MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILU, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK, DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGAR KETERANGAN PEMERINTAH DAN SAKSI DARI PEMOHON (III) JAKARTA RABU, 13 OKTOBER 2009
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-VII/2009 PERIHAL Pengujian undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PEMOHON -
Zulfikar (Administrator Partai Independen Revolusi-45) Ramses David Simanjuntak, M.Si. (Ketua Umum Partai Republik Indonesia) Arnold L. Wuon (Sekjen Partai Kristen Indonesia) Saiful Huda, EMS., S.H. (Partai Uni Demokrasi Indonesia)
ACARA Mendengar Keterangan Pemerintah dan Saksi dari Pemohon (III)
Rabu, 13 Oktober 2009, Pukul 14.12 – 15.05 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3)
4) 5) 6) 7) 8)
Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H. Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M. S. Dr. Harjono, S.H., M.C.L. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H. Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum. Maruarar Siahaan, S.H.
(Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Eddy Purwanto, S.H.
Panitera Pengganti 1
Pihak yang Hadir: Pemohon : -
Zulfikar
Pemerintah: -
Ir. Agung Mulyana M.Sc (Staf Ahli Mendagri) Tamrin Balilano (Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik, Depdagri) Ir. Pantja Adi Wibawa, Tk (Kasub Perundang-Undangan, Depdagri) Qomaruddin (Direktur Litigasi, Dephukham) Mualimin Abdi (Kabag Penyajian dan Penyiapan Keterangan Pemerintah pada Sidang MK)
Saksi dari Pemohon: -
Sri Bintang Pamungkas Ny. Santoso
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.12 WIB
1.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Sidang Pleno untuk mendengar keterangan Pemerintah dan DPR serta saksi/ahli yang diajukan oleh Pemohon untuk Perkara Nomor 24/PUU-VII/2009 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X
Saudara Pemohon, sidang ini ditunda 10 menit karena Pemohon yang terdiri dari 11 orang terlambat. Terlambat itu pun sudah datang hanya satu orang dan Saudara, sidang di sini kalau pengacara itu harusnya pakai toga. Saudara Pemohon, asli? 2.
PEMOHON: ZULFIKAR Pemohon, Pak.
3.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Saudara, Zulfikar namanya?
4.
PEMOHON: ZULFIKAR Ya, Pak.
5.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. . Kalau sidang berikutnya Saudara terlambat lagi Saudara dianggap main-main mengajukan permohonan ini dan sidang tidak akan diteruskan, karena itu 10 menit sebelumnya sudah siap di sini dan di monitor dari layar Saudara tidak datang juga. Silakan Saudara perkenalkan diri dan siapa-siapa yang dihadirkan hari ini.
6.
PEMOHON: ZULFIKAR. Sebelumnya saya minta maaf Pak, karena perjalanan macet, saya sekarang menghadirkan saksi Ibu Santoso dengan Pak Sri Bintang Pamungkas.
3
7.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. . Kedua-duanya saksi, oke. Pemerintah, silakan.
8.
PEMERINTAH: IR. AGUNG MULYANA, M.SC. MENDAGRI)
(STAF AHLI
Assalamualaikum wr.wb, terima kasih Yang Mulia, saya Agung
Mulyana Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia bidang Pemerintahan bersama saya Dr. Mualimin Abdi dari Departemen Hukum dan HAM, terima kasih Yang Mulia. 9.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, Saudara Saksi Pak Sri Bintang Pamungkas dan Ibu Santoso dimohon untuk diambil sumpah dalam agama Islam bersama Bapak Sri Bintang Pamungkas, silakan maju Pak. Silakan Pak Akil Mochtar, silakan Pak.
10.
HAKIM ANGGOTA : DR. H.M AKIL MOCHTAR, S.H., M.H. Saudara Saksi, ikuti lafal sumpah yang saya ucapkan. Bissmillahirahmanirahim, demi Allah saya bersumpah.
11.
SAKSI DARI PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS, NY. SANTOSO. Demi Allah saya bersumpah.
12.
HAKIM ANGGOTA : DR. H.M AKIL MOCHTAR, S.H., M.H. Akan menerangkan yang sebenarnya.
13.
SAKSI DARI PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS, NY. SANTOSO. Akan menerangkan yang sebenarnya.
14.
HAKIM ANGGOTA : DR. H.M AKIL MOCHTAR, S.H., M.H. Tidak lain dari yang sebenarnya.
4
15.
