KAJIAN TATAGUNA LAHAN UNTUK MEMPERKECIL EROSI DI SUB DAS PANINGGAHAN MENGGUNAKAN METODE USLE DAN KAITANNYA DENGAN KEBERLANGSUNGAN SUMBER DAYA AIR DANAU SINGKARAK
ARTIKEL
Oleh : RAFDI AZMI NIM 0910018112020
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN PESISIR DAN KELAUTAN (PSP2K)
KAJIAN TATAGUNA LAHAN UNTUK MEMPERKECIL EROSI DI SUB DAS PANINGGAHAN MENGGUNAKAN METODE USLE DAN KAITANNYA DENGAN KEBERLANGSUNGAN SUMBER DAYA AIR DANAU SINGKARAK Rafdi Azmi ¹, Isril Berd, ¹, Eni Kamal ¹ Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta ²Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Perairan, Pesisir dan Kelautan ABSTRAK
Danau Singkarak ini merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai yang sangat penting dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Laju perubahan pemanfataan lahan di sekitar Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Singkarak khususnya di Sub DAS Paninggahan tentunya akan membawa konsekuensi terhadap menurunnya kuantitas air Danau Singkarak. Berdasarkan analisis citra tahun 2000, 2006 dan 2011 di wilayah Sub DAS Paninggahan terjadi perubahan tataguna lahan, antara lain perubahan fungsi hutan primer dan hutan skunder, sementara penggunanaan lahan untuk pemukiman, pertanian lahan kering campur semak dan semak belukar semakin bertambah luasannya. Perubahan lahan tersebut akan berpengaruh terhadap volume aliran permukaan (run off), degradasi lahan dan erosi di wilayah Sub DAS Paninggahan. Dari hasil prediksi laju erosi dengan metode USLE, di Sub DAS Paninggahan laju erosinya mencapai 27,15 ton/ha/tahun. Laju erosi tersebut lebih besar dari laju erosi yang diperbolehkan (Edp) yaitu sebesar 27,93 ton/ha/tahun. Untuk memperkecil laju erosi tersebut perlu dilakukan arahan modifikasi tataguna lahan. Dari hasil hasil modifikasi tataguna lahan dengan metode USLE, apabila dilakukan modifikasi faktor pengelolaan tanaman (fakor C), maka prediksi erosinya mencapai 3,44 ton/ha/tahun. Apabila hanya dilakukan modifikasi faktor teknik konservasi tanah (faktor P) laju erosinya mencapai 11,93 ton/ha/tahun. Apabila modifikasi dilakukan terhadap kedua faktor tersebut (C dan P) maka laju erosinya pada Sub DAS Paninggahan hanya 2,09 ton/ha/tahun. Untuk menekan laju erosi dan degradasi lahan, hasil penelitian ini merekomendasikan untuk menambah luasan kawasan hutan dan agroforestry. Kata kunci : Rekayasa tataguna lahan, USLE, laju erosi
LATAR BELAKANG Danau Singkarak merupakan danau terluas nomor dua di Indonesia setelah Danau Toba dengan luas 10.751 Ha. Danau ini menampung air dari Sungai Sumani dan Sungai Sumpur dan alirannya keluar melalui Sungai Ombilin yang merupakan anak Sungai Siak. Danau Singkarak terletak di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Danau Singkarak berada pada suatu wilayah Daerah Tangkapan Air yang
mencakup 6 wilayah Sub DAS yaitu Sub DAS Sumpur, Sub DAS Partahunan, Sub DAS Paninggahan, Sub DAS Kuok, Sub DAS Imang Gadang, dan Sub DAS Aripan. Keenam Sub DAS tersebut masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang Panjang (analisa spasial). Danau Singkarak ini merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai yang sangat penting dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Dimana Danau Singkarak mempunyai arti penting
bagi daerah sekitarnya. Air danau ini digunakan untuk pembangkit tenaga listrik PLTA Singkarak yang berkapasitas 175 MW untuk melayani kebutuhan listrik bagi 4,4 juta jiwa di Sumatera Barat dan Riau (Aflizar, 2008, dalam BPDAS Indragiri Rokan, 2008), selain itu Danau Singkarak memiliki potensi plasma nuftah ikan Bilih yang cukup. Beberapa tahun lalu ikan Bilih menjadi primadona karena terbuki dapat mengangkat harkat hidup nelayan sebanyak 1.135 kepala keluarga di selingkar danau (Syandri, 2008) dan juga Danau Singkarak telah dikembangkan budidaya perikanan air tawar, sebagai sumber air untuk mengairi sawah-sawah sekitar danau dan juga sebagai obyek pariwisata yang cukup menarik. Sub DAS Paninggahan dengan luas wilayah 11.704,29 ha adalah Sub DAS cukup luas pada daerah tangkapan air (DTA) Danau Singkarak yang merupakan bagian dari hulu DAS Indragiri. Sub DAS Paninggahan sebagai bagian dari DAS Indragiri merupakan DAS prioritas I yang berhilir ke Provinsi Riau melalui Sungai Ombilin dan Indragiri. Secara administratif Sub DAS Paninggahan berada di tiga Kabupaten dan enam Kecamatan diantaranya adalah: 1) Kabupaten Solok, Kecamatan Junjung Sirih dan Kubung dengan luas 10.903,3 Ha, 2) Kabupaten Tanah Datar, Kecamatan Batipuh Selatan dengan luas 33,27 Ha. 3) Kabupaten Padang Pariaman, Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung dengan luas 767,72 Ha. (analisa spasial) Saat ini kondisi pemanfaatan lahan di wilayah Sub DAS Paninggahan mengalami tekanan yang cukup tinggi sebagai akibat dari pembukaan wilayah, pertambangan dan perkebunan. Pemanfaatan lahan yang kurang sesuai dengan kemampuannya dikhawatirkan akan meningkatkan kerusakan lahan yang lebih parah, oleh karena itu diperlukan evaluasi lahan serta kajian erosi tanah untuk mengetahui kemampuan lahan agar dapat dimanfaatkan secara optimal yaitu sesuai dengan karakteristik biogeofisiknya dan terwujudnya kondisi tata air yang
baik, tidak terjadi banjir dan kekeringan serta terkendalinya erosi tanah sehingga kesuburan tanah dan produktivitas lahan meningkat.
