www.parlemen.net
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta 10270 Nomor
: 60 /KOM.IIIIV/2005
Sifat
: Penting
Derajat
: Segera
Lampiran
: 1 (satu) eksemplar
Perihal
: Penyampaian RUU Usul Inisiatif Komisi III DPR RI tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Jakarta, 19 Mei 2005
KEPADA YTH. PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
Bersama ini kami sampaikan dengan hormat, Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Anggota Komisi III DEwan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia. Adapun pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar pengajuan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif tersebut adalah 1. Bahwa keberadaan suatu peradilan pidana yang adil (fair trial) merupakan tuntutan dan prinsip dasar hak asasi manusia yang universal dan ciri negara yang demokratis. 2. Bahwa kelancaran dan keberhasilan suatu proses peradilan, khususnya peradilan pidana, akan tergantung pada alat bukti yang berhasil dimunculkan di pengadilan. 3. Bahwa keterangan saksi dan korban merupakan salah satu slat bukti yang dapat memperlancar proses peradilan pidana. Selama ini, para pencgak hukum bahkan masyarakat kurang memberikan peraatian akan pentingnya perlindungan terhadap saksi dan korban, maupun keluarganya. 4. Bahwa untuk mendapatkan keterangan dari saksi dan korban, perlu jaminan perlindungan hukum bagi saksi dan korban untuk dapat memberikan kesaksiannya tanpa tekanan dan/atau intimidasi. 5. Bahwa ketentuan hukum acara pidana atau perundang-undangan lainnya belum memberikan perlindungan hukum bagi saksi dan korban untuk dapat .menyampaikan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dikatakan karya agung bangsa Indonesia, atau perundangundangan lainnya, belum memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Oleh karena itu, keberadaan suatu perundang-undangan yang melindungi saksi dan korban sangat dibutuhkan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, kami mengajukan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia berdasarkan hak konstitusional dan normatif DPR RI yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 128
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Demikian atas perhatian dan perkenannya, kami ucapkan terima kasih.
TEMBUSAN : Sekretaris Jenderal DPR RI.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Keberadaan suatu peradilan pidana yang adil (fair trial) merupakan tuntutan dan prinsip dasar hak asasi manusia yang universal dan ciri negara yang demokratis. Kelancaran dan keberhasilan suatu proses peradilan, khususnya peradilan pidana, akan tergantung pada alat bukti yang berhasil dimunculkan di pengadilan. Salah satu alat bukti yang menentukan adalah yang menyangkut keterangan saksi dan korban. Sebagaimana kita ketahui bersama, banyak kasus yang terjadi belum dapat diselesaikan secara cepat atau tidak dapat terungkap, karena tidak ada atau kurangnya alat bukti yang didapat antara lain dari saksi dan korban. Sebagian besar saksi dan korban merasa enggan atau takut memberi keterangan karena mereka tidak mendapat perlindungan hukum yang jelas. Apalagi dalam kasus-kasus besar yang mungkin melibatkan pihak-pihak yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan tertentu dalam masyarakat, mempunyai peluang untuk memberikan penekanan atau intimidasi pada saksi dan korban agar tidak memberikan kesaksiannya. Di lain pihak, perhatian dari para penegak hukum, bahkan masyarakat, akan pentingnya perlindungan terhadap saksi dan korban, maupun keluarganya, masih terlihat kurang. Hal itu juga didukung oleh belum memadainya perangkat hukum yang memberikan jaminan kepada saksi dan korban untuk dapat menyampaikan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dikatakan karya agung bangsa Indonesia, atau perundang-undangan lainnya, belum memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Kecuali Undang-Undang No. 26 Tahun 2001 tentang Pengadilan HAM yang memerintahkan pengaturan Perlindungan Saksi dan Korban melalui Peraturan Pemerintah untuk itu telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2001 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam pelanggaran HAM. Pembentuk undang-undang diwaktu yang lalu sepertinya, lebih memfokuskan pada perlindungan hukum bagi pelaku tindak pidana yang bersangkutan. Sedangkan perlindungan saksi dan korban terabaikan. Padahal, tanpa saksi dan korban, penegakan hukum tidak akan berjalan lancar dan berkeadilan. Oleh karena itu, keberadaan undang-undang yang melindungi saksi dan korban sangat dibutuhkan agar ada kepastian hukum. Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban terdiri dari VII Bab yang dijabarkan dalam 32 Pasal. Adapun rinciannya sebagal berikut: I
KETENTUAN UMUM Ketentuan Umum dalam RUU memuat beberapa pengertian yaitu Saksi, Korban, Lingkungan Peradilan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Ancaman, Keluarga Saksi dan/atau Korban, dan Perlindungan. Bab ini juga memuat asas dan tujuan perlindungan saksi dan korban.
