,~;--
_ LCC, "
J.ASI
•
- ..
•
-
C. g·L.:~
-
~
....-
,.
10 •
•
•
•
--• ;J4 •
•
M dio
-
.;,.
••
,
• •
~ot(l 1/
'-
-
•
m
• •
,/
v(/'j
n
. "
IBA-tiba Kota Bandung dalam kurun dua bulan terakhir ini diramaikan proyek media baru. Tercatat kegiatan Robert Lawrence, Amerika Serikat (Workshop Media BalU), Katal'zyna Dresser, Polandia (Workshop dan paroeran Liquid Picture), dan Junko Suzuki, Jepang (Pameran Foto Digital, Artscope). Mereka berkolaborasi dengan mahasiswa, individu, dan komunitas media baru, sernisal DKV (Desain Komunikasi Visual) 11'S dan Bandung Centre for New Media Arts. Ketika perbincangan tentang "penampakan" makhluk media baru belum usai, VII )EOI.AB, kelompok seni berbasis teknologi media yang dimotori oleh empat seniman muda, Hena Pahlasari, Andri Mochamad, Prilla Tania, dan Jordan Raspatie, menggelar proyek Beyond Panopticon Art and Global Media Project. Pl'Oyek ini unik, bukan saja menggambarkan fenomena inisiatif kegiatan seni yang kini lebih banyak dimainkan oleh kelompok seniman , . tetapi justru di pusat perbelanjaan elektronik, Mal BEC Bandung. Mal kini bennetarnorfosis menjadi pusat kebudayaan. . Ini seperti aksi jenaka karena mal itu justru bisa dicapai beberapa langkah saja drui pusat kebudayaan yang pemah dinamis di tahun 90-an. Pl'Oyek media baru ini menyertakan karya video, video perfomtance, video instalasi, dan satu-dua foto digital dan seni bunyi dari hampir 50 seniman dalam dan luar negeri. Karya-karya ditata di 20 buah booth yang biasanya dilayani sekitar 200-400 monitor untuk promosi pemiagaan! Pl'oyek tidak lumrah ini berlangsung sejak 10 April hingga 2 Mei 2004, dikuratori oleh Ucok 'Ill Siregru' dan Heru Hikayat dari Pasir Impun. Gayung inovatif Ricky TriIarisa dari Electronic City rupanyn bersambut dengan ketcrbukaan dari para pekl'rja n1l'dia dari ~ent'rasi yang sebetulnya produk dan era teknologi m<.'
• •
•
•
•
r
-
••
.
iL l(
n -:. :r
It
I
•
....
_ I
.. _
.
~
•
-
•
-.
!- -
Media
m
•
•
• •
•
•
Mal dan seni sallng Melalui tangga berjalan ke lantai 3, di mana proyek inl digelar, rupanya tidak cukup waktu ki ta untuk membayangkan bahwa proyek ini sebagai "seni " sudah dimulai sejak parneran ini dlbuka resml. Artinya, t~asuk per1stiwa ketika tarik ulill'dengan pihak yang notabene sehari-hari bergelut dengan perkara untung rugi dan pragmatisme. Itu berlangsung sejak akhir tahun silam, beberapa saat setelah perjo,.,nance Prilla Tania di tempat yang sarna. Tidak mudah memang mengenali proyek budaya ini karena, misalnya, susunan monitor tv-boleh jadi-masih relatif tertib dalarn adat yang secara ergonomis untuk ditonton. Keberhasilan arena komersial barangkali adalah sisi langka proyek ini. Akan tetapi, agaJrnya mengintegrasikan dua kepentingan dalam ruang dan waktu yang sarna iustru titik terpenting, yang kemudian memungkinkan untuk mempertanyakan kembali klaim mal- dinyatakan dalarn kurasi - sebagai pengganti ruang publik (taman kota, perpustakaan), yang mampu mengubah waktu sebagai properti, infol'lnasi meniadi komoditas, bapkan menyihir individu-individu sebagai pengguna teknologi media dan menggalakkan konsurnerisme barn. Selanjutnya, mengutip teks kurasi , mal diarn-diarn melaksanakan pemantauan, mengontro1 aktivitas pasivitas seseorang. Di sanalah identitas individu dibelah-belah sedemikian rupa. Dalarn situasi inl, agaknya daya sensitivitas seni- dalarn bentuk kritik perkembangan teknologi media itu, misalnya, digitalisasi, virtualitas, depersonaliasi, dan alienasi individu hingga redefinisi makna hidup oleh perubahan cepat oleh teknologi- kembali ditantang. Video Value (Rani Ravenina) memperlihatkan sebuah rekonstruksi hasrat belanja dan nafsu hedoms. Tayangan ini segera bergeser menjadi kritik yang mengu bah-ubah arah kepada kolektivitas teltentu lalu kepada diri (the self). Terlihat jelas video ini _. sebagai media baru dib baskan dari narasi sincmalik, lalu secard sadar cHCu ngsikan spbagai bahasa untuk "menyubwrsi" pikiran mclalui di alog langsung
I kepada para pengunjung yang boleh jadi datang ke mal dengan agenda utama membeli TV. Jadi, bukan untuk menonton tayangan klip video promosi yang indah mengelus mata sebagai ba gian "entree" ritual belanja. Instalasi video Eat PI iIla menyajikan dua realitas makanlmakanan, objek fisik dan rekaman. Muncllllah boneka monyet makan di taI yangan layar kaca, semen tara persis di depan layar tersebut makanan sebenarnya, sebum penjajaran yang mempertanyakan gaya hidup makan kini yang berubah sebagai ideologi . Pemuda Elektrik, sebuah komunitas sastra, foto, dan musik, melalui My beloved Crab membuat gosip seputar belanja. Bunyi atau suara dibebaskan dalarn beban tradisi musik. Hasilnya, rekaman infotmasi belanja yang bisa diakses oleh pengunjung mal secara interaktif. Pengunjung diajak bertualang ke dunia data dan acara, panduan praktis. hingga merayakan gaya hidup dengan narasi yang tidak sepenuhnya "nyamb lmg" .
