RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-III/2005 (Perbaikan I Tgl. 31 Maret 2005)
I.
PEMOHON/KUASA Suyanto, dkk Kuasa Hukum: Bambang Widjojanto, SH., LLM, dkk
II.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 1. Pasal 6 ayat (2) dan (3) (2) Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan. (3) Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumberdaya air tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat. 2. Pasal 7 “Hak guna air dapat berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air.” 3. Pasal 8 ayat (1) dan (2) (1) hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi. (2) Hak guna pakai air memerlukan izin apabila digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada. 4. Pasal 9 ayat (1) “Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.” 5. Pasal 11 ayat (3) “Pola pengelolaan sumberdaya air dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya.”
Bagian Administrasi Perkara pada Biro APP MKRI
6. Pasal 29 ayat (3) “Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama penyediaan sumberdaya air di atas semua kebutuhan.” 7. Pasal 38 “Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan dilaksanakan dengan mengembangkan teknologi modifikasi cuaca dan dapat diusahakan oleh badan usaha dan perorangan.” 8. Pasal 39 “Perorangan dapat mempergunakan air laut yang berada di darat untuk kegiatan usaha setelah memperoleh izin pengusahaan sumberdaya air Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.” 9. Pasal 40 ayat (4) “Koperasi, badan usaha swasta dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaran pengembangan sistem penyediaan air minum.” 10. Pasal 49 “Pengusahaan air untuk Negara lain tidak diizinkan kecuali apabila penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya air telah dipenuhi.”
III. DASAR DAN ALASAN A. DASAR UUD NRI Tahun 1945: 1. Pasal 18B ayat (2) “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adapt beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.” 2. Pasal 28A “Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya.” 3. Pasal 28D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Bagian Administrasi Perkara pada Biro APP MKRI
4. Pasal 28H ayat (1) dan (2) (1) Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mendapat persamaan dan keadilan.” 5. Pasal 28I ayat (2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” 6. Pasal 33 ayat (3) dan (4) (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsi kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
B. ALASAN-ALASAN Pasal berbeda dengan pemohon sebelumnya a. Privatisasi dan/atau komersialisasi akses atas sumberdaya air ¾ Bahwa Pasal 11 ayat (3) UU SDA bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945. ¾ Bahwa isi dalam Pasal 11 ayat (3) UU a quo adalah justifikasi bahwa swasta dapat berperan dalam pengelolaan sumber daya air yang semakin menegaskan rangkaian pasal-pasal yang memandang air adalah komoditas ekonomi. ¾ Bahwa air sebagai sumberdaya milik bersama dewasa ini seringkali tidak dikelola secara bersama adalah sebuah kenyataan. Demikian pula tanggung jawab atasnya tidak dipikul bersama-sama. Lubang ini yang dijadikan pintu masuk oleh pihak yang berkuasa. Karena negara sebagai pihak yang seharusnya bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan penyedian air seringkali merasa tidak memiliki sumberdaya yang cukup untuk mengelola dan menyediakan air maka jalan privatisasilah yang biasanya dipilih.
Bagian Administrasi Perkara pada Biro APP MKRI
b. Penggunaan air laut di darat ¾ Bahwa Pasal 39 UU No. 7 Tahun 2004 bertentangan dengan Pasal 28A, 28H ayat (1) UUD 1945 ¾ Bahwa sebagai dampak Pasal 39 UU a quo adalah pendapatan petani tambak dan garam akan merosot tajam dan bahkan terancam akan kehilangan pekerjaannya sebagai petani garam. Hal ini disebabkan mereka tidak bisa lagi memanfaatkan air laut secara bebas (harus mempunyai izin) padahal air laut merupakan bahan pokok dari proses pembuatan garam dan usaha tambak rakyat. ¾ Bahwa hilangnya pekerjaan sebagai petani tambak dan garam akan mematikan hidup dan kehidupan petani sehingga tidak dapat terwujud kesejahteraan lahir dan batin di Desa Ragung, Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep karena tidak bisa lagi memanfaatkan air laut di darat. c. Privatisasi dan atau komersialisasi air ¾ Bahwa Pasal 49 UU a quo bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945. ¾ Bahwa Pasal 49 UU a quo semakin menegaskan pasal-pasal yang secara sistematis mengubah fungsi sosial air menjadi komoditas ekonomi semata. Pasal yang sama dengan permohonan sebelumnya a. Privatisasi dan atau komersialisasi air ¾ Bahwa Pasal 7, 9, 40 ayat (4) UU a quo bertentangan degan Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945. ¾ Bahwa privatisasi dan/atau komersialisasi SDA akan mendorong kenaikan tarif, terjadinya korupsi, melemahkan control local dan hakhak publik, dan menyebabkan pemborosan apabila dibandingkan dengan pembiayaan oleh negara. ¾ Bahwa air adalah public domain dan hak yang setara atas air bagi setiap individu merupakan hak dasar manusia. UU a quo juga membatasi peran negara semata sebagai pembuat dan pengawas regulasi (regulator). Negara sebatas regulator akan kehilangan kontrol atas setiap tahapan pengelolaan air untuk memastikan terjaminnya keselamatan, dan kualitas pelayanan bagi setiap pengguna air. Negara tidak dapat menjamin dan memberikan perlindungan pada kelompokkelompok tidak mampu dan rentan dalam mendapatkan akses terhadap air yang sehat dan terjangkau. Peran tersebut tidak dapat digantikan oleh swasta yang memiliki orientasi keuntungan sebagai tujuan utama.
Bagian Administrasi Perkara pada Biro APP MKRI
b. Keberadaan dan hak masyarakat hukum adat ¾ Bahwa Pasal 6 ayat (2) dan (3) UU a quo bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. ¾ Bahwa para Pemohon No. 1336 sampai No. 1397 selaku masyarakat hukum adat dan Pemohon No. 1354 selaku pemangku raja dengan gelar Raja Pucuk Adat Gampo Alam di masyarakat hukum adat Luhak Saperapek Nagari Kapar telah terlanggar hak konstitusinya. Konstitusi mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat tetapi kemudian bentuk pengakuan dan penghormatannya dipersempit melalui Pasal 6 ayat (2) dan (3) UU a quo. ¾ Bahwa dengan tidak adanya peraturan daerah setempat yang mengukuhkan masyarakat hukum adat Luhak Saperapek Nagari Kapar berarti negara tidak mengakui keberadaan masyarakat hukum adat Luhak Saperapek Nagari Kapar karena tidak sesuai dengan persyaratan yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (2) dan (3) UU a quo. c. Pembatasan penggunaan air untuk pertanian rakyat ¾ Bahwa Pasal 8 ayat (1) UU a quo bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. ¾ Bahwa diantara para Pemohon No. 1 sampai No. 2063 ada petani yang mengusahakan pertanian rakyat dimana luasan areal pertanian rakyatnya lebih dari 2 Ha sehingga pembatasan penggunaan debit air tersebut sangat merugikan yang dapat menyebabkan berkurangnya pendapatan. d. Hak atas air di luar sistem irigasi ¾ Bahwa Pasal 8 ayat (2) UU a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. ¾ Bahwa hanya petani yang berada dalam sistem irigasi yang berhak untuk memanfaatkan air tanpa izin merupakan bentuk diskriminasi dan perlakuan yang berbeda dihadapan hukum dimana pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi merupakan prioritas dan yang tidak berada dalam sistem irigasi bukan merupakan prioritas. ¾ Bahwa dari antara para Pemohon No. 1 sampai No. 2063 terlanggar hak konstitusinya. e. Prioritas penyediaan sumberdaya air ¾ Bahwa Pasal 29 ayat (3) UU a quo bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. ¾ Bahwa Pasal 29 ayat (3) UU a quo merupakan bentuk perlakuan yang berbeda bagi penyediaan air untuk keperluan pertanian rakyat sehingga merupakan bentuk diskriminatif antara pengguna air untuk keperluan rakyat. ¾ Bahwa adanya perbedaan perlakuan oleh Pasal 29 ayat (3) UU a quo sangat potensial untuk menimbulkan konflik horizontal antar petani yang mengusahakan pertanian rakyat karena petani yang tidak berada
Bagian Administrasi Perkara pada Biro APP MKRI
dalam pertanian rakyat tidak mendapatkan sumberdaya air. Konflik horizontal dapat terjadi ketika pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi tidak mau mengalirkan air ke wilayah lain hanya karena alasan tidak di dalam sistem irigasi. ¾ Bahwa diskrimunasi antara pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi dapat mematikan sumber penghidupan dan kehidupan petani yang mengusahakan pertanian rakyat yang tidak berada dalam sistem irigasi. Pertanian rakyat yang tidak berada dalam sistem irigasi tidak mendapatkan air untuk dapat mengusahakan pertaniannya sehingga tidak dapat menghasilkan produksi pertanian yang dapat dijual sebagai sumber penghidupan. f. Modifikasi cuaca ¾ Bahwa Pasal 38 UU No. 7 Tahun 2004 bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. ¾ Bahwa secara umum pembukaan penggunaan teknologi modifikasi cuaca kepada pihak swasta dan perorangan akan berakibat pada pemanfaatan teknologi untuk orientasi mendapatkan keuntungan semata, selain itu pembukaan keran pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca ini pada pihak swasta dan perseorangan menyimpan potensi konflik tinggi antar para pihak yang berkepentingan. ¾ Bahwa akibat-akibat yang ditimbulkan karena adanya Pasal 38 UU a quo telah melanggar hak konstitusional warga negara karena setiap warga negara mempunyai hak hidup yang baik dan sehat.
IV. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang-Undang PARA PEMOHON; 2. Menyatakan ketentuan dalam Pasal 7, Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 40 (4), Pasal 49, Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 38 dan Pasal 39 Undang – Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air bertentangan dengan pasal 18B ayat (2), pasal 28A, pasal 28D ayat (1), pasal 28H ayat (1) dan (2), pasal 28I ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945; 3. Menyatakan ketentuan dalam Pasal 7, Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 40 (4), Pasal 49, Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 38 dan Pasal 39 Undang – Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 4. Memerintahkan amar Putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian UU No. 7/2004 terhadap UUD 1945 untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30) hari kerja sejak putusan diucapkan.
Bagian Administrasi Perkara pada Biro APP MKRI