Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Menggunakan Virtual Laboratory Pada Konsep Induksi Elektromagnetik Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Sikap Ilmiah Juli Firmansyah1, Abdul Halim2, dan Ibnu Khaldun2 1
Mahasiswa dan 2Dosen Prodi Magister Pendidikan IPA, PPs Unsyiah, Aceh Korespondensi:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah mahasiswa setelah diterapkannya model pembelajaran konstruktivisme pada konsep induksi elektromagnetik. Metode penelitian yang diterapkan adalah metode quasi eksperimen/eksperimen semu dengan desain one group pretest posttest design. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang telah lulus mata kuliah dan praktikum fisika dasar 2 tahun 2012/2013. Pengambilan data dilakukan dengan pretest dan posttest untuk keterampilan proses sains dan sikap ilmiah, lembar observasi untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus g faktor (N_Gain) untuk kedua variabel tersebut. Hasil penelitian menunjukkan diperoleh rata-rata N_gain keterampilan proses sains 0.77 kategori tinggi. N_Gain tertinggi keterampilan proses sains pada indikator observasi yaitu sebesar 0.87 dan terendah pada indikator menarapkan konsep sebesar 0.68. rata-rata N_gain sikap ilmiah sebesar 0.57 kategori sedang. N_Gain tertinggi sikap ilmiah pada indikator Skeptis atau rasa ingin tahu yaitu sebesar 0.59 dan terendah pada indikator bersikap positif jika gagal sebesar 0.54. disimpulkan bahwa model konstruktivisme dengan menggunakan virtual laboratory dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah mahasiswa. Kata kunci : model pembelajaran konstruktivisme, virtual laboratory, keterampilan proses sains, sikap ilmiah, induksi elektromagnetik
Abstract The aim of this research is to know the enhancement of science process skills and scientific attitude after the constructivism model at the concept of electromagnetism is applied. This method of research is using quasi experiment of the design one group pretest posttest design, The subject of this research is students whom enrolled and passed 2nd Based of Physics and experiment at year 2012/2013. The data was taken from pre-test and post-test for science process skills and scientific attitude, and observation sheet for materialized learning. Data processing is using g factor (N_Gain) for those two variables. The result shows the average of N_Gain of science process skills is considered as at high level; 0.77. The highest N_Gain of science process skills at the indicator of observation is 0.87, the lowest score at the indicator of applied concept is 0.68, and the average of N_Gain scientific attitude is 0.57. The highest N_Gain of scientific attitude at the sceptic indicator is 0.59 at medium level and the lowest at indicator of posivite attitude if fail is 0.54. The conclusion of the experiment shows that the model of constructivism of using the virtual laboratory could enhance the science process skills and scientific attitude of students. Keywords: constuctivism, virtual laboratory, science process skills, scientific attitude, electromagnetic induction
Penerapan Metode Pembelajaran Konstruktivisme......|59
PENDAHULUAN Fisika merupakan suatu konsep yang mencakup 3 hal mendasar. Diantaranya dalah produk, proses dan sikap. Produk sains dapat kita lihat dari fakta-fakta, prinsip, hukum, teori sebagai kesimpulan dari serangkaian proses ilmiah, sedangkan proses atau metode terlihat dari kemampuan untuk memeacahkan masalah, merancang dan melakukan eksperimen, mengevaluasi data, megukur, membuat laporan dan memberikan informasi. Aspek sikap terdapat dalam individu yang melakukan proses sains ini, terlihat jelas keyakinan, nilai, pendapat, berfikir, bersikap dan bertindak.