BAB 2 TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
Salah mewujudkan
satu
upaya
agenda
yang
dilakukan
pembangunan
pemerintah
berkelanjutan
Indonesia dilakukan
dalam melalui
pengembangan kawasan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung terbentuknya kawasan konservasi guna mengatur kawasan-kawasan tersebut dengan acuan dan legitimasi formal melalui peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini ditunjukkan
dengan
adanya
pengembangan
dan
peningkatan
intensitas
pengelolaan yang dilakukan pada kawasan kawasan hutan yang masih ada menjadi kawasan konservasi melalui perubahan status kawasan hutan, penunjukkan kawasan-kawasan baru sebagai kawasan konservasi atau perluasan dari taman nasional yang sudah ada. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung terbentuknya kawasan konservasi guna mengatur pemanfaatan kawasan-kawasan tersebut melalui badan khusus dengan menempatkan aparat pemerintah sebagai pelaksananya. Untuk itu pengembangan dan peningkatan intensitas pengelolaan dilakukan pada kawasan kawasan hutan yang masih ada, baik melalui melalui perubahan status kawasan hutan, penunjukkan kawasan-kawasan baru atau perluasan dari taman nasional yang sudah ada untuk dikelola sebaga kawasan konservasi baru. Pada tahun 2007 telah ada 50 unit taman nasional darat dengan luas 12.298.216, 34 hektar dan 7 unit taman nasional laut dengan luas 4.049.541, 30 hektar. Selain itu, saat ini terdapat 236 unit cagar alam darat dengan total luas 4.588.655,44 hektar, dan 8 unit cagar alam perairan dengan luas sekitar 273.515,00 hektar. Terdapat suaka margasatwa darat sebanyak 75 unit dengan luas 5.099.849,06 hektar serta 6 unit suaka margasatwa perairan dengan luas sekitar 338.940,00 hektar (Departemen Kehutanan, 2008). Pada jaman kolonial, pelestarian alam dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan mempertahankan suatu kawasan hutan agar tidak terganggu sehingga bisa digunakan sebagai laboratorium hidup bagi para ahli biologi. Tempat-tempat tersebut juga digunakan sebagai tempat peristirahatan dan 20
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
21
rekreasi menikmati keindahan alam bagi orang-orang Eropa yang saat itu banyak bekerja dipemerintahan Hindia Belanda. Salah satunya adalah ditetapkannya kawasan hutan seluas 280 ha di Cibodas untuk keperluan penelitian flora pegunungan pada tahun 1889 yang menjadi cikal bakal lahirnya Taman Nasional Gunung Gede-pangrango. Dan kawasan hutan seluas 39,941 ha yang berada di Gunung Halimun yang kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia untuk dijadikan kawasan konservasi berupa Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Wiratno et al., 2001).
2.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Secara historis Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) berasal dari cagar alam yang dibentuk oleh pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa itu pelestarian alam dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan mempertahankan suatu kawasan hutan agar tidak terganggu sehingga bisa digunakan sebagai tempat penelitian bagi para ilmuan Eropa. Selain itu tempat tersebut juga digunakan sebagai tempat peristirahatan dan rekreasi menikmati keindahan alam bagi orang-orang Eropa yang banyak bekerja pada pemerintahan Hindia Belanda. Cagar alam tersebut dinamakan sesuai dengan nama tempat kawasan tersebut berada yaitu Cagar Alam Gunung Halimun. Kawasan hutan seluas 39.941 hektar yang berada di Gunung Halimun tersebut setelah merdeka tetap dipertahankan oleh pemerintah Indonesia sebagai cagar alam yang kemudian di konversi menjadi taman nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 282/Kpts-II/1992 menjadi Taman Nasional Gunung Halimun. Pada
tahun
2003
melalui
surat
keputusan
Menteri
Kehutanan
No.175/Kpts-II/2003 tentang alih fungsi kawasan Perum Perhutani, hutan lindung dan hutan produksi terbatas di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Taman Nasional yang semula memiliki luas kurang lebih 39.941 hektar melalui surat keputusan tersebut diperluas menjadi menjadi 113.357 hektar menjadi taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Pulau Jawa. Kawasan taman nasional ini berada dalam tiga wilayah administrasi pemerintah daerah, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
22
dan Kabupaten Lebak. Saat ini TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007a). Taman nasional ini mengalami berkali-kali perubahan status sejak dari pemerintahan Hindia Belanda hingga sekarang.
Taman Nasional Gunung
Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency (2007a) memaparkan beberapa perubahan status kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak sebagai berikut: •
1924 – 1934: Status sebagai hutan lindung dibawah Pemerintah Belanda dengan luas mencakup 39.941 hektar.
•
1935 – 1961: Status cagar alam dibawah pengelolaan Pemerintah Belanda dan Republik Indonesia/Djawatan Kehutanan Jawa Barat.
•
1961 – 1978: Status cagar alam dibawah pengelolaan Perum Perhutani Jawa Barat.
•
1979 – 1990: Status cagar alam dibawah pengelolaan Balai Konservasi Sumberdaya Alam III, Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat I.
•
1990 – 1992: Status cagar alam dikelola oleh Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango.
•
1992 – 1997: Status taman nasional dibawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede- Pangrango.
•
1997 – 2003: Status taman nasional dibawah Penglolaan Balai Taman Nasional Gunung Halimun setingkat Eselon III.
•
2003 – sekarang: Status penunjukkan kawasan menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas 113.357 hektar dibawah pengelolaan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Menurut Dwi Setiyono dalam dalam WG Tenure (2003), ”sebenarnya gagasan untuk merubah Gunung Salak menjadi taman nasional sudah lama dicetuskan dan diajukan oleh Konsorsium Gedepahala (Gunung Gede Pangrango dan Halimun
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
23
Salak) sejak tahun 1995.1 Usulan juga datang dari perguruan tinggi dan LSM yang memberikan argumen-argumen untuk mendukung Gunung Salak dijadikan Taman Nasional diantaranya banjir yang terjadi pada tahun 2001 dan 2002.” Faktor ekologi menjadi pertimbang utama dalam perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dimana
kelompok hutan Gunung
Halimun dan Gunung Salak dianggap sebagai kesatuan hamparan hutan dataran rendah dan pegunungan yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, sumber mata air bagi kepentingan kehidupan masyarakat disekitarnya yang perlu dilindungi dan dilestarikan (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency (2007a). Areal yang menjadi kawasan tambahan adalah kawasan hutan lindung Gunung Salak dan hutan produksi berupa kawasan hutan tetap yang cukup luas yang dikelola oleh Perum Perhutani. Pengelola kawasan berpendapat bahwa bekas hutan produksi diharapkan bisa menjadi daerah penyangga untuk menahan tekanan masyarakat terhadap taman nasional. Sedangkan hutan-hutan lindung disekitarnya dapat berfungsi sebagai koridor bagi satwa dihutan Gunung Salak dan Gunung Halimun.
2.1.1 Kondisi Umum Secara geografis TNGHS terletak pada 106012’58” BT – 106045’50” BT dan 06032’14” LS – 06055’12” LS. Secara administratif terletak dalam tiga wilayah administrasi pemerintahan tingkat kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2008). Sejarah geologi menunjukkan bahwa kawasan ini dulunya merupakan salah satu bagian rangkaian gunung berapi bagian Selatan yang dipengaruhi oleh kondisi Samudra Hindia. Kawasan Gunung Halimun merupakan pegunungan tua yang terbentuk akibat adanya gerakan tektonik yang mendorong ke atas. Sedangkan untuk kawasan pada bagian Gunung Salak merupakan gunung berapi strato type A, dimana tercatat 1
Konsorsium Gedepahala didirikan pada tanggal 21 Juli 1994, terdiri dari enam belas lembaga, dengan niat ikut berpartisipasi atau berperan serta langsung dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi dengan prioritas utama TN Gunung Gede Pangrango dan TN Gunung Halimun (PHKA 1998). Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
24
terakhir Gunung Salak meletus tahun 1938, dan masih memiliki kawah yang masih aktif yang dikenal dengan nama Kawah Ratu. Oleh karena itu sebagian besar kawasan ini mengandung batu-batu vulkanis dengan tanah yang subur dan mengandung potensi tambang emas, menyebabkan banyaknya lahan pertanian dan penambang emas liar yang menimbulkan kendala tersendiri bagi taman nasional. Kawasan ini mempunyai peran yang sangat penting
sebagai areal
penangkapan air sebagai hulu dari sungai-sungai besar mengalir dari kawasan ini ke Laut Jawa (6 buah) maupun Samudra Hindia (5 buah). Kawasan ini menjadi sumber air bagi masyarakat di sekitarnya termasuk kota-kota besar seperti Bogor, Sukabumi, Tangerang, Rangkasbitung dan Jakarta, serta menjadi tempat hidup masyarakat lokal Kesepuhan Banten Kidul, Wewengkoan Cibedug dan masyarakat Baduy, dimana telah terjadi interaksi masyarakat dengan hutan alam yang masih utuh secara turun temurun (Rinaldi et al., 2008). Topografi kawasan pada umumnya adalah bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung. Diantaranya terdapat beberapa puncak gunung : Gunung Salak 1 dengan ketinggian 2211 m, Gunung Salak 2 dengan ketinggian 2180 m, Gunung Sanggabuana dengan ketinggian 1920 m, Gunung Halimun Utara dengan ketinggian 1929 m, Gunung Halimun Selatan dengan ketinggian 1758 m dan Gunung Kendeng dengan ketinggian 1680 m. Adapun curah hujan rata-rata 4000 6000 mm/tahun, musim hujan terjadi pada bulan Oktober – April, musim kemarau berlangsung bulan Mei – September. Dengan iklim yang basah, dari kawasan ini mengalir beberapa sungai yang tak pernah kering dan mensuplai air ke wilayah sekitarnya (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007a).
2.1.2 Fungsi Ekologi dan Pariwisata Menjamin fungsi ekologi menjadi tujuan utama dari pembentukan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sasaran pengelolaan dan pengembangan TNGHS di dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistem yang berkelanjutan dilakukan sejalan dengan peningkatan peranan dan fungsi kawasan pelestarian. Sasaran dalam pengelolaan TNGHS antara lain adalah terjaminnya keaslian keanekaragaman hayati (genetik, jenis dan ekosistem) melalui kegiatanUniversitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
25
kegiatan perlindungan, pengamanan dan rehabilitasi kawasan dan sumber daya alam di dalamnya serta menekan gangguan dari aktivitas manusia melalui peningkatan kesadaran, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar. Di kawasan TNGHS telah diketahui terdapat jenis mamalia sebanyak 61 jenis, dimana terdapat jenis-jenis yang endemik Pulau Jawa dan jenis-jenis terancam punah. Jenis-jenis terancam punah yang masih dapat dijumpai pada saat ini, antara lain: macan tutul Jawa (Panthera pardus melas), (Prionailurus bengalensis),
owa Jawa (Hylobates moloch),
kucing hutan surili (Presbytis
comata), lutung (Trachypithecus auratus), ajag atau anjing hutan (Cuon alpinus javanicus) dan sigung (Mydaus javanensis). TNGHS juga kaya akan tumbuhan, dimana lebih dari 1.000 jenis tumbuhan terdapat di sana (Team Endagered Species GHSNPMP JICA, 2006). Di dalam kawasan TNGHS juga terdapat potensi pariwisata alam, diantaranya fenomena alam: puncak gunung, air terjun, bentang alam, perkebunan teh dan juga terdapat situs-situs arkeologis. Selain wisata alam diatas di TNGHS juga sudah dikenal wisata trekking di alam bebas. Dimana pengunjung dapat melakukan lintas alam dari satu lokasi ke lokasi lainnya, sambil melakukan pengamatan kehidupan liar, keseharian aktivitas masyarakat lokal seperti proses pembuatan gula aren, tanam padi, atau sekedar bertualang. Beberapa jalur trekking yang menarik dikunjungi adalah jalur trekking Citalahab – Ciptagelar – Cipatarasa/Pameungpeuk; Cihamerang–Puncak Halimun Selatan – Pangguyangan dan Cisarua / Lewijamang – Gunung Halimun Utara – Pasir Banteng/ Perkebunan Teh Nirmala (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007a).
2.1.3 Masyarakat Sekitar TNGHS Jumlah penduduk di dalam dan sekitar kawasan TNGHS lebih dari 250.000 jiwa. Dilihat dari segi ekonomi, kemampuan masyarakat sekitar TNGHS cenderung rendah, walaupun sebagian besar tidak termasuk dalam kateogri rumah tangga miskin. Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency (2008) menyatakan bawha secara umum, jumlah rumah tangga miskin di dalam dan sekitar TNGHS dalam wilayah Kabupaten Sukabumi Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
26
berjumlah 15.699 rumah tangga atau 10% dari julah rumah tangga, di Kabupaten Bogor berjumlah 29.718 rumah tangga atau 10% dari jumlah rumah tangga, sedangkan di Kabupaten Lebak berjumlah 26.696 rumah tangga atai 15% dari jumlah rumah tangga. Lebih lanjut dikatakan bahwa degradasi ekosistem hutan banyak terjadi di desa-desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan TNGHS dan diduga terkait erat dengan rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat. Masyarakat lokal yang ada umumnya adalah Suku Sunda, yang terbagi ke dalam kelompok masyarakat kasepuhan dan bukan kasepuhan. Untuk masyarakat kasepuhan, secara historis penyebaranya terpusat di Kampung Urug, Citorek, Bayah, Ciptamulya, Cicarucub, Cisungsang, Sirnaresmi, Ciptagelar dan Cisitu. Masyarakat kasepuhan masih memiliki susunan organisasi secara adat yang terpisah dari struktur organisasi pemerintahan. Bahasa yang umum digunakan oleh masyarakat lokal adalah bahasa Sunda dan mayoritas penduduknya beragama Islam walau masih terdapat yang menganut kepercayaan lama (sunda wiwitan). Masyarakat kasepuhan di TNGHS merupakan bagian dari warisan budaya nasional. Mereka masih memegang teguh adat kebudayaan nenek moyangnya terlihat dalam keseragaman kehidupan sehari-hari, arsitektur rumah, sistem pertanian dan interaksi dengan hutan (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007a). Kehidupan sehari-hari masyarakat bergantung pada sistem pertanian tradisional. Masyarakat umumnya memanfaatkan hutan dan lahan dalam berbagai cara, yaitu seperti huma atau ladang, sawah, kebun, kebun talun dan talun. Adapun hasil utama pertanian masyarakat kasepuhan adalah padi lokal dan biasanya sebagai rasa syukur setiap selesai panen dilakukan pesta panen seren taun (Taman Nasional Gunung Halimun Salak, 2008). Masyarakat kasepuhan menggunakan dan melindungi hutan berdasarkan konsep turun-temurun seperti adanya ‘leuweung titipan’ (hutan titipan), ‘leuweung tutupan’ (hutan tutupan) dan ‘leuweung sampalan’ (hutan bukaan). Masyarakat di sini masih memiliki interaksi yang kuat dengan hutan sekitarnya dan mempunyai pengetahuan mengenai bagaimana menggunakan tanaman atau tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka. Dikatakan bahwa masyarakat kasepuhan mengetahui lebih dari 400 jenis dan menggolongkannya berdasarkan penggunaannya seperti bahan Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
27
bangunan, kayu bakar, bahan dan alat pertanian, obat-obatan, makanan, upacara adat dan lain-lain. Sejak dari dahulu hingga sekarang, pengetahuan tersebut sudah diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini jelas sekali bahwa masyarakat lokal masih mengandalkan pada tumbuh-tumbuhan dari hutan (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007a).
