Zaenab Marcella nama lengkapnya, Cella nama panggilannya, badanya bisa di bilang kurus, rambutnya lurus panjang dan berwarna hitam, kulitnya lumayan putih, dan tinggi badanya cukup di bilang tinggi, untuk gadis-gadis seusianya. Cella dan kedua orang tuanya baru pindah rumah kemarin. Pagi itu, sang ibu yang bernama Sumi, terlihat kesal sekali kepada anak gadisnya yang masih tertidur pulas di kamarnya. Anak semata wayangnya itu, tidur bagaikan puteri tidur yang tidak bisa bangun, sebelum di kecup sang pangeran. “Aduh, kenapa tuh anak belum bangun juga, ya.” keluh Sumi. Sumipun segera menyerobot masuk ke kamar anak gadisnya yang terus saja tertidur pulas. ‘Treng…treng…trok…trok…’ begitulah suara panci yang di pukuli Sumi untuk membangunkan Cella yang sedang tertidur pulas di ranjangnya yang bercat merah jamu dan sudah agak reot. Cella yang kala itu sedang bermimpi indah berpacaran dengan seorang laki-laki tampan di bawah pohon rambutan, langsung terbangun dari mimpi indahnya. “Aduh…berisik, tau!” kata Cella sambil menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. “Cella, ini udah siang, cepet mandi!” kata Sumi sambil menarik selimut yang di pakai Cella. “Iya, Cella bangun, nih!” kata Cella sambil mengucekngucek kedua matanya yang penuh dengan belek yang merambat. Cella lalu masuk kedalam kamar mandi. Dan segera mandi, walaupun hanya lima menit saja.
Sumi keluar dari kamar Cella dan menghampiri sang bapak yang bernama Dudung yang sedang duduk di kursi makan sambil menyeruput secangkir kopi warung, dengan harga lima ratusan. “Cella, udah bangun, bu?” tanya Dudung. “Udah, dia lagi mandi, tuh!” jawab Sumi sambil menyiapkan makanan untuk sarapan pagi. Beberapa menit kemudian, Cella datang menghampiri kedua orang tuanya, “Ibu, bapak, Aku berangkat, ya!” kata Cella sambil tergesa-gesa. “Makan dulu, nanti sakit, loh!” kata Sumi. “Aduh, nggak ada waktu, aku takut kesiangan, bu!” kata Cella sambil segera menyeruput habis, segelas susu yang sudah di siapkan Sumi di meja makan. “Dah!!!” kata Cella yang segera berlari dengan tergesa-gesa. Sumi menggelengkan kepalanya dengan santai, “Dasar tuh anak, bukannya sarapan dulu, malah langsung pergi aja.” “Mungkin dia lagi diet,” kata Dudung. Sumi memicingkan sebelah matanya seolah tidak mengerti jalan pikiran Dudung, “Pak, dia udah ceking, ngapain diet segala?” kata Sumi sambil menikmati sepiring nasi goreng dengan lauk pauk lele jumbo. Cella berdiri di depan rumahnya. Tidak lama kemudian seorang Tukang Ojek datang menghampirinya. “Neng, mau kemana?” tanya Tukang Ojek sambil tersenyum lebar memamerkan giginya yang kinclong bagai model iklan perodolan.
2
Cella menoleh ke arah Tukang Ojek yang berada di sampingnya, “Wah... bagus banget tuh motornya. Ah paling juga baru ngeredit.” kata Cella dalam hati. Tukang Ojek berdehem sejenak. Tukang Ojek merasa bingung karena pertanyaanya tidak di hiraukan Cella. Cella hanya terlihat serius memperhatikan motornya. “Neng, mau kemana?” tanya Tukang Ojek lagi. Cella tersadar dari keasyikkanya memandangi motor Tukang Ojek, “Ya mau ke sekolahlah, masa mau ke kuburan, sih. Emang, nggak liat kalau aku pake seragam sekolah?” kata Cella dengan wajah judes seperti Penagih Hutang. Tukang Ojek terperangah, “Ya maaf, jangan marah gitu, neng. Terus gimana, mau naik ojek mamang, nggak?” Cella memutar kedua bola matanya, ke kanan dan ke kiri. “Murah, nggak?” kata Cella dengan ekspresi wajah pura-pura acuh, padahal butuh. Tukang ojek Mendengus, “Ya tergantung jaraknya, dong. Kalau deket ya murah, kalau jauh ya mahal!” Cella berdecak sejenak, “Ya udah deh, ayo kalau emang maksa!” kata Cella sambil segera naik motor. Tukang Ojek mengerutkan dahinya, karena merasa aneh dengan pelanggannya kali ini. “Perasaan aku nggak maksa.” kata Tukang Ojek dalam hati. “Eneng mau ke sekolah mana?” tanya Tukang Ojek. “Aku mau ke SMP Cinta Bangsa, cepet mang. Aku takut kesiangan, nih!” “Siap, neng!”
