PUTUSAN Perkara Nomor: 25/KPPU-I/2009
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (selanjutnya disebut “Komisi”) yang memeriksa dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut “UU No. 5 Tahun 1999”) berkaitan dengan Penetapan Harga Fuel Surcharge Dalam Industri Jasa Penerbangan Domestik yang dilakukan oleh: (1) Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero), berkedudukan di Gedung Manajemen Garuda Indonesia Lantai 3 Area Perkantoran Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng 19120, Indonesia;----------------------------------------------------(2) Terlapor II, PT Sriwijaya Air, berkedudukan di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 68 Blok C 15-16, Jakarta Pusat 10730, Indonesia;----------------------------(3) Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), berkedudukan di Gedung Merpati, Jalan Angkasa Blok B.15, Kavling 2-3, Jakarta Pusat 10720, Indonesia; ------------------------------------------------------------------------------------(4) Terlapor IV, PT Mandala Airlines, berkedudukan di Jalan Tomang Raya Kavling 33-37, Jakarta Barat 11440, Indonesia;----------------------------------------(5) Terlapor V, PT Riau Airlines, berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 438 Pekanbaru, Riau 28125, Indonesia; ------------------------------------------------(6) Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services, berkedudukan di Boutique Office Park, Benyamin Suaeb Blok A11/12, Kemayoran, Jakarta Pusat 10630, Indonesia; ------------------------------------------------------------------------------------(7) Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, berkedudukan di Lion Air Tower, Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia; -------------------------
SALINAN (8) Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines, berkedudukan di Lion Air Tower, Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia; ------------------------(9) Terlapor IX, PT Metro Batavia, berkedudukan di Jl. Ir. H. Juanda No. 15, Jakarta Pusat 10120, Indonesia; ----------------------------------------------------------(10) Terlapor X, PT Kartika Airlines, berkedudukan di Wisma Intra Asia, Jalan Prof. Dr. Soepomo, S.H. Nomor 58, Jakarta Selatan 12870, Indonesia; -------------------(11) Terlapor XI, PT Linus Airways, terakhir diketahui berkedudukan di Grand Boutique Centre, Jalan Mangga Dua Raya Blok C Nomor 4, Jakarta Utara 14430, Indonesia; -----------------------------------------------------------------------------------(12) Terlapor XII, PT Trigana Air Service, berkedudukan di Komplek Puri Sentra Niaga, Jalan Wiraloka Blok D 68-69-70, Kalimalang, Jakarta Timur 13620, Indonesia;( -----------------------------------------------------------------------------------(13) Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia, berkedudukan di Office Management Building, 2nd Floor, Soekarno-Hatta International Airport Jakarta 19110, Indonesia; ------------------------------------------------------------------------------------telah mengambil Putusan sebagai berikut: Majelis Komisi: -----------------------------------------------------------------------------------Setelah membaca surat-surat dan dokumen-dokumen dalam perkara ini;------------------Setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (selanjutnya disebut “LHPP”);-------------------------------------------------------------------------------------------Setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan (selanjutnya disebut “LHPL”); Setelah membaca Tanggapan/Pembelaan/Pendapat para Terlapor; -------------------------Setelah membaca Berita Acara Pemeriksaan (selanjutnya disebut “BAP”); ---------------
TENTANG DUDUK PERKARA
1.
Menimbang bahwa berdasarkan data dan informasi yang berkembang di masyarakat, Sekretariat Komisi melakukan monitoring terhadap pelaku usaha
2
SALINAN yang diduga melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 terkait dengan pemberlakuan fuel surcharge oleh maskapai penerbangan; -----------------2.
Menimbang bahwa setelah melakukan kegiatan monitoring terhadap pelaku usaha, Sekretariat Komisi menyimpulkan adanya kejelasan dan kelengkapan dugaan pelanggaran yang disusun dalam bentuk Resume Monitoring; ------------------------
3.
Menimbang bahwa setelah melakukan Kegiatan Pemberkasan terhadap Resume Monitoring, Sekretariat Komisi menyusun dan menyampaikan Berkas Laporan Dugaan Pelanggaran kepada Komisi untuk dilakukan Gelar Laporan; ---------------
4.
Menimbang bahwa berdasarkan Rapat Gelar Laporan, Komisi menilai Laporan Dugaan Pelanggaran layak untuk dilakukan Pemeriksaan Pendahuluan; ------------
5.
Menimbang bahwa selanjutnya Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor 118/KPPU/PEN/IX/2009 tanggal 28 September 2009 tentang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 terhitung sejak tanggal 28 September 2009 sampai dengan tanggal 06 November 2009 (vide bukti A1); ------
6.
Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Pendahuluan, Komisi menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 221/KPPU/KEP/IX/2009 tanggal 28 September 2009 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 (vide bukti A2); --------------------------------------------------------------------------------------------
7.
Menimbang
bahwa
selanjutnya
Sekretaris
Jenderal
Sekretariat
Komisi
menerbitkan Surat Tugas Nomor 970/SJ/ST/IX/2009 tanggal 28 September 2009 yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Pendahuluan (vide bukti A3); ---------------------------------------------8.
Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan dan Salinan Laporan Dugaan Pelanggaran kepada para Terlapor (vide bukti A4 s/d A27); ---------------------------------------------------------
9.
Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan adanya bukti awal yang cukup terhadap dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh para Terlapor dan merekomendasikan kepada Komisi untuk melanjutkan pemeriksaan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan yang dituangkan dalam bentuk LHPP (vide bukti A43); ----
3
SALINAN 10.
Menimbang bahwa berdasarkan rekomendasi Tim Pemeriksa, selanjutnya Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor: 136/KPPU/PEN/XI/2009 tanggal 09 November 2009 tentang Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU/I/2009 terhitung sejak tanggal 09 November 2009 sampai dengan tanggal 05 Februari 2010 (vide bukti A45); ----------------------------------------------------------------------
11.
Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 247/KPPU/KEP/XI/2009 tanggal 09 November 2009 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 (vide bukti A46); -
12.
Menimbang
bahwa
selanjutnya
Sekretaris
Jenderal
Sekretariat
Komisi
menerbitkan Surat Tugas Nomor 1174/SJ/ST/XI/2009 tanggal 09 November 2009 yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Lanjutan (vide bukti A47); ------------------------------------------------13.
Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan Pemeriksaan Lanjutan dan Salinan LHPP kepada para Terlapor (vide bukti A48 s/d A60); --------------------------------------------------------------------------------------
14.
Menimbang setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan Perkara 25/KPPU-I/2009, Tim Pemeriksa Lanjutan menilai perlu dilakukan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan,
maka
60/KPPU/KEP/II/2010
Komisi
menerbitkan
Keputusan
08
2010
tanggal
Februari
tentang
Komisi
No.
Perpanjangan
Pemeriksaan Lanjutan Perkara 25/KPPU-I/2009 terhitung sejak tanggal 08 Februari 2010 sampai dengan 23 Maret 2010 (vide bukti A76); ---------------------15.
Menimbang bahwa untuk melaksanakan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi menerbitkan Keputusan No. 61/KPPU/KEP/II/2010 tanggal 08 Februari 2010 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa dalam Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2010 (vide bukti A77); ------------------------------------------------------------------------------------------
16.
Menimbang
bahwa
selanjutnya
Sekretaris
Jenderal
Sekretariat
Komisi
menerbitkan Surat Tugas Nomor 147/SJ/ST/II/2010 tanggal 08 Februari 2010 yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan (vide bukti A75); --------------------------------
4
SALINAN 17.
Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan kepada para Terlapor (vide bukti A80 s/d A92); ------------------------------------------------------------------------------------------
18.
Menimbang bahwa dalam proses Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan serta perpanjangannya, Tim Pemeriksa telah mendengar keterangan dari para Terlapor, para Saksi dan Pemerintah; -----------------------------------------------
19.
Menimbang bahwa identitas dan keterangan Terlapor dan para Saksi, telah dicatat dalam BAP yang telah diakui kebenarannya serta masing-masing telah ditandatangani oleh yang bersangkutan (vide bukti B1 s/d B35); ---------------------
20.
Menimbang bahwa dalam Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa telah mendapatkan, meneliti dan menilai sejumlah surat dan atau dokumen, BAP serta bukti-bukti lain yang telah diperoleh selama pemeriksaan dan penyelidikan; ----------------------------------------------------------------------------
21.
Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan yang memuat fakta-fakta sebagai berikut (vide bukti A121): ------------------------------------------------------------------
21.1 Tentang Profil dan Pangsa Pasar Para Terlapor; ----------------------------------(1)
Bahwa berikut disampaikan profil singkat para Terlapor dalam perkara ini: -------
Tabel 1 Profil PT Garuda Indonesia (Persero) Nama perusahaan
PT Garuda Indonesia (Persero) (GA) Terlapor I
Tahun berdiri
1950
Pemegang saham (2008) + persentase saham
Pemerintah RI (96%) PT Angkasa Pura I (1,52%) PT Angkasa Pura II (2,48%)
Direksi (2008)
Direktur Utama: Emirsyah Satar Direktur: Agus Priyanto, Achirina, Ari Sapari, Elisa Lumbantoruan, Eddy Purwanto, Hadinoto Soedigdo
Komis’oaris (2008)
Komisaris Utama: Hadiyanto Komisaris: Abdul Gani, Adi Rahman Adiwoso, Wendy Aritenang, Sahala Lumban Gaol.
Jenis
dan
jumlah
pesawat
serta
kapasitas
51 pesawat
5
SALINAN penumpang masing-masing
B747-400 (405 seats): 3 pesawat A330-300 (293 seats): 6 pesawat B737-800 NG (180 seats): 4 pesawat B737-400 (124 seats): 19 pesawat B737-300 (104 seats): 14 pesawat B737-500 (92 seats): 5 pesawat
Jumlah rute domestik
72 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
JKT-PLM, PLM-JKT, JKT-JOG, JOG-JKT, JKTSOC, SOC-JKT, JKT-SRG, SRG-JKT, MES-BTJ, BTJ-MES, SUB-DPS, DPS-SUB
Rincian rute domestik (1 - 2 jam)
JKT-PKU, PKU-JKT, JKT-PDG, PDG-JKT, JKTBTH, BTH-JKT, JKT-PNK, PNK-JKT, JKT-BDJ, BDJ-JKT, JKT-SUB, SUB-JKT, JKT-DPS, DPSJKT, JKT-PKY, PKY-JKT, JKT-AMI, AMI-JKT, BIK-DJJ, DJJ-BIK, DJJ-TIM, TIM-DJJ, JOG-DPS, DPS-JOG, DPS-UPG, UPG-DPS, UPG-MDC, BPN-MDC, MDC-BPN, BPN-UPG, UPG-BPN.
Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)
JKT-MES, MES-JKT, JKT-BPN, BPN-JKT, JKTBTJ, BTJ-JKT, JKT-UPG, UPG-JKT, UPG-BIK, BIK-UPG, BPN-DPS, DPS-BPN.
Rincian rute domestik ( 3 s/d 4 jam)
JKT-MDC, MDC-JKT, JKT-BIK, BIK-JKT, DJJUPG, UPG-DJJ, DPS-TIM, TIM-DPS.
Rincian rute domestik (> 3 jam)
JKT-DJJ, DJJ-JKT, JKT-TIM, TIM-JKT, DJJDPS, DPS-DJJ, TIM-UPG, UPG-TIM.
Keterangan
Merupakan BUMN yang didirikan untuk mendapatkan keuntungan dan memberikan kontribusi terhadap penerimaan Negara juga memiliki kewajiban yang terkait dengan kemanfaatan umum (public service obligation), yaitu dengan melayani rute-rute penerbangan sesuai kebutuhan masyarakat umum meskipun tidak selalu menguntungkan secara komersial. Merupakan penerbangan dengan kategori pelayanan dengan standard maksimum (full service) mulai dari prejourney, pre-flight, in-flight, post flight dan post journey. (vide bukti C1.1)
Tabel 2 Profil PT Sriwijaya Air Nama perusahaan
PT Sriwijaya Air (SJ) - Terlapor II
Tahun berdiri
2003
Pemegang saham (2008) + persentase saham
Hendry Lie (40.04%) Candra Lie (31.99%) Johannes Bundjamin (19.81%) Andy Halim (5.16%) Harwick Budiman Lahunduitan (2%)
6
SALINAN Fandy Lingga (1%) (vide C2.1) Direksi
Direktur Utama: Chandra Lie Direktur:, Harwick Budiman Lahunduitan, Gabriella, Bambang Haryono, Toto Nursatyo, Eddy Suwanto (vide bukti C2.2)
Komisaris
Komisaris Utama: Hendry Lie Komisaris: Soenaryo Yosopratomo, Andy Halim, Johannes Bundjamin, Fandy Lingga (vide bukti C2.2)
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
23 pesawat Boeing 737-200 (125 seats) Boeing 737-300 (141 seats) Boeing 737-400 (166 seats)
Jumlah rute domestik
88 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
CGK-TKG, TKG-CGK, PGK-PLM, PLM-PGK, BPN-BDJ, BDJ-BPN, BPN-PLW, PLW-BPN, BTH-DJB, DJB-BTH, CGK-TJQ, TJQ-CGK, BTJMES, MES-BTJ, MES-PKU, PKU-MES, CGKPLM, PLM-CGK, CGK-SRG, SRG-CGK, UPGPLW, PLW-UPG, KDI-UPG, UPG-KDI, SUBSRG, SRG-SUB.
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
CGK-SOC, SOC-CGK, CGK-PGK, BDJ-SUB, SUB-BDJ, BPN-TRK, BDO-SUB, SUB-BDO, CGK-BKS, CGK-DJB, DJB-CGK, BTH-MES, BPN-UPG, UPG-BPN, SUB-BPN, CGK-SUB, SUB-CGK, CGK-MLG, GTO-UPG, UPG-GTO, CGK-PNK, PDG-MES, MES-PDG, CGK-TNJ, CGK-BTH, BTH-CGK, CGK-PKY, UPG-SUB, SUB-UPG, CGK-BDJ, CGK-PDG, PDG-CGK, CGK-PKU, UPG, AMQ, AMQ-UPG.
Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)
BPN-CGK, CGK-BPN, KOE-SUB, SUB-KOE, CGK-MES, MES-CGK, UPG-CGK, CGK-UPG, SUB-MDC, MDC-SUB, SUB-AMQ, AMQ-SUB, CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-AMQ, AMQCGK.
PGK-CGK, TRK-BPN, BKS-CGK, MES-BTH, BPN-SUB, MLG-CGK, PNK-CGK, TNJ-CGK, PKY-CGK, BDJ-CGK, PKU-CGK,
Tabel 3 Profil PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) Nama perusahaan
PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) (MZ) Terlapor III
Tahun berdiri
1962
Pemegang saham (terakhir) + persentase saham
Pemerintah Republik Indonesia (96,8%) PT Garuda Indonesia (4,2%)
7
SALINAN Direksi
Direktur Utama: Bambang Bhakti Direktur Niaga: Tharian Direktur Operasi: Nikmatullah Taufiquzzaman Direktur Teknik: Hotlan Siagian Dirkeu & Adm: Robby Eduardo Quento
Komisaris
Komisaris Utama: H. Muhammad Said Didu Komisaris: Danang Soty Baskoro, Abhy Widya, Adi Rahman Adiwoso, Eddy Suryanto Hariyadhi Dwi Hardono
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
22 pesawat (9 pesawat jet, 2 pesawat fokker dan 11 propeller) Boeing 737-400 (160 seats): 1 Boeing 737-300 (134 seats): 5 Boeing 737-200 (117 seats): 3 Fokker 100 (108 seats): 2 CN 235 (38 seats): 1 Cassa 212 (24 seats): 3 DHC-6 (18 seats): 4 MA-60 (56 seats): 2
Jumlah rute domestik
268 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
JET: DPS-AMI, AMI-DPS, KOE-MOF, TKGCGK, CGK-TKG, MOF-TMC, MOF-WGP, TMCMOF, MOF-KOE, WGP-MOF, BMU-DPS, DPSBMU, KDI-UPG, MKW-SOQ, SOQ-MKW, UPGKDI, DPS-SUB, SUB-DPS. PROPELLER: RTG-ENE, AMI-DPS, DPS-AMI, BIK-ZRI, DBO-LUV, LUV-DBO, ZRI-BIK, TTELAH, LAH-TTE, GTO-UOL, PSJ-PLW, UOLGTO, PLW-PSJ, ENE-KOE, EWE-TIM, KOEENE, LWE-KOE, MES-SBQ, MKQ-WNX, MKW-NTI, SBQ-MES, TIM-EWE, WNX-MKQ, NTI-MKW, FKQ-KNG, KOE-LWE.
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
JET: BPN-UPG, DJJ-BIK, DPS-TMC, PLWUPG, UPG-BPN, AMI-SUB, SUB-AMI, UPGPLW, DJJ-TIM, TMC-DPS, BIK-DJJ, TIM-DJJ, BDO-SUB, SUB-SMQ, UPG-LUW, WGP-DPS, DJJ-MKQ, DPS-WGP, LUW-UPG, MKQ-DJJ, SMQ-SUB, SUB-BDO, DJJ-MKW, UPG-KOE, MKW-DJJ, KOE-UPG, CGK-SUB, SUB-CGK, SUB-UPG, UPG-SUB, CGK-SMQ, SMQ-CGK, DPS-KOE, KOE-DPS, BDO-BTH, BTH-BDO, CGK-BDJ, BDJ-CGK, UPG-MDC, DPS-CGK, MDC-UPG, UPG, JOG, CGK-DPS, JOG-UPG, SUB-BMU, BMU-SUB, SUB-TMC, TMC-SUB, DIL-DPS, DPS-DIL, TTE-UPG, UPG-TTE. PROPELLER: AMI-BMU, BMU-AMI, GNSMES, KOE-LKA, LKA-KOE, MES-GNS, MESSNX, SNX-MES, BJW-KOE, KOE-BJW, BIKNBX, FKQ-SOQ, ILA-NBX, KEI-MKQ, MKQKEI, NBX-ILA, SOQ-FKQ, GBE-TTE, NBX-BIK, TTE-GBE, PLW-TLI, TLI-PLW, KOE-RTG,
8
SALINAN PLW-UOL, MDC, TTE, TTE-MDC, MKQ-ZEG, UOL-PLW, NTI-SOQ, DJJ-LII, LII-DJJ, SOQNTI, GTO-PSJ, MDC-WDA, NBX-LII, WDAMDC, PSJ-GTO, KNG-MKW, LII-NBX, MKQTMH, TMH-MKQ, ZEG-MKQ, KNG-SOQ, LUW-MDC, MDC-LUW, MDC-MNA, MNAMDC, SOQ, KNG, TLI-TRK, TRK-TLI, DPSLBJ, LUW-PLW, PLW-LUW, LBJ-DPS, DJJTMH, TMH-DJJ, EWE-MKQ, KSX-KOE, MKQEWE, KOE-KSX Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)
JET: BDO-DPS, DPS-BDO, SUB-WGP, WGPSUB, CGK-UPG, SOQ-UPG, UPG-CGK, UPGSOQ, SUB-KDI, KDI-SUB, SUB-KOE, KOESUB, SUB-PLW, PLW-SUB, CGK-BMU, BMUCGK, JOG-KDI, KDI-JOG, MKW-UPG, UPGMKW, DJJ-MDC, KUL-SUB, MDC-DJJ, SUBKUL, SUB-LUW, LUW-SUB, UPG-BIK, CGKTMC, TMC-CGK, JOG-PLW, PLW-JOG, SUBDIL, DIL-SUB, BIK-UPG, TIM-UPG, SUB-MOF, MOF-SUB, JOG-LUW, LUW-JOG, CGK-WGP, WGP-CGK, UPG-TIM. PROPELLER: ENE-DPS, DPS-ENE, AMQLUV, LUV-AMQ, AMQ-SXK, SXK-AMQ, MDCPLW, PLW-MDC,
Rincian rute domestik ( > 3 jam)
JET: CGK-KDI, KDI-CGK, SUB-MDC, MDCSUB, CGK-KOE, KOE-CGK, CGK-PLW, PLWCGK, JOG-MDC, MDC-JOG, SUB-TTE, TTESUB, CGK-LUW, LUW-CGK, CGK-DIL, DILCGK, JOG-TTE, TTE-JOG, UPG-DJJ, AMI-KUL, KUL-AMI, SUB-SOQ, SOQ-SUB, CGK-MOF, MOF-CGK, CGK-MDC, MDC-CGK, JOG-SOQ, SOQ-JOG, SUB-MKW, MKW, SUB, CGK-TTE, TTE-CGK, SUB-BIK, BIK-SUB, JOG-MKW, MKW-JOG, JOG-BIK, BIK-JOG, CGK-SOQ, SOQ-CGK, SUB-TIM, TIM-SUB, JOG-TIM, TIM-JOG, CGK-MKW, MKW-CGK, CGK-BIK, BIK-CGK, SUB-DJJ, DJJ-SUB, CGK-TIM, TIMCGK, JOG-DJJ, DJJ-JOG, CGK-DJJ, DJJ-CGK, JOG-MKQ, MKQ-JOG, CGK-MKQ, MKQ-CGK.
Keterangan
Merupakan BUMN yang berperan dalam pengembangan potensi ekonomi dan transportasi wilayah terpencil di Indonesia melalui operasional penerbangan perintis sejumlah 112 rute. Sistem operasional penerbangan: Long Haul Multi Leg Operating cost dan maintenance cost relatif tinggi karena menggunakan pesawat tua.
Tabel 4 Profil PT Mandala Airlines Nama perusahaan
PT Mandala Airlines (RI) – Terlapor IV
9
SALINAN Tahun berdiri
1969
Pemegang saham (2009) + persentase saham
PT Cardig International Aviation (51%) Indigo Indonesia Investment S.a.r.l. (49%)
Direksi
Direktur Utama: Diono Nurjadin Direktur: Steve Wilks, Michael Hamelink, Wan Hasmar, Cor Blokzijl, Ai Ling Ng
Komisaris
Komisaris Utama: Nurhadjono Nurjadin Komisaris: Joseph Dharmabrata, Sukardi, William Augustus, Jozsep Janos Varadi, Lim Liang Song
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
11 pesawat Airbus A320 (180 seats) Airbus A319 (144 seats)
Jumlah rute domestik
50 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
JAKARTA – SEMARANG, SEMARANGJAKARTA, SURABAYA-DENPASAR, DENPASAR-SURABAYA, PEKANBARUBATAM, BATAM-PEKANBARU
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
JAKARTA–PADANG, PADANG-JAKARTA, JAKARTA – PEKANBARU, PEKANBARUJAKARTA, JAKARTA – BATAM, BATAMJAKARTA, JAKARTA – SURABAYA, SURABAYA-JAKARTA, JAKARTA – DENPASAR, DENPASAR-JAKARTA, JAKARTA – JOGJAKARTA, JOGJAKARTAJAKARTA, JAKARTA – BENGKULU, BENGKULU-JAKARTA, JAKARTA PONTIANAK, PONTIANAK-JAKARTA, JAKARTA – JAMBI, JAMBI-JAKARTA, JAKARTA PANGKALPINANG, PANGKALPINANG-JAKARTA, MEDANPADANG, PADANG-MEDAN, SURABAYABALIKPAPAN, BALIKPAPAN-SURABAYA, SURABAYA – BANJARMASIN, BANJARMASIN-SURABAYA, SURABAYA – KUPANG, KUPANG-SURABAYA, JOGJAKARTA – BALIKPAPAN, BALIKPAPAN-JOGJAKARTA, SURABAYA – KUPANG, KUPANG-SURABAYA, JOGJAKARTA – BALIKPAPAN, BALIKPAPAN-JOGJAKARTA, JOGJAKARTA – BANJARMASIN, BANJARMASINJOGJAKARTA, JOGJAKARTA – DENPASAR, DENPASAR-JOGJAKARTA, TARAKANBALIKPAPAN, BALIKPAPAN-TARAKAN.
Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)
JAKARTA–BALIKPAPAN,BALIKPAPANJAKARTA, SURABAYA-BATAM, BATAMSURABAYA.
10
SALINAN Tabel 5 Profil PT Riau Airlines Nama perusahaan
PT Riau Airlines (RAL) - Terlapor V
Tahun berdiri
2002
Pemegang saham (2009) + persentase saham
Pemprov Riau (50.6%) Pemkab Natuna (7.1%) Pemkab Bengkalis (6.0%) Pemkab Kerinci (4.5%) Pemkab Nias (4.5%) Pemko Dumai (4.1%) Pemda Rokan Hulu (4.1%) Pemkab Kampar (3.8%) Pemkab Kuantan Singingi (2.4%) Pemkab Lingga (2.3%) Pemko Pekanbaru (2.0%) Pemkab Pelalawan (1.8%) Pemko Batam (1.5%) Pemkab Indragiri Hilir (1.8%) Pemkab Rokan Hilir (0.8%) Pemko Tanjung Pinang (0.8%) Pemprov Bengkulu (0.8%) Pemprov Bangka Belitung (0.8%) Pemprov Lampung (0.8%) Pemkab Indragiri Hulu (0.4%)
Direksi
Direktur Utama: Teguh Triyanto Direktur Produksi: Maman Syaifurohman Direktur Keuangan: Fizan Noor Djailani Direktur Komersial: Revan Mezano
Komisaris
Komisaris Utama: Drs. Hj. Wan Syamsur Yus Komisaris: Thamrin Nasution
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
7 pesawat Fokker 50 (50 seats): 5 pesawat Bae AVRO RJ (111 seats): 2 pesawat
Jumlah rute domestik
32 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
PEKANBARU – TJ. PINANG PP, PEKANBARU – BATAM PP, PEKANBARU – DUMAI PP, PEKANBARU – MALAKA PP, PEKANBARU – MEDAN PP, PEKANBARU – SINGKEP PP, BATAM - TJ. PINANG PP, BATAM-SINGKEP PP, TJ. PINANG – NATUNA PP, TJ. PINANG – SINGKEP PP, TJ. PINANG – MATAK PP, GUNUNG SITOLI – MEDAN PP,
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
NATUNA – BATAM PP
Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)
PEKANBARU
–
CENGKARENG
PP,
11
SALINAN CENGKARENG – DUMAI PP, TJ. PINANG – CENGKARENG PP Keterangan
Merupakan perusahaan daerah (BUMD) yang didirikan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah Sumatera (benefit oriented). Merupakan satu-satunya perusahaan yang melakukan penerbangan antar pulau di Kepulauan Riau (rute perintis). Biaya operasional masih disubsidi oleh Pemerintah Daerah.
Tabel 6 Profil PT Travel Express Nama perusahaan
PT Travel Express (XN) - Terlapor VI
Tahun berdiri
2003
Pemegang saham (terakhir) + persentase saham
Tommy Limbunan (50%) Shirly Goenawang (50%)
Direksi
Tommy Limbunan
Komisaris
Shirly Goenawang
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
Boeing 737-200 (125 seats): 2 pesawat Dornier D328 (32 seats): 4 pesawat
Jumlah rute domestik
68 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
MANOKWARI – JAYAPURA PP
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
SORONG-MANOKWARI PP
Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)
JAKARTA – MAKASSAR PP, JAKARTA – TERNATE PP, SURABAYA – MAKASSAR PP, MAKASSAR-SORONG PP JAKARTA-SORONG PP, JAKARTA – MANOKWARI PP, JAKARTA – JAYAPURA PP, SURABAYA – SORONG PP, SURABAYA – MANOKWARI PP, SURABAYA – JAYAPURA PP, SURABAYA – TERNATE PP, MAKASSAR – MANOKWARI PP, MAKASSAR – JAYAPURA PP, MAKASSAR – TERNATE PP, SORONG – JAYAPURA PP, SORONGJAKARTA PP, MANOKWARI- JAKARTA PP, JAYAPURA – JAKARTA PP, SORONGSURABAYA PP, MANOKWARI – SURABAYA PP, JAYAPURA-SURABAYA PP.
Keterangan
Fokus beroperasi di daerah Indonesia bagian timur. Memberlakukan fuel surcharge secara flat untuk semua zona waktu terbang.
12
SALINAN Tabel 7 Profil PT Lion Mentari Airlines Nama perusahaan
PT Lion Mentari Airlines (JT) – Terlapor VII
Tahun berdiri
1999 , beroperasi tahun 2000
Pemegang saham (terakhir) + persentase saham
Rusdi Kirana (45%) Kusnan Kirana (55%)
Direksi
Rusdi Kirana
Komisaris
Kusnan Kirana
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
49 pesawat Boeing 747-400 : 2 pesawat Boeing 737-900 ER (220 seats): 32 pesawat Boeing 737-400 (158 seats): 9 pesawat Boeing 737-300 (149 seats): 2 pesawat MD-90 (161 seats): 4 pesawat
Jumlah rute domestik (Per 15 Januari 2009)
98 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
CGK-JOG, JOG-CGK, CGK-PGK, CGK-PLM, PLM-CGK, CGK-SOC, CGK-SRG, SRG-CGK, JOG-SUB, MES-BTJ, BTJ-MES, PKU-BTH, SUB-AMI, AMI-SUB, SUB-DPS, UPG-KDI, KDI-UPG, UPG-PLW, MES-PKU, PKU-MES.
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
CGK-BDJ, BDJ-CGK, CGK-BKS, BKS-CGK, CGK-BTH, BTH-CGK, CGK-DJB, DJB-CGK, CGK-DPS, DPS-CGK, CGK-PDG, PDG-CGK, CGK-PKU, PKU-CGK, CGK-PNK, PNK-CGK, CGK-SUB, SUB-CGK, DPS-UPG, UPG-DPS, JOG-DPS, DPS-JOG, SUB-BDJ, BDJ-SUB, SUBBPN, BPN-SUB, SUB-UPG, UPG-SUB, UPGAMQ, AMQ-UPG, UPG-GTO, GTO-UPG, UPGMDC, MDC-UPG.
Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)
CGK-AMI, AMI-CGK, CGK-AMQ, AMQ-CGK, CGK-BPN, BPN-CGK, CGK-BTJ, BTJ-CGK, CGK-DJJ, DJJ-CGK, CGK-GTO, GTO-CGK, CGK-KDI, KDI-CGK, CGK-KOE, KOE-CGK, CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-MES, MES-CGK, CGK-PLW, PLW-CGK, CGK-UPG, UPG-CGK, DPS-MDC, MDC-DPS, SUB-AMQ, AMQ-SUB, SUB-BTH, BTH-SUB, SUB-KDI, KDI-SUB, SUB-KOE, KOE-SUB, SUB-PLW, PLW-SUB, UPG-DJJ, DJJ-UPG.
Keterangan
PT Lion Mentari Airlines merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan PT Wings Abadi Airlines.
PGK-CGK, SOC-CGK, SUB-JOG, BTH-PKU, DPS-SUB, PLW-UPG,
13
SALINAN Tabel 8 Profil PT Wings Abadi Airlines Nama perusahaan
PT Wings Abadi Airlines (IW) – Terlapor VIII
Tahun berdiri
2002, beroperasi 2003
Pemegang saham (terakhir) + persentase saham
Kusnan Kirana (50%) Rusdi Kirana (50%)
Direksi
Direktur: Achmad
Komisaris
Komisaris Utama: Kusnan Kirana Komisaris: Rusdi Kirana
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
12 pesawat ATR72-500: 3 pesawat MD-80: 6 pesawat DHC8-300: 3 pesawat
Jumlah rute domestik
74 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
AMBON-FAK-FAK, FAK-FAK-AMBON, AMBON-NABIRE, NABIRE-AMBON, FAKFAK-KAIMANA, KAIMANA-FAK-FAK, KAIMANA-NABIRE, NABIRE-FAK-FAK, JOGJA-SURABAYA, SURABAYA-JOGJA, JOGJA-BANDUNG, BANDUNG-JOGJA, MAKASSAR-KENDARI, KENDARIMAKASSAR, MAKASSAR-PALU, PALUMAKASSAR, MANADO-MELONGUNANE, MELONGUNANE-MANADO, MANOKWARIFAK-FAK, FAK-FAK-MANOKWARI, MANOKWARI-KAIMANA, KAIMANAMANOKWARI, MEDAN-PEKANBARU, PEKANBARU-MEDAN, MEDANGUNUNGSITOLI, GUNINGSITOLI-MEDAN, NABIRE-JAYAPURA, JAYAPURA-NABIRE, SEMARANG-SURABAYA, SURABAYASEMARANG, SORONG-KAIMANA, KAIMANA-SORONG, SURABAYAMATARAM, MATARAM-SURABAYA, SURABAYA-DENPASAR, DENPASARSURABAYA, TERNATE-LABUHA, LABUHATERNATE.
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
AMBON-TUAL, TUAL-AMBON, AMBONSORONG, SORONG-AMBON, AMBONKAIMANA, KAIMANA-AMBON, AMBONBAU-BAU, BAU-BAU-AMBON, MANOKWARI-NABIRE, NABIREMANOKWARI, SORONG-NABIRE, NABIRESORONG, FAK-FAK-JAYAPURA, JAYAPURAFAK-FAK, KAIMANA-JAYAPURA, JAYAPURA-KAIMANA.
Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)
MANADO-SORONG, SORONG-MANADO, AMBON-MANOKWARI, MANOKWARI-
14
SALINAN AMBON, SEMARANG-DENPASAR, DENPASAR-SEMARANG, SURABAYA-PALU, PALU-SURABAYA, SURABAYA-BANDUNG, BANDUNG-SURABAYA. Keterangan
PT Wings Abadi Airlines merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan PT Lion Mentari Airlines.
Tabel 9 Profil PT Metro Batavia Nama perusahaan
PT Metro Batavia (7P) - Terlapor IX
Tahun berdiri
2001, mulai beroperasi 2002
Pemegang saham (terakhir) + persentase saham
Yudiwan Tansari (72,7%) Alice (6%) Irene Yudiawan (6%) Liauw Tjhai Djun (13,6%)
Direksi
Direktur Utama: Yudiawan Tansari Direktur: Alice
Komisaris
Komisaris Utama: Liauw Tjhai Dun Komisaris: Irene Yudiawan
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
36 pesawat Boeing 737-200 (120 seats) Boeing 737-300 (144 seats) Boeing 737-400 (168 seats) Airbus A-319 (144 seats) Airbus A-320 (180 seats) Airbus A-330 (293 seats)
Jumlah rute domestik
132 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
CGK-JOG, JOG-CGK, CGK-PGK, CGK-PLM, PLM-CGK, CGK-SRG, CGK-TKG, TKG-CGK, CGK-MLG, BDJ-BPN, BPN-BDJ, BPN-TRK, BTH-PKU, PKU-BTH, BTH-PDG, PDG-MES, MES-PDG, PLW-BPN, SUB-AMI, AMI-SUB, SUB-JOG, SUB-PKY, PKY-SUB, SUB-PLW, UPG-KDI, KDI-UPG.
PGK-CGK, SRG-CGK, MLG-CGK, TRK-BPN, PDG-BTH, BPN-PLW, JOG-SUB, PLW-SUB,
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
CGK-BDJ, CGK-BTH, CGK-DPS, CGK-PKU, CGK-PNK, CGK-PLW, BPN-JOG, BPN-BEJ, BTH-PNK, MKW-DJJ,
BKS-CGK, DJB-CGK, PDG-CGK, PKY-CGK, SUB-CGK, SUB-BDJ, MDC-BPN, MES-BTH, PNK-JOG, PNK-SUB,
BDJ-CGK, CGK-BKS, BTH-CGK, CGK-DJB, DPS-CGK, CGK-PDG, PKU-CGK, CGK-PKY, PNK-CGK, CGK-SUB, PLW-CGK, BDJ-SUB, JOG-BPN, BPN-MDC, BEJ-BPN, BTH-MES, PNK-BTH, JOG-PNK, DJJ-MKW, PNK-PKU,
15
SALINAN SUB-PNK, SUB-BPN, BPN-SUB, SUB-TRK, TRK-SUB, SUB-UPG, UPG-SUB, UPG-GTO, GTO-UPG. Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)
CGK-AMQ, AMQ-CGK, CGK-AMI, AMI-CGK, CGK-BPN, BPN-CGK, CGK-DJJ, DJJ-CGK, CGK-KDI, KDI-CGK, CGK-KOE, KOE-CGK, CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-MES, MES-CGK, CGK-MKW, MKW-CGK, CGK-UPG, UPG-CGK, CGK-GTO, GTO-CGK, CGK-TTE, TTE-CGK, CGK-LUW, LUW-CGK, CGK-SOQ, SOQ-CGK, SOQ-MKW, MKW-SOQ, SUB-MDC, MDC-SUB, SUB-MES, MES-SUB, SUB-PNK, PNK-SUB, SUB-LUW, LUW-SUB, SUB-GTO, GTO-SUB, UPG-PNK, PNK-UPG, UPG-DJJ, DJJ-UPG, UPGLUW, LUW-UPG, UPG-SOQ, SOQ-UPG. (vide bukti C9.7)
Tabel 10 Profil PT Kartika Airlines Nama perusahaan
PT Kartika Airlines (KAE) - Terlapor X
Tahun berdiri
2000
Pemegang saham (2008) + persentase saham
Yayasan Kartika Eka Paksi PT Intan Asia Corpora PT Karunia Yohanes Mulia Kim Yohanes Mulia
Direksi (2008)
Direktur: Odang Kariana (non aktif per 1 Maret 2010)
Komisaris (2008)
Komisaris Utama: Kim Yohanes Mulia Komisaris: Abdul Wachid, Armien Soegito
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
2 pesawat Boeing 737-200 (124 seats)
Jumlah rute domestik
16 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
BTH-DJB, DJB-BTH, BTH-PLM, PLM-BTH, MDC-TTE, TTE-MDC
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
CGK-BTH, BTH-CGK, BTH-MES, MES-BTH, BTH-PKP, PKP-BTH, UPG-MDC, MDC-UPG
Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)
CGK-UPG, UPG-CGK
16
SALINAN Tabel 11 Profil PT Linus Airways Nama perusahaan
PT Linus Airways - Terlapor XI
Tahun berdiri
2005
Keterangan
Tidak beroperasi sejak 27 April 2009. Telah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh Departemen Perhubungan pada tanggal 1 Juni 2009. Apabila dalam jangka waktu satu tahun tidak beoperasi, maka Departemen Perhubungan dapat mencabut Surat Ijin Usaha Penerbangan PT Linus Airways. Selama pemeriksaan perkara berlangsung, Tim Pemeriksa tidak pernah mendengar keterangan maupun memperoleh dokumen dari PT Linus Airways.
Tabel 12 Profil PT Trigana Air Service Nama perusahaan
PT Trigana Air Service (TGN) – Terlapor XII
Tahun berdiri
1990
Pemegang saham (terakhir) + persentase saham
Triputra Yusni Prawiro (50%) Capt. Rubijanto Adisarwono (50%)
Direksi
Direktur Utama: Capt. Rubijanto Adisarwono Wakil Direktur: Erwin Asmar Direktur: Capt. Imam Hadikartiwa, Aries Munandar, Capt. Beni Sumaryanto, LH. Freddy Chan, Eko B. Gunarto
Komisaris
Triputra Yusni Prawiro
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
Scheduled Flight :10 pesawat ATR 42 (50 seats): 7 pesawat ATR 72 (72 seats): 3 pesawat Cargo dan charter: 9 pesawat Fokker F27 (4250 kgs): 2 pesawat Twin Otter DHC-6 (18 seats, 1500 kgs): 3 pesawat DHC-4 Caribou (3900 kgs): 1 pesawat Hercules L-382 (19.500 kgs): 1 pesawat Cessna 206B (5 seats, 400 kgs): 2 pesawat
Jumlah rute domestik
40 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
Nunukan-Tarakan, Nunukan-Tj. Selor, NunukanBerau, Nunukan-Balikpapan, Nunukan-Samarinda,
17
SALINAN Samarinda-Berau, Samarinda-Tarakan, SamarindaNunukan, Samarinda-Balikpapan, Samarinda-Tj. Selor, Berau-Samarinda, Berau-Tarakan, Berau-Tj. Selor, Berau-Nunukan, Balikpapan-Nunukan, Balikpapan-Tarakan, Balikpapan-Tj. Selor, Balikpapan-Kota Baru, Balikpapan-Banjarmasin, Kota Baru-Balikpapan, Kota Baru-Banjarmasin, Banjarmasin-Kota Baru, Banjarmasin-Balikpapan, Tj. Selor-Berau, Tj. Selor-Balikpapan, Tj. SelorSamarinda, Tj. Selor-Tarakan, Tj. Selor-Nunukan, Ternate-Buli, Buli-Ternate, Mataram-Denpasar, Denpasar-Mataram. Rincian rute domestik (1 - 2 jam)
Berau-Balikpapan, Balikpapan-Berau, SananaTernate, Ternate-Sanana, Langgur-Ambon, Ambon-Langgur, Ambon-Saumlaki, SaumlakiAmbon
Keterangan
Saat ini tidak memiliki pesawat jet, semua pesawat propeller yang melayani rute-rute perintis di daerah Indonesia bagian timur.
Tabel 13 Profil PT Indonesia Air Asia Nama perusahaan
PT Indonesia Air Asia (QZ) – Terlapor XIII
Tahun berdiri
1999, beroperasi 2005
Pemegang saham (2008) + persentase saham
Pin Harris (20%) Sendjaja Widjaja (21%) AA International Limited (49%) PT Persindo Nusaperkasa (10%)
Direksi (2008)
Direktur Utama: Dharmadi Direktur: Titus Iskandar, Widijastoro Nugroho, Poedjiono, Moeharjanto Sasono, Perbowoadi
Komisaris (2008)
Komisaris Utama: Pin Harris Wakil Komisaris Utama: Sendjaja Widjaja Komisaris: Anthony Francis Fernandes, Kamarudin bin Meranun, Johny Gerard Plate
Jenis dan jumlah pesawat penumpang masing-masing
serta
kapasitas
Airbus A320 (180 seats) : 9 pesawat Boeing 737-300 (145 seats): 5 pesawat
Jumlah rute domestik
12 rute
Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)
CGK-JOG, JOG-CGK
Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)
CGK-SUB, SUB-CGK, DPS-BDO, BDO-DPS, CGK-DPS, DPS-CGK
Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)
CGK-MES, MES-CGK, BDO-MES, MES-BDO
Keterangan
Penerbangan dengan kategori pelayanan low cost carrier (no frills).
18
SALINAN (2)
Bahwa berikut rincian jumlah penumpang masing-masing para Terlapor:----------Tabel 14 Jumlah penumpang masing-masing Terlapor Tahun 2004-2009
Maskapai Penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) PT Sriwijaya Air PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) PT Mandala Airlines PT Riau Airlines PT Travel Express PT Lion Mentari Airlines PT Wings Abadi Airlines PT Metro Batavia PT Kartika Airlines PT Trigana Air Service PT Indonesia Air Asia
(3)
2004
2005
2006
2007
2008
20091
6,297,351 690,344
6,987,870 2,345,885
6,956,437 3,139,529
7,371,046 3,577,413
7,665,390 4,272,876
7,991,395 5,324,187
2,511,213 2,187,454
1,843,094 2,373,413
265,659 4,927,834 118,362 1,510,589
324,104 5,447,769 1,784,728 1,974,748 97,765
10,243
701,367
1,701,137 1,678,920 97,480 201,504 6,638,264 2,021,888 3,971,214 263,093 627,979 1,505,715
2,653,853 1,731,979 182,337 256,951 6,536,276 2,351,703 5,314,485 89,312 736,027 1,768,025
2,477,173 3,449,218 232,248 267,371 9,147,942 2,328,508 4,771,272 239,636 702,718 1,503,672
2,601,754 2,848,825 305,456 243,999 9,398,234 3,217,218 6,466,793 235,410 763,647 2,313,859
Bahwa berikut adalah pangsa pasar atau market share para Terlapor tersebut di atas berdasarkan persentase jumlah penumpang: ---------------------------------------Tabel 15 Pangsa Pasar di antara Para Terlapor Tahun 2004-2008
Maskapai Penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) PT Sriwijaya Air PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) PT Mandala Airlines PT Riau Airlines PT Travel Express PT Lion Mentari Airlines PT Wings Abadi Airlines PT Metro Batavia PT Kartika Airlines
2004
2005
2006
2007
2008
2009
34.00% 3.73%
29.26% 9.82%
24.15% 10.90%
22.63% 10.98%
20.68% 11.53%
19.16% 12.76%
13.56% 11.81% 0.00% 1.43% 26.61% 0.64% 8.16% 0.00%
7.72% 9.94% 0.00% 1.36% 22.81% 7.47% 8.27% 0.41%
5.91% 5.83% 0.34% 0.70% 23.05% 7.02% 13.79% 0.91%
8.15% 5.32% 0.56% 0.79% 20.07% 7.22% 16.32% 0.27%
6.68% 9.31% 0.63% 0.72% 24.69% 6.28% 12.88% 0.65%
6.24% 6.83% 0.73% 0.58% 22.53% 7.71% 15.50% 0.56%
1
Data jumlah penumpang tahun 2004 s/d 2008 diperoleh dari Departemen Perhubungan. Jumlah penumpang tahun 2009 diestimasi dari trend perkembangan jumlah penumpang tahun 2004 s/d 2008.
19
SALINAN Maskapai Penerbangan PT Trigana Air Service PT Indonesia Air Asia Total
2004 0.00% 0.06% 100%
2005 0.00% 2.94% 100%
2006 2.18% 5.23% 100%
2007 2.26% 5.43% 100%
2008 1.90% 4.06% 100%
2009 1.83% 5.55% 100%
21.2 Tentang Kronologis Pemberlakuan Fuel Surcharge; ------------------------------(4)
Bahwa berdasarkan Hasil Risalah Rapat tentang Pengenaan Fuel Surcharge tanggal 5 Februari 2008 antara Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Sekret aris INACA dan 11 (sebelas) maskapai penerbangan, pengertian fuel surcharge didefinisikan sebagai suatu tambahan biaya yang dikenakan oleh perusahaan penerbangan karena harga avtur di lapangan melebihi harga avtur pada perhitungan biaya pokok; ----------------------------------------------
(5)
Bahwa berdasarkan keterangan dari Departemen Perhubungan, belum ada dasar hukum diberlakukannya fuel surcharge, namun terdapat peraturan yang mengatur tentang pungutan terkait dengan tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi dan komponen tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi yaitu: ------------------------------------------------------------------------------------------a.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 8 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi (selanjutnya disebut “KM 8 Tahun 2002”);----------------------------------------
b.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi (selanjutnya disebut “KM 9 Tahun 2002”);----------------------------------------
(6)
Bahwa Pasal 1 ayat (3) KM 9 Tahun 2002 berbunyi: “Tarif penumpang angkutan niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dari PT Jasa Raharja (Persero), asuransi tambahan lainnya yang dilaksanakan secara sukarela dan tarif jasa pelayanan penumpang pesawat udara yang dikenakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku”; -------------------------------------------------
(7)
Bahwa Pasal 1 ayat (4) KM 9 Tahun 2002 berbunyi: “Setiap pungutan yang akan dikaitkan dengan tarif angkutan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Perhubungan”;---------------------------------------------------------------------
20
SALINAN (8)
Berdasarkan ketentuan tersebut, INACA telah mengirimkan surat-surat kepada Menteri Perhubungan, antara lain: --------------------------------------------------------a.
Surat Nomor: INC-1001/A/16/X/2004 tanggal 22 Oktober 2004 perihal Permohonan Pengenaan Surcharge Atas Kenaikan BBM Penerbangan; ------
b.
Surat Nomor: INC-1001/A/28/V/2005 tanggal 12 Mei 2005 perihal Kelangsungan Usaha Perusahaan Penerbangan Nasional; -----------------------
c.
Surat Nomor: INC-1001/A/31/VI/2005 tanggal 7 Juni 2005 perihal Usulan Pengenaan Fuel Surcharge;----------------------------------------------------------
d.
Surat Nomor: INC-1001/A/39/X/2005 tanggal 11 Oktober 2005 perihal Permohonan Izin Pengenaan Fuel Surcharge Atas Kenaikan Harga BBM;---
(9)
Bahwa pengajuan usulan pemberlakuan fuel surcharge oleh INACA tersebut didasari pada kondisi melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, sehingga harga avtur yang dijual oleh PT Pertamina mengalami kenaikan sedangkan daya beli masyarakat menurun sehingga tingkat isian penumpang pesawat terbang domestik (load factor) mengalami penurunan;-----------------------
(10) Bahwa menanggapi surat-surat dari INACA tersebut, Ditjen Perhubungan Udara telah menyampaikan surat kepada Menteri Perhubungan yaitu Ref. Surat Nomor: AU/6076/DAU.1705/04 perihal permohonan pengenaan fuel surcharge atas kenaikan BBM penerbangan;--------------------------------------------------------------(11) Bahwa selanjutnya Ditjen Perhubungan Udara mengirimkan surat kepada INACA melalui Ref. Surat Nomor: AU/5581/DAU.1952/05 tanggal 31 Oktober 2005 perihal pengenaan fuel surcharge atas kenaikan harga avtur. Dalam menyetujui pengenaan fuel surcharge atas kenaikan harga avtur tersebut, Ditjen Perhubungan Udara meminta INACA untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: ------------a.
Berdasarkan hasil evaluasi Ditjen Perhubungan Udara, bahwa harga jual rata-rata saat ini masih di bawah tarif batas atas, sehingga kenaikan harga avtur masih memungkinkan harga jual sampai dengan setinggi-tingginya sama dengan tarif batas KM 9 Tahun 2002; ---------------------------------------
b.
Pangsa biaya avtur yang dijadikan patokan untuk masing-masing rute penerbangan berbeda karena dipengaruhi faktor jarak tempuh;-----------------
21
SALINAN c.
Harga avtur yang dijadikan patokan untuk pengenaan fuel surcharge adalah harga bulan Juni 2005 (harga avtur patokan tarif referensi); --------------------
d.
Pengenaan fuel surcharge dapat dipahami dan sudah berlaku di penerbangan internasional sebagai akibat kenaikan avtur, namun perlu dipertimbangkan pelaksanaannya dengan cermat secara bersama; ----------------------------------
e.
Pengenaan fuel surcharge tersebut tidak diberlakukan kepada calon penumpang yang sudah melakukan transaksi pembelian tiket; -----------------
f.
Pengenaan fuel surcharge diberlakukan pada seluruh perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dan sepenuhnya merupakan tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan; -----------------------------------------------------
g.
INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara niaga harus sanggup dan mampu melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan fuel surcharge tersebut;---------------------------------------------------------------------------------
(12) Bahwa INACA akhirnya mengeluarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. Berita Acara Nomor 9100/53/V/2006 tanggal 4 April 2006 yang ditandatangani oleh Ketua Dewan INACA, Sekretaris Jenderal INACA dan 9 (sembilan) perusahaan angkutan udara niaga yaitu PT Mandala Airlines, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Dirgantara Air Service, PT Srwijaya Air, PT Pelita Air Service, PT Lion Mentari Air, PT Batavia Air, PT Indonesia Air Transport, PT Garuda Indonesia (Persero);----------------------------------------------(13) Bahwa berdasarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge tersebut, pelaksanaan fuel surcharge mulai diterapkan pada tanggal 10 Mei 2006 dengan besaran yang diberlakukan pada setiap penerbangan dikenakan rata-rata Rp 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) per penumpang;-----------------------------------(14) Bahwa menanggapi laporan INACA mengenai penerapan fuel surcharge yang akan diberlakukan mulai tanggal 10 Mei 2006, atas nama Menteri Perhubungan, Direktur Jenderal Perhubungan Udara melalui Surat Nomor: AU/2563/DAU0857/06
tanggal
9
Mei
2006,
menyampaikan
kepada
INACA
untuk
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: --------------------------------------------a. Pengenaan fuel surcharge tersebut tidak diberlakukan kepada calon penumpang yang sudah melakukan transaksi pembelian tiket;--------------------
22
SALINAN b. INACA harus mempunyai patokan harga avtur sebagai dasar perhitungan besaran fuel surcharge dan tata cara serta mekanisme penerapan fuel surcharge; -------------------------------------------------------------------------------c. Pengenaan fuel surcharge disarankan diberlakukan pada seluruh perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dan sepenuhnya merupakan tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan;-------------------------------------------------------d. Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang menerapkan fuel surcharge agar dapat melaksanakan dengan cermat dan seksama dalam memberikan pemahaman
kepada
calon
penumpang
supaya
tidak
menimbulkan
permasalahan di lapangan; ------------------------------------------------------------e. INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara niaga harus mampu melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan fuel surcharge tersebut; ------f. INACA agar melaporkan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara setiap terjadi perubahan besaran fuel surcharge, termasuk apabila ada perubahan lainnya yang terkait dengan fuel surcharge; ---------------------------(15) Bahwa besaran fuel surcharge sebesar Rp 20.000,- (dua puluh ribu) tersebut dibuat dengan berpatokan pada harga avtur rata-rata yang naik ke posisi Rp 5.600/liter sejak 1 Mei 2006; --------------------------------------------------------------(16) Bahwa setelah INACA menetapkan fuel surcharge sebesar RP 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) yang mulai berlaku sejak 10 Mei 2006, KPPU mengadakan pertemuan dengan INACA pada tanggal 16 Mei 2006, kemudian memberikan masukan kepada INACA dengan mengirimkan Surat Nomor 207/K/V/2006 tanggal 30 Mei 2006, yang intinya agar INACA mencabut penetapan mengenai fuel surcharge dan mengembalikan kewenangan penetapan fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan;--------------------------------------------------(17) Bahwa selanjutnya berdasarkan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006, INACA mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA; ----------------------------------------------------------------------------
23
SALINAN (18) Bahwa Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melalui Surat Nomor: AU/830/DAU.150/08 tanggal 15 Februari 2008 perihal Surat Edaran Pemberlakuan Besaran Fuel Surcharge Pada Penumpang Angkutan Udara Niaga Dalam Negeri Kelas Ekonomi, meminta laporan kepada para perusahaan angkutan udara niaga berjadwal untuk melaporkan secara tertulis setiap perubahan besaran fuel surcharge yang diberlakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Laporan tersebut dilampiri dasar perhitungan termasuk harga avtur yang dipergunakan sebagai referensi; ----(19) Bahwa pada tanggal 4 Agustus 2008, Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengirimkan surat kepada para perusahaan angkutan udara niaga berjadwal melalui Surat Nomor: AU/4603/DAU.1056/08 perihal Formula Penetapan Fuel Surcharge yang menindaklanjuti hasil pertemuan pada tanggal 07 Juli 2008 yang membahas mengenai kesepakatan formula perhitungan fuel surcharge dengan metode zoning yang terbagi menjadi 5 zona berdasarkan waktu tempuh yaitu zona 1 (< 1 jam), zona 2 (1 s/d 2 jam), zona 3 (2 s/d 3 jam), zona 4 (3 s/d 4 jam), zona 5 (> 4 jam);---------------------------------------------------(20) Bahwa pada saat perkara ini berlangsung, Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan sedang melakukan Revisi atas KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9 Tahun 2002.;---------------------------------------------------------------------------------(21) Bahwa berdasarkan Risalah Rapat tentang Pembahasan Tindak Lanjut Revisi KM 8 Tahun 2002 dan KM 9 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri Kelas Ekonomi tanggal 4 Februari 2010, diperoleh informasi antara lain sebagai berikut:------------------------------------------------------------------------------a.
Dasar perhitungan harga avtur adalah sebesar Rp 10.000,-/liter yang diambil berdasarkan harga pasar avtur terakhir Rp 7.459,-/liter, untuk mengantisipasi kenaikan harga avtur di masa yang akan datang; ---------------------------------
b.
Formulasi perhitungan revisi besaran tarif batas atas berdasarkan pada jenis pesawat udara yang terbaru yaitu Boeing 737-300, Boeing 737-400, Boeing 737-500, Boeing 737-800 yang sudah dibandingkan dengan formulasi perhitungan dari badan usaha angkutan udara; ------------------------------------
24
SALINAN c.
Dalam penentuan asumsi yang dipakai dalam formulasi perhitungan tarif batas atas baik load factor, harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dan lain-lain telah disesuaikan oleh pemerintah dengan kondisi yang ada dan dibandingkan dengan formulasi perhitungan dari badan usaha angkutan udara; -----------------------------------------------------------------------------------
d.
Kenaikan tarif batas atas sebesar 5% s/d 10% dari biaya operasi pesawat, dimana 10% adalah beban yang dikenakan kepada masyarakat;----------------
(22) Bahwa konsekuensi jika Revisi KM No. 9 Tahun 2002 tersebut diberlakukan, maka fuel surcharge sudah tidak ada lagi karena asumsi harga avtur sudah diubah yaitu sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) per liter yang sudah diperhitungkan dalam perhitungan tarif batas atas tersebut; --------------------------(23) Bahwa sampai saat laporan ini dibuat, Revisi KM No. 8 Tahun 2002 dan Revisi KM No. 9 Tahun 2002 tersebut belum ditanda-tangani oleh Menteri Perhubungan sehingga belum berlaku secara efektif;---------------------------------------------------21.3 Tentang Formula Perhitungan Harga Tiket; ----------------------------------------(24) Bahwa berdasarkan Pasal 2 KM 8 Tahun 2002, yang dimaksud dengan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam negeri kelas ekonomi merupakan tarif jarak yang didasarkan pada perkalian tarif dasar, jarak terbang serta dengan memperhatikan faktor daya beli; ------------------------------------------(25) Bahwa berdasarkan Pasal 126, Pasal 127 dan Pasal 128 UU 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, komponen tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi terdiri dari tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tuslah/tambahan (surcharge). Hasil perhitungan komponen-komponen tersebut merupakan batas atas tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri yang ditetapkan oleh Menteri. Namun untuk tarif penumpang pelayanan non ekonomi angkutan udara niaga berjadwal ditentukan berdasarkan mekanisme pasar; -----------------------------------------------------------------------------------------(26) Bahwa formula perhitungan harga tiket yang diterapkan oleh masing-masing maskapai penerbangan yang menjadi Terlapor dalam perkara ini adalah sebagai berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Tabel 16
25
SALINAN Formula Perhitungan Harga Tiket Para Terlapor
Maskapai Penerbangan
Formula Perhitungan Harga Tiket
PT Garuda Indonesia (Persero)
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS
PT Sriwijaya Air
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 10.000,-) + FS
PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Administration Fee (Rp 5000,-) FS
PT Mandala Airlines
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS + Biaya administrasi (Rp 4.000,-)
PT Riau Airlines
Basic Fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) (sekarang)
PT Travel Express
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS
PT Lion Mentari Airlines
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Insurance + FS
PT Wings Abadi Airlines
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Insurance + FS
PT Metro Batavia
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 5.000,-) + FS
PT Kartika Airlines
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS
PT Linus Airways
N/A
PT Trigana Air Service
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 11.000,-) + FS
PT Indonesia Air Asia
Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS (10 Mei 2006 s/d 11 November 2008) Basic Fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Convenience Fee (sekarang)
(27) Bahwa dalam menetapkan basic fare, masing-masing Terlapor menerapkan pricing strategy berdasarkan sub classes2, dimana besar kecilnya basic fare ditentukan oleh waktu pembelian tiket. Semakin dekat waktu pembelian tiket dengan jadwal keberangkatan, maka harga tiket yang dijual relatif semakin mahal; ----------------(28) Bahwa sub classes yang diberlakukan oleh masing-masing maskapai penerbangan yang menjadi Terlapor dalam perkara ini adalah sebagai berikut:---------------------
Subclasses merupakan diferensiasi harga dalam suatu penerbangan yang dikelompokkan dalam satu paket kelas tertentu. 2
26
SALINAN Tabel 17 Kategorisasi Sub Classes oleh Para Terlapor
Maskapai Penerbangan
Jumlah Sub Classes
Inisial SubClasses (Ekonomi) (termahal Æ termurah)
PT Garuda Indonesia (Persero)
8
Y, M, L, K, N, Q, B, V
PT Sriwijaya Air
18
Y, S, W, B, H, K, L, M, N, Q, T, V, G, E, X, R, P, E
PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
10
PT Mandala Airlines
12
W, S, H, L, N, P, T, U, V, R, J, A, I
PT Riau Airlines
18
Y, Z, N, A, B, C, D, E, F, G, H, P, Q, L, R, S, T, V
PT Travel Express
21
JOW, OOW, UOW, ZOW, FOW, GOW, COW, IOW, NOW, YOW, HOW, KOW, LOW, MOW, SOW, WOW, TOW, VOW, QOW, XOW, POW
PT Lion Mentari Airlines
14
Y, A, G, W, S, B, H, K, L, M, N, Q, T, V
PT Wings Abadi Airlines
14
Y, A, G, W, S, B, H, K, L, M, N, Q, T, V
PT Metro Batavia
16
Y, D, H, M, L, B, Q, V, T, S, R, X, N, P, W, Z
PT Kartika Airlines
16
C, D, W, Z, R, I, S, M, L, H, K, T, G, B, V, Q
PT Linus Airways
N/A
N/A
PT Trigana Air Service
16
YA, YB, YC, YD, YE, YF, YG, YH, YI, YJ, YK, YL, YM, YN, YO, YP
PT Indonesia Air Asia
N/A
N/A
Y, S, W, B, H, K, L, M, N, Vi C3.11)
(29) Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 17 dan 19 UU tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN yang dipungut oleh maskapai penerbangan adalah 10% (sepuluh persen) dikali dasar pengenaan pajak (DPP) yaitu seluruh biaya yang diminta/dibebankan oleh perusahaan penerbangan kepada konsumen; --------------(30) Bahwa berdasarkan praktek yang dilakukan oleh maskapai penerbangan selama ini, PPN
yang dikenakan kepada penumpang adalah sebesar 10% (sepuluh
persen) dari basic fare yang diperhitungkan sebagai DPP; -----------------------------
27
SALINAN (31) Bahwa IWJR (Iuran Wajib Jasa Raharja) adalah asuransi yang wajib dibayar oleh penumpang melalui maskapai penerbangan untuk disetorkan kepada PT Asuransi Jasa Raharja;---------------------------------------------------------------------------------(32) Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU No. 33 tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta-api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan; --------------------(33) Bahwa Fuel Surcharge menjadi salah satu komponen tambahan dalam perhitungan harga tiket sejak 10 Mei 2006. Pada saat pemeriksaan lanjutan berlangsung, terdapat 2 (dua) maskapai yang sudah tidak menerapkan Fuel Surcharge, yaitu PT Riau Airlines dan PT Indonesia Air Asia (sejak November 2007). Namun PT Riau Airlines tidak dapat membuktikan tidak pernah menerapkan fuel surcharge; ------21.4 Tentang Formula Perhitungan Fuel SurcGharge;----------------------------------(34) Bahwa sejak mulai diberlakukannya fuel surcharge pada bulan Mei 2006, Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan tidak memberikan formula resmi untuk dijadikan acuan oleh maskapai penerbangan, namun menyerahkannya kepada INACA untuk melakukan perhitungan; --------------------------------------------------(35) Bahwa setelah INACA melakukan perhitungan sendiri dan menentukan besaran fuel surcharge sebesar RP 20.000,- pada tanggal 10 Mei 2006, KPPU memberikan saran kepada INACA untuk membatalkan kesepakatan tersebut karena berpotensi melanggar hukum persaingan usaha; -----------------------------------------------------(36) Bahwa atas dasar saran KPPU tersebut, Pemerintah dan INACA kemudian menyerahkan kebijakan perhitungan fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan;---------------------------------------------------------------------(37) Bahwa pada 15 Februari 2008, Departemen Perhubungan mengeluarkan Surat Nomor : AU/830/DAU.150/08 perihal Surat Edaran Pemberlakuan Besaran Fuel Surcharge Pada Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas
Ekonomi
yang
kemudian
dikoreksi
melalui
Surat
Nomor:
28
SALINAN AU/1386/DAU.260/08 tanggal 03 Maret 2008, disampaikan bahwa formula perhitungan fuel surcharge adalah sebagai berikut: -------------------------------------
Fuel Surcharge = ((A) – (B)) x (C) per km Note: A : Harga Avtur setelah Pajak B : Harga Dasar Avtur yang dipergunakan dalam perhitungan C : Rata-rata Konsumsi Avtur per km (38) Bahwa berdasarkan hasil perhitungan Tim Monitoring KPPU, setidaknya formula perhitungan fuel surcharge adalah sebagai berikut: ------------------------------------FS = V* delta Harga Q*70% Note: V
: volume avtur maskapai dalam satuan waktu
Delta harga: harga saat ini – harga saat penetapan tarif Q
: jumlah kapasitas maskapai
(39) Bahwa formula perhitungan fuel surcharge masing-masing maskapai penerbangan yang menjadi Terlapor dalam perkara ini adalah sebagai berikut:---------------------
Tabel 18 Formula Perhitungan Fuel Surcharge Para Terlapor (confidential) Maskapai Penerbangan PT Garuda (Persero)
Formula Perhitungan Fuel Surcharge
Indonesia
PT Sriwijaya Air
29
SALINAN Maskapai Penerbangan
Formula Perhitungan Fuel Surcharge
PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
PT Mandala Airlines
PT Riau Airlines PT Travel Express
PT Lion Airlines
Mentari
PT Wings Airlines
Abadi
PT Metro Batavia
PT Kartika Airlines
30
SALINAN Maskapai Penerbangan
Formula Perhitungan Fuel Surcharge
PT Linus Airways PT Trigana Air Service
PT Indonesia Air Asia
(40) Bahwa perhitungan fuel surcharge yang diterapkan oleh masing-masing maskapai dibagi berdasarkan zona waktu tempuh penerbangan yaitu antara 0 s/d 1 jam, antara 1 s/d 2 jam, antara 2 s/d 3 jam, antara 3 s/d 4 jam dan antara 4 s/d 5 jam; -(41) Bahwa sebagian besar maskapai penerbangan hanya memiliki rute-rute yang termasuk dalam 3 zona pertama yaitu antara 0 s/d 1 jam, antara 1 s/d 2 jam, dan antara 2 s/d 3 jam;---------------------------------------------------------------------------(42) Bahwa menurut PT Garuda Indonesia (Persero), perhitungan fuel surcharge dipengaruhi oleh asumsi tipe pesawat yang digunakan, load factor, harga avtur, konsumsi avtur, kurs Rupiah terhadap US Dollar, PPN dan daya beli masyarakat;(43) Bahwa menurut PT Garuda Indonesia (Persero), dalam menaikkan Fuel Surcharge, tidak pernah melebihi angka Rp 30.000,- Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan daya beli masyarakat dimana pasar tidak menghendaki seringnya perubahan fuel surcharge dalam harga, dan harga yang dapat diterima pasar adalah maksimum Rp 20.000,- s/d Rp 30.000,- untuk sekali perubahan. Jika lebih dari angka tersebut, akan menyebabkan terjadinya penurunan trafik.1.1); ---(44) Bahwa menurut PT Sriwijaya Air, perhitungan fuel surcharge ditentukan oleh waktu penerbangan, harga fuel, jenis pesawat, dan load factor (vide bukti B4); ---(45) Bahwa menurut PT Merpati Airlines (Persero), perhitungan fuel surcharge dipengaruhi oleh harga avtur, tipe pesawat, umur pesawat, jarak tempuh, alternate.(vide bukti B5);--------------------------------------------------------------------
31
SALINAN (46) Bahwa menurut beberapa maskapai penerbangan, komponen penentu perhitungan fuel surcharge adalah harga avtur, konsumsi avtur, kurs Rupiah terhadap US Dollar, load factor, dan daya beli masyarakat; ------------------------------------------21.5
Tentang Avtur, Harga Avtur dan Konsumsi Avtur; ------------------------------
(47) Bahwa Aviation Turbine Fuel (AVTUR) atau secara internasional lebih dikenal dengan nama Jet A-1 adalah bahan bakar untuk pesawat terbang jenis jet atau turbo jet (baik tipe jet propulsion atau propeller). Avtur diproduksi sendiri di kilang-kilang PERTAMINA;--------------------------------------------------------------(48) Bahwa di samping sebagai sumber energi penggerak mesin pesawat terbang, bahan bakar penerbangan juga berfungsi sebagai cairan hidrolik di dalam sistem kontrol mesin dan sebagai pendingin bagi beberapa komponen sistem pembakaran. Hanya terdapat satu jenis bahan bakar jet-yakni tipe kerosene (minyak tanah), yang digunakan untuk keperluan penerbangan sipil di seluruh dunia. Oleh karenanya sangatlah penting bagi perusahaan penyedia bahan bakar penerbangan untuk memastikan bahan bakar yang disediakannya bermutu tinggi dan sesuai dengan standar internasional;-------------------------------------------------(49) Bahwa avtur adalah bahan bakar dari fraksi minyak tanah yang dirancang sebagai bahan bakar pesawat terbang yang menggunakan mesin turbin atau mesin yang memiliki
ruang
pembakaran
eksternal
(External
Combustion
Engine).
