Bentuk-bentuk Pembinaan Moral Siswa SMA PGRI 1 Temanggung Tahun Ajaran 2008/2009 Novita Eko Wardani dan M. Towil Umuri Prodi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan Jl. Pramuka No. 42 Sidikan Umbulharjo Yogyakarta
ABSTRAK Pendidikan moral yang kuat merupakan kebutuhan yang mendasar bagi manusia. Yang berakal budi untuk mempersiapkan dirinya dalam memasuki era teknologi dan globalisasi dimasa kini dan akan datang. Pembinaan dengan penanaman nilai-nilai moral dapat dilakukan dengan adanya pembinaan moral disekolah. Penelitian yang hasilnya disusun menjadi sebuah bentuk skripsi ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana bentuk pembinaan moral, kendala apa yang dialami sekolah dalam pembinaan moral dan upaya dalam pembinaan moral SMA PGRI 1 Temanggung. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, populasi dalam penelitian ini yaitu semua guru SMA PGRI 1 Temanggung , sementara sample tersebut adalah guru yang khusus menangani siswa yang melakukan pelanggaran moral yaitu kepala sekolah, WK, dan petugas BK. Adapun teknik pengambilan sample menggunakan proposive sampling, sementara teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi dan wawancara. Metode analisis data dilakukan dengan diskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa bentuk pembinaan moral yang telah dilakukan SMA PGRI 1 Temanggung dengan menggunakan pendekatan personal, yang berupa memberi pengarahan, memberi pengetahuan, pemanggilan orang tua murid, sanksi dan mendatangkan lembaga-lembaga yang bisa mempengaruhi mental anak. Kendala yang dialami yaitu siswa kadang menyepelekan peraturan sekolah, kesulitan dalam mendiskusikan dengan orang tua murid dan upaya yang dilakukan dalam pembinaan moral di SMA PGRI 1 Temanggung yaitu adanya BK, pendekatan rutin, memberi pengertian moral melalui pelajaran keagamaan, PKn dan melalui kegiatan pramuka. Kata kunci : Moral, pembinaan moral, pendidikan moral, nilai-nilai moral
PENDAHULUAN Sekolah merupakan sarana pendidikan kedua setelah keluarga. Karena itu lingkungan sekolah sangat berpengaruh dalam perkembangan dan pertumbuhan anak didik. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan sosial banyak ditemui berbagai kenakalan remaja yang dilakukan oleh siswa sekolah seperti perkelahian antar pelajar, siswa membo-
los, pelanggaran tata tertib sekolah, dan sebagainya. Siswa SMA, dalam tahap perkembangan dikategorikan sebagai remaja, karena rata-rata usia mereka 15 -18 tahun. Siswa sebagai remaja, mempunyai peran yang sangat penting dalam proses regenerasi suatu masyarakat dan sebagai penyambung kepemimpinan bangsa. Keberhasilan suatu bangsa akan tercermin dari genera-
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 47
Novita Eko Wardani dan M. Towil Umuri
si penerus yang berkualitas yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsanya sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Sebaliknya jika generasi penerus lemah, pemalas, tidak bermoral, tidak mempunyai sopan santun, hanya bangga perjuangan masa lalu maka tidak akan mampu memikul tanggungjawab penyambung kepemimpinan tersebut dan perjuangan generasi sebelumnya tidak akan berarti. Merosotnya nilai moral di kalangan pelajar atau anak-anak muda menimbulkan sikap ragu-ragu dari orang tua dan sekolah untuk menentukan nilai moral serta bentuk didikan apa sebenarnya yang baik untuk dijadikan patokan. Hal ini disebabkan para pelajar tidak bisa diperlakukan dengan didikan keras atau otoriter, jika mereka diperlakukan dengan keras yang terjadi adalah mereka semakin memberontak. Bila tidak ada pembinaan moral serta perhatian dari orang tua dan sekolah maka anak-anak akan menjadi korban dari permasalahan sosial itu. Akibatnya anak akan melarikan diri dari segala permasalahan yang ada dengan cara-caranya sendiri. Salah satu caranya dengan melakukan perkelahian yang bertujuan untuk melampiaskan kekecewaan mereka. Hal ini menimbulkan kecemasan yang makin mendalam dari berbagai pihak yang berkepentingan, salah satunya pihak sekolah dan orang tua. Perkelahian antar pelajar, boleh jadi disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks, baik faktor sosiologis, budaya maupun faktor psikologis. Pertama, faktor sosiologis yaitu keadaan rumah tangga orang tua siswa, dimana hubungan antara orang tua dan anak tidak terjalin komunikasi yang baik. Hal ini disebabkan kondisi
orangtua yang sibuk bekerja, sehingga perhatian terhadap anak terabaikan. Kedua, Faktor budaya merupakan salah satu penyebab terjadinya pelanggaran moral dikalangan pelajar. Hal ini dikaitkan dengan keragaman kebudayaan yang ada dan karakter orang yang berbeda-beda. Ketiga, faktor psikologis yaitu keadaan kejiwaan siswa yang masih labil dalam mengontrol emosinya sehingga mudah terpancing oleh adanya provokasi. Selain itu dipengaruhi pula oleh kondisi kejiwaan pelajar yang pada rentang usia ini mulai meninggalkan masa kanak-kanaknya untuk menuju kedewasaan. masa ini mengalami pembentukan keadaan emosi dan perasaan pada masa remaja ini mereka sangat peka sehingga tidak stabil. (Sri Rumini, 1997:39) Jika jumlah pelanggaran tata tartib sekolah yang dilakukan oleh pelajar semakin meningkat maka akan memojokkan guru ataupun pihak sekolah sebagai yang paling bertanggung jawab akan perilaku siswanya. Kurikulum pun akan dianggap tidak memperhatikan pengasahan nurani siswa, pelajaran budi pekerti dan moral. karena bagi sebagian masyarakat dan orang tua murid, sekolah adalah tempat pendidikan yang tidak hanya mendidik siswa menjadi pintar secara akademis tetapi juga mendidik siswa secara moral. Setiap sekolah yang siswanya pernah mengalami kasus pelanggaran tata tertib sekolah dan perkelahian antar pelajar mempunyai cara-cara yang berbeda dalam menangani dan mengatasinya. Yang paling umum adalah dengan memberikan skorsing dan atau mengeluarkan mereka dari sekolah. Alih-alih melakukan pembinaan moral yang intensif. Hal ini dilakukan hanya sekadar membuat jera pelaku pada saat itu, ternyata dari tahun ketahun masih
48 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Bentuk-bentuk Pembinaan Moral Siswa SMA PGRI 1 Temanggung ....