3
Si Tukang Ojek mengendarai motornya ngebut sekali, mungkin si Tukang Ojek sedang lincah mengumpulkan uang, untuk membayar kereditan motornya. Beberapa menit kemudian, Cellapun sampai di depan gerbang SMP Cinta Bangsa. “He he.” Tukang Ojek tersenyum kegirangan, melihat Cella yang tadinya kelihatan rapi, seperti isteri pejabat, kini menjadi kelihatan seperti orang-orangan sawah. Cella Mengerutkan dahinya, “Ngapain mang senyumseyum sendiri, emang ada yang lucu, ya?” tanya Cella keheranan. “Nggak.” jawab Tukang Ojek sambil menahan tawa. “Nih!” kata Cella sambil menyodorkan uang lecek lima rebu. Tukang ojek terperangah, “Waduh, masa cuman lima rebu, sih neng. Dari rumah eneng ke sini ‘kan jauh. Tambahin lagilah, lima rebu lagi!” kata Tukang Ojek dengan memamerkan wajah memelas biar dikasihani Cella. Cella yang sudah terlahir pelit, sedikitpun tidak perduli dengan ekspresi Si Tukang Ojek. “Nggak ada, enak aja minta-minta lagi, kalau nggak kepepet, nggak bakalan aku mau naik ojek.” kata Cella sambil segera berlalu. Tukang Ojek mendengus sejenak, “Huh, dasar tuh anak, cantik-cantik pelit. Aku sumpahin biar tambah ceking tuh anak,” keluh Tukang Ojek sambil segera berlalu. Cella masuk ke dalam sekolah dengan perasaan cemas dan takut. Cella berniat mencari ruang kepala sekolah. Cella mendekati dua anak perempuan yang sedang asyik 4
menjilati es krim, di pinggir lapangan olahraga. “Hei maaf ganggu, ruang kepala sekolah di mana, ya?” tanya Cella sambil menepuk punggug salah satu dari gadis tersebut. Kedua gadis itu menoleh. Gadis yang bernama Mia berparas imut, berambut panjang tergerai, menoleh ke belakang. “Oh, kamu murid baru, ya?” kata Mia tersenyum merekah. “Iya.” kata Cella tersenyum malu-malu harimau. “Ruang kepala sekolah, kalau dari sini kamu tinggal belok kiri, terus nanti kamu lurus sebentar, lalu nanti di sana ‘kan ada dua belokkan, nah kamu belok kiri aja. Nah di situ deh, ruang kepala sekolah!” kata Mia sambil menunjuk arah ruang kepala sekolah. Cella menunduk sejenak, seperti mengheningkan cipta saat mengenang para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. “Aduh, aku takut nyasar. Gimana kalau kalian antar aku aja ke sana!” kata Cella sambil menggaruk-garuk kepalanya yang memang penuh dengan ketombe. Kedua gadis itu saling menoleh sejenak dan kembali menghadap Cella lagi. “Aduh... nyusahin aja.” kata Bella dalam hati. Bella berambut agak pendek dan wajahnya agak judes. Karakter Bella yang judes, persis seperti karakter para ibu tiri yang ada di sinetron, yang khusus menayangkan penganiayaan ibu tiri kepada anak tirinya. “Eh kenalin nama Aku Mia!” kata Mia tersenyum manis seperti isteri presiden, kalau di sorot wartawan. “Kalau aku Bella!” kata Bella menunjuk dirinya sendiri. 5