Kinerja/kehandalan Avtur terutama ditentukan oleh karakteristik kebersihannya, pembakaran, dan performanya pada temperatur rendah. Berdasarkan spesifikasi tersebut, avtur harus memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, seperti memiliki titik beku (freeze point) maksimum -47°C dan titik nyala (flash point) minimum 38°C (100° F); -------------------------------------------------------------------------------(50) Bahwa produsen avtur di Indonesia adalah PT Pertamina (Persero) yang memiliki pangsa pasar penjualan avtur dan avgas di Indonesia sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) yang melayani 54 (lima puluh empat) Depot Pengisian Pesawat Udara (selanjutnya disebut ”DPPU”) di Indonesia; ------------------------------------(51) Bahwa seluruh maskapai penerbangan yang menjadi Terlapor dalam perkara ini membeli avtur dari PT Pertamina (Persero); ---------------------------------------------
32
SALINAN (52) Bahwa distribusi avtur dari PT Pertamina (Persero) ke maskapai penerbangan secara singkat adalah sebagai berikut: avtur yang telah diproduksi dari kilang, diangkut (shipping) ke receiving facilities, kemudian dipompa ke tangki di bandara, lalu dialirkan melalui hidrant, dan selanjutnya dipompa ke dalam tangki pesawat; --------------------------------------------------------------------------------------(53) Bahwa mekanisme pembelian avtur oleh maskapai penerbangan adalah dengan menggunakan sistem deposit sebelum melakukan pembelian. Jika depositnya telah habis, maka maskapai penerbangan harus melakukan topping up. Pada umumnya, maskapai penerbangan memberikan deposit untuk pembelian avtur selama 3 (tiga) hari ke depan;--------------------------------------------------------------------------------(54) Bahwa harga avtur yang dibayarkan oleh maskapai penerbangan adalah harga yang diterima sampai avtur diisi di pesawat (sudah termasuk biaya distribusi dan pajak); ----------------------------------------------------------------------------------------(55) Bahwa PT Pertamina (Persero) mengeluarkan posting price avtur untuk periode 2 (dua) mingguan yaitu setiap tanggal 1 dan 15 setiap bulannya sejak Januari 2009. Sebelumnya, posting price dilakukan sebulan sekali; ----------------------------------(56) Bahwa harga avtur yang diberikan oleh PT Pertamina (Persero) kepada masingmasing maskapai penerbangan tergantung harga yang berlaku pada DPPU di bandara tempat pesawat melakukan pengisian avtur; ----------------------------------(57) Bahwa harga avtur di masing-masing DPPU Pertamina berbeda-beda, tergantung dari supply chain. Jika DPPU lebih dekat dengan channel distribution, maka harganya akan lebih murah; ---------------------------------------------------------------(58) Bahwa selain lokasi DPPU, faktor yang mempengaruhi harga pembelian avtur adalah volume pembelian dan diskon kepatuhan membayar; -------------------------(59) Bahwa harga avtur yang ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero) dipengaruhi oleh harga minyak dunia yang mengacu pada MOPS3; -------------------------------------(60) Bahwa seiring dengan peningkatan harga minyak dunia, persentase kenakan biaya bahan bakar (fuel) semakin meningkat dibandingkan dengan total cost. Misalnya untuk PT Garuda Indonesia, biaya fuel untuk tahun 2008 adalah 43% (empat 3
MOPS (Mid Oil Platts Singapore) merupakan harga perdagangan pada bursa minyak di Singapura yang menjadi acuan/patokan dalam menetapkan harga bahan bakar minyak negara-negara di Asia.
33
SALINAN puluh tiga persen) dari total biaya, dan 30% (tiga puluh persen) dari total biaya pada tahun 2009. (vide bukti B1); --------------------------------------------------------(61) Bahwa harga avtur rata-rata yang dipublikasikan oleh PT Pertamina (Persero) sejak tahun 2006 s/d 2009 adalah sebagai berikut: -------------------------------------Tabel 19 Harga Avtur Rata-rata Per Bulan Periode Mei 2006 s/d Oktober 2009
Bulan/Tahun Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09
Harga Avtur Rata-rata (Rp/liter) 5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534
34
SALINAN Bulan/Tahun Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Harga Avtur Rata-rata (Rp/liter) 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
(62) Bahwa pergerakan harga avtur tersebut dapat disajikan dalam bentuk Grafik sebagai berikut: -----------------------------------------------------------------------------Grafik 1 Pergerakan Harga Avtur Mei 2006 sd September 2009 14,000 12,000 Rupiah
10,000 8,000
Avtur
6,000 4,000 2,000
M e Ag i -0 us 6 t- 0 N 6 op -0 Fe 6 b0 M 7 ei Ag -0 us 7 t- 0 N 7 op -0 Fe 7 b0 M 8 ei Ag -0 us 8 t- 0 N 8 op -0 Fe 8 b0 M 9 ei Ag -0 9 us t- 0 9
-
Bulan
(63) Bahwa dalam menghitung konsumsi avtur yang akan digunakan, standar minimum fuel yang perlu diperhitungkan oleh masing-masing maskapai penerbangan berdasarkan IATA Standards and Recommended Practices adalah taxi fuel, trip fuel (takeoff, climb, en-route, descent, approach and landing), holding fuel, alternate fuel (take off, en-route, ETOPS, destination), contigency fuel, reserve fuel, additional fuel (MEL required, balast, other), and tanker fuel; ----------------(64) Bahwa konsumsi avtur rata-rata per jenis pesawat untuk masing-masing maskapai penerbangan dapat dilihat dalam tabel berikut: ------------------------------------------
35
SALINAN Tabel 20 Konsumsi Avtur Rata-Rata Para Terlapor (confidential) Maskapai Penerbangan
Jenis Pesawat yang menjadi acuan perhitungan FS
Asumsi Konsumsi Avtur Rata-rata
PT Garuda Indonesia (Persero) PT Sriwijaya Air
PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
PT Mandala Airlines PT Riau Airlines PT Travel Express PT Lion Mentari Airlines
PT Wings Abadi Airlines
PT Metro Batavia PT Kartika Airlines
PT Linus Airways PT Trigana Air Service PT Indonesia Air Asia
21.6 Tentang Load Factor ; --------------------------------------------------------------------(65) Bahwa load factor merupakan tingkat isian penumpang pesawat yang digunakan sebagai salah satu unsur dalam perhitungan fuel surcharge. Semakin tinggi load
36
SALINAN factor, maka fuel surcharge yang dikenakan untuk masing-masing penumpang akan semakin kecil; -------------------------------------------------------------------------(66) Bahwa asumsi load factor berdasarkan formula Pemerintah adalah sebesar 70% (tujuh puluh persen);------------------------------------------------------------------------(67) Bahwa berikut perbandingan antara average load factor tahun 2006, 2007 dan 2008 dengan asumsi load factor yang digunakan oleh masing-masing maskapai dalam melakukan perhitungan fuel surcharge: ------------------------------------------Tabel 21 Asumsi Perhitungan Load Factor Para Terlapor (confidential)
Maskapai Penerbangan
PT Garuda (Persero)
Average Real Load Factor (2006, 2007, 2008)
Asumsi Load Factor dalam Perhitungan Fuel Surcharge
Indonesia
PT Sriwijaya Air PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) PT Mandala Airlines PT Riau Airlines PT Travel Express PT Lion Mentari Airlines PT Wings Abadi Airlines PT Metro Batavia PT Kartika Airlines PT Linus Airways PT Trigana Air Service PT Indonesia Air Asia
21.7
Tentang Pergerakan Fuel Surcharge; ------------------------------------------------
(68) Bahwa berikut adalah tabel perkembangan fuel surcharge yang dihitung berdasarkan formula yang disusun oleh Departemen Perhubungan sebagaimana diuraikan dalam paragraf (36), untuk waktu tempuh penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam: -----------------------------------------------------------------------
37
SALINAN Tabel 22 Perhitungan Fuel Surcharge berdasarkan Formula Departemen Perhubungan Bulan Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
0 s/d 1 jam 101000 101000 101000 101000 101000 101000 101000 101000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 119000 228000 228000 228000 168000 137000 123000 117000 132000 122000 119900 117800 115700 113600 111500 109400 107300
1 s/d 2 jam 132000 132000 132000 132000 132000 132000 132000 132000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 155000 232000 232000 232000 218000 179000 159000 152000 171000 157500 154400 151300 148200 145100 142000 138900 135800
2 s/d 3 jam 164000 164000 164000 164000 164000 164000 164000 164000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 194000 289000 289000 289000 272000 223000 199000 189000 214000 197000 193300 189600 185900 182200 178500 174800 171100
38
SALINAN (69) Bahwa berikut tabel perkembangan besaran fuel surcharge masing-masing Terlapor sejak Mei 2006 s/d Desember 2009 untuk penerbangan 0 s/d 1 jam: -----Tabel 23 Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor untuk Penerbangan antara 0 s/d 1 jam Bulan
GA (1)
SJ (1)
MZ (1)
RI (1)
JT (1)
7P (1)
RAL (1)4
XN (1)
IW (1)
KAE (1)
TGN (1)5
Mei-06
20,000
20000
20,000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
Jun-06
20,000
20000
20,000
20000
20000
20000
30000
30000
20000
20000
30000
20000
QZ (1)
Jul-06
20,000
20000
20,000
20000
20000
20000
30000
30000
20000
20000
30000
20000
Agust-06
30,000
30000
30,000
30000
30000
20000
30000
30000
30000
20000
30000
30000
Sep-06
30,000
30000
30,000
30000
30000
20000
30000
30000
30000
20000
30000
40000
Okt-06
40,000
40000
40,000
30000
40000
30000
40000
40000
40000
20000
40000
40000
Nop-06
40,000
40000
40,000
30000
40000
30000
40000
40000
40000
20000
40000
40000
Des-06
40,000
40000
40,000
30000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Jan-07
40,000
40000
40,000
30000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Feb-07
40,000
40000
40,000
30000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Mar-07
40,000
40000
40,000
30000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Apr-07
40,000
40000
40,000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Mei-07
40,000
40000
40,000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
65000
Jun-07
40,000
40000
40,000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
80000
Jul-07
40,000
40000
40,000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
100000
Agust-07
50,000
60000
50,000
40000
60000
30000
70000
70000
60000
40000
70000
110000
Sep-07
60,000
60000
66,000
60000
60000
30000
80000
80000
60000
80000
80000
140000
Okt-07
80,000
80000
88,000
80000
100000
30000
80000
80000
100000
80000
80000
160000
Nop-07
80,000
100000
110,000
80000
80000
100000
110000
110000
80000
80000
110000
n/a
Des-07
140,000
150000
110,000
80000
125000
140000
165000
165000
125000
150000
165000
n/a
Jan-08
160,000
150000
110,000
100000
160000
160000
165000
165000
160000
170000
165000
n/a
Feb-08
160,000
150000
150,000
130000
160000
160000
200000
200000
160000
170000
200000
n/a
Mar-08
160,000
140000
150,000
150000
190000
190000
200000
200000
190000
170000
100000
n/a
Apr-08
175,000
170000
150,000
160000
190000
190000
200000
200000
190000
170000
100000
n/a
Mei-08
190,000
190000
175,000
160000
190000
190000
225000
225000
190000
190000
100000
n/a
Jun-08
220,000
190000
225,000
185000
190000
190000
270000
270000
190000
230000
100000
n/a
Jul-08
270,000
230000
250,000
185000
190000
190000
270000
270000
190000
270000
100000
n/a
Agust-08
270,000
230000
275,000
185000
190000
190000
270000
270000
190000
270000
100000
n/a
Sep-08
240,000
190000
275,000
225000
180000
180000
270000
270000
180000
270000
100000
n/a
Okt-08
220,000
190000
280,000
225000
180000
180000
240000
240000
180000
270000
100000
n/a
Nop-08
220,000
190000
280,000
180000
180000
180000
240000
240000
180000
235000
100000
n/a
Oleh karena Terlapor tidak memberikan data, maka data fuel surcharge bulan Mei 2006 s/d September 2008 (untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam) diasumsikan sama dengan PT Travel Express karena size perusahaan dianggap sama. 5 Oleh karena Terlapor tidak memberikan data, maka data fuel surcharge bulan Mei 2006 s/d Februari 2008 (untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam) diasumsikan sama dengan PT Travel Express karena size perusahaan dianggap sama. 4
39
SALINAN Bulan
GA (1)
SJ (1)
MZ (1)
RI (1)
JT (1)
7P (1)
RAL (1)4
XN (1)
IW (1)
KAE (1)
TGN (1)5
QZ (1)
Des-08
220,000
190000
280,000
180000
180000
180000
240000
240000
180000
220000
100000
n/a
Jan-09
200,000
170000
230,000
180000
170000
180000
240000
240000
170000
180000
150000
n/a
Feb-09
180,000
170000
230,000
180000
170000
180000
240000
240000
170000
180000
150000
n/a
Mar-09
180,000
170000
230,000
170000
170000
180000
240000
240000
170000
180000
150000
n/a
Apr-09
180,000
170000
230,000
170000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
150000
n/a
Mei-09
180,000
170000
230,000
170000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
150000
n/a
Jun-09
200,000
170000
230,000
170000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
150000
n/a
Jul-09
200,000
170000
230,000
170000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
160000
n/a
Agust-09
200,000
170000
230,000
170000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
160000
n/a
Sep-09
200,000
170000
230,000
170000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
160000
n/a
Okt-09
200,000
170000
230,000
180000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
160000
n/a
Nop-09
200,000
170000
230,000
180000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
160000
n/a
Des-09
200,000
170000
230,000
180000
160000
170000
240000
240000
160000
180000
160000
n/a
(70) Bahwa berikut tabel perkembangan besaran fuel surcharge masing-masing Terlapor sejak Mei 2006 s/d Desember 2009 untuk penerbangan 1 s/d 2 jam: -----Tabel 24 Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor untuk Penerbangan antara 1 s/d 2 jam Bulan
GA (2)
SJ (2)
MZ (2)
RI (2)
JT (2)
7P (2)
RAL (2)
XN (2)
IW (2)
KAE (2)
TGN (2)
QZ (2)
Mei-06
20,000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
Jun-06
20,000
20000
20000
20000
20000
20000
30000
30000
20000
20000
30000
20000
Jul-06
20,000
20000
20000
20000
20000
20000
30000
30000
20000
20000
30000
20000
Agust-06
30,000
30000
30000
30000
30000
20000
30000
30000
30000
20000
30000
30000
Sep-06
30,000
30000
30000
30000
30000
20000
30000
30000
30000
20000
30000
40000
Okt-06
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
40000
40000
40000
20000
40000
40000
Nop-06
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
40000
40000
40000
20000
40000
40000
Des-06
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Jan-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Feb-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Mar-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Apr-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Mei-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
65000
Jun-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
80000
Jul-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
100000
Agust-07
50,000
60000
60000
60000
60000
30000
70000
70000
60000
40000
70000
90000
Sep-07
60,000
60000
60000
60000
60000
30000
80000
80000
60000
80000
80000
140000
Okt-07
80,000
80000
80000
60000
120000
30000
80000
80000
120000
80000
80000
160000
Nop-07
80,000
100000
100000
60000
120000
100000
110000
110000
120000
125000
110000
n/a
Des-07
160,000
150000
150000
130000
145000
160000
165000
165000
145000
125000
165000
n/a
40
SALINAN Bulan
GA (2)
SJ (2)
MZ (2)
RI (2)
JT (2)
7P (2)
RAL (2)
XN (2)
IW (2)
KAE (2)
TGN (2)
QZ (2)
Jan-08
175,000
160000
160000
150000
175000
160000
165000
165000
175000
200000
165000
n/a
Feb-08
175,000
160000
160000
175000
175000
160000
200000
200000
175000
200000
200000
n/a
Mar-08
175,000
160000
160000
175000
230000
190000
200000
200000
230000
200000
200000
n/a
Apr-08
200,000
190000
190000
200000
230000
190000
200000
200000
230000
200000
200000
n/a
Mei-08
230,000
210000
210000
200000
230000
190000
225000
225000
230000
220000
200000
n/a
Jun-08
270,000
230000
230000
200000
230000
190000
270000
270000
230000
250000
200000
n/a
Jul-08
340,000
270000
270000
255000
230000
230000
270000
270000
230000
290000
200000
n/a
Agust-08
340,000
270000
270000
255000
230000
230000
270000
270000
230000
290000
200000
n/a
Sep-08
310,000
230000
230000
220000
220000
220000
240000
270000
220000
290000
200000
n/a
Okt-08
290,000
230000
230000
220000
220000
220000
240000
240000
220000
290000
200000
n/a
Nop-08
290,000
230000
230000
220000
220000
220000
240000
240000
220000
275000
200000
n/a
Des-08
290,000
230000
230000
220000
220000
220000
240000
240000
220000
255555
200000
n/a
Jan-09
270,000
230000
230000
210000
210000
220000
240000
240000
210000
220000
300000
n/a
Feb-09
250,000
230000
230000
210000
210000
220000
240000
240000
210000
220000
300000
n/a
Mar-09
250,000
230000
230000
210000
210000
220000
240000
240000
210000
220000
300000
n/a
Apr-09
250,000
230000
230000
210000
210000
200000
240000
240000
210000
220000
360000
n/a
Mei-09
250,000
230000
230000
210000
210000
200000
240000
240000
210000
220000
360000
n/a
Jun-09
270,000
230000
230000
210000
210000
200000
240000
240000
210000
220000
360000
n/a
Jul-09
270,000
230000
230000
210000
210000
200000
240000
240000
210000
220000
360000
n/a
Agust-09
270,000
230000
230000
225000
210000
200000
240000
240000
210000
220000
360000
n/a
Sep-09
270,000
230000
230000
225000
210000
200000
240000
240000
210000
220000
360000
n/a
Okt-09
270,000
230000
230000
225000
210000
200000
240000
240000
210000
220000
360000
n/a
Nop-09
270,000
230000
230000
225000
210000
200000
240000
240000
210000
175000
360000
n/a
Des-09
270,000
230000
230000
225000
210000
200000
240000
240000
210000
175000
360000
n/a
(71) Bahwa berikut tabel perkembangan besaran fuel surcharge masing-masing Terlapor sejak Mei 2006 s/d Desember 2009 untuk penerbangan 2 s/d 3 jam: -----Tabel 25 Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor untuk Penerbangan antara 2 s/d 3 jam Bulan
GA (3)
SJ (3)
MZ (3)
RI (3)
JT (3)
7P (3)
RAL (3)
XN (3)
IW (3)
KAE (3)
TGN (3)
QZ (3)
Mei-06
20,000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
Jun-06
20,000
20000
20000
20000
20000
20000
30000
30000
20000
20000
30000
20000
Jul-06
20,000
20000
20000
20000
20000
20000
30000
30000
20000
20000
30000
20000
Agust-06
30,000
30000
30000
30000
30000
20000
30000
30000
30000
20000
30000
30000
Sep-06
30,000
30000
30000
30000
30000
20000
30000
30000
30000
20000
30000
40000
Okt-06
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
40000
40000
40000
20000
40000
40000
Nop-06
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
40000
40000
40000
20000
40000
40000
Des-06
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
41
SALINAN
Bulan
GA (3)
SJ (3)
MZ (3)
RI (3)
JT (3)
7P (3)
RAL (3)
XN (3)
IW (3)
KAE (3)
TGN (3)
QZ (3)
Jan-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Feb-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Mar-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Apr-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
40000
Mei-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
65000
Jun-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
80000
Jul-07
40,000
40000
40000
40000
40000
30000
50000
50000
40000
40000
50000
100000
Agust-07
50,000
60000
50000
60000
60000
30000
70000
70000
60000
40000
70000
90000
Sep-07
60,000
60000
66000
60000
60000
30000
80000
80000
60000
80000
80000
140000
Okt-07
80,000
80000
88000
60000
120000
30000
80000
80000
120000
80000
80000
160000
Nop-07
80,000
100000
110000
60000
120000
100000
110000
110000
120000
160000
110000
n/a
Des-07
180,000
150000
165000
130000
145000
180000
165000
165000
145000
160000
165000
n/a
Jan-08
200,000
180000
165000
200000
175000
180000
165000
165000
175000
220000
165000
n/a
Feb-08
200,000
180000
200000
200000
175000
270000
200000
200000
175000
220000
200000
n/a
Mar-08
200,000
180000
200000
225000
230000
270000
120000
200000
230000
220000
200000
n/a
Apr-08
225,000
210000
200000
225000
230000
270000
120000
200000
230000
220000
200000
n/a
Mei-08
270,000
230000
225000
225000
230000
270000
120000
225000
230000
240000
200000
n/a
Jun-08
320,000
270000
275000
255000
230000
270000
120000
270000
230000
270000
200000
n/a
Jul-08
410,000
310000
350000
255000
230000
270000
284000
270000
230000
310000
200000
n/a
Agust-08
410,000
310000
375000
255000
230000
260000
284000
270000
230000
310000
200000
n/a
Sep-08
380,000
270000
375000
255000
220000
260000
160000
270000
220000
310000
200000
n/a
Okt-08
360,000
270000
310000
255000
220000
260000
160000
240000
220000
310000
200000
n/a
Nop-08
360,000
270000
310000
255000
220000
260000
160000
240000
220000
300000
200000
n/a
Des-08
360,000
270000
310000
245000
220000
260000
160000
240000
220000
275000
200000
n/a
Jan-09
340,000
270000
310000
245000
210000
260000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Feb-09
320,000
270000
280000
245000
210000
260000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Mar-09
320,000
270000
280000
245000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Apr-09
320,000
270000
280000
245000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Mei-09
320,000
270000
280000
245000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Jun-09
340,000
270000
280000
245000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Jul-09
340,000
270000
280000
255000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Agust-09
340,000
270000
280000
255000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Sep-09
340,000
270000
280000
255000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Okt-09
340,000
270000
310000
255000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Nop-09
340,000
270000
310000
255000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
Des-09
340,000
270000
310000
255000
210000
250000
160000
240000
210000
250000
200000
n/a
(72) Bahwa berikut pergerakan harga fuel surcharge para Terlapor masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam yang akan disajikan dalam bentuk grafik;-------------------------------------------------------------------------
42
SALINAN (73) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Garuda Indonesia (Persero) masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:-------------------------------------------------------------------------------
Grafik 2 Pergerakan FS Garuda untuk Penerbangan 1 Jam 300,000
Rupiah
250,000 200,000 FS Garuda untuk Penerbangan 1 Jam
150,000 100,000 50,000 Aug-09
May-09
Feb-09
Nov-08
Aug-08
May-08
Feb-08
Nov-07
Aug-07
May-07
Feb-07
Nov-06
Aug-06
May-06
-
Bulan
Grafik 3
400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 Aug-09
May-09
Feb-09
Nov-08
Aug-08
May-08
Feb-08
Nov-07
Aug-07
May-07
Feb-07
Nov-06
Aug-06
FS Garuda untuk Penerbangan 2 Jam
May-06
Rupiah
Pergerakan FS Garuda untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
43
SALINAN Grafik 4
Pergerakan FS Garuda untuk Penerbangan 3 Jam 500,000
R upia h
400,000 300,000
FS Garuda untuk Penerbangan 3 Jam
200,000 100,000 A u g -0 9
M a y-0 9
Fe b -0 9
N o v-0 8
A u g -0 8
M a y-0 8
Fe b -0 8
N o v-0 7
A u g -0 7
M a y-0 7
Fe b -0 7
N o v-0 6
A u g -0 6
M a y-0 6
-
Bulan
(74) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Sriwijaya Air masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:
Grafik 5 Pergerakan FS Sriwijaya untuk Penerbangan 1 Jam 250000
Rupiah
200000 150000
FS Sriwijaya untuk Penerbangan 1 Jam
100000 50000 Aug-09
May-09
Feb-09
Nov-08
Aug-08
May-08
Feb-08
Nov-07
Aug-07
May-07
Feb-07
Nov-06
Aug-06
May-06
0
Bulan
-----------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 6
44
SALINAN Grafik 6
300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
FS Sriw ijaya untuk Penerbangan 2 Jam
M
ay Au 06 g0 No 6 v0 Fe 6 bM 07 ay Au 07 g0 No 7 vF e 07 bM 08 ay Au 08 g0 No 8 v0 Fe 8 bM 09 ay Au 09 g0 No 9 v09
Rupiah
Pergerakan FS Sriwijaya untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
Grafik 7
350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 g0 No 6 vF e 06 bM 07 ay Au 0 7 g0 No 7 v0 Fe 7 bM 08 ay Au 0 8 g0 No 8 v0 Fe 8 bM 09 ay Au 0 9 g09
FS Sriw ijaya untuk Penerbangan 3 Jam
Au
M
ay
-0
6
Rupiah
Pergerakan FS Sriwijaya untuk Penerbangan 3 Jam
Bulan
(75) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 8
45
SALINAN Grafik 8 Pergerakan FS Merpati untuk Penerbangan 1 Jam 300,000
Rupiah
250,000 200,000 FS Kartika untuk Penerbangan 1 Jam
150,000 100,000 50,000 Nov-09
Aug-09
May-09
Nov-08
Feb-09
Aug-08
Feb-08
May-08
Nov-07
Aug-07
May-07
Feb-07
Nov-06
Aug-06
May-06
-
Bulan
Grafik 9
Rupiah
Pergerakan FS Merpati untuk Penerbangan 2 Jam 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
FS Merpati untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
Grafik 10
Rupiah
FS Merpati untuk Penerbangan 3 Jam 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
FS Merpati untuk Penerbangan 3 Jam
Bulan
46
SALINAN (76) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Mandala Airlines masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 11 Pergerakan FS Mandala untuk Penerbangan 1 Jam 250000
Rupiah
200000 150000
FS Mandala untuk Penerbangan 1 Jam
100000 50000 Aug-09
May-09
Feb-09
Nov-08
Aug-08
May-08
Feb-08
Nov-07
Aug-07
May-07
Feb-07
Nov-06
Aug-06
May-06
0
Bulan
Grafik 12
160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 S ep -0 7 N op -0 7 Ja n08
Ju l-0 7
M ar -0 7 M ei -0 7
FS Mandala untuk Penerbangan 2 Jam
Ju l-0 6 S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07
M ei -0 6
Rupiah
Pergerakan FS Mandala untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
Grafik 13
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 S ep -0 7 N op -0 7
Ju l-0 7
M ar -0 7 M ei -0 7
S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07
FS Mandala untuk Penerbangan 3 Jam
Ju l-0 6
M ei -0 6
Rupiah
Pergerakan FS Mandala untuk Penerbangan 3 Jam
Bulan
47
SALINAN (77) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Riau Airlines masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: Grafik 14 Pergerakan FS RAL Air untuk Penerbangan 1 Jam 300000
Rupiah
250000 200000 FS RAL Air untuk Penerbangan 1 Jam
150000 100000 50000 Dec-09
Nov-09
Oct-09
Sep-09
Aug-09
Jul-09
Jun-09
May-09
Apr-09
Mar-09
Feb-09
Jan-09
Dec-08
Nov-08
Oct-08
0
Bulan
Grafik 15 Pergerakan FS RAL untuk Penerbangan 2 Jam
Rupiah
300000 250000 200000 150000 100000
FS RAL untuk Penerbangan 2 Jam
ov -0 9 N
Ju l-0 9 Se p09
09 M ay -
09 M ar -
Ja n09
Se p08 N ov -0 8
50000 0
Bulan
Grafik 16
300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
FS RAL untuk Penerbangan 3 Jam
M ar -0 M 8 ay -0 8 Ju l-0 Se 8 p08 N ov -0 8 Ja n0 M 9 ar -0 M 9 ay -0 9 Ju l-0 Se 9 p0 N 9 ov -0 9
Rupiah
Pergerakan FS RAL untuk Penerbangan 3 Jam
Bulan
48
SALINAN (78) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Travel Express masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: Grafik 17 FS Express Air untuk Penerbangan 1 Jam 300000
Rupiah
250000 200000 FS Express Air untuk Penerbangan 1 Jam
150000 100000
Nov-09
Aug-09
May-09
Feb-09
Nov-08
Aug-08
May-08
Feb-08
Nov-07
Aug-07
May-07
Feb-07
Aug-06
May-06
0
Nov-06
50000
Bulan
Grafik 18
300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
FS Express Air untuk Penerbangan 2 Jam
M ay Au 06 g0 N 6 ov -0 Fe 6 bM 07 ay Au 07 g0 N 7 ov -0 Fe 7 b0 M 8 ay Au 08 g0 N 8 ov -0 Fe 8 bM 09 ay Au 09 g0 N 9 ov -0 9
Rupiah
Pergerakan FS Express Air untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
Grafik 19
Grafik 19
300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
FS Express Air untuk Penerbangan 23Jam
M ay Au 06 g0 N 6 ov -0 Fe 6 b0 M 7 ay Au 07 g0 N 7 ov -0 Fe 7 bM 08 ay Au 08 g0 N 8 ov -0 Fe 8 bM 09 ay Au 09 g0 N 9 ov -0 9
Rupiah
Pergerakan FS Express Air untuk Penerbangan 3 Jam
Bulan
49
SALINAN (79) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Lion Mentari Airlines masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 20 FS Lion Air untuk Penerbangan 1 Jam 200000
Rupiah
150000 FS Lion Air untuk Penerbangan 1 Jam
100000 50000
Nop-09
Agust-09
Mei-09
Feb-09
Nop-08
Agust-08
Mei-08
Feb-08
Nop-07
Agust-07
Mei-07
Feb-07
Nop-06
Agust-06
Mei-06
0
Bulan
Grafik 21 Pergerakan FS Lion Air untuk Penerbangan 2 Jam 250000 Rupiah
200000 150000
FS Lion Air untuk Penerbangan 2 Jam
100000 50000
M ei -0 6 Ju l-0 S 6 ep -0 N 6 op -0 6 Ja n0 M 7 ar -0 M 7 ei -0 7 Ju l-0 S 7 ep -0 N 7 op -0 7 Ja n0 M 8 ar -0 M 8 ei -0 8 Ju l-0 8
0
Bulan
Grafik 22 Pergerakan FS Lion Air untuk Penerbangan 3 Jam 250000
150000
FS Lion Air untuk Penerbangan 3 Jam
100000 50000 0
M ei -0 6 Ju l-0 S 6 ep -0 N 6 op -0 Ja 6 n0 M 7 ar -0 M 7 ei -0 7 Ju l-0 S 7 ep -0 N 7 op -0 Ja 7 n0 M 8 ar -0 M 8 ei -0 8 Ju l-0 8
Rupiah
200000
Bulan
50
SALINAN (80) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Wings Abadi Airlines masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 23
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
S ep -0 7 N op -0 7 Ja n08
Ju l-0 7
S ep -0 6 N o p06 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7
FS Wings untuk Penerbangan 1 Jam
Ju l-0 6
M ei -0 6
Rupiah
Pergerakan FS Wings Air untuk Penerbangan 1 Jam
Bulan
Grafik 24 Pergerakan FS Wings untuk Penerbangan 2 Jam 200000 Rupiah
150000 FS Wings untuk Penerbangan 2 Jam
100000 50000
Ju l-0 6 S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7 Ju l-0 7 S ep -0 7 N op -0 7 Ja n08
M ei -0 6
0
Bulan
Grafik 25 Pergerakan FS Wings untuk Penerbangan 2 Jam 200000
FS Wings untuk Penerbangan 2 Jam
100000 50000
Ju l-0 6 S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7 Ju l-0 7 S ep -0 7 N op -0 7 Ja n08
0
M ei -0 6
Rupiah
150000
Bulan
51
SALINAN (81) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Metro Batavia masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: Grafik 26 FS Batavia untuk Penerbangan 1 Jam 200000
Rupiah
150000 FS Batavia untuk Penerbangan 1 Jam
100000 50000
Nop-09
Agust-09
Mei-09
Feb-09
Nop-08
Agust-08
Mei-08
Feb-08
Nop-07
Agust-07
Mei-07
Feb-07
Nop-06
Agust-06
Mei-06
0
Bulan
Grafik 27
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 Ju l-0 7 S ep -0 7 N op -0 7 Ja n08
FS Batavia untuk Penerbangan 2 Jam
Ju l-0 6 S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7
M ei -0 6
Rupiah
Pergerakan FS Batavia untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
Grafik 28 Pergerakan FS Batavia untuk Penerbangan 3 Jam 300000 200000
FS Batavia untuk Penerbangan 3 Jam
150000 100000 50000
Ju l-0 6 S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7 Ju l-0 7 S ep -0 7 N op -0 7 Ja n08
0
M ei -0 6
Rupiah
250000
Bulan
52
SALINAN (82) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Kartika Airlines masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: Grafik 29 Pergerakan FS Kartika untuk Penerbangan 1 Jam 300000
Rupiah
250000 200000 FS Kartika untuk Penerbangan 1 Jam
150000 100000 50000 Nov-09
Aug-09
May-09
Feb-09
Nov-08
Aug-08
May-08
Feb-08
Nov-07
Aug-07
May-07
Feb-07
Nov-06
Aug-06
May-06
0
Bulan
Grafik 30
350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 M ay -0 Se 6 p06 Ja n0 M 7 ay -0 Se 7 p07 Ja n0 M 8 ay -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ay -0 Se 9 p09
FS Kartika untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
Grafik 31 Pergerakan FS Kartika untuk Penerbangan 3 Jam 400000 300000 FS Kartika untuk Penerbangan 3 Jam
200000 100000 0
M ay -0 Se 6 p06 Ja n0 M 7 ay -0 Se 7 p07 Ja n0 M 8 ay -0 Se 8 p08 Ja n0 M 9 ay -0 Se 9 p09
Rupiah
Rupiah
Pergerakan FS Kartika untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
53
SALINAN (83) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Trigana Air Service masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 32
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
FS Trigana untuk Penerbangan 1 Jam
M ar -0 8 M ay -0 8 Ju l-0 8 S ep -0 8 N ov -0 8 Ja n09 M ar -0 9 M ay -0 9 Ju l-0 9 S ep -0 9 N ov -0 9
Rupiah
Pergerakan FS Trigana untuk Penerbangan 1 Jam
Bulan
Grafik 33
400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
FS Trigana untuk Penerbangan 2 Jam
M ar -0 8 M ay -0 8 Ju l-0 8 S ep -0 8 N ov -0 8 Ja n09 M ar -0 9 M ay -0 9 Ju l-0 9 S ep -0 9 N ov -0 9
Rupiah
Pergerakan FS Trigana untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
Grafik 34
250000 200000 150000 100000 50000 0
FS Trigana untuk Penerbangan 3 Jam
M ar -0 M 8 ay -0 8 Ju l-0 Se 8 p0 N 8 ov -0 Ja 8 n0 M 9 ar -0 M 9 ay -0 9 Ju l-0 Se 9 p0 N 9 ov -0 9
Rupiah
Pergerakan FS Trigana untuk Penerbangan 3 Jam
Bulan
54
SALINAN (84) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Indonesia AirAsia masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 35
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
S ep -0 7
Ju l-0 7
M ei -0 7
M ar -0 7
Ja n07
N op -0 6
S ep -0 6
FS Air Asia untuk Penerbangan 1 Jam
Ju l-0 6
M ei -0 6
Rupiah
Pergerakan FS Air Asia untuk Penerbangan 1 Jam
Bulan
Grafik 36
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 S ep -0 7
Ju l-0 7
M ar -0 7 M ay -0 7
Ja n07
N ov -0 6
S ep -0 6
FS Air Asia untuk Penerbangan 2 Jam
Ju l-0 6
M ay -0 6
Rupiah
Pergerakan FS Air Asia untuk Penerbangan 2 Jam
Bulan
Grafik 37
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 S ep -0 7
Ju l-0 7
M ar -0 7 M ay -0 7
S ep -0 6 N ov -0 6 Ja n07
FS Air Asia untuk Penerbangan 3 Jam
Ju l-0 6
M ay -0 6
Rupiah
Pergerakan FS Air Asia untuk Penerbangan 3 Jam
Bulan
55
SALINAN (85) Bahwa kronologis kenaikan fuel surcharge seluruh maskapai penerbangan berdasarkan laporan masing-masing maskapai penerbangan kepada Departemen Perhubungan dapat dilihat dalam tabel berikut:-----------------------------------------Tabel 26 Perkembangan fuel surcharge para Terlapor No 1
Tanggal 6-Aug-07
Maskapai Garuda
0 s/d 1 jam
1 s/d 2 jam
2 s/d 3 jam
3 s/d 4 jam
4 s/d 5 jam
>5 jam
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
150000
175000
200000
---
---
---
24 Januari 2008
50000
Indonesia 2
4-Sep-07
Garuda
60000
Indonesia 3
Tanggal FS Berlaku 1 Agustus 2007
10-Sep-07
24-Jan-08
Merpati
4
25-Jan-08
Xpress Air
5
5-Feb-08
Trigana
120000
---
---
---
---
---
Februari 2008
6
12-Feb-08
Riau Airlines
120000
---
---
---
---
---
3 Desember 2007
7
18-Feb-08
Mandala
160000
175000
200000
---
---
---
15 Februari 2008
8
4-Mar-08
Sriwijaya Air
140000
160000
---
---
---
---
9
26-Mar-08
Garuda
160000
175000
200000
26 Januari 2008.
Indonesia
---
---
---
15 Februari 2008 22 Januari 2008
10
2-Apr-08
Sriwijaya Air
170000
190000
210000
---
---
---
3-Apr-08
11
17-Apr-08
Merpati
175000
200000
225000
250000
---
---
16-Apr-08
12
23-Apr-08
Lion Air
175000
200000
225000
---
---
---
28-Apr-08
13
23-May-08
Lion Air
190000
230000
270000
---
---
---
28 Mei 2008
14
26-May-08
Lion Air
190000
230000
270000
---
---
---
28 Mei 2008
15
26-May-08
Wings Air
190000
230000
270000
---
---
---
28 Mei 2008
16
28-May-08
Sriwijaya Air
190000
210000
230000
---
---
---
17
30-May-08
Batavia Air
190000
230000
270000
18
2-Jun-08
Kartika
230000
230000
250000
19
2-Jun-08
Riau Airlines
200000
---
20
5-Jun-08
Sriwijaya Air
190000
230000
21
10-Jun-08
Merpati
250000
22
30-Jun-08
Garuda
250000
27 Mei 2008 28 Mei 2008.
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
3 Juni 2008
270000
---
---
---
3 Juni 2008
300000
350000
400000
450000
---
310000
370000
430000
430000
Airlines
Indonesia
---
6 Juni 2008
9 Juni 2008 1 Juli 2008
23
30-Jun-08
Lion Air
190000
230000
270000
---
---
---
24
30-Jun-08
Wings Air
190000
230000
270000
---
---
---
25
1-Jul-08
Sriwijaya Air
230000
270000
310000
---
---
---
3 Juli 2008
26
1-Jul-08
Lion Air
190000
230000
270000
---
---
---
2 Juli 2008
230000
270000
27
Juli 2008
Wings Air
190000
28
2-Jul-08
Linus Airways
220000
---
---
---
---
---
---
28 Mei 2008
29
14-Jul-08
Merpati
275000
325000
375000
425000
475000
500000
30
15-Jul-08
Mandala
205000
225000
255000
---
---
---
1 Juli 2008
31
20-Aug-08
Riau Airlines
200000
---
---
---
---
---
Juni 2008
56
SALINAN No 32
Tanggal 21-Aug-08
Maskapai Riau Airlines
0 s/d 1 jam
1 s/d 2 jam
2 s/d 3 jam
3 s/d 4 jam
4 s/d 5 jam
>5 jam
Tanggal FS Berlaku
284000
---
---
---
---
---
Juli 2008
33
3-Sep-08
Sriwijaya Air
190000
230000
270000
---
---
---
5-Sep-08
34
10-Sep-08
Linus Airways
210000
---
---
---
---
---
20-Sep-08
35
11-Sep-08
Garuda
240000
310000
380000
450000
500000
---
---
---
---
---
---
---
-----
Indonesia
---
36
11-Sep-08
Riau Airlines
240000
37
12-Sep-08
Kartika
270000
270000
300000
38
15-Sep-08
Xpress Air
---
---
---
---
---
39
16-Sep-08
Mandala
---
---
---
---
---
---
15-Sep-08
40
17-Sep-08
Lion Air
180000
220000
260000
---
---
---
18-Sep-08
Airlines
12-Sep-08
15-Sep-08
5 Spetember 2008
41
17-Sep-08
Wings Air
180000
220000
260000
---
---
---
18-Sep-08
42
18-Sep-08
Mandala
180000
220000
255000
---
---
---
19-Sep-09
43
20-Sep-08
Linus Airways
190000
210000
---
---
---
---
20-Sep-08
44
5-Nov-08
Xpress Air
230000
300000
370000
440000
490000
---
10-Nov-08
45
23-Dec-08
Lion Air
180000
220000
260000
---
---
---
18-Sep-08
---
---
---
46
23-Dec-08
Wings Air
180000
220000
260000
47
6-Jan-09
Kartika
180000
220000
255000
Airlines 48
7-Jan-09
Linus Airways
180000
210000
220000
49
9-Jan-09
Kartika
180000
220000
255000
Airlines
---
---
---
---
---
---
---
---
---
18-Sep-08 6 Januari 2009
15 Januari 2009 12 Januari 2009
50
12-Jan-09
Lion Air
170000
210000
250000
---
---
---
51
12-Jan-09
Wings Air
160000
170000
210000
250000
---
---
52
14-Jan-09
Xpress Air
240000
---
---
---
53
15-Jan-09
Merpati
230000
---
---
---
54
16-Jan-09
Sriwijaya Air
170000
270000
230000
---
---
---
12 Januari 2009
55
30-Jan-09
Mandala
170000
210000
245000
---
---
---
19 Januari 2009
56
3-Feb-09
Garuda
180000
250000
320000
440000
---
3 Februari 2009
57
3-Feb-09
Lion Air
170000
210000
250000
---
---
---
15 Jan 2009
58
3-Feb-09
wings air
160000
210000
250000
---
---
---
15 Jan 2009
59
30-Jun-09
Batavia Air
190000
230000
270000
---
---
---
28 Mei 2008
60
13-Jul-09
Trigana
---
---
---
---
---
---
61
14-Jul-09
Sriwijaya Air
170000
230000
27000
---
---
---
1-Sep-09
62
29-Jul-09
Mandala
170000
210000
245000
---
---
---
19 Januari 2009
63
18-Aug-09
Mandala
180000
225000
265000
---
---
15 Agustus 2009
64
26-Aug-09
Garuda
200000
270000
340000
10000
460000
510000
26 Agustus 2009
65
2-Sep-09
Sriwijaya
170000
230000
270000
---
---
---
66
15-Sep-09
Batavia Air
170000
200000
250000
---
---
---
67
17-Sep-09
Merpati
250000
310000
410000
200000
270000
340000
280000
370000
Airlines 68
30-Dec-09
Garuda
39000
---
---
---
---
410000
460000
---
15 Januari 2009
15 Januari 2009
1 Spetember 2009. 15-Sep-09 10-Sep-09
30 Desember 2009
57
SALINAN 21.8 Tentang
Perhitungan
Pendapatan
Fuel
Surcharge
dalam
Laporan
Keuangan; ----------------------------------------------------------------------------------(86) Bahwa dalam struktur biaya, pengeluaran biaya bahan bakar/fuel dikategorikan sebagai variable cost atau biaya variabel; -----------------------------------------------(87) Bahwa dalam perhitungan basic fare, sudah diperhitungkan biaya untuk fuel (sesuai dengan KM 9 Tahun 2002, asumsi harga basis fuel Rp 2.700,-/liter); ------(88) Bahwa fuel surcharge ditujukan untuk menuntup selisih harga fuel terhadap harga basis fuel yang diasumsikan pada saat membuat KM 9 Tahun 2002 yaitu sebesar Rp 2.700,-/liter; -----------------------------------------------------------------------------(89) Bahwa dengan adanya sub classes dalam penjualan tiket, persentase pendapatan untuk fuel menjadi bervariasi;-------------------------------------------------------------(90) Bahwa berikut perkembangan pendapatan dari fuel surcharge dibandingkan dengan fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009: ----------------------------Tabel 27 Perbandingan Pendapatan Fuel Surcharge dan Fuel Cost Tahun 2006-2007 (confidential) 2006 FS (Rp)
2007 FC (Rp)
FS (Rp)
2008 FC (Rp)
FS (Rp)
2009 FC (Rp)
FS (Rp)
FC (Rp)
GA SJ MZ RI RAL XN JT IW 7P KAE TGN QZ
58
SALINAN Keterangan: a.
Bahwa Terlapor yang menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah PT Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, dan PT Indonesia Air Asia; ----
b.
Bahwa Terlapor yang menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 adalah PT Merpati Nusantara Airlines (Persero); --------------------------------------
c.
Bahwa Terlapor yang menyerahkan data fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 adalah PT Travel Express dan PT Kartika Airlines;-------------------------------------------------------------------------
d.
Oleh
karena
Terlapor
tidak
menyerahkan
data,
perhitungan
pendapatan fuel surcharge tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 untuk PT Mandala Airlines, PT PT Riau Airlines, PT Travel Express, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, dan PT Trigana Airlines dihitung berdasarkan ratarata besaran fuel surcharge dalam satu tahun dikali dengan jumlah penumpang aktual masing-masing maskapai pada tahun yang bersangkutan; -----------------------------------------------------------------e.
Oleh karena Terlapor tidak memberikan data, biaya fuel tahun 2006, 2007 dan 2008 untuk PT Mandala Airlines, PT PT Riau Airlines, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, dan PT Trigana Airlines dihitung berdasarkan rata-rata biaya fuel per penumpang PT Sriwijaya Air dikali dengan jumlah penumpang aktual masing-masing maskapai pada tahun yang bersangkutan. PT Sriwijaya Air digunakan sebagai dasar perhitungan karena jumlah dan jenis pesawat, rute penerbangan serta ukuran perusahaan dianggap dapat mewakili maskapai yang tidak memberikan data;-------------------------
f.
Oleh karena para Terlapor tidak memberikan data, perhitungan biaya fuel dihitung berdasarkan rata-rata biaya fuel per penumpang PT Merpati Nusantara Airlines dikali dengan jumlah penumpang aktual masing-masing maskapai pada tahun yang bersangkutan. PT Merpati
59
SALINAN Airlines digunakan sebagai dasar perhitungan karena hanya data Merpati Nusantara Airlines yang tersedia; --------------------------------g.
Karena Terlapor tidak memberikan data, jumlah penumpang diestimasi berdasarkan data jumlah penumpang pada Tabel 14; --------
21.9 Tentang Perhitungan Pajak atas Fuel Surcharge (vide bukti B23, BAP PL Dirjen Pajak);------------------------------------------------------------------------------(91) Bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, yang menjadi kewajiban pajak bagi maskapai penerbangan antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); --------------------------------------------------(92) Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 17 dan 19 UU PPN, PPN yang dipungut oleh maskapai penerbangan adalah 10% (sepuluh persen) dikali Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP dalam hal ini adalah seluruh biaya yang diminta/dibebankan oleh maskapai penerbangan kepada konsumen; ----------------------------------------------(93) Bahwa dalam membeli avtur dari PT Pertamina (Persero), maskapai penerbangan sudah dikenakan PPN 10%. PPN tersebut merupakan PPN keluaran6 bagi PT Pertamina (Persero) dan PPN masukan7 bagi maskapai penerbangan; --------------(94) Bahwa praktek yang terjadi selama ini, perhitungan DPP untuk PPN atas harga tiket pesawat dihitung dari basic fare;----------------------------------------------------(95) Bahwa makapai penerbangan tidak mengenakan PPN atas fuel surcharge kepada konsumen, sehingga fuel surcharge tidak diperhitungkan sebagai DPP; ------------(96) Bahwa menurut beberapa maskapai penerbangan, PPN atas fuel surcharge tersebut ditanggung oleh maskapai penerbangan, sehingga tidak dibebankan kepada penumpang; ----------------------------------------------------------------------------------(97) Bahwa dalam salah satu rapat internal INACA pada tanggal 7 Mei 2008, pernah ada pembahasan perihal Justifikasi Untuk Usulan Penghapusan PPN terhadap Fuel Surcharge;-------------------------------------------------------------------------------------
6
PPN Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. 7 Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu pembelian Barang Kena Pajak, penerimaan Jasa Kena Pajak, atau impor Barang Kena Pajak.
60
SALINAN (98) Bahwa sebagian besar maskapai penerbangan memasukkan fuel surcharge ke dalam komponen pendapatan tanpa dipisahkan secara khusus;-----------------------(99) Bahwa perhitungan PPH atas fuel surcharge perlu diperhitungkan karena fuel surcharge merupakan salah satu pendapatan maskapai penerbangan; ---------------21.10 Tentang INACA dan Komunikasi di antara Para Terlapor; -------------------(100) Bahwa INACA adalah Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia atau disebut Indonesia National Air Carriers Association disingkat INACA berkedudukan di Ibu Kota Republik Indonesia, didirikan oleh para pengusaha perusahaan penerbangan pada tanggal 19 Oktober 1970; ---------------------------(101) Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: KP5/AU.701/PHB-89 tanggal 23 Nopember 1989, INACA telah dikukuhkan sebagai satu-satunya Wadah Usaha Penerbangan Nasional Indonesia dan Mitra Kerja Pemerintah; ------------------------------------------------------------(102) Bahwa belum semua perusahaan penerbangan nasional menjadi Anggota INACA. Adapun Anggota INACA saat ini ada 20 (dua puluh) anggota yang terdiri dari 15 (lima belas) angkutan udara niaga berjadwal dan 5 (lima) angkutan udara niaga tidak berjadwal, yaitu: -----------------------------------------(103) Angkutan Udara Niaga Berjadwal: Dirgantara Air Service, Deraya Air Service, Garuda Indonesia, Kartika Airlines, Lion Mentari Airlines, Mandala Airlines, Merpati Nusantara Airlines, Metro Batavia, Pelita Air Service, Sriwijaya Airlines, Trigana Air Service, Indonesia AirAsia, Kal Star Aviation, Riau Airlines, Travel Espress;-----------------------------------------------------------------(104) Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal: Derazona Air Service, Eastindo, Gatari Air Service, Indonesia Ait Transport, Sabang Merauke Raya Air Charter; -------(105) Bahwa berikut daftar Anggota INACA berdasarkan tanggal masuk menjadi Anggota: ------------------------------------------------------------------------------------
61
SALINAN Tabel 28 Daftar Anggota INACA No.
Maskapai Penerbangan
Tanggal Masuk Anggota
1.
Deraya Air Service
19 Oktober 1970
2.
Derazona Air Service
19 Oktober 1970
3.
Dirgantara Air Service
19 Oktober 1970
4.
Eastindo
19 Oktober 1970
5.
Garuda Indonesia
19 Oktober 1970
6.
Gatari Air Service
19 Oktober 1970
7.
Indonesia Air Service
19 Oktober 1970
8.
Mandala Airlines
19 Oktober 1970
9.
Merpati Nusantara Airlines
19 Oktober 1970
10.
Pelita Air Service
19 Oktober 1970
11.
Sabang Merauke Raya Air Charter (SMAC)
19 Oktober 1970
12.
Trigana Air Service
19 Oktober 1970
13.
Metro Batavia
01 Agustus 2003
14.
Kartika Airlines
01 Agustus 2003
15.
Lion Mentari Airlines
01 Agustus 2003
16.
Sriwijaya Air
10 Desember 2004
17.
Riau Airlines
01 April 2009
18.
Indonesia AirAsia
01 April 2009
19.
Kal Star Aviation
01 April 2009
20.
Travel Express Aviation Service
01 April 2009
(106) Bahwa pada saat disepakatinya fuel surcharge pada tanggal 10 Mei 2006, Anggota INACA yang menandatangani kesepakatan tersebut pada tangal 4 Mei 2006 adalah: PT Mandala Airlines, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Dirgantara Air Service, PT Srwijaya Air, PT Pelita Air Service, PT Lion Mentari Air, PT Batavia Air, PT Indonesia Air Transport, PT Garuda Indonesia (Persero);-----------------------------------------------------------------------------------(107) Bahwa INACA secara rutin mengadakan rapat-rapat internal maupun dengan pihak Departemen Perhubungan terkait dengan permasalahan terkait dengan penerbangan, termasuk pembahasan mengenai fuel surcharge dan tarif batas atas; ------------------------------------------------------------------------------------------
62
SALINAN (108) Bahwa kronologis rapat-rapat terkait dengan fuel surcharge dan pembahasan revisi KM No. 8 dan KM No. 9 Tahun 2002 terkait dengan tarif batas atas, baik yang dilakukan oleh INACA secara internal maupun antara INACA dengan Pemerintah adalah sebagai berikut:-----------------------------------------------------Tabel 29 Rapat-rapat terkait dengan pembahasan fuel surcharge No.
Hari/Tanggal
Waktu
Tempat
Agenda
1.
Kamis, 04 Mei 2006
10.00 WIB
Ruang Rapat Pelita Lt.2, Jl. Abdul Muis 52-56A Jakarta Pusat
Pembahasan Fuel Surcharge atas kenaikan BBM Pelaksanaan Premi Tambahan (Extra Cover)
2.
Selasa, 30 Mei 2006
10.00 WIB
Ruang Rapat Lion Air Lt.8, Jl. Gajah Mada No.7 Jakarta Pusat
Tanggapan terhadap Pemberitaan yang disampaikan KPPU dalam Mess Media Tentang Fuel Surcharge & Extra Cover Asuransi Penumpang Pesawat Udara
3.
Rabu, 19 September 2007
10.00 WIB
Ruang Rapat Biro Perencanaan, Gedung Cipta Lt. 3
Pembahasan Usulan Penambahan Surcharge dalam menghadapi Lebaran pada H-7 dan H+7
4.
Selasa, 11 Desember 2007
10.00 WIB
Ruang Rapat Sekretariat INACA
Penyusunan Tarif Batas Atas
5.
Selasa, 15 Januari 2008
10.00 WIB
Ruang Rapat Sekretariat INACA
Tarif Batas Atas
6.
Rabu, 2008
Mei
10.00 WIB
Ruang Rapat Sekretariat INACA
Membahas Justifikasi Usulan Penghapusan terhadap Fuel Surcharge
7.
Senin, 15 September 2008
13.00 WIB
Ruang Rapat Darmawanita PT Indonesia
IKKGA Garuda
Membahas KM 8 dan KM 9 Tahun 2002
8.
Kamis, 30 Desember 2008
10.00 WIB
Ruang Rapat Kepala Biro Perencanaan Kabag Pentarifan dan Pelaporan
Pembahasan tentang harga avtur untuk penerbangan domestik
9.
Rabu, 5 Agustus 2009
10.00 WIB
Ruang Rapat Airlines Lt. 8
Mandala
Menanggapi Berita Mess Media Penjelasan KPPU Menduga Telah Terjadi Kartel Dalam Penetapan Fuel Surcharge
10.
Selasa, 03 November 2009
10.00 WIB
Ruang Rapat Demo lt. 2 PT Merpati Nusantara Airlines
Pembahasan Revisi KM.8 dan KM 9 Tahun 2002
11.
Selasa, 17 November 2009
10.00 WIB
Ruang Rapat Demo lt. 2 PT Merpati Nusantara Airlines
Pembahasan Revisi KM.8 dan KM 9 Tahun 2002
7
PT
Untuk PPN
63
SALINAN 22.
Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta sebagaimana diuraikan dalam butir 21 di atas, Tim Pemeriksa menguraikan analisis sebagai berikut (vide bukti A121): ---------------------------------------------------------------------------------------
22.1
Tentang Pelaku Usaha dan Pesaingnya; --------------------------------------------(1)
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 5 tahun 1999, definisi pelaku usaha adalah ”setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbetuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.” -----
(2)
Bahwa berdasarkan butir 1.5 tentang Identitas Para Terlapor dan butir 3.1 tentang Profil dan Pangsa Pasar Para Terlapor, Tim Pemeriksa menilai PT Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service, dan PT Indonesia Air Asia merupakan pelaku usaha sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999, yang masing-masing merupakan badan usaha yang berbentuk badan hukum, yang didirikan di Indonesia, berkedudukan di Indonesia, melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum negara Indonesia antara lain berupa kegiatan Angkutan Udara Niaga Berjadwal dengan rute-rute penerbangan domestik sebagaimana dirinci masing-masing dalam Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10, Tabel 12 dan Tabel 13; -------
(3)
Bahwa berdasarkan butir 1.5. paragraf (11) tentang Identitas PT Linus Airways dan butir 3.1 Tabel 11 tentang Profil PT Linus Airways, Tim Pemeriksa menilai bahwa PT Linus Airways tidak memenuhi unsur pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena secara de facto sudah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh Departemen Perhubungan dan sudah tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang Angkutan Udara Niaga Berjadwal, sehingga Tim Pemeriksa menilai tidak perlu mempertimbangkan PT Linus Airways dalam
64
SALINAN menganalisis dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999;-------------------------------------------------------------------------(4)
Bahwa Tim Pemeriksa menilai PT Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service, dan PT Indonesia Air Asia merupakan para pelaku usaha yang sama-sama melakukan kegiatan Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang merupakan pesaing antara satu dengan lainnya;-------------
22.2
Tentang Pasar Bersangkutan; --------------------------------------------------------(5)
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No 5 Tahun 1999, definisi pasar bersangkutan adalah “pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.” -----------------------------------------------------------------------
(6)
Bahwa pengertian pasar bersangkutan tersebut di atas menekankan pada konteks horizontal yang menjelaskan posisi pelaku usaha beserta pesaingnya. Selanjutnya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Komisi No. 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Pasar Bersangkutan KPPU, cakupan pengertian pasar bersangkutan dapat dikategorikan dalam dua perspektif, yaitu pasar berdasarkan produk dan pasar berdasarkan geografis. Pasar berdasarkan produk terkait dengan kesamaan, atau kesejenisan dan/atau tingkat substitusinya, sedangkan pasar berdasarkan cakupan geografis terkait dengan jangkauan dan/atau daerah permasaran;------------------------
(7)
Bahwa pasar produk didefinisikan sebagai produk-produk pesaing dari produk tertentu ditambah dengan produk lain yang bisa menjadi substitusi dari produk tersebut. Produk lain menjadi substitusi sebuah produk jika keberadaan produk lain tersebut membatasi ruang kenaikan harga dari produk tersebut; ---------------------------------------------------------------------
Pasar Produk
65
SALINAN (8)
Bahwa analisis pasar produk pada intinya bertujuan untuk menentukan jenis barang dan atau jasa yang sejenis atau tidak sejenis tapi merupakan substitusinya yang saling bersaing satu sama lain. Untuk melakukan analisis ini maka suatu produk harus ditinjau dari beberapa aspek, yaitu: kegunaan, karakteristik, dan harga; -----------------------------------------------
(9)
Bahwa dari aspek kegunaan, penerbangan adalah jasa transportasi untuk menghubungkan antara titik keberangkatan dengan titik tujuan. Kegunaan tersebut dapat dipenuhi tidak hanya oleh layanan penerbangan namun juga dapat disubstitusi oleh layanan lainnya, misalnya moda transportasi darat maupun moda transportasi laut. Dengan demikian dari sisi kegunaan penerbangan memiliki banyak substitusi;----------------------------------------
(10) Bahwa jika ditinjau dari aspek karakteristik, meskipun penerbangan memiliki kegunaan yang sama dengan moda transportasi lainnya, terdapat karakteristik yang berbeda secara signfikan antara layanan penerbangan dengan moda transportasi lainnya. Perbedaan paling utama adalah dalam hal kecepatan yang dapat ditempuh oleh pesawat udara dibanding dengan moda transportasi lainnya baik moda transportasi darat maupun moda transportasi laut. Oleh karena itu, dari aspek kecepatan, layanan penerbangan udara merupakan pasar yang terpisah dibanding dengan layanan yang disediakan oleh moda transportasi darat seperti bis dan kereta api, maupuan moda transportasi laut seperti kapal laut; ----------------------(11) Bahwa layanan penerbangan memberikan jasa tranportasi dari satu kota keberangkatan menuju kota kedatangan (rute penerbangan). Setiap rute penerbangan membentuk satu pasar tersendiri yang tidak dapat disubstitusi oleh rute penerbangan lainnya. Kemungkinan susbtitusi pada suatu rute terletak pada moda transportasi lainnya, namun sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, aspek kecepatan menyebabkan moda transportasi lain tidak menjadi substitusi dari layanan penerbangan; -------(12) Bahwa penerbangan berjadwal juga memberikan karakteristik tersendiri yang membedakannya dari penerbangan tidak berjadwal. Konsumen yang bertujuan untuk menggunakan penerbangan berjadwal harus mengikuti jadwal keberangkatan yang telah ditentukan oleh pihak maskapai. Berbeda
66
SALINAN dengan penerbangan tidak berjadwal yang dapat digunakan setiap saat oleh konsumen;---------------------------------------------------------------------------(13) Bahwa penerbangan penumpang dan penerbangan kargo juga memiliki karakteristik yang berbeda. Yang pertama menerbangkan orang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan yang kedua tidak menerbangkan orang melainkan barang. Jelas bahwa penerbangan kargo bukan merupakan substitusi bagi penerbangan penumpang; ---------------------------------------(14) Bahwa dari aspek harga, secara umum harga jasa penerbangan berjadwal lebih mahal dibanding dengan moda transportasi lainnya meskipun di waktu tertentu dan pada rute tertentu harga jasa penerbangan bisa sangat mendekati moda transportasi kereta api; ----------------------------------------(15) Bahwa secara umum, harga penerbangan berjadwal lebih murah dibanding dengan harga penerbangan tidak berjadwal;------------------------------------(16) Bahwa dengan demikian, dari sisi harga, penerbangan berjadwal merupakan pasar tersendiri yang terpisah dibanding dengan moda transportasi lainnya; ---------------------------------------------------------------(17) Bahwa berdasarkan analisis di atas, baik dari aspek kegunaan, aspek karakteristik maupun aspek harga, maka pasar produk pada perkara ini adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan; ------------------------------------------Pasar Geografis (18) Bahwa pasar geografis adalah wilayah dimana suatu pelaku usaha dapat meningkatkan harganya tanpa menarik masuknya pelaku usaha baru atau tanpa kehilangan konsumen yang signifikan, yang berpindah ke pelaku usaha lain di luar wilayah tersebut. Hal ini antara lain terjadi karena biaya transportasi yang harus dikeluarkan konsumen tidak signifikan, sehingga tidak mampu mendorong terjadinya perpindahan konsumsi produk tersebut; -----------------------------------------------------------------------------(19) Bahwa analisis pasar geografis bertujuan untuk menjelaskan di area mana saja pasar produk yang telah didefinisikan saling bersaing satu sama lain; -
67
SALINAN (20) Bahwa dengan memperhatikan rute-rute penerbangan yang dimiliki oleh masing-masing Terlapor sebagaimana diuraikan dalam Tabel 1 s/d Tabel 10, Tabel 12 dan Tabel 13, terdapat persamaan dan perbedaan rute di antara para Terlapor. Sebagai ilustrasi, untuk suatu rute tertentu, maskapai penerbangan A bersaing dengan maskapai penerbangan B, namun untuk rute lainnya, maskapai penerbangan A tersebut tidak bersaing dengan maskapai penerbangan B, namun bersaing dengan maskapai penerbangan C; -------------------------------------------------------------------------------------(21) Bahwa di setiap titik keberangkatan atau titik kedatangan, maskapai penerbangan melayani penumpang yang berlokasi di wilayah sekitar titik keberangkatan ataupun titik kedatangan; ---------------------------------------(22) Bahwa dengan demikian pasar geografis setiap rute tersebar di wilayah sekitar bandar udara berada. Secara umum, bandar udara terletak di ibu kota provinsi untuk meliputi seluruh penumpang yang berada pada provinsi tersebut (catchment area);----------------------------------------------(23) Bahwa dalam hal terdapat dua bandar udara yang relatif berdekatan, konsumen memiliki dua pilihan dalam rangka menentukan bandar udara mana yang akan digunakannya, sehingga dalam kondisi tersebut pasar geografis suatu rute bisa mencakup rute lainnya yang berada pada bandar udara terdekat (overlapping catchment area); ---------------------------------(24) Bahwa meskipun demikian, pertimbangan jarak tempuh, biaya, dan rute yang tersedia akan sangat mempengaruhi bandar udara mana yang akan dipilih oleh konsumen; ------------------------------------------------------------(25) Bahwa kondisi overlapping catchment area jarang terjadi sehingga secara umum pasar geografis untuk setiap rute mencakup wilayah catchment area masing-masing bandar udara.;----------------------------------------------------(26) Bahwa dengan demikian pasar geografis pada perkara ini adalah catchment area pada setiap bandar udara;----------------------------------(27) Bahwa berdasarkan analisis pasar produk dan pasar geografis, maka dalam perkara ini pasar bersangkutan meliputi layanan jasa penerbangan
68
SALINAN penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara; --------------22.3
Tentang Dugaan Penetapan Harga; -------------------------------------------------(28) Bahwa berdasarkan butir 3.3 Tentang Formula Perhitungan Harga Tiket, dalam Tabel 16 terlihat bahwa Formula Perhitungan Harga Tiket para Terlapor pada prinsipnya sama yaitu memuat basic fare, PPN, IWJR dan Fuel Surcharge. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, terdapat perbedaan pada komponen IWJR, dimana ada yang menetapkan sebesar Rp 5.000,(lima ribu rupiah), Rp 6.000,- (enam ribu rupiah) dan Rp 11.000,- (sebelas ribu rupiah). Selain itu terdapat perbedaan pada pengenaan administration fee (biaya administrasi), asuransi tambahan dan convinience fee, dimana ada Terlapor yang memberlakukan, ada yang tidak. Untuk komponen Fuel Surcharge sendiri, terdapat 2 (dua) Terlapor yang saat pemeriksaan perkara ini dilaksanakan, sudah tidak memberlakukan fuel surcharge yaitu PT Riau Airlines dan PT Indonesia Air Asia; ----------------------------------(29) Bahwa dalam perhitungan komponen basic fare, masing-masing Terlapor memiliki strategi harga (pricing strategy) yang dikenal dengan subclasses. Dalam penerapan sub classes sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 17 tentang Kategorisasi Sub Classes oleh Para Terlapor, terlihat variasi dalam kategorisasi sub classes yang terbagi dalam jumlah kelas yang berbedabeda; ---------------------------------------------------------------------------------(30) Bahwa perhitungan komponen PPN adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari basic fare. Besar kecilnya perhitungan PPN, tergantung pada besar kecilnya basic fare yang dikenakan sesuai dengan kategorisasi sub classes yang dibeli oleh penumpang;-----------------------------------------------------(31) Bahwa perhitungan komponen IWJR dihitung sebagai bagian dari harga tiket, namun tidak termasuk ke dalam perhitungan pendapatan maskapai penerbangan. Berdasarkan Tabel 16, ternyata terdapat variasi besaran IWJR yang diterapkan oleh masing-masing maskapai penerbangan; -------(32) Bahwa formula perhitungan fuel surcharge yang ditetapkan oleh masingmasing Terlapor berbeda-beda sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 18; -
69
SALINAN (33) Bahwa berdasarkan berbagai pendapat dari maskapai penerbangan, Tim Pemeriksa menilai perhitungan komponen fuel surcharge di dalam harga tiket tergantung pada: harga avtur, konsumsi avtur dan load factor;--------(34) Bahwa harga avtur yang dibeli oleh maskapai penerbangan dari PT Pertamina (Persero) dipengaruhi oleh MOPS untuk jet fuel atau avtur, kurs Rupiah terhadap US Dollar, serta lokasi DPPU Pertamina; ------------------(35) Bahwa konsumsi avtur dipengaruhi oleh waktu tempuh/jarak tempuh, jenis dan tipe serta usia pesawat; -------------------------------------------------------(36) Bahwa load factor dipengaruhi oleh rute-rute yang dipilih maskapai penerbangan untuk diterbangi, peak season dan low season, serta daya beli masyarakat yang menjadi konsumen maskapai penerbangan; ---------------(37) Bahwa dalam membuat formula perhitungan fuel surcharge, maskapai penerbangan membuat asumsi tentang harga avtur, konsumsi avtur dan load factor;--------------------------------------------------------------------------(38) Bahwa asumsi yang digunakan untuk menentukan harga avtur adalah harga rata-rata avtur yang dijual oleh Pertamina sebagaimana diuraikan dalam Tabel 19. Namun dalam menentukan asumsi tersebut, terdapat perbedaan penentuan asumsi harga avtur yang digunakan karena bersifat forecasting atau peramalan;---------------------------------------------------------------------(39) Bahwa jenis pesawat yang digunakan oleh masing-masing penerbangan berbeda-beda sebagaimana telah diuraikan dalam profil para Terlapor dalam butir 3.1, Tabel 1 s/d Tabel 10, Tabel 12 dan Tabel 13; --------------(40) Bahwa dalam penentuan konsumsi avtur, maskapai penerbangan menggunakan asumsi dengan mengacu pada konsumsi avtur satu atau lebih jenis pesawat. Namun demikian, meskipun terdapat jenis pesawat yang sama yang dijadikan acuan dalam perhitungan fuel surcharge, terdapat perbedaan asumsi konsumsi avtur untuk jenis pesawat tersebut sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 20; -------------------------------------(41) Bahwa dalam penentuan asumsi load factor untuk perhitungan fuel surcharge, maskapai penerbangan menggunakan load factor rata-rata yang berbeda-beda persentasenya sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 21;----
70
SALINAN (42) Bahwa dengan demikian, oleh karena formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda, Tim Pemeriksa menilai seharusnya fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda; ------------------------(43) Bahwa Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama” ----(44) Bahwa penetapan harga atau kartel harga terjadi apabila beberapa perusahaan dalam industri sejenis membuat perjanjian untuk mengatur harga secara bersama-sama atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen; -----------------------------------------------------------(45) Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU No. 5/1999, definisi perjanjian adalah “suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.”---------------------------------------------(46) Bahwa untuk membuktikan ada tidaknya perjanjian tersebut, Tim Pemeriksa terlebih dahulu menganalisis apakah terjadi komunikasi di antara para Terlapor terkait dengan penetapan fuel surcharge baik secara langsung melalui INACA maupun secara tidak langsung dengan cara price signaling yang dilakukan oleh perusahaan yang dominan; -------------------(47) Bahwa berdasarkan fakta-fakta sebagaimana terurai dalam butir 3.10 Tentang INACA dan Komunikasi di antara Para Terlapor, berdasarkan Tabel 29, Tim Pemeriksa menilai terdapat komunikasi secara internal dalam INACA terkait dengan pembahasan fuel surcharge yaitu pada tanggal 04 Mei 2006 sebagaimana diuraikan dalam butir 3.2 Tentang Kronologis Pengenaan Fuel Surcharge paragraf (12); ------------------------(48) Bahwa berdasarkan butir 3.2 Tentang Kronologis Pengenaan Fuel Surcharge paragraf (16) dan Tabel 29, KPPU memberikan masukan kepada INACA untuk mencabut penetapan mengenai fuel surcharge dan
71
SALINAN mengembalikan kewenangan penetapan fuel surcharge kepada masingmasing maskapai penerbangan; --------------------------------------------------(49) Bahwa setelah menerima masukan dari KPPU, berdasarkan butir 3.2 Tentang Kronologis Pengenaan Fuel Surcharge paragraf (17) dan Tabel 29, INACA mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA;--------------------------(50) Bahwa maskapai penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara ini, yang menandatangani kesepakatan pada tanggal 04 Mei 2006 adalah: PT Garuda Indonesia (Persero), PT Srwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Lion Mentari Airlines dan PT Metro Batavia;----------------------------------------------------------------------(51) Bahwa maskapai penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara ini, namun tidak menandatangani kesepakatan pada tanggal 4 Mei 2006 adalah: PT Riau Airlines, PT Express Air, PT Wings Airlines, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service, PT Indonesia Air Asia;--------------------(52) Bahwa berdasarkan Tabel 28 Tentang Daftar Anggota INACA, maskapai penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara ini telah menjadi anggota INACA pada tanggal 4 Mei 2006 adalah: PT Garuda Indonesia (Persero), PT Srwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Lion Mentari Airlines, PT Metro Batavia, PT Express Air, PT Kartika Airlines, dan PT Trigana Air Service; -------------(53) Bahwa berdasarkan Tabel 28 Tentang Daftar Anggota INACA, maskapai penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara ini yang belum menjadi anggota INACA pada tanggal 4 Mei 2006 adalah: PT Riau Airlines, PT Wings Airlines dan PT Indonesia Air Asia;---------------------(54) Bahwa penetapan fuel surcharge sebesar Rp 20.000,- (dua puluh ribu) pada tanggal 10 Mei 2006, meskipun telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan dengan sepengetahuan Menteri Perhubungan c.q. Dirjen Perhubungan Udara, Tim Pemeriksa menilai hal tersebut merupakan suatu
72
SALINAN bentuk kartel yang dilakukan oleh maskapai penerbangan melalui wadah INACA sebagaimana diuraikan dalam angka 3.2. tentang Kronologis Pemberlakukan Fuel Surcharge; -------------------------------------------------(55) Bahwa Tim Pemeriksa perlu menguji apakah benar setelah tanggal 30 Mei 2006, fuel surcharge sudah ditetapkan masing-masing oleh para Terlapor tanpa melakukan koordinasi satu sama lainnya; -------------------------------(56) Bahwa pada butir 3.4 Tentang Formula Perhitungan Fuel Surcharge paragraf (37), pada tanggal 15 Februari 2008, Departemen Perhubungan mengeluarkan formula perhitungan fuel surcharge yang kemudian direvisi pada tanggal 03 Maret 2008; -----------------------------------------------------(57) Bahwa untuk mengetahui apakah terdapat penetapan harga fuel surcharge yang dilakukan oleh para Terlapor, Tim Pemeriksa melakukan analisis terhadap pergerakan fuel surcharge masing-masing Terlapor; --------------(58) Bahwa berdasarkan Tabel 23, Tabel 24, Tabel 25 dan Tabel 29 serta Grafik 2 s/d Grafik 37 mengenai pergerakan fuel surcharge para Terlapor masingmasing untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, Tim Pemeriksa melakukan analisis pergerakan fuel surcharge seluruh Terlapor dalam grafik sebagai berikut:----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 38
73
SALINAN Grafik 38 Perbandingan pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan 0 s/d 1 jam Pergerakan Fuel Surcharge untuk Penerbangan 1 Jam dari Seluruh Maskapai 2006 - 2009 300000 Sriw ijaya Garuda
250000
Mandala Ekspress Air
Rupiah
200000
RAL Lion
150000
Batavia Kartika
100000
Merpati Wings
50000
Trigana Air Asia Nov-09
Aug-09
May-09
Feb-09
Nov-08
Aug-08
May-08
Feb-08
Nov-07
Aug-07
May-07
Feb-07
Nov-06
Aug-06
May-06
0
Bulan
Grafik 39 Perbandingan pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan 1 s/d 2 jam Pergerakan Fuel Surcharge Untuk Penerbangan 2 Jam dari Seluruh Maskapai Tahun 2006 - 2009 400000
Sriwijaya Garuda
Bulan
Nov-09
Aug-09
May-09
Feb-09
Merpati Nov-08
0 Aug-08
Kartika May-08
50000 Feb-08
Batavia
Nov-07
100000
Aug-07
Lion
May-07
RAL
150000
Feb-07
Ekspress Air
200000
Nov-06
Mandala
250000
Aug-06
300000
May-06
Rupiah
350000
Wings Trigana Air Asia
74
SALINAN Grafik 40 Perbandingan pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan 2 s/d 3 jam
Pergerakan FS Penerbangan 3 Jam Untuk Seluruh Maskapai Sriwijaya Tahun 2006 - 2009
Kartika N o v -0 9
0 A u g -0 9
Batavia M a y -0 9
100000 N o v -0 8 F e b -0 9
Lion
A u g -0 8
200000
F e b -0 8 M a y -0 8
RAL
N o v -0 7
300000
A u g -0 7
Ekspress Air
F e b -0 7 M a y -0 7
400000
N o v -0 6
Mandala
A u g -0 6
500000
M a y -0 6
R u p iah
Garuda
Merpati Wings Trigana
Bulan
Air Asia
(59) Bahwa berdasarkan Grafik 38, Grafik 39 dan Grafik 40, Tim Pemeriksa menilai terdapat trend yang sama atas pergerakan fuel surcharge di antara para Terlapor untuk masing-masing zona waktu penerbangan; ----------------------------------------------------------------------(60) Bahwa untuk mendukung analisis tabel dan grafik tersebut di atas, Tim Pemeriksa melakukan perbandingan prosentase pergerakan harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor sebagai berikut: --------------
Tabel 30 Perbandingan prosentase pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan 0 s/d 1 jam Bulan/Tahun Mei-06
Express
Sriwijaya
Garuda
0.0
0.0
50.0
Air
Merpati
Batavia
Lion Air
RAL
0.0
0.0
0.0
n/a
Mandala
Kartika
Wings
Trigana
Air Asia
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jun-06
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jul-06
50.0
50.0
0.0
50.0
0.0
50.0
n/a
50.0
0.0
50.0
n/a
50.0
75
SALINAN Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Express Air
Merpati
Batavia
Lion Air
RAL
Mandala
Kartika
Wings
Trigana
Air Asia
Agust-06
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
33.3
Sep-06
33.3
33.3
33.3
33.3
50.0
33.3
n/a
0.0
0.0
33.3
n/a
0.0
Okt-06
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Nop-06
0.0
0.0
25.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
100.0
0.0
n/a
0.0
Des-06
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jan-07
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Feb-07
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Mar-07
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
33.3
0.0
0.0
n/a
0.0
Apr-07
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
62.5
Mei-07
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
23.1
Jun-07
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
n/a
25.0
Jul-07
50.0
25.0
40.0
25.0
0.0
50.0
n/a
0.0
0.0
50.0
n/a
10.0
Agust-07
0.0
20.0
14.3
32.0
0.0
0.0
n/a
50.0
100.0
0.0
n/a
27.3
Sep-07
33.3
33.3
0.0
33.3
0.0
66.7
n/a
33.3
0.0
66.7
n/a
14.3
Okt-07
25.0
0.0
37.5
25.0
233.3
-20.0
n/a
0.0
0.0
-20.0
n/a
n/a
Nop-07
50.0
75.0
50.0
0.0
40.0
56.3
n/a
0.0
87.5
56.3
n/a
n/a
Des-07
0.0
14.3
0.0
0.0
14.3
28.0
n/a
25.0
13.3
28.0
n/a
n/a
Jan-08
0.0
0.0
21.2
36.4
0.0
0.0
n/a
30.0
0.0
0.0
n/a
n/a
Feb-08
-6.7
0.0
0.0
0.0
18.8
18.8
n/a
15.4
0.0
18.8
n/a
n/a
Mar-08
21.4
9.4
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
6.7
0.0
0.0
0.0
n/a
Apr-08
11.8
8.6
12.5
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
11.8
0.0
0.0
n/a
Mei-08
0.0
15.8
20.0
16.7
0.0
0.0
n/a
15.6
21.1
0.0
0.0
n/a
Jun-08
21.1
22.7
0.0
28.6
0.0
0.0
n/a
0.0
17.4
0.0
0.0
n/a
Jul-08 Agust-08 Sep-08
0.0
0.0
0.0
11.1
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
-17.4
-11.1
0.0
10.0
-5.3
-5.3
n/a
21.6
0.0
-5.3
0.0
n/a
0.0
-8.3
-11.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Okt-08
0.0
0.0
0.0
-5.5
0.0
0.0
0.0
-20.0
-13.0
0.0
0.0
n/a
Nop-08
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-6.4
0.0
0.0
n/a
Des-08
-10.5
-9.1
0.0
0.0
0.0
-5.6
0.0
0.0
-18.2
-11.1
50.0
n/a
Jan-09
0.0
-10.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Feb-09
0.0
0.0
0.0
-11.5
0.0
0.0
0.0
-5.6
0.0
0.0
0.0
n/a
Mar-09
0.0
0.0
0.0
0.0
-5.6
-5.9
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Apr-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Mei-09
0.0
11.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Jun-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
6.7
n/a
Jul-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Agust-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Sep-09
0.0
0.0
0.0
8.7
0.0
0.0
0.0
5.9
0.0
0.0
0.0
n/a
Okt-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
27.8
0.0
0.0
n/a
Nop-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Des-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
76
SALINAN Tabel 31 Perbandingan prosentase pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan 1 s/d 2 jam
Bulan/Tahun Mei-06
Sriwijaya
Garuda
0.0
0.0
Express
Merpati
Batavia
Lion Air
0.0
50.0
n/a
0.0
Air
RAL
Mandala
Kartika
Wings
Trigana
Air Asia
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jun-06
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jul-06
50.0
50.0
50.0
0.0
n/a
50.0
0.0
0.0
50.0
50.0
n/a
50.0
Agust-06
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
33.3
Sep-06
33.3
33.3
33.3
33.3
n/a
33.3
50.0
0.0
33.3
33.3
n/a
0.0
Okt-06
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Nop-06
0.0
0.0
0.0
25.0
n/a
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Des-06
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jan-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Feb-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Mar-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Apr-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
62.5
Mei-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
23.1
Jun-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
25.0
Jul-07
50.0
25.0
50.0
40.0
n/a
50.0
0.0
0.0
50.0
50.0
n/a
-10.0
Agust-07
0.0
20.0
0.0
14.3
n/a
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
n/a
55.6
Sep-07
33.3
33.3
0.0
0.0
n/a
100.0
0.0
0.0
33.3
100.0
n/a
14.3
Okt-07
25.0
0.0
0.0
37.5
n/a
0.0
233.3
56.3
25.0
0.0
n/a
n/a
Nop-07
50.0
100.0
116.7
50.0
n/a
20.8
60.0
0.0
50.0
20.8
n/a
n/a
Des-07
6.7
9.4
15.4
0.0
n/a
20.7
0.0
60.0
6.7
20.7
n/a
n/a
Jan-08
0.0
0.0
16.7
21.2
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
n/a
Feb-08
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
31.4
18.8
0.0
0.0
31.4
0.0
n/a
Mar-08
18.8
14.3
14.3
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
18.8
0.0
0.0
n/a
Apr-08
10.5
15.0
0.0
12.5
n/a
0.0
0.0
10.0
10.5
0.0
0.0
n/a
Mei-08
9.5
17.4
0.0
20.0
n/a
0.0
0.0
13.6
9.5
0.0
0.0
n/a
Jun-08
17.4
25.9
27.5
0.0
n/a
0.0
21.1
16.0
17.4
0.0
0.0
n/a
Jul-08 Agust-08 Sep-08
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
-14.8
-8.8
-13.7
0.0
n/a
-4.3
-4.3
0.0
-14.8
-4.3
0.0
n/a
0.0
-6.5
0.0
-11.1
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Okt-08
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-5.2
0.0
0.0
0.0
n/a
Nop-08
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-7.1
0.0
0.0
50.0
n/a
Des-08
0.0
-6.9
-4.5
0.0
0.0
-4.5
0.0
-13.9
0.0
-4.5
0.0
n/a
Jan-09
0.0
-7.4
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Feb-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
20.0
n/a
Mar-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-9.1
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Apr-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Mei-09
0.0
8.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Jun-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Jul-09
0.0
0.0
7.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
77
SALINAN Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Express Air
Merpati
Batavia
Lion Air
RAL
Mandala
Kartika
Wings
Trigana
Air Asia
Agust-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Sep-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Okt-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-20.5
0.0
0.0
0.0
n/a
Nop-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Des-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Wings
Trigana
Air Asia
Tabel 32 Perbandingan prosentase pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan 2 s/d 3 jam
Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Express Air
Merpati
Batavia
Lion Air
RAL
Mandala
Kartika
Mei-06
0.0
0.0
0.0
50.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jun-06
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jul-06
50.0
50.0
50.0
0.0
n/a
50.0
0.0
0.0
50.0
50.0
n/a
50.0
Agust-06
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
33.3
Sep-06
33.3
33.3
33.3
33.3
n/a
33.3
50.0
0.0
33.3
33.3
n/a
0.0
Okt-06
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Nop-06
0.0
0.0
0.0
25.0
n/a
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Des-06
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Jan-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Feb-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Mar-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
Apr-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
62.5
Mei-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
23.1
Jun-07
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
25.0
Jul-07
50.0
25.0
50.0
40.0
n/a
50.0
0.0
0.0
25.0
50.0
n/a
-10.0
Agust-07
0.0
20.0
0.0
14.3
n/a
0.0
0.0
100.0
32.0
0.0
n/a
22.2
Sep-07
33.3
33.3
0.0
0.0
n/a
100.0
0.0
0.0
33.3
100.0
n/a
18.2
Okt-07
25.0
0.0
0.0
37.5
n/a
0.0
233.3
100.0
25.0
0.0
n/a
n/a
Nop-07
50.0
125.0
116.7
50.0
n/a
20.8
80.0
0.0
50.0
20.8
n/a
n/a
Des-07
20.0
11.1
53.8
0.0
n/a
20.7
0.0
37.5
0.0
20.7
n/a
n/a
Jan-08
0.0
0.0
0.0
21.2
n/a
0.0
50.0
0.0
21.2
31.4
n/a
n/a
Feb-08
0.0
0.0
12.5
0.0
0.0
31.4
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Mar-08
16.7
12.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Apr-08
9.5
20.0
0.0
12.5
0.0
0.0
0.0
9.1
12.5
0.0
0.0
n/a
Mei-08
17.4
18.5
13.3
20.0
136.7
0.0
0.0
12.5
22.2
0.0
0.0
n/a
Jun-08
14.8
28.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
14.8
27.3
0.0
0.0
n/a
Jul-08
0.0
0.0
0.0
0.0
-43.7
0.0
-3.7
0.0
7.1
-4.3
0.0
n/a
-12.9
-7.3
0.0
0.0
0.0
-4.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Sep-08
0.0
-5.3
0.0
-11.1
0.0
0.0
0.0
0.0
-17.3
0.0
0.0
n/a
Okt-08
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-3.2
0.0
0.0
0.0
n/a
Agust-08
78
SALINAN Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Express Air
Merpati
Batavia
Lion Air
RAL
Mandala
Kartika
Wings
Trigana
Air Asia
Nop-08
0.0
0.0
-3.9
0.0
0.0
0.0
0.0
-8.3
0.0
-4.5
0.0
n/a
Des-08
0.0
-5.6
0.0
0.0
0.0
-4.5
0.0
-9.1
0.0
0.0
0.0
n/a
Jan-09
0.0
-5.9
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-9.7
0.0
0.0
n/a
Feb-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-3.8
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Mar-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Apr-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Mei-09
0.0
6.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Jun-09
0.0
0.0
4.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Jul-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Agust-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Sep-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
10.7
0.0
0.0
n/a
Okt-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
n/a
Nop-09
0.0
0.0
0.0
50.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
Des-09
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
(61) Bahwa berdasarkan analisis terhadap prosentase pergerakan fuel surcharge sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 30, Tabel 31 dan Tabel 32 di atas, Tim Pemeriksa menilai terdapat persamaan trend pergerakan prosentase kenaikan fuel surcharge di antara para Terlapor; ---------------------------------------------------------------------------(62) Bahwa selain melakukan analisis terhadap grafik pergerakan fuel surcharge, tabel prosentase pergerakan fuel surcharge di atas, Tim Pemeriksa juga melakukan uji korelasi terhadap pergerakan fuel surcharge di antara para Terlapor tersebut; -------------------------------------------------(63) Bahwa tools yang digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah Uji Korelasi dan Uji Varians Bartlette & Levene Test;----------------------------(64) Bahwa Uji Korelasi bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel yang tidak menunjukkan hubungan fungsional. Korelasi dinyatakan dalam % (persentase) keeratan hubungan antara variabel yang dinamakan dengan koefisien korelasi, yang menunjukkan derajat keeratan hubungan antara dua variabel dan arah hubungannya (+ atau -). Dimana jika nilai r>0 artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, dan jika nilai r<0 artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu makin besar nilai variabel x makin kecil nilai variabel y dan sebaliknya. Semakin tinggi nilai r, berarti korelasinya semakin tinggi; -----------------------------------------------
79
SALINAN (65) Bahwa Uji Varians Bartletts Test (Snedecor amd Cochran, 1983) digunakan untuk menguji apakah sejumlah sample, memiliki varians yang setara. Varians yang setara diantara sample disebut dengan homogenity of variances. Bartletts test dapat juga digunakan untuk menguji apakah varians diantara kelompok samples setara atau tidak;-------------------------(66) Bahwa Levene Test memiliki tujuan yang sama dengan Bartletts namun Levene test cenderung lebih tidak sensitif terhadap data yang menjauhi normal; ------------------------------------------------------------------------------(67) Bahwa pada kedua uji tersebut, hasilnya ditunjukkan dengan H0 dan H1. H0 berarti tidak ada perbedaan di antara 2 (dua) atau lebih varians, sedangkan H1 berarti terdapat perbedaan di antara 2 (dua) atau lebih varians. Dapat disimpulkan hasil uji tolak H0 apabila P value kurang dari 0.005 dan sebaliknya menerima H0 apabila P value lebih dari 0.005; ------(68) Bahwa untuk memudahkan analisis, Tim Pemeriksa membagi analisis pergerakan fuel surcharge para Terlapor menjadi 2 (dua) periode yaitu sejak dicabutnya penetapan bersama fuel surcharge tanggal 30 Mei 2006 sampai dengan diberlakukannya formula fuel surcharge dari pemerintah tanggal 15 Februari 2008 yang direvisi tanggal 03 Maret 2008 (Periode I: Mei 2006 s/d Maret 2008), dan periode setelah 03 Maret 2008 sampai dengan 31 Desember 2009 (Periode II: April 2008 s/d Desember 2009); --(69) Bahwa untuk menganalisis pergerakan fuel surcharge para Terlapor, maka akan dilakukan uji korelasi dan Bartlett Test untuk masing-masing periode yaitu Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) dan Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) yang masing-masing terbagi dalam 3 (tiga) zona, yaitu penerbangan dengan waktu tempuh antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; ----------------------------------------------------------------------------(70) Bahwa uji korelasi akan dilakukan terhadap 9 Terlapor, tanpa memasukkan PT Riau Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia AirAsia; -----(71) Bahwa hasil uji korelasi terhadap pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam adalah sebagai berikut:----------------
80
SALINAN Tabel 33 Uji Korelasi untuk penerbangan 0 s/d 1 jam Sriwijaya Sriwijaya
Garuda
Mandala
Ekspress Air
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
1
Garuda
0.981974
1
Mandala
0.923059
0.955017
1
Ekspress Air
0.980519
0.988032
0.957373
1
Lion
0.963663
0.991556
0.971946
0.9755442
1
Batavia
0.951784
0.969924
0.919332
0.9694725
0.948066
1
Kartika
0.97582
0.987344
0.941961
0.9842514
0.972864
0.951313
1
Merpati
0.960948
0.959447
0.978034
0.9727714
0.962488
0.929439
0.948065
1
Wings
0.963663
0.991556
0.971946
0.9755442
1
0.948066
0.972864
0.962488
1
(72) Bahwa hasil uji korelasi terhadap pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam adalah sebagai berikut:---------------Tabel 34 Uji Korelasi untuk penerbangan 1 s/d 2 jam Ekspress Sriwijaya Sriwijaya
Garuda
Mandala
Air
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
1
Garuda
0.993046
1
Mandala
0.972223
0.98559
1
Ekspress Air
0.988475
0.985138
0.983495
1
Lion
0.973608
0.965744
0.952502
0.968962
1
Batavia
0.968435
0.969687
0.957854
0.968775
0.943493
1
Kartika
0.969977
0.964823
0.956135
0.974423
0.965464
0.947479
1
Merpati
0.988282
0.979285
0.967557
0.990912
0.982715
0.958948
0.974337
1
Wings
0.973608
0.965744
0.952502
0.968962
1
0.943493
0.965464
0.982715
(73) Bahwa hasil uji korelasi terhadap pergerakan fuel surcharge para Terlapor untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:--------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 35
81
1
SALINAN Tabel 35 Uji Korelasi untuk penerbangan 2 s/d 3 jam Ekspress Sriwijaya Sriwijaya
Garuda
Mandala
Air
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
1
Garuda
0.992584
1
Mandala
0.971357
0.97637
1
Ekspress Air
0.989441
0.982045
0.962812
1
Lion
0.975925
0.959402
0.947762
0.968962
1
Batavia
0.955953
0.96049
0.962909
0.966194
0.930562
1
Kartika
0.980508
0.960801
0.940955
0.976508
0.963813
0.942611
1
Merpati
0.992604
0.986143
0.959828
0.99419
0.979271
0.96793
0.977996
1
Wings
0.978704
0.963876
0.955711
0.97824
0.986606
0.954725
0.966577
0.987366
(74) Bahwa berdasarkan hasil uji korelasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 33, Tabel 34 dan Tabel 35, Tim Pemeriksa menilai terdapat hubungan linier positif dimana terdapat korelasi yang tinggi dengan nilai r rata-rata di atas 0,90;----------------------------------------------------(75) Bahwa selanjutnya, Tim Pemeriksa akan melakukan Bartlett & Levene Test terhadap pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008); -------------------------------------------------------------(76) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam: -----Grafik 41 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode I untuk Penerbangan antara 0 s/d 1 jam Pergerakan FS 1 Jam Setiap Maskapai Mei 2006 - Maret 2008 Sriwijaya
250000
Garuda Mandala
150000
Ekspress Air
100000
Lion
0
Kartika
ei -0
Ju l-0 7 Se p07 No p07 Ja n08 M ar -0 8
Batavia
6 Ju l-0 6 Se p06 No p06 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7
50000
M
Rupiah
200000
Merpati Wings Trigana
Bulan
Air Asia
82
1
SALINAN (77) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam:
Homogeneity of Variance Test for C2 Factor Levels
95% Confidence Intervals for Sigmas
Air Asia
Ekspress Air
Bartlett's Test Test Statistic: 6.068
Garuda
P-Value
: 0.532
Kartika
Lion Levene's Test Mandala
Test Statistic: 0.207 P-Value
: 0.983
Merpati
Sriwijaya
20000
70000
120000
170000
(78) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji;--------------------(79) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam: ---------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 42
83
SALINAN Grafik 42 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode I untuk Penerbangan antara 1 s/d 2 jam
Pergerakan FS 2 Jam Setiap Maskapai Mei 2006 - Maret 2008 Sriwijaya
250000
Garuda Mandala
150000
Ekspress Air
100000
Lion
Merpati
M
ar
-0
8
08 n-
Ja
p07
No
07
7
p-
l -0
Ju
-0 ei
Se
7
7 -0 M
M
ar
n-
Ja
06
No
p-
l -0
Se
-0
Ju
ei
07
Kartika p06
0 6
Batavia
6
50000
M
Rupiah
200000
Wings Trigana
Bulan
Air Asia
(80) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam:
Homogeneity of Variance Test for C2 Factor Levels
95% Confidence Intervals for Sigmas
Air Asia Bartlett's Test Ekspress Air Test Statistic: 3.906 P-Value
: 0.689
Garuda
Kartika
Lion
Levene's Test Test Statistic: 0.142
Merpati
P-Value
: 0.990
Sriwijaya
50000
100000
150000
84
SALINAN (81) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji; -------------------(82) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam: -----Grafik 43 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode I untuk Penerbangan antara 2 s/d 3 jam Pergerakan FS 3 Jam Setiap Maskapai Mei 2006 - Maret 2008 Sriwijaya
300000
Garuda
200000
Mandala
150000 100000
Ekspress Air Lion Kartika Merpati
Ju l-0 7 S ep -0 7 N op -0 7 Ja n08 M ar -0 8
Batavia
0 Ju l-0 6 S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7
50000
M ei -0 6
Rupiah
250000
Wings Trigana
Bulan
Air Asia
(83) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam: Homogeneity of Variance Test for C2 95% Confidence Intervals for Sigmas
Factor Levels Air Asia
Ekspress Air
Bartlett's Test Test Statistic: 13.670
Garuda
P-Value
: 0.057
Kartika
Lion Levene's Test Mandala
Test Statistic: 0.360 P-Value
Merpati
Sriwijaya
0
100000
200000
85
: 0.924
SALINAN (84) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji.;-------------------(85) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam: Grafik 44 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode II untuk Penerbangan antara 0 s/d 1 jam
Pergerakan FS 1 Jam Setiap Maskapai April 2008 - Desember 2009 Garuda
300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Mandala Ekspress Air RAL Lion
Ag
us
t- 0 9 Ok t- 0 9 De s-0 9
09 n-
9
Bulan
Ju
r- 0
09
Ap
b-
8 Fe
s-0
8
De
t- 0
8
Ok
t- 0
us
nAg
Ju
r- 0 Ap
08
Batavia 8
Ru p iah
Sriwijaya
Kartika Merpati Wings Trigana
(86) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Homogeneity
86
SALINAN Homogeneity of Variance Test for C2 Factor Levels
95% Confidence Intervals for Sigmas
Batavia Ekspress Air Garuda Kartika
Bartlett's Test Test Statistic: 374.417 P-Value
: 0.000
Lion Mandala Merpati RAL
Levene's Test
Sriwijaya
Test Statistic: 3.854
Trigana
P-Value
: 0.000
Wings
0
10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000
(87) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam menunjukkan hasil yang tidak signifikan dimana tidak terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji; ---------------------------------------------------------------------------------(88) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam: Grafik 45 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode II untuk Penerbangan antara 1 s/d 2 jam Pergerakan FS 2 Jam Setiap Maskapai April 2008 - Desember 2009 Garuda
400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Mandala Ekspress Air RAL Lion
8 kt -0 8 De s08 Fe b09 Ap r- 0 9 Ju n09 Ag us t- 0 9 O kt -0 9 De s09 O
t- 0 us
n08
Ag
Ju
8
Batavia
r- 0 Ap
Rupiah
Sriwijaya
Bulan
Kartika Merpati Wings Trigana
87
SALINAN (89) Bahwa berikut hasil uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam: Homogeneity of Variance Test for C2 Factor Levels
95% Confidence Intervals for Sigmas
Batavia Ekspress Air Garuda
Bartlett's Test Test Statistic: 849.734
Kartika
P-Value
: 0.000
Lion Mandala Merpati RAL
Levene's Test
Sriwijaya
Test Statistic: 6.172 P-Value
Trigana
: 0.000
Wings
0
50000
100000
(90) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam menunjukkan hasil yang tidak signifikan dimana tidak terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji; ---------------------------------------------------------------------------------(91) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam: Grafik 46 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode II untuk Penerbangan antara 2 s/d 3 jam Pergerakan FS 3 Jam Setiap Maskapai September 2008 Desember 2008
Rupiah
Sriwijaya Garuda
400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Mandala Ekspress Air RAL Lion Batavia Kartika Sep-08
Okt-08
Nop-08 Bulan
Des-08
Merpati Wings Trigana
88
SALINAN (92) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam: Homogeneity of Variance Test for C2 Factor Levels
95% Confidence Intervals for Sigmas
Batavia Ekspress Air Garuda Kartika
Bartlett's Test Test Statistic: 331.827 P-Value
: 0.000
Lion Mandala Merpati RAL
Levene's Test
Sriwijaya
Test Statistic: 0.832
Trigana
P-Value
: 0.601
Wings
0
100000
200000
300000
(93) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam menunjukkan hasil yang tidak signifikan dimana terdapat variasi yang tidak sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji; ---------------------------------------------------------------------------------(94) Bahwa berdasarkan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006, INACA mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge
diserahkan
kembali
kepada
masing-masing
perusahaan
penerbangan nasional Anggota INACA;----------------------------------------(95) Bahwa meskipun sejak 30 Mei 2006, tidak ada kesepakatan tertulis di antara para Terlapor dalam menetapkan fuel surcharge, namun berdasarkan analisis pergerakan fuel surcharge di atas, baik analisis grafik, tabel, uji korelasi dan uji varians, menunjukkan adanya trend yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama di antara para Terlapor dalam menetapkan besaran fuel surcharge untuk periode Mei 2006 s/d Maret 2008 untuk zona waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam;---------------------------------------------------------------
89
SALINAN (96) Bahwa berdasarkan uraian analisis dugaan penetapan harga di atas, Tim Pemeriksa menyatakan hal-hal sebagai berikut:---------------------a. Oleh karena formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda, maka seharusnya pergerakan fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda berdasarkan pertimbangan ekonomi dari masing-masing perusahaan; -----------------------------------------b. Perubahan fuel surcharge di antara para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 – Maret 2008) menunjukkan kecenderungan yang sama namun hal tersebut tidak dapat dijustifikasi dari pertimbangan ekonomi masing-masing Terlapor, maka Tim Pemeriksa menilai bahwa
kecenderungan
perubahan
fuel
surcharge
tersebut
didasarkan pada suatu perjanjian di antara para Terlapor; -------c. Hal tersebut di atas pada butir b didukung dengan fakta adanya perjanjian di antara Terlapor untuk menetapkan besaran fuel surcharge Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) yang mulai diberlakukan pada tanggal 10 Mei 2006 yang diwadahi oleh INACA. Meskipun INACA kemudian menyatakan menyerahkan besaran fuel surcharge pada masing-masing maskapai pada tanggal 30 Mei 2006, namun secara faktual pergerakan fuel surcharge
masing-masing
Terlapor
masih
menunjukkan
kecenderungan yang sama sampai dengan Maret 2008; -------------d. Tim Pemeriksa menilai dua fakta tersebut di atas telah cukup sebagai bukti adanya perjanjian untuk menetapkan besaran fuel surcharge secara bersama-sama yang dilakukan oleh para Terlapor (PT Garuda Indonesia (Tbk), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia Air Asia) pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk zona
90
SALINAN penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jamamun demikian, Tim Pemeriksa tidak menemukan adanya kesamaan perubahan harga fuel sucharge yang ditetapkan oleh para Terlapor (PT Garuda Indonesia (Tbk), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia Air Asia) pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; ------------------------------------------------22.4
Tentang dugaan kecurangan dalam menetapkan fuel surcharge;-------------(97) Bahwa Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi “Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”; ----(98) Bahwa yang dimaksud dengan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa adalah biaya fuel surcharge yang merupaklan bagian dari komponen harga layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal; --------------------------------------------(99) Bahwa Tim Pemeriksa menilai perhitungan fuel surcharge dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu harga avtur, konsumsi avtur dan load factor;--------------------------------------------------------------------------------(100) Bahwa untuk membuktikan apakah terjadi kecurangan dalam penetapan fuel
surcharge,
Tim
Pemeriksa
melakukan
uji
korelasi
antara
naik/turunnya harga avtur dengan naik/turunnya harga fuel surcharge untuk masing-masing Terlapor, ceteris paribus;-------------------------------PT Garuda Indonesia (Persero) (101) Bahwa berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase
91
SALINAN pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Garuda Indonesia (Persero) untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam: ------------------------------Tabel 36
Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09
Avtur Aktual
Selisih antara avtur aktual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Garuda untuk Penerbangan 0 s/d 1 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834
20,000 20,000 20,000 30,000 30,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 50,000 60,000 80,000 80,000 140,000 160,000 160,000 160,000 175,000 190,000 220,000 270,000 270,000 240,000 220,000 220,000 220,000 200,000 180,000 180,000 180,000 180,000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00
Prosentase Pergerakan FS Garuda 0 s/d 1 Jam
0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 20.0 33.3 0.0 75.0 14.3 0.0 0.0 9.4 8.6 15.8 22.7 0.0 -11.1 -8.3 0.0 0.0 -9.1 -10.0 0.0 0.0 0.0
92
SALINAN Bulan
Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Avtur Aktual
Selisih antara avtur aktual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Garuda untuk Penerbangan 0 s/d 1 Jam
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
200,000 200,000 200,000 200,000 200,000
-5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
Prosentase Pergerakan FS Garuda 0 s/d 1 Jam
11.1 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 47 Perbandingan Pergerakan Prosentase Selisih Avtur dengan Pergerakan FS Garuda Indonesia Penerbangan 1 Jam 80.00
40.00 20.00 0.00 Ju n0 Se 6 p06 D es -0 6 M ar -0 7 Ju n0 Se 7 p07 D es -0 7 M ar -0 8 Ju n0 Se 8 p08 D es -0 8 M ar -0 9 Ju n0 Se 9 p09
Prosentase
60.00
-20.00 -40.00
Bulan
Selisih Avtur Garuda
(102) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Garuda Indonesia (Persero) untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam: ------------------------------------------Tabel 37 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Garuda untuk Penerbangan 1 s/d 2 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846
20,000 20,000 20,000 30,000 30,000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 11.07 6.12 9.27 0.96
Prosentase Pergerakan FS Garuda 1 s/d 2 Jam
0.0 0.0 50.0 0.0
93
SALINAN Bulan
Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Garuda untuk Penerbangan 1 s/d 2 Jam
6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 50,000 60,000 80,000 80,000 160,000 175,000 175,000 175,000 200,000 230,000 270,000 340,000 340,000 310,000 290,000 290,000 290,000 270,000 250,000 250,000 250,000 250,000 270,000 270,000 270,000 270,000 270,000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
Prosentase Pergerakan FS Garuda 1 s/d 2 Jam
33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 20.0 33.3 0.0 100.0 9.4 0.0 0.0 14.3 15.0 17.4 25.9 0.0 -8.8 -6.5 0.0 0.0 -6.9 -7.4 0.0 0.0 0.0 8.0 0.0 0.0 0.0 0.0
94
SALINAN Grafik 48 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Garuda untuk 2 Jam Penerbangan
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Garuda 2 Jam
M
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
Bulan
(103) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Garuda Indonesia (Persero) untuk penerbangan di antara 2 s/d 3 jam: ---------------------------------------Tabel 38 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Garuda untuk Penerbangan 2 s/d 3 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363
20,000 20,000 20,000 30,000 30,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 50,000 60,000 80,000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49
Prosentase Pergerakan FS Garuda 2 s/d 3 Jam
0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 20.0 33.3
95
SALINAN Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
80,000 180,000 200,000 200,000 200,000 225,000 270,000 320,000 410,000 410,000 380,000 360,000 360,000 360,000 340,000 320,000 320,000 320,000 320,000 340,000 340,000 340,000 340,000 340,000
7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
0.0 125.0 11.1 0.0 0.0 12.5 20.0 18.5 28.1 0.0 -7.3 -5.3 0.0 0.0 -5.6 -5.9 0.0 0.0 0.0 6.3 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 49
140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase Pergerakan FS Garuda 3 Jam
M
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Garuda untuk 3 Jam Penerbangan
Bulan
(104) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Garuda Indonesia (Persero), Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut:----------------------------------------------------------------------
96
SALINAN a. Secara keseluruhan, perubahan FS baik untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam dari Garuda Indonesia tidak mengikuti perubahan selisih avtur;-------------------------------------------------------b. Pada penerbangan 0 s/d 1 jam, ketika avtur mengalami penurunan terutama periode Agustus 2008 – Februari 2009, terlihat bahwa penurunan FS Garuda cenderung lebih kecil
daripada penurunan
selisih avtur. Sebagai contoh tercatat pada Januari 2009 penurunan selisih avtur mencapai 18.27% (delapan belas koma dua puluh tujuh persen) sedangkan penurunan FS Garuda hanya mencapai 9.1% (sembilan koma satu persen); ------------------------------------------------c. Pada penerbangan 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam jam, hal yang sama juga terjadi. Sebagai perbandingan, untuk periode yang sama Agustus 2008 – Februari 2009, ketika avtur mengalami penurunan cukup besar pada kisaran 3% (tiga persen) s/d 19.6% (sembilan belas koma enam persen), penurunan FS Garuda terbesar hanya 8.8% (delapan koma delapan persen);----------------------------------------------------------------PT Sriwijaya Air (105) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Sriwijaya Air untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 39 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Sriwijaya untuk Penerbangan 0 s/d 1 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476
20000 20000 20000 30000 30000 40000 40000 40000 40000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Sriwijaya 0 s/d 1 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96
0.00 0.00 0.00 50.00 0.00 33.33 0.00 0.00
97
SALINAN Bulan
Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Sriwijaya untuk Penerbangan 0 s/d 1 Jam
5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
40000 40000 40000 40000 40000 40000 60000 60000 80000 100000 150000 150000 150000 140000 170000 190000 190000 230000 230000 190000 190000 190000 190000 170000 170000 170000 170000 170000 170000 170000 170000 170000 170000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
Prosentase Pergerakan FS Sriwijaya 0 s/d 1 Jam
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00 0.00 33.33 25.00 50.00 0.00 0.00 -6.67 21.43 11.76 0.00 21.05 0.00 -17.39 0.00 0.00 0.00 -10.53 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
---------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 50
98
SALINAN Grafik 50 Perbandingan Pergerakan Prosentase Selisih Avtur dengan Pergerakan FS Sriwijaya Penerbangan 1 Jam 60.00 50.00
Prosentase
40.00 30.00 20.00
Selisih Avtur
10.00
Sriwijaya
0.00 Ju n06 S ep -0 D 6 es -0 6 M ar -0 7 Ju n07 S ep -0 7 D es -0 7 M ar -0 8 Ju n08 S ep -0 8 D es -0 8 M ar -0 9 Ju n09 S ep -0 9
-10.00 -20.00 -30.00
Bulan
(106) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Sriwijaya Air untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 40 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07
Avtur Actual
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063
Selisih antara avtur actual dengan avtur basis (Rp. 2700) 3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363
FS Sriwijaya Prosentase untuk Pergerakan Penerbangan Selisih Avtur 1 s/d 2 Jam Actual dengan Avtur Basis 20000 20000 11.07 20000 6.12 30000 9.27 30000 0.96 40000 1.99 40000 -4.29 40000 -10.89 40000 -2.96 40000 9.21 40000 -14.30 40000 1.85 40000 8.21 40000 10.05 40000 -0.39 60000 2.36 60000 7.98 80000 2.49
Prosentase Pergerakan FS Sriwijaya 1 s/d 2 Jam
0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 50.0 0.0 33.3
99
SALINAN Bulan
Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
Selisih antara avtur actual dengan avtur basis (Rp. 2700) 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
FS Sriwijaya Prosentase untuk Pergerakan Penerbangan Selisih Avtur 1 s/d 2 Jam Actual dengan Avtur Basis 100000 7.01 150000 8.37 160000 28.24 160000 1.37 160000 -1.69 190000 -0.17 210000 5.98 230000 13.56 270000 17.48 270000 10.08 230000 1.73 230000 -18.76 230000 -8.45 230000 -19.60 230000 -3.47 230000 -18.27 230000 -13.94 230000 3.20 230000 1.00 230000 -5.15 230000 -2.69 230000 4.32 230000 10.56 230000 -9.71 230000 -3.05 230000 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Sriwijaya 1 s/d 2 Jam 25.0 50.0 6.7 0.0 0.0 18.8 10.5 9.5 17.4 0.0 -14.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 51
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
-0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase Pergerakan FS Sriwijaya 2 Jam
ei M
P rosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Sriwijaya untuk 2 Jam Penerbangan
Bulan
100
SALINAN
(107) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Sriwijaya Air untuk penerbangan di antara 2 s/d 3 jam:-----------------------------------------------Tabel 41 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Sriwijaya untuk Penerbangan 2 s/d 3 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002
20000 20000 20000 30000 30000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 60000 60000 80000 100000 150000 180000 180000 180000 210000 230000 270000 310000 310000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Sriwijaya 2 s/d 3 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94
0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 25.0 50.0 20.0 0.0 0.0 16.7 9.5 17.4 14.8 0.0 -12.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
101
SALINAN Bulan
Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Sriwijaya untuk Penerbangan 2 s/d 3 Jam
6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
270000 270000 270000 270000 270000 270000 270000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
Prosentase Pergerakan FS Sriwijaya 2 s/d 3 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 52
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
ei -0 Se 6 p06 Ja n0 M 7 ei -0 Se 7 p07 Ja n0 M 8 ei -0 Se 8 p08 Ja n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase Pergerakan FS Sriwijaya 3 Jam
M
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Sriwijaya untuk 3 Jam Penerbangan
Bulan
(108) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Sriwijaya Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------a. Berdasarkan grafik dan table di atas, pada penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam terlihat bahwa perubahan FS Sriwijaya tidak mengikut pergerakan selisih avtur actual dengan avtur basis. Hal tersebut terlihat dengan perubahan FS yang tidak berubah, atau perubahan 0% (nol persen) meskipun pada saat yang sama selisih avtur mengalami penurunan. Pada periode Agustus – Februari 2008 saat harga avtur turun pada dari Rp. 12.251,- menjadi Rp. 6.578,- untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, FS Sriwijaya pada bulan September 2008 mengalami penurunan yang relatif sama dengan penurunan avtur, sebesar 17,39% (tujuh belas koma tiga puluh sembilan persen). Namun
102
SALINAN setelah itu tidak lagi mengalami penurunan meskipun selisih avtur terus turun; ----------------------------------------------------------------------------b. Hal yang serupa terjadi untuk penerbangan 1 s/d 2 dan 2 s/d 3 jam, kecuali pada penerbangan 2 s/d 3 jam dimana penurunan FS lebih rendah dibanding pada penerbangan 0 s/d 1 dan 1 s/d 2 jam, yaitu hanya turun sebesar 12,9% (dua belas koma sembilan persen); ---------PT Merpati Indonesia Airlines (Persero) (109) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Merpati Indonesia Airlines (Persero) untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam: ------------------------------Tabel 42 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08
Avtur Actual
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960
Selisih antara FS Merpati avtur atual untuk dengan avtur Penerbangan 0 basis (Rp. s/d 1 Jam 2700) 3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260
20,000 20,000 20,000 30,000 30,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 50,000 66,000 88,000 110,000 110,000 110,000 150,000 150,000 150,000 175,000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98
Prosentase Pergerakan FS Merpati 0 s/d 1 Jam
0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 32.0 33.3 25.0 0.0 0.0 36.4 0.0 0.0 16.7
103
SALINAN Bulan
Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara FS Merpati avtur atual untuk dengan avtur Penerbangan 0 basis (Rp. s/d 1 Jam 2700)
11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
225,000 250,000 275,000 275,000 280,000 280,000 280,000 230,000 230,000 230,000 230,000 230,000 230,000 230,000 230,000 230,000 230,000 230,000 230,000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Merpati 0 s/d 1 Jam
28.6 11.1 10.0 0.0 1.8 0.0 0.0 -17.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 53
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Merpati 1 Jam
M ei -0 S 6 ep -0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 S 7 ep -0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 S 8 ep -0 8 Ja n0 M 9 ei -0 S 9 ep -0 9
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis dengan Prosentase FS Merpati untuk 1 Jam
Bulan
(110) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Merpati Indonesia Airlines (Persero) untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam: -------------------------------
104
SALINAN Tabel 43 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Merpati untuk Penerbangan 1 s/d 2 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
20000 20000 20000 30000 30000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 60000 60000 80000 100000 150000 160000 160000 160000 190000 210000 230000 270000 270000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 230000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Merpati 1 s/d 2 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 25.0 50.0 6.7 0.0 0.0 18.8 10.5 9.5 17.4 0.0 -14.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
105
SALINAN Bulan
Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Merpati untuk Penerbangan 1 s/d 2 Jam
6,632 6,966
3,932 4,266
230000 230000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Merpati 1 s/d 2 Jam
0.0 0.0
Grafik 54
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Merpati 2 Jam
M
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p08 Ja n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Merpati untuk 2 Jam Penerbangan
Bulan
(111) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Merpati Indonesia Airlines (Persero) untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam: ------------------------------Tabel 44 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Merpati untuk Penerbangan 3 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183
20000 20000 20000 30000 30000 40000 40000 40000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Merpati 3 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89
0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 0.0 0.0
106
SALINAN Bulan
Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Merpati untuk Penerbangan 3 Jam
6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632
3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932
40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 50000 66000 88000 110000 165000 165000 200000 200000 200000 225000 275000 350000 375000 375000 310000 310000 310000 310000 280000 280000 280000 280000 280000 280000 280000 280000 310000 310000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05
Prosentase Pergerakan FS Merpati 3 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 32.0 33.3 25.0 50.0 0.0 21.2 0.0 0.0 12.5 22.2 27.3 7.1 0.0 -17.3 0.0 0.0 0.0 -9.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 10.7 0.0
---------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 55
107
SALINAN Grafik 55
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase Pergerakan FS Merpati 3 Jam
M
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Merpati untuk 3 Jam Penerbangan
Bulan
(112) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: --------------------------------------------------a. Seperti halnya maskapai lain, pergerakan FS Merpati Nusantara tidak mengikuti pergerakan selisih avtur actual dan basis, sebagaimana ditunjukkan melalui grafik dan tabel di atas. Mayoritas FS Merpati tidak berubah (perubahan 0%) terlepas perubahan yang terjadi pada avtur; ----------------------------------------------------------------------------b. Perubahan FS Merpati terbanyak terjadi pada penerbangan 1 jam. Pada bulan Januari 2009, di saat selisih avtur turun sebesar 18,27% FS Merpati mengalami penurunan yang serupa sebesar 17,9 %. Namun di bulan selanjutnya, FS Merpati tidak lagi mengalami perubahan; -------c. Pada penerbangan 2 dan 3 jam, perubahan FS Merpati juga tidak terjadi secara terus menerus. Tercatat hanya 5 perubahan yang terjadi untuk penerbangan 2 jam dan 7 perubahan untuk penerbangan 3 jam selama periode Maret 2008 sampai dengan November 2009. Besaran perubahan yang terjadi pada penerbangan 2 dan 3 jam tersebut juga tidak searah dan sebesar perubahan yang terjadi pada selisih avtur actual dan basis; ----------------------------------------------------------------
108
SALINAN PT Mandala Airlines (113) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Mandala Airlines untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 45 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Mandala untuk Penerbangan 1 Jam
5,921
3,221
20000
6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578
3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878
20000 20000 30000 30000 30000 30000 30000 30000 30000 30000 40000 40000 40000 40000 40000 60000 80000 80000 80000 100000 130000 150000 160000 160000 185000 185000 185000 225000 225000 180000 180000 180000 180000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Mandala 1 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27
0.0 0.0 50.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 50.0 33.3 0.0 0.0 25.0 30.0 15.4 6.7 0.0 15.6 0.0 0.0 21.6 0.0 -20.0 0.0 0.0 0.0
109
SALINAN Bulan
Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Mandala untuk Penerbangan 1 Jam
6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
170000 170000 170000 170000 170000 170000 170000 180000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
Prosentase Pergerakan FS Mandala 1 Jam
-5.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 5.9
Grafik 56 Perbandingan Prosentase Selisih Avtr Basis dan Aktual dengan Prosentase FS Mandala untuk 1 Jam
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Se 6 p06 Ja n0 M 7 ei -0 Se 7 p07 Ja n0 M 8 ei -0 Se 8 p08 Ja n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase Pergerakan FS Mandala 1 Jam
M
ei -0
Prosentase
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 -10.00 -20.00 -30.00
Bulan
(114) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Mandala Airlines untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:---------------------------------------------------
Tabel 46 Bulan
Feb-08 Mar-08 Apr-08
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Mandala untuk Penerbangan 2 Jam
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
8,742 8,732 9,093
6,042 6,032 6,393
175000 175000 200000
1.37 -1.69 -0.17
Prosentase Pergerakan FS Mandala 2 Jam
0.0 14.3
110
SALINAN Bulan
Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Mandala untuk Penerbangan 2 Jam
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Mandala 2 Jam
9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
200000 200000 255000 255000 220000 220000 220000 220000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 225000 225000 225000
5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
0.0 0.0 27.5 0.0 -13.7 0.0 0.0 0.0 -4.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 7.1 0.0 0.0
Grafik 57 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Mandala untuk 2 Jam Penerbangan 30.00
Pros entas e Pergerakan Selis ih Avtur Actual dengan Avtur Bas is
10.00 0.00 Fe b08 A pr -0 8 Ju n0 A gu 8 st -0 8 O kt -0 8 D es -0 8 Fe b09 A pr -0 9 Ju n0 A gu 9 st -0 9 O kt -0 9
Prosentase
20.00
-10.00
Pros entas e Pergerakan FS Mandala 2 Jam
-20.00 -30.00 Bulan
(115) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
111
SALINAN fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Mandala Airlines untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 47 Bulan
Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Mandala untuk Penerbangan 3 Jam
8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003
6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303
200000 200000 225000 225000 225000 255000 255000 255000 255000 255000 255000 245000 245000 245000 245000 245000 245000 245000 255000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32
Prosentase Pergerakan FS Mandala 3 Jam
0.0 12.5 0.0 0.0 13.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -3.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 4.1
Grafik 58 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Mandala untuk 3 Jam Penerbangan 20.00 15.00 Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
5.00 0.00 -5.00
Fe b08 Ap r-0 8 Ju n08 Au g08 O ct -0 8 D ec -0 8 Fe b09 Ap r-0 9 Ju n09 Au g09
Prosentase
10.00
-10.00
Prosentase Pergerakan FS Mandala 3 Jam
-15.00 -20.00 -25.00 Bulan
112
SALINAN (116) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Mandala Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------a. Secara keseluruhan, pergerrakan FS Mandala tidak selaras dengan pergerakan selisih avtur actual dan basis, baik pada penerbangan 1, 2 dan 3 jam. Pada penerbangan 1 jam terlihat bahwa mayoritas FS Mandala tidak mengalami perubahan (prosentase perubahan 0%), meskipun avtur mengalami perubahan yang bervariasi. Pada periode Agustus 2008 hingga Februari 2009, di saat terjadi penurunan avtur FS Mandala yang cukup siginifikan terjadi pada bulan Nopember 2008 yaitu sebesar 20% hamper sama dengan penurunan avtur yang mencapai 19,60%. Namun selanjutnya tidak lagi terjadi penurunan meskipun selisih avtur terus turun hingga mencapai 18.27% pada Januari 2009; -------------------------------------------------------------------b. Pola yang sama juga terjadi pada penerbangan 2 dan 3 jam, pola yang serupa juga terjadi. Untuk penerbangan 2 jam, pada periode Agustus 2008 – Februari 2009 tercatat hanya 1 kali Mandala mengalami penurunan FS yaitu di bukan Januari 2009 dengan besaran 4,5% lebih kecil dibandingkan penurunan selisih avtur yang mencapai 18.27%. Sedangkan pada penerbangan 3 jam, FS Mandala hanya berubah di Bulan Januari sebesar 3,9% dan bulan yang lain tetap;-------------------PT Riau Airlines (117) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Riau Airlines untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 48
113
SALINAN Tabel 48 Bulan
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS RAL untuk Penerbangan 1 Jam
9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000
Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS RAL Air 1 Jam
-19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -1.67 2.93 8.49
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Grafik 59 Perbandingan Prosentase Se lisih Avtur Aktual dan Basis de ngan Prose ntase FS Riau Airlines 1 Jam
15.00 5.00
-15.00
O kt -0 9
-0 9
A gu st
Ju n09
A pr -0 9
-10.00
Fe b09
-5.00
D es -0 8
0.00 O kt -0 8
Prosentase
10.00
Pros entase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Bas is
-20.00 -25.00 Bulan
Pros entase Pergerakan FS RAL Air 1 Jam
(118) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Riau Airlines untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:---------------------------------------------------
114
SALINAN Tabel 49 Bulan
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS RAL untuk Penerbangan 2 Jam
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000
1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Prosentase Pergerakan FS RAL 2 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 60 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS RAL untuk 2 Jam Penerbangan 15.00 10.00
9 Ju l-0 9 Se p09 N op -0 9
M ei -0
M ar -
-5.00 -10.00
09
0.00
Se p08 N op -0 8 Ja n09
Prosentase
5.00
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS RAL 2 Jam
-15.00 -20.00 -25.00 Bulan
(119) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Riau Airlines untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:---------------------------------------------------
115
SALINAN Tabel 50
Bulan
Avtur Actual
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS RAL untuk Penerbangan 3 Jam
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
120000 120000 120000 120000 284000 284000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS RAL 3 Jam
1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25 1.45 2.25 3.05 3.85 4.65 5.45
0.0 0.0 0.0 136.7 0.0 -43.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 61 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan FS RAL untuk 3 Jam Penerbangan 150.00
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
50.00
Prosentase Pergerakan FS RAL 3 Jam
0.00
Ap r- 0 8 Ju nAg 0 8 us t- 0 O 8 kt -0 De 8 s0 Fe 8 b0 Ap 9 r- 0 Ju 9 n Ag -0 9 us t- 0 O 9 kt -0 De 9 s09
Prosentase
100.00
-50.00
-100.00 Bulan
116
SALINAN (120) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Riau Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------a. Tabel dan grafik di atas menunjukkan perbandingan antara pergerakan selisih avtur basis dan actual dengan pergerakan FS Riau Airlines. Berdasarkan table dan grafik tersebut secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pergerakan FS RAL tidak selaras dengan perubahan avtur; ---------------------------------------------------------------b. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan FS RAL sama sekali untuk penerbangan 1 dan 2 jam. Sedangkan untuk penerbangan 3 jam, perubahan yang terjadi tercatat pada bulan Juli 2008 dan September 2008 dimana terjadi kenaikan dan penurunan yang cukup drastis. Namun di bulan yang lain kembali tidak terdapat perubahan sama sekali;---------------------------------------------------------------------PT Travel Express (121) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Travel Express untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 51 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Express Air untuk Penerbangan 1 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283
20000 30000 30000 30000 30000 40000 40000 50000 50000 50000 50000 50000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85
Prosentase Pergerakan FS Express Air 1 Jam
50.0 0.0 0.0 0.0 33.3 0.0 25.0 0.0 0.0 0.0 0.0
117
SALINAN Bulan
Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Express Air untuk Penerbangan 1 Jam
6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
50000 50000 50000 70000 80000 80000 110000 165000 165000 200000 200000 200000 225000 270000 270000 270000 270000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Express Air 1 Jam
0.0 0.0 0.0 40.0 14.3 0.0 37.5 50.0 0.0 21.2 0.0 0.0 12.5 20.0 0.0 0.0 0.0 -11.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
----------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 62
118
SALINAN Grafik 62 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Express Air untuk 1 Jam Penerbangan
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Express Air 1 Jam
M
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Bulan
(122) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Travel Express untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 52 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Express Air untuk Penerbangan 2 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077
20000 30000 30000 30000 30000 40000 40000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 70000 80000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98
Prosentase Pergerakan FS Express Air 2 Jam
50.0 0.0 0.0 0.0 33.3 0.0 25.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 40.0 14.3
119
SALINAN Bulan
Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Express Air untuk Penerbangan 2 Jam
7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
80000 110000 165000 165000 200000 200000 200000 225000 270000 270000 270000 270000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Express Air 2 Jam
0.0 37.5 50.0 0.0 21.2 0.0 0.0 12.5 20.0 0.0 0.0 0.0 -11.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 63
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Express Air 2 Jam
M ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p08 Ja n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Express Air untuk 2 Jam Penerbangan
Bulan
120
SALINAN (123) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Travel Express untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 53 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Express Air untuk Penerbangan 3Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834
20000 30000 30000 30000 30000 40000 40000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 70000 80000 80000 110000 165000 165000 200000 200000 200000 225000 270000 270000 270000 270000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00
Prosentase Pergerakan FS Express Air 3 Jam
50.0 0.0 0.0 0.0 33.3 0.0 25.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 40.0 14.3 0.0 37.5 50.0 0.0 21.2 0.0 0.0 12.5 20.0 0.0 0.0 0.0 -11.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
121
SALINAN Bulan
Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Express Air untuk Penerbangan 3Jam
6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
240000 240000 240000 240000 240000 240000 240000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Express Air 3 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 64
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase Pergerakan FS Express Air 3 Jam
M
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Express Air untuk 3 Jam Penerbangan
Bulan
(124) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Express Air, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: Berdasarkan table dan grafik di atas terlihat bahwa FS Express Air tidak mengikuti perubahan selisih avtur actual dengan avtur basis, baik pada penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Mayoritas FS Express Air tidak berubah yang ditunjukkan dengan perubahan 0% terlepas perubahan yang terjadi pada selisih avtur. Untuk penerbangan 1, 2 dan 3 jam dari bulan Maret sd Desember 2009, tercatat bahwa perubahan FS Express Air hanya terjadi sebanyak 3 kali. FS Express Air cenderung merubah FS ketika avtur naik tetapi ketika avtur turun FS tidak diturunkan; -----------------------------
122
SALINAN PT Lion Mentari Airlines (125) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Lion Mentari Airlines untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 54
Bulan
Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Lion AIr untuk Penerbanga n 1 Jam
4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
100000 80000 125000 160000 160000 190000 190000 190000 190000 190000 190000 180000 180000 180000 180000 170000 170000 170000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Lion Air untuk Penerbanga n 1 Jam
28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -1.67 2.93 8.49
-20.00 56.25 28.00 0.00 18.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -5.26 0.00 0.00 0.00 -5.56 0.00 0.00 -5.88 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
123
SALINAN Grafik 65 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Avtur Basis dengan FS Lion Air untuk Penerbangan 1 Jam 70.00 60.00 50.00 Prosentase
40.00
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
30.00 20.00
Prosentase Pergerakan FS Lion Air untuk Penerbangan 1 Jam
10.00 Nop-09
Sep-09
Jul-09
Mei-09
Mar-09
Jan-09
Nop-08
Sep-08
Jul-08
Mei-08
Mar-08
-20.00
Jan-08
-10.00
Nop-07
0.00
-30.00 Bulan
(126) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Lion Mentari Airlines untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 55 Bulan
Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Lion Air untuk Penerbangan 2 Jam
7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206
4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506
120000 120000 145000 175000 175000 230000 230000 230000 230000 230000 230000 220000 220000 220000 220000 210000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47
Prosentase Pergerakan FS Lion Air 2 Jam
0.0 20.8 20.7 0.0 31.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -4.3 0.0 0.0 0.0 -4.5
124
SALINAN Bulan
Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Lion Air untuk Penerbangan 2 Jam
6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Lion Air 2 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 66
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Lion Air untuk 2 Jam Penerbangan 40.00 Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
20.00 10.00
O
-20.00
Prosentase Pergerakan FS Lion Air 2 Jam
Ja
07
-10.00
n08 Ap r- 0 8 Ju l -0 8 O k t08 Ja n09 Ap r- 0 9 Ju l -0 9 O k t09
0.00
k t-
P rosentase
30.00
-30.00 Bulan
(127) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Lion Mentari Airlines untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 56
125
SALINAN Tabel 56 Bulan
Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Lion Air untuk Penerbangan 3 Jam
7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
150000 150000 165000 200000 200000 270000 270000 270000 270000 270000 270000 260000 260000 260000 260000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Lion Air 3 Jam
0.0 10.0 21.2 0.0 35.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -3.7 0.0 0.0 0.0 -3.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 67 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Lion Air untuk 2 Jam Penerbangan 40.00 Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
20.00 10.00 -10.00 -20.00
Ju l-0 9 O kt -0 9
0.00 O kt -0 7 Ja n08 Ap r- 0 8 Ju l-0 8 O kt -0 8 Ja n09 Ap r- 0 9
Prosentase
30.00
Prosentase Pergerakan FS Lion Air 3 Jam
-30.00 Bulan
126
SALINAN (128) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Lion Mentari Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut:---------------------------------------------------------------------a. Sebagaimana dengan maskapai lain, FS Lion Air berdasarkan table dan grafik di atas tidak berubah mengikuti perubahan selisih avtur actual dengan basis. Tercatat pada penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam untuk periode Maret 2008 hingga Desember 2009 perubahan FS Lion Air sebanyak 4 kali (penerbangan 1 jam) dan 5 kali (penerbangan 2 dan 3 jam). Sedangkan selisih avtur actual dan basis terjadi setiap bulan; ----b. Pada saat avtur mengalami penurunan pada Agustus 2008 sd Februari 2009, FS yang diterapkan Lion Air juga tidak berubah. Pada penerbangan 1jam penurunan FS tercatat terjadi pada bulan Oktober 2008 dan Februari 2009 dengan prosentase sebesar 5,56%. Sedangkan pada penerbangan 2 jam, penurunan FS terjadi pada bulan September 2008 dan Januari 2009 dengan penurunan sebesar 4,5%, dan pada penerbangan 3 jam penurunan FS terjadi pada bulan September 2008 dan Januari 2009 dengan penurunan sebesar 3,7 dan 3,8%. Keseluruhan penurunan tersebyt jauh lebih kecil dari penurunan avtur yang mencapao kisaran 13,95% hingga 18,76%;--------------------------PT Wings Abadi Airlines (129) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Wings Air untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:------------------------------------------------------------------Tabel 57 Bulan
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Wings untuk Penerbangan 1 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389
190000 190000 190000 190000 190000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48
Prosentase Pergerakan FS Wings 1 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0
127
SALINAN Bulan
Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Wings untuk Penerbangan 1 Jam
12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
190000 180000 180000 180000 180000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000 160000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Wings 1 Jam
0.0 -5.3 0.0 0.0 0.0 -11.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 68 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis dengan Prosentase FS Wings untuk 1 Jam 20.00 Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
ar -0 8 ei -0 8 Ju l-0 Se 8 p0 No 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ar -0 M 9 ei -0 9 Ju l-0 Se 9 p0 No 9 p09
0.00
M
-10.00 M
Prosentase
10.00
Prosentase Pergerakan FS Wings 1 Jam
-20.00 -30.00 Bulan
(130) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Wings Air untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:-------------------------------------------------------------------
128
SALINAN Tabel 58 Bulan
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Wings untuk Penerbangan 2 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
230000 230000 230000 230000 230000 230000 220000 220000 220000 220000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 210000
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Wings 2 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -4.3 0.0 0.0 0.0 -4.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 69 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Wings Air untuk 2 Jam Penerbangan 20.00
Nov-09
Sep-09
Jul-09
Mar-09
Jan-09
Nov-08
Sep-08
May-09
-20.00
Jul-08
-10.00
May-08
0.00 Mar-08
Prosentase
10.00
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Wings 2 Jam
-30.00 Bulan
129
SALINAN (131) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Wings Air untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:------------------------------------------------------------------Tabel 59 Bulan
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Wings untuk Penerbangan 3 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
270000 270000 270000 270000 270000 270000 260000 260000 260000 260000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Wings 3 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -3.7 0.0 0.0 0.0 -3.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
---------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 70
130
SALINAN Grafik 70
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Wings untuk 3 Jam Penerbangan 20.00
Nov-09
Sep-09
Jul-09
Mar-09
Jan-09
Nov-08
Sep-08
May-09
-20.00
Jul-08
-10.00
May-08
0.00 Mar-08
Prosentase
10.00
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Wings 3 Jam
-30.00 Bulan
(132) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Wings Abadi Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut:---------------------------------------------------------------------FS Wings Air mengalami fenomena yang mirip dengan seluruh maskapai yang telah dianalisa sebelumnya. Pergerakan FS Wings Air tidak mengikuti pergerakan selisih avtur actual dengan basis yang ditunjukkan dengan nyaris tidak adanya perubahan FS Wings Air sama sekali pada periode Maret 2008 sampai dengan November 2009. Tercatat untuk penerbangan 1, 2 dan 3 jam, FS Wings hanya berubah 2 kali dengan besaran cukup jauh berbeda dengan besaran perubahan selisih avtur. Pada bulan yang lain, FS Wings sama atau tidak berubah sama sekali; -----------PT Metro Batavia (133) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Metro Batavia untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 60
131
SALINAN Tabel 60 Bulan
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Batavia untuk Penerbangan 1 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
190000 190000 190000 190000 190000 190000 180000 180000 180000 180000 180000 180000 180000 170000 170000 170000 170000 170000 170000 170000 170000 170000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Batavia untuk Penerbangan 1 Jam
5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -1.67 2.93 8.49
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -5.26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -5.56 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Grafik 71 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis dengan Prosentase FS Batavia untuk 1 Jam Penerbangan 20.00 15.00 Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
5.00 0.00 M ar -0 8 M ei -0 8 Ju l-0 8 S ep -0 8 N op -0 8 Ja n09 M ar -0 9 M ei -0 9 Ju l-0 9 S ep -0 9 N op -0 9
Prosentase
10.00
-5.00 -10.00
Prosentase Pergerakan FS Batavia untuk Penerbangan 1 Jam
-15.00 -20.00 -25.00 Bulan
(134) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
132
SALINAN fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Metro Batavia untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 61 Bulan
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Batavia untuk Penerbangan 2 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
190000 190000 190000 190000 230000 230000 220000 220000 220000 220000 220000 220000 220000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Batavia 2 Jam
0.0 0.0 0.0 21.1 0.0 -4.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -9.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 72 Pe rbandingan Prose ntase Se lisih Av tur Actual dan Basis de ngan Prose ntase FS Batav ia untuk 2 Jam Pe ne rbangan 25.00 20.00 15.00 Pros entas e Pergerakan Selis ih Avtur Actual dengan Avtur Bas is
5.00 0.00 M ar -0 8 M ei -0 8 Ju l-0 8 S ep -0 N 8 op -0 8 Ja n09 M ar -0 9 M ei -0 9 Ju l-0 9 S ep -0 N 9 op -0 9
Prosentase
10.00
-5.00
Pros entas e Pergerakan FS Batavia 2 Jam
-10.00 -15.00 -20.00 -25.00
Bulan
133
SALINAN (135) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Metro Batavia untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 62 Bulan
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Batavia untuk Penerbangan 3 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
270000 270000 270000 270000 270000 270000 260000 260000 260000 260000 260000 260000 260000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Batavia 3 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -3.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -3.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
-------------------------------------------------------------------------------------Grafik 73
134
SALINAN Grafik 73 Pe rbandingan Prose ntase Se lisih Av tur Actual dan Basis de ngan Prose ntase FS Batav ia untuk 3 Jam Pe ne rbangan 20.00 15.00
0.00
Pros entas e Pergerakan Selis ih Avtur Actual dengan Avtur Bas is
M ar -0 8 M ei -0 8 Ju l-0 8 S ep -0 8 N op -0 8 Ja n09 M ar -0 9 M ei -0 9 Ju l-0 9 S ep -0 9 N op -0 9
Prosentase
10.00
Pros entas e Pergerakan FS Batavia 3 Jam
5.00
-5.00 -10.00 -15.00 -20.00 -25.00
Bulan
(136) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Metro Batavia, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------a.