2.1.4 Zonasi dalam Kawasan Taman Nasional Menurut pengelola kawasan (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007a), agar dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat di dalam di sekitar hutan TNGHS, maka ditetapkan adanya pembagian zonasi. TNGHS dibagi menjadi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona khusus, sedangkan di luar taman nasional biasa ditetapkan sebagai zona penyangga.
Gambar 1.2. Zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sumber: Supriyanto (2007)
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
28
Diharapkan, dengan adanya zonasi dapat memberi kepastian bagi masyarakat untuk mengembangkan aktivitas-aktivitas di zona pemanfaatan, zona khusus dan zona penyangga, seperti pengembangan kampung-kampung yang berorientasi konservasi dengan mengadakan berbagai aktivitas konservasi seperti penanaman pohon-pohon asli yang bermanfaat, energi alternatif, ekowisata dan program ekonomi berkelanjutan. Sedikitnya, terdapat 341 kampung yang berada di sekitar TNGHS (Supriyanto, 2007).
Gambar 2.2. Sebaran Kampung Berdasarkan Sejarah Sumber: Supriyanto (2007)
2.1.5 Rencana Pengelolaan dan Pengamanan Kawasan Sampai saat ini, belum ada penetapan batas kawasan TNGHS akibat belum selesainya proses tata batas kawasan, ketidakjelasan pembangian zona dan lemahnya pengakuan masyarakat di lapangan terhadap eksistensi kawasan TNGHS. Dari panjang keseluruhan batas TNGHS (± 1280 km), yang sudah ditata batas 1170 km dan yang belum sepanjang ± 110 km, yaitu di Blok Ciladaeun dan Cisimeut, Kabupaten Lebak sepanjang ± 70 km dan Blok Cimaja Kabupten Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
29
Sukabumi sepanjang ± 40 km. Rekonstruksi batas juga masih perlu dilakukan agar penetapan kawasan TNGHS bebas konflik (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007b). Selain penyelesaian aspek-aspek legalitas kawasan, pengelolaan TNGHS juga didesain agar mampu memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya secara optimal dan menjamin legitimasi keberadaannya secara jangka panjang. Rencana pengelolaan kawasan menjadi acuan aparat taman nasional dalam melakukan kegiatan. Pembuatan rencana pengelolaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang N0. 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2004 tentang perencanaan kehutanan. Rencana pengelolaan kawasan tersebut dalam proses pembuatannya diharapkan bersifat partisipatif dengan melibatkan pihak-pihak lain di luar taman nasional. Masyarakat sekitar kawasan taman nasional merupakan salah satu unsur yang dilibatkan. Penyusunan Rencana Pengelolaan TNGHS 2007 – 2026 dilakukan melalui proses publik yang cukup panjang selama 6 (enam ) bulan terhitung sejak bulan Juni 2006. Konsultasi dan diskusi dilakukan melalui 3 lokakarya besar yang melibatkan para pihak dan pakar untuk menjaring pendapat berbagai sektor dan disiplin ilmu terkait. Rencana Pengelolaan TNGHS 2007-2026 ini disusun sebagai landasan bagi berbagai pihak atau pra pemangku kepentingan dalam menyusun program-program pembangunan di kawasan TNGHS sesuai kewenangan, peran dan kepentingan masing-masing (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2008). Dalam hal pengamanan kawasan, untuk menghindarkan isolasi satwa liar di hutan-hutan sekitar taman nasional, khususnya hutan-hutan di Gunung Salak di sebelah Timur taman nasional dan Gunung Endut di sebelah Utara taman nasional, dilakukan langkah-langkah perlindungan yang ketat, untuk menjamin kesatuan ekosistem, memberikan banyak kesempatan kepada jenis-jenis yang terancam punah untuk tetap bisa hidup (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007a).
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
30
Diakui oleh pengelola kawasan, dari segi pengawasan, TNGHS yang berbentuk seperti bintang atau jemari membuat kawasan ini lebih sulit dibandingkan dengan pengelolaan kawasan yang berbentuk relatif bulat. Apalagi didalamnya terdapat beberapa enclave perkebunan, pemukiman masyarakat tradisional serta beberapa aktivitas pertambangan emas, pembangkit energi listrik panas bumi dan pariwisata massal. Banyak para petani tradisional maupun pendatang sudah tinggal sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai areal konservasi (Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan International Cooperation Agency, 2007a). Taman Nasional Gunung Halimun Salak melakukan patroli dan operasi yang dilakukan oleh Polisi Hutan dengan melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Pamhut-swakarsa. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari sistem pengelolaan kawasan dalam hal pengamanan guna mempertahankan keutuhan kawasan taman nasional. Dalam kasus tertentu operasi gabungan dilakukan bersama antara polisi hutan taman nasional, Pamhut-swakarsa dan
SPORC (Satuan Polhut Reaksi
Cepat) yang ada di kantor pusat Jakarta.
2.2 Koridor Halimun Salak Koridor Halimun Salak (KHS) adalah areal yang memanjang dari barat ke timur yang menghubungkan kawasan Gunung Halimun dengan Gunung Salak dengan luas sekitar kurang lebih 4.200 Ha. Koridor dianggap penting karena kawasan tersebut dapat mendukung kelangsungan hidup keanekaragaman hayati di dua kawasan yang telah mengalami fragmentasi dengan adanya berbagai macam aktifitas manusia, mengingat kawasan ini terbelah dua oleh jalur sutet (saluran tegangan tinggi) dan jalan aspal yang menghubungkan wilayah Kabupaten Sukabumi dengan Kabupaten Bogor. Kawasan ini berbatasan langsung dengan tiga desa yaitu Desa Cihamerang, Desa Kabandungan dan Desa Cipeuteuy di sebelah Selatan dan Desa Purasari dan Desa Purwabakti di wilayah Utara.
Tabel 1.2. Wilayah Administrasi Pemerintahan Kawasan Koridor Halimun-Salak Propinsi Kabupaten Jawa
Sukabumi
Desa Cihamerang
Kecamatan
Luas (ha)
%
Kabandungan
67,11
1.60
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
31
Barat
Bogor
Cipeuteuy
Kabandungan
1.931,21
46.03
Kabandungan
Kabandungan
534,68
12.74
Purasari
Leuwiliang
296,32
7.06
Purwabakti
Pamijahan
1.366,46
32.57
4.195,78
100.00
Total
Sumber: Team Endagered Species GHSNPMP JICA (2006)
Desa Cipeuteuy, dimana penelitian ini dilakukan, melingkupi 46% dari total luas Koridor Halimun Salak, atau sekitar 1.931 hektar. Ini menandakan pentingnya desa ini dalam pengelolaan kawasan konservasi. Berdasarkan hasil analisis dari ketiga faktor fisik penentu kawasan lindung diperoleh total luas kawasan lindung di kawasan Koridor Halimun Salak sekitar 793,45 ha. Desa Cipeuteuy mempunyai hutan lindung terluas yang mencapai 319 hektar.
Tabel 2.2. Luasan Kawasan Lindung Per Batas Administrasi Kawasan Koridor
No
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Propinsi
Luas (ha)
1
Cihamerang
Kabandungan
Sukabumi
Jawa Barat
23,43
2
Cipeuteuy
Kabandungan
Sukabumi
Jawa Barat
319,63
3
Kabandungan
Kabandungan
Sukabumi
Jawa Barat
157,58
4
Purasari
Leuwiliang
Bogor
Jawa Barat
44,63
5
Purwabakti
Pamijahan
Bogor
Jawa Barat
248,17 793,45
Sumber: Team Endagered Species GHSNPMP JICA (2006)
Perhatian untuk wilayah koridor sangat penting karena telah menjadi bagian wilayah pengelolaan TN Gunung Halimun-Salak (TNGHS) sejalan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No.175/Kpts-II/2003
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
32
pada tanggal 10 Juni 2003.2 Koridor ini berfungsi sebagai penghubung dua ekosistem, yaitu Gunung Halimun dan Gunung Salak sehingga menjadi sangat penting baik sebagai kawasan terjadinya aliran genetik dalam upaya pelestarian keanekaragam hayati maupun fungsinya sebagai sistem penyangga kehidupan (Team Endagered Species GHSNPMP JICA, 2006). Data dari Team Endagered Species GHSNPMP JICA (2006) menyebutkan bahwa pada saat sekarang Koridor Halimun Salak telah terfragmentasi karena berbagai aktivitas masyarakat dan adanya infrastruktur bangunan dan prasarana jalan, lahan pertanian/ladang dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat alih penggunaan lahan hutan, serta masih dijumpai terjadinya kegiatan penebangan liar, penambangan liar (batu) dan pembukaan lahan. Hal ini sangat berhubungan dengan sejarah pengelolaannya yang cukup panjang. Keadaan hutan di koridor Halimun-Salak terutama di lokasi Cipeutey-Cisarua-Cisalada dan sekitarnya banyak mengalami kerusakan. Selain kegiatan perkebunan dan pertanian di sekitar hutan, pengambilan kayu merupakan faktor perusak yang cukup besar dan saat ini masih terus berjalan. Adanya jalan penghubung antara pemukiman di wilayah utara dan selatan menambah resiko kerusakan yang lebih parah lagi karena akan memudahkan orang untuk melakukan kegiatan didalam hutan jika tidak diawasi dengan ketat (Rinaldi et al., 2008). Berdasarkan klasifikasi citra satelit (satelite image) tahun 1990 dan 2001, telah terjadi fragmentasi dan degradasi hutan di koridor, sehingga dalam kurun waktu 11 tahun kawasan hutan koridor terdegradasi sekitar 347.523 ha, dari 666.508 ha (1990) menjadi 318.985 ha (2001) dan lebar koridor 1,4 km (1990) menjadi 0,7 km (2001) (Cahyadi, 2003 dalam Rinaldi et al, 2006). Team Endagered Species GHSNPMP JICA (2006) merekomendasikan bahwa diperlukan upaya-upaya pengelolaan untuk meningkatkan fungsi koridor untuk masa yang akan datang di Koridor Gunung Halimun Salak. Dalam
2
tentang Penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, pada kelompok hutan Gunung Halimun dan kelompok hutan Gunung Salak seluas ± 113.357 (seratus tiga belas ribu tiga ratus lima puluh tujuh) hektar di Propinsi Jawa Barat dan Banten menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
33
pengelolaan TNGHS khususnya, kawasan koridor diharapkan menjadi salah satu areal prioritas dalam rangka pengelolaan kawasan. Secara umum, Supriyanto (2007) mempresentasikan desain zona koridor yang terdiri dari zona inti dan zona khusus. Di dalam zona inti, tidak boleh ada kegiatan apapun sehingga diharapkan akan ada restorasi alami dengan intervensi terbatas. Sementar itu, di zona khusus, diharapkan akan ada kegiatan restorasi dengan menggunakan jenis pohon yang bermanfaat, dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan.
Gambar 3.2. Desain Zona Koridor Sumber: Supriyanto (2007)
Sementara itu, Team Endangered Team Endagered Species GHSNPMP JICA (2006) merekomendasikan, bahwa berdasarkan primata, pola penggunaan habitat oleh mamalia selain primata, serta informasi areal-areal dari aspek flora dan burung, kawasan koridor yang dibutuhkan secara ekologi sebagai penghubung ekosistem Halimun dan Salak adalah sepanjang 7,17 km dengan lebar rata-rata Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
34
1,99 km. Zonasi ini dibagi menjadi Zona Halimun (245,71 ha), Zona Salak (468,06) ha, Zona 2 (terbagi dua area 2a: 117,38 ha, 2b: 147,35 ha) dan Zona 3 (terbagi dalam tiga areal 3a: 130,59 ha, 3b: 147,35 ha, 3c: 28,45 ha).
Gambar 4.2 Peta Zonasi Ekologi Kawasan Koridor Halimun Salak dan Sekitarnya Sumber: GHSNPMP-JICA (2006)
Pada Zona Halimun, tidak perlu diadakan restorasi, tapi perlu dilakukan peningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang fungsi koridor, serta meningkatkan kegiatan pengamanan hutan koridor. Pada Zona Salak, juga tidak perlu restorasi, tetapi perlu peningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang fungsi koridor, serta meningkatkan kegiatan pengamanan hutan koridor, monitoring dan evaluasi aktivitas yang dilakukan oleh Chevron, pembangunan fasilitas perlintasan satwa pada areal jalan/fasilitas yang memutus jalur lintasan satwa,
peningkatan kerjasama dalam pengelolaan lingkungan. Pada Zona 2,
kegiatan difokuskan pada penghentian kegiatan penebangan liar dan pembukaan lahan, restorasi areal terbuka, meningkatkan pemahaman dan kesadaran Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
35
masyarakat tentang fungsi koridor, meningkatkan kegiatan pengamanan hutan. Sementara itu, Zona 3 menjadi areal prioritas utama kegiatan restorasi dengan jenis asli cepat tumbuh (areal yang didominasi jenis kaliandra, andam dan alangalang), meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang fungsi koridor, meningkatkan kegiatan pengamanan hutan, menghentikan pembukaan lahan menjadi fungsi lainnya, sebaiknya didirikan menara yang dapat berfungsi ganda yaitu untuk pengamanan kawasan koridor dan sebagai tempat pemantauan satwa liar.
Dengan demikian, jelas bahwa untuk setiap zona, peningkatan
kegiatan pengamanan hutan selalu menjadi prioritas kegiatan.
2.3 Desa Cipeuteuy Desa Cipeuteuy, tempat dimana penelitian ini dilakukan, adalah salah satu desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan Gunung Halimun dan terletak di kawasan koridor. Desa ini menjadi salah satu tempat program-program pemerintah dalam hal ini taman nasional dipraktikan. Program tersebut dijalankan berdasarkan rencana yang telah dibuat sebelumnya dimana masyarakat diposisikan sebagai mitra program yang penting untuk dilibatkan.
