Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 130/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SENIN, 19 OKTOBER 2009
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 130/PUU-VII/2009 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., SpN.
ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 19 Oktober 2009, Pukul 14.20-14.40 WIB Ruang Sidang Panel Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat.
SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3)
Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H. Dr. Harjono, S.H., M.C.L. Dr. Muhammad Alim, S.H. M.Hum.
Eddy Purwanto, S.H.
(Ketua ) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Pemohon: -
Habel Rumbiak, S.H., SpN.
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.20 WIB
1.
KETUA : PROF. DR. H. ACHMAD SODIKI, S.H. Sidang Perkara Nomor 130/PUU-VII/2009 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3 X Baik, Saudara Pemohon yang hadir di sini, silakan memperkenalkan, tapi sebelumnya saya harapkan Saudara bisa tepat waktu untuk persidangan-persidangan selanjutnya karena biasanya Mahkamah tidak pernah terlambat seperti ini, ya. Saya persilakan, Saudara Pemohon.
2.
PEMOHON : HABEL RUMBIAK, S.H., SpN. Baik, Yang Mulia Majelis Hakim, Bapak Ketua dan Anggota Majelis Hakim. Pertama-tama kami mohon maaf karena sebetulnya kami sudah mempersiapkan diri sangat lama bahkan dua bulan kami menunggu di Jakarta, tapi maafkanlah kami terlambat beberapa menit yang lalu. Baik, saya sebagai Pemohon, mohon maaf apa saya harus bacakan saya punya permohonan atau bagaimana?
3.
KETUA : PROF. DR. H. ACHMAD SODIKI, S.H. Jadi, Saudara mengajukan dalam registrasi Perkara 130 ini memasalahkan Pasal 211 dan Pasal 205. Saya persilakan Saudara memaparkan secara singkat tetapi tidak mengurangi arti dari keseluruhannya, apa saja yang menjadi keberatan Saudara mengajukan permohonan pengujian pasal yang Saudara kemukakan dalam permohonan ini. Saya persilakan, Saudara Habel Rumbiak.
4.
PEMOHON : HABEL RUMBIAK, S.H., SpN. Baik, mohon izin, Majelis Hakim yang mulia. Berdasarkan permohonan saya pada tanggal yang dimasukkan ke MK tanggal 31 Agustus, kemudian yang saya susulkan lagi berdasarkan permohonan koreksi, surat koreksi permohonan yang sudah dikoreksi pada tanggal 10 September 2009 yang pada pokoknya saya mohon
3
kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk menguji kembali Pasal 211 dan Pasal 205 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, khususnya berkenaan dengan perbedaan cara penetapan perolehan kursi DPRD Provinsi dan DPR RI atau DPR Pusat, dimana pada Pasal 211 di situ dikatakan bahwa ada tiga tahap untuk DPR RI yaitu Bilangan Pembagi (BPP), kemudian 50% dari Bilangan Pembagi, kemudian pembagian tahap ketiga yaitu sisa suara. Inti yang saya persoalkan pada permohonan untuk poin A tersebut adalah bahwa terdapat diskriminasi pola penetapan perolehan kursi untuk DPR RI dan DPRD Provinsi. Mekanisme pemilihan umum sama, sistem pemilihan sama yaitu sistem proporsional terbuka,tetapi dalam hal penetapan perolehan kursi atau dalam hal penetapan calon terpilih terdapat diskriminasi atau terdapat perbedaan, walaupun memang angka bilangan pembagi memang secara proporsional memang harus ada perbedaan, tetapi pola pembagiannya, tata pembagiannya terdapat perbedaan, dimana DPR RI tiga tahap, DPR Provinsi dua tahap. Dalam pola pembagian seperti ini sangat merugikan Pemohon. Kenapa? Pemohon sebagai peraih suara terbanyak kedua di Dapil 6 Pemilihan Calon Legislatif Provinsi Papua Dapil 6 bilamana dengan menggunakan pola atau tata pembagian yang sama seperti yang diberlakukan ke DPR RI maka peluang atau hak Pemohon atau kepentingan konstitusional Pemohon bisa terpenuhi dengan ikut terjaring sebagai calon yang terpilih karena mekanisme atau tata penetapan calon terpilih yang sama antara DPR Provinsi dan DPR RI. Namun karena perbedaan penetapan perolehan calon yang terpilih