JURNAL SOSIALITA Volume 2 Nomor 2 September 2010 PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL LEARNING COMMUNITY DI SD MUHAMMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2008/2009 Rofiq Andria Arifianto dan Salamah Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu pembelajaran siswa meningkat melalui penerapan model learning communitypada mata pelajaran pendidikan llmu Pengetahuan Sosial kelas IV di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta sebesar 31 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode kuesioner, observasi dan dokumentasi, sedangkan untuk menganalisis data digunakan metode diskriptif kualitatif. Hasil penelitian, menunjukkan penerapan metode Learning Community pada mata pelajaran llmu Pengetahun Sosial (IPS) dapat meningkatkan mutu pembelajaran di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta, Hal ini dapat dilihat dari situasi awal (siswa sering kurang memperhatikan dan tertarik waktu guru menerangkan pelajaran, setelah diadakan penelitian ini siswa lebih memperhatikan dan tertarik pada guru menerangkan pelajaran. Siswa merasa senang dan mantap dalam mengikuti pelajaran IPS dalam mengikuti pelajaran merasa rilek dan bebas dalam mengungkapkan pendapat. Penerapan metode Learning Community dapat meningkatkan hasil belajar di kelas IV SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta, berdasarkan tes pada akhirsiklus III menunjukkan peningkatan rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus II. perolehan nilai siklus I sebesar 87,10% siswa sudah mencapai prestasi ketuntasan belajar secara klasikal yaitu memiliki nilai £ 7,5 berdasarkan nilai terseb-' benar-benar menunjukkan peningkatan prestasi. Denga~ pembelajaran metode Learning Community, anak lebih mantap dar lebih efektif. Kata Kunci: Learning Community, Prestasi Belajar, Motivasi Belajar. A. Pendahuluan Situasi proses pembelajaran di sekolah khususnya di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta tempat peneliti mengajar, terasa monoton dari waktu ke waktu, siswa tidak aktif dalam pembelajaran dan tidak antusias mengikuti pembelajaran guru. Guru sering merasa bosan dengan pembelajarannya, tidak ada perubahan-perubahan yang berarti dalam diri siswa dan pembelajarannya kurang bermanfaat karena prestasi nilai yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil perolehan ulangan harian, ulangan mid semester, ulangan umum bersama (UUB) dan ujian akhir sekolah (UAS) yang masih berkisar nilai lima. Aktivitas guru dalam pembelajaran lebih mendominasi, bahkan selama belajar pembelajaran guru cenderung tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut aktif. Pelajaran llmu Pengetahuan Sosial hanya sekedar dihafal agar tercapai sesuai kurikulum yang berlaku. Guru terjebak pada metode mengajar ceramah yang monoton, statis, tanpa menggunakan metode variasi yang lainnya. Hal ini berarti merupakan kendala atau hambatan yang dihadapi oleh guru llmu Pengetahuan Sosial. Akibatnya aktivitas dan perkembangan
potensi siswa dalam pembelajaran rendah dan tidak mencapai secara optimal. Agar pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial bisa mencapai tujuan secara optimal, maka guru berupaya dalam peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari peran guru sebagai nahkoda dan yang akan menghantarkan siswa ke tempat tujuan. Melalui kegiatan belajar, pembelajaran seorang guru perlu memilih strategi pembelajaran yang menarik. Untuk mewujudkan pembelajaran yang bermutu, para guru llmu Pengetahuan Sosial dituntut supaya memiliki kemampuan profesional yang memadai agardapat melaksanakan pembelajaran secara komunikatif dan terpadu, mengingat hasil belajar yang bermutu sangat ditentukan oleh proses pembelajaran. Menurut Sudjarwo (2003) bahwa, mutu pembelajaran bergantung pada tiga unsur yaitu: (1) tingkat partisipasi siswa dan jenis kegiatan pembelajaran; (2) peran guru dalam pembelajaran dengan metode dan teknik-teknik yang bervariasi; dan (3) pengorganisasian kelas. Tingkat partisipasi siswa dalam belajar