2.3.1 Kondisi Umum Desa Cipeuteuy beriklim sejuk karena berada di dataran tinggi di kawasan pegunungan Halimun di Jawa Barat. Jalan menanjak berbatu berkelok-kelok harus dilalui jika hendak menuju desa ini. Semakin jauh menanjak jalan semakin berkelok-kelok mengikuti punggungan bukit. Dengan jurang dalam terdapat di salah satu sisi jalan dimana aliran sungai berbatu berada di dasarnya. Sebelum sampai ke desa akan melewati sebagian lahan perkebunan yang membentuk sabuk mengitari kawasan hutan yang ada di tengahnya. Sebuah model pengelolaan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda dimana perkebunan dikembangkan dengan tujuan ekonomi sedangkan hutan menjadi laboratorium hidup para peneliti selain menjadi tempat rekreasi. Desa Cipeuteuy terdiri dari beberapa kampung antara lain: Kampung Cisarua, Kampung Cipeuteuy, Kampung Darmaga, Kampung Leuwiwaluh, Kampung Pamengpeuk dan Kampung Pandanarum. Kampung-kampung tersebut Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
36
terletak di lereng dan punggungan bukit sebagaimana perkampungan di dataran tinggi Jawa Barat pada umumnya. Antara kampung dipisahkan oleh kebun-kebun sayuran dan sungai berbatu yang menjadi batas alami yang dinamis. Nuansa bekas kampung buruh perkebunan masih terasa di beberapa tempat di desa ini. Rumahrumah berlantai rendah khas perkebunan masih ada yang tersisa dipinggir jalan yang dulu dibangun sebagai bagian dari sarana pendukung perkebunan. Hamparan tanah kebun dan undak-undak sawah akan terlihat dari tempat yang lebih tinggi. Berbatasan dengan hutan yang berada di atas yang merupakan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
2.3.2 Penduduk Desa Cipeuteuy Jumlah penduduk Desa Cipeuteuy sekitar sekitar 6.352 jiwa yang terbagi dalam 1.608 kepala keluarga. Penduduk Desa Cipeuteuy untuk kehidupan seharihari kebanyakan masih tergantung pada lahan pertanian. Mereka menanam padi dan sayur-sayuran sebagai produksi utama selain ketela pohon, pisang dan tanaman pekarangan lainnya. Pemilikan lahan pada umumnya rendah menurut data statistik 0,23 hektar per-KK di Kecamatan Kabandungan. Selain bercocok tanam di lahan sendiri mereka juga menanami lahan-lahan bekas perkebunan yang hak guna usahanya sudah habis menjadi lahan tidur. Di kampung Darmaga dan Leuwiwaluh yang sebagian besar penduduknya bercocok tanam padi dan sayuran, mereka mengatur sistem irigasi secara mandiri. Dimana perawatan saluran dan pengairan persawahan diatur oleh anggota masyarakat yang ditunjuk oleh warga dan diberi imbalan dengan besaran tertentu. Sementara di kampung lain seperti kampung Cisarua dan kampung Cipeuteuy pekerjaan masyarakatnya lebih beragam. Ada yang berdagang dengan membuka warung makan, jual pulsa handphone, jadi tukang ojek, sopir, montir, buruh bangunan atau pembantu rumah tangga di kota. Selain itu ada juga yang bekerja di perusahaan yang ada di sekitar kawasan ini, seperti perkebunan teh Nirmala dan Cianten milik PTP.VIII atau di pertambangan emas yang dikelola PT. Aneka Tambang juga perusahaan tambang panas bumi (geothermal) milik PT. Chevron yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal mereka.
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
37
Sebagian besar penduduk Desa Cipeutey adalah etnik Sunda yang pada umumnya beragama Islam. Disetiap kampung selalu ada minimal satu masjid atau surau yang digunakan sebagai tempat beribadah dan tempat dilaksanakannya pengajian warga. Tempat ibadah tersebut juga berfungsi sebagai tempat menyebarkan informasi melalui pengeras suara yang biasa digunakan untuk azan. Sebagai contoh adalah informasi jika ada gotong royong atau ada warga yang meninggal dunia.
2.3.3 Sistem Pemerintahan Secara administratif Desa Cipeuteuy masuk dalam wilayah pemerintahan Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Pusat pemerintahan desa berada di Kampung Cipeuteuy yang berada di pertigaan jalan menuju perkebunan Nirmala, perkebunan Cianten dan simpang Parung Kuda. Jalan yang menuju ke perkebunan Nirmala dan perkebunan Cianten akan melewati hutan kawasan taman nasional. Jalan tersebut dulunya merupakan bagian dari sarana transportasi yang dibuat oleh pihak perkebunan. Jalan ini menjadi jalan utama warga yang hendak ke Kabupaten Bogor atau ke Kota Cibadak. Di jalan ini sesekali akan terlihat sepeda motor, angkutan desa atau truk sayuran yang akan menuju ke kota. Meskipun sudah ada pembagian secara administrasi pemerintahan, masyarakat Desa Cipeuteuy kadang masih menggunakan istilah ”kemandoran” dalam menyebut suatu wilayah yang terdiri dari komunitas-komunitas kecil. Istilah ”Pak Mandor” masih digunakan untuk menyebut tokoh atau pemimpin mereka. Istilah yang secara umum biasa digunakan pada areal perkebunan skala besar. Menurut salah satu warga kampung Leuwiwaluh (Pak Mandor), tetua mereka dulunya adalah pendatang yang bekerja sebagai buruh perkebunan milik Pemerintahan Hindia Belanda yang terus menetap dan menjadi kampung hingga saat ini. Namun pada perkembangannya banyak pendatang dari daerh lain yang menetap dan menjadi warga kampung. Pendatang dari daerah Lembang Bandung adalah yang paling terkenal di daerah ini. Mereka paling produktif dan terkenal memiliki kemampuan lebih dalam melakukan usaha pertanian secara intensif. Sayur-sayuran seperti kacang panjang, cesin, kol dan cabe menjadi komoditas yang mereka tanam. Hasilnya Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
38
akan dijual ke kota-kota terdekat seperti Leuwiliang, Cibadak hingga ke Jakarta. Dataran tinggi yang dingin dan subur dengan sumber air yang memadai membuat tempat ini sesuai untuk usaha pertanian seperti di atas. Mungkin ini yang menjadi alasan kawasan ini dipilih oleh para pendatang dari Lembang untuk menetap dan mengembangkan usaha pertanian secara intensif.
2.3.4 Desa Koridor Perluasan kawasan taman nasional yang menyatukan dua kawasan hutan menjadi satu unit pengelolaan yaitu kawasan hutan di Gunung Halimun dengan kawasan hutan di Gunung Salak membutuhkan satu area yang menghubungkan keduanya. Kawasan tersebut secara ekologi dikenal dengan istilah koridor yang berfungsi sebagai tempat migrasi, tempat hidup dan sumber pakan bagi satwa yang berada di dua kawasan tersebut. Kawasan ini dalam konservasi dipahami sebagai suatu kawasan yang dianggap penting karena menghubungkan satu ekosistem hutan dengan ekositem hutan lainnya. Di kawasan ini diharapkan tidak terdapat kegiatan yang dapat merusak ekosistem karena dapat mengganggu fungsinya sebagai tempat lintasan satwa antara kedua kawasan tersebut. Meskipun sudah memiliki rencana pengelolaan baik jangka panjang maupun jangka menengah, taman nasional memberi perhatian lebih terhadap kawasan koridor. Hal ini ditunjukan dengan adanya rencana khusus bagi kawasan tersebut. Rencana tersebut diberi nama Rencana Aksi Koridor Halimun Salak dengan tema “menyatukan Halimun-Salak untuk kehidupan lebih baik” sebagai acuan dalam melakukan pengelolaan pada kawasan ini. Rencana tersebut dibuat berdasarkan pada data hasil hasil survei lapangan, meliputi kajian studi di bidang ekologi, sosial-ekonomi dan budaya serta didukung dengan peta hasil interpretasi citra satelit skala besar (Taman Nasional Gunung Halimun Salak, 2009) Desa Cipeuteuy adalah salah satu desa yang terletak dipinggir kawasan hutan Koridor Halimun-Salak. Kawasan hutan ini sebelum menjadi bagian dari taman nasional merupakan kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani. Waktu itu penduduk Desa Cipeuteuy dapat keluar masuk kawasan untuk memanfaatkan kawasan tersebut secara terbatas mengingat kawasan tersebut masih berstatus hutan produksi. Mereka memanfaatkan kawasan ini karena Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
39
terdapat berbagai sumberdaya hutan yang penting bagi mereka seperti kayu bakar sebagai sumber energi, rumput untuk pakan ternak terutama kambing, berbagai jenis tanaman obat, serta berbagai jenis buah-buahan dan sayuran untuk kebutuhan hidup. Setelah menjadi kawasan taman nasional, kawasan ini dianggap perlu untuk dilakukan upaya restorasi agar kawasan tersebut dapat berfungsi sebagaimana yang diinginkan. Menurut pihak taman nasional saat ini tekanan terhadap hutan di Koridor Halimun Salak terus meningkat akibat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan dan kebutuhan akan lahan untuk pemukiman dan pertanian. Untuk melindungi kawasan ini dari kerusakan lebih lanjut taman nasional bersama LSM membentuk organisasi lokal yang disebut Jarmaskor (jaringan masyarakat koridor) yang beranggotakan masyarakat sekitar hutan koridor termasuk desa Cipeuteuy sebagai bagian dari strategi untuk memperkuat perlindungan hutan di kawasan ini. Dengan hilangnya akses masyarakat terhadap kawasan ini taman nasional membuat program yang dapat memberi kompensasi melalui kerja sama dengan pemerintah Kabupaten Sukabumi. Lokasi Desa Cipeuteuy yang berada di dekat kawasan koridor yang dianggap penting oleh taman nasional membuat desa ini mendapat perhatian khusus dalam artian mempunyai peran penting terhadap keberhasilan taman nasional dalam mengelola kawasan tersebut. Desa Cipeuteuy dikatagorikan sebagai daerah penyangga bagi kawasan koridor. Hal ini yang membuat desa ini menjadi target dari berbagai program yang melibatkan berbagai pihak diantaranya taman nasional, pemerintah daerah, dan juga LSM sebagai tempat implementasi berbagai program. Tujuan dari program tersebut adalah agar dapat berpartisipasi menjaga kawasan koridor yang dianggap penting dan ikut serta dalam upaya merestorasi kawasan hutan yang anggap sudah mengalami kerusakan secara ekologi. Desa ini juga dipilih sebagai tempat dicanangkanya zona khusus dan restorasi kawasan taman nasional yang diselenggarakan oleh pihak taman nasional bekerja sama dengan pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi. Dalam acara tersebut dihadiri oleh Bupati Sukabumi dan juga Direktur Jenderal PHKA serta LSM dan swasta. Bupati Sukabumi menyambut baik gagasan adanya zona khusus Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
40
di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak karena dianggap mampu memberi imbal balik dengan memungkinkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kawasan dan sekaligus memberi akses masyarakat ke taman nasional. Sejak perluasan kawasan taman nasional yang merubah fungsi kawasan ini dari fungsi produksi menjadi fungsi konservasi, akses penduduk Desa Cipeuteuy dalam memanfaatkan kawasan tersebut menjadi tertutup. Papan peringatan yang berisi larangan dan sangsi sudah dipasang di batas kampung dengan kawasan hutan. Mobil patroli polisi hutan kadang lalu lalang melalui jalan aspal yang memang sudah ada sebelumnya. Pada saat pemerintah pusat membuat kebijakan konversi minyak tanah menjadi gas mereka mengalami kesulitan bahan bakar untuk memasak. Gas LPG 3 kilo-an pembagian pemerintah tidak sampai di kampung mereka sementara minyak tanah sudah menjadi barang yang langka. Sedangkan program yang dikembangkan sebagai kompensasi atas akses mereka belum dapat menggantikan manfaat langsung yang mereka peroleh dari kawasan tersebut sebelumnya.
2.3.5 Model Kampung Konservasi Menjadikan desa di sekitar kawasan sebagai model bukan hal yang baru dalam pengelolaan taman nasional. Sejak tahun 1993 Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan Taman Nasional (TN) mengembangkan program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi melalui skema pengembangan daerah penyangga kawasan. Pada tahun 2006 diperkenalkan konsep pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga kawasan yang diberi nama Model Desa Konservasi (MDK). Desa konservasi adalah model yang memberi peluang kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi untuk terlibat aktif dalam upaya pengelolaan kawasan konservasi. Model ini bisa berbeda dari satu kawasan dengan kawasan lain tergantung pada kebijakan pengelola kawasan tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa masyarakat lokal memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan sumberdaya alam di sekitarnya sehingga penting dilibatkan dalam pengelolaan kawasan tersebut. Di samping itu, masyarakat sekitar kawasan akan mau memberikan komitmen jangka Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
41
panjang dalam pengelolaan konservasi apabila ada kepastian akses manfaat dan akses kepada proses pengambilan kebijakan dalam sistem pengelolaan kawasan. Untuk itu Taman Nasional Gunung Halimun Salak menggunakan model tersebut dalam pengelolaan kawasan. Mereka membentuk Model Kampung Konservasi di beberapa kampung di Desa Cipeuteuy. Dimana komunitas lokal dilihat sebagai kekuatan potensial yang dapat dimobilisasi untuk mendukung konservasi di taman nasional ini. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan dapat membantu keberlanjutan program pemulihan ekosistem Koridor Halimun Salak sebagai kawasan penting namun rentan akan terjadinya kerusakan. Disini partisipasi dianggap sebagai kunci keberhasilan dari program tersebut. Ketika program model kampung konservasi mulai dilakukan di Desa Cipeutey, sebagian besar anggota kelompok tani menjadi peserta yang diundang dalam pertemuan yang diselenggarakan taman nasional bekerjasama dengan LSM. Mereka diundang karena adanya sosialisasi tentang program Model Kampung Konservasi yang akan di implementasikan di dusun mereka dan beberapa dusun lain di Desa Cipeuteuy. Dalam pertemuan tersebut dibentuk kelompok peduli lingkungan yang disingkat dengan Kopel. Sebagian besar anggota Kelompok Tani Selaras berpartisipasi menjadi anggota kelompok Kopel sebagai bagian dari program MKK taman nasional dalam mengelola kawasan hutan konservasi.
Kopel kemudian dibentuk di
beberapa kampung lain yang ada di Desa Cipeuteuy yang menjadi model kampung konservasi, diantaranya di dusun leuwiwaluh, Sukagalih, Cisalimar 1, Cisalimar 2 serta di Cilodor. Model kampung konservasi ini dibuat dengan tujuan agar masyarakat Desa Cipeuteuy dapat hidup berdampingan dengan taman nasional dalam taraf hidup yang layak baik secara ekologi, sosial dan ekonomi. Dalam menjalankan program MKK taman nasional bekerjasama dengan pihak pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi beserta jajaran di tingkat Kecamatan Kabandungan dan pemerintah Desa Cipeuteuy. Dimana pemerintah daerah berperan dalam Sistem Dukungan Masyarakat Hulu (SISDUK) yang berorientasi pada pemberian insentif finansial bagi masyarakat yang telah memenuhi kriteria tertentu. Tujuan utama dari SISDUK adalah pengembangan kemandirian masyarakat berbasis ekonomi kerakyatan. Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
42
Insentif finansial yang dialokasikan pemerintah daerah melalui program sisduk tersebut diberikan kepada mereka yang tergabung dalam kelompokkelompok MKK yang telah dibentuk. Setiap kelompok diwajibkan mengajukan proposal yang akan disampaikan ke desa kemudian dinilai oleh tim verifikasi di tingkat kecamatan. Hanya kelompok yang memenuhi kriteria yang akan mendapatkan bantuan finansial dalam pengembangan ekonomi sesuai denga proposal yang telah diajukan. Hingga penelitian dilakukan, program SISDUK telah mengucurkan dana sejumlah 30 juta yang terbagi kedalam 6 kelompok MKK. Dana tersebut digunakan kelompok dalam membantu usaha mereka di bidang pertanian dan perikanan. Selain mendapatkan insentif dari program SISDUK, beberapa anggota kelompok juga dilibatkan dalam penentuan tata batas kawasan yang belum terselesaikan, penanaman pohon di kawasan yang sudah terbuka dan menandatangani nota kesepakatan antara kelompok MKK dengan pihak taman nasional. Dalam pembuatan nota kesepakatan antara taman nasional dengan masyarakat melalui kelompok MKK tidak semua kelompok bersedia ikut menandatangani kesepakatan tersebut, hanya satu kelompok yang bersedia. Baru kelompok MKK dari dusun Pandanarum yang telah memberikan tanda tangan kesepakatan yang diantaranya berisi tentang agar masyarakat tidak menambah luas lahan garapan, siap dipindahkan setelah lima tahun dan tidak memanfaatkan hasil hutan berupa kayu.
