ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DENGAN METODE POTENTIAL GAIN IN CUSTOMER VALUE (PGCV) DAN IMPORTANCEPERFORMANCE ANALYSIS (IPA) (STUDI KASUS PADA RACEL RISOL CAFE MALANG) Customer Satisfaction Analysis on The Service Quality With Potential Gain in Customer Value (PGCV) dan Importance-Performance Analysis (IPA) Method (Case Study in Racel Risol Cafe Malang) Ardiman Azis Darajatun1)*, Panji Deoranto2), Usman Effendi3) Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP – Univ. Brawijaya 2)Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP – Univ. Brawijaya *email_korespondensi:
[email protected] 1)Alumni
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan dan apa saja atribut dalam dimensi kualitas pelayanan yang harus diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan guna meningkatkan kepuasan pelanggan. Metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah metode Potential Gain In Customer Value (PGCV) dan Importance-Performance Analysis (IPA). Metode ini digunakan untuk mengetahui atribut-atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan. Kedua metode ini akan dikorelasikan untuk mengetahui atribut-atribut yang diprioritaskan untuk diperbaiki. Berdasarkan hasil penelitian, atribut-atribut yang perlu diprioritaskan untuk diperbaiki adalah kebersihan meja, kursi dan lingkungan yang selalu terjaga (X45), intonasi dan emosi karyawan baik dalam berkomunikasi (X52), karyawan menerima pelanggan dengan senyum, sapa, dan ramah (X55), karyawan tanggap dalam membersihkan meja dan lingkungan yang kotor (X35), keramahan karyawan (X51), dan kebersihan dan kerapian penampilan karyawan (X15). Usulan perbaikan yang dapat diberikan pada kafe Racel Risol adalah memberikan pelatihan-pelatihan kepada karyawan tentang kebersihan, tata cara berkomunikasi dan bersikap kepada pelanggan, melatih ketanggapan karyawan khususnya dalam menjaga kebersihan kafe, serta melatih karyawan tentang tata cara berpenampilan, juga dengan mengadakan briefing untuk memberikan motivasi kerja. Kata Kunci: IPA, Kafe, Kepuasan, Pelanggan, Pelayanan, PGCV, Racel Risol Abstarct The significance of study is analyzing the customer satisfaction level towards the service quality and obtaining the most priority attributes to maintain the customer satisfaction. The method used to measure customer satisfaction is Potential Gain In Customer Value (PGCV) and ImportancePerformance Analysis (IPA) method. These methods can be used to determine the attributes that can affect customer satisfaction and customer satisfaction levels. Both of these methods will be correlated to determine the attributes that are prioritized for repairing. Based on the research results, the attributes that should be prioritized for repair of cleanliness tables, chairs and the environment (X45), intonation and emotion employees in communication (X52), the employee handling customers with a smile, greet, and friendly (X55), employee responsiveness in clearing the table and dirty environment (X35), the friendliness of the employees (X51), and the cleanliness and neatness of appearance of employees (X15). Proposed improvements that can be given to Racel Risol Café are providing training to the employees about hygiene, manners, communication skill, and responsiveness, especially in maintaining the cleanliness of the cafe, and train employees about the way of appearance, also conduct a briefing to provide motivation. Keyword: : IPA,Cafes, Satisfaction, Customer, Service, PGCV, Racel Risol
PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini, persaingan di dunia bisnis semakin ketat termasuk dalam bisnis kafe dan restoran. Hal ini menyebabkan pelaku bisnis harus mempunyai strategi yang baik dan tepat sebagai pertimbangan bagaimana kondisi yang ada dalam perusahaan, sehingga dapat meningkatkan minat pelanggan. Beberapa tahun terkahir ini, bisnis kafe khususnya di Malang sangat meningkat drastis. Opini tersebut didukung dengan data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012, bahwa bisnis kafe dan restoran meningkat drastis sebanyak 10,54% (Hakim, 2012). Kondisi yang seperti ini menuntut para pemilik kafe dan restoran untuk selalu meningkatkan kinerjanya baik dari segi pelayanan maupun produknya untuk menjaga pelanggannya tetap loyal dan dapat menguasai pasar. Salah satu kafe yang berkembang pesat dan ramai dikunjungi oleh kalangan anak muda maupun orang dewasa salah satunya adalah Racel Risol. Racel Ricol berdiri pada tanggal 1 Mei 2012 yang berlokasi di Jalan Pandan 21 Malang. Lokasi kafe ini cukup strategis, sehingga ramai dikunjungi dan menjadi tempat yang nyaman untuk berkumpul dan berbincang. Ramainya pengunjung memberikan keuntungan yang sangat besar, sehingga pemilik dari kafe ini membuka cabang baru yang berada di pusat kota pada tahun 2014. Perkembangan yang terjadi di kafe ini dinilai cukup memuaskan, namun pada kenyataannya masih banyak kekurangan atau permasalahan yang dimiliki kafe ini khususnya dalam hal kualitas pelayanannya sehingga berdampak pada menurunnya kepuasan pelanggan. Permasalahan seperti makanan yang diantar tidak sesuai pesanan dan makanan yang tidak segera diantarkan masih sering terjadi sehingga berdampak pada kepuasan pelanggan yang menurun. Oleh sebab itu, peneliti berupaya untuk mengidentifikasi masalah dalam hal kualitas pelayanan di kafe Racel Risol yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan Kepuasan pelanggan merupakan penilaian pelanggan terhadap produk atau jasa apakah telah memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan diukur berdasarkan perbandingan
antara kinerja pelayanan yang diberikan dengan harapan pelanggan setelah mendapatkan pelayanan. Menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009), kualitas pelayanan dapat diukur dengan berfokus pada lima dimensi, yaitu bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy). Penelitian ini bertujuan agar perusahaan dapat meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan dan juga dapat digunakan perusahaan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki atribut yang dianggap kurang meningkatkan kepuasan pelanggan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di kafe Racel Risol yang beralamat di jalan Pandan No. 21 Malang. Penelitian menggunakan Potential Gain In Customer Value (PGCV) dan Importance-Performance Analysis (IPA). Metode ini digunakan untuk mengetahui atributatribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan. Kedua metode ini akan dikorelasikan untuk mengetahui atribut-atribut yang diprioritaskan untuk diperbaiki. Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampel yang diambil adalah pelanggan di kafe Racel Risol yang dijadikan responden. 2. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy). Perencanaan Sampel Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel yang akan diambil akan ditentukan dengan perhitungan menggunakan Linear Time Function, karena terdapat kendala terhadap waktu dan jumlah populasi yang tidak tetap atau tidak diketahui. Perhitungan jumlah responden yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut (Yulia, 2008):
