2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Bahan organik tersusun oleh unsur-unsur C, H, 0, dalam beberapa hal mengandung N, S. P dan Fe. Struktur dan sifat-sifat senyawa organik memiliki kisaran yang sangat luas. Masalah pencemaran bahan organik naik pesat sejak berkembangnya metode sintesis zat-zat organik dan dengan dipergunakannya
berbagai zat organik untuk industri, obat-obatan, pertanian, makanan dan lain-lain
(Saeni. 1989). Semua bahan organik mengandung karbon (C) berkombinasi dengan satu atau lebih unsur lainnya. Bahan organik berasa1 dari tiga sumber utama. yaitu: (1) Alam, misalnya sera!, minyak nabati dan hewani, lemak hewani, alkaloid, selulo~ kanji, gula dan sebagainya. (2) Sintesis, yang meliputi semua bahan organik yang diproses oleh manusia. (3) Fermentasi, misalnya alkohol, aseton, gliserol, antibiotika, dan asam; yang semuanya diperoleh me1alui aktivitas mikroorganisme (Sawyer dan McCarty, 1998). Menurut Mason (1981). zat pencemar organik secara umum terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Komponen bahan organik merupakan komponen utama dalam air buangan yaitu sekitar 700/0 dan sisanya komponen anorganik 3OG!. (Caimcros dan
Feachem, 1983). Demikian juga Wardhana (1999), menyatakan bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk dan terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau terdegradasi, maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang tennasuk ke1ompok ini tidak dibuang ke lingkungan perairan karena akan dapat menaikkan populasi mikroorganisme di daIam air. Dengan bertambahnya populasi di dalam air. mw tidak tertutup kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang
berbahaya bagi manusia. Menurut Dannono (2001). penyebab utama berkurangnya
kadar oksigen dalam air ialah limbah organik yang terbuang dalam air. Limbah organik
akan
mengalami
degradasi
dan
dekomposisi
oleh
bakteri
aerob
(menggunakan oksigen dalam air), sehingga lama-kelamaan oksigen yang tedamt
9 dalam air akan sangat berkurang. Dalam kondisi berkurangnya oksigen tersebut hanya spesies organisme tertentu saja yang dapat hidup. Bahan kimia organik seperti
minyak,
pl~
pestisida., larutan pembersih, deterjen dan masih banyak lagi bahan
organik yang terlarut yang digunakan oleh manusia dapat menyebabkan kematian
pada ikan maupun organisme air lainnya. Mara (1993), menyatakan kekuatan limbah atau tingkat ~ncemaran dapat dinilai berdasarkan nilai BOD-DYa, seperti pada Tabe12.1.
Tabel 2.1 Kriteria kualitas air berdasarkan nilai BOD NilaiBOD ~
2,9mg/l 3,0 - 3,9 mgll 5,0 ~ 14,9 mgIl ~ 15,Omgll
Kriteria Kualitas Air Tidak tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat
Sumber: Mara, 1993 Adanya oksigen menyebabkan proses oksidasi aerob dapat berlangsung, bahan organik akan diubah menjadi produk-produk akhir yang relatif stabil dan sisanya
akan disintesis menjadi mikroba baru. Secara umum reaksi oksidasi senyawa organik dapat diikuti pads persamaan 2.1.
Da1am proses oksidasi, mikroba membutuhkan zat-zat ham untuk sintesis kompoDen sel dan menghasilkan energi. Untuk menghasiJkan A TP sebagai swnber
energi dibutuhkan karbohidrat dan protein. Selain itu mikroba juga membutuhkan faktor pertumbqhan lainnya. Komposisi kimia sel mikroba dapat dijadikan petunjuk kebutuhan mikroba akan
zat ham. Unsur C. O. H, N, P dan S menyusun sek:itar 96% dari bobot kering sei. Dari UDSUr-UIlSQI' tersebut, unsur C merupakan penyusun utama yaitu sekitar 50010 dari
hobot kering seI. Unsur C sebagai penyusun utama sel era! kaitannya dengan analisis BOD yang hanya berdasarkan oksidasi pada bahan berkarbon atau carhonace0U3 matter (Gunawan, e( al. 1994).
10 Pada Gambar 2.1, oksidasi berlangsung sebagai bagian dari rantai makanan di
alamo Sebagian bahan makanan yang berasal dari bahan organik akan digunakan untuk mensistesis sel mikroba seperti
lipi~
karbohidrat, protein dan asam nukleat.
Mikroba ~ CO2 + ~O
Bahan~k +02
+ Energi ... (2.1)
(Sel-sel baru)
~
Sel-sel bam
+ °2 I
Cahaya
Algae ..
CO2 , NH
Bakteri ~
t
Bahan Organik
1+,P043-
t
Sel-sel bam
Gambar 2.1 Oksidasi bahan organik di alam (Mara, 1993).
