MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 6/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (V)
JAKARTA SELASA, 28 APRIL 2009
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 6/PUU-VII/2009 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PEMOHON -
Komisi Perlindungan Anak Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Jawa Barat Alvie Sekar Nadia, dkk
ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon/Pemerintah (V) Selasa, 28 April 2009, Pukul 10.00 – 16.50 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H. Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. Dr. H.M. Arsyad Sanusi, S.H., M.Hum. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H. Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum. Maruarar Siahaan, S.H.
Wiryanto, S.H.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Pemohon : -
Misdah Sundari (Orang Tua Faza Ibnu Ubaidilah) Faza Ibnu Ubaidillah
Pihak Terkait : -
Bambang Sukarno (Ketua DPRD Kab. Temanggung)
Kuasa Hukum Pemohon : -
Muhammad Joni, S.H., M.H. Indrawan Darusman, S.H., M.H.
Ahli Dari Pemohon : -
dr. Ahmad Hudoyo, Sp.P(K) (Dokter/Dosen FKUI/PB IDI) Prof. Hasbullah Thabrani (Guru Besar FK Masyarakat UI) Dr. Zulazmi Mandi (Peneliti Universitas Uhamka) dr. Kartono Muhammad (Tobacco Control Support Centre) Widiastuti Surojo (Indonesian Tobacco Control Network/ITCN)
Ahli dari Pemerintah : -
FX. Ridwan Handoyo (Badan Pengawas Periklanan P3I) WS. Rendra (Budayawan) Bimo Nugroho (Komisi Penyiaran Indonesia) Prof. Dr. Suganda (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia/SPSI)
Saksi Dari Pemerintah : -
Butet Kertaredjasa (Budayawan) Djoko Driono (Direktur Liga Sepakbola Indonesia)
Pemerintah : -
Freddy H. Tulung (Dirjen Sarkom dan Diseminasi Informasi DEPKOMINFO) Yafi (staf Ahli Menteri Bidang Hukum KOMINFO) Edmon Makarim (staf Ahli Menteri Bidang Hukum KOMINFO) Mualimin Abdi (Kabag Penyajian Pada Sidang MK) Qomaruddin (Direktur Litigasi DEPHUKHAM)
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB 1.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H.
Assalamualaikum wr. wb. Sidang Pleno untuk Perkara Nomor 6/PUU-VII/2009 untuk mendengarkan keterangan saksi dan ahli, baik dari pemohon maupun dari pemerintah, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3 X Selanjutnya kami undang Pemohon untuk memperkenalkan diri siapa yang hadir dan dihadirkan pada hari ini. 2.
KUASA PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih, Yang Mulia. Perkenan kami menyampaikan hari ini berhadir, saya Muhammad Joni selaku Kuasa Pemohon. Kemudian rekan Indrawan Darusman selaku Kuasa Pemohon. Hari ini juga hadir Pemohon Prinsipal yaitu Faza Ubaidillah di sebelah kanan saya, seorang anak di bawah umur 17 tahun, dan ibu kandungnya, Ibu Misdah Sundari. Majelis Hakim Yang Mulia, Pada hari ini juga kami menghadirkan ahli-ahli, yang pertama Prof. Hasballah Tabrani, beliau adalah Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Yang ke dua, dr. Ahmad Hudoyo, Sp.P(K) dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, dan Dosen Fakultas Kedokteran UI. Yang ke tiga Dr. Zulazmi Mandi, Peneliti Universitias UHAMKA. Yang ke empat, Dr. Widiastuti Surojo, dari Indonesian Tobacco Control Network ITCN, dan nanti yang juga akan segera hadir dr. Kartono Muhammad dari Indonesia Tobacco Control Network. Demikian, Yang Mulia.
3.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Selanjutnya pemerintah?
4.
PEMERINTAH : FREDDY H. TULUNG (DIRJEN SARKOM DAN DISEMINASI INFORMASI) Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, nama saya Freddy Tulung, Dirjen Sarana Komunikasi dan Destinasi Informasi, Departemen Komunikasi dan Informatika. Kami didampingi oleh Saudara Mualimin dari Departemen Hukum dan HAM. Kemudian juga Saudara Yafi, Biro Hukum dan Staf Ahli Bidang Hukum kami, Edmon Makarim. Untuk kesempatan ini kami akan menghadirkan tiga orang ahli, masing-
3
masing Bapak W.S. Rendra (budayawan), Bapak Bimo Nugroho dari Komite Penyiaran Indonesia, kemudian Bapak FX. Ridwan Handoyo, beliau adalah Badan Pengawas Periklanan di bawah Asosiasi Periklanan P3I. Kemudian dari Saksi Fakta, masing-masing adalah Bapak Bambang Sukarno, beliau adalah Ketua DPRD Kab. Temanggung. Kemudian Saudara Butet Kertaredjasa, beliau adalah budayawan. Kemudian yang ke tiga adalah Prof. Dr. Suganda dari unsur SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) dan yang terakhir adalah Bapak Djoko Driono, beliau adalah Direktur Liga Sepakbola Indonesia, terima kasih. 5.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, hari ini kita akan mulai dari saksi fakta dahulu. Untuk itu kepada saksi, dimohon maju dulu untuk mengambil sumpah sesuai dengan ketentuan undang-undang. Yang beragama Islam dulu, kalau di sini terdiri dari Bapak Bambang Subroto, Bapak Butet Kertaredjasa, (suara tidak terdengar jelas) yang saksi dulu, yang beragama Islam dahulu, ya silakan.
6.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Saudara Saksi, mohon untuk menirukan lafal sumpah yang akan saya ucapkan, sesuai dengan agama Islam. Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah, akan menerangkan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
7.
SAKSI BERSUMPAH :
Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah, akan
menerangkan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. 8.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Kemudian saksi yang beragama Kristen/Katholik, Ibu Maria.
9.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. Dr. MARIA FARIDA INDRATI, S.H., M.H. Ya, ikuti lafal janji ya. Saya berjanji, akan menerangkan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya.
10.
SAKSI BERSUMPAH : Saya berjanji, akan menerangkan yang sebenarnya, tidak lain dari
4
yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya. 11.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, tadi Pak Butet sudah bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya, bukan menerangkan seperti Republik Mimpi Pak ya. Ini yang sebenarnya. Kemudian ahli dari kedua pihak sekaligus yang beragama Islam.
12.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Saudara Para Ahli, mohon menirukan lafal sumpah yang saya ucapkan. Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah, sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
13.
AHLI SELURUHNYA BERSUMPAH :
Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah, sebagai
ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. 14.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Terima kasih, kembali ke tempat. Kemudian ahli yang dari kedua pihak, kalau ada yang beragama Katholik ini Bapak Ridwan. Silakan Ibu Maria.
15.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. Dr. MARIA FARIDA INDRATI, S.H., M.H. Ikuti lafal janji yang saya bacakan. Saya berjanji sebagai ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya.
16.
AHLI SELURUHNYA BERSUMPAH : Saya berjanji sebagai ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya.
5
17.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, mari kita mulai dari mendengarkan keterangan saksi fakta yang pada hari ini dihadirkan oleh pemerintah. Untuk itu kami persilakan pihak pemerintah untuk mengatur acara ini siapa yang akan bicara lebih dahulu dan seterusnya serta materi-materi apa yang perlu disampaikan di dalam persidangan ini, silakan.
18.
PEMERINTAH : FREDDY H. TULUNG (DIRJEN SARKOM DAN DISEMINASI INFORMASI) Terima kasih, Yang Mulia. Kami mengundang yang pertama, Bapak Butet Kertaredjasa. Beliau adalah budayawan, yang akan menceritakan sedikit terkait dengan aspek rokok dalam konteks budaya. Kami persilakan, Bapak Butet Kertaredjasa.
19.
SAKSI DARI PEMOHON : BUTET KERTAREDJASA (BUDAYAWAN) Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, Saya mesti menyampaikan satu catatan saya dalam posisi saya sebagai saksi fakta. Saya tidak berani improvisasi supaya tidak menjadi Republik Mimpi. Saya tertib membacakan apa yang saya sudah renungkan, saya catat dari masalah yang kita bicarakan pada siang hari ini. jadi saya ingin meyakinkan kepada semua yang hadir di ruangan ini bahwa kita ini adalah orang-orang yang berbudaya. Kita adalah bangsa yang berbudaya dan kita bangga karena kebudayaan itu. Itulah yang menyebabkan kita selalu menjunjung keberadaban dari manusia ini. Kalau kita meyakini bahwa kita adalah bangsa yang berbudaya, tentu saya tidak perlu lagi meyakin-yakinkan. Nah, dalam hal ini saya ingin menegaskan bahwa kerja kreatif di dalam bidang seni di ranah kebudayaan itu tidak ubahnya dengan para pekerja, ilmuwan di laboratorium yang selalu berusaha menemukan berbagai inovasi tanpa henti. Aktifitas kerja penciptaan itu harus terus dipelihara, dijaga, dan dirangsang, agar tidak mati karena jika ruang kreatif ini mati maka kebudayaanpun juga akan mati. Jika kebudayaan mati maka manusia akan sekedar menjadi bungkusan daging tanpa jiwa. Maka sekali lagi, kerja seni, khususnya seni pertunjukan, lebih khusus lagi adalah seni teater sebagaimana yang saya geluti selama 30 tahun ini harus diartikan sebagai kerja kebudayaan. Dalam situasi apapun kerja kebudayaan ini harus tetap hidup. Kita pernah mencicipi masa pahit 32 tahun dalam cengkraman orde baru, dimana Pemerintah mengontrol kehidupan masyarakat tapi kerja kebudayaan tidak pernah mati. Bapak Rendra yang ada di samping saya ini adalah contoh konkrit pekerja kebudayaan yang tidak pernah mau berhenti, tidak pernah mau ditaklukkan oleh kekuatan apapun. Itu harus hidup.
6
Nah, kami para pekerja teater, hidup dalam semangat yang sama dan kami hidup dalam semangat kemandirian. Pertanyaannya, siapakah sesungguhnya pihak yang mengemban kewajiban untuk memelihara, mendukung, dan menyantuni kerja kebudayaan semacam ini? Tentu akan mudah orang akan menjawab, “Wah, itu urusan negara itu, Pemerintah.” Tapi menurut pengalaman kami, Yang Mulia Bapak Hakim, ternyata kami belum pernah mendapatkan sesuatu dari Pemerintah yang sangat berarti untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan seni pertunjukan, lebih luas kebudayaan itu. Kalau saya mengambil ilustrasi dari kerja kebudayaan yang kami lakukan yang paling muktahir, ketika kami mementaskan seminggu yang lalu itu sebuah tontonan di Taman Ismail Marzuki, mengusung grup dari Jogja ke Jakarta. Empat hari pertunjukan, penontonnya membludak. Itu perolehan secara ekonomi sama sekali tidak sebanding dengan biaya yang digunakan untuk memproduksi kerja kebudayan itu. Kalau fakta boleh dihadirkan, biaya produksi sebuah pertunjukan teater pada hari ini, kelompok dari luar kota yang datang ke Jakarta, itu seharga rumah tipe 54. Kurang lebih 300 juta tapi harus dilakukan. Income-nya berapa? Empat hari pertunjukan setelah potong pajak macam-macam dapatnya Cuma 98 juta. Artinya apa? Pekerja teater, pekerja kebudayaan ini harus berusaha keras nombok tapi harus melakukan, menyantuni masyarakat karena kalau mau memakai hitungan-hitungan ekonomi menjual tiket, yang pantas masyarakat yang memaki-maki kami. “Komersial, budak kapitalis. Jual tiket mahal. Tidak memberi
kesempatan kepada masyarakat kebudayaan untuk nonton pertunjukan.” Nah, dalam situasi seperti inilah saya harus menyatakan bahwa
korporasi-korporasi yang mapanlah yang pada akhirnya mengambil peran yang semestinya dilakukan oleh Pemerintah itu memberikan perhatian kepada kegiatan kultural itu dengan cara memberikan bantuan sponsorship dan itu selama 30 tahun, setidak-tidaknya sejak saya menggeluti teater, kami sering berrelasi meskipun tidak sepenuhnya korporasi mapan itu menutup seluruh beban dari kerja kebudayaan. Bengkel Teater Bapak Rendra ini, mustinya pernah melakukan kerja sama dengan korporasi, sebut saja kelompok-kelompok teater di Indonesia terkemuka, sebut saja kelompok-kelompok seni pertunjukan. Bukan hanya teater tetapi juga seni tari, juga seni musik, yang bersifat inovatif. Bukan yang hiburan massa. Dari sekian korporasi itu memang yang paling utama. Bukan dikatakan satu-satunya. Memang adalah produsen rokok. Tentu kami tidak beranggapan bahwa produsen rokok adalah satu-satunya pahlawan bagi para pekerja kreatif, tidak. Atau dewa penyelamat seni kultural, juga bukan. Tapi faktanya, produsen rokoklah yang selama ini mendukung kami sebagai sponsor meski sponsor itu tidak menutup seluruh biaya produksi suatu pementasan. Tapi dengan itu, kami bisa menyambung nafas. Kami tetap nombok tapi setidaknya beban kami jadi
7
berkurang. Nah, jika industri ini dibiarkan mati, minimal dihambat perkembangannya dengan misalnya disumbat untuk melakukan kegiatan-kegiatan promosi yang bersifat kreatif di media-media elektronik misalnya, itu sama halnya kemungkinan hilangnya sebuah dukungan. Ibaratnya mengamputasi kaki kami. Di Indonesia ini terdapat ribuan kelompok teater yang terus bekerja dan menciptakan karya-karya kreatif tanpa kenal lelah, tanpa di perintah mereka bekerja. Tanpa disuruh-suruh. Terus intens melakukan dari anak-anak muda sampai anak-anak tua. Semacam Bapak Rendra ini, dapat dipastikan sebagian besar mereka itu konsisten nombok membiayai dirinya sendiri demi menjaga kreatifitas demi bertahan agar dapat memberi edukasi kultural kepada masyarakat. Teater Gandrik, tempat saya berolah seni, hanya sebagian kecil dari para pekerja kreatif yang jumlahnya ribuan itu. Maka jika produsen rokok dilarang, mustinya harus ada jaminan bahwa korporasi lain yang bukan produsen rokok akan melakukan hal itu. dukungan produsen rokok terhadap kerja seni yang bersifat kultural ini bagi kami merupakan satu tindakan kultural yang sangat nyata. Saya dapat memastikan bahwa hilangnya dukungan semacam ini hanya akan membuat para pekerja seni kultural akan semakin terpuruk. Menghadapi situasi yang serba sulit ini, mestinya Pemerintah negara justru menjadi alternatif lain untuk mendukung dan merangsang kegiatan kreatif yang bersifat kultural. Saya kira itu pokok-pokok pikiran yang saya ingin sampaikan dalam kesempatan ini. Jadi ketika misalnya ada ancaman terhadap industri korporasi yang selama ini menyokong kami, pertimbangkan siapa nanti yang mengambil alih peran kultural itu? Terima kasih. 20.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Selanjutnya, silakan.
21.
PEMERINTAH : FREDDY H. TULUNG (DIRJEN SARKOM DAN DISEMINASI INFORMASI) Kami lanjut Yang Mulia, pembicara ke dua adalah Pak Bambang Soekarno. Beliau adalah Ketua DPRD Kab. Temanggung. Kami memilih beliau karena kebetulan sebagian masyarakat Kab. Temanggung hidup sebagai petani tenbakau. Kami persilakan Pak Bambang.
8
22.
PIHAK TERKAIT : BAMBANG SUKARNO (KETUA DPRD KAB. TEMANGGUNG)
Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamualaikum wr.wb. Pertama-tama mari kita panjatkkan puji syukur kepada Allah SWT bahwa pada pagi hari ini di depan Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi, kita diizinkan oleh Allah SWT, untuk menghadiri persidangan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat petani tembakau dan petani cengkeh Indonesia. Yang insyaAllah mudah-mudahan sidang kali ini bisa mengambil keputusan yang bijak untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan nasional kita, kepentingan masyarakat petani tembakau dan cengkeh Indonesia. Yang saya muliakan, bapak Ketua Mahkamah Konstitusi, Bapak Mahfud MD, Para Hakim yang hadir, tamu undangan dari pihak pemerintah maupun pemohon, khususnya APTI-Asosiasi Petani Tembakau, Pak Butet yang tadi telah menyampaikan, Pak Rendra dan hadirin sekalian, baru saja saya dilantik, bukan dilantik tapi disumpah sebagai saksi. Hari ini saya pertanggungjawabkan tentunya kepada Allah SWT. Jadi mari sama-sama kita mencari rapor yang baik di hadapan Allah SWT pada posisinya masing-masing dan insyaAllah republik yang kita cintai ini akan damai, khususnya masyarakat petani tembakau dan cengkeh Indonesia. Bapak-Bapak, Ibu-Ibu sekalian, sebelum saya menyampaikan surat resmi kepada Mahkamah Konstitusi, nanti akan saya sampaikan juga proses perjalanan pembahasan PP.19 Tahun 2003. yang mana dulu tahun 1999 ada PP.81 Tahun 1999 yang ditandatangani oleh Pak B.J. Habibie, Bapak Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, yang di sana pada Pasal 4 ada batasan tar dan nikotin. Pasal 4, “Nikotin tidak boleh melebihi dari 1.5
gram. Tar tidak boleh melebihi dari 20 miligram.”
Pada saat itu, semua petani tembakau bingung mau ke mana tembakau Temanggung khususnya, yang merupakan tembakau terbaik di dunia yang disebut tembakau srintil. Yang harga kemarin tahun 2009 ini ini mencapai Rp500.000,00/kilo. Satu kilogram, Rp500.000,00, di desa Lamuk kabupaten Tumenggung. Maka waktu itu, seluruh petani tentunya bingung, pemerintah daerah kabupaten bingung, petani seluruh Indonesia bingung. Akhirnya dengan proses pergantian pimpinan Presiden menjadi Abdurrahman Wahid, PP.81 diubah menjadi PP.38. hanya proses perpanjangan berlakunya batasan tar, nikotin 1.5 miligram, dan 20 miligram untuk tar. Hanya tujuh tahun dan 10 tahun untuk SKT dan SKM. Ini juga tidak menunjukkan masalah. Dan begitu Ibu Megawati Soekarno Putri menjadi presiden, dibahas kembali dan saya masuk sebagai Tim Perumus di kabinet yang diketua Bapak Irman Rajaguguk dan juga Bapak..., yang satu lupa saya. Tapi dipimpin oleh Pak Irman sama Pak Lambok waktu itu. Sekretaris Negara dahulu Pak Bambang
9
Kesowo. Yang insyaAllah pada saat itu diputuskan bahwa batasan tar, nikotin itu dihapus. Pertimbangan saya pada waktu itu adalah termasuk kepada Prof. Dr. Sujudi, Menteri Kesehatan. Perkembangan dari Departemen Kesehatan waktu itu (suara terputus-putus) adalah kesehatan. Pada waktu itu, saya meminta data pada Prof. Dr. Sujudi, Menteri Kesehatan, karena alotnya pembahasan waktu itu, saya minta data, kapan, nama siapa, ngerokok, rokok kretek khususnya, yang menggunakan tembakau Temanggung yang terkenal, tar dan nikotinnya tinggi. Yang disebut tadi tembakau Srintil yang terbaik di dunia, itu adalah keajaiban. Hasil tembakau Srintil tidak bisa dibuat. Itu tembakau terbaik dan itu adalah keajaiban menurut saya dan itu perlu dilestarikan dan dipertahankan. Karena tanpa tembakau Temanggung, tanpa tembakau Madura, rokok kretek tidak ada di Indonesia. Rokok kretek adalah ciri khas Indonesia yang siapapun ingin. Negara manapun ingin. Phillip Morris pun beli Sampoerna hanya untuk rokok kretek. Ini milik kita. Kebanggaan kita semua. Ini adalah putusan Allah SWT yang kita syukuri bersama. Kita semua besar, lahir, hidup di Indonesia yang kita cintai. Ini luar biasa. Itu bisa menyejahterakan seluruh republik ini. 57 trilyun, termasuk masuk pajak, tahun 2009 cukai. Dan Undang-Undang 39 Pasal 66A sudah disebutkan, “30% untuk
propinsi penghasil, 40% untuk kabupaten kota penghasil, 30% untuk kabupaten kota bukan penghasil.”
Bapak Ketua yang saya, hormati, saya muliakan, sebelum saya bacakan memang saya ingin proses pada pembacaan PP yang 38 menjadi 19, di sekretaris kabinet yang dimulai pembahasannya tanggal 18 Februari tahun 2003, selesai tanggal 5 Maret 2003, yang kemudian ditandatangani presiden tanggal 10 Maret 2003. suatu proses yang cepat karena ini ditunggu oleh masyarakat Indonesia. Pada saat itu juga dibahas tentang masalah iklan dan promosi di Pasal 16, PP yang akhirnya menjadi PP. 19..., 16 sampai 21. waktu itu dipertimbangkan oleh Tim Perumus, termasuk Pak Lambok dan Pak Irman, dan teman-teman LSM, dan juga dari kesehatan. Bahkan Badan POM-nya dulu Pak Sampurno, satu bukti bahwa waktu itu ada sudut pandang yang sama. Kepentingan republik yang diutamakan. Kepentingan masyarakat tembakau. Pertimbangan kita waktu itu hanya ingin tembakau lestari. Kecuali memang dunia menyetop seluruhnya, tidak ada tembakau di dunia ini. Ini tidak. Rokok putih, boleh. Rokok kretek yang ciri khas Indonesia kenapa? Bahkan kemarin, tanggal 24 sampai 27, Mahkamah Majelis Ulama Indonesia mengadakan izma MUI di Padang Panjang. Salah satu fatwa yang dimunculkan adalah fatwa rokok. Yang alhamdulillah waktu itu bisa hadir, bisa ketemu pihak MUI di sana, ketemu Ketua DPRD di Sumatera Barat dan Padang Panjang, Pak Hamidi, yang akhirnya diputuskan MUI adalah putusannya, “Rokok
10
adalah khilaf.” Khilafiah, Bapak Ketua. Sehingga oleh para sesepuh ulama se-Indonesia, 700 menyatakan bahwa rokok khilafiah. Suatu putusan yang luar biasa bijak. Maka hari ini saya berharap Bapak Ketua untuk bijak dalam mengambil keputusan. Bukan untuk pabrik rokok. Bukan untuk siapa, tapi untuk kepentingan nasional kita. Saya kira, ini penting saya sampaikan karena di Sindoro Sumbing adalah tanah yang terbaik untuk tembakau. Pada musim kering, kemarau, rumput saja tidak hidup. Tapi tembakau, begitu ditanam dan mulai tidak ada hujan, kualitasnya luar biasa. Seharusnya mati tapi tidak. Inilah kalau Allah menghendaki, malah justru tembakaunya baik dan disebut tembakau Srintil D sampai F yang luar biasa. Ini tidak bisa dibuat. Pada suatu area ada dua keluarga. Bibitnya sama, pengelolaannya sama, kami sudah (suara tidak jelas) tadi Pak Butet sudah mengemukakan soal budaya. Ini hasilnya, yang satu Srintil, yang satu tidak. Rezeki karena Allah SWT. Keputusan untuk srintil atau tidak juga karena Allah SWT. Kita punya kebanggaan seperti ini kenapa kita mencari celah-celah untuk ini tidak bisa. Bahkan Undang-Undang Nomo 32 tahun 2002, juga tidak..., PP.19 tidak bertentangan dengan undang-undang itu. Undang-Undang 32 juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dan tayangan di TV saya lihat, itu sudah ada jam di Pasal 16, disebutkan, “Jam setengah sepuluh sampai jam lima pagi.”
Keputusan yang bijak waktu tahun 2003 kita putuskan bersama dengan Tim. Termasuk label, “Rokok menyebabkan penyakit.” Itu bukan pembahasan yang sampai satu hari untuk memutuskan itu. Termasuk iklan dan juga promosi dibahas di sana oleh Dr. Sampurno waktu itu dari Badan POM. Prof. Sujudi juga mengizinkan untuk itu. Ini suatu keputusan yang bijak yang ditunggu bangsa ini. Kondisi bangsa ini sudah carut marut. Ekonomi yang seperti saat ini, masyarakat punya Rp50.000,00 Cuma bisa beli tahu, tempe. Tidak bisa lebih dari itu. Kita jangan membebani masyarakat. Kalau Bapak Ketua Yang Mulia, pada bulan Agustus nanti hadir bersama Para Hakim akan saya undang, sebagai Ketua DPRD Kabupaten Temanggung, pada masa panen. Nanti kalau ada tembakau yang terbaik di dunia maka saya izinkan Bapak Ketua bisa hadir di sana untuk menyaksikan betapa indahnya republik ini. Tidak hanya kaya sumber daya alam tetapi juga pertanianpun ada suatu keajaiban yang ada di situ. Kalau kita kembali ke hukum Allah, insyaAllah kita jernih dalam mengambil keputusan. Hari ini mahkamah konstitusi sudah diuji, kita semua diuji di hadapan Allah SWT untuk memutuskan yang bijak untuk kepentingan bangsa dan negara kita. Dalam kesempatan ini Yang Mulia, beberapa hal yang saya sampaikan karena ini ditunggu putusan ini karena apapun ini berpengaruh dengan petani. Hari ini tembakau di seluruh Indonesia, khususnya di Temanggung, di lereng Sindoro Sumbing, sudah tanam. Di persawahan mungkin bulan Mei awal Bapak Ketua, baru tanam.