METODE PELAKSANAAN Prediksi tingkat erosi tanah dihitung dengan menggunakan persamaan seperti dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith (1978) dalam Asdak (2007), dan dikenal sebagai persamaan USLE : A = R.K.LS.C.P A = Besarnya kehilangan tanah atau erosi (ton/ha/tahun). R = Faktor erosivitas (kJ/ha). K = Faktor erodibilitas tanah (ton/kJ). LS= Faktor panjang dan kemiringan lereng. C = Faktor penutup tanah dan cara bercocok tanam. P = Faktor tindakan konservasi Analisis yang dilakukan 1. Perhitungan besarnya erosi tanah permukaan yang dapat ditoleransi 2. Perhitungan debit Debit yang dihitung merupakan jumlah total debit aliran pada setiap penampang atau dapat dituliskan dengan persamaan : Q (m³/detik) = L1D1V1 + L2V2D2 + ......LnVnDn Dimana : Q = debit (m³/detik); L= lebar interval (m); D = Kedalaman; V = kecepatan rata-rata pada tiap titik kedalaman pengukuran (m/detik) 3. Menghitung jumlah sedimen Besarnya kadar muatan sedimen dalam aliran air dinyatakan dalam besaran laju sedimentasi (dalam satuan ton atau m³ atau mm per tahun). Laju sedimentasi harian dapat dihitung dengan rumus : Qs = 0,0864 x C x Q Dimana, Qs (ton/hari) = debit sedimen C (mg/l) = kadar muatan sedimen Q (m³/dt) = debit air sungai
HASIL DAN PEMBAHASAN Letak dan Luas Sub DAS Paninggahan dengan luas wilayah 11.704,29 Ha adalah sub DAS cukup luas pada daerah tangkapan air (DTA) Danau Singkarak yang merupakan bagian dari hulu DAS Sungai Kuantan. Sub DAS Paninggahan sebagai bagian dari DAS Kuantan merupakan sub DAS prioritas I yang berhilir ke Provinsi Riau melalui Sungai Ombilin dan Indragiri. Secara administratif Sub DAS Paninggahan berada di 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Solok (Kecamatan Junjung Sirih, Kubung dan X Koto Singkarak) Kabupaten Padang Pariaman (Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung) dan Kabupaten Tanah Datar (Kecamatan Batipuh Selatan) Propinsi Sumatera Barat (analisa spasial) Dari hasil analisa spasial, kabupaten yang paling luas masuk pada wilayah sub DAS Paninggahan adalah 1) Kabupaten Solok dengan luas 10.903,3 Ha yang terdapat pada Kecamatan Junjung Sirih seluas 6.137,54 Ha, Kecamatan Kubung seluas 102,54 Ha, dan Kecamatan X Koto Singkarak seluas 4.663,22 Ha. 2) Kabupaten Padang Pariaman dengan luas 767,72 Ha yang terdapat pada Kecamatan Batang Anai seluas 149,32 Ha dan Kecamatan Lubuk Alung seluas 618,40 Ha. 3) Kabupaten Tanah Datar dengan luas 33,27 Ha yang terdapat pada Kecamatan Batipuh Selatan seluas 33,27 Ha. Sub DAS Berdasarkan Peta Daerah Aliran Sungai, terdapat 6 sub DAS yang masuk dalam Daerah Tangkapan Air Danau Singkarak yaitu Sub DAS Aripan, Imanggadang, Kuok, Paninggahan, Partahunan dan Sumpur dengan luas total daerah tangkapan air Danau Singkarak seluas 100.185 Ha. Dari enam sub DAS yang terdapat di DTA Danau Singkarak sub DAS Aripan yang paling luas dengan luas 51.776 Ha atau 51,68 % dari luas DTA