saja muncul pelajar lain yang berbeda tingkatan dan terlibat baku hantam. Tindakan pemberantasaan juga sangat diperlukan untuk menindak tegas para pelaku perkelahian terutama pelajar sehingga pelaku jera. Pembinaan nilai-nilai moral pada anak sangat diperlukan, agar mereka memiliki rasa tanggung jawab atas setiap tindakan yang dilakukannya. Pembinaan nilai moral dapat dilakukan di sekolah. Pembinaan dimaksudkan untuk memberikan perhatian, pertimbangan dan tindakan dalam latar pendidikan agar siswa berkembang secara moral untuk membantu perkembangan akhlaknya. Pembinaan moral dianggap sama dengan mengajarkan berbagai macam peraturan dan pengembangan watak yang terlihat dalam tingkah laku siswa yang menunjukkan sifat baik. SMA PGRI 1 Temanggung merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang ada di Temanggung. Perhatian dan bimbingan seorang guru sangat dibutuhkan dalam mendidik, membina siswanya kearah kedewasaan, baik secara intelektual, emosional maupun spiritual. Pada dasarnya kondisi SMA PGRI Temanggung secara keseluruhan baik dan disiplin, tetapi masih ditemukan sejumlah siswa yang melanggar tata tertib sekolah dan melakukan penyimpangan moral dan perkelahian antar pelajar di luar lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan oleh adanya hasutan. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian lebih terfokus mengenai tugas serta kewajiban sekolah dalam membina moral siswa terutama pembinaan terhadap para pelajar. Penelitian tentang pelaksanaan pembinaan moral juga dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang bagaimana cara sekolah menangani
masalah moral siswa. Fokus utama penelitian ini disusun dalam rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bentuk pembinaan moral seperti apakah yang digunakan sekolah dalam pembinaan moral siswanya? 2) Kendala apakah yang dialami sekolah dalam pelaksanaan pembinaan moral siswanya di SMA PGRI 1 Temanggung dan bagaimana mengatasinya? 3) Upaya-upaya pembinaan moral seperti apakah yang digunakan sekolah dalam membinan moral siswanya?
KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan Moral
Tentang
Pembinaan
Pembinaan dimengerti merupakan terjemahan dari kata Inggris training yang berarti latihan, pendidikan, pembinaan. Pembinaan adalah proses, cara berusaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. (kamus besar Bahasa Indonesia,1999:19) Definisi pembinaan adalah: suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif (Mangunhardjana, 1986:13)
Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki yaitu berupa pengetahuan dan praktik yang su-
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 49
Novita Eko Wardani dan M. Towil Umuri
dah tidak membantu serta menghambat hidup dan kerja. Pembinaan merupakan program dimana para peserta berkumpul untuk memberi, menerima dan mengolah informasi, pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada maupun yang baru. Lebih lanjut lagi bahwa pembinaan membantu orang untuk mengenal hambatan-hambatan baik yang ada di luar maupun yang ada di dalam situasi hidup dengan melihat segi-segi positif dan negatifnya serta menemukan cara-cara pemecahannya. Pembinaan dapat menimbulkan dan menguatkan motivasi orang, mendorongnya untuk mengambil dan melaksanakan salah satu cara yang terbaik guna mencapai tujuan dan sasaran hidupnya. Tetapi pembinaan hanya mampu memberi bekal. (Mangunhardjana ,1986:14 ) Dalam melakukan pembinaan tidak terlepas dari program pembinaan. Program pembinaan adalah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan. Program pembinaan menyangkut sasaran, isi, dan metode. Pertama, Sasaran Program. Sasaran, objektif dari program pembinaan terkadang tidak jelas arah dan tujuannya serta tidak dirumuskan secara tegas dan jelas. Hal ini dapat disebabkan pembina tidak tahu kepentingan perumusan sasaran program pembinaan sehingga dia tidak membuat, pembina terlalu percaya diri/yakin diri sehingga dia tidak merasa perlu untuk membuatnya. Penyelenggara tidak mampu membedakan antara isi dan sasaran program pembinaan, program pembinaan sudah biasa dijalankan dari tahun ketahun sehingga sudah memiliki tujuan tersendiri dan tidak lagi mempersoalkan siapa yang
menjadi sasarannya. Perumusan sasaran program pembinaan yang jelas dan tegas akan memudahkan memberikan arah dan tujuan pembinaan yang jelas. Selain itu dengan tujuan sasran program pembinaan yang jelas mempermudah dalam menilai berhasil atau tidaknya suatu program pembinaan dilaksanakan. Kedua, Isi Program. Isi materi program pembinaan berhubungan dengan sasarannya. Maka dalam melakukan perencanaan mengenai isi program pembinaan harus memperhatikan hal-hal seperti isi harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para peserta pembinaan dan berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman mereka. Isi tidak harus selalu bersifat teoritis tetapi dapat pula bersifat praktis artinya isi materi dapat dibahas dan dikembangkan dari berbagai pandangan dan pengalaman para peserta dapat dipraktikkan dalam hidup nyata, isi harus disesuaikan dengan daya tangkap para peserta. Ketiga, Pendekatan Program. Ada beberapa pendekatan utama dalam program pembinaan moral (Mangunhardjana 1986:16), antara lain: 1) Pendekatan Informatif yaitu menjalankan program dengan menyampaikan informasi kepada para peserta. Pendekatan ini biasanya menggunakan program pembinaan yang diisi dengan ceramah atau kuliah oleh beberapa pembicara mengenai hal yang diperlukan para peserta. Partisispasi para peserta terbatas pada permintan penjelasan atau penyampaian pertanyaan mengenai hal yang belum dipahami oleh peserta.