FS yang diterapkan oleh Batavia Air baik untuk penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam tidak mengikuti perubahan selisih avtur actual dengan basis. Hal tersebut ditunjukkan dengan mayoritas pergerakan FS Batavia Air sebesar 0% (tidak berubah) berapaun perubahan yang terjadi pada avtur. Pada setiap golongan lama penerbangan : 1, 2 dan 3 jam, tercatat bahwa FS Batavia Air hanya berubah 2 kali terlepas dari perubahan yang terjadi pada avtur; -----------------------------------
b.
Pada bulan Agustus 2008 hingga Februari 2009 saat avtur mulai turun FS Batavia Air hanya turun sebanyak 1 kali pada bulan September 2008, dengan prosentase yang jauh lebih rendah dibanding prosentase penurunan selisih avtur actual terhadap basis;
PT Kartika Airlines (137) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Kartika Airlines untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:---------------------------------------------------
135
SALINAN Tabel 63 Bulan
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
FS Kartika untuk Penerbangan 1 Jam 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 80000 80000 80000 150000 170000 170000 170000 170000 190000 230000 270000 270000 270000 270000 235000 220000 180000 180000 180000 180000 180000 180000 180000 180000 180000 180000 180000 180000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Kartika 1 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 87.5 13.3 0.0 0.0 0.0 11.8 21.1 17.4 0.0 0.0 0.0 -13.0 -6.4 -18.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
136
SALINAN Grafik 74
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Kartika 1 Jam
M
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis dengan Prosentase FS Kartika untuk 1 Jam
Bulan
(138) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Kartika Airlines untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 64 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Kartika untuk Penerbangan 2 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063 7,428
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363 4,728
20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 80000 80000 125000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Kartika 2 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49 7.01
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0 56.3
137
SALINAN Bulan
Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Kartika untuk Penerbangan 2 Jam
8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
125000 200000 200000 200000 200000 220000 250000 290000 290000 290000 290000 275000 255555 220000 220000 220000 220000 220000 220000 220000 220000 220000 220000 175000 175000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Kartika 2 Jam
0.0 60.0 0.0 0.0 0.0 10.0 13.6 16.0 0.0 0.0 0.0 -5.2 -7.1 -13.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -20.5 0.0
---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 75
138
SALINAN Grafik 75
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Kartika 2 Jam
M
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Kartika untuk 2 Jam Penerbangan
Bulan
(139) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Kartika Airlines untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 65 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Kartika untuk Penerbangan 3 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363
20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 80000 80000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Kartika 3 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0
139
SALINAN Bulan
Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Kartika untuk Penerbangan 3 Jam
7,428 8,763 8,846 8,742 8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520
4,728 6,063 6,146 6,042 6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820
160000 160000 220000 220000 220000 220000 240000 270000 310000 310000 310000 310000 300000 275000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000 250000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 7.01 8.37 28.24 1.37 -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71
Prosentase Pergerakan FS Kartika 3 Jam
100.0 0.0 37.5 0.0 0.0 0.0 9.1 12.5 14.8 0.0 0.0 0.0 -3.2 -8.3 -9.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 76
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09
Prosentase Pergerakan FS Kartika 3 Jam
M
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Kartika untuk 3 Jam Penerbangan
Bulan
140
SALINAN (140) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Kartika Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------Berdasarkan table dan grafik di atas terlihat bahwa FS Kartika tidak mengikuti perubahan selisih avtur actual dengan avtur basis, baik pada penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Mayoritas FS Kartika tidak berubah yang ditunjukkan dengan perubahan 0% terlepas perubahan yang terjadi pada selisih avtur. Untuk penerbangan 1, 2 dan 3 jam dari bulan Maret sd Desember 2009, tercatat bahwa perubahan FS Kartika hanya terjadi sebanyak 3 kali. FS Kartika cenderung merubah FS ketika avtur naik tetapi ketika avtur turun FS tidak diturunkan; -----------------------------------------PT Trigana Air Service (141) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Trigana Air Service untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 66 Bulan
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Trigana untuk Penerbangan 1 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892
100000 100000 100000 100000 100000 100000 100000 100000 100000 100000 150000 150000 150000 150000 150000 150000 160000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69
Prosentase Pergerakan FS Trigana 1 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 50.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 6.7
141
SALINAN Bulan
Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Trigana untuk Penerbangan 1 Jam
7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
160000 160000 160000 160000 160000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Trigana 1 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 77
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 -10.00 -20.00 -30.00
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis Prosentase Pergerakan FS Trigana 1 Jam
M
M
ar -0 8 ei -0 8 Ju l-0 Se 8 p0 No 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ar -0 M 9 ei -0 9 Ju l-0 Se 9 p0 No 9 p09
Prosentase
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis dengan Prosentase FS Trigana untuk 1 Jam
Bulan
(142) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Trigana Air Service untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 67 Bulan
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Trigana untuk Penerbangan 2 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551
200000 200000 200000 200000 200000 200000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08
Prosentase Pergerakan FS Trigana 2 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
142
SALINAN Bulan
Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Trigana untuk Penerbangan 2 Jam
10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
200000 200000 200000 200000 300000 300000 300000 360000 360000 360000 360000 360000 360000 360000 360000 360000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Trigana 2 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 50.0 0.0 0.0 20.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 78 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Trigana untuk 2 Jam Penerbangan 60.00 50.00 Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
30.00 20.00
Prosentase Pergerakan FS Trigana 2 Jam
10.00 0.00 -20.00
M
ar -0 8 ay -0 8 Ju l-0 Se 8 p0 No 8 v0 Ja 8 n0 M 9 ar -0 M 9 ay -0 9 Ju l-0 Se 9 p0 No 9 v09
-10.00 M
Prosentase
40.00
-30.00 Bulan
(143) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Trigana Air Service untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:---------------------------------------------------
143
SALINAN Tabel 68 Bulan
Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Trigana untuk Penerbangan 3 Jam
8,732 9,093 9,960 11,229 12,089 12,251 10,459 9,803 8,411 8,213 7,206 6,578 6,702 6,742 6,534 6,431 6,592 7,003 6,585 6,520 6,632 6,966
6,032 6,393 7,260 8,529 9,389 9,551 7,759 7,103 5,711 5,513 4,506 3,878 4,002 4,042 3,834 3,731 3,892 4,303 3,885 3,820 3,932 4,266
200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000 200000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis -1.69 -0.17 5.98 13.56 17.48 10.08 1.73 -18.76 -8.45 -19.60 -3.47 -18.27 -13.94 3.20 1.00 -5.15 -2.69 4.32 10.56 -9.71 -3.05 -3.25
Prosentase Pergerakan FS Trigana 3 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Grafik 79 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Trigana untuk 3 Jam Penerbangan 20.00 15.00 Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
5.00 0.00
M
ar -0 8 ay -0 8 Ju l-0 Se 8 p0 No 8 v0 Ja 8 n0 M 9 ar -0 M 9 ay -0 9 Ju l-0 Se 9 p0 No 9 v09
-5.00 -10.00 M
Prosentase
10.00
Prosentase Pergerakan FS Trigana 3 Jam
-15.00 -20.00 -25.00 Bulan
144
SALINAN (144) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Trigana Air Service, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------Berdasarkan grafik dan table di atas, terlihat bahwa FS Tigana untuk penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam tidak selaras dengan perubahan selisih avtur actual dan basis. Hampir seluruh FS Trigana tidak berubah untuk ketiga jenis penerbangan tersebut. Tercatat bahwa perubahan FS untuk penerbangan 1 jam terjadi hanya pada bulan Januari 2009 yang meningkat 50% sedangkan selisih avtur justru turn 18,27%. Pada penerbangan 2 jam peningkatan 50% kembali terjadi di saat terjadi penurunan avtur 18.,27% di bulan Januari ditambah dengan peningkatan pada bulan April 2009 sebesar 20% meskipun selisih avtur actual dan basis hanya meningkat sebesar 20%. Adapun pada penerbangan 3 jam, sama sekali tidak terjadi perubahan FS sepanjang periode Maret 2008 sampai dengan Desember 2009, terlepas dari berapun perubahan avtur yang terjadi; -------------------PT Indonesia Air Asia (145) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Indonesia Air Asia untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 69 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Air Asia untuk Penerbangan 1 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034
20000 20000 20000 30000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Air Asia 1 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30
0.0 0.0 50.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
145
SALINAN Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07
5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063
3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363
40000 65000 80000 100000 110000 140000 160000
1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49
0.0 62.5 23.1 25.0 10.0 27.3 14.3
Grafik 80 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis dengan Prosentase FS Air Asia untuk 1 Jam 80 Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase
60 40
Prosentase Pergerakan FS Air Asia 1 Jam
20
Ju l-0 7 S ep -0 7
-20
Ju l-0 6 S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7
M ei -0 6
0
Bulan
(146) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Indonesia Air Asia untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 70 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Air Asia untuk Penerbangan 2 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546 6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846 3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034
20000 20000 20000 30000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS Air Asia 2 Jam
11.07 6.12 9.27 0.96 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30
0.0 0.0 50.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
146
SALINAN Bulan
Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Air Asia untuk Penerbangan 2 Jam
5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063
3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363
40000 65000 80000 100000 90000 140000 160000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49
Prosentase Pergerakan FS Air Asia 2 Jam
0.0 62.5 23.1 25.0 -10.0 55.6 14.3
Grafik 81 Pe rbandingan Prose ntase Selisih Av tur Actual dan Basis de ngan Prose ntase FS Air Asia untuk 2 Jam Pe nerbangan 70 60 Prosentase
50
Prosentase Pergerakan Selis ih Avtur Actual dengan Avtur Basis
40 30 20
Prosentase Pergerakan FS Air Asia 2 Jam
10
Ju l-0 7 S ep -0 7
M ei -0 6 -20
Ju l-0 6 S ep -0 6 N op -0 6 Ja n07 M ar -0 7 M ei -0 7
0 -10
Bulan
(147) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Indonesia Air Asia untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 71 Bulan
Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Air Asia untuk Penerbangan 3 Jam
5,921 6,118 6,435 6,471 6,546
3,221 3,418 3,735 3,771 3,846
20000 20000 20000 30000 40000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 11.07 6.12 9.27 0.96
Prosentase Pergerakan FS Air Asia 3 Jam
0.0 0.0 50.0 33.3
147
SALINAN Bulan
Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07
Avtur Actual
Selisih antara avtur atual dengan avtur basis (Rp. 2700)
FS Air Asia untuk Penerbangan 3 Jam
6,381 5,980 5,883 6,176 5,679 5,734 5,983 6,313 6,299 6,384 6,678 6,777 7,063
3,681 3,280 3,183 3,476 2,979 3,034 3,283 3,613 3,599 3,684 3,978 4,077 4,363
40000 40000 40000 40000 40000 40000 40000 65000 80000 100000 90000 140000 160000
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis 1.99 -4.29 -10.89 -2.96 9.21 -14.30 1.85 8.21 10.05 -0.39 2.36 7.98 2.49
Prosentase Pergerakan FS Air Asia 3 Jam
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 62.5 23.1 25.0 -10.0 55.6 14.3
Grafik 82 Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan Prosentase FS Air Asia untuk 3 Jam Penerbangan
Prosentase Pergerakan Selisih Avtur Actual dengan Avtur Basis
60 40
Prosentase Pergerakan FS Air Asia 3 Jam
20 0 -20
M ay -0 6 Ju l-0 6 Se p06 N ov -0 6 Ja n07 M ar -0 7 M ay -0 7 Ju l-0 7 Se p07
Prosentase
80
Bulan
(148) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel surcharge PT Indonesia Air Asia, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------------Air Asia menetapkan FS hanya pada Mei 2006 sd Oktober 2007. Pada saat itu, masih terdapat kartel yang disepakati anggota INACA dan Dephub belum menetapkan acuan FS. Dengan demikian, maka sudah dapat dipastikan bahwa FS yang ditetapkan Air Asia saat itu belum menggunakan formula khusus dan tidak mengacu kepada pergerakan avtur
148
SALINAN sebagaimana semestinya. Dan hal tersebut tercermin dalam tabel dan grafik di atas yang menunjukkan ketidakselarasan pergerakan FS Air Asia dengan pergerakan selisih avtur actual dengan avtur basis; ------------------(149) Bahwa untuk memperkuat analisis terhadap masing-masing Terlapor di atas, Tim Pemeriksa juga melakukan analisis perbandingan pergerakan fuel surcharge antara formula perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masing-masing Terlapor untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; --------(150) Bahwa berikut perbandingan pergerakan fuel surcharge antara formula perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masing-masing Terlapor untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam: --------------------------------------------------------------------------------Tabel 72 Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Ekspress
RAL
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
Trigana
Air Asia
-81000
-81000
-81000
n/a
-81000
Air May-06
-81000
-81000
-81000
-81000
n/a
-81000
-81000
Jun-06
-81000
-81000
-81000
-71000
n/a
-81000
-81000
-81000
-81000
-81000
n/a
-81000
Jul-06
-81000
-81000
-81000
-71000
n/a
-81000
-81000
-81000
-81000
-81000
n/a
-81000
Aug-06
-71000
-71000
-71000
-71000
n/a
-71000
-81000
-81000
-71000
-71000
n/a
-71000
Sep-06
-71000
-71000
-71000
-71000
n/a
-71000
-81000
-81000
-71000
-71000
n/a
-61000
Oct-06
-61000
-61000
-71000
-61000
n/a
-61000
-71000
-81000
-61000
-61000
n/a
-61000
Nov-06
-61000
-61000
-71000
-61000
n/a
-61000
-71000
-81000
-61000
-61000
n/a
-61000
Dec-06
-61000
-61000
-71000
-51000
n/a
-61000
-71000
-61000
-61000
-61000
n/a
-61000
Jan-07
-79000
-79000
-89000
-69000
n/a
-79000
-89000
-79000
-79000
-79000
n/a
-79000
Feb-07
-79000
-79000
-89000
-69000
n/a
-79000
-89000
-79000
-79000
-79000
n/a
-79000
Mar-07
-79000
-79000
-89000
-69000
n/a
-79000
-89000
-79000
-79000
-79000
n/a
-79000
Apr-07
-79000
-79000
-79000
-69000
n/a
-79000
-89000
-79000
-79000
-79000
n/a
-79000
May-07
-79000
-79000
-79000
-69000
n/a
-79000
-89000
-79000
-79000
-79000
n/a
-54000
Jun-07
-79000
-79000
-79000
-69000
n/a
-79000
-89000
-79000
-79000
-79000
n/a
-39000
Jul-07
-79000
-79000
-79000
-69000
n/a
-79000
-89000
-79000
-79000
-79000
n/a
-19000
Aug-07
-59000
-69000
-79000
-49000
n/a
-59000
-89000
-79000
-69000
-59000
n/a
-9000
Sep-07
-59000
-59000
-59000
-39000
n/a
-59000
-89000
-39000
-53000
-59000
n/a
21000
Oct-07
-39000
-39000
-39000
-39000
n/a
-19000
-89000
-39000
-31000
-19000
n/a
41000
Nov-07
-19000
-39000
-39000
-9000
n/a
-39000
-19000
-39000
-9000
-39000
n/a
n/a
Dec-07
31000
21000
-39000
46000
n/a
6000
21000
31000
-9000
6000
n/a
n/a
Jan-08
31000
41000
-19000
46000
n/a
41000
41000
51000
-9000
41000
n/a
n/a
Feb-08
31000
41000
11000
81000
n/a
41000
41000
51000
31000
41000
n/a
n/a
Mar-08
21000
56000
31000
81000
n/a
71000
71000
51000
31000
71000
-19000
n/a
Apr-08
51000
71000
41000
81000
n/a
71000
71000
51000
31000
71000
-19000
n/a
May-08
71000
101000
41000
106000
n/a
71000
71000
71000
31000
71000
-19000
n/a
149
SALINAN Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Ekspress
RAL
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
Trigana
Air Asia
Air Jun-08
71000
151000
66000
151000
n/a
71000
71000
111000
56000
71000
-19000
n/a
Jul-08
111000
151000
66000
151000
n/a
71000
71000
151000
106000
71000
-19000
n/a
Aug-08
111000
101000
66000
151000
n/a
71000
71000
151000
131000
71000
-19000
n/a
Sep-08
-38000
-8000
-3000
42000
12000
-48000
-48000
42000
47000
-48000
-128000
n/a
Oct-08
-38000
-8000
-3000
12000
12000
-48000
-48000
42000
47000
-48000
-128000
n/a
Nov-08
-38000
-8000
-48000
12000
12000
-48000
-48000
7000
32000
-48000
-128000
n/a
Dec-08
22000
52000
12000
72000
72000
12000
12000
52000
92000
12000
-68000
n/a
Jan-09
33000
63000
43000
103000
103000
33000
43000
43000
123000
23000
13000
n/a
Feb-09
47000
57000
57000
117000
117000
47000
57000
57000
137000
37000
27000
n/a
Mar-09
53000
63000
53000
123000
123000
53000
63000
63000
113000
43000
33000
n/a
Apr-09
38000
48000
38000
108000
108000
28000
38000
48000
98000
28000
18000
n/a
May-09
48000
58000
48000
118000
118000
38000
48000
58000
108000
38000
28000
n/a
Jun-09
50100
80100
50100
120100
120100
40100
50100
60100
110100
40100
30100
n/a
Jul-09
52200
82200
52200
122200
122200
42200
52200
62200
112200
42200
42200
n/a
Aug-09
54300
84300
54300
124300
124300
44300
54300
64300
114300
44300
44300
n/a
Sep-09
56400
86400
56400
126400
126400
46400
56400
66400
116400
46400
46400
n/a
Grafik 83
Perbandingan FS Maskapai 1 Jam dengan FS Acuan Departemen Perhubungan Sriwijaya
300000 Garuda
250000
Mandala Ekspress Air RAL
150000
Lion Batavia
100000
Kartika
50000 Merpati
0
Bulan
N o v-0 9
Au g -0 9
M a y-0 9
F e b -0 9
N o v-0 8
Au g -0 8
M a y-0 8
F e b -0 8
N o v-0 7
Au g -0 7
M a y-0 7
F e b -0 7
N o v-0 6
Au g -0 6
Wings
M a y-0 6
R u p ia h
200000
Trigana Air Asia FS Acuan
150
SALINAN (151) Bahwa berikut perbandingan pergerakan fuel surcharge antara formula perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masing-masing Terlapor untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam: --------------------------------------------------------------------------------Tabel 73 Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Ekspress Air
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
Trigana
Air Asia
RAL
May-06
-112000
-112000
-112000
-112000
-112000
-112000
-112000
-112000
-112000
n/a
-112000
n/a
Jun-06
-112000
-112000
-112000
-102000
-112000
-112000
-112000
-112000
-112000
n/a
-112000
n/a
Jul-06
-112000
-112000
-112000
-102000
-112000
-112000
-112000
-112000
-112000
n/a
-112000
n/a
Aug-06
-102000
-102000
-102000
-102000
-102000
-112000
-112000
-102000
-102000
n/a
-102000
n/a
Sep-06
-102000
-102000
-102000
-102000
-102000
-112000
-112000
-102000
-102000
n/a
-92000
n/a
Oct-06
-92000
-92000
-92000
-92000
-92000
-102000
-112000
-92000
-92000
n/a
-92000
n/a
Nov-06
-92000
-92000
-92000
-92000
-92000
-102000
-112000
-92000
-92000
n/a
-92000
n/a
Dec-06
-92000
-92000
-92000
-82000
-92000
-102000
-92000
-92000
-92000
n/a
-92000
n/a
Jan-07
-115000
-115000
-115000
-105000
-115000
-125000
-115000
-115000
-115000
n/a
-115000
n/a
Feb-07
-115000
-115000
-115000
-105000
-115000
-125000
-115000
-115000
-115000
n/a
-115000
n/a
Mar-07
-115000
-115000
-115000
-105000
-115000
-125000
-115000
-115000
-115000
n/a
-115000
n/a
Apr-07
-115000
-115000
-115000
-105000
-115000
-125000
-115000
-115000
-115000
n/a
-115000
n/a
May-07
-115000
-115000
-115000
-105000
-115000
-125000
-115000
-115000
-115000
n/a
-90000
n/a
Jun-07
-115000
-115000
-115000
-105000
-115000
-125000
-115000
-115000
-115000
n/a
-75000
n/a
Jul-07
-115000
-115000
-115000
-105000
-115000
-125000
-115000
-115000
-115000
n/a
-55000
n/a
Aug-07
-95000
-105000
-95000
-85000
-95000
-125000
-115000
-105000
-95000
n/a
-65000
n/a
Sep-07
-95000
-95000
-95000
-75000
-95000
-125000
-75000
-89000
-95000
n/a
-15000
n/a
Oct-07
-75000
-75000
-95000
-75000
-35000
-125000
-75000
-67000
-35000
n/a
5000
n/a
Nov-07
-55000
-75000
-95000
-45000
-35000
-55000
-30000
-45000
-35000
n/a
n/a
n/a
Dec-07
-5000
5000
-25000
10000
-10000
5000
-30000
-15000
-10000
n/a
n/a
n/a
Jan-08
5000
20000
-5000
10000
20000
5000
45000
-15000
20000
n/a
n/a
n/a
Feb-08
5000
20000
20000
45000
20000
5000
45000
20000
20000
n/a
n/a
n/a
Mar-08
5000
20000
20000
45000
75000
35000
45000
20000
75000
45000
n/a
n/a
Apr-08
35000
45000
45000
45000
75000
35000
45000
20000
75000
45000
n/a
n/a
May-08
55000
75000
45000
70000
75000
35000
65000
45000
75000
45000
n/a
n/a
Jun-08
75000
115000
45000
115000
75000
35000
95000
95000
75000
45000
n/a
n/a
Jul-08
115000
185000
100000
115000
75000
75000
135000
145000
75000
45000
n/a
n/a
Aug-08
115000
185000
100000
115000
75000
75000
135000
170000
75000
45000
n/a
n/a
Sep-08
-2000
78000
-12000
38000
-12000
-12000
58000
93000
-12000
-32000
n/a
8000
Oct-08
-2000
58000
-12000
8000
-12000
-12000
58000
78000
-12000
-32000
n/a
8000
Nov-08
-2000
58000
-12000
8000
-12000
-12000
43000
78000
-12000
-32000
n/a
8000
Dec-08
12000
72000
2000
22000
2000
2000
37555
92000
2000
-18000
n/a
22000
Jan-09
51000
91000
31000
61000
31000
41000
41000
131000
31000
121000
n/a
61000
Feb-09
71000
91000
51000
81000
51000
61000
61000
121000
51000
141000
n/a
81000
Mar-09
78000
98000
58000
88000
58000
68000
68000
128000
58000
148000
n/a
88000
Apr-09
59000
79000
39000
69000
39000
29000
49000
109000
39000
189000
n/a
69000
May-09
72500
92500
52500
82500
52500
42500
62500
122500
52500
202500
n/a
82500
Jun-09
75600
115600
55600
85600
55600
45600
65600
125600
55600
205600
n/a
85600
151
SALINAN Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Ekspress Air
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
Trigana
Air Asia
RAL
Jul-09
78700
118700
58700
88700
58700
48700
68700
128700
58700
208700
n/a
88700
Aug-09
81800
121800
76800
91800
61800
51800
71800
131800
61800
211800
n/a
91800
Grafik 84
Perbandingan FS 2 Jam Maskapai dengan Acuan Dephub Sriwijaya
400000
Garuda
350000
Mandala
R u p ia h
300000
Ekspress Air
250000
RAL
200000
Lion
150000
Batavia
100000
Kartika
50000
Merpati S e p -0 9
M a y -0 9
J a n -0 9
S e p -0 8
M a y -0 8
J a n -0 8
S e p -0 7
M a y -0 7
J a n -0 7
S e p -0 6
M a y -0 6
0
Bulan
Wings Trigana Air Asia FS Acuan Dephub 2 Jam
(152) Bahwa berikut perbandingan pergerakan fuel surcharge antara formula perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masing-masing Terlapor untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam: --------------------------------------------------------------------------------Tabel 74 Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Ekspress
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
Trigana
RAL
Air Asia
Air May-06
-144000
-144000
-144000
-144000
-144000
-144000
-144000
-144000
-144000
n/a
Jun-06
-144000
-144000
-144000
-134000
-144000
-144000
-144000
-144000
-144000
n/a
n/a
-144000
Jul-06
-144000
-144000
-144000
-134000
-144000
-144000
-144000
-144000
-144000
n/a
n/a
-144000
Aug-06
-134000
-134000
-134000
-134000
-134000
-144000
-144000
-134000
-134000
n/a
n/a
-134000
Sep-06
-134000
-134000
-134000
-134000
-134000
-144000
-144000
-134000
-134000
n/a
n/a
-124000
152
n/a
-144000
SALINAN Bulan/Tahun
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Ekspress
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings
Trigana
RAL
Air Asia
Air Oct-06
-124000
-124000
-124000
-124000
-124000
-134000
-144000
-124000
-124000
n/a
n/a
-124000
Nov-06
-124000
-124000
-124000
-124000
-124000
-134000
-144000
-124000
-124000
n/a
n/a
-124000
Dec-06
-124000
-124000
-124000
-114000
-124000
-134000
-124000
-124000
-124000
n/a
n/a
-124000
Jan-07
-154000
-154000
-154000
-144000
-154000
-164000
-154000
-154000
-154000
n/a
n/a
-154000
Feb-07
-154000
-154000
-154000
-144000
-154000
-164000
-154000
-154000
-154000
n/a
n/a
-154000
Mar-07
-154000
-154000
-154000
-144000
-154000
-164000
-154000
-154000
-154000
n/a
n/a
-154000
Apr-07
-154000
-154000
-154000
-144000
-154000
-164000
-154000
-154000
-154000
n/a
n/a
-154000
May-07
-154000
-154000
-154000
-144000
-154000
-164000
-154000
-154000
-154000
n/a
n/a
-129000
Jun-07
-154000
-154000
-154000
-144000
-154000
-164000
-154000
-154000
-154000
n/a
n/a
-114000
Jul-07
-154000
-154000
-154000
-144000
-154000
-164000
-154000
-154000
-154000
n/a
n/a
-94000
Aug-07
-134000
-144000
-134000
-124000
-134000
-164000
-154000
-144000
-134000
n/a
n/a
-104000
Sep-07
-134000
-134000
-134000
-114000
-134000
-164000
-114000
-128000
-134000
n/a
n/a
-84000
Oct-07
-114000
-114000
-134000
-114000
-74000
-164000
-114000
-106000
-74000
n/a
n/a
-64000
Nov-07
-94000
-114000
-134000
-84000
-74000
-94000
-34000
-84000
-74000
n/a
n/a
n/a
Dec-07
-44000
-14000
-64000
-29000
-49000
-14000
-34000
-29000
-49000
n/a
n/a
n/a
Jan-08
-14000
6000
6000
-29000
-19000
-14000
26000
-29000
-19000
n/a
n/a
n/a
Feb-08
-14000
6000
6000
6000
-19000
76000
26000
6000
36000
6000
n/a
n/a
Mar-08
-14000
6000
31000
6000
36000
76000
26000
6000
36000
6000
n/a
n/a
Apr-08
16000
31000
31000
6000
36000
76000
26000
6000
36000
6000
n/a
n/a
May-08
36000
76000
31000
31000
36000
76000
46000
31000
36000
6000
n/a
n/a
Jun-08
76000
126000
61000
76000
36000
76000
76000
81000
36000
6000
n/a
n/a
Jul-08
116000
216000
61000
76000
36000
76000
116000
156000
36000
6000
n/a
n/a
Aug-08
116000
216000
61000
76000
36000
66000
116000
181000
26000
6000
46000
n/a
Sep-08
-19000
91000
-34000
-19000
-69000
-29000
21000
86000
-69000
-89000
-49000
n/a
Oct-08
-19000
71000
-34000
-49000
-69000
-29000
21000
21000
-69000
-89000
-49000
n/a
Nov-08
-19000
71000
-34000
-49000
-69000
-29000
11000
21000
-69000
-89000
-49000
n/a
Dec-08
-2000
88000
-27000
-32000
-52000
-12000
3000
38000
-62000
-72000
-32000
n/a
Jan-09
47000
117000
22000
17000
-13000
37000
27000
87000
-13000
-23000
17000
n/a
Feb-09
71000
121000
46000
41000
11000
61000
51000
81000
11000
1000
41000
n/a
Mar-09
81000
131000
56000
51000
21000
61000
61000
91000
21000
11000
51000
n/a
Apr-09
56000
106000
31000
26000
-4000
36000
36000
66000
-4000
-14000
26000
n/a
May-09
73000
123000
48000
43000
13000
53000
53000
83000
13000
3000
43000
n/a
Jun-09
76700
146700
51700
46700
16700
56700
56700
86700
16700
6700
46700
n/a
Jul-09
80400
150400
65400
50400
20400
60400
60400
90400
20400
10400
50400
n/a
----------------------------------------------------------------------------------------Grafik 85
153
SALINAN Grafik 85
Perbandingan FS 3 Jam Maskapai dengan FS Acuan Dephub 450000
Sriwijaya
400000
Garuda Mandala
350000
Ekspress Air RAL
250000
Lion
200000 Batavia
150000
Kartika
100000
Merpati
50000
Wings
Bulan
A ug-09 N ov -09
A ug-08 N ov -08 Feb-09 M ay -09
A ug-07 N ov -07 Feb-08 M ay -08
A ug-06 N ov -06 Feb-07 M ay -07
0 M ay -06
R upiah
300000
Trigana Air Asia FS 3 Jam Acuan Dephub
(153) Bahwa berdasarkan Tabel 71, Tabel 72 dan Tabel 73, Tim Pemeriksa menilai bahwa secara rata-rata, harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor untuk Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008), masih berada di bawah harga fuel surcharge yang dihitung berdasarkan formula Departemen Perhubungan, namun untuk Periode II (April 2008 s/d September 2009), harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh masingmasing Terlapor berada di atas harga fuel surcharge yang dihitung berdasarkan formula Departemen Perhubungan; ------------------------------(154) Bahwa Tim Pemeriksa menilai setidaknya pada Periode II (April 2008 s/d September 2009), para Terlapor telah memperoleh keuntungan dari fuel surcharge;---------------------------------------------------------------------------(155) Bahwa berdasarkan uraian analisis terhadap dugaan penetapan biaya curang oleh masing-masing Terlapor, Tim Pemeriksa menyatakan hal-hal sebagai berikut:----------------------------------------------------------------------
154
SALINAN a.
Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen; -----------------------------
b.
Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM 9 Tahun 2002;------------------------
c.
Persetujuan Pemerintah melalui Departemen Perhubungan terhadap penerapan fuel surcharge diperlukan karena penerapan fuel surcharge akan menyebabkan harga tiket yang dibayar konsumen akan melampaui tarif batas atas berdasarkan KM No. 9 Tahun 2002; ---------------------------------
d.
Namun demikian, penelitian Tim Pemeriksa terhadap perubahan harga avtur dan perubahan fuel surcharge sejak Mei 2006 sampai dengan Desember 2009 pada masing-masing Terlapor sebagaimana ditunjukkan pada tabel dan grafik sebelumnya, menunjukkan korelasi yang negatif. Artinya, penerapan fuel surcharge oleh setiap Terlapor bukan hanya dimaksudkan sebagai kompensasi terhadap kenaikan biaya avtur sebagaimana telah disetujui oleh Departemen Perhubungan, tetapi juga dipergunakan untuk menutupi biaya operasional lainnya;---------------------
e.
Hal tersebut dalam butir d didukung dengan fakta bahwa sejak Departemen Perhubungan mengeluarkan acuan perhitungan fuel surcharge pada Maret 2008 seluruh Terlapor menerapkan besaran fuel surcharge di atas formula acuan yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan;----------------------
f.
Oleh karena itu Tim Pemeriksa menilai penerapan fuel surcharge oleh setiap Terlapor telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan konsumen harus membayar lebih tinggi dari yang seharusnya;---------------------------------------------------------------------------
g.
Selanjutnya, sejak Maret 2008, penerapan fuel surcharge sudah tidak sesuai lagi dengan peruntukannya sehingga harga tiket yang dibayar oleh konsumen pada beberapa subclasses termahal telah melampaui ketentuan tarif batas atas yang ditetapkan dalam KM No. 9 Tahun 2002; ---------------
155
SALINAN h.
Tim Pemeriksa menilai fuel surcharge tersebut tidak diperuntukkan untuk mengkompensasi selisih harga avtur sehingga melanggar KM No. 9 Tahun 2002; ----------------------------------------------------------------------------------
(156) Bahwa sebelum mengambil kesimpulan, Tim Pemeriksa menilai beberapa Terlapor tidak kooperatif dalam memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan oleh Tim Pemeriksa yaitu PT Metro Batavia, PT Lion Mentari Airlines dan PT Wings Abadi Airlines; -------------------------------23.
Menimbang bahwa berdasarkan analisis sebagaimana diuraikan dalam butir 22 berdasarkan fakta-fakta sebagaimana diuraikan dalam butir 21 di atas, Tim Pemeriksa menyimpulkan hal-hal sebagai berikut (vide bukti A121): ---------------(1)
Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen; -----------------------------
(2)
Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM 9 Tahun 2002;------------------------
(3)
Fakta bahwa perjanjian di antara beberapa Terlapor dan kecenderungan kesamaan perubahan fuel surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 sampai dengan Maret 2008) untuk zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, tanpa adanya justifikasi ekonomi dari masing-masing Terlapor, menunjukkan adanya perjanjian penetapan besaran fuel surcharge di antara para Terlapor pada periode tersebut; ---------------------------------------------
(4)
Para Terlapor telah menetapkan biaya fuel surcharge secara curang yang dibuktikan dengan perubahan nilai fuel surcharge para Terlapor yang tidak sama dengan perubahan nilai harga avtur pada sejak Mei 2006 sampai dengan Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah melampaui tarif batas atas sebagaimana ditetapkan dalam KM No. 9 Tahun 2002; ----------------------------------------------------------------------------------
156
SALINAN (5)
Bahwa Tim Pemeriksa menyimpulkan ada bukti pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia (Tbk), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia AirAsia; ------------------------------------------------------------------
24.
Menimbang bahwa Tim Pemeriksa Lanjutan telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan kepada Komisi, untuk dilaksanakan Sidang Majelis Komisi; ----------------------------------------------------------------------------------------
25.
Menimbang bahwa selanjutnya, Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor 62/KPPU/PEN/III/2010 tanggal 23 Maret 2010, untuk dilaksanakannya Sidang Majelis Komisi terhitung sejak tanggal 23 Maret 2010 sampai dengan 04 Mei 2010 (vide bukti A107); ---------------------------------------------------------------------
26.
Menimbang bahwa untuk melaksanakan Sidang Majelis Komisi, Komisi menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 131/KPPU/KEP/III/2010 tanggal 23 Maret 2010 tentang Penugasan Anggota Komisi Sebagai Majelis Komisi dalam Sidang Majelis Komisi Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 (vide bukti A108); -------
27.
Menimbang
bahwa
selanjutnya
Sekretaris
Jenderal
Sekretariat
Komisi
menerbitkan Surat Tugas Nomor 426/SJ/ST/III/2010 tanggal 23 Maret 2010 yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Majelis Komisi dalam Sidang Majelis Komisi (vide bukti A106); -------------------------------------------------------28.
Menimbang bahwa Majelis Komisi telah menyampaikan Petikan Penetapan Sidang Majelis dan Salinan LHPL kepada para Terlapor (vide bukti A109 s/d A120); -----------------------------------------------------------------------------------------
29.
Menimbang bahwa Majelis Komisi memberi kesempatan kepada para Terlapor untuk memeriksa berkas perkara (enzage) dan telah dilaksanakan pada tanggal 12, 13, 15 dan 16 April 2010 (vide bukti B36 s/d B41);-------------------------------------
30.
Menimbang bahwa dalam Sidang Majelis Komisi pada tanggal 21 April 2010, Majelis Komisi telah mendengar dan menerima Pembelaan dan Tanggapan lisan dan tertulis dari para Terlapor terhadap LHPL serta menyerahkan bukti tambahan (vide bukti B42, C14.1 s/d C14.11); -------------------------------------------------------
157
SALINAN 31.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.1);-----------------------------------------------------------------31.1
Bahwa dalil-dalil dan data yang dikemukakan oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak benar, tidak akurat dan tidak konsisten; ----------------------------------31.1.1
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU berulangkali menyatakan bahwa fuel surcharge merupakan komponen kompensasi untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur yang meningkat dan melebihi asumsi harga avtur dalam penghitungan tarif batas atas dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi (”KM No. 9/2002”). Namun sebaliknya Tim Pemeriksa KPPU dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan juga berulang kali menyatakan bahwa fuel surcharge merupakan pendapatan bagi maskapai penerbangan; -------------
31.1.2
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU
menyatakan
bahwa
Garuda/Terlapor
I
hanya
menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007, dan 2008. Data dimaksud telah keliru dikutip oleh Tim Pemeriksa KPPU karena angka-angka yang tertulis dalam Tabel 27 halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan tidak sama dengan data yang telah disampaikan oleh Garuda/Terlapor I dalam Tanggapan Garuda/Terlapor I dalam Pemeriksaan Lanjutan (lihat Lampiran – 23 Tanggapan dalam Pemeriksaan Lanjutan);----------------------------------------------31.1.3
Dalam melakukan analisa terhadap besaran fuel surcharge di Tabel 36 – Tabel 71 halaman 84 – 143 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menggunakan data
yang
tidak
lengkap
dan
tidak
akurat,
sehingga
menghasilkan kesimpulan yang keliru atau tidak valid. Kesimpulan berdasarkan uji statistik yang dilakukan oleh Tim
158
SALINAN Pemeriksa KPPU menyangkut 12 maskapai penerbangan, padahal dalam Tabel 36 – Tabel 71 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan
tersebut,
terlihat
bahwa
hanya
2
maskapai
penerbangan yang memberikan data fuel surcharge untuk periode Mei 2006 – Desember 2009 secara lengkap; ------------31.2 Bahwa KPPU tidak konsisten dan salah menerapkan hukum acara sesuai Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006;---------------------------------------------31.2.1
Tim Pemeriksa KPPU dalam butir 1.4 halaman 2 Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan
menyatakan
bahwa
Keterangan
Pemerintah merupakan salah satu alat bukti yang digunakan dalam pemeriksaan Perkara. Secara yuridis, berdasarkan Pasal 64 ayat (1) Perkom No. 1/2006, Keterangan Pemerintah bukan merupakan salah satu alat bukti yang dikenal dalam Pemeriksaan KPPU;--------------------------------------------------31.2.2
Tim Pemeriksa KPPU tidak mengangkat sumpah atas saksisaksi yang diperiksa dalam tahap Pemeriksaan Lanjutan Perkara ini, sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 67 Perkom No. 1/2006. Tim Pemeriksa KPPU telah memeriksa beberapa pihak untuk dimintai keterangan sebagai saksi, yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (“YLKI”), PT Pertamina (Persero) (“Pertamina”), Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI (“Dirjen Pajak”), Indonesian National Air Carriers Association (“INACA”), dan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara
Departemen
Perhubungan
(“Dirjen
Hubud”). Namun dari saksi-saksi yang diperiksa Tim Pemeriksa KPPU tersebut, hanya YLKI yang diangkat sumpahnya oleh Tim Pemeriksa KPPU;---------------------------31.3 Bahwa status Garuda/Terlapor I sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk perseroan terbatas yang didirikan tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan dan memberikan kontribusi terhadap penerimaan Negara, namun juga memiliki fungsi untuk melaksanakan kemanfaatan umum (public service obligation). Pelaksanaan fungsi kemanfaatan umum
159
SALINAN oleh Garuda/Terlapor I diwujudkan dengan melayani rute-rute penerbangan sesuai kebutuhan masyarakat umum, meskipun tidak selalu menguntungkan secara komersial; --------------------------------------------------------------------31.4 Definisi pasar bersangkutan kabur dan tidak jelas; -----------------------------31.4.1
Kesimpulan
Tim
Pemeriksa
KPPU
mengenai
pasar
bersangkutan dilihat dari segi pasar produk adalah kabur dan tidak jelas (obscuur libel), karena objek permasalahan dalam Perkara ini adalah tuduhan mengenai kesepakatan penetapan harga dan perhitungan yang curang dari fuel surcharge, bukan layanan jasa yang terkait dengan penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik Definisi Pasar Bersangkutan Kabur dan Tidak Jelas Status Garuda/Terlapor I sebagai Badan Usaha Milikkeberangkatan
ke
titik
kedatangan
sebagaimana
dinyatakan dalam butir (17) halaman 63 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan;-----------------------------------------------31.4.2
Di samping itu, Tim Pemeriksa KPPU juga tidak konsisten dalam menetapkan definisi pasar bersangkutan dalam Perkara ini. Sebagaimana terlihat dalam butir (27) halaman 64 Laporan Hasil
Pemeriksaan
Lanjutan,
Tim
Pemeriksa
KPPU
mendalilkan bahwa pasar bersangkutan dalam Perkara ini adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara. Sedangkan sebelumnya dalam butir (37) halaman 16 Laporan Dugaan Pelanggaran dan dalam butir V angka (7) halaman 7 Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa pasar bersangkutan dalam Perkara ini adalah jasa penerbangan domestik di seluruh Indonesia;--------------------------------------31.5 Garuda/Terlapor I menerapkan dan menghitung fuel surcharge secara independen; ---------------------------------------------------------------------------
160
SALINAN 31.5.1
Garuda/Terlapor I menetapkan besaran fuel surcharge secara independen serta tidak melanggar ketentuan perundangundangan yang berlaku, dengan memperhitungkan: -------------31.5.1.1
Load Factor (tingkat okupansi rata-rata) dari Garuda/Terlapor I, yaitu sekitar sebesar 65%; -------
31.5.1.2
forward
Faktor
booking
(pembelian
tiket
penerbangan dimuka), dimana asumsi harga avtur pada tanggal pembelian tiket kemungkinan besar berbeda
dengan
harga
avtur
pada
tanggal
keberangkatan;-------------------------------------------31.5.1.3
Harga avtur dari Pertamina yang tidak ditetapkan di depan (sebelum dikonsumsi) namun secara periodik, biasanya terdapat time lag selama 3 minggu;---------
31.5.2
Berdasarkan data yang dimaksud dalam Tabel 23 – 25 halaman 37 – 40 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan KPPU, kesamaan besaran fuel surcharge antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya hanya terdapat dalam bulan Mei 2006. Selanjutnya, berdasarkan anjuran KPPU (surat No. 207/K/V/2006 tanggal 30 Mei 2006), besaran fuel surcharge diserahkan
ke
masing-masing
maskapai
penerbangan.
Sedangkan untuk periode-periode selanjutnya antara bulan Garuda/Terlapor
I
Menerapkan
dan
Menghitung
Fuel
Surcharge Secara Independen Mei 2006 – Maret 2008, terbukti bahwa besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I sama sekali tidak sama dengan besaran fuel surcharge dari maskapai lainnya;-----------------------------------------------------------------31.6 Fuel surcharge bukan merupakan komponen dari tarif dasar berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 9 Tahun 2002. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) KM No. 9/2002, tarif penumpang angkutan niaga berjadwal dalam negeri
kelas
ekonomi
belum
termasuk
PPN,
iuran
wajib
dana
pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dari PT Jasa Raharja, asuransi tambahan lainnya secara sukarela, dan tarif jasa pelayanan penumpang
161
SALINAN pesawat udara sesuai ketentuan yang berlaku. Sampai dengan saat ini, tidak ada suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang formula fuel surcharge. Departemen Perhubungan hanya mengeluarkan himbauan kepada maskapai penerbangan mengenai formula perhitungan fuel surcharge; ----------------------------------------------------------------------------31.7 Fuel surcharge bukan merupakan komponen keuntungan Garuda/ Terlapor I; ----------------------------------------------------------------------------31.7.1
Fuel surcharge bukan merupakan instrumen untuk mencari keuntungan, namun semata-mata hanya dimaksudkan untuk menutupi biaya bahan bakar (avtur) yang sangat fluktuatif sejak tahun 2006, dan karenanya dalam struktur biaya pengeluaran biaya bahan bakar maskapai, fuel surcharge dikategorikan sebagai variable cost atau biaya variable. Hal mana terbukti pada sejak tahun 2006 – 2008, besaran fuel surcharge tidak pernah lebih besar dari total biaya bahan bakar (fuel cost); ------
31.7.2
Pada faktanya, besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I bukan merupakan yang terbesar dibandingkan dengan besaran fuel surcharge
maskapai
penerbangan
lain,
walaupun
Garuda/Terlapor I menerapkan jasa pelayanan full service; ----31.7.3
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan HHI Index, terlihat bahwa sejak tahun 2004 hingga sekarang persaingan di industri penerbangan cukup tajam, kondisi yang mana tidak mungkin terjadi seandainya ada perjanjian penetapan harga antara maskapai penerbangan. Perubahan pangsa pasar Garuda/Terlapor I yang cukup signifikan tiap tahunnya, membuktikan bahwa tidak ada kesepakatan penetapan harga yang dibuat antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya;--------------------------------------------------
31.8 Dalil –dalil dan data yang dikemukakan Tim Pemeriksa KPPU adalah keliru, tidak akurat
dan tidak konsisten. Data yang digunakan Tim
pemeriksa KPPU terkait INACA tidak akurat dan keliru karena tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya; --------------------------------------------------------
162
SALINAN 31.8.1
Bahwa, dalam butir 3.2 angka (12) halaman 22 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan sebagai berikut: “Bahwa INACA akhirnya mengeluarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. Berita Acara Nomor 9100/53/V/2006 tanggal 4 April 2006 yang ditandatangani oleh Ketua Dewan INACA, Sekretaris Jenderal INACA, dan 9 (Sembilan) perusahaan angkutan udara niaga yaitu PT Mandala Airlines, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Dirgantara Air Service, PT Sriwijaya Air, PT Pelita Air Service, PT Lion Mentari Air, PT Batavia Air, PT Indonesia Air Transport, PT Garuda Indonesia (Persero); -------
31.8.2
Sedangkan dalam butir (47) halaman 67 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa “… Tim Pemeriksa menilai terdapat komunikasi secara internal dalam INACA terkait dengan pembahasan fuel surcharge yaitu pada tanggal 04 Mei 2006 sebagaimana diuraikan dalam butir 3.2 Tentang Kronologis Pengenaan Fuel Surcharge paragraf (12)”; --------------------------------------------
31.8.3
Berdasarkan hal tersebut di atas, terbukti secara sah dan nyata bahwa Tim Pemeriksa KPPU secara tidak akurat merujuk kepada dua (2) dokumen yang isi dan peruntukannya jelas-jelas berbeda untuk suatu dalil yang sama, yaitu tentang rapat INACA
yang
membahas
fuel
surcharge.
Untuk
itu
Garuda/Terlapor I memohon kepada Majelis Komisi yang terhormat untuk meneliti kembali Lampiran 10 dan Lampiran 11 Tanggapan Garuda/Terlapor I pada tahap Pemeriksaan Lanjutan;---------------------------------------------------------------31.8.4
Dengan demikian, apa yang didalilkan dan/atau disimpulkan oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan sebagaimana tersebut di atas adalah sama sekali salah, dan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang sesungguhnya terjadi;-------------------------------------------------------------------
163
SALINAN 31.9 Dalil-dalil Tim Pemeriksa KPPU tentang fungsi fuel surcharge tidak konsisten; -----------------------------------------------------------------------------31.9.1
Bahwa, Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan yang disusun oleh Tim Pemeriksa pada tahap Pemeriksaan Lanjutan mengandung ketidakkonsistenan
khususnya
mengenai
“Fungsi
Fuel
Surcharge”. Ketidakkonsistenan dimaksud secara nyata terlihat setidak-tidaknya sebanyak 6 (enam) kali dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan dimaksud, antara lain pada butir (2.2) halaman 5, butir (88) halaman 20, butir (155a) dan (155b) halaman 148, serta butir (1) dan (2) halaman 149. Dalam butirbutir pada halaman-halaman tersebut, Tim Pemeriksa KPPU berulang kali menyatakan pada pokoknya bahwa fuel surcharge merupakan komponen kompensasi yang ditujukan untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur yang meningkat dan melebihi asumsi harga avtur dalam perhitungan tarif batas atas dalam KM No. 9/2002; ----------------------------------------------31.9.2
Bahwa, dalam Kesimpulan butir 5 angka (1) halaman 149 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyimpulkan sebagai berikut: “Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang dimasukkan
ke
dalam
komponen
tariff
tiket
pesawat
penerbangan yang dibebankan kepada konsumen”;--------------31.9.3
Selanjutnya, dalam butir 5 angka (2) halaman 149 Laporan Hasil
Pemeriksaan
Lanjutan,
Tim
Pemeriksa
KPPU
menyimpulkan sebagai berikut: “Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM 9 Tahun 2002”; ------------------------------------------------------------------31.9.4
Kesimpulan-kesimpulan dari Tim Pemeriksa pada tahap Pemeriksaan Lanjutan sebagaimana tersebut diatas justru telah
164
SALINAN dibantah sendiri oleh Tim Pemeriksa KPPU setidak-tidaknya sebanyak 5 (lima) kali dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, antara lain pada butir (2.2) halaman 5, butir (98) dan (99) halaman 58, butir (154) halaman 147, butir (155d) halaman 148, dimana Tim Pemeriksa KPPU pada intinya menyatakan bahwa fuel surcharge merupakan komponen pendapatan bagi maskapai penerbangan; ----------------------------------------------31.9.5
Hal tersebut di atas jelas menunjukkan inkonsistensi antara dalil-dalil yang dikemukakan oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam Laporan
Hasil
Pemeriksaan
Lanjutan.
Dengan
adanya
inkonsistensi dimaksud, maka kesimpulan yang dibuat oleh Tim Pemeriksa dalam butir 5 (1) dan (2) halaman 149 dari Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan adalah kesimpulan yang tidak valid dan karenanya harus dikesampingkan; ---------------31.10 Data Tim Pemeriksa KPPU tentang pendapatan fuel surcharge dan fuel cost dari Garuda/Terlapor I tidak benar dan tidak akurat; ---------------------------31.10.1
Bahwa, dalam butir 3.8 angka (90) huruf (a) halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa Garuda/Terlapor I menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008. Pernyataan ini sesuai dengan fakta yang sesungguhnya, bahwa Garuda/Terlapor I hanya menyampaikan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006– 2008; --------------------------------------------------------------------
31.10.2
Fakta ini juga didukung dengan pernyataan Tim Pemeriksa KPPU dalam butir 3.8 angka (90) huruf (b) halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, yang menyatakan bahwa yang menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost tahun 2006 hingga tahun 2009 hanyalah PT Merpati Nusantara Airlines (Persero); -----------------------------------------------------
31.10.3
Namun demikian, dalam Tabel 37 halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU kembali secara
165
SALINAN keliru dan mengada-ada menyajikan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost Garuda/Terlapor I untuk tahun 2009. Pada faktanya Garuda/Terlapor I tidak pernah memberikan kepada Tim Pemeriksa KPPU data fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2009, karena masih dalam proses audit oleh akuntan publik, sebagaimana dinyatakan pula oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam butir 3.8 angka (90) huruf (a) dan (b) halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan;----------31.10.4
Penyajian data yang tidak benar dan tidak jelas sumbernya dalam Tabel 37 tersebut tentunya akan menyebabkan kesalahan interpretasi dalam membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan dan lebih parah lagi dapat berdampak pula pada kesalahan pengambilan kesimpulan atas data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost Garuda/Terlapor I.; -----------------------
31.10.5
Dengan adanya ketidakkonsistenan dan kekeliruan mengenai data fuel surcharge Garuda/Terlapor I untuk tahun 2009 sebagaimana dimaksud di atas, maka adalah beralasan apabila data yang disajikan oleh Tim Pemeriksa KPPU pada tahap Pemeriksaan Lanjutan haruslah dikesampingkan atau dengan kata lain, tidak dapat dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan terkait dengan Perkara; ---------------------------------
31.11 Uji Korelasi antara pergerakan harga avtur dengan harga fuel surcharge yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tidak benar dan tidak akurat karena didasarkan pada data yang tidak lengkap;----------------------------------------31.11.1
Dalam melakukan analisa atau uji korelasi antara fluktuasi harga avtur dengan fluktuasi fuel surcharge, sebagaimana terlihat dalam Tabel 36 – Tabel 71 dan Grafik 47 – Grafik 82 pada halaman 84 – 143 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menggunakan data yang tidak lengkap dan tidak akurat. Kesimpulan yang diambil berdasarkan uji statistik yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU adalah menyangkut 12 maskapai penerbangan, padahal dalam Tabel 36
166
SALINAN – Tabel 71 dan Grafik 47 – Grafik 82 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan tersebut, terlihat bahwa hanya 2 maskapai penerbangan yang menyediakan data fuel surcharge untuk periode Mei 2006 – Desember 2009; -----------------------Periode I
Periode II
Analisa Data
Kesimpulan
Mei 06-Mar 08 Apr 08-Des 09 Menyangkut
Menyangkut
Data Tersedia 0-1 Jam Terbang 6 Perusahaan
9 Perusa haa n
12 Perusahaan
1-2 Jam Terbang 6 Perusa haa n 2-3 Jam Terbang 5 Perusahaan 0-1 Jam Terbang 8 Perusahaan 1-2 Jam Terbang 9 Perusahaan 2-3 Jam Terbang 8 Perusahaan
9 Perusahaan 9 Perusa haa n 9 Perusahaan 9 Perusa haa n 9 Perusahaan
12 Perusahaan 12 Perusahaan 12 Perusahaan 12 Perusahaan 12 Perusahaan
Gambar 1. Sumber: data dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan KPPU, diolah
31.11.2
Tabel di atas secara jelas menunjukkan bahwa uji statistik yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU khususnya untuk periode I (Mei 2006 – Maret 2008) hanya dilakukan berdasarkan data lengkap yang disediakan oleh 6 maskapai penerbangan, namun kesimpulan yang dihasilkan Tim Pemeriksa KPPU menyangkut 12 maskapai penerbangan. Jelas hal tersebut menunjukan telah terjadi kesalahan mendasar dalam penerapan ilmu statistik atau pelaksanaan uji statistik oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak sesuai dengan kaidah statistik. Tabel di bawah ini menunjukkan maskapai penerbangan mana saja yang tidak menyerahkan data fuel surcharge secara lengkap ke Tim Pemeriksa KPPU. Namun pada kenyataannya tidak diserahkannya data tersebut tetap dijadikan dasar kesimpulan atas uji statistik Tim Pemeriksa KPPU terhadap 12 maskapai penerbangan; -----------
Maskapai Garuda Sriwijava Merpati Mandala RAL Expres Air Lion Air
0-1 Jam Terbang Mei 2006- Des 2009 Mei 2006-0kt 2009 Mei 2006- Des 2009 Mei 2006-0kt 2009 Okt 2008-Des 2009 Mei 2006-Des 2009 Nop 2007-Des 2009
1-2 Jam Terbang Mei 2006- Des 2009 Mei 2006- Des 2009 Mei 2006- Des 2009 Feb 2008-0kt 2009 Sep 2008-Des 2009 Mei 2006-Des 2009 Okt 2007-Des 2009
2-3 Jam Terbang Mei 2006- Des 2009 Mei 2006-0kt 2009 Mei 2006- Nop 2009 Feb 2008-0kt 2009 Mar 2008-Des 2009 Mei 2006-Des 2009 Okt 2007-Des 2009
167
SALINAN Maskapai Wings Batavia Kartika Trigana Air Asia
0-1 Jam Terbang Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009 Mei 2006-Des 2009 Mar 2008-Des 2009 Mei 2006-0kt 2007
1-2 Jam Terbang Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009 Mei 2006-Des 2009 Mar 2008-Des 2009 Mei 2006-0kt 2007
2-3 Jam Terbang Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009 Mei 2006-0kt 2009 Mar 2008-Des 2009 Mei 2006-0kt 2007
Gambar 2. Sumber: data dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan KPPU, diolah
31.11.3
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, Tim Pemeriksa KPPU telah mendasarkan uji statistik yang dilakukannya dan mengambil kesimpulan menyangkut 12 maskapai penerbangan, hanya dengan mendasarkan pada data yang diberikan oleh 6 maskapai penerbangan; -----------------------------------------------
31.12 Tim Pemeriksa KPPU tidak konsisten dan salah dalam menerapkan hukum acara sesuai Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 (Perkom 1/2006); --------31.12.1
Alat bukti yang digunakan Tim Pemeriksa KPPU tidak sesuai dengan alat bukti berdasakan Perkom 1/2006;--------------------31.12.1.1
Bahwa, Perkara ini mulai diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU sejak tanggal 28 September 2009 yaitu dimulainya tahap Pemeriksaan Pendahuluan. Sesuai dengan Pasal 77 dari Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara, pemeriksaan atau penanganan Perkara aquo masih tunduk pada Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU (“Perkom 1/2006”);----------------------------------
31.12.1.2
Berdasarkan butir 1.4. halaman 2 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa alat bukti yang digunakan adalah:------------------------------------------------a. Keterangan saksi;-------------------------------b. Keterangan Pemerintah; -----------------------c. Surat dan atau Dokumen; ---------------------d. Petunjuk; -----------------------------------------
168
SALINAN e. Keterangan Pelaku Usaha (Terlapor); -------31.12.1.3
Bahwa, berdasarkan Perkom No.1/2006, alatalat bukti yang sah adalah sebagai berikut:------a. Keterangan Saksi; ------------------------------b. Keterangan Ahli; -------------------------------c. Surat dan/atau dokunen; -----------------------d. Petunjuk; ----------------------------------------e. Keterangan Terlapor; ---------------------------
31.12.1.4
Perkom No. 1/2006 sama sekali tidak mengenal alat bukti “keterangan Pemerintah”. Dengan demikian, Tim Pemeriksa KPPU telah salah menganggap bahwa Keterangan Pemerintah merupakan salah satu alat bukti dalam proses pemeriksaan di KPPU; ------------------------------
31.12.1.5
Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak – Kementerian
Keuangan
RI
sebagaimana
diuraikan dalam Risalah Keterangan Pemerintah tertanggal 1 Maret 2010, dan Direktur Jenderal Perhubungan RI – Kementerian Perhubungan RI sebagaimana
diuraikan
dalam
Risalah
Keterangan Pemerintah tertanggal 21 Januari 2010
dengan
demikian
haruslah
dikesampingkan; ------------------------------------31.12.2
Saksi –saksi yang diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak di sumpah sesuai dengan Perkom 1/2006;----------------------------31.12.2.1
Bahwa, dalam tahap Pemeriksaan Lanjutan atas Perkara dimaksud, Tim Pemeriksa KPPU telah memeriksa beberapa pihak untuk didengar keterangannya sehubungan dengan Perkara, yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (“YLKI”),
PT
Pertamina
(Persero)
169
SALINAN (“Pertamina”),
Direktur
Jenderal
Pajak
Departemen Keuangan RI (“Dirjen Pajak”), Indonesian National Air Carriers Association (“INACA”), dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Departemen
Perhubungan
(“Dirjen
Hubud”); ---------------------------------------------31.12.2.2
Bahwa, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan masing-masing pihak YLKI, Pertamina, Dirjen Pajak, INACA, dan Dirjen Hubud tersebut di atas, YLKI, INACA, dan Pertamina memberikan keterangan
dalam kapasitas
sebagai
Saksi
sementara Dirjen Pajak dan Dirjen Hubud memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai Instansi Pemerintah; --------------------------------31.12.2.3
Secara yuiridis, keterangan saksi atau keterangan ahli baru dapat dikatakan sah apabila saksi-saksi maupun ahli-ahli tersebut telah mengangkat sumpah, sumpah mana yang harus secara jelas disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksan. Hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 67 Perkom 1/2006 yang mewajibkan pengambilan sumpah bagi Saksi dan Ahli dalam setiap tahap pemeriksaan, sebagai berikut: “Dalam setiap tahapan pemeriksaan, Saksi dan Ahli wajib: a. Menghadiri sendiri setiap panggilan Tim Pemeriksa atau Majelis Komisi; -------------b. Memberikan keterangan dihadapan Tim Pemeriksa
terkait
dengan
dugaan
pelanggaran; ------------------------------------c. Menyerahkan surat dan/atau dokumen yang diminta oleh Tim Pemeriksa; ------------------
170
SALINAN d. Mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;---------------------------e. Menandatangani Berita Acara Pemeriksaan; -31.12.2.4
Kenyataannya, hanya YLKI yang diperiksa dengan
mengangkat
sumpah,
sebagaimana
dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan YLKI.
Tidak
diangkatnya
sumpah
dalam
pemeriksaan Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan Dirjen Pajak jelas menyalahi ketentuan hukum acara pemeriksaan di KPPU berdasarkan Pasal 67 Perkom 1/2006 tersebut di atas;--------31.12.2.5
Dengan demikian, keterangan-keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan oleh Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan Dirjen Pajak secara yuridis tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna karena melanggar Pasal 67 Perkom No. 1/2006, dan karenanya haruslah dikesampingkan; --------------------------
31.12.3
Saksi-saksi Yang Diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU Tidak Disumpah Sesuai dengan Perkom 1/2006; ------------------------31.12.3.1
Bahwa, dalam tahap Pemeriksaan Lanjutan atas Perkara dimaksud, Tim Pemeriksa KPPU telah memeriksa beberapa pihak untuk didengar keterangannya sehubungan dengan Perkara, yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ("YLKI"), ("Pertamina''),
PT
Pertamina
Direktur
Jenderal
(Persero) Pajak
Departemen Keuangan RI C'Dirjen Pajak''), Indonesian National Air Carriers Association ("INACA"), dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Departemen
Perhubungan
("Dirjen
Hubud"); ----------------------------------------------
171
SALINAN 31.12.3.2
Bahwa, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan masing-masing pihak YLKI, Pertamina, Dirjen Pajak, INACA, dan Dirjen Hubud tersebut di atas, YLKI, INACA, dan Pertamina memberikan keterangan
dalam kapasitas
sebagai
Saksi
sementara Dirjen Pajak dan Dirjen Hubud memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai Instansi Pemerintah; --------------------------------31.12.3.3
Secara yuiridis, keterangan saksi atau keterangan ahli baru dapat dikatakan sah apabila saksi-saksi maupun ahli-ahli tersebut telah mengangkat sumpah, sumpah mana yang harus secara jelas disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksan. Hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 67 Perkom 1/2006 yang mewajibkan pengambilan sumpah bagi Saksi dan Ahli dalam setiap tahap pemeriksaan, sebagai berikut:---------------------"Dalam setiap tahapan pemeriksaan, Saksi dan Ahli wajib: a.
Menghadiri sendiri setiap panggilan Tim Pemeriksa atau Majelis Komisi; ------------
b.
Memberikan keterangan dihadapan Tim Pemeriksa
terkait
dengan
dugaan
pelanggaran; ---------------------------------c.
Menyerahkan surat dan/atau dokumen yang diminta oleh Tim Pemeriksa; ---------------
d.
Mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; -------------------------
e. 31.12.3.4
Menandatangani Berita Acara Pemeriksaan;
Kenyataannya, hanya YLKI yang diperiksa dengan
mengangkat
sumpah,
sebagaimana
dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan
172
SALINAN YLKI.