Danau Singkarak, kemudian Sub DAS Sumpur dengan luas 19.767 Ha atau 19,73 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Paninggahan dengan luas 11.704 Ha atau 11,68 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Kuok dengan luas 6.114 Ha atau 6,12 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Pertahunan dengan luas 5.689 Ha atau 5,67 % dari luas DTA Danau Singkarak dan sub DAS Imanggadang yang paling kecil dengan luas 5.135 Ha atau 5,12 % dari luas DTA Danau Singkarak. Jumlah Penduduk di Sub DAS Paninggahan Sebaran jumlah penduduk pada sub DAS Paninggahan cukup bervariasi, penduduk yang kepadatan terendah terdapat di Kecamatan X Koto Singkarak dengan jumlah penduduk sekitar 31.686 jiwa, luas Kecamatan 295,5 km², kepadatan 0,009 jiwa/km², kemudian Kecamatan Junjung Sirih dengan jumlah penduduk sekitar 12.058 jiwa, luas Kecamatan 102,50 km², kepadatan 0,008 jiwa/km², selanjutnya Kecamatan Batipuh Selatan dengan jumlah penduduk sekitar 31.350 jiwa, luas Kecamatan 144,27 km², kepadatan 0,005 jiwa/km², selanjutnya Kecamatan Batang Anai dengan jumlah penduduk sekitar 45.274 jiwa, luas Kecamatan 180,39 km², kepadatan 0,004 jiwa/km², selanjutnya Kecamatan Kubung dengan jumlah penduduk sekitar 56.307 jiwa, luas Kecamatan 192 km², kepadatan 0,003 jiwa/km² dan kepadatan yang terdapat pada Kecamatan Lubuk Alung dengan jumlah penduduk sekitar 69.743 jiwa, luas Kecamatan 111,63 km², kepadatan 0,002 jiwa/km². (Kecamatan dalam angka 2012) Topografi Topografi sub DAS Paninggahan dapat digambarkan dengan menggunakan analisis Digital Elevation Model (DEM). Dengan menggunakan DEM dapat diketahui kemiringan lereng yang terdapat pada daerah penelitian. Kemiringan lereng diturunkan dengan menggunakan metode
Horn yang menduga kemiringan lereng pada topografi yang beragam. Luasan kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel. Persentase kemiringan lereng No
1 2 3 4 5
Kelas lereng (%) <8 9 - 15 16 - 25 26 - 40 40 Total
Kreteria
Luas (Ha)
Datar Landai Bergelombang Curam Sangat curam
493,67 4.086,73 2.474,03 3.162,70 1.487,16 11.704,29
Perse ntase (%) 4,2 34,9 21,1 27,1 12,7 100
Sumber: Analisa data spasial Perubahan Penggunaan Lahan Hasil analisis citra pada ketiga tahun liputan tersebut menunjukan bahwa penggunaan lahan di sub DAS Paninggahan dan sekitarnya pada tahun 2011, 2006 dan 2000 di dominasi oleh hutan lahan kering primer. Persentase luas hutan lahan kering primer terhadap luas sub DAS Paninggahan dan sekitarnya adalah 4.156,45 Ha atau sebesar 35,51 %, penggunaan lahan yang memiliki luasan terkecil adalah pemukiman. Persentase pemukiman adalah 305,65 Ha atau sebesar 2,61 %. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada sub DAS Paninggahan dan sekitarnya periode 2000 sampai 2006 cukup bervariasi. Perubahan ini menyangkut penambahan dan pengurangan luas penggunaan lahan. Penambahan luas area terjadi pada pemukiman menjadi 305,65 ha atau 2,61 %. Pengurangan luas area terjadi pada penggunaan lahan pertanian lahan kering seluas 2.267,62 ha atau 19,37 % dan tubuh air menjadi hutan lahan kering primer seluas 493,67 ha atau 4,22 %. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada sub DAS Paninggahan dan sekitarnya periode 2006 sampai 2011 penambahan terjadi pada pertanian lahan kering campur semak menjadi 2.113, 10 atau 18,05 %, sedangkan pengurangan lahan terjadi pada hutan lahan kering primer seluas 493,67 ha atau 4,22 %.
