Ust. Rahmat Abdullah Asep Roni Hermansyah
http://arhsa.wordpress.com/2009/08/10/ust-rahmat-abdullah/ 10/08/2009
Alm. K.H. Rahmat ‘Abdullah (Ketua Yayasan IQRO Bekasi) Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa,tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu. Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang. Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri. Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. “Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidak tahuan mereka”, ucapnya lirih. Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana,lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidak-sesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu? Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa. Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma’siat menggodamu dan engkau meni’matinya?
Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia? Sumber: http://yohang.web.id/kumpulan-tausyiah-kh-rahmat-abdullah.html
***
Ustad Rahmat Abdullah dalam bayanganku… Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS. 89:27-30) Freedom! Itu yang diucapkan Ustad Rahmat, saat Ustad Hilmi mengumumkan Ketua Majelis Pertimbangan Partai yang baru di Konferensi Pers hasil Musyawarah Majelis Syuro PKS. Merdeka! Itukah yang dirasakan orang-orang besar? Jabatan tidak membuatnya kegirangan dan lantas memperkaya diri. Bahkan sebaliknya, meletakkan jabatan seakan melepas segala beban berat di pundak. Menjadi orang merdeka… Ustad Rahmat… yang sekalipun sudah menjadi anggota dewan, masih saja berjalan dari Bangka dan menyetop Kopaja di jalan Mampang Raya. Yang di tiap acara aksi, dia hadir menutup acara dengan untaian doa penyejuk dada. Yang bagi Ira, tanpa dia berkata sekalipun, kehadirannya sudah merupakan taushiyah. Maluuu…. Jika bertemu dengan Ustad Rahmat… padahal Ira yakin dia gak kenal Ira. Maluu…. Karena dia sudah berbuat besar untuk da’wah dan umat, sedangkan Ira masih belum buat apa-apa. My lovely husband bilang, ketemu beliau aja kita sudah malu hati ya… bagaimana jika kita bertemu Rasulullah…? Hendak dihadapkan kemana wajah ini. Hari ini… berita duka itu datang…. Ustad Rahmat yang buku-buku tulisannya tersebar di jajaran rak-rak toko buku, kembali pada sang KhalikNya… Usai partai ini memerdekakan dirinya dari amanah penting, Ketua MPP, Allah pun memerdekakan dirinya dari segala urusan dunia. Kembali padaNya… dan kuyakin… Ustad Rahmat telah anggun di hadapan Rabb tercintaNya… Hujan mengiringi kepergian lelaki dengan tutur lembut penuh arti ini… yang candanya pun selalu terdengar indah. Kalimat penuh bunganya selalu mampu memecut diri untuk senantiasa mempercantik diri saat kembali pada Rabb nanti….
Duhai Allah… satu lagi kekasihMu KAU ambil kembali… Sungguh da’wah ini kembali kehilangan pelita ilmunya… Namun cinta kami tentulah tidak sebanding dengan cintaMu pada kekasih hati kami, Ustad Rahmat Abdullah… Meski berat… tak ada kata tak rela melepas kembalinya beliau menghadapMu…. Duhai Allah… kuatkan kami, untuk membentuk Ustad Rahmat-Ustad Rahmat yang baru demi kejayaan dien ini…. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu'anhu wa akrim nuzulahu, wawassi' mad khalahu wagh sil hu bi maa’in, watsaljin, wabarodin, wanaqqihi minal kha thaaya, kamaa yunaq qotstsaubul abyadhu minad danas, wa abdil hu daaran khairan min daarihi, wa ahlan khairan min ahlihi, waqihi fit natal qabri wa'adzaabannaari." (Ya Allah, ampuni dan kasihanilah ia, sejahterakanlah ia dan maafkan dan hormatilah kedatangannya, lapangkanlah tempat kediamannya, dan bersihkanlah ia dengan air, es dan embun, serta bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Juga gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya dahulu, gantilah keluarganya dengan yang lebih baik daripada keluarganya dulu, Dan peliharalah ia dari petaka kubur dan siksa neraka). (dari HR Muslim) "Allahumma inna , Ust Rahmat Abdullah fi dzimmatika wahabli jawaarika faqihi min fitnatil qobri, wa'adzaa bin naari wa anta ahlul wafaa'i wal haqqi, Allahumma faghfirlahu warhamhu fainnaka antal ghafuurur rahiimu." Ya Allah, sesungguhnya, Ust Rahmat Abdullah, berada dalam jaminan dan tali pelindungan-Mu. Maka lindungilah ia dari fitnah (bencana) kubur dan siksa neraka. Engkaulah yang Maha memenuhi janji dan memiliki kebenaran. Ya Allah, ampuni dan kasihanilah ia, karena Engkau Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.(dari HR Ahmad dan Abu Daud). .....Rabu malam di DPW PKS DKI, tepatnya di ruang media bertemankan suami tercinta. di tengah suasana duka karena kepergian syaikhut tarbiyah, datang kabar duka berikutnya.. jam 11 malam, HP berbunyi mengabarkan... Allah pun telah memanggil kembali salah satu kekasih kepadaNya.... Akhina Ahmad Sodik.... Sumber: http://prajuritkecil.multiply.com/journal/item/67
***
K.H. Rahmat Abdullah; Syekh Tarbiyah, Berdakwah Menembus Ruang dan Waktu
Oleh : Muhammad Syarief Reformasi yang digulirkan pada tahun 1998 telah menjadi cahaya terang bagi umat Islam Indonesia. Azas tunggal yang selama beberapa dekade dijunjung tinggi lambat laun berhasil ditumbangkan, seiring bertambah cerahnya masa depan dakwah di tanah air. Hal ini takkan pernah terjadi tanpa adanya kerja keras yang melahirkan bibit-bibit unggulan. Satu hal yang menjadi catatan: bibit itu takkan pernah lahir tanpa adanya sosok seorang dai, yang tak mengenal letih dalam menyuarakan kebenaran. Di antara
sosok itu adalah Ustad Rahmat Abdullah, sang juru dakwah yang pantang menyerah demi tegaknya Islam. Beliau lebih dikenal di kalangan aktivis dakwah sebagai syekh tarbiyah. Beliau lahir di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada 3 Juli 1953. Putra kedua dari empat bersaudara dari pasangan Abdullah dan Siti Rahmah. Sebagai anak Betawi, beliau lebih bangga apabila tanah kelahirannya disebut dengan Jayakarta, nama lain kota Jakarta yang diberikan oleh Pangeran Fatahillah. Belum puas menikmati kasih sayang sang ayah, beliau yatim saat usianya genap 11 tahun. Beliau hanya diwarisi percetakan sablon ayahnya, modal sekaligus sumber usaha untuk menyambung hidup keluarga. Namun Rahmat bukanlah remaja yang cengeng. Kesedihan yang menghampirinya tak menyurutkan semangat untuk mendalami ilmu agama. Waktu luang setiap pagi beliau manfaatkan untuk mengaji (belajar membaca Alquran, baca-tulis Arab, kajian akidah, akhlak, dan fikih) yang dilanjutkan dengan sekolah dasar di siang hari. Di era 60-an, Rahmat remaja termasuk aktivis demonstran anggota KAPPI & KAMI, yang lebih dikenal dengan angkatan 66. Padahal waktu itu beliau masih duduk di bangku SMP. Melihat kurangnya perhatian sekolah terhadap masalah agama, beliau kemudian pindah sekolah ke Ma’had Asy-Syafi’iyah di Bali, Matraman, Jakarta, yang didirikan oleh K.H. Abdullah Syafi’i. Di sini, kecerdasan Rahmat teruji. Setelah diterima di bangku kelas tiga MI, beliau kemudian ‘meloncat’ ke kelas lima. Saat itulah kali pertama beliau mengenal ilmu nahwu yang menjadi pelajaran favoritnya. Dengan ilmu itu, beliau akhirnya dapat memahami siaran radio berbahasa Arab “Shout Indonesia” yang disiarkan RRI saat itu. Selepas MI, Rahmat remaja melanjutkan