Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 137/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGAR KETERANGAN PEMERINTAH, DPR DAN AHLI DARI PEMOHON (III)
JAKARTA SELASA, 26 JANUARI 2010
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 137/PUU-VII/2009 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PEMOHON -
IGJ, PDHI, Wamti, SPI, Yayasan dan KPA Teguh Boediyana, dkk.
ACARA Mendengar Keterangan Pemerintah, DPR dan Ahli dari Pemohon (III) Selasa, 26 Januari 2010, Pukul 09.10-12.04 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat.
SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Prof.Dr. Moh. Mahfud. MD., S.H. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H. Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum. Dr. H.M. Arsyad Sanusi, S.H., M.Hum Dr. Harjono, S.H., M.CL Hamdan Zoelva, S.H., M.H. Drs. Ahmad Fadlil Sumadi, S.H., M.Hum Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H.
Alfius Ngatrin, S.H .
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Kuasa Hukum Pemohon: -
Hermawanto, S.H. Sudaryatmo, S.H.
Pemohon: -
Retno Dwi Bagja (PDHI) Tita Subayu Teguh Boediyana Asroel Abidin Drs. H. Asnawi A. Warsito Elly Sumintarsih Salamuddin
Ahli dari Pemohon: -
dr. dr. dr. dr.
drh. drh. drh. drh.
Suhadji Sofjan Sudarjat, MS. Bachtiar Murad Mangku Sitepu
Pemerintah: -
Dr. Ir. Tjeppy Daradjatun Soedjana, M.Sc. (Dirjen Peternakan, Deptan) Cahyo Damirin (Deptan) Pudjianto (Deptan) Tumi Rusli (Deptan) Supraptomo (Ka. Biro Hukum Deptan) Dr. Mualimin Abdi (Kabag Penyajian dan Penyiapan Keterangan Pemerintah pada Sidang MK) Suharto DPR-RI:
-
Adang Darajatun (Anggota DPR-RI) Rudi Rochmansah (Kepala Bagian Hukum DPR-RI) Tata
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 09.10 WIB
1.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD. MD., S.H.
Assalamualaikum wr. wb.
Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi dalam Perkara 137/PUUVII/2009 untuk acara mendengar keterangan pemerintah, mendengar keterangan DPR, mendengar keterangan saksi/ahli yang diajukan oleh Pemohon dan pemerintah dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Silakan para Pemohon untuk memperkenalkan diri dan yang dihadirkan hari ini. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO, S.H. Terima kasih Yang Mulia. Para Pemohon kami hadir dua kuasa hukumnya yaitu saya sendiri Hermawanto dan sebelah kanan saya Bapak Sudaryatmo. Dan para Pemohon Prinsipal yang hadir pada hari ini, yang pertama adalah dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, beliau drh. Dewi Bagja, sebelah kiri saya persis. Yang kedua adalah Bapak Dedi Setiadi, oh belum datang mohon maaf. Yang kedua adalah Pak Teguh itu adalah beliau Pemohon individual, Pemohon nomor 8, terus Pak Warsito Pemohon nomor 15, terus di bagian belakang ada Bapak Tita Subayu Pemohon nomor 4, terus Bapak Salamuddin Pemohon nomor 19, terus Bapak Asroul Abidin beliau Pemohon nomor 9, Bapak Asnawi beliau adalah Pemohon nomor 12. Ibu Elly Sumintarsih, beliau Pemohon nomor 18. Terima kasih Yang Mulia, dan kami menghadirkan enam orang saksi dan mohon maaf belum bisa semuanya hadir. Baru lima orang yang hadir yang pertama adalah dr. drh Suhadji, yang kedua adalah Dr. drh. Sofjan Sudarjat, M.S. Yang ketiga dr. drh. Mangku Sitepu, yang keempat drh. Bachtiar Murad, mohon maaf yang kelima Dr. Ir. Rochadi Tawaf masih dalam perjalanan dan yang keenam drh. Retno Dewi. W. Bagja. Perlu kami informasikan kepada Majelis Hakim bahwa tercatat saksi yang kami hadirkan yang keenam drh Retno W. Bagja juga adalah Pemohon atas nama Organisasi Perhimpunan Dokter Hewan Seluruh Indonesia.
3
3.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD. MD., S.H. Kalau Pemohon kan sudah mengajukan di tertulis itu? Untuk apa keahliannya lagi kan sudah dituangkan dalam permohonannya ya?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO, S.H. Betul, namun perlu kami informasikan kepada Yang Mulia bahwa saksi ahli yang seharusnya kami hadirkan beliau tidak bisa hadir sehingga menurut kami kapasitas beliaulah yang mempunyai kapasitas secara individual dan keahlian beliau yang (...)
5.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD. MD., S.H. Ya, nanti bisa bicara saja sebagai Pemohon kan diberi kesempatan untuk bicara, kenapa mau jadi ahli, kan Pemohon boleh bicara nanti menanggapi, menambahkan kan bisa.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO, S.H. Terima kasih Yang Mulia.
7.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD. MD., S.H. Oke. Kepada DPR, silakan.
8.
DPR-RI: ADANG DARAJATUN Terima kasih Yang Mulia. Saya Adang Darajatun mewakili Dewan Perwakilan Rakyat dan didampingi oleh biru hukum yaitu Bapak Rudi dan Bapak Tata. Terima kasih.
9.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD. MD., S.H. Pemerintah.
10.
PEMERINTAH: DR. MUALIMIN ABDI (KABAG PENYAJIAN DAN PENYIAPAN KETERANGAN PEMERINTAH PADA SIDANG MK) Terima kasih Yang Mulia, assalamualaikum, wr. wb, selamat pagi salam sejahtera buat kita semua. Dari pemerintah yang hadir saya akan sebutkan dari yang sebelah kiri adalah Pak Cahyo Damirin dari Departemen Pertanian, kemudian ada Pak Pudjianto dari Departemen Pertanian juga, kemudian ada juga Pak
4
drh. Tumi Rusli belum datang dari Departemen Pertanian juga, kemudian ada Pak Supraptomo, Kepala Biro Hukum Departemen Pertanian, kemudian di samping kananya ada Pak Direktur Jenderal Peternakan Pak Ir. Tjeppy Soedjana, kemudian di samping kanan saya Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan saya sendiri..., Pak Suharto mohon maaf, Pak Suharto sebagai tim ahli Badan Karantina Pertanian, kemudian saya sendiri Mualimin Abdi dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih Yang Mulia. 11.
KETUA: PROF. DR. MAHFUD.MD, S.H. Mari sekarang kita dengarkan keterangan DPR dan Pemerintah. Untuk itu kepada DPR dipersilakan Bapak.
12.
DPR-RI: ADANG DARAJATUN
Assalamualaikum wr.wb, salam sejahtera untuk kita semua dan selamat pagi. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi dan para anggota Majelis Hakim Konstitusi serta hadirin yang saya hormati. Berdasarkan surat kuasa khusus Pimpinan DPR RI No. HK 000572 /DPRRI/2010 tanggal 25 Januari 2010. Saya Adang Darajatun akan menyampaikan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 137/PUUVII/2009 sebagai berikut : a. Ketentuan pasal Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk selanjutnya disebut UndangUndang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang dimohonkan pengujian terhadap UUD 1945. Para Pemohon dalam permohonan a quo mengajukan pengujian materiil ketentuan Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) sepanjang frase,” …unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona dalam.” Dan ayat (4) frase “…mengacu pada ketentuan atau kaidah internasional”,serta Pasal 68 ayat (4) frase “dapat untuk peternakan dan kesehatan hewan.” Para Pemohon beranggapan ketentuan pasal Pasal 44 ayat (1), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4), serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan (2), serta Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. b. Hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dianggap para Pemohon dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Para Pemohon dalam permohonan a quo mengemukakan bahwa 5
hak konstitusionalnya sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan (2), serta Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 telah dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4), serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Bahwa pada halaman 20 permohonan a quo para Pemohon beranggapan ketentuan Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, menunjukkan pemerintah tidak bertanggung jawab atas kerugian akibat ketidakmampuannya mengendalikan penyakit hewan menular, berbahaya dan mengabaikan hak rakyat, Pemohon, peternak atas ganti rugi yang merupakan hak atas tindakan depopulasi. Bahwa dalam halaman 16 permohonan a quo para Pemohon berpandangan frase “…unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona dalam” pada Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan menunjukkan tidak adanya perlindungan maksimum terhadap rakyat, para Pemohon dari resiko masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular dan yang dapat membahayakan sehingga mengancam kesehatan manusia, hewan dan lingkungan serta melemahkan perekonomian rakyat. c. Bahwa pada halaman 21 permohonan a quo, para Pemohon berpandangan frase “..atau kaidah internasional” pada Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan menunjukkan tidak adanya kepastian hukum sebagai rujukan dalam mengambil keputusan serta mengabaikan prinsip kedaulatan rakyat. d. Bahwa pada halaman 23 permohonan a quo, para Pemohon berpandangan pencantuman kata “dapat” pada Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan berakibat pada pelanggaran hak dan kewenangan profesi dokter hewan serta menurunnya derajat kewenangan profesional menjadi kewenangan politik. Terhadap pandangan para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo, DPR dalam keterangan ini menguraikan dahulu kedudukan hukum sebagai berikut; 1. Kedudukan hukum para Pemohon. Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh para Pemohon sebagai pihak telah diatur dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, selanjutnya disingkat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu; a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
6
c. badan hukum publik atau privat, atau; d. lembaga negara.
a. b. c.
a. b. c. d. e.
Hak dan atau kewenangan konstitusional yang dimaksud ketentuan Pasal 5 ayat (1) tersebut dipertegas dalam penjelasannya bahwa yang diatur dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan penjelasan Pasal 51 ayat (1) ini menegaskan bahwa hanya hak-hak yang secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 ini saja yang termasuk hak konstitusional. Oleh karena itu menurut Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon yang memiliki kedudukan hukum dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 maka terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan; Kualifikasinya sebagai Pemohon dalam permohonan a quo sebagaimana disebut dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; Hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagai dimaksud penjelasan Pasal 51 ayat (1) dianggap telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang. Kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional para Pemohon sebagai akibat berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. Mengenai parameter kerugian konstitusional, Mahkamah Konstitusi telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang harus memenuhi 5 syarat vide Putusan Perkara Nomor 006/PUU-III/ 2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007 yaitu sebagai berikut : Adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945; Bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji; Bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; Adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian dan berlakunya undangundang yang dimohonkan pengujian; Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Apabila kelima syarat tersebut tidak dipenuhi oleh para Pemohon dalam perkara pengujian undang-undang a quo, maka para Pemohon tidak memiliki kualifikasi kedudukan hukum sebagai Pemohon. Menanggapi permohonan para Pemohon a quo, DPR berpandangan bahwa meskipun para Pemohon memiliki kualifikasi sebagai subyek hukum dalam permohonan pengujian undang-undang a quo sesuai Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
7
Namun berujuk ukuran kerugian konstitusional yang dibatasi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007, para Pemohon dalam permohonan a quo tidak membuktikan secara aktual kerugian konstitusional dan kerugian potensial serta tidak terdapat causal verband kerugian yang didalilkan para Pemohon dengan ketentuan pasal undang-undang a quo yang dimohonkan pengujian. Adapun pandangan DPR terhadap kedudukan hukum/legal standing para Pemohon yaitu : 1. bahwa meskipun Pemohon satu sampai dengan tujuh memenuhi ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi sebagai badan hukum privat. Namun merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007, Pemohon 1 sampai dengan 7 dalam permohonan a quo belum membuktikan adanya kerugian atau berpotensi menimbulkan oleh berlakunya Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4), serta Pasal 68 ayat (4) undang-undang a quo. 2. bahwa karena itu DPR berpandangan berlakunya Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4) serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak menghalang-halangi atau tidak mengurangi hak konstitusional Pemohon 1 sampai dengan 7 untuk melakukan kegiatan atau aktivitasnya sebagai badan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang kajian, memberikan penyuluhan maupun advokasi dalam bidang pertanian, peternakan maupun nelayan. Oleh karena itu tidaklah tepat dan berdasar jika dalam perkara a quo Pemohon satu sampai dengan tujuh berkedudukan hukum sebagai Pemohon. Ketiga, bahwa Pemohon delapan dan Pemohon sembilan dalam permohonan a quo berprofesi sebagai peternak sapi yang melakukan aktivitas memelihara sapi sebagai bagian dari sumber ekonomi kehidupan. Menurut para Pemohon dengan berlakunya sistem zona atau minimal security akan mengancam kesehatan ternak dan menjadikan impor asli daging segar sangat dibatasi dan akan mendesak peternak sapi lokal. Terhadap dalil Pemohon delapan dan Pemohon sembilan tersebut, DPR berpandangan bahwa dalam Pasal 59 ayat (2) dan penjelasannya undang-undang a quo tidak mengatur impor hewan ternak tapi pada pokoknya mengatur impor produk hewan ternak yang meliputi semua bahan yang berasal dari hewan yang belum diolah untuk keperluan konsumsi, pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan manusia, misalnya daging, telur, susu, dan tulang. Bahwa dengan merujuk Keputusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara 011/PUU-V/2007, persoalan konstitusionalitas yang dikemukakan oleh Pemohon delapan dan Pemohon sembilan tidak ada relevansinya atau tidak terdapat causal
8
verband
dengan ketentuan pasal undang-undang a quo yang dimohankan pengujian. Empat, bahwa begitu pula dengan Pemohon sepuluh sampai dengan Pemohon lima belas, yang berprofesi sebagai pedagang sapi beranggapan dengan berlakunya sistem zona dapat mengancam keselamatan dan kesehatan ternak dan dapat menimbulkan kerugian dalam menjalankan usahanya. DPR berpandangan bahwa hal itu tidak ada relevansinya atau tidak terdapat causal verband dengan ketentuan pasal undang-undang a quo yang dimohonkan pengujian. Lima, bahwa terhadap Pemohon enam belas sampai dengan sembilan belas DPR menyerahkan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk menilainya. Berdasarkan uraian-uraian di atas, DPR berpandangan bahwa Pemohon satu sampai dengan lima belas tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing karena tidak memenuhi batasan kerugian konstitusional yang diputuskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007. Oleh karena itu sudah sepatutnya apabila Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia secara bijaksana menyatakan permohonan para Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima. Namun demikian jika Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, selanjutnya bersama ini disampaikan keterangan DPR RI atas pengujian materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2. Pengujian materiil atas Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Terhadap pandangan-pandangan para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo, DPR RI menyampaikan penjelasan, keterangan sebagai berikut: Satu, bahwa salah satu upaya pemberantasan penyakit hewan menular zonosis berbahaya yang diatur dalam Pasal 44 ayat (1) UndangUndang Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah berupa tindakan depopulasi. Tindakan depopulisasi tersebut dilakukan untuk melindungi kepentingan umum yaitu terhindarnya penyakit hewan menular zonosis berbahaya kepada hewan lain dan bahkan kepada manusia atau sebaliknya. Dua, bahwa DPR tidak sependapat dengan dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa tindakan depopulasi yang diatur ketentuan Pasal 44 ayat (3) undang-undang a quo merugikan hak konstitusional para Pemohon. Terhadap dalil para Pemohon tersebut DPR RI berpandangan bahwa justru hak para Pemohon, peternak atas tindakan depopulasi dilindungi oleh ketentuan Pasal 44 ayat (4) yang menyatakan bahwa pemerintah memberikan kompensasi bagi hewan yang sehat yang berdasarkan pedoman pemberantasan wabah penyakit hewan harus di depopulasi.
