BIROKRASI DAN PEMBANGUNAN POLITIK
0leh: Haryono Dosen Fakultas Isipol Llniversitas Tidar Magelang
ABSTRACT Bureaucracy in Indonesia still hecomes an intere.sting problem and it is discussed by many people, either./brmally or
informally. T'he main prcblem is on the ability oJ'the bureaucracy in overcoming the national development, especially economic problents. lhe altematives to solve the problems are such as deregulation and debureaucracv in econom\:. Besides, lhere are also effofls lo enrerge the roles o.[ the socieN and instihttions outside ofthe bureaucracy in order Io involve the national developntent process. K q'*'o r d : Po I ili c a t d ev e I opme nt
an
d I) u r eo u cr a cy Po I it i cs.
A. PENDAH{-ILUAN Makna Pembangunan Negara-negara berliembang pada umumnya adalah bekas negaraiajahan, Akibat masa penjajahan yang cukup lama negaranegara ini menderita keterbelakangan di bidang sosial, budaya, ekonomi maupun politik. Masalah-masalah utama yang dihadapi negara berkembang adalah kurangnya tenaga hampiV terdidik, kurangnya fasilitas pendididkan, kurangnya modal, meningkatnya angka pertumbuhan penduduk yang tidak dibarengi pertumbuhan
73
YoL
26 No.
I,
15 Februad 2(ME
:
73-E6
ekonomi serta terbatasnya faldor-faktor produksi yang tersedia. Untuk mengatasi keterbelakangan dan memecahkan masalah yang dihadapi, negara-negara belkembang segera melaksanakan apa )€ng disebut program pembangunan. Kata "pembangunan" merupakan kunci untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju. Sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli ekonomi Rostow smtu negara terbelakang apabila ingin rnenjadi negara (seperti negara baraQ haruslah melalui tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap itu adalah 1 . Tahap tradisional
:
2. Tahap prakondisi untuk tinggal landas. 3. Tahap tinggal landas (take otr). 4. Tahap kedewasaan (maturitY). 5. Tahap konsumsi massa yangtinggTahap yang dilalui oleh tiaptiap negara mernerlukan waktu vang berbeda-beda, tergantung kondisi tiap negara yang bersangkutan. Sebagai misal Inggrismencapai tahap lepas landas antara tahun 17 g3-TS}z,sedangkanAmerika Serikat beberapa tahun setelah Inggris yaitu sekitar tahun 1843-1860. Namun Amerika Serikat mencapai tahap kedewasaan lebih awal yaitu tahun 1900 dan Inggris mencapai tahun 1950. Tahap tertinggi yaitu tahap konsumsi massa dicapaiAmerika Serikat tahun 1920 sedangkan Inggris baru tahur 1 940. Negara-negara berkembang apabila harus melalui tahapan yang dikemulcakan Rostow untuk menjadi negara maju, tentunya akan memerlukan waktu berabad-abad, selnentara negara-negara maju sudah semakin maju. Untuk mengajar ketertinggalannya, yang dapat dilalalkan negara berkembang ialah melompat dari tahap yang satu ke tahap yang lebih tinggi. Misalnya dari tahap tradisionil langsung ke tahap tinggal landas melalui progam pembangunan
74
Birckrast daa Pcmbaagaaon pollti* (Hatyono)
dalam waktu yang sesingkat-singkatrya.
