STUD1 KOMPARATIF EFEK RESIDUAL Bacillus thuringiensis H-14 DAN Bacillus sphaericus H-5a5b TERaADAP LARVA Aedes aegypti PADA BEBERAPA TIPE TEMPAT PENAMPUNG AIR Salamun*
ABSTRACT COMPARA T I W STUDY ON RESIDUAL EFFECTS OF Bacillus tburingiensis H-14 AND Bacillus sphaericus H-5a5b AGAINST A e d a aegypti LARVAE IN SOME TYPES OF WATER CONTAINER
Bacillus thuringiensis H-14 and Bacillus sphaericus H-5a5b are microbial agents showing high potency for vector control. They are highly specijic to target insect, and do not produce any adverse environmental impact. Such agents would be very promising agents for vector control, especially vector of dengue haemorrhagicfever in Indonesia. The present studies aimed at observing the residual eflects ofB. thuringiensis H-14 (VCRC BI7) and B. sphaericus H-5a5b (VCRC B42) on the larvae of Aedes aegypti in some types of water container. Two steps of the studies were carried out under laboratory conditions. First steps were bioassays to determine of VCRC B17 and VCRC B42 potencies. Second steps were residual eflect testings to determine of the residual activities of both VCRC B17 and VCRC B42 in the cemented, clay, and 'plastic containers. Bioassays of VCRC B17 and VCRC B42 on Ae. aegypti larvae showed that the Lethal Concentrations 50% were 117.9 ug/l and 790.6 ug/l respectively. Residual egect of VCRC B17 on Ae. aegypti larvae at the concentrations ranging fiom 1 to 125 mg per likes, in the cemented container was 34 to 91 days, in the clay container was 28 to 49 days, and in the plastic container was 21 to 66 days. Sinzilar studies of VCRC B42 on the same species of mosquito larvae and the same concentration range, the residual egects were 3 to 26 days, 3 to 14 days, and 2 to 16 days respectively in the cemented, clay, and plastic containers. Key Words : Bacillus thuringiensis H-14 - Bacillus sphaericus H-5a5b - Aedes aegypti - residual eflect - type of water container.
*
Laboratorium Bioiogi Medisinal, F W A U~liversitasAirlangga Kampus C Unair, Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115.
Studi komparatif efek residual .................. Salamun
PENDAHULUAN Pengendalian kimiawi vektor demam berdarah dengue (DBD) saat ini masih dititikberatkan pada penggunaan temephos sebagai lamisida dan malathion sebagai adultisida '. Temephos biasa digunakan di tempat penampung air (TPA) karena toksisitasnya sangat rendah terhadap manusia. Hasil penelitian Hii tahun 1979 menunjukkan bahwa penggunaan 1 mg/l temephos, dapat mengendalikan larva Aedes aegypti dan Ae. albopictus di tempat perindukannya selama 3 sampai 3,5 bulan '. Namun Lee dan Lime (1989) melaporkan bahwa larva Ae. aegypti yang dikoleksi dari beberapa lokasi lapangan di Malaysia lebih toleran terhadap temephos walaupun belum ada yang dianggap resisten '. Jika ada resistensi lama Ae. aegypti terhadap temephos, maka hams dicari larvisida alternatif yang lebih cocok dan aman untuk digunakan di TPA. Larvisida alternatif saat ini yang sedang dikembangkan adalah mikrobia Bacillus thuringiensis H-14 dan B. sphaericus H-5a5b 4.