9
Tiga, bahwa negara dalam hal ini pemerintah tidak memberikan kompensasi atas tindakan depopulisasi terhadap hewan yang positif terjangkit penyakit hewan berbahaya sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (3) undang-undang a quo. Adalah hal yang logis dan berdasar mengingat hewan yang positif terjangkit penyakit hewan berbahaya dapat menularkan hewan yang sehat yang justru dapat menimbulkan penyebaran penyakit hewan berbahaya meluas, tidak sekedar bebahaya pada hewan tetapi juga pada kesehatan manusia. Sehingga kerugian yang ditimbulkan akan lebih besar bahkan meskipun tidak dilakukan depopulasi hewan yang terkena penyakit hewan berbahaya akan mati dengan sendirinya. Namun demikian terhadap hewan yang sehat apabila dilakukan depopulasi dengan alasan untuk mengatasi persebaran berjangkitnya penyakit hewan berbahaya negara berkewajiban memberikan kompensasi karena berkaitan dengan hak kepemilikan. Empat, bahwa DPR RI tidak sependapat dengan dalil para Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 59 ayat (2) sepanjang frase unit usaha produksi hewan pada suatu negara atau zona dalam undangundang a quo menunjukkan tidak adanya perlindungan maksimum terhadap rakyat, para Pemohon dari risiko masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular dan yang dapat membahayakan sehingga mengancam kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan serta melemahkan perekonomian rakyat dan dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1), Pasal 33 ayat (4) serta Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Terhadap dalil para Pemohon tersebut, DPR berpandangan bahwa pendekatan sistem zona dalam pelaksanaan sistem kesehatan hewan nasional yang terkandung dalam Pasal 59 ayat (2) undang-undang a quo adalah mengacu pada ketentuan badan kesehatan dunia dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya, maka sudah sepatutnya dalam penerapan sistem zona harus dilakukan secara konsekuen baik untuk keperluan pengeluaran atau ekspor maupun keperluan pemasukan atau impor. Lima, bahwa dengan penetapan sistem zona, justru memberikan perlindungan terhadap masyarakat atau daerah yang tidak terjangkit penyakit hewan berbahaya berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan dengan ketentuan standar internasional. Tetap dapat melakukan kegiatan usahanya sehingga hak-hak masyarakat tidak dirugikan atau dikurangi karena adanya penyakit hewan berbahaya pada suatu negara. Sebaliknya apabila dengan sistem maximum security dapat menghalangi atau mengurangi hak masyarakat yang memiliki unit usaha produk hewan yang telah memiliki sertifikasi sesuai standar internasional. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan yaitu menerapkan hukum yang berbeda terhadap hal yang berbeda. Ketentuan Pasal 59 ayat (2) undang-undang a quo sesuai dengan Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
10
a.
b. c. d.
Enam, bahwa meskipun Pasal 59 ayat (2) undang-undang a quo yang menurut para Pemohon menganut sistem minimum security namun unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona yang akan mengekspor produk hewan ke wilayah RI harus memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan yang diatur dalam penjelasan pasal a quo,meliputi unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona harus memiliki; Hasil analisis resiko penyakit hewan menular terutama penyakit eksotik pada negara atau zona suatu negara sebagai jaminan keamanan produk hewan yang akan di ekspor ke wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Nomor registrasi untuk unit usaha yang mengekspor produk hewan kedalam wilayah negara Republik Indonesia. Rekomendasi dari otoritas “veteriner” bahwa importasi produk hewan dinyatakan aman bagi konsumen, sumber daya hewan, dan lingkungan serta tidak mengganggu kepentingan nasional. Kesesuaian dengan ketentuan internasional yang relevan antara lain dari badan kesehatan dunia dan atau Codex Alimentarius Commission. Sedangkan yang dimaksud dengan tata cara pemasukan produk hewan adalah memenuhi ketentuan teknis kesehatan hewan dan peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan. Di samping itu, bagi unit usaha produk hewan yang dimaksud wajib memiliki nomor kontrol veterinair yaitu nomor registrasi unit usaha produk hewan sebagai bukti telah terpenuhinya persyaratan higienis dan sanitasi sebagai kelayakan dari dasar jaminan keamanan produk hewan. Tujuh, bahwa DPR tidak sependapat dengan dalil para Pemohon yang menyatakan frase atau kaidah internasional pada Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan menunjukkan tidak adanya kepastian hukum sebagai rujukan dalam mengambil keputusan serta mengabaikan prinsip kedaulatan rakyat. Terhadap dalil Pemohon tersebut DPR berpandangan bahwa dalil para Pemohon tidak berdasar, mengingat dalam penjelasan tersebut sudah dirinci secara jelas ketentuan internasional yang menjadi rujukan yaitu ketentuan dari badan kesehatan hewan dunia “World Organization for Animal Health” (WOAH) dan atau “Codex Eliminatorias Commission” CEC. Delapan, bahwa DPR tidak sependapat dengan dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa pencantuman kata “dapat” pada Pasal 68 ayat (4) undang-undang a quo berakibat pada pelanggaran hak dan kewenangan profesi dokter hewan serta menurunnya derajat kewenangan profesional menjadi kewenangan politik. Terhadap dalil para Pemohon tersebut, DPR berpandangan bahwa perlu dicermati yang dimaksud dengan veterinair vide Pasal 1 angka 26 Undang-Undang A quo, adalah segala urusan yang berkaitan dengan hewan dan penyakit hewan. Sedangkan otoritas veterinair vide Pasal 1 angka 28 undang-undang a quo adalah sebuah kelembagaan pemerintah
11
dan atau kelembagaan yang dibentuk pemerintah dalam mengambil keputusan tertinggi yang bersifat teknis berkaitan dengan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan mengerahkan semua lini kemampuan semua profesi mulai pengidentifikasian masalah, menentukan kebijakan, mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan sampai dengan mengendalikan teknis lapangan. Sembilan, bahwa terkait dengan hal tersebut maka dalam rangka sistem kesehatan hewan di seluruh wilayah NKRI tentunya memerlukan otoritas veterinair sebagaimana diatur dalam Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang a quo. Dalam ikut berperan serta mewujudkan kesehatan hewan dunia melalui sistem kesehatan hewan nasional menteri dapat melimpahkan kewenangannya kepada otoritas veterinai dengan maksud untuk dapat menerapkan kewenangan tertinggi dalam pengambilan keputusan dibidang kesehatan hewan yang bersifat nasional dan/atau internasional. Dengan demikian, atas dasar uraian tersebut DPR berpandangan ketentuan Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4) serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (4) serta Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, juga tidak merugikan hak dan atau kewenangan konstitusional para Pemohon. DPR mohon kiranya Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia memberikan amar putusan sebagai berikut; 1. (REKAMAN TIDAK JELAS) para Pemohon a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima. 2. menyatakan permohonan para Pemohon a quo ditolak untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima; 3. menyatakan keterangan DPR dikabulkan untuk seluruhnya; 4. menyatakan Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4) serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (4) serta Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. menyatakan Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan (4) serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Apabila Ketua atau Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia berpendapat lain, kami mohon putusan yang bijaksana dan seadiladilnya.
12
Demikianlah keterangan tertulis dari Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia kami sampaikan sebagai bahan pertimbangan Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusan, terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
13.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Terima kasih, PP supaya naskah diminta kepada DPR. Silakan Pemerintah.
14.
PEMERINTAH: DR. MUALIMIN ABDI (KABAG PENYAJIAN DAN PENYIAPAN KETERANGAN PEMERINTAH PADA SIDANG MK) Izin Yang Mulia, sebelum pemerintah menyampaikan keterangan. Pemerintah sudah menyiapkan keterangan tertulis lumayan banyak hampir 65 halaman. Tetapi pemerintah tidak akan bacakan semua, jadi pemerintah akan membacakan kurang lebih 10 halaman yang kaitannya dengan keterangan pendahuluan akan disampaikan oleh Dirjen Peternakan.
15.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Silakan Bapak Dirjen.
16.
PEMERINTAH : DR. IR. TJEPPY DARADJATUN SOEDJANA, MSc.(DIRJEN PETERNAKAN ) Kepada yang terhormat Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Assalamualaikum wr. wb, salam sejahtera bagi kita semua. Sehubungan permohonan pengujian ketentuan Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4) serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Perkumpulan Institute for Global Justice (IGJ) dan kawan-kawan, yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Hermawanto, S.H. dan kawan-kawan untuk selanjutnya disebut sebagai para Pemohon. Sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi nomor 137/PUU-VII/2009 tanggal 21 Oktober 2009 dengan perbaikan tanggal 9 November 2009, selanjutnya perkenankan pemerintah menyampaikan keterangan pendahuluan sebagai berikut; Pokok permohonan. Para Pemohon, Yang Mulia mohon izin tidak akan saya bacakan karena bahan ini sudah disampaikan oleh para Pemohon. Tentang kedudukan hukum para Pemohon.
13
a. b.
c. d. e.
Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, uraian penjelasan tentang kedudukan hukum Pemohon secara rinci pemerintah sampaikan dalam keterangan tertulis pemerintah yang akan diserahkan setelah persidangan ini. Namun demikian pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah para Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang mempunyai kedudukan hukum atau tidak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi. Bahwa dasar pembentukkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa hewan mempunyai peranan penting dalam penyediaan pangan hewan dan hasil hewan lainnya serta jasa bagi manusia yang pemanfaatannya perlu diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai maksud tersebut perlu diselenggarakan kesehatan hewan yang melindungi kesehatan manusia dan hewan beserta ekosistemnya sebagai pra syarat sebagai terselenggaranya peternakan maju, berdaya saing, dan berkelanjutan serta penyediaan pangan yang aman, sehat, utuh dan halal sehingga hewan perlu didayagunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan pengaturan mengenai peternakan dan kesehatan hewan yang holistik dan terintegrasi dengan tujuan: Mengelola sumber daya hewan secara bermartabat, bertanggung jawab, dan berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mencukupi kebutuhan pangan, barang dan jasa asal hewan secara mandiri berdaya saing dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan peternak dan masyarakat menuju pencapaian dan ketahanan pangan nasional. Melindungi, mengamankan dan atau menjamin wilayah kesatuan Republik Indonesia dari ancaman yang dapat mengganggu kesehatan atau kehidupan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan. Mengembangkan sumber daya hewan bagi kesejahteraan peternak dan masyarakat dan; Memberi kepastian hukum dan kepastian berusaha dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi. Lebih lanjut terhadap ketentuan Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4) serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan yang dimohonkan untuk diuji oleh para Pemohon, pemerintah dapat menjelaskan sebagai berikut; Satu, terhadap Pasal 44 ayat (3).
14
Pemerintah tidak memberikan kompensasi kepada setiap orang atas tindakan depopulasi terhadap hewannya yang positif terjangkit penyakit hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Penjelasan Pasal 44 ayat (3) yang dimaksud dengan memberikan kompensasi ditujukan kepada hewan yang tertular penyakit, hewan menular eksotik. Ketentuan ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui bahwa pendepoluasian positif terinfeksi hewan menular strategis tidak mendapatkan kompensasi mengingat hewan tersebut dipastikan akan mati. Yang dimaksud dengan penyakit hewan menular eksotik adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan hewan, hewan dan manusia serta hewan dan media pembawa penyakit hewan lainnya melalui kontak langsung atau tidak langsung seperti media pembawa air, udara, tanah peralatan manusia atau dengan media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba, atau jamur penyakit mana belum terdapat di Indonesia pada Pasal 1 angka 35. Sedangkan yang dimaksud dengan penyakit hewan strategis adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi, keresahan masyarakat dan atau kematian hewan yang tinggi, Pasal 1 angka 36. Di samping hewan yang terjangkit hewan eksotik dan atau strategis walaupun tidak di depopulasi akan mati dengan sendirinya. Apabila tidak di depopulasi justru akan menularkan penyakit tersebut kepada hewan lain yang sehat bahkan kepada manusia atau bahkan dari manusia yang terjangkit penyakit tersebut kepada hewan karena sifatnya yang zoonotic {sic}. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, yang mengutamakan kepentingan umum yang lebih besar daripada kepentingan individu pemilik hewan yang terjangkit penyakit hewan menular eksotis dan atau strategis. Selain itu Pasal 44 ayat (3) bertujuan a. melindungi setiap orang untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya sebagaimana dijamin oleh Pasal 28A UUD 1945, b. melindungi hak asasi setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, c. melindungi hak setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana dijamin pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, d. perlindungan hak-hak sebagaimana tersebut di atas sesuai asas yang dianut dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan tujuan yang termuat dalam Pasal 3 khususnya huruf a, huruf b dan huruf d, yaitu
15
1. Mengelola sumber daya hewan secara bermartabat bertanggung jawab, dan berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Mencukupi kebutuhan pangan barang dan jasa asal hewan secara mandiri berdaya saing dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan peternak dan masyarakat menuju pencapaian ketahanan pangan nasional. 3. mengembangkan sumber daya hewan bagi kesejahteraan peternak dan masyarakat. Pemberian kompensasi diberikan oleh pemerintah bagi hewan sehat yang berdasarkan pedoman pemberantasan wabah penyakit hewan harus di di depopulasi. Pemberian kompensasi terhadap tersebut dilakukan jika penyakit tersebut bukan penyakit hewan menular eksotik, contohnya dalam pemberantasan berselosis sedang antrax, Pasal 44 ayat (4) dan penjelasannya. Ketentuan ini menjunjung tinggi asas efisiensi berkeadilan. Apabila dicermati tujuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 ternyata sejalan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 bahwa “perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Dua, terhadap Pasal 59 ayat (2). Produk hewan segar yang dimaksud kan kedalam wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus berasal dari unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona produk hewan. Penjelasan Pasal 59 ayat (2), yang dimaksud dengan zona adalah suatu negara adalah bagian suatu negara yang mempunyai batas alam, status kesehatan populasi hewan, status epidemic logic, penyakit hewan menular, dan efektifitas daya kendali pelaksanaan otoritas veterinair yang jelas. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan antara lain memiliki; 1. hasil analisis resiko penyakit hewan menular, terutama penyakit eksotik pada negara atau zona suatu negara sebagai jaminan keamanan produk hewan yang akan di ekspor negara kesatuan Republik Indonesia. 2. Nomor registrasi atau establish number untuk unit usaha yang meng ekspor produk hewan kepada wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. 3. Rekomendasi dari otoritas veterinair , bahwa importasi produk hewan dinyatakan aman bagi konsumen, sumber daya hewan, dan lingkungan serta tidak menganggu kepentingan nasional. 4. Kesesuaian antara ketentuan internasional yang relevan antara lain dari badan kesehatan hewan dunia, atau work organization for animal health/OIE dan atau Codex Eliminatorias Commission” CEC.
