Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 140/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI YANG DIHADIRKAN MK, AHLI DARI PEMOHON, AHLI DARI PEMERINTAH, AHLI DARI PIHAK TERKAIT, SERTA KETERANGAN PIHAK TERKAIT (VIII)
JAKARTA RABU, 10 MARET 2010
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 140/PUU-VII/2009 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PEMOHON Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial) dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli yang dihadirkan MK, Ahli dari Pemohon, Ahli dari Pemerintah, Ahli dari Pihak Terkait serta Keterangan Pihak Terkait (VIII) Rabu, 10 Maret 2010, Pukul 10.00 – 15.34 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat. SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., S.H. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum. Dr. Harjono, S.H., MCL. Drs. Ahmad Fadlil Sumadi, S.H., M.Hum.
Fadzlun Budi SN, S.H., M.Hum.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Kuasa Hukum Pemohon: -
Zainal Abidin, S.H. Siti Aminah, S.H. Judianto Simanjuntak, S.H. Muhammad Isnur, S.H. Vicky Silvanie, S.H. Adam. M. Pantauw, S.H. M. Chairul Anam, S.H. Feby Yonesta, S.H. Muhammad Sodik Totok Yulianto, S.H.
Ahli dari Pemohon: -
Prof Sutandyo
Ahli yang dihadirkan MK -
Prof. Dr. Azyumardi Azra Prof. Dr. Thamrin Amal Tamagola
Pemerintah: -
Cholilah, S.H., M.H. (Direktur Litigasi DEPHUMKAM) Mualimin Abdi (Kabag Penyajian pada Sidang MK) Radita AJI (Staf Litigasi)
Ahli dari Pemerintah: -
Prof. Dr. Mahdini
Pihak Terkait (FPI) -
Habib Riaieq Shiyab Ari Yusuf Amir
Pihak Terkait (Hizbut Tahrir Indonesia) -
M. Mahendradatta, S.H., M.A., Ph.D., Ph.D Achmad Michdan, S.H. A. Kholid, S.H.
2
Pihak terkait (Al-Irsyad Al-Islamiyah) -
K.H. Abdullah Djaedi Pro. Thahir Azhari.
Pihak Terkait (PBNU): -
Asrul Sani
(LBH NU)
Pihak Terkait (Majelis Ulama Indonesia/MUI): -
H.M. Lutfi Hakim, S.H., M.H. (Anggota) Hj. Aisyah Amini, S.H., M.H. (Anggota) Achmad Michdan, S.H. (Anggota)
Ahli dari Pihak Terkait (Majelis Ulama Indonesia/MUI): -
Abu Yahmin Rahman
Kuasa Hukum Pihak Terkait (Dewan Dakwah Islamiyah): -
Abdul Rahman Tardjo, S.H.
Pihak Terkait : KWI) -
Rudi Pratikno
Pihak Terkait (BKOK): -
Arnold Panahal
Pihak Terkait (HPK): -
Aa. Sudirman Hadi Prajoko Dharsono
(Sekretaris)
Pihak Terkait (KWI): -
Benny Susetyo Ignasius Ismartoro
(Pastur) (Pastur)
3
DPP PPP: -
Adrawi Ilham (Kuasa Hukum
Komnas HAM -
Jayani Damanik
4
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB
1.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.
Assalamualaikum wr. wb.
Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan keterangan Ahli dan Pihak terkait Front Pembela Islam, Al-Irsyad dan Hizbut Tahrir Indonesia dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3 X Silakan Pemohon dihadirkan hari ini. 2.
untuk
memperkenalkan
yang
hadir
dan
KUASA HUKUM PEMOHON : M. CHOIRUL ANAM, S.H. Ya, terima kasih Yang Mulia. Assalamu'alaikum wr. wb. Selamat pagi. Nama saya Choirul Anam, kuasa. Di sini ada Ahli yaitu Prof. Sutandio, sebelah paling kiri Muhammad Sodik, sebelahnya lagi Siti Aminah, Febi Yonesta, Adam Pantauw, Muhammad Zaenal, Atok, Vicky dan Isnur. Terima kasih Yang Mulia.
3.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Pemerintah.
4.
PEMERINTAH: DR. MUALIMIN ABDI (KABAG PENYAJIAN PADA SIDANG MK) Terima kasih Yang Mulia. Walaupun Pemerintah baru dua tapi alhamdulillah Pemerintah banyak kawannya, dari kawan-kawan dari FPI, jadi alhamdulillah. Yang lain Yang Mulia masih dalam perjalanan karena sesuatu dan lain hal, jadi untuk sementara saya sendiri Mualimin Abdi dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, kemudian di samping kanan saya Ibu Cholilah juga dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian kawan-kawan di belakang dari Kementerian Agama. Yang Mulia hadir hari ini Ahli dari Pemerintah itu ada satu orang yaitu Prof. Dr. H. Mahdini. Terima kasih Yang Mulia.
5
5.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, Pihak terkait, silakan Front Pembela Islam.
6.
PIHAK TERKAIT: (FRONT PEMBELA ISLAM)
Bismillahirrahmanirahim. Assalamu'alaikum wr. wb.
Kami Pihak Terkait dari Front Pembela Islam, langsung dihadiri oleh Ketua Umum DPP Front Pembela Islam, Habib Rizieq. Saya sendiri salah satu ketua dan Kuasa Hukum, Bapak Ari Yusuf Amir. Terima kasih Yang Mulia. 7.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Berikutnya Pak Mahendradatta, mewakili siapa kemarin Pak? AlIrsyad ya? Silakan Pak, perkenalkan lagi Pak.
8.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: M. MAHENDRADATTA, S.H., M.A., M.H., PHD (HIZBUT TAHRIR INDONESIA) Ya. Assalamu'alaikum wr. wb. Saya Muhammad Mahendradatta dalam kapasitas hari ini adalah mewakili dari Hizbut Tahrir Indonesia selaku kuasa hukum. Dengan Prinsipal kami, antara lain dalam tidak diwakili oleh Ustadz Rokhmat S. Labib dengan Ustadz Ismail Yusanto. Kemudian rekan-rekan dari TPM juga ada sebagiannya juga hadir atas nama Persis, ada di belakang. Mulai dari Saudara Akhmad Kholid, Saudara Tejo Sapto Jalu, Saudara Qiroy Ari Novandi, kemudian H. Achmad Michdan yang ada di sebelah kiri, dan juga Ustad Mudzakir. Demikian Terima kasih.
9.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, silakan Al-Irsyad, sudah hadir belum Al-Irsyad ini? Silakan Pak, perkenalkan diri Pak, yang hadir siapa, mewakili siapa.
10.
PIHAK TERKAIT: K.H ABDULLAH DJAEDI (AL-IRSYAD ALISLAMIYAH)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Yang Mulia, dari pimpinan Al-Irsyad Al-Islamiyah, kami hadir selaku Ketua Umum, K.H Abdullah Djadi kemudian dari staf ahli hukum,
6
dari Istisyariah adalah Prof. Dr. Thahir Azhari dan dari tim advokasi, Umar Husin , yang keduanya masih di dalam perjalanan. Terima kasih. 11.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Prof. Thahir Azhari itu mewakili organisasi atau sebagai ahli hadir ke sini?
12.
PIHAK TERKAIT: K.H ABDULLAH DJAEDI (AL-IRSYAD ALISLAMIYAH) Beliau mewakili organisasi, sebagai Istisyariah.
13.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Oke, jadi bukan dihadirkan sebagai ahli ya, nanti mewakili organisasi, baik. Kemudian dari Majelis Ulama.
14.
PIHAK TERKAIT: H.M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H. (MAJELIS ULAMA INDONESIA)
Bismillahirahmanirahim. assalamu'alaikum wr. wb.
Dari Majelis Ulama, saya sendiri Muhammad Lutfi Hakim, anggota, Kemudian hadir anggota yang lain, Bapak Muhammad Assegaf, kemudian Bapak Wiranan Adnan, kemudian Bapak Achmad Mchidan yang juga dalam posisinya sekarang menjadi kuasa dari Hizbut Tahrir Indonesia. Dan kami menghadirkan seorang ahli, Bapak Abu Yamin Raham. Demikian, wassalamualaikum, wr, wb. 15.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Dari PBNU.
16.
PIHAK TERKAIT: ASRUL SANI (PBNU)
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Saya Asrul Sani mewakili Pengurus Besar Nahdatul Ulama. Terima kasih Yang Mulia.
7
17.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Masih ada lagi Pihak Terkait yang hadir yang belum di..., silakan dari Dewan Dawah Islamiyah. Silakan perkenalkan.
18.
PIHAK TERKAIT: ABDURRAHMAN TARDJO (DEWAN DA’WAH ISLAMIYAH) Terima kasih Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Saya Abdurrahman Tardjo dari Dewan Da’wah, bersama Azam Han.
19.
Terima kasih, wassalamualaikum, wr, wb.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Masih ada lagi Pihak Terkait? Saya kira sudah cukup, baik.
20.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (PPP): Masih ada, Yang Mulia.
21.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Mana? Oh, silakan.
22.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (PPP): Nama saya Muhammad Adrawi Ilham, kuasa hukum dari Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, terima kasih.
23.
PIHAK TERKAIT (KWI): RUDI PRATIKNO Dari KWi Rudi Pratikno. Terima kasih.
24.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Dari KWI maaf tadi tidak terlihat. Komisi Wali gereja, masih ada lagi, dari mana?
25.
PIHAK TERKAIT (BKOK): ARNOLD PANAHAL Dari BKOK, Arnold Panahal, assalamualaikum. wr. wb.
8
26.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.
Waalaikum salam, dan Rahayu
Baik kalau begitu.., masih ada lagi, Dari?
27.
PIHAK TERKAIT (KOMNAS HAM): JAYANI DAMANIK Saya dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Yang Mulia, nama saya Jayani Damanik. terima kasih.
28.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik kita mulai hari ini. Kita, seperti biasa mulai dari ahli, sekarang ada ahli yang dihadirkan oleh Pemohon, ada dihadirkan oleh Pemerintah, ada dari Terkait dan ada ada memang diundang oleh Mahkamah Konstitusi, yaitu Profesor. Azyumardi Azra dan Profesor. Thamrin Amal Tomagola. Untuk itu kepada para ahli, beragama Islam dulu dimohon maju mengambil sumpah, yang pertama Profesor. Mahdini, yang kedua, Profesor. Azyumardi Azra, yang ketiga Profesor. Thamrin Amal Tomagola, yang kemudian yang keempat, Profesor Sutandio, kemudian adalagi Bapak Abu Yamin. Sudah lengkap? Baik, ada lagi ahli yang diundang yang hari ini belum hadir? Baik, baik silakan Pak Fadlil.
29.
HAKIM ANGGOTA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM Ahli diminta untuk mengikuti sumpah yang akan saya ucapkan, semua menurut agama Islam ya? Bissmillahirahmanirahim, demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
30.
AHLI SELURUHNYA: DISUMPAH
Bissmillahirahmanirahim, demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. 31.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Kembali ke tempat Bapak. Baik sesuai dengan urutan acara, kita akan mulai dulu dari tiga ahli. Dimulai dari Ahli Pemohon, kemudian nanti Pak Azyumardi, kemudian nanti Pak Thamrin.
9
Bapak dimohon bisa singkat 10-15 menit, dipersilakan bapak bisa duduk di sana boleh, boleh maju di podium. Silakan. 32.
AHLI DARI PEMOHON: SUTANDYO Majelis yang saya muliakan, assalamualaikum wr.wb. Kita kini sebenarnya tengah hidup di tengah bermasyarakat manusia yang sedang berubah. Semula manusia hidup didalam kelompok-kelompok kecil ekslusif dan homogen, sehubungan dengan keterbatasan kemampuan mereka untuk menjelajahi karya yang relatif luas. Tetapi kini tampak dapat dielakan, kenyataan telah banyak berubah. Format dan skala kehidupan telah berubah, di negeri ini juga kita mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat, perubahan jelas dan nyata telah mentransformasi wujud kehidupan. Yang semula terdiri dari komunitas-komunitas tua yang ekslusif, homogen dan independen ke bentuknya yang mutahir. Inilah kehidupan yang mutakhir yang dapat diberikan sebagai kehidupan yang terorganisasi ke dalam bentuk kehidupan berbangsa yang enklusif, heterogen dengan berbagai ragam kemajemukannya, yang namun demikian secara fungsional inter dependen. Seiring dengan perubahan struktur kehidupan, seperti yang telah dipaparkan di muka tak pelak lagi demi kelanjutan kehidupan bernegara dan berbangsa, maka substansi moral yang akan ikut berfungsi sebagai pengintegrasi kehidupan bermasyarakat, bernegara, mestilah ikut berubah dalam kehidupan yang tidak lagi enklusif, melainkan eksklusif, yang tidak lagi independen dengan moral solidaritas yang terbilang mekanik melainkan inter dependen dengan moral solidaritas yang terkatuk organik. Ajaran keyakinan moralku adalah ajaran keyakinan moralku, moral keyakinanmu adalah moral keyakinanmu. Akan lebih menjanjikan daripada moral pembenaran sepihak, demi terwujudnya kepenguasaan pihak yang dominan terhadap pihak minoritas yang harus sadar akan kedudukannya yang sub ordinat. Dalam masyarakat yang berdasarkan moral dan paradigma demokrasi, proses ke arah pada format kehidupan baru dan tatanan yang bersifat inklusif mestilah berlangsung lewat suatu proses interaktif yang melibatkan seluruh warga negara berikut semua puak {sic} tanpa kecualinya, lewat dialog-dialog yang sehat baik pada ranah politik maupun pada ranah kultural. Dialog-dialog yang berkesetaraan dan bukan “duluh-duluh” dengan puak mayoritas yang mencoba memonopoli kebenaran, itulah yang akan melahirkan apa yang di negeri ini pada tahun 1945 oleh para pendiri Republik disebut sebagai perjanjian luhur bangsa. Tapi dalam kehidupan yang berkultur majemuk seperti yang kita saksikan bersama di negeri yang bernama Indonesia ini, semangat
10
berdialog dalam suasana kesetaraan di atas prinsip kesamaan asas seperti itu rupanya tidaklah selamanya mudah. Menciptakan kehidupan nansional yang berparadigma persatuan dan bahkan kesatuan, keberagaman acapkali tidak terlalu dikehendaki. Akan gantinya asas yang serba tunggal disebut idemonisme yang diklaim sebagai ide yang universal. Itulah yang selalu dipromosikan kuat-kuat. Kemajemukan diakui sebagai sesuatu yang real, akan tetapi tidak idiil. Dilantangkanlah di sini motto bhinneka, berbeda-beda itu tapi idealnya mesti tunggal ika, satulah itu. Tekad satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa telah berkonsekuensi ke kebijakan-kebijakan publik tentang perlunya dibangun standarisasi perilaku yang akan dikontrol berdasarkan hukum perundang-undang nasional yang di unifikasikan. Dimana pun dalam kehidupan nasional, standarisasi perilaku warga selalu terjadi. Apa yang dilakukan di negeri barat untuk membangun sistem perundang-undangan nasional yang berlaku umum memang tidak terlalu banyak menimbulkan masalah. Negara-negara bangsa yang terdiri di Eropa, dibangun di atas satuan-satuan bangsa tua yang berkultur relatif homogen yang memudahkan diciptakannya perskrepsi-perskrepsi baku demi terwujudnya kehidupan nasional yang tunggal. Akan tetapi upaya serupa yang dicoba dilakukan oleh para pemimpin nasional di negeri-negeri bekas jajahan pada pasca era kolonial ini terbukti telah mengalami kesulitan yang tidak sedikit. Daerah jajahan adalah produk kolonialisme asing yang telah menyatukan teoriteori etmokultural ke dalam satuan wilayah politik yang berformat luas. Walhasil kebangkitan nasional di negeri eks jajahan ini tidaklah bermula dari kesadaran akan adanya budaya dan bahasa yang tunggal, melainkan berawal dari suatu kesadaran politik tentang kesamaan nasib dan sejarah. Walhasil pula, upaya mengintegrasikan kehidupan nasional di negeri-negeri bekas jajahan ini kalaupun seperti yang dicontohkan oleh pengalaman Indonesia pada tahap-tahap awalnya memang telah berhasil menyatukan kehidupan berbangsa ke dalam satuan negara kesatuan Republik Indonesia. Upaya lanjutannya untuk juga mengintegrasikan bangsa ini ke dalam satu satuan moral kultural bersaranakan kontrol sentral yang berstandar tunggal, hal itu tidaklah akan mudah kalau pun tidak hendak dikatakan sia-sia. Persoalan moral kultural bukanlah persoalan politik perundangundangan yang dikendalikan secara sentral semata, melainkan juga terlebih-lebih merupakan suatu persoalan proses akulturasi yang otonom namun progresif. Kalau pun banyak undang-undang bisa dibentuk atau dibuat untuk mengatasi keseragaman dan menciptakan keseragaman, realisasinya di lapangan tetaplah akan menghadapi berbagai cabaran {sic}. Kalau pun Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 berhasil diundangkan dengan memenuhi syarat-syarat legislasi yang serba formal
11
dan oleh sebab itu harus dipandang secara benar, secara yuridis, materimateri yang terkandung dalam pasal-pasalnya, khususnya Pasal 1 dan Pasal 4 yang menyebutkan tujuan tersebut butir b, tidaklah akan signifikan dalam kenyataan sosial kulturalnya. Tak pelak lagi perbedaan-perbedaan dan ikhwal mengekspresikan keyakinan budaya dan keyakinan spiritual, kalau pun semua itu didakwakan sebagai penyimpangan yang sesat akan selalu saja terjadi. Menegakkan undang-undang semacam Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 hanya akan mendemonstrasikan hukum perundang-undngan nasional sebagai hukum yang terbilang represif, yang hanya bisa tegak apabila dilaksanakan bersama tindakan-tindakan fungsionil yang keras dan kadang-kadang juga diskriminatif terhadap mereka yang berbeda dan dituduh menyimpang, yang pada gilirannya tidak akan menjadikan semacam hukum ini bercitra progresif dan responsif. Semoga saja apa yang saya ketengahkan secara ringkas di hadapan sidang kali ini dapat diterima sebagai bahan pertimbangan bagi siapa pun yang mendambakan kehidupan nasional yang lebih arif dan damai, dimana dialog antar umat dan bukan tindakan-tindakan polisionil lebih bisa difasilitasi oleh produk perundang-undngan nasional. Hukum nasional bukanlah hukum yang final, melainkan hukum yang hidup dalam suatu proses kesejarahan dengan fungsinya yang terikat oleh ruang dan waktu. Apabila Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 boleh diapresiasi, berdasarkan fungsinya pada masa orde revolusi demi teramankannya cita-cita revolusi nasional yang berstirus {sic} pada masa orde pembangunan, dalam rangka pengamanan cita-cita pembangunan nasional menuju masyarakat yang adil dan makmur. Kini sudahlah waktunya kita mengapresiasinya dengan cara mengkritiknya demi fungsinya di era orde reformasi. Demikian Majelis yang saya hormati.
Wallahu alam bissawaf, wassalamualaikum. wr. wb.
33.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Terima kasih Prof. Sutandio, hanya makan waktu 9 menit dan bagus, Jadi memang begitu kalau dosen itu kadangkala satu buku itu bisa kuliah satu semester, bisa disampaikan satu jam, tapi bisa 10 menit. Terima kasih Prof. Sutandio.
34.
AHLI DARI PEMOHON : SUTANDYO Terima kasih.
12
35.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Sama ini Pak dosen Prof. Azymadri Azra, dipersilakan Bapak maju, di podium, bisa juga duduk tetapi saya kira maju saja Bapak.
36.
PIHAK TERKAIT : ARI YUSUF AMIR, SH (FRONT PEMBELA ISLAM) Interupsi, Majelis Yang Mulia mohon maaf sebentar ada yang mau kami disampaikan.
37.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Tidak bisa, tidak bisa, ini tidak bisa di interupsi, ini jalan sidang, ini jalannya sidang jalan.
38.
PIHAK TERKAIT : ARI YUSUF AMIR, SH (FRONT PEMBELA ISLAM) Ini kaitan dengan kesaksiannya Prof (...)
39.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Oh nanti, nanti, nanti akan ada forum untuk bertanya, akan dibuka.
40.
PIHAK TERKAIT : ARI YUSUF AMIR, SH (FRONT PEMBELA ISLAM) Bukan itu Majelis Hakim, mohon maaf kami hanya ingin menginformasikan tentang statusnya beliau. Beliau itu adalah Ketua Dewan Pembina Pemohon lima. Jadi sangat berkaitan dengan kesaksian yang akan diberikan oleh beliau.
41.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Siapa itu siapa yang ketua dewan?
42.
PIHAK TERKAIT : ARI YUSUF AMIR, SH (FRONT PEMBELA ISLAM) Beliau, Prof Azymardi Azra.
13
43.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Ya tidak apa-apa, ini kan kami undang sebagai ahli. Kami tidak melihat latar belakang organisasinya, semuanya sama.
44.
PIHAK TERKAIT : ARI YUSUF AMIR, S.H (FRONT PEMBELA ISLAM) Ya karena beliau dihadirkan sebagai saksi ahli dari Mahkamah Konstitusi. Kami hanya menginformasikan itu, kami punya dokumennya.
45.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik-baik tidak apa-apa ya? Jadi harap dicatat Panitera ini Ketua Dewan Pembina Pemohon, tetapi kita undang dalam kapasitas sebagai ahli atas undangan Mahkamah Konstitusi bukan dari pihak yang berperkara, silakan..
46.
AHLI YANG DIHADIRKAN OLEH MK: PROF.DR. AZYUMARI AZRA
Bismilahhirrahmannirrohim. Assalamualaikum wr. wb.