SAKSI DARI PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS, NY. SANTOSO. Tidak lain dari yang sebenarnya.
16.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Kembali ke tempat. Saudara dari pemerintah, apakah Saudara sudah membaca permohonan dari Pemohon dan siap memberi keterangan sekarang ?
17.
PEMERINTAH: MENDAGRI)
IR.
AGUNG
MULYANA,
M.SC.
(STAF
AHLI
M.SC.
(STAF
AHLI
Siap, Yang Mulia. 18.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Silakan, ke podium saja.
19.
PEMERINTAH: MENDAGRI)
IR.
AGUNG
MULYANA,
Bissmillahirahmanirahim, assalamualaikum wr.wb.
Yang Mulia, Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi sehubungan dengan permohonan pengujian atau konstitusional review sebagai berikut; 1. Ketentuan Pasal 12 dan seterusnya sampai dengan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. 2. Petentuan Pasal 2 dan seterusnya sampai dengan Pasal 50 UndangUndang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan, 3. Ketentuan Pasal 4 dan seterusnya sampai dengan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD terhadap UUD 1945 yang dimohonkan oleh Saudara Zulfikar dan kawan-kawan yang mewakili partai-partai yang berkabung dalam Partai Politik Independen yang berada di luar sistem pemilihan umum yang berlaku yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Sugito, S.H, dan kawan-kawan untuk selanjutnya disebut sebagai para Pemohon sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-VII/2009 tanggal 2 April 2009.
5
Pokok Permohonan: 1. Bahwa menurut para Pemohon, beberapa ketentuan dalam UndangUndang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum telah menunjukkan adanya campur tangan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang dapat mengakibatkan atau menimbulkan hilangnya berkurangnya atau terganggunya kemerdekaan, kemandirian, penyelenggara pemilihan umum 2. Bahwa menurut Pemohon, beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik memperlihatkan adanya superioritas pemerintah pusat atas keberadaan masyarakat dan kehidupan partai politik yaitu dengan menentukan persyaratanpersyaratan untuk mendirikan partai politik yang begitu berat, sehingga dapat mengakibatkan hilangnya, berkurangnya, terganggunya atau dapat mempersulit kemerdekaan berserikat dan berkumpul. 3. Bahwa menurut para Pemohon beberapa ketentuan dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD yang telah menentukan persyaratanpersyaratan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang berat dan tidak masuk akal, menurut Pemohon. Padahal kemampuan partai politik berbeda-beda sehingga dapat mengakibatkan hilangnya, terkuranginya dan atau mempersulit hak kemerdekaan untuk menyampaikan pikiran dalam pemilihan umum. Singkatnya ketentuan-ketentuan tersebut di atas telah menegasikan hak-hak para Pemohon untuk berserikat dan berkumpul. Juga ketentuanketentuan a quo telah menciptakan perlakuan yang diskriminatif terhadap para Pemohon, karenanya menurut para Pemohon dianggap bertentangan ketentuan Pasal 27 ayat (1) Pasal 28C ayat (2) Pasal 28D ayat (3) dan Pasal 28I ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945. Tentang kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon. Berkaitan tentang kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon, pemerintah melalui Yang Ketua Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berharap kiranya para Pemohon dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar sebagai pihak yang dirugikan hak atau kewenangan konstitusionalnya atas berlakunya beberapa undang-undang yang dimohonkan untuk diuji tersebut, karena; Pertama, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang dimohonkan untuk diuji tersebut isinya mengatur tentang lembaga penyelenggara pemilihan umum yaitu dalam hal ini komisi pemilihan umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri yang memiliki tugas dan wewenang menyenggarakan pemilihan umum DPR, DPD dan DPRD, pemilihan umum kepala daerah dan wakil
6
kepala daerah serta pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Menurut pemerintah undang-undang a quo tidak terkait sama sekali dengan kedudukan para Pemohon baik secara perseorangan, maupun sebagai pengurus partai politik yang tidak menjadi peserta pemilihan umum. Kedua, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang antara lain mengatur tentang syarat-syarat tentang pendirian partai politik sebagai badan hukum maupun sebagai peserta pemilihan umum yang harus memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang a quo. Pertanyaannnya menurut pemerintah adalah apakah Pemohon sebagai partai politik pernah mendaftarkan diri sebagai badan hukum di Departemen Hukum dan HAM. Jika pernah kemudian ditolak, pertanyaan lanjutannya adalah mengapa ditolak? Bukankah ketentuan-ketentuan di dalam UndangUndang a quo berlaku bagi setiap orang yang ingin mendirikan partai politik? Bukankah dalam pendaftaran tersebut ada juga partai-partai