16
Yang dimaksud tata cara pemasukan produk hewan adalah memenuhi ketentuan teknis kesehatan hewan dan peraturan perundangundangan di bidang karantina hewan. Ketentuan ini dimaksudkan; a. agar pencegahan dan pemasukan penyebaran hewan menular eksotik dan atau strategis melalui importasi produk hewan dapat terlaksana tanpa menganggu kelancaran produk hewan internasional; Pemasukkan produk hewan dari suatu unit produksi pada suatu negara atau zona dalam suatu negara hanya diperbolehkan apabila telah memenuhi persyaratan yaitu terutama hasil analisis resiko penyakit hewan menular utamanya yang eksotik dan kesesuaian dengan ketentuan internasional yang relevan SPS OAI dan CSC. Ketentuan hukum internasional ini justru menjadi dasar bagi alasan ilmiah untuk memberikan keputusan menerima atau menolak produk hewan dari luar negeri. Ketentuan Pasal 59 ayat (2) ini ditujukan khusus untuk impor produk hewan tidak termasuk impor hewan hidup sebagaimana dinyatakan oleh Pemohon dalam permohonannya. b. Sebagai kelanjutan dari ketentuan yang sudah berlaku sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Pasal 8 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah tersebut berbunyi, “menteri menetapkan jenis-jenis penyakit hewan dan wilayah bebas.” Penjelasan Pasal 8 ayat (1) berbunyi, yang dimaksud dengan wilayah bebas adalah suatu daerah terbatas di mana hewan atau ternak ada di bawah pengawasan instansi yang berwenang yang ditunjuk oleh menteri dan di dalam daerah tersebut selama waktu tertentu tidak terdapat suatu penyakit hewan. Ketentuan ini secara implisit mengakui adanya pendekatan zona dalam menentukan wilayah darimana produk hewan dapat diekspor. Berdasarkan asas resiprositas {sic} penetapan sistem zona harus dilaksanakan secara konsekuen baik untuk keperluan ekspor maupun untuk keperluan impor. Kesimpulannya adalah bahwa Indonesia sebagai negara anggota WTO tetap memiliki kewenangan untuk menolak produk hewan dari negara anggota WTO lainnya. Apabila berdasarkan analisis resiko melalui kajian ilmiah produk hewan tersebut berpotensi membawa agen penyakit hewan menular eksoti dan atau strategis dari negara pengekspor. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia seperti pada Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, melindungi hak setiap orang untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya, Pasal 28A Undang-Undang
17
Dasar 1945. Melindungi hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak beruat sesuatu, Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, melindungi hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan, Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dan menjamin bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945. Tiga, terhadap Pasal 59 ayat (4), persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) mengacu pada ketentuan atau kaidah yang internasional yang berbasis analisis resiko di bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veterinair serta mengutamakan kepentingan nasional. Penjelasan Pasal 59 ayat (4), persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan dari luar negeri didasarkan pada kepentingan nasional dan resiko kemungkinan terbawanya agen penyakit menular melalui produk hewan dengan tujuan untuk menjamin produk hewan yang masuk dapat memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan halal. Selain itu juga harus diperhatikan ketentuan internasional antara lain badan kesehatan hewan dunia WEH dan atau Codex Eliminatorias Commission”. Yang dimaksud dengan analisis resiko adalah proses pengambilan keputusan teknis kesehatan hewan yang didasarkan pada kaidah ilmiah dan kaidah keterbukaan publik melalui serangkaian tahapan kegiatan meliputi identifikasi bahaya, penilaian resiko, manajemen resiko dan komunikasi atau sosialisasi resiko. Ketentuan ini dimaksudkan; a. Untuk menjelaskan bahwa persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Republik Indonesia mengacu pada ketentuan atau kaidah internasional yang berbasis analisis resiko di bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veterinair serta mengutamakan kepentingan nasional b. Untuk menjelaskan bahwa produk hewan dari satu unit usaha pada suatu negara atau zona dalam suatu negara dapat diimpor apabila berdasarkan analisis resiko ternyata memenuhi syarat aman, sehat, utuh dan halal. Dengan demikian ketentuan Pasal 59 ayat (4) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, seperti pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pernyataan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum karena setiap tindakan pemerintah selalu berdasarkan atas hukum. baik hukum domestik maupun hukum internasional, Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
18
1945 dan menjamin bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945) dengan mengutamakan kepentingan nasional. Empat, terhadap Pasal 68 ayat (4). Dalam ikut berperan serta mewujudkan kesehatan hewan dunia melalui Seskeswanas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menteri dapat melimpahkan kewenangannya kepada otoritas veterinair. Penjelasan Pasal 68 ayat (4), pelimpahan kewenangan menteri kepada otoritas veterinair dimaksudkan untuk dapat menerapkan kewenangan tertinggi dalam pengambilan keputusan di bidang kesehatan hewan yang bersifat nasional dan atau internasional. Ketentuan ini dimaksudkan; a. Untuk menjelaskan bahwa menteri yaitu Menteri Pertanian yang menurut Pasal 1 angka 46 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Wewenang menteri tersebut merupakan keseluruhan wewenang di bidang peternakan dan kesehatan hewan selaku pejabat politik dan sekaligus pejabat publik atau administrasi negara. Oleh karenanya sebagian dari wewenang tersebut, terutama yang menyangkut kewenangan profesi tertentu seperti otoritas veterinair dapat dilimpahkannya kepada pemangku profesi otoritas veterinair. b. Untuk menjelaskan bahwa dengan ketentuan Pasal 68 ayat (4) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2009, dokter hewan tidak dalam keadaan yang tertutup sama sekali dalam menjalankan profesinya. Karena yang dilakukan oleh menteri sesuai dengan Pasal 1 angka 46 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 adalah tugas-tugas dan tanggung jawab di bidang peternakan dan kesehatan hewan sehingga dokter hewan tetap dapat melakukan aktifitas profesinya sesuai dengan keahliannya. Dari seluruh uraian tersebut di atas menurut pemerintah ketentuan yang dimohonkan untuk diuji oleh para Pemohon telah sejalan dengan konstitusi dan tidak merugikan hak dan atau kewenangan konstitusional para Pemohon. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, memutus dan mengadili permohonan pengujian Undang-Undng Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhdap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut; 1. menyatakan bahwa para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing.
19
2. menolak permohonan pengujian para Pemohon seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima. 3. menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan. 4. menyatakan ketentuan Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan ayat (4) serta Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33 ayat (4) serta Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian, apabila Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
17.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, terima kasih pemerintah yang telah menyampaikan keterangannya. Selanjutnya kita akan mendengar keterangan ahli. Namun sebelum itu Majelis Hakim akan mengesahkan dulu bukti-bukti tertulis yan diajukan oleh Pemohon terdiri dari 37 bukti tertulis dalam bukti P-1 sampai dengan P-37 dinyatakan sah untuk diajukan sebagai bukti. KETUK PALU 1X
Baik, para Pemohon dimohon mengambil sumpah untuk maju ke depan dulu yang beragama Islam, para saksi. Ini ahli semua kan yang diajukan tadi ya? Yang beragama Islam dulu. 18.
KUASA HUKUM PEMOHON : HERMAWANTO S.H. Mohon maaf Yang Mulia, jika kami berkenan dari para ahli yang kami hadirkan, sebenarnya juga mereka, seperti dalam CV yang akan kami serahkan kepada Yang Mulia (...)
19.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Ya.
20
20.
KUASA HUKUM PEMOHON : HERMAWANTO S.H. Mereka adalah mantan-mantan pejabat, dirjen dan lain-lain yang secara teknis juga beliau memahami dalam beberapa hal, terima kasih.
21.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Ya, ya ahli. Pak Arsyad.
22.
HAKIM ANGGOTA: DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM Saudara Ahli ikuti lafal sumpah yang saya tuntun. Bismillahirahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya”. Terima kasih.
23.
AHLI DARI PEMOHON: SELURUHNYA (DISUMPAH ISLAM)
Bismillahirahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya” 24.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Berikutnya satu lagi yang beragama protestan. Katholik ya? dr.drh Mangku Sitepoe, silakan.
25.
HAKIM ANGGOTA: DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H. Saudara ahli ya? lafal janji yang saya ucapkan, menurut agama Katolik yah? “Saya berjanji,sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya semoga tuhan menolong saya”.
26.
AHLI DARI PEMOHON: dr. drh. MANGKU SITEPU “Saya berjanji,sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya semoga Tuhan menolong saya.”
27.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Bapak, kembali ke tempat. Persilakan Bapak dr.drh.Suhadji. Maju bapak, ke podium. Silakan Pemohon ya diberi petunjuk, apa yang harus diterangkan.
21
28.
KUASA HUKUM PEMOHON : HERMAWANTO S.H. Terima kasih Yang Mulia. Sebelum ahli menerangkan keterangannya ada slide yang akan ditayangkan, dan ada hard copy yang akan kami bagikan.
29.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Baik, silakan PP
30.
KUASA HUKUM PEMOHON : HERMAWANTO S.H.. Kami mulai Yang Mulia.
31.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Silakan.
32.
KUASA HUKUM PEMOHON : HERMAWANTO S.H. Iya, terima kasih Yang Mulia. Saudara Ahli, kami ingin mendengarkan keterangan Saudara sebagai ahli berkaitan dengan kebijakan sektor veterinair terkait peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia. Berbicara kebijakan kita tidak bisa hindari kita akan berbicara terkait dengan pengaturan masalah peternakan dan kesehatan hewan sejak zaman Hindia-Belanda sampai lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Silakan Saudara Ahli jelaskan kronologis..., proses kebijakankebijakan itu dan permasalahannya seperti apa di Indonesia.
33.
AHLI DARI PEMOHON: DR. drh. SUHADJI
diikuti.
Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi. Perkenankan saya menyampaikan melalui slide, supaya mudah
Tolong slide-nya. Awal pengaturan bidang peternakan dan kesehatan hewan, dilakukan sejak pemerintah Belanda berupa plakat 34.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Slidenya teknisi mana ini tadi sudah…, ya.
22
35.
AHLI DARI PEMOHON: DR. drh. SUHADJI
Berupa plakat 26 Agustus 1836. Kemudian kita tarik saat ini diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009, 4 Juni. Jadi sudah berjalan sekitar 173 tahun. Menurut pengamatan kami pada periode yang begitu lama, timbul permasalahan yang berpotensi memicu konflik yang berkepanjangan dan nanti sampai kepada terakhir undang-undang ini. Ada 3 permasalahan pokok yang saya gambarkan dalam bulatan, permasalahan institusional, hal-hal yang menyangkut pengaturan institusi dan kedua permasalahan over constitutional dan yang ketiga adalah permasalah substansial memasukkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang mesti di sana-sini ada yang terlingkup, ada juga yang belum diatur. Dengan pokok pemikiran inilah ada.., kami menyampaikan topik bahasan. Ada 3 hal : 1. Timbulnya wabah penyakit hewan menular di Indonesia dan institusi yang menanganinya; 2. Kebijakan operasionil yang sekarang sudah 5 tahap yaitu sampai yang sekarang yang…, mohon maaf Pak Dirjen juga. Bahwa yang sekarang kita lakukan baru 3 tahap 3. substansi materi yang masuk kepada materi gugatan. Oke, terus lanjut. Yang Mulia, kami memulai dengan timbulnya wabah penyakit. Ya Mas, terus.. Mas.. Timbulnya wabah penyakit. Pertama pembangunan peternakan di Indonesia dan kesehatan hewan dimulai dengan kedatangannya dokter hewan Belanda 1820. Dan selanjutnya pada 1851 ada korps yang ditempatkan ya cikal bakal daripada jawatan kehewanan atau dinas yang termasuk dinas kesehatan umum. Jadi sejak Belanda mulai yang di dulukan adalah mengenai kesehatan hewan. Kemudian pada tahun 1836, mulai Belanda mengatur berupa plakat tadi dan 1836.., 26 Agustus itu sekarang ditentukan sebagai hari lahir peternakan dan kesehatan hewan. Apa yang diatur? Antara lain ialah mengenai pemotongan hewan betina bertanduk, lalu lintas yang menjaga kesehatan, dan lain-lain. Ya,terus. Pada akhir abad ke-18 munculah wabah yang sangat merugikan daripada petani. Setelah kurang lebih 50 tahun dibagikan ternak. Jadi mohon sejarah ini dicatat bahwa membagikan ternak-ternak yang di impor sekian lima pulih tahun lagi muncul. Ada 5 penyakit yang sangat berbahaya yaitu penyakit ngorok (1884), penyakit antrax (1884), penyakit sura (1886), penyakit mulut kuku (1887), dan penyakit rindhepest pada tahun 1897. Dua penyakit yang terakhir selalu menimbulkan pertentangan. Tetapi PMK bukan karena mortalitasnya tapi penyebaran cepat dan susuh diberantas. Kalau Rindhepest, karena mortalitasnya tinggi. Jadi ini
23