2.3.6 Warga Ditangkap, Program Terhenti Dari keterangan para saksi di persidangan dijelaskan bahwa operasi di lakukan oleh Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) bersama Pamhut Swakarsa. Operasi ini dilakukan atas dasar surat perintah dari Jakarta dan dilakukan secara serentak di Bogor dan Lebak Banten. Penangkapan Pak Lili dan Pak Atang dilakukan dalam operasi tersebut karena adanya tumpukan kayu yang jenisnya sama dengan jenis kayu yang hilang. Dan rotan yang digunakan untuk mengikat kayu tersebut hanya ada di taman nasional. Dan jarak rumah tumpukan kayu ke tempat kayu yang hilang hanya 1-2 km saja. Selanjutnya mereka melalui proses panjang di Pengadilan Negeri Cibadak hingga pada tanggal 12 Juni 2008 hakim Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
43
pengadilan negeri Cibadak mengetuk palu sebagai tanda telah jatuh vonis hukuman bagi dua orang warga desa Cipeuteuy vonis satu tahun penjara potong masa tahanan. Penduduk Desa Cipeuteuy berada dekat dengan kawasan hutan Koridor Halimun Salak, disatu sisi mereka dibutuhkan partisipasinya dalam pengelolaan kawasan hutan taman nasional. Keterlibatan mereka sangat dibutuhkan karena kebijakan yang bernuansa kerakyatan telah menjadi rencana pemerintah dalam melakukan pembangunan berkelanjutan. Disisi yang lain mereka juga menjadi objek kontrol melalui patroli dan operasi penangkapan yang berakhir dengan dipenjarakanya dua orang warga desa. Kejadian tersebut mendapat respon dari penduduk desa yang dapat diketahui melalui kehidupan mereka sehari hari dimana program-program yang telah direncanakan taman nasional di Desa Cipeuteuy menjadi terhenti.
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
BAB 3 RESPON MASYARAKAT TERHADAP PRAKTIK PENGELOLAAN
Dalam melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi taman nasional memiliki otoritas terhadap kawasan hutan dengan mendapat legitimasi secara formal dan dijamin oleh undang-undang. Pengamanan dan pengawasan kawasan hutan dilakukan sebagai bagian dari program pengelolaan dengan tujuan untuk menjamin keutuhan kawasan konservasi dan mencegah terjadinya kerusakan hutan. Patroli dan operasi yang dilakukan oleh aparat taman nasional dapat berujung pada operasi penangkapan dan penahanan jika ditemukan adanya pelanggaran terhadap aturan yang sudah ditetapkan. Kebijakan perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak membuat Desa Cipeuteuy menjadi salah satu desa yang letaknya dekat dengan kawasan hutan Koridor Halimun Salak. Patroli sering dilakukan di kawasan ini baik di hutan koridor maupun di kampung-kampung yang letaknya dekat dengan kawasan hutan. Patroli secara reguler dilakukan untuk mengontrol akses masyarakat terhadap kawasan tersebut. Dalam melakukan pengamanan dan pengawasan hutan taman nasional bekerjasama dengan unsur masyarakat yang telah menjadi anggota Pamhut-Swakarsa, juga satuan polisi hutan dari luar taman nasional seperti Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) yang berkantor di Jakarta. Tiga unsur aparat diatas pada tanggal 03 maret 2008, pukul 21:00 melakukan operasi gabungan di salah satu kampung yang ada di Desa Cipeuteuy. Dalam operasi ini dua orang warga Kampung Leuwiwaluh yaitu Pak Lili dan Pak Atang ditangkap oleh tim gabungan karena memiliki sejumlah kayu yang diduga berasal dari kawasan hutan taman nasional. Peristiwa penangkapan tersebut mendapat respon dari masyarakat Desa Cipeuteuy yang masih menggunakan kawasan hutan dalam memenuhi beberapa kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya peristiwa tersebut mereka melakukan berbagai tindakan sebagai respon atas praktik pengelolaan yang dilakukan di desa mereka.
44
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
45
3.1 Mencari Bantuan dari Luar Desa Berbagai upaya dilakukan oleh penduduk Desa Cipeuteuy dalam upaya membebaskan dua orang warga yang ditangkap oleh satuan pengamanan hutan taman nasional. Pada malam yang sama mereka beramai-ramai mendatangi kantor Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak tempat kedua warga pertama kali ditahan. Negosiasi secara formal dilakukan melalui pemerintahan desa yang diwakili oleh kepala desa dan beberapa tokoh masyarakat dari kampung-kampung yang ada. Upaya-upaya tersebut mengalami kegagalan dimana kedua warga yang ditahan sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dilanjutkan melalui jalur hukum yang berlaku. Masyarakat desa kemudian mencari bantuan dari luar desa dalam menghadapi persoalan yang sedang terjadi. Pada malam setelah terjadi peristiwa penangkapan, penduduk Desa Cipeuteuy secara beramai-ramai mendatangi Kantor Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan menggunakan 1 (satu) bis, 7 (tujuh) unit L-300 dan sejumlah sepeda motor. Mereka menuntut agar Pak Lili dan Pak Atang penduduk Kampung Leuwiwaluh yang sedang ditahan oleh pihak taman nasional segera dibebaskan. Masyarakat memaksa memasuki kantor tersebut melalui pintu gerbang utama hingga petugas keamanan mengeluarkan tembakan peringatan sebanyak dua kali. Masyarakat akhirnya menunjuk tim perwakilan yang akan masuk untuk bernegosiasi dengan pihak Taman Nasional yaitu: Kepala Desa, tokoh masyarakat Desa Cipeuteuy, dan empat orang tokoh masyarakat Kampung Leuwiwaluh. Pertemuan tersebut berakhir dengan kesepakatan bahwa masyarakat akan kembali pulang ke desa dimana pihak taman nasional akan membebaskan Pak Lili dan Pak Atang keesokan harinya setelah ada surat permohonan secara resmi dari pemerintahan desa. Pagi hari pada tanggal 04 Maret 08 wakil penduduk Desa Cipeuteuy kembali mendatangi kantor Balai Taman Nasional Gunung Halimin Salak. Dalam pertemuan ini keinginan masyarakat untuk menjemput kedua warga tidak dikabulkan oleh pihak Balai Taman Nasional dan pihak Polsek Kalapanunggal. Kedua warga yang ditahan tidak berada di Kantor Balai Taman Nasional tetapi sudah dipindahkan ke Polres Pelabuhan Ratu yang letaknya jauh dari desa. Negosiasi yang dilakukan pada hari yang sama melalui tim perwakilan Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
46
masyarakat desa tidak menghasilkan titik temu. Surat permohonan yang dibawa langsung oleh perwakilan desa ke kantor balai taman nasional ditolak. Karena kedua warga desa telah dilaporkan taman nasional ke kepolisian dalam kasus tindak pidana perkara hukum melalui jalur pengadilan.
3.1.1 Mendatangkan Pengacara Di lantai dua sebuah rumah warga desa terdapat tiga kamar tidur dengan ruang tengah yang cukup luas untuk menampung belasan orang. Disini biasanya tamu dari luar desa menginap dan tinggal selama melakukan aktifitas di Desa Cipeuteuy. Ruang tengah terasa luas dengan tanpa meja dan kursi sehingga cukup luas untuk digunakan sebagai tempat pertemuan dan berdiskusi di lantai sebagaimana pertemuan yang dilakukan masyarakat di desa. Kepala desa sudah ada di dalam ruang tengah sebelum warga yang berkumpul di ruangan tersebut belum bangun. Beliau langsung bercerita secara umum tentang kejadian yang mirip dengan apa yang sudah dibicarakan tadi malam. Beberapa tambahan cerita diantaranya adalah bahwa dia ada janji bertemu dengan Kapolsek berkaitan dengan kejadian tersebut. “Saya sebagai kepala desa berkewajiban untuk mencegah terjadinya tindakan anarkis” ujarnya. Karena reaksi protes atas penangkapan yang dilakukan taman nasional terhadap dua warga desa sudah terdengar hingga ke desa-desa lain di Kecamatan Kabandungan. Ada kekhawatiran kepala desa akan terjadinya aksi protes yang lebih besar dengan melibatkan desa-desa tetangga ke Kantor Balai Taman Nasional. ”Kita sebenarnya butuh pengacara, hanya bayar pengacara kan mahal. Jadi selama ini kita tidak penah menggunakan pengacara” ujar kepala desa. Perkara hukum yang dihadapi penduduk Desa Cipeuteuy berawal dari keinginan Pak Lili dan istri yang berencana untuk memperbaiki rumah mereka yang rusak. Melalui Pak Atang rekan satu kampung yang akan menjadi tukang dalam perbaikan mereka membeli sejumlah kayu sebagai bahan bangunan yang akan digunakan. Pak Atang membeli setengah kubik kayu yang sedang direndam di dalam empang milik rekan mereka di kampung sebelah. Balok kayu tersebut dipotong dan diikat dengan rotan kemudian disimpan dekat rumah tetangga yang letaknya bersebelahan dengan rumah pak Lili. Tumpukan kayu tersebut menjadi Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
47
alasan penangkapan kedua tersangka karena kayu diduga berasal dari kawasan hutan taman nasional. Jenis kayu tersebut sama dengan jenis kayu yang hilang di dalam kawasan hutan taman nasional dengan ditemukannya dua tonggak pohon bekas tebangan. Mereka ditangkap dalam operasi gabungan yang dilakukan oleh pihak taman nasional. Setelah berbagai upaya yang dilakukan oleh penduduk Desa Cipeuteuy untuk membebaskan kedua warga mengalami kegagalan, mereka mencari pengacara yang dapat mendampingi kedua warga desa selama menjalani proses hukum dari penahanan kepolisian, kejaksaan hingga proses persidangan. Pengacara diperoleh melalui peneliti yang sedang melakukan penelitian di desa. Mereka menjelaskan kronologis terjadinya peristiwa penangkapan dua warga desa oleh petugas taman nasional atas tuduhan melakukan pencurian kayu di dalam kawasan hutan taman nasional. Salah satu hal yang disampaikan adalah tidak adanya dana dari desa untuk membayar biaya pengacara. Pembicaraan dalam rangka mendatangkan pengacara dilanjutkan pada pagi hari di rumah salah seorang warga di Desa Cipeuteuy. Pada pertemuan tersebut melibatkan lebih banyak warga desa dan termasuk kepala desa. Pengacara datang dan bertemu dengan wakil penduduk desa pertama kalinya di Polres Pelabuhan Ratu. Disini juga penandatanganan surat kuasa dari Pak Lili dan Pak Atang kepada tim pengacara dilakukan sehingga segala hal yang berkaitan dengan perkara pengadilan yang sedang dihadapi kedua warga Desa Cipeuteuy tersebut akan diwakili oleh Pengacara. Kehadiran pengacara di Polres Pelabuhan Ratu sangat membantu karena warga dan kepala desa dapat bertemu langsung dengan Pak Lili dan Pak Atang yang sedang ditahan di salah satu sel kantor polisi tersebut. Sebelumnya kepala desa dan warga resah karena sulit untuk dapat bertemu dengan kedua warga yang ditahan. Mereka tidak bisa bertemu dengan kedua warga yang ditahan setelah ditangkap di rumahnya di kampung Leuwiwaluh. Bersama pengacara mereka dapat bertemu langsung dan dapat melakukan visum terhadap kedua tahanan karena terdapat bekas penganiayaan. Pemindahan kedua tahanan ke Pelabuhan Ratu oleh pihak kepolisian dilakukan dengan alasan sebagai tindak pengamanan.
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
48
3.1.1.1 Proses Persidangan Sidang kasus Pak Lili dan Pak Atang dengan nomor perkara 148 dan nomor perkara 149 dinyatakan terbuka untuk umum oleh hakim ketua. Sehingga warga Desa Cipeuteuy yang hadir di Kantor Pengadilan Negeri Cibadak dapat memasuki ruang sidang untuk menyaksikan proses persidangan yang sedang berlangsung. Sebagian warga ada yang menyaksikan proses tersebut melalui jendela-jendela yang ada di bagian pinggir ruang sidang. Karena kapasitas ruang sidang tidak cukup untuk menampung banyaknya warga desa yang datang. Hakim beberapa kali mengetukan palu untuk meminta agar penonton tenang pada saat sidang sedang berlangsung. Sidang pertama yang berisi acara pembacaan surat dakwaan yang ditujukan kepada Pak Lili dan Pak Atang berlangsung singkat. Kurang lebih satu jam sidang tersebut berlangsung dimana hakim membacakan surat dakwaan bagi kedua warga desa atas tindakan kejahatan yang mereka telah lakukan. Pak Atang didakwa telah melakukan tindak kejahatan karena telah membeli kayu yang diduga berasal dari kawasan hutan taman nasional sebagai kawasan konservasi. Dakwaan terhadap Pak Atang adalah sebagai berikut (Surat Dakwaan, No.Reg.Perk.PDM-148/CIBAD/0308), disalin sesuai aslinya – Lampiran 1: Bahwa ia terdakwa ATANG bin AJUM pada hari dan tanggal (lupa) bulan Pebruari 2008 sekitar pukul 19:00 WIB, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu pada bulan Pebruari 2008, bertempat di kampung Darmaga, Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi, atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibadak, dengan sengaja telah membantu kejahatan yaitu menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut: -
bahwa pada awalnya LILI SADELI (dalam berkas terpisah) memesan kayu dalam bentuk olahan (bistek) jenis Dudurenan/ Kakaduan kepada terdakwa pada haril dan tanggal (lupa) bulan Pebruari 2008 sekira pukul 19:00 wib di Kp. Darmaga Ds. Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
49
Cipeuteuy Kec. Kabandungan Kab. Sukabumi dengan tujuan untuk merehab rumahnya dan LILI SADELI menyerahkan uang sebesar Rp. 500 000,- (lima ratus ribu rupiah) kepada terdakwa untuk membeli kayu tersebut. -
Selanjutnya terdakwa membantu LILI SADELI membelikan kayu dengan menemui SARDI (belum tertangkap) dan sesua dengan pesanan LILI SADELI sebanyak 49 (empat pulu sembilan) batang dengan ukuran:
4 cm x 6 cm x 330 cm sebanyak 34 (tiga puluh empat) batang
5 cm x 10 cm x 330 sm sebanyak 10 (sepuluh) batang
9 cm x 7 cm x 400 cm sebanyak 5 (lima) batang dengan jumlah keseluruhan 0,585 M3.
-
Kemudian terdakwa menyerahkan uang kepada SARDI sebesar Rp. 500 000,- (lima ratus ribu rupiah) dan menyuruhnya untuk mengantarkan kayu tersebut langsung ke rumah LILI SADELI, selanjutnya terdakwa pulang.
-
Bahwa pada hari Senin tanggal 03 Maret 2008 sekira pukul 21:00 wib ketika terdakwa berada dirumah di Kp. Leuwiwaluh RT 13/04 Ds. Cipeuteuy Kec. Kabandungan Kab. Sukabumi, datang anggota Pam Swakarsa selanjutnya terdakwa dibawa kerumah LILI SADELI kemudian oleh petugas Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) yang sedang melakukan operasi pengamanan hutan telah menangkap LILI SADELI memiliki kayu olahan (bistek) jenis Dudurenan/ Kakaduan sebanyak 49 batang, dari pengakuan LILI SADELI kayu olahan tersebut terdakwa yang membantu membelikan selanjutnya terdakwa dan LILI SADELI berikut barang bukti dibawa ke kantor Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, setelah itu diserahkan ke Polsek Kalapanunggal untuk di proses lebih lanjut.