yang benar-benar baru, yang didirikan setelah Pemilu tahun 2004? Dan ternyata dapat lulus dalam pendaftaran dalam arti disahkan sebagai badan hukum. Kemudian jika tidak mendaftar maka menurut pemerintah hal tersebut merupakan pilihan dari para Pemohon itu sendiri yang secara sadar tidak mau mendaftarkan partai politiknya. Jika demikian pilihannya menurut pemerintah apapun, berapapun persyaratan yang dicantumkan dalam Undang-Undang a quo akan selalu dianggap mengganggu, menghalang-halangi, membatasi hak asasi para Pemohon. Padahal menurut pemerintah Undang-Undang A quo tidak menghalangi hak rakyat untuk mendirikan partai politik, hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah partai politik yang didirikan sesudah Pemilu tahun 2004 sebagaimana terbukti dari jumlah peserta Pemilu tahun 2009 yang meningkat pesat dibandingkan jumlah partai politik peserta Pemilu tahun 2004. Ketiga, dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Menurut pemerintah apa yang dilakukan oleh para Pemohon ibarat kata pepatah bak penumpang yang ketinggalan kereta. Karena pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2009 telah berlalu. Anggota DPR, DPD dan DPRD sudah dilantik. Artinya seluruh rangkaian prosedur dari mulai pihak partai politik yang berhak ikut dalam Pemilu, penyusunan daftar pemilih, penyusunan daftar calon anggota legislatif, calon anggota DPD, calon anggota DPR sudah dilalui dan sudah usai. Sehingga menurut pemerintah kalaupun anggapan para Pemohon itu benar adanya dan permohonannya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi maka hak-hak para Pemohon sebagaimana didalilkan dalam permohonannya tidak dapat mempengaruhi dan mengubah rangkaian penyelenggaraan pemilihan umum yang telah berlalu tersebut. Dari uraian tersebut di atas, menurut pemerintah, kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon tidak memenuhi kualifikasi 7
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu. Oleh karena itu menurut pemerintah adalah tepat dan sudah sepatutnyalah jika Yang Mulia, Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi. Karena permohonan para Pemohon tidak tegas, kabur atau obscuur libel serta bersifat sapu jagat utamanya dalam mengkontruksikan adanya kerugian hak atau kewenangan konstitusional atas berlakunya beberapa ketentuan dalam beberapa undang-undang tersebut di atas maka terhadap materi norma yang dimohonkan untuk diuji, pemerintah menyampaikan penjelasan yang intinya sebagai berikut; Satu, bahwa komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Hal tersebut sesuai dengan amanat Pasal 22E UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum tidak terkait sama sekali dengan para Pemohon baik sebagai perorangan maupun sebagai pengurus partai politik yang tidak berbadan hukum dan bukan peserta pemilihan umum tahun 2009. Pemerintah tidak sependapat dengan anggapan para Pemohon yang menyatakan bahwa syarat-syarat mendirikan partai politik sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dianggap mengurangi, menghalangi dan membatasi hak-hak asasi para Pemohon, karena syarat-syarat untuk mendirikan partai politik sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang a quo adalah untuk mewujudkan sistem multipartai sederhana, juga pembatasan tersebut sudah sesuai dengan amanat konstitusi. (vide Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), serta Undang-Undang A quo tidak bersifat diskriminatif (vide Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia maupun Pasal 2 International Covenant Civil and political Right) Ketiga, bahwa terhadap anggapan dan keberatan para Pemohon yang berkaitan dengan syarat-syarat keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum sebagaimana ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD pemerintah sependapat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan electoral threshold maupun parliamentary threshold (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-VI/2008, Nomor 51/PUUVI/2008, Nomor 52/PUU-VI/2008, Nomor 56/PUU-VI/2008, dan Nomor 59/PUU-VI/2008)
8
Kesimpulan, berdasarkan penjelasan tersebut di atas pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR , DPD dan DPRD terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut; 1. Menyatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau
legal standing;
2. menolak permohonan para Pemohon seluruhnya; 3. menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan Pasal 12 dan seterusnya sampai dengan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaran Pemilu, Pasal 2 ayat (1), ayat (2) dan seterusnya sampai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Pasal 4 ayat (3) dan seterusnya sampai dengan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian apabila Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Atas perhatian Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Republik Indonesia dengan ini kami ucapkan terima kasih.