Lynch dan Poole (1989), serta banyak penulis lainnya menyatakan analisis BOD didasarkap pada sistem tertutup dan karbon sebagai zat hara pembatas. Selama waktu inkubasi dalam botol BOD terjadi pengurangan bahan organik berkarbon dan
penggunaan oksigen untuk pertumbuhan mikroba. Hampir semua organisme memerlukan karbon sebagai zat nutrisi organik. Selain untuk memenuhi keperluan biosintetik akan karbon, substrat organik juga digunakan sebagai energi untuk sel. Sebagian besar dari karbon yang terdapat pada substrat organik akan memasuki lintasan metabolisme yang menghasilkan energi dan akhimya dikeluarkan lagi dari sel sebagai CO2 atau sebagai campuran CO2 dan
senyawa organik pada metabolisme fermentasi. Dengan demikian substrat organik mempunyai peran gizi yang lengkap dan pada waktu yang bersamaan berguna sebagai sumber karbon dan sebagai sumber energi. Banyak mikroba dapat menggunakan senyawa organik tunggal untuk memenuhi keperluan dua zat gizi tersebut (Gunawan, et al. 1994).
11
Dalam analisis BOD. pada langkah pertama mikroba menggunakan bahan organik yang ada dalam contoh sebagai sumber karbon dan energinya. Akibatnya konsentrasi bahan organik berlcurang dan biomassa mikroba akan meningkat. Pada dasamya perubahan jumlah organisme mengikuti suatu pola yang tetap. yaitu pada awal tahapan pertwnbuhan makanan dan nutrisi berlebihan. kenaikan jumlah mikroba mengikuti kecepatan eksponensial. Selanjutnya pada keadaan konsentrasi makanan dan nutrisi menjadi pembatas. pertumbuhan mikroba juga menjadi terhambat. Pada tahapan akhir saat semua makanan telah dikonsumsiy pertumbuhan akan terhenti. mikroba banyak yang mati, sehingga jwnlalmya berkurang drastis. Bahan organik yang berasal dari sel-sel mikroba yang mati dapat Iagi digunakan oleh organisme sisa secara auto-oksidasi atau respirasi endogen (persamaan 2.2). Mikroba Sel·seI mati
+ 02 - - -.. ~ CO2 + ~o + Energi ................................ (2.2)
Pada umumya pertumbuhan mikroba di alam mengikuti tahapan-tahapan meliputi Case adaptasi. Case logari~ Case pertumbuhan lambat, Case pertumbuhan stati~
rase
menuju kematian, dan Case kematian. Fase logaritmik merupakan fase
mikroba membelah dengan Cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik.. Ukuran biomassa sel meningkat secara eksponensial atau logaritmik. Model kinetika pertumbuhan pada Case ini mengikuti orde pertama dan oleh beberapa ahli diakui sebagai hukwn pertumbuhan Malthus (Gaudy dan Gaudy, 1990). Dengan makin berlrurangnya zat-zat nutrisi di dalam medium dan adanya hasil-basil metabolisme yang bersifat racWl akan menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga pertumbuhan menuju ke fase stasioner dan akhimya ke fase kematian. Pertumbuhan mikroba yang terjadi di alam diasumsikan juga terjadi dalam. botol BOD pada analisis BOD. Dalam bolol BOD hams diusahakan terpenuhinya kondisi pertumbuhan yang optimum, sehingga diharapkan terjadi fase pertumbuhan ganda. KeadaaD ini agar sesuai dengan kinetika BOD yang mengilruti kinetika orde
pertama. Di dalam analisis BOD, bakteri akan mengoksidasi senyawa organik dan
12 setelah inkubasi 20 hari senyawa organik tersebut dianggap habis. Pada kealiaan ini BOD mencapai puncaknya dan jumlah bakteri berkurang drastis karena mati. Oksidasi piokirnia senyawa organik merupakan proses yang lambat dan secara teoretis memerlukan waktu tidak terbatas untuk. melakukan reaksi sempuma. Dalam periode waktu 20 hari, oksidasi mencapai 95-99010 sempuma, dan dalam periode waktu 5 hari yang umum digunakan untuk. test BOD, kesempumaan oksidasi mencapai 60-70010. Suhu 20°C yang digunakan merupakan nilai rata-rata untuk. daerah perairan arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam inkubator. HasH
yang bCrbeda
~ diperoleh
pada subu yang berbeda karena kecepatan reaksi
biokimia tergantung pada suhu (Saeni~ 1989).
2.2 Konsep PeDeemaran Buangan OrgaDik dan Pendugaannya
Penunman kualitas air dapat disebabkan oleh adanya kandungan bahan atau senyawa organik dan anorganik yang berlebihan. Adanya senyawa organik di perairan akan dirombak oleh bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Perombakan ini akan menjadi masalah jika senyawa organik terdapat dalam jumlah yang banyak. Penguraian senyawa tersebut akan memerlukan pula oksigen yang sangat banyak, sehingga dapat menyebabkan tunmnya kadar oksigen terlarut di perairan sampai mencapai tingkat terendah. Akibatnya, dekomposisi aerob akan terhenti, sehingga pemecahan selanjutnya dilakukan oleh bakteri anaerob. Produksi
basil pemecahan anaerob biasanya berbahaya karena beracun, dapat menimbulkan bau sma prosesnya berjalan lambst (Dunne dan Leopold, 1988). Selain itu perairan dengan kebutuhan oksigen biologi tinggi, tidak mempunyai kemampuan untuk
menambah kadar oksigennya, sehingga tidak dapat mendukung kehidupan organisme yang membutuhkan oksigen (M~ 1995). Konsep untuk. mengukur potensi pencemaran dari suatu limbah yang mengandung sumber karbon organik yang tersedia bagi mikroba adalah dengan cam mengukur banyaknya oksigen yang digunakan selama pertumbuhan organisme pada contoh air limbah. Ini berarti inti masalah pencemaran bahan organik berhubungan
13
dengan benyaknya oksigen yang diperlukan untuk. reaksi metabolisme mikroba yang terjadi sebagai akihat dati masuknya bahan organik ke dalam badan air. Pengukuran potensi pencemaran dari suatu limbah cair sesuai dengan potensinya untuk menghabiskan oksigen terlarut dalam air. adalab konsepsi yang logis dan masuk akal. Dalam skala luas merupakan suatu pendekatan untuk menduga konsentrasi limbah (Gaudy, 1982). Oleh sebab itu., kandungan oksigen digunakan secara biokimia maupun secara kimia dapat digunakan untuk menduga banyaknya senyawa organik yang ada dalam suatu perairan melalui pengukuran BOD dan COD.