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
50
Sementara Pak Lili didakwa telah melakukan tindak kejahatan karena telah membeli kayu yang tidak memiliki dokumen dan surat-surat yang sah dari pihak yang berwenang. Dakwaan terhadap Pak Lili (Surat Dakwaan, No.Reg.Perk.PDM-148/CIBAD/0308) adalah sebagai berikut, disalin sesuai aslinya – Lampiran 2: ---------- Bahwa ia terdakwa LILI SADELI bin ZENAL HASAN pada hari dan tanggal (lupa) bulan Pebruari 2008 sekitar pukul 19:00 WIB, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu pada bulan Pebruari 2008, bertempat di Kp. Leuwiwaluh RT 13/04, Ds Cipeuteuy Kec. Kabandungan Kab. Sukabumi, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibadak, menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang, yaitu Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut: -
bahwa pada awalnya terdakwa memesan kayu dalam bentuk olahan (bistek) jenis Dudurenan/ Kakaduan kepada ATANG bib AJUM (dalam berkas terpisah) pada haril dan tanggal (lupa) bulan Pebruari 2008 sekira pukul 19:00 wib di Kp. Leuwiwaluh RT 13/04 Ds. Cipeuteuy Kec. Kabandungan Kab. Sukabumi dengan tujuan untuk merehab rumah terdakwa, lalu terdakwa menyerahkan uang sebesar Rp. 500 000,- (lima ratus ribu rupiah) kepada ATANG bib AJUM untuk membelikan kayu tersebut.
-
Selanjutnya ATANG bin AJUM menemui SARDI (belum tertangkap) untuk membelikan kayu pesanan terdakwa sebanyak 49 (empat pulu sembilan) batang dengan ukuran:
4 cm x 6 cm x 330 cm sebanyak 34 (tiga puluh empat) batang.
5 cm x 10 cm x 330 sm sebanyak 10 (sepuluh) batang
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
51
9 cm x 7 cm x 400 cm sebanyak 5 (lima) batang dengan jumlah keseluruhan 0,585 M3.
-
Kemudian ATANG bin AJUM menyerahkan uang kepada SARDI sebesar Rp. 500 000,- (lima ratus ribu rupiah) dan menyuruhnya untuk mengantarkan kayu tersebut langsung ke rumah terdakwa.
-
Bahwa pada hari Senin tanggal 03 Maret 2008 sekira pukul 21:00 wib di Kp. Leuwiwaluh RT 13/04 Ds. Cipeuteuy Kec. Kabandungan Kab. Sukabumi, petugas Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) mendapat informasi keberadaan kayu hutan, kemudian petugas Polhut langsung menuju lokasi lalu melakukan operasi pengamanan hutan dan melihat di halaman rumah Uus terdapat kayu olahan (bistek) jenis Dudurenan/ Kakaduan, slanjutnya ditanyakan kepada Uus kepemilikan kayu, lalu Uus mengaku kayu tersebut milik terdakwa, selanjutnya petugas polhut mendatangi terdakwa, dan mengaku bahwa kayu olahan (bistek) jenis Dudurenan/ Kakaduan miliknyayang dibeli tanpa ada surat keterangan, kemudian terdakwa ditangkap
berikut barang bukti
dibawa ke kantor Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, setelah itu diserahkan ke Polsek Kalapanunggal untuk di proses lebih lanjut.
Proses persidangan perkara dilakukan sekali dalam satu minggu di Pengadilan Negeri Cibadak sesuai dengan tata cara persidangan perkara pidana. Acara persidangan meliputi pembacaan dakwaan oleh hakim ketua, pengajuan saksi dari jaksa penuntut umum, pengajuan saksi dari pembela, pengajuan eksepsi dari pembela, pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum, pengajuan pledoi dari pembela hingga pembacaan vonis dari hasil keputusan majelis hakim. Selama dalam masa persidangan kedua terdakwa ditahan di LP Sukabumi sebagai tahanan kejaksaan. Mereka hadir dalam setiap sidang dengan mobil tahanan bersama tahanan yang lain yang akan sidang pada hari tersebut. Sebelum sidang ketika mereka sampai di kantor pengadilan mereka di tahan didalam sel yang ada di gedung pengadilan.
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
52
Kedua terdakwa dituntut oleh jaksa penuntut umum karena melanggar pasal 50 ayat 3 huruf F junto pasal 78 ayat 5 uu RI no 41 tahun1999 tentang kehutanan: Pasal 50 ayat 3 huruf f UU 41/1999 huruf f: menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; Pasal 78 UU 41 1999: (5) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Hal yang memberatkan kedua terdakwa adalah bahwa perbuatan mereka telah menghambat program pemerintah dalam memberantas pengrusakan hutan. Sedangkan hal yang meringankan adalah bersikap sopan dalam persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya, dan terdakwa memiliki tanggungan. Mereka dituntut dengan ancaman hukuman selama satu tahun 6 bulan, dan denda 3 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan. Pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum dilakukan pengacara melalui pembacaan nota pembelaan disalah satu sesi dalam proses persidangan yang diberikan oleh majelis hakim. Dikatakan bahwa unsur dakwaan tidak terbukti dan tidak terpenuhi berdasarkan fakta persidangan melalui keterangan saksi-saksi sebelumnya. Karena asal usul kayu tidak jelas dimana kedua terdakwa tidak tahu kayu yang di miliki tersebut berasal dari kawasan taman nasional. Secara hukum Taman Nasional Gunung Halimun Salak baru sampai pada tahap penunjukan melalui Surat Keputusan Menteri sehingga tidak memenuhi unsur dalam UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana yang dikenakan kepada terdakwa. Hal tersebut kontradiktif dengan realita hukum untuk itu pembela meminta agar majelis hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
53
melanggar hukum, menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindakan pidana secara meyakinkan dan memperbaiki nama terdakwa. Jaksa penuntut umum menyatakan bahwa perkara pidana kedua warga Desa Cipeuteuy telah memenuhi unsur-unsur dakwaan dan tetap melakukan penuntutan seperti semula. Hal tersebut melalui pertimbangan berdasarkan fakta yang ada dalam proses persidangan melalui keterangan saksi, dimana kedua terdakwa juga mengakui kepemilikan atas barang bukti. Pengacara sebagai pembela terdakwa dipersidangan menilai bahwa dakwaan tersebut terlalu berat, tidak wajar dan tidak cukup bukti sehingga minta ditunda satu minggu untuk pledoi yang dibuat secara tertulis. Setelah melalui proses hukum yang panjang, dalam sidang pada tanggal 12 Juni 2008 di Pengadilan Negeri Cibadak melalui putusan majelis hakim kedua terdakwa divonis bersalah telah melakukan tindak pidana melanggar hukum. Seperti yang biasa dilakukan pengacara bersama warga berkumpul di halaman mesjid rumah sakit setelah selesai proses persidangan. Kali ini banyak yang hadir karena merupakan sidang terakhir yang telah memutuskan bersalah atas terdakwa Pak Lili dan Pak Atang. Warga berembuk tentang giliran menjenguk dan biaya ke lembaga pemasyarakatan yang letaknya lebih jauh di Sukabumi. Setelah itu pembicaraan hanya berisi umpatan terhadap lembaga pengadilan dan taman nasional. ”Dasar bela ka bilatung” umpat seorang warga yang ditujukan ke taman nasional. ”Ini bukan pengadilan tapi penzoliman” ucap warga yang lain. Setelah sholat di mesjid warga langsung kembali ke kampung yang jaraknya bisa memakan waktu 1,5 hingga 2 jam.
3.1.1.2 Menjelaskan Proses Persidangan Pengacara selalu terlibat dengan penduduk desa dalam menangani perkara pidana yang menimpa dua orang warga Desa Cipeuteuy. Keterlibatan pengacara tidak hanya dalam proses persidangan di ruang pengadilan saja. Pengacara juga membantu dalam menentukan apa saja yang harus dilakukan sehubungan dengan perkara yang sedang ditangani. Pengacara juga menjelaskan bagaimana proses persidangan dilakukan kepada warga yang hadir di kantor pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri Cibadak. Sebelum dan setelah acara persidangan, warga Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
54
dan pengacara bertemu untuk melakukan evaluasi dan analisa atas proses persidangan yang akan dan baru dilakukan. Dalam pertemuan yang dilakukan di halaman mesjid setelah sidang pertama sebagian besar warga mengeluh akan proses persidangan yang dianggap bertele-tele. ”Kenapa harus diundur minggu depan, kok tidak langsung saja?” ucap mereka. Pengacara berusaha menjelaskan bagaimana proses persidangan biasa dilakukan sesuai aturan persidangan yang berlaku. Sebagian warga terlihat kecewa, ”jauh-jauh dari kampung acaranya cuma begitu saja” ucapnya. Memang jarak kantor pengadilan negeri Cibadak cukup jauh ke Desa Cipeuteuy. Wajar saja kalau banyak warga yang merasa kecewa. ”Saya kira langsung vonis mas” ucap seorang warga ketika akan menaiki mobil pick-up mereka. Beberapa orang menyatakan setelah melihat acara persidangan mereka merasa takut terkena masalah jika harus berurusan dengan proses pengadilan. Penduduk Desa Cipeuteuy yang hadir di kantor pengadilan belum pernah ada yang terkena perkara pidana sebelumnya, mereka tidak memiliki pengalaman tentang proses persidangan. Mereka menganggap proses persidangan lama dan kaku sehingga mereka mengeluh akan biaya yang dibutuhkan untuk hadir ke Kantor Pengadilan Negeri Cibadak. Mereka merasa kelelahan untuk mengikuti proses persidangan yang dilakukan satu kali setiap minggunya. Kantor pengadilan yang jauh dari desa membuat waktu yang ditempuh ke kantor pengadilan lebih lama dari pada waktu yang dibutuhkan dalam sekali persidangan. ”Kami tidak mengerti pak, kenapa tidak langsung saja” ungkap seorang warga kepada pengacara.
3.1.2 Mendatangkan Ahli Hukum tentang Taman Nasional Keinginan untuk mendatangkan ahli hukum dari luar desa sudah sering dibicarakan selama proses persidangan berlangsung. Pada saat itu warga ingin mendatangkan ahli hukum yang dapat menjelaskan keberadaan taman nasional dari sisi hukum formal. Untuk itu kepala desa mengakomodir keinginan tersebut dengan mengadakan acara khusus dengan mengundang ahli yang dianggap dapat menjelaskan tentang taman nasional melalui perspektif hukum. Acara dilakukan dua kali, pertama dilaksanakan di Kampung Leuwiwaluh dan yang kedua Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
55
dilaksanakan di Balai Desa Cipeuteuy dengan mengundang siapa saja yang mau terlibat dalam acara tersebut. Di rumah salah seorang warga di Desa Cipeuteuy dilakukan pertemuan kecil yang dihadiri oleh kepala desa, tokoh pemuda, pak mandor dan beberapa orang anggota masyarakat lainnya. Pertemuan tersebut membicarakan tentang rencana untuk mengadakan kegiatan dalam bentuk pelatihan hukum tentang hutan dan taman nasional. Kegiatan tersebut akan dilakukan di Kampung Leuwiwaluh dengan menggunakan ruang kelas madrasah sebagai tempat pelatihan. Sedangkan untuk mendatangkan ahli hukum dari luar desa mereka minta bantuan kepada pengacara. Lokasi Desa Leuwiwaluh terpisah dari Kampung Cipeuteuy, letaknya berdekatan dengan Kampung Pandanarum dan Kampung Darmaga. Jalan untuk menuju kampung ini tidak sejalur dengan jalan yang memotong kawasan hutan koridor di blok bukit Kendeng. Kampung Leuwiwaluh dan Kampung Darmaga berada lebih dekat dengan kawasan hutan di blok Bukit Kasur dimana terdapat dua batang pohon milik taman nasional yang hilang. Penduduk Kampung Darmaga akan melalui kampung Leuwiwaluh jika ingin masuk atau keluar desa melalui jalan yang berkelok-kelok dan beberapa jembatan. Kawasan ini dilalui sungai yang cukup besar yang merupakan hulu dari Sungai Citarik yang bermuara ke Pelabuhan Ratu di Pantai Selatan Pulau Jawa. Pelatihan pertama dilakukan di sebuah madrasah yang berada di tengah Kampung Leuwiwaluh. Bangunan semi permanen tersebut memiliki dua ruang kelas dengan pembatas dari bilah-bilah papan kayu yang dapat dilepas sehingga dapat menjadi satu ruangan yang lebih luas. ”Ini hasil swadaya masyarakat” ucap salah seorang warga kampung Leuwiwaluh. Di ruangan tersebut acara pelatihan hukum dilaksanakan dengan menggunakan fasilitas meja dan kursi yang terbuat dari kayu milik madrasah. Peserta acara pelatihan terdiri dari warga Kampung Leuwiwaluh, mereka sebagian besar duduk di bagian belakang ruang kelas sehingga bangku-bangku deretan depan terlihat kosong. Pada awal acara dilakukan presentasi oleh ahli hukum dengan menggunakan LCD proyektor. Peraturan perundangan yang berhubungan dengan taman nasional dibahas dengan menampilkan pasal-pasal tertentu yang saling Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
56
berkaitan antara peraturan yang satu dengan yang lainnya. Peraturan perundangan yang dijadikan sumber pembahasan antara lain: -
Inpres no 4 tahun 2005 tentang pemberantasan illegal loging.
-
Kepmenhut no 175 tahun 2003 tentang perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
-
Kepmenhut no 70 tahun 2001 tentang penetapan kawasan hutan, perubahan status dan fungsi kawasan hutan.
-
Permenhut no 56 tahun 2006 tentang pedoman zonasi taman nasional.
-
Permenhut no 53 tahun 2006 tentang lembaga konservasi.
-
Peraturan Pemerintah no 30 tahun 2003 tentang Perhutani
-
Peraturan Pemerintah no 34 tahun 2002 tentang tata hutan dan penyusunan Rencana Kelola Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Guna Kawasan hutan.
-
Tap MPR no IX tahun 2001 tentang reformasi agraria dan sumberdaya alam.
-
UU no 5 tahun 1990 tentang Konservasi sumberdaya alam hayati
-
UU no 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air.
