16
BAB II
IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO DALAM PENERIMAAN NASABAH OLEH BANK DALAM PBI NOMOR 11/28/PBI/2009
2.1.
KONSEP DASAR Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat menarik bagi pelaku
pencucian uang yang sangat menarik bagi pelaku pencucian uang. Beberapa faktor yang membuka peluang terhadap kegiatan pencucian uang antara lain, masih berkembangnya sitem keuangan di Indonesia dan diberlakukannya ketentuan kerahasiaan bank bagi nasabah penyimpan dan simpanannya di Bank.
Disamping
itu,
sistem
pembayaran
di
Indonesia
masih
menitikberatkanpada transaksi yang bersifat tunai, yang memungkinkan bagi seseorang untuk membawa uang kertas asing dalam jumlah besar ke Indonesia dan menukarkannya dengan uang Rupiah serta menanamkan uang tersebut dalam bentuk asset kekayaan yang sah tanpa adanya kekhawatiran untuk diusut asal-usul uang tersebut, membuka peluang terjadinya kegiatan pencucian uang. 19
Faktor lain yang juga turut mempengaruhi adalah dianutnya sitem devisa bebas. Dengan adanya sistem devisa bebas, setiap orang atau badan hukum dengan bebas untuk memasukkan atau membawa keluar valuta asing dari wilayah Indonesia. Dalam sistem ini, penduduk yang memperoleh dan memiliki devisa tidak wajib menjualnya kepada negara. Dianutnya kebijakan ini mengingat keterbatasan dana
yang diperlukan bagi pembiayaan
pembangunan, sehingga pemerintah menerapkan kebijakan yang bertujuan
19
Yunus Husein, Op Cit, hlm 6
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
17
mengundang investor asing untuk melakukan penanaman dananya di Indonesia. 20 Adanya sistem devisa bebas selain membawa pengaruh positif seperti derasnya dari luar untuk ditanamkan di Indonesia , juga membawa implikasi yang negatif yaitu tidak diusutnya asal-usul uang yang ditanamkan tersebut. Dengan demikian tidak akan diketahui apakah uang tersebut berasal dari kegiatan ilegal atau tidak. 21 Di sisi lain terdapat adanya ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Undang-undang Perbankan yang dianggap belum cukup memberikan perlindungan
yang
memadai
terhadap
kepentingan
masyarakat
yang
menghendaki kasus-kasus kejahatan yang merugikan negara ditindak secara adil dan transparan , bahkan sebaliknya dapat digunakan sebagai alat berlindung bagi pelaku kejahatan yang memanfaatkan bank sebagai saraba untu menyimpan atau untuk melakukan transaksi atas dana yang diperoleh dari hasil kejahatan. 22 Dengan semakin marak dan berkembangnya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris yang memanfaatkan lembaga keuangan seperti bank, maka diperlukan kerjasama dan perhatian dari berbagai pihak dalam pencegahan dan pemberantasan kedua tindak pidana tersebut. Sementara itu perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi bank yang semakin kompleks juga meningkatkan peluang bagi para pelaku kejahatan untuk menyalah gunakan sarana dan produk perbankan dalam membantu tindak kejahatannya. Yang dimaksud dengan pencucian uang dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 25 tahun 2003 adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan ataupun 20 21 22
Ibid, hlm 7. Ibid, hlm 7. Ibid, hlm 7.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
18
perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal – usul dari harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan Pendanaan Terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian uang. Dalam kaitan ini termasuk upaya-upaya setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan dengan cara memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme sebagimana dimaksud dalam Undangundang nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang. Dalam hal ini diperlukan peranan dan kerjasama pihak perbankan dalam membantu penegakan hukum dalam menjalankan program anti pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT). Pelaksanaan program ini diharapkan dapat mengurangi berbagai risiko yang mungkin timbul antara lain risiko hukum, risiko reputasi, risiko operasional dan risiko konsentrasi. Dalam
menerapkan Program APU dan PPT, perbankan Indonesia
mengacu kepada standar internasional untuk mencegah dan memberantas pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), yang dikenal dengan rekomendasi 40+9 FATF disamping itu pula penerapan program APU dan PPT di Indonesia bertujuan untuk memperbaiki hasil penilaian APG terhadap Indonesia. Rekomendasi tersebut juga menjadi acuan yang telah digunakan oleh masyarakat internasional dalam melakukan penilaian
terhadap kepatuhan
suatu negara terhadap pelaksanaan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Sebagai respons atas dideklarasikannya Vienna Convention tahun 1988, Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) dibentuk pada
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
19
tahun 1989 atas prakarsa negara-negara anggota OECD (G-7 pada waktu itu). Tujuannya adalah untuk menetapkan kebijakan dan langkah- langkah yang perlu dilakukan oleh suatu negara dalam mencegah dan memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme (Policy- making body). Pada tahun 2000-2001 FATF melakukan inisiatif review terhadap negara-negara
yang
dinilai
berpotensi
banyak
terjadinya
pencucian
uang.Produk akhir dari review ini adalah daftar Non Cooperative Countries and Jurisdictions (NCCTs’ List).Indonesia masuk dalam daftar ini pada tahun 2001 dan berhasil keluar pada tahun 2005.Penyebab pokok Indonesia masuk adalah karena belum dikriminalkannya pencucian uang, masih belum diterapkannya Know Your Customer principles di industri keuangan, belum dibentuknya FIU dan masih lemahnya kerjasama internasional. Dengan adanya PBI nomor 11/28/PBI/2009, maka Indonesia sudah mengikuti satndar dunia internasional dalam menjalankan prosedur anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.hal ini terbukti dari adanya istilah CDD (Customer Due Dilegence) dalam proses penerimaan nasabah oleh pihak bank. Pemanfaatan bank dalam kegiatan pencucian uang dapat berupa menyimpan uang hasil kejahatan dengan nama palsu atau dalam safe deposit box,
menyimpan
uang
di
bank
dalam
bentuk
tabungan/deposito/
tabungan/rekening giro dengan berlindung di balik ketentuan rahasia bank dan karena tidak adanya ketentuan yang mewajibkan bank untuk meneliti asal-usul dana yang oleh penyimpannya diletakkan pada bank dalam suatu transaksi, menukar pecahan uang haram (illicit money) dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau kecil, bank yang bersangkutan dapat diminta untuk memberikan krdit kepada nasabah pemilik simpanan dengan jaminan uang yang disimpan oleh nasabah pada bank bersangkutan, menggunakan fasilitas transfer, melakukan transaksi ekspor-impor fiktif dengan menggunakan sarana L/C dengan cara memalsukan dokumen-dokumen yang dilakukan
dengan
bekerja sama dengan oknum pejabat yang terkait, serta pendirian /pemanfaatan bank gelap. 23
23
Ibid, hlm 8.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
20
Struktur perbankan yang sehat sulit diwujudkan apabila tidak disertai dengan sistem pengaturan yang efektif. Untuk itu ketentuan perbankan yang bersifat internasional ( international best practices ) sebagaimana diatur dalam 25 Basel Core principles for effective Banking Supervison dengan amandemen terbarunya yang dikenal dengan nama Basel Accord II (Basel II) harus diimplementasikan. Industri perbankan yang sehat perlu didukung dengan adanya pengawasan bank yang independen dan efektif sebagai konsekuensi dari meningkatnya kegiatan usaha maupun kompleksitas risiko yang dihadapi oleh dunia perbankan. Sebagai salah satu industri jasa keuangan, bank tidak lagi menjual produk jasa perbankan saja tetapi juga produk-produk keuangan lainnya seperti asuransi (bancassurance), efek beragun aset (asset backed securities) , serta reksadana sehingga memerlukan pengawasan yang lebih komplek. Oleh karena itu Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas bank sepatutnya juga menyempurnakan sistem pengawasan bank dengan terus mengembangkan metode pengawasan bank berbasis risiko ( risk-based supervision ). Perkembangan transaksi keuangan dalam era globalisasi menyebabkan semakin terintegrasinya produk dan jasa keuangan yang dilakukan oleh bank. Produk dan jasa keuangan yang semakin terintegrasi menyebabkan eksprosur risiko yang harus dihadapi dunia perbankan menjadi semakin kompleks dan meningkat. Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini menyebabkan ikut meningkatnya kompleksitas kegiatan usaha perbankan dan mendorong munculnya produk – produk yang semakin inovatif sementara sebagai industri yang baru terlepas dari krisis ekonomi harus diakui bahwa kemampuan dunia perbankan Indonesia dalam mengantisipasi risiko masih terbatas. Semakin kompleksnya risiko yang dihadapi oleh suatu bank akan semakin meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola yang sehat ( good governance) dan fungsi identifikasi ,
pengukuran, pemantauan
pengendalian risiko bank. Menghadapi kondisi tersebut, bank
dan perlu
memperhatikan seluruh risiko yang dapat mempengaruhi kelangsungan
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
21
usahanya. Risiko yang harus diperhatikan mencakup seluruh risiko yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kelangsungan usaha bank. Implementasi konsep best practices yang merujuk pada efisiensi dan efektifitas pengelolaan kegiatan usaha bank sebagai suatu korporasi adalah penerapan prinsip good governance dan Basel II oleh seluruh bank umum. Kebijakan ini berpengaruh pada pola perilaku perbankan dalam pengelolaan risiko khususnya bank-bank besar yang telah menjadi bagian dari komunitas perbankan internasional sehingga penerapan Basel II merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi.