11
Kalau ini tidak segera ada keputusan yang pasti maka waktu di Majelis Ulama di Padang Panjang pernah saya sampaikan bahwa hari ini tidak tepat mengambil suatu keputusan. Hari ini Mahkamah Konstitusi juga berat, dalam kondisi mau pemilihan presiden, legislatif, mau panen tembakau, yang butuh kepastian hukum. Kapan keputusan ini harus segera diambil, tetapi kami mohon Yang Mulia, saya juga mewakili masyarakat Temanggung. Kemudian juga saya ketua asosiasi di DPRD Kabupaten seluruh Indonesia sepakat, teman-teman khususnya dari Sulawesi yang cengkeh dan semuanya ini harus dikembalikan kepada keputusan yang bijak tadi. Hari ini saya berdiri atas nama masyarakat Temanggung. Masalah tembakau Indonesia Asosiasi, Ketua DPD Temanggung, alhamdulillah saya sampai hari ini diberikan kesehatan dan bisa hadir dalam kesempatan ini. Saya terima kasih kepada Allah SWT, bisa hadir di sini untuk kepentingan bangsa dan negara. Yang saya hormati, Ketua Mahkamah Konstitusi, kami bacakan, surat kami secara resmi sebagai ketua DPRD Kabupaten Temanggung yang ini tembusannya juga kami berikan kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR-RI, Menteri Sekretaris Kabinet, Menteri Komunikasi dan Informasi dan Informatika, dan Menteri Hukum dan HAM. Temanggung 23 April 2009, kepada yang terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Nomor 170/267. Sifat penting, lampiran tidak ada, perihal permohonan agar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menolak pengujian Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2002 dan menolak penghapusan masalah iklan dan promosi pada PP. Nomor 19 Tahun 2003. Sehubungan dengan proses persidangan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 21 April 2009 mengenai perkara konstitusi Nomor 6/PUUVII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor RI Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Maka bersama ini, kami Ketua DPRD Kabupaten Temanggung dan selaku Ketua Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia (ADKASI) mewakili masyarakat Kabupaten Temanggung dan cengkeh Indonesia dan pada umumnya, dan masyarakat Kabupaten Temanggung pada khususnya, yang sekaligus sebagai anggota tim pembahas yang turut serta dalam proses pembahasan dari pembahasan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000 yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 yang ditandatangani presiden pada tanggal 10 Maret 2003, kami memberikan masukan dan fakta sebagai berikut : 1. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 46 ayat (3) huruf C berbunyi, ”Siaran iklan niaga dilarang
melakukan:
c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.” Apabila kita kaitkan antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tersebut dengan Peraturan Pemerintah 19 Tahun 2003 Pasal 16 sampai
12
dengan Pasal 21, maka tidak perlu dipermasalahkan karena iklan dan promosi yang ditayangkan selama ini, baik pada media elektronik maupun media cetak, sudah sesuai dan tidak bertentangan dengan pasal-pasal yang ada pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003; 2. proses pembahasan peraturan pemerintah yang cukup panjang pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 di mana proses pembahasan dalam rangka menghapus mengenai batasan nikotin tidak boleh melebih 1,5 miligram dan tar tidak boleh melebih 20 miligram, yang tercantum dalam PP. Nomor 81 1999 juncto PP. Nomor 38 Tahun 2000. Yang pada akhirnya disetujui bersama oleh tim pembahas di sekretaris Kabinet bahwa pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tidak perlu mencantumkan bahasan nikotin dan tar. Pada saat proses pembahasan peraturan pemerintah tersebut, juga dibahas mengenai Bab II, Bagian Ke lima, tentang Iklan dan Promosi. Pasal 16 sampai dengan Pasal 21, dimana pasal pada saat pembahasan tersebut sudah dipertimbangkan bahwa iklan dan promosi masih diperlukan demi untuk kelangsungan kemakmuran dan kesejahteraan petani tembakau dan cengkeh Indonesia. Dan apabila iklan dan promosi ditiadakan maka mengurangi pembelian tembakau dan cengkeh yang pada akhirnya akan merugikan petani tembakau dan cengkeh Indonesia. 3. Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, termasuk pertanian dimana salah satu penghasil tembakau terbaik dunia adalah tembakau Temanggung, yang disebut tembakau Srintil yang merupakan anugerah dari Allah SWT, yang perlu dilestarikan dan dipertahankan kelestariannya, kelangsungannya karena merupakan lauk bagi rokok kretek yang merupakan ciri khas Indonesia. Industri rokok yang menyerap keseluruhan tembakau Indonesia termasuk tembakau Temanggung, tembakau Madura, dan tembakau dari daerah lain, serta cengkeh Indonesia, dan juga menyerap tenaga kerja Indonesia kurang lebih 30 juta orang. Yaitu petani tembakau, buruh pabrik, pengrajin tembakau, pembuat keranjang tembakau, pembuat rigen, penjual asongan rokok, dan lainlain. Dan selain itu, yang perlu dipertimbangkan juga adalah perusahaan-perusahaan kertas, yang memproduksi mulai kertas untuk cigarete, kertas untuk perpak, opm film untuk bungkus gula, kertas alumunium foil, dan colt foil untuk bungkus dalamnya, kertas atau karton untuk bungkus press rokok, kertas untuk ball rokok, serta karton box. 5. Industri rokok yang merupakan ciri khas Indonesia pasti menggunakan tembakau Temanggung dan tembakau Madura yang mempunyai ciri dan spesifikasi khas yang aromatis merupakan lauk bagi rokok kretek yang sulit dicari penggantinya dan didukung oleh tembakau dari daerah lain serta menggunakan cengkeh seluruh
13
Indonesia. 6. Penerimaan cukai pemerintah dari tembakau atau industri rokok pada tahun 2009 termasuk pajak, kurang lebih 57 trilyun rupiah. Suatu penerimaan negara yang cukup besar untuk kepentingan nasional Indonesia. Berdasarkan fakta yang telah kami sampaikan di atas, kami mohon berkenan Bapak ketua Mahkamah Konstitusi atas lembaga Mahkamah Konstitusi yang terhormat, kiranya perlu mempertimbangkan dampak keputusan yang akan diambil terkait nasib petani tembakau dan cengkeh Indonesia serta berlangsungnya produksi rokok kretek yang merupakan ciri khas rokok Indonesia. Selainnya kami mohon kiranya Mahkamah Konstitusi berkenan untuk menolak Permohonan Pengujian Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 46 ayat (3) huruf C dan secara otomatis menolak permohonan penghapusan iklan dan promosi pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 16 sampai dengan Pasal 21 tentang Penanganan Rokok Bagi Kesehatan. Demi kepentingan nasional Indonesia. Demikian keterangan kami sampaikan kepada Bapak Ketua Mahkamah Konstituisi Republik Indonesia dan terima kasih atas perkenan atas terkabulnya permohonan ini dan keputusan ini sangat ditunggu oleh masyarakat petani tembakau dan cengkeh Indonesia. Sebelum ditutup, Bapak Ketua Yang Mulia, atas suatu hal dalam kesempatan ini, kami masih ingin ada suatu keinginan dari kami membuat suatu rancangan Undang-Undang yaitu Dampak Pengendalian Tembakau Terhadap Kesehatan, itu satu. Yang ke dua, ada gagasan rancangan undang-undang perkebunan tembakau rakyat, yang insyaAllah nanti itu, nanti ada pasal yang akan melindungi rokok kretek Indonesia. Maka insyaAllah kalau ini nanti kita gulirkan kiranya Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi yang terhormat dan beliau juga pernah di DPR-RI, saya pernah selalu berhubungan dengan beliau tentang hal-hal tertentu. Saya ingin dalam kesempatan ini, saya nanti minta masukan dan dukungan dari Mahkamah Konstitusi karena apapun rokok kretek perlu dilindungi di republik yang kita cintai ini. Saya kira demikian. Kurang lebihnya mohon maaf, terima kasih. Wassalamualaikum wr.wb. 23.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Di tempat dulu Pak. Di depan. Ada soal teknis hukum acara ini, Bapak hadir di sini sebagai Saksi. Kalau saksi itu biasanya hanya menerangkan apa yang di ketahui, dialami, di dengar, dilihat, tetapi tadi isinya itu permohonan. Oleh sebab itu, Majelis menawarkan apakah Bapak mau kalau Bapak dijadikan saja Pihak Terkait yang berkepentingan langsung dan bukan sebagai saksi, sehingga permohonan itu tadi bisa menjadi bahan
14
pertimbangan. Kalau saksi itu, di luar itu sebenarnya. 24.
PIHAK TERKAIT : BAMBANG SUKARNO (KETUA DPRD KAB. TEMANGGUNG) Saya dari pihak Pemerintah. Bisa, seizin pihak Pemerintah.
25.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Jadi Bapak mewakili Ketua DPRD Wonosobo dan asosiasi (...)
26.
PIHAK TERKAIT : BAMBANG SUKARNO (KETUA DPRD KAB. TEMANGGUNG) DPRD kabupaten seluruh Indonesia.
27.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Asosiasi DPRD seluruh Indonesia, supaya dicatat Panitera. Ini Bapak Bambang Suharno (...)
28.
PIHAK TERKAIT : BAMBANG SUKARNO (KETUA DPRD KAB. TEMANGGUNG) Bambang Sukarno Temanggung, Pak Mahfud.
29.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Bambang Sukarno Temanggung, iya Bapak Bambang Sukarno Temanggung. Saya sering ketemu di pesawat dan di gedung DPR dengan Bapak. Jadi ditetapkan sebagai pihak terkait yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kasus ini jadi bukan sebagai saksi karena (...)
30.
PIHAK TERKAIT : BAMBANG SUKARNO (KETUA DPRD KAB. TEMANGGUNG) Seizin dari Putusan Menteri Komunikasi, terima kasih Pak.
31.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Terima kasih. KETUK PALU 1X
15
Silakan kembali ke tempat. Pemerintah silakan selanjutnya? 32.
PEMERINTAH : FREDDY H. TULUNG (DIRJEN SARKOM DAN DISEMINASI INFORMASI) Terima kasih Yang Mulia. Kami mengundang Profesor Suganda beliau adalah dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia yang khusus menangani komponen pekerja yang terkait dengan industri rokok. Kami persilakan Prof. Suganda?
33.
SAKSI DARI PEMERINTAH : Prof. Dr. SUGANDA (SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA/SPSI)
Assalamualaikum wr. wb. Majelis Hakim yang kami muliakan,
hadirin yang terhormat. Pertama kami akan mohon maaf bahwa pemaparan kami sebagai saksi fakta dari Serikat Pekerja Rokok Tembakau, Makanan, dan Minuman (KSPSI) mungkin banyak diwarnai dengan pemikiran-pemikiran subjektif karena masalah yang kita hadapi ini bagi kami adalah bukan sekedar masalah kesejahteraan tapi dia masalah kehidupan. Kami tidak mau menyebutnya masalah hidup atau mati karena mati hanya ada di tangan Tuhan. Perkenankan kami memulai penyampaian kami ini dengan keprihatinan kami selaku pekerja yang sekarang ini sedang dalam kondisi terpuruk antara lain ditandai dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor industri dan meningkatnya secara signifikan angka pengangguran. Banyak industri yang terpaksa gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan company yang bermodal besar yang menerapkan teori-teori ekonomi tanpa melihat kondisi Republik ini. Kita sekarang berada dalam perekonomian kapitalistis yang dibawa masuk oleh apa yang disebut dengan globalisasi. Globalisasi dalam ekonomi, politik, dan budaya yang menyebabkan kita menjadi gamang dan kehilangan orientasi. Padahal seharusnya sangatlah jelas bahwa perundangan apapun hendaklah selalu mengacu pada Pancasila. Sudah hilangkah Pancasila dari negeri ini? Ketika angin reformasi bertiup kencang sangatlah mengherankan butir yang pertama terbawa 5 Oktober 1999 adalah butiran pengawasan terhadap produk tembakau dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999, mengapa? Ini pikiran subjektif kami. Bukan junk food yang dibawa dari luar sana. Junk food yang menghasilkan generasi muda yang boros dan obesitas yang menghambat kecerdasan manusia. Tidak adakah yang dapat membiayai gerakan antijunk food. Kami juga sangat prihatin karena perhatian terhadap asap rokok menjadi demikian terfokusnya padahal asap knalpot jauh lebih berbahaya dari asap rokok dan kita terlena menghirup udara yang sudah sangat terpolusi serta membiarkan kendaraan bermotor yang dikuasai para
16
pemodal asing masuk secara membabi buta ke negeri ini sampai ke pelosok desa. Kita sedang menjadi Don Quixote yang berperang melawan hantu bernama tembakau. Sebagai pekerja di sektor industri rokok tembakau makanan dan minuman tentu kami sangat berkepentingan menanyakan ini karena korban pertama gonjang-ganjing itu adalah berubahnya kepemilikan sebuah perusahaan besar rokok di Indonesia ke tangan asing. Betapa kekhawatiran praktik efisiensi yang tidak memperhatikan sejarah dan kondisi ril di Indonesia akan terus berlanjut. Rokok kretek memang jumawa, 93% pangsa pasar rokok dikuasai oleh rokok kretek. Perusahaan asing manapun tidak mungkin mampu bersaing kalau tidak menguasai pabrik-pabrik rokok Indonesia sendiri. Perkenankan, kami mengutip pemaparan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI yang berbunyi sebagai berikut, ”Dengan adanya
pembatasan terhadap pengolahan rokok kretek yang bertahan cukup lama tersebut, pembelian perusahaan rokok domestik HM Sampoerna oleh Philip Morris International pada tahun 2005 dianggap sebagai terobosan masuknya perusahaan multinasional ke pasar rokok kretek.” Kita bandingkan dengan apa yang dipaparkan dalam laporan akhir tentang tembakau dan industri rokok dari Universitas Jember, ”Ujung-
ujungnya negara bangsa itu sendiri harus memperhatikan dan mempertimbangkan serta mempertahankan kondisi negara dan bangsa sendiri dari ancaman provokasi dan infiltrasi ekonomi serta persaingan investasi permodalan yang merugikan dan mengancam kerusakan ekonomi negara bangsa itu sendiri dari kelompok kepentingan bangsa, negara, atau kepentingan global yang bersembunyi terhadap isu kesehatan atau isu lingkungan yang dihembuskan sebagai ikon.” Kalau
semua industri rokok diterobos oleh perusahaan multinasional besar dan pasar rokok kretek sudah dikuasainya tidaklah mustahil akan timbul isu lain yang menjadi ikon, wallahualam, masalahnya adalah bagaimana nasib kami? Majelis Hakim yang mulia, semua tentu kita sadar bahwa mengefisienkan industri rokok, langkah yang paling gampang adalah mekanisasi atau bahkan mungkin robotisasi. Para industriawan rokok kita juga tentu tahu karena pekerjaan di sektor rokok adalah pekerjaan yang sangat sederhana yang bisa dicapai oleh pekerja nonpendidikan sekalipun. Tapi rokok kretek adalah bagian dari perkembangan bangsa Indonesia yang berawal dari pengolahan tembakau dan cengkeh sehingga menjadi rokok yang beraroma dan rasa tertentu dengan kadar nikotin dan tar tertentu telah tumbuh dalam sejarahnya menjadi industri padat karya. Pemahaman ini sudah menjadi kesepakatan antara kami, Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman dengan para pengusaha rokok bangsa Indonesia. Sebuah kesepahaman yang didasari oleh Pancasila sebagai daftar hubungan industrial. Industri rokok Indonesia telah berjaya untuk mengatasi gejolak krisi moneter dan krisis
17
ekonomi lainnya dengan tidak melakukan rasionalisasi dan PHK masal, mungkin satu-satunya sektor industri yang tidak melakukan itu. Dari 423.000 anggota kami, 254.000 adalah di industri rokok dan dari 254.000 itu kurang lebih 2/3-nya adalah pekerja-pekerja yang termasuk padat karya. Pekerjaan yang sesungguhnya sangat gampang untuk diubah ke mesin. Kalau sampai industri rokok, khususnya rokok kretek gulung tikar maka menurut penelitian Universitas Jember akan ada sekitar 20 juta orang dari hulu ke hilir tercerabut dari lahan kerja mereka. Sekiranya seluruh bentuk iklan akan dihapuskan berbagai produk tembakau maka sebenarnya sama dengan membunuh industri itu karena marketing modern adalah mustahil tanpa iklan dan kita semua tentu tahu tentang itu. Berapa pula dampaknya terhadap media nasional baik elektronik maupun cetak. Bagaimana pula terhadap perusahaan periklanan, para pengrajin media luar ruang seperti spanduk, billboard ,dan lain-lain wong cilik yang juga mesti hidup, bagaimana pula perkembangan olahraga kita yang jujurnya masih juga ketergantungan terhadap industri rokok. Kami setuju kalau merokok itu dibatasi tempatnya, dilarang di rumah peribadatan, dan sekolah-sekolah. Sebagaimana yang sekarang berjalan tapi kalau industrinya akan dibunuh maka kami para pekerja harus beralih kemana? Ke perusahaan demo? Atau perusahaan unjuk rasa? Majelis Hakim yang mulia, hasil penelitian Universitas Jember saya kira adalah acuan yang cukup baik untuk menjadi bahan pertimbangan Majelis. Secara pribadi selaku aktivis serikat pekerja dan selaku akademisi saya melihat hasil itu sebagai usaha yang baik untuk menggambarkan secara jelas kondisi dan situasi sekitar industri rokok di Indonesia. Menurut pengamatan kami penelitian tentang rokok sesungguhnya belum pernah dilakukan terhadap rokok Indonesia, rokok kretek. Sampai dengan dampaknya yang disebutkan sebagai memicu kanker dan sebagainya. Kadar nikotin dan tar dalam rokok memang mungkin membahayakan tapi hal sama juga ada pada hampir setiap makanan. Kalau kami kutip pendapat dari Bapak Suwarno M Serad, ahli biokimia di persidangan yang lalu, nitrosamin konon salah satu pemicu kanker juga ada pada sate dan ikan bakar dan sejenisnya. Bahkan letuskorein [Sic!] banyak terdapat di dalam beras. Perlukah kita menumbuhkan gerakan anti beras dan ikan bakar? Bagaimana dengan produk rokok yang tidak menggunakan tembakau tapi tobacco flavor, wallahualam. Terima kasih Yang Mulia,
wassalamualaikum wr. wb. 34.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Ya terima kasih Prof. Suganda. Mumpung masih ingat, nanti yang
18
bacakan tadi, Pak Bambang Sukarno, Pak Butet Kertaredjasa supaya nanti disampaikan ke Panitera, silakan diteruskan. 35.
PEMERINTAH : FREDDY H. TULUNG (DIRJEN SARKOM DAN DISEMINASI INFORMASI DEPKOMINFO) Terima kasih, Yang Mulia. Kami lanjut kepada saksi fakta yang terakhir, Bapak Djoko Driyono. Beliau adalah Direktur Liga Sepak Bola Indonesia yang kegiatannya cukup banyak disponsori oleh manufaktur rokok. Kami persilakan, Pak Joko.
36.
SAKSI DARI PEMERINTAH : DJOKO DRIONO (DIREKTUR LIGA SEPAKBOLA INDONESIA)
Bismillahirrahmanirrhim. Assalamualaikum wr.wb. Yang Mulia
Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi dan Bapak-Bapak Anggota Hakim dan Ibu yang kami hormati. Kami dari Liga Sepak Bola Indonesia ingin menyampaikan beberapa hal terkait dengan hubungan lansung antara perusahaan rokok, partisipasi, kontribusi, dan komitmen perusahaan rokok terhadap pengembangan industri sepak bola nasional. Untuk memberikan ilustrasi terhadap aktivitas sepak bola nasional kami sampaikan sebagai berikut; Poin pertama bahwa pada dasarnya sepak bola merupakan olah raga populer di negeri ini bahkan di belahan negara ini. Dari segala kelompok umur, strata sosial, maupun strata ekonomi yang tidak hanya dimainkan, sebenarnya sepak bola sebagai sebuah pertunjukan. Jadi tontonan utama bagi setiap orang di dunia ini. Poin yang ke dua, menyangkut sepak bola industri bahwa perkembangan sepak bola nasional mengalami percepatan yang luar biasa. Oleh karenanya PSSI sebagai induk organisasi sepak bola nasional yang didirikan pada awalnya sebagai spirit perjuangan anak-anak muda negeri ini telah bergeser dan merespon perkembangan sepak bola internasional menjadi sepak bola industri. Fakta yang kita hadapi sekarang bahwa sekitar 450 klub sepak bola Indonesia dari tataran amatir, semi profesional, dan profesional. 18 klub dengan status profesional, 36 klub berstatus semi profesional dan setiap tahun terdaftar tidak kurang dari 1.500 pemain profesional di liga profesional. Berikutnya adalah badan Liga Sepak Bola Indonesia itu sendiri sebagai pengelola liga professional. Ada dua poin yang ingin kami sampaikan. Yang pertama bahwa profesional, mandiri, dan tim nasional yang kuat adalah rantai utama dalam pengembangan sepak bola negeri ini. Pada tahun 2006, BALI [Sic!] dibentuk oleh PSSI sebagai unit pengelola liga professional yang otonom, baik secara teknis maupun komersial dengan visi menjadikan kompetisi sepak bola negeri ini
19
tumbuh dan sejajar dengan perkembangan liga-liga profesional di asia. Professional yang secara mandiri di finansial, di harapkan juga tumbuh di tingkat klub dan liga menjadi basis pembentukan tim nasional yang kuat. Poin yang ke dua bahwa PSSI memberikan 3 event pengelolaan kepada badan liga yaitu Liga Super, Divisi Utama, dan Piala Indonesia yang catatannya adalah klub-klub yang profesional. Liga yang kuat menghasilkan tim nasional yang tangguh. Ada catatan dalam pengelolaan liga ini bahwa lebih dari 1.000 pertandingan tiap tahun dikelola oleh Liga Indonesia dan lebih dari 10 juta penonton menghadiri stadion untuk melihat pertandinganpertandingan yang kita laksanakan. Untuk level klub tidak kurang dari 750 milyar pertahun uang beredar di tingkat klub untuk klub-klub profesional. Berikutnya, menyangkut sepak bola industri. Ada dua poin yang pertama adalah ada pergeseran paradigma di teman-teman klub di manapun termasuk di dunia dan di Indonesia ini sendiri bahwa pada awalnya, klub-klub yang mengejar orientasi menang dan kalah, sekarang sudah bergeser menjadi perkembangan untung dan rugi. Bahwa klubklub yang mengejar kemenangan di atas segalanya dengan membelanjakan semua kekayaan dan hutang-hutangnya sekaligus telah menyeret kepada kebangkrutan. Oleh karenanya, tuntutan kualitas dan persaingan di liga nasional adalah sangat segaris dengan jumlah kapital yang sangat besar. Oleh karenanya klub profesional harus melihat liga sebagai peluang untuk memperoleh keuntungan. Uang yang dibelanjakan adalah infestasi dan orientasi kesuksesan sekarang sudah bergeser, tidak hanya menang atau kalah tetapi untung dan rugi. Oleh karenanya, poin yang ke dua, sepak bola sudah tidak sekedar dimensi olah raga atau sport semata-mata tapi sudah mengalami pergeseran ke dimensi ekonomi. Sepak bola yang awalnya dibesarkan dan disusui oleh negara melalui bantuan finansial di klub-klub daerah melalui APBD menjadi sebaliknya. Menghidupkan dirinya sendiri, menciptakan pekerjaan, membayar pajak, menggerakkan ekonomi daerah, maupun negara hingga menghasilkan devisa terhadap penjualan pemain-pemain ke luar negeri. Fakta yang ada di liga profesional. Klub-klub professional memiliki anggaran 15-30 milyar pertahun per klub saat ini. Pemain sepak bola papan atas di negeri ini telah dibayar sekitar 750 juta sampai 1,3 milyar pertahun. Yang ini menjadi magnet tersendiri dan mimpi bagi anak-anak kita untuk menjadi pilihan profesi di akan datang. Liga professional menuju 50 juta fans dalam setahun di industri sepak bola kita. Yang berikutnya, terkait dengan sepak bola dan televisi, sebenarnya klub ini hidup dari 3 revenue utama. Pertama adalah dari tiket penonton. Yang ke dua dari sponsor, dan yang ke tiga besar berikutnya adalah televisi. Televisi membayar mahal terhadap TV right
20
dari liga maupun klub dan televisi menjaring pengiklan atas pertunjukan atau games sepak bola itu sendiri. Saat ini liga Indonesia telah dibeli oleh stasiun televisi swasta sebesar 100 milyar untuk 10 tahun ke depan dan dibayar per tahun 2007 kemarin hingga tahun 2016. Ini sebuah perkembangan drastis mengingat kondisi tahun-tahun sebelumnya, liga harus membayar televisi agar pertandingan ini dibayar oleh televisi. Fakta yang muncul bahwa lebih dari 200 pertandingan setiap tahun dan TV rating Liga Indonesia telah mengalahkan rating pertandingan-pertandingan sepak bola eropa saat ini yang rata-rata di atas tiga. Berikutnya, menyangkut sponsorship Liga Indonesia. Ada dua poin, poin yang pertama bahwa Liga Indonesia mengetuk seluruh pintu perusahaan tetapi perusahaan rokok selalu membuka pintu untuk kami. Sejak galatama digulirkan tahun 1994 hanya Bank Mandiri satu-satunya perusahaan rokok yang bermitra dengan PSSI. Selebihnya adalah perusahaan rokok. Mulai dari Dunhill, Kansas, Bentoel, Dji Sam Soe, dan Jarum sejak tahun 2005 sampai sekarang. Yang ke dua, menyangkut komitmen sponsorship. Berbeda dengan program sponsorship lainnya yang mayoritas untuk shorttime atau jangka pendek, kerja sama Jarum dengan Liga Indonesia memiliki komitmen jangka panjang. Sponsor memiliki kepentingan dan kepedulian terhadap kesinambungan dan pengembangan liga professional di Indonesia menuju sepak bola industri yang ideal seperti yang kita citacitakan pada 2018. Sekedar memberikan catatan bahwa nilai sponsorship tiga tahun terakhir di Liga Indonesia, perusahaan rokok yang diwakili oleh Jarum tahun 2006 membayar kepada kita 27,5 milyar untuk 627 pertandingan. 2007, 35 milyar untuk 627 pertandingan. Tahun 2008, 2009, 30 milyar hanya untuk 306 pertandingan dan 150 tayangan live. Berikutnya, menyangkut kontribusi Jarum dalam pembentukan liga profesional yang kita sebut sebagai Indonesia Super league. Tahun 2008 merupakan tonggak sejarah bagi Liga Indonesia dengan lahirnya strata baru, liga super yang diberi nama ISL atau Indonesia Super League. Format baru ini lahir dengan asistensi penuh AFC (Asian Football Confideration) ditandai dengan beberapa hal. 18 klub peserta semua berstatus profesional. Viva liason. Berkompetisi satu wilayah, liga yang otonom, badan liga harus bermigrasi menjadi PT. Liga Indonesia. Standarisasi klub-klub liga dan strategi dalam pengembangan pemainpemain usia muda. Yang ke dua mengenai Jarum ISL. Kelahiran ISL tidak lepas dari PT. Jarum yang bersama-sama BLI mempersiapkan Liga Indonesia mendapatkan sertifikasi dari AFC. Kerjasama inipun diteguhkan dengan komitmen PT. Jarum menjadi title sponsor ISL membayar 30 milyar dalam satu tahun kepada liga dan ISL resmi memiliki title Djarum
21
Indonesia Super League. Fakta yang kita dapatkan dalam perkembangan ini adalah per 15 Desember tahun 2008 yang lalu Liga Indonesia dikukuhkan menjadi liga nomor 8 di Asia dan merupakan liga terbaik di Asia Tenggara. Dua klub kita langsung mendapatkan jatah di Liga Champion Asia dan ini menjadi perkembangan yang sangat kita tunggu-tunggu dalam perkembangan sepak bola nasional. Inilah yang kami sampaikan, dengan catatan akhir bahwa spirit sponsorship kami dengan “Djarum” memiliki komitmen jangka panjang dan visi bersama membangun sepak bola Indonesia. Barangkali apa yang kita sampaikan tentu belum seberapa dengan dibandingkan dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan rokok dalam membina olah raga negeri ini misalkan untuk aktifitas di badminton dan upayaupaya olah raga yang lain. Demikian yang kami sampaikan kepada Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi. Kurang lebihnya mohon maaf, terima kasih. Wasssalamualaikum wr. wb. 37.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, untuk saksi hari ini sudah habis. Nah, agar tuntas dulu persoalan kesaksian-kesaksian ini, saya persilakan Pemohon kalau ada yang ingin ditanyakan, kecuali kepada Bapak Bambang Soekarno tadi ya, karena beliau tidak lagi sebagai saksi tetapi pihak terkait yang punya kepentingan langsung dan punya permohonan sendiri ya. Untuk itu hanya kepada 3, kepada Pak Butet, Pak Suganda dan yang terakhir dari Direktur Liga Jarum Pak Djoko Triyono. Silakan.
38.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih, Yang Mulia. Perkenankan kami pertama untuk Pak Djoko Triyono. Pak Joko yang terhormat, sebagaimana kita ketahui bahwa industri sepak bola adalah industri global. Dia bukan cuma dilakukan di Indonesia tetapi juga merupakan olah raga yang sudah mengglobal. Demikian juga rokok yang tidak bisa dikatakan sebagai industri lokal tetapi sudah merupakan industri global. Sebagai sebuah isu global tentunya masalah rokok dan sepak bola itu tidak bisa kita lepaskan dari etika dan hukum. Etika dan hukum ini mesti menjadi isu dalam hal kita melihat sepak bola dan iklan rokok. Secara global dan itu adalah etika dan hukum bahwa iklan rokok itu dilarang dan sudah merupakan norma universal yang disahkan oleh Badan PBB yang bernama FCTC. FCTC adalah etika dan hukum yang harus menjadi acuan baik di dalam industri rokok maupun dalam industri sepak bola. Kalau tadi Pak Joko mengatakan bahwa Liga Indonesia itu disponsori rokok dan juga sponsorship dan di situ akan menjadi kompensasi dengan iklan. Sepanjang data yang kami himpun baik di Liga
22
Inggris, Liga Jerman, Liga Itali dan itu adalah kiblat sepak bola dunia, tidak diperkenankan menggunakan industri rokok sebagai sebuah iklan. Pertanyaannya adalah apakah etika dan hukum ini menjadi pertimbangan di dalam penyelenggaraan hajat sepak bola itu? Karena ini tidak bisa kita lihat dari sisi relasi bisnis dan relasi sponsorship semata, karena ini adalah isu hukum dan etika dan karena itu kita ada di Mahkamah Konstitusi. Kemudian yang berikut adalah untuk Pak Suganda dan juga kepada Pak Butet dan kepada Pak Bambang, tetapi Pak Bambang sudah beralih posisi. Majelis Hakim Yang Mulia, perkenankan kami ingin menegaskan sekali lagi bahwa pokok permohonan kami adalah tentang iklan rokok yang dalam hal ini adalah Pasal 46 ayat (3) huruf C sepanjang frasa yang memperagakan rokok. Kami ingin tegaskan supaya tidak terjadi penafsiran yang berbeda dan ini juga menjadi bahan materi dari persidangan ini bahwa kami Pemohon mendalilkan dan menjadi permohonan kami adalah iklan rokok, jadi bukan dimaksudkan untuk melarang industri rokok sebagai sebuah industri dan nanti berimplikasi pada hak konstitusional yang lain, itu yang harus di tegaskan. Yang ke dua, bahwa Pak Suganda tadi setuju dengan pembatasan penggunaan rokok. Saya berasumsi karena memang rokok adalah berbahaya dan Philip Morris sendiri mengaku bahwa dan itu kami jadikan bukti bahwa rokok adalah sesuatu yang dangerous dan adiktif. Pertanyaan kepada Pak Suganda, apakah pembatasan juga dimaksudkan ini adalah iklan? Bukankah pembatasan dengan iklan untuk seperti yang Pak Suganda maksudkan membatasi orang untuk menggunakan rokok dan sebagai perokok? Pak Butet, saya ingin bertanya bahwa apakah atas nama karya seni kita menafikkan prinsip dasar yang universal yang itu namanya diskriminasi? Karena di dalam Pasal 46 ayat (3) huruf B “iklan minuman keras dan zat adiktif itu dilarang oleh Undang-Undang Penyiaran”. Kemudian Pasal 46 ayat (3) huruf C “membolehkan iklan rokok sepanjang yang tidak memperagakan wujud rokok”. Nah pertanyaan saya, apakah karya seni harus meluluhlantakkan yang namanya prinsip universal yang namanya non diskriminasi, karena non diskriminasi dalam semua instrumen HAM Internasional dan juga menjadi bagian daripada komitmen hukum kita karena itu adalah Undang Undang Dasar 1945 dan juga di dalam berbagai undang-undang kita bahwa non diskriminasi itu harus ditonjolkan, dan Pak Butet kami tidak ingin memberangus atau melarang industri rokok tetapi mohon memahaminya bahwa yang kita akan uji hari ini adalah tentang iklan rokok. Cukup Yang Mulia, terima kasih. 39.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, dimulai dari Pak Joko.