Satuan Lahan Satuan lahan (land unit) merupakan bagian terkecil suatu kawasan yang mempunyai karakteristik tertentu dan dapat dibedakan dengan satuan lahan lainnya. Dalam satuan lahan, karakteristik sifat fisik lahan yang berpengaruh terhadap pengelolaan lahan relative lebih seragam antara lain, iklim, topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan, sehingga dalam penelitian ini satuan lahan dijadikan sebagai unit analisis dan unit pemetaan (maping unit). Dapat dilihat bahwa satuan lahan paling luas adalah satuan lahan E-rl yaitu 1.482,44 Ha atau 12,67 % dari luasan DAS. Satuan lahan tersebut berupa hutan lahan kering primer pada kelas lereng 8 – 15 %. Sedangkan satuan lahan paling kecil adalah satuan lahan C-al-2, yaitu 11,67 Ha atau 0,099 % dari luas DAS berupa pemukiman pada kelas lereng 16% - 25%. Erosi Penentuan laju erosi bertujuan untuk mengetahui besaran erosi yang terjadi disetiap satuan lahan. Penghitungan laju erosi menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation). Pertimbangan penggunaan persamaan ini karena parameter yang digunakan lebih sedikit dan sederhana dibandingkan dengan model lainnya, serta mudah dikelola dengan hasil yang cukup akurat. Parameter-parameter yang digunakan dalam model persamaan ini adalah: erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), faktor pengelolaan tanaman (C), dan faktor konservasi tanah (P). 1. Faktor Erosivitas Hujan (R) Nilai erosivitas hujan (R) pada setiap unit lahan di sub DAS Paninggahan bervariasi. Nilai R tertinggi dimiliki unit lahan A-al yaitu 788,62 MJ.cm/ha.jam/th., sedangkan R terendah adalah pada unit lahan B-ad yaitu 394,31 MJ.cm/ha.jam/th. 2. Faktor erodibilitas tanah (K)
Erodibilitas tanah merupakan tingkat kepekaan tanah terhadap energi yang dapat menimbulkan erosi. Faktorfaktor yang mempengaruhi erodibilitas tanah secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat infiltrasi, permeabilitas, dan total kapasitas air; (2) faktor-faktor yang menahan penghamburan, pengikisan dan gaya angkut air hujan, serta aliran permukaan. Faktor-faktor yang pertama terdiri dari tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik, dan permeabilitas tanah, sedangkan faktor yang kedua terdiri dari topografi, kemiringan lereng, dan besarnya gangguan oleh manusia. Nilai erodibilitas tanah (K) di sub DAS Paninggahan termasuk kategori sedang hingga sangat tinggi. Nilai K terendah berada pada C-pmk 0,10 dan nilai K tertinggi E-al yaitu 0,32. Tanah dengan partikel debu dan pasir halus kurang resisten terhadap pengelupasan, sehingga mempunyai nilai erodilbilitas tinggi. 3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan dengan mengabaikan pengaruh panjang lereng dan yang berpengaruh hanya kemiringan lereng dengan asumsi bahwa kemiringan lereng berpengaruh 3 kali panjang lereng terhadap erosi (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Sebagai pertimbangannya karena dalam setiap satuan lahan mempunyai panjang lereng yang bervariasi, sehingga untuk menentukan panjang lereng setiap satuan lahan agak susah. Dapat dilihat bahwa sub DAS Paninggahan didominasi lahan dengan lereng landai yaitu lahan dengan kemiringan < 8 % seluas 493,67 ha, kemiringan 9-15 % seluas 4.086,73 ha, kemiringa 16-25 % seluas 2.474,03 ha, kemiringan 26-40 % seluas 3.162,70 ha dan kemiringan >40 % seluas 1.487,16 ha. 4. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Faktor pengelolaan tanaman (C) merupakan faktor yang menunjukkan
besarnya perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan. Penentuan tanaman penutup lahan berdasarkan peta penggunaan lahan dan hasil pengecekan di lapangan. Dalam peta penggunaan lahan, Sub DAS Paninggahan dikelompokkan menjadi delapan jenis penggunaan lahan, yaitu hutan rawa primer, perkebunan, tubuh air, pertanian lahan kering, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering skunder, pemukiman dan pertanian lahan kering campur semak. Hutan primer yang berada di sub DAS Paninggahan adalah hutan hujan alam tropika yang masih asli dan berfungsi sebagai kawasan hutan suaka alam dan hutan lindung, yaitu suaka alam Bukit Barisan I. Kawasan hutan ini masih vegetasinya masih utuh dan berada pada kelerengan yang curam hingga sangat curam sehingga mempunyai fungsi lindung. Nilai C untuk hutan lahan kering primer adalah 0,001. Hutan skunder yang ada, merupakan hutan- hutan alam yang telah mengalami pemanfaatan baik berupa kayu maupun non kayu. Hutan ini berfungsi sebagai hutan produksi, hutan lindung, dan hutan suaka alam. Kondisi hutan masih ditutupi belukar tua yang rapat, sehingga nilai C untuk hutan skunder, yaitu 0,1. Untuk penggunaan lahan berupa pemukiman, di wilayah sub DAS Paninggahan pemukiman secara umum mempunyai pekarangan atau ladang yang ditanami dengan tanaman semusim maupun tanaman perkebunan, seperti kulit manis, cabai, pinang, dan coklat. Untuk menentukan nilai C digunakan kombinasi tanaman-tanaman penutupnya sehingga nilai C untuk pemukiman adalah 0,5. Pertanian lahan kering/ladang di sub DAS Paninggahan merupakan pola pertanian yang mengandalkan air hujan untuk kebutuhan airnya dengan tanaman semusim, seperti jagung, cabai, bawang dan ketela pohon. Nilai C untuk pertanian lahan kering/ladang juga beragam sesuai dengan jenis tanaman penutupnya.