Bilahitaufiqwalhidayah, wassalamualaikum wr. wb.
20.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Cukup, ya? Cukup. Mohon nanti naskahnya, PP. Sudah siap naskahnya? Belum. Oke, nanti disusulkan. Baik, berikutnya kita mulai dari Bapak Sri Bintang Pamungkas. Maju, Pak.
21.
SAKSI DARI PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Kami sudah sepakat Ibu Santoso lebih dahulu.
22.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Ibu Santoso lebih dulu, baik Ibu Santoso silakan. Maju dulu, di situ boleh.
9
23.
SAKSI DARI PEMOHON: NY. SANTOSO Yang terhormat Bapak Majelis Hakim, saya sebagai saksi pada hari ini. Memang saya adalah bukan peserta Pemilu 2009, jadi kita tidak lolos verifikasi tapi tetap sebagai Parpol, mendaftar sebagai Parpol dan diakui sebagai partai politik karena lulus dalam verifikasi di Depham dan lulus dalam verifikasi administrasi di KPU. Tapi hanya waktu di faktual yang ini yang tidak kami loloskan. Karena kita lihat, karena kita mulai di KPU itu banyak terjadi kejanggalan-kejanggalan. Dokumen-dokumen kita banyak yang hilang, kami memasukan 90, 30 provinsi ini nanti akan saya kasihkan kepada Bapak Majelis Hakim, kita dinyatakan lolos hanya 23 itupun setelah saya mondar-mandir bahasa kami sundanya ada di daerah ini, ada di daerah itu tapi mereka di situ tidak ada. Jadi dalam penyelenggara Pemilu ini sebenarnya kelihatan bagaimana kacaunya di KPU itu. Dan sewaktu verifikasi faktual ini dalam penentuan KTA kita sudah kita lengkapkan semua KTA, mereka akan mengambil 100 KTA daripada tiap-tiap masing-masing daerah dan kita sudah kita lengkapi semuanya sampai 8 kontainer, kita lengkapi. Kenyataan memang KPU, KPUD yang di daerah mereka akan memverifikasi apa yang diberikan oleh KPU Pusat. Jadi sehingga saya setiap kali datang ke KPU, daerah ini tidak diverifikasi, tidak diverifikasi padahal kita lulus, kita ada. Jadi ini kinerja, masalah kinerja. Jadi kita sebagai Parpol dan sudah berkeringat sekali dalam membentuk partai dengan cara-cara begini kita tidak kuat juga. Dan selain daripada itu anggota KPUD yang ada di daerah mereka ada aturan dari KPU yang mengatakan bahwa kalau satu kali tidak bisa menemui dengan orang itu karena mungkin orang tersebut tidak ada di tempat bisa diganti kepada orang lain setelah datang tiga kali. Sekali datang mereka sudah nyatakan kita tidak lolos, ini yang kita sangat kecewa dan ini terjadi di Aceh, di Pekan Baru, di Sulawesi Tenggara saya di 12 provinsi hanya tidak lulus hanya karena itu. Kami tahu ini masalah gizi, karena kita sebagai partai politik, kita tidak mempunyai gizi yang terlampau banyak kayak partai-partai yang lain yang kami dengar sudah main uangnya besar-besaran. Jadi untuk ini mohon perhatian seperti yang dibilang pihak pemerintah tidak perlu diuj lagi undang-undang ini tapi ada baiknya karena ini untuk Pemilu yang akan datang. Jadi jangan terlampau memberatkan anggota-anggota KPU kalau kita, kita bisa melaksanakan itu tapi ini kelihatannya dari pihak pemerintah dan DPR sengaja untuk memperberatkan persyaratanpersyaratan ini. Tapi kita tetap akan laksanakan. Dan untuk diketahui oleh para Ketua Majelis, saya adalah peserta Pemilu Tahun 1999. Saya Partai Pilar, Ketua Partai Pilar dan kita sudah ikut Pemilu, tapi kita juga tidak dapat threshold waktu itu, tidak memenuhi threshold jadi kita tidak lolos akhirnya kita ikut 2004, ikut lagi sampai sekarang. Jadi makin hari memang makin dipersulit padahal negara kita kan tidak boleh melarang orang untuk berdemokrasi dan berserikat. Dan aturan-aturan