B. thuringiensis H-14 dan B. sphaericus H-5a5b telah terbukti sangat toksik terhadap larva nyamuk, tetapi aman terhadap parasit dan pemangsanya, tidak mencemari lingkungan ', dan aman terhadap golongan mamalia 6 . Atas dasar alasan-alasan tersebut kedua agen hayati itu mendapat prioritas pertama untuk dikembangkan sebagai bio-insektisida dan tampaknya memberi harapan baik untuk dikembangkan sebagai alat pengendali nyamuk vektor penyakit, khususnya terhadap vektor DBD di Indonesia '. Penerapan B. thuringrensis H-14 dan B. sphaericus H-5a5b sebagai bio-insektisida di lapangan, dapat dipcngaruhi olch bcberapa faktor, yaitu kualitas air di tempat perindukan nyamuk agen yang digunakan 9 , larva sasaran 10 , tempat penampung air ', dan faktor-faktor
lingkungan yang lain ". Ada perbedaanperbedaan yang mencolok antara B. thuringiensis H-14 dengan B. sphaericus H-5a5b yang patut diperhatikan. Perbedaanperbedaan tersebut antara lain terletak pada aktivitasnya terhadap larva sasaran ', kemampuannya melakukan daur ulang 12, dan daya tahan toksinnya pada kondisi lapangan ". Mengingat ada perbedaan yang mencolok antara B. thuringiensis H-14 dengan B. sphaericus H-5a5b serta dari kenyataan bahwa ada beberapa tipe TPA yang dapat digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti di Indonesia, maka untuk menuju ke arah penerapan kedua bio-insektisida tersebut di lapangan khususnya terhadap vektor DBD di Indonesia masih memerlukan data-data dasar dari uji laboratorium yang dimanipulasi sesuai dengan kondisi di lapangan. Diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar pijakan saat diterapkan penggunaannya di lapangan. Berikut ini dilaporkan hasil kajian yang bertujuan untuk mengetahui efek residual B. thuringiensis H-14 dan B. sphaericus H-5a5b, terhadap larva nyamuk Ae. aegypti pada beberapa tipe TPA.
BAHAN DAN CARA Bahan uji adalah Bacillus thuringiensis H-14 (VCRC B17) dan Bacillus sphaericus H-5a5b (VCRC B42), niasing-masing dalam bentuk kemasan puyer DeltafixTM dan Sphere$xm produksi Vector Control Research Centre (VCRC),Pondichcrry, India.
Larva uji yang digun,akan adalah larva-instar 111 (L,) riyanlrlk ,4e. aegvpti galur asal Yogyak;lrta prig sr~dah dikolonisasi di dalam Inscktariunl nlilik Laboratoriun~ Parasilologi Fakultns Kcdoktcran Universitas
Studi komparath elek rt31aual.................. Salamun
Gajah Mada, Yogyakarta, sejak tahun 1986. Cara keja kolonisasi nyamuk Ae. aegypti dilakukan menurut Limsuwan et al. (1987) dan Mardihusodo (1988) "s'~.
Alat utama yang digunakan untuk uji efek residual adalah tempat penampung air (TPA) yang terbuat dari semen, tanah liat, dan plastik. Masing-masing berbentuk silinder berukuran tinggi 18 cm dan diameter 13 cm. Langkah pertama penelitian adalah uji hayati kedua bio-insektisida uji untuk penetapan potensi relatif (toksisitas)-nya. Lethal concentration 50% (LC,,, yaitu konsentrasi letal yang membunuh 50% larva uji) dan Confidence Limits 95% (95% CL, yaitu batas kepercayaan 95%), hasil uji hayati kedua bio-insektisida tersebut masing-masing pada pendedahan 24 jam dan 48 jam "J' adalah 0,1179 (0,071-0,196) mg/l dan 0,7906 (0,639-0,977) mgll. Sedangkan sebagai standar adalah B. thuringiensis H-14 (IPS 82) dan B. sphaericus H-5a5b (RB 80), masing-masing adalah 0,0072 (0,006-0,009) mg/l dan 0,6123 (0,507-0,739) mg/l. Hasil perhitungan berdasarkan hasil uji hayati tersebut menurut rumus Dulmage et al., (1990) l* potensi B. thuringiensis H-14 (VCRC B17) dan sphaericus H-5a5b (VCRC B24), masing-masing adalah 916 