-
UU no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang
-
UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
-
UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Metode yang digunakan dalam pelatihan tersebut adalah dengan melihat keterkaitan antar pasal dalam satu peraturan perundangan dan keterkaitannya dengan pasal-pasal lain dalam peraturan-peraturan yang ada. Persoalan-persoalan yang ditanyakan oleh masyarakat dijawab melalui pasal-pasal yang ada dalam peraturan perundangan tersebut. Faktor bahasa menjadi salah satu kendala dalam proses diskusi. Sebagian warga masih sulit atau merasa tidak nyaman dalam menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyampaikan pendapat, sementara pemateri tidak dapat berbahasa Sunda. Sehingga dalam komunikasi sering dibantu oleh beberapa orang peserta antara lain, guru honorer, tokoh pemuda dan kepala desa sebagai penterjemah. Pertanyaan kebanyakan berkaitan dengan hal-hal sehari hari seperti tentang mengambil kayu bakar di kawasan hutan, sumber air yang berada didalam Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
57
kawasan, keberadaan lahan garapan dan persoalan tata batas setelah dilakukanya perluasan kawasan taman nasional. Pembicaraan menjadi lebih ramai justru ketika acara telah ditutup dan dianggap selesai. Acara yang sama dilakukan sekali lagi setelah proses persidangan atas kasus yang menimpa kedua warga desa selesai. Acara tersebut dilakukan tidak hanya untuk satu kampung akan tetapi dengan dengan mengundang seluruh penduduk desa yang memiliki waktu untuk hadir pada acara yang diselenggarakan di Balai Desa Cipeuteuy. Acara di mulai lebih lambat dari rencana, karena sebagian warga ada yang harus mengikuti tahlilan terlebih dahulu. Apalagi jarak balai desa cukup jauh dari kampung yang tersebar dibeberapa tempat dan banyak warga yang berjalan kaki. Ketika acara dimulai belum banyak warga yang datang. Setelah beberapa saat baru semakin banyak warga yang hadir ke dalam ruangan. Pasal demi pasal yang terkait dengan taman nasional dijelaskan oleh pemateri. Diskusi menjadi ramai ketika membahas definisi taman nasional dalam salah satu pasal undang-undang yang menyatakan bahwa taman nasional merupakan kawasan yang harus berupa kawasan hutan yang masih asli. ”Apa itu asli, apakah kawasan bekas areal perhutani bisa dikatakan asli?” tanya seorang warga. Topik kedua yang cukup mengundang antusias warga ketika membahas tentang pemantapan kawasan taman nasional. Ketika diuraikan tentang tim tata batas yang diwajibkan oleh undang-undang harus terdiri dari pihak Departemen Kehutanan,
Pemerintahan
Propinsi,
Pemerintahan
Kabupaten
dan
juga
Pemerintahan Desa, warga banyak yang ingin bicara. ”Belum pernah ada tim tata batas di sini mas?” ucap beberapa orang warga. Diskusi jadi menjadi semakin ramai ketika salah seorang yang sering hadir dalam proses persidangan kasus Pak Lili dan Pak Atang bertanya ”jadi taman nasional belum sah menuntut pohonnya hilang pada kasus kemarin kalau tata batas belum selesai dilakukan?”. Acara ditutup dengan pemutaran film tentang masyarakat yang dianggap telah berhasil mengelola kawasan hutan di suatu tempat di Indonesia.
3.2 Menggalang Dukungan dari Sesama Warga
3.2.1 Membicarakan Persoalan Bersama melalui Pertemuan Informal Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
58
Dalam menanggapi kasus penangkapan dua warga kampung Leuwiwaluh, warga Desa Cipeuteuy melakukan pertemuan pertemuan yang bersifat informal. Yang dimaksud dengan informal disini pertemuan dilakukan tidak menggunakan pemerintahan desa sebagai penyelenggara. Pertemuan dilakukan secara spontan sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Dalam pertemuan tersebut tidak ada pemimpin formal dan panitia penyelenggara. Setiap yang hadir dapat berbicara langsung seperti dalam pembicaraan sehari-hari. Tempat pertemuan juga bisa dimana saja, di mesjid, di rumah warga, di rumah kepala desa, di depan toko dan juga di pangkalan ojek. Pertemuan juga dilakukan dengan cara menghampiri warga yang dianggap berhubungan dengan persoalan yang akan dibicarakan. Tidak ada pimpinan yang mengatur alur pembicaraan atau yang memotong pembicaraan seseorang. Berkumpul di halaman mesjid milik rumah sakit umum menjadi kegiatan rutin setiap minggu setelah usai proses persidangan. Penunjukan tempat pertemuan tersebut awalnya dilakukan secara spontan yang kemudian menjadi semacam kesepakatan yang tidak pernah dibicarakan. Ada dua hal yang selalu dibicarakan dalam pertemuan tersebut yaitu penjelasan proses sidang yang baru dilaksanakan dan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Pengacara menyampaikan apa yang dibutuhkan pada sidang selanjutnya sementara warga berdiskusi satu sama lain dalam mengambil keputusan. Dalam menentukan siapa yang bisa menjadi saksi yang dapat meringankan terdakwa juga dilakukan dalam pertemuan ini. Mengatur kunjungan ke lembaga pemasyarakatan menjadi keputusan terakhir yang dilakukan di tempat ini karena mereka tidak datng lagi ke pengadilan setelah sidang terakhir dilakukan. Keluhan yang disampaikan dalam pertemuan di halaman mesjid adalah tentang proses persidangan yang lama dan dianggap bertele-tele. Hal tersebut membuat mereka merasa lelah dalam mengikuti proses persidangan. Letak kantor pengadilan yang jauh dari desa dirasa memakan waktu dan biaya. Sementara mereka juga tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka di kampung masingmasing. Tentang proses persidangan yang harus ditunda setiap minggu menjadi pertanyaan yang sering disampaikan oleh warga.
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
59
Di kampung pertemuan dilakukan oleh belasan orang yang berkumpul di rumah kepala desa. Mereka sedang membicarakan kasus yang sedang berjalan dan upaya untuk menuntut balik atas penganiayaan yang terjadi. Kepala Desa mengatakan tidak bisa lagi berupaya ke taman nasional, karena sudah diputuskan menggunakan jalur hukum melalui proses pengadilan. Sehingga pembicaraan tentang siapa yang akan menjadi saksi di pengadilan memakan waktu yang cukup lama hingga larut malam. Karena menurut Kepala Desa selain saksi yang sudah di panggil polisi, masih akan ada lagi saksi tambahan yang dibutuhkan diwaktu sidang. Pertemuan tersebut memutuskan akan melakukan tuntutan balik terhadap Pamhut-Swakarsa karena telah melakukan tindakan penganiayaan. Tidak semua pertemuan berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Saksi yang dapat menjelaskan bahwa kayu berasal dari kawasan hutan ketika masih di bawah pengelolaan Perum Perhutani tidak diperoleh. Dua pertemuan yang dilakukan di Kampung Leuwiwaluh dan Kampung Darmaga dengan tujuan untuk mendapatkan saksi dari warga Kampung Darmaga yang mengetahui proses tersebut juga gagal. Karena tidak ada warga Kampung Darmaga yang bersedia menjadi saksi dengan alasan, takut berurusan dengan pengadilan, kantor pengadilan jauh sehingga membutuhkan biaya, tidak mau terlibat dalam kasus tersebut dan takut terseret ke penjara. Hingga akhir masa persidangan saksi tersebut tidak diperoleh. Pamhut-Swakarsa menjadi topik utama dalam pertemuan informal yang dihadiri oleh beberapa tokoh pemuda di depan toko dekat pangkalan ojek. Mereka mempertanyakan keberadaan Pamhut-Swakarsa yang dianggap dapat memecah belah masyarakat. Peristiwa di Kampung Leuwiwaluh dapat menyulut terjadinya bentrok antar desa. Karena kedua anggota Pamhut-Swakarsa adalah warga desa tetangga yang melakukan pemukulan terhadap dua orang warga Desa Cipeuteuy yang sudah lanjut usia. Diskusi yang semakin memanas kemudian diredam oleh salah seorang peserta yang menganggap masalah ini sudah selesai dimana kedua anggota Pamhut-Swakarsa juga ditangkap dan diproses secara hukum. Pertemuan-pertemuan informal tersebut dilakukan warga Desa Cipeuteuy sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang sedang terjadi. Melalui pertemuan-
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
60
pertemuan tersebut informasi tentang posisi kasus dan kebutuhan pengacara dalam sidang dapat disosialisasikan keseluruh warga.
3.2.2 Hadir Bersama di Kantor Pengadilan Sudah hampir tiga bulan dua tahanan setiap minggu bolak balik dari LP Sukabumi ke Pengadilan Negeri Cibadak untuk menghadiri sidang pengadilan kasus mereka. Setiap minggu mereka duduk di bangku di tengah ruang sidang menghadap ke majelis hakim yang duduk di belakang meja hijau di depan mereka. Jaksa penuntut umum berada di sebelah kiri dan tim pembela di sebelah kanan. Di bangku bagian belakang ruang sidang warga desa selalu hadir. Selain ingin menyaksikan proses persidangan yang sedang berlangsung juga ingin memberikan dukungan moral kepada kedua tersangka. peristiwa semacam ini berlangsung setiap minggu hingga putusan akhir diputuskan oleh majelis hakim. Pada sidang pertama banyak warga yang hadir di kantor Pengadilan Negeri Cibadak. Mereka antusias untuk mengikuti proses persidangan yang akan menyidang dua orang rekan satu desa mereka. Dengan menggunakan angkutan desa, mobil pick-up dan sepeda motor mereka datang ke kantor pengadilan. Kebanyakan dari mereka belum pernah melihat proses persidangan sebelumnya. ”kami ingin memberi dukungan moral buat Pak Lili dan Pak Atang” begitu alasan mereka ketika hadir di kantor pengadilan. Hal ini membuat kantor pengadilan dipenuhi oleh warga Desa Cipeuteuy. Mereka memenuhi pojok-pojok koridor pengadilan, tangga depan, tangga menuju lantai dua dan bangku-bangku yang disediakan oleh pihak pengadilan. Kantor pengadilan menjadi tambah ramai dengan hadirnya satu truk anggota kepolisian anti huru hara yang juga datang ke kantor pengadilan. Sidang pertama berisi pembacaan dakwaan atas kedua tersangka. Sidang berlangsung singkat hanya memakan waktu kurang dari satu jam. Usai sidang warga berkumpul di halaman mesjid rumah sakit yang terletak di seberang kantor pengadilan. Pengacara berusaha menjelaskan bagaimana proses persidangan biasa dilakukan. Sebagian warga terlihat kecewa ”jauh-jauh dari kampung acaranya kok cuma begitu saja” ucapnya. Wajar saja kalau ada warga yang merasa kecewa mengingat jarak kantor pengadilan yang jauh dari desa mereka. Beberapa orang Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
61
warga mengungkapkan perasaan mereka bahwa setelah mengikuti acara persidangan mereka merasa takut terkena masalah serupa. Ancaman hukuman mereka rasa terlalu berat bagi warga desa, ”tidak masuk akal” ucap seorang warga. Pada sidang-sidang berikutnya warga yang hadir tidak sebanyak sidang pertama. Hanya ada sekitar 20-an orang yang hadir dengan menggunakan colt diesel dan sepeda motor. Mereka mengeluarkan biaya kurang lebih 25 ribu rupiah perorang untuk dapat hadir ke kantor pengadilan. Selain masalah biaya banyak warga yang tidak dapat meninggalkan pekerjaan mereka. Untuk membantu mereka yang akan pergi ke kantor pengadilan, warga desa menggalang dana melalui sumbangan sukarela yang dilakukan di Kampung Leuwiwaluh. Di pangkalan ojek di pertigaan Kampung Cipeuteuy warga membicarakan soal kasus tersebut. Mereka saling menebak akan bebas atau tidak kedua terdakwa. Ada yang optimis akan bebas karena tidak terbukti Pak Lili dan Pak Atang yang menebang kayu di hutan taman nasional, banyak juga yang pesimis mengingat pengalaman yang sudah-sudah yang terjadi di desa lain. ”susah melawan pemerintah” ucap salah seorang yang ada. Banyak warga yang saling bertanya apakah akan datang ke pengadilan besoknya. Kebanyakan bersemangat akan hadir ”untuk memberi dukungan moral” katanya. Pada sidang terakhir yang berisi keputusan majelis hakim yang menyatakan bersalah kedua terdakwa, warga Desa Cipeuteuy yang hadir jauh lebih banyak dari sidang-sidang sebelumnya.
3.2.3 Protes di Persidangan Dalam persidangan eksepsi pengacara ditolak oleh majelis hakim yang berjumlah tiga orang. Persidangan dilanjutkan dengan keterangan saksi dari pihak jaksa penuntut umum. Dalam hal ini dihadirkan dari Polisi Hutan, saksi ahli, dan anggota Pamhut-Swakarasa. Pada saat keterangan dari saksi ahli dari taman nasional dipaparkan, sebagian warga yang hadir protes sehingga membuat hakim mengetuk palu beberapa kali. Warga protes pernyataan saksi bahwa pohon jenis dedurenan hanya tumbuh di kawasan hutan taman nasional dan rotan tidak ada lagi di areal kampung masyarakat. Dikatakan bahwa rotan yang digunakan untuk mengikat kayu dan jenis dua batang pohon yang hilang di kawasan taman nasional Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
62
hanya ada di zona rimba. Menurut mereka jenis kayu dan rotan tersebut masih banyak yang tumbuh di kebun masyarakat. Pada persidangan berikutnya saksi dari masyarakat mengatakan bahwa tanaman tersebut masih banyak yang tumbuh di pekarangan masyarakat begitu juga rotan yang masih banyak tumbuh di pinggir sungai. Mereka menunjukkan foto pohon sejenis dan foto rotan yang masih tumbuh subur di kampung mereka. Dalam kesaksian kepala desa menyatakan bahwa banyak kayu yang ada di masyarakat Desa Cipeuteuy yang diperoleh dari kawasan hutan pada saat kawasan tersebut masih sebagai hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani. Penebangan kayu dilakukan dengan ijin Perum Perhutani sebagai pengelola sebagai imbalan mereka ketika membantu dalam proses produksi pada tahun 1999 sebelum kawasan tersebut menjadi taman nasional. Perendaman kayu di dalam empang oleh warga dilakukan untuk mencegah agar kayu tersebut tidak mudah lapuk. Proses persidangan yang hanya sebentar dan selalu ditunda setiap minggu selalu menjadi pertanyaan warga yang hadir di kantor pengadilan. Usai sidang ada yang bertanya ”kenapa harus di undur minggu depan, kok tidak langsung saja?” ucapnya. Pengacara berusaha menjelaskan bagaimana proses persidangan biasa dilakukan. Sebagian warga terlihat kecewa ”jauh-jauh dari kampung acaranya cuma begitu saja” ucapnya. Memang jarak kantor pengadilan negeri Cibadak cukup jauh ke desa Cipeuteuy. Wajar saja kalau banyak warga yang merasa kecewa. ”saya kira langsung vonis mas” ucap seorang warga ketika akan menaiki mobil pick-up mereka. Berkumpul di depan mesjid rumah sakit selalu dilakukan setiap selesai proses persidangan. Yang dibicarakan meliputi hasil sidang yang baru selesai dan apa yang harus dilakukan untuk sidang selanjutnya. Termasuk mencari bukti baru dan saksi yang dapat meringankan terdakwa.
