MINGGU 7
Pokok Bahasan
: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan
Sub Pokok Bahasan
: a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif
Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi yang semakin tinggi dapat menimbulkan masalah pertanahan. Pemakaian tanah yang tidak terencana dan kebijakan pengelolan tanah yang tidak efektif di banyak negara berkembang mengakibatkan timbulnya berbagai dampak negatif pada lingkungan. Sehingga keputusan pemakaian tanah untuk kegiatan urban merupakan penentu kritis terhadap kualitas lingkungan. Masalahmasalah yang diakibatkan oleh tata guna tanah yang kurang baik terlihat pada Kotak 7.1.
Kotak 7.1 Masalah lingkungan akibat kurang baiknya tata guna tanah
Polusi udara;
Kemacetan dan kecelakaan lalu lintas;
Kerusakan lingkungan tanah-tanah labil, seperti daerah tangkapan air hujan, daerah pantai, daerah aliran air sungai, hutan;
Dipakainya tanah-tanah yang berbahaya untuk tempat tinggal, seperti tanah terjal, daerah aliran sungai, tanah kosong dekat dengan industri yang berpolusi tinggi dan area pembuangan limbah;
Hilangnya bangunan atau kawasan bersejarah, ruang terbuka, dan tanah pertanian
Dengan anggapan bahwa perencanaan tata guna tanah merupakan bagian integral dari strategi transportasi, banyak negara berkembang yang membiarkan kegiatan transportasi, terutama lalu lintas kendaraan, membentuk pertumbuhan dan perkembangannya sendiri (Lowe, 1992). Luas lahan yang sangat besar untuk kebutuhan sirkulasi lalu lintas telah mengakibatkan masalah-masalah yang berkaitan dengan drainasi, aliran air, dan banjir, begitu juga kemacetan lalu lintas, polusi, kecelakaan, dan kebisingan.
Universitas Gadjah Mada
Kepadatan dan pola-pola spasial dari pembangunan juga mempunyai implikasi penting terhadap berbagai masalah lingkungan. Sebagai contoh, pembangunan kota dengan kepadatan tinggi secara ekonomis efisien dalam penyediaan infrastruktumya, tetapi apabila tidak direncanakan dengan baik akan tidak ekonomis lagi (misalnya penularan penyakit secara cepat akibat tempat tinggal yang berdesakan, atau lebih banyaknya kecelakaan lalu lintas, kebakaran, yang semuanya memerlukan biaya).
Daerah-daerah di luar pusat kota cenderung mempunyai kepadatan rendah, termasuk di kawasan permukimannya. Tetapi daerah-daerah tersebut memerlukan biaya yang lebih tinggi untuk penyediaan infrastruktumya. Apabila kondisi transportasi umum kurang baik, tingkat polusi udara dari kendaraan-kendaraan pribadi semakin tinggi. Konsentrasi industri di beberapa lokasi dapat menyebabkan konsekuensi-konsekuensi lingkungan yang serius. Sebagai contoh di daerahdaerah padat penduduk di Bangkok, Lima, Manila, Meksiko, dan Sao Paulo, polusi industri, termasuk dampak dari pembuangan limbah berbahaya yang kurang baik, telah mempengaruhi kondisi kesehatan secara serius.
Pemakaian lahan di sepanjang sungai atau tanah-tanah labil untuk permukiman penduduk ilegal dapat membahayakan, baik bagi penduduk sendiri dari ancaman banjir dan erosi, maupun bagi lingkungan, seperti berkurangnya daerah tangkapan air hujan, air sungai terpolusi limbah domestik, dan kualitas tanah sebagai tanah subur berkurang. Apabila penduduk dipindahkan, pemerintah harus menyediakan lahan lain dan perumahan yang memadai untuk mereka. Keadaan ini sering terjadi dan menjadi masalah di kota-kota besar di negara berkembang.
Konversi tanah untuk kegiatan urban cukup banyak terjadi. Di Singapura sebagai misal, seluruh area tanaman mangrove (bakau) telah diubah untuk pembangunan urban. Akibatnya daerah tangkapan ikan dan kolam-kolam udang di daerah pantai yang telah menghidupi penduduk sekitamya menjadi hilang. Begitu juga di Sri Lanka, pengeringan situ-situ selama limabelas tahun terakhir untuk kebutuhan kegiatan urban telah mengakibatkan timbulnya banjir yang cukup serius di beberapa bagian kota Kolombo (Bartone, 1994). Contoh lain adalah kota Bangkok, seperti yang dikemukakan oleh Setchell (1995) yang pada awalnya
Universitas Gadjah Mada
mempunyai luas 1.600 km2, telah berkembang sejak tahun 1974 menjadi lebih tiga kalinya. Selama tahun 1981-1988, seluas 614,3 km2 tanah pertanian yang produktip telah dikonversi menjadi area urban yang sangat luas, seluas kota Singapura. Jalan-jalan raya baru dibangun melewati tanah-tanah pertanian, yang mengakibatkan tumbuhnya kegiatan urban disepanjang jalan-jalan tersebut. Banyak tanah kosong bekas tanah pertanian yang tidak dimanfaatkan ditemui diantara jalan-jalan tersebut (Setchell, 1995). Perkembangan kota Bangkok ini begitu pesatnya, sebagai contoh selama tahun 1974-1988, Setchell mencatat 45% tanah pertanian yang berubah fungsi menjadi tanah urban muncul pada jarak 11-20 km dari pusat kota. Situasi seperti ini muncul lagi selama 1984-1988. Sekitar 45% tanah konversi untuk kegiatan urban muncul sejauh lebih dari 30 km dari pusat kota (Setchell, 1995). Pola pengembangan yang ekstensif ini berdampak pada dibutuhkannya biaya infrastruktur dan tingkat konsumsi energi yang sangat tinggi di masa datang.