23
40.
SAKSI DARI PEMERINTAH : DJOKO DRIONO (DIREKTUR LIGA SEPAKBOLA INDONESIA) Terima kasih, Yang Mulia, pertama pertanyaannya mungkin kaitannya dengan etika dan hukum. Pertama, sebagai isu dan spirit global yang kami tangkap bahwa sepak bola seyogyanya dihindarkan dari hal-hal yang terkait dengan rokok. Namun kami ingin menyampaikan bahwa selama ini yang disebut dengan spirit global tadi khususnya menyangkut rokok masih menjadi sesuatu perdebatan yang kami sendiri akhirnya tidak akan mencampuri urusan itu. BLI dalam mengelola bisnis ini pure mempertimbangkan mekanisme bisnis, sehingga etika atau apapun kita patuh terhadap Undang-Undang Negara baik mekanisme periklanan, bagaimana ditayangkan dan lain sebagainya. Terkait dengan policy kami maka kita menginduk kepada organisasi di atas kami PSSI, IFC dan FIFA yang secara formal tidak melarang kami untuk berinteraksi dengan perusahaan rokok. Saya kira demikian yang kami sampaikan. Terima kasih.
41.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, Prof. Suganda.
42.
SAKSI DARI PEMERINTAH : Prof. Dr. SUGANDA (SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA/SPSI) Terima kasih, Yang Mulia. Kami langsung barangkali menjawab, bahwa masalah dilarang merokok di institusi pendidikan, di tempattempat yang umum, saya kira sesuatu yang saya kira wajar-wajar saja. Karena bagaimanapun juga merokok asapnya mengganggu orang, sama dengan kalau kita makan jengkol di dalam bus, sama persis, juga mengganggu. Masalahnya bukan berarti bahwa itu harus menjadi sesuatu yang secara materiil dilarang, tetapi dimana orang boleh merokok, sama juga dengan dimana orang boleh makan jengkol. Terima kasih.
43.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Pak Butet, silakan?
44.
SAKSI DARI PEMOHON : BUTET KERTAREDJASA (BUDAYAWAN) Terima kasih. Penjelasan saya tadi mungkin bisa disalahpahami seakan-akan kerja kebudayaan itu hanya menginduk kepada industri rokok saja. Saya kira tidak, usaha itu dilakukan sedemikian rupa kepada semua korporasi untuk men-support kegiatan-kegiatan kebudayaan.
24
Pemerintah pun juga kita ketukin pintunya untuk mencoba memperdulikan. Tetapi sepanjang kami melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu, yang paling concern menunjukkan kepedulian kepada tindakan dan kegiatan kebudayaan dan bukan supporting itu adalah sementara ini adalah industri rokok. Penginnya sih semua korporasi mapan itu memberikan supporting pada tindakan kegiatan kebudayaan. Saya kira itu penjelasan saya. 45.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, masih ada lagi?
46.
KUASA PEMOHON : MUHAMMAD JONI,. S.H., M.H. Ada satu pertanyaan yang menurut kami belum dijawab yaitu kepada Pak Joko. Apakah di Liga Inggris, di Liga Jerman dan Liga Itali atau liga lainnya yang diketahui itu disponsori atau beriklan rokok atau tidak, seperti halnya di Indonesia? Terima kasih, Yang Mulia.
47.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Pak Joko?
48.
SAKSI DARI PEMERINTAH : DJOKO DRIONO (DIREKTUR LIGA SEPAKBOLA INDONESIA) Yang Mulia, kami tidak berani menjawab secara tegas karena policy yang ada di masing-masing negara kami tidak tahu, apakah tidak membolehkan rokok menjadi sponsor di negara-negara yang bersangkutan. Jadi kami tidak bisa menjawab tentang itu. Terima kasih.
49.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, sudah ya? Baik, kalau begitu yang saksi saya kira sudah selesai. Berikutnya ahli sekarang. Karena ahli dari Pemohon yang separo kemarin sudah, sekarang kita masuk ke ahli dari pemerintah dulu.
50.
PEMERINTAH : FREDDY H. TULUNG (DIRJEN SARKOM DAN DISEMINASI INFORMASI/DEPKOMINFO) Terima kasih, Yang Mulia. Kami ingin mengajukan pertama ahli yaitu Bapak W.S. Rendra, beliau adalah budayawan yang akan sedikit menceriterakan dan mengilustrasikan konteks rokok dengan kebudayaan. Kami persilakan Pak W.S. Rendra, sebagai ahli.
25
51.
AHLI DARI PEMERINTAH : W.S. RENDRA (BUDAYAWAN)
Assalamualaikum wr. wb. Dan juga salam sejahtera untuk
semuanya. Hormat saya untuk Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi dan para hakim-hakim dari Mahkamah Konstitusi yang bersidang hari ini. Tembakau itu sesuatu tanaman asing yang dipaksakan ditanam di Indonesia untuk pembentukan modal bagi kekuatan merkantilisme dan industri di negeri Belanda yang waktu itu menjajah Indonesia. Sebagai penjajah Nederlandse Indie akan menjadikan Indonesia sebagai perkebunan raya yang menghasilkan hasil agraria yang nanti akhirnya menjadi modal bagi pembentukan industri dan kekuatan merkantilisme di Ibu Negeri jajahan. Orang Indonesia menanam tanaman-tanaman seperti kopi, lalu termasuk tembakau dan lain sebagainya tanpa dia bisa mengekspornya sebagai tanaman yang sangat menguntungkan perdagangan luar negeri. Bayangkan saja para petani tembakau, getah, gula dan lain sebagainya tidak bisa mengekspornya, harus disetor kepada penjajah dan merekalah yang akan mengekspornya. Kita menanam tembakau dan kopi, tetapi yang menentukan harga dan penggunaan produk itu adalah Bremen dan Antwerpen berlangsung sampai sekarang. Jadi sebetulnya tertekan sekali keadaan para penanam tembakau itu, dari dahulu sampai sekarang. Tetapi kreativitas dari para leluhur dan para penduduk Indonesia luar biasa. Tembakau dicampur dengan klembak, tembakau dicampur dengan cengkeh, menjadi rokok klembak, menjadi rokok cengkeh dan ini suatu kreativitas yang luar biasa. Dari segi kebudayaan harganya sangat tinggi kreativitas semacam ini. Ini menunjukkan daya adaptasi bangsa Indonesia yang ternyata bangsa yang tidak asli, bahasanya tidak asli, tanaman tidak asli, mulai dari padi sampai irigasi, mentok, itik, semua tidak asli, sapi tidak asli, tetapi toh bisa diadaptasi dengan kreatif. Singkong tidak asli, tetapi lihat saja, singkong bisa jadi lemet, jadi macam-macam. Itu harus ada tempat untuk diperkembangkan dan dihargai daya adaptasi bangsa. Bangsa yang tidak asli roh, batin, sukma, raga, nama-nama Soekarno, Soeharto, Muhammad Yamin, semua tidak asli, Rendra tidak asli, tetapi toh bisa melahirkan kepribadian yang asli. Ini aspek budaya yang harus dihargai dan diperkembangkan. Rokok kretek. Rokok kretek itu sekarang dalam masa krismon bisa bertahan dengan baik karena cengkehnya dari dalam negeri, kertasnya dalam negeri, tembakau dalam negeri, saosnya dalam negeri, lalu konsumennya yang terbesar dalam negeri, sehingga akhirnya menjadi suatu kekuatan ekonomi yang baik. Tentu saja sebagai seniman dan budayawan saya sangat menghargai, sangat mempertimbangkan sekali proses pembangunan. Maka saya menganggap bahwa survival dari rokok kretek ini membantu kekuatan pembangunan Indonesia. Bayangkanlah sejak dari sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang kita hidup dalam tatanan pembangunan, tatanan
26
pemerintahan, tatanan hukum, yang berasal dari Hindia Belanda, tidak mandiri. Bukannya tidak punya ahli hukum, ahli tata negara atau ahli ekonomi, tetapi nyatanya masih terbelenggu dengan tatanan penjajahan. Hukum yang kita miliki tidak bisa membela Pancasila, padahal Pancasila sangat penting. Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, sekarang sudah ada hukum-hukumnya. Tetapi pelanggaran terhadap kedaulatan rakyat, pelanggaran terhadap keadilan sosial, kalau dilanggar tidak ada hukumnya. Nah, dalam ekonomi kita tidak pernah membangun industri hulu, tidak pernah membangun modal dalam negeri, infrastrukturnya saja tidak ada. Karena apa? Karena kita terikat pada hukum penjajah Ordonansi Pajak 1925. Industri dibangun dengan tidak membangun industri hulu, dengan tidak membangun modal dalam negeri, karena modal didatangkan dari Ibu Negeri, dari Belanda, alat produksi dari Hindia Belanda, bahan baku didatangkan dari Hindia Belanda, padahal bahan mentahnya dihisap dari Indonesia. Itu berlangsung sampai sekarang. Ordonansi Pajak 1925 cuma dirubah namanya menjadi Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Lalu sekarang, ya hal ini tentu saja akan dipelihara oleh kekuatan-kekuatan kapitalisme liberal yang pada dasarnya inti penjajahan yang menguasai kita. Sekarang ada kesempatan bahwa ternyata kita memiliki industri rokok cengkeh yang tidak gampang terserang krismon karena kemandiriannya dalam bahan baku, di dalam proses berproduksi, dan di dalam konsumen. Ini harus kita dukung, secara budaya harus kita dukung, inilah kesempatan kita mandiri, tentu saja ini tidak mengenakkan. Pengertian hagemoni global dari dunia kapitalisme liberal barangkali juga kapitalisme komunis, kapitalisme partai juga lama-lama tidak akan mengijinkan. Dunia dikuasai oleh dua macam kapitalisme sekarang ini, kapitalisme liberal dan kapitalisme komunis, kapitalisme partai yang tidak ramah pada alam, pada lingkungan, tidak ramah pada buruh, tidak ramah pada desa, tidak ramah pada agraria dan berorientasi pada kekuatan pasar, dominasi pasar. Dalam pergulatan, perspektif pergulatan kekuasaan ekonomi global semacam ini yang satu menganjurkan globalisasi yang lain menganjurkan revolusi internasional. Globalisasi dimana saja kapan saja sepanjang sejarah umat manusia selalu bersifat imprialistik dan menekan hak asasi manusia, menekan keadilan sosial. Jadi sekarang seandainya pemerintah itu bijaksana dan waspada, seandainya pemerintah memang mempunyai industrial tree tidak hanya sekedar pembangunan yang tanpa arah. Mereka bisa manfaatkan sekarang industri yang bisa berdiri di kaki sendiri ini, ini dibesarkan, dilindungi termasuk caranya beriklan segala macam dilindungi. Lalu kemudian mereka sebetulnya bisa diberi kesempatan menjadi captain of industry, menjadi pintu untuk berdirinya kekuatan nasional, pintu untuk pembentukan modal nasional, modal dalam negeri, supaya mereka akhirnya bisa membantu juga membantu
27
industri hulu, supaya ekspansi dari usaha mereka tidak hanya furniture, tidak hanya real estate seperti mana ditekan-tekan waktu orde baru karena industri-industri kunci dikuasai oleh beberapa cukong saja dan diawasi oleh kekuatan luar negeri. Tapi sekarang kalau datang masanya kita akan membereskan diri, kita harus mencari kekuatan ekonomi apa yang bisa mempelopori pembentukan industri modal dalam negeri dan lalu membentuk industri hulu. “Karakatau Steel” misalnya, kenapa tidak dibangun oleh kekuatankekuatan yang mampu membentuk modal dalam negeri. “Krakatau Steel” tidak bisa mengolah steel apa itu? Tidak bisa mengolah pasir besi. Apa itu? Lambang-lambang penjajahan saja, tipu-tipu dari kaum penjajah saja. Nah, kalau akhirnya ini ada kekuatan bisa membentuk modal dalam negeri, bisakah kau sekarang bikin industri hulu? Bisakah “Krakatau Steel” diperbaiki, listrik diperbaiki bendungan-bendungan diperbaiki, airport, alat dan sarana-sarana komunikasi semua diserahkan kepada perusahan-perusahan semacam ini itukan menguntungkan sekali. Oleh karena itu dari segi etika dan dari segi hukum yang bebas dari aspirasi penjajah kita harus menaruh perhatian kepada faktor ini dan akhirnya kalau alasannya kesehatan dan lain sebagainya tidak fair. Junk food merajalela tapi karena itu ulah dari kekuatan asing ya dilindungi, tapi kekuatan-kekuatan dalam negeri dimana saja akan ditekan demi hegemoni utara, hegemoni kekuatan pembangunan, kapitalisme liberal ataupun kapitalisme partai. Saya kira kita sebagai bangsa harus melawan kekuatan itu dan harus dengan rajin dan dengan setia, dengan semangat patriotik membela kesempatan-kesempatan bangsa kita untuk bangkit terutama di bidang ekonomi pembangunan. Wassalamualaikum wr. wb. 52.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Silakan, berikutnya?
53.
PEMERINTAH : FREDDY H. TULUNG (DIRJEN SARKOM DAN DISEMINASI INFORMASI DEPKOMINFO) Terima kasih, Yang Mulia. Kami lanjut, pembicara selanjutnya adalah Bapak Bimo Nugroho. Beliau adalah Komisioner di Komisi Penyiaran Indonesia. Kami mengundang KPI karena KPI juga menyusun pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran yang barangkali mempunyai relevansi yang cukup baik tehadap isu ini. Kami persilakan, Pak Bimo.
28
54.
AHLI DARI PEMERINTAH PENYIARAN INDONESIA)
:
BIMO
NUGROHO
(KOMISI
Selamat siang, Majelis Hakim yang saya hormati. Nama saya Bimo Nugroho, anggota KPI Komisi Penyiaran Indonesia pusat, saya juga beberapa kali mengajar di Universitas Indonesia untuk mata kuliah yang berhubungan dengan media, Pak. Saya adalah sejak remaja sampai tahun 1997 seorang perokok berat. Tapi tahun 1997 ada krisis saya berhenti merokok karena daripada beli rokok lebih baik beli susu untuk anak saya yang masih bayi. Juga semakin lama saya menjauhi asap rokok karena kalau saya berdekatan dengan asap rokok asap rokok itu menempel di baju saya dan anak saya itu tidak mau dipeluk kalau ayahnya bau rokok. Itu ingin saya sampaikan betapa saya mencoba sedapat mungkin untuk independen untuk posisi ini, karena saya diminta oleh pemerintah saya juga harus menjelaskan bahwa saya sebagai anggota KPI juga independen terhadap pemerintah. Beberapa kali kami berkonflik Pak termasuk di Mahkamah Konstitusi ini kami juga beradu pendapat, dengan demikian posisi KPI lebih sering bersebrangan dengan posisi pemerintah tetapi kami bekerja sama, berkoordinasi, mengabaikan konflik-konflik yang ada di kami untuk lebih melayani kepentingan publik. Fokus pada persoalan kali ini, saya ingin sampaikan bahwa Komnas Perlindungan Anak telah mengirim surat kepada KPI berkaitan dengan pasal tersebut dan meminta pendapat KPI, KPI sudah menyampaikan jawabannya. Saya bacakan jawaban KPI pada akhir Desember pada waktu itu tanggal 16 Desember. Sehubungan dengan surat Tim Litigasi untuk pelarangan iklan, promosi dan sponsorship rokok Nomor 007/B/12/2008 perihal di atas Komisi Penyiaran Indonesia perlu menyampaikan hal-hal sebagai berikut: Bahwa memang menurut undang-undang, siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi rokok yang memperagakan wujud rokok, itu ada di Pasal 46 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran ayat (3) huruf c. Dan ini yang dipersoalkan dalam Mahkamah Konstitusi. Kemudian KPI juga menyebutkan bahwa dalam P3SPS. P3SPS itu adalah peraturan bagi lembaga penyiaran televisi maupun radio yang diproduksi oleh KPI atas amanat undang-undang itu berdasarkan Undang-Undang Penyiaran yang ada, KPI menyatakan bahwa lembaga penyiaran dapat menyajikan program yang memuat pemberitaan, pembahasan atau penggambaran penggunaan alkohol dan rokok dengan ketentuan sebagai berikut: a. dilarang menyiarkan program yang menggambarkan penggunaan alkohol dan rokok sebagai hal yang dapat diterima secara luas oleh masyarakat. b. dilarang menyiarkan program yang mengandung muatan yang mendorong anak-anak atau remaja untuk menggunakan alkohol dan
29
rokok. c. dilarang menyajikan program yang mengandung adegan penggunaan alkohol dan rokok secara dominan dan vulgar. Surat oleh KPI ini dijawab lagi oleh Tim Litigasi dengan bantahan, kami tidak ingin berbantah-bantah karena persoalannya memang harus diputuskan oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk itu. Kami menghormati apa yang disampaikan oleh tim yang ada di seberang sana dan mengatakan salah satu orang yang datang dari Komnas Perlindungan Anak bahwa selama peraturannya masih seperti ini, undang-undang menyebut bahwa promosi yang dilarang adalah kalau kita buka Pasal 46 Pak, tentang siaran iklan apa saja yang dilarang di televisi dan radio di situ disebut ada 5 point a,b,c,d dan e, nah masing-masing point itu berbeda-beda. Disebut di point c, promosi rokok yang memperagakan wujud rokok. Di point b disebut promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif. Teman-teman beranggapan dan berpendapat bahwa rokok juga merupakan zat adiktif. Dialog terjadi terus menerus. Pada akhirnya KPI berpendapat ”ya kami ini eksekutor” setidak suka tidak sukanya saya atau teman-teman lain pada rokok, kami bekerja dengan sistem hukum yang ada karena hukum Undang-Undang Penyiaran menyebutkan demikian maka kami bekerja atas dasar hukum tersebut. Di situ disebutkan bahwa promosi rokok yang memperagakan wujud rokok yang dilarang. Penjabaran dari itu adalah promosi rokok diperbolehkan sejauh tidak menunjukkan produk itu sendiri. Ini yang dijabarkan tadi dalam P3SPS Peraturan Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang di produksi oleh KPI. Itu yang terjadi Pak, faktanya seperti itu. Nah kemudian sampailah kita pada forum yang sangat terhormat ini dimana ada pengujian terhadap pasal ini, maka kami sampaikan pengetahuan kami berdasarkan ilmu media yang kami miliki bahwa dalam media dikenal dua paradigma. Pertama, media merupakan perantara pesan. Ada sender ada receiver, itu dikemukakan oleh Wilbur Schramm. Jadi media berada di tengah persis ditengah-tengah, dia diharapkan objektif, dia diharapkan tidak mempunyai kepentingan, termasuk dalam hal misalnya penyampaian berita maupun juga iklaniklan. Tetapi kemudian kita belajar bahwa kepentingan itu selalu ada, setiap pihak mempunyai kepentingan. Kemudian muncullah paradigma yang kedua yang dipelopori oleh Mc Luhan bahwa media adalah pesan itu sendiri. Media bukan perantara pesan tetapi ya media itulah pesan itu sendiri, termasuk iklan. Bagaimana kemudian dengan iklan rokok? Dari dua paradigma itu kita bisa menyimpulkan satu konklusi, dalam setiap iklan pasti ada pesanpesan yang disampaikan. Termasuk menjembatani apa yang disebut imaji dan fakta, maka dalam setiap iklan kita akan menjumpai proses dari imaji ke fakta, itu berbalikkan dengan berita. Berita dari fakta ke imaji yang terbentuk. Nah, kalau kemudian yang diputuskan di
30
tengahnya antara imaji dan faktanya atau produknya maka terjadi keterputusan. Artinya yang bisa disuarakan oleh iklan-iklan rokok itu adalah imaji-imaji saja, tidak sampai pada tekanan afektif untuk merokoklah, atau kalau dalam politik kita melihat iklan pencitraan kemudian sampai pada lambang yang harus dipilih. Kita bicara soal tentang perempuan sampai pada iklan shampo bahwa rambut indah perempuan karena dia menggunakan shampo semacam ini. Nah inilah yang dicoba dipatahkan di tengah antara imaji dan fakta. Dengan demikian sesungguhnya undang-undang ini dan KPI yang menjadi pelaksana, eksekutor dari undang-undang ini mencoba menempatkan dirinya di tengah. Kalau imaji dipatahkan dengan faktanya, tidak ada perintah, maka keputusan untuk menghisap rokok atau membeli rokok ada variabel-variabel lain yang diperhitungkan, misalnya faktor ekonomi, faktor psikologi, dan lain sebagainya, sehingga independensi yang melihat iklan ini bisa lebih berimbang. Memang kalau iklan ini disiarkan secara terus menerus meskipun tidak ada faktanya, tidak ada produknya, maka lambat laun akan terserap dalam memori kita bahwa merokok itu tidak masalah. Nah oleh karena itulah kemudian dibatasi bahwa iklan rokok hanya boleh disiarkan di malam hari, dengan asumsi bahwa anak-anak tidak menonton pada malam hari, sudah tidur, dan itu ada peraturannya sendiri. Sampai di sini mungkin kesaksian yang bisa kami berikan, Pak. Kami tidak ingin menggurui panjang lebar, kami ingin berdiri di tengah sepenuhnya pada Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, keputusan ini penting bagi kita semua. Terima kasih. 55.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Silakan Bapak, dilanjutkan.
56.
PEMERINTAH : FREDDY H. TULUNG (DIRJEN SARKOM DAN DISEMINASI INFORMASI DEPKOMINFO) Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Kami lanjut pada ahli yang terakhir yaitu Bapak FX. Ridwan Handoyo. Beliau adalah Ketua Badan Pengawas Periklanan dari Asosiasi Perusahaan Periklanan Indonesia. Kami persilakan, Pak Ridwan.
57.
AHLI DARI PEMERINTAH : FX. RIDWAN HANDOYO (BADAN PENGAWAS PERIKLANAN P3I) Terima kasih, Yang Mulia. Saya boleh minta ijin untuk presentasi powerpoint saya? Ada mungkin yang bisa membantu? Siang ini saya mencoba sedikit memberikan uraian mengenai Etika Pariwara Indonesia. Pariwara yang dengan kata lain berarti periklanan. Etika Periwara Indonesia itu adalah suatu produk dari Dewan Periklanan Indonesia
31
atau DPI yang sebelumnya dikenal sebagai Komisi Periklanan Indonesia. Dan EPI atau Etika Pariwara Indonesia ini adalah salah satu penyempurnaan dari guidance atau acuan sebelumnya yang dikenal sebagai Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia atau TKTCPI yang telah di ikrarkan sejak September 1981 dan direvisi pada Agustus 1996. EPI sendiri disempurnakan, sorry EPI merupakan suatu penyempurnaan totalitas terhadap TKTCPI, diterbitkan sebagai buku tahun 2005 dan saat ini telah ada terbitan yang ke tiga. Slide ini untuk menekankan kepada seluruh sidang bahwa sebenarnya di Indonesia sejak lebih dari 20 tahun yang lalu sudah ada panduan etika untuk periklanan di Indonesia. Saat ini Etika Pariwara Indonesia didukung oleh 11 asosiasi yang menjadi anggota Dewan Periklanan Indonesia baik itu dari asosiasi media massa seperti media luar ruang ATPSI, ATPLI, TVRI, PRSNI, SPS, Bioskop GBBSI, dan juga asosiasi dari pengiklan atau Apina dan Aspindo serta juga asosiasi dari rumah produksi, sehingga dengan adanya EPI ini maka sepanjang menyangkut periklanan dia harus menjadi induk yang memayungi semua standar etika periklanan secara intern dari kesebelas asosiasi pendukung tersebut. Secara sederhana dalam EPI disusun mengenai tata krama atau code of conduct dan juga tata etika profesi serta juga ada tata cara atau code of practices atau tatanan etika usaha. EPI berlaku bagi semua iklan, pelaku, dan juga usaha periklanan yang dipublikasikan di wilayah hukum RI, sedangkan kewenangannya EPI mengikat ke dalam maupun ke luar. Ke dalam mengikat orang-orang yang berkiprah dalam profesi apapun di bidang periklanan serta semua entitas yang ada dalam industri periklanan, sedangkan keluar dia mengikat seluruh pelaku periklanan baik sebagai profesional maupun entitas usaha terhadap interaksinya dengan masyarakat dan pamong atau pemerintah. Ada tiga asas utama yang dianut oleh Etika Pariwara Indonesia, yang pertama adalah bahwa iklan itu harus jujur, benar, dan bertanggung jawab. Yang kedua iklan bisa bersaing tapi harus bersaing dengan sehat. Dan yang terakhir melindungi dan menghargai khalayak atau masyarakat, tidak merendahkan agama, budaya, negara, serta golongan serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Itulah 3 asas utama dari Etika Pariwara di Indonesia. Ada cukup banyak isinya Etika Pariwara ini, bukunya nanti bisa saya sampaikan bila memang dibutuhkan, tapi saya hanya kutip sebagian yang berkaitan dengan iklan produk rokok karena itu menjadi materi pokok dari sidang kali ini. Ada 2 bab atau 2 pasal di dalam kitab EPI yang mengatur mengenai iklan rokok. Yang pertama, dua poin dua butir satu, itu iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun. Ini bisa media apa saja, baik itu cetak maupun media elektronik sebenarnya. Dan dua butir dua poin dua itu sebenarnya mengutip dari PP mengenai ketentuan iklan rokok, misalnya tidak boleh merangsang dan menyarankan orang
32
untuk merokok, tidak menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan, tidak memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tidak ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar, tulisan, atau gabungan keduanya terhadap anak, remaja, atau wanita hamil, tidak mencantumkan nama produk yang mencantumkan adalah rokok dan tidak bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Untuk media televisi dikhususkan lagi bahwa butir empat poin dua butir satu poin satu bahwa iklan rokok hanya boleh ditayangkan di televisi mulai pukul 21.30 sampai pukul 5 pagi waktu setempat. Selain aturan etika atau panduan etika dalam kitab EPI ini juga kami cantumkan atau kami lampirkan peraturan perundangan dari pemerintah yang terkait dengan periklanan. Dari beberapa kutipan mengenai peraturan perundangan yang kami coba kutipkan dalam kitab EPI ini terlihat bahwa pemerintah RI menggunakan pendekatan holistik dimana digabungkan antara pendekatan hukum positif dengan aturan normatif. Pencantuman peraturan perundangan dalam kitab EPI ini lebih dilihat dari pandangan normatif yang menyatakan bahwa melanggar aturan hukum positif secara otomatis melanggar aturan normatif, itulah tujuan tadi kenapa dicantumkan peraturan pemerintah dalam kitab EPI ini. Saya tidak akan membahas secara detail, saya hanya akan mengutip saja beberapa perundangan dan peraturan pemerintah yang terkait dengan periklanan misalnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 17 butir 1 poin F yang mengatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika, jadi ada kata-kata yang melanggar etika di Undang-Undang Perlindungan Konsumen di sini. Undang-Undang Penyiaran saya rasa itu menjadi pokok materi di sini, jadi tidak perlu saya bahas lagi tadi juga sudah dibacakan pula. Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 juga mencantumkan beberapa aturan mengenai periklanan yang sangat sebenarnya juga berbau normatif. Juga dalam Undang-Undang Pers juga dicantumkan bahwa tidak diperkenankan mengiklankan rokok dalam wujudnya atau penggunaannya. Selanjutnya ada PP Nomor 19 ini juga mungkin terkait dengan tadi yang disampaikan untuk Undang-Undang Penyiaran ada beberapa materi larangan terhadap iklan rokok, pembatasan terhadap iklan rokok dari Pasal 16 sampai 20. Dan terakhir saya coba kutipkan dari Perda, ini saya ambil dari Perda DKI Jakarta, ada pasal yang mengatur bahwa untuk iklan rokok dan minuman beralkohol dikenakan tambahan pajak sebesar 25% dari pokok pajak untuk pemasangan iklan di media luar ruang. Oke, sebelum saya sampai ke kesimpulan saya ingin sedikit menyinggung posisi saya sebagai Ketua Badan Pengawas Periklanan Satuan Perusahaan Periklanan Indonesia. Badan ini adalah salah satu lembaga intern dan independen yang berada dalam asosiasi PPPI (P3I)
33
dan saya diangkat oleh ketua pengurus pusat P3I. Jadi fungsi kami adalah lebih banyak untuk membina dan membimbing anggota asosiasi kami. Tugas badan pengawas lebih bersifat post monitoring karena kami bukanlah seperti lembaga sensor film yang melakukan tugas pre monitoring. Jadi bukan berarti setiap iklan yang mau ditayangkan atau akan ditayangkan harus mendapatkan persetujuan dari kami, bukan demikian. Tugas kami adalah setelah ditayangkan baru kami akan evaluasi dan kami akan berikan pandangan atau masukan apakah penayangan pariwara tersebut layak atau tidak layak secara Etika Pariwara Indonesia. Saat ini ada 9 orang yang menjadi anggota badan kami dan semuanya berdomisili di Jakarta dan kasus-kasus yang kami bahas itu berasal dari mayoritas masukan dari anggota badan, selain itu kami juga menerima masukan dari anggota masyarakat serta biro iklan lain yang mengadukan suatu kasus terhadap badan dan atas masalah yang kami nilai melanggar Etika Pariwara kami akan berikan teguran dan bimbingan kepada biro iklan yang memproduksi iklan yang melanggar tersebut bagaimana sebaiknya, idealnya, atau etisnya suatu iklan itu dibuat. Dan dalam mengambil keputusan badan, maksudnya BPP, sangat dimungkinkan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan beberapa instansi pemerintah terkait seperti Badan POM, Departemen Kesehatan, pemerintah daerah, Lembaga Sensor Film, Komisi Penyiaran Indonesia di samping juga berkonsultasi dengan lembaga-lembaga non pemerintah seperti YLKI, MUI, PGRI, Persi, dan sebagainya. Saya sedikit di sini sampaikan laporan hasil monitoring kami terhadap pelanggaran iklan tahun 2005 sampai 2008, maaf bila hurufnya kurang jelas. Dari hasil laporan ini terlihat bahwa ada 300 lebih kasus yang kami bahas. Sebenarnya pasti masalah pelanggarannya itu jauh lebih banyak daripada ini karena kami sifatnya hanya random tidak memonitor seluruh iklan, karena kami bukan badan sensor, dan kita bisa lihat bahwa produk rokok masuk ke kategori yang 5 besar dalam pelanggaran iklan di media massa, ini tidak cuma televisi dan radio tapi seluruh media, termasuk media luar ruang. Tapi secara presentase hanya sekitar 6% dari total kasus yang kami monitor. Pelanggaran terbesar antara 2005-2008 kemarin adalah pada kategori produk kesehatan dan obat bebas yaitu lebih 20% dari total kasus yang kami amati, dan cukup banyak kasus yang lainnya lagi, kategori produk yang lainnya lagi seperti minuman dan produk susu, telekomunikasi. Dari jenis pelanggaran kami kumpulkan 15 pasal pelanggaran terdominan maka sebenarnya pelanggaran mengenai pasal-pasal yang berkaitan dengan iklan rokok itu bukan mayoritas, 35% lebih pelanggaran itu berkaitan dengan kenyataan superlatif seperti paling murah, paling moderen, paling cantik dan seterusnya sejenis itu, itu pelanggaran yang paling dominan. Sedangkan yang berkaitan dengan peraturan pemerintah mengenai pencantuman warning pada iklan rokok
34
itu hanya sekitar 2% dan nomor 7 di sana. Itu sedikit hasil laporan kami. Kesimpulan atau saran yang kami bisa lihat dari hasil penelitian kami dan pendapat kami adalah bahwa iklan rokok termasuk salah satu katagori produk yang iklannya telah diatur secara kompleks baik secara hukum positif maupun normatif secara ketat dan diskriminatif, itu jelas. Karena dia dibedakan dengan jelas dari iklan-iklan kategori yang lainnya yang relatif sangat bebas yang sebenarnya tidak ada restriksinya. Selain produk rokok yang juga kena restriksi yang ketat adalah produk obatobatan dan minuman beralkohol. Dan industri periklanan sendiri sudah sejak lama memiliki panduan etika periklanan. Bahwa fakta masih banyaknya iklan rokok yang memang melanggar, benar. Itu adalah satu hal yang terus kami ingin monitor dan terus kami ingin terus kami ingin berikan bimbingan agar pelanggar tersebut bisa semakin berkurang bahkan bisa dihilangkan. Untuk memperkuat teguran yang telah diberikan oleh Badan Pengawas Periklanan P3i diberikan kolaborasi yang erat antar berbagai komponen dalam industri periklanan seperti antara pengiklan atau produsen dengan biro iklan dan dengan media massa di samping peran serta unsur-unsur pemerintah dan non pemerintah yang terkait. Dan terakhir Badan Pengawas P3I mendukung seluruh pihak entah itu pemerintah ataupun juga non pemerintah yang berniat melakukan tuntutan hukum terhadap iklan-iklan rokok yang dinilai melanggar etika dan atau peraturan pemerintah. Di sini kami sekali lagi ingin menekankan bahwa iklan apapun juga yang sebenarnya melanggar etika, tafsiran harafiah saya dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen maka setiap kali melanggar etika dia bisa dikenakan sanksi hukum positif sehingga sebenarnya menurut kami pertama langkah yang bisa dilakukan dalam masalah appeal ini adalah sebenarnya sebelum merubah aturan mengenai Undang-Undang Penyiaran sendiri mengapa kita tidak mencoba untuk mendekatkan dulu aturan itu karena aturan yang ada sekarang pun sebenarnya belum ditegakkan secara seutuhnya, tadi maksud saya bahwa bila memang ada pelanggaran ya marilah kita tuntut sehingga ada kasus hukum yang bisa dipakai sebagai suatu dasar untuk langkahlangkah selanjutnya. Terima kasih, dari kami itu saja. 58.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, para hadirin. Kita harus menunda sidang ini dulu untuk makan siang, sholat dan sebagainya sampai nanti jam 14 untuk melanjutkan ahli dari Pemohon. Sidang dinyatakan di skors. KETUK PALU 1X SIDANG
DISKORS
PUKUL
12.00 35
SKORS DICABUT PUKUL 14.00 WIB 59.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan keterangan ahli melanjutkan sidang yang pagi tadi Perkara Nomor 6/PUU-VII/2009 dengan ini dibuka kembali dan skors dinyatakan dicabut. KETUK PALU 3X Seperti disampaikan atau di sepakati tadi, sore ini kita akan melanjutkan mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh Pemohon. Namun ini ada dua ahli baru yaitu Bapak Dr. Kartono Muhammad, kemudian yang kedua Bapak Rohani sebagai ahli yang diajukan oleh Pemohon. Nah untuk itu dimohon maju ke depan dulu untuk mengambil sumpah sesuai dengan ketentuan undang-undang.
60.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Bapak beragama Islam? Baik, untuk itu menirukan lafal sumpah yang saya bacakan. Bismillahirohmanirrohim, demi allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
61.
AHLI BERSUMPAH :
Bismillahirohmanirrohim, demi allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. 62.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Silakan kembali ke tempat. Pemohon dipersilakan diatur saja siapa yang lebih dulu dan siapa yang berikutnya.
63.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih, Yang Mulia. Perkenankan untuk pertama kali mengajukan ahli Dr. Kartono Muhammad, kami persilakan. Beliau akan menjelaskan tentang sejarah perkembangan tembakau di dunia dan efek lain dari pada tembakau. Terima kasih, Yang Mulia.
36
64.
AHLI DARI PEMOHON : dr. KARTONO MUHAMMAD (TOBACCO CONTROL SUPPORT) Yang Mulia, izinkan saya memberi komentar sedikit terhadap teman dari PSSI tadi bahwa sponsorship tembakau telah memajukan olahraga. Saya kira saya agak meragukan bahwa sponsorship dari industri rokok ada kaitannya dengan kemajuan atau kemunduran persepakbolaan di Indonesia. Yang pertama, di zamannya Van der Vein tahun 60an jamiat tidak ada sponsor pabrik rokok tapi sepak bola Indonesia terkuat di Asia bahkan ketika melawan ”Dinamo Rusia” di Melbourne bisa berhasil 0-0. Tapi sekarang setelah disponsori industri rokok saya belum pernah mendengar bahwa PSSI bisa tampil di Asia, malah dalam Asian Games saja kita tidak bisa mengalahkan Vietnam. Jadi maksud saya bukan saya menghina tapi saya mengatakan bahwa ada sponsorship pabrik rokok atau tidak ada, tidak ada kaitannya dengan kemajuan persepakbolaan di Indonesia. Yang ke dua, ketika PSSI menjadi tuan rumah untuk sepak bola Asia tidak ada terlihat iklan rokok di stadion manapun juga tempat pertandingan diselenggarakan. Saya kira itu adalah atas permintaan FIFA. Di sini kelihatan bahwa tadi mengatakan PSSI tidak tunduk pada FIFA tapi kenyataannya ketika FIFA meminta supaya iklan rokok tidak tampil di pertandingan Piala Asia itu dituruti, itu hanya sedikit komentar. Yang ke dua, saya tadi kagum pada Bung Rendra yang begitu nasionalis sehingga mengatakan bahwa industri rokok adalah untuk melindungi industri dalam negeri. Saya ingin kutipkan sedikit di sini tulisan dari buku ”The Secret Century” terbitan 2007. Penurunan dramatik dari konsumsi rokok di Amerika antara tahun 75 sampai 94 konsumsi rokok di Amerika menurun 20%, ini antara lain karena tingkat pendidikan, makin tinggi pendidikan orang makin rendah dia merokok, lalu karena ekspor rokok Indonesia meningkat dari 50 billion menjadi 220 billion. Jadi tidak betul bahwa industri rokok kita tidak dipengaruhi oleh kapitalis. Sekarang pun pemiliki industri rokok terbesar di Indonesia adalah Phillip Morris, miliknya Amerika. Jadi bagaimanapun juga tidak bisa, di sini dikatakan bahwa itu dibantu oleh pemerintah Amerika untuk open new market dengan menggunakan isu globalisasi this is historical change in tobacco market
from national to transnational has profound implication for our health,
sehingga pada tahun 2000 kematian akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok itu ada empat juta antara negara maju maupun negara berkembang hampir sama, tapi diperkirakan di tahun 2030 angka kematian orang yang karena sakit berkaitan dengan rokok adalah sepuluh juta tapi tiga juta itu di negara maju, tujuh juta di negara berkembang termasuk East Asian countries. Jadi dikatakan di sini bahwa industri rokok mengekspor epidemi, bukti-bukti bahwa merokok menimbulkan gangguan pada kesehatan itu sebetulnya sudah disadari mulai tahun 50-an ketika National Cancer
37
Institute dan National Hearth Institute menyatakan bahwa penderita
kanker paru-paru terjadi dari lima sampai lima belas kali lebih besar perokok daripada bukan perokok dan sebagainya, bukti-bukti itu begitu ilmiah sehingga mendorong surgeon general atau direktur medik Pemerintah Amerika, bukan departemen kesehatannya, lain lagi. Mengeluarkan peraturan tentang labelling dan advertising dan itulah yang berpengaruh terhadap konsumsi rokok di Amerika. Tapi di sini dikisahkan juga melawan itu juga dengan menciptakan keraguan terhadap bukti-bukti ilmiah mengenai efek kesehatan dari rokok. Kedua mengusahakan, mengadvokasi bahwa merokok adalah hak asasi. Dua itu adalah upaya untuk tetap mempertahankan agar konsumsi rokok tetap tinggi. Bahwa rokok berkaitan dengan adiksi ketergantungan disadari oleh industri rokok. Ada saya bacakan di sini kutipan dari keputusan hakim District of Columbia yang pernyataan Judge Hal Green dari Federal District Court for the District of Columbia, perdebatan ini nampaknya ternyata terungkap bahwa Brown and Wiliamson Tobacco Company menyembunyikan dokumen-dokumen yang membuktikan bahwa rokok adalah berbahaya dan adiktif, di sini ketika industri rokok Brown and Williamson menuntut New York Times dan Washington Post karena mengungkapkan dokumen yang mereka anggap rahasia internal kemudian oleh hakim malah dibalikkan sehingga Brown and Williamson ini yang dinyatakan bersalah karena menyembunyikan bukti bahwa rokok adalah adiktif and hazardous. Hal lain yang juga terungkap dari perilaku industri rokok ini adalah misalnya internal memorandum dari Renault perusahaan rokok, RG Renault yang mengatakan bahwa sangat penting anak-anak muda untuk menjadi perokok pertama itu sangat penting karena mereka itu akan kemudian akan setia kepada produk, brand. Mereka sebut sebagai first usual brand yang adult smokers itu yang akan menjadi the driving force
over the long term.
Jadi memang diakui oleh mereka bahwa mereka mencoba mengarahkan sasaran mereka kepada anak-anak muda supaya nantinya kemudian menjadi perokok karena sekali anak muda menjadi perokok dia akan terus tergantung pada rokok itu sampai usia lebih lanjut atau sampai mati karena rokok. Hal ini diakui oleh Helmut Wihelm tahun 1969 Vice President of Research and Development Philip Morris yang mengatakan, ”memacu anak muda merokok, menciptakan citra bahwa ini adalah kemandirian, bahwa merokok adalah simbol dari kemandirian, I am no longer my mother’s child, i am tough, i am an adventurous, i am not scared, itu yang diciptakan. Terus kemudian dikatakan as the force from
psychological symbolism subside the pharmacological effect take over to sustain the habit.
Jadi setelah simbol kebanggaan sebagai anak yang mandiri, yang berani, dan sebagainya itu sudah mereda dia sudah tidak bisa lepas lagi
38
karena pharmacological efffect dari nikotin sudah mengambil alih untuk kemudian dia akan terus tetap merokok. Ini adalah beberapa hal-hal yang terungkap dalam buku ini. Disebutkan juga ketika menghadapi WHO Phillip Morris mencoba menggunakan GATT dan NAFTA untuk menolak draft FCTC karena dianggapnya itu akan melanggar perjanjian GATT dan NAFTA ketika itu juga tidak berhasil mereka menyewa Mongoven, Biscoe, & Duchin itu perusahaan marketing yang kemudian MBD ini menganjurkan ikut merumuskan FCTC tapi melemahkannya, jadi di sini examination of the
draft text will help Phillip Morris anticipate the potential protocol and the framework convention will create. The history of framework convention should successful awakening the language of an article in the framework convention can be easily undermined the protocol it self.
Jadi industri rokok ikut berusaha untuk melemahkan kalimatkalimat dalam FCTC, ketika FCTC sudah keluar mereka masih berusaha untuk mempengaruhi negara-negara untuk tidak menandatangani itu atau menunda menandatangani itu. Aside from delaying the adoption of
the convention the company its best served by participating in the development of the agreement.
Jadi kalau itu tidak bisa juga dia akan berusaha untuk mempengaruhi peraturan-peraturan di Negara-negara anggota WHO agar tidak merugikan perusahaan rokok. Ini adalah beberapa kutipan beberapa hal yang saya kutipkan dari buku ini hanya untuk menunjukkan bahwa pertarungan antara masalah efek kesehatan antara industri rokok itu berlangsung lama dan tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara semaju Amerika tapi ketegasan dari pemerintahlah yang membuat mereka menurut seperti juga industri rokok Indonesia menurut terhadap aturan-aturan undang-undang di Singapura sehingga mereka mencantumkan gambar di bungkusnya untuk merek rokok yang sama. Tapi tidak melakukannya di Indonesia, mereka membuat double standard kalau ditanya mengapa di Indonesia tidak memasang gambar untuk peringatan merokoknya? Mereka akan bilang pemerintah tidak menganjurkan, kalau di Singapura kan pemerintah mengharuskan. Jadi di sini dia tidak punya etika bisnis, yang ada adalah double standard dimana menguntungkan ya itulah yang dipakai. Kalau memang dia punya etika bisnis dia akan bersikap saklek, di sana begini di sini juga begini. Ini adalah contoh dari ”Sampoerna Mild” yang dijual di Singapura dengan gambar kanker mulut, tapi kalau di Indonesia tidak ada. Seandainya ini ditanya mengapa begitu? Pemerintah Indonesia tidak mengharuskan, jadi bukan prinsip etika bisnis tetapi ini adalah contoh bagaimana mereka double standard. Yang Mulia, karena tidak bisa dikatakan bahwa rokok penyakit, rokok itu adalah masalah individu yang tidak bisa dibawa ke masalah publik. Dalam zaman sekarang tidak ada penyakit yang tidak bisa dibawa menjadi masalah public health atau community health, tidak hanya merokok banyak hal.
39
Alcoholism itu juga masalah individu/pribadi tapi itu dampaknya terhadap public health dan community health dan ekonomi keluarga bisa besar. Seperti kita juga mengatur zat adiktif lain bukan kita ingin melarang kebebasan individu, mau dia mabuk, mau dia tidak mabuk, mau dia merokok atau menghisap ganja atau tidak, atau menyedot heroin atau tidak, itu hak pribadi, bukan begitu. Tapi karena ini ada dampak terhadap public health. Jadi tidak ada zaman sekarang ini sangat sulit untuk memisahkan bahwa penyakit adalah masalah individu, tidak hanya rokok, termasuk penyakit kanker yang tidak menular, penyakit diabetes yang tidak menular, itu bukan masalah individu lagi. Karena dampaknya kalau satu keluarga, kepala keluarga, the brad winner dari keluarga itu menderita sakit, maka seluruh keluarga itu akan menjadi sakit. Seluruh masyarakat itu akan terpengaruh oleh kemampuan daya tabung dan produktifitas oleh salah satu anggotanya. Jadi perjuangan ini bukan untuk melawan industri atau mematikan, tidak ada niat sama sekali, dan industri rokok di negara yang mengatur/membuat peraturan ketat pun tidak ada industri rokok yang mati, Amerika malah industri rokoknya maju sampai menjajah Indonesia yang katanya kita nasionalis tidak mau dijajah oleh kapitalis. Sekian, terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 65.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Berikutnya?
66.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Perkenan berikutnya ahli Prof. Hasbullah Thabrani, Guru Besar FKM UI, kami persilakan.
67.
AHLI DARI PEMOHON : Prof. HASBULLAH THABRANI (GURU BESAR FKM UI)
Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Para Hakim Konstitusi, para
hadirin sekalian, perkenankanlah saya menyampaikan beberapa faktafakta di dalam kaitannya dengan merokok dan khususnya dalam bidang kaitan kerugian ekonomis dari merokok ini. Dan mohon diperkenankan menggunakan slide. Ya, saya beri judul.., Jadi memang seperti tadi dr. Kartono sampaikan, ini akan menjerat masa depan anak-anak kita apabila kita membuat promosi merokok yang liberal. Sehingga nanti keluargakeluarga akan jauh dari hidup sehat dan hemat, ini saya beri judul yang akan saya tayangkan. Bagian pertama, saya ingin sampaikan untuk mengenali bahaya merokok mungkin juga sudah disampaikan, tetapi ini akan memberikan
40
kemudahan buat saya untuk menjelaskan lebih lanjut terhadap masa depan kita yang dinamai rokok. Sekedar mengulang barangkali memang bahan-bahan yang lain banyak juga mengandung bahaya, makanan yang kita makan banyak mengandung bahaya. Tapi bahaya yang sebanyak rokok ini lebih terlihat di sini ada bahan insektisida, ada bahan batu baterai di situ, ada bahan racun yang macam-macam, bahan cat dan sebagainya sudah ada di dalam rokok itu. Barang-barang yang mempunyai kandungan semacam ini yang banyak resikonya tidak banyak, dan rokok adalah barangkali kalau tidak satu-satunya ya beberapa teman-temannya yang dekat seperti narkoba barangkali. Apakah kita akan biarkan anak-anak kita menghirup ini dengan bebas, ini pertanyaan yang barangkali kita semua di sini akan berpikir dua atau tiga kali kalau kita sudah tahu ini akan membiarkan anak-anak kita. Dan apakah pesan promosi rokok kita akan biarkan terus agar anak-anak kita kemudian memahami rokok sebagai identitas “macho” tadi atau identitas kedewasaan, padahal isinya banyak racunnya. Memang dahulu tidak diketahui, tidak dikenal sehingga kalau kita lihat majelis ulama masih kontroversi dengan menghukumkan haram karena tidak semua ulama memahami ini. Ini salah satu foto paru-paru perokok yang sudah hitam, saya kira kalau itu jadi dendeng sapi kita tidak mau makan, untungnya sapi tidak pernah merokok sehingga paru-parunya masih enak kita nikmati. Kita juga akan sulit makan dan segala kenikmatan, segala harta benda kita akan rusak kalau kita terkena kanker mulut semacam ini. Dan ini penyakit yang oleh para ahli sudah jelas diketahui, diteliti berkaitan dengan merokok. Ini yang akan kita hindari agar anak-anak kita, masa depan bangsa kita tidak terjerembab dengan penyakit-penyakit ini yang biaya pengobatannya sangat mahal. Kenapa anak kita tidak mau terjerat? Ini jarang diketahui dan ini saya dapatkan slide dari Prof. M. Ali Rasmin, dari bagian paru Fakultas Kedokteran UI, dan dia menyebutkan bahwa nikotin mempunyai kekuatan lima sampai sepuluh kali lebih kuat menimbulkan sikoaktif yang atiktif dibandingkan kokain atau morfin. Harusnya lebih haram dari narkoba ini kalau begini efeknya. Apakah ini akan kita promosikan kepada anak-anak kita. Ini yang diperjuangkan oleh teman-teman di Komnas Anak. Mereka sangat peduli terhadap masa depan bangsa yang kita sekarang masih termasuk kelompok bangsa kuli. Kalau kita biarkan karena uang orang tuanya habis untuk membeli rokok, anak-anaknya tidak mendapat makanan yang memadai, bangsa ke depan menjadi bangsa asisten kuli. Nah, negara-negara lain sudah memahami ini bahwa merokok mempunyai bahaya yang besar. Memang mereka tidak melarang merokok, ada hak-haknya, silakan, tetapi mereka pungut cukai sangat tinggi, sehingga kalau kita lihat harga-harga rokok di situ tinggi-tinggi sekali di tempat lain.
41
Di Singapura harga rokok empat dolar perbungkus, kita kurang dari satu dolar. Kemana uangnya? Mereka kembalikan untuk promosi kesehatan, mencerdaskan anak-anak, tokh negara tetap mendapatkan penghasilan dari cukainya. Tokh tetap saja petani dan pekerja rokok tetap bisa merokok. Di Indonesia sebatang rokok walaupun cukainya masih rendah, belum mencapai optimal 57% sebagaimana yang diatur di undang-undang itu sama dengan dua butir telur. Dan dua butir telur sangat berharga untuk mencerdaskan anak-anak kita, karena manusia ini bisa berkompetisi hanya karena otaknya. Singapura tidak punya apa-apa, Israel tidak punya apa-apa, tapi punya manusia yang otaknya bagus. Otak bagus itu dipengaruhi oleh makanan, protein, gizi. Tapi kalau kita lihat keluarga-keluarga kita, Bapaknya bisa merokok, anaknya tidak bisa makan. Bapaknya bisa merokok, anaknya tidak bisa sekolah. Apakah kita akan pertahankan kondisi seperti ini? Ini yang sangat menyedihkan buat saya. Di negaranegara lain mereka bandingkan sesuai dengan kondisi makanan yang ada di tempat mereka, yang lebih bermanfaat dari pada itu untuk mendorong orang jangan merokok. Ini adalah angka-angka pemborosan akibat belanja rokok yang dihabiskan untuk biaya pengobatan mencapai 200 milyar dolar per tahun dan kalau kita ukur dengan uang kita, 200 milyar dolar ini dua kali lebih uang APBN kita, itu kerugiannya. Di Indonesia, menurut data WHO ada 766.000 orang meninggal setiap tahun yang terkait dengan penyakitpenyakit yang terkait dengan rokok. Dan ini adalah perkiraan, ini data dari Bank Dunia, Annual cost tributable to tobacco dalam milyar dollar. Memang di Indonesia belum muncul data itu karena kita memang masih terus menghitung. Data-data kita tidak sebegitu bagus. Jangan heran kalau Amerika sangat gencar karena Amerika harus mengeluarkan 184 milyar dollar setiap tahun untuk mengobati orangorang yang sakitnya karena merokok. 184 milyar dollar, itu kurang lebih dua kali APBN kita setiap tahun dan kalau kita biarkan kita terus mengkonsumsi banyak maka sepuluh, dua puluh tahun ke depan kita akan menghadapi hal yang sama. Suatu pemborosan yang luar biasa dan ini adalah angka-angka lain. Kalau kita mau hitung berdasarkan GDP, berdasarkan berbagai studi di berbagai negara, 1-2% GDP luar biasa besarnya. Di kita, tujuh tahun yang lalu, Suwarta Kosen telah menghitung 2,4 milyar dollar besar sekali pada waktu itu. Kalau sekarang mungkin jumlahnya jauh di atas dari belanja kesehatan Pemerintah kita. Jangan heran kenapa negara-negara berusaha keras untuk mengurangi konsumsi rokok bagi penduduknya, khususnya anak-anak. Ini salah satu contoh, Pemerintah Canada masang iklan seperti ini, “Children see, children do.” Mendorong orang tuanya jangan tunjukan anak-anak merokok. Kalau kita bolehkan iklan rokok yang bisa menjangkau anak-anak, ya tentu saja anak-anak akan lebih mudah
42
mencoba apalagi diiming-imingi dengan gaya-gaya macho, dewasa, dan sebagainya. Ini di Canada. Ini di Amerika disamakan dengan teror 911, dua tower itu, kenapa? Karena memang masyarakat sudah merasakan betul bahayanya dari pada rokok ini. Ini saya ambil di Victoria Park, di Hongkong, itu ada tulisan bahasa Indonesianya karena di sana banyak pembantu kita, kalau hari weekend pasti banyak pembantu di sana. Bahkan di taman pun dilarang merokok. Bukan hanya di ruangan. Kalau kita lihat di pesawat seluruh dunia, tidak ada lagi pesawat yang membolehkan merokok karena mengganggu orang lain karena membahayakan orang lain yang tidak merokok, menghisap juga kena racunnya. Di Inggris tidak semua bangunan tidak boleh merokok. Kalau sudah di berbagai negara dilarang merokok karena bukti-bukti scientific menunjukkan memang berbahaya buat si perokok dan yang berada di sekitarnya, apa kita masih mau bertahan? Tidak, melarang ini dengan lebih baik. Saya memang sangat sedih karena pemerintah kita tidak berani menandatangani FCTC karena dengan argumen segala macam karena ekonomi, cukai, tenaga kerja, yang sesungguhnya lebih banyak argumen-argumen yang bisa diselesaikan. Pertanyaannya, apakah kita akan biarkan terus sampai terjadi penduduk yang sakit-sakitan dan kita terus melakukan pemborosan di setiap keluarga? Ini adalah data yang menunjukkan bahwa dibandingkan dengan negara-negara lain, di Indonesia proporsi penduduk pria yang merokok di Indonesia jauh lebih banyak dari di negara-negara lain. Kalau lihat proporsi penduduknya di komunitas, ya memang 50%, fifty-fifty laki dan perempuan tapi 69% laki-laki itu merokok. 146 juta. Kalau kita lihat dia merokoknya di rumah, semua anak-anak, semua istri juga kebagian bahaya racun rokoknya. Artinya, resiko terhadap racun rokok ini menjadi seluruh penduduk kita, 220 juta. Sekarang kita harus timbang-timbang, kalau kita melarang merokok, kita takut nanti ada petani tidak bisa bertanam, apa betul? Nanti saya sajikan data. Data ada pekerja yang kehilangan pekerjaan, apa betul? Tapi apakah kita biarkankan yang 220 juta itu kemudian terekspos terus dengan resiko yang membahayakan masa depannya. Di mana hak mereka untuk menghirup udara bersih untuk terhindar dari jeratan pemborosan semasa sisa hidupnya? Nah, ini memang kita lihat konsumsi rokok kita luar biasa kenaikannya dari tahun 1980 sampai 2002 sehingga kita memang merasakan betul belakangan ini nikmatnya di situ karena iklan rokoknya tambah gencar. Tambah gencar, tambah banyak konsumsi kita tapi kita tidak ingat bahwa 20 tahun yang akan datang kita akan menghabiskan biaya kesehatan berkali-kali lipat dari yang kita terima sekarang. Sebuah penelitian di Fakultas kedokteran UI menunjukkan bahwa 25% perokok remaja akan terus merokok, dan siswa (pada 1992 ini, sekarang lebih lagi) siswa kelas V dan kelas VI SD sudah mulai merokok.
43
12,7% dan dia akan terus merokok dan sebagian lagi pernah mencoba. Dari mana dia merokok karena ada yang coba-coba karena melihat ibunya, ayahnya, ada temannya, mengajak supaya cukup dewasa, solider, iklan di tv, dan sebagainya. Bagaimana dengan Indonesia? Kita sudah terjerat. Memang tadi disampaikan, iklan rokok, promosi rokok membantulah budaya olah raga dan sebagainya. Meskipun tampaknya semakin banyak iklan rokok tidak menunjukkan prestasi olah raga kita tambah bagus tapi mari kita lihat, coba hitung. Kalau tahun ini Pemerintah menargetkan 49 triliyun cukai rokok dan kita tahu cukai rokok sebetulnya 43%-an, saya ambil 30% lah kira-kira jadi total rakyat kita membelanjakan, membakar uang 150 triliyun setahun. Sebuah tindakan sangat mubazir. Kalau yang di Islam itu dibilang (suara tidak terdengar jelas), waduh ini bahaya betul. Kita saudaranya setan ini ya. Kita lihat anggaran Depdiknas cuma 61 triliyun tahun ini. Anggaran Depkes Cuma 20 triliyun. Kurang dikit malah dan cukai rokoknya 50 triliyun. Jadi kalau kita lihat, cukai rokok kita terima banyak, buat kesehatan kita terima sedikit. Apa jadinya nanti ke depan. Dan kalau saya hitung-hitung seandainya kita berhentiin semua orang tidak merokok, mungkin juga sebagian ini kemudian dikasih buat petani suruh didik anaknya jadi dokter. Setelah jadi dokter dia akan memproduksi luar biasa produk-produk lain yang lebih banyak. 300 ribu orang dokter, kalau kita hitung 500 juta itu per mahasiswa untuk menjadi dokter, uang itu bisa menyekolahkan 300.000 orang setahun jadi dokter. Kalau itu jadi, saya kira negara kita bukan main majunya. Korea bisa maju luar biasa, Jerman bisa maju luar biasa karena proporsi penduduk yang bergelar S3-Doktor jauh lebih tinggi dari banyak negara lain karena di Jerman sekolah gratis, kuliah gratis ya, sehingga siapapun yang pintar bisa kuliah. Kenapa kita tidak bisa? Kenapa tidak uang itu kita tambahkan saja untuk pendidikan dan kesehatan. Banyak sekali yang bisa tingkatkan pendidikannya. Ini sayang sekali. Mubazir betul hidup kita ini. Kalau tadi disampaikan banyak petani dan sebagainya, ini adalah data-data yang diperoleh dari sebuah penelitian di lembaga demografi. Ternyata petani tembakau jumlahnya 624.000 orang tahun 2005 dan yang bekerja di industri 333.000. Cuma sekitar 1 juta. Yang meninggal karena akibat rokok. Setahun 760.000 orang. Tidak sebanding kalau menurut saya. Kalau dilihat rata-rata upahnya ini penelitian LP3S tahun 2008 ternyata industri rokok para buruh menerima hanya Rp662.000,00 sebulan dan buruh tani hanya menerima Rp81.000,00. Yang menikmati bukan mereka. Yang menikmati adalah industri rokok lebih banyak. Kalau tadi teman-teman, saya simpati juga bukan karena apa-apa karena memang jangan sampai kita dikontrol oleh kapitalis-kapitalis. Kalau iklan rokok kita larang sebetulnya siapa sih yang melakukan iklan rokok? Apakah petani-petani? Pedagang pelinting rokok yang kecil-kecil yang memasang iklan? Bukan. Sehingga kalau yang ini
44
yang kita tembak, justru yang kapitalis yang kena yang menikmati adalah kapitalis. Coba lihat di situ data-data golongan yang memproduksi rokok di atas 2 milyar batang, cuma 0,15% dari industri rokok. Inilah yang paling besar, dialah yang mempunyai uang banyak untuk beriklan ya? Dialah yang memenuhi cukai 88%. Beberapa perusahaan di sana saja ini. Ribuan perusahaan industri rokok adalah perusahaan-perusahaan kecil yang 99%, ini 2.000an tidak punya efek mempengaruhi orang banyak. Tidak mampu beriklan, di TV, di radio. Dia sudah ada pasarnya. Dan pasar itu tidak kita ganggu. Jadi kalau melihat data-data tahun 2006, ini data-data yang kami ambil dari Dirjen Bea Cukai. Yang terkena iklan rokok adalah perusahaan-perusahaan besar, yang kapitalis-kapitalis itu yang justru mematikan industri-industri rokok yang kecil-kecil. Ini yang sering kita tidak pahami. Slide berikutnya, ini sepertinya yang terakhir. Kalau kita lihat petani pindah bertanam, masih lebih menguntungkan sesungguhnya karena LP3S tahun lalu melakukan kajian laba bersih per hektar dari tembakau 694.000 tetapi kalau dia tanam jagung, 1,8 juta. Kalau dia tanam beras malah 3,8 juta. Kenapa kita tidak minta pindah saja? Apakah ada keharusan harus bertani tembakau dan kenyataannya yang bertani tembakau juga tidak hanya petani tembakau. Oleh karena itu, kalau di Cina, mereka pemerintahnya mengambil dari cukai rokok untuk melakukan substitusi, crosstitution. Mendidik petaninya mencari bahan pertanian baru yang lebih menguntungkan sehingga tidak merugikan petaninya. Nah, kalau kita bilang resiko bagi mereka, kita bisa transfer pelan-pelan. Kalau kita komitmen ya, seperti di Cina mereka commit, mereka lebih banyak konsumsi rokoknya tetapi komitmennya lebih baik. Kita harus protect penduduk yang 220 juta. Mereka punya hak hidup bebas dari resiko-resiko yang sehari-hari bisa dihadapi dari berbagai..., termasuk resiko polusi dari asap kendaraan bermotor, next time kita harus lakukan juga itu. Terus, saya kira di dalam UndangUndang dasar 1945, kalau saya baca tujuan negara dibentuk ini tujuan pemerintahan yang pertama yaitu melindungi. Ke dua menyejahterakan. Ke tiga, mencerdaskan. Ke empat, turut serta perdamaian dunia. Jadi yang pertama, melindungi. Yes, kita sudah punya undangundang yang bagus. Melindungi dari resiko perang, keamanan, sudah bagus. Memang dalam prakteknya belum sempurna pasti tetapi untuk resiko bahaya-bahaya seperti rokok polusi, narkoba, masih jauh. Jadi kalau iklan-iklan masih diberikan kesempatan yang seluasluasnya yang bisa mempengaruhi anak-anak kita, yang kemudian hari bisa merugikan kita sebagai bangsa, sangat disayangkan. Artinya amanat Undang-Undang dasar, perlindungan terhadap warga negara belum memadai kalau kita biarkan. Yang terakhir kalau di berbagai negara itu sudah dinyatakan di ruang publik merokok itu
45
haram, kok di kita masih juga belum? Padahal ini merusak diri dan juga merusak orang lain. Saya kira itu, Yang Mulia yang bisa saya sampaikan. Lebih kurang mohon maaf, mudah-mudahan bisa menjadi bahan pertimbangan yang seadil-adilnya. Wassalamualaikum wr.wb. 68.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Berikutnya perkenan dr. Achmad Hudoyo, Sp.P(K) dari Guru Besar, Dari Ikatan Dokter/Dosen FKUI.
69.
AHLI DARI PEMOHON : dr. (DOKTER/DOSEN FKUI/PB IDI)
AHMAD
HUDOYO,
Sp.P(K).
Terima kasih. Assalamualaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia, izinkan kami memaparkan slide-slide yang berkenaan tentang tugas seorang dokter untuk menolong orang yang ingin berhenti merokok. Pada waktu Majelis Ulama mengumumkan fatwanya tentang rokok, ada yang menggelitik di dalam hati saya ketika membaca sebuah komentar dari seorang Pimpinan Universitas IAIN di Semarang, beliau mengatakan, ”Lho, rokok dilarang karena membahayakan kesehatan,
jangan-jangan nanti gula, gula itu bisa membuat diabetes, janganjangan diharamkan juga?” Maka dari itu saya berpikir logikanya benar
juga ya? suatu saat, jangan-jangan gula diharamkan. Logika dari pathogenisis, orang sakit diabetes melitus bisa tanpa faktor keturunan. Istri saya sendiri, ibunya tidak kencing manis, ayahnya tidak kencing manis, kakek dan neneknya tidak kencing manis. Hobi istri saya permen, coklat, dan permen. Setelah umur 45 tahun ternyata pankreasnya tidak bisa memproduksi insulin sehingga terkena diabetes melitus. Benar juga, berarti gula bisa membuat orang sakit kencing manis. Setelah saya pikir-pikir, tapi kelihatannya ada dua perbedaan yang bermakna yaitu satu, gula sejak awal dalam komoditi ekonomi, tidak diberikan cukai. Sedang rokok harus ada cukainya. Saya coba buka-buka buku, filosofinya apa? Ternyata bahasa Inggrisnya cukai adalah sin tax. Jadi, pajak kedosaan. Jadi memang sejak awal sudah disadari bahwa rokok ada efek negatifnya sehingga diberikan cukai. Oleh karena itu, siapapun juga termasuk negara, boleh memberikan batasan-batasan. Yang ke dua, ketika istri saya, saya suruh stop gula, dia stop gula dan tidak ada efek apa-apa. Ketika saya bicara dengan pasien yang batuk-batuk dan saya suruh berhenti merokok, alasannya banyak sekali. Pertama, memang sebagian besar, 70% sudah diteliti ingin berhenti merokok tetapi sulit, kenapa? Karena satu, memang tidak ada motivasi. Ke dua adiksi. Yang ke tiga, tidak tahu caranya berhenti
46
merokok. Yang ke empat ada withdrawal syndrome. Jadi begitu berhenti merokok dia ada efeknya. Nah, withdrawal syndrome ini seperti sakaw. Mungkin slide selanjutnya lebih jelas, kalau orang pengguna disuruh berhenti, bebannya dia akan sakaw yaitu sakit nyeri, gelisah tetapi begitu dia dapat suntikan lagi, tenang dan bahagia. Bagaimana dengan orang yang merokok? Ada juga sakawnya, ada juga yang disebut withdrawal syndrome. Bisa sakit kepala, rasa ingin marah, lesu, keringat dingin, hilang gaya atau semangat, berdebar-debar, dan depresi. Suatu saat ada pasien saya dengan bronchitis kronis, batuk-batuk. Dia perokok berat. Empat bungkus sehari. Dia mencoba untuk berhenti merokok, berhasil, menjadi 3 bungkus. Maksud saya, dua bungkus, satu bungkus, 20 dicoba sehari, 10, lima, dan yang terakhir katanya ,yang satu itu dia mengeluh kepada saya, ”Dok, waktu saya mau berhenti yang terakhir ini, saya hampir gila.” “Ah, masa?” Saya tanya kembali, “Bapak mau berhenti merokok saja, kok hampir gila?” Dia jawab, ”Ya, kalau
dokter tidak percaya, nanti tanya istri saya.” Nah, itulah salah satu keinginan pasien untuk craving, istilahnya
mengapa dia sulit untuk berhenti merokok dan itu kewajiban dokter untuk menolong mereka. Untuk mengobati orang yang sakit atau mengobati efek dari withdrawal syndrome ini ada beberapa cara, ya secara umum orang berobat beberapa dua cara. Bisa dua cara medis dan nonmedis. Nonmedis yang paling terkenal mungkin batunya Ponari. Dengan batu yang dicelupkan ke air, airnya diminum, dia bisa sembuh. Cara lain hipnotis. Teman kita yang ahli hipnotis, mereka mencoba mengiklankan diri bisa membantu orang untuk berhenti merokok dengan cara hipnotis, tapi tarifnya maksimal. Ya, dunia kedokteran mencoba untuk mencari bagaimana orang bisa lepas dari withdrawal ini. Ternyata dicari ternyata ada efek adiksi dari rokok ini dan pusatnya di otak. Ketika nikotin itu dihisap, maka nikotin ini akan masuk ke peredaran darah, dan masuk di otak, kemudian di otak diterima oleh reseptor. Nah, reseptor itu sesuatu yang penerima sinyal. Apa saja di tubuh kita untuk bereaksi, perlu reseptor ini. Termasuk orang yang batuk perlu reseptor. Ketika ada kotoran dan ada kuman masuk ke dalam paru kita, kuman ini akan merangsang reseptor membuat refleks batuk. Mungkin itu karunia dari Allah SWT, supaya kita ada batuk. Jadi kalau ada batuk, masih alhamdulillah. Nah, nikotin ini akan masuk ke otak kemudian di otak diterima reseptor yang namanya alfa 4 beta 2 ini kemudian oleh reseptor ini, nikotin yang tadinya netral-netral saja, baik-baik saja, diubah menjadi dophamine. Dophamine ini akan memberi kita rasa nyaman. Persis seperti orang pengguna narkoba. Aman, nyaman, senang, gembira, eforia.
47
Nah, tetapi suatu saat, dophamine ini akan dimetabolisme oleh tubuh dan kemudian dophamine ini berkurang. Oleh karena dia menginginkan dophamine itu ada di dalam otaknya lagi dengan cara memasukkan nikotin atau merokok lagi. Begitulah seterusnya. Berikutnya, nah, begitu sulitnya seorang untuk berhenti merokok. Bahkan dokter pun masih banyak yang merokok, terutama di Turki. Masih 42 ya? Di Jepang juga masih banyak. Di Indonesia, berapa kita belum tahu tetapi alhamdulillah karena pengetahuan mereka saat ini tentang efek samping rokok mulai menyadari. Jadi dokter pun sulit untuk melepas diri walaupun dia sudah mempunyai pengetahuan tentang masalah itu, karena mungkin dia merokok sejak SMA sehingga setelah menjadi dokter pun sulit untuk melepaskan lagi. Mungkin yang terakhir ya, jadi kalau seorang pasien ditanya,
”Bapak ini kan rokoknya mengandung tar dan nikotin yang banyak, Coba baca, coba iklan ada yang light, ada yang mild, Bapak tidak berpengaruh? Ah, iklan kan tidak perlu Pak, yang penting rokok saya ini kretek, ya sudah, saya seumur hidup akan pakai ini, ini yang mantap. Light-light itu kan terlalu enteng.”
Begitulah cerita mereka. Dan satu kasus yang cukup menarik, ini kasus ini ditemukan oleh mahasiswa kedokteran tingkat pertama yang diberikan pelajaran empati di fakultas kedokteran, tahap pertama, tahun pertama, mereka diajarin sikap empati kepada pasien dan mereka dikirim ke kampung-kampung. Nah, salah satu kelompok mahasiswa ini mendatangi salah satu rumah, ada orang yang sakit di situ, sakitnya sudah sakit berat, dan yang anehnya ditanya, “makannya apa?” Makannya ternyata dia hanya mau minum kopi dan rokok saja. Tetapi tidak mau makan. Ini setelah tiga bulan di evaluasi, pasiennya meninggal. Sekian, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.
70.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih. Berikut, berkenan Dokter Zulazmi Mandi, Peneliti Utama dari UHAMKA.
71.
AHLI DARI PEMOHON : Dr. ZULAZMI MANDI (PENELITI/DOSEN)
Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Pimpinan Sidang pada hari
ini dan Seluruh Anggota Majelis Hakim, perkenankan saya menyampaikan beberapa catatan tentang hasil studi kami yang kami lakukan tentang dampak iklan rokok. Akan tetapi, lebih dari itu akan kami perluas untuk karena berkenaan dengan iklan di televisi. Kalau kita bicara, budaya itu sangat luas. Saya senang dengan Mas Rendra, tadi menyampaikan budaya tetapi juga kebudayaan baru berkembang di dunia ini. Jadi bukan budaya lokal tetapi budaya yang
48
sangat luas yaitu budaya tidak merokok, sehingga orang malu merokok di depan umum. Ini adalah sebuah kebudayaan yang mungkin kita kembangkan juga sebetulnya. Kalau kita lihat efek-efek yang terjadi pada rokok tadi. Jadi budaya itu sangat dinamis. Jadi artinya bisa saja ke mana saja kita bisa giring budaya itu. Pesertanya, masyarakat menerima. Kemudian ada juga budaya tanpa iklan rokok, sebab berkembang di banyak negara. Jadi kalau kita katakan bahwa kita tidak mengiklankan rokok di sini karena kita membela negara kita tetapi sebetulnya di banyak negara sudah distop iklan rokok itu. Kemudian kita lihat juga ada tidak ada keadilan sebetulnya, ketidakadilan misalnya sebagai contoh tadi, seorang gaji pemain bola yang dibiayai oleh rokok itu, 700.000 sampai setengah milyar per pula pertahun. Sedangkan pendapatan petani tembakau yang paling besar itu mungkin daerah Temanggung barangkali, itu mungkin 1,5 juta per bulan. Jadi lebih kurang 18 juta per tahun dibandingkan 700.000 perbulan untuk pemain bola. Jadi sebenarnya rokok itu yang menyebabkan ketidakadilan. Belum lagi ketidakadilan terhadap petani yang sudah disampaikan oleh Prof. Hasbullah Thabrani dan juga temanteman terdahulu. Kemudian di Majelis Ulama misalnya, mengatakan tidak disebut soal Khilafiah tetapi yang dikatakan adalah haram pada anak-anak, ibu hamil. Itu yang saya baca. Apa saya berbeda buku, saya tidak tahu tetapi saya mendapat informasi ini dari buku dan juga dapat dari salah satu yang hadir juga dalam pertemuan itu. Jadi ini untuk klarifikasi saja, saya tidak mengatakan apa-apa tetapi ini untuk klarifikasi, beberapa catatan saya sebelum masuk kepada hasil penelitian yang saya temukan. Jadi penelitian ini terutama dilakukan terhadap remaja-remaja siswa SMA dan siswa SMP, SLTA, dan SLTP. Di jakarta masih terbatas karena memang pada saat itu kita objek utamanya ada di Jakarta lalu kemudian..., nah umur mereka rata-rata yang merokok itu adalah sekitar 15, 14 Tahun, mulai merokok. Nah, ini fakta yang kita temukan. Sepertinya umur semacam ini lumrah saja terjadi tetapi sebetulnya dulu pada zaman saya masih kecil itu, kita dilarang merokok karena alasannya ekonomi. Masih kecil belum boleh merokok, tetapi sekarang umur bahkan ada yang umur 4 tahun…, masih kecil sekali umur 4 tahun sudah ada yang merokok. Bahkan ada seorang dokter gigi, itu boleh merokok umur 4 tahun. Nah, sekarang sudah batuk-batuk dia. Umurnya 37 tahun dan saya kenal baik itu. Nah, jadi di sini kita lihat bahwa dan itu ada tadi mungkin sudah disebutkan juga Pak, makin muda usia merokok makin cepat terjadi gangguan. Jadi kalau orang mulai merokok umur 20 tahun mungkin gangguan di atas 55 tahun. Kalau orang mulai merokok 15 tahun mungkin di bawah 30 tahun sudah mulai kena. Bahkan beberapa kasus memperlihatkan, dulu waktu saya..., seorang penderita paru-paru
49
ditemukan pada umur 21 tahun. Padahal dulu kanker itu selalu disesuaikan dengan umur di atas 40 tahun, itu beberapa contoh. Jadi dengan begini, kemungkinan usia stroke dan sebagainya menjadi lebih tinggi pada saat dia umurnya masih muda dan itu bahkan menjadikan masalah public health. Nah, kemudian pertanyaan berikutnya yang kita ajukan sebetulnya, ada beberapa hal..., selalu dikatakan oleh perusahaan periklanan rokok itu, “kita hanya men-switch orang dari merk ini ke merk ini” tetapi coba kita perhatikan, sayang sekali tulisannya mungkin tidak terlalu bagus, tetapi semua slogan-slogan yang ada, slogan-slogan yang ada dari iklan rokok itu, tidak satupun untuk orang dewasa. Semuanya untuk anak-anak dan remaja, ”enjoy aja.” Barangkali kalau ditanya pada saya, saya kalau perokok saya sudah stick pada suatu merk rokok. Nah, saya tidak akan mengubah, karena apa? Karena ada kesetiaan terhadap mereka. Tentu sesuai dengan apa yang kita rasakan dan itu dikatakan oleh pabrik periklanan. Begitu dia mencoba satu, kemudian dia mantap pada satu itu maka dia menjadi perokok selamanya. Nah, ini dari iklan slogan-slogan yang ada itu, sangat banyak slogannya dan sampai sekarang makin bertambah terus. Slogan-slogan itu, semuanya tidak ada satupun yang slogan-slogan untuk anak-anak yang dewasa. Kalau Anda dewasa..., tetapi itu untuk macho, gagah. Kemudian untuk ”enjoy aja, Bukan basa-basi, tidak ada lu tidak rame,” ya? Seorang bapak barangkali tidak perlu beramai-ramai dia, kalau dia bisa mencari uang untuk keluarganya di tempat yang sepi, juga akan dilakukan tetapi anak-anak muda itu akan berkumpul dengan temantemannya kemudian, ”Tidak ada lu tidak rame.” Jadi sudah dikatakan oleh dr. Kartono, hasil penelitian di luar negeri pun memperlihatkan hal yang sama bahwa iklan rokok itu sebetulnya memang diarahkan kepada perokok pemula dan ini sesuai dengan temuan kami nanti, di slide berikutnya kita perlihatkan. Di lembaga periklanan juga mengakui itu. Jadi kalau ada ditutupi, itu menjadi aneh. Karena itu saya tidak akan menutup-nutupi apapun karena saya disumpah di sini. Saya akan lanjutkan saja. Tingkat (suara tidak terdengar jelas) terhadap iklan rokok ini sangat tinggi. Jadi yang bisa menyebutkan empat sampai enam jenis slogan yang bisa..., dalam waktu singkat kita beri waktu dan bisa menyebutkan dengan singkat, empat sampai enam slogan iklan itu cukup tinggi. Itu lebih dari 50% dan hampir 70%, 30% yang kurang dari empat slogan. Nah, ini kita memperlihatkan saja bahwa sebetulnya mereka dengan cepat bisa beradaptasi itu dan iklan semacam ini sebetulnya memang diarahkan untuk seperti dengan slogan-slogan tadi memang diarahkan untuk mereka. Nah, dalam istilah, ada hirarki efek nanti itu.
50
Jadi begitu seseorang setiap hari mindset-nya sudah diubah seperti itu dan pergaulan setiap hari juga mengungkapkan kata-kata yang sama, begitu ada kesempatan, dia akan mencoba, dia terjunlah ke dalam merokok maka dia masuk ke dalam rokok. Dan merokok itu bukan sesuatu yang sifatnya individual tapi ada rantainya. Iklan rokok punya rantai dan merokok juga punya rantai. Apabila saya merokok, orang sekitar saya akan terkena. Hak dia sudah saya rugikan. Saya merugikan hak dia untuk tidak terkena asap rokok. Jadi iklan rokok itupun nanti kemudian begitu seseorang anak mulai(suara tidak terdengar jelas) dia akan menjadi perokok maka itu rantainya akan panjang. Kemudian terhadap jenis media, di sini kita bisa lihat bahwa (suara tidak terdengar jelas) terhadap media itu paling tinggi adalah televisi walaupun kita mengatakan sesudah pukul 9.30 atau 21.30 baru ada iklan rokok tetapi kenyataannya mereka-mereka itu menemukan bahwasanya iklan rokok itu ditonton pada saat di televisi paling tinggi. Kenapa itu terjadi? Kegemaran olah raga, nonton bola, itu salah satu di antaranya, karena iklan layanan masyarakat, pada saat umumnya ditayangkan, kebiasaan kita di sini adalah begitu public service announcement, begitu kita tayangkan pada jam-jam malam sesudah jam 12 malam tetapi begitu ada bola, tidak ada lagi iklan pelayanan masyarakat di sini. Yang ada adalah iklan rokok. Dan juga ada kebiasaan sekarang anak-anak sekarang itu bahwa mereka itu, sore menyelesaikan tugas-tugas PR-PRnya di rumah. Lalu kemudian nonton televisi. Jadi kemudian terbalik sebetulnya. Jadi kalau tayangan anak-anak itu jam 6.00 sampai jam..., sebenarnya perlu kita pertimbangkan kembali karena mereka harus menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya. Sesudah itu baru menonton televisi. Ini temuan sederhana yang sedang kita proses sekarang ini. Kapan mereka menonton, itu sudah bisa kita lihat tapi hasilnya belum tuntas tapi saya ungkapkan sedikit saja di sini. Jadi kita lihat bahwa televisi merupakan sumber utama dari keterpelajaran terhadap media periklanan tentang rokok. Jadi secara rata-rata (suara tidak terdengar jelas) oleh semua jenis media tetapi yang paling tinggi itu sampai 99,7% itu adalah dari televisi. Nah, ini barangkali perlu jadi pertimbangan bagi kita untuk melihat nanti kenapa kita usulkan televisi yang pertama. 72.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Sebentar, ini istilah ”keterpanjangan” ini apa Pak? Nampaknya kurang mengerti juga kami.
51
73.
AHLI DARI PEMOHON : Dr. ZULAZMI MANDI (PENELITI UNIVERSITAS UHAMKA)
exposure. Jadi “keterpajang” atau ”Keterpanjangan”, “keterpanjangan,” “keterpaparan”, “terpajang.” Nah, ini dari ahli bahasa kita dapatkan exposure, expose, keterpaparan. Kita secara umum terpapar. Nah apa yang terjadi? Lima slogan iklan tadi sudah kita lihat bahwa..., nah, apa yang kemudian..., dari iklan-iklan rokok itu yang paling menarik itu adalah slogan itu. Dari yang paling berkesan iklaniklan rokok itu adalah slogan dan hadiah-hadiah. Nah, ini kalau ada slogan itu sangat menarik karena dipakai sehari-hari. Begitu dipakai sehari-hari, ada saat mereka mencoba maka dia akan melakukan itu dan itu akan susah untuk berhenti karena adanya efek adiksi tadi. Nah, ini bagaimana kesan mereka tentang pencitraan dirinya? Ini cukup tinggi. Hampir semua punya citra yang sama tetapi pada aspek yang berbeda-beda bahwa merokok itu..., meningkatkan citra diri, percaya diri, itu 27% itu mengatakan, ”Ya.” persis seperti yang diiklankan rokok. Merasa keren itu 20% dari remaja itu mengatakan memang merasa keren dengan merokok itu. Kemudian merasa setia kawan, dan kreatif, dan seterusnya. Sampai merasa pemberani, suka menolong. Jadi seorang perokok itu suka menolong karena apa? Ada iklan dari orang terjebak di kerbau, kemudian di dorong-dorong, jatuh di perahu, di balik-balik, dan itu semuanya adalah upaya-upaya untuk menarik orang baru. Merasa gaul. Tak mungkin orang tua perlu gaul kan karena sudah bergaul semua. Jadi memang arahnya diarahkan kepada anak-anak muda tadi. Kemudian berjiwa petualang. Kalau saya sekarang berpetualang, itu aneh. Kalau saya naik gunung, sedikit patah kaki, tidak bisa sembuh lagi. Pasti yang berpetualang itu pasti yang muda. Mungkin ada yang tua. Sisa-sisa pengalaman lama tapi kalau untuk memulai, tidak mungkin. Jadi walaupun merasa pria sejati, machonya itu ditumbuhkan, Jadi machonya ini adalah tidak perlu lagi orang tua merasa macho. Kan begitu? Karena sudah macho, kalau sudah punya anak. Kemudian merasa kritis dan merasa gagah. Ini adalah slogan-slogan yang menurut mereka, sesuai dengan diri mereka. Nah, hasil penelitian kualitatif ini juga kita temukan bahwa dari sejumlah pakar periklanan dia mengatakan, ”Kajian psikologi menunjukkan manusia suka diberi mimpi-mimpi walaupun dia tahu, dan ini disebut proses identifikasi yaitu mengidentifikasikan diri seolah-olah dia adalah pesona yang diidealkan.” Jadi kalau seorang bintang, dia mengatakan, ”Maybe yes, maybe no,” Agus Ringgo. Nah, Ringgo itu nama fam. Nah, dia mengatakan seperti itu. Jadi orang mengatakan, ”Itu adalah idola saya.” Dia mencoba identifikasi diri. Mungkin di sini tidak akan terjadi proses yang lain tetapi
52
lebih identifikasi dirinya merasa Ringgo tadi seakan seperti dia karena apa itu adalah idola anak muda pada saat itu. Itu muncul dan ini dipakai. Ada trendseter-trendseter tertentu yang dipakai oleh biro iklan ini dan trendseter itu tidak mungkin berlaku untuk orang yang sudah tua. Semuanya untuk anak muda. Yang lain itu tidak mungkin ada di dalam iklan yang statis tapi di televisi karena apa? Televisi itu iklan bergerak yang sangat efektif. Kemudian yang ke dua adalah pada intinya, iklan rokok itu bukan menjual rokok tetapi menjual live style, gaya hidup. Menjual kedekatan agar audiance-nya memiliki persepsi positif terhadap perilaku merokok. Kalau orang tuanya mengatakan, ”Merokok itu adalah membahayakan
dan menyebabkan penyakit. Bukan, karena apa? Itu adalah gaya hidup saya dan saya perlu seperti itu.”
Tadi sudah disebutkan juga oleh dr. Kartono Muhammad bahwa banyak hal yang dilakukan oleh iklan itu untuk membujuk semacam itu. Jadi kita tidak mengubah orang dari merk A ke merk B tapi yang terjadi adalah membujuk orang supaya mau, dan itu jumlahnya di Indonesia sangat banyak. Pemilu tahun ini saja kita mendapatkan 50 juta remaja baru untuk pemilu. Itu yang terdaftar. Belum yang tidak terdaftar. Jadi 50 juta remaja baru. 10% saja sudah 5 juta. Kemudian umur selanjutnya, dan umur selanjutnya, setiap tahun bertambah sehingga pada umur di atas 20 tahun itu akan menjadi semakin banyak dan meningkat. Jadi inilah yang dilakukan. Jadi yang dijual itu adalah gaya hidup, live style. Bukan menjual supaya pindah merek ini. Ini memang ada iklan yang dipertahankan. Kita juga mempelajari ada beberapa iklan kalau dihilangkan iklannya, turun tapi kalau di pasang lagi iklannya, statis. Itu memang ada untuk maintenance tetapi iklan rokok tidak untuk maintenance tapi untuk mencari pelangganpelanggan baru karena sekali orang masuk di situ, maka dia terjebak untuk menggunakan hal yang sama. Saya dulu perokok berat. Saya dulu merokok dua bungkus Dji Sam Soe sehari. Atau supaya gaya, satu bungkus Dji Sam Soe sehari dan satu bungkus Dumorier [Sic!]. Dumorier [Sic!] itu jarang di Indonesia. Ada teman saya orang Israel suka mengirim, namanya Afri Sartani, dia kirim dari Israel ke saya. Bangga betul. Karena apa? Baju putih, pakai steteskop rokok Dumorier [Sic!], tidak ada dijual di Indonesia, ada kebanggaan tertentu. Kemudian saya hanya malu karena teman-teman..., karena profesor saya mengatakan, “Kalau kamu masuk ke ruang saya,” saya sudah bekerja, “jangan merokok di sini.” Jadi saya berterima kasih sebenarnya saya ingin berhenti tapi tidak bisa-bisa, susah berhenti sehingga suatu saat saya berhenti saya paksa-paksakan dengan berbagai cara, saya menemukan caranya yang disebut metode yang disebut sebagai behavior modification yang teknis semacam itu saya berhasil berhenti merokok tetapi tidak semudah itu.
53
Dalam tidak merokok itupun saya sering mimpi. Paling tidak, tiga kali seminggu saya mimpi merokok. Saya pikir itu hanya pengalaman pribadi, ternyata seorang teman saya dari UGM, Profesor Dr. Yohannes juga namanya sama-sama dari Rote, Prof. Yohannes juga sama-sama dari situ, ahli dalam quality control in education mengatakan bercerita pada saya, “Saya dulu berhenti merokok pak Zul, saya itu selalu mimpi, lama sampai dua tahun saya mimpi.” Dia begitu beratnya untuk berhenti merokok. Jadi tidak mudah untuk berhenti merokok itu. jadi akan selalu berada dalam upaya untuk mempertahankan itu. Tadi disebut craving dan sebagainya. Jadi yang dijual itu adalah lifestyle, begitu orang masuk ke dalam kondisi semacam itu dia tidak akan berhenti merokok. Jadi kalau dikatakan bahwa merokok itu adalah untuk mengubah dari merk ini ke merk ini saya kira tidak, saya sangat setia pada Dji Sam Soe. Walaupun di kantong saya Dumorier-nya ada untuk gaya. Karena tidak dijual di Indonesia waktu itu tetapi Dji Sam Soe itu tidak mungkin saya tinggal. Jadi ini beberapa, pengalaman saya pribadi barangkali ada beberapa teman juga di sini perokok barangkali memiliki pengalaman yang sama. Kemudian iklan itu sebuah stimulus, nah seorang konsumen melihat iklan itu biasa digambarkan sebagai hierarchy effect, mempunyai hierarchy effect. Karena itu yang diharapkan dari iklan sebagai efek dari iklan rokoknya. Jadi intinya adalah orang dikepung, diubah mindset-nya kemudian ada yang namanya moment of truth, di situ terjadi. Mengapa seseorang merokok? Kapan moment of truth itu? Tergantung pada anaknya, begitu dilihatnya ada iklan rokok, macam-macam, kemudian dilihatnya orang lain merokok tapi karena dilarang merokok, sembunyi-sembunyi dia coba merokok. Moment of truth-nya pada saat itu dia merasakan nikmat. Atau pada saat bersama-sama temannya dia muncul keinginan untuk merokok dan temannya mendukung itu pada saat itulah dia memilih merk sesuai dengan merk yang diambil oleh temannya. Barangkali yang berubah merk itu teman-temannya yang dulu merokok VIP putih, VIP biru karena apa? Sekarang sudah tidak ada VIP biru itu. Karena dulu juga kita merokok itu pasti banyak rambutnya, kenapa? Itu dari puntung rokok juga diambil, sekarang sudah tidak ada rokok semacam itu karena semua rokok sekarang bersih. Kalau dulu tidak. Zaman saya kecil-kecil dulu rokok itu masih sangat jorok karena ada bekas rokok-rokok itu dikumpulkan kemudian dipakai tapi sekarang sudah tidak. Dan kalau kita ingat juga apakah betul cengkeh itu dari Indonesia? Dulu itu diimpor zamannya Prof. Sumitro Djojohadikusumo menjadi menteri perdagangan, dia yang mengatur bersama dengan beberapa orang penguasa dari Orde Baru. Mereka mengatur impor itu sampai perang juga di antara sesama mereka berebutan impor tadi sehingga ada monopoli cengkeh pada saat itu.
54
Jadi cengkeh di kita di Sulawesi Utara anjlok tapi dari luar negeri masuk. Jadi ini sebetulnya ini seluruhnya adalah permainan kalau kita lihat di situ tapi saya kembali ke penelitian yang ini. Jadi lifestyle yang dijual itu intinya. Dan lifestyle itu paling mudah dijual melalui televisi karena televisi itu adalah media yang sifatnya audio visual dan itu sangat dimanfaatkan dengan sebagus-bagusnya oleh perusahaan iklan dan dari sisi itulah orang melakukan upaya yang sangat kreatif dalam membuat iklan. Jadi dalam hal ini iklan televisi menjadi sesuatu yang sangat kuat upaya untuk mendorong karena audio visual itu tadi. Memang banyak orang yang tidak memanfaatkan dengan baik audio visual dari televisi, datang, ceramah, ngomong begitu, yang diperkirakan orangnya. Tetapi iklan tidak seperti itu. memang dia tidak melihatkan wujud. Jadi kalau dilarang memperlihatkan wujud sama seperti Tuhan memperlihatkan wujud surga tidak pernah ada, tetapi orang ingin masuk surga semuanya. Semua orang ingin masuk surga. Seperti apa wujud surga itu? Cuma dikatakan sungai yang mengalir, sudah. Ada bidadari, barangkali di antara Bapak-Bapak, Ibu-Ibu karena mau ketemu bidadari, tapi seperti apa bidadari tidak ada satupun yang tahu. Jadi wujud iklan rokok itupun begitu. Jangan diperlihatkan wujudnya tetapi berikanlah sesuatu yang lain. Nah, mindset itulah yang ditumbuhkan. Wujudnya mudah dilihat kalau rokok, karena sehari-hari ada. Tidak perlu diwujudkan pun sudah ada, bapak kita merokok, kakek kita merokok, bahkan juga kadang-kadang istri kita merokok. Jadi inilah beberapa hal yang kemudian kita lihat juga apa pengaruh aspek kognitif iklan pada perokok. Jadi untuk memulai merokok itu sangat tinggi, pengaruhnya besar pada perokok untuk mulai merokok. Pada di kalangan pelajar yang merokok tadi 46,3% itu mengatakan mulai merokok karena pengaruh dari iklan rokok, baik langsung maupun tidak langsung. Tapi merokoknya sendiri belum tentu dipengaruhi oleh itu tetapi untuk mulai merokok itu dia sudah dipengaruhi oleh itu sehingga tinggal mencari moment of truth, kapan saat yang tepat untuk melakukan itu dan biasanya itu adalah dalam pergaulan dengan teman-teman dan teman sejawat itu, teman sebaya itu, peer itu menjadi sesuatu yang akan memudahkan masuknya orang terjerumus ke dalam perilaku merokok tadi. Di antara para perokok itupun untuk tetap merokok juga dipengaruhi cukup tinggi hanya untuk kembali merokok mungkin sedang saja pengaruhnya. Jadi bagi yang sudah berhenti merokok kemudian untuk kembali merokok itu pengaruhnya agak sedang, tidak terlalu kuat. Jadi dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa keterpajanan terhadap iklan rokok sangat tinggi dan keterpajanan yang paling tinggi itu adalah televisi, 99,7%. Besarnya responden yang mengakses kegiatan yang disponsori oleh industri rokok..., nah responden yang menyebutkan satu dari enam slogan secara spontan dengan rata-rata tiga slogan. Hampir semua
55
responden meyakini bahwa merokok menghasilkan citra yang disampaikan oleh iklan. Walaupun keyakinan tersebut tersebar terhadap berbagai citra tadi, semuanya. Hampir semuanya mengatakan memang menjadi perokok itu akan menjadi seperti ini, itukan ada citra-citra seperti itu dan citra-citra itu melekat pada dirinya. Iklan rokok berperan menimbulkan keinginan responden untuk merokok. Pada 51 responden menyatakan mendukung adanya iklan, 54 remaja merokok, 29% mengatakan menyalakan rokoknya pada saat dia tidak merokok kemudian keterpajan iklan rokok ada 29% menyatakan langsung terangsang untuk menyalakan rokoknya. Ini adalah salah satu contoh bahwa iklan itu juga berperan pada untuk menimbulkan keinginan untuk segera merokok. Jadi semacam tambahan terhadap menurunnya kadar dophamine tadi. Karena itulah iklan rokok di televisi dan pembentukan perilaku merokok merupakan salah satu yang mempengaruhi untuk generasi muda dari keterpaparan iklan dengan kegiatan-kegiatan ekspansi rokok agar tidak berlanjut maka sangatlah diberlakukan peraturan mengenai produk tembakau ini. barangkali inilah bagian terakhir dari..., kepada Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi dan para anggotanya saya mengucapkan Terima kasih atas kesempatan ini. Assalamualaikum wr. wb. 74.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih Dr. Zulasmi, berikut perkenan ahli Dr. Widiastuti Surodjo, kami persilakan.
75.
AHLI DARI PEMOHON : dr. WIDIASTUTI SUROJO (INDONESIAN TOBACCO CONTROL NETWORK/ITCN)
Assalamualaikum wr. wb. Majelis Hakim yang mulia, perkenan saya untuk menggunakan slide. Materi yang akan saya sampaikan
sebetulnya berkaitan dengan substansi yang sangat mendasar yaitu mengenai karakteristik produk tembakau. Diharapkan dengan pengetahuan yang sama atau persepsi yang sama, kita akan semakin arif dalam menyikapi. Judulnya It’s Time To Tell The Truth kalau bahasa Indonesia barangkali, “Jangan Ada Dusta Di Antara Kita.” Penyajian saya, saya letakkan di dalam konteks untuk mendukung atau memberikan dukungan ilmiah serta bukti empiris tentang karakteristik produk tembakau yang kepada butir E dari naskah revisi permohonan uji materi Pasal 46 ayat (1) tentang Pasal 46 ayat (3) butir C yang diberlakukan diskriminatif dibandingkan dengan Pasal 46 ayat (3) huruf B. Dan karenanya bertentangan dengan hak anak memperoleh perlindungan dari diskriminasi.
56
Sekedar untuk refreshing, saya akan mengulangi Pasal 46 ayat (3) bunyinya ”Siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif.” Sedangkan huruf C yang mengatakan bahwa promosi rokok yang memperagakan wujud rokok pun dilarang. Atas dasar kedua butir tersebut maka disimpulkan bahwa promosi rokok dibenarkan sejauh tidak menyalahi huruf C. Akan tetapi rokok tidak dikatagorikan sebagai bersifat adiktif. Kita akan sama-sama melihat referensi dari Pasal 1 butir 1 PP. 19 Tahun 2003 dikatakan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau dan seterusnya yang dihasilkan oleh tanaman nicotian natabakum dan seterusnya, yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Pasal selanjutnya mengatakan bahwa nikotin adalah zat atau bahan atau senyawa pirolidin [Sic!] dan seterusnya, yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan. Jadi ada tiga kata kunci di sana, rokok, nikotin, dan adiktif. Beberapa saat yang lalu ada semacam kontroversi atau diperdebatkan mengenai terminologi adiksi. Sebenarnya istilah adiksi saja itu dapat digunakan untuk beberapa konteks yang menggambarkan adanya ketergantungan psikologis, keinginan yang sangat obsesif, kompulsif. Misalnya adiksi narkoba, atau bertaruh judi, makan, atau juga adiksif kerja, workoholic, termasuk dalam katagori adiksif secara umum. Akan tetapi dalam terminologi medik, adiksi adalah suatu keadaan dimana bahan tergantung pada suatu bahan atau zat untuk berfungsi secara normal. Adiksi pada umumnya berhubungan dengan toleransi terhadap dosis. Artinya selalu ada keinginan untuk menambah dosisnya mencapai level adiksi atau mencapai tingkat kenikmatan yang sudah diperoleh sebelumnya. Apabila zat yang membuat ketergantungan tersebut dihilangkan secara mendadak akan menimbulkan sejumlah gangguan yang spesifik yang tadi sudah disebutkan, lekas marah, tidak bisa konsentrasi, uring-uringan, dan sebagainya. Sekarang kita akan melihat karakteristik produk tembakau. Ini tadi sudah ditayangkan dalam satu presentase yang isinya antara lain bahwa kandungan kimia sebatang rokok kalau rokok itu tidak dibakar jumlah bahan kimia 2.550 konon katanya, asap tembakau 4.000 bahan kimia beracun 69 diantaranya menyebabkan kanker yang terdiri dari komponen padat dan gas. Kali ini kita akan memfokuskan hanya pada nikotin sebagai zat adiktif. Kita akan buktikan apakah nikotin adalah adiktif. Bagaimana perjalanan nikotin di dalam tubuh? Nikotin adalah senyawa organik yang terdapat di dalam tanaman tembakau yang rumus kimianya adalah C10 H14N2. Diserap bisa melalui tiga cara yaitu melalui kulit, serabut lendir, atau paru-paru. Di dalam paru-paru ada sejumlah besar alveoli atau gelembunggelembung udara yang tugasnya untuk memompa udara. Kalau kita ukur permukaannya, jumlah permukaanya, atau luas permukaannya adalah
57
90 kali lebih luas dari pada permukaan kulit. Bisa dibayangkan ketika nikotin masuk kemudian diserap oleh pembuluh darah betapa banyaknya nikotin yang akan mengikuti aliran darah dan sampai ke otak. Dalam waktu 7 detik, sangat singkat nikotin sudah mencapai otak. Apa yang terjadi di dalam otak? Sebelum kita mencermati apa yang dilakukan oleh nikotin, kita memahami bagaimana saraf di otak berkomunikasi. Ketika saya membaca ini, saya terhenyak, saya melhat bagaimana kebesaran Yang Maha Kuasa. Sel-sel saraf secara fisik memang tidak saling berhubungan tetapi dibatasi oleh suatu celah yang namanya sinaps. Sebuah sinyal yang akan disampaikan dari satu sel ke sel saraf yang lainnya harus menyeberangai celah antar dua sel tersebut yang ruang itu dibombardir dengan yagn disebut neotransmiter atau zat kimiawi yang disebut neotransmiter. Neotransmiter ini yang nanti akan diikat oleh reseptor protein di sisi yang berlawanan. Jadi seperti ditangkap oleh neuron di sebelah depannya. Kita lihat gambarnya itu di sebelah kiri, jelas sekali sel saraf di tingkat sambungan itulah terjadi pertukaran informasi atau pertukaran sinyal. Kita lihat bagaimana nikotin diujung dari neuron/di ujung dari sel saraf itu kemudian akan mengeluarkan neurotransmitor yang akan ditangkap oleh reseptor di sel yang berhadapan. Setelah nikotin mencapai otak apa yang terjadi? Nikotin akan mohon maaf barangkali ini terlalu teknis, tetapi akan saya sampaikan karena inilah yang saya baca di dalam bukti-bukti ilmiah. Mengikat reseptaasikaholin [sic]!, ini sebetulnya tidak perlu diingat-ingat dan kemudian mengeluarkan neorotransmitor asitakholin itu dan menstimulasi reseptor kholinergic. reseptor kholinergic itu berfungsi apa? Meningkatkan denyut jantung, frekuensi nafas, kesiagaan. Pada intinya meningkatkan keaktifan tubuh dan ini yang membuat perokok itu merasa semangat, merasa bisa konsentrasi. Di samping itu juga mengikat reseptor (suara tidak terdengar jelas) tadi sudah dipresentasikan oleh dokter Hudoyo sepintas lalu dan (suara tidak terdengar jelas) untuk mengantisipasi (suara tidak terdengar jelas). Inilah sebetulnya kunci atau persamaan nikotin dengan zat-zat adiktif lainnya. Yaitu mengeluarkan neurotransmiter atau zat kimia yang bernama dophamin. Dophamin inilah yang menstimulasi sistem lendik. Apakah system lendik itu? System lendik adalah system yang berhubungan dengan kenikmatan. Misalnya kenikmatan karena kita lapar sekali, terus makan haus sekali, kemudian kita minum. Jadi ada sesuatu kelegaan setelah dophamin ini dipuaskan. ada rasa kenyamanan, rasa cinta, kenikmatan dan banjir dophamin inilah yang mengakibatkan perokok merasakan kenikmatan yang intens. Mekanisme adiksi nikotin. Biasanya, neurotransmiteritu akan segera diserap kembali segera setelah tugasnya selesai. Tapi ini tidak terjadi pada dophamin. Karena nikotin mengikat recycling protein. Jadi dophamin yang menumpuk dicelah antara dua sel itu, menumpuk terus,
58
batu setelah 40 menit, separuh dari efeknya hilang. Apa yang terjadi ketika penumpukan ada di antara dua sel itu? Otak bereaksi. Reaksinya apa? Dia mogok, dia akan menurunkan sensitifitasnya untuk merespon stimulus dalam intensitas yang sama. Dan sel-sel sarafnya diturunkan jumlah reseptornya sehingga perokok membutuhkan dosis lebih besar untuk mempertahankan tingkat kenikmatan. Bagaimana kalau berhenti merokok? Sistem koordinasi atau fungsi-fungsi tubuh yang sejumlah besar membutuhkan nikotin yang sudah biasa dikonsumsi, tidak lagi berjalan dengan baik. Dan ini biasanya menimbulkan reaksi tubuh yang bersifat seperti cepat marah, gelisah, defresi, tidak bisa tidur, tidak bisa buang air besar, dan sebagainya, yang kita sebut sakaw. Di bagian bawah, disebutkan bahwa release dari dophamin ini adalah sama dengan yang dilihat pada heroin dan kokain. Jadi di sini dibuktikan bahwa nikotin tidak berbeda dengan heroin dan kokain. Sesuai dengan terminologi medik maka nikotin di dalam rokok adalah zat adiktif karena memenuhi 4 kriteria. Jadi yang mengatakan bahwa rokok ini sifatnya habitual/kebiasaan, sebenarnya tidak karena secara medik memenuhi 4 kriteria adiktif yaitu dophamin release, craving, keinginan merokok yang sulit ditahan, ada toleransi terhadap dosis, dosisnya senantiasa ingin ditingkatkan dan ada efek sakaw kalau berhenti. Jadi merokok sebenarnya adalah korban. Saya tidak menyukai perokok. Saya bahkan bersimpati pada para perokok. Kita melihat dari sudut sosial. Ini tadi sudah saya sebutkan tapi bukan sekedar zat adiktif, karena zat adiktif disertai dengan 4.000 bahan kimia yang dibawa bersama dengan adiksinya. Kalau tadi pagi dikatakan bahwa bukan hanya rokok yang mengandung zat racun. Betul bukan hanya rokok yang mengandung zat racun karena tadi disebutkan metrosamin salah satu contoh, contoh lain misalnya formalin, formalin itu terdapat tidak terlalu berjumlah besar saja itu sudah menjadi berita sementara rokok ini mengandung antara lain metrosamin, formalin tetapi dalam dosis yang kecil. Jadi adiksi ini juga disertai dengan 4.000 bahan kimia beracun kalau saja bahan kimia itu 10.000 katakan tetapi tidak adiktif dalam dosis kecil akan mudah dimetabolisme tetapi sayangnya ini terjadi berulang sehingga terjadi kumulasi dari bahan-bahan kimia beracun. Kumulasi inilah yang kemudian akan memberikan dampak macam-macam. Adiksi inilah sebetulnya kunci atau sumber dari masalah tetapi adiksi ini pula yang menjamin pendapatan pemerintah akan tetap tinggi. Kita tahu bagaimana sulitnya orang berhenti merokok atau orang berhenti merokok sudah sulit sekali bagaimana 60.000.000 rakyat Indonesia berhenti merokok dan adiksi ini pulalah yang mengakibatkan kita tidak perlu khawatir pengendalian tembakau akan menghilangkan lapangan kerja bagi petani. Susah sekali orang berhenti merokok susah kalau perlu dia sembunyi-sembunyi atau dia membeli rokok murah. Jadi
59
adiksi ini sebetulnya kunci masalah atau kunci keberuntungan, entahlah ini bisa dilihat dari berbagai segi. Rokok dan asap rokok membunuh satu di antara dua penggunanya, demikian kata literatur. Sayangnya efeknya adalah efek jangka panjang sehingga tidak ada sense of urgency. Kita melihat dampaknya baru 20-25 tahun kemudian terutama bagi anak-anak atau remaja tidak percaya, orang itu mati karena merokok. Tidak merokok malah jadi sakit. Dia pusing uring-uringan kalau dia tidak merokok beban biaya pada pihak lain. Jelas bagi perokok ini dia akan memberikan beban kalau dia sakit dan juga pada ekonomi rumah tangga dan beban bagi orang lain yang tidak merokok dan yang berikutnya adalah kegagalan pasar nanti kita akan bahas lebih lanjut, apakah kegagalan pasar itu. Ya rokok adalah produk legal tetapi dikenai cukai. Kita akan bahasa satu–persatu. Kegagalan pasar. Teori ekonomi mengatakan bahwa konsumen mempunyai kedaulatan bagaimana membelanjakan uangnya dengan asumsi bahwa dia tahu apa yang dibelanjakan dan bahwa produk yang dibeli tidak akan merugikan orang lain. Di dalam konsumsi rokok maka konsumen memutuskan untuk membeli rokok tanpa informasi yang cukup bahwa yang dibeli itu bersifat adiktif, bahwa mempunyai konsekuensi penyakit dan kematian, tenggang waktunya lama. Jadi tidak segera kelihatan, dan akan memaksakan beban fisik dan finansial bagi pihak lain. Yang lebih celaka adalah bahwa hampir 80% perokok itu mulai merokok pada usia sangat muda kurang dari 19 tahun ketika masih mencari jati diri sehingga akan susah sekali untuk melihat atau mengevaluasi dampak yang sifatnya berjangka panjang. Ini adalah situasi pasar tembakau dimana konsumen dalam posisi sangat lemah. Produk legal, apa maknanya bagi kita? Kita berhadapan dengan produk yang membahayakan, yang adiktif, yang diterima sebagai produk normal dan bahkan hak, sebuah hak dan adanya resistensi pemerintah untuk meregulasi karena mempertimbangkan penerimaan negara. Jadi proteksi hukum bukanlah opsi tetapi wajib. Artinya proteksi hukum kita sama sekali tidak menginginkan agar industri rokok itu hilang dari muka bumi, sama sekali tidak. Jadi yang kita inginkan adalah bagaimana kita melindungi generasi. Kita bisa hidup berdampingan cara damai dalam arti kita memahami apa yang kita jual, kepada siapa kita jual, apa bahayanya? Tetapi tidak berarti bahwa sama sekali kita menghilangkan industri rokok darimana? Bahkan kita sebetulnya menginginkan dengan pengendalian yang efektif antara nilai dengan cukai kita justru menginginkan cukai yang lebih tinggi dari industri rokok. Walaupun produk normal dikatakan diperlakukan sebagai produk normal tetapi dikenai cukai. Cukai adalah sin tax. Kita mengacu pada UU Nomor 39 tentang cukai menyebutkan bahwa barang konsumen yang dikenai cukai menurut UU ini adalah yang mempunyai karakteristik:
60
1. penggunaannya mempunyai dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan jadi diakui bahwa dampaknya adalah negatif. 2. konsumsinya perlu dikendalikan. 3. distribusinya perlu diawasi dan 4. dikenai pembebanan cukai. Kalau kita melihat seperti ini ada beberapa hal yang memang belum diaplikasikan atau belum diimplementasikan dengan sempurna. Kesimpulan ke dua adalah produk tembakau bukan produk konsumen normal seperti layaknya alkohol karena ada tiga jenis yang dikenai cukai yaitu ethyl alkohol, minuman beralkohol, dan rokok. dan ini bukan produk konsumen yang seperti layaknya alkohol yang bisa diiklankan secara bebas. Kalau kita mengacu kepada UU cukai. Pemandangan ini yang kita lihat sehari-hari. Ini adalah pemasaran produk adiktif yang mematikan dan kalau kita lihat sasarannya sebagian besar adalah anak dan remaja. Lebih celaka adalah distribusi dari rokok pada konser-konser. Kita melihat remaja yang belum mengenal rokok 15% daripada remaja menerima rokok gratis, itu menurut survei W Tobacco Survey 2006. Kalau kita lihat perdagangan tembakau, apa sebetulnya yang terjadi? Yang terjadi adalah yang dikenai adalah potensi adiktif di dalam diri manusia. Setiap manusia mempunyai potensi adiktif di dalam otaknya, di dalam tubuhnya. Inilah yang kemudian dimanipulasi, dikontrol, dieksplotasi untuk sebuah keuntungan. Kita bisa mengatakan benar atau tidak benar tetapi inilah kenyataannya. Yang ke dua adalah reduksi kesadaran kritis masyarakat. Satu bencana sosial yang tidak disadari direduksi menjadi masalah individu. Ini kan pilihan bebas. Pilihan bebas ketika informasi cukup dimiliki oleh konsumen dan korban yang telah teradiksi menjadi jaminan keuntungan jangka panjang. Kita melihat biaya sosial ekonomi dari adiksi nikotin. Apa yang kita hadapi adalah mereka yang terjebak adiksi tidak lagi mempunyai pilihan bebas. Kita melihat sulit sekali orang berhenti merokok. 80% umumnya, ini berbagai studi dan cukup konsisten. 80% perokok ingin berhenti merokok tetapi betapa sulitnya hanya 2% yng berhasil. Tahun 2006 di Indonesia itu remaja 13-15 tahun itu sudah mencoba. 92% tidak berhasil. Tahun 1999 pun demikian, yang pernah merokok 46% yang ingin berhenti 83%, mencoba 2 kali 85% tetapi tetap masih merokok jumlahnya bedanya, hanya 0,5%. Jadi artinya sulit sekali untuk berhenti merokok. Rokok adalah sangat adiktif. Konsumsi rokok meningkat dari tahun ke tahun. Ini akan meningkatkan pendapatan cukai sekaligus keuntungan produsen. Menurut data WHO, jumlah perokok Indonesia nomor tiga di dunia. Dari mana asalnya? 4,8% dari 1,3 milyar jumlah perokok dunia. Kalau saya tidak salah ingat, tahun 2007 maka konsumsi tembakau mencapai 239 milyar batang. Ini yang terjadi dari mana asalnya? Kita lanjut, ini akan menjadi selalu argumen dari pemerintah atau industri
61
bahwa industri rokok memberikan kontribusi cukup signifikan bagi tenaga kerja. Kami lihat, data ini kami peroleh dari 1. BPS dan yang ke dua dari Departemen Pertanian. Tobacco manufacturing, itu saya dapatkan dari BPS, 258.000, itu hanya 0,3% dari total employement tahun 1995. Farmers-nya 684.000 tadi sudah di di presentasikan 0,7 (suara tidak terdengar jelas)-nya 1.100 dan jumlah tenaga kerja adalah 2.000.042. atau 2% dari total tenaga kerja. Tentu saja kami hanya menghitung atau memperhitungkan jumlah tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan tembakau karena tenaga kerja lain mempunyai pekerjaan di sektor lain. Penggunaan tobacco, penggunaan rokok itu meningkat tujuh kali lipat, dari tahun 1960 sampai tahun 2005 yaitu dari 35 milyar menjadi 220 milyar tetapi lahan tembakau, itu kurang lebih konstan, bahkan pada tahun 2000 sampai 2005 itu cenderung menurun. Dengan peningkatan tujuh kali lipat dan jumlah lahan tembakau yang sedikit, kita mempertanyakan darimana supply, darimana kekurangannya? Ternyata waktu ditinjau kembali itu dari impor, impor tembakau dari tahun 2001 sampai 2005 itu mencapai net eksport value nya mencapai rata-rata 35 juta US Dollar, yaitu 2001-2005. Realisasi pendapatan cukai memang meningkat dari tahun ke tahun. Dan yang terakhir tahun 2008, 49,9 trilyun dari 51,2 trilyun total pendapatan cukai. Cukai rokoknya menyumbang yang terbesar. Kurang lebih 50 trilyun tetapi keuntungan industri rokok pun, salah satu contoh saja karena saya mempunyai beberapa contoh, itupun meningkat. Kita melihat keuntungan Sampoerna tahun 2008 adalah 4 trilyun, sekitar 4 trilyun. Berapa kerugian ekonomi? Data ini tidak saya lakukan sendiri. Selebihnya dilakukan oleh dr. Suwarta Kosen. Kita melihat bahwa dari pembelian rokok saja, out of pocket itu rakyat membayar 103 trilyun, out of pocket. Kaya, miskin, sama saja, 103 trilyun. Kita melihat cost kesehatan itu 2,6 trilyun. Kalau kita lihat economic class-nya pada tahun itu adalah 127 trilyun yang kurang lebih 7,5 kali penerimaan cukai pada tahun yang sama. Studi ini dilakukan pada tahun 2001 oleh dr. Suwarta Kosen dari Litbang Depkes. Tahun 2005 dilakukan studi yang sama dan mendapatkan bahwa total economic class adalah 167,1 trilyun atau sama dengan 5 kali penerimaan cukai pada tahun bersangkutan itu tahun 2005 Kita juga melihat pembelian rokok oleh penduduk tetap 103 kurang lebih sama 103 trilyun rupiah. Apa kerugian yang ke dua adalah ancaman generasi yang hilang. Lihat gambar pertama menunjukkan anak di bawah 10 tahun sudah memegang rokok, merah warnanya saya kira ”Gudang Garam” dan ada pemain band itu dipinggir rel kereta api, ketiga-tiganya merokok, anak remaja dan memang kita melihat bahwa semakin banyak remaja kita yang merokok.
62
Jumlah perokok baru pun meningkat cukup drastis terutama pada usia paling muda 5-9 tahun peningkatannya 4 kali lipat. Kalau kita kumpulkan secara agregaf [Sic!] maka jumlah perokok di bawah usia 19 tahun, peningkatannya pada tahun 2001-2004 dua kali lipat dari peningkatan 1995-2001. Ini pada tahun 2004 mencapai 80%, ialah perokok pemula dibandingkan dengan 2001 yang hampir 70% itu adalah dua kali lipat peningkatannya dibandingkan pada tahun 1995 lalu, 64%. Kita melihat bagaimana remaja kita, ini adalah profil remaja Indonesia harapan bangsa merokok, dari 12,7% laki-lakinya pada tahun 1995 menjadi 37% meningkat tiga kali lipat dan kalau lihat rata-rata maka dari 7,1% menjadi hampir 20% atau peningkatan 17,6% dari 1995–2007. Lingkaran kemiskinan, lingkaran setan kemiskinan, circle power of poverty, ada oportunity cost untuk keluarga. Kita melihat, di sebelah kiri bawah itu adalah pengemis yang kebetulan sempat saya ambil fotonya. Kemudian bagaimana penjual koran, tukang gerobak, mereka-mereka yang sudah terjebak pada adiksi rokok. Ini disebabkan karena karena adanya kemudahan akses rokok dan harga yang terjangkau. Kalau kita lihat pada kolom pertama, di sana adalah K.1 atau keluarga termiskin adalah keluarga perokok, kita melihat pengeluaran tembakau atau sirih, itu nomor dua setelah padi-padian, Itu 12% versus 20% untuk padi-padian. Apa yang terjadi sebenarnya? Yang terjadi adalah adanya oportunity cost, kesempatan yang hilang pada keluarga miskin untuk membeli makanan bergizi. Kita lihat itu perbandingan persentase pengeluaran bulanannya. Untuk pendidikan dan untuk kesehatan kita lihat untuk pendidikan kurang lebih enam kali, untuk kesehatan kurang lebih 8 kali, pengeluaran rokoknya. Demikian juga anak jalanan. Jadi jangan dikira hanya anak sekolahan dan anak orang kaya tetapi anak jalanan pun tidak luput dari adiksi rokok. Mengapa? Iklan telah memosisikan rokok sebagai normal. Harganya murah, di mana saja, kapan saja, siapa saja, bisa membeli. Mudah sekali aksesnya. Dan menarik anak jalanan untuk ikut-ikutan merokok. Di grafik sebelah kiri kita melihat bahwa 64,2% dari remaja di bawah 18 tahun, berpendapatan kurang dari Rp20.000,00 per/hari umumnya bekerja di sektor informal. Ada pengemis, ada tukang semir sepatu, ada asongan, dan sebagainya. Prevalensinya cukup tinggi. Artinya dua di antara tiga, mereka adalah perokok, 60% mengeluarkan enam sampai Rp20.000,00 per hari untuk membeli rokok. Ini menyedihkan sekali. Ini adalah generasi Indonesia masa depan. Juga ada satu studi dengan sample yang cukup besar, di semua urban yang membuktikan bahwa orang tua yang merokok atau ayah yang merokok, itu akan mengalihkan pengeluaran rumah tangga dari makanan untuk membeli rokok dan ini menyebabkan malnutrisi pada anak di bawah lima tahun.
63
Itu adalah data-data yang menggambarkan berapa underweight, berapa stanting, berapa childwasting, dan bagaimana kekuatan hubungannya. Sementara sumber informasi masyarakat yaitu peringatan kesehatan berbentuk peringatan kesehatan dibungkus rokok, sangat tidak efektif kita melihat di sana berbagai tulisan bahkan sekarang sudah berubah fungsinya menjadi iklan rokok. Jadi kalau kita melihat tayangan misalnya di televisi dan tayangan itu bagus sekali tetapi kemudian muncul bahwa rokok mengakibatkan dan seterusnya (.....), itu kita tahu bahwa ini adalah iklan rokok sebenarnya. Ini adalah suatu studi yang membuktikan bahwa sebagai sarana edukasi masyarakat bungkus rokok adalah cukup efektif. Artinya hampir lebih 90% orang membaca. Akan tetapi sayangnya bahwa hampir 50% atau hampir separuhnya tidak efektif. Dia tidak percaya akan bunyinya. Sudah tidak mempan lagi, dan sebagian besar memang sudah tidak peduli karena adiksi. Itu 26%. Kita melihat bahwa bungkus rokok Indonesia versus di negara tetangga, contohnya Thailand, Indonesia, Singapura. Untuk rokok yang sama, di dua negara itu telah menggunakan gambar, sementara Indonesia belum. Demikian juga Singapura kita melihat, dan ironisnya rokok – rokok Indonesia yang di ekspor ke luar negeri dan dibuat di dalam negeri di buat di Indonesia itu telah menggunakan gambar. Sementara untuk Indonesia sendiri belum alasannya memang belum ada undangundangnya atau belum ada peraturannya. Tetapi ini akan menjadi perhatian sebetulnya buat kita semua, apa kurangnya Indonesia dibandingkan dengan penduduk di negara lain. Ini adalah slide saya terakhir. Rokok terbukti adiktif. Biaya konsumsi tembakau lebih besar, social dan economic cost. Maaf, ini kesalahan. Penerimaan tembakau itu..., atau social economic cost itu lebih besar daripada penerimaan tembakau. Ketentuan Pasal 46 ayat (3) huruf B tentang Layanan iklan Niaga berlaku pula pada promosi rokok karena rokok adalah adiktif. Dengan demikian, ketentuan pada huruf C yang masih membolehkan promosi rokok sejauh di dalam memperagakan wujud rokok adalah inkonsisten dengan huruf B sehingga melanggar hak konstitusional untuk memperoleh keadilan. Sekian Majelis Hakim Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 76.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih Ahli Dr. Widiastuti. Yang terakhir, Ahli Rohani Budi Prihatin dari P3DI DPR.
64
77.
AHLI DARI PEMOHON : ROHANI BUDI PRIHATIN (P3DI DPR)
Bissmillah, Assalamualaikum wr. wb. Nama saya Rohani Budi
Prihatin, sehari-hari kerja sebagai peneliti di P3DI Sekjen DPR-RI. Lembaga ini adalah men-support anggota dewan untuk membikin RUU dan saya kebetulan adalah legal draftar untuk RUU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan. Saya akan menjelaskan tiga hal penting yang terkait dengan pengertian dan pemahaman saya tentang legislasi yang sekarang berlangsung di internasional, FCTC dan itu sebuah telah sah untuk sebuah traktat internasional tahun 2005. Dan dua hal yang saya akan jelaskan adalah sikap pemerintah Indonesia terhadap FCTC tersebut dan ke tiga adalah mencari solusi oleh karena sikap resistensi yang di nomor dua, karena pemerintah menolak menandatangani FCTC dan bergabung menjadi partij di FCTC. Oleh karena itu, solusinya adalah membikin RUU Pengendalian Tembakau. Dan tiga hal ini akan saya jelaskan, apa kelebihannya dan apa kekurangannya. Silakan berikutnya, FCTC merupakan perjanjian global internasioanl di bidang kesehatan masyarakat di sahkan di 21 Mei 2003 dan sah menjadi traktat internasional sejak 27 februari 2005. Sampai hari ini telah ditandatangani 168 negara. 164 di antaranya sudah meratifikasi. Artinya semua Negara, 164 sudah membikin Undang undang meratifikasi di negaranya masing-masing. Dan kebetulan Indonesia adalah di antara yang di luar itu. Tidak menandatangani dan tidak meratifikasi. Berikutnya, saya akan tunjukkan bahwa gerakan Tobacco Control adalah gerakan global yang tidak hanya di Indonesia dan kita perlu bangga sebetulnya, Indonesia gerakan sadar terhadap bahaya tembakau sebenarnya sudah muncul di tahun 1999 dengan mengeluarkan PP. 81 Tahun 1999. Artinya, jauh empat tahun sebelum terjadi FCTC di WHO Indonesia sudah mendahuluinya walaupun masih ada sejumlah penyempurnaan. Silakan, saya minta izin, tiga menit untuk memutar video. Apa yang terjadi di global, kami mohon maaf. Bisa saya jelaskan sambil jalan tidak apa-apa. Ini adalah terjadi di Cina. Kejadian di Cina bahwa Cina sebagai konsumen perokok terbesar di dunia dan produsen rokok terbesar di dunia. Oleh karena mereka telah mempunyai jumlah penduduk sangat luar biasa, lebih besar dari India. Di Indonesia jadi posisi yang ke tiga. Yang berbeda antara sikap pemerintah ada di Cina, India, dan Indonesia. Dua-duanya Cina dan India menerima FCTC itu sebagai suatu ideal. Di Indonesia kebetulan sikapnya adalah resisten terhadap FCTC. Hal ini dikarenakan FCTC di Indonesia dianggap akan mengganggu stage revenue, penerimaan negara. Hal ini akan terbukti bahwa sebenarnya di negara seperti Afrika sekalipun, (suara tidak terdengar jelas) karena
65
anak kecil membeli rokok dan sebagainya. Hal yang sama sebenarnya terjadi di Indonesia. Itu adalah ada political will dari pemerintah memproteksi terhadap masyarakat bahwa..., jadi ketika WHO mensahkan FCTC Tahun 2003 dan Indonesia salah satu negara yang aktif. Salah satu rapat pada waktu itu dilaksanakan di Indonesia IMB sebelum Internasional (suara tidak terdengar jelas) membahas draft FCTC. Salah satunya pernah diadakan di Indonesia sebelum tahun 2003 dan ini artinya sebenarnya yang saya tunjukkan kepada Hakim Yang Terhormat dan hadirin bahwa gerakan Global Tobacco Control sama sekali bukan pesanan atau menentang seperti kapitalisme yang dijelaskan salah satu oleh Pak WS Wendra. Artinya sebenarnya, masyarakat di Indonesia di negara lain yang sama–sama negara berkembang sekalipun ada kesadaran bahwa sudah saatnya pengendalian tembakau itu dilakukan. Sudah saatnya pengendalian tembakau dilakukan. Minimal bagi calon perokok ataupun anak muda. Anak muda jangan sampai menjadi pencandu rokok, dan ini salah satu yang hal yang sedikit agak berbeda dengan tujuan industri adalah industri akan menginginkan minimal konsumen rokok stabil. Kalau tahun lalu Indonesia mengkonsumsi 127 milyar batang minimal tahun ini ya sama, syukur-syukur naik menjadi 147 milyar batang. Ini artinya apa? Sebenarnya, pada satu sisi industri sebenarnya harus diposisikan, pada suatu saat kira-kira stagnan lah. Berapa sih sebenarnya yang diinginkan oleh industri untuk penduduk Indonesia menjadi perokok. Cukuplah 60 juta, cukuplah 70 juta. Jangan menambah lagi. Itulah market mereka. Marketnya di situ. Jangan ditambah lagi menjadi 100 juta, 120 juta, terus. Menurut saya begitu dalam hal ini. Dari Pemahaman apa yang terjadi di global yang ada di Indonesia. Kenapa FCTC? Ada tiga hal yang paling penting dalam FCTC yang Sebenarnya ini adalah untuk pengendalian tembakau. Satu, naikkan harga cukai yang setinggi-tingginya. Dalam RUU Pengendalian Tembakau saya meminta 65%. Angka ini darimana? Rata-rata dari negara lain, Singapura bahkan sampai 80%, Australia sampai 75% dan lain sebaginya. Artinya sebenarnya apa? Mereka menerapkan cukai yang sangat tinggi, satu hal yang ironi adalah rokok di Indonesia, sama-sama rokok di Indonesia yang ada di Singapura, mereka tidak mempunyai pabriknya, mereka tidak mempunyai buruhnya, tetapi (suara tidak terdengar jelas) yang diterima oleh negara, cukainya, besarannya di sini. Itu karena apa? Mereka menerapkan cukai yang sangat tinggi. Itu artinya apa? Singapura tidak terlalu capai untuk mendapatkan stage revenue untuk menerapkan cukai yang tinggi. Dia tidak punya buruh, dia tidak punya petani, tetapi dia mendapatkan suatu hal yang sangat besar, itu ironi bagi kita yang mempunyai petani tembakau, punya(suara tidak terdengar jelas) linting punya semuanya, di Indonesia
66
tetapi kita mendapatkan yang kecil justru dalam share, market share untuk..., dalam tax. Berikutnya yang sangat penting adalah larangan iklan, promosi dan sponsorship. Kenapa larangan iklan, promosi, dan sponsorship diadopt oleh FCTC? Salah satu yang penting di sana adalah bahwa iklan itu tidak bisa menyasar hanya untuk golongan 17 tahun ke atas. Karena TV itu sesuatu yang anak kecil sekalipun bisa nonton. Artinya apa sebenarnya, pembatasan waktu seperti yang ada dalam PP No.23 Tahun 2003. sebenarnyapun tidak bisa berjalan. Artinya sebenarnya apa? Kalau mau bukti bahwa perokok itu bertambah itu berarti faktor iklan. Faktor apa lagi yang dia itu akan bertambah? Apakah karena memang..., Satu hal yang aneh nanti kita akan sebutkan di akhir adalah anak kecil yang di bawah 4 tahun itu bisa menikmati rokok. Ini berarti apa faktor apa membikin dia menjadi perokok? Oke, bukan iklan. Mungkin orang tuanya teledor, mungkin yang lain. Tetapi dia setidaknya pasti melihat iklan. Satu hal yang sangat pasti. Oleh karena itu, kenapa FCTC suatu hal yang penting adalah larangan iklan, promosi, dan sponsorship. Ini sikap pemerintah Indonesia saya kutip pernyataan menteri Fahmi Indris, Menteri perindustrian, ”Saya
salah satu orang yang mencegah pemerintah Indonesia menandatangai FCTC itu, alasannya? Industri ini menyerap sekitar 12 juta orang.” Data
dari BPS menyebutkan hanya di bawah 2 juta. Sekitar 2 juta, 3 juta. Data dari BPS. Saya menilai ini data 12 juta itu darimana? Atau mungkin petani kan punya istri, punya suami, punya anak satu, atau dua. Kalikan tiga, pas 12 juta. Jadi sebenarnya apakah itu yang mau dihitung? Ataukah industri tidak berkait langsung, pengasong? sebenarnya dia bukan pengasong rokok kan? Ada permen, macam-macam, ada tissue, ada macammacam, tapi dia dihitung sebagai sebagai pengasong rokok. Nah, itu mungkin yang masuk ke dalam daftar 12 juta itu. Jadi bersentuhan langsung dan tidak bersentuhan langsung. Berikutnya pada 2008 setoran suplay rokok mencapai 54 triliun. Betul, datanya ini sangat besar tetapi setelah kita cek sebenarnya data ini tidak ada maknanya seperti yang disebutkan, Profesor Pak Hasbullah Tabrani, tidak ada manfaatnya sama sekali dibandingkan pengeluaran untuk out of pocket, untuk pembiayaan kesehatan. Artinya, sebenarnya jamkesmas, askeskin, dll, itu halnya untuk menutupi biaya pengobatan akibat rokok. Berikutnya apalagi rokok kretek ini adalah produk asli Indonesia. Hampir mirip dengan Pak Rendra tadi, Pak Butet tadi menceritakan tentang ini ciri khasnya. Saya katakan itu memang betul itu ciri khas bangsa Indonesia tapi prosentasinya, ceruk uang yang diambil itu kecil Pak, hanya sekitar 4-5% ceruk yang ada di situ. Apalagi Pak Butet mengoleksi rokok-rokok lokal yang dicetak di perumahan sangat kecil stage revenue yang didapat hanya sekitar 4%. Yang 80% itu di mana?
67
Rokok-rokok besar itu dan kalau ditanya rokok besar itu darimana? Market terbesar Sampoerna, who is on the Sampoerna? Siapa yang memiliki Sampoerna? Phillip Moris. Artinya apa? 30% uang kita itu ada di Phillip Moris. Satu hal yang..., mereka ingin memutarkan. Artinya sebenarnya apa yang ditakutkan seperti Pak Rendra tadi justru sebaliknya. Duit kita mengalir keluar ini. Bukan duit kita itu masuk ke kantong kita, kita kelola sendiri tapi duit kita, kita bayar keluar walaupun sebagian masuk ke buruh kita, petani kita tapi sebagian besar untung yang paling besar ada di MNC itu, multy national corporation. Berikutnya, ini salah satunya gambarannya itu adalah Presiden SBY, sebelahnya Bu Ani, sebelahnya Pak Anggi Kamaru meresmikan sebuah pabrik rokok PT. Putra Pacitan Indonesia. Artinya apa? Ketika global menginginkan berbagai kontrol, di Indonesia malah ayo kita bikin pabrik sebanyak-banyaknya dan marilah jadi perokok sebanyak-banyaknya. Satu hal yang paradoks dan ironi sesuatu yang di luar itu berjalan naik, kita justru menurun. Berikutnya sebenarnya kita itu lebih hebat daripada FCTC. 1999 kita pernah punya PP. 81, 1999. Isinya hampir mirip dengan FCTC hanya bedanya mungkin di larangan sponsor dan promosi. Tapi hampir dengan itu adalah mirip dengan FCTC. Substansi ini agak komprehensif karena apa salah satu hal yang penting adalah iklan di media televisi, elektronik yang tidak diperbolehkan media cetak dan media luar ruang bilboard, dan lain sebagainya. Akan tetapi PP ini ditentang habis-habisan oleh salah satunya industri rokok dan petani juga menentangnya. Sebenarnya apa yang terjadi setelah 5 oktober 1999 muncul PP ini PP ini hanya berjalan 6 bulan. Jadi belum sempat dijalankan selama 1 tahun sudah direvisi. PP 28 3000 tentang Perubahan dan revisinya adalah menggeser dari yang tidak boleh ada iklan menjadi apa? Dari jam yang 21.30 sampai jam 5 pagi. Asumsinya tidak ada anak kecil remaja menonton dari jam 09.30 sampai jam 5 pagi. Agak masuk akal. Cuma bagi anak-anak yang tidurnya di atas itu pasti dia menikmati iklan juga. Berikutnya semakin lemah karena PP.19 2003 aturan-aturan yang seperti iklan di media cetak sekarang sudah bebas tidak ada aturan jam. Artinya industri rokok bisa beriklan kapan saja tanpa pembatasan waktu di media elektronik. Satu hal yang sekarang terjadi perubahan, Majelis Hakim Yang Terhormat adalah pergeseran industri rokok yang tadinya memunculkan brand image. Artinya apa? Yang dijual ada produknya sekarang bergeser menjadi corporate image yang dijual adalah nama baik perusahaannya kita lihat seperti kayak Sampoerna untuk Indonesia, Jarum Bakti Pendidikan dan lain sebagainya. Artinya apa? Menggeser yang tadinya menjual produk menjadi jualan nama baik perusahaan. Ini yang sebenarnya, ”Terjadi satu hal yang sangat cerdas.” Saya mengatakan sangat cerdas, industri rokok membaca peluang-peluang ini sehingga saya akui industri rokok sangat cerdas merespon hal-hal ini.
68
Berikutnya, ini yang tadi saya sebutkan di saat dunia internasional gencar dan lain sebagainya justru di Indonesia masih ketakutan dengan hal-hal yang bersifat ekonomi. Berikutnya, ini salah satu bahwa dokumen industri tembakau yang saat ini sudah di-disclosure, di salah satunya disimpan di perpustakaan University California di Sanfrancisco, salah satu bunyi dokumen resmi mereka itu adalah they, anak-anak dan remaja adalah bisnis kita masa depan. Umur 14 sampai 24 itu adalah umur-umur yang mereka itu akan mengkonsumsi rokok..., di setelah 25 tahun yang ke depan. Oleh karena itu, strategi kami yang pertama adalah direct advertising apeal to the younger smoker. Perokok pemuda itu adalah target sasaran. Jadi sebenarnya, mau diakui atau tidak diakui industri rokok sebenarnya punya dokumen bahwa mereka itu pernah presentasi bahwa anak muda adalah masa depan industri ini. Oleh karena pemerintah menolak FCTC, tidak mau menandatangani, tidak mau menjadi partij, di sejumlah anggota DPR mengusulkan sebuah RUU. Harapan waktu itu sebuah anggota DPR adalah ini adalah RUU inisiatif dari DPR dan itu dimungkinkan dalam sistem perundang-undangan kita bahwa RUU inisiatif DPR. RUU ini ditandantangani 259 anggota DPR, diajukan balik pada waktu itu tahun 2006, 2008, baru dimasukkan dalam prolegnas 2009 tapi sayangnya waktu di DPR sangat sempit karena hanya menyisakan dua masa periode sidang saat ini, periode ke empat dan pertama artinya apa? Kemungkinan undang-undang ini dibahas di DPR menjadi sangat kecil. Oleh karena itu dan yang lebih menyedihkan lagi tidak masuk dalam Undang-Undang 39, Undang-Undang yang akan dibahas tahun 2009. Jadi ini RUU ditinggalkan di prolegnas tahun 2009 saja tetapi tidak dibahas. Oleh karena itu, sebagian isi RUU…, ini, salah satu hal yang penting terkait dengan gugatan teman-teman adalah tentang larangan iklan, promosi, dan sponsorship diadopsi dalam undang-undang ini. Satu hal yang kami minta kepada Majelis Hakim yang terhormat, selamatkan generasi muda. Itu inti dari filosofi Undang-Undang Pengendalian Dan Dampak Rokok. Gambar yang paling bawah, Majelis Hakim yang terhormat itu adalah gambarnya Maulana, di Pakis Haji, Malang. Umurnya 2,8 tahun tapi sudah merokok satu hari empat batang. Jadi apakah betul bahwa ini sesuatu yang sangat adiktif? Saya katakan sangat betul. Kalau negara ini tidak memproteksi, maka siapa yanga akan memproteksi? Bukankah UUD 1945 dalam pembukaan adalah melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Kalau yang kecil ini tidak ada yang melindungi, siapa yang akan melindungi? Kami mohon. Berikutnya keadilan yang seadil-adilnya dari Maejelis Hakim yang terhormat. Demikian wassalamualaikum wr.wb.
69
78.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Sudah ya? Habis? Oke, terima kasih. Baik, Bapak sekalian. Saya kira bisa memperpanjang 20 menit ke depan. Masih ada yang ingin ditanya dari pemerintah? Kalau ada, silakan atau ahli dari pemerintah bisa bertanya kepada ahli dari pemohon. Begitu juga sebaliknya, kalau tidak ada, kita bisa akhiri sidang. Silakan pemohon.
79.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih, Yang Mulia. Pak Rendra yang terhormat, saya ingin bertanya mengklarifikasi tentang kebudayaan. Kalaulah tadi dipahami bahwa industri rokok dan rokok itu adalah bagian daripada kebudayaan nasional, kami mempunyai fakta dan tadi juga sudah dijelaskan bahwa industri rokok sebenarnya yang menjadi market share di Indonesia itu justru bukan merupakan pelaku-pelaku dalam negeri. Berdasarkan data AC Nielsen yang dikutip di dalam buku ”Profil Tembakau Indonesia” bahwa market share untuk tahun 2007 itu 28,2% itu adalah ”Sampoerna” yang nota bene merupakan perusahaan multi nasional yang sudah dibeli oleh Philip Morris International. Baru kemudian 20,23% ”Gudang Garam”, ”Djarum” 20,9% lain-lainnya itu 31,2% . Jadi tidak benar kalau dikatakan bahwa ini adalah bagian daripada bentuk yang memang dikuasai oleh pasar Indonesia. Saya membayangkan sebenarnya apa yang terjadi bahwa ketika bahaya dan beban ekonomi yang ditimbulkan justru 5 kali lipat daripada cukai yang diperoleh dari industri rokok ini, kemudian uangnya pindah capital outflow keluar karena hampir 30% itu adalah Philip Morris International, sedangkan para orang yang sakit dan penyakitnya tidak pindah kemana-mana, mereka tinggal di Indonesia, mereka berobat ke rumah sakit dibayar pakai Askeskin, Jamkesmas yang pagu APBN-nya 570 triliyun dan seterusnya. Jadi APBN kita tercuri oleh industri rokok ini. Pertanyaan saya apakah ini kita harus biarkan begitu saja? Bukankah kita harus berbudaya terhadap bangsa untuk mencegah mereka menjadi orang-orang yang sakit akibat daripada industri rokok ini? Yang ke dua, untuk Pak Bimo, Pak Bimo saya teringat dengan Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa kita harus mencari apa yang disebut dengan kepastian hukum yang adil yang berkeadilan. Kalau Bapak tadi dengan cukup bijak dan independen membandingkan Pasal 46 ayat (3) huruf b dan huruf c benar ada inkonstensi. Sebenarnya alkohol dan zat adiktif ada dalam satu basket, satu keranjang atau lebih teoritis lagi ada dalam satu sistem norma hukum yang meletakkan alkohol, minuman keras dan zat adiktif adalah benda yang dalam satu basket atau satu keranjang, dalam satu sistem norma hukum. Kemudian dinegasikan dengan Pasal 46 ayat (3) huruf c. Sepanjang pendapat Bapak, apakah ini diskriminatif atau tidak? Kalau ini diskriminatif apakah ini berkeadilan kepastian hukum yang adil atau
70
tidak? Saya mohon karena memang bagian penting daripada tugas kami adalah untuk meminta pendapat KPI sebagai pihak yang mengawasi termasuk iklan rokok ini di media penyiaran. Kemudian Pak Kartono, Pak Kartono tadi menyebutkan soal double standard , apakah double standard ini dimaksudkan sebagai sesuatu diskriminatif dan ini adalah bentuk daripada pelanggaran hak konstitusional kita wabil khusus untuk Pasal 28B ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 yang menjamin hak anak untuk dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Kemudian Dr. Tuti, tadi menyebutkan bahwa Dophamin adalah satu faktor yang menjadi titik sentuh antara rokok yang mengandung nikotin dengan narkotika. Kalau demikian, apakah secara scientific mohon ditegaskan bahwa rokok itu adalah tidak beda efeknya dengan narkotik. Saya ingin ketegasan ini untuk bisa menjustifikasi untuk perlindungan daripada anak dalam kaitan dengan hak hidup, kelangsungan hidup, tumbuh kembang yang merupakan hak konstitusional daripada anak-anak Indonesia yang dijamin dalam Undang- Undang Dasar 1945. Terakhir Pak Budi, Rohani Budi Prihatin, di dalam panduan pemasyarakatan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Majelis Hakim ini kami jadikan bukti P-74 bahwa Undang-Undang Dasar 1945 meresepsi prinsip dasar HAM sebagai syarat negara hukum khususnya prinsip dasar HAM yang terkait hidup dan kehidupan. Pertanyaannya adalah dengan begitu dahsyatnya bahaya, efek dan adiksi daripada rokok dan merokok itu termasuk terhadap anak dengan bukti-bukti yang ada, apakah ini sudah melanggar hak hidup dan kehidupan? Dengan keterangan yang seperti ini mohon penjelasan bahwa mohon dijawab ya atau tidak, kalau kita lihat dari penjelasan panduan pemasyarakatan Undang Undang Dasar 1945 tersebut ini bukan hanya sekedar harmonisasi atau masalah harmonisasi instrumen HAM Internasional dalam hal ini adalah FCTC, tetapi adalah lebih kepada syarat negara hukum. Jadi kepatuhan terhadap dasar-dasar HAM dalam konvensi internasional termasuk FCTC itu adalah meresepsi prinsip dasar HAM sebagai syarat negara hukum. Mohon keterangan dan penjelasan lebih lanjut! Dan yang terakhir Pak Budi, kalau tadi disebutkan PP 81 sebenarnya sudah dilarang iklan rokok kemudian berubah menjadi membolehkan. Pertanyaannya adalah kalau kita kembali ke Pasal 46 ayat (3) huruf c yang membolehkan iklan rokok sepanjang tidak memperagakan wujud rokok. Pertanyaan teknisnya adalah apakah term wujud rokok itu mempunyai rasio hukum atau tidak? Rasio legisnya dimana? Apakah di dalam norma lain ditemukan ada term wujud rokok itu? Karena wujud rokok ini sebenarnya adalah menjadi biang daripada justifikasi iklan promosi rokok itu. Demikian Yang Mulia, terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb.
71
80.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Mari kita dengarkan jawaban, mungkin bisa singkat-singkat saja, ada Pak Rendra. Silakan.
81.
AHLI DARI PEMOHON : WS. RENDRA (BUDAYAWAN) Terima kasih, Yang Mulia. Pertama, saya ingin tanggapi, yang secara budaya dalam pengertian karya kreatif harus dilindungi itu rokok kretek atau rokok klembak atau semacam itu. Sebagai jawaban bahwa kita pernah dipaksa menanam tembakau dan rakyat sudah menunjukkan kemampuan kalau tidak bisa diekspor ya diolah sendiri dan dikonsumsi sendiri dan sudah terbukti bisa bertahan sampai sekarang menghadapi krisis ekonomi yang macam apapun. Ini satu asset juga dalam membangun ekonomi bangsa. Seandainya ini dimanfaatkan sebagai salah satu dari asset untuk membangun modal nasional, alangkah baiknya. Tetapi pemerintah kan sampai sekarang dari sejak zaman didirikan dan sampai sekarang tidak pernah mempunyai program yang jelas mengenai membentuk modal dalam negeri, tanpa membentuk industri hulu, dan sekarang sebetulnya kalau dimanfaatkan, sebab saya juga pernah diajak bicara di hearing di parlemen mengenai RUU Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun itu, yang saya tidak bisa menerimanya waktu itu saya kritik “loh bagaimana ini kok undang-undang jangka panjang 25 tahun kok tidak ada rencana untuk menggantikan industri hulu, atau membangun modal dalam negeri, ini bagaimana? Dan lalu tidak ada kaitannya dengan mengkaitkan kepentingan industri kecil menengah dengan makro ekonomi. Ini kan pincang sekali. Nah, untung tidak jadi undang-undang itu, tetapi selalu kita dalam bayang-bayang didikte kekuatan yang lebih besar, untuk sekali lagi memastikan itu dalam bentuk undang-undang bahwa meringankan industri kecil menengah dan sebagainya. Sekarang sebagai industri kecil menengah rokok kretek itu penting sekali dikembangkan dan kita merubah pandangan ekonomi yang didominasi oleh oleh Ordonansi Pajak 1925 itu dengan cara-cara membuat ekonomi yang bebas dan mandiri. Dengan sendirinya tidak mungkin kita membina industri ekonomi yang bebas mandiri tanpa melakukan pembinaan usaha membina usaha modal dalam negeri, industri hulu dan tanpa menyiapkan sumber daya manusia. Tapi sumber daya manusia untuk ekonomi yang mandiri juga susah, adanya revolusi hijau itu memperbodoh rakyat, memperbodoh budaya, seakan-akan pertanian itu bisa direvolusikan, iklim bisa direvolusikan dan sebagainya dan lalu pertanian dikawinkan dengan pabrik pupuk, pada dasarrya pertanian itu dikawinkan dengan peternakan. Apakan peternakan itu dibangun, tidak. Ini juga, kalau rokok kretek itu bisa dimajukan, dilindungi dan lain sebagainya dan didorong para cukong-cukong rokok kretek ini untuk
72
terjun ke bidang yang lebih luas terutama dalam bidang menciptakan industri hulu, ini bagus sekali. Tetapi itu tidak rupanya tidak menjadi perhatian. Memang Saudara juga mengatakan bahwa tidak akan melarang rokok, tidak akan melarang pabrik tembakau, tetapi kalau iklannya ditekan-tekan terlalu jauh, itu ada hipokritisme di sini, sebab iklan kalau dibicarakan ini mempengaruhi, ya memang iklan itu untuk mempengaruhi. Iklan yang dilukiskan tadi itu yang membangun image corporate lalu ataukah yang lalu membujuk, semua iklan membujuk. Supermi, atau agama, atau apa saja, iklan buku, iklan apa saja begitu, itu sifat iklan. Dan kalau ini dihalangi ini namanya menghalangi iklan. Iklan yang sukses, itu iklan yang pintar ya seperti itu, dan kalau memang tidak suka dia minta seperti itu, harus ditanggulangi dengan iklan yang lain, jadi harus ada iklan yang anti rokok, menganjurkan tidak merokok, jadi iklan dengan iklan bersandingan, itu tidak apa-apa, tetapi jangan imperialistik bahwa iklan rokok itu melangggar etika dan lain sebagainya, etikanya siapa? Etika yang imperialistik. Etika itu situasional, etika itu harus berdasarkan kontekstualitas. Kita mau membangun sesuatu kehidupan yang lepas dari kontekstualitas itu namanya ahistoris, ini berbahaya sekali. Kalau kita mengijinkan kebodohan semacam ini terjadi dalam cara berpikir. Tidak setuju tidak apa-apa, saya juga tidak merokok. Saya tidak merokok dan saya juga melakukan propaganda jangan merokok di dalam rumah saya. Tapi saya tidak akan melarang mereka yang mempropagandakan merokok. Saya tidak mau bersikap imperialistik seperti itu. Saya cuma sekedar bilang saya tidak suka bau asbak. Jadi kalau saya kadangkadang ada orang kalau bau rokok ”aduh kamu bau asbak”. Tetapi saya tidak melarang juga. Jadi sikap yang demikian itu, yang wajar-wajar saja itu harus terjadi di dalam memperjuangakn harmoni di dalam kehidupan. Kalau soalnya merokok itu mengganggu kesehatan dan lain sebagainya ini ya mungkin, tapi saya ragu. Saya tidak menganggap itu keterangan scientific, sudah berapa otopsi dilakukan? Tidak. Jadi tahayul. Saya tidak mau menghadapi keterangan-keterangan yang sok ilmiah tetapi sebenarnya tahayul, tidak ada bukti-bukti yang jelas. Dan tahayul kok menempatkan tahayul kok sok dengan sikap yang imperialistik itu tidak baik untuk kehidupan, itu durhaka dan munafik. Wassalam. 82.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Silakan, Pak Bimo.
83.
AHLI DARI PEMOHON : BIMO NUGROHO (KOMIS PENYIARAN INDONESIA) Terima kasih, Majelis Hakim, Sebaliknya dengan Bung Rendra ya, saya tidak menangkap ini sebagai suatu tahayul yang dikemukakan.
73
Saya berterima kasih atas apa yang disampaikan. Tapi ijinkan saya menjawab pertanyaan dari Pemohon, apakah diskriminatif atau tidak. Sebagai anggota KPI dan saksi ahli yang diminta bicara di sini, maka jawabannya adalah ini tidak diskriminatif. Kita melihat ayat ini secara keseluruhan. Kalau kita melihat kembali Pasal 46 ayat (3) siaran iklan niaga dilarang melakukan, jadi ini memang point-point yang dilarang. Point-point yang dilarang, tidak ada yang didiskriminasi di sini. Kami bisa menerima dan menghormati pendapat para saksi ahli bahwa rokok adalah zat adiktif. Kalau kita lihat pada point b dan point c, maka point c menjadi pengecualian dari zat adiktif tersebut, dan itu kami baca juga dalam butir-butir yang lain. Ada pengecualian dalam undang-undang atau peraturan-peraturan. Kalau kita lihat selain pengecualian juga ada penguatan. Penguatan kita lihat misalnya dalam butir e yang merupakan penguatan dari butir d. Jadi kalau pertanyaannya diskriminatif atau tidak, jawaban kami adalah tidak ada diskriminasi di sini. Satu point di sini posisinya sama, a, b, c, d, dan e, itu sama. Bahwa c merupakan pengecualian dari b itu bisa diterima oleh logika bahwa e menguatkan dari d itu bisa diterima oleh logika, ini satu hal. Yang ingin saya sampaikan kemudian adalah pendapat. Kami sebagai anggota Komisi Penyiaran Indonesia memang tidak berhak untuk mengkritisi undang-undang yang melahirkan kami sendiri. Oleh sebab itu kami tidak bisa memberikan jawaban apakah ini perlu dihapus atau tidak. Hanya saja memang perlu kami sampaikan implikasi hukum dari misalnya point c ini dihapus terhadap semua peraturan yang dibuat oleh KPI. Jika point c ini dihapuskan, promosi rokok yang memperagakan wujud rokok, maka dengan sendirinya rokok akan masuk dalam kategori b yaitu zat adiktif. Dengan demikian semua iklan rokok di televisi dan radio akan dihilangkan. Dan kami tidak perlu membuat peraturan penjabaran-penjabaran yang lebih detail mengenai siaran point b maupun point c ini, tetapi dengan saklek mengatakan bahwa tidak boleh ada iklan rokok di televisi maupun radio. Itu saja, terima kasih. 84.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD., M.D, S.H. dr. Kartono.
85.
AHLI PEMOHON : dr. KARTONO CONTROL SUPPORT CENTRE)
MUHAMMAD
(TOBACCO
Terima kasih, karena di meja saya tidak ada microphone mohon ijin untuk berdiri. Jadi yang saya maksud dengan double standard itu adalah prilaku dari industri rokok meskipun sebetulnya kalau kita lihat di web site-nya Philip Morris itu mereka punya bisnis etik yang mereka coba pertahankan secara internasional karena mereka di Amerika di SU lalu
74
mereka mendirikan suatu lembaga lain Philip Morris Incorporated di Swiss, sehingga aturan gambar tentang akibat rokok, tapi di Indonesia tidak. Mengapa tidak? Kalau dia tidak double standard mestinya toh mencetaknya sekaligus toh itu dibuat di Indonesia. Kalau ditanya tentu alasannya Pemerintah Indonesia tidak mengharuskan mengapa saya harus. Jadi di sini menunjukkan bahwa pemerintahlah yang lemah, pemerintah kita yang memang lemah, itu satu hal saya anggap double standard tetapi mereka mengatakan bukan saya double standard, saya cuma mengikuti peraturan undang-undang atau dengan kata lain juga dia mengeledek Pemerintah Indonesia toh salahmu sendiri, pemerintahmu yang lemah kok, mengapa kami yang disalahkan? Itulah menurut pengertian saya mengenai double standard. Sedikit komentar terhadap Bung Rendra, penelitian tentang akibat rokok terhadap kesehatan sudah dimuat di lebih dari 7000 jurnal ilmiah di seluruh dunia, jurnal kedokteran, juga berdasarkan otopsi-otopsi terhadap penyakit jantung, orang yang mati karena jantung, karena stroke, karena kanker, paru-paru terutama, dan sudah dibuktikan di Massachuset. Massachuset, negara bagian Massachuset tahun 1993 menyatakan melarang pengiklanan rokok di tempat umum. Tahun 2003 dilakukan penelitian, terdapat penurunan angka kematian penyakit jantung, akibat rokok sebesar 30% dalam 10 tahun sesudah diundangkannya peraturan itu. Jadi sejak tahun 1957 laporan ilmiah tentang kaitan rokok dengan kesehatan sudah banyak muncul hanya pada waktu tahun 1950-an itu masih kontroversi, karena selalu dibantah oleh industri rokok. Tetapi seperti yang tadi saya kutipkan ucapan atau statement dari hakim di Pengadilan Washington DC yang mengatakan bahwa sebetulnya pabrik rokok tahu, tetapi mereka punya dokumennya, tetapi mereka menyembunyikannya. Yang itu yang kemudian dokumen itu diungkap oleh ”New York Times” dan ”Washington Post” pabrik rokoknya menuntut ”New York Times” dan ”Washington Post” mengatakan bahwa itu dokumen rahasia perusahaan kok diungkapkan. Tetapi hakimnya mengatakan menyalahkan pabrik rokok yang menyembunyikan data mengenai akibat buruk dari rokok. Yang juga mengenai hipokrisi di sini saya kutipkan strategi yang dibuat oleh Tobacco Institute yang didirikan oleh industri rokok untuk menghadapi tuduhan mengenai kesehatan dan rokok adalah creating doubt about the health chart without actually denying it ”. Jadi menciptakan keraguan pada orang-orang bahwa apa benar sih rokok berbahaya buat kesehatan, tanpa menolaknya? Kemudian advocating the public right to smoke itu strategi yang diusulkan oleh Tobacco Institute kepada indusri rokok. Jadi memang lalu orang menganggap apa betul tidak ada bukti? Ya kalau kita di Indonesia mau bukti, kalau memang ingin bukti Bung Rendra, kalau ingin membaca makalah-makalah mengenai itu saya akan bersedia membantu untuk menyediakan makalah-makalah itu tetapi
75
kalau mengatakan apakah dilakukan otopsi, kalau sudah dilaporkan di jurnal ilmiah biasanya soal kematian itu sesudah dibuktikan melalui pemeriksaan otopsi dan pemeriksaan laboratorium yang lain. Lalu di sini saya kutipkan lagi strategi dari Philip Morris dalam menghadapi FCTC mengenai FCTC termasuk soal iklan. Yang diusulkan oleh Monggovan Disquo Endashin [sic!] ini perusahaan pemasaran mungkin, adalah kalau kita mencoba menghadapi WHO, WHO itu tidak usah karena FCTC ini nanti kalau dikeluarkan pelaksanaannya akan memakan waktu 5 atau tujuh tahun katanya, five to seven years dan itu memerlukan uang resources and ekscutive commitment sementara WHO sendiri masih kekurangan uang dan masih banyak menghadapi masalah lain seperti children, women, and work. Jadi sebetulnya buat Philip Morris tidak usah perlu takut dengan FCTC ini karena toh itu nanti eksekusinya itu lama, masih lama. Yang perlu diusulkan oleh NBD kepada Philip Morris adalah ikutlah dalam menyusun kalimat-kalimatnya. Lemahkanlah kalimat-kalimat bahasanya dan kemudian pengaruhi negara-negara anggota untuk menunda adopts, delaying the adoption of the convention dan di sini dikatakan dan karena manfaatkanlah self interest and assumption of the principle yang self interest dari tiap negara anggota yang ini. Jadi manfaatkanlah itu untuk membuat negara-negara itu menandatangani FCTC. Terlepas dari ini, di sini tidak ada bicara rokok kretek atau rokok putih, tetapi bicara rokok terhadap kesehatan, karena yang mengeluarkan WHO tentu concern-nya terhadap masalah kesehatan. Dan soal bahwa mereka itu akan tetap akan mengarah kepada anak-anak muda. Kalau dikatakan kalau iklan itu adalah bagian dari informasi, ya betul. Iklan adalah bagian dari informasi, dan iklan itu salah satu promosi di televisi kalau tidak salah CNN. Iklan itu adalah bagian dari demokrasi, pelajaran demokrasi, karena mengajari orang untuk menentukan pilihan. Tetapi tentunya kalau kita memang berprinsip kayak begitu alkohol pun mestinya kita perbolehkan, mengapa alkohol tidak diperbolehkan, toh itu juga sama saja. Bahaya kesehatan juga tetapi toh orang perlu informasi bahwa ada minuman beralkohol, atau mungkin juga kemudian ganja dan sebagainya, tetapi mengapa yang ini diberlakukan sama-sama berbahaya, sama-sama adiktif, tetapi yang ini dibolehkan dan yang ini tidak dibolehkan, itulah suatu hal yang menurut saya perlakuan yang double standard juga. Dan perlu saya laporkan juga bahwa penelitian dari Academy of Medical Science kalau tidak salah namanya itu di Inggris tahun 2007, mengatakan dua produk legal yang banyak membunuh manusia adalah alkohol dan rokok, dan itu lebih tinggi angka kematian yang ditimbulkan oleh alkohol dan rokok daripada yang ditimbulkan oleh ganja. Karena itu dianggap dua itu produk itu kalau di Inggris legal, kalau di Indonesia alkohol tidak dianggap legal. Saya kira itu, terima banyak.
76
86.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD., M.D, S.H. Terima kasih, berikutnya Ibu Tuti, singkat saja, Bu.
87.
AHLI DARI PEMOHON : WIDIASTUTI SUROJO (INDONESIAN TOBACCO CONTROL NETWORK/ITCN) Terima kasih Yang Mulia, kalau dipandang dari segi adiktifnya nikotin dengan zat psikoaktif lainnya akan sama saja. Perbedaannya adalah di dalam dampaknya yaitu karena menyangkut masalah legal dan ilegal, karena dia legal mengenai masyarakat luas dampak sosialnya lebih luas. Sementara kalau psikoaktif misalnya narkotik itu dampaknya langsung dan sifatnya terbatas
88.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD., M.D, S.H. Dr. Hani.
89.
AHLI DARI PEMOHON : Dr. ROHANI BUDI PRIHATIN (P3DI DPR) Saya klarifikasi saya belum Doktor Pak, masih calon Pak. Yang pertama pertanyaan dari Pemohon adalah apakah ada diskriminatif? Saya jawab ”ya’. Apakah minimal kalau tidak diskriminatif, kontradiksi, saya agak berbeda pendapat dengan Mas Bimo, karena setidaknya kalau memang zat adiktif itu tidak boleh diiklankan maka rokok juga seharusnya wujud atau tidak wujud. Menjawab pertanyaan yang kedua, itu tetap saja kalau memang masuk dalam kategori zat adiktif maka sebenarnya ada perlakuan yang berbeda ketika zat adiktif tidak boleh, terus khusus untuk rokok terus jadi boleh, tetapi dengan catatan tidak menampakkan wujud rokok. Lanjut ke pertanyaan kedua, menampakkan wujud rokok atau tidak rokok sebenarnya bagi saya itu adalah bentuk penghaluan, penghalusan atau setidaknya industri rokok internasional sudah mengklaim mereka masuk dalam katagori zat adiktif. Hal ini yang berbeda di Indonesia sampai sekarang belum yakin dan saya mengutip satu pendapat yang sangat luar biasa dari dosen saya Prof. Mahfud MD bahwa hukum adalah produk dari politik. Kebetulan rezim yang sekarang pertarungan politiknya belum mengarah ke menganggap itu diskriminatif dan menganggap itu kontradiktif, itu saja sebenarnya.Kalau memang ada keinginan itikad untuk menuju hukum yang ideal saya yakin aturan itu seharusnya bisa. Itu kira-kira jawaban saya.
90.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD., M.D, S.H. Baik, cukup saya kira ya. Kita sudah membuka persidangan ini
77
begitu luas karena dibuka sampai beberapa kali untuk memberi kesempatan kepada Pemohon maupun pemerintah untuk mengajukan saksi dan para ahlinya dan hari ini saya kira yang terakhir, untuk itu seminggu ke depan hari Selasa yang akan datang paling lambat dimohon agar pihak Pemohon maupun Pemerintah dan DPR menyampaikan kesimpulan. Sesudah itu baru kami akan tentukan jadwal untuk pengucapan putusan, gitu. Ingin menyampaikan sesuatu? Silakan. 91.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih, Yang Mulia, oleh karena ada perkembangan baru pada hari ini bahwa Bapak Bambang Soekarno adalah menjadi pihak yang berkepentingan dalam perkara ini yang menyebutkan juga tentang Majelis Ulama Indonesia tentang Ijtima’ kami mohon berkenan Yang Mulia untuk menjadikan bukti tambahan, pertama materi Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se Indonesia yang dalam halaman 30-nya menyebutkan rekomendasi keempat yang berbunyi “Pemerintah baik pusat maupun daerah diminta melarang iklan rokok baik langsung maupun tidak langsung”. Ini akan kami mohon berkenan Majelis untuk menjadikan bukti tambahan. Yang ke dua, bukti tambahan berikut adalah asli copy kesepakatan bersama daripada stake holder public health di Indonesia yang salah satunya berbunyi “bahwa rokok adalah zat adiktif, rokok tidak layak untuk diiklankan”, yang dalam hal ini ditandatangani oleh termasuk juga oleh pemerintah dari Departemen Kesehatan, Badan POM dan seterusnya, yang dalam pemahaman kami diposisikan sebagai wujud rasa keadilan masyarakat untuk menciptakan kepastian hukum yang adil sesuai dengan Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945. Yang ketiga, kami akan menyampaikan bukti tambahan pernyataan ketua umum PBID hari ini di koran “Kompas” yang antara lain menyebutkan bahwa rumah sakit saja dibatasi untuk diiklankan. Jadi ini adalah sebuah tambahan bukti yang berkenaan untuk dimasukkan sebagai bahan dari dokumen dari perkara ini. Dan yang terakhir juga mohon untuk mengutip Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan definisi tentang diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atas penggunaan hak asasi manusia. Jadi termasuk dalam hal ini adalah pembatasan dan pengurangan hak asasi manusia. Demikian Yang Mulia, terima kasih atas kesempatannya.
78
92.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD., M.D, S.H. Baik, tolong Panitera diambil itu tadi. Mau disahkan dulu itu buktibukti baru. Dimohon keterangan ahli tadi yang dalam bentuk slide atau yang tertulis dibacakan nanti diserahkan ke kepaniteraan. Kalau belum ada print out-nya mungkin copy file nanti dari panitera. Atas permohonan dari Pemohon ini kita akan mengesahkan materi Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se Indonesia tiga tahun 2009 sebagi bukti baru. KETUK PALU 1X
Kemudian kesepakatan bersama, ini yang menyepakati apa forumnya ini, tinggal tanda tangan dan kesepakatan bersama Muhammad Joni, Fuad Baradja, Wasis, kesepakatan bersama antar apa ini Pak? 93.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Terima kasih, Yang Mulia. Itu adalah kesepakatan bersama dari hasil workshop dan diskusi yang mempelajari tentang bahaya iklan rokok dan di dalamnya adalah stakeholder kesehatan termasuk pemerintah dalam hal ini Badan POM dan pihak Departemen Kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
94.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD., M.D, S.H. Baik, kami sah kan sebagai bukti baru. KETUK PALU 1X
Kemudian yang ketiga ini daftar bukti dari pemerintah, ada 4 bukti T-1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan bukti T-2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Lalu bukti T-3 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta dan bukti T-4 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran. KETUK PALU 1X
79
Tadi Pemohon 3 yang diajukan, cuma 2 ini, apa satunya? 95.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD JONI, S.H., M.H. Ya dua, satu masih menyusul, kami berkenan waktu dalam satu minggu ini, sebelum satu minggu untuk menyampaikannya, dan berkenan Yang Mulia satu lagi adalah buku yang disampaikan oleh Dr. Kartono Muhammad sebagai bukti tambahan dalam perkara ini, Terima kasih.
96.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD., M.D, S.H. Ya, baik nanti disertakan bersama kesimpulan ya. Kita beri waktu satu minggu sampai Selasa jam 12 itu kesimpulan dari masing-masing pihak Pemohon maupun Pemerintah dan DPR sesudah itu baru kami nanti tentukan. Terima kasih Bapak Ibu sekalian, Pemohon, pihak Pemerintah, DPR, para ahli, para saksi sampai ketemu lagi di lain kesempatan dan mungkin di forum lain. Dengan demikian sidang hari ini dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 16.50 WIB
80