Yang Mulia Majelis, pertama saya mengucapkan terima kasih kepada Majelis Konstitusi yang sudah mengundang saya atas nama undangan dari Majelis Konstitusi. Setiap orang dan lebih khusus saya mungkin punya banyak topi, jadi ya kadang-kadang tergantung dari topinya yang mana yang mau dipakai, saya di undang di sini adalah dalam kapasitas sebagai guru besar sejarah dan sekaligus juga Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyampaikan beberapa pointers mengenai hal yang kita bahas pada pagi hari ini dan beberapa waktu selanjutnya. Yang pertama, pelarangan terhadap peyalahgunaan dan/atau penodaan agama religious blasphemy bukanlah sesuatu hal yang unik, yang boleh jadi dianggap hanya terjadi di Indonesia. Karena apa? Karena ditempat-tempat lain penodaan dan penistaan agama juga sering terjadi termasuk di negara-negara barat dimana religious freedom adalah norma baku pula. Karena itulah Undang-Undang tentang religious blasphemy sampai sekarang ini masih terdapat di banyak negara termasuk di negara dunia barat sekalipun. Meski dalam beberapa kasus di negara-negara Eropa misalnya karena alasan historis dan politis segi selama berabad-abad hingga perlindungan terhadap blasphemy sekarang ini masih saja baru diberikan pada agama-agama Kristiani dan Yahudi, Islam dan agama-agama lain seperti Hindu misalnya, Buddha yang juga semakin meningkat jumlah pengaruhnya di barat, di Eropa
14
dan Amerika khususnya tetap belum tercakup di dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Agama dari religious blasphemy tersebut. Meski demikian religious blasphemy laws dan Undang-Undang tentang Pelarangan, Penodaan Agama di banyak negara barat tersebut belakangan ini cenderung tidak diterapkan atau diabaikan, tetapi juga tidak di cabut. Terutama karena perubahan-perubahan sikap keagamaan di kalangan masyarakat sendiri. Banyak tindakan ucapan dan penggambaran tentang agama dan atau pemimpin dan tokoh agama yang pada dasarnya merupakan blasphemy tidak lagi terlalu dipersoalkan umat beragama terkait, telah dianggap sebagai hal yang biasa saja. Dan karena itu cenderung diabaikan. Jadi, hal yang mungkin religious blasphemy ya diabaikan, dilewatkan saja. Sikap seperti ini banyak terkait dengan merosotnya fanatisme keagamaan, bahkan semangat keberagamaan itu sendiri sebagai akibat sekularisasi dan sekularisme yang terus bertahan dalam masyarakat di banyak negara barat tersebut. Realitas historis sosiologis, politis dan keagamaan masyarakat barat jelas berbeda dengan pengalaman masyarakat-masyarakat muslim, khususnya di negara-negara dimana mereka menduduki posisi demografis sebagai kaum mayoritas. Meski kebanyakan masyarakat Islam termasuk Indonesia telah mengalami modernisasi tetapi tidak terjadi proses sekularisasi yang intens, apalagi sekularisme sebagai ideologi umumnya ditolak kalangan masyarakat Islam. Bahkan istilah sekularisasi, sekularisme dan sekularitas bagi mereka cenderung menjadi anatema, sesuatu yang pejonatif dan mesti ditolak. Hal ini tidak lain karena dalam pandangan kalangan muslim ini tidak ada pemisahan antara hal-hal yang bersifat keagamaan atau sakral dengan hal-hal yang bersifat keduniaan atau profan. 4. berdasarkan pengalaman dan sikap keagamaan tersebut masyarakat-masyarakat muslim umumnya sangat sensitif terhadap halhal yang dapat dikatagorikan sebagai penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Sensitifitas ini belakangan ini kian meningkat berbarengan dengan terjadinya juga peningkatan kedekatan dan kelekatan atau attachment kepada Islam dan sensitifitas ini tambah meningkat ketika sementara kalangan muslim melihat adanya kalangan muslim yang percaya tentang konspirasi teori bahwa ada memang upaya menghancurkan Islam dan kaum muslimin, khususnya pada masa pasca 11 September 2001 di Amerika Serikat—termasuk melalui kampanye `kebebasan beragama'. Reaksi dan respon keras kalangan Muslim terhadap berbagai kasus penodaan Islam, semacam `kartun Denmark' misalnya, mencerminkan gejolak sentimen masyarakat Muslim yang tadi itu yang percaya pada teori konspirasi teori dan oleh karena itu memandang itu sebagai penodaan yang serius terhadap Islam kaum muslimin. 5. Dalam banyak kasus penodaan terhadap Islam yang terjadi dalam masyarakat Barat, terlihat pula adanya `konflik' di antara dua
15
prinsip yang berbeda. Pada satu pihak, para pelaku dan masyarakat Barat umumnya berpegang pada prinsip `kebebasan berekpresi', termasuk `kebebasan' dalam menodai hal-hal sangat sentral dalam Islam, seperti Nabi Muhammad, misalnya. Pada pihak lain, kaum Muslimin memandang, kebebasan berekspresi tidaklah mencakup kebebasan untuk mencemarkan, menghina dan menodai agama, apalagi mencakup figur yang sangat mulia dalam Islam, yaitu Nabi Muhammad. Perbenturan semacam ini pastilah sulit diselesaikan, khususnya dalam masyarakat Barat di mana nilai-nilai kekebasan telah berakar begitu kuat, menjadi sebuah prinsip yang berada di atas segala-galanya. 6. Dalam pandangan saya, pencemaran, penodaan, dan penistaan agama seperti terlihat. dalam kasus `Kartun Denmark' dan semacamnya jelas tidak bisa dapat dibayangkan terjadi di Indonesia. Karena jika hal semacam itu terjadi, jelas dapat menimbulkan gejolak sosial-keagamaan dan bahkan politik dalam skala yang tidak terbayangkan, yang pada gilirannya mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara secara keseluruhan. Karena itu, tetap saja kebebasan berekspresi memerlukan batas-batas guna menjamin terpeliharanya hak-hak orang lain untuk mendapat perlindungan atas agama yang mereka yakni dan amalkan; hal ini penting untuk mencegah terjadinya disrupsi sosial-keagamaan dan politik dalam berbagai skalanya. 7. Pada segi lain, perlu pula perumusan kembali kesepakatan (ijma') dari otoritas keagamaan yang syah (bukan negara) tentang batas-batas penafsiran ajaran dan ritual keagamaan masing. Dalam setiap agama terdapat pokok-pokok ajaran (fundamentals of belief) baik pada tingkat keimanan (dalam Islam dikenal sebagai rukun iman) dan sekaligus pada tingkat ibadah/ritual (rukun Islam). Penafsiran yang menyimpang jauh—apalagi menolak—sebagian atau seluruh prinsip-prinsip pokok itu, dalam kesepakatan mayoritas otoritas agama, membuat yang orang atau kelompok yang bersangkutan pada dasarnya tidak lagi berhak mengklaim dirinya atau mereka sebagai penganut agama awal. 8. Meski demikian, tetap saja diperlukan rumusan yang menetapkan batasanbatasan tentang ini secara lebih rinci dan tegas, sehingga tidak semua penafsiran yang berbeda dipandang sebagai penodaan dan penyimpangan terhadap agama. Hal ini karena memang ada pokok-pokok keimanan dan juga penafsiran-penafsiran berbeda di kalangan penganut agama tertentu, yang lebih daripada sekadar perbedaan furu 'iyyah, hal-hal yang bersifat ranting. Sebagai contoh, dalam aliran Syiah, misalnya, Rukun Iman keenam adalah Jihad, bullan percaya pada Qadha dan Qadhar seperti terdapat pada kaum Sunni. Begitu juga, kaum Ahmadiyah memiliki pengertian berbeda tentang `khatm al-anbiya' (yang dipahami sebagai `mahkota' para Nabi) daripada kaum Sunni yang mengartikannya sebagai `penutup para Nabi'. Padahal, di luar perbedaan tentang ini, sebagian besar keimanan pokok dan ritual lainnya boleh dikatakan
16
sama dengan arus utama (mainstream). 9. Peranan negara dalam hal agama dan para penganutnya, sesuai Undang-Undang Dasar 1945 adalah menjamin tegaknya kebebasan beragama; dan sekaligus melindungi dan memperlakukan setiap dan seluruh warganegara secara fair dan adil—baik mereka yang sering disebut sebagai kelompok mayoritas maupun kelompok minoritas apakah intra-agama tertentu, maupun antar-agama. Karena itu, negara perlu mengatur melalui Undang-Undang dan/atau ketentuan-ketentuan lain yang dapat mengatur dan menjamin kehidupan dan hubungan intra- dan antar-agama yang damai (peaceful co-existence) dan sating menghargai berdasarkan kepentingan bersama untuk memelihara negara-bangsa Indonesia. Namun, pada saat yang sama, negara mestilah tidak mencampuri hal-hal teologis dan doktrinal agama, yang merupakan ranah dan tanggungjawab otoritas keagamaan yang diakui umat beragama masing-masing. 1O. Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 merupakan salah satu bentuk pengaturan yang dibuat negara untuk menjamin terciptanya kehidupan para warganegara dalam bidang sosial-keagamaan. Dalam pelaksanaannya selama ini, boleh jadi terjadi penyimpangan dari semangat dasarnya, atau bahkan juga muncul ekses-ekses yang justru dapat merusak kehidupan warganegara dalam bidang agama, sosial, bahkan politik. Dan, dilihat dari perspektif HAM dan demokrasi sekarang, Undang-Undang yang sudah berumur 45 tahun itu, bagi sebagian kalangan tidak lagi relevan, dan karena itu menurut mereka perlu dicabut. Tetapi bagi saya sendiri—sesuai dengan argumenargumen terdahulu Undang-Undang itu masih diperlukan. Adanya eksesekses dan penafsiran yang boleh jadi sangat semena-mena, tidaklah dengan sendirinya membuat semangat dan prinsip dasar undang-undang itu harus ditolak. Karena itu yang kini diperlukan adalah revisi, penyempurnaan, dan penjelasan lebih rinci dan tegas dan tidak ambigu, sehingga dapat mencegah terjadinya penerapan undang-undang ini secara arbitrari, baik oleh institusi negara maupun kalangan warga negara apakah dalam konteks intra maupun antar-agama. 11. Poin terakhir. Tapi adanya undang-undang dan ketentuanketentuan lainnya yang bertujuan untuk menciptakan kehidupan beragama yang damai dan harmonis tidak memadai jika tidak disertai penegakan hukum yang tegas, konsisten dan kontinu. Kebanyakan kasus-kasus kekerasan dan konflik komunal keagamaan baik intramaupun antar-agama selama ini di Indonesia terjadi juga karena ketidakmampuan aparat hukum dalam bertindak tegas, bahkan banyak kalangan melihat aparat kepolisian, misalnya, cenderung terlihat melakukan `pembiaran' atas terjadinya konflik dan kekerasan intra dan antar-agama, yang antara lain dapat bersumber dari `penodaan agama'. Karena itu, ke depan perlu pula peningkatan peran kepolisian dan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya
17
dalam mencegah, menghentikan kekerasan bermotif agama dan membawa para pelakunya ke pengadilan. Demikian Majelis Yang Mulia.
Wallahualam bisshawab. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb.
47.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, Prof. Azyumardi Azra memakan waktu 11 menit. Prof. Thamrin Tamagola.
48.
AHLI YANG DIHADIRKAN OLEH MK : PROF. DR THAMRIN AMAL TAMAGOLA Pak Ketua Yang Mulia, apakah boleh saya membagikan tiga copy untuk Pak Ketua, Pemohon dan Pemerintah?
49.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Kalau bisa banyak copy nya juga kesana.
50.
AHLI YANG DIHADIRKAN OLEH MK: PROF. DR THAMRIN AMAL TAMAGOLA Maaf saya kekurangan (...)
51.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Hanya tiga? Ya, nanti akan diperbanyak, akan dibagi hari ini juga oleh Kepaniteraan nanti. Silakan.
52.
AHLI YANG DIHADIRKAN OLEH MK : PROF. DR THAMRIN AMAL TAMAGOLA
Assalamualaikum, wr. wb.
Salam Sejahtera untuk kita semua dan Selamat Pagi, Bapak Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi RI serta para para Hakim Mahkamah Konstitusi RI yang saya muliakan, para hadirin sekalian yang saya hormati, pertama-tama, perkenankan saya menghaturkan banyak terima kasih kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas kepercayaan dan kehormatan yang diberikan kepada saya dengan menghadirkan saya sebagai Ahli Sosiologi untuk menyampaikan pemahaman dan penjelasan dari perspektif Sosiologi atas perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang
18
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dalam persidangan yang mulia ini. Penyampaian pemahaman dan penjelasan dari perspektif Sosiologi akan saya paparkan dalam urut-urutan 3 (tiga) bagian sebagai berikut, setelah Pengantar penegasan posisi yang saya pilih, berturut-turut akan disajikan; (1) Pokok Persoalan; (2) Peneropongan Sosiologis atas Pokok Persoalan; (3) Kesimpulan tentang Pilihan-Pilihan dan Impikasi-Implikasi dari masing-masing pilihan Bapak Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi RI serta Para Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya banggakan. Baiklah saya mulai dengan Bagian Pengantar. Dalam bagian ini, hal utama yang ingin saya tegaskan adalah posisi peneropongan yang saya pilih dalam persidangan ini berikut keyakinan-keyakinan yang terpaut dengan posisi yang saya pilih. Posisi pertama dan utama adalah sebagai ilmuwan yang menekuni subdisiplin Negara dalam Masyarakat dan Hubungan Antar Kelompok. Walaupun baik Agama maupun Ilmu sama-sama mempunyai tujuan utama yang luhur yaitu berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamatkan umat manusia, baik titik tolak maupun cara bekerja para ilmuwan sangat bertolak belakang dengan titik tolak dan cara kerja para agamawan. Pertama, kami para ilmuwan bertolak dari skeptisisme, keraguan, mempertanyakan, menggeledah lika-liku dan ceruk meruk realita dari segala sesuatu, sedangkan para agamawan bertolak dari landasan keyakinan, iman kepada sesuatu. Kedua, karena bertolak dari landasan 'keraguan' yang nyaris permanen itu maka para ilmuwan terus berusaha membangun hipotesa dan teori sementara yang dimaksudkan pada akhirnya untuk digugurkan dalam suatu estafet kegiatan ilmiah yang tak berujung. Upaya falsifikasi hipotesa dan teori menjadi obsesi abadi bagi para ilmuwan. 'Kebenaran' diyakini ada, tetapi hampir mustahil ditemukan apalagi menggenggamnya erat-erat. Yang dapat dilakukan hanyalah sekedar 'mendekati kebenaran' seperti yang dianjurkan oleh Gibran Kahlil Gibran, penyair Libanon yang mengatakan: 'say not "I have found the truth, but rather, I've just found a truth'. Bagi para ilmuan sejati, pantang mengklaim bahwa suatu kebenaran tunggal telah ditemukan. Sebaiknya secara andap asor menyatakan hanya sekedar menemukan satu dari sekian kebenaran yang mungkin ada. Di lain pihak, para agamawan selalu berusaha menegakkan tonggak-tonggak keyakinan agama untuk menjadi pedoman hidup pribadi dan terutama buat pedoman hidup umat yang dipimpin. Para Agamawan sangat yakin telah menemukan dan mengenggam 'kebenaran tunggal' , the truth, yang 'la raiba fiihi'. Karena yakin telah menemukan 'kebenaran tunggal' itulah maka para agamawan tidak ragu memberikan penegasanpenegasan dalam bentuk petunjuk-petunjuk yang jelas, tegas, terinci sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertindak mulai dari hal-hal kecil sangat pribadi, soal kebersihan badan misalnya, sampai dengan hal-hal besar dalam pengaturan kehidupan bersama dalam masyarakat. Sikap dasar meragukan segala sesuatu ini khususnya sangat kuat di kalangan ilmuwan sosial. Para ilmuwan ilmu pasti alam relatif lebih
19
mampu memastikan pemahaman-pemahaman mereka tentang gejala alam lewat rumus-rumus hukum alam (the law of nature') daripada rekan-rekan mereka, ilmuwan sosial, tentang gejala-gejala sosial kemasyarakatan. Dalam posisi sebagai ilmuwan sosial yang mempelajari gejala-gejala kemasyarakatan, saya termasuk yang menganjurkan agar kita harus ekstra hati-hati dalam memahami tali temali gejala gejala sosial dan seyogianya super hati-hati dalam mengatur dan merumuskan ketentuan-ketentuan hukum yang beresiko pidana atas sikap, pendapat, dan perilaku sosial. Posisi kedua yang saya pilih adalah bahwa sebagai warga negara sah Republik Indonesia, saya, dan juga semua hadirin dalam ruang ini sedang menggunakan hak dan kewajiban kita dalam Mahkamah Negara, bukan dalam Mahkamah Agama. Yang sedang didialogkan, dimusyawarahkan sekarang adalah tentang ketentuan hukum perundang-undangan negara, bukan tentang ketentuan ajaran-ajaran agama. Bapak Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi serta para Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, tiba saatnya sekarang saya masuk pada bagian Pengantar tentang Pokok Permasalahan yang sedang kita cermati bersama. Menurut pemahaman saya, ada satu persoalan pokok utama yang terbagi dalam 3 (tiga) sub-permasalahan yang perlu kita cermati satu demi satu. Pokok persoalan utama dimaksud dapat dirumuskan dalam pertanyaan utama sebagai berikut: 'perlukah
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama diupayakan pengaturannya oleh Negara dalam wujud perundang-undangan tertentu, perlukah itu?
Dalam rangka menjawab pertanyaan utama tersebut diatas secara sosiologis, khususnya dengan peneropongan sub-disiplin Negara dalam Masyarakat dan Hubungan Antar-Kelompok, pertanyaan pokok ini perlu dirinci dan diurut dalam 3 (tiga) sub-pertanyaan sebagai berikut: (1) apa makna konsep Agama secara sosiologis?; (2) dimensi mana sajakah dari konsep agama yang berada dalam ranah pengurusan Negara dan yang mana sajakah yang justru termasuk dalam lingkup ranah masyarakat?; (3) sistem dan mekanisme serta proses pengaturan seperti apakah yang perlu diupayakan dan diurus baik oleh masyarakat, secara internal masing-masing umat dan lintas umat, maupun oleh negara secara komperhensif bertautan dan berkesinambungan agar penyalahgunaan dan/atau penodaan agama dapat dicegah? Bapak Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi serta para Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan dan para hadirin sekalian yang saya hormati. Dapat dilihat dari format pertanyaan yang diajukan di atas , secara tersirat rangkaian pertanyaan di atas bertolak dari landasan keyakinan bahwa tindakan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama memang sepatutnya perlu dicegah. Pertanyaan strategis yang logis berikutnya adalah: oleh siapa, dalam dimensi makna agama yang mana, dan dengan cara apa dan bagaimana? Apakah perlu lewat suatu undang-
20
undang khusus untuk itu? Berikut ini saya tawarkan cara peneropongan sosiologis dalam menjawab baik pertanyaan pokok maupun sub-sub pertanyaan turunannya tersebut di atas. Saya mulai dengan yang pertama. Apa Makna Konsep Agama secara Sosiologis. Kita sama mengetahui bahwa baik agama alam (natural religion) maupun agama wahyu didasarkan pada suatu keterpukauan, kekaguman, kepasrahan dan ketergantungan insani pada suatu kekuatan adhi kodrati yang serba Maha. Seluruh kompleksitas relasi spiritual antara makhluk dan khaliknya ini kemudian melembaga dalam 3 (tiga) dimensi wujud, yaitu: (a) agama dalam makna dimensi/wujud ajaran-ajaran (teachings); (b) agama dalam makna dimensi/wujud ideologi (ideology), serta (c) agama dalam makna dimensi/wujud kelompok sosial (social group). Dalam dimensi/wujud berupa ajaranajaran, otoritas Tuhan adalah 100 % sedangkan intervensi manusia adalah 0 %, sedangkan dalam dimensi/wujud ideologi, suatu konstruksi pemahaman utuh sistematis insani atas wahyu, manusia sangat berperan dalam menentukan isinya. Bagi hampir setiap umat beragama, ajaran-ajaran ilahi dalam wujud wahyu adalah sesuatu yang sudah final, pantang untuk diutik-utik lagi, sedangkan agama dalam wujud pemahaman ideologis insani tidak hanya terus ditafsirulangkan tetapi juga sangat banyak penafsiran kontekstual yang berkompetisi memperebutkan dominasi wacana ideologis. Dengan kata lain, pemahaman insani terhadap ajaran-ajaran belum final, dan sejatinya tidak pernah akan final, dalam kedahagaan pencarian manusia menemukan jalan mendekati khaliknya. Bersama-sama dengan pemahaman ideologis agama, agama dalam dimensi/wujud kelompok sosial benar-benar berada dalam buaian kolektif umat yang terekat oleh `kesadaran kolektif (consciousness collective) yang didukung bersama dalam dinamika kehidupan keseharian. Sekarang saya masuk pada poin yang kedua. Dalam Ranah apakah masing-masing dimensi wujud makna agama ini berada? Jelas terlihat bahwa selain wujud agama dalam dimensi pertama, agama baik dalam wujud/dimensi kedua, sebagai ideologi maupun dalam dimensi ketiga sebagai kelompok sosial (umat), kedua-duanya berada dalam ranah masyarakat. Bukan dalam ranah negara. Dengan demikian, urusan ajaran-ajaran pokok agama adalah sabda Tuhan yang sudah final, tetapi pemahaman insani atas ajaran-ajaran pokok agama dan kerekatan sosial (social cohesion) sebagai kelompok sosial umat adalah adalah hal-hal yang tidak dapat dipaku sebagai final karena setiap pemahaman bersifat kontekstual, terus berubah-ubah sesuai dengan kedhaifan dan kekhilafan insani. Apalagi ajaran-ajaran agama disampaikan lewat rumusan bahasa yang sama kita ketahui punya makna denotatif, harfiah, sesuai dengan kamus bahasa, dan makna konotatif, kontekstual, sesuai dengan pengalaman penggunaan kata dalam kebahasaan yang lokal. Suatu karakter lokal yaitu gabungan dari global dan lokal, global yang universal sekalian lokal melekat sekaligus pada setiap ideologi, termasuk agama
21
(contoh Tafsir AI-Qur'an). Al-Quran tidak pernah bisa diterjemahkan secara begitu saja, hanya bisa ditafsirkan, Departeman Agama punya tafsir, kelompok-kelompok lain juga punya tafsir, karena kita tidak pernah tahu apa sebenarnya yang maksud Tuhan yang sejatinya yang semurni- murninya, kita hanya bisa mendekati dengan tafsir. 3. Sistem, mekanisme dan proses pengaturan pencegahan seperti apakah yang seyogia nya lebih dikedepankan? Dari, oleh dan untuk Masyarakat ataukah dari, oleh dan untuk Negara? Karena sudah jelas, dua dari tiga wujud agama berada dalam ranah masyarakat dan tidak satupun berada dalam ranah negara, maka insiatif utama harus diambil dan diupayakan oleh para pemangku kepentingan dalam masyarakat madani. Dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat, harus lebih dikedepankan. Ada 2 (dua) alasan utama yang mendasari gagasan ini selain dari yang sudah saya kemukakan sebelumnya di atas. Pertama, alasan konseptual. Secara konstruksi konseptual negara sebagai entitas politik berada dalam ranah struktur/sistem politik yang menjamin, mengkecambah, dan tumbuh dalam kandungan ranah struktur/sistem sosial. Dengan kata lain, piramida struktur politik berada di dalam dan lebih kecil dari piramida struktur sosial. Negara meminjam dan memanfaatkan berbagai macam jaringan sosial lewat penjaringan partai politik, menggunakan SDM yang ada dalam masyarakat serta berbagai tatanan nilai dan norma masyarakat dialihkan menjadi penyanggah utama dari bangunan negara untuk menjalankan peran dan fungsi negara yang lebih terbatas, karena dibatasi dalam konstitusi sedangkan masyarakat mengemban lingkup tugas yang jauh lebih luas, mulai dari hal-hal yang sangat privat dan personal hingga hal-hal yang menata kemaslahatan umum. Negara terbatas hanya melaksanakan apa yang 'wajib' hukumnya menurut konstitusi sedangkan masyarakat, termasuk di dalamnya umat beragama, mengemban juga tugas-tugas yang hukumnya 'sunnah' dan 'makruh' di samping yang wajib seperti penerusan keturunan dan pelangsungan makhluk manusia agar tidak punah dari muka bumi. Alasan kedua dari gagasan itu bahwa sebaiknya dalam ranah masyarakat adalah alasan realita empirik Nusantara. Masyarakat majemuk di Nusantara yang berjumlah sekitar 653 dengan budaya unik masing-masing sudah eksis di wilayah ini jauh sebelum negara, sebelum berbagai kerajaan Nusantara dan sederet negara kolonial yang kemudian berujung pada Negara Persatuan Republik Indonesia diproklamirkan. Secara akal sehat saja, sukar untuk diterima bagai mana mungkin negara sebagai sesuatu yang lahir dan hadir sesudah masyarakat masyarakat di Nusantara berurat dan berakar mau mengambil alih urusan-urusan yang sejatinya merupakan urusan dalam lingkup ranah masyarakat? Khusus mengenai agama alam yang sudah berurat-berakar berabad-abad di sepanjang Nusantara bagaimana mungkin sama sekali tidak diakui oleh negara. Penegasan pengakuan negara kepada 6 agama resmi adalah suatu penyangkalan realita sosiologis yang sudah menyejarah yang dilakukan secara menyolok semena-mena. Pada titik ini,
22
negara, menurut analisa Daniel Dhakidae dalam bukunya "Cendekiawan dan Kekuasaan" telah bertindak menjadi Tuhan yang membaptis agama-agama mana saja yang sepetutnya diakui. 53.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Saudara Ahli, sudah 15 menit, bisa masuk ke closing?
54.