Cella mengerutkan dahinya, “Perasaan aku nggak nanya, deh!” kata Cella dengan raut wajah lurus tanpa dosa. Bella dan Mia terperangah. Bella yang memang seperti ibu tiri, langsung naik darah. “Ih, dasar kamu ini.” kata Bella sambil mencubit kedua pipi Cella yang peot. “Bell, sabar Bell!” kata Mia menarik tangan Bella, dari pipi Cella. Kemarahan Bella bagaikan singa yang busung lapar, melihat kelinci di hutan. Mia berhasil menenangkan hati Bella. Mia ibarat pawang bagi Bella, karena di manapun Bella mengamuk, Mia selalu siap menenangkan Bella. Cella memperkenalkan namanya. “Namaku Cella!” kata Cella dengan raut wajah kesakitan, dan mengelus pipinya yang merah bekas di cubit Bella. Lalu mereka bertiga berjalan menuju ruang kepala sekolah. Ketika Cella, Bella, dan Mia sedang berjalan menuju ruang kepala sekolah, sebuah bola sepak, melesat cepat dan membentur kepala Cella yang agak jenong. “Aduh....“ kata Cella sambil mengelus-ngelus kepalanya yang benjol. Cella celingak-celinguk, mencari orang yang sudah menendang bola ke kepalanya. “Kurang ajar, siapa yang udah berani nendang bola, awas aja aku bejek-bejek, dia.” kata Cella sambil mengelus-elus kepalanya yang benjol. Kemarahan Cella, ibarat kata, bagai banteng yang ingin menyeruduk matador. Seorang laki-laki tampan, menghampiri Cella dan berkata, “Hei, maaf ya, aku nggak sengaja!“ kata laki-laki 6
itu, yang bernama Gio sambil mengambil bola sepak yang tergeletak di bawah kaki Cella. Cella yang tadinya marah-marah seperti banteng mau menyeruduk matador, langsung kelepek-kelepek seperti cacing kepanasan. Cella terpesona melihat ketampanan Gio sang Arjuna dari tanah sunda. “Ya ampun, kamu ganteng banget.” kata Cella dengan mata berbinar-binar. Gio mengedikkan bahuya, ”Terima kasih, tapi maaf ya, aku nggak punya receh!” kata Gio dengan raut wajah sok ganteng. Cella tersenyum manis sambil terus menatap Gio. Gio merasa risih dengan tatapan Cella yang lebay. “Ya ampun, kamu ngapain nyengir-nyengir melulu, kayak kuda kepanasan,” kata Gio sambil segera berlalu. Mia dan Bella saling memandang sejenak. Mia menepuk bahu Cella yang kerempeng seperti cong-congrang. “Cell, bukannya kamu mau ngebejekbejek dia?” kata Mia dengan wajah keheranan. Cella menoleh ke belakang, “Ah nggak jadi, yang penting aku ketemu orang ganteng,” kata Cella dengan gayanya yang lebay. Mia menggaruk-garuk kepalanya sejenak, dengan penuh semangat, “Tapi kepala kamu benjol, Cell!” kata Mia, sambil menunjuk ke arah kepala Cella. “Ih Mia, ini romantis banget, dia menjedot kepala aku sampe benjol begini, ini bener-bener pertama kalinya, kepala aku di jedot sama cowok ganteng,” kata Cella sambil melompat- lompat kegirangan.