Kebun campuran adalah pola pertanian yang memanfaatkan lahan untuk ditanami macam-macam tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan yang umum ditemukan di sub DAS Paninggahan adalah karet, kopi, coklat, kulit manis, kemiri, kelapa, Sao, dan pinang. Nilai C untuk kebun campur adalah 0,5. Hutan rawa primer yang ada di Sub DAS Paninggahan sebagian besar adalah sawah irigasi, yaitu sawah yang selalu tergenang air dan ditanami padi sepanjang tahun dan rawa-rawa. Nilai C untuk hutan rawa primer adalah 0,01. Semak belukar adalah tanaman perdu yang tumbuh liar akibat pemanfaatan lahan yang ditinggalkan. Tanaman semak belukar yang dijumpai di lapangan yaitu mimosa, rasam, alangalang, dan tanaman rumput-rumputan. Nilai C untuk semak belukar adalah 1,0. 5. Faktor Konservasi Tanah (P) Secara umum praktek konservasi tanah yang ditemui di lapangan adalah berupa teras, sehingga penilaian parktek konservasi tanah pada penelitian ini didasarkan pada teras. Pada daerahdaerah dengan kelerengan yang miring yang diolah untuk tanaman pertanian telah dibuat teras dengan macam dan kualitas yang berbeda-beda. Pada tanaman berupa kebun campuran juga masih ditemukan adanya bekas pembuatan teras, karena sebelumnya lahan digunakan untuk ladang yang diolah secara intensif, seperti ladang cabai, jagung, dan ketela pohon. Untuk hutan primer dan hutan skunder termasuk dalam kategori teras bangku bagus dan sedang dengan nilai P 0,04 dan 0,15. Sementara itu untuk kebun campuran secara umum yang ditemukan dilapangan adalah teras bangku sedang, sehingga nilai P 0,15. Secara umum jenis teras yang ditemukan dilapangan adalah teras bangku dengan kualitas yang jelek hingga bagus. 6. Laju Erosi Aktual Penghitungan laju erosi aktual bertujuan untuk mengetahui potensi erosi
yang akan terjadi apabila tidak ada perubahan pengelolaan lahan di sub DAS Paninggahan. Dapat dilihat bahwa perkiraan erosi aktual rata-rata yang terjadi di sub DAS Paninggahan pada tahun 2000 adalah 23,97 ton/ha/tahun atau 1,64 mm/ha/th, tahun 2006 adalah 23,97 ton/ha/tahun atau 1,64 mm/ha/th dan tahun 2011 adalah 27,15 ton/ha/tahun atau 1,86 mm/ha/th. Erosi aktual terbesar terjadi pada satuan lahan E-lat-1 yaitu sebesar 156,86 ton/ha/th atau 11,28 mm/ha/th. Sedangkan erosi aktual terendah terjadi pada satuan lahan B-lat yaitu sebesar 0,03 ton/ha/th atau 0,0025 mm/ha/th. 7. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Klasifikasi tingkat bahaya erosi (TBE) merupakan klasifikasi besarnya laju erosi aktual atau kehilangan tanah maksimum dengan faktor kedalaman solum tanah pada setiap unit lahan apabila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Pada dasarnya jumlah laju erosi aktual atau kehilangan tanah maksimum ini harus lebih kecil atau sama dengan proses pembentukan tanah, sehingga produktivitas lahan tetap berkelanjutan. Nilai laju erosi aktual dalam penelitian ini merupakan nilai erosi aktual (A) yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan persamaan USLE, sedangkan data solum tanah diperoleh dari hasil pengamatan profil tanah di lapangan. Dapat dijelaskan bahwa apabila dilihat per satuan lahan, maka kelas TBE di Sub DAS Paninggahan secara umum tergolong sangat rendah hingga sangat berat. Namun apabila dilihat dari luasan sub DAS, maka kelas TBE di sub DAS Paninggahan adalah sangat rendah yaitu 2.822,62 ha atau 24,11 % rendah yaitu 541,99 ha atau 4,63 % sedang yaitu 1.234,87 ha atau 10,55 % berat 5.318,94 ha atau 45,44 % dan sangat berat 1.785,87 atau 15,25 % didominasi kelas TBE berat sebanyak 45,44 %.