Penerapan Basel II akan memperkuat ketahanan dan
stabilitas sistem perbankan, mendorong praktek pengelolaan risiko yang lebih baik serta meningkatkan kualitas pelayanan perbankan. Di samping itu dewasa ini berkembang wacana terhadap industri perbankan yang akan bergerak menuju pola operasional universal banking 24, maka pasar keuangan Indonesia juga akan semakin terintegrasi yang berarti bahwa risiko untuk terjadinya permasalahan yang bersifat sistemik juga akan semakin meningkat dan bank dituntut untuk memiliki buffer modal yang lebih besar jika dibandingkan dengan bank-bank yang hanya melakukan kegiatan usaha trsdisional 25. Sejalan dengan adanya universal banking maka penilaian risiko secara terkonsolidasi bagi bank yang melakukan pengendalian terhadap anak perusahaan juga harus dilakukan sebagai penerapan best practices dalam kerangka Basel II . Manajemen risiko merupakan seperangkat alat dan teknik serta proses yang diperlukan
untuk
mengimplementasikan
strategi
bank.
Peranan
menajemen risiko memiliki tujuan utama untuk mengukur risiko dalam rangka memonitor dan mengendalikan. Dengan manajemen risiko memungkinkan bank untuk memiliki visi kedepan yang lebih baik dan memiliki kemampuan 24
Universal banking adalah konsep yang memungkinkan bank-bank tidak hanya menawarkan produk dan jasa tradisional perbankan , namun lebih luas lagi seperti produk investasi yaitu produk/ jasa keuangan bidang usaha perusahaan efek/sekuritas dan asuransi. Konsep universal banking merupakan jawaban atas meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa di sektor keuangan yang bersifat menyeluruh. (Dikutip dari “Mencari Struktur Perbankan yang Ideal”, tulisan Dr Agus Sugiarto yang dimuat dalam Harian Kompas, terbit tanggal 16 Juli 2003 dan Master Plan Pasar Modal Indonesia, disusun oleh BAPEPAM, hlm 17. 25
Agus Sugiarto, “ Mencari Struktur Perbankan yang Ideal ”, Kompas, 16 Juli 2003.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
22
untuk menetapkan kebijakan usahanya dengan akurat. Risiko berkaitan dengan kemungkinan dan ketidakpastian kejadian, namun demikian suatu hari bersifat “mungkin” dan atau tidak pasti hari ini, dapat berubah menjadi suatu kenyataan hari esok. Tanpa adanya manajemen risiko tidak mungkin ada kejelasan hasil (outcomes) dan cara untuk mengendalikan ketidakpastian akan hasil yang diharapkan. Alasan fundamental yang lainnya adalah untuk mengukur risiko adalah bahwa risiko dapat menimbulkan biaya di masa yang akan datang (future cost) dan karenanya harus dapat dinilai dengan suatu cara. Mengendalikan future cost sebagaimana mengendalikan biaya dimasa kini memiliki kontribusi yangsama
terhadap perolehan pendapatan. Tanpa menilai dan mengukur
besarnya risiko, bank tidak mungkin mampu menentukan harga produk dan jasa yang dijual kepada nasabahnya secara akurat. Oleh karena itu pengandalian risiko merupakan faktor kunci yang utama untuk menentukan profitabilitas (profitability
) dan keunggulan kompetitif ( competitive
advantage ). 26 Manajemen risiko adalah suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. 27
2.2
PERKEMBANGAN
MANAJEMEN
RISIKO
PERBANKAN
INDONESIA Peran utama Bank adalah melakukan fungsi intermediasi antara pemilik dana (deposan) dan para pihak yang membutuhkan dana (debitur). Dalam melakukan fungsinya, bank harus mengambil risiko dan mempunyai kemampuan untuk mengukur risiko. Dalam industri Perbankan, masalahnya menjadi kompleks karena dua hal utama. Pertama, risiko
bank bersifat
26
Joel Bessis, Risk Management in Banking, cet.4, (England : John Willey & Sons ltd, 2001), hlm 24. 27
Ferry N Idroes, Manajemen Risiko Perbankan ( Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2008) , hlm 5.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
23
sistemik, artinya apabila suatu bank mengalami masalah, maka bukan hanya pemilik bank yang rugi, karyawan yang kehilangan pekerjaan dan stakeholder bank lainnya yang terkena dampaknya, tetapi masalahny dapat merembet pada bank lain melalui transaksi pinjam meminjam antar bank. Kedua, bisnis banak adalah kepercayaan, oleh karena itu uang pemilik dana harus dilindungi agar para deposan tidak trauma untuk menyimpan uangnya di Bank, yang berpotensi dapat mengakibatkan runtuhnya sistem perbankan. Oleh karena itu, dinegara manapun umumnya industri perbankan dikenal sebagai industri yang paling banyak diatur dan diawasi oleh pemerintah atau bank sentral. Untuk melindungi pemilik dana / deposan, awalnya ada aturan bahwa bank harus ikut program penjaminan bank Indonesia yang sekarang program tersebut diteruskan oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Untuk mencegah bank menjadi insolvent, regulator menetapkan aturan bahwa bank wajib menyediakan tingkat modal minimum tertentu yang dinilai cukup untuk menanggulangi
kerugian
apabila
terjadi
dan
mempunyai
proses
penyelenggaraan bank yang memenuhi persyaratan menimum yang ditentukan. Modal tersebut untuk menutup potensi risiko. Dalam perjalanan dan perkembangan jaman, cara melihat risiko pun berubah ke arah perbaikan secara terus menerus, demikian pula regulasi mengenai penyediaan modal minimum yang terus disempurnakan. Pada awalnya, regulator menetapkan bank harus menyediakan modal sebesar presentase tertentu dari aktivaproduktif yang pada umumnya berupa kredit. Ketentuan tersebut bersumber dari Basel Committee yang diluncurkan tahun 1988 , yang dikenal dengan Basel I - 1988. Dalam aturan ini, aktiva produktif dibedakan
menurut bobot risiko dengan cara mengelompokkan
dalam kategori atau dibobot sesuai risikonya yang kemudian disebut Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) atau Risk Weighted Assets. Komite Basel untuk pengawasan perbankan dicetuskan pada tahun 1974. Pembentukan komite Basel ini diprakarsai oleh para Gubernur sentral the group of ten (G-10), dengan fokus pada regulasi dan praktik pengawasan perbankan. Basel yang dalam hal ini adalah nama sebuah kota di Swiss tempat para Gubernur Bank sentral tersebut berkumpul telah menjadi nama kelompok
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
24
dan kemudian menjadi nama bagi produk-produk kesepakatan yang dihasilkannya.28 Komite Basel terdiri dari perwakilan bank sentral dan pengawas perbankan G-10 ditambah Spanyol dan Luxemberg. Komite basel untuk pertama kali menetapkan metodologi yang dibakukan dalam perhitungan besarnya “modal berdasarkan risiko” (risk-based capital) suatu bank yang perlu disediakan.29 Tiga tujuan utama
dalam mengembangkan kesepakatan
Basel 1
adalah:
Meningkatkan kekuatan dan stabilitas sistem perbankan internasional;
Menciptakan kerangka pengukuran kecukupan modal dari bank-bank yang aktif secara internasional
Membentuk kerangka yang dapat diaplikasikan secara konsisten dengan berpandangan untuk mengurangi “ketidak setaraan dalam persaingan” (competitive inequalities
) di antara bank – bank yang aktif secara
internasional. Di Indonesia aturan ini diadopsi melalui paket oktober 1988 (Pakto) yang menentukan bahwa modal minimum sampai dengan Maret1992 sebesar 5% dari ATMR, sampai Maret 1993 sebesar 7% dan mulai Desember 1993 sebesar8% sesuai Basel I. Fokus Basel I-1998 adalah risiko kredit dengan asumsi bahwa risiko lainnya seperti risiko pasar (market risk) dan risiko operasional (operasional risk) sudah melekat dan diperhitungkan di dalam risiko kredit. Dengan mulai berkembang serta maraknya bisnis perdagangan surat berharga, valuta asing dan instrumen derivatif di awal tahun sembilan puluhan di dalam pasar uang internasional, maka pihak perbankan pada akhirnya perlu untuk mengukur risiko pasar uang secara terpisah dari risiko kredit. Asumsi bahwa risiko pasar telah diperhitungkan melalui bobot risiko pada Basel I dirasa sudah tidak memadai lagi terutama didorong pula dengan terjadinya 28
Ibid, hlm 35.
29
Ibid, hlm 36.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
25
berbagai skandal yang melibatkan risiko pasar. Kondisi ini mendorong dilakukannya perbaikan atas Basel I pada tahun 1996 dengan diterbitkannya publikasi dari Basel Committee yang dikenal dengan Market Risk Amendemant. Dengan keluarnya aturan ini, pengendalian risiko pasar dan
modal yang
dibutuhkan bank untuk menutup (to cover) risiko juga semakin akurat terutama dalam memngembangkan bisnis berbasis risiko pasar seperti aktivitas treasuri. Di Indonesia ketentuan untuk menghitung modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar secara terpisah
baru diterbitkan
pada
pertengahan tahun 2003 melalui Peraturan Bank Indonesia No 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Dalam Basel I ternyata masih terdapat kelemahan yang menimbulkan kritik antara lain bahwa semua kredit diberikan bobot yang sama yaitu 100% tanpa memandang kualitasnya. Hal ini mengakibatkan bank cenderung terdorong untuk memberikan kredit kepada para nasabah yang kualitasnya kurang baik dan bersedia dibebani bunga yang lebih tinggi karena kebutuhan modalnya sama. Untuk itu sejak tahun 1998 Basel Committee mulai memproses perbaikan regulasi modal dan pada bulan Juni tahun 2004 akhirnya diterbitkanlah aturan baru yang dikenal dengan Basel Capital Accord II atau Basel II. Bank Indonesia memberlakukan
ketentuan yang sesuai dengan
kerangka Basel II ini secara penuh sejak tahun 2008, meskipun beberapa ketentuan telah diterbitkan terlebih dahulu dalam rangka menuju implementasi Basel II. Dalam Basel II ini pada dasarnya diatur menganai ketentuan praktek dan cara terbaik yang berlaku secara internasional (internasional best practices standard ) untuk melaksanakan tata-kelola bank berbasis risiko yang bertujuan untuk membentuk menciptakan industri perbankan yang sehat.