2.3 Parameter f'isik dan Kinds (I) Suhu Subu perairan
mencntukan
kehadiran
dari jenis-jenis organisme
air,
mempengaruhi pemijahan dan penetasan, aktivitas dan bahkan mengbambat pertumbuhann)1l. Jenis-jenis makanan utama ikan tidak mampu mentoleransi subu yang Iebih besar dari 32°C (NTAC, 1988). Slamet (l996)~ menyatakan suhu air
sebaiknya sejuk &tau tidak panas agar (a) tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran atau pipa, yang dapat membahayakan kesehatan, (b) mengbambat reaksi-reaksi biokimia di dalam salman atau pips, (c) mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak, (d) hila diminum air dapat mengilangkan dahaga. Pada suhll sangat rendah maupun suhu tinggi mungkin organisme perairan masih dapat hidup, hal ini tergantung pada kemampuan adaptasi organisme tersebut. Mengingat hal itu perubahan suhu dengan tiba-tiba lebih berbahaya terbadap ikan daripada perubahan yang Icbih lambat, karena adanya kesempatan untuk melakukan adaptasi (Hela dan Laevastu, 1990). Selanjutnya Persone (1999), membagi suhu perairan ke dalam 4 kelompok, yaitu: (1) Dingin, bila suhu dibawah 12°C. antara 12-17oC, tetapi kadang-kadang mencapai 2°C. (3) Hangat, hila subu berkisar 20-30oC, tetapi kadang-kadang turon mencapai l'fJC. (2) Sedang, bila suhu
(4) Panas, hila suhu Iebih dari 30°C. Kualitas suhu limbab cair rumah sakit: inlet 29,20oC, outlet 28,60oC. persentase penunman 2,05% (Rahman, 1998). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Lampimn 10.
14 (2) TSS (Total Suspended Solid) Padatan tersuspensi adalab bahan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama 0
penguapan dan pemanasan pada subu l03-105 C. Dengan sendirinya bahan-bahan yang mempun}'Jri tckanan uap keeH di bawah suhu ini akan hilang selama prosedur penguapan dan pemanasan. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan, dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air b~gan domestik dan untuk menentukan cfisiensi unit-unit pengolahan. Pengendapan padatan ini dapat dilakukan dengan proses biologis dan flokulasi kimia Air buangan disebut medium kuat bila kurang dari 75% berupa padatan tersuspensi. dan sisanya berupa padatan yang bisa disaring (Saeni, 1989). Menurut Center dan Hill (1989), dan Wardoyo (1989), TSS terdiri dari komponen terendap~ bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi meIlgandung zat organik dan anorganik. Pescod (1983), menyatakan agar kandungan padatan tersuspensi tidak lebih dari 1000 mgll. sedangkan NTAC (1988), menyarankan kriteria lebih ketat yaitu 400 mglI. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh 1carena itu pengendapan dan pembusukan bahan
organik dapat mengurangi nilai guna perairan. Kualitas TSS limbah cair rumah sakit: inlet 366mg/l; outlet 10.6mg/l; persentase penurunan 70,79010 (Hamid, 2001). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. (3) Kekeruhan Kek~
dapat disebabkan olch bahan-bahan tersuspensi yang bervariasi
dari ukuran koloidal sampai dispersi kasar, tergantung dari derajat turbulensinya.
Pada waktu banjir. sejumlah besar tanah lapisan atas mengalir ke dalam sungai. Kebanyakan bahan ini berupa zat anorganik dan organik. Pada daerah pemukiman, kekeruhan disebabkan pula oleh buangan penduduk dan buangan industri baik yang telab diolah maupun yang belwn mengalami pengolahan (Saeni, 1989). Menurut Slamet (1996). kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat
15
berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga menjadi sumber kekeruhan. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri. sehingga mendukung perlcembangbiakannya. Bakteri ini juga merupakan zat organik tersuspensi, sehingga pertambahannya akan menambah kekeruhan air. Demikian pula dengan algae yang berkembang
bi~
karena adanya zat hara N, P, K akan menambah kekeruhan air. Air
yang keruh sulit didesinfeksi. karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan, bila mikroba itu patogen. Demikian juga Effendi (2003). menyatakan kekeruhan ada1ah gambaran kation logam divalensi
(valensi "dua). Kation-kation ini dapat bereaksi dengan
sab~
membentuk endapan
(presipitasi) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam. air membentuk endapan atau karat pada pera1atan logam. Saeni (1989), menyatakan pengukuran kekeruhan membantu menentukan jwnlah bahan kimia yang dibutuhkan dalam pengolahan air. Pengukuran kekeruhan air sebelum penyaringan berguna untuk mengontrol dosis dan bahan kimia yang digunakan, sedemik.ian rupa sehingga air ini masih dapat disaring dengan saringan
puir. Nilai kekeruhan pada basil saringan juga membantu melakukan pengecekan
adanya kesalahan selama proses penyaringan. Pacia perairan yang tercemar, nilai kekeruhan mencapai ratusan JTU (Jackson Turbidity Unit). (4) DayaHantar Listrik (DHL)
Daya Hantar Listrik (DHL) menunjukkan kemampuan air untuk menghantar
Iistrilc. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air. Oleh brena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi kenaikan DHL. Suatu perairan permukaan alami mempunyai kisaran DHL 50-1.500 JUllhos/cm. Pada sungai-sungai yang dasamya terdiri dati mineral-mineral yang mudah larut, jumlah garam terlarut misalnya natrium. magnesium, ldorida, sulfat dapat bertambah (Saeni, 1989). Menurut Effendi (2003). daya hantar listrik ada1ah gambaran numerik dati kemampuan air untuk menghantarkan aliran listrik. Oleh karena ito, semakin banyak ganun terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Reaktivitas.