10
yang dibuat harusnya disesuaikan dengan kemampuan KPU sendiri di daerah yang anggotanya hanya beberapa orang, untuk 66 partai harus 100 orang mereka datangi tiap hari, apa mungkin? Akhirnya mereka tidak datang. Kalau tidak berdiri barangkali tidak lulus, ya inilah suatu kenyataan. Terus ada hari yang lain kalau ada yang campur tangan, saya juga ada dengar. Ya mungkin bagi para aktivis-aktivis yang memang kira-kira masih akan bergerak, akan keras bicaranya, ya barangkali untuk apa mereka ikut Pemilu itu memang ada bukti yang begitu. Terus ada, kenapa mungkin ada partai dari pemerintah mengatakan, kenapa masih mau mendirikan partai baru? Karena kami menganggap inilah suatu alat perjuangan, kami perlu berjuang karena kami ingin mensejahterakan rakyat dan kami ingin supaya negara ini lebih baik, karena kita ketahui selama 64 tahun kita merdeka kita bukan menjadi lebih baik tapi menjadi lebih terpuruk dan kami mengharapkan agar ada anak-anak bangsa yang lain yang bisa memimpin negara ini dan menjadi menteri atau apapun di negara ini tidak hanya itu-itu saja. Selama ini kan menteri itu kan berputar terus puluhan tahun. Nah ini yang membuat kami kenapa menjadi parlemen jalanan juga. Ya, terus lain dari pada itu, pengiriman ini kembali kepada KPU. Pengiriman ke daerah itu selalu salah alamat. Jadi berkas-berkas KPU yang dikirim ke daerah itu suka salah alamat. KPU itu kadang salah alamat ada yang jauh, sehingga kita mesti kejar-kejar tanya lagi sana-tanya lagi sini. Jadi hal gini, mohon kepada yang terhomat Majelis Hakim supaya hal ini agar diperhatikan, bukan mempersulit partai tapi ini sudah mencederai kita semua dengan aturan-aturan yang begini dan kadang-kadang kita tidak percaya di daerah yang kabupatennya sedikit harus 66 partai atau dengan satu perseribu atau seribu KTA mana itu bisa, itu bohong. Dan kita tahu bahwa semua itu main gizi saja di KPU. Itu saja ya mengenai hilang, terus pengiriman salah. Jadi dari keanggotaan KPU dan lagi. Nah itu saja yang saya rasa, yang dapat saya berikan dan kesaksian saya karena saya baru mengalami dan kita pun sudah mengajukan ke-PTUN tapi PTUN mengatakan bahwa kita tidak berhak untuk menyidangkan perkara ini. Waktu itu kayaknya sudah terjadi waktu sidang, kenapa waktu belum terjadi sidang kita tidak ditolak saja. Karena sesudah Partai Republikku itu, di situ juga kenyataan bahwa kami dari kongres, saya dari Partai Kongres waktu KTA di Jawa Tengah, di Yogya mereka mengatakan “ibu kan hanya punya 200 KTA di Yogya.” Saya bawa ini kan buktinya kita kasih 1000 KTA kamu kan salah kan, berkas kamu kan hilangkan, ini bukti 1000 KTA kita kasih. Nah itu saat sidang dinyatakan Ibu kan tidak lengkap, ini lengkap kamu mau apa, ayo baca satu persatu. Nah itulah kenyataannya, itulah ketimpangannya Pak, begitulah perlakuan KPU terhadap kita partaipartai yang baru yang mungkin. Kami memang tidak akan ngesih gizi, karena kami ingin pemerintah ini bersih. Tapi bagi yang ngasih gizi 1 milyar cepat lulus. Terima kasih Pak, wasalammualaikum wr. wb. 11
24.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, nanti tanya jawabnya sekaligus, ya? Kita dengarkan dulu Pak Sri Bintang.
25.