AHLI YANG DIHADIRKAN OLEH MK : PROF. DR THAMRIN AMAL TAMAGOLA Ya, sekarang saya masuk ke closing Bapak Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi serta para Hakim Konstitusi yang saya muliakan, akhirnya tibalah saya pada bagian akhir tentang pilihan-pilihan dan implikasi masing-masing. Kesimpulan umum tentang pilihan-pilihan dan implikasi masing-masing yang dapat ditarik adalah, satu, masalah agama terutama, dalam dimensi pemahaman ideologis dan sebagai kelompok sosial ada dalam ranah masyarakat bukan dalam ranah negara. Biarkan masyarakat lewat mekanisme proses-proses internal umat serta lintas umat menyelesaikan secara mandiri. Dua, selain hal-hal yang secara jelas-jelas diwajibkan oleh konstitusi negara sama sekali tidak diperboleh sama sekali melakukan penetrasi dan intervensi ke dalam ranah masyarakat, apalagi ke dalam ranah privat personal. Tiga, contoh konkret dari upaya penetrasi dan intervensi negara dan ke dalam ranah masyarakat adalah pengundang-undangan tentang agama-agama yang diakui yang sekaligus melakukan tindakan diskriminatif terhadap agama-agama alam nusantara yang berada jauh sebelum negara ada. serta Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 yang memberi hak kepada negara memproses, mengadili dan menghukum berbagai upaya penafsiran yang berbeda dalam rangka memahami ajaran-ajaran pokok yang termaktub wahyu illahi. Empat, perbedaan penafsiran selalu akan ada secara lokal dan kontekstual karena sudah dalam hukum alam kehidupan sosial yang unik serta adanya perbedaan makna denotatif dan konotatif dalam setiap kata, dalam satu bahasa tertentu. Yang kelima, melawan hukum alam kehidupan sosial dan hakikat makna kata dalam bahasa, apalagi menundukan kedua hukum itu pada hukum ciptaan negara bukan saja akan sia-sia tetapi juga akan meruncing hubungan antar kelompok dan sekaligus memancing gejolak sosial yang merugikan bagi semua pihak. Contoh konkret yang sangat up to date adalah surat dari Dirjen Administrasi Kependudukan dari Departemen Dalam Negeri yang mengirim kepada Gubenur Jawa Tengah agar orang yang mendaftar di catatan sipil yang belum terdaftar agamanya menundukkan diri kepada agama yang sudah terdaftar. Itu
23
adalah suatu, apa.., yang kezaliman yang sungguh-sungguh menyolok yang dilakukan oleh negara. Yang keenam, negara wajib mencegah penyalahgunaan dan atau penodaan agama sebagai bagian yang tak terpisahkan dari upaya yang menyeluruh untuk mencegah tindakan-tindakan penyalahgunaan dan atau penodaan nama baik seseorang, lembaga atau pihak lain tertentu. Dan karena itu tidak perlu secara khusus dalam suatu undang-undang secara tersendiri. Terakhir, ke tujuh, melihat konteks politik pada saat UndangUndang Nomor 1 PNPS 1965 lahir adalah konteks pertarungan ideologi politik dengan semangat “ganyang-ganyang” tanpa tolenrasi, dan adanya ambisi negara untuk mengorganisir semua kekuatan front nasional demi pengamanan suksesnya revolusi nasional secara pasistik maka dengan berubahnya konteks politik sekarang ini, yang lebih mengutamakan dialog total secara demokratis penuh dengan toleransi terhadap berbagai pemahaman yang berbeda termasuk pemahaman yang berbeda terhadap ajaran-ajaran pokok-pokok agama, maka ketentuan-ketentuan undang-undang yang dimaksud bila tetap dipertahankan perlu direvisi dengan semangat toleransi atas perbedaan yang tidak perlu buru-buru harus dihakimi sebagai menyimpang. Semoga bermanfaat. wabilahitaufik walhidayah,
wassalamualaikum wr.wb.
55.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Terima kasih Prof. Thamrin, agar nanti pertanyaan-pertanyaan bisa lebih leluasa, sekarang kita undang satu lebih dahulu Pihak Terkait yaitu Front Pembela Islam. dipersilakan Bapak.
56.
PIHAK TERKAIT : MUNARMAN, S.H (FRONT PEMBELA ISLAM) Terima kasih Majelis Hakim yang Mulia kami mohon untuk membantu(…)
57.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Silakan.
58.
PIHAK TERKAIT : MUNARMAN, S.H (FRONT PEMBELA ISLAM) Kami mohon dari sini.
59.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Silakan.
24
60.
PIHAK TERKAIT : MUNARMAN, S.H. (FRONT PEMBELA ISLAM) Sebelumnya kami menyampaikan bahan untuk Majelis Hakim . dan Pemerintah.
61.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Tolong diambil.
62.
PIHAK TERKAIT : HABIB RIZIEK SHIYAB (FRONT PEMBELA ISLAM)
Assalamualaikum wr. wb. Alhamdullillah washolatuwassalam, mu alla rasulillah wasyukurilah wa alla allihi washabihi ya ma walla.
Terima kasih kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas waktu yang diberikan. Langsung saja saya akan menyampaikan kepada pokok-pokok materi mengingat waktu yang sangat terbatas. Pada kesempatan ini, Front Pembela Islam akan menguraikan di Mahkamah yang terhormat ini, tentang metodologi pengenalan perbedaan dan penistaan dalam ajaran Islam. Karena kami memandang pemaparan metodologi ini perlu agar kita bisa membedakan mana yang perbedaan dan mana yang penistaan. Kita mulai dari uraian singkat ini, Majelis Hakim. Bahwa ajaran Islam itu dengan segala permasalahannya memiliki dua kategori urgensi ajaran. Ushuluddin. Yang kedua, Furuudin. Adapun Yang pertama, ushuluddin adalah pokok-pokok ajaran agama Islam yang sangat prinsip, mendasar dan fundamental. Baik dalam masalah Akidah, syariat, maupun ahlak. Saya ulangi, baik dalam masalah akidah, syariat, maupun ahlak. Sebagai salah satu bentuk penegasan bahwa, tidak betul kalau Anda mengatakan “Ushul itu identik dengan akidah.” Karena, di dalam ushul ada persoalan syariat juga ahlak, dan tidak tiap akidah itu ushul, karena dalam akidah ada ushul juga ada furuq. Berikutnya furuuddin cabang-cabang ajaran agama Islam yang penting tapi tidak prinsip dan tidak mendasar serta tidak fundamental, baik dalam masalah akidah, syariat maupun akhlak. Nah karenanya di dalam permasalahan ushul yang sangat fundamental tidak boleh ada perbedaan. Dalam ushul diantara umat Islam dan para ulamanya, sedangkan dalam furu karena merupakan cabang ajaran agama Iyang tidak fundamental boleh berbeda asal ada dalil syar’i yang bisa dipertanggungjawabkan, saya ulangi harus ada dalil syar’i yang bisa
25
dipertanggungjawabkan secara syariat. Jadi bukan dalil akal-akalan, bukan dalil yang bersumber di luar syariat. Selanjutnya berbeda dalam ushul adalah penyimpangan atau penistaan sementara berbeda dalam furuu adalah perbedaan atau khilafiah. Nah untuk perbedaan dalam Ushul wajib disikapi dengan tegas untuk diluruskan. Adapun untuk perbedaan dalam furu wajib ditoleransi dan saling menghargai. Selanjutnya, di sini akan kami akan sampaikan ihtisar secara ringkas saja yaitu metodologi pemilahan antara qoth’i dan zhonni dalam dalil syar’i. karena qith’i dan zhonni ini merupakan dasar untuk membedakan ushul dan furu dalam ajaran Islam. Dimana kekuatan dalil syar’i ada dua, ada yang disebut qoth’i dan ada yang disebut zhonni. Yang dimaksud qoth’i keyakinan yang pasti, kebenaran mutlak karena dalilnya tidak diragukan lagi, sedangkan zhonni dugaan kuat yang meyakinkan. Qoth’i dan zonni sama-sama meyakinkan hanya qoth’i lebih meyakinkan dari zonni karena telah mencapai kepastian, kebenaran dalam hukum Islam. Selanjutnya, nilai argumentatif suatu dalil syar’i dari segi penetapan dan dari segi petunjuk, yang dimaksud penetapan bagaimana suatu dalil itu datang dari nabi sampai kepada kita. Bagaimana proses sanadnya, bagaimana bentuk sanadnya itu yang dimaksud a tshubut dalam istilah ushulnya atau penetapan yang mana disini ada dua ada yang mutawatir ada ahad. Yang mutawatir nilainya qoth’i sedangkan yang ahad nilainya zonni. Sedangkan dari segi petunjuk yaitu bentuk tafsiran atau pula pemahaman suatu dalil, itu ada yang monotafsir dan ada yang multitafsir. Nah monotafsir maka itu menjadi qoth’i nilainya sedangkan multitafsir bernilai zonni. Nah karena itu selanjutnya, kita kaitkan dengan sumber dalil dan nilai argumentatif masing-masing, di sini saya batasi dulu Al-quran dan As-sunah saja, walaupun di sana masih ada ijma, qiyas dan lain sebagainya. Tapi yang paling pokok adalah Al-quran dan As-sunah. Al-quran dari segi penetapan dari segi tshubud, bagaimana Alquran sampai dari nabi kepada umatnya, itu nilainya qoth’i karena semuanya mutawatir bukan ahad. Tapi dari segi petunjuk Al-quran itu ada ayat yang monnotafsir ada ayat yang multitafsir, yang monotafsie nilainya qoth’i dan yang multitafsir bernilai zonni. Hadits mutawatir dari segi penetapan juga bernilai qoth’i sedangkan dari petunjuk ada yang monotafsir yaitu qoth’i dan ada yang multitafsir bernilai zonni, sedangkan hadits ahad dari penetapan bernilai zonni sedangkan dari segi petunjuk qoth’i ada juga yang zonni. . Jadi kesimpulannya untuk Al-quran dan hadits mutawatir itu penetapannya sama-sama qoth’i sedangkan hadits ahad zonni, tapi dari segi “dalalah” dari segi petunjuk baik Al-quran maupun hadits yang mutawatir maupun ahad ada yang qoth’i ada yang zonni.
26
Nah setelah itu kita masuk ke metodologi berikutnya tentang ushul dan furu. Dengan kaidah qoth’i dan zonni. Untuk mengenal ushul dan furu, dengan kaidah qoth’i dan zonni maka satu, jika dalil dari segi tsubut, dari segi penetapan dan dalalah dari segi petunjuk, sama-sama qoth’i, artinya qoth’i ketemu dengan qoth’i maka sepakat semua ulama ini persoalan uhsul yang umat Islam tidak boleh berbeda. Dua, jika dalil dari segi tsubut, dalalah sama-sama zonni, zonni ketemu zonni maka ulama sepakat ini persoalan furu yang umat Islam boleh berbeda pendapat asal punya dalil syar’i yang bisa dipertanggungjawabkan. Tiga, jika dalil dari segi tsubut-nya qoth’i seperti hadits mutawatir tapi dari segi dalalahnya zonni dia multitafsir maka ini juga disepakati qoth’i ketemu dengan zooni sebagai persoalan furu bukan persoalan uhsul. Yang terakhir yang keempat, itu satu, dua, tiga semua disepakati oleh ulama sudah ijma. Adapun yang keempat jika dalil dari segi tsubutnya zooni dia katakan hadits ahad bukan mutawatir, tapi dari segi dalalahnya qoth’i petunjuknya hanya monotafsir, satu tafsiran saja maka di sini ulama berbeda pendapat, ada yang sebagian yang menganggap ini ushul, ada yang menganggap ini furu ‘. Tapi sebagai jalan keluar maka di sini para ulama memberi satu solusi, klasifikasi keempat secara umum termasuk furuuddin karena diperselisihkan, sesuatu yang diperselisihkan tidak boleh dijadikan ushul Namun secara khusus menjadi ushul mazhab karena menjadi identitas mazhab yang meyakininya. Agar lebih jelas maka di sini kita tekankan bahwa ushul Islam dan ushul mazhab itu berbeda, atau sebelum sampai kemari supaya lebih jelas, saya ingin memberikan contoh singkat saja Majelis Hakim yang saya muliakan, bahwa contoh yang pertama tsubut dan dalalah sama-sama qoth’i seperti firman Allah dalam Al-quran yang berbunyi qulhuwallohu ahad. Ayat ini dari segi tsubut, qath’i karena dia merupakan dari ayat Al-quran yang bernilai mutawatir. Dan dari segi tafsir, ulama sepakat bahwa tafsirnya itu menunjukan keesaan Allah. Artinya kalau ada orang yang mengaku Islam, lalu mengatakan Allah berbilang, Allah lebih dari satu maka dia sudah menyimpang dan keluar dari Islam. Yang kedua, contoh jika dalil dari segi tsubut dan dalalah samasama zonn’i yaitu seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menunjukan nabi pernah menjamak sholat di Madinah, Nabi pernah menjamak sholat di Madinah padahal beliau tidak musafir, tidak hujan dan tidak juga dalam keadaan takut, dalam keadaan peperangan. Hadits ini dari segi tsubut, ahad, zonn’i dari segi dalalah juga zonn’i karena tidak ada kejelasan, kenapa Nabi menjamak sholat? Nah ini menimbulkan perbedaan pendapat diantara ulama. Ada juga mengira mungkin nabi sakit, ada mengatakan mungkin nabi sibuk dan seterusnya itu furu, ulama boleh berbeda pendapat.
27
Ketiga, contoh qoth’i ketemu dengan zonn’i yaitu tsubut-nya qoth’i seperti firman Allah tentang yang membatalkan wuhu aulama tumu nissa. Kalau engkau menyentuh perempuan.” Ayat ini dari segi tsubut-nya qoth’i karena mutawatil tapi dari dalalah-nya zonn’i karena
mazhab Imam Abu Hanifah menafsiran ayat tersebut sebagai hubungan intim antara suami/isteri, sedangkan mazhab Imam Syafi’I menafsirkan itu persentuhan biasa, kulit bertemu dengan kulit. Nah karena ada perbedaan penafsiran berarti di sini multitafsir maka dia termasuk furu dan ulama boleh berbeda pendapat. Sedangkan yang terakhir yang keempat, yang zonn’i dan qoth’i ini bisa kita berikan contoh seperti pertanyaan Mungkar, Nankir di dalam kubur. Soal azab kubur itu masalah ushul tapi soal pertanyaan Mungkar, Nankir terjadi perdebatan diantara ulama-ulama akidah, kenapa? Karena haditsnya ahad bersifat zonn’i dan dalahanya qoth’i. Memang tidak bisa ditafsirkan lain. Nah karenannya itu disebut furu secara umum tapi disebut ushul mazhab yaitu ushul mazhab ahlu sunnah wal jamaah, siapa yang meyakini adanya pertanyaan Munkar, Nankir berarti termasuk
ahlul sunnah wal jamaah.
Kalau yang tidak meyakini, dia tidak keluar dari Islam, tidak sesat, tidak menyimpang tapi tidak termasuk ahlu sunnah wal jamaah. Selanjutnya yang dimaksud ushul Islam yaitu pokok-pokok ajaran agama Islam yang disepaki semua mazhab Islam sebagai ushuluddin, sedangkan ushul mazhab adalah pokok-pokok ajaran agama Islam yang diyakini oleh suatu mazhab Islam sebagai ushuluddin. Jadi kalau ushul islam disepakati, ushul mazhab bisa menjadi ushulluddin di suatu mazhab ditolak oleh mazhab yang lainnya. Karena itu di sini rumusan yang kita dapatkan bahwa ushul Islam itu sama dengan ushuluddin. Siapa menolak ushul Islam berarti menentang ushuluddin karena telah menyimpang dari kesepakan semua mazhab Islam, maka ia sesat dan keluar dari Islam. Sedangkan ushul mazhab sama dengan furuddin, siapa menolak ushul suatu mazhab maka ia tidak keluar dari Islam karena tidak disepakati semua ushul Islam tapi ia tidak termasuk mazhab tersebut. Nah setelah itu semua berikutnya saya ingin tampilkan beberapa contoh supaya persoalan lebih jelas dalam metodologi yang sudah kami tampilkan. Contoh ushul dan furu dalam akidah. Pertama masalah keotentikan Al-quran sebagai kitab suci terakhir, semua mazhab baik dari Sunni dan Syi’ah sekalipun sepakat bahwa Alquran itu asli/otentik dan merupakan kitab suci yang terakhir. Jika ada orang mengaku Islam mengatakan Al-quran itu tidak asli, Al-quran itu produk budaya, Al-quran itu buatan Muhammad, Al-quran itu buatan manusia, Al-quran itu bukan kitab suci terakhir, maka dia sudah menyimpang dari ushul dan keluar dari Islam. Sedangkan persoalan nasikh dan masukh dalam Al-quran itu persoalan furu. Ada ulama
28
mengatakan ada nasikh dan mansukh dalam Al-quran, ada juga mazhab yang mengatakan tidak ada, begitu juga perbedaan qiraat. Berikutnya Rasullullah SAW adalah penutup para nabi, ini ushul, tidak ada satupun mazhab dalam Islam yang menentang ini. Karenanya kalau ada orang atau kelompok mengaku Islam mengatakan ada nabi setelah Nabi Muhammad Saw dia sudah menyimpang dalam persoalan ushul walaupun dia syahadat, walaupun dia sholat, walaupun dia puasa, walaupun dia zakat, walaupun dia haji tetap dia bukan Islam karena dia sudah menyimpang dari ushul. Tapi persoalan apakah Rasulullah itu berjtihad atau semua yang beliau dapatkan wahyu, itu perbedaan pendapat diantara ulama karena masalah furu. Kecerdasan Nabi itu masalah ushul, kalau ada orang mengaku Islam mengatakan bahwa Rasulullah Saw itu bodoh, jahil, atau disebut gila, disamakan dengan Lia Eden maka yang bersangkutan sudah keluar dari Islam. Sedangkan apakah Nabi bisa baca atau tidak? Itu persoalan furu, mazhab ahlul sunah mengatakan Nabi tidak bisa baca tidak bisa tulis, tapi mazhab Syiah mengatakan Nabi bisa baca bisa tulis, ini persoalan furu yang ulama boleh berbeda pendapat selama punya dalil syar’i yang dapat dipertanggungjawabkan. Ushul soal kemaksuman Rasullulah Saw dalam agama itu ushul, bahwa Nabi dilindungi oleh Allah dari segala perbuatan dosa dan kesalahan. Nabi tidak mungkin berbuat dosa atau maksiat, karena itu kalau ada mengatakan Nabi adalah manusia biasa yang terkadang maksiat, terkadang berbuat dosa walaupun dia mengaku Islam, walaupun mengucapkan dua kalimat syahadat, dia sudah menyimpang dari ushul dan keluar dari Islam. Tetapi persoalan mungkinkah nabi salah dalam urusan dunia? Itu persoalan furu’, sebagian ulama mengatakan, mungkin nabi salah dalam urusan dunia tetapi sebagian lagi mengatakan dalam urusan dunia pun nabi tidak akan salah, itu persoalan furu’ yang ulama boleh berbeda pendapat. Selanjutnya contoh ushul dan furu’ dalam syariat. Ushul kewajiban shalat, zakat, puasa Ramdhan dan haji itu ushul. Kalau ada kelompok mengaku Islam mengatakan shalat lima waktu, tidak wajib, zakat tidak wajib, puasa Ramadhan tidak wajib, haji tidak wajib atas umat Islam maka dia sudah menyimpang dan bukan termasuk orang Islam. Tetapi persoalan apakah sholat niat dilafadzkan, apakah zakat profesi ada, apakah sedang puasa batal kalau disuntik batal atau tidak, mana sih haji yang afdhal, qiraan, tamathu’ atau ifradh, itu persoalan furu.’ Silakan ulama berbeda pendapat. Sedangkan soal haram, zina dan haramnya perkawinan sejenis itu persoalan ushul bukan furu. Kalau ada orang mengaku Islam mengatakan zina tidak haram, mengatakan perakawinan sejenis boleh maka dia sudah menyimpang, murtad, kafir, keluar dari Islam. Tetapi persoalan nikah sirri, nikah mut’ah, nikah
29
sekufu ini persoalan-persoalan furu’ yang semenjak lama diperdebatkan oleh ulama. Kemudian haram mencuri,merampok dan korupsi ini persoalan ushul, kalau ada orang mengaku Islam mengatakan mencuri tidak haram, merampok tidak haram, korupsi tidak haram dia bukan Islam. Tetapi persoalan korupsi, bagaimana harus menghukumnya, apakah disamakan dengan pencurian, atau dihukum cukup dengan ta’zir agar dia jera, maka itu persoalan furu’ yang diperdebatkan oleh ulama. Kemudian persoalan kesucian Masjid dan mushaf Al-quran ushul. Barangsiapa mengaku Islam mengatakan Masjid tidak suci, mushaf Alquran tidak suci, dia bukan Islam, apalagi kalau sampai menginjak-injak Al-qura’an, merobek-robeknya dengan penuh penghinaan. Tetapi persoalan apakah orang di luar Islam boleh masuk Masjid atau tidak, apakah tanpa wudhu boleh sentuh mushaf Al-qura’an atau tidak itu persoalan furu’ yang ulama boleh berbeda pendapat dan memang sudah berbeda pendapat. 63.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Oke Saudara bisa ke closing sekarang?
64.
PIHAK TERKAIT : HABIB RIZIEK SHIYAB (FRONT PEMBELA ISLAM) Baik, sebentar lagi setelah ini langsung kita closing Pak Majelis, terima kasih. jazzakullaahkhairan gazza. . Contoh uhsul dan furu’ dalam akhlak. Ushul seperti ikhlas, syarat diterimanya amal shaleh itu ushul, kalau ada orang mengaku Islam yang mengatakan tidak perlu ada yang namanya ikhlas maka dia bukan Islam. Tetapi persoalan minta diliput kebaikan itu riya itu syi’ar itu furu’. Nah saya tidak lanjutkan contoh-contoh ini untuk menyingkat waktu. Jadi ini semua contoh-contoh sudah saya berikan kepada Majelis Hakim dalam bentuk hadrcopy maupun softcopy-nya. Nah sekarang yang berikutnya, sebelum kita sampai kepada kesimpulan sedikit saja Majelis Hakim Yang Mulia seluruhnya, ihtisar metedologi pemilahan dan penyikapan perbedaan dan penistaan, karena ini inti masuk kepada Undang-Undang Penistaan agama. Sikap Islam terhadap perbedaan dan penistaan. Untuk perbedaan, baik itu perbedaan madzab atau itu perbedaan agama, maka itu merupakan kebhinnekaan. Sedangkan penistaan, apakah itu penistaan internal atau eksternal yang dimaksud internal orang mengaku Islam tetapi mengobok-obok ajaran Islam, yang dimaksud penistaan eksternal orang di luar agama Islam menghina Islam, maka itu merupakan kejahatan. Kemudian kebhinnekaan wajib dihargai dan kejahatan wajib diperangi. Karena perbedaan tidak sama dengan penistaan.
30
Nah kemudian Islam dan perbedaan madzab. Islam sangat menghargai kebebasan berpendapat antar madzab Islam baik dalam persoalan akidah, syariat maupun ahlak selama hanya seputar masalah furu’ bukan ushul dan selama tidak keluar dari sistem dan metodologi yang mu’tabar. Islam dan perbedaan agama, Islam sebagai sebuah agama samawi Yang Mulia lagi suci sangat menghargai kebebasan beragama sekaligus sangat menghormati perbedaan agama. Islam dan penistaan agama, Islam sebagai sebuah agama samawi Yang Mulia lagi suci, sangat menolak pencampuradukan agama dan sangat menentang segala bentuk penistaan agama. Kesimpulan, metodologi. Kesimpulan metodologi pengenalan perbedaan dan penistaan dalam ajaran Islam. Islam adalah agama yang bangunan akidah, syariat dan ahlaknya tertata rapi dan tersusun lengkap dengan sistem dan metodologi yang jelas. Tidak semua orang boleh menafsirkan ajaran Islam semaunya tanpa mematuhui sistem dan metodologi yang mu’tabar baik dalam ushul maupun furu.’ Dalam furu’ saja tidak semua orang seenaknya menafsirkan apalagi dalam persoalan ushul, yang boleh menafsirkan hanya mereka yang memenuhi persyaratan yang disepakati oleh ulama. Karenanya larangan penafsiran yang menyimpang terhadap pokok-pokok ajaran agama, dan larangan penistaan agama dalam Perpres Nomor 1/ PNPS/1965 sudah tepat. Berikutnya penutup Majelis Hakim. Sikap Front Pembela Islam terhadap Undang- Undang Penistaan Agama. Peran, fungsi dan manfaat Undang-Undang Penistaan Agama dalam padangan Front Pembela Islam 1. Sesuai dengan ajaran semua agama, karena tidak ada satu agama pun yang sudi untuk dinista. 2. Sesuai dengan kesepakatan HAM PBB di Jenewa, maaf ada koreksi, bukan bulan Maret tetapi April 2009. Sesuai dengan jaminan perlindungan agama dalam UndangUndang Dasar 1945. Empat, melindungi semua agama dari segala bentuk penistaan. Lima, memelihara moral umat beragama dari pengaruh penistaan. Enam, mengarahkan umat beragama untuk proses hukum penistaan. Selama empat puluh lima tahun alhamdulillah umat Islam maupun umat beragama lain manakala mendapatkan penistaan mereka proses di jalur hukum. Mereka percayakan kepada penegakan hukum, jadi mereka tidak main hakim sendiri. Tujuh, membangun kepercayaan umat beragama terhadap penegakkan hukum. Delapan, meningkatkan harmonisasi kerukunan antar umat beragama.