banyak ditentukan oleh upaya guru dalam mendinamisasikan mereka sehingga pemilihan dan penggunaan metoda mengajar serta pengembangan materi yang tepat menjadi penting. Pencapaian suatu tujuan atau kompetensi pembelajaran turut ditentukan oleh ketepatan penggunaan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang berupa teknik atau metode instruksional yang digunakan guru dapat mengoptimalkan aktivitas belajar siswa, agar diperoleh mutu hasil belajaryanglebih optimal (UdinS, 2008:7). Kenyataari di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru saat ini dalam menyampaikan mata pelajaran masih menggunakan strategi penyampaian dengan komunikasi satu arah. Karena itu guru cenderung aktif dan siswa cenderung pasif. Disamping itu, strategi penyampaian yang digunakan cenderung verbal (hanya dengan kata-kata). Guru jarang menggunakan strategi penyampaian yang menekankan pada aktivitas siswa. Kondisi tersebut memerlukan perhatian yang serius, dan akan membawa implikasi usaha peningkatan kemampuan guru khususnya dalam merencanakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Sejalan dengan itu, berdasarkan analisis konseptual dan pembelajaran di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta pembelajaran masih kurang mengembangkan potensi siswa dan masih belum banyak guru menyampaikan mata pelajara-menggunakan model pembelajaran tertentu sehingga proses pembelajaran kurang variatif dan masih bersifattransfer informasi. Fenomena rendahnya mutu prestasi belajar siswa dan layana~ pembelajaran yang belum mengoptimalkan kemampuan siswa I:J merupakan tantangan yang perlu dihadapi. Mutu proses pembelajaran dan hasil belajar siswa akan dapat distimulasi da^ dicapai jika guru dapat membangkitkan motivasi belajar, minat ata-perhatian, keaktifan, dan kemandirian siswa. Materi pelajaran aka~ lebih menarik jika dikaitkan dengan kehidupan siswa sehari-har serta pada kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu perL dikembangkan dan diterapkan suatu model pembelajaran yang dapat menjawab fenomena tersebut. Berdasarkan dari permasalahan tersebut di atas maka perlu adanya metode pebelajaran yang menarik bagi siswa untuk mengembangkan kemampuannya melalui pembelajaran llmu Pengetahuan sosial. Adapun salah satu cara utnuk meningkatka^ motivasi dan aktivitas siswa yakni dengan peningkatan mutu pembelajaran dengan model learning community. Merupakan suatu proses penerapan ide. konsep, kebijakan atau inovasi daiam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap. B. KajianTeori
Dewasa ini pembelajaran ada kecenderungan untuk kembal; pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam Sungkowo ( 2003:1 ) dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dan guru ke siswa. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif (Syaifut Bahri Djamarah, 2002:54). Dalam penelitian ini akan terfokus pada Penciptaan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Model pembelajaran learning community dalam Nurhadi (2003:48-49) adalah satu bagian komponen Contextual Teaching and Learning yang menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain, jika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku. Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community). Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antara kelompok, dan antara orang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, dikelas ini, disekitar sini, juga orang-orang yang ada diluar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar. Dalam kelas CTL, guru disarankan melaksanakan pembelajaran dalam kelompokkelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya. Kelompok siswa bisa bervariasi bentuknya, baik keanggotaan. jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa dikelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas. Masyarakat belajar atau learning community bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, yakni dua kelompok atau lebih terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa tiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda dan perlu dipelajari. Apabila setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan teknik learning community ini membantu proses pembelajaran di kelas. Praktiknya dalam pembelajaran terwujud dalam pembentukan kolompok kecil, pembentuk kelompok besar, mendatangkan ahli di kelas, bekerja dengan kelas sederajat, kerja kelompdk dengan kelas diatasnya dan bekerja dengan masyarakat. Bekerja dengan masyarakat merupakan tugas dan membangun belajar masyarakat atau learning community yang merupakan salah satu bagian pembelajaran. Menurut Bruce Joyce
(1996;375) bahwa masyarakat belajar yang profesional adalah Observe, the practice, observe and practice, then practice, practice, practice. Help each other practice. Artinya mengamati, kemudian praktekkan, mengamati dan mempraktekkan, kemudian mempraktekkan, mempraktekkan, mempraktekkan. Kerjasama dalam praktek lebih lanjutdisebutkan bahwa: We are in the midst of the period where strong new efforts are being made to develop a new kind of professional community in education-one whose ethos is built around the continuous study of teaching and learning. Artinya bahwa kita berada di tengah-tengah suatu periode dimana membuat usaha baru yang kuat untuk rnengembangkan semacam masyarakat baru yang profesional dalam etos pendidikan, siapa yang akan dibangun dalam belajar pembelajaran berlanjut. Dari berbagai pengertian learning communityyang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas apabila dirangkum adalah pembelajaran secara kelompok yang bisa bekerjasama dengan orang lain. Learning Community terjadi apabila ada komunikasi dua arah, pengamatan, praktek merupakan bentuk kerjasama yang akan membentuk, rnengembangkan masyarakat baru yakni membangun belajar pembelajaran berlanjut. Adapun yang dibangun dalam masyarakat belajar adalah guru dan siswa. Guru mengajar siswa menugaskan secara bersama-sama, secara positif. Guru memiliki variasi strategi untuk mendidik siswa secara proaktif, bekerja sama, belajar secara efektif dan mendisain aktivitas mengajar. Masyarakat Belajar adalah sekolah atau Perguruan Tinggi beraktivitas yang saling tergantung dalam satu kelas, berharap untuk menemukan gagasan, metode, sumberdaya untuk pemahaman perbaikan dalam meningkatkan hubungan timbal balik. Masyarakat belajar (learning community) adalah pendekatan yang terintegrasi dan relevan bagi peristiwa di dunia nyata untuk pemikiran yang lebih kritis. C. Kerangka Pikir Pendidikan berusaha untuk meningkatkan kemampuan siswa pada taraf tertentu. Sekolah merupakan lembaga yang Ikut bertanggung jawab atas keberhasilan di bidang pendidikan, antara lain dengan menjaga keharmonisan antar komponen di dalamnya untuk mendukung kelancaran, kelangsungan proses pendidikan. Salah satu komponen yang berperan secara aktif dalam sekolah adalah guru. Guru berperan aktf sebagai sumber utama pengetahuan. Dalam hal ini pengetahuan itu dipandang sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kemudian metode ceramah menjadi pilihan utama dalam strategi pembelajaran. Adapun pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta yang masih menggunakan metode ceramah. Maka motivasi belajar dan aktivitas belajar siswa menurun karena terjadi kebosanan. Di samping itu motivasi bejajar dan aktivtias belajar yang mernpengaruhi pula prestasi belajar pada siswa menjadi rendah. Hal mi bisa dilihat dan proses belajar pembelajarannya belum mencapai tingkat keberhasilan belajar secara klasikal. Musyawarah guru bidang studi IPS merasa kesulitan untuk meningkatkan motivasi belajar dan aktivitas belajar yang berpengaruh terhadap prestasi belajar pula, dan hasil wawancara dengan siswa banyak yang merasa bosan apabila pembelajaran hanya terfokus pada guru. Keadaan tersebut merupakan masalah bagi guru, oleh karena itu guru perlu mencari pemecahannya. Maka guru berusaha merubah strategi pembelajaran dengan menegaskan bahwa pengetahuan adalah kegiatan aktif siswa. Pembelajaran yang mengaktifkan siswa dengan pendekatan ketrampilan proses dan pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning). Tujuan pembelajaran kontekstual adalah membekali siswa dengan pengetahuan
yang dapat diterapkan sekaligus ditransfer dari satu konteks ke konteks lainnya, berfikir dan berargumentasi tentang situasi baru melalui penggunaan awal. D. Hipotesis 1. Pendekatan pembelajaran model learning community dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran llmu Pengetahuan Sosial kelas IV di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta. 2. Pendekatan pembelajaran model learning community dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran llmu Pengetahuan Sosial kelas IV di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta. E. Metode Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 2. Prosedur Penelitian Tindakan a. Penyusunan rencana Rencana penelitian tindakan ini merupakan tindakan yang tersusun dan harus prospektif pada tindakan, rencana itu hams memandang ke depan, tindakan itu hendaknya membantu para praktisi untuk mengatasi kendala yang ada dan memberikan kewenangan untuk bertindak secara lebih tepat guna dan berhasil guna sebagai pendidik (Kemmis, dan Robin. (1988). b. Tindakan Tindakan yang dimaksud adalah peneliti melaksanakan penelitian dengan menggunakan pendekatan kontekstual (CTL) yang terfokus pada salah satu komponen yakni learning community ya\\u untuk memperbaiki keadaan. c. Observasi Observasi yang dilakukan oleh kolaborator berfungsi untuk mendokumentasikan hal-hal yang terjadi dan terkait selama tindakan berlangsung untuk mengetahui keterkaitan antara rencana tindakan dengan pelaksanaan tindakan yang kemudian untuk direfleksi berikutnya. d. Refleksi Refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. 3. RencanaTindakan Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalar pelaksanaannya dilakukan selama tiga siklus. Adapun setiap siklus akan dilaksanakan dengan tindakan selama tiga minggu atau tiga kali dalam kegiatan proses belajar pembelajaran. 4. Instrument Penelitian Penelitian ini menggunakan strategi penelitian tindakan atau action research. Adapun sasaran penelitian adalah upaya meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan prestasi belajar llmu Pengetahuan Sosial pada siswa kelas IV di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta melalui model learning community. Hasil peningkatan motivasi belajar dan peningkatan aktivitas belajar yang mempengaruhi peningkatan prestasi belajar tersebut akan tampak dan setiap tahap siklus penelitian tindakan. Hasil pengamatan setiap tahap siklus tindakan kelas dapat dipergunakan sebagai sumberdata
penelitian. Pengamatan dilaksanakan dengan cara pendataan upaya tindakan, wawancara, upaya kolaborasi dan observasi. Adapun data penelitian itu diperoleh melalui pengamatan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, hasil belajar pre test dan post test; angket (kuesioner, wawancara, pengamatan dan kolaborasi dengan guru bidang studi llmu Pengetahuan Sosial). 5. Teknik Pengumpulan Data Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dengan menggunakan data kualitatif. Penggunaan data kualitatif sifat datanya yang dikumpulkan dalam penelitian ini sebelum mengadakan penelitian dilakukan mencari buku-buku sumber yang utama dan sebagai pendukung dalam penelitian. Hal ini dilakukan apabila dalam observasi tidak diketemukan data-data yang tertulis. 6. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini secara umum dianalisis melalui deskriptif kaulitatif. Analisis data dilakukan pada tiap data yang dikumpulkan, baik data kuntitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan cara kuantitatif sederhana, yakni dengan persentase (%), dan data kualitatif dinalisis dengan membuat penilaian kualitatif (kategori) (Hamdani dan Hermana, 2008:78). Adapun data yang dianalisis terdiri dari data pengamatan/ observasi dan data angket. 1. Pengamatan/observasi Pengamatan dengan lembar observasi oleh kolaborator yang juga merupakan sumber data dalam penelitian ini. Sasaran observasi tersebut adalah keaktifan guru dan keaktifan siswa. Penilaian tingkat partisipasi siswa dan guru dalam pembelajaran IPS meliputi enam komponen, yaitu (a) komponen metode (b) komponen media, (c) komponen guru (d) kompotensi siswa, (e) Komponen materi dan (f) komponen aktivitas. Cara pengolahannya menggunakan perhitungan persentase dari jumlah masing-masing lajur indikator hasil pengamatan kelas yakni Depdikbud, 2004: 30 (Rahayuni, 2005): Jumlah frekuensi indikator (f) 100% total Skor indikator Adapun klasifikasi tingkat partisipasi siswa dan guru dalam pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah sebagai berikut: (1) skor 0 - 20% = kurang. (2) skor 21 % 40% = sedang. (3) skor 41 % - 60% = cukup. (4) skor 61 % - 80% = baik. (3) skor 81 % 100%=AmatBaik. 2. Kuesioner/Angket Data dalam penelitian ini juga diperoleh dari teknik kuesioner, Caranya adalah setiap siswa diberikan angket yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran IPS dengan mengoptimalkan penggunaan Media learning community. Angket tertutup maksudnya adalah angket dengan menggunakan pertanyaan yang jawabannya tinggal memilih. Pedoman penilaian kuesioner adalah sebagai berikut: jumlah soal terdiri dari 5, setiap soal skomya 3, jadi jumlah skor semua 15. Maka nilai akhir = (15x2)/3=10. Pengukuran peningkatan prestasi belajar pada siswa diperoleh analisis nilai pre test dan nilai post test. Nilai pre test maupun post test yang diperoleh siswa sebagai hasil belajar siswa dikatakan berhasil apabila sesuai dengan kriteria keberhasilan belajar, jika seorang siswa disebut berhasil apabila telah mencapai skor £ 55% atau nilai 7,5, disebut tidak berhasil apabila <75% Suatu kelas disebut berhasil belajar apabila kelas tersebut mencapai keberhasilan klasikal 80% atau lebih dan jumlah siswa yang telah mencapai skor s 75%. Adapun rumus peningkatan prestasi belajar llmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah sebagai
berikut Depdikbud, 1994:30 (Rahayuni, 2005): 1) Persentase keberhasilan siswa Jumlah siswa dengan nilai 75% (f) 100% Jumlah seluruh siswa (n) 2) Persentase siswa yang belum berhasil Jumlah siswa dengan nilai 75% (f) 100% Jumlah seluruh siswa (n) Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas di kelas IV SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta bertujuan meningkatkan prestasi belajar IPS siswa. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan keterampilan proses dan belajar aktif atau pendekatan kontekstual yang memberdayakan siswa. Untuk memberdayakan siswa dalam pembelajaran IPS, guru berusaha mengoptimalkan penggunaan metode Learning Community. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK), masalah yang ada dalam pelajaran IPS diberikan guru secara sistematis dengan metode Learning Community dan penjelasannya sehingga mudah dipahami oleh siswa. Alasan penelitian tindakan kelas dilakukan karena pembelajaran IPS di kelas IV SD Muhammadiyah Sagan masih menggunakan metode pembelajaran tranfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa belum menggunakan metode kreativitas siswa yang menghubungkan materi dengan alam nyata. Hal ini siswa merasa bosan dengan pembelajaran yang sudah ada sehingga hasil belajar yang ditunjukkan nilai ulangan harian yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar secara klasikal, yaitu baru 52,38% siswa yang mendapat nilai 7,5. Tingkat ketuntasan belajar secara klasikal bila siswa yang mendapat nilai 7,5 sebanyak 80% dari jumlah siswa. Untuk itu dilakukan penelitian tindakan kelas. Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan mulai dari perencanaan sampai dengan kesimpulan akhir. Langkah demi langkah diselenggarakan dengan menggunakan pedoman model Stephen Kemmis yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan proses pengkajian berdaur yang terdiri dari perencanaan, proses tindakan, proses observasi atau pengamatan, proses penyusunan refleksi. Hasil observasi atau pengamtan langsung siklus I (pertama) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 1. Siklus I KOMPONEN HASIL OBSERVASI KATEGORI Komponen Metode 72% Baik Komponen Media 70% Baik Komponen Guru 80% Baik Kompotensi Siswa 75% Baik Komponen Materi 84% Amat Baik Komponen aktivitas 75% Baik Tabel. 2. Hasil Pretest dan Posttest Siklus I (Pertama) No Kriteria Kategori Pretest Posttest Ketuntasan F % F % 1. 75% Tuntas 14 45,16 16 51,61 2. < 75% Belum Tuntas 17 54,84 15 48,39
Dari tabel di atas jumlah siswa yang tuntas belajarnya secara individual, sebelum pembelajaran IPS menggunakan metode Learning Community mencapai 45,16% dari jumlah siswa. Sedangkan setelah pembelajaran IPS mengoptimalkan penggunaan metode Learning Communityketuntasan belajar siswa secara individu mencapai 51,61 % ini menunjukkan ada peningkatan hasil belajar, tetapi belum mencapai tingkat ketuntasan belajar secara klasikal. Tingkat ketuntasan belajar siswa secara klasikal siswa yang mendapat nilai 7,5 sebanyak 80% dari jumlah siswa, sedangkan setelah mengoptimalkan metode Learning Community baru mencapai 51,61%. Hasil observasi atau pengamatan langsung siklus II (Kedua) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 3. Siklus II KOMPONEN HASIL OBSERVASI KATEGORI Komponen Metode 80% Baik Komponen Media 75% Baik Komponen Guru 84% Amat Baik Kompotensi Siswa 70% Baik Komponen Materi 80% Baik Komponen aktivitas 75% Baik
Tabel. 4. Hasil Pretest dan Posttest Siklus II (Kedua) Kriteria Pretest Posttest No Ketunta Kategori F % F % san 1. Tuntas 16 51,61 22 70,97 75% 2. < 75% Belum Tuntas 15 48,39 9 29,03 Dari tabel di atas jumlah siswa yang tuntas belajarnya secara individual, pada siklus I pembelajaran IPS menggunakan metode Learning Community mencapai 51,61% dari jumlah siswa. Sedangkan pada siklus II pembelajaran IPS dengan metode Learning Community ketuntasan belajar siswa secara individu mencapai 70,97% ini menunjukkan ada peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II, tetapi belum mencapai tingkat ketuntasan belajar secara klasikal. Tingkat ketuntasan belajar siswa secara klasikal siswa yang mendapat nilai 7,5 sebanyak 80% dari jumlah siswa, sedangkan setelah mengoptimalkan metode Learning Communitybaru mencapai 70,97%. Hasil observasi atau pengamtan langsung siklus III (Ketiga) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Siklus III KOMPONEN HASIL OBSERVASI KATEGORI Komponen Metode 84% Amat Baik Komponen Media 85% Amat Baik Komponen Guru 84% Amat Baik Kompotensi Siswa 85% Amat Baik Komponen Materi 80% Baik
Komponen aktivitas
85%
Amat Baik
Tabel 6. Hasil Pretest dan Posttest Siklus III (Ketiga) Kriteria Pretest Posttest NO Ketunta Kategori F % F % san 1. Tuntas 22 70,97 27 87,10 75% 2. < 75% Belum Tuntas 9 29,03 4 12,90 Dari tabel di atas jumlah siswa yang tuntas belajarnya secara individual, pada siklus II pembelajaran IPS menggunakan metode Learning Community mencapai 70,97% dari jumlah siswa. Sedangkan pada siklus III pembelajaran IPS dengan metode Learning Community ketuntasan belajar siswa secara individu mencapai 87,10 ini menunjukkan ada peningkatan hasil belajar dari siklus II ke siklus III, dan sudah mencapai tingkat ketuntasan belajar secara klasikal. Tingkat ketuntasan belajar siswa secara klasikal siswa yang mendapat nilai 7,5 sebanyak 80% dari jumlah siswa, sedangkan siklus III sudah mencapai 87,10%. Setelah dilakukan observasi, evaluasi, dan diskusi terhadap tiga siklus, dalam penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, dapat disampaikan segi-segi positif pengelolaan pembelajaran yang sudah memenuhi harapan peneliti jika dibandingkan dengan strategi pembelajaran sebelumnya yang bersifat konvensional. Sebagaimana telah diuraikan di bagian depan, bahwa pembelajaran llmu Pendidikan Sosial (IPS) dengan pendekatan konvensional mengalami berbagai kelemahan dan kekurangan baik di pihak guru maupun siswa. Akibatnya pembelajaran menjadi tidak menarik, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran rendah dan kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran juga rendah. Pembelajaran llmu Pendidikan Sosial (IPS) dengan model learning community pada siklus I telah berhasil meningkatkan partisipasi dalam kegiatan pembelajaran dan juga meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Kendatipun peningkatan partisipasi siswa dalam pembelajaran dan kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran pada siklus I dan II belum mencapai indikator keberhasilan, namun pada siklus III indikator keberhasilan tersebut telah berhasil dicapai. Tindakan yang menunjukkan keberhasilan ini diharapkan dapat mendorong guru untuk meneparkan strategi pembelajaran learning community dalam pengelolaan pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial (IPS). Diskusi yang dilakukan antara peneliti dengan guru IPS kelas IV SD Muhammadiyah Sagan tentang bagaimana cara meningkatkan partisipasi atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, dengan hipotesis tindakan yang terbaik dalam pengelolaan pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial (IPS) melalui model learning community, menunjukkan hasil yang positif. Artinya setelah peneliti mengadakan observasi dan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran selama dua siklus tindakan, pada sejumlah pokok bahasan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, hasilnya menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran learning community pada pembelajaran IPS kelas IV SD Muhammadiyah Sagan, partisipasi atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran menjadi meningkat, Dengan asumsi jika keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat, maka prestasi belajarnya juga meningkat. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam memahami materi yang sangat signifikan. Peningkatan partisipasi atau keterlibatan siswa dalam pembelajaran Pendidikan IPS ini dimungkinkan karena pendekatan pembelajaran learning community yang diterapkan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa
untukterlibatsecaraaktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi. Dengan pendekatan learning community ini siswa disibukkan untuk berfikir, berdiskusi, saling memberi dan menerima pendapat, dan akhirnya sepakat untuk memilih dan menentukan jawaban yang dianggap paling tepat. Di dalam kelompok-kelompok kecil inilah dimungkinkan para siswa untuk saling membantu, berdiskusi, dan berargumentasi untuk saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian pendekatan learning community dalam pembelajaran IPS yang menggunakan strategi pembentukan kelompok-kelompok, menunjukkan bahwa keberhasilan siswa tidak semata-mata diperoleh dari guru sebagai sumber belajar, namun juga dapat didapat dari orang lain yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, dalam hal ini adalah teman sebaya dalam kelompok atau dari pengalaman. Dengan model learning community ini temyata dapat mengubah suasana belajar sebelumnya yang pada umumnya siswa pasif, kurang motivasi, kurang kreatif, dan suasana belajar yang kaku dimana guru menganggap siswa bukan sebagai subjek tetapi sebagai objek pendidikan yang akan dibentuk dengan pemberian materi pembelajaran yang sesuai dengan kehendak guru. Dengan pendekatan pembelajaran learning community ini menciptakan suasana belajar lebih hidup, motivasi siswa tinggi, kreativitas muncul, dan suasana belajar yang lebih segar dengan memberdayakan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi memecahkan masalah. Penyampaian materi yang menantang, aktual yang berupa permasalahan sesuai dengan kompetensi dasaryang ada, temyata lebih menarik siswa. Hal ini disebabkan karena apa yang disampaikan dengan yang dibicarakan memang keadaan yang nyata dan benar-benar saat ini terjadi, sehingga apa yang dibahas dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Kesimpulan 1. Penerapan metode Learning Community pada mata pelajaran llmu Pengetahun Sosial (IPS) dapat meningkatkan motivasi belajar di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta, Hal ini dapat dilihat dari situasi awal (siswa sering kurang memperhatikan dan tertarik waktu guru menerangkan pelajaran, setelah diadakan penelitian ini siswa lebih memperhatikan dan tertarik pada guru menerangkan pelajaran. 2. Siswa merasa senang dan mantap dalam mengikuti pelajaran IPS dalam mengikuti pelajaran merasa rilek dan bebas dalam mengungkapkan pendapat. 3. Penerapan metode Learning Community dapat meningkatkan hasil belajar di kelas IV SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta, berdasarkan tes pada akhir siklus III menunjukkan peningkatan rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus II. perolehan nilai siklus III sebesar 87,10% siswa sudah mencapai prestasi ketuntasan belajar secara klasikal yaitu memiliki nilai > 7,5 berdasarkan nilai tersebut benar-benar menunjukkan peningkatan prestasi. Dengan pembelajaran metode Learning Community, anak lebih mantap dan lebih efektif. Implikasi Diskusi yang dilakukan antara peneliti dengan guru IPS kelas IV SD Muhammadiyah Sagan tentang bagaimana cara meningkatkan partisipasi atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, dengan hipotesis tindakan yang terbaik dalam pengelolaan pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial (IPS) melalui model learning community, menunjukkan hasil yang positif. Artinya setelah peneliti mengadakan observasi dan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran selama dua siklus tindakan, pada sejumlah pokok bahasan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, hasilnya menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran learning community pada
pembelajaran IPS kelas IV SD Muhammadiyah Sagan, partisipasi atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran menjadi meningkat, Dengan asumsi jika keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat, maka prestasi belajarnya juga meningkat. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam memahami materi yang sangat signifikan. Peningkatan partisipasi atau keterlibatan siswa dalam pembelajaran Pendidikan IPS ini dimungkinkan karena pendekatan pembelajaran learning community yang diterapkan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa untukterlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi. Dengan pendekatan learning community ini siswa disibukkan untuk berfikir, berdiskusi, saling memberi dan menerima pendapat, dan akhirnya sepakat untuk memilih dan menentukan jawaban yang dianggap paling tepat. Dengan model learning community ini ternyata dapat mengubah suasana belajar sebelumnya yang pada umumnya siswa pasif, kurang motivasi, kurang kreatif, dan suasana belajar yang kaku dimana guru menganggap siswa bukan sebagai subjek tetapi sebagai objek pendidikan yang akan dibentuk dengan pemberian materi pembelajaran yang sesuai dengan kehendak guru. Dengan pendekatan pembelajaran learning community ini menciptakan suasana belajar lebih hidup, motivasi siswa tinggi, kreativitas muncul, dan suasana belajar yang lebih segar dengan memberdayakan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi memecahkan masalah. Daftar Pustaka Dinik Rahayu, (2005), "Upaya Peningkatan Belajar IPS Melalui Penggunaan Media Gambar Dalam Pembelajaran IPS Siswa Kelas IV A. SD Serayu Yogyakarta, Skripsi (tidak dipulikasikan), Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan, Universitas PGRI Yogyakarta. Joyce, Bruce & Well, Marsha. (1996). Models of Teaching.Boston: Allyn&/S Bacon. Kemmis, Stephen dan McTaggart, Robin. (1988). The Action Research Planner. Kelas VII, Victoria: Deakin University Press. Nizar Alam Hamdani, dan Dody Hermana, (2008), Classroom Action Research, Teknik Penulisan dan Contoh Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Bandung: Rahayasa. Nurhadi. (2003). Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and,S. Learning CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Sungkowo. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching andLearning/CTL). Jakarta: Depdiknas. Syaiful Bahri Djamarah. (2002). Straregi Belafar Mengajar. Jakarta: RinekaCipta. Udin S. Winataputra, dkk (2008), Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka.