3 = cukup 4 = baik 5 = sangat baik Menghitung nilai Skor perolehan Nilai = x 100 = Skor maksimal (10) Keterangan diisi dengan kriteria berikut. Nilai 10 – 29 = sangat kurang Nilai 30 – 49 = kurang Nilai 50 - 69 = cukup Nilai 70 – 89 = baik Nilai 90 – 100 = sangat baik Berdasarkan temuan yang diperolah peneliti, dapat dijelaskan rincian RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut. 1. RPP tersebut menuliskan Identitas Mata Pelajaran, yang meliputi: a. Satuan Pendidikan, yaitu SMA Negeri 4 Surakarta b. Kelas/Semester, yaitu kelas XI semester II c. Mata Pelajaran/Tema Pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia d. Alokasi waktu, yaitu 4 x 45 menit (2 x pertemuan) 2. Standar Kompetensi Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia, yaitu mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. 3. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran berakhir, yaitu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. 4. Indikator Pencapaian Kompetensi Indikator kompetensi merupakan perilaku yang dapat diukur atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi
67 dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Contoh kata kerja operasional antara lain mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mempraktikkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan. Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan setiap peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar dan disesuaikan dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Indikator yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagi berikut. a. Menghayati watak tokoh yang akan diperankan. b. Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. c. Menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam pementasan drama. 5. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaranmenggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Tujuan pembelajaran dibuat berdasarkan SK, KD, dan indikator yang telah ditentukan. Tujuan yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut. a. Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan. b. Siswa mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. c. Siswa mampu menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam pementasan drama. 6. Materi Ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, yang ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Materi ajar yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG berupa penghayatan watak dan pengekspresian dialog. Masih dirasa kurang, apabila hanya menyebutkan butir-butir mengenai materi ajar tanpa penjelasan yang spesifik. Hal tersebut menjadikan terlihat kurang persiapan dalam mempersiapkan materi yang akan digunakanan dalam pembelajaran. 7. Metode Pembelajaran yang Akan Digunakan Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar
68 atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan semua metode yang akan digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Metode pembelajaran yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG yaitu, inkuiri, diskusi, demonstrasi, tanya jawab, dan penugasan. Mengenai metode yang digunakan menurut peneliti sudah sangat variatif dan sesuai dengan pembahasannya yaitu pembelajaran apresiasi drama. 8. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan pertama a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada pendahuluan kegiatan yang akan dilakukan oleh guru SG adalah memberitahu tujuan pembelajaran dan manfaat yang bisa diambil setelah kegiatan pembelajaran. b. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan inti yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut: 1) Guru menjelaskan materi drama. 2) Siswa diberi naskah drama dan mengerjakan soal-soal. 3) Siswa membuat cerita pendek sebagai bahan pemuntukan naskah dialog. 4) Siswa maju memabacakan hasil karyanya dan siswa yang lain menganggapi.
Pertemuan kedua a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
69 memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada pendahuluan kegiatan yang akan dilakukan oleh guru SG adalah bertanya jawab mengenai kesulitan yang dihadapi. b. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan inti yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut: 1) Guru menjelaskan materi. 2) Siswa maju mendemonstrasikan adegan dalam drama. 3) Siswa diputarkan sebuah film dan mengerjakan soal-soal. 4) Guru dan siswa berdiskusi mengenai film berdasarkan jawaban siswa. c. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut, pada RPP yang dipakai oleh guru SG penutup tertulis siswa dan guru mengadakan refleksi. 9. Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Media yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut. a. Bulu materi b. Teks drama c. Film 10. Penilaian Hasil Belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar penilaian. Penilaian hasil belajar yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut. a. Teknik
: tugas individu dan kelompok
b. Bentuk Instrumen : soal uraian, unjuk kerja dan format pengamatan