1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Peningkatan
pembangunan
sebagai
akibat
dari
peningkatan
realisasi investasi di Kabupaten Gresik, perlu diimbangi dengan upaya pengaturan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan. Pengaturan dan pengendalian dilakukan dengan tujuan agar terjadi kesesuaian dengan Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
dan
terkendalinya
pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan fungsi sehingga perencanaan tata ruang bisa berlangsung optimal. Selain itu, pengaturan dan pengendalian bertujuan untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, andal, seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan, menjamin keandalan teknis bangunan serta terwujudnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan, maka setiap pendirian bangunan harus berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik selama ini sudah memiliki dasar hukum dalam pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Dengan telah diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan
Tertentu
dan
berlakunya
dasar-dasar
hukum
baru
dalam
penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dunia usaha akan pelayanan publik yang prima, maka dipandang perlu untuk menyusun Peraturan Daerah Baru mengenai Izin NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 1
Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. Peraturan Daerah yang baru ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan pemberian izin untuk melakukan pengaturan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, kegiatan kajian kebijakan penanaman modal pada Tahun 2015 ini ditujukan untuk Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan melalui pembuatan Naskah Akademik sebagai dasar dalam perumusan Rancangan Peraturan Daerah. 1.2.
Identifikasi Masalah Naskah akademik ini akan menganalisis 4 (empat) permasalahan
yang terkait dengan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Gresik. Empat permasalahan tersebut antara lain: 1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi? 2. Mengapa
perlu
Rancangan
Peraturan
Daerah
sebagai
dasar
pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah tersebut? 3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tersebut? 4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan? 1.3.
Tujuan dan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Sesuai ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas,
tujuan penyusunan Naskah Akademik ini adalah: 1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik serta bagaimana mengatasi permasalahan tersebut. 2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian
atau
solusi
permasalahan
perizinan
bangunan
di
Kabupaten Gresik. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 2
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah. 4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah. Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan Bangunan. 1.4.
Metode Terkait dengan metode penyusunan Naskah Akademik ini adalah
metode penelitian hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan hukum yang telah dirumuskan. Metode tersebut terkait dengan aspek jenis penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, dan teknik pengumpulan data. 1. Jenis Penelitian Penelitian dalam rangka penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Pemberian IMB ini dilakukan berdasarkan metode penelitian sosio legal. Metode penelitian sosio legal adalah metode penelitian
yang
bukan
hanya
mengkaji
aspek
hukum
dengan
pendekatan doktrinal tetapi juga dengan pendekatan nondoktrinal. Oleh karena itu penyusunan Naskah Akademik ini menggunakan data primer dan data sekunder berupa bahan hukum. 2. Jenis Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah kondisi empiris perizinan bangunan gedung di Kabupaten Gresik. Kondisi empiris tersebut terkait dengan kondisi bangunan gedung maupun prosedur perizinan secara empiris. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup literatur atau kajian maupun bahan hukum yang terkait dengan proses perizinan bangunan gedung (IMB) di Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 3
3. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Berdasarkan pendekatan ini, data yang diperoleh akan dideskripsikan secara kualitatif. Oleh karena data yang diperoleh dan dipaparkan bersifat kualitatif, maka pemaparan data akan menekankan pada interpretasi terhadap data yang telah diperoleh. Interpretasi tersebut terkait makna dari data yang diperoleh untuk menjawab identifikasi permasalahan yang telah dirumuskan. Terkait dengan bahan hukum sebagai data sekunder akan dianalisis dengan pendekatan perundangundangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Penggunaan pendekatan perbandingan dalam penyusunan naskah akademik
ini
digunakan
untuk
memetakan
best
practices
penyelenggaraan IMB pada daerah-daerah dengan karakteristik yang sejenis dengan Kabupaten Gresik. 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada Naskah Akademik ini dilakukan dengan memperhatikan jenis data yang akan dikumpulkan. Data primer pada penelitian
ini
diperoleh
melalui
observasi,
dokumentasi,
maupun
wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin dilakukan dengan
mempersiapkan
terlebih
dahulu
pertanyaan-pertanyaan
sebagai pedoman. Namun tidak menutup kemungkinan adanya variasi pertanyaan sesuai dengan situasi ketika wawancara berlangsung. Wawancara dilakukan terhadap informan, dalam hal ini pihak yang berwenang maupun masyarakat yang terkait dengan proses perizinan bangunan gedung (IMB) di Kabupaten Gresik. Oleh karena pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, maka jumlah informan dalam pengumpulan data primer tidak menjadi patokan kualitas data. Penekanan pengumpulan data melalui informan adalah pemaknaan terhadap realitas yang terkait dengan permasalahan dalam proses perizinan bangunan gedung di Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 4
2 KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 2.1.
Kajian Teoretis
2.1.1.
Konsep Negara Hukum Istilah negara hukum seringkali dipertukarkan dengan istilah rule of
law
ataupun
bergantian
rechtsstaat.
untuk
Pemakaian
menggantikan
kedua
istilah
istilah
negara
tersebut hukum
secara terkesan
mengaburkan dua konsep yang berasal dari latar belakang berbeda. Rule of law berangkat dari tradisi common law atau Anglo Saxon sedangkan rechtsstaat merupakan konsep dari tradisi civil law atau Eropa Kontinental. Berdasarkan
latar
belakang
dan
dari
sistem
hukum
yang
melatarbelakanginya tentu saja akan memunculkan perbedaan. Namun dalam perkembangannya perbedaan tersebut tidak dipermasalahkan lagi karena
kedua
konsep
tersebut
mengarah
pada
pengakuan
dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.1 Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran itu sudah muncul sebelum abad tersebut. Istilah rule of law mulai populer dengan terbitnya sebuah buku dari Albert Venn Dicey tahun 1885 dengan judul “Introduction to the Study of the Law of the Constitution”. Namun satu abad sebelum A.V.Dicey sebenarnya di Amerika Serikat telah muncul istilah yang memiliki makna yang serupa dengan rule of law yaitu: “government of laws, not of men”. Intinya adalah negara akan menjauhkan Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Surabaya: Peradaban, 2007, hlm. 67. 1
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 5
diri dari pemerintahan absolut (tanpa pembatasan kekuasaan). Istilah “a government of laws and not of men” pertama kali dikenalkan John Adams di tahun 1774 dalam artikelnya di Boston Gazette. Prinsip ini juga yang dipakai hakim John Marshall dalam mengadili perkara Marbury v Madison yang akhirnya melahirkan konsep judicial review.2 Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey terdiri dari tiga aspek. Pertama, supremasi absolut atau superioritas dari regular law untuk menentang pengaruh dan meniadakan kesewenang-wenangan, hak prerogatif,
serta kekuasaan diskresi yang luas dari pemerintah. Kedua,
persamaan di hadapan hukum atau penundukan secara sama dari semua golongan kepada hukum umum dari negara yang dilaksanakan oleh peradilan umum. Artinya, tidak ada orang yang berada di atas hukum sehingga baik pejabat maupun warga negara biasa wajib mentaati hukum yang sama. Implikasinya adalah tidak adanya peradilan administrasi. Ketiga, konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land. Hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan. Dengan demikian konstitusi dalam rule of law adalah konstitusi yang berdasarkan pada hak-hak asasi manusia.3 Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey kemudian berkembang lebih jauh. International Commission of Jurists di tahun 1959 (deklarasinya dikenal sebagai Deklarasi Delhi) merumuskan ciri-ciri yang seharusnya ada dalam rule of law. Ciri-ciri tersebut yaitu:4 a.
keberadaan pemerintahan yang representatif;
Brian Z. Tamanaha, “Rule of Law in The United States”, dalam Asian Discourses of Rule of Law, ed.Randall Peerenboom, London: RoutledgeCurzon, 2004, hlm. 58. 3 A.V.Dicey, Introduction to the Study of the Law of the Constitution, Pengantar Studi Hukum Konstitusi, diterjemahkan oleh Nurhadi, Bandung: Nusamedia, 2007, hlm. 264. Lihat juga Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm. 75. 4 Alex Carroll, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson Education Limited, 2007, hlm. 46. 2
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 6
b.
penghargaan terhadap hak asasi manusia yang terdapat dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia di Tahun 1950;
c.
tiadanya hukum pidana yang berlaku surut;
d.
adanya hak untuk mengajukan gugatan terhadap negara;
e.
adanya hak atas pengadilan yang adil termasuk di antaranya adalah pemberlakuan praduga tak bersalah, bantuan hukum, dan hak atas upaya hukum banding;
f.
peradilan yang mandiri;
g.
adanya pengawasan atas peraturan perundang-undangan yang berfungsi sebagai pelaksana undang-undang.
A.W. Bradley dan K.D. Ewing mengemukakan tiga aspek rule of law yang menjadikan rule of law lebih layak dipilih ketimbang negara berdasarkan kekuasaan belaka. Pertama, rule of law mewujudkan tatanan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat (law and order) dan bukannya kondisi anarki yang memunculkan tiadanya rasa aman bagi individu. Stabilitas, menurut Bradley dan Ewing, adalah prakondisi bagi eksistensi sistem hukum. Kedua, rule of law berdasarkan pada prinsip fundamental yang penting, yaitu bahwa pemerintahan dijalankan dengan mengacu pada hukum dan setiap kasus yang terjadi diselesaikan melalui putusan pengadilan. Ketiga, rule of law mengacu pada pengumpulan pendapat, baik
tentang
bagaimana
wewenang
yang
seharusnya
dimiliki
oleh
pemerintah dan bagaimana seharusnya wewenang tersebut dijalankan.5 Seperti halnya rule of law, konsep rechtsstaat juga mengalami perkembangan dari konsep klasik hingga ke konsep modern. Konsep klasik diistilahkan sebagai klassiek liberale en democratische rechtsstaat atau democratische rechtsstaat. Sedangkan konsep modern, khususnya di Belanda, biasa disebut sociale rechtsstaat atau juga disebut sociale democratische rechtsstaat. A.W.Bradley dan K.D.Ewing, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson Education Limited, 2007, hlm. 99. 5
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 7
Prinsip-prinsip dasar dari rechtsstaat yang bersifat liberal dan demokratis, menurut Van Der Pot sebagaimana dikutip Hadjon, meliputi tiga aspek. Pertama, adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat. Kedua, adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi: kekuasaan pembuatan
undang-undang
yang
ada
pada
parlemen,
kekuasaan
kehakiman yang bebas dan tidak hanya menangani sengketa antara individu rakyat tetapi juga antara penguasa dan rakyat dan pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur). Ketiga, diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat (vrijheidsrechten van de burger). Ciri-ciri tersebut menunjukkan prinsip sentral rechtsstaat adalah pada pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia serta kebebasan dan persamaan.6 Konsep sociale rechtsstaat merupakan varian dari liberale rechsstaat yang memunculkan interpretasi baru terhadap hak-hak klasik dengan memunculkan konsep hak-hak sosial, konsepsi baru tentang kekuasan politik dalam hubungannya dengan kekuasaan ekonomi, konsepsi baru tentang makna kepentingan umum, dan karakter baru dari wet dan wetgeving. Interpretasi terhadap hak-hak klasik tentang kebebasan dan persamaan memunculkan pandangan bahwa kebebasan dan persamaan bukan hanya bersifat formal yuridis saja tetapi secara riil dalam masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan pemenuhan hak-hak sosial, ekonomi, dan kultural. Legitimasi kekuasaan politik dilihat dari sudut pandang kaitannya dengan kekuasaan
ekonomi.
Kepentingan
umum
tidak
diartikan
sebagai
kepentingan negara atau kepentingan kaum borjuis tetapi kepentingan dari demokratisasi nasional, yaitu setiap orang dapat menjadi bagian dari cabang kekuasaan. Watak undang-undang dalam konsep liberal yang restriktif dan sebagai instrumen stabilitasi mulai luntur karena fungsi pembentukan undang-undang hanyalah sebagai landasan yuridis formal
Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm.71. 6
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 8
bagi kebijakan pemerintah yang berorientasi sosial. Dengan demikian watak ratio scripta atau aturan tertulis dalam undang-undang direduksi menjadi instrumen hukum untuk mewujudkan kebijakan. Pergeseran-pergeseran tersebut mengarahkan sociale rechsstaat pada tiga unsur pokok: hak-hak dasar, peluang ekonomi, dan distribusi sosial.7 Pendapat
yang
serupa
tentang
konsep
rechtsstaat
juga
dikemukakan oleh Van Wijk dan Konijnbelt. Menurutnya rechtsstaat memiliki unsur-unsur sebagai berikut:8 a.
pemerintahan menurut hukum (wetmatig bestuur), yang meliputi kewenangan yang dinyatakan dengan tegas, tentang perlakuan yang sama, dan tentang kepastian hukum;
b.
jaminan atas hak-hak asasi;
c.
pembagian kekuasaan yang meliputi struktur kewenangan atau desentralisasi dan tentang tentang pengawasan dan kontrol;
d.
pengawasan oleh kekuasaan peradilan.
Keempat unsur tersebut serupa dengan unsur rechtsstaat menurut Zippelius yang menyatakan bahwa rechtsstaat memiliki unsur pemerintahan menurut
hukum,
jaminan
hak
asasi,
pembagian
kekuasaan,
dan
pengawasan yudisial terhadap pemerintah.9
2.1.2.
Konsep Wewenang Wewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan
hukum administrasi. Wewenang dalam hukum tata negara dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Sedangkan wewenang, jika mengacu pada pengertian authority dalam Black’s Law Dictionary, diartikan sebagai: “the right or permission to act legally on another’s behalf; the power Ibid, hlm.73. S.Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990, hlm.45. 9 Ibid. 7
8A.Hamid
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 9
of one person to affect another’s legal relations by acts done in accordance with the other’s manifestation of assent; the power delegated by a principal to an agent.”10 Menurut Van Maarseveen, sebagaimana dikutip Philipus M. Hadjon, wewenang terdiri atas tiga komponen, yaitu:11 a.
pengaruh,
menunjukkan
bahwa
wewenang
ditujukan
untuk
mengendalikan perilaku subjek hukum; b.
dasar hukum, yaitu wewenang harus memiliki dasar hukum;
c.
konformitas, menunjukkan bahwa adanya standar wewenang.
Wewenang dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu: a.
atribusi Atribusi menurut Van Wijk dan Konijnenbelt merupakan cara normal dalam
memperoleh
wewenang
pemerintahan.
Atribusi
dalam
memperoleh wewenang membuat keputusan (besluit) bersumber langsung
kepada
undang-undang
dalam
arti
materiil.
Dengan
demikian yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.12
b.
Delegasi Tidak
ada
peraturan
perundang-undangan
di
Indonesia
yang
menjelaskan pengertian delegasi. Pengertian delegasi dapat mengacu pada pengertian yang dirumuskan oleh Algemene Wet Bestuursrecht (AWB) Artikel 10:13, yaitu: “Onder delegatie wordt verstaan: het overdragen door een bestuursorgaan van zijn bevoegdheid tot het nemen
van
besluiten
aan
een
ander
die
deze
onder
eigen
verantwoordelijkheid uitoefent (terjemahan GALA: ‘Delegation’ means
10 Black Law’s Dictionary, Eds. Bryan A.Garnet et.al, St.Paul: West Publishing, 2009, hlm.152. 11 Philipus M.Hadjon, Tentang Wewenang, Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga Nomor 5 dan 6 Tahun XII (September – Desember 1997), hlm.1. 12 Ibid, hlm.3.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 10
the transfer by an administrative authority of its power to make orders to another one, who assumes responsibility for the exercise of this power)” Dengan demikian konsep delegasi merupakan konsep pengalihan wewenang dari satu badan tata usaha negara kepada badan tata usaha negara lainnya. Tanggung jawab atas wewenang tersebut menjadi tanggung jawab delegataris (yang menerima wewenang). Hal tanggung jawab inilah yang nantinya membedakan konsep delegasi dan mandat.
c.
Mandat Mandat merupakan suatu penugasan kepada bawahan. Penugasan kepada bawahan misalnya untuk membuat keputusan atas nama pejabat yang member mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat yang memberi mandat.13 Pengertian yang serupa dapat dilihat pada Artikel 10:1 AWB, bahwa mandat disebut sebagai: “…de bevoegdheid om in naam van een bestuursorgaan
besluiten te
nemen.” (…the power to make orders in the name of an administrative authority). Dengan demikian tanggung jawab jabatan tetap pada pemberi. Inilah yang membedakan antara mandat dan delegasi. Oleh karena itu penerima mandat tidak dapat menjadi tergugat dalam sengketa tata usaha negara.14 Selain itu pembeda antara mandat dan delegasi
adalah
pemberi
mandat
dapat
menggunakan
lagi
wewenang atas mandat tersebut. Setiap
wewenang
dibatasi
oleh
isi/materi
wewenang,
wilayah
wewenang, dan waktu. Jika wewenang yang dilaksanakan melampaui batas-batas tersebut maka yang timbul adalah kondisi-kondisi berikut:15 a.
onbevoegdheid ratione materiae atau ketidakwenangan karena materi yaitu pemerintah oleh peraturan perundang-undangan
Ibid, hlm.12. Lihat Pasal 1 Angka 12 UU PTUN. 15Philipus M.Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 10 Oktober 1994. 13 14
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 11
tidak diberikan wewenang untuk melakukan tindakan yang dilakukannya. Misalnya, seorang walikota tidak berwenang untuk mencabut Peraturan Daerah karena Peraturan Daerah hanya dapat dicabut oleh Peraturan Daerah yang dibuat bersama-sama oleh walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. b.
Onbevoegdheid ratione loci atau ketidakwenangan karena pemerintah
tidak
berwenang
untuk
melakukan
tindakan
pemerintahan di wilayah tersebut. Misalnya, Pemerintah Kota Surabaya tidak berhak untuk membuat Peraturan Daerah yang mengatur rencana tata ruang wilayah yang cakupan wilayahnya termasuk wilayah Kabupaten Gresik. c.