tadi, maka sekalipun Pemohon sebagai peraih suara terbanyak kedua di Dapil 6 yang tersedia 7 kursi, Pemohon terpaksa harus tidak terpilih dan harus merelakan kesempatan atau peluang tersebut justru kepada calon lain yang tidak meraih suara terbanyak, misalnya ada calon yang meraih 3000 suara, 4000 suara, tetapi berdasarkan penetapan KPU Provinsi yang akan kami susulkan dalam pembuktian justru terpilih sebagai calon terpilih untuk DPR Provinsi Papua. Inti persoalan yang pertama itulah yang kami sampaikan dalam permohonan kami sesuai perbaikan tanggal 10 September 2009. Yang kedua, yang kami persoalkan adalah penetapan calon terpilih berdasarkan ranking partai yang diatur dalam Pasal 211 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. Memang benar Mahkamah telah memutuskan berkenaan dengan apa yang dimaksud dengan sisa suara pada Pasal 211 ayat (3) tersebut. Akan tetapi menurut Pemohon dalam perkara ini Pemohon juga turut dirugikan karena Pemohon sebagai suara terbanyak justru dirugikan dengan pola penetapan ranking partai yang menggabungkan suara partai dan suara calon. Pemohon mengajukan keberatan berkenaan dengan persoalan ini karena sistem pemilu yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 adalah sistem proporsional terbuka, dimana yang dipilih adalah calon legislatif baik DPR Provinsi, kabupaten maupun provinsi bukan yang dipilih adalah partai.
4
Berdasarkan dengan prinsip Vox populi, vox dei bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan dan ini juga sejalan dengan hak dari Pemohon, hak konstitusional Pemohon yang dilindungi oleh UndangUndang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk dipilih atau juga berkewajiban untuk memilih, bukan memilih partai, tetapi berhak untuk dipilih dan berhak untuk memilih, yang dimaksud adalah person, bukan partai atau badan hukum. Oleh karena itu menurut Pemohon berdasarkan ketentuan Pasal 211 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 khususnya berkenaan dengan kalimat ranking partai yang menggabungkan suara partai dan suara calon sangat tidak konstitusional dan merugikan Pemohon karena Pemohon yang meraih suara terbanyak ketiga di Dapil 6 harus dikalahkan oleh calon lain yang justru memperoleh suara hanya 3000 tapi karena digabung dengan suara partai misalnya 4000, akhirnya suara keseluruhan menjadi lebih daripada suara Pemohon sendiri yang mencapai 6.544. Itulah dua hal pokok yang Pemohon ajukan dalam permohonan Pemohon. Kiranya Majelis Hakim yang mulia berkenan untuk memeriksa perkara ini dan memutuskan sesuai dengan Undang-Undang Dasar atau ketentuan hukum yang berlaku. Terima kasih. 5.
KETUA : PROF. DR. H. ACHMAD SODIKI, S.H. Ya, baik Saudara Pemohon. Saya ingin memberikan info kepada Saudara bahwa ada beberapa pasal dan ayat yang telah pernah diuji sehubungan dengan permohonan Saudara ini ialah terhadap Pasal 205 ayat (4), kemudian Pasal 211 ayat (3) itu pernah dan telah diputus dan dikabulkan permohonannya oleh atau yang seperti dicantumkan dalam Putusan Nomor 110, 111, 112, 113/PUU-VII/2009. Jadi tolong itu Saudara perhatikan. Kemudian terhadap Pasal 205 ayat (4), (5), (6), (7) ini pernah diajukan dalam Perkara Nomor 22/PUU-VI/2008 dan di situ dinyatakan ditolak. Jadi dari Keputusan Mahkamah ini bisa menjadi bahan pada Saudara untuk bisa me-review kembali permohonan Saudara ini. Kemudian yang perkara yang masih di dalam proses, ini disebutkan di sini Pasal 205 ayat (1) dan Pasal 205 ayat (2) ini Perkara 107/PUU-VII/2009 dan Perkara 130/PUU-VII/2009 juga tentang Pasal 211 ini PUU 130 juga masih di dalam proses. Jadi inilah yang perlu Saudara pahami, dimana Saudara mengajukan barangkali pasal-pasal yang sudah pernah diputus, baik yang dikabulkan terutama Pasal 205 ayat (4) Pasal 211 ayat (3) dan yang ditolak Pasal 205 ayat (4) dan ayat (5) dan Pasal 205 ayat (6) dan ayat (7). Sementara itu yang bisa saya sampaikan. Kami persilakan Bapak Hakim Harjono, silakan.
5
6.
HAKIM ANGGOTA : DR. HARJONO, S.H., M.C.L. Terima kasih, Pak Ketua. Saudara Pemohon, dalam kasus ini sebetulnya persoalan legal standing, Anda sudah secara prima facie dirugikan langsung oleh ketentuan itu, oleh karena itu dalam persoalan legal standing nanti supaya dipertegas lagi posisi Anda, mengapa, kemudian Anda mempermasalahkan undang-undang tersebut di depan Mahkamah Konstitusi. Lalu saya ingin mencoba memahami pemikiran Anda, dua sistem yang diciptakan Pasal 211 dan Pasal 205 itu beda acaranya. Dengan berbeda acara itu kemudian menyebabkan Anda tidak bisa terpilih menjadi anggota DPR Pusat, tuntutan Anda supaya yang berlaku untuk DPR Pusat itu sama dengan yang berlaku untuk provinsi, kan begitu. Karena berbeda kemudian itu diskriminatif, tidak adil. Tetapi ketidakadilan itu satu sisi Anda melihatnya, “saya tidak terpilih, andaikan saja sistemnya itu sistem ada yang di DPRD saya terpilih, oleh karena itu saya mohon supaya yang berlaku di DPRD itu berlaku diperlakukan untuk DPR Pusat”, itu saya anggap sebagai satu sisi saja. Apa tidak mungkin juga untuk adil itu yang kemudian sebaliknya, yang di DPRD lah kemudian yang diberlakukan seperti DPR Pusat? Bagaimana itu? Apakah kalau seperti itu lalu tidak ada pelanggaran konstitusi? Anda mengatakan itu ada pelanggaran konstitusi pada saat yang berlaku untuk Anda, itu tidak seperti yang berlaku untuk DPRD, itu melanggar konstitusi. Kalau sebaliknya, kalau yang berlaku untuk DPRD itu kemudian harus disamakan dengan yang berlaku dengan DPR Pusat, itu ada pelanggaran konstitusi tidak? Anda belum nulis di sini, karena itu bisa seperti itu nanti mikirnya. Kalau toh itu pun juga ada pelanggaran konstitusi mestinya kalau itu dibalik seperti itu maka tidak ada pelanggaran konstitusi untuk memperkuat dalil Anda, ya kan? Pada saat Anda diuntungkan, wah ini melanggar konstitusi, tidak melanggar konstitusi, tetapi pada saat diterapkan merugikan ini melanggar konstitusi. Jadi ukurannya apa karena untung rugi saja atau karena sistemnya memang harus diuji masing-masing? Oleh karena itu Anda harus mengatakan bahwa satu, pengujian sistem yang berlaku untuk DPR Pusat itu tidak konstitusionalnya dimana, lalu satu yang menurut ketentuan yang bagi DPRD itu memang konstitusional dibandingkan dengan yang pusat. Jadi jangan-jangan nanti kalau dibandingkan di sana, di sana juga tidak konstitusional juga. Hanya persoalannya duadua tidak konstitusional tetapi kalau dipilih ini Anda dirugikan, kalau dipilih itu Anda diuntungkan, hanya masalah untung rugi saja, padahal dua-duanya tidak konstitusional. Ini mohon dijelaskan di sini alasan Anda untuk memperkuat bahwa karena ada riilnya ada konstitusionalitas. Itu yang saya mohonkan, karena Anda memilih yang diperlakukan di DPRD supaya konstitusional dan yang konstitusional itu Anda menyebabkan terpilih, alasannya karena itu.
6
Berikutnya, permohonan Anda yang menyangkut 2 halaman dari yang belakang sebelum halaman terakhir, maka Anda memohon kepada Mahkamah Konstitusi yang amarnya sebagai berikut, 6 ya, penambahan ayat, angka 6 itu penambahan ayat. Ini biasanya Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk menambahkan ayat, tetapi yang bisa dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi adalah sejauh itu dipahami atau ditafsirkan, kalau menambahkan kita tidak bisa menambahkan tetapi memperluas penafsiran atau mempersempit penafsiran agar hal tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Jadi dua hal itu yang saya sampaikan karena itu penting bagi hakim untuk mempertimbangkan argument-argumen Anda. Terima kasih, Pak Ketua. 7.
KETUA : PROF. DR. H. ACHMAD SODIKI, S.H. Terima kasih, Pak Hakim Harjono. Saya persilakan, Bapak Hakim Muhammad Alim.
8.
HAKIM ANGGOTA : DR. MUHAMMAD ALIM, S.H. M.HUM. Terima kasih, Pak Ketua. Sesuai dengan yang Pemohon katakan sendiri tadi bahwa Pasal 205 ayat (4) dan Pasal 211 ayat (3) itu sudah pernah diuji ya, yang Saudara Pemohon katakan sendiri, dan oleh Pak Ketua tadi juga dikatakan bahwa itu pernah diuji. Sekedar mengingatkan Saudara, ketentuan Pasal 60, terhadap materi muatan ayat, pasal dan atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali, itu ada Pasal 60 Undang-Undang MK, tetapi dalam peraturan PMK (Peraturan Mahkamah Konstitusi) ada kemungkinan asal alasannya berbeda, thus titik tolaknya berbeda sehingga bisa dipertimbangkan. Jadi mungkin Saudara Pemohon perlu mencermati alasan-alasan yang dikemukakan Pemohon dahulu dan alasan-alasan yang akan Anda kemukakan supaya berbeda, sebab kalau sama yaitu Pasal 60 kita pegang itu nebis in idem maka Anda punya permohonan menjadi NO ibaratnya. Segala apa yang kita sampaikan kepada Saudara Pemohon ini, ini sifatnya berupa saran belaka, artinya terserah kepada Saudara, kepada Saudara lah akhirnya untuk mengambil, menyetujui atau tidak menyetujui apa yang kami sarankan. Terima kasih, Pak Ketua.
9.
KETUA : PROF. DR. H. ACHMAD SODIKI, S.H. Terima kasih, Dr. Alim. Untuk Saudara Pemohon, barangkali ada tanggapan, saya persilakan.
7
10.
PEMOHON : HABEL RUMBIAK, S.H., SpN. Baik, Yang Terhormat Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan. Berdasarkan beberapa catatan tadi memang ada beberapa referensi yang kami baca bahwa di situ dikatakan bilamana ada frase, ada kata yang memang bisa dipersoalkan walaupun ayat atau pasal pernah diuji oleh MK itu masih bisa diajukan kembali kepada MK. Itulah sebabnya memang itu yang mendasari kami untuk mengajukan permohonan ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami memohon kepada Majelis mungkin bisa memberikan kami kesempatan untuk bisa mempertajam atau memperbaiki kembali permohonan yang telah kami ajukan sebelumnya. Terima kasih.
11.
KETUA : PROF. DR. H. ACHMAD SODIKI, S.H. Baiklah Saudara Pemohon, Anda diberi kesempatan untuk memperbaiki paling lama 14 hari sejak sekarang, dan segera akan dipanggil kembali dalam persidangan yang akan ditentukan kemudian. Dengan demikian maka pemeriksaan pendahuluan untuk Perkara Nomor 130/PUU-VII/2009 saya nyatakan cukup dan sidang ditutup.
KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.40 WIB
8