dan 774 ITUImg terhadap larva-instar 111Ae. aegvpti. Langkah kedua penelitian adalah uji efek residual kedua bio-insektisida pada berbagai TPA terhadap larva uji. Tujuannya adalah untuk penetapan Residual Effective Time 50% [RET,,, yaitu jangka waktu (hari) terakhir yang angka kematian larva ujinya sama dengan 50%]. Cara kerja uji efek residual dilakukan menurut Lee et al. (1986) ", dan Pantuwatana et al. (1989) ", yang sedikit dimodifikasi dalam ha1 besarnya volume air, jumlah dan waktu pengambilan-penambahan air, dan jarak uji efek residual. Untuk memperoleh data tersebut, 81 TPA yang terdiri dari 27 tipe TPA-Semen, BuL Penelit. Kesehat. 23 (4) 1995
27 tipe PA-Tanah Liat, dan 27 tipe TPA-Plastik diletakkan dengan acak sistematik di rak penelitian dalam kondisi laboratorium. Variasi konsentrasi bio-insektisida yang diaplikasikan adalah 1, 5, 25, dan 125 mg/l di dalarn medium 1 liter air PAM. Tiap konsentrasi bio-insektisida, tiap tipe TPA, tiga replikat. Sebagai kontrol, air PAM, tiap tipe TPA, tiga replikat. Pemberian bio-insektisida ke dalam semua TPA dilakukan serentak pada hari yang sama, yang kemudian dianggap sebagai hari ke-1 aplikasi. Jumlah sampel larva uji untuk tiap konsentrasi, masing-masing tipe TPA adalah 25 ekor. Setelah pendedahan selama 24 jam dan 48 jam, jumlah (persentase) angka kematian (AK) dicatat. Kemudian setiap 6 hari berikutnya (hari ke-6, 12, 18, ..... 120) dilakukan pemantauan terhadap efek residual bio-insektisida dengan menambahkan 25 larva uji per-TPA, dan AK larva uji dicatat setelah pendedahan selama 24 jam dan 48 jam. Setelah 48 jam larva masih hidup diambil dengan pipet dan dibuang, sedangkan larva yang mati dibiarkan tetap tertinggal di TPA. Pengambilan dan penambahan seperempat bagian (250 ml) air dalam TPA dilakukan setiap 3 hari, yaitu 1 hari sebelum uji efek residual dan setelah pendedahan 48 jam. Nilai RET,, ditetapkan dengan analisis probit dari hasil hari pengamatan ke 1 sampai dengan ke 120 19. Analisis statistik yang digunakan adalah Anava tiga jalan l o . Perbedaan nyata antar pasangan masing-masing faktor dalam variabel bebas ditetapkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) ". Taraf signifikansi ditetapkan pada 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji efek residual beberapa variasi konsentrasi B. thuringiensis H- 14 (VCRC B 17) dan B. sphaericus H-5a5b (VCRC B42) terhadap larva-instar I11 Ae. aegypti pada
21
Studi komparatif efek residual .................. Salamun
beberapa tipe TPA, dilakukan pada akhir Mei sampai dengan akhir September 1992. Kondisi suhu dan kelembaban nisbi udara ruang insektarium selama penelitian rata-rata berkisar 25,4 2,3"C dan 72,2 8,2%.
*
Nilai RET,, beberapa variasi konsentrasi B. thuringiensis H-14 (VCRC B 17) dan B.
sphaericus H-5a5b (VCRC B42) terhadap larva-instar I11 Ae. aegvpti pendedahan selama 24 jam dan 48 jam yang ditetapkan berdasarkan analisis probit basil uji efek residual hari ke 1 sampai dengan ke 120, masing-masing dirangkum dan disajikan dalam Tabel 1 Gambar 1 dan Tabel 2 Gambar 2.
Tabel 1. Residual Effective Times 50% (RETd Beberapa Variasi Konsentrasi Bacillus thuringiensis H-14 (VCRC B17) dan Bacillus sphaericus H-5a5b (VCRC B42) Terhadap Larva-instar III Aedes aegypti pada Beberapa Tipe Tempat Penampung Air (TPA) Masa Pendednhan Selama 24 Jam.
'antar PA (A) Fantar Bioinsektisida (B) 'antar Konsentrasi (C) 'interaksi
ABC
Rata-rata yang diikuti notasi ( h u m yang sama, menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p'0,05).
