111. PENGARUH KOMPOSISI RANSUM TERHADAP KUALITAS DAGING BABI GULING ( Penelitian I )
3.1. Pendahuluan
Penelitian I, diadakan untuk mempelajari pengaruh komposisi ransum terhadap kualitas daging babi guling yang dihasilkan. Seluruh bahan-bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum dalam Penelitian Ini adalah bahan
- bahan yang tersedia secara lokal dan sudah biasa
digunakan untuk
ternak babi. Ada sepuluh jenis ransum yang digunakan dalam Penelitian Ini. Ransum-ransum tersebut diberikan ad libitum, pemberiannya dilakukan dua kali sehari yaitu pukul 7.00 dan 16.00 WITA. Dari sepuluh jenis ransum yang digunakan akan dipilih tiga jenis ransum yang terbaik yang dapat menghasilkan kualitas daging babi guling yang terbaik (dilihat dari hasil uji organoleptik daging guling dan uji kualitas karkasnya). Tiga jenis ransum yang terpilih dari Penelitian I, akan digunakan pada Penelitian 11 dengan tiga jenis frekuensi pemberiannya yaitu (saw, dua dan tiga kali sehari).
3.2. Materi dan metode
Materi dan metode penelitian yang digunakan dalam Penelitian I adalah sebagai berikut :
3.2.1. Babi
Pada Penelitian I digunakan sebanyak 40 ekor anak babi Bali betina lepas sapih umur kurang lebih dua bulan dengan berat rata-rata 4.0 kg (3.5 - 5.8 kg). Babi tersebut dibeli ditempat pengumpul bibit babi di Desa Bajera, Tabanan, Bali. Sebelum babi diangkut ke tempat penelitian tiap ekor babi diberikan suntikan vitamin B Komplek sebanyak 2 cc setiap ekor. Setiap babi diberi nomor kode dengan melubangi daun telinga dengan ear stacher. Seminggu setelah berada dalam kandang penelitian, semua babi diberi obat cacing merek Vennizyn dengan takaran 3 g/lOkg bobot badan. SeIama pemeliharaan babi dirnandikan setiap dua hari sekali berbarengan dengan penyemprotan lantai kandang. Air yang digunakan untuk membersihkan kandang, berasal dari sumur yang berada dekat kandang.
3.2.2. Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang individual dengan ukuran 2 x 1.5 x 1 m (panjang x lebar x tinggi). Lantai dan dinding kandang terbuat dari beton. Ada 40 buah p e a kandang individu yang berada ddarn suatu bangunan berukuran 30 x 5 m. Kerangka bangunan terbuat dari kayu, sedangkan atapnya adalah ubin. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat ransum dan air minum. Seminggu sebeIum digunakan lantai dan dinding kandang dibersihkan dan disemprot dengan 10% larutan fomalin. Setiap petak kandang diisi seekor babi.
3.2.3. Ransum Ransum yang digunakan dalam Penelitian Ini disusun dari bahan-bahan lokal yang tersedia yaitu : jagung kuning, dedak padi halus, bungkil kelapa, tepung ikan, lemak babi, batang pisang, mineral mix serta garam dapur. Pada Penelitian I, digunakan 10 jenis ransum yang komposisinya dapat dilihat pada Tabel 3.2.3.a dan kandungan nutrisinya pada Tabel 3.2.3.b.
Tabel 3.2.3.a. Komposisi ransum Penelitian I. Komposisi bahan ransum (%) Bahan Jagung kuning Dedak padi halus Bungkil kelapa Tepung ikan Lemak babi Batang pisang Mineral mix * Garam dapur Total
* Mineral B lo. mengandung
: Ca=43-45%; PlO-12%; Fe=4,4%; Cu=0,044%; Mn=0,397%; I=0,002%; NaCI=10%; Mg=3,3%; Zn=O,S%; dan Cyanocobalamin=1,545mg/ kg.
3.2.4. Air minum Pada setiap petak kandang disediakan waskom plastik di mana air bersih selalu ditambahkan ke dalam waskom sehingga ternak dapat minum secara ad libitum.Air rninum bersumber dari PDAM.
34
Tabel 3.2.3.b. Kandungan nutrisi ransum Penelitian I Jenis ransum R2
R3
R4
R6
R7 R8
R9
Nutrien
RI
De (Kcalikg)
3596 3523 3488 3720 3564 3584 3765 3598 3507
R5
R10
Standar
3550
3500
161.4
159 "
13.2
8.7
5-15 "
1.0
0-9 3'
2)
De/cp ratio
162
Lemak (%)
10.6 10.3 9.3
13.5 12.3 11.1
Ca (%)
1.1
1.1
1.1
1.2
1.1
1.2
1.2
1.2
P (%)
1.1
0.9 0.8
0.9
1.1
0.9
1.2
1.2
1.1
0.9
0-7 3'
Ca/P ratio
1.0
1.2
1.2
1.1
1.2
1.0
1.0
1.1
1.1
1.0-133'
Zn (PPM)
26.3 26.3 27.9 27.4 29.6 26.8 27.9 31.1 1 32.5
19.4
22-3g3)
158 158.5 168.3 161.3 161.4 168.8 160.6 159.4
1.0
1.3
16.5 16.4
.
1) A. R. C (1967) 2) N.R.C. (1979) 3) Japanese Feeding Standard For Swine (1993)-An Abriged Edition.
