2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat Jaring Material yang digunakan untuk membentuk alat penangkapan ikan menghendaki persyaratan tertentu. Selwuh persyaratan ini sebaiknya diketahui, apalagi setiap material memiliki sifat-sifat yang berbeda (Murdiyanto, 1975). Dalam tulisannya Fridman (1988) menarnbahkan bahwa material alat tangkap ikan berupa jaring memiliki beberapa sifat khusus yang berbeda dengan material lainnya, seperti kelenturan, discontinuity dan anrsotroy.
Raharjo (1978) yang diacu oleh Robinson (1981) menyebutkan bahwa selama dioperasikan bagian alat tangkap ikan yang terbuat dari jaring akan banyak mendapat pengaruh gaya-gaya yang ditimbulkan oleh faktor luar (external factor) dan factor dalam (internal factor). Gaya yang ditimbulkan oleh faktor luar (external force)
terdiri atas gelombang, arus dan gesekan dengan dasar perairan. Adapun internal force meliputi gaya tenggelam jaring (sinking force), daya apung jaring (buoyancy force) dan tegangan tali-tali fiarne) pembentuk alat tangkap ikan. Oleh karenanya,
mtuk membentuk sebuah alat tangkap yang tersusun atas jaring, Fridman (1988) menjelaskan bahwa spesifikasi jaring seperti ukuran mata, konstruksi benang dan jenis serat harus dipilih berdasarkan kondisi daerah penangkapan ikan dm jenis ikan yang akan ditangkap.
2.2. Kekuatan Jaring
Ketrinia (1984) &lam tulisannya menyebutkan bawa alat penangkapan ikan
harus memiliki kekuatah yang cukup untuk mengimbangi gaya-gaya yang bekerja berulang-ulang terhadapnya. Gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh berat alat, gaya hidrodinamis dan gaya yang ditimbulkan oleh ikan yang tertangkap. Besarnya nilai breaking strength suatu benang jaring sangat tergantung pada jenis material, jumlah
pilinan persatuan panjang, kondisi benang jaring, diameter dan jumlah yarn. Menurut Fridrnan (1988), kondisi benang jaring dalam keadaan basah dan kering sangat menentukan kekuatannya. Dari keduanya, pengujian benang jaring pada kondisi kering lebih banyak dilakukan. Untuk jaring, kekuatan sering dihitung berdasarkan besarnya gaya yang diperlukan untuk memutuskan satu mata jaring S,. Beban untuk memutuskan satu mata, jauh lebih rendah dibandingkan dengan beban untuk memutuskan kombinasi 2 benang yang membentuknya. Koefisien kekuatan biasanya lebih kecil dari 2. Untuk kebanyakan jaring biasanya antara mata jaring (Ks) 1,1 - 1,2. Nilai Ks benang berdiameter besar lebih rendah dari benang halus. Karena kekuatan benang l u m kering lebih mudah diperoleh maka nilai kekuatan lurus bersyaratnya (St)
dipakai sebagi pembanding dan dipakai untuk menduga
kekuatannya dalam keadaan basah dengan atau tanpa simpul. Rumus yang biasa dipaka untuk menentukan kekuatan benang jaring (S,) adalah : s k = s m = s w = K sst . Sk adalah kekuatan simpul, Smkekuatan mata jaring dan S, kekuatan mata jaring
daiam keadaan basah.
2.3. Tegangan Waktu Putus (Breaking Strength)
Tegangan waktu putus yang
dimaksudkan disini
sebenarnya lebih
menggambarkan sifat kekuatan benang dibandingkan dengan daya tahan putus keseluruh benang. Nilai kekuatan putus tidak tergantung pada diameter benang, tetapi sangat ditentukan oleh kualitas benang. Untuk beberapa jenis benang continuow filament, nilai tegangan waktu putus untuk pintalan keras adalah lebih rendah karena dua sudut serat yang memikul beban dengan arah tegangan dan ketebalan benang
untuk jumlah serat yang sarna adalah lebih besar. Tegangan waktu putus benang serat pendek (staple fibre) akan meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah pilinan
sampai batas gesekan serat cukup kuat untuk mencegahnya tergeser (Fridman,l988). Nilai knot stength, menurut Murdiyanto (1975), sangat dipengaruhi oleh tipe simpul
dan variasi penarikan kaki-kaki simpul pada alat penguji tensil strength tester.