Onbevoegdheid
ratione
temporis
atau
ketidakwenangan
pemerintah karena terlampauinya batas waktu. Misalnya, tindakan pemerintah
dilakukan
dengan
mengacu
pada
peraturan
perundang-undangan yang tidak berlaku lagi.
Wewenang memang memiliki batas, tetapi bisa terjadi suatu kondisi tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan padahal tindakan pemerintah diperlukan dalam kondisi tersebut. Hal ini bisa saja terjadi karena
tidak
mungkin
semua
kondisi
diatur
dalam
peraturan
perundang-undangan. Di sinilah pentingnya konsep diskresi atau freies ermessen.16 Menurut
Darumurti,
wewenang
pada
memungkinkan
diskresi
dapat
badan
atau
mereka
untuk
didefinisikan pejabat
melakukan
sebagai
pemerintah pilihan-pilihan
bentuk yang dalam
mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam lingkup tindakan
pemerintah.
Diskresi
dimiliki
oleh
pemerintah
karena
pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial 16 Diskresi (discretionary power) merupakan konsep hukum administrasi Inggris. Sedangkan freies ermessen merupakan konsep hukum administrasi Jerman. Kedua istilah ini biasa digunakan untuk menyebut kekuasaan bebas. Untuk selanjutnya akan digunakan istilah diskresi sebagai istilah untuk kekuasaan bebas. Lihat Philipus M.Hadjon et.al, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011, hlm.14.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 12
ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan pemerintah tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan dalih terjadi kekosongan pengaturan hukum. Pemerintah diberikan
kewenangan
untuk
campur
tangan
dalam
lapangan
kehidupan masyarakat dan pemerintah dituntut untuk bertindak aktif di tengah dinamika kehidupan masyarakat.17 Namun diskresi bukan berarti bebas tanpa batas sama sekali. Black’s Law Dictionary menjelaskan discretion sebagai: “wise conduct and management; judgement;
cautious discernment;
the
power
of
free
prudence”
decision
atau
making”.18
“individual Sedangkan
administrative discretion diartikan sebagai: “a public official’s or agency’s power to exercise judgement in the discharge of its duties”.19 Pengertian diskresi menurut Black’s Law Dictionary ini menunjukkan bahwa di balik kebebasan untuk membuat keputusan terdapat juga aspek kehati-hatian yang perlu diperhatikan. Kebebasan bertindak yang ada dalam konsep diskresi tidak dapat dilakukan dengan benarbenar
bebas.
Kebebasan
bertindak
dalam
diskresi
tidak
pula
menunjukkan bahwa administrasi negara bebas dari Undang-Undang. Menurut Kranenburg, sebagaimana dikutip Hadjon, kebebasan yang dimaksud
dalam
diskresi
adalah
kebebasan
karena
tidak
ada
pengaturan. Diskresi perlu dilakukan karena Undang-Undang tidak merinci apa yang terjadi secara konkret dan hal itulah yang harus dicari sendiri oleh pemerintah. Oleh karena itu tetap ada keterikatan pada peraturan perundang-undangan saat tindakan pemerintah dilakukan atas dasar diskresi.20 Perlunya batasan-batasan dalam diskresi juga dikemukakan oleh Ronald Dworkin yang menganalogikan diskresi sebagai lubang roti donat yang dikelilingi oleh pembatasnya berupa
17 Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012, hlm.57 – 58. 18 Black’s Law Dictionary, Op.cit, hlm.534. 19 Ibid. 20 Philipus M.Hadjon, Pengertian Dasar tentang Tindak Pemerintahan, Surabaya: Djumali, 1985, hlm.45.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 13
roti itu sendiri. Secara paradoksal, diskresi tidak akan eksis jika tidak terdapat batasan-batasan yang mengelilinginya.21 Tidak absolutnya kebebasan bertindak juga diutarakan Matthew Groves, sebagaimana dikutip Enrico Simanjuntak, yang mendefinisikan diskresi sebagai: “…choice-namely, that an official who is granted power to act or decide is also granted the freedom to choose from a range of possible outcomes which an exercise of that power might allow. But administrative law has long decreed that this freedom is not absolute. Even the most discretionary powers are not taken to be arbitrary power.”22 Konsep diskresi yang penting bagi kajian ini adalah bahwa ketika diskresi digunakan dalam pemerintahan maka berlaku perlindungan hukum kepada badan/pejabat yang bersangkutan. Perlindungan hukum bagi badan/pejabat yang melakukan diskresi adalah jaminan imunitas dari tindakan judicial review oleh hakim. Hal ini terkenal dengan adagium “kebijakan tidak dapat diadili”. Dalam hukum tata negara atau hukum administrasi Amerika Serikat, isu pengujian terhadap kebijakan termasuk dalam kategori political question atau nonjusticiable issue yaitu pengadilan akan menahan diri untuk tidak melakukan intervensi (self-restraint) atas kekuasaan pemerintah yang sifatnya sangat teknikal. Menurut Cass R. Sunstein, sebagaimana dikutip Darumurti, dasar pertimbangan pengadilan untuk tidak melakukan intervensi terhadap tindakan diskresi pemerintah adalah argumen pragmatisme, yaitu judges lack expertise and they are not politically accountable.23
21 Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, Cambridge: Harvard University Press, 1978, hlm.31. 22 Enrico Simanjuntak, Peradilan Administrasi dan Problematika Peraturan Kebijakan, Varia Peradilan Tahun XXVI Nomor 305 April 2011, hlm.33 23 Krishna D. Darumurti, Op.cit, hlm.36 – 37.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 14
2.1.3.
Konsep Teoretis Perizinan Kajian teoretis aspek perizinan bangunan terkait dengan aspek
hukum dalam perizinan. Persoalan perizinan akan menjadi menarik dilihat jika dihubungkan dengan tatanan negara yang ada sekarang. Pelaksanaan negara hukum yang demokratis tentu harus dipahami oleh semua aparatur pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya. Perizinan yang selama ini dianggap sebagai otoritas mutlak pemerintah harusnya ditempatkan dalam dimensi negara hukum yang demokratis. Oleh karena itu tentu perizinan tidak dapat dipahami asal maunya aparatur pemerintah tetapi harus memperhatikan hak-hak warga negara dalam kehidupan demokrasi. Adanya perizinan bukanlah menimbulkan konflik sosial tetapi semestinya mampu menciptakan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.24 Pengendalian setiap kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin yang memiliki kesamaan seperti dispensasi dan konsesi.25 Perizinan sebagai salah satu instrumen dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah bisa diterapkan sebagai salah satu kewenangan yang ditentukan pemerintah daerah yang implementasinya tercermin dalam sikap tindak hukum kepala daerah, baik atas dasar peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasannya, maupun dalam kerangka menyikapi prinsip pemerintahan yang layak sebagai bentuk tanggungjawab publik.26 Menurut
Sjachran
Basah,
izin
merupakan
perbuatan
hukum
administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal concreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.27 Izin juga dapat diartikan sebagai persetujuan penguasa berdasarkan peraturan pemerintah untuk
24 Agus Ngadino, “Perizinan dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis”, Makalah, Universitas Sriwijaya, hlm. 4. 25 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1988, hlm. 129. 26 Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung: Nuansa, 2009, hlm. 99. 27 Ibid, hlm. 92.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 15
dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.28 Hukum perizinan adalah suatu bentuk keputusan pemerintah sebagai norma penutup untuk menerapkan peraturan perundang-undangan dan mewujudkan keadaan tertentu dalam negara hukum. Izin adalah instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Adapun dalam dalam arti sempit menyatakan bahwa izin adalah pengikatan aktivitas-aktivitas.29
2.2.
Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan Penyusunan Norma Asas berbeda dengan norma. Asas memiliki wilayah penerapan yang
lebih luas daripada norma. Dalam suatu sistem hukum, asas hukum merupakan kaidah penilaian fundamental. Asas hukum memberikan suatu nilai. Nilai tersebut kemudian menjadi bentuk yang lebih khusus dalam sebuah norma hukum yang memberikan pedoman yang jelas bagi perbuatan. Sebagai sebuah nilai, menurut Sudikno Mertokusumo, asas hukum menjadi pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum.30 Asas hukum berisi nilai sehingga asas hanya memberikan pedoman secara tidak langsung. Oleh karena itu asas hukum tidak selalu dipositifkan dalam peraturan perundang-undangan sehingga sulit untuk mengkonstatasi kapan asas hukum telah kehilangan keberlakuannya. Selain itu, asas hukum tidak memiliki sifat ’semua atau tidak’ (alles of niets karakter). Artinya, dalam kejadian yang sama dapat diterapkan berbagai asas hukum dan semua 28
S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983,
hlm. 94. 29 30
Agus Ngadino, Op.cit, hlm. 8. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2003, hlm. 34.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 16
asas tersebut memiliki peranan pada interpretasi peraturan perundangundangan yang akan diterapkan.31 Selain digunakan dalam hal interpretasi peraturan perundangundangan, asas juga digunakan dalam membentuk peraturan perundangundangan. Munculnya asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan merupakan resultan dari sebuah sejarah yang panjang dalam perkembangan hukum. Dulunya pembentukan peraturan perundangundangan dianggap sebuah seni. Namun dalam perkembangannya pembentukan
peraturan
perundang-undangan
dianggap
tidak
membutuhkan bakat manusia tetapi teknik yang dapat dipelajari. Walaupun merupakan sebuah teknik, tetapi pembentukannya tetaplah membutuhkan nilai-nilai sebagai pedoman bagi perancangnya. Keberadaan asas pembentukan peraturan perundang-undangan juga tidak dapat dilepaskan dari fungsinya. Fungsi asas pembentukan peraturan perundang-undangan antara lain:32 a.
Memberikan pedoman dan bimbingan penuangan isi peraturan perundang-undangan ke dalam bentuk dan susunan yang sesuai sehingga tepat penggunaan metode pembentukannya serta sesuai dengan proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.
b.
Sebagai dasar pengujian dalam pembentukan peraturan perundangundangan maupun sebagai dasar pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Mencegah peraturan perundang-undangan sekedar sebagai produk politik oleh lembaga legislatif maupun eksekutif.
d.
Menjamin agar peraturan perundang-undangan tersebut diterimadan dipahami dengan baik oleh mayoritas khalayak yang dituju.
31 J.J.H. Bruggink, Rechts-Reflecties: Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Refleksi tentang Hukum, diterjemahkan Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 127. 32 Bayu Dwi Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2014, hlm. 56-58.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 17
Beberapa ahli mengemukakan asas-asas yang menjadi pedoman atau nilai dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Selain para ahli, UU No. 12 Tahun 2011 telah mengatur asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.33 Tidak ada keseragaman antara pendapat para ahli maupun dengan asas dalam UU No. 12 Tahun 2011. Namun jika diteliti dengan seksama, asas yang terdapat dalam UU No. 12 Tahun 2011 telah mengelaborasi berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli. Menurut Van Der Vlies, terdapat 10 (sepuluh) asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Sepuluh asas tersebut antara lain:34 a.
Asas tujuan yang jelas Asas ini menghendaki adanya suatu tujuan peraturan perundangundangan yang jelas, yang harus tampak pula dalam penjelasannya.
b.
Asas organ yang tepat Asas ini menghendaki agar suatu peraturan perundang-undangan dikeluarkan oleh organ atau lembaga yang tepat, yaitu organ atau lembaga yang berwenang untuk membentuk peraturan perundangundangan tersebut.
c.
Asas kemendesakan Asas
ini
menghendaki
sebuah
peraturan
perundang-undangan
dibentuk atas dasar adanya kebutuhan. d.
Asas dapat dilaksanakan Asas ini menghendaki sebuah peraturan perundang-undangan yang dibentuk agar dapat ditegakkan dalam praktiknya.
33 Pengaturan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No.12 Tahun 2011 tentunya bertentangan dengan pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa asas hukum tidak perlu dipositifkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan. 34 I.C.van der Vlies, Handboek Wetgeving, Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan, diterjemahkan oleh Linus Doludjawa, Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2005, hlm. 238-308.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 18
e.
Asas konsensus Asas ini menghendaki pihak-pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
f.
Asas peristilahan dan sistematika yang jelas Asas ini menghendaki suatu perundang-undangan mudah dimengerti oleh
pihak-pihak
yang
berkepentingan
terhadap
pelaksanaan
peraturan perundang-undangan tesebut. g.
Asas kemudahan untuk diketahui Asas ini menghendaki suatu peraturan perundang-undangan dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah seharusnya membuat ikhtisar umum peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.
h.
Asas kesamaan hukum Asas ini berkaitan dengan masalah apakah pembedaan perlakuan yang diadakan oleh pembuat suatu peraturan perundang-undangan dapat dibenarkan atau tidak.
i.
Asas kepastian hukum Asas ini menghendaki harapan-harapan atau ekspektasi yang wajar dihormati oleh pembuat peraturan perundang-undangan. Namun asas ini
tidak
menutup
kemungkinan
sebuah
peraturan
perundang-
undangan diubah. j.
Asas penerapan hukum yang khusus Asas ini menghendaki peraturan perundang-undangan memberikan jaminan atau perlindungan terhadap keadaan-keadaan khusus yang diakibatkan oleh penerapan peraturan perundang-undangan tersebut.
Selain Van Der Vlies, pendapat lain dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi. Attamimi membagi asas pembentukan peraturan perundangundangan menjadi dua jenis yaitu asas hukum formal dan asas hukum material. Asas hukum formal meliputi asas tujuan yang jelas, asas perlunya pengaturan, asas organ/lembaga yang tepat, asas materi muatan yang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 19
tepat, asas dapat dilasanakan, asas dapat dikenali. Asas hukum material meliputi asas sesuai dengan norma fundamental negara, asas kesesuaian dengan hukum negara, asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum, asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi.35 Jika diperhatikan, sepuluh asas yang dikemukakan oleh Attamimi hampir tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Van Der Vlies. Perbedaan antara kedua pendapat menyangkut asas yang berkaitan dengan substansi peraturan perundang-undangan. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Lon Fuller, sebagaimana dikutip
oleh
Imer
B.
Flores.
Fuller
mengistilahkan
asas-asas
dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut sebagai ’internal morality of law’. Asas-asas yang tercakup dalam ’internal morality of law’ antara lain:36 a.
Asas umum Berdasarkan asas ini peraturan perundang-undangan harus bersifat umum untuk kepentingan bersama.
b.
Asas publisitas Peraturan perundang-undangan harus diumumkan agar diketahui oleh seluruh subjek hukum.
c.
Asas non-retroaktif Peraturan perundang-undangan tidak boleh diterapkan terhadap kondisi lampau sebelum peraturan perundang-undangan tersebut dibuat.
d.
Asas kejelasan Peraturan perundang-undangan harus jelas dan tepat untuk diikuti.
e.
Asas non-kontradiksi Peraturan perundang-undangan harus koheren dan tidak memiliki kontradiksi atau inkonsistensi dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bayu Dwi Anggono, Op.cit, hlm. 55 Imer B. Flores, “Legisprudence: the Role and Rationality of Legislators – Vis a Vis Judges – Towards the Realization of Justice”, Mexican Law Review Volume 1, Number 2, January – June 2009, hlm. 107. 35 36
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 20
f.
Asas posibilitas Peraturan perundang-undangan tidak boleh memerintahkan sesuatu yang mustahil dan oleh karena itu seharusnya tidak diberikan sekedar efek simbolis dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
g.
Asas keajegan Peraturan perundang-undangan tidak boleh sering diubah atau diberlakukan dalam waktu singkat. Oleh karena itu substansinya harus ditujukan untuk pelaksanaan yang konstan atau ajeg.
h.
Asas kesesuaian Peraturan perundang-undangan harus diterapkan sesuai dengan tujuan pembentukannya.
Selain asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang dikemukakan para ahli, selanjutnya yang perlu dikemukakan adalah asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan menurut UU No. 12 Tahun 2011. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, asas hukum merupakan nilai yang menjadi panduan bagi sebuah peraturan perundangundangan. Oleh karena itu, pengaturan asas hukum dalam sebuah peraturan perundang-undangan merupakan ketidaklaziman. Walaupun asas-asas tersebut telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011, hal tersebut tidak kemudian menutup kemungkinan pembentuk peraturan perundangundangan mengacu pada asas-asas lain di luar UU No. 12 Tahun 2011. Jika mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011, asas-asas tersebut dibagi dalam dua jenis, yaitu asas pembentukan (Pasal 5) dan asas materi muatan (Pasal 6). Asas pembentukan meliputi: a.
Asas kejelasan tujuan Setiap
pembentukan
peraturan
perundang-undangan
harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Kejelasan tujuan tersebut dapat dilihat pada konsideran ’Menimbang’ maupun pada penjabarannya dalam Naskah Akademik.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 21
b.
Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat Setiap
jenis
peraturan
perundang-undangan
harus
dibuat
oleh
lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundangundangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. c.
Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan Pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
d.
Asas dapat dilaksanakan Setiap
pembentukan
peraturan
perundang-undangan
harus
memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. e.
Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan Setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f.
Asas kejelasan rumusan Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g.
Asas keterbukaan Pembentukan
peraturan
perencanaan,
penyusunan,
perundang-undangan pembahasan,
mulai
dari
pengesahan
atau
penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 22
Asas materi muatan dalam UU No. 12 Tahun 2011 meliputi: a.
Asas pengayoman Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan
perlindungan
untuk
menciptakan
ketentraman
masyarakat. b.
Asas kemanusiaan Setiap
materi
muatan
peraturan
perundang-undangan
harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. c.
Asas kebangsaan Setiap
materi
muatan
peraturan
perundang-undangan
harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. d.
Asas kekeluargaan Setiap
materi
muatan
peraturan
perundang-undangan
harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. e.
Asas kenusantaraan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.
f.
Asas bhinneka tunggal ika Materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 23
g.
Asas keadilan Setiap
materi
muatan
peraturan
perundang-undangan
harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. h.
Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i.
Asas ketertiban dan kepastian hukum Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j.
Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan Setiap
materi
muatan
peraturan
perundang-undangan
harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan bangsa dan negara.
2.3.
Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang ada, serta Permasalahan yang dihadapi Masyarakat Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, telah
diidentifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam praktik penyelenggaraan
perizinan
bangunan
di
Kabupaten
Gresik.