n=T– t0..............................(1) t1 n = 372 – 20 = 110 responden 3,2 Keterangan : n = Jumlah responden terpilih T = Jumlah waktu yang tersedia untuk penelitian (31 hari x 12 jam/hari = 372 jam) 31 hari adalah jumlah hari dalam satu bulan 12 jam/hari adalah waktu buka sampai tutup di kafe Racel Risol t0 = Jumlah waktu tetap pengambilan kuesioner (20 hari x 1 jam/hari = 20 jam) 20 hari adalah jumlah hari penelitian dalam satu bulan 1 jam/ hari adalah waktu yang digunakan dalam melakukan penelitian t1 = Jumlah waktu responden dalam mengisi kuesioner (20 hari x 0,16jam = 3,2 jam) 20 hari adalah jumlah hari penelitian dalam satu bulan 0,16 jam adalah waktu responden mengisi kuesioner UJi Validitas Validitas berhubungan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga hasil penilaian betulbetul akurat. Menurut Sugiyono (2008), pengukuran validitas dilakukan dengan menganalisa item dari setiap nilai pada pertanyaan yang dikorelasikan dengan total nilai keseluruhan pertanyaan dengan rumus korelasi product moment sebagai berikut: ..........(2) dimana: R = Nilai Koefisien kolerasi X = Skor tiap atribut Y = Skor total tiap responden n = Jumlah responden Validitas pada kuesioner akan dianggap valid apabila nilai R≥0,3 dan akan dianggap tidak valid apabila nilai R<0,3 (Sugiyono, 2004). Proses penghitungan validitas ini dapat dihitung dengan bantuan program SPSS. Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan pengukuran untuk mengeetahui apakah hasil dari kuesioner tersebut sama atau tidak apabila
dilakukan berulang-ulang. Pengukuran menggunakan teknik Cronbach Alpha pada program SPSS. Menurut Sugiyono (2004), nilai Cronbach Alpha dikatakan baik (reliable) apabila berada di antara 0,8-1,0, apabila nilai berada di antara 0,6-0,79 dikategorikan dapat diterima, serta nilai akan dikatakan kurang baik apabila berada di bawah 0,6. Rumus penghitungan pada Cronbach Alpha adalah sebagai berikut: ..............(3) dimana: r
= Nilai reliabilitas k = Banyak butir pertanyaan σ2b = Variansi butir σ2t = Variansi total
Analisis Data 1. Metode Potential Gain in Customer Value (PGCV) Indeks PGCV untuk setiap atribut kualitas tergantung pada dua faktor yaitu Achieved Customer Value (ACV) dan Ultimately Desired Customer (UDCV). Dua faktor tersebut kemudian dirumuskan sebagai berikut: ACV = I x P............... (4) dimana : I = Skor rata-rata tingkat harapan P=Skor rata-rata tingkat kenyataan UDCV = I x Pmax......(5) dimana : I = Skor rata-rata tingkat harapan P=Skor tertinggi tingkat kenyataan dari skala likert sehingga nilai indeks PGCV didapatkan dari pengurangan nilai UDCV dengan ACV, yang dirumuskan sebagai berikut: PGCV = UDCV – ACV......(6) Hasil dari indeks PGCV kemudian di hitung nilai rata-ratanya untuk mengetahui atribut mana yang lebih berpotensi untuk dilakukan perbaikan. Rumus rata-rata tersebut dapat dilihat sebagai berikut (Budiarto, 2001): ..…………….(7) .. Keterangan :
…………......(8)
n = Jumlah pengamatan
2. Metode Importance - Performance Analysis (IPA) IPA merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis kepuasan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa. Pengukuran tingkat kepentingan dilakukan dengan cara pengukuran dari harapan pelanggan, sedangkan pengukuran tingkat kinerja diukur dari keadaan yang dirasakan oleh pelanggan (Maiyanti, 2008). Tahapan pengukuran menggunakan metode IPA dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram alir metode ImportancePerformance Analysis (Maiyanti, 2008) Pada perhitungan tingkat kesesuaian dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh (Herni, 2005). Tingkat kesesuian dapat dijadikan kesimpulan bahwa konsumen merasa puas dengan kinerja pelayanan yang ada secara keseluruhan (Astuti, 2007). Kriteria tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan nilai tingkat kesesuaian, dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kriteria Kepuasan Pelanggan Berdasarkan Tingkat Kesesuaian Kriteria Tingkat Kesesuaian Sangat sesuai Sesuai Kurang sesuai
Nilai Tingkat Kesesuaian (%) >100 =100 <100