2.3
TIGA PILAR KERANGKA BASEL II Pada tahun 1999 komite Basel mulai meningkatkan kerjasama dengan
bank-bank utama dari negara anggota untuk mengembangkan kesepakatan modal yang baru. Tujuan utamanya adalah untuk mengarahkan semua risiko
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
26
dunia perbankan ke dalam suatu kerangka pemikiran kecukupan modal secara menyeluruh.30 Pengembangan kesepakatan Basel II bersamaan dengan geraka Uni Eropa dalam harmonisasi pasar keuangan. Dasar pertimbangan komite Basel untuk membuat kesepakatan Basel II adalah peningkatan penggunaan metode kuantitatif oleh Bank untuk mengukur dan melaporkan risiko kredit pada portfolio aktiva. Sebagaimana pada the Market Risk Amendement in 1996 yang mengijinkan bank-bank menggunakan model internal untuk mengukur risiko kredit. Pengembangan metode kuantitatif ini menjadi pijakan yang kokoh untuk kesepakatan Basel II yang baru. 31 Struktur Basel II dibangun dengan tiga pilar yang merupakan konsep dasar pengawasan bank berbasis risiko. Basel II mempunyai struktur yang lebih kompleks apabila dibandingkan dengan Basel I, baik dilihat dari luasnya cakupan maupun kedalaman metodologi dalam mengestimasi risiko. Sebagai perbandingan dapat dilihat sebagai berikut 32 : Basel I
Basel II
Fokus pada pengukuran satu jenis risiko (credit risk).
Fokus pada internal metodologi.
Menggunakan sederhana untuk sensitivitas risiko.
pendekatan mengukur
Memiliki sensitivitas risiko yang lebih tinggi.
Menggunakan pendekatan “onesize-fits-all” dalam mengukur risiko dan kecukupan modal.
Menggunakan pendekatan yang fleksibel sesuai kebutuhan masingmasing bank.
Hanya menyangkut risiko kredit
Mencakup risiko kredit, risiko
dan risiko pasar .
pasar,
risiko
operasional
serta
risiko lainnya.
30
Ibid, hlm 40.
31
Ibid, hlm 41.
32
Global Association of Risk Profesionals, Indonesia Certificate In Banking Risk and Regulation, Workbook Level 1, cet. 1, (Great Britain: GARP, 2005), hal. A:73.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
27
Konsep dasar kerangka Basel II yang terdiri dari 3 (tiga) pilar tersebut antara lain meliputi : 1). Pilar 1, berisi ketentuan mengenai perhitungan modal minimum (Minimum capital requirements) yang merupakan perbaikan perluasan aturan terstandarisasi yang telah dibuat pada kesepakatan pada tahun 1988. 2). Pilar 2, mencakup ketentuan - ketentuan mengenai proses manajemen risiko bank dan pengawasan oleh regulator (Supervisory review process). 3). Pilar 3, berisi ketentuan-ketentuan mengenai transparansi publik (disclosure) dan
peningkatan peran pasar ( market discipline ) dalam
memonitor Bank. 1.
Pilar I - Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Dalam Pilar I, bank diminta untuk mengalkulasi modal minimum untuk
risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional. Risiko kredit dihitung dengan : a.
Pendekatan terstandarisasi;
b.
Pendekatan berdasarkan peringkat internal Risiko Pasar dihitung dengan :
a.
Pendekatan terstandarisasi
b.
Pendekatan model internal Risiko operasional dihitung dengan:
a.
Pendekatan indikator dasar;
b.
Pendekatan terstandarisasi;
c.
Pendekatan pengukuran lanjutan Untuk risiko pasar pada perdagangan tidak berubah dari proses
sebelumnya, seperti yang tertuang dalam the Basel Commitee 1996 Market Risk amendment yang merupakan amandemen risiko pasar pada kesepakatan Basel I. Risiko suku Bunga dalam buku bank tidak dicakup dalam Pilar I. 2.
Pilar II – Kaji Ulang Berdasarkan Regulasi Pilar Iimerupakan proses kaji ulang berdasarkan regulasi yang
dimaksud untuk diformalkan oleh pembuat kebijakan dengan berdasarkan pada praktik terbaik (best Practice) yang berlangsung. Konsep-konsep kaji ulang
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
28
berdasarkan regulasi telah ada secara implisit pada basel I yang dimaksudkan untuk membentuk terstandardisasi minimum yang hanya dapat diadaptasi berdasarkan bank - by bank basis. Pilar II mencakup kaji ulang pengawasan yang sangat mirip dengan pengawasan berdasarkan risiko saat ini oleh federal Reserve Board di US dan Financial Services Authority di UK. Kaji ulang pengawasan dirancang untuk fokus terhadap : a.
Berbagai persyaratan modal diatas tingkat minimum yang dihitung pada pilar I.
b.
Tindakan awal yang perlu dilakukan untuk menghadapi emerging risk. Pilar II mengandung tiga area utama yang tidak dicakup pada Pilar I, yaitu:
a.
Risiko konsentrasi kredit yang tidak dipertimbangkan sepenuhnya pada pilar I. Risiko ini terkait dengan konsentrasi kredit yang diberikan bank, apakah terfokus pada satu nasabah besar, satu kelompok besar, ataupun satu industri tertentu.
b.
Risiko suku bunga pada buku bank. Risiko ini terkait dengan pengaruh suku bunga terhadap aktiva produktif serta kewajiban bank
c.
Risiko-risiko lain seperti risiko reputasi, risiko bisnis, risiko strategis, sert segala risiko yang dapat timbul dalam menjalankan usaha bank. Aspek penting pada Pilar II adalah menilai kepatuhan dengan
terstandardisasi minimum yang ditetapkan dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum pada pilar I.
3.
Pilar III – Pengungkapan Pilar III merupakan pilar disiplin pasar yang merupakan mekanisme
pengelolaan internal dan eksternal di ekonomi pasar bebas yang meniadakan intervensi langsung pemerintah. Pilar III mencakup tentang apa yang diperlukan dalam pengungkapan kepada publik oleh pihak bank. Ini dirancang untuk membantu para pemegang saham bank dan analisis pasar, serta membawa peningkatan transparansi pada hal-hal sebagai berikut :
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
29
a.
Portfolio aktiva bank, dan
b.
Profil risikonya.
2.4 PROSES MANAJEMEN RISIKO BANK DAN PENGAWASAN REGULATOR (SUPERVISORY REVIEW PROCESS) Pembahasan mengenai proses manajemen risiko dan pengawasan oleh regulator yang dicakup oleh pilar ke 2 merupakan bagian integral dari kerangka kecukupan modal bank menurut Basel II. Supervisory review process dimaksudkan tidak hanya untuk memastikan agar bank memenuhi kecukupan modal untuk menopang semua risiko dalam menjalankan bisnisnya tetapi juga untuk memacu bank untuk membangun teknik manajemen risiko yang lebih baik dalam memonitor dan mengendalikan risikonya. Basel Committee mengidentifikasikan (4) empat prinsip yang menjadi pedoman untuk proses manajemen risiko dan pengawasan oleh regulator yaitu: 1). Proses assessment terhadap kecukupan modal dalam hubungannya dengan profil risiko dan strategi untuk menjaga tingkat kecukupan modalnya. Proses ini meliputi fitur-fitur sebagai berikut : (a) pengawasan aktif oleh dewan komisaris dan Direksi; (b) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan
limit;
(c)
kecukupan
proses
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; (d) siatem pengandalian internal yang menyeluruh. 2). Pengawasan dan penilaian oleh regulator (pengawas perbankan) mengenai strategi dan proses assesment internal bank mengenai kecukupan modal serta kemampuan bank untuk memonitor dan memastikan kepatuhan bank terhadap ratio kecukupan modal. 3).
Regulator memiliki kewenangan meminta bank beroperasi dengan modal di atas ratio modal minimum (di atas ketentuan modal minimum pilar 1) sebagai buffer untuk hal-hal yang bersifat ” uncertainties ”.
4).
Regulator memiliki kewenangan melakukan intervensi pada tahap dini jika diperkirakan modal bank berkurang di bawah tingkat minimum dan
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
30
meminta bank untuk melakukan langkah-langkah perbaikan yang segra apabila modal tidak dijaga sebagaimana yang dipersyaratkan.