3.2.5 Bumbu guling Jenis bumbu yang digunakan adalah campuran bumbu lengkap yang di Bali diistilahkan dengan Base Gede. Carnpuran bumbu terdiri dari beberapa bahan yaitu : bawang merah, bawang putih, Iengkuas, kunir, jahe, kencur, lombok merah, cabai, cengkeh, merica, pda, kemiri, ketumbar, jangu, jinten, serai, daun cerme, daun salam, terasi, garam dan minyak kelapa. Campuran bumbu ditumbuk hingga lumat. Bumbu digunakan dengan takaran sebanyak 100 g bumbu untuk setiap kg berat karkas.
3.2.6. Alat-alat bantu
Untuk menunjang proses penelitian digunakan beberapa alat bantu sebagai berikut :
1.Timbangan
Ada beberapa jenis timbangan yang digunakan dalam Penelitian Ini yaitu : dua buah timbangan Shalter kapasitas 100 kg dengan kepekaan 0.5 kg, dan kapasitas 50 kg dengan kepekaan 0.1 kg. Tirnbangan jongkok kapasitas 5 kg dengan kepekaan 10 gram. Timbangan- timbangan tersebut digunakan untuk menimbang ternak maupun bahan-bahan ransum. Timbangan elektronik digital merek Arlec Digital Scales kapasitas 2000 gram digunakan untuk menimbang bagian-bagian jeroan.
2. Jangka sorong
Jangka Sorong digunakan untuk mengukur tebal lemak dan tebal kulit karkas dan kulit guling.
3. Ear Stacher
Ear Stacher (pelubang telinga) digunakan untuk melubangi daun telinga untuk memberi nomor kode pada babi.
4. Perlengkapan memotong babi
Seperangkat alat untuk memotong ternak terdiri dari : golok, pisau, tali rapia, silet, ember tempat darah serta air panas dengan suhu70- 800C.Tersedia juga kantong plastik tempat sampel daging dan botol plastik tempat sampel darah.
5. Perlengkapan mengguling babi Seperangkat perlengkapan untuk memanggang (mengguling babi) terdiri dari : tangkai pemanggang dari kayu sebesar lengan, panjang 2 m, jarum yang besar, paku dan bahan bakar dari serabut kelapa.
3.2.7. Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan pada Penelitian I adalah rancangan acak lengkap (R A L) (Steel dan Torries, 1989) dengan empat ulangan. Babi sebanyak 40 ekor dialokasikan secara acak ke dalam 10 kelompok perlakuan, sehingga
ulangan setiap perlakuan adalah empat ekor.
3.2.8. Pemberian ransum dan air minum
Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Ransum diberikan dua kali sehari yaitu pukul 7.00 dan 16.00 WITA dengan jurnlah ransum yang diberikan disesuaikan dengan berat babi dan konsumsi ransum sehari sebelumnya.
3.2.9. Pemotongan ternak Pemotongan ternak dilakukan setelah berat rata-rata mencapai 15 kg. Tiap-tiap perlakuan babi yang dipotong sebanyak tiga ekor dengan perincian yaitu satu ekor untuk diguling dan dua ekor untuk analisa karkas. Pemotongan dilakukan dengan menyemblih leher sehingga darah keluar lewat vena jugularis. Setelah darah berhenti mengalir dan mati, babi dirnasukkan ke dalam air panas (70 - 800C)seIama kira-kira 1.5 menit, lalu kuku, kulit ari serta bulu dihilangkan
sampai bersih. Selanjutnya organ-organ dalam dikeluarkan melalui irisan linea mediana pada dinding perut.
3.2.10. Penggulingan babi Proses penggulingan babi dapat dilihat pada sekema yang terdapat pada lampiran. Proses yang digunakan untuk setiap babi diusahakan sama, sehin%ga perbedaan pengaruh diIuar perlakuan dapat ditekan sekecil mungkin.
3.2.11. Metode pengukuran Pengukuran yang dilakukan selama Penelitian I meliputi :
1. Pertambahan berat badan Penimbangan berat badan babi dilakukan pada pagi hari sebelum diberi makan atau minum. Penimbangan dilakukan dalam selang waktu 14 hari. Timbangan yang digunakan untuk menimbang adalah timbangan Shalter kapasitas 50 kg dengan kepekaan dua angka dibelakang koma dalam kg. Selisih
berat akhir dengan berat awal dibagi jangka pemeliharaan dalam hari adalah merupakan pertambahan berat badan babi dalam kg per-hari.
2. Konsumsi ransum
Ransum yang diberikan maupun sisanya ditimbang setiap hari dengan menggunakan timbangan jongkok kapasitas 5 kg dengan kepekaan 10 gram. Jurnlah ransum yang diberikan dikurangi ransum sisa adalah ransum yang dikonsumsi (konsumsi ransum).
3. Keefisienan penggunaan makanan (KPM)
Bilangan KPM di dapat dengan membagi konsumsi ransum dengan pertambahan berat badan dalam satuan ukuran yang sama.
4. Kualitas karkas
Pengukuran kualitas karkas meliputi : a. Prosentase karkas.