bilangan oksidasi dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai
16 DHL. Asam~ ~ dan garam merupakan pengantar listrik (konduktor) yang baile. sedangkan bahan organik, misalnya sukrosa dan benzena yang tidak clapat mengalami disosiasi, merupakan penghantar listrik yangjelek. (5) Salinitas Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Boyd, 1988). Salinitas menggambarkan padatan toial di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan
semua bahan organ.ik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau part per thousand (Pp~ bagian per seribu) atau per mil ('/oo).
Menurut Nontji (1993), salinitas adalah parameter yang menyatakan kandungan garam yang terlarut dalam satu liter air. Se1anjutnya dinyatakan dalam air laut terlarut bennacam-macam garam terutama natrium
ldori~
selain ito terdapat
pula garam-ganpn magnesium, kalsium, kalium. Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5°/00. perairan payau antara 0,5-300/~ dan perairan laut 30-40°/00- Pada perairan yang berkadar garam tinggi (hipersa/ine) nilai salinitas mencapai kisaran 40-80°/00- Pacla perairan pesisir, nilai salinitas SQIlgat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi, 2003). (6) Derajat Kemasaman (PH)
Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa
dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya karbonat, hidroksida, dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Sementara
adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan kemasaman. Perairan yang bersifat asam lebih banyak dibandingkan dengan perairan alkalis. pH air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tersedianya ham-ham serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH. pH perairan tawar berkisar dari 5,0-9,0. Pada kisaran pH ini ikan air tawar masih dapat hidup. Mengingat nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air, tennasuk zat-zat yang secara kimia maupun biokimia
17
tidak stabil, maka penentuan pH harus seketika setelah contoh diambil dan tidak dapat diawetkan (Saeni, 1989). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi ~ misalnya proses nitrifikasi abo berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny dan DIem, 1994). Pengaruh
ni1ai pH terhadap komunitas biologi perairan disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel i.2 Pengaruh pH terhadap komWlitas biologi perairan NilaipH 6,0-6,5
5,5-6,0
Pengaruh Umwn 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedik.it menurun. 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan.
1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak. 2. Kelimpahan total, biomas~ dan produktivitas masih belurn mengalami perubahan yang berarti. 3. AJgae bijau berfiJamen mulai tampak pada zone litoral.
5,0.5,5
1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar. 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 3. Algae bijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.
4,5-5,0
1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar. 2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 3. AJgae bijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.
Sumber: Modlfikasl Baker et aI., J990 dalam Novotny dan Olem. 1994 Mackereth e/ al., (1989), berpendapat pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin
18
tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida
bebas.
Toksisi~
Larutan yang bersifat asam (PH rendah) bersifat korosif.
senyawa kimia juga dipengaruhi oleh pH. Senyawa amoniwn yang
OOpat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak. toksik (innocuous). Pada suasana alkalis (PH tinggi) lebih banyak ditemukan aounonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Ammonia tak ~onisasi ini Iebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik
dibandingkan dengan amonium (Tebbut, 1992). Pada pl:{<4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun algae Chlamydomonas acidophila masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah, yaitu 1, dan algae Euglena masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6 (Haslam, 1995). Kualitas pH limbah cair rumah sakit: inlet 7,58; outlet 7,34; persentase penurunan 3,2% (Rahman, 1998). Hasil penelitian tersebut
OOpat dilihat pa9a Lampiran 10. (1) BOD (Biochemical Oxygen Demand, kebutuhan oksigen biokimia)
Pengukuran BOD sangat penting dalam pengolahan air limbah dan pengelolaan kualitas air, breDa parameter ini digunakan untuk menentukan perIdraan jumlah oksigen yang akan dibutuhkan untuk menstabilkan bahan organik yang ada secara biologic Data BOD digunakan dalam fasilitas pengolahan limbah dan untuk
pengulruran efisiensi beberapa proses pengolahan (Saeni, t 989). Lebih lQl1jut Saeni (1989). menyatakan oksidasi biokimiawi ini merupakan proses lambat dan secara teoretis memerlukan waktu tidak terbatas Wltuk melakukan
reaksi sempuma. Dalam periode waktu 20 had, oksidasi mencapai 95·99010 sempurna, dan dalam periode waktu 5 hari yang umum digunakan untuk analisis BOD,
kesempumaan .,ksidasi mencapai 60-700/0. Suhu 20°C yang digunakan merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan arus lambat di daerah ildim sedang dan mudah
ditiru dalam inkubator. Hasil yang berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena kecepatan reaksi biokimia tergantung dari suhu.
19
Demikian juga Wardhana (1995), menyatakan kebutuban oksigen biologis
adaIah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam lingkungan perairan untuk memecah (mendegmdasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air linglrungan tersebut. Sebenarnya peristiwa penguraian bahan buangan organik. melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air linglrungan adaIah proses
alamiah yang mudah teIjadi apabila air Iingkungan mengandung oksigen yang cukup. Secara tidak langsung, BOD rnerupakan gambaran kadar bahan organik. yaitu
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis dan Cornwell, 1991). Dengan kata l~
BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikomswnsi oleh proses respirasi
mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu 20°C selama 5 hari, dalam keadaan tanpa cahaya
(Boy~
1988). Kualitas BOD limbah cair
rumah sakit: inlet 213,2Omg/l; outlet 57,06mgll; pcrsentase penmunan 73,2% (Rahman, 1998). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10.
(8) COD (Chemical Oxygen Demand, kebutuhan oksigen Idmia) Kebutuhan oksigen kimia (COD), oksidasi bahan organik secara kimiawi dengan menggunakan kalium bikromat yang dipanaskan dengan asam sulfat peleat.
Cara ini digunakan untuk menentukan kandungan bahan organik dalam air buangan
dan perairan alami. Kandungan oksigen yang digunakan untuk menghancurkan bahan organik diukur oleh besamya penggunaan zat oksidator kuat (~Cr2o,) dalam
suasana asam dengan katalis peraksulfat. COD umumnya lebih besar daripada BOD, Jcarena jumlah senyawa kimia yang bisa dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologis (Saeni, 1989).
Kebutuhan oksigen kimia adalah ukuran banyaknya oksigen total yang diperlukan dalam proses oksidasi kimia bahan organik dalam limbah. Bahan oksidasi
yang digtwakan adalah kalium bikromat dan merupakan zat pengoksidasi yang kuat untuk mengoksidasi zat organik secara lengkap rnenjadi karbon dioksida dan air. Ini
bemrti uji COD hanya merupakan suatu analisis yang menggunakan suatu reaksi
oksidasi kimia yang meniru oksidasi biologis yang Sebenamya tetjadi di alamo
20 Selama proses penetapan COD bahan organik akan diubah menjadi CO2 dan ~O tanpa melihat kemampuan asimiJasi secara biologis terhadap bahan organik tersebut.
Dengan demikian uji COD tidak memberikan data yang menghubungkan kinetika model deoksigenasi dalam perairan yang menerima limbah (Effendi, 2003). Menurut metode baku (standard method) prosedur untuk menetapkan kebutuhan oksigen kimiawi ialah dengan menggunakan kalium bikromat dengan peraksulfat se~ katalis. Apabila dalam larutan terdapat senyawa klorida, mw ditambahkan mksasulfat untuk mengikat kl~rida tersebut menjadi ikatan kompleks. Dengan demikian koreksi terhadap klorida dapat dihindari (Boyd, 1988). Kualitas COD limbah
cair rumah sakit: inlet 680,8Omg/l; outlet 181,84mg/l; persentase
penunman 70, 7% ~ 1998). Basil penelitian tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 10. (9) 00 (Dissolved Oxygen, oksigen terJarut) Oksigen teriarut adalah banyaknya oksigen terlarut (mg) dalam satu liter air. Kehidupan makhluk bidup di dalam air (tumbuhan dan biota air) tergantung dari kemampuan air \Ultuk mempertahankan konsentrasi DO minimal yang diperlukannya. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dati udara yang masuk ke dalam air. Konsentrasi DO dalam air tergantung pada suhu dan
tekanan udara. Pada suhu 20°C dengan tekanan udara satu atmosfer,konsentrasi DO dalam keadaan jenuh adalah 9,2 mg/l dan pada suhu 50°C (tekanan udara sarna), konsentrasi DO adalah 5,6 mg/l. Makin rendah niJai DO, makin tinggi pencemaran dan biota perairan mengheodaki nilai DO Iebm besar dari 4 mg/l. Untuk meningkatkan DO, misalnya pada kolam pengolahan limbah cair, dapat dilakukan
dengan kincir air atau aerator, yang berfungsi untuk menambah oksigen masuk ke dalam air (Effendi, 2003).
Menurut Saeni (1989), tanpa adanya oksigen terlarut pada tingkat konsentrasi terten~
banyak jenis organisme akuatik tidak akan pernah ada dalam air. Oksigen
terlarut digunakan dalam pengbancwan bahan organik daJam air. Banyak ikan mati bukan diakibatkan oleh toksisitas zat pencemar langsung, tetapi dari kekurangan
21 oksigen sebagai akihat dari pemakaiannya untuk menghancurkan zat pencemar. Sebagai contoh, hujan lebat yang terjadi setelah periode kemarau yang panjang akan mencuci sejumlah besar kotoran dan buangan lain dari kandang temak. ke dalam sungai dan danau. Begitu sampah dihanc~ kandungan oksigen terlarut dalam air turon sampai
~t
dalam danau.