Tidak
diangkatnya
sumpah
dalam
pemeriksaan Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan Dirjen Pajak jelas menyalahi ketentuan hukum acara pemeriksaan di KPPUberdasarkan Pasal 67 Perkom 1/2006 tersebut di atas;--------31.12.3.5
Dengan demikian, keterangan-keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan oleh Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan Dirjen Pajak secara yuridis tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna karena melanggar Pasal 67 Perkom No. 1/2006, dan karenanya haruslah dikesampingkan; --------------------------
31.13 Tanggapan Atas Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan; --------------------A.
Tentang Pelaku Usaha;----------------------------------------------------------31.13.1 Tim Pemeriksa KPPU dalam butir (4) halaman 61 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan menyatakan sebagai berikut: -----"Bahwa Tim Pemeriksa menilai PT Garuda Indonesia (Persero) ... merupakan para pelaku usaha yang sama-sama melakukan kegiatan Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang merupakan pesaing antara satu dengan lainnya." --------------31.13.2 Bahwa Garuda/Terlapor I merupakan Badan Usaha Milik Negara ("BUMN") berbentuk Persero berdasarkan Undangundang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara ("UU BUMN"), yang didirikan dengan maksud dan tujuan antara lain untuk: -----------------------------------------------------31.13.2.1
Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; -------------
31.13.2.2
Mengejar keuntungan; ------------------------------
31.13.2.3
Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu
173
SALINAN tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; ---------------------------------------31.13.3 Lebih lanjut, kewajiban Garuda/Terlapor I untuk melakukan fungsi pelayanan umum (public service obligation) sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) UU BUMN, yaitu: "(1) Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN”;----------31.13.4 Bahwa fungsi pelayanan umum (public service obligation) tersebut diwujudkan oleh Garuda/Terlapor I dengan tetap melayani
rute
penerbangan
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat umum meskipun beban biaya operasional semakin tinggi karena harga avtur telah secara signifikan terus meningkat sejak tahun 2006; ----------------------------------------31.13.5 Perbandingan Route Result tahun 2008 antara rute penerbangan yang menguntungkan dan rute yang tidak menguntungkan bagi Garuda/Terlapor I adalah sebagaimana berikut ini: ---------------
Rahasia
Gambar 3. Sumber: Garuda/Terlapor I
31.13.6 Meskipun harus menghadapi beban operasional yang tinggi karena
fluktuasi
harga
minyak
dunia
yang
otomatis
mempengaruhi harga avtur, serta segala keterbatasan yang
174
SALINAN dimilikinya selaku BUMN, Garuda/Terlapor I juga harus bertahan untuk menghadapi persaingan yang ketat di industri jasa penerbangan domestik, agar dapat terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sesuai dengan fungsi dan kewajibannya untuk melaksanakan pelayanan umum serta sesuai
dengan
fungsinya
memberikan
kontribusi
bagi
penerimaan Negara dan mencari keuntungan; --------------------31.13.7 Disamping itu sebagaimana telah disampaikan dalam tahap Pemeriksaan
Pendahuluan
Garuda/Terlapor penerbangan
di
I
dan
merupakan Indonesia
Pemeriksaan satu-
yang
satunya
Lanjutan, maskapai
memberikan
layanan
penerbangan "Pelayanan Dengan Standard Maksimum" (full services), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ("UU Penerbangan") dan penjelasannya; ---------------------------------31.13.8 "Pelayanan Dengan Standard Maksimum" (full services) menimbulkan konsekuensi bahwa jumlah beban yang diangkut pesawat Garuda/Terlapor I adalah lebih berat. Beratnya beban yang diangkut menyebabkan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi
pesawat
Garuda/Terlapor
I
dalam
setiap
penerbangannya akan lebih banyak dibandingkan dengan pesawat yang dioperasikan maskapai penerbangan lainnya (low cost carrier); ----------------------------------------------------------31.13.9 Tingkat konsumsi bahan bakar untuk jenis pesawat dan jarak tempuh yang sama akan lebih besar, sedangkan jumlah penumpang yang dapat diangkut adalah lebih sedikit karena perbedaan konfigurasi seat (adanya business class seat dan juga kelas ekonomi dengan jarak antar kursi yang lebih besar) dalam pesawat adalah merupakan faktor utama, disamping faktor harga bahan bakar (avtur), yang dapat mempengaruhi besaran dan penghitungan fuel surcharge penumpang untuk setiap rute;
175
SALINAN Garuda Indonesia Pendapatan Fuel Surcharge Tahun 2008 Jumlah Penumpang Domestik Tahun 2008 Konfigurasi tempat duduk 737 Classic Fuel Surcharge per Pax Tahun 2008
IDR 1,514,934,141,782 7,591,810 134 IDR 199, 548
Maskapai A Konfigurasi tempat duduk 737 Classic FS per pax yang selayaknya dikenakan dengan asumsi yang sama dengan GA (LF 65%)
160 IDR 162,058
Maskapai B Konfigurasi tempat duduk 737 Classic FS per pax yang selayaknya dikenakan dengan asumsi yang sama dengan GA (LF 65%)
170 IDR 157,291
Gambar 4. Sumber: Garuda/Terlapor I
B.
Tentang Pasar Bersangkutan; --------------------------------------------------31.13.10 Tim Pemeriksa KPPU telah mendalilkan dalam butir (17) halaman 63 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, bahwa pasar produk dalam Perkara ini adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan. Padahal yang menjadi objek permasalahan dalam Perkara ini sebenarnya adalah kesepakatan penetapan harga dan perhitungan yang curang dari fuel surcharge. Dengan demikian, Tim Pemeriksa KPPU tidak jelas dan kabur (obscuur libel) dalam menjelaskan tuduhan kepada para Terlapor dalam Perkara ini; ------------------------------------------------------------31.13.11 Pada kenyataannya, bagi Garuda/Terlapor I fuel surcharge merupakan komponen biaya dan bukan merupakan komponen pendapatan. Hal ini adalah logis karena pada dasarnya Garuda/Terlapor
tidak
memperdagangkan
atau
menjual
fuel/avtur kepada konsumen. Sebagaimana telah disampaikan berulang kali dalam Tanggapan Garuda/Terlapor I dalam tahap Pemeriksaan
Pendahuluan
dan
Pemeriksaan
Lanjutan,
penerapan fuel surcharge adalah semata-mata hanya untuk menutupi selisih kenaikan harga avtur yang sangat signifikan dibandingkan dengan asumsi harga avtur yang ditetapkan oleh Departemen Perhubungan dalam KM No.9 2002; ----------------
176
SALINAN 31.13.12 Di samping itu, bukti kabur dan tidak jelasnya Tim Pemeriksa KPPU dalam menetapkan pasar bersangkutan dapat dilihat dari analisa dari segi produk dan segi geografis dalam butir (27) halaman 64 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, di mana Tim Pemeriksa KPPU mendalilkan bahwa pasar bersangkutan dalam Perkara ini adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara. Padahal dalam butir (37) halaman 16 Laporan Dugaan Pelanggaran dan dalam butir V angka (7) halaman 7 Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa pasar bersangkutan dalam Perkara ini adalah jasa penerbangan domestik di seluruh Indonesia;--------------------------------------31.13.13 Hal ini jelas menunjukkan bahwa Tim Pemeriksa KPPU tidak konsisten dan secara semena-mena menetapkan definisi pasar bersangkutan
dalam
Perkara
ini,
yang
semula
dalam
Pemeriksaan Pendahuluan adalah "jasa penerbangan domestik di seluruh Indonesia" kemudian berubah menjadi "layanan jasa penerbangan
penumpang
berjadwal
dari
satu
titik
keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara"; -------------------------------------------------31.13.14 Bahwa disamping itu sebagaimana telah disampaikan oleh Garuda/Terlapor I dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, penentuan pasar bersangkutan dalam perkara ini harus dilihat dari segi geografis berdasarkan rute yang
dilayani
oleh
masing-masing
maskapai
dalam
penerbangan domestik; ----------------------------------------------31.13.15 Pada kenyataannya terdapat banyak rute penerbangan domestik di Indonesia, berdasarkan KM No. 9/2002 setidak-tidaknya ada 416 rute namun pada kenyataannya tidak semua rute penerbangan
tersebut
dilayani
oleh
semua
maskapai
177
SALINAN penerbangan yang ada di Indonesia, yang menjadi Terlapor dalam perkara ini;-----------------------------------------------------31.13.16 Sebagaimana dapat dilihat dari tabel di bawah ini yang membandingkan
beberapa
rute
yang
dilayani
oleh
Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lain (baik rute yang padat maupun rute perintis), terbukti secara jelas dan nyata bahwa Garuda/Terlapor tidak bersaing dengan seluruh maskapai penerbangan di seluruh rute; ----------------------------RUTE PADAT
RUTE
Cengkareng -
BATAVIA
GARUDA
WINGS
LION
KARTIKA
AIR
INDONESIA
AIR
AIRUNES
AIRliNES
49
94
-
77
-
11
35
-
35
28
56
-
14
74
14
42
MERPATI
TRIGANA
INDONESIA
MANDALA
SRIWIJAYA
AIR ASIA
AIRLINES
AIR
7
14
22
21
-
284
-
-
-
14
7
-
102
84
-
-
14
2
14
-
198
-
49
-
7
28
11
7
-
190
-
63
-
14
-
-
7
-
140
INDONESIA
MANDALA
SRIWIJAYA
AIR ASIA
AIRLINES
AIR
MJSANTARA AIRLINES
AIR
TOTAL
SIRVICE
Surabaya Cengkareng Balikpapan Cengkareng Medan Cengkareng Denpasar Cengkareng Ujungpandang
Gambar 5. Sumber: Garuda/Terlapor I
RUTE PERINTIS
RUTE
Denpasar-
MERPATI
TRIGANA
BATAVIA
GARUDA
WINGS
LION
KARTIKA
AIR
INDONESIA
AIR
AIRUNES
AIRliNES
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
7
-
7
-
-
-
7
-
-
-
-
14
-
7
-
-
-
7
-
-
-
-
14
-
6
-
7
-
-
-
-
-
-
13
-
7
-
-
-
7
-
-
-
-
14
MJSANTARA AIRLINES
AIR
TOTAL
SIRVICE
Timika UjungpandangBiak BiakJayapura Banda AcehCengkareng JayapuraTimika
Gambar 6. Sumber: Garuda/Terlapor I
31.13.17 Gambar 5 - Gambar 6 di atas jelas membuktikan bahwa faktanya Garuda/Terlapor I tidak bersaing di seluruh rute yang
178
SALINAN dilayani oleh Garuda/Terlapor I dengan seluruh maskapai penerbangan di Indonesia;-------------------------------------------31.13.18 Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka definisi "pasar bersangkutan" yang ditentukan oleh Tim Pemeriksa KPPU (yakni seluruh rute jasa penerbangan domestik di Indonesia) adalah keliru atau setidak-tidaknya tidak jelas dan kabur (obscuur libel), karena terbukti bahwa (i) bagi Garuda/Terlapor I fuel surcharge merupakan komponen biaya dan bukan merupakan komponen pendapatan; dan (ii) tidak seluruh rute domestik yang tersedia dapat dilayani oleh seluruh maskapai penerbangan yang ada di Indonesia, sehingga persaingan yang terjadi di antara maskapai penerbangan tidak terjadi dalam semua rute; ------------------------------------------------------------C. Tentang Dugaan Penetapan Harga (Pasal 5 UU No. 5/1999) 31.13.19 Tim Pemeriksa KPPU dalam butir (96) huruf (a) halaman 82 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, menyatakan sebagai berikut: ----------------------------------------------------------------"Oleh karena formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masingmasing Terlapor berbeda-beda, maka seharusnya pergerakan fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing
Terlapor
juga
berbeda-beda
berdasarkan
pertimbangan ekonomi dari masing-masing perusahaan." -----Selain itu, dalam butir (54) halaman 68, butir (61) halaman 74, dan butir (96) huruf (b) dan (c) halaman 83 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa dalam periode bulan Mei 2006 - Maret 2008 (Periode I), terdapat kecenderungan pergerakan besaran fuel surcharge yang sama antara para Terlapor, yang didukung dengan adanya fakta bahwa: (i) terdapat perjanjian di antara Terlapor untuk menetapkan besaran fuel surcharge pada bulan Mei 2006 sebesar Rp 20.000,00; dan (ii) sampai dengan bulan Maret 2008
179
SALINAN pergerakan fuel surcharge para Terlapor masih menunjukkan kecenderungan yang sama; ------------------------------------------31.13.20 Bahwa sebagaimana telah Garuda/Terlapor I sampaikan sebelumnya dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, besaran fuel surcharge sebesar Rp 20.000,00 pada bulan Mei 2006 adalah didasarkan pada Berita Acara
Pembahasan
Fuel
Surcharge
INACA
No.
9100/51/V/2006 tanggal 4 Mei 2006. Namun kemudian berita acara tersebut telah dicabut berdasarkan anjuran dari KPPU melalui surat No. 207/K/V/2006 tanggal 30 Mei 2006 kepada INACA ("Surat KPPU No. 207/2006"). Dalam surat tersebut KPPU memberikan anjuran agar INACA mencabut ketetapan mengenai
fuel
surcharge
dan
menyerahkan
kembali
kewenangan dalam penghitungan besaran fuel surcharge ke masing-masing maskapai penerbangan; ---------------------------31.13.21 Menindaklanjuti anjuran KPPU tersebut, INACA melalui surat No. INC1001/238/V/2006 tanggal 31 Mei 2006 kepada KPPU ("Surat
INACA
No.
238/2006")
menyatakan
bahwa
berdasarkan hasil rapat anggota-anggota INACA pada tanggal 30 Mei 2006 (berdasarkan Notulen Rapat Anggota dan Pengurus INACA No. 9100/57/V/2006), besaran fuel surcharge diserahkan kembali ke masing-masing maskapai penerbangan sesuai dengan anjuran dari KPPU. Berdasarkan fakta tersebut, Garuda/Terlapor I sejak saat itu menghitung sendiri besaran fuel surcharge secara independen berdasarkan formula yang diterapkan oleh Garuda/Terlapor I sendiri;------------------------31.13.22 Selain itu, jika dilihat dari data yang digunakan sendiri oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam Tabel 23 - Tabel 25 halaman 37 40 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, terbukti secara jelas dan nyata bahwa kesamaan besaran fuel surcharge antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya yang menjadi Terlapor dalam Perkara ini hanya terjadi dalam bulan
180
SALINAN Mei 2006, baik untuk penerbangan 0 - 1 jam, 1 - 2 jam, maupun 2 - 3 jam yaitu sebesar Rp 20.000,00. Sedangkan setelah bulan Mei 2006, besaran tuel sordtsrqe Garuda/Terlapor I sama sekali tidak sama dengan besaran fuel surcharge dari maskapai lainnya;-----------------------------------------------------------------31.13.23 Dengan demikian terbukti secara jelas dan nyata bahwa tidak mungkin sama sekali ada perjanjian atau kesepakatan dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh Garuda/Terlapor I dengan maskapai lain terkait dengan penghitungan besaran fuel surcharge, karena pada faktanya antara Mei 2006 - Maret 2008 besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I selalu berbeda dengan maskapai lainnya;-----------------------------------------------------31.13.24 Selain itu, berdasarkan data yang disajikan oleh Tim Pemeriksa KPPU sendiri dalam Tabel 23 - Tabel 25 halaman 37 - 40 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, bahkan besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I bukan merupakan yang terbesar dibandingkan
maskapai
penerbangan
lain,
walaupun
Garuda/Terlapor I menyediakan jasa pelayanan penerbangan full service, sebagaimana terlihat dibawah ini: -------------------Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai Penerbangan Lain ( sampai dengan 1 Jam Penerbangan)
Gambar 7 - Sumber: data dalam LHPL Perkara No.25/KPPU-I/2009, diolah
181
SALINAN
Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai Penerbangan Lain (1-2 Jam Penerbangan)
Gambar 8 - Sumber: data dalam LHPL Perkara No.25/KPPU-I/2009, diolah
Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai Penerbangan Lain ( Sampai 2-3 Jam Penerbangan)
Gambar 9 - Sumber: data dalam LHPL Perkara No.25/KPPU-I/2009, diolah
182
SALINAN 31.13.25 Di samping itu, berdasarkan analisa dan uji statistik dengan metode Bartlett-Levene dan Brown-Forhyte (sebagaimana dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan butir 59 - 96, Grafik 38 - 46, Tabel 30 -35, halaman 69 - 83), Tim Pemeriksa KPPU menyimpulkan bahwa terdapat suatu tren yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama diantara maskapai penerbangan dalam menetapkan fuel surcharge khususnya untuk periode Mei 2006 - Maret 2008. Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bukti adanya kerjasama antara maskapai penerbangan untuk menetapkan fuel surcharge; -----------------------------------------31.13.26 Bahwa sebagaimana terbukti dengan Gambar 1 dan 2 di atas, analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU dalam menyimpulkan adanya pergerakan perubahan fuel surdierqe yang sama dari 12 maskapai, hanya didasarkan pada data dan informasi dari 9 maskapai. Dari 9 maskapai itu pun hanya 2 maskapai yang menyerahkan data dan informasi fuel surcharge secara lengkap untuk periode sejak Mei 2006 Desember 2009. Dengan demikian terbukti bahwa analisa yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tidak dapat dibenarkan dan tidak sesuai dengan kaidah ilmu statistik, karena telah terjadi kesalahan mendasar dalam penerapan ilmu statistik oleh Tim Pemeriksa KPPU;-----------------------------------------------------31.13.27 Kesalahan dan ketidakakuratan atas hasil analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tersebut terjadi karena Tim Pemeriksa KPPU terlihat berusaha untuk melengkapi dan memperkirakan sendiri data besaran fuel surcharge dari beberapa maskapai penerbangan yang tidak tersedia. Disamping itu, untuk membuktikan kebenaran analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tersebut, Garuda/Terlapor I telah melakukan uji statistik dengan menggunakan metode Granger Causality Test (Lampiran -1);--
183
SALINAN 31.13.28 Dari hasil uji statistik yang dilakukan oleh Garuda/Terlapor I tersebut, terbukti secara jelas bahwa seandainya pun terdapat gerakan yang sama dalam periode tertentu terkait dengan besaran fuel surcharge, namun gerakan tersebut bukanlah merupakan gerakan sebab-akibat. Bahkan seandainyapun terdapat gerakan perubahan fuel surcharge yang seragam dari semua maskapai penerbangan, tidak lantas dapat disimpulkan bahwa harga yang dibebankan kepada harga tiket adalah setara. Hal ini dikarenakan setiap maskapai penerbangan memiliki struktur biaya yang berbeda-beda;----------------------------------31.13.29 Disamping hal-hal sebagaimana dimaksud di atas, dugaan Tim Pemeriksa KPPU bahwa adanya perjanjian penetapan harga adalah tidak berdasar sama sekali, karena pada faktanya persaingan dalam industri penerbangan semakin tajam dalam beberapa tahun belakangan ini. Semakin tajamnya persaingan dalam industri penerbangan, tentunya tidak mungkin terjadi apabila terdapat kerjasama atau kesepakatan penetapan besaran fuel surcharge antara para maskapai penerbangan sebagaimana dituduhkan oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam butir 96 halaman 82-83 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan; ---------------------31.13.30 Dari grafik di bawah ini terbukti secara jelas dan nyata bahwa HHI Index industri penerbangan turun secara drastis dari sekitar 2.271 pada tahun 2004 menjadi 1.575 pada tahun 2006. Di samping itu, grafik di bawah ini juga menunjukkan pergerakan pangsa pasar Garuda/Terlapor I yang justru mengalami penurunan di tahun 2004 - 2006 walaupun jumlah penumpang Garuda/Terlapor I mengalami peningkatan pada periode yang sama. Tentunya kondisi ini tidak mungkin terjadi jika memang ada kerjasama atau kesepakatan antara Garuda/Terlapor I dengan para Terlapor dalam Perkara ini; ---------------------------
184
SALINAN
Gambar 10. Sumber: Garuda/Terlapor I
Gambar 11. Sumber: Garuda/Terlapor I
185
SALINAN 31.13.31 Bahwa, sebagaimana telah Garuda/Terlapor I sampaikan juga dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, tidak adanya suatu kesepakatan apapun antara Garuda/Terlapor
dengan
maskapai
penerbangan
lain
sebagaimana dituduhkan oleh Tim Pemeriksa KPPU, juga dapat dibuktikan dari segi hukum yaitu dengan tidak adanya perjanjian atau kesepakatan, baik secara tertulis maupun lisan/tidak tertulis, dengan maskapai penerbangan domestik lainnya ataupun dengan pihak lain manapun yang dimaksudkan untuk menetapkan harga atau tarif atau biaya jasa penerbangan termasuk tarif fuel surcharge dalam rangka penyediaan jasa layanan penerbangan sipil domestik;-------------------------------31.13.32 Disamping fakta-fakta yang telah diungkapkan di atas, berdasarkan doktrin hukum perdata yang berlaku di Indonesia, ada atau tidaknya suatu perjanjian, baik tertulis maupun lisan, harus dibuktikan dengan ada atau tidaknya kesepakatan antara para pihak, yang mensyaratkan adanya "penawaran dan penerimaan"; ----------------------------------------------------------31.13.33 Bahwa satu-satunya parameter (tolak ukur) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menentukan ada atau tidaknya suatu kesepakatan adalah ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, dimana ada atau tidaknya suatu perjanjian haruslah memenuhi empat syarat (kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal);------31.13.34 Bahwa dengan tidak pernah dibuatnya perjanjian atau kesepakatan, baik secara tertulis maupun lisan/tidak tertulis, antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan domestik lainnya ataupun dengan pihak lain manapun yang dimaksudkan untuk menetapkan besaran fuel surcharge, maka dengan demikian terbukti tidak ada offer and acceptance
186
SALINAN (penawaran dan penerimaan) antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan domestik lainnya; -------------------------31.13.35 Dengan demikian, dari segi yuridis pun tidak dapat dibuktikan ada perjanjian atau kesepakatan antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lain sehubungan dengan besaran fuel surcharge baik secara lisan maupun tertulis, secara langsung maupun tidak langsung; ----------------------------------31.13.36 Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan penjelasan tersebut di atas, dengan demikian secara material unsur "perjanjian untuk menetapkan harga" dalam Pasal 5 UU No. 5/1999 tidak terpenuhi; --------------------------------------------------------------D. Tentang dugaan kecurangan dalam menetapkan besaran fuel surcharge (Pasal 21 UU No. 5/1999); -----------------------------------------------------31.13.37 Dalil Tim Pemeriksa KPPU tentang keterkaitan antara fuel surcharge dengan batas atas tarif dasar penumpang angkutan niaga berjadwal dalam negeri adalah tidak benar;----------------31.13.38 Dalam Kesimpulan angka (4) halaman 149 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan sebagai berikut: "... dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah melampaui tariff batas atas sebagaimana diterapkan dalam KM No. 9 Tahun 2002"; ---------------------------------------------31.13.39 Pada faktanya, Pasal 1 ayat (3) KM No. 9/2002 secara jelas menyatakan bahwa tarif penumpang angkutan niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi belum termasukPPN, iuran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dari PT Jasa Raharja, asuransi tambahan lainnya secara sukarela, dan tarif jasa pelayanan penumpang pesawat udara sesuai ketentuan yang berlaku; ----------------------------------------------------------31.13.40 Dengan demikian, Tim Pemeriksa KPPU dalam hal ini telah keliru dalam membuat kesimpulan bahwa nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah melampaui batas atas sebagaimana ditetapkan dalam KM No. 9/2002, mengingat pada faktanya
187
SALINAN bahwa KM No. 9/2002 sama sekali tidak mengatur batas atas fuel surcharge; --------------------------------------------------------31.13.41 Tidak termasuknya fuel surcharge dalam komponen tarif dasar ini juga sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan
("UU
Penerbangan"),
berdasarkan
penjelasan Pasal 123 ayat (3d) UU Penerbangan, sebagai berikut: " ... biaya tuslah/tambahan (surcharge)" adalah biaya yang dikenakan karena terdapat biaya-biaya tambahan yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan udara di luar perhitungan penetapan tarif jarak antara lain biaya fluktuasi harga bahan bakar (fuel surcharge) dan biaya yang ditanggung oleh perusahaan angkutan udara karena pada saat berangkat atau pulang penerbangan tanpa penumpang, misalnya pada saat hari raya"; -------------------------------------------------------31.13.42 Pada faktanya, penerapan tarif dasar Garuda/Terlapor I hampir selalu mencapai batas atas sebagaimana diatur dalam KM No. 9/2002. Hal ini merupakan konsekuensi langsung dari adanya perbedaan kategori Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya. Garuda/Terlapor I merupakan satusatunya maskapai penerbangan Indonesia yang berada dalam kategori "full service” (dalam UU Penerbangan dikenal sebagai "pelayanan dangan standar maksimum"), yang tentunya membutuhkan biaya yang lebih tinggi dalam memberikan pelayanan tersebut dibandingkan dengan maskapai penerbangan lainnya yang merupakan low cost carrier (dalam UU Penerbangan dikenal sebagai "pelayanan dengan standar minimum'');------------------------------------------------------------31.13.43 Dengan diperhitungkannya fuel surcharge dalam komponen tarif dasar akan menyebabkan Garuda/Terlapor I menerapkan tarif dasar yang melewati batas atas sebagaimana ditetapkan Pemerintah. Oleh sebab itu, fuel surcharge tidak dapat
188
SALINAN dijadikan
komponen
dalam
menghitung
tarif
dasar
Garuda/Terlapor I;----------------------------------------------------31.13.44 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terbukti secara jelas dan nyata bahwa Tim Pemeriksa KPPU tidak memahami fungsi fuel surcharge dikaitkan dengan batas atas tarif dasar sebagaimana diatur dalam KM No. 9/2002 tentang tarif dasar penumpang angkutan niaga berjadwal dalam negeri; --------------------------31.14 Fuel
surcharge
bukan
merupakan
komponen
keuntungan
bagi
Garuda/Terlapor I; ---------------------------------------------------------------31.14.1.1 Garuda/Terlapor I tidak memperoleh keuntungan dari fuel surcharge, karena fuel surcharge merupakan beban biaya avtur dan bukannya komponen Garuda/Terlapor I dalam memperoleh pendapatan. Faktanya, fuel surcharge diterapkan oleh Garuda/Terlapor I semata-mata untuk menutupi biaya atas fluktuasi harga avtur yang terus meningkat;---------------31.14.1.2 Garuda/Terlapor I memperlakukan dan mencatat pembelian avtur 1 fuel sebagai biaya produksi, yang mana komponen biaya avtur / fuel dalam total biaya operasional relatif sangat besar. Pada tahun 2006 komponen biaya avtur mencapai 35,2 % dari total biaya operasional, dan sebesar 35,4 % pada tahun 2007 serta 43,3 % pada tahun 2008; ------------------------------
Struktur Beban Operasional PT Garuda Indonesia 2006-2008 (Rahasia) Komponen Biaya
2006
2007
2008
189
SALINAN Komponen Biaya
2006
2007
2008
Gambar 12. Sumber: Garuda/Terlapor I
31.14.1.3 Bahwa sebagaimana dinyatakan dan diakui oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam butir (86) halaman 55 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, dalam struktur biaya pengeluaran biaya bahan bakar/fuel dikategorikan sebagai variable cost atau biaya variable. Sebagaimana terbukti dalam Tabel 27 tentang perbandingan pendapatan fuel surcharge dan fuel cost tahun 2006-2007 halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan,
jumlah
fuel
surcharge
yang
diperoleh
Garuda/Terlapor I jauh lebih kecil dari jumlah fuel cost dalam setahun; --------------------------------------------------------------31.14.1.4 Dengan
demikian
terbukti
secara
jelas
bahwa
Garuda/Terlapor I tidak menggunakan fuel surcharge sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan, namun semata-mata untuk menutupi selisih biaya bahan bakar avtur sebagai akibat
190
SALINAN dari fluktuasi harga avtur yang telah jauh melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam KM No. 9 /2002; ---------31.14.1.5 Disamping itu, pada faktanya keuntungan usaha yang diperoleh oleh Garuda/Terlapor I adalah merupakan hasil dari upaya-upaya
Garuda/Terlapor
I
dalam
memperbaiki
kinerjanya, yaitu: a. Melakukan restrukturisasi rute; b. Melakukan efisiensi sebesar 25% dalam waktu tiga tahun, dengan cara peremajaan pesawat, negosiasi kontrak, eauction, zero growth pegawai; c. Penerapan manajemen yang sistemik, contohnya dengan Revenue Management System, Network Management System, mengurangi ground time; d. Sinergi anak perusahaan Garuda/Terlapor I;--------------------31.14.1.6 Pada
faktanya
tingkat
keuntungan
yang
diperoleh
Garuda/Terlapor I sejak tahun 2006 sampai sekarang jumlahnya masih relatif kecil bila dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh maskapai penerbangan lainnya, sebagaimana terlihat dalam grafik-grafik dibawah ini: --------
Rahasia
Gambar 13. Sumber: Garuda/Terlapor I
191
SALINAN BEBERAPA INDIKATOR KINERJA PT GARUDA 2003-2008
Rahasia
Gambar 14. Sumber: Garuda/Terlapor I
31.14.1.7 Disamping
keuntungan
yang
mulai
diperoleh
Garuda/Terlapor I, pada faktanya justru pada saat peak season Garuda/Terlapor I justru mengalami kerugian, sebagaimana ditunjukkan grafik (data tahun 2008) berikut ini (RAHASIA): DESCRIPTION
SEMESTER I
JULY
AUG
SEPT
OCT
NOV
DEC
TOTAL
Gambar 15. Sumber: data Garuda/Terlapor I
31.14.1.8 Dalam periode 2006 - 2008, terbukti secara jelas dan nyata bahwa besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I juga selalu lebih kecil dari besaran fuel cost;----------------------------------
192
SALINAN
Rahasia
Gambar 16. Sumber: data Garuda/Terlapor I
Hal ini membuktikan bahwa Garuda/Terlapor I tidak menjadikan fuel surcharge sebagai sumber pendapatan, melainkan untuk mempersempit selisih antara besaran avtur yang telah ditetapkan oleh Departemen Perhubungan dengan besaran
nyata
avtur
yang
harus
dibayarkan
oleh
Garuda/Terlapor I ke Pertamina; ---------------------------------31.14.1.9 Di samping itu, Garuda/Terlapor I selalu memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan nya terkait dengan fuel surcharge,
termasuk
pemenuhan
kewajiban
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) (lihat Lampiran - 22 dalam Tanggapan dalam Pemeriksaan Lanjutan);--------------------------------------------31.14.1.10 Dengan demikian tuduhan Tim Pemeriksa KPPU bahwa fuel surcharge merupakan komponen Garuda/Terlapor I untuk memperoleh pendapatan, terlebih lagi untuk memperoleh keuntungan adalah sama sekali tidak benar; --------------------31.14.2 Pasal 21 UU No. 5/1999 mengatur tentang penetapan harga rendah;-----31.14.2.1 Terkait dengan penjelasan dari Pasal 21 UU No. 5/1999, maka secara yuridis Pasal 21 UU No. 5/1999 bagaimanapun juga harus dimaknai dalam kerangka penetapan harga rendah dengan tujuan mematikan pelaku usaha lain dan menguasai pasar; -----------------------------------------------------------------
193
SALINAN 31.14.2.2 Bahwa Pasal 21 UU No. 5/1999 harus diinterpretasikan dalam kerangka
melarang
pelaku
usaha
untuk
melakukan
kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya peraturan
sebagai
komponen
harga,
perundang-undangan,
yang
dengan
melanggar
bertujuan
untuk
memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari yang seharusnya, atau yang dikenal sebagai 'Jual rugi" untuk mematikan pelaku usaha pesaing dan kemudian menguasai pasar atau kemungkinan untuk "transfer pricing"; 31.14.2.3 Bahwa secara yuridis ketentuan Pasal 21 UU No. 5/1999 sudah amat sangat jelas dan tidak perlu ditafsirkan lain selain dari apa yang tertulis didalamnya, dimana terkait dengan maksud atau arti kata "kecurangan", penjelasan Pasal 21 UU No. 5/1999 secara tegas telah menyebutkan bahwa: "Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya adalah pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan yang ber/aku untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya"; ------------------31.14.2.4 Bahwa penjelasan ketentuan Pasal 21 UU No. 5/1999 dimaksud merupakan bagian yang menjadi kesatuan dengan ketentuan pasal 21 UU No. 5/1999, hal mana didasarkan pada adanya ketentuan sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang No.
10
tahun
2004
tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan ("UU No. 10/2004"), yang pada pokoknya secara tegas menyatakan bahwa Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia;---------------------------------------31.14.2.5 Sebagaimana juga ditegaskan dalam UU No. 10/2004, pada pokoknya penjelasan adalah tafsiran resmi dari pembentuk peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, dalam konteks ketentuan Pasal 21 UU No. 5/1999, secara yuridis
194
SALINAN tafsiran resmi dari pembentuk UU No. 5/1999 khusus mengenai arti kata "kecurangan" dalam ketentuan Pasal 21 UU No. 5/1999 haruslah ditafsirkan sebagaimana penjelasan pasal 21 tersebut diatas, yakni bahwa kecurangan dimaksud harus dikaitkan tindakan untuk memperoleh biaya faktorfaktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya, bukannya ditafsirkan lain, apalagi jika di tafsirkan untuk mengenakan biaya faktor-faktor produksi yang lebih tinggi;-----------------31.14.2.6 Faktanya, Garuda/Terlapor I tidak menetapkan harga jual rendah atas jasa penerbangan dan tidak memiliki maksud untuk melakukan transfer pricing atau untuk mematikan pelaku usaha lain atau untuk menguasai pasar. Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pendahuluan, Garuda/Terlapor I justru dituduh menetapkan besaran fuel surcharge yang terlalu tinggi; ----------------------------------------------------------------31.14.2.7 Berdasarkan hal diatas maka secara yuridis Pasal 21 UU No. 5/1999 beserta penjelasannya tentu tidak relevan untuk diterapkan dalam penetapan fuel surcharge oleh maskapai penerbangan, di mana fuel surcharge ditetapkan untuk menutupi fluktuasi kenaikan harga avtur sejak tahun 2006; --31.14.2.8 Dari fakta-fakta dan dalil-dalil sebagaimana telah diuraikan di atas, menjadi fakta yang tidak terbantahkan lagi bahwa Garuda/Terlapor I tidak terbukti melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5/1999; -------------------------------------------------31.14.2.9 Oleh karenanya, Garuda/Terlapor I dengan ini memohon kepada Majelis Komisi yang terhormat untuk: -----------------(1) Menolak dan mengesampingkan dalil-dalil dan buktibukti
Tim
Pemeriksa
KPPU
dalam
Pemeriksaan
Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan; -------------------(2) Mempertimbangkan dan menerima setiap dan seluruh fakta-fakta dan dalil-dalil yang telah disampaikan oleh Garuda/Terlapor I di atas;--------------------------------------
195
SALINAN (3) Mengesampingkan alat-alat bukti yang tidak sah atau tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna serta kesimpulan dari Tim Pemeriksa KPPU; --------------------(4) Menjatuhkan Garuda/Terlapor
putusan I
tidak
dengan terbukti
menyatakan
secara
sah
dan
meyakinkan melanggar Pasal 5 UU No. 5/1999; ----------(5) Menjatuhkan Garuda/Terlapor
putusan I
tidak
dengan terbukti
menyatakan
secara
sah
dan
meyakinkan melanggar Pasal 21 UU No.5/1999; ---------32.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.2);----------------------------------------------------------------------------------------32.1 Bahwa Tidak ada Bukti Pelanggaran Pasal 5 UU Persaingan; ----------------32.1.1
Pasal 5 UU Persaingan melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama; --
32.1.2
Bahwa tidak ada bukti tertulis maupun lisan dari keseluruhan laporan Tim Pemeriksa KPPU tentang pengikatan SJ dalam penetapan FS. Tim Pemeriksa Lanjutan mencoba mencermati perilaku pasar SJ dan dan Terlapor lain melalui pola koordinasi dari pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh INACA serta pola penerapan dari FS masing masing terlapor (Halaman 83 huruf c LHPL); -------------------------------------------------------
32.1.3
Tim Pemeriksa menyatakan bahwa perubahan FS di antara Mei 2006 dan Maret 2008 menunjukkan kecenderungan yang sama yang tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi oleh para Terlapor. Atas dasar ini Tim Pemeriksa Lanjutan menilai kecenderungan tersebut didasarkan pada suatu perjanjian antar Terlapor. Tim Pemeriksa selanjutnya menyatakan perjanjian yang dimaksud adalah penetapan FS sebesar Rp. 20.000 pada tahun 2006 oleh
196
SALINAN INACA. Tim Pemeriksa meyimpulkan kedua hal tersebut merupakan bukti adanya perjanjian penetapan harga; -------------32.1.4
SJ sangat keberatan dengan kesimpulan Tim Pemeriksa Lanjutan dengan alasan berikut ini:-----------------------------------------------
32.1.5
Bahwa penetapan FS tersebut dilakukan pada tahun 2006 dan sebagaimana diketahui atas prakarsa KPPU sendiri penetapan harga tersebut dihentikan dengan mengembalikan kewenangan penentuan FS kepada masing-masing perusahaan penerbangan. SJ tidak melihat adanya hubungan antara penetapan FS oleh INACA pada tahun 2006 tersebut dengan pola penerapan FS setelahnya. Walaupun “dianggap” terdapat kesamaan FS diantara terlapor, SJ melihat justru tidak ada alasan ekonomi dari Tim Pemeriksa Lanjutan untuk membuktikan hubungan antara penetapan FS oleh INACA yang hanya berlaku sesaat pada waktu itu. Kesamaan FS secara ekonomi dapat dijelaskan dengan adanya persamaan struktur biaya pada perusahaan penerbangan. Terlebih apabila jenis pesawatnya sejenis dengan konsumsi bahan bakar yang sama kesamaan besaran FS dapat saja terjadi. Kesamaan atau kemiripan harga bukan merupakan suatu indikasi adanya penetapan harga. Terlebih ketika avtur dalam hal ini dipasok oleh pemasok tunggal Pertamina. Sehingga kalaupun ada persamaan, situasi ini merupakan fakta yang wajar dan bukan merupakan pelanggaran UU Persaingan; -----------------------------
32.1.6
Namun demikian, dalam kenyataannya Tabel 23 dari LHPL justru menunjukkan bahwa sejak dikembalikannya penerapan FS kepada masing-masing perusahaan kami tidak melihat ada persamaan FS secara keseluruhan dalam tabel tersebut. Besaran FS Garuda misalnya hampir selalu lebih tinggi dari pada FS SJ. Begitupun terdapat perbedaan besaran FS SJ dibandingkan dengan
perusahaan
penerbangan
yang
lain
baik
untuk
penerbangan kurang dari satu jam sampai dengan 3 jam. Jadi,
197
SALINAN sebenarnya persamaan besaran FS itu sendiri tidak terjadi dalam kenyataannya; -----------------------------------------------------------32.1.7
Tim Pemeriksa Lanjutan juga tidak dapat membuktikan adanya pola koordinasi dari para terlapor melalui komunikasi yang berlanjut untuk menetapkan harga FS. Bahwa pergerakan atau penyesuaian harga dalam industri manapun tidak melanggar UU Persaingan apabila dilakukan secara spontaneous. Apapun perubahan dan penyesuaian FS yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan pada perkara a quo, dengan tidak adanya bukti koordinasi melalui suatu komunikasi, merupakan suatu inisiatif yang spontaneous dan bukan merupakan pelanggaran;-------------
32.1.8
Perlu dicatat bahwa dalam Draft Pedoman Kartel KPPU, program leniensi diperkenalkan karena diakui oleh KPPU bahwa sangat sulit untuk membuktikan telah terjadinya kartel, tentunya termasuk penetapan harga; ---------------------------------------------
32.1.9
Pada halaman 39 Draft Pedoman Kartel, KPPU menyatakan sebagai berikut: “Pelanggaran terhadap hukum persaingan sangat berbeda dengan hukum lainnya. Suatu dugaan penetapan harga sulit untuk dibuktikan, karena keberadaan teori ekonomi maka terdapat kecenderungan para pelaku usaha yang bersaing akan mengeluarkan harga yang sama, baik pada pasar kompetitif maupun kartel, sehingga adanya harga yang sama tidak dapat dianggap
sebagai
indikasi
pelanggaran
terhadap
hukum
persaingan usaha”; ------------------------------------------------------32.1.10 Draft pedoman kartel tersebut konsisten dengan pendapat dari European Court of Justice (“ECJ”) dalam kasus “landmark” hukum persaingan di Uni Eropa, Suiker Unie and Zuchner (dimana keputusan komisi Eropa dibatalkan) yang menyatakan: “Parallel
pricing
behavior
in
an
oligopoly
producing
homogenous good would not in itself be sufficient evidence of a concerted practice. Thus parallel, action explicable in term of barometric price leadership (that is to say, linked to a change in
198
SALINAN the market conditions, for example, an increase in the price of the main raw material) would not be sufficient evidence of a concerted practice”;----------------------------------------------------32.1.11 Dengan demikian jelas bahwa apabila diasumsikan pergerakan FS menunjukkan adanya trend yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama di antara para Terlapor bukan merupakan bukti yang memadai untuk menentukan adanya penetapan harga; ------32.1.12 Ahli Ekonomi dari LPEM-UI Chatib Basri menegaskan dalam pernyataannya bahwa pergerakan secara statistik sama tidak serta merta disimpulkan telah terjadinya penetapan harga atau kartel (lihat terlampir);---------------------------------------------------------32.1.13 Karenanya kami berpendapat bukti-bukti yang disampaikan oleh Tim Pemeriksa untuk menyimpulkan telah terjadinya penetapan FS tidak memadai dan seharusnyalah ditolak oleh Majelis Komisi; -------------------------------------------------------------------32.1.14 Bahwa unsur penting yang harus dipenuhi dalam Pasal 5 UU Persaingan adalah adanya penerapan harga yang eksesif yang merugikan konsumen atau pelanggan; -------------------------------32.1.15 Menurut padangan kami, FS bukanlah merupakan harga sebagaimana dimaksud oleh Pasal 5 UU Persaingan. FS bukan merupakan pendapatan (income atau revenue) dari perusahaan penerbangan melainkan “biaya” karena aplikasinya ditujukan untuk menopang biaya produksi yang melonjak pada perusahaan penerbangan dikarenakan adanya lonjakan harga avtur. Karena FS bukan harga besaran FS justru lebih baik diatur oleh Pemerintah
dengan
rumusan
yang
dapat
mengakomodir
pergerakan harga avtur. Sebagaimana diketahui bahwa adanya FS dikarenakan eksistensi dari batas atas dari harga dasar tiket pesawat yang ditetapkan melalui KM 9 Tahun 2002. Keputusan Menteri ini dengan jelas menyatakan bahwa PPN, IWJR dan asuransi tidak termasuk dalam basic fare. Dalam hal ini tentunya FS tidak termasuk dalam harga dasar tiket tersebut.
Dengan
199
SALINAN demikian unsur harga justru tidak terpenuhi dalam penerapan Pasal 5 UU Persaingan pada perkara a quo;-------------------------32.1.16 Secara logis, apabila FS dikategorikan sebagai harga dalam perkara a quo, Tim Pemeriksa Lanjutan memperbolehkan FS dipakai
untuk
mencari
keuntungan
asal
tidak
eksesif.
Rasionalistas ini sekaligus menunjukkan kerancuan logika dari Tim Pemeriksa Lanjutan dalam perkara a quo; ---------------------32.1.17 Bahwa penentuan telah terjadinya harga yang eksesif hanya dapat dilakukan dengan menganalisis biaya marginal (marginal cost). Pengujian ini harus melalui telaah yang komprehensif tentang biaya produksi aktual dari pelaku usaha; ----------------------------32.1.18 Dalam praktek hukum persaingan di Eropa pada kasus United Brands v. Comission [1978] ECR 207, [1978] 1 CMLR 429, ECJ menetapkan bahwa pengujian terhadap biaya produksi individual perusahaan mutlak harus dilakukan untuk menentukan adanya harga yang eksesif, hal mana tidak terdapat dalam perkara ini termasuk
dalam
LHPL
secara
sederhana
seperti
yang
disampaikan di atas FS bukanlah harga melainkan biaya;---------32.1.19 Namun demikian, perlu dicermati apakah FS yang diterapkan oleh SJ eksesif yang dipakai untuk mendapatkan keuntungan, bukan penopang biaya. Bahwa, SJ telah memberikan Bukti Entries Jurnal Pembukuan (vide Bukti C2.9; Bukti C2.10; Bukti C2.11)
yang
menunjukkan
dari
FS
yang
dikumpulkan
kesemuanya dipakai untuk membayar avtur dengan sistem topping up, dimana SJ harus memastikan depositnya dalam tingkat yang memadai pada Pertamina untuk mendapatkan pasokan avtur. Entries dari jurnal tersebut menunjukkan bahwa SJ masih mengalami kerugian pembelian avtur dari FS yang didapat dan kerugian ini tetap harus di subsidi melalui tarif dasar. Tampilan dari “worksheet” pembelian avtur dibandingkan dengan FS yang didapat dalam Bukti C2.7 juga membuktikan bahwa SJ masih mengalami kerugian. Penerapan FS sejak Maret
200
SALINAN 2008
dilakukan
dengan
formula
yang
ditetapkan
oleh
Departemen Perhubungan.; --------------------------------------------Rumusannya adalah: FS = [(B-A) x D]/C ---------------------------A: Harga avtur referensi Rp. 2700/liter; -----------------------------B: Harga avtur berlaku perliter; ---------------------------------------C: Total penumpang (load factor) 70%; -----------------------------D: Rata-rata pemakaian avtur per jam per pesawat;----------------32.1.20 SJ merujuk pada formula tersebut untuk penentuan FS dengan asumsi load factor 85%. Harga avtur berlaku per liter diasumsikan Rp. 7500 per liter berdasarkan harga empiris yang berlaku. Perlu diketahui tidak mungkin variable B (harga avtur berlaku per liter) ditetapkan secara aktual karena daftar harga dikeluarkan oleh Pertamina per dua minggu serta kewajiban pemenuhan deposito harus dilakukan dimuka melalui penerapan system topping up. Load factor 85% dengan sendirinya akan memperkecil besaran FS. Begitu pula SJ mempunyai beban resiko usaha yang besar dengan asumsi harga avtur sebesar Rp. 7500 per liter karena dapat saja terjadi harga avtur melebihi harga asumsi tersebut. SJ tidak menggandakan FS-nya berdasarkan rumusan tersebut untuk penerbangan berdurasi 2-3 jam.; --------32.1.21 Penentuan FS oleh SJ tersebut di atas sama sekali tidak menyebabkan adanya penyalahgunaan FS untuk mencari keuntungan yang eksesif sebagaimana dibuktikan melalui dokumen pembukuan SJ yang disampaikan ke pada Tim Pemeriksa Lanjutan; ----------------------------------------------------32.1.22
Situasi ini semakin diperkuat dengan kecilnya marjin profit SJ yang tertera dalam audited financial statement yang disampaikan kepada Tim Pemeriksa; -------------------------------------------------
32.1.23 Bahwa seperti disampaikan dalam BAP SJ persaingan pada sektor penerbangan sangat ekstrim dan sangat tajam. Dalam situasi ini bahkan SJ tidak pernah memiliki kehendak untuk berkoordinasi dengan pesaingnya. SJ selalu dituntut untuk
201
SALINAN beroperasi secara efisien dan inovatif untuk memenangi persaingan, bukan melalui tindakan illegal penetapan harga;-----32.1.24 Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, SJ berpendapat bahwa unsur-unsur pada Pasal 5 UU Persaingan tidak dapat dipenuhi dalam perkara a quo yaitu: FS bukanlah harga dalam pengertian Pasal 5 UU Persaingan; tidak pernah ada suatu perjanjian dalam bentuk apapun dilakukan SJ; tidak ada keuntungan yang didapat oleh SJ dari FS; sehingga Majelis Komisi harus menolak LHPL dan membebaskan SJ dari segala tuntutannya;----------------------32.2
Bahwa Tim Pemeriksa Lanjutan Telah Keliru Menerapkan Pasal 21 UU Persaingan;--------------------------------------------------------------------------32.2.1
Pasal 21 UU Persaingan melarang pelaku usaha melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;-----------------------------------------------------------------------
32.2.2
Ketentuan di atas merupakan ketentuan umum yang bertujuan menjamin transparansi biaya pada pemasokan barang atau jasa yang terdiri dari beberapa bagian, dimana bentuk penjualan dengan
harga
yang
rendah
terlebih
dengan
melakukan
kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya tidak diperbolehkan; ----------------------------------------------------32.2.3
Untuk membuktikan kecurangan tersebut Tim Pemeriksa harus menguji kebenaran dari biaya produksi (jasa) yang disampaikan oleh pelaku usaha dalam hal ini perusahaan penerbangan. Pengujian secara fair dan objektif hanya dapat dilakukan melalui audit pembukuan terlapor. Tim Pemeriksa Lanjutan tidak pernah melakukan
audit
tersebut
dan
karenanya
tidak
dalam
kewenangannya untuk menentukan telah terjadinya atau tidaknya kecurangan penentuan biaya produksi; ------------------------------32.2.4
Perlu dipertimbangkan dengan baik bahwa Penjelasan Pasal 21 UU Persaingan menyatakan kecurangan dalam metapkan biaya
202
SALINAN produksi dan biaya lainnya adalah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya; 32.2.5
Jadi maksud dari kecurangan pada Pasal 21 UU Persaingan adalah upaya memperoleh faktor-faktor produksi yang melanggar peraturan perundang-undangan. Serta, faktor-faktor produksi tersebut lebih rendah dari yang seharusnya;--------------------------
32.2.6
LHPL tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan. LHPL juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan kecurangan dengan upaya memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya;---------
32.2.7
Namun demikian penjelasan tersebut secara mutlak mensyaratkan kecurangan biaya produksi atau biaya lainnya yang dimaksud pada Pasal 21 UU Persaingan hanya terjadi apabila pelaku usaha menetapkan biaya produksi atau biaya lainnya lebih rendah dari yang seharusnya (under value) dengan tujuan untuk menguasai pasar. Kenyataan ini tidak dapat dibantah karena Pasal 21 UU Persaingan termasuk dalam Bagian Ketiga UU Persaingan tentang Penguasaan Pasar. Pasal 21 UU Persaingan berkaitan dengan Pasal 20 dari UU Persaingan yang berkenaan dengan “predatory pricing”. Penguasaan pasar tidak mungkin dilakukan dengan menerapkan harga yang tinggi; -------------------------------
32.2.8
Terbukti bahwa Tim Pemeriksa telah menerapkan Pasal 21 UU Persaingan ini secara rancu, keliru dan tidak pada tempatnya. Tim Pemeriksa dalam perkara a quo secara keliru memfokuskan analisis penerarapan Pasal 21 UU Persaingan dengan menerapkan biaya produksi atau biaya lainnya secara eksesif untuk memanipulasi adanya keuntungan melalui deklarasi biaya produksi atau biaya lainnya secara eksesif;---------------------------
32.2.9
Kerancuan atau kekeliruan dari Tim Pemeriksa Lanjutan semakin jelas ketika LHPL menghubungkan Pasal 21 UU Persaingan dengan kerugian konsumen atau pelanggan. Pasal 21 UU
203
SALINAN Persaingan dengan jelas hanya berhubungan dengan persaingan antara pelaku usaha, dalam hal ini, berkenaan dengan penguasaan pasar dengan merendahkan biaya produksi atau biaya lainnya dari yang seharusnya untuk menetapkan harga jual yang juga lebih rendah dari seharusnya. Tujuan dari kesemuanya adalah untuk menguasai pasar. Tidak mungkin penguasaan pasar dilakukan dengan menerapkan harga yang eksesif;-----------------------------32.2.10 Unsur pada Pasal 21 UU Persaingan ini dengan demikian sama sekali tidak terpenuhi dan karenanya Majelis Komisi harus menolak LHPL serta membebaskan SJ dari segala tuduhan pelanggaran; -------------------------------------------------------------32.2.11 Bahwa terlepas dari apapun sebagaimana disampaikan di atas, SJ sama sekali tidak melakukan kecurangan dalam membuat dasar kalkulasi biaya FS. SJ telah membuktikan melalui submisi data pembukuannya bahwa tidak ada keuntungan yang didapat dari FS. Sebaliknya SJ masih merugi dengan penerapan FS tersebut; 32.2.12 Kekeliruan Tim Pemeriksa dalam menerapkan Pasal 21 UU Persaingan tersebut sekaligus menginvalidasi semua modelmodel ekonomi yang diterapkan oleh Tim Pemeriksa Lanjutan untuk membuktikan telah terjadinya pelanggaran Pasal 21 UU Persaingan. Bahkan model-model teori ekonomi tersebut tidak dapat membuktikan telah terjadinya pelanggaran pada Pasal 5 UU Persaingan;---------------------------------------------------------------32.2.13 Berdasarkan fakta-fakta di atas, unsur-unsur pelanggaran pada Pasal 5 dan 21 UU Persaingan sama sekali tidak terbukti. Karenanya SJ harus dibebaskan dari segala tuduhan pelanggaran; 33.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.3); -------------------------------------------------------33.1 Bahwa pada halaman 20 butir 3.2 LHPL tentang Kronologis Pemberlakuan Fuel Surcharge, Tim Pemeriksa mengemukakan faktafakta penting antara lain; -----------------------------------------------------------
204
SALINAN 33.1.1
Bahwa Ditjen Perhubungan Udara mengirimkan surat kepada INACA melalui surat Ref Nomor : AU/5581/DAU.1952/05 tanggal 31 Oktober 2005 perihal pengenaan fuel surcharge atas kenaikan harga avtur. Dalam menyetujui pengenaan fuel surcharge tersebut, Ditjen Perhubungan Udara meminta INACA memperhatikan beberapa hal; -----------------------------------------
33.1.2
Bahwa setelah INACA menetapkan fuel surcharge sebesar Rp 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) yang mulai berlaku sejak 10 Mei 2006, KPPU mengadakan pertemuan dengan INACA pada tanggal 16 Mei 2006, kemudian memberikan masukan kepada INACA dengan mengirimkan Surat Nomor 207/K/V/2006 tanggal 30 Mei 2006, yang intinya agar INACA mencabut penetapan mengenai fuel surcharge dan mengembalikan kewenangan penetapan fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan;-------------------------------------------------------------
33.1.3
Bahwa
selanjutnya
berdasarkan
Notulen
Rapat
No.
9100/57/V/2006, INACA mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali
kepada
masing-masing
perusahaan
penerbangan
nasional Anggota INACA; ---------------------------------------------33.1.4
Bahwa pada saat perkara ini berlangsung, Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan sedang melakukan Revisi atas KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No.9 Tahun 2002; ----------------------------
33.1.5
Bahwa konsekuensi jika Revisi KM No. 9 Tahun 2002 tersebut diberlakukan, maka fuel surcharge sudah tidak ada lagi karena asumsi harga avtur sudah diubah yaitu sebesar Rp 10.000,(sepuluh ribu rupiah) per liter yang sudah diperhitungkan dalam perhitungan tarif batas atas tersebut;---------------------------------
33.2 Bahwa dari fakta-fakta tersebut di atas terungkap bahwa saat perkara ini berlangsung,
Pemerintah
c.q.
Departemen
Perhubungan
sedang
melakukan Revisi atas KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9 Tahun
205
SALINAN 2002, dimana komponen fuel surcharge akan hilang dan masuk dalam komponen harga setelah penetapan harga avtur Rp 10.000,- . Hal ini membuktikan bahwa perkara ini masih prematur karena dalam waktu yang tidak terlalu lama, pemerintah akan segera menetapkan tarif batas atas dengan komponen fuel surcharge di dalamnya sehingga fuel surcharge bukan lagi isu yang perlu diperdebatkan;------------------------33.3 Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, KPPU sendiri telah memberikan masukan kepada INACA agar mengembalikan kewenangan penetapan fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan, artinya masing-masing maskapai penerbangan boleh membuat formula perhitungan sendiri untuk fuel surcharge. INACA telah menindaklanjuti masukan tersebut dengan mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggat 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masingmasing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA, sesuai dengan Notulen Rapat No. 9100/57 /V /2006; --------------------------------------------33.4 Bahwa
apabila
dibandingkan
dengan
formula
yang
ditetapkan
pemerintah, dalam hal ini Departemen Perhubungan, maka formula perhitungan fuel surcharge Terlapor III justru menghasilkan perhitungan fuel surcharge yang jauh lebih rendah dari perhitungan yang digunakan oleh Departemen Perhubungan, sebagaimana dinyatakan dalam Tabel 22 dan Tabel 23, Tabel 24 dan Tabel 25 LHPL; --------------------------------33.5 Bahwa Terlapor III telah menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 sebagaimana terlampir kepada Tim Pemeriksa, namun Tim Pemeriksa telah keliru dalam melakukan input atas Fuel Cost (FC) dalam Tabel 27 halaman 56. Tim Pemeriksa menginput Biaya Avtur 2002 menjadi FC, padahal seharusnya yang diinput sebagai FC adalah selisih biaya avtur 2002 dengan tahun bersangkutan yaitu 2006, 2007, 2008 dan 2009; --------------------------------33.6 Bahwa berdasarkan data Perbandingan Fuel Surcharge (FS) dengan Fuel Cost (FC) yang telah diserahkan oleh Terlapor III kepada Tim Pemeriksa
206
SALINAN tersebut, diperoleh fakta bahwa Terlapor III mengalami kekurangan biaya avtur dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, sebagai berikut: ----------REKAPITULASI KEKURANGAN BIAYA AVTUR Tahun 2006 s.d 2009 KEKURANGAN BIAYA AVTUR
2006 2007 2008 2009
(242,427,513,179) (354,533,461,932) (333,4 73,537,852) 29,329,464,275
TOTAL
(901,105,048,687)
33.7 Bahwa selanjutnya dapat dilihat dari Laporan Keuangan Terlapor III yang telah diserahkan kepada KPPU, walaupun Terlapor III telah menerapkan fuel surcharge, namun masih tidak dapat menutupi kerugian akibat kenaikan avtur. Bahkan di saat turunnya harga avtur, Terlapor III juga menurunkan fuel surcharge dan masih tidak juga mendapatkan keuntungan yang tidak dapat menutupi kenaikan harga avtur di tahun-tahun sebelumnya. Kesimpulannya, Terlapor III tidak pernah memperoleh keuntungan dari selisih harga avtur; ------------------------------------------------------------------33.8 Bahwa Terlapor III akan menanggapi beberapa hal dalam analisis yaitu mengenai dugaan penetapan harga pada butir 4.3 LHPL yang dimulai dari halaman 65, dan dugaan kecurangan dalam menetapkan fuel surcharge sebagaimana diuraikan Tim Pemeriksa pada butir 4.4 yang dimulai dari halaman 84; --------------------------------------------------------------------------33.9 Mengenai dugaan penetapan harga sebagaimana diuraikan Tim Pemeriksa pada
butir 4.3 LHPL yang dimulai dari halaman 65, Terlapor III
menanggapi sebagai berikut;-------------------------------------------------------33.9.1 Bahwa perhitungan fuel surcharge yang dilakukan oleh Terlapor III didasarkan pada rumusan yang merujuk pada komponen-komponen sebagai berikut : -------------------------------------------------------------a.
harga avtur pada saat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2002 diberlakukan; -----------------------------------
207
SALINAN b.
harga avtur yang berlaku saat itu; -----------------------------------
c.
kebutuhan/konsumsi avtur per bulan; ------------------------------
d.
jumlah penumpang yang diangkut per bulan;----------------------
33.9.2 Bahwa untuk menentukan besaran fuel surcharge bagi setiap maskapai sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya jenis pesawat, jarak tempuh pesawat untuk suatu rute, rute yang diambil (apakah point to point atau rute yang berkelanjutan), sehingga besaran fuel surcharge untuk setiap maskapai tentu tidak sama karena faktor-faktor yang berbeda. Juga faktor alternate, misalnya pesawat seharusnya ke Surabaya tetapi karena faktor tertentu akhirnya
harus
mendarat
di
Denpasar,
maka
avtur
yang
diperhitungkan juga berbeda. Terlapor III juga membagi rata-rata fuel surcharge per penumpang untuk jarak tempuh penerbangan yang kurang dari 1 jam, antara 1 jam sampai 3 jam, dan lebih dari tiga jam; 33.9.3 Bahwa asumsi perhitungan load factor Terlapor III sebagaimana Tabel 21 adalah 75.28% untuk average load factor 2006, 2007 dan 2008 dan asumsi load factor dalam perhitungan fuel surcharge adalah 70% yang sejalan dengan formula pemerintah yaitu 70% untuk asumsi load factor. --------------------------------------------------33.9.4 Bahwa tarif dasar atau fare basic sudah dibagi dalam kelas-kelas dan sudah menjadi pengetahuan umum tentunya bahwa agen perjalanan dan maskapai membagi harga tiket dasar dalam kelas kelas Y, S,W,B,H,K,L,M,N dan V dengan selisih masing-masing 10%(lihat "Rincian Perhitungan Harga Tiket Berdasarkan waktu Tempuh");---33.10 Bahwa sesuai keterangan Terlapor III di hadapan Tim Pemeriksa didapatkan fakta bahwa: ----------------------------------------------------------33.10.1 Terlapor III mengoperasikan pesawat dengan sistim berbeda dengan maskapai lainnya yang point to point (misalnya Jakarta Surabaya p.p), yaitu Terlapor III mengoperasikan secara multi leg dan long haul (misalnya Jakarta-Denpasar-Mataram). Oleh karena itu untuk besaran fuel surcharge, Terlapor III mempunyai formula perhitungan yang berbeda; -----------------------------------
208
SALINAN 33.10.2 Penentuan fuel surcharge tiap pesawat berbeda karena konsumsi avtur juga berbeda; -----------------------------------------------------33.10.3 Harga avtur dapat mencapai 50% dari operating cost; ------------33.10.4 Operating cost Terlapor III lebih tinggi dari maskapai lain karena menggunakan
pesawat-pesawat
lama.
Untuk
memperoleh
keuntungan 0.5 cent dollar sangat sulit dalam industri penerbangan; ------------------------------------------------------------33.10.5 Terlapor III adalah penerbangan yang full service dan melayani penumpang sebagian besar di wilayah Tengah dan Timur Indonesia, bahkan melayani penerbangan perintis;-----------------33.11 Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka jelas formula perhitungan Terlapor III berbeda dengan para Terlapor lainnya dan menghasilkan perhitungan fuel surcharge yang juga berbeda. Hal ini tampak dalam tabel-tabel pergerakan FS dari masing-masing maskapai penerbangan yang berbeda satu sama lain; -------------------------------------33.12 Bahwa dari uraian fakta-fakta dalam pemeriksaan juga didapatkan fakta bahwa INACA sesuai dengan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006, mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge
diserahkan
kembali
kepada
masing-masing
perusahaan
penerbangan nasional anggota INACA, sesuai dan sebagai tindak lanjut dari saran KPPU sendiri. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada kesepakatan penetapan harga di antara maskapai penerbangan; -------------33.13 Bahwa Ketua Dewan Pimpinan INACA yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal INACA dalam BAP nya tertanggal 21 Januari 2010, menyatakan bahwa masing-masing maskapai mempunyai formula sendiri, Dephub juga mempunyai formula sendiri dan setiap maskapai mempunyai konsumsi bahan bakar yang berbeda jadi tidak dapat disamakan; -----------------------33.14 Mengenai perbadingan harga avtur, Sekjen INACA tersebut menyatakan bahwa perbandingan harga avtur adalah tahun 2002 sebesar Rp 2700,- per liter sebagai basic tarif, jadi apabila ada penurunan harga avtur tahun 2008
209
SALINAN maka perbandingan harus dengan harga avtur tahun 2002 bukan tahun 2008; ---------------------------------------------------------------------------------33.15 Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa diberlakukannya fuel surcharge tujuannya adalah untuk menutupi kerugian dari kenaikan harga fuel. Bahkan di akhir BAP, beliau menyatakan bahwa perkara ini memang tidak dimanipulasi oleh maskapai penerbangan kemudian penyesuaian tarif juga akan dibenahi oleh pemerintah dalam waktu dekat ini dan supaya perkara ini dapat diselesaikan dengan baik bersama-sama; ----------------------------33.16 Bahwa kalaupun ada komunikasi antara anggota INACA yang terjadi pada tanggal 10 Mei 2006 sebagaimana diuraikan oleh Tim Pemeriksa dalam butir 3.10 halaman 58-60 dan butir 4.3 (47) halaman 67, maka komunikasi tersebut sudah tidak berlaku lagi dan sudah dicabut berdasarkan saran KPPU sendiri dengan adanya rapat INACA yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masingmasing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA; 33.17 Bahwa pendapat atau penilaian Tim Pemeriksa sendiri mengenai penetapan harga bertentangan satu sama lain dan memperlihatkan ambiguitas. Di satu sisi Tim Pemeriksa mengakui bahwa KPPU telah memberikan saran mengenai pengenaan fuel surcharge setelah tanggal 10 Mei 2006, telah ada tindak lanjut dari INACA yang mengembalikan penerapan dan besaran fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan. Di sisi lain Tim Pemeriksa masih menyatakan bahwa penetapan fuel surcharge sebesar Rp 20.000,- pada tanggal 10 Mei 2006 merupakan suatu bentuk kartel; --------------------------------------------------33.18 Bahwa yang dimaksud dengan "kartel" adalah "pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat". Kartel diatur dalam Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999. Tuduhan "kartel" oleh Tim Pemeriksa merupakan tuduhan yang berbeda dengan pasal dugaan pelanggaran yaitu Pasal 5 ayat (1) mengenai penetapan harga yang
210
SALINAN ditetapkan sebagai dugaan pelanggaran oleh Tim Pemeriksa sendiri. Hal ini jelas menunjukkan ambiguitas, keraguraguan, bahkan ketidakjelasan dugaan pelanggaran yang akhirnya menyebabkan ketidakpastian hukum; 33.19 Bahwa Tim Pemeriksa juga berpendapat bahwa perubahan fuel surcharge yang cenderung sama pada bulan Mei 2006-Maret 2008 merupakan bukti adanya perjanjian untuk menetapkan besaran fuel surcharge secara bersama-sama, padahal di sisi lain Tim Pemeriksa mengakui bahwa INACA telah menyerahkan besaran fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan;------------------------------------------------------------33.20 Bahwa kesimpulan yang tidak didukung oleh bukti yang sah mengenai adanya perjanjian penetapan harga adalah kesimpulan yang keliru, karena: 33.20.1
Besaran fuel surcharge yang tidak jauh berbeda, tidak dapat diindikasikan sebagai suatu kesepakatan antar maskapai karena perhitungan fuel surcharge mengikuti harga avtur (lihat bukti "Penerapan Fuel Surcharge dari Tahun ke Tahun"); -------------
33.20.2
Harga avtur yang diperoleh oleh masing-masing maskapai dari Pertamina dengan cara deposit dan sesuai kebutuhan. Harga avtur juga dipengaruhi oleh supply chain (vide BAP Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Persero). Harga avtur pada bulan November 2007-November 2008 juga menunjukkan kenaikan tajam sejalan dengan kenaikan fuel surcharge dalam tabel dan grafik pergerakan fuel surcharge; -----------------------
33.20.3
Pergerakan fuel surcharge masing-masing maskapai juga berbeda
karena
masing-masing
maskapai
mempunyai
komponen-komponen yang berbeda dalam menentukan besaran fuel surcharge, sama sekali tidak ada perjanjian penetapan harga;-------------------------------------------------------------------33.21 Mengenai dugaan kecurangan dalam menetapkan fuel surcharge sebagaimana diuraikan Tim Pemeriksa pada butir 4.4 LHPL yang dimulai dari halaman 84, Terlapor III menanggapi sebagai berikut: ------------------33.21.1
Bahwa pada halaman 100, Tim Pemeriksa berkesimpulan bahwa pergerakan fuel surcharge Terlapor III tidak berubah
211
SALINAN terlepas dari perubahan harga avtur. Hal ini sangat bertentangan dengan grafik yang menunjukkan pergerakan fluktuatif;--------33.21.2
Bahwa pada halaman 147, Tim Pemeriksa berkesimpulan bahwa dalam periode II yaitu bulan April 2008 sampai dengan September 2009, para Terlapor telah memperoleh keuntungan dari fuel surcharge karena harga fuel surcharge yang ditetapkan masing-masing maskapai berada di atas harga fuel surcharge yang dihitung berdasarkan formula Departemen Perhubungan. Hal ini sangat bertentangan dengan keterangan dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara dalam BAP tanggal 21 Januari 2010 yang menyatakan antara lain: --------------------------------33.21.2.1
Selama ini belum ada maskapai yang melebihi rambu-rambu yang ditetapkan, dan telah diteliti dokumen dari setiap penerbangan misalnya dilihat seluruh komponen biaya produksi, lalu dilihat pendapatan setiap maskapai, selama ini tidak ada yang mendapat untung signifikan; -------------------
33.21.2.2
Dirjen Perhubungan Udara kesutitan menetapkan formula tarif berdasarkan pergerakan fuel karena harga fuel tidak bisa di prediksi; ---------------------
33.21.2.3
Apabila diteliti dari Laporan Keuangan Terlapor III Tahun buku 2006-2008, secara jelas dapat dibuktikan bahwa Terlapor III sama sekali tidak memperoleh
keuntungan
apapun
dari
fuel
surcharge; ---------------------------------------------33.21.3
Bahwa pada halaman 148, Tim Pemeriksa menyatakan bahwa penerapan fuel surcharge dipergunakan untuk menutupi biaya operasional lainnya. Dalam uraian Tim Pemeriksa tidak ada satu bukti pun yang dapat menunjukkan bahwa Terlapor III menerapkan fuel surcharge untuk menutupi biaya operasional. Sebaliknya Terlapor III telah memberikan bukti mengenai perbandingan pendapatan fuel surcharge dengan fuel cost yang
212
SALINAN menunjukkan bahwa pendapatan fuel surcharge (FS) di tahun 2006-2008 sama sekali tidak dapat menutupi kerugian atas biaya avtur atau fuel cost (FC) pada tahun-tahun tersebut, dengan kata lain justru FC Terlapor III lebih besar dari pendapatan FS. Hal ini berarti Terlapor III sama sekali tidak memperoleh keuntungan apapun dari pendapatan FS;-----------33.22 Tanggapan Mengenai Kesimpulan; ----------------------------------------33.22.1 Bahwa pada intinya sesuai butir 5 Kesimpulan halaman 149, Tim Pemeriksa menyimpulkan adanya bukti pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU Nomor 5 tahun 1999 yang diakukan oleh Para Terlapor, termasuk di dalamnya Terlapor III; ----------------------------------------------------------------------33.22.2 Bahwa butir 3 Kesimpulan menyatakan ada perjanjian di antara beberapa Terlapor dan kecenderungan kesamaan perubahan fuel surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor pada periode I; -33.22.3 Bahwa pada butir 4, Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa para Terlapor telah menetapkan biaya fuel surcharge secara curang dengan tidak adanya perubahan dari harga avtur sejak Mei 2006 sampai Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah melampaui tarif batas atas sesuai KM No.9 Tahun 2002; -------------------------------------------------------------------33.23 Bahwa Terlapor III menanggapi pokok-pokok kesimpulan Tim Pemeriksa di atas, sebagai berikut: --------------------------------------------33.23.1 Bahwa Tim Pemeriksa harus dapat membuktikan adanya perjanjian penetapan fuel surcharge di antara beberapa Terlapor. Namun faktanya dalam LHPL, tidak ada bukti mengenai perjanjian di antara beberapa Terlapor tersebut, dan juga tidak jelas siapa saja Terlapor dimaksud yang telah membuat perjanjian tersebut; ---------------------------------------33.23.2 Bahwa kecenderungan kesamaan perubahan fuel surcharge juga tidak dapat dijadikan bukti atau indikator adanya perjanjian
penetapan fuel
surcharge
karena
faktanya
213
SALINAN penetapan fuel surcharge di antara masing-masing maskapai berbeda karena formula dan komponen-komponen yang juga berbeda. Salah satu faktor yang hampir sama hanya harga avtur yang justru sangat berpengaruh terhadap penentuan fuel surcharge. Oleh karena itu persamaan maupun perbedaan mengenai besaran fuel surcharge pada masingmasing maskapai sama sekali tidak dapat disimpulkan sebagai adanya suatu perjanjian penetapan harga.;------------33.23.3 Bahwa Terlapor III sama sekali tidak melakukan kecurangan apapun dalam penetapan fuel surcharge dan juga tidak mengambil keuntungan apapun dari fuel surcharge. Hal ini dapat dibuktikan dari Laporan Keuangan Terlapor III periode 2006-2008; ------------------------------------------------33.23.4 Bahwa nilai fuel surcharge tidak dapat dikatakan melampaui tarif batas atas dalam KM No.9 Tahun 2002 karena komponen fuel surcharge tidak ada dalam KM No.9 Tahun 2002. Maskapai justru menerapkan fuel surcharge karena tarif batas atas tidak dapat mengatasi harga avtur yang malambung dan fluktuatif yang bukan merupakan komponen dalam tarif batas atas tersebut; -----------------------------------33.23.5 Bahwa Terlapor III menolak tegas kesimpulan yang menyatakan bahwa ada bukti pelanggaran terhadap Pasal 5 dan 21 UU Nomor 5 tahun 1999 yang dilakukan oleh Terlapor III beserta Para Terlapor lainnya karena seluruh fakta-fakta yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa Terlapor III sama sekali tidak melakukan pelanggaran;------33.24 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Terlapor III berpendapat bahwa dugaan pelangagaran Pasal 5 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah dugaan yang tidak didasarkan atas fakta-fakta dan tidak beralasan hukum;-----------------------------------------------------------
214
SALINAN 34.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.4);---------------------------------------------------------------------------------34.1
Bahwa Tim Pemeriksa dalam Laporan pada intinya menyimpulkan bahwa terdapat bukti pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999 tentang .Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ("UU Monopoli") yang dilakukan oleh PT Mandala Airlines sebagai Terlapor IV. Sebelum Majelis Komisi menilai, menyimpulkan,
dan
memutuskan
perkara,
berikut
disampaikan
pembelaan kami, adapun garis besar pembelaan yang hendak kami ajukan sebagai Terlapor IV, kami sampaikan sebagai berikut; ------------34.1.1
Bahwa dugaan yang menyatakan Terlapor IV telah melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 dengan cara membuat
perjanjian
untuk
menetapkan
harga
Fuel
Surcharge adalah TIDAK BENAR. Kebijakan Terlapor IV dalam melakukan perubahan komponen harga Fuel Surcharge sesuai dengan harga avtur bukan merupakan hasil perjanjian dengan maskapai penerbangan lainnya, melainkan rnerupakan hal yang telah diketahui oleh Pernerintah (dalam hal ini Departemen Perhubungan), serta telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku’----------------------------------------------------------34.1.2
Bahwa dugaan yang menyatakan Terlapor IV telah melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 dengan melakukan perbuatan curang dalam menetapkan biaya produksi adalah tidak benar. Bahwa pergeseran harga avtur, baik kenaikan maupun penurunan seiring perubahan harga minyak dunia, yang berlangsung cepat dalam kurun waktu tertentu, melemahkan efisiensi produk usaha penerbangan serta dapat mengakibatkan kerugian biaya produksi pada maskapai penerbangan secara nasional adalah dasar Terlapor IV dalam menetapkan besaran Fuel Surcharge;-------------------------------
215
SALINAN 34.2 Pendapat atau Pembelaan Terlapor IV atas Tuduhan Pelanggaran Ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999:------------------------------------34.2.1 Pasal 5 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 berbunyi:------------------"(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. " -----------(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: -------------------------------------------------------a.
suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau ---------------------------------
b.
suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. " ------------------------------------------------------
34.2.2 Bahwa menurut KPPU, sehubungan dengan Pasal 5 UU Monopoli tersebut Terlapor IV diduga telah membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaing (maskapai penerbangan domestik lainnya) untuk menetapkan harga atas Fuel Surcharge (price fixing) sebagai komponen dalam biaya tiket perjalanan pesawat; --------------------34.2.3 Bahwa Terlapor IV tidak pemah membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan Maskapai penerbangan lainnya untuk menetapkan harga Fuel Surcharge, sehingga tuduhan pelanggaran Terlapor IV terhadap Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 adalah tidak benar. RapatRapat Maskapai Penerbangan dengan INACA bukan bentuk Kartel dan tidak menghasilkan Perjanjian Apapun;---------------------------34.2.4 Bahwa dalam Laporan bagian IV Analisis angka 54 halaman 68, KPPU menyebutkan "bahwa penetapan Fuel Surcharge sebesar Rp. 20.000 (dua puluh ribu) pada tanggal 10 Mei 2006, meskipun telah dilakukan sesuai prosedur dan dengan sepengetahuan Menteri Perhubungan cq Dirjen Perhubungan Udara, Tim Pemeriksa menilai hal tersebut merupakan suatu bentuk kartel yang dilakukan oleh maskapai penerbangan melalui wadah INACA
216
SALINAN sebagaimana diuraikan dalam angka 3.2. tentang Kronologis Pemberlakuan Fuel Surcharge"; ---------------------------------------34.2.5 Bahwa selama ini telah dilakukan serangkaian rapat bersama INACA dengan perusahaan maskapai penerbangan di Indonesia dan juga diikuti oleh unsur dari Departemen Perhubungan dimana INACA (Indonesia National Air Carriers Association) sebagai Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia merupakan satusatunya wadah usaha dalam industri penerbangan nasional dan sebagai mitra kerja pemerintah; ----------------------------------------34.2.6 Bahwa adapun kehadiran Terlapor IV dalam rapat yang diadakan oleh INACA adalah semata sebagai anggota dari INACA, yang melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai salah satu maskapai yang tergabung sebagai anggota INACA, sebagai satu-satunya wadah organisasi penerbangan nasional;-------------------------------34.2.7 Bahwa rangkaian rapat tersebut bukan merupakan perbuatan yang mengindikasikan suatu bentuk kartel yang dilakukan oleh maskapai penerbangan melalui wadah INACA sebagaimana disebutkan dalam Laporan KPPU di atas, melainkan merupakan rapat biasa yang dilakukan sebagai bentuk koordinasi atas berbagai hal antara maskapai penerbangan Anggota INACA dengan INACA; ---------34.2.8 Bahwa dalam salah satu rapat pada tanggal 5 Februari 2008 tentang Pengenaan Fuel Surcharge, tercatat dalam notulensi bahwa INACA menyatakan bahwa Fuel Surcharge diterapkan untuk mengatasi melonjaknya harga avtur dunia. Dalam beberapa rapat mengenai Fuel Surcharge, disampaikan bahwa untuk penerapan dan besaran Fuel Surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA; ----------------34.2.9 Bahwa dengan demikian jelas, rapat-rapat yang dilakukan bersama INACA merupakan rapat biasa yang dilakukan terhadap semua hal dan permasalahan dalam penerbangan yang di dalamnnya juga membahas mengenai Fuel Surcharge, namun bukan merupakan bentuk kartel untuk menetapkan besaran Fuel Surcharge; -----------
217
SALINAN 34.2.10 Bahwa lebih jauh sebagaimana dinyatakan oleh KPPU, serangkaian rapat tersebut telah dilakukan sesuai prosedur dan dengan sepengetahuan Menteri Perhubungan c.q. Dirjen Perhubungan Udara, sehingga dengan demikian rapat yang bersifat terbuka dan diketahui oleh unsur pemerintah jelas menunjukkan bahwa tidak ada dan tidak pernah terjadi kartel ataupun tindakan melanggar hukum lainnya yang dilakukan oleh maskapai penerbangan secara bersama-sama; ------------------------------------------------------------34.2.11 Tidak ada perjanjian yang dibuat oleh Terlapor IV bersama maskapai penerbangan lainnya untuk menetapkan besaran Fuel Surcharge; -----------------------------------------------------------------34.2.12 Bahwa sebelum diserahkan kepada masing-masing maskapai penerbangan, penetapan besaran Fuel Surcharge didasarkan atas surat izin yang dikeluarkan Departemen Perhubungan atas permohonan dari INACA sehingga kemudian dimunculkan angka Rp. 20.000,- pada tanggal 10 Mei 2006; -------------------------------34.2.13 Bahwa alasan-alasan munculnya usulan mengenai pengenaan Fuel Surcharge telah sesuai dengan bukti surat permohonan yaitu (i) Surat No. INC-1001/A/16/X/2004 tentang Permohonan Pengenaan Surcharge Atas Kenaikan Harga BBM Penerbangan tertanggal 22 Oktober 2004; (ii). Surat No. INC-1001/A/28/V/2005 tentang Kelangsungan Usaha Perusahaan Penerbangan Nasional tertanggal 12 Mei 2005; Surat No. INC-1001/A/31/VI/2005 tentang Usulan Pengenaan Fuel Surcharge tertanggal 7 Juni 2005; Surat No.INC1001/A/39/X/2005 tentang Permohon.an !zin Pengenaan Fuel Surcharge atas Kenaikan Harga BBM tertanggal 11 Oktober 2005; 34.2.14 Bahwa dengan demikian hal ini telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (3) Kepmenhub KM No.9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi; -----------------------------------------------------------34.2.15 Bahwa kemudian, berdasarkan usul KPPU kepada INACA dan Departemen Perhubungan, akhirnya penetapan besaran Fuel
218
SALINAN Surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing maskapai penerbangan; --------------------------------------------------------------34.2.16 Bahwa dalam Bab Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian, dinyatakan dengan tegas tentang pengertian perjanjian berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu: "Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih." (KUHPerdata, Prof R. Subeki, S.H., cetakan ke-38, 2007) 34.2.17 Bahwa berdasarkan Pasal 1 Angka 7 UU Monopoli, yang dimaksud dengan "perjanjian" adalah: "Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. " ------------------------------------------------------------34.2.18 Bahwa berdasarkan pengertian-pengertian dari perjanjian tersebut di atas, tidak ada perjanjian ataupun kesepakatan atau tindakan mengikatkan diri dalam bentuk apapu yang dibuat dari pelaksanaan rapat-rapat tersebut, termasuk price signalling ataupun cara-cara maupun bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan suatu perjanjian antara Terlapor IV bersama maskapai penerbangan lainnya dalam menetapkan besaran Fuel Surcharge; ---------------------34.3 Pendapat atau Pembelaan atas Tuduhan Pelanggaran Ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999: ----------------------------------------------34.3.1 Bahwa Pasal 21 Undang-undang No 5 Tahun 1999 berbunyi: -------"Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat."-----------------------------34.3.2 Bahwa terhadap Pasal 21 ini, Terlapor IV diduga melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi, dengan asumsi pergerakan selisih avtur aktual dan basis tidak selaras dengan perubahan harga Fuel Surcharge yang diterapkan sebagai
219
SALINAN komponen tiket perjalanan pesawat yang harus dibayar oleh penumpang; ----------------------------------------------------------------34.3.3 Penetapan besaran Fuel Surcharge oleh Terlapor IV adalah untuk mengantisipasi fluktuasi instan kenaikan harga avtur; ---------------34.3.4 Bahwa Fuel Surcharge adalah tambahan biaya yang dikenakan oleh perusahaan penerbangan karena harga avtur di lapangan melebihi harga avtur pada perhitungan pokok; --------------------------------34.3.5 Bahwa berdasarkan pada Risalah Rapat tentang Pengenaan Fuel Surcharge tanggal 5 Februari 2008, yang menjadi alasan perusahaan menerapkan Fuel Surcharge adalah sebagai berikut: a.
Karena biaya/harga avtur tinggi; ----------------------------
b.
ApabiIa
harga
jual
tiket
dinaikkan,
berdampak
menurunnya kemampuan bersaing terhadap kompetitor; c.
Kenaikan harga avtur tidak dapat diimbangi dengan pengorbanan menurunkan tingkat profit;-------------------
d.
Penerapan Fuel Surcharge dengan tidak menaikkan tarif dianggap solusi yang terbaik; --------------------------------
34.3.6 Bahwa selanjutnya dalam kesaksian Bapak Tri Sunoko selaku Direktur
Angkutan
Udara
dalam
Sidang
Pemeriksaan
Lanjutan oleh KPPU (Risalah Keterangan Saksi), telah dinyatakan bahwa Dirjen Angkutan Udara tidak menetapkan formula tarif berdasarkan pergerakan harga fuel. Hal ini dikarenakan adanya kesulitan yakni harga fuel yang tidak bisa diprediksi. Hal ini dikuatkan dengan adanya Rapat Anggota dan Pengurus INACA tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran Fuel Surcharge diserahkan
kembali
kepada
masing-masing
perusahaan
penerbangan nasional anggota INACA; -------------------------34.3.7 Bahwa pergeseran harga avtur tidak mampu diantisipasi oleh Pemerintah, sehingga pada akhirnya menyerahkan kepada masing-masing maskapai domestik perihal penerapan Fuel Surcharge. Oleh karena itu berdasarkan kesimpulan dalam
220
SALINAN rapat tersebut di atas, sebagai maskapai yang menjalankan bisnis dalam industri penerbangan, Terlapor IV perlu melakukan upaya yang cukup untuk mengatasi sendiri kesulitan akibat perubahan harga avtur yang tidak menentu tersebut, sambil menghindari potensi kerugian (potential loss) yang lebih besar lagi pada perusahaan; -------------------34.3.8 Bahwa dalam bukti Tabel Pergeseran Avtur (Tabel 47 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan), KPPU telah melihat bahwa Terlapor IV pun melakukan upaya penurunan harga Fuel Surcharge, seiring ketika terjadi penurunan avtur pada periode Agustus 2008 sampai Februari 2009. Hal ini menjadi bukti bahwa Terlapor memang bertindak secara hati-hati dalain menerapkan ketentuan harga Fuel Surcharge, serta dilakukan dengan pertimbangan dan perhitungan bisnis, supaya akhirnya tidak menyebabkan kerugian; ----------------34.3.9 Pergeseran harga avtur seiring dengan harga minyak dunia mengalami kenaikan dan penurunan secara tidak pasti, sedangkan harga tiket pesawat seringkali sudah dijual jauhjauh hari sebelum hari keberangkatan atau jam penerbangan, sehingga apabila harga Fuel Surcharge, yang menjadi komponen harga tiket disesuaikan dengan kenaikan ataupun penurunan harga avtur setiap waktu, maka selain dapat berakibat
melemahkan
efisiensi
produk
usaha
dalam
menetapkan harga jual hal tersebut juga dapat menyebabkan potensi kerugian usaha apabila terjadi hal berikut, maskapai menurunkan harga Fuel Surcharge namun kemudian terjadi kenaikan harga avtur dengan kondisi tiket pesawat telah habis terjual jauh-jauh hari dengan harga yang telah diturunkan. Maka hal ini secara jelas akan mengakibatkan kerugian besar pada maskapai. Hal ini juga diperkuat oleh keterangan dari Pihak Pertamina yang menyatakan bahwa penjualan avtur dikeluarkan dalam kurun waktu 2 (dua)
221
SALINAN minggu sekali. Sehingga, apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga avtur, secara tidak langsung sulit pula untuk diketahui secara cepat, tepat, dan pasti oleh pihak maskapai sebagai
konsumen
avtur.
Dengan
demikian,
strategi
pertimbangan secara bisnis agar tidak merugi dalam hal ini, patut untuk diperkirakan oleh maskapai secara matang; -------34.3.10 Penetapan Besaran Fuel Surcharge oleh Terlapor IV tidak bertujuan untuk mengambil keuntungan; -------------------------34.3.11 Bahwa penetapan besaran Fuel Surcharge oleh Terlapor IV tidak bertujuan untuk mengambil keuntungan melainkan semata-mata sebagai antisipasi terhadap fluktuasi kenaikan harga avtur yang tidak menentu; -----------------------------------34.3.12 Pada uji korelasi Tabel 33, 34, dan 35 (Laporan Hasil Pemeriksan Lanjutan KPPU) memang terjadi hubungan linier yang positif. Hal ini dikarenakan bahwa kenaikan harga fuel berlaku sama pada semua airlines dan pada periode yang sama. Hal ini secara umum membuat harga fuel yang dikeluarkan semua airlines pada struktur biaya "beban avtur" perusahaan sama; -----------------------------------------------------34.3.13 Bahwa pada uji Bartlett, dan Levene Test seperti pada grafik 41, 42, dan 43, pada periode I bulan Mei 2006 - Maret 2008 (Laporan
Hasil
Pemeriksaan
Lanjutan),
KPPU
telah
menyatakan terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai yang diuji. Hal ini dikarenakan belum adanya metode zoning yang diberlakukan sampai pada Februari 2008. Dengan demikian Fuel Surcharge yang bisa di implementasikan adalah
satu
perhitungan
jenis fuel
perhitungan surcharge
Fuel
yang
Surcharge. dikenakan
Jadi, kepada
penumpang oleh maskapai penerbangan pada dasarnya tidak bisa diperlakukan sama seperti pada biaya yang harus dikeluarkan maskapai (Fuel Surcharge yang dikenakan kepada penumpang
jauh
lebih
rendah
dari
pada
yang
harus
222
SALINAN dikeluarkan
airlines).
mempertimbangkan
Maskapai Fuel
dalam
Surcharge
hal yang
ini
harus
dikenakan
berdasarkan pada daya beli masyarakat yang ada pada saat itu, dan pertimbangan harga supaya lebih kompetitif. Bahwa setelah diberlakukan metode zoning, terdapat perbedaan varian yang telah dibuktikan sendiri oleh KPPU dengan uji yang sama pada periode II (April 2008 - Desember 2009);-----------34.3.14 Mandala secara jelas menolak atas tuduhan telah melakukan kartel dikarenakan kartel dalam hal ini dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan tertentu; ---------------------------------34.3.15 Dengan demikian, tidak terdapat hal yang membuktikan bahwa Terlapor IV mengambil keuntungan dari penetapan harga Fuel Surcharge ini, melainkan penetapan adanya Fuel Surcharge dalam hal ini hanyalah sebagai komponen yang ditambahkan ke dalam harga tiket, dengan sepengetahuan dari INACA
dan
Pemerintah,
dalam
hal
ini
Departemen
Perhubungan; ---------------------------------------------------------34.3.16 Terlapor IV dengan demikian tidak terbukti telah curang dalam
menetapkan
biaya
tiket
sehingga
menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat, oleh karena Terlapor IV melakukan upaya perhitungan secara pertimbangan bisnis semata, yang lazim dilakukan oleh perusahaan transportasi udara. Selain itu, hal ini juga tidak menyebabkan persaingan usaha tidak sehat oleh karena seluruh maskapai penerbangan domestik melakukan upaya penghitungan masing-masing menurut pertimbangan secara bisnis. Hal ini mengingat Airlines Nasional merupakan salah satu tulang punggung perekonomian nasional, serta tidak adanya peraturan baku yang mengatur formula tarif yang baku atas Fuel Surcharge, dan
mengingat
Pemerintah
sendiri
yang
menyerahkan
penerapan Fuel Surcharge kepada masing-masing maskapai,
223
SALINAN dalam mengatasi perubahan dan pergeseran harga avtur yang tidak dapat diprediksi; -----------------------------------------------34.4 Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, mohon agar Majelis Komisi yang terhormat memutuskan bahwa Terlapor IV; ------34.4.1 Tidak terbukti melakukan kartel dengan cara menetapkan harga produksi (price fixing); ---------------------------------------------------------34.4.2 Tidak terbukti melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lain yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat; ---------------------------------------35.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor V, PT Riau Airlines menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.5);----------------------------------------------------------------------------------------35.1 Bahwa RAL diduga menggunakan pendapatan dari fuel surcharge bukan hanya untuk menutup selisih kenaikan harga avtur dari harga basis pada tahun 2002 melainkan menggunakan fuel surcharge sebagai pendapatan untuk menutupi biaya operasional selain avtur; ---------------------------------35.2 Dugaan kesepakatan tertulis Para Terlapor adalah oleh karena keterkaitannya dengan keanggotaan terlapor di INACA, maka dapat kami sampaikan bahwa PT. Riau Airlines resmi menjadi anggota INACA adalah sejak 1 April 2009, sehingga dengan demikian tuduhan akan dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5 tahun 1999 khususnya Pasal 5, adalah tidak benar; -----35.3 Bahwa dugaan penetapan harga dapat kami sampaikan dengan menunjuk butir 4.3 "Tentang Dugaan Penetapan Harga" Salinan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 butir (28) jelas dituliskan pada alinea terakhirnya : Untuk komponen fuel surcharge sendiri, terdapat 2 (dua) terlapor yang saat perkara ini dilaksanakan sudah tidak memberlakukan fuel surcharge yaitu PT. Riau Airlines dan PT. Indonesia Air Asia; ------------------------------------------------------------------------------35.4 Dengan adanya kenaikan fuel (avtur) yang sangat signifikan, dimana biaya operasional penerbangan menjadi terpengaruh maka berdampak terhadap harga jual tiket penumpang. Pengenaan FS memang benar merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur; dimana pada tahun 2005 bulan
224
SALINAN Oktober; Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan tanggapan sesuai dengan permintaan INACA untuk memberlakukan Fuel Surcharge dengan syarat Fuel Surcharge tidak berlaku surut;---------------------------------------35.5 Perhitungan harga tiket batas atas yang diatur oleh KM 9 tahun 2002 masih menggunakan perkiraan harga fuel (avtur) sebesar rp.2.700,- per liter; sedangkan kenaikan harga avtur nyatanya telah mencapai kurang lebih 500%. Penurunan harga avtur yang terjadi masih jauh jauh dari harga batas atas menurut KM 9 Tahun 2002; --------------------------------------------------35.6 Dengan penjelasan kami tersebut di atas, kami, Manajemen PT. Riau Airlines mengharapkan Majelis Sidang KPPU dapat mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini:----------------------------------------------------------35.6.1 PT. Riau Airlines adalah perusahaan daerah yang didanai oleh masyarakat khususnya Pulau Sumatera;----------------------------------35.6.2 Dampak kenaikan avtur sangat merugikan Riau Airlines, apalagi RAL menerbangi rute-rute yang harga avturnya jauh lebih tinggi daripada kota-kota besar. Perlu diketahui penerbangan RAL lebih banyak menerbangi rute-rute perintis dimana kepentingan mobilitas masyarakat baik barang maupun jasa sangat perlu dibantu; -----------35.6.3 Dengan kondisi ketidaksediaan avtur di daerah-daerah yang diterbangi RAL, mengakibatkan RAL harus melaksanakan refueling 'double uplift' yang mengakibatkan daya angkut penumpang menjadi berkurang dan pendapatan atas kargo berkurang drastis. Hal ini oleh karena limitasi penumpang yang mau tidak mau harus dilaksanakan oleh
RAL
oleh
karena
komitmennya
dalam
keselamatan
penerbangan; -----------------------------------------------------------------35.7 Kami mohon kepada Majelis Sidang KPPU dapat dengan bijaksana melihat dan membuat kesimpulan dari keputusan atas tuduhan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU.No.5 Tahun 1999 yang dialamatkan kepada PT. Riau Airlines; ----------------------------------------------------------35.8 Kami menolak semua tuduhan dugaan pelanggaran sebagaimana disebutkan dalam Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
225
SALINAN Usaha Tidak Sehat terkait Penetapan Harga Fuel Surcharge dalam industri jasa penerbangan domestik; --------------------------------------------------------36.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.6); -------------------------------------------------------36.1 Dugaan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999;---------------------------36.1.1 Bahwa PT Travel Express sebagai Terlapor 6 menyatakan tidak pernah membuat suatu perjanjian apapun berkaitan dengan penetapan fuel surcharge;---------------------------------------------------------------36.1.2 Bahwa PT Travel Express sebagai Terlapor 6 baru bergabung sebagai anggota INACA pada tanggal 1 April 2009;-----------------------------36.1.3 Bahwa PT Travel Express sebagai Terlapor 6 menerapkan FS hanya dalam satu zona untuk seluruh penerbangan dimana berbeda dengan penerapan yang dilakukan oleh operator penerbangan lainnya. Dasar penerapan fuel surcharge hanya dalam 1 (satu) zona dengan mempertimbangkan: --------------------------------------------------------36.1.3.1
Perbedaan harga avtur untuk wilayah Jakarta, Makassar dan Papua yang sangat berbeda; ------------------------------
36.1.3.2
Mayoritas operasi penerbangan dengan jarak tempuh 2 jam penerbangan; -----------------------------------------------
36.1.3.3
Mayoritas operasi penerbangan PT Travel Express di wilayah Papua dan sekitarnya; --------------------------------
36.2 Bahwa sebagai contoh perbedaan harga avtur April 2009; --------------------36.2.1 Untuk periode 1-14 April 2010 harga Jakarta Rp 6.325,- Surabaya Rp 6.633, Makassar Rp 7.161, Papua Rp 7.920, dimana rata-rata perbedaan harga Jakarta dan Surabaya 4%, Jakarta dan Makassar 13%, Jakarta dan Papua 25%; ---------------------------------------------36.2.2 Untuk periode 15-31 April 2010 harga Jakarta Rp 6.490, Surabaya Rp 6.787, Makassar Rp 7.315, Papua Rp 8.063 dimana rata-rata perbedaan harga Jakarta dan Surabaya 4%, Jakarta dan Makassar 12%, Jakarta dan Papua 24%; ---------------------------------------------36.3 Dugaan pelanggaran Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; --------------------------
226
SALINAN 36.3.1 Mengacu kepada Tabel 15 hal 19 mengenai tabel pangsa pasar Terlapor tahun 2004-2008 dapat terlihat PT Travel Express sebagai Terlapor 6 mengalami penurunan dalam pangsa pasarnya dari 1,43% menjadi 0,72% yang berarti selama kurun waktu 4 (empat) tahun justru mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 0,71% akibat dari persaingan yangada;---------------------------------------------------------36.3.2 Mempertimbangkan
bahwa
PT
Travel
Express
hanya
memperlakukan fuel surcharge dalam satu zona penerbangan 2-3 jam, maka jika dibandingkan antara Tabel 22 hal 36 Perhitungan Fuel Surcharge berdasarkan formula Departemen Perhubungan dengan tabel 25 pada hal 39-40. Pergerakan fuel surcharge Para Terlapor untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam, maka rata-rata fuel surcharge berdasarkan Tabel 22 adalah sebesar Rp 196.245,sedangkan rata-rata fuel surcharge PT Travel Express berdasarkan Tabel 25 sebesar Rp 154.432,- sehingga terlihat bahwa perhitungan PT Travel Express masih lebih rendah sebesar Rp 41.813,-. ----------36.3.3 Bahwa sesuai dengan poin 3.8 hal 55 Tentang Perhitungan Pendapatan Fuel Surcharge dalam Laporan Keuangan, maka disampaikan bahwa fuel surcharge bukanlah merupakan pendapatan melainkan salah satu komponen biaya tambahan yang harus dibayarkan oleh konsumen seperti halnya dengan PPN dan IWJR; --36.3.4 Mengacu pada Tabel 27 Perbandingan Pendapatan Fuel Surcharge dan Fuel Cost, kami mempertanyakan keabsahan data yang diperoleh terhadap
aktual
penumpang
sebagai
dasar
perhitungan
mempertimbangkan perbedaan yang sangat signifikan antara biaya fuel surcharge yang diterima (FS) dan FC yang dikeluarkan lebih dari 45% bahkan mendekati 100% dimana tidak adanya verifikasi terhadap data penumpang tersebut; ---------------------------------------36.3.5 Dalam kesimpulan pada hal 149 No. 5 (1) disebutkan bahwa fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen adalah
227
SALINAN tidak benar karena fuel surcharge merupakan biaya tambahan diluar tarif yang harus dibayarkan oleh konsumen seperti halnya dengan PPN dan IWJR; --------------------------------------------------------------36.4 Sesuai tanggapan PT Travel Express sebagai Terlapor 6 seperti tersebut di atas, dapat kami simpulkan bahwa; -----------------------------------------------36.4.1 PT Travel Express sebagai Terlapor 6 tidak pernah melakukan perjanjian dengan operator penerbangan lainnya dalam kaitan penetapan fuel surcharge; --------------------------------------------------36.4.2 Bahwa penerapan fuel surcharge sebagai upaya untuk mengatasi kenaikan harga avtur yang sudah tidak sesuai harga fuel dalam perhitungan tarif sesuai KM 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi;---37.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.7); ----------------37.1 Bahwa Terlapor VII dan Terlapor VIII menolak keras dan keberatan atas Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara No. 25/KPPU-I/2009 yang intinya menyatakan Terlapor VII dan Terlapor VIII diduga melanggar Pasal 5 dan 21 Undang Undang No.5 Tahun 1999;------------------------------------37.2 Bahwa menurut logika hukum dugaan atas pelanggaran kedua pasal tersebut harus dibuktikan oleh Tim Pemeriksa karena Tim Pemeriksa memakai kata "dan". Artinya, jika hanya salah satu pasal yang terbukti maka seluruh dugaan yang ditujukan kepada Terlapor VII danTerlapor VIII menjadi tidak memenuhi unsur dugaan dan konsekuensi yuridisnya adalah bahwa dugaan dimaksud menjadi gugur dan tidak terbukti;-------------------------------------37.3 Bahwa oleh karena Terlapor VII dan Terlapor VIII menolak atau membantah dugaan Tim Pemeriksa yang ditujukan kepada Terlapor VII dan Terlapor VIII maka menurut kaidah atau asas dalam hukum maka siapa yang mendalilkan maka dia yang membuktikan. Oleh karena yang mendalilkan dalam perkara ini adalah Tim Pemeriksa, maka Tim Pemeriksa yang harus membuktikan dugaan tersebut; ---------------------------------------
228
SALINAN 37.4 Bahwa jika dicermati Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, ternyata Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan adanya dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Terlapor VII dan Terlapor VIII; ---------------------------------------------37.5 Bahwa untuk lebih jelas Pembelaan Terlapor VII dan VIII maka mohon Majelis KPPU membaca dengan teliti dan cermat pasal yang diduga Tim Pemeriksa dilanggar oleh Terlapor VII dan VIII serta menghubungkan dengan Laporan dimaksud;---------------------------------------------------------37.6 Bahwa Pasal 5 ayat (1) Undang Undang No.5 Tahun 1999 menyatakan: "Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama”; --------------------------------------------------------------------------------37.7 Bahwa yang dimaksud dengan "perjanjian" menurut Pasal 1 angka 7 Undang Undang No. 5 Tahun 1999 adalah: "suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis mau pun tidak tertulis”;----37.8 Bahwa setelah Terlapor VII dan Terlapor VIII membaca dan mempelajari dengan cermat dan teliti ternyata Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan adanya perjanjian yang dimaksud. Tm Pemeriksa hanya menduga dan membuat analisa hanya berdasar tren pergerakan prosentase kenaikan fuel surcharge (vide Laporan Hasil Pemeriksan Lanjutan angka 61 halaman 74) yang patut diragukan kebenarannya. Sebab Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan Terlapor VII dan Terlapor VIII membuat perjanjian dengan siapa atau Terlapor berapa? Laporan tersebut tidak menyebut secara jelas dan rinci;------------------------------------------------------------------------------37.9 Bahwa Terlapor VII dan Terlapor VIII menolak keras dalil Tim Pemeriksa yang menyatakan intinya kecenderungan yang sama pada perubahan fuel surcharge dinilai berdasarkan perjanjian di antara Para Terlapor (vide Laporan Hasil Pemeriksan Lanjutan huruf b halaman 83). Sebab Tim Pemeriksa hanya "menilai" dan penilaian itu hanya berdasarkan pada "kecenderungan yang sarna" , bukan pada "perbuatan saling mengikatkan
229
SALINAN diri" sebagaimana definisi tentang 'perjanjian' berdasarkan UU No.5 Tahun 1999; ----------------------------------------------------------------------------------37.10 Bahwa Tim Pemeriksa sendiri mengakui tidak adanya perjanjian atau kesepakatan secara tertulis diantara Para Terlapor (vide Laporan Hasil Pemeriksan Lanjutan angka 95 halaman 82,) termasuk Terlapor VII dan VIII. Kalau Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan adanya kesepakatan tertulis di antara Para Terlapor, apa lagi yang tidak tertulis.;------------------37.11 Bahwa dengan demikian Terlapor VII dan VIII secara sah dan sempurna tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999; ---------------------37.12 Bahwa oleh karena salah satu dugaan pelanggaran yang ditujukan pada Terlapor VII dan VIII tidak terbukti dan karenanya salah satu unsur dugaan tidak terbukti maka dugaan pelanggaran terhadap Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999 tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya dan konsekuensi yuridisnya adalah dugaan dimaksud menjadi tidak terbukti dan gugur;-------------------37.13 Bahwa oleh karena itu dugaan pelanggaran oleh Terlapor VII dan VIII terhadap Pasal 5 dan 21 Undang Undang No.5 Tahun 1999 tidak terbukti dan gugur; ----------------------------------------------------------------------------38.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor IX, PT Metro Batavia menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.8);---------------------------------------------------------------------------------38.1 Bahwa Fuel Surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang dimasukan ke dalam komponen tarif tiket pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen; -----------------------------38.2 Fuel Surcharge bertujuan untuk menutup selisih biava bahan bakar avtur maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM 9 T ahun 2002; -----------------------38.3 Fakta bahwa perjanjian di antara beberapa Terlapor dan kecenderungan kesamaan perubahan fuel surcharge yang ditetapkan oleh Para Terlapor pada periode I (Mei 2006 sampai dengan Maret 2008) untuk zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, tanpa adanya justifikasi ekonomi dari masingmasing Terlapor, menunjukan
230
SALINAN adanya perjanjian penetapan besaran fuel surcharge di antara para Terlapor pada periode tersebut;---------------------------------------------------------------38.4 Para Terlapor telah menetapkan biaya fuel surcharge secara curang yang dibuktikan dengan perubahan nilai fuel surcharge para Terlapor yang tidak sama dengan perubahan nilai harga avtur pada sejak Mei 2006 sampai dengan Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah melampaui tarif batas atas sebagaimana ditetapkan dalam KM No.9 Tahun 2002; ----------------------------------------------------------------------------------38.5 Bahwa Tim Pemeriksa menyimpulkan ada bukti pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia (Tbk), PT. Sriwijaya Air, PT. Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT. Mandala Airlines, PT. Riau Airlines, PT. Travel Express Aviation Services, PT. Lion Mentari Airlines, PT. Wings Abadi Airlines, PT. Metro Batavia, PT. Kartika Airlines, PT. Trigana Air Service dan PT. Indonesia AirAsia;-------------------------------------------------------------------38.6 Bahwa Terlapor IX dengan ini menyatakan secara tegas keberatan dan menolak seluruh dalil-dalil dalam Salinan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor :25/KPPU-I/2009, tentang Penetapan Harga Fuel Surcharge dalam Industri Jasa Penerbangan Domestik. Hal mana dalam Laporan tersebut kami, Terlapor IX dalam hal ini PT. Metro Batavia dilaporkan melanggar pasal 5 dan pasal 21 UU No.5 Tahun 1999; ----------Pasal 5, berbunyi : ------------------------------------------------------------------"(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. " --------------------------------------------------(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku." 38.7 Adapun rumusan dugaan pelanggaran Pasal 5 dalam perkara ini adalah sebagai berikut : Para Terlapor membuat kesepakatan untuk menetapkan
231
SALINAN harga fuel surcharge yang harus dibayar oleh Konsumen pada pasar bersangkutan yang sama; ----------------------------------------------------------38.8 Pasal 21 berbunyi: "Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha hdak sehat." ---------------------------------------38.9 Adapun rumusan dugaan pelanggaran pasal 21 dalam perkara ini adalah sebagai berikut: Fuel Surcharge merupakan salah satu komponen harga tiket yang digunakan untuk menutup selisih kenaikan harga avtur dari harga basis pada tahun 2002. Para Terlapor diduga menggunakan pendapatan dari fuel surcharge bukan hanya untuk menutup selisih kenaikan harga avtur dari harga basis pada tahun 2002, melainkan menggunakan fuel surcharge sebagai pendapatan untuk menutupi biaya operasional selain avtur; --------38.10
Sekali lagi Terlapor IX secara tegas menyatakan MENOLAK dan KEBERATAN atas Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor : 25/KPPU-I/2009 tersebut di atas; --------------------------------------------------
38.11
Pada prinsipnya memang benar dalam menentukan harga tiket pesawat Terlapor IX menjadikan fuel surcharge sebagai komponen perhitungan harga tiket. Dalam penerapan fuel surcharge tersebut Terlapor IX memiliki formulasi perhitungan sebagaimana telah diuraikan dalam laporan lanjutan tersebut di atas halaman 25 tabel 16 dimana formula perhitungan harga tiket yang dimiliki o/eh Terlapor IX adalah : basic fare + PPN + IWJR (Rp. 5.000) + FS; ---------------------------------------------------------------------------
38.12
Dengan ini Terlapor IX sangat keberatan apabila diindikasikan telah melakukan "kartel (kesepakatan)" secara tidak langsung dengan Armada Penerbangan lainnya berkaitan dengan menentukan fuel surcharge sebagai komponen untuk menetukan harga tiket. Karena pada prinsipnya dalam menentukan harga tiket adalah sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah dalam hal ini Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan KM 8 Tahun 2002. Bahkan dalam melakukan perhitungan Fuel Surcharge pun Terlapor IX melakukannya berdasarkan Surat Departemen Perhubungan Nomor : AU/830/DAU.260/08, tanggal 03 Maret
232
SALINAN 2008, hal mana terbukti dan dicatatkan dalam laporan a quo halaman 29. Dan setiap surat dari Pemerintah tersebut Terlapor IX selalu memberikan jawaban dan laporan. Sampai sejauh ini pihak Pemerintah i.e. Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan tidak memberikan keberatan terhadap hal tersebut; ---------------------------------------------------------------38.13
Berdasarkan hal tersebut maka maka dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan fuel surcharge sebagai komponen harga tiket pesawat, Terlapor IX selalu mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah i.e. Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Jika memang KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) "bersih keras" menganggap bahwa itu merupakan suatu "perjanjian", maka sepatutnya KPPU mempertimbangkan ketentuan pasal 5 ayat (2) UU No.5 Tahun 1999, yang berbunyi : ----------------------------------------------------------------------"(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama; ----------------------------------------------------(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang ber/aku. "
38.14
Penafsiran "Undang-undang yang berlaku" tersebut dalam dilihat dalam ketentuan Pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang secara tegas dalam penjelasannya dinyatakan : "Jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat";-----------------------------------------------------------------
38.15
Berdasarkan hal tersebut, maka disimpulkan bahwa Terlapor IX tidak melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, karena
233
SALINAN dalam menentukan fuel surcharge sebagai komponen harga tiket pesawat, Terlapor IX selalu mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah i.e. Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia; 38.16
Selain itu jika KPPU menganggap bahwa persekongkolan itu terjadi karena ada beberapa pertemuan para Air Lines termasuk Terlapor IX yang difasilitasi oleh INACA untuk menentukan formulasi menentukan harga tiket yang memasukan formula perhitungan fuel surcharge (Iihat Laporan a quo halaman 83), adalah sangat tidak benar dan tidak mendasar. Karena pertemuan INACA tersebut juga merupakan pelaksanaan dari Surat Ditjen Perhubungan Udara Ref. Nomor : AU/2563IDAU-0857/06, tanggal 9 Mei 2006, dimana pemerintah menyampaikan hal-hal sebagai berikut : ---------38.16.1
Pengenaan fuel surcharge tersebut tidak diberlakukan kepada calon penumpang yang sudah melakukan transaksi pembelian tiket; -----------------------------------------------------------------------
38.16.2
INACA harus mempunyai patokan harga avtur sebagai dasar perhitungan besaran fuel surcharge dan tata cara mekanisme penerapan fuel surcharge; ----------------------------------------------
38.16.3
Pengenaan fuel surcharge disarankan diberlakukan pada seluruh perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dan sepenuhnya merupakan tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan; ------
38.16.4
Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang menerapkan fuel surcharge agar dapat melaksanakan dengan cermat dan seksama
dalam
penumpang
memberikan
supaya
tidak
pemahaman
menimbulkan
kepada
calon
permasalahan
di
lapangan; -----------------------------------------------------------------38.16.5
INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara niaga harus mampu melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan fuel surcharge tersebut; ------------------------------------------------------
38.17
Berdasarkan hal tersebut sangat jelas bahwa pertemuan-pertemuan INACA dengan para Air Lines bukan dalam rangka membuat suatu perjanjian yang menurut KPPU adalah "Kartel". Akan tetapi sebagai suatu pelaksanaan dari Surat Ditjen Perhubungan Udara Ref. Nomor : AU/2563IDAU-0857/06,
234
SALINAN tanggal 9 Mei 2006, dimana INACA memiliki fungsi pengawasan terhadap para Air Lines dalam menentukan harga avtur; ---------------------------------38.18
Berdasarkan hal tersebut, maka Telapor IX kembali menegaskan bahwa Terlapor IX tidak melakukan pelanggaran terhadap pasal 5 UU No.5 Tahun 1999, karena dalam menentukan fuel surcharge sebagai komponen harga tiket pesawat, Terlapor IX selalu mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah i.c. Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia; -----------------------------------------------------------------
38.19
Berkaitan dengan dalil laporan a quo yang menyatakan bahwa menetapkan biaya fuel surcharge secara curang yang dibuktikan dengan perubahan nilai fuel surcharge para Terlapor yang tidak sama dengan perubahan nilai harga avtur pada sejak Mei 2006 sampai dengan Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah melampaui tarif batas atas sebagaimana ditetapkan dalam KM No.9 Tahun 2002. Berdasarkan hal tersebut Terlapor IX dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999; -----------------------------------------------------------------------------------
38.20
Terhadap hal tersebut Terlapor IX sangat keberatan, karena apa yang dilakukan oleh Terlapor IX dalam menentukan fuel surcharge sebagai komponen harga tiket pesawat, Terlapor IX selalu mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah i.e. Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Sebagaimana, telah diuraikan di atas, sehingga hal tersebut tidak patut secara hukum dinyatakan sebagai suatu kegiatan melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat; ----
38.21
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka Termohon IX dengan ini menyatakan bahwa Termohon IX tidak melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 dan Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; -------------------------
39.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor X, PT Kartika Airlines menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.9);----------------------------------------------------------------------------------
235
SALINAN 39.1 Bahwa terkait dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999, PT Kartika Airlines yang terindikasi melakukan kesepakatan untuk menetapkan harga fuel surcharge yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar bersangkutan yang sama. Dengan ini menyatakan bahwa PT Kartika Airlines tidak pernah melakukan kesepakatan dengan airlines lain;----------39.2 Bahwa terkait dugaan pelanggaran Pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 1999, PT Kartika Airlines yang terindikasi melakukan penggunaan pendapatan fuel surcharge tidak hanya untuk menutup selisih kenaikan harga avtur akan tetapi digunakan juga untuk menutupi biaya operasional selain avtur. Dengan ini menyatakan bahwa PT Kartika Airlines tidak pernah menggunakan fuel surcharge untuk kepentingan lain selain untuk biaya avtur; ----------------------------------------------------------------------------------39.3 PT Kartika Airlines menolak tuduhan melanggar pasal tersebut di atas, dan memohon pada majelis hakim untuk membebaskan PT Kartika Airlines dari segala tuntutan berkenaan dengan pasal di atas;---------------------------------40.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor XII, PT Trigana Air Service menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.10); ------------------------------------------------------------------------40.1
Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999; -----------------------------------------------Bahwa dalam beberapa kali pemeriksaan tidak terdapat ataupun terbukti bahwa kami telah membuat perjanjian dengan pesaing kami dalam menentukan besaran harga tiket pesawat. Bila terdapat adanya kemiripan harga tiket pada rute yang sama dengan pesaing, maka hal tersebut dikarenakan semua komponen biaya operasi dari type pesawat yang sama serta menerbangi rute yang sama, dipastikan total biaya operasi juga hampir sama. Sebagai contoh kami sajikan komponen biaya terbesar dari pengoperasian pesawat; -----------------------------------------------------------No
Komponen Biaya
Keterangan
1.
Perawatan
Setiap pesawat mempunyai panduan perawatan
Pesawat
yang dibuat oleh pabrik serta disyahkan oleh Dinas Kelaikan Udara ( DKU ) dari pabrik tersebut berada, serta oleh DKU dimana pesawat
236
SALINAN tersebut dioperasikan. Dapat dipastikan biaya perawatan pesawat yang satu type dari pabrik yang sama maka besaran biayanya adalah sama atau hampir sama tergantung dari tingkat efisiensi serta permodalan dari setiap operatornya. 2.
Asuransi
Besaran asuransi pesawat, dipengaruhi oleh jumlah armada setiap operator dan umur pesawat itu sendiri, Para operator yang besar dan mengoperasikan pesawat baru tentunya mempunyai biaya untuk asuransi lebih kecil dari pada operator yang mengoperasikan pesawat berumur. Tapi perbedaan ini juga terkoreksi dengan jumlah modal yang dikeluarkan untuk membeli pesawat baru.
3.
Bahan Bakar
Supplier bahan bakar untuk pesawat terbang di Indonesia hanya dilakukan oleh Pertamina. Harga yang ditetapkan oleh Pertamina adalah sama untuk setiap Operator. Perbedaan harga terjadi (semakin mahal) pada daerah di luar Jawa dan Sumatera. Semakin jauh dari Jawa dan Sumatera, harga bahan bakar semakin mahal. Dengan hal ini maka biaya bahan bakar untuk operasi pesawat pad a type dan rute yang sama adalah sama.
40.2 Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999;---------------------------------------------------40.2.1 Seperti yang telah kami sampaikan dalam beberapa kali pemeriksaan terdahulu, bahwa semua komponen biaya produksi atau pengoperasian pesawat sudah tercantum secara resmi dalam Keputusan Menteri Perhubungan KM 8/2001;-----------------------
237
SALINAN 40.2.2 Dalam KM 8/2001 tersebut tercantum secara detail semua komponen biaya operasional pesawat terbang yang terdiri dari kategori pesawat Jet dan Non Jet; -----------------------------------------------40.2.3 Departemen Perhubungan telah mengeluarkan KM 9/2002 yang menentukan maksimum besaran harga tiket untuk setiap rute berdasarkan jarak tempuh. Hal ini adalah untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam menetapkan biaya produksi oleh operator pesawat yang dapat merugikan masyarakat;--------------40.2.4 Untuk menghindari persaingan tidak sehat antar operator maka Departemen Perhubungan telah mengeluarkan KM 36/2005 yang menentukan tarif referensi atau Batas Bawah; ----------------------40.2.5 Bila ada operator yang menjual tiket dibawah tarif referensi, maka kepada operator tersebut akan dilakukan Audit oleh Departemen Perhubungan untuk menjamin tidak ada biaya yang terkurangi dalam hal keselamatan penerbangan seperti perawatan pesawat, training pilot dan teknisi; ----------------------------------------------40.2.6 Dengan penjelasan di atas, tidak mungkin kami sebagai operator pesawat melakukan penggelembungan biaya produksi, karena tarif batas atas sudah ditentukan oleh Menteri Perhubungan, serta tidak mungkin pula kami melakukan reduksi pada biaya operasional karena tarif referensi batas bawah juga sudah ditentukan oleh Menteri Perhubungan; ------------------------------40.2.7 Jadi tidak ada pembuktian adanya pelanggaran dalam Pasal 21 UU No.5/1999; ---------------------------------------------------------------40.3 Penetapan Harga Tiket Trigana Air; ----------------------------------------------40.3.1 Dalam KM 9/2002 serta KM 36/2005 maka perhitungan biaya produksi oleh Departemen Perhubungan sebagai landasan ketetapan tarif batas atas dan tarif referensi adalah dengan menggunakan formula kategori pesawat jet; ------------------------40.3.2 Kami sudah menjelaskan kepada Tim Pemeriksa bahwa Trigana Air sebagai perusahaan penerbangan yang hanya mengoperasikan pesawat propeller (Non Jet) sangat dirugikan dengan KM 9/2002
238
SALINAN dan KM 36/2005 tersebut. Karena pada dasarnya biaya pengoperasian pesawat propeller lebih tinggi daripada pesawat jet. Secara detail juga telah kami jelaskan kepada Tim Pemeriksa mengenai kekhususan pengoperasian dari pesawat propeller; ----40.3.3 Kenyataan yang terjadi ini telah beberapa kali kami sampaikan kepada Departemen Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; ----------------------------------------------------40.3.4 Mulai tahun 2008, Departemen Perhubungan telah melakukan evaluasi kembali terhadap ketentuan tarif yang diberlakukan dalam KM 9/2002 dan KM 36/2005;---------------------------------40.3.5 Terakhir telah keluar Keputusan Menteri Perhubungan KM 26/2010 tanggal 14 April 2010 yang merevisi KM sebelumnya tentang tarif pesawat terbang;---------------------------------------------------40.3.6 Di dalam KM 26/2010 ini sudah digunakan 2 kategori yaitu untuk pesawat jet dan pesawat propeller (non jet); ------------------------40.3.7 Kami lampirkan KM 26/2010 sebagai bahan analisa yang baru, karena untuk KM 8/2002 ; KM 9/2002 dan KM 36/2005, kami yakin Tim Pemeriksa telah memilikinya;----------------------------40.3.8 Sebagai gambaran bahwa dengan keluarnya KM 26/2010 ini, maka hambatan operasional kami untuk mendapatkan peraturan harga tiket yang tidak merugikan sebagai operator pesawat propeller telah terakomodir. ------------------------------------------------------Rute
Tarif Dalam KM 9/2002
KM 36/2005
KM 26/2010
Ambon - Langgur
Rp 653.000,-
Rp 256.000,-
Rp 1.447.000,-
Nabire - Enarotali
Rp 190.000,-
Rp 126.000,-
Rp
Jayapura - Nabire
Rp 611.000,-
Rp 246.000,-
Rp 1.347.000,-
Nunukan - Tarakan
Rp 183.000,-
Rp 121.000,-
Rp
419.000,-
403.000,-
40.3.9 Berdasarkan ilustrasi di atas dapat menggambarkan bagaimana tingkat kesulitan dalam mempertahankan bisnis kami. Tanpa adanya kenaikan harga fuel, maka dengan maksimum harga tiket
239
SALINAN seperti yang diatur dalam KM 9/2002, masih tidak dapat menutupi biaya operasional pesawat propeller yang kami operasikan. Keluhan yang telah kami sampaikan sejak keluarnya KM 9/2002, baru dapat terjawab oleh Menteri Perhubungan pada tahun 2010 melalui KM 26/2010;-------------------------------------40.3.10Pengenaan Fuel Surcharge yang oleh setiap perusahaan baik di Indonesia maupun di Luar Negeri karena terjadinya fluktuasi harga bahan bakar, ternyata juga telah memberikan kesulitan kepada kami seperti apa yang dituduhkan kepada kami dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara No. 25/KPPUI/2009; --------------------------------------------------------------------40.3.11Dengan segala kendala yang kami hadapi di atas, kami masih harus menghadapi persaingan yang sangat keras dengan pesaing kami baik perusahaan asing karena sudah berlakunya Open Sky Policy perdagangan bebas maupun perusahaan domestik lainnya; 40.3.12Dari penjelasan dan tanggapan kami di atas, yang kami sampaikan dalam bahasa yang mudah dimengerti tanpa grafik, teori, atau tabel yang ilmiah, maka dengan segala kerendahan hati, kami memohon kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha agar membebaskan kami PT. Trigana AirService sebagai pihak Terlapor 12 dari segala tuduhan ataupun tuntutan pelanggaran atas Pasal 5 dan 21 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 -----------41.
Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL, Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.11); ------------------------------------------------------------------------41.1 Bahwa PT. Indonesia AirAsia berbeda dengan maskapai penerbangan yang lain yang ada di Indonesia karena PT. Indonesia AirAsia memiliki karakteristik tersendiri, yaitu;------------------------------------------------------41.1.1 Low Cost Carrier;-----------------------------------------------------------41.1.2 Penerbangan point to point;------------------------------------------------41.1.3 Bukan rute long haul;--------------------------------------------------------
240
SALINAN 41.2 Susunan Pemegang Saham PT. Indonesia AirAsia berdasarkan perubahan Anggaran Dasar No. 24 tanggal 20 Agustus 2008; -----------------------------41.2.1
Pin Harris (20%);----------------------------------------------------------
41.2.2
PT. Langit Biru Nusantara (21%); --------------------------------------
41.2.3
PT. Fersindo Nusaperkasa (10%); --------------------------------------
41.2.4
AA International Limited (49%);-----------------------------------------
Merupakan koreksi untuk halaman 4 dan 18 dalam LHPL; --------------------41.3 PT. Indonesia AirAsia tidak melanggar Pasal 5 UU No. 5 tahun 1999;------41.3.1
Bahwa
PT.
Indonesia
AirAsia
TIDAK
ikut
dalam
penandatanganan Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge tanggal 4 Mei 2006 yang dihadiri oleh anggota INACA (butir 106 halaman 59 LHPL dan butir 51 halaman 67 LHPL); ---------------------------41.3.2
Bahwa PT. Indonesia AirAsia baru bergabung menjadi anggota INACA pada tanggal 1 April 2009 (tabel 28 halaman 59 LHPL); --
41.3.3
Kesimpulan 1: Bahwa jelas berdasarkan bukti dan fakta yang ada, PT. Indonesia AirAsia dapat dibuktikan tidak pernah mengadakan kesepakatan/perjanjian dengan maskapai lain untuk menetapkan harga Fuel Surcharge (FS). Oleh karena itu, PT. Indonesia AirAsia tidak dapat dikatakan memenuhi unsur yang terkandung dalam Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999; -------------------------------------------
41.4 PT. Indonesia AirAsia tidak melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; ---41.4.1
Bahwa FS yang diberlakukan oleh PT. Indonesia AirAsia adalah AKIBAT dari kenaikan harga minyak dunia;--------------------------
41.4.2
Oleh karena itu, FS yang diberlakukan oleh PT. Indonesia AirAsia pada tanggal 10 Mei 2006 adalah BUKAN untuk mencari keuntungan / pendapatan tambahan bagi perusahaan;-----------------
41.4.3
Terdapat kekeliruan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa dalam pencantuman harga FS yang diterapkan oleh PT. Indonesia AirAsia (QZ) pada Tabel 23 (halaman 37 LHPL), Tabel 24 (halaman 38 LHPL)
dan
Tabel
25
(halaman
39-40
LHPL)
sehingga
mengakibatkan kesalahan pada Grafik 35 (halaman 52 LHPL). Halaman selanjutnya adalah halaman koreksi untuk harga FS yang
241
SALINAN sebenarnya yang diterapkan oleh PT. Indonesia AirAsia masingmasing untuk Tabel 23, 24 dan 25 beserta pergerakan FS dalam grafiknya; ------------------------------------------------------------------Tabel 23 (0 s/d 1 Jam) Bulan
Harga FS (QZ)
Mei 2006 – Juli 2006
20.000
Agustus 2006
30.000
September 2006 – April 2007
40.000
Mei 2007 – September 2007
50.000
Oktober 2007 – Februari 2008
80.000
Maret 2008 – April 2008
90.000
Mei 2008 – Juni 2008
110.000
Juli 2008 – Oktober 2008
130.000
November 2009 – sekarang
NIL
Grafik 35 (0 s/d 1 Jam)
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 -0 6 g0 N 6 ov -0 Fe 6 b0 M 7 ay -0 Au 7 g0 N 7 ov -0 Fe 7 b0 M 8 ay -0 Au 8 g0 N 8 ov -0 Fe 8 b0 M 9 ay -0 Au 9 g0 N 9 ov -0 9
FS QZ PRICE
Au
M ay
Amount (IDR)
TABEL 23 (0 S/D 1 JAM)
Month
242
SALINAN Tabel 24 (1 s/d 2 Jam) Bulan
Harga FS (QZ)
Mei 2006 – Juli 2006
20.000
Agustus 2006
30.000
September 2006 – April 2007
40.000
Mei 2007 – September 2007
50.000
Oktober 2007 – Februari 2008
80.000
Maret 2008 – April 2008
90.000
Mei 2008 – Juni 2008
140.000
Juli 2008 – Oktober 2008
160.000
November 2009 – sekarang
NIL
Grafik 35 ( 1 s/d 2 Jam)
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
FS QZ PRICE
M ay -0 Au 6 g0 N 6 ov F e 06 b0 M 7 ay -0 Au 7 g0 N 7 ov -0 Fe 7 b0 M 8 ay -0 Au 8 g0 N 8 ov -0 Fe 8 b0 M 9 ay -0 Au 9 g0 N 9 ov -0 9
Amount (IDR)
TABEL 24 (1 S/D 2 JAM)
Month
243
SALINAN Tabel 25 (2 s/d 3 Jam)
Bulan
Harga FS (QZ)
Mei 2006 – Juli 2006
20.000
Agustus 2006
30.000
September 2006 – April 2007
40.000
Mei 2007 – September 2007
65.000
Oktober 2007 – November 2007
80.000
Desember 2007 – Februari 2008
100.000
Maret 2008 – April 2008
110.000
Mei 2008 – Juni 2008
140.000
Juli 2008 – Oktober 2008
160.000
November 2008 - sekarang
NIL
Grafik 35 (2 s/d 3 Jam)
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
FS QZ PRICE
M ay -0 Au 6 g0 N 6 ov F e 06 b0 M 7 ay -0 Au 7 g0 N 7 ov F e 07 b0 M 8 ay -0 Au 8 g0 N 8 ov -0 Fe 8 b0 M 9 ay -0 Au 9 g0 N 9 ov -0 9
Amount (IDR)
TABEL 25 (2 S/D 3 JAM)
Month
41.4.4
Bukti & Fakta: Bahwa PT Indonesia AirAsia tidak pernah melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan/pendapatan tambahan untuk perusahaan dalam menetapkan harga FS sebagaimana dituduhkan oleh KPPU. Hal ini dapat dibuktikan dengan: Harga FS yang diterapkan oleh PT Indonesia AirAsia selalu lebih kecil dibandingkan dengan harga fuel cost yang berlaku
244
SALINAN untuk bulan Mei 2006 s/d Oktober 2009 (halaman 32 LHPL), formula FS yang dirumuskan oleh Departemen Perhubungan (halaman 36 LHPL), dan formula FS yang dirumuskan oleh KPPU (Halaman 28 LHPL) yang dapat dibuktikan dengan grafik pada halaman berikut. Grafik dibagi berdasarkan lamanya penerbangan;
Untuk Penerbangan 0 s/d 1 Jam
PERIODE I (May 2006 - March 2008) Amount (IDR)
250000 200000 FS PRICE
150000
FS KPPU
100000
FS DEPHUB
50000
Ju
M
ay
-0 6 l- 0 Se 6 p0 N 6 ov -0 Ja 6 n0 M 7 ar M 07 ay -0 7 Ju l- 0 Se 7 p0 N 7 ov -0 Ja 7 n0 M 8 ar -0 8
0
Month
FS Price FS KPPU FS Dephub
: FS PT. Indonesia AirAsia : FS berdasarkan rumus KPPU : FS yang ditetapkan Dephub
Untuk Penerbangan 1 s/d 2 Jam
PERIODE I (May 2006 - March 2008) 500000 400000 FS PRICE
300000
FS KPPU
200000
FS DEPHUB
100000
ay
-0 6 Ju l- 0 Se 6 p0 N 6 ov -0 Ja 6 n0 M 7 ar -0 M 7 ay -0 7 Ju lS e 07 p0 N 7 ov -0 Ja 7 n0 M 8 ar -0 8
0
M
A mount (ID R 0
Month
245
SALINAN
FS Price FS KPPU FS Dephub
: FS PT. Indonesia AirAsia : FS berdasarkan rumus KPPU : FS yang ditetapkan Dephub
Untuk Penerbangan 2 s/d 3 Jam
700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0
FS PRICE FS KPPU
-0 Ju 6 lS e 06 p0 No 6 v0 Ja 6 n0 M 7 ar M 07 ay -0 Ju 7 lS e 07 p0 No 7 v0 Ja 7 n0 M 8 ar -0 8
FS DEPHUB
M
ay
A m o u n t (ID R )
PERIODE I (May 2006 - March 2008)
Month
FS Price FS KPPU FS Dephub
41.4.5
: FS PT. Indonesia AirAsia : FS berdasarkan rumus KPPU : FS yang ditetapkan Dephub
Mengingat bahwa Tim Pemeriksa telah keliru memasukkan data pada tabel 23, 24 dan 25 mengenai besaran FS yang diterapkan oleh PT. Indonesia AirAsia, maka dinyatakan bahwa telah terjadi kekeliruan pada seluruh tabel maupun grafik yang ditujukan untuk PT. Indonesia AirAsia pada LHPL. Oleh karena itu, seluruh tabel maupun grafik yang ada dapat dinyatakan tidak berlaku untuk PT. Indonesaia
AirAsia
dan
kecenderungan
untuk
mengambil
keuntungan/pendapatan tambahan bagi perusahaan atas penerapan FS tidak dapat dibuktikan; -----------------------------------------------41.4.6
Bahwa berdasarkan bukti dan fakta yang ada, PT. Indonesia AirAsia tidak dapat dibuktikan melakukan kecurangan dalam
246
SALINAN menerapkan
FS
untuk
mendapatkan
keuntungan/pendapatan
tambahan bagi perusahaan sehingga PT. Indonesia Air Asia dapat dinyatakan tidak memenuhi unsur Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; 41.4.7
Bahwa berdasarkan Kesimpulan 1 dan Kesimpulan 2 dapat kembali kami simpulkan bahwa PT. Indonesia AirAsia dinyatakan tidak melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 2009, yaitu mengadakan kesepakatan/perjanjian dengan maskapai lainnya dengan menentukan harga FS dan menerapkannya untuk mencari keuntungan/pendapatan tambahan bagi perusahaan;--------
41.4.8
Bahwa seiring dengan menurunnya harga minyak dunia, maka PT. Indonesia AirAsia mencabut FS sejak bulan November 2008 hingga sekarang; -----------------------------------------------------------
41.5 Bahwa kesimpulan yang disampaikan oleh KPPU pada butir 2 – 5 (halaman 149) tidak dapat dibuktikan; -------------------------------------------------------41.6 Dari bukti dan fakta yang ada, maka PT. Indonesia AirAsia dengan ini menyampaikan kepada Majelis Hakim KPPU untuk: --------------------------(1)
Menolak semua dalil-dalil yang ada dalam LHPL yang menyatakan bahwa PT. Indonesia AirAsia melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; ---------------------------------------------------------
(2)
Mengesampingkan semua bukti yang tidak benar/tidak dapat dibuktikan; ------------------------------------------------------------------
(3)
Mempertimbangkan dan menerima semua bukti dan fakta yang ada bahwa PT. Indonesia AirAsia tidak melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 tahun 1999; -----------------------------------------------------
(4)
Menyatakan bahwa PT. Indonesia AirAsia tidak melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; ------------------------------------
42.
Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Komisi menilai telah mempunyai bukti dan penilaian yang cukup untuk mengambil keputusan;--------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------TENTANG HUKUM
247
SALINAN TENTANG HUKUM
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan (selanjutnya disebut “LHPL”), Tanggapan/Pembelaan/Pendapat para Terlapor, BAP, surat-surat dan dokumendokumen dan alat bukti lainnya dalam perkara ini, Majelis Komisi menilai, menyimpulkan dan memutuskan perkara berdasarkan bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh para Terlapor dalam perkara a quo. Majelis Komisi melakukan penilaian dalam beberapa butir, yaitu: -------1. Tentang Dugaan Pelanggaran; -------------------------------------------------------------2. Tentang Identitas Para Terlapor; -----------------------------------------------------------3. Tentang Hal Formil; -------------------------------------------------------------------------4. Tentang Klarifikasi Fakta-fakta dalam LHPL; -------------------------------------------5. Tentang Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing; -------------------------------------6. Tentang Pasar Bersangkutan; --------------------------------------------------------------7. Tentang Perjanjian; --------------------------------------------------------------------------8. Tentang Penetapan Harga; ------------------------------------------------------------------9. Tentang Penetapan Biaya Secara Curang; ------------------------------------------------10. Tentang Dampak; ----------------------------------------------------------------------------11. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 5 UU No. 5/1999; ------------------------------------12. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 21 UU No. 5/1999;-----------------------------------13. Tentang Kesimpulan; ------------------------------------------------------------------------14. Tentang Pertimbangan Majelis Komisi Sebelum Memutus; ---------------------------15. Tentang Perhitungan Denda;--------------------------------------------------------------16. Tentang Perhitungan Ganti Rugi; ----------------------------------------------------------17. Tentang Saran dan Pertimbangan kepada Pemerintah; ---------------------------------18. Tentang Diktum Putusan dan Penutup. ----------------------------------------------------Berikut uraian masing-masing butir sebagaimana tersebut di atas: ------------------------1. Tentang Dugaan Pelanggaran;------------------------------------------------------------1.1. Menimbang
bahwa
Tim
Pemeriksa
dalam
LHPL
pada
pokoknya
menyimpulkan adanya bukti pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Para Terlapor, yaitu; -----------------------------
248
SALINAN 1.1.1. Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen; --------------1.1.2. Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM No. 9 Tahun 2002.;--------------------------------------------------------------------1.1.3. Fakta bahwa perjanjian di antara beberapa Terlapor dan kecenderungan kesamaan perubahan fuel surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 sampai dengan Maret 2008) untuk zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, tanpa adanya justifikasi ekonomi dari masing-masing Terlapor, menunjukkan adanya perjanjian penetapan besaran fuel surcharge di antara para Terlapor pada periode tersebut; --------------------------------1.1.4. Para Terlapor telah menetapkan biaya fuel surcharge secara curang yang dibuktikan dengan perubahan nilai fuel surcharge para Terlapor yang tidak sama dengan perubahan nilai harga avtur sejak Mei 2006 sampai dengan Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah melampaui tarif batas atas sebagaimana ditetapkan dalam KM No. 9 Tahun 2002; -------------------------------------------------------1.1.5. Bahwa Tim Pemeriksa menyimpulkan ada bukti pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia AirAsia; ------------------------------------------1.2. Menimbang bahwa berdasarkan Pembelaan dan Tanggapan lisan dan tertulis Para Terlapor, pada pokoknya disampaikan hal-hal sebagai berikut: -------------
249
SALINAN 1.2.1. Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyampaikan bahwa Terlapor I tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor I menerapkan dan menghitung fuel surcharge secara independen serta tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku; dan Terlapor I tidak terbukti melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena fuel surcharge bukan merupakan komponen keuntungan Terlapor I (vide bukti C14.1); ---------------------------------1.2.2. Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyampaikan bahwa unsur-unsur pada Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 tidak dapat dipenuhi dalam perkara a quo karena fuel surcharge bukanlah harga dalam pengertian Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, tidak pernah ada suatu perjanjian dalam bentuk apapun dilakukan oleh Terlapor II, dan tidak ada keuntungan yang didapat oleh Terlapor II dari fuel surcharge; dan unsur Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 tidak terpenuhi karena Tim Pemeriksa keliru dalam menerapkan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 tersebut sehingga menginvalidasi semua model-model ekonomi yang diterapkan oleh Tim Pemeriksa (vide bukti C14.2);------------------------------------------------1.2.3. Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyampaikan bahwa Terlapor III tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena tidak ada bukti perjanjian di antara beberapa Terlapor; dan Terlapor III tidak terbukti melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor III tidak melakukan kecurangan apapun dalam penetapan fuel surcharge dan juga tidak mengambil keuntungan apapun dari fuel surcharge (vide bukti C14.3); ----------------------------1.2.4. Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyampaikan bahwa dugaan yang menyatakan Terlapor IV telah melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 dengan cara membuat perjanjian untuk menetapkan harga fuel surcharge adalah tidak benar karena kebijakan Terlapor IV dalam melakukan perubahan komponen harga fuel surcharge sesuai dengan harga avtur bukan merupakan hasil perjanjian dengan maskapai penerbangan lainnya, melainkan merupakan hal yang telah diakui oleh Pemerintah (dalam hal ini Departemen Perhubungan), serta telah sesuai
250
SALINAN dengan ketentuan yang berlaku; dan dugaan yang menyatakan Terlapor IV telah melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 dengan melakukan perbuatan curang dalam menetapkan biaya produksi adalah tidak benar karena Terlapor IV menetapkan fuel surcharge berdasarkan pergeseran harga avtur, baik kenaikan maupun penurunan seiring perubahan harga minyak dunia (vide bukti C14.4); --------------------------------------------1.2.5. Terlapor V, PT Riau Airlines menyatakan menolak semua tuduhan sebagaimana disebutkan dalam Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 yaitu pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terkait penetapan harga fuel surcharge dalam industri jasa penerbangan domestik (vide bukti C14.5); -------------------------------------------------1.2.6. Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services menyatakan bahwa Terlapor VI tidak melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor VI tidak pernah melakukan perjanjian dengan operator penerbangan lainnya dalam kaitan penetapan fuel surcharge; dan Terlapor VI tidak melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena penerapan fuel surcharge merupakan upaya untuk mengatasi kenaikan harga avtur yang sudah tidak sesuai harga fuel dalam perhitungan tarif sesuai KM No. 9 Tahun 2002 tentang tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi (vide bukti C14.6); ---1.2.7. Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines menyatakan menolak keras dan keberatan atas Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 yang intinya menyatakan Terlapor VII dan Terlapor VIII diduga melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 (vide bukti C14.7); --------1.2.8. Terlapor IX, PT Metro Batavia menyatakan dengan tegas keberatan dan menolak seluruh dalil-dalil dalam Salinan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor: 25/KPPU-I/2009 tentang Penetapan Harga Fuel Surcharge dalam Industri Jasa Penerbangan Domestik yang menyatakan Terlapor IX melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 (vide bukti C14.8); -----------------------------------------------
251
SALINAN 1.2.9. Terlapor X, PT Kartika Airlines menyatakan bahwa Terlapor X tidak melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor X tidak pernah melakukan kesepakatan dengan airlines lain; dan Terlapor X tidak melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor X tidak pernah menggunakan fuel surcharge untuk kepentingan lain selain untuk biaya avtur (vide bukti C14.9);--------------------------------1.2.10. Terlapor XI, PT Trigana Air Service menyatakan tidak melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena tidak terdapat ataupun terbukti bahwa Terlapor XI telah membuat perjanjian dengan pesaing dalam menentukan besaran harga tiket pesawat; dan tidak ada pembuktian adanya pelanggaran Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor XI sebagai operator pesawat tidak mungkin melakukan penggelembungan biaya produksi karena tarif batas atas sudah ditentukan oleh Menteri Perhubungan, serta tidak mungkin pula kami melakukan reduksi pada biaya operasional karena tarif referensi batas bawah juga sudah ditentukan oleh Menteri Perhubungan (vide bukti C14.10); -------------1.2.11. Terlapor XII, PT Indonesia AirAsia menyatakan bahwa jelas berdasarkan bukti dan fakta yang ada, Terlapor XII dapat dibuktikan tidak pernah mengadakan kesepakatan/perjanjian dengan maskapai lain untuk menetapkan harga fuel surcharge, sehingga tidak dapat dikatakan memenuhi unsur yang terkandung dalam Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999; dan bahwa jelas berdasarkan bukti dan fakta yang ada, Terlapor XII tidak dapat dibuktikan melakukan kecurangan dalam menerapkan fuel surcharge untuk mendapatkan keuntungan/pendapatan tambahan bagi perusahaan, sehingga Terlapor XII dapat dinyatakan tidak memenuhi unsur Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 (vide bukti C14.11); 1.3. Menimbang bahwa sebelum Majelis Komisi menyimpulkan ada tidaknya bukti dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 yang dilakukan oleh para Terlapor, Majelis Komisi melakukan penilaian terhadap hal-hal pokok sebagaimana diuraikan pada butir 2 sampai dengan butir 12 sebagai berikut; -------------------
252
SALINAN 2. Tentang Identitas Para Terlapor; --------------------------------------------------------Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta terkait dengan identitas masing-masing Terlapor dalam LHPL, dan fakta-fakta tersebut tidak dibantah oleh Para Terlapor, kecuali koreksi dari Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia, sehingga Majelis Komisi menilai Identitas Para Terlapor adalah sebagai berikut:----------------------------------2.1
Terlapor I, PT Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia atau di singkat PT Garuda Indonesia (Persero), adalah badan usaha berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Raden Kardiman, Nomor 137 tanggal 31 Maret 1950, dengan akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Sutjipto, S.H., Nomor 51 tanggal 7 Agustus 2008, berkedudukan di Gedung Manajemen Garuda Indonesia Lantai 3 Area Perkantoran Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng 19120, Indonesia, dan melakukan kegiatan usaha antara lain jasa angkutan udara niaga berjadwal, jasa angkutan udara niaga tidak berjadwal, reparasi dan pemeliharaan pesawat udara;-----------------------
2.2
Terlapor II, PT Sriwijaya Air adalah badan usaha berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Haji Dana Sasmita, S.H. Nomor 15 tanggal 7 November 2002 dengan akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Haji Dana Sasmita, S.H. Nomor 56 tanggal 19 Mei 2008, berkedudukan di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 68 Blok C 15-16, Jakarta Pusat 10730, Indonesia, dan melakukan kegiatan usaha pengangkutan udara niaga (penerbangan) antara lain meliputi bidang pengangkutan udara niaga berjadwal, jasa penyewaan angkutan udara jasa penunjang dan pembeliaan/angkutan udara niaga, jasa perawatan angkutan udara dan jasa konsultasi pendidikan dan pelatihan; ------------------------------------------------
2.3
Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Soeleman Ardjasasmita, S.H. Nomor 15 tanggal 6 September 1975 dengan Akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Titiek Irawati Sugiarto, S.H., Nomor 102 tanggal 15 Agustus 2008, berkedudukan di Gedung Merpati, Jalan Angkasa Blok B.15, Kavling 2-3, Jakarta Pusat 10720, Indonesia, dan melakukan kegiatan usaha jasa angkutan penerbangan yang antara lain meliputi angkutan niaga berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam
253
SALINAN negeri dan luar negeri, angkutan udara niaga tidak berjadwal dan angkutan perintis, angkutan udara charter, perawatan pesawat (MMF), Pendidikan dan Pelatihan Kedirgantaraan (MTC) dan Ground Handling (PTN); ----------------2.4
Terlapor IV, PT Mandala Airlines adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Abdul Latief, Nomor 40 tanggal 17 April 1969 dengan akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Aulia Taufani, S.H. Notaris Pengganti dari Sutjipto, S.H., Nomor 116 tanggal 30 Maret 2009, berkedudukan di Jalan Tomang Raya Kavling 33-37, Jakarta Barat 11440, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal antara lain untuk mengangkut penumpang, barang dan muatan (padat, cair, benda pos, hewan) di dalam negeri dan luar negeri; ------------------------------------------------------------------------------------
2.5
Terlapor V, PT Riau Airlines, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirkan berdasarkan Akta Notaris Haji Asman Yunus, S.H., Nomor 14 tanggal 12 Maret 2002 dengan akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Haji Asman Yunus, S.H., Nomor 24 tanggal 14 Mei 2009, berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 438 Pekanbaru, Riau 28125, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha angkutan udara niaga antara lain jasa angkutan udara, jasa perawatan udara dan jasa konsultasi;-------------
2.6
Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Pudji Rejeki Irawati, S.H., Nomor 1 tanggal 2 Oktober 2002, berkedudukan di Boutique Office Park, Benyamin Suaeb Blok A11/12, Kemayoran, Jakarta Pusat 10630, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang jasa perusahaan
angkutan
udara
niaga
antara
lain
menjalankan
usaha
menggunakan kapal udara untuk mengangkut penumpang, barang muatan (padat, cair, benda pos, hewan) di dalam negeri dan luar negeri; ---------------2.7
Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Hasan Zaini Zainal, S.H., Nomor 1 tanggal 2 September 1999, berkedudukan di Lion Air Tower, Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha angkutan udara dengan menjalankan perusahaan
254
SALINAN penerbangan berjadwal (regular dan charter baik dalam negeri maupun ke luar negeri); ----------------------------------------------------------------------------------2.8
Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirkan berdasarkan Akta Notaris Hasan Zaini Zainal, S.H., Nomor 1 tanggal 2 Mei 2002, berkedudukan di Lion Air Tower, Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha angkutan udara dengan menjalankan perusahaan penerbangan berjadwal (regular dan charter baik dalam negeri maupun keluar negeri); -----------------------------------------------------------------------------------
2.9
Terlapor IX, PT Metro Batavia, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Bertha Suriati Ihalauw Halim, S.H., Nomor 7 tanggal 21 Juni 2001 dengan akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Bertha Suriati Ihalauw Halim, S.H., Nomor 1 tanggal 5 November 2001, berkedudukan di Jl. Ir. H. Juanda No. 15, Jakarta Pusat 10120, Indonesia, dan melakukan kegiatan usaha angkutan udara; -------------------------------------------------------------------------------------
2.10 Terlapor X, PT Kartika Airlines, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Suryati Moerwibowo, S.H., Nomor 1 tanggal 6 September 2000 dengan akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Agung Aribowo, S.H., Notaris Pengganti Raden Johanes Sarwono, S.H., Nomor 28 tanggal 15 September 2008, berkedudukan di Wisma Intra Asia, Jalan Prof. Dr. Soepomo, S.H. Nomor 58, Jakarta Selatan 12870, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha jasa angkutan udara yaitu menjalankan usaha-usaha di bidang jasa angkutan (transportasi) udara berjadwal;-------------------------------------------------------2.11 Terlapor XI, PT Linus Airways, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang memegang Surat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Nomor SKEP/006/I/2005 tanggal 25 Januari 2005, terakhir diketahui berkedudukan di Grand Boutique Centre, Jalan Mangga Dua Raya Blok C Nomor 4, Jakarta Utara 14430, Indonesia, yang pada saat pemeriksaan ini berlangsung diketahui telah berhenti beroperasi sejak tanggal 27 April
255
SALINAN 2009 dan telah dicabut ijin operasinya oleh Departemen Perhubungan pada tanggal 1 Juni 2009; -------------------------------------------------------------------2.12 Terlapor XII, PT Trigana Air Service, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Haji Saidus Sjahar, S.H., Nomor 55 tanggal 11 September 1991 dengan akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Agus Madjid, S.H., Nomor 31 tanggal 28 April 2009, berkedudukan di Komplek Puri Sentra Niaga, Jalan Wiraloka Blok D 68-69-70, Kalimalang, Jakarta Timur 13620, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha jasa angkutan udara yaitu menjalankan usahausaha di bidang jasa angkutan (transportasi) udara berjadwal; ------------------2.13 Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang pada awal didirikan bernama PT Awair Internasional berdasarkan Akta Notaris Budiono, S.H., Nomor 15 tanggal 28 September 1999 dan dengan Akta Notaris Anne Djoenardi, S.H., MBA., Nomor 9 tanggal 23 Agustus 2005 berubah nama menjadi PT Indonesia AirAsia dengan perubahan terakhir melalui Akta Notaris Anne Djoenardi, S.H., MBA No. 24 tanggal 20 Agustus 2008, berkedudukan di Office Management Building, 2nd Floor, Soekarno-Hatta International Airport Jakarta 19110, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha jasa angkutan udara niaga antara lain yaitu menjalankan usaha-usaha di bidang jasa angkutan udara, menjalankan usaha sebagai agen kapal perusahaan penerbangan lain, menjalankan usaha lain meliputi kegiatan usaha yang menunjang kegiatan jasa angkutan udara dan/atau usaha penerbangan.;--------------------------------3. Tentang Hal Formil; ------------------------------------------------------------------------3.1
Menimbang bahwa dalam pembelaannya, Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan Tim Pemeriksa KPPU tidak konsisten dan salah dalam menerapkan hukum acara sesuai Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 (Perkom No. 1 Tahun 2006) karena Tim Pemeriksa KPPU telah salah menganggap bahwa Keterangan Pemerintah merupakan salah satu alat bukti dalam proses pemeriksaan di KPPU dimana hal tersebut bukan merupakan salah satu alat bukti yang sah berdasarkan Perkom No. 1 Tahun 2006; ---------
256
SALINAN 3.2
Menimbang bahwa menurut Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero), pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh Direktur Jenderal - Pajak Kementerian Keuangan RI sebagaimana diuraikan dalam Risalah Keterangan Pemerintah tertanggal 1 Maret 2010, dan Direktur Jenderal Perhubungan RI – Kementerian Perhubungan RI sebagaimana diuraikan dalam Risalah Keterangan pemerintah tertanggal 21 Januari 2010 dengan demikian haruslah dikesampingkan; ------------------------------------------------------------------------
3.3
Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai alat-alat bukti pemeriksaan Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 dan Pasal 64 ayat (1) Perkom No. 1 Tahun 2006 adalah Keterangan Saksi, Keterangan Ahli,
Surat
dan/atau
dokumen,
Petunjuk
dan
Keterangan
Pelaku
Usaha/Terlapor; ------------------------------------------------------------------------3.4
Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Perkom No. 1 Tahun 2006, Majelis Komisi menentukan sah atau tidak sahnya suatu alat bukti dan menentukan nilai pembuktian berdasarkan kesesuaian sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah; --------------------------------------------------------------
3.5
Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 44 ayat (2) huruf b Perkom No. 1 Tahun 2006, dinyatakan bahwa “Untuk menemukan ada tidaknya bukti pelanggaran, Tim Pemeriksa Lanjutan melakukan serangkaian kegiatan berupa memeriksa dan meminta keterangan dari Saksi, Ahli, dan Instansi Pemerintah; -----------------------------------------------------------------------------
3.6
Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai alat bukti berupa Keterangan Pemerintah bukan merupakan alat bukti yang dikenal dalam hukum acara KPPU; ------------------------------------------------------------------------------------
3.7
Menimbang bahwa sesuai dengan hukum acara KPPU, Majelis Komisi menilai Keterangan Pemerintah yang diuraikan dalam Risalah Keterangan Pemerintah tertanggal 1 Maret 2010 dan tanggal 21 Januari 2010 tersebut merupakan alat bukti yang sah yang termasuk dalam kategori Petunjuk; -------
3.8
Menimbang bahwa dalam pembelaannya, Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan Saksi-saksi yang diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak disumpah sesuai dengan Perkom No. 1 Tahun 2006; -----------------------
257
SALINAN 3.9
Menimbang bahwa menurut Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero), keterangan-keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan oleh Pertamina, INACA, Dirjen Perhubungan Udara, dan Dirjen Pajak secara yuridis tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna karena melanggar Pasal 67 Perkom No. 1 Tahun 2006, dan karenanya harus dikesampingkan;---
3.10 Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai keterangan yang disampaikan oleh Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Pajak adalah dalam kapasitasnya bukan sebagai Saksi maupun Ahli, namun sebagai Pemerintah, sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan sumpah dalam memberikan keterangan di dalam pemeriksaan KPPU (vide bukti B21, B23); ----------------------------------------3.11 Menimbang bahwa di dalam BAP PT Pertamina (Persero) yang dihadiri oleh Vice President Aviasi PT Pertamina (Persero) (Iqbal Hasan), tidak ditemukan keterangan yang menyatakan bahwa Saksi diambil keterangannya di bawah sumpah, dengan demikian Majelis Komisi menilai BAP PT Pertamina (Persero) tersebut tidak sah sebagai alat bukti (vide bukti B20); ----------------3.12 Menimbang bahwa dalam BAP INACA yang dihadiri oleh Sekretaris Jenderal INACA (Tengku Burhanuddin), ditemukan pertanyaan dari Tim Pemeriksa “Apakah Bapak bersedia diambil keterangan di bawah sumpah?”, dan dijawab “Bersedia”, dengan demikian Majelis Komisi menilai keterangan tersebut diambil di bawah sumpah, sehingga BAP INACA merupakan alat bukti yang sah (vide bukti B22); -----------------------------------------------------4. Tentang Klarifikasi Fakta-fakta dalam LHPL; ---------------------------------------4.1
Menimbang bahwa terkait dengan fakta-fakta dalam LHPL, Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.1); ----------------------------------------------------------------------------------4.1.1.
Data yang digunakan Tim Pemeriksa KPPU terkait INACA tidak akurat dan keliru karena tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya, yaitu pada butir 3.2 paragraf (12) halaman 22 terkait dengan Berita Acara Nomor 9100/53/V/2006, yang tertulis tertanggal 4 April 2006, sedangkan butir yang sama dirujuk dalam paragraf (47) halaman 67 tertulis tertanggal 4 Mei 2006, sehingga apa yang
258
SALINAN didalilkan Tim Pemeriksa salah dan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi ; ----------------------------------------------------------------------4.1.2.
Dalil-dalil Tim Pemeriksa KPPU tentang fungsi fuel surcharge tidak konsisten setidak-tidaknya sebanyak 6 kali dalam LHPL, sehingga kesimpulan Tim Pemeriksa dalam LHPL adalah kesimpulan yang tidak valid dan karenanya harus dikesampingkan;
4.1.3.
Data Tim Pemeriksa KPPU tentang Pendapatan fuel surcharge dan fuel cost Terlapor I tidak benar dan tidak akurat karena Terlapor I hanya menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007 dan 2008, sedangkan dalam Tabel 37 LHPL terdapat data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost Terlapor I untuk tahun 2009. Pada faktanya, Terlapor I tidak pernah memberikan data tersebut karena masih dalam proses audit oleh akuntan publik. Penyajian data yang tidak benar dan tidak jelas sumbernya tersebut akan mengakibatkan kesalahan interpretasi dalam
membaca
LHPL
dan
berdampak
pada
kesalahan
pengambilan kesimpulan atas data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost Terlapor I, sehingga data tersebut harus dikesampingkan dan tidak dapat dijadikan dasar dalam mengambilan kesimpulan terkait dengan perkara;----------------------------------------------------4.1.4.
Uji korelasi antara pergerakan harga avtur dengan harga fuel surcharge yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tidak benar dan tidak akurat karena didasarkan pada data yang tidak lengkap, yang menunjukkan telah terjadi kesalahan dalam penerapan ilmu statistik atau pelaksanaan uji statistik oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak sesuai dengan kaidah statistik. Tim Pemeriksa KPPU mendasarkan kesimpulan menyangkut 12 maskapai penerbangan hanya dengan mendasarkan pada data yang diberikan oleh 6 maskapai penerbangan; ----------------------------------------------------------------
4.2
Menimbang bahwa terkait dengan fakta-fakta dalam LHPL, Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyatakan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.3);----------------------------------------------------------------------
259
SALINAN 4.2.1.
Berdasarkan fakta-fakta terkait dengan kronologis pemberlakuan fuel surcharge, terungkap bahwa pada saat perkara ini berlangsung, Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan sedang melakukan revisi atas KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9 Tahun 2002, dimana komponen fuel surcharge akan hilang dan masuk dalam komponen harga setelah penetapan harga avtur Rp 10.000,-. Hal ini membuktikan bahwa perkara ini masih prematur karena dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintah akan segera menetapkan tarif batas atas dengan komponen fuel surcharge di dalamnya sehingga fuel surcharge bukan lagi isu yang perlu diperdebatkan; --
4.2.2.
Terlapor III telah menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009, namun Tim Pemeriksa telah keliru dalam melakukan input atas fuel cost (FC) dalam Tabel 27 halaman 56 LHPL. Tim Pemeriksa meng-input biaya avtur 2002 menjadi FC, padahal seharusnya yang diinput sebagai FC adalah selisih biaya avtur 2002 dengan tahun bersangkutan yaitu 2006, 2007, 2008 dan 2009; -----------------------
4.3
Menimbang bahwa terkait dengan fakta-fakta dalam LHPL, Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia menyatakan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.11);--4.3.1.
Tim Pemeriksa melakukan kekeliruan dalam pencantuman harga fuel surcharge yang diterapkan Terlapor XIII pada Tabel 23, Tabel 25 dan Tabel 25 LHPL, sehingga mengakibatkan kesalahan pada Grafik 35 LHPL. Untuk itu Terlapor XIII telah melakukan koreksi terhadap Tabel dan Grafik tersebut sebagaimana tercantum dalam Pembelaan Terlapor XIII; -------------------------------------------------
4.3.2.
Mengingat bahwa Tim Pemeriksa telah keliru memasukkan data besaran fuel surcharge Terlapor XIII pada Tabel 23, 24 dan 25, maka dinyatakan terjadi kekeliruan pada seluruh tabel maupun grafik yang ditujukan untuk Terlapor XIII. Oleh karena itu, seluruh tabel maupun grafik yang ada dapat dinyatakan tidak berlaku untuk Terlapor
XIII
dan
kecenderungan
untuk
mengambil
260
SALINAN keuntungan/pendapatan tambahan bagi perusahaan atas penerapan fuel surcharge tidak dapat dibuktikan;----------------------------------4.4
Menimbang bahwa, berdasarkan klarifikasi fakta-fakta tersebut di atas, Majelis Komisi menyatakan hal-hal sebagai berikut; -----------------------------4.4.1.
Berdasarkan
dokumen
Berita
Acara
INACA
Nomor
9100/53/V/2006, tanggal yang benar adalah tanggal 4 Mei 2006. Majelis Komisi menilai kesalahan tersebut merupakan kesalahan pengetikan yang tidak mengesampingkan fakta bahwa telah diadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA terkait dengan persetujuan pelaksanaan fuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006 (vide bukti D2.3); ----------------------------------------------------------4.4.2.
Majelis Komisi menilai perbedaan dalil Tim Pemeriksa mengenai fuel surcharge dalam LHPL bersifat kontekstual sesuai dengan aspek yang dibahas dalam LHPL, sehingga tidak merupakan suatu inkonsistensi;----------------------------------------------------------------
4.4.3.
Majelis Komisi menilai benar bahwa data pendapatan dari fuel surcharge dan fuel cost yang diserahkan Terlapor I hanya untuk tahun 2006, 2007 dan 2008. Data untuk tahun 2009 diperoleh dari hasil proyeksi pendapatan dari fuel surcharge dan fuel cost karena ketidak-tersediaan data dari Terlapor I;----------------------------------
4.4.4.
Terkait dengan uji korelasi antara pergerakan harga avtur dengan harga fuel surcharge, Majelis Komisi sependapat dengan Terlapor I sehingga Majelis Komisi meneliti kembali data-data terkait dan melakukan uji korelasi kembali berdasarkan data-data tersebut sebagaimana diuraikan dalam butir 8 Tentang Penetapan Harga;----
4.4.5.
Terkait dengan perkara ini yang dinilai prematur oleh Terlapor III, Majelis Komisi menilai perkara ini tidak prematur karena Revisi KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9 Tahun 2002 yaitu KM No. 26 Tahun 2010 baru terbit dan berlaku pada tanggal 14 April 2010 dimana perkara a quo sudah berjalan dan telah memasuki tahap Sidang Majelis Komisi serta terbitnya KM No. 26 Tahun 2010 tidak
261
SALINAN menghapus adanya pelanggaran yang telah dilakukan sebelumnya oleh Para Terlapor; -------------------------------------------------------4.4.6.
Terkait dengan kesalahan input data Fuel Cost Terlapor III pada Tabel 57 LHPL, maka Majelis Komisi meneliti kembali data terkait dan melakukan perhitungan kembali berdasarkan data tersebut sebagaimana diuraikan pada butir 8 Tentang Penetapan Harga; -----
4.4.7.
Terkait dengan kekeliruan dalam pencantuman fuel surcharge yang diterapkan Terlapor XIII pada Tabel 23, Tabel 24 dan Tabel 25 LHPL, sehingga mengakibatkan kesalahan pada Grafik 35 LHPL, maka setelah meneliti kembali data-data terkait, Majelis Komisi sependapat dengan koreksi yang diajukan Terlapor XIII dalam Tabel dan Grafik sebagaimana tercantum dalam Pembelaan Terlapor XIII; ---------------------------------------------------------------
5. Tentang Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing;-----------------------------------5.1.
Menimbang bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menilai PT Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service, dan PT Indonesia Air Asia merupakan para pelaku usaha yang sama-sama melakukan kegiatan Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang merupakan pesaing antara satu dengan lainnya;-----------------------------------
5.2.
Menimbang bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menilai PT Linus Airways tidak memenuhi unsur pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena secara de facto sudah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh Departemen Perhubungan dan sudah tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang Angkutan Udara Niaga Berjadwal; ---------------------------------------------------
5.3.
Menimbang bahwa dalam pembelaannya, Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan Terlapor I merupakan BUMN yang melakukan fungsi pelayanan umum (public service obligation), dan memberikan layanan penerbangan “Pelayanan Dengan Standard Maksimum” (full service) yang
262
SALINAN menimbulkan konsekuensi jumlah beban yang diangkut lebih berat sehingga jumlah bahan bakar yang dikonsumsi lebih besar untuk jenis pesawat dan jarak tempuh yang sama dibandingkan dengan maskapai penerbangan lainnya (low cost carrier) (vide bukti C14.1);-----------------------------------------------5.4.
Menimbang bahwa berdasarkan Pembelaan dan Tanggapan Para Terlapor, termasuk pembelaan Terlapor I di atas, tidak ada bantahan secara eksplisit terhadap analisis LHPL mengenai pelaku usaha dan pelaku usaha pesaing dalam perkara a quo; -------------------------------------------------------------------
5.5.
Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai yang dimaksud dengan pelaku usaha dan pesaingnya dalam perkara a quo adalah PT Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service, dan PT Indonesia AirAsia, tidak termasuk PT Linus Airways; ----------------------------------------------------------
6. Tentang Pasar Bersangkutan;-------------------------------------------------------------6.1.
Menimbang bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menilai pasar bersangkutan meliputi layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara;-------------------------------------------
6.2.
Menimbang bahwa tidak ada Terlapor yang mempermasalahkan mengenai Pasar Bersangkutan, kecuali Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) yang dalam Pembelaannya menyatakan definisi “pasar bersangkutan” yang ditentukan oleh Tim Pemeriksa KPPU (yakni seluruh rute jasa penerbangan domestik di Indonesia) adalah keliru atau setidak-tidaknya tidak jelas dan kabur (obscuur libel), karena terbukti bahwa (i) bagi Garuda/Terlapor I, fuel surcharge merupakan komponen biaya dan bukan merupakan komponen pendapatan; dan (ii) tidak seluruh rute domestik yang tersedia dapat dilayani oleh seluruh maskapai penerbangan yang ada di Indonesia, sehingga persaingan yang terjadi di antara maskapai penerbangan tidak terjadi dalam semua rute, disamping itu Tim Pemeriksa KPPU juga tidak konsisten dalam
263
SALINAN menerapkan definisi pasar bersangkutan dalam LHPP dan LHPL (vide bukti C14.1); ----------------------------------------------------------------------------------6.3.
Menimbang bahwa berdasarkan analisis Tim Pemeriksa Pendahuluan dalam LHPP, pasar bersangkutan didefinisikan sebagai “jasa penerbangan domestik di seluruh Indonesia;” ------------------------------------------------------------------
6.4.
Menimbang bahwa dalam LHPL, Tim Pemeriksa Lanjutan kembali melakukan analisis mengenai pasar bersangkutan dan mendefinisikan pasar bersangkutan sebagai “layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara”;---------------------------------------------------------------------------
6.5.
Menimbang bahwa dengan analisis pasar bersangkutan dalam LHPL adalah untuk menyempurnakan analisis pasar bersangkutan dalam LHPP, dengan dalil-dalil pertimbangan analisis sebagaimana telah dikemukakan pada Bagian Duduk Perkara butir 22.2 Tentang Pasar Bersangkutan dalam Putusan Perkara a quo; -------------------------------------------------------------------------------------
6.6.
Menimbang bahwa Majelis Komisi sependapat dengan LHPL yang menyatakan pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara; -------------------------
7. Tentang Perjanjian; -------------------------------------------------------------------------7.1.
Menimbang bahwa berdasarkan LHPL, Tim Pemeriksa menemukan bukti adanya perjanjian untuk menetapkan besaran fuel surcharge secara bersamasama yang dilakukan oleh para Terlapor (PT Garuda Indonesia (Tbk), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia Air Asia) pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, yang dibuktikan dengan: ------------------------------7.1.1. Adanya kecenderungan perubahan fuel surcharge yang sama di antara para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 – Maret 2008); --------
264
SALINAN 7.1.2. Adanya perjanjian di antara Terlapor untuk menetapkan besaran fuel surcharge Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) yang mulai diberlakukan pada tanggal 10 Mei 2006 yang diwadahi oleh INACA. Meskipun INACA kemudian menyatakan menyerahkan besaran fuel surcharge pada masing-masing maskapai pada tanggal 30 Mei 2006, namun secara faktual pergerakan fuel surcharge masing-masing Terlapor masih menunjukkan kecenderungan yang sama sampai dengan Maret 2008; ---------------------------------------------------------7.2.
Menimbang bahwa terkait dengan hal perjanjian, Para Terlapor memberikan Pembelaan dan Tanggapan sebagai berikut:----------------------------------------7.2.1. Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan tidak ada perjanjian atau kesepakatan, baik secara tertulis maupun lisan/tidak tertulis, secara langsung maupun tidak langsung antara Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya atau pun dengan pihak lain manapun yang dimaksudkan untuk menetapkan besaran fuel surcharge, yang dibuktikan dengan tidak adanya offer and acceptance (penawaran dan penerimaan) antara Terlapor I dengan maskapai penerbangan domestik lainnya (vide bukti C14.1); ---------7.2.2. Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyatakan tidak pernah ada suatu bukti tertulis maupun lisan yang membuktikan adanya perjanjian dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh Terlapor II dalam penetapan fuel surcharge (vide bukti C14.2);----------------------------7.2.3. Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyatakan kalaupun ada komunikasi antara anggota INACA yang terjadi tanggal 10 Mei 2006, maka komunikasi tersebut sudah tidak berlaku lagi dan sudah dicabut berdasarkan saran KPPU sendiri dengan adanya rapat INACA yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA. Hal ini membuktikan tidak ada kesepakatan/perjanjian penetapan harga di antara maskapai penerbangan (vide bukti C14.3);--------------------------------------------
265
SALINAN 7.2.4. Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyatakan tidak pernah membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan maskapai penerbangan lainnya untuk menetapkan fuel surcharge, dan rapat-rapat maskapai penerbangan dengan INACA merupakan rapat biasa yang dilakukan sebagai bentuk koordinasi Anggota INACA, dan bukan merupakan bentuk kartel dan tidak menghasilkan perjanjian apapun (vide bukti C14.4); ------------------------------------------------------------------------7.2.5. Terlapor V, PT Riau Airlines menyatakan bahwa dugaan kesepakatan tertulis Para Terlapor adalah oleh karena keterkaitannya dengan keanggotaan Terlapor di INACA, maka disampaikan bahwa Terlapor V resmi menjadi anggota INACA adalah sejak 1 April 2009 sehingga dengan demikian tuduhan akan dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999, khususnya Pasal 5, adalah tidak benar (vide bukti C14.5); ------------------------------------------------------------------------7.2.6. Terlapor VI, PT Travel Express menyatakan tidak pernah membuat suatu perjanjian apapun berkaitan dengan penetapan fuel surcharge, dan baru bergabung sebagai anggota INACA pada tanggal 1 April 2009 (vide bukti C14.6); ----------------------------------------------------7.2.7. Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines menyatakan Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan adanya perjanjian yang dimaksud. Tim Pemeriksa hanya menduga dan membuat analisa hanya berdasar tren pergerakan prosentase kenaikan fuel surcharge yang patut diragukan kebenarannya, sebab Tim Pemeriksa tidak dapat membuktkan Terlapor VII dan Terlapor VIII membuat perjanjian dengan siapa atau Terlapor berapa (vide bukti C14.7); -----------------------------------------------------------------7.2.8. Terlapor IX, PT Metro Batavia menyatakan sangat keberatan dengan dugaan Tim Pemeriksa yang menduga Terlapor IX melakukan kartel (kesepakatan) secara tidak langsung dengan armada lainnya berkaitan dengan menentukan fuel surcharge sebagai komponen untuk menentukan harga tiket, dan pertemuan-pertemuan INACA dengan
266
SALINAN para Airlines bukan dalam rangka membuat suatu perjanjian yang menurut KPPU adalah kartel (vide bukti C14.8);------------------------7.2.9. Terlapor X, PT Kartika Airlines menyatakan tidak pernah melakukan kesepakatan dengan airlines lain (vide bukti C14.9); -------------------7.2.10. Terlapor XII, PT Trigana Air Service menyatakan tidak terdapat ataupun terbukti bahwa Terlapor XII telah membuat perjanjian dengan pesaing dalam menentukan besaran harga tiket pesawat (vide bukti C14.10); ----------------------------------------------------------------7.2.11. Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia menyatakan tidak ikut dalam penanda-tanganan Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge tanggal 4 Mei 2006 yang dihadiri oleh anggota INACA, dan Terlapor XII baru bergabung menjadi anggota INACA pada tanggal 1 April 2009 (vide bukti C14.11); ----------------------------------------------------------------7.3. Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai terdapat perjanjian tertulis terkait dengan penetapan fuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006 yaitu berdasarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. Berita Acara Nomor 9100/53/V/2006) yang ditandatangani oleh Ketua Dewan INACA, Sekretaris Jenderal INACA dan 9 (sembilan) perusahaan angkutan udara niaga yaitu PT Mandala Airlines, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Dirgantara Air Service, PT Sriwijaya Air, PT Pelita Air Service, PT Lion Mentari Air, PT Batavia Air, PT Indonesia Air Transport, PT Garuda Indonesia (Persero), yang menyepakati pelaksanaan fuel surcharge mulai diterapkan pada tanggal 10 Mei 2006 dengan besaran yang diberlakukan pada setiap penerbangan dikenakan rata-rata Rp 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) per penumpang (vide bukti D2.3); ---------------------------------------------------7.4. Menimbang bahwa perjanjian tersebut secara formal dibatalkan dengan terbitnya Notulen Rapat INACA No. 9100/57/V/2006 pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA; -----------------------------------------------------------------------
267
SALINAN 7.5.
Menimbang bahwa meskipun ada kesepakatan membatalkan perjanjian sejak tanggal 30 Mei 2006, namun Majelis Komisi menilai perjanjian tersebut masih tetap dilaksanakan oleh masing-masing maskapai penerbangan; --------
7.6.
Menimbang bahwa untuk membuktikan masih dilaksanakannya perjanjian tersebut, Majelis Komisi menguraikannya pada butir 8 Tentang Penetapan Harga berikut ini; -----------------------------------------------------------------------
8. Tentang Penetapan Harga; ----------------------------------------------------------------8.1.
Menimbang bahwa berdasarkan LHPL, Tim Pemeriksa menyatakan hal-hal sebagai berikut; ------------------------------------------------------------------------8.1.1. Bahwa berdasarkan fakta mengenai formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda, Tim Pemeriksa menilai seharusnya fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda;-----------------------8.1.2. Bahwa berdasarkan analisis pergerakan fuel surcharge seluruh Terlapor masing-masing untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 38, Grafik 39 dan Grafik 40 dalam LHPL, Tim Pemeriksa menilai terdapat trend yang sama atas pergerakan fuel surcharge di antara para Terlapor untuk masing-masing zona waktu penerbangan; -------8.1.3. Bahwa berdasarkan analisis terhadap prosentase pergerakan fuel surcharge sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 30, Tabel 31 dan Tabel 32 LHPL, Tim Pemeriksa menilai terdapat persamaan trend pergerakan prosentase kenaikan fuel surcharge di antara para Terlapor; ----------------------------------------------------------------------8.1.4. Bahwa berdasarkan hasil uji korelasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 33, Tabel 34 dan Tabel 35 dalam LHPL, Tim Pemeriksa menilai terdapat hubungan linier positif dengan korelasi yang tinggi (nilai r rata-rata di atas 0,90); ----------------------------------------------8.1.5. Bahwa berdasarkan uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam sebagaimana
268
SALINAN ditunjukkan pada paragraf (77), (80) dan (83) dalam LHPL Bagian Analisis, menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji; ------------8.1.6. Bahwa meskipun sejak 30 Mei 2006, tidak ada kesepakatan tertulis di antara para Terlapor dalam menetapkan fuel surcharge, namun berdasarkan analisis pergerakan fuel surcharge di atas, baik analisis grafik, tabel, uji korelasi dan uji varians, menunjukkan adanya trend yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama di antara para Terlapor dalam menetapkan besaran fuel surcharge untuk periode Mei 2006 s/d Maret 2008 untuk zona waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam;-------------------------------------------------------8.1.7. Bahwa berdasarkan LHPL, Tim Pemeriksa menilai formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda, maka seharusnya pergerakan fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda berdasarkan pertimbangan ekonomi dari masing-masing perusahaan. Namun perubahan fuel surcharge di antara para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 – Maret 2008) menunjukkan kecenderungan yang sama, sehingga Tim Pemeriksa menilai bahwa kecenderungan perubahan fuel surcharge tersebut didasarkan pada suatu perjanjian di antara para Terlapor; --------------------------------------------------------8.2. Menimbang bahwa terkait dengan hal penetapan harga, Para Terlapor memberikan Pembelaan dan Tanggapan sebagai berikut; ------------------------8.2.1.
Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan bahwa (vide bukti C14.1): ---------------------------------------------------------------8.2.1.1.
Sejak
INACA
menyerahkan
kembali
perhitungan
besaran fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan pada 30 Mei 2006, Terlapor I menghitung sendiri besaran fuel surcharge secara independen berdasarkan formula yang diterapkan oleh Terlapor I sendiri. Selain itu, kesamaan besaran fuel surcharge
269
SALINAN antara Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya yang menjadi Terlapor dalam perkara ini hanya terjadi pada bulan Mei 2006, baik untuk penerbangan 0 – 1 jam, 1 – 2 jam, maupun 2 – 3 jam yaitu sebesar Rp 20.000,00. Sedangkan setelah bulan Mei 2006 sampai Maret 2008, besaran fuel surcharge Terlapor I sama sekali tidak sama atau selalu berbeda dengan besaran fuel surcharge dari maskapai lainnya; --------------------------------------------8.2.1.2.
Besaran fuel surcharge Terlapor I bukan merupakan yang terbesar dibandingkan maskapai penerbangan lain, walaupun Terlapor I menyediakan jasa pelayanan penerbangan full service sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 7, 8 dan 9 Pembelaan Garuda;-------------
8.2.1.3.
Telah terjadi kesalahan dan ketidakakuratan atas hasil analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU karena melengkapi dan memperkirakan sendiri data besaran fuel surcharge dari beberapa maskapai penerbangan yang tidak tersedia. Untuk membuktikan kebenaran analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tersebut, Terlapor I melakukan uji statistik dengan menggunakan metode Granger Causality Test. Hasil uji tersebut menunjukkan meskipun terdapat gerakan yang sama dalam periode tertentu terkait dengan besaran
fuel surcharge,
namun
gerakan
tersebut
bukanlah merupakan gerakan sebab akibat. Bahkan seandainya pun terdapat gerakan perubahan fuel surcharge
yang
seragam
dari
semua
maskapai
penerbangan, tidak lantas dapat disimpulkan bahwa harga yang dibebankan kepada harga tiket adalah setara. Hal ini dikarenakan setiap maskapai penerbangan memiliki struktur biaya yang berbeda-beda;---------------
270
SALINAN 8.2.1.4.
Dugaan penetapan harga tidak berdasar karena faktanya persaingan dalam industri penerbangan semakin tajam dalam beberapa tahun belakangan ini, sehingga tidak mungkin terdapat kerjasama atau kesepakatan penetapan fuel
besaran
surcharge
antara
para
maskapai
penerbangan. Hal ini didukung dengan menurunnya HHI Index industri penerbangan dari sekitar 2.271 pada tahun 2004 menjadi 1.575 pada tahun 2006 sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 10 Pembelaan Terlapor I. Selain itu, pangsa pasar Terlapor I mengalami penurunan di tahun 2004-2006 walaupun jumlah penumpang Terlapor I mengalami penurunan di tahun 2004-2006, walaupun jumlah penumpang Terlapor I mengalami peningkatan pada periode yang sama sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 11 Pembelaan Terlapor I; --8.2.2.
Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyatakan bahwa (vide bukti C14.2); ----------------------------------------------------------------------8.2.2.1.
Terlapor II tidak melihat adanya hubungan antara penetapan fuel surcharge oleh INACA pada tahun 2006 dengan pola penerapan fuel surcharge setelahnya. Kesamaan
fuel
surcharge
secara
ekonomi
dapat
dijelaskan dengan adanya persamaan struktur biaya pada perusahaan
penerbangan,
terlebih
apabila
jenis
pesawatnya sejenis dengan konsumsi bahan bakar yang sama. Kesamaan atau kemiripan harga bukan merupakan suatu indikasi adanya penetapan harga, terlebih ketika avtur
dipasok
oleh
pemasok
tunggal
Pertamina.
Sehingga kalaupun ada persamaan, situasi ini merupakan fakta yang wajar dan bukan merupakan pelanggaran UU Persaingan; ----------------------------------------------------8.2.2.2.
Sejak dikembalikannya penerapan fuel surcharge kepada masing-masing perusahaan, Terlapor II tidak melihat ada
271
SALINAN persamaan fuel surcharge secara keseluruhan dalam Tabel 23 LHPL, sehingga sebenarnya persamaan besaran fuel surcharge itu sendiri tidak terjadi dalam kenyataannya;-------------------------------------------------8.2.2.3.
Tim Pemeriksa Lanjutan tidak dapat membuktikan adanya pola koordinasi dari para Terlapor melalui komunikasi yang berlanjut untuk menetapkan harga fuel surcharge, sehingga apapun perubahan dan penyesuaian fuel surcharge tanpa adanya bukti koordinasi melalui suatu komunikasi, merupakan suatu inisiatif yang spontaneous dan bukan merupakan pelanggaran;---------
8.2.2.4.
Apabila
diasumsikan
pergerakan
fuel
surcharge
menunjukkan trend yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama di antara para Terlapor bukan merupakan bukti yang memadai untuk menentukan adanya penetapan harga; ------------------------------------8.2.2.5.
Menurut Terlapor II, fuel surcharge bukan merupakan harga sebagaimana dimaksud oleh Pasal 5 UU No. 5 Tahun
1999.
Fuel
surcharge
bukan
merupakan
pendapatan (income or revenue) dari perusahaan penerbangan, melainkan “biaya” karena aplikasinya ditujukan
untuk
menopang
biaya
produksi
yang
melonjak pada perusahaan penerbangan dikarenakan adanya lonjakan harga avtur; -------------------------------8.2.2.6.
Menurut Terlapor II, unsur penting yang harus dipenuhi dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah adanya penerapan harga yang eksesif yang merugikan konsumen atau pelanggan. Penentuan telah terjadinya harga yang eksesif hanya dapat dilakukan dengan menganalisis biaya marginal (marginal cost)¸ dengan menelaah biaya produksi
dari
pelaku
usaha.
Berdasarkan
jurnal
pembukuan Terlapor II dan worksheet pembelian avtur
272
SALINAN dibandingkan dengan fuel surcharge, membuktikan Terlapor II masih mengalami kerugian; -------------------8.2.2.7.
Formula perhitungan fuel surcharge Terlapor II merujuk pada formula Departemen Perhubungan, namun dengan load factor 85%. Penentuan fuel surcharge tersebut tidak menyebabkan adanya penyalahgunaan fuel surcharge untuk mencari keuntungan yang eksesif. Hal ini diperkuat dengan kecilnya marjin profit Terlapor II yang tertera dalam audited financial statement Terlapor II; ---
8.2.2.8.
Persaingan pada sektor penerbangan sangat ekstrim dan sangat tajam. Dalam situasi ini, Terlapor II tidak pernah memiliki
kehendak
untuk
berkoordinasi
dengan
pesaingnya. Terlapor II selalu dituntut untuk beroperasi secara efisien dan inovatif untuk memenangi persaingan, bukan melalui tindakan ilegal penetapan harga; ---------8.2.3.
Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyatakan bahwa (vide bukti C14.3); ------------------------------------------------8.2.3.1.
Berdasarkan fakta-fakta, formula perhitungan fuel surcharge Terlapor III berbeda dengan para Terlapor lainnya dan menghasilkan perhitungan fuel surcharge yang juga berbeda. Hal ini tampak pada tabel-tabel pergerakan fuel surcharge dari masing-masing maskapai penerbangan yang berbeda satu sama lain; ----------------
8.2.3.2.
Berdasarkan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006, terbukti tidak ada kesepakatan penetapan harga di antara maskapai penerbangan; -------
8.2.3.3.
Kesimpulan mengenai adanya perjanjian penetapan harga adalah kesimpulan yang keliru karena (i) besaran fuel surcharge yang tidak jauh berbeda, tidak dapat diindikasikan sebagai suatu kesepakatan antar maskapai karena perhitungan fuel surcharge mengikuti harga avtur; (ii) harga avtur yang diperoleh masing-masing
273
SALINAN maskapai dari Pertamina dengan cara deposit sesuai kebutuhan. Harga avtur juga dipengaruhi oleh supply chain. Harga avtur pada bulan November 2007 – November 2008 juga menunjukkan kenaikan tajam sejalan dengan kenaikan fuel surcharge dalam tabel dan grafik pergerakan fuel surcharge.; (iii) pergerakan fuel surcharge masing-masing maskapai juga berbeda karena masing-masinsg
maskapai
mempunyai
komponen-
komponen yang berbeda dalam menentukan besaran fuel surcharge, sama sekali tidak ada perjanjian penetapan harga; ----------------------------------------------------------8.2.4.
Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyatakan bahwa (vide bukti C14.4); ----------------------------------------------------------------------8.2.4.1.
Serangkaian rapat bersama INACA dengan perusahaan maskapai penerbangan di Indonesia dan juga diikuti oleh unsur dari Departemen Perhubungan, bukan merupakan perbuatan yang mengindikasikan suatu bentuk kartel yang dilakukan oleh maskapai penerbangan melalui wadah INACA, melainkan merupakan rapat biasa yang dilakukan sebagai bentuk koordinasi atas berbagai hal dan permasalahan dalam penerbangan, termasuk juga membahas mengenai fuel surcharge, antara maskapai penerbangan anggota INACA dengan INACA; -----------
8.2.4.2.
Serangkaian rapat tersebut telah dilakukan sesuai prosedur
dan
dengan
sepengetahuan
Menteri
Perhubungan c.q. Dirjen Perhubungan Udara, sehingga rapat yang bersifat terbuka dan diketahui oleh unsur pemerintah jelas menunjukkan bahwa tidak ada dan tidak pernah terjadi kartel ataupun tindakan melanggar hukum
lainnya
yang
dilakukan
oleh
maskapai
penerbangan secara bersama-sama; -------------------------
274
SALINAN 8.2.4.3.
Berdasarkan
pengertian
perjanjian
baik
dalam
KUHPerdata maupun UU No. 5 Tahun 1999, tidak ada perjanjian
ataupun
kesepakatan
atau
tindakan
mengikatkan diri dalam bentuk apapun yang dibuat dari pelaksanaan
rapat-rapat
tersebut,
termasuk
price
signaling ataupun cara-cara maupun bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan suatu perjanjian antara Terlapor IV bersama maskapai penerbangan lainnya untuk menetapkan besaran fuel surcharge; ---------------8.2.5.
Terlapor V, PT Riau Airlines menyatakan tidak terkait dengan kesepakatan tertulis Para Terlapor di INACA karena Terlapor V resmi menjadi anggota INACA adalah sejak 1 April 2009, selain itu pada saat perkara ini dilaksanakan, Terlapor V sudah tidak memberlakukan fuel surcharge (vide bukti C14.5); -------------------
8.2.6.
Terlapor VI, PT Travel Express menyatakan bahwa (vide bukti C14.6); ---------------------------------------------------------------------8.2.6.1.
Terlapor VI menerapkan fuel surcharge hanya dalam satu zona untuk seluruh penerbangan dimana berbeda dengan penerapan yang dilakukan oleh penerbangan lainnya; ---------------------------------------------------------
8.2.6.2.
Dasar penerapan fuel surcharge hanya dalam satu zona adalah dengan mempertimbangkan (i) perbedaan harga avtur untuk wilayah Jakarta, Makassar dan Papua yang sangat berbeda; (ii) mayoritas operasi penerbangan dengan jarak tempuh 2 jam penerbangan; (iii) mayoritas operasi penerbangan Terlapor VI di wilayah Papua dan sekitarnya; ------------------------------------------------------
8.2.7.
Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines menyatakan bahwa (vide bukti C14.7); ------8.2.7.1.
Terlapor VII dan Terlapor VIII menolak keras dalil Tim Pemeriksa yang menyatakan intinya kecenderungan yang sama pada perubahan fuel surcharge dinilai
275
SALINAN berdasarkan perjanjian di antara Para Terlapor. Sebab Tim Pemeriksa hanya “menilai” dan penilaian itu hanya berdasarkan pada “kecenderungan yang sama”, bukan pada “perbuatan saling mengikatkan diri” sebagaimana definisi “perjanjian” berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999; 8.2.7.2.
Tim Pemeriksa sendiri mengakui tidak adanya perjanjian atau kesepakatan secara tertulis di antara Para Terlapor, termasuk Terlapor VII dan Terlapor VIII. Kalau Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan adanya kesepakatan tertulis di antara Para Terlapor, apa lagi yang tidak tertulis;----------------------------------------------------------
8.2.8.
Terlapor IX, PT Metro Batavia menyatakan bahwa (vide bukti C14.8); ----------------------------------------------------------------------8.2.8.1.
Pada prinsipnya memang benar dalam menentukan harga tiket pesawat Terlapor IX menjadikan fuel surcharge sebagai komponen perhitungan harga tiket. Dalam penerapan fuel surcharge tersebut Terlapor IX memiliki formulasi perhitungan sebagai berikut: basic fare + PPN + IWJR (Rp 5000,-) + FS;------------------------------------
8.2.8.2.
Terlapor IX sangat keberatan apabila diindikasikan melakukan kartel (kesepakatan) secara tidak langsung dengan Armada Penerbangan lainnya berkaitan dengan menentukan fuel surcharge sebagai komponen untuk menentukan harga tiket, karena pada prinsipnya dalam menentukan harga tiket adalah sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah dalam hal ini Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan dalam KM 8 Tahun 2002; --------------------------------------------
8.2.8.3.
Pertemuan-pertemuan INACA dengan airlines bukan dalam rangka membuat suatu perjanjian “kartel”, namun sebagai
suatu
pelaksanaan
dari
Surat
Dirjen
276
SALINAN Perhubungan Udara Ref. Nomor: AU/2563/DAU0857/06, tanggal 9 Mei 2006;-------------------------------8.2.9.
Terlapor X, PT Kartika Airlines menyatakan tidak pernah melakukan kesepakatan dengan airlines lain untuk menetapkan harga fuel surcharge (vide bukti C14.9); --------------------------------
8.2.10. Terlapor XII, PT Trigana Air Service menyatakan bahwa (vide bukti C14.10);--------------------------------------------------------------8.2.10.1. Terlapor XII tidak pernah membuat perjanjian dengan pesaing dalam menentukan besan harga tiket pesawat. Bila terdapat kemiripan harga tiket pada rute yang sama dengan pesaing, maka hal tersebut dikarenakan semua komponen biaya operasi dari type pesawat yang sama serta menerbangi rute yang sama, sehingga total biaya operasi juga hampir sama;-----------------------------------8.2.10.2. Terlapor XII sebagai perusahaan penerbangan yang hanya mengoperasikan pesawat propeller (non jet) sangat dirugikan dengan KM 9/2002 dan KM 36/2005 yang mana perhitungan biaya produksi yang menjadi landasan ketetapan tarif batas atas dan tarif referensi adalah dengan menggunakan formula kategori pesawat jet; --------------------------------------------------------------8.2.10.3. Pada dasarnya biaya pengoperasian pesawat propeller lebih tinggi dibandingkan pesawat jet. Tanpa adanya kenaikan harga fuel, maka dengan maksimum harga tiket seperti yang diatur dalam KM 9/202, tidak dapat menutupi biaya operasional pesawat propeller yang Terlapor XII operasikan; ------------------------------------8.2.10.4. Dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perhubungan KM 26/2010 tanggal 14 April 2010 yang merevisi KM 8/2002 dan KM 9/2002 telah mengakomodir perhitungan harga tiket untuk operator pesawat propeller; -------------
277
SALINAN 8.2.11. Terlapor
XIII,
PT
Indonesia
AirAsia
menyatakan
bahwa
berdasarkan bukti dan fakta yang ada, Terlapor XII dapat dibuktikan
tidak
pernah
mengadakan
kesepakatan/perjanjian
dengan maskapai lain untuk menetapkan harga fuel surcharge (vide bukti C14.11);--------------------------------------------------------------8.3.
Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai adanya perjanjian untuk menetapkan harga yang dilakukan oleh Para Terlapor sebagai berikut: --------8.3.1.
Bahwa
Terlapor
yang
merupakan
anggota
INACA
yang
menandatangani Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge yang dibuktikan berdasarkan Berita Acara Nomor 9100/53/V/2006 pada tanggal 4 Mei 2006 adalah Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines; Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia (vide bukti D2.3); ----------------------------------------8.3.2.
Bahwa Terlapor yang tidak menandatangani Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge sebagaimana dimaksud dalam butir 8.3.1. di atas adalah Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XII, PT Trigana Air Service dan Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia; ---------------------------------------------------------
8.3.3.
Bahwa berdasarkan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006, INACA mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya membatalkan dengan menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA (vide bukti D2.3);-----------------------------------------------------------
8.3.4.
Bahwa selain para Terlapor yang menandatangani Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge sebagaimana dimaksud dalam butir 8.3.1. di atas, terdapat 3 (tiga) Terlapor yang mengikuti kesepakatan harga yang dibuat, yaitu Terlapor VI, PT Travel
278
SALINAN Express Aviation Services; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor X, PT Kartika Airlines; -----------------------------8.4.
Menimbang bahwa berdasarkan tanggapan dan atau pembelaan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor IX, Terlapor X, Terlapor XII dan Terlapor XIII terhadap LHPL terkait dengan adanya perjanjian penetapan harga sebagaimana diuraikan dalam butir 8.2, maka Majelis Komisi berpendapat sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------8.4.1.
Terkait dengan Pembelaan Terlapor I tentang digunakannya Analisis Granger Causality Test, Majelis Komisi menilai bahwa analisis tersebut merupakan analisis kausalitas terhadap 2 (dua) variabel atau pasangan variabel, namun analisis ini tidak dapat digunakan untuk menguji lebih dari 2 (dua) variabel karena akan mengakibatkan hasil yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan dalam kutipan sebagai berikut8; -----------------------------------------“Granger causality test is a technique for determining whether one time series is useful in forecasting another. Ordinarily, regressions reflect "mere" correlations, but Clive Granger, who won a Nobel Prize in Economics, argued that there is an interpretation of a set of tests as revealing something about causality. A time series X is said to Granger-cause Y if it can be shown, usually through a series of F-tests on lagged values of X (and with lagged values of Y also known), that those X values provide statistically significant information about future values of Y. The test works by first doing a regression of ΔY on lagged values of ΔY. Once the appropriate lag interval for Y is proved significant (tstat or p-value), subsequent regressions for lagged levels of ΔX are performed and added to the regression provided that they 1) are significant in and of themselves and 2) add explanatory power to the model. This can be repeated for multiple ΔXs (with each ΔX being tested independently of other ΔXs, but in conjunction with the proven lag level of ΔY). More than one lag level of a variable can be included in the final regression model, provided it is statistically significant and provides explanatory power.
8
Granger, C.W.J., 1969. "Investigating causal relations by econometric models and crossspectral methods". Econometrica 37 (3), 424–438.
279
SALINAN The researcher is often looking for a clear story, such as X granger-causes Y but not the other way around. In practice, however results are often hard-to-interpret. For instance no variable granger-causes the other, or that each of the two variables granger-causes the second. Despite its name, Granger causality does not imply true causality. If both X and Y are driven by a common third process with different lags, their measure of Granger causality could still be statistically significant. Yet, manipulation of one process would not change the other. Indeed, the Granger test is designed to handle pairs of variables, and may produce misleading results when the true relationship involves three or more variables. A similar test involving more variables can be applied with vector autoregression. A new method for Granger causality that is not sensitive to the normal distribution of the error term has been developed by Hacker and Hatemi-J (2006). This new method is especially useful in financial economics since many financial variables are non-normal.This technique has been adapted to neural science.” 8.4.2.
Majelis Komisi menilai hasil analisis yang digunakan oleh Terlapor I dengan menggunakan Analisis Granger Causality Test tidak dapat diterima; ---------------------------------------------------------------------
8.4.3.
Majelis Komisi menilai bahwa analisis pergerakan fuel surcharge dalam LHPL tidak menunjukkan adanya kecenderungan yang konklusif karena terdapat data dari 3 (tiga) Terlapor yang bersifat outlier. Ketiga Terlapor tersebut adalah Terlapor V (PT Riau Airlines), Terlapor XII (PT Trigana Air Service) dan Terlapor XIII (PT Indonesia AirAsia); ---------------------------------------------------
8.4.4.
Majelis Komisi melakukan analisis ulang terhadap LHPL dengan mengeluarkan ketiga Terlapor yang merupakan outlier tersebut dari analisis pergerakan fuel surcharge. Selain karena alasan outlier, Majelis Komisi juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut; -8.4.4.1.
Terlapor V (PT Riau Airlines) baru terdaftar sebagai anggota INACA pada tahun 2009; --------------------------
8.4.4.2.
Terlapor XII (PT Trigana Air Service) memperoleh sebagian besar pendapatannya dari cargo dan charter (sekitar 80%), bukan dari angkutan umum penumpang berjadwal; ------------------------------------------------------
280
SALINAN 8.4.4.3.
Terlapor XIII (PT Indonesia AirAsia) baru terdaftar sebagai anggota INACA pada tahun 2009, dan telah menghentikan penetapan fuel surcharge sejak bulan November 2008;-----------------------------------------------
8.4.5.
Majelis Komisi berpendapat bahwa setidak-tidaknya terdapat 9 (sembilan) Terlapor yaitu Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor IX, dan Terlapor X yang menetapkan fuel surcharge secara terkoordinasi (concerted actions) dalam zona penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam sebagaimana ditunjukkan dalam Grafik-grafik di bawah ini: ------------------------------------------------
Grafik 1 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge 0 s/d 1 Jam Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia, Kartika, Merpati dan Wings Air Mei 2006 – Oktober 2009
300000 Sriwijaya
250000
Garuda Mandala Lion
150000
Batavia Kartika
100000
Merpati 50000
Wings
e A g i -0 6 us tNo 06 p0 Fe 6 b0 M 7 e iAg 07 us tNo 07 pF e 07 b0 M 8 e iAg 08 us tNo 08 p0 Fe 8 b0 M 9 e iAg 09 us t- 0 9
0
M
R u p iah
200000
Bulan
281
SALINAN Grafik 2 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge 1 s/d 2 Jam Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia, Kartika, Merpati, Ekspress Air dan Wings Air Mei 2006 – Oktober 2009
400000 350000
Sriwijaya Garuda
300000
Mandala
R u p ia h
250000
Ekspress Air
200000
Lion Batavia
150000
Kartika
100000
Merpati Wings
50000
M e A g i -0 6 us tNo 06 pF e 06 bM 07 e A g i -0 7 us tNo 07 pF e 07 bM 08 e A g i -0 8 us tNo 08 pF e 08 bM 09 e A g i -0 9 us t- 0 9
0
Bulan
------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 3
282
SALINAN Grafik 3 Grafik Pergerakan Fuel Surcharge 2 s/d 3 Jam Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia, Kartika, Merpati dan Wings Air Mei 2006 – Oktober 2009
450000 400000 Sriwijaya
350000
Garuda Mandala
250000
Lion
200000
Batavia Kartika
150000
Merpati
100000
Wings
50000
e A g i -0 6 us tNo 06 pF e 06 bM 07 e A g i -0 7 us tNo 07 pF e 07 bM 08 e A g i -0 8 us tNo 08 pF e 08 bM 09 e A g i -0 9 us t- 0 9
0
M
R u p iah
300000
Bulan
8.4.6.
Majelis Komisi selanjutnya juga melakukan analisis ulang terhadap Uji Korelasi dan Uji Homogenity of Variance dalam LHPL dengan mengeluarkan 3 (tiga) Terlapor yang merupakan outlier dengan alasan yang sama sebagaimana dimaksud dalam butir 8.4.3. dan 8.4.4. di atas; ----------------------------------------------------------------
8.4.7.
Majelis Komisi berpendapat bahwa terdapat hubungan positif dengan korelasi yang tinggi (nilai r rata-rata di atas 0,95) antara fuel surcharge yang diterapkan para Terlapor sebagaimana ditunjukkan dalam hasil uji korelasi sebagai berikut:---------------------------------
283
SALINAN Tabel 1 Uji Korelasi untuk Fuel Surcharge 0 s/d 1 Jam
Sriwijaya Garuda Mandala Lion Batavia Kartika Merpati Wings
Sriwijaya 1 0.991514 0.98475 0.982568 0.97611 0.980229 0.957886 0.982551
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
1 0.980592 0.968657 0.965165 0.987941 0.969467 0.969029
1 0.985123 0.976791 0.965569 0.956829 0.984585
1 0.98871 0.961236 0.927624 0.999272
1 0.950396 0.940649 0.986676
1 0.951322 0.962694
1 0.924955
Wings
1
Tabel 2 Uji Korelasi untuk Fuel Surcharge 1 s/d 2 Jam
Sriwijaya Garuda Mandala Ekspress Air Lion Batavia Kartika Merpati Wings
Sriwijaya 1 0.992693 0.989996
Garuda
Mandala
1 0.986825
1
0.994297 0.978951 0.986332 0.979082 0.99252 0.978951
0.986897 0.962314 0.977024 0.981862 0.993912 0.962314
0.987938 0.975193 0.978689 0.978452 0.98508 0.975193
Ekspress Air
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
1 0.985273 0.986828 0.983574 0.986821 0.985273
1 0.98693 0.975012 0.961837 1
1 0.977229 0.974431 0.98693
1 0.977473 0.975012
1 0.961837
Wings
1
Tabel 3 Uji Korelasi untuk Fuel Surcharge 2 s/d 3 Jam
Sriwijaya Garuda Mandala Lion Batavia Kartika Merpati Wings
Sriwijaya 1 0.994117 0.987254 0.97481 0.975282 0.981903 0.989212 0.97481
8.4.8.