2.4. Rasio Penggantungan (Hanging Ratio) Rasio penggantungan adalah perbandingan antara panjang tergantung jaring
pa& tali rangka dan panjang jaring tersebut bila direntang penuh. Ada dua jenis rasio
penggantungan, yaitu rasio primer (El) dan sekunder (Ez). Nilai rasio primer dihitung berdasarkan penggantungan kesamping (horizontal), sedangkan rasio sekunder tegak lurus rasio primer. Nilai rasio primer drift gillnet umumnya berkisar antara 0,s - 0,7, sedangkan gillnet dasar sebesar 0,5. Beberap jenis gillnet rnenggunakan rasio penggantungan sebesar 0,3 untuk menarnbah daya puntal alat sewaktu dioperasikan (Fridman, 1988).
2.5. Pemilihan Bentuk Simpul
Seperti kita ketahui sebuah mata jaring dibentuk oleh adanya empat simpul. Sebuah mata jaring akan terbuka secara maksimum bila pada keempat simpul tersebut akan bekerja gap-gaya yang sama besar. Dua gaya pada arah horizontal yang bekerja secara berlawanan arah clan dua gaya lainnya bekerja dengan arah vertikal. Nilai dan arah keempat gaya tadi haruslah seimbang, waIau kondisi fisik dan kimia perairan berubah sekalipun. Hal ini hams dipenuhi bila mata jaring harus tetap terbuka secara mahimum. Kenyataanya ha1 demikian tentulah akan sukar untuk tetap dipertahankan. Lebih jauh gaya yang bekej a pada keempat simpul yang tidak sama besar dan arah yang tidak tertentu justru akan menyebabkan terputusnya bagian twine yang berada dekat simpul (knot slippage). Hal ini berati bahwa penentuan jenis simpul yang digunakanpun merupakan ha1 yang penting (Nomura, 1981 dan Nomwa and Yamazaki, 1975, diacu Gunarso, 1996). Bila tubuh jaring yang terbentuk tersusun oleh jenis simpul flat knot, maka tubuh jaring akan menjadi ringan. Jumlah dan berat material pembentuk jaring akan lebih sedikit bila di bandingkan dengan jenis badan jaring yang di bentuk oleh simpul trawler knot. Semakin besar diameter twine akan menyebabkan ukuran mata jaring
menjadi semakin kecil dan berat jaring akan semakin besar. Simpul $at knot urnumnya mudah terlepas, bergeser, merenggang, melonggar
dan slip. Simpul jenis trawler knot sulit slip karena terikat erat. Namun bila salah satu simpul mengalami slip, maka ukuran beberapa buah mata jaring akan berubah. Perubahan ini akan menular pada mata jaring lainnya. Penggunaan simpul jenisflat knot, pada jaring menyebabkan mata jaring cenderung terbuka ke arah tegak di
bmdugkan dengan arah mendatar. Bentuk simpul trawler knot lebih banyak
digunakan pada gillnet karena 1 ) mesh size lebih stabil karena simpul jarang terjadi slip, terlepas ataupun bergeser, dan 2) mata jaring lebih mudah atau lebih bebas untuk
membuka, baik ke arah horizontal maupun vertikal. Jaring yang dibentuk dengan simpul trawler knot umumnya akan lebih mudah aus, karena bentuk simpul agak menonjol keluar sehingga mudah bergesek, baik dengan antar simpul maupun dengan
badan kapal. Kondisi ini akan menyebabkan penurunan kekuatan dan lama pakai jaring. (Ayodhyoa, 1972 dan Nomura, 1981; 1991 diacu Gunarso, 1996).