31
Sembilan, menciptakan suasana kebebasan beragama yang sehat. Sepuluh, menjaga stabilitas keamanan nasional untuk kesatuan NKRI.
Karenanya DPP Front Pembela Islam melihat, jika undang-undang tersebut dibatalkan, akan mengakibatkan; 1. Tidak ada lagi payung hukum untuk memproses penista agama; 2. Penegakkan hukum lumpuh dihadapan penistaan agama; 3. Para penista agama semakin bebas dan merajalela; 4. Menciptakan kesetatan dimana-mana; 5. Semua agama terancam dengan penistaan agama; 6. Kerusakan moral umat beragama akibat penistaan; 7. Runtuhnya kepercayaan umat beragama terhadap penegakkan hukum, yang pada akhirnya, umat beragama akan membela agamanya dengan caranya; 8. Jika Undang-Undang Penistaan Agama ini dibatalkan maka ke depan kalau ada yang menghina agama atau menghina Islam umpamanya, sementara tidak bisa diproses di jalur hukum yang benar, bukan tidak mungkin umat Islam akan menggunakan caranya sendiri, entah membunuh si penista atau menyembelihnya dan lain sebagainya; 9. Menghancurkan harmonisasi kerukunan antar umat beragama; 10. Merusak stabilitas keamanan nasional dan Kesatuan NKRI. Oleh karenanya Front Pembela Islam meminta dengan hormat kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia agar tidak membatalkan secara keseluruhan maupun sebagian Undang-Undang Penistaan Agama. Sekian yang bisa kami sampaikan kepada Majelis Hakim, terima kasih atas waktu yang diberikan. Jazaakumullah khairul jaza. Wassalamu'alaikum Wr.Wb 65.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, terima kasih. Jadi waktunya 20 menit tetapi bagus, komprehensif dalam waktu 20 menit bisa mendengarkan banyak hal kita. Meskipun begitu, saya akan undang sekarang untuk menanyakan baik kepada Saudara, para ahli tadi kemudian kepada Pihak Terkait Habieb Rizieq untuk menyampaikan pertanyaan silang. Kita punya waktu 45 menit, itu kalau tidak, kita akan teruskan ke ahli berikutnya. Dari Majelis Ulama Pak Lutfi Hakim, dari Pemohon Saudara Choirul Anam, dari Hizbut Tahrir Saudara Mahendradatta, kemudian Saudara Munarman untuk ahli ya, bukan untuk menanyakan dirinya sendiri, untuk ahli. Baik, ntar dulu, nanti kalau tersisa waktu kita buka lagi. Pak Lutfi Hakim.
32
66.
PIHAK TERKAIT : H.M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H. (MUI) Terima kasih Yang Mulia. Yang pertama kepada Ahli Bapak Sutandyo. Tadi ahli berbicara panjang lebar tentang kemajemukan, paradigma, demokrasi enklusif, moral struktural, proses akulturasi yang otonom dan seterusnya. Yang disampaikan secara figurative atau agak sedikit kritif.{sic} Saya ingin bertanya kepada ahli, bagian mana dari UndangUndang PNPS itu yang ahli lihat sebagai wujud penyeragaman masyarakat? Dari awal kita tidak pernah mendengar hal itu, dari ahli-ahli yang lain. Ini baru muncul dari Anda dan saya ingin tahu pasal apa atau kalimat yang mana atau kata-kata yang seperti apa? Sehingga anda bisa menggunakan suatu kesimpulan sebagai wujud penyeragaman masyarakat. Kepada Ahli Azyumardi Azra, saya sependapat, banyak hal dalam kesempatan ini dengan beliau. Hanya satu hal yang ingin saya pertanyakan, tadi ahli mengatakan, bahwa reaksi masyarakat muslim terhadap kasus penodaan agama seperti yang terjadi di Denmark, diterima sebagai bagian dari teori konspirasi oleh umat Islam. Apakah ahli tidak melihat adanya kemungkinan lain selain dari teori konspirasi atas reaksi tersebut? Misalnya karena keinginan untuk melindungi agama itu sendiri. Perasaan ghirah atau semangat keberagaman, sisi ikhlas keagamaan sebagai suatu bagian dari munculnya reaksi itu. Apakah hanya sebagai teori konspirasi semata? Kemudian kepada Ahli Thamrin Amal Tomagola. Tadi ahli mengatakan, negara wajib mencegah penodaan agama ataupun orangorang atau lembaga agama bila perlu di dalam undang-undang tersendiri. Bukankah undang-undang ini merupakan undang-undang tersendiri? Seperti yang ahli katakan itu. Bukankah undang-undang ini untuk menyelamatkan, mencegah penodaan terhadap agama atau pun lembaga-lembaga agama. Saya tidak paham, apakah ahli memahami tujuan dari undang-undang itu ataukah masih belum memahaminya? Kemudian kalau ahli mengatakan adanya pembatasan agama di dalam undang-undang ini, ini sudah dibahas berkali-kali di dalam persidangan ini. Termasuk disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim, bahwa undang-undang ini tidak membatasi dia hanya menyebutkan tentang agama-agama yang dipeluk di negara ini, tetapi tidak berarti membatasi hanya agama-agama yang dipeluk itu saja. Saya harapkan penelitian yang lebih mendalam dari ahli sebelum memberikan penyampaiannya. Terima kasih Yang Mulia, wassalamu'alaikum wr.wb
33
67.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, Pemohon, Saudara Choirul Anam.
68.
KUASA HUKUM PEMOHON : M. CHOIRUL ANAM, S.H. Ya, terima kasih Yang Mulia. Saya langsung saja kepada Prof. Azyumardi Azra. Yang pertama soal, apakah boleh negara mengambil salah satu dari pokok-pokok yang disepakati yang menjadikan yang lain dianggap menyimpang, sesuai dengan Pasal 1? Karena Anda tadi juga mengatakan bahwa pokok-pokok agama juga memiliki perbedaan dan anda juga tadi mencontohkan Syiah dan Sunni itu. Apakah dalam konteks seperti itu dikembalikan lagi kepada internal agama dan dijamin kebebasan dimasing-masing internal agama, terutama ulama agamanya dan untuk menyebarkan dakwahnya, sehingga mengajak kembali dialog begitu. Ataukah memang harus negara mengambil mempersekusi seperti Pasal 1 menghukum lima tahun. Yang kedua, apakah beda tafsir selalu blasphemy. Karena kami ingin mempertegas Pasal 1 dan Pasal 4 karena tadi Anda banyak menjelaskan soal Pasal 4. Oleh karenanya ingin kami mempertegas karena tadi Anda juga mengatakan bahwa ini ambigu ini perlu direvisi dan disempurnakan. Apakah dalam konteks Pasal 4 yang perlu direvisi dan disempurnakan, dan dalam konteks bagaimana penyempurnaan dan revisi tersebut? Sehingga semua orang mendapatkan haknya, semua orang mendapatkan hak konstitusionalnya tanpa terlanggari dengan hak yang lain. Terima kasih.
69.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, Pak Mahendradatta.
70.
PIHAK TERKAIT: M. MAHENDRADATTA, S.H., M.A.,M.H., Ph.D (HIZBUT TAHRIR INDONESIA) Terima kasih. Pertama pertanyaan kepada Bapak Sutandyo, saya langsung saja. Pak Tandyo mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 itu sangat bermanfaat di zamannya yaitu di orde revolusi, kemudian bermanfaat juga di orde baru ataupun di orde pembangunan kemudian tidak bermanfaat bagi orde reformasi. Bagaimana tolak ukurnya sehingga saat ini tidak bermanfaat, tidak tentunya dengan semudah kata mengatakan bahwa itu tidak progresif?
34
Kemudian kepada Profesor Azyumardi Azra, tadi ada pernyataan tentang Ahmadiyah perbedaan hanya pada akhir ataupun nabi terakhir ataupun adanya nabi namun nabiin. Sekarang pertanyaan saya bagaimana tentang analisa Prof. Pasti sudah baca juga dengan tadzkirah? Dimana di dalam tadzkirah juga terdapat ayat-ayat mengatakan bahwa mereka yang tidak beriman kepada Mirza Ghulam Ahmad adalah, kalau laki-laki itu adalah babi dan kalau perempuan itu adalah pelacur, itu sudah sangat provokatif menurut kami. Kemudian kepada Pak Thamrin, saya juga lagi bingung melihat metode Pak Thamrin ini saya menjadi ilmuan macam apa? Karena saya adalah dengan teman-teman ilmuan yang beriman? Ilmuan yang meyakini saya agamawan bukan nanti ilmuan juga, tetapi saya bukan ilmuwan yang menurut kategorikan Pak Thamrin. Kemudian tadi itu dalam konteks apa yang disampaikan, saya mendapatkan suatu pemahaman bahwa apa yang dikatakan dalam koridor kebebasan pribadi dan saya tidak melihat ada yang terkait dengan norma demi norma yang di uji dalam perkara ini. Memang dalam kebebasan pribadi ini kita bisa menggunakan pendekatan-pendekatan dari perkara-perkara yang pernah diadili di Mahkamah Konstitusi ini. Misalnya perkara Undang-Undang Pornografi. Pornografi sepanjang seseorang dia mau telanjang, telanjang di kamar mandi itu tidak mengapa, negara memang tidak melarang mendobrak semua kamar mandi orang menangkapi orang-orang yang telanjang di dalam kamar mandi tersebut. Tetapi menjadi persoalan apabila dia sudah mulai telanjang di depan orang yang tidak ingin melihat ketelanjangannya. Kemudian saya terus terang bagi saya metodologi yang bagus, yang sudah disampaikan ilmuwan, namun saja pada saat pengambilan konklusi memang menurut saya tidak cocok. Terakhir adalah saya ambil satu kata-kata adalah bagaimana meneruskan dari penistaan agama ini adalah dengan menyamakan atau dengan memasukan kategori penghinaan terhadap nama baik seseorang. Artinya pendekatan dengan nama baik seseorang atau penghinaan. Untuk hal tersebut, di dalam tanggapan kami nanti, akan kami sampaikan Putusan Mahkamah Konstitusi tentang permasalahan tersebut. Terima kasih, Wabillahitaufik walhidayah, wassalamualaiku wr.
wb.
71.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Bapak Munarman.
72.
PIHAK TERKAIT: MUNARMAN, S.H. (FRONT PEMBELA ISLAM)
Bismillahirmannirahim. 35
Terima kasih Majelis Hakim Yang Mulia. Sebelum saya bertanya, ini ada informasi dulu sebelumnya bahwa kami juga mempersiapkan narasi yang tertulis, rinciannya nanti dibaca yang halamannya agak panjang. Kemudian ini ada satu lagi yang nanti kami serahkan kepada Majelis Hakim berupa cakram dan versi agak besarnya mungkin Majelis Hakim ada yang tidak terlihat mungkin mata ini, ada yang lebih besar. Itu informasinya. Pertanyaan saya ini kepada Profesor Azyumardi sama Pak Thamrin Tomagola, dua ahli. Yang pertama, yang saya ingin tanyakan tadi disebut Pak Thamrin tadi soal.., yang saya tanyakan sebetulnya apakah menurut Pak Thamrin Undang-Undang PNPS ini juga melingkupi atau menjangkau, ruang lingkupnya itu juga mengenai penghayat atau kelompok penghayat? Karena apa yang diajukan dengan bukti surat dari Departemen Dalam Negeri mengenai pencatatan pernikahan, menurut pendapat kami itu adalah urusan administratif yang berbeda dengan apa yang diatur dengan ruang lingkup dari Undang-Undang PNPS Nomor 1 tahun 1965, karena yang saya ingin tanyakan dimana normanya yang Pak Thamrin bisa jelaskan, dimana norma yang menjelaskan bahwa undang-undang ini menjangkau atau ruang lingkupnya itu adalah membatasi teman-teman penganut penghayat keyakinan itu? Saya mau tahu normanya dimana, pasal berapa, itu yang penting, karena supaya tidak keliru. Karena undang-undang ini jelas mengenai pencegahan/penodaan agama. Jadi urusan surat Departemen Dalam Negeri, itu urusan pencatatan pernikahan menurut saya. Dan itu dia tidak dibatasi, pada faktanya dia tidak dibatasi untuk menghayati apa saja. Tetapi untuk pencatatan pernikahannya di situ ada kekeliruan juga menurut saya dari Departemen Dalam Negeri. Jadi itu buka ruang lingkupnya, jadi saya mau tanya dengan Pak Thamrin ini normanya dimana sehingga itu dinyatakan bahwa ini adalah merupakan akibat atau implikasi dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965. ini, itu yang pertama. Yang kedua soal tafsir. Ini baik kepada Prof. Azyumardi maupun kepada Pak Thamrin karena tadi menyangkut soal peran negara dalam soal mengambil tafsir resmi. Apakah memang undang-undang ini memberikan negara untuk mengambil atau memberikan tafsir resmi terhadap suatu pokok-pokok ajaran agama? Karena kalau kita lihat dari proses yang ada atau norma yang ada di dalam Pasal 1-nya, undangundang ini menyerahkan urusan tafsirnya itu kepada kelompok, kemudian negara tinggal mengadopsi, jadi bukan negara yang memutuskan, ini yang salah memahami menurut saya. Ini bisa kita asumsikan, bisa kita contohkan, bisa kita analogikan Pak, dengan keputusan ketika itu menjadi keputusan resmi administrasi negara untuk kepentingan penegakkan hukum atau untuk menjalankan atau untuk menertibkan masyarakat, kita bisa ambil contoh misalnya Mahkamah Konstitusi ini. Di Mahkamah Konstitusi ini juga pendapatnya adalah
36
pendpat dari masing-masing Hakim Mahkamah Konstitusi. Pada akhirnya harus diputuskan. Apakah keputusannya ada 5 yang setuju atau 4 yang dissenting opinion, tidak mungkin yang dissenting opinion ini dijadikan keputusan resmi, tidak mungkin itu. Tidak mungkin. Jadi tetap saja ketika dia berlakukan sebagai aturan di masyarakat, mana yang harus ditentukan dibutuhkan oleh negara untuk menjalankan otoritasnya, memang harus diperlukan adalah putusan atau tafsir resmi dan itu wajar menurut saya negara mengadopsi. Jadi saya mau tanya, normanya yang dimana, pasal berapa yang menyatakan negara memutuskan tafsir resmi. Apakah itu tafsir resmi negara atau negara mengadopsi, dan apakah itu dilarang? Pertanyaannya apakah negara dilarang untuk mengambul itu? Toh pada kenyataannya baik pada Majelis Hakim di pengadilan negeri dalam memutuskan sebuah perkara maupun saya contohkan tadi di Mahkamah Konstitusi ini, pada akhirnya ada tafsir resmi atas konstitusi. Itulah yang diputuskan melalui Mahkamah Konstitusi. Jadi tidak mungkin kita bisa semuanya disebut sebagai sebuah tafsir yang boleh diberlakukan, tidak mungkin yang 3 atau pendapat hakim yang 2 disebut sebagai putusan resmi, sementara putusan Hakim yagn tujuh disebut sebagai dissenting opinion, itu tidak mungkin. Jadi harus ada keputusan, harus ada batas. Perdebatan di luar, itu bukan perdebatan wilayah hukum namanya. Kalau hukum itu harus ada ukurannya. Nah, ini yang saya mau tanyakan tadi dengan Prof. Azyumardi dengan Pak Thamrin Amal Tomagola. Terima kasih.
Wassamualaikum wr. wb.
73.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, empat penanya, nanti akan ditanggapi kalau nanti (...)
74.
PEMERINTAH : DR. MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PENYAJIAN DAN PENYIAPAN KETERANGAN PEMERINTAH PADA SIDANG MK) Izin Yang Mulia, Pemerintah tadi belum.
75.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD, S.H. Pemerintah, boleh sekaligus, silakan.
76.
PEMERINTAH : DR. MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PENYAJIAN DAN PENYIAPAN KETERANGAN PEMERINTAH PADA SIDANG MK) Pertama untuk Pak Ahli, Bapak Sutandyo.
37
Tadi dari seluruh uraiannya, Pak Sutandyo itu kalau kami simpulkan di sana pertama ada penegakkan yang bersifat represif. Yang kedua penekanan adanya penyelesaian yang arif dan damai yang bersifat dialog antar umat beragama. Sebagaimana ahli ketahui bahwa persidangan di Mahkamah Konstitusi itu kan untuk menguji konstitusionalitas suatu norma. Pertanyaannya adalah, apakah kalau satu penegakkan hukum yang menurut ahli itu represif, saya tidak tahu ukurannya represif itu yang bagaimana, apakah ancamannya 5 tahun ke atas atau seumur hidup dan seterusnya. Apakah itu juga dianggap inkonstitusional? Kalau demikian halnya maka seluruh peraturan perundang-undangan yang mengancam, ada ancaman hukuman maka dianggap inkonstitusional. Menurut hemat kami, kami perlu penjelasan bahwa apakah yang demikian itu menjadi inkonstitusional. Yang kedua, kaitan yang arif dan damai. Pertanyaannya adalah, apakah selama ini ahli melihat dengan Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 itu dialog antar umat beragama itu menjadi tidak berjalan? Apakah terganggu dengan Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 ini, itu Prof. Sutandyo. Yang kedua dengan Prof. Thamrin Amal Tomagola. Saya juga terus terang setuju dengan Pak Lutfi Hakim, saya tidak tahu ahli ini membalik-balikan begitu ya kalau menurut hemat kami. Pada satu sisi ada 635 budaya yang hidup di Indonesia, itu dianggap sebagai agama alam. Ini kan kalau menurut hemat kami sesuatu yang berbeda antara budaya dan agama. Kemudian juga yang saya tidak mengerti, apakah juga ahli membaca penjelasan undang-undang ini? Bahwa negara tidak mengambil alih “secara paksa.” Negara memberikan kebebasan, menjamin perlindungan, memberikan kehidupan yang sebebas-bebasnya terhadap kepercayaan itu. Jadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 ini tidak memberikan atau tidak mengebiri dan tidak membunuh kepercayaan-kepercayaan yang memang sudah lahir sejak dalam ya, memang “nenek moyang” kita yang ada di Indonesia itu sudah memberikan kebebasan. Jadi tolong di jelaskan secara lebih konkret begitu agar kita tidak masuk seperti tadi Habib Rizieq sudah sampaikan ada hal yang bersifat ushul, ada yang furu.’ Ini yang harus dipahami. Kemudian pertanyaan lanjutannya adalah, tadi di akhir closing statement itu juga ahli mengatakan bahwa ini perlu direvisi, tetapi di sisi lain ini mengebiri dan ini bertentangan dan seterusnya. Nah kalau ini menurut hemat Pemerintah ini konsistensi, jadi kiranya ahli juga memberikan penjelasan apakah Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 masih diperlukan atau dianggap bertentangan dengan UUD 1945 atau perlu direvisi melalui legislative review. Terima kasih Yang Mulia.
38
77.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, jadi ketiga ahli ini semuanya pertanyaannya. waktu yang masing-masing 9 menit begitu. Prof. Sutandyo.
78.
Jadi diberi
AHLI DARI PEMOHON: PROF. SUTANDYO Terima kasih. Hadirin yang saya muliakan. Saya diundang kemari untuk berbicara dari keahlian saya dan keahlian saya adalah keahlian yang tidak yuridis murni. Tetapi saya hanya ingin berbicara di dalam law in
context.
Oleh karena itu saya awali pembicaraan saya itu dengan memperbincangkan konteks sosio kulturalnya, yang di negeri ini merupakan suatu masyarakat yang sangat majemuk secara kultural. Ini agak berbeda dengan di negeri-negeri di barat ketika membangun suatu masyarakat nasional itu melandaskan diri pada suatu kultur budaya, kehidupan sosial, bahkan juga kehidupan agama yang relatif homogen. Oleh karena itu saya mengutarakan bahwa undang-undang, tidak melulu Undang-Undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965 saja, akan tetapi juga undang-undang pada umumnya, saya hanya mengutarakan akan sangat real, betul idiil akan tetapi harus memperhatikan kontekskonteksnya yang real itu sebetulnya yang ingin saya tekankan. Dengan demikian undang-undang apabila tidak bergayung sambut dengan keadaan yang majemuk dan kemudian juga lebih ditetapkan secara kebijakan-kebijakan yang tanpa mempertimbangkan kondisi sosio kultural, itu akan bersifat relatif refresif, akan cenderung karakter refresif karena di dalam kepustakaan-kepustakaan yang saya baca itu dibedakan antara undang-undang yang mempunyai karakter refresif dan undang-undang yang sebetulnya dikembangkan dengan memperhatikan kondisi-kondisi sosial ekonomi dan kondisi ekonomi kultural yang sangat majemuk. Memang ada kecenderungan untuk mengunifikasikan di berbagai negara nasional, tetapi permasalahan di negeri ini tidaklah semudah pada apa yang terjadi di negeri-negeri barat pada masa itu. Ini sebetulnya yang ingin saya tekankan. Oleh karena itu saya juga menjawab ketiga penanya kepada saya itu bahwa memang di dalam Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 mengenai Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, saya sendiri juga setuju kalau materinya mengenai itu, hanya saja untuk mengutarakan, untuk membentuknya ke dalam bentuk undang-undang apakah juga tidak perlu dipertimbangkan kondisi-kondisi yang ada sekarang dengan membandingkannya dengan kondisi-kondisi pada masa ketika undang-undang yang dibuat pada tahun 1965 itu dibentuk. Situasi-situasi pada waktu itu tentu agak berbeda dengan situasi pada
39
masa kini, meskipun hakekatnya dan tujuannya sama akan tetapi kondisinya beda terlalu sama. Oleh karena itu kalau kita mempertanyakan, misalnya apakah undang-undang ini juga tidak memperhatikan kemajemukankemajemukan masyarakat barangkali di Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 ada beberapa hal yang saya singgung di Pasal 4, kalau diperhatikan misalnya butir b yang saya sebutkan tadi. Yang tujuannya agar supaya orang tidak menganut agama apapun begitu, jadi akan ada arah agar di muarakan kepada agama yang enam itu. Tentu akan memerlukan dialog-dialog yang lebih arif dan bijaksana begitu dalam hal bahwa semua barangkali memerlukan juga ikut berbicara di dalam proses-proses pembentukkan hukum pada era masa ini. Tetapi mengenai persoalan hakikat dan mengenai penistaan agama itu sendiri saya tidaklah berkeberatan apa-apa. Memang tiap undang-undang harus mencegah agar kehidupan bermasyarakat berlangsung secara damai, secara tentram dan sebagainya dan hal-hal yang mengancam suatu konflik tentu saja tugas negara untuk melakukan pencegahan-pencegahannya. Terima kasih 79.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Pak Zyumardi.
80.