Pada Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa pelayanan yang didapat sudah sangat sesuai dengan harapan pelanggan atau kinerja yang didapat lebih besar daripada harapannya dengan nilai tingkat kesesuaian lebih besar dari 100%. Apabila nilainya sama dengan 100% menyatakan bahwa pelayanan yang didapat sudah sama dengan kinerjanya. Pelanggan dikatakan tidak puas bila tingkat
kesesuaian kurang dari 100% yang berarti bahwa kinerja lebih kecil dari harapannya. Diperinci lagi bahwa 0% – 32% pelanggan sangat tidak puas, 33% – 65% pelanggan tidak puas, dan 66%- 99% pelanggan kurang puas. Apabila kinerja sesuai dengan harapan maka pelanggan akan puas, sedangkan bila kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas (Supranto, 2006). Pada perhitungan selanjutnya, nilainilai sikap kinerja dan tingkat kepentingan yang didapat dimasukkan dalam diagram Importance-Performance Matrix (IPM). Diagram dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Diagram Importance-Performance Matrix (Rangkuti, 2002) Pada diagram IPM terbagi menjadi empat kuadran. Empat kuadran tersebut dijelaskan sebagi berikut: 1. Kuadran I (Prioritas Utama) Pada kuadran satu dapat digambarkan dimensi yang dianggap penting namun belum dapat kepuasan terhadap pelanggan, sehingga dapat mengecewakan pelanggan. Pada dimensi ini diprioritaskan untuk perbaikan perusahaan. 2. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Dalam kuadran dua menggambarkan dimensi yang dianggap penting dan dianggap sudah memenuhi harapan pelanggan, sehingga perlu dipertahankan. 3. Kuadran III (Prioritas Rendah) Pada kuadran tiga digambarkan atributatribut yang yang dianggap tidak penting serta kinerjanya kurang memuaskan, sehingga tidak perlu begitu diperhatikan. 4. Kuadran IV (Berlebihan) Dalam kuadran empat dapat dilihat atribut-atribut yang dianggap kurang penting tetapi kinerjanya terlalu berlebihan. Pada dimensi ini dapat dikurangi tingkat kinerjanya untuk dimaksimalkan pada kuadran satu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Racel Risol merupakan salah satu kafe di kota Malang yang digemari masyarakat khususnya kalangan anak muda. Kafe ini mulai diresmikan pada tanggal 1 Mei 2012 yang berlokasi di Jalan Pandan No 21. Nama Racel Risol berasal dari kata Racel dan Risol, Racel merupakan singkatan nama pemilik kafe yaitu Indra dan Cella sedangkan Risol merupakan nama yang digunakan dari menu utama kafe tersebut. Kafe ini memiliki slogan “Get Experience Taste” yang berarti dapatkan pengalaman rasa yang berbeda dari makanan risol di kafe tersebut. Kafe ini buka pada hari Senin-Rabu dan Jumat-Minggu, untuk hari Kamis libur, serta jam operasional dari jam 10.00 sampai jam 22.00. Pada awalnya kafe ini berdiri sekitar tahun 2010, namun setelah berkembang pesat dan banyaknya pengunjung yang datang kafe ini berkembang dan diperbesar bangunannya lalu diresmikan. Besarnya keuntungan yang didapat membuat pemilik kafe membuka usaha baru yang diberi nama Racel Tea, namun Rasel Risol tetap terus dikembangkan karena pemasukan terbesar dari kafe tersebut. Rasel Risol sendiri memiliki pilihan menu yang bervariasi seperti risol, mie, spaghetti, pancake, beer float, choco brown, dan lain-lain dengan pilihan rasa dan aneka isian makanan. Harga yang ditawarkan di sini cukup murah untuk kalangan anak muda, harganya berkisar Rp 5.000,00 – Rp 14.000,00. Hal tersebut salah satu alasan kafe ini selalu ramai dan digemari kalangan anak muda. Pegawai yang dimiliki kafe Racel Risol sebanyak 22 karyawan yang terdiri dari 12 karyawan yang bertugas melayani pengunjung dan 10 karyawan yang bertugas di dapur untuk menyiapkan pesanan. Kafe ini membagi jam kerja menjadi 3 shift, jadi tiap shift-nya bekerja selama 4 jam. Pegawai yang berada di shift pertama diwajibkan masuk kerja jam 08.00, untuk menyiapkan kafe terlebih dahulu dari bahan-bahan masakan sampai semua fasilitas kafe. Gambaran Umum Responden Pada hasil kuesioner menunjukkan bahwa pengunjung yang berjenis kelamin perempuan memiliki jumlah paling besar dengan persentase 53,64% atau sejumlah 59 orang, sedangkan yang berjenis kelamin laki-
laki memiliki persentase sebesar 46,36% atau sejumlah 51 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan lebih sering berkunjung ke kafe Racel Risol dibandingkan laki-laki. Data tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Sumarwan (2011), pada dasarnya perempuan lebih bersifat konsumtif dan lebih suka berbelanja bila dibandingkan dengan laki-laki, sehingga perempuan lebih cenderung untuk makan di kafe atau restoran. Menurut pendapat Hermianto dan Andayani (2002) yang menyebutkan bahwa umumnya perempuan cenderung lebih senang berbelanja, mudah terpengaruh emosi dan menyukai jajanan. Pada karakteristik usia menunjukkan bahwa usia 19-22 tahun paling sering berkunjung dengan persentase 64,55% atau sejumlah 71 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengunjung paling banyak adalah kalangan remaja. Pada usia tersebut mempunyai kebiasaan untuk berkumpul dan bermain bersama temanteman sehingga memungkinkan untuk menghabiskan waktu dan menikmati kuliner di kafe. Generasi muda cenderung memiliki rasa ingin tahu yang luas, terutama pada hal yang baru dan inovatif, serta lebih mengutamakan kesenangan (Munawanah, 2011). Menurut Elvnovriza (2008), yang marak di kalangan remaja salah satunya adalah kebiasaan makan fast food dan makanan siap saji. Hasil terbesar karakteristik status pekerjaan pelanggan yang didapatkan adalah pelajar/mahasiswa dengan persentase 90,91% atau sejumlah 100 orang. Pelajar dan mahasiswa saat ini memiliki kebiasaan untuk berkunjung ke kafe, karena sudah menjadi gaya hidup remaja saat ini. Menurut Wijaya (2005), perilaku makan dan minum bukan lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan rasa lapar, tetapi sudah menjadi gaya hidup sendiri. Pelajar/mahasiswa sering berkunjung ke kafe ini karena harga yang ditawarkan murah, menu yang ditawarkan bervariasi, desain kafe juga cukup menarik, dan kafe termasuk dekat dan mudah dijangkau dari sekolah atau kampus. Pada karakteristik pendapatan atau uang saku per bulan menunjukkan bahwa pendapatan atau uang saku kurang dari Rp 1.000.000 memiliki jumlah responden paling banyak, yaitu sebanyak 59 orang atau 53,64%
dan pendapatan atau uang saku antara Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 sebanyak 47 orang atau 42,73%. Pelanggan paling banyak terdiri dari pelajar dan mahasiswa, karena itu pendapatan atau uang saku terbanyak kurang dari satu juta. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Sautika, dkk (2012), bahwa uang saku yang dimiliki pelajar dan mahasiswa berkisar antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000. Hal tersebut bergantung kemampuan orang tua, karena pendapatan atau uang saku anak diberi oleh orang tua. Sebagian besar pelanggan mengetahui kafe Racel Risol pertama kali dari informasi teman. Hal tersebut ditunjukkan dari data kuesioner yang jumlahnya sebanyak 93,64% atau 103 orang. Promosi dari informasi teman melalui mulut ke mulut merupakan cara yang paling mudah dan murah, karena kalimat yang digunakan dapat memberikan deskripsi yang lebih menarik (Irawan, 2007). Minat pelanggan terhadap kafe ini tidak pernah berkurang. Hal tersebut terlihat pada data kuesioner bahwa pelanggan yang berkunjung lebih dari tiga kali dalam 6 bulan terakhir sebanyak 35 orang atau 31,82%. Pada data tersebut terlihat bagaimana pelanggan begitu loyal untuk sering berkunjung, sehingga perlu adanya peningkatan dari segi pelayanan dan lain-lain untuk menjaga loyalitas pelanggan. Hal utama yang menjadi alasan pelanggan sering berkunjung adalah untuk sekedar makan dan minum dengan persentase sebesar 41,82% atau sejumlah 46 orang. Hasil yang beda tipis dengan selisih satu responden dengan alasan berkunjung menghilangkan kejenuhan dengan persentase sebesar 40,91% atau sejumlah 45 orang. Artinya, sebagian besar pelanggan berkunjung ke restoran karena dua hal tersebut. Data tersebut didukung oleh Astuti (2011), bahwa pelanggan yang bukan hanya untuk makan tetapi juga sebagai tempat dengan banyak fungsi, seperti sosialisasi, sekedar makan dan minum, bekerja, menghilangkan kejenuhan, mengisi waktu luang, menunggu, dan berdiskusi. Pada data karakteristik tentang kunjungan paling sering menunjukkan bahwa pelanggan lebih sering berkunjung bersama teman-teman. Data dari kuesioner menunjukkan bahwa pelanggan paling sering
berkunjung bersama teman-teman sebanyak 89,09% atau sejumlah 98 orang. Data tersebut didukung oleh Hermianto dan Andayani (2002), bahwa kecenderungan anak muda jaman sekarang laki-laki maupun perempuan lebih senang berkumpul, berdiskusi dan berkunjung ke kafe dengan teman-temannya. Hampir seluruh pelanggan akan merekomendasikan kafe ini. Hal tersebut ditunjukkan dari data kuesioner dengan persentase 98,18% atau sejumlah 108 orang menjawab “Ya” untuk merekomendasikan kafe Racel Risol. Oleh sebab itu, peningkatan kinerja pada kafe perlu dilakukan untuk mempertahankan kepuasan pelanggan dan dapat meningkatkan jumlah pelanggan kafe. Uji Validitas Hasil uji validitas setiap atribut dapat dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan hasil r hitung pada uji validitas, didapatkan hasil yang valid pada semua atribut karena memiliki nilai lebih besar dari 0,3 sehingga dapat dikatakan bahwa atribut-atribut yang digunakan akurat atau valid. Menurut Setyawan (2008) menyatakan bahwa hasil dari validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang akurat. Uji Reliabilitas Pada penelitian ini hasil uji reliabilitas dapat dinyatakan bahwa nilai pada tingkat kinerja dan tingkat kepentingan memiliki nilai lebih besar dari 0,6 maka dapat dinyatakan bahwa kelima dimensi yang digunakan reliabel, artinya bahwa hasil pada kuesioner akan memberikan hasil yang dapat dipercaya dan akurat. Instrumen dinyatakan tidak reliabel jika nilai reliabilitas tidak mencapai 0,6 (Nurgiyantoro, 2004). Analisis Importance-Performance Analysis (IPA) Data pada kuesioner yang telah didapat dan telah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas akan dilanjutkan menganalisis dengan menggunakan metode IPA. Metode ini bertujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi pelanggan dan prioritas peningkatan kualitas pelayanan (Martilla dan James, 1977). Hasil dari analisis dengan menggunakan metode ini dapat dilihat pada
Tabel 3.1. Pada tabel ini berisikan analisis dengan menggunakan metode IPA yang diamati tingkat kesesuaiannya dan analisis indeks PGCV yang didapat dari pengurangan UDCV dan ACV (Hom, 1997). Hasil pada tabel akan digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan dan urutan atribut yang diprioritaskan dalam perbaikan. Tabel 3.1 Hasil Analisis Impotance-Performance Analysis (IPA) dan Potential Gain in Customer Value (PGCV)
I
II
III IV
Gambar 3.1 Importance-Performance Matrix
Sumber: Data Diolah (2014) Berdasarkan perhitungan analisis didapatkan hasil rata-rata tingkat kesesuaian sebesar 85%. Pada hasil tingkat kesesuaian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumen keseluruhan kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan. Hal tersebut dilihat dari nilai rata-rata yang hasilnya lebih kecil dari 100%. Tingkat kesesuian tersebut dapat dijadikan kesimpulan bahwa konsumen merasa kurang puas dengan kinerja pelayanan yang ada di kafe secara keseluruhan. Kesimpulan tersebut didukung oleh Astuti (2007), bahwa tingkat kepuasan pelanggan dapat dilihat dari ratarata tingkat kesesuaiannya terhadap setiap atribut yang berpengaruh. Hasil analisis IPA yang di dapat lalu dimasukkan dalam diagram IPM untuk mengetahui atribut-atribut yang perlu dilakukan perbaikan dan dipertahankan. Diagram hasil analisis beserta atributatributnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Berdasarkan IPM pada Gambar 3.1, dapat dijelaskan apa saja atribut-atribut yang masuk pada masing-masing kuadran. Penjelasan dapat dilihat sebagai berikut: Kuadran I Pada kuadran satu menunjukkan atribut yang diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan, karena atribut pada bagian ini dianggap sangat penting namun masih dianggap kurang memuaskan oleh pelanggan. Perlu adanya perbaikan yang dilakukan perusahaan untuk menjaga loyalitas pelanggannya. Atribut-atribut yang termasuk kuadran satu adalah: X15 (Kebersihan dan kerapian penampilan karyawan) X35 (Karyawan tanggap dalam membersihkan meja dan lingkungan yang kotor) X45 (Kebersihan meja, kursi dan lingkungan yang selalu terjaga) X51 (Keramahan karyawan) X52 (Intonasi dan emosi karyawan baik dalam berkomunikasi) X55 (Karyawan menerima pelanggan dengan senyum, sapa, dan ramah) Kuadran II Pada kuadran dua menunjukkan atribut yang perlu dipertahankan, karena pada bagian ini dianggap sangat penting dan dianggap memuaskan oleh pelanggan. Atribut yang berada di kuadran ini adalah kekuatan dan pilar organisasi, dan atribut tersebut harus menjadi keunggulan dan harus dipertahankan (Wang, 2010). Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran dua adalah: X21 (Kecepatan dalam pelayanan dan penyajian)
X22 (Ketepatan dalam melayani pesanan dan penyajian) X23 (Ketepatan karyawan dalam penghitungan transaksi) X41 (Kesegaran makanan dan minuman) X42 (Lingkungan yang aman dan nyaman) X43 (Kelezatan makanan dan minuman) Kuadran III Pada kuadran tiga menunjukkan atributatribut yang kurang memuaskan pelanggan, namun pada kuadran ini hal tersebut tidak dianggap penting sehingga tidak perlu memberikan perhatian yang lebih. Pihak manajemen tetap perlu melakukan evaluasi karena juga berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, tetapi tidak menjadi prioritas utama dalam perbaikan. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran tiga, yaitu: X11 (Keragaman menu) X13 (Ketersediaan hiburan music, televise, dan lain-lain) X25 (Kecepatan dalam memberikan tempat kepada pelanggan) X31 (Ketanggapan karyawan saat pelanggan membutuhkan bantuan) X32 (Kemampuan merespon dengan cepat keluhan serta saran dari pelanggan) X33 (Kemampuan dan ketanggapan dalam membantu memilih pesanan) X34 (Karyawan segera meminta maaf apabila terjadi kesalahan) X44 (Kelengkapan diatas meja (sendok, garpu, pisau, dsb)) X54 (Perhatian terhadap keluhan pelanggan) Kuadran IV Pada kuadran empat menunjukkan atribut yang tidak begitu penting, namun kinerjanya terlalu berlebihan. Atribut pada kuadran ini dapat sedikit dikurangi perhatiannya untuk memaksimalkan atribut yang berada di kuadran satu. Pada kuadran ini juga perlu dibenahi, namun bukan menjadi prioritas yang utama. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran empat, yaitu: X12 (Penampilan hidangan makanan dan minuman) X14 (Bangunan dan interior yang bagus dan menarik) X24 (Karyawan dapat menjawab pertanyaan pelanggan baik menu maupun informasi tentang restoran) X53 (Perlakuan sama dalam melayani semua pelanggan)
Analisis Potential Gain in Customer Value (PGCV) Indeks PGCV berguna untuk membantu metode IPA dalam perbaikan atribut, sehingga dapat diketahui atribut yang berpotensi untuk diperbaiki terlebih dahulu. Atribut yang paling potensi untuk diperbaiki merupakan atribut yang memiliki nilai indeks PGCV diatas rata-rata, kemudian baru atribut yang berada dibawah rata-rata (Budiarto, 2001). Atribut yang paling berpotensi untuk diperbaiki merupakan atribut dengan nilai indeks PGCV mulai dari yang paling besar (Siregar, 2006). Perbaikan pada atribut dilakukan agar perusahaan dapat melakukan efisiensi biaya (Christine, 2008). Hasil analisis Indeks PGCV dapat dilihat pada Tabel 3.1. Setelah dilakukan analisis indeks PGCV, dapat dilihat urutan atribut yang berpotensi untuk dilakukan perbaikan adalah sebagai berikut: 1. X44 Kelengkapan diatas meja (sendok, garpu, pisau, dsb) 2. X45 Kebersihan meja, kursi dan lingkungan selalu terjaga 3. X52 Intonasi dan emosi karyawan baik dalam berkomunikasi 4. X33 Kemampuan dan ketanggapan dalam membantu memilih pesanan 5. X55 Karyawan menerima pelanggan dengan senyum, sapa, dan ramah 6. X35 Karyawan tanggap dalam membersihkan meja dan lingkungan yang kotor 7. X51 Keramahan karyawan 8. X13 Ketersediaan hiburan musik, televisi, dan lain-lain 9. X31 Ketanggapan karyawan saat pelanggan membutuhkan bantuan 10. X34 Karyawan meminta maaf apabila terjadi kesalahan 11. X54 Perhatian terhadap keluhan pelanggan 12. X15 Kebersihan dan kerapian penampilan karyawan 13. X11 Keragaman menu 14. X32 Kemampuan merespon dengan cepat keluhan serta saran dari pelanggan 15. X25 Kecepatan dalam memberikan tempat kepada pelanggan
KESIMPULAN DAN SARAN Pada hasil analisis dengan menggunakan metode Impotance-Performance Analysis (IPA) didapatkan hasil rata-rata tingkat kesesuaian sebesar 85%. Hasil tersebut menyatakan bahwa konsumen kurang merasa puas terhadap atribut kualitas pelayanan yang ada di kafe, karena nilai tingkat kesesuaiannya kurang dari 100% sehingga perlu dilakukan perbaikan pada atribut kualitas pelayanan. Dalam menjaga loyalitas pelanggan, atribut-atribut yang perlu diprioritaskan untuk diperbaiki merupakan atribut yang berada di kuadran satu pada metode IPA dan memiliki nilai potensi berdasarkan indeks Potential Gain in Customer Value (PGCV) diatas rata-rata dan dimulai dari yang paling besar. Atribut-atribut tersebut adalah kebersihan meja, kursi dan lingkungan yang selalu terjaga (X45), intonasi dan emosi karyawan baik dalam berkomunikasi (X52), karyawan menerima pelanggan dengan senyum, sapa, dan ramah (X55), karyawan tanggap dalam membersihkan meja dan lingkungan yang kotor (X35), keramahan karyawan (X51), dan kebersihan dan kerapian penampilan karyawan (X15). Saran yang dapat diberikan adalah perbaikan dilakukan, pada atribut-atribut yang berada pada kuadran satu. Perbaikan pada atribut tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan kepada karyawan tentang kebersihan, tata cara berkomunikasi dan memberikan sikap kepada pelanggan, melatih ketanggapan karyawan khususnya dalam kebersihan, serta melatih karyawan tentang tata cara berpenampilan. Perbaikan juga dapat dilakukan dengan mengadakan briefing serta memberikan motivasi kerja.
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lanjutan adalah pelanggan yang dijadikan responden harus lebih bervariasi tidak hanya kalangan pelajar dan mahasiswa, tetapi diperbanyak lagi dari kalangan pegawai dan pengusaha. DAFTAR PUSTAKA Astuti,
H. J. 2007. Analisis Kepuasan Konsumen (Servqual Model dan Important performance Analysis Model). Jurnal Media Ekonomi. Vol 7(1): 1-20.
Budiarto,
E. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta.
Hermianto, J. Dan R. Y. Andayani. 2002. Studi Perilaku Konsumen dan Indentifikasi Parameter Bakso Sapi Berdasarkan Preferensi Konsumen Wilayah Jakarta. Jurnal Teknologi Industri Pangan 13(1). Hom, W. C. 1997. Make Customer Service Analysis a Litle Easier with The PGCV Index. Quality Progress Magazine, March page 89-93. Research Institute of Marketing. New York. Rangkuti, F. 2002. Measuring Consumen Satisfation. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Rinneka Cipta. Jakarta.