yang sering konflik mengenai pengertian “ah,.. PMK tidak berbahaya. Mohon maaf itu pengertian yang salah. Ya terus. Langkah Pemerintah Hindia Belanda karena pentingnya masalah penyakit dia sampai pada tahun 1888 merubah institusi yang tadinya jawatan untuk pengkajian ilmiah penyakit tropika dirubah menjadi laboratorium kesehatan hewan. Pada tahun 1905, bidang peternakan juga berlanjut dengan dibentuknya semacam kementrian, dinas, jawatan kehewanan yang dimasukkan dalam Kementrian Dalam Negeri. Mengapa dalam negeri? Karena itu pemikirannya adalah servises. Dalam waktu singkat, setahun Goldman {sic} memberikan organisasi ini beberapa hasil kerja. Misalnya pemberantasan penyakit menular, statistik, dan lain-lain. Selanjutnya, ya Pada tahun 1907 berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, dibentuklah yang namanya laboratorium khusus kesehatan hewan di Bogor. Begitu pentingnya karena Belanda saat itu di samping Perang Diponegoro dan lain-lain ada penyakit yang mereka (dokter hewan Belanda) tidak bisa menangani. Di samping laboratorium itu diikutkan pendidikan teknis dokter hewan. Jadi pada tahun 1907-1908 dibentuklah sekolah dokter hewan pribumi yang kemudian pada 1914 Sekolah Dokter Hewan Bumi Putera. Sejarah ini mohon untuk memberikan informasi bagaimana memposisikan kesehatan hewan dan peternakan di dalam satu konteks pengaturan untuk pembangunan. Ya terus. 1910-1941, sekolah kedokteran hewan pribumi telah menghasilkan 143 orang. Di zaman Jepang 20 orang ya. Nah zaman kemerdekaan. Setelah kita selesai mengatur peperangan tadi maka dibentuklah jawatan kehewanan yang berubah menjadi Direktorat Kehewanan masuk Kementrian Pertanian, aspeknya mulai beralih kepada produksi. Pada Keppres 75 Tahun 1966 Departemen Pertanian dibentuk dan ditetapkan Direktorat Jenderal Kehewanan. Mohon maaf Yang Mulia, istilah kehewanan di sini masih menyangkut masalah hewan dan penyakit-penyakitnya. Tapi kemudian diubah pada tahun 1968 diubah menjadi Direktorat Jenderal Kehewanan diubah menjadi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Bahkan selanjutnya 2001 diubah menjadi Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. Di sini mulai rancunya, kalau tadi aspeknya hewan dan penyakitnya sekarang mengapa setelah kemerdekaan mungkin ada pertimbangan khusus diubah menjadi Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. Selanjutnya pada 2002 selanjutnya sekarang kembali lagi menjadi Direktorat Jenderal Peternakan. Jadi permasalahannya yang ingin kami tampilkan dengan sejarah tadi, sejak zaman Belanda, pendudukan Jepang masalah kesehatan hewan itu telah mendapat perhatian khusus sebagai urusan yang
24
menyangkut hewan dan penyakit-penyakitnya. Namun dengan perubahan istilah dari kehewanan menjadi peternakan kesehatan hewan 1968, dipergunakan produksi ini menimbulkan bias dan fungsi bidang peternakan dan kesehatan hewan. Mohon maaf Yang Mulia, kalau Dirjennya kebetulan dokter hewan masalahnya bisa ditangani namun apabila itu disiplin ilmunya tidak, akan ada kerancuan. Ya terus. Di sini saya tampilkan bidang keilmuan, cakupan masalah dan fungsinya. Ilmu tentang peternakan menyangkut produksi, pengembangan, budaya, genetika, nilai ekonomis. Fungsinya optimalisasi fungsi-fungsi produksi. Peternak sebagai subjek, ternak sebagai objek, lahan sebagai basis ekologi pendukung pakan, dan teknologi sebagai alat ini bidang ilmu peternakan. Sedangkan ilmu kedokteran hewan atau kesehatan hewan itu cakupan masalahnya adalah jaminan keamanan “security”, kemudian menjamin kesehatan hewan dan manusia “safety”, serta pelayanan medik yang namanya “services”. Fungsinya adalah promotif, preventif, kuratif, reabilitatif. Di sini ada rambu-rambu profesi, kode etik, sumpah dokter hewan, dan sertifikasi kompetensi. Jadi kedua disiplin ilmu ini sebetulnya berbeda. Kalau disamakan, maka harus secara sinergi dua sisi diartikan sebagai seperti mata uang yang harus saling mendukung. Dalam praktiknya posisi kedua disiplin ilmu ini masih tumpang tindih kadang-kadang, dan karena direktorat jenderalnya disebut peternakan. Pada perkembangan terakhir mulai terpikir otoritas veteriner. Ya lanjut. Nah sekarang menyangkut kebijakan. Dalam pengertian maka ada lima tahap kebijakan; pertama, adalah tahap kebijakan teknis. Jadi yang ditangani itu hanya peternakan, mengurus produksi yang disebut teknis. Yang kedua, tahap kedua adalah kebijakan terpadu. Di sinilah sudah mulai memadukan aspek teknis, ekonomis, pemasaran, dan sosial. Yang ketiga, aspek pendekatan agribisnis, yaitu agribisnis suatu sistem agribisnis peternakan terdiri dari lima sub sistem, pra produksi, budidaya, pengolahan, dan pasar, lalu sistem global. Di sini sebenarnya peternakan dan kesehatan hewan harus sudah dipisah karena kita mengacu kepada persetujuan GATT “General Agreement on Tariff and Trade” yang diaplikasikan kepada WTO,TBT, dan ini dan kita sudah sebenarnya meratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Ini yang belum kita lakukan. Ya lanjut. Di sini, sub sistem agrobisnis Solo, sub sistem usaha ternak pengolahan, pemasaran. Pada sub sistem agrobisnis Solo ada memang sarana kesehatan hewan. Di dalam sub sistem usaha ternak memang ada pengamanan ternak tapi fungsi kesehatan hewan bukan di sini. Fungsinya adalah ini, sub sistem kesehatan hewan nasional, yang menurut undang-undang disebut tatanan unsur kesehatan hewan yang secara teratur saling berkaitan, ini belum ada Yang Mulia. Yang terdiri dari lima sub sistem yaitu sub sistem pelayanan kesehatan, sub sistem pelayanan masyarakat veterinair, sub sistem diagnosa, sub sistem
25
kesiagaan darurat, sub sistem pendukung SDM dan lain-lain. Ini yang belum dan di dalam undang-undang perintah hukum harus diadakan. Apalagi yang yang terakhir, dunia telah menganut konsep one world one health kesehatan semesta. Dunia menyadari bahwa kehidupan manusia saat ini menghadapi berbagai tantangan yang memerlukan solusi global. Salah satunya adalah penyebaran penyakit menular yang baru muncul emergence diseases atau timbul kembali reemergence diseases, terhadap interface atau hal yang sama dihadapi oleh hewan, manusia, ekosistem atas ancaman emerging infectious diseases. Jadi mohon pengertian ini tidak mudah karena ini sudah di adopt pada pertemuan di Rockefeler University pada 29 September. Menyepakati sekarang ini konsep one world one health karena masalahnya sekarang emerging infectious diseases itu dipacu oleh pertama adalah pertumbuhan cepat dalam populasi manusia dan hewan. Urbanisasi yang cepat, system peternakan yang berubah, empat integrasi yang semakin mendekat antara hewan dan manusia, perusakan hutan perubahan-perubahan dalam bentuk ekosistem, dan yang keenam globalisasi perdagangan hewan. Jadi kalau boleh kita sebut, prinsip ”OWOH” merupakan satu konsep yang multidisiplin dan multisektor sehingga didefinisikan sebagai suatu upaya kolaborasi antara multidisiplin yang berwawasan lokal, nasional, dan internasional dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal untuk manusia, hewan, dan lingkungan. Yang kami tambahi dengan mohon perhatian, karena tuntutan yang mendesak Siskewanas untuk penerapan “OWOH” diperlukannya otoritas veterinair. Jadi di samping kita mengatur Undang-Undang Nomor 18, global kita dituntut sudah konsep one world one health atau yang disebut “OWOH.” Sekarang yang ketiga, masalah-masalah yang menyangkut substansi peternakan dan kesehatan. Kedokteran hewan termasuk kelompok ilmu kedokteran sebenarnya. Hanya karena ditempeli yang namanya peternakan, maka lalu dilakukanlah pengumpulan. Kedokteran hewan termasuk dalam ilmu kedokteran, setiap lulusan harus menyatakan sumpah Hipocrates, jadi sama. Dan pada Undang-Undang Nomor 18 disebut sebagai Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, nah di sini mulai kita harus pandai-pandai untuk bagaimana menggabungkannya. Mengenai ilmunya tadi sudah saya sampaikan di depan, harus ada juga toleransi dan juga pada mengenai UndangUndang Nomor 18 mengusulkan pada saat awal kelompok PDHI sudah mengusulkan dengan niat baik lillahi Taala, jangan revisi UndangUndang 667 kalau perlu dilakukan reposisi daripada Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Artinya menempatkan masalahmasalahnya pada tempat yang sebenarnya. Tapi kami tidak tahu perkembangannya menjadi sebutannya Undang-Undang PKH. Mengenai substansi, kami catat ada tiga tahapan Yang Mulia. Tahap pertama 1912 ada pendekatan teknis ada materi Undang-Undang
26
Staatsblaad 1912 432 yang disebut Undang-Undang Sisa Materlaag veteriner. Lalu ada KUHP, ada 13 pasal yang berkaitan dengan
kehewanan. Ini tahap pertama. Tahap kedua, setelah 1912 sampai sebelum terbitnya UndangUndang 18, pada kondisi pendekatan terpadu dan agrobis, staatsblaad masih berlaku, ada Undang-Undang Nomor 667 yang disebut UndangUndang Kehewanan, kemudian undang-undang lain. Ada 12 undangundang, Undang-Undang Pangan, Undang-Undang Kehutanan dan KUHP. Yang ketiga setelah tahun 2009 staatsblaad dicabut. UndangUndang 667 dicabut, diganti, undang-undang lain masih ada, KUHP masih ada. Dalam proses penyusunan ini maka tidak dipungkiri kemungkinan adanya mata rantai yang hilang sehingga ada pasal-pasal yang menimbulkan konflik kepentingan. Kalau boleh inilah prosesnya. Mulai 1994 sudah mulai dibuat naskah akademik karena waktu itu kami masih bertugas. Kemudian berjalan terus sampai 15 tahun sampai lahirnya. Dalam kurun waktu yang diperlukan 15 tahun, menunjukkan bahwa kelompok stakeholdetr Deptan dan lain-lain terjebak, ini mohon maaf kalau salah. Pada pembahasan yang tidak fokus dan tidak memahami secara menyeluruh filosofi dan substansi yang utuh sebagai payung hukum yang diperlukan. Karena perkenan Yang Mulia pada akhirnya kami sedikit mensitir bahwa Undang-Undang yang 18 667 sebetulnya kelompok profesi, kalau kami catat merupakan amanah profesi untuk berjuang mengemban perintah Undang-Undang Dasar 1945. Karena dalam pembukaan maupun pasal ada yang disebut wawasan, ada yang disebut kesejahteraan dan lainlain. Yang kedua, adanya pasal-pasal, misalnya Pasal 44, 43 tidak memberikank konpensasi. Memang kami rasakan pasal ini menimbulkan rasa ketidakadilan kepada rakyat. Pengalaman kami, timbulnya wabah penyakit dapat sebagai akibat ketidakmampuan pemerintah menjamin keamanan, ini harus dilihat sebagai aparat waktu itu kami melihat bahwa timbulnya penyakit wabah ini karena ketidakmampuan pemerintah. Pasal 59 ayat (2) dimana produk hewan agar dimasukan ke wilayah berasal dari unit usaha dan lain-lain. Ketentuan ini secara medis mengandung pengertian perubahan prinsip pengamanan maksimum (maximum ecurity) menjadi minimum security. Di dalam prinsip ini maka ada hal yang dilanggar dalam ketentuan negara bahwa disebutkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kebijakan importasi hewan maupun produk hewan yang memiliki dampak merugikan terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat. Jadi sifat kehati-hatian, implementasi dari kebijakan tersebut merupakan wujud mekanisme pertahanan hayati atau bio defense mechanism suatu bangsa. Jadi mohon ini dicatat sebagai suatu pertimbangan. Pada Pasal 59 ayat (4) dimana tata cara pemasukan produk hewan dari luar negeri Wilakirk {sic} kepada ketentuan atau kaidah
27
internasional yang berbasis analisa resiko. Mohon karena kebetulan kami adalah pernah menjadi salah satu vice president di OIA. Dalam peraturan OIA atau internasional baik yang berlaku dalam OIA ada dan zoning, mohon maaf ditetapkan bahwa perdagangan hewan dan produk hewan dapat dilakukan dengan zoning. Jadi pertama dilakukan dengan zoning. Dan zoning diartikan regionalisasi mempunyai pengertian sama dengan zoning, ini kami ingin mendudukan masalahnya. Yang kedua, namun dalam definisi OE zoning suatu sub populasi atau suatu status kesehatan hewan yang berbeda kaitannya dengan suatu penyakit tertentu atau sejumlah penyakit tertentu. Namun demikian penerapan zoning atau compartmentalization tidak bersifat mandatoring. Akan tetapi zoning menurut OIA hanya digunakan oleh suatu negara untuk mengkonsentrasikan sumber dayanya sehingga sedemikian rupa sehingga peluang sukses lebih besar mengendalikan atau memberantas suatu penyakit atau juga mendapatkan, mempertahankan akses pasar bagi komoditi tertentu. Jadi mohon Ini bukan merupakan suatu mandat teori keharusan tapi ini adalah suatu model OIA Untuk membantu negara-negara memudahkan untuk pengamanan, untuk pencegahan penyakit dan lainlain dengan pasal tersebut dipastikan. Bahwa Pasal 68 ayat (4) bahwa dalam ikut berperan serta mewujudkan kesehatan hewan dunia melalui Siswanas sebagaimana dimaksud pada menteri dapat melimpahkan kewenangan. Mohon maaf Yang Mulia kita harus mengukur ini daripada orang yang berprofesi sebagai dokter hewan. Dengan pasal tersebut diartikan otoritas veteriner sebatas pengertian kelembagaan padahal yang menyentuh harus juga profesi. Jadi otoritas veteriner banyak dalam kesempatan diartikan hanya satu sisi kelembagaan padahal menyangkut juga jadi kewenangan otoritas karena tadi dokter hewan itu disumpah, dokter hewan mendapatkan hak dan lain-lain. Mohon maaf Pak untuk menghilangkan kata jangan dengan meminjam istilah “buaya lawan cicak” ini gambarannya Yang Mulia. Profesi ini sedang berjuang untuk bebas daripada tekanan-tekanan daripada kekuasaan birokrasi dan kami tentunya para Pemohon mengharapkan bahwa forum ini dapat memutuskan yang seadil-adilnya Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 36.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Ahli yang kedua drh. Sofjan Sudarjat. Silakan Pak
28
37.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO, S.H. Yang Mulia mohon izin, jika kami diperkenankan kami juga ingin memperkenalkan terlebih dahulu para ahli.
38.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Sudah tercatat di sini.
39.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO, S.H. Selain itu kami juga ingin sampaikan ada hardcopy dan softcopy
40.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Silakan Bapak mana hardcopy-nya? Bisa disampaikan pokokpokok saja ya?
41.
AHLI DARI PEMOHON: DR. drh. SOFJAN SUDARJAT, MS.
Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Pimpinan Majelis Sidang.
Yang Mulia para hakim dan Saudara sekalian kami akan pandu
Pak. 42.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO, S.H. Saudara Ahli kami ingin mendengarkan keterangan Saudara berkaitan dengan epidomologi veteriner. Pertanyaan kami kepada Saudara adalah dalam pergaulan internasional kita sangat dimungkinkan akan tersebar penyakit epidomologi termasuk penyakit pembuluh dan kuku yang sangat ditakuti oleh dunia peternakan termasuk dalam perdagangan internasional. Kami ingin tahu penjelasan Saudara terkait dengan seberapa bahayanya penyakit mulut dan kuku dengan hubungannya dengan permohonan judicial review kami. Terima kasih, silakan.
43.
AHLI DARI PEMOHON: DR. drh. SOFJAN SUDARJAT, MS. Terima kasih Yang Mulia. Saya di sini didahului dengan pembicaraan saya ini sebagai saksi adalah dengan dilandasi latar belakang saya. Jadi saya selama 15 tahun menjadi kepala sub direktorat tahun 1978 mulai Sub Direktorat Pemberantasan Penyakit Hewan Menular. Kemudian selama 5 tahun saya menjadi Direktur Kesehatan Hewan dan selama 6 tahun saya menjadi Dirjen Peternakan dan selama
29
3 tahun saya merangkap menjadi Kepala Badan Karantina Pertanian. Di samping itu saya juga mengajar di Universitas Airlangga dan IPB dalam bidang epidomologi. Dan saya pertanyaan dari Saudara Pengacara, saya ingin menyampaikan mengenai penyakit kulit dan kuku. Tapi saya cerita mengenai undang-undang di akhir tahun 2007 atau awal tahun 2008 saya diundang untuk menjadi tim membicarakan konsep UndangUndang Nomor 18 Tahun 2009 ini yaitu oleh Pak Oemar Pasaribu dan saya memang melihat waktu itu setuju cuma (tidak jelas) Karena dalam undang-undang itu tidak ada kata-kata “zona” dan memang saya dengan teman-teman sangat tidak setuju kalau zona itu dipakai sebagai dasar. Karena di dalam saya melaksanakan tugas dulu mengapa Indonesia ini bisa menjadi aman? Karena kita melaksanakan free country, negara bukan zona, nanti akan saya jelaskan. Kemudian yang kedua, mengapa saya mulut kuku yang disampaikan? Karena sebelum undang-undang ini keluar, 11 Juni 2009 itu bulan Agustus 2008 itu sudah keluar SK Menteri Pertanian yang undang-undangnya belum ada tapi SK Menteri Pertanian sudah ada, yang mengizinkan impor daging segar dan produk hewan dari Negara Brazil, dimana negara bukan negara bebas penyakit mulut dan kuku, tetapi ada zona begitu. Nah sekarang kita ke penyakit mulut kuku, kenapa penyakit mulut kuku itu sangat kita takuti? Karena dia bias-bias berdampak pada 4 aspek, aspek teknis aspek teknis itu kematian, kemajiran, penurunan produksi dan sebagainya tenaga kerja hilang. Kemudian yang kedua, aspek ekonomi merugikan ekonomi baik dalam industri dalam negeri maupun dunia internasional. Yang ketiga aspek psikologis, karena penyakit mulut kuku ini kita pengalaman begitu ganasnya itu menyebabkan para pelaku bisnis itu sangat ketakutan sekali kalau ini bisa muncul karena menyebabkan sampai bidang pariwisata dan sebagainya. Dan yang keempat aspek, politis. Ciri penyakit dari virus penyakit mulut kuku adalah ditularkan melalui udara, ini menurut para ahli Smith dan John melalui udara. Jadi yang utama melalui udara dan menurut ahli lain Malfin itu bias 100 Km dari sumber penyakit itu bisa menular. Kalau zona tidak ada dibuka dan ditutup seperti ini mungkin aman tapi kalau zona terbuka di Bogor misalnya bebas, di Sukabumi tidak apakah kita jamin begitu? Kalau negaranya itu tertular itu adalah sifat virus itu. Kemudian sifat virus itu penularanya bisa melalui lalu lintas. Karena berdasarkan peneliti pada tahun 1999 bahwa penyakit ini bisa ditularkan terutama lalu lintas impor dan ekspor dan kemudian by terrorism dan by subversive. Nanti akan saya jelaskan. Menurut ahli juga, tadi katanya sapi yang terkena akan mati ya kalau mati waktu itu silakan, ini bisa mati atau tidak mati atau kelihatan sehat atau yang tertular tapi bisa menularkan selama 2 tahun, namanya Karel {sic}. Makanya penyakit ini ditakuti. Jadi kalau hewan terserang penyakit PMK dia bisa mati, bisa sakit, bisa tidak kelihatan mati dan tidak
30
kelihatan sakit tetapi bisa menyebarkan kepada yang lain. Nah ini yang harus dimusnahkan “lho ini kan sehat katanya begitu?” itu sifat virus Kemudian yang sifat lainnya ini di luar tubuh hewan di udara itu dua minggu kena matahari, dua minggu bisa cepat tetapi Indonesia juga negara hujan penyakit itu bisa awet di sini karena didinginkan dan dibekukan masalah lama. Kemudian pada daging pada tulang pada sumsum itu sampai berbulan-bulan. Kemudian virus ini bisa menyerang semua hewan fuminansia dan babi juga hewan percobaan yang sebangsanya, rusa dan sebagainya itu kerbau kena, babi hutan semua kena dan juga manusia sebagai diagnosa. Kemudian yang terkena tapi tidak mati itu bisa mengandung virus ini kalau untuk sapi dan kerbau itu bisa 2 tahun kalau untuk kambing dan babi karena umurnya pendek itu bias 8 bulan. Kemudian kalau hewan tertular satu dia bisa 100 meter itu yang 100 meter itu 12 menit kemudian dia akan terkena virusnya. Kemudian ini yang kami sampaikan bahwa menurut Ecgual menurut para ahli 1999 mengatakan mengapa negara ini banyak yang tertular penyakit mulut kuku. Ini tinggal negara itu nanti saya cerita, Indonesia itu masih bangga di lima negara besar yang bebas. Nah, katanya pada dekade terakhir kecenderungan negara bebas melonggarkan pengawasan lalu lintas hewan dan pasar hewan sehingga negara tersebut tidak terbebas lagi dan jadi tertular. Sedangkan negara yang ketat aman dari penularan. Nah, berarti dari country policy ke zona policy, free policy itu adalah memperlonggar sehingga (suara terputus-putus) penyakit ini kalau masuk daging itu misalnya daging, kalau dia ada virus tidak waktu itu tapi bisa dua tahun kemudian. Jadi, itu berati kita menganiaya sendiri selama sekian tahun, baru anak cucu kita nanti yang menerima, kitanya selamat tapi nantinya tidak. Kemudian virus ini sama dengan flu burung. Ada tujuh tipe dari tujuh tipe. Dari tujuh tipe itu jadi 53 sero tipe dan yang paling berbahaya tipe yang ada di Amerika latin yaitu tipe A ada 23 itu sampai sekarang kalau ada kena negara penyakit flu burung tidak akan pernah bebas belum pernah ada sejarah. Indonesia pernah dulu 100 tahun tapi tipe O, sudah 100 tahun kita bari bisa memberantas dan membebaskan dan kita pertahankan dengan country policy, karena begitu menderitanya kita, menderita. Dan kalau kita lihat India katanya setiap tahunnya dia 5 miliar dollar kerugiannya akibat penderita penyakit ini. Kemudian masing-masing tipe satu sama lain berbeda seperti flu burung dan yang paling..,virus mulut kuku tipe a yang ada di Amerika Latin. Nah, kemudian bagaimana mengalami tahun 1997 sampai 2001, itu ada wabah dunia apandemik. Seluruh negara di dunia ini hampir terkena. Mulai dari Amerika Latin kemudian ke Eropa, ke Asia, Indonesia aman. Kemudian 1998, 1999 dari Amerika Latin ke Afrika ke Asia termasuk Jepang semua kena termasuk Malaysia, Filipina kena Indonesia
31
tidak kena, aman. Sehingga 2001 sampai 2002 ada lima negara yang bebas PMK yaitu Amerika Serikat, New Zealand, Australia, Kanada dan Indonesia. Nah, itu satu kebanggaan kita sendiri sehingga pada tahun 2003 menteri Indonesia, Pak Bungaran Saragih dengan menteri dari AS Menteri Pertanian diundang ke OIA untuk pidato. Bagaimana negaramu itu pengalamannya bisa memberantas penyakit ini dan mempertahankan sampai kemarin wabah dunia itu (suara tidak jelas) menteri dari Amerika menyampaikan hal itu. Kemudian, yang saya ingin sampaikan juga tahun.., Indonesia itu bisa bebas tahun 1990 dinyatakan oleh OIE itu juga denagan susah payah. Itu kenapa berhasil kita? Memberantas karena pertama, presiden pada waktu itu senang pada ternak membantu secara moril dan materiil. Kita dibantu oleh luar negeri oleh Australia itu 400 mobil roda empat dan 12 ribu kendaraan roda dua yang real itu. Kemudian vaksin waktu itu harganya 2 dolar kita dibantu oleh negara Eropa 20 juta dosis dari vaksinnya saja kita dapat bantuan 2 kali 20 juta dosis, 40 juta dosis. Kemudian pemerintah Indonesia secara resmi mengeluarkan APBN 3 miliar kalau sekarang 3 miliar mungkin kali 30 tahun 83 itu. berarti 90 miliar itu. Belum bantuan dari negara lain dan semua kompak, kenapa? Waktu itu aturan dari pusat, kalau dari pusat itu mengatakan A melalui Departemen Dalam Negeri pemerintah daerah provinsi/kabupaten semua ikut dan rakyat pun ikut membantu. Tapi kalau sekarang itu bisa sampai masuk mungkin sulit kita untuk bisa memberantas. Nah, kemudian tahun 1997 kita dengan ketat memang melaksanakan maximum security sehingga karena saya kebetulan saya juga merangkap di samping Dirjen Peternakan juga Kepala Bagian Karantina, saya mengusir, kami ini pemerintah karena ada undangundangnya kita menyebarkan ada surat edaran baik berbahasa Indonesia maupun Internasional, surat edaran dari Menteri Pertanian tentang Tindakan Penolakan dan Pencegahan Masuknya Penyakit Mulut Kuku dari Luar Negeri karena ada wabah. Itu Nomor 510 Tahun 2001. Nah, ini di samping bahasa Indonesia juga bahasa Inggris kita sebarkan seluruh dunia. Nah, dengan ini kita menolak lima kapal dari Brazil dan Argentina karena di sana ada wabah PMK untuk tidak masuk ke Indonesia Kemudian kita menolak dari Ethopia dan Somalia. 44.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Bapak, tolong kalau bisa langsung ke pokok materi ini bicara masalah konstitusionalitas.
45.
AHLI DARI PEMOHON: DR. drh. SOFJAN SUDARJAT, MS. Oke Pak. Jadi kalau misalnya (...)
32
46.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Mana yang bertentangan dengan konstitusi dan alasannya apa? Dari kebijakan atau isi undang-undang ini, silakan.
47.
AHLI DARI PEMOHON: DR. drh. SOFJAN SUDARJAT, MS. Ya, mohon maaf saya menyampaikan itu adalah untuk memperlihatkan bahwa ya, zona itu akan berbahaya kalau kita teruskan karena begini apa.., kalau zona itu diizinkan berarti tidak ada perlindungan bagi masyarakat kita dari peternakan kita, gitu terhadap kemungkinan masuknya penyakit, itu Pak. Jadi secara konstitusinya itu. Jadi, oleh karena itu kami dalam hal ini, mohon maaf kepada Yang Mulia saya menyampaikan itu bersemangat karena bagaimana hal-hal yang kerugian dan sebagainya tapi karena kami sudah membuat makalahnya dan termasuk jug SK-SK Menteri kami lampirkan di sana. Dan kemudian yang ingin saya sampaikan juga, kalau seandainya berkenan nanti, Yang Mulia dan Bapak-Bapak Yang Mulia hakim sekalian saya menulis buku untuk kegundahan ini di mana tindakan-tindakan saya dalam mencegah penyakit ini masuk. Ini judulnya ”Tugu (suara tidak jelas) kalau berkenan nanti saya sampaikan khususnya Bab VII dan juga ada satu lagi yang masalahnya epidemologi dan ekonomi yang menceritakan bagaimana masalahnya dan yang ketiga inilah pada waktu saya 2007 itu menahan penyakit ini dengan judul gundah hati seorang Dirjen. Saya kira itu terima kasih atas perhatiannya tapi yang ini akan saya sampaikan yang terakhir.
48.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Baik.
49.
AHLI DARI PEMOHON: DR. drh. SOFJAN SUDARJAT, MS. Terima kasih, wassalamualaikum wr.wb
50.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Kami berterima kasih kalau ada sembilan copy masing-masing ini hakimnya sembilan.
51.
AHLI DARI PEMOHON: DR. drh. SOFJAN SUDARJAT, MS. Ya siap.
33
52.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Silakan sementara yang ada dulu, PP diambil dulu.
53.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO, S.H. Yang Mulia, apakah kami diperkenankan untuk bertanya?
54.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD, S.H. Ya silakan kalau ada kaitannya dengan konstitusionalitas. Atau kita selesaikan saja dulu dari lima ahli ini. Berikutnya Pak dr. drh. Mangku Sitepoe, silakan Bapak. Duduk saja tidak apa-apa Bapak, duduk saja di situ, kecuali mau pake slide apa.., duduk saja pake mic yang di meja saja tidak apa-apa Bapak.
55.
KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO, S.H. Terima kasih Yang Mulia. Kami ingin memandu pertanyaan kepada saksi. Saudara Ahli mohon maaf, Saudara Ahli Bapak Dr. drh. Mangku Sitepoe. Kami Pemohon ingin mendengarkan keterangan Saudara Ahli berkaitan dengan zoonosis. Hal ini juga berkaitan dengan banyaknya tulisan yang Saudara tulis dan juga pengalaman Saudara di Komnas Flu Burung dan Flu Babi. Nah kami ingin penjelasan dari Saudara, keterangan dari Saudara berkaitan dengan bagaimana pola penyebaran penyakit-penyakit yang bersifat zoonosis dan hubungannya dengan berlakunya sistem zona dan siapakah yang berwenang menetapkan dan menentukan kondisi suatu penyebaran itu sudah bersifat berbahaya bagi masyarakat. Terima kasih.
56.
AHLI DARI PEMOHON: dr. drh. MANGKU SITEPU Terima kasih. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Izinkalah kami, nama saya dr. drh. Mangku Sitepu. Saya seorang dokter manusia dan juga seorang dokter hewan. Pekerjaan saya mantan angota panel ahli, mantan pada Komnas Flu burung. Jadi flu burung ini sudah merupakan salah satu dari penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan yang ditularkan ke manusia, sebaliknya dan sebaliknya. Jadi dari manusia ke hewan, itulah sebabnya saya dalam hal ini menekuni, baik pada hewannya maupun pada manusianya. Kedua, kami adalah juga mantan anggota tim ahli flu burung pada Badan Pemeriksa Keuangan. Jadi di sana itu ada juga tim ahli dalam hal Badan Pemeriksa Keuangan, dalam hal flu burung juga.
34
Sebelum ini saya ingin menambahkan sedikit sekali mengenai profesi dokter hewan. Saya seorang dokter dan seorang dokter hewan, tapi saya kagum sekali dengan dokter hewan, kenapa demikian? Karena dokter hewan itu di samping dia mengobati hewan, dia juga membahagiakan manusia. Itulah sebabnya maka motto daripada PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia), manusyia meriga satwa sewaka. Artinya apa? Melalui hewan, kami dokter hewan ini membahagiakan hewan dan juga membahagiakan manusia. Ini saya kira, kenapa saya begitu gigihnya sekali dalam hal mempertahankan profesi dokter hewan ini. Sebelum saya sampai pada apa yang akan kita perbincangkan, ada baiknya saya akan menampakan sedikit kata pengantar di sini. Yaitu mengenai kilas balik sebutan dokter hewan. Aplikasi daripada staatsblad 1912 Nomor 432 yang disebut campur tangan pemerintah dalam bidang kehewanan, atau oleh Profesor Suparwi yang disebutkan ini adalah Undang-Undang Veteriner, Pemerintah Hindia-Belanda memerlukan tenaga dokter hewan dalam mengahadapi berbagai penyakit hewan menular yang di Hindia Belanda pada masa itu. Maka tadi Pak Suwarji sudah mengatakan pada 1914, didirikanlah Fakultas Kedokteran Hewan Bumi Putera di Bogor. Tapi waktu itu lulusan SMP yang diterima dari MULO. Yang disebutkan dengan Nederlands Indische veeartsen School. Lulusan dari sana namanya veearts. What is ve arsh? veearts artinya dokter ternak. Dokter Ternak, bukan dokter hewan. Kalau kita buka Pasal 101 daripada KUHP, disebut ternak itu adalah hewan memamah biak, hewan berbuku satu, dan babi. Sehingga unggas, anjing, kucing, ikan, kodok, lebah, dan sebagainya tidak termasuk kategori ternak. Jadi dokter hewan itu, veearts itu tidak sama sekali mengurusi ini. Itulah mengapa pada tahun 1946 di Klaten didirikan fakultas kedokteran hewan dan peternakan. Dan dekan pertamanya yaitu adalah Profesor M. Suparwi. Dia lulusan dari negeri Belanda dari (suara tidak jelas), lulusan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Gajah Mada. Saya adalah alumni dari sana. Dia menyebutkan ini, it is a not veearts you are dierent arts. What is “dierent arts”? dierent arts means artinya adalah dokter hewan. Dokter hewan adalah merupakan dokter daripada dunia fauna daripada ekosistem hidup. Jadi semua hewan itu, semua dikuasai. Ya inilah, pangkal petama yang merupakan confuse kita di dalam menghadapi undang-undang ini. Jadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, sesuai dengan tata bahasa Indonesia yaitu adanya huruf ada namanya situ adalah tata bahasa Indonesia, disebutkan DM yaitu “diterangkan-menerangkan.” Jadi dalam hal ini kesatuan hewan menerangkan peternakan, kalau kita lihat dari UndangUndang Nomor 18 Tahun 2009 ini yaitu Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sehingga kesehatan hewan di sini, dia hanya meladeni hanya ternak saja. Lha inilah yang membuatkan sehingga menimbulkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 ini telah memasung kewenangan
35
medis dokter hewan. Serta kewenangan medis veteriner ini bukan dimiliki oleh dokter hewan tapi dimiliki oleh Menteri Pertanian. Sesuai dengan Pasal 68 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 ini. Majelis Hakim Yang Mulia. Selanjutnya saya akan menjelaskan sedikit mengenai apa itu penyakit zoonosis di sini. Ini banyak sekali kita di Indonesia mengalami confuse about that. Globalisasi penyakit zoonosis melanda dunia sekarang. Ini merupakan semua tantangan seluruh dunia pada saat ini, yaitu ancaman tersebut merupakan emerging dieseas atau yang disebutkan penyakit yang baru dan re emerging dieseas, yang merupakan penyakit lama yang muncul kembali. Sejumlah 80% daripada penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan ke manusia dan sebaliknya merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia, ini 80% nya adalah zoonosis. Ini yang emerging re emerging dieseas ini. Penyakit zoonosis tersebar di seluruh dunia. Jadi di Indonesia kita sudah ada misalnya antrax, rabies, leptosperosis, birossilosis, toksoflakmosis, tuberkolosis, (…), flu burung, flu babi, HIV/Aids. HIV/Aids itu juga zoonosis, penyakit mulut dan kuku seperti yang saya jelaskan tadi itu juga zoonosis. Saya adalah korban dari penyakit mulut dan kuku sewaktu kami mengadakan pencegahan sewaktu saya menjadi Kepala Dinas Peternakan di Bojonegoro. Jadi kalau tadi dikatakan penyakit ini tidak berbahaya, kalau tadi dari pemerintah menyatakan tidak berbahaya saya kira itu kurang tepat. Kemudian penyebab dari penyakit zoonosis ini kita mulai dari bawah. Yang paling kecil namanya prion, kemudian sesudah itu virus, sesudah itu bakteri, sesudah itu parasit. Penularannya itu bisa karena disebabkan oleh manusia, perubahan pola hidup manusia, karena satu lagi perubahan daripada virusnya sendiri. Perubahan pola hidup dari manusia misalnya saya ambil contoh pada penyakit sapi gila. Penyakit sapi gila itu tadinya itu adalah berasal dari domba kemudian ditularkan kepada sapi, kemudian sapi kepada sapi, kemudian sapi kepada manusia. Sapi gila ini tadinya dia adalah yang disebabkan hewan ruminansia, dia pemakan daun-daunan, pemakan tumbuh-tumbuhan. Tapi oleh manusia dijejeli dia, dirubah dia menjadi karnivora, menjadi penyakit..., menjadi untuk..., sapi makan sapi. Jadinya melalui..., ini sebabnya sehingga dia timbulah penyakit ini. Itu karena perubahan pola daripada manusia. Tapi ada juga dia disebabkan perubahan mutasi daripada virusnya. Inilah diantaranya. Jadi misalnya pada yang baru muncul pada saat ini yang kita hadapi pada saat ini itu flu burung. Itu adalah merupakan penyakit dari unggas yang ditularkan manusia. Supaya dia menjadi zoonosis memerlukan 118 tahun. Karena pertama sekali penyakit flu burung dijumpai di Italia 1887, kemudian di Hongkong baru 1997. Jadi 118 tahun. Sedangkan di Indonesia bagaimana? Di Indonesia dalam tempo 23 bulan pertama sekali penyakit zoonosis pada bur..., pada unggas, yaitu di Pekalongan pada Agustus 2003, baru pada manusia di
36
Tangerang kita dapati yaitu pada Juli 2005. Jadi 23 bulan dia sudah zoonosis. Seluruh dunia sekarang melihat Indonesia, “hey nanti Indonesia akan menjadi episentrum daripada penyakit epidemoroid ini, penyakit pandemi daripada flu burung ini, ini yang ditakutkan. Kemudian beberapa aspek daripada kaitan Pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dengan penyakit zoonosis ini. Pertama yaitu mengenai kewenangan medis penyakit zoonosis. Ini saya kira yang menjadi pokok pangkal nanti daripada merupakan core daripada tujuan kami di dalam hal mengajukan uji materi ini. Penyakit zoonosis adalah penyakit hewan yang ditularkan kepada manusia, sebaliknya. Jadi ada dua di sini yaitu penderitanya yaitu hewan dan manusia, sehingga dalam hal ini ada dua kewenangan medis “there are two kinds of medical authority” di dalam penyakit zoonosis ini. Medical authority pada manusia ini oleh dokter..., dan veteriner medical authority ini oleh dokter hewan. Apa itu kewenangan medis veteriner? Apa itu kewenangan medis? Kewenangan medis itu adalah merupakan memiliki kewenangan medis yang tidak bisa dikerjakan oleh di luar daripada mereka yang memiliki kewenangan. Lha ini saya bandingkan..., nah jadi kewenangan ini yaitu meliputi diagnosa, terapi, dan pronosin. Mari kita bandingkan dengan ..., Majelis Hakim yang terhormat. Di sini kewenangan hakim memutuskan suatu perkara pengadilan bukan oleh Menteri Kehakiman. Jadi kami ini kira-kira sama dengan demikian. Hakim sebagai profesi dimiliki oleh mereka yang lulus maesters atau dahulu maesters, yang memiliki kewenangan menjatuhkan vonis kepada tersangka sebagai kliennya di pengadilan sebagai institusi daripada kewenangan. Demikian juga di dalam bidang kedokteran hewan ini. Kedokteran hewan itu ada namanya otoritas veteriner. Lha ini yang tidak ada sekarang di Departemen Pertanian, tidak ada sama sekali. Sudah hilang itu sama sekali. Atau Lembaga kewenangan medis veteriner, ini lembaganya. Jadi di sana juga ada lembaganya, ada kewenangannya. Jadi dua di sana ya, kelembagaan dan kewenangan. Ini harus jangan harus jangan kita pisahkan. Tadinya kalau tadinya di Departemen Pertanian itu ada namanya jawatan kewenangan pusat tadinya atau sekarang sudah diganti namanya Dirjen Peternakan. Tadinya dia harus must be..., tadi kan ada seorang dokter hewan di sana. Jadi dokter hewan di sana dia, dia memiliki kewenangan dan dia juga sebagai medical authority dan juga menggunakan authority di sana. Jadi inilah sebabnya maka saya katakan menetapkan bahwa penyakit yang diderita pasien, menetapkan negara tertular penyakit hewan menular, menetapkan zona itu adalah kewenangan medis veteriner, bukan oleh kewenangan seorang menteri, bukan. Jadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 68 ayat (4), Menteri Pertanian dapat melimpahkan kewenangan otor..., kewenangannya kepada otorisasi veteriner. Berarti Menteri Pertanian memiliki kewenangan medis
37
veteriner, darimana dia miliki? Yang seharusnya dimiliki oleh profesi dokter hewan, secara melekat dia. Kenapa saya katakan secara melekat? Karena begini, di dalam Staatsblaad 1912 Nomor 432 Pasal 34 ayat (1), yang mereka yang memiliki kewenangan medis veteriner adalah mereka yang lulus dari fakultas kedokteran hewan di Indonesia maupun di negeri Belanda, itu Pasal 1. Pasal 2 daripada Staatsblaad 1912 Nomor 432 Pasal 2-nya di sana disebutkan ada kewenangan lembaga yang ada di pemerintahan, inilah dulu namanya adalah jawatan pusat. Tapi sekarang mana, di departemen tidak ada lagi itu. Sebab semua Depatemen Pertanian jadi peternakan. Dokter hewan di sana tidak ada. Jadi sama sekali inilah yang pokok persoalan saya kira di dalam hal kita menanggapi ini. Kemudian saya kira saya ajukan sedikit lagi yaitu mengenai, maaf orang saya terlalu emosi. Kemudian kedua mengenai penyakit zoonosis ini, ini juga banyak sekali kita confuse yaitu mengenai tingkatan penularannya. Pada penyakit zoonosis ini, itu penularan sumber penyakit tadi yaitu mulai dari hewan ke hewan, hewan ke manusia, manusia ke manusia, kemudian manusia ke hewan lagi. Di sinilah banyak sekali kita confuse, demikian juga di Departemen Pertanian, banyak sekali confuse dalam hal ini. Saya ambil contoh sekarang flu burung, flu burung itu baru menular dari burung unggas ke unggas, unggas ke manusia, stop, dia tidak lagi, belum melanjutkan ke manusia, belum. Bahkan dia sekarang sudah mulai kembali lagi ke hewan. Tapi kita, apa kita buat sekarang? Sekarang yang maju di sana yang terdepan di dalam hal menanggulangi penyakit zoonosis pada flu burung adalah Departemen Kesehatan bukan Departemen Pertanian. Seharusnya ini harus Departemen Pertanian karena ini masih tetap di dalam ranah penyakit flu burung ini virusnya masih hidup di hewan, bukan hidup pada manusia, di pada manusia. Di sini, beda dengan flu babi. Flu babi itu kita sebutkan flu babi. Flu babi ditularkan dari manusia ke manusia dan dari manusia ke babi. Tidak belum ditularkan dari babi ke manusia. Apa yang diperbuat oleh Departemen Pertanian? Stop, impor semua, tidak boleh makan daging babi. Itu tidak bisa karena ini ditularkan hanya dari manusia ke manusia, dia tidak ditularkan dari babi ke manusia. Inilah yang membuat kita selalu confuse di dalam hal menghadapi penyakit ini. Kemudian status penyakit zoonosis. Status penyakit zoonosis, pada flu burung pada 4 Februari tanggal 21 Januari 2003 oleh Dirjen Peternakan sebagai otoritas veteriner waktu itu menetapkan bahwasannya flu burung pada unggas telah mewabah. Kemudian oleh Menteri Pertanian pada 4 Februari 2004 itu ditetapkan wabah penyakit flu burung pada unggas. Tapi apa, kemudian pada November 2005 oleh Menteri Pertanian dicabut itu. Tapi dia masih tetap menetapkan itu wabah, tapi semua susunan panitia yang semuanya adalah bukan dokter hewan tapi di luar daripada dokter hewan. Jadi dia, kalau dia merupakan wabah maka haruslah kita menggunakan penanggulannya
38
mengguanakan Undang-Undang Wabah. Kita belum ada Undang-Undang Wabah, itu makannya waktu Menteri Pertanian di waktu periode Oktober 2004 itu dia menatapkan staatsblaad diberlakukan. Tapi ternyata tidak diberlakukan. Kemudian terjadilah flu burung pada manusia pada 2005. Dalam hal ini oleh Menteri Kesehatan diumumkan bahwasannya terjadi KLB--kejadian luar biasa pada manusia. Jadi kita harus bedakan, pada unggas dia itu adalah sudah wabah. Pada manusia dia KLB, lain itu. Jangan disamakan, itulah sebabnya kita selalu confuse. Jadi undangundang yang berlaku juga demikian. Jadi KLB dia, oleh sebab itu oleh Menteri Kesehatan diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 yaitu Undang-Undang Wabah dan Penyakit Menular, itu pada manusia, tapi kita tidak sekarang bagaimana di Departemen Pertanian? Ini mengenai statusnya. Kemudian mengenai aspek penularannya, ini juga kita banyak confuse. Aspek penularan diantaranya yaitu dalam hal ini kita confusenya, karena ada penularannya yang disebutkan dengan melalui gigitan, ada yang melalui makanan, ada melalui udara dan sebagainya. Tapi dalam hal ini, dalam hal flu burung umpama yang saya ambil, dia itu penularannya namanya adalah merupakan aerosol drop, jadi dia penularannya adalah melalui udara tapi bukan udara yang gentayangan di luar tapi yang di bawah. Itu makanya ada AC waktu itu katanya bisa menggunakan untuk membunuh flu burung, itu bohong. Karena AC itu membunuh virus adalah di udara sedangkan ini virusnya di bawah. Kemudian aspek legalnya, artinya undang-undang apa yang berlaku? Jadi kalau tadi sudah disebutkan bahwasanya dia dalam keadaan wabah maka harus kita berlakukan Undang-Undang Wabah. Kalau dia menjalankan KLB semestinya kita belum boleh melakukan KLB, inilah saya kira sebagai penjelasan saya mengenai geonosis. Kemudian ada satu lagi yang saya kira kita apakan sekarang yaitu mengenai ancaman bio terrorism. Ini pun sekarang kita hadapi, seluruh dunia menakuti sekali mengenai bahaya bio terrorism. Bahaya terrorism adalah ancaman bagi mahluk hidup manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan dan lingkungan. Diperkirakan 80% daripada agen bio terrorism bersumber dari pada penyakit zoonosis serta 60% dari penyakit menular pada manusia ini merupakan adalah penyakit zoonosis tadi. Kemudian kita harus bedakan by logical weapon senjata biologis, ini kita harus bedakan. Senjata biologis atauby logical weapon ini jangan disamakan dengan bio terrorism, itu beda, tapi bahaya juga termasuk bio terrorism . Jadi masukan bio terrorism ke Indonesia misalnya flu burung, sekarang sudah masuk ke Indonesia, itu sudah merupakan ancaman kepada kita. Flu babi sudah mauk, HIV sudah masuk, ini semuanya bio terrorism, ini harus kita hadapi semuanya satu dengan yang lain. Jadi inilah yang harus kita perhatikan mengenai bahaya bio terrorism ini. Bahkan oleh BPK-nya Amerika itu sudah menetapkan suatu pertemuan kami dengan BPK Amerika dia sudah menetapkan bahwa flu
39
burung ini can be use as bio terrorism, ini juga harus kita bedakan. Tapi flu babi itu, tapi belum bisa dipergunakan sebagai by logical weapon, itu harus kita bedakan. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang Mulia. Dengan kata pengantar kilas balik sebutan dokter hewan mengenal zoonosis dan ancaman bio terrorism e, perkenankanlah kami permohonan menelusuri permohonan uji materi uji materi UndangUndang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jadi kaitan dengan aspek kewenangan medis tadi, ini sudah saya jelas tadi saya kira. Jadi dengan adanya kewenangan medis ini, jadi dalam hal ini komponen-komponen kewenangan medis melekat pada profesi dan juga lembaga medis pada birokrasi pemerintahan. Jadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 pada Bab VII, Pasal 68 otoritas veteriner menjadikan suatu kontroversi sebenarnya dalam hal ini. Demikian juga mengenai batas tingkat penularan tadi, sudah dijelaskan tadi. Tapi WHO itu sudah membagi sebenarnya di dalam tingkatan penularan kepada penyakit zoonosis ini dibagi menjadi tiga periode dan enam fase. Kita di Indonesia, kalau flu burung itu masih di tingkat fase namanya fase tiga. Tapi flu babi itu dia sudah dimasukan di fase enam, jadi dia sudah pandemik. Kemudian dalam hal ini juga saya akan lanjutkan sedikit yaitu mengenai tadi ada kaitannya dengan “OWOK” yang tadi dikemukakan oleh Bapak Suhadji yaitu apa yang disebutkan one medical health concept yaitu suatu merupakan sinergisme suatu pertemuan di Calcutta pada Juli 2007, Perdana Menteri India menyatakan what is one medical health concept? One medical health concept diikatakannya adalah sinergisme between animal health and human health, itu katanya. Kita di Indonesia pada tahun 1972 sebenarnya sudah ada piagam kerjasama antara Departemen Pertanian dengan Departemen Kesehatan yaitu yang disebutkan dengan piagam kerjasama. Jadi dalam hal ini sudah ada, kita sudah memiliki sebenarnya, tadi inilah. Jadi dalam hal kita menanggulangi penyakit zoonosis ini, penyakit flu burung umpamanya, jadi semestinya sudah ada kerjasama antara Departemen Pertanian dengan Departemen Kesehatan, ini mengenai penularannya tadi. Kemudian mengenai status penyakit, nah ini sudah saya jelaskan tadi yaitu mengenai status wabah dan KLB. Kemudian mengenai aspek legalnya juga sudah saya jelaskan tadi. Sekarang saya ingin melanjutkan yaitu mengenai satu persatu mengenai gugatan permohonan ini. Jadi bunyi menggugat Pasal 68 ayat (4) berkaitan dengan kata “dapat.” Bunyi ayat (4) Pasal 68 dalam ikut berperan serta mewujudkan kesehatan dunia melalui Siskenwanas sebagai dimaksud pada ayat (2) menteri dapat melimpahkan kewenangannya kepada otoritas veteriner. Pengertian penggunaan kata “dapat” pada Pasal 68 ini ada dua hal
40
maksud kami yaitu bahwasanya seolah-olah menteri itu memiliki. Kedua yaitu hanya diperlukan pada saat adanya dalam hal pertemuan luar negeri itu saja. Dari kedua pengertian kata “dapat” tersebut diatas menunjukkan bahwa Menteri Pertanian mempunyai penuh kewenangan medis veteriner. Dengan ayat (4) Pasal 68 dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan akan memupus habis kewenangan medis-medis veteriner, profesi dokter hewan. Inilah salah satu alasan PDHI—Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia memohon uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan. Kaitan kewenangan medis veteriner dengan penyakit zoonosis, ini saya kira perlu saya jelaskan di sini. Penyakit zoonosis mempunyai batas penularan seperti yang saya katakan tadi. Bahwasannya kewenangan medis veteriner melalui Dirjen Peternakan akan tetapi di saat penularan telah terjadi dari hewan ke manusia. Kewenangan medis veteriner pada manusia melalui Departemen Kesehatan ini yang menjadi garis depan. Jadi dengan demikian, saya ambil contoh umpamanya pada penyakit HIV/Aids. HIV/Aids itu dia sudah ditularkan dari manusia ke manusia, tadinya dia ditularkan dari gorilla di Afrika. Tapi sampai sekarang dari gorilla ke manusia itu sudah jarang sekali, sehingga didalam penanggulangannya HIV/Aids ini hanya tertuju oleh kewenangan medis pada manusia atau Departemen Kesehatan. Sedangkan Departemen Pertanian tidak ada sama sekali. Tapi bagaimana dengan flu burung? Sumber penyakit pada manusia adalah pada unggas. Seharusnya ada kerjasama di sini antara Departemen Kesehatan kita sudah punya sebenarnya dalam hal ini, tetapi SK Menteri Pertanian Nomnor 413/KPTS.JB/160/XI/2005 tanggal 2 November mencabut kewenangan medis veteriner pada Departemen Pertanian yang kemudian dimiliki oleh Menteri Pertanian. Sejak November 2005 lembaga kewenangan medis veteriner pada Departemen Pertanian sudah tidak diketahui dimana rimbanya. Sedangkan kewenangan medis veteriner sudah dimiliki oleh Menteri Pertanian. Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Bab VII, Pasal 68 ayat (4) serta Pasal 98 ayat (2) mencabut Staatsblaad Nomor 1912 Nomor 43 mengkukuhkan sehingga mengukuhkan kewenangan medis veteriner. Jadi sebenarnya undang-undang ini Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengukuhkan Menteri Pertanian memiliki penangan medis veteriner itu tidak benar bertentangan dengan staatsblaad. Tadi tapi Staatsblaad tadi sudah dicabut, ini saya kira. Kemudian di samping itu pasal kontroversi dengan ayat (4) Pasal 28 Nomor 18 Tahun 2009, pada Pasal 18 coba. “Untuk memeriksa kepentingan sapi betina yang tidak produktif diatur oleh Menteri Pertanian.” Masak Menteri Pertanian itu merogoh-merogoh sapi untuk
41
menetapkan kepentingan, itu bagaimana? Masak seorang menteri, Peraturan Menteri merogoh-rogoh sapi, itu saya kira tidaklah pada tempatnya. Kemudian di samping itu juga pada Pasal 46 ayat (5) dari sini juga, setiap orang dilarang mengeluarkan atau memasukkan produk hewan atau produk media yang memungkinkan membawa penyakit hewan lainnya daerah tertular atau terduga. Itu sudah jelas-jelas di sana tidak boleh dimasukkan, kenapa kita bisa masukkan melalui zona itu? Itu saya tidak mengerti. Jadi ada pertentangan di sana antara Pasal 68 ayat (4) dengan Pasal 45 ayat (5) dari undang-undang. Kemudian mengenai pancantuman frasa atau zona dalam suatu negara, Pasal 59 ayat (2) dari undang-undang ini. Frasa atau zona dari suatu negara dimaksud adalah negara atau zona bebas penyakit menular, termasuik penyakit zoonosis. Jadi bukan hanya penyakit hewan menular saja tapi penyakit zoonosis OIA atau yang WHO-nya dokter hewan dalam (suara tidak jelas) 2005, artikel 221011 telah menginterdupsi diperbolehkan mengimpor produk hewan dari zona bebas penyakit menular. Itulah yand dikatakan pemerintah tadi yang menyatakan bahwasanya dia base on international regulation, katanya. kami berdasarkan (suara tidak jelas) bisa mengimpor ini, itu saya kira kurang tepat. Jadi kalau kita sebutkan penyakit menular mulut dan kuku dan juga penyakit sapi gila, kedua penyakit ini. Jadi di Brazil ini ada penyakit mulut dan kuku tapi dia tidak memiliki penyakit sapi gila. Saya adalah korban daripada penyakit mulut dan kuku ini. Jadi dia adalah penyakit zoonosis. Jadi penyakit zoonosis di sini termasuk penyakit lain. Jadi menambah frase atau zona dalam suatu negara bertentangan dengan perundang-undangan yang ada di Indonesia yaitu; Satu, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular Pada Manusia tetapi tidak mengenal zona bebas zoonosis, tetapi dikenal penyakit bebas zoonosis bukan zona. Penyakit zoonosis adalah penyakit hewan dan juga penyakit manusia. Bertentangan dengan Staasblad 19,12 Nomor 432 Pasal 3 hanya mengenal negara bebas, tidak mengenal negara zona, tidak mengenal. Tiga, bertentangan dengan Pasal 46 ayat (5). Seperti saya katakan tadi dari undang undang ini, bertentangan. kemudian empat bertentangan dengan ayat (4) dari Undang Undang Nomor 18 ini yang menentukan menentukan zona penyakit zoonosis adalah kemenangan medis veteriner bukan oleh seorang menteri tetapi oleh kewenangan medis veteriner, baru. Nah, menetapkan lha ya? Mengumumkan boleh menteri, itu tidak salah, itu tidak bermasalah. OIA menetapkan zona penyakit bebas penyakit hewan menular adalah pada negara yang masih dijumpai penyakit menular. Jadi ada penyakit menular di sana, masih ada penyakit menular di sana.
42
Khusus untuk penyakit zoonosis, PMK dan sapi gila. Sedangkan di Indonesia bebas, bebas sama sekali tidak ada penyakit sapi gila dan tidak ada penyakit PMK. Indonesia membebaskan PMK 100 tahun. Majelis Hakim yang terhormat, 100 tahun kita membebaskan. Apakah kita ingin nanti memberikan keturunan kita masuk lagi pada penyakit zoonosis ini. Indonesia diakui oleh OIA bebas PMK sejak tahun 1981. Membuka importasi produk hewani dari zona penyakit menular akan memberikan resiko tinggi masuknya penyakit-penyakit zoonosis, ditunjang pula pupusnya kewenangan medis veteriner pada profesi dokter hewan akan meluruskan masuknya by terrorism ke Indonesia. Kemudian yang ketiga Pasal 59 ayat (4) pencantuman frasa atau kaidah internasional. 57.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD., S.H. Ya, dipersingkat Bapak kaitannya dengan konstitusional, jangan teknis-teknis kedokteran begitu, kaitannya apa dengan konstitusi? Silakan.
58.
AHLI DARI PEMOHON: dr.drh. MANGKU SITEPOE Saya kira ini terakhir saja saya kira. Jadi ayat (4), Pasal 59 Undang-Undang Nomor 18 bunyinya “persyaratan dan tata cara pemasukan dari luar negeri ke wilayah terus ada kaidah internasional.” Tanggapan terhadap ayat (4) Pasal 59 Undang-Undang Nomor 18 berkaitan dengan analisa resiko dan sebagainya. Kemudian dalam menerapkan kaidah pasal ini adalah yang disebutkan dengan Keputusan Menteri Pertanian yang tadi sudah dijelaskan oleh Pak Sudarjat. Kemudian mengenai, saya kira ini perlu saya jelaskan sedikit. Bahwa saya ada sedikit perbedaan dalam hal ini, karena kita selalu di dalam negeri di Indonesia. Di dalam mengimpor daging itu kita sebutkan selalu adalah karena di luar negeri daging itu dibagi dua, evidelmit dan ovalmit {sic}. Evidelmit itu yang boleh diperdagangkan, ovalmit tidak boleh diperdagangkan. Kita di Indonesia yang semua yang namanya daging itu mulai dari kepala sampai ke ekor tidak ada yang tidak dimakan. Jadi di sana itu adalah namanya itu ovalmit. Lah ovalmit tu sebenarnya tidak boleh masuk ke Indonesia, tetapi kita masukkan. Lah, inilah dengan adanya zona tadi dan sebagainya itu dan masuklah jeroan ke Indonesia. Memang ada disebutkan di sana tetapi melalui kewenangan medis veteriner ya? Itu kita bisa menetapkan dengan non barrier tariff, kita bisa menetapkan ini karena itu adalah namanya tidak diperdagangkan. Di sana di Amerika umpamanya kita boleh makan makanan paru-paru itu dilarang dimakan itu di sana paru-paru. Tetapi di Indonesia paling enak. Kemudian di sana juga dilarang makan cungur,
43
tetapi saya kira kita di Indonesia makan rujak cingur. Kemudian di sana juga makan tes-tes tidak boleh, di sini juga jadi sate peluru. Jadi inilah, jadi sebenarnya melalui kewenangan medis veteriner ini akhirnya kita bisa non tariff barier. Jadi misalnya sekarang melalui non tariff barier itu bisa we can stoped, kita sebenarnya bisa untuk menghalanginya. Kemudian saya kira yang terakhir yaitu mengenai Pasal 4, 44 mengenai undang undang ini. Yaitu dalam hal mengenai depopulasi, saya kira dari depopulasi ini Undang-Undang Penyakit Menular, dalam hal ini sudah ditetapkan bahwasanya yang beresiko tinggi itu kita tidak bisa kita..., harus diberikan kompensasi sebenarnya. Tetapi dalam hal ini kita tidak memberikan kompensasi. Saya kira inilah sebagai tanggapan kami Yang Mulia, tetapi bersama ini kami akan menyerahkan tulisan kami, buku yang kami sudah karang yang namanya adalah “kontroversi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.” Dari 99 pasal, 66 pasal yang bermasalah dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ini. Jadi saya kira ini sebagai tambahan daripada apa yang nantinya yang akan saya jelaskan. Terima kasih. 59.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD., S.H. Baik, terima kasih Pak. Silakan PP diambil itu bahan, berikutnya Pak Bachtiar Murad. Silakan Bapak, dimohon langsung ke pengujian pasal-pasalnya saja Pak ya? Ini ada empat pasal dianggap inskonstitusional itu, mengapa inskonstitusioanl. Silakan.
60.
AHLI DARI PEMOHON: dr. drh. BACHTIAR MURAD Terima kasih, assalamualaikum wr. wb. salam sejahtera, selamat siang untuk kita semua. Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi dan para Hakim Konstitusi. Apa yang ingin kami sampaikan erat terkait dengan yang sudah disampaikan oleh rekan-rekan ahli terdahulu, khususnya yang paling baru ini yaitu dari dokter Mangku. Beliau menyampaikan tentang zoonosis, kami hendak menyampaikan dari sudut pandang kesehatan masyarakat veteriner atau dalam bahasa inggris WHO menyebutnya sebagai vetenery publich health. Mengapa erat kaitan antara kesehatan masyarakat veteriner dengan zoonosis? Karena zoonosis atau penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya itu adalah cikal bakal lahirnya bidang kesehatan masyarakat veteriner. Apa kaitannya masyarakat
44
veteriner dengan perkara yang sedang disidangkan ini? Terutama terkait dengan poin yang ketiga yaitu menyangkut dengan zona atau free zone atau zona bebas. Saya ingin uraikan sedikit Yang Mulia Ketua Mahkamah dan para Hakim Konstitusi. Organisasi kesehatan dunia atau WHO mendefiisikan kesehatan masyarakat veteriner sebagai suatu kontribusi kepada kesehatan fisik, mental dan sosial yang paripurna dari manusia melalui pemahaman dan pengalaman ilmu kedokteran hewan. Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983, menyebutkan definisi dari kesehatan masyarakat veteriner bahwa segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia, itulah yang disebut dengan kesehatan masyarakat veteriner. Sejak ribuan tahun yang lalu, sejak manusia hidup berdampingan dengan hewan, sejak hewan menjadi bagian kehidupan dari manusia baik sebagai hewan kesayangan, sebagai hewan tarik, sebagai hewan pekerja, sebagai hewan olahraga bahkan sebagai sumber pangan daging, telur, dan susu. Sejak saat itulah timbul yang disebut dengan masalah-masalah kesehatan masyarakat dari perspektif veteriner. Zona free atau free zone, ini adalah guidance ataupun ketentuan yang digariskan oleh OIA, badan kesehatan hewan dunia, kemudian dikukuhkan oleh WTO, organisasi perdagangan dunia. Sebetulnya Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi.., sebetulnya ini suatu hal yang memang sangat menguntungkan bagi negara pengekspor hewan dan produk hewan. Tetapi tentunya harus hati-hati bagi negara pengimpor hewan dan produk hewan termasuk Indonesia ini. Saya ingin menggarisbawahi tadi satu penyakit yang disebut oleh rekan ahli yang terdahulu yaitu penyakit BSE, bovine spongioform encephalophaty atau mad cow disease atau penyakit sapi gila. Ini penyakit zoonosis yang muncul akhir di abad ke-20 ini Yang Mulia. Penyakit ini tergolong dalam kelompok TSE atau transmissible spongioform encephalophaty. Pada manusia dikenal penyakit “kuru” itu di Papua, mengapa? karena di sana dahulu ada tradisi manusia memakan daging manusia. Apabila ada upacara pemakaman manusia yang meninggal itu mereka menari-nari dan mengadakan ritual, kemudian di bakar mayat itu dan kemudian dimakan dan ternyata ini menimbulkan penyakit yang dengan gejala-gejala terjadi poleus pada otaknya, pada sel-sel syaraf pusat dari manusia di Papua itu. Nah di abad ke 20 penyakit ini di Eropa dikenal dengan new varian crossvelt jakop disease, gejalanya sama penyakit ini tidak ada obatnya. Sampai sekarang penyakit ini yang muncul pertama di Eropa, di Inggris tidak dapat dicarikan obatnya. Kita memang masih bebas Yang Mulia oleh karena itulah, saya ingin mengingatkan mari kita tingkatkan kewaspadaan dengan sewaspada-waspadanya agar penyakit ini jangan masuk ke negeri kita. Penyakit ini bukan disebabkan oleh virus, bukan oleh bakteri ataupun
45
parasit-parasit yang lazim kita kenal selama ini, tapi ia disebabkan oleh suatu Prion yaitu semacam sel protein yang liar, yang sangat berbahaya. Prion ini sangat tahan terhadap pemanasan, ia tahan terhadap radiasi ion, ia juga tahan terhadap sinar ultra violet, dan dia tahan terhadap berbagai macam jenis disinfektan. Pada pemanasan 134 138 derajat celcius selama 18 menit dengan autoclaft, masih disisakan freon yang aktif Yang Mulia. Pada eksperimen diantara 200 derajat celcius hingga 360 derajat celcius juga masih dijumpai agent ataupun agen amino acid atau asam amino yang masih aktif. Sehingga kalau kita ingin benar-benar aman, maka bahan-bahan yang berasal dari hewan yang menderita penyakit ini harus dipanaskan pada 1000 derajat celcius. Penyakit ini dapat ditularkan melalui daging, bahkan produkproduk seperti meat and bone meal atau tepung daging tulang yang kita masih impor dari luar negeri karena kita perlukan untuk menjadi bahan makanan poultry ternak unggas di negeri kita. Sehingga Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi dan para Hakim Konstitusi yang sangat kami hormati, saya ingin menggarisbawahi kita harus menerapkan maximum security apabila kita ingin melindungi bangsa kita, manusia kita, hewan kita di Indonesia ini. Dan kita juga masih menghadapi tantangan yang besar, ingin berswasembada daging secara nasional. Layaklah kita harus mengambil sikap sangat ekstra hati-hati tehadap impor daging ataupun hewan dari negara-negara yang belum berhasil membebaskan dirinya dari penyakit menular. Karena itulah mereka mengunggulkan zona-zona atau wilayah-wilayah atau bagian-bagian tertentu yang ada di wilayah mereka yang mereka katakan bebas. Saya kira demikian keterangan saya Yang Mulia Mahkamah Konstitusi, semoga bermanfaat dalam konstitusi memberikan keputusan dan mengadili perkara ini. Terima kasih, wassalamualaikum wr.wb. 61.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD., S.H. Terima kasih Bapak. Berikutnya Dr. Ir. Rochadi Tawaf, silakan Pak.