50 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
2) Pendekatan partisipatif, pendek-
Bentuk-bentuk Pembinaan Moral Siswa SMA PGRI 1 Temanggung ....
atan ini banyak melibatkan para peserta dengan menggunakan metode yang dapat melibatkan banyak peserta misalnya diskusi kelompok. Pembinaan lebih merupakan situasi belajar bersama, dimana pembina dan para peserta belajar bersama. 3) Pendekatan Eksperimental. Pendekatan ini menghubungkan langsung para peserta dengan pengalaman pribadi dan mempergunakan metode yang mendukung. Dengan kata lain metode ini melaksanakan praktik langsung terhadap apa yang telah diajarkan atau disampaikan. Istilah moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat istiadat, Soenarjati dan Cholisin (1989:25) menyatakan pendapatnya bahwa moral dapat diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik. Moral menurut Franz Magnis Suseno (1989:25) tidak hanya mengenai baik buruknya sebagai menusia tetapi juga sebagai tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia bukan sebagai pelaku peran tertentu. Moral yaitu sebagai sesuatu yang terkait dengan menentukan benar salahnya suatu tingkah laku (Cheppy Haricahyono 1995:221). Moral secara lebih komprehensif, yaitu: a. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia didalam lingkungan tertentu. b. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu. c. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia yang mendasarkan pada kesadaran bahwa ia terikat oleh keharusan
untuk mencapai yang baik sesuia dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.(Wila Huky 2000:1) Moral memuat dua segi yang berbeda yakni segi batiniah dan segi lahiriah. Orang yang baik adalah orang yang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula, akan tetapi sikap batin yang baik baru terlihat orang lain setelah terwujud dalam perbuatan lahiriah yang baik pula. Moral hanya dapat diukur secara tepat apabila segi lahiriah dan batiniah tersebut diperhatikan. Orang hanya dapat dilihat secara tepat apabila hati maupun perbuatannya dilakukan secara bersama. Moral merupakan sesuatu yang melekat pada hakekat manusia. Chester I Barnard dalam bukunya Moekijat (1995:45) berpendapat bahwa: moral adalah ketentuan-ketentuan pribadi yang bisa bersifat umum dan stabil dalam individu yan mencegah, mengawasi atau mengubah keinginan khusus yang langsung tetapi juga tidak stabil dan untuk mendorong mereka yang memiliki kecenderungan-kecenderungan yang stabil itu”
Berdasarkan pendapat Bernart tersebut dapat disimpulkan bahwa moral dianggap sebagai sesuatu yang berfungsi mencegah, mengawasi serta mengubah motif pribadi seseorang yang tidak konsisten menjadi memiliki kencenderungan pribadi yang stabil. Moral sering dipersamakan dengan moralitas yang dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode. Moralitas adalah kualitas dan perbuatan manusia untuk menunjuk perbuatan itu benar-salah,
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 51
Novita Eko Wardani dan M. Towil Umuri
baik-buruk, dengan kata lain moralitas mencangkup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia (Poespoprodjo, 1986:102). Lebih lanjut lagi Poespoprodjo (1986:137-144) mengungkapkan beberapa faktor-faktor penentu yang dapat mempengaruhi moralitas seseorang, antara lain : 1. Perbuatanya sendiri, atau apa yang dikerjakan oleh seseorang. Moralitas terletak pada kehendak dan persetujuan pada apa yang telah diberikan kehendak sebagai moral baik atau buruk. Apabila perbuatan yang dilakukan dan dikehendakinya itu buruk menurut hakekatnya maka menjadi buruklah perbuatan yang telah dilakukannya itu, tetapi apabila perbuatan yan dilakukan itu baik menurut hakekatnya maka apa yang ia lakukan tetap baik. 2. Adanya motif mengapa ia melakukan hal tersebut. Motif adalah sesuatu yan dimiliki si pelaku dalam pikirannya ketika ia berbuat secara sadar apa yang ia lakukan sendiri untuk mencapai perbuatannya sendiri. Moralitas masih dibedakan menjadi dua yaitu moralitas heteronom dan moralitas otonom. Moralitas heteronom merupakan suatu kewajiban yang harus ditaati, tetapi bukan karena kewajiban itu sendiri melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak orang itu sendiri, misalnya karena adanya imbalan tertentu atau takut pada ancaman orang lain. Sedangkan moralitas otonom yaitu merupakan kesadaran manusia akan kewajibannya yang harus ditaati sebagai sesuatu yang ia kehendaki, karena diyakini sebagai hal
yang baik.(Kant dalam diktatnya Muchson 2000:6) Penggunaan istilah moral sering muncul bersamaan dengan kata etika. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap atau cara berfikir. Ethos juga berarti kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati (Pratiwi.2001:9). Nilainilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya (Bertens,1993:6). Frans Magnis Suseno membedakan etika dengan ajaran moral, meskipun sama tetapi keduanya dapat dibedakan. Moral dipandang sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan baik secara lisan maupun tertulis tentang bagaimana seseorang harus bertindak agar menjadi manusia yang baik, sedangkan etika berpatokan pada perbuatannya. Hal ini diperkuat pendapat Agus Makmurtono dalam diktatnya Pratiwi (2001:10) yang membedakan etika dengan moral, etika tidak hanya diartikan pada kelakuan lahir saja tetapi mengena pula akan normanorma dan motivasi perbuatan seseorang yang lebih dalam, sedangkan moral terbatas pada kelakuan lahir saja. Berbagai pengertian mengenai moral dapat disimpulkan bahwa moral merupakan istilah untuk memberikan batasan terhadap kegiatan manusia yang berkaitan dengan baik buruk,salah benar. Orang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah lakunya baik dan sesuai patokan, ajaranajaran dan nilai-nilai yang mengatur tingkah laku baik buruk.
