RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 I.
PEMOHON Yayasan Maharya Pati, diwakili oleh Murnanda Utama, S.H., dan Deva Septana, selaku Ketua dan Sekretaris Yayasan Maharya Pati, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Imam Syahtria, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanpa tanggal Juli 2014.
II.
OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materil Pasal 6 angka 30 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003 dan Bab II Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno tanggal 12 Maret 1967 terhadap UUD 1945
III.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.” 3. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon.
IV.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah badan hukum publik yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 6 angka 30 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003 dan Bab II Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno tanggal 12 Maret 1967. V.
NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: − Bab II Pasal 6 TAP MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967 Menetapkan, penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. Ir. Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hokum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden. − Paasl 6 angka 30 TAP MPR Nomor I/MPR/2003 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang disebutkan di bawah ini merupakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan RRakyat Republik Indonesia yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (30) Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.
B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : − Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. − Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. VI.
ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Bahwa Pasal 6 TAP MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967 serta klausul menimbang huruf c adalah pendapat MPRS yang masih memerlukan pembuktian kebenarannya serta harus ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Pembuktian atas kebenaran pendapat MPRS tersebut belum pernah dilakukan namun oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia (TAP MPR) Nomor I/MPR/2003 disebutkan dalam Pasal 6 dinyatakan “bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan” karenanya bertentangan dengan Alinea IV Pembukaan UUD 1945 pada umumnya, dan khususnya dengan Pasal 28D ayat (1). 2. Keberadaan Pasal 6 angka 30 TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003, secara tidak langsung melanggengkan ketidakpastian mengenai status hukum Dr. Ir. Soekarno, sehingga secara yuridis formil Dr. Ir. Soekarno masih belum terbebas dari persoalan hukum yang telah terlanjur disematkan, dimana hal ini tidak mencerminkan prinsip yang dianut Negara Indonesia sebagai suatu Negara Hukum dan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana termaktub pada Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 3. “Stempel tersangka” yang masih tetap melekat tersebut, selain telah menghilangkan hak-hak sosial yang bersangkutan, baik dalam kapasitasnya sebagai individu maupun atas nama keluarga, pada kenyataannya juga telah membelenggu “akses finansial” yang telah dibangunnya untuk kepentingan umum dan sebesar-besarnya kesejahteraan Bangsa Indonesia. Sehingga kondisi tersebut berpotensi merugikan hak-hak Pemohon dan Bangsa Indonesia pada umumnya untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana termaktub pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa Pasal 6 angka 30 Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003 sebatas Bab II Pasal 6 TAP MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967, bertentangan dengan UUD 1945; 3. Menyatakan bahwa Pasal 6 angka 30 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003 sebatas Bab II Pasal 6 TAP MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 4. Menyatakan bahwa status hukum dan pemulihan nama baik Dr. Ir. Soekarno sebagai Bapak Bangsa Indonesia harus diselesaikan oleh Presiden Republik Indonesia paling lama 30 hari sejak putusan ini, dengan memberhatikan Ketentuan Bab II Pasal 6 Ketetapan MPRS Nomor
XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 1986 tentang Pemberian Gelar Pahlawan Proklamator Kepada Soekarno, Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2012 tentang Pemberian Gelar Pahlawan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan; 5. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30) hari kerja sejak putusan dibacakan. Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Catatan: − Perubahan pada Petitum a. Permohonan Awal 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa Pasal 6 angka 30 Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945; 3. Menyatakan bahwa Pasal 6 angka 30 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 203, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 4. Memerintahkan Presiden Republik Indonesia paling lama 30 hari sejak putusan ini untuk mengeluarkan Keputusan Presiden dengan memperhatikan Ketentuan Bab II Pasal 6 Ketetapan MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara Dari Presiden Soekarno, Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 1986 tentang Pemberian Gelar Pahlawan Proklamator Kepada Soekarno, Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2012 tentang Pemberian Gelar Pahlawan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dan UUD 1945 untuk membebaskan Dr. Ir. Soekarno dari persoalan hukum yang dituduhkan dalam Ketetapan MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967 Bab II Pasal 6, dan memulihkan nama baik Dr. Ir. Soekarno sebagai Bapak Bangsa Indonesia; 5. Menyatakan demi Kepastian Hukum berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sekaligus untuk menghindari perbenturan suatu peraturan dengan aturan perundang-undangan yang lainnya maka terhadap angka 30 Pasal 6 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS RI dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003 adalah
termasuk ke dalam Kategori I sebagaimana dimaksud Pasal 1 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS RI dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003; dan 6. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30) hari kerja sejak putusan dibacakan. Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya sebatas menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dalam pengertian Undang-Undang secara “an-sich” yaitu Undang-Undang yang dibentuk bersama oleh DPR dan Presiden, maka terhadap perkara a quo mohon kiranya diberikan amar putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono) dengan amar putusan sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 2. Menyatakan demi Kepastian Hukum berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan sekaligus untuk menghindari ketiadaan hUkum dalam suatu Negara Hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang untuk menguji Ketetapan MPR terhadap UUD 1945; 3. Memerintahkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk menerima permohonan pengujian Ketetapan MPR, dan paling lama 30 hari sejak diterimanya Permohonan, memeriksa dan mengeluarkan keputusan/ketetapan MPR dengan memperhatikan Sumber Hukum dan Hukum Dasar Negara Republik Indonesia; dan 4. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30) hari kerja sejak putusan dibacakan. b. Perbaikan Permohonan 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa Pasal 6 angka 30 Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003 sebatas Bab II Pasal 6 TAP MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967, bertentangan dengan UUD 1945; 3. Menyatakan bahwa Pasal 6 angka 30 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 tanggal 7 Agustus 2003 sebatas Bab II Pasal 6 TAP MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1967, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
4.
Menyatakan bahwa status hukum dan pemulihan nama baik Dr. Ir. Soekarno sebagai Bapak Bangsa Indonesia harus diselesaikan oleh Presiden Republik Indonesia paling lama 30 hari sejak putusan ini, dengan memberhatikan Ketentuan Bab II Pasal 6 Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 1986 tentang Pemberian Gelar Pahlawan Proklamator Kepada Soekarno, Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2012 tentang Pemberian Gelar Pahlawan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan; 5. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30) hari kerja sejak putusan dibacakan. Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).