SAKSI DARI PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Terima kasih, bismilahirrahmannirahim, asalamualaikum wr. wb. Majelis Hakim yang saya hormati, sebelumnya perkenankanlah saya sedikit mengungkap diri saya. Bahwa saya selain pernah menjadi orang partai saya juga 37 tahun mengajar di Universitas Indonesia sampai sekarang. Saya juga seorang aktivis, saya juga pengamat politik ekonomi, keuangan, sosial. Saya juga pernah menjadi anggota DPR. Jadi apa yang saya dengar, apa yang saya alami, apa yang saya lihat itu tidak sekedar sebagai kontestan partai atau orang yang mendaftar untuk ikut dalam Pemilu, tapi lebih dari pada itu. Selanjutnya mengenai pengalaman saya mendirikan partai, itu terjadi pada waktu tahun 1996 ketika saya melihat bahwa partai tidak lagi menjadi lembaga yang merupakan kumpulan dari calon-calon pemimpin. Di mana kumpulan dari calon-calon pemimpin itu kalau kemudian berhasil memenangkan Pemilu, jadilah calon-calon tersebut pemimpin yang bersih, yang jujur, yang punya kapasitas, yang berpihak kepada rakyat sebagaimana perintah konstitusi, dan menyejahterakan kehidupan rakyat, baik itu anggota DPR maupun presiden dan wakilnya yang kemudian menyusun pemerintahan ini. Itu tidak pernah terjadi sampai sekarang, sehingga terpikir oleh saya ketika kemudian saya direcall, saya membaca tulisan Bung Hatta. Tahun 73 ketika ada satu anggota DPR dari partai Islam yang direcall padahal dia dilantik memenangkan Pemilu 71, Bung Hatta mengatakan recall itu hanya terjadi di negara fasis dan komunis. Itu dimuat di majalah kompas dan saya masih punya klipingnya. Lembaga recall sampai sekarang masih terjadi, masih dibolehkan tetapi pada tahun 96 itu kemudian saya mencoba mendirikan partai. Sekali lagi inilah hak daripada warga negara, hak saya sesuai dengan Pasal 28, waktu itu masih belum ada Pasal-Pasal 28A sampai J, dan saya menggunakan itu sebaik-baik dan tidak ada yang melarang dan tidak ada yang menegur dan tidak ada yang memarahi, ada orangorang marah pada waktu itu, Sri Bintang telah mau melakukan selangkah lagi kudeta, katanya. Tujuan saya adalah seperti tadi saya sampaikan sebuah partai yang betul-betul berusaha untuk menghimpun calon-calon pemimpin di republik ini agar republik ini menjadi lebih baik sesuai dengan cita-cita 45. Dengan segala macam resiko kami mendirikan Partai Uni Demokrasi Indonesia tetapi kemudian dijegal oleh pemerintah, dengan berbagai macam persyaratan tidak bisa ikut Pemilu 97. Pemerintah
12
hanya mengatakan hanya ada 2 partai dan 1 golongan. Meskipun itu tidak dikatakan sekarang tapi sama saja, tujuannya adalah membatasi partai. Kenapa membatasi partai? Kami berdiskusi pada waktu itu, karena kalau tidak dibatasi semua orang akan bikin partai katanya, dan kalau semua orang bikin partai nanti nyoblosnya susah katanya. Jadi Majelis Hakim yang terhormat, masalah partai itu tidak bisa dilepaskan dari pemilunya, tidak bisa dilepaskan dari penyelenggaraan pemilunya atau penyelenggara pemilunya. Ini merupakan satu rangkaian, satu kesatuan. Nah, kalau pemilunya memilih partai, ya memang begitu. Kertasnya segede koran. Tapi coba kita pikirkan apakah di dalam Undang-Undang Dasar 1945 diharuskan memilih partai? Tidak. Tidak diharuskan memilih partai. Jadi pikiran saya pada waktu itu yang dipilih adalah orang. Ini cerita tentang pengalaman saya, di zaman Pak Harto yang masih berkuasa pada waktu itu kita sudah mempunyai pikiran maju ke depan, yang dipilih itu orang, bukan partai. Indonesia itu luas sekali dari Sabang sampai Merauke, 17 ribu pulau, banyak etnis, silakan. Bhinneka Tunggal Ika, bikin partai sebanyak-banyaknya. Partai lokal pun tidak boleh dibatasi karena Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 memberikan kemerdekaan untuk itu. Jadi ketika saya membikin partai itu pikiran saya jauh ke depan lebih maju daripada apa yang barusan disampaikan oleh Departemen Dalam Negeri. Kalau memilih partai, lalu Bung Hatta juga mengatakan itu karena sistem proporsional, Bung Hatta juga mengatakan mereka adalah wakil rakyat bukan wakil partai, mereka bukan kader partai yang di DPR itu. Jadi kalau wakil rakyat tidak boleh ada fraksi-fraksian. Di zamannya Pak Harto kita sudah bicara seperti itu, tidak boleh ada fraksi, karena fraksi itu adalah kepanjangan partai, akhirnya anggota DPR itu