RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 145/PUU-VII/2009 Tentang UU Bank Indonesia “”
I.
PEMOHON Adhie M. Massardi; Agus Joko Pramono; Agus Wahid; Ismail Rumadan, S.H., M.H. Manohara Odelia; Daisy Fajarina; Agus Joko Pramono; Andi Syamsudin Iskandar; Ir. Joula Dewi; Ismail Rumadan, selanjutnya disebut Para Pemohon
KUASA HUKUM M. Farhat Abbas, S.H., M.H., Muh. Burhanuddin, S.H., Rakhmat Jaya, S.H., M.H. dan Moh. Yaser Arafat adalah advokat dan konsultan hukum pada kantor hukum Farhat Abbas & Rekan, berkantor di Jl. Mampang Prapatan Raya No. 106, Jakarta Selatan.
II.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapam Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang adalah : ⌧ Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.
1
⌧ Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ”menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
III. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah; a. menjelaskan kedudukannya dalam permohonannya, yaitu apakah yang sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga negara; b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan pengujian
Atas dasar ketentuan tersebut maka Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kedudukannya, hak konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya secara sebagai berikut :
Pemohon
adalah
perseorangan
yang
menganggap
hak
dan/atau
kewenangan
konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapam Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang
IV.
NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. A. NORMA MATERIIL - Sebanyak 2 (dua) norma, yaitu : 1. Pasal 11 ayat (4) Dalam hal suatu Bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan,
2
Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah.
2. Pasal 11 ayat (5) Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan Bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam undang-undang tersendiri.
B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI -
Sebanyak 2 (dua) norma, yaitu : 1.
Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
2.
Pasal 28D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
V.
Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945, karena :
1. Pemohon mendalilkan Pasal 11 ayat (4) dan (5) UU No. 6 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD 1945 karena norma-norma "kesulitan keuangan", yang "berdampak " "sistemik" dan "berpotensi" mengakibatkan "krisis" "yang membahayakan system keuangan" dan seterusnya " dan norma `pembiayaan darurat" sebagaimana yang tertera datam Pasat 11 ayat (4) dan (5) UU No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia adatah tidak jelas. Norma-norma tersebut tidak memberikan kepastian hukum karena terlampau elastis. Apa yang dimaksud dengan kesulitan keuangan, begitu pula apa yang dimaksud dengan berdampak, dan apa yang dimaksud dengan sistemik, apa yang dimaksud dengan berpotensi mengakibatkan krisis bahkan norma krisis itu sendiri tidak jelas.
3
2. Bahwa norma-norma yang tertera dalam Pasal 11 ayat (4) dan (5) UU No. 6 Tahun 2009 terbuka untuk ditafsirkan secara subyektif oleh Otoritas Menteri keuangan dan otoritas Bank Indonesia, sehingga tidak memberi jaminan kepastian hukum..Norma-norma ini membuka jalan bagi Menteri Keuangan dan Otoritas Bank Indonesia untuk melakukan tindakan-tindakan hukum yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Negara hukum.
3. Bahwa frasa " mengalami kesulitan keuangan " yang berdampak krisis, yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, adatah norma yang bersifat terbuka, karena bidak jelas ukuran-ukurannya, sehingga dapat diinterpretasikan secara subyektif oleh Menteri Keuangan dan Otoritas Bank Indonesia.
4. Bahwa frasa "darurat" yang merupakan norma yang tercantum datam Pasat 11 ayat (4) dan (5) UU No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, selain tidak jelas ukurannya, juga harus diinterpretasikan bahwa pembentuk undang-undang telah mengalihkan kewenangan 'konstitusional Presiden menyatakan keadaan darurat kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia. Padahal secara konstitusional kewenangan itu tidak dapat didelegasikan kepada siapapun juga.
5. Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara tegas menyatakan Indonesia adalah Negara hukum, yang sesuai doktrin hukum berimplikasi pada keharusan untuk memberikan dan menciptakan kepastian hukum yang apabila dihubungkan dengan norma dalam Pasal 11 ayat (4) dan (5) UU No. 6 Tahun 2009 maka Pasal ini mengandung pertentangan yang jelas dan terang dengan Pasal 1 ayat (3) UUD RI tahun 1945. dan karena tidak memberikan jaminan kepastian hukum, maka norma-norma di atas harus dinilai juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
VI.
PROVISI 1. Memerintahkan pihak-pihak terkait yakni Mantan Wapres RI H.M. Yusuf Kalla, Wapres Boediono (Mantan Gubernur BI), Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ketua BPK, Jaksa Agung dan PPATK, KPK, LPS untuk hadir di sidang Mahkamah Konstitusi sebgaia Pihak Terkait.
4
2. Memerintahkan PPATK memberikan keterangan/bukti-bukti tentang aliran dana talangan ke Bank Century sebesar Rp. 6,7 trilyun dan diperhadapkan di sidang Mahkamah Konstitusi. 3. Memerintahkan pihak BPK unt7uk mengeluarkan hasil audit investigasi penggunaan dan penyalahgunaan anggaran negara terkait dana talangan ke Bank Century sebesar Rp. 6,7 trilyun dan diperhadapakan di sidang Mahkamah Konstitusi. 4. Memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuka segala rekaman yang berkaitan dengan aliran dana Bank Century. 5. Memerintahkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk membuka pengucuran aliran dana talangan ke Bank Century sbesar Rp. 6,7 trilyun. 6. Menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang no. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan tidak mempunyai kekuatan hukum mengingat karena sudah ditolak DPR RI dan inkonstitusional. 7. Menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 dalam Pasal 29 mengandung cacat hukum/inkonstitusional. 8. Memerintahkan kepada Pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 yang telah ditolak oleh DPR RI secara keseluruhan.
VII.
PETITUM
1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Pemohon; 2. Menyatakan Pasal 11 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasat 28D ayat (1) UUD Negara Republik Indonessia tahun 1945. 3. Menyatakan Pasal 11 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 2 tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia tentang Bank Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 4. Menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 Tahun 2008 tentang jaring pengaman sistem keuangan tidak mempunyai kekuatan hukum
5
mengingat karena sudah ditolak DPR RI dan inkonstitusional. 5. Menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 Tahun 2008 tentang jaring pengaman sistem keuangan Pasal 29 cacat hukum/inskontitusional. 6. Menyatakan kewenangan Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang telah disalahtafsirkan secara luas tanpa batasan yang jelas sehingga sangat berbahaya bagi kepentingan bangsa dan negara. 7. Menyatakan Presiden RI telah menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangannya dalam pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring pengaman Sistem Keuangan. 8. Menyatakan
Presiden
RI
telah
menyalahgunakan
kekuasaannya
dan
kewenangannya dalam pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring pengaman Sistem Keuangan. 9. Menyatakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 untuk segera dibuat aturan pelaksanaannya. 10. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya.
Apabita Majetis Hakim Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-aditnya (ex aequo et bono )
6