52 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Pada dasarnya makna moral dan etika
Bentuk-bentuk Pembinaan Moral Siswa SMA PGRI 1 Temanggung ....
tidak jauh berbeda, hanya saja kata etika biasa digunakan sebagai disiplin ilmu yaitu filsafat atau pemikiran kritis dan mendasarkan tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur seseorang memiliki perilaku moral yang baik adalah nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, maka pembinaan moral dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk menanamkan nilai-nilai moral, mendidik, membina, membangun akhlak serta perilaku seseorang agar orang yang bersangkutan terbiasa mengenal, memahami serta menghayati sifat-sifat baik atau aturan-aturan moral yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga orang tersebut bisa bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral (Dwi Hastuti 2002:10). Dalam melakukan pembinaan moral diperlukan materi dari pembinaan moral. Materi pembinaan moral menyangkut nilai-nilai moral yang berkaitan dengan pribadi manusia. Materi nilai moral ini secara ringkas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Berkaitan dengan tanggung jawab Menandai nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia yang tanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia tanggung jawab. Dalam nilai moral kebebasan dan bertanggung jawab merupakan syarat mutlak. Hal ini seperti pendapat Zakiah darajad (1991:27) yang mengemukakan arti moral sebagai kelakuan yang sesuai dengan ukuran nilai-nilai dalam masyarakat yang timbul dari hati nurani, bukan paksaan dari luar
dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan atau tindakan tarsebut. b. Berkaitan dengan nilai-nilai nurani Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan himbauan dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini yang menimbulkan suara dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji bila mewujudkan nilai-nilai moral. Suara hati merupakan penghayatan tentang baik burukberhubungan dengan tingkah laku konkrit seseorang dan suara hati merupakan kesadaran moral seseorang dalam situasi konkrit (Pratiwi. 2001:32) c. Mewajibkan Nilai-nilai moral mewajibkan setiap orang untuk menerimanya secara mutlak. Suka atau tidak suka orang sudah sepatutnya harus mewujudkan serta mengakui keberadaan nilai-nilai moral, karena tidak mungkin seseorang dapat memilih beberapa nilai moral dan menolak nilai moral lainnya. Setiap orang harus menerima semuanya, orang tidak mempunyai atau mengakui nilai moral mempunyai cacat sebagai manusia.(Bertens 1993:143-147). Selain itu materi pembinaan moral tidak hanya menyangkut nilai-nilai moral tetapi juga menyangkut rasional moral. Soenarjati dan Cholisin (1989:76) mengemukakan “mengingat masalah moral adalah juga merupakan masalah rasionalitas, maka semakin tambah usia atau jenjang pendidikan, anak didik justru semakin mengerti dan semakin mantap pola pe-
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 53
Novita Eko Wardani dan M. Towil Umuri
rilakunya sehingga akan mempermudah nilai moral pribadi dalam diri anak. Pendidikan moral tidak hanya sekadar penanaman nilai dan pembiasaan sikap rasionalitas moral” Dengan demikian pembinaan moral harus dilaksanakan secara totalitas sebagai pribadi manusia seutuhnya yang meliputi rasa, pikir, cipta, karsa, dan budi pekerti manusia. Dalam membina moral pelajar, diperlukan pula ditanamkannya adanya kesadaran moral bagi pelajar yang terlibat perkelahian antar pelajar. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab tehadap diri sendiri. Berkaitan dengan pembinaan moral terhadap siswa, pembinaan moral merupakan usaha sadar untuk menanamkan nilai-nilai moral pada siswa sehingga siswa bisa bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data utama diperoleh melalui proses wawancara dan observasi digunakan untuk memberikan data pendukung. Subjek penelitian ini adalah 1) Kepala sekolah sebagai penanggung jawab sekolah; 2) WK sebagai penanggung jawab siswa; dan 3) guru pendidikan agama, PPKn dan BK (BK) sebagai pembimbing siswa yang bermasalah. Penelitian dilaksanakan di SMA PGRI Temanggung. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif. Diskriptif kualitatif adalah pengolahan data hasil observasi dan wawancara. Sehingga diperoleh informasi ucapan tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari objek serta dapat digambarkan dengan kata-kata
dan kalimat. Analisis data disusun secara terinci sistematis dan terus menerus, yang melalui langkah reduksi data, unit dan kategorisasi, display data, dan pengambilan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Bentuk Pembinaan Moral di SMA PGRI 1 Temanggung