Untuk memperkeciljurang pemisah dengan negara maju,
dalam program pembangunannya negara berkembang menitikberatkan pada p€ningaklan pertumbuhan ekonomi. ciri dari pembangunan ini adalah : perekonomian dilandaskan pada mekanisme pasar, bersifat terbuka untuk menarik modal asing dan merangsang minat investasi terutama urtuk perusahaan-perusalraan
multinasional. Pernbangunan model ini terasa sekali pada dekade tahun 1970-1980 di massa petumbuhan ekonomi untuk negara berkembang meningkat dengan pesatnya. untuk Indonesia, pada dekade ini perturnbuhan ekonomi mencap ai 7 ,9o/o per tahun. Tentunya angka ini ditopang oleh hasil ekspor minyak dan gas buni yang kala itu menjadi primadona (60 %pendapata'negara adalah hasil ini). Melejitnya anska pertumbuhan ekonomi pada akhirnya diharapkan akan nrut mernperluas partisipasi masyarakat di bida'g ekonomi dan memperbesar tingkat pendapatannya. Walaupun pernbangturan dengan titik berat pada pertumbuhan ekonomi dapat mencapai hasil yang menggembirakan, temyata di sisi lain rnemperlihatkan jurang perbedaan karena yang menikmatr "kue pembangruran" hanya sebagran kecil saja dan rnasl,arakat luas. Bahkan ada yang manganggap bahwa ketldaLmerataan pendapatan merupakan syarat atau kondisi yang harus te{adi turruk terciptanya perfwnbuhan yang pada grlirannya nanti akan menetes pada si miskin.
Unfuk memelihara mbmentum pertumbuhan, rezim yang berkuasa cenderung melaksanakan gav-a represi{, khususnya di bidang politik Hal ini sangat diperlukan karena apabila angka perumbuhan tidak diamankan, peluang mtuk mmculnya gerakangerakan protes (penekan) terutama dari kalangan si miskin akan
semakin besar dan akhirnya akan merusak hasil yang selama ini tercapai. Namun sebaliknya, penekanan pada gaya represifyang
/J
VoL
26 No.
I,
15 Februari 2M8
:
73'E6
kaku ada kalanya akan menjadi bumerang bagi rezim yang hrkuasa seperti misalnya Iran zaman Shah Korea Selatan zaman Park Chtmg Hee (bahkan sampai sekarang) ataupun Philipina zaman Marcos. Keprncangan-kepincangan model pertxnbuhan telah menjadi
kajian bagi para politikus, negarawan ataupun para akademis' Berbagai altematif untuk memperbaiki keadaan mulai banyak dilontarkan. Misalnya kornep Tata Ekonomi Dunia Baru, Kelornpok Roma yan! menerbitkan buku terkenal The Limits to Growth dar pernbentgkan teori Dependencia yang dicetuskan oleh akademisi dari Amerika Latin. Teori yang cukup menarik ini dan pernah mendapat tanggapan secara luas dan mendalam dari para ahli Barat
maupun para ahli dari negara berkembang lainnya bermula dari pengalaman-pengalaman pembangruran di negara-negara Amerika Latin. Pendukung teori ini seperti Ande Gunder Frank, Fernando Henrique Cordoso, Thetonio Dos Santos dan Celso Furtado sangat
diwarnai dengan konsep Neo-matriks. Analisanya bahwa pertumbuhar ekonomi negara berkembang dengan pembukaan diri terhadap negar majur/ Barat (misalnya modal dan teknologr) akan mengakibatkan negara berkernbang menjadi baEan dan sistem kapitalisme dunia dan untuk seterusnya negara berkembang tidak akan pemah maju dan bahkan menjadi sapi perah bagi metropolis Barat. Pada pokokny4 model pembangunan ini akan rnenciptakan proses dehumanisasi.
Perubahan-perubahan kebijaksanaan dalam menangani kepincangan-kepincangan yang terjadi telah dilakukan oleh pernerintah lndonesia. Pada tahur I 97 8 dicettskan program delapan
jalur pemerataan atas desakan-desakan situasi baik dari luar negen maupun dalam negeri (rnisalnya peristiwa Malari). Diharapkan dengan program tersebut, pertumbuhan ekonomi dapat segera didistribusikan secara merata ke segenap lapisan masyarakat.