2.5
TRANSPARANSI
PUBLIK
(DISCLOSURE),
PENINGKATAN
PERAN PASAR (MARKET DISCIPLINE) Pilar 3 Basel II dimaksudkan untuk (a) mendorong peningkatan transparansi dan disclosure guna mendorong terciptanya market dicipline; (b) peningkatan hubungan antara pengawas bank, external Auditor dan Bank; (c) langkah awal menuju consolidated supervision. Market discipline dapat berjalan apabila pelaku pasar mempunyai akses terhadap informasi yang dapat dipercaya (reliable) dan tepat waktu, sehinga memungkinkan pelaku pasar untuk menilai kegiatan Bank dan risiko yang melekat padanya. Market discipline berarti bahwa private stakeholder suatu perusahaan , yang akan menanggung risiko keuangan akibat keputusan yang diambil oleh perusahaan tersebut,
akan
bertindak
mendisiplinkan
perusahaan
dalam
bentuk
mempengaruhi perilaku para pengambil keputusan dalam perusahaan tersebut. Dengan adanya disclosure (keterbukaan) yang semakin besar dapat menciptakan market discipline yang lebih besar dan pada akhirnya kekuatan pasar inilah yang pada akhirnya dapat membuat bank untuk menempuh kebijakan yang hati-hati (prudent). Dengan meningkatnya publik disclosure akan memperkuat kemampuan pelaku pasar untuk mendorong terciptanya safe and sound banking practice. Interaksi komplementer antara pengawasan prudential dan market discipline adalah sangat penting untuk menciptakan stabilitas jangka panjang bagi individual bank dan sistem perbankan itu sendiri. Dalam kaitan tersebut Basle Committee telah menyarankan bank untuk melakukan public disclosure yang meliputi : (1) financial performance; (2) financial position (including capital, solvency, and liquidity); (3) risk manajemen strategies and practices, risk exposures (including credit risk, market risk, liquidity risk, operational risk, legal risk and other risk); (4) accounting pilicy, basic business, management and corporate government information. Selanjutnya Basel II merumuskan keunggulan market discipline sebagai berikut:
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
31
Market discipline memiliki potensi untuk lebih menegakkan ketentuan tentang
permodalan
dan
upaya-upaya
npengawasan
lainnya
dalam
meningkatkan keaanan dan kesehatan industri perbankan dan sistem keuangan. Market discipline memberlakukan insentif yang kuat pada perbankan untuk memaksa mereka menjalankan usahanya secara sehat, aman dan efisien. Market discipline juga dapat memberikan insentif pada bank untuk memelihara landasan permodalan yang kuat sebagai penyangga kerugian potensial dimasa depan yang muncul akibat dari eksposure risiko. Market discipline yang didukung oleh rezim keterbukaan publik yang tepat dipercaya dapat menjadi tambahan yang efektif bagi upaya-upaya pengawasan dalam meningkatkan kenerja bank untuk menilai risiko, menjaga permodalan dan mengembangkan serta memelihara sistem dan praktek manajemen risiko. Keuntungan potensial market discipline melalui keterbukaan adalah peningkatan akurasi penilaian pasar terhadap risiko. Akurasi penilaian risiko akan memberikan sinyal yang lebih baik yang dapat digunakan lembaga pengawas dalam menetapkan fokus pengawasan. Basel Committee mengusulkan perlunya mengungkapkan kepada publik mengenai permodalan yang meliputi (a) struktur dan komponen permodalan ; (b) term and condition dari bentuk utama instrumen permodalan temasuk mengungkapkan informasi tentang
kebijakan-kebijakan akuntansi untuk
penilaian aset dan kewajiban serta pengakuan pendapatan dan provisi. Selain itu, pihak bank juga harus mengungkapkan informasi kuantitatif dan kualitatif tentang risk exposure termasuk strategi dalam mengelola risiko dan ukuran risk exposure yang dihitung berdasarkan metodolodi yang telah ditentukan dalam Basel Capital Accord. Keterkaitan antara transparansi di bidang permodalan dan risk exposure adalah penting bagi bank untuk mempublikasikan rasio actual capital dan informasi-informasi relevan lainnya mengenai kecukupan modal bank secara konsolidasi. Oleh karena itu pihak bank juga didorong untuk mengungkapkan proses dan struktur alokasi modal kepada pihak afiliasinya kerena keterbukaan dalam bentuk komponen dan nature dari permodalan pada dasarnya memberikan
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
32
informasi yang penting kepada masyarakat mengenai kemampuan perbankan dalam menyerap kerugian. Dalam hubungan ini Basel Committee telah merekomendasikan hal-hal yang perlu diungkapkan kepada masyarakat yaitu apakah terdapat anak perusahaan yang tidak termasuk dalam konsolidasi yang memenuhi persyaratan ketentuan permodalan. Pentingnya keterbukaan juga didasarkan pada alasan bahwa salah satu prinsip penerapan good corporate governance adalah keterbukaan
yang
diperlukan untuk mengurangi kesenjangan informasi diantara bank dan masyarakat, sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian yang wajar untuk dapat mendorong terwujudnya market discipline33 .
2.6 MANAJEMEN
RISIKO
DALAM
PERSPEKTIF
GOOD
CORPORATE GOVERNANCE (GCG) Mengingat pentingnya peran bank sebagai lembaga intermediasi bagi perekonomian suatu negara , maka rentannya untuk mengembalikan potensi kehancuran ekonomi yang diakibatkan tidak efektifnya tatakelola serta kebutuhan untuk mengamankan dana deposan, terwujudnya tata kelola untuk organisasi/ industri perbankan merupakanfaktor yang sangat penting dalam sistem keuangan internasional dan menjadi salah satu sasaran yang perlu diberikan pedoman pelaksanaannya. Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama keterbukaan (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang meterial dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, independensi (independency) yaitu 33
Pasal 1 angka (6), pasal 57 dan penjelasan umum Peraturan Bank Indonesia No. 8i/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
33
pengelolaan bank secara operasional tanpa adanya pengaruh/tekanan
dari
pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lima prinsip dasar GCG harus diwujudkan dalam : (a) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi; (b) kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsiu kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal; (d) penerapan prinsip manajemen risiko; (e) penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana dalam jumlah besar; (f) rencana strategis bank; (g) transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank. Manajemen risiko dalam kerangka kerja Basel II yang dilandasi oleh pilar 1 Capital Adequacy, Pilar2 Supervisory Review Process dan pilar 3 Disclosure and Market Discipline dalam pelaksanaannya mencakup : (a) pengawasan aktif dari dewan Komisaris dan Direksi; (b) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit; (c) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi Manajemen risiko; dan (d) sistem pengendalian intern yang terpadu dan menyeluruh. Apabila dilihat dari cakupan pelaksanaan manajemen risiko menurut kerangka kerja basel II
dan pelaksanaan GCG maka keduanya memiliki
hubungan mutually symbiosis, yang berarti adanya hubungan yang saling menguntungkan , hubungan yang saling mempengaruhi dan secara bersama akan mewujudkan siatem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu proses pertumbuhan ekonomi nasional.
2.7 PENINGKATAN TRANSPARANSI MELALUI PENGAWASAN TERKONSOLIDASI (CONSOLIDATED SUPERVISION). Transparansi kondisi keuangan bank sebagai salah satu pilar dalam pencapaian GCG dan salah satu pilar dalam kerangka kerja Basel II (pilar 3) merupakan langkah awal terwujudnya pengawasan bank secara terkonsolidasi (consolidated supervision) menuju pemenuhan tingkat kepatuhan bank terhadap praktek-praktek perbankan
yang baik berstandarinternasional
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
34
(international best practices). Untuk itu perlu didukung dengan adanya penggambaran tentang kondisi keuangan termasuk ekposur risiko secara terkonsolidasi dari bank dan pihak terkait dengan bank. Yang dimaksud dengan pihak terkait adalah perseorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai hubungan pengendalian dengan bank, baik secara langsung maupun tidak langsung, melaluli hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan atau keuangan 34
. Hubungan pengendalian ini salah satunya akan membuahkan adanya
perusahaan induk di satu pihak dan adanya perusahaan anak di pihak lain. Undang-undang nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas tidak mengatur mengenai hubungan pengandalian ini, tetapi di dalam penjelasan pasal 29 UU perseroan terbatas mendefinisikan, bahwa yang dimaksud dengan anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan dengan perseroan lainnya yang terjadi dikarenakan : a. Lebih dari 50% perusahaannya dimiliki oleh induk perusahaannya, b. Lebih dari 50%bsuara dalam rapat umum pemegang saham dikuasai oleh induk perusahaannya; dan atau c. Kontrol atau jalannya perusahaan, pengangkatan maupun pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya. Meskipun di dalam UU perseroan terbatas tidak diatur mengenai hubungan pengendalian, namun
penjelasan pasal 29 Undang-undang
Perseroan terbatas tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sesuatu perseroan memiliki kedudukan sebagai anak perusahaan dan atau perusahaan induk, dan apabila penjelasan dari pasal 29 ini dikaitkan dengan definisi pengendalian menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 3/22/PBI/2001 Tentang trasparansi Kondisi keuangan Bank yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia nomor 7/50/PBI/2005 maka tidak terdapat pertentangan mengenai sustansi makna dan maksud dari hal tersebut yang diatur di dalam kedua katentuan tersebut. Pengawasan bank secara terkonsolidasi dapat dijalankan apabila terdapat hubungan pengendalian dan mekanisme konsolidasi informasi tentang 34
Pasal 1 angka (5) Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
35
kondisi keuangan dan eksposur risiko antara dua entitas dengan kedudukan yang satu sebagai perusahaan induk dan yang lain sebagai perusahaan anak. Terwujudnya konsolidated supervision yang merupakan salah satu pemenuhan tingkat kepatuhan bank terhadap standar internasional juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing perbankan Indonesia di dalam dunia internasional. Untuk itu , bagi bank yang berkedudukan sebagai perusahaan induk yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak yang bergerak dalam kegiatan usaha di bidang keuangan, antara lain adalah perusahaan efek wajib menerapkan proses manajemen risiko secara konsolidasi dengan memastikan bahwa prinsip kehati-hatian yang diterapkan pada kegiatan usaha bank, diterapkan juga pada perusahaan anak.