Bentuk pembinaan moral yang dilakukan sekolah dalam membina moral siswanya dapat dilihat dari pendapat informan penelitian yang meliputi kepala sekolah (KS), WK (WK) dan guru BK (BK). Tentang apakah masih ada pelanggaran moral yang dilakukan oleh siswa di SMA PGRI 1 Temanggung, KS menyampaikan sebagai berikut: “Ya terus terang masih ada, akan tetapi menurut catatan kami dari waktu-ke waktu intensitasnya semakin menurun” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). WK menyampaikan sebagai berikut: “Pelanggaran moral itu pasti selalu ada dalam setiap kelas karena mereka dalam masa perkembangan tetapi tidak terlalu parah” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sementara itu guru BK menyampaikan sebagai berikut: “Memang masih ada pelanggaran moral yang dilakukan oleh siswa sehingga kami selalu bekerja keras melakukan pembinaan terhadap para siswa agar jumlahnya dapat ditekan dan tidak mengganggu proses belajar mengajar di sekolah” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada pelanggaran moral yang dilakukan oleh siswa SMA PGRI 1 Temanggung namun jumlahnya dari tahun ketahun semakin menurun.
54 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Bentuk-bentuk Pembinaan Moral Siswa SMA PGRI 1 Temanggung ....
Sekolah selalu bekerja keras melakukan pembinaan agar jumlahnya dapat ditekan sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar di sekolah. Tentang sanksi yang diberikan sekolah terhadap siswa yang melakukan pelanggaran moral, KS menyampaikan sebagai berikut: “sanksi selalu kita terapkan bagi siswa yang melaggar tata tertip sekolah yaitu dengan adanya absen khusus, kalaupun dengan adanya absen khusus anak tidak mengindahkan maka dengan pemanggilan orang tua atau pengembalian siswa kepada orang tua” (wawancara tangga 25 Agustus 2008). Di sisi lain, WK menyampaikan sebagai berikut: “Bagi siswa yang melanggar tata tertip sekolah sanksi selalu kita terapkan, pelanggaran yang masih bisa ditangani oleh bpk atau ibu guru yang berwenang maka siswa diberi pengarahan. Kadang siswa diberi sanksi misalnya: suruh lari lapangan, denda, berdiri depan kelas. ya meskipun itu tidak mendidik akan tetapi paling tidak siswa bisa ngerti kesalahan apa yang dia perbuat” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sedangkan guru BK menyampaikan sebagai berikut: “Sanksi selalu ada bagi siswa yang melanggar peraturan sekolah yaitu dengan adanya absen khusus, diberi tugas yang jelas sanksi itu adalah sanksi yang mendidik” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah telah menerapkan sanksi bagi siswa yang melaggar tata tertip sekolah yaitu dengan adanya surat peringatan, absen khusus, diberi tugas khusus, lari keliling lapangan, berdiri didepan kelas dan jika tidak berubah dilakukan pemanggilan orang tua atau pengembalian siswa kepada orang tua siswa.
Tentang metode yang digunakan sekolah dalam membina moral siswa KS menyampaikan sebagai berikut: “Metodenya dengan pendekatan personal oleh guru yang berkelanjutan dan juga pemberitahuan kepada orang tua atau wali” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). WK menyatakan “Yaitu dengan pendekatan, memberikan pengarahan-pengarahan, pendekatan yang intensif kemudian memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang mana yang tarbaik untuk mereka, untuk masa depan juga” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sedangkan guru BK menyampaikan sebagai berikut: “Dengan pemanggilan orang tua, agar orang tua tahu bahwa anak didik itu tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah tetapi orang tua juga pelu, kita juga mendatangkan masyarakat pihak kepolisian atau dari pihak lembaga-lembaga yang mungkin nantinya bisa mempengaruhi mental anak” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan sekolah dalam membina moral siswa antara lain: pendekatan personal oleh guru, memberikan pengarahan, pendekatan yang intensif kemudian memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang mana yang tarbaik untuk mereka, pemanggilan orang tua dan mendatangkan lembaga-lembaga yang nantinya bisa mempengaruhi mental anak. Menurut hasil wawancara tentang bentuk pembinaan moral di SMA PGRI 1 Temanggung yang dijabarkan kedalam 2 item pertanyaan, dapat disimpulkan bahwa dari wawancara no 3 kepada ketiga responden maka dari pembinaan ini terdapat sanksi yang selalu diterapkan bagi siswa yang melanggar tatatertib sekolah, mis-
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 55
Novita Eko Wardani dan M. Towil Umuri
alnya absen khusus pemanggilan orang tua dan pengembalian orang kpada orang tua. Selain itu ada juga sanksi yang sifatnya ringan seperti lari keliling lapangan, dnda, berdiri di depan kelas dll. Dari item wawancara no 4 diketahui bahwa bentuk pembinaan didasarkan pada beberapa metode pembinaan seperti pendekatan personal oleh guru, yang berkelanjutan dan pemberitahuan kepada orang tua siswa atau wali, dengan pendekatan pengarahan secara intensif. 2. Kendala yang dialami sekolah dalam pelaksanaan pembinaan moral siswa di SMA PGRI 1 Temanggung