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
1 0.976472 0.955565 0.960473 0.975344 0.994779 0.955565
1 0.983369 0.985573 0.978665 0.972165 0.983369
1 0.994511 0.982284 0.957691 1
1 0.973985 0.957615 0.994511
1 0.980562 0.982284
1 0.957691
Majelis Komisi berpendapat bahwa hasil Uji Homogenity of Variance dengan pendekatan Bartletts terhadap fuel surcharge 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam periode Mei 2006 s/d Oktober
284
Wings
1
SALINAN 2009 menunjukkan bahwa variasi dari fuel surcharge masingmasing maskapai yang diuji adalah sama. Hal tersebut ditunjukkan oleh P value dari seluruh uji homogenity of variance yang nilainya di atas 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam hasil uji berikut; ------8.4.8.1. Uji Homogenity of Variance untuk fuel surcharge pada penerbangan 0 s/d 1 Jam:
Homogeneity of Variance Test for C2 Factor Levels
95% Confidence Intervals for Sigmas
Batavia
Garuda
Bartlett's Test Test Statistic: 10.520
Kartika
P-Value
: 0.161
Lion
Mandala Levene's Test Merpati
Test Statistic: 1.706 P-Value
: 0.107
Sriwijaya
Wings
50000
70000
90000
110000
130000
-------------------------------------------------------------------------------------------------8.4.8.2
285
SALINAN 8.4.8.2. Uji Homogenity of Variance untuk fuel surcharge pada penerbangan 1 s/d 2 Jam:
Homogeneity of Variance Test for C2 Factor Levels
95% Confidence Intervals for Sigmas
Batavia Ekspress Air
Bartlett's Test
Garuda
Test Statistic: 10.694 P-Value
: 0.220
Kartika Lion Mandala Levene's Test Merpati Test Statistic: 2.377 Sriwijaya
P-Value
: 0.017
Wings
60000
110000
160000
------------------------------------------------------------------------------------------------8.4.8.3.
286
SALINAN 8.4.8.3. Uji Homogenity of Variance untuk fuel surcharge pada penerbangan 2 s/d 3 Jam:
Homogeneity of Variance Test for C2 Factor Levels
95% Confidence Intervals for Sigmas
Batavia
Garuda
Bartlett's Test Test Statistic: 8.350
Kartika
P-Value
: 0.303
Lion
Mandala Levene's Test Merpati
Test Statistic: 2.203 P-Value
: 0.034
Sriwijaya
Wings
100000
8.4.9.
150000
200000
Majelis Komisi berpendapat bahwa analisis uji korelasi dan uji homogenity of variance tersebut di atas memperkuat pendapat Majelis Komisi sebelumnya bahwa setidak-tidaknya terdapat 9 (sembilan) Terlapor yaitu Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor IX, dan Terlapor X yang menetapkan fuel surcharge secara terkoordinasi (concerted actions) dalam zona penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; -----------------------------------------
8.5.
Majelis Komisi berpendapat adanya penetapan fuel surcharge yang eksesif berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:-----------------------8.5.1. Majelis Komisi melakukan perbandingan fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge acuan estimasi untuk Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII dan Terlapor X untuk tahun 2006 s/d 2009 pada penerbangan 0 s/d 1
287
SALINAN jam dan 2 s/d 3 jam. Untuk penerbangan 1 s/d 2 jam, Majelis Komisi menambahkan Terlapor IX karena Terlapor IX hanya melayani penerbangan antara 1 s/d 2 jam; -------------------------------------------8.5.2. Bahwa fuel surcharge acuan estimasi dihitung berdasarkan acuan fuel surcharge yang pertama kali diberlakukan pada bulan Mei 2006 yaitu sebesar Rp 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) dengan tingkat harga avtur sebesar Rp 5.921,- (lima ribu sembilan ratus dua puluh satu rupiah). Dengan demikian fuel surcharge acuan estimasi bergerak sesuai dengan fluktuasi harga avtur; --------------------------------------8.5.3. Bahwa perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge acuan estimasi menunjukkan bahwa fuel surcharge yang diterapkan oleh para Terlapor sebagaimana tersebut dalam butir 8.5.1 memiliki kecenderungan melampaui pergerakan fuel surcharge acuan estimasi sebagaimana terlihat pada grafik berikut: -----------------------
Grafik 4 Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Estimasi Mei 2006 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 0 s/d 1 jam) 300000
250000
FS Estimasi Sriwijaya Garuda Mandala
150000
Lion Batavia Kartika
100000
Merpati Wings
50000
0 M e Ag i-0 6 us t- 0 No 6 p0 Fe 6 b0 M 7 ei Ag -0 7 us t- 0 No 7 p0 Fe 7 b0 M 8 ei Ag -0 8 us t- 0 No 8 p0 Fe 8 b0 M 9 ei Ag -0 9 us t- 0 9
Rupiah
200000
Bulan
288
SALINAN Grafik 5 Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Estimasi Mei 2006 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 1 s/d 2 jam)
R u p ia h
400000 350000
FS Estimasi
300000
Sriwijaya
250000
Garuda
200000 150000
Mandala Ekspress Air
100000
Lion
50000
Batavia
0 M e A g i -0 6 us tNo 06 pF e 06 bM 07 e A g i -0 7 us tNo 07 pF e 07 bM 08 e A g i -0 8 us tNo 08 pF e 08 bM 09 e A g i -0 9 us t- 0 9
Kartika Merpati Wings
Bulan
Grafik 6 Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Estimasi Mei 2006 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 2 s/d 3 jam)
400000
FS Estimasi
350000
Sriwijaya
300000
Garuda Mandala
250000
Lion
200000
Batavia
150000
Kartika
100000
Merpati
50000
Wings
0
M e Ag i-0 6 us t- 0 No 6 p0 Fe 6 b0 M 7 ei Ag -0 7 us t- 0 No 7 p0 Fe 7 b0 M 8 ei Ag -0 8 us t- 0 No 8 p0 Fe 8 b0 M 9 ei Ag -0 9 us t- 0 9
Rupiah
450000
Bulan
289
SALINAN 8.5.4. Selain melakukan perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge acuan estimasi, Majelis Komisi juga melakukan perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge acuan Departemen Perhubungan (Dephub) untuk Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII dan Terlapor X untuk tahun 2008 s/d 2009 pada penerbangan 0 s/d 1 jam dan 2 s/d 3 jam. Untuk penerbangan 1 s/d 2 jam, Majelis Komisi menambahkan Terlapor IX karena Terlapor IX hanya melayani penerbangan antara 1 s/d 2 jam ;-------------------------------------------8.5.5. Majelis Komisi tidak melakukan perbandingan tersebut dari tahun 2006 karena Formula Fuel Surcharge dari Dephub baru dikeluarkan pada bulan Maret 2008, sehingga tidak bisa digunakan sebagai perbandingan untuk fuel surcharge yang telah ditetapkan oleh Para Terlapor sebagaimana dimaksud dalam butir 8.5.4. sejak 2006 s/d 2007;---------------------------------------------------------------------------8.5.6. Bahwa perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge acuan Dephub juga menunjukkan bahwa fuel surcharge yang diterapkan oleh para Terlapor sebagaimana tersebut dalam butir 8.5.4 memiliki kecenderungan melampaui pergerakan fuel surcharge acuan Dephub sebagaimana terlihat pada grafik berikut:----------------
------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 7
290
SALINAN Grafik 7 Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Dephub
Rupiah
Maret 2008 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 0 s/d 1 jam)
300000
FS Acuan Departemen Perhubungan
250000
Sriwijaya
200000
Garuda
150000 Mandala
100000 50000
Lion
0 No 8 p08 Ja n09 M ar -0 9 M ei -0 9 Ju l-0 9 Se p09
8
Batavia
p-
l-0
Se
-0 8
Ju
ei M
M
ar -0
8
0
Kartika
Bulan Merpati
Grafik 8 Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Dephub Maret 2008 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 1 s/d 2 jam)
350000
FS Acuan DepHub
300000
Sriwijaya
250000
Garuda
200000 150000
Mandala Ekspress Air
100000
Lion
50000
Batavia
0
p-
09
9 Se
09
l -0 Ju
9
e iM
ar -0
M
n09
Ja
p08
No
Se
p-
08
8 l -0 Ju
M
e i-
08
8
Kartika
ar -0 M
Ru p iah
400000
Merpati Wings
Bulan
291
SALINAN Grafik 9 Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Dephub
450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
FS Acuan DepHub Sriwijaya Garuda Mandala Lion Batavia
09 p-
9 l -0
Se
Ju
09 ei-
M
ar
-0
9
09 M
n-
08
Ja
p-
08
No
p-
l -0
Se
Ju
08
-0
eiM
ar M
8
Kartika 8
R u p iah
Maret 2008 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 2 s/d 3 jam)
Merpati Wings
Bulan
8.5.7. Berdasarkan grafik-grafik perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge estimasi di atas, Majelis Komisi menemukan adanya excessive pricing yang dilakukan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII dan Terlapor X untuk tahun 2008 s/d 2009 pada penerbangan 0 s/d 1 jam dan 2 s/d 3 jam. Untuk penerbangan 1 s/d 2 jam, Majelis Komisi menambahkan Terlapor IX karena Terlapor IX hanya melayani penerbangan antara 1 s/d 2 jam sebagaimana terlihat pada tabel berikut: -------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 4
292
SALINAN Tabel 4 Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Estimasi Periode Mei 2006 s/d Desember 2006
Lama Jam Terbang 1 jam
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
39%
39%
21%
39%
10%
2 jam
44%
44%
44%
44%
11%
Express Air
Kartika
Merpati
Wings
5%
39%
39%
64%
5%
44%
44%
3 jam
44%
44%
44%
44%
11%
5%
44%
44%
Total
127%
127%
109%
127%
33%
64%
15%
127%
127%
Ratarata
42%
42%
36%
42%
11%
64%
5%
42%
42%
Tabel 5 Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Estimasi Periode Januari 2007 s/d Desember 2007
Lama Jam Terbang 1 jam
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
138%
127%
120%
136%
72%
2 jam
138%
131%
116%
146%
77%
Express Air
Kartika
Merpati
Wings
132%
133%
136%
182%
139%
140%
146%
3 jam
138%
136%
123%
159%
81%
157%
145%
159%
Total
414%
394%
358%
441%
231%
182%
429%
418%
441%
Ratarata
138%
131%
119%
147%
77%
182%
143%
139%
147%
Tabel 6 Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Estimasi Periode Januari 2008 s/d Desember 2008 Lama Jam Terbang 1 jam
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
323%
377%
315%
323%
314%
2 jam
391%
487%
378%
405%
368%
3 jam
463%
602%
451%
492%
482%
Total
1177%
1466%
1145%
1220%
1164%
Rata-rata
392%
489%
382%
407%
388%
Express Air
Kartika
Merpati
Wings
403%
383%
323%
434%
469%
504%
405%
912%
526%
912%
434%
1784%
1413%
1640%
434%
595%
471%
547%
293
SALINAN Tabel 7 Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Estimasi Periode Januari 2009 s/d Oktober 2009 Lama Sriwijaya Jam Terbang 1 jam 588%
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
Express Air
Kartika
Merpati
Wings
629%
848%
548%
872%
791%
1059%
750%
912%
1059%
912%
669%
601%
560%
600%
2 jam
831%
961%
769%
750%
733%
3 jam
993%
1244%
904%
912%
920%
Total
2413%
2873%
2273%
2222%
2254%
872%
2332%
2966%
2211%
Ratarata
804%
958%
758%
741%
751%
872%
777%
989%
737%
8.5.8. Berdasarkan tabel-tabel perbandingan tersebut di atas, terlihat adanya excessive pricing yang dilakukan oleh 9 (sembilan) Terlapor dengan rata-rata excessive pricing yang mengalami kenaikan secara terus menerus dari tahun ke tahun;-----------------------------------------------8.5.9. Meskipun menggunakan perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge Dephub, Majelis Komisi tetap menemukan adanya excessive pricing yang dilakukan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII dan Terlapor X untuk tahun 2008 s/d 2009 pada penerbangan 0 s/d 1 jam dan 2 s/d 3 jam. Untuk penerbangan 1 s/d 2 jam, Majelis Komisi menambahkan Terlapor IX karena Terlapor IX hanya melayani penerbangan antara 1 s/d 2 jam sebagaimana terlihat pada tabel berikut: ------------------------------------------------------------------------Tabel 8 Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Dephub Periode Maret 2008 s/d Desember 2008 Lama Jam Terbang
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
1 jam
33%
51%
29%
30%
30%
2 jam 3 jam Total Ratarata
26% 16% 75% 25%
52% 46% 149% 50%
21% 10% 60% 20%
28% 20% 78% 26%
17% 20% 67% 22%
Express Air
36% 36% 36%
Kartika
Merpati
Wings
56%
53%
30%
42% 23% 121% 40%
56% 30% 138% 46%
28% 20% 78% 26%
294
SALINAN Tabel 9 Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Dephub Periode Januari 2009 s/d Oktober 2009
Lama Jam Terbang
Sriwijaya
Garuda
Mandala
1 jam
31%
46%
33%
26%
33%
2 jam 3 jam Total Ratarata
34% 28% 93% 31%
55% 58% 159% 53%
27% 18% 78% 26%
25% 19% 69% 23%
22% 20% 76% 25%
8.6.
Lion
Batavia
Express Air
43% 43% 43%
Kartika
Merpati
Wings
39%
80%
23%
31% 19% 88% 29%
70% 36% 186% 62%
25% 19% 67% 22%
Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai terdapat excessive fuel surcharge yang dinikmati oleh 9 (sembilan) Terlapor sejak tahun 2006 s/d 2009 yang merupakan kerugian atau kehilangan kesejahteraan (welfare losses) dari konsumen antara Rp 5 Triliun sampai dengan Rp 13,8 Triliun sebagaimana diterangkan dalam perhitungan berikut ini: ----------------------------------------8.6.1.
Bahwa berdasarkan data excessive pricing sebagaimana diuraikan pada butir 8.5 di atas, Majelis Komisi menghitung excessive fuel surcharge yang dinikmati oleh 9 (sembilan) Terlapor dengan mengkalikan excessive pricing dengan jumlah penumpang masingmasing Terlapor; --------------------------------------------------------------
8.6.2.
Berdasarkan perhitungan tersebut, Majelis Komisi menguraikan excessive fuel surcharge masing-masing dari 9 (sembilan) Terlapor dengan FS Acuan Estimasi pada tabel berikut: ---------------------------
Tabel 10 Excessive fuel surcharge berdasarkan fuel surcharge Acuan Estimasi Maskapai
Excessive FS berdasarkan FS Acuan Estimasi (Rp) 2006 (8 bulan)
2007 (12 bulan)
37,856,177,134
PT Sriwijaya Air PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) PT Mandala Airlines
PT Garuda Indonesia (Persero)
2008 (12 bulan)
2009 (10 bulan)
Total
257,328,685,217
1,638,193,517,661
1,575,388,749,083
3,508,767,129,096
17,084,976,970
130,852,497,290
728,604,657,296
880,987,744,243
1,757,529,875,800
7,839,789,243
97,587,092,709
508,760,972,963
528,798,041,591
1,142,985,896,506
7,737,400,900
52,766,987,584
565,639,953,611
444,090,901,694
1,070,235,243,789
295
SALINAN Maskapai
Excessive FS berdasarkan FS Acuan Estimasi (Rp) 2006 (8 bulan)
2007 (12 bulan)
2008 (12 bulan)
2009 (10 bulan)
Total
PT Travel Express
533,440,985
4,025,058,217
16,781,659,932
14,587,712,817
35,927,871,953
PT Lion Mentari Airlines
36,124,714,109
257,236,360,669
1,590,387,025,494
1,432,416,942,983
3,316,165,043,255
PT Wings Abadi Airlines
11,002,895,631
92,551,710,040
404,815,521,563
497,496,556,907
1,005,866,684,141
PT Metro Batavia
5,064,191,712
119,101,552,228
792,384,771,576
999,996,659,142
1,916,547,174,658
PT Kartika Airlines TOTAL DAMPAK/TAHUN
116,258,627
3,390,845,968
47,988,594,181
37,645,217,127
89,140,915,902
123,359,845,312
1,014,840,789,923
6,293,556,674,277
6,411,408,525,588
13,843,165,835,099
8.6.3.
Bahwa jika FS Acuan Dephub yang dipergunakan, maka perhitungan Majelis Komisi terhadap exessive fuel surcharge masing-masing maskapai dari 9 (sembilan) Terlapor menggunakan metode yang sama adalah sebagaimana terlihat pada tabel berikut: -------------------
Tabel 11 Excessive fuel surcharge berdasarkan fuel surcharge Acuan Dephub Excessive FS berdasarkan Acuan Dephub (Rp)
Maskapai 2006 (8 bulan)
2007 (12 bulan)
2008 (12 bulan)
2009 (10 bulan)
37,856,177,134
257,328,685,217
712,235,017,519
608,899,902,361
1,616,319,782,232
PT Sriwijaya Air PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
17,084,976,970
130,852,497,290
212,452,726,050
237,074,215,583
597,464,415,894
9,257,403,409
97,587,092,709
209,525,135,559
214,138,808,389
530,508,440,067
PT Mandala Airlines
7,737,400,900
52,766,987,584
148,983,693,989
99,550,606,944
309,038,689,417
PT Travel Express
533,440,985
4,025,058,217
19,391,563,917
14,497,607,250
38,447,670,370
PT Lion Mentari Airlines
36,124,714,109
257,236,360,669
485,340,230,261
295,783,308,944
1,074,484,613,984
PT Wings Abadi Airlines
11,002,895,631
92,551,710,040
123,538,016,407
98,571,984,833
325,664,606,911
PT Metro Batavia
5,064,191,712
119,101,552,228
216,027,943,693
217,894,997,472
558,088,685,105
PT Kartika Airlines
116,258,627
3,390,845,968
19,041,209,750
9,174,450,833
31,722,765,178
Total Dampak per Tahun
124,777,459,478
1,014,840,789,923
2,146,535,537,146
1,795,585,882,611
5,081,739,669,158
PT Garuda Indonesia (Persero)
Total
9. Tentang Penetapan Biaya Secara Curang; ---------------------------------------------9.1.
Menimbang bahwa untuk membuktikan apakah terjadi kecurangan dalam penetapan fuel surcharge, Tim Pemeriksa melakukan perbandingan antara naik/turunnya harga avtur dengan naik/turunnya harga fuel surcharge untuk masing-masing Terlapor, ceteris paribus, dan analisis perbandingan
296
SALINAN pergerakan fuel surcharge antara formula perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masingmasing Terlapor untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam;-----------------------------------------------------------------------------------9.2.
Menimbang bahwa berdasarkan analisis tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge baik pada penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, terhadap masing-masing Terlapor, Tim Pemeriksa menilai bahwa tidak ada korelasi antara persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan fuel surcharge baik pada penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; ------------------------------------------------------------------------
9.3.
Menimbang bahwa untuk memperkuat analisis terhadap masing-masing Terlapor di atas, Tim Pemeriksa juga melakukan analisis perbandingan pergerakan
fuel
surcharge
antara
formula
perhitungan
Departemen
Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masingmasing Terlapor untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 83, Grafik 84 dan Grafik 85 dalam LHPL; -----------------------------------------------------------------------------------9.4.
Menimbang bahwa berdasarkan Tabel 71, Tabel 72 dan Tabel 73 sebagaimana juga ditunjukkan pada Grafik 83, Grafik 84 dan Grafik 85 dalam LHPL, Tim Pemeriksa menilai bahwa secara rata-rata, harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor untuk Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008), masih berada di bawah harga fuel surcharge yang dihitung berdasarkan formula Departemen Perhubungan, namun untuk Periode II (April 2008 s/d September 2009), harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor berada di atas harga fuel surcharge yang dihitung berdasarkan formula Departemen Perhubungan; -----------------------------------
9.5.
Menimbang bahwa Tim Pemeriksa menilai setidaknya pada Periode II (April 2008 s/d September 2009), para Terlapor telah memperoleh keuntungan dari fuel surcharge; --------------------------------------------------------------------------
297
SALINAN 9.6.
Menimbang bahwa berdasarkan uraian analisis terhadap dugaan penetapan biaya secara curang oleh masing-masing Terlapor, Tim Pemeriksa menyatakan hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------9.6.1. Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen;------------9.6.2. Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM No. 9 Tahun 2002; ------------------------------------------------------------------9.6.3. Persetujuan Pemerintah melalui Departemen Perhubungan terhadap penerapan fuel surcharge diperlukan karena penerapan fuel surcharge akan menyebabkan harga tiket yang dibayar konsumen akan melampaui tarif batas atas berdasarkan KM No. 9 Tahun 2002; ------9.6.4. Namun demikian, penelitian Tim Pemeriksa terhadap perubahan harga avtur dan perubahan fuel surcharge sejak Mei 2006 sampai dengan Desember 2009 pada masing-masing Terlapor sebagaimana ditunjukkan pada tabel dan grafik sebelumnya, menunjukkan korelasi yang negatif. Artinya, penerapan fuel surcharge oleh setiap Terlapor bukan hanya dimaksudkan sebagai kompensasi terhadap kenaikan biaya
avtur
sebagaimana
telah
disetujui
oleh
Departemen
Perhubungan, tetapi juga dipergunakan untuk menutupi biaya operasional lainnya; ---------------------------------------------------------9.6.5. Hal tersebut dalam butir d (butir 9.6.4) didukung dengan fakta bahwa sejak Departemen Perhubungan mengeluarkan acuan perhitungan fuel surcharge pada Maret 2008 seluruh Terlapor menerapkan besaran fuel surcharge di atas formula acuan yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan; -------------------------------------------------9.6.6. Oleh karena itu Tim Pemeriksa menilai penerapan fuel surcharge oleh setiap Terlapor telah melanggar ketentuan peraturan perundang-
298
SALINAN undangan yang mengakibatkan konsumen harus membayar lebih tinggi dari yang seharusnya;------------------------------------------------9.6.7. Selanjutnya, sejak Maret 2008, penerapan fuel surcharge sudah tidak sesuai lagi dengan peruntukannya sehingga harga tiket yang dibayar oleh konsumen pada beberapa subclasses termahal telah melampaui ketentuan tarif batas atas yang ditetapkan dalam KM No. 9 Tahun 2002;---------------------------------------------------------------------------9.6.8. Tim Pemeriksa menilai fuel surcharge tersebut tidak diperuntukkan untuk mengkompensasi selisih harga avtur sehingga melanggar KM No. 9 Tahun 2002;-----------------------------------------------------------9.7. Menimbang bahwa terkait dengan hal penetapan biaya secara curang, Para Terlapor memberikan Pembelaan dan Tanggapan sebagai berikut;-------------9.7.1.
Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan bahwa (vide bukti C14.1); ---------------------------------------------------------------9.7.1.1.
Dalil Tim Pemeriksa KPPU tentang keterkaitan antara fuel surcharge dengan batas atas tarif dasar penumpang angkutan niaga berjadwal dalam negeri adalah tidak benar karena KM 9/2002 tidak mengatur batas atas fuel surcharge, dan fuel surcharge tidak termasuk dalam perhitungan komponen tarif dasar dalam KM 9/2002; ---
9.7.1.2.
Pada faktanya, penerapan tarif dasar Terlapor I hampir selalu mencapai batas atas KM No. 9/2002 karena merupakan pelayanan
konsekuensi Terlapor
I
langsung yang
full
dari
kategori
service
yang
membutuhkan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan maskapai lainnya yang merupakan low cost carrier;----9.7.1.3.
Dengan
diperhitungkannya
fuel
surcharge
dalam
komponen tarif dasar, akan menyebabkan Terlapor I menerapkan tarif dasar yang melewati batas atas sebagaimana ditetapkan Pemerintah. Oleh sebab itu, fuel surcharge tidak dapat dijadikan komponen dalam menghitung tarif dasar Terlapor I; --------------------------
299
SALINAN 9.7.1.4.
Terlapor I tidak memperoleh keuntungan dari fuel surcharge, karena fuel surcharge merupakan beban biaya avtur dan bukannya komponen Terlapor I dalam memperoleh pendapatan. Faktanya, fuel surcharge diterapkan Terlapor I semata-mata untuk menutupi biaya atas fluktuasi harga avtur yang terus meningkat yang jauh melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam KM No. 9/2002; -----------------------------------------------
9.7.1.5.
Terlapor I memperlakukan dan mencatat pembelian avtur sebagai biaya produksi, yang mana komponen biaya avtur / fuel dalam total biaya operasional relatif sangat besar. Sebagaimana terbukti dalam Tabel 27 LHPL, jumlah fuel surcharge yang diperoleh Terlapor I jauh lebih keceil dari jumlah fuel cost setahun; -----------
9.7.1.6.
Pada faktanya, keuntungan usaha yang diperoleh Terlapor I adalah merupakan hasil dari upaya-upaya Terlapor I dalam memperbaiki kinerjanya, yaitu (a) melakukan restrukturisasi rute; (b) melakukan efisiensi sebesar 25% dalam waktu tiga tahun, dengan cara peremajaan pesawat, negosiasi kontrak, e-auction, zero growth pergawai; (c) manajemen yang sistemik, contohnya
dengan
Revenue
Management
System,
Network Management System, mengurangi ground time; (d) sinergi anak perusahaan Terlapor I; -------------------9.7.1.7.
Pada faktanya, tingkat keuntungan yang diperoleh Terlapor I sejak tahun 2006 sampai sekarang jumlahnya masih relatif kecil bila dibandingkan dengan keuntungan yang
diperoleh
maskapai
penerbangan
lainnya
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 13 dan 14 Pembelaan Terlapor I. Selain itu, pada saat peak season justru Terlapor I mengalami kerugian sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 15 Pembelaan Terlapor I; ---
300
SALINAN 9.7.1.8.
Dalam periode 2006-2008, besaran fuel surcharge Terlapor I selalu lebih kecil dari fuel cost sehingga hal ini membuktikan Terlapor I tidak menjadikan fuel surcharge sebagai sumber pendapatan, melainkan untuk mempersempit selisih antara besaran avtur yang telah ditetapkan oleh Departemen Perhubungan dengan besaran nyata avtur yang harus dibayarkan oleh Terlapor I ke Pertamina. Disamping itu, Terlapor I selalu memenuhi kewajiban-kewajiban perpanjakan terkait dengan fuel surcharge¸termasuk pemenuhan kewajiban PPN dan PPh Badan;------------------------------------------
9.7.1.9.
Secara yuridis, Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 beserta penjelasannya tidak relevan untuk diterapkan dalam penetapan fuel surcharge oleh maskapai penerbangan, dimana fuel surcharge ditetapkan untuk menutupi fluktuasi kenaikan harga avtur sejak tahun 2006; ---------
9.7.1.10. Terkait dengan penjelasan Pasal 21, maka Pasal 21 tersebut harus dimaknai dalam kerangka penetapan harga rendah dengan tujuan mematikan pelaku usaha lain dan menguasai pasar. Sehingga kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya harus ditafsirkan terkait dengan tindakan untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya, bukannya ditafsirkan lain, apalagi jika ditafsirkan
untuk
mengenakan
biaya
faktor-faktor
produksi yang lebih tinggi;----------------------------------9.7.2.
Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyatakan bahwa bahwa (vide bukti C14.2); ----------------------------------------------------------------------9.7.2.1.
Tim Pemeriksa Lanjutan telah keliru dalam menerapkan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena ketentuan dalam Pasal 21 merupakan ketentuan umum yang bertujuan menjamin transparansi biaya pada pemasokan barang
301
SALINAN atau jasa yang terdiri dari beberapa bagian, dimana bentuk penjualan dengan harga yang rendah terlebih dengan melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya tidak diperbolehkan; --------9.7.2.2.
Untuk
membuktikan
kecurangan
tersebut,
Tim
Pemeriksa harus menguji kebenaran dari biaya produksi (jasa) yang disampaikan oleh pelaku usaha dalam hal ini perusahaan
penerbangan
dengan
melakukan
audit
pembukuan Terlapor. Namun Tim Pemeriksa tidak pernah melakukan audit tersebut dan karenanya tidak dalam
kewenangannya
untuk
menentukan
telah
terjadinya atau tidak terjadinya kecurangan penentuan biaya produksi; -----------------------------------------------9.7.2.3.
Perlu dipertimbangkan bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 21, maksud dari kecurangan pada Pasal 21 adalah upaya
memperoleh
faktor-faktor
produksi
melanggar peraturan perundang-undangan
yang dimana
faktor-faktor produksi tersebut lebih rendah dari yang seharusnya untuk menetapkan harga jual yang juga lebih rendah dari seharusnya dengan tujuan untuk menguasai pasar.
Penguasaan
pasar tersebut tidak mungkin
dilakukan dengan menerapkan harga yang tinggi atau eksesif;---------------------------------------------------------9.7.2.4.
Terlapor II tidak melakukan kecurangan dalam membuat dasar kalkulasi biaya fuel surcharge. Terlapor II telah membuktikan melalui submisi data pembukuan dimana tidak ada keuntungan yang didapat dari fuel surcharge, sebaliknya Terlapor II masih merugi dengan penerapan fuel surcharge tersebut;---------------------------------------
9.7.3.
Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyatakan bahwa bahwa (vide bukti C14.3); ----------------------------------------
302
SALINAN 9.7.3.1.
Kesimpulan
Tim
Pemeriksa
yang
menyatakan
pergerakan fuel surcharge Terlapor III tidak berubah terlepas dari perubahan harga avtur bertentangan dengan grafik yang menunjukkan pergerakan fluktuatif;---------9.7.3.2.
Kesimpulan Tim Pemeriksa yang menyatakan dalam periode II yaitu bulan April 2008 – September 2009, para Terlapor telah memperoleh keuntungan dari fuel surcharge karena harga fuel surcharge yang ditetapkan masing-masing maskapai berada di atas harga fuel surcharge
yang
Departemen
dihitung
Perhubungan
berdasarkan
formula
bertentangan
dengan
pernyataan Dirjen Perhubungan Udara dalam BAP tanggal 21 Januari 2010 yang menyatakan selama ini belum ada maskapai yang melebihi rambu-rambu yang ditetapkan, dan tidak ada yang mendapatkan keuntungan signifikan. Selain itu, berdasarkan Laporan Keuangan Terlapor III tahun buku 2006-2008, secara jelas dapat dibuktikan Terlapor III sama sekali tidak memperoleh keuntungan apapun dari fuel surcharge; ------------------9.7.3.3.
Pernyataan Tim Pemeriksa yang menyatakan penerapan fuel surcharge dipergunakan untuk menutupi biaya operasional lainnya tidak terbukti karena tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan hal tersebut. Selain itu, Terlapor
III
telah
memberikan
bukti
mengenai
perbandingan pendapatan fuel surcharge dengan fuel cost
yang
menunjukkan
bahwa
pendapatan
fuel
surcharge (FS) di tahun 2006-2008 sama sekali tidak dapat menutupi kerugian atas biaya avtur atau fuel cost (FC) pada tahun-tahun tersebut, dengan kata lain justru FC Terlapor III lebih besar dari pendapatan FS. Hal ini berarti Terlapor III sama sekali tidak memperoleh keuntungan apapun dari pendapatan FS; -------------------
303
SALINAN 9.7.3.4.
Nilai fuel surcharge tidak dapat dikatakan melampaui tarif batas atas dalam KM No. 9/2002 karena komponen fuel surcharge tidak ada dalam KM No. 9/2002. Maskapai justru menerapkan fuel surcharge karena tarif batas atas tidak dapat mengatasi harga avtur yang melambung dan fluktuatif yang bukan merupakan komponen dalam tarif batas atas tersebut; -----------------
9.7.4.
Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyatakan bahwa bahwa (vide bukti C14.4); ---------------------------------------------------------------9.7.4.1.
Penetapan besaran fuel surcharge oleh Terlapor IV adalah untuk mengantisipasi fluktuasi instan kenaikan harga avtur dimana fuel surcharge adalah tambahan biaya yang dikenakan oleh perusahaan penerbangan karena harga avtur pada perhitungan pokok; --------------
9.7.4.2.
Berdasarkan Risalah Rapat tentang pengenaan fuel surcharge tanggal 5 Februari 2008, yang menjadi alasan perusahaan menerapkan fuel surcharge adalah karena hal-hal sebagai berikut: biaya/harga avtur tinggi; apabila harga jual tiket dinaikkan, berdampak menurunnya bersaing terhadap kompetitor, kenaikan harga avtur tidak dapat diimbangi dengan pengorbanan menurunkan tingkat profit; penerapan fuel surcharge dengan tidak menaikkan tarif dianggap solusi yang terbaik; ------------
9.7.4.3.
Dalam kesaksian Bapak Tri Sunoko selaku Direktur Angkutan Udara dinyatakan bahwa Dirjen Angkutan Udara tidak menetapkan formula tarif berdasarkan pergerakan harga fuel. Hal ini dikarenakan adanya kesulitan yakni harga fuel yang tidak bisa diprediksi.
9.7.4.4.
Oleh karena pergeseran harga avtur yang tidak mampu diantisipasi
oleh
Pemerintah,
Terlapor
IV
perlu
melakukan upaya yang cukup untuk mengatasi sendiri kesulitan akibat perubahan harga avtur yang tidak
304
SALINAN menentu,
sambil
menghindari
potensi
kerugian
(potential loss) yang lebih besar lagi pada perusahaan; -9.7.4.5.
Berdasarkan Tabel 47 LHPL, Terlapor IV melakukan upaya penurunan harga fuel surcharge, seiring ketika terjadi penurunan avtur pada periode Agustus 2008 – Februari 2009. Hal ini menjadi bukti bahwa Terlapor IV memang bertindak secara hati-hati dalam menerapkan ketentuan harga fuel surcharge¸ serta dilakukan dengan pertimbangan dan perhitungan bisnis, supaya akhirnya tidak menyebabkan kerugian;--------------------------------
9.7.4.6.
Apabila harga fuel surcharge yang menjadi komponen harga tiket disesuaikan dengan kenaikan maupun penurunan harga avtur setiap waktu, maka dapat berakibat melemahkan efsiensi produk usaha dalam menetapkan harga jual, dan menyebabkan potensi kerugian usaha; ------------------------------------------------
9.7.4.7.
Penetapan besaran fuel surcharge oleh Terlapor IV tidak bertujuan untuk mengambil keuntungan melainkan semata-mata
sebagai
antisipasi
terhadap
fluktuasi
kenaikan harga avtur yang tidak menentu, yang ditambahkan ke dalam harga tiket dengan sepengetahuan dari INACA dan Departemen Perhubungan; -------------9.7.4.8.
Pada uji korelasi Tabel 33, 34, dan 35 memang terjadi hubungan linier positif dikarenakan kenaikan harga fuel berlaku sama pada semua airlines dan pada periode yang sama. Hal ini secara umum membuat harga fuel yang dikeluarkan semua airlines pada struktur beban avtur perusahaan sama; ----------------------------------------------
9.7.4.9.
Pada uji Bartlett dan Levene Test seperti pada Grafik 41, 42, dan 43 LHPL pada Periode I (Mei 2006 – Maret 2008) terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai yang diuji. Hal ini dikarenakan belum adanya metode
305
SALINAN zoning yang diberlakukan sampai bulan Februari 2008. Dengan
demikian
fuel
surcharge
yang
bisa
diimplementasikan adalah satu jenis perhitungan fuel surcharge; -----------------------------------------------------9.7.4.10. Perhitungan fuel surcharge yang dikenakan kepada penumpang tidak dapat diperlakukan sama seperti pada biaya yang harus dikeluarkan maskapai (fuel surcharge yang dikenakan lebih rendah daripada yang harus dikeluarkan
maskapai).
Maskapai
harus
mempertimbangkan fuel surcharge berdasarkan pada daya beli nasyarakat yang ada pada saat itu, dan pertimbangan harga supaya lebih kompetitif; ------------9.7.4.11. Terlapor IV melakukan upaya perhitungan secara pertimbangan
bisnis
semata,
untuk
menghindari
kerugian, yang lazim dilakukan oleh perusahaan transportasi udara;--------------------------------------------9.7.5.
Terlapor V, PT Riau Airlines menyatakan bahwa bahwa (vide bukti C14.5); ----------------------------------------------------------------------9.7.5.1.
Dengan adanya kenaikan fuel (avtur) yang sangat signifikan, dimana biaya operasional penerbangan menjadi terpengaruh, maka berdampak terhadap harga jual tiket penumpang; -----------------------------------------
9.7.5.2.
Pengenaan fuelk surcharge memang benar merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur, dimana pada Oktober 2005, Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan tanggapan sesuai dengan permintaan INACA untuk memberlakukan fuel surcharge dengan syarat fuel surcharge tidak berlaku surut; -------------------------------
9.7.5.3.
Perhitungan harga tiket batas atas yang diatur dalam KM No. 9/2002 masih menggunakan perkiraan harga fuel (avtur) sebesar Rp 2700,- per liter, sedangkan kenaikan harga avtur nyatanya telah mencapai kurang lebih 500%.
306
SALINAN Penurunan harga avtur yang terjadi masih jah dari harga batas atas menurut KM No. 9/2002; -----------------------9.7.5.4.
Dampak kenaikan avtur sangat merugikan Terlapor V, apalagi Terlapor V menerbangi rute-rute yang harga avturnya jauh lebih tinggi daripada kota-kota besar. Penerbangan Terlapor V lebih banyak menerbangi ruterute perintis dimana kepentingan mobilitas masyarakat baik barang maupun jasa sangat perlu dibantu; -----------
9.7.5.5.
Dengan kondisi ketidaksediaan avtur di daerah-daerah yang diterbangi Terlapor V, mengakibatkan Terlapor V harus melaksanakan refueling double uplift, yang mengakibatkan
daya
angkut
penumpang
menjadi
berkurang dan pendapatan atas kargo berkurang drastis. Hal ini dikarenakan limitasi penumpang yang mau tidak mau harus dilaksanakan Terlapor V oleh karena komitmennya dalam keselamatan penerbangan; ---------9.7.6.
Terlapor VI, PT Travel Express menyatakan bahwa bahwa (vide bukti C14.6); ---------------------------------------------------------------9.7.6.1.
Pangsa pasar Terlapor VI mengalami penurunan selama kurun waktu 4 tahun (2004-2008) sebesar 0,71% akibat dari persaingan yang ada; ------------------------------------
9.7.6.2.
Asumsi load factor Terlapor VI realistis berdasarkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan rata-rata aktual load factor Terlapor VI; --------------------------------------
9.7.6.3.
Perhitungan fuel surcharge Terlapor VI secara rata-rata masih lebih rendah dibandingkan dengan rasta-rata fuel surcharge
berdasarkan
perhitungan
Departemen
Perhubungan; -------------------------------------------------9.7.6.4.
Fuel
Surcharge
bukanlah
merupakan
pendapatan
melainkan adalah salah satu komponen biaya tambahan yang harus dibayarkan oleh konsumen seperti halnya PPN dan IWJR; ------------------------------------------------
307
SALINAN 9.7.6.5.
Terlapor VI mempertanyakan keabsahan data yang diperoleh terhadap aktual penumpang yang tidak ada verifikasinya sebagai dasar perhitungan perbedaan yang sangat signifikan antara biaya fuel surcharge yang diterima dengan fuel cost yang dikeluarkan;---------------
9.7.6.6.
Kesimpulan Tim Pemeriksa yang menyatakan fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat penerbangan yang dibebankankepada konsumen adalah tidak benar karena fuel surcharge merupakan biaya tambahan di luar tarif yang harus dibayarkan oleh konsumen seperti halnya dengan PPN dan IWJR; --------
9.7.7.
Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines menyatakan bahwa bahwa (vide bukti C14.7); ----------------------------------------------------------------------9.7.7.1.
Menurut logika hukum, dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 harus dibuktikan. Dengan adanya kata sambung “dan”, maka jika hanya salah satu pasal yang terbukti, maka seluruh dugaan menjadi tidak memenuhi unsur dugaan dan konsekuensi yuridisnya adalah bahwa dugaan dimaksud menjadi gugur dan tidak terbukti; -----
9.7.7.2.
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, Terlapor VII dan Terlapor VIII menyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 5, sehingga oleh karena salah satu unsur dugaan tidak terbukti, maka terhadap dugaan Pasal 21 tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya dan konsekuensi
yuridisnya
adalah
dugaan
dimaksud
menjadi tidak terbukti dan gugur; --------------------------9.7.8.
Terlapor IX, PT Metro Batavia menyatakan keberatan dengan dugaan penetapan biaya secara curang karena apa yang dilakukan oleh Terlapor IX dalam menentukan fuel surcharge sebagai komponen harga tiket pesawat selalu mengikuti apa yang
308
SALINAN diinstruksikan oleh Pemerintah dalam hal ini Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI. Sehingga hal tersebut tidak patut secara hukum dinyatakan sebagai suatu kegiatan melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (vide bukti C14.8) ---------------------------------------------------------9.7.9.
Terlapor X, PT Kartika Airlines menyatakan tidak pernah menggunakan fuel surcharge untuk kepentingan lain selain untuk biaya avtur (vide bukti C14.9); -------------------------------------------
9.7.10. Terlapor XII, PT Trigana Air Service menyatakan bahwa bahwa (vide bukti C14.10); -------------------------------------------------------9.7.10.1. Semua komponen biaya produksi atau pengoperasian pesawat, baik pesawat jet maupun non jet sudah tercantum secara resmi dalam KM 8/2001; ---------------9.7.10.2. Departemen Perhubungan telah mengeluarkan KM 9/2002 yang menentukan maksimum besaran harga tiket untuk setiap rute berdasarkan jarak tempuh. Hal ini untuk
mencegah
terjadinya
kecurangan
dalam
menetapkan biaya produksi oleh operator pesawat yang dapat merugikan masyarakat;-------------------------------9.7.10.3. Untuk menghindari persaingan tidak sehat antar operator,
maka
Departemen
Perhubungan
telah
mengeluarkan KM 36/2005 yang menentukan tarif referensi atau batas bawah. Bila ada operator yang menjual tiket di bawah tarif referensi, maka kepada operator tersebut akan dilakukan audit oleh Departemen Perhubungan untuk menjamin tidak adanya biaya yang terkurangi dalam hal keselamatan penerbangan seperti perawatan pesawat, training pilot dan teknisi;------------9.7.10.4. Berdasarkan penjelasan di atas, Terlapor XII sebagai operator
pesawat
tidak
mungkin
melakukan
309
SALINAN penggelembungan biaya produksi, karena tarif batas atas sudah ditentukan oleh Menteri Perhubungan, serta tidak mungkin pula melakukan reduksi pada biaya operasional karena tarif referensi batas bawah juga sudah ditentukan oleh Menteri Perhubungan; ---------------------------------9.7.11. Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia menyatakan bahwa bahwa (vide bukti C14.11); -------------------------------------------------------9.7.11.1. Fuel surcharge yang diberlakukan Terlapor XIII adalah akibat dari kenaikan harga minyak dunia. Oleh karena itu fuel surcharge yang diterapkan Terlapor XIII pada tanggal 10 Mei 2006 adalah bukan untuk mencari keuntungan / pendapatan tambahan bagi perusahaan; ---9.7.11.2. Terlapor XIII tidak pernah melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan/pendapatan tambahan untuk perusahaan dalam menetapkan harga fuel surcharge yang dibuktikan dengan harga fuel surcharge yang diterapkan oleh Terlapor XIII selalu lebih kecil dibanding dengan harga fuel cost untuk bulan Mei 2006 s/d Oktober 2009, formula fuel surcharge yang dirumuskan Departemen Perhubungan dan formula fuel surcharge yang dirumuskan KPPU, yang dibuktikan dengan grafik dalam Pembelaan Terlapor XIII;----------9.7.11.3. Mengingat
bahwa
Tim
Pemeriksa
telah
keliru
memasukkan data besaran fuel surcharge Terlapor XIII pada Tabel 23, 24 dan 25, maka dinyatakan terjadi kekeliruan pada seluruh tabel maupun grafik yang ditujukan untuk Terlapor XIII. Oleh karena itu, seluruh tabel maupun grafik yang ada dapat dinyatakan tidak berlaku untuk Terlapor XIII dan kecenderungan untuk mengambil
keuntungan/pendapatan
tambahan
bagi
perusahaan atas penerapan fuel surcharge tidak dapat dibuktikan; -----------------------------------------------------
310
SALINAN 9.7.11.4. Seiring dengan menurunnya harga minyak dunia, Terlapor XIII mencabut fuel surcharge sejak bulan November 2008 hingga sekarang;--------------------------9.8.
Menimbang bahwa berdasarkan LHPL dan Pembelaan/Tanggapan para Terlapor, Majelis Komisi menilai hal-hal sebagai berikut;-----------------------9.8.1.
Bahwa Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 diterapkan dalam kerangka penetapan harga rendah dengan tujuan mematikan pelaku usaha pesaingnya dan untuk menguasai pasar dalam kondisi persaingan yang cukup ketat. Sehingga kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya harus ditafsirkan terkait dengan tindakan untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya;----------------------------------------------------
9.8.2.
Bahwa Majelis Komisi menilai dalam menetapkan biaya produksi, para Terlapor sudah mempertimbangkan pergerakan harga avtur, sehingga tidak dapat dibuktikan terjadi kecurangan; ------------------
9.8.3.
Bahwa Majelis Komisi menilai dengan adanya perjanjian penetapan fuel surcharge yang bersifat lessening competition¸ sehingga tidak menjadi penting bagi Terlapor untuk menetapkan biaya produksi yang rendah;-----------------------------------------------------------------
9.8.4.
Bahwa dengan demikian uraian mengenai penetapan biaya secara curang dalam perkara ini menjadi tidak relevan; -----------------------
10. Tentang Dampak;----------------------------------------------------------------------------10.1. Menimbang bahwa Majelis Komisi selanjutnya memperhitungkan kerugian yang dialami oleh konsumen penerbangan ketika membayar fuel surcharge sebagai akibat adanya penetapan harga yang dilakukan oleh para Terlapor; --10.2. Menimbang bahwa kerugian konsumen adalah sama dengan excessive fuel surcharge yang dinikmati oleh para Terlapor; -------------------------------------10.3. Menimbang bahwa kerugian tersebut timbul karena fuel surcharge yang diterapkan oleh maskapai secara bersama-sama telah melampaui fuel surcharge Acuan Estimasi dan Acuan Dephub; -----------------------------------10.4. Menimbang bahwa Majelis Komisi menggunakan fuel surcharge sebesar Rp 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) pada tingkat harga avtur Rp 5.921,- (lima ribu
311
SALINAN sembilan ratus dua puluh satu rupiah) sebagai fuel surcharge Acuan Estimasi dalam menetapkan kerugian konsumen penerbangan. Perubahan-perubahan besaran fuel surcharge yang diterapkan oleh maskapai penerbangan karena itu diharapkan
mengikuti
perubahan
harga
avtur
secara
proporsional.
Berdasarkan perhitungan ini, maka Majelis menemukan kelebihan fuel surcharge (selisih antara fuel surcharge Aktual dengan fuel surcharge Acuan Estimasi) sebesar Rp 13.843.165.835.099,- (tiga belas triliun delapan ratus empat puluh tiga miliar seratus enam puluh lima juta delapan ratus tiga puluh lima ribu sembilan puluh sembilan rupiah) sebagaimana diuraikan pada Tabel 10 dalam butir 8.6.2 Tentang Hukum Putusan a quo;----------------------------10.5. Menimbang bahwa Majelis Komisi menetapkan fuel surcharge menggunakan formula dari Departemen Perhubungan sebagai fuel surcharge Acuan Dephub dalam
menetapkan
kerugian
konsumen
penerbangan.
Berdasarkan
perhitungan ini, maka Majelis menemukan kelebihan fuel surcharge (selisih antara fuel surcharge Aktual dengan fuel surcharge Acuan Dephub) sebesar Rp 5.081.739.669.158,- (lima triliun delapan puluh satu miliar tujuh ratus tiga puluh sembilan juta enam ratus enam puluh sembilan ribu seratus lima puluh delapan rupiah) sebagaimana diuraikan pada Tabel 11 dalam butir 8.6.3 Tentang Hukum Putusan a quo;-----------------------------------------------------10.6. Dengan demikian Majelis Komisi menilai adanya dampak terhadap kerugian konsumen setidak-tidaknya sebesar Rp 5.081.739.669.158,-
(lima triliun
delapan puluh satu miliar tujuh ratus tiga puluh sembilan juta enam ratus enam puluh sembilan ribu seratus lima puluh delapan rupiah) sampai dengan Rp 13.843.165.835.099,- (tiga belas triliun delapan ratus empat puluh tiga miliar seratus enam puluh lima juta delapan ratus tiga puluh lima ribu sembilan puluh sembilan rupiah) selama periode 2006 s/d 2009; ---------------11. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 5 UU No. 5/1999;----------------------------------11.1. Menimbang bahwa Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi sebagai berikut: ----------------------------------------------------------------------------------(1)
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa
312
SALINAN yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: 11.1.1. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau 11.1.2. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
11.2. Menimbang bahwa untuk membuktikan terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi mempertimbangkan unsur-unsur pasal sebagai berikut: --------------------------11.3. Unsur Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing;-----------------------------11.3.1. Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi; -----------------------------------------------------11.3.2. Bahwa Terlapor XI, PT Linus Airways tidak memenuhi Unsur Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena secara de facto sudah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh Departemen Perhubungan dan sudah tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang Angkutan Udara Niaga Berjadwal, sehingga pemenuhan unsur-unsur Pasal 5 untuk Terlapor XI, PT Linus Airways tidak perlu dibuktikan lebih lanjut;-------------11.3.3. Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dan pelaku usaha pesaing dalam perkara a quo adalah Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XII, PT Trigana Air Service, dan Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia
313
SALINAN sebagaimana dimaksud dalam Bagian Tentang Hukum butir 5 Tentang Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing di atas; -------------11.3.4. Bahwa dengan demikian, Unsur Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing terpenuhi; ----------------------------------------------------------11.4. Unsur Perjanjian; ---------------------------------------------------------------------11.4.1
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU No. 5/1999, definisi perjanjian adalah “suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis;” -----------
11.4.2
Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian dalam perkara a quo bukan merupakan suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan atau suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku; -
11.4.3
Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian dalam perkara a quo adalah perjanjian tidak tertulis untuk menetapkan besaran fuel surcharge secara bersama-sama yang dilakukan oleh para Terlapor yaitu Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam sebagaimana diuraikan dalam Bagian Tentang Hukum butir 7 Tentang Perjanjian dan butir 8 tentang Penetapan Harga di atas; -----------------------------------------------------------------------------
11.4.4
Bahwa dengan demikian Unsur Perjanjian terpenuhi; ------------------
11.5. Unsur Penetapan Harga; ------------------------------------------------------------11.5.1. Bahwa yang dimaksud dengan harga yang ditetapkan atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan dalam perkara a quo adalah fuel surcharge; ----------------11.5.2. Bahwa formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh
314
SALINAN masing-masing Terlapor berbeda-beda, maka seharusnya pergerakan fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda berdasarkan pertimbangan ekonomi dari masingmasing perusahaan;----------------------------------------------------------11.5.3. Bahwa berdasarkan analisis pergerakan fuel surcharge, yang dilakukan oleh Majelis Komisi yaitu uji korelasi dan homogenity variance test, menunjukkan adanya trend yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama di antara para Terlapor yaitu Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; dalam menetapkan besaran fuel surcharge untuk periode Mei 2006 s/d Maret 2008 untuk zona waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, meskipun formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda; --------------------11.5.4. Bahwa adanya trend yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama dalam pergerakan fuel surcharge di antara para Terlapor membuktikan adanya penetapan harga fuel surcharge oleh para Terlapor tersebut sebagaimana diuraikan dalam Bagian Tentang Hukum butir 8 Tentang Penetapan Harga di atas; -----------------------11.5.5. Bahwa dengan demikian Unsur Penetapan Harga terpenuhi;---------11.6. Unsur Pasar Bersangkutan;---------------------------------------------------------11.6.1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No 5 Tahun 1999, definisi pasar bersangkutan adalah “pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut;” -------------------------11.6.2. Bahwa yang dimaksud dengan pasar bersangkutan yang sama dalam perkara a quo adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal
315
SALINAN dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara sebagaimana diuraikan dalam Bagian Tentang Hukum butir 6 Tentang Pasar Bersangkutan di atas; ---------11.6.3. Bahwa dengan demikian Unsur Pasar Bersangkutan terpenuhi; -----12. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 21 UU No. 5/1999; --------------------------------12.1
Menimbang bahwa Pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi sebagai berikut: “Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;” -----------------------------------------------------
12.2
Menimbang bahwa untuk membuktikan terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi mempertimbangkan unsur-unsur pasal sebagai berikut:--------------------------
12.3
Unsur Pelaku Usaha; ---------------------------------------------------------------12.3.1. Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi; -----------------------------------------------------12.3.2. Bahwa Terlapor XI, PT Linus Airways tidak memenuhi Unsur Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena secara de facto sudah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh Departemen Perhubungan dan sudah tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang Angkutan Udara Niaga Berjadwal, sehingga pemenuhan unsur-unsur Pasal 21 untuk Terlapor XI, PT Linus Airways tidak perlu dibuktikan lebih lanjut;-------------12.3.3. Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam perkara a quo adalah Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor VI,
316
SALINAN PT Travel Express; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XII, PT Trigana Air Service, dan Terlapor XIII, PT Indonesia Air Asia sebagaimana dimaksud dalam Bagian Tentang Hukum butir 5 Tentang Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing di atas; --------------------------------12.3.4. Bahwa dengan demikian, Unsur Pelaku Usaha terpenuhi; ------------12.4
Unsur Penetapan Biaya Secara Curang; ---------------------------------------12.4.1 Bahwa yang dimaksud dengan biaya yang ditetapkan secara curang dalam perkara a quo adalah fuel surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor; ----------------------------------------------------------------------12.4.2 Bahwa fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen;------12.4.3 Bahwa berdasarkan analisis sebagaimana diuraikan dalam bagian Tentang Hukum butir 9 Tentang Penetapan Biaya Secara Curang, tidak terbukti adanya penetapan biaya secara curang dalam penerapan fuel surcharge oleh masing-masing Terlapor; ---------------------------12.4.4 Bahwa dengan demikian, Unsur Penetapan Biaya Secara Curang tidak terpenuhi;-------------------------------------------------------------12.4.5 Bahwa oleh karena salah satu unsur Pasal tidak terpenuhi, maka unsur-unsur lainnya tidak perlu dipertimbangkan; -----------------------
13. Tentang Kesimpulan; -----------------------------------------------------------------------Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan dan uraian di atas, Majelis Komisi sampai pada kesimpulan sebagai berikut:--------------------------------------------------13.1 Bahwa telah terbukti terjadi penetapan harga yang dilakukan oleh Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; yang terbukti dengan: --------
317
SALINAN 13.1.1
Adanya perjanjian penetapan harga sesuai dengan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. Berita Acara INACA Nomor 9100/53/V/2006 tanggal 4 Mei 2006), yang kemudian dibatalkan dengan keluarnya Notulen Rapat INACA No. 9100/57/V/2006 pada tanggal 30 Mei 2006; ----------------------------
13.1.2
Adanya penetapan fuel surcharge secara terkoordinasi (concerted actions) dalam zona penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; ------------------------------------------------------------------------
13.1.3
Adanya hubungan positif dengan korelasi yang tinggi (nilai r ratarata di atas 0,95) antara fuel surcharge yang diterapkan para Terlapor; ---------------------------------------------------------------------
13.1.4
Hasil Uji Homogenity of Variance dengan pendekatan Bartletts terhadap fuel surcharge 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam periode Mei 2006 s/d Oktober 2009 menunjukkan bahwa variasi dari fuel surcharge masing-masing maskapai yang diuji adalah sama; -------------------------------------------------------------------------
13.1.5
Terjadinya excessive price dalam penerapan fuel surcharge berdasarkan perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge acuan estimasi, dan perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge acuan Dephub;---------------------------
13.1.6
Terjadinya excessive fuel surcharge yang dinikmati oleh 9 (sembilan) Terlapor yaitu Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; ----------------------
13.2 Bahwa tidak terbukti terjadi penetapan biaya secara curang dalam penerapan fuel surcharge oleh para Terlapor yaitu Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services; Terlapor VII, PT
318
SALINAN Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XII, PT Trigana Air Service, dan Terlapor XIII, PT Indonesia Air Asia; --------------------------14. Tentang Pertimbangan Majelis Komisi Sebelum Memutus;------------------------Menimbang bahwa sebelum memutuskan, Majelis Komisi mempertimbangkan halhal sebagai berikut:----------------------------------------------------------------------------14.1 Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan bagi para Terlapor sebagai berikut: -------------------------------------------------------14.1.1
Bahwa Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) sudah beberapa kali terbukti melanggar hukum persaingan usaha; ---------------------
14.1.2
Bahwa Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines, dan Terlapor IX, PT Metro Batavia dinilai tidak kooperatif karena tidak memberikan keterangan dan dokumen yang memadai selama proses pemeriksaan ; ----------------------------
14.1.3
Bahwa sampai saat Putusan ini dibacakan, Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero), Terlapor II, PT Sriwijaya Air, Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines, Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service, Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines, Terlapor IX, PT Metro Batavia, Terlapor X, PT Kartika Airlines, Terlapor XII, PT Trigana Air Service masih memberlakukan fuel surcharge meskipun telah terbit KM No. 26 Tahun 2010 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai berlaku sejak tanggal 14 April 2010, dimana seharusnya fuel surcharge sudah tidak diberlakukan lagi ; ------------------------------
14.2 Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi para Terlapor sebagai berikut: -------------------------------------------------------14.2.1
Bahwa Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero), Terlapor II, PT Sriwijaya Air, Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines, Terlapor V, PT Riau
319
SALINAN Airlines, Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service, Terlapor X, PT Kartika Airlines, Terlapor XII, PT Trigana Air Service dan Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia yang telah kooperatif karena memberikan keterangan dan dokumen yang memadai selama proses pemeriksaan; ----------------------------------14.2.2
Bahwa Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service dan Terlapor X, PT Kartika Airlines tidak ikut menandatangani perjanjian penetapan fuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006; ------
15. Tentang Perhitungan Denda;--------------------------------------------------------------Menimbang bahwa dalam mengenakan sanksi denda bagi para Terlapor, Majelis Komisi memperhitungkan hal-hal sebagai berikut: ---------------------------------------15.1 Bahwa berdasarkan Pasal 36 huruf l jo. Pasal 47 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999; ----15.2 Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) huruf g, UU No. 5 Tahun 1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,- (satu
miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.0000,- (dua puluh lima miliar rupiah); ----------------------------------------------------------------------------------15.3 Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan nilai excessive FS Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) sebagai acuan tertinggi dalam menetapkan denda maksimum Rp 25.000.000.000,- (Dua Puluh Lima Miliar Rupiah), maka denda terhadap Terlapor lainnya adalah proporsional terhadap nilai excessive FS masing-masing Terlapor atau serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,(Satu Miliar Rupiah);------------------------------------------------------------------16. Tentang Perhitungan Ganti Rugi;--------------------------------------------------------16.1 Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 huruf j dan l jo. Pasal 47 huruf f, Komisi berwenang memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat dan berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif penetapan pembayaran ganti rugi terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999;--------------------------------------------------------------------------------------
320
SALINAN 16.2 Menimbang bahwa Majelis Komisi menetapkan adanya kerugian di pihak masyarakat dan menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif penetapan pembayaran ganti rugi kepada masyarakat melalui pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dari excessive fuel surcharge masing-masing Terlapor dengan perkecualian kepada Terlapor VI (PT. Travel Express Aviation) dan Terlapor X (PT. Kartika Airlines) yang ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dengan mempertimbangkan bahwa kedua Terlapor tersebut merupakan perusahaan yang masih akan berkembang, skala usaha kecil dengan jumlah armada pesawat yang terbatas, dan beroperasi pada jalur perintis di luar kotakota besar; ------------------------------------------------------------------------------17. Tentang Saran dan Pertimbangan kepada Pemerintah;-----------------------------Menimbang bahwa sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi memandang perlu untuk memberikan rekomendasi kepada Komisi untuk menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah sebagai berikut: ---------------------------------------17.1 Pemerintah c.q. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia agar tidak memberikan kewenangan kepada asosiasi atau perhimpunan pelaku usaha untuk menetapkan harga atau tarif;--------------------------------------------------17.2 Bahwa pembayaran ganti rugi dari Terlapor yang disetor ke APBN agar digunakan sebesar-besarnya untuk meningkatkan fasilitas bandara dan pelayanan umum kepada masyarakat;-----------------------------------------------18. Tentang Diktum Putusan dan Penutup;-------------------------------------------------Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan kesimpulan di atas, serta dengan mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999, Majelis
Komisi: ------------------------------------------------------------------------------------------
MEMUTUSKAN
1. Menyatakan bahwa Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero); Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika
321
SALINAN Airlines terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999;-----------------------------------------------------------------------------------2. Menyatakan bahwa Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor XI, PT Linus Airways; Terlapor XII, PT Trigana Air Service; dan Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999; ---3. Menyatakan bahwa Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero); Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines,; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XI, PT Linus Airways; Terlapor XII, PT Trigana Air Service; dan Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia tidak terbukti melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; ---------------------------------4. Menetapkan adanya kerugian masyarakat setidak-tidaknya sebesar Rp 5.081.739.669.158,- (lima triliun delapan puluh satu miliar tujuh ratus tiga puluh sembilan juta enam ratus enam puluh sembilan ribu seratus lima puluh delapan rupiah) sampai dengan Rp 13.843.165.835.099,- (tiga belas triliun delapan ratus empat puluh tiga miliar seratus enam puluh lima juta delapan ratus tiga puluh lima ribu sembilan puluh sembilan rupiah) selama periode 2006 s/d 2009;---------------------------------------------------------------------------------5. Memerintahkan pembatalan perjanjian penetapan fuel surcharge baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang dilakukan oleh Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero); Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; dan Terlapor X, PT Kartika Airlines;---------------------------------------------------------6. Menghukum Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,- (duapuluh lima milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
322
SALINAN bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------7. Menghukum Terlapor II, PT Sriwijaya Air membayar denda sebesar Rp. 9.000.000.000,- (sembilan milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------------------8. Menghukum Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) membayar denda sebesar Rp. 8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------9. Menghukum Terlapor IV, PT Mandala Airlines membayar denda sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------------------10. Menghukum Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service membayar denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------11. Menghukum Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines membayar denda sebesar Rp. 17.000.000.000,- (tujuhbelas milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------
323
SALINAN 12. Menghukum Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines membayar denda sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); -------------------------------------------------------------13. Menghukum Terlapor IX, PT Metro Batavia membayar denda sebesar Rp. 9.000.000.000,- (sembilan milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------------------14. Menghukum Terlapor X, PT Kartika Airlines membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------------------15. Menghukum Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) membayar ganti rugi sebesar Rp. 162.000.000.000,- (seratus enam puluh dua milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; 16. Menghukum Terlapor II, PT Sriwijaya Air membayar ganti rugi sebesar Rp. 60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ---------------------------------17. Menghukum Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) membayar ganti rugi sebesar Rp. 53.000.000.000,- (lima puluh tiga milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti
324
SALINAN rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; 18. Menghukum Terlapor IV, PT Mandala Airlines membayar ganti rugi sebesar Rp. 31.000.000.000,- (tiga puluh satu milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ---------------------------------19. Menghukum Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service membayar ganti rugi sebesar Rp.1.900.000.000,- (satu miliar sembilan ratus juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; 20. Menghukum Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines membayar ganti rugi sebesar Rp. 107.000.000.000,- (seratus tujuh milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ---------------------------------21. Menghukum Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines membayar ganti rugi sebesar Rp. 32.500.000.000,- (tiga puluh dua milyar lima ratus juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; 22. Menghukum Terlapor IX, PT Metro Batavia membayar ganti rugi sebesar Rp. 56.000.000.000,- (lima puluh enam milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ---------------------------------23. Menghukum Terlapor X, PT Kartika Airlines membayar ganti rugi sebesar Rp 1.600.000.000,- (satu miliar enam ratus juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ----------------------------------
325
SALINAN Bahwa setelah Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor IX, Terlapor X melakukan pembayaran denda dan ganti rugi, maka salinan bukti pembayaran denda dan ganti rugi tersebut dilaporkan dan diserahkan ke KPPU.
Bahwa sebelum Putusan ini ditetapkan, salah satu anggota Majelis Komisi menyampaikan dissenting opinion sebagai berikut:
Bahwa saya, Dr. A.M. Tri Anggraini, S.H., M.H. sebagai salah satu Majelis Komisi Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 menyatakan berbeda pendapat dengan pertimbangan Majelis Komisi dalam hal perintah pembayaran ganti rugi. Hal ini didasarkan pertimbangan–pertimbangan yang terdapat dalam beberapa aturan hukum, antara lain Pasal 36 huruf j UU No. 5 Tahun 1999 yang menyatakan, bahwa wewenang Komisi meliputi “memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat”. Disamping itu, Pasal 47 ayat (2) huruf f UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa “tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa penetapan pembayaran ganti rugi”. Meskipun Komisi memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak lain atau masyarakat, tetapi tidak dapat diartikan bahwa Komisi dapat membebankan tindakan administratif berupa penetapan pembayaran ganti rugi terhadap Terlapor yang melanggar UU No. 5 Tahun 1999 dan mengakibatkan kerugian masyarakat, dengan cara menetapkan pembayaran ganti rugi tersebut kepada Negara. Penetapan ganti rugi berdasarkan Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 yang ditentukan dalam Pedoman Pasal 47 tentang Tindakan Adminstratif oleh KPPU adalah jenis ganti rugi aktual (actual damages) dengan menerapkan prinsip-prinsip penetapan ganti rugi sesuai konteks Hukum Perdata, dimana beban pembuktian berada pada pelaku usaha yang meminta ganti kerugian.9 Selain itu, prosedur mengenai ganti rugi kepada pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap UU diatur dalam Pasal 38 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa “pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya 9
Lihat Keputusan KPPU Nomor 252/KPPU/Kep/VII/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Bagian B Huruf f tentang Penetapan Ganti Rugi, hal. 7.
326
SALINAN pelanggaran terhadap UU ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas Terlapor.” Ketentuan ini menunjukkan bahwa penetapan ganti rugi yang diakui dalam UU tersebut adalah ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggaran atas UU No. 5 Tahun 1999. Oleh karena itu, penetapan dan pembayaran ganti rugi adalah ditujukan kepada pihak yang dirugikan, bukan kepada Negara. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, saya menyatakan tidak sependapat dengan Amar Putusan KPPU Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 Nomor 15 sampai dengan 23.
Demikian putusan ini ditetapkan melalui musyawarah dalam Sidang Majelis Komisi pada hari Selasa tanggal 04 Mei 2010 dan dibacakan di muka persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari dan tanggal yang sama oleh Majelis Komisi yang terdiri dari Dr. A.M. Tri Anggraini, S.H., M.H, sebagai Ketua Majelis, Ir. M. Nawir Messi, M.Sc. dan Benny Pasaribu, Ph.D masing-masing sebagai Anggota Majelis, dengan dibantu oleh Firman Budiana Nugraha, S.E. dan Rosanna Sarita, S.H. masing-masing sebagai Panitera.
Ketua Majelis,
Dr. A.M. Tri Anggraini, S.H., M.H
Anggota Majelis,
Ir. M. Nawir Messi, M.Sc.
Anggota Majelis,
Benny Pasaribu, Ph.D
327
SALINAN Panitera,
Firman Budiana Nugraha, S.E.
Rosanna Sarita, S.H.
Salinan sesuai dengan aslinya: SEKRETARIAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Plt. Sekretaris Jenderal,
Mokhamad Syuhadhak
328