7
Bella mengerutkan dahinya, “Kejedot bola, apanya yang romantis?” kayaknya kecelakaan barusan, bikin otak Cella jadi tambah miring, deh,” kata Bella dalam hati. “Heh, kalian kenapa ngobrol disini? cepat ganti seragam! Sebentar lagi pelajaran olahraga!” kata pak Mamat Sadeli sang guru olahraga, yang tiba-tiba menghampiri mereka bertiga. Bella, Mia, dan Cella terkejut sejenak dengan kehadiran pak Mamat yang tiba-tiba. “Sebentar pak, kami mau mengantar Cella ke ruang kepala sekolah dulu!” kata Mia dengan gaya bicara yang santun, ala bu Hajah. Lalu mereka bertiga sampai di depan pintu kepala sekolah. Cella mulai ciut nyalinya, saat tiba di depan pintu kepala sekolah. Cella menghela napas panjang. “Kalian doain aku, ya!” kata Cella dengan wajah campur aduk, antara gugup dan takut. Bella mengerutkan dahinya, “Ngapain minta doa segala? kamu mau ketemu kepala sekolah bukan mau ketemu siluman, udah sana masuk!” kata Bella sambil mendorong Cella. Cella mengetuk pintu, dan masuk ruangan kepala sekolah yang bernama Felix Van Houten yang berkumis tebal, dan berkepala botak seperti telur puyuh. “Selamat pagi pak, saya Cella!” kata Cella tersenyum manis. Pak Felix melirik Cella yang terseyum manis. Pak Felix berdecak. “Ya ampun, jangan sok imut, deh,” kata pak Felix. “Ayo duduk!” perintak pak Felix.
8
Cella duduk gugup menghadap pak Felix. “Pak saya murid baru.” kata Cella tersenyum malu. “Iya, saya tahu!” kata pak Felix dengan wajah angkuh, sok berwibawa. Cella merogoh tas selendangnya untuk mencari dokumen-dokumen persyaratan pindah sekolah. “Ini pak surat pindah dan daftar nilai saya dari kelas satu!” kata Cella menyodorkan setumpuk kertas kepada pak Felix. Pak Felix mengerutkan dahinya, yang memang sudah mengerut karena faktor usia. “Ya ampun, nilai-nilaimu lumayan juga,” kata pak Felix. yang serius memeriksa nilai-nilai Cella. Cella terkejut sejenak. “Ya ampun, pak kepala sekolah jangan memuji saya terlalu jauh, saya jadi tersanjung,” kata Cella dengan mata berbinar-binar bagai kucing di kasih ikan asin. Pak Felix membelalakan matanya. “Eh, jangan senang dulu, maksud bapak, nilai raportmu lumayan ancur juga!” kata pak Felix sambil tersenyum sinis. Cella seketika mematung untuk sesaat. “Ih, padahal tadi saya sudah senang,” kata Cella dengan mata berkacakaca karena sedih. “Makannya jangan kegeeran, deh!” kata pak Felix mencibir. “Hem...” Pak Felix berfikir sejenak, “Kamu masuk kelas dua F, ya!” “Iya pak.” Jawab Cella. Di luar Bella dan Mia menunggu Cella. “Cell, kamu masuk kelas apa?” tanya Mia. “Kelas dua F!” jawab Cella.
9
“Wah, itu ‘kan kelas aku sama Bella!” kata Mia tersenyum senang. Cellapun tersenyum senang. Bella tersenyum memaksakan diri. Setelah selesai mengurusi dokumen-dokumen pindah sekolah, lalu Cella, Mia, dan Bella masuk toilet untuk mengganti baju mereka. “Ih seneng banget kita sekelas, ya!” kata Mia, sambil memeluk Cella. “Mudah-mudahan si Cella nggak bawa musibah, nih,” kata Bella dalam hati. Cella yang kecentilan, masih terbayang-bayang wajah Gio yang ganteng, “Eh Mi, cowok tadi itu siapa namanya?” kata Cella menarik-narik baju Mia, seperti anak SD kalau minta jajan. Mia berpikir sejenak. “Oh, yang tadi di ruang kepala sekolah? dia namanya pak Felix, kenapa kamu nanyain pak Felix, kamu naksir pak Felix, ya?” Cella menggaruk-garuk kepalanya, “Ih, bukan pak Felix, yang aku tanyain cowok yang tadi ngejedot kepala aku, bukan aki-aki botak.” kata Cella dengan wajah agak kesal. Mia tersenyum manis, “Oh cowok itu, dia namanya Gio!” “Terus, dia kelas apa, Mi?” tanya Cella lagi dengan semangat empat lima. “Dia kelas dua F, sama kayak kita.” jelas Mia. “Woow, ini sih kayak musibah membawa berkah,” kata Cella sambil melompat-lompat kegirangan bagai kanguru.
10