Untuk mengetahui kendala yang dialami sekolah dalam pelaksanaan pembinaan moral siswa di SMA PGRI 1 Temanggung dan cara mengatasinya dapat dilihat dari pendapat informan penelitian. Tentang hambatan-hambatan yang dihadapi sekolah dalam membina moral siswa, KS menyampaikan sebagai berikut: “Siswa yang kadang menyepelekan dan tidak memperhatikan aturan-aturan yang ada disekolah, kesulitan dalam mendiskusikan langsung dengan wali murid bagaimana keadaan anak disekolah, kurangnya dukungan dari keluarga, orang tua tidak diperhatikan anak-anaknya bagaimana anak-anaknya disekolah padahal moral ini sangat dituntut sampai perguruan tinggi, moral ini dimulai dari keluarga atau pendidikan keluarga” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Lebih lanjut WK menyampaikan sebagai berikut: “Kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang tua atau wali murid karena kesibukan mereka” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sedangkan guru BK menyampaikan sebagai berikut:
“Kadang-kadang sulit berkoordinasi dengan orang tua. Kita untuk mendatangkan orang tuapun kadang-kadang kesulitan artinya bahwa orang tua sibuk atau tidak punya kepedulian terhadap anak” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa hambatan-hambatan yang dihadapi sekolah dalam membina moral siswa antara lain: siswa yang kadang menyepelekan dan tidak memperhatikan aturan-aturan yang ada di sekolah, kesulitan dalam mendiskusikan langsung dengan wali murid dan kurangnya dukungan dari keluarga. Berkaitan dengan sikap siswa dalam merespon pembinaan moral yang diberikan sekolah, misalnya dalam menghadapi tata tertib sekolah, KS menyampaikan sebagai berikut: “seperti kebanyakan siswa sebagian dari mereka telah memberikan respon yang positif terhadap tata tertib, namun banyak pula dari mereka yang kurang menanggapi tata tertib” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Lebih lanjut WK menyampaikan sebagia berikut: “banyak dari mereka mencoba untuk mentaati tata tertib, namun hanya karena takut terhadap sanksi serta takut ketahuan oleh guru. (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dan guru BK menyampaikan sebagai berikut: “banyak dari mereka yang telah mentaati tata tertib, namun banyak pula yang enggan mentaatinya, seperti adanya anggapan dalam diri siswa bahwa mereka dianggap tidak keren jika tidak ikutan membolos.” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian siswa telah mampu memberikan respon yang
56 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Bentuk-bentuk Pembinaan Moral Siswa SMA PGRI 1 Temanggung ....
positif terhadap pembinaan moral namun banyak pula yang masih memberikan respon yang negatif seperti kurang bisa mentaati tata tertib. Berdasarkan uraian di atas, maka diketahui bahwa adanya hambatan-hambatan yang terjadi, seperti siswa yang menyepelekan, tidak memperhatikan aturan sekolah yang ada. Adanya kesulitan dalam mendiskusikan langsung dengan wali murid tentang keadaan anaknya di sekolah, kesibukan dari orang tua dan ketidak pedulian orang tua terhadap anak. 3. Upaya-upaya Pembinaan Moral
Agar siswa SMA PGRI 1 Temanggung mampu mengubah sikap dan menjaga sikap, maka diperlukan pembinaan moral. Berdasarkan hasil wawancara pada bulan Agustus 2008 dengan kepala sekolah, guru BK dan WK upaya dalam pembinaan moral yaitu tentang adakah upaya sekolah untuk menanggulangi masalah pelanggaran moral tersebut KS menyampaikan sebagai berikut: “Ada, salah satunya dengan adanya BK, siswa yang memiliki masalah dapat datang kepada guru BP yang dapat mengarahkan” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Seorang WK menyampaikan sebagai berikut: “Ada, yang pertama kita dengan pendekatan rutin kemudian pengarahan, mendidik sebagai pendidik yang benar” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sementara itu, guru BK menyampaikan sebagai berikut: “Ada, diantaranya adalah sekolah selalu mengadakan komunikasi dengan orang tua siswa agar terjalin kerja sama, jika disekolah menjadi tanggung jawab sekolah dan jika dirumah orang tua juga membimbing dan mengawasi”
(wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah telah melakukan upaya untuk menanggulangi masalah pelanggaran moral antara lain yaitu: adanya BK siswa yang memiliki masalah dapat datang kepada guru BK yang dapat mengarahkan, dengan pendekatan rutin kemudian pengarahan dan selalu mengadakan komunikasi dengan orang tua siswa agar terjalin kerja sama dalam mendidik dan membimbing anak. Tentang program-program yang diberikan kepada siswa dalam pembinaan moral, KS menyampaikan sebagai berikut: “Diberi pelajaran tentang moralitas secara khusus melalui kegiatan pramuka dan kegiatan keagamaan” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sedangkan WK menyampaikan sebagai berikut: “Banyak antara lain pendekatan keagamaan, kemudian dengan mengadakan bakti sosial, ramah-tamah antar orang tua murid dengan guru-guru” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sementara itu, guru BK menyampaikan sebagai berikut: “Anak diberi sanksi bahwa sanksi ini nantinya bisa mempengaruhi moral dari pada anak itu sendiri,programnya diberi pengertian melalui pelajaran yang menyangkut tentang moral” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa program-program yang diberikan kepada siswa dalam pembinaan moral antara lain: pemberian pelajaran tentang moralitas secara khusus melalui kegiatan pramuka dan kegiatan keagamaan, mengadakan bakti sosial dan ramah-tamah antar orang tua murid dengan guru.