dikalahkan oleh sistem recall, dipertakuti oleh recall, tidak mampu menyuarakan pikiran-pikiran rakyat dan kedaulatan rakyat. Jadi Majelis Hakim yang terhormat, kita bicara mengenai sistem. Jadi apa yang dituliskan sebagai gugatan ini menolak banyak pasal itu, maksudnya hanya mau menolak undang-undang itu. Sistem proporsional terbuka ataupun yang semi itu sudah tidak cocok lagi. Hasil pemilu kemarin legislatif menunjukkan, kata koran, sepertiga adalah artis, mereka adalah legislator, legislator itu bikin undang-undang, kok tidak ada syarat mereka harus sarjana hukum. Ketika saya menjadi anggota DPR atau calon anggota DPR, teman saya seorang Amerika menanyakan kepada saya ”as far as I know you are an economist, not a lawyer, how come you become a legislator?” Ini pertanyaan yang wajar yang sekarang dengan sistem yang katanya hebat, menurut Departemen Dalam Negeri, menurut pemerintah, sepertiganya artis. What can you hope from them? Apa yang bisa kita harapkan dari mereka? Saya tidak berarti tidak suka dengan artis, saya suka dengan artis. Kami suka dengan para artis, tetapi mereka punya fungsi sendiri. Jadi kalau sistemnya kemudian adalah sistem distrik, ya ini sudah nggak kena
13
semua ini, dan kami, kita pada waktu zamannya Pak Harto masih megermeger berkuasa, itu sudah punya pikiran seperti itu. Ini diulang kembali. Katanya reformasi, ndak, ndak ada itu reformasi. Lalu yang kami lihat tidak hanya sekedar partai itu dipersulit karena alasan-alasan yang tidak jelas. Memang betul ada diskriminasi, ada yang kaya raya yang miliaran, apa itu yang mau dijadikan calon pemimpin? Ada pembunuh, ada anaknya pemberontak, ada tangannya berlumuran darah, ada yang kasusnya tidak pernah terselesaikan karena dia tentara, apakah itu calon- calon pemimpin kita? Kami sudah capek melihat negara Republik Indonesia yang seperti ini, yang rakyatnya dibodohi terus, dimiskinkan. Kami ingin perubahan. Itulah sebabnya Golput angkanya naik. Saya mendirikan Persaudaran Golput se-Indonesia pada Agustus 2003. Angka Golput 40% tidak hadir, 11-15% itu mencontreng salah, baik sengaja maupun yang tidak. Ini hasil daripada pemilu kemarin. Kami ingin mencegah dengan menyampaikan ini gugatan tetapi mungkin waktunya agak terlambat sehingga kecolongan duluan. Ya, mudah-mudahan pada tahun-tahun berikutnya ini akan lebih baik, tetapi sekali lagi masalahnya bukan hanya sekedar partai politik dan kita merasa dipersulit. Sistem Pemilunya juga tidak benar. Undang-Undang Dasar tidak pernah mengatakan sistem Pemilunya harus proporsional dan yang dipilih harus partai. Jadi ini kecerdasan daripada orang-orang pemerintah, orang-orang Dalam Negeri, orang-orang DPR, yang artisartis itu. Jadi bagaimana Republik ini? Belum lagi dari tahun ke tahun Golputnya bertambah tapi ndak pernah dihitung. Kami memohon kepada Majelis supaya Golput dihitung. Kalau kita menang 51%, Presiden Yudhoyono hanya menang 27%. Sebagai aktivis saya akan bilang presiden apaan itu? Jadi tidak hanya sekedar partai politik yang dipersulit, ini dipersulit. Akhirnya yang masuk adalah mereka-mereka yang punya uang banyak, yang rampok, rampok uang rakyat, dari Bank Bali, dari Century, tetapi juga sistem pemilu harus diperbaiki, tidak lagi memilih orang, tidak lagi memilih partai tetapi memilih orang, dan sistemnya harus diperbaiki juga, sistem distrik. Tidak bisa misalnya orang Jakarta hanya karena ketua partainya menjadi sangat berkuasa dengan sistem ini lalu orang Jakarta ditaruh di Maluku Utara menjadi calon di sana, tidak bisa lagi. Konstituennya siapa? Kakak saya lebih tahu Jakarta seumur hidup, hampir seumur hidup tinggal di Jakarta, calon dari Jawa Timur. Bagaimana ini? Apakah pemerintah tidak melihat ini sebagai sebuah kejanggalan besar, mewakili siapa dia? Tahu Jawa Timur tidak, lahir di Jawa Timur. Ini harus diperbaiki semua. Jadi ada tiga hal yang menurut pendapat saya dan ini kita telah bicarakan bersama di antara para aktivis, para pejuang demokrasi. Intinya tidak boleh ada larangan, tidak boleh ada syarat-syarat yang tidak memungkinkan setiap warga negara berhak merdeka, berserikat, berkumpul, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan termasuk nyoblos, nyontreng, yang itu harus dijamin oleh undang-undang. Jadi undang-undang ini jelas keliru karena tidak menjamin setiap orang.