AHLI YANG DIHADIRKAN OLEH MKRI: PROF. DR. AZYUMARDI AZRA Terima kasih Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi Yang Mulia dan para Hakim Konstitusi Yang Mulia yang saya hormati. Terima kasih atas pertanyaan-pertanyaannya, saya kira faktor resistansi ataupun reaksi dan respons kaum muslimin yang atau katakanlah sebagian kaum muslimin terhadap berbagai kasus penistaan agama di Eropa, khususnya. Ini tentu saja kombinasi dari berbagai faktor. Ada sebagian orang Islam yang percaya tentang yang tadi saya sebutkan yang percaya dengan konspirasi teori, teori tentang persekongkolan barat tapi juga ada yang memang didorong oleh rasa ghirah keagamaan itu ada juga, atau ada juga faktor karena tekanan di Eropa ataupun di Amerika, tekanan sosial dan politik karena mengalami diskriminasi dan sebagainya. Jadi memang kombinasi dari berbagai faktor, tapi jelas bahwa dalam masa pasca 11 September 2001 ketegangan itu meningkat dan oleh karena itu juga sensitifitas di kalangan muslimin meningkat. Nah, jadi ini kombinasi dari berbagai faktor yang mungkin kalau kita uraikan panjang lebar, mungkin waktunya tidak cukup. Yang kedua, seperti yang saya sebutkan juga di dalam pointers saya, bahwa negara memang seharusnya tidak ikut campur di dalam
40
menentukan tafsir keagamaan mana yang benar dan mana yang salah, itu ada seperti yang saya katakan itu ada diatas berada dalam tangan otoritas keagamaan yang diakui. Kalau tadi saya juga sebut dalam istilah Islam disebut dengan istilah jum’ur ulama yang diakui bahwa dia memang ahli karena untuk menafsirkan agama itu, karena latar belakang saya adalah pendidikan agama di IAIN maka untuk menafsirkan agama tidak bisa semaunya. Apalagi kalau Quran itu kan memang harus yang tadi dijelaskan Habib Rizieq tadi ada yang qoth’i, qoth’i-nya qoth’i dalala dan lain sebagainya yang macam-macam levelnya. Jadi kalau orang yang tidak memahami bahasa arab tidak memahami proses di dalam istinbat hukum, penetapan hukum maka kemudian tidak paham maka kemudian bisa bukan lagi menghasilkan penafsiran, karena penafsiran itu juga ada batas-batasnya. Di dalam tradisi Islam, bahkan upaya menjelaskan sebuah teks itu ada 2 macam. Pertama tafsir, kalau tafsir itu tetap berpegang pada teks yang literal kalaupun ada sedikit saja dari situ, tapi ada lagi takwil. Takwil itu mungkin hanya sebagian dari substansi yang diambil tapi kemudian ditafsirkan sendiri, mungkin seharusnya cuma sejengkal dia menjadi sehasta atau bahkan semester itu takwil. Mungkin tradisi seperti itu saya kira tidak ada di kalangan Sunni. Ulama Sunni biasa, tidak biasanya memegang tafsir tapi ada juga kalangan lain seperti Syiah misalnya lebih memegang takwil daripada tafsir. Jadi oleh karena ini persoalannya adalah menyangkut kompleksitas penetapan prinsip agama dan juga menyangkut kepakaran dan lain sebagainya, maka kemudian memang negara sepatutnya tidak campur tangan di dalam urusan teologis dan doktrional di dalam agama manapun, itu diberikan kepada yang tadi saya sebut sebagai otoritas keagamaan yang memang diakui oleh umat beragama masing-masing. Walaupun ini juga tidak menjamin bahwa kemudian umat beragama dalam suatu agama itu juga menerima semua. Karena apa? Misalnya dalam tradisi Sunni misalnya tidak ada otoritas keagamaan tunggal seperti di dalam tradiisi Katolik misalnya. Sehingga kemudian bisa juga tetap meskipun jum’ur ulama otoritas ulamanya sudah menetapkan suatu hal tapi mungkin saja sebagian umatnya tetap saja mungkin mempunyai pandangan yang lain. Karena toh di dalam Islam juga ijtihad yang bersifat fardhi, bersifat personal itu juga bisa dilakukan selama tidak terlalu jauh dari teks yang ada. Nah, jadi sekali lagi negara hanya melihat, kalau saya lebih menekankan bahwa memang perlu pengaturan yang membuat warga negara yang berbeda agama dan kemudian juga berbeda penafsiran itu di dalam satu agama itu tidak berkelahi satu sama lain karena mungkin penafsiran yang terlalu jauh atau mungkin juga bahkan melakukan penistaan ataupun penghinaan terhadap figur-figur didalam agama tertentu ataupun bahkan mungkin ketuhanannya sendiri mungkin Ketuhanan fundamental of beliaef, pokok-pokok keimanannya juga yang disinggung.
41
Saya bukan ahli hukum seperti Pak Sutandyo, Mas Choirul Anam, jadi bagaiamana bentuk penyempurnaan, bagaimana bentuk revisinya saya kira ini harus diserahkan kepada orang yang berkompeten. Tetapi yang jelas menurut saya ada hal-hal yang saya lihat di sini memang tidak sesuai lagi dengan 45 tahun perkembangan kita sangat signifikan. Termasuk tadi yang saya setuju dengan yang disebutkan Pak Sutandyo, misalnya Pasal 4 itu yang poin b itu menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Atau mungkin juga begini, saya sering juga dalam diskusi-diskusi dan pertemuan, gitu, mereka menghargai bahwa Indonesia memberikan kebebasan beragama, tetapi juga misalnya ada yang mempersoalkan. Kenapa? Negara Indonesia menjamin orang tidak beragama. Jadi ada orang yang tidak mau beragama sama sekali. Kenapa kemudian tidak diberikan juga hak untuk tidak beragama, misalnya. Karena toh, di dalam agama itu juga tidak bisa dipaksakan, siapa yang mau beriman ya dia beriman, siapa yang mau sesat ya sesat. Gitu kan kira-kira, jadi itu…ini nya. Kemudian mengenai Ahmadiyah. Ini, tentunya Pak Mahendradatta ini memerlukan diskusi yang panjang ya, dan…apa, sejauh pemahaman saya, saya bukan orang Ahmadiyah itu, jelas itu. Saya kalau menyangkut Ahmadiyah concern saya orang Ahmadiyah digebuki. Menurut saya, tidak patutlah misalnya sesama warga negara menggebuki orang Ahmadiyah, itu saja sebetulnya poinnya. Jadi kalau ada hal-hal di dalam kitab-kitab Tazskirah yang seperti itu maka saya kira itu perlu didialogkan dengan kalangan Ahmadiyah sendiri. Nah, undang-undang ini memang kelihatannya pemerintah di sini mengambil alih, karena semuanya itu ditentukan. Di sini sama sekali di dalam penjelasannya tidak menyebut misalnya otoritas keagamaan yang recognized yang tadi saya sebut berulang-ulang. Memang kadangkadang ada juga dalam kasus-kasus tertentu misalnya aparat hukum, kejaksaan, kepolisian, kemudian juga Departemen Agama mengundang misalnya lembaga-lembaga, pihak-pihak yang dipandang sebagai otoritas keagamaan, misalnya. Yang saya tahu dalam kasus Ahmadiyah misalnya itu kan diundang macam-macam. Tapi dalam banyak kasus yang lain tidak sama sekali, itu diambil saja keputusan oleh bupati, oleh polisi, oleh kepolisian pada tingkat daerah, misalnya tingkat kota, tingkat kabupaten dan seterusnya itu sehingga menimbulkan apa yang tadi saya sebut dalam poin tersebut merupakan sesuatu yang arbitrari, sesuatu yang sewenang - wenang, semaunya sendiri. Dan itu kemudian menimbulkan ekses –ekses yang tidak kita harapkan. Saya kira demikian, Bapak Ketua Mulia. Terima kasih, assalamua’laikum wr. wb. 81.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Silakan berikutnya Pak Thamrin.
42
82.
AHLI YANG DIHADIRKAN OLEH MK : PROF. DR THAMRIN AMAL TAMAGOLA Terima kasih, Pak Ketua dan Sidang Majelis Konstitusi yang saya hormati,…Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Saya tidak akan menjawab satu persatu, tapi saya kan menjawab berdasarkan isu, poin yang diangkat. Yang pertama, saya kira Saudara Lutfi mungkin salah dengar atau tidak terlalu jelas dengar. Persi saya adalah bahwa tidak diperlukan suatu undang-undang khusus untuk Penistaan Agama. Segala macam penistaan dan penodaan dan penyalahgunaan kehormatan sesuatu pihak tertentu itu diatur secara umum dalam suatu ketentuan hukum pidana atau yang lain, tapi tidak secara khusus. Kalaupun tetap ada yang …ngotot gitu, ini harus ada secara khusus, maka ada beberapa hal yang perlu direvisi di situ. Kalaupun ya, kalaupun itu harus dipertahankan. Ada beberapa hal yang perlu direvisi. Yang pertama adalah tentang soal penafsiran itu. Dari awal itu saya kemukakan itu supaya untuk menunjukkan bahwa penafsiran itu adalah sesuatu yang alamiah dan akan muncul berbagai macam penafsiran yang berbeda-beda. Oleh sebab itu tidak bisa dilakukan semacam penyeragaman atau kesepakatan yang kemudian suara lain ditutup walaupun dengan suara minoritas. Nah, sehingga tidak bisa dianggap itu menyimpang. Karena kebenaran sejati itu tidak pernah kita temukan, itu pesisi saya. Nah, karena itu lebih baik kita coba untuk tidak ada penafsiran yang dominan. Nah, kemudian yang kedua tadi Pak Azyurmadi katakan “penafsiran itu harus diserahkan kepada yang ahli”, betul. Nah, pada saat diambil keputusan oleh yang ahli itu jangan diserahkan kepada negara untuk eksekusi hasil keputusan itu. Tapi tetap dalam ranah masyarakat, masyarakat yang mengeksekusi dan melakukan apa yang perlu dilakukan dalam ranah masyarakat. Mengapa? Karena kalau meminjam tangan negara sangat berbahaya, karena negara adalah satusatunya pihak yang secara konstitusional diberi hak untuk memaksakan kehendaknya termasuk dengan menggunakan kekerasan. Nah, kalau suatu wacana dominan itu masuk ke dalam negara maka wacana dominan itu meminjam tangan negara untuk memaksakan kehendaknya dengan hak dari negara untuk memaksakan kehendaknya. Nah, itu yang saya maksud dengan membatasi yang beberapa orang mengangkat itu. Membatasi itu dalam pengertian tidak harus pasal itu langsung, tapi pasal itu dan undang – undang ini, Undang-Undang PNPS 1965 ini, dijadikan dasar seperti misalnya dalam surat dirjen dari departemen itu dijadikan dasar untuk memaksa mereka yang tidak punya agama yang tidak diakui untuk menundukkan diri. Bagaimana mungkin itu menundukan diri itu. Nah, saya kira itu suatu pemaksaan yang bukan main. Ada banyak kasus juga, orang-orang yang mencoba untuk mendaftar di…untuk mendapat formulir di bank-bank selalu ditanya
43
agama dan harus ditulis agama yang diakui. Kalau dia tidak menulis itu maka dia tidak bisa menggunakan haknya sebagai warga negara untuk mendapatkan pinjaman atau apa, nah karena harus tulis, kasus yang saya tahu jelas itu adalah yang menimpa Ibu Naiksiamboi, dia sampai membatalkan untuk mengisi formulir itu karena diminta agama yang diakui oleh negara. Nah itu kekerasan-kekerasan yang disebut dengan legal violence, kekerasan-kekerasan hukum yang terjadi pada warga negara yang berusaha untuk memenuhi kewajiban dan hak-haknya. Itu hal yang kedua. Kemudian hal yang ketiga, kebebasan sudah saya jawab, hal yang ketiga Pak Mahendradatta mempertanyakan apakah Pak Mahendradatta itu seorang ilmuan atau agamawan karena dia ilmuan yang juga beragama. Nah, perhatikan kata yang saya pakai di situ bukan personal orang tetapi posisi, posisi yang diambil. Jadi pada saat kita walaupun sebagai orang yang beragama kita berbicara sebagai orang yang beragama kita punya posisi sebagai orang yang beragama pada saat berbicara itu, tetapi kalau ingin berbicara sebagai ilmuan maka semua keyakinan nilai-nilai dan norma-norma agama atau keyakinan lain dalam bahasa Inggris disebut dengan you should put them bracket artinya harus ditaruh di dalam kurungan, tidak boleh, karena di dalam ilmu, personal conviction tidak boleh mencampuri kiprah dan kinerja dari ilmu itu. Nah, itu dianjurkan oleh seorang Sosiolog dari Jerman yang namanya Max Webber, bahwa itu harus dilakukan. Tadi yang saya maksud itu posisi bukan orang, bahwa Pak Mahendradatta ini ilmuan atau bukan itu. Nah, kemudian hal yang ketiga yang ingin saya tanggapi adalah dari Pemerintah yang mendapat pengertian seolah-olah saya mengatakan ada 653 bukan 35 itu data resmi dari Depdiknas, ada 653 suku bangsa, berarti juga masyarakat di Indonesia dengan budaya masing-masing itu identik dengan 653 agama, tidak. Yang ingin saya katakan itu adalah bersangkutan dengan penafsiran. Seseorang menafsirkan suatu teks tertentu itu karena dia bisa dididik di dalam suatu masyarakat dengan peralatan-peralatan budaya dalam memaknai makna tertentu dari suatu kata dan itu diberikan oleh budaya dari sukusuku itu. Nah, karena itu pemaknaan dalam penafsiran itu sangat bervariasi tergantung pada budaya masing-masing yang sangat bervariasi itu. Sehingga saya pikir barangkali itu yang salah pengertian, tidak sama itu suku dan agama alam, dan saya kira itu semua yang sudah saya jawab. Terima kasih, Pak Ketua. 83.
PIHAK TERKAIT: H.M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H. (MAJELIS ULAMA INDONESIA) Mohon sedikit, Yang Mulia, menanggapi satu menit saja.
44
84.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Silakan, Majelis Ulama.
85.
PIHAK TERKAIT: H.M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H. (MAJELIS ULAMA INDONESIA) Terima kasih, Yang Mulia. Terima kasih kepada Ahli Thamrin Amal Tamagola, saya mencatat apa yang Anda katakan negara wajib mencegah penodaan terhadap agama, orang-orang, lembaga-lembaga agama, beberapa yang lainnya, itulah poin-poin yang tadi Anda katakan, dan kalau kemudian Anda sekarang membantah telah mengatakan begitu saya tidak heran. Mengapa? Karena Anda memang berpedoman segala sesuatu harus dilakukan. Saya yakin Anda telah meragukan apa yang Anda telah katakan sendiri. Terima kasih, Yang Mulia.
86.
PIHAK TERKAIT: HABIB RIZIEK SHIYAB (FRONT PEMBELA ISLAM) Ya, Majelis Hakim?
87.
KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Silakan, Front Pembela Islam.
88.
PIHAK TERKAIT: HABIB RIZIEK SHIYAB (FRONT PEMBELA ISLAM) Ya, terima kasih, Majelis Hakim. Walaupun pertanyaan tadi dari Pemohon, tidak ditujukan kepada saya tetapi ada yang perlu saya berikan penjelasan sedikit, begitu juga menanggapi apa yang disampaikan Pak Azyumardi Azra barusan. Jadi pertama yang ingin saya sampaikan di sini adalah apa yang disampaikan Pak Thamrin tadi saya pandang sangat berbahaya sekali, kalimat yang beliau sampaikan dimana negara jangan mengeksekusi tapi serahkan saja kepada masyarakat yang mengeksekusi. Ini berbahaya sekali, nanti masyarakat main sembelih, Majelis Hakim. Jadi itu tidak boleh terjadi, karena ini negara hukum, negara harus menegakkan hukum tersebut agar jangan masyarakat main hakim sendiri. Nah, kemudian yang kedua tadi ada contoh menarik yang diberikan oleh Pak Azyumardi Azra, saya sepakat tidak boleh ada kekerasan terhadap keyakinan-keyakinan yang berbeda, tapi ada satu hal yang tidak boleh kita lupa bahwa kenapa terjadi penggebukan oleh
45
masyarakat terhadap Ahmadiyah, persoalannya kembali ke UndangUndang Penistaan Agama, Majelis Hakim. Undang-Undang Penistaan Agama selama 45 tahun selalu diterapkan kepada semua penista agama. Lia Eden, kemudian Ahmad Musodik, Ingkar Sunnah dan lain sebagainya bahkan termasuk Arswendo Atmowiloto dan seterusnya, tetapi justru Undang-Undang Penistaan Agama ini tidak pernah mempan diterapkan kepada Ahmadiyah. Nah, ini yang membuat gejolak di tengah masyarakat, nah justru itu menjadi contoh yang sangat baik sekali begitu undang-undang ini diberlakukan secara diskriminatif terhadap penistaan yang lain, diberlakukan terhadap Ahmadiyah tidak diberlakukan akhirnya masyarakat mengambil caranya sendiri untuk menghakimi Ahmadiyah, jadi ini akar persoalan yang ingin saya sampaikan, tapi saya sepakat tidak boleh ada kekerasan, tidak boleh ada penggebukan dan seterusnya. Nah, untuk itulah kasus tersebut harus menjadi pelajaran buat kita, ini baru terhadap satu penista saja, tidak diterapkan masyarakat sudah main hakim sendiri, lalu bagaimana kalau Undang-Undang Penistaan Agama ini dicabut dan tidak diberlakukan kepada semua penista. Nah, ini yang ingin saya sampaikan berkenaan dengan Pak Azyumardi mauapun dengan Pak Thamrin. Nah, adapun tadi yang disampaikan Saudara Pemohon, tadi menyinggung mengajukan pertanyaan sebetulnya kepada Pak Azyumardi soal adanya perbedaan antara Sunni dan Syi’ah, maka disini perlu saya tegaskan bahwa Saudara Pemohon ini jangan mengaburkan persoalan, Syi’ah ini berpuak-puak, bersekte-sekte, yang bisa kita rangkum dalam tiga kelompok. Jadi ada Syi’ah yang bertentangan dengan ushuluddin wajib kita tolak dan wajib kita larang karena penistaan agama. Pertama Syi’ah Khulad, Syi’ah yang menuhankan Ali, yang menabikan Ali, yang mengatakan Malaikat Jibril salah menyampaikan risalah kepada Muhammad, semestinya kepada Ali, yang mengatakan Al-Quran itu sudah tidak lengkap, tidak otentik, tidak sempurna, ini Syi’ah semacam ini jangankan Sunninya, kalangan Syi’ah sendiri mengkafirkan mereka. Jadi mereka sudah keluar dari ushuluddin. Yang kedua Syi’ah Rafida’. Syi’ah Rafida’ tidak seperti kelompok yang pertama, mereka tidak menuhankan Ali, tidak menabikan Ali tapi mereka secara vulgar, secara lisan maupun tulisan melakukan penistaan kepada Abu Bakar, Umar, Usman, maupun istri Nabi Aisyah dan Habshah Radiallahu Anhum. Nah, mereka memang diperdebatkan oleh Ahlussunnah apakah mereka kafir atau tidak? Tapi setidaknya disepakati oleh Ahlussunnah mereka sesat tetap wajib untuk diluruskan. Yang terakhir yang ketiga Syi’ah Mu’tadillah, Syi’ah yang tidak bulat, tidak menabikan Ali, tidak mengatakan Al-Quran kurang, dan tidak mencerca secara vulgar Abu Bakar, Umar, Usman dan sahabat yang lain, mereka hanya menyampaikan kritik secara elegan, disampaikan dengan akhlak dan ilmu. Untuk kelompok ini Ahlussunnah sangat menghargai mereka sebagai salah satu madzhab Islam, itu yang dinyatakan oleh Prof. Dr. Wahba Zuhaili, Prof. Dr. Yusuf Qardhawi, Prof. Dr. Muhammad
46
Sa’id Ramadhan Al-Buti dan itu juga yang difatwakan oleh Syeikh Ali Jum’ah sebagai Mufti Negeri Mesir. Jadi itu saja yang ingin saya sampaikan. Jadi jangan digeneralisir yaitu bahwa perbedaan antara Syi’ah dan Sunni di ushul atau di furu’ digeneralisir, tidak. Ada perbedaan di ushul seperti Khulad mereka sudah keluar dari Islam dan harus dilarang juga sebagaimana Ahmadiyah, tapi ada juga perbedaannya hanya persoalan-persoalan furu’ yang kita harus berdialog dengan jiwa besar dan lapang dada terhadap mereka. Itu yang ingin saya sampaikan kepada Majelis Hakim dan sebagai penutup dari apa yang ingin saya sampaikan Majelis Hakim, maaf, kalau UndangUndang Penistaan Agama ini dibatalkan, saya sejak tahun 2003 mendengar ada konferensi pers dan wawancara yang dilakukan oleh kelompok liberal dengan mengatakan mereka akan melakukan tafsir Qur’an edisi kritis, mereka sudah menyiapkan tafsir Al-Qur’an dengan Metode Hermenetika yang mana kalau undang-undang ini dicabut maka mereka sebetulnya punya proyek besar untuk mengeluarkan tafsir Qur’an edisi kritis untuk menistakan Islam, bukan sekedar melindungi Ahmadiyah atau yang lainnya. Ahmadiyah, Lia Eden, Ahmad Mushadik, itu hanya jadi jembatan bagi mereka. Intinya mereka punya proyek besar yang didanai oleh lembaga-lembaga dunia yang anti Islam untuk melakukan tafsir Qur’an edisi kritis dengan menggunakan Metode Hermenetika yaitu suatu metode penafsiran Injil yang ingin dibawa lari ke Al-Qur’an. Kalau itu terjadi maka saya yakin akan terjadi huru-hara di negeri ini. Semoga itu tidak terjadi, terima kasih, wassalamualaikum. 89.
PIHAK TERKAIT: M. MAHENDRADATTA, S.H., M.A., M.H., P.hD Sepuluh detik?
90.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Sepuluh detik.
91.
PIHAK TERKAIT: M. MAHENDRADATTA, S.H., M.A., M.H., P.hD Ya, sepuluh detik. Coba jawab saja Pak Thamrin kalau disuruh saya meninggalkan keimanan dan lain untuk ilmu tidak mau, terima kasih.
92.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Dewan Dakwah, satu menit, silakan.
47
93.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAITT: ABDUL RAHMAN TARDJO, S.H., M.H. (DEWAN DAKWAH ISLAMIYAH)
Assalamualikum wr. Wb.
Waduh Majelis Hakim, kalau satu menit ini kayaknya kurang adil ini, karena yang lain sudah bertanya masih berulang lagi, tadi dari Dewan Dakwah mengangkat tangan tapi Majelis Hakim tidak memberikan kesempatan. Saya ingin bertanya kepada 3 Professor, Majelis Hakim, tetapi mungkin pertanyaan ini bisa dijawab nanti setelah jam dua, mungkin begitu. Jadi mungkin yang pertama dari Dewan Dakwah kami ingin menanyakan kepada Bapak Prof. Sutandyo tentang Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 tentang Penodaan Agama dan Penistaan. Tadi menurut..., artinya menurut pandangan dari Bapak Prof Sutandyo itu bahwa negara-negara Eropa tidak mempermasalahkan adanya kebebasan berkeyakinan. Seharusnya pandangan Bapak tentang kehidupan di Eropa itu tidak harus disamaratakan dengan pandangan yang ada di Indonesia yang mayoritas muslim. Mereka itu orang kafir ya, mayoritas non muslim begitu ya. Dan ini perlu saya pertanyakan kepada Bapak Profesor juga, Anda tidak menjelaskan secara tegas ya, mungkin agak sedikit sama dengan Termohon dari Pemerintah tadi, bahwa Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 dalam Pasal 56A KUHP, Bapak tidak menjelaskan secara tegas bahwa undang-undang tersebut itu konstitusional atau inkonstitusional. Ini mohon diperjelas, artinya supaya pendapat Saksi Ahli Pemohon tidak sekedar abu-abu untuk menjelaskannya. Sekaligus solusi apa yang tepat untuk kemajemukan di negara kita ini. Anda tadi cuma menyinggung pada Pasal 4 poin b. Tentang Pasal 1 sampai 3 Anda juga apakah sudah setuju, ini kan ada keraguan di sini. Yang kedua, kepada Bapak Prof. Azyumardi, menurut pandangan Bapak Profesor bahwa Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 itu dianggap relevan walaupun sudah uzur 45 tahun, hanya butuh direvisi ini juga hampir sama pertanyaan saya dengan Termohon Pemerintah juga, pertanyaannya itu yang perlu direvisi itu yang mana? Bapak hanya menyinggung tadi pada Pasal 4 poin b. Apakah Pasal 1 sampai 3 itu sudah dikatakan konstitusional? Itu yang perlu saya juga mohon ditegaskan. Dari Bapak Prof. Thamrin, ini memang sedikit hangat ini Pak, yang untuk Pak Prof. Thamrin ini. Menurut Bapak Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 yaitu bukan ranah negara tetapi ranah agama dan sosial kemasyarakatan. Bapak tadi menyinggung dua hal yaitu yang pertama adalah konseptual ranah struktur politik negara dan yang kedua adanya kemajemukan bermasyarakat yang sempat tadi juga Bapak singgung ada 653 suku-suku tetapi bukan agama alam. Ini saya juga tidak mengerti Pak, tentang pandangan Bapak Profesor ini, Pak Thamrin, jika Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 ini tidak termasuk dalam ranah negara, jadi poinnya Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun
48
1965 sudah tidak relevan, karena bukan masuk dalam ranah negara, artinya masuk dalam ranah sosial dan agama, jadi semua ini diserahkan kepada masyarakat secara terbuka. Ini ada kekhawatiran seperti apa yang sudah juga dipertegas Bapak Habib Rizieq tadi, kalau ini yang terjadi Pak, saya tidak bisa bilang apa-apa ini, Pak. Saya pikir itu saja, terima kasih kepada Bapak Majelis Mahkamah Konstitusi.