3.2.4 Menanggung Bersama Perkara Peradilan Penduduk Desa Cipeuteuy menganggap bahwa perkara pidana yang sedang dihadapi oleh kedua warga desa menjadi masalah bersama. Hal tersebut selalu menjadi topik pembicaraan dimana mereka bertemu satu dengan yang Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
63
lainnya. Beberapa orang penduduk yang ditemui selalu membicarakan kasus tersebut sebagai topik pembicaraan. Meskipun keberadaan taman nasional menjadi tema yang pada akhirnya dipertanyakan fungsinya. Perkara yang sedang dihadapi kedua warga mereka anggap dapat menimpa siapa saja penduduk desa. Dengan adanya patroli yang terus menerus membuat mereka merasa khawatir akan mendapat permasalahan yang sama. Karena kebutuhan kayu merupakan salah satu kebutuhan sebagian besar warga. Penduduk Desa Cipeuteuy selalu ada yang hadir dalam setiap proses persidangan. Jarak kantor pengadilan yang cukup jauh dari desa menjadi kendala utam berkaitan dengan masalah biaya. Selain proses peradilan yang panjang yang menyita banyak waktu, mereka juga harus tetap bekerja yang sebagian besar bekerja sebagai petani. Dalam hal ini mereka tidak dapat meninggalkan lahan pertanian mereka untuk waktu yang lama. Untuk itu warga membuat sumbangan sukarela sebagai jalan keluar agar tetap ada wakil masyarakat yang hadir dipersidangan. Setiap minggu selalu ada sekitar 20-an warga Desa Cipeuteuy yang datang ke pengadilan dengan menggunakan colt diesel dan sepeda motor. Cukup mahal bagi warga untuk dapat datang ke kantor pengadilan di Cibadak. Setiap orang paling tidak mengeluarkan 25 ribu rupiah untuk transport datang dan pulang kembali ke desa. Sumbangan sukarela yang diberikan oleh penduduk Desa Cipeuteuy yang tidak hadir sangat membantu meringankan biaya transportasi mereka ke kantor pengadilan. Perkara peradilan yang sedang dihadapi tidak hanya berlangsung di kantor pengadilan saja. Di desa penduduk Desa Cipeuteuy terus melakukan komunikasi baik melalui pertemuan-pertemuan yang dilakukan dirumah salah satu warga di kampung atau di kebun dan lahan garapan pada saat mereka bekerja. Mereka membicarakan kasus yang sedang berlangsung hingga posisi mereka dengan kehadiran taman nasional setelah dilakukan perluasan yang membuat sebagian besar lahan garapan mereka berada di dalam kawasan konservasi.
3.3 Tidak Mau Bekerjasama
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
64
Keberadaan taman nasional yang mendapat legitimasi secara formal dari pemerintah pada prakteknya tidak mendapatkan pengakuan dari masyarakat ketika mereka masih dianggap sebagai ancaman bagi keamanan kawasan. Kegiatan patroli yang sering dilakukan tidak seiring dengan semangat partisipasi pada program pemberdayaan masyarakat yang telah dicanangkan pada acara restorasi kawasan hutan Koridor Halimun Salak yang dilaksanakan di Desa Cipeuteuy. Sehingga mereka menganggap program pemberdayaan yang dilakukan oleh taman nasional hanya sebatas formalitas tanpa ada keinginan yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki kehidupan mereka. Persoalan tata batas lahan menjadi isu yang sensitif di masyarakat karena terkait langsung dengan lahan garapan yang mereka jadikan mata pencaharian. Dalam pelatihan hukum yang dilaksanakan di Kampung Leuwiwaluh dan di balai desa, persoalan tata batas menjadi topik yang sering menjadi bahan pertanyaan. Hal ini menjadi salah satu permasalahan pokok antara taman nasional dengan masyarakat dimana proses tata batas kawasan belum selesai. Sehingga kemantapan kawasan taman nasional dari aspek legal menjadi lemah. Dalam hal ini eksistensi taman nasional belum mendapat pengakuan masyarakat sepenuhnya.
3.3.1 Program Model Kampung Konservasi Berhenti Kepercayaan masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap taman nasional semakin terganggu dengan adanya peristiwa penangkapan dan berujung dipenjaranya dua warga kampung Leuwiwaluh atas tuduhan melakukan pencurian dua batang kayu di kawasan taman nasional. Setelah peristiwa penangkapan tersebut kegiatan yang berkaitan dengan program model kampung konservasi di Desa Cipeuteuy sempat kosong atau tidak terdengar lagi. Pada pertemuan terakhir yang mensosialisasikan tentang proposal Sisduk masyarakat yang hadir dalam pertemuan tersebut terlihat tidak antusias dan lebih banyak mempertanyakan soal kasus penangkapan yang dilakukan pihak taman nasional terhadap dua warga desa. Sejak ditangkap dan dipenjaranya dua orang warga desa dalam kasus hilangnya kayu di kawasan hutan petugas taman nasional menjadi jarang datang ke kampung. Resort taman nasional yang berada di Kampung Leuwiwaluh terlihat Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
65
kosong. Program Model Kampung Konservasi (MKK) dan Sisduk tidak ada tindak lanjutnya. Sementara sebagian besar warga sudah tidak ada yang mau ikut jika ada program dari taman nasional di kampung mereka. Mereka merasa sudah dikhianati oleh taman nasional atas terjadinya peristiwa tersebut. Penduduk desa sudah mulai bekerja seperti biasa seperti ke kebun, mengolah lahan garapan atau sawah. Mereka jarang ada yang berani masuk kawasan hutan taman nasional secara terang terangan. Setelah peristiwa tersebut tidak ada kegiatan yang melibatkan banyak warga terlihat di Desa Cipeuteuy. Satu kegiatan yang menarik perhatian banyak warga adalah ketika melakukan gotong royong membenahi balai desa karena akan ada kunjungan dari kecamatan. Ruangan bekas tempat stasiun radio komunitas di bongkar, dicat dan dibersihkan menjadi ruangan khusus. Kamar mandi di kantor desa dicat, dipasang pintu dan diberi lampu. Whiteboard yang berisi tentang data desa dan beberapa program desa diperbaharui. Bagian depan dipasang sofa yang dipinjam dari beberapa orang warga. Pot-pot bunga diangkut dari rumah-rumah warga untuk menjadi bahan dekor bagian depan ruang pertemuan. Plafon yang lepas sudah diganti dengan yang baru. Mereka terlihat sibuk berbenah karena yang akan datang tidak hanya dari kecamatan saja, tapi juga dari pemerintah kabupaten. Mereka berharap akan dapat bantuan lagi dari pemerintah daerah. Keputusan majelis hakim yang menyatakan bahwa kedua warga Desa Cipeuteuy bersalah karena atas tuduhan melakukan pencurian kayu di kawasan hutan membuat mereka menjadi bersikap tidak percaya kepada Taman Nasional Gunung halimun Salak. Hal tersebut ditunjukan melalui sikap warga yang berkaitan dengan praktik pengelolaan taman nasional dan tindakan mereka dalam kesehariannya.
3.3.2 Menolak Nota Kesepakatan Pada awalnya setelah pencanangan Restorasi Kawasan Hutan Koridor Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Halimun Salak membuat program model kampung konservasi (MKK) di beberapa kampung di Desa Cipeuteuy yang dipandang sebagai kawasan penyangga. Komunitas lokal dilihat sebagai kekuatan potensial yang dapat dimobilisasi untuk mendukung program konservasi di taman Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
66
nasional yang sudah mengalami perluasan tersebut. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan dapat membantu keberlanjutan program pemulihan ekosistem Koridor Halimun Salak sebagai kawasan penting namun rentan akan terjadinya kerusakan. Disini partisipasi dianggap sebagai kunci keberhasilan dari program yang ada. Di salah satu dusun di Desa Cipeuteuy yaitu Dusun Pandanarum terdapat kelompok tani yang dibentuk secara swadaya oleh para petani dari dusun tersebut. Mereka secara swadaya membentuk kelompok tani berdasarkan kebutuhan mereka agar lebih mudah pengaturan dalam berkegiatan dibidang pertanian. Kelompok ini dibentuk berdasarkan pengalaman selama mereka berkegiatan di bidang pertanian dari penyiapan lahan, pembelian pupuk, perawatan serta penanganan pasca panen. Ketika program model kampung konservasi mulai dilakukan di Desa Cipeuteuy, sebagian besar anggota kelompok tani menjadi peserta yang diundang dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh taman nasional bersama LSM. Mereka diundang karena adanya sosialisasi tentang program model kampung konservasi yang akan di implementasikan di kampung mereka dan beberapa kampung lain seperti di Kampung Leuwiwaluh, Sukagalih, Cisalimar1, Cisalimar 2 serta di Cilodor. Model kampung konservasi ini dibuat dengan tujuan agar masyarakat desa Cipeuteuy dapat hidup berdampingan dengan taman nasional dalam taraf hidup yang layak. Sehingga dapat mendukung restorasi kawasan koridor yang telah dicanangkan melalui penanaman pohon asli di dalam kawasan dan pohon aren dibatas kawasan. Dalam pertemuan tersebut dibentuk kelompok peduli lingkungan yang disingkat dengan Kopel. Kelompok tersebut kemudian diajak untuk menandatangani sebuah nota kesepakatan yang berisi tentang larangan masyarakat untuk menambah luas lahan garapan yang selama ini mereka kelola, siap dipindahkan dari lahan garapan setelah lima tahun dan tidak memanfaatkan hasil hutan berupa kayu. Warga merasa isi nota kesepakatan tersebut banyak merugikan warga karena mereka tidak dilibatkan dalam proses pembuatannya. Banyak lahan yang digarap oleh warga sejak masih menjadi kawasan hutan produksi menjadi kawasan konservasi dibawah pengelolaan taman nasional. Padahal warga sudah Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
67
lama mengolah lahan secara tumpangsari di kawasan tersebut. Sebagian besar warga menolak untuk menandatangani kesepakatan tersebut. Selain diangggap merugikan, penduduk Desa Cipeuteuy juga merasa sudah tidak percaya kepada taman nasional dengan adanya peristiwa penangkapan yang berujung dengan dipenjarakanya dua warga Kampung Leuwiwaluh atas tuduhan melakukan pencurian kayu. Sehingga setelah peristiwa tersebut tidak ada lagi kelompok masyarakat yang mau menandatangani nota kesepakatan yang diajukan oleh pihak taman nasional.
3.3.3 Tetap Masuk Kawasan Kawasan hutan yang telah menjadi kawasan hutan Koridor Halimun Salak juga memiliki arti penting bagi masyarakat Desa Cipeuteuy. Mereka memanfaatkan kawasan ini karena terdapat berbagai sumberdaya hutan yang penting bagi kehidupan mereka seperti kayu bakar, pakan ternak, tanaman obat, serta berbagai jenis buah-buahan dan sayuran hutan. Hutan yang berada dekat dengan desa terdapat berbagai jenis tumbuhan yang mereka butuhkan. Tumbuhan obat masih mereka gunakan digunakan selain karena lebih dekat juga lebih murah dibandingkan dengan pengobatan modern. Jenis-jenis kayu yang ditanam dilahan masyarakat meskipun ada, kayunya dirasa mudah lapuk dibandingkan kayu yang ada di hutan taman nasional. Untuk pakan ternak masyarakat memanfaatkan jenis tanaman lain yang ada di hutan taman nasional sebagai campuran rumput agar ternak mereka terbebas dari berbagai macam penyakit. Setelah kawasan hutan tersebut menjadi kawasan taman nasional, warga dilarang oleh taman nasional untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Di pinggir jalan setelah melewati Kampung Cisarua terdapat plang yang di pasang oleh pihak taman nasional. Plang berwarna hijau tersebut bagian atas berlogo departemen kehutanan dan logo Taman nasional Gunung Halimun Salak. Bagian bawahnya bertuliskan: Anda telah memasuki kawasan pelestarian alam Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Setiap orang dilarang:
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
68
-
Merusak sarana dan prasarana perlindungan Hutan (diancam hukuman pidanampenjara maks. 10 tahun & denda 5 miliar rupiah)
-
Merambah kawasan hutan (diancam hukuman pidanan penjara maks.10 tahun & denda 5 miliar rupiah)
-
Menebang pohon, memanen, memungut hasil hutan secar illegal (diancam hukuman pidana penjara maks. 10 tahun & denda 5 miliar rupiah)
-
Membakar hutan (diancam hukuman pidana penjara maks. 15 tahun & denda 5 miliar rupiah) (UU No. 41 Tahun 1999)
Plang diatas belum lama di pasang oleh pihak taman nasional. Pondasi semen masih terlihat baru dan masih disangga dengan menggunakan bambu. Plang tersebut dipasang di pinggir jalan sehingga kita pasti akan baca ketika melewatinya. Banyak warga yang heran dengan ancaman dan denda yang berat. Menurut mereka ancaman tersebut tidak masuk akal bagi warga desa yang tingal dekat dengan kawasan tersebut. Meskipun demikian, warga tetap masuk kawasan hutan untuk mengambil kayu bakar atau keperluan lainnya. Meskipun dilakukan dengan rasa khawatir dan was-was takut bertemu dengan petugas taman nasional yang sedang patroli. Untuk itu mereka melakukanya dengan hati-hati. Di dapur sebuah rumah salah seorang warga desa terlihat seorang ibu yang sedang membuat api disebuah tungku untuk memasak. Di atas tungku tersusun potongan kayu yang sudah dibelah-belah siap untuk digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Ketika ditanya asal kayu dijawab bahwa kayu tersebut diperoleh dari kebun yang ada di lahan masyarakat di kampung. menurut pengakuanya sekarang merasa takut untuk masuk ke kawasan hutan Perhutani yang sudah menjadi kawasan konservasi. “Taman nasional mah bela ka bilatung, lain ka masyarakat” (taman nasional tuh lebih membela ke belatung, bukan ke masyarakat) celetuk si ibu. Di waktu lain terlihat dia sedang menggendong kayu bakar melalui jalan dari arah hutan koridor yang terdapat plang taman nasional di batas kawasan. Seorang bapak yang ditemui ketika meletakan kayu bakar di samping rumah menyatakan bahwa mengambil kayu bakar dari kawasan hutan Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
69
taman nasional masih dilakukan karena minyak tanah langka dan mereka tidak ada pilihan lain selain kayu bakar. ”mengambil kayu bakar tidak dilarang oleh taman nasional kok” ucapnya. Penduduk Desa Cipeuteuy masih masuk ke dalam kawasan hutan karena memang untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Selain kayu bakar, kebutuhan akan air dalam kehidupan keseharian mereka peroleh dari kawasan hutan taman nasional. Sumber air yang ada di kawasan hutan juga dibutuhkan dalam melakukan kegiatan pertanian untuk mengairi tanaman mereka. Di lahan garapan yang terletak dekat dan berbatasan dengan kawasan hutan taman nasional terdapat saluran saluran irigasi yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Mereka membayar dengan jumlah tertentu kepada warga yang mau atau ditunjuk untuk memelihara saluran-saluran tersebut. Pemeliharaan dilakukan dari pemeliharaan sumber air yang berada di dalam kawasan hutan, pemeliharaan saluran-saluran agar tidak terjadi kebocoran, hingga ke pengaturan debit air bagi kebutuhan pengairan lahan garapan. Kawasan hutan tempat sumber air bagi pengairan lahan pertanian merupakan kawasan hutan taman nasional. Dengan adanya perluasan kawasan lahan yang dikelola oleh warga sebagian masuk menjadi kawasan taman nasional. Sehinggat terlihat lahan lahan tersebut terlihat melewati batas plang taman nasional yang baru dibuat. Lahan pertanian yang digarap oleh penduduk Desa Cipeuteuy meliputi kawasan seluas 580 hektar lahan tidur bekas HGU milik PT.Intan Hepta yang statusnya menurut warga tidak jelas, dan lahan seluas sekitar 2000 hektar yang dulunya dikelola secara tumpang sari bersama Perum Perhutani. Setelah adanya keputusan perluasan kawasan taman nasional masyarakat masih mengelola lahan yang berada di sepanjang pinggiran kawasan hutan Koridor Taman Nasional Gunung Hakimun Salak tersebut. Areal pertanian yang dikelola oleh penduduk Desa Cipeuteuy tersebut memanjang dari Kampung Cisarua hingga ke Kampung Cisalimar yang merupakan batas ujung dari Desa Cipeuteuy. Selain untuk kebutuhan irigasi, sumber air yang berada di dalam kawasan hutan taman nasional juga dimanfaatkan warga sebagai sumber air minum. Di dalam kawasan hutan Koridor Halimun Salak terlihat beberapa orang warga Kampung Cisarua sedang melakukan gotong royong. Mereka mendirikan bak Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
70
penampungan air secara permanen dengan ukuran 3m x 3m x 1,5 m. Bak tersebut dibagi menjadi dua bagian dengan satu bagian berfungsi sebagai tempat menampung air yng masuk dan bagian lain sebagai tempat pemasangan pipa-pipa yang akan disalurkan kerumah-rumah warga yang ada di kampung. Diantara kedua bagian tersebut ditempatkan saringan sederhana sebagai filter agar air menjadi bersih. Pembangunan sarana penyediaan air bersih tersebut dilakukan dengan menggunakan dana dari anggaran dana Desa Cipeuteuy. Pembangunan penampungan dan pemasaangan pipa air tersebut dilakukan oleh warga karena sebelumnya mereka hanya mengalirkan air dari sumber mata air yang ada di kawasan hutan melalui saluran-saluran berupa parit kecil yang mereka gali ditanah. Sehingga air menjadi keruh dan debit air tidak menentu karena
sering
terjadi
longsor
pada
saluran-saluran
tersebut.