62.
AHLI DARI PEMOHON: DR.IR. ROCHADI TAWAF, MS
Bismillah, asalamualaikum wr.wb
Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, para hadirin yang saya hormati. Saya ingin mencoba menjelaskan dampak sosial ekonomi dari epidemi penyakit mulut dan kuku di Indonesia. Penjelasan ini saya kira kita perlukan bersama mengingat tadi kita sudah dengarkan bagaimana para ahli terdahulu menjelaskan dari sisi
46
penyakit. Kami ingin mencoba menjelaskan dari sisi industri ini atau katakanlah peternakan sapi potong kita yang ada di Indonesia saat ini. Kita lihat pohon industrinya,.lanjut. Kalau kita lihat dari slide ini bahwa pohon industri peternakan ini tadi sudah dijelaskan juga oleh Pak Suhadji, di sektor budidaya on farm atau hulu dan on farm hilir, bagaimana keterkaitan antar sektor terhadap kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Karena kita tahu bahwa ternyata peternakan sapi potong ini memberikan pengaruh besar pada pembangunan ekonomi nasional. Dan juga mengapa pemerintah menetapkan konsep swasembada daging sapi ini sebagai satu konsep nasional yang perlu kita dukung bersama. Dan kita ketahui juga bersama bahwa ternyata peternakan sapi potong ini dikuasai oleh sembilan lebih dari 90% peternak rakyat yang skalanya hanya 2-3 ekor. Perumah tangga peternak, permintaan akan daging jauh lebih tinggi dari pada peningkatan produksi di dalam negeri sehingga diperlukan impor. Kemudian rata-rata produksinya atau kenaikannya (…) masih sangat rendah 0,5 dan 0,9 bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia ini maupun di luar negeri. Kemudian saya ingin mencoba bahwa asas pembangunan kita ini, kita harus memperhatikan 3 hal. Pertama adalah kelestarian, kesinambungan, kesejahteraan. Yang dimaksud kelestarian, kita harus melihat ternak itu bukan hanya komoditi, dia sumber daya. Jadi kalau terinfeksi satu penyakit kemudian usahanya tidak berkembang, ternaknya mati, maka adalah kewajiban negara untuk melindunginya. Kedua adalah kesinambungan usaha, peternak ini harus sinambung usahanya. Dan kemudian dia harus sejahtera dan dia harus menikmati keuntungan dari usahanya. Bukan usahanya mengecil dan kemudian menjadi mati akibat kebijakan-kebijakan yang merugikan para peternak ini. Kita lihat populasi ternak luminansi yang ada di kita, yang potensial mungkin akan terkena oleh penyakit. Ada sekitar 12,6 juta ekor sapi potong, sapi perah 487.000, 2,2 juta sekian, kambing 15 juta 600 sekian, domba 10 juta, belum lagi babi. Beberapa penelitian yang ingin saya sampaikan yang menyatakan bahwa ternyata peternakan sapi potong ini memiliki keterkaitan terhadap 120 industri ke hulu dan ke hilir, bagaimana dia betapa pentingnya di dalam satu kegiatan ekonomi. Lanjut! Dan ternyata berdasar penelitian IRSA juga tahun 2008 angka pengganda outputnya cukup tinggi, yaitu 2,35 dibanding dengan 175 sektor lainnya dia tertinggi. Artinya apa? Bahwa peternakan ini memberikan pengaruh besar terhadap pembangunan ekonomi jika ditingkatkan, katakanlah ditingkatkan sebesar satu rupiah maka output nasionalnya secara total akan meningkat untuk sektor daging jeroan dan sejenisnya sebesar 2,35 rupiah dan ini tertinggi dari 175 sektor lainnya. Lanjut! Nah ini ada tulisan Pak Turni Rusly tahun 2001, potensi kerugian ekonomi akibat PMK. Pertama, potensi kerugian itu karena biaya
47
pemberantasan. Kedua, kehilangan produksi. Ketiga, pembatasan perdagangan seperti tadi yang sudah dijelaskan. Bahwa biaya pemberantasan ini cukup besar untuk meliputi biaya pemusnahan, kompensasi pemusnahan ternak, dan bahan-bahan lain, serta kemudian kehilangan produksi, turunnya produksi dan kemudian juga adalah tingkat kematian yang cukup tinggi, angka kematian dewasa bisa 2%, anak 20%, dalam keadaan wabah bisa dewasa 5% dan anak bisa 50%. Lanjut! Kemudian juga bahwa karena sifat PMK yang ditularkan melalui komoditi hewan ini secara air bone disease, maka statusnya ini menjadi PMK yang akan sangat tinggi resikonya apabila mengimpor hewan atau produk hewan dari negara tertular. Apabila di suatu negara timbul wabah secara mendadak maka arus perdagangan akan dihentikan oleh negara pengimpor sehingga dampak ekonominya bagi yang tertular PMK sangat besar, karena komoditi yang bersangkutan tidak laku atau turun drastis permintaan..., permintaan dan harganya. Lanjut! Kemudian dampak negatif PMK sebenarnya adalah PMK ini untuk beberapa kasus, nanti saya akan perlihatkan bagaimana kasus ini terjadi pada beberapa waktu yang lalu. Contohnya adalah kasus ekspor pucuk tebu dari beberapa negara di Asia ke Jepang pada sekitar tahun 2001 atau 2002. Beberapa waktu yang lalu Jepang menolak impor tersebut dari negara-negara yang tertular PMK. Di Brasilia tahun 2004 outbreed PMK menyebabkan turunnya ekspor daging 23% dengan kerugian US$ 2,6 miliar per tahun. Kemudian di Inggris 2001 dan seterusnya. Kita akan belajar dari pengalaman ini. Lanjut! Ini adalah contoh kasus di Inggris tahun 2001 dimana kerugian di sektor pertanian kurang lebih 47 triliun atau 3,1 milliar poundsterling. Kemudian. untuk itu pemerintah menggantinya kepada masyarakat yang dirugikan yaitu sebesar 37,9 triliun atau atau 2,5 miliar. Lanjut! Ini adalah contoh-contoh bagaimana hewan itu harus dimusnahkan. Ini juga contoh-contoh di Inggris, harus dibakar, disteamping out. Lanjut! Ini juga contoh, kondisi pada saat itu. Lanjut! Dan ini yang dinyatakan tadi di Inggris Raya tahun 2001 itu hanya tempo tidak lebih dari 3 minggu, 2 minggu lebih sedikit, tanggal 19 Februari diesek {sic} terjadi kemudian tanggal 3 Maret itu seluruh Inggris Raya sudah terkena. Jadi yang disebut air bone diseases ini adalah kejadian seperti ini, ini dari BBC News. Lanjut! Dan kemudian ada satu penelitian yang ingin saya sampaikan bahwa dampak ekonomi food and multyseas {sic} di beberapa distrik di Inggris. Lanjut! Yang pertama ini adalah dampak terhadap pendapatan usaha. Ternyata 71% ini terganggu, para pengusaha yang ada di sekitar itu. Lanjut! Dan ini kita lihat dampaknya, pertama..., yang... yang kesatu dan kedua atau hotel dan pertanian memiliki dampak tertinggi yaitu 41%
48
dua-duanya terhadap kondisi food and multyseas {sic}. Kemudian perdagangan, industri, manufaktur, transportasi, jasa dan pelayanan bisnis, finansial, konstruksi, seluruhnya memberikan pengaruh yang kuat terhadap ood and multyseas {sic ini. Lanjut! Kemudian pengaruhnya terhadap tiga wilayah yaitu di wilayah pedesaan, di pesisir pantai dan di urban ini yang paling tinggi pengaruhnya adalah di pedesaan dan kemudian di kota. Di pesisir ini relatif lebih kecil dibanding dengan kedua wilayah itu. Lanjut! Dampaknya terhadap tenaga kerja ternyata faktor tenaga kerja yang.berpengaruh ini sangat tinggi untuk hotel dan restoran atau di wisata, kemudian di beberapa., apa namanya..., tenaga kerja yang diberhentikan, 11-99 tenaga kerja ini 31%, jadi paling banyak yang dihentikan tenaga kerjanya. Lanjut! Di Filipina kasus ini juga..., kita bisa melihat ada kerugian yang harus dikeluarkan sebesar US$ 14 juta pada tahun 1997 per tahun dan kemudian pada saat..., dia juga harus mengeluarkan cost 2,4 juta per tahun untuk emergency..., persiapan emergencinya. Lanjut! Ini juga terjadi di Korea. Harga daging dan ..., harga daging babi dan daging sapi itu turun 15-20% sebelum pemerintah melakukan..., apa namanya perbaikan, dan kemudian setelah ada perbaikan terjadi perubahan harga yang tidak terlalu signifikan. Bagaimana perspektifnya di Indonesia. Tentu apabila terjadi ood and multyseas {sic} di Indonesia akan terganggunya pembangunan ekonomi secara nasional karena terkait 120 sektor tadi pembangunan ini. Kemudian seluruh ternak, katakanlah yang berkuku dua maupun babi ini dimungkinkan akan terkena, walaupun Indonesia merupakan kepulauan tadi yang dinyatakan dengan airborne disease seperti yang dilakukan di Inggris, akan pula mungkin terjadi di Indonesia. Kemudian dalam jangka panjang, akan kehilangan peluang bersaing di pasar global. Ketergantungan terhadap daging impor semakin besar, ini akan terjadi food trap. Menurunnya arus wisata mancanegara. Kita tahu bahwa wisata Bali mungkin paling banyak dari Australia, sehingga kalau mereka datang harus dicucihamakan dan kembali ke negaranya juga harus dicucihamakan. Kemudian meningkat biaya negara untuk pencegahan dan penanggulangan untuk tanggap darurat. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh APDASI, beberapa waktu yang lalu pada saat tahun 2004, apabila satu ton daging memerlukan 12 tenaga kerja, ini jika ternak itu dipotong di dalam negeri sedangkan jika kita melakukan impor daging, ini hanya membutuhkan dua orang tenaga kerja. Jadi per ton akan kehilangan 10 tenaga kerja. Bapak/Ibu bisa bayangkan seandainya kita mengganti terhadap impor daging, kesempatan kerja di negeri ini akan hilang bagi para pekerja atau pencari kerja yang ada di dalam negeri. Penutup, ingin saya sampaikan bahwa selama ini, sampai hari ini, peternak Indonesia yang 4 juta orang ini, memberikan kontribusi 75% terhadap konsumsi produk nasional. Mereka tidak diberikan insentif dan
49
proteksi apa-apa. Sekarang pada saat kita ingin harusnya memberikan proteksi kepada mereka, kita dihadapkan pada dilema Pasal 59 yang memberikan peluang diberikannya zona, sehingga pembangunan mereka sendiri akan kompetisi untuk selama ini yang mereka berikan kepada masyarakat ini tidak mereka nikmati. Mereka tidak akan mampu bersaing, sementara misalnya katakanlah negeri ini tidak dibolehkan menggunakan hormone pertumbuhan, semetara kita impor dari negara yang menggunakan hormon pertumbuhan, itu menyebabkan mereka tersisih dari percaturan persaingan global. Oleh sebab itu kami mengharap bahwa, di dalam kata-kata penutup ini, untuk memproteksi peternak bangsa ini melalui undang-undang yang ada yang akan kita diskusikan ini, mudah-mudahan Yang Mulia hakim dan para hakim bisa mempertimbangkannya, sehingga pertimbangan atau keputusan yang diambil bisa memihak kepada peternak rakyat. Terima kasih, assalamualaikum wr. wb. 63.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD., S.H. Baik terima kasih Bapak. Ini, menurut tata tertib jam 12.00 ini sidang diakhiri. Kalau sekiranya tidak ada hal yang terlalu penting, sidang ini akan segera ditutup dan nanti MK akan memberitahu sidang berikutnya. Mungkin sidang berikutnya sudah pengucapan putusan, kalau apa nanti Majelis Hakim di dalam rapatnya misalnya sudah menyatakan cukup untuk mengambil kesimpulan. Jadi bagi Majelis Hakim itu memang ini pengujian pasal undangundang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Tidak masuk pada teknis-teknis kedokteran atau birokrasinya. Kecuali pengaturan birokratisasi itu misalnya dianggap melanggar hak konstitusional. Nanti kita akan masuk ke sana. Apakah (...)
64.
PEMERINTAH : DR. MUALIMIN ABDI (KABAG PENYAJIAN DAN PENYIAPAN KETERANGAN PEMERINTAH PADA SIDANG MK) Iya Yang Mulia, Izin Yang Mulia.
65.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD., S.H. Silakan.
50
66.
PEMERINTAH : DR. MUALIMIN ABDI (KABAG PENYAJIAN DAN PENYIAPAN KETERANGAN PEMERINTAH PADA SIDANG MK) Kalau dimungkinkan, apakah masih ada kesempatan pemerintah menghadirkan ahli Yang Mulia.
67.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD.MD., S.H. Mengajukan ahli. Baik kalau begitu silahkan nanti diajukan ke Kepaniteraan. Nanti akan kita jadwalkan sidang berikutnya kalau masih mau mengajukan ahli. Untuk itu kalau ada pertanyaan-pertanyaan dari sana nanti sekalian pada sidang berikutnya, penegasan-penegasan lebih lanjut dari apa yang ingin disampaikan tadi sidang berikutnya. Dan mungkin dalam waktu, dalam minggu ini kalau bisa nama-nama itu sudah ditaruhlah paling lambat hari Jumat, hari kerja terakhir, nama-nama yang akan diajukan dipersilahkan sehingga nanti kita segera tentukan jadwal sidangnya. Dengan demikian sidang dinyatakan ditutup.
KETUK PALU 1X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.04 WIB
51