Prosentase karkas didapatkan dengan membagi berat karkas dengan berat hidup dikalikan 100 %, sedangkan prosentase karkas guling didapat dengan membagi berat guling dengan berat hidup dikalikan 100%.
b. Tebal lemak punggung Tebal lemak punggung dari karkas maupun guling diukur di tiga tempat yaitu :pada bagian punggung, dan berlawanan dengan rusuk pertama, terakhir dan lumbar terakhir (Boggs and Merkel, 1982). Ketebalan lemak punggung diukur dengan jangka sorong dan dinyatakan dalam cm.
c. Tebal kulit
Tebal kulit karkas maupun guling diukur dengan jangka sorong. Sampel diambil di tiga tempat yaitu tempat-tempat yang sama dengan pengambilan sample lemak punggung. Tebal kulit dinyatakan dalam cm.
d. Komposisi fisik karkas
Komposisi fisik karkas terdiri dari komponen daging, lemak dan tulang. Karkas dikurangi lemak disebut
m.Komposisi fisik karkas
ditentukan dengan mula-mula menghitung komponen lemak dengan menggunakan rumus Kleber (1962) Wf
Vb-v1
Wb
Vf - V1
- -
sebagai berikut :
Wf = Berat lemak karkas
V1 =l/BDLean
Vf = I / BD Lemak karkas
Vb = 1/BD Karkas
Wb
= Berat karkas
BD karkas didapat dengan membagi berat karkas dengan volume karkas dimana volume karkas didapatkan dengan cara mencelupkan karkas ke dalam air (dalam drum). Volume karkas
=
volume air drum yang didesak. BD lemak
dicari dengan membagi berat lemak dengan volume lemak. BD Lean dicari dengan membagi berat lean dengan volume lean setelah dilakukan pemisahan antara daging, tulang dan lemak dari salah satu karkas dengan cara direcah. Dengan cara ini selain BD lean, perbandingan tulang dengan daging pada lean juga dapat dihitung. Setelah berat lemak dan juga berat karkas didapat, maka berat lean didapat yaitu : berat karkas
dikurangi berat lemak. Karena
perbandingan berat tulang dan daging dapat ditentukan maka berat daging dan juga tulang akan dapat dihitung. Akhirnya besarnya komponen daging, lemak dan tulang dari karkas dapat ditentukan.
e. Bilangan Iodin lemak karkas Pengukuran bilangan iodin dilakukan untuk mendapatkan gambaran sifat-sifat kejenuhan asam lemak pada karkas maupun kekerasan/ keiembekan lemak karkas tersebut. Pengukuran bilangan iodin dilakukan menurut Woodman (1941) dikutip
oleh Sudarmadji et al. (1984). Sampel lemak diambil dari sampel untuk pengukuran tebal lemak punggung. Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran.
5. Kualitas daging
KuaIitas daging diuji dengan dua cara yaitu : uji objektif dengan menggunakan alat-alat laboratoris dan standar pembanding, dan uji subjektif dengan menggunakan panca indra sekelompok anggota panelis. Uji objektif meliputi komposisi kimia dan pH daging, sedangkan uji subjektif dilaksanakan dengan metode organoleptik pada daging guling yang telah matang (lampiran 6).
a. Komposisi kimia daging Pengukuran komposisi kimia daging meliputi penentuan kadar air dan abu ditentukan dengan metode A 0 A C. (1975). Kadar lemak dihitung dengan mengurangi 100%DM daging dengan kadar protein dan abu, di mana kadar protein ditentukan dengan bantuan labu Kijeldahl dari metode Gunning yang disitasi oleh Sudarrnadji et al. (1984) (Lampiran). Sampel diambil dari daerah loin, ham dan bacon.
b. Pengukuran pH daging
Pengukuran pH daging dilakukan dengan pH meter digital merek Yenko. Pengukuran pH dilakukan pada daging yang telah dilumatkan sebelumnya. Sampel daging diambil dari daerah loin, ham dan bacon.
c. Kualitas organoleptik
Uji organoleptik dilakukan pada daging guling dengan menggunakan 20 orang anggota panelis Laboratorium Technologi Hasil Temak, P S T P Universitas Udayana, Denpasar. Peubah yang adalah : warna, aroma, rasa, tekstur
dan penerimaan secara keseluruhan. Uji organoleptik ini
menggunakan metode scoring menurut Larmond (1977). (lampiran 6)
6. Biaya pakan karkas guling
Biaya ini merupakan jumlah biaya makanan yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kg karkas babi guling. Biaya ini dihitung dengan mengalikan jumlah kg pakan yang diperlukan selama penelitian dengan harga I kg pakan di bagi dengan berat karkas babi guling yang dihasilkan (dalam kg). Biaya ini merupakan biaya relatif karena belum menghitung komponen biaya- biaya yang lainny a.
7. Lama dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan dari 1 Nopember 1995 sampai dengan 27 Januari 1996 (12 minggu), di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang berlokasi di Jalan Raya Sesetan 122 Denpasar. Analisa lab. dilakukan di Lab. Fakultas Petemakan dan di Lab Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar sedangkan uji organoleptik dilakukan di Lab. P S T P. Universitas Udayana Denpasar.
8. Analisis statistika Semua data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan program SX (Statistical Version 4.0, (1992). Analitical Softwear pada komputer, program ini adalah rnerupakan modifikasi dari analisa Varian dari rancangan acak lengkap dan bila dalam analisis varian ada perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Steel dan Torrie, 1989).
3.3 Hasil dan pembahasan (Penelitian I) 3.3.1 Bobot badan dan konsumsi pakan
Bobot badan awal, tambahan bobot badan, konsurnsi pakan serta KPM 10 kelompok babi yang diberi 10 jenis ransum pada penelitian 1 disajikan pada Tabel 3.3.1, seclangkan komposisi ransum serta kandungan nutrisi ransum yang digunakan tertera pada Tabel 3.2.1.
Seperti tertera pada Tabel 3.3.1 tampak ada perbedaan konsumsi pakan maupun pertambahan bobot badan diantara 10 perlakuan yang digunakan. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan komposisi ransum yang diberikan. Komposisi ransum yang digunakan (Rl-RIO) adalah berbeda. Hasil ini adalah sesuai dengan pendapat Alcantara et al. (1973) dan Cunha (1977) yang menyatakan bahwa perbedaan komposisi pakan yang diberikan kepada ternak akan menghasilkan perbedaan jumlah, mutu maupun keseimbangan asam-asam amino yang dikonsumsi oleh ternak, dan ha1 ini &an berpengaruh pada konsumsi pakan dan akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan maupun produksi yang dihasilkan. Hasil ini juga searah dengan pendapat Dunkin (1979), yang menyatakan bahwa disamping faktor-faktor genetik, umur, besarnya ternak, aktivitas dan lingkungan, maka faktor lain yang juga berpengaruh terhadap konsumsi pakan dan pertumbuhan ternak adalah faktor makanan yang meliputi jenis maupun komposisi ransum yang diberikan. Pendapat yang sarna juga dikemukakan oleh Metz et a1 (1985), yang menyatakan bahwa komposisi ransum berpengaruh terhadap kecernaan dari masing -masing komponen ransum, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada kuantitas dan kualitas produksi yang dihasilkan. Pada Tabel 3.3.1 terlihat bahwa walaupun ada perbedaan angka-angka KPM yang dihasilkan namun secara statistik belum menunjukkan perbedaan yang nyata (P >0.05). Adanya perbedaan pada jumlah konsurnsi pakan dan atau
pertambahan bobot badan umurnnya akan menghasilkan perbedaan pada angkaangka KPM, karena KPM itu sendiri merupakan perbandingan antara besarnya konsurnsi pakan, dengan pertambahan bobot badan pada satuan waktu yang sama (Morrison, 1961).
Tabel 3.3.1 Bobot badan awal, konsumsi ransum, tambahan bobot badan dan KPM babi yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian I Jenis Ransum R1- R10
Peubah
Bobot badan awal (kg)
Konsurnsi Ransum
Tambahan bobot badan
KPM
487 ak 129 ab 3.81 a R10 3.90 a SEM 0.46 84.88 22.57 0.42 Keterangan : Superskrip yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata (P >0.05). SEM =standard error of the treatment means. KT
Dari hasil Penelitian Ini, juga nampak bahwa memang tejadi perbedaan KPM yang dihasilkan karena adanya perbedaan pada tambahan bobot badan maupun besarnya konsunsi pakan, namun perbedaan yang dihasilkan tersebut belum cukup besar untuk menghasilkan angka-angka KPM yang secara statistik berbeda nyata. Angka-angka KPM pada Penelitian Ini berkisar antara 3.4-3.8.
Agka-angka yang dihasilkan ini masih dalarn batas-batas hasil normal. Menurut NRC (1979), angka-angka KPM untuk babi yang sedang tumbuh sampai
finishing adalah 1.67-3.75, sedangkan Putri (1994) mendapatkan angka W M babi Landrace Australia umur 30 minggu dengan pakan 10% konsentrat adalah 4.54.8. Perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) pada angka-angka KPM yang ada diantara perlakuan mungkin karena kandungan DE dan CP ransum R1-R10 tidak banyak berbeda (Tabel 3.2.3.b), sehingga kualitas kandungan gizi masing-masing ransum (Rl-R10) juga tidak banyak berbeda. Hasil ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa kandungan nutrien ransum terutama kandungan energi dan protein serta keseimbangan asam-asam amino akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan efesiensi penggunaan palcan (Cunha, 1977; Church and Pond, 1982 dan Serres, 1992). Angka KPM yang paling rendah (3.40 adalah pada R4) dan paling tinggi (3.88) pada R8. Kalau diberikan skor menurut metode Larmond (1977) maka nilai Skor tertinggi (100) jatuh pada R4 dan Skor terendah (10) jatuh pada R8. Nilai skor yang lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.5.
3.3.2. Kualitas karkas
Prosentase karkas, komposisi fisik karkas (daging, lemak dan tulang) dan bilangan jodium lemak yang merupakan peubah kualitas karkas dari sepuluh kelompok babi yang diberikan 10 jenis ransum pada Penelitian I, disajikan pada Tabel 3.3.2.a dan 3.3.2.b. Dari 4 peubah kualitas karkas yang diamati (prosentase
karkas, tebal kulit, tebal lemak punggung dan bilangan jodium lemak), hanya satu peubah yaitu tebal lemak punggung yang menunjukkan perbedaan yang nyata (P c0.05). Peubah-peubah yang lainnya walaupun ada perbedaan tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P >0.05). Tabel 3.3.2.a. Prosentase karkas, daging karkas clan lemak karkas babi yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian It Jenis Ransum (Rl-R10)
Peubah
Daging Lernak Tulang Prosentase karkas (%) karkas (%) karkas (%) karkas (%) R1 74.0 a 45.29 a 34.23 a 20.48 a 49.70 a 29.85 a 20.45 a R2 70.4 a 46.33 a 32.71 20.87 a R3 73.9 a 47.22 a 31.42 a 21.36 R4 72.9 a 76.7~ 48.15 a 30.47 a 21.38 a R5 R6 73.7 a 44.82 a 34.92~ 20.25 a R7 73.8 a 46.31 a 32.44 a 21.25 a R8 74.4 a 48.14 a 30.08 a 21.78 a 34.76 a 21.10 a R9 66.9 a 44.14 a R10 69.4 a 47.98 a 31-78a 20.05 a SEM = 5.79 4.05 5.12 1.30 Ketyerangan : Superskrip yang s m pada kolom yang sama berbeda tidak nyata (P >0.05) SEM = Standard error of the treatment means Kualitas karkas babi sangat bervariasi tergantung dari bangsa dan status makanannya (Varney, 1967). Secara umum grade standard karkas babi adalah sebagai berikut : prosentase karkas 68-72%, tebal lemak punggung maksimum 3.68 cm, panjang karkas maksimum 72.5 cm, luas loin minimum 10 cm2 dan
empat potongan karkas utama (Ham, Urat daging mata rusuk, Boston dan Picnic) 44% dari berat potong atau 60% dari berat karkas.
Prosentase karkas yang didapatkan dalam Penelitian Ini berkisar antara 66.9-76.7% (Tabel 3.3.2.a). Angka-angka ini adalah merupakan angka-angka
normal. Menurut Varney (1967) angka normal prosentase karkas untuk babi adalah 68-72%. Dari normalnya angka-angka prosentase karkas yang dihasilkan dalam Penelitian Ini dapat diasumsikan bahwa status gizi semua jenis ransum yang digunakan dalam Penelitian Ini adalah status normal yang sesuai dengan standard normal yang berlaku. Bila diadakan pensekoran rnaka semakin tinggi angka prosentase karkas akan mendapatkan nilai skor yang sernakin tinggi pula. Tabel 3.3.2.b. Tebal lemak punggung, bilangan Iodin lemak dan kadar air daging babi yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian I. Jenis Peubah Ransum (Rl-RZO) Tebal lemak Bilangan Iodin Kadar air punggung (cm) daging (%) lemak punggung R1 0.97 ab 57.05 a 71.30 I32 0.93 ab 53.75 a 70.64 bc 54.68 a 70.20 = R3 1.11ab 56.08 a n .40 R4 0.57 R5 1.47a 56.93 71.10" 72.m" 55.30 a R6 0.92 ab 72.90 a" R7 0.87 ab 56.69 a 7200" R8 0.51 55.58 a R9 0.38 54.10 a 75.73a 52.91 a R10 0.64 ab 73.92 ab
"
SEM = 0.37 6.68 1.52 Keterangan : Superskrip yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata (P >0.05). SEM = Standard error of the treatment means
Tebal lemak punggung adalah merupakan salah satu parameter untuk menggambarkan kualitas karkas dari ternak babi (Morgan dan Lewis, 1962).Lemak punggung pada Penelitian Ini tebalnya berkisar antara 0.38-1.47 cm. Angka-angka ini adalah jauh lebih rendah dari apa yang ditemukan oleh Bundy et al. (1976) dan Putri (1994).
Menurut Bundy et a1 . (1976), tebal Iemak punggung babi Landrace adalah 3.33 cm sedangkan Putri (1994) mendapatkan tebal Iemak punggung babi Landrace adalah 3.55 - 4.30 em. Menurut Pond dan Maner (1984), tebal lemak punggung dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan, jenis kelarnin, bobot potong dan genetik. Pada Penelitian ini tampak bahwa disamping karena bobot potong yang kecil(15-20 kg) dan umur yang relatif muda (2 bulan lepas sapih), tebalnya lemak punggung dipengaruhi oleh komposisi ransum terutarna kandungan serat kasar ransum serta level penggunaan batang pisang ddam ransum. Lemak punggung yang paling tipis (0.38 cm) dihasilkan oleh babi pada ransum yang mengadung 7.3% CFcdan 12% batang pisang (Tabel 3.3.2.b). Tngginya serat kasar pada ransum dapat mempengaruhi perlemakan karena sebagian dari energi ransum akan digunakan untuk-meneema serat kasar sehingga energi yang semestinya dapat disimpan ddarn bentuk lemak juga akan berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Cunha (1977), yang menyatakan bahwa kandungan energi dan serat kasar yang dikonsurnsi berpengaruh terhadap terjadinya perlemakan tubuh babi. Meningkatnya konsumsi energi akan meningkatkan perlemakan, sedangkan meningkatnya konsumsi serat kasar
akan dapat memperlambat proses perlemakan. Ha1 ini sesuai juga dengan pendapat Low (1985) dan Den Hartog et a1 (1985) yang menyatakan bahwa peningkatan serat kasar pada ransum akan menurunkan pemanfaatan ME ransum sehingga mengurangi terjadinya disposisi lemak tubuh. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Zebrowska (1985) yang menyatakan bahwa jenis dan level serat kasar pada ransum mempengaruhi aktivitas enzym dalam pencernaan sehingga akan berpengaruh pada kualitas produksi yang dihasilkan. Hal ini juga searah dengan pendapat Whitternore (1980) (Gambar 2), yang menyatakan bahwa ketebalan lemak punggung akan berkurang Via pemberian ransum pada babi dibatasi jumlahnya. Angka iodin
adalah suatu bilangan yang menggambarkan tingkat
kejenuhan suatu lemak. Makin besar angka jodium berarti lemak tersebut makin tidak jenuh. Angka jodium yang dihasilkan pada Penelitian ini berkisar antara 52.91
-
57.05, dan ini berarti bahwa kualitas daging yang dihasillcan adalah
kualitas yang baik. Pontif et al. (1987) menyatakan bahwa daging babi yang
-
memiliki lemak daging dengan kisaran angka jodium 40 70 addah termasuk dalam katagori daging yang berkualitas baik. Anggorodi (1979) juga menyatakan bahwa bilangan jodium lemak babi yang n o d adalah 50 - 65 ,dan Budaarsa (1992) mendapatkan angka jodium lemak babi Landrace adalah 46.53
- 65.72.
Pada masa lalu orang berpendapat bahwa semakin tinggi angka jodium semakin berkurang kualitas karkas karena lemak karkas semakin lembek (Pond dan Maner, 1984). Pada masa sekarang konsumen malah menghindari rnakan daging
yang mengandung lemak yang jenuh karena takut akan terkena insiden penyakit
-
penyakit yang disebabkan oleh kadar kolesterol darah yang tinggi seperti
hipertensi, serangan jantung, kardio-vaskuler dan arteri
- selderosis (Willett,
1994; Pyke, 1977). Untuk babi guling lemak tidak jenuh juga diperlukan agar sewaktu proses mengguling, lernak tersebut akan mencair dan langsung meminyaki guling babi tersebut (Nitis, 1980). Karena alasan tersebut maka nilai skor tertinggi (100) akan diberikan kepada nilai bilangan jodium yang paling besar yaitu 57.05 pada ransum (Rl)(Tabel 3.3.2.b dan Tabel 3.5). Disamping peubah-peubah yang disebut sebelumnya, prosentase daging karkas juga merupakan peubah yang menentukan kualitas karkas. Dalam Penelitian ini prosentase daging karkas berkisar dari 44.14
- 49.70%. Angka -
angka ini adalah di bawah prosentase daging karkas pada babi Landrace yaitu 49.57 - 52.74% yang didapat oleh Putri (1994). Hal ini disebabkan karena babi landrace adalah babi tipe daging (meat -type) sedangkan babi Bali adalah tipe lemak (lard - type). Pada Penelitian Ini, prosentase daging karkas yang tertinggi (49.70%) dihasilkan oleh babi pada ransum R2 yaitu ransum yang mempunyai DE/CP ratio terkecil yaitu 158 (Tabel 3.3.2.a dan Tabel 3.3.2.b). Hasil ini addah sesuai dengan pendapat Cunha (1977) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi jumlah daging karkas adalah genetik, bobot potong, konsumsi pakan dan imbangan protein dengan energi dalam ransum. Semakin tinggi jumlah
protein
dalam ransum
semakin tinggi
kemungkinan
adanya
pembentukan daging dan semakin tinggi pula kualitas karkas yang dihasilkan.
3.3.3. Komposisi kimia daging
Peubah
- peubah yang
merupakan komponen komposisi kirnia daging
(kadar air, kadar protein, kadar lemak dan pH daging) dari sepuluh kelompok babi yang diberikan 10jenis ransum pada Penelitian I disajikan pada Tabel 3.3.3. Tabel 3.3.3 Kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan pH daging babi yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian I Jenis Peubah Ransum (Rl-R10) Kadar lemak Kadar abu pH daging Kadar protein daging (%) daging (%) daging (%)
SEM= 245 2.46 0.26 0.14 Keterangan : Superskrip yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata (P >0.05). SEM = Standard error of the treatment means. Komposisi kimia daging sangat dipengaruhi oleh faktor - faktor makanan, umur dan status kegemukan t e m k dan tempat pengmbilan sampel daging dalam karkas (loin, ham atau yang lainnya). Sampel daging yang digunakan
untuk analisa kirnia dari Penelitian ini diambil dari tiga tempat (opposite first rib,
opposite last rib dan opposite, dicampur dengan sernpurna setelah digiling rata. Dari angka -angka pada Tabel 3.3.3 menunjukkan bahwa kadar air daging berkisar antara 70.20 (R3) - 75.73% (R9), kadar protein (% DM) berkisar antara 73.88 (R3) - 80.20% (R9) dan kadar lemak (% DM) berkisar antara 16.23 (R9) - 22.21 (R5). Semua angka - angka komposisi kimia yang didapatkan dalam Penelitian Ini betada pada kisaran angka -angka normal sehingga dapat diasurnsikan bahwa komposisi kirnia daging yang dihasilkan adalah normal dan dagingnya sendiri juga normal. Hasil angka - angka ini didukung oleh pendapat beberapa peneliti antara lain : Anggorodi (1979) mendapatkan bahwa komposisi kimia daging babi (% DM) air 72 - 78%, Protein 68 - 70%, lemak 26.6% ;Judge et al. (1989) mendapatkan komposisi kimia daging babi (% DM) air 72%, protein
72.14%, lemak 24.40% dan Putri (1994) mendapatkan komposisi kirnia daging
-
babi (daging loin) (% DM) adalah air 60.27 - 65.34%,protein 74.04 85.32%, lemak 17.02 - 26%. Pada Penelitian ini pH daging yang didapatkan berkisar antara 5.20 (Rl) sampai 5.75 (R7). Namun dernikian semua angka
- angka pH tersebut adalah
normal. Sutji (1994) mendapatkan pH daging babi Bali berat potong 35 kg adalah 6.09 - 6.25. Menurut Price dan Schweigert (1971) pH optimum daging babi segar yang kualitas baik adalah 5.5 (5 - 6).
3.3.4. Kualitas organoleptik Hasil uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, tekstur, cita rasa penerimaan secara keseluruhan dari daging dan kulit guling serta tiga peubah yang lain yaitu prosentase karkas guling, tebal lemak punggung dan biaya paka
P
karkas guling disajikan dari Tabel 3.3.4.a sampai dengan Tabel 3.3.4.c. Tabel 3.3.4.a. Warna, tebal, dan tekstur kulit guling serta warna daging guling babi yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian I. Jenis Peubah Ransum Wama kulit TebaI kulit Tekstur kulit W a r n daging (R1-R10) guling (skor) guling (Cm) @ing (skor) guling fskor) R1 2.17ab 0.17a 3.09 ab 5.50"
SEM = 0.33 0.06 0.42 0.53 Keterangan : Superskrip yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata (P >0.05). SEM = Standard error of the treatment means Dari angka -angka uji organoleptik yang didapat dalam Penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum semua daging guling yang dihasilkan dari 10 jenis ransum pada Penelitian I kualitasnya adalah baik. Untuk peubah warna kulit guling, nilainya antara 1.5 (mendekati coklat muda) sampai 3.67 (mendekati coklat tua). Tekstur kulit guling nilainya antara 2.75 (renyah) sampai 3.75 (tidak
begitu keras). Warna daging nilainya dari 5.08 fbiasa) sampai 6.92 (suka). Aroma daging nilainya dari 5.83 (agak suka) sampai 7.25 (lebih dari suka).Tekstur daging nilainya antara 5.92 (agak suka) sampai 7.08 (lebih dari suka). Citarasa daging nilainya antara 5.33 (lebih baik dari biasa) sampai 6.83 (suka). Penerimaan secara keseluruhan mempunyai nilai dari 5.67 (lebih baik dari biasa) sampai 7.17 (lebih baik dari suka yang mendekati kearnat suka). Dari hasil angka-angka nilai organoleptik dan komposisi ransum (Tabel 3.2.1) terlihat bahwa nilai-nilai tidak berbeda nyata (P >0.05) pada ransumransum yang menggunakan level batang pisang yang sama dan nilai-nilai terbaik kebanyakan berada pada kelompok babi yang menggunakan ransum dengan 8% batang pisang (R2, R5 dan R8). Ini berarti di antara 3 level batang pisang yang digunakan (4 ;8 dan 12%)maka ransum yang menggunakan 8%batang pisang adalah ransum yang menghasilkan nilai organoleptik daging dan kulit guling yang paling baik. Tingginya nilai organoleptik pada ransum yang mengandung batang pisang disebabkan karena adanya peningkatan kualitas daging yang dihasilkan oleh ransum yang menggunakan batang pisang tersebut. Penemuan ini sejalan dengan pendapat Nitis et al. (1983) yang menyatakan bahwa batang pisang banyak mengandung mineral-mineral penting yang sangat berperan dalam proses metabolisme di dalam tubuh babi sehingga baik pertumbuhan maupun kualitas daging dan kulit yang dihasilkan menjadi lebih baik dan dengan demikian apabila dipanggang (diguling) akan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik. Hasil ini juga sesuai dengan Sutji (1994) yang
mendapatkan bahwa penggunaan 5 % batang pisang pada ransum ternak babi Bali, dapat meningkatkan nilai organoleptik daging guling yang dihasilkan secara nyata (PC 0,05) dibandingkan dengan ransum kontrol pada peubahpeubah warna, bau, tekstur, rasa dan peneriamaan secara keseluruhan Tabel 3.3.4.b. Aroma, tekstur, citarasa serta penerimaan secara keseluruhan daging guling babi yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian I. lenis Ransum (Rl-R10)
Peubah Aroma Tekstur Cita rasa Penerimaan secara keseludaging daging dagng guling ruhan guling guling (skor) (skor) (skor) (skor) R1 6.67ab 6.67ak 5.67) 5.67~ R2 7.258 7.08 6.83 7.178 R3 6.00" 6.00" 5.92ab 6.258" R4 6.75 ab 6.27 a" 6.26 ab 6.25a" R5 6.75 ab 5.92~ 6.00 ab 6.08 ah R6 6.00k 6.08 a k 5.83 5.92" R7 5.83 6.08 ak 5.83b 6.17 a" R8 6.83 7.00 ab 6.08 ab 6.42 R9 6.83 7.00 ab 6.08 ab 6.92 ab R10 6.92 7.00 ab 5.33 6.67 a" SEM 0.39 0.53 0.47 0.45 Keterangan : Superskrip yang sarna pada kolom yang sama berbeda tidak nyata (P >0.05). SEM = Standard error of the treatment means. Dari nilai-nilai organoleptik pada TabeI 3.3.4.b nampak bahwa penggunaan lemak babi pada ransum dapat memberikan citarasa daging guling yang lebih baik dari pada tanpa menggunakan lemak babi. Nilai rata-rata uji cita rasa pada daging guling yang ransumnya menggunakan lemak babi adalah 6.06 (katagori agak suka), sedangkan nilai ini melorot menjadi 5.33 (katagori biasa), pada daging guling yang ransumnya tidak menggunakan lemak babi. Hal ini
karena lemak yang khas merupakan pembawa cita rasa yang khas pula (Patterson, 1975). Tabel 3.3.4.c. Prosentase dan biaya pakan karkas guling babi yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian I
Jenis Ransum
Peubah Prosentase karkas guling Biaya pakan karkas guling
R10 58.82 3047 a SEM N.A 339.77 Keterangan :Superskrip yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata (P >0.05). SEM = Standard error of the treatment means. N.A = Tidak di analisa (n = 1). Butir-butir lemak dalam daging akan meningkatkan keempukan daging dan cita rasa (Wellington dan Stouffer, 1959) dan lebih merangsang keluamya air liur sewaktu pengunyahan yang juga dapat meningkatkan cita rasa (Blumer, 1962). Prosentase karkas dan biaya pakan karkas guling yang dihasilkan oleh babi yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian I disajikan pada Tabel 3.3.4.c. Prosentase karkas guling besarnya berkisar dari 55.79
- 62.40% dan ini berarti
bahwa dari berat babi hidup 10 kg maka akan menghasilkan berat guling yang sudah matang sekitar 5.5 - 6.2 kg. Biaya pakan yang diperlukan untuk setiap kg karkas guling pada Penelitian I berkisar dari Rp. 2784,-
-
Rp. 3458,- dan
perbedaan tersebut secara statistik tidak nyata (P >0.05). Namun demikian ransum R8 memerlukan biaya pakan yang paling rendah untuk setiap kg daging guling yang dihasilkan, sehingga bila diberikan skor, rnaka R8 mendapat nilai skor tertinggi (100). Nilai skor selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.5.
3.4. Kesimpulan (Penelitian I)
Dari sepuluh jenis ransum yang dicobakan pada Penelitian I, diharapkan dapat dipilih tiga ransum yang menghasilkan kualitas karkas dan daging guling yang terbaik. Tiga ransum terpilih tersebut akan digunakan pada Penelitian 11. Penilaian dilakukan berdasarkan nilai skor 19 peubah seperti yang tertera pada Tabel 3.5. dengan menggunakan metode Scoring menurut Larmond (1982) hedonik dari nilai skor 10 - 100. Nilai terendah 10 diberikan untuk nilai rengking terendah dan nilai tertinggi 100 diberikan untuk rengking tertinggi dari 10 jenis ransum yang dinilai. Daftar nilai skor dari 19 peubah yang dinilai untuk kesepuluh jenis ransum secara lengkap disajikan pada Tabel 3.5. Dari data pada Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa tiga nilai mean skor tertinggi berturut-turut yaitu 77.89 ;73.16 dan 57.89 dimiliki oleh ransum R2 ;R8 dan R10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ransum R2, R8 dan R10 adalah tiga ransum terbaik dari 10 jenis ransum pada Penelitian I, dan tiga ransum terbaik ini akan digunakan lagi pada Penelitian 11.
Keterkaitan nilai skor kualitas karkas dengan nilai skor kualitas daging guling yang dihasilkan pada tiga ransum terpilih (R2, RB, dan RlO), disajikan
pada Tabel 3.6. Pada Tabel 3.6 terlihat bahwa total nilai skor peubah penentu kualitas karkas untuk tiga ransum terpilih (R2, R8, dan R10) secara berturut-turut adalah (690, 620, dan 560)., dan total nilai skor peubah penentu kualitas daging guling ketiga ransum tersebut adalah (790, 770, dan 510). Dari angka-angka tersebut tampak adanya suatu kecenderungan bahwa semakin rendah nilai skor kualitas karkas semakin rendah pula nilai skor kualitas daging yang.dihasilkan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa komposisi ransum yang diberikan berpengaruh kepada kualitas karkas maupun kualitas daging guling yang dihasilkan.
Tabel 3.5. Nilai skor 19 peubah kualitas babi guling yang diberi 10 jenis ransum pada Penelitian I Peubah 1. Prosentase karkas 2. Daging karkas 3. Lemak karkas 4. Tebal kulit karkas 5.Tebal lemakpunggung 6. Bil. Iod karkas 7. Kada air daging 8. Protein daging 9,Lemak daging 10. Warna guling 11. Tebal kulit guling 12. Tekstur kulit guling 13. Warm kulit guling 14.Aroma daging guling 15.Teksturdaging Guling 16. Cita rasa guling 17. Pen. kcseluruhan 18. Biaya karkas guling 19. KPM
R1 80 30 30 80 30 100 70 80 80 30 20 40 40 40 60 20 10 30 30
R2 100 100 100 100 40 20 90 60 60 70 80 100 100 100 100 100 100 40 20
R3 90 50 40 50 20 40 100 10 10 10 10 10 10 30 20 50 50 80 60
Skor Rata - rata Sem
47.37cd 9.18
77.89a
37.89d
R4 10 60 70 40 80 70 60 50 50 20 40 20 30 50 50 90 60 70 100
Jenis Ransum R5 R6 70 60 90 20 80 10 70 60 10 50 90 50 80 40 30 20 30 20 60 50 50 70 50 90 80 90 60 20 10 30 60 30 30 20 50 20 70 40
R7 20 40 50 30 60 80 30 40 40 40 100 70 70 10 40 40 40 10 80
R8 40 80 90 20 90 60 50 90 90 100 90 80 60 80 90 80 90 100 90
R9
RlO
30 10 20 10 100 30 10 100 100 80 30 30 50 70 80 70 70 90 50
50 70 60 90 70 10 20 70 70 90 60 60 20 90 70 10 80 60 50
53.68 cd
56.3kd
46.84 cd
73.16ab
56.32 ~d 57.9 bed
41.58 cd
Keterangan : Superskrip yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata (P >0.05) SEM = Standard error of the treatment means
Tabel 3.6. Nilai skor peubah penentu kualitas karkas dan kualitas babi guling pada tiga ransum terbaik. Peubah penentu kualitas Katagori
Nama peubah
Nilai skor Jenisransum
peubah
Peubah penentu kualitas karkas
I. Prosentase karkas 2. Daging, Karkas 3. Lemak karkas 4. Tebal kuiit karkas 5. Tebal iemak punggung
6. Bilangan Iodin lemak 7. Kadar air daging 8. Protein daging 9. Lemak daging 10.KPM (10) peubah 1. Warna daging guling Peubah 2. Tebal kulit guling penentu 3. Tekstur kulit guling kuaiitas 4. Warna kdit guling daging guling 5. Aroma daging guling 6. Tekstur daging guling 7. Cita rasa daging guling 8. Penerimaan keseluruhan 9. Biaya pakan karkas guling . (9)peubah -
R2
RB
R10
100 100 100 100 40 20 90 60 60 20 690 70 80 100 100 100 100 100 100 40 790
40 80 90 20 90 60 50 90 90 10 620 100 90 80 60 80 90
50
80
90 100 770
70 60 90 70 10 20 70 70 50 560 90 60 60 20 90 70 10 80 60 540