Besarnya Erosi Mengalir Ke Danau Singkarak Besarnya erosi atau sedimen yang mengalir ke Danau Singkarak dapat dilihat sebagai berikut: Lebar dari sub DAS Paninggahan adalah 12,5 meter, untuk menentukan luas penampang dari sub DAS Paninggahan adalah membagi lebar sungai menjadi 9 interval dan kemudian dikalikan dengan kedalaman. Untuk wilayah sub DAS Paninggahan diperoleh luas penampang pada hari tidak hujan adalah 5,5 M² dengan rata-rata 0,61 M² dan pada hari hujan adalah 7,59 M² dengan rata-rata 0,48 M². Kecepatan air pada sub DAS Paninggahan pada waktu tidak hujan ratarata adalah 9,87 m³/detik, maka diperoleh nilai Q (debit air sungai) pada waktu tidak hujan adalah 6,03 m³/detik. Sedangkan pada waktu hujan rata-rata adalah 13,78 m/detik, maka diperoleh nilai Q (debit air sungai) pada waktu hujan adalah 11,62 m³/detik. Nilai C (sedimen) pada sub DAS Paninggahan pada saat tidak hujan adalah 36,50 mg/l, sedangkan nilai C (sedimen) pada saat hujan adalah 1786,50 (mg/l). Dengan telah dapatnya nilai C dan Q maka dapat diperoleh nilai Qs dengan rumus Qs = 0,0864 x C x Q Nilai Qs pada saat tidak hujan adalah 0,0864 x 36,50 x 6,03 = 0,07 (ton/ha/th), sedangkan nilai Qs pada saat hujan adalah 0,0864 x 1786,50 x 11,62 = 6,21 (ton/ha/th) Analisa dan Modifikasi Lahan Pada Sub DAS Paninggahan Modifikasi faktor pengelolaan tanaman (C) pada sub DAS Paninggahan adalah sebagai berikut : 1) Pertanian lahan kering dengan luas 1.759,01 ha dijadikan kebun campuran rapat/agroforestry maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 25,65 ton/ha/th. 2) Pemukiman dengan luas 305,65 ha ditanami rumputrumputan maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 26,48 ton/ha/th. 3)
Pertanian lahan kering campur semak dengan luas 1.619,43 ha dijadikan kebun campuran rapat/agroforestry maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 10,66 ton/ha/th, 4) Hutan lahan kering sekunder dengan luas 462,41 ton/ha/th dijadikan hutan lahan kering primer maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 22,04 ton/ha/th dan apabila semua faktor pengolahan tanaman (C) dengan luas 4.146,50 ha dimodifikasi sesuai dengan kegunaan lahan maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 3,44 ton/ha/th. Modifikasi faktor teknik konservasi tanah (P) pada sub DAS Paninggahan adalah sebagai berikut : Apabila seluruh luas lahan yang erosinya diatas erosi toleransi (seluas 4.146,50 ha), akan dilakukan pembuatan teras bangku sempurna maka akan diperoleh erosi aktual yang terjadi pada sub DAS Paninggahan menjadi 11,93 ton/ha/th. Modifikasi faktor pengelolaan tanaman (C) dan faktor teknik konservasi tanah (P) dilakukan pada lahan yang erosi aktualnya melebihi dari erosi tolerasi seluas 4.146,50 ha maka diperoleh hasil erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 2,09 ton/ha/th. Dampak Erosi Pada Sub DAS Paninggahan. Dampak erosi Dampak erosi tanah di tempat asal merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis. Pengaruh erosi pada daerah asal di Sub DAS Paninggahan tidak terlalu berpengaruh karena hasil dari analisa lahan maka erosi aktual yang terjadi pada Sub DAS Paninggahan masih dibawah dari erosi toleransi. Dampak erosi diluar lahan pertanian
Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangat besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (2010) mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain: a. Pelumpuran dan pendangkalan waduk b. Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan c. Memburuknya kualitas air, dan d. Kerugian ekosistem perairan Erosi lahan atau sedimen yang terjadi pada Sub DAS Paninggahan yang masuk keperairan Danau Singkarak, dari hasil analisa pada saat waktu hujan adalah sebesar 21,03 ton/ha/th dan saat waktu tidak hujan adalah sebesar 0,22 ton/ha/th. Dari hasil analisa erosi atau sedimen tersebut, ini sangat berpengaruh terhadap perairan danau Singkarak, karena bisa mengakibatkan pendangkalan didaerah hilir dari Sub DAS Paninggahan serta bisa mengakibatkan menurunnya kwalitas air Danau Singkarak. Dengan terjadinya pendangkalan dan menurunnya kwalitas air Danau Singkarak, ini bisa mengakibatkan ekosistem yang ada di Danau Singkarak terganggu khususnya habitat dari ikan bilih (Mystacoleucus padangensis). Ikan bilih adalah salah satu ikan endemik yang berada di Danau Singkarak, ikan bilih merupakan ikan yang senang hidup dan berkembang biak pada perairan yang bersih tanpa ada pencemaran, baik itu pencemaran oleh limbah industri maupun dari erosi lahan. Apabila perairan Danau Singkarak tercemar, ini bisa mengakibatkan kepunahan terhadap ikan bilih, karena daerah untuk mereka melakukan perkembangbiakan terganggu sehingga mereka susah untuk berkembang biak. Selain itu eksploitasi oleh nelayan yang berada disekitar Danau Singkarak dilakukan secara terus menerus tanpa ada kontrol dari aparat pemerintah, apabila hal ini dibiarkan secara terus menerus maka akan terjadilah kepunahan ikan bilih. Sumber Daya Air Yang Berkelanjutan