2.8
KEGIATAN
PERBANKAN
TERHADAP
REGULASI
DAN
MANAJEMEN RISIKO Regulasi terhadap bank terkait dengan institusi perbankan serta produkproduk dan pelayanan yang ditawarkan oleh bank. Tujuan regulasi pada industri perbankan adalah untuk melindungi nasabah dan meningkatkan kepercayaan mereka terhadap produk-produk dari industri perbankan tersebut. Regulasi yang dilakukan terhadap bank berbeda dengan regulasi terhadap industri lain. Dampak yang ditimbulkan oleh pengelolalan bank secara salah akan berdampak kepada perekonomian secara keseluruhan. Jika pada industri lain regulasi pada umumnya menyangkut terstandarisasi produk dan persaingan usaha,regukasi pada industri perbankan mencakup keseluruhan bank secara komprehensif. Beberapa pertimbangan penting mengapa bank perlu diregulasi adalah sebagai berikut: 1.
Komoditas uang dan Sarat Perikatan Aktivitas bank dalam memberikan layanan dan penawaran produk
adalah uang. Kepemilikan uang, hak, dan kewajiban atas uang pada saat awal transaksi, serta hak dan kewajiban atas uang pada akhir transaksi merupakan kesepakatan antara bank dengan nasabahnya. Sifat dasar dari kepemilikan uang yang cenderung ingin dimiliki oleh siapapun, sangat rawan untuk menimbulkan
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
36
persengketaan. Kesepakatan berupa perikatan secara benar harus dilakukan pada
awal
transaksi
untuk
mengikat
para
pihak
dan
menghindari
persengketaan. Untuk
mencegah
kesimpangsiuran
yang
dapat
menimbulkan
persengketaan diperlukan regulasi agar kesepakatan antara bank dan nasabah berlaku sacara umum. Sebagai contoh adalah perikatan kredit. Perlu diatur secara jelas jenis kredit, agunan, dan bentuk perikatannya yang menjamin debitur memperoleh haknya untuk meminjam dengan menyerahkan agunan . sebaliknya, bank terjamin pelunasan pinjaman dan hak untuk eksekusi bapabila pinjaman yang diberikannya tidak dilunasi. 2.
Rasio Utang Berbanding modal Bank adalah institusi yang sebagian pasivanya adalah kewajiban atau
utang. Dengan posisi tersebut, berarti utang jauh lebih besar dibanding modal. Kondisi ini disebut sebagai highly gearing, yang terjadi karena bank sangat bergantung kepada utang (geared). Jika kewajiban yang timbul tidak bisa dibayar, insolvency atau ketidak mampuan bank dalam membayar kewajibannya dapat menghancurkan tidak saja pemegang saham bank tersebut tetapi juga menghancurkan pihak ketiga dan pihak kedua yang menempatkan dana pada bank tersebut. Mengingat besarnya utang yang dikelola oleh bank, jika tidak diatur secara bbaik, akan menimbulkan masalah besar berkaitan dengan ketidakmampuan dalam membayar utang-utangnya. Pada neraca bank, khususnya pasiva ,terdiri darin penempatan dana dari tiga pihak penting. Yaitu, pihak pertama, pemegang saham menempatkan modal dalam bentuk ekuitas. Pihak kedua, dana dari bank dan lembaga keuangan lain berupa pinjaman dan surat-surat berharga. Pihak ketiga, dana nasabah yang umumnya ditempatkan dalam rekening giro, tabungan, dan deposito. 3.
Ketidak mampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban Ketidak mampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban (insolvency)
merupakan suatu keadaan dimana bank tidak mampu membayar semua kewajibannya pada saat jatuh tempo. Dampak insolvency suatu bank secara
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
37
sistemik dapat menimbulkan efek domino terhadap bank lain sehingga akhirnya menimbulkan dampak buruk pada perekonomian secara keseluruhan. Sebuah krisis solvency pada suatu bank pada awalnya hanya berdampak gangguan kecil pada aktivitas ekonomi. Krisis likuiditas yang merupakan ketidaktersediaan alat likuid untuk memenuhi kewajiban jangka pendek seringkali menjadi penyebab awal insolvency. Sejarah menunjukan bahwa ketikpercayaan terhadap sebuah bank dapat mengarah pada ketidak percayaan terhadap perbankan secara umum . Penanganan krisis insolvency tidak hanya dilakukan oleh bank yang mengalaminya langsung, tetapi perlu perhatian dari industri keuangan secara keseluruhan dan pemerintah. Industri keuangan perlu memberikan perhatian atau prihatin apabila salah satu bank mengalami
krisis insolvency karena
dampaknya dapat mempengaruhi bank-bank yang terkait transaksinya dengan bank yang sedang mengalami krisis. Adanya krisis di suatu bank daoat mempengaruhi reputasi industri perbankan dan menimbulkan persepsi yang negatif . Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah bagi penyelamatan industri perbankan secara keseluruhan dan perekonomian guna penyelamatan atas efek domino dari bank yang mengalami krisis insolvency. 4.
Stabilitas Keuangan Stabilitas keuangan adalah didefinisikan sebagai pemeliharaan situasi
yang terkait dengan kapasitas m lembaga keuangan dan pasar untuk memobilisasi dana dari surplus spending unit secara efisien, menyediakan likuiditas, serta mengalokasikan investasi tanpa masalah. Pembentukan terstandarisasi lembaga keuangan berawal dari adanya kebutuhan untuk memperbaiki efisiensi dan kemampuan sistem keuangan dalam berbagai kondisi. Stabilitas keuangan
dapat mengtasi kegagalan
periodik individual lembaga keuangan. Kegagalan periodik akan menjadi perhatian serius jika kegagalan tersebut mengarah pada kerusakan umum pada sistem perbankan. Hal tersebut erat kaitannya dengan risiko sistemik pada industri perbankan.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
38
5.
Stabilitas moneter Stabilitas moneter didefinisikan sebagai stabilitas dalam menjaga nilai
uang. Stabilitas yang dimaksud digambarkan oleh tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Stabilitas moneter diperlukan di dalam suatu perekonomian.
Dengan
stabilitas moneter yang terjaga diharapkan selanjutnya akan memudahkan pengelolaan ekonomi secara mikro oleh pihak swasta dan makro olehpihak pemerintah. 6.
Persaingan Antar Bank. Perkembangan produk dan layanan bank pada dua dekade terakhir telah
menunjukan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan produk yang ditawarkan seperti produk derivatif telah menjadi daya tarik tersendiri bagi nasabah untuk berinvestasi. Perkembangan layanan bank terutama pada penggunaan teknologi telah memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi secra virtual lintas batas negara. Perkembangan ini tentu sangat menggembirakan karena memberikan berbagai macam kemudahan dan keuntungan bagi
nasabah. Perbankan di
seluruh dunia berlomba-lomba untuk mengembangkan produk dan kemempuan teknologinya dalam rangka memenangkan persaingan untuk mendapatkan dan mempertahankan nasabah-nasabahnya. Pada sisi lain, kemudahan-kemudahan yang ditawarkan bank justru dapat menjadi bumerang yang mengahantam bank sendiri pada akhirnya. Jika perkembangan produk dan pelayanan dibiarkan tanpa diatur oleh otoritas, maka akan terjadi upaya untuk memanfaatkan sebesar-besarnya setiap peluang tanpa peduli dengan risikonya. Misalnya, transaksi derivatif tidak diatur syarat dan ketentuan perdagangannya. Karena transaksi ini memeberikan peluang keuntungan yang tinggi, maka setiap bank akan melakukan transaksi ini dengan sebesar-besarnya. Dampaknya, jika bank tersebut kalah dalam transaksi dan tidak mampu menyelesaikannya, maka akan menimbulkan kerugian pada pihak lain yang pada gilirannya akan menimbulkan systemic risk. Pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan diatas merupakan dasar pemikiran mengapa regulasi diperlukan dalam dunia perbankan. Regulasi
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
39
tersebut bertujuan untuk melindungi industri perbankan dalam menghadapi risiko yang pada gilirannya melindungi nasabah dan perekonomian dari kegagalan proses dan prosedur yang akan berdampak terhadap sistem keuangan secara keseluruhan. Mengingat bahwa aktivitas bank sangat melekat dengan risiko, maka setiap regulasi yang dibuat untuk industri perbankan akan selalu dikaitkan dengan manajemen risiko. Artinya, bank harus dijalankan dengan prinsip kehatian-kehatian sehingga terhindar dari risiko. Pada sisi lain banyak sekali aktivitas bank yang harus mengambil risiko. Untuk itu,diperlukan sesuatu yang dapat segera mengganti apabila risiko tersebut terjadi. Pengganti terhadap risiko tersebut adalah modal bank. Modal adalah merupakan sumber dana bank yang berasal dari para pemegang saham. Berbeda dengan dana pihak kedua dan ketiga , pada dasarnya
modal adalah investasi yang tidak ada kewajiban untuk
dikembalikan. Modal adalah sumber dana yang
paling akhir diselesaikan
apabila terjadi bank dilikuidasi. Oleh karena itu, modal menjadi penyangga terakhir atas risiko yang terjadi. Keterkaitan regulasi,risiko,dan modal bank dapat disimpulkan sebagai berikut. Bahwa, bank harus dikelola secara hati-hati untuk menghindari risiko. Untuk itu dibuat berbagai regulasi yang menekankan pada prinsip kehatihatian. Namun, bank diizinkan untuk mengambil risiko yang sejalan dengan tujuan bisnisnya. Atas setiap risiko yang diambil harus disediakan modal sebagai penyangganya. Untuk itu, dibuatkan regulasi yang mengatur kewajiban pemenuhan modal minimum yang sesuai dengan risiko-risiko yangg diambil oleh bank. Proses manajemen risiko merupakan tindakan dari seluruh entitas terkait di dalam organisasi. Tindakan berekseinambunagn yang dilakukan sejalan dengan definisi manajemen risiko
yang telah dikemukakan, yaitu
identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. 35 35
Ibid, hlm 7.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
40
Didalam perbankan Indonesia Dewan Direksi setiap bank mempunyai tugas untuk menetapkan bahwa risiko perbankan dalam menjalankan bisnis diatur dalam suatu tata cara yang efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan tugas tersebut dibutuhkan : -
Pengawasan aktif dari dewan komisaris, dewan direksi dan oleh personil manajemen risiko nyang terkait yang dipilih oleh bank
-
Penetapan kebijakan dan prosedur untuk menentukan batas untuk risiko yang dilaksanakan oleh bank
-
Penetapan prosedur untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko
-
Penetapan dari struktur informasi manajemen yang serasi dalam mendukung manajemen risiko
-
Penetapan dari suatu struktur pengawasan intern perbankan untuk mengatur risiko. Pada dasarnya jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh dunia perbankan
dibagi atas (2) dua kelompok besar, yang terdiri atas 8 ( delapan ) jenis risiko yaitu kelompok risiko finansial dan kelompok non finansial . Risiko finansial terkait dengan kerugian langsung berupa hilangnya sejumlah uang akibat risiko yang terjadi. Pada sisi lain risiko non finansial terkait kepada kerugian yang tidak dapat dikalkulasikan secara jelas jumlah uang yang hilang. 36 Dampak finansial dari risiko non finansial tidak langsung dapat dirasakan. Kaus seperti kehilangan nasabah dan kehilangan bisnis akibat risiko yang terjadi tidak langsung membuat bank menjadi rugi. Namun pada gilirannya, risiko nonfinansial berpotensi untuk menimbulkan kerugian finansial.37 Risiko – risiko tersebut antara lain : 38
36 37 38
Ferry N Idroes, Op Cit , hlm 22. Ibid, hlm 22. Ibid, hlm 23.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
41
a.
Risiko Kredit Risiko kredit didefinisikan adalah sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam yang tidak dapat dan atau tidak mau memenuhi kewajibannya untuk membayarkan kembali dana yang telah dipinjamnya secara penuh pada saat pinjaman jatuh tempo atau sesudahnya. Sedangkan menurut Basel II risiko kredit
adalah risiko kerugian yang dikaitkan
dengan kemungkinan kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya atau dengan kata lain adalah risiko dimana debitur tidak mau membayar kembali hutangnya 39. b.
Risiko Pasar Risiko Pasar didefinisikan sebagai risiko kerugian pada posisi neraca serta pencatatan tagihan dan kewajiban di luar neraca ( on-and off- balance sheet ) yang timbul sebagai akibat dari adanya pergeseran harga pasar (market prices). Sedangkan
yang dimaksudkan dengan risiko pasar
menurut Bank Indonesia
40
rekening
serta
administratif
adalah risiko kerugian pada posisi neraca dan transaksi
derivatif
akibat
perubahan
keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Definisi risiko pasar yang lain menurut Bank Indonesia
41
adalah risiko
yang timbul akibat karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portfolio yang dimiliki oleh suatu bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga dan nilai tukar. c.
Risiko Operasional Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian atau ketidak cukupan dari proses internal , sumber daya manusia,serta sistem yang gagal maupun dari adanya peristiwa eksternal. Menurut Bank Indonesia, risiko Operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya 39
Global Association Of Risk Professional, Op. Cit., hal. A:16.
40
Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia No 5/12/PBI/2003 Tentang kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk) 41
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) hufuf (b) Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
42
ketidak cukupan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,kegagalan
sistem
atau
adanya
problem
eksternal
yang
mempengaruhi operasional Bank . Meskipun risiko operasional bukanlah merupakan hal yang baru, jenis risiko ini belum pernah menjadi subjek dari regulasi perbankan sampai lahirnya Basel II. Sebelum lahirnya Basel II tidak terdapat bank yang mencadangkan modal untuk kerugian akibat risiko operasional ini. d.
Risiko Konsentrasi Kredit Risiko Konsentrasi Kredit adalah ketika penempatan aktiva produktif bak terkonsentrasi pada satu sektor atau kelompok tertentu. Apabila terjadi masalah pada sektor atau kelompok tertentu tersebut, maka aktiva produktif yang ditempatkan akan ikut bermasalah serta berada dalam bahaya.
e.
Risiko Suku Bunga pada Buku Bank Risiko suku bunga pada buku Bank merupakan risiko kerugian yang disebabkan oleh perubahan dari suku bunga pada struktur yang mendasari yaitu pinjaman dan simpanan.
f.
Risiko Bisnis Risiko bisnis ( business risk ) adalah merupakan risiko yang berkaitan dengan posisi persaingan antar bank dan prospek dari keberhasilan bank dalam perubahan pasar. Risiko bisnis lebih berhubungan dengan keputusan bisnis yang diambil oleh dewan direksi bank dan kaitannya dengan implikasi risiko yang mungkin timbul akibat dari keputusan bisnis tersebut. Dari sisi waktu, risiko bisnis bersifat jangka pendek hingga menengah .
g.
Risiko Stratejik Risiko stratejik ( strategic risk ) adalah risiko yang terkait dengan keputusan bisnis jangka panjang yang dibuat oleh senior manajemen bank. Risiko ini dapat juga dikaitkan dengan implementasi dari strategi-strategi mereka.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
43
h.
Risiko Reputasional Risiko reputasional ( reputational risk ) adalah suatu risiko kerusakan potensial pada suatu perusahaan yang dihasilkan dari opini publik yang negatif. Risiko kredit, pasar, operasional, konsentrasi kredit, serta suku bunga
pada buku bank, termasuk dalam kelompok risiko finansial. Sementara itu risiko bisnis, stratejik, serta risijko reputasional termasuk dalam kelompok risiko nonfinansial. Pelaksanaan program APU dan PPT diharapkan dapat mengurangi berbagai risiko yang mungkin timbul antara lain risiko hukum, risiko reputasi, risiko operasional dan risiko konsentrasi kredit. Sebagai dampak terjadinya risiko kerugian keuangan langsung, kerugian akibat risiko (risk loss) pada suatu bank dapat berdampak pada para pemangku kepentingan (stakeholder) bank, yaitu pemegang saham , karyawan dan nasabah, serta berdampak juga kepada perekonomian secara umum. Pengaruh risk loss pada para pemegang saham dan karyawan adalah langsung, sementara pengaruh terhadap nasabah dan perekonomian tidak langsung . Pada tanggal 18 Juni 2001 Gubernur Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 3/10/PBI/2001 tentang penerapan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles). Hal-hal yang melatar belakangi terbitnya PBI nomor 3/10/PBI/2001 ini antara lain adalah: a. dalam menjalankan kegiatan usaha, bank menghadapi berbagai risiko usaha; b. bahwa untuk mengurangi risiko usaha, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian; c. bahwa salah satu upaya melaksanakan prinsip kehati-hatian adalah penerapan prinsip mengenal nasabah; Seiring dengan perkembangan perekonomian dan kegiatan perbankan di Indonesia maka PBI nomor 3/10/PBI/2001 dirasakan tidak bisa lagi mengakomodir kebijakan perbankan di Indonesia yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah, karena pada PBI ini sama sekali belum
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
44
ada dibahas mengenai persoalan yang marak dibicarakan akhir-akhir ini, yaitu mengenai masalah anti pencucian uang serta pencegahan pendanaan teroris bagi bank umum. Oleh karena itu pada tanggal 1 Juli 2009, Bank Indonesia akhirnya mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang
dan Pencegahan
Pendanaan
Terorisme bagi Bank Umum (APU dan PPT) yang menggantikan PBI nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dengan mengacu kepada standar internasional yang lebih komprehensif dalam mendukung upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Perbedaan PBI nomor 3/10/PBI/2001 dibandingkan dengan PBI nomor 11/28/PBI/2009 tentang APU dan PPT antara lain PBI APU dan PPT mengatur lebih lanjut mengenai : a.
Penggunaan istilah Customer Due Dilligance (CDD) untuk know your customer principles dalam identifikasi, verifikasi dan pemantauan nasabah.
b.
Penggunaan pendekatan berdasarkan risiko (Risk Based Approach) dalam penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
c.
Pengaturan mengenai pencegahan pendanaan teroris.
d.
Pengaturan mengenai Cross Border Correspondent Banking.
e.
Pengaturan mengenai transfer dana nasabah. Program APU dan PPT adalah merupakan bagian dari penerapan
manajemen risiko bank secara keseluruhan yang penerapannya paling kurang mencakup pengawasan aktif dari Direksi dan Dewan Komisaris perbankan, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern , sistem informasi manajemen, sumber daya manusia dan pelatihan. Pengawasan aktif Direksi bank antara lain mencakup: a.
Memastikan Bank memiliki kebijakan dan prosedur program APU dan PPT.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
45
b.
Mengusulkan kebijakan dan prosedur tertulis program APU dan PPT kepada Dewan Komisaris
c.
Memastikan penerapan Program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan
d.
Memastikan bahwa satuan kerja yang melaksanakan kebijakan dan prosedur program APU dan PPT terpisah dari kesatuan kerja yang mengawasi penerapannya
e.
Membentuk unit kerja khusus yang melaksanakan program APU dan PPT dan/atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab terhadap program APU dan PPT di kantor pusat.
f.
Pengawasan atas kepatuhan satuan kerja dalam menerapkan program APU dan PPT.
g.
Memastikan bahwa kantor cabang dan kantor cabang pembantu Bank memilikipegawai yang menjalankan fungsi unit kerja khusus atau pejabat yang melaksanakan program APU dan PPT.
h.
Memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis mengenai program APU dan PPT sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa dan teknologi Bank serta sesuai dengan perkembangan modus pencucian uang atau pendanaan terorisme.
i.
Memastikan bahwa seluruh pegawai khususnya pegawai dari unit kerja terkait dan pegawai baru, telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan program APU dan PPT secara berkala. Sedangkan pengawasan
aktif dari Dewan Komisaris sekurang-
kurangnya harus mencakup persetujuan atas kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT serta adanya pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap penerapan program APU dan PPT . Dalam menerapkan
APU dan
PPT,
bank wajib untuk memiliki
kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup permintaan informasi dan dokumen, beneficial owner, verifikasi dokumen, CDD yang lebih sederhana, penutupan hubungan dan penolakan transaksi, ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP, pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga, pengkinian dan pemantauan. Cross border correspondent banking,
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
46
transfer dana serta
penatausahaan dokumen.
Kebijakan
dan
prosedur
tersebut wajib dituangkan dalam pedoman pelaksanaan progran APU dan PPT serta wajib
mempertimbangkan faktor teknologi informasi, yang
berpotensi disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang atau pendanaan terorisme
serta
wajib
dilaksanakan
secara
konsisten
dan
berkesinambungan. Prosedur CDD wajib dilakukan bank pada saat melakukan bank hubungan usaha dengan calon nasabah, melakukan hubungan usaha dengan WIC, pada saat bank meragukan kebenaran informasi yang diberikan nasabah, penerima kuasa atau beneficial owner maupun apabila terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang terkait dengan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme. Pada saat melakukan penerimaan nasabah , Bank menggunakan pendekatan berdasarkan risiko dengan mengelompokkan masing-masing nasabah berdasarkan tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme. Pengelompokkan nasabah tersebut paling kurang dilakukan dengan melakukan analisis terhadap terhadap data-data antara lain identitas nasabah, lokasi usaha nasabah, profil nasabah, jumlah besarnya transaksi, kegiatan usaha nasabah, struktur kepemilikan bagi nasabah perusahaan maupun informasi lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat risiko nasabah yang bersangkutan. Sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah , bank wajib meminta informasi yang memungkinkan Bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah, dimana identitas tersebut harus dapat dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen pendukung yang telah diteliti kebenarannya oleh pihak bank. Bank wajib mengidentifikasi dan mengklarifikasikan calon nasabah atau nasabah ke dalam kelompok perseorangan, perusahaan atau Beneficial Owner. Bagi calon nasabah perorangan informasi yang diminta oleh bank paling kurang mencakup nama lengkap, nomor dokumen identitas yang
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
47
dibuktikan dengan menunjukan dokumen yang dimaksud,alamat tempat tinggal sesuai kartu identitas, alamat tempat tinggal terkini jika ada, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jenis kelamin, status perkawinan, identitas beneficial owner apabila nasabah mewakili beneficial owner , sumber dana, rata-rata penghasilan , maksud dan tujuan hubungan usaha, serta informasi lain yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabahnya. Bagi calon nasabah perusahaan selain bank, data informasi yang diminta oleh bank antara lain nama perusahaan, nomor ijin usaha yang dikeluarkan oleh intansi berwenang, alamat
dan tempat kedudukan
perusahaan , tempat dan tanggal pendirian perusahaan, bentuk badan hukum perusahaan, identitas beneficial owner apabila nasabah mewakili beneficial owner , sumber dana, maksud dan tujuan hubungan usaha yang dilakukan calon nasabah perusahaan dengan bank, serta informasi lainnya yang diperlukan. Untuk nasabah perusahaan yang tergolong usaha mikro dan usaha kecil ditambah dengan spesimen tandatangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan usaha dengan Bank, kartu NPWP bagi nasabah yang diwajibkan untuk memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan yang berlaku , dan Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) atau dokumen lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang. Untuk nasabah perusahaan yang tidak tergolong usaha mikro ditambah dengan dokumen laporan keuangan,struktur manajemen perusahaan, struktur kepemilikan perusahaan, dokumen identitas anggota direksi yang berwenang mewakili perusahaan untuk melakukan hubungan usaha dengan Bank. Untuk nasabah perusahaan yang berupa Bank , dokumen yang disampaikan paling kurang berupa akte pendirian / anggaran dasar bank , ijin usaha dari instansi yang berwenang serta spesimen tandatangan d an kuasa kepada pihak - pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama bank dalam melakukan hubungan usaha dengan pihak bank.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
48
Untuk calon nasabah yang berupa yayasan, dokumen yang disampaikan paling kurang berupa ijin bidang kegiatan, tujuan yayasan, deskripsi kegiatan yayasan, struktur pengurus yayasan, serta dokumen identitas anggota para pengurus yang berwenang mewakili yayasan untuk melakukan hubungan usaha dengan Bank. Untuk nasabah yang berupa perkumpulan atau organisasi, dokumen yang disampaikan paling kurang berupa bukti pendaftaran pada instansi yang berwenang , nama penyelenggara serta pihak yang berwenang untuk mewakili perkumpulan untuk melakukan hubungan usaha dengan Bank. Sedangkan untuk calon nasabah yang berupa Lembaga Negara atau Pemerintah, lembaga internasional, maupun perwakilan negara asing, bank wajib meminta informasi berupa nama dan alamat kedudukan lembaga atau perwakilan, surat penunjukan bagi pihak-pihak yang berwenang mewakili lembaga atau perwakilan dalam melakukan hubungan usaha dengan bank serta spesimen tanda tangan. Bank wajib
memastikan terlebih dahulu
apakah calon nasabah
mewakili beneficial Owner untuk membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi, jika calon nasabah mewakili beneficial owner,maka bank wajib melakukan prosedur CDD terhadap Beneficial Owner yang sama ketatnya dengan prosedur CDD bagi calon nasabah. Bank harus meneliti kebenaran dokumen pendukung dan melakukan verifikasi terhadap dokumen pendukung yang memuat informasi berdasarkan dokumen dan/atau sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya dan independen serta memastikan bahwa data tersebut adalah data terkini, bank juga dapat melakukan wawancara dengan calon nasabah guna meneliti dan meyakini keabsahan dan kebenaran dokumen sebagaimana yang diberikan. Jika terdapat keraguan, bank wajib meminta kepada calon nasabah untuk memberikan lebih dari satu dokumen identitas, untuk memastikan identitas calon nasabah. Bank dapat menerapkan prosedur CDD yang lebih sederhana dari prosedur CDD yang ditetapkan dalam PBI terhadap para calon nasabah atau transaksi yang tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau pendanaan
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
49
terorisme tergolong lebih rendah dan memenuhi kriteria anatara lai tujuan pembukaan rekening untuk pembayaran gaji,nasabah berupa perusahaan publik yang tunduk pada peraturan tentang kewajiban untuk mengungkapkan kinerjanya, nasabah berupa lembaga negara/pemerintah, serta transaksi yang dilakukan oleh WIC perusahaan. Data nasabah yang mendapat perlakuan CDD yang lebih sederhana wajib dibuat dan disimpan oleh bank. Nasabah dan Beneficial owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi wajib diteliti datanya oleh bank, yang dibuat dalam daftar tersendiri. Dalam hal nasabah atau beneficial owner berisiko tinggi bank wajib melakukan EDD secara berkala paling kurang berupa analisis terhadap informasi mengenai nasabah atau beneficial owner, sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha dengan pihak-pihak terkait, serta pemantauan yang lebih ketat terhadap nasabah atau beneficial owner. Kewajiban tersebut juga berlaku terhadap nasabah yang menggunakan produk perbankan yang berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang atau pendanaan teroris, melakukan transaksi dengan negara berisiko tinggi ataupun melakukan transaksi tidak sesuai profil. Dalam hal ini bank wajib menunjuk pejabat senior yang bertanggung jawab atas hubungan usaha dengan calon nasabah tersebut, yang memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon nasabah yang tergolong berisiko tinggi dan membuat keputusan untuk meneruskan atau menghentikan hubungan usaha dengan nasabah yang tergolong berisiko tinggi. Bank harus melakukan pengkinian data terhadap informasi dan dokumen nasabah yang dimilikinya, serta wajib melakukan pemantauan terhadap informasi dana data nasabah, menyusun laporan rencana pengkinian data, menyusun laporan realisasi pengkinian data yang wajib mendapat persetujuan dari direksi. Bank wajib memelihara database daftar teroris yang diterima dari Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) dan memastikan secara berkala nama-nama nasabah bank yang memiliki kesamaan atau mirip dengan nama yang tercantum dalam database daftar teroris. Jika terdapat kemiripan nasabah
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
50
dengan nama yang tercantum dalam database, maka bank wajib memastikan kesesuaian identitas nasabah tersebut dengan informasi lainnya yang terkait. Dalam hal terdapat kesamaan nama nasabah dan kesamaan informasi lainnya dengan nama yang tercantum dalam database daftar teroris, maka bank harus melaporkan
nasabah
tersebut
dalam
laporan
Transaksi
Keuangan
Mencurigakan. Correspondent Banking adalah kegiatan suatu bank (correspondent) dalam menyediakan layanan jasa bagi bank lainnya (respondent) berdasarkan adanya suatu kesepakatan tertulis dalam rangka memberikan jasa pembayaran dan jasa perbankan lainnya. Cross Border Correspondent Banking adalah Correspondent Banking dimana salah satu kedudukan bank Correspondent atau bank respondent berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Sebelum menyediakan jasa ini, bank wajib terlebih dahulu untuk meminta informasi mengenai profil calon bank penerima dan/atau bank penerus, reputasi bank penerima dan/atau bank penerus berdasarkan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan, tingkat penerapan program APU dan PPT di negara tempat kedudukan bank penerima dan/atau bank penerus serta informasi lainnnya yang diperlukan bank untuk mengetahui profil calon bank penerima dan/atau bank penerus. Sumber informasi untuk memastikan informasi tersebut diperoleh berdasarkan informasi publik yang memadai yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh otoritas berwenang. Bank wajib melakukan CDD terhadap existing bank penerima dan/atau bank penerus yang disesuaikan dengan pendekatan berdasarkan risiko apabila terdapat perubahan profil bank penerima dan/atau bank penerus yang bersifat substansial maupun apabila informasi pada profil bank penerima dan/atau bank penerus yang tersedia belum dilengkapi . Dalam hal terdapat nasabah yang mempunyai akses terhadap Payable Through Account dalam jasa Cross Border Correspondent Banking, Bank pengirim wajib memastikan jika bank bank penerima dan/atau bank penerus telah melaksanakan proses CDD dan pemantauan yang memadai yang paling kurang sama dengan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia; dan bank
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
51
penerima dan/atau bank penerus bersedia untuk menyediakan data identifikasi nasabah yang terkait, apabila diminta oleh bank pengirim. Bank pengirim yang menyediakan jasa Cross Border Correspendent Banking wajib untuk mendokumentasikan seluruh transaksi Cross Border Correspendent Banking, menolak untuk berhubungan dan/atau meneruskan hubungan Cross Border Correspendent Banking dengan shell bank, dan memastikan bahwa bank penerima dan/atau bank penerus tidak mengijinkan rekeningnya digunakan oleh shell bank pada saat mengadakan hubungan usaha terkait dengan Cross Border Correspendent Banking. Dalam melakukan kegiatan transfer dana di dalam wilayah Indonesia yang dilakukan oleh pihak Bank antara lain pihak Bank pengirim wajib memperoleh informasi dan melakukan identifikasi serta verifikasi terhadap nasabah pengirim yang paling kurang meliputi nama nasabah pengirim, nomor rekening atau identitas nasabah pengirim, tanggal transaksi,tanggal valuta, jenis mata uang, dan nominal, serta wajib mendokumentasikan seluruh transaksi transfer dana. Bank penerus wajib meneruskan pesan dan perintah transfer dana, serta menatausahakan informasi yang diterima dari bank pengirim. Bank penerima wajib memastikan kelengkapan informasi nasabah pengirim. Jika informasi sebagaimana dimaksud tidak dipenuhi, maka bank dengan menggunakan pendekatan risiko dapat menolak untuk melaksanakan transfer dana, membatalkan transaksi transfer dana, dan/atau mengakhiri hubungan usaha dengan customer. Ketentuan ini berlaku juga untuk transfer dana dengan menggunakan kartu seperti kartu debit,kartu kredit, serta kartu ATM. Dalam melakukan kegiatan transfer dana secara lintas negara, selain berlaku ketentuan tansfer dalam negeri, bank pengirim wajib memperoleh informasi mengenai alamat, serta tempat dan tanggal lahir, yang wajib disampaikan kepada bank penerus dan/atau ban penerima dalam waktu 3 (tiga) hari kerja berdasarkan permintaan tertulis bank penerus dan/atau bank penerima. Jika terdapat tansfer dana yang memenuhi kriteria mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang,
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
52
bank wajib melaporkan transfer dana tersebut sebagai Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan. Bank wajib memiliki sistem pengendalian intern yang efektif, yang dibuktikan dengan adanya batasan wewenang dan tanggung jawab satuan kerja terkait dengan penerapan program APU dan PPT, serta dilakukannya pemeriksaan terhadap efektivitas pelaksanaan program APU dan PPT oleh satuan kerja audit intern. Disamping itu bank juga harus memiliki sitem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, mementau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah bank. Bank juga diharuskan memiliki dan memelihara profil nasabah secara terpadu (Single Customer Identification File). Untuk mencegah
digunakannya bank sebagai media atau tujuan
pencucian uang atau pendanaan terorisme yang melibatkan pihak intern Bank, ban k wajib melakukan prosedur penyaringan dalam rangka penerimaan pegawai baru serta menyelenggarakan pelatihan yang berkesinambungan tentang implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program APU dan PPT; Teknik, metode dan tipologi pencucian uang atau pendanaan terorisme; serta kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT maupun peran dan tanggung jawab pegawai dalam memberantas pencucian uang atau pendanaan terorisme. Bank yang berbadan hukum Indonesia wajib untuk meneruskan kebijakan dan prosedur APU dan PPT ke seluruh jaringan kantor dan anak perusahaan yang berasa di luar negeri , dan memantau pelaksanaannya. Jika di negara tempat kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri memiliki
peraturan APU dan PPT yang lebih ketat dari yang berlaku di
Indonesia, maka jaringan kantor dan anak perusahaan yang dimaksud wajib tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas negara yang dimaksud. Sebaliknya jika di negara tempat kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan yang dimaksud belum mematuhi rekomendasi FATF ataupun sudah mematuhi namun program APU dan PPT yang dimilki lebih longgar daripada yang diberlakuan di Indonesia, maka jaringan kantor dan anak
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
53
perusahaan dimaksud wajib menerapkan progran APU dan PPT yang berlaku di Indonesia. Bank menyampaikan laporan Transaksi Keuangan mencurigakan , laporan transaksi tunai, dan laporan lain sebagaimana diatur dalam Undangundang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kewajiban ini juga berlaku terhadap transaksi yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme atau pendanaan terorisme. Penyampaian laporan berpedoman kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh PPATK. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada Ibu
Sudiasih, Sarjana Hukum, Legal Manager Divisi Hukum Bank Negara Indonesia (BNI) Pusat
terdapat kendala berkaitan dengan pelaksanaan /
implementasi mananjemen risiko dari PBI nomor 11/28/PBI/2009 antara lain berkaitan dengan ketidak kelengkapan dari data yang diberikan oleh nasabah kepada Bank dan ketidak kebenaran dari data diri nasabah yang diberikan kepada pihak Bank, seperti pemalsuan kartu identitas serta keberatan dan cenderung menutup-nutupi asal-muasal sumber dana dari uang yang akan ditabungnya serta bahkan tidak bersedianya calon nasabah yang bersangkutan untuk memberikan data sebagaimana yang dibutuhkan oleh pihak bank dalam menjalankan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) yang mengacu berdasarkan prinsip Customer Due Dilligence (CDD). Disamping itu juga setiap bank memiliki target dan tujuan untuk menjaring dana dari pihak ketiga/ nasabah yang sebesar-besarnya, dan dengan adanya PBI
mengenai program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) ini bertentangan dengan target dan tujuan dari bank tersebut. Karena disatu sisi bank harus menjaring dana pihak ketiga sebesar-besarnya di sisi lain bank harus menjalankan prinsip kehatihatian berkaitan dengan syarat-syarat yang diterapkan dalam PBI tentang APU dan PPT tersebut, terutama yang berkaitan dengan keterbukaan nasabah mengenai sumber dana.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.
54
Terhadap adanya permasalahan tersebut maka pihak bank memiliki solusi penyelesaian antara lain dengan pendekatan kepada para calon nasabah guna memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai adanya kewajiban untuk mengisi formulir mengenai identitas nasabah dan sumber dana ( prinsip Customer Due Dilligence)
berkaitan dengan pelaksanaan dari PBI no
11/28/PBI/2009. Selain itu, pihak bank BNI juga menekankan pentingnya aspek hukum sehingga mensosialisasikan kepada unit-unit operasionalnya untuk
lebih
berhati-hati dalam melakukan verifikasi data dari calon nasabah. Jika ternyata dari seorang nasabah diketemukan adanya kejanggalan data ataupun pihak bank ragu akan kebenaran data yang diberikan oleh calon nasabah, maka guna menjamin kesesuaian dan kebenaran data pihak bank akan meminta kepada calon nasabah bukti identitas diri lainnya (SIM, KTP, Paspor, Kartu Keluarga) yang dapat mendukung identitas yang diberikan kepada pihak bank. Mengenai bila adanya transaksi (misalnya adanya transaksi dari negara berisiko tinggi pencucian uang seperti negara-negara di Afrika dan Amerika latin) yang mencurigakan maka divisi kepatuhan akan melaporkannya kepada PPATK guna penelitian lebih lanjut.
UNIVERSITAS INDONESIA Implementasi manajemen..., Risnafany Hartanto, FH UI, 2010.