76
Birohrasi dan Pembaagunen politik (Horyono)
Pada dekade tahun 1980-an, tingkat pertumbuhan rupanya telah mencapai titik kulminasi dan setelah itu, pertumbuhan akan
cendemng seamakin menunrn. penurunan angka perutrnbuhan
ekonomi tenrtama di negara berkembang paling tidak menurut peter F Drucker, ada tiga perubahan penting dalam perekonomian dunia
saatini yattu:
a. Ekonomi produk komoditi primer (dasar
perekonomian negara berkembang) telah terputus kaitannya dengan ekonomi industri
(dasar perekonomian negara maj u). Pada saat ini negara-negara maju dengan teknologi tinggi telah berhasil memb*at barang-barang subtitusi atauptur sinteiis untuk
mengganti produk primer (bahan-bahan mentah) dari negara_ negara berk embang. Balrkan pen ggunaan en ergi yang biasanya didapat dari minyak dan gas buni sediht demi sedikit mular dapat d ganti den gan energi surya atauptut energr nukl ir.
b.
Dalam perekonornian negprarnaju, proses produksitelah terlepas dari kaitan kebutuhan tenagake{a, baik tenaga keqa yangtidak
trarnpil sampai tenaga kef a yang trampil. Untuk negara_negara rnaju, dengan penerapan knowledge intensive, telah berhasil mengesamprngkan faklor tenaga kerya (yang biasanya upahnya amat mahal) dan digantikan dengan otomatisasi ataupun robotisasi.
Akibatnya adalah timbul pengangguran dan pada Elirannya gejala ini akan muncul dii negara berkembang.
c.
Lalu lintas modal, kurs dan arus perkreditan (symbol economy) semakin mendomonasi perekonornian dunia diba'ding dengan kegiatan real economy Q<egiatan nyata dan fisik proses produksi yang banyak dij umpai di negara berkembang).
Pembangunan yang hanya melihat satu dimensi saja (pertumbuhan ekonomi misalnya) justru akan menciptakan kepincangan-kepincangan di dalam masyarakat itu sendiri.
77
VoL
26 No.
l,
15 Februati 2ME
:
73-E6
Pembangunan semestinya dilaksanakan secra simultan dan mempunyai makna multi dimensional yang di dalamnya mencakup perubahan struktur ekonomi, sosial, budaya maupun politik' Perubatran-pu-ubatm tersebrf tentmya ditujukan untuk memberantas kemiskinan, tenrtama kemiskinan yang dialami oleh kalangan lapisan bawah. Paling tidak ada tiga prasyarat yang harus terkandung di
dalam pembangunan supaya pembangunan yang sedang dilaksanaican dapat berjalan sebagaima'a mestinya. Adapun prasayarat itu adalah
:
p"*bungunan harus memperhatikan kelangsungan hidup
l.
masyarakat. Pembangunan harus rnengusahakan supaya masyarakat yang
sedang dibangun tersebut dapat mempertahankan serta rneningkatkan taraf hidupnya. Pengertian ini mencakup : peningkatan pendapatan, tersedianya bahan yang layak, 2
.
tersedianya fasilitas kesehatan dan sebagarnya' Pernbangrrnan haraus membawa kepada kehonnatan diri ' Bila prasayarat pertama lebih banyak menyangkut pada druria materilkebendaan" maka pada prasyarat kedua ini lebih banyak rnenyangkut non materi. Tercakupnya materi ditujukan agar
rnasyarakat dapat hidup layak sebagai manusia dan bukan menjadi sebaliknya. Ada kalanya tercukupinya materi akan membuat manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya'
3. Pada akhirnya pernban$uran hanrs menciptakan kebebasan fi.eedom). Tercukupinva kebutuhan manuia, baft secara maten maupun non materi akan rnengakibatkan manusia tertrebas dan belenggu kemelaratan, penindasan kebodohan dan seterusnya
(
sehingga segala potensi manusia dapat dikembangkan secara maksimal.