1004
yang sangat rendah, sehingga mematikan ikan yang terdapat di
ikan tersebut mati karena tidak dapst bemafas. bubo karena
pengaruh toksik langsung dari zat pencemar itu. Sastrawijaya (2000) juga menyatakan oksigen adalah gas yang tidak berwarna, tidak ~ tidak berasa dan hanya sedildt tarot dalam air. Untuk mempertahanbn kehidupan makhluk yang tinggal dalam air, baik tanaman maupun hewan, bergantpng kepada olcsigen yang terlarut ini. Judi penentuan kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Kehidupan dalam air dapat bertahan jib ada oksigen terlarut minimum 5 mg/l air. Selebihnya tergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, adanya pencemar. suhu air dan
sebagainya. Umumnya laju konsumsi kelarutan oksigen dalam air jib udara yang 9
berse:ntuhan dengan permukaan air itu bertekanan 760 mb (milibar) dan mengandung 21 % oksigen.
Tabet 2.;3 Konsentrasi oksigen terlarut dan tingkat pencemaran air DO (mgll) 8-9 6,7-8 4,5-6,7 Dibawah4,5 Dibawab4
Tingkat pencemaran Tidak tercemar
Tercemar sedikit Tercemar ringan Tercemar herat Tercemar parah
. (1988) dalQIII Khiatuddm . . (2003) . Surnber- Miller
Oksigen dapat merupakan faktor pernbatas dalam penentuan kehadiran
makhluk bidup dalam air. Oksigen dalam danau misalnya berasal dati udara dan fotosintesis yang bidup di danau itu. Jika respirasi terjadi lebih cepat dari penggantian
yang tarot, maka terjadi kekumngan oksigen. Sebaliknya dasar danau dijenuhkan dengan oksigen,
22 Dalam air deras, biasanya oksigen tidak menjadi faktor pembatas. Dalam sungai yang jemih dan deras kepekatan oksigen mencapai kejenuhan. Jika air mengalir lambst atau ada pencemar, mak:a oksigen yang terlarut mungkin di bawah kejen~
sehingga oksigen kembali menjadi faktor pembatas. Kepekatan oksigen
terlanrt tergantung kepada: (I) suhu, (2) adanya tanaman fotosintesis, (3) tingkat penetrasi cahaya yang tergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air. (4) tingkat kederasan
atiran air, (5)
jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air, seperti
sampah, ganggang mati, atau limbah industri (Khiatuddin, 2(03).
(to) Nitrogen Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam keadaan terlarut atau sebagai
bahan tersuspensi. Senyawa-senyawa ini merupakan senyawa yang sangat penting dalam air dan memegang peranan sangat kuat dalam reaksi-reaksi biologi perairan. Jenis-jenis nitrogen anorganik utama dalam air adalah ion nitrat (N03) dan ammonium (NH4 j. Dalam beberapa keadaan ion nitrit (N~) juga diketemukan dalam air. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan·bahan yang berprotein. Nitrogen juga terdapat dalam
senyawa-senyawa pencemar, seperti asam sianida (HCN), asam etilen diamin tetra asetat (EDTA) atau asam nitrilotriasetat (NTA) (Saeni, 1989) Menurut Manit (2003), nitrogen dalam air berswnber dari limbah pertanian, petemakan, industri. dan limbah domestik. Penyebab utama pertumbuban ganggang (algae) yang pesat di suatu perairan (eutroflkasl) adalah nitrogen. Nitrat dihasilkan dari proses nitrifikas~ yaitu proses oksidasi ammonia (NH) menjadi nitrat (N0:3).
Nitrat dalam air, racun bagi bayi dan hewan memamah biak karena dalam sistem pencemaan nitrat direduksi menjadi nitrit (N~). Dalam darah, nitrit dapat mengikat hemoglobin, sehingga fungsi hemoglobin sebagai pembawa oksigen dalam darah
terganggu. SeIain itu, nitrit juga menghambat pertumbuhan bakteri; sehingga diperlukan tambahan nitrat agar pertumbuhan bakteri normal kembali. Melalui proses denitrifikasi. nitrat akan berubah menjadi gas nitrogen (N2). Nitrogen juga dapat kembali ke atmosfir dalam bentuk N20 dan NO dengan bantuan
23 bakteri. Dalam proses dckomposisi bahan organik akan dihasilkan nitrat, jib oksigen terscdia untuk memcnuhi kebutuhan bakteri pengurai. Berdasarkan kcbutuhan oksigen, baktcri pengurai dibcdakan menjadi: (1) Bakteri aerob. yaitu bakteri yang memerlukan oksigcn dalam proses pcmbentukan (dekomposisi) bahan organik. (2)
Bakteri anaerob, yaitu baktcri yang tidak memcrlukan oksigcn dalam proses dekomposisi bahan organik. (3) Ba1cteri fakultatif, yaitu bakteri yang menggunakan oksigen jika terscdia atau menggunakan senyawa lain (ion nitrat dan atau ion sulfat),
jika oksigen tidak tersedia (Effendi, 2003). Mcnunn Sastrawijaya (2000), nitrogen sebagai salah satu ham terdapat dalam protein. Protein merupakan komposisi utama plankton, dasar semua jaringan mabnan yang bertalian dengan air. Dalam plankton terdapat 50010 protein atau 7-10% nitrogen. Daur nitrogen mulai dari produsen kc konsumen, pengurai kemudian ke produsen lagi (Gambar 2.2).
Nitrogen~
diudara
/
2/
Ni
'~ Nitrit
3 .
~
____ ---,.Amonia ____________ ,
~Protein~ tanaman
7
Protein hewan
Gambar 2.2 Daur nitrogen, (Sastrawijaya, 2000). Ada
uga tandon (gudang) nitrogen di alamo Pertama ialah di udara, kedua
senyawa anorganik (nitrat, nitrit, ammonia). dan ketiga ialah senyawa organik
(protein, urea., dan asam urik). Nitrogen terbanyak ada di udara, 78% volume udam
adalah nitrogen. Hanya sedikit organisme yang dapat langsung memanfaatkan nitrogen udara. Tanaman dapat mcnycrap nitrogen dalam bcntuk nitrat,
N~·.
Pengubahan dari nitrogen bebas di udara menjadi nitrat dapat dilakukan secara biologi maupun kimia. Transfonnasi ini disebut pengikatan (fiksasl) nitrogen (Sastrawijaya, 2000).
24
Nitrat dalam tanah dan air terbanyak dibuat oleh milcroorganisme dengan cara biologis. Bakteria pengikat nitrogen terdapat dalam akar tumbuhan poiongan. Dalam bintil akar tanaman ini terdapat bakteri yang mampu mengikat nitrogen udara. Dalam satu tabun setiap hektar tanaman polong dapat mengikat sekitar 600 kg nitrogen. Dalam air nitrogen diikat juga oleh bakteri dan ganggang. Amonia merupakan basil tambahan penguraian (pembusukan) protein tanaman atau hewan,. stau dalam kotorannya. Jadi jika ada ammonia dalam air, ada kemungkinan kotoran hewan masuk. Juga dapat terbentuk jika urea dan asam urilc dalam urine mengurai. Pupuk buatan juga mengandung ammonia dan senyawanya, sehingga rabuk yang terbawa air
dapat terurai dan memberikan amonia (Sastrawijaya, 20(0).
2.4 Parameter UioJogis Berbagai mikroba patogen seringkali ditularkan melalui air yang tercemar, sehingga dapat menimbulkan penyakit pads manusia maupun hewan. Mikroba ini biasanya terdapat dalam saluran pencemaan dan mencemari air melalui tinja. SeIain
itu. air yang tercemar dapat pula menyebabkan penyakit kulit dan mala (Lay. 1994). Mikroba asal tinja yang sering menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne disease) mencakup Salmonella typhi. Shigella spp, Salmonella
paratyphi dan Vibrio cholerae. Disentri yang disebabkan oleh Campylobacter jejuni dan Escherichia coli dapat pula ditularkan melalui air. Bakteri. virus dan protozoa yang dapat mencemari air melalui tinja adalah virus hepatitis A dan polio. Keragaman mikroba yang dapat menimbulkan penyakit, menyebabkan para ahIi mencari indikator untuk menunjukkan adanya mikroba patogen, sehingga dapat diketahui kualllitas mikrobiologi atau sanitasi air. Sebagai indikator banyak digunakan kelompok koliform, meskipun dapat digunakan indikator lainnya (Lay. 1994),
Kelompok koliform mencakup bakteri yang bersifat aerob dan anaerob fakuItatif,
~
gram
negatif dan
tidak
membentuk
spors.
Kolifonn
memfermentasi.lum laktosa dengan pembentukan asam dan gas dalam waktu 48 jam
pada suhu 35°C. Kelompok koliform dibagi menjadi kolifonn tinja dan non-tinja.
25 Koliform tioja mampu meoghasilkan gas dalam kaldu EC dalam waktu 24 jam dalam suhu 44~50C (Lay, 1994). Supardi dan Sukamto (1999), menyatakan yang tennasuk basil koliform antara lain: Escherichia coli. Edwarsiella. Citrobacter, Enterobacter.
Hafnia. Se"a/ia. Proteus, Arizona. Providentia, Pseudomonas dan basil parakoloo. Secara garis besar kuman-kwnan tersebut memiliki sifat-sifat bentuk batang, gram negatif. non-motil atau motil, memiliki flagella peritrikos, berfimbria. atau tidak, berkapsul atau tidak. Sifat pertwnbubannya pads media agar sederhana, koloID berbentuk sirkuler dengan diameter 1-3 mm, sedikit cembung, permukaan halos, tidak berwarna ~ abu-abu dan jemih. kolifo~
E. coli termasuk basil
merupakan flora komensal yang paling
banyak pads usus manusia dan hewan, fakultatif anaerob. Koliform dapat berubah menjadi patogen bila bidup di luar usus, menyebabkan infeksi salman kemih. infeksi luka dan mastitis pads sapi. Dalam jumlah yang banyak bersama-sama
tinj~
akan
mencemari lingkungan. E. coli thermotoleran ada1ah strain E. coli yang dapat hidup pada suhu biakan 44,SoC dan merupakan indikator pencemaran air dan makanan oleh tioja. E. coli Qlerupakan bakteri batang gram negatif, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbria dan bersifat motil. Bakteri ini mampu memfermentasi laktosa dengan cepat, s~hingga pada agar Me.Conkey membentuk koloni merah muda sampai tua dengan kHat logam yang spesifik, dan pennukaan balus (Supardi dan Sukamto, 1999).