Praktik
penyelenggaraan selama ini mengalami kesulitan di lapangan karena adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Berikut ini adalah beberapa praktik dan permasalahan yang telah diidentifikasi berdasarkan data empiris. 1.
Tersebarnya dasar hukum Perda yang terkait IMB di Kabupaten Gresik Permasalahan pokok dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik adalah tersebarnya dasar hukum terkait perizinan bangunan antara Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Daerah yang mengatur IMB dalam beberapa Perda. Kabupaten Gresik telah NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 24
memiliki Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Perda No. 29 Tahun 2011). Perda No. 29 Tahun 2011 juga mengatur dengan cukup spesifik perihal penerbitan IMB (Pasal 45 – Pasal 60), tetapi sampai saat ini pada praktiknya penerbitan IMB masih lebih banyak mengacu pada Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di tingkat daerah. Sebelumnya IMB diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan juncto Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Perda Retribusi IMB). Perda Retribusi IMB juga secara detil mengatur perihal penerbitan IMB sehingga terjadi tumpang tindih pengaturan penerbitan IMB di Kabupaten Gresik. Prosedur penerbitan IMB juga mengacu kepada Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2006 tentang Prosedur Tetap Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan. Tentu saja hal ini menimbulkan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang tersusun secara sistematis, melainkan pada peraturan perundang-undangan yang tersebar dan saling tumpang tindih. Hal ini berdampak pada praktik penerbitan IMB, pimpinan SKPD yang terkait – dalam hal ini Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik – seringkali harus membuat kebijakan secara kasuistis ketika muncul permasalahan.
2.
Kekosongan hukum terkait SIPPT Salah satu persyaratan dalam pengajuan permohonan IMB adalah Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT).37 IPPT diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 7 Tahun 2005 tentang Retribusi Ijin
37 IPPT dalam Perda Kabupaten Gresik No. 7 Tahun 2005 didefinisikan sebagai pemberian izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah atas penggunaan tanah kepada Badan Usaha dan atau perseorangan yang akan menggunakan tanah di wilayah Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 25
Peruntukan Penggunaan Tanah (Perda No. 7 Tahun 2005). Jika merujuk pada Perda No. 7 Tahun 2005, pengaturan IPPT dalam Perda tersebut juga belum memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta, yaitu bahwa pengaturannya seharusnya dirumuskan secara jelas dan tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Perda No. 7 Tahun 2005 juga diatur persyaratan ijin prinsip, ijin lokasi, dan ijin tata ruang tetapi tidak diatur secara jelas hubungan antara ketiga jenis ijin tersebut dengan IPPT. Izin Tata Ruang dan Izin Lokasi kemudian diatur juga dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penanaman Modal di Kabupaten Gresik (Perda No. 8 Tahun 2012). Namun Perda No. 8 Tahun 2012 tidak mencabut ketentuan Izin Tata Ruang dan Izin Lokasi dalam Perda No. 7 Tahun 2005. Hal ini mengakibatkan tumpang tindih pengaturan. Ketiga jenis izin tersebut – dalam implementasinya – diposisikan sebagai syarat untuk mendapatkan IPPT. Oleh karena itu, jika IPPT nantinya diatur dalam Peraturan Daerah tentang IMB maka harus dirumuskan secara jelas
pengertian
dan
ruang
lingkupnya.
Selain
itu
persyaratan
memperoleh IPPT nantinya tidak tumpang tindih dengan persyaratan memperoleh IMB – yang merupakan produk akhir dari permohonan yang diajukan. Pengaturan tersebut perlu juga memperhatikan prinsip dalam sistem perizinan berantai. Dengan sistem tersebut berarti bahwa untuk setiap kegiatan usaha hanya ada satu izin pada puncaknya. Izin yang menjadi puncak dalam sistem perizinan berantai adalah Izin yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam melakukan kegiatan dan/atau usaha. Adapun yang diterpadukan dalam sistem perizinan berantai adalah prosedur. Dalam sistem perizinan berantai pada IMB maka izin-izin tersebut bukanlah merupakan izin yang mandiri. Izin-izin tersebut dikaitkan dengan IMB. Penerbitan IMB hendaknya dikoordinasikan dengan izin-izin tersebut sehingga izin tersebut merupakan satu mata rantai terpadu. Dengan sistem mata rantai maka pencabutan salah NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 26
satu izin dalam mata rantai tersebut berakibat izin untuk mendirikan bangunan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
3.
Praktik pembatalan permohonan IMB Seringkali pemohon melakukan pembatalan permohonan IMB oleh pemohon ketika retribusi sudah dibayar. Jika mengacu pada Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Permendagri No. 32 Tahun 2010), Bupati/Walikota menerbitkan IMB paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanda bukti pembayaran retribusi IMB diterima. Oleh karena itu penerbitan IMB setelah pembayaran retribusi IMB tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Namun Perda yang sudah ada saat ini tidak mengatur mekanisme yang harus ditempuh ketika permohonan IMB dibatalkan oleh pemohon ketika retribusi justru sudah dibayar. Pembatalan tersebut akan menyulitkan bagi Pemerintah Kabupaten Gresik karena retribusi yang sudah dibayar tidak dapat dikembalikan kepada pemohon. Di sisi lain, pemohon akan merasa dirugikan. Oleh sebab itu perlu kepastian hukum terhadap permasalahan ini berupa pengaturan secara tegas dan juga kejelasan pengaturan batas waktu pembatalan permohonan IMB. Kejelasan
pengaturan
batas
waktu
pembatalan
tersebut
akan
berdampak bagi pemohon sehingga permohonan yang diajukan nantinya telah dipertimbangkan terlebih dahulu oleh pemohon.
4.
Keringanan retribusi sudah diatur tetapi tidak diatur batasannya Berdasarkan Pasal 62 Perda Retribusi IMB, Kepala Daerah dapat menetapkan pembebasan atau pengurangan besarnya retribusi yang telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Perda IMB. Namun tidak diatur secara jelas batasan bagi Bupati untuk memberikan pembebasan atau pengurangan retribusi. Perda Retribusi IMB kemudian dicabut dengan Perda No. 5 Tahun 2011, tetapi Perda No. 5 Tahun 2011 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 27
juga
mengatur
perihal
keringanan
retribusi
(Pasal
52)
tetapi
didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dan hanya mengatur prinsip dalam pemberian keringanan retribusi, yaitu prinsip
keadilan,
kemampuan
ekonomi
masyarakat
dan
fungsi
pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Jika mengacu pada Pasal 23 Permendagri No. 32 Tahun 2010, Bupati/Walikota berdasarkan
dapat
kriteria
memberikan
bangunan
fungsi
keringanan sosial
dan
retribusi
IMB
budaya
serta
bangunan fungsi hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu Bupati/Walikota dapat memberikan pembebasan retribusi IMB berdasarkan kriteria fungsi keagamaan dan bangunan bukan gedung sebagai sarana dan prasarana umum yang tidak komersial. Pengaturan dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010 menunjukkan bahwa daerah diberikan wewenang untuk mengatur lebih rinci perihal pembebasan dan keringanan dengan tetap mengacu pada kriteria tersebut. Oleh karena itu perlu pengaturan yang lebih detil terkait pembebasan dan pengurangan retribusi tetapi lebih tepat jika diatur dalam Peraturan Bupati sebagaimana didelegasikan oleh Pasal 52 Perda No. 5 Tahun 2011. Pengaturan tersebut idealnya tetap mengacu pada kriteria yang telah diatur dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010.
5.
Perda IMB saat ini tidak mengatur batasan waktu Terkait dengan pelayanan prima, Perda IMB saat ini tidak mengatur batasan waktu terlama dalam proses pengurusan IMB. Berdasarkan Permen PU No. 24/PRT/M/2007, dokumen IMB diterbitkan dengan jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan dokumen rencana teknis untuk bangunan gedung pada umumnya termasuk setelah adanya pertimbangan teknis dari Tim Ahli Bangunan Gedung untuk persetujuan/pengesahan dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 28
Walaupun tidak diatur dalam Perda, tetapi pada praktiknya batasan waktu tersebut diatur dalam Standard Operating Procedure (SOP) di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kabupaten Gresik. SOP tersebut
ditetapkan
050/SK/437.74/2014.
dengan SOP
Keputusan
tersebut
Kepala
mengatur
lebih
BPMP detil
Nomor prosedur
penerbitan IMB di Kabupaten Gresik beserta diagram alir dalam proses penerbitan IMB di Kabupaten Gresik (lihat Gambar 2.01). Perihal jangka waktu penerbitan IMB jika hanya diatur dalam SOP tentunya sulit untuk diketahui oleh masyarakat secara luas. Jika diketahui oleh masyarakat secara luas tentunya akan mendorong pelayanan prima dalam proses perizinan bangunan di Kabupaten Gresik. Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan kemanfaatan hukum sebaiknya pengaturan tersebut nantinya tidak hanya diatur dalam SOP tetapi juga dalam Peraturan Daerah tentang IMB.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 29
FRONT OFFICE
Pemohon menyerahkan Berkas
Cek dokumen : 1. Persyaratan administrasi 2. Pertanahan 3. Gambar
BACK OFFICE
Dokumen Lengkap
Register Permohonan
Kepala Bidang • Disposisi kepada kasubid, kasubid menunjuk staf • Menandatangani SP BAP
Berkas diberi pemroses
nama
staf
Tanda terima register permohonan bernomor Berkas diberi nomor register
Dokumen Kurang
Publikasi aplikasi melalui WEB
Pemeriksaaan lapangan (BAP lapangan)
Dokumen Benar 1. Perhitungan Volume (BA Perhitungan rencana bangunan) 2. Pembuatan SKR 3. Pengesahan SKR
Dokumen kurang sesuai. diperlukan persyaratan tambahan
Kepala Bidang Surat permintaan kekurangan berkas
Penyerahan SKR Penomoran oleh bendahara penerima
Pembayaran retribusi
Pembuatan SK
1. Kasubid (koreksi kesesuian ketentuan teknis dengan dokumen , gambar, ukuran bangunan dll) 2. Kepala Bidang ( koreksi kedua )
Sekretaris
Penyerahan SK kepada pemohon Tanda Terima SK
Kepala Badan 1. Tanda tangan pengantar pengesahan 2. Paraf SK
Proses pengesahan
Register SK
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Publikasi melalui WEB
Gambar 2.01. Diagram Alur Permohonan IMB
Hal. II - 30
2.4.
Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan diatur dalam Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap Aspek Beban Keuangan Negara
2.4.1.
Implikasi terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat Praktik penyelenggaraan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik
selama ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak terlindungi dalam kepastian hukum karena tidak adanya sinkronisasi peraturan perundangundangan
yang
bangunan.
Secara
mencegah spesifik,
tumpang hal
ini
tindih
pengaturan
disebabkan
tidaknya
perizinan peraturan
perundang-undangan di tingkat daerah (Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati) yang secara khusus mengatur prosedur penerbitan IMB dari aspek administratif maupun teknis. Akibatnya dalam praktik penyelenggaraan perizinan bangunan, permasalahan yang dihadapi lebih banyak diselesaikan melalui diskresi. Penggunaan diskresi yang tidak diminimalkan tidak akan berdampak baik bagi kepastian hukum. Padahal dalam hukum administrasi negara dikenal adanya asas pengharapan yang layak. Asas pengharapan yang layak mensyaratkan adanya kejelasan dalam pengaturan sehingga tidak ada multitafsir yang rentan terhadap penyalahgunaan wewenang dalam pembuatan kebijakan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Pasal 24) telah mengatur persyaratan yang harus dipenuhi pejabat pemerintahan dalam menggunakan diskresi. Persyaratan tersebut antara lain sesuai dengan tujuan diskresi, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), berdasarkan alasanalasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik. Adanya persyaratan yang ketat dalam penggunaan diskresi
menunjukkan
bahwa
penggunaan
diskresi
seharusnya sebisa
mungkin dihindari, dan hal tersebut dapat dihindari jika terdapat pengaturan yang jelas dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 31
Adanya Peraturan Daerah tentang IMB juga dapat memastikan adanya pelayanan prima bagi masyarakat ketika mengajukan permohonan IMB.
Pelayanan
prima
tersebut
mengacu
kepada
prinsip
prosedur
penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007. Berdasarkan Permen PU No. 24/PRT/M/2007, dalam proses penerbitan IMB pemerintah daerah, Pemerintah dan pemerintah provinsi (untuk bangunan gedung fungsi khusus) melaksanakan dengan prinsip pelayanan prima. Selain itu pelayanan prima diimbangi dengan penerapan persyaratan administratif dan teknis yang ditetapkan dalam rencana teknis. Penerapan persyaratan tersebut untuk menjamin pengendalian penyelenggaraan bangunan di Kabupaten Gresik. Pengaturan IMB membantu
dalam
dengan penormaan
penataan
ruang
di
yang jelas juga
Kabupaten
Gresik.
dapat Adanya
kesemrawutan tata ruang pada umumnya disebabkan tidak adanya pengendalian penyelenggaraan bangunan dalam konteks kewilayahan. Padahal tata ruang juga berimplikasi pada kemajuan perekonomian dalam kewilayahan.
Kemajuan
perekonomian
pada
akhirnya
juga
akan
berdampak pada perkembangan ekonomi masyarakat. Berbagai implikasi tersebut menunjukkan bahwa Peraturan Daerah tentang IMB nantinya akan berperan sebagai instrumen rekayasa sosial. Masyarakat akan diarahkan lewat peraturan perundang-undangan untuk tertib dalam penyelenggaraan bangunan dan menjamin keandalan teknis dari bangunan yang didirikan. Oleh karena itu, secara umum Peraturan Daerah tentang IMB nantinya akan memiliki implikasi positif bagi masyarakat.
2.4.2.
Dampak terhadap Beban Keuangan Negara Walaupun tidak ada data valid tentang jumlah pemegang IMB di
Kabupaten Gresik, tetapi fenomena yang lazim di berbagai daerah adalah tingginya jumlah bangunan yang tidak memiliki IMB. Faktor yang berperan besar terhadap fenomena tersebut adalah tidak responsifnya Peraturan Daerah yang mengatur perizinan bangunan. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 32
Penelitian
dalam
implementasi
perizinan
bangunan
di
Kota
Tangerang menunjukkan peran vital Peraturan Daerah yang mengatur perizinan bangunan. Penelitian Suparman menunjukkan bahwa kebijakan IMB di Kota Tangerang belum sesuai dengan harapan masyarakat yaitu cepat, murah, dan dekat. Keengganan masyarakat banyak dipengaruhi oleh faktor tersebut.38 Fenomena ini tentunya berpengaruh pada potensi retribusi yang seharusnya dapat diperoleh oleh pemerintah daerah dari penerbitan IMB. Daerah seharusnya dapat menambah Pendapatan Asli Daerah jika masyarakat tidak enggan mengajukan permohonan penerbitan IMB ketika akan melakukan pembangunan. Penelitian
Sonya
Imelda
Samosir
di
Kota
Gunungsitoli
juga
menunjukkan bahwa implementasi penerbitan IMB di Kota Gunungsitoli belum berjalan efektif bila dilihat dari perspektif organisasi, interpretasi serta penerapan.39
Hal
tersebut
kembali
akan
berdampak
pada
potensi
Pendapatan Asli Daerah yang seharusnya dapat diperoleh oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, adanya Peraturan Daerah tentang IMB tidak secara signifikan menambah beban keuangan negara. Secara tidak langsung, adanya Peraturan Daerah tentang IMB justru akan menambah Pendapatan Asli Daerah terutama jika Peraturan Daerah tersebut mampu membentuk pelayanan prima perizinan bangunan yang mendorong kepatuhan hukum masyarakat dalam pengajuan permohonan IMB. Hal ini tentunya harus dibarengi dengan kejelasan pengaturan retribusi IMB, terutama terkait dengan keringanan retribusi IMB maupun disinsentif retribusi IMB.
38 Suparman, “Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Tangerang (Studi Kasus di Kecamatan Ciledug), Tesis, Depok: FISIP UI, 2002. 39 Sonya Imelda Samosir, “Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli”, Skripsi, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 33
3 EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT Sebelum menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundangundangan
terkait,
perlu
dipahami
sistematika
pengaturan
perizinan
bangunan gedung secara hierarkis. Sistematika tersebut untuk memahami bagaimana relasi antara peraturan perundang-undangan yang ada hingga di tataran daerah. Dengan demikian, dapat diharmonisasikan pengaturan perizinan bangunan antara Rancangan Peraturan Daerah tentang IMB dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan perundang-undangan terkait perizinan bangunan dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) jenis. Pertama, peraturan perundangundangan terkait perizinan bangunan yang bersifat atribusi. Peraturan perundang-undangan
yang
bersifat
atribusi
merupakan
peraturan
perundang-undangan yang memberikan kewenangan kepada institusi yang bersangkutan, dalam hal ini Pemerintah Daerah, untuk menyusun dan menetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dalam hal ini peraturan daerah. Kedua, peraturan perundang-undangan terkait perizinan bangunan yang bersifat delegasi. Peraturan perundang-undangan yang bersifat delegasi merupakan peraturan perundang-undangan yang memberikan delegasi atau amanah untuk menyusun dan menetapkan peraturan perundang-undangan turunannya, dalam hal ini peraturan daerah mengenai perizinan bangunan. Keterkaitannya dapat dilihat pada Gambar 3.01 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 34
UUD NRI 1945
UU NO. 23 TAHUN 2014
UU NO. 12 TAHUN 1950 JO. UU NO. 2 TAHUN 1965
UU NO. 28 TAHUN 2002
PP NO. 36 TAHUN 2005
PERMEN PU NO. 24/PRT/M/ 2007
PERDA NO. 29 TAHUN 2011 Keterangan:
PERMENDAGRI NO. 32 TAHUN 2010
RAPERDA PERDA NO. 22 TAHUN 2000 JO. TENTANG NO. 23 PeraturanIMB perundang-undanganPERDA atribusi Peraturan
TAHUN 2004 PERDA NO. 5 perundang-undangan delegasi TAHUN 2011
Gambar 3.01 Hierarki Pengaturan IMB dalam Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan hierarki pada Gambar 3.01 maka Bab ini akan menganalisis
dan
mengevaluasi
10
(sepuluh)
peraturan
perundang-
undangan, yaitu UUD NRI 1945, UU No. 12 Tahun 1950, UU No. 28 Tahun 2002, UU No. 23 Tahun 2014, PP No. 36 Tahun 2005, Permen PU No. 24/PRT/M/2007, NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 35
Permendagri No. 32 Tahun 2010, dan Perda No. 29 Tahun 2011. Analisis dan evaluasi tersebut untuk kemudian merumuskan preskripsi terkait pencabutan pasal-pasal yang terkait dengan IMB dalam Perda No. 29 Tahun 2011 dan pengaturan yang sebaiknya dimasukkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang IMB.