Masalah Iingkungan yang berkaitan dengan tata guna tanah lainnya adalah berkurang atau hilangnya sumberdaya budaya, seperti kawasan arkeologi dan paleontologi, kawasan dan bangunan atau monumen bersejarah, serta hilangnya ruang-ruang terbuka akibat adanya alih fungsi. Di dalam kawasan kota, bangunan atau kawasan bersejarah yang penting mungkin dirusak atau dirobohkan sebagai bagian dari upaya pemerintah dan pihak swasta mendirikan bangunan tinggi untuk apartemen atau kantor, pabrik, dan pusat-pusat perbelanjaan di pusat kota. Di Trujillo, Peru, perumahan ilegal banyak dibangun di area reruntuhan bangunan kuno bersejarah Chan Chan, bekas ibukota di masa budaya Chimu, dan pemerintah lokal tidak mempunyai kekuatan untuk mencegah hilangnya warisan budaya yang sangat berharga tersebut. Kerusakan itu mempengaruhi kebanggaan etnis, identitas nasional, dan melukai pariwisata (Bartone, 1994). Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Pada perancangan eko-urban, tata guna tanah (land use) memegang peran penting bagi keberhasilan rancangan, karena tanah mewadahi bangunan, jaringan transportasi
dan
infrastruktur,
tanaman,
ruang
terbuka,
dan
sebagainya.
Perencanaan dan perancangan tata guna tanah terutama bertujuan untuk efisiensi pemakaian energi dan sumberdaya alam lainnya, mengurangi biaya, serta mencapai keragaman ekonomi dan sosial. Disamping itu tentunya perencanaan dan
Universitas Gadjah Mada
perancangan tata guna lahan bertujuan untuk kenyamanan dan kesejahteraan penduduk kota.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pada tata guna tanah dalam perancangan kota ekologi adalah:
Tata guna tanah campuran
Pemakaian lahan dengan lebih kompak
Integrasi antara tata guna tanah dan infrastruktur
Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil
Lebih banyak disediakan ruang terbuka
Konsep
pengembangan
tata
guna
tanah
campuran
adalah
terkonsentrasinya berbagai macam kegiatan penduduk urban di suatu area yang saling berintegrasi, dengan rancangan konfigurasi fisik dan sirkulasi internal yang baik, dan mempunyai pencapaian ekstemal. Berbagai macam kegiatan tersebut dapat berupa permukiman penduduk, area pertokoan, pasar, perkantoran, hotel, area rekreasi, olah raga, parkir, dan sebagainya. Jarak antar area tersebut cukup dekat, yang dapat dicapai dengan mudah dan cepat dengan berjalan kaki, bersepeda,dan kendaran bermotor.
Penduduk yang tinggal di daerah ini tidak perlu pergi terlalu jauh untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, sehingga menghemat kebutuhan bensin untuk kendaraannya, menghemat waktu dan tenaga. Penerapan tata guna campuran dapat menghemat tanah, mengurangi polusi udara dan mengurangi pembangunan bangunan-bangunan baru, karena dapat memanfatkan bangunan yang sudah ada di daerah tersebut untuk dialih fungsikan.
Upaya
mempunyai
kota
dengan
bentuk
kompak
bertujuan
untuk
menghambat pemekaran kota yang banyak mengkonversi tanah-tanah produktif di luar kota. Lahan terbangun di dalam kota masih dapat diintensifkan pemakaiannya, dengan misalnya, pemanfaatan bangunan-bangunan lama untuk fungsi baru, pembangunan perumahan berlantai lebih dari satu, dan memanfaatkan tanah-tanah kosong.
Universitas Gadjah Mada
Bentuk kota yang kompak akan menghemat biaya dalam pemakaian infrastruktur, yang berupa jaringan jalan, pemipaan, listrik, dan sebagainya. Selain itu kota lebih efisien dalam transportasi dan mengurangi jumlah polusi udara.
Bentuk-bentuk kegiatan kota dalam skala kecil merupakan bentuk kegiatan yang paling sesuai untuk kota yang berwawasan lingkungan. Pusat kota yang terdiri dari bangunan-bangunan tinggi yang tertutup dengan jaringan jalan raya akan berkesan angkuh, tidak manusiawi disamping tidak hemat energi dan sumberdaya. Pusat kota dengan tata guna tanah campuran, dengan pertokoan kecil (retail), fisik bangunan yang lebih memperhatikan lingkungan, banyak ruang terbuka, dengan jalan yang Iebih sempit akan menghadirkan suasana hidup dan manusiawi dari kota.
Ruang terbuka sangat penting bagi kota, apapun bentuk dan jenisnya. Ruang terbuka dapat berupa taman kota, tempat bermain, plaza, taman-taman di perumahan, atau jalur pejalan kaki, lahan kosong di pinggir sungai dan rel kereta api, dan sebagainya. Ruang-ruang terbuka tersebut dapat memberi manfaat khususnya untuk penghijauan kota dan kegiatan sosial penduduk, disamping untuk keindahan kota.
Universitas Gadjah Mada