(Ogborn, 1999). Fisika sebagai suatu proses merupakan langkah-langkah atau metode dalam memperoleh pengetahuan fisika tersebut. Dalam pembelajaran, langkah-langkah tersebut dapat dicapai dengan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu keterampilan dasar dan terintegrasi. Keterampilan proses dasar termasuk mengamati, menyimpulkan, mengukur, berkomunikasi, mengklasifikasi, memprediksi, menggunakan hubungan ruang waktu dan menggunakan angka. Keterampilan proses yang terintegrasi diantaranya adalah mengendalikan variabel, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, merumuskan model, data dan menafsirkan eksperimen (Vivien, 2011). Keterampilan dalam melakukan praktikum fisika merupakan keterampilan proses sains yang akan bertahan dalam pikiran dibandingkan dengan pemahaman konsep dan hal ini sangat penting untuk mengukur indikator pencapaian konsep terhadap penyelesaian masalah dan kecakapan hidup. Sikap Ilmiah adalah salah satu aspek yang penting, aspek sikap terdapat dalam individu yang melakukan proses sains ini yang meliputi nilai kejujuran, bersikap positif, rasa ingin tahu dan lain-lain. Sikap ilmiah yang dikembangakan dalam memahami konsep fisika ini juga akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya dalam pembelajaran sains saja. Pada kenyataannya, mayoritas mahasiswa Universitas Serambi Mekkah pada Program Studi Pendidikan Fisika, mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep abstrak dalam fisika seperti cahaya, panas, magnet, dan listrik. Kesulitannya adalah ketika mahasiswa hanya menggunakan buku teks sebagai referensi, dan keterbatasan alat laboratorium. Kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memahami konsep fisika yang abstrak dan sulit divisualisasikan dapat diatasi, salah satunya dengan pemanfaatan teknologi komputer. Kun Yuang (2007) menjelaskan bahwa virtual laboratory sangat berpotensial untuk membantu mahasiswa dalam meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan proses sains. Virtual Laboratory (laboratorium virtual) adalah seperangkat alat laboratorium perangkat lunak (software) komputer berbasis multimedia interaktif, yang dioperasikan dengan komputer dan mensimulasikan kegiatan di laboratorium seakan-akan pengguna berada pada laboratorium sebenarnya (Salam, 2010). Hal yang sama terjadi pada sikap ilmiah, mahasiswa mengalami ketidakjujuran dalam praktikum, kehilangan percaya diri sehingga tidak berusaha untuk serius dalam penyelidikan/eksperimen, dan sering mengabaikan aspek rasa ingin tahu atau merasa ragu atas kesimpulan yang didapat sehingga merasa perlu untuk mencari tahu kembali tentang kepastian hasil yang ditemukan. Model pembelajaran konstruktivisme merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses dan sikap ilmiah mahasiswa. Dalam model ini, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mencari tahu atau menemukan sendir makna dari penyelidikan 60 | Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (JPSI)
atau eksperimen. Mahasiswa diberi kesempatan sebagai pemecah masalah seperti para ilmuwan, sehingga mereka mampu memahami konsep-konsep dalam bahasa mereka sendiri. Model pembelajaran konstruktivisme melibatkan pengetahuan awal mahasiswa sehingga pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh mahasiswa melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya selama kegiatan eksplorasi di dalam laboratorium (Simarmata, 2008). Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual, yaitu bahwa manusia harus mengkontruksi pengetahuannya sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata, karena pengetahuan itu mengandung suatu proses, bukan fakta yang statis. Berdasarkan permasalahan diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah mahasiswa pada materi induksi elektromagnetik setelah diterapkannya model pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan virtual laboratory?”. Setelah diterapkan model pembelajaran kosntruktivisme ini, akan diketahui bagaimanakah peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah mahasiswa pada materi induksi elektromagnetik dengan menggunakan virtual laboratory. Kegiatan laboratorium (praktikum) merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar fisika, yang berperan sebagai sarana untuk membangkitkan motivasi belajar, mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen, sarana belajar pendekatan ilmiah, dan dapat menunjang materi pelajaran (Woolnough & Allsop dalam Rustaman, 2005: 136). Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan laboratorium adalah ketersediaan komponen pendukung kegiatan laboratorium yaitu bahan dan peralatan, ruang danperabot, tenaga laboran, serta teknisi. Ketersediaan komponen kegiatan laboratorium yang memadai jelas akan menunjang pelaksanaan kegiatan laboratorium, sebaliknya keterbatasan komponen pendukung kegiatan laboratorium seperti alat, bahan, teknisi laboratorium sering menjadi alasan bagi guru atau dosen untuk tidak melakukan kegiatan laboratorium. Selain keterbatasan tersebut, tidak semua percobaan dapat dilakukan secara nyata di laboratorium karena karakteristik percobaan itu sendiri yang melibatkan konsep-konsep bersifat proses dan berlangsung dalam rentang waktu cukup lama, sehingga sulit diamati secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alternatif agar kegiatan eksperimen untuk konsep-konsep bersifat proses yang sulit diamati secara langsung dapat dilakukan (Rustaman, 2005:147). Eksperimen laboratorium dapat disebut virtual ketika percobaan dikendalikan melalui komputer, yang dihubungkan ke peralatan laboratorium yang sebenarnya melalui jaringan disebut remote lab. Penelitian yang berkaitan dengan virtual laboratory sudah pernah dilakukan oleh Kun Yuang Yang (2007:451) dalam jurnal yang dipublikasikan Springger Science. Penelitian Kuan ini bertujuan untuk melihak dampak dari internet virtual laboratory terhadap prestasi belajar, keterampilan proses dan sikap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan virtual lab. Sangat berdampak positif atau dapat meningkatkan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Penelitian lanjutan berkaitan dengan sikap dan laboratorium virtual dilakukan oleh Kevin Pyatt (2011:133) yang bertujuan untuk mengukur skala sikap, keterampilan proses dan prestasi belajar, hasilnya menunjukkan bahwa skala sikap memiliki nilai yang valid dan reliable. Siegel dalam Journal of Research In Science Teaching tahun 2003 halaman 757, mendapatkan suatu kesimpulan bahwa Sikap siswa/mahasiswa dapat dikembangkan dengan membuat inovasi dalam Penerapan Metode Pembelajaran Konstruktivisme......|61
pembelajaran misalnya menggunakan simulasi komputer, virtual lab dan model pembelajaran konstruktivis yang dapat membangun pemahaman baru bagi pendidik. Penelitian Keterampilan Proses terhadap Guru telah dilakukan oleh Vivien (2011) California dan dipublikasikan di Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2012, 8(3), 167-176 mengemukakan bahwa terdapat kesenjangan antara kinerja pada keterampilan proses dan kemampuan untuk menjelaskan definisi konsep fisika dan penjelasan dari keterampilan proses. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru tidak memiliki pemahaman konseptual yang cukup tentang keterampilan proses sains.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Universitas Serambi Mekkah, pada mahasiswa semester 3 program studi Pendidikan Fisika sebanyak 32 orang, sejak tanggal 22 November – 2 Desember 2013. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Quasi Eksperimen. Penelitian ini didesain sebagai One Group Pretest Posttest Design. Dalam desain ini, sebelum diberikan perlakuan (Treatment) dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivismeme yang menggunakan virtual laboratory, sampel terlebih dahulu diberi tes awal (pre-test) dan di akhir pembelajaran diberi tes akhir (post-test) dengan menggunakan soal tes yang sama dengan soal pretest mengenai keterampilan proses sains dan sikap ilmiah. Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data observasi keterlaksanaan model pembelajaran kontruktivisme dengan virtual laboratory, skala sikap, serta data nilai tes keterampilan proses sains. Data tersebut kemudian diolah menggunakan perhitungan data statistik, tujuan dari pengolahan data hasil observasi adalah untuk mengetahui gambaran keterlaksanaan model pembelajaran berupa aspek keterampilan proses sains dan sikap mahasiswa yang teramati, sedangkan pengolahan data nilai tes digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains dan sikap ilmiah menggunakan rumus sebagai berikut: =
(Cheng: 2004)
Keterangan: Spost = Skor posttest Spre = Skor pretest Smaks = Skor maksimum ideal Gain yang dinormalisasi (N_Gain) ini diinterpretasikan untuk menyatakan peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah dengan kriteria. Tabel 1. Kategori nilai gain Nilai g Kategori g>0,7 Tinggi 0,3≤g≤0,7 Sedang g<0,3 Rendah
62 | Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (JPSI)
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembelajaran konstruktivisme, mahasiswa terlebih dahulu dihadapkan pada proses membangun atau menyusun pengetahuan baru, kemudian mereka diarahkan untuk menemukan konsep dasar induksi elektromagnetik dengan menggunakan virtual laboratory. Selanjutnya dosen mengarahkan mahasiswa agar dari hasil temuannya dapat menganalisis dan mengeksplorasi gagasan mereka melalui pertanyaan-pertanyaan dan diselesaikan dalam kelompok belajar. Setelah kelompok belajar terbentuk, dosen berperan sebagai fasilitator dalam diskusi hasil kerja kelompok dari materi yang sedang dibicarakan dan merefleksi terhadap segala kejadian, aktifitas atau pengetahuan yang baru yang diterima dalam kelompok masingmasing. Pada tahap akhir dosen memberikan penilaian yang sebenarnya berdasarkan hasil kerja kelompok dan membantu mahasiswa mereview materi serta mengambil kesimpulan untuk mengakomodasi pengetahuan baru dalam pikiran mereka. Langkah-langkah dalam pembelajaran inilah yang kemudian dapat memberi kontribusi besar terhadap meningkatkan KPS dan Sikap Ilmiah mahasiswa. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa setiap indikator dalam KPS mengalami peningkatan secara signifikan dalam kategori tinggi. Indikator observasi adalah yang paling besar nilai gain yang dinormalisasi yaitu 0.88 atau 88%. Hal ini disebabkan oleh penggunaan virtual laboratory yang dapat menampilkan variable abstrak dalam konsep induksi elektromagnetik, memudahkan mahasiswa dalam mengamati gejala dan kejadian selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustaman (2005:147) yang menyebutkan bahwa tidak semua percobaan dapat dilakukan secara nyata di laboratorium karena karakteristik percobaan itu sendiri yang melibatkan konsep-konsep bersifat proses dan berlangsung dalam rentang waktu cukup lama, sehingga sulit diamati secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alternatif agar kegiatan eksperimen pada konsep bersifat proses yang sulit diamati secara langsung dapat dilakukan. Adapun hasil nilai gain yang ternormalisasi pada setiap indikator Ketrampilan Proses Sains adalah sebagaimana terlihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Hasil Gain yang dinormalisasi pada setiap indikator KPS Indikator/Kategori Observasi Interpretasi Hipotesis Menerapkan Rata2 Pretes 1.34 1.03 0.91 0.91 1.05 Postes 2.75 2.56 2.50 2.38 2.55 N_Gain 0.88 0.75 0.78 0.68 0.77 Peningkatan kemampuan observasi juga diakibatkan oleh meingkatnya aktivitas mahasiswa dalam model pembelajaran konstruktivisme fase pembelajaran eksplorasi dan diskusi. Dalam fase ini, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan virtual lab. dalam menemukan konsep dan menyusun pengetahuan baru. Sedangkan indikator menerapakan konsep mengalami peningkatan dalam kategori sedang dengan N_gain yang paling rendah yaitu 0.68 atau 68 %. Hal ini disebabkan oleh 1). Sebagian besar mahasiswa belum terbiasa dengan model kosntruktivisme menggunakan virtual laboratory karena selamai ini mahasiswa terbiasa dengan model tradisional dalam praktikum dan eksperimen. 2). Mahasiswa belum terbiasa dengan model test/ soal KPS yang melibatkan lebih banyak Penerapan Metode Pembelajaran Konstruktivisme......|63
proses disbanding menggunakan rumus dan menghitung. 3). Mahasiswa belum terbiasa menggunakan virtual laboratory sehingga berpengaruh terhadap kepercayaan diri dan menerapkan hasil eksperimen. Persentase kategori tinggi, sedang dan rendah untuk masing-masing indikator KPS telah disajikan dalam tabel dan gambar berikut : Tabel 3. Persentase Kategori Tinggi, Sedang dan Rendah untuk tiap indikator KPS Indikator/ Observasi Kategori Tinggi 24 Sedang 8 Rendah 0
%
Interpretasi
%
Hipotesis
75 25 0
19 10 3
59 31 9
16 16 0
Menerapkan % Rata2 % Konsep 50 13 41 18 56 50 17 53 13 40 0 2 6 1 4 %
Rerata Pretest, Posttest dan N_Gain Pretest 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
2,75
Posttest
2,56
1,34 0,88
Observasi
1,03
N_Gain
2,50
0,75
Interpretasi
0,91
2,55
2,38
0,78
Hipotesis
0,91
0,68
Menerapkan
1,05
0,77
Rata2
Gambar 1. N_gain setiap indikator KPS
Peningkatan Sikap Ilmiah Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa penggunakan virtual laboratory dalam membelajarkan materi kuliah fisika yang bersifat abstrak cukup efektif untuk meningkatkan Sikap Ilmiah. Hal ini sejalan dengan Karhami (dalam wertha, 2008) mengemukakan bahwa praktikum sangat berguna untuk menanamkan sikap ilmiah. Berdasarkan hasil penelitian, untuk setiap indikator mengalami peningkatan Sikap Ilmiah secara signifikan, dimana untuk semua indikator mengalami peningkatan sikap ilmiah berkisar antara 54 % - 59 % dengan skor rata-rata 0.57 dalam kategori sedang. Gambaran peningkatan sikap ilmiah dari hasil gain ternormalisasi dan persentase dari setiap indikator sikap Ilmiah diberikan oleh Tabel 4 dan gambar 2 berikut : Tabel 4. Hasil Gain ternormalisasi dari setiap indikator Sikap Ilmiah Skeptis Mengutamakan Indikator/Kategori Bersikap Postif (rasa ingin Bukti tahu/ragu-ragu) Pretes 35.03 52.84 29.81 Postes 40.81 62.31 35.91 N_Gain 0.58 0.54 0.59 64 | Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (JPSI)
Rata2 39.23 46.34 0.57
Menurut karhami (dalam Wirtha, 2008) salah satu cara untuk mengembangkan sikap ilmiah mahasiswa adalah dengan memperlakukan anak sebagai ilmuwan muda pada saat proses pembelajaran sains. Keterlibatan peserta didik secara aktif baik mental maupun fisik dalam kegatan laboratorium akan membawa pengaruh terhadap pembentukan pola tindakan peserta didik yang selalu didasarkan pada hal-hal yang bersifat ilmiah (Wirtha, 2008). 70 60 50 40 30 20 10 0
62,31 52,84 40,81 35,03
35,91 29,81
46,34 39,23 Rata-Rata
0,58
0,54
Mengutamakan Bukti
Bersikap Postif
0,59
0 Skeptis
0,57 Rata2
Pretest Posttest N_Gain
Gambar 3. N_Gain setiap Indikator Sikap Ilmiah
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa siswa yang telah mendapatkan pembelajaran dengan simulasi komputer dalam melakukan praktikum, mengalami peningkatan pemahaman konsep, ketrampilan proses dan sikap positif terhadap sains (Kun Yuan, 2007).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kosntruktivisme dengan menggunakan virtual laboratory dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah mahasiswa. Hasil penelitian berkaitan dengan persentase kategori tinggi, sedang dan rendah untuk masing-masing indikator menunjukkan bahwa secara signifikan telah terjadi peningkatan ketrampilan proses sains sebesar 80 % kategori sedang, 19 % kategori Tinggi. Hal ini mengidentifikasikan bahwa dengan virtual lab, Sikap positif dan rasa ingin tahu yang kuat mahasiswa dapat ditingkatkan sehingga mahasiswa lebih teliti dalam melakukan penyelidikan.
UCAPAN TERIMA KASIH Selama peneyelesaian penulisan artikel ini, penulis mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari banyak pihak. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Abdul Halim, M. Si dan Bapak Dr. Ibnu Khaldun, M. Si selaku pembimbing tesis, serta Bapak Dr. Djailani AR, M. Pd dan Bapak Dr. Mursal, M. Si selaku penguji tesis yang telah banyak memberikan koreksi dan masukan yang membangun sehingga penulisan artikel ini lebih terarah. Penerapan Metode Pembelajaran Konstruktivisme......|65
DAFTAR PUSTAKA Cheng, K.K., et al. 2004. “Using an Online Homework System Enhances Students’ Learning Of Physics Consepts in an Introdutory Physics Course”.Journal American Association of Physic Teacher. 72, (11),1447–1453 Kun Yuan Yang, dkk. 2007. The Impact of Internet Virtual Physics Laboratory Instruction on The Achievement in Physics, Science Process Skills and Computer Attitudes of 10 thGrade Students. Jurnal Sceince Education Technology, 16:451-461 Obgorn.John. 1999.Science and common sense.Washington D.C.: National Science Teachers Association. Pyatt, Kevin. 2011. Virtual and Physical Experimentation in Inquiry-Based Science Labs: Attitudes, Performance and Access. Journal of Science Education and Technology.2012, Volume 21(133-147) Rustaman, N .2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi.Malang: UM Press. Salam, Haipan, dkk. 2010. Pembelajaran Berbasis Virtual Laboratory Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Pada Materi Listrik Dinamis.Proceedings of The 4 International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSIBandung, Indonesia, 8-10 November 2010 Simarmatha, Usler. 2008. Penerapan Model Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Fisika Di SMU Dalam Upaya Menanggulangi Miskonsepsi Siswa.Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains.Vol 3(2). 77-82 Siegel, Michael. 2002. Developing the changes in attitude about the relevance of science (cars) questionnaire and assessing two high school science classes. Journal of research in science teaching, 2003, vol. 40, no. 8, pp. 757–775 Vivien, Mwene. 2011. How Pre-service Teachers Understand and Perform Science Process Skills. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2012, 8(3), 167-176 Wirtha, I Made, dkk. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Negeri 4 Singaraja. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. 1 (2), 15-29. Lembaga Penelitian Undiskha
66 | Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (JPSI)