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 57
Novita Eko Wardani dan M. Towil Umuri
Mengenai sikap pendidik dalam mengatasi hambatan tersebut, KS menyampaikan sebagai berikut: “Yaitu diberi peringatan, kalau dulu ada absen khusus bagi siwa yang melanggar tata tertib sekolah, guru disini tidak sekadar mengajar tetapi juga memantau siswanya, betulbetul sebagai seorang pendidik artinya, kepedulian terhadap anak-anak,guru selalu ada kepedulian untuk ikut menertibkan anak-anak,apabila terjadi pelanggaran sekolah dengan pemanggilan orang tua” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Lebih lanjut seorang WK menyampaikan sebagai berikut: “Pendidik harus introspeksi diri, meyakinkan bahwa hal-hal tersebut sudah ditanggulangi sehingga kita bisa mengadakan pendekatan kepada siswa, dan pemanggilan orang tua murid” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sedangkan guru BK menyampaikan sebagai berikut: “Pendidik harus pro aktif artinya proaktif disini pihak sekolah perlu datang kerumah untuk memberi pengertian pada orang tua dan memberi tahukan keadaan anak disekolah” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sikap pendidik dalam mengatasi hambatan tersebut antara lain: membuat absen khusus bagi siwa yang melanggar tata tertib sekolah, memantau siswanya, ikut menertibkan anak-anak dan pendidik pro aktif yaitu pihak sekolah perlu datang kerumah untuk memberi pengertian pada orang tua tentang keadaan anak disekolah. Tentang peran pendidik dalam membina moral siswa, KS menyampaikan sebagai berikut: “Sangat besar perannya seorang pendidik terhadap anak sekolah atau pendidik memegang peranan penting
dalam pembinaan moral anak setelah keluarga. (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). WK menyampaikan sebagai berikut: “Yang jelas berupaya semaksimal mungkin agar anak didik bisa diharapkan untuk yang lebih baik untuk siswa, paling tidak ada kemajuan dalam pembinaan.” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Sedangkan guru BK menyampaikan: “kalau diukur dengan kuantitas atau nilai sulit peran pendidik dalam moral itu tetapi kalau dengan kualitas bahwa pendidik itu tidak hanya sekadar dia itu memberikan ilmu, tetapi yang lebih penting bisa mengubah perilaku dari arah tidak tahu menjadi tahu, yang tidak benar menjadi benar” (wawancara tanggal 25 Agustus 2008). Dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa peran para pendidik dalam membina moral siswanya sangat besar yaitu tidak hanya sekadar dia itu memberikan ilmu. Tetapi yang lebih penting bisa mengubah perilaku dari arah yang tidak tau menjadi tahu, yang tidak benar menjadi benar dan mengalami peningkatan dalm pembinaan moral. Upaya-upaya yang sedang dijalani oleh SMA PGRI 1 Temanggung, mengingat para siswa masih membutuhkan bimbingan dan pengawasan yang ekstra dari pihak sekolah dan keluarga. Oleh karena itu, dengan adanya pembinaan dan tata tertib yang dijadikan aturan dalam sekolah dapat membantu guru pembentukan moral siswa agar menjadi siswa yang lebih baik. Menurut hasil wawancara tentang upaya pembinaan moral di SMA PGRI 1 Temanggung didapatkan bahwa telah adanya upaya sekolah dalam menanggulangi masalah pelanggaran moral.
58 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Bentuk-bentuk Pembinaan Moral Siswa SMA PGRI 1 Temanggung ....