••
•
•
• •
•
"
,
- - .- - -
M dia
-'--.'
-=-.:...
'TTftlur1
F
. . _
-.
•
•
Pameran ini tidak saja "mengawasi" perilaku konsumtif masyarakat modern di ruang fisik, seperti mal, tetapi juga memasuki ruang media yang dipercayai rnampu membentuk sikap maupun perilaku apa saja, tennasuk konsumsi. Dalam video instalasi Rainbow on TV, Andri mencoba melihat dampak tontonan TV pendidikan anak, Teletubbies, terhadap pertumbuhan tanaman semacam proyek lanjutan di mana tontoDan itu terbukti telah mempengaruhi nalar bocah. Di sini Andri hanya ingin melakukan semacam klarifikasi dari pengalaman masyarakat agraris, dialog tanarnan palawija dengan penanamnya (petani), secara empiris ada akibatnya, misalnya, panen menjadi berliropah atau sebaliknya. Kesadaran untuk menggeser mal menjadi panggung "remeh-temeh" kehidupan ditunjukkan melalui video instalasi dengan 4 layar monitor Deliberation Gnet Pujisiswanti. Gnet seperti hendak.berbagi cerita melalui video dokumenter celoteh rapat RT di tengah percakapan transaksi bisnis atau sahutan interupsi pengumuman dari pihak mal. Barangkali hanya video Herra yang dirancang sebagai bentuk komunikasi pribadi, akrab, dan kontemplatif. '!eks, Siapa karnu?, Siapa saya?, Di mana saya?, dan seterusnya muncul secara berkala dalarn irama larnbat dan memberi waktu bagi seseorang untuk melihat . KaIya berjudul Untitled ini "sarna sekall tidak menarik" secara visual. Ini seperti membenarkan bahwa video bukanlah karya seni rupa, tetapi seni video yang menyoal konsepsi identitas yang terumus dalarn sistem pikiran serta kemarnpuannya mendorong partisipasi orang meskipuD hanya psikologis. Video ini seperti mengingatkan kita bahwa bahasa video yang meniadakan analisis ternyata bisa dipakai sebagai sarana untuk mempertanyakan fungsi analisis itu sendiri .
''TV Culture", "Media Culture", clan genenslnya Generasi seni video sebagai bagian seni media di dasawarsa 60-70-an memang diwamai perlawanannya terhadap TV culture (budaya TV). Melalui karnera portapaknya, Narn June Paik menyodori bahwa setiap orang bisa membuat progl'llm (vidconya) sendiri sesaat setelah meletakkan sC'potong ht'si bellllagnct di layar kaca TV sC'hjngga tuyangan Presid 'n Nixon meliuk-liuk Dt·J1j.'(un hl'rolk c1ia berujar, TV talah menyerang kC'hidupan kita Kini saatnya kita menyerang bulik
m
• •
•
•
• •
•
•
•
•
-. -
"T11fiiir1
-maif .
-
, •
-
o
.
-
Media
..
•
•
Hn
0
m
.~
-
•
•
,•-*. --,-..,
• •
•
•
•
•
•
•
,w._
s __-
. ._ . . '" I::
-,, - Db' •
7 "'_'M'~' '
n
22
•
"
_,po_Si
,'_S . . . ........ ~,.... ,
•
.