BuL Penelit. Kesehat. 23 (4) 1995
Studi komparatif efek residual ..................Salamun
Gambar 1. Residual Effective Times 50% (RET$) Beberapa Variasi Konsentrasi Bacillus thuringiensis H-14 VCRC B17 (Bt. VCRC B17) dan Bacillus sphaericus H-5a5b VCRC B42 (Bs. VCRC B42) Terhadap Larva-instar III Aedes aegypti pada Beberapa Tipe Tempat Penampung Air (TPA) Masa Pendedahan Selama 24 Jam.
Studi komparatif efek residual ..................Salamun
Tabel 2.
Residual Effective Times 50% (RETA Beberapa Variasi Konsentrasi Bacillus thuringiensis H-14 (VCRC B17) dan Bacillus sphaericus H-5a5b (VCRC B42) Terbadap Larva-instar III Aedes aegypti pada Beberapa Tipe Tempat Penampung Air (TPA) Masa Pendedahan Selama 48 Jam.
'antar TPA (A) 'antar Bioinsektisida (B) 'antar Konsentrasi (C) 'interaksi
ABC
=
259,13 7380,27 678,69
db:2,46 db:1,46 db:3,46
p
=
560,33
db:6,46
p
= =
Rata-rata yang diikuti notasi (huruf) yang sama, menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata @>0,05).
BuL Penelit. Kesehat. 23 (4) 1995
Studi komparatif efek residual .................. Salamun
Gambar 2. Residual Effective Times 50% (RETd Beberapa Variasi Konsentrasi Bacillus thuringiensis H-14 VCRC B17 (Bt. VCRC B17) dan Bacillus sphaericus H-5a5b VCRC B42 (Bs. VCRC B42) Terhadap Lawa-instar 111 Aedes aegypti pada Beberapa Tipe Tempat Penampung Air (TPA) Masa Pendedahan Selama 48 Jam.
Bul. Penelit. Kesehat 23 (4) 1995
25
Studi komparatif efek residual .................. Salvnun
Nilai RET,, baik pendedahan selama 24 jam maupun 48 jam, pada antar tipe TPA sangat beragam. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) efek residual bio-insektisida yang diaplikasikan pada antar tipe-tipe TPA. Hampir seluruh konsentrasi bio-insektisida yang diaplikasikan, efek residual bio-insektisida paling lama bertahan di dalam tipe TPA-Semen, kemudian berikutnya berturutturut ke lebih rendah di dalam tipe TPA-Plastik dan Tanah-Liat. Mekanisme yang menyebabkan perbedaan efek residual bio-insektisida pada tipe-tipe TPA tersebut belum dapat diketahui dengan jelas dari hasil kajian ini. Faktor-faktor penting yang telah teridentifikasi dapat mempengaruh efek residual bio-insektisida adalah adanya: (1) degradasi kristal endotoksin di lapisan dasar lingkungan akuatik setelah terjadi pengendapan 11.22 (2) deteriorasi kimiawi toksin di dalam TPA 23 (3) adsorbsi fisik toksin dengan partikel-partikel yang ada di dalam TPA 23 (4) biodegradasi jika spora teraktivasi dan mengalami germinasi ' dan (5) faktor pengenceran di TPA akibat pengambilan dan penambahan air ll. Faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi efek residual bio-insektisida adalah: (1) bentuk formulasi " (2) adanya rintangan perilaku makan larva (3) kondisi air alamiah; (4) bahan TPA l ' dan (5) besarnya konsentrasi yang diaplikasikan 13. Perbedaan efek residual bio-insektisida pada tipe-tipe TPA hasil kajian i11i diduga terutama terjadi karena adanya perbedaan afinitas dan adsorbsi spora kedua basili tersebut terhadap bahan tipe-tipe TPA setelah terjadi pengendapan ". Perbedaan afinitas dan adsorbsi tersebut menyebabkan perbedaan deteriorasi kimiawi dan degradasi bio-insektisida, sehingga menghasilkan efek residual pada tipe-tipe TPA yang berbeda pula 1"22.23.