Kegiatan
pembangunan sarana penyediaan air bersih bagi penduduk Kampung Cisarua tersebut sempat ditegur oleh petugas taman nasional yang sedang melakukan patroli. Hal tersebut menyebabkan dipanggilnya Kepala Desa Cipeuteuy, Kepala Kampung Cisarua dan Ketua RT oleh pihak taman nasional dan pembangunan sarana kebutuhan yang medasar bagi warga tersebut tetap berjalan hingga selesai.
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
BAB 4 MEMBANGUN KESADARAN KOLEKTIF SEBAGAI RESPON TERHADAP PRAKTIK PENGELOLAAN
Setelah menguraikan bagaimana respon penduduk Desa Cipeuteuy atas praktik pengelolaan kawasan konservasi yang dilakukan oleh taman nasional, penulis akan menganalisa tindakan-tindakan masyarakat dalam merespon praktik tersebut dalam kehidupan keseharian mereka. Dalam melakukan analisa peneliti melihat bahwa kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh taman nasional yang mendapat legitimasi secara formal. Kekuasaan juga dimiliki oleh penduduk desa dalam merespon praktik pemerintah yang berkaitan dengan normalisasi dan regulasi dimana kuasa dilihat memiliki ciri produktif dalam memproduksi realitas dan juga ritus-ritus kebenaran. Penduduk Desa Cipeuteuy melakukan berbagai tindakan sebagai respon atas praktik pengelolaan kawasan hutan konservasi yang dilakukan oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Mereka berusaha untuk dapat memahami posisi mereka terhadap taman nasional yang mendapat legitimasi secara formal sebagai pihak penguasa atas kawasan hutan. Keresahan mereka atas perluasan kawasan taman nasional yang membatasi akses mereka terhadap sumberdaya alam menjadi semakin nyata ketika terjadi penangkapan dua orang warga desa. Hal tersebut menimbulkan respon penduduk desa berupa tindakan untuk membangun kesadaran kolektif dalam menghadapi masalah-masalah yang ada.
4.1 Memahami Permasalahan Penduduk Desa Cipeuteuy melakukan pertemuan secara informal untuk membicarakan masalah yang sedang mereka hadapi. Tokoh masyarakat yang ada di kampung, tokoh pemuda dan kepala desa menjadi bagian dari pertemuanpertemuan yang dilakukan diberbagai tempat dimana penduduk sering melakukan interaksi. Pertemuan tersebut dilakukan secara spontan sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Pertemuan dilakukan dengan cara menghampiri warga yang dianggap berhubungan dengan masalah yang akan dibicarakan sehingga tempat pertemuan
71
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
72
bisa dimana saja, di mesjid, di rumah warga, di rumah kepala desa, di depan toko dan juga di pangkalan ojek. Dengan ditangkapnya dua orang warga dalam operasi yang dilakukan oleh taman nasional menimbulkan masalah lain yang dihadapi oleh penduduk Desa Cipeuteuy. Membebaskan kedua warga menjadi tujuan bersama bagi penduduk desa. Keputusan untuk melibatkan pengacara dalam masalah ini dapat membantu mereka dalam merumuskan tujuan bersama menjadi bentuk tidakan yang dapat mereka lakukan dalam upaya untuk membebaskan kedua warga Desa Cipeuteuy. Pengacara mereka butuhkan karena mereka merasa proses penangkapan warga yang telah menjadi perkara pidana dalam proses hukum melalui pengadilan merupakan hal yang tidak biasa mereka hadapi. Selain melalui pengacara dengan pertemuan informal mereka dapat memutuskan siapa yang akan menjadi saksi dan mencari barang bukti yang dapat meringankan. Mereka juga memutuskan untuk tetap menghadiri acara persidangan dengan mengatasi kendala transportasi melalui sumbangan sukarela dari warga desa. Perkara pidana yang sedang terjadi menjadi pemicu yang membuat pertemuan informal semakin sering dilakukan. Dalam pertemuan tersebut selain masalah pidana juga dibicarakan masalah-masalah lain yang sedang dihadapi oleh warga, seperti adanya papan larangan di batas kampung dan di tengah lahan garapan, kebutuhan akan kayu bakar, kebutuhan sumber air bersih dan pengairan lahan serta kebutuhan kayu bangunan menjadi topik lain yang mereka bicarakan. Pertemuan tersebut tidak berakhir dengan keputusan yang konkrit kecuali ketika membahas masalah yang berkaitan dengan upaya membebaskan dua warga yang ditangkap. Melalui pertemuan-pertemuan tersebut berbagai informasi cepat menyebar ke seluruh desa. Masalah pidana yang sedang dihadapi tidak hanya dibicarakan di desa. Halaman mesjid milik rumah sakit umum dekat kantor pengadilan menjadi tempat pertemuan rutin setiap minggu setelah usai proses persidangan. Di sini masalah tersebut dibicarakan dengan melibatkan pengacara yang menjadi pembela atas perkara tersebut. Kehadiran pengacara sebagai orang dari luar desa membantu mereka dalam memahami proses hukum dan persidangan yang tidak biasa mereka alami. Proses tersebut tidak mereka pahami sepenuhnya sehingga melalui Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
73
pengacara mereka dapat mengetahui masalah apa sebenarnya yang sedang mereka hadapi. Dengan demikian mereka dapat melakukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan seperti mencari barang bukti, mencari saksi, menyebarkan informasi perkembangan kasus, mengadakan pertemuan informal di desa serta hadir diacara persidangan di kantor pengadilan. Dalam kasus ini perkara pidana yang menimpa kedua warga desa menjadi masalah bersama, karena kasus tersebut terkait langsung dengan eksistensi mereka dalam mengakses kawasan hutan. Sehingga perluasan taman nasional yang merubah status kawasan hutan yang selama ini dapat mereka manfaatkan menjadi masalah lain yang mereka bicarakan. Perubahan tersebut membuat akses mereka kedalam hutan terganggu seperti menebang pohon untuk memenuhi kebutuhan akan kayu, mengambil kayu bakar, memelihara sumber air irigasi atau keperluan akan air bersih. Hal ini membuat praktik perluasan kawasan taman nasional menjadi masalah bersama yang dapat mengganggu eksistensi mereka dalam memanfaatkan kawasan hutan yang sudah lama mereka lakukan. Dengan memahami permasalahan yang sedang dihadapi secara bersama, penduduk Desa Cipeuteuy dapat membangun sikap kolektif sebagai respon terhadap praktik pengelolaan yang dilakukan oleh aparat taman nasional di desa mereka. Melalui bantuan dari luar desa dan pertemuan-petemuan informal lainnya mereka merumuskan tujuan tersebut agar dapat mengetahui tindakan-tindakan yang harus dilakukan. Pelatihan hukum yang dilakukan dengan mendatangkan ahli hukum tentang taman nasional membuat mereka mengetahui posisi warga desa dalam konteks hukum formal atas keberadaan taman nasional yang mengalami perluasan melalui keputusan pemerintah.
4.2 Mencari Tahu Posisi dan Keberadaan Dari masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan keseharian, penduduk Desa Cipeuteuy memahami masalah yang ada sebagai masalah bersama dimana perluasan taman nasional yang dilakukan pemerintah mengakibatkan eksistensi mereka dalam mengakses kawasan hutan menjadi terancam. Posisi taman nasional menjadi pertanyaan penting terhadap keberadaan mereka sebagai masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan konservasi. Untuk itu mereka Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
74
meminta bantuan dari luar desa dengan mendatangkan ahli hukum untuk dapat menjelaskan keberadaan taman nasional dari perspektif hukum formal. Proses ini dilakukan melalui pelatihan hukum yang diadakan pada tingkat kampung dan tingkat desa. Melalui pelatihan tersebut mereka dapat memahami keberadaan dan posisi taman nasional yang mereka anggap sebagai sumber keresahan penduduk. Persoalan tata batas yang diatur melalui peraturan perundangan yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut membuat status keberadaan taman nasional dan posisi mereka sebagai warga desa pinggir kawasan konservasi diketahui. Status desa sebagai kawasan penyangga dan sebagai model kampung konservasi yang diciptakan oleh taman nasional tidak dipraktikan begitu saja dalam kehidupan sehari-hari. Mereka merasa mengalami berbagai masalah setelah adanya perubahan status kawasan dengan sistem pengelolaan yang berbeda. Adanya patroli dan operasi yang dilakukan oleh petugas taman nasional hingga ke kampung dan ke rumah warga membuat mereka mempertanyakan tujuan atas keberadaan taman nasional. Dengan adanya pelatihan hukum mereka merasa mendapat legitimasi atas nilai kebenaran yang mereka yakini terhadap taman nasional, kawasan hutan, dan hak mereka sebagai warga negara. Posisi mereka atas keberadaan taman nasional menjadi bagian yang dibicarakan dalam pertemuan informal yang sering dilakukan. Melalui proses tersebut wacana tentang posisi dan keberadaan taman nasional menjadi wacana bersama penduduk desa. Mereka menjadi percaya diri dalam menentukan posisi atas praktik-praktik pengelolaan yang dilakukan taman nasional di desa mereka. Larangan masuk kawasan, patroli dan operasi penangkapan serta program model kampung konservasi yang dilakukan taman nasional mereka anggap sebagai upaya untuk kepentingan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat pinggir kawasan hutan. Peristiwa penangkapan yang kemudian menjadi kasus hukum pidana di pengadilan mereka anggap sebagai peristiwa yang menegaskan posisi keberadaan taman
nasional
terhadap
keberadaan
mereka
sebagai
penduduk
yang
memanfaatkan lahan dan hutan konservasi yang dikelola oleh taman nasional. Peristiwa tersebut tidak menjadi sekedar kasus tindakan pidana biasa karena alasan penangkapan dua warga desa ada hubungan dengan eksistensi warga di Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
75
dalam kawasan hutan. Posisi mereka atas keberadaan taman nasional juga diutarakan dalam setiap pertemuan informal yang dilakukan seusai acara persidangan. Mereka menganggap kehadiran taman nasional hanya menimbulkan keresahan dengan adanya operasi penangkapan dua warga desa di dalam wilayah desa mereka. Merumuskan tujuan bersama dilakukan penduduk Desa Cipeuteuy tidak hanya pada perkara pidana yang sedang terjadi, mempertahankan akses terhadap kawasan hutan yang berada di dekat mereka menjadi tujuan bersama warga desa. Dengan menjadikan kasus tersebut menjadi masalah bersama mereka dapat menunjukan bagaimana sikap dan posisi mereka terhadap praktik pengelolaan yang dapat mengancam eksistensi mereka dalam mengakses kawasan hutan. Legitimasi formal yang dimiliki taman nasional mereka respon dengan merumuskan tujuan bersama sehingga dapat membangun kesadaran kolektif warga desa. Kesadaran kolektif atas posisi dan keberadaan taman nasional terwujud pada respon mereka ketika menolak menandatangani nota kesepakatan, masih masuk ke dalam kawasan yang menunjukan sikap keengganan mereka untuk bekerjasama dengan pihak taman nasional. Mempertahankan eksistensi dalam mengakses kawasan hutan yang selama ini mereka miliki menjadi tujuan bersama masyarakat Desa Cipeuteuy. Kawasan tersebut menjadi sumber penghidupan yang dapat menyediakan kebutuhan mereka dalam menjalani kehidupan kesehariannya.
4.3 Menafsirkan Nilai Kebenaran Proses persidangan yang berakhir dengan keputusan bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Cibadak dianggap tidak adil oleh penduduk Desa Cipeuteuy. Kedua warga desa mereka anggap sebagai korban atas praktik pengelolaan kawasan hutan taman nasional yang tidak berpihak terhadap penduduk desa yang tinggal dekat dengan kawasan hutan. Kehadiran pengacara pada proses persidangan dan ahli hukum kehutanan pada pelatihan hukum yang dilakukan di desa menjadi legitimasi bagi penduduk desa dalam menentukan posisi atas keberadaan taman nasional. Praktik pengelolaan kawasan yang dilakukan taman nasional melalui pengamanan dan pengawasan hutan dan melalui Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010
76
program pemberdayaan dengan model kampung konservasi mereka nilai hanya untuk kepentingan taman nasional tidak berpihak terhadap penduduk desa yang berada di dekat kawasan taman nasional yang masih membutuhkan kawasan hutan dalam kehidupan mereka. Melalui sarana pertemuan informal dan kehadiran warga desa di kantor pengadilan transformasi nilai kebenaran yang mereka bangun menjadi kesadaran kolektif penduduk desa. Praktik pengelolaan yang mereka anggap tidak adil direspon dengan sikap keengganan untuk bekerjasama dengan taman nasional. Mereka tetap memasuki kawasan hutan, membangun sarana penyediaan air bersih, menggali saluran pengairan dan mengelola lahan garapan yang berada dalam kawasan konservasi serta menolak menandatangani nota kesepakatan yang diajukan. Mereka menganggap tindakan-tindakan tersebut sebagai tindakan yang benar sesuai dengan nilai kebenaran yang diyakini bersama penduduk desa. Tindakan tersebut dianggap sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sebelum taman nasional hadir yang kemudian membuat aturan-aturan yang melarang mereka melakukan berbagai kegiatan tersebut. Berbeda dengan nilai yang disosialisasikan oleh taman nasional yang melihat hutan sebagai kawasan yang harus dilindungi dan diamankan. Penduduk Desa Cipeuteuy memiliki tafsir tersendiri atas kawasan hutan yang berada dekat dengan desa mereka. Nilai kebenaran tersebut mereka pelihara melalui pertemuan-pertemuan informal dan tindakan bersama dalam kasus perkara pidana maupun dalam kehidupan keseharian mereka sebagai respon atas praktik pengelolaan yang dilakukan oleh taman nasional. Kehadiran pengacara dan ahli hukum dari luar desa menjadi legitimasi atas nilai kebenaran yang mereka yakini dan mereka tunjukan dalam kehidupan keseharian yang masih mengakses kawasan hutan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Universitas Indonesia
Relasi kuasa..., M. Taufik Wahab, FISIP UI, 2010