1.3 Pertanyaan Diskusi 1. Bagaimna mekanisme pertahanan tubuh terhadap kanker? 2,4,6 2.2.5 Imunologi Kanker 2.2.5.1 Respon imun terhadap sel kanker Sel kanker dikenal sebagai nonself yang bersifat antigenik pada sistem imunitas tubuh manusia sehingga ia akan menimbulkan respons imun secara seluler maupun humoral. Imunitas humoral lebih sedikit berperan daripada imunitas seluler dalam proses penghancuran sel kanker, tetapi tubuh tetap membentuk antibodi terhadap antigen tumor. Dua mekanisme antibodi diketahui dapat menghancurkan target kanker yaitu, Antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) dan Complement Dependent Cytotoxicity. Pada ADCC antibodi IgG spesifik berikatan terhadap Tumor Associated Antigen (TAA) dan sel efektor yang membawa reseptor untuk bagian Fc dari molekul Ig. Antibodi bertindak sebagai jembatan antara efektor dan target. Antibodi yang terikat dapat merangsang pelepasan superoksida atau peroksida dari sel efektor. Sel yang dapat bertindak sebagai efektor di sini adalah limfosit null (sel K), monosit, makrofag, lekosit PMN (polimorfonuklear) dan fragmen trombosit. Ini akan mengalami lisis optimal dalam 4 sampai 6 jam.1 Pada Complement Dependent Cytotoxicity, pengikatan antibodi ke permukaan sel tumor menyebabkan rangkaian peristiwa komplemen klasik dari C 1,4,2,3,5,6,7,8,9. Komponen C akhir menciptakan saluran atau kebocoran pada permukaan sel tumor. IgM lebih efisien dibanding IgG dalam merangsang proses ini.1 Pada pemeriksaan patologi-anatomik tumor, sering ditemukan infiltrat sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mastosit. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrasi sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun yang nonspesifik dapat langsung menghancurkan sel tumor tanpa sensitisasi sebelumnya. Efektor sistem imun tersebut adalah sel Tc, fagosit mononuklear, polinuklear, Sel NK. Aktivasi sel T melibatkan sel Th dan Tc. Sel Th penting pada pengerahan dan aktivasi makrofag dan sel NK.1 Kontak langsung antara sel target dan limfosit T menyebabkan interaksi antara reseptor spesifik pada permukaan sel T dengan antigen membran sel target yang mencetuskan induksi kerusakan membran yang bersifat letal. Peningkatan kadar cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) dalam sel T dapat menghambat sitotoksisitas dan efek inhibisi Prostaglandin (PG) E1 dan E2 terhadap sitotoksisitas mungkin diperantarai cAMP. Mekanisme penghancuran sel tumor yang pasti masih belum diketahui walaupun pengrusakan membran sel target dengan hilangnya integritas osmotik merupakan peristiwa akhir. Pelepasan Limfotoksin (LT), interaksi membran-membran langsung dan aktifitas sel T diperkirakan merupakan penyebab rusaknya membrane. Interleukin (IL), interferon (IFN) dan sel T mengaktifkan pula sel NK. Lisis sel target dapat terjadi tanpa paparan pendahuluan dan target dapat dibunuh langsung. Kematian sel tumor dapat sebagai akibat paparan terhadap toksin yang terdapat dalam granula, produksi superoksida atau aktivitas protease serine pada permukaan sel efektor. Aktivitas NK dapat dirangsang secara in vitro dengan pemberian IFN. Penghambatan aktivasi sel NK terlihat pada beberapa PG (PGE1, PGE2, PGA1 dan PGA2), phorbol ester, glukokortikoid dan siklofosfamid. Sel NC (Natural Cytotoxic) juga
teridentifikasi menghancurkan sel tumor. Berbeda dengan sel NK, sel NC kelihatannya distimulasi oleh IL-3 dan relatif tahan terhadap glukokortikoid dan siklofosfamid.1 Selain itu, sitotoksisitas melalui makrofag menyebabkan makrofag yang teraktivasi berikatan dengan sel neoplastik lebih cepat dibanding dengan sel normal. Pengikatan khusus makrofag yang teraktivasi ke membran sel tumor adalah melalui struktur yang sensitif terhadap tripsin. Pengikatan akan bertambah kuat dan erat dalam 1 sampai 3 jam dan ikatan ini akan mematikan sel. Sekali pengikatan terjadi, mekanisme sitotoksisitas melalui makrofag berlanjut dengan transfer enzim lisosim, superoksida, protease, faktor sitotoksis yang resisten terhadap inhibitor protease dan yang menyerupai LT. Sekali teraktivasi, makrofag dapat menghasilkan PG yang dapat membatasi aktivasinya sendiri. Makrofag yang teraktivasi dapat menekan proliferasi limfosit, aktivitas NK dan produksi mediator. Aktivasi supresi dapat berhubungan dengan pelepasan PG atau produksi superoksida. Sebagai tambahan, makrofag dapat merangsang dan juga menghambat pertumbuhan sel tumor. Makrofag dapat pula berfungsi sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor. Indometasin dapat menghambat efek perangsangan makrofag pada pertumbuhan tumor ovarium yang diperkirakan prostaglandin mungkin berperan sebagai mediatornya. Di samping itu makrofag dapat menimbulkan efek negatif berupa supresi yang disebut makrofag supresor. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri atau akibat pengobatan.1 Mengapa kanker dapat luput dari pengawasan sistem imun Walaupun ada sistem imunosurveilan, kanker dapat luput dari pengawasan sistem imun tubuh bila faktor-faktor yang menunjang pertumbuhan tumor lebih berpengaruh dibanding dengan faktor-faktor yang menekan tumor, sehingga terjadi apa yang dinamakan immunological escape kanker. Faktorfaktor yang mempengaruhi luputnya tumor dari pengawasan sistem imun tubuh sebagai berikut:2 a. Kinetik tumor (sneaking through) Pada binatang yang diimunisasi, pemberian sel tumor dalam dosis kecil akan menyebabkan tumor tersebut dapat menyelinap (sneak through) yang tidak diketahui tubuh dan baru diketahui bila tumor sudah berkembang lanjut dan di luar kemampuan sistem imun untuk menghancurkannya. Mekanisme terjadinya tidak diketahui tapi diduga berhubungan dengan vaskularisasi neoplasma tersebut. a. Modulasi antigenik Antibodi dapat mengubah atau memodulasi permukaan sel tanpa menghilangkan determinan permukaan. b. Masking Antigen Molekul tertentu, seperti sialomucin, yang sering diikat permukaan sel tumor dapat menutupi antigen dan mencegah ikatan dengan limfosit. c. Penglepasan Antigen (Shedding Antigen) Antigen tumor yang dilepas dan larut dalam sirkulasi, dapat mengganggu fungsi sel T dengan mengambil tempat pada reseptor antigen. Hal itu dapat pula terjadi dengan kompleks imun antigen antibodi. d. Toleransi Virus kanker mammae pada tikus disekresi dalam air susunya, tetapi bayi tikus yang disusuinya toleran terhadap tumor tersebut. Infeksi kongenital oleh virus yang terjadi pada tikus-tikus tersebut akan menimbulkan toleransi terhadap virus tersebut dan virus sejenis.
e. Limfosit yang terperangkap Limfosit spesifik terhadap tumor dapat terperangkap di dalam kelenjar limfe. Antigen tumor yang terkumpul dalam kelenjar limfe yang letaknya berdekatan dengan lokasi tumor, dapat menjadi toleran terhadap limfosit setempat, tetapi tidak terhadap limfosit kelenjar limfe yang letaknya jauh dari tumor. f. Faktor genetik Kegagalan untuk mengaktifkan sel efektor T dapat disebabkan oleh karena faktor genetik. g. Faktor penyekat Antigen tumor yang dilepas oleh sel dapat membentuk kompleks dengan antibodi spesifik yang membentuk pejamu. Kompleks tersebut dapat menghambat efek sitotoksitas limfosit pejamu melalui dua cara, yaitu dengan mengikat sel Th sehingga sel tersebut tidak dapat mengenal sel tumor dan memberikan pertolongan kepada sel Tc. h. Produk tumor PG yang dihasilkan tumor sendiri dapat mengganggu fungsi sel NK dan sel K. Faktor humoral lain dapat mengganggu respons inflamasi, kemotaksis, aktivasi komplemen secara nonspesifik dan menambah kebutuhan darah yang diperlukan tumor padat. i. Faktor pertumbuhan Respons sel T bergantung pada IL. Gangguan makrofag untuk memproduksi IL-1, kurangnya kerjasama di antara subset-subset sel T dan produksi IL-2 yang menurun akan mengurangi respons imun terhadap tumor. Sumber: 1. Halim, B. dan Sahil, MF. Imunologi Kanker. 2001. [Cited May 15, 2015] Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_ImunologiKanker.pdf/16_ImunologiKanker. html 2. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. Jelaskan mengenai Ca Mamae a. Stadium(3,4) Pembagian stadium menurut Portmann yang disesuaikan dengan aplikasi klinik yaitu:1,2 Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya (otot) . Besar tumor 1 - 2 cm dan tidak dapat terdeteksi dari luar. Kelenjar getah bening regional belum teraba. Perawatan yang sangat sistematis diberikan tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada stadium ini, kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70%. Stadium II : Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5 - 5 cm, sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm. Untuk mengangkat sel-sel kanker biasanya dilakukan operasi dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah 30 - 40 %.
Stadium III A : Tumor sudah meluas dalam payudara, besar tumor 5 - 10 cm, tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila masih bebas satu sama lain. Menurut data dari Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada stadium ini. Stadium III B : Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara), ulserasi, kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau ke jaringan sekitarnya dengan diameter 2 - 5 cm. Kanker sudah menyebar ke seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot dada. Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan Metastasis jauh. Sel-sel kanker sudah merembet menyerang bagian tubuh lainnya, biasanya tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara. Tujuan pengobatan pada stadium ini adalah palliatif bukan lagi kuratif (menyembuhkan). Pembagian stadium kanker menurut Portmann dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1: Kanker Payudara berdasarkan stadium menurut Portmann3 Sumber: 1. Muchlis, R. Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2005. 2. Price, S. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. 3. National Cancer Institute. Breast Cancer Treatments Information and Pictures. 2009. Available from: http://www.cancer.gov 2. Jelaskan mengenai deteksi dini Ca mamae?(1,4) Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Semua wanita di atas umur 20 tahun sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan untuk menemukan ada tidaknya benjolan pada payudara. Sebaiknya SADARI dilakukan pada waktu 5-7 hari setelah menstruasi terakhir ketika payudara sudah tidak membengkak dan sudah menjadi lembut. Langkah-langkah SADARI dapat dilakukan seperti pada gambar 2:1,2
Gambar 2: Langkah-langkah pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) yang dapat di lakukan dengan 2 cara. Sumber: 1. Sitorus, R. Tiga Jenis Penyakit Pembunuh Utama Manusia. CV. Bandung: Yrama Widya, 2006. 2. Dalimartha, S., Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar Swadaya, 2004. 3. Bagaimana hubungan jarang olahraga dengan kejadian pada kasus?(11,13) Terdapat hubungan antara olahraga dengan kanker payudara. Pengontrolan berat badan dengan berolah raga dan diet seimbang dapat mengurangi risiko terkena kanker payudara. Sumber: Dalimartha, S. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar Swadaya, 2004. 4. Mengapa kulit payudara tampak seperti kulit jeruk?(1,9) Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (peau d’orange) akibat dari neoplasma menyekat drainase limfatik sehingga terjadi edema dan pitting kulit. Payudara yang mengalami peau d’orange.1,2 Sumber: 1. Muchlis, R. Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2005. 2. Price, S. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. Apa pemeriksaan penunjang yang aman bagi ibu hamil? Abnormalitas payudara selama kehamilan dapat diperiksa dengan sonografi atau mamografi yang dilakukan dengan memakai pelindung fetus.1-5 Dalam penelitian pemeriksaan mamografi terhadap 368 wanita hamil, tidak tampak kerusakan janin. Pada wanita dengan massa yang teraba dan berbatas tegas, mamogram hanya sedikit memengaruhi terapi, sebaiknya tidak dilakukan.1,6 Tidak terdapat bukti biopsi payudara menimbulkan risiko yang bermakna untuk ibu dan bayi sekalipun dengan anestesi umum. Hanya terdapat satu kematian janin dari 134 kasus biopsi payudara dengan anestesi umum pada wanita hamil karena ketidaktahuan keadaan hamil.1,7 Sumber: 1. Hoover HC Jr. Carcinoma of the breast in pregnancy and lactation. In: Special Clinical Problem in Breast Cancer. Philadelphia. WB. Saunders Co. 2001.p1034–40.
2. Hoover HC Jr. Breast cancer during pregnancy and lactation. Surg Clin North Am 70 (5): 1151–63. 3. Breast cancer and pregnancy. National Cancer Institute. http://www.meb.unibonn.de/cancernet/105380. 4. Petrek JA, Dukoff R. Rogatko A: Prognosis of pregnancy-associated breast cancer. Cancer 1991:67(4): 69–72. 5. Petrek JA. Pregnacy safety after breast cancer. Cancer 1994:74(1 suppl):528–31. 6. Breast cancer and pregnancy. http://www.imaginis.com/breasthealth/lump. asp. 7. Fiorica JV. Breast cancer and pregnancy, in: Marchant DJ. Breast Disease. Philadelphia. W.B. Saunders Co. 1997.p241-6.