E. coli adaIah jenis koliform tioja. E. coli merupakan bakteri petunjuk adanya pencemanm tinja yang paling efisien, karma E. coli hanya dan selalu terdapat dalam tinja (Alaerts dan Santika, 1994). Suriawiria (2003) juga menyatakan golongan
bakteri coli, merupakan jasad indikator di dalam substrat air, bahan makanan, dan sebagainya untqk kehadiran jasad
berbahay~
yang mempunyai persamaan sifat gram
negatifberbentuk batang, tidak: berbentuk spora dan mampu memfermentasikan kaldu o
.
laktosa pada suhu 37 C dengan membentuk asam dan gas di dalam waktu 48 jam. E. coli
hidup di
sebagai salah satu contoh terkenal mempunyai beberapa kekhasan,
da1~
saluran pencemaan manusia dan hewan berdarah panas. Sejak
26
diketahui bahwa bakteri tersebut tersebar pada semua individu, maka analisis bakteriologi air minum ditujukan kepada kehadiran bakteri tersebut. Walaupun adanya bakteri tersebut tidak dapat memastikan adanya bakteri patogen secara langsung, tetapi dari basil yang didapat memberikan kesimpulan bahwa bakteri coli dalam jumlah tertentu di dalam air digunakan sebagai indikator adanya bakteri patogen. Pencemaran bakteri tinja (feses) tidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi
estetika, kebersihan,
sanitasi
maupun kemungkinan terjadinya infeksi yang
berbahaya. Kehadiran mikroba patogen di dalam air buangan, merupakan salah satu contoh intemksi dua prinsip. yaitu bahwa populasi patogen di dalam buangan yang justru paling tinggi nilai toleransinya kalau dibandingkan dengan jenis lain yang non-patogen. K.arena balcteri coli pada wnwnnya didapat dalam feses, kehadirannya di dalam makanan dan minuman dijadikan indeks pencemaran bakteri feses (Suriawiria, 2003). Menmut Lay (1994), ada dua metode deteksi E. coli yang selama ini dilakukan,
yaitu metode most probable number (MPN) dan metode penyaringan. Metode MPN merupakan uji E.coli bersama-sama dengan uji kolifoIDl, berupa deretan tabung yang menyuburkan pemimbuhan koHform dan E.coli dalam sampel uji. Jumlah koliform dan E. coli
up
bukan perbitungan yang tepa!, namun merupakan angka yang
mendekati jumlah yang sebenamya. Uji diawali dengan memasukkan 10 ml cairan
dari sampel ke dalam /aury tryptose broth. Uji awal ini disebut uji duga (presumptive
lest). Dalam uji duga, setiap tabung yang mengasilkan gas dalam masa inkubasi diduga mengandung bakteri kolifoIDl. Uji dinyatakan positif bila terlibat gas dalam tabung Durham. Tabung yang memperlihatkan pembentukan gas diuji lebih lanjut dengan uji
peneguhan dan uji E. coli. Uji peneguhan dilakukan untuk menegaskan gas yang terbentuk disebabkan oleh kwnan kolifonn dan bubo oleh kerjasama beberapa spesies, sehingga mengbasilkan gas. Uji E. coli dilakukan untuk mengetahui bahwa kwnan kolifonn yang diperoleh tennasuk kolifonn asal tinja atau E. coli. Dalam uji peneguhan digunakan Brilliant Green Bile Lactose Broth (BGBL) yang diinokulasi
27 dengan satu mata media yang memperlihatkan basil positif pada uji duga. Kaldu BGBL diinkubasikan pada suhu 3SoC selama 48 jam. Untuk uji E. coli. inokulasi dilakukan pada media EC yang diinkubasi pada suhu 44.5 0C selama 24 jam. Pembentukan gas dalam tabung menunjukkan basil positif. Media dan suhu inkubasi menyuburkan kuman yang diseleksi baik dalam uji peneguhan maupun uji E. coli. Uji positif akan menghasilkan angka indeks, yang akan disesuaikan dengan tabel MPN untuk menentukan kolifonn dan E. coli dalam sampel (Lay. 1994), disajikan pada Tabe12A. Tabel 2.4 Indeks MPN metode 5 tabung Tabungyang
memperJihatkan gas
MPN/tOOml
Tabungyang mem..-.:~:·
MPN/lOOm)
0-0-0
<2
0-0-1
2 2
4-3-0
22 26 27
4
4-3-1
33
2 4 4
4-4-0
34 23 31 43
0-1-0 0-2-0 1-0-0 1-0-1 1-1-0 1-1-1
6
1-2-0 2-0-0 2-0-1 2-1-0
6 5 7 7 9
2-1-1
2-2-0 2-3-0 3-0-0 3-0-1 3-1-0 3-1-1 3-2-0 3-2-1 4-0-0 4-0-1 4-1-0 4-1-1 4-1-2
Sumber: Lay. 1994
9
12 8 11 11
14 14 17 J3 17
17 21 26
4-2-0 4-2-1
gas
5-0-0 5-0-1 5-0-2 5-1-0
33
5-1-1
46
5-1-2 5-2-0 5-2-1 5-2-2 5-3-0 5-3-1 5-3-2 5-3-3 5-4-0 5-4-1
5-4-2 5-4-3
5-4-4 5-5-0 5-5-1 5-5-2
63
49 70 94
79 110 140 180 130 170 220 280 350 240 350 540
5-5-3 5-5-4
920 1.600
5-5-5
~2.400