II
PERLINDUNGAN DAN HAK-HAK SAKSI DAN KORBAN Seorang Saksi dan Korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadinya dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain, berkenaan dengan kesaksian yang Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
akan, tengah, atau telah diberikannya atas suatu tindak pidana. Di samping itu, sejumlah hak diberikan kepada Saksi dan Korban, antara lain berupa hak untuk memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan, hak untuk mendapatkan nasihat hukum, hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan, hak untuk mendapatkan identitas dan tempat kediaman baru, serta hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai kebutuhan. Dalam tindak pidana dengan kekerasan dan pelanggaran HAM berat, seorang korban juga berhak mendapatkan bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial, serta kompensasi dan/atau restitusi. III
LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban merupakan lembaga mandiri yang bertanggungjawab menangani pemberian perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban. Anggota lembaga ini terdiri dari unsur Komnas HAM, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan HAM, Akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Sedangkan pembiayaan lembaga ini dibebankan kepada negara.
IV
TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN Dalam bab ini diatur bahwa untuk memperoleh perlindungan dan/atau bantuan, seorang saksi atau korban harus mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban melakukan pemeriksaan terhadap permohonan perlindungan atau bantuan saksi dan/atau korban yang telah diajukan, dan memberi keputusan tentang perlu atau tidaknya perlindungan dan bantuan diberikan kepada saksi atau korban. Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dapat bekerjasama dengan instansi terkait yang kompeten.
V
KETENTUAN PIDANA Ketentuan Pidana memuat ancaman pidana penjara dan/atau denda bagi setiap orang yang memaksakan kehendaknya atau menghalang-halangi dengan cara apapun, agar saksi dan/atau korban tidak memberikan kesaksian. Ancaman tersebut diperberat sepertiga jika dilakukan oleh pejabat publik. Ancaman pidana juga diberikan kepada setiap orang yang menyebabkan saksi dan/atau korban kehilangan pekerjaan atau dikurangi hak-haknya, karena saksi dan/atau korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan pidana.
VI
KETENTUAN PERALIHAN Jangka waktu pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban paling lambat satu tahun setelah ketentuan ini berlaku. Ketentuan ini juga berlaku bagi saksi dan/atau korban yang tengah menjalani proses peradilan pidana yang belum mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap pada saat berlakunya undang-undang ini.
VII
KETENTUAN PENUTUP Ketentuan ini menyebutkan saat mulai diberlakukannya undang-undang ini.
Demikian secara ringkas keterangan pengusul mengenai perlunya Rancangan UndangUndang tentang Perlindungan Saksi dan Korban dibuat dan materi muatan RUU ini.
PARA PENGUSUL Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DAFTAR NAMA PENGUSUL RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NO
NAMA
NOMOR ANGGOTA
FRAKSI
3
BPD
1
H. NUR SYAMSI NURLAN, SH
2
HJ. AZLAINI AGUS, SH., MH
140
PAN
3
DRS. H. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN
45
PPP
4
AL-MUZAMMIL YUSUF
249
PKS
5
HJ. SOEDARMANI WIRYATAMO, SH., M.Hum
497
PG
6
M. AZIZ SYAMSUDDIN
446
PG
7
DEWI ASMARA, SH
457
PG
8
H. DJUHAD MAHJA, SH, Cn
48
PPP
9
M. IDRUS MARHAM
532
PG
10
H. YUDO PARIPURNO, SH
19
PPP
11
H. MAIYASYAK JOHAN, SH, MH
17
PPP
12
PANDA NABABAN
326
PDIP
13
PATANIARI SIAHAAN
311
PDIP
14
AGUS PURNOMO
272
PKS
15
NURSYAHBANI DATJASUNGKANA, SH
212
KB
16
S.T. DRS. JANSEN HUTASOIT, SE, MM
410
PDS
17
RAHMAT ABDULLAH
256
PKS
18
NADRAH IZAHARI, SH
354
PDIP
19
DJOKO EDHI SOETJIPTO ABDURRAHMAN
173
PAN
20
H. PATRIALIS AKBAR, SH
138
PAN
21
HRM PUPUNG SUHARIS, SH., MH
356
PDIP
22
ARBAB PAPROEKA, SH
184
PAN
23
TRIMEDYA PANJAITAN, SH
301
PDIP
24
M. AKIL MOCHTAR, SH., MH
516
PG
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net