3.1.
Peraturan Perundang-undangan Bersifat Atribusi
3.1.1.
UUD NRI 1945 [Pasal 18 ayat (6)] UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintahan
daerah untuk dapat menetapkan peraturan daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945, yang berbunyi: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Atas dasar kewenangan yang diberikan oleh konstitusi tersebut, maka salah
satu
kewenangan
pemerintahan
daerah
adalah
menetapkan
peraturan daerah. Terkait dengan peranan peraturan daerah tersebut dalam hal otonomi, Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 terkait pula dengan UU No. 23 Tahun 2014 (akan dibahas selanjutnya) yang secara khusus mengatur pemerintahan daerah. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 akan nampak bahwa pengaturan perizinan bangunan dengan peraturan daerah menjadi wewenang pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah yang diberikan berdasarkan undang-undang.
3.1.2.
UU No. 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965) NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 36
UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 tidak dibentuk untuk mengatur secara khusus pembentukan Kabupaten Gresik. Undang-undang tersebut juga mengatur pembentukan kabupaten-kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Timur. Undang-undang ini dibentuk dengan mengacu pada Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal IV Aturan Peralihan UndangUndang Dasar Tahun 1945 (dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar sebelum diamandemen). Pasal-pasal yang menjadi dasar tersebut terkait dengan wewenang pembentukan undang-undang. Pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa: “Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal 20 ayat (1) menegaskan bahwa setiap Undang-undang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Begitu pula
Pasal
IV
Aturan
Peralihan
mengatur
wewenang
Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat dipegang oleh Presiden dibantu Komite Nasional sebelum kedua lembaga negara tersebut dibentuk.
Ketentuan-ketentuan
itulah
yang
menjadi
dasar
bagi
pembentukan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965. UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 menjadi penting dalam setiap pembentukan Perda Kabupaten Gresik karena Undang-Undang tersebut menjadi landasan terbentuknya Kabupaten Gresik dengan segala wewenang yang melekat pada Pemerintah Kabupaten Gresik pascapembentukan Kabupaten Gresik. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 tersebut, daerah Gresik ditetapkan sebagai salah satu kabupaten di Jawa Timur. Dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1950 diatur pula urusan-urusan yang menjadi urusan rumah tangga dan kewajiban kabupaten-kabupaten yang dibentuk tersebut. Namun dasar urusan wajib yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten Gresik bukan lagi undang-undang ini, melainkan UU No. 23 Tahun 2014. UU No. 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar dalam pembentukan setiap peraturan daerah di Kabupaten Gresik sekedar untuk menunjukkan dasar yuridis dari asal wewenang yang dimiliki Pemerintah
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 37
Kabupaten Gresik. Ketika Pemerintah Kabupaten Gresik terbentuk itulah juga eksis wewenang yang melekat pada pemerintahan daerah tersebut.
3.1.3.
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 23 Tahun 2014 merupakan pengganti dari Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dianggap sudah tidak
dapat
mengakomodir
perkembangan
kebutuhan
pengaturan
pemerintahan daerah. Namun UU No. 23 Tahun 2014 masih memegang prinsip desentralisasi dalam pemerintahan daerah. Keberadaan desentralisasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 dapat dipandang sebagai perwujudan negara hukum karena pada desentralisasi terkandung maksud pembatasan kekuasaan terhadap pemerintah pusat. Hans Kelsen menyatakan pendapatnya bahwa kerakyatan bisa juga terdapat di dalam negara yang pemerintahannya menganut sentralisasi namun adanya asas desentralisasi lebih demokrasi daripada sentralisasi.40 Menurut Hans Kelsen adanya desentralisasi dapat menghindarkan negara dari kecenderungan otokrasi. Hal ini disebabkan desentralisasi membuat pemimpin di pusat harus memberikan beberapa kewenangannya kepada pemimpin di daerah padahal seorang otokrat cenderung memusatkan fungsi sebanyak-banyaknya pada pribadinya sendiri. Ia akan berusaha untuk mengatur sebanyak mungkin masalah melalui norma-norma hukum di pusat.41 Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014, penyelenggaraan urusan
pemerintahan
di
Daerah
dilaksanakan
berrdasarkan
asas
Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Desentralisasi dalam UU
No.
23
Tahun
2014
didefinisikan
sebagai
penyerahan
urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi (lihat Pasal 1 Angka 8).
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2010, hlm 93. Kelsen, General Theory of Law and State, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, 2006, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, hlm. 441-442. 40
41Hans
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 38
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, Pemerintah Pusat memiliki Urusan Absolut yang tidak dapat dibagikan pada Pemerintah Daerah. Urusan Absolut yang menjadi urusan Pemerintah Pusat antara lain: a.
politik luar negeri;
b.
pertahanan;
c.
keamanan;
d.
yustisi;
e.
moneter dan fiskal nasional; dan
f.
agama.
Urusan Pemerintahan yang kemudian dibagikan pada Pemerintah Daerah adalah Urusan Pemerintahan konkuren. Dalam UU No. 23 Tahun 2014, Urusan Pemerintahan konkuren kemudian dibagi dalam matriks pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota. Pembagiannya mencakup kewenangan dalam
pengelolaan
unsur
manajemen
dan
kewenangan
dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen. Kewenangan tersebut melekat pada masing-masing tingkatan atau susunan pemerintahan, kecuali jika diatur pengecualiannya. Urusan pemerintahan konkuren kemudian dibedakan menjadi Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan [lihat Pasal 11 ayat (1)]. Salah satu Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah pekerjaan umum dan penataan ruang [Pasal 12 ayat (1)]. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1), pengaturan bangunan dan gedung dapat diklasifikasikan sebagai bagian pelayanan dasar di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. Jika melihat Tabel pembagian urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang pada Lampiran UU No. 23 Tahun 2014, sub urusan bangunan gedung serta penataan bangunan dan lingkungannya menjadi salah satu urusan wajib pemerintahan daerah. Dua sub urusan tersebut menjadi dasar yuridis bagi pemerintah daerah untuk NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 39
mengaturnya dalam peraturan daerah. Urusan wajib yang menjadi urusan kabupaten/kota
adalah
penyelenggaraan
bangunan
gedung,
yang
termasuk dalam hal ini adalah pengaturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Tabel 3.01 Pembagian Urusan Wajib Terkait Perizinan Bangunan Pemerintah Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Kabupaten/Kota a. penetapan a. penetapan Penyelenggaraan bangunan gedung bangunan bangunan gedung di kab/kota, untuk kepenting-an gedung untuk strategis nasional; kepentingan termasuk pemberian strategis Provinsi; izin mendirikan b. penyelenggaraan b. penyelenggaraan bangunan dan bangunan gedung untuk kepentingan bangunan sertifikat laik fungsi strategis nasional gedung untuk bangunan gedung; dan penyelengkepentingan strategis Provinsi. garaan bangunan gedung fungsi khusus. Sumber: Lampiran UU No. 23 Tahun 2014
UU No. 23 Tahun 2014 berusaha mencari keseimbangan antara desentralisasi dengan sentralisasi. Pengalaman menunjukkan pendulum kebijakan desentralisasi ataupun sentralisasi yang ekstrim cenderung akan menciptakan instabilitas pemerintahan yang akan bermuara pada konflik yang elitis dan tidak berpihak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu selalu terdapat upaya untuk menyeimbangkan antara kebijakan yang desentralistik dengan kebijakan yang sentralistik sebagai suatu continuum kebijakan. Selain itu dalam Pasal 241 dan 242 bahwa penyusunan,
UU No. 23 Tahun 2014 diatur
pengajuan dan penetapan
Perda yang
telah
mendapatkan persetujuan bersama DPRD, merupakan bagian dari tugas dan wewenang kepala daerah. Atas dasar itu, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan kewenangan pemerintahan daerah NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 40
dalam penetapan Perda, yaitu antara pemerintah daerah bersama dengan DPRD.
3.2.
Peraturan Perundang-Undangan Bersifat Delegasi
3.2.1.
UU No. 28 Tahun 2002 UU No. 28 Tahun 2002 mengamanahkan disusunnya Peraturan
Daerah mengenai penyelenggaraan bangunan gedung di daerah sebagai peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini. Penyusunan Peraturan Daerah
mengenai
penyelenggaraan
bangunan
gedung
di
daerah
diamanahkan di dalam UU No. 28 Tahun 2002 pada bagian Penjelasan Umum. Penjelasan Umum UU No. 28 Tahun 2002 berbunyi: “... Undangundang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang ini.” Ketentuan
dalam
UUNo.
28
Tahun
2002
tidak
secara
tegas
mendelegasikan wewenang pengaturan perizinan bangunan di tingkat daerah. Namun beberapa pasal menunjukkan perlunya pengaturan beberapa hal spesifik yang terkait dengan perizinan bangunan, antara lain: a.
Pasal 6 ayat (2) mengatur bahwa: “Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
dan
dicantumkan
dalam
izin
mendirikan
bangunan.”
Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2) bahwa penetapan fungsi bangunan gedung tersebut diberikan dalam proses perizinan mendirikan bangunan. Oleh karena itu penetapan fungsi bangunan gedung terkait dengan prosedur pemberian izin mendirikan bangunan perlu diatur lebih detail dalam peraturan daerah tentang izin mendirikan bangunan. b.
Pasal 8 ayat (1) mengatur bahwa setiap bangunan gedung harus memiliki izin mendirikan bangunan gedung. Selain itu dalam Pasal 8 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 41
ayat (4) diatur bahwa ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. c.
Pasal 39 ayat (1) mengatur
bahwa bangunan gedung dapat
dibongkar apabila, salah satunya, karena tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Karena izin mendirikan bangunan merupakan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota maka hal-hal terkait pembongkaran tentunya memerlukan pengaturan dalam suatu peraturan daerah yang mengatur tentang izin mendirikan bangunan.
3.2.2.
PP No. 36 Tahun 2005 a.
Pasal 14 ayat (2) mengatur bahwa izin mendirikan bangunan gedung diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung
fungsi
khusus
oleh
Pemerintah,
melalui
proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung. Pasal 14 ayat (2)
menunjukkan
adanya
wewenang
Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam penerbitan IMB. b.
Pasal
112
ayat
(1)
menegaskan
wewenang
Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam perizinan bangunan. Pasal 112 ayat (1) menyatakan
bahwa
pemerintah
daerah
melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan gedung.
3.2.3.
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2002, Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
merupakan salah satu persyaratan administratif yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan proses pembangunan gedung bangunan gedung. IMB adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 42
bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau
merawat
bangunan
gedung
sesuai
dengan
persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Terkait dengan persyaratan Izin Mendirikan Bangunan, pengaturan mengenai bangunan gedung dalam suatu Perda juga harus memperhatikan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 (Permen PU No. 24/PRT/M/2007) dan juga Perda lain yang mengatur aspek yang berkaitan dengan IMB. Dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007 diatur tentang tata cara penerbitan, persyaratan, dan retribusi terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan, serta proses pembinaan, dan ketentuan lainnya yang diperlukan terkait dengan implementasi IMB. a.
Berkaitan dengan tata cara penerbitan IMB, Permen memberikan pengaturan mengenai pola umum pengaturan IMB, Proses IMB, Tata cara pengesahan dokumen rencana teknis, Pemeriksaan permohonan IMB, Kelengkapan dokumen IMB,Perubahan rencana teknis dalam tahap pelaksanaan konstruksi, Jangka waktu proses penerbitan IMB, Pembekuan dan
pencabutan IMB, dan Pendataan/pendaftaran
bangunan gedung. b.
Dalam hal persyaratan IMB, Permen menegaskan perlunya persyaratan administratif
untuk
permohonan
IMB,
permohonan penyedia
IMB,
jasa
persyaratan
dan
pelaksana
teknis
untuk
pengurusan
permohonan IMB. c.
Berkaitan dengan retribusi IMB, dijelaskan mengenai pengaturan mengenai Ketentuan khusus perizinan; Jenis kegiatan dan objek yang dikenakan
retribusi;
Penghitungan
besarnya
retribusi
IMB;
Indeks
penghitungan besarnya retribusi IMB; Harga satuan (tarif) retribusi IMB; dan Dokumen IMB.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 43
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur secara detail mengenai tata cara pemrosesan IMB untuk bangunan gedung pada umumnya, bangunan gedung kepentingan umum, IMB untuk bangunan gedung fungsi khusus, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung Secara Bertahap, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan Secara Massal, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan dengan Strata Title. Permen juga menegaskan perlunya tim ahli bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis dalam rangka penerbitan IMB (khususnya berkaitan dengan pengesahan dokumen rencana teknis). Tim ahli bangunan gedung ini secara khusus dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum serta dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu fungsi khusus. Persetujuan dari tim ahli bangunan gedung ini diperoleh pemohon tanpa pungutan biaya atau secara Cuma-Cuma (sudah diperhitungkan dalam retribusi IMB). Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengamanatkan bahwa pelaksanaan Pedoman Teknis IMB di daerah diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Daerah yang
berpedoman
pada
peraturan
ini.
Dalam
hal
daerah
belum
mempunyai peraturan daerah tersebut, maka pelaksanaan pengaturan Izin mendirikan Bangunan gedung berpedoman pada peraturan ini. Sedangkan bila daerah telah mempunyai peraturan daerah terkait yang ditatapkan sebelum permen ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah tersebut harus menyesuaikan dengan substansi pengaturan dalam Permen ini. Selama proses penyusunan dan/atau penyesuuaian Perda terkait terrsebut. Semua peraturan perundang-Undangan yang berkaitan dengan IMB dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Permen ini.
3.2.4.
Permendagri No. 32 Tahun 2010 Selain Permen PU No. 24/PRT/M/2007, pedoman dalam penerbitan
IMB juga diatur dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010. Pengaturan penerbitan IMB dalam dua peraturan menteri yang berbeda ini tentu saja NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 44
menimbulkan tumpang tindih beberapa pengaturan karena terdapat beberapa aspek pengaturan yang berbeda dari kedua peraturan menteri tersebut. Perbedaan paling utama di antara Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 adalah terkait fokus pengaturannya. Fokus pengaturan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 lebih banyak terkait dengan aspek teknis dalam penerbitan IMB, sedangkan fokus Permendagri No. 32 Tahun 2010 adalah aspek administratif penerbitan IMB. Selain itu diundangkannya Permendagri No. 32 Tahun 2010 dilatarbelakangi oleh tidak relevannya lagi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Undang-Undang Gangguan Bagi Perusahaan Industri pascadiundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Oleh karena itu perlu diundangkan Permendagri yang telah disinkronisasikan dengan UU No. 28 Tahun 2002. Tabel 3.02 mendeskripsikan perbedaan Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Permen PU No. 24/PRT/M/2007.
Tabel 3.02 Perbandingan Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 Aspek Permendagri No. 32 Tahun Permen PU No. 24/PRT/M/2007 2010 Definisi IMB Izin mendirikan bangunan, Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat adalah perizinan yang diberikan IMB, adalah perizinan yang oleh pemerintah daerah kecuali diberikan oleh pemerintah untukbangunan gedung fungsi daerah kepada pemohon khusus oleh Pemerintah kepada untuk membangun baru, pemilik bangunan gedung untuk rehabilitasi/renovasi, membangun baru, mengubah, dan/atau memugar dalam memperluas, mengurangi, rangka melestarikan dan/atau merawat bangunan bangunan sesuai dengan gedung sesuai dengan persyaratan administratif persyaratan administratif dan dan persyaratan teknis yang persyaratan teknis yang berlaku. berlaku. Ruang Objek Meliputi bangunan gedung Bangunan gedung digolongkan IMB dan bangunan bukan berdasarkan fungsi dan gedung. diklasifikasikan. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 45
Bangunan gedung dikategorisasi secara fungsional meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, ganda/campuran. Bangunan bukan gedung dirinci dengan mencakup: a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan golf, dan lain-lain sejenisnya; b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya; c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lainlain sejenisnya; d. septic tank/bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain sejenisnya; e. sumur resapan, dan lainlain sejenisnya; f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya; g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya; h. jembatan penyeberangan orang,jembatan jalan perumahan, dan lain-lain sejenisnya; i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang l istrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya; j. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan k. gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-lain sejenisnya.
Berdasarkan fungsinya digolongkan menjadi bangunan gedung fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial budaya, serta fungsi khusus. Klasifikasi bangunan gedung sebagai berikut: a. Tingkat kompleksitas (sederhana, tidak sederhana, khusus). b. Tingkat permanensi (permanen, semi permanen, darurat atau sementara). c. Tingkat risiko kebakaran (risiko kebakaran tinggi, sedang, rendah). d. Tingkat zonasi gempa (Zona I – VI). e. Lokasi (padat, senggang, renggang). f. Ketinggian (>8 lantai, 5 s/d 8 lantai, 1 s/d 4 lantai). g. Kepemilikan (milik negara, milik badan usaha, perorangan).
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 46
Ruang Lingkup a. pembangunan baru, b. merehabilitasi/renovasi, Permohonan atau IMB c. pelestarian/pemugaran.