78
Birclrrui dan Pembangunan politil (Haryono)
B. PEMBAHASAN Pembangunan pada masa Orde Baru diharapkanjuga dapat
memenuhi tiga prasyarat
-
di atas. Hal femikian terlihat dari
kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan basional Indonesia yang dit,angkan dalam program pELnAdm program delapanjalur pemerataan.
Keberhasilan dari pro$am tersebut di atas mencapai puncaknya pada tahun I980 an terutama apabila dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi, nirmun pada perjalanan waktu tidak menaik malahterjadi pentnunan. Angka dalam pembangunan ekonomi yang disebabkan oleh berbagai masalah baik daridalam negeri,rruupun Iuarnegeri seperti tersebut di bawah ini: Daridalam negeri semakin tinggl beban pembayaran h.nrga serta cicilan hUang
l.
-
2.
luarnegeri masalah tenaga
ke{a
penurunar penerimaan seltorminyak bumi dan gas bumi Dari luar negeri, diantaranv adanya embargo ekonomi
Puncak berbagai masalah yang merupakan klimaklisasi pembangman ekonomi tersebut pada tahun 1977 yangdrtandai
dengan adanya krisis ekonomi di Indonesia, yang pada gilirannyajuga merambat pada bidang politik, dan terjadilah pulaadanya laisis politik, atau dengankata lain pembanguran ekonomi akan berimplikasi pada pembangrnan politik.
Pembangunan Politik Suatu pembangunan politik berkembang pesat sejak tahun 1950-an. Perkembangannya didorong oreh keingintahuan para ahli
barat terhadap kehidupan politik di negara-negara yang baru merdeka. Pelopor dari studi ini misalnya Daniel Lerner dengan
79
VoL
26 No- I, lS Fehruad 2U)E :73-E6
bukunya The Pasing of Traditional Society terbit tahun 1958 serta Gabriel Almond bersama Jameas Coleman yang bersarna-sama
menulis buku T/re Politics of the DevelopingAreas pada tahun 1960. Setelah kedua buku ini tertit, disususnlah penerbitan buku senada dengan para pengarang yang berlainan seperti Lucain foe, David Apter dan sebagainya. Pada pokoknya pembangunan politik, khususnya di negara berkembahg ditujukan untuk merubah tatanan politik yangbersifat tradisionil beralih kepada tatanan modern. Tatanan politik yang modern ditandai dengan deferensiasi strukturpolitik dan disertai spesialisasi fi.urgsi politik. Untuk mewujudkan deferensiasi struktur maupun spesialisasi fungsi politik maka mau tidak mau proses demokratisasi dan partisipasi politik harus dikembangkan dan dilembagakan kedalam suatu sistem politik yang tangguh, yang mampu mengintegrasikan masyarakat dan dapat membawa rnasyarakat ke tujuan yangtelah ditetapkan bersama. Aspek pembangunan politik yang paling penting dr Indonesia adalah bagaimana mewuj udkan sistern politik yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 45. Konsekuensinya adalah sistem politik tersebut dapat rnerubah tingkah laku masyarakat Indonesia agar sesuai dengan
jiwa dan semangat Pancasila dan UUD I 945. Hal ini
tenhrnya bukan merupakan pekerjaan yang mudah karena sebagian
besar masyarakat Indonesia kadang kala tingkah lakunya masih dikuasai ole unsur-unsur ikatan primodial di satu pihak dan di lain pihak penpruh-pengaruh dari luar kadang kala pula dapat merubah tingkah laku masyarkat Indonesia kepada nilai-nilai yang justru bertentangan dengan kepribadian Indonesia.
Di sarnping itu, secara malco, diferensiasi sffukturmaupun spesialisasi fi.urgsi politik juga harus ditingkatkan mengingat persoalan-persoalan politk semakin lama semakin kompleks.
80
Birohrasi dan Pembangunaa Politik (Haryono)
Adanya kemajuan teknologi, terutama teknologi komunikasi, pertambahan penduduk, masalah-masalah ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggl menuntut kemampun sistem politik yan g tangguh. Paling tidak ada tiga dimensi konampuan sistem politik yang dapat rnenjawab desakan-desakan perubahan baik yang berasal dari luar maupun daridalam sistem. Ketiga dimensi itu adalah :
3. Dirnensi'preventif yaitu kemarnpuan untuk mencegah agar sistem poitik terhindar dari kehancuran serta dapat rnencegah krisis yang sekiranya akan timbul.
4.
Dirnensi perneliharaan : yaitu kemampuan urtuli memelihara apa saja yang selarna ini telah dicapai dan
dimiliki oleh sistem
politik. 5
.
Dmensi pengembangan : yairu kemarnpuan sistem polink untuk mengembangkan diri sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Di negara be*embang, khususnya untuk Indonesia awal orde baru, dirnensiprevenrif terlihat cukup rnenonjol. pada dimensi peran pihak pernerintah (dalarn hal ini birokrasi) terlilrat amat dominan. Hal ini tidak rnengherankan karena ffauma-trauma krisis
i'i
politik seperti gerakan separatis dan memuncak pada G 30 S pKl membutulrkan suafu pemerintah yang kuat dan mampu memadamkan
krisis politik. Namun apabila perkembangannya, dimensi preventif ini tertap rnenonjol diterapkan, maka ada kalanya akan menjadi btrnerang terhadap sistem politik itu sardiri. Dimensi preventif segera hanrs diirnbangi dengan dirnensi lainnya. Maka dengan demikian,
birokrasi pemerintah yang peranannya amat menonjol segera harus diimbangi olelr peranan non birokrasi dalam kancalr mekanisme politik. Partisipasi non birokrasi (dalarn hal ini masyarakat umum) dalam kehidupan politik harus di dorong sedemikian rupa sehingga proses pembuatan keputlsan politrk tidak hanya terletak di tangan
8l
VoL 26 No.
I,
15 Februari 2008
:
73-E6
birokrasi pernerintahan. Kalau di sektor ekonomi ada kebijaksanaan dereguralisasi dan debirokratisasi maka idealnya diimbangi pula
dengan kebijaksanaan serupa di bidang politik. Hal ini dapat dijalankar dengan cara mernh.rka partisipasi politik bagi mayarakat hras, khususnya partisipasi yang bersifat mobilized dan autonomous.
Derajad partisipasi akan lebih berhasil apabila partisipasi yang otonom lebih turggul daripada partisipasi yang dimobilisir. Pada kenjataannya, sistim politik pada masa Orde Baru hanya mempuryai kapabilitas /kemampuan pada dimensi preventif saja dan kurang memperhatikan kemampuannya pada demensi pengembangan. Akibatnya justnr tef adi krisis politik yang ditandai munculnya era refonnasi.
Birokrasi Politik Pengertian birokrasi kadang kala mernbawa kepada pemikiran yang berhubungan dengan hal-hal yang kurang rnenyenangkan, berbelit-belit dan brengsek. Citra birokrasi di kalangan masyarakat h,as memang sudah demikian negatif. Padahal
menurut Max Weber, birokrasi mempakan suatau lembaga yang sangat penting bagr terkelolanya negara modem.
Di dalam negarayang beradasarkan hukum (legal-rasional) birokrasi mempunyai peranan penting yaitu sebagai alat turtuk melaksanakan keputusan yang telah dibuat oleh pemerintah. Oleh karena ia hanya sebagat alat, maka sifat dan birokrasi legal-rasional adalah berdasarkan peraturan yang ada, obyektif, netral, impersonal dan a-politik.
Dalam perkembangannya, khusmnya di negara berkembang ,lambat laun birokrasi merambah dari llurgsi yang dikemukakan Weber kearah fi.urgsi yang lebih luas. Dari sebagi alat, ia berusaha menjadi penguasa. Semula hanya mempunyai fungsi yang sempit
82
Bimkrasi dan Pembanguean Politik (Haryoao)
kemudian manpmyai fimgsi majemuk yang mengatur harnpir semua kehidupan masyarakat dan negara. Dari instrumen teknis yang a-
politik, netral dan impersonal berubah menjadi mesin politik yang palingefektif Mengapa hal ini dapat terjadi ? Jawabamya tentulah harus dicari dalam proses sejarah dan kultur yang melatar belakanginya. Sebagarmana diketahur, negara-negam berkernbang sebagaian besar
adalah bekas fiegara jajahan Untuk mendukung pernerintahan kolonialisme, pihak penjajah memebentuk aparat birokrasi yang terdiri dari penduduk pribumi. Setelah era kolonialisme berakhir dan negara-negarajajahan memperoleh kernerdekaan, lembaga birokrasi menjadi penopang utama terbentuknya dan terkelolanya negara yang baru merdeka tersebut. Pada tahap awal ini, lembaga birokrasi adalah lembaga yang paling dominan karena lembaga politik lainnya belurn ada atau siap melaksanakan fungsin1a.
Maka tidak rnengherankan apabila prakarsa dari proses pembangunan di segala bidang baik itu bidang ekonomi, sosial, budaya dan terutama bidang politik datang dari lembaga birokrasi. Untuk Indonesi4 s€bagai syarat terhntuklya negam modent lembagalanbaga politik yang benifrt kosmopolitan legislatifl partai politik, kelompok kepentin gan, lembaga yudikatif, birokrasi pers dan lain sebagainya. Lernbaga-lembaga politk modern yang kosmopolitan tersebut dalam prakteknya rnasih diwamai aspek budaya tradisional (dalarn hal ini Jau'a). Hasilnya adalah sifat kosmopilitan yang modem tersebut cendenng dipriburnikasikan. Dalam kaitannya dengan brokrasi, maka pribunisasi dari sifat kosmopolitan adalah birolaasi patrimonial karena sifat budayanya adalah paternalistik. Dalam birokrasi patriominal ini hubunganhubrurgan yang tef adi di dalamnya adalah hubungan patron-klien
83
VoL
26 No,
I, IS Februeri 2lNE :
73-t6
yaitu semacam hubwrgan antar ayah-anak ataupun kawula-gusti. Sudah barang tentu siapa mendukung patron tentulah ia akan mendapat imbalan yang lebih besar. Maka dengan demikian, birokrasi menjadi bagian dari mesin politik penguasa. Ia akan melayani penguasa daripadanrclayani masyarakat secara luas karena
dengan pelayanan itulah para birokrat akan lebih mendapat keunhmgan. Karenanya, birokasi akan cendenrng inefisien, tidali
efektifduikorup. Dalam konteks inilah Karl D. Jackson menganggap masyarakat politik Indonesia sebagal masyarakat politk birokatik (bureaucratic polity) yang ditandai dengan terbatasnya pelnbuat keputusan politik. Keputusan politik dibuat secara terbatas pada para birokrat dan perwira militer di itu kota.
Bereaucratic polity seperti yang dikatakan Jackson tentutya mempunyai ciri-ciri yang rnelekat. Ciri*iritersebut adalah L lembaga politik yang paling dominan adalah birokrasi. 2. Lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik, :
kelompok kepentingan dan sebagainya berada dalam keadaan
lemah (atau dilernahkan
3.
)
sehingga kurang mampu
mengimbangi ataupm mengontrol kelarasaan birokrasi. Masa di luar birokrasi cenderung bersifat pasif terhadap masalahpolitrk.
4. Oleh karena birokrasi merupakan lembaga yang paling dominan maka sudah barang tentu prakarsa kebijaksanaan pembangunan pelaksanaan berada di tangannya, mulai dan tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. Hal inipun sebetulnya tidaklah jelek bila birokrasi tersebut manpu melaksanakarurya disertai dukmgan dana yang cukup dan sejauh masyarakat dr
luar birokrasi belum siap untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Persoalannya menjadi lain manakala masalah
84
Biro*rasi dan Penbangunan Pohti* (Haryono)
yang dihadapi masyarakat dan negara bertambah komplek, misalnya perekonomian sedang sulit, terba{asnya sumber dan4
populasi penduduk terus meningkat dan sebagainya. Kesemuanya masalah yang kompleks ini tennmya tidak dapat
diatasi sendiri oleh lembaga birokrasi tetapi perlu kiranya melibatkan lembaga politik lainnya dan lembap-lembaga non politis serta partisipasi masyarakat secara luas.hal ini kiranya kita rasakan pada era reformasi sekarang ini.
C. KESIN{PULAN Masalah yang dihadapi oleh negara lndonesia dari hari ke hari akan bertarnbah rurnit dan karena itu perlu diatasi secara seksama dan secara kebersamaan. Untuk bidang ekonomi pada rnasa Orde Baru hasil klimaksnya pada tahun 1980 an, namun dalan perj alanan waktu teqadi penumnan sehingga te{ adi kri sis ekonomi pada talrtur 1 997 . hd ini diperlukan pemikiran dari pemerintah dan berbagai elemen rnasyarakat kira - kira pola apa yang akan dipakai dalarn pembangunan ekonomi pada era reformasi sekarang ini kiranya malalr bertambah rumit, meskipun secara kualitas partsipasi politik sangat terlihat melalui parrai politik, pada birokrasi. Dengan demikian secam ideal baltwa birokrasi sekarang ini tidak bertindak sebagai pernimpin pembangunan tetapi juga bertindak sebagai pendorong, dirnana dalam proses pembangruran yang aktifadalah pihak rakyat itu sendiri. Selain itu urtuk rnelaksananiahrya birokrasi akan lebih giat rnembrantas korupsi dan menutup kebocoran kebocoran dana. Persoalannya sekarang adalah apakah kesempatan yang teftuka ini akan dipergunakan sebaik bailaryaoleh masyarakat secara hns ? Hal lni tenhnya akan sangat tergantmg dari kita semu4
terutama lembaga swadaya masyarakat unflrk mengembangkan dirinya grura menarik kesempatan yang ditawarkan.
85
Ytil 26 No'
I,
15 Fehn
ari
200E
:
73-EG
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta
:
Gramedia,1980). FachryAli, Refleksi Paham "Kekuasaan Jawa" Dalam lndonesia Modem (Jakarta: Gramedi4 1 986). Peter L. Berger, Piramida Kurban Manusia : Etika Politik dan penibalun Sosial, te{emahan (Jakarata : LP3ES, 197 4). Hendra Fsmara, Perancanaan dan Pembangunan di Indonesia (Jakarta : Gramedia, I 986). John L.S. Girling, The Bereaucratic Polity in Modernizing Societies : Sirnilarities, Differencies and Prospects in The ASEAN Region (Singapore : Institute of Southeast Asian Studies, r 981). Sarnuel Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice : Political Participation in Developing Courtries (Massachusett : Harvard University Press, 197 1). JAC. Mackie (ed), The Making of a Nation, Research School of Pasifi c Studies (The Atstral ian National University. I 980). Moeljarto, PolitikPembanguun : Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi (Yogyakarta : TiaraWacara, 1987).
.
Lucian W.
Be, Politics, Personality andNational Bulding : Btnrna's
Search for Securit-v (Yale University Press, 1987).
M. DawamRaharjo ESei Esei Ekonomi Politik (Jaka(a:LP3ES, r e82). WW. Rostol, The Stages of Economic Growth, second edition (I.ondon : Cambridge University Press, 1974). Michael Todaro, Economic Development in the Third World (London : Longmans, 197 7).
86