Lee et al. (1986) melaporkan bahwa efek residual B. thuringiensis H-14 konsentrasi 1 mgll bentuk puyer kemasan BactimosR di TPA-Plastik mampu menyebabkan kematian larva uji di atas 50% selama 22 hari, mirip dengan hasil kajian ini dengan dosis yang sama mampu bertahan 21 hari ll. Van Essen & Hembree (1982) melaporkan bahwa pada TPA yang mengandung partikel-partikel tanah, efek residual B. thuringiensis H-14 menjadi berkurang. Laporan tersebut mendukung kajian ini, yang menghasilkan bahwa pada tipe TPA-Tanah Liat efek residualnya paling rendah ". Diduga ada faktor tambahan selain degradasi kimiawi, yaitu karena ada sebagian bio-insektisida yang masuk ke dalam pori-pori tanah liat waktu terjadi pengendapan sehingga hilang dari mintakat makan larva nyamuk. Perbedaan efek residual B. thuringiensis H-14 (VCRC B17) dan B. sphaericus H-5a5b (VCRC B42) yang diaplikasikan pada tipe TPA-Semen, Tanah Liat, dan Plastik t a m ~ a k jelas pada Gambar 1 dan Gambar 2. Pada seluruh konsentrasi yang diaplikasikan, efek residual B. thuringiensis H- 14 (VCRC B 17) jauh lebih besar dibandingkan dengan R. sphaericus H-5a5b (VCRC B42). Hasil uji Anava menunjukkan bahwa ada perbedaan efek residual yang sangat nyata (p<0,01) antara B. thuringiensis H-14 (VCRC B17) dengan B. sphaericus H-5a5b (VCRC B42). Perbedaan efek residual antara kedua bio-insektisida tersebut terutama di sebabkan oleh aktivitas B. thuringiensis H-14 yang jauh lebih besar dan cara kerja yang lebih cepat terhadap larva Ae. aegypti daripada R. sphaericus H-5aSb Dilaporkan juga bahwa spora R. sphaericus lebih ringan dari pada spora B. thuvingiensis H-14 ", sehingga faktor pcngenceran akibat pengan~bilan dan penan~bahan air juga n~engurangi efek residualnya, serta B. sphaericus lebih cocok di air yang agak tercemar dari pada di air jernih ' I . Dengan
Bul. Penelit. Kesehat. 23 (4) 1995
Studi komparatifefek residual ..................Salamun
demikiqan B. thuringiensis H-14 lebih cocok dan lebih efektif bila digunakan sebagai agen pengendali populasi nyamuk Ae. aegypti di tempat perindukannya dari pada B. sphaericus H-5a5b, jika suatu saat nanti diperlukan. Pada tipe TPA-Semen, Tanah Liat, maupun Plastik, tampak semakin besar konsentrasi bio-insektisida yang diaplikasikan semakin besar pula efek residualnya. Dari beberapa variasi konsentrasi bio-insektisida yang diaplikasikan tampaknya konsentrasi 5 25 mg/l B. thuringiensis H-14 (VCRC B17) merupakan konsentrasi yang dapat disarankan, sebab turbiditas air yang ada di TPA tidak begitu terpengaruh dan efek residualnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi, yaitu 125 mg/l. Pola efek residual B. thuringiensis H-14 (VCRC B17) sampai akhir pengamatan tidak menunjukkan adanya daur-ulang, sedangkan B. sphaericus H-5a5b (VCRC B42) sedikit menunjukkan adanya daur ulang, tetapi kurang berarti karena tampaknya daur-ulang tersebut hanya mampu menyebabkan kematian larva uji di bawah 20%, kemudian terus menurun pada hari-hari berikutnya dan menjadi 0% melalui hari ke 108. Pada konsentrasi 1 mgll, efek residual B. thuringiensis H- 14 (VCRC B 17) hanya mampu bertahan sekitar 1 bulan. Efek residual temephos dengan dosis yang sama (1 mgll) mampu bertahan 3 - 3,5 bulan ', mernang jauh lebih besar dibandingkan dengan efek iesidual B. thuringiensis H-14 (VCRC B 17). Nanlun temephos termasuk salah satu jerlis insektisida kimia yang jika digunakan terus-menerus mcmungkinkan terjadinya perkembangan ke arah resistensi scrangga sasaran di masa yang akan datang ll. Jika ha1 ini terjadi. nlaka tidak ada pilihan yang dapat diperhitungkan sebagai pengganti insektisida kimia tersebut kecuali
Bul. Penelit. Kesehnt. 23 (4) 1995
bio-insektisida B. thuringiensis H- 14, sebab sudah dinyatakan aman ditempatkan di TPA kebutuhan manusia walaupun memerlukan dosis yang lebih tinggi ". B. thuringiensis H-14 juga dapat dilibatkan dalam program terpadu pengendalian vektor penyalut. Tentu saja penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan potensi dan persistensinya melalui rekayasa genetika maupun modifikasi produk serta penelitian lain yang mendukung hams terus menerus dilakukan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian ini, dapat B. disimpulkan bahwa efek residual thuringiensis H-14 dan B. sphaericus H- 5a5b terhadap larva nyamuk Ae. aegypti sangat dipengaruhi oleh perbedaan tipe TPA, urutan efek residualnya berturut-turut dari tinggi ke rendah adalah di dalam tipe TPA Semen, Plastik, dan Tanah Liat. Ada perbedaan efek residual yang sangat nyata antara B. thuringiensis H- 14 dengan B. sphaericus H-5a5b pada tiap-tiap tipe TPA, efek B. thuringiensis H-14 terhadap larva nyamuk Ae. aegypti jauh lebih lama dari pada B. sphaericus H-5a5b. Efek residual B. thuringiensis H-14 dan B. sphaericus terhadap larva nyamuk Ae. aegypti sangat dipengaruhi oleh variasi konsentrasi yang diaplikasikan pada tipe-tipe TPA, makin besar konsentrasi yang diaplikasikan makin lama efek residualnya, tetapi ada kecenderungan makin besar korlsentrasi yang diaplikasikan makin berkurang efektivitasnya.
UC,1PAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. H. de Barjag dari lnstitut Pasteur Paris, dan Dr. V. Dhanda dari Vector Control
Studi komparatif efek residual .................. Salamun
Research Centre, Pondicherry, India, yang melalui jasa baik dr. Sugeng Juwono Mardihusodo, MSc masing-masing telah mengirimkan secara cuma-cuma bahan bio-insektisida yang diperlukan dalam penelitian ini, juga terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN 1.
2.
3.
Anonim (1 987). Pen~berantasan Vektor dun Cara-cara Evaluasinya. Ditjen PPM dan PLP, Depkes RI, Jakarta. Lee, H.L. & Cheong, W.H. (1987). Field Evaluation of the EJJicacy of Bacillus thuringiensis H-14 for the Control of Aedes (Stegomya) albopictus (Skuse). Mosq. Born. Dis. Bull, 3(3): 57-63. Lee, H.L. & Lime, W. (1989). A Re-evaluation of the Susceptibility of Field Collected Aedes (Stegomyia) aegypti (Linnaeus) Larvae to Temephos in Malaysia. Mosq. Born. Dis. Bull, 6 (4): 91-95.
4.
WHO (1991). Biological Contol of Vectors. UNDPIWorld B a n W O , Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases, Geneva: 97-1 01.
5.
WHO (1984). Repor? ofthe Seven Meeting of the Scientific Working Group on Biological Control of Vector. TDRIBCVISWG-7184-3, Geneva.
6.
Siegel, J.P. & Shadduck, J.A. (1990). Clearance of Bacillus sphaericus and Bacillus thuringiensis spp israelensis from Mammals. J. Econ. Entomol, 83 (2): 347455.
7.
Mardihusodo, S.J., (199 1). Setlsitivitas Larva Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Bacillus thuringiensis H-14 dun Bacillus sphaericus 1593. BKM, 7 (1): 44-49.
8.
Mulla, M S . , Danvazeh, H.A., Davidson, E.W., t Dulmage, H.T. (1984). EJJicacy and Persistence of the Microbial Agent Bacillus sphaericus Against Mosquito Larvae in Organically Enriched Habitats. Mosq.News, 44 (2-Part I): 166-173.
9.
Arunachalaim, N., Reddy, C.M.R., Hoti, S.L., Kuppusaxny, M., & Balaraman, K., (1991). Evaluatiot~ of Bacillus sphaericus Formulation Against the Vector of Bancroftian Filariasis. Southeast Asian J Trop Med Pub Hith, 22 (2): 160-164.
10. Mulla, M.S., Darwazeh, H.A., Davidson, E.W., & Dulmage, H.T., & Singer, S. (1984). Larvicidal Activity and Field Eflcacy of Bacillus sphaericus Strains Against Mosquito Larvae and Their Safety to Non-target Organisme. Mosq.News, 44 (3): 336-342. 11. Lee, H.I., Pe, T.H., & Cheong, W.H., (1986). Laboratory Evaluation of Persistence of Bacillus thuringiensis var. israelensis Against Aedes aegypti Larvae. Mosq.Born. Dis. Bull, 2 (3): 61-66. 12. Pantuwatana, S., Maneeroj, R., & Upatham, E.S., (1989). Long Residual Activiw of Bacillus sphaericus 1593 Againts Culex quinquefasciatus Lavae in Artificial Pools. Southeast Asian J Trop Med Pub Hlth, 20 (3): 421- 427. 13. Lacey, L.A., Urbina, M.J., & Heitzman, C.M., (1984). Sustained Release Forniulatior~s of Bacillus thuringiensis ( ' - 1 4 ) for Control of Container Breeding Culex quinquefasciatus. Mosq News, 44 (1): 26-32. 14. Limsuwan, S., Rongsriyam, Y., Kerdpibule, V., Apiwathnasom, C., Chiang, G.L., & Cheong, W.H. (1987). Rearing Techniques for Mosquitoes, Practical Entomologv, Malaria, and I~ilariasis(eds. Sucharit, S. & Supavej, S.). MRC Trop Med, Mahidol University, Thailand : 47-62
Bul. Penelit. Kesehat. 23 (4) 1995
Studi komparatifefek residual .................. Salamun
15. Mardihusodo, S.J. (1988). Pengaruh Perubahan Lingkungan Fisik Terhadap Penetasan Telur Nyamuk Aedes aegypti. BKM, 4 (6): 185-189. 16. Anonim (1988). Bioassay Method of the Titration of Bacillus thuringiensis israelensis Preparations with IPS Standart. Laboratoire de Lutte Bacterioloque, Institut Pasteur. Paris 17. Anonim (1988). Bioassay Method of the Titration of Bacillus sphaericus Preparations with RB 80 Standart. Laboratoire de Lutte Bacterioloque, Institut Pasteur. Paris. 18. Dulmage, T., Yousten, A.A., Singer, S. & Lacey, L.A. (1990). Guidelines for Production of Bacillus thuringiensis H-1 and Bacillus sphaericus. UNDPlWORLD BANWWHO, Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases, Geneva. 19. Finney, D.J. (1971). Probit Analysis. Cambridge University Press, London. 20. Sujana (1985). Disain dun Analisis Eksperimen. Edisi 11Penerbit Tarsito, Bandung.
BuL Penelit. Kesehat 23 (4) 1995
2 1. Sastrosupadi, A. (1977). Statistik Percobaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Cabang Malang, Malang. 22. Balaraman, R.E. & Pillai, J.S. (1990). Review of Biological Control Research at Vector Control Research Centre Pondicheny. Indian Council of Medical Research, New Delhi. 23. Van Essen, F.W. & Hembree, S.C. (1982). Simulated Field Studies with Four Formulations of Bacillus thuringiensis var. israelensis Against Mosquitoes: Residual Activity and Effect of Soil Constituents. Mosa. News. 42 (1): 66-73. Waiser, J. (1982). Microbial Insecticides in the Environment, Basic Biology of Microbial Larvicides of Vector of Human Diseases (ed. Michal, F.). UNDPMOKD BANWWHO, Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases, Geneva, Switzerland: 69-75. Davidson, E.W. (1 979). Ultrastructure of Midgut Events in the Pathogenesis of Bacillus sphaericus Strain SS 11-I Infections of Culex pipiens quinquefasciatus Larvae. Can J. Microbial. 25: 178-184.