studinya ke jenjang MTs di Ma’had yang sama. Di sini, beliau mulai belajar ushûlul fiqh, mushthalahul hadîts, psikologi, dan ilmu pendidikan. Namun, pelajaran yang beliau gemari adalah talaqqî, yang dibimbing langsung oleh K.H. Abdullah Syafi’i; sosok kiai karismatik yang memberikan banyak inspirasi. Pada saat itu juga, Rahmat muda pun mulai merintis dakwah, berkhidmah kepada umat dengan mengajar di Ma’had Asy-Syafi’iyah dan Darul Muqorrobin, Karet, Kuningan. Hal ini beliau jalani selama bertahun-tahun, berjalan kaki dari Bali Matraman ke Karet Kuningan. Tak jarang untuk memberikan les privat beliau pun harus melewati loronglorong Jakarta hingga larut malam. Namun keikhlasan senantiasa menyelimuti beliau, karena semangat dakwah sudah terpatri dalam dirinya. Rahmat seorang santri yang cerdas, bersemangat baja, dan
pantang menyerah, sehingga wajar kalau beliau kemudian dijadikan murid kesayangan K.H. Abdullah Syafi’i. Hingga pada tahun 1980, beliau bersama empat rekannya yang lain, sempat akan diberangkatkan ke Kairo untuk menempuh studi di Universitas AlAzhar. Namun sayang, kesempatan itu gagal, karena ada ‘fitnah’ dari kalangan internal. Namun semangat Rahmat untuk belajar sedikit pun tak mengendur. Sejak beliau diperkenalkan K.H. Abdullah Syafi’i dengan seorang syekh dari Mesir, mulalilah beliau tertarik dengan pemikiran tokoh-tokoh Islam. Hasan Al-Banna, Sayyid Qutub, dan tokoh nasional seperti H.O.S. Cokroaminoto dan Muhammad Natsir, merupakah tokoh-tokoh Islam yang beliau kagumi. Dalam waktu singkat beliau melahap buku-buku mereka dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya. Beliau pun sempat berdiskusi dan berguru dengan tokoh nasional Muhammad Natsir, Mohammad Roem, dan Syafrudin Prawiranegara. Beliau pun mengaku mengadopsi metode orasi dari orator ternama Isa Ansari dan Buya Hamka, serta sang guru K.H. Abdullah Syafi’i. Kekaguman beliau kepada tokoh-tokoh mujahid itulah yang kemudian menjadikannya dai yang mempunyai keahlian luar biasa. Sebagian muridnya mengatakan beliau adalah tokoh yang unik, karena pemikirannya yang tidak hanya tertuju kepada skrip kitab-kitab klasik, tetapi juga terbuka dengan alur pemikiran kotemporer. Maka di sela-sela ceramahnya, kita pun menemukan perpaduan pemikiran klasik dan modern. Tak jarang kritikan tajam pun ia layangkan ke pemikiran kiri seperti Karl Marx. Keseriusan Rahmat dalam menggeluti dunia dakwah membuatnya lupa kalau usianya sudah menginjak kepala tiga. Akhirnya, di usianya yang ke 32, Rahmat mengakhiri masa lajangnya, dengan menikahi Sumarni, adik kelasnya ketika masih sekolah di Ma’had dulu. Pernikahan pun dilangsungkan pada tanggal 15 Ramadan 1405 H. (1984). Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai tujuh orang anak. Sekalipun sudah berkeluarga, bukan halangan bagi Rahmat untuk terus berkiprah dalam dunia dakwah. Bersama Abu Ridho, Hilmi Aminudin, dan beberapa tokoh pemuda Islam pada saat itu, mereka tergabung dalam Harakah Islamiyah di era 80-an; halaqah dakwah yang terinspirasi dari pergerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang didirikan Hasan Al-Banna. Inspirasi dakwah Hasan Al-Banna sebenarnya sudah lama menjadi acuan Rahmat Abdullah. Gayung pun bersambut. Beliau bertemu dengan rekan-rekannya yang seide dan sepemikiran. Bersama mereka, beliau berjuang melalui jalur pendidikan, kaderisasi, dan pengajian. Di wadah ini, Rahmat juga merintis sebuah majalah Islam yang banyak diminati pemuda Islam pada saat itu. Sayang, rezim orde baru yang berkuasa memaksa mereka untuk menutup segala aktivitas dakwahnya.
Namun, hal itu tak menyurutkan semangat Rahmat untuk membuka lembaran baru di dalam dunia dakwah. Setelah lama berpetualang di dunia dakwah, bersama muridnya pada tahun 1993, Rahmat mendirikan Islamic Center Iqra’; lembaga Islam yang bergerak dalam pengembangan dunia pendidikan dan sosial, di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Sejak saat itu kesibukannya bertambah padat, mengkaji kitab klasik dan juga kontemporer. Sekalipun demikian, beliau tidak lupa untuk terus mengembangkan potensi diri. Membaca, mengkaji Alquran dan tafsir, hadis beserta syarah terus beliau tekuni. Pasca runtuhnya rezim orde baru, beliau terjun dalam dunia politik. Mungkin tak terbersit sedikit pun di benaknya untuk berkecimpung di dunia itu. Namun untuk kelangsungan dakwah, tugas itu pun akhirnya diemban. Pada tahun 1999, beliau diamanahi sebagai Ketua Bidang Kaderisasi DPP Partai Keadilan—partai yang didirikannya bersama dengan rekan-rekan seperjuangannya, setelah lebih sepuluh tahun dirintis bersama, yang kemudian menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Kemudian beliau beralih menjadi Ketua Majelis Syuro sekaligus Ketua Majelis Pertimbangan Partai Keadilan Sejahtera. Pada tahun 2004, karir politiknya kembali melejit. Beliau terpilih sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Bandung, Jawa Barat. Dan pada pencalonan beliaulah pertama kalinya Bandung dimenangkan oleh partai Islam, sejak awal pemilu tahun 1955. Dai sekaligus budayawan. Itulah Rahmat Abdullah. Perjalanan hidupnya dalam menyelami lautan dakwah banyak beliau rangkai dalam untaian bait-bait syair, puisi, serta artikel-artikel kecil. Di kala muda, beliau kerap berlatih teater, bersama guru dan teman-teman seperjuangannya. Kepedulian beliau terhadap budaya memang tak boleh dipandang sebelah mata. Beliau mempunyai sumbangsih yang besar dalam proses islamisasi budaya (dakwah kultural) di tanah air. Dengan sahabat seperjuangannya, Abu Ridho (mantan wakil ketua MPP PK-Sejahtera), beliau memberikan warna baru dalam dinamika seni dan budaya Indonesia, tapi beliau tidak ingin disebut sebagai seorang seniman, sekalipun kemampuannya dalam hal seni tak diragukan. Dai, demonstran, budayawan, dan filosof ini akhirnya menduduki kursi ‘empuk’ DPR di komisi III. Bersuara lantang, kritis namun tetap sopan, itulah kesan yang didapat dari rekan-rekannya di Parlemen. Amanat di partai pun dengan penuh semangat beliau emban. Hingga di penghujung hayatnya, beliau diamanahkan sebagai Ketua Badan Penegak Organisasi Partai Keadilan Sejahtera. Ada yang datang dan ada yang pergi, itulah sunatullah. Selepas menyempurnakan wudlu untuk menunaikan salat Maghrib, beliau dipanggil menghadap Sang Khalik, Selasa, 14 Juni 2005. Beliau wafat pada usia 52 tahun. Umur yang tergolong muda untuk seorang politisi. Tidak seimbang memang dengan rambut kepala dan jenggotnya yang sudah
memutih. Mujahid dari kampung Betawi ini wafat dengan meninggalkan istri dan tujuh orang anaknya. Kota Jakarta pun seakan menangis, mengucurkan hujan deras mengiringi kepergian beliau. Puluhan ribu muridnya tanpa kuasa menahan haru mengantarkan jenazahnya ke persemayaman terakhir. Syekh tarbiyah itu telah pergi, namun semangat dakwah yang diwariskan kepada murid-muridnya takkan memudar. Selamat jalan Ustad Rahmat…. Perjuangan yang telah lama engkau rintis ini, akan terus kami lanjutkan. (Sinai Mesir) Sumber: http://hufaizh.wordpress.com/2007/05/29/kh-rahmat-abdullah-syekh-tarbiyah-berdakwahmenembus-ruang-dan-waktu/
***
Episode Cinta Untuk Rahmat Abdullah Merendahlah, engkau kan seperti bintang-gemintang Berkilau di pandang orang Diatas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi Janganlah seperti asap Yang mengangkat diri tinggi di langit Padahal dirinya rendah-hina (Rahmat Abdullah) Seperti tak percaya aku mendengar kabar itu: kau sudah pergi untuk selamanya. Dan kenangan demi kenangan berkelebat cepat di benakku, menyisakan satu nama: Rahmat Abdullah. Kita memang tak banyak bertemu, tak banyak bercakap. Tapi percayakah kau, aku menjadikanmu salah satu teladan diri. Kau menjelma salah satu sosok yang kucinta. Tahukah kau, hampir tak ada tulisanmu yang tak kubaca? Dan setelah membacanya selalu ada sinar yang menyelusup menerangi kalbu dan pikiranku. Tidak sampai di situ, buku-bukumu selalu membuatku bergerak. Ya, bergerak! Kau mungkin tak ingat tentang senja itu. Tapi aku tak akan pernah melupakannya. Saat itu kau baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan kesehatanmu. Aku dan seorang teman menunggumu. Kami membutuhkanmu untuk memberi masukan terhadap apa yang tengah kami kerjakan. Tanpa istirahat terlebih dahulu, dengan senyuman dan kebersahajaan yang khas, kau menemui kami. Tak kau perlihatkan bahwa kau sedang tak sehat. Bahkan kau bawa sendiri makanan dan minuman untuk kami. Dengan riang kau menyemangati kami.
“Ini kebaikan yang luar biasa,” katamu. “Bismillah. Berjuanglah dengan pena-pena itu!” Lalu kami mengundangmu untuk hadir pada acara milad organisasi kecil kami. Sekadar menyampaikan undangan, dan tak terlalu berharap kau datang, karena kami tahu kau sangat sibuk dengan begitu banyak persoalan ummat. Hari itu, bulan Juli 2002, milad ke 5 organisasi kami: Forum Lingkar Pena. Semua panitia direpotkan oleh banyak hal yang harus dikerjakan. Aku masih sempat bertanya pada panitia: “Adakah yang menjemput Pak Taufiq Ismail dan Pak Rahmat Abdullah?” Panitia menggeleng. Banyak yang harus dikerjakan. Tak ada mobil atau tenaga untuk menjemput. Sudahlah, pikirku. Pak Taufiq dan Pak Rahmat terlalu besar untuk hadir di acara seperti ini. Aku hampir melompat ketika melihat Pak Taufiq Ismail datang sendirian dengan taksi dan menyapa kami riang. Dan aku tak percaya ketika tak lama kemudian kau muncul! “Ustadz, terimakasih sudah datang. Kami tidak menyangka…,” sambutku. Kau tersenyum. “Saya sudah agendakan untuk datang,” katamu. “Ini acara FLP. Istimewa.” Mataku berkaca. Ini ustadz Rahmat Abdullah, ia terbiasa diundang sebagai pembicara dalam berbagai acara nasional sampai internasional. Dan kini ia sudi hadir sebagai undangan biasa! “Maaf ustadz tidak dijemput. Ustadz naik apa tadi?” Naik bis. Tempatnya mudah dicari,” katamu biasa. Kau sempat turut memberikan award dalam acara tersebut dan memimpin doa penutup. Aku menangis mendengar doa yang kau lantunkan, Ustadz. Kau berulangkali mendoakan agar organisasi kami: FLP selalu bisa melahirkan para pemuda yang tak akan berhenti berjuang dengan pena…. Pada akhir acara, kau turut berjongkok bersama para pemuda lainnya dan menandatangani spanduk yang kami gelar bertuliskan “Sastra untuk Kemanusiaan.” “Saya mencintai sastra dan suka membuat puisi,” ceritamu. Hari itu kehadiranmu benar-benar memberi semangat baru bagi kami. Ustadz, aku selalu mengenangmu sebagai suami dan ayah yang baik dalam keluarga. Sebagai guru sejati bagi ribuan da’i. Dan ketika kau terpilih menjadi anggota DPR RI tahun 2004 lalu, tak ada yang berubah darimu, kecuali usaha yang lebih keras untuk membuat rakyat tersenyum. Dalam keadaanmu yang sederhana, kau tak berhenti memberi zakat dan infaq dari gajimu. Kau satu dari sedikit orang yang pernah kutemui, yang sangat berhati-hati dengan amanah dan berjuang untuk menunaikannya tanpa cacat.
Ah, pernahkah kau meminta tarif untuk mengisi ceramah? Tak ada. Kau bahkan pernah berkata: “Alhamdulillah ada lagi orang yang mau mendengarkan taushiyah dari hamba Allah yang lemah ini.” Terakhir kali kita bertemu, Ustadz, di sebuah jalan raya, sekitar akhir tahun lalu. Dan aku tak percaya, kau—anggota dewan yang terhormat— masih saja menyetop kopaja. Kini dalam usia 53 tahun, kau pun kembali untuk selamanya. Ribuan orang, tak terhingga orang, datang mengiringi untuk terakhir kali, sambil tak henti bersaksi tentang keindahanmu. Selamat jalan, Ustadz. Jalan kebaikan dan cinta yang selalu kau tempuh di dunia, semoga mengantarkanmu ke gerbang yang paling indah di sisiNya. Amiin. (Helvy Tiana Rosa) Sumber: http://helvytr.multiply.com/journal/item/106 *** Doa ini dilantunkan oleh K.H. Rahmat Abdullah pada Deklarasi Partai Keadilan, di Lapangan Masjid Agung Al-Azhar Jakarta, 09 Agustus 1998, yang diiringi oleh tetesan air mata hadirin. Didapat dari Internet dg bantuan mbah google Ya ALLAH, berikan taqwa kepada jiwa-jiwa kami dan sucikan dia. Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya. Engkau pencipta dan pelindungnya. Ya ALLAH, perbaiki hubungan antar kami. Rukunkan antar hati kami. Tunjuki kami jalan keselamatan. Selamatkan kami dari kegelapan kepada terang. Jadikan kumpulan kami jama’ah orang muda yang menghormati orang tua. Dan jama’ah orang tua yang menyayangi orang muda. Jangan Engkau tanamkan di hati kami kesombongan dan kekasaran terhadap sesama hamba beriman. Bersihkan hati kami dari benih-benih perpecahan, pengkhianatan dan kedengkian Ya ALLAH, wahai yang memudahkan segala yang sukar. Wahai yang menyambung segala yang patah. Wahai yang menemani semua yang tersendiri. Wahai pengaman segala yang takut. Wahai penguat segala yang lemah. Mudah bagimu memudahkan segala yang susah. Wahai yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran. Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak. Engkau Maha Tahu dan melihatnya.
Ya ALLAH, kami takut kepada-Mu. Selamatkan kami dari semua yang tak takut kepada-Mu. Jaga kami dengan Mata-Mu yang tiada tidur. Lindungi kami dengan perlindungan-Mu yang tak tertembus. Kasihi kami dengan kudrat kuasa-Mu atas kami. Jangan binasakan kami, karena Engkaulah harapan kami, Musuh-musuh kami dan semua yang ingin mencelakai kami Tak akan sampai kepada kami, langsung atau dengan perantara. Tiada kemampuan pada mereka untuk menyampaikan bencana pada kami. “ALLAH sebaik baik pemelihara dan Ia paling kasih dari segala kasih” Ya ALLAH, kami hamba-hamba-Mu, anak-anak hamba-Mu. Ubun-ubun kami dalam genggaman Tangan-Mu. Berlaku pasti atas kami hukum-Mu. Adil pasti atas kami keputusan-Mu. Ya ALLAH, kami memohon kepada-Mu. Dengan semua nama yang jadi milik-Mu. Yang dengan nama itu Engkau namai diri-Mu. Atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu. Atau Engkau ajarkan kepada seorang hamba-Mu. Atau Engkau simpan dalam rahasia Maha Tahu-Mu akan segala ghaib. Kami memohon-Mu agar Engkau menjadikan Al Qur’an yang agung sebagai musim bunga hati kami. Cahaya hati kami. Pelipur sedih dan duka kami. Pencerah mata kami. Ya ALLAH, yang menyelamatkan Nuh dari taufan yang menenggelamkan dunia. Ya ALLAH, yang menyelamatkan Ibrahim dari api kobaran yang marak menyala Ya ALLAH, yang menyelamatkan Musa dari kejahatan Fir’aun dan laut yang mengancam nyawa Ya ALLAH, yang menyelamatkan Isa dari Salib dan pembunuhan oleh kafir durjana Ya ALLAH, yang menyelamatkan Muhammad alaihimusshalatu wassalam dari kafir Quraisy durjana, Yahudi pendusta, munafik khianat, pasukan sekutu Ahzab angkara murka Ya ALLAH, yang menyelamatkan Yunus dari gelap lautan, malam, dan perut ikan Ya ALLAH, yang mendengar rintihan hamba lemah teraniaya Yang menyambut si pendosa apabila kembali dengan taubatnya Yang mengijabah hamba dalam bahaya dan melenyapkan prahara Ya ALLAH, begitu pekat gelap keangkuhan, kerakusan dan dosa Begitu dahsyat badai kedzaliman dan kebencian menenggelamkan dunia Pengap kehidupan ini oleh kesombongan si durhaka yang membuat-Mu murka Sementara kami lemah dan hina, berdosa dan tak berdaya Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami
Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami. Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal usaha kami sendiri. Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu Muhammad SAW di padang mahsyar nanti. Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu. Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab. Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati, ummatku ummatku. Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua kekayaan demi perjuangan. Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera. Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan kekayaan Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami da’i penyeru iman. Kepada nenek moyang kami penyembah berhala. Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da’wah. Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran. Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini kepada generasi berikut kami. Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai kesinambungan ini. Dengan sikap malas dan enggan berda’wah. Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa. Sumber: http://blog.ar.or.id/islam/index.php/doa-oleh-ust-rahmat-abdullah/2006-04-29/