-.~
•
r Viii
-
'O_'p~"
pTA"" • _ _ _ _ I:
t it
-~
1:' -- _
•
- -
•
,
Judul: Travel Music Karya: Adi Dharma
Media: Video
• •
• •
-
"
- - --
.-
~
Media
• •
.'-'
-• • •
.-
• •
•
• •
•
•
•
• •
•
Situasi ini dilatarbelakangi merebaknya TV di Amerika Serikat di kurun tahun 60-an - jumlahnya sebanding dengan banyaknya mebel di rumah penduduk - melahirkan masyarakat televisual dengan budaya TV. Yang disebut terakhir tentu saja tidak terbatas konsumerisme, tetapi juga berkaitan dengan sistem komunikasi satu arah dan atas bawah, yang setidaknya melahirkan ketergantungan masyarakat secara konsumsi bahkan politis. Di Indonesia, hal itu juga terjadi sejak dibangunnya TVRI tabun 1962, yang kemudian menjadi TV tunggal. Tahun 1976, ketika satelit Palapa diluncurkan, secara teknologi, Indonesia memasuki era infoIlnasi transnasional yang menyatukan siapa saja yang tinggal di provinsi mana pun untuk memperoleh keseragaman informasi yang terpusat (pemerintah). Di akhir paruh kedua dasawarsa 90-an, terjadi deregulasi pertelevisian yang disusul pemajemukan stasiun. Penekanan komersial stasiun-stasiun TV tersebut kemudian menjadi jebakan lainnya bagi masyarakat. TV diakui sebagai teknologi media yang paling mempengaruhi, namun kita tidak boleh melupakan kehadiran media lainnya. Di paruh kedua tahun 70-an, kita mengenal teknologi video analog, sementara di akhir tahun 90-an video digital. Di awal awal tahun 70-an, komputer sebesar rumah hanya dipunyai institusl, seperti Pertamina , namun di dasawarsa SO-an di banyak rumah sudah memakai personal computer (PC) yang praktis dan pribadi dan selanjutnya lebih kecil bentuknya, yaitu berupa laptop, yang bisa ditenteng dan dioperasikan di mana saja. Thlepon bergerak marak di akhir dasawarsa 90-an, dan kini kita tidak saja bisa mengirimkan teks, tetapi juga image. Se.lllentara itu, di saat yang hampir bersamaan, banyak orang bisa berhubungan secara multimedia dengao reka nnya di mana pun di dunia melalui jaringan Internet. Games yang di tahun aO-an sangat sederhana dan hanya digemari anak-a nak, kini telah berubah sedemikian ca nggih karcna bisa dihubungkan dcngan Internet dan dimainkan secara kolektlf oleh siapa pu n. P(·rtanyaannya adalah. di mana posisi sosial gt·nl'rusi - kal.akanlah tahun 80-an dan sesuduhnya? MCI1!ka tentu dila hlrkan dan dibesarkan " h·h yang disebut Marshal! McLuhun n'a litas dunJ a baru yang diclpt.akan oleh m('diu baru ArtIDYU, mereka ll'blh banyak di -
asuh oleh "logika PS " ketimbang senapan pe~ lepah pisang, misalnya. Keakraban terhadap telmologi media itu secara spesifik telihat pada ketergantungannya untuk tujuan praktis. kesenangan, dan biburan bahkan menjadi bidup. Pertanyaannya kemudian ialab, pukab mereka memberi jarak atau bahkan nyatakan identitasnya, baik itu berupa tallan atau ekspresi, dalam kurun waktu panjang? Agaknya sesuatu yang muskil.
Gaya hldup-ekspresi "Vice Versa" Proyek media baru ini pada hematnya munculnya kesadaran individu- kemudian . menjadi kolektif - generasi yang produk masyarakat telmologi media, lalu baca media baru melampaui fungsi komoditas. Yang perlu juga dicatat ragaman latar belakang pekerja media ini tidak terbatas dan wilayah kesenian. nya media ini memberi jarak yang 5ama tidak hierarkis seperti media konvensional Mereka sepertinya tidak mempunyai ideologi besar dan sejarab yang keharusan menciptakan seni. Yang adalah menggeser media yang sering inya sebagai aparatus gaya bidup ke taan personal dengan sikap beI1Dain dan lalu kembali lagi kepada khitah. Begitu seterusnya. Kalau saja ekspresi itu berwujUd «mgBl "pengawas~ budaya, para pekerja media itu sepertinya sadar babwa mereka adalah berada di sistem yang tidak luput untuk awasi. Barangkali multimedia perforJllance osampler bisa menjadi ilustrasi. . komputer untuk bunyi dan gambar dalam sperimentasi tanpa bentuk, tanpa saru antara dugem (disko) dan sikan sesuatu, merupakan jeda yang sehari-hari video musik TV komersial, khususnya Di media baru ini tidak ada dikotomi atau masi bersekutu dengan pasar. adalah m mbuat sesuatu yang nunp seni atau barangkali bisa kits sebllt s ni. Yakinlah, mcreka yang berpamcl'an di . in.l kt'tika menjalani ritual "seni" vidt'() atau nw
PI akrisi Video/M,'Clia &Jru.ll~'
•
•
•