Wassalamualaikum wr. wb.
94.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, para Ahli tidak usah menjawab di podium. Itu kalau mau menjawab itu tertulis saja disampaikan ke kami. Kalau tidak mau menjawab juga tidak apa-apa, karena memang persidangan ini tidak menjadi kesepakatan antar pihak. Jadi tetap saja boleh berbeda lalu kami yang menyimpulkan nanti. Dan kita punya hak asasi yang harus dipenuhi sekarang yaitu makan siang dan Shalat Dzuhur. Untuk itu kita skor sidang sampai jam 2.
95.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. CHOIRUL ANAM, S.H. Maaf Yang Mulia, sebelum ditutup kami menyampaikan mohon izin karena Prof. Sutandyo tidak bisa mengikuti sidang lagi, beliau harus ke Surabaya.
96.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Ya, saya katakan tidak harus dijawab, kalau mau dijawab boleh dengan tertulis, tidak dijawab juga tidak apa-apa untuk ini. Baik, sidang dinyatakan diskors sampai jam 14.00. KETUK PALU 3 X SIDANG DISKORS PUKUL 12.02 WIB
49
SKORS DICABUT PUKUL 14.07 WIB
97.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Dengan mencabut skors, Perkara Nomor 140/PUU-VII/2009 dinyatakan dibuka kembali. KETUK PALU 3 X Baik, berikutnya, jadi ada 2 Ahli ditambah 2 Pihak Terkait pada hari ini, kita balik sekarang, berikutnya dari Pihak Terkait Hizbut Tahrir Indonesia untuk 15 menit pertama. Silakan.
98.
PIHAK TERKAIT: M. MAHENDRADATTA, Ph.D.(HIZBUT TAHRIR INDONESIA)
S.H.,
M.A.,
M.H.,
Mohon izin untuk menyampaikan di sini atau harus... ? 99.
KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Boleh. Tapi lebih bagus berdiri, Pak. Nanti kalau tanya jawab baru di situ.
100. PIHAK TERKAIT: M. MAHENDRADATTA, Ph.D.(HIZBUT TAHRIR INDONESIA)
S.H.,
M.A.,
M.H.,
S.H.,
M.A.,
M.H.,
Baik. 101. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Silakan. 102. PIHAK TERKAIT: M. MAHENDRADATTA, Ph.D.(HIZBUT TAHRIR INDONESIA)
Kami coba bagi dua, 7,5 menit - 7,5 menit. Ketua Mahkamah Konstitusi, para Hakim Konstitusi yang terhormat, kami sampaikan ringkasan dari bantahan kami, kami sebutkan bantahan atau tanggapan kami. Yang pertama dari segi yuridis dan selanjutnya langsung dilanjutkan dari segi agama. Kemudian pada prinsipnya permohonan kami adalah meminta agar Mahkamah Konstitusi untuk menolak permohanan dari Pemohon untuk seluruhnya. Yang kedua, tidak
50
memberikan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965, baik sebagian maupun seluruhnya serta tidak memberikan pemaknaan apa-apa. Itu permohonan kami, dengan alasan sebagai berikut; Yang pertama, walaupun tidak secara eksplisit disampaikan, namun dengan mempermasalahkan eksistensi, Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 yang dikatakan dibuat saat negara dalam keadaan darurat serta dalil lain yang ingin menyampaikan bahwa undang-undang a quo sudah tidak lagi relevan karena prosesnya, maka dapat dianggap Pemohon telah mengajukan permohonan pengujian undang-undang secara formil. Dengan demikian berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-VI/2008 maka hal-hal sebagaimana diutarakan oleh Pemohon tidak pantas lagi untuk dipertimbangkan dan haruslah ditolak untuk seluruhnya. Selain itu permohonan Pemohon dapat dikatakan sebagai permohonan ulang yang sama seperti yang disampaikan Pemohon dalam Perkara Nomor 21/PUU-VI/2008. Oleh karenanya, jelas harus ditolak, karena merupakan pengulangan. Bantahan terhadap permohonan di bagian kedudukan hukum dan kepentingan konstitusional para Pemohon. Pihak Terkait Hizbut Tahrir Indonesia dengan ini menuntut agar Pemohon diuji perihal kerugian konstitusionalnya, sehingga Mahkamah tidak dengan mudah memberikan kedudukan hukum kepada para Pemohon sebagai representasi publik yang berhak mengajukan citizen clausul. Kalau Pemohon berdalih telah melakukan kegiatan memajukan kehidupan beragama, tolong diuji terlebih dahulu kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa diaku-aku olehnya sebagai kegiatan yang memajukan keagamaannya. Bantahan yuridis terhadap alasan-alasan permohonan subtansial. Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tetap memberikan otorisasi tafsir kepada pengadilan. Pemohon dalam permohonannya serta melalui orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai Ahli yang dihadirkan dalam persidangan ini mencoba menggiring pemikiran seakan-akan undangundang a quo memberikan otorisasi penafsiran kepada institusi agamaagama resmi di Indonesia. Demikian pula Pemohon mencoba menggiring ke arah dikotomi tafsiran mayoritas dengan tafsiran minoritas, dimana yang minoritas selalu tertindas. Hal ini sudah mulai tidak laku lagi sebagai tema penarik simpati. Jangan lupa, orang gila juga minoritas di negeri ini, tetapi bukan kemudian pemikirannya harus dibela sebagai suatu kebenaran. Undang-Undang a quo sebenarnya tetap memberikan otorisasi penafsiran kepada lembaga peradilan sebagaimana prinsip negara hukum. Bagi pasal-pasal yang berada di dalam ruang lingkup tindakan administratif, pemerintah, seperti pelarangan, pembekuan, maupun pembubaran dapat di adili melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan untuk pidana tentunya diputuskan melalui proses peradilan pidana, sebagai contoh dalam kasus Syamsuriati dan Ahmad
51
Musadek. Syamsuriati itu nama aslinya Lia Eden. Mereka yang samasama mengaku-aku nabi dan malaikat, walaupun mereka pernah berdua ketemu di penjara dan saling membantah, yang menjatuhkan hukum adalah otoritas pengadilan, bukan lembaga dari salah satu agama tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat seorang ahli hukum yang bernama Prof. Dr. Mahfud MD, S.H., M.H., yang dikemukakan dalam workshop “Tinjauan Kritis Delik Agama dalam Rancangan KUHP”, pada September 2006, yang intinya, moga-moga tidak berubah, “...pembicara satu lagi Mahfud MD,” ini kutipan Pak, “tak sependapat bila kemajemukan agama dan keyakinan dijadikan dasar sendiri untuk menghilangkan pengaturan oleh negara, apakah lantas dibiarkan jalan sendiri-sendiri, terserah keyakinannya, itu berbahaya...” kata anggota Komisi III DPR itu. “...karena tiap agama punya perintah ekpansi, kalau tak diatur bisa berbenturan, yang menang yang besar, bila tanpa aturan negara Mahfud mencontohkan, di Aceh dan Sumatra Barat Islam akan menang karena mayoritas, tetapi di Bali dan Nusa Tenggara Timur Islam akan kalah sebab itu harus diatur katanya. Soal akan muncul manopoli tafsir, Mahfud yakin itu bisa dieliminasi oleh proses hukum di persidangan. Kalau sudah masuk pengadilan akan diuji oleh hakim, ada suara jaksa ada suara pembela, mendengarkan saksi-saksi, saya tambah Pak, mendengarkan para ahli-ahli sampai pada kesimpulan. Hukum bekerja dengan cara itu ujarnya. Penghinaan memang relatif, tetapi kata Mahfud, dalam RUU KUHP sudah ada batasannya, yaitu bila menimbulkan keresahan dan benturan antar kelompok dalam masyarakat Asrori. S. Kandi i Hukum Gatra, Edisi 44 beredar Kamis, 14 September 2006. Bantahan pokok penafsiran pada Pemohon, tentang UndangUndang Nomor 1 PNPS 1965 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 memasuki kebebasan pribadi. Sudah dijelaskan bahwa banyak pihak termasuk dengan istilah forum internum maupun forum eksternum, bahwa Undang-Undang a quo tidak mengurusi dan masuk pada wilayah pribadi. Undang-Undang a quo baru bekerja, saat forum eksternum mulai tersentuh dalam pengertian kepentingan umum mulai terganggu. Bahwa dengan demikian bahwa sepanjang seseorang memiliki keyakinan di dalam dirinya sendiri dan dijalankan untuk dirinya sendiri tanpa melibatkan orang lain untuk mengetahui, melihat, mendengar ataupun mengalami, maka hal tersebut tidaklah dilarang oleh undangundang. Atau dalam bahasa ilustrasi yang sederhana, apabila ada seseorang nungging-nungging menyembah mesin-mesin giling di kamarnya sendiri, untuk dirinya sendiri maka hal tersebut tidak mejadi persoalan. Kenyataan inilah yang justru didukung oleh sekian banyak referensi hukum internasional yang dikemukakan para Pemohon, bukan kesimpulan yang diambil. Sebagai contoh lain, bagaimana perasaan seorang wanita baik-baik, yang kemudian melihat seorang laki-laki di tengah jalan yang menunjukan kemaluannya. Reaksi yang paling minim
52
adalah wanita tersebut akan membalingkan muka kemudian merasa haknya melihat yang baik-baik saja terganggu, dan saat laki-laki aneh itu diamankan oleh petugas, tentu tidak bisa berdalih “lho ini punya saya sendiri dong terserah mau diapain saja.” Bantahan pokok penafsiran Pemohon terhadap kebebasan beragama dengan pendekatan kebebasan menyatakan pendapat. Memang tentang kebebasan beragama belum ada putusannya namun dengan pendekatan kebebasan berpendapat maka ada pendapat dari Mahkamah Konstitusi yang sangat bagus yaitu, Perkara Nomor 14/PUUVI/2008 tanggal, 13 Agustus tahun 2008. Sungguh tidak terbayangkan akan ada ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat atau bahkan ada kehidupan bersama yang dinamakan masyarakat, jika masing-masing orang menggunakan kebebasan dengan sesuka hatinya. Dalam konteks itulah penbatasan kebebasan oleh hukum menjadi keniscayaan. Demikian salah satu kutipan pendapat dari Putusan Mahkamah Konstitusi yang kami kutip untuk dijadikan referensi kami. Lanjut. 103. PIHAK TERKAIT: HIZBUT TAHRIR INDDONESIA:
Assalamualaikum, wr, wb. Hamidanlillahi wa ala sholi rasulillah
Kami telah membuat tanda-tangan dan insya Allah nanti akan kami berikan kepada Majelis Hakim dan jugaPihak Terkait. Tetapi karena, bantahan kami cukup panjang maka kami akan ringkas dalam bentuk poin-poin yang kita sampaikan. Yang pertama, kalau kita baca dari materi Pemohon maka menunjukkan, bahwa Pemohon itu ingin menjadikan perbedaan dalam perkara agama sebagai dasar untuk melegitimasi penyimpangan. Padahal seringkali diungkapkan bahwa, ada perbedaan yang cukup mendasar antara, perbedaan ikhtilaf dan inkhiraf atau penyimpangan. Beberapa kali juga diungkapkan bahwa tafsir itu relatif, padahal tafsir itu memang bisa relatif tetapi tidak semua tafsir dalam Al-quran itu kemudian mengandung perbedaan. Sebenarnya ini hampir sama dengan pembicaraan kita semua. Ketika kita menyampaikan misaknya, dia menjadi atau dia tergabung menjadi Ikatan Wanita Pengusaha, mungkin tidak akan ada perbedaan penafsiran. Tetapi kalu dibalik dia menjadi anggota pengusaha wanita, maka tentu ini akan menimbulkan perbedaan pendapat, perbedaan tafsiran, jadi saya kira tidak jauh dari itu. Dan faktanya kalau kita lihat, Pemohon di antaranya di situlah Musdah Mulia, itu memang memiliki agenda untuk menyampaikan tafsir-tafsir yang menyimpang. Saya pernah satu forum dengan dia, dia menyampaikan bahwa hukumnya boleh pernikahan sejenis atau homoseksual, yang penting adalah sakinah, mawadhah, warramah. Tentu ini merupakan penyimpangan dan
53
bukan
lagi
perbedaan
tafsir.
Karena
Rasulullah
mengatakan,
Manwajadtumuhu yaqmalu amalakaumiludin fauktulfailah walmaf ulbi.
Jadi siapa saja yang kamu dapati, melakukan amal perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan objeknya. Ini jelas, oleh karena itu kita bayangkan bila undang-undang ini dicabut, maka penafsiran-penafsiran yang semacam itu, Musdah Mulia dan semacamnya itu akan bermunculan dan tentu ini sangat meresahkan. Dan yang poin kedua, kalau kita baca dalam materi Pemohon, akan kita dapati ketidakkonsistenan dalam urusan kehidupan privat dan kehidupan publik. Perkara agama seperti ini perbedaan dan semacamnya penafsiran itu dianggap sebagai persoalan privat dan oleh karenanya negara tidak boleh mencampuri urusan tersebut. Tetapi sesungguhnya Pemohon dalam banyak hal Abdurrahman Wahid dan juga Musdah Mulia dan kawan-kawan yang ada di situ, itu sering kali tidak konsisten urusan pornografi dianggap urusan privat karena negara tidak boleh bercampur tangan. Urusan seks bebas dianggap urusan privat, tetapi giliran urusan nikah siri dianggap negara harus campur tangan, urusan publik. Ketika poligami dianggap sebagi urusan publik ini bukti menunjukkan bahwa tidak konsisten antara memahami mana urusan privat dan mana urusan publik. Dan saya kira yang justru lebih penting di sini bahwa tidak setiap urusan yang dianggap urusan privat itu diperbolehkan begitu saja bebas melakukan negara tanpa melakukan campur tangan. Bukankah mengkonsumsi narkoba itu adalah urusan privat ini uang-uang saya sendiri, mulut-mulut saya sendiri, perut-perut saya sendiri tetapi mengapa dalam hal ini negara campur tangan dan menangkap pelakunya? Itu karena mengkonsumsi narkoba merupakan aktivitas yang berbahaya. Oleh karena itu bukti bahwa negara itu melindungi warganya adalah mencegah warganya melakukan tindakan yang berbahaya, dan tentu saja penyimpangan penafsiran yang menyimpang, penodaan agama dan seterusnya itu jauh lebih berbahaya daripada narkoba. Kalau narkoba itu negara melindunginya dengan cara melarang menghukum pelakunya maka sudah semestinya negara harusnya mencegahnya dengan menghukum orang-orang yang melakukan penyimpangan dalam hal penafsiran, peribadahan, penistaan dan penghinaan dan tidak bisa dikatakan ini adalah urusan privat. Berikutnya yang ketiga, kalau kita cermati lagi dalam bantahan atau materi Pemohon itu seringkali yang digunakan adalah HAM. HAM kita seolah-olah harus tunduk kepada kaidah-kaidah HAM yang disebut dengan kaidah interpersonal. Padahal negara-negara barat yang sering kali menyampaikan HAM, menekankan negara-negara lain agar tunduk kepada HAM, itu tidak pernah mentaati HAM itu sendiri. Di Swiss ada larangan pembangunan menara mesjid, di Belanda dan di Prancis ada larangan orang menggunakan “burka” untuk menutup auratnya. Itu artinya bahwa mereka telah melakukan pelanggaran HAM, tetapi mengapa kemudian kita harus lebih tunduk kepada HAM sementara
54
pembuatnya sendiri tidak yakin dan tidak melaksanakan itu sendiri, itu yang ketiga. Dan yang keempat, kalau kita baca lagi dalam materi Pemohon maka kita melihat adanya kebohongan, saya katakan kebohongan karena ini tidak sesuai dengan fakta. Sebagai contoh misalnya didalam materi Pemohon poin 38C dan halaman 22 disebutkan “bahwa menurut keyakinan orang NU, ziarah kubur dan tahlil adalah bagian dari ibadah” bagi orang Muhammadiyah atau Wahabi ziarah adalah bid’ah yang menimbulkan syirik dan syirik adalah dosa yang tidak diampuni Allah. Ini adalah kebohongan. Saya sudah melihat referen-referen yang ditulis oleh Muhammadiyah dan Wahabi tidak ada satu-pun mereka yang mengharamkan apalagi menyebutkan bid’ah dan syirik. Ziarah kubur yang dikritisi adalah ziarah kubur yang seperti apa? Apakah ada unsur tawasul dan seterusnya. Tetapi ziarah kubur sendiri itu adalah masruh, Syeh Shaleh Al Usaimin, Abdullah bin Bas dan juga dalam buku Muhammadiyah yang ditulis oleh Ali Fahruddin mengenal dan menjadi Muhammadiyah sendiri mengatakan bahwa ziarah kubur adalah sunnah. Lalu darimana Pemohon mengatakan ini adalah bidah, tentu ini adalah merupakan kebohongan yang tidak sesuai dengan fakta. Dan yang lain didalam materi Pemohon tidak disebutkan bahwa contoh pada tahun 763 Masehi, Imam Abu Hanifah pendiri mazhab Hanafi dan seluruh pengikutnya telah dituduh kafir dan murtad sebelum ditangkap, dipenjara disiksa dan diracun hingga meninggal dunia di penjara. Meskipun demikian ajaran dan pengikut mazhab sempat tetap hidup malah semakin berkembang. Ini darimana diperoleh sumber seperti ini? Tidak ada satu-pun buku sejarah yang mengatakan bahwa Imam Abu Hanifah dipenjara apalagi dibunuh karena mengajarkan ajaran sesat. Yang adalah Imam Abu Hanifah diminta untuk menjadi qoldi oleh khalifah dan beliau menolak. Penolakan telah dianggap sebagai pembangkang oleh khalifah dan kemudian dipenjara, tidak ada kaitanya dengan ajaran sesat maka darimana kemudian Pemohon ini mendapatkan sumber referensi yang kemudian berbeda dengan realitas ini. Oleh karena itu kita lihat bahwa ini merupakan satu kebohongan dan yang terakhir saya ingin sampaikan bahwa kalau kita lihat semuanya ini adalah merupakan bentuk dari Islam phobia. Suatu yang ada kaitannya dengan Islam seolah-olah ini harus dimusuhi, poligami dilarang, nikah siri yang sudah sah walaupun belum dicatat itu dilarang tetapi begitu giliran ada pornografi dan seks bebas itu diam. Itu ada aspek Islam phobia di sana. Padahal kalau kita lihat apa yang ditakuti dari Islam? Sepanjang sejarah dalam khilafah Islamiyah ketika Islam diterapkan tidak pernah ada orang Nasrani dan Yahudi yang dibunuh karena agamanya, mereka dilindungi ketika mereka tunduk kepada hukum syariah sepanjang sejarah. Oleh karena itu maka sesungguhnya tidak ada yang perlu ditakuti ketika Islam diterapkan, syariah diterapkan, khilafah ditegakkan tidak ada sesuatu yang ditakuti. Karena
55
sesungguhnya Islam tidak memberangus, tidak membunuh pelaku atau pemeluk agama yang lain manakala mereka tunduk terhadap syariah Islam. Oleh karena itu yang terakhir kami bersikap akan menyampaikan kepada Majelis Hakim untuk menolak gugatan kaum liberal yang menginginkan pencabutan undang-undang ini, bahkan kalau perlu undang-undang ini harus ditingkatkan hukumannya, sebab apa? Sebab kalau kejahatan itu dilakukan individual, mungkin akibatnya belum terlalu parah, tetapi kalau kejahatan sudah berbentuk organisasi maka tentu sulit untuk bisa dibendung. Mengapa Musadek yang mengaku nabi segera bisa ditangkap dan dipenjara? Karena pengikutnya belum terlalu banyak. Tetapi mengapa Ahmadiyah itu tidak bisa ditangkap dan tidak bisa dibubarkan? Karena pengikutnya sudah terlalu besar. Maka sesungguhnya langkah yang terbaik yang dilakukan negara adalah mencegah sedini mungkin adanya penyimpangan yang ada. Sebab ketika penyimpangan dibiarkan dan dianggap itu merupakan kebiasaan, maka sudah sulit untuk dihapuskan. Dan pada …, Majelis Hakim, saya ingin sampaikan satu ayat yang berkenaan dengan ini, Allah SWT berfirman: Inna nahnu nuhyil mauta
wa naktubu ma qaddamuu wa atsa rahum, “sesungguhnya kami yang menghidupkan yang mati dan Kami mencatat apa yang mereka kerjakan dan atsar mereka” apa atsar? Diantaranya adalah keputusan yang
dilakukan. Mungkin hakim dalam hal ini tidak mengkonsumsi narkoba, tetapi ketika undang-undang membolehkan narkoba maka pembuat Undang-Undang itu akan kena akibatnya, dosa yang terus menerus. Mungkin hakim tidak ikut aliran sesat tetapi ketika undang-undang yang mengizinkan aliran sesat itu diperbolehkan, dan telah dilegalisasi oleh hakim, maka hakim akan mendapatkan dosa yang terus menerus illa
yaumil qiyamah.
Hadirin rahimakumullah, maka itulah yang dapat disampaikan, semoga ini menjadi bahan pertimbangan bagi hakim semua untuk memutuskan.
Assalamualaikum wr. wb.
104. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Baik, demikian dari Hizbut Tahrir Indonesia. Persis 15 menit, berikutnya dari Al Irsyad. 105. PIHAK TERKAIT: ISLAMIYAH)
KH.
ABDULLAH
DJADI
(AL-IRSYAD
AL-
Bismillahirrahmanirrahim, assalamualaikum wr. wb. Alhamdulillah, washolatu wassalamu ‘ala Rasulillah, sayyidina Muhammad ibni Abdillah wa’ala alihi washahbihi wa man walah.
56
Segala puji bagi Allah, yang terpuji karena curahan rahmat-Nya, yang ditakuti karena kewajaran-Nya untuk ditakuti, yang dihindari siksaNya dengan mendekat dan bertobat kepada-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad SAW, kerabat, sahabat, dan pengikutnya yang istiqamah sampai akhir zaman nanti. Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia Setelah mempelajari secara saksama terhadap permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang diajukan oleh Tim Advokasi Kebebasan Beragama. Bersama ini Pimpinan pusat Al-Irsyad Al-Islamiah menyampaikan pandangannya. Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Pasal dan ayat-ayat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 ini sedikitpun tidak terdapat suatu kaidah yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Undangundang tersebut selama ini telah memberikan suatu kedamaian dan ketentraman, serta mampu menciptakan toleransi beragama bagi masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia yang banyak mendapatkan penghargaan di dunia internasional. Tidak banyak negara di dunia ini yang mampu menjamin kebebasan beragama yang seluas-luasnya bagi kalangan minoritasnya seperti di Indonesia yang kita cintai ini. Walau masing-masing agama memiliki keyakinan dan prinsip akidah yang bertentangan antara satu dengan yang lain sebagaimana ajaran agama Islam yang tidak mengakui Nabi Isa sebagai anak Tuhan, seperti yang diyakini penganut agama Nasrani. Demikian juga ajaran agama Nasrani yang tidak mengakui kenabian Nabi Muhammad Saw sebagai nabi terkhir setelah Isa A.S., dengan Al-quran dan kitab sucinya. Perbedaan akidah yang mencolok ini juga terdapat di semua agama yang ada, seperti, Hindu, Buddha, dan lain-lainnya. Namun perbedaan akidah dan pandangan ini tidak menjadi penghalang bagi umat beragama untuk bertoleransi dan bersaudara. Islam yang menjadi agama terbesar di Indonesia, ajaran toleransi dan kebebasan merupakan suatu yang final, lakum dinukum waliyadin, “bagimu agamamu, bagiku agamaku.” Tidak ada yang perlu dipertentangkan dan diperdebatkan, itu prinsip kita dalam memandang berbagai agama. Walau kita tidak pungkiri di negara kita sering terjadi pergesekanpergesekan, namun hal ini bukan disebabkan pertentangan teologi yang menjadi keyakinan masing-masing. Namun lebih disebabkan karena ketersinggungan dari kekurangsantunan dalam berdakwah menjalankan misinya. Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, kebebasan bagi semua orang untuk memeluk suatu agama serta melakukan peribadatan menurut agama dan keyakinannya yang dijamin
57
oleh negara, hendaknya dipahami secara arif. Kebebasan beragama bukan berarti kebebasan menjungkirbalikan ajaran agama yang dipeluknya, tapi kebebasan seseorang untuk memilih agama yang diyakininya. Seseorang yang mengaku sebagai muslim namun tidak melaksanakan kewajiban shalat, puasa, dan kewajiban-kewajiban lainnya tidak akan mendapatkan sanksi dari negara ... Hal ini menjadi tanggung jawab pribadinya kepada khalik dihari akhirat. Namun jika seseorang yang mengaku sebagai seorang muslim, lalu dengan sengaja di muka umum menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk sama-sama tidak melaksanakan shalat karena pendapat yang menganggap sebagai suatu perbuatan yang sia-sia dan membuang-buang waktu, tentu hal ini menjadi masalah yang lain. Apalagi dengan mengaku dirinya sebagai rasul dan nabi. Karenanya Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 dibuat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau penodaan dalam beragama. Masih diperlakukannya undang-undang ini saja sudah banyak yang mengaku dirinya sebagai nabi dan rasul, adapula yang mengaku sebagai Malaikat Jibril, walau dia terlahir dari rahim Ibunya. Bahkan adapula yang mengaku dirinya sebagai Tuhan selain Allah. Apa yang akan terjadi apabila negara ini tidak memiliki payung hukum yang melindungi kemurnian pokok-pokok ajaran suatu agama. Dalam Islam seseorang yang akan memberikan penafsiran, ia harus menguasai kaidah Bahasa Arab, menguasai kaidah ushul fikih asbabul nuzul dan disiplin ilmu agama lainnya. Apa jadinya apabila penafsiran dan interpretasi ajaran agama dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kapasitas dan ilmu tersebut di atas. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Setiap pemeluk agama apapun taat pasti akan cepat terpanggil untuk membela ajaran agamanya bila ada yang menodainya, karenanya Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 sangat dibutuhkan oleh semua agama yang ada di Indonesia ini. Hal ini untuk menjamin adanya kedamaian, toleransi dan melindungi dari terjadinya penyalahgunaan dan penodaan terhadap pokok-pokok ajaran agama yang sudah baku. Di dalam ajaran Islam tidak ada perbedaan hal-hal yang prinsip atau ushul atau pokok. Antara satu mazhab dengan mazhab yang lain. Yang ada adalah perbedaan furu’yah seperti permasalahan qunut atau jumlah rakaat tarawih yang disangka sebagai pertentangan antar Muhammadiyah dan NU, oleh saksi ahli dari Pemohon beberapa waktu yang lalu. Hal ini bukanlah suatu pertentangan yang menyangkut esensi dari pokok-pokok ajaran Islam, namun lebih sebagai khazanah dalam permasalahan furu’iyah atau cabang. Karenanya seorang muslim tidak akan merasa canggung untuk menjadi makmum bahkan menjadi imam sekalipun dalam shalat berjamaah di masjid manapun yang ada. Selanjunya Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah, dengan 132 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia memohon kepada Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menolak atau
58
setidaknya menyatakan permohonan Pemohon Nomor 140/PUU-VII/2009 tidak dapat diterima. Adapun bahasan yang berkaitan dengan aspek filosofis, aspek yuridis konstitusional, aspek sosiologis dan aspek hak asasi manusia akan disampaikan oleh Prof. Dr. H.M Thahir Azhari, S.H. selaku istisyariah dari Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah dan dengan ini pula kami sampaikan dari hasil penyampaian Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah kepada Yang Mulia dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terima kasih. 106. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Baik, PP diambil naskahnya. Prof. Thahir Azhari, silakan. 107. PIHAK TERKAIT: PROF. THAHIR AZHARI (AL-IRSYAD ALISLAMIYAH)
Bismillahirrahmanirahim, assalamualaikum wr. wb.
Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya kepada kita semua, Amin. Perkenankan saya dalam hal ini sebagai salah seorang penasihat dari Al-Irsyad Al-Islamiah untuk menyampaikan jawaban terhadap permohonan dari pihak Pemohon tentang pengujian materil UndangUndang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama. Jawaban itu saya tuangkan dalam bentuk tertulis dan nanti insya Allah akan saya minta tolong dibacakan oleh ustadz Zaid Muhammad Hamid. Namun sebelumnya perkenankan saya menambahkan beberapa hal, setelah saya mendengarkan tadi pandangan-pandangan dari pihak lain. Yang pertama yang perlu kita garisbawahi dan kita pahami betul what’s the nature of our state? Apa sifat dan hakikat dari negara Indonesia ini, itu yang pertama. Untuk menjawab pertanyaan itu kita tidak lain mau tidak mau harus merujuk kepada falsafah Pancasila yang sudah merupakan milik bangsa Indonesia dari agama manapun. Jelas sekali the nature of our state is not seculer it’s religious nation state”. mudah-mudahan Pemohon paham bahasa Inggris ya? Ya, saya harapkan begitu ya, kalau tidak ya saya terjemahkan. Sifat hakikat negara kita adalah negara Republik Indonesia yang religius, yang merupakan negara agama dan bukan negara sekuler. Konsekuensi dari pemikiran filosofis ini maka, sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan negara itu ditolak di negara kita. Karena itu liberalisme atau kebebasan berfikir itu tidak bisa diserahkan
59
oleh individu–individu, semata-mata. Perlu negara ikut campur. Tadi ada yang mengatakan kok kenapa ranah pribadi kok diikuti oleh negara? Negara kan hanya masalah publik, itu pendapat yang salah. Perlu, kuliah hukum lagi itu, maaf ya. Perlu negara itu yang mengatur baik hal- hal yang privat bahkan hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum kewarisan itu negara perlu campur. Kemudian juga negara mengatur halhal yang bersifat publik untuk kepentingan publik. Public interest dan public order itu harus sejalan. Jadi, sangat naïf jika ada pandangan bahwa negara tidak boleh melindungi kepentingan agama apabila ada pihak yang mau menyalahgunakan agama, mengobok–obok agama, melakukan distorsi terhadap suatu ajaran agama. Terutama yang sering menjadi target operasi itu adalah Islam, agama Islam ya? Jadi itu pendapat yang keliru negara harus melindungi kepentingan warganya. Bapak Yang Mulia Ketua Hakim Majelis Konstitusi. Saya agak sedikit.., barangkali bukan hanya bingung ya? Kok ada pandangan yang menginginkan undang–undang yang sudah baik itu kok harus dicabut? Aneh kan? Jadi permohonan dari Pemohon ini, aneh. Kesan saya, apakah para Pemohon ini ingin negara kita menjadi negara yang kacau kalau nanti. Ya, alangkahkah baiknya para Pemohon ini tobat kali, ya. Kembali kepada ajaran yang sebenarnya. Memang pada saat ini ada usaha-usaha yang secara global, ingin mengacaukan kehidupan umat Islam baik secara lokal, nasional maupun global. Nah, saya tidak tahu apakah ini ada misi tertentu, mohon maaf sebelumnya kalau ini saya keliru. Ada usaha–usaha dari pihak zionis misalnya, yang menggoyang Pemohon, yang memotivasi para Pemohon untuk mengajukan permohohnan ini. Nah, kalau sudah sampai di sini berarti ini sudah sampai politik luar negeri ini yang sudah berbicara. Nah, tentu saja umat Islam di Indonesia dan umat beragama lainnya akan membela hak–hak mereka. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Bicara soal kebebasan, kebebasan itu merupakan ketentuan sunatullah. tapi, kebebasan mutlak hanya ada pada Allah. Manusia hanya punya kebebasan relatif nisbi, terbatas. Coba saja tanya pada diri kita masing-masing, apa betul kita ini sebebas–bebasnya. Tidak ada yang bebas 100% ya, ndak ada. Kalau kita orang yang beragama kita ya, paling tidak kita terikat dengan melaksanakan kewajiban shalat lima waktu dan seterusnya. Jadi, tidak ada kebebasan mutlak, sehingga orang juga bebas untuk menyalahgunakan agama dan menodai suatu agama, ini bertentangan dengan paham kebebasan itu sendiri. Dan Perlu kita tekankan bahwa kebebasan yang kita anut adalah kebebasan yang berdasarkan Pancasila bukan kebebasan liberal. Janganlah kita mengimpor paham kebebasan dari luar negeri yang akan menyesatkan kehidupan kita, baik di dunia dan di akhirat nanti. Saya yakin semua ingin masuk surga, tidak ada yang ingin masuk neraka, kan? Nauzubillahhimindzalik. Dapat kita bayangkan demikian neraka itu panasnya,coba saja dites kalau, pukul setengah dua belas
60
tengah hari Saudara berdiri di tengah jalan sana kena sinar matahari, sudah melepuh kulitnya, ya? Tapi, di neraka Naudzubillahimindzalik ribuan derajat panasnya. Tapi kita selalu berlindung kepada Allah supaya tidak ke sana. Mudah-mudahan Allah akan memberikan hidayah kepada kita, supaya kita dalam bimbinganya dan meninggal dalam keadaan khusnul khatimah masuk surga itu tujuan kita. Hadirin yang berbahagia. Kemudian soal HAM, HAM ini pun harus dilihat. HAM tidak hanya dilihat dari satu aspek, tapi aspek yang lain. HAM melindungi diri sendiri, melindungi orang lain. Jadi HAM itu sifatnya timbal balik. Nah oleh karena itu Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 itu harus dan kalau saya boleh mengatakan wajib dipertahankan dan tanpa ada perubahan apapun, karena itu permohonan para Pemohon wajib ditolak. terima kasih, saya silakan untuk dibaca teks pembelaan ini lebih lanjut, teks jawaban oleh Ustadz Zaid Muhammad Fahmi, terima kasih. Wassalmualaikum wr. wb. 108. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Baik, tidak usah Pak. Sudah cukup waktunya sudah lewat 20 menit. Jadi nanti saja kalau ada waktu kita undang lagi ke dapan, tapi intinya sudah ditangkap. Berikutnya dari Profesor Mahdini, ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah silakan Prof. Mahdini. 109. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. DR. MAHDINI
Assalamuallaikum wr. wb. Bismillah walhamdulillah wa sholata wa salam wa ala rasullilah wa’ala alihi waashabihi adj’main.
Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi serta Hadirin yang terhormat. Pertama-tama izinkanlah saya memperkenalkan diri, saya adalah bernama Mahdini, kenapa bernama Mahdini ya mungkin lahirnya ketika subuh. Allahumadini, begitu. Saya adalah seorang guru besar di Fakultas Syariah UIN Sultan Syarif Kasim Riau sekaligus menjadi dekannya di sana dan sekaligus saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan pada hari ini untuk menyampaikan beberapa hal yang terkait dari persidangan ini. Hampir 45 tahun sudah terlewati, sebagaimana yang telah disampaikan juga tadi bahwa tidak ada persoalan dengan peraturan. Artinya peraturan tentang Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965. Karena para pemeluk agama tidak ada yang menggugatnya. Hal ini kita dapat mengerti bahwa tidak satu agama manapun atau agama manapun juga yang mau, agama yang diyakini dinistakan dan dinodai. Akan tetapi
61
undang-undang ini sedang dimintakan tim advokasi kebebasan beragama untuk dicabut. Atas dasar itu pula kami menduga agaknya para pihak Pemohon tidak sedang dalam beragama atau setidak-tidaknya tidak cinta dengan agama yang dianutnya, atau apabila dugaan itu salah maka para Pemohon yang beragama itu jelas mewakili orang atau pihak tertentu. bukan dirinya sendiri. Jika dugaan itu benar maka para Pemohon sesungguhnya bukanlah dalam posisi terganggu atau terkurangi atau setidak-tidaknya terhalang-halangi untuk melakukan aktifitas beribadah sesuai dengan agama yang dianut dan diyakininya. Dengan demikian kami menilai para Pemohon terlebih dahulu hendaknya membuktikan, apakah benar sebagai pihak yang telah dirugikan haknya dan atau kewenangan konstitusionalnya dan apakah para Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum sebagaimana ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim yang kami hormati. Tentang Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 telah sesuai dengan semangat pembentukan Peraturan Perudang-Undangan Dasar 1945. Kami tidak sependapat dengan Pemohon yang menyatakan bahwa undang-undang ini dikeluarkan dalam keadaan darurat, mengingat pada tahun 1969 saat diangkat menjadi undang-undang negara tidak dalam keadaan darurat. Bahwa Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965, khususnya ketentuan-ketentuan yang dimohonkan oleh para penguji, menurut kami negara tidak dalam intervensi. Jadi artinya apa yang diyakini kawankawan itu salah semua. Bahwa sebenarnya undang-undang tersebut justru telah memberikan perlindungan dan memberi kebebasan pada setiap orang untuk menjalankan ibadah sesuai agama yang diyakininya, menjaga ketentraman, keharmonisan antara umat beragama dari kemungkinan-kemungkinan penghinaan penodaan maupun pemaksaan terhadap umat beragama Kemudian tadi juga dibincangkan saya singgung sedikit, Mengenai pendapat Pemohon yang menyatakan Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 adalah diskriminatif karena membatasi hanya pada enam agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu adalah pendapat yang keliru. Memang pada Penjelasan Pasal 1 dijelaskan seperti itu, akan tetapi kemudian di dalam paragraf penjelasan tentang undang-undang tersebut, ini dijelaskan bahwa agama-agama lain pun selagi sesuai dengan keindonesiaan kita maka juga akan diakui menurut Undang-Undang Dasar 1945 ayat (2), nomor 2. Saya langkahi karena banyak. Nanti akan ada copy-nya mungkin yang akan diberikan. Saya ingin lompat ini ke halaman berikutnya.
62
Proses kehidupan beragama yang terjadi di era reformasi sekarang ya? Meski telah melahirkan banyak peluang tetapi juga ternyata memenuhi banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan kehidupan keIndonesiaan kita. Di satu sisi berbagai aktifitas dakwah berjalan lancar dan bebagai nilai dengan leluasa disuarakan tampa hambatan yang berarti. Di sisi lain dengan kebebasan itu, aliran dan kelompok yang menyuarakan pikiran, paham dan aktifitas yang bertentangan dengan akidah dan syariat juga dengan leluasa tumbuh dan berkembang. Karena banyak dan maraknya penodaan, penyimpangan aliran-aliran baru yang mengatasnamakan Islam bahkan akhirnya Majelis Ulama Indonesia dalam Rakernas tahun 2007 mengeluarkan ketetapan mengenai 10 kriteria aliran sesat. Pertama, mengingkari rukun iman dan rukun Islam, kedua meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i, kemudian meyakini turunnya wahyu setelah Al-quran, keempat menginkari itensitas dan atau kebenaran Al-quran, kelima melakukan penafsiran Al-quran yang tidak berdasarkan kaedah tafsir, keenam mengingkari kedudukan hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam, ketujuh melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul, kedelapan mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir, kesembilan mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditentukan syariah, dan kesepuluh mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i. Ada satu hal yang saya kira ingin saya jelaskan di sini bahwa ada tuduhan sepertinya Nabi Muhammad adalah pelanjut dari tiga agama yang kita sebut dengan agama samawi itu. Dijelaskan bahwa Islam, ini gugatan ya, Islam pasti adalah penyimpangan nyata dari agama Kristen yang menganggap Yesus sebagai Tuhan. Sementara islam Yesus hanya menganggap sebagai nabi, jika dirujuk ke dalam sejarah maka semua agama sebetulnya muncul sebagai bentuk penyimpangan agama doktrindoktrin tradisional sebelumnya. Kesimpulan di atas jelas terlalu gegabah dan mengada-ada. Sejak semula dijelaskan bahwa akidah Islam bertentanagn dengan agama Nasrani dan Yahudi. Adanya kontradiksi tersebut tidak bisa disebut bahwa Islam merupakan sempalan dari agama Nasrani dan Yahudi. Sebab sesuatu bisa disebut sebagai sempalan dari yang lain jika keduanya berasal dari bangkal atau agama yang sama, dan ini tidak terjadi dalam Islam. Sejak awal Islam dideklarasi sebagai agama yang berdiri sendiri. Dalam kehidupannya Rasullullah SAW sama sekali tidak pernah menjadi pemeluk dua agama tersebut. Beliau juga tidak pernah menjadikan agama kedua ajaran itu menjustifikasi ajarannya atau pun beliau menafsirkan secara menyimpang. Saya ingin mengakhiri ini Pak Ketua dan Para Hakim. Izinkan kami menyampaikan kesimpulan tetapi mungkin ada beberapa hal yang belum saya sampaikan nanti bisa dibaca. Yang pertama perundang-undangan pada dasarnya sangat menghargai dan
63
menghormati kebebasan setiap orang sebagai wujud perlindungan dan penegakkan hak-hak konstitusional. Hanya saja dalam perwujudannya tidak boleh dilakukan tanpa batas atau dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan agama, norma kesusilaan, ketertiban umum maupun norma hukum yang berlaku. Secara moral seseorang tidak boleh saling menodai. Sikap seperti itu bukan bagian dari pengamalan demokrasi tetapi justru adalah agresi terhadap perasaan orang lain. Kebebasan itu bersepadan dengan kebebasan orang lain dan etika, dilarang memasuki areal rumah tangga orang lain. Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 sangat diperlukan dan wajib dipertahankan keberadaannya guna mewujudkan ketenteraman, kehidupan yang harmonis, kerukunan dan toleransi antar umat beragama. Hal demikian telah teruji sejak Negara Republik Indonesia berdiri sampai sekarang. Mengakhiri penjelasan singkat ini, kami memohon kepada Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, memutus dan mengadili permohonan ini. Pertama, para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing . Yang kedua, menolak permohonan pengajuan para Pemohon. Ketiga, menyatakan UndangUndang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama atau khususnya Pasal 3 dan Pasal 4 tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 29E ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 24I ayat (1) dan( 2), Pasal 28D ayat (1), kemudian Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Demikian, terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf atas segala kekurangan.
Wassalamualaikum wr. wb.
110. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Baik, ke Prof. Mahdini. Kemudian Ahli yang dihadirkan oleh Majelis Ulama Indonesia Bapak Abu Yamin Rahman. 111. AHLI DARI PIHAK TERKAIT(MUI): ABU YAMIN RAHMAN
Assalamualaikum wr. wb. Alhamdulillah, Allhamdulillahirabbil alamin wassalatuwsalamu ala asrafil mursalin saiyidina Muhammadin waala alihi wasahbihi ajma’in.
Bapak Ketua Majelis Hakim yang terhormat, Bapak-Bapak Hakim dan Ibu yang berbahagia. Nama saya Abu Yamin, usia saya 81 tahun, hanya ada sedikit gangguan telinga. Kegiatan saya sehari-hari masih berdiri di ruang kuliah, masih dosen, dan saya penceramah, saya penulis, saya wartawan dan saya Pimpinan Redaksi Tabloid Jumat sudah 20 tahun, karya tulis 46, 28 Islamologi, dan 17 Kristenologi. Yang terakhir saya tulis Ensiklopedi Lintas Agama dan kalau saya tidak khilaf saya sudah bawa untuk semua Pak Hakim yang ada di sini, dan satu lagi buku yang
64
lain yang saya berikan yaitu Abu Yamin Menggugat Robert Morey tentang Islamic Invasion. Hadirin yang terhormat, Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 berperan sebagai pemagar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat (1) dan (2). Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia berperan sebagai pelaksanaan ayat-ayat Injil Mathius Pasal 10 ayat 5 sampai 14 dan ayat-ayat Al-Qur’an AlBaqarah 256 dan Surat Yunus 99 di lapangan. Manusia adalah cipataan Tuhan, Tuhan lebih tahu tentang ciptaannya, di balik serba kelebihan manusia masih memiliki kekurangan, termasuk keterbatasan peran indera dan otak. Untuk perbekalan manusia hidup di bumi mengelola alam, Tuhan kirimkanlah para Nabi utusannya secara estafet, membawa petunjuk mendatangi manusia semenjak dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Petunjuk-petunjuk demikian, pada masanya terkumpul dalam kitab suci Taurat zaman Musa, Kitab Zabur zaman Daud dan Al-Qur’an untuk umat Muhammad SAW. Bagi umat Muhammad di samping Al-Qur’an ada sumber hukum kedua yaitu Hadist dan Sunnah. Apa-apa yang disampaikan oleh Rasul hendaklah kamu ambil dan apa yang dilarangnya hendaklah kamu ditinggalkan (QS. Al-Hasyr ayat 9). Hadirin yang terhormat, sebenarnya bagi umat Islam di Indonesia semula sangat bersikukuh agar keberadaan 7 kata Syariat Islam dalam Piagam Jakarta dapat dilestarikan sebagai pengawal Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 tapi biarkanlah semenjak dia dihapuskan 7 kata tersebut, menjadi ciri utama bahwa umat Islam di Indonesia cinta damai dan cinta perdamaian terhadap sesama warga walau berbeda agama. Demikian setelah 7 kata tersebut dihapuskan, maka para aktivis muslim yang dipimpin oleh H. Dardiri, H. Saleh Suaidi, Karto Sudarno, H. Wahid Hasyim didukung oleh H. Masykur dan Muhammad Natsir, mereka berkonsentrasi untuk mendapatkan Kementerian Agama. Itupun semula sangat ditentang habis-habisan oleh Wongsonegoro dari Aliran Kepercayaan dan Ratu Harhari dari kelompok Nasrani. Alasan mereka, kepengurusan agama cukup dimasukkan ke bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Muslim sebagai da’i berkewajiban menyelamatkan Aqidah Tauhid, kenabian Muhammad dan kitab suci Al-Qur’an dari berbagai penodaan, baik oleh kaum sekuler, atheis dan siapa saja di muka bumi ini. Penodaan atau penghinaan terhadap sesuatu agama pasti tidak sama dengan pengkritikan terhadap agama. Penodaan bertujuan merusak, sementara pengkritikan bertujuan memperbaiki dan memberi masukan. Penodaan bisa terjadi lewat lisan, tulisan, atau perbuatan tanpa menyertakan sumber yang layak dipercayai, sementara kritikan selalu disertai dengan bukti rujukan, referensi atau sumber lain yang layak dipercayai.
65
Hadirin yang terhormat, contoh-contoh penodaan zaman khalifah Abu Bakar, hanya sekitar 2 tahun sesudah Nabi Muhammad SAW pergi, terjadilah penyelewengan. Musailamah murtad dan dia mengklaim sebagai nabi dan minta kepada Abu Bakar supaya wilayah kekuasaannya dibagi. Musailamah diperangi, dan dia terbunuh di daerah Yamamah dengan lembingnya wahsih. Ciri yang lain, 2 tahun silam, penodaan agama terjadi di Denmark. Media Jyllands-Posten, sengaja membuat lukisan Nabi Muhammad dengan surban di kepala dan kitab suci Al-Qur’an bersama bom di tangan. Maksudnya Muhammad dipublikasikan sebagai sumber teroris dan Islam disebarkan lewat kekerasan. Memang kondisi masyarakat Denmark tak berdaya, tak bedanya dengan masyarakat Barat lainnya. Bahkan warganya berdemo tanpa mengenakan pakaian selembar apapun tetap saja dilindungi oleh undang-undang dan HAM mereka. Kali ini kaum muslimin hatinya disabarkan oleh seuntai Hadist Rosulullah SAW yang berbunyi; “Innallaha layuayyidu haddadin bilqomin laqollaqohum”, “Sesunguhnya Allah akan menyekalkan Agama Islam dengan bantuan orang-orang yang tidak berakhlak”. Sejumlah orientalis Barat dan antek-antek mereka di Indonesia pun memperalat sebuah Hadist Nabi untuk menuding bahwa Nabi Muhammad memperkosa anak-anak karena Nabi Muhammad mengawini Siti Aisyah pada usia 6 tahun dan serumah pada usia 9 tahun, berarti masih di bawah umur. Nyatanya mereka tidak memperhitungkan kondisi, dan mereka kurang bahan atau sengaja. Ketika Aisyah dilamar Nabi Muhammad untuk menjadi isterinya, pada waktu itu Aisyah sudah akan dikawinkan oleh Abu Bakar kepada seorang pemuda bernama Zubir bin Muto’im. Aisyah tidak jadi dinikahkan dengan Zubir karena Zubir tidak mau mengucapkan kalimat Lailahaillallah. Juga demikian, berarti kondisi Aisyah waktu itu sudah remaja, untuk ukuran tradisi Arab dan Hadist yang menyampaikan walaupun dalam kitab Imam Bukhori tetapi Hadist itu mauquf. Bukan cerita Nabi dan bukan Aisyah yang berbicara tetapi seorang sahabat yang bernama Urwah bin Arwah. Seorang bernama Muhammad Nurdin senang disebut dirinya sebagai pendeta, menulis buku dengan ukuran saku kebenaran, juga Purnama Winangun membuat sebuah makalah tentang “Upacara Haji”, “Akhlak Nabi Muhammad”, “Kelebihan Nabi Isa”, “Perkawinan Nabi Muhammad”, “Khadijah Beragama Kristen”, dan “Sejumlah Ayat Qur’an Yang Menyelamatkan”, tetapi isinya 100% penodaan terhadap Islam, “Siti Khadijah Beragama Kristen”, “Muhammad Menikah Dengan Cara Kristen”, maharnya Kitab Suci Injil, wali nikahnya Warrakabil Naufal beragama kristen. Hadirin yang terhormat, sampai sekarang tidak pernah ada sejarah, tidak pernah ada buku yang menyatakan Mekkah pernah diduduki atau didiami oleh orang-orang Kristen, jangankan Kitab Injil, ada cerita Mahar, cerita Wali dan sebagainya ini tata cara Islam
66
sedangkan tata cara Islam 27 tahun sesudah Nabi Muhammad kenabian baru ada Upacara Munakah, yang disebut Munakah ketika pernikahan. Berikutnya Yusuf Roni anak angkat dari Masroni Palembang menjadi pendeta di sebuah gereja daerah Joglo tahun-tahun penghujung 60-an awal dari 70-an Yusuf Roni banyak berceramah di daerah Jawa Timur, tema ceramahnya ’Kesaksiannya selalu mengobok-ngobok Agama Islam” seperti menambah ayat keenam Surat Al-fatihah ihdinah sirhatal mustaqim mereka tambahkan dengan Injilliyah ayat Injilliyah Pasal 14 ayat (6) yaitu ‘Akulah hidup, akulah kebenaran dan akulah jalan kebenaran, tidak ada orang yang sampai kepada bapak kecuali lewat aku’. Akibatnya Yusuf Roni diproses dan dimasukkan ke penjara selama beberapa tahun. Arswendo Atmowiloto, dia pernah melakukan penodaan terhadap Nabi Muhammad dengan cara merekayasa angket atau polling pendapat yang membuatnya terpilih teraklamasi sebagai orang yang lebih disenangi oleh Umat Islam Indonesia daripada Nabi Muhammad sendiri, Nabi Muhammad dikalahkan dengan suara yang sangat menyolok. Arswendo yang kala itu bekerja di Harian Kompas, penodaannya diproses oleh hukum dan dia dimasukkan ke penjara untuk beberapa tahun. Agaknya Arswendo terilham oleh buku Michael Hart yang berjudul ”100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah’ karena Nabi Muhammad diletakkan yang pertama, Yesus Kristus diletakkan di nomor 2 dan Paulus ditaruhkan kepada nomor 6. Hadirin yang terhormat, Masih ada lagi yang populer, Nabi Muhammad belum selamat karena itu dia selalu diminta dishalawatkan baik Allah, Malaikat, maupun kaum muslimin. Alasannya Nabi Muhammad minta didoakan agar dia shalawat agar dia selamat tapi Hadirin yang terhormat, kenyataannya Nabi Muhammad tidak mati dibunuh, 29 kali beliau diperangi oleh sekutu kafir dan satu kali diracun oleh seorang wanita Yahudi namanya Zainab Binti Harris, istrinya seorang dari Salam Miskak. Nabi Muhammad tidak meninggal. Sampai dia wafat dia bisa menyaksikan Dunia Arab aman dan Agama Islam yang paling berhasil di antara yang lain-lainnya. Ternyata Saudara-Saudara yang terhormat, mungkin Yesus karena tidak pernah dishalawatkan dia salah pilih murid, dia pilih murid Yudas Iscariot yang berkhianat dan dia juga terperangkap oleh mahkota duri di kepalanya dan dia meninggal di tiang salib. Mungkin karena itu dia tidak dishalawatkan. Di Indonesia juga berkembang, karena ini adalah pengaruh dari orientalis Barat yang menyatakan Muhammad meninggal karena diracun oleh seorang wanita Yahudi, wanita itu meracun Nabi Muhammad pada tahun ketujuh Hijriyah sesudah Perang Khaibar sedangkan Nabi Muhammad meninggal pada tahun ke 12 Hijriyah, 5 tahun. Jadi ini juga, apa namanya, ini penodaan. Bedanya kalau penodaan itu, itu tidak punya referensi, sedangkan pengkritikan itu punya dasar dan punya alasan, baik dari kitab mereka yang lain maupun dari kitab-kitab Agama Islam sendiri.
67
Koran Tempo, Kamis 14 Maret yang lalu dalam rubrik pendapat, jadi berarti sidang Rabu besoknya Tempo keluar. Seorang penulis namanya Saidiman Ahmad dari Jaringan Islam Liberal menulis ”Agama Riwayatmu Kini”. Katanya tak kurang..., tak kurang dari Menag (Menteri Agama) dan juga Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar katanya berkeberatan terhadap Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 itu dihapus karena takut munculnya agama-agama baru. Sebenarnya bukan itu persoalan, mau agama baru mau seribu macam juga agama di muka bumi ini silakan, selama tidak merusak agama orang lain. 112. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Bapak bisa ke closing, Bapak, ini sudah 15 menit. 113. AHLI DARI PIHAK TERKAIT(MUI): ABU YAMIN RAHMAN Yang kita khawatirkan kalau muncul penodaan-penodaan, baik berupa aliran-aliran dan lain sebagainya yang merusak, contohnya Ahmadiyah. Ahmadiyah itu memakai nama Islam, Nabi Muhammad, tapi Nabi Muhammad di PHK-nya, sedangkan penerusnya adalah Musadek membuat ajaran baru, dia pakai Kitab Suci Al-Qur’an, dia pakai nama Islam, tetapi Nabi Muhammad dipecatnya, ajaran sholat, zakat, puasa dan lain-lain, dihapuskannya. Nah hal-hal yang seperti ini, inilah yang dikhawatirkan, maka itu sebagai akhir dari pembicaraan saya, saya berharap agar Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 di pertahankan dia akan tetap manjadi pengawal, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), minta dipertahankan. Akhirnya demikianlah dan terima kasih, semoga ada gunanya lebih dan kurang saya minta maaf, Wassalamualaikum wr. wb. 114. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. PP supaya diambil naskah beliau. Saudara semuanya sudah menyampaikan presentasi hampir tepat waktunya hampir 1 jam hanya lebih 5 menit dari yang dijatahkan tidak apa-apa. Jadi 45 menit kedepan silakan yang mau saling mengkonfirmasi tetapi sekali lagi tidak untuk mengambil kesepakatan, saling klarifikasi aja apa maksudanya karena ini tidak untuk mengambil kesepakatan, nanti putusannya ada di pertimbangan Mahkamah. Yang kedua, nanti kalau ada yang menanyakan kepada Pak Mahendradatta dari Hizbut Tahrir mengenai pendapat saya itu jadi sekarang milik Pak Mahendradatta. Jadi tanyakan ke sana, saya menyatakan itu tahun 2006 ketika jadi anggota DPR dan ketika berdebat dengan Gus Dur sebagai Pemohon itu. Nah sekarang bukan pendapat hakim, sudah menjadi bagian dari wacana keilmuan yang boleh dipakai
68
tapi jangan minta tanggung jawab ke saya nanti hakim punya tanggung jawab sendiri. Baik. Saya persilakan, dari mana Bapak? 115. PIHAK TERKAIT: IGNASIUS ISMARTONO (KWI) IKW Pak 116. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Komisi Wali Gereja Indonesia 117. PIHAK TERKAIT: IGNASIUS ISMARTONO (KWI) Konferensi Wali Gereja Indonesia. 118. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Konferensi Wali Gereja Indonesia, ada lagi? kalau tidak ada silakan dari Konferensi Wali Gereja Indonesia. 119. PIHAK TERKAIT: IGNASIUS ISMARTONO (KWI) Ya terima kasih Bapak Ketua Majelis. ada dua pertanyaan yang masing-masing diminta pendapat dari Profesor Mahdini dan juga saksi ahli yang diajukan oleh MUI. Yaitu pertama pertanyaanya adalah, sampai sejauhmana dan siapakah yang seharusnya mempunyai hak untuk memberi penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok keagamaan menurut pendapat Bapak? Dan juga pertanyaan kedua sampai sejauhmana seharusnya definisi atau penjabaran dari permusuhan atau batas-batas penodaan terhadap suatu agama menurut pendapat Bapak berdua. Terima kasih. 120. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Baik, silakan Bapak. Pak Mahdini, silakan Pak Mahdini. 121. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. DR. MAHDINI Baik, terima kasih. Jadi sebenarnya penafsiran terhadap ajaran sesuatu agama itu kan tidak dilarang sebetulnya. Jadi kan Undang-Undang Nomor 1 PNPS juga menjelaskan seperti itu. Yang dilarang adalah apabila dengan sengaja di
69
depan umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran suatu agama yang disebut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan agama yang menyerupai kegiatan agama yang telah ada. Ini artinya bahwa yang dilarang itu kan apabila mengajak orang lain, kalau pendapat pribadi kan silakan. Ya kemudian menafsirkan ajaran agama itu secara serampangan. Ketika dia serampangan lalu membuat suatu analisis sendiri, lalu membentuk suatu komunitas tersendiri. Ini jelas sekali karena kalau di tataran Islam sudah banyak contoh, misalnya bahwa ketika ada upaya menafsirkan pemahaman tentang semua agama sama, maka ketika itu muncul kebolehan-kebolehan atau ketidakbolehan terhadap satu ajaran. Misalnya muncul agama baru tetapi ketika menyebut agama baru itu tetap mengaitkan dengan Al-quran, Injil dan sebagainya. Ini kan misalnya dalam upaya seseorang misalnya menyebut aliran Abraham itu. Aliran Abraham adalah sebuah agama yang ingin diciptakan baru mewakili seluruh keterwakilan agama-agama, jadi seolah-olah dengan mewakili pendapat umat Islam, Kristen, dan sebagainya lalu kita membenarkan adanya agama baru itu. Kalau cara penafsirannya seperti ini lalu mengajak orang lain untuk ikut, ini yang saya kira oleh Islam, terutama itu amat-amat menodai dan menyakiti hati umat. Jadi tidak dapat dikatakan bahwa undang-undang ini melarang menafsirkan, tetapi yang dilarang adalah menafsirkan secara serampangan, tanpa metodologi, tanpa ketentuan-ketentuan yang telah disepakati, terutama oleh para ulama. 122. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Cukup? 123. AHLI DARI PEMERINTAH : PROF. DR. MAHDINI Cukup. 124. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Baik. Masih ada yang dijawab? Saya kira, Pak Abu Yamin Rahman+. 125. AHLI DARI PIHAK TERKAIT(MUI): ABU YAMIN RAHMAN Terima kasih atas pertanyaannya. Saya susah kalau tidak ditanya. Penodaan agama ialah baik dia berupa aliran maupun agama baru, tapi kalau dia menyangkut dengan agama-agama yang lain dan dalam bentuk itu merupakan perampasan atau juga penodaan. Kalau dia menyebut beberapa hal tentang kejelekan sebuah agama tanpa bisa membuktikan, tanpa bisa ada referensi, atau barangkali wawancara
70
dengan ulama yang dikenal oleh umat, itu juga namanya penodaan. Nah, batasnya tentu selama agama lain tersinggung yang sudah ada, selama itu dia sudah disebut dengan batas penodaan. Katakanlah satu contoh saja, umpamanya Ahmadiyah, orang Islam menganggap itu penodaan, karena dia pakai Nabi Muhammad, dia pakai Al-Qur’an, tapi Muhammad di pecat, di PHK-nya. Nah, Nabi ini kan terus ke akhir zaman. Dia menterjemahkan kata-kata Ahmad. Sebenarnya Isa itu bilang, “Aku adalah Rasul untuk kamu, aku membenarkan adanya Kitab Taurat, aku bawa berita gembira, sesudah aku nanti ada namanya Emmet yang jadi Rasul” Emmet itu bahasa Ibrani, orang Arab menyebutnya Muhammad, tapi oleh orang India Ahmad itu ditujukan kepada orang India Kadian. Itu contoh-contoh. Katakanlah umpamanya Musadek, itu jelas menoda, dia pakai nama Islam, dia ganti syahadat, dia pakai Qur’an tapi orang haji tidak boleh, orang sembahyang belum boleh katanya. Itu namanya penghinaan. Kalau dia bikin nama lain tidak apa-apa, agama Musadek gitu, silakan. Tidak pakai Qur’an, tidak pakai kitab-kitab yang lain. Nah, jadi kalau ada mengaitkan agama yang sudah ada dengan tidak menyenangi oleh agama yang bersangkutan itu sudah disebut penodaan. Dan batasnya relatif saja, dengan antara penodaan dengan kritikan. Kalau kritikan disertai dengan referensinya, disertai dengan bukti-buktinya. Musailamah dulu diperang oleh Abu Bakar, karena dia mengaku Nabi tapi tidak bisa bermukjizat, itu satu contoh bahwa dia tidak betul. Nah, ada contoh lain, umpamanya Injil. Orang Islam bilang Nubuat itu ada, Muhammad itu ada di dalam Kitab Perjanjian Lama, Kitab ulangan, Kitab Taurat Pasal 18 ayat (18), (19), dan (20). Kemudian juga ada di dalam Kitab Injil Yahya pada Pasal 16 ayat (7) dan (8), nah, umpamanya mereka mau bilang bahwa itu penodaan, tapi Islam bisa membuktikannya. Di sana disebutkan Isa bilang sama murid-muridnya, “Aku akan pergi, aku akan minta kepada Bapa penolong yang lain”. Nah, orang Kristen bilang penolong yang lain itu Roh Kudus. Saya bilang Roh Kudus itu orang dalam, bukan orang lain, karena dia sudah terikat dengan trinitas. Orang lain adalah orang di luar daripada trinitas itu. Sesuai dengan kata kitab bahwa akan ada nabi seperti Musa, yang muka tanpa muka dari keluarga kamu sendiri, itu keluarga antara Ismail dan Ishak. Ketika orang Kristen bilang bahwa itu bukan Muhammad tetapi Yesus Kristus, mana bisa Musa sama dengan Kristus, Musa itu manusia, Kristus anak Tuhan, mana bisa sama. Muhammad yang manusia itu. Dan dalam Kitab Taurat Ulangan Pasal 34 ayat (10) di sana diterangkan “Nabi yang seperti Musa yang tanpa muka dengan muka tidak akan pernah turun lagi pada Bani Israil”. Nah, ketika orang Islam bilang seperti ini, itu bukan penodaan, karena dia bisa membuktikan dengan ayat-ayatnya. Terima kasih.
71
126. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Baik, masih ada lagi? Cukup, ya? Baiklah kalau begitu. Pak Mahendra, masih ada? 127. PIHAK TERKAIT: M. MAHENDRADATTA, S.H., M.A., M.H., Ph.D (HIZBUT TAHRIR INDONESIA) Sedikit saja, kami menawarkan suatu bentuk pendekatan kalau mengenai masalah yang tangible dan intangible yang sebagaimana selalu dibahas di sini bahwa untuk menentukan suatu penodaan menyerupai ataupun bagaimana itu terlalu susah dan ada yang mengatakan agama itu nisbi atau, maaf, tidak berbentuk. Mari saya menawarkan saja untuk melakukan pendekatan berdasarkan hukum hak atas kekayaan intelektual atau copyrights. Copyrights itu jelas di situ. Bahwa itu intangible, tidak pernah tersentuh, tidak pernah bisa dilihat bentuknya. Kalau dia sudah menjadi buku baru ketahuan. Khusus yang paling saya ingin coba tawarkan adalah pendekatan melalui skenario film. Skenario film itu kalau sudah menjadi film, dia sudah terpengaruh oleh macam-macam, oleh kreatifitas dari pemainnya, kretaifitas sutradara dan lain sebagainya. Intangible, sudah hilang, tapi ternyata dunia bahkan Indonesia, pengadilan-pengadilan di Indonesia bisa memutuskan pelanggaran hak cipta, itu masalah manusia. Agama pun sama, asal ketemu pokok-pokok ajarannya dia bisa diputuskan. Jadi tidak ada yang susah dalam memutuskan mengenai pelanggaran pasalpasal ini. Terima kasih, Ketua Majelis yang terhormat. 128. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Baik, cukup saya kira. Jadi begini, sidang ini akan berlangsung 1,5 minggu lagi, sesudah itu sidang untuk pengucapan putusan. Baik, ini Pak Alim masih mau tanya, tapi sidang berikutnya akan dilaksanakan hari Jumat besok lusa jam 9, di situ ada Pihak Terkait Forum Kerukunan Umat Beragama, ini mewakili umat beragama secara bersama-sama dalam satu forum, yang kedua Komnas Perempuan. Yang ketiga, Forum Umat Islam, yang keempat Dewan Masjid Indonesia, yang dari MUI akan hadir Ahli Khairul Huda. Kemudian dari Mahkamah Konstitusi mengundang Ahli sendiri yaitu MH. Ainun Najib, FX. Mudji Sutrisno, Ulil Abshar Abdalla, Achmad Fedyani Syaifuddin dan Komarudin Hidayat. Nah, ini yang untuk hari Jumat. Sedangkan Rabu berikutnya ada Pak Amin Rais CS. Pak Alim, masih ada yang mau ditanyakan? Ya, silakan.
72
129. HAKIM ANGGOTA: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM Terima kasih banyak, Pak Ketua. Saya mengapresiasi kepada Hizbut Tahrir, tadi oleh yang membaca makalah dari Hizbut Tahrir itu ada menyinggung tentang konsumsi narkoba. Undang-undangnya mestinya itu Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997. Tadi oleh Hizbut Tahrir dikatakan, “Orang makan sendiri uanganya sendiri, dia belikan narkotika uangnya sendiri, mulutnya sendiri yang punya, perutnya sendiri yang dimasuki kok dicampuri oleh negara”, gitu kan begitu. Itu satu. Ada lagi hal lain yang dicampuri oleh negara, orang main judi, uangnya sendiri main judi, kalah sendiri, menang sendiri, kalau menang juga tapi kok dicampuri oleh negara? Ada Undang-Undang Perjudian. Nah, di sini ada suatu pandangan yang berbeda. Ketika Wetboek Van Strafrecht yang ciptaan Kolonial Belanda itu tentang penjudian diatur dalam Pasal 542 ayat (1) dan itu termasuk kategori pelanggaran. Berapa dia punya ancaman ketika yang dibuat oleh Belanda? 1 bulan kurungan, bukan penjara lho, 1 bulan kurungan atau denda paling banyak Rp. 4500,-, kalau guldennya itu malah lebih sedikit lagi. Tetapi pada tahun 1974 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 itu pemerintah orde baru menerbitkan Undang-Undang tentang Penertiban Perjudian, ini karena pandangan yang berbeda, Pasal 542 ayat (1) yang tadinya diancam 1 bulan atau Rp. 4500,- itu diubah menjadi Pasal 303 bis dan berapa ancamannya? 10 tahun penjara atau denda 25 juta rupiah, itu pada tahun 74 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Di sini untuk diketahui bahwa ada perbedaan falsafah yang dianut oleh orang-orang Barat dalam hal ini Belanda dan orang-oramg Indonesia karena Indonesia menganggap itu kejahatan, di sana tidak, itu pelanggaran, kalau dalam bahasa hukumnya itu kalau kejahatan itu Mala in Se artinya dimana-mana orang-orang menganggap itu salah, kalau pelanggar itu Mala Prohibita, jadi dia menjadi delik undang-undang karena undang-undang, seperti contoh di Indonesia orang harus jalan di sebelah kiri tapi kalau di Arab Saudi saya naik haji tahun 2001 itu dia jalan di kanan dia, nah itu karena undang-undang menyuruhnya begitu, nah itu namanya. Itu untuk Hizbut Tahrir, bahwa di situ ada perbedaan pandangan. Itulah sebabnya Saudara dari Hizbut Tahrir, ketika zaman Belanda ada disebut “izin pasar malam” boleh orang main judi karena itu masih masuk pelanggaran. Ketika Pemerintah Republik Indonesia Orde Baru tidak boleh ada pasar malam untuk main judi karena dia sudah merupakan kejahatan. Kejahatan tidak pernah boleh dilegalisir. Terima Kasih, Pak Ketua.
73
130. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Ya, tidak perlu dijawab, itu tadi memperkaya nuansa saja (…) 131. PIHAK TERKAIT: ABD. RAHMAN TARDJO, S.H., M.H. (DEWAN DAWAH ISLAMIYAH) Pak, sedikit 5 detik bisa untuk (…) 132. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. Silakan dari Dewan Da’wah 133. PIHAK TERKAIT: ABD. RAHMAN TARDJO, S.H., M.H. (DEWAN DAKWAH ISLAMIYAH) Terima kasih, sebelumnya mohon maaf dan ini cuma sebuah saran saja kepada Pemohon, saya cuma berharap kembalilah kepada jalan yang benar karena Allah Maha Menyayangi dan Mencintai dan juga saran saya jangan mau dibisikin oleh orang-orang asing yang non muslim karena mereka akan menyesatkan kita semua. Itu saja, terima kasih.
Assalamualaikum wr. wb.
134. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Sebenarnya di pengadilan tidak boleh mengajukan saran langsung minta apa-apa kepada Pemohon. Semua pandangan itu disampaikan kepada Majelis Hakim untuk nanti diputus. Kalau langsung berhadapan begitu kan nggak perlu di pengadilan. 135. PIHAK TERKAIT: ABD. RAHMAN TARDJO, S.H., M.H. (DEWAN DAKWAH ISLAMIYAH) Maaf, Majelis. 136. KETUA: PROF. DR. MOH. MAHFUD MD.,S.H. Baik, Saudara, sidang dengan demikian hari ini ditutup dan kita akan ketemu kembali hari Jumat jam 09.00 KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.34 WIB
74
75