Dokumen administrasi
a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau perjanjian pemanfaatan tanah; b. data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan topografi); c. data pemilik bangunan; d. surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status sengketa; e. surat pemberitahuan pajak terhutang bumi dan bangunan (SPPTPBB) tahun berkenaan; dan f. dokumen analisis mengenai dampak dan gangguan terhadap lingkungan, atau upaya pemantauan lingkungan (UPL)/upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban.
a. Pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung; b. Rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, meliputi perbaikan/perawatan,perubah an, perluasan/ pengurangan; dan c. Pelestarian/pemugaran. 1. Status hak atas tanah a. Surat bukti status hak atas tanah berupa: 1) Sertifikat tanah; 2) Surat Keputusan Pemberian Hak Penggunaan atas Tanah oleh pejabat yang berwenang di bidang pertanahan; 3) Surat kavling dari pemerintah daerah, atau Pemerintah; 4) Fatwa tanah, atau rekomendasi dari Badan Pertanahan Nasional; 5) Surat girik/petuk/akta jual beli,yang sah disertai surat pernyataan pemilik bahwa tidak dalam status sengketa, yang diketahui lurah setempat; 6) Surat kohir verpondingIndonesia, disertai pernyataan bahwa pemilik telah menempati lebih dari 10 tahun, dan disertaiketerangan pemilik bahwa tidak dalam status sengketa yang diketahui lurah setempat; atau 7) Surat bukti kepemilikan tanah lainnya. b. Surat perjanjian pemanfaatan/ penggunaan tanah, merupakan perjanjian tertulis antara pemilik NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 47
Dokumen rencana teknis
bangunan gedung dengan pemilik tanah, apabila pemilik bangunan gedung bukan pemilik tanah. c. Data kondisi/situasi tanah, merupakan data-data teknis tanah yang memuat informasi meliputi: 1) Gambar peta lokasi/lengkap dengancontournya; 2) Batas-batas tanah yang dikuasai; 3) Luas tanah; dan 4) Data bangunan gedung eksisting (kalau ada). 2. Status kepemilikan bangunan gedung yaitu dokumen keterangan diri pemilik yang mengajukan Permohonan IMB dan kepemilikan atas bangunan gedung. 3. Dokumen/surat-surat terkait berupa: a. SIPPT untuk pembangunan di atas tanah dengan luas minimum tertentu; b. Rekomendasi instansi/lembaga yang bertanggungjawab di bidang fungsi khusus (untuk bangunan gedung fungsi khusus); c. Dokumen AnalisisMengenai Dampak Lingkungan/UPL/UKL; dan/atau d. Rekomendasi instansi teknis terkait untuk bangunan gedung di atas/bawah prasarana dan sarana umum. Dokumen rencana teknis 1. Data umum bangunan gedung disesuaikan dengan klasifikasi meliputi: bangunan meliputi: a. Fungsi/klasifikasi bangunan a. gambar rencana/arsitektur gedung bangunan; b. Luas lantai dasar bangunan NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 48
b. gambar sistem struktur; gedung c. gambar sistem utilitas; c. Total luas lantai bangunan d. perhitungan struktur gedung dan/atau bentang struktur d. Ketinggian/jumlah lantai bangunan disertai hasil bangunan gedung penyelidikan tanah bagi e. Rencana pelaksanaan bangunan 2 (dua) lantai 2. Rencana teknis bangunan atau lebih; gedung hunian rumah tinggal e. perhitungan utilitas bagi tidak sederhana – 2 lantai atau bangunan gedung bukan lebih – dan bangunan gedung hunian rumah tinggal; dan lainnya pada umumnya. f. data penyedia jasa a. Gambar rancangan perencanaan. arsitektur, terdiri atas gambar site plan/situasi, denah, tampak, potongan, dan spesifikasi umum finishing bangunan gedung; b. Gambar rancangan struktur, terdiri atas gambar struktur bawah (pondasi), struktur atas, termasuk struktur atap, dan spesifikasi umum struktur bangunan gedung; c. Gambar rancanganutilitas (mekanikal dan elektrikal), terdiri atas gambar sistem utilitas (mekanikal dan elektrikal), gambar sistem pencegahan dan pengamanan kebakaran, sistem sanitasi, sistem drainase, dan spesifikasi umum utilitas bangunan gedung; d. Spesifikasi umum bangunan gedung; e. Perhitungan struktur untuk bangunan gedung 2 (dua) lantai atau lebih dan/atau bentang struktur lebih dari 6 m; dan f. Perhitungan kebutuhan utilitas (mekanikal dan elektrikal). 3. Rencana teknis bangunan gedung hunian rumah tinggal dan rumah deret – sampai dengan 2 (dua) lantai. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 49
a. Gambar rancangan arsitektur, terdiri atas gambar site plan/situasi, denah, tampak, potongan, dan spesifikasi umum finishing bangunan gedung; b. Gambar rancangan struktur, terdiri atas gambar struktur bawah (pondasi), struktur atas, termasuk struktur atap, dan spesifikasi umum struktur bangunan gedung; c. Gambar rancanganutilitas (mekanikal dan elektrikal), terdiri atas gambar sistem utilitas (mekanikal dan elektrikal), gambar sistem pencegahan dan pengamanan kebakaran, sistem sanitasi, sistem drainase, dan spesifikasi umum utilitas bangunan gedung; d. Spesifikasi umum bangunan gedung; e. Perhitungan struktur untuk bangunan gedung 2 (dua) lantai atau lebih dan/atau bentang struktur lebih dari 6 m; f. Perhitungan kebutuhan utilitas (mekanikal dan elektrikal); g. Rancangan struktur secara sederhana/prinsip; dan h. Rancangan utilitas bangunan gedung secara sederhana/prinsip. 4. Rencana teknis bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana - 2 lantai ataulebih - dan bangunan gedung lainnya pada umumnya, serta rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum. a. Gambar rancangan arsitektur, terdiri atas gambar NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 50
site plan/situasi, denah, tampak, potongan, dan spesifikasi umum finishing bangunan gedung; b. Gambar rancangan struktur, terdiri atas gambar struktur bawah (pondasi), struktur atas, termasuk struktur atap, dan spesifikasi umum struktur bangunan gedung; c. Gambar rancangan utilitas (mekanikal dan elektrikal),terdiri atas gambar sistem utilitas (mekanikal danelektrikal), gambar sistem pencegahan dan pengamanan kebakaran, sistem sanitasi, sistem drainase, dan spesifikasi umum utilitas bangunan gedung; d. Spesifikasi umum bangunan gedung; e. Perhitungan struktur untuk bangunan gedung 2 (dua) lantai atau lebih dan/atau bentang struktur lebih dari 6 m; dan f. Perhitungan kebutuhan utilitas (mekanikal dan elektrikal). 5. Rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus Sama dengan rencana teknis pada nomor 4 ditambah dengan rekomendasi instansi terkait. 6. Rencana teknis bangunan gedung kedutaan besar negara asing,dan bangunan gedung diplomatik lainnya mengikuti ketentuan untuk proses penerbitan IMB untuk bangunan gedung kepentingan umum, dan selain mengikuti persyaratan teknis setempat dapat mempertimbangkan persyaratan teknis tertentu yang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 51
Persyaratan a. fungsi bangunan gedung teknis yang dapat dibangun pelaksanaan pada lokasi bersangkutan; pembangunan b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan; c. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan koefisien tapak basement (KTB) yang diizinkan, apabila membangun di bawah permukaan tanah; d. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan; e. koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum yang diizinkan; f. koefisien lantai bangunan(KLB)maksimum yang diizinkan; g. koefisien daerah hijau (KDH)minimum yang diwajibkan; Jangka waktu Bupati/Walikota menerbitkan penerbitan IMB permohonan IMB paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanda bukti pembayaran retribusi IMB diterima.
Pembekuan dan pencabutan IMB
1. Pembekuan IMB Pasal 16 ayat (2): Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud
disyaratkan oleh Negara yang bersangkutan. Persyaratan teknis pelaksanaan pembangunan tercakup dalam keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi ketentuan meliputi: a. Fungsi bangunan gedung yang dapatdibangun pada lokasi bersangkutan; b. Ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan; c. Jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan, apabila membangun di bawah permukaan tanah; d. Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan; e. KDB maksimum yang diizinkan; f. KLB maksimum yang diizinkan; g. KDH minimum yang diwajibkan; h. KTB maksimum yang diizinkan; i. Jaringan utilitas kota; dan j. Keterangan lainnya yang terkait. Dokumen IMB diterbitkan dengan jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan dokumen rencana teknis untuk bangunan gedung pada umumnya termasuk setelah adanya pertimbangan teknis dari Tim Ahli Bangunan Gedung untuk persetujuan/pengesahan dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu. 1. IMB dibekukan jika dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak peringatan ketiga atas pelanggaran, pemilik bangunan gedung tidak melakukan perbaikan. 2. IMB dicabut jika dalam waktu NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 52
14 (empat belas) hari kalender dalam Pasal 15 dikenakan sanksi berupa penghentian terhitung sejak dikenakan sanksi sementara pembangunan atas pelanggaran, pemilikbangunan gedung tidak dan pembekuan IMB. 2. Pencabutan IMB melakukan perbaikan dan/atau Pasal 17: Pemilik bangunan penyelesaian atas sanksi yang yang tidak mengindahkan dikenakan. sanksi penghentian sementara pembangunan dan pembekuan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dikenakan sanksi berupa penghentian tetap pembangunan, pencabutan IMB, dan surat perintah pembongkaran bangunan. Peran Serta Peran serta masyarakat tidak 1. Masyarakat dapat melaporkan Masyarakat diatur. secara tertulis kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah tentang indikasi bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan/atau berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan/atau lingkungan melalui sarana yang mudah diakses; dan 2. Laporan tertulis dibuat berdasarkan fakta dan pengamatan secara objektif dan perkiraan kemungkinan secara teknis gejala konstruksi bangunan gedung yang tidak laik fungsi.
3.2.5.
Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004 Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur
tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Namun ketentuan terkait retribusi IMB telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Pasal 59 Perda No. 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 53
Tenrtentu (akan dibahas pula dalam bab ini). Berdasarkan ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB hanyalah ketentuan yang terkait dengan prosedur penerbitan IMB. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II, pengaturan prosedur penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB – yang juga diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan Perda No. 29 Tahun 2011- telah mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010. Berikut ini beberapa ketentuan dalam Perda Retribusi IMB terkait penerbitan IMB yang tidak sinkron dengan peraturan perundangundangan lainnya. Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi IMB juga terkait dengan pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda Retribusi IMB mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis bangunan, misalnya garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis tersebut kemudian diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung.42 Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No. 29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda Retribusi IMB. Oleh karena itu, sebaiknya Perda Retribusi IMB nantinya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku jika Perda IMB telah diundangkan.
3.2.6.
Perda No. 5 Tahun 2011 Perda No. 5 Tahun 2011 tidak mengatur IMB secara khusus. Perda No.
5 Tahun 2011 mengatur retribusi perizinan tertentu, salah satunya adalah retribusi IMB yang kemudian, berdasarkan Pasal 59 Perda No. 5 Tahun 2011, mencabut dan menyatakan tidak berlaku ketentuan retribusi IMB dalam Perda No. 22 Tahun 2000 jo. Perda No. 23 Tahun 2004. Peraturan Daerah pada umumnya mengatur prosedur perizinan dan retribusi perizinan dalam dua Peraturan Daerah yang terpisah. Namun
42
Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 mengatur persyaratan tata bangunan.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 54
substansi Perda No. 5 Tahun 2011 juga mengatur ketentuan yang terkait dengan prosedur dalam penerbitan IMB. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 9 yang mengatur sebagai berikut: (1)
(2)
(3)
(4) (5)
Pasal 9 Setiap permohonan IMB dilengkapi dengan gambar rencana tapak dan gambar rencana konstruksi bangunan berdasarkan rencana tapak. Gambar rencana tapak berupa: a. Site Plan untuk penggunaan tanah dibangun pabrik, hotel, apartemen, restoran, rumah sakit, dan bangunan tunggal lainnya; b. Block Plan untuk penggunaan tanah di bangun Kawasan Perumahan (Real Estate), Kawasan Industri (Industrial Estate), Kawasan Pergudangan, Kawasan Perdagangan/Perkantoran/ Pertokoan, Kawasan Pelabuhan atau Dermaga, Bangunan Bawah Air, Bangunan Bawah Tanah; dan c. Surat Ketentuan Persyaratan dan Perencanaan Pembangunan (SKP3) untuk rumah tinggal dan usaha kecil. Gambar Rencana Tapak dan Gambar Rencana Konstruksi Bangunan disusun berdasarkan Ketentuan Teknis Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (KT – RTRW) Persetujuan Pemanfaatan Ruang dan Izin Lokasi. Dalam menyusun Rencana Tapak harus memperhatikan ketentuan tentang Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial (FUFS) yang berlaku. Dalam menyusun Gambar Rencana Konstruksi Bangunan harus memperhatikan tentang Ketentuan Teknis Bangunan (KTB) yang berlaku.
Ketentuan tersebut tentu saja menimbulkan kerancuan dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 karena Permen PU No. 24/PRT/M/2007 tidak mengatur bahwa siteplan sebagai dokumen rencana teknis ditujukan bagi pembangunan pabrik, hotel, apartemen, restoran, rumah sakit, dan bangunan tunggal lainnya. Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur bahwa siteplan sebagai dokumen rencana teknis ditujukan bagi: a.
Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana.
b.
Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret – sampai dengan 2 (dua) lantai. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 55
c.
Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 lantai atau lebih – dan bangunan gedung lainnya pada umumnya.
d.
Rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum.
e.
Rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus.
f.
Rencana teknis bangunan gedung kedutaan besar negara asing dan bangunan gedung diplomatik lainnya.
Oleh karena itu, syarat siteplan dalam dokumen rencana teknis melalui pengaturan dalam Raperda IMB perlu disinkronisasikan dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2007. Pengaturan terkait siteplan juga seharusnya diatur hanya dalam Peraturan Daerah yang mengatur tentang perizinan bukan pada Peraturan Daerah yang mengatur retribusi perizinan.43 Selain itu terminologi block plan perlu diatur secara lebih jelas ruang lingkup dan batasannya karena ketentuan umum Perda No. 5 Tahun 2011 tidak mengatur dengan jelas terkait block plan. Hal ini untuk mencegah adanya kerancuan penggunaan istilah block plan dalam hal lain, misalnya penggunaan istilah block plan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK).
3.2.7.
Perda No. 29 Tahun 2011 Perda No. 29 Tahun 2011 mengatur bangunan gedung secara umum
di Kabupaten Gresik. Pengaturan bangunan gedung tersebut merupakan dalam Peraturan Daerah merupakan amanat dari UU No. 28 Tahun 2002. Namun pengaturan tersebut justru terlalu detil untuk ruang lingkup pengaturan IMB untuk ruang lingkup Peraturan Daerah yang mengatur tentang bangunan gedung. Pada akhirnya, pengaturan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti lebih lanjut. Hal ini disebabkan Perda No. 29 Tahun 2011 juga tidak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut terkait IMB pada 43 Perihal block plan justru diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penanaman Modal di Kabupaten Gresik (Perda No. 8 Tahun 2012). Izin Block Plan diatur untuk penggunaan tanah bagi kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan pergudangan, kawasan perdagangan/perkantoran/pertokoan, kawasan pelabuhan atau dermaga, bangunan bawah air, bangunan atas air dan bangunan bawah tanah.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 56
Peraturan Bupati. Padahal jika mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011, pengaturan ketentuan lebih lanjut dari sebuah peraturan perundangundangan harus didelegasikan secara tegas. Oleh karena itu, perlu adanya Peraturan Daerah yang secara khusus mengatur IMB dengan berdasarkan pendelegasian pengaturan dari Pasal 4 Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Pasal 8 ayat (1) Permen PU No. 24/PRT/M/2007.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 57
4 LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS 4.1.
Landasan Filosofis Landasan Filosofis (pandangan hidup, kultur, keyakinan agama,
filsafat hukum, kesadaran hukum, adat, dan wawasan kebangsaan). Maka dalam pembentukan Peraturan Daerah, para pembentuk harus menyadari bahwa pandangan hidup masyarakat setempat: yang tercermin dalam budaya masyarakat harus menjadi sumber moral, demikian halnya dengan kenyakinan agama yang dianut oleh masyarakat, pemikiran atau filsafat hukum yang dianut masyarakat daerah, termasuk kesadaran hukum masyarakat lokal, serta dalam konteks NKRI dperhatikannya
wawasan
kebangsaan dalam penyusunan Peraturan Daerah. Karena itu maka asasasas
pembentukan
peraturan
perundang-undangan
dalam
Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2011 diberikan rambu-rambunya. Filosofis berasal dari kata filsafat, yakni ilmu tentang kebijaksanaan. Berdasarkan akar kata semacam ini, maka arti filosofis tidak lain adalah sifatsifat yang mengarah kepada kebijaksanaan. Karena menitikberatkan kepada
sifat
akan
kebijaksanaan,
maka
filosofis
tidak
lain
adalah
pandangan hidup suatu bangsa yakni nilai-nilai moral atau etika yang berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Dasar
filosofis
berkaitan
dengan
rechtsidee
dimana
semua
masyarakat mempunyainya, yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya
untuk
menjamin
keadilan,
ketertiban,
kesejahteraan
dan
sebagainya. Cita hukum atau rechtsidee tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik atau buruk, pandangan terhadap hubungan NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 58
individu dan kemasyarakatan, tentang kebendaan, kedudukan wanita dan sebagainya. Semuanya itu bersifat filosofis artinya menyangkut pandangan mengenai hakikat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut
baik
sebagai
sarana
mewujudkannya
dalam
tingkah
laku
masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Akan tetapi adakalanya sistem nilai tersebut telah terangkum dengan baik berupa teori-teori filsafat maupun dalam doktrindoktrin resmi (Pancasila). Dalam tataran filsafat hukum, pemahaman mengenai pemberlakuan moral bangsa ke dalam hukum (termasuk peraturan perundang-undangan dan Perda) ini dimasukan dalam pengertian yang disebut dengan rechtsidee yaitu apa yang diharapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya yang tumbuh dari sistem nilai masyarakat (bangsa) mengenai baik dan buruk, pandangan mengenai hubungan individu dan masyarakat. Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan perizinan bangunan sebagaimana diatur dalam Raperda tentang Izin Mendirikan Bangunan memiliki landasan filosofis yaitu: “pendirian bangunan harus dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif dan teknis agar menjamin keselamatan penghuni dan lingkungannya serta selaras dengan tata ruang wilayah”. Jika ditelusuri lebih mendalam, Ranperda Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan Bangunan dapat ditemukan pada pandangan hidup (way of life) yang telah dirumuskan dalam butir-butir Pancasila. Landasan filosofis tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Nilai-nilai Pancasila ini kemudian memerlukan penjabaran dalam peraturan perundang-undangan
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 59
untuk
mengimplementasikan
nilai-nilai
keadilan,
ketertiban
dan
kesejahteraan yang dicita-citakan. Pancasila sebagai norma filosofis harus dapat tercerminkan bukan hanya dalam undang-undang tetapi juga pada peraturan perundangundangan di bawah undang-undang. Dalam konteks negara kesatuan yang mendesentralisasikan
wewenang
ke
daerah,
pengaturan
perizinan
bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis dari kelima sila Pancasila tersebut perlu diarahkan hingga tingkatan peraturan daerah. Oleh karena itu, penting pula bagi Kabupaten Gresik untuk membentuk peraturan daerah yang secara khusus mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis yang bersumber dari Pancasila. Ketuhanan yang Maha Esa, secara filosofis menunjukkan bahwa segala kerangka bernegara harus berdasarkan pandangan bahwa segala yang di dunia ini mengikuti kebajikan tertinggi dari semesta alam. Melalu sila pertama, manusia Indonesia ingin menunjukkan bahwa tidak ada manusia yang
dapat
berdiri
di
atas
manusia
lain.
Semua
manusia
setara
kedudukannya (egaliter) namun sebaliknya inferior terhadap nilai-nilai kebajikan yang asalnya dari sumber yang tidak disebabkan lagi. Dalam konteks pengaturan perizinan bangunan, Ketuhanan yang Maha Esa menunjukkan bahwa pendirian bangunan sebagai produk kebudayaan tentunya merepresentasikan pula kecerdasan dan kehebatan olah pikir manusia. Namun intelektualitas tersebut haruslah diposisikan sebagai entitas yang inferior terhadap nilai-nilai yang absolut, yaitu nilai-nilai kebaikan bagi manusia. Misalnya, bangunan yang akan didirikan bukan hanya ditujukan semata untuk menunjukkan kemegahan, tetapi bagaimana bangunan tersebut selaras dengan tata ruang wilayah yang telah diatur dalam Peraturan Daerah. Dalam hal ini perizinan menjadi instrumen kontrol agar pendirian bangunan dapat menuju pada arah nilai kebaikan tersebut. Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila ketiga Persatuan Indonesia harus tercermin dalam pengaturan perizinan bangunan NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 60
sehingga menunjukan bahwa pendirian bangunan harus mencerminkan sisi kemanusiaan. Pencerminan sisi kemanusiaan dalam pendirian bangunan dapat dilihat pada fungsi perizinan bangunan untuk mencegah adanya pendirian
bangunan
yang
dapat
mengakibatkan
gangguan
pada
lingkungan sekitar dan masyarakat. Hal ini ditegaskan dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007
yang
mengatur
peran
serta
masyarakat.
Masyarakat
berdasarkan ketentuan dalam Permen PU tersebut dapat melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah tentang indikasi bangunan yang tidak laik fungsi dan/atau berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan/atau lingkungan melalui sarana yang mudah diakses. Hal ini menunjukkan bahwa perizinan bangunan berfungsi untuk menempatkan pendirian bangunan selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan ketika dikaitkan dengan masyarakat dan lingkungan. Sila keempat, yang menunjukkan pandangan bangsa Indonesia yang memperhatikan nilai-nilai kerakyatan untuk mencapai keadilan sosial, dengan jalan musyawarah dan sebagaimana dinyatakan pada sila kelima harus pula menjadi dasar pengaturan perizinan bangunan untuk mencapai keadilan sosial. Dalam pandangan filosofis ini jelas bahwa bangsa Indonesia menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga setiap bentuk aturan hukum harus memperhatikan masyarakat yang dalam stratifikasi sosial berada di lapisan bawah. Oleh karena itu, pengaturan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik sebaiknya tidak kemudian mempersulit masyarakat dari kelas ekonomi yang kurang mampu untuk membangun tempat tinggal yang aman dan nyaman. Bangunan
sebagai
tempat
manusia
melakukan
kegiatannya,
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Perizinan bangunan perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, serta untuk mewujudkan pendirian bangunan yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 61
lingkungannya. Pengaturan perizinan bangunan tersebut tidak dapat dihindarkan karena kebutuhan akan bangunan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan tersebut akan terus ada dan berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban. Perbaikan mutu hidup masyarakat yang diwujudkan melalui pembangunan nasional harus diikuti dan disertai secara seimbang dengan ketertiban pendirian bangunan. Aspek ketertiban pendirian bangunan difokuskan pada aspek
kualitatif
dengan memungkinkan terselenggaranya perizinan bangunan yang sesuai dengan hakekat dan fungsinya. Dengan landasan filosofis tersebut, diharapkan perizinan bangunan dapat menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Pada akhirnya, tujuan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dicapai. 4.2.
Landasan Sosiologis Peraturan Daerah harus mempunyai landasan sosiologis, atau
keberlakuan faktual yaitu ‘kebutuhan dan aspirasi ril masyarakat’, yang mendasari mengapa Peraturan Daerah mengenai hal tertentu harus dibentuk dalam suatu Daerah. Landasan
sosiologis
(sociologiche
gelding)
dapat
diartikan
pencerminan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dengan harapan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah didalamnya) tersebut akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan
perundang-undangan
yang
diterima
secara
wajar
akan
mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang hidup dalam masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungankecenderungan dan harapan-harapan masyarakat. Tanpa memasukan faktor-faktor kecenderungan dan harapan, maka peraturan perundangNASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 62
undangan hanya sekedar merekam seketika (moment opname). Keadaan seperti ini akan menyebabkan kelumpuhan peranan hukum. Hukum akan tertinggal
dari
dinamika
masyarakat.
Bahkan
peraturan
perundang-
undangan akan menjadi konservatif karena seolah-olah pengukuhan kenyataan yang ada. Hal ini bertentangan dengan sisi lain dari peraturan perundang-undangan yang diharapkan mengarahkan perkembangan masyarakat. Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh negara dengan harapan dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat secara sadar tanpa kecuali. Harapan seperti ini menimbulkan konsekuensi bahwa setiap peraturan
perundang-undangan
harus
memperhatikan
secara
lebih
seksama setiap gejala sosial masyarakat yang berkembang. Terdapat perbedaan anatara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) di pihak lain. Oleh karena itu hukum posistif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Berpangkal
tolak
dari
pemikiran
tersebut,
maka
peraturan
perundang-undangan sebagai hukum positif akan mempunyai daya berlaku jika dirumuskan ataupun disusun bersumber pada living law tersebut. Dalam kondisi yang demikian maka peraturan perundang-undangan tidak mungkin dilepaskan dari gejala sosial yang ada di dalam masyarakat tadi. Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan perizinan bangunan sebagaimana diatur dalam Raperda Izin Mendirikan Bangunan memiliki landasan sosiologis. Landasan sosiologis adanya pengaturan Izin Mendirikan Bangunan yaitu perlunya perizinan bangunan yang dapat:44 1. Mewujudkan pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan. 2. Mewujudkan
tertib
penyelenggaraan
bangunan
yang
menjamin
keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
44
Mengacu pada Pasal 3 ayat (1) Permendagri No. 32 Tahun 2010.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 63
3. Mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya. Landasan sosiologis tersebut memperlihatkan adanya kontribusi atau dampak dari perizinan bangunan terhadap lingkungan, baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan hidup lainnya. Agar perizinan bangunan dapat menjamin ketertiban pendirian bangunan sehingga terwujud sesuai dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan. 4.3.
Landasan Yuridis Pembentukan peraturan perundang-undangan, haruslah mengacu
pada landasan pembentukan peraturan perundang-undangan atau ilmu perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang diantaranya landasan yuridis. Setiap produk hukum, haruslah mempunyai dasar berlaku secara yuridis (juridische gelding). Dasar yuridis ini sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah. Peraturan Daerah merupakan salah satu unsur produk hukum, maka prinsip-prinsip pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya harus mengandung nilai-nilai hukum pada umumnya. Berbeda dengan niali-nilai sosial lainya, sifat kodratinya dari nilai hukum adalah mengikat secara umum dan ada pertanggungjawaban konkrit yang berupa sanksi duniawi ketika nilai hukum tersebut dilanggar. Oleh karena itu peraturan daerah merupakan salah satu produk hukum, maka agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal pengenaan sanksi, disebutkan bahwa sanksi adalah cara-cara menerapkan suatu norma atau peraturan. Sanksi hukum adalah sanksi-sanksi yang digariskan atau di otorisasi oleh hukum. Setiap peraturan hukum mengandung atau menyisaratkan sebuah statemen mengenai konsekuensikonsekuensi hukum, konsekuensi-konsekuensi ini adalah sanksi-sanksi, janjijanji atau ancaman.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 64
Dalam
pembentukan
peraturan
daerah
harus memperhatikan
beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan seperti inilah yang dapat dipergunakan sebagai landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah : 1. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya suatu peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan yang mempunyai kewenangan untuk itu. Dengan konsekuensi apabila tidak diindahkan persyaratan ini maka konsekuensinya undang-undang tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig); 2. Adanya kesesuaian bentuk/ jenis Peraturan perundang-undangan dengan materi muatan yang akan diatur, artinya ketidaksesuaian bentuk/ jenis dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan yang dimaksud; 3. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan adalah pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur dan tata cara yang telah ditentukan; 4. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan stufenbau theory, peraturan perundang-undangan mengandung normanorma hukum yang sifatnya hirarkhis. Artinya suatu Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm (norma dasar)
bagi
peraturan
perundang-undangan
yang
lebih
rendah
tingkatannya. Berdasarkan
pemahaman
teori
tersebut,
maka
pengaturan
penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana diatur dalam Perda Bangunan Gedung memiliki landasan yuridis yaitu “untuk melaksanakan ketentuan Pasal 109 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung”.
Dimana dalam Pasal 109 ayat (1) tersebut diatur
bahwa “pengaturan (sebagai bagian dari pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung) dilakukan oleh pemerintah daerah dengan penyusunan peraturan daerah di bidang bangunan gedung berdasarkan pada NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 65
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi kabupaten/kota setempat”. Dengan demikian, landasan yuridis tersebut telah memperkuat dasar penyusunan Peraturan Daerah tentang Penataan Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan, yaitu sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat delegasi atau amanah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 1. Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 menjadi salah satu landasan yuridis untuk menunjukkan
landasan
wewenang
Pemerintahan
Daerah
untuk
membentuk peraturan daerah tentang bangunan gedung. Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan
daerah
berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Dalam hal untuk menjalankan otonomi daerah itulah Pemerintah Kabupaten Gresik memiliki wewenang untuk membentuk peraturan daerah yang secara khusus mengatur izin mendirikan bangunan di Kabupaten Gresik. 2. UU No. 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965) UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 menjadi landasan yuridis Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan Bangunan karena berdasarkan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 daerah Gresik ditetapkan sebagai salah satu kabupaten di Jawa Timur. Dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 diatur pula urusan-urusan yang menjadi urusan rumah tangga dan kewajiban kabupaten-kabupaten yang dibentuk tersebut. Namun dasar urusan wajib yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten Gresik bukan lagi undang-undang ini, melainkan UU No. 23 Tahun 2014. UU No. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 66
12 Tahun 1950 yang menjadi dasar dalam pembentukan setiap peraturan daerah di Kabupaten Gresik sekedar untuk menunjukkan dasar yuridis dari asal wewenang yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Gresik. Ketika
Pemerintah
Kabupaten
Gresik
terbentuk
itulah
juga
eksis
wewenang yang melekat pada pemerintahan daerah tersebut. 3. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung UU No. 28 Tahun 2002 merupakan undang-undang yang menjadi rujukan dalam pembentukan setiap peraturan daerah tentang bangunan gedung di berbagai daerah. UU No. 28 Tahun 2002 secara eksplisit dalam bagian Penjelasan juga menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah. Dalam Penjelasan dinyatakan bahwa UU No. 28 Tahun 2002 hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif saja, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah
dan/atau
peraturan
perundang-undangan
lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan UU No.28 Tahun 2002. 4.
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, Pemerintah Pusat memiliki Urusan Absolut yang tidak dapat dibagikan pada Pemerintah Daerah. Urusan Absolut yang menjadi urusan Pemerintah Pusat antara lain: g. politik luar negeri; h. pertahanan; i.
keamanan;
j.
yustisi;
k.
moneter dan fiskal nasional; dan
l.
agama.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 67
Urusan pemerintahan yang kemudian dibagikan pada Pemerintah Daerah adalah Urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren kemudian dibedakan menjadi Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan [lihat Pasal 11 ayat (1)]. Salah satu Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah pekerjaan umum dan penataan ruang [Pasal 12 ayat (1)]. Berdasarkan Pasal
12
ayat
(1),
pengaturan
bangunan
dan
gedung
dapat
diklasifikasikan sebagai bagian pelayanan dasar di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, sub urusan bangunan gedung. Berdasarkan pembagian urusan dalam UU No. 23 Tahun 2014, wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota
dalam
sub
urusan
bangunan
gedung
adalah
pemberian IMB dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung. 5. PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung PP No. 36 Tahun 2005 menjadi salah satu landasan yuridis pengaturan peraturan daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan karena merupakan peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mendelegasikan pengaturan lebih lanjut ke dalam peraturan daerah. Beberapa contoh pendelegasian pengaturan lebih lanjut ke dalam peraturan daerah antara lain: c. Pasal 14 ayat (2) mengatur bahwa izin mendirikan bangunan gedung diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan
gedung.
Pasal
14
ayat
(2)
menunjukkan
adanya
wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penerbitan IMB. d. Pasal
112
ayat
(1)
menegaskan
wewenang
Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam perizinan bangunan. Pasal 112 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 68
serta surat persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan gedung. 6. Permen PU No. 24/PRT/M/2007 Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur secara detail mengenai tata cara pemrosesan IMB untuk bangunan gedung pada umumnya, bangunan gedung kepentingan umum, IMB untuk bangunan gedung fungsi khusus, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung Secara Bertahap,
Penerbitan
Izin
Mendirikan
Bangunan
Gedung
untuk
Pembangunan Secara Massal, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan
dengan Strata Title. Permen juga
menegaskan perlunya tim ahli bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis dalam rangka penerbitan IMB (khususnya berkaitan dengan pengesahan dokumen rencana teknis). Tim ahli bangunan gedung ini secara khusus dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum serta dokumen rencana teknis bangunan gedung tertentu fungsi khusus. Persetujuan dari tim ahli bangunan gedung ini diperoleh pemohon tanpa pungutan biaya atau secara Cuma-Cuma (sudah diperhitungkan dalam retribusi IMB). Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengamanatkan bahwa pelaksanaan Pedoman Teknis IMB di daerah diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan ini. Dalam hal daerah belum mempunyai peraturan daerah tersebut, maka pelaksanaan pengaturan Izin mendirikan Bangunan gedung berpedoman pada peraturan ini. Sedangkan bila daerah telah mempunyai peraturan daerah terkait yang ditatapkan sebelum permen ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah tersebut harus menyesuaikan dengan substansi pengaturan dalam Permen ini. Selama proses penyusunan dan/atau penyesuuaian Perda terkait terrsebut. Semua peraturan perundang-Undangan yang berkaitan dengan IMB dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Permen ini. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 69
7. Permendagri No. 32 Tahun 2010 Selain Permen PU No. 24/PRT/M/2007, Permendagri No. 32 Tahun 2010 juga menjadi landasan yuridis karena mendelegasikan pengaturan Izin Mendirikan Bangunan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Daerah. Pendelegasian tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) yang mengatur bahwa Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Daerah tentang pemberian Izin Mendirikan Bangunan dengan berpedoman pada Permendagri No. 32 Tahun 2010 paling lambat 2 (dua) tahun sejak Permendagri No. 32 Tahun 2010 ditetapkan.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 70
5 JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH 5.1.
Sasaran Sasaran dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
tentang Izin Mendirikan Bangunan (Raperda IMB) ini adalah: 1.
Terbentuknya dasar hukum yang mengatur Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Gresik secara sistematis dan tidak lagi tersebar pada berbagai peraturan perundang-undangan. Analisis dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan maupun praktik empiris menunjukkan bahwa sistematika pengaturan IMB di Kabupaten Gresik tersebar dalam berbagai Peraturan Daerah. Hal ini tentunya akan menyulitkan masyarakat dalam memahami prosedur penerbitan IMB di Kabupaten Gresik. Jika dilihat dari perspektif investasi, hal ini dapat berdampak buruk karena investor dapat menurun keyakinannya terhadap kepastian hukum bagi perizinan di Kabupaten Gresik.
2.
Tersebarnya pengaturan IMB di Kabupaten Gresik juga berdampak pada tumpang tindih pengaturan. Oleh karena itu Raperda IMB akan mensinkronisasikan berbagai pengaturan tersebut sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih pengaturan yang menyulitkan penerbitan IMB akibat multitafsir. Pengaturan IMB di Kabupaten Gresik dengan adanya Raperda IMB ini menjadi terpisah dari Perda yang mengatur retribusi IMB.
3.
Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut maka melalui Raperda IMB ini juga akan dicabut Perda maupun ketentuan pada beberapa Perda untuk
mencegah
tumpang
tindih.
Melalui
pencabutan
tersebut
diharapkan adanya pengaturan IMB yang sistematis dan terunifikasi NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 71
dalam satu produk hukum daerah. Berdasarkan analisis dan evaluasi dalam Bab III, terdapat beberapa ketentuan yang akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, antara lain: a.
Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004.
b.
Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011.
c.
Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda No. 29 Tahun 2011.
5.2.
Jangkauan dan Arah Pengaturan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka diidentifikasi
jangkauan dan arah pengaturan dalam Raperda IMB ini meliputi: 1.
Prinsip dan manfaat dari pengaturan penerbitan IMB dengan Peraturan Daerah.
2.
Kelembagaan dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik.
3.
Tahap Permohonan Penerbitan IMB Pengaturan tahap permohonan ini merupakan tahap yang mendapat porsi pengaturan lebih besar. Hal ini disebabkan dalam tahap inilah fungsi kontrol dalam perizinan dapat berperan. Fungsi kontrol tersebut ditunjukkan dalam proses verifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Gresik terhadap permohonan yang masuk. Jangkauan dan arah dalam tahap ini meliputi:
4.
a.
Persyaratan-persyaratan dalam pengajuan permohonan IMB.
b.
Tata cara permohonan IMB.
c.
Jangka waktu penerbitan IMB.
Tahap Penerbitan IMB, yaitu terkait pembayaran retribusi IMB oleh pemohon.
5.
Tahap Pascapenerbitan IMB a.
Pelaksanaan pembangunan.
b.
Pembongkaran. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 72
5.3.
c.
Penertiban.
d.
Pengawasan dan pengendalian.
e.
Sanksi.
Ruang Lingkup Materi Muatan Ruang lingkup materi muatan dalam Raperda IMB ini meliputi: 1.
Ketentuan Umum Ketentuan
umum
dalam
Raperda
IMB
memuat
rumusan
akademik dari pengertian istilah dan frasa yang digunakan dalam Raperda. Ketentuan umum dalam Raperda IMB ini antara lain: a.
Daerah adalah Kabupaten Gresik.
b.
Bupati adalah Bupati Gresik.
c.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
d.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gresik.
e.
Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.
f.
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
g.
Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 73
dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal. h.
Klasifikasi
bangunan
penggolongan
gedung
bangunan
adalah
gedung
sebagai
terhadap
dasar tingkat
kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. i.
Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, kecuali
untuk
bangunan
gedung
fungsi
khusus
oleh
Pemerintah, kepada pemohon untuk membangun baru, memperbaiki,
mengubah,
memperluas,
mengurangi,
dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. j.
Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan IMB kepada pemerintah daerah, dan untuk bangunan gedung fungsi khusus kepada pemerintah.
k.
Pemilik bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.
l.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan,
yang
memuat
zonasi
atau
blok
alokasi
pemanfaatan ruang.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 74
m.
Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RTRK, adalah rencana tata ruang setiap blok kawasan yang memuat
rencana
tapak
atau
tata
letak
dan
tata
bangunan beserta prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum. n.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat RTBL, adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana
umum
dan
panduan
rancangan,
rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan. o.
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
p.
Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan.
q.
Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan IMB.
r.
Pemutihan adalah penerbitan IMB terhadap bangunan yang sudah terbangun di kawasan yang belum memiliki RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.
s.
Pembongkaran
adalah
kegiatan
membongkar
atau
merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya. t.
Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan bangunan dan upaya penegakan hukum.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 75
2.
Prinsip penerbitan IMB yang meliputi: a.
prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif;
b.
pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;
c.
keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha; dan
d.
aspek
rencana
pertanahan,
tata
ruang,
keamanan
kepastian dan
status
hukum
keselamatan,
serta
kenyamanan.
3.
Manfaat penerbitan IMB bagi Pemerintah Daerah, yaitu: a.
pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;
b.
mewujudkan
tertib penyelenggaraan bangunan yang
menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; c.
mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan
d.
4.
syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.
Manfaat penerbitan IMB bagi pemegang IMB, yaitu: a.
pengajuan sertifikat laik jaminan fungsi bangunan; dan
b.
memperoleh pelayanan utilitas umum seperti pemasangan/ penambahan
c.
5.
jaringan listrik, air minum, hydrant, telepon, dan gas.
Ruang lingkup penerbitan IMB ditujukan bagi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. IMB diwajibkan bagi setiap orang atau badan hukum yang akan melakukan kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/ pemugaran. Ruang lingkup dari bangunan gedung adalah bangunan gedung dengan fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta bangunan gedung dengan fungsi NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 76
ganda/campuran. Ruang lingkup dari bangunan bukan gedung adalah: a.
pelataran
untuk
parkir,
lapangan
tenis,
lapangan
basket, lapangan golf, dan lain-lain sejenisnya; b.
pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya;
c.
pagar
tembok/besi
dan
tanggul/turap,
dan
lain-lain
sejenisnya; d.
bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain sejenisnya;
e.
sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya;
f.
teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya;
g.
dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya;
h.
jembatan
penyeberangan
orang,
jembatan
jalan
perumahan, dan lain-lain sejenisnya; i.
penanaman
tangki,
landasan
tangki,
bangunan
pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang listrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya; j.
pipa atau kabel yang dibangun di atas tanah atau di bawah tanah;
k.
kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan
l.
gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lainlain sejenisnya.
6.
IMB tidak diperlukan untuk kegiatan berikut ini: a.
Memperbaiki bangunan dengan tidak mengubah bentuk dan luas serta menggunakan jenis bahan semula.
b.
Memperbaiki
saluran
air
hujan
dan
selokan
dalam
pekarangan bangunan. c.
Membuat
bangunan
yang
sifatnya
sementara
bagi
kepentingan pemeliharaan ternak dengan luas tidak NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 77
melebihi garis sempadan belakang dan samping serta tidak mengganggu kepentingan orang lain atau umum. d.
Membuat pagar halaman yang sifatnya sementara yang tingginya tidak melebihi 120 (seratus dua puluh) centimeter kecuali adanya pagar ini mengganggu kepentingan orang lain atau umum.
e.
Membuat
bangunan
yang
sifat
penggunaannya
sementara waktu.
7.
Aspek kelembagaan dalam penerbitan IMB yang mengatur sebagai berikut: a.
Bupati berwenang dalam penerbitan IMB.
b.
Bupati mendelegasikan wewenang penerbitan IMB kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan di Daerah berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
c.
Kepala satuan kerja perangkat daerah tersebut dalam melaksanakan pendelegasian wewenang penerbitan IMB melaporkan pelaksanaannya kepada Bupati.
8.
Pengaturan tata cara permohonan IMB secara prosedural diatur sebagai berikut: a.
Pemohon
mengajukan
permohonan
penerbitan
IMB
kepada Bupati melalui satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan di Daerah. b.
Permohonan dilengkapi dengan dokumen persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 78
c.
Satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan administratif dan
persyaratan
dievaluasi
teknis.
untuk
Dokumen tersebut kemudian
menjadi
dasar
persetujuan
dalam
penerbitan IMB. Dokumen administratif, dan/atau dokumen rencana
teknis
yang
dikembalikan
belum
kepada
memenuhi
persyaratan
pemohon
untuk
dilengkapi/diperbaiki. d.
Bupati memberikan persetujuan terhadap permohonan IMB dan
menetapkan
retribusi
IMB
setelah
dokumen
administratif dan dokumen rencana teknis memenuhi persyaratan.
9.
Persyaratan administratif permohonan IMB, antara lain: a.
Status hak atas tanah. Sebagai kelengkapan dokumen terkait status hak atas tanah tempat pendirian bangunan maka harus ditunjukkan tanda bukti penguasaan atau kepemilikan tanah yang dibuktikan dan/atau dilengkapi dengan:
b.
1)
Surat bukti status hak atas tanah.
2)
Surat perjanjian pemanfaatan/penggunaan tanah.
3)
Data kondisi/situasi tanah.
Status kepemilikan bangunan. Untuk permohonan IMB pembangunan bangunan gedung baru, status kepemilikanbangunan gedung yaitu dokumen keterangan diri pemilik yang mengajukan Permohonan IMB dan kepemilikan atas bangunan gedung.
c.
Dokumen/surat yang terkait, antara lain:
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 79
1)
Surat pernyataan dari pemohon bahwa tanah tidak sedang dalam sengketa;
2)
Surat
pernyataan
bertanggungjawab
dari dalam
pemohon keamanan
untuk konstruksi
bangunan; 3)
Surat pemberitahuan pajak terhutang bumi dan bangunan (SPPT-PBB) tahun berkenaan;
4)
Izin Tata Ruang untuk pembangunan di atas tanah dengan luas minimum tertentu;
5)
Dokumen analisis mengenai dampak dan gangguan terhadap lingkungan, atau
upaya
pemantauan
lingkungan (UPL)/upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban; dan/atau 6)
Rekomendasi instansi teknis terkait untuk bangunan gedung di atas/bawah prasarana dan sarana umum.
10. Penggolongan bangunan, untuk menentukan pembedaan persyaratan
teknis
dokumen
permohonan
IMB,
yang
digolongkan sebagai berikut: a.
Bangunan
gedung
hunian
rumah
tinggal
tunggal
sederhana, meliputi: rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana; b.
Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret – sampai dengan 2 (dua) lantai –;
c.
Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 (dua) lantai atau lebih – bangunan gedung lainnya pada umumnya;
d.
Bangunan
gedung
untuk
kepentingan
umum,
yaitu
bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya; NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 80
e.
Bangunan bukan gedung
11. Persyaratan teknis permohonan IMB berupa dokumen rencana teknis. Dokumen rencana teknis meliputi data umum bangunan dan rencana teknis bangunan. Setiap golongan bangunan dalam data umum bangunan pada dokumen rencana teknis menyampaikan informasi antara lain: a.
Fungsi/klasifikasi bangunan.
b.
Luas lantai dasar bangunan.
c.
Total luas lantai bangunan.
d.
Ketinggian/jumlah lantai bangunan.
e.
Rencana pelaksanaan.
12. Substansi rencana teknis bangunan, sebagai bagian dari dokumen rencana teknis, berbeda pada setiap penggolongan bangunan. Golongan bangunan yang lebih kompleks memiliki substansi rencana teknis yang juga lebih kompleks daripada golongan bangunan yang lebih sederhana.
13. Bupati
dapat
menolak
permohonan
IMB
yang
diajukan
Pemohon apabila bangunan yang akan dibangun tidak memenuhi persyaratan administratif dan teknis, penggunaan tanah yang akan didirikan bangunan tidak sesuai dengan rencana kota, atau terdapat keberatan tertulis dari masyarakat karena
bangunan
yang
akan
didirikan
secara
objektif
diperkirakan akan mengganggu lingkungan, lalu lintas, aliran air, atau
cahaya
pada
bangunan
yang
ada
di
sekitarnya.
Penolakan permohonan IMB oleh Bupati disampaikan secara tertulis kepada Pemohon dengan disertai alasan penolakan. 14. Pelaksanaan pembangunan bangunan yang telah memiliki IMB wajib sesuai dengan persyaratan teknis. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 81
15. Bupati melakukan pemutihan IMB terhadap bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan,
dan
penggunaan
yang
ditetapkan
dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK. Pemutihan tersebut hanya dilakukan 1 (satu) kali. 16. Bangunan milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah tidak dikenakan retribusi IMB.
17. Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah tentang IMB melalui satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan dan/atau pengawasan. Kegiatan pengawasan tersebut meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan, dan keandalan bangunan. Kegiatan pengendalian meliputi peninjauan lokasi, pengecekan informasi atas pengaduan masyarakat,
dan
pengenaan
sanksi.
Pengawasan
dan
pengendalian tersebut dapat melibatkan masyarakat dengan mengembangkan tanda
jasa
sistem
dan/atau
pemberian
insentif
penghargaan
untuk
meningkatkan
berupa peran
masyarakat. 18. Sanksi administratif bagi pelanggaran ketentuan Perda IMB mencakup peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan IMB, pencabutan IMB, pembongkaran bangunan. 19. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB bangunannya
tidak
sesuai
dengan
yang
lokasi, peruntukkan,
dan/atau penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 82
RTBL, dan/atau
RTRK dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. 20. Bangunan yang sudah terbangun sesudah adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai
dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang
ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. 21. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai penggunaan
yang
dengan lokasi, peruntukkan, ditetapkan
dalam
dan
RTRW, RDTRK, RTBL,
dan/atau RTRK tetapi tidak melakukan pemutihan. dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. 22. Bangunan yang sudah terbangun tetapi memiliki IMB yang diterbitkan berdasarkan data dan informasi yang tidak benar dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya. 23. Bangunan yang pelaksanaan pembangunannya menyimpang dari dokumen rencana teknis yang telah disahkan dan/atau persyaratan yang tercantum dalam IMB dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika denda administratif tidak
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 83
dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya. 24. Bangunan yang dalam waktu 6 (enam) bulan sejak IMB diterbitkan tidak terdapat kegiatan fisik atau konstruksi di lapangan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika
denda
administratif
tidak
dibayar
maka
dapat
ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya. 25. Bangunan
yang
telah
memiliki
IMB
tetapi
kegiatan
pembangunannya terhenti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dan tidak dilanjutkan lagi berdasarkan pemberitahuan tertulis dari Pemilik Bangunan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya. 26. Bangunan
yang
sudah
dilengkapi
dengan
IMB
sebelum
diundangkannya Peraturan Daerah ini tetap berlaku. Bangunan yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini belum dilengkapi IMB, maka Pemilik Bangunan wajib mengajukan permohonan IMB. Permohonan IMB yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap diproses dan disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
27. Dengan berlakunya Peraturan Daerah tentang IMB maka terdapat beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah yang dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Peraturan Daerah tersebut antara lain:
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 84
a.
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 8 Seri B);
b.
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor
22
Tahun
2000
tentang
Retribusi
Izin
Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2004 Nomor 8 Seri C); c.
Ketentuan tentang IMB yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor ).
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 85
6
PENUTUP 6.1.
Simpulan Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Permasalahan
dalam
perizinan
bangunan
di
Kabupaten
Gresik
disebabkan tidak adanya Peraturan Daerah yang mengatur penerbitan IMB
secara
komprehensif.
Ketiadaan
Peraturan
Daerah
tersebut
berdampak pada praktik perizinan bangunan di Kabupaten Gresik yang banyak bergantung pada kebijakan yang dibuat satuan kerja perangkat daerah. Aspek-aspek prosedural dalam perizinan bangunan juga diatur dalam beberapa Peraturan Daerah yang terpisah sehingga tidak berdampak pada kesatuan sistem perizinan bangunan walaupun pengurusan IMB selama ini ditangani oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik. 2. Pengaturan
permasalahan
tersebut
perlu
dipecahkan
dengan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB karena pengaturan IMB telah didelegasikan oleh Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010 untuk diatur dengan Peraturan Daerah. Rancangan Peraturan Daerah tersebut nantinya akan disinkronkan dengan berbagai peraturan perundang-undangan terkait. 3. Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat dirumuskan konsiderans dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB yang mencakup landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis tersebut antara lain:
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 86
a. bahwa perizinan bangunan harus dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif maupun teknis agar menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi penghuni dan lingkungannya; b. bahwa perizinan bangunan harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi lingkungannya; c. bahwa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan mendelegasikan pengaturan Izin Mendirikan Bangunan dengan Peraturan Daerah. 4. Sasaran yang dituju dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB adalah terbentuknya dasar hukum yang mengatur IMB di Kabupaten Gresik secara sistematis dan tersinkronisasinya ketentuanketentuan di dalamnya dengan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan IMB. 6.2.
Saran
1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB setelah disahkan
dan
diundangkan
menjadi
Peraturan
Daerah
harus
ditindaklanjuti dengan penyesuaian oleh Peraturan Daerah lainnya yang terkait. 2. Setelah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB disahkan
dan
diundangkan
maka
harus
ditindaklanjuti
dengan
pembentukan peraturan pelaksana – dalam bentuk Peraturan Bupati yang
didelegasikan
pembentukannya.
Pembentukan
peraturan
pelaksana tersebut untuk menjamin ketentuan dalam Peraturan Daerah lebih aplikatif.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 87
LAMPIRAN
PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK TAHUN 2016
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 88
BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR
TAHUN 2016 TENTANG
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang
: a. bahwa perizinan bangunan harus dilaksanakan secara tertib,
sesuai
persyaratan
dengan
fungsinya,
administratif
dan
maupun
memenuhi
teknis
agar
menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi penghuni dan lingkungannya; b. bahwa
perizinan
bangunan
harus
memberikan
keamanan dan kenyamanan bagi lingkungannya; c. bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun
2005
Undang-Undang
tentang
Nomor
28
Peraturan Tahun
Pelaksanaan 2002
tentang
Bangunan Gedung mengamanatkan pengaturan Izin Mendirikan Bangunan dengan Peraturan Daerah; d. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan; NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 89
Mengingat
: 1. Pasal 18
ayat
(6) Undang-Undang Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Pembentukan
Nomor
12
Tahun
Daerah-Daerah
1950
dalam
tentang
Lingkungan
Provinsi Djawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2930) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 3. Undang-Undang Peraturan
Nomor
Dasar
5
Tahun
Pokok-Pokok
1960
Agraria
tentang
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 4. Undang-Undang Bangunan Indonesia
Nomor
Gedung Tahun
28
Tahun
(Lembaran 2002
Nomor
2002
Negara 134,
tentang Republik
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 5. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 6. Undang-Undang
Nomor
Pembentukan
12
Peraturan
Tahun
2011
tentang
Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 7. Undang-Undang Pemerintahan Indonesia
Nomor
Daerah
Tahun
23
Tahun
(Lembaran
2014
Nomor
2014
Negara 244,
tentang Republik
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 90
sebagaimana
telah
Undang-Undang
diubah
Nomor
9
keduakalinya Tahun
dengan
2015
tentang
Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Indonesia
Daerah
Tahun
(Lembaran
2005
Nomor
Negara 165,
Republik Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566); 11. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011
tentang
Perundang-undangan
Pembentukan
(Lembaran
Peraturan
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 12. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan
Terpadu
Satu
Pintu
(Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 221); 13. Peraturan
Menteri
24/PRT/M/2007
Pekerjaan
tentang
Umum
Pedoman
Nomor
Teknis
:
Izin
Mendirikan Bangunan; NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 91
14. Peraturan
Menteri
25/PRT/M/2007
Pekerjaan
tentang
Umum
Pedoman
Nomor
Sertifikat
:
Laik
Fungsi Bangunan Gedung; 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 276); 16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 01/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan; 17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau; 18. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor 8); 19. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor 29); 20. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun 2012
tentang
Pedoman
Pembentukan
Perundang-
undangan di Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2012 Nomor 2);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GRESIK dan BUPATI GRESIK MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN
DAERAH
TENTANG
IZIN
MENDIRIKAN
BANGUNAN. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 92
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: u. Daerah adalah Kabupaten Gresik. v. Bupati adalah Bupati Gresik. w. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Gresik. x. SKPD pengawasan dan pengendalian bangunan adalah Dinas Pekerjaan Umum. y. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. z. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi
yang
menyatu
dengan
tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi
sebagai
tempat
manusia
melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. aa. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya,
sebagian
atau
seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal. bb. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten, kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, kepada pemohon untuk membangun
baru,
memperbaiki,
mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau memugar dalam NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 93
rangka
melestarikan
bangunan
sesuai
dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. cc. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan IMB kepada Pemerintah Kabupaten,
dan
untuk
bangunan
gedung
fungsi
khusus kepada pemerintah. dd. Pemilik Bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau
usaha,
kelompok orang,
dan lembaga
atau
organisasi yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan. ee. Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
Kabupaten,
yang
selanjutnya disebut RTRW, adalah RTRW Kabupaten Gresik. ff. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RDTRK, adalah RDTRK Kabupaten Gresik. gg. Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RTRK, adalah RTRK Kabupaten Gresik. hh. Rencana
Tata
Bangunan
dan
Lingkungan,
yang
selanjutnya disingkat RTBL, adalah RTBL Kabupaten Gresik ii. Reklamasi perairan adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan/atau kontur kedalaman perairan. jj. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk kepentingan orang pribadi atau badan. kk. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat
penyimpangan
dalam
pelaksanaan
pembangunan. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 94
ll. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan IMB. mm.
Pemutihan
adalah
penerbitan
IMB
terhadap
bangunan yang sudah terbangun di kawasan yang belum memiliki RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK. nn. Pembongkaran merobohkan
adalah seluruh
kegiatan atau
membongkar
sebagian
atau
bangunan,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya. oo. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan bangunan dan upaya penegakan hukum. pp. Peran
Masyarakat
adalah
berbagai
kegiatan
masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga
ketertiban,
memberi
masukan,
serta
menyampaikan pendapat dan pertimbangan berkaitan dengan perizinan bangunan. qq. Bangunan gedung cagar budaya adalah bangunan gedung yang sudah ditetapkan statusnya sebagai bangunan cagar budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang cagar budaya. rr. Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi persyaratan bangunan gedung dan memiliki
kinerja
terukur
secara
signifikan
dalam
penghematan energy, air, dan sumberdaya lainnya melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya. ss. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah koefisien atas perbandingan antara
luas lantai dasar bangunan
dengan luas kavling/pekarangan. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 95
tt. Garis Sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap batas lahan yang dikuasai, antar
massa
bangunan
lainnya,
batas
tepi
sungai/pantai, jalan kereta api, rencana saluran, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi. uu. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah koefisien atas perbandingan antara total luas lantai bangunan dengan luas kavling/pekarangan. vv. Koefisien
Dasar
Hijau
yang
selanjutnya
disingkat
dengan KDH, adalah koefisien atas perbandingan antara
luas
daerah
hijau
dengan
luas
kavling/pekarangan. BAB II PRINSIP, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 IMB diterbitkan berdasarkan prinsip: e. prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif; f.
pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;
g. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha; dan h. kesesuaian aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan bangunan.
Pasal 3 Penerbitan IMB bertujuan untuk: e. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan; f. mewujudkan
tertib penyelenggaraan bangunan
yang
menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 96
g. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan h. menjadi salah satu syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan. Pasal 4 (1) Ketentuan IMB dalam Peraturan Daerah ini ditujukan untuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. (2) Ruang lingkup dari bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. bangunan gedung dengan fungsi hunian; b. bangunan gedung dengan fungsi keagamaan; c. bangunan gedung dengan fungsi pemerintahan; d. bangunan gedung dengan fungsi usaha; e. bangunan gedung dengan fungsi sosial dan budaya; f. bangunan gedung dengan fungsi khusus; dan g. bangunan gedung dengan fungsi ganda/campuran. (3) Ruang
lingkup
dari
bangunan
bukan
gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. perkerasan; b. pondasi, pondasi tangki; c. pagar
tembok/besi,
dinding
penahan
tanah
(tanggul)/ turap; d. bak/tangki penampungan bahan cair/gas; e. sumur resapan, IPAL, dan septictank; f. teras tidak beratap; g. jembatan; h. dermaga dan jetty beserta fasilitas kepelabuhanan, bagunan pengeboran minyak, dan fasilitasnya; i. penanaman tangki/reservoir, bangunan pengolahan air, menara, tiang listrik/telepon; j. pipa dan kabel yang berada di atas dan di bawah tanah/air; NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 97
k. kolam; l. monumen, penanda masuk, bangunan reklame; m. instalasi/gardu; dan n. shelter. Pasal 5 (1) IMB diwajibkan bagi setiap orang atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang akan melakukan kegiatan: a. pembangunan baru; b. rehabilitasi/renovasi; c. pelestarian/pemugaran; atau d. penambahan bangunan. (2) IMB tidak diperlukan untuk kegiatan berikut ini: a. memperbaiki saluran air hujan dan selokan dalam pekarangan bangunan; b. mendirikan bangunan yang sifatnya sementara bagi kepentingan pemeliharaan ternak dengan luas tidak melebihi garis sempadan belakang dan samping serta tidak mengganggu kepentingan orang lain atau umum; c. tambahan bangunan tidak lebih dari 10% (sepuluh per seratus) atau maksimal seluas
50 m2
(lima puluh meter persegi) dari luas bangunan yang dizinkan dalam IMB. d. utilitas untuk pelayanan umum. BAB III KEWENANGAN Pasal 6 (1) Bupati memiliki wewenang untuk menerbitkan IMB.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 98
(2) Bupati dapat mendelegasikan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada SKPD yang membidangi perizinan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (3) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan kegiatan penerbitan IMB kepada Bupati minimal 6 (enam) bulan sekali. BAB IV PERMOHONAN IMB Bagian Kesatu Ketentuan Tata Ruang dan Ketentuan Teknis
Pasal 7 IMB
dapat
diterbitkan
untuk
bangunan
yang
peruntukannya sesuai dengan RDTR dan RTBL. Apabila RDTR dan RTBL belum ditetapkan maka mengacu pada RTRW. Pasal 8 (1) IMB
yang
diterbitkan
harus
memenuhi ketentuan
mengenai : a. Garis Sempadan Jalan (GSJ), Garis Sempadan Pagar (GSP), Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis Sempadan Sungai (GSS), Garis Sempadan Pantai yang diizinkan; b. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) tertinggi yang diizinkan; c. Koefisien
Lantai
Bangunan
(KLB)
terluas
yang
(KDH)
terendah
yang
(TLB)
tertinggi
yang
diizinkan; d. Koefisien
Daerah
Hijau
diizinkan; e. Tinggi
Lantai
Bangunan
diizinkan. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 99
(2) Ketentuan mengacu
sebagaimana pada
dimaksud
Peraturan
Daerah
pada
ayat
(1),
yang
mengatur
tentang tata ruang dan bangunan. Bagian Kedua Persyaratan Perizinan Pasal 9 (1) Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada SKPD yang diberi kewenangan menerbitkan izin. (2) Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilengkapi
dengan
dokumen
persyaratan
administratif dan dokumen persyaratan teknis. (3) Dokumen
persyaratan
administrasi,
dokumen
persyaratan teknis sebagai kelengkapan permohonan IMB dan Mekanisme tata cara penerbitan IMB, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 10 (1) IMB berlaku selama bangunan yang bersangkutan berdiri sepanjang tidak mengalami perubahan bentuk, struktur, luas, dan fungsi bangunan. (2) Bangunan yang berdiri diatas tanah sewa, IMB berlaku menyesuaikan masa sewa. Bagian Ketiga Administrasi IMB Pasal 11 (1) Terhadap IMB yang telah diterbitkan dapat diberikan Pelayanan Administrasi IMB berupa : a. balik nama IMB; b. pemecahan dan balik nama IMB; c. salinan IMB; d. legalisir IMB; dan e. perubahan fungsi bangunan. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 100
(2) Pelayanan administrasi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan. Pasal 12 Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, diwajibkan terhadap setiap perubahan
kepemilikan
tanah
dan/atau
bangunan
gedung.
Pasal 13 Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, dapat dilakukan apabila: a. unit bangunan yang dipecah, secara fisik terpisah tanpa memerlukan kegiatan perubahan bangunan gedung; b. tidak ada bagian bangunan yang merupakan fasilitas bersama; c. tidak ada perubahan atau gangguan terhadap fungsi bangunan gedung yang diakibatkan oleh pemecahan izin. Pasal 14 Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c dapat diberikan apabila : a. terdapat surat keterangan kehilangan atau rusak dari instansi yang berwenang; dan b. tidak terdapat perubahan bangunan baik luas, struktur maupun fungsinya. Pasal 15 Perubahan fungsi bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (1) huruf e dapat diberikan apabila
perubahan peruntukannya sesuai dengan RDTR dan RTBL atau
jika
belum
terdapat
RDTR
dan
RTBL
maka
disesuaikan dengan RTRW. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 101
BAB V RETRIBUSI, DENDA DAN KERINGANAN IMB
Pasal 16 (1) Retribusi
pelayanan
pemberian
IMB
merupakan
retribusi perizinan tertentu. (2) Retribusi IMB dikenakan kepada bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. (3) Ketentuan retribusi IMB mengacu pada Peraturan Daerah yang mengatur retribusi perizinan tertentu.
Pasal 17 Retribusi perubahan fungsi bangunan dikenakan sebesar 10% (sepuluh persen) dari retribusi pengajuan baru.
Pasal 18 (1) Bangunan
yang
melaksanakan
telah
kegiatan
berdiri
dan/atau
pekerjaan
telah
pembangunan
sebelum ada izin dari Bupati, dikenakan denda yaitu Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (RIMB) dikalikan prosentase pembangunan yang telah dilaksanakan atau dengan rumus Retribusi Denda bangunan (RDB)
=
RIMB X % Fisik Bangunan. (2) Bupati
dapat
memberikan
pengurangan
dan/atau
keringanan denda retribusi IMB. (3) Bupati
dapat
prosentase investasi
fisik
memberikan bangunan
langsung
pembebasan
yang
konstruksi
denda
memperoleh sesuai
izin
Peraturan
Perundang-undangan. (4) Prosentase fisik pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 102
Pasal 19 (1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati terhadap besarnya denda retribusi yang telah ditetapkan dalam jangka waktu sebelum jatuh tempo atau 1 (satu) bulan sejak tanggal penetapan denda retribusi. (2) Bupati menetapkan keputusan atas keberatan denda retribusi yang diajukan. (3) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Bupati tidak menetapkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Bagian Kesatu Pembongkaran Bangunan
Pasal 20 (1) Pembongkaran bangunan dapat dikenakan pada : a. Setiap bangunan yang tidak memiliki IMB; b. pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan tidak sesuai
dengan
IMB
serta
ketentuan
lain
yang
berlaku; dan c. bangunan dengan IMB yang telah dicabut. (2) Bupati menetapkan bangunan yang akan dibongkar dengan
surat
penetapan
pembongkaran
atas
rekomendasi tim teknis. (3) Tim teknis
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (4) Surat penetapan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat batas waktu pembongkaran, prosedur pembongkaran, dan sanksi terhadap setiap pelanggaran. (5) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban pemilik bangunan. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 103
(6) Dalam hal pembongkaran tidak dilaksanakan oleh pemilik
bangunan,
Pemerintah
Kabupaten
dapat
melakukan pembongkaran.
Bagian kedua Sanksi Administrasi IMB Pasal 21 (1) Setiap
pemilik
bangunan
yang
tidak
memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan pembangunan; c. penghentian sementara atau tetap pada pelaksanaan pembangunan; d. penghentian
sementara
atau
tetap
pada
pemanfaatan bangunan gedung; e. pencabutan IMB; dan f. pembongkaran.
Pasal 22 Tata cara pemberian sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 23 (1) Pemerintah Kabupaten melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 104
ini melalui SKPD yang membidangi pengendalian dan pengawasan. (2) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan, dan keandalan bangunan. (3) Kegiatan
pengendalian
meliputi
peninjauan
lokasi,
pengecekan informasi atas pengaduan masyarakat, dan pengenaan sanksi administratif. (4) Prosedur tentang pengawasan dan pengendalian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 (1) Bangunan yang sudah dilengkapi dengan IMB sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku. (2) Bangunan yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini belum dilengkapi IMB, maka Pemilik Bangunan wajib mengajukan permohonan IMB. (3) Permohonan
IMB
yang
telah
diajukan
sebelum
berlakunya Peraturan Daerah ini tetap diproses dan disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku : a. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 8 Seri B); NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 105
b. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004
tentang
Perubahan
atas
Peraturan
Daerah
Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2004 Nomor 8 Seri C); c. Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 52 Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor ). Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 26 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan yang
bertentangan
dan/atau
tidak
sesuai
wajib
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 27 Peraturan
Daerah
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan. Agar
setiap
pengundangan penempatannya
orang
mengetahuinya,
Peraturan dalam
Daerah
Lembaran
memerintahkan ini
Daerah
dengan Kabupaten
Gresik.
Ditetapkan di Gresik pada tanggal
BUPATI GRESIK,
Dr. Ir. H. SAMBARI HALIM RADIANTO, S.T., M.Si. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 106
PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR
TAHUN 2016
TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN I.
UMUM Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan hukum
atau
peraturan
perundang-undangan
harus
dapat
menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Namun sistem nilai tersebut telah terangkum dengan baik dalam Pancasila. Dalam tataran filosofis, pemahaman mengenai pemberlakuan moral
bangsa
ke
dalam
hukum
(termasuk
peraturan
perundangundangan) dimasukkan dalam pengertian yang disebut dengan rechtsidee yaitu apa yang diharapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya yang tumbuh dari sistem nilai masyarakat (bangsa) mengenai baik dan buruk, pandangan mengenai hubungan individu dan masyarakat. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pengaturan perizinan bangunan memiliki landasan filosofis yaitu pendirian bangunan yang dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif dan teknis agar menjamin keselamatan penghuni dan lingkungannya serta selaras dengan tata ruang wilayah. Landasan filosofis tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Nilai-nilai Pancasila ini kemudian memerlukan penjabaran NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 107
dalam peraturan perundang-undangan untuk mengimplementasikan nilai-nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang dicita-citakan. Pancasila sebagai norma filosofis harus dapat tercerminkan bukan hanya
dalam
undang-undang
tetapi
juga
pada
peraturan
perundangundangan di bawah undang-undang. Dalam konteks negara kesatuan yang men-desentralisasikan wewenang ke daerah, pengaturan perizinan bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis dari kelima sila Pancasila tersebut perlu diarahkan hingga tingkatan peraturan daerah. Oleh karena itu, penting pula bagi Kabupaten Gresik untuk membentuk Peraturan Daerah yang secara khusus
mengatur
tentang
Izin
Mendirikan
Bangunan
dengan
memperhatikan landasan filosofis yang bersumber dari Pancasila – maupun peraturan perundang-undangan di atasnya.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Bangunan
gedung
fungsi
hunian
meliputi
bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 108
Huruf b Bangunan
gedung
fungsi
keagamaan
meliputi
masjid, gereja, pura, wihara, kelenteng, dan tempat ibadah lainnya. Huruf c Bangunan gedung fungsi pemerintahan meliputi bangunan gedung kantor milik Negara kecuali bangunan gedung milik Negara untuk pelayanan jasa umum dan jasa usaha Huruf d Bangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan gedung
untuk
perkantoran,
perdagangan,
perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan. Huruf e Bangunan meliputi
gedung
fungsi
bangunan
gedung
sosial
dan
untuk
budaya
pendidikan,
kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum. Huruf
f bangunan gedung dengan fungsi khusus meliputi bangunan gedung yang mempunyai kerahasiaan tinggi
untuk
kepentingan
nasional,
bangunan
bunker, bangunan pangkalan pertahanan beserta instalasi, laboratorium forensik dan depo amunisi. Huruf g Bangunan gedung fungsi ganda/campuran meliputi bangunan gedung dapat berupa bangunan rumah dengan toko (ruko), bangunan rumah dengan kantor (rukan), bangunan gedung mal-apartemenperkantoran, bangunan gedung mal-apartemenperkantoran-perhotelan, dan sejenisnya. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 109
Ayat (3) Huruf a Perkerasan meliputi : jalan aspal, jalan macadam, jalan beton atau paving stone, jalan rel, lapangan parker
(beton/aspal,paving),
lapangan
upacara,
lapangan olah raga terbuka (komersial), lantai jemuran,
pematangan
tanah,
gudang
terbuka
(beton/aspal,paving). Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Kolam meliputi: kolam renang, kolam pengolahan air dan kolam pengolahan limbah Huruf l Cukup jelas Huruf m Cukup jelas NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 110
Huruf n Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Utilitas untuk pelayanan umum meliputi jaringan distribusi
listrik,
PDAM,
pemerintah/pemda
yang
instalasi sifatnya
milik untuk
kepentingan umum. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Satuan
kerja
perangkat
daerah
yang
membidangi
perizinan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah satuan kerja perangkat daerah yang memiliki tugas, pokok, dan fungsi di bidang perizinan sebagaimana
diatur
dengan
Peraturan
Daerah
yang
mengatur tentang organisasi perangkat daerah. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 111
Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 10 Cukup jelas.
Pasal 11 Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16 Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 112
Pasal 19 Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Cukup jelas
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas
Pasal 28 Cukup jelas .
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 113