Menurut kepala sekolah SMA PGRI 1 Temanggung, salah satu upaya tersebut adalah dengan adanya BK sehingga siswa yang bermasalah mendapatkan pengarahan. Menurut WK, salah satu upaya yang dilakukan diantaranya dengan pendekatan rutin, kemudian diadakan pula pengarahan kepada pendidik tentang mendidik yang benar. Sedankan menurut guru BK berpendapat bahwa sekolah sesungguhnya telah bekerja keras melakukan pembinaan terhadap siswa, sekolah juga telah mengadakan komunikasi dan kerjasama dengan orang tua siswa. Dari item wawancara no 5 diketahui bahwa dari hasil wawancara terhadap ketiga responden diketahui adanya programprogram yang dilakukan oleh sekolah seperti pelajaran khusus melalui pelajaran agama dan kepramukaan. Diadakanya bakti sosial dan ramah tamah antara guru dan orang tua. Adanya sanksi terhadap pelanggaran moral yang terjadi. Kemudian dari item no 7 dapat dilihat dapat dilihat bila guru disekolah tersebut mendukung pembinaan moral yang dilakukan karena menurut kepala sekolah guru-guru tidak sekadar mengajar tetapi juga memantau siswanya. Sebagai seorang pendidik mereka juga mengadakan pendekatan dan pemanggilan orang tua siswa, bahkan suatu saat mengadakan kunjungan kerumah untuk lebih mendekatkan kepada orang tua. Namun ketika telah diadakan pembinaan bagi siswa namun siswa tersebut masih melakukan pelanggaran tertentu maka sekolah akan melakukan pengembalian kepada orang tua. Dari item no 10 dapat diketahui peran pendidik juga diperlukan dalam upaya pembinaan moral, karena pendidik me-
megang peranan penting pembinaan moral setelah keluarga. Meskipun hal itu tidak dapat diukur secara kuantitas tetapi menurut guru BK pendidik tidak hanya memberikan ilmu tapi menjadikan dari tidak tahu menjadi tahu yang tidak benar menjadi benar. Jika dilihat dari pendekatan pembinaan moral yang ada maka SMA PGRI 1 Temanggung telah menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan informatif, pendekatan partisipatif dan pendekatan eksperimental. Pertama, pendekatan informatif dapat dilihat dari pembinaan di SMA PGRI 1 Temanggung yaitu dengan memasukkan kedalam pelajaran agama, kepramukaan (interview no 5). Sehingga guru bisa menyampaikan muatan-muatan pembinaan moral ke dalamnya. Kedua, Pendekatan partisipasif yang dilakukan melalui ceramah keagamaan dalam mata pelajaran pendidikan agama, mata pelajaran PKn, dan kegiatan kepramukaan yang melibatkan banyak siswa di dalamnya. Ketiga, pendekatan eksperimental, metode ini dibuktikan dengan adanya kegiatan bakti sosial dan ramah tamah orang tua murid dan guru (interniew 5). Bakti sosial merupakan bukti praktik langsung terhadap pembinaan moral yang telah diberikan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan penelitian, sebagai berikut: 1) Bentuk pembinaan yang telah dilakukan sekolah dalam membina moral siswa antara lain pengawasan, perbaikan, pendekatan personal oleh guru, memberikan pengarahan-pengarahan,
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 59
Novita Eko Wardani dan M. Towil Umuri
memberikan pengetahuan, pemanggilan orang tua dan mendatangkan lembaga-lembaga yang bisa mempengaruhi mental anak. 2) Sekolah telah melakukan upaya untuk menanggulangi masalah pelanggaran moral antara lain: adanya BK, pendekatan rutin, pengarahan dan selalu mengadakan komunikasi dengan orang tua siswa agar terjalin kerja sama dalam mendidik dan membimbing anak. Sekolah juga menerapkan sanksi bagi siswa yang melaggar tata tertip sekolah yaitu dengan adanya diberi peringatan, absen khusus, diberi tugas khusus, berlari keliling lapangan, berdiri didepan kelas dan jika tidak berubah dilakukan pemanggilan orang tua atau pengembalian siswa kepada orang tua siswa. Program-program yang diberikan kepada siswa dalam pembinaan moral, antara lain: pemberian pelajaran tentang moralitas secara khusus melalui kegiatan pramuka dan kegiatan keagamaan, mengadakan bakti sosial dan ramah-tamah antar orang tua murid dengan guru. 3) Kendala yang dialami sekolah dalam pelaksanaan pembinaan moral siswa di SMA PGRI Temanggung antara lain: siswa yang kadang menyepelekan dan tidak memperhatikan aturan-aturan yang ada disekolah, kesulitan dalam mendiskusikan langsung dengan wali murid dan kurangnya dukungan dari keluarga. Walaupun ada ada siswa yang tidak mengindahkan usaha sekolah dalam membina moral akan tetapi jumlahnya sedikit. Sekolah sudah berusaha memberi pembinaan jika masih bandel maka sekolah mengembalikan kepada orang tua.
DAFTAR PUSTAKA Abu, Ahmadi. (1991). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Anonim. (2007). Idealnya Pelajar. www. google.com Anonim. (2007). Pembinaan Moral. www. google.com Bertens, Robert K. (1993). Etika. Jakarta: Gramedia Darajat, Zakiah. (1991). Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Lab PPKn Yogyakarta. Faisal, Sanapiah. (1992). Format-Format Sosial Dasar dan Aplikasi. Jakarta, Rajawali Press Haricahyono, Cheppy. (1995). Dimensidimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang Press. Hasan, Basri. (1995). Remaja Berkualitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kartono, Kartini. (1998). Patologi Sosial 3 Bangunan Kejiwaan. Jakarta: Rajawali. Mangunhardjana. (1986). Pembinaan Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Kanisius. Mappiare, Andi. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Moloeng, Lexy J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Poespoprojo, W. (1986). Filsafat Moral. Bandung: Remaja Karya Pujiati. (2004). Korelasi Antar Pemahaman Akhlak dengan Sikap Penolakan Terhadap Pergaulan Bebas. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan Rais, Moch. Fatahullah. (1997). Tindak Pidana Perkelahian Pelajar. Jakarta; Sinar Harapan Rumini, Sri. (1997). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UPP IKIP Yogyakata
60 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Bentuk-bentuk Pembinaan Moral Siswa SMA PGRI 1 Temanggung ....
Soenarjati dan Cholisin. (1989). Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Lab PPKn Yogyakarta Sudarsono. (1990). Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi dan Resosialisasi. Jakarta: Rineka Cipta. Sudarsono. (1991). Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Sunarto, dan Hartono Agung. (1995). Perkembangan Peserta Didik. Ja-
karta: Rineka Cipta. Suseno, Franz Magnis. (1989). Etika Dasar Masalah Pokok Filsafat Moral.Yogyakarta: Kanisius. Suseno, Franz Magnis. (1991). Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius. Suyanto. (1981). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Aksara Baru.
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 61