[113] Sisi Politik Ibadah Haji
Tuesday, 12 November 2013 13:30
Pesan Nabi SAW untuk taat waliyul amri merupakan pesan politik yang strategis, karena mengingatkan umat Islam untuk tetap patuh kepada ulil amri (penguasa).
Ibadah haji selain memiliki hikmah ketaatan, keimanan, dan pengorbanan, mempunyai nilai politik yang tinggi bagi umat Islam. Cikal bakal tegaknya daulah Islam berawal di musim haji.
Rasulullah sejak diangkat sebagai Nabi, menjadikan musim haji sebagai saat melakukan hubungan politik dengan para kabilah. Saat itulah Nabi mengadakan kontak-kontak dengan mereka. Nabi mencari dukungan bagi tegaknya Islam dan perlindungan kepada kaum Muslim yang saat itu baru masuk Islam.
Pada tahun ke-12 hijriyah, terjadi Baiat Aqabah I. Saat itu 12 orang Madinah menyatakan keimanannya kepada Rasulullah dan bersumpah untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, melaksanakan apa yang Allah perintahkan, dan meninggalkan apa yang Allah larang.
Setahun kemudian terjadi Bai'at 'Aqabah II. Sebanyak 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Madinah berbaiat kepada Rasulullah. Mereka adalah pemuka Madinah. Baiat ini bukan sekadar
1/5
[113] Sisi Politik Ibadah Haji
Tuesday, 12 November 2013 13:30
baiat keimanan karena mereka semua sudah masuk Islam. Tapi mereka berbaiat untuk menyerahkan kekuasaan kepada Rasulullah. Makanya isi baiat itu adalah kesediaan mereka untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci; berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang; beramar ma’ruf nahi munkar; mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah; siap melindungi Muhammad sebagaimana mereka melindungi wanita-wanita dan anak-anak mereka sendiri.
Pada Haji Wada’ tahun ke-10 Hijriyah, Nabi SAW menyampaikan khutbah, antara lain, “Ketahuilah, sembahlah Rabb kalian, dirikanlah shalat lima waktu kalian, laksanakanlah puasa Ramadhan kalian, bayarkanlah zakat harta kalian dengan suka rela, tunaikanlah haji di rumah Rabb kalian, dan taatilah waliyul amri kalian, niscaya kalian masuk surga Rabb kalian.” (Shafiyurrahman Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum , hlm. 359).
Perkataan Nabi SAW, ”Taatilah waliyul amri kalian (athii’u ulati amrikum),” menurut Ustadz Shiddiq Al Jawi, pengasuh rubrik Ustadz Menjawab Media Umat , secara jelas merupakan pesan politik yang strategis, karena mengingatkan umat Islam untuk tetap patuh kepada ulil amri (penguasa) (QS an-Nisa‘ [4]: 59). “Yang menarik, pesan politik ini merupakan satu rangkaian setelah Nabi SAW memberi pesan tentang shalat, zakat dan haji. Jadi, ada makna politis yang sangat kuat dalam ibadah haji,” jelasnya.
Ia kemudian menjelaskan makna politik ibadah haji lainnya. Pertama, ibadah haji membangkitkan kesadaran akan persatuan umat. Mereka yang beribadah haji akan merasakan, bahwa umat Islam sesungguhnya adalah umat yang satu. Betapa tidak, jamaah haji akan menyaksikan berkumpulnya umat Islam di seluruh dunia untuk melakukan ibadah yang sama, tanpa mempedulikan lagi batasan nation state, perbedaan suku, warna kulit dan bangsa. Ini adalah wujud dari firman Allah: Berpegangnlah kalian dengan tali (agama) Allah dan jangan bercerai-berai (T QS Ali Imran [3]: 103 ).
Dengan berkumpul dengan sesama saudara Muslim dari seluruh pelosok dunia, menurutnya,
2/5
[113] Sisi Politik Ibadah Haji
Tuesday, 12 November 2013 13:30
jamaah haji akan sadar bahwa yang mempersatukan mereka hanya satu faktor saja, yaitu agama Allah (Islam). Tak ada faktor pemersatu lainnya, apakah itu suku, warna kulit, bangsa ataupun negara bangsa (nation state).
Kedua, ibadah haji membangkitkan perjuangan menentang penjajahan kafir dan segenap anteknya. Mereka yang berhaji akan saling bertukar informasi dan akhirnya akan dapat saling memahami, bahwa mereka sebenarnya masih hidup dalam penjajahan. Mereka terpecah belah dan dikuasai oleh antek-antek asing.
Ketiga, ibadah haji meningkatkan ketundukan pada syariah yang makin kuat. Sebab, ketundukan pada syariah adalah bukti dari haji yang mabrur, yang menjadi harapan tertinggi yang pasti diinginkan oleh setiap Muslim yang beribadah haji. Rasulullah SAW: Haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga (HR al-Bukhari). Mabrur ditandai dengan membersihkan jiwanya dari menaati setan, yang mendorongnya untuk menaati Allah SWT pada setiap apa yang Dia perintahkan dan menjauhkan diri dari setiap apa yang Dia larang dan Dia cegah ( Faridhah al-Hajj: Dalalat wa ‘Ibar , Al-Waie [Arab] , Edisi No. 287-288, Dzulhijjah-Muharram 1432 H, Nopember- Desember, 2010, hlm. 6).
“Maka dari itu, jamaah haji semestinya semakin tunduk pada syariah dalam setiap tindak tanduknya. Bukan hanya ibadah tapi syariah secara kaffah. Haji yang mabrur tentu tak akan mau lagi menerima sistem demokrasi kufur, sistem ekonomi kapitalis, sekulerisme dan konco-konconya,” tandasnya.
Keempat, ibadah haji meningkatkan kesadaran akan wajibnya mendirikan Khilafah. Betapa tidak, sebab jamaah haji akan melihat bahwa umat Islam yang berasal dari berbagai negara di Dunia Islam telah berhasil dipecah-belah oleh kafir penjajah menjadi lebih dari 50 negara bangsa ( nation state). Padahal mereka adalah umat yang satu yang seharusnya hidup dalam negara yang satu, yaitu negara Khilafah. Nabi SAW, lanjutnya, telah menegaskan hal ini dalam Piagam Madinah (Lihat: Shafiyurrahman Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum , hlm. 135; Abul Hasan Ali An-Nadwi, Ma Dza Khasir al-‘Alam bi-[I]nhithath Al-Muslimin , hlm. 176).
3/5
[113] Sisi Politik Ibadah Haji
Tuesday, 12 November 2013 13:30
Menurutnya, karakter umat yang satu inilah yang menjadi dasar dari adanya negara yang satu ( dawlah wahidah ), yaitu satu negara khilafah untuk umat Islam di seluruh dunia. Sebab, tanpa khilafah, yakni ketika umat masih hidup dalam negara-bangsa hasil rekayasa penjajah seperti saat ini, karakter umat yang satu itu jelas tak mungkin terwujud. Karena itu, khilafah sebagai institusi pemersatu umat menjadi wajib. Demikian pula perjuangan untuk mendirikan kembali khilafah setelah kehancurannya tahun 1924, juga wajib.
Pemerintah Belanda sendiri menyadari ada makna politik yang kental dalam ibadah haji ini. Tak mengherankan jika pemerintah Belanda pada tahun 1908 pernah menegaskan bahwa melarang umat Islam berhaji akan lebih baik daripada terpaksa harus menembak mati mereka. (H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, hlm.22).
BOKS
Malcom X, Terinspirasi Haji
Haji adalah persamaan. Tak ada lagi perbedaan atas dasar warna kulit, bangsa, jabatan, kekayaan, dan lainnya. Semua sama. Fakta ini menginspirasi tokoh kulit hitam Amerika Al-Hajj Malik El-Shabazz atau dikenal sebagai Malcolm X. Dia menulis surat dari Mekah setelah melakukan ibadah haji. Ia mengungkapkan indahnya persaudaraan Islam: “ Belum pernah aku menyaksikan keramahtamahan yang tulus dan semangat yang luar biasa dari persaudaraan sejati seperti yang dilakukan oleh orang-orang dari semua warna dan ras di sini, di Tanah Suci kuno, rumah dari Ibrahim, Muhammad dan semua nabi lain yang tertera dalam Kitab Suci. Seminggu berlalu, saya benar-benar tidak bisa berkata apa-apa, terpesona oleh keanggunan yang aku lihat di sekelilingku oleh orang-orang dari semua warna. ”
Pada bagian lain ia menulis: “Amerika perlu memahami Islam, karena ini adalah satu-satunya agama yang menghapus masalah ras dari masyarakatnya.”
4/5
[113] Sisi Politik Ibadah Haji
Tuesday, 12 November 2013 13:30
Persatuan itu, menurutnya, terwujud karena keimanan kepada Allah SWT. Karena itu, Malcom X, aktifis kulit hitam Amerika yang tadinya tidak percaya kulit hitam dan kulit putih bisa dipersatukan terus menggemakan persamaan ras di negara Paman Sam. []
5/5