14
Saya pernah berdebat dengan Saudara Andi Mallarangeng, ya itu yang dikatakan, jadi semua orang bisa bikin partai. Enggak apa-apa bikin partai, seribu partai enggak soal, yang dipilih orang kok, dan orang di daerah itu siapa yang menjadi calon di daerah itu, di kabupaten itu, atau di wilayah pemilihan situ. Yang kedua dengan demikian penyelenggaraan pemilu tidak perlu mesti satu hari penuh, yang cerdas-cerdas sajalah. Orang disuruh milih DPRD I, DPRD II, DPR Pusat dalam satu hari. Tiap wilayah bisa menyelenggarakan pemilu sendiri, ‘kan sudah otonomi. Pusat tinggal bagi-bagi doang dan diajarilah agar daerah-daerah itu bisa menyelenggarakan pemilu sendiri. Kami sudah menolak, saya dan, ya, partai kami ikut tahun 1999 tapi kalah. Lalu melihat undang-undang setiap kali mau Pemilu diperbaiki, diperbaiki, katanya diperbaiki tapi menurut pendapat kami para aktivis sebagian daripada ilmuwan mendukung kami bahwa itu tanda undang-undang itu tidak lain untuk kepentingan mereka, jadi ganti rezim ganti undang-undang. Padahal Pemilu di negara-negara yang beradab, yang maju, itu hanya ngitung saja, tidak ada orang bohong, tidak ada orang serangan fajar, main uang. Yang saya dengar, ini yang saya dengar, sekali lagi yang saya dengar, kalau ada saksi tidak hadir dalam pemilu kemarin di dalam suatu TPS, lalu sudah ada orang-orang yang mengincar. Kalau tidak ada saksi maka partainya itu suaranya bisa dijual kepada partai lain di tingkat TPS. Berapa ribu begitu, kemudian naik, naik. Sulit untuk membuktikan itu, tapi kita dengar. Saya kira Departemen Dalam Negeri, pemerintah tahu juga. Ada yang mengatakan di suatu tempat tertentu ketika sudah sampai di tempat pencoblosan, pencontrengan, itu kertas pemilu dibuka sudah ada 20 ribu dan sudah dicontreng. Ya sudah. Inilah Republik kita, inilah penyelenggara pemilu kita, inilah pemerintah kita, inilah DPR kita, mereka melakukan intervensi dengan cara apapun agar partainya menang. Ini Republik ini sudah merusak bangsa, kita disuruh untuk menjadi orang-orang yang tidak jujur, tidak bersih. Kapan Republik ini menjadi baik? Cukup Bapak, saya kira sudah cukup. Terima kasih. 26.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Terima kasih.
27.
SAKSI DARI PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Ya saya mohon maaf, kalau ada kata-kata yang tidak berkenan, tapi itulah kenyataannya. Terima kasih, wabilahitaufik walhidayah, wassalamualikum wr.
wb.
15
28.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H.
Waalaikumsalam.
Silakan Bu Santoso, masih ada? 29.
SAKSI DARI PEMOHON: NY. SANTOSO Pak, saya mau menyampaikan bukti (...)
30.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Oh, ya silakan diambil. Nanti disuruh lihat ke Pemohon dulu, PP. Disuruh lihat ke Pemohon dulu, setuju tidak dia, dijadikan bukti? Dilihat dulu, nanti di akhir sidang yang mana yang oleh Pemohon mau dijadikan sebagai bukti. PP duduk dulu, biar dikoreksi. Baik, saya persilakan Pemerintah mungkin ingin menanyakan sesuatu kepada saksi, ada? Cukup. Hakim ada yang tanya? Cukup. Baik, kalau begitu sidang dinyatakan selesai, Pak Bintang dan Bu Santoso kalau punya bahan tertulis dari apa yang disampaikan tadi, kami tunggu di kepaniteraan untuk nanti menjadi bahan pertimbangan pada sidang pengambilan putusan. Dengan demikian sidang dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.05 WIB
16