Dapat dimengerti bahwa dari aspek hidrologis DAS berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air secara kontiniu ke sungai utama DAS tersebut. Jadi DAS adalah regulator untuk menjamin regulasi air ke sungai utama DAS secara teratur. Kalau suatu DAS fungsi hidrologisnya tidak berfungsi dengan baik, tentu ada yang salah dari DAS sebagai regulator sehingga fungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan terganggu sistemnya. Gangguan itu bisa saja terjadi karena kondisi tutupan vegetasi hutan dan lahan terganggu akibat terbukanya lahan. Diikutinya terganggunya kemampuan infiltrasi air hujan kedalam tanah akibat pori-pori tanah tertutup akibat erosi permukaan. Ini juga memicu terganggunya fungsi hidrologis. Terbukanya lahan bisa banyak penyebabnya, seperti ulah manusia mengekploitasi sumberdaya alam dan kondisi alam itu sendiri. Alasan terakhir sangat sedikit kemungkinannya karena sustainable regenerasi berlangsung dengan baik apabila tidak terganggunya oleh faktorfaktor non alami sering terjadi di manamana. (Berd, 2012). Dari hasil analisa pada Sub DAS Paninggahan diperoleh hasil bahwa Sub DAS Paninggahan masih berfungsi sebagai menampung, menyimpan dan mengalirkan air secara terus menerus, hasil dari penelitian jumlah air yang masuk dari pada sub DAS Paninggahan pada saat hujan adalah 11,62 m³/detik, sedangkan pada saat tidak hujan adalah 6,03 m³/detik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dampak dari penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi di wilayah Sub DAS Paninggahan akan mengakibatkan lebih besarnya erosi aktual yang terjadi dibandingkan dengan erosi yang diperbolehkan, erosi aktual pada Sub DAS Paninggahan sebesar 27,15 ton/ha/th sedangkan erosi
yang diperbolehkan pada Sub DAS Paninggahan sebesar 27,93 ton/ha/th. 2. Besarnya erosi atau sedimen (Qs) yang mengalir ke Danau Singkarak adalah: Kondisi pada saat hujan sedimen (Qs) adalah 6,21 ton/ha/th atau 0,4228 mm/ha/th. Kondisi pada saat tidah hujan sedimen (Qs) adalah 0,07 ton/ha/th atau 0,0045 mm/ha/th. Pemantauan debit air pada Sub DAS Paninggahan, diperoleh hasil pada waktu hujan sebesar 11,62 m³/detik dan pada waktu tidak hujan sebesar 6,03 m³/detik, ini bisa menjamin keberlangsungan air pada Danau Singkarak. 3. Modifikasi faktor pengelolaan tanaman (C) pada sub DAS Paninggahan adalah sebagai berikut : 1) Pertanian lahan kering dengan luas 1.759,01 ha dijadikan kebun campuran rapat/agroforestry maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 25,65 ton/ha/th. 2) Pemungkiman seluas 305,65 ha dijadikan ditanam rumput-rumputan maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 26,48 ton/ha/th. 3) Pertanian lahan kering campur semak seluas 1.619,43 ha dijadikan kebun campuran rapat/agroforestry maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 10,66 ton/ha/th 4) Hutan lahan kering sekunder seluas 462,41 ha dijadikan hutan lahan kering primer maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 22, 04 ton/ha/th dan semua unit lahan yang erosi aktualnya diatas dari erosi tolerasi seluas 4.146,50 ha maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 3,44 ton/ha/th. Modifikasi faktor teknik konservasi tanah (P) pada sub DAS Paninggahan adalah sebagai berikut : seluruh luas lahan yang erosinya diatas erosi toleransi (seluas 4.146,50 ha), akan dilakukan pembuatan teras bangku sempurna maka akan diperoleh erosi aktual yang terjadi pada sub DAS Paninggahan menjadi 11,93 ton/ha/th.
Modifikasi faktor pengelolaan tanaman (C) dan faktor teknik konservasi tanah (P) dilakukan pada lahan yang erosi aktualnya melebihi dari erosi tolerasi seluas 4.146,50 ha maka diperoleh hasil erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 2,09 ton/ha/th.
DAFTAR PUSTAKA _________, Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Arief, L. 2011. Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Kopi Untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu, Tesis Institut Pertanian Bogor. Bogor Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Berd, I. 2005. Makalah Analisis Kawasan Prioritas Resapan Air Kota. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat. Padang Berd, I. 2008. Rekayasa Biofisik DAS untuk Mitigasi Banjir, Longsor dan Kekeringan Guna Kelestarian Sumberdaya Air Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Teknik Tanah dan Air. Universitas Andalas. Padang Berd, I. 2011. Alih Fungsi Hutan Lindung Berisiko Banjir Bandang. Harian Umun. Padang BPDAS Agam Kuantan. 2007. Analisis Urutan DAS Prioritas Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Agam Kuantan Propinsi Sumatera Barat. 2010. Laporan Hasil Penyusunan Karakteristik DAS. Padang 2011. Rencana Pengeloaan DAS Antokan Terpadu. Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan. Padang.
BPDAS Indragiri Rokan. 2008. Rancangan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Tangkapan Air Danau Singkarak. Propinsi Riau. Departemen Kehutanan. 2007. Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengendalian Banjir dan Longsor. Jakarta Departemen Kehutanan. 2009. Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Dinas Pertanian Kabupaen Solok. Data Curah Hujan Rata-rata. Solok Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata guna Lahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hermiati, E. 2006. Analisis Perbandingan dengan Pendugaan Erosi Menggunakan Metode USLE dan Unit SPAS pada Model DAS Mikro. Tesis. IPB. Bogor Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Aplikasi Model Hidrologi. PT Bumi Aksara. Yogyakarta. Irwanto, 2006. Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu. Yogyakarta Kartasapoetra, G. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT Asdi Mahasatya. Jakarta Kodoatie, R & Syarif, R (2010). Tata Ruang Air. PT. Andi, Yogyakarta Lestari W. 2012. Keterkaitan Persepsi Dengan Perilaku Masyarakat Dalam Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Budidaya Hortikultura di Hulu DAS Citarum ( Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 322 : 330) ITB Bandung. (LP3ES) 2006. Studi Tentang Pola Pemanfatan Lahan Di Kawasan Hulu DAS dalam rangka Pengembangan Mekanisme Pembayaran Jasa Perlindungan
DAS. www.lp3es.or.id di akses tanggal 6 Agustus 2009 Mawardi, M (2011). Asas Irigasi dan Konservasi Air. Bursa Ilmu, Yogyakarta Menteri Kehutanan RI, 2001, Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/KptsII/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Departemen Kehutanan RI, Jakarta Menteri Kehutanan RI, 2005, Keputusan Menteri Kehutanan No. 346/Menhut-V/2001 tentang Kriteria Penetapan Urutan DAS Prioritas, Departemen Kehutanan RI, Jakarta Nurcahyawati, N. 2006. Analisa Karakteristik Hidrologi di Areal MDM Mararin, Mengguliling dan To Bonu Sub DAS Mata Allo Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor PLN Sektor Pembangkit Bukittinggi, Data Elevasi Air Danau Singkarak. Malalo Rahayu, S dkk. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Center ICRAF Asia Tenggara. Bogor Rahim. 2003. Pengendalian Erosi Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. PT Bumi Aksara. Yogyakarta Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Andi Yogyakarta. Rismana A G. 2011. Evaluasi Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Indeks Konservasi di Sub DAS Cikapundung Hulu. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 1 April 2011; 49 – 66, Universitas Pasundan. Bandung Satiawan H. 2010. Alih Fungsi Lahan Kawasan Hulu dan Dampaknya
Terhadap Kualitas Air di Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai, Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi. vol.10, No2, 54 – 58, Universitas Almuslim Senawi, 2007. Pemodelan Spasial Ekologis untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai. Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Senawi, 2008. Geomorfologi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sianturi, H. 2011. Analisa Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba Berdasarkan Metode Answer untuk Fungsi DAS yang Berkelanjutan. Desertasi. Universitas Sumatera Utara, Medan Siringoringo. 2005. Pemprogaman Linier. Diakses di homepage ; hhtp://www.smk2yk.id/dlib/resourecs. PROGRAM%LINEAR.doc, pada tanggal 10 Oktober 2011. Soedjoko. 2002. Handout Hidrologi Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Soepardi W. 1974. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta. Suryatmojo, Hatma. 2006. Hidrometri. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Syandri, H. 2010. Daerah Tangkapan Air Danau Singkarak alami Erosi. Koran ANTARA Sumatera Barat. Tanggal 13 Juli 2010. Padang Syoekoeri, M.AH dan Suhartanto, E. 2006. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pendugaan Erosi dan Konservasi Sumber Daya Alam, Jurnal Teknik Universitas
Brawijaya, Malang. Dikunjungi 25 Desember 2006 Tintian, DL. 2008. Analisa Pendugaan Erosi, Sedimentasi dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNP Berbasis SIG di Sub DAS Jenebarang Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Wahid A. 2009. Analisa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa. Jurnal SMARTek. Palu Widodo M. 2005. Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Sungai (Studi Kasus Sub DAS Cikapundung Gandok). Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT.6 (1): 283-290. Bandung Widyatmoko, DY. 2010. Evaluasi Kemampuan Lahan, Analisi Neraca Air dan Erosi untuk Arahan Penggunaan Lahan Optimal di SUB DAS Sumani Sumatera Barat. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta